HAK AYAH ANGKAT DALAM PENGELOLAAN HARTA WARIS ANAK ANGKAT (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor: 010/Pdt.P/2011/PA SAL)
SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)
Oleh: MUHAMMAD NOOR KHOLIS NIM 21107008
JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
i
ii
SKRIPSI HAK AYAH ANGKAT DALAM PENGELOLAAN HARTA WARIS ANAK ANGKAT (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor: 010/Pdt.P/2011/PA SAL)
DISUSUN OLEH MUHAMMAD NOOR KHOLIS NIM: 21107008 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Syari’ah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 13 Maret 2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Hukum Islam Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
: Drs. Machfud, M.Ag
__________________
Sekretaris Penguji : Evi Ariyani, M.H
__________________
Penguji I
: Moh. Khusen, M.Ag. MA
__________________
Penguji II
: Tri Wahyu Hidayati, M.Ag
__________________
Penguji III
: Drs. Badwan, M.Ag.
__________________
iii
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp (0298) 323706 Fax 323433 Kode Pos 50721 Salatiga http//www.stainsalatiga.ac.id e-mail:
[email protected] Drs. Badwan, M.Ag Dosen STAIN Salatiga NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi Saudara Muhammad Noor Kholis Kepada Yth, Ketua STAIN Salatiga di Salatiga Assalamu’alaikum Wr.Wb Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara: Nama
: Muhammad Noor Kholis
NIM
: 21107008
Jurusan
: Syari’ah
Program studi
: Ahwal Al-Syakhsiyyah
Judul
: HAK AYAH ANGKAT DALAM MENGELOLA HARTA
WARIS
ANAK
ANGKAT
(StudiPutusanPengadilan Agama SalatigaNomor: 010/Pdt.P/2011/PA SAL). Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Salatiga, 11 Februari 2012 Pembimbing, Drs. Badwan, M.Ag NIP. 19561202 198003 1 005
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Muhammad Noor Kholis
NIM
: 21107008
Jurusan
: Syari’ah
Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 28 Februari 2012 Yang Menyatakan
Muhammad Noor Kholis
NIM : 21107008
v
MOTTO “Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang yang beriman” (Thaha 3:139) Sesungguhnya dalam kesulitan itu ada kemudahan Dan sesungguhnya dalam kemudahan itu ada kesulitan Maka apabila kamu selesai dari suatu urusan Kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan lainnya Dan hanya kepada Tuhan kamu dapat berharap Kebahagiaan di dunia sifatnya hanya sementara, maka kejarlah kebahagiaan akhirat untuk mencapai kebahagiaan yang abadi Kekayaan, gelar dan jabatan hanya titipan semata, gunakanlah semuanya itu untuk kebaikan dalam hidup (N.N)
vi
PERSEMBAHAN
Sekripsi ini kupersembahkan untuk : Allah SWT Papa-mamaku (Harudji dan Siti Solihah) Kakak-kakakku (MbakNur, Mas Nurul, Mas Den,) dan “Tunanganku” ( Ana Maliya) yang selalu mendampingi ku....
vii
ABSTRAK
Kholis, Muhammad, Noor. 2012. Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat (StudiPutusanPengadilan Agama SalatigaNomor: 010/Pdt.P/2011/PA SAL). Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhsyiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Pembimbing: Drs. Badwan, M.Ag. Kata kunci: Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui hak orang tua angkat dalam mengelola harta waris anak angkat atau lebih dikenal dengan perwalian. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah konsep pengangkatan anak menurut hukum positif dan hukum Islam?, (2) Bagaimana hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat menurut hukum positif dan hukum Islam?, dan (3) Bagaimana penetapan hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat oleh hakim di Pengadilan Agama Salatiga? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan pusataka yurisprudensi. Temuan dalam penetian ini adalah seoarang ayah angkat untuk mendapatkan hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat harus memerlukan penetapan perwalian terlebih dahulu, meskipun menurut pengertian pengangkatan anak dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 hal itu tidak perlu dilakukan, dikarenakan perwalian akan secara otomatis berpindah kepada ayah angkat setelah adanya penetapan pengangkatan anak dari pengadilan. Berdasarkan pencarian fakta di pengadilan penulis mendapatkan hasil bahwa dibutuhkanya penetapan perwalian terlebih dahulu oleh ayah angkat dikarenakan adanya perbedaan makna antara orang tua dan wali dalam undangundang, dan dengan adanya penetapan dari pengadilan akan menghilangkan perbedaan tersebut.
viii
KATA PENGANTAR
Puji
syukur
Penulis
haturkan
kepada
Allah
SWT
yang
telah
memberikanrahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “HAK AYAH ANGKAT DALAM MENGELOLA HARTA WARIS ANAK ANGKAT (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor:: 010/Pdt.P/2011/PA SAL )”.Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikanprogram studi ahwal al syahsyiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Salatigaskripsi ini disadari oleh Penulis masih jauh dari harapan dan masih banyakkekurangannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang menbangun daripembaca. Dalam kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepadapihak-pihak yang telah membantu Penulis dalam penulisan skripsi ini, antara lain : 1.
Bapak Drs. Imam Sutomo M.Ag Selaku rektor Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Salatiga
2.
Bapak Ilyya Muhsin M.Si, selaku Ketua Program Studi Ahwal Al Syahsyiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Salatiga
3.
Drs. Badwan M.Ag selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4.
Seluruh anggota Tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menilai kelayakan dan menguji skripsi dalam rangka menyelesaikan studi
ix
Ahwal Al Syahsyiyah Di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. 5.
Seluruh
staf
Program
studi
yangtelah
membantu
Penulis
dalam
menyelesaikan administrasi-administrasi selamaperkuliahan. 6.
Papa-mamaku (Harudji dan Siti Solihah) Kakak-kakakku beserta keluarga (Mbak Nur, Mas Nurul, Mas Den,) dan ponakan ponakan kecilku serta “Tunanganku” ( Ana Maliya) yang selalu mendampingi aku.
7.
Semua Dosen-dosen Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.
8.
Semua teman-teman angkatan 2007 yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu serta Nafis angkatan 2006 yang selalu membantuku.
Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi paraPembaca. Salatiga, 2012 Penulis
Muhammad Noor kholis
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………….....................……………
i
HALAMAN BERLOGO...........................................................
ii
NOTA PEMBIMBING........... …………….................................
iii
PENGESAHAN............................................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN....................................
v
HALAMAN MOTTO…………………………............................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN……...…………….....................
vii
ABSTRAK………………………………………….....................
viii
KATA PENGANTAR..............…………………….....................
ix
DAFTAR ISI..……………………………....................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………….
xv
BAB I PENDAHULUAN............................................................
1
A.
L atar Belakang..........................................................
B.
1 R
umusan Masalah..................................................... C.
4 T
ujuan Penelitian...................................................... D.
4 K
egunaan Penelitian................................................. E.
5 T
elaah Pustaka..........................................................
xi
5
F.
M etode Penelitian.....................................................
G.
P enegasan Istilah......................................................
H.
9 S
istematika Penulisan............................................... BAB II
6
11
PENGANGKATAN ANAK DAN HAK AYAH ANGKAT MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM.................................................. A.
14
Pengangkatan Anak Menurut Hukum Positif...........
14
1.
P engertian............................................................
2.
14 P
rinsip Pengangkatan Anak............................... 3.
16 B
entuk-Bentuk Pengangkatan Anak.................. 4.
17 S
yarat-Syarat Pengangkatan Anak..................... 5.
18 P
engangkatan Anak Dalam Rangka Perlindungan Anak..............................................
xii
22
6.
H ak dan Kewajiban Ayah Angkat Terhadap Anak Angkat........................................................
22
7.
P erwalian terhadap anak angkat..........................
B.
Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam............
24
1.
P engertian Pengangkatan Anak...........................
2.
3.
27 H
ukum Pengangkatan Anak dalam Islam............ 4.
28 A
kibat
Hukum
Pengangkatan
Anak
yang
Dilarang............................................................ 5.
29 H
ak Ayah Angkat Terhadap Anak Angkat.......... III
24 S
ejarah Pengangkatan Anak................................
BAB
23
PERTIMBANGAN
HAKIM
30
PENGADILAN
AGAMA DALAM MENETAPKAN PERKARA HAK
AYAH
ANGKAT
PENGELOLAAN HARTA WARIS
DALAM ANAK
ANGKAT..............................................................
xiii
32
A.
Gambaran Umum Pengadilan Agama Salatiga........
B.
32
Proses Pengajuan Perkara Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat........
C.
42
Deskripsi Putusan Hakim Dalam Perkara Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat.............................................................
D.
Dasar
Petimbangan
Hakim
45
dalam
Menetapkan Perkara Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan
Harta
Waris
Anak
Angkat....................................... BAB IV
55
PEMBAHASAN PENETAPAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA PERKARA HAK AYAH ANGKAT DALAM PENGELOLAAN HARTA WARIS ANAK ANGKAT..................................... A.
58
Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim yang Dipakai dalam Menetapkan Perkara
Hak
Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat...................................................................... B.
Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim Yang Dipakai Dalam Penetapan Perkara
xiv
Hak
58
Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat....................
59
BAB V PENUTUP....................................................................... A.
65
Kesimpulan..................................................... ..........
B.
65
Saran................................................................ ......... 66
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………… LAMPIRAN
xv
68
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I
: Peta Wilayah Pengadilan Agama Salatiga
Lampiran II
: Alur Proses Pengajuan Permohonan Di Pengadilan Agama Salatiga
Lampiran III : Lembar SKK Lampiran IV : Putusan Pengangkatan Anak nomor 010 /Pdt.P/2011/PA SAL Lampiran V
: Undang-Undang No: 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Lampiran VI : Daftar Riwayat Hidup
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial, oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri. Karena telah menjadi sunnnatullah bahwa manusi dalam hidupnya harus tolong menolong antara satu dengan lainnya. Selain itu, manusia sebagai mahluk sosial yang tidak lepas dari andil orang lain agar dapat maju dan berkembang. Apalagi seorang anak, pasti memerlukan bantuan orang tua untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan sehari-hari, seperti memasak, makan dan lain-lain, maupun untuk mengelola sesuatu yang menjadi milik dari seorang anak, misalnya harta waris. Bagi anak yang tidak mememiliki orang tua pasti tidak dapat mengambil sebuah keputusan sendiri, misalnya seorang anak yang akan melakukan suatu tindakan hukum. Sebab, anak yang masih dibawah umur belum bisa melakukan tindakan hukum sendiri, karena dinilai belum cakap terhadap hukum. Oleh sebab itu, untuk melindungi kepentingan anak yang masih dibawah umur pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Undang-Undang ini seorang ataupun badan hukum diberi peluang untuk melakukan perlindungan terhadap seorang anak dengan mengajukan perwalian, pengasuhan atau pengangkatan anak yang sekarang lebih dikenal dengan nama adopsi.
1
Pengangkatan anak atau adopsi adalah
suatu perbuatan hukum yang
mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat (Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak Pasal 1 Ayat 2). Di dalam sebuah pengangkatan anak tentunya ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang tua angkat dan juga anak angkat. Seorang ayah angkat setelah mendapat penetapan dari pengadilan
tentang
pengangkatan
anak
berkewajiban
untuk
melakukan
perlindungan terhadap anak angkatnya. Dalam perlindungan ini orang tua berkewajiban untuk melakukan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 ayat 2. Untuk itu apabila seorang anak tersandung kasus hukum atau akan melakukan perbuatan hukum, maka orang tua dari anak tersebut dapat mewakilinya, dan apabila orang tua anak tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk menjadi wali dari anak melalui penetapan pengadilan (Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 pasal 33 ayat 1 dan2). Sehingga penunjukan atas wali hanya diperutukkan apabila seorang orang tua yang seharusnya mewakili dari
2
kapentingan anak tidak dapat melakukannya karena ketidakcakapannya dari orang tua terhadap hukum. Berbeda dengan kasus di Pengadilan Agama Salatiga, yaitu kasus seorang ayah angkat yang sudah memiliki Penetapan Pengangkatan Anak dari Pengadilan Agama, ketika akan mewakili anak angkatnya melakukan perbuatan hukum dalam perkara waris di Pengadilan Agama Salatiga, saat persidangan berlangsung hakim Pengadilan Agama Salatiga masih menanyakan penetapan perwalian dari ayah angkat sehingga hakim menjatuhakan putusan sela dan menyuruh ayah angkat tersebut mengajukan permohonan perwalian terlebih dahulu agar bisa mewakili anak angkatnya untuk melakukan perbuatan hukum di dalam Pengadilan Agama Salatiga. Dalam hal ini penulis menganggap ada sebuah ketidakefektifan hukum dalam perkara tersebut, sebab dalam Undang-Undang Perlindungn Anak pasal 1 ayat 4 telah dijelaskan bahwa yang dimaksud orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. Sehingga orang tua angkat tidak perlu mengajukan permohonan perwalian terhadap anak angkatnya apabila akan mewakili anak angkatnya dalam melakukan perbuatan hukum. Dari permasalahan diatas penulis mengangkat judul HAK AYAH ANGKAT DALAM PENGELOLAAN HARTA WARIS ANAK ANGKAT (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor: 010/Pdt.P/2011/PA SAL).
3
B. Rumusan Masalah Berawal dari permasalah diatas, dapat dirumuskan
rumusan masalah
sebagai berikut: 1. Bagaimanakah konsep pengangkatan anak menurut hukum positif dan hukum Islam? 2. Bagaimana hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat menurut hukum positif dan hukum Islam? 3. Bagaimana penetapan hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat oleh hakim di Pengadilan Agama Salatiga?
C. Tujuan Penelitian 1. Bagi peneliti Dalam penelitian ini peneliti mempunyai tujuan sebagai berikut: a. untuk mengetahui konsep pengangkatan anak menurut hukum positif dan hukum Islam. b. untuk mengetahui hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat anak menurut hukum positif dan hukum Islam. c. Untuk mengetahui penetapan hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat oleh hakim di Pengadilan Agama Salatiga.
4
2. Bagi STAIN Salatiga a. Sebagai sumbangan ilmu bagi jurusan Syari'ah pada khususnya dan seluruh mahasiswa pada umumnya yang berkaitan dengan konsep hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat. b. Sebagai bahan pustaka bagi adik-adik angkatan Hukum Perdata Islam di STAIN Salatiga. D. Kegunaan Penelitian Merujuk pada tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini sekurangkurangnya diharapkan dapat memberikan dua kegunaan, yaitu : 1. Manfaat teoritis, dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan Hukum Perdata Islam ( Ahwal Al Syahsyiyah ), khususnya yang terkait dengan konsep hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat. 2. Manfaat praktis, dapat memberikan sumbagan ilmu pengetahuan bagi STAIN SALATIGA dan adik adik angkatan. 3. Untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk meraih gelar sarjana muda (S-1) dalam bidang hukum perdata islam (Ahwal Al Syahsyiyah) AS STAIN Salatiga. E. Telaah Pustaka Hak Ayah Angkat Dalam Mengelola Harta Waris Anak Angkat (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor: 010/Pdt.P/2011/PA SAL)
5
belum pernah diangkat sebagai sekripsi. Disini peneliti hanya menemukan skripsi dengan tema yang hampis sama yaitu pengangkatan anak. Dalam skripsi bertema pengangkatan anak oleh M. Mahmudi yang berjudul Akibat Hukum Dari Pengangkatan Anak men jelaskan perbedaan antara konsep pengangkatan anak antara staablad 1917 nomor 129 dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu masalah pemutusan hubungan nasab antara anak angkat dengan orang tua kandungnya. Sedangkan dalam skripsi yang berjudul Implikasi Praktek Adopsi Terhadap Kedudukan Anak Angkat oleh Riza Umami El Syihab yang melakukan studi kasus di Desa Pringapus Kabupaten Semarang. Dalam skripsi tersebut juga hanya membahas sebab-sebab pengangkatan anak dan akibat terhadap anak tersebut di lingkungannya. Selain itu peneliti tidak menemukan lagi skripsi lain yang bertema perwalian. Untuk itu peneliti yakin penelitian ini nantinya akan berguna dalam melengkapi keilmuan di Kampus STAIN Salatiga. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian mengkaji teoretik atau bahan pustaka. Bahan pustaka yang dimaksud disini adalah sebuah putusan hakim dalam mengadili suatu masalah. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk meneliti hukum normatif atau dengan kata lain meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang
6
berkaitan dengan tentang konsep hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat. 2. Sumber Data Dalam penelitian ini sumber data terbagi menjadi 2 macam, yaitu sumber data primair dan sumber data sekunder. Karena penelitian ini merupakan penelitian pustaka sehingga sumber data primair dalam penelitian ini adalah sebuah dokumen. Dan sumber data sekundernya adalah wawancara, observasi. 1. Dokumen Dokumen adalah data yang mencakup surat-surat resmi, bukubuku, hasil penelitian yang berbentuk laporan dan sejenisnya yang meliputi (Moleong, 2000:113): 1. Surat permohonan. 2. Salinan putusan. 3. Buku-buku yang memiliki kaitan dengan pelitian ini. 4. Artikel ilmiah. 5. Arsip-arsip yang mendukung. 2. Wawancara Wawancara adalah sebuah metode pengumpulan data dengan jalan dialog (interview) dengan nara sumber atau terwawancara (interviewer) (Arikunto, 1998:145). Disini wawancara bertujuan untuk menambah data-
7
data yang mugkin dianggap masih kurang apabila hanya mencari dalam dokumen-dokumen diatas. Dalam hal ini yang menjadi narasumber adalah Drs. Nurhadi, MH yang merupakan hakim Pengadilan Agama Salatiga. 3. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data adalah proses untuk mengmhipun data yang berkaitan dan relevan serta dapat memberikan gambaran dari aspek yang akan diteliti, baik penelitian pustaka maupun penelitian lapangan. Dalam penelitian ini penulis meggunakan metode penelitian pustaka yaitu penelitian tentang putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Prosedurnya meliputi: a. Mencari kasus yang sesuai dengan penelitian ini b. Mencari putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. c. Mengumpulkan data-data di buku dan artikel yang sesuai dengan penelitian ini. 4. Analisis Data Analisis data adalah analisa pada teknik pengolahan data dengan melakukan penguraian dan penafsiran pada suatu dokumen ( Hasan, 2004:30). Analisis disini merupakan usaha untuk menganalisis yang menitikberatkan pada dokumen, peraturan dan putusan hakim. Dalam penelitian ini mengunakan beberapa metode pendekatan, yaitu:
8
a. Pendekatan analisis ( Analitical Approach ) adalah mengetahui makna yang terkandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan
secara
konseptual,
sekaligus
mengetahui
penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hukum ( Ibrahim, 2006:310). b. Pendekatan kasus adalah mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum ( Ibrahim, 2006:321). G. Penegasan Istilah Sebelum memulai menyusun skripsi ini, perlu penulis sampaikan bahwa judul skripsi ini tentang “Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat” (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor: 0016/Pdt.P/2010/PA SAL). Untuk menghidari salah tafsir oleh pembaca mengenai skripsi ini maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini: 1. Hak Hak adalah kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan
oleh
aturan,
undang-undang,
dan
sebagainya)
(Poerwdarminta, 2006:397). 2. Ayah angkat a.
Ayah angkat atau kebih dikenal dengan orang tua angkat adalah orang yang melakukan pengangkatan anak atau orang yang melakukan pengalihan atas hak seorang anak dari lingkungan
9
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. b.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak di jelaskan bahwa orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik
dan
membesarkan
anak
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan dan adat kebiasaan. 3. Harta Harta adalah barang-barang, uang, dan sebagainya yang menjadi kekayaan (Poerwdarminta, 2006:1063). 4. Waris Waris adalah orang yang berhak menerima pusaka dari orang yang telah meninggal ( Poerwdarminta, 2006:1363). 5. Anak angkat Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan (Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 pasal 1 ayat 9).
10
Dari pengertian kata-kata diatas dapat dimengerti bahwa yang dimaksud dengan “Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat” (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor: 010/Pdt.P/2011/PA SAL) adalah hak seorang ayah angkat yang diatur oleh undang-undang dalam mengelola harta waris anak angkatnya yang masih dibawah umur, yang lebih dikenal dengan istilah perwalian. H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi yang digunakan oleh penulis adalah sistematika penulisan skripsi yang sesuai dengan pedoman penulisan skripsi dan tugas akhir yang berlaku di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Skripsi ini terdiri dari 3 bagian, yaitu : bagian muka, bagian isi dan bagian akhir. 1. Bagian muka
Bagian muka berisi halaman sampu, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, halaman motto, halaman persembahan, halaman abstrak, halaman kata pengantar, dan halaman daftar isi. 2. Bagian isi
Bagian isi terdiri dari V Bab yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian Pustaka, Bab III Deskripsi Yurisprusensi, Bab IV Pembahasan dan Bab V Penutup. Dari kelima bab tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
11
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini berisi latar belakang penelian ini di laksanakan,
rumusan
masalah,
tujuan
penelitian,
kegunaan
penelitian, metode penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan.
Bab II Pengangkatan Anak dan Hak Ayah Angkat Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam. Dalam bab ini berisi dua sub bab yaitu: pengangkatan anak menurut hukum positi dan pengangkatan anak menurut hukum Islam. Karena bab ini merupakan bab kajian pustaka sehingga dalam bab ini semua menjelaskan tentang teori teori yang berkaitan tentang penelitian ini.
Bab III Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Dalam Menetapkankan Perkara Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat. Dalam bab ini berisi empat sub bab yaitu:gambaran umum Pengadilan Agama Salatiga, proses pengajuan perkara hak ayah angkat dalam pengelolaan harta waris anak angkat, deskripsi putusan hakim dalam perkara hak ayah angkat dalam pengelolaan harta waris anak angkat dan dasar petimbangan hakim dalam menetapkan perkara hak ayah angkat dalam pengelolaan harta waris anak angkat.
Bab IV Pembahasan Penetapan Pengadilan Agama Salatiga Perkara Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat. Dalam bab ini berisi dua sub bab yaitu: Analisis terhadap pertimbangan hakim yang dipakai dalam penetapan Perkara Hak Ayah Angkat
12
Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat dan Analisis Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Salatiga Perkara Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat.
Bab V Penutup berisi hasil pembahasan yang dirangkum dalam kesimpulan serta saran penullis. 3. Bagian akhir
Bagian akhir berisi daftar pustaka, daftar riwayat hidup dan lampira-lampiran.
13
BAB II
PENGANGKATAN ANAK DAN HAK AYAH ANGKAT MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
A. Pengangkatan Anak Menurut Hukum Positif. 1. Pengertian Pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan mengambil anak orang lain ke dalam keluarga, sehingga antara orang yang mengambil anak dan anak yang diambil tersebut timbul hukum kekeluargaan yang sama seperti orang tua dengan anak kandungnya sendiri (Soemitro, 1990:33). Sedangkan menurut Peraturan
Pemerintah
Nomor 57 tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, kedalam keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Pengangkatan anak pada umumnya dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan orang tua angkatnya misalnya untuk melanjutkan keturunan orang tua angkat (Soemitro, 1990:35). Dalam hukum positif, Undang-Undang yang mengatur secara khusus tentang pengangkatan anak belum ada. Aturan yang berlaku sekarang ini masih beragam dan tersebar dalam berbagai peraturan yang ada. Di bawah ini adalah peraturan-peraturan yang mengatur tentang pengangkatan anak:
14
a. Staatsblad 1917 Nomor 129 pasal 5 s/d pasal 15 tentang Adopsi berlaku bagi golongan Tionghoa; b. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan terhadap undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama; c. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; d. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak; e. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Buku II BAB I pasal 171 huruf h dan pasal 209 tentang pengertian anak angkat dan tentang wasiat wajibah anak angkat dan orang tua angkat; f. Kepmen Sosial RI Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak; g. SEMA Nomor 2 Tahun 1979 disempurnakan dengan SEMA Nomor 6 Tahun 1983; h. SEMA Nomor 3 Tahun 2005 prihal Pengangkatan Anak dan Yurisprudensi Mahkamah Agung. Dari berbagai peraturan perundang-undangan di atas belum ada yang mengatur secara khusus perihal pengangkatan anak. Oleh karenanya diperukan undang-undang yang khusus mengatur tentang pengangkatan anak sehingga apabila ada kasus mengenai pengangkatan anak dapat diselesaikan
15
dengan lebih mudah dan dalam waktu yang lebih singkat karena pedomannya telah jelas dan tidak tercerai berai. 2. Prinsip Pengangkatan Anak Dalam hukum positif prinsip pengangkatan anak tertuang dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 119 tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. Dalam Peraturan Menteri Sosial ini dijelaskan 5 buah prinsip pengangkatan anak yang dituangkan dalam sebuah pasal. Kelima prinsip itu adalah: a.
Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.
Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya;
c.
Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh Calon anak angkat;
d.
Dalam hal asal-usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan
dengan
agama
mayoritas
penduduk
tempat
ditemukannya anak tersebut; dan e.
Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
16
3. Bentuk-Bentuk Pengangkatan Anak Bentuk pengangkatan anak ada dua macam, yaitu: a.
Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia; Bentuknya ada dua macam yakni : 1) Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat; 2) Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan yakni pengangkatan anak secara langsung maupun pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak. Pengangkatan anak baik secara adat maupun berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat dibenarkan sepanjang itu tetap dimohonkan penetapan kepada Pengadilan (PP No. 54 Tahun 2007 pasal 8 s/d 10).
b.
Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing (intercountry adoption). Bentuknya ada dua macam yakni : a) Pengangkatan anak WNA oleh orang tua angkat WNI; b) Pengangkatan anak WNI oleh orang tua angkat WNA. Bentuk dua macam pengangkatan anak ini juga harus melalui putusan Pengadilan (PP No. 54 Tahun 2007 pasal 7dan 11).
17
4. Syarat-Syarat Pengangkatan Anak a.
Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia; 1) Persyaratan untuk anak angkat a) belum berusia 18 tahun dengan ketentuan anak belum berusia 6 tahun prioritas utama, anak berusia 6 tahun sampai 12 tahun sepanjang ada alasan mendesak (seperti anak korban bencana, anak pengungsian), anak berusia 12 tahun sampai belum berusia 18 tahun sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus (seperti anak korban penyalahgunaan narkoba, alkohol, korban penculikan dll.); b) merupakan anak terlantar atau ditelantarkan; c) berada dalam asuhan keluarga atau lembaga pengasuhan anak; Bagi calon anak angkat yang diasuh oleh yayasan sosial harus memperoleh izin tertulis dari Menteri Sosial atau pejabat yang ditunjuk untuk pengangkatan anak tersebut (Soimin,2007:35). d) memerlukan perlindungan khusus ((PP No. 54 Tahun 2007 pasal 12). e) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak. f) Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kadungnya.
18
g) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. h) Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. i) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat (UU No. 23 Tahun 2002 pasal 3). 2) Persyaratan untuk calon orang tua angkat
Pengangkatan anak dapat dilakukan secara langsung antara orangtua kandung dengan calon orang tua angkat (private adoption) atau oleh seseorang yang tidak terikat dalam perkawinan sah/belum menikah
(single parent adoption)
(Soimin,2007:35).
Syarat-syarat calon orang tua angkat sebagai berikut: a) sehat jasmani dan rohani, b) berumur minimal 30 tahun dan maksimal 55 tahun, c) berkelakuan baik tidak pernah terlibat tindak pidana, d) berkelurga minimal 5 tahun (bagi berkeluarga), e) tidak pasangan sejenis (bagi berkeluarga), f) tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak (bagi berkeluarga), g) mampu ekonomi dan sosial,
19
h) memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak, i) membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak, j) adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat, k) telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 bulan, sejak izin pengasuhan diberikan, l) memperoleh izin Menteri dan/atau instansi sosial (PP No. 54 Tahun 2007 psl 13). b.
Pengangkatan anak WNA oleh orang tua angkat WNI; 1)
Persyaratan untuk anak angkat a) Usia anak angkat harus mencapai 5 tahun . b) Memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Menteri Sosial (Soimin,2007:38). c) Pengangkatan
anak
hanya
dapat
dilakukan
untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak. d) Memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah negara asal anak (PP No. 54 Tahun 2007 psl 15). 2)
Persyaratan untuk orang tua angkat a) Pengangkatan anak WNA harus melalui yayasan sosial yang memiliki izin, sehingga pengangkatan anak secara private
adoption
tidak
dibenarkan
demikian
juga
20
pengangkatan
anak
WNA
tidak
dibenarkan
kalau
dilakukan oleh seseorang yang tidak terikat dalam perkawinan sah/belum menikah (Soimin,2007:38). b) Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon orang tua angkat sama dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi calon orang tua angkat antar WNI sebagai telah diuraikan di atas: c.
Pengangkatan anak WNI oleh orang tua angkat WNA 1)
Persyaratan untuk anak angkat WNI sama dengan persyaratan untuk anak WNA , hanya ada perbedaan yakni: a) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. b) Memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Menteri Sosial.
2) Persyaratan untuk orang tua angkat
Persyaratan calon orang tua angkat WNA selain syarat sebagaimana berlaku bagi orang tua angkat WNI di atas juga berlaku syarat-syarat sebagai berikut:
a.
memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia;
b.
memperoleh izin tertulis dari Menteri Sosial;
21
c.
melalui lembaga pengasuhan anak.
d.
telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2 (dua) tahun;
e.
membuat pernyataan tertulis melaporkan perkembangan anak kepada untuk Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
melalui
Perwakilan
Republik
Indonesia
setempat (PP No. 54 Tahun 2007 pasal 14 dan 17) 5. Pengangkatan Anak Dalam Rangka Perlindungan Anak Pengangkatan anak merupakan suatu usaha untuk melakukan perlindungan terhadap anak. Hal ini dapat terwujud apabila pengangkatan anak tersebut memenuhi beberapa syarat, diantaranya: a) Mengutamakan mengangkat anak yang yatim piyatu; b) Mengangkat anak yang cacat fisik, mental, sosial; c) Orang tua anak tersebut benar-benar tidak mampu mengelola keluarganya; d) Bersedia memupuk dan memelihara tali silarurahmi antara anak dengan orang tua kandungnya, dan; e) Hal-hal lain
yang tetap mengembangkan manusia seutuhnya
(Soemitro, 1990:38). 6. Hak dan Kewajiban Ayah Angkat Terhadap Anak Angkat a.
Hak ayah angkat terhadap anak angkat Dalam hukum positif penulis tidak menemukan peraturan
mengenai hak ayah angkat terhadap anak angkat, oleh karena dalam
22
undang-undang yang mengatur tentang pengangkatan anak tidak satupun yang mengatur tentang hak ayah angkat terhadap anak angkat. b.
Kewajiban ayah angkat terhadap anak angkat Dalam
Undang-Undang
Nomor
23
tahun
2002
tentang
Perlindungan Anak masalah kewajiban telah dijelaskan secara terinci yang terdapat dalam Bab IV.
Kewajiban-kewajiban itu meliputi
kewajiban dari pihak pemerintah, masyarakat dan orang tua. Hal ini di anggap penting karena mengurus masa depan anak merupakan salah satu usaha menyelamatkan masa depan bangsa dan negara (Kamil,2010:71). Namun yang paling utama adalah kewajiban orang tua dalam mengurus anak karena pendidikan dari keluarga yang sering diterima oleh anak secara langsung. Di bawah ini adalah kewajiban bagi orang tua terhadap anak: 1) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; 2) Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya. 3) menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan 4) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. 7. Perwalian Terhadap Anak Angkat Secara umum masalah perwalian terhadap anak angkat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Bab VII pasal 33, namun hak perwalian terhadap anak angkat juga dapat
23
dikaji melalui pengertian pengangkatan anak itu sendiri, dimana dalam pasal 1 ayat 9 disebutkan “Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan”. Bertitik tolak dari definisi di atas jelaslah perwalian anak angkat telah beralih dari orang tua kandung kepada orang
tua
angkatnya.
Sehingga
orang
tua
angkat
berhak
dan
bertanggungjawab terhadap perwalian anak angkatnya termasuk perwalian terhadap harta kekayaannya (Kamil, 2010:74).
B. Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam
1. Pengertian pengangkatan anak Pada saat Nabi Muhammad menyampaikan agama Islam, masyarakat Arab telah mengenal sistem pengangkatan anak yang mereka sebut dengan istilah tabanni. Secara etimologis kata tabanni berati mengambil anak, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkatan anak disebut juga dengan istilah “Adopsi” yang berarti pengambilan anak orang lain secara sah menjadi anak sendiri (Alam, 2008:20). Menurut Wahbah al-Zuhaili dalam kitab al-fiqh al-islami wa aladillatuhu juz 9 istilah “tabanni” berarti pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasab-nya kemudian anak itu di-
24
nasab-kan kepada dirinya. Dalam pengertian lain tabanni adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang dengan sengaja me-nasab-kan seorang anak kepada dirinya padahal anak tersebu telah mempunyai nasab yang jelas pada orang tua kandungnya (Kamil, 2010:96). Menurut Mahmud Syaltut dalam kitab al-fatawa menjelaskan setidaknya terdapat dua pengertian mengenai pengangkatan anak. Pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang tanpa diberikan status anak kandung, meskipun dia diperlakukan seperti anak sendiri. Kedua, mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan dia diberikan status anak kandung, sehingga ia berhak memakai nama keturuan “nasab” orang tua angkatnya dan saling mewarisi harta peninggalan dan hak-hak lain sebagai akaibat hukum antara anak angkat dan orang tua angkat. Dari bentuk pengangkatan anak yang pertama menurut definisi Mahmud Syaltut jelas tidak bertentangan dengan asas Hukum Islam, bahkan perbuatan seperti ini sangat dianjurkan dalam Islam (Alam, 2008:21). Sesuai dengan penggalan firman Allah SWT dalam QS. Al Ma’idah ayat 32 serta QS. Al-Insan ayat 8 berikut:
Artinya: “dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya” (QS. Al Maidah : 32).
25
Artinya: “dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan” (QS. Al Insan: 8)
Dari kedua ayat diatas dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa perbuatan pengangkatan anak disukai oleh Allah SWT karena di dalam perbuatan pengangkatan anak terdapat nilai-nilai yang terkandung dalam ayat di atas. Sedang pengertian yang kedua menurut Mahmud Syaltut dilarang oleh Islam karena bertentangan dengan hukum Islam, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Ahzab ayat 4 dan 5 berikut:
Artinya: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maulamaulamu dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf
26
padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al-Ahzab: 4,5).
2. Sejarah Pengangkatan Anak Sebelum Islam datang, pengangkatan anak di kalangan bangsa Arab telah menjadi tradisi turun-temurun yang dikenal dengan istilah “at-tabanni” yang artinya mengambil anak angkat secara turun temurun (Alam, 2008:22). Imam Al-Qurtubi menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melakukan pengangkatan anak sebelum masa kenabiannya. Anak angkatnya bernama Zaid bin Harisah, tetapi kemudian tidak dipanggil Zaid berdasar nama ayahnya Harisah melainkan diganti dengan panggilan Zaid bin Muhammad. Nabi Muhammad SAW, mengumumkan di hadapan kaum Quraisy bahwa Zaid, aku jadikan anak angkatku, ia mewarisiku dan akupun mewarisinya “. Sikap Nabi Muhammad SAW tersebut merupakan cerminan tradisi yang ada pada waktu itu. Oleh karena Nabi menganggap Zaid sebagai anaknya, maka para sahabatpun memanggilnya dengan Zaid bin Muhammad (Kamil,2010:99). Setelah Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul, turun surat Al-Ahzab ayat 4, ayat 5. Ayat 37 dan ayat 40 yang pada intinya melarang pengangkatan anak dengan akibat hukum memanggilnya sebagai anak kandung dan saling mewarisi seperti yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW. Ulama sepakat bahwa ayat itu turun berkenaan dengan peristiwa Zaid bin Harisah. Melalui peristiwa tersebut dapat dipahami bahwa pengangkatan anak itu boleh dilakukan, karena Nabi Muhammad SAW telah mempraktekkannya,
27
tetapi pengangkatan anak itu tidak mengubah status nasab seseorang, karena Allah SWT telah menyatakannya dalam Al-Qur’an bahwa status nasab Zaid tidak boleh dinisbahkan kepada Nabi Muhammad SAW (Alam,2008:23).
3. Hukum Pengangkatan Anak dalam Islam Pengangkatan anak dalam Islam harus mempertimbagkan beberapa aturan yang ada dalam Al Qur’an dan Hadist, Allah SWT sendiri sangat tegas mengatur tentang pelaksanaan pengangkatan anak, hal ini disebabkan karena ada banyak akibat
yang timbul dalam pengangkatan anak salah
satunya mengenai hal kedudukan antar anak angkat dan orang tua angkat. Para ulama fikih telah sepakat bahwa hukum Islam tidak mengakui pengangkatan anak yang dipraktikkan pada masa jahiliyah, yaitu: pengangkatan anak yang mengakibatkan si anak angkat menjadi terlepas hubungan kerabatnya dengan orang tua kandungnya dan masuk ke dalam kerabat orang tua angkatnya. Hukum Islam hanya mengakui
dan
menganjurkan pengangkatan anak yang bertujuan untuk pemeliharaan anak, dengan kata lain hubungan kekerabatan anak tetap ada pada orang tua kandung si anak berikut dengan segala akibat hukum antara orang tua dengan anaknya (Kamil,2010:112). Para ulama fikih juga sepakat bahwa pengangkatan anak hanya berarti beralihnya kewajiban untuk memberi nafkah sehari-hari, mendidik, memelihara dan lain-lain dalam konteks beribadah kepada Allah sehingga pengangakatan anak tidak menjadikan anak angkat menjadi anak kandung, yang terputus hubungan hukumnya dengan orang tua kandung, dan memiliki
28
hak waris yang sama dengan anak kandung dan orang tua angkat menjadi wali mutlak terhadap anak angkat (Kamil,2010:113). Al qur’an telah menghapus dan membatalkan pengangkatan anak sistem jahiliyah yang telah ditiru oleh negara sekuler, dengan mengharamkan serta membatalkan semua akibat hukum dari pengangkatan anak sistem jahiliyah tersebut. Pembatalan dan penghapusan ini bertujuan untuk menghilangkan bara kedengkian, pengobaran api fitnah, rasa permusuhan dan pemutus hubungan persaudaraan, sebab pengangkatan anak dengan sistem jahiliyah akan mengakibatkan timbulnya rasa dengki kerabat asli dengan anak angkat karena dia adalah orang asing yang masuk kedalam keluarga orang tua angkatnya dan merampas hak-hak warisnya (Alam,2008:49).
4. Akibat Hukum Pengangkatan Anak yang Dilarang Dalam Islam ada beberapa akibat hukum dari pengangkatan anak yang dilarang dan harus dihindari bagi pelaku pengangkatan anak, diataranya:
a. Menghindari terganggunya hubungan keluarga berikut dengan hakhaknya; b. Menghindari terjadinya kesalahpahaman antara yang halal dengan yang haram; c. Menghindari terjadinya permusuhan antara keturunan, misalnya anak angkat mendapat warisan sehingga menutup bagian ahli waris yang berhak (Alam,2008:51).
29
5. Hak Ayah Angkat Terhadap Anak Angkat Dalam hukum Islam mengenai hak ayah angkat terdapat dalam penggalan firman Allah SWT QS. An-Nisa’ ayat 6 berikut ini:
Artinya: “ barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin (tidak mampu), maka bolehlah ia makan (mempergunakan) harta itu menurut yang patut (sesuai kepentingan dan wajar”(QS. An-Nisa’:6).
Menurut Ibn Jarir para ulama telah sepakat bahwa harta yang dimiliki oleh anak yatim bukan merupakan harta dari wali atau orang tua yang mengasuhnya sehingga orang tua asuh atau wali menggunakannya (memakannya). Akan tetapi apabila orang tua asuh atau wali mempunyai kepentingan dia boleh meminjamnya. Selain itu orang tua asuh atau wali boleh mengambil harta anak yatim dengan jalan sebagai upah dengan kadar yang layak untuk pengurusan dan pelayanan atas harta anak yatim tersebut (ash-shiddieqy, 2000:786). Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hukum merupakan suatu hal yang terus berkembang, sehingga harus selalu memperbaharui hukum, baik hukum positif maupun hukum Islam, namun dalam memperbaharui hukum itu tidak boleh melanggar aturan-aturan yang berlaku sehingga melupakan apa dasar dari sebuah hukum dibuat. Antara hukum positif dan hukum Islam sebenarnya tidak dapat dipisahkan apalagi mengenai pengangkatan anak, karena hukum positif di Indonesia aturan yang berada didalamnya belum 30
begitu lengkap sehingga hukum positif dan hukum Islam dapat saling melengkapi. Selain itu meskipun dalam hukum positif aturannya telah jelas dan mudah untuk dipahami namun aturan-aturan yang berlaku dalam hukum positif masis tersebar dalam berbagai aturan perundang-undangan sehingga tidak efisien dan dalam hukum Islam meskipun lengkap namun perlu menafsirkan terlebih dahulu hukum yang akan pergunakan karena hukum Islam masih terlalu global dan sulit dipahami bagi orang awam. Untuk itulah hukum Islam juga perlu diengkapi dengan hukum positif dan sebaliknya, hukum positif juga perlu dilengkapi dengan hukum Islam.
31
BAB III
PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENETAPKAN PERKARA HAK AYAH ANGKAT DALAM PENGELOLAAN HARTA WARIS ANAK ANGKAT
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Salatiga
1.
Wilayah Pengadilan Agama Salatiga
Pengadilan Agama Salatiga dahulu wilayahnya sangat luas yaitu meliputi Daerah Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang, akan tetapi sejak SK Menteri Agama Nomor 95 tahun 1982 tanggal 2 Oktober 1982 Jo. KMA Nomor 76 Tahun 1983 tanggal 10 Nopember 1982 dikeluarkan maka dibangunlah Pengadilan Agama untuk masyarakat Kabupaten Semarang yang berdiri di Ambarawa. Pengadilan agama yang khusus bagi masyarakat Kabupaten Semarang tersebut kemudian dibernama Pengadilan Agama Ambarawa. Kemudian pada tanggal 27 April 1984 dilaksanakanlah penyerahan sebagian wilayah Pengadilan Agama Salatiga yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Agama Salatiga pada masa itu (Drs. A.M. Samsudin Anwar) kepada Ketua Pengadilan Agama Ambarawa. Sejak saat itu wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga tinggal 13 Kecamatan. Dari 13 kecamatan yang ada 9 di ataranya merupakan termasuk wilayah Kabupaten Semarang dan 4 kecamatan di wilayah kota Salatiga.
Kecamatan di wilayah Kabupaten Semarang yang ikut dalam wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga yaitu: Kecamatan Bringin, Kecamatan
32
Bancak, Kecamatan Tuntang, Kecamatan Getasan, Kecamatan Tengaran, Kecamatan Susukan, Kecamatan Suruh, Kecamatan Pabelan, dan Kecamatan Kaliwungu. Sedangkan kecamatan di wilayah Salatiga meliputi: Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Sidomukti, Kecamatan Argomulyo, dan Kecamatan Tingkir.
Wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Semarang, sebelah barat berbatasan dengan Kebupaten Semarang dan Kabupaten Magelang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Grobogan.
2. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Salatiga
Pembentukan Pengadilan Agama Salatiga berdasarkan Staastblad tahun 1882 No. 152. Nama Pengadilan Agama disebutkan sebagaimana adanya pada saat itu Raad Agama. Pada masa itu Pengadilan Agama Salatiga bertempat di serambi masjid Al-Atiq Kauman Salatiga yang sekarang berubah nama menjadi masjid Jami’ Kauman Salatiga. Pada tahun 1951 Pengadilan Agama Salatiga melakukan perpindahan lokasi yang semula berada di serambi Masjid Jami' Kauman Salatiga ke Jl. Diponegoro No. 72 Salatiga. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 303 tahun 1990 dan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/010/SK/III/1996 tanggal 06 Maret 1996, wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga mengalami perubahan. Perubahan wilayah akibat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 303 tahun 1990 dan Keputusan
33
Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/010/SK/III/1996 tanggal 06 Maret 1996 sampai sekarang masih dipergunakan.
3. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Salatiga
Sejarah pembentukan Pengadilan Agama Salatiga dapat dibagi menjadi beberapa masa diantaranya:
a) Masa Sebelum Penjajahan
Pengadilan Agama Salatiga sebenarnya sudah terbentuk sejak Agama Islam masuk ke Indonesia. Pengadilan Agama Salatiga timbul bersama dengan perkembangan kelompok masyarakat yang beragama Islam di Salatiga dan Kabupaten Semarang. Masyarakat Islam di Salatiga dan di daerah Kabupaten Semarang pada saat itu apabila terjadi suatu sengketa, mereka menyelesaikan perkaranya melalui Qodli (Hakim) yang diangkat oleh Sultan atau Raja, yang kekuasaannya merupakan tauliyah dari Waliyul Amri yakni Penguasa tertinggi. Qodli (Hakim) yang diangkat oleh Sultan adalah alim ulama' yang ahli di bidang Agama Islam.
b) Masa Penjajahan
Pada saat penjajah Belanda masuk Pulau Jawa khususnya di Salatiga, masyarakat Salatiga dan Kabupaten Semarang
telah berkehidupan dan
menjalankan syari'at Islam, demikian pula dalam bidang Peradilan umat Islam Salatiga dalam menyelesaikan perkaranya menyerahkan keputusannya kepada
34
para hakim sehingga sulit bagi Belanda menghilangkan atau menghapuskan kenyataan ini. Oleh karena kesulitan pemerintah Kolonial Belanda menghapus pegangan hidup masyarakat Islam yang sudah mendarah daging di Indonesia pada umumnya dan khususnya di Salatiga, maka kemudian pemerintah Kolonial Belanda menerbitkan pasal 134 ayat 2 IS ( Indische Staatsregaling ) sebagai landasan formil untuk mengawasi kehidupan masyarakat Islam di bidang Peradian yaitu berdirinya Raad Agama, disampingi itu pemerintah kolonial Belanda menginstruksikan kepada para Bupati yang termuat dalam Staatblad tahun1820 No. 22 yang menyatakan bahwa perselisihan mengenai pembagian warisan di kalangan rakyat hendaknya diserahkan kepada Alim Ulama. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga terus berjalan sampai tahun 1940, kantor yang ditempatinya masih menggunakan serambi Masjid Kauman Salatiga dengan Ketua dan Hakim Anggotanya diambil dari Alumnus Pondok Pesantren. Pegawai yang ada pada waktu itu 4 orang yaitu K. Salim sebagai Ketua dan k. Abdul Mukti sebagai Hakim Anggota dan Sidiq sebagai Sekretaris merangkap Bendahara dan seorang pesuruh. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Salatiga meliputi Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang terdiri dari 13 Kecamatan. Adapun Perkara yang ditangani dan diselesaikan yaitu perkara waris, perkara gono-gini, gugat nafkah dan cerai gugat. Pada waktu penjajahan Jepang keadaan Pengadilan Agama Salatiga atau Raad Agama Salatiga masih belum ada perubahan yang berarti yaitu pada tahun 1942 sampai dengan 1945 karena pemerintahan Jepang hanya sebentar dan Jepang dihadapkan dengan berbagai pertempuran dan Ketua beserta stafnya juga masih sama.
35
c) Masa Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Pengadilan Agama Salatiga berjalan sebagaimana biasa. Kemudian pada tahun 1949 Ketua dijabat oleh K. Irsyam yang dibantu 7 pegawai. Kantor yang ditempati masih menggunakan serambi Masjid Al-Atiq Kauman Salatiga dan bersebelahan dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan Salatiga yang sama-sama mengunakan serambi Masjid sebagai kantor.
d) Masa Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Sejak kehadiran dan berlakunya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 pada tanggal 17 Desember 1970 kedudukan dan posisi Peradilan Agama menjadi jelas dan mandiri termasuk Pengadilan Agama Salatiga, namun umat Islam Indonesia masih harus berjuang karena belum mempunyai Undang-undang yang mengatur tentang keluarga muslim. Melalu proses kehadirannya pada akhir tahun 1973 membawa suhu politik naik. Para ulama dan umat Islam di Salatiga juga berjuang ikut berpartisipasi, akan terwujudnya Undang-undang perkawinan, maka akhirnya terbitlah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974.
Setelah secara efektif Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan berlaku yaitu dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Pengadilan Agama Salatiga dilihat dari fisiknya masih tetap seperti dalam keadaan sebelumnya, namun fungsi dan peranannya semakin mantap karena
36
banyak perkara yang harus ditangani oleh Pengadilan Agama. di Pengadilan Agama Salatiga banyak perkara masuk yang menjadi kewenangannya. Volume perkara yang naik yaitu perkara Cerai Talak disamping Cerai Gugat dan juga banyak masuk perkara Isbat Nikah ( Pengesahan Nikah ).
e) Masa Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
Sejak diundangkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 posisi Pengadilan Agama Salatiga semakin kuat sehingga Pengadilan Agama berwenang menjalankan keputusannya sendiri tidak perlu lagi melalui Pengadilan Negeri, selain itu hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama sama dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri. Untuk melaksanakan tugas pemanggilan dan pemberitahuan, sudah ada petugas Jurusita. Untuk menyesuaikan dengan Undang-undang Pengadilan Agama ini, Pengadilan Agama Salatiga mendapatkan bimbingan dan pembinaan dari Departemen Agama RI dan secara teknis Yustisial mendapatkan pembinaan dari Mahkamah Agung RI dan Pengadilan Tinggi Agama. Struktur organisasi Pengadilan Agama juga disesuaikan dengan Peradilan Umum dan Peradilan lainnya, sehingga status kedudukannya menjadi sederajat dengan Peradilan lain yang ada di Indonesia, dari segi fisik dan jumlah personil Pengadilan Agama Salatiga masih ketinggalan dari Peradilan Umum, hal ini disebabkan karena dana yang tersedia untuk sarana fisik kurang memadai, namun kwalitas sumber daya manusia Pegawai Pengadilan Agama Salatiga sama dan sejajar dengan Peradilan Umum bahkan melebihi, karena tenaga yang direkrut harus malalui seleksi yang ketat dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
37
Sejak Pengadilan Agama mendapatkan pembinaan dari Mahkamah Agung RI mulai diadakan pemisahan jabatan antara Kepaniteraan dan Kesekretariatan begitu juga rangkap jabatan antara Jurusita dan Panitera Pengganti, bagi para Hakim juga diberi tugas Pengawasan bidang-bidang. Upaya pembenahan di Pengadilan Agama Salatiga selalu ditingkatkan. Pengadilan Agama Salatiga sampai tahun 2004 belum memenuhi standar gedung Pengadilan,karena pengadilan agama salatiga pada waktu itu masih menggunakan bangunan rumah kuno peninggalan zaman Belanda, selain itu balai sidang dan ruang-ruang lainnya sangat sempit.
Kemudian pada tanggal 1 Mei 2009 telah selesai dibangun, dan pada tanggal 1 Mei 2009 Pengadilan Agama Salatiga pidah ke gedung baru yang terletak di Jl. Lingkar Selatan Argomulyo Kota Salatiga Jawa Tengah. Gedung Pengadilan Agama Salatiga terletak di Jl. Lingkar Selatan Argomulyo Kota Salatiga Jawa Tengah, berdiri di atas tanah seluas 5425 m2 dengan status milik sendiri, dan luas bangunan 1300 m2, dari luas bangunan tersebut dibagi beberapa ruangan antara lain :
Lantai I (Dasar) a)
Ruang Pendaftaran
b) Ruang Informasi c)
Ruang Kesekretariatan
d) Ruang Wakil Sekretaris e)
Ruang Mediasi
38
f)
Ruang Mushola
g) Ruang Kepaniteraan h) · Ruang wakil panitera i)· Ruang Sidang 1 j)· Ruang Sidang 2 k) · Ruang Kontrol Panel l)· Ruang Tunggu m) · Kamar Mandi Lantai II (Atas) a)
Ruang Ketua
b) Ruang Tamu Ketua c)
Ruang Wakil Ketua
d) Ruang Tamu Wakil Ketua e)
Ruang Panitera/Sekretaris
f)
Ruang Hakim
g) Ruang Rapat h) Ruang Panitera Pengganti i)Ruang Perpustakaan j)Ruang Hall k) Ruang IT l)Ruang Jurusita m) Kamar Mandi n) Ruang Arsip
39
4. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga a. Kewenanga absolut
Kewenangan absolut adalah kewenangan yang berkaitan dengan badan peradilan mana yang berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan suatu perkara atau sengketa. Sejak diundangkannya UndangUndang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dalam pasal 49 UndangUndang Nomor 3 tahun 2006 tersebut menyatakan bahwa pengadilan agama bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang orang yang beragama islam dalam bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shodaqah dan ekonomi syariah (Kamil, 2010:2).
b. Kewenangan relatif
Kewenangan relatif adalah kewenangan dari lembaga peradilan sejenis
mana
yang
berwenang
untuk
memeriksa,
memutus,
dan
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa atau dapat disebut dengan kewenangan daerah (Kamil, 2010:8). Kewenangan relatif suatu pengadilan juga diatur dalam pasal 118 HIR.
40
5. Ketenagaan Pengadilan Agama Salatiga
Daftar Nama Ketua Pengadilan Agama Salatiga ( sejak berdirinya sampai dengan sekarang )
1. TAHUN 1949 - 1952
: K. IRSYAM
2. TAHUN 1953 - 1962
: KH. MUSLIH
3. TAHUN 1963 - 1966
: KH. MUSYAFAK
4. TAHUN 1967 - 1974
: K. SA'DULLAH
5. TAHUN 1975 - 1980
: Drs. H. IMRON
6. TAHUN 1981 - 1985
: Drs. HA. SAMSUDI ANWAR
7. TAHUN 1986 - 1988
: Drs. H. ALI MUHSON, MH
8. TAHUN 1989 - 1994
: Drs. H. NUH MUSLIM
9. TAHUN 1994 - 1998
: Drs. HA. FADLI SUMADI, SH. M.Hum
10. TAHUN 1999 - 2002
: Drs. H. IZZUDIN MAHBUB, SH
11. TAHUN 2002 - 2004
: Drs. H. ARIFIN BUSTAM, MH
12. TAHUN 2004 - 2005
: Drs. HM. FAUZI HUMAIDI, SH. MH
13. TAHUN 2006 - 2008
: Drs. H. AHMAD AHRORY, SH
14. TAHUN 2009 – 2011
: Drs. H. MASRUHAN MS, SH. MH
15. TAHUN 2012-Sekarang
: Drs. H. UMAR MUCHLIS
41
B. Proses Pengajuan Perkara Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat 1. Proses Pengajuan Perkara Ke Pengadilan Agama Salatiga Seseorang agar dapat mengelola harta waris anak angkat diperlukan permohonan ke pengadilan, baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama. Di Pengadilan Agama Salatiga, sebelum mengajukan pengelolaan harta waris anak angkat atau lebih dikenal dengan perwalian, seseorang terlebih dahulu harus mengajukan permohonan pengangkatan anak. Dalam melakukan permohonan pengangkatan anak seseorang memerlukan beberapa persyaratan yang diantaranya adalah:
a) Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) kedua orang tua anak (masing-masing bermaterai 6000, cap pos) b) Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon I dan Pemohon II (masing-masing bermaterai 6000, cap pos) c) Foto copy Surat Nikah orang tua anak (bermaterai 6000, cap pos) d) Foto copy Surat Nikah Pemohon I dan Pemohon II (bermaterai 6000, cap pos) e) Foto copy Surat Kelahiran/Akta Kelahiran anak (bermaterai 6000, cap pos) f)
SK. Pekerjaan dan penghasilan Pemohon diketahui oleh Kepala Desa (Diketahui atasan bagi PNS).
g) Surat pernyataan penyerahan anak dari orang tua kepada Pemohon. h) Surat Rekomendasi dari Dinas Sosial.
42
i)
Surat keterangan dari Kelurahan/Desa, isinya akan mengurus Pengangkatan Anak.
j)
Surat Permohonan akan Pengangkatan Anak yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama Salatiga
k) Membayar Panjar Biaya Perkara
Setelah
semua
persyaratan
dipenuhi
pemohon
mengajukan
surat
permohonan pengangkatan anak tersebut ke pengadilan di mana pemohon itu tinggal. Karena baik pengadilan agama maupun pengadilan negeri memiliki dua buah
kewenangan
yaitu
kewenangan
Kewenangan absolut suatu pengadilan
absolut
dan
kewenangan
relatif.
di sini mengatur tentang tugas dan
wewenang suatu pengadilan dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara, sedang kewenangan relatif suatu pengadilan mengatur tentang wilayah yuridiksi suatu pengadilan. Permohonan pemohon daftarkan ke pengadilan melalui meja I. Di meja I surat permohonan dari pemohon akan dicatat dan pemohon diberi SKUM (surat kuasa untuk membayar) dan nantinya pemohon diminta membayar panjar biaya perkara melalui bank, akan tetapi kalau pemohon diminta membayar panjar biaya perkara di bank biasanya pemohon tidak kembali lagi ke pengadilan untuk menyerahkan bukti pembayaran dari bank, sehingga pengadilan berinisiatif menerima penitipan pembayaran panjar biaya perkara oleh pemohon agar prosesnya lebih cepat (wawancara). Setelah dari meja I pemohon membawa tidasan pertama SKUM serta surat permohonan sebanyak sekurang kurangnya dua rangkap ke meja II untuk dicatat
43
dalam register perkara. Nomor perkara diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh kasir. Setelah itu pemohon akan diberikan satu eksemplar surat permohonan yang telah diberi nomor register. Selanjutnya sub bagian dari kepaniteraan menyerahkan surat permohonan beserta syarat-syarat permohonan kepada Ketua Pengadilan Agama melalui wakil panitera. Untuk selanjutnya ketua pengadilan akan mempelajari perkara tersebut dan mencatatnya dalam buku ekspedisi serta melakukan penetapan Penunjukan Majelis Hakim (PMH) yang akan memproses perkara tersebut selambat lambatnya sepuluh hari sejak permohonan itu didaftarkan. Setelah itu ketua pengadilan menyerahkan berkas perkara tersebut ke majelis hakim yang akan memproses perkara tersebut melalui panitera kemudian panitera menunjuk panitera pengganti untuk membantu majelih hakim dalam bersidang.
Ketua
Majelis hakim yang ditunjuk tadi kemudian akan membuat penetapan hari sidang (PHS). Kemudian ketua majelis meerintahkan jurusita untuk memanggil para pihak untuk bersidang melalui panitera. 2. Urutan proses persidangan di Pengadilan Agama Salatiga Urutan proses persidangan di Pengadilan Agama Salatiga dapat di rinci sebagai berikut: a)
Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum oleh ketua majelis hakim
b)
Para pihak (penggugat dan tergugat) diperintahkan memasuki ruang sidang;
44
c)
Para pihak diperiksa identitasnya (surat kuasanya), demikian pula diperiksa surat ijin praktik dari organisasi advokat;
d)
Pembacaan permohonon oleh pemohon
e)
Pembuktian
f)
Dimulai dari penggugat berupa surat bukti dan saksi;
g)
Kesimpulan;
h)
Musyawarah oleh Majlis Hakim (bersifat rahasia);
i)
Pembacaan Putusan;
j)
Isi putusan: a. permohonan dikabulkan, b.permohonan ditolak, c. permohonan tidak dapat diterima;
k)
Atas putusan ini para pihak diberitahu hak-haknya apakah akan menerima, pikir-pikir atau akan banding. Apabila pikir-pikir maka diberi waktu selama 14 hari;Dalam hal ada pihak yang tidak hadir maka diberitahu terlebih dahulu dan dalam waktu 14 hari setelah pemberitahuan diberi hak untuk menentukan sikap. Apabila waktu 14 hari tidak menentukan sikap maka dianggap menerima.
C. Deskripsi Putusan Hakim Dalam Perkara Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat
Perkara ini dimulai saat MN mengajukan permohonan perwalian terhadap anak angkatnya di Pengadilan Agama Salatiga pada tanggal xxx yang terdaftar dalam
Kepaniteraan
Pengadilan
Agama
Salatiga
Nomor
:
010/Pdt.P/2011/PA.SAL dan mengemukakan hal-hal berikut:
45
1. Bahwa Pemohon dan isteri Pemohon telah menikah pada tanggal xxx, sebagaimana Kutipan Akta Nikah Nomor : xxx tertanggal xxx yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatan Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Kedung Jati, Kabupaten Grobogan;-----------------------2. Bahwa pada tanggal 7 juli 2010 Pemohon dan isteri Pemohon telah mengangkat
Anak bernama MTB, sebagaimana Penetapan Pengadilan
Agama Salatiga Nomor 016/Pdt.P/2010/PA.SAL;---------------------------3. Bahwa Pemohon sebagai ayah angkat dari MTB sesuai ketentuan pasal 107 dan 110 KHI jo pasal 34 Undang-undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak berhak ditetapkan sebagai wali bagi anak angkat Pemohon yang masih berusia 7 tahun;-----------------------4. Bahwa oleh karena itu Pemohon sangat memerlukan penetapan ini sebagai bukti formal legal untuk mewakili anak angkat Pemohon melakukan perbuatan hukum baik di dalam maupun di luar Pengadilan untuk kepentingan terbaik bagi anak angkat Pemohon yang dalam hal ini untuk mengurus penetapan ahli waris di Pengadilan Agama Salatiga;-----------------5. Bahwa Pemohon bersedia dan sanggup untuk membayar seluruh biaya akibat permohonan ini;--------------------------------Bahwa atas dasar hal-hal yang tersebut diatas, Pemohon memohon agar Ketua Pengadilan Agama Salatiga c.q. Majelis Hakim, segera memeriksa, memutus dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan penetapan sebagai berikut :-------------------------------------------------------------1. Mengabulkan permohonan Pemohon;---------------------------------------------
46
2. Menetapkan anak bernama MTB (lahir, xxx) dibawah perwalian Pemohon;---3. Menetapkan pemohon mewakili anak angkat pemohon untuk bertindak secara hukum;----------------------------------4. Menetapkan biaya perkara menurut hukum;------------------------------------Atau apabila majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil adilnya;-------------------------------------------------------------------------------Menimbang pada sidang yang telah ditentukan MH datang menghadap dan kemudian membacakan surat permohonan dan isinya tetap dipertahankan oleh pemohon. Menimbang untuk memperkuat dalil-dalil permohonannya pemohon mengajukan alat bukti berupa: I. Bukti surat 1. Fotocopy KTP Pemohon Nomor : xxx tanggal xxx yang diterbitkan Camat Tingkir, Kota Salatiga dan setelah dicocokkan dengan aslinya sama selanjutnya diberi tanda (P1);---------------------------------------------------------2. Fotocopy Kutipan Akta Nikah Nomor : xxx tanggal xxx yang diterbitkan Kantor Urusan Agama Kecamatan Kedungjati, kabupaten Grobogan, dan setelah dicocokkan dengan aslinya sama selanjutnya diberi tanda (P2);---3. Fotocopy Surat Kematian Nomor xxx (milik ayah kandung MTB) yang dikeluarkan kepala desa kedung jati tertanggal xxx, telah bermaterai cukup dan setelah dicocokkan dengan aslinya sama selanjutnya diberi tanda (P3);----
47
4. Fotocopy Surat Kematian Nomor xxx (milik ibu kandung MTB) yang dikeluarkan kepala desa kedung jati tertanggal xxx, telah bermaterai cukup dan setelah dicocokkan dengan aslinya sama selanjutnya diberi tanda (P4);---5. Fotocopy Kutipan Akta Kelahiran calon anak angkat Pemohon Nomor : xxx tanggal xxx yang diterbitkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Grobogan, telah bermaterai cukup dan setelah dicocokkan dengan aslinya sama selanjutnya diberi tanda (P5);-----------------------------------------6. Fotocopy kartu keluarga Nomor xxx yang diterbitkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemerintah Kota Salatiga telah bermaterai cukup dan setelah dicocokkan dengan aslinya sama selanjutnya diberi tanda (P6);--------7. Fotocopy
salinan
putusan
dari
pengadilan
agama
salatiga
nomor
0016/Pdt.P/2010/PA.SAL tertanggal xxx telah bermaterai cukup dan setelah dicocokkan dengan aslinya sama selanjutnya diberi tanda (P7);--------------8. Bahwa bukti surat yang berupa fotocopy tersebut telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, telah bermaterai cukup dan dilegalisir Panitera yang selanjutnya ditandai dengan P1 s/d P7;------------------------------------------II. Bukti saksi 1. Saksi 1 , menerangkan di bawah sumpahnya :-----------------------------------1.
Bahwa saksi adalah kakak dari isteri pemohon dan juga kakak kandung dari ibu kandung anak yang diangkat;-----------------------------------------
2.
Bahwa Pemohon dan panak yang diangkat Pemohon beragama Islam;--
48
3.
Bahwa ayah anak tersebut bernama xx dan ibunya bernama xxxtelah meninggal dunia, ayahnya meninggal pada tahun 2004 dan ibunya pada tahun 2005di karenakan sakit;-------
4.
Bahwa keperluan pemohon menghadap ke persidangan adalah untuk mengajukan perwalian terhadap anak angkatnya yang masih dibawah umur, agar dapat bertindak hukum demi melindungi dan menjaga serta mempergunakan
harta
anak
tersebut
untuk
kesejahteraan
dan
kepentingan diri anak tersebut;----------------------------------5.
Bahwa sampai saat ini tidak adapihak ketiga yang keberatan atas maksud dan tujuan pemohon, bahkan pihak keluarga sangat mendukung;-------------
6.
Bahwa sekarang anak tersebut tinggal dan di asuh oleh pemohon bahkan sejak orang tua anak tersebut sakit-sakitan pemohon dan isteri pemohon merawat anak tersebut;------------------------------
7.
Bahwa dalam pengasuhan dan pemeliharaan pemohon, anak tersebut hidup dengan penuh kasih sayang dan bahagia tinggal bersama pemohon dan isterinya, selama ini pendidikan anak tersebut terjamin demikian juga kesejahteraan anak terjaga, sampai saat ini anak tersebut belum pernah mengeluh telah mendapatkan perlakuan yang tidak baik kepada saksi sabagai bibinya;---------------------------------------------------
8.
Bahwa pemohon mempunyai pribadi yang baik dan bertanggungjawab atas kesejahteraan dan kepentingan anak tersebut;-----------
49
9.
Bahwa pemohon tidak memiliki prilaku maupun tabiat yang jelak, pemohon bukan orang yang boros, bukan seorang penjudi, bukan seorang pemabuk dan pemohon tidak mendapatkan halangan secara syar’i untuk menjdai waliterhadap anak tersebut, serta berkepribadian jujur, bertanggungjawab, berakhlak baik dan sehat secara jasmani dan rohani;---------------------------
2. Saksi II, menerangkan sebagai berikut :---------------1.
Bahwa saksi adalah tetangga dekat dengan Pemohon;-----------
2.
Bahwa Pemohon bersama isteriya telah dikaruniai 6 orang anak;-
3.
Bahwa maksud pemohon adalah untuk mengajukan perwalian terhadap anak angkatnya yang masih dibawah umur, karena kedua orang tuanya telah meninggal dunia;------------------------------------
4.
Bahwa sekarang anak tersebut tinggal dan di asuh oleh pemohon bahkan sejak orang tua anak tersebut sakit-sakitan pemohon dan isteri pemohon merawat anak tersebut;------------------------------
5.
Bahwa selama dalam pengasuhan dan pemeliharaan pemohon, anak tersebut hidup dengan penuh kasih sayang dan bahagia tinggal bersama pemohon dan isterinya, serta pendidikan dan kesejahteraan anak tersebut terjamin;---------------------
6.
Bahwa pemohon mempunyai pribadi yang baik dan bertanggungjawab atas kesejahteraan dan kepentingan anak tersebut;-----------
7.
Bahwa pemohon tidak memiliki prilaku maupun tabiat yang jelak, pemohon bukan orang yang boros, bukan seorang penjudi, bukan
50
seorang pemabuk dan pemohon tidak mendapatkan halangan secara syar’i untuk menjdai waliterhadap anak tersebut, serta berkepribadian jujur, bertanggungjawab, berakhlak baik dan sehat secara jasmani dan rohani;--------------------------Menimbang bahwa pemohon membenarkan semua keterangan dari kedua orang saksi dan menyampaikan kesimpulan secara lisan yang pada pokoknya tetap pada permohonan semula serta mohon penetapan;--------------------------Menimbang, untuk mempersingkat uraian penetapan ini telah diperhatikan segala sesuatu yang terjadi selama pemeriksaan persidangan, seperti apa yang tercantum di dalam berita acara haruslah dianggap termuat sepenuhnya dalam penetapan ini ;---------------------------------------------Menimbang, bahwa pemohon pada pokoknya memohon agar ditetapkan sebagai wali terhadap seorang anak yang bernama MTB, agama Islam bertempat tinggal di dusun Ngepos RT xx RW xx Kelurahan Tinggir Tengah Kecamatan Tingkir Kota Salatiga adapun tujuan pemohon adalah untuk mewakili anak yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum baik di dalam maupun di luar Pengadilan untuk kepentingan terbaik bagi anak angkat Pemohon yang dalam hal ini untuk mengurus penetapan ahli waris di Pengadilan Agama Salatiga;-----------Menimbang, bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 49 huruf (a) angka 18 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009, permohonan tersebut menjadi wewenang Pengadilan Agama;------------
51
Menimbang, bahwa atas permohonan pemohon tersebut Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut;-------------------------Menimbang, bahwa untuk membuktikan kebenaran dalil permohonannya, pemohon telah mengajukan bukti surat yang di beri tanda (P.1) sampai dengan (P.7) serta dua orang saksi;----------Menimbang, bahwa yang dikemukakan oleh pemohon dan di hubungkan dengan ala-alat bukti dan keterangan para saksi dipersidangan maka majelis hakim dapat menemukan fakta-fakta sebagai berikut;-----1)
Bahwa berdasarkan bukti (P1) pemohon berdomisili diwilayah salatiga;----
2)
Bahwa bukti (P2) pemohon adalah seorang suami dari SW;--
3)
Bahwa berdasarkan bukti (P3) ibu kandung anak tersebut meninggal dunia di karenakan sakit jantung;-------------------
4)
Bahwa berdasarkan bukti (P4) ayah kandung anak tersebut meninggal dunia di karenakan sakit;------------------------
5)
Bahwa berdasarkan bukti (P5) pada tanggal xx telah lahir MTB anak lakilaki dari AS dan HT;-------------
6)
Bahwa berdasarkan bukti (P6) pemohon telah memasukkan seorang anak bernama MTB sebagai anggota keluarganya;-----------
7)
Bahwa berdasarkan bukti (P7) telah terbukti bahwa pemohon telah ditetapkan sebagai ayah angkat dari seorang anak bernama MTB;-----------
8)
Bahwa semasa kedua orang tua dari seorang laki-laki yang bernama MTB sakit pemohon dan isteri pemohon merawat anak yang bersangkutan;-------
52
9)
Bahwa dalam kehidupan sehari-hari pemohon berprilaku baik, amanah, dan penuh kasih sayang kepada seorang anak yang bernama MTB serta selama ini pemohon dan isterinya yang merawat dan mendidik anak yang bersangkutan dan selama dalam pemeliharaannya tidak ada pihak lain yang mengganggu gugat pemeliharaan anak yang bersangkutan;-------------
10)
Bahwa pemohon bukan orang yang boros, bukan seorang penjudi, bukan seorang
pemabuk
dan
pemohon
adalah
orang
yang
jujur,
bertanggungjawab dan sehat secara jasmani dan rohani;------------------Menimbang bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan di muka sidang, baik dari keterangan pemohon maupun keterangan para saksi yang menerangkan bahwa pemohon adalah ayah angkat dati MTB yang selama ini telah bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak yang bersangkutan dan para saksi mengetahui bahwa pemohon adalah beragama Islam sebagaimana agama yang dianut oleh anak yang bersangkutan dan juga pemohon orang yang jujur, bertanggungjawab, sehat secara jasmani dan rohani dan cakap dalam mengurus anak yang bersangkutan serta para saksi juga mengetahui bahwa pemohon bukan orang yang boros, bukan seorang penjudi, maka oleh karena itu majelis hakim berpendapat permohonan pemohon telah memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai wali sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 50 dan pasal 51 UndangUndang Nomor 1 tahun 1974 jo pasal 107 angka (2) Kompilasi Hukum Islam jo pasal 33 ayat 4 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka oleh karena itu permohonan pemohon patut untuk dikabulkan;-----
53
Menimbng bahwa dengan telah ditetapkannya pemohon sebagai wali bagi anak yang bersangkutan hal mana perwalian adalah mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupn mengelola harta benda milik anak yang bersangkutan dan juga dapat mewakili anak yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum, baik didalam maupun luar pengadilan demi untuk kepentingan yang terbaik bagi anak yang bersangkutan sebagimana dimaksud oleh ketentuan pasal 50 angka (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasaal 107 angka (2) kompilasi hukum Islam jo pasal 33 ayat 4 undang-Undaang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasaal 107 angka (2) kompilasi hukum Islam jo pasal 33 ayat 4 undang-Undaang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka majelis hakim dapat memberi ijin kepada pemohon untuk betindak hukum atas diri anak yang bersangkutan;---------------Menimbang
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
tersebut
maka
permohonan pemohon patut untuk dikabulkan;---------Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat 1 dan pasal 90 UndangUndang Nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 jo PP Nomor 53 tahun 2008, biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada peohon;-----------Mengingat dan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta hukum sara yang berkaitan dalam perkara ini;-----------------------MENETAPKAN 1.
Mengabulkan permohonan Pemohon;--------------------
54
2.
Menetapkan anak MTB dalam perwalian pemohon;------
3.
Menetapkan pemohon mewakili anak angkat pemohon yang bernama MTB untuk bertindak secara hukum;-------------------------
4.
Membebankan biaya perkara sejumlah Rp.141.000,- (seratus empat puluh satu ribu rupiah) kepada pemohon;---------
D. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menetapkan Perkara Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat Pengangkatan anak secara legal mempunyai akibat hukum yang luas, antara lain menyangkut perwalian dan pewarisan. Sejak putusan ditetapkan pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali bagi anak angkat, dan sejak saat itu, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih kepada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan yang beragama Islam, bila dia akan menikah, maka yang menjadi wali nikah hanyalah orang tua kandung atau saudara sedarah (CakTip,2005). Hal ini didasarkan dari pengertian pengangkatan anak dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yang menyatakan: pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidian dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkat. Dari pengertian pengangkatan anak disamping dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pengangkatan anak secara legal berati perwalian terhadap anak tersebut ikut beralih ke orang tua angkat anak tersebut.
55
Namun dalam memeriksa dan memutuskan suatu perkara seorang hakim tidak hanya mengambil pertimbangan dari sebuah undang-undang saja, akan tetapi juga dengan pertimbangan-pertimbang yang lain. Seperti dalam kasus menetapkan hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat atau lebih dikenal dengan hak perwalian ini. Mengapa hakim tidak serta merta menjatuhkan hak pengelolaan harta waris anak angkat kepada ayah angkat tetapi hakim masih memerlukan penetapan perwalian terhadap anak angkat. Menurut hakim Pengadilan Agama Salatiga Drs. Nurhadi MH. hal ini dikarenakan masih adanya perbedaan pengertian didalam undang-undang, yaitu mengenai perbedaan pengetian antara wali dan orang tua dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak pasal 1 ayat 4 dan 5yang berbunyi: Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat (pasal 1 ayat 4), Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagaiorang tua terhadap anak (pasal 1 ayat 5). Dari perbedaan itu mengakibatkan ada kekawatiran hakim apabila hal tersebut nantinya akan mengakibatkan perbedaan persepsi. Untuk menghindari perbedaan persepsi dalam pelaksanaannya maka ayah angkat
memerlukan
penetapan perwalian dahulu untuk mendapatkan hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat. Hal ini didasarkan kaidah usul fiqh: ف َ الحا ِكم فِي َم َ ُح ْك ُم ِ اإل ْجتِ َها ِد َي ْرفَ ُع ال ِخ َل ِ سائِ ِل Artinya: hukum yng diputuskan oleh hakim dalam masalah-masalah ijtihad menghilangkan perbedaan pendapat (Djazuli, 2007:154). . Setelah adanya penetapan perwalian dari pengadilan pasti akan menghilangkan perbedaan pendapat yang mungkin akan timbul dari kedua pasal
56
diatas. Untuk itulah diperlukanya penetapan perwalian dahulu sebelum seorang ayah angkat yang akan mewakili anak angkatya baik di dalam maupun luar persidangan. Selain pertimbangan diatas hakim juga terikat dengan asas-asas dalam membuat putusan yaitu asas dimana hakim tidak boleh memberikan putusan melebihi apa yang diminta oleh pemohon. Oleh karena hal itu hakim tidak serta merta memutuskan menjatuhkan perwalian atas anak angkat kepada ayah angkat secara langsung, dikarenakan dalam permohonan tidak ada dalam petitum yang diminta oleh pemohon, sehingga apabila ayah angkat akan mewakili anak angkat dalam persidangan ayah angkat harus mengajukan permohonan perwalian terlebih dahulu ke pengadilan agama (wawancara, 27 Januari 2012).
57
BAB IV
PEMBAHASAN PENETAPAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA PERKARA HAK AYAH ANGKAT DALAM PENGELOLAAN HARTA WARIS ANAK ANGKAT
A. Analisis
Terhadap
Menetapkan Perkara
Pertimbangan
Hakim
Yang
Dipakai
Dalam
Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta
Waris Anak Angkat.
Setelah penulis melakukan penelitian terhadap kasus ini peneliti mendapatkan beberapa pertimbangan hakim yang dipergunakan dalam menangani kasus ini. Pertimbangan hakim dalam menangani kasus ini diataranya adalah sebaai berikut: 1.
Hakim mempertimbangakan karena masih adanya perbedaan pengertian didalam undang-undang, yaitu mengenai perbedaan pengetian antara wali dan orang tua dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak pasal 1 ayat 4 dan 5 yang berbunyi: Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat (pasal 1 ayat 4), Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagaiorang tua terhadap anak (pasal 1 ayat 5). Dari perbedaan itu mengakibatkan ada kekawatiran hakim apabila hal tersebut nantinya akan mengakibatkan perbedaan persepsi. Untuk menghindari
perbedaan
dalam
pelaksanaannya
maka
ayah
angkat
58
memerlukan penetapan perwalian dahulu untuk mendapatkan hak perwalian. Hal ini didasarkan kaidah usul fiqh: ف َ الحا ِكم فِي َم َ ُح ْك ُم ِ سائِ ِل ا ِإل ْجتِ َها ِد َي ْرفَ ُع ال ِخ َل Artinya: hukum yng diputuskan oleh hakim dalam masalah-masalah ijtihad menghilangkan perbedaan pendapat (Djazuli, 2007:154). Dari kaidah fiqh di atas dapat di pahami bahwa setelah adanya penetapan perwalian dari pengadilan pasti akan menghilangkan perbedaan pendapat yang mungkin akan timbul dari kedua pasal diatas. Untuk itulah diperlukanya penetapan perwalian dahulu sebelum seorang ayah angkat yang akan mewakili anak angkatya baik di dalam maupun luar persidangan. 2.
Pertimbangan kedua mengenai asas-asas dalam membuat putusan. Dalam hal ini hakim tidak boleh memberikan putusan melebihi apa yang diminta oleh pemohon. Oleh karena hal itu hakim tidak serta merta memutuskan menjatuhkan perwalian atas anak angkat kepada ayah angkat secara langsung, dikarenakan dalam permohonan tidak ada dalam petitum yang diminta oleh pemohon, sehingga apabila ayah angkat akan mewakili anak angkat dalam persidangan ayah angkat harus mengajukan permohonan perwalian terlebih dahulu ke pengadilan agama. Setelah melihat dalil-dalil yang dipergunakan oleh hakim agama dalam wawancara yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa hakim pengadilan agama berpendapat bahwa pemohon diwajibkan mengajukan permohonan perwalian dahulu apabila akan mewakili anak angkatnya untuk melakukan tindakan hukum di pengadilan maupun melakukan tindakan hukum diluar pengadilan. Hal itu perlu dilakukan untuk menghilangkan
59
pebedaan antara orang orang yang mungkin berhubungan dengan kasus diatas.
B. Analisis
Terhadap
Pertimbangan
Hakim
Yang
Dipakai
Dalam
Penetapan Perkara Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat.
Dalam perkara Perkara Hak Ayah Angkat Dalam Pengelolaan Harta Waris Anak Angkat ini, hakim pengadilan agama menetapkan sebagai berikut:
1.
Mengabulkan permohonan Pemohon;--------------------
2.
Menetapkan anak MTB dalam perwalian pemohon;------
3.
Menetapkan pemohon mewakili anak angkat pemohon yang bernama MTB untuk bertindak secara hukum;-------------------------
4.
Membebankan biaya perkara sejumlah Rp.141.000,- (seratus empat puluh satu ribu rupiah) kepada pemohon;---------
Dalam menjatuhkan penetapan sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, majelis hakim pengadilan agama salatiga yang memeriksa dan menetapkan perkara ini mendasarkan beberapa dalil sebagai bahan pertimbangan yang diantaranya: Menimbang, bahwa untuk membuktikan kebenaran dalil permohonannya, pemohon telah mengajukan bukti surat yang di beri tanda (P.1) sampai dengan (P.7) serta dua orang saksi;-----------
60
Menimbang, bahwa yang dikemukakan oleh pemohon dan di hubungkan dengan ala-alat bukti dan keterangan para saksi dipersidangan maka majelis hakim dapat menemukan fakta-fakta sebagai berikut;-----11)
Bahwa berdasarkan bukti (P1) pemohon berdomisili diwilayah salatiga;----
12)
Bahwa bukti (P2) pemohon adalah seorang suami dari SW;--
13)
Bahwa berdasarkan bukti (P3) ibu kandung anak tersebut meninggal dunia di karenakan sakit jantung;-------------------
14)
Bahwa berdasarkan bukti (P4) ayah kandung anak tersebut meninggal dunia di karenakan sakit;------------------------
15)
Bahwa berdasarkan bukti (P5) pada tanggal xx telah lahir MTB anak lakilaki dari AS dan HT;-------------
16)
Bahwa berdasarkan bukti (P6) pemohon telah memasukkan seorang anak bernama MTB sebagai anggota keluarganya;-----------
17)
Bahwa berdasarkan bukti (P7) telah terbukti bahwa pemohon telah ditetapkan sebagai ayah angkat dari seorang anak bernama MTB;-----------
18)
Bahwa semasa kedua orang tua dari seorang laki-laki yang bernama MTB sakit pemohon dan isteri pemohon merawat anak yang bersangkutan;-------
19)
Bahwa dalam kehidupan sehari-hari pemohon berprilaku baik, amanah, dan penuh kasih sayang kepada seorang anak yang bernama MTB serta selama ini pemohon dan isterinya yang merawat dan mendidik anak yang bersangkutan dan selama dalam pemeliharaannya tidak ada pihak lain yang mengganggu gugat pemeliharaan anak yang bersangkutan;-------------
61
20)
Bahwa pemohon bukan orang yang boros, bukan seorang penjudi, bukan seorang
pemabuk
dan
pemohon
adalah
orang
yang
jujur,
bertanggungjawab dan sehat secara jasmani dan rohani;------------------Menimbang bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan di muka sidang, baik dari keterangan pemohon maupun keterangan para saksi yang menerangkan bahwa pemohon adalah ayah angkat dati MTB yang selama ini telah bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak yang bersangkutan dan para saksi mengetahui bahwa pemohon adalah beragama Islam sebagaimana agama yang dianut oleh anak yang bersangkutan dan juga pemohon orang yang jujur, bertanggungjawab, sehat secara jasmani dan rohani dan cakap dalam mengurus anak yang bersangkutan serta para saksi juga mengetahui bahwa pemohon bukan orang yang boros, bukan seorang penjudi, maka oleh karena itu majelis hakim berpendapat permohonan pemohon telah memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai wali sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 50 dan pasal 51 Undangundang Nomor 1 tahun 1974 jo pasaal 107 angka (2) kompilasi hukum Islam jo pasal 33 ayat 4 undang-Undaang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka oleh karena itu permohonan pemohon patut untuk dikabulkan;----Menimbng bahwa dengan telah ditetapkannya pemohon sebagai wali bagi anak yang bersangkutan hal mana perwalian adalah mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun mengelola harta benda milik anak yang bersangkutan dan juga dapat mewakili anak yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum, baik didalam maupun luar pengadilan demi untuk kepentingan yang terbaik bagi anak yang bersangkutan sebagimana dimaksud oleh ketentuan pasal 50 angka (2)
62
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasaal 107 angka (2) kompilasi hukum Islam jo pasal 33 ayat 4 undang-Undaang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasaal 107 angka (2) kompilasi hukum Islam jo pasal 33 ayat 4 undang-Undaang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka majelis hakim dapat memberi ijin kepada pemohon untuk betindak hukum atas diri anak yang bersangkutan;---------------Menimbang
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
tersebut
maka
permohonan pemohon patut untuk dikabulkan;---------Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat 1 dan pasal 90 UndangUndang Nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 jo PP Nomor 53 tahun 2008, biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada peohon;-----------Mengingat dan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta hukum syara’ yang berkaitan dalam perkara ini;-----------------------MENETAPKAN 5.
Mengabulkan permohonan Pemohon;--------------------
6.
Menetapkan anak MTB dalam perwalian pemohon;------
7.
Menetapkan pemohon mewakili anak angkat pemohon yang bernama MTB untuk bertindak secara hukum;-------------------------
8.
Membebankan biaya perkara sejumlah Rp.141.000,- (seratus empat puluh satu ribu rupiah) kepada pemohon;---------
63
Untuk menetapkan perkara penetapan perwalian ini hakim menggunakan dua jenis pertimbangan yaitu: pertimbangan objektif dan pertimbangan subjektif hakim. Pertimbangan pertama, kedua dan ketiga di atas merupakan pertimbangan objektif hakim yang di dapatkan hakim dari bukti dan keterangan baik dari pemohon maupun para saksi di muka persidangan. Sedang pertimbangan ke empat hakim merupakan pertimbangan subjektif hakim dalam perkara ini. Dalam pertimbangan hakim diatas yang dimaksud dengan telah ditetapkannya pemohon sebagai wali bagi anak yang bersangkutan adalah hak perwalian anak angkat sebernarnya sudah turut berpindah semenjak ayah angkat mendapatkan penetapan pengangkatan anak, sehingga dapat dipahami bahwa hakim memberikan penetapan perwalian kepada ayah angkat hanya untuk menambahkan kekuatan hukum bagi ayah angkat untuk mewakili anak angkatnya melakukan perbuatan hukum baik di dalam maupun luar pengadilan.
64
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam hukum positif pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, kedalam keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Sedangkan menurut hukum Islam pengangkatan anak boleh dilakukan, akan tetapi pengangkatan anak itu tidak mengubah status nasab seseorang. 2. Dalam hukum positif sejak adanya penetapan dari pengadilan perwalian atas anak angkat turut berpindah kepada orang tua angkat, akan tetapi orang tua angkat hanya mempunyai kewajiban terhadap anak angkatnya tanpa adanya hak yang akan diperoleh oleh ayah angkat nantinya. Sedangkan menurut hukum islam selain orang tua angkat mempunyai hak perwalian seperti dalam hukum positif, orang tua angkat mempunyai hak atas harta anak angkat yaitu apabila orang tua angkat mempunyai kepentingan dia boleh meminjamnya. Selain itu orang tua angkat boleh mengambil harta anak angkat dengan jalansebagai upah atas jasanya mengelola harta anak angkatnya tersebut dengan kadar yang layak.
65
3. Di Pengadilan Agama Salatiga tentang penetapan hak ayah angkat dalam mengelola harta waris anak angkat oleh hakim di Pengadilan Agama Salatiga hanya dilakukan apabila ada permononan dari orang tua angkat. Hakim tidak serta merta menjatuhkan perwalian atas anak angkat kepada ayah angkat, sebab dalam persidangan hakim harus bersifat pasif sehingga tidak boleh menjatuhkan putusan melebihi yang diminta oleh pemohon. Selain itu akibat adanya perbedaan pengertian antara orang tua dan wali di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yaitu pasal 1 ayat 4 dan 5, Untuk itu agar orang tua angkat dapat menjadi wali dari anak angkat, orang tua angkat harus mengajukan permohonan perwalian terlebih dahulu supaya mendapatkan penetapan perwalian, karena suatu penetapan atau putusan hakim dapat menghilangkan perbedaan.
B.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh Peneliti pada kesempatan ini ,adalah sebagai berikut :
1.
Undang-undang mengenai pengangkatan anak di Indonesia harus
dibuat
tersendiri
sehingga
tidak
tercerai-berai
supaya
masyarakat tidak kebingungan dalam menentukan sikap saat melakukan pengangkatan anak. 2.
Dalam Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002 mengenai
Perlindungan Anak terdapat ayat yang perngertiannya dapat
66
menimbulkan perbedaan persepsi yaitu pasal 1 ayat 4 dan 5 sehingga perlu direvisi. 3.
Hakim-hakim di pengadilan dalam memerikasa dan memutus perkara pengangkatan anak supaya menjelaskan hak-hak yang akan timbul setelah pengangkatan anak dilakukan semisal di minta menambahkan hak perwalian ikut ke orang tua angkat sehingga orang tua angkat tidak perlu mengajukan permohonan perwalian lagi agar dapat mewakili anak angkatnya baik di dalam maupun luar pengadilan.
67