Yuwono et al.– Mapping kegiatan FMA - FEATI /P3TIP di Jawa Tengah
MAPPING KEGIATAN FARMER MANAGED EXTENTION ACTIVITIES (FMA) DESA PADA PELAKSANAAN FEATI/P3TIP DI PROVINSI JAWA TENGAH Dian Maharso Yuwono, Mastur, dan Sherly Sisca Piay Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegal Lepek, Sidomulyo, Kotak Pos 101 Ungaran 50501
ABSTRACT Mapping of Farmer Managed Extension Activities (FMA) on the FEATI Execution in Central Java: Farmer Empowerment Through Agricultural Technology and Information (FEATI) facilitate agricultural extension activity through Farmer Managed Extension (FMA). FMA facilitate farmer to do participatory learning and applying adaptive technology, and also lead farmer to be market oriented. These activities will grow agribusiness group based on area superiority. The number of executive FMA in Central Java are 210, consist of 90 FMA in Magelang, 40 in Temanggung, 40 in Batang and 40 in Brebes. AIAT Central Java has a mandate to introduce the technology that suit to farmer’s needs and market thus will be increase the capacity of AIAT. In order to facilitate mentoring and budget efficiency it is necessary to do FMA mapping. Mapping was done by grouping the FMA based on kind of learning activities commodity. Mapping result shown that the dominant commodities in Magelang are goat or sheep (43.40%), beef cattle (16.04%), chili (11.32%), duck (6.6%) and rice (6.60%). In Temanggung dominant commodities are goat or sheep (61.5%), chili (11.9%), potato, mushroom, onions respectively is 4.75%. In Batang dominant commodities are goat or sheep (42.5%), chicken (17.5%), beef cattle (7.5%), duck and rice respectively is 5%. In Brebes dominant commodities are rice (35%), post harvest processing (22.5%), for maize, goat or sheep, waste processing, mushroom, soybean, and cassava the percentage ranged from 5 to 7.5%. Based on the result, AIAT should facilitate the pilot activities that dominant. During empowerment activities through demonstrations plots, others farmer group in village were invited. These technologies that presentation hoped will be widely accessible (scaling up technology) through the mother baby trial approach. Key words: mapping, FMA, FEATI
PENDAHULUAN Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP) atau Farmer Empowerment Through Agricultural Technology and Information (FEATI) bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani melalui pemberdayaan keluarga petani dan organisasi petani dalam mengakses informasi, teknologi, modal, dan sarana produksi untuk mengembangkan usaha agribisnis dan mengembangkan kemitraan dengan sektor swasta (Anonim, 2007). Dalam implementasinya, FEATI/P3TIP memfasilitasi kegiatan penyuluhan pertanian yang dikelola oleh petani atau Farmer Managed Extention Activities (FMA), dimana petani didorong untuk melakukan pembelajaran partisipatif, menerapkan teknologi adaptif inovatif, serta
berorientasi pada pasar sehingga berkembang pengembangan agribisnis berkelompok berbasis keunggulan wilayah. Program FEATI merupakan program 5 tahunan, yakni mulai dilaksanakan tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu dari 18 provinsi di Indonesia sebagai pelaksana program FEATI. Adapun kabupaten pelaksananya meliputi Magelang, Temanggung, Batang, dan Brebes. Pemberdayaan dan partisipasi petani menerapkan dua aspek penting yang menjadi fokus pada FEATI, yakni tercapainya pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan petani miskin merupakan target yang hendak dicapai melalui berbagai fasilitasi agar petani dapat meningkat aksesnya terhadap informasi (teknologi, pasar, jaringan usaha), meningkat pengetahuannya, dan
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
369
Yuwono et al.– Mapping kegiatan FMA - FEATI /P3TIP di Jawa Tengah
pendapatannya semakin layak. Adapun partisipasi dicirikan dengan diberikannya kebebasan petani FMA untuk merencanakan dan mengelola sendiri kebutuhan belajarnya, sehingga proses pembelajaran berlangsung lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan petani dan pelaku usaha. Budiman (1991) menyatakan bahwa progam pembangunan perdesaan yang ditujukan kepada petani tanpa memperhatikan aspek pemberdayaan dan partisipasi cenderung bersifat kontradiktif. Prasyarat dari kegiatan pembelajaran agribisnis oleh FMA adalah menerapkan inovasi teknologi tepat guna sesuai kebutuhan, dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi/skala usaha guna memenuhi kebutuhan pasar. Selama ini terbukti bahwa teknologi mampu meningkatkan produktivitas (Samuelson dan Nordhaus, 1992), sehingga peningkatan akses petani terhadap informasi teknologi pertanian harus selalu diupayakan guna mendorong meningkatnya efisiensi dan daya saing usaha pertanian. Sulit untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani apabila hanya mengandalkan luas penguasaan lahan yang cenderung semakin menurun. Hal ini dilandasi data empiris bahwa selama satu dasawarsa terakhir (1993-2003) proporsi petani kecil, yakni petani dengan tingkat penguasaan lahan di bawah 0,5 ha, meningkat dari 52,66% menjadi 56,20% (BPS, 2004). Terkait dengan penyediaan teknologi yang dibutuhkan oleh petani di lokasi FEATI, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) mendapat mandat untuk mengenalkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan petani dan pasar, seperti yang disebutkan pada Komponen C dari FEATI (Anonim, 2007). Dalam rangka memudahkan dalam pendampingan teknologi dan efisiensi anggaran pendampingan teknologi oleh BPTP, maka perlu dilakukan pengelompokan (mapping) FMA. METODOLOGI Metode pengembangan kapasitas pelaku utama yang diterapkan FEATI adalah melalui kegiatan penyuluhan yang dikelola oleh pelaku utama itu sendiri (Farmer Managed Extension Activities / FMA). Berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh kabupaten pada tahun awal pelaksanaan FEATI, telah ditetapkan jumlah FMA desa pelaksana FEATI
370
di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 210 FMA yang mendapatkan Bantuan Hibah Desa, degan rincian yakni Kabupaten Magelang 90 FMA, Temanggung 40 FMA, Batang 40 FMA, dan Brebes 40 FMA. Masing-masing FMA tiap tahunnya mendapatkan bantuan Hibah Desa selama kurun waktu 2007-2011 yang diperuntukkan bagi terlaksananya kegiatan penyuluhan yang dikelola dari, oleh dan untuk petani dalam rangka peningkatan produksi, pendapatan dan kesejahteraan. Mekanisme untuk mendapatkan Bantuan Hibah Desa, setiap tahun FMA mengajukan proposal untuk dinilai kelayakannya guna memperoleh rekomendasi persetujuan oleh tim verifikator di kabupaten. Pada tahun 2010, telah disetujui proposal pembelajaran, yakni Kabupaten Magelang sejumlah 106, Kabupaten Temanggung sejumlah 42, Kabupaten Batang sejumlah 40, dan Kabupaten Brebes sejumlah 40 proposal FMA Desa. Data untuk kajian ini adalah hasil inventarisasi proposal tahun 2010. Kajian dilakukan dengan menelaah hasil mapping FMA berdasarkan muatan kegiatan pembelajarannya, dalam hal ini adalah jenis komoditas. Selanjutnya data dianalisis secara diskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Menjelang berakhirnya pelaksanaan program FEATI, mulai tahun 2010 kegiatan pembelajaran FMA Desa ditekankan pada beberapa pendekatan, yakni: (1) pembelajaran mengarah pada upaya pengembangan agribisnis; (2) kegiatan agribisnis mengarah pada pemenuhan kebutuhan pasar, dan; (3) diupayakan dapat meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan FMA melalui analisis rantai nilai (value change analysis/VCA). Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Sudaryanto et al. (2005), bahwa agribisnis dicirikan berorientasi pasar dan bersifat rasional dalam arti bertujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya Efisiensi ekonomi tercapai apabila petani mampu untuk mengkombinasikan input-input yang dapat memaksimumkan keuntungan (Debertin, 1986; Doll dan Orazem, 1992), Mengingat penekanan kegiatan pembelajaran ke arah agribisnis, sementara disisi lain agribisnis sulit terbangun dalam 1 tahun, maka untuk tahun 2011 diharapkan topik pembelajarannya merupakan kelanjutan tahun 2010. Disamping itu, tahun 2011
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Yuwono et al.– Mapping kegiatan FMA - FEATI /P3TIP di Jawa Tengah
sebagai tahun terakhir pelaksanaan FEATI ditekankan pada upaya untuk mendukung peningkatan skala atau scaling up FMA, yakni peningkatan skala usaha yang dilakukan oleh FMA dalam menghasilkan suatu produk pertanian yang dibutuhkan pasar. Scaling up dicirikan adanya perluasan pasar yang mendorong berkembangnya skala usaha, baik melalui pendekatan intergrasi horizontal maupun vertikal. Selain itu, pada tahapan scaling up ini kelompok belajar FMA berkembang menjadi kelembagaan ekonomi petani yang mampu menjalin kemitraan dengan berbagai pihak, mengakses sumbersumber modal dan teknologi. Pemilihan FMA contoh yang melakukan pembelajaran pada komoditas dominan berdasarkan mapping, mengimplementasikan teknologi yang telah diperbaiki dijadikan usaha agribisnis melalui kegiatan demfarm/demplot. Selama kegiatan pemberdayaan petani melalui demfarm/demplot, diundang wakil kelompok tani lain dalam satu kelompok desa yang homogen. Diharapkan teknologi yang diperagakan tersebut dapat diakses secara luas melalui (scaling up teknologi), melalui pendekatan Mother Baby Trial (MBT). Pada pendekatan ini perwakilan FMA yang dibina akan menjadi center of excellent dan menjadi show window di wilayah tersebut. FMA lain yang kegiatannya sama dengan FMA yang dibina bisa melakukan peniruan dengan berbagai cara, baik melalui kunjungan, magang, maupun workshop dengan contoh yang kongkrit. Dalam hubungan dengan scaling up ini yang relevan bagi BPTP adalah scaling up teknologi, karena diseminasi hasil litkaji yang menjadi tupoksi BPTP dapat juga dimaknai sebagai upaya scalling up hasil litkaji (Kasryno, 2006). Untuk itu, pada tahap awal perlu dilakukan pemetaan kegiatan pembelajaran oleh FMA, yakni mengelompokkan FMA berdasarkan suatu kriteria tertentu. Pengelompokan didasarkan atas muatan pembelajaran jenis komoditas dari salah satu sub sektor. Dasar pertimbangan dilakukan pengelompokan FMA adalah untuk memudahkan dalam perencanaan atau pendampingan dan pengawalan teknologi, selain itu juga untuk efisiensi anggaran pendampingan teknologi. Tabel 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan topik pembelajaran yang dilaksanakan FMA Desa tahun 2010 masing-masing berturut-turut untuk kabupaten Magelang, Temanggung,
Batang, dan Brebes. Dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah proposal untuk Kabupaten Magelang dan Temanggung melebihi jumlah FMA Desa. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa FMA Desa yang mengajukan lebih dari satu topik pembelajaran. Hasil mapping menunjukkan topik kegiatan pembelajaran yang dominan di Kabupaten Magelang adalah agribisnis pada komoditas kambing-domba 43,40%, sapi potong 16,04%, cabe 11,32%, itik 6,60%, dan padi 6,60% (Tabel 1). Untuk Kabupaten Temanggung yang menonjol adalah pembelajaran pada komoditas kambingdomba 61,5%, cabe 11,9%, adapun kentang, jamur, bawang merah, dan itik masing-masing persentasenya 4,76% (Tabel 2). Kegiatan pembelajaran yang menonjol di Kabupaten Batang adalah komoditas kambing-domba (42,5%), ayam (17,5%), sapi potong (7,5%), itik dan padi masing-masing 5% (Tabel 3). Di Kabupaten Brebes jenis pembelajaran yang dominan adalah pada komoditas padi 35,0%, pengolahan hasil pertanian 22,5%, sedangkan jagung, kambing-domba, pengolahan limbah, jamur, kedelai, dan ketela pohon persentasenya berkisar 5-7,5% (Tabel 4). Tabel 1. Rekapitulasi mapping kegiatan pembelajaran FMA di Kabupaten Magelang No.
Komoditas
1. 2. 3. 4. 5.
Sapi potong Kambing-domba Itik Kelinci Lain-lain (kompos, agensia hayati) Brokoli Tomat Padi Cabe Ketela pohon Salak Pepaya Kapulaga Kobis Olahan Jumlah
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Jumlah Kuantitas 17 46 7 1 1
Persentase (%) 16,04 43,40 6,60 0,94 0,94
3 1 7 12 4 1 2 1 1 2 106
2,83 0,94 6,60 11,32 3,77 0,94 1,89 0,94 0,94 1,89 100,00
371
Yuwono et al.– Mapping kegiatan FMA - FEATI /P3TIP di Jawa Tengah
Tabel 2. Rekapitulasi mapping kegiatan pembelajaran FMA di Kabupaten Temanggung No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Komoditas Kambing-domba Itik Kelinci Ayam buras Jamur Kentang Bawang merah Cabe Jumlah
Jumlah pembelajaran Kuantitas Persentase (%) 26 61,90 2 4,76 2 4,76 1 2,38 2 4,76 2 4,76 2 4,76 5 11,90 42 100,00
Tabel 3. Rekapitulasi mapping kegiatan pembelajaran FMA di Kabupaten Batang
scaling up untuk Kabupaten Magelang adalah penggemukan domba dan padi semi organik (ramah lingkungan), sedangkan untuk Kabupaten Temanggung adalah perbibitan domba dan perbenihan kentang. Dalam rangka mencapai target yang ditetapkan untuk Komponen C, maka pendampingan teknologi tidak sebatas pada kegiatan demfarm/demplot, tapi juga melalui narasumber pada berbagai pelatihan yang diadakan FMA maupun melalui penyebaran informasi bermedia, baik tercetak maupun media elektronik. Tabel 4. Rekapitulasi mapping kegiatan pembelajaran FMA di Kabupaten Brebes No.
Komoditas
Kuantitas
1.
Kambing – domba
2
2.
2
5,00
3.
Pengolahan limbah ternak Sapi
1
2,50
4.
Padi
14
35,00
5.
Jagung
3
7,50
6.
9
22,50
2
5,00
3
Persentase (%) 7,50
17
42,50
Ayam
7
17,50
4.
Itik
2
5,00
7.
Pengolahan hasil pertanian Jamur
5.
Padi
2
5,00
8.
Kedelai
2
5,00
6.
Tomat
1
2,50
9.
Gadung
1
2,50
Ketela pohon
2
5,00
1.
Sapi potong
2.
Kambing – domba
3.
Kuantitas
Jumlah pembelajaran Persentase (%) 5,00
Jumlah Pembelajaran No.
Komoditas
7.
Cabai
2
5,00
10.
8.
Jagung
1
2,50
11.
Bawang merah
1
2,50
9.
The
1
2,50
12.
Terong
1
2,50
10.
Pengolahan produk pertanian Jamur merang Buah-buahan Ketela pohon Jumlah
1
2,50
Jumlah
40
100,00
1 1 1 40
2,50 2,50 2,50 100,00
11. 12. 13.
Penetapan lokasi pendampingan teknologi dalam bentuk demfarm/demplot yang difasilitasi BPTP Jawa Tengah selain berdasarkan mapping kegiatan pembelajaran FMA, juga didasarkan atas komoditas yang telah ditetapkan kabupaten untuk dilakukan scaling up. Hal ini karena komoditas yang telah ditetapkan kabupaten untuk di-scaling up adalah komoditas yang dominan berdasarkan mapping. Adapun topik pembelajaran yang menjadi percontohan
372
Hal penting untuk diperhatikan adalah teknologi hendaknya memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya memberikan keuntungan ekonomi, dapat mengatasi faktorfaktor pembatas, dapat mendayagunakan sumberdaya lokal, (Bunch, 2001), serta mudah diterapkan Soekartawi (1988). Untuk memberdayakannya, inovasi teknologi usahatani saja tidaklah cukup, sehingga dalam pendampingan teknologi perlu dilakukan secara terpadu dengan unsur yang lainnya, seperti fasilitasi dalam hal permodalan dan pemasaran. Pakpahan et al. (1995) menyatakan bahwa penyediaan infrastruktur yang memadai dan prosedur bantuan permodalan yang terjangkau (kredit lunak) merupakan salah satu upaya yang dapat dikembangkan terhadap para petani
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Yuwono et al.– Mapping kegiatan FMA - FEATI /P3TIP di Jawa Tengah
untuk menolong dirinya sendiri dan mendorong mereka agar mampu mandiri. Peningkatan nilai tambah ditempuh melalui upaya fasilitasi pada aspek pemasaran hasil maupun inovasi teknologi pada budidaya. Untuk itu telah dilakukan identifikasi budidaya, identifikasi rantai pasar yang terlibat dalam pemasaran dari rantai produsen hingga ke pedagang pengumpul maupun pedagang antar provinsi. Analisis rantai pasar yang mampu memberikan nilai tambah optimal di tingkat petani, dan fasilitasi pertemuan petani dengan pedagang telah dilaksanakan. Pembangunan pertanian hendaknya merubah paradigma dari pendekatan komoditas ke pendekatan sistem usaha pertanian yang lebih mengedepankan efisiensi, dimana dimungkinkan melibatkan berbagai komoditas yang saling berintegrasi, misalnya sistem integrasi tanaman dan ternak, yang melibatkan komoditi tanaman dan ternak (Sudaryanto et al. 2005). KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil mapping menunjukkan kegiatan yang menonjol di kabupaten Magelang adalah pembelajaran pada komoditas kambing-domba 43,40%, sapi potong 16,04%, cabe 11,32%, itik 6,60%, dan padi 6,60%. Untuk kabupaten Temanggung yang menonjol adalah pembelajaran pada komoditas kambingdomba 61,5%, cabe 11,9%, adapun kentang, jamur, bawang merah, dan itik masing-masing persentasenya 4,76%. Kegiatan pembelajaran yang menonjol di kabupaten Batang adalah komoditas kambing-domba (42,5%), ayam (17,5%), sapi potong (7,5%), itik dan padi masingmasing 5%. Di kabupaten Brebes jenis pembelajaran yang dominan adalah pada komoditas padi 35,0%, pengolahan hasil pertanian 22,5%. sedangkan jagung, kambing-domba, pengolahan limbah, jamur, kedelai, dan ketela pohon persentasenya berkisar 5-7,5%. Berdasarkan hasil mapping tersebut maka kegiatan percontohan teknologi yang difasilitasi BPTP Jawa Tengah hendaknya pada komoditas yang dominan berdasarkan mapping. Selama kegiatan pemberdayaan petani melalui demfarm/demplot, diundang wakil kelompok tani lain dalam satu kelompok desa homogen. Diharapkan teknologi yang diperagakan tersebut dapat diakses secara luas (scaling up teknologi), melalui pendekatan Mother Baby Trial .
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Peraturan Menteri Pertanian No: 29/Permentan/ OT.140/3/2007). BPS. Pusdatin-BPS. 2004. Survei Pendapatan Petani (SPP). Sensus Pertanian. Pendapatan Rumah Tangga Pertanian. Kerjasama Pusat Data dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian dengan Direktorat Statisktik Pertanian, Badan Pusat Statistik. BPS. Budiman, A. 1991. Model Pembangunan Teknokrat kita. Yayasan Paramadina dan LP3ES. Jakarta. Bunch, Roland. 2001. Tongkol Jagung : Pedoman Pengembangan Pertanian Berpangkal pada Rakyat. Edisi ke Dua. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Debertin, D. L. 1986. Agricultural Production Management. McMillan Publishing Company, Third Avenue. New York. Doll, J. P. dan F. Orazem. 1992. Production Economic : Theory with Application. Krieger Publishing Company, Malabar, Florida. 2nd Ed. Kasryno, F. 2006. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) ujung tombak diseminasi teknologi pertanian berkelanjutan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Revitalisasi Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Cisarua, 21 Nopember 2006. Pakpahan, A., dkk. 1995. Prosiding Kemiskinan di Pedesaan. PSE. Bogor. Samuelson, P. A., dan W. D. Nordhaus. 1992. Microeconomics. McGraw-Hill, Inc. Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar : Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta. Sudaryanto, T., P. Simuatupang, dan K. Kariyasa. 2005. Konsep sistem usaha pertanian serta peranan BPTP dalam rekayasa teknologi pertanian spesifik lokasi. Jurnal Analisis Kebijakan, Vol. 3 Nomor 3, Desember 2005. PSE.
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
373