P U T U S A N Nomor 96/PDT/2017/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata pada tingkat banding, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara: SRI
LESTARI.pekeijaan Ibu Rumah Tangga, 39 tahun, beralamat di
RT.03/07,Desa Belendung, Kec. Klari, Kab. Karawang, Jawa Barat, dalam hal ini diwakili olehRobinson Siboro, S.H. Advokat pada Kantor Advokat dan Konsultan Hukum ROBINSON SIBORO & REKAN, beralamat di Jalan Raya Swakarsa IV No. 2 IA, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 4 April 2016, yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Karawang tanggal 15 April 2016 di bawah Register Nomor :114/KHT/IV/2016/PN.Kwg., selanjutnya disebut sebagai PEMBANDING semulaPENGGUGAT; MELAWAN 1. RUMAH SAKIT KARYA HUSADA CIKAMPEK, beralamat di JalanJendral Ahmad
Yani
No.
98
Cikampek
-
Karawang,selanjutnya
disebut
TERBANDING I semula TERGUGAT I yang dalam hal ini diwakili Kuasanya, Jajat Darojat.S.H jabatan pekerjaan sebagai Legal di rumah Sakit Karya Husada dengan alamat Jl.Jendral Ahmad Yani No.98 Cikampek Karawang berdasarkan Surat Kuasa khusus tertanggal 26 September 2016, yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Karawang di bawah Register Nomor: 289/KHT/IX/2016/PN.Kwg;
2. DOKTER Asep Spesialis Bedah Tulang Yang merawat tergugatselama dirawat di Rumah Sakit Karya Husada, beralamat di Jalan Jendral Ahmad Yani No. 98 Cikampek - Karawang selanjutnya disebut TERBANDING II semula TERGUGAT II yang dalam hal ini diwakili Kuasanya Zubaidah Jufri, S.H.,M.Kn.,CHRP, Arief Nugroho, S.H.,M.H. Muhammad Shobirin, S.H.Asdel Fira, S.H., Ikra Rhahma, S.H.,M.H. Para Advokat dan Konsultan Hukum pada kantor “SIP Law Firm” beralamat kantor di No. 7 Building, Jalan Buncit Raya No. 7 Jakarta Selatan berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8 April 2016,
Halaman 1 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Karawang di bawah Register Nomor : 105/KHT/lV/2016/PN.Kwg, 3. PEMERINTAH
DAERAH
BADANPENGAWAS
RUMAH
KABUPATEN SAKIT
KARAWANG
INDONESIA
CQ.
CQ. DINAS
KESEHATAN KAB. KARAWANG, selanjutnya disebut TERBANDING III semula TERGUGAT III yang dalam hal ini diwakili kuasanya : 1. H. KIKI SAUBARI,S.H.,M.H. 2. NURHAYATI, S.H. 3. KARWA EKA PERMANA, S.H, 4. HELI HELIASARI, S.H, 5. JAJANG SUGIRWAN, S.H, 6. HERYADI AFFANDI, 7. dr. H. NURDIN HIDAYAT 8. H. RUSLIGUNAWAN, SKN,MM.Kes. berdasarkan Surat Kuasa Khusus no.503/1925/DIKES tanggal April 2015 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Karawang dibawah Register Nomor 79/KHT/IV/2015/PN.Kwg ; PENGADILAN TINGGI tersebut; Membaca, Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat tanggal 23 Februari 2017, Nomor 96/PEN.PDT/2017/PT.BDG tentang Penunjukan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini; .
Telah membaca Berkas perkara serta salinan resmi Putusan Pengadilan
Negeri Karawang tanggal 6 Januari 2016 Nomor 11/Pdt.G/2015/PN.Kwg. serta surat – surat yang berhubungan dengan perkara ini ; TENTANG DUDUK PERKARA Membaca
gugatan
Pembanding
semula
Penggugat
yang
terdaftar
di
Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Karawang pada tanggal 3 Maret 2015 dengan register 3Nomor 11/Pdt.G/2015/PN.Krw
yang uraian gugatan
selengkapnya sebagai berikut : 1. Bahwa pada hari Sabtu tanggal17 Mei 2014 sekitar ± jam 08.00 pagi telah terjadi sebuah kecelakaan lalu lintas, dengan tempat kejadian perkara kecelakaan lalu lintas, terjadi di sekitar Jalan Raya Kosambi- Karawang tepatnya sebelunrTPASAR KOSAMBI": 2. Bahwa PENGGUGAT telah menjadi"KORBAN" kecelakaan lalulintas tersebut; 3. Bahwa kecelakaan tersebut terjadi akibat benturan/ penabrakan dari belakang oleh satu unit mobil tangki dengan kecepatan tinggi yang menabrak kendaraan yang dikemudikan oleh PENGGUGAT serta beberapa
Halaman 2 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
kendaraan roda dua lainnya yang berdekatan dengan PENGGUGAT; 4. Bahwa akibat tabrakan beruntun antara kendaraan tangki yang mengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM) PT. Patra Niaga TBBM yang merupakan perusahaan rekanan (anak perusahaan) PT. PERTAMINA Cabang Cikampek dengan kendaraan Roda dua yang dimiliki dan dipakai oleh PENGGUGAT mengakibatkan PENGGUGAT mengalami"LUKA MEMAR DAN PATAH TULANG KAKI DAN TANGAN"; 5. Bahwa PENGGUGAT segera dilarikan ke Rumah Sakit terdekat, yakni Rumah Sakit Karya Husada Cikampek (TERGUGAT I) untuk mendapatkan pertolongan pertama melalui Kamar Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk dilakukan "PERTOLONGAN PERTAMA". 6. Bahwa luka memar dan patah tulang kaki dan tangan sebagaimanadisebut padapoin 4 tersebut menurut TERGUGAT I dinyatakan "HANCUR", tulang tangan kiri dan ibu jari kaki kanan dinyatakan"PATAH" dan setelah beberapa hari kemudian ternyata dari hasil Foto Radiologi dan menurut dokter
Ahli
Radiologi
di
Rumah
Sakit
Karya
Husada
Cikampek,
PENGGUGAT harus dibedah (operasi), karena menurut keterangan dokter ahli bedah di Rumah Sakit Karya Husada Cikampek menyatakan bahwa kedua kaki PENGGUGAT harus dilakukan tindakan operasi bedah, karena daging"HANCUR"dengan
warna
merah
hitam
dan
terdapat"PATAH
TULANG"tangan sebelah kiri dan tulang ibu jari bagian kaki sebelah kanan; 7. Bahwa
dengan
persetujuan
keluarga
PENGGUGAT,
akhirnya
pihakkeluarga PENGGUGAT mengizinkan dilakukannya"OPERASI BEDAH pada kedua kaki PENGGUGAT oleh dokter ahli bedah di RS Karya Husada Cikampek (TERGUGAT I) dilanjutkan dengan operasi kedua betis PENGGUGAT; 8. Bahwa
namun
demikian,
apa
yang
terjadi
sangat
diluar dugaan
PENGGUGAT, kedua kaki PENGGUGAT malah menjadi "MERAH" "TANPA KULIT*dan"BERLUMURAN
DARAH"tersebut
selanjutnya
dilakukan
perawatan dengan menempelkan pembalut kain kasa pada kedua kaki PENGGUGAT dengan tujuan agar darah terserap pada kain kasa dan kemudian dilakukan pula pembalutan pada kedua betis PENGGUGAT yang dilakukan secara kontinu oleh perawat; II. PELAYANAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH TERGUGAT I SANGAT ’’MEMPERHATINKAN” DAN TIDAK .EMERAPKAN PRINSIP- PRINSIP PELAYANAN
MEDIS
BERDASARKAN"
STANDARD
OPERATING
PROCEDURE ( SOP) KEDOKTERAN.
Halaman 3 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
9. Bahwa yang sangat "MENGEJUTKAN" lagi adalah beberapa kali seorang
OFFICE
BOY
yang
bekerja
pada
TERGUGAT
I
ikut
melaksanakan perawatan dan pembersihan terhadap luka yang dialami PENGGUGAT; 10. Bahwa tindakan TERGUGAT I dan TERGUGAT II yang membiarkan dan/atau menyuruh seorang OFFICE BOY ikut melakukan pekeijaan sebagaimana layaknya seorang perawat atau tenaga kesehatan sungguh "TIDAK DAPAT DITERIMA" oleh PENGGUGAT dan merupakan tindakan yang menganggap "ENTENG DAN REMEH" kondisi yang dialami PENGGUGAT, "TIDAK BEREMPATI" terhadap penderitaan PENGGUGAT sebagai pasien yang membutuhkan pertolongan dan perawatan (treatment) yang cepat, tepat sesuaidengan prinsip-prinsip penanganan kesehatan yang beriaku umum serta merendahkan "REPUTASI" pekerja kesehatan sebagai profesi dengan tujuan mulia sangat bertentangan dengan hukum dan peraturan yang beriaku di bidang kesehatan dan praktik kedokteran; 11. Bahwa berdasarkan UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (selanjutnya disebut "UUTK") menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah orang yang mendapatkan keahlian khusus untuk dapat praktik di bidang kesehatan. Untuk lebih jelasnya kami kutip sebagai berikut: Pasal 1 angka 1 UU No.36 tahun 2014 "Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan." 12. Bahwa
dengan
demikian,
OFFICE
BOY
"TIDAK
TERMASUK**
bagiandan tenaga kesehatan, oleh karenanya tindakan TERGUGAT I dan TERGUGAT II yang menyuruh, memerintahkan atau membiarkan seorang OFFICE BOY ikut melaksanakan tugas perawatan atau tugas yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan dibidang kesehatan adalah perbuatan yang "TIDAK BERDASARKAN** "hukum** dan"peraturan** yang berlaku; III. PATUT DIDUGA TERGUGAT TELAH MELAKUKAN MALPRAKTEK YANG TELAH MENGAKIBATKAN KERUGIAN YANG TERAMAT BESAR BAGI PENGGUGAT.
Halaman 4 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
13. Bahwa selama perawatan setelah dilakukan operasi bedah pertama pada kedua
kakinya,
apa
yang
dialami
oleh
PENGGUGAT
bukanlah
"KESEMBUHAN**.malahan mengakibatkan "LUKA** dan "BAU BUSUK** pada daging di betis."akibat tidak sterilnva penanqanan bedah operasi daaing dan perawatan vanq tidak sesuai dengan Stadar Qperasional Prosedur kedokteran karena dalam perawatan vanq dilakukan dokter dan perawat SELALU melibatkan OFFICE BOY vanq sedang membersihkan ruangan dan bukan ahlinva": 14. Bahwa alih-alih, mencari solusi dari persoalan yang dihadapi oleh PENGGUGAT sehubungan dengan luka dan bau busuk sebagaimana diuraikan
pada
butir
12
diatas,
malahan
OFFICE
BOY
selalu
"DIPERINTAHKAN" oleh TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk "MENABURKAN" bubuk kopi di bawah tempat tidur PENGGUGAT dengan alasan dokter dan suster agar tidak tercium bau busuk bangkai yang sangat menyengat; 15. Bahwa setelah "OPERASI PERTAMA". kelihatan dan dirasakan ada kelainan, karena selalu "MENGGIGIL" pada seluruh tubuhnya, akan tetapi dokter (TERGUGAT II) menyarankan kepada PENGGUGAT untuk dilakukan lagi "OPERASI KEDUA" ’ pada kedua kaki PENGGUGAT dan dengan
"BERAT
HATI"
karena
ingin
sembuh,
pihak
keluarga
PENGGUGAT-pun mengizinkan untuk dilakukan operasi yang kedua; 16. Bahwa setelah dilakukan operasi yang kedua bukannya "SEMBUH" malahan keadaan kedua kaki PENGGUGAT "SEMAKIN" PARAH dan bertambah
"BAU
BUSUK".
karena
daging
kedua
betis
kaki
PENGGUGAT telah mengalami "PEMBUSUKAN" bahkan PENGGUGAT sendiripun tidak sanggup mencium bau busuk bangkai dari kedua betis kaki tersebut; 17. Bahwa tetapi "ANEHNYA". dokter (dalam hal ini TERGUGAT II) dan perawat tidak melakukan TINDAKAN apapun terhadapkedua kaki PENGGUGAT, malahan untuk kesekian kalinya "MEMERINTAHKAN** OFFICE BOY untuk menaburkan bubuk/serbuk kopi di bawah tempat tidur agar tidak tercium bau busuk bangkai yang sangat menyengat akibat kedua kaki PENGGUGAT yang telah mengalami pembusukan tersebut; 18. Bahwa "LEBIH PARAH" lagi, bukannya mencari solusi dan melakukan tindakan bagaimana caranya agar busuk pada daging kedua betis PENGGUGAT sembuh, "JUSTRU" beberapa hari kemudian tercetus statement dari TERGUGAT II tanpa "EMPATI" dan dengan "SANTAI"
Halaman 5 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
mengatakan bahwa kedua kaki PENGGUGAT harus "DIAMPUTASI". karena daging kedua betis PENGGUGAT sudah membusuk semua dan sudah tidak dapat diselamatkan lagi; 19. Bahwa
dalam
keadaan"FRUSTRASr
dan"PENUH
BEBAN",akhimya
PENGGUGAT dan keluarga PENGGUGAT memohon untuk"PINDAH" dan agar"DIRUJUK" ke Rumah Sakit lain dan SAMBIL"menangis karena lebih baik mati dari pada kedua kaki PENGGUGAT harus diamputasi", kemudian keluarga PENGGUGAT akhimya memutuskan untuk mencari rumah sakit yang mempunyai sarana d ain prasarana lengkap agar kedua kakinya sembuh dan bisa beijalan lagi. 20. Bahwa selain persoalan sebagaimana diuraikan PENGGUGAT diatas, PENGGUGAT juga mengalami perlakuan yang tidak baik selama PENGGUGAT dirawat di Rumah Sakit Kaiya Husada Cikampek, karena penanganan
dan
perawatan
operasi
bedah
yang
"TIDAK
PROFESIONAL" dan "TIDAK SESUAI" dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) kedokteran, DITAMBAH lagi pemberian "TRANSFUSI DARAH" yang "TIDAK TEPAT", dimana golongan darah PENGGUGAT adalah "B", tetapi PENGGUGAT diberi darah dari golongan darah "B+"; 21. Bahwa bukan itu saja, kondisi kedua betis kaki PENGGUGAT semakin diperparah dengan TINDAKAN TERGUGAT II yang "MEMASUKKAN" banyak "kain kasa" kedalam daging buah betis dan disatukan dengan daging pada kedua betis kaki PENGGUGAT yang mengakibatkan kedua betis kaki berubah warna menjadi "hitam, membesar dan daging buah betisnya telah habis serta yang lebih parah lagi mengeluarkan bau busuk bangkai pada kedua betis kaki PENGGUGAT'; 22. Bahwa
disamping
kondisi
PENGGUGAT
yang
semaian
parah,
TERGUGAT I maupun TERGUGAT II selama dirawat di Rumah Sakit Karya Husada selama 10 (sepuluh) hari tidak pernah memberikan "REKAM MEDIS" kepada PENGGUGAT atau keluarga PENGGUGAT yang mana hal tersebut adalah hak dari PENGGUGAT dan merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh TERGUGAT I dan TERGUGAT II berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP) Kedokteran; 23. Bahwa perbuatan TERGUGAT I dan TERGUGAT II yang tidak memberikan Rekam Medis kepada PENGGUGAT adalah sungguhsungguh perbuatan/tindakan yang "TIDAK DAPAT DITERIMA" dan sangat bertentangan dengan "HUKUM" khususnya UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
Halaman 6 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
24. Bahwa berdasarkan Pasal 70 dan 71 UU UUTK serta Pasal 46 ayat 1 UU No.29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (selanjutnya disebut "UUPK") disebutkan bahwa membuat Rekam medis pasien adalah tugas dan tanggung jawab tenga kesehatan dan harus memberikannnya kepada pengguna jasa kesehatan apabila diminta. Untuk lebih jelasnya kami kutip bunyi pasal tersebut sebagai berikut: Pasal 70 ayat 1 UU No. 36 tahun 2014 "Setiap tenaga kesehatan yang melaksakan pelayanan kesehatan perseorangan wajib membuat rekam medis penerima pelayanan kesehatan." Pasal 71 ayat 2 No. 36 tahun 2014 "Dalam hal dibutuhkan, Penerima Pelayanan Kesehatan dapat meminta resume rekam medis kepada Fasilitas Pelayanan Kesehatan."Pasal 46 ayat 1 No. 29 tahun 2004 UUPK"Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis." 25. Bahwa dengan demikian, jelaslah terbukti bahwa membuat rekam medis adalah "KEWAJIBAN" Tenaga Kesehatan dan Penerima Pelayanan Kesehatan dalam hal ini PENGGUGAT meminta rekam medis tersebut adalah "HAK" PENGGUGAT; IV. PENGGUGAT’
TELAH
MUK**)MI
UPAYA-UPAYA
UNTUK
MENCARrSECCWD OPIMON" KE RUMAH SAKIT LAINNYA DAN AKHIRNYA DIRAWAT DAN DITANGANI OLEH RUMAH SAKIT HUSADA JAKARTA. 26. Bahwa melihat dan mencermati apa yang dialami PENGGUGAT, pihak keluarga
PENGGUGAT
akhimya
melakukan
musyawarah
untuk
"MEMINDAHKAN** PENGGUGAT ke rumah sakit yang mempunyai "SARANA" dan "PRASARANA"lengkap, karena keluarga PENGGUGAT semakin "KHAWATIR" semakin lama PENGGUGAT dirawat inap di RS Kaiya Husada Cikampek keadaan bukan semakin baik, malahan dapat "MENGAKIBATKAN" kedua kaki PENGGUGAT harus "DIAMPUTASI” bahkan dapat lebih parah mengakibatkan PENGGUGAT ’’MENINGGAL DUNIA": 27. Bahwa ditambah lagi dengan keterangan seorang dokter yang praktik pada TERGUGAT II, yang "MENYARANKAN" sebaiknya PENGGUGAT "SEGERA" "dipindahkan" dari Rumah Sakit Karya Husada Cikampek
Halaman 7 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
ke rumah sakit yang memiliki "SARANA" dan "PRASARANA" yang lengkap; 28. Bahwa akhirnya keluarga PENGGUGAT meminta kepada pihak dokter rumah sakit (TERGUGAT I) untuk meminta rujukan rumah sakit yang lebih baik, akan tetapi setiap keluarga meminta mjukan ke rumah sakit lain, TERGUGAT I dan TERGUGAT II selalu menjawab "TIDAK ADAKAMAR" dan "SEMUA KAMAR PENUH" dan permintaan tersebut berkali-kali diajukan oleh PENGGUGAT, namun jawaban TERGUGAT I dan TERGUGAT II. selalu sama, TIDAK ADA KAMAR atau KAMAR PENUH; 29. Bahwa dengan semakin parahnya terhadap kedua kaki PENGGUGAT, pada sekitar hari Senin. 26 Mei 2014. pihak keluarga PENGGUGAT akhirnya mencari rumah sakit yang lebih standar dengan mempunyai sarana lebih lengkap dan faktanya setelah dilakukan pencarian oleh pihak keluarga PENGGUGAT, temyata "banyak rumah sakit yang kamarnya kosong dan memiliki sarana dan prasarana lengkap di Jakarta" yaitu salah satunya "RUMAH SAKIT HUSADA" yang beralamat di Jalan Raya Mangga Besar Nomor 137, Jakarta; 30. Bahwa setelah keluarga PENGGUGAT menemukan rumah sakit barn hasil pencarian keluarga PENGGUGAT sendiri, keluarga PENGGUGAT menyampaikan keinginan untuk pindah ke rumah sakit lain kepada pihak rumah sakit (TERGUGAT I), hal itu tidak langsung disetujui oleh TERGUGAT I, karena sempat terjadi "KETEGANGAN” antara keluarga PENGGUGAT dengan TERGUGAT I dan TERGUGAT II, sebab TERGUGAT I dan TERGUGAT II terkesan "SEOLAH-OLAH" "tidak rela" bahkan "MENGHALANG-HALANGI" keluarga PENGGUGAT agar tidak mencari rumah sakit lain bahkan PENGGUGAT dibiarkan begitu saja "TANPA" "perawatan" (medical treatments 31. Bahwa karena tindakan TERGUGAT I dan TERGUGAT II seperti digambarkan oleh PENGGUGAT pada poin 30 diatas dan lama sekali memberikan izin, akhirnya dengan penuh "EMOSIONAL" pihak keluarga
PENGGUGAT
"MELAMPIASKAN"
"kemarahan"
dan
kekesalannya kepada TERGUGAT I dan TERGUGAT II, akhirnya TERGUGAT I dan TERGUGAT II mengizinkan PENGGUGAT keluar untuk"DIRUJUK" ke "RUMAH SAKIT HUSADA JAKARTA" sekitar tengah malam 27 Mei 2014: 32. Bahwa hak pasien iri casu PENGGUGAT untuk dirujuk adalah hak yang
Halaman 8 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
dilindungi oleh hukum dan peraturan undang- - undangan. Berdasarkan Pasal
42
ayat
2
UU
No.44
tahun
2009
tentang
Rumah
Sakitmenegaskan sebagai berikut:“Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban merujuk pasien yang memerlukan pelayanan diluar kemampuan " pelayanan rumah sakitBahwa dengan demikian, tindakan TERGUGAT I dan TERGUGAT I yang tidak merujuk atau tidak segera merujuk pasien in casu PENGGUGAT ke umah sakit lain yang lebih lengkap sarana dan prasarananya adalah "PELANGGARAN" terhadap hukum dan Undang- undang khususnya Pasal 42 ayat 2 UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 33. Bahwa
sesampainya
PENGGUGAT
di
Rumah
Sakit
Husada,
PENGGUGAT kembali lagi masuk "INSTALASI GAWAT PARURAT" (IGD), karena memerlukan perawatan yang sangat "SERIUS'* dan "KOMPREHENSIF" untuk dibersihkan dari segala kotoran kain kasa yang menggumpal pada kedua betis kaki PENGGUGAT serta harus dilakukan "OPERASI BEDAH PLASTIK". karena daging kedua betis kaki PENGGUGAT telah membusuk dan mengeluarkan bau busuk; 34. Bahwa setibanya di Rumah Sakit Husada, Jakarta, PENGGUGAT dan keluarga PENGGUGAT sangat "KAGET" mendengar "JAWABAN" perawat pada TERGUGAT II yang ikut mengantarkan PENGGUGAT ke Rumah
Sakit
"KONDISI"
Husada, pasien
Jakarta dan
ketika
dokter
jaga
menanyakan
"ALASAN-ALASAN"
pemindahan
PENGGUGAT dari Rumah Sakit Karya Husada (TERGUGAT II) ke Rumah Sakit Husada Jakarta; 35. Bahwa jawaban perawat atas pertanyaan dokter jaga Rumah - Sakit Husada sebagaimana disebutkan pada Poin 28. alasan pemindahan atau dirujuknya PENGGUGAT ke Rumah Sakit Husada Jakarta adalah "dikarenakan Rumah Sakit Karya Husada Cikampek tidak memiliki sarana dan prasarana lengkap untuk melakukan Operasi Bedah daging dan atau operasi kedua buah betis kaki"; 36. Bahwa yang sangat "MENGHERANKAN" dan "MEMPRIHATINKAN" adalah
tindakan
TERGUGAT
I
dan
TERGUGAT
II
yang
dengan'TERLALU" "berani" melakukan operasi bedah daging kedua kaki PENGGUGAT, "sekalipun TERGUGAT I dan TERGUGAT II tidak memiliki sarana danprasarana vana tidak lengkap (memadai)": 37. Bahwa tindakan TERGUGAT I dan TERGUGAT II yang terlalu berani melakukan operasi bedah kaki kendati tidak memiliki sarana dan
Halaman 9 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
prasarana yang lengkap sebagaimana diuraikan oleh' PENGGUGAT pada poin 30 diatas sangatlah "MENGECEWAKAN". "MERUGIKAN" dan
bahkan
"MEMPERTARUHKAN"
nyawa
pasien
dalam
hal
iniPENGGUGAT dan sangat bertentangan dengan hukum dan peraturan yang berlaku; 38. Bahwa berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 32 butir c, d dan e menyebutkan sebagai berikut:"setiap pasien mempunyai hak: c)
memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi;
d)
. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional; e)
. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dan kerugian fisik dan mated; 39. Bahwa menumt keterangan Rumah Sakit Karya Husada Cikampek, PENGGUGAT mengalami "PAT
AH
TULANG?
dibagian tangan
sebelahkin, ibu jari kaki kanan dan daging buah betis dikatakan "HANCUR", tetapi sesampainya di Rumah Sakit Husada Jakarta, pihak Rumah Sakit menerangkan bahwa teijadinya pembusukan dan bau busuk
tersebut
"diakibatkan
tidak
tumbuhnva
daging
yang
perawatannva tidak sesuai denaan Standard Ooeratina Procedure fSOP) Kedokteran" dan patah tulang terdapat dibagian tangan sebelah kin, bagian tumit kaki kanan, sedangkan menurut TERGUGATII ibu jari jempol kaki sebelah kanan juga patah dan disitulah perbedaan dari kedua keterangan menurut TERGUGAT II dan Rumah Sakit Husada Jakarta; V.
PENGGUGAT
TELAH
MENDAPATKAN
KEADILAN
PENGOBATANNYA, MALPRAKTEK
MELAKUKAN DAN
DENGAN
TERSEBUT
UPAYA-&FAYA KEPASTIAN
MELAPORKAN
KE
MAJELIS
'UNVggg TENTANfe
PERISTIWA
PERTIMBANGAN
PROFESIKEDOKTERAN. 41. Bahwa atas peristiwa dan kejadian yang dialami oleh PENGGUGAT tersebut sebagaimana diuraikan diatas. PENGGUGAT telah berupaya menghubungi
pihak
penyelesaian
persoalan
PENGGUGAT
dan
TERGUGAT yang
II
menanyakan
dialami
keluarga
bagaimana
PENGGUGAT,
PENGGUGAT
namun "TIDAK
Halaman 10 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
MENDAPATKAN” "iawaban" yang memuaskan, dan oleh karenanya, PENGGUGAT telah melaporkan perisitiwa dan persoalan yang dialaminya melalui Surat Nomor 002/SLMP/KHRBS/IX/2014 tertanggal 30 September 2014 kepada Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cq. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), namun "hinqga
gugatan
a
quo
diaiukan.
PENGGUGAT
tidak
mendapatkan iawaban dan penvelesaian vana memuaskan": 42. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
TERGUGAT
I
dan
TERGUGAT
II
telah
melakukan
"KESALAHAN" berat yang "DISENGAJA". yakni "MALPRAKTIK" yang mengakibatkan kedua betis kaki PENGGUGAT mengalami luka yang demikian parah, kaki berwarna hitam, bengkak akibat sempalan kain kasa pada kedua betis PENGGUGAT dan mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat dan selain itu, TERGUGAT I dan TERGUGAT II telah melanggar Standard Operating Procedure (SOP) karena melibatkan seorang OFFICE BOY yang sama sekali tidak mempunyai keahlian dan kompetensi dalam melakukan perawatan terhadap pasien dalam hal ini PENGGUGAT serta dengan ringannya tanpa ada rasa "BERSALAH" dan "EMPATI" menyarankan untuk segera dilakukan "AMPUTASI untuk sebuah luka yang masih dapat dilakukan tindakan operasi bedah; VI.
PENGGUGAT MENUNTUT GANTI RUGI TERHADAP PERISTIWA YANG DIALAMINYA.
43. Bahwa akibat kesalahan dan kesengajaan yang menimbulkan MALPRAKTIK terhadap PENGGUGAT sebagaimana disebutkan pada poin 42 tersebut diatas, PENGGUGAT telah mengalami "KERUGIAN MATERIL" berupa kerugian finansial yang demikian banyak selama 10 (sepuluh) hari di rumah sakit yang sama sekali tidak membuahkan hasil apa-apa dan "KERUGIAN IMMATERIL" berupa kerugian yang tidak diukur secara nominal berupa hal-hal yang bersifat "psikologis" yakni"ketakutan-ketakutan"."kekhawatiran"dan "ketidaknvamanan" yangdapat diuraikan sebagai berikut: KERUGIAN MATERIL 1. Berobat jalan dan ganti Perban
Rp. 864.000,000,
2. Terapi dua kaki
Rp. 144.000.000,
3. Transportasi Karawang-J akarta
Rp. 1.440.000.000, •
Halaman 11 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
4. Kehilangan pekerjaan sebagai pelatih senam Rp. 4.608.000.000 5. Biaya hidup sehari-hari
Rp. 720.000.000
6. pembantu, masak dan cuci
Rp. 360.000.000
7. Biayatanggungan 2 anakRp.6.368.000.000 8. Mental dan psikologis
Rp. 2.500.000.000,
9. Immateril (cacat permanen) Rp. 13.424.000.000,VII.
Rp. 2.500.000.000
TERGUGAT I DAN TERGUGAT II TELAH PERBUATAN MELAWAN HUKUM SEBAGAIMANA DISEBUT PADA PASAL 1365, 1366 DAN 1367 KUHPERDATA.
44. Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa TERGUGAT I dan TERGUGAT II yang telah melakukan kesalahan yang berupa malpraktek sebagaimana disebutkan padapoin 38 a quo termasuk kedalam
"PERBUATAN
MELAWAN
HUKUM"
sebagaimana
disebutkan pada Pasal 1365,1366 dan 1367 KUHPerdata, yang untuk lebih jelasnya kami kutip sebagai berikut: Pasal 1365 KUHPerdata "tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kemgian kepada seorang lain, mewajibkan orang karena „salahnya menerbitkan kemgian itu, mengganti kemgian tersebut." Pasal 1366 KUHPerdata "setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kemgian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kemgian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya". Pasal 1367 KUHPerdata “seorang
tidak
saja
bertanggungjawab
untuk
kemgian
yang
disebabkan oleh perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kemgian yang disebabkan
karena
perbuatan
orang-orang
yang
menjadi
tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya." VIII.
TERGUGAT III ADALAH ADALAH LEMBAGA YANG BERWENANG BERTANGGUNG JAWAB PENUH TERHADAP PENGAWASAN DAN PEMBINAAN TERHADAP TERGUGAT I DAN II.
Halaman 12 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
45. Bahwa berdasarkan Pasal 54 UU NO.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaaan danpengawasan terhadap Rumah Sakit dalam menjalankan tugasnya sebagai institusi pelayaanan kesehatan yang melakukan pelayanan bagi masyarakat. Untuk lebih jelasnya kami kutip sebagai berikut: (1) Pemerintah
dan
pemerintah
daerah
melakukan
pengawasan
terhadap rumah sakit dengan melibatkan organisasi profesi, assosiasi perumahsakitan dan organisasi kemasyarakatan lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing." (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud padaayat (1) diarahkan untuk: a.
Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkauoleh
masyarakat. b.
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
c.
Keselamatan pasien;
d.
Pengembangan jangkauan kesehatan;
e.
Peningkatan kemampuan kemandirian rumah sakit
46. Bahwa dengan demikian TERGUGAT III secara institusional ikut bertanggungjawab atas pengawasan dan pembinaan rumah sakit sebagaimana disebutkan pada Pasal 54 UU No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit dan oleh karenanya,? bertanggung jawab terhadap perbuatan dan kesalahan yang dilakukan oleh TERGUGAT I dan TERGUGAT II; Berdasarkan
dalil-dalil
terurai
diatas,
PENGGUGAT
memohon
kepadaYang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara iniuntuk berkenan kiranya memberikan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut: 1.
Menerima
dan
mengabulkan
Gugatan
PENGGUGAT
untuk
seluruhnya; 2. Menyatakan PENGGUGAT adalah PENGGUGAT yang beritikad baik (te goede trouw); 3. Menyatakan TERGUGAT I dan Tergugat II telah melakukan PERBUATAN MELAWAN HUKUM berupa malpraktek; 4. Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II membayar ganti kerugian materil dan immateril sebesar Rp. 13.000.000.000,- (tiga belas milyar rupiah) secara tanggung renteng;
Halaman 13 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
5. Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II membayar uang paksa (dwang som) secara tanggung renteng sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) setiap harinya atas keterlambatan melaksanakan kewajibannya setelah putusan dinyatakan dapat dilaksanakansecara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) atau berkekuatan hukum yang tetap (inchracht van gewijsde); 6. Memerintahkan TERGUGAT III untuk mencabut memberikan sanksi keras berupa pencabutan izin Operasional TERGUGAT I dan TERGUGAT II; 7. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun ada perlawanan j verzei, banding maupun kasasi (uitvoerbaar bij voorraad); 8. Menghukum
PARA
TERGUGAT
membayar
biaya
perkara.
Atauapabila Majelis Hakim Yang Terhormat berpendapat lain, dalam peradilan yang baik mohon putusan yang sedil-adilnya (ex aquo et bono); Menimbang, bahwa terhadap Surat Gugatan Penggugat tersebut, Para Tergugat telah mengajukan Jawaban yang mengemukakan hal-hal sebagai berikut: JAWABAN TERGUGAT I: DALAM EKSEPSI GUGATAN PENGGUGAT KABUR (EXCEPTIO OBSCUUR LIBEL) Surat Gugatan Tidak Terang dan Tidak Jelas 1. Bahwa TERGUGAT I menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil yang dikemukakan oleh PENGGUGAT dalam Gugatan a quo kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya oleh TERGUGAT I secara mutatis- mutandis dianggap sebagai hal yang menguntungkan TERGUGAT I; 2. Bahwa PENGGUGAT dalam menyusun gugatannya tidak terang dan tidak jelas isinya, antara lain pada halaman 1 bagian identitas, PENGGUGAT menyebut dirinya sebagai PENGGUGAT I, maka siapakah vanq dimaksud oleh PENGGUGAT sebagai PENGGUGAT II dan Iain-lain dalam perkara a quo?
disamping
itu
penyebutan
diri
PENGGUGAT
tersebut
tidak
berkesesuaian dengan dalil-dalil dalam gugatan PENGGUGAT yang menyebut dirinya sebagai PENGGUGAT, sebagaimana TERGUGAT I kutip berikut: Halaman 1 Gugatan:
Halaman 14 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
“SRI LESTARI, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, 39 Tahun, beralamat di RT.03/07, Desa Belendung, Kec. Klari, Kab. Karawang Jawa Barat, selaku PENGGUGAT r.Salah satu contoh dalil Posita PENGGUGAT. halaman 2 dalam Guqatan: “ Bahwa PENGGUGAT telah menjadi “KORBAN” kecelakaan lalu lintas tersebut”. 3. Bahwa tidak terang dan tidak jelasnya Petitum gugatan PENGGUGAT nyata terlihat pada Petitum angka 6, apakah TERGUGAT III diperintahkan untuk mencabut sanksi keras atau memberikan sanksi keras berupa pencabutan izin operasional Tergugat I dan Tergugat II, sebagaimana TERGUGAT II kutip berikut: “Memerintahkan TERGUGAT III untuk mencabut memberikan sanksi keras berupa pencabutan izin Operasional TERGUGAT I dan TERGUGAT II"; 4. Bahwa disamping itu, kekaburan gugatan PENGGUGAT disebabkan juga oleh kontradiksi diantara dalil-dalil PENGGUGAT a quo, dimana pada bagian identitas PENGGUGAT menyebutkan pekerjaan dirinya sebagai Ibu Rumah
Tangga,
sedangkan
pada
posita
gugatan
halaman
15-16
PENGGUGAT menguraikan kerugian Materil yang salah satunya adalah karena kehilangan pekerjaan sebagai pelatih senam, yang TERGUGAT II kutip berikut ini: Halaman 1 Guqatan: “SRI LESTARI, pekerjaan Ibu Rumah Tangga. 39 Tahun, beralamat di RT.03/07, Desa Belendung, Kec. Klari, Kab. Karawang Jawa Barat,selaku PENGGUGAT r. Posita gugatan halaman 15-16: “KERUGIAN MATERIL 1.
Berobat jalan dan ganti perban
2.
Terapi dua kaki Rp. 144.000.000, -
3. Transportasi Karawang-Jakarta
Rp. 864.000.000, Rp. 1.440.000.000,-
4. Kehilangan pekerjaan sebagai pelatih senam...Rp.4.608.000.000.-“ Dengan
demikian,
dalil
kerugian
materil
pada
Petitum
gugatan
PENGGUGAT yang merupakan akumulasi kerugian materil sebagaimana yang didalilkan pada posita gugatan termasuk karena kehilangan pekerjaan adalah tidak dapat ditolerir karena tidak berkesesuaian atau tidak sejalannya dalil-dalil PENGGUGAT tersebut, sebagaimanaYurisprudensi Mahkamah Agung No. 28K/Sip/1973 yang menerangkan bahwa apabila petitum tidak disinkronkan atau tidak sesuai dengan posita maka petitum
Halaman 15 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
tidak dapat ditolerir dan gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak jelas dan kabur (obscuur libel)] 5. Bahwa sungguh rancu dan tidak berdasar Petitum gugatan PENGGUGAT pada angka 5 (halaman 18) yang meminta uang paksa (dwang som) secara tanggung renteng sebagaimana TERGUGAT II kutip berikut: “ Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II membayar uang paksa (dwang som) secara tanggung renteng sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) setiap harinya atas keterlambatan melaksanakan kewajibannya setelah putusan dinyatakan dapat dilaksanakan secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) atau berkekuatan hukum yang tetap (incracht ban gewijsde)”. Oleh karena tuntutan PENGGUGAT dalam gugatan a quo adalah menuntut ganti kerugian sejumlah uang, maka uang paksa (dwang som) tidak dapat diterapkan dalam perkara a quo, sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung Rl No. 793K/SIP/1972 tanggal 26 Februari 1973, dan oleh karena itu sudah sepatutnya dikesampingkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara a quo, 6. Bahwa berdasarkan uraian diatas maka kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menolak gugatan PENGGUGAT atau setidak- tidaknya menyatakan
gugatan
PENGGUGAT
tidak
dapat
diterima
(nietontvankelijkverklaard). Dasar Gugatan a quo tidak ielas 7. Bahwa dasar hukum gugatan PENGGUGAT tidak jelas, oleh karena antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan dasar sehingga menyebabkan gugatan perkara a quo menjadi kabur, tidak jelas (obscuur libel), dapat terlihat pada angka 43 gugatan PENGGUGAT, yang pada pokoknya menyatakan bahwa PENGGUGAT mengalami kerugian finansial baik materil maupun immateril akibat kesalahan dan kesengajaan yang menimbulkan malpraktik terhadap PENGGUGAT sebagaimana disebutkan pada angka 42 gugatan PENGGUGAT, berikut: “
dapat
disimpulkan
telahmelakukan
bahwa
TERGUGAT
“KESALAHAN”
berat
I
dan yang
TERGUGAT
II
“DISENGAJA”,
yakni“MALPRAKTIK” yang mengakibatkan kedua betis kaki PENGGUGAT mengalami luka yang demikian parah, kaki berwama hitam, bengkak akibat sempalan kain kasa pada kedua betis PENGGUGAT yang mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat dan selain itu, TERGUGAT I dan TERGUGAT II telah melanggar Standar Operating Procedure (SOP) karena
Halaman 16 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
melibatkan seorang OFFICE BOY yang sama sekali tidak mempunyai keahlian dan kompetensi dalam melakukan perawatan terhadap pasien dalam hal ini PENGGUGAT serta dengan ringannya tanpa ada rasa “BERSALAH” dan
“EMPATI”
menyarankan
untuk
segera dilakukan
“AMPUTASI” untuk sebuah luka yang masih dapat dilakukan tindakan operasi bedah"; 8. Bahwa sedangkan pada gugatan a quo angka 44, PENGGUGAT menyimpulkan TERGUGAT I dan TERGUGAT II telah melakukan kesalahan berupa malpraktek sebagaimana disebutkan pada angka 38 dalam gugatan PENGGUGAT, sebagai berikut: Angka 38 gugatan PENGGUGAT: “Bahwa tindakan TERGUGAT I dan TERGUGAT II yang terlalu berani melakukan operasi bedah kaki kendati tidak memiliki sarana dan prasarana yang lengkap sebagaimana diuraikan oleh PENGGUGAT pada poin 30 diatas
sangatlah
“MENGECEWAKAN”,
“MERUGIKAN”
dan
bahkan
“MEMPERTARUHKAN" nyawa pasien dalam hal ini PENGGUGAT dan sangat bertentangan dengan hukum dan peraturan berlaku”. 9. Bahwa dalil PENGGUGAT sebagaimana dimaksud diatas, telah saling bertentangan,
sehingga
tidak
terbantahkan
bahwa
dasar
gugatan
PENGGUGAT terhadap TERGUGAT I menjadi tidak jelas, apakah berdasarkan dalil luka PENGGUGAT yang demikian parah disebabkan oleh sempalan kain kasa pada kedua betis dan dalil bahwa TERGUGAT I dan TERGUGAT II melanggar SOP karena melibatkan Office Boy serta dalil tidak ada rasa bersalah dan empati dari PARA TERGUGAT terhadap PENGGUGAT
sebagaimana
kutipan
pada
angka
8
diatas,
ATAU
didasarkan kepada tindakan TERGUGAT I dan TERGUGAT II yang melakukan operasi bedah kaki kendati tidak memiliki sarana dan prasarana yang lengkap sebagaimana didalilkan oleh PENGGUGAT pada angka 38 dalam gugatannya; 10. Bahwa dugaan perkara malpraktek ini sudah memiliki Surat Keputusan Majlis Kehormatan
Etik
Kedokteran
(MKEK)No.OOI/MKEK.WIL/JAB/l/2015 tertanggal 27 januari 2015 yang pada pokok keputusanya adalah Tergugat tidak terbukti melanggar etika kedokteran
dan
telah
melakukan
praktek
profesi
sesuai
dengan
prosedurstandar yang berlaku. sehingga gugatan yang diajukan penggugat ke pengadilan tidak menaanduna suatu senqketa dan tidak ada perbuatan melawan hukum:
Halaman 17 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
11. Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menolak gugatan PENGGUGAT atau setidak- tidaknya menyatakan gugatan PENGGUGAT tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard), sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Rl No. 565 K/Sip/1973, yang pada pokoknya berbunyi: “Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima karena dasar gugatan tidak sempuma”\ DALAM KONVENSI DALAM POKOK PERKARA TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH TERGUGAT I TERHADAP PENGGUGAT TELAH SESUAI DENGAN KOMPETENSI TERGUGAT II, DAN TELAH MEMENUHI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR RUMAH SAKIT MAUPUN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DOKTER AHLI BEDAH TULANG/ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI ATAU DISEBUT TELAH LEGE ARTIS 1. Bahwa seluruh dalil yang TERGUGAT I uraikan pada Eksepsi agar dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan bagian Dalam Pokok Perkara a quo; 2. Bahwa TERGUGAT I menyangkal dan menolak seluruh dalil yang dikemukakan oleh PENGGUGAT dalam gugatan a quo, kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya oleh TERGUGAT I secara mutatismutandis dan dianggap sebagai hal yang menguntungkan TERGUGAT I; 3. Bahwa benar PENGGUGAT pemah menjadi pasien di Rumah Sakit TERGUGAT I pada tanggal 17 Mei 2014 sampai dengan 26 Mei 2014, PENGGUGAT dikonsulkan ke TERGUGAT II oleh dokter di Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit TERGUGAT I, dimana sebelumnya telah dilakukan pertolongan pertama oleh dokter di UGD. 4. Bahwa berdasarkan konsultasi dokter UGD, wawancara (anamnesa) dan pemeriksaan terhadap PENGGUGAT, diketahui PENGGUGAT masuk ke Rumah Sakit TERGUGAT I pada tanggal 17 Mei 2014 pukul 07.45 pagi, karena mengalami kecelakaan lalu lintas, dari hasil pemeriksaan Radiologi pada tanggal 17 Mei 2014 sudah di dapatkan hasilnya diketahui trauma dikedua tungkai bawah, memar, pergelangan tangan kiri mengalami patah tulang, jari kaki dan mata kaki kanan, penurunan kesadaran dan pasien saat itu sedang hamil, Saat itu TERGUGAT II maupun dokter spesialis kebidanan menyarankan agar dilakukan perbaikan kondisi umum PENGGUGAT untuk kemudian dilakukan tindakan operasi guna menghentikan perdarahan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut serta untuk menyelamatkan anggota tubuh
Halaman 18 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
PENGGUGAT
lainnya,
serta
telah
dijelaskan
juga
mengenai
keterbatasan sarana dan prasrana yang ada di Rumah Sakit TERGUGAT I dan telah disetujui oleh Pihak Keluarga untuk di rawat di Rumah Sakit TERGUGAT I; 5.
Bahwa guna memperbaiki kondisi umumnya, PENGGUGAT dipindahkan ke ICU Rumah Sakit TERGUGAT I dengan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pihak keluarga PENGGUGAT, beberapa saat setelah dipindahkan ke ICU, TERGUGAT II langsung mengunjungi (visite) PENGGUGAT guna melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik diketahui bahwa pada tungkai bawah PENGGUGAT terdapat dua kelainan yang menunjukkan adanya pembekakan, nyeri dan kematian pada kulit tungkai, buah betis PENGGUGAT hancur karena daging dan jaringan-jaringan pembuluh darahnya rusak sehingga terdapat kerusakan hebat pada jaringan otot yang mengakibatkan compartement syndrome, TERGUGAT II telah memberikan penjelasan-penjelasn kepada PENGGUGAT dan Pihak Keluarga agar dilakukan tindakan operasi yang bertujuan untuk menyelamatkan tungkai dari ancaman kerusakan lebih lanjut, namun PENGGUGAT menolak tindakan tersebut (ada penolakan tertulis) yang ditandatangani oleh Pihak Keluarga, meskipun TERGUGAT II telah memberikan penjelasan resiko dan komplikasi yang akan terjadi jika tidak dilakukan segera;
6.
Bahwa menyadari kondisinya semakin memburuk dan tidak menunjukkan perbaikan dan setelah mendapatkan penjelasan lebih lanjut dari TERGUGAT II tentang resiko fatal dari perdarahan terus menerus serta adanya kerusakan jaringan dan kematian kulit yang lebih luas yang berpotensi
resiko
amputasi
dan
tidak
menutup
kemungkinan
menimbulkan kematian, maka PENGGUGAT yang saat itu didampingi keluarga pada tanggal 19 Mei 2014 (ada surat persetujuan) akhimya menyetujui tindakan kedokteran penanganan fraktur (patah tulang) dan Fasciatomy yaitu tindakan bedah sayatan pada fasia/jaringan ikat yang menyelimuti otot yang dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam jaringan tersebut guna menyelamatkan PENGGUGAT, yang dilakukan oleh TERGUGAT II pada tanggal 19 Mei 2014 tersebut "segera”; 7.
Bahwa oleh karena dokter Anestesi Rumah Sakit TERGUGAT I menilaikondisi PENGGUGAT tidak cukup baik untuk dipindahkan keruangan operasi, maka dengan mengedepankan
kaidah-kaidah
Halaman 19 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
yangmengutamakan sterilisasi
prosedur
operasi,
dokter
Anestesimenganjurkan agar tindakan dilakukan di ruangan ICU Rumah Sakit TERGUGAT I. Setelah dilakukan pembiusan oleh dokter Anestesi terhadap PENGGUGAT dan atas izin dokter Anestesi TERGUGAT II mulai melakukan tindakan sayatan pada bagian kulit yang memanjang, pada tindakan tersebut keluar darah yang telah bercampur jaringan lain yang sudah mati dan nanah dengan bau busuk, TERGUGAT II membersihkan
luka
dan
kemudian
luka
ditutup,
TERGUGAT
II
memberikan terapi obat-obatan; 8.
Bahwa pasca operasi, kondisi PENGGUGAT tetap dipantau oleh TERGUGAT II, kemudian pada tanggal 20 Mei 2014 TERGUGAT II mengunjungi PENGGUGAT guna melakukan pemeriksaan, dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa dari luka operasi keluar darah masif sehingga harus dilakukan pemasangan tampon untuk menyerap darah dan mencegah perdarahan ulang serta agar jaringan baru dapat tumbuh dengan baik. Perawatan dan pembersihan luka dilakukan setiap hari termasuk pemendekan tampon karena pertumbuhan jaringanjaringan baru sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku, TERGUGAT II juga telah memberikan penjelasan kepada PENGGUGAT
dan
Pihak
Keluarga
bahwa
penyembuhan
kaki
PENGGUGAT membutuhkan waktu lama. Selanjutnya pada tanggal 21 Mei 2014 PENGGUGAT ditangani oleh dokter spesialis kandungan Rumah Sakit TERGUGAT I guna dilakukan tindakan kuretase, namun baik TERGUGAT II maupun perawat yang bertugas, disetiap pagi dan sore hari tetap melakukan perawatan dan pembersihan luka operasi serta penggantian tampon; 9.
Bahwa pada tanggal 23 Mei 2014, TERGUGAT II mengunjungi (visite) PENGGUGAT diruang perawatan dari hasil pemeriksaan fisik didapati jaringan-jaringan yang mati pada luka PENGGUGAT, yang harus segera dilakukan
pengangkatan/pembuangan
melalui
tindakan
operasi
Debridement, TERGUGAT II telah memberikan penjelasan-penjelasan terkait
rencana
tindakan
tersebut,
namun
pihak
keluarga
sertaPENGGUGAT meminta pendapat agar PENGGUGAT dipindahkan ke Rumah Sakit lain disekitar Karawang, TERGUGAT I dan TERGUGAT II saat itu merekomendasikan PENGGUGAT untuk dipindahkan ke Rumah Sakit Pertamina di Jakarta dengan alasan bahwa PENGGUGAT juga telah dijamin oleh Pertamina namun setelah dikonfirmasi oleh Pihak
Halaman 20 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
Rumah Sakit TERGUGAT I ternyata Rumah Sakit Pusat Pertamina penuh,
Pihak
keluarga
sesungguhnya
juga
tidak
bersedia
jika
PENGGUGAT dirujuk ke Rumah Sakit Pusat Pertamina dengan alasan tidak ada Pihak Keluarga yang akan menjaga PENGGUGAT di Rumah Sakit tersebut, dan Pihak Keluarga menyampaikan bahwa tetap bersedia di Rumah Sakit TERGUGAT I selama masih dapat ditangani. Saat itu TERGUGAT II juga menjelaskan bahwa tindakan Debridement perlu dilakukan segera terhadap PENGGUGAT, dan setelah dilakukan penjelasan
serta
diskusi
lebih
lanjut
dengan
pihak
Keluarga,
PENGGUGAT melalui Pihak Keluarga menyetujui pelaksanaan tindakan operasi Debridement di Rumah Sakit TERGUGAT I yang akan dilakukan oleh TERGUGAT II pada tanggal 24 Mei 2014; 10.
Bahwa pada tanggal 24 Mei 2014, PENGGUGAT dibawa keruangan operasi Rumah Sakit TERGUGAT I, setelah dilakukan pembiusan oleh dokter Anestesi dan atas izin dokter Anestesi maka TERGUGAT II mulai melakukan tindakan operasi Debridment untuk membuang jaringan dan kulit PENGGUGAT yang sudah mati sehingga luka bertambah luas, selanjutnya dilakukan perawatan luka pasca operasi oleh TERGUGAT II;
11.
Bahwa
Persetujuan
Tindakan
Kedokteran
dan
tindakan
operasi
Debridement yang dilakukan oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT telah memenuhi persyaratan dan ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 290/Menkes/Per/lll/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran serta Pasal 17 Keputusan Menteri Kesehatan No. 1419 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Praktek Dokter dan Dokter Gigi yang menyebutkan bahwa dokter memberi penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan sebelum melakukan tindakan tersebut; 12.
Bahwa dalam penanganan medis terhadap PENGGUGAT, TERGUGAT I telah memenuhi ketentuan yang dimaksud pada Pasal 58 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan yang mengatur bahwa: Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik, wajib memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi,Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional dan etika profesi serta kebutahan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan, dan Pasal 44 (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang mengatur bahwa dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan
Halaman 21 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
kedokteran atau kedokteran gigi,
yakni sesuai dengan
Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku pada Perhimpunan dokter Spesialis Orhopaedi dan Traumatologi serta Standar Operasional Prosedur (SO) Rumah Sakit TERGUGAT I, dan TERGUGAT II telah melakukan
upaya-upaya
penyelamatan
kaki
PENGGUGAT
dari
kerusakan yang berlanjut termasuk kemungkinan pembusukan kaki dan atau amputasi bahkan kematian; 13.
Bahwa sebagaimana doktrin Volenti Non Fit Iniura atau Asumption of Risk,
menyatakan
bahwa
apabila
telah
dilakukan
penjelasan
selengkapnya ternyata pasien dan/atau keluarga setuju (informed consent), apabila terjadi resiko yang telah diduga sebelumnya, maka dokter tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas tindakan medisnya dan segala tindakan yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II sudah mendapatkan persetujuan Penggugat sebagaimana diakui oleh Penggugat juga dan didalilkan oleh Penggugat dalam dalil gugatanya pada poin 7 dan bukti-bukti inform concemtsehinaaa hal tersebut sudah sesuai denaan Peraturan Mentri Kesehatan No.290 /Menkes/Per/lll/2008 Tentana Persetujuan Tindakan Kedokteran denaan demikian tindakan Tergugat I berdasarkan Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 45 ayat 2 sebagai berikut: ”Rumah sakit tidak dapat di tuntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan jiwa manusia”; 14.
Bahwa pada tanggal 26 Mei 2014, Pihak Keluarga meminta agar PENGGUGAT dirujuk ke Rumah Sakit Husada di Jakarta, menanggapi permintaan tersebut TERGUGAT I maupun Tergugat II telah melakukan pemeriksaan untuk memastikan kondisi PENGGUGAT layak secara medis untuk dipindahkan, kemudian setelah prosedur rujukan dari TERGUGAT I selesai PENGGUGAT pada hari itu juga dipindahkan dan diantar langsung oleh Ambulance Rumah Sakit TERGUGAT I serta didampingi oleh perawat Rumah Sakit TERGUGAT I, dan sejak saat itu PENGGUGAT tidak pernah datang lagi untuk berkonsultasi;
15.
Bahwa pada tanggal 20 November 2014 PENGGUGAT melalui kuasa hukumnya mengajukan surat perihal rincian ganti rugi materil dan imateril terhadap TERGUGAT I, yang pada pokoknya meminta pertanggung jawaban
terhadap
penanganan
medis
yang
dilakukan
terhadap
PENGGUGAT di Rumah Sakit TERGUGAT I yang dinilainya tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Medis, serta PENGGUGAT a quo juga
Halaman 22 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
mengadukan TERGUGAT II kepada Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Wilayah Jawa Barat; 16.
Bahwa penanganan medis yang dilakukan oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT dalam perkara a quo, telah diperiksa dan diputus oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Jawa Barat, melalui Keputusan Nomor: 001/MKEK.WIL/JAB/I/2015 tanggal 27 Januari 2015 yang menyatakan bahwa TERGUGAT II tidak terbukti melanggar etika kedokteran dan telah melakukan praktek profesi sesuai dengan prosedur standar yang berlaku;
17.
Bahwa disamping itu, guna menanggapi keluhan, Pengaduan dan atau Laporan dari PENGGUGAT, Komite Medis Rumah Sakit TERGUGAT I telah melakukan audit medis terhadap penanganan medis PENGGUGAT di Rumah Sakit TERGUGAT I yang hasilnya adalah tidak terdapat Pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP), Pelanggaran Kode Etik Kedokteran Indonesia, Medical Error atau Malpraktek Medis dalam tindakan dan penanganan medis terhadap PENGGUGAT;
18.
Bahwa dengan demikian penangan medis yang dilakukan oleh TERGUGAT I dan II terhadap PENGGUGAT telah sesuai dengan indikasi, Standar Kompetensi TERGUGAT I dan II dan telah memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi atau disebut telah Lege Artis, sehingga TERGUGAT I dan II tidak dapat dituntut dalam bentuk apapun sebagaimana diatur pada Pasal 50 huruf a Undang-UndangNomor 29 Tahun 2004 tentang PraktekKedokteran yang berbunyi:“Apabila seorang dokter atau dokter gigi telah melaksanakan pelayanan medis atau praktek kedokteran sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional maka ia (dokter atau dokter gigi) tersebut tidak dapat dituntut hukum baik hukum administrasi, hukum perdata maupun hukum pidana”.Serta Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi: “ Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya”.
Dan berdasarkan Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 45 ayat 2 sebagai berikut: ”Rumah sakit tidak dapat di tuntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan jiwa manusia”; PENGGUGAT TELAH BERITIKAD BURUK DENGAN MEMANIPULASIFAKTA YANG SENYATA-NYATANYA TERJADI
Halaman 23 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
19.
Bahwa menanggapi dalil PENGGUGAT pada angka 4 gugatan a quo, dapat TERGUGAT I tegaskan bahwa kecelakaan yang terjadi terhadap diri PENGGUGAT menyebabkan trauma dikedua tungkai bawah, pergelangan tangan kiri mengaiami patah tulang, jari kaki dan mata kaki kanan penurunan kesadaran, dimanapada tungkai bawah PENGGUGAT terdapat dua kelainan yang menunjukkan adanya pembengkakan, nyeri dan kematian pada kulit tungkai, buah betis PENGGUGAT hancur karena daging dan jaringan-jaringan pembuluh darahnya rusak sehingga terdapat kerusakan hebat pada jaringan otot yang mengakibatkan compartement syndrome, bukan hanya luka memar dan patah tulang sebagaimana yang didalilkan sembarangan oleh PENGGUGAT pada angka 4 tersebut;
20.
Bahwa diagnosa yang ditegakkan oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT sebelum dilakukan tindakan operasi telah sesuai dengan indikasi
serta
didukung
oleh
pemeriksaan
penunjang
radiologi,
sebagaimana pemeriksaan radiologi tersebut diakui PENGGUGAT pada dalil angka 6 gugatan a quo] 21.
Bahwa dalil PENGGUGAT pada angka 7 seolah-olah PENGGUGAT maupun Pihak Keluarga sangat kooperatif mengikuti saran TERGUGAT II terkait dengan rencana operasi, padahal faktanya TERGUGAT II barn mendapatkan
persetujuan
tindakan
kedokteran
untuk
melakukan
tindakan terhadap PENGGUGAT setelah dua hari perawatannya di Rumah Sakit TERGUGAT I yakni setelah PENGGUGAT menyadari kondisinya semakin memburuk, dimana sebelumnya terdapat penolakanpenolakan dari PENGGUGAT maupun Pihak Keluarga, meskipun TERGUGAT II telah menjelaskan maksud dan tujuan serta resiko dan komplikasi tindakan, termasuk resiko jika tidak segera dilakukan tindakan tersebut, sebagaimana yang telah TERGUGAT II jelaskan pada angka 6 dan 7 diatas; 22.
Bahwa sungguh keliru dalil PENGGUGAT pada angka 8 gugatan a quo, yang pada pokoknya menyatakan bahwa apa yang terjadi setelah tindakan
operasi
adalah
diluar
dugaan
PENGGUGAT,
padahal
sesungguhnya TERGUGAT II telah memberikan penjelasan, baik kepada PENGGUGAT maupun Pihak Keluarga bahwa daging pada kaki PENGGUGAT
menjadi
merah
dan
tanpa
kulit
setelah
operasi
dikarenakan pembersihan jaringan-jaringan dan kulit yang mati karena kerusakan yang terjadi dari kecelakaan, termasuk penjelasan maksud
Halaman 24 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
pemasangan tampon untuk mengatasi rembesan darah serta penjelasan mengenai proses penyembuhan yang lama; 23.
Bahwa sangat mengada-ada dalil PENGGUGAT pada angka 9, 10 dan 11 gugatan a quo, yang pada pokoknya menyatakan bahwa TERGUGAT I dan II membiarkan dan/atau menyuruh seorang Office Boy pada Rumah Sakit
TERGUGAT
I
untuk
ikut
melaksanakan
perawatan
dan
pembersihan terhadap luka PENGGUGAT, sebagaimana yang telah TERGUGAT I dan II jelaskan pada angka 9 dan 11 diatas dan dapat TERGUGAT I dan II tegaskan kembali bahwa perawatan dan pembersihan luka PENGGUGAT dilakukan oleh TERGUGAT II dan Perawat Rumah Sakit TERGUGAT I, BUKAN oleh Office Boy; 24.
Bahwa TERGUGAT II menolak dengan tegas apa yang didalilkan sembarangan dan tanpa dasar oleh PENGGUGAT pada angka 13 gugatannya sebagai berikut:
“ Bahwa selama perawatan setelah dilakukan operasi bedah pertama pada kedua kakinya, apa yang dialami oleh PENGGUGAT
bukanlah
“KESEMBUHAN”. malahan mengakibatkan "LUKA” dan “BAU BUSUK” pada daging di betis “akibat tidak sterilnya penanganan bedah operasi daging dan perawatan yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur kedokteran karena dalam perawatan yang dilakukan dokter dan perawat SELALU melibatkan OFFICE BOY yang sedang membersihkan ruangan dan bukan ahlinya”; PENGGUGAT telah sembarangan mendalilkan bahwa penanganan operasi pertama terhadapnya tidak steril dan tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur, dapat TERGUGAT II tegaskan bahwa BAU BUSUK yang timbul pada kaki PENGGUGAT adalah akibat itikad buruk PENGGUGAT sendiri yang tidak menyetujui tindakan operasi segera dan baru menyetujui setelah dua hari di rawat di Rumah Sakit TERGUGAT I, dimana resiko nya telah TERGUGAT II sampaikan, LUKA pada kaki PENGGUGAT adalah akibat kecelakaan namun telah ditangani dengan baik oleh TERGUGAT II serta membutuhkan penyembuhan lama, sebagaimana yang telah TERGUGAT II jelaskan kepada PENGGUGAT
dan
selanjutna
perawatan/pembersihan
luka
telah
dilakukan setiap pagi dan sore oleh TERGUGAT II ataupun Perawat pada Tergugat I sesuai dengan prosedur yang berlaku; 25.
Bahwa TERGUGAT I menolak dengan tegas apa yang didalilkan PENGGUGAT pada angka 14 bahwa penanganan medis TERGUGAT
Halaman 25 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
tidak ada kaitanya dengan penaburan serbuk kopi di bawah atau dikolong tempat tidur PENGGUGAT
sama sekali penaburan
kopi bukan
mengalihkan tindakan medis yang dilakukan kepada PENGGUGAT akan tetapi penaburan kopi tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan bau menyengat di dalam ruangan agar PENGGUGAT juga merasa nyaman berada di ruangan; 26.
Tidak benar dalil PENGGUGAT pada angka 15, yang menyatakan bahwa setelah operasi pertama PENGGUGAT selalu “MENGGIGIL” sehingga TERGUGAT II menyarankan agar dilakukan Operasi Kedua dan dengan berat hati Pihak Keluarga menyetujui, padahal faktanya sebagaimana yang telah TERGUGAT II jelaskan pada angka 10 dan 11 diatas, Operasi Kedua “Debridement” dilakukan TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT adalah untuk membuang/memotong jaringan-jaringan dan kulit yang mati pada
luka
PENGGUGAT,
semata-mata
sebagai
upaya
untuk
kesembuhan PENGGUGAT dan terhadap tindakan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari PENGGUGAT melalui Pihak Keluarga tanpa ada paksaan apapun dari TERGUGAT II maupun TERGUGAT I; 27.
Bahwa
setelah
dilakukan
operasi
kedua,
terhadap
kondisi
kaki
PENGGUGAT dilakukan perawatan dan pembersihan yang rutin baik penggantian perban dan pemendekan tampon karena proses tumbuhnya jaringan
baru,
sehingga
membutuhkan
waktu
yang lama untuk
penyembuhan, proses penyembuhan yang lama tersebut sesungguhnya telah
berulang
kali
disampaikan
oleh
TERGUGAT
II
kepada
PENGGUGAT maupun kepada PIHAK KELUARGA, sehingga sangat tidak benar dalil PENGGUGAT pada angka 16 dan 17 yang menyatakan bahwa kedua kaki PENGGUGAT justru mengalami PEMBUSUKAN setelah operasi kedua dan TERGUGAT II tidak melakukan apa-apa sehingga tuduhan PENGGUGAT patut dikesampingkan; 28.
Bahwa TERGUGAT II tidak pemah mengatakan kepada PENGGUGAT bahwa kedua kaki PENGGUGAT harus di Amputasi sebagaimana yang didalilkan PENGGUGAT pada angka 18 gugatan a quo, karena faktanya penanganan medis yang dilakukan oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT telah menghindarkan PENGGUGAT dari kemungkinan terburuk pembusukan kaki dan atau amputasi bahkan kematian, sebagaimana penanganan medis tersebut telah diperiksa dan putus oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia sebagai lembaga yang berkompeten menilai penanganan medis dokter/dokter gigi;
Halaman 26 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
29.
Bahwa sebagaimana Jawaban TERGUGAT II pada angka 15 diatas dan untuk
menanggapi
dalil
PENGGUGAT
pada
angka
19,
dapat
TERGUGAT II tegaskan kembali bahwa PENGGUGAT dirujuk ke Rumah Sakit Husada atas permintaan PENGGUGAT dan Pihak Keluarga, dan atas permintaan tersebut TERGUGAT II telah melakukan pemeriksaan kondisi kelayakan PENGGUGAT untuk dipindahkan, dan dengan itikad baik
PARA
TERGUGAT
telah
berkoordinasi
dengan
Penjamin
PENGGUGAT dan Pihak Rumah Sakit Husada di Jakarta guna memastikan agar PENGGUGAT tidak tertantar/ditolak, dan kemudian setelah ada kepastian maka PENGGUGAT diantar oleh Ambulance Rumah Sakit TERGUGAT I serta didampingi oleh Perawat bernama Dewi Fithriani; 30.
Bahwa dalil PENGGUGAT pada angka 20 dan 21 patut untuk dikesampingkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo, oleh karena tindakan medis yang dilakukan oleh TERGUGAT II terhadap
PENGGUGAT
telah
sesuai
dengan
Standar
Keilmuan
TERGUGAT II serta Standar Prosedur yang berlaku di Rumah Sakit TERGUGAT I, sebagaimana telah diperiksa dan diputus oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Komite Medis Rumah Sakit TERGUGAT I yang menyatakan bahwa TERGUGAT II tidak terbukti melanggar etika kedokteran dan telah melakukan praktek profesi sesuai dengan prosedur standar yang berlaku;Disamping itu, pemberian tranfusi darah terhadap PENGGUGAT telah sesuai dengan uji laboratorium jenis golongan darah dan rhesus darah PENGGUGAT, yang juga telah dikonfirmasikan dengan Pihak PMI Karawang dan Pihak Rumah Sakit Husada di Jakarta; 31.
Bahwa menanggapi dalil PENGGUGAT pada angka 22, 23, 24 dan 25, dapat TERGUGAT II sampaikan bahwa Rekam Medis adalah catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan, namun berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehanan, sedangkan pasien hanya berhak atas isi rekam medis berupa Resume Medis sebagaimana yang diatur pada Pasal 12 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis, secara gambling ketentuan tersebut menjelaskan bahwa Pasien atau dalam hal ini PENGGUGAT tidak dapat memiliki rekam medis, sedangkan PENGGUGAT hanya berhak atas Resume Medis yang telah TERGUGAT II berikan saat merujuk
Halaman 27 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
PENGGUGAT ke Rumah Sakit Husada di Jakarta, sehingga dalil PENGGUGAT tersebut patutlah untuk dikesampingkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara a quo; 32.
Bahwa menjawab dalil PENGGUGAT pada angka 26 sampai dengan 30 dan untuk menegaskan kembali Jawaban TERGUGAT II pada angka 10 dan 15 diatas, TERGUGAT II pada tanggal 23 Mei 2014 telah menyarankan kepada Pihak Keluarga agar PENGGUGAT dipindahkan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina di Jakarta, saat itu TERGUGAT dan II telah berkoordinasi dengan Pihak Rumah Sakit Pusat Pertamina namun kamar tidak tersedia, usaha TERGUGAT I dan TERGUGAT II tidak berhenti disana, terns mencari alternatif lain dengan melakukan koordinasi namun kamar tetap belum ada, hingga akhimya PENGGUGAT dan Pihak Keluarga atas inisiatif sendiri mencari dan menemukan Rumah Sakit Husada Jakarta sehingga PENGGUGAT meminta untuk di rujuk ke Rumah Sakit Husada di Jakarta, TERGUGAT I maupun TERGUGAT II telah memenuhi hak PENGGUGAT dan tidak pernah menghalanghalangi keinginan PENGGUGAT untuk pindah ke Rumah Sakit lainnya, namun sesuai dengan prosedur yang berlaku di Rumah Sakit TERGUGAT I, TERGUGAT II harus memastikan hingga kondisi medis PENGGUGAT layak untuk dipindahkan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan selama diperjalanan;
33.
Bahwa tindakan PENGGUGAT dan Pihak Keluarga yang secara emosional melampiaskan kemarahan kepada TERGUGAT I maupun TERGUGAT II sebagaimana yang diakui PENGGUGAT pada angka 31 dalam gugatannya, merupakan tindakan yang tidak terpuji dan tidak beretika karena faktanya TERGUGAT II telah memberikan penjelasan bahwa kondisi PENGGUGAT haruslah stabil sebelum dipindahkan, apa yang disampaikan oleh TERGUGAT II tersebut semata-mata untuk kebaikan
dan
keselamatan
PENGGUGAT
a
quo
namun
tidak
mendapatkan tanggapan yang baik dari PENGGUGAT dan Pihak Keluarga. Disamping rtu TERGUGAT I dan II juga telah memenuhi hakhak Pasien/Penggugat sebagaimana yang dalil PENGGUGAT pada angka 32 dan 33 gugatan a quo untuk mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit lain; 34.
Bahwa TERGUGAT II tidak perlu menanggapi dalil PENGGUGAT pada angka 34, 35 dan 37, oleh karena dalil tersebut sepihak dari PENGGUGAT yang membutuhkan konfirmasi lebih lanjut, disamping itu
Halaman 28 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
seperti apa yang telah TERGUGAT II jelaskan bahwa pasca operasi PENGGUGAT masih memerlukan penanganan dan perawatan yang komprehensif dalam proses penyembuhan; 35.
Bahwa menanggapi dalil PENGGUGAT angka 36 seperti yang sudah dijelaskan TERGUGAT I bahwa Rumah sakit Karya Husada Cikampek/ TERGUGAT I merupakan rumah sakit dengan standar dan kelengkapan kelas C sehingga sangat berbeda dengan rumah sakit kelas B seperti RS Husada Jakarta dengan fasilitas dan peralatanya yang lebih lengkap oleh karenanya
sejak pertama
PENGGUGAT
masuk di
rumah
sakit
TERGUGAT I sudah disampaikan mengenai keterbatasan kelengkapan rumah sakit TERGUGAT I dan kemungkinan perjalanan penyakitnya kepada PENGGUGAT apabila dilakukan tindakan operasi hal tersebut dibuktikan juga dalam inform koncernt sehingga pihak keluarga Penggugat mengizinkan dan menyetujui dilakukanya operasi hal ini juga sudah diakui Penggugat pada angka 7 dalam dalil gugatanya PENGGUGAT sehingga TERGUGAT I maupun TERGUGAT II tidak bisa disalahkan; 36.
Bahwa
guna
menanggapi
dalil
PENGGUGAT
pada
angka
37,
TERGUGAT I tegaskan kembali bahwa baik TERGUGAT I maupun TERGUGAT
II
sebelum
tindakan,
telah
memberikan
penjelasan
mengenai keterbatasan kelengkapan Rumah Sakit TERGUGAT I dan kemungkinan-kemungkinan
perjalanan
proses
penyembuhan
PENGGUGAT apabila dilakukan tindakan operasi di Rumah Sakit TERGUGAT I, Pihak Keluarga telah menyetujui pelaksanaan tindakan tersebut sebagaimana ternyata pada persetujuan tindakan kedokteran yang ditandantangani oleh keluarga PENGGUGAT, yang bertujuan untuk menghindari komplikasi yang lebih berat dan hal ini sesuai dengan Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran tanggal 27 Januari 2015; 37.
Bahwa TERGUGAT I menolak dengan tegas dalil PENGGUGAT pada angka 38 yang pada pokoknya menyatakan tindakan operasi yang dilakukan oleh TERGUGAT II sangat mengecewakan, merugikan dan mempertaruhkan nyawa PENGGUGAT, oleh karena sesungguhnya tindakan
medis
yang
dilakukan
oleh
TERGUGAT
II
terhadap
PENGGUGAT justru telah menyelamatkan nyawa PENGGUGAT dari kemungkinan terburuk dan komplikasi yang lebih berat pasca kecelakaan hebat yang dialami oleh PENGGUGAT, dan terhadap seluruh tindakan tersebut telah mendapatkan persetujuan serta sesuai dengan standar
Halaman 29 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
prosedur yang berlaku; 38.
Bahwa seluruh diagnosa yang ditegakan oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT telah sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologi, dan PENGGUGAT telah mendapatkan penanganan yang sesuai dengan indikasi serta telah mendapatkan perawatan untuk proses penyembuhan, karena itu TERGUGAT II menolak dalil PENGGUGAT pada angka 40 yang pada pokoknya menyatakan terdapat perbedaaan diagnosa antara TERGUGAT II dengan Rumah Sakit Husada di Jakarta serta dalil bahwa perawatan luka PENGGUGAT di Rumah Sakit TERGUGAT I tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur Kedokteran sehingga menyebabkan pembusukan;
39.
Bahwa dalil PENGGUGAT pada angka 41 gugatan a quo, menunjukan bahwa PENGGUGAT tidak dapat menerima fakta nyata bahwa TERGUGAT I dan II tidak terbukti melanggar etika kedokteran dan telah melakukan praktek profesi sesuai dengan prosedur standar yang berlaku sebagaimana
tertera
pada
Keputusan
Majelis
Kehormatan
Etik
Kedokteran (MKEK) tanggal 27 Januari 2015, oleh karena Keputusan tersebut tidak sesuai dengan keinginan PENGGUGAT yang terus menuduh TERGUGAT II telah melakukan kesalahan dalam penanganan medis PENGGUGAT; 40.
Bahwa tidak benar dan sesat dalil PENGGUGAT pada angka 42 yang menyimpulkan bahwa TERGUGAT I dan TERGUGAT II telah melakukan kesalahan
berat
yang
disengaja
yakni
“Malpraktik”
terhadap
PENGGUGAT, oleh karena TERGUGAT I sebagai Rumah Sakit dan TERGUGAT II sebagai seorang dokter tidak pemah menginginkan pasiennya celaka apalagi melakukan tindakan medis yang dengan sengaja
merugikan
pasien,
tuduhan
PENGGUGAT
tersebut
sungguhsangat sesat dan tanpa dasar, karena seluruh tindakan medis telah sesuai dengan prosedur yang berlaku, adapun luka dan bengkak yang demikian hebat pada kaki PENGGUGAT adalah akibat kecelakaan laiu lintas yang dialami PENGGUGAT sebagaimana yang diakui oleh PENGGUGAT pada gugatan a quo, dan bau busuk yang keluar dari kaki PENGGUGAT adalah akibat luka itu sendiri karena tidak kooperatifnya PENGGUGAT
dalam
penyembuhan
luka,
BUKAN
KESALAHAN
TERGUGAT II yang telah ditangani dengan baik sehingga terhindar dari kerusakan yang lebih buruk bahkan kemungkinan di amputasi, dalil
Halaman 30 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
PENGGUGAT tersebut sangat bertentangan dengan Keputusan MKEK yang tidak menemukan kesalahan apapun yang dilakukan TERGUGAT I maupun TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT, namun PENGGUGAT terkesan memaksakan dalil-dalil tuduhan yang tidak berdasar guna mencari-cari kesalahan TERGUGAT I maupun TERGUGAT II; 41.
Bahwa TERGUGAT I menolak secara tegas seluruh dalil-dalil yang dikemukakan PENGGUGAT dalam gugatan a quo yang pada intinya menyatakan TERGUGAT I dan II melakukan Perbuatan Melawan Hukum terhadap PENGGUGAT sehingga menimbulkan kerugian pada diri PENGGUGAT
baik
materiil
maupun
immateril,
karena
kembali
TERGUGAT I dan II tegaskan bahwa seluruh informasi, penjelasanpenjelasan dan tindakan medis yang dilakukan oleh TERGUGAT I dan II terhadap PENGGUGAT telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), peraturan perundang-undnagan yang berlaku dan telah sesuai dengan indikasi medis serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, selain itu tindakan medis yang dilakukan oleh TERGUGAT I dan I terhadap
PENGGUGAT
bukanlah
merupakan
indikasi
Perbuatan
Melawan Hukum sebagaimana yang didalilkan PENGGUGAT dalam gugatan a quo, karena seluruh tindakan medis tersebut sama sekali tidak memenuhi unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana ditentukan oleh hukum dan peraturan perundang-undangan; 42.
Bahwa dengan demikian TERGUGAT I maupun TERGUGAT II tidak dapat diminatakan pertanggung jawaban apapun termasuk guna mengganti kerugian secara tanggung renteng kepada PENGGUGAT, oleh karena ketentuan Pasal 1365, 1366 dan 1367 sebagaimana yang dikutip oleh PENGGUGAT dalam gugatan a quo hanya berlaku terhadap perbuatan
melanggar
PENGGUGAT,
hukum
sedangkan
yang
tindakan
membawa operasi
kerugian
kepada
pertama dan
kedua
sertapenanganan medis yang dilakukan oleh TERGUGAT I dan II terhadap PENGGUGAT bukanlah perbuatan melanggar hukum tetapi penanganan medis untuk menyelamatkan nyawa PENGGUGAT yang dijalankan
sesuai
dengan
prosedur
yang
berlaku,
serta
tidak
menimbulkan kerugian apapun terhadap PENGGUGAT, dan telah terbukti
pada
Keputusan
Majelis
Kehormatan
Etik
Kedokteran
(MKEK) No.001/MKEK.WIL/JAB/I/2015 tanggal 27 Januari 2015 yang pada pokoknya menyatakan bahwa TERGUGAT II tidak terbukti melanggar etika kedokteran dan telah melakukan profesi sesuai dengan
Halaman 31 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
standar prosedur yang berlaku; 43.
Bahwa hubungan hukum antara dokter dengan pasien merupakan suatu tindakan usaha yang maksimal (inspanningverbintenis), dimana dokter tidak pemah menjanjikan kesembuhan terhadap Pasiennya, namun baik dokter maupun pasien akan saling berusaha semaksimal mungkin untuk mengupayakan kesembuhan dan kesehatan pasien, dimana hasil dari usaha tersebut bergantung pada keadaan individu masing-masing;
44.
Bahwa berdasarkan segenap fakta-fakta yang telah TERGUGAT I kemukakan diatas, menjadi terang-benderang dan jelas kiranya bahwa seluruh dalil-dalii yang dikemukakan oleh PENGGUGAT dalam gugatan a quo, terbukti secara nyata merupakan dalil yang sangat dangkal, manipulatif dan tidak berdasarkan pada fakta-fakta yang senyatanyatanya terjadi. Dalil yang dikemukakan oleh PENGGUGAT patut diduga dengan sengaja disampaikan demi mengaburkan pertimbangan hukum Yang Mulia Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara a quo,
45.
Bahwa dengan demikian, sudah sepatutnya agar Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karawang yang memeriksa perkara a quo, untuk menolak seluruh dalil yang tidak berdasar yang dikemukakan oleh PENGGUGAT, atau setidak-tidaknya menyatakan dalil-dalil tersebut tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)-,
Bahwa berdasarkan seluruh uraian fakta-fakta yang senyata-nyatanya terjadi sebagaimana telah TERGUGAT I kemukakan diatas, mohon agar Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo,agar kiranya berkenan memutus: DALAM EKSEPSI - Menerima Eksepsi TERGUGAT I untuk seluruhnya, atau setidaktidaknya menyatakan gugatan yang diajukan oleh PENGGUGAT tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). DALAM POKOK PERKARA - Menolak gugatan PENGGUGAT seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan PENGGUGAT tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). - Menghukum PENGGUGAT untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini. ATAU
Halaman 32 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
Apabila Yang Mulia Majelis Hakim berpendapat lain, mohon Putusan yangseadil-adilnya (ex aequo et bono). Jawaban Tergugat II Adapun uraian JAWABAN TERGUGAT II adalah sebagai berikut: DALAM EKSEPSI GUGATAN PENGGUGAT KABUR (EXCEPTIO OBSCUUR LIBEL) Surat Gugatan Tidak Teranq dan Tidak Jelas 1. Bahwa TERGUGAT II menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil yang dikemukakan oleh PENGGUGAT dalam Gugatan a quo kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya oleh TERGUGAT II secara mutatis- mutandis dianggap sebagai hal yang menguntungkan TERGUGAT II; 2. Bahwa PENGGUGAT dalam menyusun gugatannya tidak terang dan tidak jelas isinya, antara lain pada halaman 1 bagian identitas, PENGGUGAT menyebut dirinya sebagai PENGGUGAT I, maka siapakah vang dimaksud oleh PENGGUGAT sebagai PENGGUGAT II dan Iain-lain dalam perkara a quo?
disamping
itu
penyebutan
diri
PENGGUGAT
tersebut
tidak
berkesesuaian dengan dalil-dalil dalam gugatan PENGGUGAT yang menyebut dirinya sebagai PENGGUGAT, sebagaimana TERGUGAT II kutip berikut: Halaman 1 Gugatan: “SRI LESTARI, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, 39 Tahun, beralamat di RT. 03/07, Desa Belendung, Kec. Klari, Kab. Karawang Jawa Barat, selaku PENGGUGATr. Salah satu contoh dalil Posita PENGGUGAT. halaman 2 dalam Gugatan: “ Bahwa PENGGUGAT telah menjadi “KORBAN” kecelakaan lalu lintas tersebut”. 3. Bahwa tidak terang dan tidak jelasnya gugatan PENGGUGAT, terlihat pula pada penyebutan identitas TERGUGAT II dalam gugatan PENGGUGAT, sebagaimana TERGUGAT II kutip berikut ini: “DOKTER Asep Spesialis Bedah Tulang Yana Merawat temuaat selama dirawat di Rumah Sakit Karya Husada, beralamat di Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 98 Cikampek-Karawang selanjutnya disebut TERGUGAT II”. PENGGUGAT menyebutkan TERGUGAT II sebagai dokter spesialis bedah tulang vang merawat TERGUGAT. namun PENGGUGAT tidak menyebutkan TERGUGAT berapakah yang dirawat oleh TERGUGAT II di Rumah Sakit TERGUGAT I? sedangkan pada bagian posita dalam gugatan, PENGGUGAT pada pokoknya mendalilkan bahwa yang melakukan tindakan operasi
Halaman 33 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
terhadap PENGGUGAT di Rumah Sakit TERGUGAT I adalah dokter bedah yang disebut PENGGUGAT sebagai TERGUGAT II tanpa menjelaskan dokter bedah apa yang dimaksud oleh PENGGUGAT, sehingga membuat gugatan a quo menjadi kabur dan tidak jelas serta terkesan PENGGUGAT ragu-ragu mengenai siapa sesungguhnya TERGUGAT II yang ditarik oleh PENGGUGAT sebagai pihak dalam pekara a quo; 4. Bahwa jika ditinjau dari ilmu kedokteran jelas terdapat perbedaan kompetensi antara dokter spesialis bedah tulang dengan dokter bedah biasa, sehingga dalil gugatan PENGGUGAT yang tidak konsisten sebagaimana dimaksud pada angka 3 diatas, dimana pada bagian identitas menyebut TERGUGAT II sebagai dokter spesialis bedah tulang sedangkan didalam posita gugatannya PENGGUGAT mendalilkan ditangani oleh dokter spesialis bedah yang kemudian disebut oleh PENGGUGAT sebagai TERGUGAT II, turut menyebabkan kekaburan gugatan PENGGUGAT; 5. Bahwa tidak terang dan tidak jelasnya Petitum gugatan PENGGUGAT nyata terlihat pada Petitum angka 6, apakah TERGUGAT III diperintahkan untuk mencabut sanksi keras atau memberikan sanksi keras berupa pencabutan izin operasional TERGUGAT I dan TERGUGAT II, sebagaimana TERGUGAT II kutip berikut: “Memerintahkan TERGUGAT III untuk mencabut memberikan sanksi keras berupa pencabutan izin Operasional TERGUGAT I dan TERGUGAT II”. 6. Bahwa disasnping itu, kekaburan gugatan PENGGUGAT disebabkan juga oleh kontradiksi diantara dalil-dalil PENGGUGAT a quo, dimana pada bagian identitas PENGGUGAT menyebutkan pekerjaan dirinya sebagai Ibu Rumah Tangga, sedangkan pada posita gugatan halaman 15-16 PENGGUGAT menguraikan kerugian Materil yang salah satunya adalah karena kehilangan pekerjaan sebagai pelatih senam, yang TERGUGAT II kutip berikut ini: Halaman 1 Guaatan: “SRI LESTARI, pekerjaan Ibu Rumah Tangga. 39 Tahun, beralamat di RT.03/07, Desa Belendung, Kec. Klari, Kab. Karawang Jawa Barat, selaku PENGGUGAT I”. Posita gugatan halaman 15-16: “KERUGIAN MATERIL 1. Berobat jalan dan ganti perban
Rp. 864.000.000,
2. Terapi dua kaki
Rp. 144.000.000,
3. TransportasiKarawang JakartaRp.1.440.000.000,4. KehilanganpekeriaansebaipelatihsenamRp.4.608.000.000,-“
Halaman 34 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
Dengan
demikian,
dalil kerugian
materil
pada
Petitum
gugatan
PENGGUGAT yang merupakan akumulasi kerugian materil sebagaimana yang didalilkan pada posita gugatan termasuk karena kehilangan pekerjaan adalah tidak dapat ditolerir karena tidak berkesesuaian atau tidak
sejalannya
dalil-dalil
PENGGUGAT
tersebut,
sebagaimana
Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 28K/Sip/1973 yang menerangkan bahwa apabila petitum tidak disinkronkan atau tidak sesuai dengan posita maka petitum tidak dapat ditolerir dan gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak jelas dan kabur (obscuur libel): 7. Bahwa sungguh rancu dan tidak berdasar Petitum gugatan PENGGUGAT pada angka 5 yang meminta uang paksa (dwang som) secara tanggung renteng sebagaimana TERGUGAT II kutip berikut: “ Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II membayar uang paksa (dwang som) secara tanggung renteng sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) setiap harinya atas keterlambatan melaksanakan kewajibannya setelah putusan dinyatakan dapat dilaksanakan secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) atau berkekuatan hukum yang tetap (incracht ban gewijsde)”. Oleh karena tuntutan PENGGUGAT dalam gugatan a quo adalah menuntut ganti kerugian sejumlah uang, maka uang paksa (dwang som) tidak dapat diterapkan dalam perkara a quo, sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung Rl No. 793K/SIP/1972 tanggal 26 Februari 1973, dan oleh karena itu sudah sepatutnya dikesampingkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara a quo\ 8. Bahwa berdasarkan uraian diatas maka kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menolak gugatan PENGGUGAT atau setidak- tidaknya menyatakan
gugatan
PENGGUGAT
tidak
dapat
diterima
(nietontvankelijkverklaard). Dasar Gugatan a quo tidak ielas 9. Bahwa dasar hukum gugatan PENGGUGAT tidak jelas, oleh karena antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan dasar sehingga menyebabkan gugatan perkara a quo menjadi kabur, tidak jelas (obscuur libel), dapat teriihat pada angka 43 gugatan PENGGUGAT, yang pada pokoknya menyatakan bahwa PENGGUGAT mengalami kerugian finansial baik materil maupun immateril akibat kesalahan dan kesengajaan yang menimbulkan malpraktik terhadap PENGGUGAT dengan dasar sebagaimana disebutkan pada angka 42 gugatan PENGGUGAT, berikut: “ dapat disimpulkan bahwa TERGUGAT I dan TERGUGAT II telahmelakukan
Halaman 35 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
“KESALAHAN” berat yang “DISENGAJA”, yakni “MALPRAKTIK” yang mengakibatkan kedua betis kaki PENGGUGAT mengalami luka yang demikian parah, kaki ben/vama hitam, bengkak akibat sempalan kain kasa pada kedua betis PENGGUGAT yang mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat dan selain itu, TERGUGAT I dan TERGUGAT II telah melanggar Standar Operating Procedure (SOP) karena melibatkan seorang OFFICE BOY yang sama sekali tidak mempunyai keahlian dan kompetensi dalam melakukan perawatan terhadap pasien dalam hal ini PENGGUGAT serta dengan
ringannya
tanpa
ada
rasa
“BERSALAH”
dan
“EMPATI”
menyarankan untuk segera dilakukan “AMPUTASI” untuk sebuah luka yang masih dapat dilakukan tindakan operasi bedah”. 10. Bahwa sedangkan pada gugatan a quo angka 44, PENGGUGAT menyimpulkan TERGUGAT I dan TERGUGAT II telah melakukan kesalahan berupa malpraktek karena tidak memiliki sarana dan prasarana yang lengkap,
sebagaimana
disebutkan
pada
angka
38
dalam
gugatan
PENGGUGAT, sebagai berikut: Angka 38 gugatan PENGGUGAT: “Bahwa tindakan TERGUGAT dan TERGUGAT II yang terlalu berani melakukan operasi bedah kaki kendati tidak memiliki sarana dan prasarana yang lengkap sebagaimana diuraikan oleh PENGGUGAT pada poin 30 diatas sangatlah
“MENGECEWAKAN”,
“MERUGIKAN”
dan
bahkan
“MEMPERTARUHKAN" nyawa pasien dalam hal ini PENGGUGAT dan sangat bertentangan dengan hukum dan peraturan bedaku”. 11. Bahwa dalil PENGGUGAT sebagaimana dimaksud diatas, telah saling bertentangan, apakah berdasarkan dalil luka PENGGUGAT yang demikian parah disebabkan oleh sempalan kain kasa pada kedua betis dan dalil bahwa TERGUGAT I dan TERGUGAT II melanggar SOP karena melibatkan Office Boy serta dalil tidak ada rasa bersalah dan empati dari PARA TERGUGAT terhadap PENGGUGAT sebagaimana kutipan pada angka 8 diatas, ATAU didasarkan kepada tindakan TERGUGAT I dan TERGUGAT II yang melakukan operasi bedah kaki kendati tidak memiliki sarana dan prasarana yang lengkap sebagaimana didalilkan oleh PENGGUGAT pada angka 38 dalam gugatannya, sehingga tidak terbantahkan bahwa dasar gugatan PENGGUGAT
terhadap
TERGUGAT
II
menjadi
tidak
jelas;Bahwa
berdasarkan uraian diatas, maka kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menolak gugatan PENGGUGAT atau setidak- tidaknya menyatakan gugatan PENGGUGAT tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
Halaman 36 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
verklaard), sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Rl No. 565 K/Sip/1973, yang pada pokoknya berbunyi: “Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima karena dasar gugatan tidak sempuma”. DALAM POKOK PERKARA TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH TERGUGAT II TERHADAP PENGGUGAT TELAH SESUAI DENGAN KOMPETENSI TERGUGAT II, DAN TELAH MEMENUHI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR RUMAH SAKIT MAUPUN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DOKTER AHLI BEDAH TULANG/ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI ATAU DISEBUT TELAH LEGE ARTIS 1. Bahwa seluruh dalil yang TERGUGAT II uraikan pada Eksepsi agar dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan bagian Dalam Pokok Perkara a quo. 2. Bahwa TERGUGAT II menyangkal dan menolak seluruh dalil yang dikemukakan oleh PENGGUGAT dalam gugatan a quo, kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya oleh TERGUGAT II secara mutatis- mutandis dan dianggap sebagai hal yang menguntungkan TERGUGAT II; 3. Bahwa benar PENGGUGAT pemah menjadi pasien TERGUGAT II di Rumah Sakit TERGUGAT I pada tanggal 17 Mei 2014 sampai dengan 26 Mei 2014, PENGGUGAT dikonsulkan ke TERGUGAT II oleh dokter di Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit TERGUGAT I, dimana sebelumnya telah dilakukan pertolongan pertama oleh dokter di UGD; 4. Bahwa berdasarkan informasi dari dokter UGD serta catatan medis PENGGUGAT, diketahui PENGGUGAT masuk ke Rumah Sakit TERGUGAT I pada tanggal 17 Mei 2014, karena mengalami kecelakaan lalu lintas, dari hasil pemeriksaan diketahui trauma dikedua tungkai bawah, pergelangan tangan kiri mengalami patah tulang, memar, penurunan kesadaran dan pasien saat itu sedang hamil, serta telah dilakukan pemeriksaan penunjang radiologi oleh dokter radiologi Rumah Sakit TERGUGAT I. Kemudian ditegakkan diagnosa trauma abdomen dan compartement syndrome extremitas bawah dan direncanakan untuk dilakukan tindakan operas! guna menghentikan perdarahan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut serta untuk menyelamatkan anggota tubuh PENGGUGAT lainnya, akan tetapi dikarenakan penurunan kesadaran PENGGUGAT, maka sesuai sumpah dokter dilakukan penyelamatan nyawa terlebih dahulu dengan memperbaiki kondisi umum PENGGUGAT; 5. Bahwa
guna
memperbaiki
kondisi
umumnya,
PENGGUGAT
segera
Halaman 37 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
dipindahkan ke ICU Rumah Sakit TERGUGAT I dengan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pihak keluarga PENGGUGAT, beberapa saat setelah dipindahkan ke ICU, dan setelah membaca hasil pemeriksaan radiologi, TERGUGAT II langsung mengunjungi (visite) PENGGUGAT guna melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik diketahui bahwa pada tungkai bawah PENGGUGAT terdapat dua kelainan yang menunjukkan adanya pembengkakan, patah tulang, memar, nyeri dan kematian pada kulit tungkai, terlihat Sepsis (peradangan akut) yaitu kondisi yang memiliki potensi mematikan karena peradangan diseiuruh tubuh akibat infeksi bakteri didalam darah yang merupakan respon dari sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri yang bisa menyebabkan kegagalan fungsi organ dan bahkan kematian jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat, buah betis PENGGUGAT hancur karena daging dan jaringanjaringan pembuluh darahnya rusak sehingga terdapat kerusakan hebat pada jaringan otot yang diakibatkan compartement syndrome (peningkatan tekanan didalam jaringan dibawah kulit); 6. Bahwa TERGUGAT II telah memberikan penjelasan-penjelasan kepada PENGGUGAT dan Pihak Keluarga bahwa perlu dilakukan beberapa tahap tindakan
operasi
untuk
menangani
kondisi
PENGGUGAT,
saat
itu
TERGUGAT II menjelaskan bahwa perlu segera dilakukan tindakan penyelamatan tungkai bawah PENGGUGAT dari kerusakan lebih lanjut berupa pemasangan pen untuk memperbaiki fraktur tulang dan fasciotomy yaitu penyayatan selaput pembungkus otot (fascia) kedua kaki yang bertujuan untuk mengurangi tekanan tinggi akibat perdarahan yang apabila dibiarkan dapat merusak jaringan sekitar dan/atau otot tersebut. TERGUGAT II juga telah menjelaskan resiko dan komplikasi yang dapat terjadi pada tungkai PENGGUGAT jika tindakan tersebut tidak dilakukan segera dalam masa Golden Period/periode emas yaitu dalam 1-8 jam setelah kejadian, namun PENGGUGAT melalui Pihak Keluarga menolak tindakan tersebut (penolakan tertulis) tanggal 17 Mei 2014. Penolakan tidak hanya terhadap tindakan yang akan dilakukan TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT, namun juga terhadap tindakan operasi pembersihan rahim (kuretase) yang direncanakan oleh dokter spesialis kandungan Rumah Sakit TERGUGAT I terhadap PENGGUGAT a quo, setelah dilakukan pemeriksaan USG pada tanggal 17 Mei 2014, meskipun PENGGUGAT menolak tindakan namun TERGUGAT II tetap merawat PENGGUGAT bersama-sama dengan dokter ICU dan memberikan terapi obat-obatan yang sesuai;
Halaman 38 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
7. Bahwa menyadari kondisinya semakin memburuk dan tidak menunjukkan perbaikan,
serta
setelah
mendapatkan
penjelasan
lebih
lanjut
dari
TERGUGAT II tentang resiko fatal dari perdarahan serta kerusakan jaringan dan kematian kulit yang lebih luas yang dapat menyebabkan kematian, maka PENGGUGAT yang saat itu didampingi keluarga pada tanggal 19 Mei 2014 akhirnya menyetujui tindakan operasi Fasciatomyyaitu tindakan bedah penyayatan pada fasia/jaringan ikat yang menyelimuti otot kedua kaki PENGGUGAT yang dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam jaringan tersebut guna menyelamatkan tungkai bawah PENGGUGAT, yang dilakukan oleh TERGUGAT II pada tanggal 19 Mei 2014 tersebut “segera”, tindakan tersebut dinilai TERGUGAT II perlu dilakukan segera terhadap PENGGUGAT oleh karena telah memburuknya kondisi kaki PENGGUGAT; 8. Bahwa
oleh
karena
dokter
Anestesi
Rumah
Sakit
TERGUGAT
I
menilaikondisi PENGGUGAT tidak cukup baik untuk dipindahkan keruangan operasi, maka denganmengedepankan kaidah-kaidah yangmengutamakan sterilisasi prosedur operasi, dokter Anestesi menganjurkan agar tindakan dilakukan di ruangan ICU Rumah Sakit TERGUGAT I. Setelah dilakukan pembiusan oleh dokter Anestesi terhadap PENGGUGAT dan atas izin dokter Anestesi TERGUGAT II mulai melakukan tindakan Fasciatomy, dilakukan sayatan memanjang pada bagian kulit kedua kaki PENGGUGAT, pada tindakan tersebut keluar darah yang telah bercampur jaringan lain yang sudah mati dan nanah dengan bau busuk, TERGUGAT II membersihkan luka dan kemudian luka ditutup, setelah itu TERGUGAT II memberikan terapi obat- obatan yang sesuai; 9. Bahwa
pasca
operasi,
kondisi
PENGGUGAT
tetap
dipantau
oleh
TERGUGAT II, kemudian pada tanggal 20 Mei 2014 TERGUGAT II mengunjungi PENGGUGAT guna melakukan pemeriksaan, dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa dari luka operasi keluar darah masif sehingga harus dilakukan pemasangan tampon untuk menyerap darah dan mencegah perdarahan ulang serta agar jaringan baru dapat tumbuh dengan baik. Perawatan dan pembersihan luka dilakukan setiap hari termasuk pemendekan tampon karena telah berkurangnya perdarahan, TERGUGAT II juga telah memberikan penjelasan kepada PENGGUGAT dan Pihak Keluarga bahwa penyembuhan kaki PENGGUGAT membutuhkan waktu lama dan memerlukan beberapa kali tindakan. Selanjutnya pada tanggal 21 Mei 2014 PENGGUGAT ditangani oleh dokter spesialis kandungan Rumah Sakit TERGUGAT I guna dilakukan tindakan kuretase, namun baik
Halaman 39 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
TERGUGAT II maupun perawat yang bertugas, disetiap pagi dan sore hari tetap melakukan perawatan dan pembersihan luka operasi serta penggantian tampon;Bahwa pada tanggal 23 Mei 2014, TERGUGAT II mengunjungi (visite) PENGGUGAT diruang perawatan, dari hasil pemeriksaan fisik didapati jaringan-jaringan mati pada kedua kaki PENGGUGAT, yang harus segera dilakukan pengangkatan/pembuangan melalui tindakan operasi Debridement, TERGUGAT II telah memberikan penjelasan-penjelasan terkait rencana tindakan tersebut, namun pihak keluarga serta PENGGUGAT meminta pendapat agar PENGGUGAT dipindahkan ke Rumah Sakit lain disekitar
Karawang,
TERGUGAT
I
dan
TERGUGAT
II
saat
itu
merekomendasikan PENGGUGAT untuk dipindahkan ke Rumah Sakit Pertamina di Jakarta dengan alasan bahwa PENGGUGAT juga telah dijamin oleh Pertamina namun setelah dikonfirmasi oleh Pihak Rumah Sakit TERGUGAT I ternyata Rumah Sakit Pusat Pertamina penuh, Pihak keluarga sesungguhnya juga tidak bersedia jika PENGGUGAT dirujuk ke Rumah Sakit Pusat Pertamina dengan alasan tidak ada Pihak Keluarga yang akan menjaga PENGGUGAT di Rumah Sakit tersebut, dan Pihak Keluarga menyampaikan bahwa tetap bersedia di Rumah Sakit TERGUGAT I selama masih dapat ditangani. Saat itu TERGUGAT II juga menjelaskan bahwa tindakan Debridement perlu dilakukan segera terhadap PENGGUGAT guna membuang jaringan mati, seianjutnya setelah dilakukan penjelasan serta diskusi lebih lanjut dengan pihak Keluarga, maka PENGGUGAT melalui Pihak Keluarga menyetujui pelaksanaan tindakan operasi Debridement di Rumah Sakit TERGUGAT I yang akan dilakukan oleh TERGUGAT II pada tanggal 24 Mei 2014; 10. Bahwa pada tanggal 24 Mei 2014 PENGGUGAT dibawa keruangan operasi Rumah Sakit TERGUGAT I, setelah dilakukan pembiusan oleh dokter Anestesi dan atas izin dokter Anestesi maka TERGUGAT II mulai melakukan tindakan
operasi
Debridement
untuk
membuang
jaringan
dan
kulit
PENGGUGAT yang sudah mati, seianjutnya dilakukan perawatan luka pasca operasi oleh TERGUGAT II; 11. Bahwa Persetujuan Tindakan Kedokteran operasi yang pertama dan tindakan operasi Debridement yang dilakukan oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT telah memenuhi persyaratan dan ketentuan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan
No.
290/Menkes/Per/lll/2008
tentang
Persetujuan
Tindakan Kedokteran serta Pasal 17 Keputusan Menteri Kesehatan No. 1419 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Praktek Dokter dan Dokter Gigi yang
Halaman 40 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
menyebutkan bahwa dokter memberi penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan sebelum melakukan tindakan tersebut; 12. Bahwa dalam penanganan medis terhadap PENGGUGAT, TERGUGAT II telah memenuhi ketentuan yang dimaksud pada Pasal 58 avat 1 huruf a Undanq-Undanq Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaaa Kesehatan vana menqatur bahwa: Tenaqa Kesehatan dalam menialankan praktik. waiib memberikan pelavanan kesehatan sesuai denqan Standar Profesi, Standar Pelavanan Profesi. Standar Prosedur Operasional dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima Pelavanan Kesehatan. dan Pasal 44 (1) Undanq-Undanq Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran vanq menqatur bahwa dokter atau dokter aiai dalam menvelenqqarakan praktik kedokteran waiib menqikuti standar pelavanan kedokteran atau kedokteran qiqi. vakni sesuai denqan Standar Operasional Prosedur (SOP) vanq berlaku pada Perhimpunan dokter Soesialis Orhopaedi dan Traumatoloqi serta Standar Operasional Prosedur (SO) Rumah Sakit TERGUGAT I. dimana TERGUGAT
II
seseaera
munokin
telah
melakukan
upava-upava
penvelamatan kaki PENGGUGAT dari kerusakan vanq berlaniut termasuk kemunqkinan pembusukan kaki dan atau amoutasi bahkan kematian: 13. Bahwa pada tanggal 26 Mei 2014, Pihak Keluarga meminta agar PENGGUGAT dirujuk ke Rumah Sakit Husada di Jakarta, menanggapi permintaan tersebut TERGUGAT II telah melakukan pemeriksaan untuk memastikan
kondisi
PENGGUGAT
layak/tidak
secara
medis
untuk
dipindahkan, kemudian setelah prosedur rujukan dari TERGUGAT I selesai, PENGGUGAT pada hari itu juga dipindahkan dan diantar langsung oleh Ambulance Rumah Sakit TERGUGAT I yang didampingi oleh perawat Rumah Sakit TERGUGAT I, dan sejak saat itu PENGGUGAT tidak pernah datang lagi untuk berkonsultasi maupun berobat pada TERGUGAT II; 14. Bahwa
tiba-tiba
pada
tanggal
20
November
2014,
PENGGUGAT
mengajukan tuntutan ganti kerugian terhadap PARA TERGUGAT, yang pada pokoknya meminta pertanggung jawaban terhadap penanganan medis yang dilakukan terhadap PENGGUGAT di Rumah Sakit TERGUGAT I yang dinilainya tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Medis dan meminta ganti kerugian, serta PENGGUGAT a quo juga mengadukan TERGUGAT II kepada Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Wilayah Jawa Barat; 15. Bahwa penanaanan medis vang dilakukan oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT dalam perkara a quo, telah diperiksa dan diputus oleh Maielis
Halaman 41 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia Wilavah Jawa Barat. melalui Keputusan Nomor: 001/MKEK.WIL/JAB/I/2015 tanqqal 27 Januari 2015 vana menvatakan bahwa TERGUGAT II tidak terbukti melanqqar etika kedokteran dan telah melakukan praktek profesi sesuai denqan prosedur standar vang berlaku: 16. Bahwa disamping itu, guna menanggapi keluhan, Pengaduan dan atau Laporan dari PENGGUGAT, Komite Medis Rumah Sakit TERGUGAT I telah melakukan audit medis terhadap penanganan medis oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT di Rumah Sakit TERGUGAT I yang hasilnya adalah tidak
terdapat
Pelanggaran
Standar
Operasional
Prosedur
(SOP),
Pelanggaran Kode Etik Kedokteran Indonesia, Medical Error atau Malpraktek Medis dalam tindakan dan penanganan medis terhadap PENGGUGAT; 17. Bahwa dengan demikian penangan medis yang dilakukan oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT telah sesuai dengan indikasi, Standar Kompetensi TERGUGAT II dan telah memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi atau disebut telah Lege Artis, sehingga TERGUGAT II tidak dapat dituntut dalam bentuk apapun sebagaimana diatur pada Pasal 50 huruf a Undang-UndangNomor 29 Tahun 2004 tentang PraktekKedokteran yang berbunyi: “Apabila seorang dokter atau dokter gigi telah melaksartakan pelayanan medis atau praktek kedokteran sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional maka ia (dokter atau dokter gigi) tersebut tidak dapat dituntut hukum baik hukum administrasi, hukum perdata maupun hukum pidana”. Serta Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi: “ Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pedindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya”. PENGGUGAT TELAH BERITIKAD BURUK DENGAN MEMANIPULASI FAKTA YANG SENYATA-NYATANYA TERJADI 18. Bahwa menanggapi dalil PENGGUGAT pada angka 4 gugatan a quo, dapat TERGUGAT II tegaskan bahwa kecelakaan hebat yang terjadi terhadap diri PENGGUGAT menyebabkan trauma dikedua tungkai bawah, pergelangan tangan kiri mengalami patah tulang, penurunan kesadaran, didapati Sepsis, pada tungkai bawah PENGGUGAT terdapat dua kelainan yang menunjukkan adanya pembengkakan, nyeri dan kematian pada kulit tungkai, buah betis PENGGUGAT hancur karena daging dan jaringan-jaringan pembuluh darahnya rusak sehingga terdapat kerusakan hebat pada jaringan otot, bukan
Halaman 42 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
hanya iuka memar dan patah tulang sebagaimana yang didalilkan sembarangan oleh PENGGUGAT pada angka 4 tersebut; 19. Bahwa
diagnosa
yang
ditegakkan
oleh
TERGUGAT
II
terhadap
PENGGUGAT pada tanggal 17 Mei 2014 atau sebelum dilakukan tindakan operasi telah sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologi serta telah ditangani sesuai dengan indikasi, maka tidak benar dalil PENGGUGAT pada angka 6 sebagaimana TERGUGAT II kutip berikut: “...dan setelah beberapa hah kemudian temyata hasil Foto Radiologi dan menurut dokter Ahli Radiologi di Rumah Sakit Karya Husada Cikampek, PENGGUGAT hams di bedah (operasi)...” karena hasil pemeriksaan penunjang radiologi tersebut keluar pada tanggal 17 Mei 2014 atau sebelum TERGUGAT II menegakkan diagnosa terhadap PENGGUGAT, bukan beberapa hari kemudian setelah PENGGUGAT dirawat sebagaimana yang didalilkan oleh PENGGUGAT a quo, disamping itu sangat mengada-ada dalil PENGGUGAT yang menyatakan bahwa dokter Ahli Radiologi menyatakan PENGGUGAT harus di bedah (operasi) oleh karena dokter Ahli Radiologi hanya berwenang untuk melakukan pemeriksaan penunjang radiologi, bukan menentukan tindakan; 20. Bahwa dalil PENGGUGAT pada angka 7 seolah-olah PENGGUGAT maupun Pihak Keluarga sangat kooperatif mengikuti saran TERGUGAT II terkait dengan rencana operasi, padahal faktanya TERGUGAT II baru-lah mendapatkan persetujuan tindakan kedokteran untuk melakukan tindakan terhadap PENGGUGAT yakni setelah dua hari perawatannya di Rumah Sakit TERGUGAT I atau setelah PENGGUGAT menyadari kondisinya semakin memburuk,
dimana
sebelumnya
terdapat
penolakan-penolakan
dari
PENGGUGAT maupun Pihak Keluarga, meskipun TERGUGAT II telah menjelaskan maksud dan tujuan serta resiko dan komplikasi tindakan, termasuk resiko dan akibat fatal jika tidak segera dilakukan tindakan tersebut, sebagaimana yang telah TERGUGAT II jelaskan pada angka 6 dan 7 diatas; 21. Bahwa sungguh keliru dalil PENGGUGAT pada angka 8 gugatan a quo, yang pada pokoknya menyatakan bahwa apa yang terjadi setelah tindakan operasi
adalah
diluar
dugaan
PENGGUGAT,
karena
fakta
yang
sesungguhnya TERGUGAT II telah memberikan penjelasan, baik kepada PENGGUGAT
maupun
Pihak
Keluarga
bahwa
daging
pada
kaki
PENGGUGAT menjadi merah dan tanpa kulit setelah operasi dikarenakan pembersihan jaringan-jaringan dan kulit yang mati karena kerusakan yang
Halaman 43 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
terjadi dari kecelakaan serta akibat PENGGUGAT tidak segera menyetujui tindakan operasi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih lanjut pada kaki PENGGUGAT, disamping itu tujuan pemasangan tampon dan proses penyembuhan yang lama juga telah dijelaskan oleh TERGUGAT II, sehingga sangat tidak berdasar dalil PENGGUGAT tersebut; 22. Bahwa sangat mengada-ada dalil PENGGUGAT pada angka 9,10 dan 11 gugatan a quo, yang pada pokoknya menyatakan bahwa PARA TERGUGAT membiarkan dan/atau menyuruh seorang Office Boy pada Rumah Sakit TERGUGAT I untuk ikut melaksanakan perawatan dan pembersihan terhadap luka PENGGUGAT, sebagaimana yang telah TERGUGAT II jelaskan pada angka 9 dan 11 diatas bahwa perawatan dan pembersihan luka PENGGUGAT dilakukan oleh TERGUGAT II dan Perawat Rumah Sakit TERGUGAT I, BUKAN oleh Office Boy; 23. Bahwa TERGUGAT II menolak dengan tegas apa yang didalilkan sembarangan dan tanpa dasar oleh PENGGUGAT pada angka 13 gugatannya berikut: “ Bahwa selama perawatan setelah dilakukan operasi bedah pertama pada kedua kakinya, apa yang dialami oleh PENGGUGAT bukanlah “KESEMBUHAN”. malahan mengakibatkan “LUKA" dan “BAU BUSUK” pada daging di betis “akibat tidak sterilnya penanganan bedah operasi daging dan perawatan yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur kedokteran karena dalam perawatan yang dilakukan dokter dan perawat SELALU melibatkan OFFICE BOY yang sedang membersihkan ruangan dan bukan ahlinya”. PENGGUGAT telah sembarangan mendalilkan bahwa penanganan operasi pertama terhadapnya tidak steril dan tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur, dapat TERGUGAT II tegaskan bahwa BAU BUSUK yang timbul pada kaki PENGGUGAT adalah akibat itikad buruk PENGGUGAT sendiri yang tidak menyetujui tindakan operasi segera dan baru menyetujui setelah dua hari di rawat di Rumah Sakit TERGUGAT I, dimana terhadap resiko nya telah TERGUGAT II sampaikan, LUKA pada kaki PENGGUGAT adalah akibat kecelakaan bukan akibat tindakan TERGUGAT II, namun telah ditangani dengan baik oleh TERGUGAT II dan membutuhkan proses penyembuhan lama, sebagaimana yang telah TERGUGAT II jelaskan kepada
PENGGUGAT
perawatan/pembersihan
dan luka
Pihak dilakukan
Keluarga, setiap
pagi
dan dan
selanjutnya sore
oleh
TERGUGAT II ataupun Perawat sesuai dengan prosedur yang berlaku;
Halaman 44 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
24. Bahwa tidak benar dalil PENGGUGAT pada angka 15, yang menyatakan bahwa setelah operasi pertama PENGGUGAT selalu “MENGGIGIL” sehingga TERGUGAT II menyarankan agar dilakukan Operasi Kedua dan dengan
berat
hati
Pihak
Keluarga
menyetujui,
karena
faktanya
sebagaimana yang telah TERGUGAT II jelaskan pada angka 10 dan 11 diatas, Operasi Kedua “Debridement” dilakukan TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT adalah untuk membuang/memotong jaringan-jaringan dan kulit yang mati pada luka PENGGUGAT, semata-mata sebagai upaya untuk kesembuhan
PENGGUGAT
dan
terhadap
tindakan
tersebut
telah
mendapatkan persetujuan dari PENGGUGAT melalui Pihak Keluarga tanpa ada paksaan apapun dari TERGUGAT II, sedangkan tubuh PENGGUGAT menggigil dikarenakan demam dan Sepsis; 25. Bahwa
setelah
dilakukan
operasi
kedua,
terhadap
kondisi
kaki
PENGGUGAT dilakukan perawatan dan pembersihan yang rutin baik penggantian perban dan pemendekan tampon yang membutuhkan waktu yang lama untuk penyembuhan, proses penyembuhan yang lama tersebut sesungguhnya telah berulang kali disampaikan oleh TERGUGAT II kepada PENGGUGAT maupun kepada PIHAK KELUARGA, sehingga sangat tidak benar dalil PENGGUGAT pada angka 16 dan 17 yang menyatakan bahwa kedua kaki PENGGUGAT justru mengalami PEMBUSUKAN setelah operasi kedua dan TERGUGAT II tidak melakukan apa-apa; 26. Bahwa TERGUGAT II tidak pernah mengatakan kepada PENGGUGAT bahwa kedua kaki PENGGUGAT harus di Amputasi sebagaimana yang didalilkan PENGGUGAT pada angka 18 gugatan a quo, karena faktanya penanganan
medis
yang
dilakukan
oleh
terhadapPENGGUGAT
telah
menghindarkan
TERGUGAT PENGGUGAT
II dan
kemungkinan terburuk pembusukan kaki dan atau amputasi bahkan kematian, sebagaimana penanganan medis tersebut telah diperiksa dan putus oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia sebagai lembaga yang berkompeten menilai penanganan medis dokter/dokter gigi; 27. Bahwa sebagaimana Jawaban TERGUGAT II pada angka 14 diatas dan untukmenanggapi dalil PENGGUGAT pada angka 19, dapat TERGUGAT II tegaskan kembali bahwa PENGGUGAT dirujuk ke Rumah Sakit Husada di Jakarta atas permintaan PENGGUGAT dan Pihak Keluarga, dimana atas permintaan tersebut TERGUGAT II telah melakukan pemeriksaan kondisi kelayakan PENGGUGAT untuk dipindahkan, dan dengan itikad baik PARA TERGUGAT telah berkoordinasi dengan Penjamin PENGGUGAT dan Pihak
Halaman 45 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
Rumah Sakit Husada di Jakarta guna memastikan agar PENGGUGAT tidak teriantar/ditolak, kemudian setelah ada kepastian maka PENGGUGAT diantar oleh Ambulance Rumah Sakit TERGUGAT I yang didampingi oleh Perawat; 28. Bahwa dalil PENGGUGAT pada angka 20 dan 21 dalam gugatan a quo, patut untuk dikesampingkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo, oleh karena tindakan medis yang dilakukan oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT telah sesuai dengan Standar Keilmuan TERGUGAT II serta Standar Prosedur yang berlaku di Rumah Sakit TERGUGAT I, sebagaimana telah diperiksa dan diputus oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Komite Medis Rumah Sakit TERGUGAT I yang menyatakan bahwa TERGUGAT II tidak terbukti melanggar etika kedokteran dan telah melakukan praktek profesi sesuai dengan prosedur standar yang berlaku; Disamping itu, pemberian tranfusi darah terhadap PENGGUGAT telah sesuai dengan uji laboratorium
jenis golongan darah
dan
rhesus darah
PENGGUGAT, yang juga telah dikonfirmasikan dengan Pihak PMI Karawang dan Pihak Rumah Sakit Husada di Jakarta; 29. Bahwa menanggapi dalil PENGGUGAT pada angka 22, 23, 24 dan 25, dapat TERGUGAT II sampaikan bahwa Rekam Medis adalah catatan dan dokumen tentana identitas pasien. pemeriksaan. penaobatan. tindakan dan pelavanan lain vana telah diberikan. namun berkas rekam medis adalah milik sarana pelavanan kesehanan. sedanqkan pasien hanva berhak atas isi rekam medis berupa Resume Medis sebagaimana yang diatur pada Pasal 12 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Tentana Rekam Medis. secara qamblana ketentuan tersebut menielaskan bahwa Pasien atau dalam hal ini PENGGUGAT tidak dapat memiliki rekam medis, sedanqkan PENGGUGAT hanva berhak atas Resume Medis yang telah TERGUGAT II berikan saat meruiuk PENGGUGAT ke Rumah Sakit Husada di
Jakarta,
sehingga
dalil
PENGGUGAT
tersebut
patutlah
untuk
dikesampingkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara a quo; 30. Bahwa menjawab dalil PENGGUGAT pada angka 26 sampai dengan 30 dan untuk menegaskan kembali Jawaban TERGUGAT II pada angka 10 dan 14 diatas, TERGUGAT II telah menyarankan kepada Pihak Keluarga agar PENGGUGAT dipindahkan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina di Jakarta, saat itu PARA TERGUGAT telah berkoordinasi dengan Pihak Rumah Sakit Pusat
Halaman 46 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
Pertamina namun kamar tidak tersedia, usaha PARA TERGUGAT tidak berhenti disana, PARA TERGUGAT tetap berkoordinasi namun kamar tetap belum ada, hingga akhirnya PENGGUGAT dan Pihak Keluarga atas inisiatif sendiri meminta untuk di rujuk ke Rumah Sakit Husada di Jakarta, TERGUGAT II telah memenuhi hak PENGGUGAT dan tidak pernah menghalang-halangi keinginan PENGGUGAT untuk pindah ke Rumah Sakit lainnya, namun sesuai dengan prosedur yang berlaku, TERGUGAT II harus memastikan hingga kondisi medis PENGGUGAT layak untuk dipindahkan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan selama diperjalanan; 31. Bahwa tindakan PENGGUGAT dan Pihak Keluarga yang secara emosional melampiaskan kemarahan kepada PARA TERGUGAT sebagaimana yang diakui PENGGUGAT pada angka 31 dalam gugatannya, merupakan tindakan yang tidak terpuji dan tidak beretika karena faktanya TERGUGAT II telah memberikan penjelasan bahwa kondisi PENGGUGAT haruslah stabil sebelum dipindahkan, apa yang disampaikan oleh TERGUGAT II tersebut semata-mata untuk kebaikan dan keselamatan PENGGUGAT a quo namun tidak mendapatkan tanggapan yang baik dari PENGGUGAT dan Pihak Keluarga. Disamping itu TERGUGAT II juga telah memenuhi hak-hak Pasien/Penggugat sebagaimana yang dalil PENGGUGAT pada angka 32 dan 33 gugatan a quo untuk mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit lain; 32. Bahwa TERGUGAT II tidak perlu menanggapi dalil PENGGUGAT pada angka 34, 35 dan 37, oleh karena dalil tersebut sepihak dari PENGGUGAT yang membutuhkan konfirmasi lebih lanjut, disamping itu seperti apa yang telah TERGUGAT II jelaskan bahwa pasca operasi PENGGUGAT masih memerlukan penanganan dan perawatan yang komprehensif dalam proses penyembuhan; 33. Bahwa guna menanggapi dalil PENGGUGAT pada angka 37, TERGUGAT II tegaskan kembali bahwa baik TERGUGAT I maupun TERGUGAT II sebelum tindakan, telah memberikan penjelasan mengenai keterbatasan kelengkapan Rumah Sakit TERGUGAT I dan kemungkinan- kemungkinan perjalanan proses penyembuhan PENGGUGAT apabila dilakukan tindakan operasi di Rumah Sakit TERGUGAT I, Pihak Keluarga telah menyetujui pelaksanaan tindakan tersebut sebagaimana ternyata pada persetujuan tindakan kedokteran yang ditandantangani oleh keluarga PENGGUGAT, yang bertujuan untuk menghindari komplikasi yang berat dan hal ini sesuai dengan Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran tanggal 27 Januari 2015;
Halaman 47 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
34. Bahwa TERGUGAT II menolak dengan tegas dalil PENGGUGAT pada angka 38 yang pada pokoknya menyatakan tindakan operasi yang dilakukan oleh TERGUGAT II sangat mengecewakan, merugikan dan mempertaruhkan nyawa PENGGUGAT, oleh karena sesungguhnya tindakan medis yang dilakukan
oleh
TERGUGAT
II
terhadap
PENGGUGAT
justru
telah
menyelamatkan nyawa PENGGUGAT dari kemungkinan terburuk dan komplikasi yang lebih berat pasca kecelakaan hebat yang dialami oleh PENGGUGAT, dan terhadap seluruh tindakan tersebut telah mendapatkan persetujuan serta sesuai dengan standar prosedur yang berlaku; 35. Bahwa
diagnosa
yang
ditegakan
oleh
TERGUGAT
II
terhadap
PENGGUGAT telah sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologi, dan PENGGUGAT telah mendapatkan penanganan yang sesuai dengan indikasi serta telah mendapatkan perawatan untuk proses penyembuhan, karena itu TERGUGAT II menolak dalil PENGGUGAT pada angka 40 yang pada pokoknya menyatakan terdapat perbedaaan diagnosa antara TERGUGAT II dengan Rumah Sakit Husada di Jakarta serta dalil bahwa perawatan luka PENGGUGAT di Rumah Sakit TERGUGAT I tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur Kedokteran sehingga menyebabkan pembusukan; 36. Bahwa dalil PENGGUGAT pada angka 41 gugatan a quo, menunjukan bahwa PENGGUGAT tidak dapat menerima fakta nyata bahwa TERGUGAT II tidak terbukti melanggar etika kedokteran dan telah melakukan praktek profesi sesuai dengan prosedur standar yang berlaku sebagaimana ternyata pada Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) tanggal 27 Januari 2015, oleh karena Keputusan tersebut tidak sesuai dengan keinginan PENGGUGAT yang terus menuduh TERGUGAT II telah melakukan kesalahan dalam penanganan medis PENGGUGAT; 37. Bahwa tidak benar dan sesat dalil PENGGUGAT pada angka 42 yang menyimpulkan bahwa TERGUGAT II telah melakukan kesalahan berat yang disengaja
yakni
“Malpraktik”
terhadap
PENGGUGAT,
oleh
karena
TERGUGAT II sebagai seorang dokter tidak pernah menginginkan pasiennya celaka apalagi melakukan tindakan medis yang dengan sengaja merugikan pasien, tuduhan PENGGUGAT tersebut sungguh sangat sesat dan tanpa dasar, karena seluruh tindakan medis sebagaimana yang telah TERGUGAT II jelaskan diatas telah sesuai dengan prosedur yang berlaku, adapun luka dan bengkak yang demikian hebat pada kaki PENGGUGAT adalah akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami PENGGUGAT sebagaimana yang diakui
Halaman 48 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
oleh PENGGUGAT pada gugatan a quo, dan bau busuk yang keluar dari kaki PENGGUGAT adalah akibat luka itu sendiri karena tidak kooperatifnya PENGGUGAT dalam penyembuhan luka, BUKAN KESALAHAN TERGUGAT II yang telah menangani PENGGUGAT dengan baik sehingga terhindar dari kerusakan yang lebih buruk bahkan kemungkinan di amputasi, dalil PENGGUGAT tersebut sangat bertentangan dengan Keputusan MKEK yang tidak menemukan kesalahan apapun yang dilakukan TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT, namun PENGGUGAT terkesan memaksakan dalil-dalil tuduhan yang tidak berdasar guna mencari-cari kesalahan TERGUGAT II; 38. Bahwa sebagaimana doktrin Volenti Non Fit Iniura atau Asumption of Risk, menyatakan bahwa apabila telah dilakukan penjelasan selengkapnya ternyata pasien dan/atau keluarga setuju (informed consent), apabila terjadi resiko yang telah diduga sebelumnya, maka dokter tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas tindakan medisnya; 39. Bahwa TERGUGAT II menolak secara tegas seluruh dalil-dalil yang dikemukakan PENGGUGAT dalam gugatan a quo yang pada intinya menyatakan TERGUGAT II melakukan Perbuatan Melawan Hukum terhadap PENGGUGAT sehingga menimbulkan kerugian pada diri PENGGUGAT baik materiil maupun immateril, karena kembali TERGUGAT II tegaskan bahwa seluruh informasi, penjelasan-penjelasan dan tindakan medis yang dilakukan oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah sesuai dengan indikasi medis serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, selain itu tindakan medis yang dilakukan oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT bukanlah merupakan indikasi Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana yang didalilkan PENGGUGAT dalam gugatana quo, karena seluruh tindakan medis tersebut sama sekali tidak memenuhi unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana ditentukan oleh hukum dan peraturan perundang-undangan; 40. Bahwa dengan demikian TERGUGAT II tidak dapat dimintakan pertanqgunq iawaban apapun termasuk quna menaaanti keruaian secara tanqqunq rentenq kepada PENGGUGAT. oleh karena ketentuan Pasal 1365. 1366 dan 1367 sebagaimana vanq dikutip oleh PENGGUGAT dalam quoatan a quo hanva berlaku terhadap perbuatan melanqqar hukum vanq membawa keruqian kepada PENGGUGAT, sedanqkan tindakan operasi pertama dan kedua serta penanqanan medis vanq dilakukan oleh TERGUGAT II terhadap PENGGUGAT bukanlah perbuatan melanqqar hukum. tetapi penanqanan
Halaman 49 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
medis tersebut bertuiuan untuk menvelamatkan nvawa PENGGUGAT vanq telah diialankan sesuai dengan prosedur vanq berlaku, serta tidak menimbulkan keruqian apapun terhadap PENGGUGAT. dan telah terbukti pada Keputusan Maielis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK1 No. 001/MKEK.WIL/JAB/I/2015 tanqqal 27 Januari 2015 vanq pada pokoknva menvatakan bahwa TERGUGAT II tidak terbukti melanqqar etika kedokteran dan telah melakukan profesi sesuai dengan standar prosedur vanq berlaku; 41. Bahwa hubungan hukum antara dokter dengan pasien merupakan suatu tindakan usaha yang maksimal (inspanningverbintenis), dimana dokter tidak pernah menjanjikan kesembuhan terhadap Pasiennya, namun baik dokter maupun
pasien
akan
saling
berusaha
semaksimal
mungkin
untuk
mengupayakan kesembuhan dan kesehatan pasien, dimana hasil dari usaha tersebut bergantung pada keadaan individu masing-masing; 42. Bahwa berdasarkan segenap fakta-fakta yang telah TERGUGAT II kemukakan diatas, menjadi terang dan jelas kiranya bahwa seluruh dalil- dalil yang dikemukakan oleh PENGGUGAT dalam gugatan a quo, terbukti secara nyata merupakan dalil yang sangat dangkal, manipulatif dan tidak berdasarkan pada fakta-fakta yang senyata-nyatanya terjadi. Dalil yang dikemukakan oleh PENGGUGAT patut diduga dengan sengaja disampaikan demi mengaburkan pertimbangan hukum Yang Mulia Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara a quo; 43. Bahwa dengan demikian, sudah sepatutnya agar Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karawang yang memeriksa perkara a quo, untuk menolak seluruh dalil yang tidak berdasar yang dikemukakan oleh PENGGUGAT, atau setidak-tidaknya menyatakan dalil-dalil tersebut tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard); Bahwa berdasarkan seluruh uraian fakta-fakta yang senyata-nyatanya terjadi sebagaimana telah TERGUGAT II kemukakan diatas, mohon agar Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo, agar kiranya berkenan memutus: DALAM EKSEPSI -
Menerima Eksepsi TERGUGAT II untuk seluruhnya, atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan yang diajukan oleh PENGGUGAT tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
DALAM POKOK PERKARA -
Menolak gugatan PENGGUGAT seluruhnya atau setidaktidaknya menyatakan gugatan PENGGUGAT
tidak dapat
Halaman 50 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
diterima (niet ontvankelijk verklaard). -
Menghukum PENGGUGAT untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini.
ATAU Apabila Yang Mulia Majelis Hakim berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Jawaban Tergugat III 1. Bahwa Tergugat III menolak dengan tegas seluruh dalil Penggugat, kecuali yang diakui secara tegas kebenarannya oleh Tergugat III; 2. Bahwa benar Tergugat III adalah Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) kabupaten Karawang yang mempunyai tugas pokok
dan
fungsi
untuk
melakukan
pembinaan
dan
pengawasan terhadap rumah sakit dan praktik kedokteran sesuai dengan ketentuan Pasal 78 ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 tahun 2014; 3. Bahwa Tergugat III telah melakukan pembinaan, pengawasan, monitoring, evaluasi dan investigasi terhadap Tergugat I dan Tergugat II; 4. Bahwa
Tergugat
III
menolak
dengan
tegas
dalil
yang
disampaikan oleh Penggugat sebagaimana tercantum dalam posita poin 46 halaman 18 yang pada pokoknya mendalilkan sebagai berikut” bahwa Tergugat III bertanggung jab terhadap perbuatan dan kesalahan yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II, karena pembinaan dan pengaasan yang dilakukan oleh Tergugat III terhadap rumah sakit dan praktik kedokteran ( Tergugat I dan Tergugat II) ditujukan untuk meningkatkan mutu penyelenggara
rumah
sakit,
meningkatkan
mutu
system
informasi dan komunikasi Rumah Sakit, sehingga tidak tidak ada hubungannya dengan perbuatandan kesalahan yang dilakukan oleh pihak manapun termasuk kesalahan yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II sebagaimana yang disangkakan oleh Penggugat, oleh karenanya dalil tersebut harus diabaikan; 5. Bahwa
Tergugat
III
menolak
dengan
tegas
dalil
yang
disampaikan oleh Penggugat sebagaimana tercantum dalam petitum poin 6 halaman 19 yang mendalilkan sebagai berikut:
Halaman 51 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
memerintahkan Tergugat III untuk mencabut memberikan sanksi keras berupa pencabutan Izin operasional Tergugat I dan Tergugat II, karena yang mengeluarkan semua perizinan termasuk izin operasional dan praktik Tergugat I dan Tergugat II adalah Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten
Karawang,
sehingga
Tergugat
III
tidak
ada
kewenangan untuk mencabut izin operasional Tergugat I dan Tergugat II, oleh karenanya dalil tersebut haruslah ditolak; Berdasarkan seluruh jawaban tersebut, memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Karawang yang memeriksa dan mengadili perkara aquo, untuk memutuskan perkara dimaksud dengan amar putusan sebagai berikut: DALAM POKOK PERKARA : 1. Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya atau setidaktidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima; 2. Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini; Atau: apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karawang yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil- adilnya; Menimbang, bahwa atas Jawaban Tergugat I dan Tergugat II tersebut, Penggugat telah mengajukan Replik, dan selanjutnya Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat llltelah mengajukan Duplik, yang untuk singkatnya putusan ini dianggap telah termuat dalam putusan ini; Mengutip Serta memperhatikan tentang hal-hal yang tercantum dan terurai dalam turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Karawang tanggal 6 Januari 2016,Nomor.11/Pdt.G/2015/PN.Krw yang Amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut : DALAM EKSEPSI
Menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat II untuk seluruhnya;
DALAM POKOK PERKARA 1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang hingga kini ditaksir sebesar Rp. 1.791.000.- (sejuta
Halaman 52 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
tujuh ratus sembilan puluh satu ribu rupiah);
Membaca, Risalah Pernyataan Permohonan Banding yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Karawang yang menyatakan bahwa pada tanggal 19 Januari 2016 Pembanding semula Penggugat
telah mengajukan permohonan agar
perkaranya yang diputus oleh Pengadilan Negeri Karawang tanggal 6 Januari 2016,Nomor.11/Pdt.G/2015/PN.Kwg diperiksa dan diputus dalam peradilan tingkat banding ; Menimbang, bahwa, risalah pemberitahuan pernyataan banding yang dibuat oleh Juru Sita Pengganti pada Pengadilan Negeri Karawang yang menerangkan bahwa pada tanggal 19 Januari 2016 permohonan banding tersebut telah disampaikan dan diberitahukan secara sah dan saksama kepada Pihak Terbanding I, II dan IIIsemula TergugatI, II dan III masing-masing pada tanggal 18 April 2016, tanggal 4 April 2016 dan tanggal 18 April 2016 ; Mernimbang,
bahwa
sehubungan
permohonan
banding
tersebut
Pembanding semula Penggugattelah mengajukan memori bandingnya tanggal 12 April 2016 dan diterima oleh Panitera Pengadilan Negeri Karawang pada tanggal
19 April 2016 selanjutnya telah diberitahukan dan diserahkan kepada
Terbanding I, II dan III semula TergugatI, II dan III masing-masing pada tanggal 28 April 2016 dan tanggal 1 Agustus 2016 ; Menimbang, bahwa menanggapi Memori banding tersebut Terbanding II semula Tergugat IItelah mengajukan Kontra memori bandingnya pada tanggal 22 Agustus 2016dan diterima oleh Panitera Pengadilan Negeri Karawangpada tanggal
22 Agustus 2016 dan Panitera Pengadilan Negeri Karawang telah
meminta bantuan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Timur agar diberitahukan dan diserahkan kepada Kuasa Pembanding semula Penggugat tertanggal 16 September 2016 ; Menimbang, bahwa menanggapi Memori banding tersebut Terbanding I semula Tergugat I telah mengajukan Kontra memori bandingnya pada tanggal 27 September 2016 dan diterima oleh Panitera Karawangpada tanggal
Pengadilan Negeri
27 September 2016 dan Panitera Pengadilan Negeri
Karawang telah meminta bantuan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Timur agar diberitahukan dan diserahkan kepada Kuasa Pembanding semula Penggugat tertanggal 4 Oktober 2016;
Halaman 53 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
Menimbang, bahwa pemberitahuan
pemeriksaan berkas (inzage)
perkara Nomor 11/Pdt.G/2015/PN.Kwg, yang dibuat oleh Juru Sita Pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah memberikan kesempatan kepada Kuasa Pembanding semula Penggugat pada tanggal 7 April 2016, sedangkan kepada Terbanding I, II dan III semula Tergugat I, II dan III masing-masingpada tanggal 18 April 2016, tanggal 4 April 2016 dan tanggal 18 April 2016yang menyatakan,
bahwa
pemeriksaan
perkara
telah
selesai
diminutasi
(geminuteerd) dan bahwa ia/mereka dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak hari berikutnya dari tanggal pemberitahuan tersebut diberikan kesempatan untuk melihat dan membaca serta memeriksa berkas perkara perdata Nomor 11/Pdt.G/2016/PN.Kwg; TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA Menimbang,bahwa permohonan banding dari Pembanding semula Penggugattelah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara serta memenuhi persyaratan yang ditentukan Undang-Undang,oleh karena itu permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima ; Menimbang, bahwa Pembanding semula Penggugatdalam memori bandingnya tanggal 12 April 2016 pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut : -
Bahwa Pemohon banding adalah korban yang telah dirugikan sebagai akibat perbuatan para termohon banding ;
-
Bahwa Para Termohon banding jelas-jelas dan nyata-nyata telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang telah merugikan pemohon banding ;
-
Bahwa Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri harus dibatalkan karena
didasarkan
pada
pertimbangan
yang
kurang
lengkap
(onvoldoende gemotiveerd); -
Bahwa Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri salah menerapkan hukum pembuktian atau hukum acara pada umumnya ;
-
Bahwa Pemohon banding telah mengalami kerugian materiil dan immaterial ;
-
Bahwa Termohon banding III sebagai lembaga bertanggung jawab penuh dalam pengawasan dan pembinaan termohon banding I dan termohon banding II seharusnya bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh pemohon banding akibat kesalahan termohon banding I dan Termohon Banding II ; Halaman 54 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
-
Maka berdasarkan uraian-uraian diatas mohon agar Pengadilan Tinggi Jawa Barat berkenan untuk membatalkan Putusan Pengadilan Negeri a quo dan mengabulkan gugatan Pembanding seluruhnya atau apabila PengadilanTinggi berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex Aquo et Bono) ; Menimbang, bahwa Terbanding II semula Tergugat IIdalam Kontra
memori bandingnyatertanggal 22 Agustus 2016pada pokoknya mengemukakan sebagai berikut : -
Bahwa Termohon banding II menolak dalil pemohon banding karena Pengadilan Tingkat Pertama dalam memeriksa dan memutus perkara a quo telah menerapkan hukum acara pembuktian dengan tepat dan benar;
-
Bahwa
alasan
permohona
banding
tidak
didukung
oleh
suatu
argumentasi dan fakta hukum yang bersifat menentukan, sehingga sudah selayaknya untuk tidak dipertimbangkan lebih lanjut oleh Pengadilan Tinggi Bandung, oleh karena itu Termohon Banding II meminta agar Pengadilan Tinggi menguatkan putusan Pengadilan Negeri a quo dan menghukum Pembanding untuk membayar biaya perkara ; Menimbang, bahwa Terbanding I semula Tergugat IdalamKontra memori
bandingnyatertanggal
27
September
2016
pada
pokoknya
mengemukakan sebagai berikut : -
Bahwa Termohon Banding I telah melakukan penanganan medis sesuai dengan standar prosedur rumah sakit, Peraturan dan Perundanganundangan yang berlaku ;
-
Bahwa Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Tingkat Pertama telah mempetimbangkan berdasarkan petimbangan yang lengkap sesuai dengan Peraturan dan Perundangan yang berlaku ;
-
Bahwa berdasarkan uraian diatas mohon agar Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Jawa Barat berkenan untuk memutuskan untuk menolak permohonan banding dari Pembanding dan Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri a quo dan menghukum Pembanding untuk membayar biaya perkara ;
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian putusan dalam perkara ini, seluruh isi memori banding pihak Pembanding semula Penggugat dan Kontra Memori Banding dari Terbanding I dan II semula Tergugat I dan II tersebut di atas dianggap telah termaktub dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam putusan ini;
Halaman 55 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
Menimbang,bahwa setelah Majelis Hakim tingkat banding memeriksa dan meneliti secara cermat dan saksama berkas perkara,beserta turunan resmi putusan Pengadilan Negeri KarawangNomor 11/Pdt.G/2015/PN.Kwg, tanggal 6 Januari 2016dan telah pula membaca dengan seksama Berita Acara persidangan serta Memori banding yang diajukan 0leh Pembanding semula Penggugat dan juga Kontra Memori banding yang diajukan Terbanding I dan II semula Tergugat I dan IItersebut dan ternyatatidak ada hal-hal yang baru yang perlu
dipertimbangkan,karena
Majelis
Hakim
tingkat
pertama
telah
mempertimbangkan dengan jelas dan seadil-adilnya sesuai dengan fakta-fakta yuridis yang telah terungkap di depan persidangan dimanabukti Surat berupa T.1.1 dan T.ll.9 yang berupa Surat Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI Wilayah Jawa Barat No. 001 /MKEK.WlL/JAB/l/2015 yang dikeluarkan tertanggal 27 Januari 2015, yang menerangkan dalam temuannya: a. Bahwa tindakan medis kepada Sri Lestari yang dilakukan telah sesuai indikasinya, prosedur dan teknik operasinya; b. Bahwa tindakan yang dilakukan dokter bertujuan untuk menghindari komplikasi yang lebih berat; c.
Bahwa kerusakan hebat dijaringan otot yang mengakibatkan compartment syndrome dibutuhkan waktu yang lama untuk penyembuhan;
Dan dalam Keputusannya Majelis Kehormatan Etik Kehormatan Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Jawa Barat memutuskan “bahwa Dr. Asep Nursyamsu, Sp Ot tidak terbukti melanggar etika kedokteran, dan telah melakukan praktek profesi sesuai dengan prosedur standar yang berlaku”; Bahwa terkait Komite Etik Kedokteran, Majelis menilai bahwa untuk
menentukan profesionalisme suatu profesi adalah standar- standar nilai etika yang dimiliki oleh organisasi profesi tersebut yang mengacu kepada Undangundang profesi itu sendiri, dan terkait dengan apa yang dilakukan oleh Terbanding II semula Tergugat II telah melanggar atau menyalahi prosedur dan etika yang telah ditetapkan oleh Undang-undang profesi tersebut, hanyaKomisi Etika Profesi itu sendiri in qasu Komite Etik Kedokteran yang dapat
menentukannya,
lain
halnya
jika
seorang
dokter
melakukan
pelanggaran pidana; Bahwa tanpa bermaksud mengesampingkan adanya fakta bahwa akibat dari
kecelakaan tersebut Pembanding semula Penggugat mengalami trauma akibat luka pada kakinya yang sempat ditangani Terbanding II semula
Halaman 56 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
Tergugat II di Rumah Sakit Husada Cikampek (Terbanding I semula Tergugat I), namun Majelis tidak dapat menemukan bahwa apa yang dilakukan Terbanding II semula Tergugat II telah menyalahi standar prosedur yang telah ditetapkan; Bahwa dengan fakta-fakta sebagaimana telah dipertimbangkan tersebut, apa
yang dilakukan Terbanding II semula Tergugat II dalam profesinya ketika menangani Pembanding semula Penggugat tidak terbukti melakukan pelanggaran etika kedokteran dan telah melakukan praktek profesi sesuai dengan prosedur standar yang berlaku, sehingga Majelis berkeyakinan bahwa Terbanding II semula Tergugat II dalam proses perawatan dan operasi terhadap Pembanding semula Penggugat telah melakukannya sesuai dengan SOP dan ketentuan yang berlaku, sehingga perbuatan Terbanding II semula Tergugat II tersebut bukan merupakan suatu perbuatan yang melawan/melanggarhukum; Bahwa begitupula terhadap Terbanding I semula Tergugat I yang merupakan Rumah Sakit ditempat Terbanding II semula Tergugat II bertugas tidak dapat dikenakan perbuatan melawan hukum, oleh karena Terbanding II semula Tergugat II bertugas dan bertindak sesuai dengan standar prosedur yang telah ditentukan; Menimbang, bahwa atas pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas Majelis Hakim Tingkat Banding dapat menyetujui dan membenarkan putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama,oleh karena pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah memuat dan menguraikan dengan tepat dan benar semua keadaan serta alasan- alasan yang mejadi dasar dalam putusannya dan dengan demikian pertimbangan Putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama dianggap telah tercantum pula dalam putusan ditingkat banding dan dijadikan sebagai pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Banding sendiri dalam memutus perkara ini dalam tingkat banding ; Menimbang,bahwa dengan demikian,maka pertimbangan-pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama tersebut diambil alih dan dijadikan dasar pertimbangan-pertimbangan sendiri,sehingga
putusan
putusan
Majelis
Pengadilan
Hakim Negeri
Tingkat
Banding
KarawangNomor
11/Pdt.G/2015/PN.Kwg, tanggal 6 Januari 2016 dapat dipertahankan dan dikuatkan dalam peradilan Tingkat Banding ; Menimbang,
bahwa
oleh
karena
pihak
Pembanding
semula
Penggugattetap dipihak yang dikalahkan baik dalam peradilan tingkat pertama
Halaman 57 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
maupun dalam peradilan tingkat banding,maka semua biaya dalam kedua tingkat peradilan tersebut dibebankan kepadanya ; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-undang Nomor.20 tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura, Undang-undang Nomor.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman JoUndang-Undang Nomor.49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, serta ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang bersangkutan:
MENGADILI - Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat ; - Menguatkan
putusan
Pengadilan
Negeri
Karawang
Nomor
11/Pdt.G/2015/PN.Kwg, tanggal 6 Januari 2016 yang dimohonkan banding tersebut; - MenghukumPembanding semula Penggugatuntuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan yang ditingkat banding ditetapkan sejumlah Rp.150.000,00 (seratus limapuluh ribu rupiah).
Demikian diputus dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim,pada hari Senin tanggal 27-Maret- 2017 oleh kami AGUS HARIYADI, S.H.,M.H. Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Jawa Barat selaku Ketua Majelis dengan NELSON PASARIBU,S.H.,M.H. dan DALIZATULO ZEGA, S.H.masing-masing sebagai Hakim-HakimAnggota, yang ditunjukuntuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut dalam Peradilan tingkat banding, berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 23 Februari 2017 Nomor 96 / Pen / Pdt / 2017 / PT.BDG. putusan mana diucapkan pada hari Jum’at,tanggal 31Maret- 2017 dalam persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelisdengan Hakim – Hakim
Anggota tersebut dan dibantu
olehTAWID TARYONO, S.H.,M.H. Panitera Pengganti,tanpa dihadiri oleh pihakpihak yang berperkara.
Hakim-Hakim Anggota
Hakim Ketua
Halaman 58 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG
Ttd
Ttd
NELSON PASARIBU, S.H.,M.H.AGUS HARIYADI, S.H.,M.H. Ttd
DALIZATULO ZEGA, S.H. Panitera Pengganti ,
Ttd
TAWID TARYONO, S.H.,M.H. Perincian Biaya : - Materai ............……. Rp. 6.000.00 - Redaksi ..................... Rp. 5.000.00 - Pemberkasan .................. Rp. 139.000.00 Jumlah Rp. 150.000.00 ( seratus lima puluh ribu rupiah )
Halaman 59 dari 59 Halaman Putusan No 96/PDT/2017/PT BDG