Gambaran Peran Orang Tua Dalam Menghadapi Sibling Rivalry Pada Anak Usia 3-5 Tahun (Hamimatus Zainiyah)
PENELITIAN ILMIAH
Gambaran Peran Orang Tua Dalam
ABSTRACT
Menghadapi Sibling Rivalry Pada Anak
One of the crisis that often occur in the development phase of 3-5 year olds is sibling rivalry. Because sibling rivalry is unavoidable, then the required functions of the role of the parents who will be able to prevent or deal with sibling rivalry process. In fact, the majority of older people are less active role in dealing with sibling rivalry behavior in children aged 3-5 years. Therefore, the purpose of this study is to describe the role of parents in dealing with sibling rivalry in children aged 3-5 years in the Village Tambaan District of Camplong Sampang. The research design used in this method is to make a picture or descriptive. Total population of 15 respondents. The sampling technique used is nonProbabillity total sampling type, so that samples obtained total 15 respondents and the population is parents who have children aged 3-5 years who has the sister. Retrieval of data using questionnaires Closed-ended type Dichotomy Question on began in July 2012. Results of data collection are presented in the form of an image and percentage. The survey results revealed nearly half of parents were good role by 4 people (27%), a small part family plays quite as much as 3 people (20%), and most parents contribute less than 8 people (53%). One effort to increase the role of parents in dealing with sibling rivalry in children aged 3-5 years, which can include child meberitahu that childbirth would not meet his parents, involving children in the preparation before the baby is born, and able to be fair in parenting and guiding children. It is also expected that parents can recognize early on that competition occurs in their children in order to minimize the occurrence of sibling rivalry.
Usia 3-5 Tahun Di Desa Tambaan Kecamatan
Camplong
Kabupaten
Sampang Descriptive The Role of Parents in Dealing with Sibling Rivalry In Children Aged 3-5 Years in Village Tambaan District of Camplong Sampang
HAMIMATUS ZAINIYAH *) *) Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura
1
Key words: role of parents, sibling rivalry Correcpondence : Hamimatus Zainiyah, Jl. R.E. Martadinata, Bangkalan, Indonesia
PENDAHULUAN Disaat anak masih kecil peran orang tua terhadap anak mulai terlihat jelas, baik dari seorang figur ibu memberi perhatian terhadap anaknya dan juga figur seorang ayah yang cenderung pasti berbeda cara memberi perhatian pada anaknya dan cara didiknya pun berbeda. Hal ini akan menjadi beban pada anak tersebut, da beban tersebut akan memicu timbulnya persaingan yang disebut sibling rivalry. Jadi peran orang tua merupakan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan atau yang berhubungan dengan posisi dan situasi dalam keluarga. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan memberi kegiatan yang akan berlangsung bila adiknya lahir, pindahkan kekamar dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Friedman, 1998). Sibling Rivalry adalah persaingan antar saudara kandung dalam memperebutkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua yang telah dirasakan saat anak berusia 3 tahun karena adanya anak baru dalam keluarganya. Persaingan antar saudara banyak terjadi dikehidupan masyarakat dan hal itu merupakan
hal yang umum terjadi di dalam perkembangan anak (Nursalam, dkk, 2005). Maka keluarga sebagai orang terdekat dengan anak harus berperan secara maksimal dalam penanganan Sibling Rivalry ini, karena ada sebagian keluarga yang kurang dalam menangani kasus sibling rivalry ini dan sampai berkibat fatal pada anak (perilaku merusak). Perasaan cemburu menjadi perasaan terancam, menganggap adik/saudaranya sebagai penyebab hilangnya kenikmatan yang selama ini dinikmati. Waktu ibu dihabiskan untuk merawat dan mengasuh adik/saudaranya, oleh-oleh dari ibu-ayah harus dibagi dengan adik/saudaranya, mainan harus dipakai bergantian, semuanya harus dibagi termasuk harus berbagi ibu. Namun rasa cemburu kakak pada adiknya bukanlah semata-mata kesalahan anak, tapi orang-orang dewasa disekitarnya yang tidak mempersiapkan anak untuk saling berbagi dengan adik barunya. Sibling rivalry biasanya muncul ketika selisih usia saudara kandung terlalu dekat. Hal ini terjadi karena kehadiran adik dianggap menyita waktu dan perhatian terlalu banyak. Jarak usia yang lazim memicu munculnya sibling rivalry adalah jarak usia antara 1-3 tahun dan muncul pada usia
2
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 7, No. 1, Maret 2014 : 1 - 7
3-5 tahun kemudian muncul kembali pada usia 8 – 12 tahun (Setiawati, 2008). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Desa Tambaan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang dari 10 responden yang mempunyai anak usia 3-5 tahun didapat 7 orang responden (70%) mengatakan dalam menghadapi perilaku sibling rivalry belum berjalan dengan baik, karena perannya sebagai orang tua dalam menghadapi perilaku sibling rivalry yang dilakukan selama masa kehamilan, menjelang dan saat melahirkan serta setelah melahirkan menunjukkan sikap kurang mendukung dalam arti kurang membantu atau kurang berperan aktif dalam pencegahan sibling rivalry pada anak usia 3-5 tahun. Dengan rincian 30% responden mengatakan tidak memberikan informasi dan pengertian kepada anak mengenai manfaat kehadiran saudara kandung, 10% responden mengatakan tidak melibatkan anak dalam melakukan persiapan sebelum bayi lahir, 10% responden mengatakan belum bisa bersikap adil dalam mengasuh dan membimbing anak, 10% responden mengatakan tidak mempersiapkan si kakak sebelum adiknya lahir, dan 20% responden mengatakan cenderung mencurahkan perhatian istimewa kepada si bayi. Sedangkan 3 orang atau responden (30%) mengatakan tidak ada masalah apa-apa yang terjadi pada anak-anaknya. Munculnya rasa cemburu disebabkan karena ketakutan anak kehilangan perhatian dan takut ditinggalkan orang tua akibat datangnya bayi baru. Timbulnya rasa cemburu antar saudara (sibling rivalry) juga sangat dipengaruhi oleh karakter mental spesifik anak, seperti anak tertutup atau ceria, karakteristik fisik (lebih cantik dengan rambut bergelombang, kulit yang kelam, dan seterusnya) atau ungkapan orang tua yang jarang mengungkapkan kakak harus mengalah kepada adik, dan adik harus menghormati yang lebih tua. Adapun dampak yang ditimbulkan yaitu hubungan mereka menjadi suatu persaingan dimana masing – masing pihak berusaha untuk menjadi lebih unggul dari orang lain. Hal ini anak akan selalu merasa bersalah, dikalahkan rasa cemburu, jengkel berlanjut dan terpendam perasaan negatif ini akan dibawa hingga dewasa kelak. Adapun beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mangatasi Sibling Rivalry agar tidak terjadi hal yang negatif sampai serius, sehingga sangat penting peran orang tua dalam membantu anak yang mengalami sibling rivalry dengan serius. Yaitu diupayakan orang tua menyiapkan sedini mungkin, mengenalkan kepada anak untuk menerima adiknya. Petunjuk – petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anak secara arif yaitu pada waktu hamil mengajak anak memegang perut ibu. Biarkan anak merasakan gerakan si bayi atau belilah bersamasama benda-benda kecil untuk bayi baru itu, tetapi jangan terlalu memanjakannya karena anak
pertama akan merasa alangkah istimewanya bayi itu. Selain itu, sebelum adiknya lahir dan bila adiknya lahir libatkan anak dalam kegiatan merawat adiknya sehingga anak merasa ikut berpartisipasi (Richardson, 2007). Selain itu juga nakes memberikan KIE pada setiap orang tua terutama bagi orang tua yang menghadapi kesulitan dalam masalah tersebut yakni seperti jangan suka menunggu memberitahu anak tentang calon bayi baru itu, lakukan hal itu secepatnya begitu merasa nyaman. Persiapkan si sulung dengan cara yang sederhana dan jujur. Bicarakan tentang temantemannya yang memiliki adik laki-laki atau perempuan, dan beritahu bahwa ia akan segera menjadi kakak. Berdasarkan latar belakang di atas dapat diangkat masalah peran keluarga dalam penanganan proses sibling rivalry pada anak usia 3-5 tahun di Sampang. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah mengetahui peran orang tua dalam menghadapi sibling rivalry pada anak usia 3-5 tahun di Desa Tambaan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah peran orang tua dalam menghadapi sibling rivalry pada anak usia 3-5 tahun. Populasi penelitian yang digunakan adalah orang tua yang memiliki anak usia 3-5 tahun yang mempunyai adik di Desa Tambaan Kecamatan Camplong-Sampang sejumlah 15 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua anggota populasi yaitu orang tua yang mempunyai anak usia 3-5 yang mempunyai adik di Desa Tambaan Kecamatan Camplong-Sampang dengan kriteria sampel : 1) Bersedia menjadi responden, 2) Bisa diajak berkomunikasi, dan 3) Orang tua yang mempunyai anak usia 3-5 tahun dan mempunyai adik serta terjadi proses sibling rivalry. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara non-probability tipe Total sampling. Non probability sampling yaitu pengambilan contoh tidak secara acak, dan Total sampling yaitu Suatu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel, hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relative kecil atau kurang dari 30 orang. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disebarkan pada responden berupa kuesioner tertutup (closed-ended) tipe dichotomous choice (dua pilihan jawaban). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Daerah Penelitian Ha.
Luas wilayah Desa Tambaan 383,935 Jumlah penduduk di Desa Tambaan
Gambaran Peran Orang Tua Dalam Menghadapi Sibling Rivalry Pada Anak Usia 3-5 Tahun (Hamimatus Zainiyah)
Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang sebanyak 4.714 jiwa dengan mata pencaharian nelayan, petani, dan PNS. Agama yang di anut penduduknya mayoritas beragama islam, sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di Desa Tambaan yaitu 1 puskesmas, posyandu, dan 1 bidan siaga.
3
Pekerjaan Tani 27% PNS 6%
wiraswasta 67%
Karakteristik Umum Responden Karakteristik umum responden terdiri dari usia, pendidikan, pekerjaan, usia anak, dan jenis kelamin anak. Hasil penelitian tentang karakteristik umum responden adalah :
26-40 13%
Usia 18-21 47%
Gambar 3 Distrbusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pekerjaan Orang tua di Desa Tambaan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang Dari Gambar 3 dijelaskan bahwa distribusi responden menurut pekerjaan sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 10 orang (67%). 4 tahun 13%
22-25 40%
3 1/2 tahun 33%
Gambar 1 Distrbusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Umur Orang Tua Di Desa Tambaan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang. Berdasarkan Gambar 1 Dijelaskan bahwa distribusi responden menurut umur sebagian besar berumur 18-21 tahun sebanyak 7 orang (47%).
Pendidikan menengah 14%
PT 13%
4 1/2 tahun 7%
Usia anak
3 tahun 47%
Gambar 4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Usia Anak Di Desa Tambaan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang Berdasarkan gambar 4 dijelaskan bahwa distribusi responden menurut usia anak hampir setengahnya berusia 3 tahun sebanyak 7 orang (47 %).
Pendidikan
Lakiperempuan 13%
Pendidik an dasar 73%
jenis kelamin anak Perempuanperempuan 34%
Laki-laki 53%
Gambar 2 Distrbusi frekuensi responden menurut tingkat pendidikan orang tua di Desa Tambaan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang Berdasarkan Gambar 2 dijelaskan bahwa distribusi responden menurut tingkat pendidikan sebagian besar berpendidikan dasar sebanyak 11 orang (73%).
Gambar 5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut jenis kelamin Anak Di Desa Tambaan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang Berdasarkan Gambar 5 dijelaskan bahwa distribusi responden menurut usia anak sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8 orang (53%).
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 7, No. 1, Maret 2014 : 1 - 7
4
Gambaran Peran Orang Tua Dalam Menghadapi Sibling Rivalry Pada Anak Usia 35 Tahun Hasil penelitian peran orang tua dalam menghadapi sibling rivalry pada anak usia 3-5 tahun di Desa Tambaan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang adalah :
Peran Orang tua kurang 53%
baik 27%
cukup 20%
Gambar 6 Distribusi Frekuensi Peran Orang Tua Dalam Menghadapi Sibling Rivalry pada anak usia 3-5 Tahun di Desa Tambaan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang. Dari gambar 6 dijelaskan bahwa sebagian besar peran orang tua yang kurang sebanyak 8 orang (53%). Menurut Hurlock (2002) peran orang tua adalah cara mereka memperlakukan anak, dan perlakuan mereka terhadap anak sehingga mempengaruhi sikap anak terhadap saudara, dan perilaku mereka. Pada dasarnya hubungan orang tua dan anak tergantung pada peran orang tua. Jika melihat hasil penelitian di atas, dimana peran orang tua kurang juga bisa disebabkan karena orang tua bersikap membebaskan, terkadang memanjakan, dan membuat anak egois, sehingga mereka menuntut perhatian dan pelayanan yang lebih dari orang tua, dan ini adalah perilaku yang menyebabkan penyesuaian sosial anak buruk. Apabila kondisi tersebut terus berlanjut, orang tua yang memiliki peran penting dalam hal ini tidak mampu meminimalkan proses kejadian sibling rivalry, sehingga saat anak menerima anggota baru dalam keluarga anak cenderung berontak, dan menunjukkan sikap menolak. Dari hasil penelitian melalui kuesioner didapatkan 73% peran orang tua yang tidak memberitahu pada anak bahwa tidak akan bertemu saat melahirkan. Proses kelahiran merupakan proses yang panjang, sehingga pastikan ada banyak hal lainnya yang bisa dikerjakan oleh anak ketika ia lelah menunggu kelahiran, dan tidak bertemu dengan orang tuanya (Spungin, 2007). Orang tua tidak memberikan pengertian bahwa melahirkan itu cukup panjang dan saat itu tiba, anak tidak akan bertemu dengan orang tuanya. Padahal dengan tetap memberikan perhatian pada anak, ini akan mengurangi rasa terkejut anak ketika anak mulai tidak melihat orang tuanya di rumah dalam beberapa waktu.
Pada hasil kuesioner responden juga menunjukkan 60% orang tua tidak melibatkan anak dalam melakukuan persiapan sebelum bayi lahir, padahal menurut Kennedy (2004) melibatkan anak dalam mempersiapkan kelahiran adik adalah hal yang dapat mengatasi sibling rivalry. Terkadang orang tua lupa apa pengaruh bayi itu sendiri bagi anak, ada baiknya jika anak dilibatkan ketika memilih barang untuk si bayi seperti memilih pakaian ataupun perlengkapan bayi lainnya, dan tetap beritahu anak bahwa adik barunya tidak akan merebut perhatian kedua orang tuanya agar anak tetap merasa orang tuanya adil dalam memberikan kasih sayang. Salah satu penyebab orang tua berperan kurang baik juga dapat dilihat dari hasil jawaban responden yaitu 60% tidak bersikap adil dalam mengasuh dan membimbing anak. Padahal jika melihat teori yang ada, orang tua mempunyai tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh, dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat (Norkasiani, 2007). Sedangkan menurut Varney (2007) asal adil dan merata bukanlah prinsip yang dapat ibu gunakan dalam mendidik anak karena masingmasing anak adalah individu yang unik. Orang tua terkadang lupa akan tanggung jawab yang harus dilakukan. Kondisi seperti ini kadangkadang memang tidak bisa dihindari, dimana persaingan antarsaudara kandung muncul ketika kelahiran anak berikutnya. Tapi, pada kenyataannya orang tua sering kali lebih mementingkan si bayi karena si bayi harus lebih banyak mendapat kasih sayang. Padahal, hadirnya anggota baru dalam keluarga bukan merupakan saat penting untuk memberikan perhatian pada si bayi, melainkan pada si sulung. Hasil jawaban responden juga menunjukkan 47% orang tua tidak mengikutsertakan anak dalam membantu mengurus adiknya sehari-hari. Menurut Spungin (2007) seorang anak dapat menyesuaikan diri terhadap saudara kandungnya bila terbiasa bertemu. Belum siapnya anak menerima adik baru, disebabkan orang tua meremehkan hal kecil seperti anak tidak diikutsertakan dalam kondisi apapun yang terjadi pada si bayi. Tidak dilibatkannya anak dalam merawat si bayi seperti memilih baju ataupun membawa krim mandi yang sering kali dianggap hal yang biasa. Padahal, pada kenyataannya itu adalah awal anak bisa menerima kehadiran saudara kandungnya. Selain hal diatas, jawaban responden juga menunjukkan 33% orang tua tidak memberikan informasi dan pengertian kepada anak mengenai manfaat saudara kandung. Komunikasi orang tua dan anak adalah sarana saling tukar informasi untuk mengakrabkan hubungan, sehingga bisa dipakai untuk memberi motivasi, mencari tahu apa sebenarnya yang diminati dan yang tidak disukai anak. (Suharno, 2009). Orang tua terkadang menganggap si anak
Gambaran Peran Orang Tua Dalam Menghadapi Sibling Rivalry Pada Anak Usia 3-5 Tahun (Hamimatus Zainiyah)
seperti orang dewasa yang siap menerima kedatangan anggota baru dalam keluarga. Padahal, kondisi seperti ini diperlukan komunikasi yang intensif sehingga anak bisa menerima kehadiran anggota baru. Mungkin saja ini adalah awal yang buruk dalam kehidupan si anak, dimana anak akan merasa putus asa dengan adanya anggota baru yang disebutnya “saingan”. Pada masa seperti ini adalah masa yang sulit bagi anak dimana ia harus berbagi dan mengalah, terkadang ini dilupakan oleh sebagian orang tua, bahwa pentingnya memperkenalkan dan memberitahu manfaat adanya saudara kandung. Sedangkan hasil jawaban dari responden juga menunjukkan 33% orang tua tidak mengenalkan bayi yang ada dalam kandungan kepada anak dengan meraba atau mendengarkan gerakan si bayi. Penting bagi orang tua untuk mempersiapkan anak dengan baik dalam menyambut kelahiran si bayi. Membiarkan anak merasakan gerakan si bayi, dan membeli barangbarang kecil untuk bayi baru (Richardson, 2007). Bisa dikatakan orang tua masih menganggap hal itu biasa. Padahal, hal-hal seperti itu yang seharusnya mampu orang tua terapkan, agar anak tidak menganggap bahwa kehadirannya saat menyambut kelahiran si bayi tidak dibutuhkan. Bahkan, hal kecil seperti mengikutsertakan anak saat memeriksakan kehamilan bisa membantu si anak dekat dengan bayi sehingga anak tetap merasakan bahwa orang tuanya tetap menaruh perhatian padanya. Peran orang tua kurang baik bisa bermula apabila orang tua tidak memberikan perhatian yang sama pada saat bayi tiba dirumah, hal ini bisa ditunjukkan melalui hasil kuesioner yang menunjukkan 33% orang tua tidak memberikan perhatian yang sama pada anak saat bayi tiba dirumah. Menurut Ling (2009) apa yang seringkali membuat anak menyedihkan adalah hilangnya perhatian secara tiba-tiba, tidak adanya pelukan waktu bermain dengan ibu dan ayah, dan gangguan rutinitas. Ketika orang tua berusaha memberikan jumlah kasih sayang dan perhatian yang sama, belum tentu anak merasa puas. Apalagi dengan kehadiran anggota baru yang di anggapnya adalah suatu ancaman. Mereka malah akan bertanya”apakah saya akan tetap diperhatikan oleh ayah dan ibu?”. Hal ini yang sering kali dilupakan orang tua karena terlalu fokus pada si bayi. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, kemungkinan besar anak akan membenci kehadiran saudara kandungnya. Jawaban responden juga menunjukkan sebanyak 27% orang tua tidak memperkenalkan anak dengan adiknya yang baru lahir. Kondisi seperti itu, kerap kali menjadi awal munculnya proses sibling rivalry disebabkan peran orang tua yang kurang baik. Terkadang orang tua menganggap kehadiran bayi mungkin tidak akan menjadi masalah yang besar, dan itu tidak akan menjadi gangguan bagi si anak. Padahal ini adalah kondisi yang sulit bagi anak untuk
5
menyesuaikan diri apabila orang tua tidak dengan segera memperkenalkan bayi tersebut. Hal ini dijelaskan oleh Anggraeni (2010) yaitu saudara adalah teman sebaya (peer) pertama yang anak miliki. Melalui hubungan dengan saudara kandung anak belajar bagaimana harus berbagi, bersikap sebagai teman, mencintai dan bersikap kooperatif. Orang tua tidak memaksa anak untuk tidak mendekati adiknya ditunjukkan melalui kuesioner dimana hasil jawaban responden menunjukkan 20% orang tua tidak memaksa anak untuk tidak mendekati adiknya. Padahal proses sibling rivalry bisa saja muncul apabila orang tua mengabaikan perannya dimana kondisi seperti itu saatnya orang tua memperkenalkan anak dengan si bayi. Dengan tidak memperkenalkan anak tentang kehadiran seorang bayi, ini juga akan menjadi awal yang buruk bagi anak untuk lebih menerima kahadiran saudaranya. Menurut Richardson (2007) membangun ikatan persaudaraan yang kuat adalah awal dimana anak bisa menerima kehadiran anggota baru dalam kehidupannya. Hasil jawaban responden juga menunjukkan 7% orang tua tidak memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan perawatan pada bayi. Padahal menurut Richardson (2007) melibatkan anak dalam kegiatan merawat adiknya, membuat anak merasa berpartisipasi. Apabila kondisi ini di anggap remeh oleh orang tua, maka si sulung akan terus beranggapan bahwa adiknya terlalu banyak menyita waktu dan perhatian kedua orang tuanya. Anak-anak akan merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh kedatangan anggota baru/bayi. Dalam kondisi apapun ada baiknya orang tua mampu menjadi penengah saat anak mulai menunjukkan sikap yang tidak suka terhadap saudara kandungnya. Adapun faktor yang mempengaruhi juga terhadap peran orang tua dalam menghadapi sibling rivalry, salah satunya adalah usia orang tua. Hasil penelitian yang didapatkan pada data umum menunjukkan sebagian besar orang tua berusia 18-21 tahun (53%). Menurut Hurlock (2002) mereka yang menikah pada usia belasan atau awal dua puluhan cenderung untuk lebih buruk dalam menyesuaikan diri. Karena pada masa orang tua berarti mereka harus belajar memainkan peran mereka yang lebih berorientasi pada keluarga dan anak. Sehingga bisa dikatakan semakin cukup umur orang tua maka semakin matang dalam mengasuh dan membimbing anak, sehingga mereka mampu menangani anak dengan proses sibling rivalry dan dapat menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tumbuh kembang anak. Dalam pembentukan suatu keluarga ada baiknya terlebih dahulu memikirkan usia dan mempunyai planning pada usia berapa menikah dan mempunyai anak, maka kemungkinan besar dengan melihat fakta dan teori yang ada orang tua akan berperan baik
6
Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Vol. 7, No. 1, Maret 2014 : 1 - 7
sehingga dapat menghadapi bahkan mencegah proses sibling rivalry. Peran orang tua tidak hanya dipengaruhi oleh usia, tetapi pendidikan orang tuapun menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi. Dari hasil penelitian menunjukkan tentang pendidikan responden yang sebagian besar berpendidikan dasar yaitu 73%, sehingga dapat dikatakan semakin tinggi pengetahuan orang tua tentang sibling rivalry maka semakin mudah dalam menghadapi sibling rivalry. Menurut Alimul (2005) pendidikan merupakan penuntun manusia dalam berbuat dan mengisi kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi. Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup khususnya antara orang tua dan anak yaitu dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ada hubungannya dengan tanggung jawab ekonomi, sosial, dan adat-istiadat yang berguna untuk kemudian hari (Soetjiningsih, 1998). Maka bisa dikatakan pendidikan juga mempengaruhi peran orang tua, karena pendidikan dapat menuntun kehidupan manusia untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Dilihat dari kebanyakan orang, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam setiap tindakannya akan terarah dengan baik, dan begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian pun menunjukkan pekerjaan responden yang sebagian besar sebagai wiraswasta (67%) yang mana juga mempengaruhi peran sebagai orang tua. Menurut Su’adah (2005) orang tua yang mempunyai pekerjaan atau karier dan banyak menghabiskan waktu diluar, dapat membuat hubungan orang tua dan anak seperti suatu jenis gejala “tarik dorong” (puss-pull) yaitu anak ditarik menjauh dari perkembangannya dan di dorong keluar dari budaya keluarga. Dengan demikian keeratan hubungan antara orang tua dengan anak-anak mereka menghilang. Pada dasarnya yang sangat dibutuhkan oleh anak-anaknya yaitu perhatian. Dan untuk melakukan peran yang dibutuhkan ini dapat ditanyakan salah satuya adalah bagaimana orang tua berkomunikasi dengan anak-anaknya. Dalam suatu keluarga setiap anak mempunyai sifat yang berbeda dan sering terjadi pertengkaran yang berawal dari kecemburuan dikarenakan kurangnya perhatian khususnya pada anak yang masih berumur 3-5 tahun dan mempunyai adik. Maka untuk menangani hal ini dibutuhkan waktu yang cukup bagi orang tua untuk bersama dengan anak-anaknya. Diketahui usia anak juga mempengaruhi peran orang tua, pada hasil penelitian menunjukkan bahwa 47% terjadi pada anak usia 3 tahun. Menurut Richardson (2002) usia anak juga mempengaruhi kesiapan anak dengan kehadiran seorang bayi atau saudara kandung. Sangat sedikit orang tua yang memperhitungkan jarak usia yang cukup bagi anak-anaknya saat melahirkan dan memperhitungkan kemungkinan munculnya konflik di antara saudara kandung.
Bisa dikatakan pertengkaran, dan ancaman hilangnya kasih sayang orang tua adalah hal yang buruk bagi anak, apabila usia anak belum cukup untuk menerima kehadiran anggota baru/bayi. Dengan tidak melihat usia anak, ini akan menjadi proses awal terjadinya sibling rivalry. Orang tua cenderung melupakan hal ini, sehingga bisa dikatakan bahwa orang tua yang menimbulkan ancaman bagi si anak karena orang tua kurang menghargai usia anak yang memang belum cukup untuk menerima anggota baru/bayi. Dilihat dari hasil penelitian jenis kelamin anak, mayoritas responden yang memiliki anak dengan jenis kelamin yang sama menunjukkan 53% terjadi pada anak laki-laki dengan saudara laki-lakinya. Anak laki-laki lebih banyak bereaksi terhadap saudara laki-lakinya. Anak laki-laki lebih banyak berkelahi dengan kakak laki-lakinya daripada dengan kakak perempuannya karena orang tua tidak akan membiarkan agresivitas yang berlebihan terhadap kakak perempuannya (Hurlock, 2002). Karena kesamaan jenis kelamin inilah, orang tua menganggap hal itu biasa. Padahal seharusnya orang tua menjadi penengah dalam setiap situasi pekelahian. Kesamaan jenis kelamin adalah dimana anak ingin menunjukkan siapa yang terbaik diantara mereka. Mereka terkadang ingin apa yang mereka dapat dari orang tua melebihi saudara kandungnya, inilah yang biasanya membuat orang tua sulit bersikap adil sehingga pertengkaran tidak bisa terelakkan lagi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan di Desa Tambaan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa orang tua di Desa Tambaan Kecamatan Camplong Sampang menunjukkan sebagian besar memiliki peran yang kurang baik. Saran Diharapkan para orang tua memberitahu anak bahwa pada saat melahirkan tidak akan bertemu dengan orang tuanya, melibatkan anak dalam melakukan persiapan sebelum bayi lahir, dan mampu bersikap adil dalam mengasuh dan membimbing anak. Selain itu juga diharapkan para orang tua dapat mengenali sejak dini persaingan yang terjadi pada anak-anak mereka supaya dapat meminimalkan terjadinya sibling rivalry. Perlu peningkatan peran bidan sebagai pendidik dan konselor melalui penyuluhan guna menambah pengetahuan dan wawasan untuk meningkatkan peran orang tua sehingga orang tua lebih memahami kondisi emosi pada anak usia 3-5 tahun.
Gambaran Peran Orang Tua Dalam Menghadapi Sibling Rivalry Pada Anak Usia 3-5 Tahun (Hamimatus Zainiyah)
DAFTAR PUSTAKA Alimul, Aziz. (2003). Riset Keperawatan Dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Ayah Bunda.2002.Dari A Sampai Z Tentang Perkembangan Anak Untuk Pasangan Muda.Jakarta: PT.Gaya Favorit Press. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Friedman, Marilyn M (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek. Jakarta: EGC. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. ____________. 2010. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Hurlock, Elizabeth. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga Kartono, Kartini (2007). Psikologi Anak. Bandung :CV. Mandar Maju. Kennedy Michelle.2005.Bila anak Cemburu.Jakarta: Erlangga. Kyla, B. 2009. Sibling Rivalry. Akademi KebidananMamba’ul ‘Ulum Surakarta. Ling, Stephanie. 2009. Raising Toddlers:Membangun Landasan Yang Tepat dan Kokoh Bagi Anak. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
7
Norkasiani, dkk. 2009. Sosiologi Keperawatan. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu. Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Richardson, Victoria. 2007. Mengatasi Persaingan Kakak-Adik. Yogyakarta: Andi Ofset Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Sawitri, (2005). Sibling Rivalry. http://www.Kompas.Com Suseno, A. 2009. EQ Orang Tua VS EQ Anak. Jogjakarta: Diglossia Printika. Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4.Jakarta : EGC Rt:02 RwBAB 1 Whaley and Wong`s (2002). Nursing Care of Infant and children. Ed v.:Musby-year book. St. Louis Anggraeni, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas.Yogyakarta : Pustaka Rihama http://www.kesimpulan.com/2009/04/siblingrivalry-atau-rivalitas-saudara.html diakses 28 Oktober 2011 http://www.edukasi.kompasiana.com/2010/05/ko munikasi-anak-orangtua.html di akses tanggal 27 juli 2012