PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001
OVERPRESSURED SHALE PROBLEM PADA PEMBORAN HORIZONTAL SUMUR RNT-HZ4/P-385 PERTAMINA DO HULU RANTAU Syaiful Kurniawan Teknik Operasi, Asset I, PERTAMINA DO Hulu Rantau
ABSTRAK Sumur RNT-Hz4/P-385 merupakan sumur horizontal ke-8 yang dilaksanakan di Struktur Rantau, Pertamina DO Hulu Rantau. Dengan mengaplikasikan teknologi Steerable Motor dan MWD (Inclination-Azimuth-GR-MPR), sumur dibor dengan Long Radius Type (BUR = 4.3 deg/30 m), berhasil menembus pay zone setebal 4 m dengan panjang lateral section 270 m (1385 mKU, TD) atau 90 % dari lateral section yang direncanakan (300 m). Dalam tulisan ini akan diuraikan mengenai mechanical stability shale problem pada lubang bor yang menembus formasi overpressured shale dengan sudut inklinasi tinggi (570 s/d 850). Dimana fenomena tersebut mengakibatkan terjadinya pengendapan cutting yang berlebihan di annulus, caving, pack off dan diikuti dengan lost circulation. 1.
PENDAHULUAN
Pemboran direncanakan dengan single build up long radius, KOP di 432.26 m dengan pahat 8 ½”, BUR 4.3 deg/30 m sampai TEP (Target Entry Point) di kedalaman 1060.17 mMD/832 mVD, sudut inklinasi 900, azimuth N 3040, vertical section di 400 m. Pahat 6” sampai panjang lateral section 300 m (TD @ 1360.47 mMD/832 mVD), vertical section di 700 m, menembus reservoir zone 870 dengan ketebalan + 4 m. Pemboran dilaksanakan dengan menggunakan Rig Ideco H40D (Rig 6) dengan cara konvensional (Rotary Swivel). Karena tidak menggunakan Top Drive pada setiap kemajuan satu joint hanya dilakukan back reaming sepanjang kelly, dengan sweeping lumpur kental/lumpur berat untuk setiap kemajuan 75 m setelah mencapai sudut kemiringan di atas 550, serta wiper trip setiap kemajuan 150 m, disamping menjaga drilling rate (ROP) tidak terlalu tinggi. Hidrolika lumpur pemboran memegang penting dalam proses pemboran. Fungsi pengangkatan cutting (cutting transport), menjaga kestabilan lubang, serta menjaga produktivitas zone prospek pada lateral section yang cukup panjang memerlukan rheology lumpur yang tepat, stabil dan mudah dikontrol. Untuk menjamin hal tersebut, dipilih Oil Base Mud. SG lumpur sesuai tekanan formasi berkisar antara 1.06 s/d 1.36 (8.8 s/d 11.33 ppg). Untuk mendapatkan cutting transport memadai, didisain sifat lumpur yang menghasilkan CCI (Carriying Capacity Index) lebih besar 0.7 / Exelent hole cleaning, dengan rate pemompaan 400 – 550 GPM @ lubang 8 ½” dan 225 – 325 GPM @ lubang 6” akibat keterbatasan operasi steerable motor. Perencanaan komplesi meliputi penentuan ukuran sand screen, disain gas lift serta rencana uji produksi dan uji sumuran. Disain komplesi sederhana sumur horizontal yang digunakan di reservoir zone 870 struktur Rantau adalah dengan memasang selubung 7” K-55, 23/26 ppk, BTC sebelum zone produktif, serta Liner 4 ½” Sand Screen Wire Wrap (SSWW) opening area 0.012” untuk menanggulangi masalah kepasiran di zone produktif. Dipilihnya SSWW disamping relatif murah, penanganannya mudah. Dikarenakan pemasangan Perforated Liner dikhawatirkan masih belum mampu mengontrol produksi pasir, akibat diameter perforasi terkecil di pasaran hanya 3/8”.
IATMI 2001-32
Problem pemboran pada sumur RNT Hz-4/P-385 terjadi pada kedalaman 810 s/d 895 mMD. Dimana pada kedalaman tersebut merupakan lapisan overpressured shale dengan ketebalan + 35 m. Problem pada kedalaman tersebut mengakibatkan harus dilakukan hole sidetrack. 2.
MECHANICAL STABILITY SHALE PROBLEM PADA SUMUR HORIZONTAL P-385/HZ-4
Kick off dengan pahat 12 ¼” di kedalaman 432.26 mMD, menggunakan Mud Motor 7 ¾” (BH 20) sampai kedalaman 516 mMD (inklinasi 90, Azimuth N 350 E). Casing 9 5/8” di set pada kedalaman 510.02 mMD dan dilakukan penyemenan sampai permukaan. Pahat 8 ½” dengan Steerable Motor 6 ¾” (BHA VI, BHA VII) untuk membor build section sampai kedalaman Target Entry Point (TEP) di 1054.50 mMD/830.89 mTVD (inklinasi 86.30, Azimuth N 305.100). Pada trayek tersebut digunakan Oil Base Mud (OBM) dimulai dengan SG 1.15 / 9.58 ppg. Lithology sampai kedalaman 830.89 mTVD terdiri dari formasi shale (ketebalan 10 – 35 m) dan formasi sand (ketebalan 2 – 12 m). Dengan keyakinan tidak akan terjadi shale problem, dikarenakan menggunakan OBM yang mempunyai properties stabil dan mudah dikontrol. Hal ini ditunjang dengan filtrat yang ditimbulkan OBM berupa solar yang bersifat inert dan salinitas mencapai 300 .000 ppm. Dengan kondisi properties OBM demikian akan sangat kecil kemungkinan terjadinya problem clay swelling yang disebabkan hidrasi dari lumpur OBM. Disamping secara kimia seperti tersebut diatas, juga dari segi cutting transport, disain hidrolika lumpur memadai untuk pembersihan lubang, hal ini ditunjukkan dengan harga CCI > 0.7 (excellent hole cleaning). Dan dilakukan high viscousity sweept setiap kemajuan 75 m dan pada saat akan cabut pahat, back reaming sepanjang kelly setiap penambahan kedalaman satu joint dan wiper trip setiap kemajuan 150 m untuk membantu pembersihan lubang secara mekanik. Gejala problem terlihat ketika cabut pahat 8 ½” untuk short trip, yaitu adanya swab effek, pack off yang diikuti pipa terjepit lost circulation. Problem tersebut terjadi pada kedalaman 820 s/d 890 mMD. Lithology pada kedalaman tersebut adalah formasi shale (ketebalan 35 m). Problem berlanjut pada saat RIH casing 7” yang duduk di kedalaman 860 mMD. POOH casing 7” berhasil dengan meninggalkan
Over pressured Shale Problem pada Pemboran Horisontal Sumur RTN-HZ4/P-385 PERTAMINA DOH Rantau
ikan berupa centralizer 7” satu buah. Problem lebih signifikan pada saat usaha mendorong ikan, terjadi pack off yang diikuti lost circulation. Usaha telah dilakukan dengan menaikkan SG dari 1.15 (9.58 ppg) s/d SG 1.19 (9.91 ppg). Akhirnya diputuskan untuk dilakukan plug back dan side track. Plug back pada selang 715 s/d 765 mMD dengan didahului pompakan LCM konsentrasi 94.5 ppb sebanyak 3.5 bbl. Kick off dilakukan dengan pahat 8 ½” + Steerable Motor 6 ¾” (AKO 1.20) pada kedalaman 650 mMD dan SG lumpur OBM 1.19 (9.91 ppg). Build section sampai kedalaman TEP 1042.75 mMD/827.40 mTVD (inklinasi 84.60, Azimuth 305.300, vertical section 353.93 m). Problem yang sama terjadi pada selang kedalaman yang sama saat POOH untuk ganti pahat. Kondisi lubang lebih stabil setelah SG dinaikkan menjadi 1.38 (11.49 ppg). Untuk lebih meyakinkan kondisi lubang sebelum RIH casing 7” terlebih dahulu dilakukan RIH Hole Openner 8 ½”. Usaha tersebut ternyata belum berhasil sehingga casing 7” hanya dapat masuk sampai kedalaman 982 mMD (seharusnya di 1050 mMD). Sebelum dilakukan penyemenan terlebih dahulu dipompakan LCM sebayak 7.5 bbl (konsentrasi 40 ppb) dan casing 7” disemen sampai permukaan dengan Lite Crete Cement SG 1.40. Dengan terjadinya mechanical stability shale problem pada sudut inklinasi tinggi tersebut telah menyebabkan kerugian sebesar US$ 339,500 dan kehilangan waktu produksi 17 hari (Eq. US$ 196,730) dengan hasil produksi 503 bbl/day. Untuk menjawab permasalahan tersebut akan dijelaskan dalam paper ini tentang mechanical stability shale pada sudut inklinasi tinggi. 3.
MEKANISME MECHANICAL STABILITY SHALE
Untuk menjawab problem pada pemboran horizontal sumur P385/HZ-4 dibawah ini akan dijelaskan mengenai ketidakstabilan lubang bor pada sudut inklinasi tinggi. Stabilitas pada deviasi lubang bor merupakan pembahasan yang sangat penting. Dengan kenaikkan sudut lubang bor akan menimbulkan problem baru. Cutting transport, pengesetan casing dan penyemenan dan friksi dari drill string adalah merupakan contoh problem pada lubang bor dengan inklinasi tinggi. Dan yang paling penting adalah formation fracturing gradient akan menurun dengan naiknya sudut lubang bor. Metoda untuk memprediksikan fracturing gradient didasarkan pada korelasi empiris antara data fracturing, data overburden dan kedalaman. Bradley, W. B.1) telah mempelajari pengaruh inklinasi lubang bor terhadap fracturing gradient. Penjabaran persamaan stress disekitar lubang bor dengan asumsi bahwa batuan dalam kondisi linear elastic dan isotropic. Formasi batuan dimana in-situ stress mempunyai arah horizontal dan vertikal. Nilai relatif dari dua in-situ horizontal stress diasumsikan sama. Filosofi dari analisa ini bahwa ketika batuan dibor beban disekitar lubang bor harus ditahan dimana sebelumnya ditahan oleh batuan tersebut. Sehingga menghasilkan kenaikkan konsentrasi stress pada sekitar dinding lubang bor dan jika batuan tidak cukup kuat menahannya, lubang bor akan rusak. Naiknya tekanan hidrostatik lubang bor yang terlalu tinggi akan mengakibatkan fracturing dan kebalikannya jika tekanan hidrostatik terlalu rendah lubang bor akan collapse. Dalam kasus ini fragmenfragmen batuan akan pecah dan terlepas dari dinding lubang bor. Kondisi seperti ini dapat dilihat pada Gambar-1. Dan prediksi dengan persamaan stress hanya berlaku pada saat lubang dibor, apabila lubang bor telah rusak kondisi stress
IATMI 2001-32
Syaiful Kurniawan
lubang bor akan berubah sehingga persamaan stress tidak valid lagi. 3.1.
DISKUSI MEKANISME LUBANG BOR
KETIDAKSTABILAN
Terdapat dua tipe utama pada problem stabilitas lubang bor, yaitu fracturing lubang bor akibat tekanan hidrostatik yang terlalu tinggi dan collapse pada lubang bor akibat tekanan hidrostatik yang terlalu rendah. Bradley, W. B. mengasumsikan bahwa batuan mempunyai zero tensile strength dan zero effective stress yang merupakan kriteria pada penjelasan mengenai kerusakan batuan akibat tensile. Pada penjelasan ini akan dibahas mengenai mekanisme utama yang menyebabkan ketidakstabilan lubang bor. Ketika lubang bor mengalami fracturing disebabkan karena terjadinya tensile stress pada batuan dan ketika lubang bor mengalami collapse disebabkan karena pengaruh dari kombinasi antara shear dan tensile stress. Penjelasan tersebut dapat dilihat pada Gambar2. Gambar 2a. menjelaskan tipe fracturing lubang bor pada sumur dangkal (horizontal fracture), dimana tekanan overburden cenderung untuk mengangkat. Axial stress (σz) menjadi tensile, sedangkan radial dan tangential stress dalam keadaan compressive. Pengaruh dari shear terjadi antara (σθ,σz), (σθ,σr) dan (σr,σz) yang menyebabkan terjadinya perbedaan yang besar pada stress. Shear stress tersebut akan membantu proses fracturing yang disebabkan oleh axial stress yang dalam kondisi tensile. Gambar 2b. menjelaskan proses terjadinya fracturing pada sumur dalam, dimana akan menghasilkan vertical fracture. Disini radial dan axial stress dalam kondisi compressive dan tangential stress dalam kondisi tensile. Pada umumnya pada kedua kasus tersebut, pecahan batuan akan lepas dari dinding lubang bor. Gambar 2c. menjelaskan proses collapse pada lubang bor. Dimana axial dan tangential effective stress dalam kondisi compressive ketika radial effective stress menjadi tensile. Dalam kondisi tersebut pengaruh adanya radial stress membantu shear stress untuk melepaskan pecahan batuan dari dinding lubang bor. Ketika tekanan hidrostatik lubang bor lebih kecil dari tekanan formasi, aliran fluida formasi ke lubang bor akan mendorong pecahan batuan yang lepas kedalam lubang bor. Von Misses Yield Penyebab terjadinya ketidakstabilan lubang bor seperti dijelaskan di atas adalah adanya kondisi shear dan tensile stress. Pertama-tama akan dijelaskan mengenai kondisi shear (compressive) stress. Terdapat banyak teori mengenai kondisi shear stress tetapi belum terdapat teori yang mewakili untuk semua material. Sehingga perbedaan teori yang diterapkan akan menghasilkan perbedaan hasil pada material yang sama. Salah satu dari teori yang menjelaskan ketidakstabilan lubang bor adalah hipotesis dari Mohr's. Dalam hipotesis Mohr's nilai realtif yang terbesar dan terkecil dari principal stress yang menyebabkan ketidakstabilan. Untuk intermediate principal stress telah dikembangkan secara luas dengan teori von Mises yield. Semua dari tiga principal stress dibuat dalam suatu persamaan. Dimana persamaan ketidakstabilan adalah sebagai berikut :
J
1/ 2 2
=
(
) (σ 2 −σ 3) + (σ 3−σ 1)
2 1 + − σ σ 1 2 6
2
2
Over pressured Shale Problem pada Pemboran Horisontal Sumur RTN-HZ4/P-385 PERTAMINA DOH Rantau
1 3
S − Po =
(σ
1
−σ
2
+
….
(1)
3
Dengan menggunakan persamaan (1) dapat menjelaskan fenomena stress disekitar lubang bor. Persamaan (2) menjelaskan transformasi dari in-situ stress terhadap arah dari lubang bor.
σ
=
{σ
cos
ϕ + σ T 2 sin ϕ 2
}cos γ + σ 2
sin
2
γ
σ = {σ sin ϕ +σ cos ϕ} σ = {σ cosϕ +σ sin ϕ}sin γ +σ cos γ τ yz = 0.5 {σ T 2 − σ T 1}sin (2ϕ )σ o sin γ τ = 0.5{σ cos ϕ + σ sin ϕ − σ } sin (2γ ) τ = 0 . 5 {σ − σ }sin (2ϕ )cos γ ….(2) x
T1
2
y
2
T1
T2
2
T1
xy
T2
T2
o
T1
Persamaan (3) menghitung stress di dinding lubang bor. σ r = PW
σ = {σ +σ − P }− 2{σ −σ }cos (2θ) − 4τ sin (2θ) θ
x
σ =σ z
τ τ
rθ θz
y
zz
{
W
x
y
xy
}cos (2θ ) − 4τ sin (2θ )
− 2υ σ x − σ y
= τ rz = 0
(
= 2 −τ
xz
sin
θ +τ
xy
yz
cos
σ
1
=
1 2
(σ
1
+σ
3
) − 12 (σ − σ )sin 1
3
φ −
P
o
=
1 2
(σ
1
−σ
3
)cos
φ ………………………... (7)
Pendekatan tersebut didasarkan pada dua kurva MohrCoulomb , kurva satu diaplikasikan untuk material dan kurva yang lain menggambarkan ketidakstabilan pada bidang yang lemah. Stress yang sama dengan horizontal in-situ stress adalah selalu pada arah y-aksis (θ = 900). In-situ stress adalah sama untuk lubang vertikal, stress sepanjang aksis x akan berangsur-angsur naik ke arah besarnya overburden ketika lubang bor menuju ke arah posisi horizontal. Gambar-3. Memperlihatkan dua elemen pada dinding lubang bor yang menyebabkan terjadinya collapse. Tangential stress adalah nilai yang terbesar dari axial stress dan radial stress (tekanan lubang bor). Pada bahasan ini adalah dengan horizontal in-situ stress yang sama, dan lubang bor akan rusak pada kasus B, Gambar 3. Pada data coreplugs test, bidang perlapisan pada sudut β dipertimbangkan dalam aplikasi axial stress. Untuk kasus B pada Gambar 3. , sudut β diasumsikan sama dengan sudut inklinasi γ dari lubang bor.
o
2
xz
…………………………. (5)
Model tersebut mengasumsikan bahwa total shearing resistance pada material isotropik adalah jumlah dari frictional resistance dengan kesatuan strength, τo . σ1 adalah efective normal stress pada bidang ketidakstabilan dan tan φ adalah koefisien dari internal friction. Komponen shear dan effective normal stress dari aksi stress pada sebuah bidang inklinasi dengan sudut sebesar φ dan arah dari maximum principal stress adalah :
τ
2
2
o
…………… (6)
T2
2
zz
o
2
T1
τ = τ + σ tan φ 1
σ ) − Po
Dimana : J21/2 adalah Von Mises shear stress (compressive), psi/ft. S - Po adalah effective normal stress (tensile), psi/ft.
2
Syaiful Kurniawan
)
θ ………….(3)
Principal stress dapat dihitung dalam persamaan (4).
σ1=σ =P σ = 1 / 2{σ + σ } ± 1 / 2{(σ θ −σ z ) + 4 τ W
r
2
2.3
θ
z
2 θz
}
1/ 2
…………..(4) Beberapa kesimpulan dengan menggunakan metode Von Mises Yield Criterion : Untuk range yang normal pada in-situ stresses dan tekanan fluida yang menahan batuan ketika dibor, bahwa tekanan hidrostatik lubang bor yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menyebabkan ketidakstabilan shear stresses dengan bertambahnya kedalaman. Kenaikkan in-situ stresses dengan bertambahnya kedalaman tidak begitu berpengaruh terhadap shear stress. Ini berarti bahwa lubang bor tidak begitu sensitif terhadap ketidakstabilan dengan bertambahnya kedalaman. Lubang bor tidak sensitif terhadap perubahan inklinasi karena pengaruh dari ketidakstabilan/kerusakan shear, jika menggunakan metode Von Mises Yield. Bahwa kesimpulan tersebut tidak menjangkau ketika pertimbangan mengenai batuan dengan directional strength seperti batuan shale. Mohr-Coulomb Share-faluire Model Mohr-Coulomb Shear-Failure Model menjelaskan mengenai collapse pada lubang bor dengan mengabaikan intermediate principal stress. Yaitu dengan persamaan :
IATMI 2001-32
Pada kasus tectonic stress dimana satu dari horizontal in-situ stress adalah lebih besar dari yang lain. Jika stress tersebut pada arah y, lubang bor akan collapse seperti pada kasus A Gambar 3. Point yang paling menarik disini bahwa hanya satu kurva yang menunjukkan rusaknya lubang bor dan diaplikasikan untuk semua sudut inklinasi lubang bor dimana bidang lemahnya batuan hanya terjadi pada sudut inklinasi tertentu (Gambar 3). Fracture Gradient Dalam penentuan besarnya fracture gradient pada lubang bor dengan inklinasi tertentu, diasumsikan bahwa formasi batuan mempunyai properties yang sama. Pore pressure (tekanan formasi) diperoleh dari data pemboran dengan metode dexponent. Sedangkan tekanan overburden didapat dari hasil pengukuran density log. Pada persamaan (2) dan (3) horizontal in-situ stress diasumsikan sama besarnya. Sehingga besarnya fracture gradient pada variasi sudut inklinasi lubang bor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan, di bawah : …………………. (8). P wfrac = 3σ y − σ x − P o 4.
PEMBAHASAN DAN EVALUASI PROBLEM MECHANICAL STABILITY SHALE PADA PEMBORAN HORIZONTAL P-385
Problem kestabilan lubang bor pada saat menembus lapisan overpressured shale dengan sudut inklinasi tinggi (58 s/d 85)
Over pressured Shale Problem pada Pemboran Horisontal Sumur RTN-HZ4/P-385 PERTAMINA DOH Rantau
deg pada pemboran sumur horizontal P-385 pada awalnya diduga dari proeperties lumpur. Keyakinan bukan hal tersebut penyebab problem karena menggunakan Oil base Mud yang mempunyai properties sangat stabil dengan filtrat yang dihasilkan adalah diesel oil yang bersifat inert dan nilai OWR = 80/20, salinitas > 200,000 ppm.
2. 3.
Syaiful Kurniawan
Kenaikkan sudut inklinasi pada kedalaman tertentu nilai collapse gradient akan naik. Range mud weight pada pemboran sumur horizontal P385 di kedalaman 790 m dan sudut inklinasi diatas 58 deg adalah 1.3 s/d 1.4 SG.
UCAPAN TERIMA KASIH Untuk menjawab permasalahan problem pada pemboran horizontal sumur P-385 seperti penjelasan diatas merupakan problem ketidakstabilan mekanik dari lapisan overpressured shale dengan ketebalan 35 m. Perhitungan dengan persamaan (1) s/d (8) pada kedlaman 790 m dengan menggunakan assumsi : properties batuan adalah isotropis, in-situ horizontal stress gradient (σT1, σT2) mempunyai harga sama (0.85 psi/ft), Poissons Ratio = 0.2 1), θ = 45 deg dan ϕ = 90 deg. Harga pore pressure formation (Po) = 1448 psi (pada Gambar-4. dan 5.), overburden pressure (σo = 2464 psi) (pada Gambar-6), fracturing gradient untuk sumur vertikal (Pow-frac = 0.80 psi/ft) (dari data Leak off Test) dan hydrostatic pressure (Pw) = 1336 psi (hydrostatic pressure pada saat menembut formasi). Hasil perhitungan dan korelasi tersebut diatas dapat dilihat pada Gambar-7. didapat suatu range mud weight tertentu dengan kenaikan sudut inklinasi lubang bor pada kedalaman 790 m. Dari gambar tersebut dijelaskan bahwa untuk kedalaman 790 m semakin besar nilai sudut inklinasi nilai fracture gradient batuan akan turun (ditunjukkan pada fracture line). Dan sebaliknya nilai collapse gradient dari batuan akan naik (ditunjukkan pada collapse line). Sehingga pemilihan mud weight pada kedalaman dan inklinasi tertentu dapat diketahui. Pada kedalaman 790 m dengan sudut inklinasi diatas 58 deg mud weight yang digunakan harus pada range (1.3 – 1.4) SG. Apabila mud weight dibawah collapse line akan menyebabkan ketidakstabilan lubang (collapse), seperti : bridging, pack-off dan pipa terjepit. Dan jika mud weight berada diatas fracture line akan menyebabkan ketidakstabilan lubang (fracture), seperti : tidak ada return pada saat sirkulasi, loss circulaiton. Kondisi tersebut merupakan penjelasan pada problem mekanika batuan pada saat menembus overpressured shale dengan ketebalan 35 m dan sudut inklinasi (58 s/d 85) deg di pemboran horizontal sumur P-385. Gejala problem seperti tersebut diatas terjadi pada saat bor lubang pertama. Usaha yang dilakukan sebelum mengetahui mekanisme ini yaitu dengan mencoba-coba besarnya mud weight. Dengan usaha tersebut justru akan membantu batuan semakin tidak stabil (prinsipel stress batuan menjadi berubah). Persamaan dan korelasi diatas tidak berlaku lagi untuk kondisi ini. Sehingga harus dilakukan sidetrack dengan mud weight = 1.38 SG, dan berhasil menembus formasi overpressured shale setebal 35 m. Dan dari hasil perhitungan dan korelasi diatas besarnya mud weight tersebut berada pada range yang aman. Penyelesaian persamaan dan korelasi tersebut diatas masih belum sempurna dikarenakan keterbatasan data sumur sehingga diharuskan menggunakan asumsi-asumsi.
5.
KESIMPULAN
1.
Kenaikkan sudut inklinasi pada kedalaman tertentu nilai fracture gradient akan turun.
IATMI 2001-32
Penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak TM. Syaifullah, selaku General Manager PERTAMINA DO Hulu Rantau. 2. Bapak Eddy Frits Dominggus, selaku Manager Asset I PERTAMINA DO Hulu Rantau. 3. Dewi, isteri penulis dengan motivasinya sehingga paper ini selesai.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
B.S. Aadnoy, Rogaland U., dan M. E.Chenevert, U. “Stability of Highly Inclined Boreholes”, SPE/IADC pp. 16052. Bradley, W. B., “Failure of Inclined Boreholes”, J. Energy Resources Technology, Trans. ASME, Vol.101, December 1979, 232-239.
PENAMAAN SIMBOL σo = Overburden stress gradient (psi/ft. σT1, σT2 = Horizontal in-situ stress gradient (psi/ft). σx, σy, σzz = Normal stress gradient (psi/ft). τxy, τxz, τyz = Shear stress gradient (psi/ft). σ1, σ2, σ3 = Principal stress gradient (psi/ft). ν = Poissons Ratio. ϕ = Borehole orientation atau azimuth (deg). γ = Borehole deviation (deg). β = Sudut antara beban axial dengan perlapisan batuan (deg).
Over pressured Shale Problem pada Pemboran Horisontal Sumur RTN-HZ4/P-385 PERTAMINA DOH Rantau
Syaiful Kurniawan
Gambar-1 Macam-macam Problem Lubang Bor
Gambar-3 Assumsi Data Core Plug pada Lubang Bor
Gambar-2 Karakteristik Ketidakstabilan Lubang Bor
Gambar-4 D-Exponent Sumur P-385
IATMI 2001-32
Over pressured Shale Problem pada Pemboran Horisontal Sumur RTN-HZ4/P-385 PERTAMINA DOH Rantau
Gambar-5 Pore Pressure Sumur P-385
Syaiful Kurniawan
Gambar-6 Shale Density Sumur P-385
Gambar-7 Range Mud Weight Yang Aman pada Kenaikan Inklinasi pada Kedalaman 790 m di Sumur P-385
IATMI 2001-32