Otonomi Daerah
Nama : Tegar Supitomula NIM : 11.12.5708 Kelas : H Kelompok : Persatuan Jurusan : Sistem Informasi Dosen : Mohammad Idris .P, Drs, MM
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011
BAB I PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Sekarang ini tampaknya ada isu yang mendua terhadap sosok dan cara kerja aparatur pemerintah dikebanyakan negara sedang berkembang. pandangan pertama menganggap bahwa birokrasi pemerintah ibarat sebuah perahu besar yang dapat menyelamatkan seluruh warga masyarakat dari bencana banjir, ekonomi maupun politik. Bagaikan dilengkapi oleh militer dan partai politik yang kuat, organisasi pemerintah merupakan dewa penyelamat dan merupakan organ yang kagumi masyarakat. Pandangan ini didasarkan atas asumsi bahwa di dalam mengolah sumber daya yang dimiliki, organisasi ini mengerahkan para intelektual dari beragam latar belakang pendidikan sehingga keberhasilannya lebih dapat terjamin. mungkin di ilhami dengan pengharapan yang muluk-muluk dan berlebihan,yang dewasa ini mungkin sudah sangat jarang ditemukan, sedangkan pada pandangan kedua merupakan suatu pandangan yang berlebihan yang didasarkan pada prasangka buruk. Bisa juga terjadi kedua pandangan tersebut bertentangan satu sama lain yang didasarkan pada pengamatan yang mendalam dan evaluasi terhadap kondisi nyata aparatur pemerintah. Sudah barang tentu kritik dan ketidak puasan.yang berlebihan terhadap peran birokrasi dalam pembangunan sangatlah tidak adil.Selalu saja jika terjadi kegagalan dalam usaha pembangunan birokrasi dipandang sebagai biang keladinya. Kegagalan pembangunan memang sebagian besar merupakan tanggung
pemerintah di dalam memenuhi harapan pembangunan ataupun realisasi tujuan sebagaimana telah ditetapkan di dalam rencana pembangunan. Hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana caranya agar ketidak sempurnaan administrasi negara itu dapat dikurangi, kalau tidak bisa dihilangkan sama sekali.Ketidak sempurnaan adaministrasi ini tidak akan dipandang sebagi situasi yang suram, jika seandainya kondisi ke semerawutan administrasi negara ini tidak merebak ke seluruh pelosok negeri, baik pada tingkat regional maupun tingkat nasional.Kondisinya dipersuram lagi dengan adanya keinginan dari birokrasi pemerintah untuk mempertahankan status quo dan menerapkan pola otokratik dan otoriter. Peran pemerintah yang amat dominan dalam pembangunan sosial dan ekonomi membuat semuanya menjadi lebih parah.
BAB II PEMBAHASAN 1.Kesiapan Aparatur Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Dengan adanya globalisasi, teknologi, dan perubahan sosial mengakibatkan dampak yang besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Karena perubahan-perubahan inilah maka kebijakan pemerintah daerah haruslah mempunyai Standar Pertanggung jawaban(Accountability) yang tinggi dan dapat diandalkan. Implikasinya jelas, Pemerintah Daerah harus memberikan pelayanan yang lebih efektif dan Cost effisien dalam keterbatasan anggaran yang ada. Semua ini sangat tergantung kepada kemampuan aparat Pemerintah daerah dalam berpikir, bersikap, bertindak kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan peluangpeluang serta mengatasi tantangan dalam perubahan yang begitu cepat. Dalam menghadapi tantangan tersebut itulah diperlukan sisi yang tepat tentang pemahaman dan pengelolaan manajemen pemerintahan.Namun demikian harus disadari bahwa upaya melakukan perbaikan dalam penyelenggaraan manajemen pemerintahan tidak semudah yang diperkirakan, karena akan menghadapi berbagai tantangan dan resistensi berbagai pihak baik dari dalam maupun dari luar yang merasa akan dirugikan atas adanya perubahan tersebut. Bagi para pelaku baik di sektor publik maupun di sektor swasta perubahan dimaksud pada intinya mencakup aspek-aspek :strategi (Strategic), sistem (System), kemampuan(Abiliry), personil ( staf t gaya kepemimpinan (sryle), rekatan nilai budaya (Shared Value). Perubahan dalam penyelenggaran Birokrasi pemerintah Daerah harus mengacu: •
Birokrasi Pemerintah Daerah harus mampu mengarahkan dalam mengupayakan terwujudnya potensi dan inisiatif masyarakat dalam mengatasi permasalahan atau tuntutan kebutuhannya.
•
Birokrasi Pemerintah Daerah harus mampu bersaing dalam memberikan pelayanan (Delivery of Services) dengan menumbuhkan efisiensi, inovasi dan motivasi scrta prestasi.
•
Birokrasi Pemerintah Daerah harus mengupayakan bagaimana menjelaskan kehendak atau keinginan pemerintahan kepada masyarakat daripada mengatur masyarakat untuk tidak berbuat hal-hal yang tidak diinginkan oleh pemerintah.
·
2.KESIMPULAN REKOMENDASI OTONOMI DAERAH Tujuan utama Otonomi Daerah adalah tercapainya penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) dengan landasan demokrasi yang menitik beratkan pada peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan ke aneka ragaman asset sosial, ekonomi, budaya di aras lokal.Demokrasi partisipatoris menjadi impian Otonomi Daerah karena lebih banyak bertumpu pada kekuatan rakyat, namun di sisi lain masyarakat.Namun, Otonomi Daerah menyisakan banyak masalah karena belum tuntasnya peraturan pemerintah tentang petunjuk pelaksanaan dan implementasi yang cepat dan tepat. Penyelenggaraan kebijakan Otonomi Daerah oleh Pemerintah Pusat cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat. Otonomi Daerah memberikan keleluasaan dan kewenangan yang besar kepada daerah untuk memberdayakan daerah sehingga akan menimbulkan disintegrasi akibat terkotak-kotaknya daerah tanpa adanya kontrol dari Pusat.Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keaneka ragaman daerah. Dengan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab yang tetap terjaminnya hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah. Dengan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah Otonom dan karena itu daerah kabupaten maupun kota tidak lagi menjadi wilayah administrasi. Otonomi Daerah diarahkan untuk lebih meningkatkan peranan dan fungsi DPRD, baik sebagai sebagai fungsi legislatif, fungsi kontrol maupun anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.Dengan demikian setiap daerah kabupaten dan kota berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Selain itu juga agar tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta secara horisontal antar daerah satu dengan daerah yang lain.Otonomi Daerah menjadi sebuah pengalihan sebagian tugas dan wewenang dari Pusat ke Daerah. Maka daerah, kabupaten dan kota, lahir otoritas atau wewenang dan fungsi-fungsi baru bagi daerah adanya pengalihan tugas dan wewenang ini juga berpindahnya kebiasaan yang menyertai kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme ke arah lokal.Kesenjangan antar daerah yang secara sosial-budaya sesungguhnya terintegrasi secara historis bisa jadi tercerai berai karena diberlakukannya sistem
pemerintah anotonom yang bertumpu pada daerah kabupaten atau kota. Artinya, di arah lokal akan terkotak-kotak dalam susunan yang sangat kecil (kota dan kabupaten) maka nyata mereka tidak saja secara admistratif dan manajemen terpisah, tetapi secara politik dan ekonomi juga membuka tingkat persaingan dan perebutan asset wilayah luar biasa di masa depan. Pada hal sebelumnya daerah itu terintegrasi secara komprehensif.Otonomi Daerah diarahkan untuk memperbesar tingkat partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan negara. Di alam modernisasi, partisipasi rakyat memang sering menimbulkan atau memperbesar tingkat intensitas konflik-konflik komunal. Sehingga, perubahan sosial lebih banyak merupakan reinkarnasi dari solidaritas komunal daripada integrasi kelompokkelompok yang saling berbeda. Perasaan primordial pada arah lokal dalam era Otonomi Daerah juga akan semakin bertambah kuat, apalagi sebagian besar masyarakat belum menghayati pola-pola sosialisasi modem dan perubahan-perubahan yang menyertainya. Otonomi Daerah sering dipahami sebagai bagian politik pusat untuk menguasai daerah. Maka tidak mengherankan sebagian daerah yang lain justru menerjemahkan Otonomi Daerah dengan kemerdekaan.Otonomi Daerah secara teoritis dipandang sebagai upaya mengintegrasikan kepentingan ekonomi dan politik antara Pusat dan Daerah, untuk mengintegrasikan nilai dalam masyarakat yang sedang berkembang, baik melalui strategi yang menekankan pentingnya konsensus dan memusatkan perhatian pada usaha menciptakan keseragaman semaksimal mungkin maupun menekankan interaksi antara kepentingan-kepentingan kelompok dengan kepentingan daerah.Otonomi Daerah selain optimis juga harus disikapi dengan hati-hati karena berbagai hambatan baik pada tingkat penyelenggara negara maupun pada tingkat masyarakat bawah masih perlu sarana untuk memperlancar arus informasi dan dialog sehingga tercipta pola komunikasi politik yang mampu membangun sebuah partnership yang mendorong daerah untuk mandiri.
BAB III PENDEKATAN •
Historis
Penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah sesungguhnya telah terjadi jauh sebelum Negara Indonesia merdeka, khususnya pada masa penjajahan Belanda. Pondasi awal desentralisasi pada masa penjajahan belanda diatur dalam Regering Reglement (RR)32 yang ditetapkan pada tahun 1854. Peraturan ini menegaskan bahwa di Hindia Belanda tidak dikenal adanya desentralisasi karena sistem yang digunakan adalah sentralisasi, namun disamping sentralisasi diperkenalkan juga dekonsentrasi. Dengan adanya dekonsentrasi, kawasan Hindia Belanda di bentuk wilayah-wilayah administratif yang diatur secara hierarkis mulai Gewest (residentie), Afdeling, Distric, dan Onderdistric. Selanjutnya pada tahun 1903, oleh Pemerintah Belanda ditetapkan Decentralisatie Wet33 pada tanggal 23 Juli 1903 yang diundangkan dalam Staatsblad Tahun 1903 Nomor 329. Decentralisatie Wet pada dasarnya memuat ketentuan dari Regering Reglement tahun 1854 ditambah beberapa pasal baru yang memungkinkan adanya daerah otonom (gewest) yang memiliki kewenangan. mengurus keuangan sendiri. Daerah-daerah yang dibentuk dipimpin oleh petinggipetinggi Belanda yang ditunjuk oleh Pemerintah Belanda.Kemudian pada tahun 1925 Pemerintah Belanda mengeluarkan Wet op de Staatsinrichting van Nederlands-Indie yang biasa disebut Indische Staatsregeling (IS). Aturan ini mulai melibatkan orang Indonesia dalam badan-badan pemerintahan, khususnya para kaum ningrat. Untuk melaksanakan Indische Staatsregeling (IS) tersebut, dikeluarkan dua peraturan baru, yaitu Regentschap ordonatie dan Provincies ordonantie. Melalui kedua peraturan tersebut, kawasan Jawa dan Madura mulai dibagi dalam beberapa Provincies (setara dengan provinsi), Regent (setara dengan karesidenan) dan Stad (setara dengan kabupaten/kotamadya).Kawasan di luar Jawa, pada tahun 1937 diberlakukan Groepgemeenschap ordonantie dan Stadgemeente ordonantie Buittengewesten.Proklamasi kemerdekaan Negara Republik
Indonesia oleh Sukarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta, merupakan babak baru bagi terbentuknya negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, memberikan konsekuensi logis bagi negara Indonesia untuk membentuk sistem pemerintahan yang akan di jalankan. Oleh karena itu, pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia PersiapanKemerdekaan Indonesia (PPKI) disepakati untuk mensahkan UUD yang
dikenal dengan UUD 1945. Dalam Konstitusi tersebut diakui adanya otonomi dalam sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia, khususnya dalam Pasal 18 UUD 1945, yaitu: Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asalusul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.Lebih lanjut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 18 yang terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu: •
Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek and locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
•
Dalam territorial Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landschappen dan volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.Isi pasal 18 beserta penjelasannya merupakan acuan dan dasar bagi pemerintah untuk mengatur sistem otonomi daerah dengan pola pengaturan yang mensinergikan hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, maupun antar pemerintahan daerah.Pada era kemerdekaan (1945-1965) sebagai babak awal baru bagi terbentuknya pemerintahan daerah, oleh pemerintah telah dikeluarkan beberapa kebijakan tentang otonomi daerah yang diawali dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, kemudian UndangUndang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Ketetapan Presiden (PANPRES) Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965.
•
Yuridis Penyelenggaraan otonomi daerah melalui asas desentralisasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi seluas-luasnya dalam anti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang ini. Nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Secara organik, penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua undang-undang tersebut merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Untuk melaksanakan otonomi tersebut pemerintahan daerah diberi kewenangan untuk membentuk peraturan daerah sebagai dasar kewenangan untuk melaksanakan urusan-urusannya. Peraturan daerah yang dibentuk dapat berupa peraturan daerah tentang; pajak daerah, retribusi daerah, dan pengaturan tentang pelayanan kepada masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan dan kemasyarakatan.Khusus peraturan daerah yang mengatur tentang pungutan yang memberikan beban kepada masyarakat dapat berbentuk; peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
• Sosiologis
Dengan adanya globalisasi, teknologi, dan perubahan sosial mengakibatkan dampak yang besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Karena perubahanperubahan inilah maka kebijakan pemerintah daerah haruslah mempunyai Standar Pertanggung jawaban (Accountability) yang tinggi dan dapat diandalkan. Pemerintah Daerah harus memberikan pelayanan yang lebih efektif dan Cost effisien dalam keterbatasan anggaran yang ada.Pemerintah daerah dalam berpikir, bersikap,bertindak kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan peluang-peluang serta mengatasi tantangan dalam perubahan yangu cepat.
3. Kesimpulan Dari pembahasan diatas maka didapat kesimpulan sebagai berikut: 1).Otonomi daerah adalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Wewenang pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah pemerintah daerah melaksanakan sistem pemerintahanya sesuai dengan undang-undang pemerintah pusat. 2).Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga akan lebih efisien. 3). Dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang.
4. Referensi
Sarundajang,S.H, 1999, Arus balik Kekuasaan Pusat Ke daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Koesoemahamadja,R.D.H., 1978, Fungsi & Struktur Pamongpraja, Alumni, Bandung Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta. Nugroho, Riant, 2001, Reinventing Indonesia, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta Sujamto, 1990, Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta Adiwisastra, Josy, Penataan kembali Birokrasi Pemerintah Daerah dalam naan Otonomi Daerah, Orasi Ilmiah pengukuhan Guru Besar, 2001. H.Syaukani Hr, Affan Gaffar, M.Ryass Rasyid, Otonomi Daerah dalam Negara Pustaka Pelajar Kerjasama dengan pusat Pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan. Google.