Linguistika Akademia Vol.3, No.2, 2014, pp. 256~267 ISSN: 2089-3884
OTOMATISASI PADA PUISI THE DEATH OF LOVERS KARYA CHARLES BAUDELAIRE Deni Anggriawan e-mail:
[email protected] ABSTRACT A poem is one of work arts containing an aesthetic value. One thing that makes a poem is seemingly different with the other work arts is because a poem has a characteristic and unique form whether in language used or in its lyrics. In a translation, the transformation of word between source language and target language is also dealing with two different cultures for sure. Therefore, a translator is demanded to have at least a basic competence in understanding whether the language in source language or in target language. This requirement is required to enable the translator in analyzing about the specification of the poem in detail and to differ the meaning contained in a source language then applying it into target language with another word which has equivalence in meaning. This research aims to compare the poem between The Death of Lovers written by Charles Baudelaire in English version and the poem Matinya Sang Pencinta translated in Bahasa by Agus R. Sarjono by using A Functional Aesthetic Theory. Key words: poem, translation, equivalence.
ABSTRAK Puisi memiliki karakteristik dan komposisi struktur yang khas seperti pada bahasa yang digunakan maupun pada bait-baitnya. Dalam penerjemahan puisi, pengubahan sebuah kata antara bahasa sumber dan bahasa sasaran akan bersinggungan pula pada dua kebudayaan berbeda. Oleh karena itu, seorang penerjemah dituntut sekurang-kurangnya memiliki kemampuan dasar dalam memahami bahasa sumber ataupun dalam bahasa sasaran. Keperluan ini dikehendaki untuk membolehkan seorang penerjemah dalam menganalisa tentang seluk-beluk keistimewaan sebuah puisi dan untuk membedakan makna yang terkandung di dalam bahasa sumber yang kemudian diaplikasikan ke dalam bahasa sasaran dengan padanan kata lain yang masih memiliki kesejajaran dalam makna. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan puisi The Death of Lovers yang dikarang oleh Charles Baudelaire dalam versi bahasa inggris dengan puisi Matinya Sang Pencinta yang digubah kembali kedalam bahasa Indonesia oleh Agus R. Sarjono dengan menggunakan teori fungsi estetika. Kata kunci: puisi, penerjemahan, padanan.
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
257
A. PENDAHULUAN Masyarakat luas beranggapan bahwa puisi adalah lamunan dan khayal. Lamunan dan khayal ini pun kemudian dikenakan atas fiksi, dengan begitu suatu puisi lebih tidak kurang adalah hasil khayalan dan lamunan. Namun ada yang beranggapan pula bahwa puisi berakar pada fakta, baik faktor sosial maupun fakta psikologis (jurnal sajak. 2012: 18). Pada hakekatnya, puisi merupakan sebuah karya yang merupakan bentuk yang menurut pada aturan tata bahasa dengan makna yang terikat pada aturan bahasa itu. namun, dalam mengungkapkan sebuah gagasan dalam puisi, Seorang penyair memiliki cara mereka sendiri. Seorang penyair sejati pada dasarnya adalah seorang penulis, karena sebelum menulis puisi ia akan meriset dengan sungguh-sungguh apa yang akan ditulisnya. tanpa riset, tanpa pengamatan yang teliti atas objek yang ditulisnya, puisi akan menjadi sekedar permainan bahasa dan kerja pertukangan tanpa makna. Puisi mengandung berbagai unsur di dalamnya seperti unsur bahasa dan unsur estetika yang keduanya memberikan kontribusi penuh untuk terciptanya sebuah puisi dengan kualitas keindahan bahasa. unsur estetika atau unsur keindahan sengaja dihadirkan oleh para penyair karena secara umum penyair beranggapan bahwa keindahan berasal dari Tuhan yang terdiri dari dua unsur yaitu unsur dari dalam dan unsur dari luar ketika keduanya bersatu maka akan melahirkan kekuatan dalam diri seorang penyair untuk menangkap keindahan Tuhan (Ratna, 2007: 32). Puisi juga merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik maupun bait. bahasa yang digubah bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan penataan bunyi, irama, dan makna khusus (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Maka dapat diambil gambaran singkat bahwa apabila seorang penerjemah menerjemahkan sebuah puisi, dia haruslah memperhatikan nilai estetika pada puisi yang akan diterjemahkan. Nilai estetika merupakan keindahan, segala sesuatu yang berhubungan dengan keindahan, dan ilmu yang mempelajari tentang nilai keindahan dalam seni dan karya seni (Longman: 2003). Dalam bidang terjemah, teori fungsi estetika dapat digunakan untuk melihat penerjemahan dua bahasa yang berbeda. Oleh karenanya, fungsi estetika ini banyak digunakan dalam menelaah unsur-unsur linguistik Otomatisasi Pada Puisi The Death of Lovers…(Deni Anggriawan)
258
yang menyimpang dalam karya sastra terutama puisi. Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak jarang bait-bait puisi yang dituangkan penyair dalam karya sastra mengandung unsur-unsur linguistik yang menyimpang dari kaidahnya. dalam Penelitian ini, penulis menggunakan objek kajiannya yaitu puisi, sebuah karya puisi dari Charles Baudelaire yang berjudul The Death of Lovers dan digubah kembali ke dalam bahasa indonesia menjadi Matinya Sang Pencinta oleh Agus R. Sarjono. penulis berpendapat, bahwa di dalam puisi tersebut terdapat banyak proses otomatisasi yang terjadi antara bahasa sumber dan bahasa sasaran yang dapat dikaji dengan landasan teori fungsi estetika Jan Mukarovsky. Efek yang dihasilkan dari proses otomatisasi tersebut menimbulkan nilai keindahan tersendiri pada tiap puisinya dengan penggunaan bahasa yang tidak biasa atau tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa atau kaidah ujar yang rutin biasa digunakan. Masalah pokok dalam Penelitian adalah (1) apa saja yang menyebabkan terjadinya proses otomatisasi pada puisi Charles Baudelaire "The Death of Lovers", (2) adakah terjadi penyimpangan sintaksis ataupun paradigmatis dalam puisi tersebut, (3) apakah dalam terjemahan ke dalam bahasa sasaran mengalami perubahan kaidah transformasi. Ketiga masalah pokok diatas adalah kumpulan dari rangkaian rumusan masalah tentang proses penerjemahan yakni: apakah penerjemah benar-benar memahami isi dan hasrat penulis teks asal? Apakah penerjemah menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran terjemahan dengan baik? Apakah penerjemah menerjemahkan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan perkataan demi perkataan? Apakah penerjemah menggunakan bentuk-bentuk bahasa yang biasa digunakan dalam bahasa sasaran? Metode penelitian ini adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode yang diterapkan dalam Penelitian ini adalah metode analisis deskriptif, dimana metode analisis deskriptif dilakukan untuk menemukan informasi dan kelengkapan pengetahuan tentang objek yang diteliti. Dan data dari Penelitian ini adalah berupa salah satu karya sastra yaitu puisi.
Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 256 – 267
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
259
B. LANDASAN TEORI Otomatisasi atau automatization merupakan bagian dari konsep fungsi estetika bahasa yang dicetuskan oleh Jan Mukarovsky, salah seorang linguis aliran Praha pada tahun 1930-an. Konsep fungsi estetika yang secara garis besar diuraikan oleh A. Chaer Alwasilah dalam bukunya yang berjudul Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik adalah sebagai berikut. Bahwa setiap objek tindakan, termasuk bahasa, bisa mempunyai fungsi praktisnya. Bahasa misalnya mempunyai fungsi praktis komunikasi. Manakala objek atau tindakan itu yang menjadi fokus perhatian, dan untuk objek atau tindakan itu sendiri, bukan untuk fungsi praktisnya--nilai praktisnya sudah ditanggalkan, maka objek atau tindakan tersebut dikatakan mempunyai nilai estetis (Alwasilah, 1992:40)
Teori fungsi estetik dituangkan dalam buku Jan Mukarovsky yang berjudul Aesthetic Function, Norm, and Value as Social Facts. Fungsi estetik menurut Mukarovsky adalah penyimpangan unsurunsur linguistik yang disengaja untuk maksud estetika. Dalam bidang terjemahan teori fungsi estetika ini dapat digunakan untuk melihat dua penerjemahan bahasa yang berbeda. seperti dalam bahasa Jawa, ungkapan greeting: badhe tindak pundhi, cukup diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dengan padanan fungsionalnya, yakni Hallo dan bukan *Where are you going? Menurut Mukarovsky, dalam menerjemahkan contoh ungkapan di atas, ada 2 hal yang perlu diperhatikan: 1) 2)
Automatization: terjemahan yang diharapkan dalam situasi social. Pada contoh di atas, dapat berupa: hallo. Foregrounding: terjemahan yang tidak diharapkan dalam situasi social. Pada contoh di atas, yakni ungkapan where are you going?
Fungsi estetika terjadi pada penerjemahan yang tidak diharapkan dalam situasi social, karena jika orang menerjemahkan dengan penerjemahan foregrounding, maka orang yang mendengar yang mengerti situasi social penggunaan bahasa tersebut, akan mengalami keheranan, keterkejutan, kekaguman, dsb. Inilah yang disebut Mukarovsky sebagai estetika. (Alwasilah, 1993: 42). Dalam Penelitian ini, penulis membatasi pembahasan otomatisasi hanya dengan kaitannya dengan fungsi estetika yang dicetuskan oleh Jan Mukarovsky. Otomatisasi Pada Puisi The Death of Lovers…(Deni Anggriawan)
260
C. DATA BAHASA Dalam melakukan kajian ini penulis menggunakan data yang bersumber dari puisi karangan Charles Baudelaire yang berjudul The Death of Lovers dan puisi terjemahannya oleh Agus R Sarjono yang digubah kembali dengan judul Matinya Sang Pencinta. Adapun datadata yang dianalisis seperti dalam tabel berikut: No.
Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran
1
We will have beds filled with light scent
2
Couches deep as a tomb
3
And strange flowers in the room
4
Vying to exhaust their last fires
5
Like a long sob, heavy with goodbye
Bakal kita punyai ranjang menghidu lembut wangi Bakal kita punyai dipan seluas pusara Dan pohonan elok di birai-birai tinggi Letihkan jiwa kita hingga gairah penghabisan Bagai lambai perpisahan di padat tangis Kemudian malaikat bakal bahagia tiba Lintasi pintu separuh terbuka, menyempurnakan
6
7
And later, opening the doors, the angel who came Faithful and joyful, will revive
The lusterless mirrors, and the lifeless flame
Dan membasuh obor padam dan gelas mengusam
D. ANALISIS Dalam menganalisis data tersebut penulis akan menggunakan perbandingan foregrounding dan automatization. 1. We will have beds filled with light scent Bakal kita punyai ranjang menghidu lembut wangi Dalam bahasa sumber, we will have beds filled with light scent diterjemahkan menjadi bakal kita punyai ranjang menghidu lembut wangi. Dalam bahasa sumber kata beds filled jika diterjemahkan ke dalam foregrounding menjadi ranjang-ranjang yang penuh dengan. Akan tetapi, kata beds filled diterjemahkan kedalam Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 256 – 267
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
261
bahasa sasaran menjadi ranjang menghidu. Kata filled dan menghidu mempunyai kesejajaran dalam posisinya sebagai verba (kata kerja) yang berfungsi sebagai adjektiva (kata sifat). Namun kata menghidu masih memiliki korelasi dengan kata setelahnya yakni with light scent atau yang secara harfiah diterjemahkan menjadi dengan wangi yang ringan. Dengan kata lain kata menghidu (membaui, mencium) adalah sangat tepat penggunaannya, selain mengutamakan sisi estetika maupun juga padanan kata yang masih koheren. Kemudian kata light scent dalam bahasa sumber diartikan tidak secara harfiah kedalam bahasa sasaran, yakni menjadi lembut wangi. Kata light memiliki arti ringan maupun terang, tetapi tidak salah juga jika diartikan lembut. Karena kata lembut masih memiliki korelasi makna dengan kata benda yang disifatinya. Sehingga antara bahasa sumber dan bahasa sasaran masih sama dalam konteksnya. Lalu, dalam bahasa sasaran, yang merujuk ke dalam bahasa Indonesia, gramatika yang tepat adalah dengan meletakkan kata sifat setelah kata benda seperti: wewangian yang lembut. Namun, didalam bahasa sasaran tetap mempertahankan gramatika bahasa inggris untuk memperoleh nuansa estetik dalam sebuah puisi tersebut. Dari analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam menerjemahkan sebuah puisi, seorang penerjemah haruslah memperhatikan keindahan puisi baik dari segi pemilihan kata (diksi) maupun bentuk bait (lyric). Pada table 1 proses otomatisasi oleh seorang penerjemah dapat dirangkum sebagai berikut. Bahasa Sumber Beds filled Light scent
Bahasa Sasaran Ranjang menghidu Lembut wangi
Otomatisasi dalam penerjemahan tersebut menunjukkan bahwa dalam menerjemahkan sebuah puisi, seorang penerjemah masih mengindahkan maupun memperhatikan nilai estetika yang terdapat dalam puisi tersebut. 2. Couches deep as a tomb Bakal kita punyai dipan seluas pusara Dalam bahasa sasaran terdapat proses penambahan subjek dan verba, hal itu bertujuan untuk memperjelas maksud suatu Otomatisasi Pada Puisi The Death of Lovers…(Deni Anggriawan)
262
kalimat dengan membuat satu kalimat yang utuh. Kata couches dalam bahasa sumber akan masih terlihat samar maksudnya jika tidak membaca satu lirik sebelumnya. Untuk itu, penerjemah menambahkan subjek dan verba sama seperti satu lirik sebelumnya, yaknni we will have dalam bahasa sumber yang kemudian diterjemahkan menjadi bakal kita punyai dalam bahasa sasaran. Kemudian kata deep berperan sebagai adjektiva untuk mensifati kata couches di dalam bahasa sumber, yang secara harfiah berarti dalam. Sehingga diperoleh Noun Phrase dipan yang dalam. Namun di dalam bahasa sasaran kata deep berubah fungsi sebagai comparative (perbandingan) yang dibandingkan dengan kata benda berikutnya yakni tomb (pusara). Hal ini masih dapat dilakukan sepanjang masih memiliki ide yang sama. Meskipun kata deep didalam bahasa sasaran berubah fungsi kata namun masih memilki kesejajaran makna. Lalu kata deep tersebut diterjemahkan berbeda kedalam bahasa seasaran menjadi seluas. Kata dalam dan luas sebenarnya memiliki makna yang jauh berbeda, namun jika melihat konteks dari kalimat tersebut maka akan diperoleh padanan makna yang sama. Sebagaimana dalam bahasa sumber, kalimat couches deep as a tomb dapat diartikan secara harfiah menjadi dipan yang dalam seperti pusara. Jika diteliti lebih dalam, kita tahu bahwa dalamnya sebuah pusara adalah sekitar 3-4 meter. Itu berarti bahwa jika dikaitkan dengan dipan seluas pusara di dalam bahasa sasaran, maka dipan tersebut pastilah cukup besar jika ditempati untuk dua orang. Jadi dapat disimpulkan bahwa keterkaitan makna dalam kata dalam dan luas adalah sama, dengan melihat konteks yang ada. 3. And strange flowers in the room Dan pohonan elok di birai-birai tinggi Dalam menerjemahkan kata strange di dalam bahasa sumber, penerjemah menggunakan kata elok di dalam bahasa sasaran. Lalu jika secara foregrounding kata strange flowers memiliki makna bunga-bunga yang aneh, yang cenderung memilki makna negatif begitupun seandainya diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran tentu akan mengurangi nilai estetika dari puisis tersebut. Sehingga seorang penerjemah menggunakan otomatisasi dengan memunculkan kata lain yang diharapkan dapat diterima dalam situasi social yaitu pohonan elok. Kata elok di dalam bahasa Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 256 – 267
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
263
sasaran sebenarnya memilki makna tersirat yang sama dengan strange (aneh) karena ada sebagian orang yang menganggapnya demikian. Hanya saja kedua kata tersebut memiliki konotasi yang berbeda. Jika kata elok berkonotasi positif maka kata strange cenderung memiliki konotasi yang negatif. 4.
Vying to exhaust their last fires Letihkan jiwa kita hingga gairah penghabisan
Dalam bahasa sumber kata last fires yang jika diterjemahkan secara foregrounding akan menjadi api-api terakhir. Namun sebenarnya kata tersebut adalah sebuah ungkapan untuk menggambarkan semangat yang telah habis. Secara otomatisasi kata tersebut berubah menjadi gairah penghabisan. Dapat disimpulkan bahwa seorang penerjemah, sangat memperhatikan pemilihan kata termasuk juga dalam funsgsi estetika dalam penerjemahan sehingga seorang pembaca akan merasa kagum, terkejut, maupun terheran-heran. Jika seorang penerjemah tersebut tetap mempertahankan makna foregrounding yang terdapat dalam kata last fires maka terjemahan tersebut akan sangat kaku dan terkesan samar maknanya karena terdapat analogi yang kurang koheren. Sehingga, agar dapat mudah dipahami oleh seorang pembaca, penerjemah menggunakan proses otomatisasi untuk mengungkapkan maksud dari kalimat tersebut. 5. Like a long sob, heavy with goodbye Bagai lambai perpisahan di padat tangis Kalimat terjemahan diatas juga masih memperhatikan nilai estetika yang terdapat dalam bahasa sasaran. Sehingga dilakukan proses otomatisasi dalam menerjemahkan bait puisi tersebut. Seperti dalam menerjemahkan like a long sob yang secara foregrounding diartikan menjadi seperti sebuah isakan yang panjang. Kata long yang berarti panjang di dalam bahasa sumber tidak ditemukan di dalam bahasa sasaran. Namun di dalam bahasa sasaran, kata long diartikan menjadi padat. Kedua kata tersebut masih memiliki padanan kata yang sama, mengingat bahwa kata long selain diartikan menjadi panjang, bisa juga diartikan menjadi lama. Kata panjang dan lama itulah yang akhirnya dirangkum Otomatisasi Pada Puisi The Death of Lovers…(Deni Anggriawan)
264
menjadi satu kata yakni padat, yang berarti sesuatu yang sangat penuh. Lalu kata goodbye di dalam bahasa sumber secara foregrounding dapat diartikan menjadi sampai jumpa. Tentu, jika seorang penerjemah menerjemahkan kata goodbye ke dalam bentuk foregrounding akan sangat mengurangi nilai estetika dan juga akan sangat sulit diterima dalam situasi social. Maka dari itu, penerjemah menggunakan proses otomatisasi untuk mengubah kata tersebut menjadi lambai perpisahan. Adapun otomatisasi dalam terjemahan tersebut dapat diperjelas dengan tabel berikut ini: Bahasa Sumber Long sob Goodbye
Bahasa Sasaran Tangis Perpisahan
Kemudian dalam penerjemahan tersebut terdapat perubahan pada kalimat inti yang menjadi kalimat transformasi akibat mengalami proses inverse (pembalikan). Adapun contohnya sebagai berikut: a. Like a long sob, heavy with goodbye= Sub-clause Main-clause Di padat tangis, bagai lambai perpisahan Sub-clause Main-Clause Pada contoh tersebut telah terjadi proses invers, dimana Sub-clause ditempatkan sebelum Main-clause. Dan di dalam bahasa sasaran diubah kembali proses invers tersebut menjadi bentuk semula atau baku menjadi: b. Bagai lambai perpisahan, di padat tangis Main-clause Sub-clause heavy with goodbye like a long sob Main-clause Sub-clause 6. And later, opening the doors, the angel who came Faithful and joyful, will revive Kemudian malaikat bakal bahagia tiba Lintasi pintu separuh terbuka, menyempurnakan
Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 256 – 267
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
265
Di dalam bahasa sumber tersebut, terdapat proses inverse antara relasi sintaksis di dalam satu kalimat maupun di dalam relasi paradigmatik antara baris yang berbeda. Proses inverse yang terdapat di dalam bahasa sumber tersebut dapat dikembalikan kembali ke bentuk semula atau baku menjadi: And later the angel who is faithful and joyful That is opening the doors will come to revive Yang diartikan secara hafiah menjadi:
Dan kemudian malaikat yang setia dan gembira Yang membuka pintu akan datang untuk menyempurnakan
Proses mengembalikan ke bentuk semula secara harfiah tersebut memiliki makna yang sama dengan teks yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran. Hal ini menunjukkan bahwa, seorang penerjemah juga memperhatikan kaidah-kaidah transformasi kata dalam penerjemahan puisi tersebut. Sedangkan dalam bahasa sumber kata faithful and joyful jika diartikan secara foregrounding akan menjadi setia dan gembira. Disini seorang penerjemah menerapkan otomatisasi untuk memperoleh padanan kata yang sesuai dengan kedua kata tersebut, yakni bahagia di dalam bahasa sasaran. 7. The lusterless mirrors, and the lifeless flame Dan membasahi obor padam dan gelas mengusaam Di sini juga terdapat proses invers yang dilakukan oleh seorang penerjemah di dalam relasi sintaksis. Adapun proses tersebut sebagai berikut: a. The lusterless mirrors, and the lifeless flame Main-clause Sub-clause Diubah menjadi: b. Dan membasahi obor padam dan gelas mengusam Sub-clause Main-clause
Otomatisasi Pada Puisi The Death of Lovers…(Deni Anggriawan)
266
Dalam bahasa sumber kata lifeless flame dapat diterjemahkan secara foregrounding menjadi api yang tak hidup, sehingga jika makna tersebut tetap di pertahankan di dalam bahasa sasaran tentu akan dapat mengurangi nilai estetika. Oleh karena itu, penerjemah menggunakan proses otomatisasi dengan memunculkan padanan kata lain yang masih memilki makna yang sama yakni obor padam. Kata obor padam dalam bahasa sasaran bukan semata-semata dipilih tanpa maksud, tetapi penerjemah memilih kata tersebut karena memperhatikan aturan penekana bunyi pada bahasa Indonesia dengan mengulangi bunyi am yang terdapat pada kata padam dan mengusam. Proses tersebut di dalam puisi disebut dengan aliterasi atau padanan bunyi kata. Hal ini menunjukkan bahwa aturan dalam penerapan kaidah bahasa sastra oleh penerjemah sangatlah dijunjung tinggi.
E. KESIMPULAN Dari hasil analisis diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa penerjemahan teks dalam sebuah puisi tersebut dapat diterima oleh pengguna bahasa Indonesia karena pernerjemah menyesuaikan aturan puisi terjemahaannya dengan memperhatikan nilai estetika yang ada. Nilai estetika itu dapat berupa: pemilihan diksi, penekanan bunyi seperti asonansi aliterasi, maupun dalam penjagaan bentuk lirik yang berupa Sonnet seperti bentuk aslinya. Penggunaan kata-kata pada puisi tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para pembaca dan penikmat puisi untuk menikmati suguhan bahasa yang dirangkum dalam tiap baitnya. Otomatisasi menjadikan isi dan unsure bahasa yang tertuang dalam puisi tersebut menjadi memiliki nilai estetika. Nilai estetika tersebut akan muncul melalui serangkaian kata-kata yang telah mengalami proses otomatisasi dengan mengganti padanan kata lain namun tidak sampai menghilangkan pesaan ataupun makna dari suatu kalimat. Pada kenyataannya, ketika sebuah pesan diterjemahkan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, penerjemah juga akan bersinggungan langsung dengan dua budaya yang berbeda. Artinya bahwa, proses otomatisasi akan melibatkan serangkaian pertimbangan terhadap bahasa yang akan diterjemahkan. Dan serangkaian pertimbangan tersebut dapat berupa: padanan kata, Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 256 – 267
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
267
pergeseran relasi sintaksis maupun relasi paradigmatis, juga penggunaan kaidah-kaidah transformasi. F. DAFTAR PUSTAKA Abrams, M.H. A Glossary of Literary Terms. USA: 1957. Alwasilah, A. Chaedar. 1992. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Hornby, A. S. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Oxford: Oxford University Press. Jurnal Sajak No. 03. 2012. PT Jurnal Sajak Indonesia. Kutha Ratna, Nyoman. 2007, Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tim Penyusun KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia cetakan kedua 1989. Jakarta: Balai Pustaka. Quirk, Randolph. 2003. Longman Dictionary of Contemporary English. London, University College: Longman Press. Print http://www.poemhunter.com/poem/the-death-of-lovers/
Otomatisasi Pada Puisi The Death of Lovers…(Deni Anggriawan)