OPTIMASI TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI OMEGA-3 DENGAN METODE RESPON PERMUKAAN
SKRIPSI
IDA NUR RAKHMI F34080135
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
OPTIMIZATION OF FISH OIL ENZYMATIC HYDROLYSIS DEGREE TO PRODUCE OMEGA-3 USING RESPONSE SURFACE METHOD Sapta Raharja1) dan Ida Nur Rakhmi2) 1)
Staff of Department of Agro-Industrial Technology, Faculty of Agricultural Technology,Bogor Agricultural University, Bogor, West Java, Indonesia 2) Division of Quality Control, Department of Agro-Industrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, Bogor, West Java, Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRACT Lemuru fish oil is one source of unsaturated fatty acids omega-3 which is good for health. Omega-3 fatty acids as food additives have been try to do. In order to maximize production of omega3, optimization the effect factor need to be done. Response Surface Method (RSM) is the preferred method for developing and analyzing the response that is influenced by factors so it can optimize the response. The research was conducted with the aim of optimizing the enzymatic hydrolysis of fish oil using lipase from Aspergillus niger by varying the reaction factors such as: temperature, pH, addition of water, and stirring speed with RSM as the research design. Optimal result is given when the temperature is at 44,68oC, pH at 5,01, addition of water as much as 5,04% ⁄ , and stirring speed
at 210,48 rpm. The software predict the value of hydrolysis rate is 51,7411%. The difference beetwen the predicted result and verification result is less than 5% indicating that the model is feasible to predict the hydrolysis rate of lemuru fish oil.
Keyword: fish oil, omega-3, lipase, hydrolysis, Response Surface Method
IDA NUR RAKHMI. F34080135. Optimasi Tingkat Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan untuk Produksi Omega-3 dengan Metode Respon Permukaan. Di bawah bimbingan Sapta Raharja. 2013
RINGKASAN Ikan mengandung nilai gizi yang sangat baik bagi pertumbuhan, namun pemanfaatan ikan laut di Indonesia masih terbatas pada tingkat konsumsi berupa pengolahan daging ikan, sehingga limbah dari pengolahan ikan ini belum dimanfaatkan dengan baik. Minyak ikan merupakan salah satu hasil samping pengolahan ikan yang belum dimanfaatkan lebih lanjut. Padahal minyak ikan merupakan sumber asam lemak jenuh berupa asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksanoat (DHA) yang penting bagi pertumbuhan dan kesehatan. Usaha untuk memanfaatkan minyak ikan berupa asam lemak omega-3 sebagai bahan tambahan pangan yang memberi asupan nutrisi bagi tubuh telah dicoba dilakukan. Berbagai faktor mempengaruhi hasil produksi omega-3 dalam proses hidrolisis, seperti suhu, pH, penambahan air, dan kecepatan pengadukan. Dalam rangka memaksimalkan produksi omega-3 dengan kualitas yang baik, perlu dilakukan optimalisasi faktorfaktor yang berpengaruh. Penggunaan metode yang tepat dapat menentukan titik-titik optimal setiap faktor dengan jumlah perlakuan dan waktu yang lebih singkat. Response Surface Method (RSM) menjadi pilihan dengan menggabungkan teknik matematika dengan teknik statistika yang digunakan untuk membuat serta menganalisa respon yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada sehingga mampu mengoptimalkan respon tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kecepatan pengadukan terbaik sebagai titik nol pada desain penelitian utama dan mengetahui titik optimal faktor-faktor yang mempengaruhi hidrolisis enzimatik seperti: suhu, pH, penambahan air, dan kecepatan pengadukan dengan menggunakan metode RSM sehingga didapatkan produksi omega-3 optimum. Faktor reaksi yang digunakan dibagi dalam 5 level dengan nilai optimum tiap faktor sebagai posisi nol. Tahapan penelitian ini diawali dengan karakterisasi minyak ikan, pengukuran aktivitas lipase dari Aspergillus niger dengan metode spektrofotometri, hidrolisis enzimatik minyak ikan sesuai desain percobaan RSM menggunakan nilai faktor-faktor optimum. Analisa produk akhir yang dilakukan meliputi pengukuran tingkat hidrolisis dan analisa gas chromatography mass spectrometry (GC-MS). Hasil karakterisasi sifat fisikokimia diketahui minyak ikan lemuru yang digunakan mempunyai bilangan asam 2,72 mg KOH/g, kadar asam lemak bebas 1,36% dan bilangan penyabunan 184,39 mg KOH/g. Dibandingkan kandungan minyak ikan komersial yang ada, bilangan asam minyak ikan lemuru yang digunakan bernilai lebih kecil, begitu pula dengan nilai bilangan penyabunan, dan kadar asam lemak bebasnya. Minyak ikan lemuru yang digunakan memiliki nilai komponen fisikokimia yang lebih kecil dibandingkan minyak ikan komersial, sehingga kualitasnya dapat dinyatakan baik. Penelitian dilanjutkan dengan melakukan penentuan kecepatan pengadukan yang terbaik, dimana pengujian dilakukan pada kecepatan 50, 100, 150, dan 200 rpm. Terlihat pada kecepatan pengadukan rendah dihasilkan pula tingkat hidrolisis minyak ikan yang rendah. Sedangkan tingkat hidrolisis tertinggi sebesar 50,4747 % dicapai pada saat kecepatan pengadukan 200 rpm, dimana dimungkinkan pada kecepatan tersebut permukaan kontak telah melebar dan meningkatkan kontak antara enzim dan substrat, sehingga tingkat hidrolisis minyak semakin besar. Berdasarkan data yang ada, kecepatan pengadukan yang menghasilkan respon berupa tingkat hidrolisis terbaik akan menjadi nilai level nol pada desain penelitian utama, yaitu ketika hidrolisis berjalan pada 200 rpm.
Guna mengetahui titik-titik optimal tiap faktor, dilakukan perhitungan ANOVA menggunakan software Design Expert 7.0.0 seperti yang disajikan pada Lampiran 3. Pada perhitungan tersebut akan diketahui kesesuaian model dengan menggunakan uji Lack of Fit. Hipotesis yang digunakan dalam uji ini ialah H0 menyatakan tidak terdapat Lack of Fit dalam model, sedangkan H1 menyatakan terdapat Lack of Fit dalam model. Diketahui dari perhitungan bahwa p-value F Lack of Fit pada penelitian ini bernilai 0,0632 yang lebih besar dari tingkat signifikan 0,05 yang telah ditentukan, sehingga H0 diterima. Jika H0 diterima, maka dapat dinyatakan tidak terdapat ketidaksesuaian dalam model, hal ini menunjukkan model telah sesuai untuk respon penelitian ini. Hasil perhitungan juga diperoleh nilai R-square sebesar 0,9645 yang memiliki arti bahwa pengaruh variabel bebas A, B, C, dan D terhadap perubahan variabel terikat berupa respon Y ialah sebesar 96,45%. Sedangkan sisanya sebesar 3,55% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini. Model yang dihasilkan dari pengolahan data penelitian ini disajikan dalam bentuk kode level sebagai berikut: Y = 51,28 – 1,30A + 0,40B + 0,67C + 3,85D + 0,81AB – 1,00AC + 1,01AD – 0,84BC – 0,58BD + 0,38CD – 8,70A2 – 12,12B2 – 10,76C2 – 9,06D2 Titik-titik optimal terbaik yang diberikan memiliki nilai desirability sebesar 0,945, nilai ini dianggap cukup baik karena mendekati 1. Pada solusi ini titik 44,68 oC merupakan suhu yang digunakan, sedangkan faktor pH sebesar 5,01. Faktor penambahan air diterapkan sebanyak 5,04% ⁄ dan kecepatan pengadukan pada 210,48 rpm. Pada perlakuan di titik-titik optimal tersebut, diprediksikan nilai respon tingkat hidrolisis sebesar 51,7411%. Hasil verifikasi pada kondisi optimum faktor suhu, pH, penambahan air, dan kecepatan pengadukan menunjukkan hasil respon tingkat hidrolisis sebesar 50,9276%. Ketika dibandingkan, nilai hasil verifikasi menunjukkan ketepatan pada respon yang diuji sebesar 98,4277% dengan selisih nilai keduanya sebesar 0,5711%. Perbedaan nilai yang tidak mencapai 5% mengindikasikan bahwa model tersebut cukup baik dan layak dalam memprediksi tingkat hidrolisis minyak ikan lemuru. Hasil pada kondisi optimum dalam penelitian ini juga diuji menggunakan GC-MS untuk melihat kandungan omega-3 didalamnya. Terlihat pada tingkat hidrolisis sebesar 50,9276% diperoleh omega-3 sebanyak 6,99%. Hasil omega-3 tersebut terdiri dari asam eikosapentanoat (EPA) sebesar 4,14%, Asam Dokosaheksanoat (DHA) 0,40%, dan asam eikosatetranoat (ETA) sebanyak 0,82%. Sedangkan sisanya merupakan asam lemak lain yang termasuk dalam golongan omega-3 namun jumlahnya sangat kecil, diantaranya asam oktadekatrienoat (ALA) dan asam heksadekatrienoat (HTA).
OPTIMASI TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI OMEGA-3 DENGAN METODE RESPON PERMUKAAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: IDA NUR RAKHMI F34080135
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
HALAMAN PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Optimasi Tingkat Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan untuk Produksi Omega-3 dengan Metode Respon Permukaan” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2013 Yang membuat pernyataan, Ida Nur Rakhmi F34080135
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, foto kopi, mikrofilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS
Penulis lahir di Yogyakarta pada tanggal 26 februari 1990 dari pasangan Machmud Abdul Karim dan Warsi Mulati sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Serayu I Yogyakarta pada 1996-2002. Kemudian penulis melanjutkan studi di SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta dari tahun 2002 hingga 2005 dan SMA Negeri 3 Yogyakarta pada 2005 hingga 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima oleh Institut Pertanian Bogor lewat jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan mengambil program studi Teknologi Industri Pertanian. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam berbagai organisasi, diantaranya sebagai anggota dalam Gentra Kaheman yang merupakan organisasi seni sunda pada tahun 2008-2010, anggota divisi Human Resources Development (HRD) dalam Himpunan Teknologi Industri (Himalogin) pada 2009-2010, serta di masa jabatan 2010-2011 menjadi Ketua Biro Pemberdayaan dalam divisi HRD Himalogin. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan olahraga, seperti tergabung sebagai anggota dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Badminton di tahun 2008-2009. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam perlombaan olahraga dalam lingkup IPB, diantaranya cabang olahraga badminton, basket, dan tenis lapang pada Red’s Cup maupun Olimpiade Mahasiswa IPB. Dalam rangka menyelesaikan tugas praktik lapang dan menambah pengalaman di dunia kerja, penulis melaksanakan praktik lapang di Pabrik Gula Madukismo, PT. Madubaru Yogyakarta di tahun 2011 dengan judul Mempelajari Aspek Pengawasan Mutu pada Proses Produksi gula di PT. Madubaru, Yogyakarta.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karuniaNya, sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Skripsi dibuat sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, dengan judul “Optimasi Tingkat Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan untuk Produksi Omega-3 dengan Metode Permukaan Respon” pada Februari hingga Desember 2012. Penelitian serta penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7.
8. 9.
Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen pembimbing akademik atas arahan dan bimbingannya dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian skripsi. Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti sebagai Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian, beserta segenap dosen pengajar atas dukungan moral dan bimbingannya selama menjalani pendidikan di IPB. Dr. Ir. M. Yani, MEng dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, Msi selaku dosen penguji ujian S1 yang telah memberikan saran dan arahannya dalam penyempurnaan skripsi penulis. Kedua orang tua penulis (Machmud A. Karim dan Warsi Mulati) serta kakak tercinta Annisa Nur Suminar atas cinta, doa, dan dukungan yang tiada henti dalam berbagai bentuk. Seluruh laboran dan staf Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah memberi bantuan dan keramahan selama masa pendidikan. Anas, Fanny, dan Fahrudin sebagai teman satu bimbingan yang senantiasa menemani dan memberi semangat. Niza, Dhani, Dody, Tori, Teguh, Yudha, Panji Awak, Rosyid, semua penghuni Kost Pondok Harum, dan teman-teman Mahameru yang setia mendengar berbagai keluh kesah serta berbagi kehangatan dalam berbagai kesempatan. Seluruh keluarga besar TIN 45 sebagai teman seperjuangan selama menempuh pendidikan di IPB untuk persahabatan, suka duka, dan dukungan yang menguatkan. Seluruh pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuannya dalam penyelesaian penelitian dan skripsi penulis.
Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna, masih perlunya saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaannya. Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata di bidang agroindustri, khususnya pada bidang optimalisasi proses.
Bogor, Februari 2013
Ida Nur Rakhmi
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR....... .......................................................................................................... DAFTAR TABEL........................................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................... I. PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................................... 1.2. TUJUAN ................................................................................................................... II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................... 2.1. MINYAK IKAN ........................................................................................................ 2.2. ASAM LEMAK OMEGA-3 ..................................................................................... 2.3. HIDROLISIS ENZIMATIK ...................................................................................... 2.4. LIPASE Aspergillus niger ......................................................................................... 2.5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIDROLISIS ENZIMATIK ...................................................................................... 2.5.1. Suhu ............................................................................................................. 2.5.2. Derajat Keasaman (pH) ............................................................................... 2.5.3. Penambahan Air .......................................................................................... 2.5.4. Kecepatan Pengadukan ................................................................................ 2.6. RESPONSE SURFACE METHOD ............................................................................ III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................................ 3.1. ALAT DAN BAHAN................................................................................................ 3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ................................................................. 3.3. METODE PENELITIAN .......................................................................................... 3.3.1. Karakterisasi Minyak Ikan .......................................................................... 3.3.2. Penentuan Kecepatan Pengadukan .............................................................. 3.3.3. Penentuan Titik Optimal Faktor-faktor Hidrolisis ....................................... 3.3.4. Penentuan Hubungan Tingkat Hidrolisis dengan Kandungan Total Omega-3 ......................................................................... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................... 4.1. KARAKTERISASI MINYAK IKAN ....................................................................... 4.2. PENENTUAN KECEPATAN PENGADUKAN ...................................................... 4.3. ANALISA KOMBINASI FAKTOR TERHADAP RESPON ................................... 4.3.1. Faktor Suhu dan pH (AB)............................................................................ 4.3.2. Faktor Suhu dan Penambahan Air (AC) ...................................................... 4.3.3. Faktor Suhu dan Kecepatan Pengadukan (AD) ........................................... 4.3.4. Faktor pH dan Penambahan Air (BC) ......................................................... 4.3.5. Faktor pH dan Kecepatan Pengadukan (BD) ............................................... 4.3.6. Faktor Penambahan Air dan Kecepatan Pengadukan (CD) ........................................................................................ 4.4. PENENTUAN TITIK OPTIMAL FAKTOR ............................................................ 4.5. KANDUNGAN ASAM LEMAK OMEGA-3 PADA KONDISI OPTIMUM ..........
i iv v vi 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 8 8 9 10 11 11 11 11 11 12 12 13 15 15 16 17 17 19 21 23 26 26 27 30
ii
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 5.1. KESIMPULAN ......................................................................................................... 5.2. SARAN ..................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. LAMPIRAN .................................................................................................................................
34 34 34 35 38
iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Sifat fisiko kimia minyak ikan lemuru .......................................................................... Tabel 2. Komponen asam lemak dalam minyak ikan lemuru dengan pemurnian alkali ............. Tabel 3. Kadar asam lemak omega-3 beberapa jenis ikan laut per 100 gram daging ...................................................................................................... Tabel 4. Spesifikasi lipase dari berbagai sumber mikroorganisme ............................................. Tabel 5. Level dari faktor-faktor hidrolisis enzimatik ................................................................. Tabel 6. Desain matriks percobaan dan hasil respon................................................................... Tabel 7. Karakterisasi minyak ikan ............................................................................................. Tabel 8. Kriteria pengolahan data untuk optimasi respon ........................................................... Tabel 9. Perbandingan luas area (%) Komponen asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru sebelum dan setelah hidrolisis pada kondisi optimum ..................................................
3 4 5 7 13 14 15 30 32
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6a. Gambar 6b. Gambar 7a. Gambar 7b. Gambar 8a. Gambar 8b. Gambar 9a. Gambar 9b. Gambar 10.
Rumus molekul asam linoleat, EPA, dan DHA ........................................................ Reaksi hidrolisis oleh enzim lipase secara sistematik .............................................. Mekanisme pengikatan air dengan media pelarut organik dalam reaksi hidrolisis........................................................................................................ Diagram alir tahapan penelitian ................................................................................ Tingkat hidrolisis minyak ikan lemuru pada berbagai kecepatan pengadukan......... Grafik 3D-surface respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan suhu dan pH .............................................................................................................. Grafik kontur respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan suhu dan pH ..... Grafik 3D-surface respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan suhu dan penambahan air ......................................................................................... Grafik kontur respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan suhu dan penambahan air .................................................................................................. Grafik 3D-surface respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan suhu dan kecepatan pengadukan ....................................................................................... Grafik kontur respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan suhu dan kecepatan pengadukan ....................................................................................... Grafik 3D-surface respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan pH dan penambahan air ......................................................................................................... Grafik kontur respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan pH dan penambahan air ......................................................................................................... Solusi titik optimal yang disarankan Design Expert 7.0.0 ........................................
5 6 9 12 16 18 18 21 21 23 23 25 25 30
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7.
Prosedur karakterisasi minyak ikan ........................................................................ Spesifikasi Amano Lipase A dari Aspergillus niger ............................................... Rumus tingkat hidrolisis minyak ikan .................................................................... Data penentuan kecepatan pengadukan .................................................................. Penentuan titik optimum faktor .............................................................................. Hasil GC-MS minyak ikan lemuru awal ................................................................. Hasil GC-MS minyak pada kondisi optimum .........................................................
39 41 42 43 44 47 49
vi
I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Hasil laut telah menjadi salah satu komoditi ekspor Indonesia dengan pasar yang terbuka lebar di berbagai negara. Perairan Indonesia memiliki potensi yang sangat baik, hal ini terlihat dari tingginya hasil laut Indonesia, terutama di bidang perikanan. Daerah penangkapan di Pulau Jawa meliputi sepanjang perairan Kabupaten Banyuwangi dengan pusat perikanan terbesar terletak di Muncar. Muncar merupakan daerah penangkapan ikan dengan jumlah tangkapan yang sangat besar. Daerah penangkapan tersebut meliputi perairan Selat Bali yang luasnya 960 mil persegi, dengan potensi sumber perairan yang terkandung mencapai sekitar 200.000 ton pertahun dan terdiri dari jenis-jenis ikan permukaan (ikan pelagis) serta jenis-jenis ikan demersal lainnya. Ikan pelagis ini didominasi oleh jenis ikan lemuru lebih kurang hampir 80% yang tertangkap. Perikanan lemuru yang mendominasi perikanan Selat Bali menjadi sentra dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Muncar. Potensi ini diikuti dengan tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang tinggi, apalagi ikan lemuru termasuk jenis ikan yang mudah didapat dan terjangkau dari segi harga. Ikan memang mengandung nilai gizi yang sangat baik bagi pertumbuhan, seperti protein, lemak, karbohidrat, abu, dan air. Pemanfaatan ikan laut di Indonesia masih terbatas pada tingkat konsumsi berupa pengolahan daging ikan. Terhitung jumlah limbah dari pengolahan ikan lemuru pada tahun 2009 mencapai 50-60 ton per bulan. Hal ini menjadi gambaran bahwa limbah dari pengolahan ikan ini belum dimanfaatkan dengan baik. Minyak ikan merupakan salah satu hasil samping pengolahan ikan yang belum dimanfaatkan lebih lanjut. Padahal minyak ikan merupakan sumber asam lemak tak jenuh berupa asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksanoat (DHA) yang termasuk dalam golongan asam lemak omega-3. Kandungan asam lemak omega-3 di dalam minyak ikan penting bagi pertumbuhan dan kesehatan, terutama pada bayi dan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Usaha untuk memanfaatkan minyak ikan berupa asam lemak omega-3 sebagai bahan tambahan pangan yang memberi asupan nutrisi bagi tubuh telah dicoba dilakukan. Namun, berbagai kendala menghambat perkembangan usaha ini, salah satunya ialah metode produksi omega-3 yang kurang mendukung. Produksi omega-3 menggunakan hidrolisis dengan suhu dan tekanan yang tinggi membutuhkan biaya dan investasi yang cukup besar. Sedangkan dengan proses hidrolisis enzimatik tidak membutuhkan kondisi suhu yang tinggi, pH yang digunakan juga mendekati netral sehingga biaya produksinya tergolong rendah. Hidrolisis enzimatik diharapkan mampu menjadi solusi dalam produksi omega-3 yang maksimal dan tidak membutuhkan biaya sebesar metode hidrolisis sebelumnya. Penggunaan enzim yang tepat dapat memaksimalkan terbentuknya produk yang diinginkan pada proses hidrolisis. Asam lemak omega-3 menjadi prioritas produk yang diharapkan dapat dihasilkan dalam jumlah tinggi, dimana asam lemak ini terletak pada posisi 2 di ikatan triasilgliserol. Lipase dari kapang Aspergillus niger secara spesifik mampu memutus ikatan triasilgliserol pada posisi 1 dan 3, sehingga mampu menjaga asam lemak omega-3 yang terletak pada posisi 2. Berbagai faktor mempengaruhi proses hidrolisis menggunakan enzim, seperti suhu, pH, penambahan air, dan kecepatan pengadukan. Enzim mampu bekerja dengan baik selama
1
kondisi lingkungannya mendukung. Suhu akan mempengaruhi aktivitas serta kestabilan dari lipase, dimana enzim yang berbasis protein akan terdenaturasi jika suhu yang digunakan melebihi 70oC. Kondisi pH pada media tempat enzim bekerja juga akan berpengaruh pada struktur dan aktivitas enzim tersebut. Perubahan pH media akan mengubah status ionisasi enzim. Pada proses hidrolisis tidak terlepas dari adanya air dalam media, namun penambahan air ini harus diperhatikan karena adanya air dalam jumlah tertentu dapat mengaktifkan sisi katalitik lipase, meningkatkan fleksibilitas, serta mobilitas enzim dalam menghidrolisis substratnya. Selama hidrolisis berlangsung, pengadukan dilakukan pada kecepatan tertentu, dimana pengadukan ini akan membantu kerja enzim dengan adanya tumbukan yang intensif dengan substrat. Dalam rangka memaksimalkan produksi omega-3 dengan kualitas yang baik, perlu dilakukan optimalisasi faktor-faktor yang berpengaruh. Penggunaan metode yang tepat dapat menentukan titik-titik optimal setiap faktor dengan jumlah perlakuan dan waktu yang lebih singkat. Response Surface Method (RSM) atau yang juga dikenal dengan metode permukaan respon merupakan suatu metode yang memungkinkan peneliti untuk mendapatkan penjelasan yang menyeluruh, mulai dari desain penelitian, pengolahan data, dan solusi optimasi. RSM menggabungkan teknik matematika dengan teknik statistika yang digunakan untuk membuat serta menganalisa respon yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada, sehingga metode ini menjadi pilihan karena dirasa mampu mengoptimalkan respon tersebut.
1.2. TUJUAN
1. 2.
Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan berikut: Menentukan pendekatan kecepatan pengadukan sebagai titik pusat Menentukan titik optimal faktor-faktor yang mempengaruhi hidrolisis enzimatik minyak ikan menggunakan Amano lipase A dari Aspergillus niger, yaitu suhu, pH, penambahan air, dan kecepatan pengadukan dengan menggunakan metode RSM (Response Surface Method) sehingga didapatkan produksi omega-3 optimum.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MINYAK IKAN Minyak ikan menjadi bahan utama dalam penelitian ini, dimana minyak ikan yang digunakan merupakan hasil samping dari proses penepungan dan pengalengan ikan lemuru di daerah Muncar, Jawa Timur. Menurut Yunizal (2002), ketika dilakukan proses penepungan, proses pemasakan, pengepresan, maupun tahap pre-cooking pada proses pengalengan akan dihasilkan cairan samping yang mengandung minyak. Cairan tersebut yang dikenal sebagai minyak ikan dan jika ditangani dengan baik akan memiliki mutu yang baik, sehingga dapat digunakan untuk makanan. Minyak ikan memiliki kandungan serta sifat yang bervariasi, hal ini tergantung pada jenis kelamin, spesies, ukuran, tingkat kematangan (umur), musim, siklus bertelur, dan letak geografis ikan tersebut hidup (Swern, 1982). Minyak ikan telah menjadi salah satu produk komersial, dimana sifat fisiko kimianya memiliki standar seperti yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat fisiko kimia minyak ikan lemuru Sifat Fisiko Kimia Bilangan asam Bilangan penyabunan Kadar asam lemak bebas Bilangan Iod Bobot jenis
Unit
Jumlah
mg KOH/g mg KOH/g % g/L
1,40 201,80 0,70 64,93 0,89
Sumber : Wajizah (2012) Kualitas minyak ikan tergantung pada cara penyimpanan dan penanganan minyak, selain itu juga dipengaruhi oleh proses pengolahan ikan tersebut. Minyak ikan yang didapatkan dari pengalengan dan penepungan memiliki bau yang tengik serta kandungan asam lemak bebas (FFA) sebesar 4 – 20% (Murtini et al., 1992). Menurut Ketaren (1986), bau tengik disebabkan terjadinya oksidasi pada minyak/lemak dengan udara, adanya aksi mikroba, absorpsi bau oleh lemak serta aksi enzim dalam jaringan yang mengandung lemak. Bau amis pada minyak ikan karena proses oksidasi komponen trimetil amin oleh peroksida yang berinteraksi dengan asam lemak tak jenuh, sehingga menghasilkan senyawa trimetil amin oksida. Minyak ikan yang diperoleh dari ikan air laut memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih banyak dibandingkan yang berasal dari ikan air tawar. Hal ini terlihat dari banyaknya asam lemak tak jenuh berantai panjang seperti C20 dan C22 dalam minyak ikan air laut, sedangkan C16 dan C18 cenderung rendah. Kandungan asam lemak pada minyak dari ikan air tawar berkebalikan dengan minyak dari ikan air laut, dimana kandungan C 16 dan C18 tinggi namun C20 dan C22 didalamnya rendah (Ackman, 1982). Minyak ikan lemuru memiliki kandungan protein hingga 18% dan lemak sebesar 21% (Utomo dan Mahdi, 1995). Asam lemak jenuh yang banyak terkandung ialah asam lemak palmitat, yaitu 15-20% dari seluruh asam lemak yang ada. Sedangkan asam lemak tak jenuh yang banyak terkandung ialah asam lemak omega-3 yang mempunyai rantai karbon panjang dan merupakan bagian dari asam lemak essensial (Winarno, 2002). Banyaknya asam lemak tak jenuh pada minyak ikan lemuru menjadi kelebihan tersendiri, selain dari harganya yang
3
ekonomis dan jumlahnya melimpah, sehingga mudah untuk diperoleh. Minyak ikan lemuru yang telah dimurnikan mempunyai komponen asam lemak ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Komponen asam lemak dalam minyak ikan lemuru dengan pemurnian alkali Jenis atom Karbon
Jenis asam lemak
Jumlah (%)
C8:0 C10:0 C 12:0 C 14:0 C 16:0 C18:0 C18:1 C18:2 C18:3 C20:5
Kaprilat Kaprat Asam Laurat Asam Miristat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Oleat Asam Linoleat Asam Linolenat Asam Eikosapentanoat
0,071 0,038 0,083 2,235 12,23 2,329 15,93 8,08 17,39 1,345
C22:6
Asam Dokosaheksanoat
4,822
Sumber : Yogaswara (2008)
2.2. ASAM LEMAK OMEGA-3 Asam lemak secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang hanya memiliki ikatan tunggal (tidak rangkap) pada rantai karbonnya, sedangkan asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap pada rantai karbonnya (Naibaho, 1996). Asam lemak tak jenuh dapat dibagi lagi menjadi asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acid/ MUFA) yang hanya memiliki satu ikatan rangkap, dan asam lemak tak jenuh dengan ikatan rangkap dua atau lebih yang biasa disebut asam lemak tak jenuh jamak (poly unsaturated fatty acid/ PUFA) (Muchtadi et al., 1993). Asam lemak jenuh cenderung dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, dimana semakin panjang rantai karbonnya akan semakin besar pula kecenderungan untuk meningkatkan kolesterol dalam darah (Barlow dan Stansby, 1982). Asam lemak tak jenuh jamak memiliki fungsi penting pada membran biologis dan proses penyampaian sinyal saraf pada setiap makhluk hidup (Wallis dan Watts, 2002). Minyak ikan yang kaya akan asam lemak tak jenuh memiliki manfaat baik untuk tubuh, salah satu jenis yang ada pada minyak ikan lemuru ialah omega-3. Asam lemak omega-3 menjadi salah satu komponen yang penting bagi tubuh, dimana asam lemak ini termasuk dalam jenis asam lemak essensial. Asam lemak essensial merupakan komponen lemak dalam makanan yang tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia dan harus diperoleh dari makanan (Simopoulos, 2008). Jenis asam lemak yang termasuk essensial antara lain asam lemak linoleat (C18:2n-6), asam linolenat (C18:3n-3), dan asam arakidonat (C20:4n-6) (Karyadi et al., 1987). Kekurangan asam lemak omega-3 dapat menimbulkan gangguan pada saraf dan penglihatan. Kekurangan asam lemak essensial akan menghambat pertumbuhan pada bayi dan anak-anak, selain itu dapat juga mengakibatkan gangguan sistem reproduksi serta gangguan kulit, ginjal, dan hati (Almatsier, 2000).
4
Asam lemak omega-3 adalah asam lemak yang memiliki posisi ikatan rangkap pertama pada atom karbon nomor tiga dari ujung gugus metilnya (Ackman, 1982). Rumus molekul asam lemak tak jenuh EPA dan DHA dapat dilihat pada Gambar 1. CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-(CH2)7-COOH 9,12,15-linolenic acid (C18:3n-3) CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2- CH=CH-CH2- CH=CH-CH2CH=CH-(CH2)3-COOH cis-5,8,11,14,17-eicosapentaenoic acid (C20:5) CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2- CH=CH-CH2- CH=CH-CH2- CH=CH-CH2CH=CH-(CH2)3-COOH cis-4,7,10,13,16,19-docosahexanoic acid (C22:6) Gambar 1. Rumus molekul asam linolenat, EPA, dan DHA Kandungan EPA dan DHA pada berbagai jenis ikan laut berbeda-beda, jumlah kadar EPA dan DHA beberapa jenis ikan laut yang pernah diamati oleh Barlow dan Stansby (1982) dapat dilihat dalam Tabel 3. Terlihat bahwa kandungan EPA dan DHA pada jenis ikan sardine ialah sebesar 2,34%. Hal ini menunjukkan potensi minyak ikan jenis sardine sebagai sumber asam lemak omega-3 yang sangat menjanjikan. Tabel 3. Kadar asam lemak omega-3 beberapa jenis ikan laut per 100 gram daging Jenis Ikan Tuna Hering Mackerel Salmon Cod Sardine
Kadar lemak
Asam Arakhidonat (gr)
EPA (gr)
DHA (gr)
6,80 6,20 9,80 13,20 0,73 10,20
0,14 0,03 0,12 0,06 0,02 0,22
0,63 0,33 0,85 1,00 0,08 1,70
1,70 0,58 1,10 0,72 0,15 0,64
Sumber: Stansby (1982) Berbagai efek minyak omega-3 pada kesehatan manusia menjadi minat banyak lembaga ilmiah. Asam linoleat yang tergolong asam lemak essensial dapat diubah menjadi asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksanoat (DHA), namun hal ini tidak berjalan secara efisien pada manusia (Almatsier, 2000). Peran spesifik dari asam linoleat, EPA, dan DHA yang termasuk dalam golongan asam lemak omega-3 dalam mencegah penyakit jantung dan kanker merupakan subyek aktif dalam penelitian (Brunner, 2006).
2.3. HIDROLISIS ENZIMATIK Usaha untuk menghasilkan minyak ikan yang mengandung asam lemak omega-3 dalam jumlah tinggi tidak lepas dari proses hidrolisis. Hidrolisis merupakan reaksi yang terjadi karena adanya sejumlah air dalam minyak, reaksi ini mengubah minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserol (Ketaren, 1986). Hidrolisis minyak dapat dilakukan dengan tiga cara, cara pertama menggunakan proses splitting menggunakan uap dengan suhu tinggi sekitar 250 oC dan tekanan 50 atm. Cara lainnya ialah hidrolisis menggunakan alkali dan hidrolisis enzimatis. Kedua cara
5
pertama memerlukan energi yang cukup besar, sedangkan proses terakhir cukup menggunakan energi yang rendah karena dilakukan pada suhu 25-60oC dengan tekanan 1 atm (Herawan, 1993). Penelitian yang dilakukan oleh Wanasundara dan Shahidi (1998) menunjukkan penggunaan enzim untuk menghasilkan konsentrat asam lemak n-3 memiliki keuntungan dibandingkan metode tradisional yang melibatkan pH ekstrim dan suhu tinggi dimana hal tersebut dapat menghancurkan semua –cis PUFA n-3 alami oleh oksidasi, dan cis-trans isomerisasi atau migrasi ikatan rangkap. Proses hidrolisis enzimatik dengan menggunakan enzim lipase yang beroperasi pada kondisi suhu rendah dan tekanan atmosferik dianggap aman bagi lingkungan kerja. Selain itu, produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang relatif lebih baik dibandingkan produk sejenis yang dibuat dengan proses kimia/fisika, hal ini dikarenakan penggunaan suhunya yang rendah, sehingga kerusakan akibat pemanasan juga cenderung rendah (Murni et al., 2011). Oleh karena itu, kondisi ringan yang digunakan dalam hidrolisis enzimatik memberikan alternatif yang menjanjikan. Selain menghemat energi, hal tersebut juga meningkatkan selektivitas produk. Pertimbangan lainnya ialah hidrolisis enzimatik menghasilkan asam lemak n-3 dalam bentuk asilgliserol yang dianggap menguntungkan dalam menjaga gizinya (Wanasundara dan Shahidi, 1998).
2.4. LIPASE Aspergillus niger Enzim merupakan protein yang tersusun atas asam-asam amino yang diikat dengan ikatan peptida. Enzim dapat berfungsi sebagai katalis biologis yang berfungsi mengkatalis semua proses metabolisme sel. Enzim dapat mempercepat reaksi kimia dengan menurunkan energi aktivitasnya, dimana energi aktivasi pada suatu reaksi merupakan jumlah energi yang dibutuhkan untuk membaca semua molekul pada satu mol senyawa pada suhu tertentu menuju tingkat transisi pada puncak batas energi (Lehninger, 1995). Penguraian minyak atau lemak dapat terjadi dengan bantuan enzim lipase. Enzim lipase mampu menghidrolisa trigliserida, digliserida, dan monogliserida dengan adanya substrat yang tidak larut air (minyak dan lemak) dan fase akueous dimana enzim berada. Dalam kondisi ekuaeous, dimana jumlah air berlebih, reaksi diarahkan ke proses hidrolisis. Sebaliknya dalam kondisi mikroakueous, yaitu ketika jumlah air terbatas, reaksi diarahkan ke esterifikasi (Macrae, 1983). Secara sistematik reaksi hidrolisis yang dikatalisis oleh enzim lipase ditunjukkan pada Gambar 2. 1,2 – digliserida + Asam lemak 2 – monogliserida + Asam lemak
trigliserida + H2O
gliserol + Asam lemak
2,3 – digliserida + Asam lemak Gambar 2. Reaksi hidrolisis oleh enzim lipase secara sistematik (Macrae, 1983)
6
Lipase menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas, gliserida parsial, dan gliserol. Trigliserida sebagai substrat terdiri dari asam lemak rantai panjang yang tidak larut dalam air (Shahani, 1975). Lipase menghidrolisis ikatan ester pada permukaan antara fase cair, dimana enzim terlarut dan fasa substrat tidak terlarut. Pemanfaatan enzim ini semakin meningkat baik dalam industri pangan maupun non pangan. Lipase bekerja secara berbeda tergantung dari sumber lipase tersebut, menurut Herawan (1993) berdasarkan cara kerjanya lipase dapat dibagi menjadi tiga: a. Lipase non spesifik, yaitu lipase yang dapat mengkatalis seluruh ikatan trigliserida. b. Lipase spesifik 1,3 atau 2, yaitu lipase yang mengkatalis trigliserida pada ikatan 1,3 atau 2. c. Lipase spesifik, yaitu lipase yang hanya mengkatalis jenis asam lemak tertentu. Lipase dapat dihasilkan dari berbagai sumber, antara lain tanaman, hewan, manusia, yeast, kapang, maupun bakteri. Menurut Lai et al. (1999), setiap lipase memiliki kecenderungan tersendiri dalam memotong rantai ester asam lemak dalam minyak, spesifikasi tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 4. Tabel 4. Spesifikasi lipase dari berbagai sumber mikroorganisme Mikroorganisme
Spesifikasi
Aspergillus niger Mocor javanicus Rhizomucor meihei Candida rugosa Staphylococcus aureus Rhizopus arrhizus Geotrichum candidum
Spesifik 1, 3 Spesifik 1,3 Spesifik 1,3 Non spesifik Non spesifik Spesifik 1,3 Non spesifik
Sumber: Lai et al. (1999) Lipase dapat digunakan untuk membuat konsentrat EPA dan DHA dari seluruh bagian komposisinya dengan efisien dan memiliki rendemen yang tinggi. Salah satu jenis lipase yang memberikan hasil hidrolisis selektif terbaik ialah lipase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger. Menurut Wanasundara dan Shahidi (1998), lipase bekerja dengan baik pada kondisi suhu 3040oC dan pH berkisar pada 5-7. Lipase tersebut spesifik memutus ikatan posisi stereochemical numbering (sn) 1 dan 3 pada triasilgliserol, sehingga asam lemak tak jenuh omega-3 yang umumnya terletak pada sn 2 dapat terjaga (Carvalho et al., 2009).
2.5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIDROLISIS ENZIMATIK 2.5.1. Suhu Pengaturan suhu pada kondisi lingkungan hidrolisis dapat mempengaruhi hasil hidrolisis tersebut. Suhu akan berpengaruh pada aktivitas dan stabilitas lipase, pengaruhnya dapat bersifat positif maupun negatif. Reaksi akan berjalan lebih cepat apabila suhu dinaikkan, dimana kecepatan reaksi hidrolisis akan meningkat hampir 2 kali untuk setiap kenaikan suhu 10oC. Hal ini terjadi karena gerakan molekulmolekul menjadi lebih cepat seiring bertambahnya suhu reaksi (Groggins, 1958). Namun, jika suhu yang digunakan melebihi 70oC akan menyebabkan denaturasi enzim yang basisnya merupakan protein. Denaturasi yang terjadi pada enzim menyebabkan enzim mengalami perubahan bentuk yang akan merusak sisi
7
aktifnya, sehingga enzim menjadi inaktif (Lehninger, 1995). Selain itu suhu tinggi akan menyebabkan terjadinya migrasi alkil secara non enzimatik, oksidasi, dan isomerisasi (Wanasundara dan Shahidi, 1998). Penggunaan suhu yang terlampau rendah juga akan mengakibatkan hidrolisis tidak sempurna karena reaksi berjalan lambat. Hal ini terjadi akibat tumbukan antar pereaksi yang rendah. Hidrolisis yang tidak sempurna akan mengurangi produk yang terbentuk, sehingga hasilnya akan lebih sedikit dibandingkan dengan reaksi sebenarnya. Selain mempengaruhi enzim, suhu juga mempengaruhi substrat, dimana suhu yang tinggi akan menurunkan viskositas campuran minyak. Suhu yang semakin tinggi juga akan mengakibatkan turunnya densitas minyak media reaksi. Media dengan densitas rendah akan meningkatkan difusitas serta mengakibatkan peningkatan transfer massa substrat dan produk (Kim et al., 2004).
2.5.2.
Derajat Keasaman (pH) Enzim yang merupakan protein atau polimer dari asam amino memiliki struktur yang rentan terhadap derajat keasaman (pH). Protein mudah terdenaturasi pada kondisi terlalu asam atau pH yang rendah, sedangkan pada pH tinggi (kondisi basa) protein akan cenderung inaktif (Lehninger, 1995). Penggunaan larutan buffer bernilai pH tertentu dapat membantu menstabilkan pH media. Perubahan pH media juga dapat mengubah status ionisasi enzim, sehingga mempengaruhi aktivitas dan selektifitas enzim tersebut (Kamarudin et al., 2008). Lipase umumnya merupakan enzim yang mempunyai kisaran pH cukup besar, yaitu antara 4-8. Namun, hal tersebut tergantung dari jenis asal mikroorganisme yang menghasilkan. Kondisi substrat juga akan berpengaruh pada aktivitas enzim, stabilitas, dan ketergantungannya kepada pH, sehingga kemungkinan pengaruh interaksi antar variabel proses akan cukup besar (Fu, 1995). Lipase memiliki sisi katalitik yang akan aktif pada nilai pH tertentu, tergantung dari asal dan status ionisasi asam amino penyusunnya. Asam amino asam, basa, dan netral hanya aktif pada satu bagian status ionisasi (Ozturk, 2001). Menurut Stauffer (1989), perubahan pH dari netral memungkinkan menjadi lemahnya kekuatan stabilitas bentuk protein, yang berakibat peningkatan denaturasi enzim dan pada akhirnya kehilangan aktivasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Saxena et al. (2009) stabilitas lipase pada kondisi asam berada pada pH diatas 4, sedangkan stabilitas lipase pada kondisi basa berapa pada pH diatas 8.
2.5.3.
Penambahan Air Proses hidrolisis tidak lepas dari peran adanya air dalam minyak atau lemak. Sejumlah air diperlukan lipase untuk mempertahankan aktivitasnya, namun banyaknya air pada media reaksi dapat mempengaruhi laju hidrolisis. Jumlah air yang perlu ditambahkan tergantung pada media reaksi, polaritas pelarut organik, dan sebagainya (Haraldson et al., 1997). Air mempengaruhi seluruh interaksi non kovalen yang mempertahankan bentuk sisi aktif lipase baik secara langsung maupun tidak langsung. Reaksi enzimatis yang berlangsung tanpa adanya air akan mengubah sisi aktifnya secara drastis hingga dapat menonaktifkan enzim (Zaks dan Klibanov, 1988).
8
Seperti terlihat pada lipase Pseudomonas fluorescens yang tidak aktif pada media yang kering. Namun, ketika ditambahkan 0,5 mg air/mg katalis terjadi peningkatan tajam pada aktivitas enzim. Hal ini menunjukkan meski air tidak tidak ikut serta dalam produk yang dihasilkan, namun jumlah air pada suatu reaksi akan mempengaruhi mobilitas enzim, dimana mobilitas lipase akan menjelaskan pula aktivitas enzimatik (Salis et al., 2008). Meski air dibutuhkan dalam reaksi, tetapi penambahan air yang terlalu banyak akan mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas karena reaksi hidrolisis pada triasilgliserol yang berlebihan. Penambahan air perlu diatur dengan baik karena semua proses didasarkan pada termodinamika dari kesetimbangan reaksi kimia yang bersifat reversible atau bolak-balik (Dordick, 1991). Air yang terlalu banyak juga akan menghambat kontak yang terjadi antara minyak ikan dan lipase, sedangkan jumlah air yang terlalu sedikit akan mengurangi kemungkinan kontak lipase dengan air yang bertindak sebagai pereaksi. (Paez et al., 2003). Sedikit air diperlukan untuk mencapai aktivitas maksimal enzim dalam pelarut hidrofobik dibandingkan pelarut hidrofilik. Pada penambahan air yang rendah, semakin rendah polaritas suatu pelarut akan mengakibatkan semakin tingginya aktivitas enzim (Medina et al., 2003). Mekanisme pengikatan air dengan media pelarut organik dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Mekanisme pengikatan air dengan media pelarut organik dalam reaksi hidrolisis (Medina et al., 2003)
2.5.4.
Kecepatan Pengadukan Keberhasilan proses hidrolisis secara enzimatis tidak hanya tergantung dari substrat dan lingkungannya, tetapi juga tergantung dari transfer masa serta luas permukaan substrat yang dapat dikatalis oleh enzim serta kemudahan kontak antara enzim dan substrat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sulaswatty (1998), pengadukan dengan kecepatan yang semakin tinggi akan meningkatkan tingkat hidrolisis minyak, dimana kecepatan dinaikkan dari 90 rpm ke 150 rpm. Namun, pada kecepatan 210 rpm produksi hasil hidrolisis yang diharapkan menurun. Menurut Buchler (1987), hidrolisis lemak dan minyak terjadi pada antar fasa cair dan minyak, sehingga pengadukan dapat membantu memperbesar luas permukaan kontak reaksi. Meski demikian, jika kecepatan pengadukan terlalu tinggi dapat mengakibatkan waktu kontak antara substrat dengan enzim terlalu cepat, sehingga proses tidak berjalan efektif.
9
2.6. RESPONSE SURFACE METHOD Optimasi menjadi bagian pada kegiatan penelitian dan pengembangan baik proses maupun produk yang dihasilkan. Optimasi dapat diterapkan pada penemuan baru maupun pada proses dan produk yang telah ada, kegiatan ini diharapkan dapat berlangsung dengan memanfaatkan fasilitas yang ada namun biaya yang dikeluarkan minimal. Menurut Hubeis (1997), penelitian yang menggunakan teknik optimasi pada prosesnya akan dipengaruhi peubah tidak bebas (respon) dan peubah bebas (faktor). Salah satu metode yang dapat digunakan dalam usaha optimasi adalah Response Surface Method (RSM). Metode perancangan eksperimen RSM menggabungkan teknik matematika dengan statistika yang digunakan untuk membuat dan menganalisa suatu respon Y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas atau faktor X guna mengoptimalkan respon tersebut. Menurut Sudjana (1994), semua variabel ini dapat diukur dan diketahui bahwa Y merupakan fungsi dari faktor-faktor X, hubungan antara keduanya secara umum dapat ditulis dalam bentuk Y = f (X1,X2,...,Xk). Proses optimasi menggunakan RSM melalui 2 tahap, yaitu orde pertama yang digunakan untuk mencari daerah optimal, kemudian dilanjutkan ke orde kedua guna mencari titik optimal. Hubungan antara respon Y dan faktor-faktor X untuk model orde pertama dapat ditulis sebagai berikut: Y = β0 + β1X1 + β2X2 + ... + ϵ Sementara, hubungan keduanya pada model orde kedua dirumuskan sebagai berikut: Y = â0 + ∑
âiXi + ∑
âiXi2 + ∑
∑
âijXiXj + å
dimana â melambangkan koefisien regresi, sedangkan å menunjukkan error. Pelaksanaan RSM dalam suatu proses perlu melalui beberapa tahap perencanaan seperti yang diuraikan oleh Cochran and Cox (1962), yaitu: a. Menentukan model persamaan orde pertama, dimana suatu desain eksperimen dilakukan untuk mengumpulkan data dan arah penelitian selanjutnya. b. Menentukan level faktor untuk pengumpulan data selanjutnya. c. Menentukan model persamaan orde kedua, dimana penentuan model ini dilakukan dengan melakukan desain eksperimen dengan level yang telah ditetapkan pada orde pertama. d. Menentukan titik optimum dari faktor-faktor yang diteliti. Berdasarkan tahapan tersebut, perlu adanya pertimbangan dalam pelaksanaan RSM, yaitu bagaimana menentukan faktor dan level yang sesuai dengan model yang akan dikembangkan. Jika faktor atau level yang dipilih dalam suatu eksperimen tidak tepat akan besar kemungkinan terjadi ketidakcocokan model, hal ini akan membuat penelitian yang dilakukan bersifat bias. Penggunaan RSM dalam kegiatan optimasi memiliki beberapa manfaat pada penerapannya, antara lain: - Menunjukkan bagaimana variabel respon Y dipengaruhi oleh variabel bebas X di wilayah yang diperhatikan secara tertentu - Menentukan pengaturan variabel bebas yang paling tepat dimana akan memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari respon yang diharapkan - Mengeksplorasi ruang dari variabel bebas X untuk mendapatkan hasil maksimum dan menentukan sifat dasar dari nilai maksimum
10
III. METODOLOGI 3.1. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan dalam proses hidrolisis minyak ikan ialah shaker incubator, erlenmeyer 50 ml, sudip, pipet mikro, gelas piala, sumbat karet, dan alumunium foil. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk analisa ialah erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, penangas, alumunium foil, dan buret. Pada penelitian ini juga digunakan beberapa peralatan pendukung seperti neraca analitik, waterbath, dan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS). Bahan-bahan yang diperlukan dalam hidrolisis antara lain minyak ikan lemuru yang diperoleh dari daerah Banyuwangi, enzim lipase Aspergillus niger yang diperoleh dari Amano Pharmaceutical Manufacturing Co., buffer sitrat fosfat (0,1M), aquades, pelarut organik heksana, metanol, dan gas nitrogen murni. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk analisa ialah alkohol netral, indikator phenolphtalein, KOH 0,1N, KOH beralkohol, serta HCl 0,5N.
3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2012 hingga Desember 2012. Penelitian pada tahap hidrolisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia, sedangkan tahap analisa dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan milik Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.3. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri atas karakterisasi minyak ikan sebagai bahan baku hidrolisis dan penentuan kecepatan pengadukan terbaik. Penelitian utama meliputi penentuan titik-titik optimum pada setiap faktor yang mempengaruhi hidrolisis enzimatik minyak ikan yaitu suhu, pH, penambahan air, dan kecepatan pengadukan. Diagram alir tahap penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
3.3.1. Karakterisasi Minyak Ikan Minyak ikan yang digunakan pada penelitian ini telah mengalami proses pemurnian dari tempat pengolahan ikan lemuru. Karakterisasi minyak ikan berupa sifat fisikokimia minyak dilakukan pada awal pelaksanaan penelitian sebagai acuan kualitas minyak ikan yang digunakan sebagai bahan baku. Sifat fisikokimia yang diamati meliputi bilangan asam, bilangan penyabunan, dan kadar asam lemak bebas (%FFA). Prosedur karakterisasi minyak ikan lemuru dapat dilihat pada Lampiran 1.
11
Mulai
Karakterisasi minyak ikan
Penentuan titik nol kecepatan pengadukan Penentuan titik optimum setiap faktor yang mempengaruhi hidrolisis dengan RSM (suhu, pH, penambahan air, dan kecepatan pengadukan)
Penentuan hubungan tingkat hidrolisis dengan kandungan total omega-3
Selesai Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian
3.3.2. Penentuan Kecepatan Pengadukan Kecepatan pengadukan merupakan parameter yang ditambahkan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi hidrolisis minyak ikan. Kecepatan pengadukan yang terpilih pada tahap ini akan menjadi titik pusat pada desain perlakuan penentuan titik optimum di tahap selanjutnya. Minyak ikan sebanyak 4 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan air sebanyak 5% ⁄ . Pelarut organik ditambahkan ke dalam campuran minyak dan larutan enzim tersebut dengan perbandingan 1:3 terhadap enzim yang telah dilarutkan dalam buffer (pH setting awal), setelah itu dibilas dengan gas nitrogen murni selama 30 detik. Erlenmeyer segera ditutup dengan sumbat karet, alumunium foil, dan diikat dengan karet gelang. Amano Lipase A dari Aspergillus niger sebanyak 800 unit (200 U/g substrat) (Lampiran 2) dimasukkan ke dalam larutan buffer sitrat fosfat pH 5 0,1 M sebanyak 6 ml. Larutan enzim tersebut ditambahkan ke dalam wadah gelas, kemudian wadah tersebut dimasukkan ke dalam shaker incubator dengan perlakuan suhu 45oC dan kecepatan pengadukan sesuai yang diujikan selama 48 jam.
3.3.3. Penentuan Titik Optimal Faktor-faktor Hidrolisis Kajian ini menggunakan desain percobaan central Composite Design (CCD) dan dilakukan 2 ulangan pada titik pusat sehingga memenuhi model kuadratik. Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi hidrolisis enzimatik, yaitu suhu, pH, penambahan air, dan kecepatan pengaduk. Dengan empat peubah tersebut, maka ditentukan nilai-nilai tiap level dan dibuat desain matriks untuk penentuan kondisi terbaik yang menjadi titik optimal pada setiap faktor. Tiga dari keempat faktor tersebut telah diketahui nilainya dari penelitian terdahulu, sedangkan faktor kecepatan pengadukan belum diketahui sehingga nilainya disimbolkan sebagai D. Masingmasing peubah uji terdiri dari lima level dengan rentang tertentu pada nilai setiap
12
levelnya, rancangan tersebut disajikan pada Tabel 5 sedangkan desain matriks percobaan dapat dilihat pada Tabel 6. Proses hidrolisis dilakukan sesuai prosedur pada penentuan kecepatan pengadukan, namun kondisi setiap faktor disesuaikan dengan kombinasi perlakuan pada desain percobaan. Hasil dari percobaan ini kemudian data akan diolah menggunakan software Design Expert 7.0.0 dan didapatkan hasil titik-titik optimal dalam hidrolisis enzimatik minyak ikan lemuru untuk memproduksi asam lemak omega-3 yang optimum. Tabel 5. Level dari faktor-faktor hidrolisis enzimatik Faktor o
Suhu ( C) pH Penambahan air (% ⁄ ) Kecepatan Pengadukan (rpm)
Simbol
Level
A B C
35 3 3
-1 40 4 4
0 45 5 5
1 50 6 6
55 7 7
D
D- 2
D-1
D0
D+1
D+
3.3.4. Penentuan Hubungan Tingkat Hidrolisis dengan Kandungan Total Omega-3 Hasil hidrolisis terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan polar dan non polar. Lapisan non polar yang terdiri dari heksana yang bercampur dengan asam lemak, Triacylgliserol, Diacylgliserol, dan Monoacygliserol akan cenderung berada di atas. Lapisan polar akan berada di lapisan bawah. Lapisan non polar tersebut kemudian diuapkan dengan rotary evaporator guna menghilangkan sisa pelarut yang ada. Sampel tersebut kemudian dianalisa menggunakan GC-MS Agilent, hasil fragmentasinya dibandingkan dengan database wiley 7 untuk mengetahui jenis asam lemak dan persentase total omega-3-nya.
13
Tabel 6. Desain matriks percobaan dan hasil respon Tipe
A (oC)
B
C (% ⁄
Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Aksial Aksial Aksial Aksial Aksial Aksial Aksial Aksial Fakta Fakta Fakta Fakta Fakta Fakta Fakta Fakta Fakta Fakta Fakta Fakta Fakta Fakta Fakta Fakta
45 45 45 45 45 45 45 45 55 45 45 35 45 45 40 40 50 50 50 40 50 50 50 40 50 50 40 40 40 40
5 5 5 5 5 5 5 7 5 5 5 5 5 3 4 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 4 4 6 4 4
5 5 5 5 5 5 7 5 5 5 3 5 5 5 4 4 4 4 4 6 6 6 6 6 6 4 4 4 6 6
D (rpm) D0 D0 D0 D0 D0 D0 D0 D0 D0 D+ D0 D0 DD0 D-1 D+1 D+1 D-1 D+1 D-1 D-1 D-1 D+1 D+1 D+1 D-1 D+1 D-1 D+1 D-1
Y Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 Y17 Y18 Y19 Y20 Y21 Y22 Y23 Y24 Y25 Y26 Y27 Y28 Y29 Y30
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI MINYAK IKAN Minyak ikan lemuru yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Banyuwangi, Jawa Timur yang menjadi sentra pengolahan ikan lemuru. Minyak ikan tersebut merupakan hasil samping industri pengalengan ikan lemuru yang telah melalui proses pemurnian. Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui kondisi awal minyak yang menjadi bahan baku penelitian. Karakterisasi yang dilakukan meliputi pengujian bilangan asam, kadar asam lemak bebas (%FFA), dan bilangan penyabungan. Hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 8. Tabel 7. Karakterisasi minyak ikan Karakterisasi Bilangan asam (mg KOH/g) Kadar asam lemak bebas (%) Bilangan penyabunan (mg KOH/g)
Sampel minyak ikan 2,72 1,36 184,39
Minyak ikan lemuru* 1,40 0,70 201,80
Sumber* : Wajizah (2012) Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bilangan asam minyak awal sebesar 2,72 mg KOH/g, sedangkan nilai rujukan dari Wajizah (2012) sebesar 1,40 mg KOH/g. Bilangan asam menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak dan dinyatakan sebagai jumlah KOH 0,1N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas pada 1 gram minyak (Ketaren, 1986). Hasil pengujian bilangan asam minyak yang digunakan dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan karakterisasi minyak ikan komersial dari rujukan. Selain itu, kadar asam lemak bebas minyak ikan yang digunakan sebesar 1,36% juga lebih tinggi dibandingkan rujukan yang bernilai 0,70%. Menurut Ketaren (1986), minyak memiliki kualitas yang semakin baik jika kandungan asam lemak bebas di dalamnya semakin rendah, kurang lebih sebesar 2%. Jika minyak mengandung asam lemak bebas yang tinggi, maka aktivitas katalitik enzim pada reaksi akan menurun. Hal ini tentu akan mempengaruhi hasil dari hidrolisis yang dilakukan. Pada pengujian selanjutnya, bilangan penyabunan minyak ikan ialah 184,39 mg KOH/g. Nilai ini lebih rendah dibandingkan rujukan yang memiliki bilangan penyabungan 201,80 mg KOH/g. Bilangan penyabunan menunjukkan jumlah asam lemak yang tersabunkan di dalam minyak. Nilai ini nantinya akan ikut berperan dalam menentukan tingkat hidrolisis minyak. Nilai bilangan penyabunan yang lebih rendah dari rujukan menunjukkan bahwa minyak belum mengalami oksidasi yang cukup berarti. Apabila oksidasi terjadi, senyawa keton maupun aldehid yang merupakan hasil dari oksidasi akan dibaca juga sebagai asam lemak, sehingga akan meningkatkan total asam lemak yang tersabunkan dan nilai bilangan penyabunan akan semakin tinggi. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, dari tiga parameter karakterisasi minyak ikan lemuru terdapat dua parameter yang memiliki nilai yang lebih tinggi dari rujukan, yaitu bilangan asam dan kadar asam lemak bebas, namun nilainya masih dalam batas karena kurang dari 2%. Bilangan penyabunan sampel lebih rendah dibandingkan bilangan penyabunan minyak ikan lemuru yang menjadi rujukan. Hal ini menunjukkan bahwa minyak ikan lemuru tersebut masih dapat dikategorikan memiliki kualitas yang baik dan layak digunakan pada penelitian ini.
15
4.2. PENENTUAN KECEPATAN PENGADUKAN Proses hidrolisis enzimatis juga dipengaruhi oleh transfer masa serta luas permukaan substrat yang mampu dikatalis oleh enzim. Hal tersebut juga akan memberi pengaruh pada tingkat kemudahan kontak enzim dengan substrat. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan kondisi kecepatan pengadukan pada proses hidrolisis, pengadukan tersebut adalah salah satu cara untuk mempertinggi kontak antara enzim dan substrat (Buchler, 1987). Percobaan ini dilakukan pada lima tingkat kecepatan pengadukan, dimana setiap tingkat memiliki rentang 50 rpm. Tingkat terendah dilakukan pada kecepatan 50 rpm, sedangkan tingkat tertinggi diatur pada kecepatan 200 rpm. Data hasil penentuan kecepatan pengadukan tersebut disajikan dalam grafik pada Gambar 5.
Tingkat hidrolisis (%)
60 50 40 30 20 10 0 0
50
100
150
200
250
300
Kecepatan pengadukan (rpm) Gambar 5. Tingkat hidrolisis minyak ikan lemuru pada berbagai kecepatan pengadukan Hidrolisis lemak dan minyak terjadi pada antar fasa air-minyak, sehingga dapat dilakukan usaha untuk memperluas permukaan kontak yang akan memudahkan kontak antara enzim dan substrat (Buchler, 1987). Dari grafik terlihat adanya peningkatan tingkat hidrolisis yang cukup signifikan di setiap penambahan kecepatan. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan kecepatan pengadukan dengan tingkat hidrolisis minyak ikan. Pengadukan pada berbagai kecepatan akan memberikan hasil hidrolisis yang berbeda. Terlihat pada kecepatan pengadukan rendah dihasilkan pula tingkat hidrolisis minyak ikan yang rendah. Sedangkan tingkat hidrolisis tertinggi sebesar 50,47% dicapai pada saat kecepatan pengadukan 200 rpm, namun tingkat hidrolisis menurun saat kecepatan dinaikkan menjadi 250. Dimungkinkan pada kecepatan 200 rpm tersebut permukaan kontak telah melebar dan meningkatkan kontak antara enzim dan substrat, sehingga tingkat hidrolisis minyak semakin besar. Hasil tersebut juga sesuai dengan pernyataan Hui (1996), yaitu seiring bertambah tingginya kecepatan pengadukan akan menaikkan pergerakan molekul dan menyebabkan terjadinya tumbukan. Tumbukan tersebut akan membantu terjadinya kontak antara enzim dengan minyak lebih cepat. Berdasarkan Groggins (1958), diketahui dengan bertambahnya jumlah tumbukan tersebut maka akan bertambah pula nilai konstanta kecepatan reaksi yang terjadi. Tingkat hidrolisis terbaik pada percobaan ini akan menentukan kecepatan pengadukan yang terpilih untuk digunakan pada penelitian utama. Berdasarkan data yang ada, kecepatan
16
pengadukan yang menghasilkan respon berupa tingkat hidrolisis terbaik akan menjadi nilai titik pusat pada desain penelitian utama, yaitu ketika hidrolisis berjalan pada 200 rpm. Nilai ini akan direntangkan ke batas bawah dan batas atas, dimana setiap level akan memiliki selisih 50 rpm.
4.3. ANALISA KOMBINASI FAKTOR TERHADAP RESPON Penelitian ini mengamati empat faktor yang memiliki pengaruh pada tingkat hidrolisis minyak ikan. Data yang dihasilkan dari percobaan diolah menggunakan software Design Expert 7.0.0, dimana pada pilihan analisa dapat diketahui interaksi antar faktor dengan melihat tingkat hidrolisis yang dihasilkan. Analisa tersebut akan menghasilkan persamaan-persamaan matematis yang kemudian ditampilkan dalam grafik. Tampilan persamaan-persamaan ini dalam bentuk grafik disebut sebagai permukaan respon. Menurut Mason et al. (1989), permukaan respon merupakan bentuk geometri yang didapatkan jika suatu peubah respon diproyeksikan sebagai fungsi dari satu atau beberapa peubah kuantitatif. Design Expert memberi beberapa pilihan tampilan grafik, antara lain ialah grafik kontur dan 3D-Surface. Berdasarkan perhitungan ANOVA yang dilakukan, terdapat informasi nilai F-hitung pada setiap kombinasi faktor. Nilai F-hitung tersebut memperlihatkan pengaruh kombinasi faktor terhadap respon, diketahui bahwa semakin besar nilai F-hitung maka pengaruhnya semakin nyata. Terdapat 4 kombinasi faktor yang memiliki nilai F-hitung lebih dari atau sama dengan 0,50 yaitu kombinasi suhu-pH (AB), suhu-penambahan air (AC), suhu-kecepatan pengadukan (AD), dan suhu-penambahan air (AC). Kombinasi faktor lainnya memiliki nilai Fhitung jauh dibawah 0,50 yaitu sebesar 0,25 untuk kombinasi faktor pH-kecepatan pengadukan (BD) dan 0,11 untuk kombinasi faktor penambahan air-kecepatan pengadukan (CD).
4.3.1. Faktor Suhu dan pH (AB) Kedua faktor ini mempengaruhi hidrolisis enzimatik minyak ikan yang dilakukan, dimana jika hidrolisis berlangsung pada suhu dan pH yang tepat akan menghasilkan produk yang optimum. Grafik kontur ini menunjukkan hubungan antara faktor A dan B, dimana A merupakan simbol dari suhu dan B adalah pH. Sementara itu, faktor C dan D menyimbolkan penambahan air dan kecepatan pengadukan. Grafik digambarkan dengan rentang dari 40 hingga 50 oC untuk faktor A dan rentang nilai 4 hingga 5 untuk faktor B, sedangkan faktor C dan D pada kondisi nilai titik pusat, yaitu 5% ⁄ dan 200 rpm. Grafik kontur menampilkan kondisi kedua faktor dimana nilai respon maksimal, wilayah tersebut ditandai dengan warna merah. Ditampilkan pada Gambar 6(a) berupa grafik tiga dimensi yang menampilkan permukaan model dari faktor suhu, pH, dan tingkat hidrolisis. Pada gambar ini dapat terlihat lebih jelas bentuk model yang menyerupai parabola, hal ini dianggap baik karena grafik ini menunjukkan adanya nilai maksimal sebelum pada akhirnya menurun. Posisi nilai respon tersebut ditunjukkan pada permukaan yang paling tinggi dibandingkan lainnya. Perhitungan ANOVA pada Design Expert menunjukkan nilai F-hitung kombinasi kedua faktor ini yang cukup tinggi, yaitu 0,50. Hal ini mengindikasikan bahwa kombinasi faktor suhu dan pH memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat hidrolisis sebagai respon pada penelitian ini.
17
Tingkat Hidrolisis
(a)
(b) Gambar 6. (a) Grafik 3D-surface respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan suhu dan pH (b) Grafik kontur respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan suhu dan pH Pada gambar 6(b), terlihat garis-garis kontur melingkar dengan titik merah di tengah lingkaran terdalam. Hal ini menunjukkan bahwa nilai respon terbaik akan diperoleh pada kondisi yang mendekati titik pusat dari desain percobaan. Sebanyak
18
enam titik merah pada gambar merupakan enam titik center point atau titik pusat dari percobaan yang dilakukan, dimana semua kondisi faktor menggunakan nilai pada titik pusat. Terlihat meski titik pusat memiliki nilai respon pada wilayah merah, namun letaknya tidak tepat di tengah lingkaran kontur terdalam, melainkan sedikit bergeser ke kanan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai respon terbaik akan diperoleh dengan mengondisikan faktor-faktor tidak pada titik titik pusat, tetapi sedikit bergeser ke arah kiri. Pada rentang suhu yang ada dalam desain penelitian, nilai terendah ialah 35 oC dan setiap peningkatan level nilainya naik 5oC hingga level tertinggi pada nilai 55oC. Hasil hidrolisis terbaik dari desain percobaan diperoleh pada saat perlakuan suhu 45oC, yaitu hingga 54,64%. Hasil tersebut juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Raharja et al. (2010), hidrolisis dilaksanakan pada suhu 25 oC hingga 65oC dengan kenaikan 10oC setiap tingkatnya. Hasil penelitian menunjukkan nilai tingkat hidrolisis semakin besar seiring dengan peningkatan suhu yang digunakan dan mencapai hasil terbaik pada 45oC. Tingkat hidrolisis kemudian menurun pada 55 oC dan hasilnya semakin menurun tajam pada 65 oC. Menurut Groggins (1958), reaksi akan berjalan cepat apabila suhu dinaikkan, hal ini terjadi karena gerakan molekul menjadi lebih cepat seiring meningkatnya suhu. Kecepatan reaksi hidrolisis akan meningkat hingga dua kali pada setiap kenaikan suhu 10 oC. Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa protein merupakan penyusun utama enzim yang dapat terdenaturasi pada suhu tertentu. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan kerusakan struktur enzim yang akan mengakibatkan enzim menjadi terdeaktivasi, sehingga proses hidrolisis menjadi terhambat. Selain suhu, kondisi pH berpengaruh penting pada proses hidrolisis. Penggunaan buffer dengan pH tertentu akan menjaga pH, karena aktivitas lipase sangat sensitif terhadap pH. Pada penelitian ini didapatkan tingkat hidrolisis terbaik pada saat kondisi pH 5, sedangkan pada pH dibawah dan di atas 5 tingkat hidrolisisnya terhitung lebih rendah. Kondisi pH dalam suatu reaksi sebaiknya tidak terlalu asam maupun basa karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terdenaturasinya enzim. Pada umumnya enzim akan memiliki kestabilan dan kinerja yang baik pada pH 4,5-8 (Williamson dan Fieser, 1992). Rendahnya tingkat hidrolisis pada pH diatas 5 tersebut kemungkinan dikarenakan enzim mulai terdenaturasi sehingga aktivitasnya menurun. Titik biru membantu peneliti melihat posisi tepat di tengah pada kontur terdalam. Titik biru inilah nilai respon yang diharapkan dapat diperoleh berdasarkan perhitungan dari software. Garis putus-putus berwarna hitam pada gambar dibuat untuk mempermudah perkiraan posisi perlakuan pada faktor suhu dan pH. Terlihat bahwa nilai respon terbaik diharapkan akan didapatkan jika kondisi suhu lebih kecil dari 45oC yang merupakan titik pusat. Kondisi tersebut masih sesuai dalam rentang suhu yang sebaiknya digunakan dalam hidrolisis enzimatik. Sedangkan faktor pH dikondisikan sedikit lebih tinggi dari nilai titik pusat, yaitu 5. Namun, nilai pastinya akan diperoleh menggunakan perhitungan dengan Design Expert.
4.3.2. Faktor Suhu dan Penambahan Air (AC) Kombinasi kedua faktor ini memiliki peranan penting dalam proses hidrolisis minyak ikan. Perlakuan pada faktor suhu akan mempengaruhi kinerja dari lipase dan
19
viskositas substrat yang digunakan. Pada plot data yang ditampilkan dalam grafik kontur, terlihat nilai respon optimum yang diharapkan mendekati titik pusat. Plot grafik ini dilakukan pada rentang 40oC hingga 50oC untuk faktor suhu dan rentang 4% ⁄ hingga 6% ⁄ untuk faktor penambahan air. Rentang tersebut merupakan rentang nilai respon optimum dapat terlihat dengan jelas karena nilainya yang dekat dengan titik pusat. Gambar 7(a) menampilkan grafik 3D-surface untuk kombinasi faktor suhu dan penambahan air terhadap respon. Bentuknya yang menyerupai parabola terlihat seimbang dan titik tertinggi berada di tengah lengkungan. Informasi lain yang diperoleh dari perhitungan ANOVA ialah adanya nilai F-hitung kombinasi kedua faktor ini. Nilai F-hitung sebesar 0,76 menunjukkan bahwa kombinasi faktor suhu dan penambahan air memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon dalam hidrolisis minyak ikan lemuru menggunakan Amano Lipase A dari Aspergillus niger. Seperti ditampilkan pada Gambar 7(b), grafik kontur menunjukkan bahwa perlakuan suhu yang digunakan pada penelitian belum tepat untuk menghasilkan nilai respon optimum. Ketika ditarik garis vertikal ke bawah dari titik biru yang merepresentasikan nilai respon optimum, terlihat suhu sebaiknya dikondisikan sedikit dibawah 45oC. Apabila dibandingkan dengan suhu optimum pada spesifikasi lipase, nilai tersebut juga sedikit bergeser. Pengujian spesifikasi lipase yang digunakan seperti yang ditampilkan pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa Amano Lipase A dari Aspergillus niger akan bekerja dengan baik pada suhu optimum 45oC. Pergeseran nilai suhu ini oleh berbagai hal, diantaranya pada penentuan titik pusat di orde pertama hanya dilakukan pengamatan faktor tunggal, sehingga ketika dilakukan kombinasi faktor tersebut dengan faktor lainnya akan mempengaruhi proses yang berlangsung dalam hidrolisis. Selain itu, pergeseran tersebut terjadi karena adanya keterbatasan pada model yang tidak mampu merepresentasikan faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi respon. Meski demikian, kondisi suhu yang tidak bergeser jauh dari spesifikasi lipase akan diverifikasi kembali sehingga dapat diketahui ketepatan kondisi tersebut dalam menghasilkan respon yang optimum. Demikian juga halnya dengan faktor penambahan air, ketika ditarik garis horizontal ke arah kiri terlihat adanya pergeseran kondisi kecepatan pengadukan dari titik pusat meskipun sangat kecil. Grafik menunjukkan bahwa respon dapat dihasilkan optimum apabila air ditambahkan sedikit lebih banyak dari 5% ⁄ . Pada percobaan dengan penambahan air di atas 5% ⁄ terlihat tingkat hidrolisis mulai menurun. Menurut Turner et al. (2003), dalam lingkungan hidrofobik aktivitas katalitik enzim tertinggi akan diperoleh jika penggunaan air kurang dari 10% ⁄ , sehingga penambahan air sebaiknya tidak berlebihan.
20
Tingkat Hidrolisis
(a)
(b) Gambar 7. (a) Grafik 3D-surface respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan suhu dan penambahan air (b) Grafik kontur respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan suhu dan penambahan air
4.3.3. Faktor Suhu dan Kecepatan Pengadukan (AD) Kombinasi faktor lain yang juga mempengaruhi hidrolisis minyak ikan ialah suhu dan kecepatan pengadukan. Plot data pada grafik kontur untuk faktor suhu dipetakan pada rentang 40oC hingga 50oC, sedangkan faktor kecepatan pengadukan pada rentang 150 hingga 250 rpm.
21
Gambar 8(a) menampilkan plot data pada grafik 3D-surface yang memiliki bentuk seperti parabola. Puncak tertinggi pada grafik terlihat tidak persis berada di tengah-tengah, hal ini dikarenakan pergeseran kondisi kecepatan pengadukan yang cukup besar sehingga grafik sedikit lebih tinggi pada bagian kiri yang merepresentasikan faktor kecepatan pengadukan. Pada perhitungan ANOVA, diketahui bahwa kombinasi kedua faktor ini memiliki nilai F-hitung yang paling besar dibandingkan nilai F-hitung kombinasi faktor lainnya, yaitu 0,77. Nilai ini menunjukkan kombinasi faktor suhu dan kecepatan pengadukan memberikan pengaruh yang paling nyata terhadap respon. Perubahan perlakuan pada kedua faktor ini akan sangat mempengaruhi nilai respon yang dihasilkan. Pada Gambar 8(b) terlihat bahwa titik pusat pada percobaan memiliki hasil yang berada dalam lingkaran kontur terdalam. Hal ini menunjukkan nilai respon pada titik pusat percobaan telah mendekati nilai respon optimum yang diharapkan. Diberikan bantuan dengan menambahkan titik biru pada kontur terdalam yang menampilkan titik respon yang diharapkan seharusnya berada. Ketika ditarik garis vertikal ke bawah, pada kombinasi ini suhu dikondisikan sedikit ke arah kiri dari titik pusat atau juga dapat dipahami sebagai kondisi suhu lebih kecil dari titik pusat. Pada saat hidrolisis berjalan pada suhu yang tidak sesuai, proses hidrolisis akan terhambat. Terhambatnya proses hidrolisis tentunya juga akan mempengaruhi hasil hidrolisis yang terjadi. Menurut Fu (1995), lipase mampu menghidrolisis minyak dan lemak pada kisaran suhu 30-40oC. Pada kondisi suhu di atas dan dibawah optimalnya, aktivitas enzim akan berkurang. Peningkatan suhu mulai dari 50oC secara bertahap enzim akan menjadi inaktif karena denaturasi protein, sedangkan pada suhu yang sangat rendah enzim tidak benar-benar rusak namun aktivitasnya akan sangat berkurang. Guna melihat kondisi faktor kecepatan pengadukan untuk hasil respon yang optimum, ditariklah garis horizontal ke arah kiri. Terlihat bahwa untuk faktor kecepatan pengadukan ini terjadi pergeseran yang cukup besar dibandingkan faktorfaktor lainnya. Hidrolisis sebaiknya dilakukan pada kecepatan yang lebih tinggi dari 200 rpm namun kurang dari 225 rpm. Diketahui bahwa pengadukan dapat menimbulkan panas, sehingga kemungkinan dapat pula mempengaruhi suhu yang digunakan. Apabila panas yang ditimbulkan membuat suhu naik tentunya akan mempengaruhi kinerja dari enzim yang rentan terhadap suhu. Nilai pasti dari kondisi kecepatan pengadukan dapat diketahui dengan perhitungan lebih lanjut menggunakan Design Expert.
22
(a)
(b) Gambar 8. (a) Grafik 3D-surface respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan suhu dan kecepatan pengadukan (b) Grafik kontur respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan suhu dan kecepatan pengadukan
4.3.4. Faktor pH dan Penambahan Air (BC) Pada perhitungan ANOVA, diketahui bahwa kombinasi kedua faktor ini memiliki nilai F-hitung sebesar 0,53. Nilai ini menunjukkan kombinasi faktor pH dan penambahan air memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon. Perubahan perlakuan pada kedua faktor ini akan memberikan pengaruh terhadap nilai respon yang dihasilkan. Kombinasi kedua faktor ini memiliki kaitan yang erat dalam proses
23
hidrolisis, seperti diketahui bahwa pH akan mempengaruhi kinerja dari enzim lipase yang digunakan sedangkan jumlah air yang ditambahkan akan mempengaruhi aktivasi enzim dan proses hidrolisis yang berlangsung. Air yang digunakan pada penelitian ini adalah air yang telah disuling atau yang juga dikenal dengan akuades. Sebelum ditambahkan pada campuran bahan, dilakukan pengukuran pH terhadap air yang ditambahkan. Air tersebut memiliki pH netral yang bernilai 7, sedangkan buffer yang ditambahkan bervariasi tergantung kondisi pH pada desain percobaan. Gambar 9(a) memperlihatkan grafik 3D-surface dari plot data penelitian yang dilakukan. Grafik ini berbentuk menyerupai parabola dan terlihat seimbang pada kedua sisi, titik pusat percobaan pun terletak tepat di tengah parabola. Hal ini menunjukkan hasil percobaan yang baik karena kondisi faktor yang diharapkan akan mengoptimumkan respon mendekati titik pusat percobaan. Pada Gambar 9(b) ditampilkan grafik kontur kombinasi faktor pH dan penambahan air. Pada kombinasi kedua faktor, titik merah yang menyimbolkan titik pusat percobaan terlihat berada di lingkaran kontur terdalam. Apabila diberikan titik biru yang menyimbolkan respon optimum yang diharapkan, terlihat titik pusat percobaan tidak terletak jauh dari titik biru tersebut. Hal ini menunjukkan hasil perlakuan percobaan telah mendekati hasil respon yang diharapkan, sehingga kondisi faktor yang ada tidak bergeser terlalu jauh. Ketika ditarik garis secara horizontal ke arah kiri terlihat bahwa penambahan air sebaiknya sedikit lebih banyak dari 5% ⁄ , sedangkan ketika ditarik garis vertikal ke bawah diketahui bahwa nilai respon akan optimum apabila kondisi pH sedikit di atas 5. Berdasarkan hasil analisa lipase yang digunakan oleh Amano Pharmaceutical Manufacturing Co. seperti yang terlihat pada Lampiran 2, diketahui Amano Lipase A dari Aspergillus niger bekerja dengan baik pada pH 6,5 namun hasil percobaan menunjukkan bahwa tingkat hidrolisis tertinggi dicapai ketika pH pada kondisi di bawahnya. Kemungkinan hal ini disebabkan kondisi pengujian yang berbeda oleh Amano Pharmaceutical Manufacturing Co. dengan kondisi hidrolisis yang dilakukan selama penelitian ini. Adanya tambahan bahanbahan yang juga berbeda dengan kondisi saat pengujian dapat mempengaruhi hasil. Buffer juga dikenal dengan larutan penyangga, yaitu larutan yang mampu mempertahankan pH atau juga dapat didefinisikan sebagai larutan yang nilai pH-nya tidak mengalami perubahan apabila ditambahkan sedikit asam kuat maupun basa kuat. Buffer asam terbentuk dari campuran asam lemah dengan basa konjugasinya (A-), sedangkan buffer basa terbentuk dari campuran basa lemah dan asam konjugasinya (B-). Buffer asam akan mempertahankan pH pada daerah bernilai pH dibawah 7, sebaliknya untuk buffer basa akan menjaga pH tetap berada pada pH di atas 7. Pada suatu campuran yang terdapat buffer, apabila ditambahkan sedikit asam kuat maka kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri, ion H+ yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion A- dan membentuk HA sehingga pada kesetimbangan yang baru tidak terdapat perubahan konsentrasi H + yang berarti dan nilai pH dapat dipertahankan pada kisarannya. Hal yang serupa terjadi ketika ditambahkan sedikit basa kuat, kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan dengan bereaksinya ion OH - dari basa kuat dengan H+ dari larutan membentuk air sehingga nilai pH tetap dapat dipertahankan. Pada penelitian ini dilakukan perlakuan penambahan air yang berbedabeda, namun hal itu tidak mempengaruhi nilai pH pada campuran karena adanya buffer. Penambahan air tersebut diharapkan mampu mengaktifkan sisi katalitik enzim
24
lipase serta meningkatkan fleksibilitas dan mobilitas enzim dalam menghidrolisis substratnya. Ketika suatu campuran ditambahkan H2O, air tersebut akan terurai menjadi H+ dan OH-, namun konsentrasinya sangat kecil sehingga dapat diabaikan dan tidak akan mengganggu nilai pH.
(a)
(b) Gambar 9. (a) Grafik 3D-surface respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan pH dan penambahan air (b) Grafik kontur respon permukaan proses hidrolisis pada perlakuan pH dan penambahan air
25
4.3.5. Faktor pH dan Kecepatan Pengadukan (BD) Kombinasi faktor pH dan kecepatan pengadukan memiliki nilai F-hitung sebesar 0,25 pada perhitungan ANOVA. Nilai ini cukup rendah apabila dibandingkan dengan kombinasi faktor-faktor sebelumnya. Nilai tersebut mengindikasikan pengaruh kombinasi kedua faktor pada respon. Rendahnya nilai F-hitung menunjukkan bahwa kombinasi faktor pH dan kecepatan pengadukan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada respon tingkat hidrolisis. Seperti yang telah diketahui dari pembahasan sebelumnya bahwa pH akan mempengaruhi kinerja dan stabilitas enzim lipase yang digunakan, dengan penggunaan buffer diharapkan mampu mempertahankan pH selama hidrolisis berlangsung. Apabila dilihat dari grafik kontur kombinasi kedua faktor diketahui bahwa pH yang menghasilkan respon optimum terletak sedikit di atas 5, sedangkan faktor kecepatan pengadukan pada kondisi lebih dari 200 rpm. Pergeseran faktor kecepatan pengadukan cukup jauh dari titik respon optimum yang diharapkan. Hal ini juga mempengaruhi plot data pada grafik 3D-surface yang cenderung lebih tinggi pada permukaan lengkungan di sebelah kiri. Setiap enzim memiliki pH optimal yang menjaga kinerja maupun strukturnya dalam suatu lingkungan tempat enzim bekerja. Perubahan pH media akan memicu ionisasi pada sisi rantai asam amino dan mengganggu struktur alami enzim sehingga enzim terdenaturasi. Percobaan yang dilakukan mendapatkan respon tertinggi pada kondisi pH 5 dan diharapkan akan optimum pada pH sedikit di atas 5. Hal ini sesuai dengan pernyataan Petersen et al. (2001) bahwa lipase dari Aspergillus niger aktif pada lingkungan yang memiliki rentang pH 4,5-6,5. Hasil dari percobaan masih berada dalam rentang pH tersebut, apabila pH berada di bawah rentang pH optimum enzim akan mengalami penggumpalan karena lipase dari Aspergillus niger memiliki titik isoelektrik pada pH 4,1. Kecepatan pengadukan yang bervariasi juga akan menghasilkan respon yang bervariasi. Peningkatan kecepatan pengadukan akan meningkatkan pula tingkat hidrolisis minyak karena pergerakan molekul yang semakin cepat. Peluang bertemunya enzim dengan substrat juga akan lebih besar apabila kecepatan dinaikkan, namun apabila kecepatan terlampau tinggi hidrolisis tidak akan berlangsung dengan baik karena waktu kontaknya yang cenderung lebih singkat. Seperti yang terjadi pada penelitian Savitri (2004), ketika mencoba melakukan penentuan kondisi optimum kecepatan pengadukan dalam sintesis selulosa asetat didapatkan hasil yield yang justru menurun karena kecepatan pengadukan yang terlampau tinggi. Ketika kecepatan pengadukan diperbesar terjadi peningkatan pada kecepatan asetilasinya, namun kecepatan reaksi hidrolisis justru lebih besar dari kecepatan asetilasinya sehingga produk yang dihasilkan menjadi berkurang.
4.3.6. Faktor Penambahan Air dan Kecepatan Pengadukan (CD) Selain suhu dan pH, faktor lain yang juga mempengaruhi berlangsungnya hidrolisis enzimatik adalah penambahan air dan kecepatan pengadukan. Adanya air mempengaruhi reaksi yang terjadi, dimana pada prinsipnya air dapat membantu terjadinya kontak antara substrat dengan enzim. Di sisi lain, enzim lipase aktif pada permukaan antara lapisan air dan minyak, sehingga adanya pengadukan akan membantu terjadinya kontak ini.
26
Grafik kontur ini menunjukkan hubungan antara faktor C dan D, dimana C merupakan simbol dari penambahan air dan D adalah kecepatan pengadukan. Sementara itu, faktor A dan B menyimbolkan suhu dan pH. Grafik digambarkan dengan rentang dari 4 hingga 6% ⁄ untuk faktor C dan rentang nilai 150 hingga 250 untuk faktor D, sedangkan faktor A dan B pada kondisi nilai titik pusat, yaitu 45oC dan pH 5. Seperti pada pembahasan kedua faktor sebelumnya, grafik kontur menunjukkan bahwa nilai respon terbaik dari desain percobaan yang dilakukan terletak pada wilayah merah yang merupakan wilayah maksimum. Meski demikian, nilai respon optimum dari perhitungan software akan diperoleh apabila penambahan air lebih dari 5% ⁄ , namun nilainya tidak bergeser terlalu jauh dari titik pusat. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Raharja et al. (2010), dimana seiring meningkatnya jumlah air yang ditambahkan dari rentang 1 hingga 5% ⁄ tingkat hidrolisis juga meningkat, dari penelitian tersebut didapatkan tingkat hidrolisis tertinggi pada penambahan air 5% ⁄ Hal tersebut didukung dengan pernyataan Paiva et al. (2000) bahwa aktivitas lipase dalam pelarut organik didukung oleh penggunaan air optimum pada rentang 0,75 hingga 5% ⁄ . Meski demikian, jumlah air yang terlalu sedikit akan mengurangi kemungkinan kontak antara lipase dengan air yang bertindak sebagai pereaksi, sedangkan jumlah air yang terlalu besar akan menghambat kontak. Penggunaan air yang berlebihan akan mengakibatkan reaksi hidrolisis trasilgliserol yang berlebihan, sehingga asam lemak bebas akan meningkat (Paez et al., 2003). Berdasarkan plot grafik model, perlakuan kecepatan pengadukan yang diharapkan mampu mengoptimalkan respon juga lebih dari titik pusat faktor ini, yaitu 200. Pada hasil percobaan terlihat adanya peningkatan tingkat hidrolisis hingga 200 rpm, hal ini terjadi karena seiring naiknya kecepatan pengadukan juga dapat mempertinggi kecepatan pindah enzim dari fasa air ke antar fasa dan pindahnya enzim yang inaktif dari antar fasa ke fasa air. Proses tersebut menyebabkan hidrolisis yang terjadi di antar fasa juga akan semakin cepat. Namun, ketika kecepatan pengadukan dinaikkan menjadi 250 dan 300 rpm terjadi penurunan tingkat hidrolisis. Hal ini juga terjadi pada penelitian Sulaswatty (1998), dimana pada saat kecepatan pengadukan dinaikkan dari 90 rpm menjadi 150 rpm terjadi peningkatan tingkat hidrolisis. Namun, pada saat kecepatan kembali dinaikkan menjadi 210 rpm, hasil yang diharapkan menurun. Terdapat dugaan bahwa pada kecepatan pengadukan yang terlalu tinggi mengakibatkan kontak antara substrat dan enzim tidak cukup untuk membentuk produk sehingga hidrolisis tidak terjadi dengan sempurna. Kombinasi kedua faktor ini pada perhitungan ANOVA memiliki nilai F-hitung sebesar 0,11. Nilai tersebut merupakan nilai paling rendah dibandingkan kombinasi faktor lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi faktor penambahan air dan kecepatan pengadukan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon.
4.4. PENENTUAN TITIK OPTIMAL FAKTOR Berdasarkan percobaan sebelumnya, dapat ditentukan bahwa perlakuan kecepatan pengadukan pada 200 rpm akan menjadi nilai faktor di level 0 pada rancangan selanjutnya menggunakan RSM. Rentang nilai pada setiap levelnya ialah 50 rpm, penentuan ini sama dengan rentang nilai kecepatan pengadukan pada penelitian pendahuluan.
27
Grafik plot residual ditampilkan pada Lampiran 5 yang menunjukkan sebaran data yang diolah menggunakan software olah data, dimana terlihat sebaran data yang masih mendekati garis normal. Meski ada beberapa data yang cukup jauh dari garis normal dibandingkan data lainnya, namun data tersebut masih dianggap menyebar normal dan dapat memenuhi model yang didapatkan dari perhitungan ANOVA. Semakin titik-titik tersebut mendekati garis normal maka hasil aktual akan mendekati hasil yang telah diprediksikan. Guna mengetahui titik-titik optimal tiap faktor, dilakukan perhitungan ANOVA menggunakan software Design Expert 7.0.0 seperti yang disajikan pada Lampiran 3. Pada perhitungan tersebut akan diketahui kesesuaian model dengan menggunakan uji Lack of Fit. Hipotesis yang digunakan dalam uji ini ialah: H0 : Tidak terdapat Lack of Fit dalam model H1 : Terdapat Lack of Fit dalam model Salah satu fasilitas yang ada pada software pengolah data Design Expert ialah pilihan bagaimana proses perhitungan akan ditampilkan. Pada software tersebut juga ditampilkan perkiraan hasil perhitungan jika menggunakan pilihan-pilihan yang ada, sehingga pengguna dapat menentukan proses perhitungan sesuai dengan hasil Lack of Fit yang diharapkan. Menggunakan data penelitian ini, disarankan untuk memilih tampilan model secara kuadratik seperti yang ditampilkan pada Lampiran 5. Hal ini terkait dengan usaha untuk menjadikan Lack of fit yang tidak signifikan guna mendapatkan model yang sesuai. Pemilihan hipotesis yang diterima dapat dilihat pada perhitungan Lack of Fit dalam ANOVA. Pada software Design Expert digunakan tingkat signifikan sebesar 5% (0,05), dimana H0 diterima jika nilai p-value F lebih besar dari ketentuan tersebut. Diketahui dari perhitungan bahwa p-value F Lack of Fit pada penelitian ini bernilai 0,0632 yang lebih besar dari tingkat signifikan 0,05 yang telah ditentukan, sehingga H0 diterima. Jika H0 diterima, maka dapat dinyatakan tidak terdapat ketidaksesuaian dalam model, hal ini menunjukkan model telah sesuai untuk respon penelitian ini. Pada pengolahan data ini juga diberikan informasi tambahan oleh Design Expert, salah satunya ialah koefisien korelasi atau yang dikenal juga sebagai R-square (R2). R-square menunjukkan presentase seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil perhitungan data diperoleh R-square sebesar 0,9645 yang memiliki arti bahwa pengaruh variabel bebas A, B, C, dan D terhadap perubahan variabel terikat berupa respon Y ialah sebesar 96,45%. Sedangkan sisanya sebesar 3,55% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil ini dirasa baik karena semua faktor yang diamati memiliki pengaruh nyata pada respon. Nilai R-square dirasa semakin baik apabila memiliki nilai mendekati 1. Nilai adjusted R-square pada dasarnya merupakan nilai R-square yang telah disesuaikan dengan banyaknya variabel yang diamati untuk memenuhi model yang baik. Nilai adjusted Rsquare akan menurun seiring meningkatnya jumlah variabel dalam memenuhi model apabila penambahan variabel tersebut tidak berpengaruh baik pada model. Sedangkan predicted Rsquare akan menurun apabila terlalu banyak variabel yang tidak signifikan. Idealnya, selisih adjusted dan predicted R-square tidak lebih dari 0,2. Akan lebih baik apabila keduanya bernilai lebih dari 0,70. Diketahui bahwa nilai adjusted R-square pada penelitian ini ialah sebesar 0,9313, sedangkan predicted R-Square sebesar 0,8117. Selisih kedua nilai tersebut 0,1196 dan selisih tersebut kurang dari 0,2. Kedua nilai tersebut juga telah melebihi batas minimal yang menunjukkan bahwa model hasil penelitian ini baik.
28
Selain itu, dari pengolahan oleh Design Expert dapat diketahui pula nilai koefisien variasi (Coefficient of Variance/ CV). CV merupakan suatu ukuran variasi yang dapat digunakan untuk menunjukkan suatu sebaran data yang memiliki satuan yang berbeda. Nilai CV dapat dihitung apabila rata-rata hitung dan simpangan bakunya telah diketahui. Pada penelitian ini diketahui memiliki CV sebesar 24,54%. Nilai CV ini dinyatakan dalam persen (%) dan akan semakin baik apabila nilainya kurang dari 25. Model yang dihasilkan dari pengolahan data penelitian ini dapat disajikan dalam dua bentuk, yaitu nilai berupa kode level dan nilai aktual. Berikut ini merupakan model yang disajikan dalam bentuk kode level: Y = 51,28 – 1,30A + 0,40B + 0,67C + 3,85D + 0,81AB – 1,00AC + 1,01AD – 0,84BC – 0,58BD + 0,38CD – 8,70A2 – 12,12B2 – 10,76C2 – 9,06D2 Sedangkan model yang ditampilkan dalam bentuk nilai aktual dapat dilihat pada persamaan berikut: Y = –1376,71769 +(30,45245)A +(120.79601)B +(119,90475)C +(1,36521)D +(0,16220)AB –(0,20019)AC +(4,02938E-003)AD –(0,83563)BC –(0,011583)BD +(7,55638E-003)CD –(0,34809)A2 –(12,11987)B2 –(10,75547)C2 –(3,62368E-003)D2 Berdasarkan persamaan model tersebut, diketahui bahwa respon tingkat hidrolisis dipengaruhi oleh semua faktor yang diamati. Setiap faktor mempengaruhi respon sesuai dengan nilai konstanta yang ada, dimana konstanta positif memberi nilai setara dengan respon, sedangkan konstanta negatif memberi pengaruh berkebalikan dengan respon. Pada persamaan model yang disajikan dalam kode level, faktor yang memiliki konstanta positif ialah pH, penambahan air, dan kecepatan pengadukan. Peningkatan nilai faktor-faktor tersebut akan meningkatkan pula nilai tingkat hidrolisis. Berkebalikan dengan faktor suhu dengan konstanta negatif yang akan menurunkan tingkat hidrolisis seiring meningkatnya nilai suhu yang digunakan. Pada persamaan model yang ditampilkan dalam nilai aktual semua faktor memberi respon yang setara dengan respon, dimana keempat faktor yang diamati memiliki konstanta positif. Hal ini menunjukkan bahwa seiring meningkatnya kondisi pada faktor suhu, pH, penambahan air, dan kecepatan pengadukan maka akan meningkat pula nilai respon. Persamaan model di atas memberi solusi titik-titik optimal bagi setiap faktor yang disarankan oleh software Design Expert 7.0.0. Solusi yang diberikan menunjang usaha peneliti dalam memaksimalkan respon berupa tingkat hidrolisis sehingga dipilih maximize sebagai pilihan kriteria perhitungan, sedangkan kriteria untuk setiap faktor dipilih in range yakni menggunakan rentang terendah maupun tertinggi yang telah ditetapkan pada matriks desain percobaan awal. Kriteria pengolahan untuk mendapatkan solusi secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9.
29
Tabel 8. Kriteria pengolahan data untuk optimasi respon Kriteria
Goal
Suhu pH Penambahan Air Kecepatan Pengadukan Tingkat Hidrolisis
In range In range In range In range Maximize
Batas Nilai Bawah 40 4 4 150 1,82
Atas 50 6 6 250 54.64
Importance +++ +++ +++ +++ +++
Terlihat dari Tabel bahwa semua kriteria yang diamati memiliki bobot kepentingan yang sama, yaitu 3 (+++). Nilai-nilai optimasi hasil pengolahan akan ditunjukkan dengan adanya nilai desirability, dimana jika terdapat beberapa solusi yang ditawarkan maka solusi dengan nilai desirability yang paling mendekati 1 diharapkan menjadi solusi terbaik. Sedangkan pada penelitian kali ini, Design Expert 7.0.0 hanya memberikan satu solusi yang dianggap terbaik seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 13.
Gambar 10. Solusi titik optimal yang disarankan Design Expert 7.0.0 Titik-titik optimal terbaik yang diberikan memiliki nilai desirability sebesar 0,945, nilai ini dianggap cukup baik karena mendekati 1. Pada solusi ini titik 44,68 oC merupakan suhu yang digunakan, sedangkan faktor pH sebesar 5,01. Faktor penambahan air diterapkan sebanyak 5,04% ⁄ dan kecepatan pengadukan pada 210,48 rpm. Pada perlakuan di titik-titik optimal tersebut, diprediksikan nilai respon tingkat hidrolisis sebesar 51,74%. Nilai optimasi ini perlu dilakukan verifikasi untuk melihat apakah pada penerapannya akan mendapatkan hasil yang sama dengan perhitungan menggunakan software.
4.5. KANDUNGAN ASAM LEMAK OMEGA-3 PADA KONDISI OPTIMUM Verifikasi perlu dilakukan dengan tujuan untuk menegaskan kondisi optimum aktual dalam hidrolisis minyak ikan lemuru dengan nilai optimum yang diprediksi menggunakan model RSM. Model tersebut dinilai baik dan memadai apabila nilai prediksi respon yang optimum mendekati nilai verifikasi dalam kondisi aktual (Madamba, 2005). Verifikasi ini dilakukan sesuai dengan kondisi solusi yang diberikan oleh Design Expert. Hasil verifikasi pada kondisi optimum faktor suhu, pH, penambahan air, dan kecepatan pengadukan menunjukkan hasil respon tingkat hidrolisis sebesar 50,93%. Nilai ini mendekati
30
nilai prediksi yang diberikan, yaitu 51,74%. Ketika dibandingkan, nilai hasil verifikasi menunjukkan ketepatan pada respon yang diuji sebesar 98,43% dengan selisih nilai keduanya sebesar 0,57%. Perbedaan nilai yang tidak mencapai 5% mengindikasikan bahwa model tersebut cukup baik dan layak dalam memprediksi tingkat hidrolisis minyak ikan lemuru. Minyak ikan lemuru mengandung berbagai macam asam lemak, baik asam lemak jenuh maupun asam lemak tidak jenuh. Namun, kandungan asam lemak tidak jenuh didalamnya yang lebih besar menjadi potensi yang baik karena manfaatnya yang baik dalam bidang kesehatan. Kandungan utama yang disoroti dalam minyak ikan lemuru ini ialah asam lemak omega-3. Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak tidak jenuh berantai panjang dengan ikatan rangkap jamak atau yang juga dikenal sebagai polyunsaturated fatty acid (PUFA). Usaha memperkaya kandungan asam lemak omega-3 dapat dilakukan dengan hidrolisis enzimatik. Penggunaan enzim lipase dari kapang Aspergillus niger pada proses hidrolisis ini mengandalkan selektifitas enzim dalam memotong ikatan pada posisi tertentu, dimana diketahui enzim ini memotong ikatan ester triasilgliserol pada posisi sn-1 atau sn-3. Pemotongan pada posisi tersebut akan menjaga produk omega-3 yang berada pada sn-2 gliserol. Enzim lipase akan memotong ikatan ester triasilgliserol secara parsial menjadi monoasilgliserol, diasilgliserol, dan asam lemak. Kemampuan tersebut dinyatakan dalam suatu ukuran berupa tingkat hidrolisis. Tingkat hidrolisis dapat dihitung apabila tersedia informasi bilangan asam awal (sebelum hidrolisis), bilangan asam setelah hidrolisis, dan bilangan penyabunan. Data-data tersebut kemudian dapat menentukan tingkat hidrolisis minyak ikan lemuru oleh Amano Lipase A dari Aspergillus niger menggunakan rumus seperti yang ada pada Lampiran 3. Tingkat hidrolisis minyak yang tinggi akan menyebabkan tingginya kadar asam lemak bebas minyak. Tingginya tingkat hidrolisis minyak tersebut disebabkan oleh besarnya jumlah konstituen yang mampu menghidrolisis minyak, yaitu jumlah air yang cukup tinggi atau tingginya aktivitas enzim lipase dalam minyak tersebut. Usaha pengkayaan asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkat jamak (PUFA) omega-3 dapat dilakukan melalui reduksi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) (Carvalho et al., 2009). Pada kondisi optimum, tingkat hidrolisis yang terukur lebih tinggi dibandingkan pada kondisi di luar optimum. Penelitian yang dilakukan oleh Raharja et al. (2010) memperlihatkan adanya hubungan antara tingkat hidrolisis dengan kandungan total omega-3. Guna mengetahui kandungan omega-3 di dalamnya, dilakukan uji menggunakan GC-MS. Pada hasil diuji tersebut terlihat bahwa kandungan omega-3 dalam sampel meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat hidrolisis yang diperoleh. Hasil pada kondisi optimum dalam penelitian ini diuji menggunakan GC-MS untuk melihat kandungan omega-3 di dalamnya. GC-MS merupakan gabungan antara kromatofrasi gas dengan spektrometer massa. Pada umumnya sistem pemisahan pada GC berdasarkan pada perbedaan tekanan uap dari setiap komponan yang akan dipisahkan. Terdapat dua fase pada GC, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam berupa padatan atau cairan, sedangkan fase gerak berupa gas pembawa yang bersifat inert seperti He, N2, dan H2. Spektrometer massa (MS) digunakan pada GC sebagai detektor untuk memisahkan masing-masing komponen dalam suatu sampel sekaligus mengidentifikasi komponen tersebut. MS akan mengidentifikasi komponen setelah terpisah pada analisis GC dan keliar dari kolom mengalir ke dalam MS, identifikasi tersebut didasarkan pada bobot molekul senyawanya (Skoog et al., 2004). Analisa komposisi asam lemak omega-3 menggunakan GC-MS dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Identifikasi komponen-komponen asam lemak tersebut dilakukan
31
dengan menyamakan waktu retensi sampel dengan waktu retensi standarnya. Waktu retensi (retention time) menunjukkan waktu yang diperlukan oleh suatu komponen sampel untuk melintasi kolom pada panjang tertentu, dalam aplikasinya pada GC-MS rentention time merupakan waktu yang diperlukan sampel mulai dari injeksi hingga munculnya peak maksimum. Apabila waktu retensi keduanya sama atau mendekati satu sama lain maka dapat dilakukan perhitungan secara kualitatif ataupun kuantitatif setiap komponennya. Pada penelitian ini dilakukan analisa menggunakan GC-MS namun tidak digunakan standar yang spesifik asam lemak omega-3. Standar yang digunakan merupakan standar umum untuk senyawa non-polar sehingga komponen yang teridentifikasi pada sampel penelitian tidak hanya asam lemak omega-3. Komponen yang ditampilkan antara lain asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal, asam lemak tidak jenuh jamak, maupun alkana dan hidrokarbon karena adanya penggunakan pelarut pada sampel. Pada prinsipya perhitungan tersebut memerlukan data luas area komponen pada standar dan sampel. Luas area pada sampel dapat diketahui, namun luas area standar tidak diketahui. Tidak adanya data standar tidak memungkinkan untuk menghitung konsentrasi komponen yang diinginkan secara kualitatif maupun kuantitatif, namun menurut McNair dan Bonelli (1988) diketahui bahwa luas area puncak pada kromatogram berbanding lurus dengan komsentrasi komponennya. Hal ini berarti semakin besar luas area komponen pada kromatogram akan semakin besar pula konsentrasi komponen tersebut. Seperti penelitian yang dilakukan Bawa (2010) ketika meneliti konsentrasi komponen dalam sampel minyak ekstrak etanol daging biji kepuh, terlihat hasil analisa menggunakan GC-MS yang memiliki luas area terbesar ternyata juga memiliki konsentrasi terbesar dibandingkan komponen dengan luas area yang lebih kecil. Begitu pula hasil yang diperoleh pada penelitian Pontoh dan Buyung (2011) yang menganalisa asam lemak dalam minyak kelapa murni. Diperoleh luas untuk asam laurat sebesar 2525125 atau 37,68% lebih besar dibandingkan asam kaprilat yang hanya sebesar 424363 atau 7,4%, konsentrasi asam laurat pun ternyata lebih besar dibandingkan asam kaprilat yang memiliki luas lebih kecil. Prinsip tersebut dapat digunakan sebagai pernyataan pendukung bahwa ada peningkatan jumlah asam lemak omega-3 dilihat dari luas area komponen yang semakin besar. Hasil uji ini merupakan pendekatan besarnya konsentrasi komponen omega-3 dalam sampel karena tidak dapat diketahuinya angka pasti kandungan komponen tersebut. Tabel 9. Perbandingan luas area (%) komponen asam lemak omega-3 minyak ikan lemuru sebelum dan setelah hidrolisis pada kondisi optimum Luas Area
Minyak sebelum hidrolisis (%)
Minyak setelah hidrolisis (%)
Total EPA DHA ETA
1,81 1,81 Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi
6,99 4,14 0,40 0,82
Terlihat pada tingkat hidrolisis sebesar 50,93% diperoleh omega-3 dengan total luas area sebesar 6,99% dari luas area semua komponen yang terdeteksi lebih tinggi dibandingkan luas area sebelum minyak dihidrolisis. Hasil omega-3 terdapat asam eikosapentanoat (EPA) yang mengalami peningkatan luas area dari 1,81% menjadi 4,14%, sedangkan asam dokosaheksanoat (DHA) dan asam eikosatetranoat (ETA) yang pada minyak awal tidak
32
diketahui luasnya karena terlampau kecil memiliki luas area 0,40% dan 0,82% setelah hidrolisis. Sedangkan sisanya merupakan asam lemak lain yang termasuk dalam golongan omega-3 namun jumlahnya sangat kecil, diantaranya asam oktadekatrienoat (ALA) dan asam heksadekatrienoat (HTA). Pada data tersebut terlihat adanya peningkatan luas area pada komponen asam lemak omega-3, sehingga dapat diduga pula adanya peningkatan konsentrasi asam lemak omega-3 setelah dilakukan hidrolisis secara enzimatik. Hasil analisa GC-MS minyak ikan lemuru awal tersebut ditampilkan pada Lampiran 6. Senyawa asam lemak omega-3 merupakan bentuk turunan dari asam linoleat, dimana menurut Zarevucka dan Wimmer (2008) asam linoleat dapat berubah menjadi asam α-linolenat omega-3, asam γ-linolenat omega-6, asam arachidonat hingga asam dihomo- γ-linolenat melalui biosintesis. Asam lemak omega-3 seperti EPA dan DHA diperoleh dari perubahan asam α-linolenat. Kandungan DHA pada sampel memang cenderung lebih kecil daripada EPA, hal ini dikarenakan pada minyak ikan lemuru yang digunakan dalam penelitian lebih banyak mengandung EPA daripada DHA (Halldorsson et al., 2003).
33
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN Pendekatan kecepatan pengadukan pada penelitian pendahuluan diperoleh hasil respon tertinggi sebesar 50,47% ketika kecepatan pengadukan 200 rpm. Sehingga 200 rpm menjadi titik pusat pada matriks desain penelitian utama. Kondisi optimum diperoleh pada suhu 44,7oC, penambahan air sebanyak 5,04% ⁄ , kecepatan pengadukan 210 rpm, pH buffer pada 5,01, dan nilai respon tingkat hidrolisis yang diprediksi sebesar 51,74%. Hasil verifikasi menunjukkan tingkat hidrolisis sebesar 50,93% dengan kandungan total omega-3 sebesar 7% (dari total asam lemak) yang terdiri dari asam eikosapentanoat (EPA), asam dokosaheksanoat (DHA), dan asam eikosatetranoat (ETA).
5.2. SARAN Pada penelitian ini diketahui bahwa masih terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil hidrolisis, misalnya lama hidrolisis dan konsentrasi substrat, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut. Selain itu titik-titik optimal hasil penelitian ini dapat diterapkan pada hidrolisis dengan skala yang lebih besar (scale up).
34
DAFTAR PUSTAKA Ackman, RG. 1982. Fatty acid compotsition of fish oil. Dalam MS Barlow dan ME Stansby. Nutritional Evaluation of Long Chain Fatty Acid in Fish Oil. London: Academic Press. Almatsier, S. 2000. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Barlow, S. M. dan M. E. Stansby. 1982. Nutritional evaluation of long-chain fatty acids in fish oils. Acad. Press, Lond., 318 p. Bawa, I.G.A.G. 2010. Analisis Senyawa Antiradikal Bebas Pada Minyak Daging Biji Kepuh (Stercuria foetida L). Jurnal ISSN 1907-9850: 35-42. Brunner, E. Oily fish and omega 3 fat supplements. Br Med J 2006;332:739–40. Buchler, M. dan C. Wandrey. 1987. Continous Use of Lipase in Fat Hydrolysis. Fat Sci. Technol, 89 : 598 – 605. Carvalho, P.O., R.B.C Paula, D.N. Maximiliano, B.L.F. Patrícia, dan V.F.Leonardo. 2009. Enzymatic Hydrolysis of Salmon Oil by Native Lipases: Optimization of Process Parameters. J. Braz. Chem. Soc. Vol. 20(1): 117-124. Cochran, W. G. dan Cox, G. M. 1962. Experimental Design, Third Printing. John Wiley & Sons, Inc., New York. Dordick, J.S. 1991. Principles and Applications of Non-Aqueous Enzymology. In: Applied Biocatalysis. Marcel Dekker Inc. New York. Fu, X. 1995. Oil and Fat Hydrolysis with Lipase from Aspergillus sp. JAOCS., 5 : 527 – 531. Groggins, P. H., 1958, Unit Processes in Organic Synthesis, 5th ed., pp. 775 – 777, McGraw–Hill Book Company, New York. Gutierrez, L.E. dan R.C.M. Silva. 1993. Fatty Acid Composition of Commercially Important Fish From Brazil. Science Agricultural, Piracicaba Vol. 50(3) : 473-483 Halldorsson, A., B. Kristinsson, C. Glynn, dan G. Haraldsson. 2003. Separation of EPA and DHA in Fish Oil by Lipase-Catalyzed Esterification with Glycerol. J.Am. Oil Chem. Vol.80, no.9. Haraldsson, G. G., B. Kristinsson, R. Sigurdardottir, G.G Gudmundsson, dan H. Breivik. 1997. The Preparation of Concentrates of Eicosapentaenoic Acid and Docosahexaenoic Acid by LipaseCatalized Transesterification of Fish Oil with Ethanol. J. Am. Oil Chem. Vol.74: 1419-1424. Herawan, T. 1993. Pembuatan Produk-Produk Oleokimia dari Minyak Sawit Menggunakan Proses Enzimatis. Berita PPKS. 1(2), 85-91. Hubeis, M. 1997. Penerapan Teknik Optimasi pada Pengolahan Pangan. Disampaikan di Bagian Research and Development PT. Indofood Sukses Makmur, Jakarta pada tanggal 21 – 22 April 1997. Hui, Y. H. 1996. Bailey’s Industrial oil and fat Products, Oilseed product, 5 th ed, 2. John Wiley and Son Company Pub, New York. Kamarudin A.H., N.A. Serri, dan S.N. Rahaman. 2008. Preliminary Studies for Production of Fatty Acids from Hydrolysis of Cooking Oil Using Candida rugosa Lipase. Journal of Physical Science Vol 19 (1): 79-88 Karyadi, D., Abdoel DJ., Kartomo W., Mien KMS dan Hermana, 1987, Seminar Manfaat Ikan Bagi Pembangunan Sumber Daya Manusia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta : UIPress. Kim, I.H., N.K. Soon, M.L. Sun, H.C.Soo, K. Hakryl, T.L. Ki, dan Y.H. Tae. 2004. Production Of Sructured Lipids By Lipase Catalized Acidolysis in Supercritical Carbon Dioxide: Effect on Acyl Migration. Journal of American Oil Chemistry Society Vol. 81(6) : 537-541
35
Lai, O.M., H.M. Ghazali., F.F. Choa, dan C.L. Chong. 1999. Enzymatic Transesterification of Palm Stearic: Anhydrous Milk Fat Mixtures Using 1,3 Spesifik and Non Spesifik Lipase. J. Food Chem. Vol.70: 221-225. Lehninger, A.L. 1995. Dasar-dasar Biokimia (terjemahan). Erlangga, Jakarta. Macrae, A. R. 1983. Extracelluler Microbial Lipases. Di Dalam W.M. Forgatty. Microbial and Biotech. Appl. Scie. Publ. London. Madamba, P.S. 2005. Determination of Optimum Intermittent Drying Conditions for Rough Rice (Oryza sativa, L.), Lebensm,-Wiss. u.-Technol.38: 157-165. Mason, R.L., R.F. Gunst, and J.L. Hess. 1989. Statistical design and analysis of experiments with applications to engineering and sciences. John Wiley & Sons, New York. McNair, H.M. dan E.J. Bonelli. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB, Bandung. Medina, A.R., B.C. Paez, F.C. Rubio, P.G. Moreno, dan E.M. Grima. 2003. Modelling The Effect of Free Water Enzyme Activity in Immobilized Lipase- Catalyzed Reaction in Organic Media. Journal of Enzyme and Microbial Technology, vol.(33): 845-853. Muchtadi D, Palupi N.S., dan Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Pusat Antar Universitas, IPB. Pustaka Sinar Harapan, Bogor. Murni, S.W., S.D. Kholisoh, D.L. Tanti, dan E.M. Petrissia. 2011. Produksi, Karakterisasi, dan Isolasi Lipase dari Aspergillus niger. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan, Yogyakarta. Murtini J.T., Jamal B., dan Nurul H. 1992. Teknologi Pengolahan Bagi Pengembangan Industri Produk Perikanan Bukan Bahan Makanan. Dalam Prosiding Pusat penelitian dan Pengembangan Perikanan No.23. Departemen Pertanian. Jakarta. Naibaho, P. M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit: Medan. Ozturk, B. 2001. Immobilization of Lipase from Candida rugosa on Hydrophobic and Hydrophilic Supports [Dissertation]. Izmir Institute of Technology. Izmir. Paez, B.C., A.R. Medina, F.C. Rubio, P.G. Moreno, dan E.M. Grima. 2003. Modeling The Effect of Free Water on Enzyme Activity in Immobilized Lipase-Catalyzed Reaction in Organic Solvents. J. Enzyme and Microbial Tech. Vol.33: 845-853. Paiva, A.L., V.M. Balcao, dan F.X. Malcata. 2000. Kinetics and Mechanisms of Reactions Catalyzed by Immobilized Lipases. J. Enzyme and Microbial Tech. Vol.27:187-204. Pergamon. 1979. Paquout, C. IUPAC, Standard Methods for the Analysis of Oils, Fat, and Derivates, 6th edition. Petersen, M.T.N., P. Fojan, dan S.B. Petersen. 2001. How do lipases and esterases work: the electrostatic contribution. J. Biotech Vol.85(2): 115-147. Pontoh, Julius dan Nancy T.N.B. 2011. Analisa Asam Lemak dalam Minyak Kelapa Murni (VCO) dengan Dua Peralatan Kromatografi Gas. Jurnal Ilmiah Sains Vol.11 No.2: 274-281 Raharja, S., Ono S., Djumali M., Alamanda H., Teni O., dan Zulfatun N. 2010. Penambahan Pelarut Organik pada Media untuk Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Menggunakan Lipase dari Aspergillus niger. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XXII No.1 Th. 2011: 64-72. Salis, A., P. Marcella, M. Maura , dan S. Vincenzo. 2008. Comparison among Immobilised Lipases on macroporous Polypropylene toward Biodiesel Synthesis. Journal of Molecular Catalysis B: Enzymatic Vol. 54: 19–26. Savitri, E., T. Sucipto, dan R. Hussely. 2004. Penentuan Kondisi Optimum Sintesis Selulosa Asetat dengan Varibel Kecepatan Pengadukan, Waktu Asetilasi, dan Jumlah Pelarut. Prosiding
36
seminar Nasional Teknik Kimia Soebarjo Brotoharjono “Aplikasi Teknik Kimia Menuju Perwujudan Industri Bersih dan Aman”. Surabaya. Saxena, R.K., P.K. Ghosh, R. Gupta, W.S. Davidson, S. Bradoo, dan R. Gulati. 2009. Microbial Lipases: Potential Biocatalysts for The Future Industry. Departement of Microbiology, University of Delhi, India. Shahani, K. M. 1975. Lipase and Esterases, In Enzymes in Food Processing ed, G, Redd, pp.181-217. Academic, New York. Simopoulos, A.P. The importance of the omega-6/omega-3 fatty acid ratio in cardiovascular disease and other chronic diseases. Exp Biol Med (Maywood) 2008;233:674–88 Skoog D.A., Holler P.J., Nieman T.A. 2004. Principles of Instrumental Analysis. Ed ke-5. Philadelphia: Hartcaurt Brace. Hlm 715-730. Stansby, M.E. 1982. Properties of Fish Oil and Their Application to Handling of Fish and to Nutrinional and Industrial Use. Di dalam R E. Martin, G.J. Flick, C.E. Hebord and D.R Ward (Ed). Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products. AVI Publishing Company, Connecticut. Stauffer, Clyde E. 1989. Enzyme For Food Scientist. Van Nostrand Reinhold, New York Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi ketiga. Penerbit Tarsito, Bandung. Sulaswatty, Anny. 1998. Karakteristik Penekatan Karotenoid Minyak Sawit dengan Teknik Fluida CO2 Superkritik. Program Studi Ilmu Pangan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Swern, D. 1982. Cooking oils, Salad oils and salad dressing. Dalam D Swern (ed). Bailey Industrial oil and Fat Products. P315-314. John Willey and Sons. New York. Turner, C., J.W. King, dan T. Mckeon. 2003. Selected Uses of Enzymes with Critical Fluids. Journal of The Association of Analytical Chemists International, LAUR-03-6209. California. Utomo dan Mahdi. 1995. Penelitian Pemanfaatan Enzim Papain Hasil Isolasi Getah Pepaya untuk Mengekstraksi Minyak Ikan Lemuru (Sardinella Longiceps) Diuji Kualitasnya. Universitas Brawijaya, Malang. Yogaswara, G. 2008. Mikroenkapsulasi Minyak Ikan dari Hasil Samping Industri Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) dengan Metode Pengeringan Beku (Freeze Drying). [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yunizal. 2002. Konsentrat Omega-3 dari Minyak Ikan Lemuru. Department od Marine Affairs and Fisheries Republic of Indonesia. Wajizah, S. 2012. Ketahanan Amida dalam Sistem Rumen dan Efektivitasnya Memodifikasi Komposisi Asam Lemak pada Tikus Sebagai Hewan Model Pascarumen. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wanasundara, U.N. dan F. Shahidi. 1998. Lipase Assisted Concentration of n-3 Polyunsaturated Fatty Acids in Acylglycerol from Marine Oil. J. Am. Oil Chem. Vol.75: 945-951. Wallis, J.G dan Watts, J.L. 2002. Polyunsaturated Fatty Acid Synthesis: What Will They Think of Next? Trends Biochem Sci 27 9: 467. Williamson,K.L & L.F.Fieser. 1992. Organic Experiment 7th Edition. D C Health ang Company, United States of America. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Zaks, A dan A.M. Klibanov. 1988. The Effect of Water on Enzyme Action in Organic Media. J. Biotech Chem. Vol.263:8017-8021. Zarevucka, M. dan Z . Wimmer. 2008. Plant Product For Pharmacology: Application of Enzyme in Their Transformation. International Journal of Molecular Science Vol. 9 : 2447-2473
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1. Prosedur karakterisasi minyak ikan Metode ini diperoleh dari Badan Standarisasi Nasional Indonesia dengan kode registrasi metode SNI 01-3555-1998 yang mengacu pada Standard Methods for the Analysis of Oils, Fat and Derivates oleh Pergamon (1979).
1.
Bilangan Asam Bilangan asam pada prinsipnya merupakan kelarutan lemak/ minyak dalam pelarut organik tertentu (alkohol 96% netral) dilanjutkan dengan penitaran dengan basa KOH. Penentuan bobot sampel yang digunakan dalam pengujian ditentukan dengan perkiraan bilangan asam minyak/ lemak tersebut. Berikut penentuan bobot sampel berdasarkan perkiraan bilangan asam sampel: Perkiraan bilangan keasaman
Bobot penimbangan (g)
Ketelitian penimbangan (g)
1 1–4 4 – 15 15 – 75 > 75
20 10 2,5 0,5 0,1
0,50 0,20 0,01 0,001 0,0002
Sampel sebanyak 2 – 5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml. Etanol 95% netral sebanyak 50 ml ditambahkan, lalu diberi 3 – 5 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1 N hingga warna merah muda yang tidak berubah selama 15 detik. Penetapan bilangan asam dilakukan secara duplo. Bilangan asam dapat dihitung menggunakan rumus berikut: Bilangan Asam (mg KOH/ g) = V x T x 56,1 m Keterangan: V = volume KOH yang diperlukan dalam titrasi (ml) T = normalitas KOH m = bobot sampel (gram)
2.
Kadar Asam Lemak Bebas (%FFA) Setelah mengetahui nilai bilangan asam sampel, dapat ditentukan kadar asam lemak bebas pada sampel. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai persen asam lemak, dihitung dua desimal dengan menggunakan rumus: Asam lemak bebas (%) = M x V x T 10 m
Keterangan: M = bobot molekul asam lemak dominan (asam oleat = 282 g/mol)
39
3.
Bilangan Penyabunan Sebanyak 2 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 25 ml KOH beralkohol 0,5 N dengan menggunakan pipet dan beberapa butir batu didih. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan dididihkan di atas penangas air atau pemanas listrik selama satu jam, lalu dibiarkan dingin. Sebanyak 0,5 ml hingga 1ml fenolftalein ditambahkan ke dalam larutan tersebut dan dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna indikator berubah menjadi tidak berwarna. Pengujian dilakukan secara duplo serta dilakukan penetapan blanko. Bilangan penyabunan dalam contoh dihitung dengan rumus berikut: Bilangan penyabunan (mg KOH/g) = 56,1 x T x (Vo – V1) m Keterangan : Vo = volume HCl 0,5 N yang diperlukan pada titrasi blanko (ml) V1 = volume HCl 0,5 N yang diperlukan pada titrasi sampel (ml) T = normalitas HCl 0,5 N m = bobot sampel
40
Lampiran 2. Spesifikasi Amano Lipase A dari Aspergillus niger Pengujian spesifikasi ini dilakukan oleh perusahaan yang memproduksi Amano Lipase A dari Aspergillus niger, yaitu Amano Pharmaceutical Manufacturing Co. Pengujian Penampakan Warna Penambakan Bentuk Aktivitas Suhu Penyimpanan Suhu Optimum Kondisi pH
Unit
Spesifikasi
U/g o C o C -
Kecoklatan Bubuk 12.000 2-8 45 6,5
41
Lampiran 3. Rumus tingkat hidrolisis minyak ikan Tingkat hidrolisis dapat dihitung apabila telah diketahui nilai bilangan asam sebelum dan sesudah hidrolisis, serta bilangan penyabunan minyak ikan. Tingkat hidrolisis dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
Tingkat hidrolisis (%) =
x 100
Keterangan: BA0 : Bilangan asam sebelum hidrolisis BA1 : Bilangan asam setelah hidrolisis BP0 : Bilangan penyabunan sebelum hidrolisis
42
Lampiran 4. Data penentuan kecepatan pengadukan Penentuan kecepatan pengadukan ini merupakan bagian dari penelitian pendahuluan, dimana setiap sampel mendapat perlakuan faktor-faktor selain kecepatan pengadukan yang sama. Nilai suhu, pH, dan penambahan air yang digunakan ialah 45oC, 5, dan 5 % ⁄ . Kecepatan Pengadukan (Rpm)
Bilangan Asam (mg KOH/g substrat)
Tingkat Hidrolisis (%)
50 100 150 200 250
8,24 11,54 47,02 94,41 69,00
3,04 4,85 24,39 50,47 36,46
43
Lampiran 5. Penentuan titik optimum faktor 1.
Data Penelitian
No. Sampel
Suhu (oC)
pH
Penambahan Air (% ⁄
Kecepatan Pengadukan (Rpm)
Tingkat Hidrolisis (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
45 45 45 45 45 45 45 45 55 45 45 35 45 45 40 40 50 50 50 40 50 50 50 40 50 50 40 40 40 40
5 5 5 5 5 5 5 7 5 5 5 5 5 3 4 6 4 6 6 6 4 6 6 6 4 4 4 6 4 4
5 5 5 5 5 5 7 5 5 5 3 5 5 5 4 4 4 4 4 6 6 6 6 6 6 4 4 4 6 6
200 200 200 200 200 200 200 200 200 300 200 200 100 200 150 250 250 150 250 150 150 150 250 250 250 150 250 150 250 150
50,47 54,36 48,64 54,64 49,09 50,49 13,87 4,56 17,43 30,32 7,02 19,88 4,14 5,42 10,71 12,34 6,64 10,61 15,41 15,53 2,83 1,82 9,90 11,08 13,72 2,38 11,68 5,42 15,63 7,15
44
2.
Perhitungan ANOVA Menggunakan Design Expert 7.0.0 a.
Perhitungan ANOVA pada Design Expert 7.0.0
45
b.
Plot residual data penelitian
% Kemungkinan Normal Probability
Plot Normal Residual
Residual c.
Pemilihan proses uji lack of fit yang disarankan
46
Lampiran 6. Hasil GC-MS minyak ikan lemuru sebelum hidrolisis
No. 1.
Nama Komponen Pentadecane
97
Waktu Retensi (Menit) 7,44
99
9,05
Kualitas
Total
Area (%)
Golongan
2,90 5,39
Alkana
8,29
2.
Heptadecane
98
9,00
2,90
Alkana
3.
Cholesta-3,5-diene
99
17,05
2,45
Squalane
4.
9-Octadecenal
59
13,66
0,88
Aldehid
5.
Dodecanoic acid (Lauric acid) Tetradecanoic acid (Miristic acid)
38
12,65
1,77
SFA
99
9,45
4,00
87
9,69
0,18
59
11,42
0,44
6.
Total 7.
Hexadecanoic acid (Palmitic acid)
4,62
95
10,74
6,80
99
10,85
15,32
89
11,05
0,57
90
11,08
0,24
43
16,75
0,70
Total 8.
n-Octadecanoic acid
70
SFA
SFA
23,63 13,03
6,62
SFA
47
No.
9.
Nama Komponen
9-Octadecanoic acid (Oleic acid)
Kualitas
Area (%)
99
Waktu Retensi (Menit) 11,99
99
12,01
3,76
70
12,83
0,89
62
12,92
1,98
48
13,15
2,86
43
13,92
1,15
55
14,00
0,97
Total 10.
5,8,11,14,17Eicosapentaenoic acid (EPA)
12.
2,5,10,14,18,22Tetracosahexaene Cholest-5-en-3-ol (3.beta.)
2,71
MUFA
20,94
70
11,50
0,98
46
14,59
0,83
Total 11.
Golongan
PUFA Omega-3
1,81
95
16,13
2,25
Squalane
99
19,45
25,00
Kolesterol
Keterangan: SFA
: Saturated Fatty Acid (Asam lemak jenuh)
MUFA : Monounsaturated Fatty Acid (Asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap) PUFA
: Polyunsaturated Fatty Acid (Asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap jamak)
48
Lampiran 7. Hasil GC-MS minyak ikan setelah hidrolisis pada kondisi optimum
No.
Nama Komponen
Kualitas
Waktu Retensi (Menit)
Area (%)
Golongan Alkana
1.
Pentadecane
98 96
11,642 13,324
0,25 0,50
2. 3. 4. 5.
Dodecanoic acid Tridecanoic acid Heptadecane Tetradecanoic acid (Myristic acid)
98 96 99 99 95 99
Total 11,854 12,687 13,264 13,570 13,961 14,046
0,75 0,44 0,17 0,33 8,60 1,87 2,09
98 99
Total 14,233 14,895
12,56 1,12 8,36
SFA MUFA
99
15,133
16,86
SFA
96
15,422
4,09
MUFA
6. 7. 8. 9.
Pentadecanoic acid 9-Hexadecenoic acid (Palmitoleate acid) Hexadecanoic acid (Palmitate acid) 6-Hexadecenoic acid
SFA SFA Alkana SFA
49
No.
Nama Komponen
10.
n-Hexadecanoic acid (Palmitic acid) 9-Octadecenoic acid (Oleic acid)
11.
12. 13.
14.
15. 16. 17.
18. 19. 20.
Quality
Retention Time (Menit)
Area (%)
Golongan
96
15,694
11,16
SFA
99 99
16,467 16,917
17,54 8,58
MUFA
Octadecanoic acid (Stearic acid) 5,8,11,14Eicosatetraenoic acid (ETA) 5,8,11,14,17Eicosapentaenoic acid (EPA)
99
Total 16,560
26,12 4,43
SFA
99
17,648
0,82
PUFA Omega-3
93 94
17,767 19,661
3,19 0,95
PUFA Omega-3
11-Eicosenoic acid Eicosanoic acid (Arachidic acid) 4,7,10,13,16,19Docosahexaenoic acid (DHA) 13-Docosenoic acid Docosanoic acid (Behenic acid) 15-Tetracosenoic acid
99 98
Total 17,937 18,090
4,14 3,64 0,93
MUFA MUFA
83
19,525
0,40
PUFA Omega-3
95 98
19,925 20,145
2,89 0,36
MUFA SFA
93
22,728
0,44
MUFA
Keterangan: SFA
: Saturated Fatty Acid (Asam lemak jenuh)
MUFA : Monounsaturated Fatty Acid (Asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap) PUFA
: Polyunsaturated Fatty Acid (Asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap jamak)
50