REGULASI TIPE IMPELER DAN LAJU PENGADUKAN HIDROLISIS ENZIMATIK PADA MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI MONOASILGLISEROL OMEGA 3
DENY FANCIUS
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Regulasi Tipe Impeler dan Laju Pengadukan Hidrolisis Enzimatik pada Minyak Ikan untuk Produksi Monoasilgliserol Omega 3 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014
Deny Fancius NIM F34090138
ABSTRAK DENY FANCIUS. Regulasi tipe impeler dan laju pengadukan hidrolisis enzimatik pada minyak ikan untuk produksi monoasilgliserol omega 3. Dibimbing oleh SAPTA RAHARJA dan PRAYOGA SURYADARMA. Hidrolisis enzimatik minyak ikan dalam pembentukan monoasilgliserol omega 3 menggunakan tangki berpengaduk dipengaruhi oleh tipe impeler dan laju pengadukan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tipe impeler dan kecepatan pengadukan yang dapat menghasilkan laju hidrolisis tertinggi dan berpengaruh pada produksi omega 3 yang dihasilkan. Pengamatan laju reaksi hidrolisis pada tangki berpengaduk dilakukan pada kondisi anaerob dengan impeler yang diletakkan di tengah tangki. Hasil reaksi menunjukkan pada pengadukan menggunakan impeler tipe radial, laju reaksi hidrolisis meningkat seiring peningkatan laju pengadukan. Penggunaan pengaduk tipe aksial memiliki hasil laju reaksi lebih tinggi dibandingkan pengaduk tipe radial. Namun, pada kecepatan yang sangat tinggi terjadi penurunan laju reaksi akibat adanya kerusakan enzim. Tingkat hidrolisis tertinggi pada tipe impeler aksial mencapai 64.32% pada kecepatan pengadukan 500 rpm dengan laju reaksi sebesar 7.58 % hidrolisis per jam. Sedangkan pada tipe impeler radial, tingkat hidrolisis tertinggi mencapai 63.81% pada kecepatan 700 rpm dengan laju reaksi sebesar 5.78 % hidrolisis per jam. Konsentrasi total asam lemak omega 3 pada hasil hidrolisis menggunakan impeler tipe radial sebesar 3.20% sedangkan pada tipe impeler aksial sebesar 2.70%. total omega 3 yang kesemuanya adalah asam eikosapentanoat (EPA). Kata kunci: hidrolisis, lipase, omega 3, tangki berpengaduk.
ABSTRACT DENY FANCIUS. Regulation of impeller-type and stirring rate in enzymatic hydrolyzed on fish oil for monoacilglicerol omega 3 production. Supervised by SAPTA RAHARJA and PRAYOGA SURYADARMA. Enzymatic Hydrolyse of fish oil in omega-3 monoaxylglycerol estabilishment using stirred tank affected by impeller type and stirring speed. This study aims to determine the type of impeller and stirring speed to produce the highest rate of hydrolysis which affects on the production of omega 3. This research was objected to determine impeller type and stirring rate which were able to generate highest hydrolysis level in anaerobe stirred tank reactor. The other purpose was to explain relationship between hydrolysis level and omega–3 total yield. The reaction performance was applied in anaerobe condition with tank impeller put in center position. The result showed that using radial impeller would increase the hydrolyse reaction when the stirring speed increased. Use of axial impeller had hydrolyse reaction result higher than radial impeller but higher speed of axial impeller stirring would decreased the hydrolyse reaction because of damaged enzyme. The data showed that axial impeller gave the highest hydrolysis level in low stirring rate compared to radial impeller. The highest hydrolysis level was obtained in axial type was 64.32% in stirring rate of 500 rpm with reaction rate of 7.58 %, while in
radial type was 63.81 % in stirring rate of 700 rpm reaction rate of 5.78 %. The Omega–3 fatty acid concentration in media brought reached was 3.20% by radial impeller, whereas by axial impeller was 2.70 %. Whole omega–3 total in media was eicosapentaenoic acid (EPA). Justified by GC-MS. Keywords: hydrolysis, lipase, omega–3, stirred tank.
REGULASI TIPE IMPELER DAN LAJU PENGADUKAN HIDROLISIS ENZIMATIK PADA MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI MONOASILGLISEROL OMEGA 3
DENY FANCIUS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Regulasi Tipe Impeler dan Laju Pengadukan Hidrolisis Enzimatik pada Minyak Ikan untuk Produksi Monoasilgliserol Omega 3 Nama : Deny Fancius NIM : F34090138
Disetujui oleh
Dr Ir Sapta Raharja, DEA Pembimbing I
Dr Prayoga Suryadarma, STP. MT Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia dan berkat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah bioteknologi, dengan judul Regulasi Tipe Impeler dan Laju Pengadukan Hidrolisis Enzimatik Pada Minyak Ikan untuk Produksi Monoasilgliserol Omega 3. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yaitu : 1. Bapak Dr Ir Sapta Raharja, DEA dan Bapak Dr Prayoga Suryadarma, STP. MT selaku Pembimbing Akademik atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi serta Bapak Ir. Ade Iskandar, MSi. yang telah banyak memberikan saran dalam skripsi ini. 2. Bapak Marudut Panjaitan, Ibu Mada Lumban raja, dan adik Dony Fancius serta keluarga lainnya atas doa dan dukungan tanpa henti kepada penulis. 3. Seluruh Laboran Departemen TIN-IPB, terkhusus kepada Ibu Diah dan Ibu Rini. 4. Teman satu bimbingan (Dwi, Ade, Inez, dan Ani), teman karib dan seperjuangan (Ka Derbie, Bora, Berto, dan Sulayman), serta seluruh teman – teman TIN 46 dan 45. 5. Semua pihak yang telah ikut berdoa dan memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang industri pengolahan ikan. Bogor,
Februari 2014
Deny Fancius
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
METODE
4
Bahan
4
Alat
4
Tahapan Penelitian
4
Prosedur Penelitan
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Karakterisasi Minyak Ikan
6
Pengaruh Tipe Impeler dan Laju Pengadukan pada Reaksi Hidrolisis
7
Hubungan Total Kandungan omega 3
11
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
22
DAFTAR TABEL 1 Karakterisasi minyak ikan 2 Hubungan laju pengadukan terhadap laju reaksi, waktu maksimum dan hidrolisis masksimum 3 Perbandingan luas area (%) komponen asam lemak omega 3 minyak ikan lemuru sebelum dan setelah hidrolisis
7 9 12
DAFTAR GAMBAR 5 1 Tahapan penelitan 2 Laju reaksi hidrolisis minyak ikan pada setiap laju pengadukan dengan dua jenis impeler selama 48 jam 8 3 Hasil emulsi produk minyak hasil hidrolisis (a) tipe radial 300 rpm, tipe radial 700 rpm, dan (b) tipe aksial 500 rpm pada perbesaran 1000 kali 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 Gambar dan geometri bioreaktor berpengaduk skala 2 liter 2 Metode pengujian Karakteristik minyak 3 Tabel hasil pemilihan model persamaan terbaik dan gambar penentuan gradien, waktu dan tingkat hidrolisis optimum 4 Kandungan total omega 3 pada produk minyak
15 16 18 20
23
PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pengolahan ikan di Indonesia memliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan, baik itu produk utama maupun hasil sampingnya. Berdasarkan hasil data statistik hasil tangkap perikanan Indonesia oleh BPS (2012) mencapai 6.4 juta ton per tahunnya. Salah satu jenis ikan yang banyak dikembangkan yaitu jenis ikan lemuru. Produk hasil pengolahan dari jenis ikan terebut yaitu pengalengan ikan dan tepung ikan. Pengolahan ikan tersebut memiliki hasil samping berupa minyak ikan. Minyak ikan merupakan kandungan lemak atau minyak yang terdapat pada tubuh ikan. Pada minyak ikan terdapat kandungan asam lemak tidak jenuh khususnya asam lemak omega 3 yang mempunyai rantai karbon panjang dan merupakan bagian dari asam lemak essensial (Winarno 2002). Asamasam lemak alami yang umum terdapat dalam asam lemak omega 3 adalah asam linolenat, asam eikosapentanoat (EPA), dan asam dekosaheksanoat (DHA). Menurut Simopoulos (1996), EPA merupakan prekursor prostaglandin, tromboksan dan leukotrien, yang merupakan zat anti-aggregatory efektif sedangkan DHA merupakan komponen membran fosfolipid sel otak dan retina dimana keduanya sangat penting untuk kesehatan manusia. Untuk mendapatkan konsentrasi omega 3 diperlukan suatu reaksi permunian asam lemak omega 3 dari minyak ikan. Berbagai metode pemurnian omega 3 pada minyak ikan, baik itu secara kimia, fisik, maupun biologis telah dilakukan. Menurut Fereidoon dan Udaya (1998), terdapat berbagai metode pemurnian minyak, yaitu pemisahan kromatografi, distilasi fraksional, pemisahan enzimatik, kristalisasi suhu rendah, superkritis ekstraksi cairan, dan urea kompleksasi. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun, umumnya dari semua metode tersebut omega 3 yang dihasilkan masih dalam bentuk asam lemak bebas dan alkil ester. Omega 3 dalam bentuk asilgliserol lebih baik dibandingkan dengan bentuk etil ester dan asam lemak bebas. Hal tersebut dikarenakan pada manusia asam lemak bebas meskipun daya serapnya dalam pencernaan tinggi (Nettleton 1995), tetapi masih tidak stabil dan mudah teroksidasi. Bentuk metil ester asam lemak mempunyai stabilitas yang lebih baik dari bentuk asam lemak bebas (Cho et al. 1987), tetapi daya serapnya sangat rendah (Nettleton 1995). Salah satu tahapan proses yang umum digunakan untuk membentuk omega 3 dalam bentuk asilgliserol yaitu reaksi hidrolisis. Dari berbagai metode pemurrnian omega 3 pada minyak ikan yang telah dilakukan, tahapan reaksi hidrolisis sangat penting untuk dilakukan pengkajian karena reaksi ini pada prinsipnya akan memecah ikatan ester pada triasilgliserol minyak ikan menjadi asam lemak dan gliserol. Hidrolisis minyak dapat dilakukan dengan tiga cara, cara pertama menggunakan proses splitting dengan menggunakan uap dengan suhu tinggi sekitar 250°C dan tekanan 50 atm. Cara lainnya ialah hidrolisis menggunakan alkali dan hidrolisis enzimatik (Herawan 1993). Dalam memproduksi omega 3, penggunaan enzim untuk hidrolisis minyak dinilai lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan cara lain. Disamping itu penggunaan enzim dalam metode hidrolisis enzimatik memiliki selektifitas tinggi dalam memproduksi asam lemak omega 3 yang akan berpengaruh pada proses pemisahan ataupun
2 pengaturan total EPA dan DHA (Fereidoon dan Udaya 1998). Enzim lipase merupakan biokatalis yang mampu menghidrolisis lemak atau minyak menjadi gliserol dan asam lemak serta memliki spesifisitas posisi yang berbeda dalam mengkatalis ikatan trigliserida. Enzim lipase dari kapang Aspergillus niger memiliki spesifikasi spesifik 1dan 3 yaitu kemampuan untuk menghidrolisis ikatan ester pada triasilgliserol posisi primer (sn-1 dan atau sn-3). Kelebihan dari hidrolisis enzimatik yaitu, mampu menghidrolisis ikatan minyak sesuai dengan produk yang diinginkan seperti dalam produksi asam lemak omega 3 dari minyak ikan. Menurut Fereidoon dan (Udaya (1998), mayoritas EPA dan DHA dari fosfolipid ikan berada istimewa di posisi sn-2. Hal tersebut, dikuatkan dengan pernyataan Carvalho et al. (2009) yang menyatakan bahwa lipase spesifik memutus ikatan posisi stereochemical numbering (sn) 1 dan 3 pada triasilgliserol, sehingga saat reaksi hidrolisis berlangsung, asam lemak jenuh omega 3 yang umumnya terletak pada sn 2 dapat terjaga. Penelitian hidrolisis minyak ikan untuk mendapatkan omega 3 murni telah banyak dilakukan dan pada umumnya penelitian tersebut dilakukan dalam skala laboratorium. Oleh sebab itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan skala produksi dengan menjaga proses reaksi agar tetap optimum. Peningkatan skala hidrolisis dilakukan dengan menggunakan tangki berpengaduk. Faktor utama yang digunakan dalam proses hidrolisis menggunakan tangki berpengaduk yaitu tipe impeler dan laju pengadukan. Penggunaan variasi tipe pengaduk dan laju pengadukan berpengaruh terhadap proses hidrolisis minyak. Berdasarkan hasil penelitian Keng (2008), dalam mensintesis minyak kelapa menggunakan enzim lipase, kecepatan pengadukan dan tipe impeler yang digunakan sangat berpengaruh nyata terhadap hasil reaksi. Apabila kecepatan ditingkatkan maka reaksi hidrolisis semakin tinggi. Namun, pada kecepatan tertentu produk yang dihasilkan mengalami penurunan. Hal tersebut juga terjadi pada penggunaan tipe impeler yang mana setiap tipe impeler yang digunakan menghasilkan hasil dan laju reaksi yang berbeda. Laju pengadukan akan membantu terjadinya proses pendispersian air ke dalam minyak sehingga terbentuk emulsi water on oil (W/O). Peningkatan laju pengadukan pada saat reaksi akan meningkatkan reaksi pendispersian air ke dalam minyak serta membantu pembentukan emulsi yang semakin kecil. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilan reaksi hidrolisis pada minyak ikan sehinggga didapat produk monoasilgliserol omega 3 yang optimum. Menurut Purwanto (2008), lamanya pengadukan berbanding lurus dengan efek pengadukan yang diharapkan. Namun untuk skala industri komersial, semakin lama proses pengadukan dilakukan akan menyebabkan biaya operasional semakin tinggi karena energi pengadukan akan semakin banyak dibutuhkan. Oleh karena itu diperlukan penentuan laju pengadukan optimal dimana tingkat keberhasilannya tinggi namun dari sisi biaya operasional tidak besar. Perumusan Masalah Penentuan tipe impeler dan laju pengadukan dalam dalam reaksi pencampuran pada tangki berpengaduk sangat penting. Hal tersebut dikarenakan variasi tipe impeler dan laju pengadukan yang digunakan akan menghasilkan laju reaksi dan kondisi pencampuran yang berbeda. Menurut Keng et al. (2008),
3 penggunaan desain tipe impeler yang berbeda akan mempengaruhi shear stress yang terbentuk sehingga bepengaruh terhadap stabilitas enzim pada saat reaksi Shear stress merupakan gaya yang diperlukan suatu fluida agar dapat bergerak. Dalam reaksi hidrolisis peningkatan laju pengadukan akan meningkatkan proses pendispersian minyak ke dalam air sehinggga terbentuk emulsi antara minyak dan air yang cepat. Peningkatan laju tersebut juga akan membentuk pendistribusian emulsi yang membuat ukuran emulsi semakin kecil sehingga luas permukaan antara minyak dan air semakin besar. Hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan laju reaksi hidrolisis karena adanya kontak antara minyak dan air yang semakin tinggi yang berpengaruh terhadap reaksi hidrolisis antara minyak dan air. Namun, pada peningkatan laju pengadukan yang sangat tinggi akan mengakibatkan terjadinya peningkatan shear stress yang dapat mengakibatkan kerusakan enzim pada saat reaksi sehingga menurunkan laju reaksi hidrolisis yang berlangsung. Penggunaan tipe impeler pada reaksi hidrolisis berpengaruh pada pemilihan tipe pengaduk yang sesuai dengan jenis bahan yang digunakan dalam reaksi hidrolisis. Hal tersebut berpengaruh terhadap nilai shear stress yang akan terbentuk pada saat reaksi berlangsung. Tipe impeler aksial dan radial memiliki kelebihan dan fungsi masingmasing dalam setiap proses reaksi hidrolisis pada tangki berpengaduk. Perbedaan tipe impeler akan mempengaruhi aliran yang terbentuk saat reaksi berlangsung. Menurut Purwanto (2008), Berdasarkan tipenya, impeler radial menyebabkan fluida mengalir ke samping dan membentur dinding kemudian sebagian belok keatas dan sebagian belok ke bawah lalu kembali ke tengah dan begitu seterusnya. Dengan model aliran tersebut, efek pengadukan akan lebih besar dimana terjadi benturan pada dinding samping. Pada impeler aksial, selain terjadi benturan pada dinding, juga terjadi pembelokan ke arah atas sesuai dengan sudut kemiringan plat sehingga gejolak terjadi pada bahan semakin tinggi. Hal ini menyebabkan emulsi dapat terbentuk lebih banyak ketika digunakan impeler aksial. Dalam mendapatkan laju reaksi hidrolisis yang optimum maka dilakukan pemilihan laju pengadukan yang optimum dan tipe pengadukan yang sesuai. Pemilihan tersebut didasarkan pada hasil percobaan dengan menggunkan variasi laju pengadukan dan tipe impeler yang digunakan dengan menilai laju pengadukan setiap percobaan. Tujuan Penelitian 1. 2. 3.
Tujuan penelitian ini yaitu: Menentukan tipe impeler terbaik dan laju pengadukan yang optimum pada reaksi hidrolisis enzimatik menggunakan tangki reaktor berpengaduk. Menentukan laju reaksi hidrolisis enzimatik optimum pada tangki reaktor berpengaduk. Mengetahui hubungan tingkat hidrolisis dengan total kandungan asam lemak omega 3.
4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan teknologi dalam memanfaatkan hasil samping berupa minyak ikan untuk menghasikan produk baru yang memiliki nilai tambah tinggi yaitu konsentrat omega 3. Selain itu juga bermanfaat untuk memperoleh kondisi hidrolisis terbaik pada tangki reaktor berpengaduk. Ruang Lingkup Penelitian 1. 2.
3. 4.
Ruang lingkup penelitian ini meliputi: Karakterisasi minyak ikan untuk mengetahui kualitas bahan baku yang akan digunakan dalam penelitian. Reaksi hidrolisis enzimatik pada minyak ikan menggunakan variable laju pengadukan dan tipe impeler untuk menentukan titik optimum dari kedua variabel tersebut. Penentuan laju reaksi hidrolisis enzimatik minyak ikan. Penentuan total kandungan omega 3 untuk melihat asam-lemak omega 3 yang terbentuk.pada minyak ikan.
METODE Bahan Bahan yang digunakan pada reaksi hidrolisis enzimatik yaitu minyak ikan lemuru (Sardinella sp.) yang telah dirafinasi dan berasal dari indsutri pengalengan ikan, daerah Muncar, Banyuwangi. Bahan katalis yang digunakan yaitu enzim lipase dari Aspergillus niger dengan aktifitas enzim 12000 unit/gr yang diperoleh Amano Pharmaceutical Manufacturing Co. Bahan lain yang digunakan yaitu air destilasi, buffer pospat dengan pH 5 dan pelarut heksana murni serta gas nitrogen Ultra High Purity (UHT). Adapun bahan yang digunakan pada proses analisis meliputi monosodium difosfat (NaH2PO4), disodium fosfat (Na2HPO4), gas nitrogen, etanol 95%, kalium hidroksida (KOH), akuades, HCl 35-37%, indikator fenolftalein, dan metanol. Alat Peralatan yang digunakan pada tahap reaksi hidrolisis ialah tangki reaktor berpengaduk kaca kapasitas 2 L dengan 4 baffle. Selain itu alat yang digunakan yaitu hot plate tipe 2200 dari Singapura, motor pengaduk merk Heidolph tipe R2R 2021 dari Germany, membrane filter 0.2 µm dan flow meter gas. Adapun peralatan yang digunakan pada tahap analisis meliputi mikroskop cahaya merk Zeiss tipe 450905, Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) dari Puslabfor Mabes Polri, neraca analitik model SA80 REV-B dari USA, dan pH meter merk Beckman.
5 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam mencapai tujuan penelitian. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Mulai
Karakterisasi Minyak ikan Reaksi Hidrolisis pada Tangki Bioreaktor 2 L or optimum pada reaksi hidrolisis enzimatik Penentuan Laju Reaksi Hidrolisis Enzimatik minyak ikan Penentuan Total Kandungan Omega 3
Selesai
Gambar 1 Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian Karakterisasi minyak ikan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak ikan lemuru. Karakterisasi minyak ikan dilakukan dengan menganalisa fisikokimia minyak ikan melalui uji bilangan asam, kadar asam lemak bebas, dan bilangan penyabunan. Hasil dari karakterisasi tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah minyak ikan yang digunakan sesuai dengan standar baku yang diperlukan. Metode uji fisikokimia dapat dilihat pada lampiran 2. Reaksi hidrolisis pada reaktor tangki berpengaduk 2 L Proses reaksi hidrolisis enzimatik dilakukan menggunakan tangki bioreaktor 2 L berpengaduk dalam waterbath. Proses reaksi hidrolisis dilakukan dengan menggunakan variabel kecepatan pengadukan pada nilai 300, 500 dan 700 rpm serta perbedaan tipe impeler yaitu tipe aksial dan tipe radial. Proses pengujian diawali dengan menyemprotkan gas nitrogen ke dalam tangki selama 30 detik untuk membuang kandungan gas lain yang ada di dalam tanki. Selanjutnya dilakukan proses pemanasan mengunakan waterbath, hingga suhu didalam tangki mencapai 45oC. Setelah itu, minyak ikan sebanyak 500 mL dimasukkan ke dalam tangki reaktor, kemudian ditambahkan buffer posfat pH 5 yang telah dicampurkan enzim
6 lipase pada suhu 45oC. setelah itu, sebanyak 200 ml heksan dimasukkan ke dalam tangki untuk digunakan sebagai pelarut selama reaksi. Pengujian proses hidrolisis dilakukan pada tekanan 1 atm, suhu 45o C dengan kondisi anaerob selama 48 jam. Hasil reaksi hidrolisis diukur untuk setiap percobaan dan dibandingkan untuk melihat tingkat hidrolisis yang dihasilkan. Penentuan laju reaksi hidrolisis enzimatik Penentuan laju reaksi hidrolisis dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel sebanyak 20 mL selama proses reaksi. Sampel diambil dengan menggunakan prinsip sistem bulb pada pipa yang dimasukkan pada tangki reaktor. Sampel yang telah diambil sebanyak 17 sampel dilakukan pengujian bilangan asam untuk mengetahui tingkat hidrolisisnya. Hasil dari penentuan tingkat hidrolisis ini dijadikan sebagai kenetika laju reaksi hidrolisis minyak ikan selama 48 jam. Hasil dari nilai tersebut kemudian dimasukkan dalam program Curve Expert untuk melihat model persamaan yang sesuai. Setelah itu bentuk model kurva yang didapat dihitung nilai gradien yang terbentuk pada fase eksponensial untuk mengetahui laju reaksinya. Pada tahap berikutnya, ditarik garis lurus yang sejajar antara garis x dan garis y terhadap garis gradien sehingga didapat titik waktu hidrolisis optimum dan titik hidrolisis maksimum. Penentuan total kandungan omega 3 Minyak ikan hasil hidrolisis enzimatik yang memiliki nilai laju hidrolisis tertinggi diambil dan dilakukan analisis kandungan komponen asam lemak yang terkandung menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS). Penentuan total kandungan omega 3 dihitung secara kuantitatif berdasarkan gambar grafik dengan melihat persentase luas peak yang terbentuk. Pengujian ini dilakukan untk mengetahui kandungan asam lemak omega 3 khususnya DHA dan EPA. Hasil nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan data pengujian minyak ikan sebelum dihidrolisis untuk mengetahui pengaruh reaksi hidrolisis enzimatik terhadap kandungan asam lemak omega 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Minyak Ikan Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui kondisi awal bahan baku yang akan digunakan. Hasil karakterisasi tersebut akan menunjukkan kualitas bahan baku minyak apakah sesuai dengan standar atau tidak. Karakterisasi yang dilakukan meliputi pengujian sifat fisikokimia minyak, yaitu bilangan asam, kadar asam lemak bebas, dan bilangan penyabunan. Karakterisasi sifat fisikokimia minyak ikan disajikan pada Tabel 1.
7 Tabel 1 Karakteristik minyak ikan Karakteristik Bilangan asam [mg KOH/g] Kadar asam lemak bebas [%] Bilangan penyabunan [mg KOH/g]
Data
Celik 2002
3.29 1.66 204.8
10.15 4.6 187.4
Nilai bilangan asam menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak dan dinyatakan dalam jumlah KOH 0.1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas pada 1 gram minyak (Ketaren 1986). Semakin tinggi nilai bilangan asam maka semakin rendah kualitas minyak. Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 1, nilai bilangan asam minyak sebesar 3.29 mg KOH/g, nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai rujukan yaitu 10.15 mg KOH/g. Kadar asam lemak bebas pada pengujian juga memiliki nilai yang juga rendah yaitu 1.66% dibandingkan dengan nilai rujukan yaitu sebesar 4.6%. Menurut Ketaren (1986), kualitas minyak semakin baik apabila nilai kandungan asam lemak bebas semakin rendah, yaitu maksimal sebesar 2%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada bilangan asam dan kadar asam lemak bebas minyak ikan yang akan digunakan masih sesuai dengan standar. Pengujian selanjutnya yaitu bilangan penyabunan, nilai bilangan penyabunan yang didapatkan yaitu sebesar 204.8 mg KOH/g. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai bilangan penyabunan pada rujukan yaitu sebesar 187.4 mg KOH/g. Hal ini menunjukkan bahwa minyak ikan yang digunakan mulai mengalami oksidasi. Hasil dari reaksi oksidasi pada minyak berupa senyawa alkana keton dan aldehid terbaca sebagai asam lemak pada saat reaksi penyabunan sehingga total asam lemak tersabunkan meningkat dan nilai bilangan penyabunan menjadi tinggi. Berdasarkan hasil pengujian dari ketiga parameter tersebut terdapat satu parameter yang tidak sesuai dengan rujukan yaitu bilangan penyabunan. Namun, ditinjau dari bilangan asam dan kadar asam lemak bebas, minyak ikan tersebut masih dalam batas standar sehingga masih dapat dikategorikan memiliki kualitas yang baik dan layak untuk digunakan. Pengaruh Tipe Impeler dan Laju Pengadukan pada Reaksi Hidrolisis Selama proses reaksi hidrolisis terdapat perbedaaan laju reaksi setiap rentang waktu. Data perubahan tingkat hidrolisis tiap selang waktu diolah untuk mendapat model persamaan kinetika yang terbaik. Berdasarkan hasil pengujian, model persamaan kinetika terbaik didapat pada model kinetika eksponential association 2. Hasil tersebut dilihat berdasarkan nilai koefisien korelasi yang tertinggi dan bentuk model persamaan yang memiliki titik asimtotik, yaitu suatu keadaan dimana tidak terjadi perubahan nilai baik berupa peningkatan maupun penurunan dan biasa disebut titik kesetimbangan Secara umum data yang dihasilkan memiliki validitas yang tinggi (nilai r > 0.95). Bentuk persamaan yang digunakan dalam model kinetika tersebut yaitu, y = a (1-e-bx )
(1)
8 Data perubahan tingkat hidrolisis tiap selang waktu pada setiap percobaan dimasukkan dalam model persamaan 1 dengan meniadakan beberapa data yang cenderung menyimpang (outliers). Hasil data tersebut kemudian akan membentuk grafik model persamaan yang disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Laju reaksi hidrolisis minyak ikan pada setiap laju pengadukan dengan dua jenis impeler selama 48 jam Grafik pada Gambar 2 menunjukkan bahwa setiap sampel mengalami peningkatan laju reaksi yang signifikan pada saat awal reaksi. Namun, pada waktu tertentu laju reaksi tidak mengalami perubahan bahkan bersifat statis. Menurut Aziz (2007), Peningkatan laju di awal reaksi disebabkan karena pada awal reaksi konsentrasi reaktan sangat besar, sehingga tumbukan antar molekul reaktan juga semakin banyak. Seiring berjalannya waktu, reaktan yang tersisa semakin berkurang sehingga tumbukannya juga berkurang dan akan berdampak pada hasil hidrolisis yang dihasilkan. Hal ini terbukti pada awal reaksi yaitu pada jam ke-0 hingga jam ke-10, tingkat hidrolisis mengalami kenaikan yang signifikan. Ketika waktu reaksi dinaikkan menjadi 23 jam, tingkat hidrolisis untuk setiap sampel tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini juga terjadi pada waktu hidrolisis 30 dan 48 jam saat tingkat hidrolisis yang dihasilkan relatif stabil. Hal tersebut menunjukkan bahwa reaksi hidrolisis pada minyak ikan sudah mencapai titik kesetimbangan reaksi. Jadi, penambahan waktu reaksi tidak dapat meningkatkan tingkat hidrolisis minyak pada saat mencapai titik kesetimbangan reaksi. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Aziz et al. (2013) yang menyatakan bahwa reaksi hidrolisis minyak merupakan reaksi reversible. Pada Gambar 2, waktu reaksi memberikan perubahan terhadap tingkat hidrolisis minyak yang dihasilkan. Pada awal reaksi saat jam ke-0.5, tingkat hidrolisis yang dihasilkan mencapai 10 %. Namun, ketika dilakukan penambahan waktu reaksi menjadi 1 jam ternyata tingkat hidrolisis meningkat menjadi 15-20 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama reaksi hidrolisis berlangsung, semakin tinggi tingkat hidrolisis yang dihasilkan. Dalam melihat pengaruh tipe impeler dan laju pengadukan terhadap laju reaksi hidrolisis dilakukan penentuan nilai gradien (kemiringan) dari data grafik
9 percobaan pada saat fase eksponensial dan titik optimum lama waktu hidrolisis serta tingkat hidrolisis tertinggi. Hubungan laju pengadukan terhadap laju reaksi, waktu maksimum dan hidrolisis maksimum disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hubungan laju pengadukan terhadap laju reaksi, waktu maksimum dan hidrolisis maksimum Tipe impeler Radial
Aksial
Laju pengadukan [rpm] 300 500 700 300 500 700
Laju reaksi [% hidrolisis/ waktu] 3.94 4.22 4.76 6.44 6.39 4.84
Waktu maksimum [jam] 4.34 6.8 10.05 3.64 7.75 9.69
Hidrolisis maksimum [%] 21.83 38.56 58.07 27.8 58.78 58.07
r 0.91 0.97 0.97 0.9 0.97 0.96
Secara keseluruhan hasil percobaan untuk setiap sampel dari kedua tipe impeler yang digunakan mengalami peningkatan laju reaksi hidrolisis yang signifikan untuk setiap kenaikan laju pengadukan. Pada tipe impeler radial, nilai gradien pada laju pengadukan 300 rpm ke 500 rpm hingga 700 rpm mengalami peningkatan. Hasil ini menunjukkan pada kecepatan pengadukan 300 rpm, reaksi fisik yang terjadi dalam hidrolisis minyak ikan masih rendah yaitu 3.94 % hidrolisis/ waktu. Laju pengadukan rendah membuat reaksi tumbukan antar molekul minyak dan air tidak berjalan sempurna sehingga emulsi yang terbentuk masih berukuran besar dan tidak bulat sempurna. Ukuran emulsi yang besar menyebabkan luas kontak antara air dan minyak pada droplet menjadi lebih kecil sehingga reaksi hidrolisis tidak berjalan maksimal. Hal inilah yang membuat laju reaksi hidrolisis pada pengadukan 300 rpm masih cukup rendah. Pada saat laju pengadukan di tingkatkan menjadi 500 dan 700 rpm, nilai dari laju hidrolisis meningkat dari 3.94 menjadi 4.22 dan 4.76 % hidrolisis/ waktu. Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan laju pengadukan pada saat reaksi hidrolisis yang mempengaruhi tumbukan antar molekul bahan. Peningkatan laju pengadukan mengakibatkan tumbukan antara molekul-molekul minyak di dalam tangki reaktor semakin tinggi sehingga molekul tersebut banyak terpecah menjadi ukuran yang lebih kecil dan membuat emulsi yang terbentuk antara minyak dan air menjadi lebih kecil. Menurut Purwanto (2008), kecepatan pengadukan pada umumnya akan mempercepat homogenitas campuran bahan pada proses pencampuran. Perputaran impeler yang cepat mengakibatkan molekul air semakin cepat berdifusi dengan minyak dan membentuk emulsi, proses ini disebut difusi internal. Selain itu, akibat adanya pengadukan yang tinggi mengakibatkan molekulmolekul minyak banyak terpecah menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga emulsi antara minyak dan air yang terbentuk akan semakin kecil, proses ini disebut difusi eksternal. Kedua peristiwa tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan laju reaksi hidrolisis minyak yang kemudian meningkatkan laju reaksi hidrolisis. Hal inilah yang membuat ukuran droplet pada saat laju pengadukan ditingkatkan akan terlihat lebih kecil dibandigkan pada laju pengadukan rendah. Hasil ini
10 membuktikan bahwa peningkatan laju pengadukan akan meningkatkan laju reaksi hidrolisis minyak ikan. Ditinjau dari perbandingan nilai hidrolisis maksimum dan waktu maksimum dari ketiga percobaan pada Tabel 2, tampak bahwa pada laju pengadukan 700 rpm memiliki nilai yang paling tinggi yaitu sebesar 5.78 % /jam. Hasil ini didukung dengan nilai koefisien relatif yang tinggi sebesar 0.97 sehingga datanya dapat dikatakan valid. Hasil ini menunjukkan pada penggunaan tipe radial pemilihan laju pengadukan yang terbaik yaitu pada laju pengadukan sebesar 700 rpm. Pada tipe impeler aksial dengan laju pengadukan 300 dan 500 rpm, nilai gradien keduanya cukup tinggi dan cenderung sama yaitu 6.44 dan 6.39 % hidrolisis/ waktu sedangkan pada laju pengadukan 700 rpm memiliki nilai lebih rendah yaitu sebesar 4.84 % hidrolisis/ waktu. Hasil ini menunjukkan kecepatan pengadukan 500 rpm merupakan titik maksimum laju reaksi pada reaksi hidrolisis. Pengadukan pada pengaduk tipe aksial dengan kecepatan sebesar 300 dan 500 rpm memiliki nilai laju reaksi hidrolisis yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengadukan menggunakan pengaduk tipe radial pada kecepatan sebesar 700 rpm. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tipe pengaduk yang berbeda pada laju pengadukan yang sama akan mempengaruhi proses reaksi hidrolisis minyak dan menyebabkan laju reaksi hidrolisis berbeda. Menurut Purwanto (2008), penggunaan pengaduk tipe aksial pada aliran fluida, selain menyebabkan terjadinya benturan pada dinding, juga terjadi pembelokan ke arah atas sesuai dengan sudut kemiringan plat sehingga gejolak yang terjadi pada bahan semakin tinggi dibandingakan penggunaan pengaduk tipe radial. Tingginya tumbukan yang terjadi pada pengadukan tipe aksial menyebabkan pembentukan emulsi yang semakin kecil sehingga laju reaksi hidrolisis meningkat secara signifikan pada laju pengadukan yang rendah. Selain itu, proses difusi eksternal dan difusi internal yang terjadi pada saat pengadukan berlangsung dengan optium. Kedua hal tersebut menyebabkan nilai laju reaksi hidrolisis menggunakan pengaduk tipe aksial lebih tinggi dibandingkan dengan nilai laju reaksi hidrolisis menggunakan pengaduk tipe radial pada laju pengadukan rendah. Pada saat laju pengadukan ditingkatkan menjadi sebesar 700 rpm, terjadi penurunan laju reaksi hidrolisis yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pada penggunaan tipe aksial, laju pengadukan sebesar 700 rpm merupakan titik penurunan reaksi hidrolisis. Proses pengadukan yang tinggi akan menyebabkan pembentukan emulsi menjadi jauh lebih kecil sehingga meningkatkan laju reaksi hidrolisis. Namun, peningkatan laju pengadukan yang besar akan menyebabkan tingginya shear stress yang terbentuk pada saat reaksi hidrolisis berlangsung. Shear stress yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada enzim sehingga berdampak pada penurunan aktivitas enzim dalam menghidrolisis minyak ikan. Besarnya nilai laju geser pada proses pengadukan tergantung pada kecepatan impeler (Hoffman 1995) dan tergantung pada sifat reologi dari cairan yang digunakan (Wichterle 2003). Selain itu, menurut Keng et al. (2008), dalam mensintensis minyak menggunakan lipase pada tangki berpengaduk, pengadukan yang sangat tinggi menyebabkan enzim akan terdorong menuju dinding tangki dengan cepat dan akan terjadi benturan yang kemudian memaksa terjadinya kerusakan pada enzim. Kerusakan enzim tersebut mempengaruhi stabilitas dan kemampuan enzim dalam menghidrolisis minyak sehingga reaksi hidrolisis pada minyak ikan akan menurun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tipe aksial dalam reaksi hidrolisis
11 enzimatik minyak ikan lebih baik dibandingkan penggunaan pengaduk tipe radial. Namun, pada tipe aksial laju pengadukan optimum hanya dperoleh pada kecepatan pengadukan sebesar 500 rpm. Ditinjau dari perbandingan nilai hidrolisis maksimum dan waktu maksimum pada ketiga percobaan reaksi hidrolisis menggunakan pengaduk tipe aksial, tampak bahwa pada laju pengadukan 500 rpm memiliki nilai perbandingan yang paling tinggi yaitu sebesar 7.58 %/jam. Hasil tersebut didukung dengan nilai koefisien relatif yang tinggi yaitu sebesar 0.97. Hasil ini juga menunjukkan pada penggunaan tipe aksial pemilihan laju pengadukan yang terbaik yaitu pada laju pengadukan sebesar 500 rpm. Minyak ikan hasil hidrolisis dari kedua tipe impeler diuji secara mikroskopik. Pengujian ini dilakukan untuk melihat bentuk emulsi setelah reaksi hidrolisis minyak ikan. Hasil data uji mikroskopik produk minyak disajikan pada Gambar 3.
b c a Gambar 3 Hasil emulsi produk minyak hasil hidrolisis (a) tipe radial 300 rpm, tipe radial 700 rpm, dan (b) tipe aksial 500 rpm pada perbesaran 1000 kali. Pada Gambar 6 tampak bahwa emulsi yang terbentuk pada setiap sampel memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda. Pada sampel dengan pengaduk tipe radial dan laju pengadukan sebesar 300 rpm memiliki ukuran droplet yang cukup besar yaitu 104.1 µm. Emulsi yang terbentuk masih tidak berbentuk bulat sempurna dan tidak seragam. Bentuk droplet yang tidak beraturan berukuran besar menunjukkan bahwa emulsi tersebut bersifat tidak stabil dan tidak sempurna. Hal inilah yang membuat reaksi hidrolisis dengan tipe radial pada laju pengadukan rendah memiliki tingkat hidolisis yang rendah. Pada saat laju pengadukan ditingkatkan menjadi sebesar 700 rpm, emusli yang terbentuk memiliki ukuran yang lebih kecil yaitu sebesar 66.4 µm. Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan difusi eksternal dan difusi internal selama proses pengadukan sehingga emulsi yang dihasilkan memiliki ukuran yang lebih kecil dan berbentuk bulat. Hal inilah yang membuat laju reaksi hidrolisis mengalami peningkatan. Pengujian mikroskop minyak hasil hidrolisis menggunakan pengaduk tipe aksial dengan laju pengadukan sebesar 500 rpm menunjukkan ukuran emulsi yang sangat kecil yaitu sebesar 5.4 µm dan berbentuk bulat sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengadukan pada reaksi hidrolisis minyak berlangsung dengan baik. Menurut Suryani et al. (2000), semakin kecil ukuran partikel fasa terdispersi maka konfigurasi partikel fasa terdispersi dalam medium pendispersi akan semakin teratur sehingga reaksi hidrolisis akan berjalan dengan baik. Penggunaan pengaduk tipe aksial pada reaksi hidrolisis minyak ikan memberikan efek pencampuran yang lebih sempurna sehingga peristiwa fisik pada saat reaksi
12 hidrolisis berjalan maksimal dan emulsi yang terbentuk akan semakin kecil dan bulat. Hal inilah yang menyebabkan laju reaksi hidrolisis pada pengadukan menggunakan tipe aksial meningkat secara signifikan. Hubungan Total Kandungan Omega 3 Pengujian kandungan asam lemak yang terkandung dalam hasil hidrolisis dilakukan menggunakan analisa GC-MS. Prinsip kerja GCMS adalah sampel diinjeksikan kedalam injector, aliran gas dari gas pengangkut akan membawa sampel yang telah teruapkan masuk kedalam kolom. Kolom akan memisahkan komponen-komponen dari sampel yang terelusi sesuai dengan urutan semakin membesarnya. Spektrometri massa (SM) adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massanya. Spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa sampel menjadi ion-ion yang bergerak cepat dan dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/e) (Fessenden 1992). Sampel yang digunakan dalam uji diambil dari hasil hidrolisis minyak yang memiliki tingkat hidrolisis tertinggi yaitu pada minyak yang dihasilkan dengan penggunaan pengaduk tipe aksial kecepatan 500 rpm dan pada minyak dengan penggunaan pengaduk tipe radial kecepatan 500 rpm. Pada saat pembacaan data, hanya ada 2 jenis asam lemak yang dinilai yaitu asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksanoat (DHA). Kedua asam ini merupakan jenis asam lemak omega 3 dominan yang terdapat pada ikan lemuru. Hasil perbandingan luas area (%) komponen asam lemak omega 3 minyak ikan lemuru sebelum dan setelah hidrolisis disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Perbandingan luas area (%) komponen asam lemak omega 3 minyak ikan lemuru sebelum dan setelah hidrolisis Luas Area Total EPA DHA a Ida (2010)
Minyak sebelum hidrolisis [%]a 1.81 1.81 Tidak terdeteksi
Minyak setelah hidrolisis [%] Radial 700 rpm 3.2 3.2 Tidak terdektesi
Aksial 500 rpm 2.76 2.76 Tidak terdeteksi
Berdasarkan hasil pengamatan, kandungan asam lemak omega 3 pada minyak setelah dihidrolisis mengalami peningkatan. Hal tersebut membuktikan bahwa reaksi hidrolisis enzimatik meningkatkan kandungan asam lemak omega pada minyak. Pada kedua hasil sampel minyak tersebut, asam lemak omega 3 yang terkandung hanya terdiri dari EPA saja tanpa adanya kandungan DHA. Tingginya kandungan EPA pada sampel hasil hidrolisis minyak ikan dikarenakan jenis ikan yang digunakan merupakan ikan lemuru. Menurut Halldorsson et al. (2003), minyak ikan lemuru (Sardinella sp.) mempunyai kandungan EPA lebih banyak daripada DHAnya.
13
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Reaksi hidrolisis pada reaktor tangki berpengaduk dengan volume 2 L yang dilengkapi 4 baffle menggunakan tipe pengadukan aksial berlangsung optimum dengan laju pengadukan sebesar 500 rpm. Pada pengadukan menggunakan tipe radial, laju reaksi hidrolisis meningkat apabila laju pengadukan ditingkatkan. Penggunaan pengaduk tipe aksial memiliki hasil laju reaksi leih tinggi dibandingkan pengaduk tipe radial. Namun, pada kecepatan yang sangat tinggi terjadi penurunan laju reaksi akibat kerusakan enzim. Hasil tingkat laju reaksi hidrolisis tertinggi pada penggunaan tipe pengaduk aksial yaitu 6.39 % hidrolisis per waktu dengan total omega 3 yang dihasilkan sebanyak 2.70 % kandunganga EPA tanpa adanya kandungan DHA sedangkan, hasil reaksi hidrolisis tertinggi pada penggunaan tipe pengaduk radial terjadi pada laju pengadukan 700 rpm. Hasil tingkat laju reaksi hidrolisis tertinggi yaitu 4.76 % hidrolisis per waktu dengan total omega 3 yang dihasilkan sebanyak 3.20% kandungan EPA tanpa adanya kandungan DHA. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan pengaruh shear stress pada reaksi hidrolisis enzimatik minyak ikan dan hubungannya dengan penggunaan laju pengadukan serta tipe impeler yang berbeda pada reaksi hidrolisis enzimatik minyak ikan dalam tangki berpengaduk.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2012. Potensi Perikanan Tangkap di Perairan Indonesia. Banyuwangi. BPS. Carvalho PO, Paula RBC, Maximiliano DN, Patrícia BLF, dan V.F.Leonardo. 2009. Enzymatic Hydrolysis of Salmon Oil by Native Lipases: Optimization of Process Parameters. J. Braz. Chem. Soc. Vol. 20(1): 117-124. Cho SY, Miyashita K, Miyazama T, Fujimoto K, and Kaneda T. 1987. Autooxidation of Ethyl Eicosapentaenoic and Docosahexaenoic. JAOCS 64(6): 876-879. Didik Purwanto. 2008. Pengaruh Desain Impeller, Baffel, dan Kecepatan Putar Pada Proses Isolasi Minyak Kelapa Murni Dengan Metode Pengadukan. Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi. Yogyakarta:AKPRIND. Fessenden F, 1992. Kimia Organik. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Haraldson GG, Kristinsson B, Sigurdardottir R, Gudmundsson GG, Breivik H. 1997. The preparation of concentrates of eicosapentaenoi acid and docosahexaenoic acid by enzim lipase-catalized transesterification of fish oil with ethanol. J Am Oil Chem 74: 1419-1424.
14 Herawan T. 1993. Pembuatan Produk-Produk Oleokimia dari Minyak Sawit Menggunakan Proses Enzimatik.[Skripsi]. Bogor.(ID): Fateta-IPB. Ida R. 2013. Optimalisasi Hidrolisis Enzimatik Minnnyyyak Ikan unuk Produksi Omega 3 Optimum dengan Response Surface Method (RSM)[Skripsi]. Bogor(ID): Fateta-IPB. Isalmi Aziz., 2007, Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas, Jurnal Valensi (1) 1. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Isalmi Aziz, Siti Nurbayti, Juwita Suwandari. 2013. Pembuatan Gliserol Dengan Reaksi Hidrolisis Minyak Goreng Bekas. Jurnal Valensi (2) 1. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. J.Hoffmann, K Buescher, DC Hempel. 1995. Determination of maximum shear– stress in stirred vessels, German. Chemie Ingenieur Technik 67 210–214. Keng PS, Basri M, Ariff AB, Abdul Rahman MB, Abdul Rahman RNZ, Salleh AB. 2008. Scale-up synthesis of lipase-catalyzed palm esters in stirred-tank reactor. Bioresource Technology 99 6097–6104Celik, H. 2002. Commercial Fish Oil.ISSN 1302 647X. B serisi Cilt 3(1) : 1-6. Sapta Raharja, Prayoga Suryadarma, Teni Oktavia. 2010. Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Untuk Produksi Asam Lemak Omega 3 Menggunakan Lipase Dari Aspergillus niger. Teknologi Industri dan Pangan ke 64 volume XXII no 1. Simopoulos AP. (1996) `Omega 3 Fatty Acids in Health and Disease and Growth and Development, A Review' in Am. J. Clin. Nutr. 54, 438±463. Suryani A, Illah Sailah, dan Erliza Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Bogor TIN.FATETA IPB. Velikonja J, dan Kosaric N. 1993. Biosurfactants in Food Application. Di Dalam N. Kosaric (Ed.) Biosurfactants, Production, Properties, Application. Marcel Dekker, Inc. New York. Wanasundara UN dan Shahidi F. 1998. Lipase Assisted Concentration of n-3 Polyunsaturated Fatty Acids in Acylglycerol from Marine Oil. J. Am. Oil Chem. Vol.75: 945-951.Nettleton, J.A. 1995. Omega 3 Fatty Acid and Health.Chapmann and Hall inc. NewYork. Wichterle Kelly, B. Gigas. 2003. Using CFD to predict the behavior of power law fluids near axial-flow impellers operation gin the transitional flow regime, Chem. Eng. Sci. 58 2141–2152. Winarno, FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
15 Lampiran 1 Gambar dan geometri bioreaktor berpengaduk skala 2 L. Tabel Geometri Bioreaktor No
Komponen
Nilai
Satuan
22
Cm
13.8
Cm
1
Tinggi tangki
2
Diameter tangki
3
Jumlah baffle
4
Buah
4
Panjang baffle
14
Cm
5
Lebar baffle
1
Cm
6 7
Jarak dasar tangki dgn baffle Diameter impeller
4 8.4
Cm Cm
Bioreaktor berpengaduk skala 2 L
Keterangan 1. Klem dan statip 2. Motor pengaduk 3. Termometer dan pipa gas 4. Pipa output 5. Panci 6. Tangki pengaduk 7. Baffle 8. Impeler 9. Pemanas
Gambar Bioreaktor berpengaduk skala 2 L
16 Lampiran 2 Metode pengujian karakteristik minyak. 1.
Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998)
Pengujian bilangan asam didasarkan pada SNI 01-3555-1998 dan mengacu pada Standard Methods for the Analysis of Oils, Fat and Derivates oleh Pergamon (1979). Bilangan asam pada prinsipnya merupakan kelarutan lemak/ minyak dalam pelarut organik tertentu (alkohol 96% netral) dilanjutkan dengan penitaran dengan basa KOH. Penentuan bobot sampel yang digunakan dalam pengujian ditentukan dengan perkiraan bilangan asam minyak/ lemak tersebut. Berikut penentuan bobot sampel berdasarkan perkiraan bilangan asam sampel: Tabel Bobot sampel berdasarkan perkiraan bilangan asam sampel Perkiraan bilangan keasaman 1 1–4 4 – 15 15 – 75 > 75
Bobot penimbangan (g)
Ketelitian penimbangan (g)
20 10 2.5 0.5 0.1
0.50 0.20 0.01 0.001 0.0002
Sampel sebanyak 2 – 5 gam ditimbang dan dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml. Etanol 95% netral sebanyak 50 ml ditambahkan, lalu diberi 3 – 5 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1 N hingga warna merah muda yang tidak berubah selama 15 detik. Penetapan bilangan asam dilakukan secara duplo. Bilangan asam dapat dihitung menggunakan rumus berikut: Bilangan Asam (mg KOH/ g) = V x T x 56.1 m Keterangan: V = volume KOH yang diperlukan dalam titrasi (ml) T = normalitas KOH m = bobot sampel (gam) 2.
Bilangan Penyabunan (SNI 01-3555-1998)
Pengujian bilangan penyabunan didasarkan pada SNI 01-3555-1998 dan mengacu pada Standard Methods for the Analysis of Oils, Fat and Derivates oleh Pergamon (1979). Sebanyak 2 gam sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam
17 labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 25 ml KOH beralkohol 0.5N dengan menggunakan pipet dan beberapa butir batu didih. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan dididihkan di atas penangas air atau pemanas listrik selama satu jam, lalu dibiarkan dingin. Sebanyak 0.5 ml hingga 1ml fenolftalein ditambahkan ke dalam larutan tersebut dan didtrasi dengan HCl 0.5N hingga warna indikator berubah menjadi tidak berwarna. Pengujian dilakukan secara duplo serta dilakukan penetapan blanko. Bilangan penyabunan dalam contoh dihitung dengan rumus berikut: Bilangan penyabunan (mg KOH/g) = 56.1 x T x (Vo – V1) m Keterangan : Vo = volume HCl 0.5 N yang diperlukan pada titrasi blanko (ml) V1 = volume HCl 0.5 N yang diperlukan pada titrasi sampel (ml) T = normalitas HCl 0.5 N m = bobot sampel
3.
Kadar FFA (SNI 01-3555-1998)
Pengujian kadar FFA didasarkan pada SNI 01-3555-1998 dan mengacu pada Standard Methods for the Analysis of Oils, Fat and Derivates oleh Pergamon (1979)Setelah mengetahui nilai bilangan asam sampel, dapat ditentukan kadar asam lemak bebas pada sampel. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai persen asam lemak, dihitung dua desimal dengan menggunakan rumus: Asam lemak bebas (%) = M x V x T 10 m Keterangan: M = bobot molekul asam lemak dominan (asam oleat = 282 g/mol)
18 Lampiran 3. Tabel hasil pemilihan model persamaan terbaik dan gambar penentuan gradien, waktu dan tingkat hidrolisis optimum. Tabel Model persamaan kinetika reaksi hidrolisis terpilih. Jenis Aksial
Radial
Laju [rpm] 300 500 700 300 500 700
Model persamaan Eksponential association 2 Eksponential association 2 Eksponential association 2 Eksponential association 2 Eksponential association 2 Eksponential association 2
R 0.90 0.97 0.96 0.91 0.97 0.97
Gambar Penentuan gradien, waktu dan tingkat hidrolisis optimum pada pengadukan tipe aksial dengan laju (a) 300, (b) 500, dan (c) 700 rpm
X = 3.64 Y = 27.80 m = 6.44
a
X = 7.75 Y = 58.78 m = 6.39
b
X = 9.69 Y =58.07 m = 4.84
c
19
Gambar penentuan gradien, waktu dan tingkat hidrolisis optimum pada pengadukan tipe radial dengan laju (a) 300, (b) 500, dan (c) 700 rpm
X = 4.34 Y = 21.83 m = 3.94
a
X = 5.57 Y = 38.56 m = 5.51
b
X = 10.05 Y = 58.07 m = 4.76
c
20 Lampiran 4 Kandungan total omega 3 pada produk minyak Tabel Kandungan total omega 3 pada minyak ikan yang telah dihidrolisis Kandungan [%] Radial Aksial 700 rpm 500 rpm
Nama Umum
Rumus
Nama Kimia
α-Linolenic acid (ALA) Eicosatetraenoic acid (ETA) Eicosapentaenoic acid (EPA)
18:3 (n−3) 20:4 (n−3) 20:5 (n−3)
all-cis-9,12,15octadecatrienoicacid all-cis-8,11,14,17eicosatetraenoicacid all-cis-5,8,11,14,17eicosapentaenoic acid
Tetracosahexaenoic acid(Nisinic acid)
24:6 (n−3)
all-cis-6,9,12,15,18,21tetracosenoic acid
1.61
0.28
1.05
0.74
3.20
2.76
0.24
0.11
A b u n d a n c e
T IC : R 7 0 0 .D \ d a ta .m s 1 5 .2 0 8 1 3 .8 7 8
2 .6 e + 0 7
2 .4 e + 0 7
2 .2 e + 0 7
2 e + 0 7
1 .8 e + 0 7
1 .6 e + 0 7
1 .4 e + 0 7
1 3 .7 4 3 1 2 .4 2 4 1 5 .3 1 4
1 .2 e + 0 7 1 4 .2 5 5
1 e + 0 7
8 0 0 0 0 0 0 1 6 .6 0 7
6 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0
1 5 .5 3 9 1166. 7 . 96590 1 2 . 7 1 6 1 4 . 5 15 50 . 6 4 7 1 4 .4 2 9 1 8 .5 9 6 1 3 .1 2 4 1 61 .60 .75 71 6 1 8 .7 9 9 1 1 .1 9 1 1 0 . 8 8182 1. 221. 85 6 6
2 0 0 0 0 0 0
0 8 .0 0
1 0 .0 0
1 2 .0 0
1 4 .0 0
1 6 .0 0
1 8 .0 0
2 0 .0 0
2 2 .0 0
2 4 .0 0
2 6 .0 0
2 8 .0 0
T im e - - >
Gambar Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatis pada penggunaan pengaduk tipe radial kecepatan 700 rpm
21 Abundance
T IC : A 5 0 0 .D \ d a ta .m s 1 5 .1 9 4 2 .2 e + 0 7
2e+07 1 3 .8 6 4 1 .8 e + 0 7
1 .6 e + 0 7
1 4 .2 8 0
1 .4 e + 0 7
1 .2 e + 0 7
1e+07
1 3 .7 4 2 1 2 .4 2 2
8000000
1 5 .3 1 0 1 5 .5 8 2
6000000 1 6 .6 1 2
1 2 .7 4 1 4000000
1 5 .6 6 9 1 1 .2 2 3 1144. .453517
2000000
1 3 .1 2 9 1 2 1. 221. 89 7 0
1 6 .7 7 4 1 6 .9 5 5 1 6 .5 2 5 1 8 .6 0 8 1 8 .8 0 9
0 8 .0 0
1 0 .0 0
1 2 .0 0
1 4 .0 0
1 6 .0 0
1 8 .0 0
2 0 .0 0
2 2 .0 0
2 4 .0 0
2 6 .0 0
2 8 .0 0
T im e - - >
Gambar Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatis pada penggunaan pengaduk tipe aksial kecepatan 500 rpm
22
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 1991 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Marudut Panjaitan dan Ibu Mada Lumbanraja. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 113 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan. Penulis pernah aktif menjadi anggota Komisi Pelayanan Anak Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB pada tahun 2010 hingga 2013. Penulis juga aktif menjadi pengurus Dewan Perwakilan Mahasiwa Fakultas Teknologi Pertanian (DPM F) pada periode tahun 2010/2011 dan tahun 2011/2012. Selain itu, penulis juga aktif menjadi anggota Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (MPM KM) IPB pada tahun 2011/2012. Pada tahun yang sama penulis juga pernah aktif sebagai Ketua Persekutuan Fakultas Teknologi Pertanian (PF-F) dan Ketua Persekutuan Fakultas Tingkat Kampus IPB (PF se-IPB) pada periode 2011/2012. Pada kegiatan kepanitiaan penulis pernah menjadi Ketua Pemilihan Raya Fateta (PEMIRA F), Ketua Forum Dekanat Fateta (FORDEK F), Ketua Jejaring Lembaga Kemahasiwaan IPB (JLKI) MPM KM IPB dan Ketua Camp Pengutusan Kelompok Pra Alumni (KOPRAL) PMK-IPB angkatan 46 serta pernah menjabat sebagai tim Auditor dan Evaluasi eksternal (EVEKS) pada acara penerimaan mahasiswa baru tingkat departemen dan fakultas. Penulis pernah bekerja sebagai staf Packaging soal UN 2013 yang diselengarakan oleh Kemendikbud RI pada bulan April 2013. Pada bulan Juni-Agustus 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Pabrik Pengolahan Kopi Arabika PTPN XII dengan judul Sistem Rantai Pasok Komoditas Kopi Terkait dengan Mutu di Kebun Kalisat Jampit PTPN XII (Persero). Pada akhir perkuliahan penulis melaksanakan penelitian untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian yang berjudul Regulasi Tipe Impeler dan Laju Pengadukan Hidrolisis Enzimatik pada Minyak Ikan untuk Produksi Monoasilgliserol Omega 3.