OPTIMASI PENGINDERAAN KOMPRESIF Endra Computer Engineering Department, Faculty of Engineering, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480
[email protected]
ABSTRACT Compressive sensing is a new technique for signal acquisition where the acquisition and signal compression are performed simultaneously. Compressive sensing requires sparse or compressed signals in a proper base and a small value of coherence between the measurement matrix and the base. The Gaussian random matrix with relatively small coherence to the base which is often used as Fourier and wavelet is widely used in the measurement of compressive sensing. However, the value of coherence can be reduced further by optimizing the measurement matrix. In this paper, for the one-dimensional signal, Gaussian random matrices and random matrix partial-Fourier are optimized using gradient-descent method, in which both the matrix optimization results will be compared to their performance based on signals reconstruction generated. Simulation results show that optimization of the two measurements matrices would improve the quality of signal reconstruction and both reconstruction results are virtually identical, so that the random partial-Fourier matrix can be used as an alternative measurement matrix in compressive sensing. For the case of two-dimensional signals (images) measurement matrix optimization is also done by reducing the value of the mutual coherence of the equivalent dictionary, namely the multiplication between the measurement matrix and the basis used. The optimized matrix is then used for a color image projection which produces compressive measurements. The results of simulation experiments show that the measurement matrix optimization can improve the quality of image reconstruction with the increase in the value of PSNR (Peak Signal to Noise Ratio) reaching 175% compared to one without optimization. Keywords: compressive sensing, measurement matrix optimization, mutual coherence
ABSTRAK Penginderaan kompresif merupakan teknik baru dalam akuisisi sinyal di mana proses akuisisi dan pemampatan sinyal dilakukan secara bersamaan. Penginderaan kompresif mensyaratkan sinyal sparse atau termampatkan di dalam suatu basis yang tepat dan nilai koherensi yang kecil antara matriks pengukuran dan basis tersebut. Matriks pengukuran yang banyak digunakan pada penginderaan kompresif adalah matriks acak Gaussian yang memiliki koherensi cukup kecil dengan basis yang sering digunakan seperti Fourier dan wavelet. Namun demikian nilai koherensi tersebut dapat diperkecil lagi dengan mengoptimasi matriks pengukuran. Pada tulisan ini, untuk kasus sinyal satu dimensi, matriks acak Gaussian dan matriks acak parsial-Fourier dioptimasi menggunakan metode gradient-descent, di mana kedua matriks hasil optimasi tersebut akan dibandingkan kinerjanya berdasarkan sinyal rekonstruksi yang dihasilkan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa optimasi kedua matriks pengukuran tersebut akan meningkatkan kualitas sinyal rekonstruksi dan keduanya memberikan hasil rekonstruksi yang hampir sama, sehingga matriks acak parsial-Fourier dapat digunakan sebagai alternatif matriks pengukuran pada penginderaan kompresif. Untuk kasus sinyal dua dimensi (citra) optimasi matriks pengukuran juga dilakukan dengan mengurangi nilai mutual coherence dari dictionary ekivalen, yaitu hasil perkalian antara matriks pengukuran dan basis yang digunakan. Matriks yang teroptimasi tersebut kemudian digunakan untuk proyeksi citra-warna yang menghasilkan pengukuran kompresif. Hasil simulasi percobaan menunjukan bahwa optimasi matriks pengukuran dapat meningkatkan kualitas rekonstruksi citra dengan kenaikan nilai PSNR (Peak Signal to Noise Ratio) mencapai 175 % dibandingkan tanpa melakukan optimasi. Kata kunci: penginderaan kompresif, optimasi matriks pengukuran, mutual coherence
Optimasi Penginderaan Kompresif (Endra)
1
PENDAHULUAN Cara konvensional untuk mencuplik sinyal atau citra adalah menggunakan teorema sampling Shannon-Nyquist yaitu frekuensi pencuplikan minimal dua kali dari frekuensi maksimum sinyal (Unser, 2000). Penginderaan kompresif atau Compressed Sensing (CS)) adalah istilah yang diperkenalkan oleh Donoho (2006) untuk menamakan suatu teknik penginderaan di mana sinyal dapat direkonstruksi dari jumlah pencuplikan/pengukuran yang jauh lebih sedikit dari yang disyaratkan oleh Shannon-Nyquist. Setelah itu, Candès, Romberg dan Tao (2006) memulai dan mempopulerkan CS melalui tulisan-tulisan penting maka CS menjadi salah satu topik terkini yang paling menarik di dalam bidang pemrosesan sinyal dan citra. Sebagai paradigma baru dalam akuisisi sinyal, CS mendobrak batasan minimal jumlah pencuplikan yang ditetapkan oleh ShannonNyquist (Candes and Wakin, 2008) sehingga CS memiliki potensi pada beberapa aplikasi untuk meningkatkan kinerja sistem atau mengatasi permasalahan yang ada, misalnya pada bidang medical (Jing Wu and Ye Li, 2009; Lustig, et al., 2008), wireless sensor network dan networked data (Haupt, et al., 2008; Peng Zhang, et al., 2009), radar imaging (Lei Yu,et al, 2009; Herman and Strohmer, 2009), encryption (Kumar and Makur, 2009; Orsdemir, et al., 2008), imaging (Romberg, 2008; Duarte, et al., 2008), remote sensing (Jianwei Ma, 2009) dan inference problem seperti detection, classification/estimation dan filtering (Davenport, et al., 2010). Penginderaan kompresif dilakukan melalui proyeksi linier sinyal ke dalam suatu matriks pengukuran di mana hasil proyeksi ini menghasilkan sinyal yang sudah dalam bentuk termampatkan, sehingga proses pengukuran dan pemampatan sinyal dilakukan secara bersamaan. Hal tersebut berbeda dengan cara pemampatan sinyal konvensional di mana sinyal dicuplik dahulu mengikuti persyaratan Shannon-Nyquist lalu kemudian dilakukan pemampatan misalnya menggunakan transform coding seperti pada JPEG-2000 (Taubman and Marcellin, 2000). CS memanfaatkan sparsity dari sinyal yaitu sinyal dapat dinyatakan dengan sedikit koefisien menggunakan basis yang tepat seperti Fourier, Wavelet, Curvelet atau kamus-basis lewat lengkap. Basis tersebut harus inkoheren dengan matriks pengukuran yang digunakan agar sinyal dapat direkonstruksi dengan tepat dari jumlah pengukuran yang sesedikit mungkin (Candès and Romberg, 2007). Random -Gaussian matriks dengan probabilitas tinggi memiliki inkoherensi dengan berbagai basis sehingga banyak digunakan pada penerapan CS pada bidang-bidang aplikasi yang telah disebutkan sebelumnya. Random-Gaussian matriks juga telah digunakan pada (Endra, 2010) untuk proyeksi linier citra-warna. Random-Gaussian matriks dapat lebih dioptimalkan lagi dengan meminimalkan inkoherensi dengan basis yang digunakan dan mendapatkan hasil rekonstruksi sinyal yang lebih baik. Namun optimasi pada Elad (2007) hanya diterapkan pada sinyal sintesis satu dimensi yang memiliki eksak sparsity, sehingga pada tulisan ini optimasi tersebut akan diperluas untuk diterapkan pada sinyalnatural yaitu berupa citra-warna yang tidak memiliki eksak sparsity. Dari hasil simulasi percobaan pada tulisan ini didapatkan bahwa optimasi matriks pengukuran Random-Gaussian menggunakan metode Elad (2007) untuk proyeksi linier citra-warna memberikan hasil rekonstruksi yang lebih baik dibandingkan tanpa optimasi. Matriks pengukuran lain yang dapat digunakan adalah matriks acak parsial-Fourier seperti pada Endra (2010), di mana digunakan matriks acak parsial Discrete Cosine Transform (DCT) dan dibandingkan terhadap matriks acak-Gaussian, di mana keduanya memiliki kinerja yang hampir sama. Pada tulisan ini matriks acak parsial-Fourier seperti hal-nya matriks acak-Gaussian akan dioptimasi dengan menggunakan metode gradient-descent untuk mengecilkan nilai mutual coherence antara matriks pengukuran dan basis yang digunakan. Penginderaan kompresif didasarkan pada dua prinsip yaitu sparsity dan inkoherensi (Candès and Romberg, 2007). Sinyal dikatakan sparse jika menggunakan basis yang tepat, hanya memiliki sedikit koefisien bernilai tak-nol dibandingkan dengan dimensi/panjang sinyal. Inkoherensi
2
Jurnal Teknik Komputer Vol. 20 No.1 Februari 2012: 1 - 14
berkaitan dengan hasil inner product yang bernilai rendah antara matriks pengukuran dengan basis yang digunakan. Kerangka-kerja penginderaan kompresif terdiri dari dua bagian penting yaitu encoding (pengukuran) berupa proyeksi linier sinyal ke dalam matriks pengukuran dan decoding (rekonstruksi). Pada tulisan ini hanya fokus pada bagian pertama yaitu mengoptimasi matriks pengukuran. Untuk algoritma rekonstruksi digunakan dua metode untuk perbandingan yaitu Iteratively Reweighted Least Squares (IRLS) - A p -minimization (Rick Chartrand and Wotao Yin, 2008) dan Orthogonal Matching Pursuit (OMP) (Tropp and Gilbert, 2007), di mana ditunjukan pada tulisan ini dengan mengoptimasi matriks pengukuran akan memberikan peningkatan kinerja dari kedua metode rekonstruksi tersebut. Misal suatu sinyal diskrit (vektor) x ∈ ℜ N dan Ψ = [ψ 1 ...ψ N ] ∈ ℜ N× N adalah sebuah basis orthonormal sehingga x dapat dinyatakan dalam : N x = ΨΘ = ∑ θ iψ i i =1
(1)
di mana Θ = [θ 1 ...θ N ] ∈ ℜ N adalah vektor koefisien yang merepresentasikan x pada basis Ψ . Sinyal atau citra disebut S-sparse jika hanya sejumlah S-koefisien dari Θ yang bernilai tidak nol sedangkan sisanya bernilai nol, di mana S bernilai kecil dibandingkan dengan total panjang sinyal atau jumlah piksel dalam citra. Sedangkan jika sinyal memiliki sejumlah S-koefisien yang bernilai signifikan sedangkan koefisien sisa-nya bernilai kecil sehingga ketika dibuang (dibuat nilainya menjadi nol) tidak mengurangi kualitas sinyal secara signifikan maka sinyal disebut approximately S-sparse atau termampatkan. Representasi sparse ini menjadi prinsip dasar pemampatan data seperti JPEG-2000. T
Matriks pengukuran Φ = [φ1 ...φ m ]T ∈ ℜ M × N digunakan untuk proyeksi linier sinyal: y = Φx = ΦΨΘ (2) y ∈ ℜ M adalah vektor pengukuran sebagai hasil proyeksi linier x pada Φ . Ukuran koherensi diberikan oleh David L. Donoho and Xiaoming Huo (2001):
μ (Φ, Ψ ) = N . max φ i ,ψ j 1≤ i ≤ m , 1≤ j ≤ N
(3) di mana μ (Φ, Ψ ) ∈ 1, N mengukur maksimum korelasi antara elemen-elemen kedua matriks. Jika jumlah pengukuran yang dilakukan memenuhi: M ≥ C.μ 2 (Φ,ψ ).S . log(N ) (4) ,di mana C adalah suatu konstanta positif, maka dengan probabilitas yang tinggi x dapat direkonstruksi secara eksak.. Jika persamaan di bawah ini terpenuhi: ^ ⎞ 1 1⎛ ⎟ Θ < ⎜⎜1 + 2 ⎝ (μ (Φ, Ψ )) ⎟⎠ (5)
[
]
^
maka Θ adalah solusi sparse yang dibutuhkan. Terlihat dari persamaan (4) dan (5) bahwa sparsity (S) dan inkoherensi ( μ (Φ, Ψ ) ) memainkan peranan penting sangat penting dalam penginderaan kompresif. Keduanya menentukan jumlah proyeksi/pengukuran minimal yang dibutuhkan, kestabilan, akurasi dan kecepatan rekonstuksi sinyal. Pada tulisan ini fokus pada bagaimana mengoptimasi Φ untuk membuat
Optimasi Penginderaan Kompresif (Endra)
3
μ (Φ, Ψ ) sekecil mungkin sehingga rekonstruksi sinyal dapat dilakukan dengan pengukuran yang lebih sedikit dibandingkan jika tanpa dioptimasi. Elad mengajukan algoritma untuk mengurangi mutual coherence, μ (D ) dari Dictionary ekivalen D := ΦΨ , D = [d 1 ...d K ] , yang didefenisikan sebagai berikut:
⎫ ⎧ dTdT ⎪ ⎪ i j μ (D ) := max i ≠ j ,1≤i , j ≤ K ⎨ ⎬ ⎪ di A2 d j A2 ⎪ ⎭ ⎩ Untuk tujuan tersebut diperkenalkan t-averaged mutual coherence yaitu: g ij > t . g ij
μ t (D ) :=
∑(
(6)
)
i ≠ j ,1≤ i , j ≤ K
∑ (g
>t
ij
)
(7)
i ≠ j ,1≤ i , j ≤ K ~
~
~
di mana g ij = d iT d j , d i = d i / d i
A2
, t adalah sebuah nilai skalar dan
(g
ij
)
> t adalah fungsi
indikator yang bernilai 1 jika terpenuhi dan 0 jika tidak terpenuhi. Tujuan dari alogritma dari Elad adalah mengurangi g ij yang melebihi t . Gram matriks dari Dictionary ekivalen ternormalisasi ~
~
G = D T D dihitung, di mana g ij adalah elemen-elemennya, untuk g ij melebihi t akan diperkecil
menggunakan γ (0 < γ < 1) . Untuk mempertahankan orde dari nilai absolut pada Gram matriks, g ij akan dibuat bernilai: ⎧ γg ij , ⎪⎪ g ij = ⎨ γt sign g ij , ⎪g , ⎪⎩ ij
g ij ≥ t
( )
γt ≤ g ij ≤ t
(8)
g ij ≤ γt
Proses di atas secara umum akan menghasilkan Gram matriks menjadi full-rank, sehingga langkah selanjutnya membuat rank menjadi m. Kemudian mencari matriks pengukuran Φ yang dapat menyatakan dengan terbaik akar-kuadrat dari Gram matriks yang diperoleh, proses tersebut direalisasikan menggunakan Singular Value Decomposition (SVD). Matriks pengukuran dapat juga dioptimasi dengan cara membuat Gram matriks dari D , G = D T D mendekati matriks identitas I :
D = arg min DT D − I D
2
(9)
F
Untuk menyelesaikan (9), pada [28] digunakan metode gradient-descent, dengan mendefenisikan error sebagai berikut E = DT D − I
2 F
{(
)(
= Tr D T D − I D T D − I
)} T
(10)
kemudian menghitun gradient dari E terhadap elemen-elemen dari D yaitu d i , j : ∇E =
(
∂E = 4D D T D − I ∂d ij
)
(11)
menggunakan (11), solusi dari (9) dapat dinyatakan sebagai proses iterasi untuk memperbaharui D dengan menggunakan: D(i +1) = D(i ) − ηD(i ) DT (i )D(i ) − I (12)
(
4
)
Jurnal Teknik Komputer Vol. 20 No.1 Februari 2012: 1 - 14
di mana η adalah step size. Matriks pengukuran yang diperbaharui dapat diperoleh menggunakan: Φ = DΨ −1 dan sebelum digunakan untuk iterasi selanjutnya, D harus dinormalisasi sehingga kolom-kolomnya memiliki nilai 2-norm sama dengan satu. Akhirnya, setelah K-iterasi solusi dari (9) dapat dicapai dan didapatkan matriks pengukuran yang teroptimasi.
METODE Untuk kasus sinyal satu dimensi digunakan himpunan 1000 sinyal uji yang dibangkitkan menggunakan (1) dengan sebuah basis Ψ120×120 berisi elemen bilangan acak i.i.d (independent and identically distributed) Gaussian dan koefisien sparse θ120×1 pada lokasi dan besar yang acak dengan level sparsity S = 8 sehingga setiap sinyal x memiliki panjang N = 120. Matriks acakG Gaussian Φ m×120 dibangkitkan juga dengan elemen i.i.d Gaussian dan dinormalisasi dengan m , di mana m adalah jumlah pengukuran yang nilainya divariasikan dari 15 sampai 35. Matriks acak F parsial-Fourier Φ m×120 dibangkitkan menggunakan 120 x 120 basis DCT dan dipilih secara acak m baris dari matriks tersebut. Optimasi dari kedua matriks pengukuran tersebut dilakukan dengan menggunakan metode gradient descent menggunakan step size η = 0.01 jumlah iterasi K = 100. Pengukuran kompresif pada x dilakukan menggunakan (1) menghasilkan sinyal termampatkan y dengan matriks pengukuran yang teroptimasi dan yang tidak untuk dibandingkan hasil ^
rekonstruksinya. Sinyal rekonstruksi x didapatkan dari y dengan menggunakan IRLS - A p minimization di mana digunakan p = 0.8. Untuk mengukur kinerja matriks pengukuran, digunakan ^
reconstruction relative error rate: ε = x− x
x
2
dan mereratakan nilai-nya untuk semua sinyal
2
uji. Percobaan berikutnya dilakukan dengan membuat jumlah pengukuran tetap m = 25, sparsity level S divariasikan dari 5 sampai 20 sementara panjang sinyal dibuat tetap N = 120. Terakhir, jumlah pengukuran dan sparsity level dibuat tetap m = 25 dan S = 8 sedangkan panjang sinyal N dibuat variasi dari 30 sampai 360. Untuk kasus sinyal dua dimensi digunakan dua buah citra warna berukuran 512 x 512 x 24 bit yaitu “Lena” dan “Baboon” digunakan sebagai citra-uji. Proyeksi linier citra ke dalam matriks pengukuran dilakukan untuk format ruang-warna YCbCr di mana format tersebut pada [22] ditunjukan memiliki hasil rekonstruksi yang lebih baik dibandingkan dengan format ruang-warna RGB. Untuk mengukur kualitas obyektif citra hasil rekonstruksi digunakan parameter Peak Signalto-Noise Ratio (PSNR) dituliskan dalam persamaan (14) dalam satuan desiBell (dB), di mana W dan H adalah lebar dan tinggi dari citra dalam hal ini keduanya bernilai 512. ⎛ ⎜ ⎜ W × H × 12 PSNR = 10 log10 ⎜ ⎜ W H ⎜ ∑ ∑ ⎛⎜ x reconstructed − x original ⎜ w=1 h =1 ⎜ w,h w,h ⎝ ⎝
⎞ ⎟⎟ ⎠
2
⎞ ⎟ ⎟ ⎟dB ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
(13)
Aproksimasi nonlinier koefisien-koefisien DCT (Discrete Cosine Transform ) citra uji digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif sparsity/ kemampatan dari kedua citra uji tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan hanya mempertahankan sebanyak ANL koefisien (persentase jumlah koefisien terbesar yang diambil terhadap total jumlah seluruh koefisien) sedangkan sisanya dibuat bernilai nol. Kemudian rekonstruksi citra dari aproksimasi nonlinier tersebut dibandingkan dengan citra-uji menggunakan parameter PSNR. Gambar 1 menunjukan kedua citra uji tersebut dan perbandingan kemampatannya untuk komponen Y, Cb dan Cr.
Optimasi Penginderaan Kompresif (Endra)
5
Proses simulasi yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2. Untuk mengurangi kompleksitas komputasi, sebelum proyeksi ke dalam matriks pengukuran dilakukan, citra terlebih dahulu dipecah ke dalam blok-blok berukuran 8 x 8 piksel tanpa tumpang-tindih. Setiap blok di konversi ke dalam sinyal 1-D , x , sehingga N = 64.
(a) “Lena”
(b) “Baboon”
(c) Komponen-Y
(d) Komponen-Cb
6
Jurnal Teknik Komputer Vol. 20 No.1 Februari 2012: 1 - 14
(e) Komponen-Cr
Gambar 1. (a)-(b) Citra uji “Lena” dan “Baboon”, (c)-(e) Perbandingan kemampatan untuk komponen Y, Cb dan Cr.
Kemudian pada setiap blok tersebut dilakukan proyeksi ke dalam matriks pengukuran menggunakan (2). Random-Gaussian matriks Φ M × N dihasilkan dengan i.i.d Gaussian elements dan dinormalisasi oleh M , M adalah jumlah pengukuran/proyeksi (panjang dari y ), di mana pada simulasi digunakan M = 5 sampai 25 dan basis ΨN × N yang digunakan adalah basis DCT.
(a)
(b)
(c) Gambar 2. Proses simulasi yang dilakukan: (a) Proses pengukuran citra kompresif. (b) Rekonstruksi citra. (c) Evaluasi hasil rekonstruksi.
Optimasi Penginderaan Kompresif (Endra)
7
Optimasi matriks pengukuran dilakukan dengan meminimalkan mutual coherence, μ (D = ΦΨ ) menggunakan (8), di mana digunakan nilai γ = 0,9 dan nilai t -relatif = 60 % artinya 60% nilai terbesar dari off-diagonal Gram matriks lebih besar dari nilai ambang t . Rekonstruksi setiap blok untuk mendapatkan Θ dari y dilakukan dengan menggunakan Iteratively IRLS - A p -minimization dengan nilai p = 0,8 dan OMP dengan nilai sparsity, T = 8. Blok rekonstruksi diperoleh dengan menggunakan (1), kemudian dilakukan penyatuan seluruh blok rekonstruksi (deblocking) untuk mendapatkan citra rekonstruksi. Untuk membandingkan hasil citra rekonstruksi antara matriks pengukuran yang teroptimasi dan yang tidak, digunakan parameter PSNR seperti yang didefenisikan pada persamaan (13).
HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk kasus sinyal satu dimensi, Gambar 3 menunjukan relative error rate sebagai fungsi dari m di mana terlihat nilainya berkurang (kualitas sinyal rekonstruksi makin baik) ketika jumlah pengukuran bertambah. Juga terlihat optimasi matriks pengukuran baik untuk random-Gaussian maupun matriks acak parsial-Fourier menghasilkan rekonstruksi sinyal yang lebih baik dibandingkan tanpa optimasi namun akan mencapai nilai relative error rate yang hampir sama mulai m = 29. Baik untuk matriks pengukuran teroptimasi maupun tidak random-Gaussian maupun matriks acak parsial-Fourier memberikan nilai relative error rate yang hampir sama. Gambar 4 menunjukan relative error rate sebagai fungsi dari S di mana terlihat nilainya bertambah (kualitas sinyal rekonstruksi makin jelek) ketika level sparsity meningkat. Juga terlihat optimasi matriks pengukuran baik untuk random-Gaussian maupun matriks acak parsial-Fourier menghasilkan rekonstruksi sinyal yang lebih baik dibandingkan tanpa optimasi namun akan mencapai nilai relative error rate yang hampir sama mulai S = 13. Terlihat juga untuk matriks pengukuran teroptimasi maupun tidak, random-Gaussian maupun matriks acak parsial-Fourier memberikan nilai relative error rate yang hampir sama. Gambar 5 menunjukan relative error rate sebagai fungsi dari N di mana terlihat nilainya bertambah (kualitas sinyal rekonstruksi makin jelek) ketika panjang sinyal bertambah. Juga terlihat optimasi matriks pengukuran baik untuk random-Gaussian maupun matriks acak parsial-Fourier menghasilkan rekonstruksi sinyal yang lebih baik dibandingkan tanpa optimasi namun akan mencapai nilai relative error rate yang hampir sama untuk N kurang dari sama dengan 60. Sekali lagi terlihat untuk matriks pengukuran teroptimasi maupun tidak, random-Gaussian maupun matriks acak parsial-Fourier memberikan nilai relative error rate yang hampir sama. Gambar 6 menunjukan sinyal uji dan rekonstruksi-nya menggunakan random-Gaussian maupun matriks acak parsial-Fourier dan optimasi-nya untuk nilai N = 120, m = 15 dan S = 8. Terlihat untuk matriks pengukuran yang teroptimasi memberikan sinyal rekonstruksi yang lebih mendekati sinyal uji dibandingkan menggunakan matriks pengukuran yang tidak dioptimasi. Dapat dilihat juga matriks acak parsial-Fourieri menghasilkan sinyal rekonstruksi yang sedikit lebih baik dibandingkan matriks pengukuran random-Gaussian.
8
Jurnal Teknik Komputer Vol. 20 No.1 Februari 2012: 1 - 14
Gambar 3. Relative error rate sebagai fungsi dari jumlah pengukuran m.
Gambar 4. Relative error rate sebagai fungsi dari level sparsity S.
Gambar 5. Relative error rate sebagai fungsi dari panjang sinyal N.
Optimasi Penginderaan Kompresif (Endra)
9
(a) Rata-rata ε = 0,7395
(b) Rata-rata ε = 0,7466
(c) Rata-rata ε = 0,7147
(d) Rata-rata ε = 0,7015
Gambar 6. Sinyal uji dan rekonstruksi untuk nilai N = 120, m = 15 and S = 8, menggunakan (a) Random Gaussian, (b) Acak parsial-Fourier (c) Optimasi random Gaussian dan (d) Optimasi acak parsial-Fourier
Untuk kasus sinyal dua dimensi, Gambar 7 menunjukan perbandingan PSNR citra rekonstruksi “Lena” untuk matriks pengukuran yang teroptimasi dan tidak, menggunakan algoritma rekonstruksi Iteratively IRLS - A p -minimization dan OMP.
Gambar 7. Perbandingan PSNR citra rekonstruksi “Lena” antara matriks pengukuran teroptimasi dan tidak.
10
Jurnal Teknik Komputer Vol. 20 No.1 Februari 2012: 1 - 14
Terlihat bahwa optimasi matriks pengukuran meningkatkan nilai PSNR citra rekonstruksi, di mana untuk algoritma Iteratively IRLS - A p -minimization peningkatkan PSNR mencapai 88 % dan mencapai PSNR yang hampir sama mulai M = 14. Untuk algoritma OMP peningkatan PSNR mencapai 175 % dan mencapai PSNR yang hampir sama mulai M = 21. Perlu dilihat juga bahwa algoritma rekonstruksi Iteratively IRLS- A p -minimization secara keseluruhan memiliki nilai PSNR lebih tinggi dari OMP namun membutuhkan waktu rekonstruksi lebih lama.
(a) PSNR = 20,15 dB
(b) PSNR = 11,81 dB
(c) PSNR = 23,64 dB
(d) PSNR = 22,59 dB
Gambar 8. Perbandingan citra rekonstruksi “Lena” pada M = 12 untuk: (a) Unoptimized-IRLS Unoptimized-OMP, (c) Optimized-IRLS dan (d) Optimized-OMP.
(b)
Gambar 8 menunjukan citra rekonstruksi “Lena” untuk M = 12, di mana terlihat optimasi matriks pengukuran dapat memperbaiki kualitas visual citra rekonstruksi. Untuk citra rekonstruksi “Baboon” dapat dilihat pada Gambar 9 yang memiliki hasil konsisten seperti pada Gambar 9.
Gambar 9. Perbandingan PSNR citra rekonstruksi “Baboon” antara matriks pengukuran teroptimasi dan tidak.
Optimasi Penginderaan Kompresif (Endra)
11
Untuk algoritma Iteratively IRLS- A p -minimization peningkatkan PSNR mencapai 68 % dan mencapai PSNR yang hampir sama mulai M = 12. Untuk algoritma OMP peningkatan PSNR mencapai 108 % dan mencapai PSNR yang hampir sama mulai M = 19. Dapat dilihat juga bahwa secara keseluruhan PSNR citra rekonstruksi “Baboon” lebih rendah dari PSNR citra rekonstruksi “Lena”, hal ini dapat dijelaskan oleh Gambar 1 dan (4) di mana citra uji “Lena” lebih sparse/mampat untuk semua komponen YCbCr daripada “Baboon” sehingga akan memiliki hasil rekonstruksi yang lebih baik. Gambar 10 menunjukan citra rekonstruksi “Baboon” untuk M = 10, di mana terlihat kembali bahwa optimasi matriks pengukuran dapat memperbaiki kualitas visual citra rekonstruksi.
(a) PSNR = 14,67 dB
(b) PSNR = 9,07 dB
(c) PSNR = 17,39 dB
(d) PSNR = 16,54 dB
Gambar 10. Perbandingan citra rekonstruksi “Baboon” pada M = 10 untuk: (a) Unoptimized-IRLS (b) Unoptimized-OMP, (c) Optimized-IRLS dan (d) Optimized-OMP.
SIMPULAN Dari hasil-hasil yang diperoleh untuk sinyal satu dimensi dapat disimpulkan bahwa optimasi matriks pengukuran memberikan kualitas sinyal rekonstruksi yang lebih baik (nilai relative error rate yang lebih kecil) pada rentang nilai tertentu dari jumlah pengukuran, level sparsity dan panjang sinyal. Juga diperoleh bahwa matriks acak parsial-Fourier memberikan hasil yang hampir sama dengan random Gaussian sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pada penginderaan kompresif. Hal tersebut memiliki keuntungan karena adanya struktur dalam matriks-Fourier dibandingkan random Gaussian yang dalam implementasi struktur tersebut dibutuhkan. Disimpulkan juga bahwa optimasi matriks pengukuran pada penginderaan kompresif citra-warna dapat meningkatkan kualitas rekonstruksi citra untuk kedua metode rekonstruksi yang digunakan yaitu Iteratively IRLS - A p -minimization dan OMP. Peningkatan kualitas citra rekonstruksi terjadi baik secara obyektif (nilai PSNR) maupun kualitas visual citra. Untuk penelitian ke depan, peningkatan kinerja dari penginderaan kompresif dapat dilakukan dengan menggunakan kamusbasis lewat lengkap yang dipelajari dari sekumpulan besar citra dan optimasi matriks pengukuran dilakukan bersamaan dalam proses pembelajaran tersebut. Peningkatan lebih jauh lagi dilakukan dengan memanfaatkan representasi block-sparse (Rosenblum dan Eldar, 2010) yang dipelajari dari sekumpulan besar citra untuk mengoptimasi matriks pengukuran.
12
Jurnal Teknik Komputer Vol. 20 No.1 Februari 2012: 1 - 14
DAFTAR PUSTAKA Candès, E. and Romberg, J. (2007). Sparsity and Incoherence in Compressive Sampling. Inverse Prob. 23(3): 969–985. Candès, E. J., Romberg, Justin, & Tao, Terence. (2006). Near-Optimal Signal Recovery From Random Projections: Universal Encoding Strategies? IEEE Transactions on Information Theory. 52(12): 5406-5425. Candès, E. J., Romberg, Justin, & Tao, Terence. (2006). Robust Uncertainty Principles: Exact Signal Reconstruction From Highly Incomplete Frequency Information. IEEE Transactions on Information Theory. 52 (2): 489-509. Candès, E. J., Romberg, Justin, & Tao, Terence. (2006). Stable Signal Recovery from Incomplete and Inaccurate Measurements. Comm. Pure Appl. Math. 59(8): 1207–1223. Candes, E.J. dan Wakin, M.B. (2008). An Introduction to Compressive Sampling. IEEE Signal Processing Magazine. 21-30. Chartrand, Rick and Wotao Yin. (2008). Iteratively Reweighted Algorithms for Compressive Sensing. IEEE International Conference on Acoustics, Speech and Signal Processing, ICASSP 2008. 3869-3872. Davenport, Mark A., Boufounos, Petros T., Wakin, Michael B., and Baraniuk, Richard G. (2010). Signal Processing with Compressive Measurements. IEEE Journal of Selected Topics in Signal Processing. 4(2): 445-460. Donoho, David L. (2006). Compressed Sensing. IEEE Transactions on Information Theory. 52(4): 1289-1306. Donoho, David L. and Xiaoming Huo. (2001). Uncertainty Principles and Ideal Atomic Decomposition. IEEE Transactions on Information Theory. 47(7): 2845-2862. Duarte, M. F., Davenport, M. A., Takhar, D., Laska, J. N., Ting Sun, Kelly, K. F., and Baraniuk, R.G. (2008). Single-Pixel Imaging via Compressive Sampling. IEEE Signal Processing Magazine. 83-91. Elad, M. (2007). Optimized Projections for Compressed Sensing, IEEE Transactions on Signal Processing. 55(12): 5695–5702. Endra. (2010). Color Image Reconstruction From Compressive Sensing Using Iteratively Reweighted Least Squares- A p –Minimization. Makassar International Conference on Electrical Engineering and Informatics, 2010.
Endra. (2010). Comparison of Random Gaussian and Partial Random Fourier Measurement in Compressive Sensing Using Iteratively Reweighted Least Square Reconstruction. 2nd International Conference on Soft Computing, Intelligent System and Information Technology, ICSIIT 2009, July 1-2. Haupt, J., Bajwa, W.U., Rabbat, M., and Nowak, R. (2008). Compressed Sensing for Networked Data. IEEE Signal Processing Magazine. 92-101.
Optimasi Penginderaan Kompresif (Endra)
13
Herman, Matthew A. and Strohmer, Thomas. (2009). High-Resolution Radar via Compressed Sensing. IEEE Transactions on Signal Processing. 2275-2284. Jianwei Ma. (2009). A Single-Pixel Imaging System for Remote Sensing by Two-Step Iterative Curvelet Thresholding. IEEE Geoscience and Remote Sensing Letters. 6(4): 676-680. Jianwei Ma. (2009). Single-Pixel Remote Sensing. IEEE Geoscience and Remote Sensing Letters. 6(2): 199-203. Jing Wu and Ye Li. (2009). Low-complexity Video Compression for Capsule Endoscope Based on Compressed Sensing Theory. International Conference of the IEEE Engineering in Medicine and Biology Society, EMBC: 3727-3730. Kumar, A. A. and Makur, Anamitra. (2009). Lossy Compression of Encrypted Image by Compressive Sensing Technique. IEEE Region 10 Conference TENCON 2009. 1-5. Lei Yu, Yi Yang, Hong Sun, and Chu He. (2009). Turbo-like Iterative Thresholding for SAR Image Recovery from Compressed Measurements. 2nd Asian Pacific Conference on Synthetic Aperture Radar, APSAR 2009. 664-667. Lustig, M., Donoho, D.L., Santos, J.M., Pauly, J.M. (2008). Compressed Sensing MRI. IEEE Signal Processing Magazine. 72-82. Orsdemir, A., Altun, H. O., Sharma, G. and Bocko, Mark F. 2008. On The Security and Robustness of Encryption Via Compressed Sensing. IEEE Military Communications Conference, MILCOM 2008. 1-7. Peng Zhang, Chen Chen, and Minrun Liu. (2009). The Application of Compressed Sensing in Wireless Sensor Network. International Conference on Wireless Communication & Signal Processing, WCSP 2009. 1-5. Romberg, Justin. (2008). Imaging via Compressive Sensing. IEEE Signal Processing Magazine. 14-20. Rosenblum, K., Zelnik-Manor, L., Eldar, Yonina C. (2010). Block-Sparse Decoding. Diakses dari http://arxiv.org/PS_cache/arxiv/pdf/1009/1009.1533v1.pdf. Rosenblum, K., Zelnik-Manor, L., Eldar, Yonina C. (2010). Dictionary Optimization For Block Sparse Representations. IEEE Trans. Signal Process, May 2010. Taubman, D. S. and Marcellin, M.W. (2001). JPEG 2000: Image Compression Fundamentals, Standards and Practice. Norwell, MA: Kluwer. Tropp, J. A. and Gilbert, A. C. (2007). Signal Recovery From Random Measurements Via Orthogonal Matching Pursuit. IEEE Transactions on Information Theory. 53(12): 4655– 4666. Unser, Michael. (2000). Sampling—50 Years After Shannon. Proceedings of the IEEE. 88(4): 569587.
14
Jurnal Teknik Komputer Vol. 20 No.1 Februari 2012: 1 - 14