REKONSTRUKSI CITRA DARI PENCUPLIKAN KOMPRESIF Endra Computer Engineering Department, Faculty of Engineering, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480
[email protected]
ABSTRACT Compressive sampling is a new technique in data acquisition where the signal can be reconstructed from the sampling which is less than what is required by traditional sampling theorem of Shannon-Nyquist. This study uses the algorithm iteratively Reweighted Least Squares (IRLS) - A p - minimization to reconstruct the image of the compressive sampling /sensing as the development of minimum A 1 -norm reconstruction. Compressive sensing requires a signal having a compressed representation of a selected basis. This study uses Fourier basis, which is Discrete Cosine Transform for compressed representation of the reconstructed image. Four gray images (512x512 pixels -8 bit) are used as the compressive sampling image using random Gaussian matrix. The test results obtained that the algorithm IRLS- A p -minimization provides quite good visual quality of image reconstruction with a minimum sampling rate of 31.25% and the longest reconstruction time which takes about 4.5 minutes. Keywords: Shannon-Nyquist, compressive sensing, IRLS--minimization, image reconstruction
ABSTRAK Pencuplikan kompresif adalah teknik baru pada akuisi data di mana sinyal dapat direkonstruksi dari jumlah pencuplikan yang jauh lebih sedikit dari yang disyaratkan oleh teorema sampling tradisional Shannon-Nyquist. Pada studi ini digunakan algoritma Iteratively Reweighted Least Squares(IRLS)- A p -minimization untuk merekonstruksi citra dari pencuplikan/penginderaan kompresif sebagai pengembangan dari minimum A 1 -norm reconstruction. Penginderaan kompresif mensyaratkan bahwa sinyal memiliki representasi mampat dalam suatu basis yang pilih. Studi ini menggunakan basis Fourier, yaitu Discrete Cosine Transform untuk representasi mampat dari citra yang akan direkonstruksi. Digunakan empat buah citra abu-abu 512x512 piksel-8 bit sebagai citra uji yang dicuplik secara kompresif menggunakan matriks Gaussian acak. Dari hasil uji coba didapatkan bahwa algoritma IRLS- A p -minimization memberikan kualitas visual rekonstruksi citra yang cukup baik dengan pencuplikan minimal sebesar 31.25 % dan waktu rekonstruksi terlama yang dibutuhkan sekitar 4, 5 menit. Kata kunci: Shannon- Nyquist, penginderaan kompresif, IRLS- A p -minimization, rekonstruksi citra
Rekonstruksi Citra dari... (Endra)
159
PENDAHULUAN Cara konvensional untuk mencuplik sinyal atau citra adalah menggunakan teorema sampling Shannon-Nyquist, yaitu frekuensi pencuplikan minimal dua kali dari frekuensi maksimum yang ada pada sinyal (disebut Nyquist-rate) (Unser, 2000). Di dalam bidang konversi data, misalnya, Analog-to-Digital Converter (ADC) secara umum prinsip dasarnya adalah sinyal dicuplik secara seragam dengan frekuensi pencuplikan minimal sebesar Nyquist-rate, sinyal diskrit hasil pencuplikan tersebut kemudian dikuantisasi dan dikodekan kedalam bit-bit menjadi sinyal dijital untuk diproses oleh suatu prosesor sinyal dijital sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Penginderaan/pencuplikan kompresif (Compressed Sensing, Compressive Sampling atau Sparse Sampling), suatu istilah yang dikenalkan oleh Donoho untuk menamakan suatu teknik penginderaan di mana sinyal dapat direkontruksi dari jumlah pencuplikan/pengukuran yang jauh lebih sedikit dari metode tradisional yang biasa digunakan (Donoho, 2006). Candes menyebut penginderaan kompresif ini sebagai paradigma pencuplikan yang mendobrak cara tradisional dalam akuisisi sinyal, yaitu menggunakan teorema Shannon-Nyquist seperti yang dijelaskan di atas (Candes, E.J., and Wakin, M.B, 2008). Teknik penginderaan kompresif ini telah diketahui sekitar tahun 70’an, ketika ahli seismologi berhasil mengkonstruksi citra dari pantulan sinyal dari lapisanlapisan dalam bumi dengan jumlah data tidak memenuhi teorema Shannon-Nyquist (F. Santosa and W.W. Symes, 1986). Namun baru lima tahun belakangan ini bidang ini menjadi populer disebabkan oleh hasil-hasil penting dari Donoho (2006), Emmanuel Candes, Justin Romberg dan Terence Tao (2006), di mana ide penginderaan kompresif datang pada tahun 2004, ketika Candes, seorang matematikawan di Caltech, meneliti mengenai masalah pada Magnetic Resonance Imaging (MRI), di mana Ia menemukan bahwa sebuah citra dapat direkontruksi secara eksak menggunakan data yang jumlahnya jauh dari yang disyaratkan oleh teorema Shannon-Nyquist. Penginderaan kompresif ini memiliki potensi pada beberapa aplikasi untuk meningkatkan kinerja sistem atau mengatasi permasalah yang ada, misalnya pada bidang medical (Jing Wu and Ye Li, 2009), (Lustig et al., 2008), wireless sensor network dan networked data (Haupt et al., 2008), (Lei Zhu et al., 2009), radar imaging (Lei Yu et al., 2009), (Herman and Strohmer, 2009), signal denoising (Peng Zhang et al., 2009), encryption (Kumar dan Makur, 2009), (Adem Orsdemir et al., 2008), imaging and compression (Yi Yang et al., 2009), (Justin Romberg, 2008), (Goyal et al., 2008), (Duarte et al., 2008), inference problem seperti detection, classification/estimation dan filtering (Davenport et al., 2010) dan remote sensing (Chengzhi Sun et al., 2009), (Jianwei Ma, 2009), (Jianwei Ma, 2007).
Penginderaan kompresif didasarkan pada dua prinsip, yaitu sparsity, berkaitan dengan sifat sinyal yang akan dicuplik dan incoherence, berkaitan dengan mekanisme penginderaan. Sparsity menyatakan ide bahwa isi informasi dari suatu sinyal jauh lebih kecil dari yang dinyatakan oleh lebar pitanya atau panjang datanya untuk sinyal diskrit. Penginderaan kompresif memanfaatkan fakta bahwa kebanyakan sinyal adalah sparse atau termampatkan didalam pengertian bahwa sinyal tersebut memiliki representasi yang mampat jika dinyatakan dalam basis yang tepat. Incoherence berkaitan dengan asas ketidakpastian antara waktu dan frekuensi, yaitu sinyal atau fungsi (waktu) kontinyu tidak mungkin terlokalisasi dengan baik dalam kawasan waktu dan frekuensi secara bersama-sama. Dengan kedua prinsip tersebut dapat dirancang suatu protokol penginderaan yang mencuplik informasi berguna di dalam sinyal dan memampatkannya menjadi sedikit jumlah data. Protokol ini bersifat nonadaptive dan secara sederhana hanya memerlukan operasi korelasi antara sinyal dengan gelombang pengukur yang incoherent dengan basis di mana sinyal bersifat sparse (Candès and Romberg, 2007), (David L. Donoho and Xiaoming Huo, 2001).
160
Jurnal Teknik Komputer Vol. 19 No. 2 Agustus 2011: 159 – 173
Kebanyak sinyal alami memiliki representasi yang sparse ketika dinyatakan ke dalam basis yang tepat. Secara matematik, jika suatu vektor x ∈ ℜ n yang direpresentasikan menggunakan basis orthonormal (misalnya basis wavelet) Ψ = [ψ 1ψ 2 ...ψ N ] seperti persamaan berikut (David L. Donoho and Xiaoming Huo, 2001): N
x = ∑ siψ i (t )
(1)
i =1
di mana s adalah koefisien dari x didapatkan dari, si = x,ψ i , biasanya (1) dituliskan dalam bentuk matriks x = Ψs (di mana Ψ adalah matriks N × N sedangkan x dan s berupa vektor kolom N × 1 ). Sinyal x dikatakan K-sparse jika hanya K dari koefisien-koefisien s bernilai tidak nol sedangkan sejumlah (N-K) koefisien bernilai nol. Jika K << N , maka sinyal x dikatakan compressible (Baraniuk, 2007). Dengan hanya mengambil koefisien-koefisien bernilai besar dan mengabaikan sisanya menjadi prinsip dasar pemampatan data seperti JPEG-2000 dan standar pemampatan data lainnya (Taubman dan Marcellin, 2001). Teknik pemampatan data seperti di atas disebut dengan transform-coding, walaupun memberikan pemampatan data yang baik dan digunakan pada banyak standar pemampatan saat ini, namun transform-coding ini memiliki ketidak-efisein, , yaitu: 1. Jumlah N-sample ini mungkin sangat besar walaupun jumlah K kecil, 2. Seluruh N koefisien transformasi harus dihitung walaupun nantinya hanya sejumlah K koefisien terbesar yang diambil sedangkan sisanya dibuang, 3. Lokasi dari K koefisien terbesar tersebut harus disimpan (Boufounos et al., 2010). Penginderaan kompresif mengatasi ketidakefisien-an dari mekanisme transform-coding di atas dengan secara langsung mencuplik koefisien representasi di mana sinyal termampat tanpa melewati tahap pengambilan seluruh N cuplikan sinyal dan transformasinya. Misal sebuah proses pengukuran linier secara umum yang menghitung M < N inner products antara sinyal x dengan
{ }
sebuah himpunan vektor φ j
M j =1
, yaitu y j = x, φ j , dalam bentuk matriks dapat dituliskan
(Baraniuk, 2007):
(2) y = Φ x = ΦΨ s = Θs di mana Θ = ΦΨ adalah matriks M × N . Proses pengukuran bersifat tidak adaptif, artinya Φ tetap dan tidak bergantung pada sinyal x. Proses penginderaan kompresif di atas diilustrasikan pada Gambar 1 (Baraniuk, 2007). Masalah yang muncul adalah bagaimana merancang: 1. Matriks pengukuran Φ yang stabil di mana informasi di dalam sinyal K-sparse atau termampatkan tidak rusak atau hilang akibat pengurangan dimensi dari x ∈ ℜ N menjadi y ∈ ℜ M , 2. Sebuah algoritma rekonstruksi untuk mendapatkan x dari hanya M ≈ K pengukuran y. Matriks pengukuran Φ harus dapat membuat rekontruksi sinyal x dengan panjang N dari M < N pengukuran (yakni vektor y pada persamaan (2)). Jika x memiliki K-sparse dan K lokasi dari koefisien bernilai tidak nol pada s tidak diketahui maka masalah dapat diselesaikan jika M ≥ K .Kondisi Restricted Isometri Property (RIP), , yaitu untuk setiap vektor v memiliki K koefisien bernilai tidak nol seperti s dan suatu konstanta ε > 0 , memenuhi persamaan berikut (Emmanuel J. Candès, Justin Romberg, and Terence Tao, 2006):
1− ε ≤
Rekonstruksi Citra dari... (Endra)
Θv v
2
≤ 1+ ε
(3)
2
161
Gambar 1. (a) Proses pengukuran sinyal x = Ψs menggunakan matriks pengukuran Φ dan matriks basis Ψ , vektor koefisien s sparse dengan K = 4. (b) Proses pengukuran dengan Θ = ΦΨ , ada empat kolom yang berhubungan dengan koefisien tak-nol si, vektor hasil pengukuran y adalah sebuah kombinasi linier dari kolom-kolom tersebut.
Kondisi yang berhubungan dengan (3) adalah incoherence, yaitu baris pada matriks Φ tidak dapat merepresentasikan secara sparse kolum pada matriks Ψ . Untuk kontruksi langsung matriks pengukuran Φ , sehingga Θ = ΦΨ memiliki RIP yang memenuhi persamaan (3) untuk
⎛N⎞ ⎟⎟ kemungkinan kombinasi dari K koefisien tidak nol pada vektor v dengan panjang N. ⎝K⎠ RIP dan incoherence dapat diperoleh dengan probabilitas tinggi dengan memilih Φ sebagai sebuah setiap ⎜⎜
matriks acak, misalnya berupa independent identically distributed (iid) random variables dari sebuah Gaussian probability density function dengan rata-rata nol dan simpangan 1/N. Matriks pengukuran Gaussian Φ memiliki dua properti berguna, yaitu: 1. K-sparse dan sinyal termampatkan dengan panjang N dapat direkontruksi dari hanya M ≥ cK log( N / K ) << N pengukuran Gaussian acak. 2. Matriks Φ universal dalam pengertian bahwa Θ = ΦΨ akan berupa iid Gaussian sehingga memiliki RIP dengan probabilitas tinggi terlepas dari pemilihan basis orthonormal Ψ (Donoho, 2006), (Candès et al, 2006), (Baraniuk et al., 2008). Algoritma rekontruksi sinyal berasal dari M pengukuran matriks acak Φ , basis Ψ dan merekontruksi sinyal x dengan panjang N atau vektor koefisien sparse s. Untuk sinyal K-sparse , karena M < N sehingga solusi pada (2) memiliki sejumlah tak hingga s’ sehingga Θs ' = y . Maka algoritma rekontruksi sinyal harus memilih solusi s’ mana yang paling optimum. Salah satu algoritma rekontruksi yang banyak digunakan adalah minimum A 1 -norm reconstruction, yaitu ^
s = argmin s' 1 untuk Θs ' = y . Dengan minimum A1 -norm reconstruction dapat direkontruksi secara eksak sinyal dengan K-sparse dan mendekati untuk sinyal terkompresi dengan probabilitas tinggi dengan hanya menggunakan M ≥ cK log( N / K ) pengukuran iid Gaussian, di mana c adalah sebuah konstanta yang nilainya ditentukan oleh berapa besar kemungkinan sukses rekonstruksi yang diinginkan, untuk N → ∞ , nilai c mendekati satu (Donoho, 2006), (Emmanuel J. Candès, Justin Romberg, and Terence Tao, 2006).
Least
Rick Chartrand dan Wotao Yin (2008) mengusulkan algoritma Iteratively Reweighted untuk merekonstruksi sinyal dari Squares (IRLS)- A p -minimization
pencuplikan/penginderaan
kompresif
sebagai
pengembangan
dari
minimum
A1 -norm
reconstruction. Algoritma IRLS- A p -minimization pada (Rick Chartrand and Wotao Yin, 2008) digunakan untuk merekonstruksi sinyal sparse satu dimensi yang dicuplik secara kompresif
162
Jurnal Teknik Komputer Vol. 19 No. 2 Agustus 2011: 159 – 173
menggunakan matriks Gaussian acak, kemudian diukur frekuensi/kemungkinan sukses rekonstruksi sinyal sebagai fungsi dari sparsity sinyal. Pada tulisan ini Algoritma IRLS- A p -minimization diperluas untuk rekonstruksi sinyal dua dimensi (citra) dari pencuplikan kompresif dan juga diukur kompleksitas (waktu komputasi) dari algoritma tersebut sebagai fungsi dari jumlah pencuplikan.
METODE Misal Ф adalah matriks pengukuran berdimensi M x N, di mana M < N, digunakan untuk mencuplik sinyal x dengan panjang N menghasilkan y = Фx, di mana y adalah hasil pencuplikan sinyal dengan panjang M. Salah satu agoritma yang banyak digunakan untuk merekonstruksi kembali sinyal x dari y adalah menggunakan A 1 norm reconstruction, yaitu:
min x' , subject to Φx' = y (4) 1 x' Jika matriks pengukuran Ф berupa distribusi Gaussian acak, akan ada sebuah konstanta C sehingga jika sparsity atau support dari x sebesar K dan M ≥ CKlog(N/K), maka solusi dari (4) akan bersifat eksak, yaitu x’ = x (Candès danTao, 2006), (Candès et al, 2006). Chartrand and Wotao Yin (2008) mengajukan bahwa A 1 dapat diganti dengan A p , di mana 0 < p < 1, sehingga rekonstruksi sinyal dapat dilakukan menggunakan A p norm reconstruction:
p min x' , subject to Φx' = y p x' (5) Pada kasus p < 1, Iteratively Reweighted Least Squares (IRLS) algorithms dapat digunakan untuk menyelesaikan (5) dengan mengganti fungsi objektif A p dengan sebuah A 2 norm terbobot (Rao and Kreutz-Delgado, 1999):
N 2 min ∑ w x ' , subject to Φx' = y i i x' i = 1
(6)
Persamaan (5) dapat dituliskan menjadi: N min ∑ x '(n − 1) i x' i = 1
p−2
2 x ' , subject to Φx' = y i
(7)
Dengan membandingkan persamaan (6) dan (7), didapatkan bobot w dihitung dari iterasi sebelumnya x'
(n − 1)
Ap:
sehingga objektif dari persamaan (6) adalah aproksimasi orde pertama terhadap objektif
(n − 1) p − 2 .
w = x' i i
selanjutnya x'
Solusi persamaan (6) dapat diperoleh secara eksplisit, yaitu iterasi
(n ) :
(n ) = Q
x' i
di mana
Q adalah n
n
Φ
T
(ΦQnΦT )− 1 y
matriks diagonal dengan nilai-nilainya adalah
Rekonstruksi Citra dari... (Endra)
(8)
(n − 1) 2 − p .
1 / w = x' i i
163
Menggunakan sebuah bilangan kecil ε > 0 untuk meregulasi masalah optimasi maka wi menjadi:
(
w = x '(n − 1) i i
)
2
+ε
p −1 2
(9)
Perancangan percobaan yang dilakukan adalah berupa pembuatan program untuk menyelesaikan persamaan (8) secara numerik untuk merekonstruksi citra dari sejumlah pengukuran kompresif yang dilakukan menggunakan matriks Gaussian acak. Digunakan empat buah citra abuabu 256-level (8-bit) berukuran 512x512 piksel sebagai citra uji, yaitu ‘Lena’, ‘Baboon’, ‘Barbara’, dan ‘Peppers’. Mula-mula citra uji akan dibagi ke dalam blok-blok dengan tujuan untuk mengurangi kompleksitas perhitungan dari rekonstruksi, pada penelitian ini digunakan ukuran blok 8x8 piksel. Berikutnya setiap blok diubah kebentuk 1-dimensi dan dicuplik menggunakan matriks Gaussian acak, jumlah total cuplikan akan kurang dari jumlah piksel total dalam citra sehingga pencuplikan ini disebut kompresif. Rekonstruksi citra dari sampel-sampel pencuplikan menggunakan algoritma IRLS- A p minimization di mana dengan nilai ε awal = 1 dan x' awal diperoleh menggunakan solusi minimum 2-norm dari Φx' = y , nilai p yang digunakan = 0.8. Iterasi persamaan (8) dengan wi seperti pada persamaan (9) akan dijalankan terus sampai 2-norm
ε
, pada titik ini nilai ε akan dikurangi 50 1/10 kali dan iterasi akan diulangi dari awal dimulai dari solusi sebelumnya, Proses tersebut terus dilanjutkan sampai mencapai nilai ε ≤ 10-5. Dalam tulisan ini, citra termampatkan dalam domain Fourier menggunakan Discrete Cosine Transform (DCT), sehingga sinyal rekonstruksi x' adalah koefisien DCT sehingga perlu dilakukan inverse DCT untuk mendapatkan citra rekonstruksi. Perlu dicatat, secara defenisi ketat, istilah sparse artinya sinyal dalam basis tertentu hanya memiliki sedikit jumlah koefisien yang tidak nol sedangkan sisa-nya bernilai nol sedangkan istilah termampatkan artinya sinyal dalam basis tertentu memiliki hanya sedikit koefisien yang bernilai signifikan sedangkan sisanya bernilai kecil (tidak harus nol), citra alami secara umum bersifat termampatkan. Untuk mengukur kualitas obyektif citra hasil rekonstruksi digunakan parameter peak signal-to-noise ratio (PSNR) dituliskan dalam persamaan (10) dalam satuan desiBell (dB), di mana W dan H adalah lebar dan tinggi dari citra dalam hal ini keduanya bernilai 512 sedangkan 255 adalah nilai maksimum yang mungkin dari piksel dalam citra.
antara iterasi x' saat ini dan sebelumnya kurang dari
⎛ ⎞ ⎜ ⎟ 2 ⎜ ⎟ W × H × 255 PSNR = 10 log10 ⎜ dB 2⎟ ⎜ W H ⎛ reconstructed original ⎞ ⎟ −x ⎟ ⎟ ⎜ ∑ ∑ ⎜ x w,h w,h ⎠ ⎠ ⎝ w=1 h=1⎝
(10)
Digunakan juga parameter Rasio Jumlah Pencuplikan (RJP), yaitu jumlah total pencuplikan dibagi dengan jumlah piksel total dalam citra, RJP dinyatakan dalam persen.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 2 menunjukan keempat citra uji yang digunakan dan koefisien-koefisien DCT-nya. Gambar 3 menunjukan grafik perbandingan PSNR rekonstruksi citra sebagai fungsi dari RJP untuk keempat keempat citra uji. Dari Gambar 3 di atas terlihat bahwa untuk nilai RJP yang rendah keempat citra uji memiliki PSNR yang hampir sama, pada RJP > 12.5 %, ‘Lena’ dan ‘Peppers’ Secara keseluruhan dapat mulai memiliki PSNR yang lebih besar dari kedua citra uji yang lain.
164
Jurnal Teknik Komputer Vol. 19 No. 2 Agustus 2011: 159 – 173
dilihat bahwa ‘Lena’ dan ‘Peppers’ memiliki grafik yang berhimpit menunjukan keduanya memiliki PSNR yang hampir sama untuk semua nilai RJP sedangkan ‘Baboon’ memiliki grafik PSNR yang paling kecil. Hasil-hasil tersebut dapat dijelaskan dengan melihat pola dari koefisien-koefisien DCT pada Gambar 2 di mana untuk koefisien-koefisien ‘Lena’ dan ‘Peppers’ (yang bernilai besar/signifikan) cenderung mengumpul pada pojok kiri atas (frekuensi rendah) yang artinya dalam representasi DCT kedua citra ini termampatkan. Sedangkan untuk ‘Baboon’ terlihat koefisienkoefisien DCT-nya menyebar keseluruh komponen frekuensi, sementara untuk ‘Barbara’ sebaran koefisiennya berada diantaranya. Menurut teori penginderaan kompresif seperti yang dijelaskan di atas kemampatan dari suatu sinyal mempengaruhi hasil rekonstruksi sinyal sebagai fungsi dari RJP.
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 2. Keempat citra uji yang digunakan (kolom kiri) dan koefisien-koefisien DCT-nya (kolom kanan, warna hitam menunjukan nilai koefisien yang kecil (mendekati nol)) (a) Lena. (b) Baboon. (c). Barbara. dan (d) Peppers.
Gambar 3. Perbandingan PSNR citra rekonstruksi sebagai fungsi RJP untuk keempat citra uji.
Untuk menganalisa secara kuantitatif kemampatan dari keempat citra uji di atas maka digunakan aproksimasi linier dan nonlinier pada koefisien-koefisien DCT-nya. Aproksimasi linier artinya koefisien-koefisien DCT diurutkan dahulu dari frekuensi rendah ke tinggi menggunakan
Rekonstruksi Citra dari... (Endra)
165
zig-zag scan kemudian hanya sebagian dari koefisien tersebut yang dipertahankan (dari frekuensi rendah ke tinggi) sedangkan sisanya dibuat bernilai nol, digunakan parameter AL, yaitu persentase jumlah koefisien yang dipertahankan terhadap total jumlah koefisien. Sedangakn aproksimasi nonlinier artinya hanya beberapa koefisien-koefisien terbesar DCT yang dipertahankan sedangkan sisanya dibuat bernilai nol, digunakan parameter ANL, yaitu persentase jumlah koefisien terbesar yang diambil terhadap total jumlah koefisien. Dari kedua aproksimasi tersebut koefisien-koefisien DCT yang dihasilkan dilakukan invers DCT untuk mendapatkan sinyal rekonstruksi hasil aproksimasi kemudian dihitung PSNR-nya sehingga dapat diketahui secara kuantitatif kemampatan dari masing-masing citra. Gambar 4 dan 5 menunjukan hasil dari kedua aproksimasi tersebut, terlihat bahwa untuk keempat citra uji aproksimasi nonlinier memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan aproksimasi linier.
Gambar 4. Aproksimasi linier pada koefisien-koefisien DCT untuk mengukur kemampatan citra uji.
Gambar 5. Aproksimasi nonlinier pada koefisien-koefisien DCT untuk mengukur kemampatan citra uji.
Hal tersebut dikarenakan pada aproksimasi linier sebagain besar hanya mempertahankan koefisien frekuensi rendah sedangkan koefisien frekuensi tinggi dibuat nol padahal untuk beberapa citra seperti ‘Peppers’ walaupun sebagai besar koefisien signifikan ada difrekuensi rendah namun
166
Jurnal Teknik Komputer Vol. 19 No. 2 Agustus 2011: 159 – 173
ada beberapa koefisien bernilai signifikan pada frekuensi tinggi (ini adalah bagian transisi/tepi pada citra) sehingga aproksimasi linier memberikan PSNR yang lebih rendah dibandingkan aproksimasi nonlinier yang tidak memperhatikan komponen frekuensi mana yang diambil namun hanya melihat koefisien mana yang terbesar. Pada grafik di Gambar 4 dan 5 jika pada AL atau ANL yang rendah
didapatkan PSNR yang besar maka berarti citra tersebut memiliki kemampatan yang besar/baik. Sehingga terlihat bahwa ‘Lena‘ dan ‘Peppers’ memiliki kemampatan yang hampir sama dan lebih baik dari kedua citra uji yang lain sedangkan ‘Baboon’ memberikan kemampatan yang paling buruk. Gambar 6 menunjukan perbandingan waktu komputasi rekonstruksi untuk keempat citra uji sebagai fungsi dari RJP. Terlihat bahwa waktu komputasi rekonstruksi berbanding terbalik dengan kemampatan dari citra di mana untuk ‘Lena‘ dan ‘Peppers’ memiliki waktu komputasi yang hampir sama dan lebih cepat dari kedua citra uji yang lain, sedangkan ‘Baboon’ membutuhkan waktu komputasi yang paling lama, di mana waktu paling lama adalah sekitar 270 detik (4.5 menit). Disini terlihat bahwa teknik penginderaan kompresif memberikan keuntungan ganda jika diketahui basis yang tepat di mana dapat merepresentasikan sinyal secara sparse atau termampatkan maka dengan hanya sedikit pengukuran/pencuplikan (yang artinya menghemat jumlah sensor yang dibutuhkan) akan didapatkan rekonstruksi sinyal dengan waktu komputasi yang cepat dan hasil yang baik.
Gambar 6. Perbandingan waktu komputasi rekonstruksi untuk keempat citra uji.
Sebagai hasil terakhir pada penelitian ini, Gambar 7 menunjukan kualitas visual dan nilai PSNR dari rekonstruksi keempat citra uji untuk beberapa nilai RJP.
Rekonstruksi Citra dari... (Endra)
167
(a)
168
Jurnal Teknik Komputer Vol. 19 No. 2 Agustus 2011: 159 – 173
(b)
Rekonstruksi Citra dari... (Endra)
169
(c)
(d) Gambar 7. Kualitas visual dan nilai PSNR dari rekonstruksi citra (a) Lena. (b) Baboon. (c). Barbara. dan (d) Peppers.
170
Jurnal Teknik Komputer Vol. 19 No. 2 Agustus 2011: 159 – 173
Terlihat bahwa antara PSNR dan kualitas visual memiliki korelasi positif di mana PSNR yang makin besar memberikan kualitas visual citra rekonstruksi yang makin baik. Terlihat juga bahwa ‘Lena‘ dan ‘Peppers’ sesuai dengan nilai PSNR-nya memiliki kualitas visual yang lebih dari kedua citra uji lainnya di mana mulai RJP = 25 % telah memberikan kualitas visual yang cukup baik ditandai dengan hilang/sedikit –nya bintik hitam dan gambar yang mulai tampak jelas, namun untuk seluruh citra uji mulai RJP = 31.25 % telah memberikan kualitas visual yang cukup baik.
SIMPULAN Dari hasil-hasil yang didapatkan dan pembahasannya, dapat disimpulkan bahwa algoritma IRLS- A p -minimization cukup baik dalam merekonstruksi citra dari pencuplikan kompresif. Dari sisi kualitas citra rekonstruksi didapatkan kualitas visual yang cukup baik untuk seluruh citra uji dengan hanya jumlah pencuplikan sekitar 31.25 % dari ukuran total citra asli sedangkan waktu rekonstruksi terlama yang dibutuhkan hanya sekitar 4,5 menit. Karena kualitas dan waktu rekonstruksi tergantung dengan kemampatan dari citra maka penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan basis selain DCT yang memberikan representasi citra yang lebih mampat misalnya wavelet, curvelet atau dikembangkan suatu algoritma yang dapat menghasilkan basis representasi mampat secara adaptif sesuai struktur citra-nya. Perlu juga dikembangkan algoritma rekonstruksi dan matriks pengukuran yang bersama basis yang tepat memberikan kerangka kerja penginderaan kompresif yang lebih baik, yaitu dengan jumlah pencuplikan sedikit mungkin namun dapat direkonstruksi sinyal/citra yang mendekati aslinya dengan waktu rekonstruksi yang cepat.
DAFTAR PUSTAKA Baraniuk, R.G., Davenport, M., DeVore, R., & Wakin, M.B. (2008). A Simple Proof of the Restricted Isometry Principle for Random Matrices (a.k.a. the Johnson-Lindenstrauss lemma meets compressed sensing). Constructive Approximation. 28 (3): 253-263. Diakses 21 Agustus 2010 dari http://dsp.rice.edu/sites/dsp.rice.edu/files/cs/JL_RIP.pdf. Baraniuk, Richard G. (2007). Compressive Sensing, Lecture Notes. IEEE Signal Processing Magazine. 118-121. Boufounos, P., Romberg, J. & Baraniuk, R. (2008). Compressive Sensing: Theory and Applications. IEEE Int. Conf. on Acoustics, Speech, and Signal Processing (ICASSP), Las Vegas, Nevada. Diakses 21 Agustus 2010 dari http://www.ece.rice.edu/~richb/talks/cstutorial-ICASSP-mar08.pdf. Candes, E. J. & Wakin, M.B. (2008). An Introduction to Compressive Sampling. IEEE Signal Processing Magazine. 21-30. Candès, E., Romberg, J., & Tao, T. (2006). Robust Uncertainty Principles: Exact Signal Reconstruction From Highly Incomplete Frequency Information. EEE Transactions on Information Theory. 52 (2): 489 – 509. Candès, E., Romberg, J., & Tao, T. (2006). Stable Signal Recovery From Incomplete And Inaccurate Measurements. Comm. Pure Appl. Math. 59 (8): 1207–1223. Candès, Emmanuel J. & Tao, Terence. (2006). Near-Optimal Signal Recovery from Random
Rekonstruksi Citra dari... (Endra)
171
Candès. E. & Romberg, J. (2007). Sparsity and incoherence in compressive sampling. Inverse Prob. 23 (3): 969 – 985.
Chartrand, Rick & Wotao Yin. (2008). Iteratively Reweighted Algorithms for Compressive Sensing. IEEE International Conference on Acoustics, Speech and Signal Processing. 3869 – 3872. Chengzhi Sun, Liang Zhai, and Xinming Tang, Visual Cognition Assessment of Compressed Remote Sensing Images, in Proc. International Conference on Computational Intelligence and Software Engineering. 1 – 4. Davenport, Mark A., Boufounos, Petros T., Wakin, Michael B. & Baraniuk, Richard G. (2010). Signal Processing with Compressive Measurements. IEEE Journal of Selected Topics in Signal Processing. 4 (2): 445-460. David L. Donoho and Xiaoming Huo. (2001). Uncertainty Principles and Ideal Atomic Decomposition. IEEE Transactions on Information Theory. 47 (7): 2845 – 2862. Donoho, David L. (2006). Compressed Sensing. IEEE Transactions on Information Theory. 52 (4): 1289-1306. Duarte, M. F., Davenport, M. A., Takhar, D., Laska, J. N., Ting Sun, Kelly, K. F., and Baraniuk, R. G. (2008). Single-Pixel Imaging via Compressive Sampling. IEEE Signal Processing Magazine. 83 – 91. Goyal, V. K., Fletcher, A.K., Rangan, S. (2008). Compressive Sampling and Lossy Compression. IEEE Signal Processing Magazine. 48 – 56. Haupt, J., Bajwa, W.U., Rabbat, M., and Nowak, R. (2008). Compressed Sensing for Networked Data. IEEE Signal Processing Magazine. 92 – 101. Herman, Matthew A. & Strohmer. Thomas. (2009). High-Resolution Radar via Compressed Sensing IEEE Transactions on Signal Processing. 2275 – 2284. Jianwei Ma, A Single-Pixel Imaging System for Remote Sensing by Two-Step Iterative Curvelet Thresholding. IEEE Geoscience and Remote Sensing Letters. 6 (4): 676-680. Jianwei Ma. (2009). Single-Pixel Remote Sensing. IEEE Geoscience and Remote Sensing Letters. 6 (2): 199 – 203. Jing Wu and Ye Li. (2009). Low-Complexity Video Compression for Capsule Endoscope Based on Compressed Sensing Theory. International Conference of the IEEE Engineering in Medicine and Biology Society. 3727 – 3730. Kumar, Anil & Makur, Anamitra. (2009). Lossy Compression of Encrypted Image by Compressive Sensing Technique. IEEE Region 10 Conference TENCON 2009. 1 – 5. Lei Yu, Yi Yang, Hong Sun, and Chu He. (2009). Turbo-like Iterative Thresholding for SAR Image Recovery from Compressed Measurements. 2nd Asian Pacific Conference on Synthetic Aperture Radar. 664 – 667. Lei Zhu, Yaolin Zhu, Huan Mao, and Meihua Gu. (2009). A New Method for Sparse Signal
172
Jurnal Teknik Komputer Vol. 19 No. 2 Agustus 2011: 159 – 173
Denoising Based on Compressed Sensing. Second International Symposium on Knowledge Acquisiton and Modeling. 35 – 38. Lustig, M., Donoho, D. L., Santos, J. M., Pauly, J. M. (2008). Compressed Sensing MRI. IEEE Signal Processing Magazine. 72 – 82. Orsdemir, A., Altun, O., Sharma, G. & Bocko, Mark F. (2008). On The Security and Robustness of Encryption Via Compressed Sensing. IEEE Military Communications Conference. 1 – 7. Peng Zhang, Chen Chen, and Minrun Liu. (2009). The Application of Compressed Sensing in Wireless Sensor Network. International Conference on Wireless Communication & Signal Processing. 1 – 5. Projections: Universal Encoding Strategies? IEEE Transactions on Information Theory. 52 (12): 5406 – 5425. Rao, B. D. & Kreutz-Delgado, K. (1999). An Affine Scaling Methodology for Best Basis Selection. IEEE Trans. Signal Process. 47: 187–200. Romberg, Justin, Imaging via Compressive Sensing. IEEE Signal Processing. 14 - 20. Santosa, F. & Symes, W.W. (1986). Linear Inversion of Band-Limited Reflection Seismograms. SIAM J. Sci. Statist. Comput. 7 (4): 1307–1330. Taubman, D.S. & Marcellin, M.W. (2001). JPEG 2000: Image Compression Fundamentals, Standards and Practice. MA: Kluwer. Unser, Michael. (2000). Sampling—50 Years After Shannon. Proceedings of the IEEE. 88 (4): 569-587. Yi Yang, Oscar C. Au, Lu Fang, Xing Wen, and Weiran Tang, Perceptual Compressive Sensing for Image Signals. IEEE International Conference on Multimedia and Expo. 89 – 92.
Rekonstruksi Citra dari... (Endra)
173