OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN DAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto)
YATIN CIPTANINGRUM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Nopember 2009 Yatin Ciptaningrum NRP A 156070134
ABSTRACT YATIN CIPTANINGRUM. Land Use Optimization for Food Crop Land and Green Space Protection: Case Study of Purwokerto Urban Area. Under direction of H.R. SUNSUN SAEFULHAKIM and ATANG SUTANDI Conventional land use planning has caused urban poverty and environment quality degradation. Urban agriculture plays an important role in enhancing urban food security, reducing urban poverty and enhancing quality of the environment. In order that urban agriculture plays the important role, food croop land in urban area is necessary to be protected. Managing land use in urban area for food crop land protection needs a comprehensive approach to consider many conflicting land use needs. The solution to these complex isues need an optimization approach to conflicting objectives. A goals programming model has been formulated for urban area of Purwokerto to find the optimal land use allocation with minimum deficit of accomplishing local demand for foods and green space. Data used for setting parameters of the model were urban area map, land use map, land suitability map, local demand for foods, building area, and green space. The model was solved with GAMS Software and the result was mapped with Arcview GIS 3.3. The study revealed that optimal land use allocation is 3813.5 ha for housing/settlement, 31.5 ha for industrial area, 232.6 ha for comercial and office building, 4286.6 ha for irrigated farming, 199.9 ha for non irrigated farming, 13.9 ha for dry farming, 950.0 ha for orchard, and 131.5 ha for waterfront green space. The center of urban area that is the most developed and intensive building coverage revealed deficit green space. By implementing the optimal land use allocation and the optimal farming most of local demand for food comodities can be supplied locally by the urban agriculture. Keywords: land use planning, food crop land protection, green space protection, goals programming model
RINGKASAN YATIN CIPTANINGRUM. Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto). Dibimbing oleh H.R. SUNSUN SAEFULHAKIM dan ATANG SUTANDI. Perencanaan penggunaan lahan konvensional di kawasan perkotaan Purwokerto menyebabkan rencana tata ruang kawasan perkotaan Purwokerto belum memiliki informasi yang memadai bagi pemanfaatan dan pengendalian tata ruang. Hal tersebut telah mendorong alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan perkembangan kawasan yang tidak terarah (urban sprawl). Akumulasi dari fenomena alih fungsi lahan dan perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto telah memunculkan permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan. Multifungsi lahan pertanian memungkinkan pertanian kawasan perkotaan berperan penting dalam meningkatkan ketahanan pangan, mengurangi kemiskinan kawasan perkotaan, dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Peran pertanian kawasan perkotaan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kawasan menunjukkan perlunya perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Langkah awal untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau adalah perencanaan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau memerlukan pendekatan yang komprehensif, dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan penggunaan lahan yang berpotensi konflik. Keterkaitan dan kompleksitas kegiatan dan fungsi di kawasan perkotaan memerlukan pendekatan model optimasi yang mampu memberikan analisis yang komprehensif, sehingga memungkinkan pencapaian optimal berbagai tujuan penggunaan lahan. Model optimasi dengan banyak tujuan (goals programming model) telah disusun untuk optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto yang ditujukan untuk meminimumkan defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau. Data yang digunakan untuk penentuan parameter model meliputi Peta Administrasi, Peta Penggunaan Lahan, Peta Kesesuaian Lahan, pola konsumsi bahan makanan, ruang terbangun dan ruang terbuka hijau. Komputasi model optimasi menggunakan software GAMS dan hasilnya disajikan dalam secara spasial menggunakan software ArcView GIS 3.3. Komputasi model optimasi menghasilkan nilai optimal fungsi tujuan sebesar 9.5%. Penggunaan lahan optimal kawasan perkotaan Purwokerto terdiri atas penggunaan lahan Perumahan/ Permukiman (3813.5 Ha), Industri Pengolahan (31.5 Ha), Perkantoran/Pertokoan (232.6 Ha), Kebun Campuran (950.0 Ha), Lahan Sawah Irigasi (4286.6 Ha), Lahan Sawah Tadah Hujan (199.9 Ha), Lahan Kering Tanaman Semusim (13.9 Ha), dan Taman Perairan Kota (131.5 Ha). Perubahan penggunaan lahan terjadi pada penggunaan lahan Kebun Campuran, Tanaman Pangan Lahan Kering, Padang Rumput, dan Lahan Kritis/Berbatu.
Pola pertanaman optimal komoditas pertanian bahan makanan meliputi komoditas bahan makanan pokok (padi, palawija dan umbi-umbian), sayuran dan buah-buahan. Komoditas padi, palawija dan umbi-umbian menempati penggunaan lahan sawah irigasi seluas 2269.3 Ha. Komoditas sayuran menempati penggunaan lahan kebun campuran seluas 45.6 Ha, sawah irigasi seluas 2313.5 Ha, dan sawah tadah hujan seluas 199.9 Ha. Sedangkan buah-buahan menempati penggunaan lahan sawah irigasi seluas 20.9 Ha, kebun campuran seluas 904.4 Ha, dan lahan kering semusim seluas 13.8 Ha. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pola penggunaan lahan optimal dan pola pertanaman optimal kawasan perkotaan Purwokerto dapat mencukupi sebagian besar kebutuhan bahan makanannya. Beberapa komoditas yang mengalami defisit yaitu padi, kedelai, rambutan, pisang, salak, dan jambu biji. Nilai defisit terbesar pada komoditas padi sebesar 29035.0 Ton (64%), dan defisit terkecil pada komoditas jambu biji sebesar 11.9 Ton (20%). Nilai marginal terbesar pada komoditas jambu biji, dan nilai marginal terkecil pada komoditas buncis. Pola ketersedian ruang terbuka hijau kawasan perkotaan Purwokerto menunjukan bahwa sebagian besar kelurahan di pusat kawasan perkotaan Purwokerto (Kecamatan Purwokerto Barat, Purwokerto Selatan, Purwokerto Timur, dan Purwokerto Utara) mengalami defisit ruang terbuka hijau, dan sebaliknya desa/kelurahan pada kecamatan-kecamatan yang merupakan perluasan kawasan perkotaan. Defisit terbesar pada Kelurahan Teluk, yaitu sebesar 71.5 Ha (36.9%). Kelurahan Karanglewas Lor memiliki defisit terkecil yaitu 0.9 Ha (4.5%), namun nilai marginalnya paling besar, sehingga peningkatan lahan terbangun pada wilayah ini akan mendorong peningkatan defisit pemenuhan ruang terbuka hijau.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN DAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto)
YATIN CIPTANINGRUM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Si
Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto) Yatin Ciptaningrum A 156070134
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr Ketua
Ir. Atang Sutandi, M.Si. Ph.d Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 4 Nopember 2009
Tanggal Lulus: 15 Desember 2009
PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena hanya atas ridho dan pertolongan-Nya tesis ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2008 ini adalah perencanaan penggunaan lahan, dengan judul Optimasi Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lahan Pertanian dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Kawasan Perkotaan Purwokerto). Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr dan Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.d selaku Komisi Pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan bagi penyusunan tesis, serta tambahan ilmu yang bermanfaat. 2. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi perbaikan penulisan tesis. 3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah. 4. Pemerintah Kabupaten Banyumas yang telah memberikan izin tugas belajar kepada penulis. 5. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan tugas belajar dan beasiswa yang diberikan. 6. Seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, cinta dan kasih sayangnya. 7. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun kelas reguler angkatan 2007 atas semua doa, dukungan dan kebersamaannya selama proses belajar hingga selesai. 8. Rekan-rekan di Bidang Prasarana Wilayah Bappeda Kabupaten Banyumas, dan pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini. Kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan di masa yang akan datang sangat penulis hargai. Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Nopember 2009 Yatin Ciptaningrum
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 31 Oktober 1972 dari bapak Soedijarto dan ibu Supartijah. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Purwokerto dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikannya pada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada tahun 2007, penulis memperoleh beasiswa program 13 bulan dari Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan Perencanaan, Bappenas untuk melanjutkan pendidikan S2 di IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Penulis bekerja sebagai tenaga honorer pada Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 1998-2000. Tahun 2003 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan ditempatkan pada Bidang Prasarana Wilayah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Banyumas sampai saat ini.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
PENDAHULUAN Latar Belakang ...........................................................................................
1
Perumusan Masalah ...................................................................................
3
Tujuan Penelitian .......................................................................................
6
Manfaat Penelitian .....................................................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan ......................................
8
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan ................................................ 12 Penataan Ruang Kawasan Perkotaan ........................................................ 16 Optimasi Penggunaan Lahan ..................................................................... 19
METODE PENELITIAN Kerangka Pikir .......................................................................................... 23 Ruang Lingkup .......................................................................................... 26 Model Optimasi ........................................................................................ 29 Pengumpulan dan Penyiapan Data ............................................................ 35 Jenis dan Sumber Data ..............................................................................
35
Variabel dan Parameter Optimasi .............................................................. 36 Pendugaan Parameter Optimasi ................................................................ 36 Konfigurasi Penggunaan Lahan Optimal .................................................
47
Analisis Sensitivitas ................................................................................... 48 Keterbatasan Model ................................................................................... 49
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Purwokerto ......................................... 50 Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto ..................................... 61 Kondisi Sosial Ekonomi Kawasan Perkotaan Purwokerto ........................ 62 Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Purwokerto ................................
65
Potensi Pertanian Kawasan Perkotaan Purwokerto ................................... 65
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Penggunaan Lahan Optimal ..............................................................
69
Pola Pertanaman Optimal Komoditas Pertanian Tanaman Bahan 78 Makanan .................................................................................................... Pemenuhan Permintaan Konsumsi Lokal Tanaman Bahan Makanan ....... 90 Pola Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau ................................................... 94
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................... 98 Saran .......................................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 100
LAMPIRAN ................................................................................................... 102
DAFTAR TABEL Halaman 1
Desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto .....................
28
2
Jenis dan sumber data ........................................................................
35
3
Rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan Kabupaten
37
Banyumas ........................................................................................... 4
Jumlah penduduk dan penggunaan lahan aktual ruang terbangun
39
kawasan perkotaan Purwokerto ......................................................... 5
Produktivitas (Ton/Ha) dan intensitas pertanaman tiap komoditas
41
pada tiap jenis penggunaan lahan ....................................................... 6
Koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan ..............
43
7
Penduduk menurut matan pencaharian pada kawasan perkotaan
64
Purwokerto......................................................................................... 8
Penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto ...........................
65
9
Luas areal lahan untuk tiap kelas kesesuaian .....................................
67
10
Pola penggunaan lahan optimal .........................................................
71
11
Perubahan penggunaan lahan .............................................................
74
12
Luas penggunaan lahan aktual dan penggunaan lahan optimal .........
75
13
Pola pertanaman optimal komoditas padi, palawija dan umbi-
79
umbian ................................................................................................ 14
Pola pertanaman optimal komoditas buah-buahan ...........................
80
15
Pola pertanaman optimal komoditas sayuran .....................................
82
16
Penggunaan lahan optimal dan pangsa area pertanamanan optimal ..
86
17
Sasaran, defisit, marginal, dan elastisitas pemenuhan permintaan
91
lokal komoditas pertanian tanaman bahan makanan .......................... 18
Pola ketersedian ruang terbuka hijau .................................................
95
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Peran pertanian ..................................................................................
5
2
Tipologi pendekatan penataan ruang ...............................................
16
3
Penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perkotaan .................
17
4
Kerangka pikir ...................................................................................
25
5
Kawasan perkotaan Purwokerto ........................................................
27
6
Penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto ............................
44
7
Kesesuaian lahan kawasan perkotaan Purwokerto...........................
45
8
Struktur logika pilihan penggunaan lahan ........................................
46
9
Kabupaten Banyumas dalam konstelasi regional Provinsi Jawa
50
Tengah ................................................................................................ 10
Ketinggian lahan kawasan perkotaan Purwokerto .............................
52
11
Kemiringan lahan kawasan perkotaan Purwokerto ............................
53
12
Geologi kawasan perkotaan Purwokerto ...........................................
54
13
Hidrologi kawasan perkotaan Purwokerto ........................................
58
14
Curah hujan kawasan perkotaan Purwokerto .....................................
59
15
Tanah kawasan perkotaan Purwokerto ...............................................
60
16
Penggunaan lahan optimal kawasan perkotaan Purwokerto ...............
73
17
Proses produksi pertanian berdasarkan tahapan perkembangan kota
93
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Satuan peta lahan pada tiap desa/kelurahan .........................
103
2
Luas satuan peta lahan ..........................................................
105
3
Kesesuaian alokasi penggunaan lahan ..................................
106
PENDAHULUAN Latar Belakang Penataan ruang pada dasarnya merupakan proses pembangunan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik melalui pengelolaan ruang. Penataan ruang secara konvensional memiliki keterbatasan dalam aspek keterukurannya. Pada umumnya rencana tara ruang tidak memberikan informasi yang memadai tentang dampak dan manfaat alokasi ruang terhadap kinerja pembangunan. Akibatnya rencana tata ruang belum mampu memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Rencana tata ruang kawasan perkotaan Purwokerto tidak mampu mengendalikan perkembangan kawasan, fenomena yang terjadi adalah kawasan perkotaan Purwokerto berkembang tanpa arah ke daerah hinterland-nya (Bappeda Kabupaten Banyumas 2007). Rencana tata ruang tersebut juga tidak memberikan informasi tentang luas lahan pertanian yang bisa dialihfungsikan ke penggunaan lahan non pertanian untuk menampung perkembangan kawasan, sehingga alih fungsi lahan menjadi tidak terkendali. Dampak lebih jauh dari fenomena tersebut adalah timbulnya permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan di kawasan perkotaan Purwokerto. Kedua permasalahan tersebut muncul seiring pertumbuhan ekonomi kawasan perkotaan sebagai wujud kinerja pembangunan. Di wilayah Kabupaten Banyumas terdapat 178,945 keluarga pra sejahtera. Dari jumlah tersebut 28,876 keluarga pra sejahtera berada di kawasan perkotaan Purwokerto. Selanjutnya 58 lokasi permukiman kumuh yang ada di wilayah Kabupaten Banyumas, 34 lokasi di antaranya berada di kawasan perkotaan Purwokerto (BPS 2006a). Sebagai
proses
pembangunan
penataan
ruang
bertujuan
untuk
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya melalui mobilisasi dan alokasi sumber daya berdasarkan prinsip efisiensi dan produktivitas, alat dan wujud distrbusi sumber daya sesuai asas pemerataan, keberimbangan dan keadilan, serta menjaga keberlanjutan pembangunan, menciptakan rasa aman, dan kenyamanan ruang (Rustiadi et al. 2007). Kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan perkotaan menunjukan bahwa penataan ruang belum mencapai tujuannya.
2 Kemiskinan mengindikasikan terjadinya misalokasi sumber daya. Di sisi lain penurunan
kualitas
lingkungan
merupakan
ancaman
bagi
keberlanjutan
pembangunan. Permasalahan-permasalahan tersebut harus dapat diatasi agar tidak menghambat perkembangan kawasan. Pertanian perkotaan merupakan strategi yang bersifat komplementer bagi pengurangan kemiskinan perkotaan, permasalahan ketahanan pangan dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan (RUAF Fondation 2009). Multifungsi lahan pertanian memungkinkan pertanian perkotaan berperan dalam penyediaan pangan, pengembangan ekonomi kawasan perkotaan, pengembangan sosial, dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan. Keberadaan pertanian di kawasan perkotaan akan meningkatkan efisiensi produksi sehingga meningkatkan akses penduduk terhadap pangan. Dari sudut pandang ekonomi, pertanian perkotaan menyediakan
lapangan
pekerjaan
untuk
menciptakan
pendapatan
bagi
penduduknya, sehingga dapat digunakan sebagai upaya pemberdayaan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat. Selanjutnya fungsi pertanian untuk memperbaiki iklim mikro, pengaturan tata air, dan meningkatkan biodiversity, memungkinkan pertanian berperan dalam peningkatan kualitas lingkungan kawasan perkotaan. Pertanian bukan kegiatan utama dalam kawasan perkotaan, namun demikian peran pertanian menjadikannya penting untuk dilindungi. Pada kawasan perkotaan Purwokerto perlindungan lahan pertanian menjadi semakin penting karena Kabupaten Banyumas merupakan salah satu lumbung pangan nasional di Provinsi Jawa Tengah, dan kawasan perkotaan Purwokerto merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten Banyumas paling subur dengan potensi dan sarana prasarana pertanian yang memadai. Gambaran umum produksi padi di Indonesia menunjukan terkonsentrasinya produksi padi di pulau Jawa. Sekitar 55.06% atau sebesar 29.76 ton dari seluruh produksi padi di Indonesia pada tahun 2005 dihasilkan di pulau Jawa. Tingginya produksi padi di pulau Jawa disebabkan tingginya produktivitas dan luas panen di pulau tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada produksi tanaman bahan makanan yang lain seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kacang kedelai, lebih dari 50% produksinya dihasilkan
3 oleh Pulau Jawa, kecuali ubi jalar yang berada di bawah 50% (BPS 2006b). Keadaan ini menggambarkan kondisi tanah di pulau Jawa sebagai lahan yang baik untuk dirawat dan perlu dipertahankan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas produksi tanaman bahan makanan. Pertanian dalam kawasan perkotaan akan meningkatkan kompetisi terhadap lahan dan sumber daya lainnya di kawasan perkotaan. Kondisi demikian mengharuskan perencanaan dan pengelolaan lahan serta sumber daya lainnya secara terintegrasi dan komprehensif (FAO 1997). Lahan pertanian perkotaan sebagai bagian dari ruang perkotaan harus direncanakan secara terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya. Keterkaitan dan kompleksitas kegiatan dan fungsi di kawasan perkotaan memerlukan model perencanaan penggunaan lahan yang dapat mengoptimalkan pencapaian berbagai tujuan dengan keterbatasan lahan.
Hal ini dikarenakan
berbagai kepentingan terhadap lahan memiliki potensi konflik. Di samping itu penggunaan
lahan
yang
tidak
sesuai
dengan
daya
dukungnya
dapat
mengakibatkan kerusakan pada lahan dan kerusakan lingkungan. Pendekatan model yang terintegrasi seperti optimasi akan mampu memberikan analisis yang komprehensif, sehingga memungkinkan pencapaian optimal berbagai tujuan penggunaan lahan.
Perumusan Masalah Urbanisasi telah berdampak pada peningkatan penduduk miskin di kawasan perkotaan, tumbuhnya permukiman kumuh, permasalahan sampah, dan penyakit urbanisasi lainnya. Hal ini dikarenakan kawasan perkotaan memiliki keterbatasan dalam menampung perkembangan penduduk, menyediakan lapangan pekerjaan, serta menyediakan fasilitas dan berbagai pelayanan kehidupan. Penyediaan sarana dan prasarana kehidupan yang tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk dan daya dukung lingkungan akan menyebabkan permasalahan baru. Akhirnya jika sumber daya kawasan perkotaan tidak mampu lagi menampung perkembangan maka kawasan perkotaan akan mengalami kemunduran dan menjadi tidak nyaman untuk ditinggali.
4 Peningkatan penduduk miskin di kawasan perkotaan terutama dikarenakan migrasi penduduk miskin dari desa. Penduduk miskin yang kebanyakan adalah petani melakukan migrasi dengan pengharapan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di kota. Pada kenyataannya mereka tidak memiliki kemampuan/ketrampilan yang dibutuhkan dalam sektor ekonomi di kawasan perkotaan yang didominasi sektor sekunder dan tersier. Secara umum tenaga kerja sektor pertanian juga sulit untuk berpindah ke sektor lain. Sementara untuk bekerja di sektor pertanian akan terhambat karena terbatasnya lahan pertanian di kawasan perkotaan. Peningkatan penduduk kawasan perkotaan akan meningkatkan kebutuhan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut potensi pertanian yang ada dalam kawasan perkotaan perlu dioptimalkan. Mengoptimalkan pertanian perkotaan dapat mengurangi ketergantungan kawasan perkotaan terhadap suplai bahan pangan dari luar kawasan. Meningkatnya pemanfaatan lahan pertanian guna memenuhi konsumsi bahan makanan dengan potensi pertanian dalam kawasan akan membuka peluang lapangan pekerjaan. Sektor pertanian dapat memberikan peluang lapangan pekerjaan yang hampir tanpa hambatan. Pertanian juga merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Di samping itu dari sisi produksi pusat produksi dan pasar berada pada lokasi yang sama akan meningkatkan efisiensi. Pertanian sebagai komponen utama ruang terbuka hijau menentukan kualitas lingkungan kawasan perkotaan. Keberadaan lahan pertanian di kawasan perkotaan akan mendukung terciptanya lingkungan kawasan perkotaan yang nyaman. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi dan peningkatan penduduk kawasan perkotaan meningkatkan kebutuhan lahan terbangun. Alih fungsi lahan pertanian menjadi konsekuensi perkembangan tersebut sehingga ruang terbuka hijau kawasan perkotaan terus berkurang. Berkurangnya ruang terbuka hijau mengakibatkan lingkungan kawasan perkotaan menjadi tidak nyaman, suhu kawasan meningkat, berkurangnya air tanah, dan permasalahan lingkungan lainnya.
5
Gambar 1 Peran pertanian Peran pertanian sebagai penyedia pangan, pengembangan ekonomi kawasan perkotaan, pengembangan sosial, dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan dapat menjadi alternatif strategi bagi pengurangan kemiskinan perkotaan dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan. Peran tersebut menunjukan perlunya perlindungan lahan pertanian perkotaan. Perlindungan lahan pertanian sekaligus merupakan langkah perlindungan terhadap ruang terbuka hijau. Perencanaan lahan pertanian merupakan dasar bagi perlindungan lahan pertanian. Lahan pertanian sebagai bagian dari penggunaan lahan kawasan perkotaan merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah. Perlindungan lahan pertanian terutama ditujukan untuk menjamin kecukupan pangan. Selain itu dengan
perlindungan
lahan
pertanian
diharapkan
dapat
kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat. Tujuan
meningkatkan perlindungan
lahan pertanian dapat terwujud jika potensi pertanian dioptimalkan. Dalam perencanaan penggunaan lahan tujuan-tujuan tersebut dikaji secara komprehensif sebagai tujuan perencanaan.
6 Perencanaan tata ruang secara konvensional belum dapat mewujudkan penggunaan lahan yang optimal. Rencana tata ruang pada umumnya tidak memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian, bahkan sebaliknya rencana tata ruang seringkali menjadi legalisasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Multifungsi lahan pertanian sering diabaikan dan potensinya belum dioptimalkan. Kebijakan penataan ruang yang tidak tepat pada akhirnya menimbulkan permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan perkotaan. Kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan perkotaan merupakan ancaman
bagi
keberlanjutan
pembangunan
kawasan
perkotaan,
kedua
permasalahan tersebut dapat menghambat perkembangan kawasan. Oleh karena itu diperlukan pendekatan perencanaan yang dapat mewujudkan penggunaan lahan optimal dengan melindungi lahan pertanian, melindungi ruang terbuka hijau, sekaligus mengoptimalkan potensi pertanian. Dari uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penggunaan lahan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau? 2. Bagaimana penggunaan lahan untuk budidaya pertanian tanaman bahan makanan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto? 3. Bagaimana potensi kawasan perkotaan Purwokerto untuk
memenuhi
permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau?
Tujuan Penelitian 1. Melakukan analisis optimasi penggunaan lahan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan Purwokerto. 2. Melakukan analisis optimasi penggunaan lahan untuk budidaya pertanian tanaman bahan makanan di kawasan perkotaan Purwokerto.
7 3. Melakukan analisis potensi kawasan perkotaan Purwokerto untuk memenuhi permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau. 4. Membuat peta arahan penggunaan lahan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto.
Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan alternatif pendekatan perencanaan penggunaan lahan untuk perencanaan tata ruang yang lebih terukur, bagi badan perencanaan/instansi teknis yang bertanggungjawab dalam perencanaan tata ruang.
TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Lahan adalah aset terpenting bagi kegiatan pertanian. Sebagai salah satu faktor produksi pertanian lahan memiliki potensi yang berbeda-beda yang menentukan penggunaannya untuk budidaya. Lahan yang memiliki kesesuaian untuk budidaya pertanian tanaman pangan jumlahnya terbatas dan terus menurun sejalan dengan perkembangan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Fenomena alih fungsi lahan saat ini menunjukan perkembangan yang semakin cepat menyebabkan luas lahan pertanian kian menyusut. Perubahan penggunaan lahan merupakan tuntutan perkembangan kawasan perkotaan. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian adalah bagian dari proses transformasi struktur ekonomi kawasan perkotaan, yang ditandai dengan berkembangnya sektor sekunder dan tersier menggeser peran sektor pertanian terhadap
pertumbuhan
ekonomi
kawasan
(Nugroho
&
Dahuri
2004).
Perkembangan kawasan perkotaan umumnya didominasi oleh sektor sekunder dan tersier yang intensif dalam penggunaan lahan. Hal ini sejalan dengan konsep sewa lahan, di mana sewa lahan semakin menurun dengan makin jauhnya jarak dengan pusat bisnis. Sektor-sektor dengan produktivitas tinggi akan menempati pusat kawasan perkotaan. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang tidak terkendali akan menyebabkan permasalahan ketahanan pangan, lingkungan dan ketenagakerjaan. Selain berfungsi sebagai media budidaya tanaman, lahan pertanian memiliki
multifungsi bagi lingkungan, biofisik lahan, dan sosial budaya. Dengan demikian alih fungsi lahan tidak hanya berpengaruh terhadap produksi pangan, tetapi juga menimbulkan banyak kerugian akibat hilangnya investasi untuk membangun irigasi dan prasarana lainnya, juga kerugian ekologis bagi lahan pertanian di sekitarnya. Kerugian tersebut bertambah dengan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh tani, penggilingan padi, dan sektorsektor penunjang lainnya. Secara umum sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyediakan lapangan kerja, dan pada umumnya tenaga kerja tersebut sulit berpindah ke lapangan pekerjaan lainnya (Roosita 2005).
9 Ketahanan pangan menjadi isu penting di Indonesia, banyaknya penduduk miskin, penurunan produktivitas pertanian, serta bencana alam menjadi ancaman bagi ketahanan pangan. Sebagai negara agraris Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menyediakan bahan pangan. Namun kenyataannya kebutuhan bahan pangan Indonesia masih bergantung pasokan dari luar negeri. Kondisi demikian sangat beresiko bagi ketahanan pangan nasional (Liem 2008). Undang-undang tentang Pangan (UU No. 7 Tahun 1996) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Berdasarkan definisi tersebut terdapat 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: 1) kecukupan
ketersediaan
pangan,
2)
stabilitas
ketersediaan
pangan
3)
aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan, serta 4) kualitas/keamanan pangan. Indonesia dihadapkan dengan dua masalah ketahanan pangan, yaitu ketahanan pangan wilayah dan ketahanan pangan rumah tangga. Ketahanan pangan wilayah digambarkan dari aspek produksi, sedangkan aspek ketahanan pangan rumah tangga diwujudkan dengan kemampuan penduduk mengakses dan mengonsumsi makanan sesuai syarat gizi untuk mencapai derajat hidup sehat. Dari aspek produksi ketahanan pangan menghadapi tantangan karena berkurangnya lahan pertanian. Sedangkan dari aspek ketahanan pangan rumah tangga banyaknya penduduk miskin meningkatkan ancaman terhadap ketahanan pangan. Ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat.
Upaya
mewujudkan
ketahanan
pangan
dilakukan
dengan
menyediakan pangan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan perkembangan penduduk. Peraturan Pemerintah mengenai Ketahanan Pangan (PP No. 68 Tahun 2002) menyebutkan bahwa salah satu upaya untuk menyediakan pangan adalah dengan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif, di samping upaya-upaya terkait dengan teknologi produksi yang diharapkan semakin efisien. Mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif serta pengembangan teknologi produksi pertanian merupakan bagian dari perlindungan lahan pertanian.
10 Perlindungan lahan pertanian terutama lahan sawah irigasi telah mendapat perhatian pemerintah dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah tentang Irigasi (PP No. 20 Tahun 2006). Upaya perlindungan lahan pertanian sawah beririgasi merupakan Berdasarkan
bagian
dari
peraturan
perlindungan pemerintah
investasi
tersebut
infrastruktur
pemerintah
pertanian.
mengupayakan
ketersediaan lahan beririgasi dan/atau mengendalikan alih fungsi lahan beririgasi untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat jaringan irigasi. Selanjutnya pemerintah berkewajiban menetapkan wilayah potensial irigasi dalam rencana tata ruang wilayah untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Alih fungsi lahan beririgasi tidak dapat dilakukan kecuali dengan perubahan rencana tata ruang, atau bencana alam yang mengakibatkan hilangnya fungsi lahan dan jaringan irigasi. Sebagai konsekuensi alih fungsi lahan yang diakibatkan oleh perubahan rencana tata ruang, pemerintah berkewajiban mengupayakan penggantian lahan beririgasi beserta jaringannya. Saat ini tengah disusun Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagai upaya pemerintah untuk menjamin lapangan kerja dan sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat, menjamin kedaulatan dan ketahanan pangan. Perlindungan lahan pertanian juga dilakukan sejalan dengan pembaruan agraria yaitu berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rancangan Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan perlindungan lahan petanian bertujuan untuk melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan, melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani, meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan
petani
dan
masyarakat,
meningkatkan
perlindungan
dan
pemberdayaan petani, meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak, mempertahankan keseimbangan ekologis, dan mempertahankan multifungsi pertanian.
11 Perlindungan lahan pertanian dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lokasi, fisik, produktivitas, investasi infrastruktur pertanian, manfaat konservasi tanah dan air, penyerapan tenaga kerja, serta kecukupan pangan (Liem 2008). Sedangkan dalam rancangan Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan beberapa aspek terkait perencanaan penggunaan lahan antara lain penggunaan lahan pertanian, lokasi, sosial ekonomi masyarakat, serta kriteria fisik lahan dan ketersediaan infrastruktur pertanian. Lahan pertanian yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat berupa sawah beririgasi (teknis, semi teknis, sederhana, dan pedesaan), sawah tadah hujan, lahan rawa baik pasang surut maupun lebak,
dan/atau
lahan kering. Sedangkan
lokasinya dapat berada di kawasan perdesaan maupun perkotaan. Perlindungan lahan pertanian dilakukan melalui perencanaan berdasarkan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan, produktivitas, kebutuhan pangan nasional, kebutuhan dan ketersediaan lahan pertanian pangan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta musyawarah petani. Perencanaan
dilakukan terhadap lahan pertanian yang sudah ada dan yang
potensial dikembangkan, dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian lahan, ketersediaan infrastruktur, penggunaan lahan, potensi teknis lahan, dan luasan kesatuan hamparan lahan. Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan disusun baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Pentingnya
mengintegrasikan
penggunaan
lahan
pertanian
dengan
penggunaan lahan lainnya dalam perencanaan penggunaan lahan untuk penataan ruang ditunjukan dengan perencanaan dan penetapan yang saling terkait antar wilayah dan penggunaan lahan lainnya. Perencanaan kawasan pertanian pangan berkelanjutan di tingkat nasional menjadi acuan bagi perencanaan di tingkat provinsi, dan perencanaan di tingkat provinsi menjadi acuan perencanaan di tingkat kabupaten/kota. Selanjutnya penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan perencanaan tata ruang menjadi dasar peraturan zonasi.
12 Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. Kebijakan tentang ruang terbuka hijau diperkuat dengan Undang-undang Penataan Ruang (UU No. 26 Tahun 2007) yang telah memberikan landasan pengaturan untuk ruang terbuka hijau dalam rangka mewujudkan ruang kawasan perkotaan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Sebagai tidak lanjut dari ketentuan tersebut telah ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Peraturan lain yang memuat ketentuan tentang ruang terbuka hijau adalah Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 32/Permen/M/2006 tentang Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Yang Berdiri Sendiri, Persyaratan, Standar dan Kriteria dalam Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian Kasiba dan Lisiba. Ruang terbuka hijau juga diatur dalam rencana tata ruang, baik dalam rencana penggunaan lahan maupun tercakup dalam ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB). Koefisien dasar bangunan yaitu perbandingan antara luas ruang terbangun dengan luas total lahan. Sedangkan ruang terbuka hijau merupakan selisih antara luas total lahan dengan luas ruang terbangun. Perkembangan kawasan perkotaan telah mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau. Penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perkotaan dan berdampak terhadap kehidupan perkotaan. Hal tersebut dikarenakan fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau yang menentukan kualitas dan keberlanjutan lingkungan kawasan perkotaan (The Bodine Street Community Garden 2009).
13 Fungsi ruang terbuka hijau dapat dikelompokan dalam fungsi ekologi, sosial budaya, arsitektural dan fungsi ekonomi. Fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau antara lain (Irwan 2008, The Bodine Street Community Garden 2009): 1.
Fungsi ekologi • Sebagai paru-paru kawasan perkotaan yang menghasilkan oksigen untuk pernafasan makhluk hidup. • Pengatur iklim mikro sehingga kawasan perkotaan menjadi sejuk, nyaman dan segar. • Menciptakan lingkungan hidup (ruang hidup) bagi makhluk hidup di alam yang memungkinkan terjadi interaksi secara alamiah. • Penyeimbang alam, merupakan habitat bagi berbagai macam organisme yang hidup di sekitarnya. • Fungsi oro-hidrologi, menyerap air hujan, mengendalikan persediaan air tanah dan mencegah erosi, sekaligus memperbaiki drainase. • Perlindungan terhadap kondisi fisik alami seperti angin kencang, panas matahari, gas atau debu. Ruang terbuka hijau mengurangi efek pulau panas di kawasan perkotaan. Efek pulau panas adalah gejala peningkatan suhu pada kawasan perkotaan dibandingkan suhu lingkungan sekitarnya. Efek pulau panas terjadi pada kawasan perkotaan yang padat dengan ruang terbangun yang masif, dikarenakan bangunan, aspal jalan, dan konstruksi beton menyerap panas, sehingga temperatur di sekitarnya menjadi meningkat. Tanaman mampu mengurangi efek pulau panas tersebut dengan naungan kanopinya dan evapotranspirasi. • Mengurangi polusi, tanaman dalam ruang terbuka hijau mampu menyerap polutan dari kendaraan, menyaring debu dengan dengan tajuk dan kerimbunan daunnya, meredam kebisingan, dan berperan membersihkan air limbah. • Akhirnya ruang terbuka hijau dapat menjadi indikator bagi kondisi ekologi dalam ekosistem, sebagai ukuran keberlanjutan ekologi kawasan.
14 2.
Fungsi sosial budaya • Sebagai tempat rekreasi, tempat bersosialisasi, menciptakan interaksi positif antar masyarakat, serta mengembangkan nilai-nilai sosial yang bisa menjadi modal sosial bagi pembangunan. • Ruang terbuka hijau menjadi sarana pendidikan untuk mengenalkan alam, menghubungkan
masyarakat
dengan
lingkungannya
sehingga
memunculkan kesadaran untuk menciptakan lingkungan hidup yang nyaman. Hal ini penting untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang berkelanjutan. 3.
Fungsi arsitektural Fungsi arsitektural ruang terbuka hijau terkait vegetasi di dalamnya yang akan meningkatkan fungsi ruang dan berperan membentuk ruang kawasan perkotaan. Penanaman vegetasi dengan mempertimbangkan aspek arsitektural serta direncanakan dengan baik dan menyeluruh akan menambah keindahan kawasan perkotaan
4.
Fungsi ekonomi • Lahan pertanian merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang menghasilkan produk yang bernilai ekonomi. • Ruang terbuka hijau yang berupa lahan pertanian dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan berperan bagi pemberdayaan masyarakat. • Sedangkan ruang terbuka hijau privat berupa taman dapat meningkatkan nilai properti. Sesuai arahan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, perencanaan ruang terbuka
hijau dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: 1. Konsep struktur fungsional kota Ruang terbuka hijau dikelompokan berdasarkan struktur fungsional ruang meliputi kawasan hijau pertamanan kota, hutan kota, kawasan rekreasi kota, lapangan olah raga, permakaman, pertanian, jalur hijau/koridor jalan dan pekarangan.
15 2. Konsep koridor kota Ruang terbuka hijau terbagi dalam kawasan dengan fungsi tertentu terkait aktivitas dominan, yaitu ruang terbuka hijau kawasan permukiman, perdagangan, perkantoran dan fasilitas pelayanan umum, industri, kawasan rekreasi dan hiburan, pertanian dan perkebunan, dan kawasan pendidikan. Kebijakan yang memuat ketentuan tentang ruang terbuka hijau menentukan standar luas ruang terbuka hijau yang berbeda-beda. Luas ruang terbuka hijau sebagaimana diatur dalam Undang-undang Penataan Ruang adalah minimal sebesar 30% luas wilayah. Persyaratan dan stándar fasilitas ruang terbuka hijau pada Kasiba sebagaimana Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 32/Permen/M/2006 adalah 15 m2 per jiwa dengan lokasi menyebar. Selanjutnya dalam rencana tata ruang luasan ruang terbuka hijau ditentukan berdasarkan KDB. Penetapan KDB dibedakan dalam tingkatan KDB tinggi (lebih besar dari 60% sampai dengan 100%), sedang (30% sampai dengan 60%), dan rendah (lebih kecil dari 30%). Untuk daerah/kawasan padat dan/atau pusat kota dapat ditetapkan KDB tinggi dan/atau sedang, sedangkan untuk daerah/kawasan renggang dan/atau fungsi resapan ditetapkan KDB rendah (PP No. 36 Tahun 2005). Koefisien dasar bangunan 60% berarti area yang boleh tertutup oleh bangunan dan perkerasan adalah maksimum 60% dari luas kawasan, sedangkan sisanya adalah ruang terbuka hijau. Berbagai fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau menentukan keberlanjutan kawasan perkotaan. Perkembangan kawasan perkotaan secara berkelanjutan merupakan tantangan dalam pembangunan kawasan. Dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan ekploitasi sumber daya, investasi, dan perubahan institusional dikembangkan dengan mempertimbangkan kebutuhan masa sekarang dan masa yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan membutuhkan pengelolaan sumber daya alam yang dapat menyeimbangkan kebutuhan masyarakat dengan daya dukung lingkungan. Semakin banyak kehilangan ruang terbuka hijau tidak hanya berarti kehilangan sumber daya alam dan menurunnya kualitas lingkungan kawasan perkotaan tapi juga sumber daya manusia dengan nilai-nilai sosialnya.
16 Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Undang-undang Penataan Ruang mengklasifikasikan penataan ruang berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang kawasan perkotaan merupakan penataan ruang yang didasarkan pada kegiatan kawasan. Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan pada kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten dan kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup dua atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi. Rencana tata ruang kawasan perkotaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah.
Gambar 2 Tipologi pendekatan penataan ruang Perencanaan tata ruang secara konvensional menggunakan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah 2002) dalam penyusunannya. Rencana tata ruang kawasan perkotaan disusun melalui tahapan proses perencanaan sebagai berikut: 1.
Penentuan kawasan perencanaan berdasarkan tingkat urgensi/prioritas/ keterdesakan penanganan kawasan dalam konstelasi wilayah
2.
Identifikasi permasalahan pembangunan dan perwujudan ruang kawasan
3.
Perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan kawasan didasarkan atas analisis kependudukan, sektor/kegiatan potensial, daya dukung lingkungan,
17 kebutuhan prasarana dan sarana lingkungan, sasaran pembangunan kawasan, dan pertimbangan efisiensi pelayanan, mencakup: a.
Perkiraan kebutuhan pengembangan kependudukan;
b.
Perkiraan kebutuhan pengembangan ekonomi perkotaan;
c.
Perkiraan kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi perkotaan;
d.
Perkiraan kebutuhan pengembangan lahan perkotaan (ekstensifikasi, intensifikasi, perkiraan ketersediaan lahan bagi pengembangan);
e. 4.
Perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan.
Perumusan rencana berdasarkan pada perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan ruang.
5.
Penetapan rencana (legalisasi) untuk mengoperasionalkan rencana.
Gambar 3 Penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perkotaan Muatan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan, meliputi: 1) tujuan pengembangan kawasan fungsional perkotaan; 2) rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan, 3) pedoman pelaksanaan pembangunan kawasan fungsional perkotaan, dan 4)
18 pedoman pengendalian pemanfaatan ruang kawasan fungsional perkotaan. Perencanaan penggunaan lahan merupakan bagian dari rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan. Namun demikian pola spasial penggunaan lahan yang terbentuk tidak terlepas dari muatan lainya dalam rencana tata ruang. Produk rencana tata ruang pada umumnya memiliki kelemahan dari aspek keterukurannya. Sehingga strategi pemanfaatan ruang seringkali kurang dapat dioperasionalkan sebagai acuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi
wilayah
secara
optimal.
Rencana
tata
ruang
seringkali
tidak
mengemukakan tujuan perencanaan tata ruang secara spesifik. Dengan pengertian bahwa tujuan-tujuan tersebut bisa juga menjadi tujuan penataan ruang untuk wilayah lain dengan kondisi dan potensi wilayah yang berbeda, tidak berbeda jika arahan digunakan pada suatu wilayah atau di wilayah lain. Hal ini dapat mengarahkan pada strategi pemanfaatan ruang yang terlalu umum, tidak spesifik sesuai potensi wilayah. Perencanaan tata ruang secara konvensional belum dapat mendukung fungsi kawasan perkotaan dan pemanfaatan sumber daya secara optimal. Berbagai permasalahan kawasan perkotaan menunjukan bahwa penataan ruang secara konvensional belum dapat mewujudkan efisiensi penggunaan lahan yang dapat mendukung kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang ada di dalam kawasan. Lahan sebagai sumber daya kawasan tempat berlangsungnya berbagai kegiatan dan fungsi kawasan perlu dikelola dengan baik sehingga dapat digunakan secara berkesinambungan, menciptakan interaksi positif antara berbagai kegiatan, fungsi dan komponen kawasan perkotaan, serta meminimasi dampak negatif yang tidak diinginkan. Penataan ruang kawasan perkotaan harus dapat mendukung dinamika perkembangan dan berusaha mengefisienkan penggunaan lahan sebelum melakukan perluasan kota ke daerah pinggiran (fringe area). Sebagai pusat pengembangan wilayah kawasan perkotaan cenderung berkembang menjadi besar, melebar ke daerah pinggirannya. Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan secara konvensional tidak mampu mencegah terjadinya perkembangan kawasan yang tidak terencana. Rencana tata ruang yang tidak terukur belum dapat
19 memberikan informasi yang memadai mengenai manfaat pelaksanaan rencana, dampak perubahan penggunaan lahan dan sebagainya. Akibatnya kawasan cenderung berkembang tidak terarah menjadi besar, melebar ke daerah pinggirannya, serta timbulnya berbagai permasalahan kawasan perkotaan.
Optimasi Penggunaan Lahan Optimasi adalah suatu teknik analisis untuk menentukan keputusan optimal (maksimal atau minimal) untuk mencapai tujuan tertentu dengan dibatasi berbagai kendala (Widodo 2006). Linear programming merupakan model dasar dalam optimasi. Langkah pemodelan optimasi meliputi tahapan perumusan variabel tujuan, merumuskan variabel keputusan, menyusun fungsi tujuan, menentukan fungsi kendala, menentukan konfigurasi optimal, dan analisis sensistivitas (Saefulhakim 2008). Model optimasi telah berkembang luas, dan telah banyak digunakan dalam sistem manajemen secara umum, akan tetapi terdapat perbedaan penggunaan model tersebut untuk optimasi penggunaan lahan. Kajian penggunaan lahan dengan model optimasi telah banyak digunakan terkait produktivitas lahan dan pemanfaatan sumber daya, seperti memaksimalkan produksi, penentuan pola tanam optimal, analisis target produksi dengan kendala fisik, biologi, ekonomi dan lingkungan, menentukan pola penggunaan lahan yang optimal berdasarkan berbagai kriteria (ekonomi, lingkungan dan sosial), optimasi suplai air untuk lahan pertanian, menentukan alokasi terbaik berbagai tipe penggunaan lahan, dan sebagainya. Namun demikian model optimasi belum banyak digunakan untuk perencanaan tata ruang atau penggunaan lahan kawasan perkotaan. Struktur umum model optimasi terdiri atas variabel keputusan, fungsi tujuan, dan fungsi kendala. Variabel keputusan dalam optimasi penggunaan lahan adalah pola spasial penggunaan lahan, yang mencakup tipe, luas dan lokasi penggunaan lahan. Variabel keputusan dapat didasarkan pada pola penggunaan lahan aktual dengan tipe penggunaan lahan yang ada, atau dikembangkan lebih lanjut sesuai tujuan optimasi.
20 Fungsi tujuan disusun berdasarkan hubungan fungsional antar variabel keputusan atau yang terkait dengan variabel keputusan sesuai dengan konteks optimasi yang dilakukan. Selanjutnya fungsi kendala dalam optimasi penggunaan lahan ditentukan berdasarkan kondisi aktual dalam wilayah penelitian, dengan pemahaman terhadap kendala-kendala yang dapat menghambat pencapaian tujuan. Kendala optimasi penggunaan lahan dapat mencakup antara lain kendala ketersedian sumber daya (luas lahan, kesesuaian lahan, penggunaan lahan aktual), dan kendala aspek legal (peraturan perundangan terkait pola penggunaan lahan). Sadeghi et al. (2008) dalam kajian optimasi penggunaan lahan daerah aliran sungai (Land use optimization in watershed scale) menentukan variabel keputusan optimasi sebagai pola penggunaan lahan, yaitu tipe, lokasi dan luasan penggunaan lahan yang didasarkan pada pola dan tipe penggunaan lahan aktual. Fungsi tujuan disusun berdasarkan sasaran-sasaran optimasi untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimumkan erosi. Untuk tujuan ganda tersebut model optimasi yang digunakan adalah multiobjectives goal programming. Sementara itu Arifin (2004) dalam pemodelan optimasi pola penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan, variabel keputusan (pola penggunaan lahan) dikembangkan menjadi pola penggunaan lahan untuk komoditas dan musim tanam tertentu. Fungsi tujuan dalam kajian ini dirumuskan dengan mengkaitkan variabel keputusan dengan tujuan optimasi, untuk memaksimalkan land rent. Model optimasi yang digunakan dalam kajian ini adalah linear programming. Dalam operasional perencanaan penggunaan lahan kawasan perkotaan tujuan perencanaan lebih kompleks. Optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan juga akan memiliki tujuan yang lebih kompleks. Oleh sebab itu metode goals programming/multiobjectives goal programming akan lebih tepat digunakan dalam optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan. Goals programming merupakan salah satu metode dalam pemodelan optimasi untuk mendapatkan alternatif pemecahan optimum dengan banyak tujuan terhadap suatu persoalan. Goals
programming
akan
mampu
penggunaan lahan kawasan perkotaan.
menampung
tujuan-tujuan
optimasi
21 Bentuk umum model goals programming (Saefulhakim 2008) adalah sebagai berikut: Fungsi tujuan:
Fungsi-fungsi kendala: •
Kendala sasaran
•
Kendala riil
•
Kendala non negativitas
Keterangan: j
=
{1.....J}set variabel keputusan
i
=
{1.....I}set fungsi kendala riil
k
=
{1.....K}set fungsi kendala sasaran
z
=
variabel tujuan yang dicari nilai optimalnya
xj
=
variabel keputusan ke-j
=
variabel sasaran ke-k
=
variabel angka kekurangan dari angka sasaran ke-k
=
variabel angka kelebihan dari angka sasaran ke-k
=
koefisien fungsi sasaran ke-k untuk variabel keputusan ke-j
=
nilai sasaran ke-k
=
skala prioritas penurunan angka kekurangan dari nilai sasaran ke-k
22 =
skala prioritas penurunan angka kelebihan dari nilai sasaran ke-k
=
koefisien fungsi kendala riil ke-i untuk variabel keputusan ke-j
=
konstanta fungsi kendala riil ke-i
Dengan kompleksitas kawasan perkotaan, perencanaan penggunaan lahan kawasan perkotaan yang terbatas dan rentan terhadap konflik karena persaingan penggunaan lahan yang tinggi akan sangat relevan jika dilakukan secara terukur dengan model optimasi. Keunggulan analisis kuantitatif dengan model optimasi untuk perencanaan penggunaan lahan adalah bahwa pendekatan ini memberikan basis pengetahuan dan informasi yang lebih baik tentang alokasi, luasan dan tipe penggunaan lahan apa yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan tertentu. Model optimasi dapat memberikan produk rencana yang lebih terukur dengan hasil sesuai kondisi aktual dan lebih dapat dilaksanakan. Dengan demikian dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan dapat dihindarkan. Di samping itu dengan
pendekatan
model
optimasi
berbagai
kepentingan
yang
saling
bertentangan dapat diintegrasikan dan dianalisis secara komprehensif. Sehingga memungkinkan efisiensi dalam pengalokasian sumber daya yang terbatas dan efektivitas program pembangunan. Dalam prakteknya solusi optimal tetap menghadapi ketidakpastian (uncertainty) karena dinamika penggunaan lahan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
METODE PENELITIAN Kerangka Pikir Pembangunan kawasan perkotaan dilaksanakan untuk mendukung fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat pelayanan. Kawasan perkotaan merupakan pusat berbagai pelayanan yang tidak hanya melayani internal kawasan, tetapi juga wilayah lain dalam sistem perkotaan. Agar kawasan perkotaan dapat menjalankan fungsinya dengan baik maka diperlukan penataan/pengelolaan berbagai potensi dan
permasalahan
kawasan.
Dengan
pengelolaan
yang
baik
berbagai
permasalahan dan potensi tersebut bisa menjadi pendorong produktivitas masyarakat dan mendukung fungsi kawasan perkotaan. Penataan ruang merupakan bentuk intervensi kebijakan agar lahan dan sumber daya lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal bagi pencapaian tujuan pembangunan. Penataan ruang diperlukan untuk memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan kepada manusia serta makhluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang harus didasarkan pada pemahaman potensi dan keterbatasan sumber daya, perkembangan kegiatan sosial ekonomi, serta kebutuhan kehidupan saat ini, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan untuk kehidupan di masa yang akan datang. Salah satu komponen perencanaan tata ruang adalah perencanaan penggunaan lahan. Penggunaan lahan perlu direncanakan karena berbagai faktor perkembangan wilayah akan selalu terkait dengan penggunaan lahan. Pada kawasan perkotaan penggunaan lahan memiliki dimensi yang kompleks. Berbagai kepentingan terhadap lahan seperti kebutuhan lahan untuk pengembangan sarana prasarana permukiman, mempertahankan lahan pertanian, konservasi lingkungan, dan
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi,
merupakan
tantangan
dalam
perencanaan penggunaan lahan. Oleh sebab itu penggunaan lahan di kawasan perkotaan perlu direncanakan secara terukur dengan teknik analisis yang mampu menghubungkan berbagai kepentingan penggunaan lahan.
24 Perencanaan tata ruang yang tidak terukur menjadikan penggunaan lahan tidak optimal. Penggunaan lahan yang tidak optimal menjadi tidak efektif untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tanpa keterukuran rencana tata ruang kawasan perkotaan belum dapat memberikan informasi yang memadai untuk pengambilan keputusan terkait pemanfaatan ruang. Rencana tata ruang yang tidak terukur tidak mampu mengendalikan konversi lahan pertanian menjadi non pertanian, mengakibatkan perkembangan kawasan perkotaan yang tidak terarah, serta mengancam ketahanan pangan. Pemanfaatan ruang yang didasarkan pada rencana tata ruang yang tidak terukur seringkali hanya mempertimbangkan kepentingan sesaat dan kurang memperhatikan dampak jangka panjang, serta tidak terintegrasi antara berbagai kepentingan penggunaan lahan. Perencanaan
penggunaan
lahan
kawasan
perkotaan
perlu
mempertimbangkan perlindungan lahan pertanian tanaman pangan. Selain untuk menjamin kecukupan pangan, perlindungan lahan pertanian juga merupakan perlindungan investasi infratruktur irigasi, efisiensi produksi dengan mendekatkan supply dan demand bahan makanan, serta manfaat lainnya untuk memenuhi rasio kebutuhan ruang terbuka hijau. Pertanian bukan kegiatan utama dalam kawasan perkotaan, namun demikian pertanian berperan penting bagi keberlanjutan kawasan perkotaan. Mengoptimalkan potensi pertanian kawasan untuk mencukupi kebutuhan pangan lokal kawasan perkotaan dapat memberikan implikasi positif bagi penyelesaian permasalahan kawasan perkotaan. Pertanian yang optimal akan memberikan nilai tambah sektor pertanian, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan perkembangan kawasan perkotaan lahan pertanian semakin menyusut, sedangkan kebutuhan pangan di kawasan perkotaan terus meningkat dengan perkembangan penduduk. Pertanian kawasan perkotaan dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal sehingga tercapai efisiensi produksi yang dapat meningkatkan aksesibilitas terhadap pangan. Berikutnya pertanian memberikan jasa lingkungan yang berperan meningkatkan kualitas lingkungan kawasan perkotaan.
25 Sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan rencana tata ruang perlu direncanakan secara terukur. Dengan perencanaan yang terukur, pemanfaatan ruang untuk mewujudkan struktur dan dan pola ruang akan dapat menghasilkan pola penggunaan lahan yang optimal. Selanjutnya pola penggunaan lahan yang optimal akan dapat meningkatkan kinerja pembangunan, dan diharapkan dapat mengurangi berbagai permasalahan di kawasan perkotaan terkait penggunaan lahan.
Gambar 4 Kerangka pikir
26 Ruang Lingkup Optimasi
penggunaan
lahan
kawasan
perkotaan
ditujukan
untuk
merencanakan penggunaan lahan optimal bagi pencapaian tujuan penggunaan lahan. Optimasi penggunaan lahan dilakukan dengan mempertimbangkan teori, permasalahan, standar, ketentuan teknis, panduan, peraturan perundangan yang terkait dengan pemodelan optimasi dan perencanaan penggunaan lahan. Selanjutnya optimasi dilakukan dengan mempertimbangkan karakterisitik lahan, produktivitas lahan, penggunaan lahan, kondisi sosial ekonomi, dan berbagai persoalan yang dihadapi kawasan perkotaan Purwokerto. Dengan berbagai keterbatasan dalam penelitian, terutama keterbatasan waktu dan data, maka ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah perlu dispesifikasikan dalam penelitian ini. Ruang lingkup wilayah Lingkup wilayah penelitian adalah kawasan perkotaan Purwokerto yang merupakan bagian wilayah administrasi Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Kawasan perkotaan Purwokerto berada pada posisi geografis 109°11’22” - 109°15’55” BT dan 7°22’46” - 7°27’30” LS. Kabupaten Banyumas terdiri atas 27 kecamatan dan 331 desa/kelurahan. Wilayah penelitian meliputi seluruh kelurahan pada Kecamatan Purwokerto Barat, Kecamatan Purwokerto Timur, Kecamatan Purwokerto Utara, dan Kecamatan Purwokerto Selatan, serta sebagian desa-desa dari 7 kecamatan yang berbatasan langsung dengan 4 kecamatan tersebut. Jumlah desa/kelurahan dalam wilayah penelitian adalah 56, dari 132 desa/kelurahan dari 11 kecamatan yang masuk kawasan perkotaan Purwokerto, dengan total luas kawasan 9659.5 Ha.
27
Gambar 5 Kawasan perkotaan Purwokerto Selengkapnya lingkup wilayah penelitian ini meliputi desa/kelurahan sebagaimana Tabel 1.
28 Tabel 1 Desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto KdKc 01
02
03 04
05
06
07
08
09
10
11
NmKc Baturraden Baturraden Baturraden Karanglewas Karanglewas Karanglewas Karanglewas Karanglewas Kedungbanteng Kedungbanteng Kembaran Kembaran Kembaran Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sumbang Sumbang
KdDK 0101 0102 0103 0201 0202 0203 0204 0205 0301 0302 0401 0402 0403 0501 0502 0503 0504 0505 0506 0601 0602 0603 0604 0605 0606 0607 0701 0702 0703 0704 0705 0706 0707 0801 0802 0803 0804 0805 0806 0901 0902 0903 0904 0905 0906 0907 1001 1002 1003 1004 1005 1006 1007 1008 1101 1102
NmDK Kutasari Pandak Purwosari Karanglewas Kidul Pangebatan Pasir Kulon Pasir Lor Pasir Wetan Beji Karangsalam Dukuhwaluh Ledug Tambaksari Kidul Kedungrandu Kedungwringin Patikraja Pegalongan Sidabowa Sokawera Kidul Bantarsoka Karanglewas Lor Kedungwuluh Kober Pasir Kidul Pasirmuncang Rejasari Berkoh Karangklesem Karangpucung Purwokerto Kidul Purwokerto Kulon Tanjung Teluk Arcawinangun Kranji Mersi Purwokerto Lor Purwokerto Wetan Sokanegara Bancarkembar Bobosan Grendeng Karangwangkal Pabuaran Purwanegara Sumampir Karangkedawung Karangnanas Karangrau Pamijen Sokaraja Kidul Sokaraja Kulon Sokaraja Tengah Wiradadi Karanggintung Tambaksogra Total luas
Luas (Ha) 162.4 88.2 103.0 120.9 229.0 147.4 100.8 79.7 238.9 158.8 156.8 269.4 156.9 292.6 199.5 238.0 271.1 398.1 357.5 85.8 49.7 95.8 120.6 84.8 141.0 148.9 202.6 362.6 107.4 145.6 120.4 191.7 484.8 173.3 135.0 120.8 115.2 108.4 127.3 144.8 116.7 145.8 89.2 169.7 177.8 120.5 94.1 219.4 104.3 102.5 96.5 169.6 146.0 333.0 254.8 283.8 9,659.5
29 Ruang lingkup materi Pengertian operasional optimasi penggunaan lahan dalam penelitian ini adalah menentukan berbagai tipe, lokasi dan luasan penggunaan lahan di kawasan perkotaan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Perlindungan lahan pertanian terutama ditujukan untuk menjamin kecukupan pangan. Dengan demikian dapat diidentifikasi kriteria penggunaan lahan optimal dalam optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan, yaitu penggunaan lahan yang
mengintegrasikan
berbagai
kebutuhan
penggunaan
lahan
dengan
memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal, serta memenuhi standar kenyamanan lingkungan. Perencanaan
penggunaan
lahan
merupakan
salah
satu
komponen
perencanaan tata ruang. Dalam perencanaan tata ruang, tipe, lokasi dan luasan penggunaan lahan merupakan produk rencana pola pemanfaatan ruang, yang menggambarkan letak, ukuran, fungsi dari kegiatan-kegiatan budidaya dan lindung. Rencana pola pemanfaatan ruang berisi delineasi (batas-batas) kawasan kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan kawasan-kawasan lainnya di dalam kawasan budidaya dan delineasi kawasan lindung. Dalam optimasi penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto permasalahan dan perwujudan ruang kawasan, serta perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan merupakan input analisis untuk penentuan variabel dan parameter optimasi. Penggunaan lahan untuk pelaksanaan pembangunan harus disesuaikan dengan daya dukung lahan berdasarkan kesesuaiannya untuk penggunaan tertentu. Dengan demikian dampak negatif penggunaan lahan terhadap lingkungan dapat diminimumkan dan penggunaan lahan dapat berkelanjutan.
Model Optimasi Struktur umum model optimasi terdiri atas : 1) variabel keputusan untuk pencapaian tujuan optimasi, 2) fungsi tujuan optimasi, dan 3) optimasi.
fungsi kendala
30 Fungsi tujuan dan fungsi kendala dinyatakan sebagai fungsi dari variabel keputusan, atau fungsi yang terkait dengan variabel keputusan dalam hubungan fungsional tertentu. Sasaran dalam optimasi penggunaan lahan didasarkan pada isu strategis wilayah dengan memperhatikan ketersediaan data untuk analisis. Optimasi penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto ditujukan untuk meminimumkan defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal komoditas pertanian tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau, sedangkan model optimasi yang digunakan adalah goals programming. Fungsi tujuan Optimasi
penggunaan
lahan
di
kawasan
perkotaan
Purwokerto
menggunakan sasaran ganda. Fungsi tujuan dinyatakan sebagai fungsi dari berbagai variabel sasaran optimasi, yang dirumuskan sebagai berikut:
Di mana: z
= total defisit pangsa pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau = defisit pemenuhan sasaran permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan k-l (Ton) = defisit pemenuhan sasaran standar ambang kebutuhan ruang terbuka hijau di desa/kelurahan k-i (Ha) = rataan
konsumsi
komoditas
tanaman
bahan
makanan
ke-l
(kg/kapita/tahun) = total areal lahan tiap desa/kelurahan (Ha) = standar pangsa areal ruang terbuka hijau tiap desa/kelurahan P
= total populasi Dalam praktek perencanaan suatu sasaran dapat memiliki prioritas untuk
dicapai terlebih dahulu dibanding sasaran lainnya. Hal tersebut dapat dituangkan dalam goals programming dengan menentukan skala prioritas dalam fungsi
31 tujuan. Dalam penelitian sasaran pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan sasaran pemenuhan ruang terbuka hijau diasumsikan memiliki prioritas yang sama. Fungsi kendala Suatu tipe penggunaan lahan memiliki implikasi terhadap penggunaan lahan yang lain, sehingga perlu mengalokasikan lahan dengan mempertimbangkan kendala-kendala penggunaannya. Dari fungsi tujuan ditentukan fungsi kendala sasaran optimasi penggunaan lahan, meliputi: 1.
Kendala Sasaran • Fungsi kendala sasaran pemenuhan kebutuhan pangan lokal
Di mana: =
produktivitas komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l
pada
jenis
penggunaan
lahan
ke-k,
k =
intensitas pertanaman komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l pada jenis penggunaan lahan ke-k
=
luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k dengan budi daya komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l (Ha)
=
defisit pemenuhan sasaran permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan k-l (Ton)
=
surplus pemenuhan sasaran permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan k-l (Ton)
=
rataan konsumsi komodiitas tanaman bahan makanan ke-l (kg/kapita/tahun)
P
=
total populasi (jiwa)
32 • Fungsi kendala sasaran pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau
Di mana: = koefisien ruang terbuka hijau pada jenis penggunaan lahan ke-k = defisit pemenuhan sasaran standar ambang kebutuhan ruang terbuka hijau di desa/kelurahan k-i (Ha) = surplus pemenuhan sasaran standar ambang kebutuhan ruang terbuka hijau di desa/kelurahan k-i (Ha) = area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha) Total produksi komoditas pertanian tanaman bahan makanan diupayakan sama dengan kebutuhan konsumsinya. Demikian pula total ruang terbuka hijau diupayakan sama dengan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan standar yang digunakan, yaitu sebesar 40% total area lahan pada tiap desa/kelurahan. Selain kendala-kendala tersebut juga terdapat kendala terkait total area lahan, meliputi: 2.
Kendala Riil • Kendala neraca areal pertanaman Total area budi daya pada tiap desa/kelurahan tidak bisa melebihi luas area desa/kelurahan. Kendala neraca areal pertanaman dirumuskan sebagai berikut:
Di mana: = area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha)
33 = luas area desa/kelurahan
ke-i dengan unit lahan ke-j yang
dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k dengan budi daya komoditas pertanian tanaman bahan makanan ke-l (Ha) • Kendala kebutuhan lahan terbangun Total area lahan
ruang terbangun
Perumahan/Permukiman
(Kim),
meliputi penggunaan
Industri
Pengolahan
lahan
(Ind),
dan
Perkantoran/Pertokoan (Kom). Kendala kebutuhan lahan terbangun dirumuskan sebagai berikut:
Di mana: = area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha)
• Kendala unit lahan Kendala unit lahan dirumuskan sebagai berikut:
Di mana: =
luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j (Ha)
= area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha) • Kendala kesesuaian alokasi penggunaan lahan Unit lahan
34
Di mana: = kesesuaian alokasi penggunaan lahan pada desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j = luas area desa/kelurahan ke-i dengan unit lahan ke-j (Ha) = area desa/kelurahan ke-i dengan satuan peta lahan ke-j yang dialokasikan untuk jenis penggunaan lahan ke-k (Ha) 3.
Kendala Non negativitas Positif Variabel
Komputasi model optimasi akan menghasilkan nilai optimal fungsi tujuan, pola penggunaan lahan optimal, pola pertanaman optimal, nilai-nilai sasaransasaran optimasi, yaitu surplus dan defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau, serta nilainilai marginal dari sasaran-sasaran optimasi. Nilai optimal fungsi tujuan
35 merupakan simpangan terhadap target sasaran optimasi. Pola penggunaan lahan optimal dan pola pertanaman optimal adalah pola penggunaan lahan dan pola pertanaman yang dapat mendukung pencapaian tujuan optimasi. Dari fungsi kendala diperoleh nilai-nilai marginal dari sasaran-sasaran optimasi. Nilai marginal merupakan perubahan nilai fungsi tujuan dengan perubahan fungsi kendala. Nilai marginal positif bermakna bahwa perubahan fungsi kendala akan meningkatkan fungsi tujuan, sehingga nilai optimal tidak dapat dicapai. Peningkatan satu satuan fungsi kendala akan meningkatkan fungsi tujuan sebesar nilai marginalnya. Semakin besar nilai marginal semakin besar dampaknya terhadap ketidaktercapaian fungsi tujuan.
Pengumpulan dan Penyiapan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder. Sebelum sampai kepada analisis pokok dalam penelitian diperlukan pengumpulan dan penyiapan data dari berbagai sumber dan format, untuk dianalisis lebih lanjut. Pernyiapan data dilakukan dengan: 1.
Ekstraksi data, dilakukan untuk memperoleh data sesuai kebutuhan analisis.
2.
Analisis spasial, untuk memperoleh data dan peta sesuai cakupan lokasi penelitian karena sebagian besar data spasial dalam agregat kabupaten. Analisis optimasi menggunakan peta-peta hasil analisis spasial clip-overlay untuk memperoleh peta sesuai cakupan wilayah penelitian. Analisis spasial juga digunakan untuk memperoleh dan menggabungkan informasi pada tiap unit wilayah yang diperlukan untuk analisis. Ekstraksi data dan analisis spasial untuk pernyiapan data dilakukan dengan
software ArcView GIS 3.3, MS Office Access dan MS Office Excel. Penentuan konfigurasi optimal menggunakan Software GAMS, sedangkan untuk penyajian spasial digunakan software ArcView GIS 3.3.
Jenis dan Sumber Data
36 Data yang digunakan untuk penentuan parameter model meliputi jenis dari sumber sebagaimana Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan sumber data Data
Sumber Data Bappeda Kabupaten Banyumas 2006 Bappeda Kabupaten Banyumas 2004 Bappeda Kabupaten Banyumas 2000 BPS BPS BPS
Peta Penggunaan Lahan Peta Kesesuaian Lahan Peta Administrasi Podes 2006 Podes 2003 SUSENAS 2000
Variabel dan Parameter Optimasi Variabel optimasi penggunaan lahan meliputi variabel tujuan (z), variabel dan variabel keputusan optimasi
sasaran
.).
Sedangkan parameter optimasi meliputi 1) rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan
, 2) total penduduk kawasan (P), 3) total areal lahan di tiap
desa/kelurahan
4) standar koefisien ruang terbuka hijau (α), 5) produktivitas
komoditas tanaman bahan makanan
, 6) intensitas pertanaman
koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan terbangun, 9) area peta lahan peta lahan
, 7)
, 8) area lahan
, dan 10) kategori kesesuaian alokasi satuan
).
Pendugaan Parameter Optimasi Penentuan parameter model secara garis besar dilakukan dengan menggunakan data, analisis spasial, ditentukan dengan asumsi berdasarkan justifikasi dan logika tertentu, atau gabungan data dan asumsi. 1.
Rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan Parameter rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan menggunakan data konsumsi rata-rata jenis makanan (BPS 2000) yang tersedia pada unit kabupaten. Dengan keterbatasan data tersebut diasumsikan pola konsumsi tidak berubah dengan perubahan tahun. Rataan konsumsi komoditas tanaman
37 bahan makanan sebagaimana Tabel 3. 2.
Total penduduk kawasan Parameter total penduduk kawasan menggunakan data Podes (BPS 2006a), dari 56 desa/kelurahan dalam kawasan perkotaan Purwokerto. Total penduduk kawasan dinyatakan dengan (P).
Tabel 3 Rataan konsumsi komoditas tanaman bahan makanan Kabupaten Banyumas
38 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Komoditi
Rataan Konsumsi (Kg/Kp)
Padi Ubi Kayu Jagung Kacang Tanah Kedelai Ubi Jalar Kacang Hijau Talas Kacang Panjang Ketimun Terung Petai Jengkol Cabe Merah Kangkung Melinjo Tomat Cabe Rawit Petsai Buncis Jamur Bawang Merah Cabe Hijau Bayam Kacang Merah Kubis Waluh Wortel Pisang Rambutan Mangga Salak Duku Pepaya Nangka Durian Nenas Jeruk Semangka Jambu Biji Alpukat Belimbing
124.84 5.8 1.57 0.89 24.16 2.3 0.31 0.05 4.18 1.1 2.41 0.21 0.1 1.52 5.02 0.09 1.27 0.97 1.52 1.15 0.02 2.35 0.36 4.5 0.1 2.2 0.68 1.46 7.01 13.65 0.05 1.67 0.84 2.98 1.41 0.63 0.26 1.78 0.68 0.16 0.16 0.05
Sumber: BPS 2000
3.
Area lahan terbangun Parameter area lahan terbangun menggunakan peta penggunaan lahan (Bappeda Kabupaten Banyumas 2006) yang diproporsikan menjadi penggunaan lahan Perumahan/Permukiman (Kim), Industri Pengolahan (Ind), dan Perkantoran/Pertokoan (Kom) dengan data penggunaan lahan terbangun (BPS 2003). Penggunaan lahan terbangun diproporsikan dengan asumsi proporsi masing-masing penggunaan lahan tersebut adalah tetap. Total area lahan ruang terbangun. Jumlah penduduk kawasan dan area lahan terbangun kawasan perkotaan Purwokerto terdapat pada Tabel 4.
39 4.
Total areal lahan di tiap desa/kelurahan Lahan yang tersedia untuk berbagai tipe penggunaan lahan bersifat tetap. Total luas berbagai tipe penggunaan lahan
harus sama dengan luas
wilayah. Parameter total areal lahan di tiap desa/kelurahan menggunakan peta administrasi (Bappeda Kabupaten Banyumas 2000). 5.
Produktivitas tanaman bahan makanan Penentuan parameter produktivitas tanaman bahan makanan
(ton/Ha)
menggunakan data rataan produksi pertanian bahan makanan pada unit kabupaten (BPS 2003). Asumsi yang digunakan dalam penentuan parameter produktivitas tanaman bahan makanan adalah bahwa rataan produksi pertanian bahan makanan tidak mengalami perubahan yang signifikan dari tahun ke tahun. Parameter produktivitas pertanian juga mempertimbangkan penggunaan lahan yang digunakan untuk budidaya, dengan asumsi sebagai berikut: • Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan sawah irigasi produktivitasnya adalah 1.2 x rataan; • Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan sawah tadah hujan produktivitasnya adalah sama dengan rataan; • Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan kebun campuran dan
lahan kering tanaman semusim produktivitasnya sama
dengan 0.8 x rataan; • Komoditas pertanian tanaman tahunan tidak dibudidayakan pada penggunaan lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan (produktivitas sama dengan 0), sedangkan pada penggunaan lahan kebun campuran dan lahan kering tanaman semusim produktivitasnya sama dengan rataan.
Tabel 4 Jumlah penduduk dan penggunaan lahan aktual ruang terbangun kawasan perkotaan Purwokerto
40 Populasi (jiwa)
Desa/Kelurahan Kutasari Pandak Purwosari Karanglewas Kidul Pangebatan Pasir Kulon Pasir Lor Pasir Wetan Beji Karangsalam Kidul Dukuhwaluh Ledug Tambaksari Kidul Kedungrandu Kedungwringin Patikraja Pegalongan Sidabowa Sokawera Kidul Bantarsoka Karanglewas Lor Kedungwuluh Kober Pasir Kidul Pasirmuncang Rejasari Berkoh Karangklesem Karangpucung Purwokerto Kidul Purwokerto Kulon Tanjung Teluk Arcawinangun Kranji Mersi Purwokerto Lor Purwokerto Wetan Sokanegara Bancarkembar Bobosan Grendeng Karangwangkal Pabuaran Purwanegara Sumampir Karangkedawung Karangnanas Karangrau Pamijen Sokaraja Kidul Sokaraja Kulon Sokaraja Tengah Wiradadi Karanggintung Tambaksogra Kidul
Jumlah
4,239 2,235 5,185 3,197 5,062 3,378 2,823 3,599 6,659 3,645 8,131 9,874 3,554 5,339 5,263 4,842 2,197 6,203 2,412 6,721 3,258 10,696 8,801 6,657 6,259 8,226 9,104 9,668 10,474 7,457 7,533 9,004 12,719 9,723 13,234 6,643 15,309 10,172 8,987 9,906 5,748 7,991 2,740 4,262 8,120 7,828 2,436 6,594 2,716 3,223 4,664 7,475 6,235 4,737 3,274 6,058 362,489
Perumahan/ Permukiman (Ha) 32.4 18.8 43.6 41.4 64.8 48.2 26.0 39.2 53.2 47.4 49.5 74.7 32.3 41.4 61.1 61.4 31.4 22.3 34.0 68.4 19.0 66.3 59.7 80.3 55.6 77.9 122.5 175.1 89.4 101.5 84.3 101.3 395.3 128.6 100.5 54.7 99.4 78.8 83.1 70.4 35.3 70.9 21.6 37.0 73.9 54.3 34.6 86.5 40.7 25.9 54.2 61.9 48.9 108.9 60.0 68.6 3,818.6
Ruang terbangun Industri Pengolahan (Ha) 4.6 1.2 1.4 1.2 1.2 1.9 2.9 4.9 1.0 1.0 1.5 1.1 5.2 2.4 31.5
Sumber: BPS (2003, 2006) & Bappeda Kabupaten Banyumas (2000)
6.
Intensitas pertanaman
Perkantoran/ Komersial (Ha) 1.5 0.9 1.3 1.6 2.3 1.8 16.9 7.2 27.6 0.9 1.3 18.7 6.1 2.7 1.2 13.3 3.6 5.9 2.4 9.2 5.2 11.6 13.7 13.1 4.5 1.9 18.0 1.9 15.2 5.0 1.9 5.2 1.2 224.6
41 ditentukan dengan mempertimbangkan jenis
Intensitas pertanaman
komoditas dengan tipe penggunaan lahan yang digunakan untuk budidaya. Karakteristik komoditas sebagai dasar penentuan intensitas pertanaman adalah intensitas panennya. Penggunaan lahan sawah diasumsikan lebih subur dibandingkan dengan penggunaan lahan pertanian lainnya untuk budidaya tanaman semusim sehingga intensitasnya paling tinggi. Komoditas tanaman tahunan hanya dibudidayakan pada penggunaan lahan kebun campuran dan lahan kering tanaman semusim, dengan intensitas pertanaman pada kebun campuran
lebih
tinggi.
Penentuan
parameter
intensitas
pertanaman
selengkapnya berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berkut: • Khusus untuk komoditas padi pada penggunaan lahan sawah intensitas pertanaman sama dengan 2, hal ini didasarkan pada praktek di lapangan bahwa pada umumnya lahan sawah irigasi dapat ditanami komoditas padi 2 kali dalam setahun, sedangkan pada lahan sawah tadah hujan intensitas pertanaman tersebut dimungkinkan karena bulan basah di kawasan perkotaan Purwokerto berkisar antara 6-9 bulan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Banyumas 2006); • Komoditas pertanian tanaman semusim lainnya pada penggunaan lahan sawah irigasi dan penggunaan lahan sawah tadah hujan intensitas pertanaman adalah 1; • Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan lahan kering tanaman semusim intensitas pertanaman adalah 0.9; • Komoditas pertanian tanaman semusim pada penggunaan lahan kebun campuran intensitas pertanaman adalah 0.1; • Komoditas pertanian tanaman tahunan tidak dibudidayakan pada penggunaan lahan sawah irigasi dan penggunaan lahan sawah tadah hujan (intensitas pertanaman 0); • Komoditas pertanian tanaman tahunan pada penggunaan lahan lahan kering tanaman semusim intensitas pertanaman adalah 0.1; • Komoditas pertanian tanaman tahunan pada penggunaan lahan kebun
42 campuran intensitas pertanaman adalah 0.9. Produktivitas dan intensitas pertanaman tiap komoditas tanaman bahan makanan selengkapnya terdapat pada Tabel 5. Tabel 5
Produktivitas (Ton/Ha) dan intensitas pertanaman tiap komoditas pada tiap jenis penggunaan lahan Kabupaten Banyumas Komoditi
Padi Ubi Kayu Jagung Kacang Tanah Kedelai Ubi Jalar Kacang Hijau Talas Kacang Panjang Ketimun Terung Petai Jengkol Cabe Merah Kangkung Melinjo Tomat Cabe Rawit Petsai Buncis Jamur Bawang Merah Cabe Hijau Bayam Kacang Merah Kubis Waluh Wortel Pisang Rambutan Mangga Salak Duku Pepaya Nangka Durian Nenas Jeruk Semangka Jambu Biji Alpukat Belimbing
Sawah Irigasi 5.73 13.48 4.77 2.63 2 11.81 1.89 2.73 5.49 10.9 7.44 0 0 5.43 7.27 0 7.42 3.76 9.12 14.24 0.72 7.02 3.26 2.64 1.47 1.8 4.79 3.6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11.74 0 0 0
Produktivitas Intensitas Pertanaman Sawah Lahan Sawah Lahan Kebun Sawah Kebun Tadah Kering Tadah Kering Campuran Irigasi Campuran Hujan Semusim Hujan Semusim 4.73 3.05 3.05 2 2 0.9 0.1 11.24 8.99 8.99 1 1 0.9 0.1 3.97 3.18 3.18 1 1 0.9 0.1 2.19 1.75 1.75 1 1 0.9 0.1 1.66 1.33 1.33 1 1 0.9 0.1 9.84 7.87 7.87 1 1 0.9 0.1 1.57 1.26 1.26 1 1 0.9 0.1 2.27 1.82 1.82 1 1 0.9 0.1 4.58 3.66 3.66 1 1 0.9 0.1 9.08 7.27 7.27 1 1 0.9 0.1 6.2 4.96 4.96 1 1 0.9 0.1 0 4.9 4.9 0 0 0.1 0.9 0 4.14 4.14 0 0 0.1 0.9 4.52 3.62 3.62 1 1 0.9 0.1 6.06 4.85 4.85 1 1 0.9 0.1 0 1.96 1.96 0 0 0.1 0.9 6.18 4.94 4.94 1 1 0.9 0.1 3.13 2.51 2.51 1 1 0.9 0.1 7.6 6.08 6.08 1 1 0.9 0.1 11.87 9.49 9.49 1 1 0.9 0.1 0.6 0.48 0.48 1 1 0.9 0.1 5.85 4.68 4.68 1 1 0.9 0.1 2.71 2.17 2.17 1 1 0.9 0.1 2.2 1.76 1.76 1 1 0.9 0.1 1.22 0.98 0.98 1 1 0.9 0.1 1.5 1.2 1.2 1 1 0.9 0.1 3.99 3.19 3.19 1 1 0.9 0.1 3 2.4 2.4 1 1 0.9 0.1 0 4.21 4.21 0 0 0.1 0.9 0 2.21 2.21 0 0 0.1 0.9 0 4.77 4.77 0 0 0.1 0.9 0 1.44 1.44 0 0 0.1 0.9 0 7.64 7.64 0 0 0.1 0.9 0 6.81 6.81 0 0 0.1 0.9 0 2.63 2.63 0 0 0.1 0.9 0 7.48 7.48 0 0 0.1 0.9 0 7.54 7.54 0 0 0.9 0.1 0 3.84 3.84 0 0 0.1 0.9 9.78 7.83 7.83 1 1 0.9 0.1 0 0.25 0.25 0 0 0.1 0.9 0 3.54 3.54 0 0 0.1 0.9 0 1 1 0 0 0.1 0.9
Sumber: BPS 2003
7.
Standar koefisien ruang terbuka hijau
43 Standar koefisien ruang terbuka hijau dalam penelitian diasumsikan sebesar 40% (0.4). dengan mempertimbangkan hasil analisis KDB kawasan perkotaan Purwokerto. Untuk kawasan perkotaan Purwokerto khususnya untuk daerah pusat kota, diperoleh KDB maksimum untuk kawasan perdagangan, pendidikan,
peribadatan,
permukiman
adalah
64.5%,
dan
kawasan
perkantoran adalah 52.5% (Bappeda Kabupaten Banyumas 2007). Dengan demikian maka luas minimal ruang terbuka hijau pada kawasan perkotaan Purwokerto adalah 35.5%. Angka tersebut dibulatkan menjadi 40% sebagai koefisien kebutuhan lahan untuk ruang terbuka hijau dalam penelitian. 8.
Koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan Koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan
ditentukan
dengan asumsi bahwa pada ruang terbangun terdapat 10% ruang terbuka hijau, sedangkan penggunaan lahan lainnya 100% merupakan ruang terbuka. Penentuan nilai koefisien ruang terbuka hijau pada penggunaan lahan tidak terbangun 100% dalam penelitian dimaksudkan untuk menyederhanakan model. Pada kenyataannya angka tersebut berbeda untuk setiap penggunaan lahan. Hal tersebut ditentukan oleh tutupan lahan pada tiap penggunaan lahan. Perbedaan tutupan lahan akan mempengaruhi sifat-sifat fisis permukaan seperti kapasitas panas, emisivitas, konduktivitas thermal dan kekasapan permukaan yang selanjutnya akan mengubah penerimaan komponen neraca energi kawasan perkotaan. Dari sifat-sifat fisis tersebut, perubahan kapasitas panas suatu lahan sangat menentukan fluktuasi dan perubahan sistem iklim mikro perkotaan. Kapasitas panas adalah jumlah panas yang terkandung oleh suatu benda. Setiap permukaan menerima energi radiasi matahari yang sama, tetapi kapasitas panas yang dimiliki berbeda-beda. Sehingga suhu yang dihasilkannya pun juga berbeda. Kapasitas panas suatu benda bergantung pada panas jenis dan massa jenis atau kerapatannya (Risdiyanto 2009). Kondisi ini menyebabkan kualitas ruang terbuka hijau berbeda untuk setiap penggunaan lahan. Tabel 6 Koefisien ruang terbuka hijau pada tiap penggunaan lahan
44
9.
Penggunaan Lahan
gk
Perumahan/Permukiman Industri Pengolahan Perkantoran/Pertokoan Kebun Campuran Lahan Sawah Irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan Lahan Kering Semusim Taman Perairan Kota
0,1 0,1 0,1 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Area peta lahan Parameter area peta lahan pada tiap desa/kelurahan
merupakan hasil
overlay peta administrasi, peta penggunaan lahan (Gambar 6), dan peta kesesuaian lahan (Gambar 7). Peta penggunaan lahan, peta administrasi, dan peta kesesuaian lahan diperoleh diperoleh dari Bappeda Kabupaten Banyumas. Hasil overlay, yaitu areal satuan peta lahan di tiap desa/kelurahan ditunjukan pada Lampiran 1, sedangkan total area satuan peta lahan ditunjukan pada Lampiran 2. 10. Kategori kesesuaian alokasi satuan peta lahan. Parameter kategori kesesuaian alokasi satuan peta lahan diperoleh dengan menentukan rencana penggunaan lahan tiap satuan peta lahan (hasil overlay peta penggunaan lahan aktual, peta administrasi, dan peta kesesuaian lahan). Penentuan tipe penggunaan lahan yang direncanakan dalam optimasi penggunaan lahan didasarkan pada kriteria kesesuaian lahan dan penggunaan lahan aktual. Penggunaan lahan rencana ditentukan berdasarkan struktur logika sebagaimana Gambar 8. Sedangkan kesesuaian alokasi penggunaan lahan ditunjukan pada Lampiran 3.
45
Gambar 6 Penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto
46
Gambar 7 Kesesuaian lahan kawasan perkotaan Purwokerto
47
Gambar 8 Struktur logika pilihan penggunaan lahan
48 Penggunaan lahan ruang terbangun diproporsikan menjadi penggunaan lahan Perumahan/Permukiman, Industri Pengolahan, Perkantoran/Pertokoan dengan menggunakan data Podes (BPS 2003) dengan asumsi bahwa proporsi ketiga penggunaan lahan tersebut adalah tetap. Badan air/sungai bersifat tetap dan dikembangkan penggunaan lahannya sebagai Taman Air Kota. Penggunaan lahan tanaman pangan lahan sawah irigasi (TPLSI) dan tanaman pangan lahan sawah tadah hujan (TPLSTH) dipertahankan penggunaan lahan sesuai penggunaan lahan aktualnya. Penggunaan lahan tanaman pangan lahan sawah irigasi dan tanaman pangan lahan sawah tadah hujan tidak diubah penggunaan lahannya sebagai upaya perlindungan lahan pertanian. Meskipun alih fungsi lahan tanaman pangan lahan sawah irigasi masih dimungkinkan dengan perubahan rencana tata ruang, penggantian lahan tersebut dengan pencetakan lahan sawah baru tidak ekonomis, dan untuk mencapai produktivitas yang diharapkan akan memakan waktu lama (Agus 2002). Unit lahan yang sesuai untuk tanaman pangan lahan kering (TPLK) dapat digunakan sesuai penggunaan lahan aktualnya dan kebun campuran. Kebun campuran merupakan lahan pertanian yang digunakan sebagai cadangan pengembangan
kawasan
perkotaan,
sehingga
direncanakan
sebagai
penggunaan lahan terbangun dan kebun campuran. Sedangkan padang rumput dan lahan kritis berbatu diubah penggunaannya sesuai kesesuaian lahannya agar lebih produktif. Unit-unit lahan ruang terbangun, badan air/sungai, TPLSI, TPLSTH, dan TPLK ditentukan penggunaannya tanpa melihat kesesuaian lahannya. Sedangkan unit lahan lainya dipertimbangkan kesesuaian lahan dan penggunaan lahan aktualnya untuk menentukan penggunaan lahan rencana.
Konfigurasi Penggunaan Lahan Optimal Tahapan analisis selanjutnya adalah mencari konfigurasi optimal set variabel keputusan yang dapat membuat variabel tujuan mencapai nilai maksimum dari berbagai alternatif konfigurasi set variabel keputusan dengan dibatasi oleh set fungsi kendala. Software yang digunakan untuk memperoleh
49 konfigurasi optimal penggunaan lahan adalah GAMS. Keunggulan software GAMS dibanding software optimasi lainnya adalah pertama dari sisi kelengkapan modul. GAMS dapat digunakan untuk analisis model optimasi dasar dan berbagai model pengembangannya. Selain itu GAMS
tidak menggunakan tabel yang
terbatas jumlah kolom dan barisnya, sehingga memungkinkan analisis dengan variabel yang lebih luas. Hasil analisis dengan GAMS selanjutnya disajikan secara spasial sebagai peta arahan penggunaan lahan optimal menggunakan software ArcView GIS 3.3.
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas (elastisitas) tiap kendala adalah analisis untuk mengetahui arti penting satu satuan perelaksian masing-masing set elemen fungsi kendala terhadap peningkatan nilai optimal fungsi tujuan/variabel tujuan optimasi (Saefulhakim 2008) Dalam model optimasi penggunaan lahan untuk perlindungan lahan pertanian dan ruang terbuka hijau terdapat dua kendala sasaran yaitu kendala sasaran pemenuhan kebutuhan pangan lokal dan kendala sasaran pemenuhan ruang terbuka hijau. Elastisitas masing-masing kendala dihitung menggunakan fungsi sebagai berikut: 1.
Elastisitas kendala sasaran pemenuhan kebutuhan pangan lokal
Di mana: z* = nilai optimal fungsi tujuan = rataan
konsumsi
komodiitas
tanaman
bahan
(kg/kapita/tahun) P 2.
= total populasi
Elastisitas kendala sasaran pemenuhan ruang terbuka hijau
makanan
ke-l
50 Di mana: z* = nilai optimal fungsi tujuan = total areal lahan tiap desa/kelurahan (Ha) = standar pangsa areal ruang terbuka hijau tiap desa/kelurahan Elastisitas disertakan dalam hasil optimasi untuk melihat pengaruh perubahan satu-satuan fungsi kendala terhadap perubahan nilai fungsi tujuan. Elastisitas 0.2 dapat diterjemahkan bahwa jika terjadi perubahan nilai fungsi kendala sebesar 1% maka nilai optimal fungsi tujuan akan naik sebesar 0.2%.
Keterbatasan Model Seluruh data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Dengan hanya menggunakan data sekunder dan tidak melakukan pengukuran langsung maka banyak penyederhanaan dan keterbatasaan dalam penyusunan model dan pendugaan parameter model. Namun demikian penyusunan model optimasi telah diupayakan secara komprehensif sesuai lingkup penelitian. Model optimasi dalam penelitian ini merupakan model statis yang tidak memperhatikan waktu. Hal ini merupakan kelemahan model karena pada kenyataannya kawasan perkotaan sangat dinamis. Namum demikian model optimasi ini menghasilkan nilai-nilai marginal dan dapat dianalisis nilai elastisitasnya, sehingga dapat diketahui implikasi terhadap tujuan optimasi jika terjadi perubahan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan dalam praktek terkait banyak aspek analisis yang kompleks. Prinsip umum model optimasi dapat digunakan sebagai salah satu alat perencanaan penggunaan lahan untuk menentukan pola penggunaan lahan yang lebih terukur. Aplikasi model optimasi sebagai alternatif alat perencanaan penggunaan lahan memerlukan pengembangan model dengan mengembangkan variabel sesuai kondisi dan permasalahan aktual wilayah, serta tujuan perencanaan penggunaan lahan yang ditetapkan.
50
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Purwokerto Kawasan perkotaan Purwokerto terletak di kaki Gunung Slamet dan berada pada posisi geografis 109°11’22” - 109°15’55” BT dan 7°22’46” - 7°27’30” LS. Kawasan perkotaan Purwokerto sangat strategis karena terletak pada jalur penghubung arteri primer Utara-utara dengan arteri primer Selatan-selatan, juga berada pada jalur jalan kereta api utama jalur Selatan, yang menghubungkan Kota Purwokerto dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah maupun provinsi lainnya (Jawa Barat, DIY, dan Jawa Timur). Kawasan perkotaan Purwokerto merupakan pusat administrasi Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Posisi strategis Kabupaten Banyumas dalam pengembangan wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Nasional memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto. Kawasan perkotaan Purwokerto termasuk dalam Kota Pusat Pelayanan Kegiatan Nasional (KPPKN). Sedangkan dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah kawasan perkotaan Purwokerto merupakan kawasan strategis pertumbuhan dan kawasan kerjasama strategis bagi kawasan Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen), serta kawasan perkotaan Purwokerto dan sekitarnya.
Kabupaten Banyumas Sumber: Bappeda Kabupaten Banyumas 2000
Gambar 9 Kabupaten Banyumas dalam konstelasi regional Provinsi Jawa Tengah
51 Topografi Karakteristik topografi di wilayah Kabupaten Banyumas ditunjukkan dengan kondisi ketinggian lahan dan kemiringan lahan. Sebagian besar kawasan perkotaan Purwokerto berada pada ketinggian 25-100 meter dpl. Wilayah kecamatan yang berada pada ketinggian ini mencakup seluruh wilayah Kecamatan Patikraja, Sokaraja, Purwokerto Barat, dan Purwokerto Selatan. Sedangkan Kecamatan Purwokerto Utara, Purwokerto Timur, Baturraden, Karanglewas, Kedungbanteng, Kembaran, dan Sumbang sebagian wilayahnya berada pada ketinggian 25-100 meter dpl dan sebagian lainnya berada pada ketinggian lebih dari 100–500 meter dpl. Berdasarkan kemiringan atau kelerengan lahan kawasan perkotaan Purwokerto diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Kemiringan 0-3 % meliputi seluruh wilayah Kecamatan Purwokerto Utara, Purwokerto Timur, Purwokerto Barat, Kembaran, dan Baturraden. Sebagian besar wilayah Kecamatan Purwokerto Selatan, Kedungbanteng, Karanglewas, Sokaraja, Sumbang, dan Patikraja. 2. Kemiringan 3-8 % meliputi sebagian Kecamatan Purwokerto Selatan, Kedungbanteng, Karanglewas, Patikraja, dan Sokaraja. 3. Kemiringan 8-15 % meliputi sebagian wilayah Kecamatan Purwokerto Selatan, Patikraja, Sumbang, dan Sokaraja. 4. Kemiringan 15-25 % meliputi Kecamatan Patikraja dan Kecamatan Sokaraja. Peta ketinggian lahan dan kemiringan lahan kawasan perkotaan Purwokerto disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11. Geologi Kawasan perkotaan Purwokerto secara fisiografi terletak pada zona pegunungan Serayu Utara. Zona tersebut sebagian besar tertutup oleh produk endapan Gunung Slamet. Sedangkan stratigrafi kawasan perkotaan Purwokerto terdiri atas: 1) alluvium, 2) alluvium gunung api, 3) anggota breksi halang, 4) formasi tapak, dan formasi halang (Bappeda Kabupaten Banyumas 2004). Gambar 12 adalah peta geologi kawasan perkotaan Purwokerto.
52
Gambar 10 Ketinggian lahan kawasan perkotaan Purwokerto
53
Gambar 11 Kemiringan lahan kawasan perkotaan Purwokerto
54
Gambar 12 Geologi kawasan perkotaan Purwokerto
55 Geomorfologi Wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan sudut lereng dibedakan menjadi tiga satuan morfologi yaitu satuan morfologi dataran, satuan morfologi pegunungan lipatan, satuan morfologi gunung api. Kawasan perkotaan Purwokerto berada pada satuan morfologi dataran, yang menempati areal cukup luas di wilayah Kabupaten Banyumas. Hidrologi dan Hidrogeologi Kondisi hidrologi suatu daerah ditentukan oleh kondisi geologi dan iklim, termasuk banyaknya curah hujan yang terjadi dalam suatu wilayah. Kondisi hidrologi memiliki peranan yang penting dalam pengembangan wilayah, khususnya dalam penentuan kebutuhan dan kapasitas air tersedia dalam suatu wilayah. Berdasarkan letak posisi sumberdaya air dibedakan menjadi dua, yaitu air permukaan dan air tanah. Sebagian besar kawasan perkotaan Purwokerto memiliki kedalaman air tanah antara 5-10 meter dan 10-15 meter. Selain itu kawasan perkotaan Purwokerto juga dilalui banyak sungai, beberapa di antaranya merupakan sungai utama. Sungai yang mengalir melalui Perkotaan Purwokerto pada umumnya berasal dari mata air dari daerah sebelah Utara kota (dataran tinggi Gunung Slamet), antara lain Kali Logawa, Kali Jengok, Kali Banjaran, Kali Lurik, Kali Bodas, Kali Bagor, Kali Kranji, Kali Caban, Kali Luhur, Kali Bener, Kali Pengarengan, Kali Walungan, Kali Deng, Kali Biru, Kali Mati, Kali Bakal, dan Kali Pelus. Selanjutnya untuk keperluan air minum, sebagian besar kawasan perkotaan Purwokerto telah terlayani infrastruktur air bersih. Peta hidrologi kawasan perkotaan Purwokerto disajikan pada Gambar 13. Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman (1983), Kabupaten Banyumas termasuk zona agroklimat bervariasi antara C2 hingga B2. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2456 – 3895 mm. Angka ini menunjukkan bahwa di wilayah Kabupaten Banyumas memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Tingginya curah hujan menjadi faktor penghambat bagi pengembangan beberapa komoditas pertanian. Curah hujan tertinggi terutama pada wilayah Kabupaten
56 Banyumas yang terletak di lereng Gunung Slamet. Untuk kawasan perkotaan Purwokerto curah hujan berkisar antara 2000-4000 mm/tahun, sebagaimana ditunjukan peta curah hujan kawasan pada Gambar 14. Kelembaban udara ratarata berkisar antara 52-100%. Rata-rata suhu udara bulanan 26,3ºC, dengan suhu minimum tercatat 24,4ºC dan suhu maksimum 30,9ºC. Tanah Jenis tanah pada kawasan perkotaan Purwokerto terdiri atas Aluvial Coklat Kelabu, Asosiasi Latosol, Latosol Coklat dan Regosol, Kompleks Podzolik Merah Kuning, Podzolik Kuning dan Regosol, Latosol Coklat, Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Kelabu (Bappeda Kabupaten Banyumas 2004). Jenis tanah kawasan perkotaan Purwokerto disajikan pada Gambar 15. Ciri dan sifat dari masing-masing jenis tanah di kawasan perkotaan Purwokerto adalah sebagai berikut: a. Aluvial Tanah Aluvial terbentuk dari bahan induk endapan liat, pasir, dan debu atau campurannya. Tanah ini belum mengalami perkembangan struktur, di bagian hulu umumnya berpenampang dangkal, berstruktur kasar bercampur dengan kerikil atau batu, sedangkan di bagian hilir teksturnya lebih halus dan berpenampang dalam. Kesuburan tanah Aluvial bervariasi, pada umumnya digunakan sebagai lahan pertanian berupa sawah, tegalan, dan kebun campuran, serta pemukiman. Penyebarannya terdapat di sepanjang jalur aliran sungai dan daerah pelembahan. Potensi tanah baik untuk persawahan dengan faktor pembatas berupa banjir/genangan air pada musim hujan, serta penampang tanah dangkal dan berbatu di bagian hulu. b. Regosol Tanah Regosol terbentuk dari bahan induk abu/pasir volkan intermedier sampai basis, napal, dan batu kapur dengan kedalaman penampang bervariasi, umumnya dangkal (<50 cm), tekstur kasar, drainase cepat, sifat fisik tanah sedang, permeabilitas agak cepat, peka terhadap erosi, dan kesuburan tanah sedang. Penyebarannya terdapat pada daerah perbukitan dengan penggunaan
57 lahan berupa hutan, kebun campuran, tegalan, dan pemukiman. Potensi tanah kurang baik untuk usaha pertanian, dengan faktor pembatas berupa penampang tanah dangkal, berbatu, dan kekeringan pada musim kemarau. c. Latosol Tanah Latosol terbentuk dari bahan tuff volkan intermedier, batu liat, dan batuan sedimen. Tanah telah mengalami perkembangan struktur yang lanjut, penampang tanah dalam dan homogen, tekstur halus, drainase baik, permeabilitas sedang, sifat fisik tanah cukup baik, mudah diolah, dengan kesuburan tanah cukup baik. Potensi tanah Latosol baik untuk usaha pertanian tanaman semusim dan tahunan. Pengunaan lahan berupa hutan, kebun karet, kebun campuran, tegalan, dan pemukiman. d. Podsolik Tanah Podsolik terbentuk dari batualit dan batupasir, pada beberapa tempat bercampur dengan bahan volkan. Tanah ini telah mengalami perkembangan struktur agak lanjut, penampang tanah sedang sampai sangat dangkal dan pada beberapa tempat berbatu, tekstur halus sampai agak halus, drainase sedang sampai agak terhambat, permeabilitas lambat, sifat fisik tanah kurang baik, peka terhadap erosi, pengolahan tanah berat, dan kesuburan tanah rendah. Penyebarannya terdapat di daerah bukit lipatan, bentuk wilayah datar sampai berombak. Penggunaan lahan berupa semak belukar di daerah perbukitan, di daerah bergelombang berupa tegalan dan lahan sawah tadah hujan, sedangkan di daerah datar sampai berombak digunakan sebagai lahan sawah. Potensi tanah kurang baik untuk usaha pertanian tanaman pangan akan tetapi cukup baik untuk tanaman tahunan. Faktor pembatas tanah berupa sifat fisik tanah yang jelek, peka terhadap erosi, dan kesuburan tanah rendah. Tanah Podsolik di daerah perbukitan dengan lereng curam sebaiknya dijadikan hutan lindung.
58
Gambar 13 Hidrologi kawasan perkotaan Purwokerto
59
Gambar 14 Curah hujan kawasan perkotaan Purwokerto
60
Gambar 15 Tanah kawasan perkotaan Purwokerto
61 Bencana Alam Bencana alam yang terjadi di wilayah Kabupaten Banyumas adalah bencana banjir dan gerakan tanah. Pada kawasan perkotaan Purwokerto lokasi yang teridentifikasi sebagai daerah rawan bencana hanya Desa Kedungrandu Kecamatan Patikraja. Wilayah tersebut merupakan salah satu desa yang rawan bencana alam gerakan tanah.
Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto Kebijakan terkait penataan ruang kawasan perkotaan Purwokerto adalah Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 6 Tahun 2002 tentang RUTRK/RDTRK Purwokerto yang kemudian diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2003 tentang RUTRK/RDTRK Purwokerto. Pada tahun 2007 dilaksanakan penyusunan kembali Rencana Umum Tata Ruang Kawasan (RUTRK) Perkotaan Purwokerto sebagai revisi RUTRK/RDTRK Purwokerto. Berdasarkan Evaluasi dan Revisi RUTRK/RDTRK Purwokerto Tahun 2001, lingkup perencanaan tata ruang kawasan perkotaan Purwokerto meliputi empat kecamatan eks Kota Administratif Purwokerto, yaitu Purwokerto Utara, Purwokerto Timur, Purwokerto Selatan dan Purwokerto Barat. Kondisi aktual kawasan perkotaan Purwokerto telah mengalami perkembangan ke arah hinterland-nya, yaitu Kecamatan Patikraja, Karanglewas, Kedungbanteng, Baturraden, Sumbang, Kembaran, dan Sokaraja. Wilayah hinterland merupakan wilayah yang terkena dampak langsung dari perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto, terutama wilayah yang berbatasan langsung dengan kawasan perkotaan Purwokerto. Dengan mempertimbangkan perkembangan tersebut deliniasi kawasan perkotaan Purwokerto untuk perencanaan tata ruang sebagai revisi RUTRK/RDTRK Kota Purwokerto Tahun 2001 tidak hanya meliputi 4 kecamatan melainkan 11 kecamatan, terdiri atas 56 desa/kelurahan mencakup total luas kawasan 9,659.5 Ha. Penyusunan kembali Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto didasarkan pada evaluasi terhadap RUTRK/RDTRK Purwokerto dan kondisi eksisiting kawasan. Hasil evaluasi terhadap kondisi eksisiting kawasan
62 perkotaan Purwokerto menunjukan bahwa fungsi-fungsi kawasan masih belum optimal dan terdapat kecenderungan penyebaran yang tidak merata, kurangnya pengaturan pada kawasan perdagangan dan jasa, sekitar
kampus,
kebutuhan
ruang
terbuka
belum tertatanya kawasan hijau
dalam
mengimbangi
perkembangan ruang terbangun kota, materi rencana yang masih kurang mengakomodasi Kepmen Kimpraswil 327/KPTS/2002, serta perlunya pengaturan masalah transportasi/lalu lintas di pusat kota. Di samping itu perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto juga menunjukan terjadinya fenomena urban sprawl (Bappeda Kabupaten Banyumas 2007). Kondisi aktual dan arah perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto menunjukan penataan ruang kawasan perkotaan Purwokerto belum mampu mengoptimalkan potensi kawasan, menciptakan keserasian dan keseimbangan dalam pemanfaatan ruang kawasan perkotaan secara efektif dan efisien, serta menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya. Penataan ruang kawasan perkotaan Purwokerto yang disusun secara konvensional belum mampu mewujudkan tujuan penataan ruang. RUTRK/RDTRK Purwokerto yang digunakan sebagai pedoman dalam pembangunan kawasan perkotaan Purwokerto tidak mampu mengoptimalkan potensi kawasan dan mendorong perkembangan ke arah yang diharapkan. Fenomena urban sprawl menunjukan perkembangan kawasan yang tidak terencana dan tidak terkendali. Kondisi demikian mengakibatkan permasalahan tata ruang dan berakibat pada penurunan kesejahteraan masyarakat.
Kondisi Sosial Ekonomi Kawasan Perkotaan Purwokerto Kawasan perkotaan Purwokerto sebagai ibukota Kabupaten Banyumas memiliki hirarki pelayanan tertinggi. Kondisi sarana prasarana kehidupan kawasan perkotaan Purwokerto secara umum relatif memadai, baik dari segi jumlah maupun jenisnya (Bappeda Kabupaten Banyumas 2007). Ketersediaan sarana dan prasarana kehidupan, serta perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto
telah
mendorong
perkembangan
dan
pemusatan
penduduk.
63 Berdasarkan data Podes tahun 2006 jumlah penduduk kawasan perkotaan Purwokerto adalah 362,489 jiwa dengan kepadatan rata-rata 3,752 jiwa/km2. Struktur perekonomian di kawasan perkotaan Purwokerto merupakan perpaduan antara struktur perekonomian perkotaan yang didominasi oleh sektor perdagangan, jasa, dan industri, dan sektor pertanian. Dominasi sektor perdagangan, jasa, dan industri, terdapat pada pusat kawasan perkotaan Purwokerto yaitu Kecamatan Purwokerto Utara, Purwokerto Timur, Purwokerto Selatan dan Purwokerto Barat, sedangkan sektor pertanian masih dominan pada Kecamatan Patikraja, Karanglewas, Kedungbanteng, Baturraden, Sumbang, Kembaran, dan Sokaraja yang merupakan perluasan kawasan. Dominasi sektor pertanian pada kecamatan-kecamatan yang merupakan semula merupakan hinterland kawasan perkotaan Purwokerto mempengaruhi struktur ketenagakerjaan kawasan. Tabel 7 menunjukan bahwa jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian jumlahnya masih besar pada kecamatankecamatan tersebut, baik sebagai petani sendiri maupun sebagai buruh tani. Kondisi ketenagakerjaan yang demikian perlu diantisipasi terhadap perkembangan kawasan yang mengarah pada perubahan struktur ekonomi kawasan perkotaan. Pertumbuhan ekonomi kawasan perkotaan Purwokerto harus berkualitas sehingga dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat, yaitu pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Tanpa kemampuan penyerapan tenaga kerja yang memadai pertumbuhan ekonomi hanya akan menimbulkan kesenjangan yang semakin besar. Pertumbuhan ekonomi kawasan perkotaan Purwokerto memberikan kontribusi yang dominan bagi perekonomian wilayah Kabupaten Banyumas. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi tersebut belum sepenuhnya membawa kesejahteraan menghadapi
bagi
masyarakat.
permasalahan
Kawasan
kesejahteraan
perkotaan masyarakat,
Purwokerto yaitu
masih
kemiskinan,
pengangguran, pendidikan, dan kesehatan. Selain permasalahan kesejahteraan kawasan perkotaan Purwokerto juga menghadapi permasalahan kemandirian daerah meliputi pemberdayaan masyarakat dan infrastruktur investasi (Bappeda Kabupaten Banyumas 2006).
64
Tabel 7 Penduduk menurut mata pencaharian pada kawasan perkotaan Purwokerto Pegawai Buruh Jasa Buruh BUMN/ Penggalian Pedagang Pengangkutan industri sosial bangunan BUMD
Petani sendiri
Buruh tani
-
-
-
-
-
91
4
135
464
413
KARANGLEWAS
3,225
1,779
-
756
1,509
20
416
328
925
KEDUNGBANTENG
1,660
1,892
-
39
248
-
-
-
295
KEMBARAN
1,149
1,365
10
376
630
59
26
111
PATIKRAJA
4,966
4,552
75
543
788
70
110
Kecamatan BATURRADEN
Nelayan Pengusaha
PNS/ ABRI
Lainnya
57
656
92
1,165
442
166
1,770
1,608
140
504
2,204
424
1,092
596
1,279
453
62
5,351
2,773
914
1,877
938
831
1,178
-
1,796
4,193
-
-
1,247
3,809
8,375
2,662
7,096
8,003
1,654
2,064
-
6,260
4,647
-
-
-
3,936
8,885
3,696
4,751
5,724
PURWOKERTO TIMUR
428
103
-
984
1,685
353
-
126
2,939
6,712
861
4,073
611
PURWOKERTO UTARA
1,614
2,219
-
853
2,714
353
-
231
4,721
5,002
2,571
2,649
11,944
PURWOKERTO BARAT PURWOKERTO SELATAN
SOKARAJA
4,501
4,490
-
1,723
2,515
-
43
-
2,231
4,800
1,541
2,860
5,681
SUMBANG
1,544
2,042
-
259
885
-
-
-
1,068
998
23
292
306
Jumlah 21,572
21,684
85
13,589
19,814
946
599
2,240
26,163
41,823
13,503
26,203
37,726
Sumber: BPS 2005
65 Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Purwokerto Penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto terdiri atas 1) Ruang Terbangun, 2) Kebun Campuran, 3) Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi, 4) Tanaman Pangan Lahan Sawah Tadah Hujan, 5) Tanaman Pangan Lahan Kering, 6) Padang Rumput, 7) Lahan Kritis/Berbatu, dan 8) Badan Air/Sungai. Luas areal untuk tiap tipe penggunaan lahan adalah sebagaimana Tabel 8. Tabel 8 Penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Penggunaan Lahan Aktual Ruang Terbangun Kebun Campuran Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi Tanaman Pangan Lahan Sawah Tadah Hujan Tanaman Pangan Lahan Kering Padang Rumput Lahan Kritis/Berbatu Badan Air/Sungai Jumlah
Luas (Ha)
%
4,068.1 841.3 4,286.6 199.9 116.7 5.8 9.6 131.6 9,659.5
42.1 8.7 44.4 2.1 1.2 0.1 0.1 1.4 100.0
Sumber: Bappeda Kabupaten Banyumas 2006
Berdasarkan data tersebut penggunaan lahan pertanian masih dominan, yaitu meliputi 5,444.5 Ha atau 56.4% luas kawasan. Dominasi penggunaan lahan pertanian yang tersebut masih memungkinkan bagi pengembangan pertanian di kawasan perkotaan Purwokerto. Tantangan utama terhadap penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian, terutama untuk pengembangan perumahan dan permukiman perkotaan yang
terus
meningkat
sejalan
dengan
perkembangan
penduduk.
Agar
perkembangan tersebut tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan dan untuk keberlanjutan fungsi kawasan diperlukan perencanaan yang mampu mengoptimalkan penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto.
Potensi Pertanian Kawasan Perkotaan Purwokerto Kebijakan tentang lahan abadi pertanian disampaikan pemerintah sebagai salah satu bagian dari Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan pada bulan Juni 2005 telah menetapkan Kabupaten Banyumas
66 sebagai salah satu lumbung pangan nasional di Provinsi Jawa Tengah. Lahan abadi pertanian adalah suatu kebijakan tentang tata penggunaan tanah, di mana pemerintah mengalokasikan 15 juta Ha lahan sawah ditambah 15 juta Ha lahan tegalan, yang hanya boleh digunakan untuk kegiatan pertanian, dan tidak diizinkan dialihfungsikan ke bentuk-bentuk penggunaan lain. Penetapan Kabupaten Banyumas sebagai salah satu lumbung pangan nasional tersebut didasarkan pada potensi pertanian wilayah. Sebagai salah satu lumbung pangan nasional Pemerintah Kabupaten Banyumas harus melindungi (mempertahankan) lahan pertaniannya. Lahan pertanian di kawasan perkotaan Purwokerto, merupakan bagian dari lahan pertanian yang paling subur di Kabupaten Banyumas. Berdasarkan Potensi Pertanian Kabupaten Banyumas (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Banyumas 2006) yang didasarkan pada evaluasi kesesuaian lahan model CSR/FAO (1983) pada wilayah Kabupaten Banyumas potensi lahan bagi pertanian di kawasan perkotaan Purwokerto dapat disimpulkan sebagai berikut: •
Topografi kawasan perkotaan Purwokerto relatif datar, hanya sebagian kecil dari kawasan memiliki lereng lebih dari 15% yang bisa menjadi faktor pembatas. Kondisi demikian merupakan salah satu faktor pendukung perkembangan kawasan, karena topografi datar mendukung penggunaan lahan sebagai kawasan budidaya.
•
Ketinggian lahan kawasan Purwokerto masih di bawah 1,000 m di atas permukaan laut. Pada ketinggian tersebut kelembaban relatif
tinggi, dan
dapat menjadi kendala utama bagi pengembangan pertanian. •
Kondisi media perakaran lahan pertanian di kawasan perkotaan Purwokerto mengacu pada kondisi umum wilayah Kabupaten Banyumas, memiliki yang cukup baik, kelas tekstur juga tidak menjadi faktor pembatas.
•
Retensi hara belum merupakan faktor pembatas utama, karena masih bisa diantisipasi dengan pengelolaan tingkat rendah sampai medium.
•
Sebagai bagian wilayah beriklim basah air cukup tersedia di kawasan perkotaan Purwokerto. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2,4563,895 mm. Bulan kering berkisar antara 1-3 bulan dan bulan basah berkisar
67 antara 6-9 bulan. Akan tetapi untuk beberapa komoditas pertanian kondisi iklim tersebut justru menjadi faktor pembatas. •
Lahan-lahan dengan faktor pembatas ketersediaan hara masih bisa diantisipasi dengan tingkat pengelolaan rendah.
•
Dari analisis toksisitas, daya hantar listrik menunjukan nilai kurang dari 1 mmhos, dan kejenuhan Al kurang dari 10% (sangat rendah) sehingga kandungannya tidak mengindikasikan meracun.
Selanjutnya kawasan perkotaan Purwokerto dapat dikelompokan dalam dua unit kesesuaian lahan (Bappeda Kabupaten Banyumas 2004), luas masing-masing unit kesesuaian lahan adalah sebagaimana Tabel 9. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum kondisi fisik kawasan perkotaan Purwokerto potensial
bagi
pengembangan
pertanian.
Potensi
tersebut
harus
dapat
diorganisasikan dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagai penyelesaian permasalahan kawasan. Tabel 9 Luas areal lahan untuk tiap kelas kesesuaian Kode unit lahan 1 2
Kesesuaian lahan Kesesuaian lahan untuk untuk sawah tanaman semusim Tidak Sesuai Sesuai
Sesuai Sesuai
Sumber: Bappeda Kabupaten Banyumas 2004
Kesesuaian lahan untuk tanaman tahunan Tidak Sesuai Sesuai
Luas (Ha) 1,000.5 8,658.8
HASIL DAN PEMBAHASAN Komputasi model optimasi menghasilkan nilai optimal fungsi tujuan, pola penggunaan lahan optimal, pola pertanaman optimal, nilai-nilai sasaran-sasaran optimasi, serta nilai-nilai marginal dari sasaran-sasaran optimasi. Nilai optimal fungsi tujuan adalah sebesar 9.5%. Nilai tersebut merupakan simpangan terhadap target sasaran optimasi, yaitu total defisit pangsa pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau. Nilai marginal merupakan perubahan nilai fungsi tujuan dengan perubahan fungsi kendala. Nilai marginal positif bermakna bahwa perubahan fungsi kendala akan meningkatkan fungsi tujuan, sehingga nilai optimal tidak dapat dicapai. Peningkatan satu satuan fungsi kendala akan meningkatkan fungsi tujuan sebesar nilai marginalnya. Semakin besar nilai marginal semakin besar dampaknya terhadap perubahan fungsi tujuan. Elastisitas disertakan dalam hasil optimasi untuk melihat pengaruh perubahan fungsi kendala terhadap perubahan nilai fungsi tujuan. Kelebihan perencanaan penggunaan lahan dengan model optimasi dibandingkan hasil perencanaan penggunaan lahan secara konvensional adalah aspek keterukurannya terhadap pencapaian tujuan perencanaan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan dengan model optimasi dapat memberikan informasi pola penggunaan lahan optimal sesuai potensi masing-masing lokasi. Informasi tersebut merupakan landasan dalam pemanfaatan lahan untuk mewujudkan pola ruang yang optimal. Model optimasi memberikan informasi kegiatan terbaik untuk dikembangkan pada suatu lokasi agar mendukung pencapaian tujuan perencanaan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan dengan model optimasi
juga
memberikan informasi tentang dampak
pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana. Nilai marginal dalam model optimasi memberikan informasi tentang implikasi perubahan penggunaan lahan yang tidak dapat dihasilkan dalam perencanaan penggunaan lahan konvensional. Dengan demikian meskipun model
69 optimasi merupakan model statis yang tidak mempertimbangkan waktu, nilai marginal hasil optimasi akan dapat menunjukan implikasi perubahan penggunaan lahan terhadap pencapaian tujuan. Informasi tersebut perlu diketahui agar pemanfaatan lahan dapat meminimumkan dampak yang tidak diinginkan. Dalam lingkup kawasan perkotaan, lahan dengan segala kompleksitasnya harus dapat dimanfaatkan secara optimal. Model optimasi yang digunakan dalam penelitian disusun dengan banyak keterbatasan. Namun demikian pendekatannya diupayakan menyeluruh dalam konteks permasalahan yang ada. Oleh sebab itu untuk pengembangan dan aplikasi model optimasi lebih lanjut, keterbatasan-keterbatasan tersebut perlu diperbaiki. Pendugaan parameter harus dapat dilakukan dengan lebih baik dan prinsip optimasi penggunaan lahan perlu dikembangkan untuk tujuan-tujuan yang lebih kompleks sesuai kondisi dan permasalahan wilayah, serta kondisi perencanaan penggunaan lahan di lapangan.
Pola Penggunaan Lahan Optimal Penggunaan lahan aktual kawasan perkotaan Purwokerto terdiri atas 1) Ruang Terbangun, 2) Kebun Campuran, 3) Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi, 4) Tanaman Pangan Lahan Sawah Tadah Hujan, 5) Tanaman Pangan Lahan Kering, 6) Padang Rumput, 7) Lahan Kritis/Berbatu, dan 8) Badan Air/Sungai. Dalam pola penggunaan lahan aktual terdapat penggunaan lahan yang kurang fungsional yaitu Padang Rumput dan Lahan Kritis/Berbatu. Dengan pengertian bahwa tipe penggunaan lahan tersebut kurang/tidak produktif, sehingga kedua tipe penggunaan lahan tersebut perlu dioptimalkan dengan mengubah penggunaan lahannya sesuai potensinya. Untuk optimasi penggunaan lahan rencana meliputi penggunaan lahan 1) Perumahan/Permukiman, 2) Industri Pengolahan, 3) Perkantoran/Pertokoan, 4) Lahan Sawah Irigasi, 5) Lahan Sawah Tadah Hujan, 6) Lahan Kering Tanaman Semusim, 7) Kebun Campuran, 8) Taman Perairan Kota, dan 9) Taman Hutan Kota.
Ruang
Terbangun
diproporsikan
Perumahan/Permukiman, Industri
menjadi
penggunaan
lahan
Pengolahan, dan Perkantoran/Pertokoan
70 dengan menggunakan proporsi ruang terbangun berdasarkan data Podes (BPS 2003). Padang Rumput dan Lahan Kritis/Berbatu dioptimalkan pemanfaatannya menjadi penggunaan lahan produktif dan/atau sebagai cadangan pengembangan. Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi dan Lahan Sawah Tadah Hujan dipertahankan penggunaannya. Sedangkan Tanaman Pangan Lahan Kering dioptimalkan sebagai Lahan Kering Tanaman Semusim dan Kebun Campuran. Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi, Lahan Sawah Tadah Hujan dan Tanaman Pangan Lahan Kering dipertahankan penggunaannya sebagai lahan pertanian. Mempertahankan penggunaan lahan tersebut merupakan upaya perlindungan lahan pertanian sebagaimana diarahkan dalam rancangan Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Dengan dipertahankannya penggunaan lahan Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi, Lahan Sawah Tadah Hujan dan Tanaman Pangan Lahan Kering maka kebutuhan ruang terbangun kawasan perkotaan dicadangkan dari penggunaan lahan Kebun Campuran, Padang Rumput, dan Lahan Kritis/Berbatu Komputasi model optimasi menghasilkan pola penggunaan lahan optimal sebagaimana Tabel 10. Penggunaan lahan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto meliputi penggunaan lahan Perumahan/Permukiman (3813.5 Ha), Industri Pengolahan (31.5 Ha), Perkantoran/Pertokoan (232.6 Ha), Kebun Campuran (950.0 Ha), Lahan Sawah Irigasi (4286.6 Ha), Lahan Sawah Tadah Hujan (199.9 Ha), Lahan Kering Tanaman Semusim (13.9 Ha), dan Taman Perairan Kota (131.5 Ha). Penggunaan lahan yang optimal di kawasan perkotaan Purwokerto tidak mencakup penggunaan lahan Taman Hutan Kota, sebagaimana yang direncanakan dalam model optimasi. Lahan Kritis/Berbatu memiliki alternatif
penggunaan lahan sebagai Taman Hutan Kota,
Perumahan/
Permukiman, Industri Pengolahan, dan Perkantoran/Pertokoan. Hasil komputasi model optimasi kemudian disajikan dalam format spasial (Gambar 16). Selanjutnya dengan melakukan overlay peta penggunaan lahan aktual dengan peta penggunaan lahan optimal dapat diketahui perubahan penggunaan lahan. Matrik perubahan penggunaan lahan setelah optimasi disajikan dalam Tabel 11.
71 Tabel 10 Pola penggunaan lahan optimal No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kecamatan Baturraden
Karanglewas
Kedungbanteng Kembaran
Patikraja
Purwokerto Barat
Purwokerto Selatan
Sumber: Hasil Analisis
Desa/Kelurahan Kutasari Pandak Purwosari Karanglewas Kidul Pangebatan Pasir Kulon Pasir Lor Pasir Wetan Beji Karangsalam Kidul Dukuhwaluh Ledug Tambaksari Kidul Kedungrandu Kedungwringin Patikraja Pegalongan Sidabowa Sokawera Kidul Bantarsoka Karanglewas Lor Kedungwuluh Kober Pasir Kidul Pasirmuncang Rejasari Berkoh Karangklesem Karangpucung Purwokerto Kidul
Luas (Ha) 162.4 88.2 103.1 120.9 229.0 147.4 100.8 79.7 238.9 158.8 156.8 269.4 156.9 292.6 199.7 238.0 271.1 398.1 357.5 85.8 49.7 95.8 120.6 84.8 141.0 148.9 202.6 362.6 107.4 145.6
Perumahan/ Permukiman 32.5 18.8 43.5 41.2 64.8 48.2 26.0 38.8 53.1 47.3 49.5 76.1 32.2 41.6 64.4 58.9 30.7 26.4 34.0 68.4 18.1 64.8 59.7 78.3 53.3 82.2 122.4 173.8 88.8 101.5
Industri Pengolahan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 4.6 1.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.4 1.2 0.0 1.2
Perkantoran/ Komersial 0.0 1.4 0.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.3 1.6 2.4 0.0 0.0 9.6 0.0 0.0 0.0 0.0 1.8 16.1 7.0 27.6 0.0 0.8 1.4 18.7 6.1 2.7 1.2
Sawah Irigasi 127.1 52.9 49.3 59.0 97.5 79.7 67.9 32.0 157.4 110.2 99.3 167.7 118.5 218.2 42.9 147.8 217.3 240.9 244.4 5.7 14.2 22.3 25.4 0.0 54.8 65.2 56.6 17.1 7.0 32.5
Taman Sawah Lahan Kebun Perairan Tadah Kering Campuran Kota Hujan Semusim 0.0 0.0 0.0 2.8 0.0 0.0 13.0 2.0 7.6 0.0 0.0 1.8 9.5 0.0 9.2 2.0 11.0 0.0 47.7 8.0 0.0 0.0 13.1 6.4 0.0 0.0 5.8 1.3 0.0 0.0 8.9 0.0 0.0 0.0 24.3 4.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.9 0.0 0.0 17.3 4.8 0.0 0.0 5.5 0.7 0.0 0.0 27.0 5.9 0.0 0.0 78.3 4.5 0.0 0.0 14.8 16.6 0.0 0.0 8.9 14.2 0.0 0.0 126.1 4.8 0.0 13.9 49.9 15.4 0.0 0.0 7.4 2.4 0.0 0.0 0.0 1.4 0.0 0.0 0.0 1.7 0.0 0.0 4.8 3.1 0.0 0.0 6.5 0.0 0.0 0.0 30.3 1.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.5 0.0 7.7 0.0 156.8 0.0 8.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 9.2 0.0
Taman Hutan Kota 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
72 Tabel 10 Lanjutan No. 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Kecamatan
Purwokerto Timur
Purwokerto Utara
Sokaraja
Sumbang
Sumber: Hasil Analisis
Desa/Kelurahan Purwokerto Kulon Tanjung Teluk Arcawinangun Kranji Mersi Purwokerto Lor Purwokerto Wetan Sokanegara Bancarkembar Bobosan Grendeng Karangwangkal Pabuaran Purwanegara Sumampir Karangkedawung Karangnanas Karangrau Pamijen Sokaraja Kidul Sokaraja Kulon Sokaraja Tengah Wiradadi Karanggintung Tambaksogra Kidul
Luas (Ha) 120.4 191.7 484.9 173.3 135.0 120.8 115.2 108.4 127.3 144.8 116.7 145.8 89.2 169.7 177.8 120.5 94.1 219.4 104.3 102.5 96.5 169.6 146.0 333.0 254.8 283.8 9,659.5
Perumahan/ Permukiman 84.3 101.4 393.9 128.6 100.5 53.3 99.4 80.7 83.1 70.4 33.3 70.9 21.6 35.3 73.9 54.3 34.6 85.2 39.5 25.9 54.2 61.9 50.9 108.6 60.0 68.6 3,813.5
Industri Pengolahan 1.9 0.0 2.9 4.9 0.0 1.0 1.0 1.6 1.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 5.2 2.4 31.5
Perkantoran/ Komersial 13.3 3.6 5.9 2.4 9.2 5.0 11.6 14.0 13.1 4.5 1.8 18.0 1.9 14.5 5.0 1.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 5.2 1.2 232.6
Sawah Irigasi 20.9 78.5 46.3 35.0 25.2 59.7 0.0 12.2 4.2 30.2 79.4 55.9 64.8 105.7 19.7 52.2 53.0 114.4 59.8 74.8 42.3 107.7 95.2 45.9 166.9 206.2 4,286.6
Sawah Lahan Taman Kebun Tadah Kering Perairan Campuran Hujan Semusim Kota 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 7.0 1.2 0.0 0.0 35.9 0.0 0.0 0.0 0.0 2.4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.7 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 23.3 0.0 2.6 0.0 39.7 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2.2 0.0 0.0 0.0 1.0 0.0 0.0 0.0 1.0 8.3 0.0 3.4 2.5 76.2 0.0 0.0 3.0 7.9 0.0 4.3 0.0 0.0 0.0 6.4 0.0 0.0 0.0 19.8 0.0 0.0 0.0 5.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 178.5 0.0 0.0 0.0 11.2 6.3 0.0 0.0 4.6 0.9 199.9 13.9 950.0 131.5
Taman Hutan Kota 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
73
Gambar 16 Penggunaan lahan optimal kawasan perkotaan Purwokerto
74 Tabel 11 Perubahan penggunaan lahan
Penggunaan lahan aktual (Ha)
Permukiman Kebun campuran Tanaman pangan lahan sawah irigasi Tanaman pangan lahan sawah tadah hujan Tanaman pangan lahan kering Padang rumput Lahan kritis/berbatu Badan air/sungai Jumlah Sumber: Hasil Analisis
Perumahan/ Perkantoran/ Permukiman Pertokoan 3,804.0 9.5 3,813.5
232.6 232.6
Penggunaan lahan optimal (Ha) Lahan Lahan Taman Taman Lahan Sawah Kering Industri Kebun Perairan Hutan Sawah Tadah Tanaman Pengolahan Campuran Kota Kota Irigasi Hujan Semusim 31.5 827.4 13.9 4,286.6 199.9 116.7 5.8 131.6 31.5 949.9 4,286.6 199.9 13.9 131.6 -
75 Tabel 12 menunjukan perbandingan luas penggunaan lahan aktual dan penggunaan lahan optimal di kawasan perkotaan Purwokerto. Tabel 12 Luas penggunaan lahan aktual dan penggunaan lahan optimal Penggunaan Lahan Aktual Ruang Terbangun
Kebun Campuran Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi Tanaman Pangan Lahan Sawah Tadah Hujan Tanaman Pangan Lahan Kering Padang Rumput Lahan Kritis/Berbatu Badan Air/Sungai
Luas (Ha)
Penggunaan Lahan Optimal
Luas (Ha)
4068.1 Perumahan/Permukiman Industri Pengolahan Perkantoran/Pertokoan 841.3 Kebun Campuran 4286.6 Lahan Sawah Irigasi 199.9 Lahan Sawah Tadah Hujan 116.7 Lahan Kering Tanaman Semusim 5.8 9.6 131.6 Taman Perairan Kota
3813.5 31.5 232.6 950.0 4286.6 199.9 13.9
9659.5
9659.5
131.5
Sumber: Hasil analisis.
Matrik perubahan penggunaan lahan (Tabel 11) menunjukan bahwa terdapat penambahan luas penggunaan lahan terbangun sebesar 9.5 Ha dari perubahan penggunaan lahan lahan kritis/berbatu. Luas penggunaan lahan kebun campuran bertambah sebesar 125.5 Ha dari perubahan penggunaan lahan kering tanaman semusim dan padang rumput, serta mengalami pengurangan seluas 13.9 Ha menjadi penggunaan lahan kering tanaman semusim. Dalam optimasi penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto perencanaan penggunaan lahan dilakukan dengan memberikan perlindungan kepada lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Pola penggunaan lahan optimal akan memberikan pelindungan terhadap lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Sedangkan dengan nilai-nilai marginal dapat diketahui dampak perubahan penggunaan lahan. Terwujudnya pola penggunaan lahan optimal yang memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian dan ruang terbuka hijau akan memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang kawasan perkotaan serta mencegah dampak negatif akibat pemanfaatan ruang, sehingga lahan kawasan perkotaan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Posisi strategis kawasan perkotaan Purwokerto membuka banyak peluang bagi perkembangan kawasan. Konsekuensi dari perkembangan tersebut maka kebutuhan lahan akan terus meningkat. Lahan sebagai tempat berlangsungnya berbagai kegiatan dan fungsi kawasan merupakan sumber daya yang bersifat
76 terbatas dan hampir tidak dapat diperbaharui. Untuk itu lahan harus dapat dikelola dengan baik melalui penataan ruang. Penataan ruang merupakan bagian dari proses pembangunan, yaitu upaya melakukan perubahan ke arah yang lebih baik secara terencana. Penataan ruang merupakan upaya melakukan perubahan tata ruang ke arah yang lebih baik, dengan mewujudkan perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi kesejahteraan masyarakat. Penataan ruang sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang diperlukan untuk memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan kepada manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang harus didasarkan pada pemahaman potensi dan keterbatasan sumber daya, perkembangan kegiatan sosial ekonomi, serta kebutuhan kehidupan saat ini, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan untuk kehidupan di masa yang akan datang. Perencanaan penggunaan lahan sebagai salah satu komponen perencanaan tata ruang harus diarahkan untuk mewujudkan tujuan penataan ruang. Berdasarkan Undang-undang Penataan Ruang, penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan dengan terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, dan terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Kondisi aktual dan arah perkembangan kawasan perkotaan Purwokerto menunjukan bahwa rencana tata ruang yang disusun secara konvensional belum mampu mewujudkan tujuan penataan ruang. Rencana tata ruang yang tidak terukur belum dapat memberikan informasi yang memadai mengenai manfaat pelaksanaan rencana dan dampak perubahan penggunaan lahan. Sehingga alih fungsi lahan untuk menampung perkembangan kawasan tidak terkendali. Akumulasi dari fenomena alih fungsi lahan yang tidak terkendali di kawasan perkotaan Purwokerto telah menimbulkan berbagai permasalahan kawasan.
77 Permasalahan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan kawasan perkotaan Purwokerto, serta perkembangan yang menunjukan fenomena urban sprawl mengindikasikan bahwa rencana tata ruang yang belum mampu mengoptimalkan potensi kawasan, menciptakan keserasian dan keseimbangan dalam pemanfaatan ruang kawasan perkotaan secara efektif dan efisien, serta menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya. Kondisi tersebut menunjukan pentingnya perencanaan penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto yang lebih terukur. Perencanaan penggunaan lahan yang terukur dengan model optimasi akan memberikan informasi yang lebih baik bagi pemanfaatan dan pengendalian ruang kawasan. Perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan terkait satu sama lain, sehingga rencana tata ruang akan mempengaruhi kinerja pembangunan. Rencana tata ruang merupakan pedoman bagi penyusunan rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah. Sebaliknya perencanaan tata ruang mengacu pada rencana pembangunan jangka panjang (Undang-undang No. 26 Tahun 2007). Di sisi lain pembangunan merupakan wujud dari pelaksanaan rencana tata ruang melalui pemanfaatan ruang dengan berpedoman kepada rencana tata ruang (aspek pengendalian penataan ruang). Perencanaan tata ruang harus memperhatikan perkembangan wilayah, perkembangan permasalahan dan pengkajian implikasi penataan ruang wilayah, upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi wilayah sebagai hasil pelaksanaan pembangunan yang dijabarkan dalam dokumen perencanaan pembangunan, keselarasan aspirasi pembangunan, serta daya dukung dan daya tampung lingkungan. Penyusunan rencana tata ruang yang terukur dengan memperhatikan hal-hal tersebut akan dapat lebih mendukung kinerja pembangunan, memberikan informasi yang lebih baik bagi pemanfaatan dan pengendalian ruang kawasan, serta diharapkan dapat mengatasi permasalahan wilayah. Dengan demikian ruang kawasan dapat dimanfaatkan secara optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
78 Pola Pertanaman Optimal Komoditas Pertanian Tanaman Bahan Makanan Secara garis besar komoditas pertanian bahan makanan dapat dikelompokan menjadi komoditas bahan makanan pokok (padi, palawija dan umbi-umbian), sayuran, dan buah-buahan. Pola pertanaman optimal untuk komoditas tanaman bahan makanan tersebut menempati penggunaan lahan sawah irigasi seluas 2269.3 Ha tersebar di 30 desa/kelurahan. Luas pertanaman padi terbesar berada pada Desa Tambaksogra Kidul, mencakup lahan sawah irigasi seluas 206.2 Ha. Untuk palawija dan umbi-umbian lainnya luas pertanaman optimal terpusat pada beberapa desa/kelurahan. Selengkapnya pola pertanaman optimal komoditas padi, palawija dan umbi-umbian sebagaimana Tabel 13. Tabel 14 menunjukan komoditas buah-buahan optimal diusahakan pada kebun campuran dan sebagian kecil lahan kering tanaman semusim, kecuali untuk komoditas semangka pertanamannya dilakukan pada penggunaan lahan sawah irigasi.
Sedangkan
Tabel
15
menunjukan
komoditas
sayuran
optimal
dibudidayakan pada penggunaan lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan, serta kebun campuran untuk sayuran yang termasuk tanaman tahunan (jengkol, petai, melinjo). Pangsa area pertanamanan komoditas pertanian tanaman bahan makanan pada penggunaan lahan optimal ditunjukan dalam Tabel 16. Pola pertanaman optimal menunjukan luas dan komoditas yang optimal dikembangkan pada tiap desa/kelurahan untuk pencapaian fungsi tujuan optimasi. Informasi tersebut dihubungkan dengan sasaran, defisit, dan marginal pemenuhan konsumsi lokal komoditas pertanian bahan makanan akan dapat memberikan arahan bagi peningkatan produktivitas pertanian untuk berbaikan pencapaian fungsi tujuan dalam optimasi penggunaan lahan. Penerapan pola pertanaman optimal kawasan perkotaan memungkinkan terpenuhinya kebutuhan konsumsi lokal komoditas pertanian bahan makanan. Pusat produksi yang dekat dengan pasar memungkinkan diperolehnya bahan makanan yang segar dengan kandungan nutrisi yang baik untuk kesehatan. Di sisi lain pola pertanaman optimal akan meningkatkan efisiensi produksi sehingga dapat meningkatkan keterjangkauan komoditas pertanian bahan makanan terutama bagi penduduk miskin kawasan perkotaan.
79 Tabel 13 Pola pertanaman optimal komoditas padi, palawija dan umbi-umbian No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kecamatan Baturraden Karanglewas Karanglewas Karanglewas Karanglewas Kedungbanteng Kedungbanteng Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Purwokerto Barat Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sumbang Sumbang
* Sawah irigasi Sumber: Hasil Analisis
Desa/Kelurahan Kutasari Karanglewas Kidul Pangebatan Pasir Lor Pasir Wetan Beji Karangsalam Kidul Kedungwringin Pegalongan Sidabowa Sokawera Kidul Karanglewas Lor Berkoh Karangklesem Tanjung Teluk Arcawinangun Kranji Sokanegara Bancarkembar Grendeng Sumampir Karangkedawung Karangnanas Sokaraja Kidul Sokaraja Kulon Sokaraja Tengah Wiradadi Karanggintung Tambaksogra Kidul
Penggunaan Lahan Swi* Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi
Luas (Ha) 127.1 59.0 97.5 67.9 32.0 157.4 110.2 38.9 27.8 232.8 142.0 14.2 56.6 17.1 8.6 46.3 35.0 25.2 4.2 30.2 55.9 52.2 53.0 114.4 42.3 107.7 95.2 45.8 166.9 206.2
Area Pertanaman Komoditi (Ha) Padi Ubi Kayu Jagung Kacang Tanah Ubi Jalar Kacang Hijau 127.1 45.9 97.5 67.9 32.0 100.1 110.2 38.9 27.8 122.7 48.1 142.0 14.2 56.6 16.9 8.3 46.3 35.0
Talas
6.6 4.2 30.2 55.9 52.2 53.0 114.4 42.3 107.7 34.7 45.8 59.5 206.2 1415.2
156.0
119.3
122.7
70.6
59.5
6.6
80 Tabel 14 Pola pertanaman optimal komoditas buah-buahan No.
Kecamatan
Desa/Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Baturraden Karanglewas Karanglewas Karanglewas Karanglewas Karanglewas Kedungbanteng Kedungbanteng Kembaran Kembaran Kembaran Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Purwokerto Barat
Pandak Karanglewas Kidul Pangebatan Pasir Kulon Pasir Lor Pasir Wetan Beji Beji Dukuhwaluh Ledug Tambaksari Kidul Kedungrandu Kedungrandu Kedungwringin Kedungwringin Kedungwringin Kedungwringin Patikraja Patikraja Pegalongan Sidabowa Sidabowa Sidabowa Sidabowa Sokawera Kidul Sokawera Kidul Sokawera Kidul Bantarsoka
Penggunaan Luas (Ha) Lahan Mangga Kbc* Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Swi** Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Lks*** Kbc Kbc
13.0 9.2 47.7 13.1 5.8 8.9 24.3 157.4 0.0 17.3 5.5 11.1 15.9 19.0 7.7 44.3 7.3 3.7 11.0 8.9 40.1 2.1 78.1 5.9 6.6 13.9 43.3 2.3
Area Pertanaman Komoditi (Ha) Duku
Pepaya
Nangka
Durian
Nenas
Jeruk
Semangka Jambu Biji Alpukat Belimbing
13.0 9.2 47.7 13.1 5.8 8.9 24.3 21.0 0.0 11.4
5.9
5.5 11.1 15.9 3.9 0.6 4.2
7.1 6.7
16.1
*Kebun Campuran, ** Sawah Irigasi, *** Lahan Kering Tanaman Semusim Sumber: Hasil Analisis
7.3 3.7 11.0 8.9 40.1 2.1 78.1 5.9 6.6 13.9 43.3 2.3
81 Tabel 14 Lanjutan No. 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
Kecamatan Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Utara Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sumbang Sumbang
Desa/Kelurahan Bantarsoka Kober Pasir Kidul Pasirmuncang Berkoh Karangklesem Karangklesem Karangklesem Purwokerto Kidul Tanjung Teluk Teluk Purwokerto Lor Sokanegara Sumampir Karangkedawung Karangnanas Karangnanas Karangrau Wiradadi Wiradadi Wiradadi Karanggintung Tambaksogra Kidul
Sumber: Hasil Analisis
Penggunaan Luas (Ha) Lahan Mangga Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc Kbc
5.1 4.8 6.5 30.3 3.5 133.1 7.1 16.6 9.2 7.0 33.3 2.6 3.2 2.6 4.3 6.4 12.3 7.6 5.0 103.6 37.2 37.7 11.2 4.6
Area Pertanaman Komoditi (Ha) Duku
Pepaya
Nangka Durian Nenas
Jeruk
Semangka
Jambu Biji Alpukat Belimbing
5.1 4.8 6.5 30.3 60.5 7.1 16.6
3.5 44.6
18.2
9.2 7.0 33.3 2.6 3.2 2.6 4.3 6.4 12.3 7.6 5.0 101.8 21.6 11.2
1.8 37.2 16.1 4.6
82 Tabel 15 Pola pertanaman optimal komoditas sayuran No.
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Penggunaan Lahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Baturraden Baturraden Baturraden Karanglewas Karanglewas Karanglewas Karanglewas Kedungbanteng Kembaran Kembaran Kembaran Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Selatan
Pandak Purwosari Purwosari Karanglewas Kidul Karanglewas Kidul Pangebatan Pasir Kulon Beji Dukuhwaluh Ledug Tambaksari Kidul Kedungrandu Kedungrandu Kedungwringin Kedungwringin Kedungwringin Patikraja Pegalongan Sidabowa Sidabowa Sokawera Kidul Bantarsoka Kedungwuluh Kober Pasirmuncang Rejasari Karangklesem
Swi* Swi Sth Swi Sth** Sth Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Kbc*** Swi Kbc Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Kbc
Luas (Ha) 52.9 49.3 7.6 59.0 9.5 11.0 79.7 157.4 99.3 167.7 118.5 0.1 218.0 19.0 4.1 44.3 147.8 189.5 8.0 232.8 102.4 5.7 22.3 25.4 54.8 65.2 133.1
* Sawah Irigasi, **Sawah Tadah Hujan, ***Kebun Campuran Sumber: Hasil Analisis
Areal Pertanaman Komoditi (Ha) Kancang Panjang
Ketimun
Terung
Petai
Jengkol
Cabe Merah
Kangkung Melinjo
Tomat
43.0 7.6 13.1 9.5 11.0 36.3 28.8
15.1 4.1 17.3 19.4 32.1
117.4
14.9
62.0 5.7 22.3 25.4 4.8 9.7
83 Tabel 15 Lanjutan No.
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Penggunaan Lahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Baturraden Baturraden Baturraden Karanglewas Karanglewas Karanglewas Karanglewas Kedungbanteng Kembaran Kembaran Kembaran Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Selatan
Pandak Purwosari Purwosari Karanglewas Kidul Karanglewas Kidul Pangebatan Pasir Kulon Beji Dukuhwaluh Ledug Tambaksari Kidul Kedungrandu Kedungrandu Kedungwringin Kedungwringin Kedungwringin Patikraja Pegalongan Sidabowa Sidabowa Sokawera Kidul Bantarsoka Kedungwuluh Kober Pasirmuncang Rejasari Karangklesem
Swi* Swi Sth Swi Sth** Sth Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Kbc*** Swi Kbc Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Kbc
Luas (Ha) 52.9 49.3 7.6 59.0 9.5 11.0 79.7 157.4 99.3 167.7 118.5 0.1 218.0 19.0 4.1 44.3 147.8 189.5 8.0 232.8 102.4 5.7 22.3 25.4 54.8 65.2 133.1
* Sawah Irigasi, **Sawah Tadah Hujan, ***Kebun Campuran Sumber: Hasil Analisis
Areal Pertanaman Komoditi (Ha) Cabe Rawit
Petsai
Buncis
Jamur
Bawang Merah
Cabe Hijau
Bayam
Kacang Merah
Kubis
Waluh Wortel
9.9 49.3
79.7 60.4
10.1 167.7 118.5 0.1 218.0
113.5 40.0 8.0 102.4
54.8 60.4
84 Tabel 15 Lanjutan No.
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Penggunaan Lahan
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sumbang
Karangklesem Karangklesem Karangpucung Karangpucung Karangpucung Purwokerto Kidul Purwokerto Kulon Tanjung Tanjung Kranji Mersi Purwokerto Wetan Sokanegara Bancarkembar Bobosan Karangwangkal Pabuaran Pabuaran Pabuaran Purwanegara Purwanegara Sumampir Karangrau Karangrau Pamijen Sokaraja Tengah Wiradadi Karanggintung
Swi* Sth** Swi Swi Sth Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Sth Sth Swi Swi Kbc*** Swi Sth Swi Sth Sth Swi Swi Swi Swi Swi Swi
Luas (Ha) 17.1 7.7 1.3 5.7 8.9 32.5 20.9 8.6 69.9 25.2 59.7 12.2 23.3 39.7 79.4 64.8 3.4 105.7 8.3 19.7 76.2 7.9 59.8 59.8 74.8 95.2 0.1 166.9
* Sawah Irigasi, **Sawah Tadah Hujan, ***Kebun Campuran Sumber: Hasil Analisis
Areal Pertanaman Komoditi (Ha) Kancang Panjang
Ketimun
Terung
Petai
Jengkol
Cabe Merah
Kangkung Melinjo
0.3 7.7 1.3 8.9 32.5 0.3 13.6
12.2 23.3 39.7 64.8 3.4 105.7 8.3 76.2 7.9 17.1
Tomat
85 Tabel 15 Lanjutan No.
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Penggunaan Lahan
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sumbang
Karangklesem Karangklesem Karangpucung Karangpucung Karangpucung Purwokerto Kidul Purwokerto Kulon Tanjung Tanjung Kranji Mersi Purwokerto Wetan Sokanegara Bancarkembar Bobosan Karangwangkal Pabuaran Pabuaran Pabuaran Purwanegara Purwanegara Sumampir Karangrau Karangrau Pamijen Sokaraja Tengah Wiradadi Karanggintung
Swi* Sth** Swi Swi Sth Swi Swi Swi Swi Swi Swi Swi Sth Sth Swi Swi Kbc*** Swi Sth Swi Sth Sth Swi Swi Swi Swi Swi Swi
Luas (Ha) 17.1 7.7 1.3 5.7 8.9 32.5 20.9 8.6 69.9 25.2 59.7 12.2 23.3 39.7 79.4 64.8 3.4 105.7 8.3 19.7 76.2 7.9 59.8 59.8 74.8 95.2 0.1 166.9
* Sawah Irigasi, **Sawah Tadah Hujan, ***Kebun Campuran Sumber: Hasil Analisis
Areal Pertanaman Komoditi (Ha) Cabe Rawit
Petsai
Buncis
Jamur
Bawang Merah
Cabe Hijau
Bayam
Kacang Merah
Kubis
Waluh Wortel
5.7
20.9 29.3
27.0 13.8
4.8 59.7
79.4
17.6
2.2
42.8 74.8 19.9 0.1 107.4
40.6
86 Tabel 16 Penggunaan lahan optimal dan pangsa area pertanamanan optimal Penggunaan Lahan Optimal
Komoditi
Perumahan/ Industri Perkantoran/ Kebun Permukiman Pengolahan Pertokoan Campuran
Lahan Sawah Irigasi
Lahan Sawah Tadah Hujan
Lahan Taman Kering Perairan Tanaman Kota Semusim
232.6 Ha 950.0 Ha 4286.6 Ha 199.9 Ha 13.9 Ha 131.5 Ha 3813.5 Ha 31.5 Ha Pangsa Area Pertanaman Optimal Komoditi Pertanian Tanaman Bahan Makanan (%) Padi
33.0
Ubi Kayu
3.6
Jagung
2.8
Kacang Tanah
2.9
Ubi Jalar
1.6
Kacang Hijau
1.4
Talas Mangga Duku
0.2 0.4 4.7
Pepaya
18.6
Nangka
22.7
Durian
3.6
Nenas
0.0
Jeruk
19.7
Semangka
0.0
Jambu Biji
21.6
Alpukat
1.9
Belimbing
2.1
100 0.5
Kacang Panjang
2.5
Ketimun
0.9
Terung
2.7
Petai
1.8
0.0
Jengkol
1.0
0.0
Cabe Merah
2.4
Kangkung Melinjo
5.8 1.9
0.0
Tomat
1.4
Cabe Rawit
2.2
Petsai
1.4
Buncis
0.7
Jamur
0.2
Bawang Merah
2.8
Cabe Hijau
0.9
Bayam
14.4
Kacang Merah
0.6
Kubis
10.3
Waluh
1.2
Wortel
3.4 100
Sumber: Hasil Analisis
100
100
100
100
87 Mengoptimalkan pertanian dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk kawasan perkotaan. Mengoptimalkan pertanian akan menciptakan kegiatan ekonomi dan memberdayakan penduduk miskin, yang memungkinkan penduduk miskin memperoleh penghasilan. Di samping itu pemenuhan kebutuhan dengan produksi lokal akan menciptakan harga sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi petani yang kebanyakan merupakan penduduk miskin di kawasan perkotaan. Pengembangan pertanian perkotaan memerlukan pengelolaan penggunaan lahan yang optimal yang menempatkan penggunaan lahan pertanian sebagai komponen sistem lingkungan kawasan perkotaan, menyeimbangkan penggunaan lahan dan interaksi antara berbagai penggunaan lahan, serta teknologi produksi yang tepat untuk mengontrol resiko (RUAF Fondation 2009). Berbagai permasalahan kawasan perkotaan mengindikasikan belum optimalnya penggunaan lahan. Mengoptimalkan penggunaan lahan kawasan perkotaan termasuk di dalamnya mengoptimalkan potensi pertanian kawasan. Kawasan perkotaan Purwokerto memiliki potensi pertanian yang cukup besar. Luas lahan pertanian kawasan perkotaan Purwokerto mencakup lebih dari 50% luas kawasan dengan kesesuaian lahan untuk budidaya pertanian yang tidak memiliki faktor pembatas berat. Akan tetapi rencana tata ruang kawasan perkotaan Purwokerto belum mampu mengoptimalkan potensi pertanian kawasan dan mendorong perkembangan ke arah yang diharapkan. Perencanaan penggunaan lahan secara konvensional tidak dapat memberikan arahan bagi pola pertanaman optimal. Secara umum rencana penggunaan lahan kawasan perkotaan kurang memperhatikan keberadaan lahan pertanian sebagai bagian ekologi kawasan, dengan alasan bahwa kegiatan pertanian bukan kegiatan utama dalam kawasan perkotaan. Merencanakan penggunaan lahan pertanian sebagai bagian ekologi kawasan perkotaan merupakan upaya perlindungan lahan pertanian. Perlindungan lahan pertanian diperlukan untuk menjamin lapangan kerja dan sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat, menjamin kedaulatan dan ketahanan pangan.
88 Rencana penggunaan lahan seringkali justru menjadi rencana bagi terjadinya alih fungsi lahan. Hal ini sangat disayangkan karena alih fungsi lahan dapat menghilangkan multifungsi lahan pertanian, dan peran penting pertanian sebagai alternatif strategi penyelesaian permasalahan kawasan perkotaan. Di samping itu alih fungsi lahan kerap terjadi pada lokasi yang potensial bagi pengembangan pertanian. Dampak lebih lanjut dari fenomena ini adalah penurunan produksi yang dapat mengancam ketahanan pangan. Alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian juga akan berdampak pada kualitas lingkungan kawasan perkotaan. Oleh karena peran pertanian dalam memberikan jasa-jasa lingkungan. Lahan pertanian merupakan komponen utama ruang terbuka hijau yang berperan penting dalam menentukan kualitas lingkungan. Berkurangnya lahan pertanian berarti juga berkurangnya ruang terbuka hijau. Kondisi kawasan perkotaan pada saat sekarang terlalu banyak menghasilkan sampah. Dengan asumsi bahwa timbunan sampah yang dihasilkan tiap hari dari setiap rumah tangga adalah 2.42 liter/orang/hari, pada tahun 2017 produksi sampah di kawasan perkotaan Purwokerto mencapai 1,193,399.6 lt/hari (Bappeda Kabupaten Banyumas 2007). Banyaknya produksi sampah bisa menjadi permasalahan sekaligus peluang. Permasalahan yang umum dalam pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia adalah biaya operasional yang tinggi sehingga kebanyakan kota-kota tersebut hanya mampu mengumpulkan dan membuang sekitar 50,75% dari seluruh produksi sampahnya. Proses pengelolaan sampah seringkali menimbulkan permasalahan baru. Teknologi pengelolaan sampah yang digunakan di tempat pembuangan akhir (TPA) umumnya adalah sistem open dumping, yaitu pembuangan sampah akhir yang bersifat terbuka. Teknologi open dumping dapat menimbulkan pencemaran udara, air, tanah, serta tidak sehat. Pemerintah telah mengupayakan perubahan cara pandang terhadap TPA sebagai tempat pengelolaan akhir bukan tempat pembuangan akhir sampah, akan tetapi paradigma tersebut belum bisa diterapkan. Pada umumnya sampah diangkut ke TPA tanpa dilakukan pengolahan sementara maupun tanpa dikelola terlebih dulu sehingga sering menimbulkan gangguan
89 terhadap lingkungan sekitarnya. Keberadaan TPA juga dapat memunculkan konflik di masyarakat. Konflik tersebut berupa penolakan terhadap keberadaan TPA maupun konflik dikarenakan gangguan lingkungan yang diakibatkan kegiatan operasional TPA. Sementara timbunan sampah yang terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk membutuhkan peningkatan daya tampung TPA atau TPA baru. Kedua hal tersebut seringkali sulit dilakukan dan rentan terhadap konflik. Kondisi demikian dapat menimbulkan biaya sosial yang tinggi. Jika tidak dilakukan perbaikan dalam pengelolaan sampah hal tersebut akan terus berulang di masa yang akan datang, tanpa pengelolaan sampah yang baik juga mengancam keberlanjutan lingkungan di sekitar TPA. Pengelolaan sampah kawasan perkotaan dapat menjadi peluang bagi pengembangan pertanian organik. Penambahan bahan organik pada lahan kawasan perkotaan dapat menjaga kesuburan lahan. Dengan sistem produksi pertanian yang baik hal tersebut dapat menciptakan keseimbangan untuk mendukung konservasi lahan. Mengkaitkan pertanian perkotaan dengan pengelolaan sampah akan mengubah sistem metabolisme lingkungan kawasan perkotaan yang linier menjadi lingkaran siklus besar. Siklus metabolisme lingkungan di mana output suatu organisme menjadi input bagi organisme lainnya lebih mendekati kondisi alamiah dan lebih berkelanjutan. Pengelolaan sampah untuk pengembangan pertanian organik akan mengurangi beban TPA sehingga meningkatkan daya tampung TPA dan umur operasional TPA dapat diperpanjang. Peran lain pertanian perkotaan adalah dalam pengaturan tata air, meningkatkan biodeversity kawasan perkotaan, serta pengendalian polusi. Area hijau bersifat permeabel yang memungkinkan air hujan dan air permukaan terserap ke dalam tanah. Dengan demikian keberadaan pertanian dapat mencegah erosi, banjir, sekaligus memperbaiki drainase. Pertanian kawasan perkotaan dapat mengurangi polutan dari kendaraan. Baik karena kemampuannya menyerap gas polutan, maupun berkurangnya emisi dari proses pengangkutan karena dekatnya tempat produksi dan pasar.
90 Pengembangan pertanian kawasan perkotaan memberikan peluang bagi efisiensi produksi, menciptakan lapangan kerja pertanian dan pendapatan penduduk, akses pangan untuk masyarakat miskin, meningkatkan ketahanan pangan, serta keberlanjutan lingkungan. Akan tetapi pertanian kawasan perkotaan juga mengandung resiko yang dapat mengancam kesehatan, jika teknologi pertanian yang digunakan tidak tepat. Di lain pihak pertanian kawasan perkotaan akan meningkatkan kompetisi terhadap lahan dan sumber daya lainnya. Kondisi demikian mengharuskan pemerintah harus mengkaji peluang perencanaan dan mengelola sumber daya secara terintegrasi, dengan memahami keterkaitan antara desa dan kota, mengantisipasi perubahan kebutuhan masyarakat (FAO 1997). Di samping itu perlu dikembangkan teknologi pertanian alternatif dengan input rendah dan ramah lingkungan. Dengan demikian dapat dimanfaatkan berbagai peluang dan dapat dikelola resiko pengembangan pertanian kawasan perkotaan untuk meningkatkan ketahanan pangan. Penerapan pola pertanaman optimal di lapangan tentu tidak mudah. Petani memiliki preferensi terhadap komoditas pertanian yang diusahakan. Namun demikian jika tujuan-tujuan tersebut dinilai penting bagi perencanaan penggunan lahan dan pengembangan kawasan maka penerapan pola pertanaman optimal dapat diusahakan.
Pemenuhan Permintaan Konsumsi Lokal Tanaman Bahan Makanan Komputasi
model
optimasi
menunjukan
bahwa
dengan
optimasi
penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto dapat mencukupi sebagian besar kebutuhan bahan makanannya (Tabel 17). Hasil tersebut menunjukan potensi lahan pertanian kawasan perkotaan untuk memenuhi permintaan konsumsi lokal tanaman bahan makanan cukup besar. Meskipun demikian dengan keterbatasan luas dan kesesuaian lahan tidak semua permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pertanian tanaman bahan makanan dapat dipenuhi dari pertanian dalam kawasan perkotaan Purwokerto. Beberapa komoditas mengalami defisit, sehingga perlu didatangkan dari luar kawasan.
91 Tabel 17 Sasaran, defisit, marginal, dan elastisitas pemenuhan permintaan konsumsi lokal komoditas pertanian tanaman bahan makanan Komoditi Jambu Biji Belimbing Salak Melinjo Nangka Jengkol Jeruk Alpukat Mangga Petai Pepaya Durian Nenas Duku Pisang Jamur Rambutan Kacang Merah Kubis Kacang Hijau Kedelai Kacang Tanah Bayam Talas Cabe Hijau Wortel Cabe Rawit Jagung Waluh Cabe Merah Kacang Panjang Bawang Merah Kangkung Tomat Terung Petsai Ketimun Padi Semangka Ubi Jalar Ubi Kayu Buncis
Sasaran (Ton) 58.0 18.1 605.4 32.6 511.1 36.2 645.2 58.0 18.1 76.1 1080.2 228.4 94.2 304.5 2541.0 7.3 4948.0 36.2 797.5 112.4 8757.7 322.6 1631.2 18.1 130.5 529.2 351.6 569.1 246.5 551.0 1515.2 851.8 1819.7 460.4 873.6 551.0 398.7 45253.1 246.5 833.7 2102.4 416.9
Defisit (Ton) 11.9 605.4
2541.0 4948.0
8757.7
29035.0
Marginal 0.017000 0.004000 0.002000 0.002000 0.002000 0.001000 0.001000 0.001000 0.000904 0.000880 0.000633 0.000576 0.000572 0.000564 0.000394 0.000352 0.000202 0.000172 0.000141 0.000134 0.000114 0.000096 0.000096 0.000093 0.000078 0.000070 0.000067 0.000053 0.000053 0.000047 0.000046 0.000036 0.000035 0.000034 0.000034 0.000028 0.000023 0.000022 0.000022 0.000021 0.000019 0.000018
Elastisitas 0.104242 0.007665 0.128004 0.006898 0.108075 0.003832 0.068218 0.006132 0.001732 0.007080 0.072289 0.013914 0.005696 0.018163 0.105726 0.000270 0.105726 0.000660 0.011862 0.001592 0.105726 0.003284 0.016543 0.000178 0.001072 0.003936 0.002504 0.003194 0.001378 0.002717 0.007390 0.003249 0.006702 0.001661 0.003144 0.001618 0.000979 0.105726 0.000562 0.001890 0.004176 0.000784
Sumber: Hasil analisis
Komoditas yang mengalami defisit yaitu padi, kedelai, rambutan, pisang, salak, dan jambu biji. Nilai defisit terbesar pada komoditas padi sebesar 29035.0 Ton (64%), dan defisit terkecil pada komoditas jambu biji sebesar 11.9 Ton (20%). Nilai marginal terbesar pada komoditas jambu biji sebesar 0.017000, dan nilai marginal terkecil pada komoditas buncis sebesar 0.000018. Komoditas lainnya yang memiliki nilai marginal besar adalah komoditas salak, belimbing,
92 dan durian. Peningkatan permintaan lokal komoditas dengan nilai marginal besar akan mendorong peningkatan defisit permintaan lokal terhadap tanaman bahan makanan sehingga fungsi tujuan tidak dapat dicapai. Nilai elastisitas menunjukan pengaruh perubahan fungsi kendala terhadap perubahan nilai fungsi tujuan. Elastisitas terbesar pada komoditas salak yaitu sebesar 0.128004, dan nilai elastisitas terkecil pada komoditas talas sebesar 0.000178. Elastisitas komoditas salak sebesar 0.128004 berarti bahwa peningkatan permintaan komoditas tersebut sebesar 1% akan meningkatkan nilai fungsi tujuan sebesar 0.128004%. Perkembangan penduduk di kawasan perkotaan berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan pangan. Salah satu dampak perkembangan penduduk adalah ancaman ketahanan pangan. Ketahan pangan kawasan perkotaan terutama diakibatkan banyaknya penduduk miskin yang memiliki keterbatasan dalam mengakses sumber bahan pangan, serta berkurangnya lahan pertanian yang berdampak pada penurunan produksi pertanian bahan pangan. Berdasarkan fungsi kendala sasaran pemenuhan kebutuhan pangan lokal (3.2) peningkatan konsumsi (dl) dan peningkatan jumlah penduduk (P) akan meningkatkan defisit pangsa pemenuhan permintaan konsumsi lokal tanaman bahan makanan dan ruang terbuka hijau. Agar fungsi tujuan dapat dicapai maka produktivitas komoditas pertanian tanaman bahan makanan harus dapat ditingkatkan. Peningkatan produktivitas diperlukan terutama untuk komoditas dengan nilai marginal besar. Tantangan utama pertanian perkotaan adalah ketersediaan lahan, karena perubahan penggunaan lahan, kepemilikan lahan, dan nilai lahan yang dinamis di kawasan perkotaan. Ketersediaan lahan menentukan teknologi yang diperlukan untuk peningkatan produktivitas pertanian di kawasan perkotaan (RUAF Fondation 2009). Tingkat perkembangan kawasan menunjukan bahwa kawasan perkotaan Purwokerto merupakan kota kecil. Dalam kawasan perkotaan Purwokerto fungsi kawasan bercirikan perdesaan masih dominan, dengan masih luasnya penggunaan lahan pertanian. Berdasarkan tingkat perkembangan kawasan perkotaan maka teknologi untuk peningkatan produktivitas pertanian di kawasan perkotaan Purwokerto adalah intensifikasi pertanian.
93
Gambar 17 Proses produksi pertanian berdasarkan tahapan perkembangan kota Kecenderungan perkembangan kawasan dan perkembangan penduduk menunjukan bahwa peningkatan produktivitas pertanian merupakan suatu keharusan. Kemampuan kawasan perkotaan untuk menyediakan kebutuhan pangan bagi penduduknya akan menentukan keberlanjutan kawasan (Tjeerd & Girardet 2009). Pengembangan pertanian di kawasan perkotaan untuk mendukung ketahanan pangan memerlukan sistem produksi yang efisien, dengan teknologi pertanian intensif, penggunaan air yang efisien, pengurangan penggunaan pestisida. Pengembangan pertanian perkotaan berarti efisiensi produksi, kualitas pangan yang lebih baik, dan keberlanjutan lingkungan. Ketersediaan pangan dan kualitas pangan merupakan aspek penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, dan hidup sehat memerlukan pangan dengan nutrisi yang baik. Nutrisi yang baik akan menumbuhkan generasi yang sehat sebagai sumber daya manusia yang berkualitas yang akan menentukan kemajuan bangsa dan negara. Sistem produksi yang efisien dan lahan produksi pertanian yang dekat dengan pasar memungkinkan penyediaan bahan makanan yang lebih segar, dengan nilai nutrisi dan kualitas pangan yang lebih baik. Pentingnya ketersediaan pangan dengan
94 kualitas yang baik bagi pengembangan sumber daya manusia semestinya menjadikan pertanian kawasan perkotaan sebagai salah satu prioritas kebijakan. Meskipun pertanian bukan kegiatan utama dalam kawasan perkotaan dan bukan kegiatan yang berkontribusi dominan bagi perekonomian kawasan, akan tetapi pertanian kawasan perkotaan dapat berkontribusi penting dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pola Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau (RTH) adalah ruang dalam kawasan atau kota dalam bentuk area atau kawasan atau dalam bentuk jalur, di mana dalam penggunaannya bersifat terbuka tanpa bangunan. Ketersediaan ruang terbuka hijau erat kaitannya dengan ketersediaan lahan pertanian. Sebagian besar kelurahan di pusat kawasan perkotaan Purwokerto mengalami defisit pemenuhan ruang terbuka hijau, yaitu: 1.
Kecamatan Purwokerto Barat meliputi Kelurahan Bantarsoka, Karanglewas Lor, Kedungwuluh, Kober dan Pasir Kidul;
2.
Kecamatan Purwokerto Selatan meliputi Kelurahan Berkoh, Purwokerto Kulon, Purwokerto Kidul, Karangpucung, dan Teluk;
3.
Kecamatan Purwokerto Timur meliputi Kelurahan Arcawinangun, Kranji, Purwokerto Lor, Purwokerto Wetan, dan Sokanegara. Kelurahan-kelurahan pada Kecamatan Purwokerto Utara tidak mengalami
defisit pemenuhan ruang terbuka hijau. Demikian juga desa/kelurahan pada kecamatan-kecamatan yang merupakan perluasan kawasan. Defisit terbesar pada Kelurahan Teluk, yaitu sebesar 71.5 Ha (36.9%). Kelurahan Karanglewas Lor memiliki defisit terkecil yaitu 0.9 Ha (4.5%), namun nilai marginalnya paling besar, sehingga peningkatan lahan terbangun pada wilayah ini akan mendorong peningkatan defisit pemenuhan ruang terbuka hijau. Berdasarkan fungsi kendala sasaran pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau (3.3) diperoleh nilai sasaran, defisit, dan marginal ketersedian ruang terbuka hijau pada tiap desa/kelurahan. Pola ketersedian ruang terbuka hijau kawasan perkotaan Purwokerto sebagaimana ditunjukan pada Tabel 18.
95 Tabel 18 Pola ketersedian ruang terbuka hijau Kecamatan Baturraden Baturraden Baturraden Karanglewas Karanglewas Karanglewas Karanglewas Karanglewas Kedungbanteng Kedungbanteng Kembaran Kembaran Kembaran Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sumbang Sumbang
Desa/Kelurahan Kutasari Pandak Purwosari Karanglewas Kidul Pangebatan Pasir Kulon Pasir Lor Pasir Wetan Beji Karangsalam Kidul Dukuhwaluh Ledug Tambaksari Kidul Kedungrandu Kedungwringin Patikraja Pegalongan Sidabowa Sokawera Kidul Bantarsoka Karanglewas Lor Kedungwuluh Kober Pasir Kidul Pasirmuncang Rejasari Berkoh Karangklesem Karangpucung Purwokerto Kidul Purwokerto Kulon Tanjung Teluk Arcawinangun Kranji Mersi Purwokerto Lor Purwokerto Wetan Sokanegara Bancarkembar Bobosan Grendeng Karangwangkal Pabuaran Purwanegara Sumampir Karangkedawung Karangnanas Karangrau Pamijen Sokaraja Kidul Sokaraja Kulon Sokaraja Tengah Wiradadi Karanggintung Tambaksogra Kidul
*Nilai mendekati nol Sumber: Hasil analisis
Sasaran (Ha) 64.9 35.3 41.2 48.3 91.6 58.9 40.3 31.9 95.6 63.5 62.7 107.8 62.8 117.1 79.9 95.2 108.4 159.2 143.0 34.3 19.9 38.3 48.2 33.9 56.4 59.6 81.1 145.1 42.9 58.3 48.1 76.7 194.0 69.3 54.0 48.3 46.1 43.4 50.9 57.9 46.7 58.3 35.7 67.9 71.1 48.2 37.6 87.8 41.7 41.0 38.6 67.8 58.4 133.2 101.9 113.5
Defisit (Ha)
Surplus (Ha) 68.2 34.7 21.8 35.4 79.0 45.0 37.1 12.9 95.5 51.6 44.0 90.0 65.1 138.2 53.2 89.8 135.0 215.1 183.9
11.7 0.9 7.1 6.2 19.6 35.9 14.0 6.8 54.6 17.9 6.1 17.3 20.5 71.5 18.3 17.8 19.0 31.7 21.6 11.2 19.4 38.4 7.5 32.4 57.0 35.7 21.7 25.3 55.0 27.0 38.2 9.1 46.1 41.8 102.1 89.5 105.3
Marginal EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS 0.029 0.050 0.026 0.021 0.029 EPS EPS 0.012 EPS 0.023 0.017 0.021 EPS 0.005 0.014 0.019 EPS 0.022 0.023 0.020 EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS
Elastisitas EPS* EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS 0.105 0.105 0.105 0.107 0.104 EPS EPS 0.103 EPS 0.104 0.105 0.107 EPS 0.103 0.103 0.108 EPS 0.107 0.105 0.108 EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS EPS
96 Dalam fungsi kendala (3.3) total areal lahan pada tiap desa/kelurahan (Ai) bersifat tetap, sedangkan perubahan standar pangsa areal ruang terbuka hijau (α) akan berdampak pada pencapaian fungsi tujuan (3.1). Peningkatan α akan meningkatkan defisit ruang terbuka hijau, sehingga fungsi tujuan tidak tercapai. Jika terjadi peningkatan α maka harus diimbangi dengan peningkatan koefisien ruang terbuka hijau pada tiap jenis penggunaan lahan (gk), terutama pada penggunaan lahan ruang terbangun. Sebaliknya pada kondisi α tetap, peningkatan gk akan menurunkan defisit pangsa pemenuhan permintaan konsumsi lokal tanaman bahan makanan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau memiliki fungsi strategis bagi lingkungan kawasan perkotaan, antara lain sebagai pengatur iklim mikro sehingga lingkungan menjadi sejuk, nyaman dan segar, fungsi oro-hidrologi untuk pengendalian ketersediaan air tanah dan pencegahan erosi, sebagai tempat hidup satwa, dan mengurangi polusi (udara, air, dan suara), dan sebagainya. Dampak berkurangnya ruang terbuka hijau dan bertambahnya ruang terbangun sebagai konsekuensi perkembangan penduduk dan perkembangan kawasan telah meningkatkan suhu lingkungan. Hal ini dikarenakan bertambahnya ruang terbangun akan meningkatkan penyerapan panas. Sebaliknya ruang terbuka hijau dengan vegetasinya yang dapat menurunkan suhu lingkungan dengan naungan dan evapotranspirasi justru berkurang. Pusat kawasan perkotaan yang mengalami defisit ruang terbuka hijau kondisi lingkungannya menjadi tidak nyaman. Semakin meningkatnya kepadatan pada pusat kawasan maka polusi udara, suara, dan air tidak mampu diantisipasi oleh lingkungan sendiri karena berkurangnya ruang terbuka hijau. Untuk meminimalkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan pada kelurahan yang telah mengalami defisit ruang terbuka hijau adalah dengan meningkatkan kualitas ruang terbuka hijau (meningkatkan gk). Dengan keterbatasan lahan maka setiap jengkal lahan yang ada harus dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau. Lahan yang terbatas dapat digunakan untuk menanam tanaman hias dalam pot, dan pertanian perkotaan yang efisien penggunaan lahannya untuk menunjang ketahanan pangan.
97 Dalam penelitian koefisien ruang terbuka hijau untuk tiap tipe penggunaan lahan (gk) adalah sama untuk tiap penggunaan lahan tidak terbangun (Kebun Campuran, Lahan Sawah Irigasi, Lahan Sawah Tadah Hujan, Lahan Kering Tanaman Semusim, dan Taman Perairan Kota). Perbedaan penutupan lahan pada masing-masing penggunaan lahan akan memberikan performa yang berbeda-beda sebagai bagian dari ruang terbuka hijau. Parameter tersebut perlu dikembangkan dalam perencanaan penggunaan lahan lebih lanjut, atau dalam perencanaan ruang terbuka hijau secara khusus. Peningkatan kebutuhan lahan untuk menampung perkembangan kawasan harus disertai dengan pengendalian perkembangan ruang terbangun dan dengan peraturan bangunan yang mengarahkan pada pembangunan vertikal. Dalam rencana tata ruang atau peraturan daerah tentang bangunan gedung dapat ditentukan koefisien lantai bangunan (KLB), yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Koefisien lantai bangunan merupakan salah satu elemen intensitas pemanfaatan lahan (tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya). Perencanaan KLB dilakukan dengan
mendasarkan
pada
prinsip-prinsip
fungsional,
fisik
kawasan,
keseimbangan dan pelestarian lingkungan, dan memperhatikan kepentingan stakeholder (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007). Manfaat pengaturan KLB sebagai salah satu elemen intensitas bangunan antara lain adalah untuk efisiensi dan efektivitas pemanfaatan lahan, mendukung pertumbuhan kawasan perkotaan dan diharapkan dapat berdampak langsung pada perekonomian kawasan, serta mewujudkan keseimbangan, kaitan dan keterpaduan berbagai elemen intensitas pemanfaatan lahan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa butir penting sebagai berikut: 1.
Komputasi model optimasi menghasilkan nilai optimal fungsi tujuan optimasi penggunaan lahan kawasan perkotaan Purwokerto adalah sebesar 9.5%.
2.
Penggunaan lahan optimal kawasan perkotaan Purwokerto terdiri atas penggunaan lahan Perumahan/Permukiman (3813.5 Ha), Industri Pengolahan (31.5 Ha), Perkantoran/Pertokoan (232.6 Ha), Kebun Campuran (950.0 Ha), Lahan Sawah Irigasi (4286.6 Ha), Lahan Sawah Tadah Hujan (199.9 Ha), Lahan Kering Tanaman Semusim (13.9 Ha), dan Taman Perairan Kota(131.5 Ha).
3.
Komoditi padi, palawija dan umbi-umbian menempati penggunaan lahan sawah irigasi seluas 2269.3 Ha. Komoditi sayuran menempati penggunaan lahan kebun campuran seluas 45.6 Ha, sawah irigasi seluas 2313.5 Ha, dan sawah tadah hujan seluas 199.9 Ha. Sedangkan buah-buahan menempati penggunaan lahan sawah irigasi seluas 20.9 Ha, kebun campuran seluas 904.4 Ha, dan lahan kering semusim seluas 13.8 Ha.
4.
Kawasan perkotaan Purwokerto dapat mencukupi sebagian besar kebutuhan bahan makanannya. Komoditi yang mengalami defisit yaitu padi, kedelai, rambutan, pisang, salak, dan jambu biji. Nilai defisit terbesar pada komoditi padi sebesar 29035.0 Ton (64%), dan defisit terkecil pada komoditi jambu biji sebesar 11.9 Ton (20%). Nilai marginal terbesar pada komoditi jambu biji, dan nilai marginal terkecil pada komoditi buncis.
5.
Sebagian besar kelurahan di pusat kawasan perkotaan Purwokerto (Kecamatan Purwokerto Barat, Purwokerto Selatan, Purwokerto Timur, dan Purwokerto Utara) pemenuhan ruang terbuka hijau mengalami defisit. Defisit terbesar pada Kelurahan Teluk, yaitu sebesar 71.5 Ha (36.9%). Kelurahan Karanglewas Lor memiliki defisit terkecil yaitu 0.9 Ha (4.5%).
99 Saran Kondisi aktual kebijakan penggunaan lahan di kawasan perkotaan Purwokerto tidak menjamin tercapainya penggunaan lahan optimal dan tidak memberikan informasi yang memadai untuk pemanfaatan dan pengendalian penggunaan lahan. Berdasarkan hasil penelitian, dan untuk mengubah kondisi tersebut direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut: 1.
Memberlakukan pendekatan metodologis perencanaan penggunaan lahan dengan model optimasi sasaran ganda (goals programming) serta mengembangkan variabel keputusan dan parameter model sesuai kondisi, permasalahan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai.
2.
Untuk mewujudkan pola penggunaan lahan yang dapat meminimumkan defisit pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pangan dan ruang terbuka hijau maka pola pertanaman optimal perlu diakomodasikan dalam model optimasi.
3.
Peningkatan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pangan
dan
jumlah penduduk perlu diimbangi dengan strategi peningkatan produktivitas melalui intensifikasi. 4.
Model pertanian perkotaan dapat dikembangkan untuk menambah level pemenuhan permintaan konsumsi lokal terhadap komoditas pangan dan ruang terbuka hijau.
5.
Dengan sangat terbatas lahan terutama pada pusat kawasan perkotaan maka pemenuhan ruang terbuka hijau dilakukan dengan strategi peningkatan kualitas ruang terbuka hijau dan pengendalian perkembangan ruang terbangun dengan peraturan bangunan vertikal (hemat lahan).
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. 2004. Konversi dan Hilangnya Multifungsi Lahan Sawah. Tabloid Sinar Tani. Jakarta. Anonim. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Jakarta. ______. 1996. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Jakarta. ______. 2001. Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Jakarta. ______. 2002. Pedoman Penyusunan Penataan Ruang. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Jakarta. ______. 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Jakarta. ______. 2004. SNI 03-1733-2004 tentang Tatacara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Jakarta. ______. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Bangunan Gedung. Jakarta. ______. 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Jakarta. ______. 2006. Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Yang Berdiri Sendiri. Kementrian Negara Perumahan Rakyat. Jakarta. ______. 2006. Pedoman Umum Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan. Kementrian Negara Perumahan Rakyat. Jakarta. ______. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta. ______. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. ______. 2007. Rancangan Pra Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto. Bappeda Kabupaten Banyumas. ______. 2008. Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Arifin, Syamsul. 2004. Model Optimasi Pola Penggunaan Lahan Untuk Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan [tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor BPS. 2000. SUSENAS 2000. BPS. Jakarta.
BPS. 2003. Podes 2003. BPS. Jakarta. BPS. 2006a. Podes 2006. BPS. Jakarta. BPS. 2006b. Statistik Indonesia 2005/2006. BPS. Jakarta. Deelstra, Tjeerd & H. Girardet. 2009. Urban Agriculture and Sustainable Cities. http://www.ruaf.org.[16.09.2009]. FAO. 1997.Urban and peri-urban agriculture. Irwan, Zoer’aini Djamal, 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Bumi Aksara. Jakarta. Liem. 2008. Ketahanan Pangan dan Reforma Agraria. www.walhi.or.id [2.04.2009] Moons, Ellen. 2006. Optimal location of new forests in a suburban region, Journal of Forest Economics (2006), doi:10.1016/j.jfe.2006.12.002. Mougeot, Luc J.A., Urban Agriculture: Definition, Presence and Potentials and Risks. http://www.ruaf.org.[16.09.2009]. Nugroho, I. dan R. Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. LP3ES. Jakarta. Rahardjo Adisasmita. 2008. Pengembangan Wilayah: Konsep dan Teori. Edisi I. Graha Ilmu. Yogyakarta. Risdiyanto, Idung. 2009. Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan, Bagian 3: Perubahan Kapasitas Panas Permukaan Akibat Penggunaan Lahan. www.banyumilih.blogspot.com. [13-11-2009]. Roosita, Elly. 2005. Akutnya Konversi Lahan Pertanian. Tabloid Sinar Tani. Jakarta. Rustiadi, E. S. Saefulhakim & D.R. Panuju. 2007. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor. Saefulhakim, S. 2008. Analisis Kuantitatif Perencanaan Wilayah. Bahan Ajar Studio Perencanaan Wilayah. Bogor. Sadeghi, S.H.R & Kh. Jalili. 2008. Land use optimization in watershed scale, Land Use Policy (2008), doi:10.1016/j. landusepol. 2008.02.007. Siswanto. 2007. Operations Research. Erlangga. Jakarta Tarigan, Robinson. 2006. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara. Jakarta. The Bodine Street Community Garden.www.savethegarden.com [24-9-2009].
LAMPIRAN
104 Lampiran 1 Satuan peta lahan pada tiap desa/kelurahan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Kecamatan Baturraden Baturraden Baturraden Karanglewas Karanglewas Karanglewas Karanglewas Karanglewas Kedungbanteng Kedungbanteng Kembaran Kembaran Kembaran Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Patikraja Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Barat Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan
Desa/Kelurahan Kutasari Pandak Purwosari Karanglewas Kidul Pangebatan Pasir Kulon Pasir Lor Pasir Wetan Beji Karangsalam Kidul Dukuhwaluh Ledug Tambaksari Kidul Kedungrandu Kedungwringin Patikraja Pegalongan Sidabowa Sokawera Kidul Bantarsoka Karanglewas Lor Kedungwuluh Kober Pasir Kidul Pasirmuncang Rejasari Berkoh Karangklesem
Luas Total (Ha) 162.4 88.2 103.1 120.9 229.0 147.4 100.8 79.7 238.9 158.8 156.8 269.4 156.9 292.6 199.7 238.0 271.1 398.1 357.5 85.8 49.7 95.8 120.6 84.8 141.0 148.9 202.6 362.6
Kode Satuan Peta Lahan 0011
0.0 19.9
6.3
56.9
0012
0013
19.0
0.1 4.1
40.0 6.6
27.8 8.0 142.0
133.0
0015
7.7
2.1
7.1
0017
8.1
1111 32.5 20.2 44.4 41.2 64.8 48.2 26.0 38.8 53.1 48.6 55.7 79.6 32.2 41.5 44.5 58.9 30.7 20.0 34.0 70.2 34.2 71.8 87.3 78.3 54.1 83.7 142.6 124.2
1112 13.0 9.2 47.7 13.1 5.8 8.9 24.3 0.0 0.0 17.3 5.5 11.1 44.3 3.7 8.9 78.1 57.2 2.3 0.0
6.5 30.3
16.6
1113 127.1 52.9 49.3 59.0 97.5 79.7 67.9 32.0 157.4 110.2 99.3 167.7 118.5 218.0 38.9 147.8 189.5 232.8 102.4 5.7 14.2 22.3 25.4 54.8 65.2 56.5 17.1
1114
1115
1116
1117
1118 2.8 2.0 1.8 2.0 8.0 6.4 1.2
7.6 9.5 11.0
4.0
15.9 7.3 11.0 5.9 5.1
4.8
1.5
1.9 4.8 0.7 5.9 4.5 16.6 14.2 4.8 15.4 2.4 1.4 1.7 3.1 1.8
3.5 7.6
106
Lampiran 1 Lanjutan No. 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Kecamatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Selatan Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Timur Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Purwokerto Utara Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sokaraja Sumbang Sumbang
Desa/Kelurahan Karangpucung Purwokerto Kidul Purwokerto Kulon Tanjung Teluk Arcawinangun Kranji Mersi Purwokerto Lor Purwokerto Wetan Sokanegara Bancarkembar Bobosan Grendeng Karangwangkal Pabuaran Purwanegara Sumampir Karangkedawung Karangnanas Karangrau Pamijen Sokaraja Kidul Sokaraja Kulon Sokaraja Tengah Wiradadi Karanggintung Tambaksogra Kidul
Luas Total (Ha) 107.4 145.6 120.4 191.7 484.9 173.3 135.0 120.8 115.2 108.4 127.3 144.8 116.7 145.8 89.2 169.7 177.8 120.5 94.1 219.4 104.3 102.5 96.5 169.6 146.0 333.0 254.8 283.8
Kode Satuan Peta Lahan 0011
0012
17.9
6.7 195.0
50.0
45.7
0013
0015
1.3
8.6 33.3
12.3
103.6
0.1
37.2
0017
1111 73.6 103.9 99.5 98.2 207.7 135.9 109.8 59.4 112.0 96.2 97.3 75.0 35.1 88.9 23.4 49.8 78.9 56.2 34.6 35.2 39.5 25.9 54.2 61.8 50.9 62.8 70.5 72.1
1112
1113
1114 8.9
7.0 2.6
5.7 32.5 20.9 69.9 46.3 35.0 25.2 59.7
1115
1116
1117
1118
9.2 1.2 2.4 1.7 3.2
3.4 4.3 6.4 7.6 5.0
37.7 11.2 4.5
12.2 4.2 30.2 79.4 55.8 64.8 105.7 19.7 52.2 53.0 114.4 59.8 74.8 42.3 107.7 95.2 45.8 166.9 206.2
23.2 39.7
8.3 76.2 7.9
2.6 2.2 1.0 1.0 2.5 3.0
1.9
6.3 0.9
107 Lampiran 2 Luas satuan peta lahan SPL
Keterangan
Luas (Ha)
0011
Padi Sawah Tak Sesuai_Tanaman Semusim Tak Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Ruang Terbangun
398.5
0012
Padi Sawah Tak Sesuai_Tanaman Semusim Tak Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Kebun Campuran
347.8
0013
Padi Sawah Tak Sesuai_Tanaman Semusim Tak Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi
192.0
0015
Padi Sawah Tak Sesuai_Tanaman Semusim Tak Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Tanaman Pangan Lahan Kering
0017
Padi Sawah Tak Sesuai_Tanaman Semusim Tak Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Lahan kritis/berbatu
1111
Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Ruang Terbangun
1112
Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Kebun Campuran
1113
Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi
1114
Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Tanaman Pangan Lahan Sawah Tadah Hujan
1115
Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Tanaman Pangan Lahan Kering
1116
Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Padang Rumput
5.8
1117
Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Lahan Kritis/Berbatu
1.5
1118
Padi Sawah Sesuai_Tanaman Semusim Sesuai_Tanaman Tahunan Sesuai_Badan Air/Sungai
54.1 8.1 3,669.6 493.5 4,094.6 199.9 62.6
131.6 Jumlah
9,659.5
108
Lampiran 3 Kesesuaian alokasi penggunaan lahan No.
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Satuan Peta Lahan
Padi Sawah Tak Sesuai, Tanaman Semusim Tak Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Ruang Terbangun Padi Sawah Tak Sesuai, Tanaman Semusim Tak Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Kebun Campuran Padi Sawah Tak Sesuai, Tanaman Semusim Tak Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi Padi Sawah Tak Sesuai, Tanaman Semusim Tak Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Tanaman Pangan Lahan Kering Padi Sawah Tak Sesuai, Tanaman Semusim Tak Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Lahan kritis/berbatu Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Ruang Terbangun Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Kebun Campuran Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Tanaman Pangan Lahan Sawah Irigasi Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Tanaman Pangan Lahan Sawah Tadah Hujan Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Tanaman Pangan Lahan Kering Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Padang Rumput Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Lahan Kritis/Berbatu Padi Sawah Sesuai, Tanaman Semusim Sesuai, Tanaman Tahunan Sesuai, penggunaan lahan Badan Air/Sungai
Perumahan/ Industri Permukiman Pengolahan
Perkantoran/ Pertokoan
Lahan Sawah Irigasi
Lahan Sawah Tadah Hujan
Lahan Kering Kebun Tanaman Campuran Semusim
Taman Perairan Kota
Taman Hutan Kota
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0