STRATEGI PENINGKATAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PERKOTAAN (STUDI KASUS DI KELURAHAN PANJUNAN, KUDUS)
(The Improvement Strategies and Provision of Private Green Open Space for Settlement in The Urban Areas: A Case Study In Panjunan Village, Kudus)
Ferlina Nurdiansyah1, Azis Nur Bambang2, dan Hartuti Purnaweni3 Program Magister Ilmu Lingkungan Undip Jl. Imam Bardjo, SH No. 5 Semarang 2 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip Jl. Prof. Soedharto, SH Semarang 3 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Undip Jl. Prof. Soedharto, SH Semarang 1
Abstrak Meningkatnya kawasan terbangun dalam perkembangan kawasan perkotaan yang berimplikasi pada menurunnya ketersediaan ruang terbuka hijau merupakan sebuah kondisi yang sulit dihindari. Fenomena tersebut salah satunya disebabkan ruang terbuka hijau sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implementasi serta strategi peningkatan penyediaan RTH privat rumah tinggal di Kelurahan Panjunan, Kudus, sebagai kelurahan terpadat penduduknya se-Kabupaten Kudus. Metode penelitian menggunakan wawancara mendalam dan kuesioner dengan pihak-pihak yang dianggap berkompeten terhadap penyediaan RTH. Kajian penentuan prioritas strategi dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian menunjukkan aspek ekologi dengan alternatif sosialisasi bentuk dan fungsi ekologis Ruang Terbuka Hijau (RTH) privat rumah tinggal menjadi prioritas dalam peningkatan RTH di Kelurahan Panjunan, Kudus. Kata kunci: Kudus, Ruang Terbuka Hijau Privat Rumah Tinggal, Analytical Hierarchy Process
Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kudus merupakan salah satu kabupaten yang berkomitmen untuk mewujudkan Kota Hijau sebagai bagian Email:
[email protected]
dari mitigasi pemanasan global. Perwujudan Kota Hijau dalam kurun waktu tahun 2005-2025 terbagi menjadi tiga tahapan dimana masing-masing tahapan memiliki komponen atribut Kota Hijau berbeda yang menjadi target pencapaiannya. Green Open Space menjadi salah satu atribut dari Kota Hijau yang menjadi target fokus pada
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 3 | November 2012
39
Strategi Peningkatan Dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
Ferlina Nurdiansyah, Azis Nur Bambang, Dan Hartuti Purnaweni
setiap tahapan yang ada (Bappeda Kudus, 2011). Target yang diharapkan dari atribut ini adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) sesuai karakteristik kabupaten dengan melalui berbagai macam strategi. Target yang diharapkan tersebut menjadi permasalahan tersendiri untuk diimplementasikan di kawasan perkotaan. Kawasan perkotaan tidak dapat dilepaskan dari peningkatan lahan terbangun seiring dengan perkembangan aktivitasnya. Wikarta (2004) mengungkapkan bahwa meningkatnya kawasan terbangun akan memberikan konsekuensi terjadinya penyusutan RTH. Adanya fenomena ini salah satunya disebabkan RTH sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Padahal untuk mengatasi kondisi lingkungan sebuah wilayah yang semakin buruk, peran RTH sangat diperlukan. Di samping menjaga keserasian antara kebutuhan ruang aktivitas masyarakat dengan kelestarian bentuk lansekap alami. RTH juga memiliki berbagai manfaat seperti kenyamanan, estetika, hidrologis, klimatologis, ekologis, protektif, edukatif, kesehatan, dan wisata. Kuantitas RTH yang semakin berkurang diiringi dengan kualitas yang rendah menyebabkan keseimbangan daya dukung ekologis lingkungan kota tidak terjaga pada akhirnya dapat menimbukan kerusakan lingkungan pusat kota berupa rob, banjir, dan polusi (Hijraie, 2009). Apabila dari kondisi tersebut ada upaya dalam skala kecil yang dilakukan oleh masyarakat secara mandiri dalam bentuk dukungan penyediaan RTH privat seperti menanam pohon atau tanaman perdu di pekarangan rumah, maka tekanan-tekanan terhadap lingkungan tersebut terutama polusi udara akan dapat dikurangi. Di samping itu, adanya vegetasi tanaman yang ditentukan dari luasan penutupan kanopinya memberikan manfaat lain yang dapat dinikmati bersama berupa udara yang lebih sejuk karena ikut membantu 40
mengendalikan kenaikkan suhu udara dan meningkatkan ketersediaan daerah resapan air (Pontoh dan Sudrajat, 2005; Wahab, 2009). Penyediaan RTH privat menjadi salah satu alternatif yang didorong terutama untuk mengurangi ketimpangan ketersediaan RTH publik (Handayani, 2008). Bila pemerintah daerah hanya mengandalkan upaya peningkatan RTH dari sektor publik, maka kendala yang dihadapi Pemerintah adalah ketidakmampuan untuk terlibat secara penuh dalam pembuatan dan pengelolaan ruang terbuka hijau yang sangat kompleks karena faktor sumberdaya, baik SDM maupun dana. Benston, et al. (2003) menyebut bahwa adanya keterlibatan masyarakat bersama pemerintah baik dalam proses perencanaan maupun pada pelaksanaan kebijakan terkait RTH merupakan sebuah landasan yang efektif dalam pengelolaan pertumbuhan sebuah kawasan perkotaan. Oleh karena itu perlu langkah baru untuk meningkatkan partisipasi masyarakat melalui penyediaan RTH privat terutama di lingkungan tempat tinggal masing-masing, terlebih mengingat bahwa kegiatan penghijauan yang tercermin melalui penyediaan RTH disebut sebagai kegiatan yang berhasil dikembangkan melalui sosialisasi di berbagai media (Mastuti, 2010). Di samping keberadaan RTH privat rumah tinggal mampu memberikan manfaat langsung bagi pemiliknya, ketersediaannya juga menjadi salah satu komponen memperbesar ketersediaan ruang terbuka hijau secara keseluruhan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implementasi serta strategi peningkatan penyediaan RTH privat rumah tinggal di Kelurahan Panjunan, Kudus. Material dan Metode Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 3 | November 2012
Strategi Peningkatan Dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
ini melalui metode wawancara mendalam dan kuesioner. Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi umum di wilayah penelitian. Sebagai narasumber adalah pihak pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Kantor Lingkungan Hidup, Bappeda Kabupaten Kudus, dan Lurah Panjunan. Di samping itu wawancara juga dilakukan kepada masyarakat di Kelurahan Panjunan yang terdiri dari Ketua RW, Ketua RT, dan perwakilan masyarakat pada tiap RW. Dalam menentukan aspek dan strategi prioritas yang diambil dalam rangka meningkatkan penyediaan ruang terbuka hijau privat rumah tinggal digunakan kuesioner AHP. Responden yang digunakan untuk analisis ini merupakan key person yang memiliki peranan dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau Privat. Key persons yang digunakan berjumlah delapan orang, berasal dari unsur Bappeda Kabupaten Kudus, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Kantor Lingkungan Hidup, Lurah Panjunan, kelompok PKK Kelurahan, PR. Djarum Kudus, dan Universitas Muria Kudus. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty (1993). Kriteria dan alternatif dalam penelitian dapat disusun secara hierarki yaitu pada tingkat pertama adalah tujuan, tingkat kedua terdiri dari kriteria untuk mencapai tujuan tersebut, dan tingkat ketiga berisi alternatif-alternatif strategi. Hasil dan Pembahasan 3.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian Kelurahan Panjunan berlokasi di Kecamatan Kota Kabupaten Kudus. Dengan luas hanya sebesar 15,92 ha dalam kurun waktu tahun 2007-2011, Kelurahan Panjunan menjadi kelurahan yang terpadat penduduknya se-Kabupaten Kudus. Bila rata-rata kepadatan penduduk di Kecamatan Kota hanya sebesar 8.738 jiwa per km2 pada tahun 2010, maka di Kelurahan
Ferlina Nurdiansyah, Azis Nur Bambang, Dan Hartuti Purnaweni
Panjunan kepadatan penduduknya mencapai hampir tiga kali lipatnya yaitu sebesar 22.763 jiwa per km2 pada tahun 2011(BPS Kabupaten Kudus, 2012). Penduduk Kelurahan Panjunan berjumlah 3.680 orang yang terbagi menjadi 880 KK (BPS Kabupaten Kudus, 2012). Mayoritas warga bermata pencaharian sebagai buruh industri (77%). Berada pada ketinggian 3 mdpl, topograi kelurahan ini berupa dataran rendah, tidak berbukit-bukit, serta tidak terdapat bantaran dan aliran sungai. Di Kelurahan Panjunan penggunaan lahan sangat intensif dan bersifat campuran. Tidak terdapat ruang publik di Panjunan seperti taman kota, taman bermain, hutan kota, dan taman kelurahan. Dari pengamatan di lapangan, dengan lokasi berada di pusat kota dan kondisi pemukiman yang padat penduduk serta luasan kepemilikan lahan yang sempit menyebabkan komposisi RTH privat menjadi sangat terbatas. Komposisi yang tidak seimbang antara dominasi kawasan terbangun rumah tinggal dengan sempitnya pekarangan rumah penduduk menjadi pemandangan umum yang sangat mudah dijumpai di kelurahan ini. Sedangkan di sisi lain, letak kelurahan yang berada di pusat kota menyebabkan kelurahan ini dilewati jalur utama lalu lintas di Kabupaten Kudus yang tentunya konsentrasi lalu lintas dan kepadatan kendaraan meningkatkan resiko udara tercemar. Implementasi RTH Privat Rumah Tinggal di Kabupaten Kudus Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang ditidaklanjuti dengan terbitrnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/ M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan mengatur ketentuan luas minimal penyediaan Ruang Terbuka Hijau sebesar 30% dari luas wilayah kota yaitu 20% untuk RTH publik dan 10% untuk RTH privat. Menurut Peraturan Menteri
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 3 | November 2012
41
Strategi Peningkatan Dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
Ferlina Nurdiansyah, Azis Nur Bambang, Dan Hartuti Purnaweni
Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 bentuk RTH privat adalah berupa RTH pekarangan rumah tinggal dan taman atap bangunan rumah. Selain dua peraturan tersebut yang terkait dengan ruang terbuka, Pemerintah Kabupaten Kudus juga telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2000 tentang Bangunan. Pelaksanaan peraturanperaturan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Kabupaten Kudus untuk mengawal RTH-nya di tengah tekanan terhadap lingkungan yang disebabkan kenaikan jumlah penduduk yang terjadi setiap tahunnya. Sanksi ataupun reward kepada penyedia ruang terbuka sesuai ketentuan tidak pernah diberikan, sehingga hal ini menjadikan penyediaan RTH hanya bersifat inisiatif dari masing-masing pemilik rumah tanpa ada kepatuhan untuk mentaati aturan. Hal ini akan meningkatkan fenomena penyediaan ruang terbuka hijau di rumah tinggal menjadi tidak terpola serta tidak memenuhi aturan yang ada. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada instansi terkait, ketentuan penyediaan Ruang Terbuka Hijau pada rumah tinggal bukan merupakan prioritas dalam pengambilan keputusan terutama dalam kaitannya dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Kondisi ini semakin diperlemah dengan beberapa produk pemerintah daerah yang terkait dengan intensitas bangunan dan ruang terbuka belum memiliki landasan hukum yang kuat seperti Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan Rencana Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) masih sebatas dokumen laporan pemerintah daerah. Dalam dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan Rencana Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) Kabupaten Kudus sebenarnya telah memuat ketentuan Koeisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koeisien Daerah Hijau (KDH) sebagai pengendali intensitas kepadatan bangunan, namun 42
karena masih bersifat dokumen pelaporan semata sehingga tidak memiliki payung hukum yang kuat untuk diimplementasikan. Koeisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai, sedangkan KDH adalah adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Ketentuan penyediaan ruang terbuka memang menjadi salah satu yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2000 tentang Bangunan. Pada pasal 49 peraturan tersebut komposisi lahan terbangun dan tidak terbangun pada rumah tinggal diatur sebesar 60:40, akan tetapi dalam pelaksanaan pengawasannya selama ini kurang menjadi perhatian. Dari hasil wawancara terungkap bahwa yang menjadi perhatian utama dalam pemberian Ijin Mendirikan Bangunan di rumah tinggal adalah ketaatan terhadap pemenuhan ketentuan terhadap Garis Sempadan Jalan. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau hanya sebatas menjadi saran dalam setiap monitoring kegiatan yang dilakukan. Tidak ada sanksi maupun reward yang diberikan dalam penyediaan RTH privat menyebabkan masyarakat cenderung mengabaikannya. Kendala yang dihadapi pemerintah daerah untuk menegakkan peraturan terkait dengan penyediaan RTH privat rumah tinggal adalah kebutuhan masyarakat untuk mengurus IMB baru dilakukan setelah bangunan didirikan. Sedangkan apabila pemilik rumah didapati tidak menyediakan ruang terbuka hijau sesuai ketentuan, ijin tetap diberikan karena pertimbangan pemberian Ijin Mendirikan Bangunan lebih didasarkan pada terpenuhinya terhadap ke-
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 3 | November 2012
Strategi Peningkatan Dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
tentuan Garis Sempadan Jalan. Selain adanya Peraturan Daerah tersebut, sebelum terbit Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 sejatinya di Kabupaten Kudus telah mewajibkan setiap pemilik atau penghuni rumah untuk menghijaukan pekarangan yang dimilikinya melalui Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kudus Nomor 17 tahun 1998 tentang Pengaturan Penghijauan dan Pertamanan dalam Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus. Dalam Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kudus Nomor 17 tahun 1998 tentang Pengaturan Penghijauan dan Pertamanan dalam Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus tersebut pada pasal 4 telah tertuang ketentuan penyediaan vegetasi pada rumah tinggal yang dibedakan berdasarkan luasan kavling yang dimiliki. Meskipun Pemerintah Kabupaten Kudus sudah memiliki peraturan tersebut, namun pada saat penyuluhan yang terkait dengan penghijauan tidak disampaikan keberadaan peraturan yang mengatur penyediaan tanaman tersebut. Oleh sebab itu, masyarakat tidak mengetahui bahwa sebenarnya telah terdapat kewajiban dari pemilik rumah untuk menghijaukan tempat tinggalnya. Hal tersebut diperkuat dengan hasil wawancara dengan masyarakat Kelurahan Panjunan mengenai ketentuan penyediaan lahan terbuka maupun penyediaan tanaman di rumah tinggal. Masyarakat sebagian besar tidak mengetahui adanya ketentuan terhadap ruang terbuka di rumah tinggal. Adapun masyarakat yang mengetahui keberadaan ketentuan tersebut, ternyata juga tidak mengetahui bagaimana komposisi yang tepat sesuai aturan yang ada. Terkait penyediaan RTH, pemerintah daerah masih memprioritaskan kegiatan untuk RTH publik. Hal ini terlihat dari kegiatan yang dilaksanakan selama ini belum pernah menganggarkan kegiatan dengan target peningkatan RTH pivat rumah tinggal sebagai capaiannya.
Ferlina Nurdiansyah, Azis Nur Bambang, Dan Hartuti Purnaweni
Sosialisasi terkait dengan IMB telah dilakukan oleh pemerintah daerah namun dalam pemberian sosialisasi terdapat beberapa hal yang menjadi kekurangan. Sosialisasi hanya menjadi kegiatan tahunan yang dilakukan bergiliran di tingkat kecamatan, dengan peserta kepala desa dan tokoh masyarakat. Di samping itu, aturan yang terkait dengan bangunan diberikan dalam satu paket dengan perizinan-perizinan lain sehingga menjadi tidak fokus. Jumlah peserta yang terbatas ditambah terlalu generalnya topik sosialisasi menyebabkan kurang efektifnya sosialisasi. Pemerintah kabupaten juga telah mengadakan penyuluhan terkait dengan penghijauan di tingkat kecamatan. Dalam penyuluhan tesebut diberikan materi tentang manfaat tanaman dengan peserta adalah kepala desa dan tokoh masyarakat termasuk perwakilan kelompok PKK. Kegiatan ini tidak dilaksanakan secara rutin tiap tahun, namun hanya ketika ada pendanaan dari pemerintah kabupaten. Pemberian informasi mengenai bagaimana cara mengisi seoptimal mungkin lahan pekarangan dan lahan kosong lainnya dengan berbagai jenis tanaman, baik ditanam langsung maupun ditanam dalam pot juga belum dilakukan. Padahal informasi untuk menyediakan tanaman pada lahan yang terbatas dalam rangka meningkatkan RTH privat rumah tinggal sangat diperlukan khususnya di kawasan perkotaan. Strategi Peningkatan RTH Privat Rumah Tinggal Strategi peningkatan RTH privat rumah tinggal dirumuskan berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan key persons dan hasil analisis AHP (Analytical Hierarchy Process). Tujuan, alternatif, dan kriteria strategi peningkatan RTH yang digunakan dalam AHP dirumuskan dari hasil survei dan diskusi dengan key persons yang berkompeten terhadap RTH. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa key persons yang
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 3 | November 2012
43
Strategi Peningkatan Dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
berkompeten di bidangnya dan didukung dengan hasil wawancara dengan masyarakat Panjunan, maka dapat dirumuskan permasalahan yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan RTH privat rumah tinggal, sebagai berikut: Belum adanya payung hukum yang kuat terhadap penyediaan RTH, khususnya RTH rumah tinggal. Kurangnya pemanfaatan lahan yang optimal agar fungsi lahan secara ekonomi, estetika, dan ekologi dapat terpenuhi Belum optimalnya informasi kepada masyarakat tentang keberadaan aturan penyediaan Ruang Terbuka Hijau di rumah tinggal Pemikiran bahwa penyediaan tanaman di rumah tinggal lebih kepada fungsi sebagai penghias rumah, bukan terletak pada fungsi ekologisnya Masih rendahnya pengetahuan masyarakat dalam menyikapi lahan yang terbatas untuk tetap menyediakan ruang terbuka hijau Masih terbatasnya keberadaan tokoh masyarakat yang memberikan komitmen yang tinggi terhadap penghijauan kepada EKOLOGI
,321
TEKNIK
,253
SOSLEMB
,284
EKONOMI
,142
Ferlina Nurdiansyah, Azis Nur Bambang, Dan Hartuti Purnaweni
but, maka strategi peningkatan RTH dapat dipilah menjadi empat aspek utama yang menjadi hierarki strategi yang perlu dilakukan yaitu aspek ekologi, teknik, sosial kelembagaan, dan ekonomi. Urutan skala prioritas dari keempat aspek tersebut dilakukan melalui AHP. Analisis pendapat gabungan para responden key persons menunjukkan bahwa aspek ekologis merupakan aspek paling penting yang perlu dilakukan dalam peningkatan ruang terbuka hijau privat rumah tinggal di Kelurahan Panjunan. Hal ini didasarkan dari skor pada aspek ini yang merupakan skor tertinggi bila dibandingkan dengan ketiga aspek lainnya yaitu nilai bobot sebesar 0,321. Aspek berikutnya yang perlu diperhatikan adalah aspek sosial kelembagaan (nilai bobot 0, 284); aspek teknik (nilai bobot 0, 284) dan aspek ekonomi sebagai aspek terakhir (nilai bobot 0,142). Nilai inkonsistensi ratio 0,09 < 0,1 (batas maksimum) yang berarti hasil analisis tersebut dapat diterima. Hasil AHP secara lengkap untuk setiap aspek dapat dilihat pada Gambar 1:
Inconsistency Ratio =0,09
Keterangan : Ekologi : Aspek Ekologi Teknik : Aspek Teknik Soslemb : Aspek Sosial Kelembagaan Ekonomi : Aspek Ekonomi Gambar 1. Aspek Peningkatan RTH Privat Rumah Tinggal lingkungan sekitar Terpilihnya aspek ekologis sebagai Ketiadaan lembaga/instansi yang prioritas utama yang harus diperhatikan memberikan pendampingan khusus untuk dalam peningkatan RTH privat di rumah turut menata lingkungan rumah tinggal di tinggal mencerminkan bahwa kegiatan wilayah perkotaan. peningkatan RTH privat rumah tinggal sanBerangkat dari permasalahan terse- gat erat kaitannya dengan masalah keber44 Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 3 | November 2012
Strategi Peningkatan Dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
lanjutan lingkungan di kawasan perkotaan dalam keberadaannya untuk perlindungan kehidupan manusia. Hal yang menjadi implikasi yaitu dalam kegiatan peningkatan RTH privat harus mampu dilaksanakan secara berkelanjutan agar kawasan perkotaan tetap terjaga kelestariannya sehingga secara bersama-sama
Keterangan : BENFURTH
:
TANLATAS
:
PERLABUK
:
ATAP KAP ORTO
: :
RUBPIKIR KERJASAM PERDARTH TANAMEKO I NSENDI S TANAM KAU
: : : : : :
Ferlina Nurdiansyah, Azis Nur Bambang, Dan Hartuti Purnaweni
dengan keberadaan RTH publik mampu menciptakan suasana yang nyaman. Hasil analisis secara keseluruhan (overall) dengan AHP menunjukkan bahwa skala prioritas kriteria dan alternatif peningkatan RTH privat rumah tinggal di Kelurahan Panjunan dapat dilihat pada Gambar 2.
Sosialisasi bentuk dan fungsi ekologis Ruang Terbuka Hijau (RTH) privat rumah tinggal Penyuluhan tentang penanaman di lahan terbatas yang bermanfaat ekologis Sosialisasi adanya peraturan tentang ketentuan lahan terbuka pada rumah tinggal Sosialisasi peluang atap bangunan sebagai media tanam Peningkatan kapasitas organisasi/ perkumpulan / tokoh masyarakat Perubahan pola pikir terhadap lahan terbatas Kerjasama dengan stakeholder Penyusunan Peraturan Daerah tentang Ruang Terbuka Hijau Penananaman tanaman bernilai ekonomi Insentif pengurangan pajak dan penerapan disinsentif denda Penyediaan tanaman berdaya beli terjangkau
Gambar 2. Prioritas Strategi Peningkatan RTH Privat Rumah Tinggal
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 3 | November 2012
45
Strategi Peningkatan Dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
Ferlina Nurdiansyah, Azis Nur Bambang, Dan Hartuti Purnaweni
Dari Gambar 2 terlihat tiga prioritas dalam strategi peningkatan RTH privat rumah tinggal yaitu (1) sosialisasi bentuk dan fungsi ekologis RTH privat rumah tinggal (bobot 0,166); (2) perubahan pola pikir terhadap lahan terbatas (bobot 0,146) dan; (3) sosialisasi adanya peraturan tentang ketentuan lahan terbuka pada rumah tinggal (bobot 0,130). Adanya sosialisasi bentuk dan fungsi ekologis RTH privat rumah tinggal masyarakat akan memberikan tambahan pengetahuan tentang apa saja yang dapat digolongkan sebagai RTH sehingga memanfaatkan potensi yang dimiliki di sekitar rumah tinggalnya untuk dapat dijadikan sebagai ruang terbuka hijau. Sosialisasi tentang fungsi-fungsi ekologis keberadaan ruang terbuka hijau perlu disampaikan sehingga masyarakat ketika menyediakan ruang terbuka hijau di tempat tinggalnya tidak hanya didasari atas fungsi non ekologis, namun juga fungsi ekologis. Kesadaran akan pentingnya keberadaan terhadap RTH perlu ditanamkan sehingga ketersediaannya tidak hanya didasari sebagai wahana rekreasi semata namun juga untuk ikut memenuhi kebutuhan manusia dalam upaya mewujudkan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya ruang terbuka hijau privat dapat menumbuhkan kecintaan terhadap tanaman karena keberadaannya sebagai bagian dari kebutuhan hidup manusia. Pengenalan terhadap tanaman yang memiliki fungsi ekologis tinggi perlu diberikan karena keberadaan tanaman di tempat tinggal diharapkan dapat menciptakan kualitas lingkungan yang lebih baik bagi tempat tinggal sehingga terasa nyaman. Salah satunya adalah menciptakan iklim yang lebih sejuk. Pada saat siang hari, udara panas yang dipicu banyaknya perkerasan jalan dan bangunan dapat dicegah oleh keberadaan pepohonan. Sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon da46
pat menahan radiasi pantulan dari bumi. Diperlukan suatu perubahan cara berpikir dari seluruh komponen masyarakat agar terbangun suatu kesadaran untuk bergerak membangun Kota Hijau melalui RTH privat, terutama RTH privat di tempat tinggal masing-masing. Harapan dari semua itu adalah tumbuhnya suatu kesadaran pada setiap elemen dalam masyarakat dalam menerapkan prinsip-prinsip kehidupan yang ramah lingkungan untuk skala yang lebih luas. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis AHP, dapat disimpulkan bahwa alternatif strategi yang menjadi prioritas dalam peningkatan RTH rumah tinggal di Kabupaten Kudus adalah dari aspek ekologi dengan alternatif sosialisasi bentuk dan fungsi ekologis RTH privat rumah tinggal masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan RTH privat berkaitan erat dengan keberlanjutan lingkungan di kawasan perkotaan. Ucapan Terimakasih Penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Kepala Pusat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Perencana-Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren-Bappenas) dan Bupati Kudus beserta jajarannya atas beasiswa dan kesempatan belajar yang diberikan, serta Redaksi Jurnal EKOSAINS yang telah bersedia untuk menerbitkan makalah ilmiah ini. Daftar Pustaka Bappeda Kudus. 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kabupaten Kudus. Pemerintah Kabupaten Kudus, Kudus. 12 p Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus. 2012. Kecamatan Kota Kudus dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus dan
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 3 | November 2012
Strategi Peningkatan Dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
Bappeda Kabupaten Kudus. Kudus.449 p. Bengston, D.N., J.O. Fletcher, and K.C. Nelson. 2004. Public Policies For Managing Urban Growth and Protecting Open Space : Policy Instruments and Lessons Learned in The United States. Landscape and Urban Planning. 6 (9): 271 286. http:// scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:hVT_ K 4 n W z D I J : s c h o l a r. g o o g l e . com/&hl=id&as_sdt=0. Diakses tanggal 10 April 2012. Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 tanggal 26 Mei 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Handayani, S. 2008. Implikasi UU. No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang terhadap Penyediaan Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Non Hijau di Provinsi DKI Jakarta. Buletin Tata Ruang Maret-April: 22-28. Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. Jakarta. Hijraie, M. 2009. Nilai Ruang Terbuka Hijau Pada Perumahan Perkotaan (Studi Kasus: Perumahan Graha Taman Bunga, Bukit Semarang Baru-Semarang). [Tesis]: Semarang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Mastuti, T.S., S. P. Hadi, dan S. Suryoko. 2010. Kepedulian Masyarakat terhadap Fenomena Pemanasan Global (Studi Kasus Mahasiswa S1 Universitas Diponegoro), Buletin Sintesis. 15(1):25-31. Yayasan Dharma Agrika. Semarang Pemerintah Kabupaten Kudus. Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kudus Nomor 17 Tahun 1998
Ferlina Nurdiansyah, Azis Nur Bambang, Dan Hartuti Purnaweni
tentang Pengaturan Penghijauan dan Pertamanan dalam Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus. Pemerintah Kabupaten Kudus. Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2000 tentang Bangunan. Pemerintah Republik Indonesia. UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pontoh, N.K dan D. J. Sudrajat. 2005. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 16(3) : 44-56. Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hierarkhi Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Wahab, D. E. 2009. Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Permukiman (Studi Kasus di Kecamatan Demak Kabupaten Demak). [Tesis]: Semarang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Wikarta, E.K. 2004. Alih Fungsi Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Perkotaan di Pulau Jawa: Studi Kasus di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Majalah Geograi Indonesia. Volume 18(2): 99-115. Fakultas Geograi Universitas Gajahmada.Yogyakarta.
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 3 | November 2012
47