Optimasi Pengendalian Unit Gasifikasi dan Char Combustor pada Pabrik Biohidrogen dari Biomassa Menggunakan Reidentifikasi Model Predictive Control Abdul Wahid *, Rizali Nurcahya Nararya Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kampus UI Depok
Corresponding Email:
[email protected]
Abstrak Kebutuhan energi dunia yang semakin meningkat mendorong terbentuknya penelitian berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Salah satunya adalah biohidrogen yang berasala dari biomassa. Unit penting dalam proses pembuatan biohidrogen adalah gasifier dan char combustor. Gasifier adalah unit reaksi pembentukan biohidrogen. Untuk mengoptimasi kinerja unit proses awal pabrik bioidrogen dari biomassa ini maka akan dipasangkan sistem pengendalian dengan metode MPC (model predictive control). Pengendali MPC bergantung pada model empirik FOPDT (firt-order plus dead-time) yang diperoleh dengan melakukan identifikasi sistem dan juga bergantung pada penyetelan parameter MPC. Karena itu, dari model empirik awal yang dihasilkan, dilakukan penyetelan parameter MPC untuk menghasilkan kinerja pengendalian yang lebih baik dari pengendali PI. Untuk lebih meningkatkan kinerjanya lagi, dilakukan proses reidentifikasi sistem untuk mendapatkan model empirik baru yang membuat MPC memiliki kinerja yang lebih baik dari MPC sebelumnya (tanpa reidentifikasi sistem). Kriteria optimum pengendaliannya menggunakan IAE (integral of absolute error), dengan kriterianya semakin kecil nilai IAE semakin optimum kinerjanya. Hasil tanpa adanya reidentifikasi sistem adalah bahwa nilai IAE pada unit gasifikasi menjadi sebesar 132,06 dibandingkan PI yang gagal melakukan pengendalian dengan model empirik yang sama. Unit char combustor IAE nya menjadi 203,707 dibanding PI dengan IAE 290,419, dan kemudian untuk cooler, IAE nya menjadi 16,129 dibandingkan PI yang sebesar 67,578. Sedangkan hasil setelah dilakukan reidentifikasi sistem adalah untuk pengendalian suhu gasifier nilai IAE-nya sebesar 184,47 atau lebih buruk kinerjanya daripada pengendalian MPC tanpa reidentifikasi sehingga yang digunakan adalah MPC tanpa reidentifikasi karena sudah mencapai pengendalian yang optimum. Untuk char combustor IAEnya sebesar 61,12 dengan kenaikan kinerja pengendalian sebesar 70% dibandingkan dengan MPC tanpa reidentifikasi dan 79 % dibandingkan denngan PI dan pada unit cooler IAEnya menjadi 12,76 dengan kenaikan kinerja pengendali 21% dibandingkan dengan pengendalian MPC tanpa reidentifikasi dan 81% dibandingkan dengan pengendalian PI. Jadi ada peningkatakan kinerja pengendali sebesar 21% hingga 81% untuk char combustor dan cooler. Proses penyetelan ini dilakukan pada tiap peralatan secara terpisah (commissioning). Untuk melihat kinerja pengendali secara keseluruhan (tersambung antara peralatan satu dengan lainnya), diberikan dua jenis gangguan, yakni perubahan laju alir umpan sebesar +0,4%. dan perubahan suhu umpan sebesar 5oC atau sekitar 10%. Hasilnya menunjukkan bahwa setiap pengendali Reidentifikasi MPC mampu mengembalikan ke set-point yang ditentukan dengan IAE sebesar 0,4%-4,5% untuk perubahan laju alir umpan dan untuk perubahan suhu umpan tiap pengendali juga mampu mengembalikan ke set-point suhu yang ditentukan dengan IAE sebesar 0,03% hingga 0,35%. Kata Kunci: MPC, tuning, reidentifikasi model, biohidrogen, biomassa
1.
Pendahuluan
Kebutuhan energi di dunia semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan kemajuan di bidang teknologi serta masifnya industrialisasi dunia. Hal ini memicu para peneliti untuk mencari sumber energy baru dan terbarukan. Salah satunya adalah hidrogen yang terbuat dari
1
biomass. Hidrogen bukanlah sumber energi (energi source) melainkan pembawa energi (energi carrier), artinya hidrogen tidak tersedia bebas di alam atau dapat ditambang layaknya sumber energi fosil. Gas hidrogen sangat mudah terbakar dan akan terbakar pada konsentrasi serendah 4% H2 di udara bebas (Muliawati, 2008). Budianta dkk (2011) telah merancang pabrik pembuatan hidrogen dari biomass berdasarkan gasifikasi biomassa (Nath dan Das, 2003) dengan menggunakan prinsip pembakaran dan perengkahan (cracking) dengan panas yang berasal dari char combustor. Proses gasifikasi dipilih karena lebih ekonomis. Model Predictive Control (MPC) adalah salah satu pengendalian lebih lanjut (advanced control) yang telah digunakan dalam industri proses pabrik, kilang, maupun sistem tenaga listrik (Balat dan Kartay, 2010) Pengendali MPC bergantung pada model dinamis proses, dan model yang paling sering digunakan adalah yakni model empirik yang diperoleh dengan melakukan identifikasi sistem. Keutamaan dari MPC adalah MPC dapat mengoptimasi kondisi pada sekaligus menjaga kondisi proses masa yang akan datang tetap dalam keadaan stabil. MPC dapat mengantisipasi kejadian dimasa depan dan dapat mengambil tindakan terhadap pengendali yang sesuai, sedangkan Pengendali konvensional seperti PID tidak memiliki kemampuan prediksi ini (Camacho and Bordons, 1998). Untuk meningkatkan kinerja pabrik biohidrogen perlu diberikan pengendalian proses untuk mengurangi error dalam proses MPC merupakan sebuah pengendali yang menggunakan model dinamik dari sebuah proses, model dinamik didapatkan dari data dan perilaku sebelumnya dari sistem yang dikendalikan, sehingga dapat diprediksi perilaku proses berikutnya. Model suatu sistem dapat direpresentasikan secara matematik. Model tersebut diturunkan dari hubungan output terhadap input yang diberikan.Berdasarkan model tersebut, maka informasi dinamik serta kondisi steady state dari suatu sistem dapat diperkirakan. Model yang digunakan dalam MPC mewakili perilaku sistem dinamis. Model MPC memprediksi perubahan variabel dari sistem yang dimodelkan dimana perubahan tersebut dapat disebabkan oleh perubahan setpoint ataupun adanya gangguan. Model yang digunakan pada MPC didapat dari identifikasi sistem, identifikasi sistem menggunakan metode statistik untuk membangun model matematis secara dinamis dari data yang terukur. Model nya dapat berupa model empirik FOPDT (Kp, τ, θ).
2.
Metodologi Penelitian
Langkah pertama adalah melakukan model testing untuk mendapatkan PR. Dari grafik PRC tersebut kemudian didapatkan nilai KP, τ, dan θ dengan metode marlin II (Marlin, 2000). Memasukkan nilai empirik (Kp, τ, θ) yang didapat dari pengendali PI kedalam pengendali MPC, kemudian jalankan integrator. Kemudain lakukan tuning dan reidentifikasi sistem (Malik, 2014) sebagai berikut: 1.
2. 3. 4.
Menghitung nilai IAE dari kurva PRC hasil dari nilai empirik yang baru. Apabila nilai IAE dari kurva PRC dari MPC yang baru lebih bagus daripada nilai IAE dari PRC PI sebelumnya, maka reidentifikasi dianggap telah selesai, sedangkan apabila nilai IAE yang MPC tidak lebih baik daripada nilai IAE dari PI maka dilakukan MPC tuning Mengubah setpoint pengendali tersebut sesuai dengan yang telah ditentukan, sehingga didapat kurva PRC yang baru pada pengendali MPC. Melakukan perhitungan nilai empirik yang baru dari kurva PRC yang didapat sebelumnya. Menghitung nilai IAE dari kurva PRC hasil dari nilai empirik yang baru. Apabila nilai IAE dari kurva PRC yang baru lebih bagus daripada nilai IAE dari PRC sebelumnya, maka reidentifikasi dianggap telah selesai, sedangkan apabila nilai IAE yang baru tidak lebih baik daripada nilai IAE pada PRC sebelumnya, maka dilakukan kembali poin b hingga d. Apabila pengendali MPC memiliki kinerja yang lebih baik daripada pengendali PI, maka penelitian dianggap berrhasil, apabila belum berhasil, dilakukan penggabungan sistem pengendalian menyeluruh dan dilakukan uji pemberian gangguan pada umpan sistem pabrik. Semua proses simulasi tersebut menggunakan perangkat lunak Unisim.
2
3.
Hasil dan Pembahasan
3.1 Disain Pengendalian Unit Gasifier dan Char Combustor Disain pengendalian proses produksi biohidrogen dari biomass pada unit gasifikasi dan char combutor terdapat empat pengendalian yang digunakan (Salma, 2013). Keempat pengendalian tersebut yang pertama adalah pengendalian molar flow dari produksi hidrogendi unit gasifikasi. Variable pengendalian mlar flow teresebut menggunakan masukan proses sebagai variabel pengendalian. Kemudian pada unit gasifikasi dilakukan pengendalian suhu yang bertugas sebagai energi untuk reaksi pirolisis dari biomass tersebut karena reaksi didalam gasifikasi bersifat endotermis. Kemudian suhu char combutor diatur dengan memberikan cooler terhadap reaktor char. Reaksi di dalam char combutor bersifat eksotermis sehingga mengeluarkan energi dan menaikkan suhu reaktor. Untuk menjaga suhu tetap aman maka dilakukan pengendalian suhu pada char combustor. Kemudian keluaran dari char combustor diturunkan suhunya dengan cooler sehingga keluaran char combustor yang berupa CO2 aman bagi lingkungan. Berdasarkan identifikasi lebih lanjut, pengendalian pada masukkan gasifier bersifat solid. Masukkan bersifat solid sulit dikendalikan, karena pada umunya pengendalian proses melakukan pengendalian dengan cara melakukan perubahan-perubahan pada variabel pengendalian pada aktuator yang umunya adalah berupa valve. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka pengendalian masukan pada gasifier dihilangkan, sehingga pada penelitian ini hanya ada tiga pengendali MPC. Secara garis besar, skema pngendalian proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Disain pengendalian unit gasifier dan char combustor
3.2 Mendapatkan Model Terbaik dengan Reidentifikasi Sistem 3.2.1 Cooler Unit Cooler bertujuan untuk mendinginkan gas buangan hasil pembakaran di char combustor. Pengendali yang dipasang adalah pengendali suhu. Pengendali suhu dipasang agar suhu gas keluaran sesuai dengan baku mutu sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan.
3
(a) (b) (c) Gambar 2. PRC grafik TC –Cooler, model testing (a) perbandingan PI, MPC dan MPC tuning (b) dan reidentifikasi (c) Dari Gambar 2(a) untuk model testing didapatkan model PRC melalui persamaan marlin II yaitu 𝐹𝑂𝑃𝐷𝑇 (𝐶𝑜𝑜𝑙𝑒𝑟) =
𝐾𝑝 𝑒 −𝜃𝑠 𝜏𝑠+1
=
5,719𝑒 −63.673 𝑠
(1)
236 .221 𝑠+1
Kemudian model tersebut digunakan untuk pengendalian MPC, namun nilai IAE nya204,68 tidak sebaik IAE pada PI (67,58) maka dilakukan mpc tuning dengan parameter tuning: SRL = 20, P = 20, M = 2, T = 5 dan didapatkan hasil IAE yang lebih baik sebesar 16,13, kemudian dilakukan reidentifikasi dan didapatkan model terbaik dengan IAE terkecil seperti Gambar 1(c) dan Tabel 1 yaitu 12,76. 𝐹𝑂𝑃𝐷𝑇 (𝐶𝑜𝑜𝑙𝑒𝑟) =
𝐾𝑝 𝑒 −𝜃𝑠 𝜏𝑠+1
=
5,710 𝑒 −2.645 𝑠
(2)
13.431 𝑠+1
Pada unit cooler proses reidentifikasi dilakukakn dua kali tahapan dan tiap tahap mengahsilkan model 2 dan pada reidentifikasi didapatkan model 3 dimana pada model ini didapatkan nilai IAE terkecil. Tabel 1 Model FOPDT unit MPC-TC cooler
FOPDT
Model 1
Model 2
Model 3
KP
5,7185
5,710
5,7105
Thau
236,221
13,431
65,358
Theta
63,673
2,6455
6,226
IAE
16,129
12,762
24,951
3.2.2 Char Combustor Pada unit char combustor akan dipasang pengendalian suhu reaktor. Suhu reaktor char diupayakan nilainya tetap dikarenakan reaksi didalamnya yaitu mengubah char menjadi CO2 reaksinya bersifat eksotermis. Untuk menjaga reaktor tetap dalam kondisi suhu yang relative aman makan dibutuhkanlah pengendalian suhu.
4
(a) (b) (c) Gambar 3. PRC grafik TC –Char Combsutor , model testing (a) perbandingan PI, MPC dan MPC tuning (b) dan reidentifikasi (c) Dari Gambar 3(a) untuk model tsting didapatkan model PRC melalui persamaan marlin II yaitu 𝐹𝑂𝑃𝐷𝑇 (𝐶𝑜𝑜𝑙𝑒𝑟) =
𝐾𝑝 𝑒 −𝜃𝑠 𝜏𝑠+1
=
5,719𝑒 −63.673 𝑠
(3)
236 .221 𝑠+1
Kemudian model tersebut digunakan untuk pengendalian MPC, namun nilai IAE nya660,34 tidak sebaik IAE pada PI (290) maka dilakukan mpc tuning dengan parameter tuning: SRL = 25, P = 25, M = 2, T = 2dan didapatkan hasil IAE yang lebih baik sebesar 203,7, kemudian dilakukan reidentifikasi dan didaptkan model terbaik dengan IAE terke cil seperti gambar ( c ) yaitu 61,2 𝐹𝑂𝑃𝐷𝑇 (𝐶𝑜𝑜𝑙𝑒𝑟) =
𝐾𝑝 𝑒 −𝜃𝑠 𝜏𝑠+1
=
5,710 𝑒 −2.645 𝑠
(4)
13.431 𝑠+1
Pada unit char combustor proses reidentifikasi dilakukakn dua kali tahapan dan tiap tahap mengahsilkan model 2 dan pada reidentifikasi didapatkan model 3 dimana pada model ini didapatkan nilai IAE terkecil.
Tabel 2 Model FOPDT unit MPC-TC Char combustor FOPDT
Model 1
Model 2
Model 3
KP
1.894
1.84.3
1.846
Thau
25.726
142.791
60.528
Theta
21.289
5.365
5.44
IAE
203.707
61.215
96.147
3.2.3 Gasifier Unit Gasifier ini berfungsi sebagai tempat dimana biomassa dan steam bereaksi membentuk hidrogen, arang, dan gas-gas lainnya seperti CH4, CO2 dan CO. Pengendali yang dipasang adalah pengendali suhu. pengendali konsentrasi hidrogen dihapuskan dari desain karena control operatornya adalah laju alir bahan padat. Gasifier beroperasi pada kisaran suhu 800-9000C dan tekanan . Pengendali suhu dipasang agar suhu reaktor tetap berada pada kondisi operasi.
5
(a) (b) (c) Gambar 4. PRC grafik TC –gasifier , model testing (a) perbandingan PI, MPC dan MPC tuning (b) dan reidentifikasi (c) Dari Gambar 4(a) untuk model tsting didapatkan model PRC melalui persamaan marlin II yaitu 𝐹𝑂𝑃𝐷𝑇 (𝐶𝑜𝑜𝑙𝑒𝑟) =
𝐾𝑝 𝑒 −𝜃𝑠 𝜏𝑠+1
=
5,719𝑒 −63.673 𝑠
(5)
236 .221 𝑠+1
Kemudian model tersebut digunakan untuk pengendalian MPC, namun nilai IAE nya 962,3 tidak cukup baik maka dilakukan mpc tuning dengan parameter tuning : SRL = 25, P = 25, M = 2, T = 5dan didapatkan hasil IAE yang lebih baik sebesar 132, kemudian dilakukan reidentifikasi namun tidak didaptkan model terbaik dengan IAE terke cil seperti Gambar 4(c) yaitu 184. Berdasarkan dari grafik diatas model char combustor tidak menghasilkan nilai IAE terbaik. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui kinerja dari masing-masing jenis pengendalian. Untuk identifikasi awal, nilai pengendalian MPC memiliki kinerja yang tidak lebih baik dari kinerja pengendalian jenis PI Ziegler Nichols dengan model FOPDT yang sama. IAE yang dihasilkan dari pengendalian MPC pun lebih besar dibandingkan dari IAE pengendalian PI. Hasil dari grafik menunjukkan bahwa pengendalian MPC terjadi osilasi dalam tahapannya untuk mencapai set point. Untuk memperkecil nilai osilasi serta memperkecil IAE dari MPC maka dilakukanlah tuning parameter MPC. Setelah dilakukan tuning MPC, nilai IAE MPC menjadi lebih kecil. Hal ini yang membuat pengendalian metode MPC lebih unggul dibandingkan dengan PI karena dalam metode tuningnya, dilakukan tuning parameter lebih lanjut yang dapat memaksimalkan kinerja pengendalain dan meminimalkan IAE dari pengendalian. Hal tersebut yang mengakibatkan MPC baik untuk optimasi dari kinerja suatu pengendalian Proses. Semua pengendalian dapat dilihat kinerjanya pada Tabel 3. Tabel 3. Peningkatan kinerja pengendalian IAE MPC Tuning Reidentifikasi
% Kenaikan Kinerja MPC
% Kenaikan Kinerja MPC Tuning
% Kenaikan Kinerja MPC identifikasi
Pengendali
IAE PI
IAE MPC
IAE MPC Tuning
MPC TCCooler
67,58
204,68
16,13
12,76
-202.88%
76,13%
81.11%
290,42
660,34
203,71
61,22
-127,37%
29,86%
78,92%
962,32
132,06
184,47
100.00%
100.00%
100%
MPC TCChar Combustor MPC-TC Gasifier
6
3.3. Pengendalian Menyeluruh Setelah semua pengendali digabungkan menjadi satu sistem menyeluruh maka dilakukan uji kinerjanya dengan melakukan gangguan dengan merubah laju alir masukan sebesar 6 kg/h dan 5 oC. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 5.
(A) (B) (C) Gambar 5. uji disturbansi laju alir untuk (A) TC cooler (B) TC char combustor (C) TC gasifier Dari Gambar 5 dapat diketahui nilai deviasi dan IAE saat terjadinya disturbansi terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kinerja pengendali saat diberikan gangguan kenaikan laju alir umpan 0,4 % Pengendali IAE %Deviasi IAE MPC %Deviasi % MPC Tuning Kenaikan Tuning Reidentifikasi Kinerja 4,9% 45,221 4,5% 19,05% MPC TC-Cooler 55,85 MPC TC-Char Combustor MPC-TC Gasifier
59,52
0,45%
18,44
0,42%
69,01%
8,81
0,6%
10,36
0,4%
14,96%
Untuk disturbansi suhu maka didapatkan hasil seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.
(A)
(B)
(C)
Gambar 6: uji disturbansi suhu untuk (A) TC cooler (B) TC char combustor (C) TC gasifier Dari Gambar 6 dapat diketahui nilai deviasi dan IAE saat terjadinya disturbansi terdapat pada Tabel 5. Dengan reidentifikasi pada pada unit pengendalian suhu cooler dan char combustor mampu menaikkan kinerja pngendalian ketika kondisi operasi umpan diubah sebagai gangguan. Pada umpan laju alir massa unit pngendalian suhu pada char combustor dapat menaikkan kinerja sekitar 65% hingga 69% dibandingkan dengan kinerja pengendalian MPC tanpa reidentifikasi. Untuk pengendalian suhu pada unit cooler, MPC dengan reidentifikasi mampu menaikkan kinerja sebesar
7
2,3% hingga 19,05%. Begitu juga saat suhu umpan diubah, unit pngendalian suhu pada char combustor dapat menaikkan kinerja sekitar 10,4% hingga 33,37% dibandingkan dengan kinerja pengendalian MPC tanpa reidentifikasi. Untuk pengendalian suhu pada unit cooler, MPC dengan reidentifikasi mampu menaikkan kinerja sebesar 28,88% hingga 33,14%. Namun pada unit gasifier, reidentifikasi dari model tersebut justru menurunkan kinerja pengendalian suhu. Dengan demikian, pada unit gasifier model yang digunakan adalah model awal sebelum reidentifikasi. Desain keseluruhan dari pengendalian pada unit gasifier digunakan model awal tanpa reidentifikasi, sedangkan pada unit char combustor dan gasifier menggunakan model FOPDT dengan reidentifikasi. Hal tersebut dikarenakan model-model tersebut memberikan kinerja terbaik bagi tiap pengendali.
Tabel 5. Kinerja pengendali saat diberikan gangguan kenaikan suhu laju alir umpan 5 oC Pengendali IAE %Deviasi IAE MPC %Deviasi % MPC Tuning Kenaikan Tuning Reidentifikasi Kinerja MPC TC-Cooler
3,6
0,57%
2,56
0,35%
28,88%
MPC TC-Char Combustor MPC-TC Gasifier
0,711
0%
0,637
0,03%
10,44%
7,46
0,19%
9,104
0,11%
18,06%
4. Kesimpulan 1. Unit cooler dan char combustor nilai model empirik yang didapatkan terlebih dahulu dilakukan MPC tuning dan reidentifikasi untuk mendapatkan nilai IAE yang optimum. Kenaikan kinerjanya dapat mencapai 80% 2. Gasifier membtuhkan mpc tuning saja karena modelnya telah optimum 3. Kenaikan kerjanya MPC dibanding PI dapat menjapai 70%-80%
Daftar Pustaka Balat, Havva. Kirtay, Elif ((2010) . Hydrogen From Biomassa. International Journal of Energy. 35, 7416 – 7426. Budianta, I.A, Abqati, F. Dkk (2011). Perancangan Pabrik Biohidrogen dari Biomassa. Depok : Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia Camacho, E. F., Carlos B. (1998). Nonlinear Model Predictive Control : an introductory review. Spain: University of Seville
8
Chong, et al. (2009). Biohydrogen Product From Biomass and Industrial Waste by Dark Fermentation. International Journal of Hydrogen Energy. Volume 34, issue 8. 3277-3287 Dewi, Eniya (2011). Potensi Hidrogen Sebagai Bahan Bakar Untuk Kelistrikan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Dougherty, D., Cooper, D. (2003). A practical multiple model adaptive strategy for single loop MPC. Control Engineering Practice, 11, 141-159.. Marlin, T. E. (2000). Proses Control: Designing Proseses and Control Systems for Dynamic Performance, United States, McGraw-Hill Higher Education. Malik, Haffizh. (2014). Pengendalian Tekanan Kompresor dan Suhu Steam Reformer Pabrik Biohidrogen dari Biomassa Menggunakan Model Predictive Control (MPC) Berdasarkan Reidentifikasi Sistem. Skripsi. Depok : Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia. Muliawati, Neni. (2008). Hidrogen Sebagai Sel Bahan Bakar: Sumber Energi Masa Depan. Skripsi.Lampung : Jurusan Teknik Kimia Universitas Lampung Nath, K., Das, D., (2003) Hydrogen from Biomass. (Vol. 85. No. 3, PP 265-271) India. Review Artice. Current Science Salma, Faridah. (2013). Penyetelan pengendali PI pada sistem pengendalian proses gasifikasi dan char combustor pada perancangan pabrik biohidrogen. Skripsi. Depok : Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia
9