UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN KINERJA PENGENDALIAN SISTEM TIGA TANGKI ANTARA METODE POLE PLACEMENT, INCREMENTAL CONTROL DAN MODEL PREDICTIVE CONTROL
SKRIPSI
HARRY NOFRIANZ PRAKASA 0405030427
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO DEPOK DESEMBER 2009
UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN KINERJA PENGENDALIAN SISTEM TIGA TANGKI ANTARA METODE POLE PLACEMENT, INCREMENTAL CONTROL DAN MODEL PREDICTIVE CONTROL
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
HARRY NOFRIANZ PRAKASA 0405030427
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO DEPOK DESEMBER 2009 i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Harry Nofrianz Prakasa
NPM
: 0405030427
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 30 Desember 2009
ii
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh : Nama
: Harry Nofrianz Prakasa
NPM
: 0405030427
Program Studi
: Teknik Elektro
Judul Skripsi
: Perbandingan Kinerja Pengendalian Sistem Tiga Tangki antara Metode Pole Placement, Incremental Control dan Model Predictive Control
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Ir. Aries Subiantoro, M.SEE
(…………………….. )
Penguji
: Dr. Ir. Feri Yusivar, M.Sc.
(…………………….. )
Penguji
: Dr. Ir. Abdul Halim, M.Eng
(…………………….. )
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 30 Desember 2009
iii
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Elektro pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ir. Aries Subiantoro, M.SEE selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, perhatian, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini. 2. Untuk Ayahanda, Firmansyah, dan Ibunda, Yenni, dengan rasa cinta dan tanggung jawabnya sehingga saya selalu bersyukur, kedua kakak saya, Gigin dan Dwi, yang selalu memotivasi tanpa lelah, terimakasih atas ilmunya yang mengubah saya untuk banyak belajar. 3. Biger selaku rekan bimbingan dan Dayat yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan simulasi serta teman seperjuangan elektro dimanapun engkau berada, terimakasih. 4. Rekan-rekan semua yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, tetap semangat. Akhir kata, saya berharap Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan yang dilakukan oleh semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini memberikan konstribusi baru dalam dunia pendidikan. Depok, 30 Desember 2009 Penulis iv
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya
: : : : :
Harry Nofrianz Prakasa 0405030427 Teknik Elektro Teknik Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-eksklusif Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
PERBANDINGAN KINERJA PENGENDALIAN SISTEM TIGA TANGKI ANTARA METODE POLE PLACEMENT, INCREMENTAL CONTROL DAN MODEL PREDICTIVE CONTROL Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 30 Desember 2009 Yang menyatakan
(Harry Nofrianz Prakasa) v
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
ABSTRAK
Nama
:
Harry Nofrianz Prakasa
Program Studi
:
Teknik Elektro
Judul
:
Perbandingan Kinerja Pengendalian Sistem Tiga Tangki antara Metode Pole Placement, Incremental Control dan Model Predictive Control.
Skripsi ini membahas pemodelan linear dengan penyederhanaan model non-linear pada sistem tiga tangki menggunakan metode AutoRegressive eXogeneous (ARX). Metode ARX tersebut didapat dengan mengambil data masukan dan keluaran dari sistem open loop kemudian memasukkan parameter orde dari sistem linear yang diinginkan. Desain pengendali yang dilakukan pada skripsi ini menggunakan metode pole placement, incremental control, dan model predictive control. Metode kontrol prediksi dipilih untuk sistem tiga tangki karena memiliki settling time yang lebih cepat dengan pengaturan nilai parameter Ψ, Γ, dan Θ yang dikonfigurasi berdasarkan horison prediksi (Hp) dan horison kontrol (Hu).
Kata kunci : MPC, kontrol prediksi, tiga tangki terhubung
vi Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
ABSTRACT
Name
:
Harry Nofrianz Prakasa
Study Program
:
Electrical Engineering
Title
:
The Performance Comparison of System Controlling with Three Tanks on Pole Placement, Incremental Control, and Model Predictive Control Method.
This thesis discusses the simplification linear modeling of non-linear model of the three tanks system using the AutoRegressive eXogeneous (ARX) method. ARX method is obtained by taking the input and output data from openloop system and then enters the order parameters of the desired linear system. Controller design is done in this thesis using the method of pole placement, incremental control, and model predictive control. Predictive Contol methods is chosen for three-tank system because it has a settling time is faster by the parameter values Ψ, Γ, and Θ is configured based on prediction horizon (Hp) and the control horizon (Hu).
Key words: MPC, predictive control, three tanks connected.
vii Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................................. ii KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................ v ABSTRAK ....................................................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................................................viii DAFTAR TABEL ............................................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... xi BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................................ 1 1.1
Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
1.2
Tujuan .................................................................................................................................. 3
1.3
Batasan Masalah .................................................................................................................. 3
1.4
Sistematika Penulisan .......................................................................................................... 4
BAB 2 SISTEM TIGA TANGKI, PEMODELAN, POLE PLACEMENT, INCREMENTAL CONTROL DAN MODEL PREDICTIVE CONTROL .................................................................. 5 2.1 2.1.1 2.1.2 2.2 2.2.1 2.2.2
Mekanika Fluida .................................................................................................................. 5 FLUIDA BERGERAK........................................................................................................... 5 PERSAMAAN BERNOULLI .................................................................................................. 6 Pemodelan Tiga Tangki ....................................................................................................... 7 MODEL DISKRIT ARX ....................................................................................................... 7 VALIDASI MODEL ........................................................................................................... 10
2.3
Desain Kendali dengan Metode Pole Placement ............................................................... 10
2.4
Model Predictive Control ................................................................................................... 14
2.4.1 2.4.2
RECEDING HORIZON ........................................................................................................ 15 STRUKTUR PENGENDALI MPC ....................................................................................... 18
BAB 3 DESAIN PENGENDALI MPC PADA SISTEM TIGA TANGKI ................................ 19 3.1
Penurunan Model Matematis Tiga Tangki Terhubung ...................................................... 19
3.2
Uji Lup Terbuka Sistem Tiga Tangki Terhubung .............................................................. 21
3.3
Indentifikasi Sistem Tiga Tangki Terhubung ..................................................................... 24
3.4
Desain Pengendali Metode Penempatan Kutub ................................................................. 29
3.5
Desain Pengendali MPC .................................................................................................... 32
viii Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
BAB 4 ANALISIS HASIL SIMULASI ........................................................................................ 40 BAB 5 KESIMPULAN ................................................................................................................. 47 DAFTAR REFERENSI ................................................................................................................ 48 LAMPIRAN .................................................................................................................................. 49
ix Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Keterangan simbol untuk membuat sistem tiga tangki .................................................. 19 Tabel 3. 2 Parameter yang digunakan pada sistem tiga tangki ....................................................... 21 Tabel 3. 3 Data hasil masukan masukan step u(t) dan keluarannya y(t) ......................................... 23 Tabel 3. 4 Nilai Parameter letak kutub lup tertutup yang diinginkan ............................................. 31 Tabel 3. 5 Nilai Parameter Precompensator dan Controller .......................................................... 31
x Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Blok diagram pengendali MPC ................................................................................... 3 Gambar 2. 1 Pipa dengan ketinggian dan luas penampang berubah ................................................ 6 Gambar 2. 2 Skema identifikasi berdasarkan kesalahan prediksi .................................................... 8 Gambar 2. 3 Diagram blok plant lup tertutup dengan pengendendali 2-DOF ............................... 11 Gambar 2. 4 Diagram blok plant lup tertutup dengan parameter pengendali penempatan kutub .. 12 Gambar 2. 5 Diagram blok plant lup tertutup dengan parameter-parameter pengendali ............... 13 Gambar 2. 6 Ide dasar pengendali prediktif ................................................................................... 17 Gambar 2. 7 Struktur pengendali MPC ......................................................................................... 18 Gambar 3. 1 Model tiga tangki terhubung ..................................................................................... 19 Gambar 3. 2 Respon sistem tiga tangki terhubung dengan masukan step ..................................... 22 Gambar 3. 3 Perbandingan antara masukan dengan ketinggian air pada tangki ke-3 .................... 23 Gambar 3. 4 Daerah kerja sistem tiga tangki ................................................................................. 24 Gambar 3. 5 Perbandingan keluaran model ARX dengan .............................................................. 26 Gambar 3. 6 Pemodelan dengan metode ARX ............................................................................... 27 Gambar 3. 7 Diagram blok incremental control ............................................................................ 32 Gambar 4. 1 Grafik hasil kendali penempatan kutub dengan letak pole lup tertutup k=0.2 .......... 40 Gambar 4. 2 Grafik hasil kendali penempatan kutub dengan letak pole lup tertutup k=0.3 .......... 41 Gambar 4. 3 Grafik hasil kendali penempatan kutub dengan letak pole lup tertutup k=0.4 .......... 41 Gambar 4. 4 Perbandingan respon plant awal sistem tiga tangki dengan pengendali penempatan kutub dengan kutub lup tertutup berada pada k=0.2 ................................................. 42 Gambar 4. 5 Perbandingan respon plant awal sistem tiga tangki dengan pengendali penempatan kutub dengan kutub lup tertutup berada pada k=0.3 ................................................. 42 Gambar 4. 6 Perbandingan respon plant awal sistem tiga tangki dengan pengendali penempatan kutub dengan kutub lup tertutup berada pada k=0.4 ................................................. 43 Gambar 4. 7 Hasil perubahan respon sistem penempatan kutub sebelum dan sesudah diberikan integrator .................................................................................................................. 44 Gambar 4. 8 Keluaran ruang keadaan dengan kriteria MPC Hp=5 dan Hu=1............................... 44 Gambar 4. 9 Keluaran ruang keadaan dengan kriteria MPC Hp=8 dan Hu=1............................... 45 Gambar 4. 10 Keluaran ruang keadaan dengan kriteria MPC Hp=12 dan Hu=1........................... 45 Gambar 4. 11 Keluaran terbaik dari MPC dengan model ruang keadaan ...................................... 46
xi Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pada proses satu masukan dan satu keluaran, sebuah model proses yang
diformulasikan berdasarkan informasi peralatan yang ada, dan sebuah masukan pengendali yang sesuai untuk diterapkan ke model proses diharapkan mampu mencapai kriteria kerja yang diinginkan. Masukan pengendali yang tepat akan menghasilkan proses keluaran yang tepat pula. Proses kontrol mungkin saja sulit pada proses otomatis, sebagai contoh untuk pendekatan model proses mungkin saja kurang bersesuaian sehingga akan menjadi sulit dalam pengendaliannya, atau ketika informasi yang didapat dari sensor tidak presisi sehingga proses pengendalian menjadi tidak benar. Beberapa fitur yang membuat model proses menjadi sulit dikontrol di dunia nyata karena adanya hambatan berupa: a.
Tingkat minimal proses (system order) yang tidak diketahui.
b.
Model proses dimungkinkan dinamis, tetapi pada data operasi masukan dan keluaran mungkin saja tidak banyak dan tidak menampakkan karakteristik proses yang penting.
c.
Waktu tunda antara masukan dan keluaran mungkin tidak tetap atau tidak diketahui.
d.
Model proses lup terbuka dimungkinkan tidak stabil.
e.
Model proses mungkin tidak memberikan keterhubungan masukan dan keluaran seperti biasanya (nonminimum-phase). Ada dua cara dalam melakukan pengendalian pada sistem yang non-linear,
yaitu: cara pertama dengan membuat indentifikasi dan parameter estimasi dari sistem tersebut, kemudian merubahnya dalam bentuk pendekatan model proses yang linear. Cara kedua tetap menyelesaikan masalah non-linear tersebut dengan 1 Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
2
menggunakan metode pengendali yang non-linear juga. Akan terasa lebih sulit lagi jika diperhitungkan gangguan yang tidak ketahui pada sistem tersebut. Metode model predictive control merupakan contoh sukses untuk menunjukkan kemampuan terhadap ketidakakurasian, ketidakkonsistenan, dan tingkat kesulitan yang dihadapi pada permasalahan tersebut. Pada laporan skripsi ini model yang digunakan adalah model tiga tangki terhubung seri dengan pemodelan linear dalam bentuk ARX. Model ARX dapat memberikan karakteristik yang menyerupai sistem analog dengan pendekatan domain digital dengan asumsi kondisi sistem dianggap tetap. Maka, salah satu desain kontrol yang bersesuaian dengan model tersebut adalah pengendali dengan metode penempatan kutub. Hal ini bersesuaian juga dengan pernyataan P. Kanjilal, yaitu: desain kontrol dipengaruhi oleh pemodelan proses yang ada, tetapi kualitas dari kontrol sangat bergantung pada optimasi kriteria kerja. [PKan95]. Untuk itu kriteria kerja pun dirancang pada pengontrol lup tertutup, sehingga kesalahan yang terjadi pada masukan pengendali terus diminimalkan dengan umpan balik yang diberikan oleh sensor hingga mencapai nilai yang dinginkan dan tercapai kinerja terbaik. Namun pengendali penempatan kutub masih memiliki kesalahan galat tunak dan incremental control memiliki overshoot yang cukup besar. Kinerja kontrol penempatan kutub akan bergantung kepada pilihan dari parameter desain, selain itu pada kenyataannya kecepatan komputasi pengendali haruslah lebih cepat dibandingkan dengan umpan balik yang diterima sehingga dihasilkan masukan ke sistem dengan benar. Untuk mengatasi permasalahan tentang kesalahan galat tunak dan overshoot digunakanlah pengendali MPC yang dapat beradaptasi terhadap perubahan nilai refrensi yang diberikan pada waktu yang akan datang. Kemampuan pengendali ini dalam merespon menjadi karakter yang unik karena nilai keluaran yang diberikan dapat mendahulu set point yang akan datang. Hal ini
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
3
memberikan keuntungan dengan semakin kecilnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tunak. Inisialisasi Hu dan Hp
MPC
u
y PLANT
Set point
Gambar 1. 1 Blok diagram pengendali MPC
Pada Gambar 1.1 Cara kerja pengendali MPC menggunakan dua buah lup yang bekerja secara online. Kedua lup berfungsi untuk meminimumkan kesalahan pada fungsi biaya dan mengatur parameter pengendali MPC. 1.2
Tujuan Tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah: 1. Mengidentifikasi model matematis non-linear sistem tiga tangki terhubung dengan metode ARX untuk mendapatkan model linear ber-orde tiga. 2. Membuat pengendali berupa metode pole placement, incremental control, dan MPC. 3. Membandingkan sistem dengan menggunakan pengendali dengan berbagai kriteria pada setiap pengendali menggunakan simulasi SIMULINK 7.6.0.324 (R2008a).
1.3
Batasan Masalah Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah proses identifikasi ARX
pada sistem tiga tangki terhubung seri. Teknik ARX bertujuan untuk memodelkan sistem analog menjadi bentuk linear dalam domain digital. Metode kendali yang
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
4
digunakan adalah metode pole placement, incremental control dan model predictive control sehingga sistem tiga tangki dapat memberikan keluaran bersesuaian dengan set point berdasarkan analisa kriteria dan lup tertutup.
1.4
Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan. Pada bagian ini dibahas latar belakang, tujuan,
batasan masalah, dan sistematika penulisan dari penulisan skripsi ini. Bab 2 Dasar Teori. Berisi dasar teori, menjelaskan mekanika fluida, indentifikasi bentuk pemodelan menggunakan ARX, desain kendali dengan metode pole placement, incremental control, dan Model Predictive Control (MPC). Bab 3 Metodologi Penelitian. Menjelaskan sistem secara terperinci, mulai dari model matematis, validasi pemodelan ARX, simulasi simulink, dan respon sistem analog menggunakan pengendali penempatan kutub (pole placement), incremental control dan pada bagian ini dijelaskan juga desain MPC untuk pengendalian ketinggian air dengan model ruang keadaan. Bab 4 Analisis Hasil Simulasi. Pada bagian ini dijelaskan hasil pengujian dan evaluasi untuk perbaikan kinerja tiga tangki berbasis pole placement, incremental control, dan MPC yang dijalankan menggunakan simulasi MATLAB 2008a. Bab 5 Kesimpulan.
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
BAB 2 SISTEM TIGA TANGKI, PEMODELAN, POLE PLACEMENT, INCREMENTAL CONTROL DAN MODEL PREDICTIVE CONTROL
2.1
Mekanika Fluida Fluida memiliki sifat mengalir. Aliran tersebut dikarenakan adanya gaya
gravitasi sehingga air memiliki sifat untuk mengisi daerah yang lebih rendah sesuai dengan wadah yang menampungnya. Air memiliki nilai kerapatan, dimana kerapatan adalah perbandingan massa terhadap volume. Kerapatan diberi simbol (ρ) = massa (m) / volume (V), dengan satuan (ρ) dalam gr/cm3 , (m) dalam gr, dan (V) dalam cm3 sehingga kerapatan air dalam standar cgs adalah 1 gr/cm3. [TPaul98] Kerapatan air ini dipengaruhi oleh temperatur, berdasarkan sifat anomali air pada suhu 4 derajat celcius merupakan nilai maksimum kerapatannya. Walaupun cairan mengembang bila dipanaskan dan menyusut jika diberi tekanan, perubahan volume yang terjadi sering kali diabaikan. Sehingga dalam pemodelan nantinya faktor tekanan dan temperatur tidak diperhitungkan karena tidak signifikan. Hal ini akan sangat berbeda jika yang dianalisis adalah aliran gas.
2.1.1 Fluida Bergerak Sebenarnya aliran air cukup rumit diperhitungkan jika air tersebut mengalami turbulensi. Turbelensi ini merupakan gaya yang berputar-putar secara sembarang. Masalah ini dikenal dengan aliran turbulen. Pada perhitungan matematis nantinya turbulensi ini tidak diperhitungkan dikarenakan air yang
5 Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
6
terdapat pada tangki diasumsikan bergerak konstan dan memiliki kerapatan yang tetap. Volume air yang mengalir antara tangki dengan melewati pipa, dimana besarnya volume air yang terukur dalam satuan waktu adalah ∆V = (a.v)∆t
(2. 1)
Jadi, ketika menghitung laju aliran air dari tangki 1 ke tangki 2 akan memenuhi persamaan aliran volume (Iv) akan sama dengan kelajuan (v) dikalikan dengan luas penampang pipa (a). Persamaan tersebut dikenal dengan persamaan kontinuitas, yaitu laju aliran air terjadi secara konstan.
2.1.2 Persamaan Bernoulli Pada aliran air dengan pipa yang tidak sejajar dan luas penampang pipa yang berbeda.
Gambar 2. 1 Pipa dengan ketinggian dan luas penampang berubah
Pada Gambar 2.1 terdapat a1 yang merupakan penampang awal dan a2 merupakan penampang akhir. Dari gambar 2.1 didapat gaya yang bekerja W1 = F1.(∆x1)=P1.a1.(∆x1)=P1.∆V.
(2. 2)
Fluida bergerak ke kanan berlawanan dengan arah gaya yang berkerja pada a2 sehingga Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
7
W2 = F2.∆x2=P2.a2.∆x2=P2.∆V.
(2. 3)
Jadi gaya total yang bekerja Wtotal = W1+W2.
(2. 4)
Wtotal
= P1.∆ ∆V-P2. ∆V
(2. 5)
Wtotal
= (P1-P2) ∆V
(2. 6)
berdasarkan hukum kerja dan energi Wtotal = ∆U + ∆K ;
(2. 7)
∆U perubahan energi potensial massa. ∆K perubahan energi kinetik ∆m = massa fluida = ρ∆V sehingga persamaan Bernouli dapat dibuktikan sebagai berikut,
2.2
(P1-P2) ∆V= ρ.∆V.g (y2-y1) + ½ (ρ∆V) (v22 - v21 )
(2. 8)
(P1-P2) = (ρ.gy2-ρ.gy1) + ρ(½ ρv22 - ½ ρv21 )
(2. 9)
P1+ρ.g.y1+½ ρv21 = P2+ρ.g.y2+ ½ ρv22
(2. 10)
P + ρ.g.y1+½ ρv21 = konstan
(2. 11)
Pemodelan Tiga Tangki
2.2.1 Model Diskrit ARX Proses identifikasi adalah dengan mengambil keluaran data dari keluaran proses sebenarnya kemudian nilai tersebut didekati dengan sinyal keluaran pada model. Pendekatan nilai tersebut merupakan usaha untuk meminimumkan kesalahan yang terjadi. Salah satu metode yang digunakan adalah least square, dengan metode ini model dan sistem akan teridentifikasi berdasarkan jumlah N data sehingga diperoleh nilai parameter yang konvergen. Nilai kuadrat error
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
8
(selisih keluaran sistem dan model plant pada kondisi lup terbuka) adalah fungsi biaya (cost fuction) yang disimbolkan dengan huruf J. N
N
i =1
i =1
2
J = ∑∈2 (t i ) = ∑ [ y (t i ) − yˆ (t i )]
(2. 12)
Dari penjelasan diatas metode ini cocok untuk metode yang statis artinya tidak ada perubahan parameter kerja sistem yang disebabkan oleh berubahnya kondisi lingkungan. Metode ini dapat digunakan untuk model yang non-linear. Jika digambarkan nilai estimasi kesalahan dari sinyal keluaran sistem dengan keluaran model akan menjadi skema dibawah ini. [Sbtr07]
Gambar 2. 2 Skema identifikasi berdasarkan kesalahan prediksi
Bentuk persamaan error dari gambar 2.2 dapat ditulis menjadi
∈ (t ) = Aˆ ( z −1 ) y(t ) − z −1 Bˆ ( z −1 )u(t )
(2. 13)
= (1 + aˆ1 z −1 + K + aˆ na z − na ) y (t ) − z −1 (bˆ0 + bˆ1 z −1 + K + bˆnb z − nb )u (t ) (2. 14)
= y(t ) − (−aˆ1 y(t − 1) − K − aˆ na y(t − na ) + (bˆ0u (t − 1) + K + bˆnbu (t − nb − 1)
(2. 15)
Persamaan error tersebut merupakan persamaan linear dengan keluaran yang terprediksi satu langkah kedepan, disederhanakan menjadi,
∈ (t ) = y(t ) − yˆ (t | t − 1)
(2. 16)
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
9
Pada simulasi akan terlihat pengukuran baru diukur berdasarkan pengukuran sebelumnya dan prediksi satu langkah ke depan diukur pada saat waktu sekarang. Fungsi kriteria (J) dapat dicari dengan perkalian matriks error prediksi transpost dengan matriks error prediksi. m+ n
J = ∑∈2 (t m )
(2. 17)
i =m
=∈T (m + N ) ∈ (m + N )
(2. 18)
= ( y − ψθ ) T ( y − ψθ )
(2. 19)
= ( y T − θ Tψ T )( y −ψθ )
(2. 20)
= y Y y − y Tψθ − θ Tψ T y + θ Tψ Tψθ
(2. 21)
Nilai error tersebut diminimalkan dengan mencari turunan terhadap matriks parameter modelnya sama dengan nol, yaitu ∂J = −ψ T y − ψ T y + ψ Tψθ + ψ Tψθ = 0 ∂θ
(2. 22)
sehingga parameter a dan b dapat dicari setelah parameter θ disederhanakan dari persamaan (2.22)
θ = (ψ Tψ ) −1 (ψ T y )
(2. 23)
dan diubah kebentuk persamaan estimasi parameter
θ (m + N − 1) = P(m + N )ψ T (m + N ) y (m + N )
(2. 24)
dengan menyesuaikan persamaan (2.23) dan (2.24) nilai dari matriks varian adalah
P(m + N ) = (ψ T (m + N )ψ (m + N )) −1
(2. 25)
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
10
2.2.2 Validasi Model Validasi model dilakukan terhadap sistem tiga tangki yaitu dengan cara membandingkan keluaran antara plant dengan model sehingga terdapat selisih nilai (error) yang kemudian dirumuskan berdasarkan kriteria berikut: ∧ var( y − y ) VAF = 1 − × 100 % var( y )
N
∑ RMS
=
i =1
∧ y (i) − y (i) N
(2. 26)
2
(2. 27)
dimana, y (i) adalah sinyal keluaran sistem tiga tangki ke-i ∧
y (i) adalah sinyal keluaran model ARX ke-i N adalah jumlah data yang diambil
2.3
Desain Kendali dengan Metode Pole Placement Pole placement adalah menambahkan kutub baru yang diinginkan
sehingga mendapat kinerja atau respon sistem lup tertutup yang lebih baik. Bentuk umum dari pengendali penempatan kutub terdiri dari precompensator dan controller. Pengendali dengan struktur tersebut merupakan pengendali 2-DOF (Degree of Freedom). Peran dari precompensator adalah untuk mengurangi kesalahan galat tunak dan lebih cepat mencapai nilai acuan. Selanjutnya peran controller adalah memperbaiki kinerja sistem, meningkatkan kehandalan sistem dan kestabilan system lup tertutup. Berikut merupakan diagram blok sistem pengendali penempatan kutub (pole placement) pada plant.
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
11
Gambar 2. 3 Diagram blok plant close loop dengan pengendendali 2-DOF
1. Plant (proses) biasanya disimbolkan dengan GP, jika masukan (u) sebagai set point masukan dan y sebagai keluaran maka akan didapat persamaan fungsi alih GP Z-1 =
Z-1BZ-1
(2. 28)
A(Z-1 )
Dengan nilai parameter A Z-1 =1+a1 z-1 +a2 z-2 +…+ana z-na
(2. 29)
B Z-1 =b0 +b1 z-1 +b2 z-2 +…+bnb z-nb
(2. 30)
2. Menentukan letak pole destination (Pd) yang merupakan persamaan karakteristik pada sistem orde dua. Karakteristik ini menentukan kinerja sistem lup tertutup dalam mengikuti acuan. Pole destination bernilai positif, misalnya dua kutub kembar lup tertutup bernilai 0.3 (k1=0.3 dan k2=0.3). Semakin kecil nilai kutub kembar tersebut (mendekati nilai nol) maka gain yang dihasilkan semakin besar dan dapat menimbulkan overshoot hingga ketidakstabilan. Berikut bentuk pole destination orde dua yang dipilih karena dapat mewakili berbagai macam plant yang ada Pd Z-1 =1-k1 z-1 (1-k2 z-2 )
(2. 31)
Pd Z-1 =1-k1 +k2 z-1 +k1 .k2 z-2
(2. 32)
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
12
sedangkan bentuk parameter umum adalah Pd Z-1 = 1+p1 z-1 +p2 z-2
(2. 33)
p1 = -(k1+k2) dan p2 = k1 .k2
(2. 34)
Jika persamaan (2.32) dan (2.33) disesuaikan akan didapat nilai parameter
3. Aturan Kendali menggunakan pengendali linear satu masukan dan dua keluaran. Masukan disimbolkan dengan u, keluaran berupa sinyal acuan w dan sinyal proses y. Hubungan tersebut dapat ditulis menjadi F Z-1 ut=H Z-1 wt-G Z-1 y(t)
(2. 35)
F Z-1 =1+f1 z-1 +…+fnf z-nf
(2. 36)
dengan nilai − nilai parameter
G Z-1 =g0 +g1 z-1 +…+gng z-ng
(2. 37)
H = h0 +h1 z-1 +…+hnh z-nh
(2. 38)
Jika digambarkan dalam bentuk diagram blok sistem tertutup akan
terlihat sebagai berikut:
Gambar 2. 4 Diagram blok plant close loop dengan parameter pengendali penempatan kutub
4. Mencari parameter F, G, dan H jika disusun ulang blok diagram pada gambar 2.4 akan menjadi diagram blok yang bersesuaian dengan gambar 2.5, menjadi:
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
13
Gambar 2. 5 Diagram blok plant lup tertutup dengan parameter-parameter pengendali
perlu diperhatikan pada sistem ini gangguan tidak diperhitungkan, sehingga persamaan sinyal kendali yang didapat ut=
A Z-1H Z-1
A Z-1F Z-1 +Z-1B Z-1 G Z-1
(2. 39)
dimana, A Z-1 F Z-1 +Z-1 B Z-1 G Z-1 =Pd Z-1
(2. 40)
Kemudian dengan memasukkan parameter (2.29), (2.30) dan (2.36-38)
ditambah dengan pemenuhan syarat Diophantine unik (nf=nb, ng=na-1, A dan B tidak mempunyai faktor sekutu, dan np ≤ na+nb) pada persamaan (2.40). Tentukan orde na dan nb berdasarkan plant yang akan dimodelkan (misal jika diminta orde 3 na=3 berarti terdiri dari parameter a1, a2, a3; maka nb=2 terdiri dari b0, b1, b2 karena dimulai dari nol maka parameter b adalah orde tiga pula, dan pole yang diinginkan nPd=2 (terdiri dari parameter p1 dan p2) akan didapat nilai nf=nb, ng=na-1, dan np ≤ na+nb np = 2. Maka akan terbentuk matriks
1 0 a1 ⋱ ⋮ ⋱ ana ⋱ 0 ⋱ 0 0
0 0 1 a1 ⋮ ana
p1 -a1 f1 b0 0 0 p2 -a2 ⋮ ⋱ 0 ⋮ f ⋮ bnb ⋱ b0 nf = 0 ⋱ ⋮ g0 -na 0 0 bnb ⋮ 0 0 0 0 gng ⋮ 0
(2. 41)
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
14
Parameter dibawah ini merupakan langkah terakhir desain pengendali penempatan kutub setelah disusun seperti pada gambar 2.5. F Z-1 =1+f1 z-1 +…+fn z-1
(2. 42)
G Z-1 =g0 +g1 z-1 +…+gn Z-1
dan H Z-1 =
(2. 43)
Pd Z-1
2.4
B(Z-1 )
(2. 44) z=1
Model Predictive Control MPC dapat digunakan untuk sistem yang stabil dan tidak stabil. Sistem
yang tidak stabil ditandai dengan respon pulse atau respon impuls tak berhingga (pada sistem yang kontinu pole berada disebelah kanan bidang, pada sistem diskrit pole berada diluar unit lingkaran). Masalahnya adalah model yang bekerja pada open loop, karakteristik model sangat berbeda dan secara cepat berubah dari karakteristik plant sebenarnya, dan nilai kesalahan pada simulasi secara cepat membesar dalam keadaan tidak stabil, sehingga nilai prediksi dari karakteristik plant benar-benar tidak berguna. [MAC00] Cara untuk menstabilkan model membutuhkan penyusunan keluaran plant. Artinya, ketika sistem berjalan untuk menghasilkan prediksi karakteristik plant, inisial kondisi diberikan kepada plant bukan model dengan masukan step. Model unstable memiliki persamaan yang berbeda, n
n
i =1
i =1
ym (k ) = −∑ ai ym (k − i) + ∑ bi u(k − 1)
(2. 45)
kemudian penyusunan model untuk mendapatkan prediksi berdasarkan n
n
i =1
i =2
yˆ (k + 1 | k ) = −∑ ai y p (k + 1 − i) + b1uˆ (k | k ) + ∑ bi u(k + 1 − i)
(2. 46)
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
15
n
yˆ (k + 2 | k ) = −ai y p (k + 1 − i) − ∑ ai y p (k + 2 − i) i=2
n
+ b1uˆ ( k + 1 | k ) + b2 uˆ ( k | k ) + ∑ bi u ( k + 2 − i ) i =3
(2. 47)
M
Keluaran aktual plant sebelumnya dan masukan digunakan kapan pun data tersebut
tersedia.
Diperlihatkan
sebelumnya
kestabilan
model,
dan
diinterprestasikan sebagai implementasi observer untuk plant, sehingga model menjadi tidak konvergen. Dikarenakan model tidak saja memberikan masukan u(k), tetapi juga keluaran plant yp(k), data tersebut dapat digunakan sebagai masukan model. Penstabilan dapat juga dilakukan dengan mendapatkan pelacakan nilai offset dengan penyusunan model, yaitu membuat aksi integral pada pengendali. Penstabilan model dapat juga dilakukan dengan merubah model tidak stabil ke dalam bagian stabil dan tidak stabil, kemudian meninggalkan bagian yang sudah stabil dan menstabilkan yang tidak stabil.
2.4.1 Receding Horizon Pengendali untuk satu masukan dan satu keluaran pada plant diasumsikan sebagai waktu diskrit, dan waktu kerja yang sedang berlangsung ditandai dengan k. Keluaran plant pada saat waktu sekarang adalah y(k). Nilai set point trajektori untuk setiap waktu t dinotasikan sebagai s(t). Dimulai dari set point trajektori yang merupakan trajektori refrensi. Jika keluaran plant y(k), dan didefinisikan sebagai trajektori ideal selama plant mengikuti trajektori set point. Nilai yang diberikan untuk referensi trajektori harus disesuaikan dengan kinerja sistem pada saat lup tertutup dalam pengendalian plant. Sehingga error dapat didefinisikan sebagai
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
16
∈ (k ) = s (k ) − y (k )
(2. 48)
Kemudian nilai trajektori referensi dipilih berdasarkan kesalahan langkah ke-i sebelumnya. Nilai trajektori referensi didefinisikan sebagai
r (k + i | k ) = s(k + i)− ∈ (k + i)
(2. 49)
Pengendali prediktif memiliki model internal yang digunakan untuk memprediksi prilaku dari plant, dimulai pada waktu sekarang, hingga mencapai horison prediksi. Prilaku yang diprediksi berdasarkan asumsi masukan trajektori
uˆ(k + i | k ); (i = 0,1,K, H p − 1) .Diasumsikan model internal adalah linear sehingga selalu didapat masukan terbaik. Untuk notasi uˆ akan berbeda dengan u. Masukan aktual pada waktu tertentu, u (k + i). Asumsikan juga keluaran yang terukur y(k) tersedia ketika nilai masukan u(k) tersedia. Implikasinya model internal yang digunakan haruslah pantas, jadi model y(k) bergantung masukan sebelumnya u(k-1), u(k-2), …, tetapi tidak untuk masukan u(k). Implikasi yang dipilih untuk masukan trajektori seperti membawa keluaran plant hingga akhir horison prediksi, dinamakan dengan waktu k+Hp, yang dibutuhkan nilai r(k+Hp). Sehingga dapat dikatakan, dengan menggunakan terminologi [Ric93] bahwa
diberikan sebuah nilai pada waktu k+Hp. Ada
beberapa masukan trajektori yang digunakan {uˆ(k | k),uˆ(k +1| k),K, uˆ(k + Hp−1| k)} dengan mnerapkan ini, dipilih satu dari nilai prediksi tersebut, khususnya yang memiliki kebutuhan energy yang paling sedikit. Biasanya masukan tersebut cukup untuk menentukan stuktur dari masukan trajektori dengan parameter dari variabel angka yang lebih kecil.
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
17
Gambar 2. 6 Ide dasar pengendali prediktif
Pada Gambar 2.6 diperlihatkan masukan yang mengasumsikan banyaknya tiga masukan pertama dari horison prediksi, tetapi yang perlu diingat konstanta setelahnya, yaitu: uˆ (k + 2 | 2) = uˆ (k + 3 | k ) = K, uˆ(k + Hp − 1 | k ) sehingga ada tiga parameter yang dipilih: uˆ ( k | k ), uˆ ( k + 1 | k ), uˆ ( k + 2 | k ). Kemungkinan sederhana pada struktur untuk mengasumsikan masukan yang akan konstan setelah horison prediksi: uˆ(k | k ) = uˆ (k + 1 | k ) = K = uˆ(k + Hp − 1 | k ) . Dalam masalah ini hanya ada satu parameter, yang dinamakan dengan uˆ(k | k ) dikarenakan
hanya
ada
satu
persamaan
yang
sesuai
yaitu
yˆ (k + Hp | k ) = r (r + Hp | k ) sebagai seleksi unik.
Satu masukan yang akan datang dari masukan trajektori yang telah dipilih, hanya elemen pertama dari trajektori yang dipilih sebagai masukan sinyal pada plant. Dengan menerapkan u(k ) = uˆ(k | k ) dimana u(k) menyatakan sinyal aktual yang diterapkan. Kemudian ketika siklus keluaran, prediksi, dan masukan trajektori terukur maka diperlukan pengulangan dengan satu jarak cuplik kemudian yang dinyatakan dengan keluaran baru terukur y(k+1), dengan memberikan trajektori referensi yang baru r(k+i|k+1) dengan (i=2,3,…) didefinisikan, prediksi yang berada pada horison k+1+i, dengan i=1,2,…,Hp.
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
18
Sebuah masukan trajektori baru uˆ (k + 1 + i | k + i) dengan i=0,1,…,Hp-1 yang dipilih, dan akhirnya masukan berikutnya yang yang diberikan ke plant adalah
u(k + 1) = uˆ (k + 1 | k + 1) yang dipilih. Dikarenakan horison prediksi memiliki panjang yang sama dari sebelumnya, tetapi pergeseran sepanjang satu cuplik setiap interval adalah satu langkahnya, sehingga pengendalian plant sering disebut sebagai metode receding horizon. [MAC00]
2.4.2 Struktur Pengendali MPC Selama nilai constraint tidak diaktifkan, maka solusi dari pengendali prediktif menjadi permasalahan tanpa constraint.
Gambar 2. 7 Struktur pengendali MPC
Struktur pengendali MPC merupakan bentuk simulasi ketika nilai dari seluruh state diketahui. Nilai refrensi yang diberikan menjadi acuan pengendali dengan parameter Ψ, dan Γ digunakan untuk meminimasi kesalahan yang terjadi pada keluaran plant sedangkan Θ akan banyak mempengaruhi dari fungsi biaya. Ketiga parameter tersebut yang akan mengatur pemberian sinyal kendali berdasarkan perubahan sinyal kendali yang terjadi selama perhitungan pengendali MPC berlangsung.
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
BAB 3 DESAIN PENGENDALI MPC PADA SISTEM TIGA TANGKI
3.1
Penurunan Model Matematis Tiga Tangki Terhubung
Gambar 3. 1 Model tiga tangki terhubung
Dengan mengasumsikan air nonturbulensi maka sistem memenuhi persamaan Bernoulli 1
1
ρgh1 =P2 + 2 ρv22 +ρ ρgh2 P1 + 2 ρv21 +ρ
(3. 1)
Pergerakan air terjadi dikarenakan adanya pengaruh massa dan gravitasi. Pada tabel 3.1 keterangan simbol yang digunakan ketika mencari rumus state space untuk menghitung ketinggian air pada setiap tangki terhadap debit air yang masuk. Tabel 3. 1 Keterangan simbol untuk membuat sistem tiga tangki
simbol
keterangan
simbol
keterangan
P
tekanan fluida (dyne/cm2)
A
luas alas penampang tangki (cm2)
ρ
massa
jenis
fluida
Qin
debit air yang masuk (cm3/s)
(gram/cm3) 19 Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
20
Qout
debit air yang keluar (cm3/s)
v
kecepatan fluida (cm/s)
g
konstanta gravitasi (980 d(ρAh) perubahan volum air (cm3) cm/s2)
h
ketinggian fluida (cm)
dt
perubahan waktu (s)
Berdasarkan kesetimbangan massa yang terjadi antara debit air yang masuk dan keluar dihitung berdasarkan dρ ρAh dt
A
dh dt
= ρQin -ρ ρQout
(3. 2)
= Qin -Qout
(3. 3)
Dari persamaan umum tersebut dapat ditentukan kondisi setiap tangki yang tersusun seri menjadi A1 A2 A3
dh1 dt dh2 dt dh3 dt
= Qin(1)-Qout(1→2)
(3. 4)
= Qout(1→2)-Qout(2→3)
(3. 5)
= Qout(2→3) -Qout(3→end)
(3. 6)
Bentuk rumus (3.4) memberikan informasi bahwa debit air yang masuk mempengaruhi ketinggian air, dan ketinggian air ini mempengaruhi debit air yang keluar dengan kecepatan setiap detiknya. Adanya keluaran air dari tangki 1 ke tangki 2 dan seterusnya hingga berakhir adalah saling berkaitan, sehingga didapat hubungan keluaran air terhadap selisih ketinggian air sebagai berikut: Qout(1→2) =k1 signh1-h2 !"(h1-h2)"
(3. 7)
Qout(2→3) =k2 signh2-h3 !"(h2-h3)"
(3. 8)
Qout(3→end)=k3 √h3
(3. 9)
Parameter kn ini merupakan perkalian luas alas penampang tangki-n
dikalikan dengan akar dari dua kali nilai gravitasi (A√2g). Nilai debit tersebut
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
21
kemudian disubtitusikan ke persamaan umum kondisi tangki sehingga didapat perubahan ketinggian air dari setiap tangki yaitu
Tangki 1
Tangki 2
Tangki 3
dh1 dt
dh2 dt
=
dh3 dt
=
=
Qin(1) -$k1 signh1-h2 !"(h1-h2)"%
(3. 10)
A1
&$k1 signh1-h2 !"(h1-h2)"%-$k2 signh2-h3 !"(h2-h3)"%'
(3. 11)
$k2 signh2-h3 !"(h2-h3)""%-Qout(3→end)
(3. 12)
A2
A3
Setelah didapat rumus state space ketinggian dari setiap tangki langkah selanjutnya adalah merubah bentuk persamaan tersebut kedalam bentuk program ladder pada simulink. Bentuk sistem analog plant tiga tangki tersebut dapat dilihat pada Lampiran A. Bentuk pemodelan terdiri dari tiga tangki yang tersusun seri dengan pipa penghubung dengan kondisi horisontal [YMar04].
3.2
Uji Lup Terbuka Sistem Tiga Tangki Terhubung Nilai parameter yang digunakan pada simulasi, yaitu Tabel 3. 2 Parameter yang digunakan pada sistem tiga tangki
Luas permukaan pipa
Luas permukaan tangki
a1 = 0.4 cm2
A1 = 60 cm2
a2 = 0.3 cm2
A2 = 50 cm2
a3 = 0.2 cm2
A3 = 40 cm2
Respon step digunakan untuk menentukan besar cuplik yang akan digunakan pada pemodelan ARX. Respon step dapat dilihat pada gambar berikut:
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
22
Gambar 3. 2 Respon sistem tiga tangki terhubung dengan masukan step
Pada grafik masukan yang diberikan berupa fungsi step dengan masukan 5,5 V akan didapat respon keluaran berupa ketinggian air pada tangki yang ketiga. Nilai steady state yang didapat adalah 13.88. Kemudian untuk menghitung waktu pencuplikan diukur dari keadaan 5% sebelum nilai steady state, dengan kata lain cukup dengan mengalikan 0.95 dengan 13.88 yaitu 13.2. Nilai 0.95 dipakai karena respon tidak terjadi overshoot, jika terjadi overshoot nilai yang dipakai adalah 1.05. Penentuan batas waktu pencuplikan berada pada: 1/20 Ts < h < 1/5 Ts
(3. 13)
Pada saat ketinggian air 13.2 waktu settling-nya (Ts) adalah 463.5 s, sehingga dengan menggunakan rumus (3.13) didapat waktu pencuplikan berada pada (23.15
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
23
Ketinggian air pada tangki ke-3 (cm)
Grafik Masukan Step terhadap Ketinggian Air 25 20 15 10 5 0 1
2
3
4 5 Masukan Step (Volt)
6
7
8
Gambar 3. 3 Perbandingan antara masukan dengan ketinggian air pada tangki ke-3
Dari perbandingan gambar di atas terlihat pada masukan 8 volt terjadi saturasi sehingga terlihat respon seperti grafik yang terpancung. Sehingga dapat diketahui dari sistem tersebut daerah kerja berada pada 0 sampai dengan 7 volt. Jika data-data tersebut dirangkum dalam tabel akan terlihat titik kerja sistem sebagai berikut: Tabel 3. 3 Data hasil masukan masukan step u(t) dan keluarannya y(t)
masukan
keluaran
masukan
Keluaran
masukan
keluaran
4
7.3463
5
11.4759
6
16.5295
4.1
7.7183
5.1
11.9427
6.1
17.0721
4.2
8.0979
5.2
12.4060
6.2
17.6497
4.3
8.4890
5.3
12.8978
6.3
18.2235
4.4
8.8895
5.4
13.3887
6.4
18.8058
4.5
9.2949
5.5
13.8877
6.5
19.3985
4.6
9.7157
5.6
14.3951
6.6
20.0003
4.7
10.1415
5.7
14.9155
6.7
20.6064
4.8
10.5778
5.8
15.4447
6.8
21.2296
4.9
11.0244
5.9
15.9826
6.9
21.8600
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
24
Nilai-nilai tersebut kemudian diplot sehingga menjadi grafik daerah kerja yang berbentuk persamaan linear. Persamaan linear tersebut dipilih karena mempunyai pendekatan yang paling baik pada gambar (3.3) yaitu berada pada rentang masukan antara 4 sampai 7 volt. Ketinggian air pada tangki ke-3 (cm)
25
23
Persamaan Linearisasi y = 5.050x - 13.52 R² = 0.994
21 19 17 15 13 11 9
Ketinggian air pada tangki ke-3
7 5 4
4.5
5 5.5 6 Masukan Step (Volt)
6.5
7
Gambar 3. 4 Daerah kerja sistem tiga tangki
Bentuk linear dari gambar 3.4 selanjutnya akan menjadi referensi untuk membuat model ARX. Dengan kata lain pada saat membuat model ARX nilai masukan indentifikasi pemodelan (lihat Lampiran B), diberikan masukan 4 sampai 7 Volt saja. Masukan inilah yang dijadikan batasan dalam membentuk model linear.
3.3
Indentifikasi Sistem Tiga Tangki Terhubung Sistem tiga tangki merupakan sistem non-linear berorde tiga. Sifat sistem
seperti ini harus didekati pula dengan kriteria parameter orde tiga pula. Metode ARX dipilih karena kemampuannya dalam menyederhanakan sistem non-linear tersebut menjadi pendekatan linear diskrit. Dari perhitungan sebelumnya (pers 3.13) diambil waktu pencuplikan (h) sebesar 25, kemudian orde parameter na dan nb diberikan orde tiga caranya pada matlab nb=2 karena dimulai dari b0z ) , b1z *, Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
25
b2z + ), kemudian na=3 dengan pencuplikan data 2000. Didapat nilai linearisasi berupa kriteria sebagai berikut: Model Pendekatan Discrete-time IDPOLY model: A(q)y(t) = B(q)u(t) + e(t) A(q) = 1 - 1.066 q^-1 + 0.2902 q^-2 - 0.04083 q^-3 B(q) = 0.2737 q^-1 + 0.1914 q^-2 Estimated using ARX Loss function 0.0360831 and FPE 0.0379335 Sampling interval: 25 Kemudian model ARX tersebut divalidasi dengan keluaran model tiga tangki yang sebenarnya. Perbandingan ini dikenal dengan persamaan Variance Accounted For (VAF) dan Root-Mean-Square (RMS) error, dapat dituliskan berupa ∧ ) var( y − y VAF = 1 − × 100 % var( y )
N
∑ RMS
=
i =1
∧ y (i) − y (i) N
(3. 14)
2
(3. 15)
dimana, y (i) adalah sinyal keluaran sistem tiga tangki ke-i ∧
y (i) adalah sinyal keluaran model ARX ke-i N adalah jumlah data yang diambil
Dengan mengkalkulasikan data berdasarkan persamaan (3.14) dan (3.15) akan didapatkan nilai validasi model ARX dengan VAF = 99.76272 % dan RMS= 0.479932
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
26
Gambar 3. 5 Perbandingan keluaran model ARX dengan model tiga tangki sebenarnya
Paameter yang telah didapatkan dari perhitungan model ARX tersebut kemudian dibentuk menjadi fungsi alih proses sistem tiga tangki, yaitu: z-1 BZ AZ
=
z-1 (0.2737 2737 + 0.1914 z-1 )
1 - 1.066 066 z-1 + 0.2902 2902 z-2 -0.04083 4083 z-3
(3. 16)
Jika diambil pemodelan sistem tiga tangki tersebut memiliki parameter sebagai berikut yaitu:
b0=0.2737, b1=0.1914, a1=-1.066, a2=0.2902, dan a3=-
0.04083. Parameter ini digunakan untuk model plant pada desain pengendali pada bab berikutnya. Grafik dibawah ini merupakan bentuk pendekaatan model ARX dengan waktu pencuplikan 25 detik sehingga menyerupai sistem tiga tangki sebenarnya.
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
27
Gambar 3. 6 Pemodelan dengan metode ARX
Perhitungan model dengan metode ARX dapat dicari dari bentuk persamaan waktu tundanya sebagai berikut: yt""t-1=-a1 yt-1-a2 yt-2-a3 yt-3+ b0 ut-1+b1 ut-2+b2 u(t-3) 67|7 − = ψ T t.θ θ9 t-1
(3. 17) (3. 18)
Kemudian bentuk persamaan (3.17) dan (3.18) tersebut dibuat dalam
bentuk matrik yang disusun menjadi bentuk hubungan masukan dan keluaran seperti persamaan (3.19) ψT t=[-yt-1 -yt-2 yt-3 ut-1 ut-2 ut-3 ]
(3. 19)
Dari persamaan (3.17-18) juga dibentuk matrik parameter untuk nilai denumerator dan numerator sistem pada persamaan (3.20),
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
28
a1 a2 a 3 θt= b 0 b1 b2
(3. 20)
Pada sistem orde tiga dapat ditulis persamaan model dalam perkalian
vektor yaitu: a1 a2 a 3 yt=::-yt-1 -yt-2 -yt-3 ut-1 ut-2 ut-3; b 0 b1 b2
(3. 21)
Pada persamaan (3.21) tersebut merupakan bentuk umum dalam
mendapatkan parameter numerator dan denumerator sistem. Biasanya dalam membuat model ARX tidak perlu terlalu banyak data yang diambil cukup 200 data saja. Hal ini dilakukan karena sifat dari bentuk model itu sendiri yang memiliki kelemahan dalam mencapai nilai kesalahan minimummya.
<
u(3) u(2) y(4) -y(3) -y2 -y1 ⋮ ⋮ ==> ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ y(200) -y(199) -y(198) -y(197) u199 u198 y
ψ
a1 a2 u(1) a 3 ⋮ @ b 0 u197 b 1 b 2 θ
(3. 22)
Berdasarkan persamaan 3.22 parameter na dan nb dapat dicari: θ = ψ ψT ψ-1 (ψ ψ y) T
(3. 23)
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
29
3.4
Desain Pengendali Metode Penempatan Kutub Pada pemodelan ARX diberi kriteria nb=2 na=3 dan np ≤na+nb=2 dengan
syarat Diophantine unik (nf=nb=2, ng=na-1=2) dihasilkan model: A Z-1 =1+a1 z-1 +a2 z-2 +a3 z-3
(3. 24)
B Z-1 =b0 +b1 z-1
(3. 25)
karena pada persamaan didapat
nilai dari p1=-k1+k2dan p2=(k1.k2);
(3. 26)
Pd Z-1 = 1+p1 z-1 +p2 z-2
(3. 27)
k = nilai penambahan pole lup tertutup yang diinginkan berupa angka real.
F Z-1 = 1+f1 z-1 +f2 z-2
(3. 28)
G Z-1 =g0 +g1 z-1
(3. 29)
Berdasarkan persamaan (3.27) A Z-1 F Z-1 +Z-1 B Z-1 G Z-1 =Pd Z-1
maka dapat disubtitusikan menggunakan pers (3.16), (3.17) dan (3.18) sehingga menjadi: (1+a1 z-1 +a2 z-2 +a3 z-3 )1+f1 z-1 +f2 z-2 +…
…+z-1 (b0 +b1 z-1 )g0 +g1 z-1 = 1+p1 z-1 +p2 z-2
(3. 30)
Kemudian dikelompokkan berdasarkan waktu tundanya, sehingga menjadi persamaan (3.31) 1+f1 +a1 +b0 g0 z-1 +f2 +a1 f1 +a2 +b0 g1 +b1 g0 z-2 +
(a1 f2 +a2 f1 +a3 +b1 g1 )z-3 +(a2 f2 +a3 f1 )AB +(a3 f2 )z-5 = 1+p1 z-1 +p2 z-2
(3. 31)
Bentuk persamaan (3.20) kemudian disusun berdasarkan persamaan umum (3.21) menjadi bentuk matriks (3.22), yaitu :
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
30
1 0 a ⋱ 1 ⋱ ⋮ ana ⋱ ⋱ 0 0 0
0 0 1 a1 ⋮ ana
p1 -a1 f1 b0 0 0 ⋮ p -a2 ⋮ ⋱ 0 2 bnb ⋱ b0 fnf = ⋮ g 0 ⋮ 0 -na ⋱ 0 0 bnb ⋮ 0 0 0 0 gng ⋮ 0
(3. 32)
Bentuk matriksnya adalah 1 0 a 1 1 a2 a1 a3 a2 0 a3
b0 b1 0 0 0
0 p1 -a1 f b0 1 p -a2 2 f b1 Cg2 D = -a 0 g0 3 0 0 1 0
(3. 33)
Untuk mendapatkan nilai parameter f dan g maka matriks parameter a dan b (S) harus dapat diinvers, caranya menggunakan pseudoinverse yaitu mengalikan matriks A tersebut dengan transposnya sehingga menjadi bentuk square. Perhatikan ilustrasi berikut: Ax=b
(3. 34)
(AT A)x=AT b
(3. 35)
x=(ATA)-1ATb
(3. 36)
Dapat ditulis kembali menjadi 1 0 f1 a 1 f2 G 1 Cg D = F a2 a1 0 a3 a2 g1 E 0 a3
b0 b1 0 0 0
0 T 1 0 b0 a1 1 b1 a2 a1 0 a3 a2 0 0 a3
b0 0 1 0 b1 b0 J G a1 1 0 b1 I F a2 a1 F a a 0 0 2 3 0 0 H E 0 a3 -1
b0 b1 0 0 0
0 T p1 -a1 b0 p -a2 J 2 I b1 I -a 0 3 0 0 0 H
(3. 37)
Dari persamaan (3.16) telah diketahui parameter dari b0 = 0.2737 , b1 =
0.1914 , a1= − 1.066 , a2= 0.2902, dan a3 = - 0.04083 . Jika parameter ini
disubtitusikan ke persamaan (3.26) dengan pole lup tertutup tujuan (k) bernilai kembar 0.2 atau 0.3 atau 0.4. Maka akan didapat parameter Pd Z-1 pada table
berikut ini:
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
31
Tabel 3. 4 Nilai Parameter letak kutub lup tertutup yang diinginkan
k1=k2 (real)
p1
p2
0.2
-0.4
0.04
0.3
-0.6
0.09
0.4
-0.8
0.16
Tabel 3. 5 Nilai Parameter Precompensator dan Controller
k1=k2
f1
f2
g0
g1
H
0.2
0.4223
0.05805
0.8902
-0.1038
1.376
0.3
0.3188
0.04382
0.5378
-0.02603
1.054
0.4
0.2048
0.02808
0.2253
0.05991
0.774
Parameter yang telah didapat tersebut kemudian dimasukkan ke persamaan Diophantine sehingga didapat blok dari precompensator controller
PM NO QM NO
LM NO PM NO
dan blok
. Kemudian parameter desain ini dimasukkan ke blok diagram
pengendali penempatan kutub. Lihat Lampiran C. Adapun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam penambahan integrator tersebut berupa derajat polinomial G harus dinaikkan satu untuk mendapatkan persamaan identitas yang unik. A Z-1 F Z-1 (1-z-1 )+Z-1 B Z-1 G Z-1 =Pd Z-1
(3. 38)
Persamaan (3.38) merupakan persamaan lup tertutup dari diagram blok
pengendali incremental control yang ide dasarnya berasal dari penempatan kutub.
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
32
Gambar 3. 7 Diagram blok incremental control
Parameter Polinomial F dan G pada incremental control akan berbeda dari perhitungan peletakan kutub pada perhitungan awal. Hal ini menyebabkan parameter letak lup tertutup digeser agak lebih jauh untuk menghindasi sifat integrator yang lebih agresif. Untuk itu parameter yang digunakan adalah g0=1.437, g1=-1.286, g2=0.1984, f1=0.4727, dan f2=0.05728. Hasil ini didapatkan dengan menyelesaikan persamaan (3.38) menjadi bentuk matriks (3.39).
(3. 39)
Polinomial F, G tersebutlah yang digunakan untuk mendapatkan kutubkutub dapat terletak pada lokasi yang diinginkan.
3.5
Desain Pengendali MPC Hal pertama yang harus dilakukan dalam mendesain MPC adalah
menganalisis Model Ruang Keadaan Model Tiga Tangki, yang didapat dari fungsi alih ARX: 0.001 0.0103 0.006 A = − 0.17 − 0.098 − 0.018 2.93 1.704 0.3287
− 0.17 B = 2.93 104.8
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
33
C = [0.0963 − 0.0541 0.0163]
D=0
(3. 40)
Berikut nilai eigen (λ) dari model tiga tangki
0.2413 λ = - 0.0004 + 0.0006i - 0.0004 - 0.0006i
(3. 41)
Dari persamaan (3.41) nilai eigen tersebut semuanya masih didalam unit circle, tidak ada nilai real dari kutub pole yang melebihi 1. Dengan demikian model yang didapatkan memiliki pole yang stabil artinya desain pengendali akan lebih cepat diselesaikan ketimbang harus menstabilkan dulu pole yang diluar unit cicle tersebut. Ada dua hal lagi yang penting untuk dipertimbangkan dalam medesain pengendali dengan model ruang keadaan ini, yaitu controllability dan observerability. Sifat dari controllability adalah kemampuan model untuk dapat dikendalikan untuk setiap statenya, sedangkan observerability berfungsi untuk membuat suatu observer untuk berbagai keperluan seperti untuk mengestimasi beberapa keluaran dengan cepat kepengendali sistem tanpa harus menggunakan sensor. Keunggulan observer ini lebih kepada penghematan waktu dan biaya karena cukup menggunakan perhitungan matematis untuk mendapatkan keluaran yang dimaksud berdasarkan data-data yang tersedia dari sensor. Controllability dan observerability ini haruslah dalam kondisi full rank, jika tidak berarti sistem kehilangan kemampuan untuk dikendalikan ataupun kemampuan untuk dibuatkan desain observer state-nya. Berikut merupkan nilai controllability (co) dan observerability (ob) dari model ruang keadaan, yaitu:
- 0.1702 0.1302 0.0304 co = 2.9300 - 2.2268 - 0.5337 104.8000 38.9418 9.3871
(3. 42)
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
34
0.0963 - 0.0541 0.0163 ob = 0.0578 0.0336 0.0065 0.0138 0.0081 0.0016
(3. 43)
Dari bentuk matriks (3.42) dan (3.43) dapat dicari nilai determinannya (tidak nol) yang merupakan indikator dari sifat full rank tersebut. Dapat langsung ditentukan karena nilai dari baris matriks bukan kelipatan dari matriks baris yang lain. Setelah model dirasa sudah cukup mewakili karakter dari plant tiga tangki tahap selanjutnya adalah merancang pengendali MPC dengan menghitung matrik kriteria pengendali Ψ, Γ, dan Θ. ∧
∧
∧
x(k + 1) = A x+ B u (k ) ∧
(3. 44)
∧
z ( k ) = C z x( k )
(3. 45)
∧ B A x(k + 1 | k ) M M M Hu −1 ∧ Hu ∑i =0 A i B A x ( k + Hu | k ) = x ( k ) + Hu i u ( k − 1) + ... x∧ ( k + H + 1 | k ) A Hu ∑i=0 A B u M M M Hp −1 i ∧ A Hp ∑ i = 0 A B x k + H k ( | ) p
K B AB + B M Hu −1 i ∑i = 0 A B Hu A i B ∑i = 0 M Hp −1 A i B ∑i = 0
L L L O L L M L
0 ∧ ∆ u (k | k ) M B M ∧ AB + B ∆ u (k + H u −1 | k ) M Hp − Hu ∑i =0 Ai B 0
(3. 46)
M
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
35
C z ∧ + z ( k 1 | k ) 0 = M M ∧ z (k + H p | k ) 0
0 Cz M 0
∧ x(k + 1 | k ) M O M ∧ x(k + H p | k ) L Cz L L
0 0
(3. 47)
Jika persamaan (3.46) dan persamaan (3.47) disederhanakan akan didapat (3.50) dengan persamaan keluaran model ruang keadaan (3.48) akan didapat hubungan menjadi persamaan (3.51).
Z (k ) = Ψx(k ) + Γu(k − 1) + Θ∆u(k )
(3. 48)
C z x( k ) = Ψx ( k ) + Γu ( k − 1) + Θ∆u ( k )
(3. 49)
x(k ) = Kx(k ) + Lu(k − 1) + M∆u(k )
(3. 50)
C z x (k ) = C z Kx (k ) + C z Lu (k − 1) + C z M∆u ( k )
(3. 51)
Mencari Ψ, Γ, Θ yang baru jika keluaran dipengaruhi masukan secara langsung ∧
∧
z x(k + 1 | k ) = C z x(k + 1 | k ) + D[∆u (k ) + u (k − 1)] ∧
∧
z x(k + 2 | k ) = C z x(k + 1 | k ) + D[∆u (k ) + ∆u(k ) + u (k − 1)]
M ∧
∧
z x ( k + H u | k ) = C z x ( k + H u | k ) + D[ ∆u ( k + H u ) + K + ∆u ( k ) + u ( k − 1)]
M ∧
∧
z x ( k + H P | k ) = C z x(k + H p | k ) + D[∆u (k + H u ) + K + ∆u (k ) + u (k − 1)] (3. 52)
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
36
z(x + 1 | k ) z (k + 2 | k ) C z 0 M = z (k + H u | k ) 0 0 M z ( k + H p | k ) D D M D M D
0
0
Cz
0
0
Cz
0
0
0 x( k + 1) D 0 x( k + 2) D + u ( k − 1) + M M 0 C z x( k + H p ) D
N 0 0 0 ∆u ( k ) D 0 0 ∆u ( k + 1) M M O M D L D ∆u ( k + H u ) M M M M D D D ∆u (k + H p )
O
(3. 53)
P
kemudian dari persamaan (3.46) dan (3.53) menjadi bentuk (3.54) dan (3.55) ∧
∧
∧
x(k + 1 | k ) = K x(k ) + L u(k − 1) + M∆u(k ) ∧
(3. 54)
∧
N x(k + 1 | k ) = NK x(k ) + NLu(k − 1) + NM∆u (k )
+ Ou(k − 1) + P∆u(k )
(3. 55)
Persamaan hasil keluaran dari ruang keadaan dapat ditentukan yaitu z(k). ∧
z (k ) = NK x(k ) + ( NL + O)u(k − 1) + ( NM + P)∆u (k ) ∧
∧
(3. 56)
∧
z(k ) = Ψbaru x(k ) + Γbaru u(k − 1) + Θbaru ∆ u (k − 1)
(3. 57)
Setelah mendapatkan persamaan keluaran yang baru kemudian langkah selanjutnya adalah mencari sinyal pengendali berdasarkan cost function dari pengendali MPC. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
ε (k ) = r ( k + i | k ) − Ψ x ( k ) − Θu ( k − 1) (3. 58)
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
37
Hasil pengurangan persamaan (3.56) dengan persamaan (3.57) akan didapatkan penyelesaian dari fungsi biaya V(k), yaitu: V (k ) =
Hp
∧
∑ z (k + i | k ) − r (k + i)
i = Hw
2
+
2
2
∧
∑ ∆ u (k + i | k ) i =0
Q(
V (k ) = z (k ) − r (k ) Q + ∆u (k )
2
(3. 59) R
2
(3. 60)
R
V (k ) = Θ∆u(k ) − ε (k ) Q + ∆u (k )
[
Hu −1
2
(3. 61)
R
]
V (k ) = ∆u (k )T ΘT − ε (k )T Q[Θ∆u (k ) − ε (k )] + ∆u (k )T R∆u(k )
(3. 62)
V (k ) = ε (k )T Qε (k ) − 2∆u (k )T ΘT Qε (k ) + ∆u(k )T (ΘT QΘ + R)∆u(k ) (3. 63)
sehingga persamaan dari fingsi biaya menjadi
V (k ) = const − ∆u(k )T G + ∆u(k )T H∆u (k )
(3. 64)
dimana,
G = 2ΘT Qε (k )
(3. 65)
H = ΘT QΘ + R
(3. 66)
Solusi optimal dari persamaan fungsi biaya adalah ketika sinyal kendali yang paling memberikan keuntungan terbesar yaitu dengan
∇ ∆u(k )V (k ) = −G + 2H∆u(k )
(3. 67)
1 ∆u (k ) opt = H −1G 2
(3. 68)
Sehingga dapat ditentukan sinyal kendali yang akan diberikan ke model ruang keadaan berdasarkan perubahan sinyal kendali dan masukan sinyal kendali sebelumnya, yaitu:
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
38
u(k ) = u(k −1) + ∆u(k ) opt
(3. 69)
Pada pengendali MPC nilai horison kontrol (Hu) dan horison prediksi (Hp) yang dipilih secara berurutan adalah 4 dan 5, sehingga matriks dapat dihitung berdasarkan bentuk umum berikut ini:
C z 0 Ψ=0 0 0 C z 0 Γ=0 0 0
C z 0 Θ= 0 0 0
0
0
0
Cz 0
0 Cz
0 0
0 0
0 0
Cz 0
0
0
0
Cz 0
0 Cz
0 0
0 0
0 0
Cz 0
0
0
0
Cz
0
0
0 0
Cz 0
0 Cz
0
0
0
0 A 0 A2 0 A3 0 A4 5 C z A
(3. 70)
0 B D 0 B + AB D 2 0 + D B + AB + A B 2 3 0 B + AB + A B + A B D 2 3 4 C z B + AB + A B + A B + A B D
(3. 71)
0 B 0 B + AB 0 B + AB + A2 B 0 B + AB + A2 B + A3 B 2 3 4 C z B + AB + A B + A B + A B
D B 0 0 D B + AB B 0 + D 2 B + AB + A B B + AB B D B + AB + A2 B + A3 B B + AB + A2 B B + AB D 0
0
0
...
0 0 D D 0 D D D D D D
0 D
0 0
(3. 72)
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
39
Kriteria pengendali ini dicari ketika proses inisialiasi dilakukan dan bernilai konstan selama simulasi dijalankan.
0.0578 0.0138 Ψ = 0.0033 0.0008 0.0002
0.0336 0.0065 0.0081 0.0016 0.0019 0.0004 0.0005 0.0001 0.0001 0.0000
(3. 73)
1.5280 2.2939 Γ = 2.4782 2.5227 2.5335
1.5280 2.2939 Θ = 2.4782 2.5227 2.5335
(3. 74)
0 0 0 1.5280 0 0 2.2939 1.5280 0 2.4782 2.2939 1.5280 2.5227 2.4782 2.2939
(3. 75)
Hasil perhitungan kriteria pada hasil perhitungan (3.73), (3.74) dan (3.75) kemudian digunakan untuk mendapatkan penyelesaian persamaan (3.58) sebagai perhitungan error dan persamaan (3.65) sehingga didapat parameter kriteria G dan H yang dibutuhkan juga oleh MPC untuk menentukan perubahan sinyal kendali optimum. Sinyal kendali u(k) pada persamaan (3.69) dihitung berdasarkan perubahan sinyal kendali optimum tersebut ditambah dengan sinyal kendali satu pencuplikan sebelumnya. Sehingga sistem ini bersifat integrator atau dihasilkan kesalahan galat tunak bernilai nol dengan keunggulan berupa sifat memprediksi sinyal kendali terhadap informasi refrensi yang akan datang sehingga respon yang diharapkan semakin cepat dan terlihat mendahului perubahan set point yang terjadi pada waktu tersebut.
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
BAB 4
ANALISIS HASIL SIMULASI
Berikut merupakan hasil respon model ARX dengan pengendali lup tertutup, secara berurut menjadi tiga bentuk respon yang bervariasi, variasi pertama pada letak lup tertutup berada di sumbu real 0.2.
Gambar 4. 1 Grafik hasil kendali penempatan kutub dengan letak pole lup tertutup k=0.2
Dari grafik di atas terlihat keluaran sistem mengikuti nilai acuan yang diberikan, sehingga pengendali dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Kemudian dengan mengubah parameter kutub lup tertutup plant tiga tangki menjadi 0.3 diperoleh sistem lup tertutup yang tetap stabil. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
40 Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
41
Gambar 4. 2 Grafik hasil kendali penempatan kutub dengan letak pole lup tertutup k=0.3
Gambar 4. 3 Grafik hasil kendali penempatan kutub dengan letak pole lup tertutup k=0.4
Dengan mengubah letak kutub lup tertutup menjadi 0.4 pada gambar 4.3 (c) berarti letak kutub tersebut memiliki redaman yang lebih besar menyebabkan nilai overshoot berkurang. Dari ketiga pamater perlu diketahui kesalahan galat tunak yang dihasilkan bernilai nol. Dengan waktu respon menuju galat tunak yang tidak jauh berbeda.
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
42
Berikut pada gambar 4.4, 4.5 dan 4.6 merupakan hasil respon dari sistem plant tiga tangki yang awal. Dapat dilihat respon yang berada pada daerah kerja air berkisar di level 15 cm memberikan respon yang baik, sedangkan ketika level air di set menjauhi dari daerah kerjanya maka kesalahan yang dihasilkan akan semakin besar.
Gambar 4. 4 Perbandingan Respon Plant Awal Sistem Tiga Tangki dengan Pengendali Penempatan Kutub dengan kutub lup tertutup berada pada k=0.2
Gambar 4. 5 Perbandingan respon plant awal sistem tiga tangki dengan pengendali penempatan kutub dengan kutub lup tertutup berada pada k=0.3
Timbulnya kesalahan galat tunak pada sistem tiga tangki paling besar ketika letak lup tertutup berada di 0.4. Jika dihitung ketika sistem diharapkan
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
43
memiliki ketinggian refrensi 20 cm, respon sistem tiga tangki steady state pada 23,41 cm. Jadi besarnya overshoot yang terjadi (3,41/20)*100% = 17.05 %.
Gambar 4. 6 Perbandingan respon plant awal sistem tiga tangki dengan pengendali penempatan kutub dengan kutub lup tertutup berada pada k=0.4
Dengan demikian pengendali yang telah dirancang bekerja berdasarkan titik kerjanya pada level berkisar 15 cm dan untuk mengatasi permasalahan error tersebut dapat ditambahkan integrator. Pengendali tersebut dikenal dengan nama incremental control dimana tidak memerlukan pre-compensator dan dapat digunakan untuk sistem dengan orde sembarang Pada pengendali incremental diberikan letak kutub lup tertutup di 0.6 dan dibandingkan dengan respon pengendali penempatan kutub tanpa integrator pada lup tertutup di 0.2 akan didapatkan hasil sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
44
Gambar 4. 7 Hasil perubahan respon sistem penempatan kutub sebelum dan sesudah diberikan integrator
Dari gambar 4.7 terlihat pada incremental control kesalahan galat tunak dapat dijadikan nol untuk setiap nilai referensi yang diberikan, sedangkan penempatan kutub tanpa integrator kesalahan galat tunak akan semakin besar jika semakin jauh dari titik kerjanya yang berkisar di level 15 cm. Pada saat awal penentuan nilai prediksi diperbandingkan antara prediction horison bernilai 5, 8, dan 12 dengan nilai horison kontrol (Hu) bernilai 1 adalah sebagai berikut:
Gambar 4. 8 Keluaran ruang keadaan dengan kriteria MPC Hp=5 dan Hu=1
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
45
Kemudian dibandingkan lagi dengan prediksi yang lebih besar sebagai perbandingan untuk melihat waktu perubahan sehingga mencapai nilai galat tunak yang bervariasi pada kedua gambar berikut ini:
Gambar 4. 9 Keluaran ruang keadaan dengan kriteria MPC Hp=8 dan Hu=1
Terlihat pada gambar diatas semakin besar nilai prediksi berarti keluaran dari model ruang keadaan semakin cepat berubah sebelum refrensi berubah dimasa yang akan datang. Untuk lebih jelasnya perubahan tersebut dapat dilihat ketika horison prediksi (Hp) diberi nilai 12 dan horison kontrol dijaga konstan.
Gambar 4. 10 Keluaran ruang keadaan dengan kriteria MPC Hp=12 dan Hu=1
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
46
Pada gambar 4.10 dapat dianalogikan jika terlalu besar nilai prediksi maka sistem akan terlalu cepat berubah artinya kesalahan pemberian informasi yang salah untuk masa yang akan datang akan sangat memperburuk keadaan, sehingga perlu untuk membuat pemilihan pengendali MPC horison prediksi cukup beralasan dipilih pada nilai 5 dan horison kontrol yang diperbesar hingga bernilai 4 dengan bobot Q dan R bernilai 1 akan menghasilkan kesalahan galat tunak sama dengan nol dengan respon yang lebih cepat.
Gambar 4. 11 Keluaran terbaik dari MPC dengan model ruang keadaan
Pada Gambar 4.11 terlihat keluaran dari model ruang keadaan berubah terlebih dahulu sebelum set point berubah dikarenakan masukan refrensi yang diberikan telah diketahui oleh pengendali MPC. Pengendali MPC yang telah diberi refrensi yang akan datang mendapatkan informasi berdasarkan prediksi yang telah diperhitungkan pada waktu sekarang dan cakupan horison kontrol yang terdapat pada pengendali. Jadi, pengendali MPC dapat dijadikan salah satu strategi untuk mendapatkan hasil respon yang lebih cepat daripada integrator tanpa kemampuan memprediksi sinyal kendali yang akan datang.
Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
BAB 5 KESIMPULAN
Dari simulasi untuk model tiga tangki terbubung diperoleh kesimpulan penting, yaitu: 1. Berdasarkan analisa lup terbuka didapat waktu cuplik model bernilai 25. 2. Hasil validasi pemodelan ARX pada simulasi ini dengan VAF = 92,60% dan 3. Model sistem dengan parameter b0=0.2737, b1=0.1914, a1=-1.066, a2=0.2902, RMS = 0.42 dapat mendekati plant aslinya.
dan a3=0.04083 merupakan bentuk pemodelan tiga tangki.
4. Letak kedua kutub lup tertutup di titik 0.2 bidang z akan menghasilkan nilai parameter f1=0.4223, f2=0.05805, g0=0.8902, g1=-0.1038, h=1.376 didapatkan hasil respon tercepat dibandingkan kutub lup tertutup yang berada pada 0.3 atau 0.4. 5. Pengendali penempatan kutub masih memberikan kesalahan kesalahan paling
besar 17,05 %, kesalahan tersebut dapat diatasi setelah precompensator diganti dengan integrator. 6. Pada pengendali MPC horison prediksi (Hp) bernilai 5 dan horison kontrol
(Hu) bernilai 4 menghasilkan respon terbaik dibandingkan pole placement dan incremental control berdasarkan analisa nilai overshoot dan waktu galat tunak.
47 Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
DAFTAR REFERENSI
[MAC00]
Maciejowski, J.M. “Predictive Control with Constraints“. Prentice Hall, 2000.
[PKan95]
Kanjilal, P. P., “IEE Control Engineering: Adaptive Prediction and Predictive Control”, England, Short Run Press, 1995.
[Ric93]
Richalet, J. “Industrial Application of Model Based Predictive Control”. Automatica 1993.
[Sbtr07]
Subiantoro, A., “Diktat Kuliah : Sistem Kendali Adaptif dan Nonlinear”.
Departemen
Teknik
Elektro
Fakultas
Teknik
Universitas Indonesia, 2007. [TPaul98]
Tipler, Paul A., “Fisika untuk Sains dan Teknik”, Jakarta, Erlangga 1998.
[YMar04]
Maraden, Y., “Identifikasi Sistem Tiga Tangki Terhubung dengan Menggunakan Algoritma Fuzzy Clustering Gustafson-Kessel”, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004.
48 Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
LAMPIRAN A
Simulasi Model Tiga Tangki Terhubung
49 Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
LAMPIRAN B
Pemodelan Tiga Tangki Terhubung dengan Metode ARX
Validasi Model ARX dengan Model Matematis Tiga Tangki
50 Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
LAMPIRAN C
Desain Pengendali Pole Placement pada Model ARX
Source Code Pengendali Pole Placement
51 Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
LAMPIRAN D
Penggunaan Pengendali Penempatan Kutub pada Model Matematis Tiga Tangki
52 Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009
LAMPIRAN E
Blok Simulasi Perbandingan Pengendali Pole Placement, Incremental Control dan MPC
53 Universitas Indonesia
Perbandingan kinerja..., Harry Nofrianz Prakasa, FT UI, 2009