OPTIMASI KONSENTRASI ARABINOSA SEBAGAI KO-SUBSTRAT UNTUK PRODUKSI XILITOL OLEH SEL AMOBIL Candida tropicalis
WIWIN WINDARTI
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK WIWIN WINDARTI. Optimasi Konsentrasi Arabinosa sebagai Ko-substrat untuk Produksi Xilitol oleh Sel Amobil Candida tropicalis. Dibimbing oleh SURYANI dan LAKSMI AMBARSARI. Penelitian ini mengkaji produksi xilitol oleh sel amobil Candida tropicalis dalam dua kondisi, yaitu penambahan arabinosa sebagai ko-substrat dan fermentasi pada media campuran gula murni. Rasio xilosa dan arabinosa yang digunakan antara 6:1-6:3% (xilosa 30 g/L dan arabinosa 5-15 g/L). Variasi media campuran gula yang diujicobakan dalam penelitian, terdiri atas media xilosa dan glukosa, xilosa dan arabinosa, serta xilosa, glukosa, dan arabinosa. Sel C.tropicalis dijebak oleh Ca-alginat dan difermentasikan secara batch dengan diinkubasi goyang 100 rpm pada suhu 30˚C selama 96 jam. Xilitol yang dihasilkan sel diukur dengan metode spektrofotometer menggunakan kit Dsorbitol/D-xilitol. Hasil penelitian menunjukkan penambahan arabinosa dengan rasio konsentrasi 6:1-6:3% dapat meningkatkan produksi xilitol (3.11-5.90 g/L). Produktivitas volumetrik xilitol (0.06 g/L jam) dan yield product (0.20 g xilitol yang dihasilkan /g xilosa terkonsumsi) tertinggi dicapai oleh rasio 6:3%. Glukosa dalam media fermentasi diketahui menurunkan produksi xilitol sebesar 20% dibandingkan dengan media kontrol. Pengaruh efek negatif glukosa tersebut dapat diatasi dengan penambahan arabinosa pada media campuran gula murni yang mengandung xilosa, glukosa, dan arabinosa yang dapat menghasilkan xilitol sebesar 4.2 g/L.
ABSTRACT WIWIN WINDARTI. Optimizing Arabinose Concentration as a Co-substrate for Xylitol Production by Candida tropicalis Immobilized Cells. Under the direction of SURYANI and LAKSMI AMBARSARI. This research was carried out to investigate xylitol production by Candida tropicalis immobilized cells under two sets condition, which were addition of arabinose as a co-substrate and its fermented on sugar mixed medium. Ratio xylose to arabinose was used at the range 6:1-6:3% (xylose 30 g/L and arabinose 5-15 g/L). Sugar mixed medium variation which used in this research were xylose and glucose; xylose and arabinose; and also xylose, glucose, and arabinose, respectively. Candida tropicalis cells entrapped in Ca-alginate and incubated in batch fermentation on 100 rpm rotary shaker at 30˚C for 96 hours. Xylitol produced by cells were measured using spectrophotometer and by D-sorbitol/Dxylitol enzymatic assays. The results revealed that addition of arabinose at the range 6:1-6:3% could increased xylitol production (3.11-5.90 g/L). The highest volumetric rate of xylitol production (0.06 g/L h) and yield product (0.20 g xylitol produced /g xylose consumed) were achieved at ratio 6:3%. Contrary with glucose in fermentation medium could decreased xylitol production of 20% compared with control medium. This negative effect of glucose was annulled by adding arabinose in sugar mixed medium containing xylose, glucose, and arabinose can reached xylitol production for 4.2 g/L.
OPTIMASI KONSENTRASI ARABINOSA SEBAGAI KO-SUBSTRAT UNTUK PRODUKSI XILITOL OLEH SEL AMOBIL Candida tropicalis
WIWIN WINDARTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi : Optimasi Konsentrasi Arabinosa sebagai Ko-substrat untuk Produksi Xilitol oleh Sel Amobil Candida tropicalis Nama : Wiwin Windarti NIM : G84052560
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Suryani, M.Sc. Ketua
Dr. Laksmi Ambarsari, MS. Anggota
Diketahui
Dr. I. Made Artika, M. App. Sc Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2009 di Laboratorium Biokimia, Departemen Biokimia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul Optimasi Konsentrasi Arabinosa sebagai Ko-substrat untuk Produksi Xilitol oleh Sel Amobil Candida tropicalis. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Suryani, M.Sc. dan Dr. Laksmi Ambarsari, MS. sebagai pembimbing yang telah memberikan pengarahan, saran, dan kritik selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak, mama, kakak, adik (Amaliah Nur Ihsan) dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan serta doa. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Puspa, Fransiska, Bambang, Amelia, Rosalia, Elis Nurasiah, dan Embi Lilis yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan yang besar. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2010
Wiwin Windarti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rangkasbitung pada tanggal 3 Februari 1987 dari ayah Karno dan ibu Nani Sumarni. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Rangkasbitung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Biokimia, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi bendahara II bidang kerohanian Islam CREBS periode 2007/2008 dan asisten mata kuliah Struktur dan Fungsi Subseluler pada tahun ajaran 2008/2009. Penulis juga pernah aktif mengikuti acara kepanitian dalam kegiatan Competition of Sports MIPA Faculty (COSMIC) tahun 2007, Masa Pengenalan Fakultas (MPF) G-Force 43 tahun 2007, dan Masa Pengenalan Departemen Biokimia (MPD) tahun 2007. Penulis melakukan Praktik Lapangan di PT Gizindo Primanusantara Padalarang, Bandung dengan judul laporan Pengolahan Pangan, Pengawasan Mutu, dan Analisis Kadar Vitamin C pada Promina Beras Merah.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
x
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Xilitol ........................................................................................................ Produksi xilitol oleh Candida tropicalis .................................................. Penambahan ko-substrat dalam produksi xilitol ....................................... Amobilisasi sel ......................................................................................... Fermentasi ................................................................................................
1 3 4 5 6
BAHAN DAN METODE Alat dan bahan ........................................................................................ Metode .....................................................................................................
7 8
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot basah sel dan waktu inkubasi optimum untuk amobilisasi sel ..... 9 Konsentrasi optimum ko-substrat arabinosa untuk produksi xilitol ......... 12 Fermentasi sel amobil dengan media campuran gula murni .................... 14 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................... 16 Saran ......................................................................................................... 16 UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16 LAMPIRAN ....................................................................................................... 20
DAFTAR TABEL Halaman 1 Biomassa sel (g/L) pada variasi bobot basah sel amobil C.tropicalis ........... 10 2 Produksi xilitol oleh sel amobil C.tropicalis dengan variasi bobot basah sel ............................................................................................... 11 3 Produksi xilitol pada media xilosa 30 g/L dengan variasi ko-substrat ........... arabinosa (5-15 g/L) selama 96 jam inkubasi ................................................ 12 4 Produksi xilitol, rendeman, dan produktivitas volumetrik pada media ......... campuran gula murni .................................................................................... 14
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Struktur kimia xilitol ....................................................................................
2
2
Hidrolisis dan hidrogenasi xilan menjadi xilitol ..........................................
2
3
Metabolisme xilosa oleh khamir ..................................................................
4
4
Penjebakan sel khamir di dalam matriks Ca-alginat ...................................
6
5
Fase pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi batch ...........................
6
6
Pembentukan biomassa sel dengan variasi bobot basah sel amobil ........... C.tropicalis.................................................................................................... 11
7
Produksi xilitol optimum oleh sel dengan bobot basah 2.5 gram selama ..... 96 jam inkubasi ............................................................................................. 12
8
Biomassa sel amobil C.tropicalis dengan variasi ko-substrat ..................... arabinosa ...................................................................................................... 14
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Tahapan penelitian ....................................................................................... 21
2 Pengukuran kadar xilitol dengan metode Beutler dan Becker (1977) .......... 22 3 Penentuan jumlah koloni sel Candida tropicalis .......................................... 23 4 Bobot basah dan bobot kering sel Candida tropicalis ................................. 24 5 Koloni sel Candida tropicalis dan media fermentasi sel amobil ................. 25 6 Biomassa sel variasi bobot basah sel amobil C. tropicalis .......................... 26 7 Biomassa sel amobil C.tropicalis media campuran gula murni selama 96 jam inkubasi ............................................................................................. 27 8 Pengukuran kadar xilitol pada media xilosa dan arabinosa rasio 6:1-6:3% 9
28
Pengukuran kadar xilitol pada media campuran gula murni .................................. 29
PENDAHULUAN Xilitol adalah gula alkohol berkarbon lima yang dikenal sebagai produk bernilai tinggi karena xilitol memiliki tingkat kemanisan yang sama dengan sukrosa dan nilai kalori lebih rendah dibandingkan kelompok karbohidrat lainnya. Xilitol juga bersifat nonkariogenik yang aman untuk kesehatan gigi dan metabolisme xilitol di dalam tubuh tidak melibatkan insulin (Sampaio et al. 2003). Saat ini xilitol telah banyak diaplikasikan pada industri farmasi, produk perawatan kesehatan, dan industri bahan makanan (Gurgel et al. 1995). Secara farmakologi, xilitol berperan untuk mencegah kerusakan gigi, infeksi telinga pada anak-anak, dan sebagai pengganti gula untuk pasien diabetes (Kiet et al. 2006; Rao et al.; 2006). Selain itu, juga digunakan pada produk permen dan pasta gigi (Kiet et al. 2006). Harga xilitol di pasaran tergolong masih tinggi sekitar $7 per kg sehingga ketersediaannya di dunia perdagangan masih rendah. Selama ini xilitol diproduksi untuk skala industri menggunakan proses hidrogenasi yang memerlukan energi tinggi dan bahan baku xilosa murni yang relatif mahal. Hal tersebut berakibat pada tingginya biaya produksi xilitol. Pendekatan bioteknologi yang memanfaatkan mikrob dan bahan baku hemiselulosa dapat menjadi alternatif untuk produksi xilitol yang lebih efisien dan murah. Hemiselulosa telah menjadi alternatif bahan baku untuk produksi xilitol karena ketersediaannya di alam cukup melimpah, bersifat dapat diperbaharui (renewable), dan murah. Komponen utama yang terdapat pada hemiselulosa adalah xilan yang merupakan polimer xilosa. Menurut Whistler (1993), salah satu sumber hemiselulosa murah adalah ampas tebu. Penggunaan ampas tebu dalam produksi xilitol menghadapi hambatan karena adanya senyawa toksik yang muncul dalam proses hidrolisis ampas tebu. Senyawa toksik, seperti furfural dan hidroksimetilfurfural, dapat menyebabkan metabolisme mikrob terhambat, kematian sel hingga produktivitas xilitol menurun. Kematian sel akibat degradasi oleh senyawa toksik dapat diminimalkan dengan mempertinggi konsentrasi sel. Konsentrasi sel yang tinggi diperoleh dengan menggunakan metode amobilisasi sel. Metode ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya meningkatkan stabilitas sel, memaksimalkan fraksi hasil fermentasi, memanfaatkan kembali biokatalis, melindungi sel dari
inhibitor, dan hasil fermentasi lebih murni (Carvalho et al. 2002). Komposisi hidrolisat pada ampas tebu secara garis besar terdiri atas xilosa 56%, glukosa 15%, dan arabinosa 24% (Rao et al. 2006). Produksi xilitol dengan menggunakan hidrolisat ampas tebu dipengaruhi oleh konsentrasi gula penyusun hidrolisat ampas tebu, seperti xilosa, glukosa, arabinosa, manosa, dan galaktosa (Walther et al. 2001). Beberapa penelitian melaporkan bahwa penambahan arabinosa sebagai ko-substrat ke dalam media yang mengandung xilosa dapat meningkatkan produksi xilitol sedangkan glukosa dapat menurunkan produksi xilitol (Yulianto et al. 2005; Mussato et al. 2006). Berdasarkan data tersebut maka dalam penelitian ini dilakukan optimasi konsentrasi arabinosa sebagai ko-substrat dan fermentasi menggunakan media campuran gula murni (xilosa, glukosa, dan arabinosa) untuk mengetahui pengaruh komposisi gula tersebut terhadap produksi xilitol dengan teknik amobilisasi sel. Penelitian ini bertujuan menentukan kondisi optimum untuk amobilisasi sel, meliputi bobot basah sel dan waktu inkubasi. Selain itu, juga dilakukan penentuan konsentrasi optimum arabinosa sebagai kosubstrat untuk produksi xilitol dan fermentasi sel amobil pada media campuran gula murni. Hipotesis dari penelitian ini adalah kondisi optimum amobilisasi sel dan penambahan kosubstrat arabinosa dapat meningkatkan produksi xilitol sedangkan penambahan glukosa ke dalam media fermentasi dapat mempengaruhi produksi xilitol. Biokonversi arabinosa dengan konsentrasi optimum dan gula murni lain seperti, xilosa dan glukosa oleh sel amobil Candida tropicalis diharapkan dapat menjadi acuan untuk produksi xilitol dengan substrat ampas tebu.
TINJAUAN PUSTAKA Xilitol Xilitol merupakan gula alkohol atau polialkohol yang mengandung lima atom karbon dan lima gugus hidroksil sehingga xilitol disebut pula pentitol. Struktur lima karbon xilitol ditunjukkan oleh Gambar 1. Xilitol termasuk pemanis alami yang terdapat pada sayuran dan buah-buahan seperti wortel, kembang kol, selada, bawang, bayam, pisang, stroberi, plum kuning, dan apel. Xilitol juga dihasilkan oleh tubuh manusia sebagai senyawa antara dalam metabolisme glukosa.
Gambar 1 Struktur kimia xilitol (Affleck 2000). Keunggulan yang dimiliki xilitol dibandingkan gula lainnya, yaitu tingkat kemanisan xilitol setara dengan sukrosa namun nilai kalorinya 40% lebih rendah dari kelompok karbohidrat lainnya. Selain itu, indeks glikemik xilitol sebesar 7 termasuk ke dalam indeks glikemik rendah (<55). Indeks glikemik adalah indeks (tingkatan) pangan menurut efeknya dalam meningkatkan kadar gula darah (Widowati 2007). Dengan indeks glikemik yang rendah tersebut, xilitol aman dikonsumsi bagi penderita diabetes karena xilitol di dalam tubuh tidak cepat meningkatkan kadar gula sehingga metabolismenya tidak melibatkan insulin. Xilitol juga bersifat nonkariogenik karena struktur C5 yang dimiliki xilitol menjadikan xilitol tidak dapat difermentasikan oleh bakteri Streptococcus mutans sehingga aman untuk kesehatan gigi dan telah diaplikasikan pada produk pasta gigi dan permen karet (Uhari et al. 1996; Sampaio et al. 2003). Sebanyak 80% permen karet di Finlandia menggunakan bahan pemanis xilitol. Di Jepang, xilitol termasuk salah satu dari 12 komponen bahan pangan yang dapat memberikan efek menyehatkan tubuh (Foods for Specified Health Use) atau lebih dikenal dengan istilah makanan fungsional. Sifat-sifat yang dimiliki xilitol adalah mudah larut dalam air, tahan terhadap panas sehingga tidak mudah terkaramelisasi, memberikan sensasi dingin seperti mentol, dan memiliki tingkat kemanisan yang sama dengan sukrosa (gula tebu) (Ahmed 2001). Sifat-sifat tersebut memberikan peluang pada xilitol untuk pengembangan bagi produk pangan maupun produk farmasi.
Xilitol diperoleh dengan cara ekstraksi langsung melalui sumber yang mengandung xilitol seperti buah-buahan dan sayuran. Namun kandungan xilitol pada buah-buahan dan sayuran tergolong rendah, yaitu kurang dari 1% (Vandeska et al., 1996; Sampaio et al., 2003). Produksi xilitol secara komersial dilakukan melalui sintesis kimia, yaitu proses hidrogenasi xilosa (C5H10O5) pada suhu dan tekanan yang tinggi (suhu 80-140˚C, tekanan 50 atmosfer) dengan bantuan katalis, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2. Pembuatan xilitol melalui proses ini memerlukan biaya produksi yang cukup tinggi karena penggunaan energi yang tinggi dan bahan baku utamanya adalah xilosa murni. Selain itu, xilitol yang dihasilkan masih memerlukan proses pemurnian yang ekstensif untuk memenuhi standar pemakaian pada industri makanan dan obat-obatan yang meningkatkan biaya produksi (Rao et al. 2006). Produksi xilitol secara komersial memiliki hambatan karena biaya produksi yang mahal. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi xilitol namun dengan biaya yang murah dan efisien. Pendekatan bioteknologi yang memanfaatkan hidrolisat hemiselulosa (xilan) sebagai pengganti bahan baku xilosa murni pada produksi xilitol dapat mengurangi biaya untuk proses pemisahan dan pemurnian (Sampaio et al. 2003). Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber hemiselulosa (xilan) adalah birch and beech, padi, oat, jerami, bongkol jagung, dan ampas tebu (Vandeska et al. 1996).
Gambar 2 Hidrolisis dan hidrogenasi xilosa menjadi xilitol, xilan (C5H8O4)n, n~200 (a); D. xilosa (C5H10O5) (b); xilitol (C5H12O5)(c) (Affleck 2000).
Pendekatan bioteknologi lainnya dengan memanfaatkan mikrob sebagai alternatif untuk mengganti proses produksi secara kimia sehingga diharapkan lebih ekonomis dan efisien. Mikrob yang terlibat dalam biokonversi xilosa menjadi xilitol adalah khamir, bakteri, serta fungi. Bakteri galur Corynebacterium dan Enterobacter memiliki sistem enzimatik oksido-reduktif yang dapat mereduksi xilosa menjadi xilitol dengan proses oksidasi lanjutan menjadi xilulosa. Percobaan yang dilakukan oleh Yoshitake et.al (1973) (diacu dalam Parajo et al. 1998) menggunakan galur Enterobacter menghasilkan xilitol sebesar 33.3 g/L dan produktivitas xilitol 0.35 g L-1h-1 dengan konsentrasi awal xilosa 100 g/L. Fungi dapat memetabolisme xilosa melalui konversi oksido-reduktif menjadi xilulosa. Produksi xilitol oleh fungi menghasilkan xilitol dalam konsentrasi yang masih rendah, seperti yang dilaporkan oleh Chiang dan Knight (1961) (diacu dalam Parajo et al. 1998) saat mengkulturkan fungi Penicllium, Aspergillus, Rhizopus, Gliocladium, Byssochlamy, Myrothecium, dan Neurospora pada media xilosa. Xilitol dihasilkan sebesar 39.8 g/L dan 2.8 g/L xilulosa setelah 10 hari oleh Petromyces albertensis pada media kulktur yang mengandung 100 g/L berdasarkan penelitian Dahiya (1991) (diacu dalam Parajo et al. 1998).
Produksi Xilitol oleh Candida tropicalis Salah satu mikrob yang berperan dalam biokonversi xilosa menjadi xilitol adalah khamir, terutama dari genus Candida. Candida merupakan kelompok makhluk hidup eukariot bersel tunggal (uniseluler) yang umumnya melakukan reproduksi vegetatif dengan tunas (Pelczar et al 2005). Xilitol diproduksi oleh khamir dan fungi pengasimilasi xilosa seperti Pachysolen tannophilus, Candida guilliermondii, Candida parapsilosis, dan Candida tropicalis. Khamir dari genus lain telah diteliti dapat menghasilkan xilitol yaitu Saccharomyces, Debaryomyces, Pichia, Hansenula, Torulopsis, Kloeckera, Trichosporon, Cryptococcus, Rhodotorula, Monilia, Kluyveromyces, Pachysolen, Ambrosiozyma, and Torula. Tidak seperti mikroorganisme prokariotik lainnya yang memiliki xilosa isomerase, sebagian besar khamir pengasimilasi xilosa termasuk Candida tropicalis menggunakan D-xilosa melalui dua reaksi enzimatik oksidoreduktif menggunakan
xilosa reduktase (XR) dan xilitol dehidrogenase (XDH) (Parajo et al. 1998). Candida tropicalis termasuk ke dalam kingdom Fungi, filum Deuteromycotina, famili Tarulopsidaceae, genus Candida, dan spesies Candida tropicalis. Candida tropicalis tergolong khamir patogen dan bagian dari flora normal manusia. Penggunaannya di industri makanan menjadi kendala karena sifatnya yang patogen namun berpotensi karena kemampuannya dalam konversi xilosa, produksi xilitol, dan degradasi alkana dan asam lemak di dalam peroksisomnya (Granstrom 2002). Candida tropicalis dimanfaatkan untuk produksi asam dikarboksilat, yaitu bahan mentah untuk pembuatan parfum, polimer, dan antibiotik karena khamir tersebut menggunakan alkana dan asam lemak sebagai sumber karbon (Ko et al. 2006). Menurut Gong et al. (1981), dari 10 jenis khamir ditemukan bahwa Candida tropicalis adalah penghasil xilitol terbaik yang berasal dari xilosa. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Barbosa et al. (1988) (diacu dalam Santos et al. 2008), dari 44 golongan khamir yang berperan dalam biokonversi xilosa menjadi xilitol, diantaranya Candida guilliermondii dan Candida tropicalis sebagai penghasil xilitol terbaik. Metabolisme xilosa oleh khamir ditunjukkan pada Gambar 3. Xilitol reduktase mengkatalisis reduksi xilosa menjadi xilitol dan xilitol dehidrogenase mengoksidasi xilitol menjadi D-xilulosa. Kemudian D-xilulosa dikonversi menjadi D-xilulosa 5-fosfat oleh xilulosa kinase dan memasuki jalur pentosa fosfat. XDH menggunakan NAD sebagai koenzim sedangkan XR koenzimnya adalah NAD(P)H (Ko et al. 2006). Jalur pentosa fosfat terdiri atas tahap oksidatif dan nonoksidatif. Tahap oksidatif mengubah heksosa fosfat menjadi pentosa fosfat yang memerlukan NADPH dalam biosintesisnya. Tahap nonoksidatif mengubah pentosa fosfat menjadi heksosa fosfat (fruktosa-6-fosfat) dan trigliserida (Granstrom 2002). Kedua senyawa ini akan masuk ke dalam Lintasan Embden Meyerhoff Parnas (glikolisis). Siklus ini akan menghasilkan produk berupa piruvat, yang selanjutnya dikonversi menjadi etanol atau masuk ke dalam siklus asam karboksilat. Penelitian Choi et al. (2000), produksi xilitol melalui proses fermentasi daur ulang sel (cell recycle) dengan Candida tropicalis dapat meningkatkan produktivitas xilitol. Hasil yang diperoleh yaitu rendeman sebesar 0.82 g/g dan produktivitas xilitol 4.94 g/L jam.
Gambar 3 Metabolisme xilosa oleh khamir (Sirisansaneeyakul et al 1995). Horitsu et al. (1992) mencapai produksi xilitol yang maksimal dengan menggunakan konsentrasi awal xilosa sebesar 172 g/L dan konsentrasi ekstrak khamir 21 g/L. Oh dan Kim (1998) melakukan percobaan dengan menambahkan xilosa dan glukosa pada rasio yang berbeda dan melihat pengaruhnya pada produksi xilitol oleh Candida tropicalis. Hasil yang diperoleh dari 300 g/L xilosa dengan rasio glukosa/xilosa 15% adalah 91% sedangkan produksi volumetrik diperoleh sebesar 3.98 g/L dengan rasio glukosa/xilosa 20%. Penelitian yang dilakukan oleh Yahashi et al. (1996) menggunakan fed batch pada produksi xilitol oleh Candida tropicalis memperoleh rendeman sebesar 0.82 g/g dan produktivitas volumetrik sebesar 3.26 g/L jam dengan penambahan glukosa sebagai kosubstrat.
Penambahan Ko-substrat dalam Produksi Xilitol Produksi xilitol dengan dengan menggunakan khamir alami memiliki kelemahan rendeman atau yield product yang rendah (Yulianto et al. 2006). Pemberian nutrisi dan kondisi lingkungan yang optimum seperti pH, aerasi, temperatur, komposisi media, dan konsentrasi substrat berpengaruh terhadap peningkatan produksi xilitol. Faktor lainnya yang juga penting dalam produksi xilitol adalah penambahan ko-substrat.
Ko-substrat adalah senyawa pendamping substrat yang jenis senyawanya berbeda dengan substrat (Hallborn et al. 1994). Penambahan ko-substrat ke dalam media fermentasi produksi xilitol berperan agar sebagian besar xilosa atau seluruh xilosa dikonversi menjadi xilitol. Ko-substrat dapat digunakan oleh sel untuk menyediakan koenzim dan energi untuk kehidupannya sehingga diharapkan dengan penambahan kosubstrat dapat meningkatkan produksi xilitol (Yulianto et al. 2006). Ko-subtrat yang umum digunakan dalam produksi xilitol adalah glukosa dan arabinosa. Jenis gula lainnya yang digunakan sebagai kosubstrat dalam beberapa penelitian, yaitu manosa, fruktosa, dan galatosa (Meinandar & Hahn-Hagerdal 1997). Masing-masing kosubstrat memberikan pengaruh yang berbeda dalam produksi xilitol. Manosa, galaktosa, dan fruktosa berturut-turut diketahui dapat menghambat konversi xilosa menjadi xilitol sebesar 77%, 51%, dan 78% pada S.cerevisiae xyl 1 (Meinandar & Hahn-Hagerdal 1997). Glukosa sebagai ko-substrat dilaporkan dapat meningkatkan produksi xilitol pada rasio penambahan glukosa sebesar 15% pada media xilosa 300 g/L. Yahashi et al. (1996) melaporkan bahwa penambahan glukosa dapat meningkatkan rendeman 1.1-1.2 kali. Sebaliknya, penelitian Yulianto et al. (2006) dan Mussatto et al. (2006) melaporkan penurunan produksi xilitol dengan
menggunakan ko-substrat glukosa. Adapun penggunaan arabinosa sebagai ko-substrat dapat meningkatkan produksi xilitol (Yulianto et al. (2006); Mussatto et al. (2006); Walther et al. (2001); Saha dan Bothast (1996).
Amobilisasi Sel Teknik amobilisasi pada umumnya menggunakan enzim, sel, atau organel sel. Amobilisasi enzim merupakan penempelan enzim pada bahan tak larut atau dalam membran dan gel. Proses amobilisasi enzim berperan untuk melindungi enzim dari perubahan kondisi seperti pH dan temperatur. Produk-produk yang dihasilkan dari amobilisasi enzim, diantaranya fruktosa, antibiotik, asam aspartat, dan lain-lain. Teknik amobilisasi enzim terdiri atas penempelan pada permukaan padat (adsorpsi), ikatan kovalen (covalen bonding), ikatan silang (crosslinking), dan penjebakan (entrapment). Amobilisasi sel adalah penempelan sel atau bagian sel pada fase padat yang memungkinkan terjadinya pertukaran substrat, produk, inhibitor, dan lainnya sekaligus memisahkan biomassa sel katalitik dari media fermentasi yang mengandung substrat dan produk (Ramakrishna and Prakasham 1999) sedangkan menurut Najafpour (1987), amobilisasi sel merupakan metode penjebakan sel mikrob dalam suatu matriks polimer. Amobilisasi sel secara luas telah digunakan pada produksi alkohol (etanol), antibiotik, enzim (amilase, peptidase, selulase, dan lainlain), asam organik (asam sitrat, asam laktat, asam asetat, dan lain-lain), dan xilitol. Penggunaan amobilisasi sel memiliki banyak keuntungan dibandingkan sel bebas, diantaranya pemisahan produk mudah dilakukan, penggunaan kembali biokatalis, produktivitas volumetrik tinggi, meningkatkan kendali proses, dan mengurangi kontaminasi (Guksungur et al. 2001) sedangkan menurut Ahmed (2006), amobilisasi sel dapat melindungi sel dari kerusakan dan mengurangi kontaminasi. Amobilisasi sel tidak hanya meningkatkan kestabilan sel namun juga dapat memaksimalkan fraksi hasil fermentasi, memanfaatkan kembali biokatalis, dan mengurangi waktu serta biaya pemurnian (Carvalho et al. 2002). Teknik amobilsasi sel terdiri atas empat teknik utama, yaitu adsorpsi, ikatan kovalen (covalen bonding), ikatan silang (crosslinking), dan penjebakan (entrapment). Adsorpsi adalah teknik amobilisasi sel
pertama yang digunakan oleh Hattori dan Furusaka yang menggunakan sel E.coli pada resin penukar ion (ion exchange resin). Mekanisme amobilisasi sel dengan teknik adsorpsi berdasarkan interaksi elektrostatik atau gaya Van der Walls diantara bahan penyangga dan sel mikrob. Bahan penyangga yang dipakai pada teknik adsorpsi adalah gelas atau keramik yang tersusun atas alumina, silika, magnesium, dan sebagainya yang akan berpengaruh pada pembentukan ikatan diantara sel dan bahan penyangga (Ramakrishna dan Prakasham 1999). Mekanisme teknik ikatan kovalen berdasarkan ikatan kovalen yang terbentuk di antara sel dan bahan penyangga anorganik aktif karena adanya penambahan agen pengikat, misalnya silika dan silika yang dilapisi glutaraldehida dan isosianat. Sel dapat diamobilisasi dengan ikatan silang menggunakan dua atau lebih pereaksi, misalnya glutaraldehida dan toluendiisosianat. Namun penggunaan reagen yang bersifat toksik menjadi kendala untuk memakai teknik ini pada amobilisasi sel. Amobilisasi sel juga dapat dilakukan dengan cara mekanisme proses fisik misalnya flokulasi dan peletisasi (Ramakrishna dan Prakasham 1999). Teknik amobilisasi sel umum dipakai karena keefektifannya adalah penjebakan (entrapment) sel mikrob di dalam polimer matriks. Menurut Carvalho et al. (2002), metode penjebakan paling sesuai untuk menjebak biomassa sel dalam proses fermentasi. Penjebakan sel dengan bahan polimer merupakan metode yang sejauh ini sesuai untuk menjebak biomassa dalam proses fermentasi. Jenis-jenis matriks yang digunakan pada amobilisasi sel dengan teknik penjebakan adalah agar, alginat, karagenan, selulosa, dan turunannya, seperti kolagen, gelatin, resin foto bersilang (photo crosslinked resin), dan poliakrilamida. Dari semua matriks yang disebutkan sebelumnya, matriks poliakrilamida, alginat, dan k-karagenan paling luas dipakai dalam amobilisasi sel (Najafpour et al. 2004). Alginat adalah matriks yang umum dipakai dalam amobilisasi sel karena murah, mudah digunakan, dan tidak beracun. Penjebakan dengan alginat telah digunakan pada amobilisasi sejumlah sel seperti khamir, bakteri, sianobakteri, alga, fungi, protoplast tumbuhan, sel hewan, dan sel tumbuhan (Guksungur et al.2001). Penjebakan sel khamir pada amobilisasi sel dengan matriks kalsium alginat ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4 Penjebakan sel khamir di dalam matriks Ca-alginat (Najafpour et al 2004). Prinsip metode penjebakan (entrapment) adalah inklusi sel di dalam jaringan rigid yang berfungsi mencegah sel berdifusi keluar medium namun substrat tetap dapat masuk ke dalam butiran gel (beads). Sel yang telah diamobilisasi, pada butirannya tidak memungkinkan adanya aliran konvektif sehingga sel hanya dapat menerima nutrien melalui proses difusi pasif (Riley et al. 1996). Namun, kalsium alginat secara kimia tidak stabil sehingga perlu ditentukan kondisi amobilisasi yang dapat meningkatkan kestabilan kimia beads tanpa membatasi transfer massa (Carvalho 2002). Alginat dapat cepat mengalami pemadatan/pengentalan oleh adanya ion kalsium tetapi tidak menyebabkan perubahan temperatur, pH, dan tekanan osmotik yang drastis. Alginat adalah heteropolisakarida linear dari asam D-manuronat dan asam Lguluronat. Natrium alginat diperoleh dari isolasi galur alga. Campuran sel dan natrium alginat (Na-alginat) yang diteteskan ke dalam larutan yang mengandung kation multivalen, misalnya kalsium klorida (CaCl2), akan membentuk reaksi antara alginat dan kation multivalen (Ca-alginat) (Najafpour et al. 2004). Alginat secara luas telah dipakai dalam industri makanan, farmasi, tekstil, dan produk kertas. Alginat digunakan pada produk tersebut sebagai pengental, penstabil, gel, dan film.
Fermentasi Sistem fermentasi adalah proses metabolisme mikroorganisme pada kondisi anerob/aerob dalam media yang mengandung sumber karbon, nitrogen, dan mineral. Fermentasi terdiri atas tiga jenis, yaitu batch, fed batch, dan kontinu (continous). Fermentasi batch disebut sebagai sistem tertutup karena selama proses fermentasi
berlangsung tidak ditambahkan sesuatu selain bahan penolong seperti oksigen, antifoam, dan asam atau basa pengontrol (pH). Komposisi medium kultur, konsentrasi biomassa, dan konsentrasi metabolit secara umum terus mengalami perubahan sebagai hasil dari metabolisme sel. Reaktor pada fermentasi batch diisi dengan nutrien substrat yang steril dan inokulum mikroorganisme. Kultur dibiarkan tumbuh hingga tidak ada lagi produk yang dihasilkan saat reaktor dipanen dan dibersihkan untuk preparasi berikutnya (Crueger & Crueger 1982). Empat fase pertumbuhan dapat diamati setelah proses inokulasi mikroorganisme pada sistem batch, yaitu fase lag, fase log, fase stasioner, dan fase kematian (Gambar 5). Fase lag merupakan fase pertama pertumbuhan yang masih konstan. Tidak ada peningkatan jumlah sel meski berat sel mengalami perubahan. Selama fase ini, sel beradaptasi dengan kondisi lingkungan baru. Kondisi konstan juga dapat disebabkan oleh inokulum yang berisi sebagian sel mati atau sel yang tidak aktif. Kondisi fisiologis inokulum dan konsentrasi inokulum berpengaruh terhadap lamanya fase lag (Saarela et al. 2003). Setelah akhir fase lag, sel akan beradaptasi kembali dengan kondisi pertumbuhan baru yang disebut fase log. Pertumbuhan massa sel meningkat dua kali lipat yaitu dalam hal biomassa sel atau jumlah sel per unit waktu. Saat substrat telah dimetabolisme dan senyawa toksik mulai terbentuk, pertumbuhan sel menurun bahkan terhenti total. Fase ini disebut fase stasioner. Biomassa hanya bertambah sedikit atau konstan selama fase ini. Substrat baru akan dikeluarkan sebagai sumber energi dalam mempertahankan diri pada kondisi pertumbuhan yang lambat. Beragam metabolit yang dihasilkan pada fase ini menjadi perhatian besar bagi bidang bioteknologi.
Gambar 5 Fase pertumbuhan mikrob pada proses fermentasi batch (Saarela et al. 2003).
Fase terakhir pertumbuhan adalah fase kematian. Cadangan energi pada fase ini sangat terbatas sehingga pertumbuhan sel menurun dan sel mulai lisis (Saarela et al. 2003). Waktu yang diperlukan dari fase stasioner menuju fase kematian tergantung pada organisme dan proses fermentasi yang digunakan. Fermentasi fed batch, di dalam kultur ditambahkan nutrien sebelum memasuki fase stasioner sehingga kultur tidak kekurangan nutrien. Fermentasi fed batch digunakan pada proses produksi penisilin. Pembentukan sejumlah metabolit sekunder yang bersifat katabolit represi dihasilkan dari penggunaan konsentrasi tinggi glukosa, senyawa karbohidrat lain atau nitrogen. Oleh sebab itu, faktor penting dari larutan nutrien yang ditambahkan di awal fermentasi harus pada konsentrasi rendah. Substrat ditambahkan dalam jumlah sedikit secara kontinu selama proses produksi. Fermentasi kontinu merupakan perluasan dari fermentasi fed batch dan disebut sebagai sistem terbuka. Nutrien ditambahkan secara kontinu ke dalam fermentor dan medium fermentasi juga diambil secara kontinu. Kelebihan dari fermentasi kultur kontinu yaitu fermentasi dapat dikerjakan pada jangka waktu yang panjang tanpa adanya kontaminasi sehingga produktivitas dapat ditingkatkan dan tingkat pertumbuhan sel dapat diatur untuk memperoleh produk optimum. Fermentasi kontinu sering digunakan untuk produksi biomassa atau metabolit sederhana seperti etanol yang sintesisnya proporsional dengan densitas sel. Fermentasi jenis ini kurang sesuai untuk produksi metabolit lain seperti asam amino dan antibiotik yang sintesisnya tidak berkaitan dengan pertumbuhan sel serta galur mikrob yang dipakai pada fermentasi ini bersifat kurang stabil. Fermentasi jenis ini telah dikembangkan untuk produksi protein sel tunggal, antibiotik, pelarut organik, kultur starter, dan dekomposisi selulosa (Crueger & Crueger 1982).
digunakan juga jarum ose, cawan Petri, kuvet, tabung-tabung reaksi, labu Erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, bulb, stopwatch, aluminium foil, plastik wrap, dan seperangkat alat gelas. Sel khamir yang digunakan adalah sel Candida tropicalis yang berasal dari koleksi kultur LIPI Cibinong (BTCC). Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan media, yaitu xilosa, arabinosa, glukosa, natrium alginat (SG 800), kalsium klorida, akuades steril, ekstrak khamir, pepton, agar, KH2PO4, K2HPO4, MgSO4.7H2O, amonium sulfat, dan HCl 1.6 M. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengukuran kadar xilitol adalah kit Dsorbitol/D-xilitol, aquabides, kertas saring, kapas berlemak, kain kasa, es batu, dan alkohol 70%.
BAHAN DAN METODE
Pembuatan Media Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media yeast malt (YM) cair, media inokulum, dan media fermentasi. Media YM cair komposisinya terdiri atas 3 g/L ekstrak khamir, 3 g/L ekstrak malt, 5 g/L pepton, dan 20 g/L glukosa. Sebanyak satu ose koloni tunggal sel C.tropicalis dipindahkan ke dalam 50 mL labu Erlenmeyer yang berisi media
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, aerator, sentrifus, neraca analitik, laminar air flow cabinet, magnetic stirrer, inkubator, dan lemari pendingin. Pengukuran kadar xilitol menggunakan spektrofotometer, vorteks, pipet mikro, dan tabung Eppendorf. Selain itu
Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu peremajaan kultur sel Candida tropicalis, pembuatan media, amobilisasi sel, fermentasi batch sel amobil, penentuan bobot basah sel dan waktu inkubasi optimum untuk amobilisasi sel. Selanjutnya dilakukan optimasi konsentrasi ko-substrat arabinosa, fermentasi sel amobil dengan media campuran gula murni, dan penentuan kadar xilitol dengan metode Beutler dan Becker (1977). Peremajaan Kultur Sel Candida tropicalis Mikroorganisme yang digunakan adalah Candida tropicalis yang dibiakkan dalam media agar yeast malt (YM) dengan komposisi 3 g/L ekstrak khamir, 3 g/L ekstrak malt, 5 g/L pepton, 20 g/L glukosa, dan 20 g/L agar. Media agar YM disterilisasi pada suhu 121˚C selama 15 menit, kemudian dituangkan ke dalam cawan Petri. Sebanyak satu ose biakan murni sel Candida tropicalis digoreskan di atas agar yang telah padat dan dingin kemudian diinkubasi selama 24 jam agar diperoleh koloni tunggal sel Candida tropicalis. Media agar YM diremajakan setiap 4 minggu.
YM cair kemudian media diinkubasi goyang selama 18 jam pada kecepatan 120 rpm dan suhu 30oC. Di akhir inkubasi, sebanyak 1% sel C.tropicalis dari YM cair dipindahkan ke dalam media inokulum. Media inokulum sebagai media pertumbuhan sel C.tropicalis dibuat berdasarkan metode Rao et al. (2006). Komposisi media inokulum (g/L): xilosa 30; ekstrak khamir 10; pepton 20; K2HPO4 0.5; KH2PO4 0.5; MgSO4.7H2O 0.5; dan amonium sulfat 2. Larutan HCl 1.6 M ditambahkan ke dalam media inokulum sehingga larutan menjadi pH 5. Media inokulum yang telah berisi sel C.tropicalis dari media YM cair kemudian diinkubasi goyang selama 24 jam dengan kecepatan 120 rpm dan suhu 30oC. Setelah 24 jam, sel dipanen dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 15 menit. Pellet yang diperoleh dari sentrifugasi dicuci dengan akuades steril, disentrifugasi, dan disuspensikan kembali menggunakan akuades steril. Sel C.tropicalis yang diperoleh kemudian digunakan untuk amobilisasi sel menggunakan kalsium alginat. Sel yang telah diamobil kemudian dipindahkan ke dalam media fermentasi. Media fermentasi mempunyai komposisi yang sama dengan media inokulum (Rao et al. 2006), yaitu (g/L): xilosa 30; ekstrak khamir 10; pepton 20; K2HPO4 0.5; KH2PO4 0.5; MgSO4.7H2O 0.5; dan amonium sulfat 2. Larutan HCl 1.6 M ditambahkan ke dalam media fermentasi sehingga media fermentasi menjadi pH 5 dan siap digunakan untuk proses fermentasi dengan penambahan sel amobil. Amobilisasi Sel (Modifikasi Metode Carvalho et al. 2007) Sel Candida tropicalis diamobilisasi dengan kalsium alginat dalam bentuk butiran gel (beads). Suspensi sel yang diperoleh sebelumnya dari sentrifugasi media inokulum, diresuspensi dengan 1 mL akuades steril kemudian ditambahkan ke dalam 9 mL larutan natrium alginat (SG800) yang sebelumnya telah disterilisasi pada suhu 121˚C selama 15 menit hingga diperoleh konsentrasi akhir natrium alginat 20 g/l. Butiran gel atau beads (diameter 2-2.5 mm) yang mengandung sel dibuat dengan meneteskan suspensi sel ke dalam larutan kalsium klorida 11 g/l dengan jarum suntik 3 mL. Butiran sel dibiarkan dalam larutan kalsium klorida pada suhu 4˚C selama 24 jam. Setelah 24 jam, beads disaring dengan kertas saring steril kemudian dipindahkan ke
dalam labu Erlenmeyer steril untuk dicuci dengan akuades steril. Pencucian dengan akuades bertujuan menghilangkan larutan kalsium klorida yang masih menempel pada beads dan sel yang tidak terjebak oleh natrium alginat. Beads dicuci sebanyak tiga kali kemudian ditambahkan ke dalam media fermentasi untuk proses fermentasi selanjutnya. Fermentasi Batch Sel Amobil (Modifikasi Metode Carvalho et al. 2002) Fermentasi batch sel amobil dikerjakan berdasarkan modifikasi metode Carvalho et al. (2002). Gelas Erlenmeyer berukuran 125 mL diisi dengan 10 mL sel amobil Candida tropicalis dan 40 mL medium fermentasi. Selanjutnya diinkubasi goyang pada kecepatan 100 rpm pada suhu 30˚C dengan lama inkubasi dan parameter fermentasi yang akan ditentukan dari percobaan berikutnya. Penentuan Bobot Basah Sel dan Waktu Inkubasi Optimum untuk Amobilisasi Sel Media inokulum dibuat sebanyak 100 mL untuk memperoleh bobot basah sel 1 gram (50 mL media inokulum menghasilkan bobot basah sel 0.5 gram). Sebanyak 1% sel C.tropicalis dari YM cair ditambahkan ke dalam media inokulum kemudian media inokulum diinkubasi selama 24 jam pada kecepatan 120 rpm dan suhu 30 oC. Setelah 24 jam, sel dipanen dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 15 menit kemudian dicuci dengan akuades steril, disentrifugasi, dan disuspensikan kembali menggunakan akuades steril. Sebanyak 1 gram, 1.5 gram, 2 gram, dan 2.5 gram sel C.tropicalis yang diperoleh kemudian diamobilisasi menggunakan natrium alginat dan diinkubasi di dalam larutan kalsium klorida selama 24 jam pada suhu 4˚C. Setelah 24 jam, sel amobil C.tropicalis dipindahkan ke dalam 40 mL media fermentasi kemudian difermentasikan secara batch selama 96 jam pada suhu 30˚C dan kecepatan 100 rpm. Setiap jam ke-24, 48, 72, dan 96, diambil 1.5 mL larutan dari media fermentasi untuk pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 600 nm dan untuk pengukuran kadar xilitol. Bobot basah sel optimum ditentukan dari kadar xilitol paling tinggi diantara kelima variasi bobot basah sel sedangkan waktu inkubasi optimum untuk amobilisasi sel ditentukan dari waktu inkubasi dengan produksi xilitol yang paling optimum.
Optimasi Konsentrasi Ko-substrat Arabinosa (Modifikasi Metode Yulianto et al. 2006) Penentuan kosentrasi optimum arabinosa sebagai ko-substrat dilakukan dengan modifikasi metode Yulianto et al. (2006). Prosedur pengerjaan optimasi dimulai dari penambahan 1% media YM cair ke dalam media inokulum hingga diperoleh panen sel dengan bobot basah sel optimum seperti percobaan sebelumnya yang telah dilakukan. Sel C.tropicalis tersebut diamobilisasi menggunakan kalsium alginat kemudian ditambahkan ke dalam media fermentasi. Komposisi media fermentasi, yaitu (g/L): xilosa 30; ekstrak khamir 10; pepton 20; K2HPO4 0.5; KH2PO4 0.5; MgSO4.7H2O 0.5; dan amonium sulfat 2 kemudian ditambahkan arabinosa sebagai ko-substrat. Rasio antara xilosa dan arabinosa yang digunakan, yaitu 6:1%, 6:2%, dan 6:3% sehingga arabinosa yang ditambahkan ke dalam media fermentasi sebesar 5 g/L, 10 g/L, dan 15 g/L. Sel amobil C.tropicalis ditambahkan ke dalam media fermentasi dan difermentasikan secara batch di dalam 125 mL labu Erlenmeyer pada suhu 30˚C, 100 rpm, dan waku inkubasi optimum untuk amobilisasi sel yang diperoleh dari percobaan sebelumnya. Konsentrasi optimum ko-substrat arabinosa ditentukan dari kadar xilitol paling tinggi diantara tiga variasi konsentrasi arabinosa yang digunakan. Fermentasi Sel Amobil dengan Media Campuran Gula Murni (Modifikasi Metode Mussato et al. 2006) Konsentrasi optimum arabinosa yang diperoleh dari percobaan sebelumnya kemudian digunakan pada fermentasi sel amobil dengan penambahan gula murni lain, yaitu glukosa dan arabinosa. Prosedur pengerjaan dari awal sama dengan percobaan sebelumnya dan menggunakan parameter optimum yang telah diketahui. Media fermentasi dibuat dengan komposisi (g/L) ekstrak khamir 10; pepton 20; K2HPO4 0.5; KH2PO4 0.5; MgSO4.7H2O 0.5; dan amonium sulfat 2. Variasi fermentasi sel amobil dengan media campuran gula murni dilakukan dengan pembuatan media kontrol (xilosa), media xilosa dan arabinosa, media xilosa dan glukosa, dan media campuran tiga gula murni (xilosa, glukosa, dan arabinosa). Untuk media kontrol (xilosa), ke dalam media fermentasi ditambahkan xilosa 30 g/L. Untuk substrat xilosa dan glukosa ditambahkan ke dalam
media fermentasi, yaitu xilosa 30 g/L dan glukosa 5 g/L sedangkan untuk substrat xilosa, glukosa, dan arabinosa ditambahkan xilosa 30g/L, glukosa 5 g/L, dan arabinosa dengan konsentrasi optimum. Sel amobil ditambahkan ke dalam media fermentasi untuk kemudian difermentasikan secara batch pada suhu 30˚C, 100 rpm, dan lama inkubasi sesuai dengan waku inkubasi optimum untuk amobilisasi sel yang diperoleh dari percobaan sebelumnya. Penentuan Kadar Xilitol (Metode Beutler & Becker 1977) Pengukuran kadar xilitol dilakukan berdasarkan metode Beutler dan Becker (1977). Empat jenis larutan digunakan dalam metode Kit, yaitu buffer kalium fosfat/ trietanolamin (larutan 1), diaphorase (larutan 2), iodonitrotetrazolium klorida (larutan 3), dan enzim sorbitol dehidrogenase/SDH (larutan 4). Sebanyak 0.6 mL larutan 1 dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf kemudian ditambahkan larutan 2 sebanyak 0.2 mL, larutan 3 sebanyak 0.2 mL, sampel yang telah diencerkan sebesar 100 kali sebanyak 0.1 mL, akuabides sebanyak 1.9 mL, divorteks agar homogen. Setelah itu, dibiarkan selama 2 menit, kemudian diukur absorbansinya pada λ 492 nm. Setelah 2 menit dilakukan pengukuran kembali. Pengukuran pertama yang dilakukan disebut sebagai Absorban pertama (A1). Selanjutnya, ditambahkan larutan 4 yang berisi enzim sorbitol dehidrogenase dan dibiarkan selama 30 menit. Setelah itu 30 menit, diukur absorbansinya dengan interval 5 menit hingga menit ke-50, terhitung dari 5 menit pertama. Pengukuran kedua ini disebut Absorbansi kedua (A2). Konsentrasi xilitol yang terukur akan diperoleh sesuai dengan perhitungan yang terdapat di Kit.
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Basah Sel dan Waktu Inkubasi Optimum untuk Amobilisasi Sel Biokonversi xilosa menjadi xilitol oleh mikroorganisme merupakan proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti galur mikrob, komposisi media, temperatur, pH, aerasi, konsentrasi substrat, konsentrasi ko-substrat, dan sebagainya. Beberapa penelitian (Yahashi et al. 1996; Cao et al. 1995; Dominguez et al. 1997, diacu dalam Parajo et al. 1998) telah melakukan
optimasi faktor-faktor tersebut untuk memperoleh kondisi optimum dalam produksi xilitol sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi xilitol. Amobilisasi sel merupakan salah satu teknik produksi xilitol. Penggunaan teknik amobilisi sel dalam penelitian ini melalui penentuan kondisi optimum, meliputi bobot sel Candida tropicalis yang diamobil dan waktu inkubasi. Bobot basah sel diperlukan untuk penjebakan sel Candida tropicalis dalam amobilisasi sel. Konsentrasi sel tersebut berpengaruh terhadap produksi xilitol. Semakin tinggi konsentrasi sel maka semakin tinggi xilitol yang dihasilkan (Parajo et al. 1998). Selain itu, xilitol merupakan produk primer yang dihasilkan khamir pada fase logaritimik. Xilitol yang dihasilkan oleh khamir, sebagian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi biomassa sel, energi untuk pemeliharaan sel, dan regenerasi koenzim NADPH saat sel memasuki fase stasioner. Fase stasioner merupakan fase saat sel mulai mengalami penurunan pertumbuhan dan sumber energi berkurang. Oleh sebab itu, diperlukan waktu pengambilan produk (waktu inkubasi) yang tepat sebelum sel memasuki fase stasioner agar khamir tidak menggunakan xilitol sebagai sumber energi, yang selanjutnya dapat berakibat pada penurunan produksi xilitol. Bobot basah sel yang diujicobakan dalam penelitian ini, yaitu sebesar 1 gram. Hasil penelitian dari bobot basah sel 1 gram yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan bobot basah sel 1.5-2.5 gram (Ambarsari 2010; Prasetyo 2010). Pembentukan biomassa sel pada bobot basah sel 1-2.5 gram disajikan pada Tabel 1. Bobot basah sel 1 gram membentuk biomassa di dalam media fermentasi sebesar 2.90 g/L pada akhir inkubasi jam ke-96. Penelitian dengan menggunakan bobot basah sel yang lebih tinggi, yaitu sebesar 1.5-2.5 gram (Ambarsari 2010; Prasetyo 2010) membentuk biomassa sel sekitar 2.90-2.97 g/L. Nilai biomassa sel (g/L) diperoleh dari konversi nilai optical density (OD) hasil pengukuran spektrofotometri yang dikalikan dengan nilai bobot kering sel (g/L) (Prasetyo 2010). Setiap satu unit OD setara dengan bobot kering sel (g/L) (Kim et al. 1999). Pola pertumbuhan sel di dalam media memiliki pola pertumbuhan yang sama dengan sel bebas, yaitu sel mengalami fase lag pada inkubasi awal dan meningkat dari jam ke-24 hingga jam ke-72 kemudian mulai menurun pada jam inkubasi ke-96.
Biomassa yang terbentuk di dalam media fermentasi tersebut menunjukkan banyaknya sel yang keluar dari butiran gel (beads) dan tingkat kebocoran beads Ca-alginat. Penggunaan bobot basah sel rendah (1 gram sel) maupun bobot basah sel tinggi (2.5 gram sel) menunjukkan tingkat kebocoran atau banyaknya sel yang keluar dari beads hampir sama dengan perbedaan yang tidak signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa matriks Caalginat mampu menjebak sel dengan tingkat kebocoran yang minimal. Beberapa penelitian lain juga melaporkan, adanya pertumbuhan sel di luar butiran gel (beads) Ca-alginat atau di dalam media fermentasi. Hal tersebut umum terjadi pada amobilisasi sel karena selama fermentasi, beads Ca-alginat dapat mengalami kebocoran sehingga sel keluar dan tumbuh di dalam media fermentasi (Carvalho et al. 2003). Berbeda dengan sel di dalam beads yang pertumbuhannya dibatasi oleh matriks, sel di luar matriks mengalami pertumbuhan yang tinggi. Menurut Carvalho et al. (2005), 60% total sel pada media di akhir inkubasi berasal dari sel yang terlarut dalam media fermentasi atau di luar beads. Pertumbuhan sel di luar beads juga terjadi pada media fermentasi penelitian ini sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Di dalam media fermentasi terjadi peningkatan biomassa sel yang diukur melalui densitas optik menggunakan spektrofotometer, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 6. Tabel 1 Biomassa sel (g/L) pada variasi bobot basah sel amobil C.tropicalis Waktu inkubasi (jam)
Bobot basah sel (gram)
24
48
72
96
1
1.51
2.33
2.72
2.90
1.5a
1.66
2.43
2.88
2.90
2a
1.83
2.53
2.92
2.97
2.5b
1.63
2.35
2.82
2.94
Sumber: a (Ambarsari 2010) b (Prasetyo 2010)
4
Biomassa (g/L)
3
2
1
0 0
24
48
72
96
Waktu inkubasi (jam) 1 gr sel
1.5 gr sel
2 gr sel
2.5 gr sel
Gambar 6 Pembentukan biomassa sel oleh variasi bobot basah sel amobil C.tropicalis. Sel C.tropicalis yang digunakan pada produksi xilitol dijebak dalam matriks Caalginat. Prinsip penjebakan dalam amobilisasi sel adalah berdasarkan ikatan silang antara natrium alginat dengan kation multivalen (Ca2+). Pertukaran antara ion natrium dan ion kalsium akan menyebabkan terjadinya pengentalan natrium alginat di dalam larutan kalsium klorida membentuk butiran gel (beads) Ca-alginat (Najafpour et al. 2004). Reaksi tersebut akan menjebak sel dengan bentuk butiran gel (beads) berukuran pori antara 5 hingga 200 nm (Smidsrød & SkjåkBræk 1990). Menurut Carvalho et al. (2005), beads Ca-alginat selama inkubasi 12 jam sudah dipenuhi oleh sel dan konsentrasi sel di dalam beads konstan selama fermentasi. Jumlah sel di dalam beads alginat per mL beads lebih tinggi dibandingkan jumlah sel terlarut per mL dalam media fermentasi (Carvalho et al. 2002). Konsentrasi sel yang tinggi di dalam beads dibatasi pertumbuhannya oleh matriks Ca-alginat. Selain itu, matriks Ca-alginat juga membatasi transfer oksigen ke dalam beads sehingga pada kondisi oksigen yang terbatas, NADH terakumulasi dan xilitol sebagai senyawa antara tidak dioksidasi lebih lanjut menjadi xilulosa untuk pembentukan biomassa sel dan memaksimalkan xilitol yang dihasilkan.
Variasi bobot basah sel 1-2.5 gram, selain diamati pembentukan biomassa selnya juga dilakukan pengukuran kadar xilitol untuk menentukan bobot basah sel dan waktu inkubasi optimum untuk amobilisasi sel. Hasil penelitian terhadap bobot basah sel dan waktu inkubasi optimum untuk amobilisasi sel disajikan pada Tabel 2. Bobot basah sel 1 gram menghasilkan xilitol 0.3 g/L pada jam ke-24 inkubasi dan mengalami kenaikan dari jam ke-48 hingga 96 namun tidak signifikan (1.2-1.9 g/L). Pola produksi xilitol yang sama juga ditunjukkan oleh bobot basah sel 1.5 gram dan 2 gram, yaitu xilitol yang dihasilkan masih rendah (1.5-1.9 g/L) hingga waktu inkubasi jam ke-96 (Ambarsari 2010). Penelitian dengan menggunakan bobot basah sel 2.5 gram menghasilkan xilitol 0.9 g/L pada jam inkubasi ke-24. Produksi xilitol pada jam ke-48 hingga 96 mengalami kenaikan dari 2.8 g/L menjadi 7.0 g/L (Prasetyo 2010). Pola produksi xilitol ini tidak sama dengan bobot basah sel yang lebih rendah dari 2.5 gram. Hal ini disebabkan karena pada bobot basah sel 1-2 gram, sel masih mengalami pertumbuhan. Berdasarkan data xilitol yang dihasilkan oleh bobot basah sel 1 gram dan perbandingan dengan bobot basah sel 1.5-2.5 gram (Ambarsari 2010; Prasetyo 2010) maka ditetapkan bobot basah sel 2.5 gram sebagai bobot basah sel optimum untuk amobilisasi sel karena menghasilkan kadar xilitol yang paling tinggi dengan tingkat kebocoran beads yang minimal. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak bobot basah sel, semakin tinggi kadar xilitol yang dihasilkan. Bobot basah sel 2.5 gram ini kemudian digunakan untuk amobilisasi sel Candida tropicalis pada percobaan selanjutnya Tabel 2 Produksi xilitol oleh sel amobil C.tropicalis dengan variasi bobot basah sel Waktu inkubasi (jam)
Bobot basah sel (gram)
24
48
72
96
1
0.32
1.17
1.59
1.86
1.5a
0.42
0.73
2.02
1.45
2a
0.70
1.40
1.85
1.85
2.5b
0.93
2.79
5.38
7.05
Sumber: a (Ambarsari 2010) b (Prasetyo 2010)
Waktu inkubasi optimum ditentukan saat sel menghasilkan xilitol paling tinggi oleh bobot basah sel 2.5 gram (Prasetyo 2010). Gambar 7 menunjukkan xilitol optimum diproduksi pada inkubasi jam ke-96 oleh bobot basah sel 2.5 gram. Waktu inkubasi 96 jam tersebut selanjutnya digunakan untuk inkubasi produksi xilitol oleh sel amobil Candida tropicalis untuk percobaan berikutnya.
8
Xilitol (g/L)
6
4
2
0 0
24
48
72
96
Waktu inkubasi (jam) 1 gr sel
1.5 gr sel
2 gr sel
2.5 gr sel
Gambar 7 Produksi xilitol optimum oleh sel dengan bobot basah 2.5 gram selama 96 jam inkubasi.
Konsentrasi Optimum Ko-substrat Arabinosa untuk Produksi Xilitol Hasil penelitian terhadap produksi xilitol dengan menggunakan variasi konsentrasi arabinosa sebagai ko-substrat disajikan pada Tabel 3. Fermentasi batch dilakukan selama 96 jam oleh sel amobil Candida tropicalis. Media fermentasi mengandung substrat xilosa sebesar 30 g/L dan ko-substrat arabinosa sebesar 5-15 g/L sehingga rasio substrat dan ko-substrat yang digunakan dalam produksi xilitol pada penelitian ini, yaitu 6:1%, 6:2%, dan 6:3%. Produksi xilitol mencapai kondisi optimum dengan penambahan ko-substrat arabinosa pada rasio
6:3%. Xilitol yang dihasilkan sebesar 5.90 g/L sehingga produksi xilitol mengalami kenaikan 108% dibandingkan dengan media tanpa penambahan ko-substrat arabinosa atau media xilosa saja, yaitu 2.83 g/L. Selain itu, rasio xilosa dan arabinosa yang lebih rendah (6:16:2%) tetap dapat meningkatkan produksi xilitol hingga mencapai 3.11-4.10 g/L atau meningkatkan produksi xilitol sebesar 1040%. Secara umum dapat dikatakan bahwa penambahan ko-substrat arabinosa dapat meningkatkan produksi xilitol secara signifikan. Peningkatan produksi xilitol juga diikuti oleh kenaikan nilai rendemen atau yield product (Yp/s) dan produktivitas volumetrik xilitol (Qv). Yield product per substrate (Yp/s) atau rendeman xilitol merupakan parameter fermentasi yang menyatakan tingkat efisiensi xilosa yang dapat dikonversi oleh sel menjadi xilitol (Yulianto et al. 2006). Nilai Yp/s diperoleh dari konsentrasi xilitol yang dihasilkan (g/L) per konsentrasi substrat xilosa yang digunakan dalam media fermentasi (g/L). Konsentrasi xilosa di dalam media sebesar 30 g/L digunakan dalam produksi xilitol dengan penambahan kosubstrat arabinosa karena tingkat efisiensi fermentasi xilosa (Yp/s) 30 g/L paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi xilosa di atas 30 g/L, yaitu sebesar 0.25 g/g atau sekitar 25% (Puspita 2010). Produktivitas volumetrik (Qv) adalah konsentrasi xilitol yang dihasilkan per jam. Nilai Qv (g/L jam) ini diperoleh dari rasio antara konsentrasi xilitol yang dihasilkan pada akhir inkubasi (g/L) dengan waktu inkubasi (jam) (Santos et al. 2008). Tabel 3 Produksi xilitol pada media xilosa 30 g/L dengan variasi konsentrasi kosubstrat arabinosa (5-15 g/L) selama 96 jam inkubasi Rasio Xil:ara
Xilitol (g/L)
Yp/s (g/g)
Kontrol
2.83
0.09
0.03
6:1
3.11
0.10
0.03
6:2
4.10
0.14
0.04
6:3
5.90
0.20
0.06
Qv (g/Ljam)
Keterangan: Y p/s = product yield (g xilitol dihasilkan / g xilosa yang dikonsumsi. Qv= produktivitas volumetrik.
Efisiensi fermentasi xilosa menjadi xilitol (Yp/s) yang paling tinggi dihasilkan oleh rasio 6:3%, yaitu 0.20 g xilitol/g xilosa atau sekitar 20% sedangkan rasio 6:2% sebesar 0.14 g/g dan rasio 6:1% sebesar 0.10 g/g. Penambahan ko-substrat arabinosa dengan rasio 6:1-6:3% menghasilkan produktivitas volumetrik xilitol mencapai 0.03-0.06 g/L jam, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Setiap kenaikan nilai Yp/s diikuti juga oleh kenaikan nilai Qv. Nilai Yp/s dan Qv yang diperoleh dalam penelitian ini masih rendah jika dibandingkan dengan produksi xilitol oleh sel Candida tropicalis pada beberapa penelitian lain. Kim et al. (1999) menggunakan dua substrat dalam produksi xilitol oleh Candida tropicalis menghasilkan xilitol dengan nilai Yp/s 0.81 g/g dan Qv 5.06 g/L jam. Produksi xilitol oleh Candida tropicalis dengan media xilosa murni dapat menghasilkan xilitol dengan nilai Yp/s sebesar 0.78 g/g (Rao et al. 2004). Penelitian lain yang dilakukan oleh Walther (2001) dengan menggunakan arabinosa berkonsentrasi tinggi oleh Candida tropicalis dapat menghasilkan xilitol dengan nilai Yp/s sebesar 0.84 g/g dan produktivitas volumetrik (Qv) sebesar 0.49 g/L jam. Secara teoritis, efisiensi fermentasi xilosa menjadi xilitol (Yp/s) maksimal adalah 0.917 g xilitol/ g xilosa terkonsumsi (Barbosa et al.1988, diacu dalam Santos et al. 2008). Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan galur khamir Candida tropicalis yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengkonversi xilosa menjadi xilitol masih rendah karena kondisi faktor lingkungan seperti pH, temperatur, dan aerasi belum optimum untuk menunjang pertumbuhan sel dan biokonversinya sehingga rendeman dan produktivitas volumetrik yang dicapai rendah (Puspita 2010). Penambahan ko-substrat arabinosa sebesar 5-15 g/L pada rasio 6:1-6:3% ini berdasarkan komposisi arabinosa pada hidrolisat ampas tebu yang digunakan dalam penelitian, yaitu 8 g/L. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini digunakan konsentrasi arabinosa yang lebih rendah dari 8 g/L (5 g/L), konsentrasi arabinosa yang kurang lebih sama (10 g/L), dan konsentrasi arabinosa yang lebih tinggi (15 g/L) dengan tujuan mengetahui pengaruh penambahan arabinosa pada tiga titik konsentrasi tersebut terhadap produksi xilitol. Penambahan arabinosa dengan konsentrasi yang lebih tinggi diatas 15 g/L tidak dilakukan karena menurut penelitian Mussatto et al. (2006) yang menggunakan rasio xilosa dan arabinosa sebesar 10:1 atau 2:1 sudah
dapat menghambat kerja enzim yang memetabolisme arabinosa pada khamir Candida guilliermondii sedangkan pada Debaryomyces hansenii, asimilasi arabinosa dihambat pada media yang mengandung xilosa dan arabinosa dengan rasio 4:1 (Girio et al. 2000, diacu dalam Mussato et al. 2006). Selain itu, penambahan arabinosa sebesar 20 g/L pada media xilosa dapat menyebabkan penurunan rendeman xilitol dari 0.61 g/g pada media xilosa saja menjadi 0.54 g/g dengan penambahan arabinosa 20 g/L (Walther et al. 2001). Oleh sebab itu, penambahan arabinosa dengan konsentrasi yang lebih tinggi tidak dilakukan. Produksi xilitol pada penelitian ini secara umum meningkat dengan penambahan kosubstrat arabinosa rasio 6:1-6:3%. Penelitian lain yang dilakukan Mussato et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan ko-subtrat arabinosa sebesar 9 g/L pada media xilosa 85 g/L yang difermentasikan oleh khamir Candida guilliermondii dapat meningkatkan rendeman xilitol sebesar 8% (0.74 g/g) jika dibandingkan dengan media tanpa penambahan arabinosa atau media xilosa saja, yaitu 0.68 g/g. Menurut Silva dan Afschar (1994), arabinosa bersifat noninhibitor untuk asimilasi xilosa oleh Candida tropicalis. Arabinosa adalah gula alkohol berkarbon lima yang ketersediaannya dalam media fermentasi sebagai ko-substrat dapat dimanfaatkan oleh khamir untuk regenerasi koenzim NADPH, yaitu koenzim yang berperan untuk aktivasi enzim xilosa reduktase. Regenerasi NADPH dari arabinosa terdiri atas beberapa tahapan reaksi (Jeffries & Jin 2004). Pertama, arabinosa direduksi oleh enzim arabinosa isomerase menjadi L-ribulosa. Selanjutnya, enzim ribulokinase memfosforilasikan Lribulosa menjadi L-ribulosa-5-fosfat dan diubah menjadi xilulosa-5-fosfat oleh enzim ribulosa-5-fosfat-4-epimerase. Senyawa xilulosa-5-fosfat ini kemudian masuk ke siklus pentosa fosfat oksidatif menghasilkan NADPH. Adapun pengaruh penambahan arabinosa terhadap pembentukan biomassa sel ditunjukkan pada Gambar 8. Biomassa sel mengalami kenaikan seiring dengan lamanya waktu inkubasi. Biomassa sel yang terbentuk selama 96 jam inkubasi dari masing-masing rasio, yaitu 2.6 g/L (6:1%), 3.2 g/L (6:2%), dan 3.14 (6:3%). Penurunan rasio xilosa dan arabinosa dari 6:1 ke 6:3% dapat meningkatkan pembentukan biomassa sel seiring dengan peningkatan xilitol yang dihasilkan. Namun, rasio 6:2% dengan
konsentrasi ko-substrat arabinosa 10 g/L memiliki biomassa sel yang lebih tinggi (3.22 g/L) dengan perbedaan yang tidak signifikan dibandingkan dengan media fermentasi rasio 6:3% (3.14 g/L). Hal ini tidak sejalan dengan pembentukan xilitolnya yang lebih rendah (4.10 g/L) dibandingkan dengan media fermentasi rasio 6:3% (5.90 g/L). Yulianto et al. (2006) melaporkan bahwa penurunan rasio xilosa dan arabinosa dari 6:1 ke 6:3% dapat menurunkan produksi xilitol dan menurunkan biomassa sel dari 8.49 g/L menjadi 7.42 g/L. Namun dalam penelitian ini, tidak selalu biomassa yang tinggi menghasilkan xilitol yang tinggi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa konsentrasi xilosa di bawah 50 g/L dapat dialihkan oleh metabolisme khamir untuk pembentukan biomassa sel (Mussato et al. 2005; Parajo eta al. 1995; Felipe et al. 1995, diacu dalam Mussato et al. 2006). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada rasio 6:3%, biomassa selnya optimum terbentuk dengan penambahan xilosa 30 g/L.
Konsentrasi arabinosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio lain dapat digunakan oleh sel untuk menginduksi enzim xilosa reduktase sehingga terbentuk xilitol atau pada khamir tertentu arabinosa dapat diubah menjadi xilitol melalui mekanisme reduksi arabinosa menjadi arabitol. Arabitol kemudian dioksidasi membentuk xilulosa dan xilulosa di reduksi membentuk xilitol. Khamir seperti Candida entomaea dan Pichia guilliermondii dilaporkan mampu mengubah arabinosa menjadi xilulosa (Saha & Bothast 1996). Debaryomyces handsenii mampu mengkonversi arabinosa menjadi xilitol (Girio et al. 2000, diacu dalam Mussato et al. 2006). Oleh sebab itu, media fermentasi rasio 6:3% dapat menghasilkan xilitol paling tinggi.
Fermentasi Sel Amobil dengan Media Campuran Gula Murni Hasil penelitian mengenai produksi xilitol dengan media campuran gula murni dapat dilihat pada Tabel 4. Terdapat tiga variasi substrat yang digunakan, yaitu media kontrol (xilosa 30 g/L), media 1 (xilosa 30 g/L dan glukosa 5 g/L), media 2 (xilosa 30 g/L dan arabinosa 15 g/L), dan media 3 (xilosa 30 g/L, glukosa 5 g/L, arabinosa 15 g/L). Produksi xilitol mencapai hasil yang tinggi pada media 2, yaitu sebesar 5.90 g/L diikuti oleh media 3 sebesar 4.21 g/L, dan media 1 sebesar 2.21 g/L. Produksi xilitol pada media 2 meningkat 108% dan kenaikan sebesar 40% pada media 3. Sebaliknya, pada media 1 terjadi penurunan produksi xilitol sebesar 20% dibandingkan hasil yang dicapai oleh media kontrol. Tabel 4 Produksi xilitol, rendeman, dan produktivitas volumetrik pada media campuran gula murni Xilitol (g/L)
Yp/s (g/g)
Qv (g/Lja m)
2.83
0.09
0.03
1 (X+G)
2.21
0.07
0.02
2 (X+A)
5.90
0.20
0.06
3 (X+G+A)
4.21
0.14
0.04
Media
Kontrol
Keterangan: Rasio xilosa: arabinosa 6:1% (5 g/L arabinosa) 6:2% (10g/L arabinosa) 6:3% (15 g/L arabinosa) Gambar 8
Biomassa sel amobil C.tropicalis dengan variasi ko-substrat arabinosa.
Keterangan: X=xilosa; X+G=xilosa dan glukosa; X+A= xilosa dan arabinosa; X+G+A= xilosa, glukosa, dan arabinosa.
Peningkatan produksi xilitol pada media 2, diikuti juga oleh kenaikan nilai rendeman atau yield (Yp/s) dan nilai produktivitas volumetrik (Qv), yaitu sebesar 0.20 g/g dan 0.06 g/L jam. Media 3 juga mengalami kenaikan nilai Yp/s (0.14 g/g) dan Qv (0.04 g/L jam) namun kenaikannya tidak signifikan dibandingkan dengan kontrol. Media 1 mengalami penurunan produksi xilitol yang diikuti oleh rendahnya nilai Yp/s (0.07 g/g) dan Qv (0.02 g/L jam). Menurut Walther et al. (2001), komposisi gula pada media berpengaruh terhadap produksi xilitol sehingga tiga jenis gula yang terdapat dalam media fermentasi, dimetabolisme oleh sel dengan cara berkompetensi pada sistem transpor yang sama atau dimetabolisme secara bertahap. Saha dan Bothast (1996) melaporkan bahwa pada media campuran gula murni (xilosa, glukosa, dan arabinosa), glukosa akan dimetabolisme oleh khamir pada awalnya karena enzim untuk metabolisme glukosa bersifat konstitutif, yaitu dihasilkan sel setiap saat dan jumlahnya konstan (Mussato et al. 2006). Setelah seluruh glukosa habis dikonsumsi sel, xilosa kemudian dapat dimetabolisme oleh sel. Arabinosa dapat dikonsumsi oleh sel setelah glukosa dan xilosa seluruhnya habis dimetabolisme oleh sel. Media 1 mengalami penurunan produksi xilitol karena di dalam media mengandung glukosa. Penambahan glukosa ke dalam media fermentasi merupakan penyebab penurunan produksi xilitol sebesar 20% (2.21 g/L) jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai oleh kontrol (2.83 g/L). Rasio xilosa dan glukosa yang digunakan pada media 1 adalah 6:1%. Rasio ini berdasarkan konsentrasi optimum glukosa pada media xilosa yang dikonversikan oleh sel bebas Candida tropicalis (Puspita 2010). Namun, konsentrasi optimum glukosa ini tidak menghasilkan xilitol yang tinggi, sebaliknya menurunkan produksi xilitol. Adapun penambahan konsentrasi glukosa yang lebih tinggi dapat menurunkan produksi xilitol lebih besar lagi. Penelitian Felipe et al. (1993) dan Rosa et al. (1998) (diacu dalam Mussatto et al. 2006) melaporkan penambahan glukosa dengan rasio <1:10 tidak akan menyebabkan penurunan produksi xilitol. Berdasarkan data tersebut, maka rasio xilosa dan glukosa 6:1 dalam penelitian ini termasuk cukup kuat untuk menyebabkan penurunan produksi xilitol. Oleh sebab itu, penggunaan glukosa dalam media fermentasi dianjurkan pada rasio yang lebih rendah lagi dari rasio 6:1%.
Glukosa dapat menurunkan produksi xilitol dengan cara menghambat secara parsial enzim xilosa reduktase (Mussato et al. 2006; Yulianto et al 2006; Walther et al. 2001). Enzim xilosa reduktase dengan koenzim NADPH berperan dalam mengkonversi xilosa menjadi xilitol. Inhibisi glukosa pada enzim ini menyebabkan xilosa digunakan untuk menghasilkan NADPH sehingga produksi xilitol menurun. Sel menggunakan xilosa untuk regenerasi NADPH dengan cara mengubah xilosa menjadi xilulosa oleh enzim xilosa isomerase. Selanjutnya, enzim xilulosa kinase memfosforilasikan xilulosa dengan bantuan ATP menjadi xilulosa-5fosfat yang kemudian masuk ke jalur pentosa fosfat oksidatif menghasilkan NADPH (Affleck 2000). Regenerasi koenzim melalui xilosa untuk aktivasi enzim xilosa reduktase, menyebabkan sejumlah xilosa untuk biokonversi xilitol berkurang yang berakibat pada penurunan produksi xilitol. Glukosa itu sendiri mampu menghasilkan NADPH melalui enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase dan 6-fosfoglukonat dehidrogenase dalam jalur pentosa fosfat serta melalui isositrat dehidrogenase dalam siklus asam sitrat. Namun, jalur ini lebih terkait untuk menghasilkan energi bagi pertumbuhan sel dan tidak untuk penyediaan koenzim NADPH bagi aktivasi enzim xilosa reduktase. Selain itu, metabolisme glukosa oleh khamir dapat menghasilkan produk samping seperti etanol. Etanol dilaporkan menghambat pembentukan xilitol (Walther et al 2001). Produksi xilitol pada media 2 meningkat secara signifikan karena media 2 mengandung arabinosa. Sama halnya dengan xilosa, arabinosa sebagai gula berkarbon lima dimanfaatkan khamir untuk regenerasi NADPH. Arabinosa diubah menjadi xilulosa5-fosfat melalui serangkaian tahapan reaksi yang telah dijelaskan sebelumnya. Xilulosa-5fosfat yang terbentuk kemudian masuk ke jalur pentosa fosfat oksidatif menghasilkan NADPH. Arabinosa sebagai ko-substrat diketahui menjadi induser enzim xilosa reduktase yang dapat meningkatkan produksi xilitol, baik dari segi rendeman dan produktivitas volumetrik xilitol (Mussatto et al. 2006; Walther et al. 2001). Struktur C5 arabinosa merupakan struktur yang sama dengan xilosa sehingga kemiripan struktur yang sama dengan xilosa menyebabkan arabinosa dalam media dapat menginduksi pembentukan enzim xilosa reduktase sehingga arabinosa disebut sebagai induser. Hasil yang diperoleh media 2 menunjukkan bahwa
arabinosa merupakan ko-substrat yang baik dalam media xilosa karena dapat meningkatkan produksi xilitol. Selain itu, adanya pentosa ini dalam media mampu meniadakan efek negatif dari glukosa. Seperti yang ditunjukkan pada media 3 yang berisi xilosa, glukosa, dan arabinosa. Xilitol yang dihasilkan oleh media 3 meningkat (4.21 g/L) dibandingkan dengan media kontrol (2.83 g/L) meskipun masih lebih rendah daripada media 2 (5.90 g/L). Media 3 menunjukkan efek penurunan produksi xilitol akibat adanya glukosa sehingga xilitol yang dihasilkan masih lebih rendah dari media 2 yang mengandung kosubstrat arabinosa saja. Penambahan arabinosa dapat meningkatkan produksi xilitol sehingga lebih dianjurkan adanya arabinosa dibandingkan glukosa dalam media fermentasi. Walaupun glukosa memberikan efek negatif terhadap penurunan produksi xilitol namun glukosa merupakan gula yang paling baik untuk pembentukan biomassa sel. Biomassa yang dihasilkan media 3 paling tinggi diantara tiga media lainnya karena media 3 mengandung glukosa. Penelitian yang dilakukan Mussatto et al. (2006) dengan menggunakan sel Candida guilliermondii melaporkan bahwa penambahan glukosa ke dalam media yang mengandung xilosa dapat menurunkan rendeman xilitol sebesar 10% sedangkan penambahan arabinosa meningkatkan rendeman xilitol sebesar 8%. Fermentasi oleh Candida guilliermondii pada penelitian Mussatto et al. (2006) menghasilkan xilitol sebesar 0.68 g/L pada media xilosa (kontrol). Adapun pada media xilosa dan glukosa sebesar 0.62 g/L, 0.74 g/L pada media xilosa dan arabinosa, dan 0.67 g/L pada media xilosa, glukosa, dan arabinosa.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kondisi optimum untuk produksi xilitol dicapai dengan bobot basah sel sebesar 2.5 gram, waktu inkubasi 96 jam, dan rasio antara xilosa dan arabinosa sebesar 6:3%. Pada kondisi optimum tersebut diperoleh produksi xilitol sebesar 5.90 g/L. Penambahan glukosa kedalam media xilosa diketahui dapat menurunkan produksi xilitol sebesar 20% dibandingkan media kontrol.
Saran Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan ko-substrat arabinosa untuk sel Candida tropicalis yang tidak diamobil sebagai pertimbangan untuk produksi xilitol pada substrat gula murni. Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian tentang pemanfaatan sel fermentasi kedua secara berulang dan amobilisasi sel dengan kecepatan aerasi yang lebih tinggi dari 100 rpm pada sel yang diamobil untuk melihat pengaruh aerasi terhadap pertumbuhan sel diluar butiran gel (beads) dan produksi xilitolnya.
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dibiayai Badan Litbang Pertanian melalui program Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T).
DAFTAR PUSTAKA Affleck RP. 2000. Recovery of xylitol from fermentation of model hemicelluloses hydrolysates using membrane technology [tesis]. Blacksburg: Master of Science, Virigina Polytechnic Institute. Ahmed SA. 2006. Invertase production by Bacillus macerans immobilized on calcium alginate beads. J. of App. Sci. Research 4: 1777-1781. Ahmed Z. 2001. Production of natural and rare pentoses using microorganisms and their enzymes. Electronic J Biotechnol 4:2. Ambarsari L. 2010. Pemanfaatan ampas tebu untuk produksi xilitol melalui teknik amobilisasi sel dan fermentasi batch berulang [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Beutler HO, Becker J. 1977. Enzymatische bestimmung von D-sorbit und xylit in lebensmitteln. Deutsche LebensmittelnRundschau 6: 182-187. Carvalho et al. 2002. Use of immobilized candida yeast cells for xylitol production
from sugarcane bagasse hydrolysate. Applied Biochem and Biotechnol : 98-100.
optimization of production rate. Biotech. Bioeng. 40: 1085-1091.
Carvalho et al. 2003. Xylitol production by Ca-alginate entrapped cells: comparison of different fermentation systems. J. Enzyme and Microbiol Technol 32: 553-559.
Jeffries TW, Jin YS. 2004. Metabolic engineering for improved fermentation of pentoses by yeasts. J. Appl Microbiol Biotechnol 63: 495-509.
Carvalho et al. 2005. Xylitol production from sugarcane bagasse hydrolysate metabolic behavior of Candida guilliermondii cells entrapped in Ca-alginate. J.Biochemical Engineering 25: 25-31.
Kiet A, P Milgrom, M Rothen. 2006. Xylitol, sweeteners, and dental caries. Pediatric Dentistry 28: 154-163.
Carvalho W, Canilha L, da Silva SS. 2007. Semi-continuous xylitol bioproduction in sugarcane bagasse hydrolysate: effect nutritional supplementation. Braz. J. of Pharmaceutical Sci. Vol. 43. Choi JH, Moon K, Ryu YW, Seo JH. 2000. Production of xylitol in cell recycle fermentations of Candida tropicalis. Biotechnol. Lett. 22: 1625-1628. Crueger W, Crueger A. 1982. Biotechnology: a Textbook of Industrial Microbiology. Sunderland: Sinauer. Gong CS, Chen LF, Tsao GT. 1981. Quantitative production of xylitol from Dxylose by a high xylitol producing yeast mutant Candida tropicalis HXP2. Biotechnology Letters 3: 130-135. Granstrom T. 2002. Biotechnological production of xylitol with Candida yeasts. [tesis]. Finlandia: Universitas Teknologi Helsinki. Guksungur Y, Zorlu N. 2001. Production of ethanol from beet molasses by Ca-alginate immobilized yeast cells in a packed-bed bioreactor. Turk J Biol 25: 265-275. Gurgel PV, IM Mancilha, RP Pecanha, JFM Siqueira. 1995. Xylitol recovery from fermented sugarcane bagasse hydrolyzate. Biores Technol 52-219-223. Hallborn et al. 1994. The influence of cosubstrate and aeration on xylitol formation on recombinant Saccharomyces cerevisiae expressing the XYL 1 gene. J of Appl Microbial Biotechnol 42: 326-333. Horitsu et al. 1992. Production of xylitol from D-xylose by Candida tropicalis:
Kim JH, Ryu YW, Seo JH. 1999. Analysis and optimization of a two substrate fermentation for xylitol production using Candida tropicalis. J. Ind Microbiol & Biotech 22: 181-186. Ko BS, Kim J, Kim JH. 2006. Production of xylitol from D-xylose by a xylitol dehydrogenase gene-disrupted mutant of Candida tropicalis. Appl Environ Microbiol 72:6. Meinander NQ dan Hahn-Hagerdal B. 1997. Influence of cosubstrate concentration on xylose conversion by recombinant, XYL1expressing S.cerevisiae: a comparison of different sugar and ethanol as cosubstrate. J of Appl Environ Microbiol 63: 19591964. Mussato et al. 2006. Fermentation performance of Candida guilliermondii for xylitol production on single and mixed substrate media. Appl. Microbiol Biotechnol 72: 681-686. Najafpour GD. 1987. Organic acids from biomass by continuous fermentation. Resour. Conserv 13: 187-197. Najafpour GD. 1990. Immobilization of microbial cells for the production of organic acids. J.Sci.I.R. Iran 1(3): 172176. Najafpour G, Younesi H, Ismail KSK. 2004. Ethanol fermentation in an immobilized cell reactor using Saccharomyces cerevisiae. Bioresource Tech 92: 251-260. Oh DK, Kim SY. 1998. Increase of xylitol by feeding xylosa and glucose in Candida tropicalis. J. Appl Microbiol Biotechnol 50:419-425.
Parajo JC, Dominguez H, Dominguez M. 1998. Biotechnological production of xylitol part 2: operation in culture media made with commercial sugars. Bioresour. Eng 13: 125-131. Pelczar MJJr, Chen ECS. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-1. Hadioetomo RS, Imas T, Tjirosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. Pessoa JA, de Mancilha IM, Sato S. 1997. Evaluation of sugarcane hemicelluloses hydrolyzate for cultivation of yeasts and filamentous fungi. J.Ind. Microbial. Biotechnol 18: 360-363. Prasetyo B. 2010. Optimasi produksi xilitol oleh sel amobil Candida tropicalis melalui fermentasi batch [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
entomae and Pichia guilliermondii. Appl. Microbiol Biotechnol 45: 299-306. Sampaio FC, WB Silveira, VMC Alves, FML Pasos, JLC Coelho. 2003. Screening of filamentous fungi for production of xylitol from D-xylose. Braz J. Microbiol 34: 325328. Sanchez S, V Bravo, AJ Mayo, E Castro, F Camacho. 2004. Influence of temperature on the fermentation of D-xylose by Pachysolen tannophilus to produce ethanol and xylitol. Process Biochem 39: 673-679. Santos et al. 2008. Use of sugarcane bagasse as biomaterial for cell immobilization for xylitol production. J. Food Engineering 86:542-548. Silva SS, Afschar AS. 1994. Microbial production of xylitol from D-xylose using Candida tropicalis. Bioprocess Eng 11: 129-134.
Puspita JP. 2010. Optimasi konsentrasi xilosa dan glukosa untuk produksi xilitol oleh Candida tropicalis [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Sirisansaneeyakul S, Staniszewski M, Rizzi M. 1995. Screening of yeasts for production of xylitol from D-xylose. J.of Fermentation and Bioengineering 6 (80): 565-570.
Ramakrishna SV, Prakasham RS. 1999. Microbial fermentation with immobilized cells. Current Science 77: 87-100.
Smidsrød O, G. Skjåk-Bræk. 1990. Alginate as an immobilization for matrix for cells. Trends Biotechnol 8:71-78.
Rao et al. 2004. Xylitol production by Candida sp.: parameter optimization using Taguchi approach. Process Biochem 39: 951-956.
Vandeska E, S Amartey, S Kuzmanova, TW Jeffries. 1996. Fed-batch culture for xylitol production by Candida boidinii. Process Biochem 33: 63-67.
Rao RS, Jyothi Ch. P, Prakasham RS, Sarma PN, Rao LV. 2006. Xylitol production from corn fiber and sugar cane bagasse hydrolysates by Candida tropicalis. Bioresource Technology 97: 1974-1978.
Uhari M, T Kontiokari, M Koskela, M Niemela. 1996. Xylitol chewing gum in prevention of acute otitis media: double blind randomized trial. Br Med Journal 313: 1180-1184.
Riley MR, Muzzio FJ, Buettner HM, Reyes SC. 1996. A simple correlation for predicting effective diffusive in immobilized cell system. J of Biotechnol Bioengineering 55: 841-853.
Walther T, Hensirisak P, Agblevor FA. 2001. Influence of aeration and hemicellulosic sugars on xylitol production by Candida tropicalis. J. Biores Technol 76: 213-220.
Saarela U, Leiviska K, Juuso E. 2003. Modelling of fed batch fermentation process. Oulu: University of Oulu. Saha BC, Bothast RJ. 1996. Production of Larabitol from L-arabinose by Candida
Whistler RL. 1993. Hemicelluloses. San Diego: Academic Press. Widowati S. 2007. Sehat dengan pangan indeks glikemik. [terhubung berkala].
http://www.pustaka-deptan.go.id. [20 Jan 2010]. Yahashi et al. 1996. Production of xylitol from D-xylosa by Candida tropicalis: the effect of D-glucose feeding. J. Fermentation Engineering 81: 148-152. Yulianto et al. 2005. Kinetika fermentasi pada produksi xilitol dengan penambahan arabinosa dan glukosa sebagai ko-substrat oleh Candida shehatae way 08. J.Teknol. dan Industri Pangan 16: 3.
20
LAMPIRAN
21
Lampiran 1 Tahapan penelitian
Peremajaan Kultur pada Media YM Agar Pembuatan Media YM cair
Temperatur 30oC, Kecepatan shaker 120 rpm, pH 5
Pembuatan Media inokulum
Temperatur 30oC, Kecepatan shaker 100 rpm, pH 5
Amobilisasi Sel C.tropicalis oleh Ca-alginat
Optimasi Bobot Basah Sel dan Waktu Inkubasi
Optimasi Konsentrasi Arabinosa rasio 6:1-6:3%: 5g/L-15 g/L
Fermentasi Sel Amobil C.tropicalis pada Media Campuran Gula Murni
Pengukuran Kadar Xilitol pada Panjang Gelombang 492 nm
22
Lampiran 2 Pengukuran kadar xilitol dengan metode Beutler dan Becker (1977)
Larutan 1 2 3 Sampel Akuabides 4
Blanko
Sampel
(mL)
(mL)
0.6 0.2 0.2 2 0.050
0.6 0.2 0.2 0.1 1.9 0.050
Rumus pengukuran kadar xilitol : c
=
V x MW
x ∆ A [g/L]
E x d x v x 1000
=
3.050 x 152.15
x∆A
19.9 x 1.00 x 0.100 x 1000 = 0.2332 x ∆ A xilitol [g xilitol/L larutan sampel] Keterangan: V
= volume akhir [mL]
v
= volume sampel [mL]
MW
= bobot molekul yang dianalisis /xilitol [g/mol]
d
= jarak lintasan cahaya [cm]
E
= koefisien INT-formazan pada 492 nm = 19.9 [l x mmol-1 x cm-1]
23
Lampiran 3 Penentuan jumlah koloni sel Candida tropicalis
Pengenceran
Jumlah Koloni
Jumlah sel per mL
104
47
9.4 x 106
106
1
106
108 Sumber: (Prasetyo 2010)
0
0
Perhitungan jumlah sel per mL: = Jumlah koloni X Faktor pengenceran = 47.104 X = 940.104 / mL = 9.4 x 106/mL
24
Lampiran 4 Bobot basah dan bobot kering sel Candida tropicalis
a. Bobot basah sel dari 50 mL media inokulum (Prasetyo 2010) Bobot awal tabung sentrifus Bobot akhir tabung sentrifus
= 6.7990 gram = 7.3263 gram
Bobot basah sel
= bobot akhir-bobot awal = 6.7990-7.3263 = 0.5273 gram
b. Bobot kering sel dari 50 mL media inokulum Bobot awal
Bobot akhir
28.2092
28.2771 28.2778 28.2787
28.2792 Rataan 28.2782 Sumber: (Prasetyo 2010)
Bobot kering sel
= bobot awal – bobot akhir (rataan) = 0.069 gr/50mL = 1.38 g/L
25
Lampiran 5 Koloni sel Candida tropicalis dan media fermentasi sel amobil a. Koloni sel Candida tropicalis (Prasetyo 2010)
Koloni sel dengan pengenceran 104.
Koloni sel dengan pengenceran 106.
Koloni sel dengan pengenceran 108. b. Media fermentasi sel amobil
Sel amobil Candida tropicalis
26
Lampiran 6 Biomassa sel variasi bobot basah sel amobil C.tropicalis
a. Pengukuran biomassa sel dalam nilai optical density (OD) Optical Density (OD) Berat basah sel (gram) 24 48 72
96
1
1.09
1.69
1.97
2.10
1.5
1.20
1.76
2.09
2.10
2
1.33
1.84
2.12
2.16
2.5
1.18
1.70
2.05
2.13
b. Pengukuran biomassa sel (g/L) Biomassa (g/L) Bobot basah sel (gram) 24
48
72
96
1
1.51
2.33
2.72
2.90
1.5
1.66
2.43
2.88
2.90
2
1.83
2.53
2.92
2.97
2.5
1.63
2.35
2.82
2.94
Contoh perhitungan konversi nilai OD ke dalam g/L: Biomassa (g/L)
= nilai OD x bobot kering sel (g/L) = 1.09 x 1.38 g/L = 1.51 g/L
27
Lampiran 7 Biomassa sel amobil C.tropicalis media campuran gula murni selama 96 jam inkubasi
Biomassa (g/L) Media 24
48
72
96
X (Kontrol)
2.14
2.57
2.86
3.18
1 (X+G)
1.82
2.77
2.97
3.04
2 (X+A)
1.75
2.50
2.80
3.12
3 (X+G+A)
1.76
2.99
3.25
3.46
Keterangan: X=xilosa; X+G=xilosa dan glukosa; X+A= xilosa dan arabinosa; X+G+A= xilosa, glukosa, dan arabinosa.
a. Kurva pertumbuhan sel Candida tropicalis pada media campuran gula murni
4
Biomassa (g/L)
3
2
Kontrol (Xilosa) X+G X+A X+G+A
1
0 0
24
48
Waktu inkubasi (jam)
72
96
29
Lampiran 8 Pengukuran kadar xilitol pada media xilosa dan arabinosa rasio 6:1-6:3%
Xilitol (g/L)
A1
Blanko
0.0240 0.0240 0.0700
0.0650 0.0650
0.0500 0.0520 0.0604
6:1
0.0230 0.0230 0.1800
0.1850 0.1860
0.2060 0.2060 0.1926
0.1696
0.1332
3.1062
6:2
0.0260 0.0220 0.2210
0.2450 0.2340
0.2380 0.2330 0.2342
0.2122
0.1758
4.0997
6:3
0.0250 0.0250 0.3230
0.3160 0.3100
0.3180 0.3040 0.3142
0.2892
0.2528
5.8953
1
A2
∆A
Rasio xil:arabinosa
2
1
2
3
4
5
X bar ∆As (1-5) ∑(A2-A1)
∆Ab
(∆(AsAb))
0.0364
Keterangan :Rasio 6:1%= 30 g/L xilosa dan 5 g/L arabinosa; 6:2%= 30 g/L xilosa dan 10 g/L arabinosa; 6:3%= 30 g/L xilosa dan 15 g/L arabinosa.
28
29
30
Lampiran 9 Pengukuran kadar xilitol pada media campuran gula murni
Media
A1
A2
X bar (1-5)
∆As ∑(A2A1)
∆Ab
∆A (As-Ab)
Xilitol (g/L)
1
2
1
2
3
4
5
6
Blanko
0.101
0.103
0.117
0.067
0.111
0.125
0.070
0.136
0.1043
Xilosa
0.033
0.031
0.138
0.185
0.136
0.136
0.187
0.139
0.1535
0.1225
0.1212
2.8264
X+G
0.106
0.102
0.245
0.162
0.206
0.208
0.159
0.208
0.198
0.096
0.0947
2.2084
X+A
0.0250
0.0250
0.3230
0.3160
0.3100
0.3180
0.3040
0.3142
0.2892
0.2892
0.2528
5.8953
X+G+A
0.032
0.035
0.204
0.246
0.199
0.199
0.251
0.201
0.2167
0.1817
0.1804
4.2069
0.0013
Keterangan: X+G= xilosa dan glukosa; X+A= xilosa dan arabinosa; X+G+A= xilosa, glukosa, dan arabinosa.
29
30