OPTIMASI KONSENTRASI LIMBAH CAIR TAHU UNTUK PRODUKSI GUM XANTAN OLEH Xanthomonas campestris
AMIK CHOIRUL AFIDAH
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Konsentrasi Limbah Cair Tahu untuk Produksi Gum Xantan oleh Xanthomonas campestris adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Amik Choirul Afidah NIM G84110030
ABSTRAK AMIK CHOIRUL AFIDAH. Optimasi Konsentrasi Limbah Cair Tahu untuk Produksi Gum Xantan oleh Xanthomonas campestris. Dibimbing oleh SURYANI dan A. E. ZAINAL HASAN. Xanthomonas campestris memiliki kemampuan untuk memproduksi gum xantan yang banyak diaplikasikan sebagai stabilizer, pengemulsi, pengental, dan zat tambahan dalam pengeboran minyak. Biaya dalam proses produksi gum xantan perlu ditekan, salah satunya dengan mengganti sumber nitrogen dengan limbah cair tahu. Penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi optimum limbah cair tahu yang dapat menghasilkan rendemen gum xantan tertinggi. Konsentrasi limbah cair tahu perlu dioptimasi karena kelebihan nitrogen dapat bersifat inhibitor pada proses pertumbuhan dan produksi gum xantan. Konsentrasi limbah cair tahu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% yang diperoleh dari pengenceran limbah cair tahu awal.Total nitrogen diukur dengan metode Kjeldahl dan diperoleh total nitrogen pada konsentrasi limbah cair tahu 100% sebanyak 0.030%. Biomassa sel dan bobot gum xantan tertinggi dihasilkan pada konsentrasi limbah cair tahu 80%. Biomassa sel tertinggi terukur pada jam ke-48 sebesar 0.33 g/L dan rendemen gum xantan tertinggi terdapat pada jam ke-80 sebesar 1.53 g/L. Kata kunci : Biomassa sel, gum xantan, limbah cair tahu, total nitrogen
ABSTRACT AMIK CHOIRUL AFIDAH. Optimization Concentration Tofu Whey for Production Xanthan Gum by Xanthomonas campestris. Supervised by SURYANI and A. E. ZAINAL HASAN. Xanthomonas campestris has ability to produce xanthan gum which widely applied as stabilizer, emulsifier, thickener, and additives in drilling oil. Production cost of xanthan gum need to be reduced, one of them by replacing nitrogen source to tofu whey. The aim of this study was to determine the optimum concentration of the tofu whey which can produce the highest yield of xanthan gum. Tofu whey’s concentration needs to be optimized because the excess nitrogen can be inhibitors for the growth and production of xanthan gum. Tofu whey concentrations used in this study were 20%, 40%, 60%, 80%, and 100% respectively by dilution of initial concentration of tofu whey. Nitrogen total was measured by Kjeldhal method and obtained 0.030% on 100% tofu whey. The highest of biomass cells and weight of xanthan gum was obtained at concentration of 80% tofu whey. Biomass cells were measured at the 48 hours of 0.33 g/L and the highest xanthan gum yield was produced at 80 hours fermentation that was 1.53 g/L. Keywords: Biomass cells, tofu whey, total nitrogen, xanthan gum
OPTIMASI KONSENTRASI LIMBAH CAIR TAHU UNTUK PRODUKSI GUM XANTAN OLEH Xanthomonas campestris
AMIK CHOIRUL AFIDAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah yang berjudul “Optimasi Konsentrasi Limbah Cair Tahu untuk Produksi Gum Xantan oleh Xanthomonas campestris”. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB pada bulan Maret hingga September 2015. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Suryani SP MSc serta Dr Ir AE Zainal Hasan MSi selaku pembimbing yang telah banyak membantu dalam melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini sehingga dapat terlaksana dengan baik. Ungkapan terima kasih terutama juga disampaikan kepada orang tua penulis Romeli dan Salamah, adik Fiki, dan mas Fuad atas segala doa, dukungan moril, dan material serta kasih sayangnya. Selanjutnya kepada seluruh rekan laboratorium Widadi Try Rizeky, Selvi, Yuyun, Kak Etri, Kak Asih, teman-teman kost di Pondok Sugih, teman satu bimbingan, dan Biokimia 48 yang selalu memberi do’a dan dukungan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016
Amik Choirul Afidah
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
METODE PENELITIAN
2
Bahan dan Alat
2
Metode
2
HASIL
3
Isolat X. campestris Hasil Peremajaan
3
Kadar Total Nitrogen Limbah Cair Tahu
4
Biomassa Sel X. campestris
4
Produk Gum Xantan Hasil Fermentasi
5
PEMBAHASAN
6
Isolat X. campestris Hasil Peremajaan
6
Kadar Total Nitrogen Limbah Cair Tahu
7
Biomassa sel X. campestris
8
Produk Gum Xantan Hasil Fermentasi
9
SIMPULAN DAN SARAN
11
Simpulan
11
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
RIWAYAT HIDUP
17
DAFTAR GAMBAR
1 Isolat bakteri X. campestris hasil peremajaan 2 Kurva hasil pengukuran biomassa sel X. campestris (g/L) 3 Kurva hasil pengukuran gum xantan (g/L) 4 Struktur gum xantan (Palaniraj dan Jayaraman 2011)
4 5 6 11
DAFTAR LAMPIRAN 1. Bagan alir penelitian 2. Hasil pengukuran biomassa sel X. campestris (g/L) 3. Hasil pengukuran rendemen gum xantan (g/L)
16 16 16
PENDAHULUAN Xanthomonas campestris merupakan bakteri Gram negatif fitopatogenik pada tanaman pertanian yang berasal dari filum Proteobacteria dari famili Xanthomonadacae. Bakteri ini berbentuk batang, motil, koloni berbentuk bulat, warna koloni kuning, dan putih (Gomashe et al. 2013). X. campestris memiliki kemampuan untuk memproduksi gum xantan yang berfungsi sebagai pelindung bakteri dari kekeringan dan serangan bakteriofage serta membantu mengidentifikasi bagian tumbuhan untuk kolonisasi bakteri (Wadhai dan Dixit 2011). Gum xantan terdiri atas rantai utama glukosa dengan ikatan gilosidik (β-1, 4), memiliki cabang manosa (α-1,4) pada atom karbon nomor 3 yang berikatan dengan asam glukuronat (β-1, 2) dan residu asam asetat atau piruvat (Palaniraj dan Jayaraman 2011). Rantai utama pada struktur gum xantan membentuk konformasi heliks atau gulungan yang tidak beraturan. Konformasi ini menyebabkan struktur rantai utama terlindungi sehingga stabil terhadap degradasi termal, pH, salinitas, dan enzim (Kalogiannis et al. 2003). Gum xantan bersifat pseudoplastik (memiliki viskositas tinggi walaupun konsentrasi rendah) (Kedar dan Bholay 2014), tidak bersifat toksik, tidak menyebabkan iritasi, dan digunakan sebagai zat tambahan pada makanan. Gum xantan banyak digunakan dalam berbagai bidang industri sebagai stabilizer, pengental, dan pengemulsi (Garcia-ochoa et al. 2000; Faria et al. 2011). Tingginya viskositas dan kelarutan polimer ini terhadap air membuat gum xantan juga memiliki peran penting dalam industri pengeboran dan proses recovery minyak (Garcia-ochoa et al. 2000). Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan polimer gum xantan adalah sumber nitrogen. Sumber nitrogen komersial yang umum digunakan seperti ekstrak khamir dan pepton memiliki harga yang relatif mahal terutama jika digunakan untuk skala produksi, sehingga diperlukan substitusi sumber nitrogen untuk mengurangi biaya produksi gum xantan. Salah satu alternatif sumber nitrogen yang dapat digunakan adalah limbah cair tahu. Limbah cair tahu berasal dari air sisa perebusan dan pencetakan tahu. Kedelai dapat menghasilkan limbah cair sekitar 17±3 L/kg (Romli et al. 2009). Saat ini limbah cair tahu belum banyak dimanfaatkan sehingga langsung dibuang ke sungai. Menurut Kim et al. (2011) limbah cair tahu mengandung karbohidrat sebesar 42.3 g/L dengan karbohidrat terlarut sebesar 1.3 g/L, jumlah total nitrogen sebesar 2.1 g/L, dan nitrogen yang terlarut sebesar 0.2 g/L. Kandungan nitrogen yang terdapat pada limbah cair tahu berpotensi digunakan sebagai alternatif sumber nitrogen pertumbuhan sel dan biosintesis gum xantan. Selain itu gula yang terdapat pada limbah cair tahu juga dapat dimanfaatkan bakteri sebagai tambahan sumber karbon. Pemanfaatan limbah cair tahu ini juga berperan dalam mengurangi pencemaran lingkungan. Penggunaan limbah cair tahu sebagai alternatif sumber nitrogen sudah dilakukan, namun penentuan konsentrasi optimumnya belum dilakukan. Konsentrasi limbah cair tahu sebagai sumber nitrogen perlu dioptimasi karena kurangnya sumber nitrogen dapat menyebabkan bakteri tidak tumbuh sedangkan kelebihan sumber nitrogen dapat bersifat inhibitor pada pertumbuhan sel dan produksi gum xantan (Garcia-Ochoa et al. 2000).
2
Penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi optimum limbah cair tahu yang dapat menghasilkan rendemen gum xantan tertinggi oleh Xanthomonas campestris. Hipotesis penelitian ini adalah limbah cair tahu dapat digunakan sebagai alternatif sumber nitrogen untuk produksi gum xantan. Penggunaan limbah cair tahu dengan konsentrasi optimum diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah sumber nitrogen alternatif murah yang dapat menghasilkan rendemen gum xantan tertinggi.
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah isolat X. campestris dari Laboratorium Mikrobiologi Proteksi Tanaman IPB, limbah cair tahu dari industri pembuatan tahu Jaringan Nusantara, Cihideung Hilir Bogor, Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), akuades, NaOH, alumunium foil, alkohol, metanol, HCl, glukosa, KH2PO4, MgSO4, H2SO4, batu didih, selenium, asam borat, Na2S2O3, indikator bromocresol green 0.1% dan methyl red 0.1%. Peralatan yang digunakan adalah neraca analitik OHAUS GA 200, laminar air flow, shaker wishbath, spektrofotometer UV-Vis spectronic 20D, Beckman High Speed Centrifuge, autoklaf, waterbath, pH meter, alat destruksi, oven, vortex, destilasi uap, labu Erlenmeyer, labu ukur, gelas piala, tabung reaksi, labu Kjeldahl, labu takar, corong, burret, ose, cawan Petri, pipet Mohr, dan pipet tetes. Metode Inokulasi X. campestris pada Media NA (Jackson et al. 1998) Stok X. campestris diambil sebanyak satu ose lalu dikulturkan pada media NA yang telah disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15 menit. Selanjutnya bakteri diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Bakteri dengan koloni tunggal selanjutnya digunakan untuk tahap peremajaan dengan media NB. Preparasi Limbah Cair Tahu (Kim dan Lee 2010) Limbah cair tahu yang berasal dari industri pembuatan tahu dihomogenasi dengan homogenizer selama 1 menit. Selanjutnya limbah cair tahu ditambah HCl sebanyak 0.5% (v/v) dan dipanaskan pada suhu 100ºC selama 30 menit. Limbah cair tahu selanjutnya diencerkan dengan konsentrasi akhir 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% (v/v) dengan penambahan akuades. Pengukuran Kadar Total Nitrogen Metode Kjeldahl (AOAC 2005) Sebanyak 0.5 gram sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Lalu 1 butir selenium dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 3 ml H2SO4 95%. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat destruksi dengan suhu 410 ºC dan ditambahkan 10 ml air. Destruksi dilakukan sampai larutan menjadi jernih. Larutan yang telah jernih didinginkan terlebih dulu kemudian ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi
3
25 ml asam borat (H3BO3) 2% dan indikator bromocresol green 0.1% serta methyl red 0.1% dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 ml larutan NaOH-Na2S2O3 ke dalam alat destilasi hingga diperoleh 40 ml destilat di dalam labu Erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau kebiruan. Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0.09 N sampai warna larutan berubah menjadi merah muda. Selanjutnya volume titran dibaca dan dicatat. Pengukuran kadar nitrogen total adalah sebagai berikut : %N=
(
) (
)
Optimasi Produksi Gum Xantan (Palaniraj et al. 2011 dengan modifikasi) Fermentasi gum xantan dilakukan oleh X. campestris pada 100 mL media yang mengandung glukosa 25 g/L, KH2PO4 2g/L, MgSO4 1g/L, dan limbah cair tahu dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% (v/v). Selanjutnya pH larutan ditepatkan menjadi 7 dengan penambahan NaCl 1 M atau NaOH 1 M dan disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit. Sebanyak 5 mL NB yang mengandung X. campestris dengan waktu inkubasi selama 16 jam dimasukkan ke dalam media secara steril. Kemudian media diletakkan dalam shaker dengan suhu 30ºC dan agitasi 100 rpm selama 80 jam. Pengukuran Biomassa Sel (Palaniraj et al. 2011) Pengukuran biomassa sel dilakukan selama 80 jam dengan interval 16 jam. Proses pemisahan dilakukan dengan mengambil 10 mL media fermentasi lalu disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 30 menit pada suhu 4 ºC. Pelet yang dihasilkan dari proses sentrifugasi dilarutkan kembali dengan akuades untuk proses pencucian. Selanjutnya pelet dikeringkan dalam oven pada suhu 60 ºC selama 2 jam hingga bobotnya konstan. Pengukuran biomassa sel dilakukan dengan menimbang bobot sel yang telah kering sehingga diperoleh biomassa sel dengan satuan g/L. Penentuan Kadar Rendemen Gum Xantan (Gilani et al. 2011) Penentuan kadar rendemen gum xantan dilakukan selama 80 jam dengan interval waktu 16 jam. Sebanyak 10 mL media fermentasi diambil lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 30 menit dengan suhu 4ºC. Gum xantan yang terdapat pada supernatan ditambah dengan metanol dengan perbandingan 1:3 (v/v). Selanjutnya larutan disimpan pada suhu 5ºC selama 24 jam dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 30 menit pada suhu 4ºC. Selanjutnya pelet hasil sentrifugasi ditambah 0.5 mL akuades dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 50 ºC sampai bobotnya konstan lalu ditimbang.
HASIL Isolat X. campestris Hasil Peremajaan Peremajaan bakteri dilakukan dengan memindahkan stok murni kultur X. campestris pada media NA yang diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Peremajaan bakteri bertujuan memberi nutrisi baru pada sel aktif agar sel mulai
4
mengalami perbanyakan. Selain itu peremajaan juga berfungsi untuk mempercepat fase adaptasi dan mempersiapkan sel pada fase eksponensial. Setelah masa inkubasi terlihat isolat X. campestris berwarna kuning dengan koloni bulat serta licin (Gambar 1).
Gambar 1 Isolat bakteri X. campestris hasil peremajaan Kadar Total Nitrogen Limbah Cair Tahu Pengukuran kadar total nitrogen dilakukan dengan metode Kjeldahl yang bertujuan mengetahui jumlah nitrogen yang terkandung dalam limbah cair tahu. Total nitrogen yang terkandung pada limbah cair tahu ini digunakan sebagai sumber nitrogen bakteri untuk proses perbanyakan biomassa sel dan pembuatan gum xantan. Secara umum terjadi peningkatan kadar total nitrogen dengan bertambahnya konsentrasi limbah cair tahu. Konsentrasi limbah cair tahu 20% mengandung total nitrogen terendah yaitu 0.016% sedangkan konsentrasi total nitrogen tertinggi terdapat pada limbah cair tahu 100% yaitu sebesar 0.030% (Tabel 1). Konsentrasi limbah cair tahu 40% mengandung 0.025% total nitrogen lebih tinggi daripada konsentrasi limbah cair tahu 60% yaitu 0.020%. Limbah cair tahu 80% memiliki kadar total nitrogen hampir sama dengan konsentrasi limbah 40% yaitu 0.026%. Tabel 1 Total nitrogen limbah cair tahu Konsentrasi limbah (%v/v)
Total Nitrogen (%)
20 40 60
0.016 0.025 0.020
80 100
0.026 0.030
Biomassa Sel X. campestris Biomassa yang diukur merupakan bobot kering sel X. campestris yang telah dipisahkan dari media fermentasi dan gum xantan yang diukur setiap 16 jam
5
selama 80 jam. Biomassa sel pada jam ke-16 tertinggi terdapat pada konsentrasi limbah cair tahu 100% yaitu sebesar 0.18 g/L, sedangkan biomassa terendah terdapat pada konsentrasi limbah cair tahu 20% yaitu sebesar 0.01 g/L. Biomassa sel konsentrasi limbah cair tahu 40% lebih tinggi dari pada konsentrasi limbah cair tahu 60% namun masih tetap dibawah konsentrasi limbah cair tahu 80%. Selanjutnya pada jam ke-32 semua biomassa pada setiap konsentrasi limbah cair tahu meningkat kecuali pada konsentrasi limbah cair tahu 40% yang mengalami penurunan biomassa menjadi 0.04 g/L (Gambar 2). Biomassa sel tertinggi jam ke48 terdapat pada konsentrasi limbah cair tahu 80% yaitu sebesar 0.33 g/L sedangkan pada konsentrasi limbah 100% mengalami penurunan menjadi 0.13 g/L. Hampir semua konsentrasi limbah cair tahu mengalami penurunan biomassa pada jam ke-64 kecuali pada konsentrasi limbah 20% (Gambar 2). Biomassa sel pada konsentrasi limbah cair tahu 80% sebesar 0.18 g/L lebih tinggi daripada konsentrasi limbah 100% yaitu 0.12 g/L. Biomassa sel pada jam ke-80 mengalami peningkatan pada konsentrasi limbah cair tahu 100% yaitu sebesar 0.20 g/L dan 60% sebesar 0.13 g/L sedangkan pada konsentrasi limbah 80%, 40%, dan 20% mengalami penurunan yaitu berturut-turut 0.14 g/L, 0.10 g/L, dan 0.02 g/L. 0.35 0.30 Biomassa sel (g/L)
konsentrasi 20% 0.25
konsentrasi 40% konsentrasi 60%
0.20
konsentrasi 80% 0.15
konsentrasi 100%
0.10 0.05 0.00 16
32
48
64
80
Waktu (jam)
Gambar 2 Kurva hasil pengukuran biomassa sel X. campestris (g/L)
Produk Gum Xantan Hasil Fermentasi Pengukuran bobot gum xantan dilakukan pada jam ke-16 hingga jam ke-80. Secara umum peningkatan rendemen gum xantan terjadi selama proses fermentasi. Rendemen gum xantan tertinggi pada jam ke-16 terdapat pada konsentrasi limbah cair tahu 80% yaitu sebesar 1.22 g/L diikuti dengan konsentrasi limbah cair tahu 100% sebesar 0.94 g/L (Gambar 3). Rendemen gum xantan konsentrasi limbah cair tahu 20% dan 60% berkisar antara 0.17 g/L hingga 0.18 g/L lebih rendah daripada konsentrasi limbah cair tahu 40% yaitu sebesar 0.46 g/L. Rendemen gum xantan limbah cair tahu konsentrasi 100% pada jam ke-32 sama dengan jam ke-16 yaitu 0.94 g/L sedangkan rendemen gum xantan konsentrasi 40% dan 80% sama
6
yaitu 0.44 g/L. Rendemen gum xantan terendah terdapat pada konsentrasi 60% yaitu 0.04 g/L. Semua konsentrasi limbah mengalami peningkatan rendemen gum xantan pada jam ke-48. Peningkatan rendemen gum xantan yang drastis terdapat pada konsentrasi limbah cair tahu 80% yaitu sebesar 0.96 g/L namun masih lebih rendah dari pada rendemen gum xantan limbah cair tahu 100% yaitu sebesar 1.12 g/L. Peningkatan rendemen gum xantan pada jam ke-64 terjadi pada konsentrasi limbah cair tahu 80% yaitu 1.28 g/L dan konsentrasi limbah cair tahu 100% yaitu sebesar 1.47 g/L. Rendemen gum xantan pada konsentrasi limbah cair tahu 20% hingga 60% berkisar antara 0.32 g/L hingga 0.37 g/L. Rendemen gum xantan tertinggi jam ke-80 terdapat pada limbah cair tahu dengan konsentrasi 80% yaitu sebesar 1.53 g/L sedangkan rendemen gum xantan pada limbah cair tahu 100% mengalami penurunan menjadi 1.28 g/L.
Rendemen gum xanthan (g/L)
1.80 1.60 1.40 1.20 konsentrasi 20% konsentrasi 40% konsentrasi 60% konsentrasi 80% konsentrasi 100%
1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 16
32
48 Waktu (jam)
64
80
Gambar 3 Kurva hasil pengukuran gum xantan (g/L)
PEMBAHASAN Isolat X. campestris Hasil Peremajaan Peremajaan X. campestris dilakukan pada media NA yang merupakan media umum untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri yang telah diremajakan memiliki ciriciri yang sesuai dengan Gomashe et al. (2013) yaitu koloni berbentuk bulat, berwarna kuning, dan licin. Garcia-ochoa et al. (2000) melaporkan X. campestris berbentuk batang dengan lebar 0.4-0.7 µm dan panjang 0.7-1.8 µm serta memiliki satu flagela dengan panjang 1.7-3 µm. Bakteri ini tergolong kemiorganotrofik, mesofil, positif katalase, dan negatif oksidase. X. campestris termasuk dalam obligat aerob sehingga membutuhkan oksigen sebagai penerima elektron terakhir. Bakteri ini tidak dapat menghasilkan spora tetapi mampu menghasilkan gum xantan yang menyelimuti bagian tubuhnya seperti kapsul. X. campestris dengan
7
warna koloni kuning mampu menghasilkan xantan dengan rendemen yang tinggi (Vidhyalakshmi et al. 2012; Gomashe et al. 2013). Kadar Total Nitrogen Limbah Cair Tahu Metode Kjeldahl merupakan metode yang digunakan untuk mengukur nitrogen organik dan inorganik pada suatu sampel. Pengukuran total nitrogen dengan metode Kjeldahl terdiri atas 3 tahapan utama yaitu digesti, destilasi, dan titrasi balik. Sampel yang akan diukur didigesti dengan bantuan asam sulfat dan katalis. Nitrogen organik yang terdapat pada sampel akan direduksi menjadi amonium sulfat dan didestilasi dengan NaOH untuk membebaskan gas amonia. Hasil destilasi dikumpulkan pada larutan yang berisi asam borat dan kemudian anion borat yang terbentuk dititrasi kembali dengan larutan HCl standar. HCl yang dibutuhkan untuk titrasi selanjutnya digunakan untuk menghitung total nitrogen dalam sampel (Jung et al. 2003). Limbah cair tahu mengalami perlakuan awal sebelum digunakan sebagai media fermentasi. Perlakuan awal ini dilakukan dengan penambahan 0.5% HCl dan pemanasan 100ºC selama 30 menit. Penambahan asam dan pemanasan pada perlakuan awal limbah berfungsi untuk meningkatkan kelarutan nitrogen yang menunjukkan adanya degradasi protein (Kim et al. 2011). Secara umum nitrogen yang terdapat pada limbah cair tahu meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi limbah cair tahu. Hal ini dikarenakan stok larutan limbah cair tahu 100% mengalami pengenceran dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80%. Total nitrogen pada konsentrasi limbah cair tahu 40% lebih tinggi daripada konsentrasi limbah cair tahu 60%. Hal ini mungkin disebabkan oleh waktu homogenisasi kurang lama pada perlakuan awal. Semakin tinggi konsentrasi limbah cair tahu maka jumlah zat padat terlarut juga semakin tinggi. Zat padat yang terkandung ini meliputi protein, karbohidrat, lemak, dan mineral (Yuwono dan Susanto 2006). Hal ini menyebabkan semakin banyak waktu yang diperlukan untuk mendegradasi protein melalui proses homogenisasi. Nitrogen yang terdapat pada limbah cair tahu berasal dari kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan tahu. Nitrogen yang terkandung dalam limbah cair tahu relatif kecil. Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan tahu, filtrat kedelai ditambahkan asam asetat yang berfungsi untuk mengendapkan protein sehingga hanya sebagian kecil protein yang terbuang dalam limbah cair tahu (Harmayani et al. 2009).Total nitrogen dalam limbah cair tahu pada penelitian ini sebesar 0.03% lebih rendah daripada total nitrogen yang dilaporkan oleh Purnawati et al. (2014) yaitu sebesar 0.05% dan Thi et al. (2003) sebanyak 0.82 g/L. Kadar yang berbeda ini tergantung pada perbandingan jumlah kedelai dan air yang digunakan serta proses pengendapan pada proses pembuatan tahu. Jumlah kedelai berbanding lurus dengan jumlah protein serta total nitrogen (Yuwono dan Susanto 2006). Semakin banyak kedelai maka protein dan total nitrogen yang terkandung juga semakin banyak. Pengendapan protein yang tidak maksimal pada proses pembuatan tahu dapat menyebabkan protein terbuang pada limbah cair tahu. Protein ini yang menjadi sumber nitrogen bakteri untuk proses pertumbuhan dan pembentukan gum xantan. Palaniraj dan Jayaraman et al. (2011) menyarankan media pertumbuhan bakteri harus memiliki rasio karbon per nitrogen yang rendah. Hal ini berarti pada saat pertumbuhan dibutuhkan nitrogen
8
dalam jumlah yang besar. Walaupun demikian penambahan nitrogen harus dibatasi karena kelebihan nitrogen dapat bersifat inhibitor pada pertumbuhan dan produksi gum xantan. Biomassa sel X. campestris Pertumbuhan mikroba merupakan proses penambahan jumlah mikroba selama nutrisi masih cukup tersedia. Penumbuhan X. campestris pada media NB dapat membantu menyiapkan stok bakteri untuk media fermentasi dengan jumlah sel yang tinggi namun belum menghasilkan gum xantan (Garcia-Ochoa et al. 2000). Waktu inkubasi selama 16 jam didasari pada nilai absorban sel yang tinggi pada fase log sel. Waktu inkubasi ini sesuai dengan Jackson et al. (1998) yang menyatakan fase log X. campestris terjadi pada jam ke-12 hingga jam ke-16. Waktu generasi yang terukur yaitu sebesar 154 menit dengan rendemen sel 1.2 x 1010 CFUml-1. Proses pengukuran biomassa sel hingga 80 jam didasarkan pada penelitian Saviddes et al. (2012) yang melaporkan biomassa sel terus meningkat hingga mencapai fase stasioner selama 96 jam dengan laju spesifik pertumbuhan maksimum sebesar 0.09 per jam dan pembentukan gum xantan terjadi setelah waktu inkubasi 12 jam. Biomassa sel tertinggi pada jam ke-16 terdapat pada konsentasi limbah cair tahu 100% karena total nitrogen pada media ini paling besar. Konsentrasi nitrogen yang tinggi dapat meningkatkan laju pertumbuhan sel karena berperan besar dalam sintesis materi genetik dan organel sel (Madigan et al. 2012; Brandao et al. 2013). Selain itu limbah cair tahu juga mengandung ion amonia sebesar 858 mg/L dan pospat sebesar 577 mg/L. Mineral ini yang berperan penting dalam proses pembentukan sel (Kim dan Lee 2010). Biomassa sel pada konsentrasi limbah cair tahu 40% dan 80% lebih tinggi daripada konsentrasi limbah cair tahu 20% dan 60%. Hal ini dikarenakan total nitrogen yang terdapat pada limbah cair tahu 40% dan 80% lebih tinggi dari pada total nitrogen yang terdapat pada konsentrasi limbah cair tahu 20% dan 60%. Biomassa sel mengalami peningkatan dari jam ke16 hingga jam ke-32 karena sel aktif membelah pada fase log sehingga jumlahnya terus bertambah. Peningkatan biomassa sel jam ke-48 tertinggi terdapat pada limbah cair tahu dengan konsentrasi 80% yang menunjukkan bakteri masuk pada fase log dengan laju pertumbuhan maksimum sedangkan pada konsentrasi limbah cair tahu 100% mulai menurun yang menunjukkan bakteri masuk pada fase stasioner. Hal ini sesuai dengan Garcia-ochoa et al. (2000) yang melaporkan konsentrasi nitrogen yang lebih rendah dapat meningkatkan pertumbuhan sel serta memperpanjang sel mencapai fase stasioner. Bakteri yang terdapat pada media limbah cair tahu 40% mengalami fase log yang ditunjukkan dengan peningkatan biomassa sel sedangkan sel pada konsentrasi limbah cair tahu 20% dan 60% memasuki fase stasioner yang ditunjukkan dengan penurunan biomassa sel. Penurunan biomassa sel pada jam ke-64 terjadi pada semua konsentrasi limbah cair tahu yang menandakan sel memasuki fase stasioner. Saat fase ini, laju pertumbuhan bakteri mendekati konstan karena nutrien yang terdapat pada media sudah mulai habis. Peningkatan biomassa sel pada jam ke-80 terjadi pada semua limbah cair tahu kecuali konsentrasi 20% dan 80%. Peningkatan ini dikarenakan adanya penumpukan sel yang masih aktif maupun yang telah lisis pada media.
9
Biomassa sel yang terukur pada limbah cair tahu 80% adalah 0.18 g/L lebih rendah dari El Enshasy et al. (2011) yang melaporkan sel X. campestris tumbuh secara eksponensial selama 72 jam pertama hingga mencapai 3.2 g/L. Perbedaan waktu fase eksponensial dan jumlah biomassa ini disebabkan perbedaan penggunaan media yang dioptimasi (sukrosa, ammonium nitrat, dan MgSO4) serta adanya aerasi. Biomassa sel meningkat dengan penambahan magnesium hingga konsentrasi 1 g/L. Secara umum magnesium merupakan kofaktor enzim yang terdapat pada dinding dan membran sel (El Enshasy et al. 2011). Biomassa sel yang terbetuk pada penelitian ini tergolong rendah. Hal ini dikarenakan konsentrasi sumber nitrogen yang berperan besar dalam pembentukan biomassa sel kurang banyak pada limbah cair tahu. Biomassa sel pada penelitian ini juga lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan sumber nitrogen berupa ekstrak khamir yaitu sebesar 5.6 g/L (Palaniraj et al. 2011). Hal ini berarti ekstrak khamir menyediakan sumber nitrogen yang lebih baik daripada limbah cair tahu. Produk Gum Xantan Hasil Fermentasi Pengukuran rendemen gum xantan dilakukan pada jam ke-16 hingga jam ke-80. El Enshasy et al. (2011) melaporkan biosintesis gum xantan terjadi seiring dengan pertumbuhan bakteri dari fase eksponensial selama 72 jam awal hingga fase stasioner. Penambahan waktu 8 jam pada penelitian ini bertujuan untuk melihat pola pembentukan gum xantan setelah fase stasioner. Pembuatan kontrol positif dan kontrol negatif pada penelitian ini tidak dilakukan karena dalam pengoptimasian hanya dilakukan pengambilan beberapa titik konsentrasi limbah cair tahu sebagai sumber nitrogen yang menghasilkan rendemen gum xantan tertinggi. Selain itu tidak ditemukan pustaka untuk membandingkan media alternatif limbah cair tahu yang digunakan dengan kontrol positif dan negatif pada penelitian mengenai optimasi konsentrasi media bakteri. Secara umum peningkatan rendemen gum xantan terjadi selama proses fermentasi. Hal ini dikarenakan media fermentasi masih cukup menunjang pertumbuhan dan produksi gum xantan. Selain itu pada jam tersebut bakteri memasuki fase log yang ditunjukkan dengan peningkatan biomassa sel. Semua konsentrasi limbah cair tahu pada jam ke-16 menunjukkan adanya pembentukan gum xantan oleh X. campestris. Hal ini menunjukkan bakteri masuk pada fase log sehingga aktif melakukan biosintesis gum xantan. Rendemen gum xantan tertinggi pada jam ke-16 terdapat pada konsentrasi limbah cair tahu 80%. Hal ini dikarenakan kombinasi antara sumber karbon yang tinggi dan sumber nitrogen yang rendah dapat meningkatkan laju pembentukan gum xantan (Garcia-ochoa et al. 2000). Rendemen gum xantan konsentrasi limbah cair tahu 100% lebih rendah daripada konsentrasi limbah cair tahu 80%. Hal ini dikarenakan sumber nitrogen banyak digunakan untuk pertumbuhan sel. Keadaan ini sesuai dengan kurva biomassa sel yang menunjukkan pembentukan biomassa sel tertinggi terdapat pada konsentrasi limbah cair tahu 100%. Garcia-ochoa et al. (2000) menyatakan kelebihan sumber nitrogen dapat bersifat inhibitor pada proses sintesis gum xantan. Rendemen gum xantan konsentrasi limbah cair tahu 20% dan 60% hampir sama besar tetapi masih lebih rendah daripada konsentrasi limbah cair tahu 40%. Hal ini dikarenakan total nitrogen pada konsentrasi limbah cair tahu 20% dan 60% lebih rendah daripada konsentrasi limbah cair tahu 40%.
10
Laju pembentukan gum xantan pada media limbah cair tahu konsentrasi 100% dan 40% pada jam ke-32 sama besar dengan jam ke-16. Hal ini menandakan bakteri masih memasuki fase log dengan laju pembentukan gum xantan yang sama dengan jam ke-16. Keadaan ini sejalan dengan rendemen biomassa sel yang sama besar pada jam ke-16 hingga jam ke-32. Rendemen gum xantan konsentrasi 80% dan 60% mengalami penurunan pembentukan rendemen gum xantan. Hal ini dikarenakan seiring dengan waktu fermentasi pH media mengalami penurunan karena terbentuknya asam piruvat dan asam asetat yang terdapat dalam xantan (Garcia-ocha et al. 2000). Semua konsentrasi limbah mengalami peningkatan rendemen gum xantan pada jam ke-48 dikarenakan bakteri masih memasuki fase log. Rendemen gum xantan konsentrasi limbah cair tahu 20% hingga 60% lebih rendah daripada konsentrasi limbah cair tahu 80% dan 100%. Hal ini dikarenakan total nitrogen yang terkandung pada konsentrasi limbah cair tahu 20% hingga 60% lebih rendah daripada konsentrasi limbah cair tahu 80% dan 100%. Secara umum pembentukan gum xantan pada jam ke-64 hingga jam ke-80 pada semua konsentrasi cukup konstan karena bakteri mulai masuk pada fase stasioner akhir. Waktu pembentukan biomassa sel tertinggi tidak sama dengan biosintesis gum xantan tertinggi. Pembentukan biomassa sel pada jam ke-16 rendah namun mampu memproduksi gum xantan yang tinggi, pada jam ke-32 biomassa selnya tinggi namun produksi gum xantan menurun. Biomassa sel pada jam ke-64 hingga jam ke-80 menurun kecuali pada konsentrasi limbah cair tahu 80% sedangkan produksi gum xantan meningkat seiring waktu tersebut. Hal ini dikarenakan selain digunakan untuk pertumbuhan, media fermentasi juga diubah untuk memproduksi gum xantan. Rendemen gum xantan yang diperoleh dalam penelitian ini relatif kecil dikarenakan rendahnya konsentrasi sumber nitrogen yang terkandung dalam limbah cair tahu. Selain nitrogen, limbah cair tahu juga mengandung karbohidrat sebesar 10.4 g/L (Kim dan Lee 2010). Thie et al. (2003) juga melaporkan limbah cair tahu mengandung 11.3 g/L, fruktosa 1.1 g/L dan glukosa 1.2 g/L. Komposisi karbohidrat yang cukup tinggi ini berperan dalam proses pembentukan gum xantan. Hal ini dikarenakan gum xantan disintesis dari polimer gula sederhana yaitu glukosa dan manosa (Born et al. 2002). Hasil ini sesuai dengan Salah et al. (2011) yang melaporkan peningkatan konsentrasi gum xantan tidak tergantung pada peningkatan konsentrasi sel. Rendemen gum xantan tertinggi yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 1.53 g/L lebih rendah daripada penelitian Palaniraj et al. (2011) yaitu 3.6 g/L. Hal ini disebabkan perbedaan sumber nitrogen yang digunakan yaitu ekstrak khamir dan waktu fermentasi selama 24 jam. Saviddes et al. (2012) melaporkan whey hasil dari produk susu dapat menghasilkan gum xantan dengan konsentrasi 22 g/L. Gum xantan terdiri atas monomer glukosa, manosa, dan asam glukuronat dengan perbandingan 2:2:1.Struktur utama gum xantan dapat dilihat pada Gambar 4. Secara umum proses katabolisme glukosa dilakukan melalui siklus EntnerDoudoroff dan berkombinasi dengan siklus Krebs. Biosintesis gum xantan dimulai dengan pengambilan glukosa dengan cara transport aktif atau transport terfasilitasi. Selanjutnya glukosa mengalami fosforilasi oleh enzim heksokinase dengan menggunakan ATP membentuk glukosa-6-fosfat dan berikatan dengan glukosa membentuk polimer. Lalu terjadi penambahan manosa dari GDP manosa dan asam glukuronat dari asam UDP-glukuronat. Grup asetil ditranser dari asetil-
11
KoA ke residu manosa sedangkan transfer piruvat ke manosa diperoleh dari fosfoenolpiruvat (Palaniraj dan Jayaraman 2011). Gum xantan tidak dapat digunakan sebagai sumber energi kembali oleh bakteri karena secara umum bakteri tidak dapat mengatabolisme polisakarida ekstraselulernya sendiri (Born et al. 2002) selulosa
Gambar 4 Struktur gum xantan (Palaniraj dan Jayaraman 2011) Beberapa variabel yang dapat mempengaruhi rendemen gum xantan adalah komposisi media kultur, temperatur, pH, dan transfer oksigen (Faria et al 2010). Glukosa dan sukrosa merupakan sumber karbon terbaik untuk proses pertumbuhan dan pembentukan gum xantan (Kalogiannis et al. 2003). Hal ini dikarenakan kedua gula ini mudah diasimilasi dan memiliki integrasi langsung pada jalur biosintesis gum xantan (Letisse et al. 2002). Penambahan fosfat pada media fermentasi dapat menjaga pH karena fosfat bertindak sebagai buffer. Selain itu pospat juga termasuk mikronutrien untuk proses pertumbuhan dan pembentukan gum xantan (Kalogiannis et al. 2003). Agitasi yang tepat pada medium fermentasi dapat meningkatkan laju bioisntesis xantan. Agitasi yang tinggi (>500 rpm) dapat menurunkan jumlah produksi karena sel mengalami stres sedangkan agitasi yang rendah dapat mengurangi transfer oksigen dan nutrien. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan viskositas media akibat pertambahan biomassa sel dan biosintesis xantan. Kondisi yang optimal untuk pertumbuhan dan produksi gum xantan adalah pH netral dan suhu yang optimum untuk produksi gum xantan adalah 28-30ºC (Mudoi et al. 2013)
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Konsentrasi limbah cair tahu yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi gum xantan terdapat pada konsentrasi 80% dengan total nitrogen sebanyak 0.026%. Biomassa sel tertinggi terdapat pada jam ke-48 dengan bobot X. campestris sebesar 0.33 g/L. Sedangkan bobot gum xantan tertinggi dihasilkan pada jam ke-80 yaitu sebesar 1.53 g/L.
12
Saran Perlu dilakukan pemurnian terhadap gum xantan hasil fermentasi dari media, zat organik, maupun pelarut sehingga gum xantan yang bebas dari kontaminan dapat diuji pada proses selanjutnya meliputi sifat pseudoplastik dan komposisi penyusun gum xantan menggunakan spektrofotometer FT-IR
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis. 18th ed. Marylan (US): Association of Official Analytical Chemists inc. Brandao LV, Assis DJ, Lopez JA, Espiridiao CA, Echevarria EM, Druzian JI. 2013. Bioconversion from crude glycerin by Xanthomonas campestris: xanthan production and characterization. Braz J Chem Eng. 30(2): 737-746. Born K, Langendorff V, Boulenguer P. 2002. Xanthan. di dalam: Vandamme EJ, De Baets S, Steinbuchel A, editor. Biopolymers.Volume 5. Polysaccharides I: Polysaccharides from Prokaryotes. USA: Wiley-Blackwell. hlm 259-269. El Enshasy H, Then C, Othman N Z, Al Homosany H, Sabry M, Sarmidi M R, Aziz R A. 2011 Enhanced xanthan production process in shake flasks and pilot scale bioreactors using industrial semi-defined medium. Afr J Biotechnol. 10(6) :1029-1038. Faria S, Viera P, Risende M, Ribeiro E, Cardoso V. 2010. Application of model using the phenomenological approach for prediction of growth and xanthan gum production with sugar cane broth in batch process. LWT Food Science and Technology. 43 : 498-506. Faria S, Petkowicz C, Morais S, Terones M, Resende M, Franca F. 2011. Caracterization of xanthan gum produced from sugar cane broth. Carbohydrate Polymers 86: 469-476. Doi : 10.1016/j.carbpol.2011.04.063 Garcia-Ochoa F, Santos VE, Casas JA, Gomez E. 2000. Xanthan gum: production, recovery, and properties. Biotechnol Adv. 18:549-579. Gilani S, Najafpour G, Heydarzadeh H, Zare H. 2011. Kinetic models for xanthan gum production using Xanthomonas campestris from molasses. CI&CEQ. 17(2):179-187. Gomashe AV, Dharmik PG, Fuke PS. 2013. Optimization and production of xanthan gum by Xanthomonas campestris NRRL-B-1499 from sugar beet molasses. IJES. 2(5): 52-55 Harmayani E, Rahayu E, Djaafar T, Sari C. 2009. Pemanfaata Kultur Pediococcus acidilatici F-11 penghasil bakteriosin sebagai penggumpal pada pembuatan tahu. J. Pascapanen. 6(1): 10-20 Jackson M, Frymier J, Wilkinson B, Zorner P, Evans. 1998. Growth requirements for production of stable cell of the bioherbicidal bacterium Xanthomonas campestris. J Ind Microbiol Biotechnol,. 21 :237-241. Jung S, Rickert DA, Deak NA, Aldin ED, Recknor J. 2003. Comparison of Kjeldahl and Dumas methods for determining protein contents of soybean products. JAOCS. 80(12) : 1169-1173.
13
Kalogiannis S, Iakovidou G, Kyriakides M, Kyriakidia D, Skaracis G. 2003. Optimization of xanthan gum production by Xanthomonas campestris grown in molasses. Process Biochemistry. 39 :249-256 doi :10.1016/s00329592(03)00067-0 Kedar JA, Bholay AD. 2014. Ecofriendly biosynthesis of xanthan gum by Xanthomonas campestris. WJPPS. 3(7) : 1341-1355. Kim MS, Lee DY L. 2010. Fermentative hydrogen production from tofuprocessing waste and anaerobic digester sludge using microbial consortium. Bioresour Technol. 101: 548-552. Kim DH, Lee DY, Kim MS. 2011. Enhanced biohydrogen production from tofu residue by acid/base pretreatment and sewage sludge addition. Int J Hydrogen Energy. 36:13922-13927 doi : 10.1016/ j.ijhydene. 2011.03.085. Kim MS, Lee DY,Kim DH. 2011. Continuous hydrogen production from tofu processing waste using anaerobic mixed microflora under thermophilic condition. Int J Hydrogen Energy. 36: 8712-8718. Letisse F, Cevallereau P, Simon JL, Lindley ND. 2002. The influence of metabolic network structure and energy requirements on xanthan gum yields. J Biotechnol. 99: 307-317. Madigan MT, Martinko JM, Clark DP. 2012. Brock Biology of Microorganism 13th ed. San Francisco : Pearson Education Inc. Mudoi P, Bharali P,Konwar B. 2013. Study on the effect of pH, temperature and aeration on the cellular growth and xanthan production by Xanthomonas campestris using waste residual molasses. J. Bioproces Biotechniq. 3(2) :16 doi : 10.4172/2155-9821.1000135. Palaniraj A, Jayaraman V. 2011. Production, recovery and applications of xanthan gum by Xanthomonas campestris. J Food Eng.106:1-12. Palaniraj A, Jayaraman V, Hariram s. 2011. Influence of nitrogen sources and agitation in xanthan gum production by Xanthomonas campestris. Int J Adv Biotechnol Res. 2(3):305-309. Purnawati R, Sunarti T, Syamsu K, Rahayuningsih M. 2014. Characterization of novel Bacillus thuringiensis isolated from Attacus atlas and its growth kinetics in the cultivation madia of tofu whey for bioinsecticide production. J Biol Agric Healthc. 4(16):33-39 Romli, Muhammad, Suprihatin. (2009). Beban pencemaran limbah cair industri tahu dan analisis alternatif strategi pengelolaannya. Jurnal Purifikasi. 10(2) : 141–154. Salah R, Chaari K, Besbes S.2011. Production of xanthan gum from Xanthomonas campestris NRRL B-1459 by fermentation of date juice palm by-products (Phoenix dactylifera L.). J Food Process Eng. 34 : 457-474 DOI :10.1111/j.1745-4530.2009.00369.x Savvides AL, Katsifas EA, Hatzinikolaou, Kargouni D. 2012. Xanthan production by Xanthomonas campestris using whey permeate medium. World J Microbiol Biotechnol. 28 : 2759-2764. DOI: 10.1007/s 11274-012-1087-1 Thi LN, Champagne CP, Lee BH, Goulet J. 2003. Growth of Lactobacillus paracasei spp. paracasei on tofu whey. Int J Food Microbiol. 89 : 67- 75. Vidhyalakshmi R, Vallinachiyar C, Radhika R. 2012. Production of xanthan from agro-industrial waste. J Adv Scient Res. 3(2):56-59.
14
Wadhai V.S, Dixit A.N. 2011. Production of xanthan gum by Xanthomonas campestris and comparative study of Xanthomonas campestris isolates for the selection of potential xanthan producer. ISRJ. 1(9):1-4. Yuwono S, Susanto T. 2006. Pengaruh perbandingan kedelai: air pada proses ekstraksi terhadap ekstraktabilitas padatan, protein, dan kalsium kedelai serta rasio fraksi protein 7S/11S. Jurnal Teknologi Pertanian. 2(2) : 71-77
LAMPIRAN
16
Lampiran 1 Bagan alir penelitian Inokulasi X. campestris pada media NA Peremajaan isolat X. campestris
Preparasi limbah cair tahu dan penentuan kadar total N
Optimasi pembentukan biomassa sel
Optimasi produksi rendemen gum xanthan
Lampiran 2 Hasil pengukuran biomassa sel X. campestris (g/L) Jam Ke 16 32 48 64 80
20% 0.01 0.02 0.02 0.02 0.01
Konsentrasi limbah cair tahu 40% 60% 0.06 0.02 0.04 0.03 0.06 0.02 0.03 0.01 0.10 0.13
80% 0.04 0.06 0.33 0.18 0.14
100% 0.18 0.22 0.13 0.12 0.20
Lampiran 3 Hasil pengukuran rendemen gum xanthan (g/L) Jam Ke 16 32 48 64 80
20% 0.17 0.18 0.37 0.32 0.57
Konsentrasi limbah cair tahu 40% 60% 80% 0.46 0.18 1.22 0.44 0.04 0.44 0.49 0.29 0.96 0.37 0.35 1.28 0.64 0.20 1.53
100% 0.94 0.94 1.12 1.47 1.20
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang dilahirkan di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 19 Juli 1992 dari pasangan ayahanda Romeli dan ibunda Salamah. Tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan tingkat atas di SMAN 1 Blitar, Jawa Timur dan melanjutkan pendidikan Strata satu di Institut Pertanian Bogor, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Biokimia Umum dan Struktur dan Fungsi Subseluler pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis juga aktif sebagai staf Departemen Biro Foundrising CREB’s IPB tahun 2013/2014. Bulan Juli-Agustus 2014 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Laboratorium Fisikokimia Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan di Bogor dengan judul Analisis Cemaran Logam Berat Arsenik dan Kadmium pada Telur Asin dengan Spektrofotometer Serapan Atom.