STUDI PRODUKSI BIOHIDROGEN PADA MEDIA KOMBINASI LIMBAH VINASSE DAN LIMBAH CAIR TAHU OLEH BAKTERI FOTOSINTETIK Rhodobium marinum
NUSAIBAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Produksi Biohidrogen pada Media Kombinasi Limbah Vinasse dan Limbah Cair Tahu oleh Bakteri Fotosintetik Rhodobium marinum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2017 Nusaibah NIM P051140051
RINGKASAN NUSAIBAH. Studi Produksi Biohidrogen pada Media Kombinasi Limbah Vinasse dan Limbah Cair Tahu oleh Bakteri Fotosintetik Rhodobium marinum. Dibimbing oleh KHASWAR SYAMSU dan DWI SUSILANINGSIH. Produksi hidrogen menggunakan bahan bakar fosil dianggap masih kurang efisien dari segi biaya dan energi yang dibutuhkan, serta produknya bukan merupakan energi yang terbarukan. Karena itu diperlukan bahan baku yang ekonomis untuk menghasilkan hidrogen, diantaranya menggunakan limbah vinasse dan limbah cair tahu (LCT). Limbah vinasse dan LCT merupakan limbah yang jumlahnya sangat melimpah. Namun, limbah cair ini belum banyak dimanfaatkan bahkan biasanya dibuang langsung ke lingkungan. Karakteristik limbah vinasse kaya akan sumber karbon dalam bentuk COD, sedangkan karakteristik LCT kaya akan nitrogen. Kedua limbah tersebut dapat dikombinasikan sebagai substrat kultivasi untuk produksi biohidrogen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik limbah tersebut, mengetahui pengaruh kadar COD dan N terhadap produksi biohidrogen, serta menghasilkan gas biohidrogen maksimum dengan mendapatkan rasio COD/N optimum dari fermentasi limbah kombinasi vinasse dan LCT menggunakan bakteri fotosintetik R. marinum. Metode penelitian yang dilakukan adalah karakterisasi limbah vinasse dan LCT (Kadar COD, Total N, Total Asam Organik, pH), Pre treatment limbah, produksi biohidrogen dari vinasse dengan perbedaan kadar COD (10.000-50.000 mg/l), produksi biohidrogen dari LCT dengan perbedaan kadar nitrogen (0,5-2,5 mg/l), dan produksi pada media kombinasi vinasse dan LCT dengan berbagai rasio COD/N 10.000/1-50.000/1. Fermentasi dilakukan selama 3, 6, dan 9 hari. Volume gas hidrogen dan Laju pembentukan hidrogen (HPR) yang tertinggi diraih pada rasio COD/N 40.000/1 pada hari ke-9 sebesar 95,727±6,51 mL dan 121,44 mL H2/L/hari dengan kadar COD yang hilang dan laju penurunan COD sebesar 7820±400,69 mg COD/L and 799,77 mg COD/L/hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kombinasi media substrat tersebut terbukti dapat menghasilkan biohidrogen. Kata kunci: biohidrogen, limbah cair tahu, R. marinum, vinasse
SUMMARY NUSAIBAH. Study of Biohydrogen Production in Substrates Combination of Vinasse and Tofu Whey by Using Photosynthetic Bacteria Rhodobium marinum. Supervised by KHASWAR SYAMSU and DWI SUSILANINGSIH The production of hydrogen using fossil fuels were deemed to be less efficient in terms of cost and energy required, as well as its product is not a renewable energy. Therefore, the raw materials to produce hydrogen economically are required, including using vinasse and tofu whey (TW). Vinasse and TW are very abundant amount of waste. However, this liquid waste has not been used even usually dumped directly into the environment. Vinasse characteristics are a rich source of carbon in the form of COD, whereas TW characteristics rich in nitrogen content. Both of these wastes can be combined as a fermentation substrate for the production of biohydrogen. The purpose of this study was to determine the characteristics of the wastes, determine the effect of COD and N levels on the production biohydrogen, as well as generate maximum biohydrogen gas to get the optimum ratio COD/N combination of waste vinasse and TW using photosynthetic bacteria R. marinum. The research method is a waste characterization of vinasse and TW (COD, Total N, Total Organic Acid, pH), Pre treatment, production of biohydrogen using vinasse with varying levels of COD (10,000-50,000 mg/L), production biohydrogen using TW with differences levels of nitrogen (0.5-2.5 mg/L), and the production of biohydrogen using vinasse and TW substrates combination with various ratios of COD/N: 10000/1-50000/1. Fermentation was carried out for 3, 6, and 9 days. The highest volume of hydrogen gas and the rate of formation of hydrogen (HPR) is achieved in the ratio of COD/N 40000/1 on the 9th day with 95.727±6.51 mL and 121,44 mL H2/L/d. COD removal levels and the rate of decline in COD is 7820±400.69 mg COD/L and 799.77 mg COD/L/d. It is concluded that the combination of substrates is proven to generate biohydrogen. Key words: Biohydrogen, R. marinum, tofu whey, vinasse
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI PRODUKSI BIOHIDROGEN PADA MEDIA KOMBINASI LIMBAH VINASSE DAN LIMBAH CAIR TAHU OLEH BAKTERI FOTOSINTETIK Rhodobium marinum
NUSAIBAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini ialah Studi Produksi Biohidrogen pada Kombinasi Limbah Vinasse dan Limbah Cair Tahu oleh Bakteri Fotosintetik Rhodobium marinum. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Khaswar Syamsu, MSc.St dan Ibu Dr Dwi Susilaningsih, MPharm selaku pembimbing. Kepada penguji luar komisi ujian tesis Ibu Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si dan Ketua Program Studi Bioteknologi Bapak Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA. Di samping itu, terima kasih kepada seluruh anggota staf Lab. Bioenergi dan Bioproses LIPI Bioteknologi Cibinong yang telah banyak membantu saat proses penelitian berlangsung, kepada seluruh teman satu angkatan di Program Studi Bioteknologi 2014 dan kepada teman-teman di STEI Tazkia dan Bina Insani yang sudah banyak membantu dalam proses penyelesaian tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada “Program Riset Unggulan Kompetitif LIPI Tahun 2015-2016” yang telah membiayai penelitian ini, terima kasih pula kepada Beasiswa Dikti Fresh Graduate yang telah memberikan beasiswa. Bagian dari karya ilmiah ini telah dimasukkan ke dalam jurnal “Indonesian Journal of Chemistry” dan dalam proses review. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2017 Nusaibah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Umum Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 3 4 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Biohidrogen Metode Produksi Biohidrogen Secara Biologi Rhodobium marinum Vinasse Limbah Cair Tahu
5 5 6 7 7 8
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Mikroorganisme dan Media Cara Kerja Prosedur Analisa
10 10 10 10 10 11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Limbah Vinasse dan LCT Pre treatment Vinasse dan LCT Penelitian Pendahuluan Produksi Biohidrogen dari Vinasse dengan Perbedaan Kadar COD Produksi Biohidrogen dari LCT dengan Perbedaan Kadar Nitrogen Produksi Biohidrogen pada Media Kombinasi Vinasse dan LCT
14 14 14 15 17 22 24
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
29 29 29
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
34
RIWAYAT HIDUP
38
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Karakteristik Limbah Cair Vinasse dan LCT Laju Pembentukan Hidrogen (HPR) Kadar COD 1000-10.000 mg/l Laju Pembentukan Hidrogen (HPR) pada pH 7 dan 8 Laju Pembentukan Hidrogen (HPR) dan Laju Penurunan COD Efisiensi Substrat dan Pengujian Kimiawi pada Media Akhir Hasil Produksi Biohidrogen dari LCT Dengan Berbagai Kadar Nitrogen Laju Pembentukan Hidrogen (HPR) dan Laju Penurunan COD Efisiensi Substrat dan Pengujian Kimiawi pada Media Akhir Hasil Produksi Biohidrogen pada Limbah Vinasse dari Berbagai Referensi
14 17 17 19 19 23 24 28 28
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Beberapa Metode untuk Memproduksi Biohidrogen Proses Fotofermentasi Pada Bakteri Fotosintetik Diagram Alur Kerja Penelitian A: Vinasse dan LCT Sebelum Dilakukan Pre treatment; B: Vinasse dan LCT Setelah Dilakukan Pre treatment Hasil Produksi Biohidrogen Kadar COD 1000-10.000 mg/l Hasil Produksi Biohidrogen dari Vinasse pada pH 7 Hasil Produksi Biohidrogen dari Vinasse pada pH 8 Hasil Produksi Biohidrogen Limbah Vinasse Konsentrasi 10.00050.000 mg/l COD Removal Vinasse Kadar 10.000-50.000 mg/l Hasil Produksi Biohidrogen LCT 100% COD Removal LCT 100% Hasil Produksi Gas Biohidrogen Rasio COD/N 10.000/1-50.000/1 COD Removal Rasio COD/N 10.000/1-50.000/1
5 6 13 15 16 16 17 18 18 23 23 25 26
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Produksi Biohidrogen Kadar COD 10.000-50.000 mg/l pada Hari ke-3 2 Hasil Produksi Biohidrogen Kadar COD 10.000-50.000 mg/l pada Hari ke-6 3 Hasil Produksi Biohidrogen Kadar COD 10.000-50.000 mg/l pada Hari ke-9 4 Hasil Produksi Biohidrogen Rasio COD/N 10.000/1-50.000/1 pada Hari ke-3 5 Hasil Produksi Biohidrogen Rasio COD/N 10.000/1-50.000/1 pada Hari ke-6 6 Hasil Produksi Biohidrogen Rasio COD/N 10.000/1-50.000/1 pada Hari ke-9 7 Metode Pengujian Kadar COD (SNI 6989.2:2009)
35 35 35 35 36 36 36
1 PENDAHULUAN Latar belakang Hidrogen merupakan energi yang bersih dan dapat dihasilkan dari berbagai sumber seperti fiksasi cahaya matahari, turbin angin, turbin air, turbin laut dan proses biologi (fermentasi). Dengan kemudahan proses pembuatan gas hidrogen tersebut, maka dimungkinkan untuk dibuat sebagai karir energi di daerah yang mempunyai sumber spesifik (daerah-daerah yang terisolasi atau di pulau terpencil). Proses pembuatan dan pembakaran hidrogen tidak menghasilkan senyawa-senyawa yang berbahaya bagi lingkungan (2H2 + O2 H2 + Energi) (Kapdan & Kargi 2006). Hidrogen juga mempunyai kemampuan untuk menghasilkan jumLah energi per unit massa yang paling besar dari berbagai bahan bakar yang telah diketahui yaitu 142 kJ/g (Hay et al. 2013). Selain itu, hidrogen dapat dengan mudah diubah ke energi listrik dengan Fuel cell dan pembakarannya hanya menghasilkan air sebagai produk samping (Das et. al 2008). Saat ini, 96% hidrogen masih dihasilkan dari bahan bakar fosil, dengan 48% dari gas alam, 30% dari hidrokarbon, 18 % dari batu bara, 4% dari elektrolisis dan 1% diproduksi oleh biomassa. Ada beberapa metode untuk mempoduksi hidrogen, diantaranya dengan metode Steam refoming, elektrolisis, gasifikasi dan secara biologi. Steam reforming adalah proses dimana suhu uap air yang tinggi akan memisahkan hidrogen dari ikatan atom karbon pada metana. Metode ini masih menggunakan bahan bakar fosil untuk proses pembuatan maupun untuk menghasilkan sumber penghasil panas. Metode kedua, elektrolisis juga membutuhkan energi listrik yang sangat besar yang berasal dari bahan bakar fosil, metode ketiga, gasifikasi menggunakan biomassa sebagai bahan dasar, namun pada proses produksi hidrogen membutuhkan suhu yang sangat tinggi. ketiga metode diatas dianggap kurang efisien dari segi biaya dan jumlah energi yang dibutuhkan serta energi yang dihasilkan tidak terbarukan. Oleh karena itu diperlukan produksi hidrogen dari bahan-bahan organik di alam melalui proses biologi yaitu biohidrogen, sehingga dapat diperoleh energi yang biaya produksinya lebih ekonomis dan terbarukan. Biohidrogen adalah hidrogen yang dihasilkan menggunakan bahan-bahan biologis yang diproduksi melalui proses biologi. Proses produksi hidrogen secara biologi membutuhkan energi lebih sedikit daripada cara kimia atau elektrokimia (Mahyudin & Koesnandar 2006). Berbagai mikroorganisme yang dapat menghasilkan biohidrogen diantaranya alga hijau, sianobakteria, bakteri fotosintetik dan bakteri fermentatif. Selain itu terdapat berbagai macam metode biologis untuk memproduksi biohidrogen diantaranya dengan fermentasi (fermentasi gelap dan photofermentasi) dan fotosintesis (fotolisis langsung dan tidak langsung) (Imam et al. 2013). Dalam hal ini dilaporkan bahwa bakteri fotosintetik dapat menghasilkan gas hidrogen lebih banyak dibandingkan dengan bakteri anaerob secara stoikiometri dengan menggunakan glukosa sebagai substrat (Miyake 1998). Rhodobium marinum merupakan bakteri fotosintetik yang dapat memproduksi biohidrogen menggunakan bahan-bahan organik. Bakteri ini menggunakan asam-asam organik rantai pendek sebagai donor elektron dan bantuan cahaya matahari dalam pembentukan energi (Basak & Das 2007).
2
Produksi biohidrogen membutuhkan bahan baku atau substrat yang mendukung. Kriteria utama untuk seleksi substrat dalam memproduksi biohidrogen adalah ketersediaannya, harga, kandungan karbon, nitrogen, senyawa organik dan kemampuan untuk terdegradasi secara alami (Kapdan & Kargi 2006). Dalam menghasilkan sumber energi terbarukan yang ekonomis, produksi biohidrogen seharusnya menggunakan substrat yang murah dan mudah didapat sehingga dapat digunakan dalam skala industri. Limbah organik dapat digunakan sebagai substrat yang ekonomis untuk menghasilkan biohidrogen, contohnya limbah perkotaan, limbah pertanian, limbah padat dan cair dari industri organik (Das & Kotay 2008). Kelebihan menggunakan limbah sebagai substrat selain ekonomis adalah dapat mengurangi akumulasi limbah di lingkungan. Beberapa contoh limbah yang potensial untuk produksi biohidrogen adalah limbah vinasse dan limbah cair tahu. Limbah vinasse adalah sisa hasil destilasi dari produksi etanol menggunakan molasse. Molasse dari industri gula diproses untuk memproduksi etanol. Sisa cairan setelah ekstraksi etanol tersebut adalah vinasse. Pada industri etanol, produksi 1 L etanol akan menghasilkan 8-15 L vinasse. Vinasse mengandung material organik (COD) yang sangat tinggi yaitu lebih dari 100.000 mg/L (Syaichurrozi et al. 2013) dan BOD (Biochemical oxygen demand) sekitar 35-50g O2/L (Nandy et al. 2002). Pada umumnya, vinasse bersifat asam, memiliki pH yang rendah, bewarna coklat pekat hampir kehitaman dan mempunyai kandungan komponen organik dan anorganik yang sangat tinggi (Pant & Adholeya 2007). JumLah vinasse sangat melimpah di dunia. Dari proses destilasi molasse sebanyak 110.000-120.000 ton dapat memproduksi vinasse sebesar 70.000 ton per tahun (Vaccari et al. 2005). Di tahun 2008, produksi vinasse di dunia mencapai lebih dari 650 milyar L (Arimi et al. 2015). Karena mengandung komponen organik yang sangat tinggi dan jumLahnya yang melimpah vinasse dapat mencemari lingkungan. Tetapi disisi lain dengan komponen organik yang tinggi dan mengandung banyak makro dan mikronutrien dengan pre treatment pada limbah tersebut, vinasse dapat menjadi salah satu bahan baku sumber energi alternatif yang ekonomis untuk produksi biohidrogen. Penelitian tentang produksi biohidrogen menggunakan limbah vinasse belum banyak dilakukan. Beberapa penelitian tentang produksi biohidrogen dari limbah cair vinasse diantaranya telah dilakukan oleh Lazaro et. al (2014), menghasilkan hidrogen 1,72-2,23 mmol H2 g-1 CODinfluent menggunakan substrat vinasse dengan konsorsium mikroba pada suhu mesofilik. Selanjutnya penelitian Fernandez et. al (2010) menghasilkan hidrogen dengan yield sebesar 25 mmol H2.g-1COD menggunakan vinasse dengan sistem batch. Limbah cair tahu (LCT) yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair sisa proses penggumpalan (koagulasi) pada pembuatan tahu. Menurut Sani (2006), limbah cair tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih (whey). JumLah air limbah tahu yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sekitar 15-20 l/kg bahan baku kedelai (Potter et. al 1994). Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N total) sebesar 226,06-434,78 mg/L, sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut (Kaswinarni, 2007). Limbah cair tahu mempunyai kadar protein yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber nitrogen untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Dengan
3
demikian, limbah cair tahu berpotensi sebagai substrat untuk memproduksi biohidrogen. Beberapa penelitian mengenai produksi biohidrogen menggunakan substrat limbah cair tahu telah dilakukan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Kim & Lee (2010), yang mendapatkan hydrogen yield (HY) sebesar 2,3 mol H2/mol equivalen glukosa menggunakan limbah proses pembuatan tahu dengan pH 5,5. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Lay et. al (2013) menghasilkan HY sebesar 107,5 mL-H2/g COD pada suhu 350C dan konsentrasi LCT sebesar 20g-COD/L dengan pH 5,5-6,0 menggunakan sistem batch. Produksi biohidrogen sangat dipengaruhi oleh kandungan karbon dan nitrogen substrat, bakteri penghasil biohidrogen dan rekayasa bioproses saat fermentasi berlangsung. Oleh karena itu, dibutuhkan studi lebih lanjut mengenai produksi biohidrogen sehingga menghasilkan produk yang maksimal dan dapat dilakukan scale up sampai ketingkat industri. Karena kadar COD yang sangat tinggi pada vinasse dan kadar nitrogen yang tinggi pada LCT, maka vinasse dan LCT dapat dikombinasikan sebagai media substrat untuk memproduksi biohidrogen secara maksimal. Vinasse dapat digunakan sebagai sumber karbon dan LCT digunakan sebagai sumber nitrogen bagi R. marinum untuk tumbuh dan memproduksi biohidrogen. Tujuan dari penelitian ini adalah studi mengenai produksi biohidrogen menggunakan berbagai konsentrasi COD dari limbah vinasse serta produksi biohidrogen dengan berbagai konsentrasi N menggunakan LCT. Selanjutnya dilakukan penelitian dengan perlakuan kombinasi variasi kadar COD dari vinasse dan kadar N yang dianggap tetap dari LCT sehingga dapat dihasilkan rasio COD/N optimum yang dapat menghasilkan biohidrogen maksimum. Dengan demikian dapat dihasilkan hidrogen yang murah dan diharapkan kedepannya dapat mensubstitusi hidrogen yang diproduksi dari bahan bakar fosil melalui pemanfaatan limbah vinasse dan limbah cair tahu. Perumusan Masalah Produksi hidrogen menggunakan bahan bakar fosil dianggap masih kurang efisien dari segi biaya dan energi yang dibutuhkan, serta produknya bukan merupakan energi yang terbarukan. Karena itu diperlukan bahan baku yang ekonomis untuk menghasilkan hidrogen, diantaranya menggunakan limbah vinasse dan limbah cair tahu. Limbah vinasse dan LCT merupakan limbah yang jumLahnya sangat melimpah. Namun, limbah cair ini belum banyak dimanfaatkan bahkan biasanya dibuang langsung ke lingkungan. Karakteristik limbah vinasse kaya akan sumber karbon dalam bentuk COD, sedangkan karakteristik LCT kaya akan nitrogen. Kedua limbah tersebut dapat dikombinasikan sebagai substrat fermentasi untuk produksi biohidrogen. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan diantaranya bagaimana pengaruh perbedaan Kadar COD limbah vinasse terhadap produksi biohidrogen, pengaruh perbedaan Kadar N dari LCT terhadap produksi biohidrogen serta pengaruh variasi kombinasi rasio COD/N dari limbah vinasse dan LCT terhadap produksi biohidrogen dengan bakteri fotosintetik Rhodobium marinum.
4
Tujuan Umum Menghasilkan gas biohidrogen maksimum dengan mendapatkan rasio COD/N optimum dari fermentasi limbah kombinasi vinasse dan LCT menggunakan bakteri fotosintetik R. marinum. Tujuan Khusus 1. 2. 3. 4.
Mengetahui karakteristik limbah vinasse dan LCT. Mengetahui pengaruh perbedaan kadar COD limbah vinasse terhadap produksi biohidrogen. Mengetahui pengaruh perbedaan kadar N limbah cair tahu terhadap produksi biohidrogen. Mendapatkan hasil maksimal dari produksi biohidrogen dengan kombinasi optimum dari variasi kadar COD/N dari limbah vinasse dan LCT. Manfaat Penelitian
1. 2. 3. 4. 5.
Memberikan informasi tentang metode produksi biohidrogen menggunakan substrat limbah vinasse dan LCT. Menurunkan biaya produksi hidrogen, sehingga lebih efisien dan ekonomis. Memberikan nilai tambah pada limbah vinasse dan LCT. Dengan pemanfaatan limbah vinasse dan LCT, dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Sisa hasil produksi biohidrogen dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
2 TINJAUAN PUSTAKA Biohidrogen Hidrogen telah lama dipertimbangkan sebagai bahan bakar dan energi alternatif masa depan. Hidrogen adalah bahan bakar gas yang bersih karena tidak menghasilkan emisi gas CO2 dan dapat dengan mudah digunakan sebagai “fuel cell” untuk menghasilkan listrik. Disamping itu, hidrogen memiliki energi tinggi sebesar 122 kJ/g, dimana 2,75 kali lebih besar dari bahan bakar hidrokarbon. Ada beberapa metode produksi hidrogen secara konvensional diantaranya steam reforming dari methan (SRM), dengan hidrokarbon lainnya (SRH), non-katalitik oksidasi parsial dari bahan bakar fosil (POX), dan autothermal reforming yang mengkombinasikan SRM dan POX. Beberapa metode tersebut membutuhkan energi dan temperatur yang tinggi (>8500C) (Kapdan & Kargi 2006). Pembakaran hidrogen tidak akan menimbulkan efek rumah kaca, penipisan lapisan ozon, atau hujan asam. Hal tersebut dikarenakan proses pembakarannya di udara hanya menghasilkan uap air dan energi panas (Nath & Das 2004). Hidrogen dapat diproduksi dari sumber alam yang dapat diperbaharui seperti air, limbah organik dan biomassa dengan proses secara biologi atau fotobiologi (Vijayraghavan & Ahmed 2006). Produksi hidrogen secara biologi dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya: fermentasi gelap, fotofermentasi, fotolisis langsung, fotolisis tidak langsung (Arimi et. al 2015). Biohidrogen dapat diproduksi oleh mikroorganisme autotrof dan heterotrof. Pada konversi autotrof atau lebih dikenal biofotolisis langsung dan tidak langsung, energi matahari langsung diubah menjadi hidrogen melalui reaksi fotosintetik yang dimediasi oleh mikroorganisme fotosintetik contohnya: mikroalga, protista dan bakteri fotosintetik. Sedangkan pada kondisi heterotrof, substrat organik diubah menjadi komponen organik yang lebih sederhana secara simultan dan menghasilkan hidrogen molekular. Ada dua tipe konversi heterotrof yaitu fotofermentasi yang dilakukan oleh bakteri fotosintetik dan fermentasi gelap yang dilakukan oleh bakteri anaerobik yang mengubah karbohidrat menjadi biohidrogen (Ghimire et. al 2015).
Gambar 1 Beberapa Metode untuk Memproduksi Biohidrogen (Arimi et. al 2015)
6
Metode Produksi Biohidrogen Secara Biologi Biophotolisis Langsung Proses ini menggunakan energi dari fotosintesis pada mikroalga yang memecah air menjadi oksigen dan hidrogen. Metode ini menggunakan sistem fotosintesis yang sama pada tumbuhan dan alga, yang seharusnya menghasilkan karbon sebagai produk, tetapi justru menghasilkan hidrogen. Pada metode ini, baik fotosistem I (PS I) dan fotosistem II (PS II) semuanya terlibat, sinar matahari akan memecah air menjadi oksigen dan hidrogen. Pada biophotolisis langsung, aktivitas enzim hidrogenase sensitif terhadap produksi oksigen pada level tinggi. Hal tersebut merupakan kelemahan besar dari metode ini untuk produksi biohidrogen sehingga hidrogen yang dihasilkan sangat rendah. Biophotolisis Tidak Langsung Pada metode ini, sensitivitas enzim hidrogenase terhadap oksigen telah diminimalkan dengan memisahkan produksi oksigen dan hidrogen. Sianobakteria dan berbagai jenis ganggang hijau keduanya memfiksasi CO2 dan nitrogen dari atmosfer dengan bantuan PS II dan enzim nitrogenase. Karena enzim nitrogenase terlokalisasi di heterosis, membuat oksigen dapat berada di lingkungan bebas untuk produksi hidrogen. Photofermentasi Dalam photofermentasi, produksi hidrogen terjadi di bawah kondisi kekurangan oksigen dan menggunakan substrat asam organik. Reaksi ini dilakukan oleh bakteri ungu nonsulfur dibantu oleh enzim nitrogenase. Bakteri fotosintetik tidak memiliki PSI sehingga memiliki keuntungan yaitu menghilangkan sensitivitas produksi hidrogen terhadap konsentrasi O2 yang tinggi. Bakteri Phototropic ini dapat dengan mudah mengkonversi energi cahaya menjadi hidrogen menggunakan substrat organik yang murah seperti limbah serta hydrogen yang dihasilkan lebih tinggi. Sehingga pada penelitian ini digunakan photofermentasi sebagai metode produksi biohidrogen.
Gambar 2 Proses Fotofermentasi Pada Bakteri Fotosintetik (Imam et. al 2013)
7
Fermentasi Gelap Metode ini dilakukan dalam kondisi anaerobik oleh bakteri anaerob. Dalam hal ini, bakteri mengoksidasi substrat dan menghasilkan elektron yang kemudian diterima oleh proton, elektron akseptor dan direduksi menjadi molekul hidrogen. Fermentasi gelap memiliki tingkat evolusi hidrogen yang tinggi tetapi hasilnya rendah jika dibandingkan dengan proses kimia dan elektrokimia lainnya. Hal ini dikarenakan produk akhir mengandung asam asetat dan butirat. Selain itu, jika yield hidrogen meningkat reaksi termodinamika menjadi tidak stabil (Imam et. al 2013). Rhodobium marinum R. marinum merupakan bakteri fotosintetik ungu non belerang (Purple non Sulfur, PNS) penghasil hidrogen. Selnya berbentuk batang, gram negatif, bewarna pink sampai merah, bergerak, fotoheterotrof anaerobik fakultatif (Hiraishi et. al 1995). Taksonomi R. marinum adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Alpha Proteobacteria Ordo : Rhizobiales Famili : Rhodobiaceae Genus : Rhodobium Species : Rhodobium marinum Bakteri ungu sulfur dan bakteri ungu non sulfur (PNS) adalah bakteri fotosintetik yang tidak menghasilkan oksigen pada proses fotosintesisnya, tetapi menghasilkan hidrogen sebagai produk samping dengan bantuan cahaya. Produksi hidrogen pada bakteri fotosintetik ini dikatalisis dengan adanya aktivitas enzim nitrogenase dan hidrogenase. Meskipun enzim hidrogenase juga aktif untuk memproduksi hidrogen, akan tetapi enzim ini juga berperan merombak kembali hidrogen yang telah diproduksi (Koku et al. 2002). Bakteri fotosintetik diketahui dapat menghasilkan gas hidrogen lebih banyak dibandingkan bakteri anaerob secara stoikiometri dengan menggunakan glukosa sebagai substrat (Miyake 1998). Bakteri fotosintetik memiliki kemampuan tinggi dalam mengkonversi substrat secara efisien dan dapat menggunakan bermacam-macam susbtrat untuk produksi hidrogen (Das & Veziroglu 2008). Hal ini menjadikan bakteri fotosintetik lebih efisien untuk memproduksi gas hidrogen. Bakteri fotosintetik memproduksi hidrogen dengan bantuan air dan cahaya serta menggunakan substrat organik seperti glukosa, sukrosa, asam organik dan limbah organik (Anam et. al 2012). Vinasse Vinasse merupakan limbah cair produk samping dari destilasi produksi etanol melalui fermentasi dari molasse. Pada industri etanol, produksi 1 L etanol akan menghasilkan 8-15 L vinasse. Vinasse mengandung bahan organik (Chemical Oxygen Demand, COD) yang tinggi, yaitu ± 100.000 mg/L (Syaichurrozi et. al 2013). Pada umumnya vinasse memiliki pH yang rendah, warna coklat kehitaman yang mengandung banyak residu, komponen organik dan anorganik. Komponen fenolik (seperti asam humat dan asam tanat), melanoidin (hasil dari reaksi antara gula dan protein oleh reaksi maillard), karamel dan
8
komponen furfural yang ikut berkontribusi memberikan warna pada vinasse. Beberapa komponen tersebut yang menyebabkan vinasse kompleks dan sulit untuk didegradasi (Reis et. al 2015). Kemudian menurut Lazaro et. al (2014), kandungan COD dari vinasse yaitu (22-45 g/L), pH yang asam (3,5-4,6) dan mengandung makronutrien yang sangat tinggi. Vinasse juga bersifat toksik karena mengandung potassium, sulfat, komponen fenolik dan melanoidin. Vinasse dapat digunakan sebagai pupuk untuk meningkatkan kesuburan tanah dan sebagai pengganti fosfor anorganik dan pupuk potassium, tetapi terdapat ketentuan prosedur pemakaian dan tidak boleh digunakan dalam konsentrasi tinggi karena bersifat toksik. Oleh karena itu, dibutuhkan rekomendasi atau alternatif lain untuk mencegah kerusakan lingkungan karena pH yang rendah, temperatur yang tinggi, konduktivitas elektrik dan adanya elemen kimia. Beberapa sifat tersebut dapat mengubah kandungan kimia dan fisika tanah dalam waktu jangka panjang dan akan berefek pada lahan pertanian dan biota didalamnya. Oleh karena itu, alternatif yang dilakukan yaitu penggunaan vinasse untuk menghasilkan biohidrogen (Santos et. al 2014). Produksi vinasse sangat melimpah. Dari proses destilasi molasse sebanyak 110.000-120.000 ton per tahun, vinasse yang dihasilkan sekitar 70.000 (60 0Brix) ton per tahun. Pada tahun 2008, produksi vinasse di dunia sudah mencapai 650 milyar liter. Vinasse merupakan limbah yang sangat asam, sehingga jika langsung dibuang akan memberikan masalah pada lingkungan. Vinasse merupakan limbah paling polutan, terutama kandungan BOD (Biological Oxygen Demand) yang sangat tinggi. Rata-rata kandungan BOD pada vinasse dari destilasi molasse ± 35.000 ppm. Destilasi skala kecil yang menghasilkan 50.000 galon vinasse per hari yang memuat BOD dalam jumLah besar setara dengan limbah kota dengan 100.000 jumLah penduduk. Sedangkan untuk menangani limbah dengan konsentrasi DO (dissolved oxygen) sebanyak 3 ppm yang akan dibuang ke sungai, minimal harus dilakukan pengenceran sebanyak 11.660 kali atau 11.000 cusec (Cubic feet per second) pada air. Oleh karena itu jika tidak ditangani, limbah vinasse akan berbahaya bagi ikan (Akram et. al 2015). Vinasse umumnya mengandung potassium, calcium, chloride, dan ion sulfat dalam konsentrasi yang tinggi. Abu dari pembakaran vinasse memuat sekitar 37% K2O dan 70-73% dari abu tersebut dapat larut dalam air. Garam abu (kalium karbonat) ada sebagai sulfat, chloride, sulfida, dan karbonat (Akram et. al 2015) Karena mengandung bahan organik yang tinggi, pH yang rendah dan memiliki banyak makro dan mikronutrien, vinasse dapat digunakan sebagai substrat untuk memproduksi biohidrogen. Limbah Cair Tahu Tahu merupakan makanan yang banyak dikonsumsi di negara-negara Asia. Produksi tahu yang dilakukan dalam jumLah besar akan menghasilkan limbah dalam jumLah besar pula. Sekitar 60 kg kedelai dan 2,7 L air digunakan untuk produksi 80 kg tahu yang menghasilkan limbah lebih dari 2,6 L. Limbah cair tahu merupakan polutan bagi lingkungan karena tingginya kandungan organik dengan karbohidrat dan protein yang tinggi, sehingga memiliki potensi untuk produksi biohidrogen (Lay et. al 2013). Tahu adalah makanan tradisional yang proses pembuatannya terdiri dari penggilingan kedelai, pemasakan/perebusan, filtrasi, koagulasi protein, pengawetan dan pengemasan. Ketika proses filtrasi, lebih dari
9
30% kedelai dibuang dan menjadi limbah dan limbah tersebut belum banyak dimanfaatkan (Kim & Lee 2010). Limbah cair tahu yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih (whey). Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, pemasakan dan larutan bekas rendaman kedele (Sani 2006). JumLah air limbah tahu yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sekitar 15-20 l / kg bahan baku kedelai, sedangkan beban pencemarannya kira-kira sebesar 30 g Total Suspended Solids (TSS)/kg bahan baku kedelai, Biologycal Oxygen Demand (BOD) 65 gr/kg bahan baku kedelai dan Chemical Oxygen Demand (COD) 130 gr/ kg bahan baku kedelai. (Potter et. al 1994). Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik Fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi, suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Suhu air limbah tahu berkisar 37-45°C, kekeruhan 535-585 FTU, warna 2.225-2.250 Pt.Co, amonia 23,3-23,5 mg/1, BOD 6.000-8.000 mg/1 dan COD 7.500-14.000 mg/1. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Diantara senyawa-senyawa tersebut, protein mempunyai jumLah paling besar. Protein mencapai 40-60%, karbohidrat 25-50% dan lemak 10%. Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N total) sebesar 226,06-434,78 mg/L, sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut (Kaswinarni, 2007).
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai November 2016 bertempat di Laboratorium Bioenergi dan Bioproses, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bioteknologi Cibinong, Bogor. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Gas Chromatography (GC) (HP 5890), Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu), pH meter (Jenway 3505), autoklaf (Tomy), shaker (Certomat), magnetic stirer (Ika), laminar, instalasi bioreaktor, sentrifuge (Hitachi), vortex (Fisher)¸ heater (Ika), timbangan analitik, syringe, buret, kertas saring, alat gelas. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ammonium sulfat (Merck), disodium suksinat (Merck), yeast extract (Wako), Glukosa (Merck), K2HPO4, KH2PO4, C10H14N2Na2O8. 2H2O, H3BO3, Na2MoO4.2H2O, ZnSO4.7H2O, MnCl2, Cu(NO3)2.3H2O, FeSO4.7H2O, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O, H2SO4 pekat, H2SO4 2N, NaOH 10 N, HCl 0,1 N, gas N2 ultra high purity, gas H2 murni, fenol 5%, indikator fenolfthalein (PP), alkohol 70% dan akuades. Mikroorganisme dan Media Mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Rhodobium marinum. Stok kultur bakteri Rhodobium marinum diperoleh dari NBRC (NITE Biological Resource Center) dengan nomor koleksi 100434. Media produksi yang digunakan untuk menghasilkan biohidrogen dalam penelitian ini adalah limbah vinasse yang diperoleh dari PT. Madu Kismo Jogjakarta dan limbah cair tahu yang diperoleh dari industri tahu di Dramaga, Bogor. Cara Kerja Karakterisasi Limbah Vinasse dan Limbah Cair Tahu (LCT) Karakterisasi limbah vinasse dan LCT dilakukan dengan mengukur Chemical Oxygen Demand (COD), Total N, Total asam organik dan pH. Pre treatment Limbah Vinasse dan Limbah Cair Tahu (LCT) Pre treatment dilakukan dengan berbagai tahapan perlakuan diantaranya dengan filtrasi, adjust pH 8 (pH optimum R. marinum) menggunakan NaOH 10N dan sterilisasi menggunakan autoklaf (1210C 15 menit). Produksi Biohidrogen Dari Limbah Vinasse Dengan Perbedaan Kadar COD Perbedaan kadar COD limbah vinasse produksi (MP) pada penelitian ini yaitu: 10.000, mg COD/L dengan diketahui kadar nitrogen dari 83,10 mg/L. Pengujian dilakukan menggunakan
yang digunakan dalam media 20.000, 30.000, 40.000, 50.000 limbah vinasse tersebut sebesar botol Schoutt 120 mL, dengan
11
volume kerja media produksi (MP) sebanyak 80 mL. Limbah yang telah di pretreatment diinokulasikan dengan inokulum R. marinum OD ± 0,2. Setelah inokulasi, botol MP diletakkan diatas shaker dengan kecepatan 120 rpm dan penyinaran lampu TL (tubular lamp, Philips) 60 watt/m2 pada suhu kamar (Anam et. al 2012). Kultivasi dilakukan selama 3, 6 dan 9 hari. Produksi Biohidrogen Dari LCT Dengan Perbedaan Kadar Nitrogen Perbedaaan konsentrasi kadar nitrogen dari limbah cair tahu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.5, 1, 1.5, 2, 2.5 mg N/l, dengan diketahui kadar COD pada LCT sebesar 5199,88 mg/L. Pengujian dilakukan menggunakan botol Schoutt 120 mL, dengan volume kerja media produksi (MP) sebanyak 80 mL. Limbah yang telah di pre-treatment diinokulasikan dengan inokulum R. marinum OD ± 0,2. Setelah inokulasi, botol MP diletakkan diatas shaker dengan kecepatan 120 rpm dan penyinaran lampu TL (tubular lamp, Philips) 60 watt/m2 pada suhu kamar (Anam et. al 2012). Kultivasi dilakukan selama 3, 6 dan 9 hari. Produksi Biohidrogen Pada Media Kombinasi Limbah Vinasse dan LCT Produksi biohidrogen dilakukan dengan menggunakan variasi kadar COD dari vinasse dan kadar N menggunakan LCT dengan konsentasi tetap. Pada penelitian ini digunakan variasi kadar COD/N sebanyak 10.000/1, 20.000/1, 30.000/1, 40.000/1, 50.000/1. Pengujian dilakukan menggunakan botol Schoutt 120 mL, dengan volume kerja media produksi (MP) sebanyak 80 mL. Limbah yang telah di pre-treatment diinokulasikan dengan inokulum R. marinum OD ± 0,2. Setelah inokulasi, botol MP diletakkan diatas shaker dengan kecepatan 120 rpm dan penyinaran lampu TL (tubular lamp, Philips) 60 watt/m2 pada suhu kamar. Adapun respon-respon yang diukur dalam penelitian ini antara lain yaitu volume gas biohidrogen hasil kultivasi dan jumLah gas hidrogen yang dihasilkan (mM), kadar COD, total N, kadar asam organik dan pH pada awal dan akhir kultivasi. Fotofermentasi dilakukan dengan menggunakan shaker pada 120 rpm dan suhu ruang ruang dan intensitas cahaya sebesar 60 watt/m2 (Anam et. al 2012). Kultivasi dilakukan selama 3, 6 dan 9 hari. Prosedur Analisa Pengujian Kadar Gas Hidrogen Pengujian ini mengacu pada Kawaguchi et. al (2001) dan dimodifikasi oleh Anam et. al (2012). Pengukuran gas hidrogen yang terdapat dalam sampel gas hasil produksi dilakukan menggunakan kromatografi gas dengan metode detektor TCD (thermal conductivity detector) dan kolom kromatografi gas (packed column). Temperatur injektor dan detektor masing-masing adalah 150 dan 2500C, suhu oven dijaga sekitar 80°C. Gas pembawa yang digunakan adalah gas nitrogen ultra high purity (UHP) dengan kecepatan 8 mL/menit. Sampel diinjeksikan sebanyak 1 mL ke dalam kolom. Hidrogen murni digunakan sebagai standar perhitungan kadar hidrogen. Perhitungan kadar gas hidrogen hasil fermentasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: Kadar Hidrogen (mmol) =
Luas area sampel X Volume gas produk Luas area standar hidrogen X 22,4
12
Keterangan: 22,4 = koefisien volume gas pada tekanan dan tempe atu standa C dan 1 atm) Hydrogen Production Rate (HPR): Slope (a) dari Grafik antara waktu sebagai sumbu x dan volume gas biohidrogen (mL/L kultur) sebagai sumbu y Efisiensi Substrat: S0 - St x 100 % S0 Pengujian pH pH sampel diperiksa dengan menggunakan pH meter (Jenway 3505). Pengujian Total Nitrogen Pengujian total nitrogen dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri (AOAC, 2012). Pengujian Kadar COD Pengujian Kadar COD dilakukan dengan menggunakan metode SNI 6989.2:2009 Pengujian Total Asam Organik Pengujian total asam organik dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri (AOAC, 2012).
13
Limbah Vinasse dan LCT
Karakterisasi
Pre treatment Limbah Vinasse dan LCT
Inokulasi R. marinum OD ± 0,2 Shaker dengan kecepatan 120 rpm Penyinaran Lampu TL 60 watt/m2 Kultivasi selama 3, 6 dan 9 hari
1. Produksi Biohidrogen Menggunakan Limbah Vinasse kadar COD (10.000-50.000 mg COD/l) 2. Produksi Biohidrogen Menggunakan Limbah Cair Tahu kadar N (0,5; 1; 1,5; 2; 2,5 mg/L) 3. Produksi Biohidrogen dengan media kombinasi vinasse dan LCT. Rasio COD/N: 10.000/1-50.000/1
Pengujian: 1. Produksi Biohidrogen Menggunakan Limbah Vinasse: Volume hidrogen, COD Removal, Total Asam organik, pH. 2. Produksi Biohidrogen Menggunakan Limbah Cair Tahu: Volume hidrogen, COD Removal, pH. 3. Produksi Biohidrogen dengan media kombinasi vinasse dan LCT: COD Removal, Total Nitrogen, Total Asam Organik, pH
Gambar 3 Diagram Alur Kerja Penelitian
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Limbah Vinasse dan Limbah Cair Tahu (LCT) Pengujian yang dilakukan untuk mengkarakterisasi limbah vinasse dan limbah cair tahu (LCT) diantaranya adalah kadar COD, Total Asam Organik, Total Nitrogen dan pH. Hasil karakterisasi vinasse dan LCT tersaji pada Tabel 1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa limbah vinasse memiliki kadar COD dan asam organik lebih banyak jika dibandingkan dengan LCT. Sedangkan kandungan Nitrogen lebih banyak terdapat pada LCT daripada vinasse. Tabel 1. Karakteristik Limbah Cair Vinasse dan LCT No. Parameter Uji Vinasse 1. COD 58 433 2. Total N 83,10 3. Total As. Organik 11,15 4. pH 3,63
LCT 5199,88 149,20 2,79 4,57
Satuan mg/L mg/L % -
Limbah vinasse merupakan limbah yang tinggi kadar COD (58 433 mg/L), sehingga vinasse memiliki kandungan material organik dan non organik yang sangat tinggi. Komponen organik yang terkandung di dalam vinasse diantaranya merupakan asam-asam organik, selain itu vinasse memiliki pH yang sangat asam (3,63). Penelitian Reis et. al (2015) menyebutkan bahwa kandungan COD dari vinasse yaitu 42.818 mg/L. Pada umumnya vinasse memiliki pH yang rendah, warna coklat kehitaman yang mengandung banyak residu, komponen organik dan anorganik. Komponen fenolik (seperti asam humat dan asam tanat), melanoidin (hasil dari reaksi antara gula dan protein oleh reaksi maillard), karamel dan komponen furfural yang ikut berkontribusi memberikan warna pada vinasse. Beberapa komponen tersebut yang menyebabkan vinasse kompleks dan sulit untuk didegradasi. Kemudian menurut Lazaro et. al (2014), vinasse juga bersifat toksik karena mengandung potassium, sulfat, komponen fenolik dan melanoidin. LCT merupakan limbah yang memiliki kadar nitrogen tinggi. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa kadar nitrogen LCT yang diambil dari pabrik tahu di Dramaga cukup tinggi (149,20 mg/L) jika dibandingkan dengan vinasse, namun asam organik dan kadar COD LCT lebih rendah jika dibandingkan dengan vinasse. Menurut Kaswinarni (2007), Senyawa-senyawa organik di dalam LCT dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Diantara senyawa-senyawa tersebut, protein mempunyai jumLah paling besar. Protein mencapai 40-60%, karbohidrat 25-50% dan lemak 10%. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N total) sebesar 226,06-434,78 mg/L, sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan. Kemudian menurut Potter et. al (1994) Chemical Oxygen Demand (COD) dari LCT yaitu 130 gr/kg bahan baku kedelai. Pre treatment Limbah Vinasse dan Limbah Cair Tahu (LCT) Pre treatment limbah dilakukan agar limbah dapat menjadi substrat yg efektif untuk produksi biohidrogen oleh bakteri R. marinum. Pre treatment
15
dilakukan dengan berbagai tahapan perlakuan diantaranya dengan filtrasi, adjust pH 8 menggunakan NaOH 10 N dan sterilisasi menggunakan autoklaf (1210C 15 menit). Filtrasi dilakukan dengan tujuan agar menghilangkan butiran atau padatan pada limbah. Adjust pH sampai 8 dilakukan karena setelah dilakukan percobaan pendahuluan produksi biohidrogen menggunakan vinasse dan bakteri R. marinum dengan berbagai pH (7 dan 8) didapatkan hasil terbaik pada pH 8. Selain itu pH optimum dari R. marinum adalah 6,5-8,5. Setelah dilakukan adjust pH, kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan autoklaf (1210C 15 menit). Sterilisasi bertujuan untuk memusnahkan semua mikroba yang tidak dibutuhkan sehingga hanya bakteri R. marinum yang diharapkan dapat memproduksi biohidrogen. Pre treatment untuk kedua limbah vinasse dan LCT disamakan karena mempunyai karakteristik yang hampir sama, yaitu mempunyai padatan pada limbah dan bersifat asam. Warna limbah sebelum dan setelah dilakukan pre treatment pada vinasse tidak berubah, warna vinasse tetap coklat kehitaman. Sedangkan pada LCT terjadi perubahan warna dari kuning keruh menjadi kuning kecoklatan. Hal ini diduga karena adanya reaksi maillard pada LCT setelah disterilisasi. Setelah dilakukan pre treatment, kedua limbah siap digunakan sebagai substrat untuk produksi biohidrogen.
LCT
Vinasse
A
LCT
Vinasse
B
Gambar 4. A: Vinasse dan LCT Sebelum Dilakukan Pre treatment; B: Vinasse dan LCT Setelah Dilakukan Pre treatment. Penelitian Pendahuluan Pada tahap ini dilakukan penelitian pendahuluan terlebih dahulu untuk mengetahui kadar COD dan pH terbaik dari vinasse agar dapat menghasilkan gas biohidrogen yang tinggi. Pada tahap optimasi kadar COD, dilakukan produksi dengan berbagai konsentrasi kadar COD mulai dari 1000-10.000 mg COD/l. Dengan diketahui kadar nitrogen vinasse sebesar 83,10 mg/L. Hasil produksi dapat dilihat pada Gambar 5. Laju pembentukan hidrogen atau Hydrogen Production Rate (HPR) tertinggi diraih pada konsentrasi 10.000 mg COD/l. Semakin tinggi COD yang diberikan diharapkan akan menghasilkan gas biohidrogen yang juga tinggi dan semakin banyak limbah yang digunakan maka akan mengurangi jumLah dan dampak limbah di lingkungan. Dengan demikian, dipilih konsentrasi COD dari 10.000 keatas yaitu 10.000-50.000 mg COD/l.
16
Setelah diketahui kadar COD tertinggi, kemudian dilakukan optimasi pH. pH awal vinasse dibuat menjadi 7 dan 8. Pemilihan pH 7 dan 8 dilakukan karena beberapa penelitian sebelumnya menyatakan pH optimum untuk memproduksi biohidrogen dari limbah makanan adalah 7 dan 8. Seperti pada penelitian Budiyono et. al (2013) dinyatakan bahwa pH optimum vinasse untuk memproduksi biogas adalah 7. Sedangkan pada penelitian Kim et. al (2011a) yang menggunakan limbah makanan dengan pH 6-9 didapatkan hasil gas biohidrogen tertinggi pada pH 8. Setelah dilakukan pengujian pada hari ke-3, 6 dan 9, didapatkan hasil yang tersaji pada Gambar 5 dan 6. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa HY dan HPR pada pH 8 lebih tinggi daripada pH 7. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan pH 8 sebagai pH optimum untuk produksi biohidrogen. Menurut Hallenbeck dan Ghosh (2009), pH yang sangat asam (dibawah pH 4) mengarah kepada gangguan sel dimana energi (ATP) akan digunakan untuk menetralisasi daripada memproduksi biohidrogen. Selain itu menurut Kim et. al (2011a) menyatakan pada pH 5 menghambat germinasi bakteri penghasil biohidrogen dan membuat produksi enzim hidrogenase rendah. Sedangkan pH yang terlalu basa (lebih dari pH 8,5) menghasilkan fase lag yang panjang pada produksi biohidrogen karena bakteri harus beradaptasi pada media basa untuk memproduksi asam organik begitu pula dengan hidrogen. 140
y = 11,529x + 25,1 R² = 0,7395 y = 5,1821x + 21,959 R² = 0,4282 y = 3,5483x + 15,283 R² = 0,4209 y = 3.4525x + 8.8263 R² = 0.5727 y = 3,415x + 20,408 R² = 0,2703 y = 1,1892x + 6,2925 R² = 0,32 y = 1,0138x + 16,41 R² = 0,0488 y = 0,8454x + 3,9175 R² = 0,3841 y = 0,6592x + 3,565 R² = 0,3158 y = 0,3279x + 1,565 9 R² = 0,3137
Volume Hidrogen (mL/L Kultur)
120 100 80 60 40 20 0 0
3
Hari ke-
6
Gambar 5 Hasil Produksi Biohidrogen Kadar COD 1000-10.000 mg/L
Volume Hidrogen (mL/L Kultur)
600 y = 53,033x + 4,1125 R² = 0,9547
500
y = 33,515x + 34,534 R² = 0,9155 y = 33,964x + 22,68 R² = 0,9656 y = 34,435x - 20,951 R² = 0,9608 y = 11,529x + 25,1 R² = 0,7395
400 300 200 100 0 0
3
6
Hari ke-
9
Kadar COD 10000 mg/l Kadar COD 20000 mg/l Kadar COD 30000 mg/l Kadar COD 40000 mg/l Kadar COD 50000 mg/l
Kadar COD 1000 mg/l Kadar COD 2000 mg/l Kadar COD 3000 mg/l Kadar COD 4000 mg/l Kadar COD 5000 mg/l Kadar COD 6000 mg/l Kadar COD 7000 mg/l Kadar COD 8000 mg/l Kadar COD 9000 mg/l Kadar COD 10000 mg/l
17
Volume Hidrogen (mL/L Kultur)
Gambar 6 Hasil Produksi Biohidrogen dari Vinasse pada pH 7 1200
y = 109,99x + 56,515 R² = 0,9744
1000 y = 99,232x + 114,8 R² = 0,9046
800
y = 71,653x + 117,72 R² = 0,8293
600
COD 10000 mg/L COD 20000 mg/L COD 30000 mg/L COD 40000 mg/L COD 50000 mg/L
400
y = 36,632x + 112,77 R² = 0,5869
200
y = 12,759x + 73,946 R² = 0,2861
0 0
3
6
9
Hari ke-
Gambar 7 Hasil Produksi Biohidrogen dari Vinasse pada pH 8 Tabel 2. Laju Pembentukan Hidrogen (HPR) Kadar COD 1000-10.000 mg/L No. Kadar COD (mg/L) HPR (mL H2/L/hari) 1. 1000 1,18 2. 2000 0,65 3. 3000 0,32 4. 4000 3,54 5. 5000 0,84 6. 6000 1,01 7. 7000 5,18 8. 8000 3,45 9. 9000 3,41 10. 10000 11,53 Tabel 3. Laju Pembentukan Hidrogen (HPR) pada pH 7 dan 8 No. HPR (mL H2/L/hari) Kadar COD (mg/L) pH 7 pH 8 1. 10.000 11,53 12,76 2. 20.000 33,51 36,63 3. 30.000 53,03 71,65 4. 40.000 33,96 99,23 5. 50.000 34,43 109,98 Produksi Biohidrogen Dari Limbah Vinasse Dengan Perbedaan Kadar COD Setelah dilakukan penelitian pendahuluan, produksi biohidrogen menggunakan limbah vinasse dilakukan dengan berbagai konsentrasi COD yaitu 10.000-50.000 mg COD/l, dengan diketahui kadar nitrogen vinasse sebesar 83,10 mg/L. Produksi dilakukan menggunakan pH 8 dan dilakukan fermentasi selama 3, 6 dan 9 hari. Pada produksi kali ini volume hidrogen dan HPR tertinggi adalah
18
Volume Hidrogen (mL/L Kultur)
pada konsentrasi COD vinasse sebesar 50.000 mg/L pada hari ke-9 sebesar 82,668 ± 18,65 mL dan 109,98 mL H2/L/hari. Sedangkan volume hidrogen dan HPR terendah dihasilkan pada konsentrasi COD 10.000 mg/L pada hari ke-9 yaitu sebesar 10,927 ± 0,87 mL dan 12,76 mL H2/L/hari. Pada konsentrasi COD vinasse 20.000-50.000 mg/L volume gas biohidrogen naik secara signifikan dari hari ke-3 sampai hari ke-9, kecuali pada konsentrasi 10.000 mg COD/L terjadi penurunan dari hari ke-3 sampai hari ke-9. Ada banyak faktor yang mempengaruhi produksi biohidrogen dengan berbagai konsentrasi substrat. Menurut Buitron dan Carvajal (2010), konsentrasi substrat vinasse mempunyai dua efek terhadap produksi biohidrogen, yaitu (a) konsentrasi substrat kemungkinan dapat menjadi penghambat dan (b) ada beberapa konsentrasi yang dapat memaksimalkan produksi biohidrogen. Menurut Lazaro et. al (2014), yang dapat menjadi penghambat dalam produksi biohidrogen menggunakan vinasse adalah akumulasi asam organik yang dihasilkan ketika proses berlangsung dan adanya komponen toksik pada vinasse seperti komponen fenolik dan furfural. Hasil penelitian Lazaro juga mengindikasikan adanya perbedaan jalur metabolik yang menonjol di setiap konsentrasi vinasse yang berbeda-beda. 1.200
y = 109,99x + 56,515 R² = 0,9744
1.000
y = 99,232x + 114,8 R² = 0,9046
800 600
Kadar COD 10.000 Kadar COD 20.000 Kadar COD 30.000 Kadar COD 40.000 Kadar COD 50.000
y = 71,653x + 117,72 R² = 0,8293 y = 36,632x + 112,77 R² = 0,5869
400 200
y = 12,759x + 73,946 R² = 0,2861
0 0
3
6
9
Hari ke-
Gambar 8 Hasil Produksi Biohidrogen Limbah Vinasse Konsentrasi 10.000-50.000 mg/L
COD Removal (mg/L)
16000
y = 1437,7x - 615,33 R² = 0,956
14000
COD 10.000/1 COD 20.000/1 COD 30.000/1
12000
COD 40.000/1 y = 865,44x + 734,67 R² = 0,9374 COD 50.000/1 y = 815,93x + 244,8 R² = 0,9828 y = 534,33x + 258 R² = 0,9732
10000 8000 6000 4000 2000
y = 159,33x + 724,67 R² = 0,393
0 0
3
6
9
Hari ke-
Gambar 9 COD Removal Vinasse Kadar COD 10.000-50.000 mg/L
19
Tabel 4. Laju Pembentukan Hidrogen (HPR) dan Laju Penurunan COD No.
Kadar COD (mg/L)
Hari ke-
Volume Hidrogen (mL)
HPR (mL H2/L/hari)
COD Removal (mg COD/L)
Laju COD yang hilang (mg COD/L/hari)
1.
10.000
3.
30.000
4.
40.000
5.
50.000
2120,00±47,1 2020,00±94,2 1626,66±365,3 2353,34±235,6 3253,33±612,8 5043,33±624,6 2786,67±23,5 5686,66±612,8 7192,67±718,8 4036,66±860,3 6720,00±471,3 7760,00±282,8 3586,67±412,2 6386,67±141,4 13443,33±954
159,33
20.000
16,634 ± 3,08 14,475 ± 1,55 10,927 ± 0,87 29,490 ± 3,23 30,314 ± 3,26 29,031 ± 6,57 37,964 ± 2,93 49,364 ± 6,84 53,522 ± 2,67 43,520 ± 8,37 63,325 ± 2,54 72,784 ± 13,2 38,917 ± 0,68 54,880 ± 16,4 82,668 ± 18,6
12,76
2.
3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9
36,63
71,65
99,23
109,98
534,33
815,44
865,44
1437,66
Tabel 5. Efisiensi Substrat dan Pengujian Kimiawi pada Media Akhir No.
Kadar COD (mg/L)
Hari ke-
1.
10.000
2.
20.000
3.
30.000
4.
40.000
5.
50.000
3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9
Effisiensi Substrat (%) 23,58 22,34 17,44 14,56 17,73 26,27 10,11 19,03 24,75 12,17 19,07 20,75 9,19 14,86 30,06
Total Asam Organik (%) 0,03 0,19 0,11 0,13 0,20 0,22 0,18 0,26 0,28 0,19 0,37 0,41 0,15 0,25 0,39
pH Akhir
6,19 6,01 5,94 6,06 5,94 5,91 6,05 5,95 5,98 6,11 6,03 5,97 6,10 6,16 6,05
Pada konsentrasi 10.000 mg COD/L, didapatkan HPR sebesar 12,76 mL H2/L/hari. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan volume hidrogen dari hari ke-3 sampai hari ke-9. Volume hidrogen tertinggi diraih pada hari ke-3 yaitu sebesar 16, 634 ± 3,08 mL dan volume hidrogen terendah pada hari
20
ke-9 yaitu sebesar 10,927 ± 0,87 mL. Volume hidrogen tersebut adalah terendah dari seluruh perlakuan. Hal tersebut diduga karena sumber karbon pada media produksi telah habis pada hari ke-3. Sehingga yang tersisa adalah senyawasenyawa toksik. Dengan demikian, setelah hari ke-3 terjadi penurunan volume hidrogen. Selain itu, penurunan volume hidrogen dapat juga dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi COD yang mempengaruhi jalur metabolisme yang dibentuk pada masing-masing konsentrasi. Menurut Lazaro et. al (2014), keberadaan senyawa toksik pada vinasse seperti senyawa fenolik dan furfural dapat mempengaruhi kapabilitas bakteri untuk memproduksi hidrogen. Kemudian pada penelitian tersebut diindikasikan adanya perbedaan jalur metabolik yang menonjol di setiap konsentrasi vinasse yang berbeda-beda, sehingga hasil produksi setiap konsentrasi juga berbeda-beda. Konsentrasi vinasse yang rendah dapat mempengaruhi produksi asam propionat. Selanjutnya menurut Kim et. al (2008), hidrogen tidak diproduksi jika produk sampingnya adalah asam laktat dan asam propionat. Kadar COD yang hilang pada konsentrasi 10.000 mg COD/Lberkisar antara 1626,66±365,33-2120±47,14 mg/L. Kadar COD yang hilang tertinggi pada hari ke-3 dan terendah pada hari ke-9. Kadar COD kisaran tersebut diasumsikan menjadi kadar COD maksimal yang dapat diurai oleh R. marinum pada konsentrasi 10.000 mg COD/L. Sedangkan laju COD yang hilang pada konsentrasi ini sebesar 159,33 mg COD/L/hari. Efisiensi substrat pada konsentrasi ini tertinggi pada hari ke-3 dan terendah pada hari ke-9. pH akhir produksi menurun secara signifikan dari pH awal sebesar 8 menjadi kisaran antara 5,946,19. Hal ini dikarenakan pada proses fermentasi, terbentuk produk samping seperti asam butirat dan propionat sehingga membuat pH media produksi menurun. Menurut Speece (1996), turunnya pH saat fermentasi dikarenakan bakteri acidogenesis memproduksi asetat, gas hidrogen, karbondioksida, dan beberapa VFA contohnya asam propionat dan asam butirat. Menurut Budiyono et. al (2013), turunnya pH dapat disebabkan akumulasi produksi VFA ketika substrat vinasse diurai. Ketika substrat vinasse diurai menjadi biogas, biogas akan diproduksi tanpa melalui fase hidrolisis tetapi langsung menuju fase acidogenesis. Pada fase acidogenesis, rantai pendek komponen molekular diubah menjadi VFA. Pada konsentrasi 20.000 mg COD/L, didapatkan HPR sebesar 36,63 mL H2/L/hari. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa volume hidrogen cenderung sama dari hari ke-3 sampai hari ke-9. Volume hidrogen tertinggi diraih pada hari ke-6 yaitu sebesar 30,314 ± 3,26 mL dan terendah pada hari ke-9 yaitu sebesar 29,031 ± 6,57 mL. Volume hidrogen tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi 10.000 mg COD/L. Kadar COD yang hilang pada konsentrasi 20.000 mg COD/L berkisar antara 2353,34±235,69-5043,33±624,6 mg/L. Kadar COD yang hilang tertinggi pada hari ke-9 dan terendah pada hari ke-3. Kadar COD kisaran tersebut diasumsikan menjadi kadar COD maksimal yang dapat diurai oleh R. marinum pada konsentrasi 20.000 mg COD/L. Sedangkan laju COD yang hilang pada konsentrasi ini sebesar 534,33 mg COD/L/hari. Efisiensi substrat pada konsentrasi ini tertinggi pada hari ke-9 dan terendah pada hari ke-3. pH akhir produksi menurun secara signifikan dari pH awal sebesar 8 menjadi kisaran antara 5,94-6,06. Pada konsentrasi 30.000 mg COD/L, didapatkan HPR sebesar 71,65 mL H2/L/hari. Volume hidrogen pada konsentrasi ini mengalami peningkatan dari hari
21
ke-3 sampai hari ke-9. Volume hydrogen tertinggi diraih pada hari ke-9 yaitu sebesar 53,522 ± 2,67 mL dan terendah pada hari ke-3 yaitu sebesar 37,964 ± 2,93 mL. Volume hidrogen tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi 20.000 mg COD/l. Kadar COD yang hilang pada konsentrasi 30.000 mg COD/Lberkisar antara 2786,67±23,56-7192,67±718,89 mg/L. Kadar COD yang hilang tertinggi pada hari ke-9 dan terendah pada hari ke-3. Laju COD yang hilang pada konsentrasi ini sebesar 815,93 mg COD/L/hari. Laju tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi 10.000 dan 20.000 mg COD/l. Efisiensi substrat pada konsentrasi ini tertinggi pada hari ke-9 dan terendah pada hari ke-3. pH akhir produksi menurun secara signifikan dari pH awal sebesar 8 menjadi kisaran antara 5,95-6,05. Pada konsentrasi 40.000 mg COD/L, didapatkan HPR sebesar 99,23 mL H2/L/hari. HPR tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi 10.000-30.000 mg COD/l. Volume hidrogen pada konsentrasi ini mengalami peningkatan dari hari ke-3 sampai hari ke-9. Volume hidrogen tertinggi diraih pada hari ke-9 yaitu sebesar 72,784 ± 13,2 mL dan terendah pada hari ke-3 yaitu sebesar 43,520 ± 8,37 mL. HY tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi 30.000 mg COD/l. Kadar COD yang hilang pada konsentrasi 40.000 mg COD/L berkisar antara 4036,66±860,31-7760±282,84 mg/L. Kadar COD yang hilang tertinggi pada hari ke-9 dan terendah pada hari ke-3. Laju COD yang hilang pada konsentrasi ini sebesar 865,44 mg COD/L/hari. Laju tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi sebelumnya. Efisiensi substrat pada konsentrasi ini tertinggi pada hari ke-9 dan terendah pada hari ke-3. pH akhir produksi menurun secara signifikan dari pH awal sebesar 8 menjadi kisaran antara 5,975-6,115. Pada konsentrasi 50.000 mg/L diraih volume hidrogen tertinggi dari seluruh konsentrasi yaitu pada hari ke-9 sebesar 82,668±18,65 mL dan HPR sebesar 109,98 mL H2/L/hari. HPR tersebut paling tinggi dari seluruh konsentrasi. Volume hidrogen pada konsentrasi ini mengalami peningkatan dari hari ke-3 sampai hari ke-9. Volume hidrogen tertinggi diraih pada hari ke-9 dan terendah pada hari ke-3 yaitu sebesar 38,917 ± 0,68 mL. Kadar COD yang hilang pada konsentrasi 50.000 mg/L berkisar antara 3586,67±412,24-13443,33±954,59 mg/L. Kadar COD yang hilang tertinggi pada hari ke-9 dan terendah pada hari ke-3. Kadar COD yang hilang pada hari ke-9 tertinggi dari seluruh konsentrasi. Laju COD yang hilang pada konsentrasi ini sebesar 1437,66 mg COD/L/hari. Laju tersebut paling tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi sebelumnya. Efisiensi substrat pada konsentrasi ini juga tertinggi dari seluruh konsentrasi. Hal ini diduga dikarenakan semakin banyak kadar COD yang digunakan, maka semakin banyak pula gas biohidrogen yang dihasilkan. Dengan memperhatikan lamanya waktu fermentasi yang optimal dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi produksi biohidrogen secara optimal. Beberapa penelitian yang menggunakan substrat vinasse untuk produksi biohidrogen diantaranya penelitian Lazaro et. al (2014) menggunakan konsorsium mikroba dengan berbagai konsentrasi vinasse (2-12 g COD/l) pada suhu mesofilik menghasilkan gas biohidrogen sebesar 1,72-2,23 mmol H2/g COD. Penelitian Reis et. al (2015) menghasilkan gas hidrogen tertinggi yaitu 3,07 mmol H2/g COD pada konsentrasi substrat 5 g COD/l dengan komposisi vinasse:glukosa = 1:3. Penelitian Santos et. al (2014) memproduksi
22
hidrogen secara efektif sebesar 0,79 mmol/g COD pada konsentrasi substrat vinasse 30.000 mg/L. Produksi Biohidrogen Dari LCT Dengan Perbedaan Kadar Nitrogen Produksi biohidrogen menggunakan LCT dilakukan dengan perlakuan berbagai kadar nitrogen yaitu 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5 mg/L, dengan diketahui kadar COD LCT sebesar 5199,88±117 mg COD/l. Pada tabel dibawah ini dapat disimpulkan bahwa dari berbagai konsentrasi N semuanya tidak menghasilkan gas biohidrogen baik dari hari ke-3 sampai hari ke-9 sehingga tidak dilakukan pengujian COD Removal dan pH akhir. Hal ini dikarenakan jumLah LCT yang ditambahkan berdasarkan perhitungan ke media produksi 80 mL hanya 1,15-1,19 mL, selebihnya adalah air dan bakteri R.marinum. Sehingga di dalam media produksi tersebut tidak ada sumber karbon berupa asam organik dan nitrogen yang mencukupi bagi R.marinum untuk memproduksi gas biohidrogen. Menurut Sirait (2007), Gas hidrogen yang diproduksi oleh bakteri fotosintetik dihasilkan melalui proses fotofermentasi. Fotosistem pada bakteri fotosintetik hanya melibatkan satu fotosistem (PS1). Fotosistem terjadi dalam membrane intraseluler. Pada kondisi anaerob, bakteri fotosintetik dapat dengan baik menggunakan asam organik sederhana seperti asam asetat sebagai donor elektron. Elektron yang dilepaskan dari senyawa organik akan dipompakan oleh sejumLah besar pembawa elektron (diantara kuinon dan plastosianin). Selama transport elektron, proton dipompakan melewati membrane (dalam kompleks protein sitokrom bc1) sehingga terjadi gradien proton. Gradien proton yang terjadi digunakan oleh enzim ATP sintase untuk menghasilkan ATP. Energi ATP yang terbentuk dapat digunakan untuk transport lebih jauh elektron ke elektron akseptor feredoksin (Fd). Jika molekul nitrogen tidak ada, maka enzim nitrogenase dapat mereduksi proton menjadi gas hidrogen (H2) dibantu dengan energi dalam bentuk ATP dan elektron yang diperoleh dari feredoksin (Fd) (Chen et. al 2006). Secara keseluruhan fotosistem bakteri fotosintetik ini mengubah komponen utama dari asam organik menjadi gas hidrogen (H2) dan karbondioksida (CO2). Fotosistem bakteri ini tidak menghasilkan oksigen (O2) sehingga tidak menghambat kerja enzim nitrogenase, mengingat enzim nitrogenase sensitif terhadap oksigen (Akkerman et. al 2002). Pada percobaan kali ini, dilakukan pula produksi menggunakan LCT 100% yang bertujuan untuk membuktikan apakah LCT dapat memproduksi gas biohidrogen. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat bahwa media LCT 100% dapat menghasilkan gas biohidrogen. Hal ini dikarenakan LCT memiliki kadar COD yang cukup tinggi (5199,88 ±117 mg/L), walaupun jumLah ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan vinasse. Hasil tertinggi diraih pada hari ke-6 yaitu sebesar 19,24 mL atau 0,859 mmol. Sedangkan hasil terendah pada hari ke-3 yaitu sebesar 15,67 mL atau 0,699 mmol. Hasil tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi menggunakan limbah vinasse. Hal ini dikarenakan kadar COD dan asam organik dari LCT lebih rendah daripada limbah vinasse. Pada penelitian Kim et. al (2011b) yang menggunakan limbah proses pembuatan tahu yang telah di pre treatment dengan HCL 1% menggunakan suhu 350C dan pH 7 serta menggunakan konsorsium mikroflora anaerobik menghasilkan gas biohidrogen maksimum sebesar 1,48 mol H2/mol Hexoseadded. Selanjutnya penelitian Kim et. al (2011c) menggunakan limbah proses pembuatan
23
tahu yang telah di pre treatment dengan HCL 0,5% serta menggunakan konsorsium mikroflora anaerobik dengan temperatur 600C dan pH 5,5 menghasilkan gas biohidrogen maksimum sebesar 1,20 mol H2/mol Hexose. Berikutnya penelitian Kim dan Lee (2010) menggunakan limbah proses tahu yang telah di pre treatment dengan pemanasan 1100C selama 30 menit menggunakan inokulum anaerobik pada reaktor tipe CSTR, temperatur 600C dan pH 5,5 menghasilkan gas biohidrogen sebesar 2,3 mol H2 mol-1 glukosa.
Volume Hidrogen (mL/L kultur)
Tabel 6. Hasil Produksi Biohidrogen dari LCT Dengan Berbagai Kadar Nitrogen Hari keKadar N Volume HPR (mL COD Laju COD Efisiensi (mg/L) Hidrogen H2/L/hari) Removal Removal Substrat (mL) (mg/L) (mg (%) COD/L/hari) 3 0,5 1 1,5 2 2,5 149,20 15,67±1,06 430,55±55 40,054 8,27 6 149,20 19,24±0,87 24,87 320,55±5 6,16 9 149,20 18,71±1,12 437,21±45 8,40 300
Volume Hidrogen Linear (Volume Hidrogen)
y = 24,875x + 55,625 R² = 0,7214
250 200 150 100 50 0 0
3
6
9
Hari ke-
Gambar 10 Hasil Produksi Biohidrogen LCT 100% COD Removal (mg/L)
600 Linear (COD Removal)
y = 40,054x + 116,83 R² = 0,5718
500 400 300 200 100 0 0
3
6
9
Hari ke-
Gambar 11 COD Removal LCT 100%
24
Produksi Biohidrogen Pada Media Kombinasi Limbah Vinasse dan LCT Hasil produksi biohidrogen dari media kombinasi vinasse dan LCT dengan berbagai rasio COD/N pada hari ke-3, 6 dan 9 dapat dilihat pada Tabel 7. Volume gas biohidrogen dan HPR tertinggi diraih pada rasio 40.000/1 pada hari ke-9 95,727±6,51 mL dan 121,44 mL H2/L/hari . Sedangkan volume hidrogen dan HPR terendah diraih pada rasio 10.000/1 pada hari ke-9 6,728±8,22 mL dan 6,14 mL H2/L/hari. Volume hidrogen yang dihasilkan pada hari ke-3 berkisar antara 14,667±3,69-27,822±1,87 mL. Sedangkan pada hari ke-6 dan 9 secara berturutturut berkisar antara 9,232±1,71-40,302±1,72 mL dan 6,728±8,22-95,727±6,51 mL. Pada produksi menggunakan media vinasse saja, volume hidrogen dan HPR tertinggi diraih pada konsentrasi 50.000 mg COD/L. Sedangkan, pada perlakuan ini volume hidrogen dan HPR tertinggi diraih pada rasio 40.000/1. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh komposisi substrat yang berbeda dari dua jenis media tersebut. Sehingga hasil produksinya pun akan berbeda. Seperti kadar total nitrogen yang jumLahnya lebih banyak pada media kombinasi vinasse dan LCT daripada menggunakan media vinasse saja. Pada kondisi nitrogen yang terlalu banyak, maka pertumbuhan bakteri akan terganggu karena nitrogen akan diubah dalam bentuk ammonia. Sehingga volume hidrogen pada rasio 50.000/1 lebih rendah jika dibandingkan dengan 40.000/1. Apabila terdapat nitrogen berlebih, nitrogenase lebih cenderung untuk mereduksi nitrogen menjadi amonia (Chen et al. 2006). Selain itu, dalam proses pembentukan gas hidrogen, kerja enzim nitrogenase juga dapat dihambat dengan kadar amonia dan amonium berlebih serta rasio perbandingan karbon dan nitrogen (C/N) yang tinggi (Kapdan & Kargi 2006). Tabel 7. Laju Pembentukan Hidrogen (HPR) dan Laju Penurunan COD No.
Rasio COD/N
Hari ke-
Volume Hidrogen (mL)
HPR (mL H2/L/hari)
COD Removal (mg/L)
Laju COD yang hilang (mg COD/L/hari)
1.
10.000/1
3.
30.000/1
4.
40.000/1
5.
50.000/1
1986,66±235,7 1731,12±7,8 1808,89±70,7 2114,44±345,6 3403,33±365,3 2053,34±200,3 7320,00±612,8 6253,33±329,9 4253,33±141,4 5486,67±282,8 6020,00±542,1 7820,00±400,6 6408,88±408,5 5553,33±157,1 4508,88±133,5
172,37
20.000/1
14,667±3,69 9,232±1,71 6,728±8,22 19,527±3,99 22,596±5,16 32,729±1,45 27,822±1,87 40,302±1,72 56,223±3,07 21,977±1,01 26,25±3,87 95,727±6,51 23,242±0,53 25,434±2,70 55,967±1,05
6,14
2.
3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9
42,19
75,47
121,44
70,87
248,29
389,77
799,77
422,37
25
Pada rasio 10.000/1, didapatkan HPR sebesar 6,14 mL H2/L/hari. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan laju pembentukan gas biohidrogen yang dihasilkan dari hari ke-3 sampai hari ke-9. Hasil tertinggi diraih pada hari ke-3 (14,667±3,69 mL) dan hasil terendah diraih pada hari ke-9 (6,728±8,22 mL). Penurunan hasil tersebut sama dengan perlakuan menggunakan limbah vinasse saja. Hal ini juga diduga karena sumber karbon yang telah habis pada hari ke-3, sehingga yang tersisa adalah senyawa-senyawa toksik yang terkandung di dalam limbah. Dengan demikian, setelah hari ke-3 terjadi penurunan produksi gas biohidrogen. Kadar COD yang hilang pada rasio 10.000/1 berkisar antara 1731,12±7,81986,668±235,7 mg COD/L. Kadar COD yang hilang tertinggi pada hari ke-3, sedangkan yang terendah pada hari ke-6. Laju kadar COD yang hilang pada konsentrasi ini merupakan yang terendah dari seluruh rasio yaitu sebesar 172,37 mg COD/L/hari. pH akhir media pada rasio 10.000/1 berkisar antara 6,05±0,1276,195±0,007. Laju COD Removal tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi menggunakan vinasse saja (159,33 mg COD/L/hari). Efisiensi substrat pada perlakuan ini berkisar antara 19,15-21,98%. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan produksi menggunakan vinasse saja (17,44-23,58%).Penurunan pH tersebut karena terbentuknya produk samping seperti asam propionat dan lainnya, sehingga mempengaruhi penurunan pH pada akhir produksi. Hal ini tidak jauh berbeda dengan produksi menggunakan media vinasse saja, kedua perlakuan mengalami penurunan pH dari pH awal yaitu 8. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penurunan pH tersebut karena terbentuknya produk samping seperti asam propionat dan lainnya, sehingga mempengaruhi penurunan pH pada akhir produksi. Rasio COD/N (10.000/1)
Volume hidrogen(mL/L kultur)
1.400 1.200
Rasio COD/N (20.000/1)
y = 121,44x - 96,609 R² = 0,824
Rasio COD/N (30.000/1)
1.000 y = 75,479x + 48,93 R² = 0,9687
800 600
y = 70,872x + 8,085 R² = 0,9145
400
Rasio COD/N (40.000/1) Rasio COD/N (50.000/1)
y = 42,19x + 44,058 R² = 0,9116
200 0 0
3
6
y = 6,1454x + 68,055 R² = 0,0979
9
Hari ke-
Gambar 12 Hasil Produksi Gas Biohidrogen Rasio COD/N 10.000/1-50.000/1
26
COD 10.000/1
Kadar COD (mg/L)
9000
y = 799,78x + 1232,7 R² = 0,8437
COD 20.000/1
8000 COD 30.000/1 y = 422,37x + 2217,1 R² = 0,3288
7000
COD 40.000/1
6000 COD 50.000/1
5000
y = 389,78x + 2702,7 R² = 0,2182
4000 3000
y = 248,3x + 775,44 R² = 0,4671
2000
y = 172,37x + 606 R² = 0,5183
1000 0 0
3
6
9
Hari ke-
Gambar 13 COD Removal Rasio COD/N 10.000/1-50.000/1 Pada rasio 20.000/1 didapatkan HPR sebesar 42,19 mL H2/L/hari. Pada rasio tersebut terjadi peningkatan volume gas biohidrogen yang dihasilkan pada hari ke-3 sampai hari ke-9 (19,527±3,99-32,729±1,45 mL). Volume hidrogen dan HPR meningkat jika dibandingkan dengan rasio 10.000/1. Hasil produksi biohidrogen tertinggi pada hari ke-9 sedangkan hasil terendah diraih pada hari ke3. Hasil tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan menggunakan limbah vinasse saja. Pada produksi biohidrogen menggunakan vinasse saja HPR yang diperoleh sebesar 36,63 mL H2/L/hari. COD Removal dan laju kadar COD yang hilang pada rasio 20.000/1 berkisar antara 2053,34±200,3-3403,335±365,3 mg/L dan 248,297 mg COD/L/hari. COD Removal tertinggi diraih pada hari ke-6 dan terendah pada hari ke-9. Kadar dan laju COD yang hilang pada konsentrasi ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rasio 10.000/1. Laju COD Removal pada perlakuan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi menggunakan vinasse saja (534,33 mg COD/L/hari). Efisiensi substrat pada perlakuan ini berkisar antara 10,95-18,44%. Hasil tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi menggunakan vinasse saja (14,56-26,27%). pH akhir dari media produksi berkisar antara 5,96±0,00-6,1±0,00. pH tersebut tidak jauh berbeda dengan pH konsentrasi sebelumnya. Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa konsumsi COD oleh R. marinum tidak maksimal, hal ini dibuktikan dengan kadar COD yang hilang hanya sedikit. Hal ini diduga dikarenakan senyawa toksik yang terkandung pada vinasse sehingga konsumsi COD menjadi tidak maksimal. Menurut Lazaro et. al (2014), keberadaan senyawa toksik pada vinasse seperti senyawa fenolik dan furfural dapat mempengaruhi kapabilitas bakteri untuk memproduksi hidrogen. Pada rasio 30.000/1 didapatkan HPR sebesar 75,47 mL H2/L/hari. HPR tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan rasio 20.000/1. Pada rasio 30.000/1 terjadi peningkatan volume gas biohidrogen pada hari ke-3 sampai hari ke-9. Volume hidrogen tertinggi diraih pada hari ke-9 (56,223±3,07 mL) dan terendah pada hari ke-3 (27,822±1,87 mL). HPR pada perlakuan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi menggunakan vinasse saja (71,65 mL/L/hari). COD Removal dan laju kadar COD yang hilang pada konsentrasi ini berkisar antara 4253,335±141,4-7320±612,8 mg/L dan 389,777 mg COD/L/hari. COD
27
Removal tertinggi pada hari ke-3 dan terendah pada hari ke-9. pH pada konsentrasi ini berkisar antara 5,905±0,007-5,975±0,205. Hasil tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi menggunakan limbah vinasse saja (815,44 mg COD/L/hari). Efisiensi substrat dari hari ke-3 sampai hari ke-9 pada perlakuan ini berkisar antara 13,94-23,33 %. Hasil tersebut hampir sama dengan produksi menggunakan vinasse saja (10,11-24,74%). pH tersebut tidak jauh berbeda dengan pH konsentrasi sebelumnya. Pada rasio 40.000/1 didapatkan HPR tertinggi dari seluruh rasio yaitu sebesar 121,44 mL H2/L/hari. Volume hidrogen yang dihasilkan pada konsentrasi ini berkisar antara 21,977±1,01-95,727±6,51 mL. Volume hidrogen tertinggi diraih pada hari ke-9 dan terendah pada hari ke-3. Volume hidrogen tertinggi dari seluruh konsentrasi juga diraih pada konsentrasi 40.000/1 mg/L pada hari ke-9 (95,727±6,51 mL). HPR pada rasio ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi menggunakan vinasse saja (99,23 mL H2/L/hari). COD Removal dan laju COD yang hilang pada konsentrasi ini berkisar antara 5486,67±282,87820±400,6 mg/L dan 799,77 mg COD/L/hari. COD Removal tertinggi pada hari ke-9 dan terendah pada hari ke-3. Hasil tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi menggunakan vinasse saja (865,44 mg COD/L/hari). Efisiensi substrat pada perlakuan ini berkisar antara 14,65-20,06%. Hasil tersebut hampir sama dengan efisiensi substrat menggunakan vinasse saja (12,17-20,75%). pH akhir pada konsentrasi ini berkisar antara 5,665±0,007-5,83±0,021. pH tersebut tidak jauh berbeda dengan pH konsentrasi sebelumnya. Pada rasio 50.000/1 didapatkan HPR sebesar 70,87 mL H2/L/hari. HPR tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan rasio 30.000/1 dan 40.000/1, namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi sisanya. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi terbaik dengan HPR tertinggi diraih oleh rasio 40.000/1. Sedangkan tertinggi kedua diraih oleh rasio 30.000/1 yang kemudian disusul oleh rasio 50.000/1. Pada konsentrasi ini volume hidrogen yang dihasilkan meningkat dari hari ke-3 sampai hari ke-9. Volume hidrogen tertinggi diraih pada hari ke-9 (55,967±1,05 mL) dan terendah pada hari ke-3 (23,242±0,53 mL). HPR pada perlakuan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan menggunakan media vinasse saja (109,98 mL H2/L/hari). COD Removal dan laju COD yang hilang pada konsentrasi ini berkisar antara 4508,885±133,56408,885±408,5 mg/L dan 422,37 mg COD/L/hari. COD Removal tertinggi pada hari ke-3 dan terendah pada hari ke-9. Laju tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi menggunakan vinasse saja (1437,66 mg COD/l/hari. Efisiensi substrat pada perlakuan ini berkisar antara 10,72-15,24% dan menurun dari hari ke-3 sampai hari ke-9. Hasil tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi menggunakan vinasse saja (9,19-30,06%). pH akhir pada konsentrasi ini berkisar antara 5,67±0,014-5,91±0,084. pH akhir pada konsentrasi ini tidak jauh berbeda dengan pH sebelumnya dan pada semua konsentrasi terjadi penurunan pH dari pH awal yaitu 8. Produksi biohidrogen dengan media kombinasi vinasse dan LCT cukup menjanjikan digunakan sebagai media produksi gas biohidrogen yang mudah dan ekonomis. Hasil yang diperoleh dari media kombinasi lebih besar jika dibandingkan dengan produksi menggunakan vinasse saja. Namun hasil produksi menggunakan limbah vinasse lebih besar jika dibandingkan dengan produksi menggunakan LCT. Hasil produksi biohidrogen menggunakan substrat vinasse
28
dari berbagai referensi tersaji pada Tabel 9. Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa hasil produksi pada penelitian ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan beberapa penelitian di bawah ini. Tabel 8. Efisiensi Substrat dan Pengujian Kimiawi pada Media Akhir Rasio COD/N Hari Efisiensi Total Asam Total keSubstrat (%) Organik Nitrogen (%) (mg/L) 10.000/1 3 21,98 0.07 2.14 6 19,15 0.15 3.25 9 20,01 0.16 10.9 20.000/1 3 11,45 0.12 3.25 6 18,44 0.06 3.07 9 10,95 0.16 3.79 30.000/1 3 23,33 0.10 5.64 6 19,93 0.09 5,12 9 13,94 0.11 7,17 40.000/1 3 14,65 0.29 8.88 6 15,44 0.21 6.83 9 20,06 0.11 9.22 50.000/1 3 15,24 0.33 9.74 6 12,88 0.39 8.88 9 10,72 0.19 10.6
pH akhir
6,05±0,12 6,15±0,04 6,19±0,00 5,96±0,00 6,10±0,07 6,00±0,00 5,90±0,00 5,97±0,20 5,91±0,01 5,66±0,00 5,83±0,00 5,83±0,02 5,67±0,01 5,81±0,00 5,91±0,08
Tabel 9. Hasil Produksi Biohidrogen pada Limbah Vinasse dari Berbagai Referensi Substrat Mikroorganisme Konsentrasi HPR Referensi Tequila Vinasse Tequila Vinasse Vinasse
Thermally pretreated anaerobic sludge Anaerobic granular sludge
Rhodobium marinum Vinasse + Rhodobium LCT marinum
16 g COD/l
38,3 mL H2/L/jam
Buitron et.al (2014)
3 g COD/l
50,5 mL H2/L/jam
50.000 mg COD/l 40.000 mg COD/l
109,98 mL H2/L/hari 121,4 mL H2/L/hari
Buitron & Carvajal (2010) Hasil studi saat ini Hasil studi saat ini
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Karakteristik vinasse memiliki kadar COD dan Total Asam Organik yang tinggi dan kadar Total N yang lebih rendah jika dibandingkan dengan LCT. Sedangkan LCT mempunyai karakteristik kadar Total Nitrogen yang tinggi dan kadar COD dan Total Asam Organik yang lebih rendah jika dibandingkan dengan vinasse. 2. Perbedaan kadar COD berpengaruh terhadap volume gas biohidrogen dan laju pembentukan hidrogen (HPR). Volume hidrogen tertinggi diperoleh pada perlakuan kadar COD 50.000 mg/L pada hari ke-9. HPR tertinggi juga diperoleh pada perlakuan kadar COD 50.000 mg/L. 3. Perbedaan kadar N tidak berpengaruh terhadap volume gas biohidrogen dan laju pembentukan hidrogen (HPR). Hal ini ditandai dengan tidak dihasilkannya gas hidrogen. 4. Perbedaan rasio COD/N berpengaruh terhadap volume gas biohidrogen dan laju pembentukan hidrogen (HPR). Volume hidrogen tertinggi pada perlakuan rasio 40.000/1 pada hari ke-9. HPR tertinggi juga diraih pada perlakuan rasio 40.000/1.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pH media diatas 8 sehingga dapat dilihat apakah hasil produksi akan semakin meningkat. 2. Perlu dilakukan pengontrolan pH media saat proses fermentasi. 3. Perlu memblok jalur metabolik pembentukan produk selain gas hidrogen. 4. Perlu dilakukan uji coba dan optimasi skala bioreaktor yang lebih besar dan menggunakan sistem batch dan continuous.
DAFTAR PUSTAKA
Akkerman I, Janssen M, Rocha J, Wij H. 2002. Photobiological hydrogen production photochemical efficiency and bioreactor design. Int J Hydrogen Energy 27:1195-1208. Akram M, Tan CK, Garwood R, Thai SM. 2015. Vinasse – A potential biofuel – Cofiring with coal in a fluidised bed combustor. 2015. Fuel 158 (2015) 1006-1015. Anam K, Habibi MS, Harwati UT, Susilaningsih D. 2012. Photofermentative hydrogen production using Rhodobium marinum from bagasse and soy sauce wastewater. Int J Hydrogen Energy 2012, 37:15436–15442. AOAC 942.15. 2012. Official Methods of Analysis of the Association Agricultural Chemists. 10th Ed. Washington DC. Arimi MM, Knodel J, Kiprop A, Namango SS, Zhang Y, Geiben SU. 2015. Strategies for improvement of biohydrogen production from organic-rich wastewater: A review. Biomass and Bioenergy (2015) 101-118. Badan Standardisasi Nasional SNI 6989.2:2009. Air dan air limbah - Bagian 2: Cara uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri. www.sisni.bsn.go.id. Basak N dan Das D. 2007. The prospect of purple non sulfur (PNS) photosynthetic bacteria for hydrogen production: the present state of the art. World J Microbial Biotechnol 2007, 23:31–42. Budiyono, Iqbal S, Siswo S. 2013. Biogas Production from Bioethanol Waste: The Effect of pH and Urea Addition to Biogas Production Rate. Waste Tech. Vol.1(1)2013:1-5. Buitro´n G, Kumar G, Arce AM, Moreno G. 2014. Hydrogen and methane production via a two-stage processes (H2-SBR þ CH4-UASB) using tequila vinasses, Int. Journal of Hydrogen Energy (2014). 10.1016/j.ijhydene.2014.04.139. Buitron G dan Carvajal C. 2010. Biohydrogen Production from Tequila Vinasses in Anaerobic Sequencing Batch Reactor: Effect of Initial Substrate Concentration, Temperature and Hydraulic Retention Time. Bioresource Technology 101(2010)9071-9077. Chen X, Sun Y, Xiu ZL, Li X, Zhang D. 2006. Stoichiometric analysis of biological hydrogen production by fermentative bacteria. Int J Hydrogen Energy 31:539-549. Chen WH, Sung S, Chen SY. 2009. Biological hydrogen production in an anaerobic sequencing batch reactor: pH and cyclic duration effects. Int. J. Hydrogen Energy 34, 227–234. Das D dan Veziroglu TN. 2008. Advances in biological hydrogen production processes. Int. J. Hydrogen Energy 33, 6046–6057 (2008). Fernandes BS, Peixoto G, Albrecht FR, Saavedra del Aguila NK, Zaiat M. 2010. Potential to produce biohydrogen from various wastewaters. Energy Sustain Dev 2010;14:143e8. Ghimire A, Frunzo L, Pirozzi F, Trably E, Escudie R, Lens PNL, Esposito G. 2015. A review on dark fermentative biohydrogen production from organic
31
biomass: Process parameters and use of by-products. Applied Energy (2015) 73-95. Habibi MS, Anam K, Susilaningsih D. 2010. Environmental factors optimization in photo-fermentation to produce biohydrogen by Sanur consortia. Di dalam: Yopi, editor. ASEAN-Korea Symposium and Workshop on Biorefinery Technology; Jakarta, 18-20 Feb 2010. Jakarta: LIPI Press. hlm 169-172. Hallenbeck PC dan Ghosh D. 2009. Advances in fermentative biohydrogen production: the way forward?. Trends Biotechnol. 27, 287–297. Hay JXW, Ta YW, Joon CJ. 2013. Biohydrogen production through photo fermentation or dark fermentation using waste as a substrate: Overview, economics, and future prospects of hydrogen usage. Biofuels, Bioprod. Bioref. (2013). 10.1002/bbb.1403. Hirashi A, Urata K, Satoh T. 1995. A new genus of marine budding phototropic bakteria, Rhodobium gen Nov., which includes Rhodobium orienties sp. Nov and Rhodobium marinum comb. Nov. J Systematic Bacteriology 45:226-234. Imam J, Singh PK, Shukla P. 2013. Biohydrogen as Biofuel: Future Prospects and Avenues for Improvements. Biofuel Technologies.10.1007/978-3-64234519-7_12. Júnior ADNF, Etchebehere C, Zaiat M. 2015. Mesophilic hydrogen production in acidogenic packed-bed reactors (apbr) using raw sugarcane vinasse as substrate: Influence of support materials, Anaerobe (2015), doi:10.1016/j.anaerobe. 2015.04.008. Kapdan IK dan Kargi F. 2006. Bio-hydrogen production from waste materials. Enzyme Microb Technol 38: 569–582. Kaswinarni F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu: Studi Kasus Industri Tahu Tandang Semarang, Sederhana Kendal dan Gagak Sipat Boyolali [Tesis]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro. Kawaguchi H, Kyoko H, Kazumasa H, Kazuhisa M. 2001. Hydrogen production from algal biomass by a mixed culture of R.. marinum A-501 and Lactobacillus amylovorus. J Boscience and Bioenginering. Vol. 91, No.3, 277282, 2001. Kim MS dan Lee DY. 2010. Fermentative Hydrogen Production From TofuProcessing Waste And Anaerobic Digester Sludge Using Microbial Consortium. J. Bioresource Technology 101 (2010) S48–S52. Kim DH, Kim SH, Jung KW, Kim MS, Shin HS. 2011a. Effect of initial pH independent of operational pH on hydrogen fermentation of food waste. J. Bioresource. Technol. 102, 8646e8652. Kim DH, Kim SH, Ko IB, Lee CY, Shin HS. 2008. Start-up strategy for continuous fermentative hydrogen production: early switchover from batch to continuous operation. Int. J. Hydrogen. Energy. 33, 1532e1541. Kim DH, Lee DY, Kim MS. 2011b. Enhanced biohydrogen production from tofu residue by acid/base pretreatment and sewage sludge addition. Int. J. Hydrogen. Energy. 36, 13922e13927. Kim MS, Lee DY, Kim DH. 2011c. Continuous hydrogen production from tofu processing waste using anaerobic mixed microflora under thermophilic conditions. Int. J. Hydrogen. Energy. 36, 8712e8718.
32
Koku H, Erolu I, Gunduz U, Yucel M, Turker L. 2002. Aspect of the metabolism of hydrogen production by Rhodobacter sphaeroides. Int J Hydrogen Energy 2002, 27:1315–1329. Kotay SM dan Das D. 2008. Biohydrogen as a renewable energy resource prospects and potentials. Int J Hydrogen Energy. 33:258–263. Lay CH, Sen B, Huang SC, Chen CC, Lin CY. 2013. Sustainable Bioenergy Production From Tofu-Processing Wastewater By Anaerobic Hydrogen Fermentation For Onsite Energy Recovery. J. Renewable Energy 58 (2013) 60e67. Lazaro CZ, Perna V, Etchebehere C, Varesche MBA. 2014. Sugarcane vinasse as substrate for fermentative hydrogen production: the effects of temperature and substrate concentration. Int J Hydrogen Energy 2014;39:6407e18. Mahyudin AR dan Koesnandar. 2006. Biohydrogen production: prospects and limitations to practical application. Akta Kimindo 1:73-77. Miyake J. 1998. The science of biohydrogen. Di dalam: Zaborsky OR, (Ed), Biohydrogen. NewYork: Plenum Press. Nandy T, Shastry S, Kaul SN. 2002. Wastewater management in a cane molasses distillery involving bioresource recovery. J. Environ. Manage. 65 (1), 25– 38. Nath K dan Das D. 2004. Biohydrogen production as a potential energy resourcePresent state of art. J Sci Ind Res 63:729-738. Pant D dan Adholeya A. 2007. Biological approaches for treatment of distillery wastewater: a review. Bioresour Technol 2007;98:2321e43. Potter C, Soeparwadi M, Gani A. 1994. Limbah Cair berbagai Industri di Indonesia. Sumber Pengendalian dan Baku mutu. Enviromental Management Development in Indonesia (EMDI). Reis CMD, Carosia MF, Sakamoto IK, Varesche MBA, Silva EL. 2015. Evaluation of hydrogen and methane production from sugarcane vinasse in an anaerobic fluidized bed reactor. Int. Journal of Hydrogen Energy. 40 (2015) 8498-8509. doi:10.1016/j.ijhydene.2015.04.136 Roy S, Kanhaiya K, Supratim G, Debabrata D. 2014. Thermophilic biohydrogen production using pre-treated algal biomass as substrate. J. Biomass & Bioenergy 61 (2014) 157-166. Sani EY. 2006. Pengolahan Air Limbah Tahu Menggunakan Reaktor Anaerob Bersekat Dan Aerob [Tesis]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro. Santos SC, Rosa PRF, Sakamoto IS, Varesche MBA, Silva EL. 2014. Organic loading rate impact on biohydrogen production an microbial communities at anaerobic fluidized thermophilic bed reactors treating sugarcane vinasses. Bioresour Technol 2014;159:55e63. Saripan AF dan Reungsang A. Biohydrogen production by Thermoanaerobacterium thermosaccharolyticum KKU-ED1: culture conditions optimization using mixed xylose/arabinose as substrate. Electron J Biotechnol 2013;16:1e17. Sirait LR. 2007. Produksi gas hidrogen dari limbah cair tahu dengan bakteri fotosintetik Rhodobium marinum [tesis]. Depok: Sekolah Pascasarjana, Universitas Indonesia. Speece RE. 1996. Anaerobic Technology for Industrial Wastewaters. Archae Press, USA.
33
Sung S dan Liu T. 2003. Ammonia inhibition on thermophilic anaerobic digestion. Chemo-sphere 53 (1), 43–52. Syaichurrozi I, Budiyono, Sumardiono S. 2013. Predicting kinetic model of biogas production and biodegradability organic materials: Biogas production from vinasse at variation of COD/N ratio. Bioresource Technology 149 (2013) 390–397. Vaccari G. 2005. Overview of the environmental problems in beet sugar processing: possible solutions. J Clean Prod 2005;13:499–507. Vijayaraghavan K dan Ahmad D. 2006. Biohydrogen generation from palm oil mill effluent using anaerobic contact filter. Int J Hydrogen Energy 31:1284–1291.
LAMPIRAN
35
Lampiran 1 Hasil Produksi Biohidrogen Kadar COD 10.000-50.000 mg/L pada Hari ke-3 Kadar COD Vol total (mL) Volume H2 (mL) Kadar H2 (mmol) (mg/L) 10000 (3) 46 16.63 0.74 20000 (3) 57 29.49 1.31 30000 (3) 62 37.96 1.69 40000 (3) 68 43.52 1.94 50000 (3) 64.5 38.91 1.73 Lampiran 2 Hasil Produksi Biohidrogen Kadar COD 10.000-50.000 mg/L pada Hari ke-6 Kadar COD Vol total (mL) Volume H2 (mL) Kadar H2 (mmol) (mg/L) 10000 (6) 20000 (6) 30000 (6) 40000 (6) 50000 (6)
47 62 75 82.5 86
14.47 30.31 49.36 63.32 54.88
0.64 1.35 2.20 2.82 2.45
Lampiran 3 Hasil Produksi Biohidrogen Kadar COD 10.000-50.000 mg/L pada Hari ke-9 Kadar COD Vol total (mL) Volume H2 (mL) Kadar H2 (mmol) (mg/L) 10000 (9) 46.5 10.92 0.48 20000 (9) 63.5 29.03 1.29 30000 (9) 78.5 53.52 2.38 40000 (9) 92.5 72.78 3.24 50000 (9) 105.5 82.66 3.69 Lampiran 4 Hasil Produksi Biohidrogen Rasio COD/N 10.000/1-50.000/1 pada Hari ke-3 Vol total (mL) Volume H2 (mL) Kadar H2 (mmol) Rasio COD/N 10000/1 (3) 46.5 14.66 0.65 20000/1 (3) 52 19.52 0.87 30000/1 (3) 60 27.82 1.24 40000/1 (3) 50 21.97 0.98 50000/1 (3) 52.5 23.24 1.03
36
Lampiran 5 Hasil Produksi Biohidrogen Rasio COD/N 10.000/1-50.000/1 pada Hari ke-6 Rasio COD/N Vol total (mL) Volume H2 (mL) Kadar H2 (mmol) 10000/1 (6) 44 9.23 0.41 20000/1 (6) 61.5 22.59 1.00 30000/1 (6) 75 40.30 1.79 40000/1 (6) 56.5 26.25 1.17 50000/1 (6) 53 25.43 1.13 Lampiran 6 Hasil Produksi Biohidrogen Rasio COD/N 10.000/1-50.000/1 pada Hari ke-9 Rasio COD/N 10000/1 (9) 20000/1 (9) 30000/1 (9) 40000/1 (9) 50000/1 (9)
Vol total (mL) 40 64 87 96 67.5
Volume H2 (mL) 6,72 32.72 56.22 95.72 55.96
Kadar H2 (mmol) 0.02 1.46 2.50 4.27 2.49
Lampiran 7 Metode Pengujian Kadar COD (SNI 6989.2:2009) Pembuatan reagen: 1. Digestion solution pada kisaran konsentrasi tinggi. Penambahan 10,216 g K2Cr2O7 yang telah dikeringkan pada suhu 150o C selama 2 jam ke dalam 500 mL air suling. Penambahan 167mL H2SO4 pekat dan 33,3 g HgSO4. Larutkan dan dinginkan pada suhu ruang dan encerkan sampai 1000mL. 2. Digestion solution pada kisaran konsentrasi rendah. Penambahan 1,022 g K2Cr2O7 yang telah dikeringkan pada suhu 150o C selama 2 jam ke dalam 500 mL air suling. Penambahan 167mL H2SO4 pekat dan 33,3 g HgSO4. Dilarutkan dan dinginkan pada suhu ruang dan diencerkan sampai 1000mL. 3. Melarutkan 10,12 g serbuk atau kristal Ag2SO4 ke dalam 1000mL H2SO4 pekat. Diaduk hingga larut menggunakan magnetic stirer. 4. Pembuatan larutan baku Kalium Hidrogen Ptalat (KHP) COD 500 mg O2/L gerus KHP perlahan, lalu dikeringkan sampai berat konstan pada suhu 110o C. Larutkan 425 mg KHP ke dalam air bebas organik sampai volume 1000mL. Disimpan dalam kondisi dingin supaya stabil dan dapat digunakan selama 1 minggu selama tidak ada pertumbuhan mikroba. Prosedur: a. Proses digestion, sampel diambil dan ditambahkan digestion solution dan larutan pereaksi asam sulfat ke dalam tabung atau ampul, seperti tabel berikut: b. Tabung ditutup dan dikocok perlahan hingga homogen. c. Tabung diletakkan pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150o C, dilakukan refluks selama 2 jam. d. Tabung ditutup dan dikocok perlahan hingga homogen.
37
Tabel 7 Contoh Uji dan Larutan Pereaksi untuk Bermacam-macam digestion vessel Digestion vessel Contoh uji Digestion Larutan Pereaksi Total (mL) solution(mL) Asam sulfat (mL) Volume Tabung Kultur 16x100mm 2,50 1,50 3,5 7,5 20x150mm 5,00 3,00 7,0 15,0 25x150mm 10,00 6,00 14,0 30,0 Standar ampul 10 mL 2,50 1,50 3,5 7,5 e. Tabung diletakkan pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150o C, dilakukan refluks selama 2 jam. f. Pembuatan kurva kalibrasi dengan panjang gelombang 600nm pada konsentrasi tinggi dan 420nm pada konsentrasi rendah sampai R: 0,995. g. Pengukuran contoh uji, untuk contoh uji yang memiliki kadar COD 100mg/L sampai 900mg/L, sampel didinginkan sampai suhu ruang. Suspensi dibiarkan mengendap dan bagian yang diukur adalah bagian yang jernih. Diukur dengan panjang gelombang 600nm. Dihitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi. Analisa dilakukan duplo. Perhitungan: Nilai COD sebagai mg O2/l Kadar COD (mg O2/l): C x F Keterangan: C: Nilai COD sampel dinyatakan dalam mg O2/l F: Faktor pengenceran
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta, 11 Mei tahun 1991 dari pasangan Bapak Ahmad Fauzan Anwar, Lc dan Ibu Shofwah Nasich. Merupakan putri ke empat dari enam bersaudara dan berdomisili di Kabupaten Demak. Penulis menamatkan gelar sarjana di program studi Teknologi Hasil Perikanan, UNDIP Semarang pada tahun 2013. Tahun 2009 penulis lulus dari MA Husnul Khotimah Kuningan dan Universitas Diponegoro pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur SNMPTN dan berhasil menyelesaikan kuliah pada tahun 2013. Pada tahun 2014, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan sekolah pada Mayor Multidisplin Program Studi Bioteknologi, IPB. Penulis melakukan aktivitas kuliah sambil bekerja selama 1 tahun (2014-2015) di STEI Tazkia Dramaga Bogor dan Tahun 2016-2017 bekerja di Bosowa Bina Insani Boarding School. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Master Sains Bioteknologi, penulis melakukan penelitian di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong dan berhasil menyelesaikan penelitian dengan judul tesis Studi Produksi Biohidrogen Pada Media Kombinasi Limbah Vinasse Dan Limbah Cair Tahu Oleh Bakteri Fotosintetik R. marinum di bawah bimbingan Prof Dr Ir Khaswar Syamsu, MSc.St dan Dr Dwi Susilaningsih, MPharm. Bagian dari artikel penelitian ini telah diki imkan ke ju nal “Indonesian Journal Of Chemistry”.