Produksi Biohidrogen dari Air Limbah Biohydrogen Productions from Wastewater
Rien Rakhmana Lecturer of Bioprocess Engineering; Faculty of Biotechnology, Institut Teknologi Del, Laguboti, Toba Samosir, Sumatera Utara
[email protected]
ABSTRACT. In order to anticipate the limitations of fossil fuels, it is conducted various studies related to renewable fuels and environmentally safe. Meanwhile, agro industrial wastewater is increasing as the number of agro industries grows. Both of these problems can be solved by biological wastewater treatment in which the benefits obtained are generating bioenergy (such as biohydrogen) and decreasing the potential emissions from industrial wastewater. Various techniques can be done to produce biohydrogen, such as biophotolysis (direct and indirect), photofermentation, water-gas shift, and dark fermentation. Dark fermentation is used to produce biohydrogen by various types of substrate. The appropriate substrate is with very high organic compounds. This criterion is owned by agro industrial wastewater. The potential of dark fermentation as the promising method to produce biohydrogen evaluates economically. It is a challenge for scientists to be able to achieve the optimum conditions to produce the highest biohydrogen due to it can compete with other fuel sources. Keywords: Biohydrogen, dark fermentation, industrial wastewater
1. PENDAHULUAN Saat ini tujuan utama pengolahan air limbah telah bergeser dari pengurangan nilai COD (Chemical Oxygen Demand) air limbah menjadi produksi energi yang menguntungkan bagi pihak industri agro (Premier dkk., 2013). Selama ini, kebutuhan energi masih didominasi oleh sumber energi fosil yang cadangannya semakin berkurang (Show dkk., 2012), sedangkan kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan pertumbuhan pembangunan. Salah satu sumber energi alternatif yang ramai diteliti adalah biohidrogen. Biohidrogen merupakan sumber energi yang ramah lingkungan karena diperkirakan tidak menghasilkan limbah sama sekali. Produk pembakarannya berupa uap air dan energi (Kapdan dan Kargi, 2006). Air limbah industri agro merupakan salah satu substrat yang tepat untuk proses fermentasi bagi bakteri penghasil biohidrogen (Ntaikou dkk., 2010). Air limbah ini mengandung senyawa organik yang dapat diuraikan oleh bakteri anaerobik untuk menghasilkan gas hidrogen dan asam-asam lemak volatil (VFA). Pada studi ini, dilakukan studi literatur mengenai jalur produksi biohidrogen, teknologi fermentasi gelap, substrat pemroduksi biohidrogen, bakteri penghasil biohidrogen, serta keekonomian dan tantangan biohidrogen sebagai sumber energi terbarukan. 2. PRODUKSI BIOHIDROGEN Biohidrogen merupakan salah satu energi terbarukan yang tergolong bahan bakar bersih dan ramah lingkungan, dikarenakan penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar tidak menghasilkan limbah sama sekali. Produk dari proses pembakaran hidrogen adalah oksigen, dan uap air. Keuntungan lainnya dengan menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar adalah mempunyai efisiensi energi yang sangat tinggi saat diproses menjadi bahan bakar dibandingkan dengan sumber bahan bakar lainnya seperti bahan bakar diesel dan etanol. Teknologi yang digunakan untuk memproduksi hidrogen biasanya berasal dari pembakaran bahan bakar fosil melalui proses termokimia. Dari teknologi ini, terdapat beberapa kekurangan seperti mahalnya biaya produksi, dan menghasilkan emisi gas rumah kaca. Walaupun demikian, kebutuhan akan hidrogen
Halaman 1 dari 7
terus meningkat. Beberapa kondisi dan alasan di atas, menjadi cikal bakal berkembangnya produksi hidrogen melalui proses biologis. Hidrogen yang diproduksi melalui proses biologis disebut sebagai biohidrogen. Biohidrogen dihasilkan melalui proses fermentasi gelap oleh bakteri. Dalam proses fermentasi, bakteri memerlukan sumber karbon agar menghasilkan hidrogen. Sumber karbon dapat berasal dari berbagai senyawa organik, namun yang paling mudah dicerna oleh bakteri adalah senyawa karbon yang membentuk polimer karbohidrat ataupun lemak. Sumber karbon berupa karbohidrat umumnya berasal dari sumber bahan makanan. Namun, untuk mencegah adanya kompetensi antara pasokan makanan dengan energi, maka perhatian sumber karbon awalnya berfokus pada sumber makanan beralih ke air limbah industri yang mempunyai kandungan senyawa karbon sangat tinggi. Air limbah industri yang mengandung banyak senyawa karbon ini umumnya berasal dari air limbah industri agro. 3. JALUR PRODUKSI BIOHIDROGEN Produksi hidrogen secara biologis dapat dilakukan melalui beragam jenis organisme dan sumber energi yang digunakan. Secara garis besar, produksi biohidrogen dibedakan sebagai berikut. - Proses produksi yang bergantung pada cahaya. Misalnya proses fotolisis atau fermentasi cahaya. - Proses produksi yang tidak bergantung pada cahaya, contohnya fermentasi gelap. Pada Tabel 1 diberikan gambaran singkat perbedaan metode produksi biohidrogen yang telah sering dilakukan. Diantaranya metode biofotolisis langsung, biofotolisis tak langsung, fotofermentasi, water-gas shift dan fermentasi gelap. Tabel 1 Metode-metode produksi biohidrogen Proses metabolis Organisme Enzim Penggunaan Sumber Produk cahaya energi Biofotolisis langsung Biofotolisis tak langsung Fotofermentasi Water-gas shift Fermentasi gelap
Green algae
Hydrogenase
Ya
H2O
H2, O2
Cyanobacteria
Nitrogenase, hydrogenase Nitrogenase, hydrogenase Hydrogenase
Ya
H2O
H2, O2
Ya
Senyawa organik CO
H2, CO2
Hydrogenase, nitrogenase
Tidak
Senyawa organik
H2, CO2, VFA
Phototrophic bacteria Phototrophic bacteria Fermentative bacteria
Tidak
H2, CO2
(Sumber : Krupp dan Widmann, 2009) Metode produksi biofotolisis merupakan proses produksi dengan memanfaatkan reaksi fotolisis H 2O yang dilakukan oleh beberapa jenis alga hijau di antaranya Chlamydomonas reinhardii. Pada keadaan anaerob, mikroba ini menggunakan gas hidrogen sebagai sumber elektron atau menghasilkan gas hidrogen dalam keadaan ada cahaya. Oleh karena itu, dengan mengatur kondisi cahaya yang digunakan maka gas H 2 dan O2 dapat dihasilkan oleh mikroalga tersebut. Sedangkan pada proses indirect biophotolysis dapat dilakukan oleh beberapa mikroalga seperti cyanobacteria. Reaksi fotosintesis yang diikuti dengan fotofermentasi sebagai berikut : 6 CO2 + 6 H2O + cahaya C6H12O6 + 6 O2 (2) C6H12O6 + 6 H2O + cahaya 6 CO2 + 12 H2 (3) Fotofermentasi dilakukan oleh bakteri fototropis seperti Rhodobacter capsulatus yang memanfaatkan energi cahaya untuk fermentasi senyawa organik seperti glukosa atau bahkan limbah menjadi hidrogen. Produksi hidrogen melalui proses water-gas shift dilakukan oleh bakteri yang mampu mengikat gas polutan CO. Jenis bakterinya yaitu Rhodospirillaceae gelatinosus. Reaksi yang terjadi sebagai berikut : CO + H2O CO2 + H2 (4)
Halaman 2 dari 7
Metode fermentasi gelap (Li dkk., 2012) adalah proses degradasi karbohidrat (misalnya glukosa) dan menghasilkan hidrogen dan senyawa metabolit (asetat dan butirat) yang dilakukan oleh beberapa bakteri tertentu dalam keadaan tanpa cahaya. Jenis bakterinya yaitu Clostridium dan Bacillus. Reaksi yang terjadi sebagai berikut : C6H12O6 + 2 H2O 2 CH3COOH + 4 H2 + 2 CO2 (5) C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2 H2 + 2 CO2 (6) Berbagai metode produksi biohidrogen yang dikemukakan di atas, metode fermentasi gelap lebih disukai karena laju perolehan biohidrogennya tinggi dan penggunaan substratnya yaitu jenis limbah organik atau air limbah yang kaya karbohidrat, sehingga biaya yang dibutuhkan untuk produksi biohidrogen lebih murah. 4. TEKNOLOGI FERMENTASI GELAP (DARK FERMENTATION) Kata fermentasi berasal dari kata latin ferfere yang artinya mendidihkan. Karena pada zaman dahulu, terbentuknya gas dari suatu cairan kimia hanya dapat dibandingkan dengan keadaan seperti air mendidih atau mulai mendidih (Judoamidjojo dkk., 1992). Fermentasi gelap untuk produksi hidrogen dapat berlangsung dalam kondisi anoksik atau anaerobik. Banyak bakteri mereduksi proton menjadi hidrogen menggunakan enzim hidrogenase. Secara garis besar, pembentukan molekul hidrogen melalui 2 rute dikarenakan adanya koenzim tertentu, yaitu jalur dekomposisi asam format atau jalur re-oksidasi NADH (nikotinamida adenine dinukleotida). Jalur 1 : NADH + H+ + 2 Fd2+ 2 H+ + NAD+ + 2 Fd+ +
Jalur 2 : 2 Fd + 2 H
+
2 Fd + H2 2+
(7) (8)
Pada siklus glikolisis, glukosa dikonversi menjadi piruvat bersamaan dengan konversi NAD + menjadi NADH melalui jalur glikolisis anaerobik sebagai berikut: C6H12O6 + 2 NAD+ 2 CH3COOH + 2 NADH + 2 H+
(9)
Produksi hidrogen melalui tahapan re-oksidasi NADH dilakukan oleh beberapa mikroorganisme tertentu pada keadaan asidogenik karena adanya kehadiran enzim ferredoxin oxidoreductase dan hidrogenase. Rute metabolisme terjadi pada beberapa spesies dari bakteri Clostridium. Fungsi utama NADH-ferredoxin sebagai pembawa elektron dan terlibat dalam proses oksidasi piruvat menjadi asetil-Koa dan karbon dioksida dan menghasilkan proton yang kemudian tereduksi menjadi molekul hidrogen. Clostridia memecah jalur piruvat menjadi asetil-Koa menghasilkan 2 mol NADH dan 2 mol ferredoxin tereduksi. Jalur glikolisis pada Clostridium sebagai berikut :
Gambar 1 Jalur fermentasi pada Clostridium (Sumber : Mathews dan Wang, 2009)
Halaman 3 dari 7
Secara teoritis, fermentasi setiap 1 mol glukosa menghasilkan 4 mol hidrogen, dengan asumsi semua substrat terkonversi secara sempurna menjadi asam asetat. Sedangkan jika semua subtrat terkonversi menjadi asam butirat, maka setiap mol glukosa hanya akan menghasilkan 2 mol hidrogen, karena adanya 2 mol NADH yang terkonsumsi saat terbentuknya produk intermediat. Reaksi yang terjadi sebagai berikut : C6H12O6 + 2 H2O ⇆ 4 H2 + 2 CH3COOH + 2 CO2 (10) C6H12O6 ⇆ 2 H2 + CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 (11) Banyaknya hidrogen yang dihasilkan dari proses fermentasi glukosa ditentukan melalui rasio butirat/asetat. Dengan asumsi, tidak adanya NADH yang berperan sebagai reduktan dalam proses pembentukan alkohol. Namun, dengan adanya penggunaan elektron pada jalur piruvat-ferredoxin oxidoreductase atau NADH-ferredoxin oxidoreductase dan hidrogenase memungkinkan berdampak pada banyaknya NADH dan asetil-Koa dan kondisi lingkungan fermentasi. Akibatnya, setelah keadaan reduksioksidasi setimbang, konsumsi NADH menghasilkan beberapa senyawa seperti laktat, etanol dan butanol, sehingga perolehan hidrogen menjadi berkurang. 5. SUBSTRAT PEMRODUKSI BIOHIDROGEN Substrat yang dapat digunakan untuk menghasilkan biohidrogen merupakan substrat yang mengandung karbon tinggi seperti biomassa, limbah pertanian, produk yang mengandung lignosellulosa seperti kayu dan limbah kayu, limbah dari proses produksi makanan, tanaman air dan alga, dan sebagainya. Biomassa mempunyai potensi yang sangat besar untuk dijadikan sumber penghasil biohidrogen karena mengandung banyak senyawa karbon. Sama halnya dengan limbah dari pertanian, substrat-substrat yang berpotensi dijadikan biohidrogen dipengaruhi oleh kadar karbohidrat yang dikandungnya. Sebagaimana dikemukakan di atas, bakteri penghasil hidrogen bekerja menghasilkan hidrogen dengan mengkonsumsi karbohidrat. Melalui proses biologis, karbohidrat tersebut dipecah menjadi monomer-monomernya untuk kemudian diubah menjadi metana dan hidrogen. Air limbah yang berpotensi dijadikan substrat dapat berasal dari industri makanan, seperti industri tapioka, sawit, pengolahan beras, minuman keras (bir atau wine) dan sebagainya. Kunci utama substrat yang berpotensi untuk dijadikan sumber biohidrogen melalui proses fermentasi adalah substrat yang mengandung senyawa organik tinggi. Beberapa substrat yang berasal dari limbah yang berpotensi digunakan untuk dijadikan sumber makanan bagi bakteri adalah: Tabel 2 Sumber substrat untuk produksi biohidrogen secara fermentasi Perolehan bioenergi Subtrat Kultur yang digunakan Pustaka BioH2 BioCH4 Limbah tapioka Limbah makanan Rice straw
Campuran
Molasses
Clostridium butyricum dan Methanobacterium beijingense
42,5 mL/g VSyang ditambahkan
Campuran Clostridium tyrobutyricum
2,6 mol/mol heksosa 20 mL H2/g COD 2,8 L-H2/L reaktor/hari
364,9 mL/g VSyang ditambahkan 1,19 g-COD/gCODCr 180 mL CH4/g COD 1,48 L-CH4/Lreaktor/hari
Wang dkk (2012) Kobayashi dkk (2012) Cheng dkk (2012) Park dkk (2010)
6. BAKTERI PENGHASIL BIOHIDROGEN Mikroorganisme penghasil hidrogen menggunakan enzim hidrogenase dan/atau nitrogenase sebagai protein penghasil hidrogen. Enzim ini terdapat pada prokariot dan beberapa eukariot termasuk alga hijau. Kultur mikroba penghasil hidrogen dibagi berdasarkan temperatur operasi, sebagai berikut (Lee dkk., 2011): a. Strain ambien (15-300C) dan mesofilik (30-390C) Hidrogen yang dihasilkan kelompok bakteri ini pada umumnya berupa bakteri archaea, bakteri asetogenik dan bakteri pereduksi sulfat. Pada bakteri mesofilik, telah dilakukan isolasi dan
Halaman 4 dari 7
identifikasi, diperoleh bakteri yang berperan dalam menghasilkan hidrogen yaitu bakteri fakultatif Enterobacteriaceae dan bakteri anaerobik Clostridiaceae, di mana sebagian besarnya merupakan bakteri termofilik dari genus Thermoanaerobacterium. Clostridia merupakan bakteri yang sangat sensitif terhadap kehadiran oksigen. Oleh karena itu, apabila terdeteksi adanya kandungan DO (Dissolved Oxgen) pada lingkungan inokulum, maka produksi hidrogen akan segera terhenti. Namun kelebihan dari Clostridium yaitu kemampuannya bertahan di kondisi ekstrim, misalnya temperatur tinggi, pengawetan, kekurangan sumber karbon atau nitrogen, dan senyawa kimia beracun. b. Strain termofilik (50-640C) dan hyper-termofilik (> 650C) Kultur campuran untuk produksi hidrogen dari spesies Clostridium pada umumnya bekerja optimum pada rentang temperatur 37-45 0C dan spesies Thermoanaerobacterium pada temperatur 600C. Dari berbagai penelitian, perolehan hidrogen lebih tinggi pada keadaan termofilik dan mesofilik, namun paling rendah pada keadaan ambien. Jika ditinjau lebih lanjut, kultur bakteri hyper-termofilik memberikan kemungkinan perolehan hidrogen yang paling tinggi dan paling mendekati dengan perolehan hidrogen secara teoritis. Thermoanaerobacterium merupakan spesies yang paling terkenal di dalam strain termofilik dalam fermentasi hidrogen. Misalnya, Thermoanaerobacterium thermosaccharolyticum merupakan kultur termofilik yang mengkomsumsi selulosa. Spesies ini dapat tumbuh optimum pada kondisi temperatur 55-700C dan pH 5,2-7,8. 7.
KEEKONOMIAN DAN TANTANGAN BIOHIDROGEN SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN Teknologi bioproses dalam pengolahan air limbah telah banyak dikembangkan, mengingat kemudahan tekniknya, lebih sederhana dan ekonomis. Selain itu, didukung juga oleh kebijakan pemerintah dan kebutuhan masyarakat akan energi bersih dan pentingnya menjaga keberlanjutan lingkungan. Saat ini, metode pengolahan air limbah menjadi bioenergi yang telah dilakukan secara biologis adalah teknik degradasi anaerobik, fermentasi gelap dan microbial fuel cells (MFCs). Dari ketiga metode di atas, produk yang dihasilkan berupa biometana, biohidrogen dan energi listrik. Metode degradasi anaerobik konvensional biasanya menghasilkan biometana yang digunakan sebagai bahan bakar, misalnya untuk bagian pemanasan atau produksi energi listrik. Kelemahan metode ini, mikroba metanogenik yang digunakan rentan terhadap senyawa toksik dan konversi energinya paling rendah dibandingkan konversi bioetanol. Meskipun begitu, metode ini telah banyak digunakan dunia industri dalam skala besar. Sedangkan produksi biohidrogen dari proses fermentasi gelap masih dalam skala kecil. Biohidrogen yang dihasilkan digunakan sebagai sumber energi. Produksi biohidrogen sering kali terhambat karena terbentuknya inhibitor. Oleh karena itu, diperlukan perlakuan tambahan seperti pemanasan ataupun pengaturan nilai pH selama proses fermentasi. Selanjutnya, proses produksi energi listrik dari metode MFCs memanfaatkan reaksi oksidasi-reduksi dengan menggunakan bakteri tertentu. Keterbatasan metode ini adalah densitas energinya relatif rendah, biaya konstruksi dan operasinya tergolong mahal, serta produksi energi listrik dalam skala besar masih memerlukan kajian lebih mendalam. Keuntungan dari ketiga metode di atas yaitu semuanya dapat menggunakan bakteri kultur campuran, sehingga tidak memerlukan proses sterilisasi bakteri tertentu dan sangat cocok digunakan untuk mengolah air limbah yang mengandung senyawa organik kompleks. Selain itu, produk yang dihasilkan mudah dipisahkan karena berupa gas ataupun energi listrik. Rangkuman perbandingan dari ketiga metode di atas disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Perbandingan Metode Penghasil Bioenergi Metode
Skala produksi
Pemisahan produk
Kultur yang digunakan
Nilai tambahan
Degradasi anaerobik Fermentasi gelap MFCs
Industri
Mudah, produk berupa gas Mudah, produk berupa gas Mudah, produk berupa energi listrik
Campuran
Rendah
Campuran
Rendah hingga medium Rendah
Laboratorium Laboratorium
Campuran
(Sumber : Angenent dkk., 2004)
Halaman 5 dari 7
Dari pemaparan di atas, tampak bahwa masing-masing metode pemroduksi bioenergi mempunyai keuntungan dan kelemahan tersendiri. Oleh karena itu, muncul gagasan bagaimana meningkatkan perolehan energi semaksimal mungkin dengan menggabungkan metode-metode tersebut. Perolehan energi secara maksimal dapat dicapai dengan mengintegrasikan ketiga metode tersebut (Premier dkk., 2013). 8. KESIMPULAN 1. Biohidrogen merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang paling bersih dibandingkan sumber energi terbarukan lainnya karena produk pembakarannya berupa oksigen dan uap air. 2. Produksi biohidrogen dipicu dengan adanya isu lingkungan agar memproduksi sumber energi yang ramah lingkungan. 3. Saat ini, perkembangan produksi biohidrogen menggunakan sumber substrat berupa air limbah industri agro untuk mencegah terjadinya kompetensi antara pasokan makanan dengan energi. 4. Selain untuk menghasilkan energi, produksi biohidrogen menggunakan air limbah industri agro juga berguna untuk mengolah air limbah tersebut sebelum dibuang ke lingkungan. Tindakan ini sangat bermanfaat dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor limbah cair industri. 5. Potensi keekonomian biohidrogen sebagai bahan bakar terbarukan merupakan tantangan bagi para ilmuwan agar mampu mencapai kondisi yang optimum agar menghasilkan bihidrogen semaksimal mungkin sehingga dapat bersaing dengan sumber energi terbarukan lainnya di pasaran. 7. DAFTAR PUSTAKA Angenent, L.T., Karim, K., Al-Dahhan, M.H., Wrenn, B.A. dan Domiguez-Espinosa, R. (2004) : Production of bioenergy and Biochemicals from Industrial and Agricultural Wastewater, TRENDS in Biotechnology, 22. Cheng, H., Whang, L., Wu, C., dan Chung, M. (2012) : A Two-Stage Bioprocess for Hydrogen and Methane Production from Rice Straw Bioethanol Residues, Bioresource Technology, 113, 23-29. Judoamidjojo, M., Darwis, A.A. dan Sa’id, E.G. (1992) : Teknologi fermentasi, Rajawali Press, Jakarta, 110-118. Kapdan, I.K. dan Kargi, F. (2006) : Bio-hydrogen Production From Waste Materials, Enzyme and Microbial Technology, 38, 569–582. Kobayashi, T., Xu, K., Li, Y., dan Inamori, Y. (2012) : Effect of Sludge Recirculation on Characteristics of Hydrogen Production in a Two-Stage Hydrogen-Methane Fermentation Process Treating Food Wastes, International Journal of Hydrogen Energy, 37, 5602-5611. Krupp, M. dan Widmann, R. (2009) : Biohydrogen Production by Dark Fermentation : Experiences of Continuous Operation in Large Lab Scale, International Journal of Hydrogen Energy, 34, 45094516. Lee, D.J., Show., K.Y. dan Su, A. (2011) : Dark Fermentation on Biohidogen Production : Pure Culture, Bioresource Technology, 102, 8393-8402. Li, Y.C., Liu, Y.F., Chu, C.Y., Chang, P.L., Hsu, P.J.L. dan Wu, S.Y. (2012) : Techno-economic evaluation of biohydrogen production from wastewater and agricultural waste, International Journal of Hydrogen Energy, 37, 15704-15710. Mathews, J. dan Wang, G. (2009) : Metabolic pathway engineering for enhanced biohydrogen production, International Journal of Hydrogen Energy, 34, 7404-7416. Ntaikou, I., Antonopoulou, G. dan Lyberatos, G. (2010) : Biohydrogen Production From Biomass and Wastes via Dark Fermentation: A Review, Waste & Biomass Valorization, 1, 21-39. Park, M., Jo, J., Park, D., Lee, D., dan Park, J. (2010) : Comprehensive Study on A Two-Stage Anaerobic Digestion Process for The Sequential Production of Hydrogen and Methane Cost-Effective Molasses, International Journal of Hydrogen Energy, 35, 6194-6202. Premier. G.C., Kim, J.R., Massanet-Nicolau, Kyazze, G., Esteves, S.R.R., Penumasha, B.K.V., Rodriguez, J., Maddy, J., Dinsdale, R.M., dan Guwy, A.J. (2013) : Integration of Biohydrogen, Biomethane and Bioelectrochemical Systems, Renewable energy, 49, 188-192.
Halaman 6 dari 7
Show, K.Y., Lee, D.J., Tay, J.H., Lin, C.Y., dan Chang, J.S. (2012) : Biohydrogen Production: Current Persperctives and The Way Forward, International Journal of Hydrogen Energy, 37, 15616-15631. Wang, W., Xie, L., Luo, G., dan Lu Q. (2012) : Optimization of Biohydrogen and Methane Recovery Within A Cassava Ethanol Wastewater/Waste Integrated Management System, Bioresource Technology, 120, 165-172.
Halaman 7 dari 7