OPTIMASI DISINTEGRASI PARTIKEL PROTEIN DENGAN KOMBINASI PERLAKUAN ENZIMATIK DAN FISIK PADA PEMBENTUKAN TEKSTUR KEJU VEGETARIAN KACANG KOMAK MADURA
Mojiono, Ludfi Afandi, Lukluil Maknun, Bayu Noriandita, Wahyuni Lestari, Umi Purwandari Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Korespondensi : Jl. Raya Telang PO BOX 2 Kamal-Bangkalan
ABSTRACT Vegetarian cheese is a synonym of the vegetable cheese. Vegetable cheese may be an option for consumers who have health problems with animal protein. The purpose of this study is to optimize the combination of enzymatic and physical treatments on the molecular disintegration of pea protein isolates komak Madura. The second aim is to make vegetarian cheese from Madura komak bean with a flavor acceptable sensory. Analysis of data using Response Surface Method (RSM). Conclusion This study shows that the enzymatic treatment, homogenization and temperature can be used to adjust the particle size komak nuts and cheese proteins affect sensory properties. The treatment produces a soft texture properties tend to display the savory taste of the treatment of 7:50 and 11.70. While the nature of the odor, the smell of cheese in general is still an unpleasant smell, although some treatments are also featuring savory smell. Thus, the protein particle size up to 100 m to give the perception of a soft, while the size of the particles above it gives the perception of texture is coarse and sandy. Keywords: vegetable cheese, disintegration, protein. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Salah satu produk olahan susu adalah keju. Prospek industri keju terbilang cukup cerah. Menurut Anonim1 (2009) keju merupakan segmen pasar makanan yang paling dinamis selama 20 tahun terakhir dengan peningkatan angka konsumsi, produksi dan perdagangan internasional. Sebagai gambaran, peningkatan angka konsumsi keju terjadi di United States (US). Konsumsi keju per kapita meningkat dari 23 pounds pada 1985 meningkat menjadi 31 pounds pada 2003 atau meningkat hampir 35% (Friedrick, 2005). Menurut Anonim1 (2009), permintaan keju akan terus berkembang dari keju yang ada pada umumnya menjadi keju yang memiliki nilai tambah, misalkan keju yang menawarkan harga produksi yang murah. Perkembangan ini membuka peluang meningkatnya produksi keju vegetarian. Keju vegetarian (cheese analogue) merupakan sinonim dari keju nabati. Bachmann (2001) memberikan definisi mengenai keju vegetarian ini, yaitu produk yang dibuat dari campuran protein atau lemak non-susu, menghasilkan produk mirip keju untuk kebutuhan tertentu. Keju vegetarian memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan keju pada umumnya yang terbuat dari susu sapi, yaitu harga yang lebih murah dan produksi yang lebih mudah. Sisi menarik lainnya adalah, keju nabati dapat menjadi pilihan bagi konsumen yang memiliki masalah kesehatan dengan protein hewani (Wahyuni, 2009). Penderita autis adalah salah satunya. Penyakit autis menyerang anak usia dini dengan tiga gejala utama, yaitu gangguan komunikasi, gangguan interaksi dan gangguan empati. Ancaman penyakit ini sangat serius. Marcason (2009) memaparkan bahwa terjadi kenaikan prevalensi penyakit autis. Dalam 20 tahun terakhir, prevalensi autis meningkat sampai 10 kali lipat dari estimasi 5 – 6 per 10.000 anak menjadi 65 per 10.000 anak. Padahal, susu mengandung zat alergen yang dapat memperburuk kondisi pasien autis (Judarwanto, 2005). Prospek cerah industri keju ini bukan berarti tanpa tantangan. Keju yang baik harus memenuhi beberapa parameter. Berdasarkan beberapa hasil riset sebelumya, Mounsey dan O’Riordan (2008) menyebutkan beberapa parameter tersebut yaitu: sifat tekstur, dynamic rheology, sifat melt, dan evaluasi mikrostruktur. Tekstur merupakan salah satu sifat penting keju vegetarian yang harus
ditangani dengan seksama, karena umumnya tekstur keju vegetarian ini berpasir akibat penggunaan molekul protein nabati yang berukuran jauh lebih besar dari pada ukuran molekul protein susu. Selama ini, keju vegetarian dibuat dari kedelai. Namun, tekstur pada keju ini cenderung lunak dan berpasir karena tingginya serat biji kacang kedelai (Pangastuti et al, 2010). Kacang komak adalah salah satu jenis kacang-kacangan yang dapat digunakan sebagai alternatif kedelai. Di Madura, tanaman komak ini dapat tumbuh dengan baik karena mampu bertahan di lahan kering ( Trustinah dan Kasno dalam Haliza, Puwani, & Thahir, 2007). Sementara ini, kacang komak digunakan sebagai bahan campuran tahu dan tempe kedelai. Meskipun kandungan proteinnya lebih rendah, akan tetapi mampu meghasilkan tekstur tahu dan tempe yang lebih empuk (Anonim2, 2008). Upaya pembentukan tekstur yang baik dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara enzimatik dan fisik. Enzim protease dapat diterapkan untuk memecah partikel protein secara enzimatik dan homogenisasi dapat diterapkan untuk memecah partikel protein secara fisik. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai optimasi disintegrasi partikel protein dengan kombinasi perlakuan enzimatik dan fisik pada pembentukan sifat tekstural dan penerimaan sensoris keju vegetarian dari isolat kacang komak Madura. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengoptimasikan kombinasi perlakuan enzimatik dan fisik pada disintegrasi molekul isolat protein kacang komak Madura. 2. Membuat keju vegetarian dari kacang komak Madura dengan citarasa yang dapat diterima secara sensoris. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini melalui beberapa tahapan, diantaranya adalah penelitian pendahuluan. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan ini, metode pelaksanaan dapat dievaluasi dan dimodifikasi untuk mencapai hasil yang lebih baik. Sehingga ada beberapa perubahan desain penelitian seperti yang dirancang sebelumnya. Faktor penelitian adalah suhu pemanasan dan lama homogenisasi. Suhu pemanasan terdiri dari 5 level yaitu 50 °C, 60 °C, 70 °C, 80 °C, dan 90 °C. Lama homogenisasi juga terdiri dari 5 level yaitu 3, 5, 7, 9, 11 menit. Kombinasi faktor penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kombinasi perlakuan waktu homogenisasi dan suhu Kode
Perlakuan Waktu Homogenisasi Suhu (°C) (menit) 5.60 5 60 5.80 5 80 9.60 9 60 9.80 9 80 7.70 7 70 7.70 7 70 7.70 7 70 7.70 7 70 7.70 7 70 11.70 11 70 3.70 3 70 7.90 7 90 7.50 7 50 Parameter yang diamati pada uji tekstur adalah tingkat kekerasan (hardness) dan kekenyalan (adhesiveness), dan sifat mudah pecah (fracturability). Sedangkan parameter pada uji sensoris adalah sifat tekstur (lembut, berpasir, sangat berpasir), rasa (asin, tawar, asin, pahit), bau (langu, bau gurih, tidak berbau). Analisa data hasil penelitian menggunakan metode Respons Surface Methode (RSM).
Proses Pembuatan Keju Keju dibuat menggunakan isolat kacang komak. Isolat tersebut dibuat berdasarkan metode yang dilakukan Santoso (2005) pada pembuatan isolat kacang kedelai. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, proses pembuatan keju menggunakan alternatif 1 yaitu dengan penambahan enzim sebelum proses homogenisasi (Gambar 1) Pembuatan isolat kacang komak Isolat kacang komak dibuat berdasarkan metode pembuatan isolat kacang kedelai. Menurut Santoso (2005), langkah awal pembuatan isolat kedelai adalah sortasi kedelai, hal ini bertujuan untuk memilih kedelai yang baik dan membuang benda asing serta kedelai yang rusak atau pecah. Kedelai yang telah disortasi kemudian direndam selama 5-8 jam. Setelah proses perendaman selesai, kedelai kemudian diolah menjadi bubur kedelai (kedelai dikupas kulitnya, kemudian dihancurkan seperti pembuatan susu kedelai). Setelah itu, bubur kedelai di encerkan dengan perbandingan kedelai kering : air = 1:8. Kemudian pH nya di atur hingga mencapai 8,5-8,7 dan diaduk selama 30 menit pada suhu 50-55 °C. Setelah protein terekstrak, maka residu non protein harus dipisahkan dengan sentrifusa atau pemusingan. Tahap ini penting, karena menentukan kemurnian isolat protein kedelai yang dihasilkan. Pada umumnya sentrifusi dilakukan dengan kecepatan1500 rpm selama 30 menit. Mulai
alternatif 1
Penambahan enzim (320 ppm)
Papain
Bromelin
Isolat kacang komak
alternatif 2
Homogenisasi Proses homogenisasi selama 3, 5, 7, 9, 11 menit dan pemanasan pada suhu 50, 60, 70, 80, 90 °C
Homogenisasi
Penambahan enzim (320 ppm)
Papain
Bromelin
Pencetakan pada loyang yang dilapisi aluminium foil Penyimpanan dilemari es selama 12 jam Keju kacang komak
Selesai
Gambar 1. Diagram alir pembuatan keju vegeterian kacang komak HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mempelajari pengaruh kombinasi perlakuan waktu homogenisasi dan suhu terhadap sifat tekstural keju nabati dari bahan kacang komak. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah ukuran partikel protein, tingkat kekerasan (hardness), daya adhesif (adhesiveness), dan sifat mudah pecah (fracturability). Gambar pada menunjukkan pengaruh variasi waktu homogenisasi dan suhu terhadap ukuran partikel protein. Baik waktu homogenisasi ataupun suhu memberikan pengaruh negatif terhadap ukuran partikel, meskipun pengaruh ini tidak nyata secara statistik (P>0,05). Semakin lama waktu homogenisasi maka ukuran partikel protein semakin mengecil. Kenaikan ukuran partikel terjadi pada suhu tinggi dan waktu homogenisasi yang lama. Kenaikan ukuran partikel pada kondisi ini kemungkinan akibat terjadinya cross-linking. Cross-linking merupakan penyusunan kembali ikatan antar partikel protein setelah terjadinya denaturasi. Dalam hal ini, denaturasi partikel protein pertama mungkin terjadi akibat pengecilan ukuran selama homogenisasi. Setelah itu, enzim papain mengakibatkan denaturasi dengan terpecahnya protein kacang komak menjadi komponen yang lebih kecil. Perlakuan panas mengakibatkan jaringan tiga dimensi protein lebih terbuka, dan dengan adanya ukuran partikel yang lebih kecil akan tersusun protein baru dengan ikatan silang (cross-linking) yang lebih intensif dan berakibat lebih besarnya ukuran partikel protein yang baru terbentuk.
Gambar menjelaskan tentang pengaruh waktu homogenisasi dan suhu terhadap nilai hardness. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa faktor suhu berpengaruh amat sangat nyata (P<0,001) dan positif terhadap hardness. Sedangkan waktu homogenisasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi suhu, semakin tinggi nilai hardness atau semakin keras tekstur keju kacang komak. Sedangkan semakin lama waktu homogenisasi, semakin rendah nilai hardness, atau semakin lunak tekstur keju kacang komak. Pengaruh waktu dan suhu terhadap daya adhesif dapat dilihat pada Gambar . Perlakuan waktu homogenisasi hampir memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01) dan negatif terhadap nilai daya adhesif, sementara itu perlakuan suhu memberi pengaruh yang amat sangat nyata (P<0,001) dan positif terhadap daya adhesif. Hal ini berarti bahwa semakin lama waktu homogenisasi, semakin turun daya adhesif keju, sedangkan semakin tinggi suhu homogenisasi, semakin tinggi pula daya adhesif. Daya adhesif tertinggi terjadi pada suhu yang semakin tinggi di semua tingkat waktu homogenisasi. Meskipun demikian, kami mengamati ada penurunan daya adhesif pada saat waktu homogenisasi yang semakin lama. Hal ini menyiratkan adanya pengaruh ukuran partikel optimum untuk daya adhesif yang tinggi. Nilai fracturability ditunjukkan pada Gambar . Fracturability merupakan sifat atau daya tahan permukaan bahan atau produk dalam menerima tekanan (mudah pecah atau tidak). Pengaruh suhu ataupun waktu homogenisasi amat sangat nyata (P<0.001) terhadap fracturability, meskipun pengaruh faktor kombinasi tidak nyata (P>0.05). Suhu berpengaruh positif terhadap fracturability, yang berarti bahwa semakin tinggi suhu, maka energi yang dibutuhkan untuk memecah permukaan keju semakin tinggi. Atau dengan kata lain, keju semakin tidak mudah pecah. Sebaliknya, waktu homogenisasi berpengaruh negatif terhadap fracturability, yang berarti bahwa semakin lama homogenisasi maka semakin rendah energi yang digunakan untuk memecah permukaan, atau semakin rapuh atau ‘brittle’ (mudah pecah) permukaan keju. Homogenisasi membuat ukuran partikel mengecil, sehingga pada suhu rendah menghasilkan keju dengan sifat tekstur yang lembek. Sebaliknya, dengan pemanasan akan terjadi denaturasi dan mungkin juga cross-linking yang mengakibatkan struktur keju menjadi lebih kokoh sehingga keju tidak mudah pecah. Ukuran Partikel
40 Uk uran Partik el
30 20 90
10
75 4
6
8
Wak tu Homogenisasi
60
Suhu
10
Gambar 2. Pengaruh waktu homogenisasi dan suhu pemanasan terhadap ukuran partikel Sifat-sifat keju nabati kacang komak dikaji berdasarkan uji organoleptik terhadap tekstur (lembut, berpasir, sangat berpasir), rasa (asin, tawar, gurih, pahit) dan bau (bau langu, bau gurih, tidak berbau). Secara umum tekstur keju masih dianggap berpasir, meskipun sebagian yang lain dianggap lembut. Sifat tekstur ini dipengaruhi oleh ukuran partikel protein. Partikel protein yang berukuran besar menghasilkan sifat tekstur yang berpasir, misalkan pada perlakuan 3.70 (waktu homogenisasi 3 menit, suhu 70°C), 5.80, 7.50, 7.70, dan 9.80. Sedangkan partikel yang berukuran kecil menghasilkan sifat tekstur yang lembut, misalkan pada perlakuan 7.50, 9.60, dan 11.70. Rasa asin dan tawar tampak
mendominasi pada semua perlakuan. Meskipun rasa pahit juga dirasakan pada beberapa perlakuan misalnya 9.80. Perlakuan yang menghasilkan sifat tekstur lembut cenderung menampilkan rasa gurih seperti yang terjadi pada perlakuan 7.50 dan 11.70. Sedangkan pada sifat bau, secara umum bau keju masih berbau langu, meskipun pada beberapa perlakuan juga menampilkan bau gurih. Dengan demikian, ukuran partikel protein hingga 100 m memberi persepsi lembut, sedangkan ukuran partikel di atas itu memberikan persepsi tekstur yang kasar dan berpasir. Hardness
300 200 Hardness 100 90
0
75 4
6
8
Wak tu Homogenisasi
60
Suhu
10
Gambar 3. Pengaruh waktu homogenisasi dan suhu pemanasan terhadap hardness Adhesiveness
300 A dhesiveness
200 100 0
90 75 4
6
8
Wak tu Homogenisasi
60
Suhu
10
Gambar 4. Pengaruh waktu homogenisasi dan suhu pemanasan terhadap adhesiveness
Fracturability
15
10 Fracturability 5 90 0
75 4
6
8
Wak tu Homogenisasi
60
Suhu
10
Gambar 5. Pengaruh waktu homogenisasi dan suhu pemanasan terhadap fracturability KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan enzimatis, homogenisasi dan suhu dapat digunakan untuk mengatur ukuran partikel protein keju kacang komak dan mempengaruhi sifat sensorisnya. Perlakuan yang menghasilkan sifat tekstur lembut cenderung menampilkan rasa gurih yaitu pada perlakuan 7.50 dan 11.70. Sedangkan pada sifat bau, secara umum bau keju masih berbau langu, meskipun pada beberapa perlakuan juga menampilkan bau gurih. Dengan demikian, ukuran partikel protein hingga 100 m memberi persepsi lembut, sedangkan ukuran partikel di atas itu memberikan persepsi tekstur yang kasar dan berpasir. Saran Keju vegetarian ini masih memiliki masalah pada rasa dan bau, sehingga diperlukan riset lebih lanjut untuk memperbaiki rasa dan bau. Tidak hanya itu, diperlukan kajian lebih lanjut terhadap jenis keju yang dapat dibuat dari kacang komak (ricotta, spread). DAFTAR PUSTAKA Anonim1. 2009. The global cheese market, challenges and opportunity in a volatile market. A report about global cheese market. PM Food and dairy consulting, Denmark. Anonim2. 2008. Kacang komak bisa gantikan komak. [online]. http://www.kompas.com. Diakses 12 Oktober 2010. Bachmann, H, -P. 2001. Cheese analogues: a review. International Dairy Journal 11, pg. 505-515. Friedrick, J. 2005. Retailers, importers alike answer the call from cheese hungry consumers. ProQuest Agriculture Journal, pg. 6. Haliza, W., Purwani, E., Y., & Thahir, R. 2007. Pemanfaatan kacang-kacangan lokal sebagai substitusi bahan baku tempe dan tahu. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol. 3. Judarwanto, W. 2005. Alergi makanan, diet, dan autisme. Makalah. Dipresentasikan pada seminar autis update di Jakarta. Kiziloz, M. B., Cumhur, O., & Kilic. M. 2009. Development of the structure of an imitation cheese with low protein content. Food Hydrocolloids 23, pg. 1596-1601. Kurniasari, K. & Fithri, N. 2010. Optimasi penambahan alginat sebagai emulsifier pada susu kedelai dengan variasi kecepatan, waktu dan suhu pengadukan. Artikel ilmiah. Universitas Diponegoro.
Marcason, W. 2009. What Is the Current Status of Research Concerning Use of a Gluten-Free, Casein-Free Diet for Children Diagnosed with Autism?. Journal of American Dietetic Association, pg. 572. Morris, B. 2003. Bio-Functional Legumes With Nutraceutical, Pharmaceutical, And Industrial Uses1. Economic Botany, Vol. 57, No. 2 (Summer, 2003), pg. 254-261. Mounsey, J. S. dan O’Riordan, E. D. 2008. Influence of pre-gelatinised maize starch on the rheology, microstructure and processing of imitation cheese. Journal of food engineering 84, pg. 57-64. Murphy AM, Colucci PE. 1999. A tropical forage solution to poor quality ruminant diets: A review of Lablab purpureus. University of Guelph, Canada dan Escuela Nacional de Agricultura, Honduras. Pangastuti, H. A., Maulana, L. M., Rimayoga, T., & Udin, F. 2010. Enzim papain sebagai pengganti enzim renin pada pembuatan keju nabati (cheese analogue). Laporan akhir PKMP. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Santoso. 2005. Teknologi pengolahan kedelai (teori dan praktek). Laboratorium kimia pangan Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang. Sebayang, F. 2006. Imobilisasi enzim papain dari getah papaya dengan alginat. Jurnal komunikasi penelitian, volume 18 (2). Setyorini, D. 2008. Komak: sumber protein nabati untuk daerah kering. Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 20. Wahab AMA, Shabeb MSA, Younis MAM. 2002. Studies on the effect of salinity, drought stress and soil type on nodule activities of Lablab purpureus (L.) sweet (Kashrangeeg). Journal of Arid Environments (2002) 51: 587–602. Wahyuni, S. 2009. Uji kadar protein dan lemak pada keju kedelai dengan perbandingan inokulum Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Lactis yang berbeda. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Wulandari, F. 2008. Uji kadar protein tape singkong (Manihot utilissima) dengan penambahan sari buah nanas (Ananas comosus). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.