Optimalkan Peran Masjid di Tengah Lingkungan Akademik free instagram followermake up wisudamake up jogjamake up prewedding jogjamake up wedding jogjamake up pengantin jogjaprewedding jogjaprewedding yogyakartaberita indonesiayogyakarta wooden craft
Prof. Nasaruddin Umar: Lailatul Qodar Membumi untuk Melangitkan Manusia UNAIR NEWS – Seperti tahun-tahun sebelumnya setiap bulan Ramadhan Universitas Airlangga menyelenggarakan acara Buka Puasa Bersama sebagai wahana silaturahmi sivitas akademika dalam memakmurkan bulan Ramadhan. Buka bersama sivitas universitas tersebut dilaksanakan pada Rabu (29/6). Buka bersama ini dilaksanakan di Masjid “Ulul ‘Azmi” kampus C Universitas Airlangga. Sedang sebelumnya selalu diselenggarakan di Lantai I Gedung Rektorat UNAIR, karena pada saat itu belum memiliki masjid. Susunan acaranya juga diubah, ceramah agama yang biasanya dilaksanakan menjelang buka puasa, kali ini ceramah agama dilaksanakan setelah salat Isya dan sebelum salat tarawih. Sehingga waktunya lebih fleksibel dan tidak terbatasi waktu berbuka. Penceramah yang dihadirkan tahun ini yang sekaligus mengawali “tradisi” ceramah buka bersama di masjid, adalah Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA., Imam Besar masjid Istiqlal Jakarta dan mantan Wakil Menteri Agama RI. Hadir dalam acara yang dibuka
oleh Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh Nasih, SE., MT., Ak., ini antara lain pada Guru Besar dan dosen, mantan Rektor, para Dekan, mahasiswa, dan tenaga kependidikan. Dalam ceramahnya dengan tema “Membumikan Alquran”, Prof. Nasaruddin Umar menjelaskan secara ilmiah mengenai Alquran, mulai dari Nuzulul Quran, turunnya Wahyu Illahi tersebut hingga sebagai tuntutan dan pedoman umat Islam. ”Kita tahu turunnya Alquran itu dan lailatul qodar lebih sebagai surat undangan dari Allah SWT sekaligus tiket pulang kampung sejati untuk manusia itu sendiri. Mengapa demikian, karena kita dulu sebenarnya sudah di surga, hanya karena tergelincir sehingga turun ke bumi penderitaan. Maka dari itu Allah mencipta manusia dengan cinta, dan tidak ingin berlamalama menyaksikan hamba-NYA, kekasih-NYA, terlalu lama di bumi. Jadi turunlah Alquran untuk melangitkan kembali manusia,” katanya. Sehingga antara Nuzulul Quran dengan peristiwa Isra Mi’raj merupakan peristiwa yang tidak bisa terpisahkan. Keduanya mengangkat martabat manusia dan nilai kemanusiaan itu sendiri. Sehingga Allah membumikan Alquran itu untuk melangitkan kembali manusia. Artimnya agar manusia mengaplikasi dalam hidupnya sesuai aturan Alquran untuk sebagai bekal kembali ke langit dan menuju surga_NYA.
Civitas akademika Universitas Airlangga melaksanakan Salat Magrib bersama di Masjid Ulul ‘Azmi, kampus C UNAIR. Diterangkan, rasionalisasi pemahaman Alquran terlalu jauh meningkatkan visi-misi Alquran itu sendiri. Dan itu salah satu contoh wacana pembumian tetapi tidak untuk melangitkan. Seperti apapun kita berwacana tentang pembumian Alquran, maka andingnya atau tujuan utamanya, menurut Guru Besar STAIN Syarif Hidayatullah ini bahwa dengan Alquran harus mampu melangitkan kembali manusia, karena Allah menurunkan Alquran itu untuk mengangkat kembali dan mengundang kembali, ke pangkuan syurga-NYA di atas sana. Sedangkan makna Isra Mi’raj adalah melangit untuk membumi. Disinilah diuraikan perbedaan antara membumi dan melangit. Kalau Alquran tadi membumi untuk melangitkan (manusia), maka setelah turun ke bumi dan kemudian manusia menjalankan fasefase kehidupannya, maka manusia memerlukan energi spiritual. Padahal energi spirital itu tempatnya di alam atas, bukan dibawah. Karena itu Isra Mi’raj merupakan perjalananan hamba Tuhan naik ke atas (langit) yang tidak lain adalah dalam rangka menunaikan tugas kuwajibannya hidup di muka bumi dengan sepenuh energi spiritual. ”Orang kalau tidak pernah naik keatas, dikhawatirkan ia tidak
punya energi cukup untuk kembali ke pangkuan yang dicitacitakannya, yaitu di langit surga. Karena itu setiap kali pembahasan Nuzulul Quran harus juga membicarakan tentang Isra’ Mi’raj. Sebaliknya kalau kita bicara Isra’ Mi’raj ya semestinya tidak lepas dengan Nuzulul Quran, karena dua hal itu yang sama-sama melangitkan manusia,” kata Prof. Nasaruddin Umar. Pertanyaannya, bagaimana kita melangitkan diri? Dikatakan, melangit disini bukan dalam arti fisik, tetapi dalam arti maqom, ketinggian martabah dimata Allah SWT. Semakin tinggi maqom martabat kita maka semakin ideal hamba/anak manusian itu. Tetapi semakin kita tidak berani bicara tentang langit, hanya bicara bumi, akhirnya kita hanya akan hidup dibawah tempurung bumi. ”Karena itulah manusia yang tidak ideal dan itulah hakekat neraka sebelum waktunya. Tetapi sebaliknya, kalau manusian sudah berani naik keatas, maka itu juga syurga sebelum waktunya. Tidak ada kesulitan dalam hidup, tidak ada tantangan untuk naik,” katanya menjelaskan. (*) Penulis: Bambang Bes
IKAFE ‘82 dan IKAFE ’85 Terus Sumbang Pembangunan Masjid Ulul ‘Azmi UNAIR NEWS – Walaupun masjid sudah diresmikan penggunaannya, tetapi karena pembangunannya belum selesai dan masih berlanjut, maka IKA FE 1985 masih akan terus menggali donatur untuk disumbangkan ke masjid “Ulul ‘Azmi” kampus C Universitas
Airlangga Surabaya. Tekad itu disampaikan wakil alumni Fakultas Ekonomi (FE) UNAIR ‘85, Agus Widiastono, usai menyerahkan bantuan sebesar Rp 100.000.085, Jumat (27/5). Secara simbolis bantuan tersebut diserahkan Agus dan diterima oleh Drs. Ec. Mashariono, MBA., mewakili pengurus IKA UNAIR. Infak IKA-FE ’85 kali ini merupakan bantuan yang kelima kali, sehingga sampai saat sudah mencapai Rp 400.000.085 (Empat ratus juta rupiah). Selain itu IKAFE 1982 juga menyerahkan bantuan yang sama sebesar Rp 30 juta, yang diserahkan oleh Josh Kilsa, wakil IKAFE ‘82. Seperti diketahui, masjid “Ulul ‘Azmi” di kampus C UNAIR Mulyorejo Surabaya ini merupakan bantuan dari Ikatan Alumni UNAIR (IKA UNAIR). Sehingga anggaran pembangunannya merupakan gotong-royong para alumni UNAIR, namun juga menerima donasi/infak dari luar, termasuk karyawan UNAIR dan masyarakat. Peletakan tiang pancang pertama pada akhir Desember 2014, masjid tiga lantai ini diresmikan penggunaannya pada 27 Mei 2016, dengan menelan biaya mencapai Rp 17 miliar. ”Meskipun sudah diresmikan, tetapi karena pembangunannya belum selesai, kami dari IKA-FE ’85 akan terus ‘memprovokasi’ temanteman untuk terus berinfak dan membantu pembangunan masjid Ulul ‘Azmi ini. Mudah-mudahan alumni lain juga demikian,” kata Agus Widiastono IKAFE ’85.
Pengurus IKA UNAIR Drs. Ec. Mashariono (keempat dari kiri) secara simbolis menerima bantuan dari wakil IKAFE 1982, Josh Kilsa, untuk pembangunan masjid Ulul ‘Azmi. (Foto: Bambang Bes) Ditambahkan oleh Josh “Kilsa”, mahasiswa FE angkatan 1982 dulu tercatat ada 250 mahasiswa, namun setelah lulus dan menjadi alumni, secara pelan tapi pasti jumlah yang terhimpun IKA terus bertambah. Dari semula 182 orang hingga kini sudah menjadi 197 orang anggota IKAFE ‘82. ”Infak ini baru dari sebagian saja, dan kami akan mengingatkan kepada teman yang lain untuk bikin tabungan di akhirat melalui masjid kita ini,” kata Josh “Kilsa”. Drs. Ec. Mashasiono, MBA yang mewakili pengurus IKA-UA, kepada para wakil donatur tersebut menyampaikan terima kasih atas komitmen dan keperdulian teman-teman alumni UNAIR untuk terus berpartisipasi terhadap pembangunan masjid Ulul ‘Azmi ini. Sebagai panitia pembangunan masjid, Mashariono juga berharap kepada alumni yang lain terus berpartisipasi terhadap penyelesaian pembangunan masjid yang memang disumbangkan oleh
alumni untuk almamater ini. “Terima kasih atas semua infak sodakoh dan donasi lainnya untuk masjid kita ini, semoga Allah membalas lebih dari apa yang didonasikan,” demikian Pak Mas, sapaan akrab sesepuh IKA UNAIR ini. (*) Penulis: Bambang Bes
Ustadz Taufik Harapkan Masjid Ulul ‘Azmi UNAIR sebagai Pusat Kajian Islam UNAIR NEWS – Salat Jumat pada tanggal 27 Mei 2016 merupakan salat Jumat pertama di masjid “Ulul ‘Azmi” di Kampus C Universitas Airlangga, setelah masjid sumbangan alumni UNAIR itu diresmikan penggunaannya pada Jumat (27/5) pagi harinya. Bertindak sebagai khatib dan imam dalam salat tersebut adalah Ustadz Drs. M Taufik AB. Masjid tiga lantai tersebut dipenuhi oleh jamaah. Yang dipergunakan untuk salat hanya lantai II dan lantai III (bervoid). Diantara jamaah salat Jumat perdana di Masjid “Ulul ‘Azmi” UNAIR ini adalah Ketua Mahkamah Agung (MA) RI yang juga Ketua IKA UNAIR Prof. Dr. M. Hatta Ali, Gubernur Jawa Timur Dr. Soekarwo, SH., M.Hum, Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh Nasih, Pimpinan proyek Drs. Haryanto Basyuni, para pengurus IKA UNAIR, alumni, donatur, mahasiswa dan karyawan UNAIR. Dalam khutbahnya, Ustadz Taufik mengajak untuk menjadikan masjid yang dibangun dengan dana Rp 17 miliar ini selain sebagai tempat ibadah, juga menjadi pusat kajian dan kegiatan
intelektual muslim. Hasil dari kajian-kajian oleh intelektual muslim yang memiliki kecerdasan dan ketaqwaan, kedepan diharapkan menjadi “penerang” bagi perkembangan peradaban manusia.
Jamaah salat Jumat pertama kali di Masjid “Ulul ‘Azmi” selesai diresmikan pada Jumat 27 Mei 2016. (Foto: Bambang Bes) Masjid sebagai pusat kegiatan kaum muslim, lanjut Ustadz Taufik mencontoh, bukan hal baru. Hal ini sudah diawali dan dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ketika hijrah ke Madinah. Pertama kali yang dibangun oleh Rasulullah bukan rumah, melainkan masjid, yaitu Masjid Kuba dan Masjid Nabawi. Dari sinilah peradaban Islam mulai dibangun dan dikembangkan. “Dengan adanya masjid Ulul ’Azmi di tengah masyarakat kampus Universitas Airlangga ini semoga nantinya akan melahirkan sarjana-sarjana yang tidak sekedar cerdas, mempunyai ketaqwaan yang tinggi,” katanya.
tetapi
juga
Bagi mahasiswa, yang diharapkan menjadi calon pemimpin masa depan, sangat penting kepadanya ditanamkan kekuatan iman dan
taqwa. Satu hal yang kita harapkan dengan dinamika seperti itu adalah agar kecerdasannya tidak diarahkan kepada hal-hal yang kurang bermanfaat dan hal-hal yang buruk misalnya memunculkan faham Islam liberal dsb. Sehingga kelak kecerdasannya diharapkan pada terbangunnya pemikiran-pemikiran yang bermanfaat bagi perkembangan umat. Ia memberi masukan agar menghimpun mahasiswa sebanyakbanyaknya, kelompokkan sesuai kemampuannya. Bagi yang belum bisa membaca Alquran, ajari mereka. Bagi yang sudah bisa membaca tetapi belum fasih, tingkatkan kemampuannya. Bagi yang menggemari kajian-kajian, ajarkan maknanya sesuai yang digariskan dalam Alquran, niscaya mereka akan lahir intelektual-intelektual muslim yang positif dan bermanfaat bagi kemajuan kehidupan di masyarakat, kata Ustadz M. Taufik AB. (*) Penulis : Bambang Bes
Masjid Ulul ‘Azmi Bantuan Alumni UNAIR Diresmikan UNAIR NEWS – Masjid “Ulul ‘Azmi” persembahan alumni Universitas Airlangga, Jumat (27/5) diresmikan oleh Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UNAIR Prof. Dr. Muhammad Hatta Ali, SH., MH. Dengan didampingi Gubernur Jawa Timur Dr. Soekarwo, SH., M.Hum., Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh Nasih, SE., MT., Ak., MCA., penggagas awal masjid Prof. Dr. H. Fasich, Apt., dan Pimpro Drs. Ec. Haryanto Basyuni, bersama-sama menekan tombol sirine tanda diresmikannya bangunan megah artistis di kampus C UNAIR Jl. Mulyorejo Surabaya ini. Peresmian ini tidak ada kaitannya dengan tujuan apapun, selain
karena momentum yang tepat agar pada bulan Ramadhan 2016 nanti, masjid ini sudah bisa dimanfaatkan untuk beribadah. Hadir dalam acara ini antara lain pimpinan UNAIR, ratusan alumni, donatur, perwakilan karyawan dan mahasiswa UNAIR. Usai peresmian dilanjutkan dengan salat Jumat dengan khatib Ustadz Drs. H. Taufik AB. Menurut Drs. Ec. Haryanto Basyuni, yang juga Wakil Ketua IKA UNAIR, ide awal pembangunan masjid ini dari Prof. Dr. H. Fasich, Apt., Rektor UNAIR periode 2006-2015 pada tahun 2014. Kemudian ia mendialogkan dengan Ketua Umum IKA-UA dan Gubernur Jatim, dimana keduanya sangat menyetujui bahwa pendanaannya akan digotong bersama para alumni UNAIR. ”Itu ide sangat bagus, untuk sangu kita nanti ke ‘roro maksar,” kata Haryanto mengutip komentar “Pakde” Karwo saat ditemuinya di suatu acara di Gresik. Prosesnya begitu cepat. Selanjutnya pada 31 Desember 2014 dilaksanakan pemancangan perdana tiang pembangunan masjid. Pada saat itu masjid tiga lantai ini dirancang akan menelan dana Rp 25 miliar dengan pelaksanaan dua tahun. “Tapi alhamdulillah berkat kerja keras kita semua, pembangunannya tak sampai dua tahun. Hanya 17 bulan. Dananya pun tak sampai Rp 25 miliar, tetapi hanya Rp 17 miliar,” kata alumni FEB UNAIR yang berprofessi sebagai pengusaha itu.
Masjid “Ulul ‘Azmi” yang artistik dan megah sumbangan dari Alumni UNAIR. (Foto: Bambang Bes) Pasca dimulainya pembangunan, langsung mengalir donasi dari para alumni, baik pribadi maupun alumni angkatan suatu fakultas, IKA Perwakilan, potong gaji secara sukarela karyawan yang setiap bulan disumbangkan ke masjid, serta dari mahasiswa dan donatur lainnya. ”Tanpa kerja keras dan sumbangsih dari teman-teman semua, mungkin masjid yang kita cintai ini tidak akan terwujud,” tutur Haryanto dengan perasaaan ”trenyuh-nya” hingga bicaranya terbata-bata dan tak kuasa untuk menahan air matanya jatuh mengaliri wajahnya. Ketua Umum IKA UNAIR Prof. Dr. M. Hatta Ali menyampaikan berterima kasih kepada alumni yang sangat perduli, dengan harapan semua ini menjadi bukti cinta kita para alumni terhadap almamater yang kelak masjid ini akan digunakan sebagai tempat beribadah. Jadi masjid “Ulum ‘Azmi” ini adalah bantuan alumni sebagai bentuk cinta almamater untuk digunakan sivitas dan masyarakat luas.
”Masjid itu ibaratnya bagai bintang di langit, karena itu dari sinilah akan menerangi bumi dan kita semua,” kata Prof. M Hatta Ali, yang juga Ketua Mahkamah Agung RI itu, seraya bersyukur dan berterima kasih bahwa pembangunan masjid ini lebih cepat dari yang direncanakan. Sementara Rektor UNAIR Prof. M Nasih dalam sambutannya berharap agar sarana ini merupakan bagian dari upaya UNAIR untuk berbakti kepada bangsa dan negara. Karena itu ia juga mengucapkan terima kasih kepada alumni yang telah berkontribusi secara luar biasa. “Apalagi Pak Haryanto, saya tahu persis beliau yang mengawal pembangunan ini full 24 jam,” kata Rektor. Hadirnya “Ulul ‘Azmi” juga diharapkan menginspirasi kita dalam mengatasi persaingan di segala persoalan, sebagai spirit, berteguh hati dan sabar secara istiqomah yang luar biasa. ”Kita berharap dari masjid inilah menjadi bagaikan Nabi Nuh bisa mengatasai masalah bah, bagai Nabi Ibrahim bisa menghancurkan berhala-berhala orang kafir, serta bagaikan Nabi Musa yang dengan gagahnya mampu mengalahkan fir’aun-fir’aun. Semua itu akan mengarahkan kita semua menuju pada peradaban dengan akhlak yang mulia,” kata Prof. M Nasih mengakhiri sambutannya. (*) Penulis : Bambang Bes
Peri-peri Kami
Mengambil
Nyawa
Di serambi masjid sebelah utara, aku duduk. Setelah berjamaah
shalat ashar, aku memang biasa nongkrong sambil melamun di teras masjid. Kadang di sebelah utara, kadang selatan atau timur. Sesuai kenyamanan hati saja. Langit mendung. Kelabu pekat. Sejurus lagi, pasti hujan. Aku senang melihat langit. Apapun keadaannya, menurutku, langit selalu indah untuk ditatap. Tiba-tiba nampak di langit itu, gumpalan awan robek. Seperti ada sesuatu yang menembusnya dari angkasa. Sesuatu yang bercahaya tapi bukan cahaya menelusup dari awan menuju ke arahku. Sesuatu yang aneh, dengan kecepatan luar biasa meluncur ke hadapanku. Dengan setengah takut, aku sudah berhadapan dengan barang yang ternyata adalah manusia, tapi bukan manusia. Perempuan, tapi bukan perempuan, bersayap, tapi pasti bukan siluman burung. Dalam
beberapa
literatur
dikatakan
bahwa
malaikat
itu
bersayap, tapi sumpah mati, sedikitpun aku tak menganggap orang yang bukan orang di depanku ini adalah malaikat. Dia lebih mirip peri yang hanya kuanggap merupakan tokoh rekaan orang-orang berimajinasi tinggi. Peri-peri yang biasa muncul di berbagai penampakan dalam karya seni. Atau peri-peri yang didongengkan pujangga. Aku akui, angkat dua jempol, bahwa perempuan yang bukan perempuan di hadapanku ini indah, teramat indah. Dia bugil. Rambutnya panjang berwarna emas, dadanya besar berisi ranum gagah, kelaminnya tak berambut, badannya putih bersih, sayapnya dua helai kiri-kanan. Setiap helai terbagi atas dan bawah, yang bagian atas lebih lebar dua kali dari yang bawah, dengan warna emas keperakan. Kaki jenjang belalang, tubung langsing dan berhidung mancung nan jelita. ”Ikut aku,” dia membuka percakapan dengan kurang sopan sebab tak memerkenalkan diri. ”Kamu siapa?” aku bertanya ramah. ”Aku adalah peri. Aku memimpin sepasukan peri-peri yang
berjumlah ribuan. Kami turun ke bumi untuk menjemput orangorang sepertimu,” jawab dia. ”Ribuan?” aku hanya melihat dia sendirian, berdiri tapi bukan berdiri di hadapanku. Kakinya tidak menyentuh tanah. Sayapnya bergerak-gerak pelahan, nampaknya sayap itulah yang memertahankannya tetap mengambang di udara. ”Pasukanku tak kemari. Mereka menyebar ke pelosok bumi, mencari dan menjemput orang-orang sepertimu. Setiap peri menjemput seorang,” ”Orang-orang sepertiku?” ”Ya, kalian orang-orang berhati mulia akan kami jemput untuk kami antar ke surga. Sebab, bumi akan kiamat. Dunia akan dimusnahkan sebentar lagi,” ”Orang mulia? Aku orang mulia? Yang benar saja,” sahut ku. Meski sering mengumandangkan adzan, aku tetap tak merasa mulia. Kemarin di bioskop, aku beradu lumat lidah dengan seorang kawan perempuan. Seminggu yang lalu, hal yang sama kulakukan dengan kawan perempuan yang lain. Jadi, dari mana aku bisa dibilang mulia? Menggelikan. ”Siapa yang akan memusnahkan bumi?” aku bertanya dengan sedikit senyum geli. “Tuhan,” jawab dia. ”Dhuar!” guntur berbunyi mantap selepas kilat berkelebat. Gerimis turun. Seolah-olah, fenomena alam tersebut menjadi suara latar dari jawaban sosok yang mengaku peri: tuhan, sepersekian detik sebelumnya. ”Tuhan yang mana?” aku mencoba tetap tenang dan berwajah santai, meski jujur, aku mulai agak merinding. ”Tuhan ku dan Tuhan mu,” ”Dhuar!” guntur kembali bergemuruh. Kali ini lebih bergema.
Rintik hujan lebih deras. ”Tapi, Tuhanku tak pernah sekalipun mengaku kalau punya makhluk sepertimu. Tuhanku tak pernah berkata bahwa orangorang mulia akan dijemput peri naik ke langit. Dan Tuhanku tak pernah bilang kalau akan mengirim ciptaan yang serupa perempuan bugil bersayap untuk menemui seorang lelaki di serambi masjid. Semua tidak ada di kitab suci,” Aku agak berdalil. Mendengar ucapanku sendiri, aku sedikit bangga. Tak disangka, aku bisa berucap sedemikian berani dan bijak. ”Kau banyak omong!” ”Dhuar,” lagi-lagi suara latar berupa guntur dan kelap-kelipan kilat mewarnai serta mendramatiskan suasana. “Kau banyak bohong,” timpal ku. ”Buat apa kamu repot-repot mengantarkanku masuk surga. Aku orang kotor. Ke pesantren sana! Banyak pemuda dan orang-orang tua yang berilmu dan mulia,” ”Di pesantren lebih banyak orang munafik dan orang sombong. Orang-orang sok alim. Orang-orang yang merasa paling benar dan terpuji,” Kali ini dia mengatai orang-orang pesantren. Memang, orangorang pesantren lebih berpeluang angkuh. Sedangkan seburukburuk akhlak adalah angkuh. Maklumlah, orang pesantren memiliki kelebihan ilmu. Dan hanya orang-orang yang berkelebihan yang berpeluang angkuh. ”Persetanlah. Aku tak mau ikut. Kamu kira dengan tampilan ajaibmu, membuat aku takut? Tidak sedikitpun. Membuat aku takjub? Tidak sekejap pun. Aku tak percaya peri. Tuhan tak pernah menciptakan makhluk aneh sepertimu,” Perempuan yang bukan manusia perempuan itu kosong menatapku. Beberapa detik berselang. Lalu, kembali berbicara.
”Ikutlah. Kalau kau tidak mau, tetap akan kupaksa. Surga menunggumu. Cepat. Pasukanku telah naik semuanya. Membawa orang-orang pilihan serupa kamu. Dan tak ada satu pun dari orang-orang itu yang mengajak berdebat sepertimu,” Mungkin telah terjadi komunikasi telepati ketika dia hening sejurus tadi. Komunikasi antara dia dan pasukannya. Lantas dia dapat kabar, semua peri telah berangkat ke langit, kecuali dia. Ah, aku tak mau tahu. Yang jelas, aku mulai muak dengan makhluk sok hebat ini. ”Kalau kau memang utusan Tuhan, kau pasti bisa membawaku kemana pun kau pergi. Bahkan tanpa meminta izin padaku. Serupa jibril yang bisa membawa para nabi kemanapun yang diperintahkan Tuhan. Ku tantang kau! Kalau kau hebat, seret aku! Ke manapun. Ke surga yang kau katakan itu juga tak mengapa! ” Dia lalu menggapai pergelangan tanganku. Dengan sigap ditariknya aku yang mulai meronta. Tak kusangka, dengan mudah dia membawaku menggelantung terbang. Sialan. Dia berhasil membawaku meninggalkan teras masjid. Kami menembus awan. Kopiahku terjatuh. Untung, aku memakai celana panjang, bukan memakai sarung. Jadi, aku tak perlu khawatir aurat bawahku terbuka kemana-mana. “Hei, kita ke mana?” aku bertanya basa-basi. Sejak awal dia sudah bilang kalau ingin membawaku
ke surga.
“Tutup mulutmu. Sebentar lagi kesenangan abadi akan kau dapatkan. Bumi yang kau cintai ini akan hancur lebur. Sebuah asteroid raksasa telah dikirim Tuhan untuk menghantamnya. Kau termasuk orang-orang yang beruntung,” Aku mulai ragu pada keyakinanku semula yang menganggap dia sekadar tukang bual. Sebab terbukti dia cukup sakti. Dia bisa membawaku menabrak berbagai lapisan bumi bagian atas. Ozon, atmosfer, dan akhirnya aku ke angkasa yang memerlihatkan bahwa langit tak lagi biru. Langit hitam pekat dengan entah berapa
megatriliun bintang menaburinya. Maka nampaklah ribuan peri lain. Masing-masing membawa seseorang dengan berbagai macam cara. Ada yang menenteng orang serupa yang terjadi padaku, dipegang dipergelangan tangan. Ada yang memeluk. Ada yang membiarkan orang yang dibawanya berpegangan di kakinya. Ada pula yang diletakkan di punggungnya yang bersayap. Dan masih banyak pose lain. Terlihat pula bahwa peri-peri itu tak hanya berjenis perempuan yang bukan perempuan serupa peri yang datang menghadapku. Banyak juga yang lelaki namun bukan lelaki. Mereka pun berparas sama menawan dan gemilang. Yang lelaki tapi bukan lelaki bertugas membawa orang perempuan. Dan yang perempuan tapi bukan perempuan, tentu membawa orang lelaki, seperti aku. Orang-orang yang sedang dibawa peri-peri terus naik ke langit entah di mana itu, jelas tergambar raut bahagia mereka. Ada yang tersenyum merekah seakan telah menghirup bau surga. Ada yang tertawa ringan dengan pandangan cemerlang seakan sudah bisa memandang halaman firdaus. Ada yang mulutnya komat-kamit mungkin sedang memuji-muji keagungan Tuhan. Intinya, mereka nampak sejahtera, kecuali aku. Meskipun aku mulai bimbang, tapi aku tetap yakin bahwa Tuhanku tak pernah memersiapkan strategi pengiriman manusia ke surga macam ini. Perihal Dia punya kuasa mengubah apa saja termasuk mengubah jalan-jalan atau cara-cara ke surga yang telah terukir di kitab suci dengan strategi baru sesuai keinginanNya, itu hal yang sah-sah saja dan mungkin-mungkin saja. Sebab, Dia memang punya hak super prerogatif. Dia Tuhan. Dia berkuasa. Namun, aku yakin seyakin-yakinnya dia tidak dan bukan zat yang zolim. Dia tak akan bertindak zolim dengan mengingkari janjijanjiNya yang termaktub di kitab suci. ”Aku ingin pulang ke bumi,” ucap ku lantang.
”Diamlah. Kita akan sampai sebentar lagi,” balas sang peri. ”Kirim aku kembali ke bumi. Persetan jika bumi akan hancur atau apapun, kembalikan aku ke bumi!” aku berontak. Lamat-lamat ku dengar suara adzan, shalawat, dan Tuhan dengan beraneka modelnya. Suara-suara terdengar bertumpuk-tumpuk, namun jelas lafalnya itu kuyakini bukan dari tempat yang kata peri tuju. Suara itu jelas datang dari bumi.
pujian pada itu, walau Suara-suara sedang kami
“Kembalikan aku! Kalian iblis! Kalian setan! Aku tak percaya kalian! Aku tak percaya dengan surga yang kalian janjikan!” Selepas bersumpah serapah, aku menirukan suara-suara yang lamat-lamat kudengar tadi. Aku menirukan suara itu tidak dengan berbisik, namun dengan berteriak. Sekuat-kuatnya, sebisa-bisaku mengeluarkan suara. Mendengar itu, semua peri dan orang-orang yang mereka bawa menancapkan mata padaku. Lalu mereka tertawa. Tebahak dan menggelegar seakan menggoyang jagat. Seketika peri yang membawaku menghempaskanku ke arah bumi. Keras dia mementalkanku sehingga terlempar serupa kilat ketika hujan.
tubuhku
terasa
Dalam kecepatan yang teramat sangat ketika aku tertolak keras dari angkasa menuju bumi, aku masih sempat melihat peri-peri yang pada awalnya begitu rupawan, berubah seketika. Menjadi makhluk menjijikan. Menjadi figur yang mirip dengan iblis atau monster yang gambaran kebengisan dan keburukrupaannya biasa tertancap dalam imajinasi semua orang. Bersayap api, bertaring panjang, berjenggot dan berkumis tak beraturan, bertanduk merah, berdaun telinga lincip, hidung babi, cakar di setiap jarinya dan tubuh berlendir memualkan. Sedangkan orang-orang yang dibawa oleh mereka, tak lagi berupa manusia. Melainkan berupa serupa dengan mereka. (*)
Panitia Pembangunan Masjid Kampus C UNAIR Terima Bantuan Rp 160 Juta UNAIR NEWS – Panitia pembangunan masjid “Asma’ul Husna” Universitas Airlangga Surabaya menerima bantuan biaya pembangunan dari alumni UNAIR, Jumat (6/5). Kali ini yang memberikan sumbangan adalah Alumni Fakultas Ekonomi UNAIR (FEUA) tahun 1987 sebesar Rp 160 juta. Bantuan tersebut secara simbolis disampaikan oleh koordinatornya Drs. Ec. Hari Purnomo dan diterima Rektor UNAIR Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE, MT., Ak., MCA., seusai salat Jumat di masjid tersebut. Selanjutnya oleh Rektor bantuan diserahkan kepada panitia pembangunan masjid “Asmahul Husna” di kampus C UNAIR ini. Tidak ada seremonial secara khusus. Jadi selesai semua melaksanakan salat Jumat di sebagian lantai masjid yang kini sedang dalam finishing itu, semua menuju ke halaman depan masjid seperlu untuk menyerahkan uang bantuan tersebut. Penyerahan tersebut disaksikan oleh beberapa anggota IKAFE ’87 serta pengurus IKA-UA. ”Dalam suasana yang baik dan spontan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas keperduliannya, siapa tahu nanti juga masih akan berlanjut,” kata Prof Nasih disambut gerrrr para hadirin yang menyaksikan. Menurut Drs. Ec. Hari Purnomo., pengurus IKAFE Jakarta ini, sumbangan Rp 160 juta tersebut dihimpun dari rekan-rekannya dan merupakan bantuan alumni FE’87 yang kedua. Bantuan yang pertama tahun lalu sudah diserahkan kepada panitia pembangunan
masjid sebesar Rp 867 juta. “Alhamdulillah wajib kita syukuri bahwa kami bisa melaksanakan amanah dari panitia pembangunan masjid ini untuk membantu mengumpulkan donatur dari para alumni, terutama yang berada di Jakarta. Kemudian setelah terkumpul sekian itu sekarang kami serahkan agar segera bermanfaat,” kata Hari Purnomo kepada UNAIR NEWS. Ditambahkan oleh Budi Widayanto, anggota panitia pembangunan masjid Alumni UNAIR, bahwa estimasi anggaran pembangunan telah direvisi. Jumlahnya tidak lagi mencapai Rp 25 miliar, tetapi tinggal Rp 17 miliar. Hal itu karena adanya beberapa unsur efisiensi yang ketika dikalkulasi dua tahun lalu masih diperhitungkan, dan ternyata dalam pelaksanaannya terdapat banyak keringanan dan kemudahan.
SEUSAI salat Jumat (6/5) kemarin, Rektor UNAIR Prof. M Nasih (kanan) secara simbolis menerima bantuan dana dari Koordinator Alumni IKA FE 1987 UNAIR sebesar Rp 160 juta. Tampak juga disaksikan beberapa alumni FE. (Foto: Bambang Bes)
”Alhamdulillah dana yang masuk dari para donatur hingga saat ini mencapai Rp 13,077 miliar. Dengan demikian kekurangan biaya pembangunan masjid ini tinggal sebesar Rp Rp 3,922 miliar, sehingga sumbangan amal sodakoh dari para alumni dan donatur masih kami harapkan,” kata Budi, alumni FE UNAIR itu, seraya menambahkan bahwa total pengeluaran hingga akhir April 2016 lalu mencapai Rp 16,082 miliar. Kata Budi, sodaqoh dan atau Infaq bisa ditransfer ke rekening atas nama Panitia Pembangunan Masjid UNAIR Kampus C pada Bank Mandiri Cabang Surabaya Rungkut Megah Raya dengan Nomor Rekening: 142.0031122012. Atau juga kepada atas nama Panitia Pembangunan Masjid Kampus C Unair ke No. Rekening: 7076288504 pada Bank Mandiri Syariah Cabang Kampus C UNAIR. “In sha Allah peresmian masjid ini tidak akan lama lagi,” kata Budi Widayanto. (*) Penulis : Bambang Bes
Bantuan ke Masjid UNAIR Terus Mengalir UNAIR NEWS – Tenaga kependidikan (karyawan) Universitas Airlangga secara suka rela menyisihkan sebagian gajinya sebagai sodakoh amal jariyah untuk disumbangkan kepada panitia pembangunan Masjid “Asma’ul Husna” di Kampus C UNAIR Mulyorejo, Surabaya. Seperti yang disumbangkan bulan Januari 2016 ini jumlahnya mencapai Rp 10.813.000/bulan, hingga enam bulan kedepan. Agus Haviludin, Staf Bagian Keuangan UNAIR yang menangani hal ini mengatakan, jumlah sebesar itu berasal dari 105 karyawan,
termasuk karyawan honorer. Mereka mengisi pernyataan bahwa setiap bulan gajinya minta dipotong sekian rupiah untuk bantuan pembangunan masjid. Jadi sifatnya suka rela, yang meminta pun para karyawan, dengan besaran sumbangan juga bervariasi mulai Rp 50.000 hingga Rp 250.000. Bahkan ada yang lebih. “Hanya bedanya kalau langsung pada kami diserahkan kepada rekeningnya,” kata
yang berstatus honorer ia membayarkannya setiap awal bulan untuk bersama-sama panitia pembangunan masjid melalui Agus Haviludin kepada UNAIR NEWS.
Dikatakan, sumbangan amal jariyah seperti ini sudah merupakan “tradisi” sejak lama. Hanya saja sebelum adanya pembangunan masjid, dana karyawan tersebut disalurkan kepada sebuah yayasan Yatim Piatu di Kota Surabaya. Atas kemauan para karyawan pula minta untuk sementara dialihkan ke pembangunan masjid. Untuk itu pihak UNAIR juga sudah menghubungi yayasan tersebut dan pihak yayasan pun, kata Agus, juga memahami. “Nanti kalau pembangunan masjidnya sudah selesai, ya kembali disalurkan ke yayasan tersebut,” imbuh Agus. Ia yakin jumlah setiap bulannya akan melebihi dari sebesar itu, sebab banyak juga karyawan lain yang memilih berinfak langsung ke kotakkotak amal masjid. Seperti diketahui, meskipun masjid berlantai tiga tersebut belum selesai pembangunannya tetapi lantai dasar yang sudah ladi dan berlantai mulus, sudah digunakan untuk salat Jumat. Bahkan ketika kampus sedang libur dan sepi kuliah pun, salat Jumat tetap ramai. “Pada liburan jumat kapan hari itu masih dapat enam baris jemaah, lumayan,” kata Drs. Musa, ketua Takmir Mushala UNAIR. Seperti diberitakan selama ini, telah banyak para alumni perangkatan yang memberikan donasi sumbangannya untuk pembangunan masjid di kampus C UNAIR ini. Pernah juga panitia menerima bantuan berupa perhgiasan dan sebuah mobil. Bantuan berupa uang pernah diterima mencapai Rp 1.624.573.085 yang berasal
dari tujuh donatur. Misalnya dari para alumni UNAIR yang berdomisili di Jakarta, alumni FE ’87, Alumni FE’73, CSR PT Kelola Mina Laut (Gresik), IKA Fakultas Hukum UNAIR, Alumni FE ’85 (menyerahkan dua kali), alumni UNAIR yang bekerja di Bank Mandiri, dari lembaga Avian Influenza-Zoonosis Research Center (AIRC) UNAIR atau pengelola BSL3 (Bio Safety Level-3), dari IKA Farmasi, juga dari pengusaha nasional Chairul Tanjung. Donatur lain yang ingin menyumbang bisa disalurkan melalui Rekening Bank Mandiri Cabang Rungkut Megah Raya Nomor: 142.0031122012 atau ke Rekening Bank Mandiri Syariah KK UNAIR norek: 7076288504, semua atas nama Panitia Pembangunan Masjid UNAIR Kampus C Surabaya. (*) Penulis: Bambang Bes