OPTIMALISASI KINERJA UNIT ASURANSI SYARIAH MENGHADAPI KEBIJAKAN SPIN OFF SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Oleh : TIA FITRIYANI NIM : 1111046200010
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M / 1436 H
1
2
3
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Juni 2015
Tia Fitriyani
4
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena dengan nikmat dan izin-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Shawalat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya beserta para sahabatnya yang telah menjadi penerang bagi seluruh umat. Skripsi yang berjudul “Optimalisasi Kinerja Unit Usaha Asuransi Syariah Menghadapi Kebijakan Spin Off” akhirnya dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Namun dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, tata bahasa maupun isinya. Hal ini dikarenakan keterbatasan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini dari awal hingga selesai penelitian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Utamanya penulis haturkan kepada: 1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A dan Bapak Abdurrauf, Lc., MA selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Iim Qoimuddin, SE., M.Si., AAAIK selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan saran-saran, serta bantuannya dalam membimbing penulis menyelesaikan penelitian ini. 4. Bapak serta Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum khususnya program studi muamalat yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. 5. Ibu Natalia Maulina, Bapak Aris Wisnuadji, Bapak Wahyudin Rahman, yang telah bersedia menjadi narasumber selaku pelaku bisnis asuransi syariah. Bapak Agustianto Mingka, dan Ibu Rina Cakti Yuliani perwakilan Otoritas Jasa Keuangan yang telah bersedia menjadi narasumber. 6. Teruntuk Mamih Tercinta dan Teteh Tersayang tanpa lelah selalu memberikan doa, motivasi, pengingat untuk penulis. Tak pernah bosan menjadi pendengar terbaik bagi penulis dalam mencurahkan segala keluh kesah dalam menyelesaikan penelitian ini. Kasih sayang yang tak pernah usai, selalu melukiskan keceriaan. Alm Bapak dan Alm Mamas, yang selalu penulis rindukan. Semoga Allah mempertemukan kita di Jannah-Nya. 7. Abi Ziyad, Ziyad, Assyabiya, Nenek, Le Tuti dan sanak keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan keceriaan bagi penulis.
6
8. Teruntuk teman-teman seperjuangan March Ceria Ayu Wulandari, Didit Dini Niarti, Sari Ramadani, pengalaman yang indah bersama kalian. Selalu menjadi tempat berbagi yang terbaik. 9. Kawan-kawan SGD Akhawat (Kak Nancy, Rika, Nur, Nida, Mutia, Dina, Defri, Ni’mah, Ika, Tini, Dwi) selalu menjadi pengingat dalam memperbaiki diri. Keluarga Besar Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LiSEnSi) Kak Suci Aprilia Sapitri, Kak Andis, Fathi Thayyibun, dan AB Sejati. KKN Catalysts , FAST (Fitriyani, Achmad Mauludin, Solehatunisa) dan Kriik Kriik (Imelda Santi, Erlin, Mahlawi, Ahmad). Kalian telah memberikan warna dan keceriaan bagi penulis, semoga ukhuwah kita terus terjalin. 10. Teman-teman seperjuangan Tiara dan Riyatno, serta teman-teman AS 2011 saya salut dengan semangat kalian. Semangat mengarungi kehidupan selanjutnya. 11. Keluarga Social Trust Fund yang telah membantu penulis menyelesaikan studi. Semoga semakin luas menyebar manfaat. 12. Tim IAEI dan Tim Iqtishad terima kasih atas segala bantuan dan pengalaman yang luar biasa selama magang.
7
Dan kepada pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah membalas semua amal baik dengan pahala dan senantiasa menaungi kita dengan Rahmat-Nya. Aamiin. Jakarta, 12 Juni 2015 M Ramadhan 1436 H
Penulis
8
ABSTRAK
Tia Fitriyani. 1111046200010 dengan skripsi yang berjudul “Optimalisasi Kinerja Unit Usaha Asuransi Syariah Menghadapi Kebijakan Spin Off”. Konsentrasi Asuransi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. Penelitian ini membahas tentang pandangan industri asuransi syariah terhadap spin off dan kesiapan unit usaha asuransi syariah menghadapi spin off yang perintahkan oleh pemerintah dalam jangka waktu 10 Tahun terhitung sejak di berlakukannya UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pandangan pelaku bisnis asuransi syariah mengenai spin off dan apa saja yang perlu dioptimalkan dalam mematangkan persiapan unit usaha asuransi syariah agar mampu melakukan spin off pada waktu yang telah ditentukan. Terkait dengan masih banyak kekurangan dalam menunjang terlaksananya spin off. Selain itu, melihat bagaimana peranan regulator dalam membantu unit usaha asuransi syariah untuk melakukan spin off. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Jenis penelitian yaitu kualitatif, jenis data primer dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu teknik wawancara. Teknik analisis data yang dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan sebagian menilai bahwa aturan spin off yang diajurkan oleh pemerintah itu memiliki dampak yang positif bagi industri asuransi syariah. Penting bagi unit syariah melakukan spin off pada periode tertentu, maka unit syariah harus meningkatan kinerjanya serta mempersiapkan komponen seperti sumber daya manusia yang memadai, aset yang kuat, infrastruktur yang lengkap dan manajemen yang mendukung. Akan terlihat keseriusan perusahaan induk untuk mengembangkan bisnis syariah. Otoritas Jasa Keuangan memberikan penekanan serius terhadap unit syariah untuk melakukan spin off jika sudah mampu, dan harus memaksimalkan kinerja untuk persiapan melakukan spin off.
Kata Kunci
: Optimalisasi, unit usaha syariah, asuransi syariah, spin off.
Pembimbing
: Iim Qoimuddin, SE., M.si., AAAIK
Daftar Pustaka
: 1995-2015
9
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.......................................................................................................1 B. Pokok Permasalahan................................................................................................7 C. Tujuan dan Manfaat...............................................................................................9 D. Kerangka Pemikiran...............................................................................................9 E. Metode Penelitian................................................................................................10 F. Sistematika Penulisan................................................................................................12
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Konsep Optimalisasi Kinerja.....................................................................................14 B. Komponen Spin Off 1. Manajemen…………………………......…………...…...........……………….....15 2. Finansial…………………………………….................………………………….16 3. Sumber Daya Manusia……………...........……..……………………………...18 4. Infrastruktur…………….............................………..………………...........……23 C. Kebijakan Spin Off 1. Definisi Spin Off………….............…………………...………...........…………..25 2. Jenis-Jenis Spin Off……………….............………....…..........………………….27 3. Tujuan Spin Off…………………………….................………………………..29 4. Motif Spin Off………………………..............……………..……………………30
10
D. Review Terdahulu……………............………….........…………………………..31
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian……..………………....…………………….................……..33 B. Subjek dan Objek Penelitian ………………………......................................………34 1. Subjek dan Objek Penelitian……………………….........….…........……...........34 2. Populasi dan Sampel Subjek/Objek Penelitian.......………..........……………....34 C. Sumber Data Penelitian…………..............….........…………........…………………36 D. Teknik Pengumpulan Data..…………..........……………..............…………………36 E. Teknik Analisis Data…………………………………….....…....………............…..37
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Pendahuluan Hasil Penelitian………………..........................................………........40 B. Pandangan Spin Off menurut Pelaku Bisnis Asuransi Syariah, Pakar
Ekonomi,
dan
Regulator…….………...............................................................41 C. Urgensi Spin Off bagi Unit Usaha Syariah…........…………………….........……....44 D. Kompenen Spin Off 1. Sumber Daya Manusia…..…………………………..........………….......45 2. Finansial……………………………………............…….......…………..49 3. Manajemen…...................................…........….......……………………..53 4. Infrastruktur…………………................…………………………………56
11
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………………….............…....………………………………………58 B. Saran..................................................................................................................60 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................61 LAMPIRAN
12
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas berpenduduk muslim. Memiliki
peluang yang besar di dunia bisnis syariah. Baik di bidang perbankan syariah, asuransi syariah, dan lembaga keuangan syariah lainnya. Di bidang asuransi syariah itu sendiri mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Berdasarkan data dari Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), pasar asuransi syariah menunjukkan total kontribusi asuransi syariah pada akhir desember 2014 lalu diangka 5,25% dibanding dengan total industri asuransi umum dan jiwa di Indonesia. Pertumbuhan asuransi syariah itu sendiri dengan perkembangan aset 34,23% dan investasi 36,11%. Perbandingan total aset asuransi syariah
sebesar
4,83%, sedangkan perbandingan angka investasi adalah 5,44%.. Pertumbuhan kontribusi bruto asuransi syariah jiwa sebesar 10,07%, tidak diikuti oleh kinerja asuransi syariah umum yang mengalami penurunan pencapaian kontribusi sebesar 18,55%. Namun demikian, kenaikan klaim sebesar 18,81% dibanding dengan pertumbuhan kontribusi di asuransi syariah yang hanya sebesar 4,53%, memberikan indikasi kepada pelaku usaha asuransi syariah untuk melakukan kajian kembali dan perbaikan dalam proses pengelolaan risiko asuransi syariah.1
1
Data Bisinis Asuransi dan Reasuransi Syariah AASI 2014
13
Perlambatan kinerja
pertumbuhan
industri
asuransi
syariah
tersebut
disebabkan karena penurunan pertumbuhan perbankan syariah dan pembiayaan syariah di tahun 2014. Akan tetapi, dengan melihat perkembangan pada tahun 2014, pertumbuhan aset dan investasi industri asuransi syariah diperkirakan tahun 2015 akan meningkat 25%. Serupa dengan saudaranya perbankan syariah, asuransi syariah pun dikelola menjadi dua jenis usaha, yaitu murni asuransi syariah (full fledge), dan Unit Usaha Syariah (UUS). Jumlah perusahaan dan unit asuransi syariah ditahun 2014 dibandingkan periode yang sama ditahun 2013 tidak mengalami perubahan yaitu 49 perusahaan/unit asuransi syariah dan reasuransi syariah. Perubahan terjadi hanya pada komposisi jumlah asuransi syariah umum dan asuransi syariah jiwa. Table 1 Jumlah Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Usaha Asuransi Syariah di Indonesia.2 No. Keterangan 2014 2013
2
1.
Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah
3
3
2.
Perusahaan Asuransi Umum Syariah
2
2
3.
Unit Syariah Perusahaan Asuransi Jiwa
18
17
4.
Unit Syariah Perusahaan Asuransi Umum
23
24
5.
Unit Syariah Perusahaan Reasuransi
3
3
Total
49
49
Ibid.
14
Upaya meningkatnya minat masyarakat terhadap asuransi syariah, diprediksi meningkat hingga 30% sampai 40% kondisi tersebut mendorong banyak perusahaan asuransi konvensional yang mengambil peluang tersebut dengan membuka Unit Usaha Syariah (UUS).3 UUS dalam kebijakannya masih menginduk kepada perusahaan asuransi yang mendirikannya. Namun sistem dalam unit usaha syariah itu sudah terpisah. Bagi perusahaan asuransi yang telah membuka unit usaha syariah cenderung mengalami meningkatan kinerja dengan output bertambahnya tingkat kontribusi bruto hingga 40% dari produk unit syariah.4 Demi mempercepat pertumbuhannya pemerintah pun mendorong perintah melakukan spin off UUS asuransi syariah dengan tujuan meningkatkan kapasitas usaha dan meningkatkan entitas melalui kemandirian perusahaan. Selain itu, akan berdampak pada peningkatan pangsa pasar asuransi syariah karena asuransi syariah yang mandiri akan lebih leluasa melakukan ekspansi bisnisnya. Melihat pengalaman dari industri perbankan syariah yang telah lebih dahulu sudah melakukan spin off. Kebijakan spin off itu tertuang dalam Naskah Rancangan Undang-Undang tentang Perasuransian tanggal 23 September 2013 pasal 67 yaitu perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang telah memiliki unit usaha syariah dengan jumlah aset tabarru’ dan aset investasi peserta mencapai 50% dari perusahaan induk harus melakukan pemisahan usaha. Paling lambat realisasi 3 tahun setelah disahkannya Undang-Undang tersebut. Dengan demikian, bagi UUS asuransi syariah yang
3 4
Batasa Tazkia Consulting, “Spin Off Asuransi Syariah, Now or Later?”. Diakses pada 5 April 2013 www.takafulmedia.com
15
memiliki aset tabarru’ dan aset investasi 50% dari total aset perusahaan induk sangat diwajibkan untuk melakukan pemisahan unit usaha syariah menjadi perusahaan asuransi syariah. Ini merupakan tantangan tersendiri untuk UUS asuransi syariah, agar dapat mentaati kebijakan spin off yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sejauh ini sebenarnya industri asuransi menyambut baik hadirnya UndangUndang (RUU) Perasuransian yang mendorong pemisahan UUS dari perusahaan induknya yaitu asuransi konvensional. Karena akan berdampak positif terhadap industri asuransi syariah dan ada payung hukum yang memperjelas kegiatan operasional industri asuransi syariah serta dapat meningkatkan ketaatan prinsip syariah dalam menjalankan bisnisnya. Terbukti ada beberapa perusahaan asuransi yang sudah mempersiapkan spin off unit usaha syariahnya menjadi Perusahaan Asuransi Syariah (full fledged) seperti PT Asuransi Umum Mega berencana melakukan spin off dalam kurun waktu dua hingga tiga tahun kedepan. PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), perusahaan asuransi umum berskala besar milik pemerintah ini pun berencana melakukan spin off unit usaha syariah pada tahun 2016. Dan PT Asuransi Adira Dinamika siap spin off ketika pemerintah meminta untuk segera spin off. Antusias yang tinggi dari industri asuransi mengenai kebijakan ini ternyata belum dapat segera terealisasi dikarenakan terdapat perubahan jangka waktu yang ditetapkan untuk melaksankan spin off. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam UU Nomor 40 Tahun 2014 yang disahkan pada bulan Oktober 2014 menetapkan bahwa untuk pemisahan unit syariah dari perusahaan induk maksimal 10 16
tahun sejak disahkannya Undang-Undang (UU) Perasuransian. Ketentuan pemisahan unit usaha yang ditetapkan pemerintah dianggap memberatkan unit usaha syariah untuk memenuhi sedemikian rupa ketentuan yang ditetapkan jika persiapannya hanya dalam waktu 3 tahun setelah ditetapkan Undang-Undang Perasuransian. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan kebijakan untuk melakukan penundaan waktu pelaksanaan spin off. Karena memang dalam melakukan spin off ini banyak yang harus dipersiapkan oleh unit usaha syariah. Kendala itu seperti kekurangan sumber daya manusia, pembatasan aset tabarru’ hingga 50% dari total aset perusahaan induk, infrastruktur yang masih sangat rendah, pangsa pasar serta kestruktur organisasian. Kekurangan SDM yang berkualified dalam menjalan bisnis syariah tersebut. Sumber daya manusia dalam bidang ini seharusnya memiliki pengetahuan tentang asuransi syariah itu sangat penting. Karena sejauh ini para pelaku bisnis asuransi syariah masih banyak ditempati oleh lulusan yang berspesifikasi umum, karena belum ada standarisasi mengenai sumber daya manusia yang seharusnya mengisi peluang pada bisnis asuransi syariah. Masih sangat terbatas dengan kuantitas dan kualitas. Pembatasan jumlah minimum aset syariah mencapai 50% dari perusahaan induk, penetrasi asuransi syariah melambat pada tahun 2014 sehingga mengakibatkan beberapa perusahaan asuransi syariah merasa keberatan dengan kebijakan ini. Praktisi dan pakar asuransi syariah Muhammad Syakir Sula berpendapat, persentase 50% itu
17
terlampau besar dan membutuhkan waktu sangat lama, bahkan bisa sampai puluhan tahun.5 Melihat potensi yang sangat besar di Indonesia, tetapi riil market masih sangat kecil. Sehingga banyak ruang untuk meningkatkan kinerja perusahaan asuransi secara keseluruhan. Market share untuk industri asuransi syariah pada tahun 2014 itu sekitar 3%. Untuk dapat lebih mendorong pasar asuransi syariah di Indonesia para pelaku asuransi pun dituntut untuk memperbaiki seluruh infrastruktur.6 Di Indonesia infrastruktur merupakan masalah struktural yang berat. Ini dikarenakan masih sangat kurangnya
ketersediaan
fasilitas-fasilitas
yang
memadai
untuk
membantu
meningkatkan minat pasar. Mengenai kebijakan spin off ini pada kenyataannya unit usaha syariah belum siap untuk melakukan pemisahan dengan induk perusahaannya. Dan pemerintah pun menunda waktu realisasi pelaksaan spin off, seharusnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah selaku regulator
khususnya Otoritas Jasa Keuangan agar unit usaha
syariah dapat semakin baik dan mendorong pertumbuhan asuransi syariah sehingga segera menjadi perusahaan yang mandiri.
5
Sulistyawati, “Syarat Lima Puluh Persen Terlalu Besar” dalam berita Republika yang diterbitkan Kamis, 18 September 2014 6 Rizky Andrianti Pohan, “Spin Off, Ikhtiar Makmurkan Asuransi Syariah” dalam berita Media Insurance yang diterbitkan Jum'at, 18 November 2014
18
Berdasarkan latar belakang diatas akan dilakukan penelitian ke beberapa unit usaha asuransi syariah agar mengetahui kesiapan dan pengoptimalisasi kinerja dalam menghadapi kebijakan spin off dan judul dari penelitian yang diangkat adalah “OPTIMALISASI KINERJA UNIT ASURANSI SYARIAH MENGHADAPI KEBIJAKAN SPIN OFF” . B.
Pokok Permasalahan
1. Identifikasi Masalah 1) Bagaimana pandangan para ahli ekonomi syariah, regulator, dan para pelaku bisnis mengenai kebijakan spin off asuransi syariah? 2) Apa pandangan perusahaan mengenai penundaan spin off menjadi 10 tahun? 3) Apakah kebijakan spin off memberatkan industri asuransi? 4) Bagaimana langkah pemerintah membantu kesiapan unit usaha syariah untuk melakukan spin off? 5) Langkah yang dicanangkan oleh unit usaha syariah dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia, pencapaian batas aset, infrastruktur, dan kesiapan manajemen unit usaha syariah dalam menghadapi kebijakan spin off? 6) Manurut pakar Ekonom, regulator, pelaku bisnis bagaimana perusahaan meningkatkan kinerja agar dapat melakukan spin off? 7) Apa solusi untuk perusahaan agar dapat segera melakukan spin off?
19
2. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah merupakan usaha untuk menetapkan batasan-batasan penelitian yang akan diteliti. Mengenai hal ini penulis membatasi lingkup penelitian hanya pada tiga perusahaan asuransi yang memiliki unit usaha syariah. Sekaligus melakukan penelitian kepada pihak regulator yaitu kepada Otoritas Jasa Keuangan Direktorat Industri Keuangan Non Bank (Asuransi Syariah). Kemudian melakukan penelitian kepada pakar ekonomi syariah. 3. Perumusan Masalah Dari penjelasan
latar belakang, alasan penulis mengambil judul tersebut
karena penulis menarik beberapa masalah terkait dengan penelitian yang dilakukan. a. Bagaimana langkah unit usaha syariah dalam mengahadapi kebijakan spin off dan bagaimana langkah pemerintah membantu kesiapan unit usaha syariah untuk melakukan spin off? b. Bagaimana solusi pakar ekonomi syariah untuk perusahaan, terhadap kebijakan spin off asuransi syariah ini? C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian Setelah melihat judul yang akan diangkat dan latar belakang masalah yang ada serta perumusan masalah yang ingin di dapat penelitian ini bertujuan, sebagai berikut :
20
a. Menjelaskan
apa
saja
yang
perlu
dioptimalkan
dalam
rangka
mempersiapkan agar sebuah unit syariah mampu melakukan spin off. Menerangkan peranan regulator dalam membantu unit syariah melakukan spin off. b. Menjelaskan pandangan dan solusi terbaik terhadap isu-isu perekonomian Indonesia. 2. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, penulis berharap bahwa penelitian ini memberikan manfaat bagi: a. Bagi perusahaan asuransi syariah Memberikan tambahan informasi mengenai hal yang harus dipersiapkan untuk mematangkan unit syariah dalam menghadapi proses spin off dan mendapat pandangan dari pemerintah serta pakar ekonomi syariah. b. Bagi mahasiswa dan fakultas Dapat menambah khasanah ilmu serta menambah literatur kepustakaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. c. Bagi penulis. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana penambah ilmu pengetahuan, dapat membekali diri, agar dapat berkontribusi secara langsung untuk ekonomi Indonesia.
21
D.
Kerangka Pemikiran Perkembangan industri asuransi syariah sangat baik, hal ini berpengaruh
terhadap perubahan manajemen. Perubahan manajemen di unit syariah dapat membawa hal positif dalam perkembangannya, karena dengan perubahan manajemen yang baik seperti melakukan pemisahan diri dari perusahaan induk merupakan hal yang diibaratkan sudah masuk tahap pendewasaan dalam industri bisnis. Perubahan tersebut unit usaha syariah dapat mengekspansikan usahanya dan melakukan pengambilan keputusan sendiri. Kemudian dengan mengekspansi diri lebih luas akan berdampak pada perkembangan dan penguatan unit bisnis itu sehingga pertumbuhan ekonomi syariah pun menjadi pesat. Memahami situasi dan informasi yang ada. Kesesuian dengan kebijakankebijakan pemerintah yang seharusnya ditaati oleh perusahaan. Melihat beberapa pendapat dari industri asuransi syariah itu, pakar ekonomi syariah, dana Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator. Merincikan yang ahrus dipersiapkan oleh unit syariah asuransi dalam mewujudkan spin off. E.
Metode Penelitian Metode dalam hal ini diartikan sebagai suatu cara yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji suatu
22
pengetahuan yakni usaha dimana dilakukan dengan menggunakan metode-metode tertentu.7 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian ini bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif diharapkan menghasilkan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.8 2. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini dilakukan di beberapa pelaku bisnis industri asuransi syariah, Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator, dan tokoh ekonomi syariah. Objek yang menjadi penelitian adalah kebijakan spin off yang diberlakukan oleh pemerintah. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis akan mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dengan cara wawancara. Wawancara yaitu tekhnik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang berkaitan dengan penelitian ini. Wawancara akan dilakukan ke salah satu perusahaan asuransi yang memiliki unit usaha syariah. Untuk menguatkan data, wawancara akan dilakukan pula ke Otoritas Jasa Keuangan.
7 8
Sutrisno Hadi, Metodologi Rise, (Yogyakarta: UGM Press, 1997), h. 3 Basrowi & Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), h. 21
23
4. Teknik Analisis Data Data atau informasi yang diperoleh penulis dalam penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan yang bersifat deskriptif. Pendekatan deskriptif yaitu metode
untuk
memberikan
pemecahan
masalah
dengan
pengumpulan
data,
mengklarifikasi, menganalisis, dan menginterpretasikannya.
F.
Sistematika Penulisan
BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini menyajikan pendahuluan yang memuat latar belakang penulisan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka berfikir, metode penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II
: LANDASAN TEORI Akan diuraikan mengenai landasan teori yang disajikan di penelitian ini. Landasan teori berguna sebagai dasar pemikiran ketika melakukan pembahasan masalah yang diteliti dan untuk mendasari Bab IV yang diambil dari berbagai literatur sekaligus penyajian review terdahulu.
BAB III
: METODE PENELITIAN Bab ini berisi mengenai uraian pendekatan penelitian, subjek dan objek penelitian, jenis penelitian, sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan teknik analisis data.
BAB IV
: HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Bab ini merupakan penguraian hasil penelitian.
24
BAB V
: PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir dan penutup dari penulisan skripsi. Pada bab ini akan dilakukan penarikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan akan disampaikan pula jika ada saran dari pihak-pihak tertentu.
25
BAB II LANDASAN TEORI A.
Konsep Optimalisasi Kinerja Pengertian optimalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud,
1995 :628) adalah optimalisasi berasal dari kata optimal yang berarti terbaik, tertinggi jadi optimalisasi adalah suatu proses meninggikan atau meningkatkan. Pengertian optimalisasi menurut Wikipedia adalah serangkaian proses yang dilakukan secara sistematis yang bertujuan untuk meninggikan volume dan kualitas. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian optimalisasi adalah suatu proses yang dilakukan dengan cara maksimal dalam suatu pekerjaan untuk mendapatkan hasil terbaik tanpa harus mengurangi kualitas kerja. Sedangkan pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kata dasar dari kerja dan dapat diartikan sebagai sebuah hasil kerja. Jika optimalisasi dikaitkan dengan kinerja maka optimalisasi kinerja adalah serangkaian proses kerja yang dilakukan secara maksimal bertujuan mendapatkan hasil terbaik. Kinerja maupun prestasi hasil kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat.9
9
Gary Dessler, Manajemen SDM., (Jakarta: Indeks, 2009) h. 29
26
B.
Komponen Spin Off 1. Manajemen Restrukturisasi perusahaan dapat dilakukan jika usaha tersebut dianggap dapat memperbaiki manajemen. Spin off adalah perubahan struktur organisasi dimana salah satu unit bisnis meningkatkan independensinya dan berubah menjadi perusahaan sendiri dan terpisah. Dengan terpisahnya manajemen maka masing-masing perusahaan diharapkan dapat lebih fokus
dalam
mengembangkan bisnisnya. Ini merupakan salah satu tujuan spin off.
PT Asuransi A
PT Asuransi A
HRD Divisi Syariah
HRD
Divisi Marketing
Divisi Marketing gggg
PT Asuransi Syariah
Struktur perusahaan sesudah Spin Off
Struktur perusahaan sebelum Spin Off
Gambaran Proses Spin Off Perusahaan10
10
Dr. Adler Manurung, Bahan Perkuliahan Merger, Restrukturisasi, dan Akuisisi, (Jakarta : 2011)
27
Dalam proses spin off ini kontrol terhadap anak perusahaan tetap pada perusahaan pertama (induk). Demikian sebenarnya perusahaan induk tidak kehilangan kontrol atas unit yang bertransformasi menjadi anak perusahaan. Spin off dapat juga dikatakan sebagai proses kebalikan dari merger, atau de merger. Sebab, perusahaan yang tadinya satu dan terdiri dari unit-unit bisnis dan support, kini menjadi dua atau lebih perusahaan.11 Sekaligus dapat mengakibatkan perusahaan mengalami kelebihan pembayaran ( high cost). Karena dalam spin off terjadi restruturisasi organisasi, akan menambah tenaga-tenaga ahli. Berdampak pada perkembangan baik aset, organisasi, sistem kerja maupun permodalan. Pertumbuhan merupakan bagian
penting kesuksesan dan ketahanan
perusahaan. Tanpa pertumbuhan, perusahaan akan mengalami kesulitan untuk meningkatkan dedikasi terhadap tujuan dan menarik manajer-manajer berkualitas. Sehingga dukungan dari manajemen dalam melakukan spin off itu sangat diperlukan, karena mamajemen dapat dikatakan sebagai jantung dalam suatu perusahaan. 12 2. Finansial Perubahan kekayaan atau disebut juga restrukturisasi keuangan merupakan aktivitas perusahaan yang ditujukan untuk mengatur ulang posisi keuangan perusahaan baik aset, kewajiban, dan permodalan perusahaan.
11
Ayatullah Asfaroni, “Strategi Pelepasan Aset Sebagai sumber Pembiayaan Program Restrukturisasi PT ABC” Tesis pada Universitas Indonesia, Jakarta, 2011, h. 30 12 Heru Sutojo, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat, 1998), h. 631
28
Dan dengan ketentuan asetnya sampai dengan 50% dari perusahaan induk. Sebagaimana ketenetuin ini pun terdapat pada pasal 87 ayat 1 (satu) dan 2 (dua) dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Yaitu sebagai berikut : (1) “Dalam hal perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi memiliki unit syariah dengan nilai Dana Tabarru’ dan Dana Investasi peserta telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai Dana Asuransi, Dana Tabarru’, dan Dana Investasi peserta pada perusahaan induknya atau 10 (sepuluh) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi tersebut wajib melakukan pemisahan unit syariah tersebut menjadi Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah.” Berdasarkan undang-undang di atas, unit syariah harus memperbaiki kondisi internalnya guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Selain itu, unit syariah harus mengekspansi bisnisnya lebih luas agar dapat meningkatkan kontribusi dana tabarru’ hingga dapat mencapai kriteria yang ditentukan. Kemudian dapat menguatkan keuangan unit syariah agar tidak goyah ketika tiba waktunya melakukan spin off.13
13
Bramantyo Johanputro, Restrukturisasi Keuangan, 2013 (www.lontar.ac.id)
29
3. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki oleh individu. Pikiran dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.14 Manusia terdiri dari tiga unsur saling berkaitan yaitu hati, akal, dan jasad.15 Atau lebih sering dikenal dengan istilah Emosional Quotient (EQ) untuk kecerdasan emosional, Spiritual Quotient (SQ) untuk kecerdasan spiritual atau jiwa, dan Intelectual Quotient (IQ) untuk kecerdasan intelektual yang merujuk ke fungsi akal manusia. Maka cakupan pengelolaan sumber daya manusia yang berorientasi pada nilai syariah hendaklah mengelola semua unsur spiritual, fisik dan intelektual agar terbentuk manusia yang utuh dan integral. Agar pengelolaan unsur-unsur manusia ini secara terpisah tidak mengakibatkan split personality (kepribadian yang terpecah), menjadikan seseorang di satu sisi adalah orang yang cerdas secara intelektual berpangkat tinggi tapi spiritualnya lemah mengakibatkan terbentuknya moral hazard. Menurut pandangan Islam, manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan istimewa dan menempati kedudukan tertinggi diantara makhluk lainnya. Islam menghendaki manusia berada pada tatanan yang
14
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), h. 244 Ummu Yasmin, Materi Tarbiyah: Panduan Kurikulumbagi Da’i dan Murabbi, (Solo : Media Insani Press, 2005), h. 109
15
30
tinggi dan luhur. Oleh karena itu manusia dikarunia akal, perasaaan, tubuh yang sempurna. Dalam Islam kinerja sumber daya manusia harus mempunyai etos kerja yang bagus. Seorang muslim dalam hidupnya terutama dalam bekerja harus mempunyai etos kerja muslim, yaitu:16 a) Profesional Setiap pekerjaan yang dilakukan seorang muslim harus dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil terbaik. b) Tekun Sungguh Islam tidak meminta penganut sekedar bekerja, tetapi juga meminta agar mereka bekerja dengan tekun dan baik. Dengan pengertian lain bekerja dengan tekun dan menyelesaikan dengan sempurna menurut Islam, tekun dalam bekerja juga merupakan suatu kewajiban dan perintah yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim. c) Jujur Islam memandang bahwa kejujuran dalam bekerja bukan hanya merupakan tuntutan, melainkan juga ibadah. Seorang muslim yang dekat dengan Allah akan bekerja dengan baik untuk dunia dan akhirat. d) Amanah Memenuhi
amanah
kerja
merupakan
jenis
ibadah
paling
Bertanggungjawab terhadap sesuatu yang diembankan kepadanya. 16
Didin Hafidhuddin, Sifat Etos Kerja Muslim, 2011 ( http://persis.or.id)
31
utama.
e) Kreatif Ketahuilah bahwa semakin hari urusan semakin bertambah, begitupun dengan aneka kesalahan, tanggung jawab, potensi konflik, dan lain sebagainya. Satusatunya orang yang beruntung adalah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, berarti selalu ada penambahan manfaat. Selain itu, terkait dengan pemenuhan sumber daya manusia di industri lembaga keuangan syariah terdapat beberapa kualifikasi dan standar SDM Ekonomi Syariah, yakni sebagai berikut: a) Memahami nilai-nilai moral dalam aplikasi fikih muamalat/ekonomi syariah. b) Memahami konsep dan tujuan ekonomi syariah. c) Memahami konsep dan aplikasi transaksi-transaksi (akad) dalam muamalah. d) Memahami
dan
mengenal
mekanisme
kerja
lembaga
ekonomi/keuangan/perbankan/bisnis syariah. e) Mengetahui dan memahami mekanisme kerja dan interaksi lembaga-lembaga terkait, seperti regulator, pengawas, lembaga hukum, konsultan dalam industri ekonomi syariah. f) Mengetahui dan memahami hukum dasar baik hukum syariah maupun hukum positif yang berlaku. g) Menguasai bahasa sumber ilmu, seperti Arabic dan English.17
17
Agustianto, Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia Ekonomi Syariah, 2011 (www.agustiantocentre.com)
32
Uraian diatas berkaitan dengan dibutuhkannya sumber daya manusia yang kompeten dalam restrukturisasi. Restrukturisasi sumber daya manusia (SDM) pada perseroan dilakukan dengan adanya pergantian jajaran direksi dan manajer serta pengurangan atau penambahan karyawan yang dianggap lebih kompeten dan professional sesuai dengan kapasitas pada bidang masingmasing. Karena faktor yang sangat dibutuhkan dalam mewujudkan perusahaan untuk melakukan spin off salah satunya adalah sumber daya manusia yang berkualitas. Faktor kualitas SDM manjadi sangat krusial dan penting, karena itu pengembangan SDM nasional menjadi hal yang terus ditingkatkan. Sebuah perusahaan yang bergerak dalam pengelolan keuangan, semacam asuransi, akan berjalan dengan baik dan mempunyai kinerja yang sehat jika dikelola dengan manajemen yang baik dan sesuai dengan norma yang berlaku. Terlebih asuransi syariah maka selain taat pada norma yang berlaku, perusahaan asuransi syariahnya harus taat pada prinsip syariah. Beberapa kompetensi yang ada dalam sebuah perusahaan asuransi syariah: a) Underwriting Syariah Underwriting adalah sebuah proses identifikasi dan seleksi risiko dari calon peserta yang mengasuransikan dirinya disebuah perusahaan asuransi. Individu yang melakukan proses underwriting disebut dengan underwriter. Salah satu tugasnya adalah usaha agar calon peserta asuransi mendapatkan beban premi/iuran tabarru’ yang sesuai dengan risiko yang dimilikinya. 33
b) Aktuaria Aktuaria merupakan bidang ilmu perpaduan antara matematika, statistika, dan ekonomi yang berperan dalam menilai atau memperkirakan risiko. Individu yang ahli dibidang ini disebut aktuaris. Keahlian aktuaris memiliki tugas mengevaluasi
kemungkinan
kejadian-kejadian
yang
akan
datang,
menyelesaikan cara untuk mengurangi kemungkinan kejadian yang tidak diinginkan, dan menurunkan dampak dari kejadian yang tidak diinginkan. c) Manajemen Risiko Manajemen risiko adalah proses identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, dan pengendalian risiko. d) Risk Survey/ Assessment Individu yang bertugas disebut risk surveyor, deskripsi perkerjaan yang dilakukan adalah survey terhadap objek yang akan diasuransikan serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi besar kecilnya risiko terhadap objek yang akan diasuransikan. e) Akuntan Akuntan di perusahaan asuransi syariah sama seperti akuntan di perusahaan lain, namun dalam hal ini seorang akuntan syariah harus memahami pencatatan berdasarkan prinsip syariah.18
18
Muhammad Feby, Underwriting, Aktuaria, Manajemen Risiko, dan Penilaian Kerugian, Artikel di terbitkan pada juni 2013 melalui http://lotusbougenville.wordpress.com
34
4. Infrastruktur Infrastruktur
mengacu
pada
sistem
fisik
yang
menyediakan
transportasi, bangunan, dan fasilitas publik lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi dan sosial. Kegunaan aplikasi lain, infrastruktur dapat merujuk pada teknologi informasi, saluran komunikasi formal dan informal serta alat-alat pengembangan perangkat lunak, jaringan sosial politik atau kepercayaan pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Konseptual gagasan bahwa struktur pengorganisasian merupakan penyediaan infrastruktur dan dukungan untuk sistem atau bagi layanan organisasi seperti dalam sebuah kota, negara, perusahaan, atau kumpulan orang dengan kepentingan umum. Infrastruktur sama saja dengan prasarana,
yaitu segala sesuatu
yang merupakan penunjang utama
terselenggara suatu proses.19 Apabila dikaitkan dengan asuransi syariah pakar mengatakan bahwa bisnis asuransi merupakan bisnis yang dipengaruhi oleh kepentingan publik, oleh karena itu banyak aturannya dibandingkan dengan kebanyak industri lainnya. Karena sistem perasuransian harus mampu menjawab kebutuhan dan keinginan masyarakat yang memerlukannya. Dapat dikatakan bahwa sistem perasuransian yang berlaku disuatu negara, merupakan suatu infrastruktur
19
Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsyianti, Ekonomi Pembangunan Syariah, (Bogor: IPB Press, 2014), h. 91
35
bagi seluruh kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga harus memberikan pelayana kepada masyarakat.20 1) Jenis Infrastruktur Infrastruktur sendiri dapat dipilah menjadi tiga bagian besar, yaitu sebagai berikut: a. Infrastruktur Keras ( Physical Hard Infrastructure ) Meliputi jalan raya dan kereta api, bandara, darmaga, pelabuhan dan saluran irigasi. Di perusahaan asuransi infrastruktur keras dapat dicontohkan dengan tersedianya kantor cabang di beberapa kota. Memperluas relasi dengan instansi yang dapat mempermudah pelayanan seperti rumah sakit (untuk asuransi jiwa), bengkel (untuk asuransi kerugian), dan banyak bekerjasama dengan bank atau loket pembayan lainnya. b. Infrastruktur Keras Non-Fisik ( Non-Physical Hard Infrastructure) Yaitu yang berkaitan dengan fungsi utilitas umum seperti teknologi infromasi.
Teknologi
informasi
telah menjadi
alat
yang dapat
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mencapai keunggulan bersaing sehingga menjadikan pengguna infrastruktur teknologi informasi sebagai kebutuhan strategi yang merupakan kunci yang memungkinkan implementasi dari sistem inovasi, mengurangi biaya, meningkatkan
20
Jurnal Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia. (alfabeta :2013)
36
power, mendefinisikan kembali dan meningkatkan pelayanan dan memungkinkan perusahaan untuk menawarkan produk-produk baru. Selain itu, infrastruktur teknologi juga dibutuhkan untuk mengadakan perubahan-perubahan proses bisnis guna memenuhi kebutuhan strategi saat ini dan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. c. Infrastruktur Lunak ( Soft Infrastructure) Biasa pula disebut kerangka infrastruktur atau kelembagaan yang meliputi berbagai nilai (termasuk etos kerja), norma, serta kualitas pelayanan umum yang disediakan oleh berbagai pihak terkait.21
C.
Kebijakan Spin Off 1. Definisi Spin Off Pasal 1 ayat 12 UU PT No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Spin
Off dikatakan sebuah pemisahan yang di definisikan sebagai berikut : “Perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perseroan atau lebih.”22
21 22
Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsyianti, op. Cit., h. 112 Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) No. 40 tahun 2007
37
Spin Off merupakan bentuk pelepasan yang berakibat pada divisi atau bagian perusahaan menjadi perusahaan yang mandiri, dengan melepaskan satu unit bisnis, seperti anak perusahaan berdiri sendiri.23 Black’s Law Dictionary bahwa Spin Off adalah: “Sebuah divestasi perusahaan dimana sebuah divisi dari korporasi menjadi perusahaan independen dan saham perusahaan yang baru didistribusikan kepada pemegang saham korporasi.”24 Berdasarkan uraian definisi dari berbagai pendapat, dapat disimpulkan spin off merupakan sebuah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan yang bertujuan untuk melepaskan satu unit bisnis, atau anak perusahaan hingga membentuk suatu perusahaan yang baru dan mandiri. Istilah Spin Off sering kali dihubungkan dengan pembentukan suatu perusahaan baru, dimana yang termasuk didalam produk barunya adalah hal yang sama atau salinan dari organisasi induk dan menimbulkan aktivitas ekonomi yang baru. Pemisahan ini bisa berbeda bentuk dan yang pada umumnya memerlukan perubahan yang penting dalam kontrol, risiko, dan distribusi keuangan. Unsur lainnya yaitu transfer teknologi dan kepemilikan dari induk kepada pemilik baru.25 Cara spin off dilakukan oleh unit dalam kegiatan tersebut kemudian dipisah dari sebuah perseroan dan berdiri sebagai suatu perseroan baru terpisah. Dengan
23
Heru Sutojo, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat, 1998), h. 647 NN, Spin Off, Konstruksi Hukum dalam Upaya Penguatan Struktur Perbankan Nasional, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 7 No. 1 Januari 2009, h. 2 25 Heru Sutojo, Op. Cit., h. 648 24
38
demikian perseroan baru tersebut akan mempunyai direksi sendiri dan independen dalam mengambil keputusan, serta kepemilikan perseroan baru tersebut berada ditangan para pemegang saham. Pemisahan ini dimaksudkan agar unit usaha dapat mengambil keputusan lebih cepat, lebih efisien, dan ada yang secara khusus bertanggung jawab. Sebagaimana diketahui bahwa UUPT menggunakan istilah “Pemisahan” untuk spin off , “Penggabungan” untuk merger, “Pengambilalihan” untuk akuisisi. Dalam spin off perseroan beberapa pihak yang harus mendapat perlindungan hukum antara lain nasabah, karyawan, dan para pemegang saham minoritas yang melakukan pemisahan. Pemegang saham dalam hal ini perlu mendapatkan perlindungan mengingat proses spin off untuk perseroan bisa terjadi bukan hanya atas kehendak pemegang saham, namun karena adanya ketentuan undang-undang yang mewajibkan pemisahaan. Karena dalam perseroan, mekanisme spin off belum diakomodir sebagai salah satu alternatif dalam penguatan struktur perseroan di Indonesia.26 2. Jenis-jenis Spin Off Dalam pemisahan perseroan dikenal ada dua macam pemisahan, kedua jenis permisahan tersebut dipengaruhi oleh cara pemisahaan dengan memperhatikan kuantitas usaha yang dipisahkan oleh perseroan. Hal ini atur dalam pasal 135 UU Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT), yaitu:
26
Tumbuan Fred. B. G, Pokok-Pokok Undang-undang Kepailitan, (Jakarta : Penerbit Ghalia, 2008), h. 39
39
a. Pemisahan Murni Pemisahan Murni yaitu pemisahan yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan yang beralih karena hukum kepada 2 (dua) PT lain atau lebih yang menerima peralihan dan akibatnya perseroan yang melakukan pemisahan tersebut berakhir karena hukum. Dalam pemisahan jenis ini yang menjadi ciri pokok perseroan mengalihkan seluruh harta kekayaan, sehingga akan berakibat perseroan harus tutup demi hukum karena sudah tidak ada lagi usaha yang diurusi.
b. Pemisahan Tidak Murni Pemisahan tidak murni yaitu pemisahan yang mengakibatkan sebagian pasiva dan aktiva beralih karena hukum kepada 1 (satu) PT lain atau lebih yang menerima peralihan dan PT yang melakukan pemisahan tetap ada atau tidak berakhir. Dalam pemisahan ini tidak sampai mengakibatkan perseroan terdahulu menjadi bubar, karena harta kekayaan yang dialihkan hanya sebagian saja. Perseroan tersebut masih mempunyai harta kekayaan sehingga masih dapat menjalankan usaha. Berbeda dengan pemisahan murni yang berakibat perseroan yang melakukan pemisahan menjadi bubar, karena harta kekayaannya dialihkan seluruhnya.
40
3. Tujuan Spin Off Sebagaimana pemisahan itu diatur dalam UUPT No. 40 Tahun 2007 dalam pasal 1 butir 12 memberi definisi tentang pemisahan sebagai berikut: ”pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengaibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih”. Memperhatikan bahwa pemisahan mengakibatkan terjadinya peralihan karena hukum dari aktiva dan pasiva perseroan maka pemisahan mirip sekali dengan penggabungan dan peleburan. Adapun perbedaan mencolok antara pemisahan disatu pihak dan penggabungan serta peleburan dilain pihak, adalah bahwa dalam hal pemisahan tidak selalu (i) aktiva dan pasiva perseroan yang melakukan pemisahan beralih kepada satu perseroan saja dan (ii) perseroan yang melakukan pemisahan karena hukum. Apabila hanya melihat tujuan, terlihat bahwa spin off yang diatur dalam UU Perseroan
Terbatas
sebenarnya
lebih
ditujukan
untuk
mengakomodasi
kepentingan perkembangan perseroan dalam hal ini melalui spin off dalam UU perseroan tersebut induk menjadi anak perseroan. Sebenarnya pengertian spin off dalam UU perseroan tersebut memberikan fleksibilitas yang lebih luas kepada perseroan untuk melakukan penguatan restruktur usahanya.
41
Penguatan struktur usaha dengan mekanisme spin off, dapat dimanfaatkan oleh perseroan sebagai sarana untuk lebih mempertajam segmentasi pasar, khususnya melalui penguatan lini bisnis yang lebih fokus dan spesialis. Selain dianggap dapat mempertajam suatu nilai bisnis, mekanisme spin off juga dapat melakukan pemisahan aset bermasalahnya (bad assets) menjadi bahan usaha baru yang buka merupakan perseroan (menjadi semacam perseroan pengelola aset). Dalam hal ini maka keuntungan bagi perseroan adalah memiliki perseroan baru manjadi kendaraan pengelola aset bermasalah yang tetap dapat dikontrolnya, juga menjadi sarana yang efektif bagi perseroan dalam melakukan pembersihan aset bermasalahnya.27 4. Motif Spin Off Terdapat beberapa alasan dilakukannya spin off, antara lain: a. Sepenuhnya beroperasi secara terpisah sehingga tercipta kemandirian dalam menjalankan bisnis. b. Memperoleh akses pada teknologi baru atau teknologi yang lebih baik. c. Memperoleh pasar atau pelanggan-pelanggan baru yang tidak dimilikinya namun dimiliki oleh perusahaan induk. d. Menambah kekayaan, hal ini dimungkinkan karena adanya transfer kekayaan dari pemberi pinjaman (investor) kepada pemilik sekuritas.
27
Bahari Adib, Prosedur Cepat Mendirikan Perseroan Terbatas, (Yogyakarta :Pustaka Yustisia, 2010), h.24
42
e. Spin off juga memungkinkan fleksibilitas pengaturan perjanjian. Operasional terpisah, unit bisnis sebagai perusahaan baru dapat mengatur ulang perjanjian yang berhubungan dengan tenaga kerja, dapat terlepas dari peraturan yang lama, atau menghilangkan peraturan-peraturan yang sudah tidak sesuai lagi. f. Restrukturisasi
insentif
untuk
memperoleh
perbaikan
produktivitas
mamanjemen.28 Selain itu, bagi unit syariah latar belakang dilakukannya spin off adalah untuk memperkuat jaringan dan berkontribusi membesarkan ekonomi syariah. Sehingga perekonomian syariah tumbuh pesat.29
D. Review Studi Terdahulu Agar tidak terjadi pengulangan penelitian terhadap objek yang sama dan untuk membandingkan antara penelitian terdahulu agar mendukung materi dalam penelitian ini, maka ada baiknya peneliti melakukan review studi terdahulu. Adapun review studi terdahulu yang penulis telah kaji, adalah: 1. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Mirriam Astari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul Kebijakan Spin Off Unit Usaha Asuransi Syariah Berdasarkan Kinerja Keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan unit asuransi syariah agar dapat melihat kesiapan unit asuransi syariah dalam menghadapi 28
Heru Sutojo, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat, 1998), h. 647-648 Yunita Apsari Dewi, Merger, Corporate Control, dan Corporate Governance, (Surabaya : Lembaga Penelitian Universitas Surabaya, 2013), h. 32
29
43
spin off dan syarat yang dilakukan unit usaha syariah dalam menghadapi spin off. Studi kasus PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera Arta Makmur (unit syariah). 2. Feri Umar Farouk dan Khotibul Umam /Jurnal 2006 yang berjudul Mekanisme Pembentukan Bank Umum Syariah Alternatif : Akuisisi dan Konversi Bank Umum Konvensional serta Pemisah (Spin Off) Unit Usaha Syariah. Penelitian ini menjelaskan bahwa dengan disahkannya UU No. 21 Tahun 2008 membuka peluang agar perbankan syariah dpat lebih ekspansif. Mekanisme yang dilakukan dalam pembentukan Bank Umum syariah yang baru yaitu dengan tigacara, yaitu akuisisi, konversi dan spin off. Peneliti memberikan penjelasan yang cukup rinci, mulai dari peraturan prosedur , serta persyaratan pendirian Bus.
44
BAB III METODE PENELITIAN A.
Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.30 Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif jauh lebih objektif daripada penelitian kuantitatif dan menggunakan metode yang sangat berbeda dari mengumpulkan data, yaitu dengan melakukan wawancara secara mendalam. Sifat dari jenis penelitian ini adalah penelitian dan penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam jumlah kelompok relatif kecil yang diwawancarai secara mendalam.31 Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dikarenakan masalah yang diangkat oleh penulis merupakan masalah yang bertujuan untuk memahami apa yang terjadi guna memperoleh pandangan yang segar mengenai segala sesuatu yang sebagian besar sudah dapat diketahui.
30
Dr. Basrowi, M. Pd. & dr. Suwandi, M.Si. Memahami Penelitian Kualitatif. (Jakarta : Rineka Cipta, 2008) h. 21 31 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: Alfabeta, 2013) h. 15
45
B.
Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian adalah sesuatu yang diteliti baik orang, benda, atau lembaga (organisasi). Di dalam subjek penelitian inilah terdapat objek penelitian. Jadi, objek penelitian adalah sifat keadaan dari suatu benda, orang, atau yang menjadi pusat perhatian dan sasaran penelitian. Sifat keadaan yang dimaksud bisa berupa sifat, kuantitas dan kualitas yang bisa berupa perilaku, kegiatan, pendapat, pandangan penilaian, sikap pro-kontra, simpati-antipati, keadaan batin, dan sebuah proses. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa subjek yang akan diteliti oleh penulis diantaranya Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator, pelaku bisnis, dan tokoh-tokoh yang ahli dibidangnya sebagai pemerhati perkembangan ekonomi syariah. Sedangkan objek yang diteliti adalah kebijakan spin off yang di berlakukan oleh pemerintah kepada industri asuransi syariah. 2.
Populasi dan Sampel Subjek/Objek Penelitian32
a.
Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain.
32
Ibid h. 117-118
46
b. Sampling Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. c. Teknik Sampling Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel, untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian berbagai teknik sampling yang digunakan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Sampling Purposive yang mana penulis melakukan wawancara kepada orang yang dianggap ahli atau mengetahui terkait masalah yang dirumuskan. Berikut sampel yang penulis ambil dari berbagai institusi : 1) Rina Cakti Yuliani sebagai Kepala Bagian Pengembangan Asuransi dan Dana Pensiun Syariah Direktorat Institut Keuangan Non Bank, Otoritas Jasa Keuangan wawancara dilakukan pada tanggal 15 Juni 2015. 2) Aris Winuadji selaku pelaku bisnis asuransi syariah, wawancara dilakukan pada tanggal 16 Juni 2015. 3) Wahyudin selaku pelaku bisnis asuransi syariah, wawancara dilakukan pada tanggal 15 Juni 2015 4) Natalia Maulina N selaku pelaku bisnis asuransi syariah, wawancara pada 28 Mei 2015. 47
5) Drs. Agustianto Mingka, M.Ag selaku pakar ekonomi syariah, wawancara pada 28 Mei 2015. C.
Sumber Data Penelitian Sumber data adalah tempat didapatkannya data yang diinginkan. Pengetahuan tentang sumber data merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih sumber data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh penulis secara langsung(dari tangan pertama) seperti data yang diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner, kelompok fokus, data panel, atau juga data hasil wawancara penulis dengan narasumber. Sementara data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada, misalnya catatan atau dokumentasi perusahaan berupa laporan keuangan publikasi perusahaan, laporan pemerintah, data yang diperoleh dari majalah dan lain sebagainya.33
D.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data ada banyak cara seperti observasi, kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah wawancara. Wawancara adalah percakapan
33
Uma Sekaran. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. ( Jakarta: Salemba Empat, 2006) h. 73
48
dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu. Maksud diadakannya wawancara antara lain untuk mengonstruksi perihal orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan kepedulian, merekonstruksi kebulatan-bulatan harapan pada masa yang akan mendatang; memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi dari orang lain. Menurut Patton jenis wawancara ada tiga yaitu wawancara pembicara informal, wawancara dengan petunjuk umum, dan wawancara baku terbuka. Sedangkan jenis wawancara yang digunakan penulis yaitu wawancara baku terbuka, merupakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, katakatanya dan cara penyajian pun sama untuk setiap responden. Wawancara demikian digunakan jika dipandang sangat perlu untuk mengurangi variasi yang bisa terjadi antara seseorang yang diwawancarai dengan yang lainnya.34
E.
Teknik Analisis Data Data atau informasi yang diperoleh penulis dalam penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan yang bersifat deskriptif. Pendekatan deskriptif yaitu metode untuk memberikan pemecahan masalah dengan pengumpulan data, mengklarifikasi, menganalisis, dan menginterpretasikannya. Tujuan dari penelitian deskriptif kualitatif adalah searah dengan rumusan masalah serta
34
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008) h. 127-128
49
pertanyaan penelitian atau identifikasi masalah. Hal ini disebabkan tujuan dari penelitian ini akan menjawab pertanyaan sebelumnya dikemukakan oleh rumusan masalah. 35 Setelah absahan data telah terpenuhi, selanjutnya melakukan analisis data. Analisis data dilakukan dengan cara: Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif dari Miles dan Hiberman
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Kesimpulan atau Verifikais
1. Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam hal ini berupa data-data mentah dari hasil penelitian seperti hasil wawancara dan dokumentasi. Kemudian hal pertama yang harus dilakukan adalah dimulai dengan menyatukan semua bentuk data mentah kedalam bentuk transkip atau bahasa tertulis. 2. Reduksi Data Setelah data terkumpul dari hasil wawancara, dokumentasi dan bahanbahan lain, kemudian laporan-laporan itu perlu direduksi, dituangkan, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal penting. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, 35
Artikel, Deskriptif Kualitatif, diakses pada 10 Juli 2014 dari http://aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac.id
50
juga mempermudah penulis untuk mencari kembali data yang diperoleh jika diperlukan. 3. Penyajian Data (Display Data) Setelah data-data sudah terkumpul, kemudian penulis menyajikan data dalam bentuk deskriptif agar mempermudah untuk dipahami dan dilakukan analisis data. 4. Kesimpulan atau Verifikasi Pengambilan kesimpulan merupakan tahap terakhir dari analisis data, kesimpulan yang akan diperoleh berasal dari hasil wawancara. Hasil penelitian yang sudah terkumpul dan diringkas harus diulang kembali untuk mencocokkna dari reduksi data dan display data, agar kesimpulan yang telah dikaji dan disepakati untuk ditulis sebagai laporan yang memiliki tingkat kepercayaan yang benar.
51
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Pendahuluan Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara kepada tiga pelaku industri asuransi syariah, pakar ekonomi syariah, dan Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator. Perwakilan dari ketiga unit usaha asuransi syariah itu adalah Natalia Maulida dan Aris Wisnuadji sebagai Syariah System Development Departemen Head pada unit syariah asuransi swasta. Wahyudin Rahman sebagai pemegang jabatan penting di suatu unit syariah asuransi pemerintah dibawah naungan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Pakar ekonomi syariah yang menjadi narasumber adalah Dr. Agustianto Mingka, M.Si. Beliau merupakan Direktur pada salah satu bussiness syariah consulting, dan tercatat sebagai Dewan Pengawas Syariah, sekaligus Dosen S2 Ekonomi Syariah di perguruan tinggi swasta ternama. Perwakilan dari Otoritas Jasa Keuangan adalah Rina Cakti Yuliani sebagai Kepala Bagian Pengembangan Asuransi dan Dana Pensiun Syariah Direktorat IKNB Syariah.
52
B. Pandangan Spin Off menurut Pelaku Bisnis Asuransi Syariah, Pakar Ekonomi, dan Regulator Kebijakan spin off menurut semua pihak merupakan suatu hal yang baik. Memiliki tujuan dan dampak yang positif bagi industri asuransi syariah. Sehingga memperbesar kontribusi asuransi syariah terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pengembangan bisnis syariah yang menjadi tujuan utama dari suatu unit syariah. Pelaku usaha akan lebih luas melakukan ekspansi bisnis, yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi syariah yang meningkat dari kontribusi industri asuransi syariah. Berpisahnya dalam ikatan hukum akan membuat unit syariah tidak perlu mengikuti aturan dari perusahaan induk, sedangkan jika masih menjadi unit syariah harus mematuhi kebijakan-kebijakan induk karena unit itu masih pada level sebuah divisi dalam suatu perusahaan. Perusahaan induk hanya bersifat mengontrol saja tidak berwenang dalam mengambilan keputusan dan turut andil dalam operasional.36 Pendapat lain mengatakan hal yang serupa mengenai dampak spin off yang mendorong perkembangan bisnis syariah, bahwa sebuah unit syariah itu tidak dapat selamanya hanya menjadi unit. Mengembangkan unit asuransi syariah dengan menjadikannya sebuah perusahaan itu dapat memberikan kejelasan status syariah.37
36 37
Rina Cakti Yuliani, Wawancara, (Jakarta, 15 Juni 2015) Natalia Maulida N, Wawancara, (Jakarta, 28 Mei 2015)
53
Upaya pengembangan bisnis syariah sudah mulai terlihat dengan adanya unit usaha syariah yang akan melakukan spin off yaitu PT Asuransi Bangun Askrida akan spin off di tahun 2016.38 Info lain juga didapat bahwa akan ada dua unit syariah yang melakukan spin off diwaktu dekat seperti PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dan PT Asuransi Jasa Indonesia.39 Selain itu, langkah awal mengembangkan bisnis syariah juga akan dibuka unit syariah di dua perusahaan asuransi besar. Salah satunya adalah perusahaan asuransi jiwa lokal dan sisanya perusahaan asuransi jiwa swasta.40 Dapat disimpulkan bahwa aturan spin off telah memberikan dorongan kepada industri asuransi syariah meluaskan ekspansi bisnis asuransi syariah. Baik dari perusahaan yang sudah memiliki unit syariah untuk mengembangkannya menjadi sebuah perusahaan asuransi syariah maupun yang belum memiliki unit syariah, sehingga terbentuk pula unit syariah yang baru. Pelaku industri asuransi syariah juga memandang spin off dapat membuat unit syariah lebih mandiri dalam menjalankan bisnis tidak ketergantungan kepada perusahaan induknya yang sudah jelas berbeda dalam prinsip bisnis. Sarana dan prasaran yang masih bergabung dengan perusahaan induk menjadikan unit syariah merasa nyaman, dengan segala fasilitas yang sudah lengkap dari perusahaan induk maka unit syariah merasa nyaman menjalankan bisnisnya 38
Angga, “2016, Askrida Siap Spin Off Unit Syariah”, InfoBank, Jakarta, 8 Januari 2015. Cornelius, “Spin Off Unit Usaha Syariah : Dua UUS Dipisah Tahun Ini”, HPRP Daily News, Jakarta, 5 Mei 2015. 40 Sanny Cicilia, “2 Perusahaan Asuransi Siap Bentuk Unit Syariah”, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia, Jakarta, 24 April 2015. 39
54
tetapi lambat dalam perkembangannya. Jadi bagi unit syariah yang akan mandiri menyebabkan perlu mengeluarkan biaya yang besar dalam mempersiapkan. Pendapat serupa disampaikan oleh Agustianto pakar ekonomi syariah, namun harus dicermati bahwa secara mendalam bahwa kebijakan spin off walaupun memilki dampak positif tetapi sesungguhnya kebijakan itu bersifat situasional. Jadi tidak bisa dipaksakan kepada beberapa unit syariah. Karena semestinya kebijakan spin off ini bukan merupakan sebuah kewajiban, melainkan hanya sebagai anjuran bagi unit syariah yang serius ingin membesarkan syariah. Banyak unit syariah yang lebih nyaman, berkembang dan lebih produktif jika masih berbentuk unit syariah. Demikian itu terjadi karena segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan bisnisnya masih sepenuhnya mendapat dukungan dari perusahaan induk. Menurut Otoritas Jasa Keuangan selain yang disebutkan pula di atas, spin off juga akan membuat beberapa unit syariah akan berguguran. Ini terjadi karena perusahaan yang membentuk unit syariah melihat dari segi permintaan nasabah, jiakalau seperti itu maka tujuan dibentuknya unit syariah hanya untuk menampung nasabah saja. Akan terlihat perusahaan yang berniat full fledged itu akan membuat terobosan-terobosan, dan inovasi untuk mengembangkan unit syariah tersebut serta mempersiapakan yang menjadi ketentuan untuk spin off. Tetapi untuk perusahaan yang tidak serius akan mengatur strategi lain dalam bisnis. Seperti mengembalikan izin bisnis kepada regulator, tidak akan memiliki
55
unit syariah dan perusahaan tersebut kembali menjalankan bisnis yang konvensional. Kemudian portofolio syariah harus dialihkan.41 C. Urgensi Spin Off bagi Unit Usaha Syariah Spin off secara umum sangat penting untung dilakukan oleh unit syariah. Namun, itu harus dilihat kembali pada pandangan masing-masing perusahaan karena terdapat dua pandangan manajemen perusahaan mengenai spin off ini. Agustianto menuturkan, pertama, perusahaan yang mendukung pelaksanaan spin off. Bagi perusahaan yang mendukung spin off, dapat diartikan bahwa perusahaan itu dengan sungguh-sungguh ingin membesarkan syariah. Selain itu, dapat menunjukkan keseriusan unit syariah untuk menerapkan prinsip syariah dalam kegiatan bisnisnya. Sehingga keberadaan lembaga asuransi syariah ini bukan sekedar ada melainkan keberadannya sangat dibutuhkan. tidak hanya bertujuan untuk menampung permintaan dan mengikuti trend. Kedua, bagi perusahaan tertentu melakukan spin off hanya akan membuat kemunduran. Tidak mengalami perkembangan, hanya jalan ditempat. Disebabkan karena modal yang tidak memadai, tidak ada perhatian dari manajemen, dan tidak memperdulikan perkembangan anaknya. Jadi sebaiknya kebijakan spin off harus dikaji kembali oleh pemerintah. Persiapan dari unit syariah itu sendiri yang terpenting dalam mewujudkan spin off. Persiapan yang matang akan membuat perusahaan baru menjadi tumbuh dan berkembang pesat. Berbeda jika melakukannya dengan keadaan unit belum 41
Rina Cakti Yuliani, Wawancara, Jakarta, 15 Juni 2015.
56
kuat, itu hanya akan terlihat kecil ukurannya dibanding dengan bentuk usahanya secara company bukan sebuah unit melainkan perusahaan.42
D. Komponen Spin Off Mempersiapkan spin off harus memperhatikan beberapa yang dibutuhkan selayaknya perusahaan baru. Industri memandang hal yang harus dipersiapkan untuk spin off itu cukup banyak seperti infrastruktur, sumber daya manusia, manajemen yang mendukung, dan aset yang kuat serta sktruktur fungsional yang akan menjalan perusahaan syariah setelah spin off.43 Terumata untuk perizinan pembukaan perusahaan baru kepada regulator.44
1.
Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia untuk industri asuransi masih sangat kurang. Dibutuhkan banyak lulusan dari universitas yang membuka program studi asuransi syariah. Tenaga ahli asuransi syraiah itu banyak sekali kompetensi harus dimiliki oleh sumber daya manusia yang akan ditempatkan pada masing-masing posisi sesuai dengan kompetensi dan standar. Sehingga spin off masih belum bisa dilakukan oleh beberapa unit syariah. Namun, memang untuk pemenuhan permintaan industri terhadap sumber daya manusia dapat
42
Natalia Maulina N, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2015. Wahyudin Rahman, Wawancara, Jakarta, 15 Juni 2015. 44 Aris Wisnuadji, Wawancara, Jakarta, 16 Juni 2015. 43
57
ditangan dalam jangka waktu 10 tahun. Walaupun bukan waktu yang cukup panjang untuk mempersiapkannya. Secara umum Agustianto mengungkapkan, faktor-faktor yang harus dimiliki oleh seseorang untuk mengisi posisi tertentu sebagai berikut : a. Pengalaman tentang syariah. Pribadi yang memiliki basic syariah, seperti lulusan dari perguruan tinggi yang membuka pogram studi ekonomi syariah atau yang merekrut tenaga kerja yang telah berpengalaman berkarir di lembaga keuangan syariah lainnya. b. Mengerti konsep-konsep dasar fiqh muamalat. Konsep dasar fiqh muamalat yang sering sekali terlupakan. Maka dari itu perusahaan harus mengadakan training-training terkait dengan fiqh muamalat untuk membekali para pegawainya. c. Memahami nilai-nilai akhlak dan etika. Sumber daya manusia yang memiliki cerminan akhlak dan etika seorang muslim yang baik. d. Memiliki kemampuan menemukan invosai-inovasi produk dan dapat mengembangkan produk. Kemampuan mengembangkan produk akan menjadi nilai tambah, seseorang itu akan mendapatkan temuan-temuan produk baru bagi perusahaannya. Sehingga membuat perusahaannya berbeda dengan perusahaan lain. 58
e. Menguasai operasional perusahaan. Teknik operasional yang kompleks dalam perusahaan asuransi syariah, seharusnya dapat menjadi prioritas untuk diunggulkan pula kepada tenaga kerja dengan mengadakan training-training yang berhubungan. f. Khususnya untuk industri asuransi syariah dibutuhkan tenaga alhi seperti aktuaria, underwriting, teknologi, finansial. g. Mampu menyusun SOP asuransi syariah.45 Upaya perusahaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan memberikan training-training terkait dengan berbagai kompetensi yang harus dimiliki dan merupakan sebuah keharusan yang utama terhadap pegawai yang baru direkrut baik dari konvensional maupun perekrutan dari luar perusahaan. Agar memiliki pengetahuan yang matang dari bidang pengelolaan asuransi syariah.
Karena perusahaan akan
melakukan training itu tergantung pada kebutuhannya. Hal lain yang dapat dilakukan unit syariah untuk menangani kekurangan sumber daya manusia, seperti training bersifat aplikatif, kegiatan magang untuk mahasiswa program studi asuransi syariah, On The Job Training, mengikuti sertifikasi dari Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) dengan demikian unit syariah dapat melahirkan officer-officer perusahaan asuransi dan merupakan hal yang mutlak untuk dipersiapkan dalam melakukan spin off.46
45 46
Agustianto, Pakar Ekonomi Syariah. Ibid.
59
Tenaga ahli yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan industri asuransi syariah dapat dilakukan dengan cara perekrutan dari perusahaan induk, mengambil tenaga kerja yang telah ahli di bidangnya seperti akuntansi, underwriter. Rekrutmen secara terbuka, peluang ini lebih baik karena dapat menjaring SDM fresh graduate dari perguruan tinggi dengan program studi ekonomi syariah dan ikut aktif di asosiasi asuransi syariah.47 Tenaga ahli untuk industri asuransi syariah masih sangat minim, sebagaimana hanya terdapat 200 aktuaris untuk memenuhi kebutuhan industri dengan jumlah permintaan 1000 tenaga ahli. Masih sangat jauh untuk mencukupi, ini disebabkan karena masyarakat umum hanya mengenal satu profesi yang terkait dengan perasuransian yaitu agen. Padahal profesi di industri perasuransian cukup beragam. Butuh waktu cukup lama untuk mencetak tenaga ahli tersebut.48 Selain dituntut untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia, dalam suatu perusahaan harus profesional dalam memberikan imbalan kepada pegawainya. Tentu sesuai dengan yang telah diberikan kepada perusahaan. Seperti pemberian honor pokok, bonus tahunan, insentif, kompensasi.49
47
Aris Wisnuadji, Op. Cit. Amanda Kusumawardhani, “Industri Asuransi Kekurangan Tenaga Ahli” Financial, Jakarta, 14 Desember 2014. 49 Wahyudin Rahman, Wawancara, Jakarta, 15 Juni 2015. 48
60
2.
Finansial Kondisi keuangan dapat menjadi tolak ukur kesiapan suatu unit syariah melakukan spin off. Syarat aset untuk unit syariah melakukan spin off, 50% dari perusahaan induk memang cukup memberatkan pelaku asuransi syariah karena sebagian besar perusahaan induk dari uni syariah itu memiliki aset yang sangat besar.50 Walaupun demikian pembatasan minimal aset unit asuransi syariah ini adalah hasil dari penyesuaian industri perbankan syariah mengalami hal yang sama. Namun tidak bagi dua pelaku industri asuransi syariah yang lain, mereka tidak merasa keberatan lantaran
manajemen
perusahaan induknya sangat mendukung untuk spin off dan bersedia memberikan suntikan dana yang besar agar spin off segera dilaksanakan. Selain itu, terdapat unit syariah di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga tidak merasa khawatir dengan aset yang dimiliki.51 Modal yang dibutuhkan cukup banyak untuk membuat suatu perusahaan baru. Sumber dana unit syariah saat ini masih mendapat suntikan dari perusahaan induk, perbankan syariah, leasing syariah sehingga pemerintah melakukan penyesuaian waktu pemberlakuan spin off asuransi syariah dengan perbankan syariah. Sisa waktu industri perbankan syariah melakukan spin off adalah 10 tahun sehingga pemberlakuan spin off asuransi syariah
50 51
Natalia Maulina, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2015. Wahyudin Rahman, Wawancara, Jakarta, 15 Juni 2015.
61
pun menjadi 10 tahun. Agar pelaksanaanya menjadi serentak dan industri keuangan syariah saling keterkaitan. Spin off juga membutuhkan banyak waktu untuk mempersiapkan segala hal yng berkaitan selain aset.52 Mengenai perpanjang waktu pemberlakuan spin juga disambut baik oleh para pelaku industri. Hal ini dikatakan wajar, bagi unit syariah yang baru dibentuk masih membutuhkan waktu yang cukup untuk mengembangkan bisnisnya. Sedangkan untuk perusahaan yang unit syariah sudah dibentuk cukup lama pun masih belum siap untuk melakukan spin off.53 Perpanjangan waktu yang diputuskan oleh pemerintah itu nilai sudah sangat tepat. Karena dapat memperjang kesempatan bagi unit syariah untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan spin off. Baik untuk pencapaian aset, dan membentukan jaringan tersendiri.54 Menurut data perusahaan total dana tabarru’ unit syariah baru mencapai 1% sampai dengan 5%
dari keseluruhan aset induk namun jika
dibandingkan dengan aset unit syariah sendiri dana tabarru sudah mencapai setengahnya. Disebabkan karena perusahaan induknya yang sangat besar sehingga sangat jauh untuk mengejar.55 Meningkatkan jumlah aset unit syariah dapat dilakukan beberapa hal seperti meningkatkan ekspansi bisnis, selain ketergantungan dengan industri
52
Rina Cakti Yuliani, Wawancara, Jakarta, 15 Juni 2015. Wahyudin, Op. Cit. 54 Agustianto Mingka, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2015. 55 Natalia Maulina N, Op. Cit. 53
62
syariah yang lainnya. Mulai bersimpati kepada masyarakat luas agar produk asuransi syariah dapat diterima dengan baik. Pengedukasian ini juga dibantu oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan mengadakan Pasar Rakyat Syariah, adanya Gerakan Ekonomi Syariah, sering diadakan workshop asuransi syariah itu cukup membantu industri asuransi syariah lebih dikenal masyarakat sehingga potensi ke depan semakin besar.56 Peningkatan aset unit syariah dapat juga dengan melakukan inovasi asuransi mikro, karena asuransi konvensional belum banyak melirik peluang asuransi mikro. Namun, kelemahan untuk asuransi mikro ini bagi unit syariah adalah biaya yang cukup tinggi jika memang terealisasi melakukan ekspansi ke pelosok-pelosok daerah akan menambah kebutuhan sumber daya manusia dan sudah pasti menambah biaya operasional. Ini membuat asuransi mikro dibeberapa unit asuransi syariah belum merealisasi peluang ini.57 Natalia Maulina pula menyampaikan unit syariah harus dapet bersaing secara kompetitif dengan asuransi konvensional, karena masyarakat kita masih berpikir rasional belum religius untuk memutuskan mengkonsumsi suatu produk. Label halal belum kuat untuk membawa sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan mereka beralih ke syariah. Berbeda dengan masyarakat di Malaysia, mereka lebih memilih segala sesuatu yang berlabel syariah walaupun dengan harga yang tinggi. Azas tolong menolong
56 57
Rina Cakti Yuliani, Op. Cit. Natalia Maulina N, Op. Cit.
63
yang telah mereka pahami sehingga nilai kemanusiaan sangat melekat, berbeda dengan masyarakat Indonesia lebih mempertimbangkan harga dalam mengambil keputusan. Bagi unit syariah yang akan full fledged maka dalam rangka pengembangan industrinya, regulator memberikan keringanan dalam hal iuran OJK yang dibebankan kepada setiap unit syariah. Walaupun masih rencana dan masih dikaji secara internal untuk merealisasikannya, hal ini pula dimungkinkan oleh peraturan pemerintah disebutkan bahwa dalam rangka pengembangan iuran kepada Otoritas Jasa Keuangan bisa diringankan. Ini akan menjadi insentif bagi unit syariah yang akanmelakukan spin off. Sehingga mengurangi biaya operasional unit syariah.58 Pencapaian aset 50% unit syariah memang membutuhkan waktu yang cukup lama. Jika dikaitkan dengan Undang-Undang bahwa dalam jangka waktu 10 tahun dan melihat kegiatan bisnis belum cukup mencapai 50% aset unit syariah dengan perusahaan induk. Kalau pun sudah spin off karena sudah batas waktu yang ditentukan. Membutuhkan sekitar 20 hingga 25 tahun untuk benar-benar dapat menandingi aset perusahaan induk.59 Kepemilikan aset yang kuat bagi badan usaha itu sangat diperlukan. Terbukti terdapat empat perusahaan asuransi yang akan dibekukan oleh regulator terkait dengan keuangannya tidak sehat dan modal masih terbilang
58 59
Rina Cakti Yuliani, Op. Cit. Natalia Maulina N, Op. Cit.
64
kecil yaitu sekitar dibawah 100 miliar. Padahal sesuai peraturan pemerintah No. 81 tahun 2008 tentang penyelenggaraan usaha peruasuransian minimal Rp 100 miliar.60 Keuangan yang kuat tidak harus dimiliki oleh badan usaha yang akan melakukan pemisahaan, melainkan itu harus dimiliki dalam keadaan apapun.
3.
Manajemen Otoritas Jasa Keuangan sejak awal pemberlakuan Undang-Undang yang disahkan oleh pemerintah menegaskan bahwa setiap unit syariah harus sudah mempersiapkan
keputusan
yang
akan
dilakukan
terkait
dengan
dianjurkannya spin off ini. Memilih untuk tetap membesarkan syariah dengan mempersiapkan spin off atau jika tidak berniat maka harus mengembalikan izin kepada regulator. Unit syariah harus mampu menempatkan diri untuk survive ke depan. Manajemen yang mendukung spin off secara tidak langsung akan memiliki visi dan misi untuk unit syariah, agar perusahaan yang sudah spin off ini bisa survive dan tidak mati dalam jangka waktu pendek. Kemudian harus adanya kemauan dan kemampuan mengelola proses spin off itu sendiri, karena banyak hal yang harus segera dipersiapkan itu dapat menguras banyak tenaga dan pikiran pihak manajemen. Maka dari itu tidak
60
Ujji Agung santosa, “Empat Perusahaan Asuransi Terancam Dibekukan”, Kontan, Jakarta, 9 Juni 2015.
65
semua manajemen mendukung unit syariahnya untuk spin off. Jika sudah memiliki dua aspek itu bisa dikatakan manajemen itu siap mendukung unit syariahnya. Memang unit syariah pun sebagai unit pasti memiliki visi dan misi, namun itu ukurannya hanya sebagai unit berbeda dengan sebuah perusahaan. 61 Selain dari segi manajemen, para pemegang saham pula berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Maka dari itu para petinggi-petinggi dalam perusahaan seperti manajemen, pemegang saham, komisaris, itu harus memiliki keinginan dan pemahaman yang sama untuk melakukan spin off. Kalau tidak maka upaya spin off akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam mewujudkannya. Seprti contohnya di industri perbankan syariah bank-bank setelah spin off hanya dapat jalan ditempat karena induknya membiarkan anak perusahaannya berjalan sendiri. Sedangkan sebagai awal seharusnya anak perusahaan harus tetap mendapat kontrol dari perusahaan induk. Jadi walaupun
sudah
spin
off
harus
tetap
saling
mendukung
dalam
pengembangan bisnis.62 Perlu juga bagi manajemen untuk mencantumkan spin off ke dalam rencana bisnisnya. Tentu agar unit syariah itu tertib dalam menjalankan
61 62
Rina Cakti Yuliani, Wawancara, Jakarta, 15 Juni 2015. Agustianto Mingka, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2015.
66
kegiatannya. Rencana bisnis tidak harus sekarang untuk dilakukan, namun bisa saja diperiode berikutnya lebih diupayakan secara rinci.63 Upaya untuk spin off sebaiknya tidak bisa dipaksakan, itu muncul dari orang-orang yang memiliki riroh, baik riroh bisnis maupun riroh spiritual untuk membesarkan syariah. Jadi bisa dianggap wajar sekali dalam manajemen-manajemen tertentu, ada yang tidak menginginkan spin off dan tetap ingin berada di bawah induknya. Akan terlihat perusahaan yang benarbenar ingin membesarkan syariah. Ada manajemen yang sangat mendukung penuh terhadap unit syariah untuk melakukan spin off seperti dengan memberikan lantai khusus untuk memperlancar kegiatan bisnis unit syariah. Pembuatan kantor cabang yang sangat didukung penuh oleh manajemen. Namun, ada pula unit syariah yang belum mendapatkan dukungan dari manajemennya. Pentingnya dukungan dari manajemen demi terwujudnya visi spin off itu harus sangatlah kuat. Terbukti adanya unit usaha asuransi syariah PT Asuransi Bangun Askrida yang sedang mempersiapkan dengan sangat matang agar dapat melakukan spin off pada tahun 2016. Aset yang dimiliki unit syariah setiap tahunnya mengalami pertumbuhan rata-rata diatas 30%, dan manajemen akan memberikan suntikan modal sebesar 100 milyar serta sarana prasarana untuk menjadi sebuah perusahaan asuransi syariah seperti gedung dan lainnya
63
Rina Cakti Yuliani, Op. Cit.
67
sudah dipersiapkan. Ini yang menjadikan unit syariah kuat untuk melakukan spin off.64
4.
Infrastruktur Infrastruktur untuk spin off, yang perlu dipersiapkan tentu teknologi, sistem, pelayanan kantor yang memadai, kendaraan operasional, bekerja sama dengan perbankan syariah, leasing, bengkel-bengkel untuk asuransi kendaraan. Kantor cabang harus dimilki sendiri oleh unit syariah, karena penerbitan polis syariah dan klaim yang sesuai dengan kapasitas.65 Seluruh dalam perusahaan asuransi harus disediakan dengan baik. Apalagi pada asuransi kendaraan, artinya harus mempunyai layanan diseluruh Indonesia. Berbeda jika asuransi kapal atau corporate yang mengcover gedung-gedung, cukup mendatangi head office. Kalau untuk asuransi kendaraan harus menyediakan amergancy dan network sangat dibutuhkan, untuk menyamakan network dengan konvensional akan membutuhkan biaya yang besar. Sebenarnya aturan spin off juga dapat mendukung perbaikan infrastruktur unit syariah. sebaiknya aturan ini harus ada surpoting dari pemerintah.66 Teknologi sudah menjadi keharusan sebuah unit syariah memiliki teknologi yang berbeda dengan unit syariah yang lain. Agar dapat
64
Angga, “2016, Askrida Siap Spin Off Unit Syariah”, InfoBank, Jakarta, 8 Januari 2015. Aris Wisnuadji, Wawancara, Jakarta, 16 Juni 2015. 66 Natalia Maulina N, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2015. 65
68
memberikan pelayanan cepat, karena penerbitan polis memakai sistem teknologi. Perbaruan teknologi harus selalu dilakukan, bagi manajeman yang mendukung spin off akan membantu persiapan infrastruktur.67
67
Agustianto, Pakar Ekonomi Syariah.
69
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di bab sebelumnya pada skripsi ini, maka dapat diberikan beberapa kesimpulan diantaranya sebagai berikut : 1. Tujuan utama suatu unit syariah melakukan spin off adalah untuk memperjelas status syariah suatu unit usaha, agar tidak ada keraguan bagi nasabah untuk memilih produk syariah. Secara umum aturan spin off yang dibuat oleh pemerintah memiliki dampak dan tujuan yang positif bagi pertumbuhan ekonomi syariah khususnya dari kontribusi asuransi syariah di Indonesia. Spin off juga dapat menjadikan unit syariah menjadi lebih mandiri dalam kegiatan bisnsisnya. Dapat dengan leluasa melakukan ekspansi bisnis dengan tujuan membesarkan syariah. Terlihat keseriusan unit syariah. Selain itu, manajemen, pemegang saham, komisaris harus memiliki keinginan dan pemahaman yang sama untuk melakukan spin off. Kalau tidak perusahaan yang telah spin hanya akan jalan ditempat. Sehingga unit syariah diharapkan dapat mematuhi aturan tersebut dengan upaya mempersiapkan sejak dini hal yang berkaitan dengan spin off. Bagi unit syariah tertentu, ternyata spin off itu tidak lebih baik untuk perkembangan perusahaan setelah spin off. Adanya paksaan untuk melakukan spin off,
persiapan yang kurang matang, dan manajemen yang kurang
70
mendukung serta perusahaan induk yang melepas anak perusahaan. Perlu dipersiapkan lebih matang mengenai tenaga ahli untuk sebuah perusahaan asuransi syariah. Aktuaria, underwriting, marketing yang mengerti tentang operasional asuransi syariah dengan memberikan berbagai training sesuai kompetensi masing-masing bidang serta perlu diselenggara training-training tentang kesyariahan serta ikut aktif dalam kegiatan asosiasi asuransi syariah. Agar bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja di industri asuransi syariah. Peningkatan pertumbuhan aset harus terus diupayakan oleh unit syariah agar aset yang dimiliki dapat memperkuat bisnis serta mampu mewujudkan rencana bisnis dari unit syariah. Menggiatkan ekspansi bisnis, dapat juga membuat pertumbuhan kontribusi yang pesat dari asuransi syariah. Sehingga pertumbuhan ekonomi syariah pun meningkat. Ini pula sangat dibutuhkan dukungan dari manajemen untuk dapat mewujudkan pematangan setiap komponen yang perlu dipersiapkan untuk spin off. Manajemen yang memiliki visi dan misi untuk menjadikan unit syariah sampai menjadi sebuah perusahaan asuransi syariah yang besar. Kemudian ketersediaan infrastruktur yang sangat rendah menyebabkan langkah unit syariah untuk spin off menjadi lambat. Sangat diperlukan infrastruktur yang lengkap untuk menunjang kegiatan bisnis. Terutama sistem teknologi, karena di masa kini segala kegiatan bisnis sudah harus ditunjanga dengan sistem teknologi yang cangggih. Demi mempermudah pelayanan, mempercepat proses pelayanan, dan tidak berbelit-belit. Ini yang harus menjadi keunggulan yang melekat. 71
Selain itu, perluasan jaringan untuk menyamaratakan dengan konvensional agar pelayanan tidak timpang. Langkah yang dilakukan regulator dalam mendukung unit syariah untuk spin off adalah mendorong disahkannya Undang-Undang tentang spin off, memperkuat SDM dengan menegaskan agar tenaga kerja asuransi syariah untuk mengikuti sertifikasi, serta rencana masih dalam kajian adalah iuran OJK yang dibebankan kepada unit syariah yang akan spin off dikenakan lebih kecil. 2. Solusi bagi unit syariah yang akan spin off disampaikan oleh pakar ekonomi yaitu harus memiliki keseriusan dalam menjalankan bisnis sehingga dengan adanya aturan spin off ini harus diperhatikan yang perlu di persiapkan. Melakukan training untuk pengembangan SDM, ekspansi bisnis lebih luas, penguatan infrastruktur dengan cara memiliki teknologi sendiri. B. Saran Bagi unit asuransi syariah diharapkan memiliki ketegasan dalam menjalankan bisninya sehingga dapat memandang serius aturan spin off yang dianjurkan oleh pemerintah. Sehingga langkah yang di optimalkan dapat terwujud mencapai spin off. Saran untuk penelitian selanjutnya lebih dispesifikasikan kembali hal-hal mengenai yang perlu dipersiapkan oleh unit asuransi syariah untuk menjadi sebuah perusahaan. Sehingga menemukan informasi yang lebih rinci dan jelas. Menambah sampel penelitian, agar data yang didapat lebih varian serta dapat melengkapi literatur penelitian. 72
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Bahari. 2010. Prosedur Cepat Mendirikan Perseroan Terbatas. (Yogyakarta : Pustaka Yustisia) Tubke, Alexander. Success Faktors of Corporate Spin Off, USA : Springer Science. Inc, 2004 Apsari, Yunita Dewi. 2013. Merger, Corporate Control, dan Corporate Governance. (Surabaya : Lembaga Penelitian Universitas Surabaya) Asfaroni,Ayatullah. Strategi Pelepasan Aset Sebagai sumber Pembiayaan Program Restrukturisasi PT ABC. Tesis Universitas Indonesia Jakarta: 2011. Azharudin, Ah Latief dan Nahrowi. 2009. Pengantar Hukum Bisnis : Pendekatan Hukum Positif & Hukum Islam. (Jakarta: Lemabaga Penelitian UIN Jakarta). Batasa Tazkia Consulting. 2013. “Spin Off Asuransi Syariah, Now or Later?”. Bogor: STEI Tazkia. Data Bisinis Asuransi dan Reasuransi Syariah AASI 2014 Dessler, Gary. 2009. Manajemen SDM. (Jakarta : Indeks) Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001, tentang Prdoman Umum Asuransi Syariah. Jakarta : Majelis Ulama Indonesia, 2001. Fred, Tumbuan. B. G. 2008. Pokok-Pokok Undang-undang Kepailitan. (Jakarta : Penerbit Ghalia) Hasibuan , Malayu S.P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta : Bumi Aksara) Jurnal Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia. (alfabeta :2013) Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995. Manurung Dr. Adler. 2011. Bahan Perkuliahan Merger, Restrukturisasi, dan Akuisisi. (Jakarta) Oei,Istijanto. 2007. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
73
Republik Indonesia. 2013. Direktori Perasuransian. Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan. Republik Indonesia. 2013. Perasuransian.
Naskah
Rancangan
Undang-Undang
tentang
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian. Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan. Singarimbun Masri dan Sofian Effendi. 1987. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Sudaryanto. 1993. Metode Penelitian Kualitatif. (Jakarta : Gemilang Press). Sutojo Heru. 1998. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. (Jakarta: Salemba Empat) Sutrisno, Hadi. 1997. Metodologi Riset. Yogyakarta: UGM Press. Syauqi Irfan Beik dan Laily Dwi Arsyianti. 2015. Ekonomi Pembangunan Syariah. (Bogor: IPB Press) Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) No. 40 tahun 2007. Yasmin, Ummu. 2005. Materi Tarbiyah: Panduan Kurikulumbagi Da’i dan Murabbi. (Solo : Media Insani Press) Mingka, Agustianto. Wawancara. Jakarta. 2015. Cakti, Rina Yuliani. Wawancara. Jakarta. 2015. Maulina, Natalia N. Wawancara. Jakarta. 2015. Wisnuadji, Aris. Wawancara. Jakarta. 2015. Rahman, Wahyudin. Wawancara. Jakarta. 2015.
Sumber dari Internet :
74
Agung, Ujji Santosa. Empat Perusahaan Asuransi Terancam Dibekukan”. http://kontannews.com, 9 Juni 2015 Angga. 2016, Askrida Siap Spin Off Unit Syariah”, InfoBank. http://infobank.com, 2015. Cicilia, Sanny. 2 Perusahaan Asuransi Siap Bentuk Unit Syariah. Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia. www.hrrpdailynews.com, 2015. Cornelius. Spin Off Unit Usaha Syariah : Dua UUS Dipisah Tahun Ini. www.hrrpdailynews.com, 5 Mei 2015. Feby , Muhammad. Underwriting, Aktuaria, Manajemen Risiko, dan Penilaian Kerugian, http://lotusbougenville.wordpress.com, juni 2013. Hafidhuddin, Didin. Sifat Etos Kerja Muslim. http://persis.or.id , 12 Maret 2011. Johanputro, Bramantyo. Restrukturisasi Keuangan. www.lontar.ac.id , Maret 2013. Kusumawardhani, Amanda. Industri Asuransi Kekurangan Tenaga Ahli. Finansial, www.lontar.ac.id 14 Desember 2014. Mingka, Agustianto. Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia Ekonomi Syariah. www.agustiantocentre.com, 1 April 2011. NN, Spin Off. Konstruksi Hukum dalam Upaya Penguatan Struktur Perbankan Nasional, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 7 No. 1 Januari 2009.
75
76
LAMPIRAN
Hasil Wawancara
: Rina Cakti Yuliani
Selaku
: Kabag. Pengembangan Asuransi dan Dana Pensiun Syariah Direktorat IKNB Syariah
Tempat Wawancara
: Jl. Budi Kemualiaan 1 No. 2 Menara Merdeka Lt. 23 Jakarta Pusat
77
Mengapa harus dilakukan spin off oleh unit syariah? Spin off itu kan bertujuan untuk lebih mengembangkan industri asuransi syariah, sebagian pendapat ketika setelah spin off dia akan lebih bebas menentukan untuk dirinya artinya kalau dia akan melakukan ekspansi akan dengan luas melakukannya dengan sendiri, berbeda dengan unit harus mematuhi kebijakan-kebijakan induk karena unititu masih level divisi. Kalau sudah full itu kan levelnya sudah direksi. Tentunya untuk alasan pengembangan. Kemudian, dengan adanya peraturan mengenai spin off ini akan diketahui unit syariah mana yang benar-benar serius untuk bergerak dibidang syariah. kebanyakan awal-awal didirikannya sebuah unit syariah karena terdapat permintaan dari nasabah. Jikalau begitu alasannya itu tidak serius menurut kami itu hanya bertujuan untuk menampung nasabah saja. Tetapi banyak juga yang serius, jadi jika yang serius itu akan mencari inovasi-inovasi. Mungkin nanti dapat dilihat dari 45 unit syariah ini akan berubah tidak 45 lagi, jadi akan terlihat nanti perusahaan mana yang serius berminat untuk full fledged. Mungkin hanya ada beberapa saja, yang serius pasti akan full fledged tetapi yang tidak serius itu dia akan mengatur strategi lain. Karena ketika sudah ada UU perusahaan pasti berpikir apakah akan meneruskan dan memikirkan kapan akan spin off kemudian mempersiapkannya. Lalu ada juga yang akan mengembalikan izin, tidak lagi memiliki unit syariah dan dia kembali lagi ke konvensional atau bisa dikatakan tutup kemudian protofolio syariahnya harus dialihkan. Jadi nanti mungkin tidak 50 lagi, karena 50 itu cukup banyak berbeda dengan negara lain sperti Malaysia hanya ada 10 perusahaan asuransi. (jadi nanti mungkin penelitian selanjutnya dapat di kompair dengan negara lain).
78
Urgensi spin off bagi unit syariah? Kembali kepada masing-masing perusahaan. Jika hanya sekedar menampung permintaan mungkin akan berpikir lebih baik tutup saja. Tetapi kalau yang serius pasti dari sekarang sudah akan siap melakukan persiapan dan berpikir ke depannya harus bagaimana. Mengapa pemberlakuan spin off industri asuransi syariah rencana semula dalam rancangan undang-undang 3 tahun menjadi 10 tahun setelah disahkannya undang-undang? Hal ini memang sebelumnya dilakukan negosiasi terlebih dahulu dengan DPR, industri asuransi namun negosiasi bukan berarti hanya tawar menawar. Tetapi dilihat dari sisi kesiapan, apakah spin off akan lebih baik atau tidak. Sehingga muncullah waktu 10 tahun, dan refrensinya pada saat diskusi itu ke perbankan juga. Perbankan awalnya 15 tahun, tetapi sisanya 10 tahun lagi maka itu yang menjadi penyesuaiannya. Karena spin off kan bagi yang mau itu butuh waktu juga perlu dipersiapkan. Seperti persiapan SDM, infrastruktur, pemikiran yang panjang suatu perusahaan. Mengenai training SDM Perusahaan akan melakukan training itu tergantung pada individualnya yang akan masuk ke peusahaan tersebut. Bisa dua cara, kalau menggunakan teknik pegawai sudah ada di perusahaan itu sendiri dan didedikasikan untuk syariah itu perlu tarining syariah. bisa juga dengan strategi yang lain, misalnya mencari orang-orang yang dasar syarihanya kuat itu juga sudah menjadi modal kemudian ketika sudah masuk dalam perusahaan maka itu di training asuransi atau teknisnya. Jadi kalau training itu tergantung dengan kebutuhannya. Dua-duanya sangat diperlukan. Tergantung kondisinya di unit itu apa yang harus dipersiapkan. Apakah lebih dominan dari
79
perusahaan induk sehingga lebih dibutuhkan training-training tentang kesyariahan atau sebaliknya. Tentunya yang paling penting itu teknis asuransinya. Selain SDM itu dituntut untuk meningkatkan kualitas kinerjanya, apa saja yang harus dipenuhi perusahaan kepada pegawainya? Memang dalam satu perusahaan itu harus ada insentifnya, sehingga mengacu kepada perusahaan-perusahaan pada umumnya. Tetapi kembali lagi kepada SDM itu juga harus menunjukkan kinerjanya terlebih dahulu kepada perusahaan. Karena perusahaan bisa memberikan banyak hal untuk memberikan suport kepada SDM, ketika akan memberikan sesuatu yang baik maka dia akan menyeleksi yang baik pula tidak hanya semata-mata memberikan sesuatu. Ya seharusnya seprofesional mungkin.
Terkait dengan infrastruktur yang masih sangat rendah bagaimana unit menanganinya? Secara umum kalau persiapan untuk infrastruktur itu yang posisinya masih unit mereka infrastruktur masih di back up oleh perusahaan induknya otomatis kalau mau spin off harus mempersiapkan segala halnya seperti gedung, peralatan kantor. Apa ciri manajemen yang sudah ideal untuk melakuakn spin off? Perusahaan itu sudah
datang ke OJK, mengkoordinasikan dengan OJK,
mencantumkan di rencana bisnisnya. Sehingga dia sudah melakukan persiapanpersiapan untuk menjadi perusahaan yang utuh. Secara umum yang namanya spin off pasti ada konsekuensinya yang nama spin off harus menempatkan diri untuk survive ke depannya jadi secara tidak langsung manajemen yang mendukung yaitu:
80
manajemen yang memiliki visi dan misi supaya perusahaan yang spin off ini bisa survive agar nanti jika sudah dilakukan spin off satu atau dua tahun sudah mati jangan sampai seperti itu.
Adanya kemauan dan kemampuan mengelola proses spin off itu sendiri, karena banyak hal yang harus segera di persiapkan. Itu dapat menguras banyak pikiran dan tenaga manajemen.
Jika memilik dua aspek itu mungkin bisa dibilang sudah bisa berjalan sebagai perusahaan. Memang sekarang pun sebagai unit pasti memiliki visi dan misi, namun itu ukurannya hanya sebagai unit beda dengan visi sebuah perusahaan. Mungkin jika menanyakan waktu yang ideal untuk spin off itu adalah kembali kepada apa yang sudah dilakukan oleh undang-undang. Tetapi meman waktu yang di tetapkan dalam undang-undang pun tidak bisa dikatakan sebagai waktu yang ideal, namun jikalau perusahaan itu sudah siap spin off sekarang maka kenapa tidak. Justru kalau terus diundur untuk spin off itu malah mungkin momennya sudah tidak tepat. Alur untuk spin off? Harus ada produk, bisa yang diajukan adalah produk yang sudah ada di unit. Menyampaikan produk pun ada lagi lembaga yang menangani dan regulasinya di PMK No. 22. Ada prosedur untuk menyampaikan produk yang dimiliki. Karena dalam rangka spin off kita buat beberapa penyesuaian tanpa harus melanggar peraturan. Sementara peraturannya masih draft awal, karena UU baru di sahkan bulan oktober 2014 dan semua prosesnya bertahap tidak bisa sekaligus. Apa dampaknya jika unit syariah tidak melakukan spin off ke dalam rencana bisnis? Sebetulnya dimasukkan ke dalam rencana bisnis itu tentunya agar perusahaan itu secara tertib ke depan akan melakukan apa, kalau dia tidak memasukkan dalam rencana bisnis tentunya dari sisi yang bersangkutan tidak akan jelas kapan dia akan
81
melakukan spin off, kalau nanti sudah melakukan tahun ke 10 menjadi tiba-tiba. Bagi OJK pun sama tidak jelas. Jadi walaupun tidak tercantumkan dalam peraturan kami pernah meminta untuk rencana spin off ini dimasukkan ke dalam rencana bisnis. Rencana bisnis ini tidak harus sekarang untuk dilakukan, namun bisa saja di waktu berikutnya. Atau barangkali di masukkan ke dalam rencana bisnis saat ini berarti di sebutkan bahwa spin off kemungkinan akan dilaksanakan sekitar setelah tahun ke berapa dan secara detailnya baru dijelaskan di periode berikutnya. Intinya kita kembali kepada tujuan rencana bisnis itu, kalau tidak dilakukan akan terjadi tujuan itu tidak akan tercapai dengan baik. Tidak punya rencana itu akan menjadi tidak jelas. Berapa unit yang sudah siap spin off? Dan jika ada berapa unit yang sudah mendaftar? Kalau dikatakan ini sudah siap itu kembali kepada UU sendiri kita juga belum saatnya untuk menentukan mana yang sudah siap, karena kami pun tidak memiliki standar atau tolak ukur tersendiri. Kecuali dari beberapa perusahaan yang memang sudah berniat mengajukan. Jika sudah berniat pasti unit syariah itu sudah mempersiapkan sendiri. Karena kalau dari peraturan itu sendiri tidak ada standar misal dari segi SDM, itu tidak. Ada memang yang sudah mengajukan. Bagi unit syariah yang sedang proses pengajuan ada 1 unit syariah, tetapi ada yang sudah berencana ada sekitar 2 unit syariah. ini juga tidak hanya dilihat dari persiapannya saja namun juga dilihat dari sisi komitmen dari perusahaan, pemegang saham itu sangat berpengaruh sehingga kalau mereka tidak setuju ya tidak akan bisa. Langkah apa saja yang dilakukan OJK untuk melakukan spin off?
Mendorong unit syariah untuk spin off itu bisa dikatakan melalui UU sudah jelas, namun memang dari regulasi delain UU belum ada.
82
Memperkuat SDM , misalnya dengan meminta asosiasi untuk membentuk LSP atau Lembaga Sertifikasi. Walaupun itu berlaku umum bukan hanya untuk spin off. Karena sekarang pun dalam unit harus sudah banyak SDM yang melakukan sertifikasi.
Yang masih dalam rencana, iuran OJK yang dibebankan kepada unit syariah akan lebih kecil. Bagi unit syariah yang akan full fledged maka dalam rangka pengembangan industri iurannya itu akan di bedakan dan lebih ringan dari umumnya perusahaan asuransi lain. Hal itu dimungkinkan oleh peraturan pemerintah, itu disebutkan bahwa dalam rangka pengembangan iuran itu bisa diringankan. Ini masih dalam proses internal. Pengajuannya perlu ke pemeriintah misal ke Kementerian Keuangan. Selain itu kita juga harus menegaskan apa maksud dari spin off sendiri,dan itu harus didukung oleh data tidak hanya sekedar omongan saja. Itu akan menjadi yang insentif bagi unit syariah yang akan melakukan spin off. Dan ini masih menjadi wacana, dan sedang mengupayakan belum tentu terealisasi.
Saran untuk unit syariah? Unit syariah harus sudah menentukan, akan lanjut bisnis syariah atau mengembalikan izin. Itu memang sebuah pilihan yang harus ditentukan. Proses spin off itu sendiri tidak semua unit itu ternyata akan lebih baik perfoam nya ketika setelah full fledged. Memang sebagian pendapat dengan full fledged unit syariah itu sendiri akan bebas. Tetapi ada pendapat lain bahwa dengan menjadi unitnya itukan masih mendapat dukungan induk, ada beberapa induk yang memang cukup serius sehingga unit syariah ini berkembang. Kemudian saran lain, unit syariah harus lebih matang mempersiapkan dari segi SDM, infrastruktur, dan lain-lain.
83
Hasil Wawancara
: Natalia Maulina N.
Selaku
: Pelaku Bisnis Asuransi Syariah
Tempat Wawancara
: Jl. MT. Haryono kav. 87 Jakarta Selatan
Bagaimana pandangan perusahaan mengenai kebijakan spin off yang dianjurkan oleh perusahaaan? Kalau pandangan dari perusahaan, spin off itu bagus karena yang namanya unit syariah itu tidak bisa selamanya unit. Selama ini kan mau tidak mau spin off itu sebenarnya tergantung pada manajemennya melakukan spin off itu sendiri kan. Dengan adanya aturan perundangan ini kan sudah jelas harus spin off dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Namun, sebenarnya pandangan perusahaan ada 2 yaitu bagai yang ingin membesarkan syariah ya pasti mengatakan bagus. Tetapi kalau untuk yang enggan membesarkan syariah pasti berpikir lagi. Tapi untuk keseluruhan industri memandang itu bagus jelas sehingga jelas statusnya syariah dan tidak selamanya unit syariah. Bagaimana pendapat ibu sebagai wakil perusahaan mengenai rencana awal 3 tahun spin off itu harus dilakukan tetapi setelah disahkannya undang-undang menjadi 10 tahun, apa waktunya terlalu lama? Itu kan 10 tahun atau 50% aset dana tabaru dari aset induk. Kalau dibilang 50% aset tabarru; dari aset induk itu artinya secara kontribusi harusnya sama dengan induk. Namun karena ini dana tabaru saja yang menjadi perbandingan itu akan sulit mengejar 50% dana tabarru dari aset keseluruhan induk. Itu sangat akan sulit menyamakan induk tidak bisa, mungkin baru akan dapat menyamakan sekitar 20
84
tahun atau lebih. Bisa dikatakan begitu memberatkan. Namun kalau penyamaannya dengan aset kleseluruhan unit syariah mungkin masih bisa mengejar. Untuk sekarang saja, dana tabaru itu mungkin hanya setengah dari premi. Dan dengan adanya “atau 10 tahun” itu akan bisa mendorong. Dengan waktu 10 tahun kita bisa mengejar perusahaan induk. Justru kalau pemberlakuannya 3 tahun atau 4 tahun justru akan terpaksa karena kita harus mempersiapkan semuanya. Kalau terpaksa khawatir nantinya malah akan tutup. Jadi pemerintah mungkin beranggapan begitu. Pentingkah perusahaan itu melakukan spin off? Ya penting. Tetapi tidak kalah penting juga persiapannya. Memang ada perusahaan belum ada UU dia sudah spin off. Belum besar dia sudah spin off akhirnya di awal preminya kecil sekali, semestara secara company dia bukan unit lagi tapi sudah full fledge. Namun size nya kecil dibandingkan dengan kita-kita yang masih unit. Untuk melakukan spin off itu harus siap dan paham kondisi itui karena dia nekad untuk spin off. Tetapi sekarang pertumbuhannya menjadi pesat, sedangkan unit syariah kan mau lari seperti apapun masih ada peraturan dari induk. Menurut ibu apakah kebijakan ini memberatkan? Tidak, justru mendorong. Namun tergantung lagi pada company nya. Ada company yang sangat niat membesarkan syariah sebelum aturan 10 tahun mungkin sudah siap untuk spin off. Karena UU tidak melarang tapi untuk perusahaan yang tidak niat 10 tahun juga memberatkan, bahkan mungkin berniat untuk menutup unit syariah itu. Untuk perusahaan ibu sendiri bagaimana? Belum, karena tergantung direksi, pemegang saham. Yang satu mungkin semangat tapi yang lain belum tentu. Kembali lagi kepada pematangan unit syariah itu sendiri, kalau di perusahaan kita mungkin didorong memang membesarkan bisnisnya dahulu, tidak akan spin off jika belum besar. Dari manajemen sudah mengangkat untuk itu, misal premi 50% akan spin off di buatkan challenge. 85
Apa saja yang dipersiapkan untuk spin off agar unit syariahnya matang? Infrastruktur, SDM. Apalagi diperusahaan ini kan produk ritel yang butuh service network, karena nomor satunya adalah asuransi kendaraan. Artinya mempunyai layanan diseluruh Indonesia. Berbeda jika kita bermain asuransi kapal atau corporate (gedung-gedung) itu kan sekali premi mendapat besar dan cukup mendatangkan head office. Kalau kendaraan kan harus menyediakan amergancy, ntwork sangat dibutuhkan. Ini memang menjadi tugas kami sekali, untuk menyamakan network dengan konvensional, servicenya itu lumayan ya pasti costnya juga besar. Tapi kalau untuk marketing kita sudangmasing-masing. Namun dari segi operasional,service, klaim, network begitu spin off lumayan untuk memisahkannya harus besar modal. Kemudian premi, marketing industri asuransi syariah, masih bergantung pada bank, leasing, mayoritas dari situ. Jadi sebaiknya aturan spin off juga ada untuk mendukung lembaga lain. Dan aturan ini juga seharusnya ada suporting dari pemerintah. Terutama dalam pengedukasian msyarakat yang mayoritas muslim.
Mengenai SDM yang sudah ada bagaimana cara meningkatkan kualitasnya? -
Membekali dengan skill yang sesuai denngan bidang masing-masing
-
Membekali dengan pamahaman syariah
-
Meningkatkan perekrutan denga latar belakang syariah
Proses perekrutan masih mengikuti konvensional. Dengan standarisasi masih sama dengan konvensional, tetapi menambahkan dapat membaca AL-Qur’an, akidah, dan akhlaq. Training, ada training tentang kesyariahaan. Ada sertifikasinya juga. Yang kurang itu hanya pemerintah kurang menekankan sertifikasi itu sendiri. Training dari perusahaan biasanya ketika perekrutan. Dan akan merutinkan training untuk SDM dari konvensional, misal bagian operasional, underwriting, aktuaria itu harus paham. 86
Apakah SDM yang ada ini bisa dikatakan siap untuk di ajak spin off? Belum. Karena secara jumlah belum siap, kemampuan juga belum. Karena unit syariah ini sementara baru pada pengembangan bisnis, belum operasional, finansial, dan yang lain. Lalu bagaimana solusi untuk kekurangan SDM? dari company sudah mempersiapkan itu terbukti dari syariah sendiri kita bisnis, dan untuk departemen saja ini departemen sistem yang mempersiapkan untuk spin off. Mempersiapkan untuk bagian accounting, operasional dan lain-lain namun orangnya terbatas. Karena premi masih kecil sehingga belum berani merekrut banyak orang di unit syariah ini karena dampak cost akan besar. Manajemen aset Masih sangat jauh. Mungkin dana tabaru baru 1% dari aset induk. Karen konvensionalnya terlalu besar sehingga sangat jauh untuk mengejar. Namun, memang unit syariah ini nomor 2, itu karena melihat induknya yang begitu besar. Dan memang mendapatkan penghargaan keseluruhan aset unit syariah. dan dana tabarunya setengah dari jumlah aset keseluruhan aset unit syariah. Menurut Ibu, memerlukan waktu berapa lama untuk memenuhi aset 50% itu? Melihat dari kegiatan bisnisnya mungkin tidak cukup 10 tahun untuk mencapai 50% aset tabaru. Jadi kalaupun spin off itu karena sudah 10 tahun. Mungkin butuh waktu 20-25 tahun agar dapat menandingi perusahaan induknya.
Terlebih perusahaan
induknya ini memiliki grup dalam bisnisnya. Bagaimana cara meningkatkan aset agar dapat mengejar 50% dana tabarru’? Meningkatkan ekspansi bisnis, selain ketergantungan dengan industri syariah yang lain,artinya harus mulai bersimpati bagaimana caranya agar produk syariah itu di
87
terima oleh masyarakat luas bukan hanya bidang asuransi. Dan mengedukasi masyarakat yang masih belum mengerti akan asuransi syariah. mungkin pemerintah dapat membantu mensosialisasikannya. Tidak hanya mensosialisasi kepada kalangan yang sudang memiliki kendaraan saja. Karena sekarang ini yang diketahui konvensional belum melirik ke arah situ. Bagaimana caranya orang tahu
akan
asuransi syariah. seperti kemarin ada acara di ojk, pemateri orang malaysia. Di Malaysia ekonomi syariah sudah mendarah daging, ketika orang menawarkan asuransi itu pasti memilih asuransi syariah karena terdapat asas tolong menolong, yang telah mereka pahami. Kalau di Indonesia bukan melihat tentang nilai kemanusiaannya melainkan melihat harga. Dan akhirnya syariah kalah karena harganya lebih mahal dibanding dengan konvensional. Yang masih menjadi pekerjaan rumahnya itu bagaimana perusahaan dapat kompetitif, karena masyarakat kita masih berpikir rasional belum religius, label halal belum kuat untuk menjadikan mereka beralih ke syariah. Selain itu dapat menginovasi dengan asuransi mikro, namun kelemahan dari asuransi mikro ini adalah costnya yang tinggi apalagi harus ekspansi ke pelosok-pelosok daerah itu akan menambah SDM dan sudah pasti menambah cost. Terkait dengan infrastruktur, apa saja yang harus dipersiapkan? Infrastruktur masih menyatu dengan induk. Yang terlu di persiapkan adalah struktur organisasi, jadi memikirkan berbagai macam seperti keungan, teknik underwriting, operasional, service, termasuk kantor cabang network untuk layanan di seruluh indonesia dan sistem itu semua harus siap. Kesiapan struktur juga menunjang siapnya pelaksanaan spin off. Untuk meningkatkan minat pasar, di unit ini apa yang menjadi pembeda di mata nasabah dengan perusahaan lain?
88
Dibandingkan dengan asuransi lain, karena salah satu keuntungan belum spin off itu karena masih membawa nama besar perusahaan induk. Yang masih memakai nama perusahaan ini yang mana sudah terkenal jadi unit syariah ini tidak perlu mengiklan sendiri tapi ikut konvensional. Seperti iklan yang ada di tv, radio unit syariah ini masih sama servicenya dengan konvensional. Hanya saja strateginya unit syariah itu di market kita menonjolkan bahwa service yang kita tawarkan itu sebenarnya sama yang dimiliki oleh konvensional tetapi dengan pengelolaan yang syariah. Bagaimana cara unit syariah mempermudah layanan kepada nasabah? Memperbanyak network, kantor cabang yang tersedia sekarang sekitar 40 outlet yang ada. Syariah masih menyatu dengan spin off, namun mungkin nanti ketika spin off dilihat siapa yang akan membeli saham tersebut. Unit syariah ini dapat menggunakan salah satu strategi BRI. BRI itu kan sudah spin off, akan tetapi BRI yang konvensional masih melayani ATM untuk syariah. jikalau sudah spin off nanti tidak bia langsung sendiri-sendiri, masih kerjasama dengan perusahaan induk dengan membayar berapa persen dari fasilitas yang digunakan oleh anak perusahaan syariah tersebut. Agar ketika unit syariah ini sudah spin off, tidak terjadi penurunan pelayanan. Kalau sudah spin off infrastrukturnya itu sendiri bagaimana? Misal gedung. Itu kembali pada para pembeli saham. Jika pembelinya masih ada hubungan dengan perusahaan induk, maka masih bisa bergabung dengan gedung yang sudah ada. Dan terdapat pembicaraan mengenai operasionalnya. Tetapi jika yang membeli tidak ada hubungannya dengan perusahaan induk maka akan terputus. Dari manajemen, sudah berapa persen persiapannya dan apa saja treatment yang dilakukan agar dapat mendukung unit syariah melakukan spin off?
89
Secara umum baru 40%, manajemen sebetulnya sudah lumayan serius. Terbukti selalu dilakukan review terhadap kinerja-kinerja setiap departemen. Dan jika ada isu terbaru mengenai perkembangan syariah, selalu melakukan koordinasi. Apakah ketika sudah spin off nanti masih mendapat kontrol dari induk atau tidak? Tergantung. Pada pemegang saham. Namun yang menjadi pilihan sekarang, unit syariah ini mau tutup atau lanjut dan spin off. Langkah apa saja yang sudah dilakukan untuk mencapai spin off? Yang harus dan selalu dilakukan adalah memperbesar bisnis, karena untuk memenuhi 50% dana tabarru’, profit dari kegiatan bisnis. Itu yang mesti d perhatikan, setiap tahun harus selalu meningkat. Intinya memperbesar size dulu, agar ketika spin off tidak goyang karena memiliki cukup banyak tabungan.
90
Hasil wawancara
: Pak Wahyudin Rahman
Selaku
: Pelaku Bisnis Asuransi Syariah
Tempat
: Jl. Abdul Muis No. 110 Jakarta Pusat
Bagaimana pandangan perusahaan mengenai kebijakan spin off yang dianjurkan oleh pemerintah? PT asuransi asei indonesia khususnya units syariah, telah mengkaji peraturan yang dibuat oleh pemerintah UU No. 40 Tahun 2014 kita sebenarnya menyambut baik aturan tersebut maksimal memang 10 tahun sejak diberlakukannya undang-undang. PT asuransi asei unit syariah ini baru berdiri tahun 2012. Kita sudah menyiapkan rancangan jangka panjang atau rancangan di RAAP kita maksimal tahun 2020 sudah spin off. Jadi, kita menyambut baik lalu mengkaji lebih lanjut dan segera menyiapkan walaupun belum full 100%.
91
Bagaimana mengenai perpanjangan waktu berlaku spin off yang rencana awal itu 3 tercantum dalam RUU namun setelah disahkannya UU menjadi 10 tahun bagaimana pandangan bapak? Memang di RUU ittu disebutkan 3 tahun, banyak dasar dan faktor yang mengubah jangka waktu tersebut berdasarkan dari praktisi-praktisi asuransi dan ruang lingkupnya seperti apa. OJK atau regulator melihat industri terlebih dahulu kemudian menanyakan lebih lanjut kepada pelaku bisnis asuransi syariah, terjadinya penundaan tersebut hal yang wajar sebenarnya makanya dari itu fungsi di buatkannya RUU itu untuk dikaji lebih lanjut. Jadi menurut kita itu wajar, apalagi perusahaan kami baru berdiri dan memang salah satu dari teman-teman industri asuransi syariah pun perusahaan yang sudah lama saja belum siap jika jangka waktunya 3 tahun. Sekali pun misal untuk pemeran utama di industri asuransi atau yang paling tinggi asuransi A juga mengatakan belum siap untuk spin off. Tentunya pasti ada persyaratan lain seperti asetnya 50% dari aset induk dan dll.
Seberapa penting perusahaan melakukan spin off? Di manajemen terdapat 2 pandangan. Pertama mendukung spin off dalam artian asuransi syariah adalah lembaga khusus yang sebaiknya dibedakan ibaratnya tidak ada perusahaan dalam perusahaan, mereka bisa mendukung full karena sistem yang berbeda, kemudian ada jangka waktu yang perlu disiapkan untuk spin off tsb. Stakeholder, komisaris, pemegang saham yang lain tidaklah mengkin memperhatikan juga mengenai profitnya walaupun memang asuransi syariah kan prinsip dan azas nya tolong-menolong. Jadi feedback berupa profit juga menjadi pertimbangan untuk dilakukannya spin off. Kedua mengenai pandangan untuk manajemen yang tidak mendukung spin off, keterkaitan memang adanya infrastruktur yang sangat rendah dan perlu persiapan, dalam hal ini mungkin SDM, lokasi cabang dll ada pandangan manajemen yang seperti itu yang memang tidak perlu spin off atau memang nanti. 92
Menurut pandangan saya, dengan adanya peraturan ini membuat manajemen itu semakin terbuka untuk segera spin off alaupun ada tenggang waktunya. Jadi dengan adanya aturan kita merasa terbantu, karena dengan syariah itu sendiri harus mandiri dan juga yang menjadi tolak ukur itu perkembangan asuransi syariah market share nya baru 3-4% jadi selain itu regulasi juga harus mendukung dari unit syariah itu sendiri dengan memperluas kebijakan-kebijakan tentang asuransi syariah. Apakah kebijakan ini memberatkan? Kalau dari manajemen, tidak. Karena dengan ada aturan yang relevan dan dikaji lebih matang, kemudian sudah ada dispensasi waktu saya rasa tidak memberatkan. Lalu sebenarnya apa saja yang harus dipersiapkan? Dalam mempersiapkan tentunya kita pastinya mempersiapkan infrastruktur, kalau di perusahaan kami itu sudah membagi struktur fungsional. Marketing, underwriting, operasional, dan lain-lain untuk mensiapkan spin off itu agar kita lebih mandiri agar setelah spin off kita sudah bisa langsung jalan. Keterkaitan infrastruktur yang masih menggunakan jaringan bengkel induk itu dikompromikan lebih lanjut sebatas tidak ada pertentangan dan perselisihan. Jadi yang perlu dipersiapkan pertama kali itu adalah infrastruktur kalau masalah teknik itu problemnya gampang sambil jalan itu bisa disesuaikan. Infrastruktur paling utama, personil, sistem, lalu menggunakan teknik underwriting, aktuaria, itu bisa dipersiapkan secara paralel. Bagaimana cara meningkatkan SDM itu sendiri dari kuantitas dan kualitas? Memang SDM asuransi syariah sangat kurang, jadi saya sangat mendukung sekali universitas yang membuka program studi asuransi syariah. karena asuransi itu complecated apalgi itu syariah cara operasionalnya. Mengenai keterbatasan ini yang kita sikapi salah satunya banyak training dari unit syariah sekalin training dari
93
eksternal. Tentunya manajemen melihat bahwa pendidikan untuk ausransi syraiah itu sangat perlu dan penting, kesiapan untuk mengisis posisi fungsional dan untuk mengisi dovoso masing-masing sebelum spin off. Walaupun kualitasnya kurang, kita disini mengedukasi karyawan yang tetap selain dapat menarik dari eksternal, krena memang jumlahnya terbatas selain kualitas yan terbatas. Training seperti apa saja? -
Skill asuransi syariah itu sendiri, termasuk operasional azas prinsip dasar darai muamalah, konsep ekonomi luas, khusus itu di training .
Apakan ada kriteria khusus untuk merekrut SDM untuk menutupi kekurangan? Itu kita kebnyakan mengambil magang atau bisa langsung for head juga bisa, biasanya mengambil mahasiswa magang dari Trisaksi, STMA, UIN setelah itu di training tentang pengetahuan asuransi syariah. dan memang kita kesusahan untuk mencari SDM yang mengerti marketing asurasi syariah. apa saja yang diberikan perushahaan selain training agar karyawan sapat meningkatkan kinerjanya? Pasti, untuk meningkatkan kinerja karyawan kita menghitung dari bentuk apa yang telah dia perbuat untuk perusahaan pasti kita akan membalas dengan setimpal pula. Gaji, honor, atau insentif lebih lanjut.
Apalagi kita notabene BUMN jadi kita
memang harus sesuai dalam memberikan kompensasi sebagai hak, sesuai dengan kewajiban
yang
telah
dia
lakukan
untuk
perusahaan.
Pasti
perusahaan
mnyeimbangkan seperti itu. Memang di BUMN itu banyak tunjangan tetapi itu hanya untuk beberapa karyawan yang sudah organik atau tetap. Kalau untuk yang belum, tetap diberikan seperti kontrak, outsourching pasti seimbang pula kompensasinya.
94
Dengan SDM yang ada sekarang bisa dikatakan sudah siap atau belum untuk diajak spin off? Kalau dinyatakan belum siap sih sangat relatif, jadi kita menyiapkan sampai hari H. Kalau bentuk kesaipannya adalah kita punya tolak ukur untuk saat ini kita sudah 60% siap 40% nya sambil berjalan. Sudah diatur sedemikian rupa untuk segera mandiri. Untuk aset sendiri apakan unit syariah ini memiliki masalah? Aset kita masih di bawah 40 M. Pada saat pendirian itu sekitar 26 M. Jadi aset kita mengalami pertumbuhan cukup pesat. Kalau aset kita tidak mengalami kendala karena manajemen induk sudah mendukung dan ditambahkan asetnya. Terutama modal untuk kesiapan jadi perusahaan, kita tidak masalah dengan aset. Jika manajemen sudah mendukung kita akan menambah aset untuk kesiapan modal. Menambahkannya dengan menggiatkan ekspansi bisnis, atau mendapatkan suntikan dari induk. Perusahaan yang bapak mengalami cukup pesat pertumbuhannya ya? Peluang asuransi syariah cukup besar sebenarnya, terutama dengan adanya pemain utama bisnis seperti perbankan syariah, leasing syariah, serta daya beli masyarakat yang cukup tinggi terhadap asuransi syariah. karena masyarakat sekarang sudah cukup terbuka dan mengerti tentang asuransi syariah. jadi otomatis menambah juga pertumbuh
secara keseluruhan industri
asuransi
syariah. tentunya
dengan
penggalakan-penggalakan geraka ekonomi syariah, ada pasar rakyat syariah yang di galangkan ojk tentunya potensi ke depan semakin besar. Unit syariah kita dari tahun 2012 itu memang sangat tinggi pertumbuhannya sehingga manajemen pun melihat potensinya sangat besar jadi itu juga yang menjadikan dipercepatnya pelaksanaan spin off oleh manajemen dari hal tersebut juga. Pertumbuhan aset pertahun di unit syariah itu sendiri berapa persen?
95
Pertumbuhannya sekitar 35-40% setiap tahun. 2013 masih di 30 M dan 2014 sekitar 40 M. Berapa persen dana tabarru jika dibandingkan dengan aset perusahaan induk ? Aset tabarru kita masih sangat kecil, karena jumlah keseluruhan aset itu kebanyakn dari hasil investasi. Tabarru kita memang belum di investasikan. Tentunya ke instrumen yang syariah juga. Kalau itu bisa dibilang dari 5-10% masih sangat kecil. Masih jauh untuk mengejar, kecuali memang jika dibandingkan dengan perusahaanperusahaan yang sudah lama berdiri seperti Jasindo, adira. Kira-kira dibutuhkan waktu berapa lama untuk mencapai aset 50% dari perusahaan induk? Untuk mencapainya itu memang agak sulit, tetapi jika Allah sudah berkehendak semua pasti mungkin. Tapi kita melihat realitanya pertahun seperti apa, bayangan kita dalam tahun 2020 itu memang tidak dapat encapai 50% aset induk karena aset nduk kita cukup besar. Kita tidak perlu mencapai, kalau kita sudah siap untuk spin off silahkan saja. OJK memberikan persyaratan ini maksimal 50%, mungkin itu bisa dikatakan wajib. Mungkin jika untuk asuransi yang sudah cukup besar saja mungkin belum bisa. Jadi kalau untuk di unit syariah ini kita tidak mungkin tahun 2020 ini mencapai 50% aset dari aset induk, tapi target kita untuk spin off 2020 itu in syaa Allah bisa. Langkah apa saja yang lakukan untuk meningkat pendapatan aset? Pertama yang dilakukan adalah kita menggunakan dari dana tabarru, dan memperbanyak investasi, lalu kita akan meningkatkan penjualan produk lalu kita perlu dukungannya dari induk. Sejauh ini instrumen dari investasi itu besarkah kontribusinya?
96
Memang hampir 65% hasil investasi dari dana ujroh perusahaan. Karena dana tabrru itu kita gunakan untuik cadangan pengklaiman. Agar tidak terjadi defisit dana tabrru untuk memenuhi klaim nasabah, bahkan pertumbuhannya itu naik. Menggukana instrumen investasi dari dana tabarru pun kita belum. Mengenai aset apakah bisa dikatakan siap untuk spin off? Sudah siap, Cuma kesimpulan manajemen mungkin ada pertimbangan lain sehingga kesiapan yang telah kami lakukan baru 60%. Namun, kita juga sedang melengkapi infrastruktur yang lengkap seperti kantor cabang kita masih office channeling, satu kantor cabang satu orang marketing syariah. nanti tahun 2017 hingga 2018 kita akan menyediakan sendiri kantor cabang syariah. Terkait dengan infrastruktur, apa saja yang perlu dipersiapkan? Yang pertama sistem, sistem ini sudah harus baku dalam artian jangan tanpa adanya suatu personil. Ganti rolling, tidak mempengaruhi sistem yang telah kita buat untuk bisnis. Tentunya sistem ini bukan sistem aplikasi, sistem disini sistem proses bisnis kerja, sistem aplikasi informasi teknologi, termasuk penerbitan polis pakai sistem teknologi, akuntansi, keungannya seperti itu lalu, selain sistem sumber daya manusia, lalu infrastruktur cabang yang harus di persiapkan. Yang terakhir penyempurnaan dari kebijakan-kebijakan manajemen yang telah dibuat untuk lebih mendukung operasional.
Cara apa saja yang telah dilakukan untuk memberikan pelayanan terbaik untuk peserta? Berdasarkan survei memang pelayanan kita adalah salah satu pelayanan tercepat, dengan aplikasi kita penutupan dari perbankan lalu di analisa dan di quote oleh underwriter itu kalau klaim di bawah 30 M itu bisa dilakukan dalam waktu 30 menit.
97
Jadi sementara pelayanan kita utamanya service exelent, pelayanan dalam percepatan eksertasi dan juga pelayanan terhadap klaim. Memang banyak pengakuan dari nasabah itu sangat senang. Sejauh ini sudah berapa banyak pak kantor cabangnya? Kantor cabang unit syariah baru satu saja di jabodetabek. Apa yang membuat perusahaan bapak ini menjadi berbeda dengan yang lain? Kita lebih mengutamakan pelayanan sehingga costumer puas. Yang menjadi ciri kash kita adalah service exelent, lalu kekuatan kita adalah dari BUMN sehingga untuk finansial kita sangat kuat, marketing kita sering melakukan edukasi kepada klien seperti perbankan, broker, costumer (corporate). Seberapa persen kesiapan manajemen untuk melakukan spin off? Manajemen tentunya memperhatikan faktor-faktor terhadap kontribusi premi yang telah diberikan unit syariah berdasarkan penglaman di tahun 2012 dan 2013. Lalu rencana jangka panjang dari unit syariah itu sendiri kesiapannya tahun berapa, dan juga mengenai infrastruktur dan sistem. Setelah di pertimbangkan semuanya manajemen kita akan memberikan keputusan lebih lanjut, secara rancangan jangka panjang manajemen sudah menyetujui kita maksimal tahun 2020 untuk spin off. Sudah siap 100%, kalau sekarang belum siap. Treatment yang dilakukan oleh manajemen? Treatment nya yang pertama adalah menyuntik modal lebih lanjut, lalu mendukung usaha-usaha unit syariah untuk lebih mandiri lagi, mungkin lebih lanjut akan menambah SDM nya sesuai dengan jangka panjang yang telah di rencanakan.
98
dalam spin off inikan kita membutuhkan modal yang sangat banyak untuk mempersiapkan semuanya, harus menarik banyak investor apa saja yang sudah dilakukan oleh manajemen? Kalau untuk saham kita belum, karena memang kemungkinan induk kita yang akan full untuk menyuntik modal kalau dari luar belum. Jadi kalau pun spin off nanti tetap membawa nama perusahaan induk juga. Setelah spin off pasti kah untuk tetap mendapatkan kontrol dari perusahaan induk? Ya Pasti, mungkin kontrol secara keseluruhan saja tidak berperan aktif mengatur. Tetapi melihat apa saja yang telah diberikan oleh perusahaan syariah setelah spin off itu sendiri. Mau tidak mau induk pasti masih sering membantu. Tidak dilepas begitu saja. Untuk mengisi posisi-posisi strategis disuatu perusahaan asuransi nanti apakah sudah ada SDM tertentu yang di treatment untuk di jadikan semisal kepala kantor cabang? Kalau gambaran untuk orang tertentu sudah ada, namun terkait dengan kesediaan orang tersebut juga harus diperhatikan. Mau atau tidak, dan memang untuk struktur itu baru akan dibicarakan pada tahun 2017 awal. Jadi 3 tahun sebelum spin off, karena masih sangat dini jika dibicarakan dalam waktu dekat. bagaimana saran untuk OJK kepada unit syariah selaku regulator? Ojk sebenarnya selama ini sudah sangat baik selaku regulator, telah memberikan andil untuk asuransi syariah di Indonesia. Tentunya ke depan peran OJK perlu ditingkatkan lagi membuka peluang-peluang bisnis dan peraturan-peraturan bagi asuransi syariah agar dapat berkembang dengan cepat. Meningkatkan kajian-kajian
99
tentang asuransi syariah agar lebih luar lagi ekspansi untuk asuransi syariah di Indonesia. OJK sudah sangat baik memberi peran.
100
Hasil Wawancara
: Drs. Agustianto Mingka, M.Si
Selaku
: Pakar Ekonomi Syariah
Tempat
: Ciputat
Bagaimana pandangan bapak mengenai kebijakan spin off yang dianjurkan oleh pemerintah? Kebijakan spin off yang dianjurkan oleh pemerintah, secara umum memiliki tujuan dan dampak yang positif, antara lain: -
Mendorong pertumbuhan asuransi syariah lebih signifikan. Membuat asuransi syariah bisa lebih mandiri.
-
Dengan spin off ini terlihat keseriusan pelaku industri untuk menerapkan prinsip syariah dalam kegiatan bisnisnya. Sehingga keberadaan lembaga asuransi
bukan
sekedar
ada
melainkan
keberadaannya
benar-benar
dibutuhkan. Dan sebagaimana kita lihat sebagian besar bank syariah yang lahir karena spin off seperti BNI, BRI, BCA, Bukopin. Namun, harus kita cermati secara mendalam bahwa kebijakan spin off itu sebenarnya walaupun ada tujuan-tujuan yang positif tetapi juga sesungguhnya kebijakan spin off itu bersifat situasional. Jadi tidak bisa dipaksakan. Karena itu kebijakan spin off bukan merupakan sebuah kewajiban, melainkan hanya sebagai anjuran. Banyak perusahaan-perusahaan yang lebih nyaman dan lebih berkembang, lebih produktif jika masih berbentuk unit syariah. apabila induknya memiliki perhatian yang khusus terhadapunit usaha syariahnya. Jadi kalau nanti di spin off maka itu sama sekali manajemennya terpisah bahkan teknologinya pun
101
terpisah. Tetapi kalau masih unti syariah maka dia berada dalam pengaturan, pengontrolan, pengawasan induknya. Sehingga kebijakan spin off itu kadang tidak lebih baik. Misal bank CIMB Niaga syariah, Bank Permata. Mereka itu lebih nyaman dengan induknya sehingga tetap sebagai unit syariah. tidak terpisah dari induknya. Hal itu disebabkan karena pihak manajemen dari perusahaan induk memberikan perhatian yang serius kepada anak perusahaannya. Dengan demikian pertumbuhan unit syariah itu mengimbangi bahkan bisa melebihi konvensional. Terutama dari segi tenologi jadi apapun kebijakan pusat itu sama dengan unit syariah. berbeda jika sudah spin off. Sering kali kebijakan itu berbeda dengan anak perusahaannya sehingga anak perusahaan ini bisa terpinggurkan. Misal BNI konvensional dengan BNI syariah banyak produk-produk yang ditemukan di konvensional bisa tapi di syariah tidak bisa digunakan. Seperti pembelian elektronik tertentu, merchand-merchand tertentu, kalau konvensional itu mendapatkan diskon spesial, kalau di syariah tidak. Itu dampak dari terpisahnya secara spin off karena itu spin off tergantung pada manajemennya. Mengenai pemunduran waktu rencana 3 tahun menjadi 10? Penundaan itu merupakan kebijaakn yang sudah sangat tepat. Karena itu akan semakin memperpanjang nafas dan kesempatan bagi unit syariah ini untuk menyiapkan segala yang terkait dengan spin off itu. Semisal terkait dengan modal, infrastruktur, SDM, corporate culture, itu akan semakin mematangkan perusahaan tertentu untuk melakukan spin off. Kalau 10 tahun itu sebenarnya waktu yang singkat kalau lembaga perbankan bahkan itu malah sampai 15 tahun. Ketika mencapai 15 tahun sekalipun banyak juga lembaga –lembaga perbankan yang belum siap dan dia lebih senang jiak berada di bawah induknya. Jadi penundaan itu sudah semestinya, bahkan bila perlu ditambahkan masa penundaannya selama 15 tahun paling lama. Itu bukan berarti 15 tahun baru boleh spin off, kalau dalam waktu singkat sekarang tibatiba aset syariah itu 50%, dan sudah banyak memungkinkan untuk membuat jaringan
102
sendiri, dengan biaya-biaya tertentu. Maka spin off mungkin bisa dilakukan, semakin lama ya semakin baik. seberapa penting spin off harus dilakukan oleh unit syariah? spin off itu untuk mengukur kepentigan itu tergantung kondisi masing-masing perusahaan. Mungkin bagi perusahaan tertentu melakukan spin off malah membuat kemunduran, kalau misal modalnya tidak memadai, perhatian dari manajemen tidak ada dan dia menganggap itu sudah berpisah dengan anaknya dan tidak mempedulikan perkembangan anaknya. Segala sesuatunya memang harus disiapkan. Jadi sebaiknya kebijakan spin off itu harus di kaji kembali oleh pemerintah, sifaynya bukan perintah wajib untuk dilakukan 10 tahun ke depan walaupun tadi tujuannya itu memang baik untuk unit syariah. itu pada umumnya, tapi tidak semuanya lembaga berbentuk unit syariah seperti itu, karena melihat pengalaman di perbankan banyak bank yang lebih suka tidak spin off. Malah kalau dipaksa terlalu dini bisa makin menyulitkan, karena masih banyak keterbatasan modal, sedangkan harus banyak membuat cabang, punya teknologi sendiri. Sementara dia tidak mempunyai cukup dana untuk itu. Akhirnya dia sulit berkembang tapi kalau berlindung pada induknya apapun yang dikerjakan oleh induknya itu akan dilaksankana oleh anaknya. Unit syariah itu perlu dibantu, perlu didukung. SDM seperti apa yang mendukung untuk tercapainya spin off? Itu banyak kompetensi yang harus dimiliki oleh SDM yang akan ditempatkan diperusahaan yang sudah spin off. SDM yang memiliki kompetensi dan standar tergantung masing-masing bidang. Secara umum, dia harus mendalami: -
Pemahaman tentang syariah
-
Tentang konsep-konsep dasar Fiqh muamalat
-
Kemudian juga dia harus memahami nilai-nilai akhlaq, syariah, dan etika. Ini dari aspek kompetensi.
103
-
Memiliki kemampuan menentukan boleh tidaknya sebuah produk melalinkan juga bisa melakukan pengembangan produk atau produk development, melakukan inovasi produk, karena itu SDM harus di training denga berbagai kompetensi. Kemudian sama halnya dengan SDM-SDM lainnya mereka itu harus disertifikasi misal untuk marketing harus ada standarisasi khusus.
-
Menguasai operasional perusahaannya.
-
Aktuaria, underwriting, teknologi. Itu yang harus dimiliki SDM dan itu memang prosesnya panjang. Jadi pemimpin-pemimpin, direksi, divis, atau head itu sudah umumnya adalah orang-orang lama yang sudah memiliki perjalanan
yang
cukup
untuk
memimpin,
menggerakkan,
dan
mengembangkan, bisnis asuransi syariah. -
Akuntansinya itu juga harus dipahami dengan biak, dan menyusun SOP itu juga harus sudah dimiliki oleh para SDM syariah. tidak tertinggal DSN yang sudah tersertifikat oleh MUI.
Bagaimana agar unit syariah itu melaksanakan training internal demi menigkatkan mutu SDM? Training untuk SDM itu sebenarnya merupakan keharusan terutama terhadap karyawan yang baru di rekrut baik dari konvensional maupun syariah atau perusahaan yang belum memiliki pengalaman dari bidanng manajemen pengelolaan perusahaan asuransi syariah. training ini juga harus bersifat aplikatif dan itu biasanya disertai dengan kegiatan magang, on the job training. Setiap bulan melahirkan officer-officer perusahaan asuransi. Dan itu merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan untuk menjadi sebuah perusahaan yang bisa melakukan spin off.
Ketika nanti spin off maka perusahaan itu betul-betul kuat serta memang jika dana tabarru’ sudah kuat maka para pemilik saham memiliki (21 detik) yang cukup kuat untuk mendirikan perusahaan syariah, karena untuk mencapai 50% dana tabarru’ itu 104
memang membutuhkan waktu jangka panjang. Sehingga dengan jangka waktu yang panjang itu, unit syariah ini bisa lebih mempersiapkan dengan matang dan tidak bersifat mendadak. Jadi dengan waktu 10 tahun itu sudah menjadi batasan waktu yang minimal. Jika di banding kan dengan perbankan itu 15 tahun. Karena pertumbuhan asuransi ini juga yang normal dan tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifakan jika dibandingkan dengan konvensional. Untuk menguatkan dari finansial selain dari dana tabarru itu dari apa lagi? Dana tabarru itu kan satu bagian dari empat bagian di aset unit syariah, selain dana tabarru’ itu ada ujroh perusahaan, dana cadangan tabarru’, dana investasi, kemudian ada ujroh untuk marketing. Dana tabarru’ nya mungkin 20%. Untuk menguatkan dana tabaru itu harus melakukan pemasaran secara rutin, dan harus memiliki tenaga ahli misal aktuaris. Dimana seorang aktuaris harus ahli dalam memperhitungkan resiko, karena dengan resiko yang rendah maka dana tabarru akan tetap kuat dengan sedikit pembayaran klaim. Bagaimana menurut bapak untuk meningkatkan pelayanan kepada para peserta asuransi? Kalau untuk peningkatan pelayanan, yang harus dilakukan oleh para industri mereka ini harus di training supaya memiliki service exelent yang memuaskan kepada para nasabahnya. Atau memberikan fasilitas-fasilitas yang mengutungkan, misalnya dengan melakukan investasi-investasi
jadi pelayanan itu harus betul-betul
professional, cepat dan tidak berbelit-belit. Karena ini kekurangan dari syariah itu kalah cepat dalam menangani klaim-klaim asuransi. Jangan mempersulitkan yang tidak perlu. (8 menit) Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk infrastruktur ini?
105
Infrastruktur untuk spin off, yang perlu dipersiapkan itu tentu teknologi, sistem, pelayanan kantor yang memadai, bekerja sama dengan perbankan syariah, seluruh ketentuan-ketentuan berupa SOP, memiliki produk yang sudah mendapat persetujuan dari ojk ketika akan beroperasi menjadi sebuah perusahaan.
Dan memiliki dewan
pengawas syariah.
Mengenai manajemen, kebanyakan manajemen tidak begitu mendukung untuk melakukan spin off. Karena kebanyakan bukan dari kalangan-kalangan yang ingin membesarkan syariah. saran bapak bagaimana? Ya memang upaya untuk spin off itu tidak bisa dipaksakan, itu muncul dari orangorang yang memiliki riroh. Riroh bisnis dan riroh spiritual, untuk membesarkan syariah itu. Jadi ya wajar sekali dalam ausransi-asuransi tertentu itu mereka memang tdk menginginkan spin off, ingin tetap berada di bawah induknya. Jadi nanti akan terlihat, siapa yang ingin benar-benar membesarkan syariah itu atau (12 menit) Menurut bapak, bagaimana seharusnya treatment yang harus dilakukan manajemen untuk pencapaian spin off? Kalau untuk spin off itu, memang kebijakan dari para petinggi atau para pejabat teratas di suatu perusahaan bukan dari orang-orang bawah. Kemudian dari para pemegang saham. Jadi memang spin off itu baru bisa berjalan dan diwujudkan ketika posisinya bagaimana kita bisa mempengaruhi dan bisa memberikan penjelasan kepada pemegang saham dan para komisaris tentang manfaat dan peluang syariah kedepan. Kalau peluang bisnis syariah ini menjanjikan dan memadai dilihat dari pilar-pilar tadi seperti SDM, aset, infrastruktur dan bisa bertahan lama itu sebenarnya bukan sesuatu yang mustahil bahwa dengan spin off itu bisa menjanjikan. Selain itu para pemegang saham, komisaris, itu harus memiliki keinginan yang sama dan pemahaman yang sama untuk melakukan spin off itu. Kalau tidak maka upaya spin
106
off akan mengalami kesulitan-kesulitan, tidak lancar dan tidak mulus. Seperti bankbank yang setelah spin off mereka jalan di tempat seperti BCA syariah, Victoria karena indunya membiarkan dan berjalan sendiri. Bantuan dari perusahaan induk yang bisa dilukukan itu misal bisa menggukan mesin atm konvensional, tetapi menurut mereka itu merupakan sesuatu yang sangat mahal. Jadi walaupun sudah spin off apakah harus tetap mendapat kontrol dari perusahaan induknya? Iya, namanya anak perusahaan jadi dia harus tetap ada, jangan dibiarkan perusahaan syariah yang baru ini berdiri sendiritanpa arahan. Seperti harus mendorong, mendukung. Secara keseluruhan, bagaimana menurut pandangan bapak tentang industri asuransi ini untuk melakukan spin off? Spin off itu tergantung. Bisa sebagian ada yang siap dan sebagian kemungkinan dalam pandangan saya ada yang belum siap.
107
Hasil Wawancara
:Pak Aris Wisnuadji, SE., AAAI-K
Selaku
: Pelaku Bisnis Asuransi Syariah
Tempat
: Jl. Mampang Prapatan Kav. 18, Mamapang – Jakarta
Selatan Pandangan perusahaan mengenai kebijakan Spin off yang dianjurkan oleh pemerintah? Kalau pandangan dari perusahaan kami, syariah memang seharusnya spin off karena agar syariah dapat lebih focus serta lebih maju dan untuk kondisi perusahaan kami belum bisa melakukan spin off, sebenarnya bisa dilakukannya spin off tetapi untuk jangka waktu 1- 2 tahun kedepan kami baru bisa siap karena dalam spin off ini perlu di perhatikan beberapa aspek seperti sarana prasarana dan armada harus siap baru bisa spin off dan melihat juga hasil produsksi kita jika sudah mnecapai yang
108
diharapkan baru bisa spin off dan juga dilihat dari premi juga baru dilakukan spin off, karena dibutuhkan cukup banyak biaya. Karena kesiapan juga dapat dari kantor cabang itu syarat dari OJK nya, dari sisi tenaga ahli syariahnya. sebenarnya divisi syariah yang ada di perusahaan kami itu ada sejak tahun 2008 baru sebatas divisi. Namun tahun 2014 kemarin berubah menjadi unit usaha karena itu persiapan dari spin off. Kemudian kami sudah memiliki kantor cabang khusus syariah. Seberapa penting perusahaan mengaggap spin off harus dilakukan ? Tergantung masing-masing perusahaan. Karena jika beberapa perusahaan berniat melakukan spin off untuk mengembangkan bisnis syariah dan menganggap spin off penting maka harus dilakkukan. Tetapi berbeda jika masih menganggap divisi syariah hanya sambil lalu tidak dianggap terlalu penting.
Sebelum adanya divisi syariah ? Unit usaha syariah yang punya satu kantor cabang syariah karena ojk mensyaratkan satu kantor cabang disetiap bank2, pada sebelumnya kita banyak menggandeng bris karena kita anak perusahaan dari salah satu Bank.
Masalah kantor bagaimana? Untuk masalah kantor masih di kantor konven, sembari menghitung provit beban operasional. Karena cukup besar fixed costnya. Yang dipersiapkan perusahaan untuk spin off? Pengajuan ke ojk seperti perizinan berkaitan dengan regulasi. Peningkatan sdm untuk melakukan spin off?
109
Dengan cara merekrut sdm basic syariah yang siap untuk siap dan mau ditempatkan disyariah dan juga harus bisa memahami syariah, agak sulit untuk mendapatkan produk jadi tetappi kita dapat menggunakan cara workshop atau pelatihan untuk membina sdm
Memahami pelaku bisnis syariah, ada workshop untuk meningkatkan pengetahuan.
Aktif di asosiasi asuransi syariah.
Jadi memang dari sdm yang memiliki basic syariah yang sudah ada sedikit ya? Sangat sedikit sekali, namun dapat merekrut dari perusahaan induk dan setelah itu diwajibkan mengikuti serifikasi-sertifikasi agar memilki pemahaman syariah yang baik. Dan ikut aktif di asosiasi. Sdm yang masih harus direkrut bagaimana? Memilih SDM dari lulusan dengan basic syariah. Apakah ada training sendiri dan bagiamana bentuk training ? Training yang akan dilakukan masih sedang dipersiapkan oleh manajemen. Seperti underwriting syariah, aktuaria syariah, marketing syariah. Apakah ada training sendiri untuk rekrutan? Iya tergantung dari divisi masing-masing karena dalam setiap posisi pasti berbeda karena dalam setiap posisi berbeda yang akan dihadapi dan setiap posisi harus benarbenar memahami teknisnya agar tugas-tugas dapat terselesaikan dengan baik. Selain yang diberikan training apa lagi yang diberikan perusahaan untuk memotivasi karyawan? Yaitu dengan bonus bagi karyawan, perusahaan menerapkan reward and punishment. Reward and punishment nya itu yang sesuai dengan kebijakan dan kinerja karyawan. 110
Bagamaina perusahaan mensiasati kekurangan sdm? Mengadakan rekrutmen secara teruka, dan juga diambil dari konven karena orang dari konvensional merasa terpanggil untuk mengembangkan syariah dan memang dia sudah matang dari konven. Apakah dengan sdm saat ini sudah siap dengan spin off? Masih belum, baik secara kualitas dan kuantitas. Batasan atas asset utuk spin off? Kita gak punya masalah dengan asset, bahkan kami baru saja mendapatlan penghargaan sebagai “best insurance” unit usaha asuransi syariah diskala aset diatas 250 M. Apakah asset dengan 50% dari perusahaan induk memberatkan unit syariah? Tidak memberatkan. Meningkatkan asset dari unit syariah? Dengan cara membeli kantor cabang baru untuk menambah asset, dan juga dari meningkatkan penjualan membuat produk-produk baru. Aset yang dimiliki sekarang lebih besar kontribusi dari
investasi atau
penjualan? Untuk perusahaan kita sendiri lebih banyak didapatkan dari penjualan produk, dan investasi pula banyak memberikan kontribusi. Paling tidak fifty-fifty.
Terkait dengan infrasturuktur, apa saja yang harus dipersiapkan?
111
SDM seperti Marketing, keuangan, underwriting, dan pengembangan produk.
Kantor cabang, harus dimiliki sendiri. Karena untuk spin off itu harus memiliki satu kantor cabang unit syariah.
Kendaraan operasional
System computer asuransi.
Untuk mengisi posisi-posisi penting di perusahaan, adakah treatment khusus SDM nya? Mungkin untuk perusahaan kami seharusnya mengambil tenaga kerja dari luar agar lebih ahli dibidang asuransi syariah. karena kalau mengambil dari konvensional itu sama saja kurang paham mengenai asuransi syariah. karena kita dibantu oleh DPS juga untuk menentukan segala sesuatunya. Untuk dikantor ini apakah keseluruhan konvensional? Iya disini ini memang kantor pusat konvensional dan syariah. namun syariah terdapat kantor cabnagnya karena polis asuransi syariah tidak bolehdi terbitkan di kantor konvensional dan juga tidak juga di kantor pusat karena tidak bisa terbit polis. Apa yang membuat perusahaan bapak dengan yang lain? Mungkin infrastruktur hampir sama dengan asuransi yang lain, yang berbeda sistem online seperti kita sanggup menerbitkan polis secara online yang dikantor cabang. Percepatan penerbitan polis. Bagaimana mengenai klaimnya pak? Yang jelas untuk klaim kita tidak akan mempersulit pencairan dana. Apalagi bergerak dibidang jasa yang terasa di nasabah itu pasti ketika pengajuan klaim. Setelah terjadi klaim 3 hari harus sudah melapor ke kita kemudian setelah data lengkap dan komplit
112
sesuai dengan peraturan, dan sesuai dengan peraturan dari OJK kita tidak boleh mencairkan dana lebih dari 30 hari..
Untuk proses klaim apakah di cabang atau di pusat? Untuk proses klaim itu sama seperti penerbitan polis yaitu dikantor cabang. Kita memiliki kapasitas melakukan klaim asuransi kendaraan bermotor, untuk kapasitas cabang di kantor cabang itu hanya sampai 15 juta. Artinya kantor pusat itu mengakomodasi kantor cabang. Sedangkan jika lebih maka langsung dibawa ke kantor pusat. Lebih kecil dari pada itu tidak bermasalah. Langkah apa saja yang dilakukan oleh manajemen untuk persiapan spin off? yang jelas manajemennya mengenai produksi, atau pencapaian target bisnis. Treatment lainnya mungin pelayanan. Menurut yang bapak rasakan apakah menejemen perusahan mendukung syariah? Mendukung. Kalau tidak mendukung kenapa manajemen membentuk divisi syariah. nyatanya kalau tidak mendukung kita tidak mungkin diberikan lantai khusus divisi syariah, kita juga sudah meminta untuk buka kantor cabang syariah di sana di mari dan meminta orang itu di bdukung penuuh oleh manajemen. Waktu ideal siap untuk spin off dan apakah sudah masuk kedalam rencana bisnis? Itu tidak dapat di prediksi. Belum ada pembicaraan manajemen lagi pula kita di divisi juga bukan merupakan pengambilan keputusan. Tapi kita sudah masuk dalam rencana bisnis naik untuk secara detailnya belum ada.
113
Adakah edukasi yang dilakukan unit syariah kepada masyarakat? Sementara ini memang belum ada, kita hanya edukasi cabang-cabang, dan lebh sering mekukan komunikasi dengan asosiasi, mungkin melalui marketing kita saja. Setelah spin off apakah masih bisa ada kontrol dari perusahaan induk? Pasti ada, tetapi sejauh mana fungsi kontrolnya itu kita belum mengetahui. Hanya sebagai fungsi kontrol saja, tidak sampai mengambil keputusan.
Saran bapak untuk ojk? Penan OJK cukup sangat membantu karena sering mengadakan workshop tentang asuransi syariah tidak hanya pada produk saja. Karena untuk menambah pengetahuan praktisi yang masih awan terhadap asuransi syariah.
114
115
116
117
118