OPINI SISWA SMA TERHADAP CITRA KPK (Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa Siswa SMA Negeri 3 Medan Terhadap Citra KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi)
SKRIPSI Diajukan guna Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Diajukan Oleh
ICHA MARINA ELLIZA 050904043
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Icha Marina Elliza : Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK (Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa Siswa SMA Negeri 3 Medan Terhadap Citra KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi), 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul “Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK (Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa SMA Negeri 3 Terhadap Citra KPK/Komisi Pemberantasan Korupsi)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui opini siswa SMA Negeri 3 Medan terhadap citra KPK, kualitas, kredibilitas, dan opini mereka terhadap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) secara keseluruhan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk melukiskan secara sistematis karakteristik populasi atau bidang-bidang tertentu secara faktual dan cermat tanpa mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis dan melakukan prediksi. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 3 Medan kelas XII IPS tahun ajaran 2008/2009 yang berjumlah 118 orang. Untuk menentukan jumlah sampel, maka peneliti menggunakan total sampling yang maksudnya menggunakan populasi sebagai sampel sekaligus. Hal ini dikarenakan jumlah tersebut masih memungkinkan untuk melakukan penelitian. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan (Field Research). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa table tunggal dengan menggunakan aplikasi Statistical Product and System Solution (SPSS) 15. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa siswa SMA beropini bahwa keberadaan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sangat penting untuk memberantas korupsi yang terjadi di Indonesia. Namun, mereka menyayangkan sikap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) bersikap tebang pilih dalam memberantas kasus korupsi. Itu sebabnya mereka menyatakan KPK kurang serius dalam melaksanakan tugasnya. Hal tersebut mengakibatkab tingkat kepercayaan mereka bahwa KPK dapat memberantas seluruh tindak korupsi di Indonesia menjadi menurun. Walaupun demikian, secara keseluruhan mereka berpendapat bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah organisasi yang baik.
Icha Marina Elliza : Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK (Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa Siswa SMA Negeri 3i Medan Terhadap Citra KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi), 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah, karunia-Nya, serta kekuatan kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK. Tak lupa pula peneliti mengucapkan shalawat beriring salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Peneliti menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini mengingat terbatasnya waktu dan kemampuan peneliti. Oleh karena itu, dengan hati terbuka dan ikhlas, peneliti menerima kritik, saran dan masukan yang bernilai positif dari pembaca yang nantinya akan berguna di hari kedepannya. Dalam menyelesaikan pendidikan dan penulisan skripsi ini peneliti banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Pertama sekali peneliti mengucapkan terima kasih yang tidak terbatas kepada kedua orang tua peneliti yang merupakan motivator terbesar yang peneliti miliki, Ayahanda Suhli Abdul Madjid Sati dan Ibunda Sunarsih yang selalu memberikan doa terbaik mereka kepada peneliti, memberikan dukungan moril dan materil, bimbingan, nasehat, perhatian, motivasi, cinta dan kasih sayangnya. Ma, Tiada ibunda lain di dunia yang melebihi hebatnya dirimu sehingga engkau menjadi idolaku.. Kakakku Elca Elliza dan Shisca Elliza serta adikku Rio Martha Ully terima kasih untuk menjadi bagian dari hidup peneliti. Ponakanku Hammad Haidar dan Salvinia Casilda (Yumna) serta adiknya Yumna yang akan segera hadir, terima kasih untuk tawa Icha Marina Elliza : Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK (Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa Siswa SMA Negeriii 3 Medan Terhadap Citra KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi), 2009. USU Repository © 2009
dan candanya yang menghibur peneliti di saat sedang stag mengerjakan penulisan ini. Tidak lupa pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, Msi selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk segala nasehat dan saran-saran yang berarti yang diberikan untuk penulis. 4. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, Msi selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 5. Ibu Dra. Rusni, Msi selaku dosen wali peneliti yang selama ini direpotkan dalam hal-hal akademisi. 6. Kak Icut, Kak Maya dan Pak Kardi selaku staf Departemen Ilmu Komunikasi. 7. Kepala Sekolah beserta para Wakil Kepala Sekolah dan para Guru SMA Negeri 3 Medan yang telah memberi izin kepada peneliti sehingga peneliti dapat melaksanakan penelitian. 8. Siswa-siswi SMA Negeri 3 Medan kelas XII IPS tahun ajaran 2008/2009 yang telah menjadi responden, terima kasih atas waktunya.
Icha Marina Elliza : Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK (Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa Siswa SMA Negeriiii 3 Medan Terhadap Citra KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi), 2009. USU Repository © 2009
9. Seluruh anggota TEMUGA (Teater SMA Negeri Tiga), yang telah menjadi pelarian peneliti apabila stress mengerjakan penulisan ini. Terima kasih untuk Yuni, Yugo, Andri, dan yang lainnya yang menemani penulis di sana. Aku, Kami, Kita Satu! 10. Terima kasih untuk Bu Fatmawardi yang telah menjadi Ibu di radio USUKOM FM tercinta, terima kasih atas kesempatannya bergabung di sana. Kak Windi, Bang Rudi, Bang Yudi, Liston, Dolly, Adra, Erika, Dodo, Mahatears, Kak Eka, Disty, Idham, Bang Ali, Muti, Abi, Kiki dan seluruh penyiar baru yang tidak mungkin peneliti sebutkan satu persatu, terima kasih untuk kebersamaan kita. 11. Terima kasih untuk anak-anak ilmu komunikasi 2005, khususnya Dame Serepina Butar-butar yang telah setia menjadi the real friend yang mengajarkan arti friendship sesungguhnya. Serta Yessi yang selalu bersama kami. 12. Terima kasih untuk Kak Ani yang sudah sabar menjaga Pondok Hullahoop peneliti
dan ikut bersama-sama mencari, mengejar serta melaporkan
pencuri handphone yang cukup memberi pelajaran bagi peneliti, Bu Ya yang cerewet tapi baik serta Ana Mendoan yang terlalu polos untuk berada di Medan yang keras ini. 13. Terima kasih yang tak kan pernah habis untuk Dia yang menemani peneliti di saat dekat atau jauh, di saat senang dan sedih serta membuktikan kesetiaan dan cintanya yang mudah-mudahan takkan pernah hilang. Terima kasih Adiku.
Icha Marina Elliza : Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK (Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa Siswa SMA Negeriiv 3 Medan Terhadap Citra KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi), 2009. USU Repository © 2009
Dan pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu. Terima kasih perhatian dan bantuannya. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, Maret 2009 Penulis Icha Marina Elliza
Icha Marina Elliza : Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK (Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa Siswa SMA Negeri v 3 Medan Terhadap Citra KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ABSTRAKSI .................................................................................................. KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
BAB I 1.1 1.2 1.3 1.4
i ii iii iv vi viii ix
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah........................................................... Perumusan Masalah ................................................................. Pembatasan Masalah ................................................................ Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................. 1.4.1. Tujuan Penelitian ........................................................... 1.4.2. Manfaat Penelitian ......................................................... Kerangka Teori ........................................................................ 1.5.1 Teori Uses and Gratification............................................ 1.5.2 Opini Publik .................................................................... 1.5.3 Citra ................................................................................ 1.5.4 KPK ............................................................................... Kerangka Konsep .................................................................... Operasional Variabel ............................................................... Definisi Operasional ................................................................
1 4 4 5 5 5 6 6 7 8 11 12 13 14
BAB II 2.1 2.2 2.3 2.4
URAIAN TEORITIS Teori Uses and Gratification .................................................... Opini Publik ............................................................................ Citra ........................................................................................ KPK ........................................................................................ 2.4.1 Sejarah Lahirnya KPK .................................................... 2.4.1 Tugas dan Peranan KPK................................................. 2.4.3 Kelembagaan KPK .........................................................
16 17 20 23 23 25 28
BAB III 3.1
METODOLOGI PENELITIAN Deskripsi Lokaasi Penelitian .................................................... 3.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 3 Medan ........ 3.1.2 Struktur Organisasi dan Pembagian tugas ..................... 3.1.3 Pengelolaan Sekolah .................................................... 3.1.4 Sarana Fisik SMA Negeri 3 Medan .............................. Metodologi Penelitian .............................................................. 3.2.1 Metode Penelitian......................................................... 3.2.2 Waktu Penelitian .......................................................... 3.2.3 Subjek Penelitian..........................................................
30 30 34 34 40 41 41 41 42
1.5
1.6 1.7 1.8
3.2
Icha Marina Elliza : Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK (Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa Siswa SMA Negerivi 3 Medan Terhadap Citra KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi), 2009. USU Repository © 2009
3.3
3.4
Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 3.3.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data ................................... 3.3.2 Tahap Awal .................................................................. 3.3.3 Pengumpulan Data ....................................................... Teknik Analisa Data ................................................................ 3.4.1 Proses Pengolahan Data ...............................................
43 43 44 44 45 45
BAB IV 4.1 4.2 4.3
ANALISA DAN PEMBAHASAN Analisa Tabel Tunggal ............................................................. 47 Opini Siswa Terhadap Citra KPK ........................................... 48 Pembahasan ............................................................................. 70
BAB V 5.1 5.2
PENUTUP Kesimpulan.............................................................................. 81 Saran ....................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Icha Marina Elliza : Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK (Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa Siswa SMA Negeri vii3 Medan Terhadap Citra KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel Tabel 1
Operasional Variabel .................................................................. 14
Tabel 2
Sarana dan Prasarana SMA Negeri 3 Medan ............................... 40
Tabel 4.1
Pendapat Pribadi mengenai mengenai keberadaan KPK .............. 48
Tabel 4.2
Kecakapan KPK dalam membongkar tindak korupsi................... 49
Tabel 4.3
Kualitas KPK dalam menjalankan memberantas korupsi............. 50
Tabel 4.4
Andil KPK dalam mengurangi tindak korupsi di Indonesia ......... 51
Tabel 4.5
Strategi KPK dalam memberantas korupsi .................................. 52
Tabel 4.6
Strategi penyadapan telepon/ponsel yang kontroversi ................. 53
Tabel 4.7
Penyadapan telepon/ponsel strategi membongkar korupsi .......... 54
Tabel 4.8
Predikat KPK dalam memberantas korupsi ................................. 55
Tabel 4.9
Keyakinan bahwa KPK dapat memberantas korupsi ................... 56
Tabel 4.10 Kemampuan KPK menghilangkan seluruh tindak korupsi........... 57 Tabel 4.11 KPK melakukan tebang pilih dalam membongkar kasus korupsi. . 58 Tabel 4.12 Kepercayaan terhadap KPK ........................................................ 60 Tabel 4.13 Keseriusan KPK dalam menangani korupsi................................. 61 Tabel 4.14 Jaringan KPK di dalam dan di luar negeri ................................... 62 Tabel 4.15 Tanggung jawab KPK dan pelaku yang lari ................................ 63 Tabel 4.16 Kredibilitas KPK ........................................................................ 64 Tabel 4.17 Sikap KPK dalam membela hak-hak rakyat ................................ 65 Tabel 4.18 Peningkatan kinerja KPK untuk mematahkan stigma negatif....... 66 Tabel 4.19 Strategi pencegahan korupsi dengan seminar .............................. 68 Icha Marina Elliza : Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK (Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa Siswa SMA Negeri viii3 Medan Terhadap Citra KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi), 2009. USU Repository © 2009
Tabel 4.20 Kesempatan Masyarakat daerah seperti Medan ........................... 69 DAFTAR LAMPIRAN
-
Tabel Fortron Cobol
-
Kuisioner
-
Lembaran Catatan Bimbingan Skripsi
-
Surat Izin Penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
-
Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Medan
-
Surat Keterangan Penelitian dari SMA Negeri 3 Medan
-
Biodata
Icha Marina Elliza : Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK (Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa Siswa SMA Negeriix 3 Medan Terhadap Citra KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi), 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Korupsi seakan-akan tidak mungkin hilang dari kehidupan bangsa ini.
Karena, sepanjang 63 tahun perjalanan Indonesia menjadi negara bebas belum merdeka dari korupsi yang dilakukan secara berjamaah. Tentu saja praktek korupsi yang dilakukan di segala aspek yang berhubungan dengan bangsa ini sangat merugikan. Disadari atau tidak, terkadang justru kita sebagai masyarakat turut mengembangkan praktek korupsi di negeri ini. Mulai dari dukungan korupsi kecil-kecilan yang secara tidak sadar pernah kita lakukan. Misalnya, membayar oknum kelurahan dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Atau membayar oknum polisi untuk sebuah sidang yang dilakukan di jalanan. Seharusnya, pemberantasan korupsi bukan hanya dilakukan oleh pemerintah saja, namun kita juga sebagai masyarakat yang menginginkan keadilan juga harus membantu pemerintah dalam memberantas korupsi. Karena korupsi bukan lagi barang baru di negeri kita. Bahkan Herbert Feith dalam buku The Decline of Constitusional Democracy in Indonesia (1962) mengungkapkan sebuah surat seorang mantan Perdana Menteri tahun 1950 mengenai soal korupsi yang meningkat di antara pegawai dan politisi pada masa Kabinet Ali Sastroamidjoyo (Setiawati, 2008: 3).
1
Ironi memang, namun korupsi sesungguhnya bukanlah sebuah sifat asli bangsa ini. Korupsi itu sendiri seperti sebuah peninggalan sifat jelek yang didapati dari Belanda yang membuat hancurnya VOC pada 1799. Korupsi juga tidak boleh disebut sebagai budaya, karena pengertian budaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (dalam jaringan) adalah pikiran, akal budi atau adat istiadat. Maka sudah tentu hal yang terlahir dari akal budi adalah hal yang positif, bukan sebaliknya seperti korupsi itu sendiri. Pada 29 Desember 2003 lahirlah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK merupakan sebuah komisi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan tujuan untuk mengatasi, menaggulangi dan memberantas korupsi. Setelah lima tahun berjalan, prestasi KPK sudah cukup memuaskan. Dalam tiga bulan di awal tahun 2008 saja, kurang lebih 12 pejabat ditangkap KPK. Namun, pejabat-pejabat yang ditangkap sepertinya hanya sebagian kecil pejabat yang melakukan korupsi yang jumlahnya tidak terlalu fantastis. Pejabat yang ditangkap itu ibarat sebagian kecil dari puncak gunung es, akar atau pondasi gunung es tersebut yang melakukan korupsi besar-besaran masih berkeliaran dengan bebasnya di bumi Indonesia atau sedang dengan nyamannya menikmati hasil korupsinya di luar negeri. Meskipun begitu, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sudah pasti memiliki citra yang berbeda di kalangan publik. Citra itulah yang akhirnya menjadi opini di masyarakat. Pembentukan opini dan citra yang baik bukanlah pekerjaan mudah. Di samping karena memberantas korupsi adalah pekerjaan yang
2
tidak ringan, tetapi juga karena masyarakat sudah apatis dan lelah dengan berbagai praktek korupsi di Indonesia. Masyarakat melihat citra baik dan beropini yang baik tentang suatu organisasi karena adanya sesuatu hal yang dapat dijadikan bukti kalau organisasi tersebut
memanglah mempunyai citra yang baik. Jadi, KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) juga harus membuktikan kinerja yang baik jika ingin memiliki citra yang baik di hadapan publik sehingga publik juga dapat beropini yang baik tentang KPK (Komisi Pemberantasan Komunikasi). Citra KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dapat dilihat dari kinerja yang sudah ditunjukkan oleh KPK sendiri. Kinerja KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dapat dilihat dari hasil kerjanya memberantas korupsi di setiap aspek kehidupan negara ini. Kinerja yang baik juga dapat dilihat dari dilaksanakannya tugas dan peranan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di Indonesia. Siswa SMA sebagai siswa yang memiliki tingkatan tertinggi dalam sejarah pendidikan pastinya sudah dapat menganalisis setiap kejadian di negeri ini termasuk masalah korupsi. Siswa SMA juga sudah dapat beropini dengan sudut pandangnya yang dewasa dan berwawasan. Oleh sebab itu peneliti merasa tertarik untuk menjadikan siswa SMA sebagai sampel penelitian. Lokasi penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Medan karena peneliti melihat siswa SMA sudah mulai memahami persoalan-persoalan di sekitarnya, termasuk masalah korupsi. Selain itu para pelajar SMA adalah generasi bangsa yang perlu tersosialisasi persoalan yang terjadi dalam bangsa Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK
3
(Studi Deskriptif Tentang Opini Siswa SMA Negeri 3 Terhadap Citra KPK/Komisi Pemberantasan Korupsi)”.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti
mengajukan perumusan masalah sebagai berikut: ”Bagaimanakah opini Siswa SMA Negeri 3 Medan terhadap Citra KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)?”
1.3
Pembatasan Masalah Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup penelitian dapat lebih
jelas dan terarah sehingga tidak mengaburkan penelitian. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah: a. Penelitian ini bersifat deskriptif, yang berisikan situasi atau peristiwa penelitian dan tidak mencari hubungan, menguji hipotesis atau membuat prediksi. b. Penelitian ini terbatas pada opini siswa SMA Negeri 3 Medan. c.
Subjek penelitian ini adalah citra KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
d. Objek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 3 kelas 12 IPS. e. Penelitian ini dilakukan selama bulan Desember 2008 sampai Januari 2009.
4
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan penelitian Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah sudah pasti memiliki tujuan yang akan dicapai, demikian pula dalam penelitian ini yang mempunyai tujuan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui opini siswa SMA Negeri 3 Medan terhadap citra KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). b. Untuk mengetahui agenda pemberantasan korupsi di Indonesia di kalangan pelajar. c. Untuk mengetahui kredibilitas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di kalangan pelajar SMA.
1.4.2 Manfaat Penelitian Dalam hal ini, manfaat penelitian yang dimaksud adalah: a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai opini publik. b. Secara akademis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU, khususnya di departemen Ilmu Komunikasi. c. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi masukan kepada pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini.
5
1.5 Kerangka Teori Sebelum melakukan penelitian, peneliti harusnya menyusun kerangka teori. Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tesebut (Rakhmat, 2004:6) Sedangkan menurut Emory-Cooper (1999) teori merupakan suatu kumpulan konsep (concept), definisi, proposisi dan variabel yang berkaitan satu sama lain secara sistematis dan telah digeneralisasikan sehingga dapat menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena (fakta-fakta) tertentu (Umar,2002:55).
1.5.1 Teori Uses and Gratification Pendekatan Uses and Gratification berbicara mengenai apa yang dilakukan orang (khalayak) terhadap media. Teori ini memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan (gratification) atas kebutuhan seseorang. Pertama sekali teori ini dikemukakan oleh Elihu Katz (1974).
Dalam
Sendjaja (2005:5.38), Katz menggambarkan logika yang mendasari penelitian mengenai media uses and gratification sebagai berikut: 1. Kondisi sosial psikologis seseorang akan menyebabkan adanya 2. kebutuhan, yang menciptakan 3. harapan-harapan terhadap 4. media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa kepada
6
5. perbedaan pola penggunaan media (keterlibatan dalam aktifitas lainnya), yang akhirnya akan menghasilkan 6. pemenuhan kebutuhan dan 7. konsekuensi lainnya, termasuk yang tidak diharapkan sebelumnya. Sebagai tambahan bagi elemen-elemen dasar tersebut di atas, penelitian uses and gratification sering
memasukkan unsur ’motif’ untuk memuaskan
’kebutuhan’ dan ’alternatif-alternatif fungsional’ untuk memenuhi kebutuhan.
1.5.2 Opini Publik Dalam Effective Public Relations, opini publik adalah sebuah ekspresi energi sosial yang mengintegrasikan aktor individual ke dalam pengelompokan sosial dengan cara yang mempengaruhi politik. Gagasan umum tentang opini publik menyatakan bahwa opini publik adalah sekumpulan pandangan individu terhadap isu yang sama. Opini dapat dinyatakan secara aktif atau pasif, verbal (lisan) dan baik secara terbuka dengan jelas maupun melalui ungkapan kata-kata yang dapat ditafsirkan dengan jelas, maupun melalui pilihan kata yang halus atau diungkapkan secara tidak langsung dan dapat diartikan secara konotatif atau persepsi (personal). Ciriciri opini publik:
Selalu diketahui dari pernyataan-pernyataannya.
Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat.
Mempunyai pendukung dalam jumlah besar.
Opini dapat dinyatakan melalui perilaku, sikap tindak, mimik muka atau bahasa tubuh (body language) atau berbentuk simbol-simbol tertulis berupa
7
pakaian yang dikenakan, makna sebuah warna. Untuk memahami opini seseorang dan publik tersebut menurut R.P. Abelson (1968) bukanlah perkara mudah karena berkaitan erat dengan: 1. Kepercayaan mengenai sesuatu (belief). 2. Apa yang sebenarnya dirasakan atau menjadi sikapnya (attitude). 3. Persepsi (perception), yaitu suatu proses memberikan makna yang berakar dari berbagai faktor, yakni: -
Latar belakang budaya, kebiasaan dan adat-istiadat yang dianut seseorang atau masyarakat.
-
Pengalaman masa lalu seseorang/kelompok tertentu menjadi landasan atas pendapat atau pandanganna.
-
Nilai-nilai yang dianut (moral, etika dan keagamaan yang dianut atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat).
-
Berita-berita dan pendapat-pendapat
yang
berkembang
yang
kemudian mempunyai pengaruh terhadap pandangan seseorang. Bisa diartikan berita-berita yang dipublikasikan itu dapat sebagai pembentuk opini masyarakat.
1.5.3 Citra Dalam buku Public Relations, ada beberapa jenis citra yakni: citra bayangan (mirror image), citra yang berlaku (current image), citra yang diharapkan (wish image), citra perusahaan (corporate image) serta citra majemuk (multiple image). Namun apapun jenis citra tersebut, yang diinginkan seseorang atau suatu organisasi adalah citra positif.
8
-
Citra Bayangan (Mirror Image) Citra ini melekat pada orang dalam organisasi atau anggota-anggota organisasi, biasanya adalah pemimpin dalam organisasi tersebut. Namun citra bayangan sering tidak tepat bahkan hanya ilusi dikarenakan dari tidak memadainya informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar.
-
Citra yang Berlaku (Current Image) Kebalikan dari citra bayangan, citra yang berlaku (current image) ini adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Namun sama halnya dengan citra bayangan, citra yang berlaku tidak selamanya sesuai dengan kenyataan karena semata-mata terbentuk dari pengalaman atau pengetahuan orang-orang luar yang biasanya serba terbatas. Biasanya pula citra ini sering negatif. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh sedikit-banyaknya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya.
-
Citra yang Diharapkan (Wish Image) Citra harapan (wish image) adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. Citra ini juga tidak sama dengan citra yang sebenarnya. Biasanya citra yang diharapkan itu lebih baik atau lebih menyenangkan daripada citra yang ada. Namun secara umum, yang
9
disebut dengan citra harapan itu memang sesuatu yang berkonotasi lebih baik.
-
Citra Perusahaan (Corporate Image) Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukanlah sekedar citra atas produk dan pelayanannya. Citra perusahaan ini terbentuk dari banyak hal seperti sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilan dan stabilitas di bidang keuangan, kualitas produk, keberhasilan ekspor, hubungan industri yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja, kesediaan turut memikul tanggung jawab sosial dan komitmen untuk mengadakan riset.
-
Citra Majemuk (Corporate Image) Citra majemuk adalah jumlah citra yang dimiliki oleh suatu perusahaan boleh dikatakan sama banyaknya dengan jumlah pegawai yang dimilikinya. Untuk menghindari berbagi hal yang tidak diinginkan, variasi citra harus ditekan seminimal mungkin dan citra perusahaan secara keseluruhan harus ditegakkan.
Kesimpulan mengenai citra dari sebuah lembaga/organisasi yang hendak dicapai oleh Humas (Public Relation) dalam Ardianto (2006:119) tidak terlepas dari: 1. Kualitas.
10
2. Nilai kepercayaan yang merupakan amanat dari publik. 3. Goodwill (kemauan baik) yang ditampilkan oleh lembaga/perusahaan yang bersangkutan.
1.5.4 KPK (Komisi Pemberantasan korupsi) Sebenarnya, pada masa Orde Lama sudah terbentuk sebuah badan yang khusus menangani masalah korupsi. Pada saat itu terbentuklah sebuah badan dengan nama Panitia Retooling Aparatur Negara yang disingkat dengan Paran. Para pejabat harus menyampaikan data dirinya kepada Paran melalui sebuah bentuk isian formulir yang telah disediakan. Namun, karena banyaknya tentangan dari berbagai pihak, akibatnya Paran bubar dan menyerahkan pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda. Dari kasus ini saja sudah dapat dikatakan bahwa niat baik untuk memberangus korupsi sudah banyak halangan dan hambatannya. Terutama bagi mereka yang melakukan praktek korupsi. Kemudian, pada tahun 1963, melalui Keputusan Presiden No.275 Tahun 1963, pemerintah membentuk sebuah lembaga baru yang dikenal dengan nama Operasi Budhi A.H. Nasution yang diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menyeret korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktik korupsi dan kolusi. Lagi-lagi nasibnya sama dengan Paran yang mendapat banyak tentangan dan perlawanan yang keras. Akhirnya lembaga tersebut hancur dan digantikan oleh Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi atau Kontrar. Kontrar ini langsung
11
dipimpin oleh Presiden Soekarno. Namun, seiring dengan tumbangnya rezim Orde Lama, Kontrar pun ikut hilang. Orde Baru pun muncul, maka terbentuklah TPK atau Tim Pemberantasan Korupsi yang diketuai Jaksa Agung. Setelah itu berganti kembali dengan nama Operasi Tertib atau Opstib yang bertugas untuk memberantas korupsi. Namun, seperti banyaknya lembaga untuk memberantas korupsi lainnya, Opstib pun hilang dan tidak tergantikan. Pada masa Reformasi, B.J. Habibie mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Komusi dan Nepotisme maka dibentuklah sebuah badan baru yang bernama Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU atau Ombudsman. Pada masa Abdurrahman Wahid dibentuk TGPTPK atau Tim Gabungan Pemberantas Tindak Pidana Korupsi. Akhirnya lembaga tersebut juga berakhir dengan dibentuknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) lahir pada tanggal 29 Desember 2003. Komisi ini dibentuk atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan tujuan untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas Korupsi.
1.6 Kerangka Konsep Menurut Kerlinger, konsep adalah abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus (Rakhmat, 2004:12).
12
Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan semua fenomena yang sama (Kriyantono, 2006:17). Agar
konsep-konsep
dapat
diteliti
secara
empiris,
maka
harus
dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas (X) Variabel bebas (independen) adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Variabel bebas dalam dalam penelitian ini Citra KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
2. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah adalah opini siswa SMA Negeri 3 Medan.
1.7 Operasional Variabel Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep di atas, maka dibuatlah operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu sebagai berikut:
13
Tabel 1. Operasional Variabel Variabel Teoritis
Variabel Operasional
Citra KPK (Komisi Pemberantasan
1. Kualitas
Korupsi)
2. Nilai Kepercayaan 3. Goodwill
Opini Siswa SMA Negeri 3 Medan
1. Believe 2. Attitude 3. Perception
1.8 Definisi Operasional Dalam penelitian ini, definisi operasional berfungsi untuk memperjelas pengertian variabel-variabel. Berikut adalah definisi operasional dalam penelitian ini: 1. Citra KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi): a. Kualitas. Kualitas di sini maksudnya adalah kualitas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di mata masyarakat, khususnya siswa SMA Negeri 3 Medan. b. Nilai Kepercayaan maksudnya adalah nilai kepercayaan yang merupakan ”amanat” dari publiknya. c. Goodwill (Kemauan Baik), maksudnya adalah kemauan baik yang ditampilkan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) itu sendiri.
14
2. Opini Siswa SMA Negeri 3 Medan: a. Believe, yaitu kepercayaan mengenai sesuatu. b. Attitude, yaitu apa yang sebenarnya dirasakan atau menjadi sikapnya. c. Perception, yaitu suatu proses memberikan makna yang berakar dari berbagai faktor. Yaitu, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu, nilai-nilai yang dianut dan berita yang berkembang.
15
BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 Teori Uses and Gratification Pendekatan Uses and Gratification berbicara mengenai apa yang dilakukan orang (khalayak) terhadap media. Teori ini memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan (gratification) atas kebutuhan seseorang. Pertama sekali teori ini dikemukakan oleh Elihu Katz (1974).
Dalam
Sendjaja (2005:5.38), Katz menggambarkan logika yang mendasari penelitian mengenai media uses and gratification sebagai berikut: 1. Kondisi sosial psikologis seseorang akan menyebabkan adanya 2. kebutuhan, yang menciptakan 3. harapan-harapan terhadap 4. media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa kepada 5. perbedaan pola penggunaan media (keterlibatan dalam aktifitas lainnya), yang akhirnya akan menghasilkan 6. pemenuhan kebutuhan dan 7. konsekuensi lainnya, termasuk yang tidak diharapkan sebelumnya. Sebagai tambahan bagi elemen-elemen dasar tersebut di atas, penelitian uses and gratification sering
memasukkan unsur ’motif’ untuk memuaskan
’kebutuhan’ dan ’alternatif-alternatif fungsional’ untuk memenuhi kebutuhan. Pada tahap konseptualitas, model ini tidak tertarik dengan apa yang dilakukan media terhadap khalayak, namun ia tertarik pada apa yang dilakukan
16
orang atau khalayak terhadap media. Anggota khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep dasar model ini diringkas oleh para pendirinya. Pada tahap operasionalisasi, teori ini menimbulkan berbagai penjabaran. Mulai dari Anteseden yang meliputi variabel individual dan variabel lingkungan, kemudian Motif yang terdiri dari personal, diversi dan personal identity. Lalu, Penggunaan Media yang meliputi hubungan, macam isi dan hubungan dengan isi. Yang terakhir ada Efek yang meliputi kepuasan, pengetahuan dan kepuasan. Terakhir, pada tahap observasi. Pada tahap ini dilakukan sesuai dengan kemampuan peneliti yang mengikuti pada ketentuan di atas (Rakhmat 2004:65).
2.2 Opini Publik Dalam Effective Public Relations, opini publik adalah sebuah ekspresi energi sosial yang mengintegrasikan aktor individual ke dalam pengelompokan sosial dengan cara yang mempengaruhi politik. Gagasan umum tentang opini publik menyatakan bahwa opini publik adalah sekumpulan pandangan individu terhadap isu yang sama. Opini dapat dinyatakan secara aktif atau pasif, verbal (lisan) dan baik secara terbuka dengan jelas maupun melalui ungkapan kata-kata yang dapat ditafsirkan dengan jelas, maupun melalui pilihan kata yang halus atau diungkapkan secara tidak langsung dan dapat diartikan secara konotatif atau persepsi (personal). Ciriciri opini publik:
Selalu diketahui dari pernyataan-pernyataannya.
Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat.
17
Mempunyai pendukung dalam jumlah besar.
Opini dapat dinyatakan melalui perilaku, sikap tindak, mimik muka atau bahasa tubuh (body language) atau berbentuk simbol-simbol tertulis berupa pakaian yang dikenakan, makna sebuah warna. Untuk memahami opini seseorang dan publik tersebut menurut R.P. Abelson (1968) bukanlah perkara mudah karena berkaitan erat dengan: 1. Kepercayaan mengenai sesuatu (belief). 2. Apa yang sebenarnya dirasakan atau menjadi sikapnya (attitude). 3. Persepsi (perception), yaitu suatu proses memberikan makna yang berakar dari berbagai faktor, yakni: -
Latar belakang budaya, kebiasaan dan adat-istiadat yang dianut seseorang atau masyarakat.
-
Pengalaman masa lalu seseorang/kelompok tertentu menjadi landasan atas pendapat atau pandanganna.
-
Nilai-nilai yang dianut (moral, etika dan keagamaan yang dianut atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat).
-
Berita-berita dan pendapat-pendapat
yang
berkembang
yang
kemudian mempunyai pengaruh terhadap pandangan seseorang. Bisa diartikan berita-berita yang dipublikasikan itu dapat sebagai pembentuk opini masyarakat. Biasanya, dalam mencapai opini publik yang positif, banyak lembaga atau perusahaan yang melakukan kampanye yang dibantu oleh pers. Opini publik itu sendiri hadir karena adanya kesamaan pendapat dari publik laten yang menjadi publik aktif. Menurut Grunig yang memperluas konsep Dewey dengan
18
membeberkan tiga faktor yang menggerakkan publik laten menjadi publik aktif yang melakukan komunikasi: 1. Pengenalan problem merepresentasikan sejauh mana orang menyadari bahwa ada yang tidak beres dalam sebuah situasi dan karenanya mereka tahu bahwa mereka butuh informasi. 2. Pengenalan
batas-batas
merepresentasikan
sejauh
mana
orang
memandang diri mereka dibatasi oleh faktor eksternal dan sejauh mana mereka memandang bahwa mereka dapat berbuat sesuatu untuk situasi itu. Jika orang mengira bahwa mereka bisa berbuat sesuatu atau bisa mempengaruhi situasi problem, mereka akan mencari informasi untuk merencanakan suatu tindakan. 3. Level keterlibatan merepresentasikan sejauh mana orang memandang dirinya terlibat dan dipengaruhi sesuatu. Dengan kata lain, semakin mereka memandang diri terkait dengan situasi, semakin mungkin mereka akan mengkomunikasikan hak ini (Cutlip 2007:242). Proses terjadinya opini publik menurut Scott M. Cutlip dan Allen H. Center melalui beberapa tahapan atau pola yaitu: -
Mengangkat ke permukaan suatu isu melalui agenda setting bekerjasama dengan pihak pers dan public relation bertindak sebagai power maker atau news maker dan bertindak sebagai sumber berita (source) serta makes a publicity.
-
Melemparkan isu atau topik tersebut kemudian diperdebatkan dan diupayakan mencarikan jalan keluar atau pemecahannya.
19
-
Mengarahkan atau menggiring isu atau topik tersebut ke arah pemecahan yang dapat diterima oleh umum (publik).
2.3 Citra Dalam buku Public Relations, ada beberapa jenis citra yakni: citra bayangan (mirror image), citra yang berlaku (current image), citra yang diharapkan (wish image), citra perusahaan (corporate image) serta citra majemuk (multiple image). Namun apapun jenis citra tersebut, yang diinginkan seseorang atau suatu organisasi adalah citra positif.
-
Citra Bayangan (Mirror Image) Citra ini melekat pada orang dalam organisasi atau anggota-anggota organisasi, biasanya adalah pemimpin dalam organisasi tersebut. Namun citra bayangan sering tidak tepat bahkan hanya ilusi dikarenakan dari tidak memadainya informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar. Dalam suatu yang biasa, sering sekali muncul pendapat ’semua orang menyukai saya’. Hal ini memang wajar, namun melalui sebuah penelitian mendalam mengenai citra akan segera terungkap bahwa citra bayangan itu hampir tidak selalu tepat, atau tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.
20
-
Citra yang Berlaku (Current Image) Kebalikan dari citra bayangan, citra yang berlaku (current image) ini adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Namun sama halnya dengan citra bayangan, citra yang berlaku tidak selamanya sesuai dengan kenyataan karena semata-mata terbentuk dari pengalaman atau pengetahuan orang-orang luar yang biasanya serba terbatas. Biasanya pula citra ini sering negatif. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh sedikit-banyaknya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya. Dalam kehidupan yang serba sibuk, sulit diharapkan masyarakat mendapatkan informasi yang memadai dan benar mengenai suatu organisasi di mana mereka tidak menjadi anggotanya. Ada kemungkinan berdasarkan pada pengalaman dan informasi yang kurang baik, sehingga pada posisi tersebut organisasi akan menghadapi resiko yang sifatnya permusuhan, kecurigaan, prasangka
buruk
(prejudice)
sehingga
muncul
kesalahpahaman
(misunderstanding) yang menyebabkan citra yang ditanggapi secara tidak adil atau bahkan kesan negatif yang diperolehnya.
-
Citra yang Diharapkan (Wish Image) Citra harapan (wish image) adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. Citra ini juga tidak sama dengan citra yang sebenarnya. Biasanya citra yang diharapkan itu lebih baik atau lebih menyenangkan daripada citra
21
yang ada. Namun secara umum, yang disebut dengan citra harapan itu memang sesuatu yang berkonotasi lebih baik. Citra yang diharapkan itu biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenainya.
-
Citra Perusahaan (Corporate Image) Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukanlah sekedar citra atas produk dan pelayanannya. Citra perusahaan ini terbentuk dari banyak hal seperti sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilan dan stabilitas di bidang keuangan, kualitas produk, keberhasilan ekspor, hubungan industri yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja, kesediaan turut memikul tanggung jawab sosial dan komitmen untuk mengadakan riset.
-
Citra Majemuk (Corporate Image) Citra majemuk adalah jumlah citra yang dimiliki oleh suatu perusahaan boleh dikatakan sama banyaknya dengan jumlah pegawai yang dimilikinya. Untuk menghindari berbagi hal yang tidak diinginkan, variasi citra harus ditekan seminimal mungkin dan citra perusahaan secara keseluruhan harus ditegakkan. Banyak cara untuk melakukan hal itu, antara lain dengan mewajibkan karyawan memakai pakaian seragam, menyamakan jenis dan warna mobil dinas, simbol, lencana, pelatihan staf, bentuk bangunan, dan lainnya.
22
Kesimpulan mengenai citra dari sebuah lembaga/organisasi yang hendak dicapai oleh Humas (Public Relation) dalam Ardianto (2006:119) tidak terlepas dari: 1. Kualitas. 2. Nilai kepercayaan yang merupakan amanat dari publik. 3. Goodwill (kemauan baik) yang ditampilkan oleh lembaga/perusahaan yang bersangkutan. Citra adalah tujuan setiap lembaga maupun perusahaan di mana pun yang ingin dicapai. Meskipun pengertian citra itu sendiri abstrak dan tidak dapat diukur secara matematis, tetapi wujudnya dapat dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk, seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang datang dari khalayak atau publik dan masyarakat luas pada umumnya (Ardianto 2006:118). Penilaian baik yang didapat dari masyarakat dapat berupa dengan timbulnya rasa hormat, kesan baik dan rasa percaya. Suatu citra yang lebih baik sesungguhnya dapat dimunculkan meskipun dalam keadaan buruk atau hilangnya image positif akibat musibah yakni dengan cara menjelaskan secara jujur apa yang menjadi penyebabnya, baik itu informasi yang salah atau suatu perilaku yang keliru.
2.4 KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) 2.4.1 Sejarah Lahirnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Sebenarnya, pada masa Orde Lama sudah terbentuk sebuah badan yang khusus menangani masalah korupsi. Pada saat itu terbentuklah sebuah badan
23
dengan nama Panitia Retooling Aparatur Negara yang disingkat dengan Paran. Para pejabat harus menyampaikan data dirinya kepada Paran melalui sebuah bentuk isian formulir yang telah disediakan. Namun, karena banyaknya tentangan dari berbagai pihak, akibatnya Paran bubar dan menyerahkan pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda. Dari kasus ini saja sudah dapat dikatakan bahwa niat baik untuk memberangus korupsi sudah banyak halangan dan hambatannya. Terutama bagi mereka yang melakukan praktek korupsi. Kemudian, pada tahun 1963, melalui Keputusan Presiden No.275 Tahun 1963, pemerintah membentuk sebuah lembaga baru yang dikenal dengan nama Operasi Budhi A.H. Nasution yang diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menyeret korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktik korupsi dan kolusi. Lagi-lagi nasibnya sama dengan Paran yang mendapat banyak tentangan dan perlawanan yang keras. Akhirnya lembaga tersebut hancur dan digantikan oleh Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi atau Kontrar. Kontrar ini langsung dipimpin oleh Presiden Soekarno. Namun, seiring dengan tumbangnya rezim Orde Lama, Kontrar pun ikut hilang. Orde Baru pun muncul, maka terbentuklah TPK atau Tim Pemberantasan Korupsi yang diketuai Jaksa Agung. Setelah itu berganti kembali dengan nama Operasi Tertib atau Opstib yang bertugas untuk memberantas korupsi. Namun, seperti banyaknya lembaga untuk memberantas korupsi lainnya, Opstib pun hilang dan tidak tergantikan.
24
Pada masa Reformasi, B.J. Habibie mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Komusi dan Nepotisme maka dibentuklah sebuah badan baru yang bernama Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU atau Ombudsman. Pada masa Abdurrahman Wahid dibentuk TGPTPK atau Tim Gabungan Pemberantas Tindak Pidana Korupsi. Akhirnya lembaga tersebut juga berakhir dengan dibentuknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) lahir pada tanggal 29 Desember 2003. Komisi ini dibentuk atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan tujuan untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas Korupsi.
2.4.2 Tugas dan Peranan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Tugas, wewenang dan tanggung jawab KPK antara lain: 1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK). Kegiatan koordinasi dilaksanakan dalam bentuk rapat koordinasi dengan instansi Kejaksaan dan Kepolisian untuk membahas penanganan perkara-perkara TPK. Kegiatan koordinasi tersebut antara lain: a. Koordinasi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan TPK. b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasn TPK. c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan TPK kepada instansi terkait.
25
d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK. e. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan TPK. 2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK. Supervisi dilaksanakan dalam bentuk penelitian dan penelaahan, serta gelar perkara hasil penyelidikan atau penuntutan perkara TPK yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dilaporkan kepada KPK. 3. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntunan terhadap TKP. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntunan ini, KPK berwenang: a. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. b. Memerintahkan kepada instansi terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri. c. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa. d. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening ynag diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa atau pihak lain yang terkait. e. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya.
26
f. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait. g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan TPK yang sedang diperiksa. h. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan dan penyitaan barang bukti di luar negeri. i.
Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain ynag terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam perkara TPK yang sedang ditangani.
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK. Wewenang KPK dalam langkah atau upaya pencegahan TPK: a. Melakukan pendaftaran dan pemerikasaan terhadap laporan harta kekayaan PN (LHKPN). b. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi. c. Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan. d. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan TPK. e. Melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum.
27
f. Melakukan
kerja
sama
bilateral
atau
multilateral
dalam
pemberantasan TPK. 5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. KPK diberi amanat oleh undang-undang untuk melaksanakan tugas monitor dengan kewenangan: a. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah. b. Memberikan saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi. c. Melaporkan kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran KPK mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.
2.4.3 Kelembagaan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Kelembagaan dalam KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) saat ini terdiri atas: - Pimpinan yang terdiri dari seorang Ketua merangkap Anggota dan empat orang Anggota. - Wakil Ketua merangkap Anggota. - Tim Penasihat yang terdiri dari empat orang. - Deputi Bidang Pencegahan yang terdiri dari a.
Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan Lapporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (PP-LHKPN).
28
b. Direktorat
Gratifikasi,
Direktorat
Pendidikan
dan
Pelayanan
Masyarakat. c. Direktorat Penelitian dan Pengembangan. - Deputi Bidang Penindakan yang terdiri dari Direktorat Penyelidikan, Direktorat Penyidikan dan Direktorat Penuntutan. - Deputi Bidang Informasi dan Data yang terdiri dari Direktorat Pengolahan Informasi dan Data, Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi dan Direktorat Monitor. - Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyrakat yang terdiri dari Direktorat Pengawasan Internal dan Direktorat Pengaduan Masyarakat. - Sekretariat Jenderal yang terdiri dari Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Umum dan Biro Sumber Daya Manusia.
29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 3.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 3 Medan SMA Negeri 3 Medan didirikan pada tahun 1954 dan dikepalai oleh Bapak Iskandar Simanjuntak dari tahun 1954 s/d 1957. Pada awal berdirinya, lokasi SMA Negeri 3 Medan berada di Jalan Seram, kemudian pindah ke Simpang Limun tahun 1957 s/d 1961, dikepalai oleh Bapak Ardion Sutan Kaliraja Siregar. Pada tahun 1961 lokasi SMA Negeri 3 Medan dipindahkan ke Jalan Pelajar dan dikepalai oleh Bapak Hadian Abdillah dari tahun 1961 s/d 1963. Kemudian dari tahun 1963 s/d 1965 lokasi SMA Negeri 3 Medan dipindahkan kembali ke Simpang Limun dan dikepalai oleh Bapak Putu Mas. Selanjutnya lokasi SMA Negeri 3 Medan kembali lagi ke Jalan Seram mulai dari tahun 1965 s/d 1976 dan Kepala Sekolahnya berturut-turut dipimpin oleh Bapak Lajim Bangun (1965 s/d 1967), Bapak Drs. Kadar Efendy (1967 s/d 1976), Bapak M. Daim Tanjung (1976 s/d 1977) dan Bapak Abdul Rahim (1977 s/d 1984). Namun pesatnya pembangunan kota Medan dan pertimbangan terhadap perkembangan SMA Negeri 3 Medan pada masa yang akan datang, menyebabkan lokasi SMA Negeri 3 Medan yang berada di Jalan Seram dirasakan kurang strategis, sehingga pada tahun 1978 lokasi SMA Negeri 3 Medan dipindahkan ke Jalan Budi Kemasyarakatan No. 3 Kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan Barat. Pada awal pindahnya SMA Negeri 3 Medan di kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan Barat dipimpin oleh Bapak Abdul Rahim Batubara sampai dengan tahun 1984.
30
Sampai saat ini SMA Negeri 3 Medan masih tetap eksis berada di Jalan Budi Kemasyarakatan No. 3 Kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan Barat Kota Medan. Perjalanan panjang yang telah dilalui SMA Negeri 3 Medan dari awal berdirinya hingga sekarang membuat SMA Negeri 3 Medan benar-benar mampu menjadi sekolah yang matang, sesuai dengan usia dan pengalaman yang telah dilaluinya sehingga mampu melahirkan siswa-siswa yang kelak di kemudian hari menjadi orang-orang penting, sukses dan berguna di tengah masyarakat, negara, bangsa dan agama. Semua kesuksesan tersebut tidak lepas dari hasil jerih payah segenap guru-guru SMA Negeri 3 Medan yang ikhlas memberikan ilmunya dan mendidik siswa siswinya sampai sekarang. Selanjutnya, dari tahun 1984 s/d 1985 SMA Negeri 3 Medan dipimpin oleh Drs. Marolop Siahaan. Kemudian dari tahun 1985 s/d 1987 dipimpin oleh Drs. Tasril Ismail. Dari tahun 1987 s/d 1989 dipimpin oleh Drs. H. M. Syarief. Tahun 1989 s/d 1995 dipimpin oleh Dra. Hj Khairiah. Tahun 1995 s/d 1997 dipimpin oleh Ruslan Hasan. Tahun 1997 s/d 1998 dipimpin oleh Drs. Zamardin Abas. Tahun 1998 s/d 2005 dipimpin oleh Drs. Burhanuddin Lubis. Tahun 2005 s/d 2006 dipimpin oleh Dra. Hj. Rebekka Girsang. Lalu sejak 2006 sampai sekarang masih dipimpin oleh Drs. Sahlan Daulay, M.Pd. IDENTITAS SEKOLAH Nama Sekolah
: SMA Negeri 3 Medan
No. Statistik Sekolah
: 30 1 07 60 03 002
Nomor Pokok Sekolah Nasional
: 10210856
Penyelenggara Sekolah
: Pemerintah
Status
: Negeri
31
Alamat Sekolah a. Jalan
: Budi Kemasyarakatan No. 3
b. Kelurahan
: Pulo Brayan Kota
c. Kecamatan
: Medan Barat
d. Kota
: Medan
e. Propinsi
: Sumatera Utara
f. Kode Pos
: 20116
g. Nomor Telepon
: 061-6619128
h. Nomor Fax
: 061-6619128
i.
: www.sman3medan.net
Website
Adapun moto, visi dan misi sekolah ini adalah: Moto: Pastikan beriman (SQ), berilmu (IQ) dan beramal (EQ). Visi: Menghasilkan peserta didik yang unggul dalam mutu, berwawasan pengetahuan yang luas, serta penguasaan teknologi informasi dan komunikasi yang tinggi dengan dilandasi iman dan taqwa. Misi: 1. Membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak dan berbudi pekerti luhur, 2. Meningkatkan prestasi akademik lulusan secara berkelanjutan, 3. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap siswa berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimilikinya,
32
4. Menumbuhkan
dan
mendorong
keunggulan
dalam
penerapan
ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, 5. Meningkatkan prestasi pada bidang ekstra kurikuler, 6. Menumbuhkan dan meningkatkan minat baca siswa, 7. Meningkatkan kemampuan ber-Bahasa Inggris, 8. Meningkatkan wawasan pengetahuan, serta penguasaan teknologi informasi dan komunikasi.
33
3.1.2 Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas SMA Negeri 3 Medan Berikut adalah gambar stuktur organisasi SMA Negeri 3 Medan: KOMITE SEKOLAH H. Himyar Sugiri, SH, MAP
KEPALA SEKOLAH Drs. Sahlan Daulay, M. Pd PENJAB TATA USAHA Yoyok Aruji, BA PEGAWAI/STAF TATA USAHA
WAKASEK BID. KURIKULUM Drs. Abdul Hafiz, MM
WAKASEK bid.Sarana/Prasarana Hotber Simatupang, S.Pd
WAKASEK BID. KESISWAAN Emiruddin, S.Pd, MM
STAF BID. KURIKULUM 1. Drs. Simon Manurung, M.Si 2. Dra. Hj. Siti Zulfah, M. Hum 3. Hj. Elvi Sahara, S.Pd
STAF bid. Sarana/Prasarana 1. Dra. Hafizah Hanum 2. Hj. Rosahida, M. Pd
STAF BID. KESISWAAN 1. Drs. M. Rais, M.Pd, M.Si 2. Dra. Demse Pardosi, M.Si 3. Drs. Mursyidin MS
KORDINATOR LAB/ICT
KOORDINATOR MGMP
KOORDINATOR BP/BK
WALI KELAS
WAKASEK BID. HUMAS Drs. A. Rivai Ritonga
STAF BID. HUMAS Reny Agustina, S.Pd
KOORD.PERPUSTAKAAN
BP/BK
GURU-GURU OSIS SISWA
Sumber: Tata Usaha SMA Negeri 3 Medan 3.1.3 Pengelolaan Sekolah (Tanggung Jawab Teknis Pelaksanaan) a. Pengelolaan Kurikulum 1. Teknik dan kiat pelaksanaan kurikulum Untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik, SMA Negeri 3 Medan melakukan terobosan dalam pelaksanaan kurikulum, antara lain:
34
• Rapat koordinasi persiapan kegiatan pembelajaran. • Penyusunan kurikulum. • Peningkatan hasil belajar peserta didik. 2. Pemanfaatan fasilitas perpustakaan. 3. Pemanfaatan fasilitas internet. 4. Persiapan menghadapi olimpiade sains. 5. Pemberian bekal kemampuan berbahasa Inggris. 6. Layanan bimbingan konseling.
b. Pengelolaan Kesiswaan 1. Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler di SMA 3 Medan dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu: -
Kelompok Seni, Budaya dan Agama Teater (TEMUGA) Tari tradisional Paduan suara Cheerleaders/Dance Rohis (Al-Fariz) & Rohkris
-
Kelompok Keterampilan dan Kreasi Paskibra PMR Dokter Remaja Repala
35
Pramuka SEC (Bahasa Inggris) Jurnalis -
Kelompok Sains dan Teknologi Club Matematika Club Fisika Club Kimia Club Biologi Club Ansos Club Ekonomi Club ICT
-
Kelompok Olahraga Futsal Tae Kwan Do Basket Soft Ball Badminton Bola Volley Bridge Atletik Tarung Drajat
2. Penanaman citra keteladanan. 3. Penanaman keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 4. Pelaksanaan 6-K
36
5. Senioritas 6. Hubungan siswa dengan guru 7. Upacara bendera 8. Pembekalan Ketrampilan Komputer
c. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pengelolaan bidang sarana dan prasarana sekolah diprioritaskan pada upaya sebagai berikut: 1. Mengelola dan mendayagunakan sumber daya sarana dan prasarana yang ada. 2. Mengembangkan dan meningkatkan sumber daya yang ada dengan mempertimbangkan mobilitas kebutuhan dalam upaya peningkatan mutu sekolah. Beberapa ruangan yang ada di SMA Negeri 3 Medan dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1. Ruang Belajar 2. Ruang Administrasi 3. Ruang Kepala Sekolah 4. Ruang Wakli Kepala Sekolah/Staf 5. Ruang BP/BK 6. Ruang Guru 7. Ruang Piket 8. Ruang Laboratorium IPA 9. Ruang Komputer
37
10. Ruang Perpustakaan 11. Ruang UKS 12. Aula 13. Ruang OSIS 14. Ruang Percetakan
d. Pengelolaan Hubungan Masyarakat Pengelolaan bidang hubungan dengan masyarakat diarahkan pada upaya membina dan menjalin hubungan serta kerjasama antar sekolah, dengan pemerintah, instansi terkait dengan alumni, dengan masyarakat serta dengan komite sekolah. 1. Kerjasama dengan Komite Sekolah dan Instansi Terkait Komite sekolah merupakan lembaga independen yang bekerjasama dengan penyelenggara pendidikan dengan memberi peran yang sangat besar dalam bentuk sumbangan pemikiran terhadap penyelenggara pendidikan di sekolah. Fungsi komite sekolah bertugas sebagai mitra utama sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan. Dalam pertemuan koordinasi pihak sekolah dan komite sekolah, dibahas berbagai hal
yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pendidikan beserta konsekuensi-konsekuensinya, termasuk dalam pencarian dana bagi penyelenggaraan pendidikan. 2. Hubungan dengan Perguruan Tinggi Kerjasama dengan Perguruan Tinggi, terutama Universitas Sumatera Utara (USU) dan Universitas Negeri Medan (UNIMED) dilakukan terutama dalam pelatihan guru-guru, penjaringan siswa PMP dan penerimaan mahasiswa baru.
38
3. Hubungan Kerjasama dengan Lingkungan Masyarakat Hubungan kerjasama ini dimaksudkan untuk: -
Menjaga keamanan SMA Negeri 3 Medan dan lingkungannya, oleh karena itu petugas parkir kendaraan diambil dari lingkungan masyarakat setempat.
-
Menata dan menjaga taman sekolah.
4. Hubungan Kerjasama dengan Alumni Alumni memiliki wadah yang beranggotakan mantan-mantan peserta didik SMA Negeri 3 Medan, serta memiliki perwakilan di Jakarta. Alumni SMA Negeri 3 Medan cukup berperan aktif dalam memberikan bantuan kepada adik-adiknya yang masih bersekolah di SMA Negeri 3 Medan. Bantuan materiil terwujud dalam bentuk pembangunan ruang belajar pada lantai 2, perbaikan kamar mandi, perangkat komputer, TV dan sebagainya. 5. Hubungan Kerjasama dengan Lembaga Bimbingan Belajar Beberapa lembaga bimbingan belajar ternama di kota Medan diajak bekerjasama dalam upaya peningkatan prestasi belajar peserta didik. Kerjasama tersebut dilaksanakan dalam rangka penjajagan/try out UN dan SNMPTN/UMPTN. 6. Hubungan Kerjasama dengan Perusahaan Pemerintah dan Swasta Hubungan kerjasama dengan perusahaan pemerintah swasta seperti Indosat, PLN, Telkomsel, Honda, Yamaha, Pocari Sweat dan lainnya dilakukan khususnya dalam penyelenggaraan kegiatan sekolah seperti perayaan hari besar nasional, perayaan hari besar agama, pentas seni, perpisahan siswa kelas XII dan kegiatan lainnya.
39
3.1.4 Sarana Fisik SMA Negeri 3 Medan SMA Negeri 3 Medan memiliki sarana dan prasarana yang memadai seperti keterangan di bawah ini:
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Tabel 2 Sarana dan Prasarana SMA Negeri 3 Medan Nama Bangunan Luas (m2) Jumlah
Ruang Teori/Kelas Laboratorium Biologi Laboratorium Kimia Laboratorium Fisika Laboratorium Komputer Laboratorium Bahasa Ruang Cetak/Stensil Ruang Perpustakaan Aula Ruang UKS Ruang Koperasi/Kantin Ruang BP/BK Ruang Kepala Sekolah Ruang PKS Kurikulum Ruang PKS Sarana/Prasarana Ruang PKS Kesiswaan Ruang PKS Humas Ruang Staf PKS Ruang Guru Ruang Administrasi/TU Ruang KTU Ruang Pembayaran Iuran Sekolah Ruang OSIS Rumah Ibadah Gudang Kamar Mandi/WC Guru Kamar Mandi/WC Siswa Rumah Dinas Kasek Rumah Dinas KTU/PKS Rumah Penjaga Sekolah Jumlah Sumber: Tata Usaha SMA Negeri 3 Medan
4.320 180 180 180 216 180 16 240 300 40 48 48 28 50 12 15 12 20 320 54 18 8 90 280 40 24 67 55 150 32 7.223
30 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 1 1 1
Keadaan Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
40
3.2 Metodologi Penelitian 3.2.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif di mana metode ini menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang ini berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa penelitian, tidak mencari hubungan, tidak meguji hipotesis atau membuat prediksi. Selain itu, metode ini menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah. Peneliti hanya bertindak sebagai pengamat, hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatat dalam buku observasinya (Rakhmat, 2004:4). Peneliti deskriptif ditujukan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi, menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.
3.2.2 Waktu Penelitian Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2009.
41
3.2.3 Subjek Penelitian Opini siswa SMA terhadap citra KPK. Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 3 Medan yang memenuhi kriteria dan syarat harus duduk di kelas XII dan merupakan siswa-siswi pada konsentrasi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Maka, dengan kata lain, populasi dalam penelitian ini adalah semua siswasiswi SMA Negeri 3 Medan yang duduk di kelas XII IPS. Menurut data dari kantor PKS bagian kesiswaan, jumlah siswa-siswi yang duduk di kelas XII IPS sebanyak tiga kelas yaitu 118 orang. Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dengan cara-cara tertentu. Sampel ini dilakukan bila jumlah populasi terlalu besar, maka ditetapkan sampel penelitian. Namun berdasarkan jumlah populasi yang ada dan tidak terlalu besar, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan total sampling atau menggunakan populasi sebagai sampel sekaligus. Maka jumlah sampelnya adalah 118 siswa-siswi.
3.3 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber data, yaitu: a. Penelitian Lapangan Pengumpulan data yang meliputi kegiatan survei di lokasi penelitian, pengumpuilan data dari responden dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah alat pengumpul data dalam bentuk sejumlah pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis pula oleh responden (Nawawi, 1991:117).
42
Dalam hal ini, kuesioner akan disebar pada siswa-siswi yang duduk di tiga kelas XII IPS SMA Negeri 3 Medan. Di sini, peneliti akan turut mendampingi dalam proses pengisian kuesioner tersebut hingga semua pertanyaan dalam kuesioner dijawab dan tidak ada yang terlewatkan. Pada pelaksanaannya apabila ada pertanyaan yang mungkin kurang dimengerti oleh responden mereka dapat menanyakan langsung kepada peneliti. Kuesioner ini berupa pertanyaan tertulis seputar opini mereka, siswa-siswi SMA Negeri 3 Medan kelas XII IPS yang nantinya akan dikumpulkan hingga didapat data berupa Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK. Kuesioner tersebut juga akan berisi pertanyaan yang sifatnya semi terbuka. b. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literature dan sumber bacaan yang mendukung penelitian. Adapun sumber bacaan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: -
Buku-buku yang berkaitan dengan ilmu komunikasi, Opini Publik, Metode Penelitian dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
-
Artikel dan data dari internet yang membahas seputar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
3.3.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data Dalam proses penelitian ini, ada beberapa tahap pengumpulan data yang peneliti lakukan adalah:
43
3.3.2 Tahap Awal Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti terlebih dahulu datang ke lokasi penelitian yaitu SMA Negeri 3 Medan yang beralamat di Jalan Budi Kemasyarakatan No 3 Medan pada bulan Desember 2008. Peneliti meminta izin terlebih dahulu yang pada saat itu bertemu dengan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum dan langsung menyampaikan keinginan agar kiranya nanti diberikan izin untuk melakukan penelitian. Setelah diberi izin, peneliti terlebih dahulu harus mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian dari fakultas dan menyampaikan terlebih dahulu surat tersebut ke Dinas Pendidikan Kota Medan untuk kemudian disampaikan langsung ke SMA Negeri 3 Medan sebagai lokasi penelitian. Namun, karena bertepatan dengan ujuan semester bagi seluruh siswa-siswi SMA Negeri 3 Medan, maka peneliti baru dapat melaksanakan penelitian pada bulan Januari 2009. Waktu ini disesuaikan dengan dimulainya semester baru pada tahun ajaran 2008/2009 yaitu pada semester genap.
3.3.3 Pengumpulan Data Sesuai dengan rencana peneliti yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni pada bulan Januari 2009, maka peneliti menyebarkan kuesioner sebanyak jumlah siswa-siswi SMA Negeri 3 Medan yang duduk di kelas XII IPS. Kuesioner penelitian berisi pertanyaan yang tentunya harus diisi oleh siswa-siswi tersebut. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam kuesioner berisikan tentang opini mereka terhadap citra KPK (Komisi
44
Pemberantasan Korupsi) dan pendapat mereka tentang kinerja dan prestasi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam memberantas korupsi di Indonesia. Ditambah pula kritik dan saran mereka terhadap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Dalam penyebaran kuesioner tersebut peneliti langsung berada di dalam kelas sewaktu jam pelajaran masih berlanjut, yang terlebih dahulu sudah mendapat izin dari guru pada jam pelajaran tersebut. Hal ini agar siswa-siswi dapat bertanya tentang pertanyaan yang kurang dimengerti langsung kepada peneliti dan tentunya agar dapat juga memastikan tidak ada pertanyaan yang terlewatkan.
3.4 Teknik Analisa Data Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 1995:263). Analisa tabel tunggal merupakan suatu analisa yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa kolom yang merupakan sejumlah frekuensi dan persentasi untuk setiap kategori (Singarimbun, 1995:266).
3.4.1 Proses Pengolahan Data Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, maka dimulailah tahap selanjutnya yaitu pengolahan data. Adapun tahap-tahap pengolahan data yang peneliti lakukan adalah:
45
1. Penomoran kuesioner. Pemberian nomort urut pada kuesioner. 2. Editing. Proses pengeditan jawaban responden untuk memperjelas setiap jawaban yang meragukan dan menghindari terjadinya kesilapan pengisian data dalam kotak kode yang disediakan. 3. Coding. Proses pemindahan jawaban-jawaban dari responden ke dalam kotakkotak yang telah disediakan dalam bentuk angka (skor). 4. Inventarisasi variabel. Data mentah yang diperoleh dimasukkan ke dalam lembar Fortron Cobrol (FC) sehingga memuat seluruh data dalam satu kesatuan. 5. Tabulasi data. Tahap di mana data dari Fortron Cobrol (FC) dimasukkan ke dalam tabel. Tabulasi ini terbagi atas tabulasi tunggal. Selebaran data dalam tabel secara rinci meliputi kategori frekuensi, persentase dan selanjutnya dianalisa.
46
BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab IV berisikan data hasil penelitian dengan angket (kuesioner) yang dilakukan mengenai Opini Siswa Terhadap Citra KPK (Studi Deskriptif Terhadap Siswa SMA Negeri 3 Medan). Berdasarkan data yang ada, maka peneliti memutuskan untuk mengambil populasi sebagai sampel sekaligus. Maka diketahui jumlah sampel sebanyak 118 siswa yang duduk di XII IPS 3 sebagai responden. Data yang terkumpul sebanyak 118 kuesioner yang telah disebar, masih berupa data mentah yang harus diolah dan dianalisa agar dapat diambil keputusan atau kesimpulan. Analisa data dilakukan dengan menggunakan tabel tunggal. Pada bagian ini disajikan hasil penelitian berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan yakni melalui kuesioner. Data penelitian disajikan dalam bentuk tabel tunggal dengan menyajikan distribusi jawaban para responden berdasarkan kuesioner.
4.1 Analisis Tabel Tunggal Analisis tabel tunggal merupakan analisis yang dilakukan dengan membagi-bagi variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi dan persentase. Analisa tabel tunggal dimaksudkan untuk melihat distribusi jawaban responden dari setiap variabel penelitian. Biasanya tabel tunggal hanya memuat 3 kolom yang berisi keterangan, jumlah dan persentase.
47
4.2 Opini Siswa Terhadap Citra KPK Di sini dilakukan pembahasan konsep penelitian mengetahui opini remaja terhadap kualitas KPK, nilai kepercayaan dan goodwill (kemauan baik) dari KPK/Komisi Pemberantasan Korupsi. Tabel 4.1 Pendapat pribadi mengenai keberadaan KPK No
Keberadaan KPK
F
%
1
Penting
114
96.6
2
Kurang Penting
2
1.7
3
Tidak Penting
2
1.7
Total
118
100.0
Sumber: P.1/FC.4
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yaitu siswa-siswi SMA Negeri 3 yang duduk di kelas XII IPS merasa bahwa keberadaan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dirasakan penting. Hal ini dapat dilihat bahwa hampir seluruh responden menyatakan penting yaitu sebanyak 114 siswa atau 96.6 %. Sedangkan yang menyatakan kurang penting hanya 2 siswa atau 1.7 %. Begitu juga yang menyatakan bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tidak penting hanya 2 siswa atau 1.7 %. Dari sebagian besar alasan yang dikemukakan para siswa mengenai pentingnya keberadaan KPK disebutkan bahwa, KPK penting keberadaannya agar
48
dapat memberantas dan menghapuskan korupsi di Indonesia yang dirasakan semakin merajalela. Namun, dari jawaban mereka yang merasa KPK kurang penting atau bahkan tidak penting menyebutkan bahwa KPK ada dan tiada tidak dapat menghapus jejak korupsi di Indonesia. Bahkan, ada yang menyatakan bahwa KPK membuat korupsi semakin menjadi-jadi.
Tabel 4.2 Kecakapan (kemampuan) KPK dalam membongkar tindak korupsi di Indonesia No
Kemampuan KPK dalam Membongkar Tindak Korupsi
F
%
1
Sudah cakap
61
51.7
2
Kurang cakap
54
45.8
3
Tidak cakap
3
2.5
118
100.0
Total Sumber: P.2/FC.5
Mayoritas responden yang menyatakan bahwa KPK sudah memiliki kecakapan atau kemampuan dalam membongkar tindak korupsi di Indonesia sebanyak 61 orang (51.7%). Dari alasan yang mereka kemukakan mengapa KPK sudah cakap dalam mengendus tindak korupsi dikarenakan pada saat ini sudah banyak pejabat yang ditangkap karena tindak korupsi yang sudah dibongkar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Lain halnya dengan yang menyatakan KPK kurang cakap dalam mengendus tindak korupsi yaitu sebanyak 54 orang atau 45.8%. Mereka
49
menyatakan bahwa KPK belum mampu membongkar seluruh tindak korupsi di Indonesia dan menyatakan bahwa KPK agak lamban. Sedangkan yang menyatakan KPK tidak cakap sebanyak 3 orang atau 2.5%. Alasan yang mereka kemukakan karena KPK tidak dapat membongkar kasus besar. Semua kasus yang muncul di permukaan hanyalah kasus-kasus ringan.
Tabel 4.3 Kualitas KPK dalam menjalankan tugas memberantas korupsi di Indonesia No
Kualitas KPK dalam Menjalankan Tugas
F
%
1
Berkualitas
60
50.8
2
Kurang Berkualitas
50
42.4
3
Tidak Berkualitas
8
6.8
118
100.0
Total Sumber: P.3/FC.6
Dalam tabel 4.3 dapat terlihat bahwa sebanyak 60 responden atau 50.8% menyatakan bahwa KPK memang berkualitas dalam menjalankan tugasnya yaitu memberantas korupsi di Indonesia. Alasannya yaitu sebagian besar menyatakan bahwa KPK sudah dapat menangkap banyak koruptor yang terjerat dalam kasus korupsi. Lalu, sebanyak 50 responden (42.4%) menyatakan bahwa KPK kurang berkualitas. Dari alasan yang mereka kemukakan, kebanyakan dari responden menyatakan bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) belum mampu menangkap seluruh kasus korupsi di indonesia. Sedangkan responden yang mengatakan KPK tidak berkualitas sebanyak 8 orang (6.8%). Dari sebagian besar
50
alasan menyebutkan bahwa KPK tidak berkualitas karena masih bersifat tebang pilih dalam membongkar kasus korupsi. Tabel 4.4 Andil KPK dalam mengurangi tindak korupsi di Indonesia No Andil KPK dalam Mengurangi Tindak Korupsi
F
%
1
Punya andil yang besar
76
64.4
2
Punya, namun tidak besar
41
34.8
3
Tidak punya andil apa-apa
1
0.8
118
100.0
Total Sumber: P.4/FC.7
Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebanyak 76 responden atau 64.4% menyatakan bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memiliki andil yang besar dalam mengurangi tindak korupsi di Indonesia. Sebagian besar alasan yang dikemukakan responden bahwa sejak adanya KPK, kasus korupsi semakin banyak yang terungkap. Responden yang menjawab bahwa KPK mempunyai andil, namun tidak besar sekitar 41 orang (34.8%). Alasan responden sebagian besar mengatakan bahwa masih ada kasus yang terungkap namun tidak ditindaklanjuti. Misalnya kasus korupsi yang tiba-tiba hilang begitu saja tanpa ada kabar selanjutnya. Sementara itu, responden yang mengatakan bahwa KPK tidak mempunyai andil apa-apa sebanyak 1 orang (0.8%). Dari alasan yang dikemukakan oleh responden itu, mengapa KPK tidak punya andil apa-apa yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) hanya menangkap pejabat yang korupsi saja. Namun,
51
tidak mengurangi tindak korupsi di Indonesia. Para koruptor melakukan korupsi karena banyaknya kesempatan untuk melakukan hal tersebut.
Tabel 4.5 Strategi KPK apakah sudah tepat dalam memberantas korupsi No
Strategi KPK
F
%
1
Sudah tepat
90
76.3
2
Kurang tepat
23
19.5
3
Tidak tepat
5
4.2
Total
118
100.0
Sumber: P.5/FC.8
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden yang menjawab strategi KPK (Komisi
Pemberantasan
Korupsi)
seperti
penyadapan
telpon/handphone,
mengikuti pelaku, dll. adalah strategi yang tepat dalam memberantas korupsi sebanyak 90 orang (76.3%). Alasan mengapa strategi yang dipakai KPK sudah tepat karena sebagian besar bukti-bukti kasus korupsi didapatkan dari penyadapan telpon atau ponsel dan mengikuti pelaku. Responden yang menjawab mengenai strategi yang dipakai KPK dirasakan kurang tepat sebanyak 23 orang (19.5%). Alasan mereka kebanyakan mengatakan bahwa masih banyak strategi lain yang masih belum digunakan. Sebaiknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memperbaharui strategi agar semakin banyak. Hal ini dapat mengantisipasi pelaku korupsi lainnya yang sudah hapal dengan strategi KPK.
52
Strategi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dirasakan tidak tepat oleh responden ada sebanyak 5 orang atau 4.2%. Alasan mengatakan strategi KPK tidak tepat bahwa KPK hanya menggunakan strategi yang itu-itu saja. Sebaiknya KPK mencari strategi lain yang baru dan setiap saat harusnya memiliki strategi baru. Agar koruptor tidak memiliki kesempatan untuk melakukan lebih bayak tindak korupsi. Tabel 4.6 Strategi penyadapan telpon/ponsel yang kontroversi No
Strategi Penyadapan Telepon
F
%
1
Tidak mengganggu
63
53.4
2
Cukup mengganggu
47
39.8
3
Mengganggu
8
6.8
118
100.0
Total Sumber: P.6/FC.9
Beberapa waktu yang lalu, saat persidangan mengenai kasus yang menyeret Artalyta Suryani terjadi sebuah kejadian yang cukup menghebohkan karena di persidangan tersebut diperdengarkan rekaman percakapan Artalyta dengan Urip Tri Gunawan. Sejak saat itu, strategi KPK yang satu ini atau penyadapan telpon/ponsel mulai menjadi sebuah kontroversi. Banyak yang setuju bayak pula yang kontra. Dari tabel di atas, terlihat bahwa sebanyak 63 responden atau 53.4% menyatakan bahwa strategi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) berupa penyadapan telpon/ponsel tidak mengganggu. Alasan yang mereka utarakan
53
bahwa demi kebenaran untuk melakukan hal tersebut tidaklah mengganggu. Apalagi KPK tidak menyebarluaskan percakapan pribadi yang tidak ada hubungannya dengan tindak korupsi. Responden lain yang menjawab bahwa strategi penyadapan telpon/ponsel cukup mengganggu sebanyak 47 orang (39.8%). Alasan mereka mengatakan bahwa strategi tersebut cukup mengganggu karena telpon/ponsel bersifat pribadi dan rahasia. Namun, bila untuk kebenaran mereka mengatakan hal ini masih boleh dilakukan. Selanjutnya, responden yang menjawab bahwa strategi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) seperti penyadapan telpon/ponsel adalah tindakan yang mengganggu ada sebanyak 8 responden yang menjawab atau 6.8%. Alasan yang diutarakan mereka mengapa strategi KPK seperti penyadapan telepon/ponsel mengganggu karena seseorang berhak memiliki privasi. Dan hal-hal pribadi milik seseorang tidak boleh diganggu. Tabel 4.7 Penyadapan telepon/ponsel sebagai strategi membongkar tindak korupsi No
Penyadapan Telepon Sebagai Strategi yang Efektif
F
%
1
Setuju
84
71.2
2
Kurang setuju
31
26.3
3
Tidak setuju
3
2.5
118
100.0
Total Sumber: P.7/FC.10
Sebagian besar kasus korupsi terbongkar karena adanya penyadapan telepon atau ponsel. Dari tabel 4.7 dapat terlihat jelas bahwa 84 responden
54
(71.2%) merasa bahwa penyadapan telepon atau ponsel merupakan sebuah strategi yang efektif yang dipakai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk membongkar kasus korupsi. Alasan mereka tentang hal ini karena mereka yakin, dengan penyadapan telepon/ponsel dapat memberikan bukti mengenai pejabat yang dicurigai telah melakukan tindak korupsi dan menghindari salah tangkap. Responden yang lainnya merasa kurang setuju bahwa strategi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) seperti penyadapan telepon atau ponsel dalam memberantas korupsi di Indonesia ada sebanyak 31 orang (26.3%). Alasan mereka karena strategi penyadapan telepon/ponsel lambat laun akan mudah diketahui oleh pelaku. Sementara itu, untuk responden yang tidak setuju bahwa strategi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) seperti penyadapan telepon atau ponsel ada sebanyak 3 orang (2.5%). Alasan mereka mengapa strategi penyadapan telepon bukanlah strategi yang efektif karena masih banyak strategi lain yang lebih efektif dan efisien. Tabel 4.8 Predikat KPK dalam memberantas korupsi No
Predikat KPK
F
%
1
Baik
46
39
2
Cukup Baik
65
55.1
3
Tidak Baik
7
5.9
Total
118
100.0
Sumber: P.8/FC.11
55
Dalam tabel di atas, kita dapat melihat mengenai predikat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di mata responden. Untuk responden yang merasa predikat KPK adalah baik selama ini dalam memberantas korupsi ada sebanyak 46 orang (39%). Alasan mereka mengapa predikat KPK baik karena banyaknya pejabat yang tertangkap karena tindak korupsi dan baiknya kinerja KPK selama ini. Responden yang merasa predikat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) cukup baik di mata mereka ada sebanyak 65 responden (55.1%). Responden memberi alasan karena selama ini KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sudah cukup baik, namun harus lebih banyak lagi perbaikan dan pembenahan dalam tubuh KPK. Responden lainnya yang merasa predikat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tidak baik di mata mereka ada sebanyak 7 orang (5.9%). Alasan kebanyakan responden mengenai hal ini, karena KPK sering melakukan semacam tebang pilih dalam memberantas korupsi.
Tabel 4.9 Keyakinan bahwa KPK dapat memberantas korupsi No
KPK dapat Memberantas Korupsi
F
%
1
Yakin
74
62.7
2
Kurang Yakin
36
30.5
3
Tidak Yakin
8
6.8
118
100.0
Total Sumber: P.9/FC.12
56
Pada tabel 4.9 terdapat jawaban pertanyaan mengenai keyakinan responden kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Responden yang yakin pada KPK ada sebanyak 74 orang (62.7%). Alasan yang diberikan responden, sebagian besar menjawab yakin karena sedikit demi sedikit banyak pejabat yang sudah ditangkap dan diperiksa oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Selain responden yang yakin, ada pula responden yang kurang yakin pada KPK. Mereka ada sebanyak 36 orang (30.5%). Responden yang kurang yakin pada KPK bahwa KPK dapat memberantas korupsi di Indonesia, sebagian besar memberikan alasan karena tidak semua pejabat yang korupsi dapat ditangkap oleh KPK. Mereka meyakini bahwa pejabat yang tertangkap hanyalah pejabat biasa. Bukanlah pejabat yang melakukan korupsi triliyunan rupiah. Selain itu, responden yang tidak yakin bahwa KPK dapat memberantas korupsi di Indonesia ada sebanyak 8 orang (6.8%). Responden yang tidak yakin kebanyakan memberi alasan mengapa mereka tidak yakin terhadap KPK karena KPK tidak dapat bertindak lebih jauh dengan menangkap pejabat yang merupakan pelaku terbesar korupsi di negeri ini. Tabel 4.10 Kemampuan KPK menghilangkan seluruh tindak korupsi di Indonesia No
Kemampuan KPK Menghilangkan Tindak Korupsi
F
%
1
Mampu
40
33.9
2
Kurang mampu
66
55.9
3
Tidak mampu
12
10.2
118
100.0
Total Sumber: P.10/FC.13
57
Pada tabel 4.10, kita dapat melihat responden yang merasa KPK mampu menghilangkan seluruh tindak korupsi di Indonesia mulai yang kecil hingga yang besar
sebanyak
40
responden
(33.9%).
Mereka
yakin
KPK
mampu
menghilangkan tindak korupsi di Indonesia karena selama ini KPK sudah menunjukkan sedikit demi sedikit kemajuan dalam memberantas korupsi. Responden yang merasa bahwa KPK kurang mampu memberantas seluruh tindak korupsi di Indonesia ada sebanyak 66 orang (55.9%). Mereka merasa KPK kurang mampu memberantas korupsi di Indonesia karena KPK hanya memberantas korupsi kecil saja. Sedangkan responden yang merasa KPK tidak mampu memberantas seluruh tindak korupsi mulai yang kecil hingga yang besar di Indonesia, ada sebanyak 12 orang (10.2%). Alasan yang mereka kemukakan, mengapa KPK tidak mampu memberantas korupsi di Indonesia karena KPK dalah lembaga yang berada di bawah kepemimpinan presiden. Bukan lembaga yang berdiri mandiri. Hal ini dapat menimbulkan sebuah rasa enggan dan segan untuk melakukan pemeriksaan terhadap kepala negara. Tabel 4.11 KPK melakukan tebang pilih dalam membongkar kasus korupsi No
KPK Melakukan Tebang Pilih
F
%
1
Tidak Setuju
31
26.3
2
Kurang Setuju
29
24.6
3
Setuju
58
49.1
118
100.0
Total Sumber: P.11/F.C 14
58
Pada saat ini, kasus yang dibongkar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) hanya pada sampai level milyaran rupiah. Kasus besar seperti BLBI saja, tidak kelar sampai sekarang. Dapat dikatakan bahwa kasus korupsi triliyunan rupiah tidak pernah tersentuh. Pada tabel 4.11 dapat kita lihat bahwa responden yang tidak setuju dengan opini bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melakukan tebang pilih ada sebanyak 31 orang (26.3%). Alasan mereka tidak setuju dengan opini tersebut karena mereka menganggap kasus BLBI adalah kasus yang besar. Jadi, menurut mereka KPK tidak mungkin melakukan tebang pilih. Namun, responden lainnya yang merasa kurang setuju dengan opini yang menyatakan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melakukan tebang pilih ada sebanyak 29 orang (24.6%). Mereka kurang setuju dengan opini tersebut karena menurut mereka KPK sudah berusaha dengan baik mencoba membongkar kasuskasus besar seperti penyalahgunaan fungsi hutan, dan lainnya. Selebihnya, yaitu sebanyak 58 responden atau 49.1% responden menyatakan bahwa mereka setuju dengan opini yang menyebutkan bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melakukan tebang pilih dalam membongkar kasus korupsi. Dari alasan mereka menyebutkan bahwa KPK tidak pernah menangkap kasus korupsi yang bernilai triliyunan rupiah.
59
Tabel 4.12 Kepercayaan terhadap KPK No
Kepercayaan Terhadap KPK
F
%
1
Percaya kepada KPK
35
29.7
2
Kurang Percaya
68
57.7
3
Tidak Percaya
15
13.6
118
100.0
Total Sumber: P.12/FC.15
Dalam tabel 4.12 kita dapat melihat bahwa responden yang percaya sepenuhnya terhadap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebanyak 35 orang (29.7%). Mereka percaya terhadap KPK karena selama ini KPK sudah melakukan banyak sekali pembongkaran kasus korupsi. Responden lainnya yang kurang percaya terhadap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ada sebanyak 68 orang atau 57.7%. Responden yang kurang percaya terhadap KPK memberikan alasan bahwa selama ini KPK tidak terlalu terbuka mengenai kasus-kasus yang sedang ditangani. Apalagi beberapa kasus tidak diusut sampai tuntas. Dan mereka memberikan contoh dengan kasus penyaluran dana BI. Selain itu, responden lain yang tidak percaya terhadap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ada sebanyak 15 orang (13.6%) responden. Alasan yang mereka berikan terkait dengan ketidakpercayaan mereka terhadap KPK karena pernah beredar kabar adanya beberapa pejabat yang diperas oleh oknum yang mengaku anggota KPK.
60
Tabel 4.13 Keseriusan KPK dalam menangani dan memberantas korupsi No
Keseriusan KPK dalam Memberantas Korupsi
F
%
1
Serius
37
31.4
2
Cukup Serius
65
55.1
3
Tidak Serius
16
13.5
118
100.0
Total Sumber: P.13/FC.16
Dalam tabel 4.13 kita dapat melihat bagaimana opini responden mengenai keseriusan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam menangani dan memberantas korupsi di Indonesia. Responden yang merasa bahwa KPK memang serius dalam menangani dan memberantas korupsi di Indonesia ada sebanyak 37 orang (31.4%). Alasan yang mereka berikan mengenai jawaban ini karena selama ini KPK sudah menangkap banyak sekali pelaku korupsi. Responden lainnya yang menjawab bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) cukup serius dalam menangani dan memberantas korupsi ada sebanyak 65 responden (55.1%). Alasan mereka karena KPK sudah cukup banyak membongkar kasus korupsi. Responden lainnya yang menjawab KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tidak serius dalam menangani dan memberantas korupsi di Indonesia ada sebanyak 16 orang (13.5%). Alasan mereka mengenai hal ini karena mereka beranggapan bahwa pelaku korupsi yang tertangkap hanya sebagian kecil saja, tidak ada kasus korupsi besar-besaran yang diberantas KPK.
61
Tabel 4.14 Jaringan KPK di dalam dan di luar negeri No
Jaringan KPK
F
%
1
Cukup
20
16.9
2
Masih kurang
84
71.2
3
Tidak cukup
14
11.9
Total
118
100.0
Sumber: P.14/FC.17
Jaringan kerjasama (Network) sangat diperlukan oleh KPK. Karena, untuk memberantas korupsi diperlukan banyak sekali jaringan agar koruptor dengan mudah dapat ditangkap. Dalam tabel 4.14 dapat kita lihat bagaimana pendapat responden mengenai network yang dimiliki oleh KPK. Ada sebanyak 20 responden (16.9%) yang menjawab bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memiliki cukup network. Alaasnnya KPK sudah bekerjasama dengan lembaga lain seperti lembaga independen atau lembaga pemerintahan. Untuk responden lainnya yang menjawab KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) masih kurang memiliki network (jaringan) ada sebanyak 84 responden (71.2%). Alasan mereka mengatakan hal ini karena menurut mereka KPK tidak hanya harus memiliki banyak jaringan di Indonesia saja, tapi di luar negeri juga. Selain itu, responden lain yang menjawab KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tidak memiliki cukup network (jaringan) kerjasama ada sebanyak 14 orang (11.9%). Alasan mereka mengapa merasa KPK tidak cukup network, karena
62
pelaku korupsi ada yang kabur ke luar negeri, namun sampai saat ini tidak tertangkap. Contohnya Adelin Lis.
Tabel 4.15 Tanggung jawab KPK dan Pelaku yang lari No
Tanggung Jawab KPK Pada Pelaku yang Lari
F
%
1
Tanggung jawab KPK sepenuhnya
56
47.4
2
Bukan sepenuhnya tanggung jawab KPK
48
40.7
3
Sama sekali bukan tanggung jawab KPK
14
11.9
118
100.0
Total Sumber: P.15/FC.18
Pada tabel 4.15 kita dapat melihat bagaimana respons dari responden ketika ditanyai bagaimana pendapat mereka mengenai pelaku korupsi yang lari setelah dinyatakan sebagai tersangka atau setelah dijatuhi hukuman. Apakah itu masih menjadi tanggung jawab KPK? Untuk responden yang menjawab kalau itu masih menjadi tanggung jawab KPK sepenuhnya ada 56 responden (47.4%). Alasan mereka, KPK harus memanfaatkan jaringan mereka agar pelaku dapat ditangkap kembali. Responden lain yang menjawab bahwa hal tersebut bukan sepenuhnya tanggung jawab KPK ada sebanyak 48 orang (40.7%). Alasannya menurut mereka, pihak kepolisian juga harus bertanggung jawab selain KPK. Sementara itu, responden yang mengatakan bahwa pelaku yang lari setelah ditetapkan menjadi tersangka atau pada saat dijatuhi hukuman, sama sekali bukan
63
tanggung jawab KPK ada sebanyak 14 orang (11.9%). Mengenai alasannya, menurut mereka KPK hanya bertanggung jawab pada pembongkaran kasus korupsi. Tidak bertanggung jawab pada keamanan dan security pelaku.
Tabel 4.16 Kredibilitas KPK No
Percaya pada Kredibilitas KPK
F
%
1
Percaya
67
56.8
2
Kurang Percaya
44
37.3
3
Tidak Percaya
7
5.9
118
100.0
Total Sumber: P.16/FC.19
Pada pertanyaan no 16, responden ditanyai pendapat mereka, dengan banyaknya kasus korupsi yang sudah dibongkar KPK, apakah itu dapat membuat mereka percaya atau tidak terhadap kredibilitas KPK. Pada tabel di atas, dapat kita lihat
bahwa responden yang percaya pada
kredibilitas KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) ada sebanyak 67 responden (56.8%). Alasan mereka ketika memberi penjelasan, mereka mengungkapkan hal tersebut karena melihat banyaknya kasus korupsi yang telah dibongkar KPK. Responden lainnya sebanyak 44 responden (37.3%), menyatakan bahwa mereka kurang percaya terhadap kredibilitas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Hal ini karena KPK hanya membongkar kasus yang kecil saja. Kasus yang besar tidak begitu serius dalam penanganannya.
64
Selain itu, sebanyak 7 responden (5.9%) menyatakan bahwa mereka tidak percaya terhadap kredibilitas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) meskipun KPK telah membongkar banyak kasus korupsi. Jawaban yang mereka berikan dikarenakan mereka menganggap KPK tidak punya kredibilitas karena tidak punya keberanian untuk membongkar kasus korupsi bernilai triliyunan rupiah.
Tabel 4.17 Sikap KPK dalam membela hak-hak rakyat No
Sikap KPK
F
%
1
Membela Rakyat
68
57.6
2
Kurang Berpihak
44
37.3
3
Tidak Berpihak
6
5.1
118
100.0
Total
Sumber: P.17/FC.20
Dengan
membongkar
kasus
korupsi,
otomatis
KPK
(Komisi
Pemberantasan Korupsi) secara langsung atau tidak langsung ikut berperan dalam membela hak rakyat. Besar atau kecil kasus korupsi yang berhasil dibongkar oleh KPK berarti turut menyelamatkan uang negara yang tidak lain juga uang rakyat. Pada tabel 4.17 terdapat jawaban responden mengenai pertanyaan apakah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memiliki sikap yang membela hak-hak rakyat. Responden yang menyatakan bahwa KPK membela hak-hak rakyat terdapat 68 responden (57.6%). Ketika ditanya alasan mereka mengenai hal ini, mereka memberi jawaban karena KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) telah
65
berhasil mengembalikan uang rakyat yang telah diambil oleh para koruptor. Berarti KPK berpihak pada rakyat dan negara. Selain responden yang merasa bahwa KPK berpihak pada rakyat, ada pula responden yang merasa bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kurang berpihak sebanyak 44 responden (37.3%). Mengenai alasan mereka tentang pertanyaan ini, mereka mengutarakan bahwa KPK masih setengah-setengah dalam membongkar kasus korupsi yang secara tidak langsung turut menyengsarakan rakyat. Ada pula responden yang merasa bahwa KPK tidak berpihak pada rakyat meskipun KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) telah banyak membongkar kasus korupsi. Ada sebanyak 6 responden (5.1%). Alasan mereka mengenai hal ini, mengapa mereka merasa KPK tidak berpihak kepada rakyat karena KPK hanya berani membongkar kasus korupsi yang kecil. KPK tidak pernah membongkar kasus korupsi kelas kakap. Itu berarti KPK masih berpihak pada pejabat yang korupsi.
Tabel 4.18 Penigkatan kinerja KPK untuk mematahkan stigma negatif No
Peningkatan Kinerja KPK
F
%
1
Mengalami peningkatan kinerja
55
46.6
2
Belum ada peningkatan
59
50
3
Kinerja KPK makin buruk
4
3.4
118
100.0
Total Sumber: P.18/FC.21
66
Dengan
adanya
opini
yang
menyatakan
bahwa
KPK
(Komisi
Pemberantasan Korupsi) melakukan tebang pilih, seharusnya KPK menunjukkan peningkatan kinerja untuk mematahkan stigma negatif tersebut. Namun, menurut responden apakah KPK telah melakukan hal tersebut? Dalam tabel 4.18 dapat kita ketahui bagaimana opini responden mengenai peningkatan kinerja KPK setelah adanya stigma negatif tersebut. Responden yang menyatakan bahwa KPK telah mengalami peningkatan kinerja setelah adanya stigma negatif tersebut ada sebanyak 55 orang (46.6%). Mereka mengatakan karena kasus yang dibongkar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) setelah adanya stigma negatif tersebut semakin banyak. Sehingga dapat dikatakan bahwa KPK telah mengalami peningkatan kinerja. Responden lainnya yang mengatakan bahwa KPK belum ada peningkatan kinerja meskipun telah beredar opini negatif tersebut ada sebanyak 59 responden (50%). Mereka mengatakan bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) belum ada peningkatan karena selama ini kasus yang dibongkar KPK masih tergolong kasus yang kecil dan biasa. Bukanlah kasus yang besar. Responden lainnya, yang menyatakan bahwa KPK tidak memiliki peningkatan bahkan kinerja KPK semakin buruk ada sebanyak 4 responden (3.4%). Mereka mengatakan kinerja KPK semakin buruk dengan alasan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) berlarut-larut pada penyelesaian suatu kasus yang akhirnya kasus tersebut tidak selesai-selesai.
67
Tabel 4.19 Strategi Pencegahan Korupsi dengan Seminar No
Strategi Pencegahan Korupsi
F
%
1
Efektif
58
49.2
2
Kurang efektif
42
35.6
3
Tidak efektif
18
15.2
118
100.0
Total Sumber: P.19/FC.22
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
memiliki sebuah strategi
pencegahan korupsi yang salah satunya melakukan seminar ke masyarakat atau pelajar mengenai korupsi, bahaya korupsi dan pencegahan serta melaporkan kasus korupsi. Pada tabel 4.19 kita dapat melihat bagaiman opini responden mengenai seminar sebagai strategi pencegahan korupsi yang diadakan oleh KPK. Responden yang beropini bahwa seminar sebagai strategi pencegahan korupsi yang diadakan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah strategi yang efektif ada sebanyak 58 responden (49.2%). Alasan mereka mengenai hal ini, karena masyarakat juga harus diberi pengetahuan yang banyak tentang korupsi. Hal ini juga bisa menghindari korupsi sedari dini oleh pelajar. Responden yang menjawab bahwa seminar yang dilakukan oleh KPK sebagai upaya strategi pencegahan korupsi adalah kurang efektif sebanyak 42 orang (35.6%). Hal ini dikarenakan, menurut mereka masih banyak strategi lain yang lebih tepat dalam pencegahan korupsi. Belum tentu dengan seminar, masyarakat dapat meluangkan waktunya.
68
Kemudian, responden yang merasa bahwa strategi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan mengadakan seminar sebagai upaya untuk pencegahan korupsi tidak efektif ada sebanyak 18 orang (15.2%). Dari sebagian besar alasan yang mereka sebutkan, hal ini dikarenakan tidak semua masyarakat dapat diajak. Misalnya adanya keterbatasan waktu atau keinginan mereka untuk mengikuti seminar semacam itu.
Tabel 4.20 Kesempatan Masyarakat daerah seperti Medan No
Kesempatan Masyarakat Daerah dan Pusat dalam Seminar KPK
F
%
1
Memiliki kesempatan yang sama
47
39.9
2
Kurang kesempatan
45
38.1
3
Tidak memiliki kesempatan yang sama
26
22
118
100.0
Total Sumber: P.20/FC.23
Pada pertanyaan 20, ditanyakan bagaimana opini responden mengenai semiar yang diadakan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), apakah masyarakat di daerah seperti kota Medan, mendapatkan kesempatan yang sama dengan masyarakat di Jakarta untuk menghadiri seminar tersebut. Responden yang menyatakan bahwa masyarakat Medan memiliki kesempatan yang sama dengan masyarakat Jakarta sebanyak 47 responden (39.9%). Alasannya karena, semua masyarakat dapat ikut berperan melawan korupsi.
69
Responden yang menjawab bahwa masyarakat kota Medan kurang kesempatan
untuk
menghadiri
seminar
yang
diadakan
KPK
(Komisi
Pemberantasan Korupsi) seperti masyarakat Jakarta ada sebanyak 45 responden (38.1%). Alasan mereka mengenai hal ini karena di kota Medan seminar ini tidak pernah diadakan. Responden lainnya yang merasa masyarakat Medan tidak memiliki kesempatan yang sama untuk hadir pada seminar yang diadakan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ada sebanyak 26 orang responden (22%). Mereka memberikan alasan mengenai hal ini karena biaya yang akan dikeluarkan KPK untuk mengadakan seminar di daerah pasti lebih besar. Sehingga kesempatan masyarakat Medan pastilah tidak sama dengan masyarakat di Jakarta.
4.3 Pembahasan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) merupakan sebuah lembaga yang dinantikan oleh masyarakat. Bukan saja dinantikan, namun masyarakat menggantungkan harapan yang besar pada lembaga ini untuk menjadikan negara tercinta bebas dari korupsi yang dapat membahayakan rakyat dan negara. Dengan adanya harapan yang besar digantungkan pada KPK, maka KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga harus memiliki semangat yang besar pula untuk memberantas korupsi di negeri ini. Bila ternyata, KPK tidak memiliki kredibilitas, kualitas dan semangat yang berbeda dengan yang dibayangkan oleh rakyat, maka KPK akan memiliki image atau citra yang jelek di mata rakyat. Di tahun 2008, kita sering mendengar prestasi yang diraih KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam menangkap atau membongkar kasus korupsi.
70
Kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota dewan satu persatu mulai terungkap. Namun, dengan banyaknya kasus korupsi yang dibongkar oleh KPK, apakah image yang diberi oleh rakyat (masyarakat) terhadap KPK semakin baik? Untuk itulah peneliti merasa tertarik untuk mengetahui citra KPK di mata siswa yang termasuk bagian dari rakyat. Menurut riset yang telah dilakukan, siswa SMA sebagai responden dari penelitian ini mengatakan bahwa keberadaan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sangat penting ada sebanyak 116 responden atau 96.6% yang berpendapat demikian. Sisanya, hanya 2 responden atau 1.7% yang menyatakan keberadaan KPK kurang penting, dan 2 responden (1.7%) lainnya menyatakan keberadaan KPK tidak penting. Disadari atau tidak, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memang dibutuhkan oleh negeri ini. Meskipun banyak yang menganggap bahwa kualitas KPK harus lebih dioptimalkan. Dengan adanya KPK, diharapkan sedikit demi sedikit korupsi akan bisa dihilangkan dari negeri ini. Terkadang, dengan munculnya kasus baru atau terbongkarnya sebuah kasus korupsi masyarakat sering mengatakan bahwa semakin adanya KPK, maka semakin luasnya korupsi di Indonesia. Padahal, semakin ditemukannya kasus korupsi, berarti KPK sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Menurut data di atas, berarti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mampu membangun image (citra) sebagai lembaga yang dipercaya masyarakat sebagai publiknya untuk tetap merasa bahwa kebaradaan KPK memang penting. Dengan adanya citra seperti ini, diharapkan KPK benar-benar menjadi lembaga
71
yang membuktikan keseriusannya dan benar-benar seperti apa yang telah dinilai masyarakat padanya. Mengenai kecakapan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam mengendus korupsi sebanyak 51.7% atau 61 responden yang menyatakan KPK sudah memiliki kecakapan. Sisanya, 54 responden (45.8%) menyatakan bahwa KPK kurang cakap. Selain itu, 3 responden (2.5%) menyatakan bahwa KPK tidak cakap. Ini membuktikan bahwa siswa beropini bahwa KPK memang sudah memiliki kecakapan. Dari data di atas, dapat dijelaskan melalui teori komunikasi yaitu dari Uses and Gratification theory yang membuktikan bahwa siswa SMA 3 sebagai responden telah memilih media yang memberikan mereka berita mengenai KPK yang telah membongkar sedemikian banyak kasus korupsi yang dapat membuktikan bahwa KPK memang memiliki kecakapan. Selain kecakapan, KPK harus pula memiliki kualitas. Sebanyak 60 responden (50.8%) menyatakan bahwa KPK berkualitas. Sisanya 50 responden (42.4%) menyatakan KPK kurang cakap dan hanya 8 responden yang menyatakan KPK tidak cakap. Menurut data tersebut, berarti di mata siswa SMA KPK sudah berkualitas. Dalam Uses and Gratification Theory dapat pula kita ketahui bahwa media yang dipilih oleh siswa memberikan informasi bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memiliki kualitas. Kemungkinan besar karena KPK telah menangkap sebagian besar koruptor. Cakap dan berkualitas, tidak ada fungsinya bila tidak memiliki andil dalam mengurangi tindak korupsi di negeri ini. Sebanyak 76 responden (64.4%)
72
menyatakan bahwa KPK memiliki andil yang besar dalam mengurangi tindak korupsi. Sisanya 41 orang responden (34.8%) menyatakan KPK memiliki andil dalam mengurangi tindak korupsi, namun tidak besar dan hanya 1 responden (0.8%) yang menyatakan bahwa KPK tidak memiliki andil apa-apa dalam mengurangi korupsi di Indonesia. Maka, dapat disimpulkan bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memiliki andil yang besar dalam mengurangi korupsi di negeri ini. Opini publik memainkan peranan penting dalam data di atas. Melalui opini yang berkembang bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memiliki andil yang besar dalam mengurangi tindak korupsi di Indonesia. Itu sebabnya, opini tersebut telah berkembang dan diterima di kalangan siswa SMA. KPK memiliki strategi yang bermacam-macam. Ada strategi penyadapan telepon (ponsel), ada strategi dengan mengikuti pelaku dan lainnya. Sebanyak 90 responden (76.3%) menyatakan bahwa strategi yang dipakai KPK selama ini sudah tepat. Sisanya 23 responden (19.5%) menyatakan bahwa strategi KPK kurang tepat dan sebanyak 5 responden (4.2%) menyatakan bahwa strategi KPK tersebut tidak tepat. Dapat disimpulkan bahwa strategi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memang sudah tepat. Dalam data di atas, terlihat bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) telah memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat mengenai strategi yang mereka jalankan sehingga opini masyarakat atau opini publik terhadap strategi mereka sudah tepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa KPK mampu membangun citranya di depan publiknya.
73
Strategi penyadapan telepon (ponsel) pernah menjadi pro kontra. Namun, sebanyak 63 orang (53.4%) menyatakan bahwa strategi tersebut sama sekali tidak mengganggu. Sisanya, sebanyak 47 responden (39.8%) menyatakan bahwa strategi tersebut cukuo mengganggu dan sebanyak 8 responden (6.8%) menyatakan bahwa strategi penyadapan telepon (ponsel) mengganggu. Dapat dikatakan bahwa siswa SMA beropini bahwa strategi penyadapan telepon (ponsel) tidak mengganggu. Sama halnya dengan strategi di atas, bahwa KPK sudah mampu untuk meyakinkan masyarakat sebagai publiknya, sehingga masyarakat percaya kepada KPK bahwa strategi penyadapan telepon tidak mengganggu. Lagi, opini publik berperan dalam hal ini. Ketika ditanyai apakah mereka setuju atau tidak dengan strategi tersebut, sebanyak 84 responden (71.2%) menyatakan bahwa mereka setuju dengan strategi penyadapan telepon (ponsel). Sisanya, 31 responden (26.3%) menyatakan bahwa mereka kurang setuju dan yang tidak setuju hanya 3 responden (2.5%). Dapat disimpulkan bahwa siswa SMA setuju dengan strategi penyadapan telepon (ponsel). Kembali lagi, opini publik memberikan peranan dalam data di atas. Dapat dikatakan bahwa KPK sudah dapat memberikan pengertian dan KPK memiliki kemampuan untuk meyakinkan publiknya bahwa strategi penyadapan telepon adalah strategi yang baik. Predikat KPK di mata siswa SMA cukup baik karena sebanyak 65 responden (55.1%) yang menyatakan demikian. Sisanya, 46 responden (39%) menyatakan KPK memiliki predikat yang baik dan 7 responden (5.9%)
74
menyatakan predikat KPK tidak baik. Namun, dapat disimpulkan bahwa predikat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sudah memiliki predikat yang baik di mata siswa SMA. Berbicara mengenai predikat, ini berbicara mengenai keseluruhan kerja KPK. Setiap gerak-gerik KPK pastinya diberitakan di media. Setiap khalayak pun memantau media dan memilih media mana yang tepat untuk mereka. Dapat dikatakan bahwa Uses and Gratification Theory memberikan mereka berita dan kesimpulan bahwa KPK memang memiliki predikat yang baik di mata khalayaknya. Opini siswa SMA mengenai yakin terhadap KPK dapat memberantas korupsi di Indonesia, dapat disimpulkan bahaw mereka yakin terhadap KPK. Sebanyak 74 responden (62.7%) menyatakan bahwa mereka yakin KPK dapat memberantas korupsi di Indonesia. Sisanya sebanyak 36 responden (30.5%) menyatakan bahwa mereka kurang yakin dan hanya sebanyak 8 responden (6.8%) yang menyatakan bahwa mereka tidak yakin KPK dapat memberantas korupsi di Indonesia. Namun, tetap saja dapat disimpulkan bahwa siswa SMA yakin bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dapat memberantas korupsi di Indonesia. Sama halnya dengan kredibilitas di atas, siswa SMA yakin pada media yang mereka baca, bahwa kebanyakan media memberikan ’opini’ berupa keyakinan terhadap kemampuan KPK memberantas korupsi di Indonesia. Jadi, teori tersebut berpengaruh pada pengetahuan khalayak (siswa SMA) terhadap citra KPK. Meskipun mereka yakin bahwa KPK dapat memberantas korupsi, namun siswa SMA beropini bahwa KPK kurang mampu menghilangkan seluruh tindak
75
korupsi di Indonesia mulai yang kecil hingga yang besar. Karena, hanya sebanyak 40 responden (33.9%) saja yang menyatakan bahwa KPK mampu memberantas seluruh tindak korupsi. Namun, sayangnya ada sebanyak 66 responden (55.9%) yang menyatakan bahwa KPK kurang mampu untuk memberantas seluruh tindak korupsi dan sebanyak 12 responden (10.2%) menyatakan bahwa KPK tidak mampu menghilangkan seluruh tindak korupsi di Indonesia. Dengan opini yang berkembang, yakni siswa SMA berpendapat bahwa KPK kurang mampu memberantas korupsi, dapat dikatakan hal ini timbul karena adanya opini yang berkembang di luar sana tentang KPK. Mungkin, hal ini terjadi karena kekecewaan terhadap kasus yang terbongkar hanyalah kasus kecil. Sempat beredar kabar bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melakukan tebang pilih dalam membongkar kasus korupsi. Hal ini dikarenakan kasus yang terungkap selama ini hanyalah kasus kecil dan biasa. Berlaku pula pada siswa SMA yang merasa bahwa KPK memang melakukan tebang pilih. Ini terlihat jelas bahwa ada sebanyak 58 responden (49.1%) yang mengatakan hal demikian. Sisanya, hanya sebanyak 31 responden (26.3%) yang tidak setuju dan sebanyak 29 responden (24.6%) yang kurang setuju dengan kabar itu. Dan dapat disimpulkan bahwa siswa SMA memang menganggap bahwa KPK melakukan tebang pilih. Di sini berlaku teori opini publik (public opinion) yang berhasil meyakinkan khalayak bahwa KPK memang melakukan tebang pilih. Akibatnya, citra KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terganggu. Opini publik yang negatif memang dengan sangat cepat dapat mempengaruhi khalayak.
76
Kepercayaan terhadap KPK pun menjadi menurun karena sebanyak 68 responden (57.7%) yang kurang percaya terhadap KPK. Sisanya hanya sebanyak 35 responden (31.4%) yang percaya terhadap KPK dan sebanyak 15 responden (13.5%) yang tidak percaya terhadap KPK. Dapat pula disimpulkan bahwa siswa SMA kurang percaya terhadap KPK. Setelah adanya opini yang berkembang mengenai KPK yang melakukan tebang pilih, tentunya ini akan mempengaruhi kepercayaan publik terhadap KPK. Akibatnya, responden menjadi kurang percaya kepada KPK. Bila KPK tidak segera melakukan perbaikan, ini akan menjadi ketidakpercayaan total dari khalayak. Keseriusan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di mata siswa SMA dapat dikatakan bahwa KPK cukup serius dalam memberantas korupsi. Karena ada sebanyak 65 responden (55.1%) yang menyatakan bahwa KPK cukup serius. Sisanya sebanyak 37 responden (31.4%) menyatakan bahwa KPK serius dan hanya 16 responden (13.5%) yang menyatakan bahwa KPK tidak serius. Mengenai keseriusan KPK, khalayak dipengaruhi oleh teori Uses and Gratification. Media banyak bercerita tentang agenda KPK dan langkah-langkah KPK ke depannya. Tentunya hal ini membuat khalayak menganggap KPK cukup serius dalam memberantas korupsi. Mengenai jaringan (network) yang dimiliki KPK, siswa SMA menganggap bahwa jaringan KPK masih kurang karena ada sebanyak 84 (71.2%) responden yang menyatakan hal demikian. Sisanya ada 20 responden (16.9%) yang menyatakan jaringan KPK sudah cukup dan sebanyak 14 responden (11.9%) menyatakan jaringan KPK masih kurang.
77
Jaringan KPK dianggap masih kurang terkait dengan Uses and Gratification Theory yang media banyak menyoroti tentang kasus-kasus yang mengambang dan hilangnya pelaku korupsi karena lari. Ini dikaitkan dengan kurangnya jaringan yang dimiliki oleh KPK. Kasus korupsi yang telah terbongkar dan pelakunya kemudian lari, menurut siswa SMA itu masih menjadi tanggung jawab KPK karena sebanyak 56 responden (47.4%) yang menyatakan hal tersebut. Sisanya sebanyak 48 responden (40.7%) yang menyatakan itu tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab KPK dan sebanyak 14 responden (11.9%) yang menyatakan itu sama sekali bukan tanggung jawab KPK. Mengenai data di atas, dapat dikatakan bahwa opini publik atau public opinion yang berlaku pada hal di atas. Karena publik atau khalayak menganggap KPK sangat bertanggung jawab mengenai hal tersebut. Mereka menganggap bahwa KPK lah yang harus menyelesaikan seluruh kasus yang telah dibongkarnya. Kredibilitas KPK semakin naik di mata siswa SMA seiring dengan banyaknya kasus korupsi yang terbongkar. Sebanyak 67 responden (56.8%) yang menyatakan bahwa mereka percaya dengan kredibilitas KPK. Sisanya sebanyak 44 responden (37.3%) yang kurang percaya dengan kredibilitas KPK dan yang tidak percaya dengan kredibilitas KPK hanya sebanyak 7 responden (5.9%). Dapat disimpulkan bahwa siswa SMA percaya terhadap kredibilitas KPK. Untuk hal ini berlaku Uses and Gratification Theory karena KPK banyak diberitakan oleh media dengan keberhasilan menangkap dan membongkar kasus
78
korupsi. Dengan banyaknya pemberitaan di media, maka kredibilitas KPK dapat naik di mata khalayak. Dengan membongkar kasus korupsi dan menangkap pelaku korupsi, dapat dikatakan bahwa KPK membela hak rakyat. Maka, sebanyak 68 responden (57.6%) yang menyatakan hal demikian. Sisanya ada sebanyak 44 responden (37.3%) yang menyatakan bahwa KPK kurang berpihak. Hanya sebanyak 6 responden (5.1%) yang menyatakan KPK tidak berpihak kepada rakyat. Peningkatan kinerja perlu dilakukan bila opini yang berkembang bukanlah opini yang baik. Namun, siswa SMA beropini bahwa KPK belum ada peningkatan kinerja. Hal ini terlihat dari sebanyak 59 responden (50%) yang menyatakan hal itu. Sebanyak 55 responden (46.6%) menyatakan bahwa KPK mengalami peningkatan kinerja dan hanya sebanyak 4 responden (3.4%) menyatakan bahwa kinerja KPK semakin buruk. Strategi pencegahan korupsi dengan seminar dinyatakan siswa SMA adalah strategi yang efektif karena sebayak 58 responden (49.2%) menyatakan hal itu. Sebanyak 42 responden (35.6%) menyatakan bahwa strategi pencegahan korupsi dengan seminar yang dilakukan KPK kurang efektif. Hanya 16 responden (15.2%) yang menyatakan bahwa strategi tersebut tidaklah efektif. Mengenai kesempatan untuk mengikuti seminar tersebut, siswa SMA merasa bahwa masyarakat di daerah seperti Medan pun memiliki kesemptan untuk hadir pada seminar tersebut karena ada sebanyak 47 responden (39.9%) yang mengatakan hal demikian. Ada sebanyak 45 responden (38.1%) yang menyatakan masyarakat Medan kurang memiliki kesempatan untuk mengikuti seminar
79
tersebut. Hanya 26 responden (22%) yang merasa masyarakat Medan tidak memiliki kesempatan untuk menghadiri seminar tersebut. Selain itu, secara keseluruhan ketika ditanyai mengenai KPK secara utuh, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 80 responden (67.8%) yang beropini positif tentang KPK. Sisanya hanya sebanyak 38 responden (32.2%) yang beropini negatif terhadap KPK. Kebanyakan dari mereka memberikan saran dan kritik agar KPK terus maju dan tidak takut membongkar kasus korupsi yang besar agar tidak berkembang lagi opini yang menyatakan KPK tebang pilih dalam membongkar kasus korupsi. Citra KPK dapat tumbuh dengan baik (positif) dan buruk (negatif) tergantung dari bagaimana KPK melakukan pekerjaannya dan menjaga pemberitaan yang ada di media serta memperhatikan opini publik apa yang lagi berkembang di masyarakat. Khalayak dapat saja mempercayai seluruh opini negatif yang berkembang bila KPK tidak membuktikan bahwa opini tersebut salah. Yang paling penting adalah tetap fokus untuk memberantas korupsi dan tidak mengecewakan khalayak dengan melakukan tindakan negatif. Karena, citra yang baik tidak dengan mudah dapat dibuat. Citra KPK yang secara keseluruhan di mata siswa masih merupakan citra yang positif harus tetap dijaga agar khalayak tetap mempercayai KPK. Dengan satu saja citra buruk yang tidak segera diperbaiki dapat membuat citra negatif di masyarakat diingat selamanya oleh khalayak.
80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan analisa data dari lapangan yang dilakukan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Keberadaan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dirasakan sangat penting oleh siswa SMA sebagai resopnden penelitian. 2. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memiliki kualitas dan kecakapan dalam memberantas korupsi, namun responden merasa KPK belum serius menjalankan tugas. 3. Responden merasa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) telah memiliki strategi yang baik dan efektif dalam memberantas korupsi. 4. Responden merasa setuju dengan strategi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) seperti penyadapan telepon (ponsel) dan menyatakan bahwa strategi tersebut tidak mengganggu privasi seseorang. 5. Dari penelitian ini, diketahui bahwa responden merasa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melakukan tebang pilih dalam memberantas korupsi. 6. Opini siswa SMA terhadap citra KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) secara keseluruhan baik (positif). 7. Kredibilitas KPK di mata siswa SMA yaitu organisasi dengan kredibilitas yang baik.
81
5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis menyimpulkan saran-saran yang diberikan oleh responden sebagai berikut: 1. Agar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memiliki peningkatan kinerja yang akan menaikkan citra (image positif) di mata masyarakat. 2. Agar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) berani membongkar kasus besar agar tidak melekat image jelek yang menyatakan KPK melakukan tebang pilih. 3. Agar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengadakan lebih banyak lagi kerjasama dan membuat jaringan yang luas di dalam maupun di luar negeri.
82
Daftar Pustaka
Ardianto, Elvinaro. 2004. Public Relations Suatu Pendekatan Praktis. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Cutlip, Scott M dkk. 2006. Effective Public Relations. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Darmawan, Wawan. 2008. Momentum Sejarah untuk Kelas XI IPA. Bandung: PT. Sinergi Printing. Setyawati, Deni. 2008. KPK Pemburu Koruptor. Yogyakarta: Pustaka Timur. Jefkins, Frank dan Daniel Yadin. 2004. Public Relations. Jakarta: Erlangga. Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis, Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Metode Penelitian Komunikas: Dilengkapi Dengan Contoh Analisis Statistik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ruslan, Rosadi. 2003. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Sendjaja, S Djuarsa Dkk. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka. Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Umar, Husein. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. www.wikipedia.org www.kpk.go.id
83
www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi www.kompas.com (25 Agustus 2008) www.newspaper.pikiran-rakyat.com (30 Desember 2008)
84
BIODATA A. DATA PRIBADI Nama Tempat/Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Status Kewarganegaraan Alamat Telepon Hand phone
: : : : : : : : :
Icha Marina Elliza Medan/15 Februari 1987 Perempuan Islam Belum Menikah Indonesia Jalan Suratman Lorong 8 no 14 Medan. 061 6623841 0852 612 480 48
B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN 1. Pendidikan Formal - Sekolah Dasar - Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama - Sekolah Menengah Atas - Departemen Ilmu Komunikasi 2. Pendidikan Non-Formal - Kursus Bahasa Inggris
Swasta Pertiwi Negeri 11 Negeri 3 FISIP USU
Cliford English Course
Medan Medan Medan Medan
Medan
C. PENGALAMAN 1. Pengalaman Organisasi - Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Radio Komunitas USUKOM (107,7 USUKOM FM) - Teater TEMUGA SMA Negeri 3 Medan 2. Pengalaman Pekerjaan - September 2007- Sekarang Penyiar sekaligus Produser salah satu acara di Radio Komunitas USUKOM (107,7 USUKOM FM) - 2006 – 2007 SPG di PT. DKSH Tunggal - 2005 – 2007 SPG di PT. Tiga Raksa Satria - 2005 – 2006 SPG di PT. Kebayoran - Juni 2008 Praktek Kerja Lapangan di PT. INDOSAT TBK.
1