Ophthalmol Ina 2015;41(3):299-304
299
Original Article
TheApplication of Training Module about School Children’s Central Vision Examination for Increasing Elementray School Teacher’s Knowledge and Skill Level to Detect Poor Visual Acuity Wijayaningrum*, Trilaksana Nugraha*, Sri Inakawati*, Hari Peni** * Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine, Diponegoro University Kariadi Hospital, Semarang, Central Java ** Post Graduate Program, Facullty of Public Health, Diponegoro University Semarang, Central Java
ABSTRACT Background: Uncorrected refractive error children can lead amblyopia. To improve detection of refractive error in children, active participation of primary school teachers needed. These teachers need a guidance applied in a training to detect children poor visual aquity by examining central vision. This study objective is to prove the increase of both knowledge and skill level of school teachers in examining central vision to detect children poor visual aquity after the application of training modules. Methods: This is a quasy experimental study combined with indepth interview to take qualitatif data. One group pretest and posttest design of 45 subjects (primary school teachers from Semarang) who received a book dan tutorial compact disc modules applied in a training in April, 2013. Level of knowledge measured using questionnaire and level of skill measured using checklist. Results: Results showed both knowledge and skill level before application of training modules compared to after had signiicant difference (Wilcoxon, p<0.005). Qualitatif data informed a few of teachers didnot applied the skill and knowledge after the training. Conclusion: There were signiicant increase of primary school teachers’ knowledge and skill level in examining central vision to detect children poor visual aquity after the application of training modules. Refreshing training should be scheduled periodically to maintain their knowledge and skill. Keywords: Children visual aquity, teachers detect vision, central vision training modules
Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan pada anak. Di Indonesia kelainan refraksi pada anak sejumlah 6,6 juta anak dengan angka pemakaian kacamata koreksi masih rendah. Pada anak dengan kelainan refraksi dan tidak dikoreksi dapat menyebabkan ambliopia, berakibat tajam penglihatan di bawah normal dan gangguan penglihatan permanen.1-4
Pemeriksaan tajam penglihatan pada anak usia sekolah bertujuan mendeteksi adanya gangguan penglihatan, terutama di negara-negara berkembang dimana kepedulian dan akses terhadap koreksi kelainan refraksi terbatas. Pemeriksaan tajam penglihatan sederhana dapat dilakukan oleh guru yang telah terlatih. Anak sekolah dengan tajam penglihatan tidak normal dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan pemeriksaan lanjutan.5-8
300
Guru penanggungjawab kesehatan sekolah yaitu Guru UKS perlu dibekali pelatihan menggunakan modul deteksi dan prosedur pemeriksaan tajam penglihatan dalam bentuk buku dan CD (compact disc) tutorial untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam melakukan deteksi ini.
Ophthalmol Ina 2015;41(3):299-304
pinhole sederhana terbuat dari karton dilengkapi tabel tajam penglihatan Snellen untuk interpretasi hasil pemeriksaan (Gambar 2).
MATERIAL DAN METODE Studi ini dilakukan sejak Februari 2011 sampai dengan Juni 2013 melalui tahapan pra studi berupa pembuatan modul pelatihan bentuk buku dan CD tutorial. Expert judgement terhadap modul dilakukan oleh 6 orang dosen Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UNDIP dan 2 orang dosen Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang dengan hasil modul layak diterapkan.
Gambar 1. Modul pelatihan pemeriksaan tajam penglihatan anak sekolah berbentuk buku dan CD tutorial
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan daftar tilik. Kuesioner digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan Guru UKS dalam mendeteksi tajam penglihatan anak yang rendah. Daftar tilik digunakan untuk mengukur tingkat ketrampilan guru UKS dalam melakukan pemeriksaan tajam penglihatan sentral anak sekolah. Daftar tilik menjalani uji validasi oleh 3 orang ahli yaitu dosen Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UNDIP dengan hasil layak diterapkan. Kuesioner menjalani uji validitas dan reliabilitas sebanyak 3 tahap dengan perbaikan pada soal-soal yang tidak valid dan reliabel. Hasil akhir didapatkan 14 soal kuesioner valid berdasarkan uji validitas product moment Pearson, dan reliabel berdasarkan uji reliabilitas Cronbach alpha (alpha >0,6). Alat pemeriksaan tajam penglihatan sentral yang digunakan adalah Snellen Chart, ocluder dan
Gambar 2. Alat pemeriksaan tajam penglihatan yang digunakan dalam penelitian: Snellen chart (kiri) dan pinhole occluder (kanan)
Modul bentuk buku dan CD tutorial serta instrumen penelitian telah diujicobakan pada 10 orang guru UKS di wilayah Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Jawa Tengah Desember 2012. Uji coba ini dilaksanakan dengan metode satu grup menjalani pretes, pelatihan dengan modul, setelah itu postes. Hasil uji coba menunjukkan terdapat peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru UKS dalam mendeteksi adanya tajam penglihatan anak sekolah yang rendah dibandingkan sebelum pelatihan dengan modul. Setelah melewati tahap uji coba, pelaksanaan studi eksperimental kuasi dilakukan dengan one group pretest and postest design terdiri dari 45 orang Guru UKS SD/MI di wilayah Kecamatan Ngaliyan dan Mijen Kota Semarang Jawa Tengah pada periode April-Juni 2013. Kriteria inklusi subyek penelitian adalah Guru UKS SD/MI, sebelumnya pernah mendapatkan pelatihan sebagai Guru UKS dan kooperatif. Kriteria eksklusi adalah subyek mengikuti kurang dari 75% dari kegiatan pelatihan, tidak mengikuti salah satu dari tes. Saat pelaksanaan penelitian subyek mengikuti pretes, pelatihan dengan modul selama 6 jam dengan tehnik ceramah, peragaan, pemutaran ilm, diskusi dan latihan keterampilan pemeriksaan tajam penglihatan. Segera setelah pelatihan, subyek menjalani postes 1 dan postes 2 dilakukan setelah 2 bulan pelatihan berakhir. Pengambilan data secara kuantitatif menggunakan kuesioner dan daftar tilik dan pengambilan
Ophthalmol Ina 2015;41(3):299-304
301
data kualitatif menggunakan indepth interview untuk memperkuat hasil data kuantitatif. Data kuantitatif diolah dengan analisis deskriptif dan analisis statistik Wilcoxon tes. Analisis data kualitatif dengan cara reduksi data, display data dan veriikasi data. HASIL Subyek penelitian sejumlah 45 orang mengikuti kegiatan penelitian hingga selesai. Berdasarkan frekuensi karakteristik, subyek penelitian terdiri dari 55,6% laki-laki dan 44,4% wanita. Mayoritas subyek berusia 41-50 tahun (51,1%), dengan tingka pendidikan terbanyak adalah S1 (68,9%). Masa tugas terlama sebagai guru UKS 21-30 tahun bertugas (37,8%). Sebanyak 53,3% telah menjalani pelatihan UKS sebanyak kurang dari 3 kali selama bertugas. Pelatihan UKS terakhir kali yang diikuti subyek terbanyak dalam rentang waktu ≤5 tahun terakhir ini pada 95,6% subyek. Hasil pengukuran pengetahuan subyek pertujuan membandingkan nilai pre-tes, post-tes 1 dan post-tes 2, seperti yang tertera pada tabel 1 yang merupakan nilai median. Tabel 1. Nilai median pengetahuan Nilai Pengetahuan Pretes Post-tes 1 Post-tes 2
Median 57,1 85,7 78,5 (Mean: 79,92±10,15)
Uji Wilcoxon terhadap perbedaan nilai pengetahuan antara pre-tes dan post-tes 1 serta pre-tes dan post-tes 2 menunjukkan perbedaan yang bermakna p<0,005. Tabel 2. Uji beda Wilcoxon terhadap nilai median pengetahuan pre-test - post-tes 1 dan pre-tes - post-tes 2 Nilai Pengetahuan
Post-tes 1
Post-tes 2
Pre-tes = 57,1
57,1 (p=0,000)
78,5 (p=0,000)
Untuk mengetahui besarnya peningkatan nilai pengetahuan yang bermakna ini dilakukan penghitungan persentase peningkatan nilai median pengetahuan pre-tes terhadap post-tes 1 adalah 50,08 dan pre-tes terhadap post-tes 2 adalah 37,48.
Gambar 3. Box plot persentase peningkatan nilai pengetahuan
Hasil pengukuran keterampilan subyek melakukan pemeriksaan tajam penglihatan sentral ditampilkan pada tabel 3. Tabel 3. Nilai median keterampilan pemeriksaan tajam penglihatan sentral Nilai Pengetahuan Pretes Post-tes 1 Post-tes 2
Median 46,00 93,00 89,50
Perbedaan nilai keterampilan pre-tes terhadap post-tes 1 dan pre-tes terhadap post-tes 2 menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan nilai p<0,005. Tabel 4. Uji Wilcoxon terhadap nilai median keterampilan pretes terhadap post-tes 1 dan pre-tes terhadap post-tes 2 Nilai Pengetahuan Pre-tes = 46,00 (p=0,000)
Post-tes 1
Post-tes 2
93,00
89,50
Persentase peningkatan nilai keterampilan antara pre-tes dengan post-tes 1 dan post-tes 2 digambarkan pada gambar 4. Pada akhir pengambilan data dilakukan pengambilan data umpan balik dengan pengisian kuesioner oleh seluruh subyek penelitian. Wawancara mendalam terhadap 5 subyek penelitian sebagai data kualitatif.
302
Ophthalmol Ina 2015;41(3):299-304
Tabel 5. Umpan balik terhadap buku modul Variabel
Gambar 4. Box plot persentase peningkatan nilai keterampilan.
Dari hasil umpan balik terhadap modul CD tutorial, 77,8% subyek mengatakan pernah mempelajari CD tutorial, sedangkan 7,8% belum pernah menonton dan mempelajari CD tutorial secara mandiri. Tanggapan tentang materi CD tutorial, 86,7% menyatakan materi baik dan 3,3% menyatakan materi cukup baik. Mayoritas subyek (77,8%) berpendapat audio-visual pada CD baik. Data umpan balik tentang pendapat responden terhadap modul buku tergambar pada tabel 5. DISKUSI Proses belajar membutuhkan isik yang prima dimana panca indra masih berfungsi dengan baik dan daya ingat serta daya tangkap sangat mempengaruhi hasil proses belajar. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pekerjaan, lamanya bekerja, pengalaman bekerja, informasi dari orang lain termasuk pelatih dan informasi dari buku serta media massa. Pada penelitian ini mayoritas subyek penelitian laki-laki dengan kebanyakan berusia 41-50 tahun, yaitu masih dalm usia produktif. Sebanyak 68,9% memiliki tingkat pendidikan S1 dan mayoritas mempunyai masa kerja sebagai guru UKS lebih dari 25 tahun, faktor ini memberi kontribusi positif untuk peningkatan pengetahuan guru UKS.
Membaca modul Belum pernah 1x 2x >2x Penampilan buku Sangat menarik Menarik Cukup menarik Membosankan Bahasa buku Sangat komunikatif Komunikatif Kurang komunikatif Tidak komunikatif Materi buku Praktis, mudah dipahami Terlalu teoritis, sulit dipahami Tidak praktis, isi materi terlalu banyak dan luas Tidak praktis, isi materi terlalu singkat dan kurang lengkap
Frekuensi
Prosentase
4 32 9 0
8,9 71,1 20,0 0,0
26 19 0 0
57,8 42,2 0,0 0,0
5 40 0 0
11,1 88,9 0,0 0,0
43 2
95,6 4,4
0
0,0
0
0,0
Hasil nilai keterampilan saat pretes mempunyai median 46, nilai rendah ini disebabkan subyek penelitian sebelum pelatihan memang belum pernah melakukan pemeriksaan tajam penglihatan. Pengetahuan tentang tajam penglihatan saat pretes juga masih minim (median 51,7), kebanyakan subyek mengetahui tentang pemeriksaan tajam penglihatan dari buku/media massa dan pengalaman pribadi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pengetahuan adalah domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, untuk memperoleh keterampilan yang baik perlu pengetahuan, sikap, keyakinan serta latihan yang berulang.12,14 Pada postes 1 baik nilai pengetahuan maupun keterampilan meningkat dan berdasar uji beda peningkatan ini bermakna. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dipengaruhi banyak faktor yaitu tingkat pendidikan, riwayat pekerjaan, pelatihan, sarana informasi, usia, lingkungan belajar, kualitas pelatih, kualitas modul dan tehnik pembelajaran. Tehnik pembelajaran berupa ceramah, diskusi, peragaan, pemutaran ilm, dan praktek dalam kelompok-kelompok kecil sangat membantu dalam proses belajar. Selain hal-hal tersebut dibutuhkan faktor internal dari subyek berupa minat, motivasi
Ophthalmol Ina 2015;41(3):299-304
belajar, kesiapan isik dan kesadaran dan tanggung jawab untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal. Hasil wawancara mendalam pada 2 subyek yang pendapatnya bertolak belakang sesuai petikan wawancara mendalam berikut ini dapat menjelaskan pentingnya faktor internal tersebut. “Saya tidak membaca buku karena saya sibuk dengan ujian praktek olah raga murid kelas enam dan saya ikut membantu persiapan murid menghadapi ujian nasional selama bulan April-Mei juga ujian kenaikan kelas selama bulan Juni, lagi pula nanti saat tahun ajaran baru bulan Juli atau Agustus akan ada pemeriksaan skrining kesehatan murid kelas 1 yang dilakukan petugas Puskesmas. Saya bisa tinggal ikut membantu saja, karena pemeriksaan kesehatan kan lebih tepat dilakukan petugas kesehatan. Saya membaca buku saat pelatihan saja menurut saya bukunya sulit dimengerti lagipula karena saya sudah tua mata cepet capek jadi malas membaca buku yang sulitsulit” (SD Purwoyoso 5). “Saya sudah 2 kali baca buku modul dan mempelajari CD nya juga, saya minta maaf bu dokter karena saya sudah menggunakan buku modul dan CD nya untuk pelatihan dokter kecil di sekolah saya ini tanpa ijin dulu, karena saya akan segera mempraktekkan pemeriksaan tajam penglihatan murid-murid dibantu dokter kecil nanti bila setelah selesai ujian kenaikan kelas atau saat tahun ajaran baru, kalau perlu bu dokter ikut datang membantu dan membimbing kegiatan kami secara langsung. Kemarin pelatihannya waktunya kurang lama, sebenarnya saya masih ingin belajar lagi karena ada praktek pemeriksaan tajam penglihatan yang menarik, saya jadi semangat ingin praktek di sekolah” (SD Tambakaji 4). Faktor eksternal juga dapat menjadi penyebab hambatan dalam proses belajar salah satunya adalah modul yang dianggap tidak komunikatif, sesuai data pada tabel 5, terdapat 2 orang responden (4,4%) yang menyatakan modul terlalu teoritis dan sulit dipahami, hal ini merupakan temuan penting yang untuk penulis memperbaiki modul.
303
Modul yang komunikatif mempunyai kalimat pendek kurang dari 20 kata, setiap kalimat mengandung 1 ide, kalimat pasif lebih mudah dimengerti. Visualisasi grais berupa tulisan, gambar, diagram atau skema yang jelas dan dapat dibaca dengan baik juga sangatlah penting. Dua bulan setelah pelatihan, nilai median pengetahuan dan keterampilan masih cukup tinggi 78,65 untuk pengetahuan dan 89,5 untuk keterampilan, tetapi bila dibandingkan dengan hasil postes 1 terjadi penurunan. Hal ini disebabkan selama periode waktu 2 bulan tersebut pembelajaran ulang secara mandiri oleh belum cukup dilakukan. Sesuai tabel 5, 71,1% subyek penelitian hanya membaca buku modul selama 1 kali 77,8% mempelajari CD tutorial sebanyak 1 kali setelah pelatihan usai. Penurunan nilai postes 2 keterampilan tidak terlalu mencolok, hal ini berkaitan dengan teori bahwa tehnik pembelajaran aktif peserta berpartisipasi dalam latihan dan praktek akan menimbulkan efek belajar yang dalam sehingga lebih mudah diingat dibandingkan tehnik belajar pasif hanya mendengarkan ceramah pada umumnya pemahaman dangkal dan mudah dilupakan. Menurut David Kolb, pengetahuan yang telah dimiliki seseorang dapat mengalami kemunduran dan terlupakan karena hasil dari proses belajar adalah sangat dipengaruhi oleh waktu saat pemaparan. Menurut Departemen Kesehatan, graik retensi pengetahuan sejak pemaparan hingga 31 hari setelah pemaparan pengetahuan dapat menurun menjadi 40% dibandingkan pengetahuan awal. KESIMPULAN Didapatkan peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru UKS SD/MI yang bermakna dalam mendeteksi tajam penglihatan sentral anak sekolah setelah penerapan modul pelatihan. Diperlukan pelatihan penyegaran secara periodik untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan pemeriksaan tajam penglihatan sentral yang telah dicapai guru UKS.
304
Ophthalmol Ina 2015;41(3):299-304
REFERENSI 1.
2.
3.
4.
American Optometric Association. Care of the Patient with Visual Impairement. 2007. Available from URL: http:// www.aoa.org/documents/CPG-14.pdf World Health Organization. WHO/PBL Examination Record for Children with Blindness and Low Vision. 2020 Available from URL: www.who.int/ncd/vision2020_ actionplan/CodingInstructions2.pdf Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB eds. International Ophthalmology, section 1, 2005-2006. San Fransisco: The Foundation of American Academy of Ophthalmology; 2005: 77-118. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar Propinsi Jawa Tengah 2007. Available from URL http// www.depkes.go.id
5.
6.
7.
8.
Goh P, Abqariyah Y, Pokharel G. Refractive Errorand Visual Impairement in School-age Children in Gombak District, Malaysia. Ophthalmology 2005;112:678-685 Syarif Y. Pelatihan Penggunaan kartu Snellen untuk Guru-Guru Sekecamatan Kuranji. epository.unand.ac.id/ Pelatihan_Penggunaan_Kartu_Snellen_Untuk_GuruGuru_Sekolah_Dasar_Se_Kecamatan_Kuranji.pdf Sethi S,Sethi JM. Pattern of common eye disease in children attending outpatient Eye Departement, Khyber Teaching Hospital, Peshawar. Journal Medical Sciece July 2008;16:98-101A Health and Family Welfare Departement of Government of Meghalaya. Role of teachers in preventing blindness. 2008. Available from URL: http://shillong.meg.nic.in/ depts/health/faqs/prevention.