EVALUASI JUMLAH TOTAL BAKTERI DAN KOLIFORM PADA KARKAS AYAM YANG DISUNTIK DENGAN AIR SERTA PENGARUHNYA TERHADAP WAKTU AWAL KEBUSUKAN (Studi Kasus Di Pasar Kabupaten Tasikmalaya) EVALUATION OF TOTAL BACTERIA AND COLIFORM COUNT ON WATER INJECTED BROILER CARCASS AND THE EFFECT ON EARLY DETECTION OF SPOILAGE TIME (CASE STUDY IN TASIKMALAYA MARKET) Oleh : Wowon Juanda, Eulis Tanti Marlina, Yuli Astuti Hidayati
ABSTRAK Penelitian ditujukan untuk mengetahui jumlah total bakteri dan koliform pada ayam yang disuntik dengan air serta pengaruhnya terhadap waktu awal kebusukan. Penelitian dilakukan di tiga pasar di Kabupaten Tasikmalaya yaitu Pasar Rajapolah, Singaparna, dan Ciawi. Penelitian dilakukan melalui uji organoleptik secara visual dan perabaan serta uji jumlah total bakteri, jumlah bakteri koliform, dan pengujian waktu awal kebusukan terhadap karkas ayam yang disuntik dengan air dan sebagai pembanding dilakukan pengujian terhadap karkas ayam yang tidak disuntik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode purposive sampling. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian secara organoleptik menunjukkan karkas ayam lebih menggembung atau bengkak (visual) dan basah/berair bila daging ditekan (perabaan). Jumlah total bakteri dan koliform pada karkas ayam yang disuntik menunjukkan jumlah yang tinggi, yakni berkisar antara 33,6x107-49,7x107 cfu/g untuk jumlah total bakteri dan 11,5-13,7 MPN/g untuk jumlah bakteri koliform, melebihi jumlah maksimal cemaran mikroba SNI tahun 2000 yakni 104 cfu/g untuk jumlah total bakteri dan 10x0,1 MPN/g.untuk bakteri koliform. Kata kunci : Karkas ayam, suntik air, total bakteri, bakteri koliform, awal kebusukan.
ABSTRACT This study was conducted to know total bacteria and coliform count on water injected broiler carcass and the effect on early detection of spoilage time. Sample for this study taken from three markets in Tasikmalaya, they are Rajapolah, Singaparna and Ciawi market. This study using direct contact and visual by organoleptic test, total plate count, coliform bacteria analyses and early detection of spoilage time in water injected broiler carcass compare with regular broiler carcass. This research is a case sudy with purposive sampling and the datas gained were discussed descriptively. The result organoleptic test showed that injected broiler carcass more watery. Total bacteria and coliform count on injected broiler carcass showed higher is 33.6x107-49.7x107 cfu/g for total bacteria and 11.5-13.7 MPN/g for coliform, over the
requirements standard of Maximum Microbe Limit SNI 2000, they are total bacteria 104 cfu/g and coliform 10x0.1 MPN/g. Key word : Broiler carcass, water injected, total bacteria, coliform, early detection of spoilage time.
PENDAHULUAN Bahan pangan pada dasarnya mudah mengalami kerusakan, terutama disebabkan kontaminasi mikroba. Mikroba dapat mengkontaminasi bahan pangan pada saat penanganan. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada permukaan atau di dalam daging yaitu, faktor dalam (intrinsik) seperti nilai nutrisi dalam daging, kadar air, pH, dan adanya substansi penghalang dan penghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan faktor luar (ekstrinsik) yang terdiri atas faktor lingkungan, temperatur, kelembaban, ada tidaknya oksigen, dan bentuk atau kondisi daging (Soeparno, 1994). Mikroba yang sering menkontaminasi daging ayam sehingga menimbulkan kerusakan adalah bakteri. Bakteri yang merusak daging ayam dapat berasal dari infeksi saat ternak hidup dan kontaminasi daging postmortem (setelah pemotongan). Pemotongan ayam harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang tertuang dalam SNI 01-6160-1999 tentang Rumah Pemotongan Unggas (RPU). Pada kenyataannya, daging ayam yang dijual di pasarpasar tradisional dipotong di tempat yang tidak memenuhi persyaratan higienis seperti yang ditetapkan oleh pemerintah. Kontrol yang kurang dari pihak yang berwenang menyebabkan terjadinya penyimpangan dalam menangani daging ayam yang akan dijual. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat berupa ayam tiren, yaitu ayam mati yang diperjualbelikan, pencucian karkas ayam dengan formalin, atau merendam/menyuntik karkas ayam yang akan dijual agar diperoleh penambahan berat karkas. Berdasarkan pengamatan di lapangan, penyuntikan daging ayam dilakukan setelah ayam bersih. Penyuntikkan dilakukan di kedua paha bawah dan kedua sayap. Peralatan suntik berupa selang yang ujungnya dipasang pipa besi kecil yang ujungnya runcing. Selang itu kemudian dihubungkan dengan keran air. Segala sesuatu yang kontak dengan daging secara langsung atau tidak langsung dapat merupakan sumber kontaminasi mikroba (Soeparno, 1994). Air yang digunakan sebagai perendam karkas ayam merupakan salah satu sumber kontaminasi bakteri pada daging ayam. Air merupakan pembawa penyakit yang lebih banyak dibandingkan dengan makanan. Bakteri Escherichia coli dan kelompok koliform paling umum digunakan sebagai petunjuk adanya polusi secara keseluruhan (Jenie, 1988). Semua anggota kelompok koliform mungkin berasal dari kotoran manusia. Organisme dari kelompok koliform secara keseluruhan adalah tidak umum terdapat di dalam air dan ditemukannya di dalam air sedikitnya dapat dianggap sebagai petunjuk adanya polusi dalam arti luas (Buckle dkk, 1987). Adanya bakteri koliform dalam makanan atau minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Fardiaz, 1989). Bakteri koliform bersifat aerob dan fakultatif anaerob, gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang dan mampu memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas pada suhu 32oC atau 35oC selama 48 jam (Marshall, 1992). Sumber koliform berasal dari saluran pencernaan hewan. Air yang terkontaminasi kotoran ternak dapat mengandung koliform yang dapat bermigrasi pada karkas.
Tingkat kontaminasi pada permukaan karkas lebih tinggi darpada kontaminasi dalam daging. Hal ini disebabkan permukaan karkas bersentuhan langsung dengan lingkungan luar, sedangkan untuk bagian dalam daging pada umumnya hanya sedikitbakteri yang hidup (Jay, 1992). Kontaminasi pada karkas ayam broiler akan mengakibatkan pembusukan. Pembusukan merupakan dekomposisi anaerobik dari protein menjadi peptida atau asam amino mengakibatkan bau busuk pada bahan pangan karena terbentuk H2S, amonia, metil sulfida dan senyawa-senyawa bau lainnya (Buckle dkk., 1987). METODE Metode yang digunakan survey di pasar Rajapolah, Singaparna, dan Ciawi dengan pengambilan sampel masing-masing di tiga pedagang besar (pemasok pedagang kecil/eceran). Ulangan dilakukan sebanyak enam kali. Hasil akhir dari perhitungan jumlah bakteri dan koliform pada karkas ayam diperoleh dari hasil analisis mean atau rata-rata data pengamatan. Peubah yang diamati adalah jumlah bakteri total dan koliform pada karkas ayam serta waktu awal kebusukan. Metode penghitungan jumlah bakteri total adalah metode Total Plate Count (TPC) dan metode Most Probable Number (MPN) untuk menghitung jumlah bakteri koliform. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Bakteri Jumlah total bakteri karkas ayam yang disuntik air dari ketiga pedagang cukup bervariasi antara 33,6x107-49,7x107 cfu/g (Tabel 1). Hal ini memungkinkan karena perbedaan penanganan diantara pedagang, salah satunya sumber air yang digunakan. Sebagai pembanding dari masing-masing pedagang diuji jumlah total bakteri ayam yang tidak disuntik dengan air (ayam kering). Hasilnya jumlah bakteri pada karkas ayam kering berkisar antara 1,2x107-2,3x107 cfu/g. Hal ini sejalan dengan pendapat Jenie dan Fardiaz (1989) yang menyatakan bahwa air merupakan sumber kontaminan pembawa penyakit pada bahan pangan. Pengamatan secara visual di laboratorium, tampak karkas ayam yang disuntik dengan air lebih basah dan menggembung dibandingkan dengan karkas ayam yang tidak disuntik dengan air. Pada umumnya para pedagang menawarkan ayam yang disuntik dengan air (ayam basah) pada harga yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang tidak disuntik (ayam kering). Ketentuan Pemerintah yang tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2000 tentang batas maksimum cemaran mikroba, jumlah total bakteri pada daging segar adalah 104 cfu/g, sedangkan berdasarkan SK Dirjen POM No. 03726/B/SK/VII/89 batas maksimun cemaran mikroba dalam daging ayam segar adalah 106 cfu/g. Dengan demikian daging ayam yang disuntik dengan air mengandung jumlah total bakteri jauh melebihi yang dipersyaratkan.
Tabel 1. Jumlah total bakteri pada karkas ayam yang disuntik dengan air Ulangan Pedagang A B C 7 10 CFU/g 1 33,3 52,2 45,3 2 33,2 43,2 51,2 3 26,0 49,0 44,3 4 44,1 53,0 53,0 5 31,9 43,0 56,7 6 32,8 31,9 47,8 Kontrol 1,2 2,3 1,7 Jumlah 201,3 272,3 298,3 Rataan 33,65,9 45,47,9 49,74,8 Keterangan : Pedagang A : Pemasok ayam di Pasar Singaparna Pedagang B : Pemasok ayam di Pasar Rajapolah Pedagang C : Pemasok ayam di Pasar Ciawi Jumlah Bakteri Koliform Jumlah bakteri koliform pada karkas ayam yang disuntik dari ketiga pedagang berkisar antara 11,5-13,7 MPN/g (Tabel 2), sedangkan pada karkas ayam yang tidak disuntik berkisar 5,4-9,2 MPN/g. Baik pada ayam yang disuntik maupun tidak disuntik (kontrol) jumlah koliform cukup tinggi, melebihi ketentuan SNI tahun 2000 tentang batas maksimum cemaran mikroba pada daging ayam segar yakni 10x0,1 MPN/ml. Hal ini berhubungan dengan kualitas air yang digunakan dalam proses pencucian kemungkinan kurang bersih, sejalan dengan pendapat Pelczar dan Chan (1988) bahwa koliform merupakan salah satu bakteri indikator kebersihan air. Tabel 2 Jumlah bakteri koliform pada karkas ayam yang disuntik dengan air Ulangan Pedagang A B C MPN/g 1 9,2 16,0 16,0 2 16,0 9,2 9,2 3 9,2 9,2 16,0 4 9,2 16,0 16,0 5 16,0 16,0 9,2 6 9,2 16,0 9,2 Kontrol 9,2 9,2 5,4 Jumlah 68,8 82,4 75,6 Rataan 11,53,5 13,73,5 12,63,7 Keterangan : Pedagang A : Pemasok ayam di Pasar Singaparna Pedagang B : Pemasok ayam di Pasar Rajapolah Pedagang C : Pemasok ayam di Pasar Ciawi Setelah dilakukan uji penguat baik pada karkas ayam yang disuntik maupun yang tidak disuntik koliform ada dalam bentuk koliform non fekal. Dengan demikian koliform ini kemungkinan berasal dari tanah yang terbawa dalam air cucian. Waktu Awal Kebusukan
Waktu awal kebusukan pada ayam yang disuntik berkisar pada 326,7-348,3 menit (Tabel 3), sedangkan pada karkas ayam yang tidak disuntik (kontrol) waktu awal kebusukan relatif lebih lama, yakni berkisar antara 430-485 menit. Hal ini sejalan dengan jumlah total bakteri dan bakteri koliform pada ayam yang disuntik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang tidak disuntik. Terdapat beberapa jenis mikroorganisme yang dapat merusak makanan (pembusukan), diantaranya kelompok koliform seperti Pseudomonas dan Proteus vulgaris, dan juga bakteri jenis lain seperti alcaligenes, Lactobacillus casseliflavus, Clostridium juga dapat menyebabkan pembusukan pada daging ayam segar (Buckle dkk., 1987; Pelczar dan Chan, 1988; Srikandi, 1992). Bakteri-bakteri tersebut dalam metabolismenya menghasilkan H2S yang dapat berikatan dengan Pb asetat yang ditandai dengan timbulnya warna kecoklatan pada kertas saring yang menempel pada daging. Pengujian secara organoleptik melalui perabaan dan penciuman, pada awal kebusukan daging sudah tercium bau busuk, namun lendir belum terbentuk. Bau busuk terbentuk akibat adanya penguraian protein oleh bakteri proteolitik menjadi asam amino, amin, amonia, dan hidrogen sulfida. Pada penyimpanan suhu ruang daging ayam dapat membusuk dengan cepat. Hal ini disebabkan pada kisaran suhu 7o-60oC organisme akan tumbuh dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam hal penampilan, rasa, bau, serta sifat-sifat lain pada bahan pangan (Pelczar dan Chan, 1988). Tabel. 3. Waktu awal kebusukan karkas ayam yang disuntik dengan air Ulangan Pedagang A B C menit 1 345 325 340 2 330 310 325 3 410 345 330 4 310 310 320 5 380 310 310 6 315 360 335 Kontrol 460 430 485 Jumlah 2090 1960 1960 Rataan 348,339,3 326,721,4 326,710,8 Keterangan : Pedagang A : Pemasok ayam di Pasar Singaparna Pedagang B : Pemasok ayam di Pasar Rajapolah Pedagang C : Pemasok ayam di Pasar Ciawi KESIMPULAN Karkas ayam yang disuntik dengan air mempunyai tampilan yang lebih basah di antara selaput jaringan kulit dan daging, terutama pada bagian pangkal paha dan bawah sayap. Jumlah bakteri total dan koliform pada ayam yang disuntik jauh melebihi batas minimal cemaran mikroba pada daging ayam segar yang dipersyaratkan dalam Sandar Nasional Indonesia tahun 2000, yakni 104 cfu/g untuk total bakteri dan 1x0,1 MPN/g untuk jumlah koliform. Waktu awal kebusukan pada daging ayam sejalan dengan jumlah total bakteri awal yang terkandung pada karkas ayam. Semakin tinggi jumlah bakteri awal semakin pendek waktu awal kebusukan.
DAFTAR PUSTAKA Betty S.L. Jenie. 1988. Sanitasi dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Buckle, K.A., R.A. Edwards,G.H. Gleet dan M. Wotton. 1987. Food Science. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia Fardiaz, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Jay, 2000. Modern Food Microbiology. Second Edition. Wayne State University. D.Van Nostrand Company. Gaithersburg, Maryland. Pelczar, M.J and R.D. Reid. 1982. Microbiology. International Student Edition. McGraw-Hill Book Inc. New York. Toronto. London. Pelczar, J.M., dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi (2). UI-Press. Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi ke-2. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.