i
Optimasi Fermentasi Tepung Jagung Putih (Zea mays var. amylacea) – Bekatul Termodifikasi Dengan Lactobacillus plantarum dan Potensinya sebagai Pengganti Tepung Terigu dalam Pembuatan Kue Kering Optimization Fermentation of Modified White Corn (Zea mays var. amylacea) Rice bran Flour Using Lactobacillus plantarum and its Potential as Wheat Flour Substitute in the Production of Cookies
Oleh, Sandy Prana Sanyoto NIM: 652010016
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Kimia, Fakultas: Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015
ii
iii
iv
Optimasi Fermentasi Tepung Jagung Putih (Zea mays var. amylacea) – Bekatul Termodifikasi Dengan Lactobacillus plantarum dan Potensinya sebagai Pengganti Tepung Terigu dalam Pembuatan Kue Kering Optimization Fermentation of Modified White Corn (Zea mays var. amylacea) Rice bran Flour Using Lactobacillus plantarum and its Potential as Wheat Flour Substitute in the Production of Cookies Sandy Prana Sanyoto*, Silvia Andini**, A.Ign. Kristijanto** *Mahasiswa Program Study Kimia Fakultas Sains dan Matematika **Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah-Indonesia
[email protected]
ABSTRACT White corn (Zea mays var. Amylacea) has the potential as a second basic food after rice because of its carbohydrate contents, but the lack of protein content in food and limited application of white corn makes it is still not widely used. The addition of rice bran which is rich in protein and fatty acids to white corn flour then fermented by lactic acid bacteria can help improve the quality of maize. The purpose of this study were : 1 To optimize the production of modified corn flour with the addition of rice bran concentration of 25 ; 37,5 and 50% and fermented with Lactobacillus plantarum 3704 with a dose of 0,5 ; 1 ; 1,5 and 2% for 48 hours, 2 To identify the fatty acid component in fermented rice bran-white corn flour, and 3 to apply it in the production of cookies. Dissolved protein content from fermented flour were analyzed using factorial treatment design of a 3×4 with the basic design of Randomized Block Design (RBD) with 3 replications. To compare the differences between the treatment means, Honestly Significant Differences (HSD) test was used with 5% of level significance. Based on the results, the optimum conditions obtained at a dose of 1% bacteria and 37,5% addition of rice bran with soluble protein content 14,92%. Fatty acid identification in fermented flour showed the dominant fatty acids are as follows : linoleic acid (36,84%), oleic acid (34,44%), and palmitic acid (22,76%), respectively. Hedonic test showed that the most preferred cookies production are using 10% substitution of fermented flour. Keywords : White corn, rice bran, Lactobacillus plantarum, optimization
1
2
PENDAHULUAN Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat ditentukan dari kemampuan untuk mendapatkan pangan yang cukup, bergizi, aman dan sesuai selera. Kemampuan untuk mendapatkan pangan tergantung pada kemampuan daya beli masyarakat dan kemampuan untuk mendistribusikan pangan tersebut ke seluruh wilayah nusantara dan di setiap waktu sepanjang tahun (Kemenristek RI., 2006). Pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya Lokal (KP2KP) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Langkah tersebut dilakukan sebagai alternatif untuk mengantisipasi kebutuhan dan harga bahan pangan pokok yang tinggi serta mengurangi impor pangan. Penganekaragaman pangan merupakan solusi untuk masalah kebutuhan bahan pangan pokok di Indonesia karena pelaksanaannya cepat dan tidak mempengaruhi produksi bahan pangan pokok. Sumber pangan yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan gizi serta energi adalah jagung yang sudah menjadi makanan pokok kedua setelah beras di Indonesia (Hariyadi dkk., 2009). Target produksi jagung pipilan kering pada tahun 2010 adalah 19.764.280 ton dan meningkat terus hingga tahun 2014 yang mencapai 28.924.041 ton atau rata-rata naik 10,02% tiap tahun. Data konsumsi jagung terbesar tingkat nasional mulai dari tahun 2005 sampai 2009 adalah untuk pakan terutama pakan unggas yaitu sekitar 3,53 juta ton pada tahun 2005 dan mencapai 4,54 juta ton pada tahun 2009. Untuk konsumsi sebagai bahan pangan (konsumsi langsung) hanya 0,865 juta ton pada tahun 2005 dan baru mencapai 0,99 juta ton pada tahun 2009. Mulai tahun 2007, Indonesia sudah mengalami surplus jagung pipilan kering, bahkan pada tahun 2009 surplus hasil jagung telah mencapai 1,979 juta ton (Bayu, 2010). Surplus tersebut dapat diolah menjadi bahan pangan potensial melalui produk tepung atau sebagai bahan subtitusi gandum. Jagung Putih (Zea mays var. Amylacea) memiliki kandungan gizi yang menyerupai kandungan gizi beras. Beras pulen rata-rata mengandung 79% karbohidrat, 7,13% protein, dan 0,66% lemak, sedangkan jagung putih mengandung 74,76% karbohidrat, 8,93% protein, 4,92% lemak dan serat kasar 2,08%. Kadar protein dan lemak yang dikandung oleh jagung putih lebih tinggi dibandingkan beras sehingga jagung putih direkomendasikan bagi penderita kekurangan gizi atau busung lapar (Diennazola, 2013). Selain kandungan gizinya, jagung juga mengandung vitamin B12 dan asam folat menurunkan resiko bayi cacat pada ibu hamil.
yang dapat mencegah anemia serta
3
Untuk menyempurnakan kandungan gizi pada jagung putih, maka dilakukan penambahan bekatul yang kaya akan serat (16,44%), protein (8,97%), karbohidrat (66,3%) dan asam lemak. Bekatul dapat diolah menjadi pilihan makanan yang layak dengan gizi cukup serta mampu menjadi pangan fungsional yang meningkatkan perbaikan gizi masyarakat (Auliana 2009 dalam Lestyaningrum, 2012). Hasil penelitian Lestyaningrum (2012) menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi menggunakan ragi tempe (Rhizopus oligosporus) terhadap jagung dan bekatul berpengaruh terhadap meningkatnya kadar protein dan lemak. Proses fermentasi sangat penting untuk mengubah struktur karbohidrat dan protein yang kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana dan mudah dicerna tubuh. Bakteri Lactobacillus plantarum merupakan bakteri asam laktat yang mampu memecah protein serta mampu memproduksi senyawa laktolin yang menghambat kontaminasi mikroorganisme patogen Staphylococcus aureus (Davidson dan Hoover, 1993) selain itu, Lactobacillus plantarum juga menghasilkan sinergi asam laktat dan asetat yang mampu menghambat Escherichia coli dan Salmonella (Vuyst dan Vandamme, 1994). Penggunaan L. plantarum dalam fermentasi tepung berbahan dasar jagung putih diharapkan dapat meningkatkan kualitas tepung dari segi gizi (Jenie dan Rini, 1995). Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Optimasi produk tepung bekatul-jagung putih terfermentasi ditinjau dari konsentasi L. plantarum, konsentrasi bekatul dan interaksinya. 2. Identifikasi asam lemak dalam tepung bekatul-jagung putih terfermentasi. 3. Aplikasi tepung bekatul-jagung putih terfermentasi dalam pembuatan kue kering. Metode Penelitian Waktu dan Tempat penelitian Penelitian dilakukan dari bulan agustus 2013 hingga bulan januari 2015 di laboratorium kimia fakultas sains dan matematika Universitas Kristen Satya Wacana. Bahan dan piranti Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain biji jagung putih (Zea mays var. Amylacea) yang diperoleh dari pasar Blauran Salatiga, bekatul (Prima Sehat, Yogyakarta), biakan L. plantarum 3074 yang diperoleh PAU Pangan & Gizi UGM (Yogyakarta), sedangkan bahan kimiawi yang digunakan dalam penelitian antara lain : NaOH, KNa-Tartrat, Pepton, NaCl, medium de Man, Rogosa and Sharpe (MRS) Broth, CuSO4.5H2O, dan Bovine Serum Albumin (BSA). Semua bahan kimia diproduksi oleh EMerck (Jerman).
4
Piranti yang digunakan antara lain piranti gelas, grinder, oven (WTC Binder, Jerman), spektrofotometer (Optizen 2120 UV, Korea), neraca (Mettler H-80 Jerman, Ohaus TAJ602 Amerika), desikator (Wherteim GL 32), centrifuge (Tomy Seiko C-40 N, Jepang), microwave oven (Sharp Carousel, Model R-2V15). Preparasi Jagung Putih (Zea mays var. Amylacea) Biji jagung putih (Zea mays var. Amylacea) dicuci lalu dikeringkan kemudian digiling lalu diayak dengan ayakan hingga diperoleh ukuran partikel 100 mesh. Preparasi Bekatul (Purnomo, 2013) Microwave oven dipanaskan 100 gram bekatul disebar dengan ketebalan merata dalam wadah kaca kemudian bekatul dipanaskan dalam microwave oven selama 3 menit pada skala high. Sampel yang telah dikeluarkan dari microwave oven kemudian didiamkan dalam desikator hingga mencapai suhu ruang. Optimasi Fermentasi Tepung jagung putih dan bekatul dicampur dengan konsentrasi bekatul sebesar 25%; 37,5%; dan 50%. Campuran diberi larutan biakan L. plantarum dalam Peptone Physiological Salt (PPS) (0,85% NaCl dan 0,1% pepton). Konsentrasi bakteri L. plantarum yang digunakan adalah 0,5%; 1%; 1,5% dan 2% (v/v) dari larutan induk 1,5×10 8 CFU/mL. Sampel difermentasi selama 48 jam dalam inkubator bersuhu 37 oC dalam keadaan terbuka. Hasil fermentasi dikeringkan dengan drying cabinet pada suhu 50oC selama 24 jam kemudian dihaluskan. Pengukuran Kadar Protein Terlarut Metode Biuret (AOAC, 1995 dalam Puspaningsih, 2013) 1 g sampel ditimbang dengan tepat kemudian dilarutkan dengan 10 mL akuades dan 1 mL NaOH 1 M, lalu dipanaskan dalam waterbath bersuhu 90°C
selama 10 menit
kemudian dipusingkan selama 15 menit pada kecepatan 4.000 rpm. 1 mL larutan ditambah dengan 4 mL reagen Biuret (0,15 g CuSO4.5H2O + 0,6 g KNa-Tartrat dalam labu ukur 50 mL dan ditambah 30 mL NaOH 10% dan digenapkan dengan akuades dalam labu ukur 100 mL). Larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansi larutan diukur dengan menggunakan spektrofotometer (Optizen2120 UV, Korea) pada panjang gelombang 550 nm dan sebagai standar digunakan larutan BSA dengan konsentrasi 1-10 mg/mL. Pengukuran Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995) 1 g sampel ditimbang dalam cawan yang telah diketahui massanya, kemudian cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan beserta sampel
5
didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Pengeringan dilakukan hingga diperoleh bobot konstan. Identifikasi Asam Lemak Tepung Bekatul - Jagung Putih yang Paling Optimal Identifikasi kandungan asam lemak bebas pada sampel yang paling optimal menurut kadar protein terlarut dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Gas – Spektrofotometer Massa Shimadzu QP2010S, di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada Yogyakarta dengan kondisi operasional : Kolom
: EGILENT J&W DB-1
Panjang
: 30 meter
Gas pembawa
: Helium
Gradien suhu
: 50oC selama 5 menit dan 280oC selama 29 menit
Pengionan
: Electron Impact
Identifikasi Asam Amino Tepung Bekatul - Jagung Putih yang Paling Optimal Identifikasi kandungan asam amino pada sampel tepung bekatul-jagung putih sebelum dan setelah difermentasi yang paling optimal menurut kadar protein terlarut dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Shimadzu LC10 di Laboratorium Kimia Organik, Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada Yogyakarta dengan kondisi operasional : Instrumen
: Shimadzu LC10, Japan
Kolom
: LiChrospher-100 Rp – C18 (5µm) LiChro CART 125-4
Fase gerak
: A = CH3OH : NaOAc 50mM : THF (2:96:2) pH 6,8 B = 65% CH3OH
Kecepatan alir
: 1,5ml/menit
Elusi gradien
: 2 menit (100% A), 35 menit (100% B), 35 menit stop
Detektor
: Flourescen shimadzu RF 535
Aplikasi Tepung Bekatul - Jagung Putih dalam Pembuatan Kue Kering (Wiyono 2012 yang dimodifikasi) Sebanyak 100 g mentega ditambah 100 g gula halus dan 2 butir kuning telur, kemudian dikocok hingga menggembang. Adonan ditambah 100 g tepung dan 25 g susu bubuk kemudian diaduk ingga merata. Selanjutnya adonan dicetak pada loyang yang telah diolesi mentega kemudian dioven selama 20 menit. Tepung yang digunakan dalam pembuatan kue kering adalah tepung terigu yang disubstitusi dengan tepung bekatul-jagung putih terfermentasi yang paling optimal dengan kadar 10%; 20%; 30%, 40% dan 50%.
6
Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik yang mencakup parameter rasa, warna, aroma dan tekstur kue kering dilakukan dengan uji hedonis. Sampel kue kering diujikan kepada 30 panelis dengan kode tertentu. Skala hedonik ditentukan sebagai berikut: 1= sangat suka, 2= suka, 3= agak suka, 4= tidak suka, 5= sangat tidak suka. Analisis data (Steel dan Torrie, 1980) Data kadar protein terlarut dalam tepung bekatul - jagung putih termodifikasi dianalisis menggunakan Rancangan Perlakuan Faktorial 3×4 dengan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok) 3 ulangan. Sebagai faktor pertama adalah konsentrasi bekatul yang terdiri dari 3 aras yaitu : 25%, 37,5%, dan 50%. Faktor kedua adalah konsentrasi L. plantarum yang terdiri dari 4 aras yaitu : 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2% dari larutan induk 1,5×108 CFU/mL. Sebagai kelompok adalah waktu analisis. Data hasil uji organoleptik dengan skala hedonis dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 5 perlakuan dengan 30 panelis. Sebagai perlakuan adalah substitusi tepung bekatul – jagung putih terfermentasi yang paling optimal terhadap tepung terigu yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Pengujian purata antar perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%. Hasil dan Pembahasan Optimasi Fermentasi Tepung Bekatul - Jagung Putih Ditinjau dari Kadar Protein Terlarut Antar berbagai Konsentrasi Bekatul Rataan kadar protein terlarut antar berbagai konsentrasi penambahan bekatul berkisar antara 8,16±3,49 hingga 11,56±3,77% (Tabel 1). Tabel 1. Kadar protein terlarut tepung bekatul- jagung putih pada penambahan bekatul yang berbeda Konsentrasi
25
37,5
50
(x ± SE)
8,16 ± 3,49
11,52 ± 3,92
11,56 ± 3,77
w = 2,95
(a)
(b)
(b)
Bekatul(%)
Keterangan : W = BNJ 5% Nilai-nilai yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan nilai-nilai yang diikuti dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 2
7
Kadar protein terlarut pada tiap dosis bakteri meningkat pada penambahan bekatul 37,5% dan tidak mengalami perubahan pada penambahan bekatul 50% (Tabel 1), hal ini disebabkan oleh karena substrat dari bekatul yang dapat dimetabolisme oleh L. plantarum sudah maksimal pada penambahan bekatul 37,5%. Optimasi Fermentasi Tepung Bekatul - Jagung Putih Ditinjau dari Kadar Protein Terlarut Antar berbagai Dosis L. plantarum Peningkatan kadar protein terlarut terjadi pada dosis L. plantarum 1% dan setelahnya menunjukkan penurunan pada dosis 1,5% dan 2% (Tabel 2). Adanya penurunan kadar protein terlarut pada dosis bakteri 1,5% dan 2% disebabkan oleh karena pekatnya konsentrasi bakteri L. plantarum sehingga menghasilkan metabolit yang dapat mengakibatkan protein terdenaturasi (Adebiyi, 2009). Tabel 2. Kadar protein terlarut tepung bekatul- jagung putih antar dosis bakteri yang berbeda 0,5
Dosis (%)
1
1,5
2
(x ± SE)
8,84 ± 4,47
13,5 ± 3,65
10,61 ± 3,97
8,71 ± 2,39
w = 3,36
(a)
(b)
(ab)
(a)
Kadar Protein Terlarut Fermentasi Tepung Bekatul Jagung Putih ditinjau dari Interaksi Konsentrasi Bekatul dan Dosis Bakteri Kadar protein terlarut fermentasi tepung bekatul-jagung putih hasil interaksi konsentrasi bekatul dan dosis bakteri berkisar antara 6,07±1,25% sampai dengan 14,92±1,16% (Tabel 3). Tabel 3. Kadar Protein (%) Tepung Bekatul-Jagung Putih Hasil Interaksi Berbagai Dosis L. plantarum dan Konsentrasi Bekatul Konsentrasi Bekatul (%) 25
37,5
50
Dosis Bakteri 0,5
1
1,5
2
6,74±1,25 (a)
11,17±1,46 (a)
8,08±0,9 (a)
7,33±0,81 (a)
(a)
(b)
(a)
(a)
9,55±0,99 (b)
14,92±1,16 (b)
11,63±1,41 (b)
9,98±1,49 (a)
(b)
(b)
(a)
(a)
10,89±1,69 (b)
14,41±2,02 (ab)
12,13±1,15 (b)
8,81±1,77 (a)
(ab)
(c)
(bc)
(a)
Keterangan: W = BNJ 5% ; W = 2,95 untuk pengujian antar dosis pada konsentrasi yang sama ; W = 3,26 untuk pengujian antar konsentrasi pada dosis yang sama. Nilai-nilai yang diikuti dengan huruf yang sama baik pada lajur maupun baris yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda
8 nyata, sebaliknya nilai-nilai yang diikuti oleh huruf yang tidak sama baik pada lajur maupun baris yang sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata.
Dari tabel 3 terlihat bahwa kondisi optimal fermentasi tepung bekatul-jagung putih pada dosis bakteri 1% dan penambahan bekatul 37,5% dengan purata kadar protein terlarut sebesar 14,92%. Hasil ini meningkat dibandingkan dengan campuran bekatul-jagung putih tanpa fermentasi dengan perbandingan yang sama yaitu sebesar 11,11%. Identifikasi Asam Lemak dalam Tepung Jagung Putih-Bekatul Sebelum dan Sesudah Fermentasi Analisis komponen kimia asam lemak tepung bekatul-jagung putih dilakukan sebelum dan sesudah proses fermentasi. Analisis terhadap tepung bekatul-jagung putih setelah fermentasi dilakukan terhadap tepung yang paling optimal persentase bekatul dan dosis bakterinya dari segi protein terlarut. Tepung bekatul Hasil analisis komponen kimia asam lemak tepung bekatul diperoleh dari analisis Kromatografi Gas (KG) dan spektroskopi massa (SM). Dari analisis kromatografi gas diperoleh hasil pemisahan minyak tepung bekatul seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Kromatogram Minyak Tepung Bekatul Puncak tertinggi dari 7 puncak kromatogram tepung bekatul yaitu senyawa asam 11oktadekenoat diperoleh pada waktu retensi 45,883 menit dengan luas area 39,72%. Identifikasi senyawa asam 11-oktadekenoat dilakukan dengan membandingkan pola fragmentasi spektra massa hasil KG-SM dengan pola fragmentasi senyawa referensi standar seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Gambar Spektra Asam 11-dekenoat Tepung Bekatul Berdasarkan pola fragmentasi sampel (Gambar 1), berat molekul sampel dan pola fragmentasi sesuai dengan referensi standar (Gambar 3) yaitu BM (m/z 296) dan base peak (m/z 55) teridentifikasi sebagai senyawa asam 11-oktadekenoat.
9
Gambar 3. Gambar Spektra Standar Asam 11-dekenoat Hasil analisa spektrum massa kromatogram minyak tepung bekatul serta persen kelimpaan dan komponen kimianya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil komponen minyak bekatul berdasarkan puncak yang teridentifikasi. Puncak
Waktu retensi
Kelimpahan (%)
Komponen Kimia
1
37,630
0,67
asam tetradekanoat
2
42,148
17,27
asam heksadekanoat
3
45,764
37,59
asam linoleat
4
45,883
39,72
asam 9-oktadekenoat
5
46,190
3,65
asam oktadekanoat
6
49,494
0,40
asam 13-dokosenoat
7
49,883
0,70
asam eikosanoat
Dari Tabel 4 terlihat bahwa senyawa dengan kelimpahan tertinggi pada minyak tepung bekatul berturut-turut adalah asam 9-oktadekenoat (39,72%), asam linoleat (37,59%), dan asam heksadekanoat (17,27%). Tepung jagung putih Hasil analisis KG-SM tepung jagung putih dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kromatogram Minyak Tepung Jagung Putih Dari keempat puncak yang dihasilkan oleh kromatogram sampel tepung jagung putih diperoleh puncak tertinggi dalam waktu retensi 45,649 dengan luas area 38,21% yang merupakan senyawa asam linoleat. Identifikasi senyawa asam linoleat dilakukan dengan membandingkan pola fragmentasi sampel dengan pola fragmentasi senyawa referensi standar. Berdasarkan pola fragmentasi dan berat molekul sampel pada Gambar 5, hasil pengukuran kromatogram minyak tepung jagung putih sesuai dengan referensi standar (Gambar 6) yaitu BM (m/z 294) dan base peak (m/z 67) teridentifikasi sebagai senyawa asam linoleat.
10
Gambar 5. Spektra asam linoleat tepung jagung putih
Gambar 6. Spektra standar asam linoleat Tabel 5. Komponen minyak tepung jagung putih berdasarkan puncak yang teridentifikasi. Hasil analisa spektrum massa kromatogram minyak tepung jagung putih serta persen kelimpaan dan komponen kimianya disajikan pada Tabel 5. Puncak
Waktu retensi
Kelimpahan (%)
Komponen Kimia
1
42,098
23,06
asam heksadekanoat
2
45,649
38,21
asam linoleat
3
45,734
35,33
asam 16-oktadekenoat
4
46,161
3,41
asam oktadekanoat
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa senyawa dengan kelimpahan tertinggi pada sampel minyak tepung jagung putih secara berturut-turut adalah asam linoleat (38,21%), asam 16oktadekenoat (35,33%) dan asam heksadekanoat (23,06%). Tepung bekatul-jagung putih terfermentasi Hasil kromatogram sampel minyak tepung bekatul-jagung putih terfermentasi yang diperoleh dari data analisis Kromatografi Gas (KG) menunjukkan bahwa terdapat 7 puncak senyawa (Gambar 7).
Gambar 7. Kromatogram minyak tepung bekatul-jagung putih terfermentasi
11
Kromatogram minyak tepung bekatul-jagung putih terfermentasi menunjukkan puncak tertinggi pada waktu retensi 45,757 menit dengan luas area sebesar 36,84% yang merupakan senyawa asam linoleat. Berdasarkan pola fragmentasi yang dapat dilihat dari spektra massa (Gambar 8), maka senyawa asam lemak dapat diidentifikasikan sebagai asam linoleat dengan menggunakan referensi standar (Gambar 9) yaitu BM (m/z 294) dan base peak (m/z 67).
Gambar 8. Spektra asam linoleat tepung bekatul-jagung putih terfermentasi
Gambar 9. Spektra standar asam linoleat Tabel 6. Hasil analisis spektrum massa kromatogram minyak tepung bekatul-jagung putih terfermentasi Hasil analisa spektrum massa kromatogram minyak tepung bekatul-jagung putih terfermentasi serta persen kelimpaan dan komponen kimianya disajikan pada Tabel 6. Puncak
Waktu retensi
Kelimpahan (%)
Komponen kimia
1
37,655
0,51
asam tetradekanoat
2
42,171
22,76
asam heksadekanoat
3
45,757
36,84
asam linoleat
4
45,868
34,44
asam 9-oktadekenoat
5
46,205
3,86
asam oktadekanoat
6
49,511
0,31
asam 13-dokosenoat
7
49,907
1,27
asam eikosanoat
Data yang diperoleh dari Tabel 6 menunjukkan bahwa senyawa dengan kelimpahan tertinggi pada minyak tepung bekatul-jagung putih terfermentasi berturut-turut adalah asam linoleat (36,84%), asam 9-oktadekanoat (34,44%) dan asam heksadekanoat (22,76%). Asam lemak yang terdapat dalam tepung bekatul-jagung putih sebelum dan sesudah fermentasi menunjukkan sedikit perubahan dari segi variasi. Asam 16-oktadekenoat yang
12
terdapat pada sampel jagung putih sebelum terfermentasi mengalami proses hidrogenasi yang mengakibatkan terbentuknya isomer posisi asam 9-oktadekenoat (asam oleat) yang terdapat pada sampel tepung bekatul-jagung putih yang sudah terfermentasi. Bila dilihat dari variasi asam lemak tak jenuh pada tepung bekatul-jagung putih sebelum dan sesudah fermentasi dapat dikatakan bahwa proses fermentasi hanya mengakibatkan sedikit perubahan dalam variasi asam lemak. Uji Organoleptik Pengujian organoleptik untuk menentukan daya terima produk kue kering yang disubstitusi tepung bekatul-jagung putih terfermentasi meliputi uji kesukaan panelis terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa terhadap 30 panelis disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisa Organoleptik Kue Kering Dengan Substitusi Tepung Bekatul – Jagung Putih Terfermentasi Substitusi Tepung Bekatul-Jagung Putih (%)
Rasa W= 0,45
Tekstur W= 0,42
Warna W=0,42
Aroma W=0,35
0%
1,57 ± 0,18 (a)
1,43 ± 0,19 (a)
1,33 ± 0,15 (a)
2,93 ± 0,14 (a)
10%
2,17 ± 0,22 (b)
1,87 ± 0,21 (b)
1,77 ± 0,19 (b)
3,07 ± 0,08 (ab)
20%
3,17 ± 0,16 (c)
3,2 ± 0,15 (c)
3,10 ± 0,15 (c)
3,17 ± 0,12 (ab)
30%
3,47 ± 0,16 (c)
3,33 ± 0,15 (cd)
3,33 ± 0,15 (c)
3,27 ± 0,14 (abc)
40%
3,97 ± 0,15 (d)
3,67 ± 0,15 (d)
4,13 ± 0,18 (d)
3,4 ± 0,15 (bc)
50%
4,53 ± 0,21 (e)
4,57 ± 0,18 (e)
4,5 ± 0,18 (d)
3,57 ± 0,19 (c)
Keterangan : W = BNJ 5% Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan nilai yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata.
Dari hasil uji organoleptik pada Tabel 7 diketahui bahwa kue kering dengan substitusi tepung bekatul-jagung putih terfermentasi sebanyak 10% disukai oleh panelis dari segi rasa, tekstur, dan warna, sedangkan aroma agak disukai panelis. Kesimpulan dan saran Kesimpulan 1. Fermentasi tepung bekatul jagung putih yang paling optimal diperuleh pada dosis L. plantarum 1% dan konsentrasi bekatul 37,5% dengan kadar protein terlarut sebesar 14,92%.
13
2. Komposisi asam lemak pada tepung bekatul jagung putih terfermentasi yang paling dominan adalah asam linoleat (36,84%), asam 9-oktadekanoat (34,44%) dan asam heksadekanoat (22,76%). 3. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa kue kering dengan substitusi tepung bekatuljagung putih terfermentasi sebanyak 10% disukai oleh panelis dari segi rasa, tekstur, dan warna, sedangkan aroma agak disukai panelis. Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya dalam proses pembuatan produk tepung bekatul-jagung putih terfermentasi supaya lebih ditingkatkan efisiensinya agar dapat digunakan untuk skala yang lebih besar. 2. Pengembangan jenis produk diperlukan agar dapat dilakukan substitusi dengan kadar yang lebih tinggi dan hasil yang didapat bisa bersaing dari segi kualitas sehingga dapat diterima oleh masyarakat.
Daftar Pustaka AOAC. (1995) Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. AOAC, Washington DC. Adebiyi, A. P; Adebiyi, A. O; Hasegawa, Y; Ogawa, T dan Muramoto, K (2009) Isolation and characterization of protein factions from deoiled rice bran. European Food Research & Technology Vol. 228 (3) : 391. Bayu, K. (2010) Manfaat jagung dan peran produk bioteknologi serealia dalam menghadapi krisis pangan, pakan dan energi di Indonesia. Prosiding Pekan Serealia Nasional : 3. Davidson, P.M. & D.G. Hoover. (1993) Antimicrobial components from lactic acid bacteria. In: Salminen, S. & A. Wright (Eds.). Lactic Acid Bacteria. Marcel Dekker, New York. Diennazola, R. (2013) Saatnya melirik jagung putih, 23 Juni, [Online], Available: http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=10&aid=4442. Diakses pada 17 Februari 2014. Hariyadi, N. Aini. P., Tien. R. M dan Nuri. A. (2009) Hubungan sifat kimia dan rheologi tepung jagung putih dengan fermentasi spontan butiran jagung. Forum Pascasarjana Vol. 32 (1) : 33-43. Jenie, S.L., dan Rini, Shinta E. (1995) Aktivitas antimikroba dari beberapa spesies lactobacillus terhadap mikroba patogen dan perusak makanan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan, 7(2) : 46-51.
14
Kementrian Negara
Riset
dan
Teknologi
Republik
Indonesia
(2006)
Penelitian
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Ketahanan Pangan. Kementrian negara riset dan teknologi republik Indonesia, Jakarta. Lestyaningrum, S. (2012) Mocorin ( Modifikasi Tepung Jagung Kuning (Zea Mays L.) Varietas Bisi 2 – Bekatul) Ditelaah dari Nilai Gizi dan Uji Organoleptik. Laporan Penelitian. Progdi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika. UKSW. Purnomo, L. (2013) Identifikasi Asam Lemak dan Penentuan Masa Simpan Bekatul Ditinjau dari Pengaruh Gelombang Mikro. Laporan Penelitian. Progdi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika. UKSW. Soekarto, S.T. (1985) Penelitian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharatara Karya Aksara, Jakarta. Steel, R.G.D. and Torrie, J.H. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia. Jakarta. Vuyst, L. D. and E. J. Vandamme. (1994) Bacteriocins of Lactic Acid Bacteria: Microbiology, Genetics and Application. Blackie Academic and Professional, London. Wiyono, F. (2012) Evaluasi Mutu Gizi dan Organoleptik ”Butter Cookies” Mocorin (Modifikasi Tepung Jagung Lokal (Zea Mays L.) – Bekatul). Laporan Penelitian. Progdi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika. UKSW.
15
Lampiran 1. Hasil Penentuan Kadar Air Tabel 8. Kadar air tepung bekatul-jagung putih terfermentasi dengan berbagai konsentrasi bekatul dan dosis bakteri Kadar bekatul (%)
Dosis Bakteri (%)
25
0,5 1 1,5 2 0,5 1 1,5 2 0,5 1 1,5 2
37,5
50
Ulangan 1 8,14 5,08 6,56 5 5,44 5,26 5,7 4,84 4,17 4,3 4,26 3,55
Kadar Air Ulangan 2 6,25 5,65 5 5,46 5,56 5,45 2 4,64 4,84 4,88 4,81 4,5
Ulangan 3 6,1 6,67 5,78 5,87 4,83 5,08 4,78 4,61 3,58 4,65 4,54 4,83
Rerata±SE 6,83±1,13 5,80±0,80 5,78±0,77 5,44±0,43 5,28±0,39 5,26±0,18 4,16±1,91 4,70±0,12 4,20±0,62 4,61±0,29 4,54±0,27 4,29±0,66
16
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Protein Terlarut
Kadar Protein Terlarut (%) =
𝐾𝑜𝑛𝑠
𝑚𝑔
𝑚𝐿 ×𝑣𝑜𝑙 (𝑚𝐿 ) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 (𝑚𝑔 )
Absorbansi
Kurva Standar Biuret 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
y = 0,051x + 0,025 R² = 0,999 0
2
4
6
8
10
Konsentrasi BSA (mg/ml)
𝑦 = 𝐴𝑏𝑠 − 𝐹𝐾 𝑦 − 0,025 0,051 𝑥×𝑝 Kadar protein per berat basah (B) : 𝐵 = 𝑚 × 100% 𝑥=
100
Kadar protein per berat kering (K) :𝐾 = 100 −𝑘𝑎 × 𝐵 Contoh perhitungan: 𝑦 = 𝐴𝑏𝑠 − 𝐹𝐾 = 0,1754 − 0,1205 = 0,055 𝑥=
𝑦 − 0,025 0,0549 − 0,025 = = 0,5863 0,051 0,051
0,5863 × 100 𝑥×𝑝 × 100% = × 100% = 5,8627% 1000 𝑚 100 100 𝐾= ×𝐵 = × 5,8627 = 6,38% 100 − 𝑘𝑎 100 − 8,14
𝐵=
Keterangan : F.P
= faktor pengenceran
F.K
= faktor koreksi
17 Kadar bekatul (%)
Dosis Bakteri (%) 0,5
1 25 1,5
2
0,5
1 37,5 1,5
2
0,5
1 50 1,5
2
Kadar Air (%)
Kadar (%)
0,1205 0,1216
8,14 6,25
6,38 7,15
0,17
0,1226
6,10
6,68
1 2 3
0,2077 0,1933 0,2011
0,1229 0,1225 0,1207
5,08 5,65 6,67
12,36 9,52 11,62
1
0,1829
0,1205
6,56
7,87
2 3
0,1914 0,1817
0,1225 0,1217
5,00 5,78
9,07 7,29
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
0,1842 0,1861 0,178 0,1869 0,1934 0,1966 0,2119 0,2197 0,2229 0,1961 0,2122 0,2019 0,2038 0,1894 0,1951 0,2135 0,1966 0,2033 0,2319 0,2134 0,2294 0,2047 0,2149 0,2065 0,204 0,1864 0,1972
0,1227 0,1224 0,1221 0,1212 0,1212 0,1212 0,1211 0,1211 0,1211 0,1215 0,1215 0,1215 0,1226 0,1226 0,1226 0,1262 0,1262 0,1262 0,1298 0,1298 0,1298 0,1246 0,1246 0,1246 0,1278 0,1278 0,1278
5,00 5,46 5,87 5,44 5,56 4,83 5,26 5,45 5,08 5,70 2,00 4,78 4,84 4,64 4,61 4,17 4,84 3,58 4,30 4,88 4,65 4,26 4,81 4,54 3,55 4,50 4,83
7,54 8,02 6,43 8,45 9,81 10,40 13,62 15,27 15,88 10,32 13,14 11,42 11,58 8,60 9,77 12,73 9,34 10,59 15,80 12,07 15,35 11,27 13,45 11,67 10,40 6,89 9,15
Ulangan
Abs
F.K
1 2
0,1754 0,1808
3
F.P
100
100
100
18
25
*
Rerata ±SE (%)
37,5
50
0,5
6,74±1,25
1
11,17±1,46
1,5
8,08±0,9
2
7,33±0,81
0,5
9,55±0,99
1
14,92±1,16
1,5
11,63±1,41
2
9,98±1,49
0,5
10,89±1,69
1
14,41±2,02
1,5
12,13±1,15
2 Purata yang didapatkan sudah melalui analisa statistik
*
8,81±1,77
19
Lampiran 3. Makalah dan Sertifikat Publikasi pada Seminar Nasional Kimia 2014 Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40