1
ANALISIS PENGUKURAN RISIKO PADA PENYALURAN PEMBIAYAAN ANGGOTA KOPERASI MELALUI KOPERASI KARYAWAN (KOPKAR) SEBAGAI EXECUTING AGENT (STUDI KASUS PT BANK MUAMALAT INDONESIA TBK CABANG BOGOR)
Oleh RINDA SIAGA PANGESTUTI H24104027
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 1
8
ABSTRACT Rinda Siaga Pangestuti. H24104027. Risk Measurement Analysis In Financing Product “Anggota Koperasi” Through “Koperasi Karyawan (Kopkar)” as Executing Agent (Case Study: PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Bogor Branch). Under the guidance of BUDI PURWANTO.
The enhancement trends of Islamic financing bank happen until the end of September 2011. According to Dr. Rifki Ismal, growth of Islamic banking assets at the end of Septermber 2011 reached Rp 234.4 billion, Third Party Funds (DPK) reached Rp 97.8 billion and Rp 92.8 billion.3 One of the actor of Islamic finance in Indonesia is Bank Muamalat Indonesia (BMI). BMI continues to expand its financing business by making some kind of financial products that have different target markets and procedure and policy. From those financing products, there is one type of product that attracts lots of consumers because it does not require collateral fixed assets, namely “Anggota Koperasi” (cooperative members financing). Despite a lot of interest, but this financing product is very risky because of the executing system, cessie, and unsecured fixed assets. The purposes of the research are: 1) To identify the strategies that can be undertaken by BMI to address and minimize losses due to the emergence of risks associated with this type of financing. 2) To analyze the value of losses that can be expected (expected loss) and the loss that can not be estimated (unexpected loss) on “Anggota Koperasi” portfolio at BMI Bogor Branch. 3) To analyze the value of economic capital to be provided by BMI Branch Bogor to cover losses that can not be predicted (unexpected loss). 4) To analyze the suitability of CreditRisk+ method to measure the risk of “Anggota Koperasi” financing by used the Poisson distribution model. The types of data that used in this research are primary data and secondary data. The primary data obtained from interviews with account managers and secondary data obtained from proof sheet of the “Anggota Koperasi” financing BMI Bogor Branch, BMI annual reports, and theses. Based on the mapping of risk, at least BMI has to do mitigate the operational risks, liquidity risks, credit risks, legal risks, and strategic risks. Based on the results of CreditRisk+ data processing methods is known that the value of expected loss in 2009 is Rp 2,159,808,000 and in 2010 is Rp 563,119,000. Expected loss value in 2009 is Rp 3.513.600.000 and in 2010 is Rp 1.054.100.000. Economic capital value in 2009 is Rp 1.353.792.000 and 2010 is Rp 490.981.000. The CreditRisk+ validation as a mothod of this reseach will be tested by using Longlikelihood Ratio (LR) Test. The result or LR Test is valid because it proved that the Chi Square critical value with α = 5% was higher than the LR Test = 0. Key words: Risk measurement, financing, “Anggota Koperasi”, kind of risks, expected loss, unexpected loss, economic value, CreditRisk+, LR Test 3
http://www.ekonomisyariah.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=45%3Aoutl ook-perbankan-syariah-nasional-2012&catid=1%3Alatest-news&Itemid=28
8
2
RINGKASAN RINDA SIAGA PANGESTUTI. H24104027. Analisis Pengukuran Risiko Pada Penyaluran Pembiayaan Anggota Koperasi Melalui Koperasi Karyawan Sebagai Executing Agent (Studi Kasus: PT Bank Muamalat Tbk Cabang Bogor). Dibawah bimbingan BUDI PURWANTO Peningkatan tren pembiayaan bank syariah semakin pesat hingga akhir September 2011. Menurut Dr. Rifki Ismal, Pertumbuhan aset bank syariah pada akhir Septermber 2011 mencapai Rp 234,4 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp 97,8 triliun, dan pembiayaan mencapai Rp 92,8 triliun.3 Salah satu pelaku penyaluran pembiayaan syariah di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). BMI terus melakukan ekspansi bisnis pembiayaan dengan membuat beberapa jenis produk pembiayaan yang memiliki perbedaan target market dan prosedur/kebijakan pembiayaan. Dari beberapa macam produk pembiayaan yang disalurkan, terdapat satu jenis produk yang menarik banyak konsumen karena tidak memerlukan jaminan fix asset, yakni pembiayaan anggota koperasi. Meski banyak diminati, namun pembiayaan anggota koperasi ini sangat berisiko bagi BMI karena bersifat executing, cessie, dan tanpa jaminan fix asset. Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu: 1) Mengidentifikasi strategi-strategi yang dapat dilakukan oleh BMI untuk mengatasi dan menimalisir kerugian akibat munculnya risiko-risiko terkait dengan penyaluran pembiayaan. 2) Menganalisis nilai kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss) pada portofolio pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor. 3) Menganalisis nilai economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang Bogor untuk menutup kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss). 4) Menganalisis kecocokan aplikasi metode CreditRisk+ dalam mengukur risiko pembiayaan anggota koperasi dengan menggunakan model distribusi Poisson. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan account manager dan data sekunder diperoleh dari rekap pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, laporan tahunan BMI, dan tesis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode CreditRisk+. Berdasarkan hasil pemetaan risiko, setidaknya dapat dijabarkan dan dilakukan mitigasi atas risiko operasional, likuiditas, kredit, hukum, dan strategik pada penyaluran pembiayaan anggota koperasi. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan metode CreditRisk+ diketahui bahwa nilai expected loss pada tahun 2009 adalah Rp 2.159.808.000 dan tahun 2010 adalah Rp 563.119.000. Nilai expected loss pada tahun 2009 adalah Rp 3.513.600.000 dan tahun 2010 adalah Rp 1.054.100.000. Nilai economic capital pada tahun 2009 adalah Rp 1.353.792.000 dan tahun 2010 adalah Rp 490.981.000. Validasi kecocokan penggunaan metode CreditRisk+ dilakukan dengan menggunakan Longlikelihood Ratio Test dan hasilnya adalah valid karena terbukti nilai Chi Square critical value dengan α = 5% ternyata lebih besar dibanding hasil Longlikelihood Ratio Test yang bernilai 0. 3
http://www.ekonomisyariah.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=45%3Aoutl ook-perbankan-syariah-nasional-2012&catid=1%3Alatest-news&Itemid=28
2
3
ANALISIS PENGUKURAN RISIKO PADA PENYALURAN PEMBIAYAAN ANGGOTA KOPERASI MELALUI KOPERASI KARYAWAN (KOPKAR) SEBAGAI EXECUTING AGENT (STUDI KASUS PT BANK MUAMALAT INDONESIA TBK CABANG BOGOR)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh RINDA SIAGA PANGESTUTI H24104027
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 3
4
Judul Skripsi
: Analisis Analisis Pengukuran PadaPada Penyaluran Pembiayaan PengukuranRisiko Risiko Penyaluran Pembiayaan Karyawan (KOP Sebagai Anggota Koperasi KoperasiMelalui MelaluiKoperasi Koperasi Karyawan (KOPKAR) ExecutingExecuting Agent (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Sebagai Indonesia, Tbk. Cabang Bogor)
Nama
: Rinda Siaga Pangestuti
NIM
: H24104027
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Budi Purwanto, ME. NIP. 19630705 199403 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. NIP. 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus :
4
1
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kediri, 28 November 1989, dari pasangan Bapak Agus Supriyono dan Ibu Supatmiati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar penulis diselesaikan pada tahun 2001 di SD Negeri II Langenharjo; Sekolah Menengah Pertama penulis diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Negeri 2 Pare; dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan oleh penulis pada tahun 2007, jurusan Ilmu Alam, SMA Negeri 2 Pare, Kediri. Pada tahun 2007 penulis diterima di Program Keahlian Komunikasi, Diploma Tiga (D3), Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis melanjutkan studi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2010. Semasa SMA, penulis aktif dalam organisasi unit sekolah dengan menjabat sebagai Staf Pekerjaan Umum Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) periode 2004–2005 SMA Negeri 2 Pare. Penulis juga aktif dalam ekstrakurikuler teater dengan bergabung dalam Teater Elite dan olah raga bela diri dengan bergabung dalam keluarga besar pencak silat Perisai Diri Cabang Pare. Prestasi akademis dan non akademis yang pernah diraih oleh penulis antara lain Juara II Try Out Akbar Kelas XII SMA (Ilmu Alam) se Eks–Karesidenan Kediri, Juara III Pertandingan Pencak Silat Perisai Diri antar Unit/Ranting se– Jawa Timur dalam Invitasi Piala Universitas Negeri Surabaya (Unesa), dan menjadi pemeran utama pementasan teater “Pemilu Presiden Negeri Impian”. Selama kuliah, penulis aktif dalam organisasi pada beberapa mata kuliah dengan menjadi Sekretaris “Indonesian Deluxe Jockey”, Direktur “Menara Advertising”, Sutradara dan Penulis Naskah Film “What‟s Your Name?”, dan menjadi Staf
Kesehatan “Communication Day” Angkatan 45. Pada saat
melanjutkan studi pada Program Alih Jenis Manajemen, penulis tengah bekerja sebagai ghost writer di PT. Penebar Plus, Depok. Adapun pelatihan yang pernah diikuti oleh penulis seperti Brevet A&B Terpadu di IAI, Core TOEFL Preparation di Pusat Bahasa IPB, Pelatihan Memasuki Dunia Kerja di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang diselenggarakan oleh Ci-Best IPB. iii
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil 'alamin Setelah satu semester berlalu, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengukuran Risiko Pada Penyaluran Pembiayaan Anggota Koperasi Melalui Koperasi Karyawan (KOPKAR) Sebagai Executing Agent (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bogor). Penelitian ini ditulis setelah melakukan Praktik Kerja Lapang (PKL) dan mengumpulkan data di Bank Muamalat Indonesia, Cabang Bogor. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat kelulusan dari Program Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk menjawab beberapa masalah penelitian, yakni memberi masukan terkait dengan permasalahan yang terjadi ketika proses pembiayaan berlangsung, memperkirakan nilai expected loss, unexpected loss, economic capital, dan mengidentifikasi kecocokan penggunaan CreditRisk+ sebagai metode pengukuran risiko. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengdentifikasi risiko apa saja yang muncul terkait dengan penyaluran pembiayaan anggota koperasi dan cara untuk mengantisipasi risiko tersebut. Penelitian ini juga ditujukan untuk menghitung jumlah kerugian yang dapat diperkirakan dan kerugian yang tidak dapat diperkirakan atas penyaluran pembiayaan yang dilakukan. Dengan demikian, pihak bank dapat mempersiapkan perkiraan cadangan dana yang harus diperkirakan atas kondisi terburuk (macet). Perhitungan atas perkiraan kerugian yang dapat ditimbulkan dari penyaluran pembiayaan ini dilakukan dengan menggunakan
teori
menurut
metode
CreditRisk+,
sehingga
masih
ada
kemungkinan perbedaan antara perhitungan pihak BMI dengan metode ini. Akan tetapi, untuk tujuan penelitian skripsi, metode ini masih cocok untuk digunakan sebagai alat ukur risiko kredit. Dengan terselesaikannya tujuan dari penulisan skripsi ini, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat berguna bagi pembaca. Ke depan, semoga terdapat penelitian sejenis dengan fenomena kasus kredit yang lebih menantang dan kompleks, sehingga dapat menyempurnakan hasil penelitian skripsi pada rumpun yang sama, yakni perhitungan risiko kredit bank. iv
3
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengukuran Risiko Pada Penyaluran Pembiayaan Anggota Koperasi Melalui Koperasi Karyawan (KOPKAR) Sebagai Executing Agent (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bogor). Proses penyelesaian skripsi ini berlangsung selama satu semester. Pada saat menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan dukungan dan arahan dari orang–orang yang sangat istimewa. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, Ibu Supatmiati dan Bapak Agus Supriyono, atas segala dukungan dan pengorbanan jiwa raga untuk penulis. 2. Ir. Budi Purwanto, ME. selaku Dosen Pembimbing. 3. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. selaku Ketua Departemen Manajemen. 4. Yusrina Permatasari, S.Sos, ME. dan Ali Mutasowifin, SE, M.Ak. selaku Dosen Penguji. 5. Bapak Restu E. Rohman selaku Account Manager BMI Cabang Bogor. 6. Adikku tersayang, Wahyu Purna Jatmiko, yang sangat membanggakan dan menginspirasi. 7. Tunanganku, Noerma Pambudi, atas pengertian dan kesetiaan dalam suka dan duka. 8. Sahabatku, Lilik Ernawati, yang selalu memberikan semangat, perhatian, dan nasihat. 9. Teman–teman seperjuangan, Windu, Nuni, Fani, Astri, Issy, I love you all. 10. Teman–teman Program Alih Jenis Manajemen IPB angkatan 8. Semoga hasil penelitian dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, praktisi di bidang risiko perbankan, dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Januari 2013
v
4
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN RIWAYAT HIDUP …………………………………………………….. iii KATA PENGANTAR …………………………………………………
iv
UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………..
v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
vi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………...
viii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..
ix
LAMPIRAN …………………………………………………………….
x
I. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1 1.1. Latar Belakang……………………………………………………..... 1.2. Perumusan Masalah………………………………………………...... 1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………………...... 1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………………... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………....
1 8 8 9 9
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………...
10
2.1. Pengertian Bank……………………………………………………... 2.2. Bank Syariah……………………………………………………….... 2.3 Pembiayaan Syariah………………………………………………..... 2.3.1 Prosedur Pembiayaan Anggota Koperasi…………………..... 2.3.2 Prinsip Penilaian Kelayakan Pembiayaan Anggota Koperasi.. 2.3.3 Kualitas Pembiayaan………………………………………..... 2.4 Risiko Pembiayaan…………………………………………………... 2.4.1 Jenis–jenis Risiko Pembiayaan……………………………….. 2.4.2 Risiko Pembiayaan dengan Jaminan Cessie…………………. 2.4.3 Manajemen Risiko Bank Muamalat Indonesia ..…………….. 2.5 Pengukuran Risiko Pembiayaan……………………………………... 2.5.1 Data Input…………………………………………………….. 2.5.2 Frekuensi Default……………………………………………… 2.5.3 Distribusi Poisson……………………………………………... 2.5.4 Loss Given Default……………………………………………. 2.5.5 Distribution of Default Losses.……………………………….. 2.5.6 Expected Loss…………………………………………………. 2.5.7 Unexpected Loss………………………………………………. 2.5.8 Economic Capital……………………………………………... 2.5.9 Validasi dengan Backtesting………………………………….. 2.6 Hasil Penelitian Terdahulu…………………………………………...
10 11 12 15 26 29 30 31 33 34 42 43 43 44 45 45 46 46 46 47 47
vi
5
III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………... 49 3.1. Kerangka Pemikiran………………………………………………….. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………… 3.3. Metode Pengumpulan Data………………………………………….. 3.4. Metode Pengolahan dan Hasil Analisis Data…………………………
50 51 51 52
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………..
56
4.1. Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk……………… 56 4.1.1 Visi dan Misi BMI……………………………………………… 58 4.1.2 Struktur Organisasi BMI……………………………………….. 58 4.1.3 Perkembangan Pembiayaan Anggota Koperasi 2009–2011……. 59 4.1.4 Perkembangan NPF Pembiayaan Anggota Koperasi BMI Cabang Bogor…………………………………………………………… 61 4.2. Strategi Menanggulangi Kerugian Akibat Munculnya Risiko-risiko Pembiayaan…………………………………………………………... 62 4.2.1 Risiko Operasional……………………………………………… 62 4.2.2 Risiko Hukum…………………………………………………... 63 4.2.3 Risiko Strategik…………………………………………………. 63 4.2.4 Risiko Kredit……………………………………………………. 64 4.2.5 Risiko Likuiditas………………………………………………... 65 4.3. Expected Loss dan Unexpected Loss………………………………… 66 4.3.1 Exposure at Default…………………………………………….. 66 4.3.2 Kelompok Band………………………………………………... 67 4.3.3 Recovery Rate…………………………………………………... 68 4.3.4 Loss Given Default……………………………………………... 71 4.3.5 Number of Default……………………………………………… 72 4.3.6 Cumulative Probability of Default……………………………… 73 4.3.7 Expected Loss…………………………………………………... 74 4.3.8 Unexpected Loss………………………………………………... 75 4.4. Economic Capital……………………………………………………. 76 4.5. Backtesting dan Validasi Model…………………………………….. 77 ………………………………………… KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………. ………… 1. Kesimpulan………………………………………………………….…. ………………………………………………………….… 2. Saran………………………………………………………………….… …………………………………………….. ………………………………………………………………….… ……………………….. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… ……………………………………………………
79 79 80 81
……… LAMPIRAN……………………………………………………………... 85 ……………………………………………………………...
vii
6
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Penyaluran dana BUS dan UUS 2010-2011………………….……... 2. Kriteria diterimanya pembiayaan berdasarkan grading koperasi karyawan (Kopkar)…………………………….……........... 3. Profil risiko BMI posisi 31 Desember 2011……………...............….. 4. Total pembiayaan anggota koperasi……………………….…………. 5. Perkembangan NPF pembiayaan anggota koperasi………….………. 6. Total credit exposure at default …………………………….……...... 7. Komposisi EAD per band…………………………………….…….... 8. Komposisi recovery rate per band………………………….……….. 9. Loss given default …………………………………………….…....... 10. Daftar debitur yang default per band……………………………..... 11. Probability of default dan cumulative probability of default 2009-2011 …………………………………………….……. 12. Expected loss………………………………………………………... 13. Unexpected loss………………………………………………........... 14. Economic capital…………………………………………….……… 15. LR test……………………………………………………….………
viii
2 22 34 59 61 66 68 69 71 72 73 74 75 76 78
7
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Penyaluran dana bank syariah………………………………………… 2. Alur proses realisasi dan pembayaran angsuran……………………… 3. Analisis kelayakan pembiayaan………………………………………. 4. Struktur organisasi divisi manajemen risiko…………………………. 5. Distribution of default events…………………………………………. 6. Kerangka pemikiran…………………………………………………... 7. Struktur organisasi BMI secara umum………………………………..
ix
14 25 26 35 44 50 58
8
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Pedoman umum penggolongan kualitas kredit bank syariah…………. 2. Daftar pembiayaan anggota koperasi Per 31 Desember 2009………... 3. Daftar pembiayaan anggota koperasi Per 31 Desember 2010………... 4. Daftar pembiayaan anggota koperasi Per 31 Desember 2011………... 5. Pengelompokkan band………………………………………………... 6. Komposisi credit exposure at default………………………………… 7. Recovery at default dan loss liven default…………………………….. 8. Jumlah debitur yang default…………………………………………... 9. Probabiliyt of default dan cumulative probability of default………..... 10. Number of default, expected loss, uUnexpected loss, economic capital………………………………………………………………... 11. Binary indicator……………………………………………………... 12. Tabel chi square critical value………………………………………. 13. NPF net pembiayaan anggota koperasi tahun 2009…………………. 14. NPF net pembiayaan anggota koperasi tahun 2010…………………. 15. NPF net pembiayaan anggota koperasi tahun 2011……………….....
x
86 89 91 93 95 96 97 98 99 101 102 102 103 104 105
9
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Menurut Sudarsono (2004), awal mula dicetuskan ide pendirian bank syariah terjadi pada tahun 1970–an. Pembicaraan mengenai bank syariah muncul dalam sebuah seminar hubungan Indonesia–Timur Tengah pada tahun 1974 dan tahun 1976 dalam seminar yang diselenggarakan oleh Yayasan Bhineka Tunggal Ika dan Lembaga Studi Ilmu–Ilmu Kemasyarakatan (LSIK). Pengembangan pemikiran tentang perlunya bank syariah mulai melanda Indonesia sejak saat itu. Cikal bakal bank syariah di Indonesia dimulai dari berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada 24 1 Nopember 1991 dan mulai beroperasi sejak 1 Mei 1992. Pada akhir tahun 1990–an, Indonesia sempat dilanda krisis moneter hingga menyebabkan kondisi perekonomian menjadi tidak stabil. Bank Muamalat Indonesia juga terkena dampak dari krisis tersebut karena terjadi lonjakan persentase kredit macet. Persentase Non Performing Financing (NPF) meningkat tajam hingga mencapai angka 60% pada tahun 1998. Bank Muamalat Indonesia tercatat mengalami kerugian hingga Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Pihak manajemen bank harus segera memperkuat permodalan dengan mencari pemodal potensial. Hal itu ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat.1 Indonesia kembali terimbas krisis moneter sebagai dampak dari subprime mortgage di Amerika pada tahun 2008-2009. Tapi, krisis kali ini tidak terlalu berdampak terhadap pertumbuhan perbankan syariah dalam negeri. Hal ini mengingat tingkat pengembalian bank syariah tidak mengacu pada suku bunga melainkan bagi hasil, sehingga bank syariah dapat menjalankan kegiatannya tanpa terganggu kenaikan suku bunga.2 Menurut Dr. Rifki Ismal, peningkatan tren pertumbuhan bank syariah justru semakin pesat hingga akhir September 2011. Pertumbuhan aset bank syariah mencapai Rp 234,4 triliun, DPK mencapai Rp 97,8 triliun, dan pembiayaan mencapai Rp 92,8 triliun.3 Berikut disajikan tabel penyaluran dana BUS dan UUS selama dua tahun terakhir. 1
http://www.muamalatbank.com/home/about/profile http://suryodesign.wordpress.com/tag/visi-misi-perbankan-syariah/ 3 http://www.ekonomisyariah.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=45%3Aoutl ook-perbankan-syariah-nasional-2012&catid=1%3Alatest-news&Itemid=28 2
2
Tabel 1. Penyaluran dana BUS dan UUS 2010–2011 (Rp Triliun) Oktober 2010 Oktober 2011 Growth Nominal Share Nominal Share Nominal (%) (%) (%) Total penyaluran dana 83,81 100 122,73 100 38,92 46,43 Pembiayaan 62,99 75,16 96,62 78,72 33,62 53,38 Piutang Murabahah 34,83 41,56 52,06 42,42 17,23 49,46 Piutang Qardh 3,29 3,93 13,02 10,61 9,72 295,17 Mudharabah 8,41 10,04 10,14 8,26 1,73 20,54 Musyarakah 13,42 16,01 17,73 14,45 4,31 32,11 Lainnya 3,04 3,62 3,67 2,99 0,64 20,92 Antar Bank 3,64 4,34 3,66 2,98 0,02 0,49 Penempatan di BI 11,19 13,35 16,21 13,21 5,02 44,89 Surat Berharga 5,67 6,76 5,94 4,84 0,27 4,78 Penyertaan 0,09 0,10 0,05 0,04 (0,04) (46,59) Tagihan Lainnya 0,24 0,28 0,26 0,21 0,02 9,32 Sumber: http://www.bi.go.id (Publikasi Outlook Perbankan Syariah 2012) Penyaluran Dana
Pada Tabel 1. penyaluran dana Badan Usaha Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), pembiayaan murabahah paling mendominasi dengan jumlah mencapai Rp52,06 triliun atau 42,42%. Pembiayaan musyarakah menduduki peringkat kedua terbesar yang mencapai Rp17,73 triliun (14,45%), dan pembiayaan qardh sebesar Rp13,02 triliun (10,61%). Penyaluran dana berupa qardh mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 295,17%. Peningkatan pembiayaan qardh ini didisebabkan peningkatan qardh (gadai) emas. Berdasarkan outlook perbankan syariah pada tahun 2012 yang dilakukan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, diperkirakan pertumbuhan perekonomian Indonesia akan tetap tinggi dan berada pada kisaran 6,3% hingga 6,7%. Pertumbuhan ekonomi ini diharapkan dapat meminimalisir dampak krisis mengingat tidak banyak portofolio aset perbankan syariah dalam valuta asing maupun luar negeri. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia juga memperkirakan adanya potensi krisis utang di negara–negara Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 2012. Krisis ini dapat menyebabkan lambatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Akan tetapi, pertumbuhan bank syariah di Indonesia secara umum justru mengalami peningkatan dalam kurun tiga tahun terakhir, khususnya pada Oktober 2011 dengan year on year (yoy) mencapai 48,10%.4
4
http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Publikasi+Lain/Publikasi+Lainnya/Outlook+Perbankan+Sy ariah+2012.htm
3
Perbankan ke depan masih mendominasi sistem keuangan berdasarkan total aset lembaga keuangan di Indonesia. Ancaman dampak krisis luar negeri dapat diatasi dengan memperbaiki infrastruktur khususnya di dalam organisasi perbankan syariah. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir banyak bank syariah yang telah melakukan pembenahan dengan memperkuat aspek regulasi dan koordinasi kebijakan dengan pihak terkait termasuk pelaku usaha sektor riil. Penyediaan produk–produk syariah juga dapat memberi nilai tambah tersendiri. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali (Pasal 3 UU Perbankan Syariah Tahun 2008). BMI terus melakukan peningkatan portofolio penghimpunan dana dan pembiayaan. Hal itu dilakukan untuk mendiversifikasi risiko dan meningkatkan kontribusi
terhadap
pembangunan.
Penghimpunan
dana
Bank
Mumalat
mengalami peningkatan dari tahun 2008–2011. Pertumbuhan dana pihak ketiga meningkat 14,5% pada akhir 2008 menuju 2009. Pada akhir 2009 ke 2010 peningkatan volume penghimpunan dana mencapai 17% dan pada akhir 2011 pertumbuhan dana pihak ketiga meningkat hingga 31% dibandingkan posisi akhir 2010. Laju pertumbuhan dana pihak ketiga dihasilkan dari peningkatan jumlah rekening baru dan saldo rekening nasabah aktif.5 Seiring dengan peningkatan dana simpanan oleh para nasabah, bank syariah dapat lebih mengusahakan dana tersebut untuk pembiayaan. Keuntungan dari usaha dalam beberapa produk pembiayaan biasanya akan dibagi melalui nisbah bagi hasil. Mengingat sebagian besar DPK yang diterima oleh bank syariah nantinya akan diinvestasikan kepada mudharib, tidak salah jika risiko yang dialami oleh pihak bank juga semakin besar. Bank juga mengalami risiko pengurangan modal jika ternyata investasi yang dilakukan mengalami kegagagalan atau macet. Risiko yang dapat mengakibatkan pengurangan modal adalah munculnya unexpected loss (kerugian yang tidak diharapkan) dalam jumlah besar. Unexpected loss nantinya akan di–backup dari modal bank syariah.
5
http://www.muamalatbank.com/home/news/siaran_pers/1864
4
Menurut Risk Management Guide IFSB Tahun 2004, bank syariah memiliki tiga risiko terkait dengan usaha pembiayaan yang dilakukan. Pertama, potensi munculnya risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, dan risiko reputasi seperti yang terjadi di bank konvensional. Kedua, equity investment risk yang timbul ketika bank melakukan partnership (syirkah). Ketiga, rate of return risk terkait dengan perubahan ekspektasi return pemilik dana investasi. Secara umum, potensi perbedaan karakteristik risiko pada bank syariah (dibandingkan bank konvensional) bersumber dari kewajiban memenuhi prinsip syariah maupun dampak dari variasi akad yang digunakan. Berdasarkan UU No. 21 Pasal 38 Tahun 2008 Tentang UU Perbankan Syariah disebutkan bahwa bank syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen risiko, prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah. Manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan oleh perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Prinsip mengenal nasabah merupakan prinsip yang harus diterapkan perbankan sekurang–kurangnya mencakup kegiatan penerimaan dan identifikasi nasabah serta pemantauan kegiatan transaksi nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Perlindungan nasabah antara lain dilakukan dengan cara adanya mekanisme pengaduan nasabah, meningkatkan transparansi produk, dan edukasi terhadap nasabah. Perbankan syariah memiliki core business di bagian funding dan financing. Kegiatan funding dan financing merupakan usaha utama bank sebagai lembaga intermediasi antara pihak surplus dan defisit dana. Pengumpulan Dana Pihak Ketiga (DPK) di BMI dilakukan oleh Relationship Manager (RM). RM merupakan marketing funding yang bertanggungjawab atas pengumpulan dana pada Bank Muamalat. Penyaluran pembiayaan di Bank Muamalat merupakan tanggung jawab dari Account Manager (AM). AM merupakan marketing financing yang bertugas untuk menyalurkan dana yang telah dikumpulkan oleh RM melalui berbagai produk pembiayaan yang ada, termasuk produk pembiayaan anggota koperasi.
5
Target penyaluran pembiayaan untuk setiap AM tidak sama. Hal tersebut disebabkan oleh pembagian level/grade Sumber Daya Insani (SDI) pembiayaan yang berbeda–beda. Pada grade terendah atau grade 11 biasanya ditempati oleh SDI financing yang baru masuk dengan target pembiayaan Rp 1,25 miliar per bulan. Marketing financing yang termasuk dalam grade 12 memiliki target pembiayaan sebesar Rp 1,5 miliar per bulan, grade 13 sebesar Rp 1,75 miliar per bulan, dan grade 14 sebesar Rp 2,5 miliar per bulan (meningkat Rp 500 juta dari tahun–tahun sebelumnya yang hanya Rp 2 miliar). Target penyaluran pembiayaan untuk setiap Account Manager dapat meningkat jika target pembiayaan yang dibebankan oleh pusat kepada Bank Muamalat di setiap cabang meningkat. Target pembiayaan yang tersebut nantinya akan dibagi untuk tiap–tiap Account Manager yang ada di setiap cabang. Namun, peningkatan target pembiayaan BMI umumnya tidak disertai dengan penambahan jumlah Account Manager di setiap cabang, seperti di BMI Cabang Bogor. Situasi seperti ini tentunya membuat beban kerja Account Manager menjadi lebih berat dan tidak menutup kemungkinan munculnya kesalahan dalam menganalisis Usulan Pembiayaan (UP). Sebagian besar proses pembiayaan masih dilakukan oleh Account Manager Cabang Bogor sehingga membuat budget operasional dalam proses pembiayaan sering meningkat. Faktor waktu, tenaga, dan padatnya jadwal meeting dengan target pembiayaan yang lain juga menjadi pertimbangan dalam meranking calon mudharib. Account Manager lebih terfokus pada calon mudharib yang mengajukan pembiayaan dengan plafond besar, dibanding calon mudharib yang mengajukan pembiayaan dalam jumlah kecil dengan jarak tempuh trade checking yang cukup jauh. Hal ini mengingat faktor profitabilitas yang sekiranya akan diterima dari setiap mudharib sebelum melakukan proses pembiayaan lebih lanjut. Jumlah SDI marketing financing yang tidak sepadan dengan target pembiayaan Bank Muamalat Cabang Bogor sering kali membuat para Account Manager mengalami demotivasi. Demotivasi kinerja disebabkan oleh kebijakan peningkatan target pembiayaan bulanan Account Manager yang biasanya disampaikan dalam rapat bulanan.
6
Account Manager juga mengalami kendala dalam melakukan tugasnya karena muncul kebijakan baru untuk produk pembiayaan, khususnya pembiayaan anggota koperasi. Tercatat sejak Juli 2011 plafond pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan fix asset mengalami peningkatan dari Rp 50 juta menjadi Rp 100 juta. Peningkatan plafond pembiayaan ini tidak disertai dengan penambahan jaminan atas pembiayaan yang diajukan. Calon mudharib yang mengajukan fasilitas pembiayaan hingga Rp 100 juta masih bisa diberikan akta perjanjian pemberian jaminan cessie. Dalam perjanjian cessie, mudharib tidak perlu memberikan jaminan tambahan seperti cash collateral maupun fix asset. Cessie yang dijaminkan adalah 125% dari jumlah total hutang (harga jual) seluruh karyawan (anggota koperasi) dan harus dilakukan pengikatan secara notariel dihadapan notaris yang ditunjuk oleh Bank Muamalat. Tantangan kerja Account Manager kembali diuji dengan munculnya kebijakan baru yang menyebutkan bahwa anggota koperasi yang mengajukan pembiayaan dengan plafond Rp 100 juta harus melalui koperasi karyawan yang telah berbadan hukum syariah. Kebijakan tersebut akan mulai efektif per Juni 2012. Faktanya, banyak koperasi karyawan yang masih belum berbadan hukum syariah. Bentuk badan hukum syariah membuat koperasi harus merubah Anggaran Dasar
(AD)
dan
Anggaran
Rumah
Tangga
(ART)
juga
perubahan
pembukuan/akuntansi. Setelah berbadan hukum syariah, koperasi juga berfungsi sebagai institusi Zakat, Infaq, Sedekah, Waqaf, Fidyah (Ziswaf). Peningkatan target pembiayaan bulanan yang disertai dengan peraturan baru tentang badan hukum syariah koperasi membuat Account Manager harus bekerja ekstra. Ada koperasi yang bersedia menjadi badan hukum syariah melalui bantuan BMI. Banyak juga yang belum siap untuk berbadan hukum syariah meski berminat mengajukan pembiayaan di BMI. Account Manager mengalami kesulitan dalam pencapaian target pembiayaan akibat kebijakan baru tersebut. Jika pada pertengahan 2010 pencapaian target pembiayaan sekitar Rp 18 miliar sudah tergolong baik, pada pertengahan tahun 2011 hingga 2012 pencapaian target pembiayaan Rp 8 miliar saja sudah bagus.
7
Kendala yang dialami oleh AM dan juga risiko yang ditimbulkan dari penyaluran produk pembiayaan anggota koperasi dengan pola executing juga cessie membuat BMI harus lebih jeli dalam mengelola perkiraan kerugian yang akan muncul atas produk ini. Perkiraan kerugian yang muncul atas pembiayaan yang disalurkan dapat dihitung dengan menggunakan dua metode pengukuran risiko pembiayaan, yakni metode Standardized Approach dan Internal Ratings Based
Approach.
Pengukuran
risiko
pembiayaan
berdasarkan
metode
Standardized Approach tidak diperkenankan oleh Bank Indonesia karena metode tersebut memberikan bobot yang sama terhadap risiko pembiayaan tanpa mempertimbangkan kondisi makro dan mikro perekonomian, jenis pembiayaan, kualitas pembiayaan, limit pembiayaan dan jatuh tempo pembiayaan. Bank Indonesia mengizinkan penggunaan Internal Ratings Based Approach sebagai metode pengukuran risiko pembiayaan karena besarnya risiko pembiayaan yang akan dibentuk lebih mendekati kenyataan kerugian yang terjadi selama proses pemberian pembiayaan berlangsung. Metode pengukuran yang dikembangkan oleh Basel Committee adalah CreditRisk+ dari Credit Suisse Financial Products (CSFP), CreditMetrics dari JP Morgan, dan Portfolio Manager dari KMV. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Crouchy, et al (2001) terhadap 1800 bond dalam 13 mata uang di Amerika Utara, Eropa, dan Asia sampai pada suatu kesimpulan bahwa model perhitungan kredit dengan memakai pendekatan Credit Metrics, Credit Risk+, dan KMV model dianggap menghasilkan perhitungan VaR kredit yang tidak jauh berbeda satu sama lain. Ketiga model tersebut ternyata cukup valid digunakan untuk menghitung regulatory capital yang dapat menyerap risiko kredit, khususnya untuk obligasi dan kredit-kredit tanpa option feature. Berdasarkan
pertumbuhan
aset,
volume
penghimpunan
dana,
dan
penyaluran dana untuk pembiayaan anggota koperasi yang dilakukan oleh bank syariah serta besarnya risiko yang harus ditanggung dalam penyaluran pembiayaan tersebut, dalam skripsi yang menggunakan studi kasus PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor ini akan dihitung besarnya risiko pembiayaan anggota koperasi.
8
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan penjabaran dalam latar belakang masalah, secara lebih spesifik dalam skripsi ini akan dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Strategi apa saja yang harus ditempuh oleh BMI untuk mengatasi munculnya risiko operasional, kredit, strategik, likuiditas, dan hukum? 2. Berapa besar kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss) pada portofolio pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor? 3. Berapa besar economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang Bogor untuk menutup kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss)? 4. Apakah metode CreditRisk+ cocok diaplikasikan dalam mengukur risiko pembiayaan anggota koperasi dengan menggunakan model distribusi Poisson? 1.3. Tujuan Penelitian Skripsi ini membahas tentang pengukuran risiko pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan berupa fix asset pada BMI Cabang Bogor. Analisis risiko pembiayaan
anggota
koperasi
yang menggunakan
satu–satunya
sumber
pengembalian pembiayaan hanya berasal dari gaji karyawan ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi strategi–strategi apa saja yang dapat dilakukan oleh BMI untuk mengatasi dan meminimalisir kerugian akibat munculnya risiko operasional, kredit, strategik, likuiditas, dan hukum? 2. Menganalisis nilai kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss) pada portofolio pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor. 3. Menganalisis nilai economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang Bogor untuk menutup kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss). 4. Menganalisis kecocokan aplikasi metode CreditRisk+ dalam mengukur risiko pembiayaan anggota koperasi dengan menggunakan model distribusi Poisson.
9
1.4. Manfaat Penelitian Secara garis besar, skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam bidang manajemen risiko perbankan, khususnya perbankan syariah di Indonesia. Dengan mengetahui jenis–jenis risiko pembiayaan, proses analisis pembiayaan dan forecasting atas karakteristik mudharib akan dilakukan secara lebih hati–hati agar tidak meningkatkan kolektibilitas pembiayaan. Pembahasan penelitian dapat membantu proses perhitungan kerugian yang diharapkan (expected loss) dan kerugian yang tidak diharapkan (unexpected loss) dalam risiko penyaluran pembiayaan produk–produk perbankan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Terdapat beberapa faktor yang membatasi penelitian dalam skripsi ini, yaitu: 1. Obyek penelitian adalah produk pembiayaan anggota koperasi yang merupakan salah satu jenis produk pembiayaan konsumtif BMI. 2. Periode penelitian adalah selama tiga tahun, yakni dari tahun 2009–2011. 3. Data penelitian yang digunakan adalah data tahunan karena akses pencarian data yang relatif mudah dari pihak BMI Cabang Bogor. 4. Pembahasan dibatasi dalam ruang lingkup pengukuran besarnya nilai kerugian expected loss, unexpected loss, dan economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang Bogor. 5. Pengukuran risiko pembiayaan menggunakan metode CreditRisk+ karena jenis pembiayaan yang dipilih bersifat konsumtif. 6. Pembiayaan anggota koperasi dinyatakan sebagai default jika termasuk ke dalam kolektibilitas tiga atau kemacetan pembayaran lebih dari 90 hari. Kondisi default juga berlaku untuk tingkat kolektibilitas empat dan lima. 7. Nilai eksposur yang digunakan antara Rp 10,5 juta hingga Rp 10,5 miliar. Nilai pembiayaan yang default dan kurang dari Rp 10,5 juta tidak dimasukkan dalam sampel karena tidak ada dalam data. 8. Exposure at default yang digunakan adalah plafond kolektif Kopkar, bukan nominal pinjaman yang diajukan oleh masing–masing anggota Kopkar kepada pengurus Kopkar. Eksposur pembiayaan merupakan jumlah dari besarnya nilai baki debet debitur/mudharib.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Bank Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh para bankir untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan populer menjadi Bank (Rivai dan Veithzal, 2008). Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang (Karim, 2007). Bank
konvensional,
yaitu
bank
yang
dalam
aktivitasnya,
baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam presentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Presentase tertentu ini biasanya diterapkan per tahun (Triandaru dan Budisantoso, 2007). Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa bank memiliki beberapa definisi. Pertama, bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja. Kedua, bank adalah pencipta uang dimaksudkan bahwa bank menciptakan uang giral dan mengedarkan uang kartal. Ketiga, bank adalah pengumpul dana dan penyalur
kredit
berarti
bank
dalam
operasinya
mengumpulkan
dana
mengumpulkan dana kepada Surplus Spending Unit (SSU) dan menyalurkan kredit kepada Defisit Spending Unit (DSU). Bank secara etimologi memiliki arti tempat untuk menukarkan uang. Bank secara lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dan menyalurkan dana, atau kedua-duanya, menghimpun dan menyalurkan (Kasmir, 2000). Usaha bisnis perbankan secara garis besarnya meliputi penghimpunan dana (dari berbagai sumber) dan penyaluran dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya sebagaimana dielaborasi dalam Pasal 6 UU No. 7/1992 jo. UU No. 10/1998.
11
Martono (2010) menyimpulkan bahwa pengertian bank telah mengalami evolusi, sesuai dengan perkembangan bank itu sendiri. Fungsi bank pada umumnya adalah (1) menerima berbagai bentuk simpanan dari masyarakat; (2) memberikan kredit, baik bersumber dari dana yang diterima dari masyarakat maupun berdasarkan atas kemampuannya untuk menciptakan tenaga beli baru; (3) memberikan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telan diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatakan taraf hidup rakyat banyak. 2.2. Bank Syariah Bank syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum islam yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadist. Kegiatan operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan dalam Al Quran dan Sunnah Rasul Muhammad SAW (Triandaru dan Budisantoso, 2007). Bank syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun (dalam perbankan lazim disebut deposan atau penabung), karena besar-kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana tersebut sangat tergantung pada pendapatan yang diterima oleh bank syariah dalam mengelola dana mudharabah sehingga sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah (Wiroso, 2005). Rivai dan Veithzal (2008) menyebutkan bahwa Islamic Banking (iB) adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam ajaran islam, berfungsi sebagai badan usaha yang menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat, atau sebagai perantara keuangan. Prinsip islam yang dimaksud adalah perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank, pihak lain untuk penyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha.
12
Arifin (2009) menyebutkan bahwa bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip islam, syariah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait. Berdasarkan Ketentuan Umum Undang-undang No. 21 Pasal 1 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Islam adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum atau syariah islam dengan mengacu kepada Al-Qur‟an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Dengan kata lain, bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah islam (Siamat, 2004). 2.3. Pembiayaan Syariah Kredit atau Credit berasal dari kata credere artinya “kepercayaan.” Apabila kita memahami arti dasar ini maka orang akan berhati-hati dalam menerima atau mengajukan kredit. Karena orang tidak akan sembarangan asal ambil kredit tanpa perhitungan yang matang. Kenapa? Karena apabila si penerima kredit (debitur) tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan secara tertulis dengan kreditur (pemberi kredit), yang bersangkutan berarti sudah wanprestasi (tidak memenuhi kewajiban sesuai pada waktunya). Dengan dmikian “kepercayaan” kepada penerima kredit tersebut sudah mulai berkurang yang tentunya akan merugikan debitur juga (Tamin, 2012). Kedit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang sekarang (Suyatno dkk, 1990).
13
Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa kredit berasal dari kata Italia credere yang artinya kepercayaan, yaitu kepercayaan dari kreditor bahwa debiturnya akan mengembalikan pinjaman berserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Kreditor percaya bahwa kredit itu tidak akan macet. Menurut Suyatno (1991), kredit adalah suatu kepercayaan, maksudnya adalah seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Pengertian kredit dalam Buku Seri Manajemen Bank No. 5 (1997: 31) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Selain itu, kredit juga bisa berarti kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan atau ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 10/1998 tentang Perbankan, tidak terdapat perbedaan definisi yang signifikan antara kredit dengan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Kredit didefinisikan sebagai, “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi uangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Pembiayaan didefinisikan sebagai, “Penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.” Perbedaan definisi kredit dengan pembiayaan terdapat pada kata kredit yang diganti dengan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, kata pinjam-meminjam dihilangkan, kata peminjam untuk melunasi utangnya diganti dengan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut, dan akhirnya kata bunga diganti dengan imbalan atau bagi hasil (Karim, 2007).
14
Purnamasari (2011) mendefisinikan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, yang berupa: 1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah atau musyarakah; 2. Transaksi sewa–menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiyah bi al–Tamlik; 3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna; 4. Transaksi pinjam–meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan 5. Transaksi sewa–menyewa jasa berbentuk ijarah untuk transaksi multijasa. Berdasarkan persetujuan/kesepakatan antara bank syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan fee/ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Berikut adalah gambar 1. yang menggambarkan skema penyaluran dana (pembiayaan) dan penyediaan layanan perbankan pada bank syariah menurut Purnamasari (2011).
BANK SYARIAH Kegiatan Penyaluran Dana/Pembiayaan (Financing) Prinsip Jual Beli
Fee Based Service (Service/Ujrah)
Murabahah Hawalah
Rahn/ Gadai
Letter of Credit (L/C) Impor Syariah
Bank Garansi Syariah dengan Prinsip Kafalah
Istishna
Prinsip Bagi Hasil/Kerja Sama
Mudharabah
Qardh
Salam
Musyarakah
Prinsip Sewa (Ijarah)
Gambar 1. Penyaluran dana Bank Syariah (Purnamasari 2011)
15
2.3.1 Prosedur Pembiayaan Anggota Koperasi Pembiayaan anggota koperasi adalah pembiayaan yang disalurkan kepada koperasi karyawan untuk memenuhi kebutuhan anggotanya (kolektif) yang mengajukan pembiayaan di koperasi karyawan. Koperasi karyawan (Kopkar) adalah koperasi primer yang berada di lingkungan perusahaan swasta, lembaga pemerintah, maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang beranggotakan pegawai tetap yang memiliki standar penggajian baku di perusahaan tempat anggota bekerja. Pembiayaan anggota koperasi merupakan jenis pembiayaan konsumer pola indirect, yakni pembiayaan yang diberikan kepada perorangan (anggota koperasi) melalui Kopkar untuk keperluan konsumsi dan bersifat non komersial, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum
yang berlaku,
kesusilaan,
ketertiban
umum,
dan
memenuhi
syarat/ketentuan syariah. Nasabah dari pembiayaan anggota koperasi adalah koperasi karyawan yang telah mendapat persetujuan untuk memperoleh fasilitas pembiayaan anggota koperasi dari bank dan telah menandatangani akad dan dokumen pembiayaan lain yang dipersyaratkan. Dalam konsep produk pembiayaan anggota koperasi, nasabah berperan sebagai executing agent karena bank tidak memiliki hubungan langsung dengan para anggota koperasi karyawan. Proses pembiayaan dari nasabah (Kopkar) kepada anggotanya dilakukan dan menjadi tanggung jawab penuh nasabah sendiri. Sebagai konsekuensi dari skim executing, berlaku beberapa ketentuan terkait dengan tanggung jawab nasabah (Kopkar). Pembiayaan anggota koperasi dengan pola executing menggunakan skim mudharabah, murabahah, dan ijarah multijasa. Skim mudharabah digunakan oleh bank dengan pihak pengelola koperasi karyawan, sedangkan skim murabahah digunakan oleh pengelola Kopkar dengan para anggota yang mengajukan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang anggota. Pengelola Kopkar dan anggotanya juga dapat menggunakan akad ijarah multijasa jika tujuan pengajuan pembiayaan adalah untuk memenuhi kebutuhan jasa anggota, seperti dana pendidikan dan umrah.
16
Tujuan pembiayaan harus dicantumkan dalam usulan pembiayaan anggota koperasi untuk menghindari penyalahgunaan dana yang tidak sesuai dengan prinsip syariah atau tidak sesuai tujuan semula. Penentuan keputusan plafond pembiayaan juga dipengaruhi oleh tujuan penggunaan dana dengan kesesuaian kebutuhan pinjaman. Jika ternyata dana yang diajukan tidak sesuai dengan penggunaan, pihak BMI dapat menurunkan/menyesuaikan plafond pembiayaan sesuai analisis bank. Penentuan besarnya alokasi pembiayaan (plafond) untuk nasabah (Kopkar) disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan
anggota koperasi,
berdasarkan potensi gaji anggota, mengacu pada analisis pembiayaan yang berlaku di BMI, juga skala usaha perusahaan. Limit penyaluran pembiayaan nasabah (Kopkar) kepada anggotanya maksimal adalah Rp 100 juta per anggota dan tidak dipersyaratkan adanya jaminan tambahan dari anggota. Pembiayaan di atas Rp 100 juta per anggota harus disertai dengan jaminan tambahan atas nama Kopkar yang dititipkan ke BMI. BMI menentukan jaminan untuk produk pembiayaan anggota koperasi berupa piutang nasabah kepada anggotanya. Nasabah bertanggungjawab atas kelancaran pembayaran kewajiban di BMI termasuk jika anggota Kopkar melakukan wanprestasi. Kopkar bekerjasama dengan bendahara gaji dalam hal pendebetan atau pemotongan gaji karyawan dalam rangka pembayaran angsuran tiap bulannya. Jika terdapat anggota yang menunggak angsurannya, diputus hubungan kerjanya, keluar/mengundurkan diri dari perusahaan tempat bekerja, meninggal dunia, atau hal–hal lain yang menyebabkan kewajiban angsuran tidak terpenuhi maka Kopkar bertanggungjawab penuh dan wajib melunasi sisa pembiayaannya di BMI. Oleh karena itu, dalam Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan (SP3) dimuat persyaratan bahwa perhitungan nisbah bagi hasil berdasarkan ekspektasi pendapatan yang diperoleh dari total angsuran anggota koperasi setiap bulan. Jika perolehan pendapatan lebih kecil dari ekspektasi pendapatan yang disebabkan kelalaian Kopkar dalam memotong gaji anggotanya untuk membayar angsuran maka nasabah bertanggungjawab tersebut.
untuk
menambah/menutupi
kekurangan
pendapatan
17
Beberapa dokumen jaminan selain Surat Perintah transfer dari karyawan ke rekening Kopkar di BMI adalah dokumen jaminan yang berupa kesanggupan bayar dari pihak–pihak terkait seperti dokumen pemotongan gaji, dokumen jaminan atas kelancaran pembayaran dan pelunasan kewajiban anggota Kopkar kepada BMI, dan dokumen penutupan asuransi. Dokumen pemotongan gaji meliputi tunjangan–tunjangan ataupun hak–hak yang timbul dalam bentuk apapun juga dari anggota Kopkar kepada bendahara gaji perusahaan tempat anggota Kopkar bekerja. Selain itu, dibutuhkan juga dokumen surat pernyataan dari bendahara gaji tempat anggota Kopkar bekerja untuk menjamin kelancaran pemotongan gaji, tunjangan, ataupun hak yang timbul dalam bentuk apapun dalam rangka pembayaran angsuran hutang pokok, margin, denda, dan biaya–biaya lain yang menjadi kewajiban anggota Kopkar, serta untuk pelunasan kewajiban anggota Kopkar jika status anggota sebagai karyawan terputus hubungan kerjanya oleh sebab apapun juga. Pada dokumen jaminan atas kelancaran pembayaran serta pelunasan kewajiban anggota Kopkar kepada BMI terdapat surat pernyataan dan kuasa dari anggota Kopkar kepada pengurus Kopkar untuk menyerahkan semua hak yang timbul kepada pengurus Kopkar untuk selanjutnya langsung diserahkan kepada BMI agar menerima terlebih dulu atas hak–hak anggota tersebut. Misalnya, apabila hubungan kerjanya oleh sebab apapun termasuk tunjangan hari tua, gaji terakhir, serta pesangon. Dokumen lainnya adalah surat pernyataan penjaminan dan kuasa dari pengurus nasbaah kepada BMI untuk kelancaran pembayaran dan pelunasan kewajiban anggota Kopkar kepada BMI. Jaminan dokumen yang lain adalah dokumen penutupan asuransi, minimal berupa polis asuransi jiwa dengan pelunasan PHK dari perusahaan asuransi yang ditetapkan BMI. Manfaat asuransi setidaknya mencakup risiko meninggal dunia dengan minimal coverage 100% dari jumlah kerugian dan risiko PHK dengan coverage 75% dari jumlah kerugian. Kelengkapan dokumen jaminan merupakan salah satu syarat dilakukannya pengikatan antara pihak BMI dengan nasabah (Kopkar). Pengikatan perjanjian pembiayaan (notariil) antara BMI dengan Kopkar dilakukan di depan notaris yang ditunjuk oleh pihak BMI. Fidusia piutang dilakukan secara notariil dan didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF).
18
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam produk pembiayaan anggota koperasi adalah jangka waktu pembiayaan. Jangka waktu pembiayaan kepada Kopkar disesuaikan dengan jangka waktu pembiayaan Kopkar kepada anggotanya. Terkait dengan hal itu, BMI memiliki aturan tersendiri, yakni khusus untuk Kopkar perusahaan swasta dengan aset kurang dari Rp 50 miliar periode pembiayaan hanya berlangsung antara 1 s/d 3 tahun. Periode tersebut dapat diperpanjang hingga 5 tahun jika pemohon pembiayaan adalah Kopkar dari instansi PNS, BUMN, TNI/POLRI, dan perusahaan swasta dengan aset ≥ Rp 50 miliar. Pembayaran angsuran pokok pembiayaan berikut bagi hasil dilakukan secara bulanan sesuai dengan jangka waktu dan jadwal yang telah disepakati antara BMI dan Kopkar. BMI tidak memberikan masa tenggang (grace period) setelah tanggal angsuran ditetapkan. Setelah mengetahui konsep/definisi pembiayaan anggota koperasi di BMI, tahap selanjutnya adalah penjelasan tentang prosedur pembiayaan anggota koperasi yang harus dipahami oleh nasabah/Kopkar. Untuk mengetahui lebih jelas tentang prosedur pembiayaan anggota koperasi di BMI, pada paragraf selanjutnya akan dibahas tentang tahapan pembiayaan anggota koperasi secara umum. Nasabah yang telah memahami persyaratan pengajuan pembiayaan anggota koperasi di BMI, selanjutnya dapat langsung mengajukan permohonan pembiayaan dan mengisi form yang telah disediakan di bank. Pada tahap ini, nasabah (yang diwakili oleh pengurus Kopkar) menyampaikan keinginannya untuk melakukan kerjasama dengan BMI untuk memenuhi kebutuhan komsumtif anggota koperasi. Atas permohonan tersebut, account manager akan menggali informasi dan melakukan wawancara secara umum kepada pengurus koperasi tentang keperluan pembiayaan, jumlah dana yang diperlukan, dan berbagai hal lain yang nantinya akan dituangkan dalam UP. Jika sudah mendapatkan informasi dari pengurus koperasi tentang pembiayaan yang akan disalurkan, AM akan mempersilakan pengurus koperasi mengisi form permohonan dan meminta pengurus koperasi untuk melengkapi seluruh persyaratan yang dibutuhkan. Persyaratan yang harus dipenuhi pada awal pengajuan pembiayaan anggota koperasi ke BMI dibagi menjadi tiga, yakni persyaratan bagi koperasi, anggota koperasi, dan badan usaha.
19
Persyaratan untuk koperasi karyawan antara lain sebagai berikut: 1. Berbadan hukum (Surat pengesahan koperasi sebagai badan hukum dari Departemen Koperasi). 2. Anggaran Dasar koperasi dan Akta Perubahan koperasi. 3. Susunan pengurus koperasi yang sudah disahkan oleh Departemen Koperasi dan profil perusahaan Induk. 4. Mengajukan Surat permohonan pembiayaan ke BMI meliputi total pembiayaan, kegunaan, dan jangka waktu pembiayaan. 5. Merekap daftar
nominatif anggota koperasi yang sudah diseleksi oleh
Kopkar beserta plafond yang diminta oleh anggota koperasi. 6. Fotokopi rekening koran atas nama koperasi 3 (tiga) bulan terakhir. 7. Fotokopi KTP dan SK pengangkatan kepala Divisi SDM/Personnel Department Head Perusahaan Induk. 8. Surat pernyataan dari manajemen perusahaan dan pengurus koperasi untuk menjamin pembayaran atas fasilitas pembiayaan yang diterima oleh koperasi sampai dengan masa pelunasan dan apabila dalam RAT susunan pengurus berubah, kewajiban-kewajiban kepada bank tetap diteruskan oleh pengurus baru (bermaterai Rp 6000). 9. Nasabah yang dimaksud adalah Kopkar dari beberapa lembaga pemerintah, BUMN/BUMD, perusahaan multinasional, perusahaan besar yang telah masuk bursa (go public), atau perusahaaan swasta yang bonafit. 10. Akte Pendirian/Anggaran Dasar Nasabah telah mendapat pengesahan dari pejabat Kementrian Koperasi yang berwenang dan telah memiliki perizinan usaha lainnya seperti SIUP, TDP, dan NPWP. 11. Nasabah sudah merupakan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau memiliki Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS). Apabila nasabah belum merupakan
KJKS
atau
belum
memiliki
UJKS
maka
koperasai
dipersyaratkan sudah/sedang mengajukan permohonan KJKS/UJKS kepada Kementrian Koperasi atau Dinas Koperasi setempat, koperasi menempatkan orang yang memahami hukum syariah dalam struktur DPS Koperasi, dan penyaluran piutang nasabah kepada anggotanya wajib menggunakan Akad Syariah.
20
Persyaratan untuk anggota koperasi antara lain sebagai berikut: 1. Tercatat sebagai karyawan tetap dengan masa kerja minimal dua tahun 2. Memiliki kondite yang baik 3. Mendapat rekomendasi dari atasan dan koperasi 4. Fotokopi kartu identitas (KTP suami-istri, KK, surat nikah, dan surat persetujuan suami/istri) 5. Surat kuasa pemotongan gaji dari anggota kepada Kepala Divisi SDM/HRD perusahaan induk 6. Besarnya angsuran/kewajiban anggota tidak melebihi 35% dari take home pay 7. Maksimal umur dan jangka waktu pembiayaan tidak melebihi usia pensiun 8. Pembiayaan karyawan wajib di–cover dengan asuransi jiwa 9. Menyerahkan bukti perjanjian antara karyawan dengan koperasi 10. Cakap hukum, yaitu mampu melaksanakan hal dan kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan hukum 11. Usia minimal 21 tahun dan pada saat jatuh tempo fasilitas usia maksimal 55 tahun atau sebelum pensiun 12. Status anggota koperasi adalah minimal 2 tahun sebagai karyawan tetap, dibuktikan dengan menyerahkan asli SK Pengangkatan pertama dan terakhir (atau copy SK dengan menunjukkan aslinya), atau surat keterangan dari instansi pemerintah yang berwenang (bagi PNS), atau Surat Keterangan dari manager personalia tempat kerja anggota yang menyatakan bahwa anggota nasabah masih tercatat sebagai karyawan tetap dan masih aktif (bagi pegawai swasta). 13. Khusus bagi PNS dan TNI/Polri, selain menyerahkan SK Pengangkatan (asli) pertama dan terakhir atau surat keterangan dan instansi pemerintah yang berwenang, juga menyerahkan kartu Peserta Taspen (KPT) atau Kartu Tanda Peserta Asabri (KTPA) dan Kartu Pegawai Negeri Sipil (Karpeg) atau Kartu Tanda Anggota (KTA) untuk disimpan oleh bank selama masa pembiayaan berlangsung. 14. Memperoleh rekomendasi dari pimpinan kantor/atasan yang sah
21
Persyaratan badan usaha yang menaungi Kopkar antara lain: 1. Badan usaha tempat nasabah bernaung telah beroperasi minimal lima tahun. 2. Memiliki citra/reputasi badan usaha yang baik (tidak terdapat informasi negatif) terkait badan usaha tersebut. 3. Bisnis badan usaha yang menaungi Kopkar tidak termasuk ke dalam sub sektor ekonomi yang tidak menarik. 4. Badan usaha sedang tidak dalam proses hukum (baik dalam permasalahan pajak maupun dengan pihak ketiga lainnya). 5. Bagi badan usaha yang berorientasi profit maka harus memiliki prospek usaha yang menguntungkan (profitable) dan minimal dua periode terakhir sudah menghasilkan profit, jika terjadi penurunan profit maka harus dijelaskan penyebabnya, harus memiliki laporan kaungan (minimal dua periode terakhir) dengan kinerja terbaik terkait analisis keuangan badan usaha. Apabila kriteria instansi/perusahaan swasta tempat karyawan/anggota nasabah bekerja tersebut di atas tidak dapat dipenuhi maka account manager wajib memberitahukan kepada Komite Pembiayaan. Namun, sebelum semua dokumen masuk ke level komite, akan dilakukan risk assesment terlebih dulu terhadap proposal pembiayaan yang dibuat account manager. Proposal pembiayaan dengan limit tertentu sesuai ketentuan Risk Management Division wajib diproses oleh bagian Financing Risk, baik oleh Financing Risk Officer (FRO) ataupun oleh Financing Risk Staff (FRS), sesuai dengan limitasi kewenangan pemutusan pembiayaan yang berlaku. FRO/FRS melakukan proses asessment dan memberikan rekomendasi untuk dilakukan proses lebih lanjut sesuai dengan prosedur yang berlaku di Risk Management Division. Semua dokumen persyaratan pembiayaan anggota koperasi yang telah masuk ke BMI akan diperiksa kelengkapannya oleh account manager. Dokumen yang lengkap dan memenuhi syarat tidak langsung membuat pihak BMI percaya begitu saja. Perlu dilakukan trade checking (pemeriksaan lapang) untuk mengetahui situasi dan kondisi koperasi yang mengajukan pembiayaan tersebut.
22
Trade checking ditujukan untuk melakkan analisis kelayakan pembiayaan anggota koperasi. Pemeriksaan lapang sangat penting karena hasil dari pemeriksaan inilah yang nantinya akan dituangkan dalam Usulan Pembiayaan. Aspek–aspek kelayakan pembiayaan yang dianalisis menggunakan format standar Usulan Pembiayaan. Tahap selanjutnya adalah penentuan keputusan pembiayaan berdasarkan hasil analisis pembiayaan menurut prinsip 5C yang dituangkan dalam Usulan Pembiayaan anggota koperasi. Hasil dari analisis pembiayaan yang dimuat dalam Usulan Pembiayaan akan disampaikan kepada Komite Pembiayaan. Komite Pembiayaan terdiri atas business manager, koordinator pembiayaan, dan senior account manager yang ditunjuk oleh kantor pusat sebagai komite pembiayaan. Keputusan pembiayaan dapat berupa penolakan dan penerimaan. Jika pembiayaan ditolak, semua dokumen yang ada di BMI akan dikembalikan ke pengurus koperasi. BMI juga akan mengirim surat penolakan permohonan dan alasan tidak disetujuinya permohonan pembiayaan anggota koperasi. Jika pembiayaan diterima, account manager akan melakukan negosiasi ulang dengan pengurus koperasi berkenaan dengan hasil pemeriksaan dan notifikasi dari Komite Pembiayaan. Penentuan keputusan pemberian pembiayaan dapat ditentukan berdasarkan grading Kopkar dengan kriteria sebagai berikut: Tabel 2. Kriteria Diterimanya Pembiayaan berdasarkan Grading Kopkar Kriteria Maksimum eksposur per Kopkar (Potensi pembiayaaan = end users x estimasi end user limit facility) Kolateral/piutang Maksimum plafond per anggota Anggota di–cover asuransi jiwa Sumber: BMI (2012)
Grade A 80% dari potensi pembiayaan atau 10% dari eksposur pembiayaan Kopkar 100% O/S Rp 100 juta
Grading Kopkar Grade B 70% dari potensi pembiayaan atau 10% dari eksposur pembiayaan Kopkar 100% O/S Rp 100 juta
Grade C 60% dari potensi pembiayaan atau 10% dari eksposur pembiayaan Kopkar 100% O/S Rp 50 juta
Wajib
Wajib
Wajib
23
Ketentuan/keputusan Komite Pembiayaan harus disetujui oleh nasabah agar account manager dapat segera membuat Offering Letter (OL). Dengan dibuatnya OL maka proses selanjutnya adalah pengikatan/akad. Pengikatan merupakan sebuah pertemuan (forum) yang dihadiri oleh beberapa pengurus koperasi, business manager, legal staff, notaris, dan saksi. Pengikatan dilakukan dengan saling berjabat tangan antara wakil dari BMI dan pengurus koperasi terkait dengan persetujuan atas akta–akta yang ditandangani seperti persetujuan pembiayaan dengan akad mudharabah, akta jaminan, dan akta pernyataan pengurus koperasi. Jika proses pengikatan sudah selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah pencairan pembiayaan yang akan dilakukan setelah nasabah memenuhi beberapa syarat pencairan fasilitas pembiayaan seeperti berikut: 1. Akad pembiayaan telah ditandatangani secara notariil oleh para pengurus nasabah (Kopkar) yang tercantum dan sesuai dengan RAT terakhir. 2. Pengurus Kopkar telah menyerahkan Surat Pernyataan Penjaminan dan Kuasa serta perintah pendebetan rekening (standing instruction), guna pembayaran angsuran pokok, nisbah biaya administrasi, biaya notaris, biaya asuransi, serta kewajiban lainnya yang akan timbul. 3. Syarat yang harus dipenuhi oleh para anggota Kopkar yang akan dibiayai meliputi status anggota minimal 2 tahun sebagai karyawan tetap, Cash Ratio (CR) maksimal 35% (bagi PNS) dan 50% (bagi pegawai swasta/BUMN) dari THP setelah dikurangi potongan–potongan yang menjdi kewajiban anggota Kopkar yang bersangkutan, anggota yang bersangkutan telah mendapatkan rekomendasi tertulis dari pimpinan kantor/atasannya, yang bersangkutan telah menyerahkan surat pernyataan dan kuasa yang telah ditandatangani di atas materai Rp 6.000, anggota yang akan mendapatkan pembiayaan wajib menyampaikan data lengkap, anggota yang memperoleh pembiayaan wajib membuka rekening bank (Tabungan Muamalat, tabunganKu,
atau
Giro
Muamalat)
untuk
menampung
penyaluran
pembiayaan dari nasabah. 4. Pencairan fasilitas didasarkan pada permohonan pengurus Kopkar dengan melampirkan bukti pengajuan dari para anggotanya.
24
Hal–hal yang harus diperhatikan dalam penyaluran pembiayaan anggota koperasi seperti unit bisnis yang ditekankan untuk melakukan tindakan antisipasi dan berkewajiban melakukan monitoring terhadap nasabah secara intensif, seperti verifikasi setiap anggota yang mengajukan pembiayaan ke berbagai sumber yang tepat agar tidak terjadi pembiayaan fiktif (dapat dipercaya), serta selalu memonitor kinerja nasabah dan perusahaan tempat para anggota bekerja. Monitoring juga penting untuk mengawasi penggunaan dana yang dipinjam dari BMI yang harus sejalan dengan prinsip–prinsip syariah. Mengingat pembiayaan yang disalurkan adalah pembiayaan syariah, terdapat beberapa prinsip syariah yang harus diperhatikan seperti: 1. Akad antara bank dengan nasabah harus menggunakan skim mudharabah yang secara prinsip merupakan akad kerjasama antara bank sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib, dimana bank menyediakan kebutuhan modal 100% untuk dikelola oleh nasabah untuk disalurkan sebagai pembiayaan kepada anggotanya. Bagi hasil bank dihitung atas dasar expected return bank dari pembayaran angsuran anggota. 2. Nasabah sebagai mudharib harus memenuhi syarat sesuai prinsip dalam skema pembiayaan
mudharabah, terutama dalam hal
pengalaman
manajemen serta keahlian para pengurus dalam mengelola usaha nasabah. 3. Akad antara nasabah dengan para anggotanya harus menggunakan prinsip murabahah/ijarah multijasa, yang pada dasarnya harus memenuhi beberapa prinsip dasar seperti jual beli, barang/jasa yang diperjualbelikan memenuhi syarat halal, harga/jumlah yang harus dibayar pembeli telah disepakati bersama, cara pembayaran bisa sekaligus atau diangsur sesuai kesepakatan kedua belah pihak, dalam hal pembayaran dilakukan dengan cicilan maka uang muka diserahkan oleh para anggota nasabah, unit bisnis dapat memberikan
petunjuk
kepada
pengurus
nasabah
(Kopkar)
yang
bersangkutan dalam menyusun akad murabahah dan ijarah multijasa. 4. Barang–barang yang diproduksi oleh perusahaan tempat para anggota Kopkar bekerja dan barang–barang yang akan diperjualbelikan Kopkar kepada para anggota harus memenuhi syarat halal dan tidak melanggar prinsip syariah.
25
Tahap akhir dari proses pembiayaan anggota koperasi adalah realisasi pembiayaan dengan alur/proses realisasi sebagai berikut: 1
Bank Muamalat
5 Rek. Giro Aktif Kopkar
1
4 Koperasi Karyawan
4
Rek. Giro Escrow Kopkar
3
3 2
Badan Usaha yang Menaungi Kopkar
Anggota Kopkar
2
Rekening Giro /Tabungan Aktif Anggota
Keterangan: Alur realisasi pembayaran angsuran secara teknis Alur realisasi pembayaran angsuran secara garis besar
Gambar 2. Alur proses realisasi dan pembayaran angsuran (BMI 2012) Pada Gambar 2 terdapat panah nomor 1 yang menunjukkan realisasi pembiayaan dari BMI ke Kopkar melalui rekening giro escrow Kopkar. Rekening giro escrow adalah rekening giro penampungan untuk realisasi penyaluran pembiayaan dan penampungan untuk sumber pengembalian pembiayaan. Rekening giro escrow tidak dilengkapi dengan cek dan bilyet giro sehingga pendebetan hanya dapat dilakukan oleh BMI. Panah nomor 2 menunjukkan bahwa BMI melakukan pemindahbukuan dari rekening giro escrow Kopkar ke rekening setiap anggota (berdasarkan daftar normatif anggota Kopkar yang telah ditandatangani pengurus dan diverifikasi BMI). Panah yang diberi nomor 3 menunjukkan pembayaran kewajiban angsuran dari anggota langsung disetorkan/ditransfer ke rekening giro escrow Kopkar oleh bagian personalia perusahaan yang berwenang melakukan pemotongan kewajiban angsuran dari masing–masing anggota Kopkar sebesar kewajiban Kopkar kepada BMI. Panah nomor 4 menunjukkan proses pendebetan rekening giro escrow sebesar kewajiban dari Kopkar, sedangkan panah nomor 5 menunjukkan kwajiban Kopkar untuk mengaktifkan mutasi keuangan usahanya melalui BMI dengan menggunakan rekening aktif Kopkar.
26
2.3.2 Prinsip Penilaian Kelayakan Pembiayaan Anggota Koperasi Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa plafond kredit mutlak harus ditetapkan dan disetujui oleh kedua belah pihak (bank dan nasabah) sebelum penyaluran kredit dilakukan. Plafond kredit ditetapkan secara objektif atas hasil analisis asas 5C, 7P, dan 3R oleh analis kredit. Analisis kelayakan Pembiayaan/Kredit Asas 5C 1. 2. 3. 4.
Character Capacity Capital Condition of Economic 5. Collateral
Asas 7P 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Personality Party Purpose Prospect Payment Profitability Protection
Asas 3R 1. Return 2. Repayment 3. Risk Bearing Ability
Gambar 3. Analisis pembiayaan/kredit (Hasibuan 2011) Asas 5C 1. Character (watak) calon debitur perlu diteliti oleh analis kredit apakah layak untuk menerima kredit. Karakter pemohon kredit dapat diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi dari referensi nasabah dan bank–bank lain tentang perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatannya memenuhi pembayaran transaksi. Karakter yang baik jika ada keinginan untuk membayang (willingness to pay) kewajibannya. Apabila karakter pemohon baik maka dapat diberikan kredit, sebaiknya jika karakternya buruk kredit tidak dapat diberikan. 2. Capacity (kemampuan) calon debitur perlu dianalisis apakah ia mampu memimpin perusahaan dengan baik dan benar. Kalau ia mampu memimpin perusahaan, ia akan dapat membayar pinjaman sesuai dengan perjanjian dan perusahaannya tetap berdiri. Jika kemampuan calon debitur baik maka dapat diberikan kredit, sebaiknya jika karakternya buruk kredit tidak dapat diberikan.
27
3. Capital (modal) dari calon debitur harus dianalisis mengenai besar dan struktur modalnya yang terlihat dari neraca lajur perusahaan calon debitur. Hasil analisis neraca lajur akan memberikan gambaran dan petunjuk sehat atau tidak sehatnya perusahaan. Demikian juga mengenai tingkat likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan struktur modal perusahaan bersangkutan. Jika terlihat baik maka bank dapat memberikan kredit kepada pemohon bersangkutan, tetapi jika tidak maka pemohon tidak akan mendapatkan kredit yang diinginkannya. 4. Condition of Economic atau kondisi perekonomian pada umumnya dan bidang usaha pemohon kredit khususnya. Jika baik dan memiliki prospek yang baik maka permohonannya akan disetujui, sebaiknya jika jelek, permohonan kreditnya akan ditolak. 5. Collateral (agunan) yang diberikan pemohon kredit mutlak harus dianalisis secara yuridis dan ekonomis apakah layak dan memenuhi persyaratan yang ditentukan bank. Jika jawabannya ya maka kredit dapat diberikan, tetapi jika jawabannya tidak maka kredit tidak dapat diberikan. Asas 7P 1. Personality (kepribadian) adalah sifat dan perilaku yang dimiliki calon debitur yang mengajukan permohonan kredit bersangkutan, dipergunakan sebagai dasar pertimbangan pemberian kredit. Jika kepribadiannya baik, kredit dapat diberikan, sebaliknya jika kepribadiannya jelek maka kredit tidak akan diberikan. Alasannya adalah karena kepribadian yang baik akan berusaha membayar pinjamannya, sedangkan kepribadian yang jelek akan sulit membayar pinjamannya. Kepribadian calon nasabah ini dapat diketahui dengan mengumpulkan informasi tentang keturunan, pekerjaan, pendidikan, dan pergaulannya. 2. Party adalah mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu berdasarkan modal, karakter, dan loyalitasnya, dimana setiap klasifikasi nasabah akan mendapatkan fasilitas berbeda. 3. Profitability adalah adalah untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah mendapatkan laba. Profitability diukur per periode, apakah konstan atau meningkat dengan adanya kredit.
28
4. Purpose (tujuan) adalah tujuan dan penggunaan kredit oleh calon debitur, apakah untuk kegiatan konsumtif atau sebagai modal kerja. Tujuan kredit ini menjadi hal yang menentukan apakah permohonan calon debitur disetujui/ditolak. Apabila kredit digunakan untuk kegiatan sebagai modal kerja (produktif) maka kredit dapat diberikan. Jadi, analisis kredit harus mengetahui secara pasti tujuan dan penggunaan kredit yang akan diberikan sehingga dapat mempertimbangkan apakah kredit akan diberikan atau ditolak. 5. Prospect adalah prospek perusahaan di masa datang, apakah akan menguntungkan (baik) atau merugikan (jelek). Jika prospek terlihat baik maka kredit dapat diberikan, sebaliknya jika jelek maka kredit ditolak. Oleh karena itu, analis kredit harus mampu mengestimasi masa depan perusahaan calon debitur agar pengembalian kredit menjadi lancar. 6. Payment (pembayaran) adalah mengetahui bagaimana pembayaran kembali kredit yang diberikan. Hal ini dapat diketahui jika analis kredit memperhitungkan kelancaran penjualan dan pendapatan calon debitur sehingga dapat diperkirakan kemampuannya untuk membayar kembali kredit tersebut sesuai dengan perjanjian. Asas payment ini harus dipergunakan
sebagai
bahan
pertimbangan
pemberian
kredit
agar
pengembalian kredit berjalan lancar. 7. Protection bertujuan agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang, jaminan orang, atau jaminan asuransi. Asas 3R 1. Return adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitur setelah memperoleh kredit. Apabila hasil yang diperoleh cukup untuk membayar pinjaman dan sekaligus membantu perkembangan usaha calon debitur maka kredit diberikan. Jika tidak maka kredit tidak diberikan. 2. Repayment adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu pembayaran kredit oleh calon debitur, tetapi perusahaannya tetap berjalan.
29
3. Risk Bearing Ability adalah mempertimbangkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitur untuk menghadapi risiko, apakah perusahaan calon debitur risikonya ditentukan oleh besarnya modal dan strukturnya, jenis bidang usaha, dan manajemen perusahaan bersangkutan. Jika risk bearing ability perusahaan besar maka kredit tidak diberikan, tetapi apabila risk bearing ability perusahaan kecil maka kredit diberikan. Penilain untuk kredit konsumtif hanya dilakukan pada jumlah gaji yang diperoleh dimana angsuran ditambah dengan bagi hasil nantinya akan ditentukan sebesar take home pay (pendapatan). Umumnya jumlah pembiayaan konsumtif bernilai sekitar 60% dari pendapatan. Penentuan cash ratio fasilitas pembiayaan BMI didasarkan pada tiering berikut: 1. Maksimum cash ratio 35% dari pendapatan dan/atau 70% dari disposable income jika pendapatan ≤ Rp 5 juta. 2. Maksimum cash ratio 40% dari pendapatan dan/atau 75% dari disposable income jika pendapatan > Rp 5 juta s/d Rp 10 juta. 3. Maksimum cash ratio 50% dari pendapatan dan/atau 80% dari disposable income jika pendapatan ≥ Rp 10 juta. 2.3.3 Kualitas Pembiayaan Martono (2010) menyebutkan bahwa hal yang tidak menggembirakan bagi bank sebagai pemberi kredit adalah apabila kredit yang diberikan menjadi bermasalah.
Kredit
bermasalah
disebabkan
sebitur
dalam
memenuhi
kewajibannya yaitu membayar angsuran kredit sekaligus dengan bunganya tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui dalam perjanjian kredit. Beberapa pengertian mengenai kolektibilitas kredit yang dibuat menurut ketentuan Bank Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Kredit lancar, yaitu kredit yang pembayaran pokok pinjaman dan bunganya tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit. 2. Kredit dalam perhatian khusus, yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman atau bunganya terdapat tunggakan sampai 90 hari.
30
3. Kredit kurang lancar, yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 90 hari sampai 180 hari waktu yang disepakati. 4. Kredit diragukan,yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari dari waktu yang disepakati. 5. Kredit macet, adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran dan bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 270 hari. Berdasarkan pertimbangan kuantitatif dan judgement oleh Account Manager, serta sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional di Indonesia perihal penilaian kualitas aktiva bank umum, maka kualitas kredit digolongkan menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet menurut tiga kriteria, yakni prospek usaha (perlu juga memerhatikan upaya debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup), kinerja (performance) debitur, dan kemampuan membayar. Kriteria tersebut diterapkan dengan pedoman umum yang dicantumkan dalam lampiran 1 skripsi ini. Kredit bermasalah timbul sebagai akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban debitur untuk membayar angsuran pinjaman maupun bunga kredit pada waktu yang sudah disepakati. Kredit bermasalah merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan bunganya telah melewati sembilan puluh hari atau telah melewati jatuh tempo atau pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesenjangan atau karena faktor ekternal diluar kemampuan debitur yang dapat diukur dari kolektibilitasnya. Kredit bermasalah adalah kredit yang kolektibilitasnya tergolong kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet (Dendawijaya, 2005). 2.4. Risiko Pembiayaan Hasibuan (2011) berpendapat bahwa setiap pemberian kredit oleh bank mengandung risiko sebagai akibat ketidakpastian dalam pengembaliannya. Oleh karena itu, bank perlu mencegah atau memperhitungkan kemungkinan timbulnya risiko tersebut.
31
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapatan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, menyatakan bahwa risiko kredit diartikan sebagai risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Berdasarkan counterparty, risiko kredit dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Risiko kredit pemerintahan (sovereign credit risk), yaitu risiko kredit yang berhubungan dengan pemerintah yang tidak mampu membayar pokok dan bunga pinjaman saat jatuh tempo, terutama pinjaman bilateral antar negara. 2. Risiko kredit korporat (corporate credit risk), yaitu risiko gagal bayar dari perusahaan yang menerbitkan surat utang, gagal bayar dari perusahaan yang telah memperoleh kredit, serta gagal bayar dari perusahaan memperoleh penyertaan modal. Risiko korporat lebih berisiko dan lebih sering terjadi di bank. 3. Risiko kredit konsumen (retail customer credit risk), adalah risiko kredit yang terkait dengan ketidakmampuan debitur perorangan dalam menyelesaikan pembayaran kreditnya. 2.4.1 Jenis–jenis Risiko Pembiayaan Martono (2010) menyebutkan bahwa risiko usaha bank dapat dibagi menjadi enam, yakni: 1. Risiko kredit (default risk), merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan. 2. Risiko investasi (investment risk), berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian akibat suatu penurunan nilai pokok portofolio surat–surat berharga, misalnya: obligasi dan surat berharga lainnya yang dimiliki bank. 3. Risiko likuiditas (liquidity risk), adalah risiko yang dihadapi bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya dalam rangka memenuhi permintaan kredit dan semua penarikan dana oleh penabung pada suatu waktu. 4. Risiko penyelewengan (fraud risk), adalah risiko yang berkaitan dengan kerugian yang terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan atau moral dan perilaku yang kurang baik dari pejabat, karyawan, dan nasabah.
32
5. Risiko operasional (operational risk), merupakan risiko ketidakpastian mengenai usaha bank yang bersangkutan. Risiko operasional bank dapat berasal dari kemungkinan kerugian dari operasional bank bila terjadi penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya operasional bank dan kemungkinan terjadinya kegagalan atas jasa/produk baru yang diperkenalkan. 6. Risiko fidusia (fiduciary risk), akan timbul apabila bank dalam usahanya memberikan jasa bertindak sebagai wali amanat baik untuk individu maupun badan usaha. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292), risiko perbankan dibagi menjadi delapan, yakni risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, kepatuhan, hukum, reputasi, dan strategik. Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif. Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset liquid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko kepatuhan adalah risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap rank. Risiko strategik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan keputusan strategik.
33
2.4.2 Risiko Pembiayaan dengan Jaminan Cessie Nurhayati (2009) menyebutkan bahwa salah satu jaminan yang tercantum dalam klausula akad pembiayaan al–mudharabah muqayyadah BMI adalah cessie piutang. Jaminan tersebut dibuat dalam bantuk akta notariil yang disebut Perjanjian Pemberian Jaminan Cessie. Oleh karenanya, muncul permasalahan yaitu bagaimana hubungan hukum antara shahibul maal dan mudharib pada pemberian jaminan cessie dalam pembiayaan mudharabah dan apakah perjanjian pemberian jaminan cessie dapat memberikan kepastian hukum bagi shahibul maal dalam upaya mendapatkan ganti rugi jika mudharib wanprestasi. Perjanjian pemberian jaminan cessie merupakan perjanjian accesoir (ikutan) dari perjanjian pembiayaan mudharabah sebagai perjanjian pokoknya. Perjanjian pemberian jaminan cessie tidak memberikan kepastian hukum bagi shahibul maal jika mudharib wanprestasi karena bukan perjanjian kebendaan, bentuk pembebanan jaminannya tidak diatur dalam Undang-undang dan tidak ada prinsip disclosure atau asas publisitas dalam perjanjian tersebut. Menurut Setiadi (2011), cessie (tagihan piutang) sebagai jaminan , pada pelaksanaan perjanjian kredit akan mengalami perubahan karena cessie tagihan piutang yang ada pada debitur akan terus berkurang karena adanya pembayaran dari pihak debitur pemilik tagihan, sedangkan seharusnya nilai jaminan yang ada tidak boleh berubah-ubah dan harus sesuai dengan pokok pokok yang telah di perjanjikan. Cessie tagihan piutang harus sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akta perjanjian pembiayaan. Risiko berkurangnya jumlah tagihan piutang sebagai jaminan tersebut dapat terjadi karena adanya pelunasan dari cessus (debitur) kepada cedent (koperasi), dan bukan karena cedent tidak memenuhi prestasinya (wanprestasi) kepada cessioneries (pemberi kredit). Perubahan nilai jaminan tersebut sangat berisiko bagi pemberi kredit dalam memberikan kredit dengan cessie (tagihan piutang) sebagai jaminan.
34
2.4.3 Manajemen Risiko Bank Muamalat Indonesia Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Bank Muamalat telah melakukan pengelolaan risiko untuk 10 jenis risiko, yaitu risiko pembiayaan, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko strategi, risiko reputasi, risiko hukum, risiko imbal hasil, dan risiko investasi. Khusus untuk risiko imbal hasil (rate of return risk) dan risiko investasi (equity of investment risk), merupakan tambahan atas delapan jenis risiko yang telah ada sebelumnya, sebagaimana diatur terakhir melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 13/23/PBI/2011 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Dalam hal ini, Bank Mumalat telah melakukan upaya-upaya berupa identifikasi serta pengumpulan data dan informasi secara sistematis mengenai kedua jenis risiko tersebut, namun belum memperhitungkannya dalam penilaian profil risiko bank. Sesuai ketentuan yang ada, sepanjang tahun 2011 Bank Muamalat telah menyampaikan laporan Profil Risiko kepada Bank Indonesia setiap triwulan secara tepat waktu dan sesuai format yang ditetapkan. Laporan Profil Risiko untuk posisi 31 Desember 2011 disajikan pada Tabel 3. berikut. Tabel 3. Profil risiko BMI posisi 31 Desember 2011 No. Risiko 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kredit Pasar Likuiditas Operasional Kepatuhan Strategis Hukum Reputasi Imbal Hasil Investasi Agregat
26,30 22,67 38,07 30,32 0,07 0,00 38,83 32,31
Inherent Risk (IR) Skor IR Bobot Skor IR Predikat IR Terbobot (Low to Moderate) 70% 18,41 (Low to Moderate) 5% 1,13 (Low to Moderate) 5% 1,90 (Low to Moderate) 10% 3,03 (Low) 2,50% 0,002 (Low) 2,50% 0,00 (Low to Moderate) 2,50% 0,97 (Low to Moderate) 2,50% 0,81 26,26 (Low to Moderate)
Sumber: Annual Report BMI per 31 Desember 2011
35
Komponen dari profil risiko adalah Risiko Inheren, Sistem Pengendalian Risiko, dan Risiko Komposit. Penilaian untuk profil Risiko Inheren Bank Muamalat pada Triwulan IV tahun 2011 berada pada peringkat Low to Moderate, sementara Sistem Pengendalian Risiko pada peringkat memadai (Satisfactory). Dari hasil matriks antara Risiko Inheren dan Sistem Pengendalian Risiko diperoleh hasil untuk Risiko Komposit yaitu di peringkat Low to Moderate. Divisi Manajemen Risiko merupakan unit yang bertanggung jawab
untuk
melakukan
identifikasi,
pengukuran,
pemantauan
dan
pengendalian atas risiko-risiko yang timbul dari kegiatan usaha BMI, melalui pendekatan berbasis jenis risiko yang ditangani (risk handled approach). Jenis-jenis risiko menurut PBI No. 13/23/PBI/2011 adalah risiko pembiayaan, pasar, likuiditas, operasional, kepatuhan, strategik, reputasi, hukum, imbal hasil, dan risiko investasi. Untuk itu, Bank Muamalat telah melakukan penyempurnaan struktur organisasi Divisi Manajemen Risiko pada tanggal 25 April 2011 sesuai dengan kebutuhan bisnis maupun organisasi BMI. Compliance & Risk Management Director Risk Management Division
Market & Liq. Risk Management Dept.
Operational and Other Risk Management Dept.
Financing Risk Management Dept. East
Financing Risk Management Dept. West
Risk Profile and Monitoring Dept.
Gambar 4. Struktur organisasi divisi manajemen risiko (Annual report BMI per 31 Desember 2011) Divisi Manajemen Risiko adalah independen dari satuan kerja operasional (risk taking unit) maupun terhadap satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern. Unit-unit kerja yang ada di bawah Divisi Manajemen Risiko adalah Financing Risk Management Department, Market and Liquidity Risk Management Department, Operational and Other Risk Management Department, dan Risk Profile and Monitoring Department.
36
Financing Risk Management Department bertugas melakukan financing risk assessment, yaitu penilaian secara independen dan transparan atas risikorisiko yang mungkin akan timbul (potential risk) dalam pengajuan pembiayaan. Atas risiko–risiko yang diidentifikasi tersebut kemudian diusulkan langkahlangkah mitigasi risiko yang sesuai. Market and Liquidity Risk Management Department, yang bertugas menjalankan proses identifikasi dan pemantauan risiko pasar dan risiko likuiditas yang timbul dari aktivitas fungsional Bank Muamalat seperti kegiatan tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga dan instrumen pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya. Departemen ini juga memberikan risk opinion atas setiap pengajuan usulan pembelian suratsurat berharga, pemberian counter-party credit limit untuk transaksi trade finance, valuta asing dan pasar uang antar bank. Operational and Other Risk Management Department, yang menjalankan proses manajemen risiko operasional dan melakukan monitoring terhadap risiko strategik, hukum, reputasi, dan risiko kepatuhan. Departemen ini juga memberikan rekomendasi perbaikan proses operasional, baik untuk tujuan efisiensi
operasional,
mengantisipasi
adanya
keluhan
dari
nasabah,
meningkatkan pengendalian internal, mencegah kemungkinan fraud, maupun identifikasi potensi kelemahan dalam produk-produk baru yang akan diluncurkan. Departemen yang terakhir adalah Risk Profile and Monitoring Department yang membuat laporan profil risiko, memonitor profil risiko dan mereview, mengusulkan Risk Measurement Tools atau SOP Risk Management. Selain Divisi Manajemen Risiko, perangkat manajemen risiko di Bank Muamalat juga dilengkapi dengan struktur Komite Manajemen Risiko, Komite Pemantau Risiko, dan Dewan Pengawas Syariah. Komite Pemantau Risiko merupakan Komite di bawah Dewan Komisaris yang membantu Dewan Komisaris dalam mengevaluasi kebijakan manajemen risiko, kesesuaian antara kebijakan manajemen risiko dan pelaksanaan kebijakan tersebut, serta efektivitas pelaksanaan tugas Komite Manajemen Risiko dan Divisi Manajemen Risiko. Dewan Pengawas Syariah mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar senantiasa sesuai dengan prinsip–prinsip syariah.
37
Komite
Manajemen
Risiko
merupakan
komite
eksekutif
yang
beranggotakan seluruh anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif terkait di Bank Muamalat. Tugas, tanggung jawab dan wewenang Komite Manajemen Risiko antara lain adalah dalam penyusunan kebijakan manajemen risiko; perbaikan penerapan manajemen risiko secara berkala maupun yang bersifat insidentil akibat dari perubahan kondisi eksternal maupun internal Bank; serta penetapan (justification) atas hal–hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal (irregularities). Komite Manajemen Risiko mengadakan pertemuan berkala minimal satu kali tiap bulan untuk mengevaluasi perkembangan manajemen risiko di lingkungan BMI. Agenda rapat komite antara lain pembahasan laporan profil risiko bulanan, penjelasan tindak-lanjut unit terkait terhadap isu risiko sebagaimana telah dibahas dalam rapat komite sebelumnya, serta pembahasan kejadian risiko operasional serta analisa dan rekomendasi pengendalian risiko. Bank Muamalat secara berkelanjutan terus mengembangkan dan meningkatkan kerangka manajemen risiko dan struktur pengendalian internal yang terpadu dan komprehensif, sehingga dapat memberikan informasi sedini mungkin akan adanya potensi risiko, dan selanjutnya mengambil langkahlangkah yang memadai untuk meminimalkan dampak risiko. Kerangka manajemen risiko dibuat untuk menyelaraskan antara sasaran–sasaran bisnis dan organisasi dengan penerapannya, sehingga terbentuk tata kelola manajemen risiko yang terarah dalam proses pelaksanaannya. Kerangka ini kemudian dituangkan dalam bentuk kebijakan, prosedur, limit transaksi, kewenangan dan ketentuan lain serta berbagai perangkat manajemen risiko yang berlaku di seluruh lingkup aktivitas usaha. Evaluasi terhadap parameter risiko dalam kerangka manajemen risiko dilakukan secara berkala sesuai dengan perkembangan yang ada dalam bisnis dan lingkungan usaha BMI. Mengingat adanya karakteristik khas pada produk/jasa dan kegiatan usaha perbankan syariah, mitigasi risiko juga senantiasa mempertimbangkan kesesuaian dengan prinsip syariah yang dianut. Pengembangan infrastruktur pengelolaan risiko dilakukan untuk meningkatkan keandalan peran dan fungsi manajemen risiko melalui fokus aspek berikut ini:
38
1. Penyusunan kebijakan dan pedoman manajemen risiko; 2. Evaluasi metodologi pengukuran parameter profil risiko; 3. Peningkatan kompetensi SDI dan pengembangan budaya sadar risiko; 4. Peningkatan peran dari Divisi Manajemen. Pengelolaan risiko di Bank Muamalat mencakup keseluruhan lingkup aktivitas usaha berdasarkan kebutuhan akan keseimbangan antara fungsi operasional bisnis dan pengelolaan risikonya. Melalui pelaksanaan fungsi manajemen risiko yang baik, Divisi Manajemen Risiko akan menjadi mitra strategis bagi unit bisnis dalam mendapatkan hasil optimal dari aktivitas operasional Bank Muamalat yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Evaluasi atas pelaksanaan manajemen risiko dilakukan secara terus-menerus, termasuk juga penyusunan kebijakan dan pedoman atas pengelolaan risiko pembiayaan, risiko pasar, risiko likuiditas dan risiko operasional. 1. Risiko Pembiayaan Pengelolaan risiko pembiayaan telah dijalankan dengan pelaksanakan financing risk assessment, yaitu penilaian atas risiko yang mungkin akan timbul (potential risk) dari disalurkannya pembiayaan oleh Bank Muamalat kepada nasabah. Untuk memastikan efektivitas hasil risk assessment, dibutuhkan pihak independen yang tidak terlibat dalam pengambilan keputusan pembiayaan. Tujuan utama dari financing risk assessment adalah: a. Mengendalikan risiko pembiayaan dengan identifikasi risiko terkait usulan pembiayaan dan pemberian saran mitigasi terhadap risiko; b. Menerapkan azas pembiayaan yang sehat dengan prinsip kehati-hatian; c. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan risiko pembiayaan; d. Pemenuhan kebutuhan pembiayaan sesuai syariah. Pengambilan keputusan pembiayaan dilakukan melalui mekanisme komite pembiayaan yang berjenjang sesuai limit kewenangan anggota komite pembiayaan yang ditunjuk, dengan mempertimbangkan kemampuan dan pengalaman dari pejabat yang bersangkutan di bidang pembiayaan. Bank Muamalat telah melakukan stress test terhadap skenario terburuk khususnya untuk risiko kredit atau pembiayaan, yang selanjutnya akan dilakukan minimal satu kali dalam setahun.
39
2. Risiko Pasar dan Risiko Likuiditas Risiko pasar merupakan risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki oleh Bank, yang dapat berpotensi merugikan (adverse movement). Risiko semacam ini antara lain terdapat pada aktivitas tresuri dan investasi dalam surat berharga dan instrumen pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya. Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan Bank dalam memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Pengelolaan likuiditas sangat penting karena kekurangan likuiditas bukan saja dapat mengganggu Bank namun juga sistem perbankan secara keseluruhan. Pengelolaan risiko pasar dan risiko likuiditas dilakukan pada aspek berikut ini: a. Pemantauan dan pengawasan atas pengelolaan portofolio surat berharga; b. Pemantauan parameter utama risiko pasar dan risiko likuiditas seperti Posisi Devisa Netto, Secondary Reserve, dan Financing to Deposit Ratio; c. Pembuatan pedoman dan prosedur terkait risiko pasar dan risiko likuiditas; d. Memberikan risk opinion dan saran mitigasi risiko atas pengajuan produk/layanan baru, akad, dan hal lain terkait risiko pasar dan risiko likuiditas; e. Mengikuti rapat Komite Aset-Liability (ALCO) yang dilaksanakan secara bulanan. Bank Muamalat juga telah melakukan stress test untuk skenario terburuk terkait dengan risiko likuiditas sebagai antisipasi perkembangan krisis keuangan di Eropa. 3. Risiko Operasional Bank Muamalat secara konsisten melakukan pemantauan terhadap risiko operasional (termasuk di dalamnya risiko stratejik, risiko reputasi, risiko hukum dan risiko kepatuhan). Fokus penerapan menajemen risiko operasional adalah pelaksanaan pengawasan internal yang melekat di dalam setiap proses operasional, peningkatan kesadaran akan risiko, serta penerapan pedoman dan prosedur operasional bank secara konsisten.
40
Kejadian–kejadian risiko operasional yang harus selalu dipantau adalah sebagai berikut: a. Internal fraud, yaitu kerugian operasional yang disebabkan oleh semua perbuatan individu–individu karyawan bank yang bermaksud untuk menggelapkan uang bank dengan cara memanipulasi atau melanggar ketentuan atau kebijakan yang berlaku, sekurang-kurangnya melibatkan satu orang dalam bank; b. Eksternal fraud, yaitu kerugian operasional yang disebabkan oleh adanya penggelapan uang bank dengan cara manipulasi atau melanggar ketentuan atau kebijakan bank, yang dilakukan oleh pihak-pihak di luar bank; c. Praktik kepegawaian dan keselamatan kerja, yaitu kerugian operasional akibat perilaku karyawan yang menyimpang dari peraturan dan prosedur kerja sehingga mengganggu kelancaran operasional dan kenyamanan lingkungan kerja di bank; d. Klien, produk dan praktik bisnis, yaitu kerugian yang timbul akibat kelalaian atau kegagalan bank dalam memenuhi kewajiban terhadap klien/nasabah, atau karena sifat atau desain suatu produk bank yang melanggar ketentuan; e. Kerusakan terhadap aset fisik bank yaitu kerugian operasional yang timbul akibat hilang atau rusaknya aset fisik bank karena bencana alam atau peristiwa sejenis lainnya; f. Terganggunya bisnis dan kegagalan sistem yaitu kerugian operasional yang timbul akibat gangguan bisnis atau kegagalan sistem; g. Manajemen proses, pelaksanaan dan penyerahan produk dan layanan yaitu kerugian operasional akibat dari kegagalan/ kesalahan proses transaksi atau proses manajemen yang tidak disengaja, atau karena hubungan disambung dengan pihak kedua atau vendor. Khusus untuk pengendalian risiko kepatuhan yang terkait dengan kesesuaian terhadap prinsip syariah, Dewan Pengawas Syariah Bank Muamalat mengadakan rapat bulanan secara rutin untuk mengevaluasi produk dan transaksi bisnis bank dari aspek syariah.
41
Dalam rangka mendukung pelaksanaan manajemen risiko dalam kegiatan usaha diperlukan Pengurus dan Pejabat Bank yang memiliki kompetensi dan keahlian dalam bidang manajemen risiko. Bank Muamalat bekerja sama dengan Muamalat Institute menyelenggarakan pelatihan untuk persiapan ujian sertifikasi manajemen risiko. Seluruh jajaran pejabat Bank Muamalat secara bertahap wajib mengikuti Ujian Sertifikasi Manajemen Risiko (Level I, II, III, IV, dan V) yang diselenggarakan oleh Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR). Sampai dengan akhir tahun 2011, jumlah pengurus dan pejabat Bank Muamalat yang telah memperoleh sertifikasi manajemen risiko sesuai ketentuan dalam PBI No. 11/19/PBI/2009 mengenai sertifikasi manajemen risiko bagi pengurus dan pejabat bank bmum mencapai 866 peserta. Peningkatan kompetensi sumber daya insani di Divisi Manajemen Risiko dilakukan secara berkelanjutan untuk mengimbangi makin banyaknya risiko yang harus dikelola seiring dengan semakin kompleksnya kegiatan usaha Bank Muamalat. Untuk itu, Divisi Manajemen Risiko pada tahun 2011 antara lain menyelenggarakan Workshop Financing Analysis, serta mengikutsertakan personilnya untuk mengikuti berbagai pelatihan dengan topik-topik seperti Business Continuity Management, Managing Liquidity Risk and Stress Testing Simulation, dan Understanding Credit Risks Loan Product Towards Minimum Capital Charge Using PSAK 50/55, Power Plant, Program Cluster & Value Chain Industri Kelapa Sawit. Bank Muamalat juga secara bertahap dan berkesinambungan melakukan sosialisasi mengenai manajemen risiko ke seluruh satuan kerja operasional (risk taking unit) di lingkungan Bank Muamalat, sehingga diharapkan mampu memberikan output bagi tercapainya efektivitas penerapan manajemen risiko secara menyeluruh. Ke depan, rencana pengembangan Manajemen Risiko adalah untuk mewujudkan fungsi manajemen risiko secara terpadu dan komprehensif dalam seluruh proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian dari masing–masing jenis risiko. Rencana pengembangan tersebut antara lain mencakup:
42
1. Mengembangkan Risk Management Information System (RMIS); 2. Mengkaji-ulang pedoman manajemen risiko untuk disesuaikan dengan ketentuan terbaru Bank Indonesia; 3. Melakukan stress test secara berkala untuk menilai kecukupan modal Bank dalam menghadapi kejadian risiko
yang ekstrim dan berdampak
fundamental bagi Bank; 4. Melakukan evaluasi terhadap sistem pemeringkatan internal melalui Formulir Pemeringkatan Nasabah (FPN); 5. Berkoordinasi dengan Divisi Operasional dan Divisi Teknologi dalam menyusun konsep Business Continuity Management (BCM) untuk melindungi proses bisnis yang kritikal terhadap kegagalan baik akibat bencana alam maupun yang dibuat oleh manusia, dan hilangnya modal dalam kaitannya dengan ketidaktersediaan proses bisnis secara normal; 6. Mengkaji ulang metodologi profil risiko untuk disesuaikan dengan regulasi terbaru BI terkait Pedoman Manajemen Risiko untuk Bank Syariah. 2.5. Pengukuran Risiko Pembiayaan CreditRisk+ adalah suatu model pengukuran risiko portofolio pembiayaan atau lebih dikenal dengan unexpected loss. CreditRisk+ berasumsi bahwa probabilitas distribusi untuk sejumlah default dalam satu periode waktu yang mengikuti distribusi Poisson. CreditRisk+ berasumsi bahwa probability of default pembiayaan adalah independent, Dengan asumsi ini maka distribusi probability of default pembiayaan menyerupai distribusi Poisson (Allen, et al, 2003). Menurut Crouhy et.al. (2001), CreditRisk+ memfokuskan pada kondisi debitur tidak mampu membayar kewajibannya yang dibutuhkan untuk mengestimasi potensi risiko. Model ini membutuhkan data probability of default, exposure (nilai ekonomis klaim kepada debitur pada saat debitur default), dan recovery rate. Kelebihan metode ini adalah mudah diimplementasikan, sedangkan keterbatasan CreditRisk+ terletak pada asumsi yang mengabaikan risiko pasar, besar eksposur setiap debitur dianggap tetap, tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga, mengabaikan migration risk (eksposur setiap debitur tetap dan tidak terpengaruh terhadap kemungkinan perubahan di masa mendatang).
43
2.5.1 Data Input Data input yang digunakan dalam Credit Suisse First Boston (CFSB, 1997) adalah sebagai berikut: 1. Credit Exposure, yang timbul dari transaksi yang dilakukan debitur. Model CreditRisk+ dapat mengatasi semua jenis instrumen yang terkait dengan credit exposure, termasuk bonds, loans, commitments, financial letter of credit dan derivativeexposure. Untuk beberapa jenis transaksi ini diperlukan pula adanya asumsi mengenai tingkat exposure pada saat terjadinya default. 2. Default
Rates,
merupakan
persentase
yang
menyatakan
besarnya
pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah merupakan jumlah outstanding pembiayaan debitur yang masuk dalam kategori kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet. 3. Default Rates Volatility, adalah jumlah default rates dari rata-rata yang dapat ditunjukan dengan dengan volatility (standar deviasi) dari default rates. Nilai dari standar deviasi dari default rates dibandingkan dengan actual default rates, hal ini menunjukan adanya perubahan dalam kondisi ekonomi. 4. Recovery Rates, adalah kerugian yang ditanggung oleh bank pada saat debitur tidak dapat memenuhi kewajibanya untuk melakukan pembayaran atas pokok pinjaman dan margin keuntungan dikurangi dengan nilai recovery. Nilai recovery merupakan jumlah yang dapat diterima oleh bank atas pembiayaan yang telah dinyatakan default yang berupa penerimaan pelunasan pembiayaan yang default dan penjualan atas nilai barang agunan nasabah yang dijaminkan ke bank. 2.5.2 Frekuensi Default Menurut Crouhy et. al. (2001), distribusi Poisson besarnya mendekati distribusi sejumlah kejadian default. Dalam hal ini, diekspektasikan bahwa standar deviasi tingkat default disamakan dengan square of the mean, dimana λ adalah rata-rata tingkat default.
44
Excluding default Rate Volatility
Probability
Including default Rate Volatility
Number of Defaults
Gambar 5. Distribution of default events (Crouhy 2001) Distribusi Poisson diasumsikan standar mendekati distribusi nomor kejadian default. Harapan deviasi standar dari tingkat kegagalan menjadi kurang lebih sama dengan akar kuadrat dari mean atau λ, di mana λ adalah tingkat standar rata-rata default. Gambar 5. menunjukkan apa yang terjadi ketika kita menggabungkan asumsi ini. Distribusi default menjadi lebih miring dan membentuk "fat tail" ke sisi kanan gambar. Gambar 5. tersebut membandingkan default loss distribution yang dihitung berdasarkan default rate volatility dan tanpa default rate volatility. Titik perhatian grafik tersebut ada pada kedua default loss distribution yang memiliki expected losses yang sama. Selain itu, perbedaan yang terjadi adalah level of losses pada percentile yang lebih tinggi, misalnya untuk percentile 99 pada default rate yang bervariasi (volatility) akan memberikan pengaruh yang lebih tinggi secara signifikan. Dengan demikian akan memberikan kesempatan yang lebih memperhitungkan terjadinya extreme losses. Metode CreditRisk+ mengakomodasi default rate volatility yang dimasukan ke dalam model, yaitu dalam prosedur perhitungan untuk loss distribution dengan variable default rates (Hadrami, 2008). 2.5.3 Distribusi Poisson Levin (1998) menyebutkan bahwa distribusi Poisson merupakan distribusi yang digunakan untuk menggambarkan sejumlah proses kejadian. CreditRisk+ tidak mengasumsikan penyebab terjadinya default.
45
Kejadian default dianggap sebagai peristiwa yang tidak dapat ditentukan secara tepat kapan terjadinya dan berapa jumlahnya. Untuk mempermudah perhitungan dapat digunakan dengan memakai program Microsoft Excel dengan rumus: POISSON (n, λ, 0) untuk perhitungan Probability of Default dan POISSON (n, λ, 1) untuk Cumulative Probability of Default. Dengan menggunakan pola perhitungan seperti ini, maka nilai mean adalah nilai default yang memiliki Probability of Default yang terbesar. 2.5.4 Loss Given Default (Severity of Loss) Crouhy et. al. (2001) menyebutkan bahwa loss given default merupakan tingkat kerugian yang diakibatkan dari peristiwa default. “CreditRisk+ applies an actuarial science framework to the derivation of the loss distribution of a bond/loan portfolio. Only default risk is modeled; downgrade risk is ignored. Unlike the KMV approach to modeling default, there is no attempt to relate default risk to the capital structure of the firm. Also, no assumptions are made about the causes of default: an obligor A is either in default with probability PA, or it is not in default with probability 1 – PA.” “In CreditRisk+, the exposure for each obligor is adjusted by the anticipated recovery rate in order to calculate the "loss given default." These adjusted exposures are exogenous to the model, and are independent of market risk and downgrade risk.” Source: Risk Management, Crouhy et. al. (2001) CreditRisk+ merupakan ilmu aktuaria yang menderivasi distribusi kerugian dari portofolio obligasi/pinjaman. Hanya default risk yang dimodelkan, sedangkan downgrade risk diabaikan. Dalam CreditRisk+, loss given default diperoleh dari setiap ekposur pinjaman debitur yang akan diperhitungkan dengan menilai recovery rate. Eksposur tersebut bersifat exogenous yang independent terhadap tingkat risiko pasar dan risiko penurunan tingkat kualitas kredit. 2.5.5 Distribution of Default Losses Menurut Allen et. al. (2002), distribution of default losses diperoleh dari perkalian probability of default dengan loss given default. Untuk melakukan pengukuran risiko kredit dengan CreditRisk+ atas eksposur yang berupa portofolio, maka portofolio kredit dibagi menjadi beberapa kelompok/band.
46
2.5.6 Expected Loss Menurut Jorion (2005), expected loss adalah kerugian yang dapat diperkirakan akan terjadi. Perkiraan ini timbul berdasarkan data historis munculnya credit events. Untuk mengatasi kejadian expected loss bank telah melakukan pencadangan modal yang diperoleh dari pengenaan provisi kepada debitur dan dari Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). 2.5.7 Unexpected Loss Unexpected loss merupakan kerugian yang mungkin terjadi pada debitur tertentu yang diukur dengan mengambil nilai kerugian maksimum pada tingkat keyakinan yang dipilih, misalnya 95% berarti hanya ada 5% kemungkinan bahwa kerugian akan melebihi nilai unexpected loss dan unexpected loss ini dianggap sebagai ukuran VaR (Saunders, 2002). Sounders (2002) menjelaskan bahwa bila bank sudah memiliki unexpected loss maka bank harus segera meng–cover unexpected loss dengan modal bank. Unexpected loss dihitung dengan menggunakan nilai percentile yang dipilih berdasarkan pilihan proyeksi yang telah ditentukan sebelumnya, misalnya 95%. Untuk mengantisipasi unexpected loss yang mungkin timbul dalam suatu bisnis, diperlukan economic capital. 2.5.8 Economic capital Menurut Credit Suisse First Boston (CSFB, 1997), hasil akhir dari CreditRisk+ dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat economic capital required. Economic capital dapat digunakan untuk menutup risiko akibat unexpected loss. Unexpected loss dapat terjadi dalam kondisi normal dan tidak normal. Kondisi normal adalah keadaan dimana kerugian yang terjadi adalah di bawah rata-rata kerugian yang telah dicadangkan oleh bank. Dalam kondisi tidak normal jumlah kerugian yang terjadi lebih besar dari maksimum kerugian yang telah diperkirakan pada kondisi normal. Menurut Saunders (2002), economic capital adalah modal yang disiapkan dalam mengantisipasi berapa besarnya kerugian yang harus di-cover oleh bank.
47
2.5.9 Validasi dengan backtesting Backtesting adalah suatu model statistik di mana data diverifikasi apakah kondisi aktual sama dengan kondisi yang diproyeksikan. Pengukuran risiko dengan menggunakan internal rating base approach mengharuskan dilakukan pengujian backtesting dan validasi model secara rutin agar ketepatan pengukuran risiko tetap dapat dipertanggungjawabkan (Jorion, 2001). Menurut Jorion (2005), dalam pengukuran risiko dengan menggunakan internal rating base approach, Basel Committee mengharuskan untuk dilakukan pengujian backtesting dan validasi model harus dilaksanakan secara rutin agar ketepatan pengukuran risiko tetap dapat dipertanggungjawabkan, hal ini dilakukan agar dalam penggunaan metode pengukuran risiko dapat diketahui seberapa besar keakuratan suatu model yang dipakai dengan uji statistik. Metode Backtesting ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah kesalahan (failure rate) yang terjadi dibandingkan dengan jumlah data. Apabila suatu model yang digunakan setelah dilakukan pengujian, ternyata keakuratan untuk mengukur risiko kredit tidak bisa digunakan maka manajemen perbankan harus menggunakan pendekatan metode yang lain untuk mengukur risiko yang lebih akurat. 2.6. Hasil Penelitian Terdahulu Referensi penelitian sebelumnya berasal dari tesis Rochman (2010) tentang pengukuran
risiko
pembiayaan
murabahah
pada
BNI Syariah
dengan
menggunakan pendekatan metode pengukuran CreditRisk+. Berdasarkan hasil backtesting dengan Loglikelihood Ratio Test dengan tingkat keyakinan sebesar 99%, metode CreditRisk+ ternyata cukup valid digunakan untuk mengukur risiko pembiayaan murabahah BNI Syariah. Referensi tesis lain yang menggunakan metode serupa adalah dari Rahardja (2009) dalam tesis yang berjudul “Analisis Pengukuran Risiko Kredit KPR Consumer Banking Bank X dengan Metode CreditRisk+” disimpulkan bahwa pengukuran risiko dengan CreditRisk+ dapat diterima dan valid dalam mengukur unexpected loss (VaR) untuk kredit KPR Bank X.
48
Perbedaan penelitian Rochman (2010) dan Rahardja (2009) terletak pada range pembiayaan yang dianalisis. Data yang digunakan Rochman (2010) berada pada maksimum range pembiayaan yang relatif kecil, yakni ratusan juta, sedangkan data yang digunakan oleh Rahardja (2009) mencapai maksimum range sekitar satu miliar. Pada penelitian skripsi ini, data yang digunakan oleh penulis adalah data asli dari BMI dengan maksimum range pembiayaan hingga tiga miliar rupiah.
49
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Berdasarkan UU No. 21 Pasal 38 Tahun 2008 Tentang UU Perbankan Syariah disebutkan bahwa bank syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen risiko, prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah. Manajemen risiko dilakukan
untuk
mengendalikan
risiko
yang
muncul
khususnya
pada
kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Pada penelitian yang bertujuan untuk mengukur risiko pembiayaan macet atas produk pembiayaan anggota koperasi ini, kerangka pemikiran akan dimulai dari pemaparan kondisi riil atas proses penyaluran pembiayaan khususnya pembiayaan anggota koperasi di BMI dan risiko yang muncul dari beberapa kondisi tersebut. Secara garis besar, pada saat melakukan proses penyaluran pembiayaan anggota koperasi ditemukan beberapa masalah utama, yakni demotivasi account manager akibat beban kerja yang tinggi, adanya ketentuan pola pembiayaan executing, peningkatan plafond pembiayaan, dan kebijakan cessie piutang. Masalah tersebut memunculkan beberapa jenis risiko yang jika tidak segera diantisipasi pada akhirnya akan dapat meningkatkan NPF. Adapun risiko yang muncul antara lain risiko kredit, risiko operasional, risiko strategik, dan risiko hukum. Risiko pada penyaluran pembiayaan anggota koperasi dapat diukur dengan menggunakan metode pengukuran risiko yang dikembangkan oleh Basel Committee yakni CreditRisk+ dari Credit Suisse Financial Products (CSFP). Data input yang digunakan dalam metode pengukuran risiko CreditRisk+ dari Credit Suisse First Boston (CFSB, 1997) adalah credit exposure, recovery rate, dan kolektibilitas. Proses perhitungan risiko pembiayaan dengan metode CreditRisk+ dimulai dari data input hingga kesimpulan hasil perhitungan. Berikut akan disajikan bagan kerangka pemikiran penelitian pembiayaan anggota koperasi pada BMI Cabang Bogor.
50
Pengukuran Pembiayaan Anggota Koperasi Melalui Kopkar Sebagai Executing Agent
Demotivasi Pola kerja AM executing Risiko Operasional
Kebijakan cessie piutang
Risiko Strategik
Risiko Hukum
Peningkatan Pembiayaan plafond macet Risiko Kredit
Risiko Likuiditas
Pengukuran risiko kredit dengan metode CreditRisk+ Pengumpulan data
Recovery rate
Kolektibilitas
Pengelompokkan dan penyusunan band Penyusunan exposure at default berdasarkan band Perhitungan recovery rate Perhitungan loss given default Perhitungan Probability of Default Perhitungan Cumulative of probability of default Perhitungan expected number of default Perhitungan expected loss
Perhitungan unexpected loss
Perhitungan economic capital Backtesting dan validasi LR < Critical Value
Metode valid
LR >Critical Value Metode tidak valid
Kesimpulan dan saran Gambar 6. Kerangka Pemikiran Sumber: Data diolah sendiri
51
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bogor, Jalan Raya Padjajaran No. 165 Bantar Jati, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama dua bulan yang dimulai sejak Mei 2012 hingga Juni 2012. 3.3. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua sumber, yakni data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengumpulan data secara langsung dan wawancara langsung dengan account manager PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bogor. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, skripsi, tesis, buku, dan laporan tahunan BMI. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pembiayaan konsumtif untuk koperasi (anggota koperasi) per 31 Desember 2009 hingga 31 Desember 2011. Data pembiayaan dikelompokkan menjadi dua untuk melakukan pengukuran risiko, yakni pembiayaan yang default dan non default. Data yang dikelompokkan dalam non default adalah data yang masuk dalam kolektibilitas satu dan dua. Data non default masuk dalam kolektibilitas tiga, empat, dan lima. Data yang digunakan dalam CreditRisk+ adalah data pembiayaan yang masuk dalam kategori default. Data pembiayaan yang default kemudian disusun dalam beberapa band untuk memudahkan pengukuran risiko. Berikut langkah–langkah dalam penyusunan band. a. Data yang digunakan hanya data yang termasuk dalam kategori default. b. Data pembiayaan tahunan yang masuk dalam kategori default diurutkan sesuai dengan eksposur terendah sampai dengan tertinggi. c. Debitur dikelompokkan dalam band yang sesuai dengan eksposur pembiayaan yang memiliki besaran sama, yakni Rp 10 juta, Rp 100 juta, dan Rp 1 miliar. d. Semua eksposur pembiayaan yang default dimasukkan ke dalam kelompok eksposur yang sesuai dengan kelipatan band-nya, dengan cara membagi nilai eksposur pembiayaan dengan band-nya sehingga diperoleh 10 kelompok eksposur dalam masing–masing band. e. Pengelompokkan band pembiayaan anggota koperasi terdapat dalam lampiran 5 skripsi ini.
52
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengukuran risiko pembiayaan anggota koperasi dilakukan dengan menggunakan metode CreditRisk+ berdasarkan kerangka kerja dari Credit Suisse First Boston (CFSB, 1997). 1. Exposure at Default Exposure at Default (EAD) adalah besarnya nilai baki debet atas pembiayaan anggota koperasi saat dinyatakan default. Common exposure adalah nilai eksposur yang mewakili setiap band sebagai hasil pembulatan exposure at default ke kelipatan satuan eksposur terdekat (Rp 10 juta, Rp 100 juta, dan Rp 1 miliar). Besarnya common exposure pada setiap kelompok band adalah perkalian satuan eksposur dengan satuan kelompok band. 2. Default Rate Default rates adalah banyaknya kejadian default pada setiap band untuk periode tertentu.
Default rates setiap band diperoleh dengan menghitung
jumlah kejadian yang default (expected of default event) per bulan pada setiap band. Expected number of default atau lambda (λ) merupakan nilai exposure at default pada setiap kelompok band dibagi dengan nilai band-nya. Dengan menggunakan continous scale, yang merupakan pengganti dari kombinasi credit rating dan default rates. Rumus Default Rates (Kristijadi, Emmanuel, 2003, vol 2 bulan Oktober).
Default Rates =
Pembiayaan Bermasalah
…(1)
Total Pembiayaan yang Disalurkan Pembiayaan bermasalah merupakan jumlah outstanding pembiayaan debitur yang masuk dalam kategori kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet. 3. Recovery Rates Recovery rate adalah prosentasi rata–rata nilai cash yang dapat diterima kembali oleh bank pada saat pembiayaan dinyatakan default. Nilai dari recovery rate adalah sejumlah cash yang diterima kembali oleh bank dari pelunasan pinjaman dan penjualan atas agunan. Nilai recovery akan mengurangi jumlah kerugian bank ketika pembiayaan yang disalurkan ternyata mengalami default.
53
4. Loss Given Default Loss given default atau severity of loss adalah besarnya nilai pembiayaan yang dinyatakan default setelah dikurangi dengan nilai recovery. Ini merupakan jumlah kerugian yang harus ditanggung bank. 5. Probability of Default Dalam jurnal CSFB (1997, hal. 35), Probability of default dari distribusi Poisson dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Probabilitas (n default) = Probabilitas (n default) =
e–λ λn
.... (2)
n! dimana, e : bilangan eksponensial, yaitu = 2,718282 λ : angka rata-rata dari default per periode (mean) n : jumlah debitur default dimana n = 0, 1, 2, 3, …, N ! : factorial Probability of default dihitung dengan menggunakan model distribusi Poisson sesuai dengan rumus (2). Tingkat keyakinan yang digunakan adalah 95% dan untuk mendapatkan nilai debitur yang mengalami default adalah dengan memasukkan nilai n = 1,2,3,...n. Dengan demikian, besarnya nilai probability of default dari setiap n kejadian dapat diketahui. Perhitungan probability of default dari n kejadian dilakukan dengan program Microsoft Excel melalui formula POISSON (n, λ, 0) dimana n = 1,2,3,…n. Cumulative probability of default diperoleh dari penjumlahan nilai probability of default pada n kejadian sampai dengan proyeksi nilai penjumlahan sebesar 95%. Cumulative probability of default dihitung dengan bantuan program Microsoft Excel melalui formula POISSON (n, λ, 0) dimana n = 1,2,3,…n. 6. Default Number Default number terjadi pada setiap kerugian dengan tingkat probability of default tertinggi, yakni jumlah kejadian (n) = lambda (λ). Jika nilai cumulative probability of default mencapai lebih dari 95% maka nilai unexpected default number dapat diketahui dengan tingkat kepercayaan 95%.
54
Setelah diketahui besarnya default, kemudian dapat ditentukan nilai expected loss, unexpected loss, economic capital, serta backtesting dengan longlikelihood ratio sebagai tahapan perhitungan selanjutnya. 7. Expected Loss Expected loss dihitung dengan menggunakan persamaan (3). Nilai expected loss dihitung per kelompok band dan penjumlahan dari seluruh nilai expected loss tiap band merupakan total nilai expected loss pada periode tertentu. Adapun rumus perhitungan lambda (mean default rate = nj) dan expected loss adalah sebagai berikut: Lambda (mean) = Total outstanding per golongan kelas Lambda (mean) = Band
… (3)
EL = nj x Kelompok Band x Band x (1-R)
.... (4)
dimana, EL : Expected loss nj : Expected number of default in band j = mean default rate (λ) R : Recovery Rate 8. Unexpected Loss Unexpected loss dihitung mengggunakan persamaan (5). Nilai unexpected loss dihitung per kelompok band dan penjumlahan dari seluruh nilai unexpected loss tiap band merupakan total nilai unexpected loss pada periode tertentu. Berikut rumus perhitungan unexpected loss. UL = n x Kelompok Band x Band x (1-R)
... (5)
dimana, UL = Unexpected Loss n = Unexpected default number=nilai n saat cum probability of default ≥ 95% R = Recovery Rates
55
9. Economic Capital Economic capital adalah modal bank yang harus disediakan untuk meng-cover kerugian maksimum atas unexpected loss yang disebabkan oleh kondisi default pada portofolio pembiayaan. Economic capital dihitung dengan menggunakan persamaan (3.10) sebagai berikut: Economic capital= unexpected loss – expected loss
… (6)
10. Validasi dengan Backtesting Backtesting adalah suatu model statistik di mana data diverifikasi apakah kondisi aktual sama dengan kondisi yang diproyeksikan. Menurut Muslich (2007) salah satu model statistik back testing adalah Kupiec Test dengan formulasi sebagai berikut: LR (V,α) = -2ln[(1- α)T-V αV] + 2ln {[V/T]V [1-[V/T]T-V} … (7) Dimana, α = probabilitas kesalahan dibawah null hypothesis V = jumlah frekuensi kesalahan estimasi T = jumlah data Likelihood Ratio (LR) Test adalah perhitungan jumlah kerugian sebenarnya yang melebihi nilai VaR setiap bulannya selama periode obeservasi (36 bulan). Apabila dalam test validasi model ini ternyata jumlah kesalahan masih dibawah batas dari jumlah kesalahan yang dapat ditoleransi, berarti model Credit Risk+ nya sudah valid dan dapat diterima sebagai alat ukur risiko kredit konsumer BMI. Toleransi pengukuran ini dibandingkan dengan nilai kritis (critical value) Chi Squared, jika nilai LR lebih kecil dibandingkan dengan critical value Chi Squared, maka model pengukuran sudah akurat, demikian pula sebaliknya.
56
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Acara peringatan pendirian dilakukan di Istana Bogor dan memperoleh tambahan modal dari masyarakat Jawa Barat senilai Rp 106 miliar. Pada tanggal 27 Oktober 1994, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan. Pada akhir tahun 90–an Indonesia dilanda krisis moneter. Sektor perbankan nasional mengalami kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar. Dalam upaya memperkuat permodalannya, BMI mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham BMI. Kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa–masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi BMI. BMI berhasil mengembalikan kondisi perusahaan menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap karyawan Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
57
Bank Muamalat berhasil bangkit dari kerugian, diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota direksi diangkat dari internal Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada (1) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, (2) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak karyawan Muamalat sedikitpun, (3) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri karyawan Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan direksi baru, (4) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan (5) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank Muamalat ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya. Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah melalui 275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000 merchant debet. BMI juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional serta masyarakat luas melalui beberapa award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun Terakhir. Penghargaan yang diterima antara lain Best Islamic Bank in Indonesia 2009 oleh Islamic Finance News (Kuala Lumpur), Best Islamic Financial Institution in Indonesia 2009 oleh Global Finance (New York).
58
4.1.1 Visi dan Misi BMI BMI memiliki sebuah visi, “Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dan dikagumi di pasar rasional.” Misi BMI adalah “Menjadi role model lembaga keuangan syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen, dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimalkan nilai kepada seluruh pemangku kepentingan.” 4.1.2 Struktur Organisasi BMI Pada BMI, perusahaan dipimpin oleh seorang presiden direktur yang membawahi lima direktur, yakni Compliance and Corporate Planning Director, Corporate Banking Director, Retail Banking Director, Treasury and International Banking Director, dan Finance and Operations Director. Struktur perusahaan BMI juga dilengkapi dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi operasional dan produk perbankan agar sesuai dengan ketentuan syariah. Kedudukan DPS setingkat dengan Dewan Komisaris agar pendapat yang dikeluarkan oleh DPS untuk BMI lebih efektif. Berikut struktur organisasi BMI. Board of Comissioners
Complience & Corporate Planning Director Complience Division Corporate Secretary Division Corporate Planning Division
Corporate Banking Director Financin g Support Division Remedial Division Product Dev. Division
President Director
Retail Banking Director Retail Product Development Division Sales Management & Support Division Chanel Management Division
Shariah Supervisiory Board Treasury & International banking Director
Finance & Operation Director
Treasury Division
General Admin & Network Division
Internal Banking & Financing Institution Division
IT Management Division
Funding Policy & Service Division
Finance & Accounting Division
Gambar 7. Struktur organisasi BMI secara umum (BMI 2012)
59
4.1.3 Perkembangan Pembiayaan Anggota Koperasi BMI Cabang Bogor Tahun 2009–2011 Pembiayaan anggota koperasi merupakan salah satu jenis produk penyaluran pembiayaan BMI yang ditujukan kepada Kopkar yang kekurangan dana
untuk
membantu
memenuhi
kebutuhan
anggota
dengan
cara
meminjamkan sejumlah dana. Produk pembiayaan ini sudah ada sejak tahun 2000–an dan terus berkembang hingga saat ini. Berbagai perbaikan terhadap kebijakan produk, prosedur pembiayaan, dan plafond pembiayaan terus dilakukan dari tahun ke tahun. Jika dilihat dari aspek kebijakan produk dan prosedur pembiayaan anggota koperasi dari tahun 2009 hingga 2011, BMI terus melakukan pembenahan khususnya terkait dengan hal–hal yang detail. Misalnya, meningkatkan aspek analisis pembiayaan terutama dalam hal trade checking yang dilakukan secara lebih mendalam. Apalagi, sejak tahun 2011 sudah direncanakan untuk menambahkan syarat bagi Kopkar yang anggotanya ingin mengajukan plafond pembiayaan hingga Rp 100.000.000 maka Kopkar yang menaungi harus sudah berbadan hukum syariah. Hal itu dilakukan untuk menjaga tingkat NPF agar tetap rendah meski plafond yang ditawarkan relatif besar. Terkait dengan aspek peningkatan plafond pembiayaan, pihak BMI sengaja menawarkan jumlah pinjaman yang dilipatgandakan hinga 100% dari tahun 2009 hingga 2011. Secara umum, banyak Kopkar yang sangat tertarik dengan penawaran BMI tersebut. Berikut tabel pembiayaan anggota koperasi tahun 2009–2011. Tabel 4. Total pembiayaan anggota koperasi Keterangan
2009
2010
Total Pembiayaan (Rp)
26.772.434.442 41.585.454.665 40.117.371.536
Peningkatan (%)
-
55,33
2011
-3,53
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, diolah (BMI 2012)
60
Pada tahun 2009, pembiayaan anggota koperasi tercatat mencapai Rp 26.772.434.442, sedangkan nasabah yang telah melunasi pinjaman pada sebanyak sembilan Kopkar dengan total Rp 2.501.000. Total pembiayaan Rp 26.772.434.442 dapat dicapai ketika plafond pembiayaan maksimum yang dapat diajukan oleh nasabah adalah Rp 25 juta. Dengan maksimum plafond pembiayaan yang masih relatif kecil tersebut, BMI dapat mencapai angka pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan fix asset hingga Rp 26 miliar saja sudah tergolong bagus. Hal itu mengingat jumlah account manager yang bekerja di BMI Cabang Bogor saat itu hanya sekitar lima orang saja. Pembiayaan anggota koperasi mengalami pertumbuhan sebesar 55,33% dari tahun 2009 ke tahun 2010, yakni dari Rp 26.772.434.442 menjadi Rp 41.585.454.665. Peningkatan total penyaluran pembiayaan ini disebabkan oleh kebijakan baru BMI yang meningkatkan plafond pembiayaan maksimum untuk masing–masing anggota Kopkar menjadi Rp 50 juta. Pembiayaan baru yang masuk masing–masing berasal dari empat Kopkar/nasabah lama yang sebelumnya memiliki pinjaman anggota koperasi tapi belum lunas dan tiga Kopkar baru yang sebelumnya tidak memiliki pinjaman anggota koperasi di BMI. Pada tahun 2010 ini juga tercatat ada enam pembiayaan dengan total Rp 2.056.475.000 yang sudah lunas. Pada tahun 2011, terjadi penurunan total penyaluran pembiayaan anggota koperasi dari tahun 2010. Total pembiayaan pada tahun 2011 mencapai Rp 40.117.371.536. Penurunan pertumbuhan pembiayaan anggota koperasi dari tahun 2010 ke tahun 2011 adalah sebesar 3,53%. Meski di tahun 2011 tejadi penurunan jumlah pembiayaan, namun hal itu tidak terjadi secara signifikan karena tiga pembiayaan sudah lunas dengan total Rp 1.154.000.000 di tahun 2011. Pembiayaan anggota koperasi tidak mengalami pertumbuhan seperti periode 2009–2010 karena memang pada tahun 2011 sedang dilakukan evaluasi dan perumusan kembali prosedur dan kebijakan baru pembiayaan anggota koperasi agar ke depan menjadi lebih baik.
61
4.1.4 Perkembangan NPF Pembiayaan Anggota Koperasi BMI Cabang Bogor Perkembangan Non Performing Financing (NPF) net pembiayaan anggota koperasi pada BMI Cabang Bogor dihitung berdasarkan rumus yang dipergunakan oleh bank. Bentuk form perhitungan NPF net secara lengkap ada dalam lampiran 13, 14, dan 15 skripsi ini. Berikut adalah tabel perhitungan NPF net pembiayaan anggota koperasi periode 2009–2011. Tabel 5. Perhitungan NPF net pembiayaan anggota koperasi Keterangan 2009 2010 2011 306.526.780 133.616.504 133.616.504 Total Outstanding Posisi Pembiayaan 26.772.434.442 41.585.458.665 40.117.371.536 1,14% 0,32% 0,33% NPF Net Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, diolah (BMI 2012) Berdasarkan Tabel 5. diketahui bahwa NPF net pembiayaan anggota koperasi tertinggi terjadi pada tahun 2009. Hal itu disebabkan oleh jumlah kredit macet pada tahun 2009 mencapai Rp 306.526.780. NPF net dihitung dengan cara membagi besarnya pembiayaan yang termasuk kolektibilitas 3, 4, dan 5 dengan total outstanding pembiayaan anggota koperasi. NPF net pada tahun 2010 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dan berada diposisi 0,32%. Peningkatan NPF net sebesar 0,01% terjadi pada tahun 2011, yakni 0,33%. Meski pembiayaan yang macet pada tahun 2010 dan 2011 besarnya adalah sama, namun jumlah outstanding pada tahun 2010 lebih kecil dibandingkan tahun 2011. Hal itu membuat nilai NPF net tahun 2010 dan 2011 mengalami perbedaan. Secara keseluruhan, NPF net pembiayaan anggota koperasi masih berada di bawah angka 5%. Hal ini menunjukkan bahwa NPF net masih berada dalam posisi yang sehat dan penyaluran pembiayaan anggota koperasi masih dapat dilakukan. Rendahnya tingkat NPF net juga menunjukkan bahwa kinerja account manager dalam menyalurkan dan mengelola nasabah pembiayaan anggota koperasi terbilang baik.
62
4.2. Strategi Menanggulangi Kerugian Akibat Risiko Pembiayaan 4.2.1 Risiko Operasional Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Dalam hal ini, risiko operasinal yang muncul di BMI Cabang Bogor disebabkan oleh minimnya jumlah Account Manager (AM) dan luasnya coverage pembiayaan yang harus ditangani oleh AM Cabang Bogor. AM Cabang Bogor periode 2009–2011 jumlahnya hanya sekitar 7 orang, namun harus mengangani proses pengajuan pembiayaan dari beberapa kantor cabang pembantu seperti cabang pembantu Tajur dan Cibinong. Bahkan, meski coverage area penanganan pembiayaan yang seharusnya hanya berada di Bogor dan sekitarnya, kenyataannya AM juga mendapatkan pengajuan pembiayaan dari daerah Jakarta dan sekitarnya. Oleh karena itu, saat ini BMI sedang berupaya untuk merekrut tenaga kerja baru melalui Muamalat Officer Development Program agar dapat memenuhi kebutuhan Sumber Daya Insani (SDI). Ketika AM harus memproses pembiayaan yang berasal dari calon peminjam yang lokasi Kopkar dan usahanya jauh dari BMI Cabang Bogor, AM akan mengalami kendala operasional seperti alat transportasi, menghabiskan banyak waktu untuk melakukan trade checking, dan meningkatnya biaya operasional. Akan tetapi, pihak BMI sudah menyediakan alat transportasi berupa mobil yang dapat digunakan secara bersamaan oleh para AM. Meski memiliki tujuan yang berbeda, namun para AM ini dapat menggunakan mobil tersebut dan berhenti di titik yang terdekat dengan lokasi Kopkar yang dituju. Tentu saja, semakin jauh lokasi Kopkar mengajukan pembiayaan maka semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk melakukan trade checking. Hal ini membuat AM sering kembali ke kantor ketika jam kantor sudah akan selesai. Sehingga waktu untuk melakukan analisis Usulan Pembiayaan (UP) menjadi terbatas, padahal UP sangat penting dalam mempertimbangkan pemberian pinjaman dan forecasting lancar/tidaknya proses pembayaran di masa mendatang. Terkait dengan peningkatan biaya operasional akibat jauhnya lokasi trade checking, BMI memberi uang pengganti transportasi.
63
4.2.2 Risiko Hukum Risiko hukum muncul akibat adanya cessie sebagai jaminan atas pengalihan piutang dari anggota koperasi kepada koperasi karyawan. Jaminan cessie ini ternyata lemah dimata hukum karena tidak bersifat kebendaan dan disclousure. Untuk mengatasi risiko hukum atas adanya jaminan cessie ini, pihak BMI bekerja sama dengan notaris setempat untuk melakukan penguatan jaminan dimata hukum yakni dengan membuat back-up atas jaminan cessie ini dengan jaminan fiducia yang didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fiducia (KPF). Notaris juga berfungsi untuk membantu menyempurnakan proses pengikatan agar berlangsung dengan sempurna. Pengikatan harus dilakukan dengan sempurna karena akan sangat memengaruhi perjanjian dalam proses pelunasan pinjaman di masa mendatang. 4.2.3 Risiko Strategik Risiko strategik muncul akibat adanya ketentuan executing dalam pembiayaan anggota koperasi. Executing adalah pemisahan hubungan secara langsung antara pihak BMI dengan anggota koperasi. Dalam hal ini pihak Kopkar yang menjadi jembatan penghubung antara BMI dengan para anggota koperasi yang mengajukan pembiayaan. Kopkar berperan sebagai executing agent yang bertanggungjawab penuh atas proses pengajuan pembiayaan hingga pelunasan pembiayaan. Hal ini tentu saja lebih berisiko bagi BMI, karena yang diindikasikan dapat melakukan wanprestasi ada dua, yakni Kopkar dan anggota koperasi. Untuk anggota koperasi, kemungkinan mereka tidak membayar angsuran adalah sangat minim karena angsuran dipotong langsung dari gaji karyawan. Jika anggota koperasi ini tidak membayar angsuran maka yang bertanggungjawab penuh untuk membayar adalah Kopkar. Pada beberapa kasus dalam penelitian ini, ternyata justru berpotensi melakukan wanprestasi adalah Kopkar. Dana yang telah terkumpul dari para anggota koperasi ternyata ada yang digunakan untuk keperluan lain, seperti pembiayaan proyek instansi atau penyelewengan dana angsuran oleh oknum pengelola Kopkar.
64
Pembiayaan macet yang disebabkan oleh penyalahgunaan dana untuk keperluan proyek perusahaan dan ternyata rugi sehingga menyebabkan proses pembayaran angsuran pembiayaan menjadi macet, dapat diatasi dengan melakukan rescheduling, reconditioning, dan restructuring. Rescheduling atau penjadwalan kemblii dilakukan dengan merubah jadwal pembayaran dan memperpanjang jangka waktu pembayaran angsuran. Reconditioning atau persyaratan kembali dilakukan dengan merubah beberapa persyaratan lain sepanjang tidak merubah maksimum saldo kredit. Persyaratan ini misalnya durasi penyelesaian kredit yang bisa diperpanjang akibat adanya tunggakan dan perjanjian bahwa dana yang angsuran anggota koperasi harus langsung disetorkan ke BMI. Selain itu, membuat perjanjian ulang atas nominal dana angsuran yang harus disetor (jadwal angsur) karena terjadi perubahan durasi dan jumlah angsuran pasca tunggakan. Restrukturisasi biasanya dilakukan dengan menurunkan nisbah bagi hasil pembiayaan dengan cara melakukan perhitungan ulang atas pokok pinjaman yang belum lunas disesuaikan dengan durasi pinjaman. 4.2.4 Risiko Kredit Risiko pembiayaan yang muncul pada penyaluran pinjaman anggota koperasi ini terkait dengan peningkatan plafond pembiayaan tanpa jaminan fix asset. Tercatat per tahun 2011 plafond pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan fix asset mencapai Rp 100 juta. Hal ini tentu saja sangat menghawatirkan mengingat tidak ada jaminan yang diserahkan kepada BMI. Juga persyaratan yang diberikan kepada calon peminjam tidak jauh berbeda dengan tahun–tahun sebelumnya. Akan tetapi, per Juni 2012 ini BMI telah menambahkan satu syarat yng sangat signifikan yakni Kopkar yang ingin mengajukan pembiayaan ke BMI harus sudah berbadan syariah. Hal ini tentu saja membuat banyak Kopkar yang mundur. Mengetahui kondisi ini, pihak BMI bersedia membantu Kopkar yang belum berstatus sebagai koperasi syariah untuk menjadi koperasi syariah agar bisa mendapat pinjaman di BMI. Meski proses ini dibantu oleh notaris, namun tentu saja semakin memperpanjang proses pembiayaan yang ditangani oleh AM.
65
4.2.5 Risiko Likuiditas Risiko likuiditas muncul akibat adanya kemacetan pembayaran angsuran yang terjadi pada mudharib yang sama yang mengajukan beberapa kali pinjaman dan semuanya macet. Hal ini tentu saja membuat dana likuit di BMI menjadi berkurang. Pada kasus pembiayaan yang macet di BMI, mudharib yang mengajukan beberapa kali pembiayaan dan semuanya macet ternyata mendapat fasilitas pembiayaan secara berturut–turut di bulan yang berbeda. Misalnya, mudharib A (sebelum pembayaran angsurannya macet) pada bulan Januari telah mengajukan pinjaman dan di-approve, kemudian bulan Februari mengajukan pinjaman dan di-approve, dan demikian dengan bulan Maret. Pada awalnya, angsuran mudharib ini tidak mengalami kemacetan. Tapi, setelah bulan Maret, pembayaran angsuran mulai mengalami masalah, yakni pinjaman yang diajukan pada bulan Januari sudah mulai menunggak, kemudian pinjaman yang cair pada bulan Februari dan Maret secara bergantian juga mengalami tunggakan. Fenomena seperti ini tentunya harus mendapat perhatian khusus dari pihak BMI. Karena jika tidak, akan sangat merugikan apalagi yang mengajukan pembiayaan adalah mudharib yang sama. Terbukti, kemacetan pembiayan yang terjadi pada tahun 2009–2011 disebabkan oleh kasus yang sama. Pada tahun 2009, kemacetan pembiayan disebabkan oleh mudharib yang sama yang melakukan beberapa kali pinjaman dan semuanya macet. Demikian juga dengan tahun 2010 dan 2011 yang kemacetan pembiayaannya disebabkan oleh mudharib yang sama dengan beberapa account pembiayaan. Kesamaan dari kedua mudharib ini (selain sama–sama mengajukan beberapa pinjaman dan semuanya macet) adalah sama–sama mengggunakan dana angsuran anggota untuk keperluan proyek perusahaan/instansi dan ternyata merugi. Untuk mengatasinya, BMI dapat mengeluarkan kebijakan untuk membatasi jumlah account pinjaman pada mudharib yang sama. Kalaupun harus meminjamkan lagi, BMI harus menunggu beberapa bulan untuk mengetahui stabilitas dan kedisiplinan pembayaran angsuran atas pinjaman yang pertama pada mudharib yang sama.
66
4.3. Expected Loss dan Unexpected Loss 4.3.1 Exposure at Default Penyusunan exposure at default dilakukan dengan menyajikan data nasabah pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor yang status pembiayaannya dinyatakan default tiap akhir periode. Perhitungan default dinyatakan pada saat tunggakan pembayaran kewajiban sudah melebihi 90 hari dari tanggal jatuh tempo angsuran. Tabel 6. Total Credit Exposure at Default BMI Cabang Bogor (2009-2011) Hari Tunggakan Kol. 2009 2010 2011 3 133.616.504 >90 s/d 120 4 >120 s/d 180 5 306.526.780 133.616.504 >180 306.526.780 133.616.504 133.616.504 Jumlah Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, diolah (BMI 2012) Berdasarkan Tabel 6. tersebut di atas, pembiayaan anggota koperasi untuk tahun 2009, 2010, dan 2011 dengan tunggakan pembayaran angsuran lebih dari 90 hari sampai dengan 120 hari adalah tidak ada (nol), demikian pula dengan tunggakan pembayaran angsuran lebih dari 120 hari hingga 180 hari yang juga tidak ada. Akan tetapi, angsuran pembayaran pembiayaan anggota koperasi dengan tunggakan lebih dari 180 hari untuk masing–masing tahun 2009, 2010, dan 2011 adalah sama, yakni 100%. Kemacetan pembiayaan anggota koperasi pada tahun 2009 disebabkan oleh
wanprestasi
yang
dilakukan
oleh
pengurus
Kopkar
yang
menyalahgunakan dana angsuran dari para anggota koperasi untuk kepentingan pengurus. Kopkar yang melakukan wanprestasi tersebut memang hanya satu, tapi pembiayaan yang diajukan dan mengalami default adalah 5 (lima) kali. Masing–masing outstanding yang masih belum terbayar dan dikategorikan macet adalah Rp 75.949.062, Rp 34.300.940, Rp 82.875.476, Rp 20.711.200, dan Rp 92.690.102 dengan total angsuran pembiayaan macet Rp 306.526.780.
67
Pada tahun 2010 dan 2011, kemacetan pembiayaan juga terjadi pada satu Kopkar yang mengajukan pembiayaan dengan masing–masing outstanding Rp 47.455.131, Rp 42.802.731, dan Rp 43.358.642 dengan total angsuran pembiayaan yang macet adalah Rp 133.616.504. Kopkar ini termasuk dalam kategori pembiayaan macet sejak akhir tahun 2010 dan akhir tahun 2011. Kemacetan pembiayaan disebabkan oleh dana angsuran yang sudah dipotongkan dari gaji karyawan dipergunakan untuk membiayai proyek instansi/organisasi tersebut dan ternyata proyek yang dibiayai mengalami kerugian. Kopkar tersebut mengalami kerugian (defisit dana) sehingga tidak bisa mengangsur kekurangan pinjaman. Pada tahun 2012 ini, sisa pinjaman macet sebesar Rp 133.616.642 di Kopkar tersebut sudah ditutup buku (write off) oleh pihak BMI Cabang Bogor. Kendati demikian, meski sudah dilakukan write off pada catatan bank, proses penagihan sisa pinjaman macet pada Kopkar yang bersangkutan masih tetap dilakukan tanpa disertai dengan upaya hukum. Tidak adanya upaya hukum oleh pihak BMI Cabang Bogor dikarenakan dana yang harus dikeluarkan untuk menempuh jalur hukum diestimasi akan lebih besar daripada sisa pinjaman yang macet. 4.3.2 Kelompok Band Pembuatan band dilakukan dengan mengelompokan masing–masing debitur pembiayaan anggota koperasi atas dasar eksposur pembiayaan ke dalam masing–masing band sesuai dengan besaran eksposur pembiayaan. Penyusunan band dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah proses pengukuran risiko pembiayaan karena dalam pendekatan CreditRisk+ jumlah debitur (Kopkar) yang diteliti relatif banyak dengan jumlah pembiayaan yang bervariasi dan pengajuan pembiayaan yang umumnya lebih dari satu kali dengan exposure/plafond pinjaman yang berbeda–beda. Dalam skripsi ini, eksposur pembiayaan anggota koperasi yang digunakan adalah pembiayaan yang telah default sehingga credit exposure at default per band periode 31 Desember 2009 sampai dengan Desember 2011, dengan unit of exposure masing-masing sebesar Rp 10 juta, Rp 100 juta, dan Rp 1 miliar.
68
Secara lengkap, pembagian band untuk tahun 2009, 2010, dan 2011 masing–masing disajikan pada Lampiran 5. Berikut akan disajikan Tabel 7. yang merangkum nilai credit exposure at default per band periode Desember 2009 sampai dengan Desember 2011. Tabel 7. Komposisi credit exposure at default per band BMI Cabang Bogor (2009-2011) Band 2009 2010 2011 306.526.780 133.616.504 133.616.504 10 juta 100 juta 1 miliar 306.526.780 133.616.504 133.616.504 Jumlah Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, diolah (BMI 2012) Berdasarkan Tabel 7. terlihat bahwa exposure at default untuk tahun 2009, 2010, dan 2011 berada dalam kelompok band Rp 10 juta, dengan nilai persentase masing–masing 100%. Artinya, selama periode tiga tahun terakhir jumlah pembiayaan yang mengalami default berada dalam range terendah dan hal ini sesuai dengan sifat CreditRisk+ yang memang tepat jika diaplikasikan dalam kasus default pembiayaan dengan nilai rendah. Komposisi pembiayaan yang default pada Tabel 7. tersebut merupakan akumulasi dari masing–masing default per account. 4.3.3 Recovery Rate Recovery rate adalah jumlah pengembalian atas sisa tunggakan/angsuran pembiayaan anggota koperasi yang dinyatakan default. Ketika debitur dinyatakan default maka kerugian yang dialami oleh BMI adalah sejumlah dana yang macet tersebut. Sumber dana pengembalian yang digunakan dalam perhitungan recovery rate berasal dari cash collateral nasabah yang tersimpan dalam tabungan di BMI. Cash collateral hanya berlaku untuk pembiayaan anggota koperasi yang disalurkan kepada KBMT. Pembiayaan anggota koperasi yang disalurkan kepada Kopkar tidak menggunakan jaminan cash collateral maupun fix asset karena perjanjian jaminannya berupa cessie, sehingga tanpa agunan.
69
Untuk perhitungan recovery rate pada penyaluran pembiayaan anggota koperasi, dapat langsung dilihat pada cash collateral yang ada dalam rekening KBMT di BMI yang digunakan sebagai jaminan. Pihak BMI menetapkan cash collateral senilai 20% dari plafond pembiayaan yang disalurkan ke KBMT. Khusus untuk pembiayaan anggota koperasi pada Kopkar (dengan cessie), BMI menetapkan kebijakan pemblokiran satu kali angsuran di awal. Hal ini dilakukan sebagai tindakan penyehatan Kopkar jika nantinya mengalami tunggakan untuk sekali anggsuran. Akibat pemblokiran satu kali angsuran di awal pencairan dana pinjaman ini adalah kurangnya jumlah dana yang diterima oleh Kopkar diantaranya karena ada biaya administrasi bank, asuransi, dan blokir satu kali angsuran. Pada kasus pembiayaan anggota koperasi yang diteliti, didapatkan data berupa default pembiayaan yang terjadi hanya pada Kopkar dengan sistem cessie (tanpa jaminan fix asset maupun cash collateral). Hal ini menyebabkan nilai recovery rate atas pembiayaan untuk Kopkar menjadi tidak ada karena tidak ada agunan yang dijaminkan. Akan tetapi, di awal perjanjian pembiayaan telah disepakati bahwa akan dilakukan satu kali blokir pada angsuran pertama. Angsuran pertama inilah yang dijadikan sebagai recovery rate pembiayaan jika suatu hari terjadi kemacetan angsuran. Dengan demikian, diharapkan nasabah dapat terbebas dari satu kali angsuran yang gagal bayar selama satu bulan dan dapat mempersiapkan kembali sisa angsuran untuk bulan berikutnya. Berikut Tabel 8. yang menunjukkan jumlah recovery rate periode tahun 2009 hingga 2011 yang telah dilakukan oleh BMI di awal pembiayaan. Tabel 8. Komposisi recovery rate per band BMI Cabang Bogor (2009-2011) Band 2009 2010 2011 68.163.405 23.948.438 23.948.438 10 juta 100 juta 1 miliar 68.163.405 23.948.438 23.948.438 Jumlah Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, diolah (BMI 2012)
70
Nilai recovery rate diambil dari pemblokiran setoran/angsuran pertama setelah proses dropping dilakukan. Setiap pembiayaan yang disalurkan memiliki nilai recovery rate yang berbeda–beda karena yield yang digunakan pada awal perhitungan margin atas suatu pembiayaan juga berbeda. Berdasarkan Tabel 8. di atas, terlihat bahwa total recovery rate pada tahun 2009 lebih besar dibandingkan dengan dua tahun sesudahnya. Hal ini disebabkan oleh default pembiayaan pada tahun 2009 lebih besar dibandingkan tahun 2010 dan 2011, juga persentase recovery rate pada tahun 2009 rata–rata adalah 4% dari plafond pembiayaan dan 3% dari plafond pembiayaan pada tahun 2010 dan 2011. Sejak tahun 2009 hingga 2011 tidak pernah terjadi kemacetan pembiayaan oleh KBMT, sehingga tidak terdapat perhitungan recovery rate dari jaminan cash collateral karena angsuran pembiayaan berjalan lancar. Akan tetapi, kemacetan angsuran pembiayaan justru berasal dari Kopkar yang pembiayaannya tanpa jaminan karena sumber pengembalian pembiayaan berasal dari gaji pegawai. Dalam hal ini, pihak BMI tidak dapat melakukan tindakan hukum atau penagihan langsung kepada para anggota Kopkar karena masalah bukan berada pada anggota Kopkar yang tidak mau melakukan angsuran. Permasalahan ada pada pengurus Kopkar yang menyelewengkan dana angsuran anggota Kopkar untuk kepentingan pribadi maupun mendanai proyek instansi/organisasi yang ternyata mengalami kerugian. Masalah kemacetan pembiayaan pada tahun 2009 hingga 2011 yang disebabkan oleh Kopkar membuat BMI harus melakukan tutup buku terhadap Kopkar yang bermasalah tersebut. Meski secara formal telah dilakukan tutup buku (write off), tapi dalam kenyataannya account manager dan bagian remedial tetap melakukan penagihan secara informal dengan cara memantau kegiatan nasabah bermasalah tersebut dan menjalin hubungan baik. Penagihan secara „halus‟ dilakukan secara kontinu agar nasabah yang bersangkutan mau membayar sisa pinjaman yang belum lunas. Jika memang terpaksa tidak dapat dikembalikan sisa angsuran pembiayaan maka BMI benar–benar telah mengalami kerugian akibat pembiayaan yang lost tersebut.
71
4.3.4 Loss Given Default Loss Given Default atau Severity of Loss merupakan jumlah yang digunakan sebagai ukuran kerugian pihak bank atas pembiayaan yang diberikan pada saat debitur mengalami default. Loss Given Default diperoleh dengan mengurangkan nilai exposure at default dengan nilai recovery. Berikut Tabel 9. yang menunjukkan jumlah loss given default (LGD) periode tahun 2009 hingga 2011. Tabel 9. Loss Given Default (LGD) BMI Cabang Bogor (2009–2011) Band 2009 2010 2011 238.363.375 109.668.066 109.668.066 10 juta 100 juta 1 miliar 238.363.375 109.668.066 109.668.066 Jumlah Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, diolah (BMI 2012) Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa jumlah LGD pada tahun 2009 jauh lebih tinggi dibanding dengan tahun 2010 dan 2011. Hal itu disebabkan oleh jumlah default yang terjadi pada tahun 2009 lebih besar dibanding tahun 2010 dan 2011. Berdasarkan data pembiayaan tahun 2010 diketahui bahwa account yang mengalami default per Desember 2009 telah dihapus buku. Hal itu berarti BMI telah benar–benar mengalami kerugian sebesar Rp 238.363.375, kecuali jika tindakan penagihan yang tetap dilakukan oleh account manager dan/atau remedial pasca penutup–bukuan membuahkan hasil. Pada tahun 2009 juga telah muncul kemungkinan terjadinya gagal bayar pada account yang telah dinyatakan default pada tahun 2010 hingga 2011. Pada Desember 2011, default yang sejak tahun 2010 tersebut sudah tidak terbayar lagi diindikasikan akan dihapusbuku sehingga Januari 2012 sudah tidak ada lagi default dari account yang sama. Dengan demikian, BMI Cabang Bogor tercatat mengalami kerugian sebesar Rp 109.668.066 selama tahun 2010 hingga 2011. Menurut salah satu account manager BMI Cabang Bogor, penagihan kepada account yang mengalami default per Desember 2011 tersebut tetap akan dilakukan di tahun 2012.
72
4.3.5 Number of Default Number of Default adalah jumlah peristiwa terjadinya default pada debitur pembiayaan anggota koperasi dalam periode tertentu. Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, besarnya debitur pembiayaan anggota koperasi secara keseluruhan dari tahun 2009, 2010, dan 2011 masing–masing adalah 148, 134, dan 127 nasabah. Terjadi penurunan jumlah nasabah (Kopkar) pembiayaan anggota koperasi sejak tahun 2009 hingga 2011. Hal itu disebabkan oleh semakin banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi oleh Kopkar yang akan mengajukan pembiayaan karena plafond pembiayaan yang ditawarkan pun mengalami peningkatan. Tercatat sejak tahun 2009 terjadi peningkatan plafond pembiayaan anggota koperasi (tanpa jaminan) dari Rp 25 juta menjadi Rp 50 juta. Berikut tabel jumlah debitur yang mengalami default selama periode 2009 hingga 2011. Tabel 10. Daftar debitur yang default per band di BMI Cabang Bogor Band 2009 2010 2011 5 3 3 10 juta 100 juta 1 miliar 5 3 3 Jumlah Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, diolah (BMI 2012) Jumlah nasabah pembiayaan anggota koperasi yang default untuk tahun 2009, 2010, dan 2011 masing-masing adalah 5 nasabah, 3 nasabah, dan 3 nasabah. Banyaknya jumlah debitur pembiayaan anggota koperasi yang default jika dibandingkan dengan total debitur secara keseluruhan adalah masingmasing sebesar 3,4%, 2,2%, dan 2,4%. Sebenarnya, debitur yang mengalami default pada tahun 2009, 2010, dan 2011 masing–masing hanya ada satu. Khusus pada tahun 2010 dan 2011, debitur yang mengalami default adalah Kopkar yang sama. Jumlah default dihitung berdasarkan jumlah pengajuan pembiayaan yang mengalami default oleh debitur yang sama. Dengan melihat pada Tabel 10. debitur yang masuk dalam band Rp. 10.000.000 adalah yang paling banyak mengalami default.
73
4.3.6 Cumulative Probability of Default Cumulative probability of default merupakan penjumlahan dari setiap probability of default atau jumlah kejadian kerugian pembiayaan (n) = lambda (λ). Proses perhitungan cumulative probability of default dilakukan setelah probability of default dihitung. Jika cumulative probability of default sudah mencapai nilai ≥ 95% maka perhitungan probability of default dapat dihentikan. Berdasarkan perhitungan ini, akan diketahui jumlah kerugian maksimal (unexpected number of default) pada tingkat kepercayaan minimal 95%. Artinya, dalam perhitungan ini tingkat toleransi kerugian yang akan melebihi nilai unexpected loss hanya sekitar 5% saja. Nilai unexpected loss merupakan maksimum kerugian yang bisa terjadi pada tingkat keyakinan sebesar 95%. Berikut tabel hasil perhitungan probability of default dan cumulative probability of default selama periode 2009 hingga 2011. Tabel 11. Probability of Default dan cumulative probability of default BMI Cabang Bogor Tahun 2009 Nj
n
2,07 3,43 7,6 8,29 9,27
5 7 12 13 15
Nj
n
probability of cumulative default probability of default 0,039965095 0,980775 0,035892039 0,975866 0,0387961 0,953565985 0,035207 0,956430379 0,023109274 0,972229 Tahun 2010 dan 2011
probability of cumulative default probability of default 0,029348137 0,976359 4,75 9 0,038659 0,969081 4,28 8 0,040697 0,966701 4,34 8 Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, diolah (BMI 2012) Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 11 diketahui bahwa maksimum jumlah n pada tingkat kepercayaan ≥ 95% adalah 15 kejadian pada cumulative probability of default 0,972229. Jumlah n minimum adalah 5 kejadian pada mean (nj) 2,07 dengan cumulative probability of default sebesar 0,980775.
74
4.3.7 Expected Loss Expected loss merupakan kerugian yang dapat diperkirakan akan terjadi yang dihitung dengan mengalikan nilai mean default rate (nj), kelompok band, band, dan nilai recovery rate setelah dikurangkan dengan angka satu. Berikut adalah tabel hasil perhitungan nilai expected loss: Tabel 12. Hasil Perhitungan Expected Loss BMI Cabang Bogor Tahun 2009 Band Rp 10 juta
Kel. Band 2 3 8 9 Total
nj 2,07 3,43 7,6 8,29 9,27
Rec. Rate 4% 4% 4% 4% 4%
Expected Loss (Rp) 39.744.000 98.784.000 583.680.000 636.672.000 800.928.000 2.159.808.000
Tahun 2010 dan 2011 Band Rp 10 juta
Kel. Band 4 5 Total
nj 4,28 4,34 4,75
Rec. Rate 4% 3% 3%
Expected Loss (Rp) 164.352.000 168.392.000 230.375.000 563.119.000
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, tabel 7, tabel 8, tabel 10, tabel 11, diolah (BMI 2012) Berdasarkan hasil perhitungan expected loss pada Tabel 12 diketahui bahwa exposure at default dengan nj 9,27 diperkirakan dapat mengalami expected loss terbesar yakni Rp 800.928.000. Nilai expected loss terkecil terjadi pada default terendah dengan nj 2,07. Artinya, semakin besar jumlah pembiayaan yang mengalami default maka expected loss yang muncul juga akan semakin besar. Dengan demikian, BMI juga harus menyediakan dana yang tidak sedikit untuk meng–cover kerugian yang diharapkan atas pembiayaan yang disalurkan. Apabila terdapat pembiayaan yang mengalami default, besarnya expected loss akan di–cover dengan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang telah dibentuk BMI.
75
4.3.8 Unexpected Loss Nilai unexpected loss diperoleh dari nilai cumulative probability of default yang dalam penyusunan karya akhir ini menggunakan significance level sebesar 95%. Unexpected loss diperoleh setelah mengalikan n pada saat ≥ 95% dengan kelompok band, band, dan nilai recovery rate setelah dikurangkan dengan angka satu. Berikut adalah tabel hasil perhitungan nilai expected loss: Tabel 13. Hasil Perhitungan Unexpected Loss BMI Cabang Bogor Band Rp 10 juta
Band Rp 10 juta
Tahun 2009 n Rec. Rate 5 4% 7 4% 12 4% 13 4% 9 15 4% Total
Kel. Band 2 3 8
Unexpected Loss (Rp) 96.000.000 201.600.000 921.600.000 998.400.000 1.296.000.000 3.513.600.000
Tahun 2010 dan 2011 Kel. n Rec. Unexpected Band Rate Loss (Rp) 4 8 4% 307.200.000 8 3% 310.400.000 5 9 3% 436.500.000 1.054.100.000 Total
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, tabel 7, tabel 8, tabel 10, tabel 11, diolah (BMI 2012) Berdasarkan hasil perhitungan nilai unexpected loss pada Tabel 13 diketahui bahwa nilai unecpected loss terbesar adalah Rp 1.296.000.000 yang terjadi pada n = 15. Nilai unexpected loss terkecil adalah Rp 96.000.000 yang terjadi pada n = 5. Semakin kecil default yang terjadi maka semakin kecil pula unexpected loss yang muncul. Kerugian unexpected loss harus ditutup dengan modal BMI. Semakin tinggi nilai unexpected loss yang default, semakin besar modal yang harus disediakan untuk meng-cover unexpected loss. Jika modal bank terus berkurang, potensi berkurangnya pendapatan dan keterbatasan penyaluran kredit akan meningkat.
76
4.4. Economic Capital Economic capital merupakan modal bank yang harus disiapkan untuk meng–cover default yang terjadi akibat unexpected loss. Besarnya nilai economic capital diperoleh dari pengurangan jumlah unexpected loss terhadap expected loss. Berikut adalah tabel jumlah economic capital yang harus disiapkan oleh BMI akibat default yang terjadi pada pembiayaan anggota koperasi periode 2009–2011. Tabel 14. Hasil Perhitungan Economic Capital BMI Cabang Bogor Tahun 2009 Band Rp 10 juta
Kel. Band 2 3 8 9
Total
Expected Loss (Rp) 39.744.000 98.784.000 583.680.000 636.672.000 800.928.000 2.159.808.000
Unexpected Loss (Rp) 96.000.000 201.600.000 921.600.000 998.400.000 1.296.000.000 3.513.600.000
Economic Capital (Rp) 56.256.000 102.816.000 337.920.000 361.728.000 495.072.000 1.353.792.000
Tahun 2010 dan 2011 Band Rp 10 juta
Kel. Band 4 5
Total
Expected Loss (Rp) 164.352.000 168.392.000 230.375.000 563.119.000
Unexpected Loss (Rp) 307.200.000 310.400.000 436.500.000 1.054.100.000
Economic Capital (Rp) 142.848.000 142.008.000 206.125.000 490.981.000
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, tabel 7, tabel 12, tabel 13, diolah (BMI 2012) Berdasarkan hasil perhitungan economic capital pada Tabel 14 diketahui bahwa modal bank yang harus dipersiapkan untuk meng–cover default dengan nilai unexpected loss terbesar adalah Rp 495.072.000. Semakin besar unexpected loss, semakin besar economic capital yang harus disediakan oleh BMI.
77
4.5. Backtesting dan Validasi Model Proses perhitungan analisis back testing dan validasi model dilakukan dengan cara membandingkan risiko pembiayaan anggota koperasi berdasarkan data historis dan data kerugian aktual (actual loss) yang terjadi. Actual loss dihitung berdasarkan berapa besar outstanding kredit yang default yang dihapusbukukan dari laporan keuangan. Back testing dilakukan dengan membandingkan nilai unexpected loss dengan
actual loss setiap bulannya seperti tersaji pada Lampiran 11. Apabila nilai unexpected loss > actual loss artinya nilai unexpected loss dapat mengcover actual loss. Berdasarkan perhitungan, terlihat bahwa nilai kerugian sebenarnya pada pembiayaan anggota koperasi di BMI Cabang Bogor selalu lebih kecil dari nilai unexpected loss yang harus disediakan dalam bentuk modal oleh BMI Cabang Bogor. Dengan demikian, kerugian aktual masih dapat ter–cover oleh nilai unexpected loss. Berdasarkan hasil perhitungan binary indicator yang secara lengkap ada pada lampiran 11 skripsi ini, diketahui bahwa failure frequency untuk tahun 2009, 2010, dan 2011 adalah nol. Nilai nol tersebut diperoleh dari pengurangan antara nilai unexpected loss dengan actual loss yang mana hasilnya adalah positif. Actual loss yang diakibatkan oleh pembiayaan anggota koperasi sebenarnya juga masih berada di bawah nilai expected loss. Artinya, sebelum bank menggunakan modal yang dimiliki untuk meng–cover actual loss yang terjadi, PPAP dapat digunakan terlebih dulu untuk menutup kerugian tersebut. Dengan demikian, kemungkinan bank akan mengalami kesulitan dalam menyediakan dana cair untuk menyalurkan pembiayaan ataupun melakukan ekspansi bisnis perbankan adalah sangat minim. Tahap selanjutnya adalah melakukan Likelihood Ratio (LR) Test. LR Test digunakan
untuk
mengukur
tingkat
akurasi
model
CreditRisk+
dalam
memperkirakan nilai risiko kredit yang tercermin pada nilai unexpected loss, juga menghitung nilai kerugian sebenarnya yang melebihi unexpected loss kemudian dibandingkan dengan maksimum kejadian kesalahan yang dapat ditoleransi selama periode observasi. Pengujian Loglikelihood Ratio dilakukakan dengan tingkat kenyakinan sebesar 95% seperti pada Tabel 15.
78
Tabel 15. Hasil pengukuran longlikelihood ratio test pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor T (Total observasi dalam bulan) 36 V (Jumlah kesalahan) 0 α (Probabilitas kesalahan) 5% LR (Longlikelihood ratio) 0 Chi–Square critical value dengan α = 5% 3,8410 Sumber: Lampiran 9, lampiran 11, rumus 7, diolah Total observasi (T) yang digunakan dalam perhitungan longlikelihood ratio test pada Tabel 15 adalah data pembiayaan anggota koperasi selama tiga tahun yang diambil dari BMI Cabang Bogor. Total observasi atau rincian data dihitung secara bulanan sehingga jumlahnya adalah 36 bulan. Jumlah kesalahan (V) diperoleh dari hasil perhitungan binary indicator yang semuanya bernilai nol. Artinya, jumlah kesalahan yang terjadi karena actual loss pada periode yang dianalisis tidak ada atau nol. Karena hasil dari jumlah kesalahan atau binary failure yang semuanya bernilai nol, nilai LR Test adalah nol juga. Dengan menggunakan confidence level 95%, degree of freedom (df) = 1, dan α = 5%, diperoleh critical value of Chi Square sebesar 3,8410. Perolehan angka critical value tersebut dapat dilihat pada tabel Chi Square yang ada pada lampiran 12 skripsi ini. Nilai Chi Square critical value dengan α = 5% ternyata lebih besar dibanding hasil LR Test, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pengukuran risiko dengan metode CreditRisk+ dapat diterima dan valid dalam mengukur unexpected loss pembiayaan anggota koperasi. Pada skripsi ini, penulis tidak melakukan perhitungan Chi Square dengan menggunakan software minitab karena berdasarkan backtesting ternyata keseluruhan perhitungan binary indicator hasilnya adalah nol. Jika penulis tetap menggunakan asumsi kecocokan penggunaan model CreditRisk+ untuk null hipotesis dan ketidakcocokan penggunaan model CreditRisk+ untuk asumsi tolak null hipotesis maka hasil yang akan keluar pada perhitungan minitab ataupun SPSS adalah error. Hal itu disebabkan oleh input data yang dimasukkan dalam tiga variabel (difference, kecocokan, dan binary indicator) yang dianggap identical oleh software. Keidentikan data terlihat dari difference yang semuanya adalah positif, kecocokan yang seluruh hasilnya adalah cocok, dan binary indicator yang semuanya bernilai nol.
79
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Terdapat beberapa risiko pembiayaan atas penyaluran produk pembiayaan anggota koperasi, yakni risiko strategik, hukum, operasional, likuiditas, dan kredit. Risiko strategik muncul akibat adanya sifat executing yang dapat meningkatkan potensi wanprestasi oleh Kopkar ataupun anggota Kopkar. Risiko strategik dapat diatasi dengan memperketat pengawasan terhadap kedisiplinan angsuran dan jika sudah terjadi wanprestasi, BMI dapat melakukan recheduling, reconditioning, dan restructuring. Risiko hukum muncul akibat adanya jaminan cessie yang tidak kuat dimata hukum. Risiko hukum dapat diatasi dengan membuat back up jaminan cessie dengan jaminan fiducia yang didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fiducia (KPF) melalui notaris. Risiko operasional muncul akibat minimnya jumlah Account Manager dan luasnya coverage area pembiayaan. Risiko operasional dapat diatasi dengan menambah armada mobil kantor dan menambah jumlah account officer di BMI Cabang Bogor. Risiko likuiditas muncul akibat adanya kemacetan pembayaran pinjaman yang dalam hal ini disebabkan oleh mudharib yang sama dengan beberapa account pinjaman. Risiko likuiditas dapat diatasi dengan membatasi jumlah account pinjaman pada mudharib yang sama. Risiko kredit yang muncul terkait dengan peningkatan plafond pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan fix asset. Risiko kredit dapat diatasi dengan pengetatan syarat pengajuan pembiayaan dan menggunakan jasa notaris untuk membantu menyempurnakan proses analisis pembiayaan. b. Berdasarkan hasil perhitungan pada Bab IV diperoleh nilai expected loss pada tahun 2009 adalah Rp 2.159.808.000 dan tahun 2010-2011 adalah Rp 563.119.000. Nilai unexcpected loss adalah Rp 3.513.600.000 pada tahun 2009 dan Rp 1.054.100.000 pada tahun 2010-2011. c. Nilai economic capital pada tahun 2009 adalah Rp 1.353.792.000 dan pada tahun 2010-2011 adalah Rp 490.981.000.
80
d. Berdasarkan hasil pengujian LR Test diperoleh kesimpulan bahwa CreditRisk+ ternyata cocok untuk digunakan sebagai alat ukur pada penelitian tentang risiko kredit bank. Hal ini terbukti dari nilai LR Test berdasarkan perhitungan adalah nol dan nilai Chi Square critical value dengan α = 5% ternyata lebih besar dibanding hasil LR Test, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pengukuran risiko dengan metode CreditRisk+ dapat diterima dan valid dalam mengukur unexpected loss pembiayaan anggota koperasi. 2. Saran a. Terkait dengan munculnya risiko strategik, ada baiknya jika BMI
mengawasi secara langsung (melalui rekening anggota koperasi dan rekening Kopkar di BMI) terhadap jadwal penggajian anggota koperasi dan jadwal angsuran pinjaman Kopkar. Sehingga, BMI dapat memastikan bahwa jadwal angsuran dan penggajian anggota koperasi berlangsung dihari yang sama. BMI juga dapat melakukan minimalisasi risiko likuiditas dan kredit dengan cara memperketat pengawasan prosedur penyaluran pembiayaan, seperti diadakan proses review kredit yang lebih mendetail, baik dari komite risiko kredit yang menyetujui kredit maupun dari manajemen, sehingga setiap fasilitas yang telah dicairkan dapat dimonitor perkembangannya dan setiap kenaikan pencairan kredit maupun kenaikan plafond pembiayaan diharapkan tidak menambah persentase NPF yang mungkin timbul. Selanjutnya, sebelum mendapat tambahan tenaga account officer dari pusat, BMI Cabang Bogor dapat merekrut asisten account officer untuk membantu kerja account officer dan account manager sehingga risiko operasional dapat dikendalikan. Adapun cara yang bisa ditempuh untuk meminimalisir risiko hukum adalah dengan menambah kerja sama dengan notaris setempat untuk menyempurnakan proses analisis pembiayaan. b. Meski besarnya actual loss ternyata masih di bawah nilai expected loss sehingga BMI Cabang Bogor masih dapat meng-cover actual loss, namun sebaiknya pihak risk management lebih tegas dalam membatasi pinjaman dari account yang sama yang mengalami default. Dengan demikian, kasus actual loss yang seluruhnya disebabkan oleh mudharib yang sama dapat dihindari.
81
c. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 14, diketahui bahwa economic capital tahun 2009 hingga 2011 mengalami penurunan. Artinya, modal yang harus dikeluarkan untuk meng-cover unexpected loss masih dapat dijaga dengan baik. Faktanya, nilai expected loss masih di bawah unexpected loss sehingga actuall loss masih dapat di-cover dengan PPAP. Meski demikian, Manajemen BMI Cabang Bogor sebaiknya lebih mengupayakan untuk meminimalisasi actual loss hingga NPF net untuk produk pembiayaan anggota koperasi ini adalah nol.
d. Jika memungkinkan, pihak manajemen BMI dapat melakukan komparasi model pengukuran risiko pembiayaan CreditRisk+ dengan model yang selama ini dipakai untuk mengetahui model yang lebih optimal. Agar pengukuran risiko internal model CreditRisk+ tetap layak digunakan pada pembiayaan anggota koperasi maka sebaiknya backtesting harus dilaksanakan secara rutin, minimal
per triwulan. e. Khusus untuk kasus pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor, berdasarkan fakta data yang ditemukan, pada penelitian berikutnya dapat dilakukan pendalaman tentang penyebab kemacetan pembiayaan oleh satu koperasai karyawan yang sama yang melakukan beberapa kali pembiayaan dan semuanya macet. Terkait dengan hal tersebut, dapat dikaji lebih lanjut tentang prosedur maupun kebijakan yang diterapkan dalam produk pembiayaan ini. Ke depan, diharapkan tidak terjadi lagi kemacetan pembiayaan dalam kasus serupa.
82
DAFTAR PUSTAKA
Allen LD, Saunders GA. 2002. Issues in The Credit Risk Modeling of Retail Market. Working Paper, Zicklin School of Business, Baruch College. Arifin Z. 2009. Dasar–dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta (ID): Azkia Publisher. Bank Muamalat Indonesia. 2009. Siaran Pers [Internet]. [diunduh 2012 Jun 27]. Tersedia pada: http://www.muamalatbank.com/home/news/siaran_pers/1864 Bank Muamalat Indonesia. 2009. Profil Muamalat [Internet]. [diunduh 2012 Jun 27]. Tersedia pada: http://www.muamalatbank.com/home/about/profile Bank Muamalat Indonesia. 2011. Annual Report Bank Muamalat Indonesia. Jakarta (ID): PT. BMI, Tbk. Bina Wirausaha Seri Manajemen Bank Nomor 5. 1997. Informasi Kredit Usaha Kecil. Jakarta (ID): PT Pustaka Binaman Presindo. Chrouhy et al. 2001. Risk Management: Comprehensive Cahpters on Market, Credit, and Operational Risk. New York (US): The McGraw–Hill Companies, Inc. Credit Suisse Fierst Boston. 1997. CreditRisk+: A Credit Risk Management Framework. Available at http://www.csfb.com/creditrisk Dendawijaya L. 2005. Manajemen Perbankan. Bogor (ID): Penerbit Ghalia Indonesia. Direktorat Perbankan Syariah. 2011. Outlook Perbankan Syariah 2012 [Internet]. [diunduh 2012 Des 30]. Tersedia pada: http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi /Publikasi+Lain/ Publikasi+Lainnya/Outlook+Perbankan+Syariah+2012 Hadromi Y. 2008. Pengukuran Risiko Kartu Kredit dengan Model CreditRisk+ (Studi Kasus Kantor Cabang Bank Asing XYZ). Tesis pada Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Hasibuan M. 2011. Dasar–Dasar Perbankan. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Informasi Kredit Usaha Kecil Bina Wirausaha PPM. 1990. Seri Manajemen Bank Nomor 5. Jorion P. 2001. Value at risk: The New Benchmark for managing financial risk. Second Edition. New York (US): Mc Graw Hill. Jorion P. 2005. Financial Risk Manager Handbook. United States of America (US): Wiley Finance. Karim A. 2007. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Kasmir. 2000. Manajemen Perbankan. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.
83
Laporan Proofsheet Pembiayaan Anggota Koperasi BMI Cabang Bogor Periode Tahun 2009–2011. Levin R. 1998. Statistics for Management, Seventh Edition. New Jersey (US): Prentice-Hall, Inc. Martono. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta (ID): Ekonisia. Nurhayati I. 2009. Kepastian Hukum Perjanjian Pemberian Jaminan Cessie dalam Pembiayaan Mudharabah (Kajian Normatif Pada Akad Pembiayaan AlMudharabah Muqayyadah PT Bank Muamalat Indonesia,Tbk.). [Skripsi pada Program Studi Hukum Perdata Bisnis]. Universitas Brawijaya, Malang. Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapatan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 13/23/PBI/2011 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292). Pranoto SM. 2009. Analisa dan Dampak Krisis Global Terhadap Perbankan Syariah [Internet]. [diunduh 2012 Jun 28]. Tersedia pada: http://suryodesign.wordpress.com/2009/11/10/analisa-dan-dampak-krisisglobal-terhadap-perbankan-syariah/#comments Purnamasari ID. 2011. Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer: Kiat–Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan. Bandung (ID): Penerbit Kaifa. Rahardja SB. 2009. Analisis Pengukuran Risiko Kredit KPR Consumer Banking Bank X dengan Metode CreditRisk+. [Tesis pada Program Magister Manajemen]. Universitas Indonesia, Depok. Rivai et al. 2008. Islamic Financial Management. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Rochman, F. 2010. Analisis Pengukuran Risiko Pembiayaan Murabahah dengan Menggunakan CreditRisk+ (Studi Kasus BNI Syariah). [Tesis pada Program Magister Manajemen]. Universitas Indonesia, Depok. Saunders et al. 2002. Credit Risk Measurement: New Approaches to Value at Risk and Other Paradigms (2nd Ed). United States of America (US): Wiley Finance.
84
Setiadi R. 2011. Risiko Hukum Atas Cessie Tagihan piutang Sebagai Jaminan Kredit Pada Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) Cabang Medan). [Tesis pada Program Studi Magister Kenotariatan]. Universitas Sumatera Utara, Medan. Siamat D. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta (ID): Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sudarsono H. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta (ID): Ekonisia. Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 Suyatno et al. 1991. Dasar-dasar Perkreditan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Tamin N. 2012. Kiat Menghindari kredit Macet. Jakarta (ID): PT. Dian Rakyat. Triandaru S, Totok B. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi 2. Jakarta (ID): Salemba Empat. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Wiroso. 2005. Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. Jakarta (ID): PT. Grasindo.
85
LAMPIRAN
86 Lampiran 1. Pedoman umum penggolongan kualitas kredit Bank Syariah PROSPEK USAHA Komponen
Lancar
Potensi Kegiatan pertumbuh usaha an usaha memiliki potensi pertumbuhan yang baik Kondisi Pasar stabil pasar dan dan tak potensi terpengaruh debitur perekonomian dalam Persaingan persaingan terbatas (posisi kuat di pasar) Kapasitas optimum Kualitas Manajemen manajemen sangat baik dan Tenaga kerja permasalah memadai dan -an tenaga belum pernah kerja ada pemogokan atau pernah ada tapi ringan dan selesai dengan baik Dukungan Afiliasi/grup dari grup/ stabil dan afiliasi mendukung Upaya Pengelolaan debitur lingkungan memelihara baik dan lingkungan dampaknya hidup minimum sesuai syarat minimum peraturan
Dalam Perhatian Khusus Kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang terbatas Posisi di pasar baik (tak banyak dipengaruhi) Pasar sebanding pesaing Kapasitas hampir optimum Manajemen baik Tenaga kerja umumnya memadai, pernah terjadi perselisihan/ pemogokan yang selesai dengan baik namun bisa terulang Afiliasi/grup stabil dan tak memberatkan Pengelolaan lingkungan hidup kurang baik dan belum sesuai syarat minimum peraturan
Kurang Lancar Kegiatan usaha berpotensi tumbuh sangat terbatas atau tidak tumbuh Pasar dipengaruhi perekonomian Persaingan sangat ketat dan operasinal bermasalah Kapasitas tak mendukung operasional Manajemen cukup baik Tenaga kerja berlebihan dan ada perselisihan/ pemogokan dengan dampak cukup material
Diragukan
Macet
Kegiatan usaha menurun
Kelangsungan sangat diragukan dan sulit pulih dan kemungkinan besar terhenti Pasar sangat Kehilangan dipengaruhi pasar sejalan perekonomian perekonomian Persaingan yang menurun ketat dan Operasional operasional tak bermasalah berkelanjutan serius
Manajemen kurang pengalaman Tenaga kerja berlebih cukup besar, dapat timbul keresahan dan ada pemogokan berdampak material Afiliasi/grup Afiliasi/grup mulai berdampak memberatkan memberatkan Pengelolaan Belum lingkungan mengelola hidup kurang lingkungan baik dan hidup atau belum sesuai ada upaya syarat namun minimum belum sesuai peraturan peraturan dengan dengan penyimpangan penyimpangmaterial an material
Manajemen sangat lemah Tenaga kerja berlebih berjumlah besar, timbulkan keresahan dan pemogokan yang berdampak material Afiliasi sangat merugikan Belum mengelola lingkungan hidup atau telah ada upaya namun belum sesuai peraturan dan mungkin dituntut di pengadilan
87 Lanjutan lampiran 1 KINERJA (PERFORMANCE) DEBITUR Komponen
Lancar
Dalam Perhatian Khusus Perolehan Laba tinggi Laba cukup laba dan stabil baik tetapi berpotensi turun Struktur Permodalan Modal cukup permodalan kuat dan mampu tambah modal bila perlu Arus kas Likuiditas dan Likuiditas dan modal kerja modal kerja kuat umumnya Analisis arus baik kas Analisis arus menunjukkan kas: mampu debitur membayar mampu pokok dan membayar bunga tapi pokok dan jika masalah bunga tanpa akan sumber dana memengaruhi tambahan pembayaran Sensitivitas Portofolio Beberapa terhadap sensitif kurs portofolio risiko pasar valas dan sensitif kurs bunga relatif valas dan sedikit atau bunga tapi di-hedging masih dengan baik terkendali Ketepatan Pembayaran Tunggakan pembayaran tepat waktu, pokok/bunga pokok dan perkembanga sampai 90 bunga n rekening hari baik Ketersedia Hubungan Hubungan -an dan debitur-bank debitur-bank keakuratan baik, debitur cukup baik, informasi selalu debitur selalu keuangan memberikan memberikan debitur informasi informasi keuangan keuangan teratur teratur dan masih akurat
Kurang lancar
Diragukan
Macet
Laba rendah
Laba sangat Rugi besar, kecil usaha tak dapat dipertahankan Rasio utang Rasio utang Rasio utang terhadap terhadap terhadap modal cukup modal tinggi modal sangat tinggi tinggi Likuiditas Likuiditas Kesulitan kurang dan sangat likuiditas modal kerja rendah Analisis arus terbatas Analisis arus kas: tak Analisis arus kas mampu tutup kas menunjukkan biaya menunjukkan ketidakmamp produksi bahwa debitur uan untuk hanya mampu membayar membayar pokok dan bunga dan bunga sebagian pokok Kegiatan Kegiatan Kegiatan usaha usaha usaha terpengaruh terancam terancam kurs valas dan kurs valas fluktuasi kurs bunga dan bunga valas dan bunga Tunggakan Tunggakan Tunggakan pokok/bunga pokok/bunga pokok/bunga di atas 90 hari di atas 120 lebih dari 180 s.d. 120 hari s.d. 180 hari hari Hubungan Hubungan debitur-bank debitur dan memburuk, bank dan informasi memburuk keuangan tak dan dapat informasi dipercaya/tak keuangan ada hasil tak tersedia laporan (tak dapat keuangan dipercaya)
Hubungan debitur dan bank sangat buruk dan informasi keuangan tak tersedia atau tak dapat dipercaya
88 Lanjutan lampiran 1 KEMAMPUAN MEMBAYAR Komponen
Lancar
Dalam Kurang Diragukan Perhatian Lancar Khusus Kelengkap Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi -an kredit lengkap kredit lengkap kredit kurang kredit tidak dokumen lengkap lengkap kredit Kepatuhan Tak ada Pelanggaran Pelanggaran Pelanggaran terhadap pelanggaran perjanjian syarat pokok prinsipil perjanjian perjanjian kredit yang kredit yang terhadap kredit kredit tidak prinsipil cukup syarat pokok prinsipil perjanjian Kesesuaian Penggunaan Penggunaan Penggunaan Penggunaan penggunaan dana sesuai dana kurang dana kurang dana kurang dana permohonan sesuai dengan sesuai sesuai Jumlah dan permohonan, permohonan (jumlah jenis fasilitas namun dengan material) sesuai jumlahnya tak jumlah cukup Jumlah dan kebutuhan material material fasilitas > Perpanjangan Jumlah dan Jumlah dan kebutuhan, kredit sesuai fasilitas fasilitas > jumlahnya analisis diberikan > kebutuhan material kebutuhan kebutuhan, dengan Sembunyika debitur namun jumlah cukup n kesulitan jumlahnya tak material keuangan material Perpanjangan tak sesuai kebutuhan Kewajaran Sumber Sumber Sumber Sumber sumber pembayaran pembayaran pembayaran pembayaran pembayaran dapat dapat tak sesuai tak diketahui kewajiban diidentifikasi diidentifikasi kesepakatan Sumber dengan jelas dan disepakati Sumber pembayaran dan disepakati oleh bank dan pembayaran kurang oleh bank dan debitur kurang sesuai sesuai jenis debitur Sumber struktur/jenis pinjaman Sumber pembayaran pinjaman secara pembayaran kurang sesuai secara cukup material sesuai jenis struktur/ jenis material Skema pinjaman pinjaman Skema pembayaran Skema Skema pembayaran kurang wajar pembayaran pembayaran yang kurang dan grace yang wajar yang cukup wajar dan period tak wajar grace period sesuai jenis tak sesuai kredit jenis kredit
Sumber: Sigit Triandaru (2005)
Macet Tak ada dokumentasi kredit Pelanggaran prinsipil terhadap syarat pokok perjanjian Sebagian besar penggunaan dana tak sesuai permohonan Jumlah dan jenis fasilitas diberikan lebih besar dari kebutuhan dengan jumlah sangat material Tak ada sumber pembayaran yang mungkin Sumber pembayaran tak sesuai struktur/jenis pinjaman Skema pembayarn yg tak wajar dan grace period tak sesuai jenis kredit
89 Lampiran 2. Daftar pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor per 31 Desember 2009 Nasabah 1 (1) 1 (2) 1 (3) 1 (4) 1 (5) 1 (6) 2 (1) 2 (2) 2 (3) 2 (4) 2 (5) 2 (6) 3 (1) 3 (2) 3 (3) 3 (4) 3 (5) 3 (6) 3 (7) 3 (8) 3 (9) 3 (10) 3 (11) 3 (12) 3 (13) 14 15 16 (1) 16 (2) 16 (3) 16 (4) 17 (1) 17 (2) 17 (3) 17 (4) 17 (5) 18 (1) 18 (2) 18 (3) 18 (4) 19 (1) 19 (2) 20 (1) 20 (2)
Outstanding Plafond Nasabah Outstanding 459.786.376 960.000.000 20 (4) 198.772.713 404.419.312 1.023.000.000 20 (5) 62.581.921 105.034.377 335.000.000 20 (6) 323.182.410 49.336.892 304.000.000 21 (1) 38.849.958 18.812.111 253.000.000 21 (1) 165.178.108 6.450.029 85.000.000 22 (1) 217.972.818 250.000.000 22 (2) 107.077.247 346.516.656 375.000.000 22 (3) 69.426.394 453.781.384 488.000.000 22 (4) 27.941.958 132.360.766 140.000.000 22 (5) 90.823.889 125.902.397 131.000.000 22 (6) 58.563.454 207.500.000 207.500.000 22 (7) 57.852.188 80.000.000 22 (8) 26.016.429 16.135.002 248.500.000 22 (9) 44.207.124 54.503.774 492.000.000 22 (10) 80.710.737 31.034.975 259.500.000 22 (11) 616.517.899 134.776.444 387.500.000 22 (12) 220.839.460 30.255.946 112.500.000 23 (1) 2.422.793 329.570.512 900.000.000 23 (2) 33.670.008 37.721.704 100.000.000 23 (3) 67.017.428 160.632.980 391.000.000 23 (4) 23.098.735 101.912.184 210.000.000 23 (5) 575.067.183 432.877.507 1.009.500.000 23 (6) 1.680.413.975 433.493.805 860.000.000 24 (1) 434.102.265 17.602.860 29.500.000 24 (2) 267.025.649 424.926.272 714.000.000 24 (3) 61.000.000 741.496 188.500.000 25 (1) - 100.500.000 25 (2) 1.868.552 111.947.280 296.500.000 25 (3) 4.213.601 27.466.887 120.000.000 25 (4) 9.124.157 44.222.224 80.000.000 25 (5) 10.290.812 75.949.062 727.000.000 25 (6) 6.672.033 34.300.940 256.000.000 25 (7) 28.533.108 82.875.476 495.000.000 25 (8) 22.823.628 20.711.200 156.000.000 25 (9) 10.186.214 92.690.102 245.000.000 25 (10) 31.477.454 325.360.977 630.000.000 25 (11) 28.155.109 19.079.758 33.000.000 25 (12) 22.424.330 41.463.400 125.000.000 25 (13) 77.296.630 580.985.641 665.000.000 25 (14) 41.721.807 35.417.589 40.000.000 26 40.528.980 45.000.000 27 (1) 47.994.520 337.000.000 27 (2) 162.479.708 100.083.316 344.500.000 27 (3) 88.388.269
Plafond 284.500.000 87.000.000 330.000.000 500.000.000 1.446.500.000 441.000.000 621.000.000 256.000.000 109.000.000 269.500.000 169.000.000 141.000.000 79.000.000 132.000.000 193.000.000 652.000.000 226.000.000 145.000.000 240.000.000 2.149.000.000 341.000.000 2.176.500.000 2.890.000.000 475.000.000 283.000.000 61.000.000 155.000.000 153.000.000 203.500.000 299.500.000 249.500.000 64.000.000 229.000.000 144.500.000 131.000.000 171.500.000 171.000.000 89.000.000 189.000.000 150.000.000 157.000.000 350.000.000 495.000.000 215.000.000
90 Lanjutan lampiran 2 27 (4) 27 (5) 28 29 30 (1) 30 (2) 31 (1) 31 (2) 31 (3) 31 (4) 31 (5) 32 (1) 32 (2) 33 34 35 36 37 (1) 37 (2) 37 (3) 37 (4) 37 (5) 37 (6) 37 (7) 37 (8) 38 (1) 38 (2) 38 (3) 39 (1) 39 (2) 39 (3) 39 (4) 39 (5) 39 (6) 40 (1) 40 (2) 40 (3) 40 (4) 40 (5) 40 (6) 40 (7) 41 (1) 41 (2) 41 (3) 41 (4) 41 (5)
23.032.415 1.745.000.000 48.588.871 90.734.201 7.453.003 623.739 843.172 1.847.137 9.893.386 5.757.135 11.279.292 43.652.833 134.694.137 1.214.479 37.474.716 1.498.941.376 304.440.899 2.168.523.113 263.409.948 291.689.833 480.646.319 2.169.955.880 657.112.821 273.686.588 102.919.062 113.024.300 95.188.727 77.549.786 185.541.102 47.795.307 127.436.737 46.158.254 86.931.602 61.613.047 119.593.757 249.366.909 185.442.359 9.885.580 83.472.658 71.635.291 60.129.183 21.742.203 18.535.358
50.000.000 41 (6) 81.772.191 202.000.000 1.745.000.000 42 (1) 221.674.716 400.000.000 898.500.000 42 (2) 244.054.470 420.000.000 281.475.000 42 (3) 352.910.227 575.000.000 831.500.000 42 (4) 53.527.980 85.000.000 105.000.000 42 (5) 191.775.268 290.000.000 177.000.000 42 (6) 134.445.986 190.000.000 248.000.000 43 (1) 250.411.659 280.800.000 207.000.000 43 (2) 149.910.835 164.000.000 179.000.000 43 (3) 54.041.510 55.200.000 504.500.000 44 (1) 260.399.290 292.000.000 290.000.000 44 (2) 190.130.830 208.000.000 171.000.000 TOTAL 26.772.434.442 59.354.575.000 128.500.000 Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan 283.500.000 BMI Cabang Bogor (2012) 70.000.000 115.000.000 3.315.000.000 685.000.000 3.524.000.000 475.500.000 369.000.000 589.000.000 2.306.500.000 676.000.000 280.000.000 105.000.000 115.000.000 209.000.000 254.000.000 246.000.000 332.000.000 150.100.000 242.000.000 121.000.000 242.000.000 137.000.000 167.000.000 277.000.000 204.000.000 12.000.000 268.500.000 231.500.000 164.500.000 64.000.000 125.000.000
91 Lampiran 3. Daftar pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor per 31 Desember 2010 Nasabah Outstanding 1 (1) 182.520.051 1 (2) 200.499.376 1 (3) 59.101.571 1 (4) 15.319.200 2 (1) 132.853.197 2 (2) 257.006.475 2 (3) 322.159.703 2 (4) 67.965.014 2 (5) 90.375.257 2 (6) 164.774.541 2 (7) 135.226.083 2 (8) 289.187.324 2 (9) 686.046.754 2 (10) 605.751.310 2 (11) 48.758.206 3 (1) 0 3 (2) 0 3 (3) 35.190.371 3 (4) 22.326.263 3 (5) 118.511.206 3 (6) 139.590.438 3 (7) 7.096.949 4 174.423.656 5 (1) 61.262.451 5 (2) 11.855.560 6 (1) 124.930.477 6 (2) 11.688.685 6 (3) 24.915.551 6 (4) 403.461.812 7 (1) 27.233.601 7 (2) 31.480.327 7 (3) 394.298.797 7 (4) 323.165.834 7 (5) 43.003.048 7 (6) 105.252.506 7 (7) 1.153.258.922 7 (8) 423.532.010 8 (1) 0 8 (2) 7.884.632 8 (3) 4.426.518 8 (4) 4.675.990 8 (5) 2.132.312 8 (6) 2.788.567
Plafond Nasabah Outstanding Plafond 960.000.000 8 (7) 377.000.000 377.000.000 1.023.000.000 9 (1) 1.024.598.321 2.890.000.000 335.000.000 9 (2) 3.042.817.200 3.172.000.000 304.000.000 10 (1) 339.070.179 475.000.000 250.000.000 10 (2) 212.247.696 283.000.000 375.000.000 10 (3) 49.948.175 61.000.000 488.000.000 10 (4) 12.529.900 15.000.000 140.000.000 11 (1) 1.343.864 131.000.000 131.000.000 11 (2) 8.491.019 171.500.000 207.500.000 11 (3) 0 171.000.000 196.000.000 11 (4) 8.563.266 89.000.000 321.000.000 11 (5) 42.750.416 189.000.000 750.000.000 11 (6) 18.735.336 150.000.000 612.000.000 12 (1) 0 495.000.000 135.000.000 12 (2) 7.493.536 215.000.000 900.000.000 12 (3) 18.015.521 202.000.000 100.000.000 12 (4) 1.266.284.547 1.745.000.000 391.000.000 12 (5) 191.377.018 255.000.000 210.000.000 12 (6) 479.241.918 525.000.000 1.009.500.000 13 325.000.000 325.000.000 860.000.000 14 0 281.475.000 29.500.000 15 10.974.073 128.500.000 714.000.000 16 9.655.643 283.500.000 296.500.000 17 (1) 523.934.195 623.000.000 80.000.000 17 (2) 18.218.878 20.000.000 630.000.000 17 (3) 216.661.555 272.000.000 33.000.000 17 (4) 197.190.375 221.500.000 125.000.000 18 17.073.300 115.000.000 665.000.000 19 (1) 657.017.214 3.315.000.000 40.000.000 19 (2) 113.452.821 685.000.000 45.000.000 19 (3) 1.248.622.651 3.524.000.000 445.000.000 19 (4) 130.091.864 475.500.000 375.000.000 19 (5) 194.227.800 369.000.000 50.000.000 19 (6) 310.154.221 589.000.000 125.000.000 19 (7) 1.677.768.080 2.306.500.000 1.500.000.000 19 (8) 504.291.923 676.000.000 509.500.000 19 (9) 749.335.518 832.000.000 109.000.000 20 (1) 238.810.454 280.000.000 269.500.000 20 (2) 90.158.763 105.000.000 169.000.000 20 (3) 89.030.958 115.000.000 141.000.000 20 (4) 249.554.460 275.000.000 79.000.000 20 (5) 71.470.802 79.000.000 132.000.000 20 (6) 34.693.314 40.000.000
92 Lanjutan lampiran 3 20 (7) 20 (8) 20 (9) 21 (1) 21 (2) 22 (1) 22 (2) 22 (3) 22 (4) 22 (5) 22 (6) 22 (7) 22 (8) 22 (9) 23 (1) 23 (2) 23 (3) 24 (1) 24 (2) 24 (3) 24 (4) 24 (5) 24 (6) 24 (7) 24 (8) 25 (1) 25 (2) 25 (3) 26 (1) 26 (2) 26 (3) 27 (1) 27 (2) 28 (1) 28 (2) 28 (3) 28 (4) 28 (5) 29 30 (1) 30 (2) 31 32 33 TOTAL
6.457.202 379.976.722 151.635.634 429.357.441 394.734.100 22.305.432 42.992.005 25.218.480 82.036.773 172.043.804 142.078.852 4.016.764 112.650.720 142.742.693 47.455.131 42.802.731 43.358.642 19.637.028 39.276.115 41.062.640 67.663.258 25.743.849 3.112.187.755 818.530.124 324.558.365 167.254.715 102.080.570 38.664.680 173.925.271 129.468.107 287.559.471 1.430.287.963 243.966.814 279.526.623 117.486.466 68.451.894 65.346.998 20.000.000 1.828.177.728 1.268.662.984 653.636.041 2.000.000.000 838.000.000 3.000.000.000 41.585.454.665
193.000.000 652.000.000 226.000.000 471.000.000 409.500.000 121.000.000 242.000.000 137.000.000 167.000.000 277.000.000 204.000.000 12.000.000 142.000.000 158.000.000 268.500.000 231.500.000 164.500.000 400.000.000 420.000.000 575.000.000 290.000.000 190.000.000 3.358.000.000 870.000.000 340.000.000 280.800.000 164.000.000 55.200.000 292.000.000 208.000.000 375.000.000 1.656.000.000 275.000.000 305.000.000 123.000.000 70.000.000 68.000.000 20.000.000 2.000.000.000 1.325.000.000 675.000.000 2.000.000.000 838.000.000 3.000.000.000 69.269.475.000
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan BMI Cabang Bogor (2012)
93 Lampiran 4. Daftar pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor per 31 Desember 2011 Nasabah Outstanding
Plafond
1 (1) - 335.000.000 1 (2) 2.419.844 304.000.000 2(1) 52.552.010 250.000.000 2 (2) 167.465.605 375.000.000 2 (3) 198.102.621 488.000.000 2 (4) 45.827.398 140.000.000 2 (5) 49.203.177 131.000.000 2 (6) 109.786.144 207.500.000 2 (7) 71.193.611 196.000.000 2 (8) 214.345.321 321.000.000 2 (9) 500.115.757 750.000.000 2 (10) 519.558.267 612.000.000 2 (11) 770.451.624 833.000.000 2 (12) 658.355.259 696.500.000 3 (1) 454.073.816 551.000.000 3 (1) 820.614.423 960.000.000 3 (2) 973.981.894 1.103.500.000 3 (3) 1.191.241.216 1.322.000.000 3 (4) 953.406.029 1.054.000.000 4 (1) 29.397.671 296.500.000 4 (2) 3.900.008 80.000.000 5 (1) - 630.000.000 5 (2) 2.587.025 33.000.000 5 (3) 5.363.288 125.000.000 5 (4) 254.487.380 665.000.000 6 (1) 17.155.516 40.000.000 6 (2) 20.337.459 45.000.000 6 (3) 323.249.519 445.000.000 6 (4) 243.149.327 375.000.000 6 (5) 32.183.204 50.000.000 6 (6) 66.681.679 125.000.000 7 (1) 502.413.823 1.500.000.000 7 (2) 217.359.868 509.500.000 8 (1) 135.503.132 652.000.000 8 (2) 63.566.697 226.000.000 8 (3) 256.455.067 377.000.000 8 (4) 455.332.168 623.000.000 8 (5) 495.000.000 495.000.000 9 (1) 507.974.284 2.890.000.000 9 (2) 2.076.441.952 3.172.000.000 10 (1) 223.188.900 475.000.000 10 (2) 145.451.952 283.000.000 11 36.471.679 61.000.000
Nasabah
Outstanding
Plafond
12 (1) 324.938.254 525.000.000 12 (2) 234.853.129 325.000.000 12 (3) 500.161.740 646.000.000 13 (1) 322.163.814 623.000.000 13 (2) 12.272.671 20.000.000 14 (1) 130.715.559 272.000.000 14 (2) 131.138.311 221.500.000 15 5.645.657 115.000.000 16 (1) 180.974.431 3.315.000.000 16 (2) 32.858.357 685.000.000 16 (3) 529.598.142 3.524.000.000 16 (4) 32.212.019 475.500.000 16 (5) 110.501.828 369.000.000 16 (6) 162.096.501 589.000.000 16 (7) 1.111.820.763 2.306.500.000 16 (8) 297.645.030 676.000.000 16 (9) 602.325.418 832.000.000 17 (1) 197.389.207 280.000.000 17 (2) 76.363.240 105.000.000 17 (3) 64.893.697 115.000.000 17 (4) 205.847.668 275.000.000 17 (5) 61.588.360 79.000.000 17 (6) 25.816.783 40.000.000 18 (1) 14.168.567 254.000.000 18 (2) 39.649.095 332.000.000 19 (1) 236.418.793 385.000.000 19 (2) 291.086.235 471.000.000 19 (3) 296.180.073 409.500.000 19 (4) 198.506.144 234.500.000 19 (5) 6.254.540 121.000.000 19 (6) 12.586.387 242.000.000 19 (7) 8.196.398 137.000.000 19 (8) 46.398.441 167.000.000 19 (9) 95.618.965 277.000.000 19 (10) 88.812.030 204.000.000 19 (11) 73.673.028 142.000.000 19 (12) 111.908.465 158.000.000 20 (1) 47.455.131 268.500.000 20 (2) 42.802.731 231.500.000 20 (3) 43.358.642 164.500.000 21 (1) 2.575.773.877 3.358.000.000 21 (2) 680.651.943 870.000.000 21 (3) 273.179.356 340.000.000
94 Lanjutan lampiran 4 21 (4) 22 (5) 22 (6) 22 (7) 22 (8) 23 (1) 23 (2) 24 (1) 24 (2) 24 (3) 24 (4) 24 (5) 24 (6) 24 (7) 24 (8) 24 (9) 25 26 (1) 26 (2) 27 28 (1) 28 (2) 28 (3) 29 30 (1) 30 (2) 30 (3) 30 (4) 30 (5) 30 (6) 30 (7) 31 (1) 31 (2) 31 (3) 31 (4) 32 (1) 32 (2) 32 (3) 32 (4) 32 (5) TOTAL
9.270.254 15.000.000 - 189.000.000 1.520.455 150.000.000 691.097.768 1.745.000.000 97.952.313 255.000.000 923.215.544 1.656.000.000 160.834.705 275.000.000 211.172.698 305.000.000 99.079.756 123.000.000 58.250.429 70.000.000 47.896.748 68.000.000 14.329.859 20.000.000 152.386.780 175.000.000 43.282.830 49.000.000 44.166.133 50.000.000 89.569.798 100.000.000 1.244.881.741 2.000.000.000 1.078.048.137 1.325.000.000 557.965.462 675.000.000 1.521.851.743 2.000.000.000 707.717.255 838.000.000 45.588.381 52.000.000 97.764.316 110.000.000 2.245.587.204 3.000.000.000 114.855.644 138.000.000 26.019.973 30.000.000 54.770.504 60.000.000 120.588.507 126.000.000 59.337.202 62.000.000 56.763.513 58.000.000 26.000.000 26.000.000 935.253.599 1.000.000.000 525.612.508 562.000.000 2.291.371.338 2.450.000.000 935.092.885 988.000.000 67.339.880 280.800.000 44.611.490 164.000.000 20.189.086 55.200.000 70.024.901 292.000.000 56.580.557 208.000.000 40.117.371.536 72.102.500.000
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan BMI Cabang Bogor (2012)
95
Lampiran 5. Pengelompokkan band Band
Kelas (Kelompok) 1 Rp 10 juta 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Rp 100 juta 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Rp 1 miliar 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Range (Exposure) Rp 10.500.000 – Rp 14.999.999 Rp 15.000.000 – Rp 24.999.999 Rp 25.000.000 – Rp 34.999.999 Rp 35.000.000 – Rp 44.999.999 Rp 45.000.000 – Rp 54.999.999 Rp 55.000.000 – Rp 64.999.999 Rp 65.000.000 – Rp 74.999.999 Rp 75.000.000 – Rp 84.999.999 Rp 85.000.000 – Rp 94.999.999 Rp 95.000.000 – Rp 104.999.999 Rp 105.000.000 – Rp 149.999.999 Rp 150.000.000 – Rp 249.999.999 Rp 250.000.000 – Rp 349.999.999 Rp 350.000.000 – Rp 449.999.999 Rp 450.000.000 – Rp 549.999.999 Rp 550.000.000 – Rp 649.999.999 Rp 650.000.000 – Rp 749.999.999 Rp 750.000.000 – Rp 849.999.999 Rp 850.000.000 – Rp 949.999.999 Rp 950.000.000 – Rp 1.049.999.999 Rp 1.050.000.000 – Rp 1.499.999.999 Rp 1.500.000.000 – Rp 2.499.999.999 Rp 2.500.000.000 – Rp 3.499.999.999 Rp 3.500.000.000 – Rp 4.499.999.999 Rp 4.500.000.000 – Rp 5.499.999.999 Rp 5.500.000.000 – Rp 6.499.999.999 Rp 6.500.000.000 – Rp 7.499.999.999 Rp 7.500.000.000 – Rp 8.499.999.999 Rp 8.500.000.000 – Rp 9.499.999.999 Rp 9.500.000.000 – Rp 10.499.999.999
96
Lampiran 6. Komposisi credit exposure at default (outstanding) per band Band Kelompok (jutaan Rp) 1 10 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 100 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1000 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Range Tahun (jutaan Rp) 2009 (Rp) 2010 (Rp) 2011 (Rp) 10,5–14,9 15–24,9 20.711.200 25–34,9 34.300.940 35–44,9 - 86.161.373 86.161.373 45–54,9 - 47.455.131 47.455.131 55–64,9 65–74,9 75 –84,9 158.824.538 85–94,9 92.690.102 95–104,9 105–149,9 150–249,9 250–349,9 350–449,9 450–549,9 550–649,9 650–749,9 750–849,9 850–949,9 950–1049,9 1050–1499,9 1500–2499,9 2500–3499,9 3500–4499,9 4500–5499,9 5500–6499,9 6500–7499,9 7500–8499,9 8500–9499,9 9500–10499,9 -
97
Lampiran 7. Recovery rate dan loss given default Recovery rate Band 2009 2010 2011 (juta Rp) Outstanding Recovery Outstanding Recovery Outstanding Recovery 10 20.711.200 6.472.040 47.455.131 8.971.555 47.455.131 8.971.555 34.300.940 9.314.184 42.802.731 8.174.682 42.802.731 8.174.682 75.949.062 26.830.644 43.358.642 6.802.201 43.358.642 6.802.201 82.875.476 17.540.143 92.690.102 8.006.394 100 1000 Total 306.526.780 68.163.405 133.616.504 23.948.438 133.616.504 23.948.438
Loss Given Default (LGD) per tahun 2009, 2010, dan 2011 Band 2009 2010 2011 (juta Rp) Outstanding LGD Outstanding LGD Outstanding LGD 47.455.131 38.483.576 47.455.131 38.483.576 10 20.711.200 14.239.160 34.300.940 24.986.756 42.802.731 34.628.049 42.802.731 34.628.049 75.949.062 49.118.418 43.358.642 36.556.441 43.358.642 36.556.441 82.875.476 65.335.333 92.690.102 84.683.708 100 1000 Total 306.526.780 238.363.375 133.616.504 109.668.066 133.616.504 109.668.066
98
Lampiran 8. Jumlah debitur yang default Band (dalam jutaan Rp) 10
100
1000
Kel. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Range (dalam Tahun jutaan Rp) 2009 2010 2011 10,5–14,9 15–24,9 1 25–34,9 1 35–44,9 2 2 45–54,9 1 1 55–64,9 65–74,9 75 –84,9 2 85–94,9 1 95–104,9 105–149,9 150–249,9 250–349,9 350–449,9 450–549,9 550–649,9 650–749,9 750–849,9 850–949,9 950–1049,9 1050–1499,9 1500–2499,9 2500–3499,9 3500–4499,9 4500–5499,9 5500–6499,9 6500–7499,9 7500–8499,9 8500–9499,9 9500–10499,9 -
99 Lampiran 9. Perhitungan probability of default dan cumulative probability of default
nj 2,07
3,43
7,6
8,29
n 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tahun 2009 probability of default Cum. probability of default 0,126185765 0,126186 0,261204534 0,38739 0,270346693 0,657737 0,186539218 0,844276 0,096534045 0,94081 0,039965095 0,980775 0,032386934 0,032387 0,111087183 0,143474 0,190514519 0,333989 0,217821599 0,55181 0,186782022 0,738592 0,128132467 0,866725 0,07324906 0,939974 0,035892039 0,975866 0,00050045 0,000500451 0,00380343 0,004303882 0,01445304 0,01875692 0,03661436 0,055371281 0,06956729 0,124938568 0,10574228 0,230680844 0,13394022 0,364621059 0,14542081 0,510041865 0,13814977 0,648191631 0,1166598 0,764851433 0,08866145 0,853512883 0,061257 0,914769884 0,0387961 0,953565985 0,000251 0,000251014 0,002081 0,002331924 0,008625 0,010957296 0,023835 0,034792073 0,049398 0,084189647 0,081901 0,166090826 0,11316 0,279250954 0,134014 0,413264878 0,138872 0,552136806 0,127916 0,680053282 0,106043 0,786096041 0,079918 0,86601372 0,05521 0,921223517 0,035207 0,956430379
Lanjutan lampiran 9 nj 9,27
nj 4,75
4,28
4,34
n probability of default Cum. probability of default 0 9,42085E-05 9,42E-05 1 0,000873312 0,000968 2 0,004047803 0,005015 3 0,012507711 0,017523 4 0,028986621 0,04651 5 0,053741196 0,100251 6 0,083030147 0,183281 7 0,109955638 0,293237 8 0,127411095 0,420648 9 0,131233428 0,551881 10 0,121653388 0,673535 11 0,102520628 0,776055 12 0,079197185 0,855252 13 0,056473685 0,911726 14 0,037393647 0,94912 15 0,023109274 0,972229 Tahun 2010 dan 2011 n Probability of default Cum. probability of default 0 0,008651693 0,008652 1 0,04109554 0,049747 2 0,097601907 0,147349 3 0,154536353 0,301885 4 0,183511919 0,485397 5 0,174336323 0,659734 6 0,138016256 0,79775 7 0,093653888 0,891404 8 0,055606996 0,947011 9 0,029348137 0,976359 0 0,013843 0,013843 1 0,059247 0,073089 2 0,126788 0,199877 3 0,180884 0,380761 4 0,193546 0,574306 5 0,165675 0,739981 6 0,118182 0,858163 7 0,07226 0,930422 8 0,038659 0,969081 0 0,013037 0,013037 1 0,056579 0,069615 2 0,122775 0,19239 3 0,177615 0,370005 4 0,192712 0,562718 5 0,167274 0,729992 6 0,120995 0,850987 7 0,075017 0,926004 8 0,040697 0,966701
100
101
Lampiran 10. Number of default, expected loss, unexpected loss, economic capital Tahun 2009 Band Rp 10.000.000 Band nj n pada j 95% 1 2 2,07 5 3 3,43 7 4 5 6 7 8 7,6 12 8,29 13 9 9,27 15 10 Total
Prob. 0,98 0,97 0,95 0,95 0,97 -
Rec. Expected Loss Unexpected Economic Rate Loss Capital 4% 39.744.000 96.000.000 56.256.000 4% 98.784.000 201.600.000 102.816.000 4% 583.680.000 921.600.000 337.920.000 4% 636.672.000 998.400.000 361.728.000 4% 800.928.000 1.296.000.000 495.072.000 2.159.808.000 3.513.600.000 1.353.792.000 Tahun 2010 dan 2011
Band Rp 10.000.000 Band j nj n pada 95% 1 2 3 4 4,28 8 4,34 8 5 4,75 9 6 7 8 9 10 Total
Prob. 0,96 0,96 0,97 -
Rec. Expected Loss Unexpected Rate Loss 4% 164.352.000 307.200.000 3% 168.392.000 310.400.000 3% 230.375.000 436.500.000 563.119.000 1.054.100.000
Economic Capital 142.848.000 142.008.000 206.125.000 490.981.000
102
Lampiran 11. Binary indicator dan chi square critical value Binary indicator Band j
Actual Loss
2 3 8
Tahun 2009 Unexpected Difference Loss 96.000.000 75.288.800 201.600.000 167.299.040 583.680.000 507.730.938 636.672.000 553.796.524 800.928.000 708.237.898 3.513.600.000 3.207.073.220
20.711.200 34.300.940 75.949.062 82.875.476 9 92.690.102 Total 306.526.780 Failure Frequency Tahun 2010 dan 2011 Band j Actual Loss Unexpected Loss 4 47.455.131 307.200.000 42.802.731 310.400.000 5 43.358.642 436.500.000 Total 133.616.504 1.054.100.000 Failure Frequency
Difference 259.744.869 267.597.269 393.141.358 920.483.496
Chi square critical value df 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
P = 0,05 3,84 5,99 7,82 9,49 11,07 12,59 14,07 15,51 16,92 18,31
P = 0,01 6,64 9,21 11,35 13,28 15,09 16,81 18,48 20,09 21,67 23,21
P = 0,001 10,83 13,82 16,27 18,47 20,52 22,46 24,32 26,13 27,88 29,59
Binary Indicator 0 0 0 0 0 0 0 Binary Indicator 0 0 0 0 0
103
Lampiran 13. Perhitungan NPF net pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor tahun 2009
JML. NASABAH
KOLEKTIBILITAS
1
DALAM PERHATIAN KHUSUS (2)
0
-
25
-
2
KURANG LANCAR (3)
0
-
50
-
3
DIRAGUKAN (4)
0
-
75
-
4
MACET (5)
5
306.526.780
100
306.526.780
TOTAL
5
306.526.780,00
306.526.780,00
26.772.434.442,00
1,14%
x 100 % =
1,14
Posisi Pembiayaan
BAD DEBT
OUTSTANDING
Rp.
306.526.780,00
%
BDR BERMASALAH
NO
KET.
=NPL
26.772.434.442,00
BDR Pembiayaan
( 15,5 - Bad Debt ) / 0,155
=
Klasifikasi Pembiayaan SK.BI No.301/11/KEP/DIR, tgl 30 April 1997 0 s.d < 51 = Tidak Sehat 51 s.d < 66 = Kurang Sehat 66 s.d < 81 = Cukup Sehat 81 s.d < 100 = Sehat
92,61
Sehat
104
Lampiran 14. Perhitungan NPF net pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor tahun 2010
JML. NASABAH
KOLEKTIBILITAS
1
DALAM PERHATIAN KHUSUS (2)
0
-
25
-
2
KURANG LANCAR (3)
0
-
50
-
3
DIRAGUKAN (4)
0
-
75
-
4
MACET (5)
8
133.616.504
100
133.616.504
TOTAL
8
133.616.504,00
133.616.504,00
41.585.458.665,00
0,32%
x 100 % =
0,32
Posisi Pembiayaan
BAD DEBT
OUTSTANDING
BDR BERMASALAH
NO
Rp.
133.616.504,00
%
KET.
=NPL
41.585.458.665,00
BDR Pembiayaan
( 15,5 - Bad Debt ) / 0,155
=
Klasifikasi Pembiayaan SK.BI No.301/11/KEP/DIR, tgl 30 April 1997 0 s.d < 51 = Tidak Sehat 51 s.d < 66 = Kurang Sehat 66 s.d < 81 = Cukup Sehat 81 s.d < 100 = Sehat
97,93
Sehat
105
Lampiran 15. Perhitungan NPF net pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor tahun 2011
KOLEKTIBILITAS
1
DALAM PERHATIAN KHUSUS (2)
0
-
25
-
2
KURANG LANCAR (3)
0
-
50
-
3
DIRAGUKAN (4)
0
-
75
-
4
MACET (5)
8
133.616.504
100
133.616.504
TOTAL
8
133.616.504,00
133.616.504,00
40.117.371.536,00
0,33%
x 100 % =
0,33
Posisi Pembiayaan
BAD DEBT
JML. NASABAH
Rp.
OUTSTANDING
133.616.504,00
%
BDR BERMASALAH
NO
KET.
=NPL
40.117.371.536,00
BDR Pembiayaan
( 15,5 - Bad Debt ) / 0,155
=
Klasifikasi Pembiayaan SK.BI No.301/11/KEP/DIR, tgl 30 April 1997 0 s.d < 51 = Tidak Sehat 51 s.d < 66 = Kurang Sehat 66 s.d < 81 = Cukup Sehat 81 s.d < 100 = Sehat
97,85
Sehat