Dinamika Hubungan Badan Permusyawaratan Desa Dan Kepala Desa Dalam Pembuatan Peraturan Desa (Studi Di Desa Wawopada Kecamatan Lembo Kabupaten Morowali Utara). Oleh : Novilia Sirima ABSTRAK
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Dinamika Hubungan Badan Permusyawaratan Desa Dan Kepala Desa Dalam Pembuatan Peraturan Desa, baik dari realisasi maupun kendala-kendala yang dilakukan dalam hubungan pembuatan Peraturan Desa tersebut. Penyusun melakukan penelitian di Desa Wawopada Kecamatan Lembo Kabupaten Morowali Utara. Hal ini dikarenakan isu-isu yang sering terjadi mengenai hubungan Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa kurang baik. Sehingga menarik utuk mengetahui bagaimana Dinamika hubungan dan juga kendala-kendala yang terjadi antara Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa dalam Pembuatan Peraturan Desa di Desa wawopada Kecamata Lembo Kabupaten Morowali Utara Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini menggunakan penelitian Deskriptif Kualitatif dalam penelitian ini metode tersebut diperoleh melalui datadata yang bersumber pada hasil observasi, hasil wawancara, telaah pustaka, serta sumbersumber lain yang mendukung dan berkaitan dengan objek penelitian. Untuk itu rekomendasi penelitian ini adalah degan menciptakan kerja sama, koordinasi, komunikasi yang baik dengan sinergi antara keduanya serta menyadari kedudukan mereka sebagai mitra bukan lawan dalam pencapaian terbentuknya Peraturan Desa secara maksimal untuk mencapai Peraturan Desa yang maksimal dan menyenyejahterakan rakyat khusunya yang ada di Desa Wawopada. Kata kunci: Dinamika,pemerintahan desa,Desa Wawopada
I.PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam konteks sistem pemerintah negeri Republik Indonesia membagi daerah Indonesia atas daerah-daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintah terbawah adalah Desa/Kelurahaan. Dalam konteks ini, pemerintah desa merupakan bagian dari sub-sistem dari penyelenggaraan sistem nasional yang langsung berada dalam pemerintahaan kabupaten/kota. Pemerintah desa adalah ujung tombak dalam sistem pemerintahaan daerah akan berhubungan dan bersentuhaan langsung dengan masyarakat. Karena itu, sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintah daerah sangat di dukung dan di tentukan oleh pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari pemerintah daerah. Struktur kelembagaan dan mekanisme kerja di semua tingkatan pemerintah khususnya pemerintah desa harus di arahkan untuk dapat menciptakan pemerintah yang peka terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Dalam undang-undang No 6 tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,hak asal usul atau hak tradisional yang diakui dan di hormati dalam sistem pemerintahaan negara kesatuan republik indonesia.
Dalam rangka kewenanangan yang dimiliki untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sebagai badan legislasi dan wadah yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Lembaga ini pada mitra kerja dari pemerintah Desa yang memiliki kedudukan yang sejajar dalam penyelengaraan urusan pemerintahaan,pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam undang-undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, fungsi BPD adalah membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa,menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Mengingat bahwa BPD dan Kepala Desa itu kedudukannya setara maka antara BPD dan Kepala desa tidak boleh saling menjatuhkan tetapi harus dapat meningkatkan pelaksanaan koordinasi guna mewujudkan kerjasama yang mantap dalam proses perumusan kebijakan desa yang merupakan perwujudan dari peraturan desa. Indikasi masalah dalam hubungan BPD dan Kepala Desa dalam Pembuatan Peraturan Desa yang sering terjadi adalah Kepala desa dan BPD: - kurang koordinasi dan solidaritas pada tahap formulasi kebijakan sehinga mengakibatkan hasil dari peratuan kebijakan yang berupa peraturan desa itu tidak dapat mencapai hasil yang optimal sesuai yang diharapkan masyarakat yaitu perumusan kebijakan yang partisipatif, transparansi,dan responsif. Kurangnya koordinasi dan solidaritas kedua lembaga inipun membuat pembuatan kebijakan tidak berjalan secara efektif dan efisien. - Praktek-praktek hubungan kerja yang kurang harmonis dan mewujudkan kecenderungan terjadinya dominasi BPD dan juga Kepala desa tanpa harus melibatkan berbagai “stakeholder”. - BPD dan Kepala Desa kurang memahami tupoksinya masing-masing. Misalnya dalam prosesproses perencanaan dan penysunan serta penetapan/pengesahaan peraturan desa tentang RPJMDes,Peraturan Desa tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan, Pelaksanaan Peraturan, Peraturan Desa tentang Keuangan Desa, dan lain sebagainya. - Dan juga Peraturan Desa merupakan bentuk peraturan perundang-undangan yang tidak terlalu populer dibandingkan peraturan perundang-undangan lainya. Kenyataan seperti itu berdampak pada kurangnya perhatian pemerintah Desa dan masyarakat desa dalam penysunan sampai implementasi suatu Peraturan Desa. Sehubungan dengan itu, pelaksanaan fungsi pemerintah desa yang efektif mutlak diperlakukan karena pemerintah desa merupakan lembaga yang memiliki peran dan potensi yang cukup besar dalam proses pembuatan peraturan desa. Selain itu, Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) seyogianya merupakan unsur pemerintah desa yang harus bersamasama dsalam menetapkan,menyetujui dan merumuskan peraturan desa. Bertolak dari latar belakang diatas,maka peneliti tertari untuk melakukan penelitian dengan judul “Dinamika Hubungan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dan Kepala Desa dalam pembuatan peraturan Desa” di desa Wawopaada, Kecamatan Lembo,Kabupaten Morowali Utara. Rumusan Masalah Apa sebab terjadinya Dinamika Hubungan Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa Dalam Pembuatan Peraturan Desa? II. KERANGKA TEORI Konsep Dinamika Kata dinamika berasal dari kata Dynamic (Yunani) yang bermakna “kekuatan (force)”.Artinya Dinamika mengandung arti tenaga kekuatan,yang selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Menurut Slamet santoso (2004:5), Dinamika berarti tingkah laku warga yang satu secara langsung mempengaruhi warga yang lain secara timbal balik.Dinamika juga berarti adanya interaksi dan interdepedensi antara anggota kelompok dengan kelompok secara keseluruhan,keadaan ini dapat terjadi kerena selama ada kelompok,semangat kelompok(group spririt) terus-menerus ada dalam kelompok itu,oleh karena itu kelompok tersebut bersifat dinamis,artinya setiap saat kelompok yang bersangkutan dapat berubah.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Dinamika adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak atau, dinamis serta dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu yang berhubungan dengan dinamika hubungan kerja antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan Kepala desa dalam pembuatan peraturan desa ditentukan sendiri oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam pola desa Wawopada atau dengan kata lain perkembangan desa itu sendiri. Pemerintahan Desa Pemerintahan desa sebagai sub sistem pemerintah nasional memiliki peranan yang siknifikan dalam pengelolaan proses sosial didalam masyarakat. Tugas utama harus diemban pemerintah desa adalah bagaimana cara menciptakan kehidupan demokratik, memberikan pelayanan sosial yang baik sehingga dapat membawa warganya pada kehidupan dan sejahtera, rasa tentram dan berkeadilan (AAGN Dwipayana,dkk, 2003:33) Dengan demikian pemerintahan desa memiliki tugas dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam mengutus rumah tangganya sendiri sesuai adat istiadat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Badan Permusyawaratan Desa
Lahirnya Undang-Undang No.22/1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No.32/2004, dibuatlahUndang-Undang No.6 tahun 2014, salah satu gagasan yang coba dimunculkan adalah membangun tata pemerintahan desa yang lebih demokratis. Dengan ditetapkannya Undang-undang tentang Desa No.6 thn 2014, kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengalami perubahaan,jika sebelumnya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan unsur penyelenggaraan pemerintahaan maka sekarang menjadi lembaga desa dan Salah satu dari gagasan tersebut diwujudkan dalam pasal yang memuat tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD).Rasionalisasi atas eksistensinya banyak didasarkan pada faktor historis atas dominasi pemerintah desa dan pemeritnah supra desa dalam mengintervensi dinamika sosial politik yang berkembang di desa. (AAGN Ari Dwipayana,.Dkk, 2003:79). Kehadiran BPD sebagai tuntutan regulatif untuk menjadi aktor di desa sebagai kekuatan pembimbingan aktor pemerintah desa, menjadikan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) secara luas dalam proses politik desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) befungsi membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa,menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa,dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa (Undang-Undang No. 6 Tahun 2014) tentang Desa. Oleh karenanya Badan Permusyawarat Desa (BPD) sebagai Badan Permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping menajalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga respresentasi dari masyarakat. Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan musyawara dan mufakat. Anggota Badan Permusyawaratan Desa terdiri dari ketua Rukun warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama,dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali paling banyak 3 (tiga) kali berturutturut atau tidak secara berturut-turut.Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi membahas dan meyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa,menampung dan meyalurkan aspirasi masyarakat desa,dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.Badan Permusyawaratan Desa merupakan badan ditingkat desa yang turut membahas dan meyepakati berbagai kebijakan dalam penyelengaraan pemerintah desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja kelembagaan ditingkat desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, pemerintah
desa,dan/atau Badan Permusyawaratan Desa nama lain adalah forum musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Pemerintah Desa,dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintah Desa. Hasil muswarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa dalam menetapkan kebijakan pemerintahan Desa (Budiman Sudjatmiko,Yando Zakaria 2014:112) Kepala Desa Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk desa warga Negara republik Indonesia yang pada tahun 2014 di sahkan.syarat dan tata cara pemilihannya diatur dengan Undang – Undang tentang Desa. Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali 3 (tiga) kali berturutturut atau tidak secara berturut turut. Dalam Undang-Undang No.6 tahun 2014 mengaturar pemilihan kepala desa diatur agar dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota dengan maksud untuk menghindari hal negatif dalam pelaksanaannya.Kepala Desa terpilih dilantik oleh Bupati/walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemilihan. Sebelum memangku jabatannya, kepala desa mengucapkan sumpah/janji. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa
mempunyai wewenang : 1) Memimpin penyelenggaraan pemerintahaan desa 2) Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa 3) Memegang kekuasaan dan pengelolaan keuangan dan aset desa 4) Menetapkan peraturan desa 5) Menetapkan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa 6) Membina kehidupan masyarakat desa 7) Membina ketetntraman dan ketertipan masyarakat desa 8) Membina dan meningkatkan perekonomian desa serta mengintergrasikan agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa 9) Mengembangkan sumber pendapatan desa 10) Mengusulkan dan menyerahkan sebagai kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. 11) Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa 12) Memanfaatkan teknologi tepat guna 13) Mengordinasikan pembangunan desa secara partisipatif 14) Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai ketentuan peraturan perundang -undangan dan 15) Melaksannakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Tugas dan kewajiban kepala desa dalam memimpin penyelengaraan pemerintahan desa saat ini mempunyai landasan hukum yang kuat karena sudah disahkannya UndangUndang No.6 Tahun 2014 tetnang Desa. Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa,kepala desa dan Badan Permusaywaratan Desa mempunyai tugas bersama yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakatyang telah diakomodasi atau ditampung oleh kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa akan ditetapkan dalam bentuk peraturan desa dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Fungsi Kepala Desa dan BPD dalam pembangunan yakni membuat perencanaan permusyawaratan kebijakan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders,tokoh masyarakat dan unsur masyarakat desa. Peraturan Desa
Dalam Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa mengatakan, Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan
Desa merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahaan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu pada ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu : a. Terganggunya kerukunan antar warga masyarakat; b. Terganggunya akses terhadap pelayanan publik; c. Terganggunya ketentraman dan ketertiban umum; d. Terganggunya kegiatan-kegiatan ekonomi untuk meningkatkan keseja -hteraan masyarakat desa; dan e. Diskriminasi terhadap suku,agama dan kepercayaan, ras, antargolongan, serta gender. Sebagai sebuah produk politik,peraturan desa diproses secara demokratis partisipatif, yakni proses penyusunannya mengikutsertakan partisipasi masyarakat Desa. Masyarakat Desa mempunyai hak untuk mengusulkan atau memberikan masukan kepada Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam proses penyusunan peraturan desa. Peraturan Desa yang mengatur kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan hak berskala lokal Desa pelaksanaannya diawasi oleh masyarakat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Hal itu dimaksudkan agar pelaksanaan Peraturan Desa senantiasa dapat diawasi secara berkelanjutan oleh warga masyarakat Desa setempat mengingat Peraturan Desa ditetapkan untuk kepentingan masyarakat desa. Apabila terjadi pelanggaran terhadap pelaksanaan Peraturan Desa yang telah ditetapkan, Badan Permusyawaratan Desa berwajib mengingatkan dan menindaklanjuti pelanggaran dimaksud sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Itulah salah satu fungsi yang dimiliki oleh Badan Permusawaratan Desa (BPD) . selain Badan Permusyawaratan Desa (BPD), masyarakat desa juga mempunyai hak untuk melakukan pengaawasan dan evaluasi secara partisipatif terhadap pelaksanaan peraturan desa. Dalam era Otonomi Daerah saat ini, desa diberikan kewenangan yang lebih luas dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. Dalam rangka ini sejumlah peraturan desa perlu dibuatuntuk mengefiktifkan implementasi dari kewenangan tersebut. Penyusunan Peraturan Desa bukanlah sebuah kegiatan yang dilaksanakan semata-mata untuk memenuhi tugas yang diemban oleh Kepala Desa dan BPD, melainkan benar-benar untuk menyelesaikan permasalahaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat desa. Peraturan Desa sebagai salah satu instrumen hukum yang mengatur masyarakat harus memiliki wibawa sehingga dipatuhi oleh masyarakat sendiri (Budiman Sudjatmiko,Yando Zakaria 2014:115).
III. METODE PENELITIAN Penelitian ini termaksud dalam jenis penelitian Deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelititan yang berupaya mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagai mana adanya, untuk itu peneliti dibatasi hanya mengungkapkan fakta-fakta dan tidak menggunakan hipotesa (Moleong,2006:11). Penelitian Deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu dan keadaan sosial yang timbul dalam masyarakat untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Selanjutnya dalam penelitian ini menggunakan metode Kualitatif. Definisi metode kualitatif yang seperti dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2006:4) adalah sebagai “metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini meliputi pegawai Sub bagian umum dan kepegawaian, pegawai seksi objek dan daya tarik wisata, pegawai seksi akomodasi, masyarakat, Kepala Dinas
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, baik data primer maupun data sekunder, dipergunakan beberapa teknik Wawancara, Observasi, Kaji Dokumen. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dinamika Hubungan antara Badan Permusyawratan Desa dan Kepala Desa dalam Pembuatan Peraturan Desa. Berdasarkan tabel diatas,dapat ditunjukan bahwa Dinamika hubungan yang dimiliki oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bersifat kemitraan. Yang dimaksud kemitraan disini adalah meskipun Badan Permusyawaratan Desa (BPD)meiliki kedudukan yang sejajar namun ridak dapat mengendalikan organ-organ dari Kepala Desa. Kepala Desa sendiri dari setiap pengambilan kebijakan dari setiap masyarakat desa harus bekonsultasi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Namun Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sendiri dapat membaatalkan Peraturan Desa apabila Peraturan Desa tersebut tidak mencerminkan keadilan. Dalam hal ini Badan Permusyawaratan (BPD) juga melaksanakan fungsinya untuk mengawasi kinerja dari Kepala Desa agar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Apabila Kepala Desa melakukan penyimpangan maka Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai mitra berhak memberikan peringatan. Ada beberapa jenis Dinamika Hubungan Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa yang sering terjadi dalam Pembuatan Peraturan Desa : Kekuatan hubungan Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa dalam pembuatan Peraturan Desa. Kekuatan pada penelitian ini merupakan suatu hubungan yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa khususnya dalam pembuatan Peraturan Desa Badan Permusyawaratan Desa dengan Kepala Desa secara hukum telah disahkan menjadi mitra dan diwajibkan dapat bekerja sama sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing dalam pembuatan Peraturan Desa. Dari hasil wawancara penulis berpendapat bahwa kurangnya pemahaman Badan Permusyawaran Desa dan Kepala Desa mengenai tupoksinya masing-masing,kurang memahami Mekanisme membuatan Peratruran Desa. Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa dalam pembuatan peraturan Desa. Kerjasama sangat besar pengaruhnya sebagai penghambat efektifitas fungsi Badan Permusyawaratan Desa dimana Kepala desa tidak memberi ruang gerak kepada Badan Permusyawaratan Desa sesuai kewenganya, Kepala Desa berpendapat bahwa kehadiran Badan Permusyawaratan Desa. Justru menjadi penghambat pelaksanaan pemerintahan di Desa. Badan permusyawaratan Desa (BPD), fungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, Mengampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan disamping itu Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi mengawasi pelaksanaan peraturan desa, untuk berlangsungnya penyelengara pemerintahan desa, maka antara Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa harus terjadi sinergitas keduanya. Kehadiran Badan Permusyawaratan Desa dalam pemerintah desa dengan sebagai fungsi dan kewenanganya diharapkan mampu mewujudkan sistem chek and balances dalam pembuatan peraturan desa. Pola hubungan sejajar antara anggota Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa dala Pembuatan Peraturan Desa sebagai mana diatur dalam peraturan perundang-undangan ternyata dalam pelaksanaanya diwarnai oleh praktek-praktek hubungan kerja yang kurang harmonis dan mengarah kepada terjadinya konfik serta mewujudkan kecenderungan terjadinya dominasi Kepala Desa atas Badan Permusyawaratan Desa Berdasarkan pengamatan penulis bahwa walaupun terjadi hubungan kekerabatan antara pengurus Badan Permusyawaratan Desa dengan Kepala Desa, namun tidak seluruh pandangan atau kehendak bapak Kepala Desa yang menjadi pedoman untuk berkarya, banyak hal yang mengakibatkan terjadinya hubungan yang tidak harmonis antara Badan Permusyawaratan Desa dengan kepala desa, salah satu unsur ketidak harmonisan ini terjadi karena adanya campur tangan Badan Permusyawaratan Desa dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran pendapatan belanja Desa (APBD) yang menjadi dasar (BPD) dalam melaksanakan fungsi kontrolnya terhadap kinerja Kepala Desa, pelaksanaanya Peraturan Desa dan pelaksanaan pertanggung jawaban Kepala Desa.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan Kepala Desa mempunyai kedudukan yang setara, karena kaduanya sama-sama dipilih oleh anggota masyarakat Desa Wawopada, tetapi kalau dilihat dari prosesw pemberhentian terkesan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai kewenangan mengusulkan pemberhentian Kepala Desa kepada Bupati. Sementara Kepala Desa tidak lebih dari pada itu, dalam proses penetapan Perangkat Desa, Kepala Desa, kepala desa harus meminta persetujuan kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Namun, demikian kedua belah pihak tidak saling menjatuhkan karena sama-sama mengemban amanah dari masyarakat sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang pengurus Badan Permusyawaratan Desa bahwa: ‘mengingat bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala desa itu adalah mitra kerja maka antara keduanya seharusnya menciptakan kondisi kerja yang harmonis,tidak saling menjatuhkan melainkan harus dapat meningkatkan pelaksanaan koordinasi guna mewujudkan kerja sama yang baik dalam proses pelaksanaan pembuatan peraturan desa’. Berdasarkan hasil wawancara diatas dan pengamatan langsung dilapangan maka dapat dipahami bahwa tarik menarik kepentingan dalam implementasi fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang terjadi di Desa Wawopada adalah weujud ketidak matangan para penyelenggara pemerintahan dalam menyikapi suatu proses demokrasi, malah menjadikanya sebagai jalan untuk mempertegang jalanya pemerintahan dengan harapan menjadikan masyarakat jenuh terhadap kepemimpinan yang ada, mereka tidak mampu menciptakan sportifitas politik, sehingga penyelenggaraan pemerintahan Desa dalam hal ini perdes tidak ada yang efektif baik Kepala Desa apa lagi Badan Permusyawaratan Desa. Berdasarkan hasil analisa dari apa yang dikemukakan tentang kedudukan dan fungsi Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada dasarnya setara, bahkan mereka harus sinergi antara satu dengan yang lainya. Permasalahan yang ada adalah persoalan tarik menarik kepentingan antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, maka penulis berpendapat bahwa hal itu adalah sebagai pembelajaran politik bagi penyelengara pemerintahan Desa. Dengan saling menghormati dan menghargai serta mengesampingkan arogansi masing-masing dapat berpengaruhh positif terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dimana kepentingan masyawarakat Desa harus diutamakan. Supaya berpengaruh positif terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa yang selalu berpihak pada kepentingan masyarakat Desa Wawopada. Koordonasi Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembuatan Peraturan Desa. Sejauh ini, selama dilantiknya Kepala Desa pada Tahun 2012, setiap tahunya hanya mampu menghasilkan 2 (dua) Peraturan Desa yaitu tentang Anggaran Belanja Desa (ABD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES). Dalam proses pembuatan Peraturan Desa ini berdasarkan hasil wawancara di lapangan mengalami beberapa problem seperti pemerintah desa menganggap kehadiran dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lawan bukan sebagai mitra sebagai mana mestinya. Sehingga yang sering kali terjadi adalah saling curiga akibat tidak terjalinya koordinasi yang baik antara keduanya, kerapkali yang terjadi juga adalah keegoisan masing-masing pihak dalam pembuatan Peratuan Desa terhambat oleh pekerja atau rutinitas hari-hari, sehingga sulit untuk mencapai mufakat dengan efektif dan efisien. Dari hasil wawancara diatas penulis mengambil kesimpulan akibat dari tidak terjalinya koordinasi yang cukup baik antara Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah tidak mencapai hasil secara efektif dan efisien juga tidak terciptanya kerjadama dan seiring terjadinya selisi faham yang cukup berarti akibat terjebak oleh rutinitas harian masing-masing. Tujuan dibentuknya salah satu Peraturan Desa yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) adalah agar setiap komponen desa dapat berpartisipasi dalam pembangunan desa. Dan apabila dapat dilaksanakan dengan baik maka akan memiliki sebuah perencanaan yang memberi kesempatan pada kepada desa untuk melaksanakan kegiatan perencanaan pembangunan yang sesuai prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) secara partisipatif, transparan dan akuntabilitas. Namun pada kenyataanya tujuan tersebut tidaklah dapat terpenuhi secara keseluruhan salah satunya adalah transparan karena pada kenyataanya masyarakat justru cenderung tidak tahu tnetang apa saja program yang direncanakan oleh Pemerintah Desa. Dalam proses Pembuatan Peraturan Desa ini dibutuhkan hubungan yang saling sinergi maka harus menciptakan koordinasi yang
baik, karena pada dasarnya sinergisitas akan terjadi apabilah terjadi apabila terjadi koordinasi yang baik antara keduanya. Kendala Yang Terjadi Dalam Dinamika Hubungan Antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dan Kepala Dalam Proses Penetapan dan Pembentukan Peraturan Desa (PerDes) Dan Cara Mengatasinya. a. Kendala-kendala Yang Terjadi Dalam Dinamika Hubungan Antara BPD dan Kepala Desa Dalam Proses Penetapann Peraturan Desa (PerDes). Dalam kurung waktu kurang lebih 2 tahun Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengajukan 2 (dua) rancangan Peraturan Desa yang pada akhirnya Rancangan Peraturan Desa tersebut dijadikan Peraturan Desa yang terlebih dahulu ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa yang dalam hal ini adalah Kepala Desa. Salah satu Rancangan Peraturan Desa yang menjadi peraturan Desa adalah Rancangan Peraturan Desa mengenai Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes). Alasan Pemerintah Desa dan BPD menetapkan Peraturan Desa mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) adalah untuk dikarenakan kelancaran jalannya pemerintahan desa dan pembangunan desa, serta dijadikan pedoman untuk mengatur pengeluaran dan pemasukan keuangan desa. Hasil kerja Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa Wawopada dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya adalah beberapa Peraturan Desa (PerDes) yang telah ditetapkan Desa Wawopada tahun 2013 ada 1 (satu) Peraturan desa yang telah ditetapkan yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Pada tahun berikutnya 2014 Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa hanya menetapkan 2(dua) Peraturan Desa yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Dalam 2 (dua) tahun terakhir Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam hal ini Kepala Desa Wawopada maksimal menetapkan 2 (dua) Peraturan Desa (PerDes) dalam pertahun dan minimal 1 (satu) Peraturan Desa (PerDes) yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Mengacu pada Data tesebut menunjukan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) periode 2012 2014 dalam 2 (dua) tahun terakhir tidak maksimal menjalankan perannya sebagai penyelenggarah pemerintah dan penyalur aspirasi masyarakat serta pengayom masyarakat desa. Dalam penelitian ini penulis meninjau dari 4 (empat) variabel yang menjadi kendala dalam Dinamika Hubungan Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) dan juga Kepala Desa, empat variabel tersebut adalah Komunikasi, Sumber daya, Disposisi, dan Struktur birokrasi. 1. Komunikasi 2. Sumber Daya 3. Disposisi 4. Struktur Birokrasi a. Cara Mengatasi Kendala Tersebut. Dari uraian wawancara di atas yang penulis dapat adalah Perbedaaan Pandangan antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan Kepala Desa Dapat diatasi dengan menyamakan visi dan misi. Bahwa keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk kemajuan Desa. Baik Badan Permusywaratan Desa (BPD) maupun Kepala Desa harus sering duduk bersama untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada dan mengambil kebijakan yang tepat. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa harus memiliki acuan yang jelas dan harus memahami tugas pokok dan fungsi masing-masing. Selain itu Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa harus menunjuka kinerja yang baik agar masyarakat desa percaya kedua lembaga tersebut. Tarik ulur kewenangan dapat diatasi dengan menghindari sekecil mungkin gesekan yang terjadi antar kedua lembaga untuk saling menjatuhkan. Selai itu permerintah desa juga harus mampu berkoordinasi dengan Badan Permusyawaratan Desa agar tidak terjadi gesekan keduanya. V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan atas uraian bab-bab terdahulu maka penulis mencoba mengemukakan adalah sebagai berikut : 1. Dinamika Hubungan Antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa Dalam Pembuatan Peraturan Desa.
Dinamika Hubungan antara Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa bersifat kemitraan. Kemitraan dimaksud antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa adalah sejajar akan tetapi wewenang yang dimiliki berbeda. Badan Permusyawaratan Desa berhak membatalkan peraturan desa apabila peraturan desa tidak mencerminkan keadilan. Selain itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) harus dibahas bersama oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan juga Pemerintah Desa hal itu juga berlaku dengan pembuatan peraturan desa dan pengambilan kebijakan. Kerjasama sangat besar pengaruhnya sebagai penghambat efektifitas fungsi Badan Permusyawaratan Desa dimana Kepala desa tidak memberi ruang gerak kepada Badan Permusyawaratan Desa sesuai kewenganya, Kepala Desa berpendapat bahwa kehadiran Badan Permusyawaratan Desa. Justru menjadi penghambat pelaksanaan pemerintahan di Desa. Badan permusyawaratan Desa (BPD), fungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, Mengampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan disamping itu Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi mengawasi pelaksanaan peraturan desa, untuk berlangsungnya penyelengara pemerintahan desa, maka antara Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa harus terjadi sinergitas keduanya. Kehadiran Badan Permusyawaratan Desa dalam pemerintah desa dengan sebagai fungsi dan kewenanganya diharapkan mampu mewujudkan sistem chek and balances dalam pembuatan peraturan desa. Pola hubungan sejajar antara anggota Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa dala Pembuatan Peraturan Desa sebagai mana diatur dalam peraturan perundang-undangan ternyata dalam pelaksanaanya diwarnai oleh praktek-praktek hubungan kerja yang kurang harmonis dan mengarah kepada terjadinya konfik serta mewujudkan kecenderungan terjadinya dominasi Kepala Desa atas Badan Permusyawaratan Desa Komunikasi yang terjadi antara pemerintah desa dan BPD dalam pembuatan peraturan desa tidak terjalin baik, karena sering terjadi kesimpangsiuran antar yang satu dengan yang lain, sepertinya adanya anggapan dari pemerintah desa yang menganggap BPD bukan sebagai mitra melainkan lawan, serta BPD yang merasa bahwa kehadiran merekan tidak dihargai. Komunikasi merupakan salah satu persyaratan untuk mencapai koordinasi yang baik. b. Koordinasi antara pemerintah desa dan BPD sering berjalan masing-masing. Kepala desa penyelenggaraan pemerintahan memegang kekuasaan penuh dan mengabaikan keberadaan BPD sebagi mitra yang menyebabkan BPD sering merasa mereka tidak dihargai. c. Dalam hubungannya yang seharusnya sebagai mitra namun pada kenyataannya pemerintah desa menganggap bahwa kehadiran BPD dalam penyelenggraan pemerintahan ialah sebagai lawan, hal ini yang menyebabkan tidak berjalannya penyelenggraan pemerintahan desa khususnya dalam pembuatan peraturan desa sebgai mestinya, banyak ditemukan hubungan yang tidak sinergis antar keduanya, sehingga sulit dicapai mufakat. Sulit tercapainya mufakat ini ialah akibat tidak adanya komunikasi dan koordinasi yang tercipta baik antara pemerintah desa dan BPD. 2. Kendala-kendala Yang Dihadapi Dalam Dinamika Hubungan Badan Pemerintah Desa (BPD) dan Kepala Desa Dalam Pembuatan Peraturan Desa. Kendala Yang Mempengaruhi Dinamika Hubungan Antara BPD dan Kepala Desa dalam Pembuatan Peraturan Desa antara Lain yaitu : Kualitas Kerja aparatur Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dyang kurang Baik Kurangnya Anggaran Desa dalam setiap menjalankan Proses Legislasi Kualitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa yang mencakup : Pertama Komunikasiyang terjalin antara anggota BPD dan Kepala Desa kurang baik. Kedua, sumber daya manusia yang cukup secara kuanitas namun tidak secara kualitas maupun kapasitas sebagai legislator.Ketiga,komitmen dan profesionalitas setiap anggota BPD dan Kepala Desa dalam melaksanakan perannya. Keempat, Struktur Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa yang tidak mempunyai acuan yang jelas dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Saran
Setelah mengemukakan beberapa kesimpulan, maka selanjutnya akan mencoba memberikan saran-saran yang berhubungan dengan penulisan ini. Saran-saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Penysun menyarankan perlu adanya perhatian khus dari pemerintrah daerah dan diadakanya pelatihan cara menyusun dan merancang Peraturan Desa bagi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) agar bisa menjadi suatu produk hukum tersebut yang berguna sebagai mana kebutuhan masyarakat ditinjau dari Yuridir,politis, mauoun sosiologi. 2. Penyusun menyarankan alternatif penyelesaian yaitu legislasi drafing Peraturan Desa, dalam pembentukan Peraturan Desa ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu ; maslah prosedur, teknik penyusunan, dan perumusan. 3. Penysun Menyarankan Hendaknya dibuat peraturan daerah yang mengatur tentang fungsi kemitraan antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemeritnah Desa. 4. Penyusun menyarankan Melihat banyaknya kendala yang dihadapi dalam pembuatan peraturan Desa maka perlu ditingkatkan lagi kerja sama dan koordinasi antara Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 5. Penyusun menyarnakan perlu adanya pemahaman Tugas pokok dan fungsi masing agar Peraturan Desa yang dibuat bisa berguna bagi kesejahteraan masyarakat Desa Waopada. 6. Penyusun menyarankan perlu adanya kesadaran antara hak dan kewajiban masing-masing pihak agar tidak terjadi saling melempar tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah,Rozali,2007. “Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung” Jakarta:Rajawali Press Budiman Sudjatmiko,Yando Zakaria, 2014. “Desa Kuat Indodnesia Hebat”Yokyakarta,pustaka Yustisia B.N Marbun,2008 “kamus politik”, Jakarta PT.Pustaka sinar harapan. Dwipayana,AAGN Ari dkk,2003.”Membangun Good Governance di Desa”Yokyakarta,IRE Press. Ismaly,2004.”Prinsip-Prinsip perumusan Kebijakan Negara”,Jakarta,Bumi Aksara. MoleongLexi. J,2006 “Metode Penelitian Kualitatif” Bandung,PT.RemajaRoskayra. Nurcholis, Hanif, 2011. “Pertumbuhan Dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa”, Jakarta;Erlangga Ramlan Soebakti,1992 “Memahami Ilmu Politik” PT.Grasindo. Slamet santoso, 2004. “ Dinamika Kelompok ” Jakarta, Bumi Askara. Suparin 1985. “Tata Pemerintahaan dan Administrasi Desa”, Jakarta, Ghalia. Wahab, Solichin Abdul,2008.“Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke ImplementasiKebijakan Negara”,Jakarta : BumiAksara Winarno,2002.”Kebijakan Publik,Teori dan Proses”,Jakarta,Persindo. Widjaja,2001. “Pemerintah Desa/Marga”,Jakarta,PT.Raja Grafindo Persada. Y.W. Sunidhia,1996 “praktek penyelenggaraan Pemerintah Di Daerah” Jakarta, Rineka cipta Sumber lainnya: - Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor.111 tahun 2014 tentang “pedoman pembentukan dan mekanisme penysunan Peraturan Desa” - Undang-Undang Nomor.6 Tahun 2014 Tentang “Desa” - Peraturan Pemerintah Nomor.43 Tahun 2014 tentang “Peraturan Pelaksanaan UU No.6 Thn 2014” Lain-Lain : http://yulia-putri.blogspot.com diakses pada tanggal 23-10-10 http://desacilayung.blogspot.com diakses pada tanggal 20-05-2012 http://jeckprodeswijaya.blogspot.com diakses tanggal 8-11-2013