ANALISIS PERBANDINGAN ALUR PADA LIMA CERPEN KARYA DEWI ‘DEE’ LESTARI DAN FILM RECTOVERSO SERTA IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
oleh: Monica Harfiyani NIM: 1110013000057
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
ABSTRAK
Monica Harfiyani (NIM: 1110013000057), “Analisis Perbandingan Alur pada Lima Cerpen Karya Dewi „dee‟ Lestari dan Film Rectoverso Serta Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA”. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Penelitian yang berjudul “Analisis Perbandingan Alur pada Lima Cerpen Karya Dewi „dee‟ Lestari dan Film Rectoverso Serta Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA”, bertujuan untuk mengetahui perbandingan alur yang terjadi antara cerpen dan film Rectoverso. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode sastra bandingan, yaitu membandingkan unsur objektif antara cerpen dan film, serta memfokuskan pada perbandingan alur antara cerpen dan film. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu, adanya perbedaan tahapan alur yang terjadi antara cerpen dan film Rectoverso, hal ini terjadi karena adanya penambahan, penciutan dan perubahan bervariasi pada cerpen setelah mengalami proses ekranisasi.
Kata kunci: Sastra Bandingan, Ekranisasi, Perbandingan Cerpen dan Film
ABSTRACT Monica Harfiyani (NIM: 1110013000057), "Comparative Analysis of Flow in Five Short Story Works Dewi 'Dee' Lestari and Film Rectoverso And Implications on Language Learning and Literature in high school". Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014. The study entitled "Comparative Analysis of Flow in Five Short Story Works Dewi 'Dee' Lestari and Film Rectoverso And Implications on Language Learning and Literature in high school", aims to determine the ratio of flow that occurs between the short story and the film Rectoverso. The method used in this study is the method of comparative literature, ie comparing the objective elements of the short story and the film, as well as focusing on the comparison between the short story and the film flow. The results obtained, namely, the existence of the different stages of the flow that occurs between the short story and the film Rectoverso, this happens due to the addition, necking and varied changes in the short story after experiencing ekranisasi process.
Keywords: Comparative Literature, Ekranisasi, Short Story and Film Comparison
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb Segala puji dan syukur kepada Allah Swt Tuhan semesta alam, yang telah melimpahkan rahmat dan ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancer. Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw, keluarganya, sahabat-sahabatnya, kita semua selaku pengikutnya yang diharapkan selalu mendapat safaatnya di dunia maupun di akhirat. Skripsi yang penulis buat sesungguhnya tidak luput dari kesalahan, masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, namun berkat semangat, dorongan, dan motivasi dan bantuan dari orang-orang terdekat dan banyak pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan. Selama pembuatan dan penyusunan skripsi ini banyak pihak yang membantu dan memberikan bantuan. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dra. Nurlena Rifa‟I, M.A., Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak nasihat dan bantuan kepada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu. 3. Dra. Hindun, M.Pd, selaku Sekertaris Jurusan dan Dosen Penasehat Akademik, yang telah banyak memberikan masukan dan nasihat selama penulis belajar hingga menyelesaikan skripsi. 4. Novi Diah Haryati, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing penulis hingga akhir penulisan skripsi. Tak lupa motivasi dan dukungan yang beliau berikan kepada penulis, membuat penulis yakin untuk dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. 5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan, mendidik dengan sabar dan memberikan banyak motivasi kepada penulis. 6. Rizal Fahlephi dan Harmiyanti Orang tua yang penulis sayangi yang selalu dengan sabar dan memberikan bantuan kepada penulis, semoga hal ini dapat sedikit membuat mereka bangga dan bahagia.
7. Keluarga Besar yang telah memberikan saran, masukan, dukungan kepada penulis. Nenek, Tante Rani, Tante Idha, Om Apit, serta adik-adik yang mampu menghilangkan kepenatan penulis. Aulia, Sarah, Nanda, Adenia, Syalfira, Fathir, Alifya, Dede Danis, Ruby dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 8. Para karyawan karyawati perpustakaan, Bapak Satpam, Bapak Petugas Kebersihan, Mas Penjaga Parkir yang telah penulis kenal dan memberikan banyak bantuan selama penulis berada di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Keluarga Besar HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat Tarbiyah Cabang Ciputat, yang telah memberikan banyak pengalaman selama penulis mengisi waktu di dalam dunia kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 10. Keluarga Besar BEMF (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas) Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang telah bekerja sama dengan penulis untuk dapat sama-sama belajar pada dunia organisasi. 11. Keluarga Besar HMJ-PBSI (Himpunan Mahasiswa Jurusan-Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia), kepada kakak-kakak senior dan adik adik yang penulis cintai. Samsudin, Ngka, Dinda, Sari, Endah, Metri, Rian, Ipul, Vira, Via, Ucha, Bunga, dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kalian telah banyak memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis. 12. Keluarga Besar PBSI-B, yang telah bersama penulis menjalani perkuliahan di dalam kelas, selama empat tahun kebelakang dalam suka dan duka, saling memotivasi dan memberikan dukungan kepada punulis. 13. Fiera Endah Pratiwi dan Nur Kamaliah Sahabat terdekat penulis sang calon S.Pd, yang telah setia memberikan dukungan, berbagi suka dan suka, serta menjalani perkuliahan bersama selama empat tahun kebelakang. 14. Riantina Purnama Sari, S.Pd dan Rani Yuhaningsih Sahabat yang penulis cintai, yang sejak SMP hingga kini menjadi sahabat terbaik bagi penulis. Selalu memberikan dukungan, saran, motivasi kepada penulis. 15. Abdul Bayu Asmara, sahabat, teman berbagi, supporter, dan pendamping terhebat bagi penulis. Terima kasih atas, waktu, tenaga, pikiran, kasih sayang dan segala hal yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu berkat dukungan dan motivasi yang diberikan. Jakarta, 8 September 2014
Monica Harfiyani
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK………………………………………………………………………..i KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………...1 A. Latar Belakang……………………………………………….1 B. Identifikasi Masalah………………………………………….5 C. Pembatasan Masalah………………………………………...5 D. Perumusan Masalah………………………………………….6 E. Tujuan dan Kegunaan Penulisan…………………………...6 F. Metodologi Penulisan………………………………………...7
BAB II
KAJIAN TEORI………………………………………………...12 A. Cerita Pendek (Cerpen)…………………………………….12 B. Alur (Plot)…………………………………………………...21 C. Tinjauan Film……………………………………………….24 D. Sekuens………………………………………………………38 E. Penelitian Relevan…………………………………………..39 F. Pembelajaran Sastra di SMA………………………………41
BAB III
PENGARANG DAN KARYANYA……………………………44 A. Biografi Pengarang dan Sutradara………………………44 B. Sinopsis………………………………………………………55
iii
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN……………………………..62 A. Analisis Objektif …………………………………………....62 B. Analisis Perbandingan Alur Pada Cerpen dan Film Rectoverso..............................................................................147 C. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di SMA……...182
BAB V
PENUTUP……………………………………………………...185 A. Simpulan…………………………………………………...185 B. Saran………………………………………………………..188
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….171 LAMPIRAN
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Menciptakan sebuah karya, terkadang mampu memberikan dampak lebih terhadap kreatifitas seseorang. Dampak lebihnya dapat dilihat pada peralihan media-media terhadap suatu karya. Seperti, alih wahana yang sering dilakukan oleh seniman, peralihan puisi ke musik (musikalisasi puisi), novel ke film (ekranisasi), film ke novel (novelisasi), puisi ke drama (dramatisasi puisi). Sama halnya
dengan fenomena ekranisasi,
cukup banyak karya sastra baik berupa novel maupun cerpen yang diangkat kelayar lebar. Berbicara mengenai ekranisasi, tentu tidak dapat lepas dari kajian sastra yang kita kenal dengan istilah alih wahana, yang terdapat pada studi sastra bandingan. Berbeda dengan bidang kajian sastra yang lain, studi sastra bandingan tidak memiliki satu bentuk teori yang mutlak. Biasanya, kita dapat membandingkan karya sastra yang satu dengan yang lain, untuk mencari persamaan maupun perbedaan. Dapat pula membandingan novel yang satu dengan novel yang lain. Novel merupakan salah satu karya sastra bentuk prosa rekaan. Bentuk ini mempunyai unsur-unsur yang dinamakan unsur intrinsik yang berupa tokoh, jalan cerita (alur), latar cerita, tema dan unsur ekstrinsik yaitu nilai-nilai yang disampaikan dengan jelas. Perkembangan teknologi modern pada masa ini telah mempengaruhi beberapa novel untuk dapat lebih dikembangkan ke dalam bentuk film. Sastra lahir berdasarkan hasil kreatif pengarang. Daya kreatif antara seorang pengarang dengan pengarang lainnya pasti berbeda-beda. Sehubungan dengan unsur kreativitas yang memungkinkan pengarang menciptakan karya yang baru
dan
asli, seorang sastrawan wanita yaitu Dewi „dee‟ Lestari
membuat karya sastra berjudul Rectoverso. Secara etimologis, kata Rectoverso berarti cermin. Karya tersebut dinamakan Rectoverso karena di dalam karya tersebut Dewi „dee‟ Lestari ‟membelah‟ sebuah ide menjadi dua dimensi yaitu lagu dan cerpen dengan judul sama. Di dalam
2
kumpulan cerpen ini tedapat 11 jumlah cerita yaitu Curhat Buat Sahabat, Malaikat Juga Tahu, Selamat Ulang Tahun, Aku Ada, Hanya Isyarat, Peluk, Grow a Day Older, Cicak di Dinding, Firasat, Tidur, dan Back to Heaven‟s Light. Dilayar lebar hanya ada lima judul cerpen yang diangkat, yaitu Curhat Buat Sahabat, Malaikat Juga Tahu, Hanya Isyarat, Cicak di Dinding, Firasat, yang dikemas menjadi satu jalan cerita dengan durasi waktu 1 jam 47 menit. Kelima judul cerpen tersebut pun disutradarai oleh lima orang aktris Indonesia yaitu Marcela Zalianty, Rachel Maryam, Happy Salma, Cathy Sharon, Olga Lidya. Film Rectoverso juga termasuk ke dalam kategori film Omnimbus. Omnimbus merupakan berasal dari sebuah kata "omnis", yang dalam bahasa Latin berarti "semua" atau "banyak". Dibidang kesusastraan, omnibus dapat dikatakan sebagai versi besar dari sebuah antologi. Mungkin ini sebabnya dalam suatu film omnibus, ada genre berbeda-beda yang ditawarkan. Drama, komedi, horror dan thriller. Sebuah karya omnibus boleh ada satu tema, satu sutradara, satu penulis, atau satu aktor yang selalu muncul ataupun lebih. Itulah sebabnya film Rectoverso masuk ke dalam satu karya omnimbus yang disutradarai oleh lima orang sutradara sekaligus. Berdasarkan istilah yang didefinisikan Eneste pada proses pelayarputihan, pemindahan/pengangkatan sebuah novel (karya sastra) ke dalam film, yaitu disebut ekranisasi. Pengangkatan novel menjadi sebuah film terjadi berbagai perubahan, penciutan, penambahan dan perubahan bervariasi. Dasarnya karya sastra mengajak pembaca berimajinasi secara bebas mengikuti cerita. Pembaca bebas memiliki imajinasi tentang gambaran tokoh, latar, dan suasana dalam cerita. Di samping itu, dalam sebuah karya sastra tidak jarang pengarang berhasil memancing rasa penasaran pembaca dengan permainan kata-katanya. Inilah sebabnya katakata merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah karya sastra. Seorang pengarang membangun cerita menggunakan kata-kata. Kita melihat bagaimana hubungan karya sastra dan film yang saling mendukung satu sama lain, terkadang menimbulkan penilaian yang
3
bervariasi dari masyarakat. Apakah sebuah film itu lebih baik dari karya sastranya, ataupun malah sebaliknya. Memang tidak ada ukuran pasti bagaimana sebuah karya sastra yang mengalami proses alih wahana berupa ekranisasi, dapat dinilai bagus oleh masyarakat. Menurut fakta yang ada di lapangan, apabila film yang dibuat, hampir sama dengan karya sastranya, penonton akan menilai bagus, walaupun tidak dapat dijamin apakah kualitas film yang disajikan sudah cukup baik ataupun belum. Dipilihnya kumpulan cerpen dan film Rectoverso pada penelitian ini ialah, pertama karya ini merupakan karya yang cukup menarik karena Dewi „dee‟ Lestari membuatnya tidak hanya dalam bentuk cerpen saja, tapi juga disertai dengan media lain berupa lagu dan video klip. Serta, Rectoverso merupakan film omnimbus Indonesia yang diangkat dari sebuah karya sastra. Kedua, Rectoverso yang terdapat pada kumpulan cerpen Dewi „dee‟ Lestari memiliki 11 macam judul cerita, namun pada film Rectoverso hanya lima cerpen yang diangkat kelayar lebar dan dikemas secara menyeluruh tidak terpisah. Hal ini cukup sulit karena melihat alur/jalan cerita yang terdapat pada kumpulan cerpen sangat berbeda dengan media dalam bentuk film Rectoverso. Berbagai hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk memilih kumpulan cerpen Rectoverso yang telah di filmkan menjadi sebuah film omnimbus yang disutradarai oleh lima orang aktris perempuan Indonesia. Hal ini membuat penulis memfokuskan mengkaji bagaimana perbedaan alur yang terjadi pada kumpulan cerpen Rectoverso dan film Rectoverso yang tentunya sangatlah berlainan. Pada film Rectoverso cerpen Curhat Buat Sahabat, Malaikat Juga Tahu, Hanya Isyarat, Cicak di Dinding, Firasat dikemas menjadi satu alur cerita yang saling berkaitan. Kumpulan cerpen Rectoverso, kelima cerpen tersebut memiliki alurnya masing-masing, tentunya pencapaian konflik maupun klimaks akan berbeda. Melalui penggunaan metode sastra bandingan penulis menganalisis dari segi pendekatan objektif yang ada di dalam sebuah karya sastra dan yang ada di dalam sebuah film, penulis memfokuskan pada perjalanan alur yang
4
meliputi sebuah penambahan, penciutan, maupun perubahan bervariasi yang biasa tersaji pada sebuah karya ekranisasi. Selain itu, pada pembelajaran Bahasa dan Sastra di sekolah baik SMP/Mts hingga SMA/MA, sering kali siswa sulit menentukan perjalanan alur pada sebuah karya sastra, baik itu novel, cerpen, dongeng, maupun hikayat. Lemahnya minat membaca membuat pemahaman siswa terhadap sebuah cerita yang dibacanya berada diurutan cukup jauh, dibanding jika siswa diminta untuk mendengarkan guru bercerita maupun guru meminta siswa menonton sebuah tayangan cerita, sehingga agak sulit bagi siswa untuk menentukan perjalanan alur yang terdiri atas awalan, konflik, klimaks, peleraian, hingga penyelesaian. Hal ini pula yang membuat siswa tentu sedikit rumit untuk membandingkan dua buah alur pada karya sastra. Perlu mereka sadari, bahwa alur merupakan bagian penting dalam sebuah cerita. Alur merupakan topik penulisan yang penulis angkat. Menganalisis dan membandingkan alur cerita yang terdapat pada kumpulan cerpen dan film Rectoverso. Pembaca menikmati novel Rectoverso, tentu berbagai interpretasi muncul, dan amanat yang hendak diberikan penulis dapat sampai secara lebih kompleks. Apabila telah mengalami pencitraan melalui media visual, tentunya ada beberapa esensi yang berubah maupun bertambah dari novel Rectoverso tersebut. Penempatan klimaks yang berbeda antara bentuk tulis dengan bentuk visual menjadi daya tarik tersendiri untuk diteliti. Film Rectoverso, terdapat lima cerpen yang berbeda namun diikat menjadi satu cerita yang sangat kuat. Adanya penulisan ini, penulis mengharapkan masyarakat dapat membangun minat membaca, juga menilai dengan cermat sebuah karya baik berupa novel maupun film, sehingga esensi yang terdapat di dalam sebuah karya sastra, yang mengalami proses visualisasi (ekranisasi) dapat tersampaikan dengan baik dan tidak berkurang dari tujuan awal penciptaan karya sastra. Berdasarkan penjabaran latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penulisan dengan judul “Analisis Perbandingan Alur
5
pada Lima Cerpen Karya Dewi „dee‟ Lestari dan Film Rectoverso Serta Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: a) Sulitnya memahami alur pada film Rectoverso yang diangkat dari lima judul cerpen pada kumpulan cerpen Rectoverso. b) Lemahnya proses penggambaran dari imajinasi pembaca menjadi sebuah film Rectoverso. c) Ketidaksesuaian jalan cerita karena banyaknya proses penambahan dan pengurangan pada film Rectoverso. d) Rendahnya minat membaca siswa jika dibandingkan dengan penggunaan media visual. e) Kurangnya pemahaman mengenai analisis perbandingan alur pada pembelajaran sastra di SMA.
C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam suatu penulisan menjadi sangat penting, agar permasalahan yang akan diteliti lebih terarah dan tidak menyimpang dari masalah yang telah diterapkan. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disusun, maka penulisan lebih terfokus pada perbandingan alur. Penulis akan membandingkan dan menganalisis alur pada kumpulan cerpen yang terbit tahun 2009 karya Dewi „dee‟ Lestari dan film Rectoverso yang dirilis tahun 2013 dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. D. Perumusan Masalah Demi mencapai hasil penulisan yang maksimal dan terarah, maka diperlukan perumusan masalah dalam sebuah penulisan. Adapun perumusan masalah pada penulisan ini sebagai berikut:
6
a) Bagaimana analisis perbandingan alur antara lima cerpen Rectoverso karya Dewi „dee‟ Lestari dan film Rectoverso? b) Bagaimana implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra pada siswa SMA?
E. Tujuan dan Kegunaan Penulisan 1. Tujuan Penulisan Dengan adanya penulisan ini, diharapkan: a) Mendeskripsikan perbandingan alur yang terdapat pada kumpulan cerpen Rectoverso karya Dewi „dee‟ Lestari dan film Rectoverso. b) Mendeskripsikan
penerapan
penulisan
ini
terhadap
pembelajaran sastra di SMA.
2. Kegunaan Penulisan Penulisan ini diharapkan berguna bagi penulis maupun bagi pembaca dalam hal: a) Manfaat Teoritis: Memperoleh pengetahuan dalam mengkaji salah satu unsur pembangun karya sastra yaitu alur pada lima cerpen Rectoverso karya Dewi „dee‟ Lestari dan film yang berjudul Rectoverso.
b) Manfaat Praktis: 1. Siswa, dengan adanya pembelajaran perbandingan karya sastra dengan film. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk menganalisis sebuah karya khususnya kumpulan cerpen Rectoverso karya Dewi „dee‟ Lestari dan film Rectoverso. Selain itu mengembangkan kemampuan siswa untuk menilai sebuah karya sastra yang baik atau tidak, dan menjadikan siswa untuk gemar membaca dan lebih lebih kritis.
7
2. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia, penulisan ini dapat dijadikan bahan ajar untuk meningkatkan kemampuan analisis siswa dalam pembelajaran sastra. Terutama dalam membandingkan kualitas sebuah karya, sehingga mampu memaparkan kelebihan dan kekurangan sebuah karya melalui analisis perbandingan sastra. 3. Penulis, untuk mengetahui bagaimana perbandingan alur antara kumpulan cerpen Rectoverso karya Dewi „dee‟ Lestari dan film Rectoverso yang mempengaruhi bagaimana jalannya cerita tersebut. 4. Diharapkan penulisan ini juga berguna bagi para penulis lain yang ingin melakukan penulisan dengan tema yang sejenis.
F. Metodologi Penulisan 1. Objek Penulisan Berdasarkan tujuan penulisan yang telah disampaikan, objek dalam penulisan ini ialah “Analisis Perbandingan Alur pada Lima Cerpen Rectoverso Karya Dewi „dee‟ Lestari dan Film Rectoverso Serta Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA”.
2. Metode dan Pendekatan Penulisan Penulisan ini menggunakan Metode Sastra Bandingan. Sastra bandingan, dalam penulisan umum serta dalam
kaitannya dengan
sejarah ataupun bidang ilmu lain, merupakan bagian dari sastra. Di dalamnya terdapat upaya bagaimana menghubungkan sastra yang satu dengan yang lain, bagaimana pengaruh antarkeduanya, serta apa yang dapat diambil dan apa yang diberikannya.1 Atas dasar inilah penulisan dalam sastra bandingan bersifat berpindah dari satu sastra ke sastra lain, kemudian dicari benang merahnya. Seperti pada sebuah proses alih wahana yang sering terjadi pada karya sastra, salah satunya yaitu 1
Suwardi Endaswara, metodologi penulisan sastra bandingan, (Jakarta: Bukupop, 2011), hlm.2.
8
ekranisasi (karya sastra ke film). Melalui metode sastra bandingan penulis akan menganalisis perbedaan alur yang terjadi pada lima cerpen Rectoverso karya Dewi „dee‟ Lestari dengan film Rectoverso. Tujuan dari penulisan sastra bandingan ini adalah, menemukan perbedaan yang terjadi pada dua karya yang sama namun dikemas berbeda. Sehingga penulis dapat melihat pengaruh dan hubungan dari kedua karya tersebut. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan kualitatif. Melalui pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbandingan alur yang terdapat pada kumpulan cerpen Rectoverso karya Dewi „dee‟ Lestari dan film Rectoverso. “Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, atau hubungannya dengan konteks keberaaannya. Hal tersebut yang menjadikan metode kualitatif dianggap sebagai multimetode, sebab penulisan pada gilirannya melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan. Dalam penulisan karya sastra misalnya, akan dilibatkan pengarang, lingkungan sosial dimana pengarang berada, termasuk unsur-unsur kebudayaan pada umumnya. Objek penulisan metode kualitatif merupakan makna-makna yang terkandung dibalik tindakan yang mendorong terjadinya gejala sosial. Penulisan mempertahankan hakikat nilai-nilai. Sumber sastra dalam ilmu sastra ialah karya, naskah, data penulisan sebagai data formal ialah kata, kalimat, dan wacana.”2 Penulisan ini menekankan analisis perbandingan alur pada film dan cerpen Rectoverso karya Dewi „dee‟ Lestari dengan menggunakan pendekatan tektual, yaitu mengacu kepada teks dalam karya tersebut. Penulis mencoba menguraikan penggunaan alur pada novel dan film Rectoverso. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penulisan ini ialah: a. Menentukan teks dan film yang dipakai sebagai objek penulisan, yaitu Rectoverso karya Dewi „dee‟ Lestari. b. Menentukan fokus penulisan, yaitu menganalisis perbandingan alur pada kumpulan cerpen dan film Rectoverso karya Dewi „dee‟
2
Nyoman Kutha Ratna, S. U., Teori, Metode, dan Teknik Penulisan Sastra dari Struktualisme hingga Poststruktualisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm.47.
9
Lestari dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra pada siswa SMA. c. Menganalisis objek penulisan, dan d. Menyusun serta membuat laporan penulisan
3. Sumber Data Sumber data pada penulisan ini terbagi atas sumber data primer dan sumber data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.3 Sumber data primer yang digunakan pada penulisan ini yaitu, menggunakan sumber data dari kumpulan cerpen Rectoverso karya Dewi „dee‟ Lestari yang diterbitkan oleh Bentang pada tahun 2013 dan film Rectoverso yang tayang pada februari 2013. Data sekunder merupakan sumber data penulisan yang diperoleh penulis secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.4 Sumber data yang digunakan adalah data-data yang diambil dari bukubuku, jurnal, dan karya ilmiah yang sesuai dengan objek penulisan.
4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penulisan ini ialah kajian pustaka. Menurut M.Nazir dalam bukunya yang berjudul „Metode Penulisan‟ mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan “Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan
hlm. 163 hlm.2.
3
Suwardi Endaswara, metodologi penulisan sastra bandingan, (Jakarta: Bukupop, 2011),
4
Suwardi Endaswara, metodologi penulisan sastra bandingan, (Jakarta: Bukupop, 2011),
10
mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.”.5 Penulis menganalisis secara sistematis terhadap sumber data primer yaitu kumpulan cerpen Rectoverso karya Dewi „dee‟ Lestari dan film Rectoverso dengan mencatat perbedaan alur antara kelima cerpen Rectoverso dan alur pada film Rectoverso. Hasil penulisan itu akan menjadi sumber data yang akan digunakan untuk penyusunan penulisan hasil analisis. Langkah pertama yang penulis lakukan adalah membaca kumpulan cerpen Rectoverso dan menonton film Rectoverso. Selanjutnya langkah kedua penulis menganalisis alur pada lima cerpen Rectoverso dan juga menganalisis alur melalui pembagian sekuen pada film Rectoverso. Langkah ketiga penulis menggunakan data tersebut sebagai data primer untuk menganalisis, membandingkan dan mencari hasil dari penulisan yang dilakukan.
5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan penulis ialah teori hermeneutik dan teori positivistik. Hermeneutik sastra termasuk salah satu tafsir yang menggunakan logika linguistik dalam membuat telaah atas sebuah karya sastra. Teori ini menuntut pembaca untuk menganalisis karya secara bolak-balik, mengulang membaca dan menganalisis secara berulang-ulang, sampai pembaca memahami makna dari karya tersebut. Teori positivistik merupakan rangkaian konsep dijadikan pijakan analisis dalam menemukan data otentik.6 Konsep analisis alur merupakan fokus yang akan dilakukan oleh penulis. Sehingga tahap pertama yang penulis lakukan ialah, penulis membaca kumpulan cerpen Rectoverso serta menonton film Rectoverso secara berulang dari awal hingga akhir. Tahap kedua
5 6
M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm.111. M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm.123-124.
11
menganalis unsur intrinsik yang difokuskan pada analis alur kedua karya tersebut melalui konsep pemahaman alur.
12
BAB II KAJIAN TEORI A. Cerita Pendek (Cerpen) Cerpen adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Cerpen merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah cerpen biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Di dalam cerpen, pengarang berusaha untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam cerpen tersebut. Cerpen tentunya berbeda dengan karya sastra lainnya seperti novel,
novelet,
maupun
hikayat.
Cerpen
memiliki
beberapa
karakteristik tersendiri, ukuran panjang cerpen biasanya berkisar antara 1500 sampai 15.000 kata. Selain itu pula, cerita pendek akan terbaca habis hanya dalam sekali duduk.7 Cerpen cenderung membatasi diri pada rentang waktu yang pendek, daripada menunjukkan perkembangan watak para tokohnya. Cerpen pun jarang menggunakan alur yang kompleks, karena ia lebih terfokus pada satu situasi cerita tertentu saja daripada rangkaian peristiwa yang cukup panjang. Berdasarkan sejarah yang ada, prinsip-prinsip cerpen modern baru dikristalkan pada abad ke-19 menyusul kemunculan Edgar Allan Poe. Dia menetapkan batas panjangnya yaitu bahwa sebuah cerita pendek harus cukup panjang untuk dibaca selama kurang lebih satu setengah hingga dua jam. Para penulis-penulis terdahulu lebih sering menekankan plot, bentuk cerita yang konvensional ini dramatis, bergerak cepat, dan menyukai akhir cerita yang mengejutkan, sejak dulu sangat popular dikalangan pembaca, bahkan hingga kini.8 Dilihat dari jumlah tokohnya, biasanya dalam sebuah cerpen tidak begitu
7
Dr. Furqonul Aziez, M.Pd, Menganalisis Fiksi sebuah pengantar, (Ciawi: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hlm.33 8 Dr. Furqonul Aziez, M.Pd, Menganalisis Fiksi sebuah pengantar, (Ciawi: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hlm.34
13
banyak, karena sempitnya ruang maka mereka tidak digambarkan secara penuh, dengan demikian kita tidak dapat mengetahui lebih dalam penggambaran karakter sebuah tokoh pada cerpen. Karya sastra baik novel maupun cerpen tentunya memiliki dua unsur yang membangun baik dari luar maupun dari dalam karya sastra, yang biasa dikenal dengan unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur ekstrinsik merupakan unsur-unsur pembangun yang berada di luar karya sastra itu, unsur ini tidak secara langsung berpengaruh terhadap bangunan suatu karya karena tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Berbeda dengan unsur intrinsik, sesuai dengan namanya unsur-unsur yang berada di dalam karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik secara faktual dapat ditemukan ketika seseorang membaca karya sastra.9 Penelitian ini penulis menggunakan pendekatan objektif untuk mengkaji objek yaitu kumpulan cerpen Rectoverso. Menurut, Junus pendekatan ini adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra. Pembicaraan kesusastraan tidak akan ada bila tidak ada karya sastra, oleh karena itu karya sastra menjadi sesuatu yang inti.10 Berdasarkan proses kerjanya, pendekatan objektif akan memahami sistem di dalam karya sastra. Unsur sistem itu disebut unsur intrinsik, unsur yang membangun di dalam karya sastra yang diantaranya meliputi tema, penokohan, alur (plot), sudut pandang, dan latar. Berikut akan dijelaskan bagian-bagian dari unsur intrinsik sebuah karya sastra novel maupun cerpen. 1. Tema Secara
keseluruhan
tema
merupakan
bagian
awal
terpenting dalam sebuah karya sastra. Setiap cerita pasti akan diawali dengan tema yang akan menjadi fokus cerita. Tema pada dasarnya merupakan aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan 9
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm.23 10 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 183
14
suatu pengalaman begitu diingat.11 Menurut Stanton dan Kenny, tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.12 Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita itu. Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum pada sebuah karya sastra. Gagasan dasar inilah yang digunakan pengarang untuk mengembangkan ceritanya. Cerita tentunya
akan setia
mengikuti gagasan umum yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga berbagai peristiwa, konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik yang lain seperti penokohan, pelataran, dan penyudutpandangan
diusahakan
mampu
mencerminkan
gagasan dasar umum tersebut. 2. Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam cerita. Di samping tokoh utama, ada jenis tokoh lain yaitu, tokoh yang diciptakan untuk mengimbangi tokoh utama, tokoh ini disebut tokoh bawahan.13 Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.14 Penggunaan istilah tokoh dan penokohan tentunya sangat jauh berbeda, tokoh dan penokohan
memiliki
definisi
masing-masing.
Istilah
penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh, sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Wellek dan Warren mengatakan bahwa, cara paling sederhana menggambarkan perwatakan seseorang tokoh 11
Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007), hlm. 36 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm.67 13 Melani Budianta,dkk, Membaca Sastra, (Magelang:Indonesia tera, 2003), hlm.86 14 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm.165 12
15
adalah memberikan semacam nama. Setiap penamaan adalah semacam
menghidupkan,
mengindividualisasikan.
15
menjiwai,
dan
Tokoh-tokoh dalam sebuah cerita
fiksi dapat dibedakan dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Dilihat dari segi peranan, tokoh dibagi menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama (central character) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam karya sastra yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokohtokoh lain, maka ia selalu hadir sebagai pelaku perkembangan plot. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi banyaknya penceritaan dan pengaruh terhadap perkembangan cerita. Perbedaan tokoh utama dan tokoh tambahan tidak dapat dilakukan secara ekstra, karena perbedaannya bersifat gradasi, kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat, tokoh utama (yang) utama, utama tambahan, tokoh tambahan utama, tambahan (yang memang) tambahan.16 Menurut Burhan Nurgiyanto, penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi: 1. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang
salah satu jenisnya secara populer disebut hero.
Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan
pandangan
kita
dan
harapan-harapan
kita
sebagai pembaca. Maka kita sering mengenalinya memiliki kesamaan dengan kita, permasalahan yang dihadapi seolah-olah juga sebagai permasalahan kita. 2. 15
Tokoh
antagonis
adalah
tokoh
yang
menjadi
Wellek warren, 1995. Teori Kesusastraan (Penerjemah: Melani Budianta), (Jakarta: Gramedia, 1995), hlm.284 16 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 177-178
16
penyebab terjadinya konflik. Tokoh ini dapat disebut beroposisi dengan tokoh protagonis, baik secara langsung atau tidak langsung, bersifat fisik maupun batin.17 Setiap pengarang tentunya ingin agar pembaca memahami setiap karakter dan motivasi dalam karyanya dengan benar. Akan tetapi, tidak ada satu orang pun yang dapat melakukan hal ini dalam sekali rengkuh. Seorang pembaca yang berpengalaman akan cenderung menunda pendapatnya tentang satu karakter tertentu, terbuka akan berbagai petunjuk baru yang dapat memperkaya penilaian itu, sampai akhirnya ia dapat menyimpulkan pendapatnya terkait semua bukti yang telah dikumpulkan dan diamati. 3. Alur (Plot) Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwaperistiwa
yang secara
klausal
saja. Peristiwa klausal
merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya.18 Beberapa jenis alur yang kita pahami ialah seperti alur maju, mundur, dan juga alur campuran. Alur (plot) merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Tinjauan struktural terhadap karya fiksi pun lebih sering ditekankan pada pembicaraan plot. Cerita dan alur memiliki hubungan yang cukup dekat seperti contoh yang disampaikan Foster “Raja mati dan permaisuri mati adalah sebuah cerita. Raja mati dan kemudian permaisuri pun mati adalah sebuah alur.” Cerita merupakan pengisahan kejadian dalam waktu. Alur pun merupakan pengisahan kejadian dalam waktu. Hanya 17
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 179 18 Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007), hlm. 26
17
saja, pada yang belakangan ini harus ditambahkan unsur sebab akibat. Dapat disimpulkan alur adalah pengisahan kejadian dengan
tekanan
pada
sebab-musabab.19
Pembahasan
mengenai alur akan dibahas lebih dalam lagi pada pembahasan berikutnya mengenai alur. 4. Sudut Pandang Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Di sinilah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.20 Pembedaan sudut pandang juga dapat dilihat dari bagaimana kehadiran cerita itu kepada pembaca, lebih bersifat penceritaan, telling, atau pertunjukkan, showing, naratif atau dramatik. Menurut Friedman Perbedaan sudut pandang berikut berdasarkan perbedaan yang telah umum dilakukan orang, yaitu bentuk persona tokoh cerita: persona ketiga dan persona pertama.21 a. Sudut pandang persona ketiga: “Dia” Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “dia”, narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasai dipergunakannya kata ganti. Sudut pandang dia
dapat
berdasarkan
dibedakan tingkat
ke
dalam
kebebasan
dua dan
golongan keterikatan
pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pegarang, narator, dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “dia”, jadi bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai 19
Pamusuk Eneste, Novel dan Film, ()Yogyakarta: Penerbit Nusa Indah, 1991), hlm.19 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), hlm.151 21 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm.256 20
18
keterbatasan “pengertian” terhadap tokoh “dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, atau hanya selaku pengamat saja.22 b. Sudut pandang persona pertama: “Aku” Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama, first-person point of view, “aku”, jadi gaya aku, seorang narator ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa, serta sikapnya terhadap tokoh lain kepada pembaca. Pembaca menerima apa yang diceritakan si “aku”, maka kita hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti apa yang dilihat dan dirasakan tokoh si “aku” tersebut. Sudut pandang persona pertama dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan peran dan kedudukan si “aku” dalam cerita. Si “aku” mungkin menduduki peran utama, jadi tokoh utama protagonist,
mungkin
hanya
menduduki
peran
tambahan, jadi tokoh tambahan protagonis, atau berlaku sebagai saksi.23 5. Latar Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwaperistiwa yang sedang berlangsung.24 Wellek dan Warren menjelaskan tentang latar sebagai berikut. Latar adalah lingkungan, dan lingkungan terutama interior rumah dapat dianggap berfungsi sebagai metonimia, atau metafora, ekspresi dari tokohnya. Selain itu latar mungkin merupakan proyeksi 22
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 256-257 23 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm.262-263 24 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm.216
19
kehendak tersebut.25 Latar juga dapat berfungsi sebagai penentu pokok yaitu lingkungan yang dianggap
sebagai
penyebab fisik dan sosial dimana terdapat suatu kekuatan yang tidak dapat dikontrol oleh individu. Pada tahap awal karya fiksi pada umumnya berisi penyituasian, pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan. Misalnya pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana tempat, mungkin juga hubungan waktu, dan lain-lain yang dapat menuntun pembaca secara emosional kepada situasi cerita. Tahap awal suatu karya umumnya berupa pengenalan, pelukisan, atau penunjukkan latar. Tetapi hal itu tak berarti bahwa pelukisan dan penunjukkan latar hanya dilakukan pada tahap awal cerita. Ia dapat saja berada pada berbagai tahap yang lain, pada berbagai suasana dan adegan yang bersifat komprehensif dengan unsur-unsur struktural fiksi yang lain. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas, hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Meski tidak langsung merangkum karakter utama, latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam sebuah cerita.26 Unsurunsur dalam latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur itu walau masingmasing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara tersendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lain.
25
Wellek warren, 1995. Teori Kesusastraan (Penerjemah: Melani Budianta), (Jakarta: Gramedia, 1995), hlm.291 26 Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007), hlm. 35
20
B. Alur (Plot) Alur atau plot memegang peranan penting dalam sebuah cerita. Selain sebagai dasar bergeraknya cerita, alur yang jelas akan mempermudah pemahaman pembaca terhadap cerita yang disajikan. Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemenelemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhan. Alur mengalir karena mampu merangsang berbagai pertanyaan di dalam benak pembaca (terkait harapan, maupun rasa takut), pertanyaan yang sering muncul adalah hal apa yang akan terjadi selanjutnya, akan tetapi pertanyaan-pertanyaan tersebut dan jawaban yang dihasilkan dapat berlembar-lembar berikutnya.27 Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter
dengan
lingkungannya.
Konflik-konflik
spesifik
ini
merupakan subordinasi satu konflik utama yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya. Konflik utama selalu bersifat fundamental, membenturkan sifat-sifat dan kekuatan-kekuatan tertentu seperti kejujuran dengan kemunafikan, kenaifan dengan pengalaman, atau individualitas dengan kemauan beradaptasi. Sebuah cerita mungkin mengandung lebih dari satu konflik kekuatan, tetapi hanya konflik utamalah yang dapat merangkum seluruh peristiwa yang terjadi dalam alur. Konflik utama selalu terikat intim dengan tema cerita. Klimaks adalah ketika konflik terasa sangat intens sehingga ending tidak dapat dihindari lagi.28 Klimaks utama sering berwujud satu peristiwa yang
27 28
Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007), hlm. 28 Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007), hlm.32
21
tidak terlalu mengejutkan. Klimaks utama tersebut terkadang sulit dikenali karena konflik-konflik subordinat pun memiliki klimaksklimaksnya sendiri. Bahkan, bila konflik sebuah cerita berwujud dalam berbagai bentuk atau cara dan melalui beberapa fase yang berlainan, akan sangat tidak mungkin menentukan satu klimaks utama. Alur sebuah cerita bagaimanapun tentu mengandung unsur urutan waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena itu, dalam sebuah cerita tentulah ada awal kejadian, kejadiankejadian berikutnya, dan barangkali ada pula akhirnya. Alur sebuah karya fiksi sering tidak menyajikan urutan peristiwa secara kronologis dan runtut, melainkan penyajiannya yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang manapun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal dan kejadian terakhir. Demi
memperoleh
keutuhan
sebuah
alur
cerita,
Aristoteles
mengemukakan bahwa sebuah alur haruslah terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (middle), dan tahap akhir (end).29 Ketiga tahap tersebut penting untuk dikenali, terutama jika kita bermaksud menelaah alur karya fiksi yang bersangkutan. Tahap awal, sebuah cerita biasamya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan
pada
tahap-tahap
berikutnya.
Misalnya,
berupa
penunjukkan dan pengenalan latar, seperti nama-nama tempat, suasana alam, waktu kejadian, dan lain-lain yang pada garis besarnya berupa deskripsi setting.30 Tahap awal cerita, di samping memperkenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh, konflik sedikit demi sedikit juga sudah mulai dimunculkan. Tahapan tengah, disebut sebagai tahap pertikaian menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap 29
Abrams dalam buku Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 256 30 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 144
22
sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Konflik yang dikisahkan seperti telah dikemukakan dapat berupa konflik internal, konflik eksternal, konflik dalam diri seorang tokoh, atau pertentangan yang terjadi antar tokoh cerita. Di tahap tengah ini pula klimaks ditampilkan, yaitu ketika konflik (utama) telah mencapai titik intensitas tertinggi.31 Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari sebuah karya fiksi. Di bagian ini pula inti cerita disajikan. Tokoh-tokoh memainkan peran, peristiwa penting dikisahkan, konflik berkembang semakin meruncing, menegangkan dan mencapai klimaks. Tahap akhir, disebut juga sebagai tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Bagian ini berisi bagaimana kesudahan
cerita, atau
mengarah
pada hal bagaimanakah akhir
sebuah cerita. Hal ini, biasanya dikaitkan dengan bagaimana nasib tokoh-tokoh, bagaimana bentuk penyelesaian sebuah cerita, dalam banyak hal ditentukan atau dipengaruhi oleh hubungan antartokoh dan konflik yang dimunculkan.32 Dapat diartikan bahwa pada tahap ini peleraian dari sebuah titik puncak masalah dan diakhiri dengan sebuah penutup cerita atau akhit cerita. Teori klasik Aristoteles penyelesaian atau akhir cerita dibedakan menjadi dua macam, yaitu kebahagiaan dan kesedihan atau yang biasa dikenal dengan istilah happy ending dan bad ending Tahap-tahap alur yang telah dikemukakan di atas dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram. Diagram struktur yang dimaksud biasanya didasarkan pada urutan kejadian dan atau konflik secara kronologis. Sebenarnya lebih menggambarkan struktur alur jenis progresif-konvensional-teoretis. Misalnya, diagram yang digambarkan oleh Jones seperti ditunjukkan berikut ini,33 31
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005),, hlm.145 32 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005),. hlm.146 33 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm.151
23
Klimaks
Inciting Force+) *)
AWAL
**) pemecahan
TENGAH
Keterangan:
AKHIR
*) konflik dimunculkan dan semakin ditingkatkan **) konflik dan ketengangan mulai melemah +) inciting forces menyarankan pada hal-hal yang semakin meningkatkan konflik sehingga mencapai klimaks
Diagram di atas menggambarkan perkembangan alur yang runtut dan kronologis. Sesuai dengan tahapan-tahapan alur yang secara teoretis dan konvensional. Kenyataannya memang alur cerita sebuah karya fiksi, terutama novel urutan kejadian yang ditampilkan tidak secara linear kronologis, sehingga jika digambarkan wujud diagramnya pun tidak akan sama. C. Tinjauan Film 1. Definisi Definisi film menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang
24
dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya.34 Pengertian secara harfiah film adalah cinemathographie yang berasal dari cinema dan tho atau phytos yang berarti cahaya serta graphie atau graph yang berarti gambar. Pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar dapat melukis gerak dengan cahaya seseorang harus menggunakan alat khusus, yang disebut dengan kamera. Istilah film pada mulanya mengacu pada suatu media sejenis plastik yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut seluloid. Bidang fotografi film ini menjadi media yang dominan digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap lensa.35 Bertolak dari pengertian ini maka film pada awalnya adalah karya sinematografi yang memanfaatkan media seluloid sebagai penyimpannya. Secara umum, film dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni unsur naratif dan unsur sinematik. Keduanya saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah, sementara unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya. Film cerita, unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya, sedangkan unsur semantik merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film. Pratista dalam buku “Memahami Film” menyatakan bahwa secara umum film dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : a. Film dokumenter Fokus utama dalam film dokumenter adalah penyajian fakta. Film dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguhsungguh terjadi atau otentik. Film dokumenter dapat digunakan
34 35
Undang-undang RI Nomor 8 tahun 1992 John Vivian, Teori Komunikasi Massa edisi kedelapan, (Jakarta: Prenada, 2008), Hlm.158.
25
untuk berbagai macam maksud dan tujuan seperti informasi atau berita, biografi, pengetahuan, pendidikan, hingga sebagai sarana propaganda dalam bidang politik. b. Film fiksi Film fiksi adalah film yang terikat oleh plot. Dari sisi cerita, film fiksi sering menggunakan cerita rekaan di luar kejadian nyata serta memiliki konsep pengadeganan yang telah dirancang sejak awal. Manajemen
produksinya
lebih
kompleks
karena
biasanya
menggunakan pemain serta kru dalam jumlah yang besar. c. Film Eksperimental Film eksperimental tidak memiliki plot namun memiliki struktur. Strukturnya sangat dipengaruhi oleh insting subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin mereka. Film eksperimental umumnya berbentuk abstrak dan tidak mudah dipahami. Hal ini disebabkan karena mereka menggunakan simbolsimbol personal yang mereka ciptakan sendiri.36 Rectoverso jika dilihat dari ketiga jenis film di atas, masuk ke dalam jenis film fiksi. Hal ini dikarenakan Rectoverso memiliki plot (alur) yang cukup kompleks, dan pemain ataupun tokoh yang dimunculkan
pada setiap cerita yang disajikan pun berbeda.
Ceritanya yang berasal dari sebuah cerita kumpulan cerpen fiksi, sehingga menjadikan film Rectoverso pun
konsep ceritanya
terkadang di luar kehidupan nyata atau keseharian. Sejalan dengan perkembangan media penyimpan dalam bidang sinematografi, maka pengertian film telah bergeser. Sebuah film cerita dapat diproduksi tanpa menggunakan seluloid (media film). Bahkan saat ini sudah semakin sedikit film yang menggunakan media seluloid pada tahap pengambilan gambar. Tahap pasca produksi gambar yang telah diedit dari media analog maupun digital dapat disimpan pada media yang fleksibel. Hasil
36
Himawan Pratista, Memahami Film, (Jakarta: Homerian Pustaka, 2009), hlm. 58
26
akhir karya sinematografi dapat disimpan pada media seluloid, analog maupun digital. Film bisa membuat orang tertahan, setidaknya saat mereka mmemontonnya secara lebih intens disbanding medium lainnya. Bukan hal yang aneh jika seorang pengulas film menyarankan agar calon penonton membawa sapu tangan maupun tisu ketika menyaksikan film yang menyedihkan. Film memang memiliki pengaruh yang begitu kuat, namun hal ini terjadi saaat film ditayangkan di bioskop. Orang terpesona oleh film sejak penciptaan teknologi film itu, meskipun gambar itu tak lebih dari gambar putus-putus di tembok putih. Ketika masuknya suara pada akhir 1920-an dan kemudian warna serta banyak kemajuan teknis lainnya, film terus membuat orang terpesona.37 Film dapat berdampak buruk bagi siapa saja yang tidak mampu menyaring pesan dan informasi yang terkandung dalam sebuah film. Ini menyadarkan kita bahwa apa yang disajikan film tidak semuanya memiliki muatan positif. Merupakan tantangan tersendiri bagi masyarakat untuk lebih cerdas memilih tontonan yang berkualitas agar tidak terjebak dalam realitas dan lingkungan tiruan dari media yang kompleks. 2. Tema, Karakterisasi, Setting, Alur(Plot), Sudut Pandang Tema Tema berfungsi sebagai faktor dasar pemersatu film. Menentukan tema sering merupakan sebuah proses yang sulit. Kita tidak bisa mengharapkan tema akan diungkap secara jelas di pertengahan film. Biasanya setelah melihat keseluruhan film kita akan mengetahui tema dari film tersebut. Penggunaan kata tema pada film, sama seperti penggunaan pada novel, drama atau puisi. Tema dapat berarti ide pokok, persoalan, pesan, atau suatu pernyataan yang mewakili 37
John Vivian, Teori Komunikasi Massa edisi kedelapan, (Jakarta: Prenada, 2008), Hlm.160
27
keseluruhan. Namun dalam ruang lingkup film terutama yang berkembang di Amerika, tema diartikan sebagai persoalan pokok atau sebuah fokus dimana film dibangun. Dalam film, persoalan pokok atau fokus dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Plot sebagai tema. Film yang dibangun dengan plot sebagai tema memberikan penekanan kepada peristiwaperistiwa
yang
terjadi.
Seperti
misalnya
film
petualangan atau detektif, film-film seperti ini ditujukan memberikan kesempatan kepada kita untuk sejenak melarikan diri dari kebosanan dan kejemuan dari kehidupan sehari-hari. Kejadian dan aksi-aksi dalam film seperti ini harus mampu menggugah dan berlangsung
cepat.
Tokoh-tokoh,
ide,
dan
efek
emosional dari film ini ditentukan oleh plot dan yang terpenting dari film ini adalah hasil akhirnya. 2. Efek emosional/suasana sebagai tema. Pada film ini menggunakan efek emosional/suasana yang sangat khusus sebagai fokus atau landasan struktural. Biasanya tidak terlalu sulit untuk mengenali suasana atau emosi utama yang menguasai seluruh film. 3. Tokoh sebagai tema. Film dengan penggambaran suatu tokoh tunggal yang unik melalui akting dan dialog. Daya tarik dari tokoh ini terkandung dalam sifat dan ciri-ciri yang membedakan mereka dari orang-orang biasa. Tema film-film seperti ini dapat dikemukakan dalam pemaparan singkat dari tokoh utama, dengan memberikan tekanan pada aspek-aspek luar biasa dari kepribadian tokoh tersebut. 4. Ide sebagai tema. Film yang mengangkat berbagai aspek kehidupan dan pengalaman atau keadaan manusia menjadi sebuah tema film. Terkadang sangat sulit
28
menebak tema film jenis ini, namun dapat dilakukan dengan mengidentifikasi secara teliti subyek abstrak dari film tersebut dalam satu kata ataupun kalimat seperti misalnya: cemburu, kemunafikan, prasangka, dll. Jika kita ingin mengembangkan penemuan tema terhadap film jenis ini, dapat dengan berpedoman pada kategori berikut: 1. Tema sebagai sebuah pernyataan moral. Film seperti ini memiliki maksud untuk meyakinkan kita tentang kebijaksanaan atau prinsip moral tertentu dan mengajak kita untuk menerapkan prinsip tersebut dalam tingkah laku kita. 2. Tema sebagai sebuah pernyataan tentang hidup. Film seperti ini memfokuskan diri pada penunjukan sebuah “kebenaran tentang hidup”. Selain itu juga memberikan komenar tentang fitrah pengalaman manusia atau penilaian tentang keadaan manusia. Umumnya film jenis ini mencoba menambah perbendaharaan baru pada pengertian kita tentang hidup tanpa memberikan suatu pernyataan
moral
yang
khusus,
tetapi
dengan
memberikan petunjuk-petunjuk. 3. Tema sebagai sebuah pernyataan tentang sifat manusia. Berbeda dengan film yang mengangkat tokoh sebagai tema dimana tokoh adalah seorang pribadi yang unik dan berbeda dari orang-orang biasa. Film ini justru menunjukkan sifat-sifat manusia yang universal dan mewakili sifat manusia secara umum. 4. Tema sebagai komentar sosial. Film ini ditujukan untuk membuat perubahan sosial. 5. Tema sebagai sebuah teka-teki moral atau falsafi. Film seperti ini berkomunikasi terutama melalui lambang-
29
lambang dan citra-citra . Untuk penafsiran pada film jenis ini sangat bersifat subyektif.
Karakterisasi Karakter tokoh yang kuat dan jelas akan membantu pencapaian kesan dari tema yang disodorkan. Apapun bentuk dan wujud tokoh itu, apakah dia seorang manusia, binatang, benda mati seperti kayu atau batu, wayang, kartun, semua harus dapat diterima dan logis. Masih ingat film animasi “Bolt”, di film ini hampir semua diperankan oleh binatang. Namun karena karakter-karakternya
dibuat
secara
logis,
maka
penonton dapat menerima dan tertarik mengikuti jalan ceritanya. Banyak cara untuk menggambarkan tokoh agar
sesuai
dengan
tema
yang
dikemukakan.
Yangpertama dapat dengan secara langsung diceritakan. Cara ini yang paling mudah namun memerlukan kejelian dalam mencari titik fokus penggambaran dan mencari kata-kata yang tepat untuk melukiskannya. Cara kedua adalah dengan dialog tokoh dengan lawan mainnya. Dari dialog dapat diketahui apakah tokoh temperamental, penyabar, pendendam, dll. Caraketiga dapat dengan cara menggambarkan tingkah laku tokoh. Ketika dia bereaksi terhadap suatu stimultan, gerakgeriknya ketika melakukan sesuatu, tergambarkan dengan jelas.danmasih banyak cara lainnya. Jika kita tidak
memperhatikan
unsur-unsur
yang
paling
manusiawi dalam sebuah film, atau tidak tertarik pada tokoh-tokoh dan karakter-karakternya maka kecil kemungkinan bahwa kita akan tertarik pada film itu sebagai suatu keseluruhan.
Supaya dapat menarik,
tokoh-tokoh haruslah masuk akal, dapat difahami dan menonjol.
30
Karakterisasi dapat dilihat atau ditunjukkan melalui : 1. Penampilan,
Karakter
yang
dapat
direka
dari
penampilan fisik (kesan visual) dari seorang tokoh, seperti
pakaian
yang
dikenakannya,
perawakan
tubuhnya, dll. Dari penampilan dapat diketahui kaya atau miskin, baik atau jahat, rapi atau lusuh, menarik atau tidak menarik, dll. 2. Dialog, Karakter yang direka dari kalimat-kalimat yang diucapkan saat tokoh berdialog dengan tokoh lain. Serta bagaimana cara tokoh tersebut berucap. Fikiran, sikap dan emosi tokoh terlihat dari cara memilih kata dan tinggi rendah intonasi.
Dari dialog dapat diketahui
daerah asal, tingkat pendidikan, hobi dll. 3. Aksi eksternal, Karakter yang direka dari melihat bahasa tubuh tokoh. Apakah tokoh tersebut ceroboh atau tidak, kaku atau luwes, percaya diri atau tidak, dll. 4. Aksi internal. Karakter yang direka melalui aksi batin tokoh. Aksi batin ini berlangsung dalam fikiran dan emosi tokoh terdiri dari fikiran-fikiran yang tidak diucapkan, angan-angan, aspirasi, kenangan, ketakutan, fantasi dan harapan. Realitas batin dapat ditunjukkan melalui gambar atau suara kalbu sang tokoh, dengan kilasan-kilasan, dll. 5. Reaksi tokoh-tokoh lain, Apakah dia seorang terkenal atau biasa, disayang atau dibenci, dikagumi atau diremehkan, dll. 6. Nama tokoh, Dapat diketahui daerah asal tokoh. Apakah dia orang jawa atau bali, indonesia atau amerika, kota atau desa, dll. 7. Identitas tokoh, Apakah dokter atau guru, direktur atau kuli, pelajar atau pengangguran, dll.
31
Alur dan Plot Alur cerita atau yang sering kita sebut plot adalah
bangunan sebuah cerita. Berbagai cara dapat dilakukan untuk membangun sebuah cerita. 1. Sirkuler, Sebuah plot cerita yang dimulai dari A dan kembali lagi ke A. 2. Linear, Sebuah plot cerita yang dimulai dari titik awal dan maju terus hingga titik akhir cerita. 3. Foreshadowing, Sebuah plot yang bercerita tentang kejadian yang akan terjadi di masa datang, loncat pada kejadian lain dan pada penutup bercerita kembali tentang kejadian yang sudh diceritakan di depan. 4. Flashback, Menceritakan kejadian di masa lampau. Untuk membangun struktur sebuah cerita yang menarik maka dapat dihadirkan suspens atau kejutan. Dapat berupa kejutan
yang
sederhana
ataupun
yang
mampu
mengembangkan rasa penasaran penonton. Suspens yang terpelihara dengan baik dapat mengukuhkan struktur dramatik sebuah cerita. Struktur dari sebuah cerita dapat terdiri dari: 1. Eksposisi, memberikan gambaran selintas mengenai cerita yang akan terjadi, tokoh yang memerankan, dll. 2. Konflik, saat dimana tokoh mulai terlibat dalam suatu permasalahan. 3. Klimaks, puncak dari pokok permasalahan 4. Resolusi, pemecahan permasalahan.38
Setting (latar) Setting adalah waktu dan tempat dimana cerita sebuah film berlangsung. Setting pada umumnya
38
http://thinktep.wordpress.com/2010/12/26/apresiasi-film-2
32
merupakan unsur yang paling berpengaruh pada unsur lain seperti tema, visual efek, kostum, dll. Empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan setting: 1. Faktor temporal (waktu), masa saat cerita itu terjadi. 2. Faktor geografik, tempat dimana cerita terjadi. 3. Faktor ekonomi yang berlaku saat itu. 4. Faktor adat dan budaya yang berlaku saat itu.
Sudut Pandang Sudut pandang pada sebuah film, dapat kita ketahui dengan dua cara yaitu yang dikenal dengan sebutan diegetic dan non diegetic. Diegetik merupakan suara yang sumbernya terlihat pada layar atau yang sumber tersirat untuk hadir oleh aksi film: a. Suara karakter b. Suara yang dibuat oleh benda-benda dalam cerita c. Musik direpresentasikan sebagai berasal dari instrumen dalam ruang cerita (= sumber musik) Suara diegetik adalah suara disajikan sebagai berasal dari sumber dalam dunia film. Suara Digetic dapat berupa pada layar atau dari layar tergantung pada apa pun sumbernya adalah dalam bingkai atau di luar bingkai. Istilah lain untuk suara diegetik adalah suara yang sebenarnya. Diegesis adalah kata Yunani untuk "cerita menceritakan". Diegesis film ini adalah total dunia aksi cerita. Non-diegetik merupakan suara yang sumber yang tidak terlihat pada layar atau telah tersirat untuk hadir dalam aksi: a. Komentar narator b. Efek suara yang ditambahkan untuk efek dramatis c. Suasana musik
33
Suara Non-diegetik direpresentasikan sebagai berasal dari sumber di luar ruang cerita. Perbedaan antara suara diegetik atau non-diegetik tergantung pada pemahaman kita
tentang
konvensi
menonton
film
dan
mendengarkan. Kita tahu bahwa suara-suara tertentu yang direpresentasikan sebagian berasal dari cerita dunia, sementara yang lain direpresentasikan sebagian berasal dari luar ruang peristiwa cerita. Sebuah bermain dengan konvensi diegetik dan non-diegetik dapat digunakan untuk membuat ambiguitas (horor), atau untuk mengejutkan penonton (komedi).39
3. Penambahan dan Penciutan Sebuah karya sastra yang mengalami proses atau beralih media, tentunya banyak terdapat beberapa perbedaan. Seperti yang akan dibahas berikut ini, yaitu terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam proses alih wahana. Alih wahana adalah perubahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian lain. Karya sastra tidak hanya bisa diterjemahkan yakni dialihkan dari satu bahasa ke bahasa lain, tetapi juga dialihwahanakan, yakni diubah menjadi jenis kesenian lain. Kegiatan di bidang ini akan menyadarkan kita bahwa sastra dapat bergerak kesana kemari, berubah- ubah unsur-unsurnya agar bisa sesuai dengan wahananya yang baru.40 Salah satunya ialah ekranisasi
di
dalamnya terdapat seperti penambahan dan penciutan. Tidak sedikit karya sastra yang diangkat kelayar lebar, banyak hal pula yang terjadi pada karya sastra tersebut, baik berupa penambahan maupun pengurangan. Hal ini tentu sah-sah saja
39
Diterjemahkan dari Susan Hayward, Key Concepts In Cinema Studies, (London: Routledge, 1996), hlm. 75 40 Sapardi Djoko Damono, Sastra Bandingan. (Jakarta: Pusat Bahasa, 2005), hlm.96
34
dilakukan selama mendapat persetujuan dari pembuat karya, dan tidak mengurangi “rasa” karya tersebut. Penambahan yang dimaksud ialah, seorang penulis skenario atau sutradara melakukan penambahan pada cerita, alur, penokohan, latar, atau suasana. Hal ini karena sutradara maupun penulis skenario telah menafsirkan terlebih dahulu cerita dari karya yang akan difilmkan, kemungkinan inilah yang menyebabkan adanya penambahan disana sini. Seorang sutradara tentu mempunyai alasan tertentu untuk melakukan penambahan. Misalnya dikatakan, penambahan itu penting dari sudut filmis. Tentunya penambahan itu masih relevan dengan cerita secara keseluruhan atau karena berbagai alasan yang lain.41 Berbeda dengan istilah penciutan, sebuah karya sastra dapat dimikmati dalam kurun waktu berjam-jam bahkan berhari-hari. Namun, berbeda dengan film yang dinikmati dalam kurun waktu 120 menit atau 2 jam. Sebab itulah terkadang sutradara dan penulis scenario melakukan pemotongan adengan atau penciutan. Artinya, tidak semua hal yang diungkapkan dalam novel akan dijumpai dalam film. Sebagian cerita, alur, tokohtokoh, latar ataupun suasana cerita pada karya sastra tidak akan ditemui secara lengkap pada film. Sebab, sebelumnya pembuat film sudah memilih terlebih dahulu informasi-informasi atau bagian-bagian yang dianggap penting atau memadai.42 Apabila latar pada sebuah karya sastra dipindahkan secara keseluruhan ke dalam film, kemungkinan besar film itu akan memakan waktu yang cukup panjang. Mengekranisasi latar ini pun tentu akan mengalami penciutan. 4. Perubahan bervariasi Proses ekranisasi memungkinkan seorang pembuat film untuk membuat variasi-variasi dalam film, sehingga terkesan 41 42
Pamusuk Eneste, Novel dan Film, (Yogyakarta: Penerbit Nusa Indah, 1991), hlm.64. Pamusuk Eneste, Novel dan Film, (Yogyakarta: Penerbit Nusa Indah, 1991), hlm.61
35
film yang didasarkan atas sebuah karya sastra tidak “seasli” karya sastra tersebut. Hal ini akan memunculkan interpretasi yang berbeda dari para penikmatnya. Bagi yang telah jatuh hati pada karya sastra terlebih dahulu, pasti akan merasa kecewa apabila film tersebut tidak sesuai atau berlainan dengan karya sastra yang telah dibacanya. Berbeda hal dengan penikmat film yang belum membaca bukunya pasti ia tidak akan terlalu kecewa atas perbedaan yang terjadi antara film dan karya sastra. Hal ini justru terkesan membuat penikmat film dan pembaca diajak untuk lebih kritis lagi dalam menerima dan menyerap informasi baru, pastinya akan terjadi proses perbandingan antara kedua hal tersebut.43 Film Salah Asuhan pun dijumpai sejumlah variasi, seperti dalam buku Abdul Muis menyebutkan, Hanafi dan Corie pernah sekolah di Betawi (Jakarta). Tetapi dalam film yang di sutradarai Asrul Sani, keduanya disebutkan pernah sekolah di Eropa bukan di Jakarta. Dalam film, Salah Asuhan pula kelihatan Hanafi dan Corie berduaan di Lembah Anai, sedangkan dalam buku tidak ada cerita semacam itu. Dapat dikatakan karya sastra tersebut memiliki versi lain, namun dalam bentuk cerita yang serupa. Meskipun dalam setiap karya sastra dan film kerap terjadi variasi-variasi namun tema pokok dan amanat yang hendak diungkapkan tidak akan terlalu jauh dengan apa yang dituliskan oleh pengarang.
D. Sekuens Sekuens atau rangkaian cerita biasanya terdiri dari adegan dimana keseluruhan
saling
berhubungan
menjadi
sebuah
logika
dengan
pemahaman yang sama, untuk alasan ini panjang dari rangkaian tersebut setara dengan kontinuitas visual atau narasi. Narasi sebuah episode dalam film (sekuens juga dapat berupa rangkaian dalam sebuah novel) hal ini 43
Pamusuk Eneste, Novel dan Film, (Yogyakarta: Penerbit Nusa Indah, 1991), hlm.65
36
sangat berguna jika kita ingin mempelajari sebuah film dengan tujuan membawa segmen cerita keluar dari rangkaian yang ada. Rata-rata sebuah film dapat terdiri dari 23 sampai 24 sekuens atau rangkaian film Hollywood kebanyakan. Berbeda dengan film keluaran Eropa yang cenderung ke angka yang lebih rendah antara 11 sampai 18. Secara tradisional rangkaian pembuka dari sebuah film terdiri dari logika yang mengarahkan para penonton, dan dalam hal ini setiap awalan dari rangkaian cerita berfungsi sebagai petunjuk arah bagi penonton. Penutupan sebuah sekuens ditandai dengan beberapa bentuk transisi: memudar, menghapus, iris atau memotong (dalam 'iris' gambar bertahap masuk atau keluar sama dengan membuka dan menutup lensa kamera). Transisi ini berfungsi untuk membuat film mudah dibaca. Sebaliknya, pemotongan melompat atau pengambilan yang tidak sesuai adalah dua prosedur yang digunakan untuk melawan orientasi aman yang disediakan oleh penanda transisi tradisional. Transisi ini seperti tanda baca, sehingga mereka juga akan ditemukan dalam sekuen. Memudar dan iris merupakan transisi yang lunak, yang pertama lebih mudah berhubungan dengan bioskop sebelumnya, meskipun film kontemporer yang memanfaatkan mereka (kadang-kadang sebagai penghormatan kepada warisan film). Transisi lunak penanda ini dapat berfungsi untuk menunjukkan selang waktu, keadaan pikiran dan alam bawah sadar, sehingga mereka kurang mungkin ditemukan dalam sekuena melainkan antara faktor sekuens. Transisi keras, penghapusan hampir tidak pernah terlihat saat ini. Pemotongan antara sekuens dapat menyiratkan hubungan langsung antara keduanya, baik dalam narasi atau kronologi. Memotong dalam sekuens yang berfungsi untuk memberikan irama (cepat atau lambat, tergantung pada seberapa sering mereka digunakan) dan juga memungkinkan hubungan ruang untuk menjadi jelas ke penonton. Jika pemotongan tidak digunakan secara
37
konvensional dalam sekuens mereka menunjuk ke ide fragmentasi atau pemisahan.44 Menurut Scmitt dan Viala, cerita terbagi atas satuan-satuan isi cerita atau sekuen. Sekuen merupakan keseluruhan ujaran yang membentuk satu kesatuan makna. Ada dua kriteria sekuen, yaitu: 1. Sekuen harus mempunyai satu titik pusat perhatian yang sama, misalnya tokoh yang sama, gagasan yang sama atau peristiwa yang sama. 2. Sekuen harus mencakup satu kurun waktu dan ruang yang koheren, seperti satu ruang atau waktu tertentu.45
E. Penelitian Relevan Berdasarkan penelusuran penulis dibeberapa Universitas, penelitian dengan objek kajian berupa analisis perbandingan alur karya sastra dan film Rectoverso belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan dalam upaya menyusun skripsi ini dan berkaitan dengan masalah yang diteliti adalah sebagai berikut. 1. Dimas Wahyu T, Mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, tahun 2007. Mengangkat skripsi dengan tema “Sisi punk dalam diri Bodhi sebuah tinjauan psikologi sosial terhadap tokoh utama novel Supernova (Akar) bab "Akar" dan "Selamat menjadi S"”. Pemilihan novel Supernova (Akar) karya Dewi Lestari sebagai objek penelitian didasarkan pada temuan adanya gambaran punk, sesuatu yang hingga kini masih dipandang negatif oleh sebagian masyarakat. Lebih jauh, pemilihan novel tersebut 44
Diterjemahkan dari Susan Hayward, Key Concepts In Cinema Studies, (London: Routledge, 1996), hlm.312-313 45 Alain Viala dan M.P. Schimtt, Savoir-lire. (Paris: editions Didier, 1982), dalam Tesis Rosida Erowati dengan judul “melintas batas: represebtasi kondisi multicultural dalam film monsieur Ibrahim et les fleur du coran, Program Pascasarjana Ilmu Susatra Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2006.
38
juga didasari karena adanya penggambaran bahwa Bodhi, sebagai tokoh yang sebelumnya tidak mengenal punk, disebut sebagai seorang punk dan penganut ideologi anarki. Pemilihan novel ini pun terkait dengan ciri tema-tema sekuel Supernova tentang kaum muda dan hubungannya dengan religiusitas atau spiritualitas dalam bentuk yang menyesuaikan zaman. Novel Supernova Akar bab Akar dan Selamat Menjadi S, berkisah tentang perjalanan hidup tokoh Bodhi dalam mencari kesejatian. Latar belakang hidupnya yang tidak jelas, tanpa tahu data diri dan siapa orang tuanya, dan adanya kisah karma yang harus dijalani memicu Bodhi untuk mengembara dan mencari apa yang disebutnya sebagai kesejatian diri. Kisah ini dimulai dengan penceritaan Bodhi sebagai seorang punk yang juga hidup di lingkungan punk. Sebuah kilas balik memperlihatkan latar belakang Bodhi dimulai dari saat ia masih bayi, tinggal di lingkungan vihara, kemudian bertemu seorang backpacker dan bergabung bersama para backpacker lain, hingga akhirnya bertemu dengan lingkungan punk dan memilihnya sebagai jalan hidup. Tinjauan psikologi sosial telah disimpulkan bahwa, melalui interaksi sosial, tokoh Bodhi cenderung mengidentifikasi
seseorang
atau
kelompok
di
dalam
sebuah
lingkungan sosial jika ia bersimpati kepada seseorang atau kelompok tersebut. Proses identifikasi itu pun mencakup proses mengimitasi budaya (mulai dari cara berpakaian, cara hidup, hingga cara pikir) di lingkungan tempat seseorang atau kelompok yang diidentifikasikannya itu. Selama pengembaraan, Bodhi memperoleh banyak pemahaman, baik terhadap individu, masyarakat, hingga peristiwa-persitiwa di dalam kehidupan manusia. Latar dan tokoh yang Bodhi temui selama perjalanan memberi pengaruh pada sikapnya. Pemahaman-pemahaman itu bersinambung dengan nilai-nilai di dalam kehidupan punk, seperti anarki, konsep egaliter, dan konsep bertahan hidup secara mandiri.46
46
Skripsi Dimas Wahyu T, Sisi punk dalam diri Bodhi sebuah tinjauan psikologi sosial terhadap tokoh utama novel Supernova (Akar) bab "Akar" dan "Selamat menjadi S"”, Perpustakaan Universitas Indonesia: Depok, 2007.
39
2. Tira Anggreyani. “Gaya Bahasa Simile dalam novel Perahu Kertas Karya Dewi “Dee” Lestari dan Pembelajarannya di SMK Kelas XII”. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Universitas Muhammadiyah Purworejo, 2013. Tujuan penelitiannya adalah: Mendeskripsikan dan menjelaskan gaya bahasa simile yang digunakan Dewi “dee” Lestari dalam novel Perahu Kertas, Mendeskripsikan dan menjelaskan makna dan fungsi simile dalam novel Perahu Kertas, Mendeskripsikan dan menjelaskan pembelajaran gaya bahasa simile dalam novel Perahu Kertas pada siswa kelas XII SMK. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, sumber data berasal dari kutipan dan dialog dalam novel Perahu Kertas, teknik pengumpulan data dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat. Teori yang menjadi bahan acuan skripsi adalah kajian stilistika dan semiotik. Pradopo (2005:277) menyatakan, kajian semiotik digunakan untuk memahami makna gaya bahasa. Gaya bahasa simile dibagi menjadi beberapa kategori menurut pembentuk pembanding. Wahab (1995:55), mengistilahkan bahan pembentuk pembanding ini dengan istilah medan makna yang terdiri dari beberapa kategori, yakni being, cosmos, energy, substance, terrestrial, object, living, animate, human. Penelitian ini merupakan penelitian desriptif kualitatif. Hasil analisis membuktikan, Novel Perahu Kertas gaya bahasa simile yang ditemukan berjumlah 74 data. Kategori simile berdasarkan unsur pembanding yang membentuk simile yang ada dalam novel Perahu Kertas, yakni: kategori being berjumlah 22 data, kategori cosmos berjumlah 2, kategori energy berjumlah 5, kategori substance berjumlah 3, kategori terrestrial berjumlah 3,
kategori object
berjumlah 13, kategori living berjumlah 3, kategori animate berjumlah 7, dan kategori human berjumlah 16, makna atau motif simile yang terdapat dalam novel Perahu Kertas yaitu motif terbuka sebanyak 33 data dan motif tertutup sebanyak 41 data. Pembelajaran gaya bahasa simile dikolaborasikan dengan pembelajaran sastra tentang makna idiomatik dalam karya sastra denagn model pembelajarn CTL. Gaya
40
bahasa simile yang dideskripsikan telah disesuaikan dan dimanfaatkan sebagai
bahan
pembelajaran
di
SMK.
Kesesuaian
tersebut
dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran novel diajarkan pada kelas XII semester 1. 47 3. Skripsi Arthadea Anggitapraha, dengan judul “Alih Wahana, Lirik Lagu, Cerpen, Video Klip Malaikat Juga Tahu Karya Dewi Lestari”. Mahasiswi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan unsur-unsur lirik lagu, cerpen, video klip Malaikat Juga Tahu karya Dewi
Lestari.
Unsur-unsur
lirik
lagu
meliputi
pembaitan,
diksi, pengimajian, bahasa figuratif, tema dan amanat. Unsur-unsur cerpen dan video klip meliputi alur, penokohan, latar, tema dan amanat. Mendeskripsikan alih wahana yang terjadi di dalam lirik lagu, cerpen, video klip Malaikat Juga Tahu karya Dewi Lestari yang meliputi penciutan, penambahan (perluasan), dan perubahan bervariasi. Analisis unsur dari masing-masing wahana, yaitu lagu, cerpen, dan video klip,bertujuan untuk dapat mengetahui proses pengalihwahanaan yaitu terdapat penciutan, penambahan (perluasan) atau perubahan bervariasi. Malaikat Juga Tahu berasal dari ide lagu yang kemudian dialihwahanakan menjadi
bentuk
cerpen.
Dari
bentuk
cerpen
dialihwahanakan lagi menjadi bentuk video klip. Alih wahana dari lagu
ke
cerpen
terdapat
proses
perubahan
bervariasi
dan
penambahan/perluasan. Proses perubahan bervariasi terjadi pada penggunaan bahasa dalam pengungkapan makna rasa cinta sejati. Pada lirik lagu, rasa cinta sejati diungkapkan dengan nyata setia
hadir
setiap hari tak tega
kalimat /cinta yang
biarkan kau
sendiri/,
kemudian mengalami perubahan bervariasi pada cerpen menjadi kalimat naratif yaitu cintanya adalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. 47
Skripsi Tira Anggreyani, “Gaya Bahasa Simile dalam novel Perahu Kertas Karya Dewi “Dee” Lestari dan Pembelajarannya di SMK Kelas XII”, Universitas Muhammadiyah Purworejo, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 2013.
41
Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri. Proses penambahan/perluasan terjadi pada tema. Tema lagu dan cerpen sama tentang percintaan. Pada lagu yang tampak hanya percintaan antara seseorang
dengan
seseorang
kemudian
mengalami
penambahan/perluasan menjadi percintaan antara seorang ibu kepada seorang anak yang autis. Alih wahana dari cerpen ke video klip mengalami
proses
penciutan
dan penambahan. Penciutan tampak
pada penyajian cerita tentang rutinitas tokoh laki-laki autis. Unsur tokoh di cerpen pun ada yang tidak diungkapkan di video klip. Pada cerpen terdapat tokoh anak-anak kos yang sangat gemar pada masakan Bunda dan anak-anak kos yang pernah menjaili laki-laki autis itu dengan menyembunyikan satu dari seratus batang sabun. Tokoh anakanak kos pada cerpen tidak diungkapkan pada video klip. Penciutan ini dilakukan oleh Dewi Lestari karena dianggap tokoh anak-anak kos ini bukan merupakan tokoh yang penting yang masuk ke dalam inti cerita. Penambahan yang terjadi adalah penambahan rutinitas tokoh laki-laki autis yang sedang menggambar.48
F. Pembelajaran Sastra di SMA Pendidikan dapat diterapkan pula melalui sebuah karya sastra. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam kurikullum 2004 yang pertama adalah, peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Tujuan yang kedua adalah, peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Tujuan itu pula dijabarkan ke dalam kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis sastra. Sebetulnya, kompetensi yang akan dikembangkan sudah cukup baik. Terkadang, yang terjadi dilapangan tidak selalu sesuai dengan 48
Skripsi Arthadea Anggitapraha, dengan judul “Alih Wahana, Lirik Lagu, Cerpen, Video Klip Malaikat Juga Tahu Karya Dewi Lestari”. Mahasiswi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010.
42
tujuan yang diiinginkan. Kompetensi ini dijabarkan di dalam buku pembelajaran, isinya masih berkisar pada pembahasan tema, tokoh, watak, alur, sudut pandang, latar, gaya bahasa, nilai-nilai, dan amanat pada pembelajaran prosa. Pembelajaran sastra sebenarnya dapat ditingkatkan lagi dengan pendidikan melalui sastra. Melalui sastra kita dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal keseimbangan antara spiritual, emosional, etika, logika, estetika, dan kinestika. Pengembangan kecakapan hidup, belajar sepanjang hayat, serta pendidikan menyeluruh dan kemitraan.49 Pembelajaran sastra hendaknya dirancang dan diatur sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahami setiap kompetensi yang akan mereka capai. Seperti kompetensi membaca, dalam
mengembangkan
kompetensi membaca siswa banyak hal yang dapat diterapkan. Seperti membaca intensif melalui metode membaca kritis. Kegiatan membaca dilakukan dengan bijaksana, penuh tenggang rasa, mendalam, evaluatif, serta analitis, dan bukan ingin mencari kesalahan penulis.50 Membaca kritis berusaha memahami makna tersirat sebuah bacaan. Hal ini dapat membantu
siswa
untuk
berlatih
membaca
dengan
teliti
serta
mengembangkan kemampuan analisis siswa. Dengan begitu, tujuan pokok dalam membaca tidak hanya memahami maksud isi dari sebuah cerpen maupun karya sastra, tetapi siswa mampu menganalisis dan memahami lebih dalam sebuah karya sastra.
49
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), hlm. 171 Hendry Guntur Tarigan, Membaca sebagai sebuah keterampilan, (Bandung: Penerbit Angkasa,1994) 50
43
BAB III PENGARANG DAN KARYANYA A. Biografi Pengarang dan Sutradara
1. Pengarang Dewi Lestari Simangunsong lahir di Bandung , 20 Januari 1976. Ia menyelesaikan pendidikannya jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Katolik Parahyangan. Ia juga dikenal sebagai, penyanyi, pencipta lagu, dan presenter. 51 Ia merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Ia merupakan anak dari pasangan Yohan Simangunsong yang merupakan anggota militer, sedangkan ibunya Tiurlan Siagian adalah ibu rumah tangga yang sistematis, intelektual dan keras. Dewi mulai menulis sejak ia duduk di kelas 5 SD. Waktu itu Dewi memiliki sebuah khayalan yang kemudian menggerakkannya utuk memulai menulis. “aku mengkhayal suatu hari di luar sana akan ada satu buku yang bertulis namaku. Dari khayalan itu aku beli satu buku tulis kosong dan aku perlakukan buku itu sebagai buku pertamaku. Aku tulis semua khayalanku dibuku itu, semuanya ditulis pakai tulisan tangan.” Sejak itu Dewi mulai gemar menulis buku harian, ia selalu menyimpan semua buku harian yang ia punya sejak kelas 1 SMP. Semua buku hariannya ia letaknya menjadi satu di sebuah peti harta karun. Bagi Dewi, buku hariannya menjadi satu harta paling berharga dalam hidupnya. Kesenangan
Dewi
menulis
sepertinya
tidak
diimbangi
dengan
kesenangannya membaca, ia lebih senang membaca satu buku yang membuatnya mampu berakar dalam dirinya. Tidak perlu banyak buku yang ia baca, baginya bukan dari kuantitas, tapi dari kualitas bacaan yang
51
Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia, Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Titian Ilmu, 2004), hlm.115
44
ia temukan. Kalau memang menyentuh, ia akan menggerakkannya untuk berkarya lebih banyak lagi. Ada satu tulisan Dewi yang membuat keluarganya terkejut. Yaitu sebuah cerpen berjudul “Rico de Coro”. Cerpen ini pertama kali ia tulis pada tahun 1994 seluruh keluarganya terkesan dengan cerpen itu, bahkan kakaknya menunjukkan karyanya kepada Hilman Hariwijaya, setelah Hilman baca ia tertarik dan cerpen Dewi pun dimasukkan ke dalam majalah Mode. Cerpen ini menjadi salah satu cerpen yang mendapat apresiasi tinggi dari pembaca majalah mode. Dewi mulai menulis novel pertamanya pada tahun 1995. Dewi membeli laptop dari honor menyanyinya. Ia pun mulai menulis beragam tulisan. Mulai dari cerpen, esai, cerita bersambung, hingga novel. Tahun 2000, Dewi mulai terpikir untuk menulis Supernova: Ksatria, puteri, dan Bintang Jatuh. Novel itu pun menjadi novel pertamanya. Supernova menjadi debut pertamanya, melalui novel itu Dewi melakukan awal yang sangat baik untuk kariernya sebagai penulis. Tidak hanya Supernova, karya Dewi yang lain pun banyak membuat pembacanya tertarik. Novel berikutnya adalah Perahu Kertas, novel ini merupakan novel digital pertama kali yang ada di Indonesia. Perahu kertas ditulis dewi tahun 1996, namun karya ini baru ia selesaikan 70%. Dewi adalah orang yang senang mencoba, ia senang menjadi seorang pionir. Ia yakin bahwa karyanya akan dicintai pembacanya. Tenyata, benar saja Perahu Kertas merambah hingga ke medium film. Sebelum terkenal menjadi seorang penulis, Dewi telah lebih dahulu dikenal sebagai seorang penyanyi. Dewi tergabung dalam kelompok vokal Rida Sita Dewi (RSD). Kini, Dewi telah memutuskan untuk menjadi seorang penulis. Menurutnya, menulis adalah sesuatu yang ia bayangkan dan akan terus ia lakukan hingga tua nanti. Di satu sisi, menulis adalah profesi yang sangat langgeng dibandingkan industri hiburan atau dunia olahraga. Atlet hidupnya terbatas, penyanyi terbatas, model juga terbatas. Tetapi kalau menulis, sampai seseorang tua renta, selama fisik dan otaknya
45
dapat bekerja, ia dapat terus menulis. Bahkan ketika seseorang tidak lagi dapat mengetik ia dapat menyuruh orang untuk mengetik. Kedua, menulis memberikan kemerdekaan untuk lebih banyak di rumah. Menulis tidak mengharuskan seseorang terjebak macet di jalan. Menulis membuatku tidak perlu tampil menjadi orang lain. Sebagai penulis ia dapat berbicara melalui bukunya. Bagi Dewi penulis adalah profesi yang sangat nyaman. Dewi menganalogikan profesi penulis sebagai sebuah kasur dengan selimut tebal yang sangat nyaman. Bagi dewi menulis merupakan caranya untuk beraktualisasi diri. Menulis adalah medium yang ia pilih untuk berekspresi. Ketika ia memiliki ide, ketika ia ingin membagi cerita ke orang lain, dan medium yang ia pakai adalah menulis. Pada tahun 2012, ada empat karya Dewi Lestari yang diadaptasi menjadi film. Rectoverso, Filosopi Kopi, Madre, dan Perahu Kertas. Kabar terbaru adalah Supernova Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh akan difilmkan. Madre diproduksi Mizan Production dan disutradarai oleh Benni Setiawan. Rectoverso diadaptasi menjadi film omnimbus yang disutradarai lima aktris Indonesia, Marcella Zalianty, Rachel Maryam, Chaty Sharon, Olga Lydia dan Happy Salma. Filosofi Kopi akan diadaptasi ke dalam dua versi: film pendek yang akan disutradarai Angga Dwimas Sasongko dan film pendek yang akan diproduksi oleh 87 Film. Sementara itu, Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh diadaptasi oleh Sunil Soraya. jika ditanya apa pertimbangan Dewi dapat melepas karyanya untuk dijadikan ke bentuk lain, ia hanya melihat keseriusan orang itu. Ia juga akan melihat siapa dan bagaimana orang itu akan membentuk karyanya. Karya Rectoverso mengalami proses adaptasi diawali oleh Marcella Zalianty, yang ingin membuat sebuah film omnimbus yang membahas cinta dari beragam sisi. Dewi pun mengirimkan CD dan buku Rectoveso, ternyata Marcella tertarik dengan Rectoverso. Menurut Dewi, ”Rectoverso, adalah cerita yang sangat bebas, yang sangat bisa diinterpretasikan dengan berbagai cara. Keseriusan Marcella akan
46
Rectoverso membuat ia yakin untuk melepasnya. Dewi tahu, ia tidak akan main-main dengan proyeknya.”52 2. Sutradara film a. Marcella Zalianty Marcella Zalianty lahir di Jakarta, 7 Maret 1980, ia merupakan anak dari aktris Indonesia Tetty Liz Indriati dan adiknya pun seorang aktris bernama Olivia Zalianty. Marcella membintangi sebuah cerita dengan judul Sephia yang tayang di SCTV. Selain itu Marcella juga berakting pada layar lebar, film pertamanya disutradarai oleh Rudi Soejarwo dengan judul Bintang Jatuh. Film ini, dibintangi Marcella bersama dengan artis Dian Sastrowardoyo. Tahun 2005, melalui film Brownies, Marcella berhasil memenangkan award sebagai aktris perempuan terbaik pada Festival Film Indonesia. Selain aktif di dunia seni, Marcella juga sering terlihat pada beberapa kegiatan sosial. Ia terpilih sebagai Brand Ambasador Karya Tunas Nusantara, Tagana, serta Rumah Autis. Sebagai salah satu sutradara film Rectoverso dan pemilik rumah produksi Keana, Marcella juga memiliki banyak penghargaan di bidangnya yaitu Nominasi untuk aktris terbaik di Bandung Film Festival 2004 (The Soul), nominasi untuk aktris terbaik di Bali International Film Festival 2004 (Tusuk Jelangkung), nominasi untuk degan menyedihkan di MTV Indonesia Movie Award 2004 (Tusuk Jelangkung), nominasi untuk Aktris Paling Ngetop In SCTV Award 2003 (Malam Pertama), nominasi untuk Aktris Paling Ngetop In SCTV Award 2001 (Sephia). Kini ia telah menikah dengan pembalap terkenal Indonesia yaitu Ananda Mikola dan memiliki satu orang anak. Sebagai salah satu sutradara film Rectoverso, Marcella dan kawankawan berhasil membawa film Rectoverso ke Cannes, dan
52
Haqi Ahmad, My Life As Writer, (Bandung: Mizan Media Utama, 2013), hlm. 86-135
47
disaksikan oleh warga sebanyak 100 orang. Selain itu film ini pun diputar sebanyak 3 hari pada 21, 23, dan 25 Mei.53
b. Happy Salma Happy Salma anak keempat dari enam bersaudara pasangan almarhum Dachlan Suhendara dan ibunda Iis Rohaeni lahir pada 4 Januari 1980, 1a tumbuh dalam napas seni. Mereka bersaudara yang sangat kompak, pendeknya leluasa untuk berkreativitas baik itu menari, bernyanyi ataupun bermain musik. Di usia remaja, ia terpilih menjadi finalis model majalah Gadis. Dari dunia model, lalu ia membuat sebuah album lagu berjudul “Tapi Kini” yang diproduseri oleh Franky Sahilatua. Selanjutnya, ia mengenal dunia sinetron. Berkat keseriusan menekuni dunia seni peran, lebih kurang saya sudah bermain di 30 judul sinetron. Pada 2008 ia memeroleh penghargaan sebagai pemeran pendukung terbaik dalam Festival Film Bandung dalam sinetron Rinduku Cintamu. Happy merambah ke dunia film televisi dan layar lebar. Menir Proyek Gagal, Tak Cukup Sedih, dan Laela, adalah beberapa judul FTV di mana ia salah satu pemerannya. Di dunia layar lebar, ia bermain di film Gie, True Love, Description Without Place, Soul Quest dan 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita. Pada 2010, saya mendapat penghargaan sebagai pemeran pendukung terbaik FFI untuk film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, dan penghargaan yang sama di Indonesian Movie Award. Dunia selebritas membuat Happy kesepian, lalu ia melarikan diri ke dunia sunyi, dunia menulis. Pada pertengahan 2006 ia bertemu Rieke Diah Pitaloka. Kepadanya Happy berkeluh kesah soal minimnya ketertarikan generasi muda pada dunia sastra. Dari hasil diskusi itu dia mendirikan penerbitan yang bergerak di bidang sastra. Untuk menggeliatkan kembali dunia sastra, tulis-
53
Diunduh dari http://www.keanaproduction.org/marcella-zalianty/ pada tanggal 14 Mei 2014 pukul 13.20
48
menulis, juga dunia membaca, penerbit Koekoesan meluncurkan buku pertamanya berjudul Pulang (kumpulan cerpen). Karya-karya besar sastra Indonesia banyak memengaruhi cara pandangnya, bahkan ia menggeluti dunia teater juga karena kecintaannya
pada
karya-karya
tersebut.
Happy
pernah
mementaskan lakon Nyai Ontosoroh diadaptasi dari novel Bumi Manusia, karya Pramoedya Ananta Toer dan setelah itu lakon Ronggeng Dukuh Paruk adaptasi novel karya Ahmad Tohari yang pernah saya pentaskan di Amsterdam. Lewat Pulang, ia terpilih sebagai salah satu finalis penulis muda berbakat dalam Khatulistiwa Literary Award (2007). Setelah itu terbit buku kedua Telaga Fatamorgana (2008), lalu novel kolaborasi bersama Pidi Baiq berjudul Hanya Salju dan Pisau Batu (2010), dan sejumlah antologi cerpen bersama dalam Titian, Lobakan, 24 Sauh, dan Dari Datuk ke Sangkar Emas. Bersama seorang teman, ia mendirikan Titimangsa Foundation guna mengorganisir kegiatan-kegiatan sosial dan seni. Sejak 2007, Happy menggelar keliling sastra ke sekolah-sekolah dan kampuskampus di sejumlah daerah. Inggit adaptasi novel karya Ramadhan KH adalah panggung monolog terkini saya, yang memeroleh apresiasi dari sejumlah kalangan. Pada tahun 2013 ini saya mendirikan penerbitan yang juga diberi nama Titimangsa. dan buku biografi seniman tari dan jewelry yang bernama Desak Nyoman Suarti akan menjadi karya perdana, yang kebetulan saya tulis dan dibantu oleh seorang sastrawan asal Bali yang bernama Warih. Selama pelaksanaan Festival Film Cannes, “Rectoverso” diputar selama tiga kali yaitu pada tanggal 21, 23 dan 25 Mei.
c. Cathy Sharon Perempuan blasteran ini memiliki nama lengkap Cathy Sharon Gasnier, namun masyarakat mengenalnya dengan nama Cathy Sharon. Cathy lahir di Jakarta, 8 Oktober 1982. Sebagai
49
seorang aktris, model, presenter, dan interpreneur Cathy juga pernah menjadi seorang sutradara pada film Rectoverso. Kiprahnya di dunia seni tidak diragukan lagi, ia sudah banyak membintangi film layar lebar seperti Dunia Mereka (2005), Hantu Bangku kosong (2006), Sang Dewi (2007), Barbie 3+1 (2008), Dawai Asmara (2010), Perfect House (2011). Perempuan yang memiliki hobi jalan-jalan, menonton, dan menari ini juga sering dipilih oleh brand-brand terkemuka Indonesia sebagai ambassador, seperti La piazza Ambassador (2005), L‟oreal Ambassador (2006), Kemang Village Ambassador (2007-2008), Icon Levi‟s (2008), Ambassador Taiwan Excellence (2011-2012), Ambassador Taiwan Excellence (2012-2013), Yoko Yoko (2014-2015). Perempuan yang memiliki tinggi badan 174cm ini aktif diberbagai bidang, seperti host diberbagai program televise, juri dance with Star Season 1 dan 2, serta model iklan dan majalah Indonesia.54
d. Olga Lidya Artis Indonesia keturunan Tionghoa ini lahir di Jakarta, 4 Desember 1976. Olga mengawali kiprahnya di jagad hiburan dari dunia modeling. Dengan tubuhnya yang tinggi semampai, Olga laris manis menjadi model catwalk dalam berbagai peragaan busana para desainer ternama. Wajahnya kian familiar di mata masyarakat setelah menjadi bintang iklan serta model di video klip Stanley Sagala dan sejumlah band papan atas seperti Boomerang, Kafein, bahkan Dewa 19. Selain modelling, perempuan yang pernah berpose seksi untuk majalah pria, Popular ini juga berkiprah sebagai presenter. Beberapa acara yang pernah dipandunya antara lain Sisi Lain, Jelita, Otomotif, A1GP, Dunia Samsung, dan yang paling mencuatkan namanya adalah Republik Mimpi. Di program parodi politik itu, Olga kerap dipasangkan dengan sahabat kentalnya sesama presenter, Anya Dwinov. 54
Diterjemahkan dan diunduh dari http://www.avatara88.com/ tanggal 14 Mei 2014 pukul 13.45
50
Nama Olga juga cukup diperhitungkan dalam seni peran berkat sinetron Lo Fen Koei yang pernah tayang di RCTI serta film horor 12 AM. Kemudian pada April 2010, Olga tampil dalam film Terekam. Menariknya, ide film yang juga bergenre horror itu bermula dari keisengan Olga serta dua rekannya Julia Perez dan Monique Henry. Film yang dibuat berdasarkan kisah nyata ketiganya ini semakin unik karena digarap tanpa sutradara, skrip, maupun kru. Diakui Olga, editor pembuat film ini terbilang luar biasa. Pasalnya ada puluhan kaset yang dipakai dan harus diedit hingga menjadi satu film tersendiri. Apalagi gambar-gambar yang diambil bukan berasal dari kamera profesional, malahan dari handycam hasil pinjam sana-sini. Selain sukses di ranah hiburan, Olga juga merambah dunia bisnis. Pemilik tinggi badan 171 cm dan berat badan 47 kg ini juga menekuni bisnis studio rekaman amatir dan les vokal Rumah Bintang, tempat bilyar La Forca, restoran Poke Sushi, serta Lihat bisnis francise aksesoris asal Thailand. Masih di tahun 2010 pada bulan Juli, Olga tampil sebagai
perempuan korban KDRT
(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) bernama Lily dalam film layar lebar 7 Hati 7 Cinta 7 Lihat wanita. Dalam film garapan Robby Ertanto itu, Olga mengaku menemui sedikit kesulitan, Untuk perannya ini, Olga melakukan riset dari internet dan mencari orang-orang yang pernah mengalami KDRT. Selain sukses di ranah hiburan, Olga juga merambah dunia bisnis. Pemilik tinggi badan 171 cm dan berat badan 47 kg ini juga menekuni bisnis studio rekaman amatir dan les vokal Rumah Bintang, tempat bilyar La Forca, restoran Poke Sushi, serta bisnis francise aksesoris asal Thailand, NaRaYa. Wanita yang hobi nonton dan berteman akrab dengan aktris Happy Salma ini juga aktif dalam dunia olahraga. Ia merupakan salah seorang pengurus Percasi (Persatuan Catur Seluruh Indonesia). Seakan tak mengenal kata lelah, wanita yang masih betah melajang di usianya yang sudah kepala tiga ini juga
51
kerap terlibat kegiatan sosial. Di penghujung 2010, bersama Komunitas Books for Hope, Olga berkunjung ke Lapas Anak Pria Tangerang dan membagikan buku. Kesempatan itu, Olga memotivasi para penghuni Lapas dengan cerita masa kecilnya. "Dari kecil saya tumbuh dari buku. Saya tumbuh dengan budaya baca, bukan budaya nonton. Waktu kecil ya dimulai dari majalah anak. Kelas 1 atau 2 SD saya sering baca Komikus komik. Kelas 3 sudah mulai baca novel. Kelas 5 sudah bisa menghabiskan novelnovelnya Agatha Christie," ujar Olga. Ketika disinggung soal perkembangan minat baca anak-anak sekarang, Olga menuturkan jika minat baca anak-anak di pedesaan masih amat tinggi jika dibandingkan dengan anak-anak perkotaan. Olga menegaskan bahwa membaca adalah sebuah kegiatan yang amat bermanfaat karena bisa meningkatkan daya imajinasi. "Membaca adalah kegiatan yang menyenangkan. Dengan buku mereka bisa bebas berimajinasi ke mana-mana," tegas Olga, penikmat musik jazz dan pop ini. Selain untuk menggalakkan kebiasaan membaca di kalangan generasi muda, kegiatan sosial itu juga dilakoninya dalam rangka menyeimbangkan hidup. "Kita bekerja supaya bermanfaat untuk diri kita dan kalau bisa juga buat orang banyak. Aku merasa masih kurang banget tapi terus berusaha untuk seimbang," tegas salah satu aktris pendukung film Eksul ini.55
e. Rachel Maryam Darah seni memang telah mengalir dalam diri Rachel. Nenek dari pihak ibunya adalah seorang pemetik harpa, sedangkan nenek dari pihak ayahnya adalah seorang sinden. Bakat aktingnya mulai terasah saat bersekolah di SMUN 19 Bandung dan bergabung di kelompok teater sekolahnya. Lulus SMU, Rachel 55
Diunduh dari http://www.tokohindonesia.com/biografi/ Copyright tokohindonesia.com, pada tanggal 12 Mei 2014, pada pukul 20.00
52
ingin melanjutkan belajar akting di Institut Kesenian Jakarta. Sayang ibunya, Marina Trijawati, yang telah bercerai dari ayahnya, Indra Sayidina, menginginkan Rachel sekolah di perhotelan. Menuruti keinginan ibunya yang berdarah Jerman dan Sunda, Rachel pun masuk ke Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, yang juga lazim disebut NHI, di jurusan Manajemen Tata Hidang (Food and Beverages Services). Merasa
salah
tempat,
Rachel
memutuskan
untuk
meninggalkan kuliahnya. Rachel pun hijrah ke Jakarta dan terjun ke dunia model. Namanya mulai dikenal setelah membintangi videoklip Sephia milik kelompok musik Sheila on 7. Berkat aktingnya sebagai `kekasih gelap` pada klip tersebut, ia meraih penghargaan sebagai Model Klip Terbaik MTV 2001. Rachel pun menjajal dunia seni peran. Berawal dari sinetron seperti Lupus Milenia danStrawberry, Rachel terjun ke layar lebar. Melalui film Eliana, Eliana dan bersanding dengan pemain kawakan sekelas Jajang C. Noer, Rachel memulai sukses di dunia film. Walau tidak segegap gempita film Ada Apa dengan Cinta, misalnya, Eliana, Eliana berhasil merebut penghargaan untuk kategori `Best Young Cinema Award`, penghargaan dari kritikus film internasional dan `Best Promising Young Director` pada festival film di Singapura. Sukses film pertamanya, diikuti oleh film-film berikutnya antara lain Arisan (2003), Janji Joni (2005), dan Vina Bilang Cinta (2005).Untuk menunjukkan keseriusan di dunia akting, Rachel sempat menimba ilmu akting selama tiga bulan di Jerman. Keseriusan itu berbuah manis. Melalui film Arisan (2003), Rachel berhasil mendapatkan Piala Citra untuk predikat aktris pendukung terbaik. Ia Bermain Sinetron Ibu Pungut Rumah Produksi Multivision Plus. Meski sukses, Rachel pun pernah terjerat kasus pornografi ketika video dirinya yang sedang berganti baju di sebuah kamar mandi tersebar luas tahun 2003. Tak hanya Rachel, dalam video itu
53
terdapat sejumlah artis lainnya, termasuk Shanty, Femmy Permatasari dan Sarah Azhari. Dalam kasus ini, Rachel dan temantemannya ditetapkan sebagai korban dari tersangka Budi Han, penanggung jawab Studio Budi Han di mana gambar mereka diambil.56
B. Sinopsis 1. Kumpulan Cerpen Rectoverso 1.1 "Malaikat Juga Tahu" Cerita ini berawal dari sebuah persahabat seorang perempuan dengan seorang laki-laki yang mengidap penyakit autis, ia biasa dipanggil dengan sebutan Bunda. Persahabatan mereka terkadang dianggap tidak wajar oleh orang-orang sekitar. Setiap, malam minggu mereka berdua akan duduk dan terbaring di pekarangan belakang rumah Bunda, dan juga rumah yang menjadi tempat kos perempuan tersebut. Perempuan itu akan bercerita banyak hal kepada Bunda, namun jangan harap Bunda akan memberikan solusi atau pendapatnya, ia hanya akan mendengarkan dengan baik setiap cerita yang disampaikan perempuan itu. Akhirnya, bunda menemukan sesuatu di kamar Abang, sebuah surat cinta untuk perempuan tersebut. Bunda sadar, bahwa Bunda telah jatuh cinta kepada perempuan itu dengan seluruh jiwanya. Hingga, keadaan berubah ketika anak bungsu bunda pulang dari luar negeri dan ia mulai mengenal perempuan itu. Mereka pun berpacaran, bunda sadar ada hubungan lebih antara si perempuan dan anak bungsunya. Tentu, itu sangat menyakitkan Bunda, karena bagi bunda aturan hidupnya, aturan orang lain, tidak akan pernah 56
Diunduh dari http://www.rachelmaryams.com/profile, pada tanggal 14 Mei 2014 pukul 13.15
54
berlaku bagi Bunda. Mereka berdua pun meninggal rumah dan juga Bunda. Kebiasaan malam minggu indah Bunda, kini selalu berubah menjadi malam yang penuh kesedihan. 1.2 "Cicak di Dinding" Cerita ini mengisahkan tentang seorang perempuan yang tiba-tiba terperangkap dalam hati seorang laki-laki. Laki-laki ini merupakan seorang pelukis handal yang mampu membuat perempuan itu terkagum-kagum akan lukisannya. Suatu hari seorang sahabat laki-laki itu datang ke pameran yang digelar olehnya, sahabatnya itu mengenalkan seorang perempuan yang mengaku sangat mengagumi karyanya, seketika laki-laki itu pun jatuh cinta pada pandangan pertama, kedua, dan seterusnya sampai mati pada perempuan itu. Sayangnya, sahabatnya memperkenalkan perempuan itu sebagai calon istrinya. Seketika, pelukis itu patah hati pada pandangan pertama, kedua, seterusnya, dan moga-moga tidak sampai mati. Pertemuan mereka bertiga kembali terjadi ketika sahabat pelukis itu memintanya untuk melukis di rumahnya pada sebuah studio yang disiapkan untuk hadiah kepada calon istrinya. Pelukis itu pun mulai melukis ruangan kosong tersebut hingga tengah malam. Tiba-tiba perlahan-lahan perempuan itu masuk dan membuka pintu studio, namun ia tidak menemukan apapun, hanya tembok kosong yang ia lihat. Tiba-tiba terdengar lampu saklar dimatikan, kini ratusan cecak berpendar menyelimuti empat bidang dinding dan langit-langit.
Laki-laki itu
mendekat
kepada
perempuan tersebut dan membisikkan satu kalimat, “kutitipkan mereka untuk menjaga kamu, mengagumi kamu.” 1.3 "Firasat" Cerita ini berkisah tentang sebuah firasat seseorang.
Ia masuk
dalam sebuah perkumpulan yang bernama “Firasat”. Hampir selama setahun ia bergabung dengan kelompok
tersebut.
55
Pertemuan mereka seminggu sekali selama dua jam, namun perempuan
itu
hanya
mendengarkan
saja
tanpa
pernah
menyampaikan apa yang ia rasa dan pendapatnya. Ibunya pun heran, apa yang membuat puterinya bertahan lama dalam klub tersebut. Perempuan itu tahu apa yang menjadi tujuannya selama ini. Suatu
saat,
perempuan itu mendapat
firasat
kurang
menyenangkan ketika lelaki pendiri klub firasat itu akan pergi keluar kota untuk menemui orang tuanya. Ia sendiri tidak tahu bagaimana menerima firasat yang ia rasakan. berbagai kejadian yang tak bias ia terima, perlahan hadir. Kuping yang tahu-tahu mendengar tiupan angin seperti memanggil nama seseorang, mata yang menangkap pola awan di langit seperti raut muka seseorang, hingga ia merasa membaui wanginya dimana-mana. Ketika, ia menyadari disaat ia mulai jatuh hati, saat hatinya mulai tertambat bahkan firasat yang ia miliki pu tak sanggup menyelamatkannya, tak juga firasatnya. 1.4 "Curhat Buat Sahabat" Cerita ini berawal ketika seorang perempuan bertemu dengan sahabat laki-lakinya disebuah restoran. Ia sudah terbiasa bercerita banyak hal dengan sahabatnya itu. Rupanya, malam itu berbeda karena itu momen penting bagi si perempuan. Gaun indah, sebotol muscat, dan restoran terbaik menjadi penanda bahwa malam itu memang benar-benar penting. Perempuan itu mulai bercerita kepada sahabatnya bahwa malam itu, ia merasa lahir kembali. Perempuan itu mulai bercerita, bahwa ia akan mengakhiri kisah cintanya selama lima tahun kebelakang. Hal itu terjadi karena satu hal, ketika ia menyadari bahwa sesungguhnya ada seseorang yang benar-benar tulus menyayanginya ketika ia sedang susah, bahkan ketika ia tengah membutuhkan segelas air dan obat, yaitu sahabatnya sendiri.
56
1.5 "Hanya Isyarat" Cerita ini, mengisahkan tentang seorang perempuan yang mengagumi laki-laki tanpa pernah ia ungkapkan dan laki-laki itu tahu. Semua berawal pada suatu tempat yang mempertemukan mereka berempat. Satu perempuan dan tiga laki-laki yang disatukan oleh waktu dan tempat. Perempuan itu hanya mampu memandang dan memperhatikan dari sebatas punggung salah satu dari ketiga laki-laki itu yang menjadi tujuannya untuk selalu bertahan. Ia pun tak tahu apa warna matanya, entah hijau atau cokelat muda. Suatu waktu mereka berkumpul dan berbincangbincang, namun perempuan itu tetap hanya menjadi siluet dikejauhan. Tiba-tiba laki-laki itu menoleh kearahnya, dan ia mengajak perempuan itu untuk bergabung. Kini,ia tak bisa lagi menghindar, laki-laki itu bercerita bahwa mereka tengah bermain untuk menceritakan kisah paling menyedihkan yang mereka punya. Satu persatu mereka mulai bercerita, hingga tiba laki-laki itu bercerita tentang kisah sedihnya. Ia pun, mengakhiri ceritanya dan meminta perempuan itu bercerita. Perempuan itu bercerita tentang sahabatnya yang merupakan orang paling berbahagia, karena ia mampu menikmati punggung ayam sepanjang hidupnya tanpa ia tahu bagian lain, ia hanya mengetahui apa yang sanggup ia miliki, namun perempuan itu adalah orang yang paling bersedih karena ia mengetahui apa yang tidak sanggup ia miliki. 2. Film Rectoverso Cerita pada film ini dimulai dengan cerita, Malaikat juga tahu (MJT), Bunda meminta pakaian berwarna putih kepada seluruh penghuni kost rumahnya. Kisah kedua adalah Firasat, senja membuat kue namun gagal. Lalu ia membawa satu kue untuk diberikan kepada klub firasatnya. Kisah ketiga berjudul, Curhat Buat Sahabat, pertemuan Amanda dan Regi pada sebuah café. Amanda bercerita kepada Regi. Kisah keempat berjudul, Cicak di Dinding, pertemuan Saras dan Taja
57
pada sebuah café lalu mereka bercinta hingga Taja mengetahui tato cicak pada tubuh saras. Kisah terakhir berjudul, Hanya Isyarat, awal mula perjalanan tokoh Al bertemu dengan kawan baru dalam forum milis. MJT- Bunda mengamuk ketika melihat salah 1 tumpukan dari 100 sabun yang ia miliki hilang. Bunda berlari keluar rumah untuk mencari sabunnya, hingga akhirnya ia bertemu Lea. Firasat- senja berkumpul dengan klub firasatnya. Namun selama ada di dalam kelompok itu ia tak pernah membagi firasatnya, hingga panca bertanya padanya. Suatu malam, Senja dihantui mimpi yang menjadi firasat buruk baginya. Hanya Isyarat – suatu malam keempat backpaker berkumpul
dalam
satu
meja
saling
berbincang.
Al
hanya
memperhatikan dari belakang. Hingga akhirnya Al, bergabung dengan mereka untuk saling menceritakan kisah paling menyedihkan. Curhat buat Sahabat– Amanda berbagi cerita tentang mantan-mantan kekasihnya kepada sahabatnya Regi. MJT– adik Abang yang bernama Hans kembali pulang dari luar negeri, dan ia berkenalan dengan Lea. Melihat kedekatan Bunda dan Lea, Hans pun jatuh hati kepada Lea. Seperti Bunda yang dalam keterbatasannya pun menyimpan cinta bagi Lea. Firasat – Panca berkunjung ke rumah Senja untuk mengajaknya berjalan-jalan, dan mereka menuju sebuah tempat favorit Panca. Di sana Senja dan Panca membicarakan banyak hal. Hingga akhirnya Senja mulai merasakan firasatnya kembali. Curhat buat Sahabat – cerita Amanda kepada Regi mengenai kesedihannya selama ini bersama kekasih-kekasihnya. Serta ingatan Amanda ketika Regi datang menemaninya dikala sakit.. Hanya Isyarat – Al dan keempat kawan laki-lakinya berkumpul untuk melakukan sebuah permainan. Yaitu bercerita mengenai kisah paling sedih dan siapa yang menang boleh menyuruh satu orang untuk melakukan apapun. Dimulai oleh Tano, Bayu, dan Dali. Cicak di Dinding – Taja kembali bertemu dengan Saras pada pameran galeri lukisan. Dan akhirnya Taja mengetahui bahwa Sarah akan menikah dengan Bang Irwan calon suami Saras. Hingga akhirnya Saras pun menikah dengan Irwan. Firasat – acara ulangt ahun
58
klub Firasat. Senja akhirnya bercerita mengenai firasat buruknya mengenai panca yang diakhiri dengan pertengkaran. Hingga akhirnya Senja pergi meninggalkan acara ulang tahun. MJT – Bunda kini menikmati malam-malamnya sendiri tanpa Lea. Terkadang bunda yang menemani Bunda ditaman. Lea semakin dekat dengan Hans, hingga makan malam bersama. Hanya Isyarat – Cerita sedih raga mengenai pengalaman mati surinya, lalu dilanjutkan oleh Cerita Al, tentang seseorang perempuan yang amat bersedih karena hanya mampu mengagumi seorang laki-laki dari sebatas punggungnya saja. Dan, Al pun dinobatkan sebagai pemenang. Hingga Al kini tahu, bahwa warna mata raga ialah coklat tua. Curhat Untuk Sahabat – Amanda memberikan sebuah lagu special untuk regi. Namun karena Regi sedang tidak enak badan maka ia tiak melihat penampilan Amanda karena harus membuang rasa mualnya di kamar mandi. Cicak di Dinding – Saras Membicarakan Taja bersama suaminya Irawan di dalam kamar. Hingga ketika lampu dimatikan ia mendapat gambar cicak didinding yang merupakan kado pernikahan bagi Irawan dan Saras. MJT – bunda melihat ketika Lea berciuman dengan Hans di Mobil. Akhirnya bunda menemui Lea di kamarnya untuk berbicara mengenai perasaan Bunda kepada Lea, dan meminta Lea serta Hans untuk merahasiakan hubungan mereka berdua. Curhat Untuk Sahabat – Amanda mengetahui bahwa Regi ternyata tengah sakit karena harus menerjang hujan ketika mengantar obat kerumahnya di waktu ia sakit. Firasat – Panca naik taksi memutuskan untuk pergi ke Padang menjenguk Ibunya. MJT – Bunda seperti biasa mengambil baju pada kamar kost. Ketika mengetuk pintu kamar Lea ia menemukan bahwa lea telah pergi meninggalkannya. Bunda pun mengalami depresi yang berat. Cicak di Dinding – Taja kembali mengisi harinya dengan berkunjung ke café ketika ia pertama kali bertemu dengan Saras. Hanya Isyarat – kini Al, mampu menatap dan memandang Raga, tidak hanya dibalik punggungnya saja. Firasat – Panca menitipkan buku kepada Ibu Senja, akhirnya Senja pun tidak dapat menahan kepergian Panca, ia pergi. ketempat favorit panca
59
dengan sepedanya. Hingga ia memutuskan untuk pulang, namun di tengah perjalanan senja pun terjatuh. MJT- Bunda depresi berat di kamarnya, hingga bunda hanya mampu menangis melihat tingkah laku Bunda.
60
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A.
Analisis Objektif
Kumpulan Cerpen dan Film Rectoverso 1. Tema Cerpen Malaikat Juga Tahu memiliki tema cinta seorang Ibu kepada seorang anak yang menderita autis, pada cerpen tersebut digambarkan bagaimana perjuangan seorang Ibu untuk selalu ada bagi anaknya dalam keadaan apapun dan berusaha mewujudkan keinginan anaknya dengan cara apapun. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cinta ibu secara langsung ialah, “dia mencintai tidak cuma dengan hati. Tapi seluruh jiwanya. Bukan basa-basi surat cinta, tidak cuma rayuan gombal, tapi fakta, adiknya bisa cinta sama kamu, tapi kalau kalian putus, dia dengan gampang cari lagi. Tapi Bunda tidak mungkin cari yang lain. Dia cinta sama kamu tanpa pilihan. Seumur hidupnya.” (Rectoverso: 18) Kutipan di atas menggambarkan bagaimana perjuangan Ibu untuk membahagiakan anak laki-lakinya untuk dapat bersatu dengan wanita idamannya. Rasa sayang seorang Ibu kepada anak laki-lakinya yang mengidap penyakit autis membuat ia rela melakukan apapun untuknya walaupun harus berdebat besar dengan anaknya yang lain. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Dia akan segera tahu kalian berpacaran” “Mami, lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti setelah kami menikah” Bunda melengakkan kepala dengan tatapan tidak percaya. “Bagi Bundamu, apa bedanya sekarang dan nanti?” “Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!” Anak laki-lakinya setengah berseru. “Kalau perlu kalian harus sembunyi-sembunyi seumur hidup!” balas Bunda lebih tegas “Ini tidak adil. Ini tidak masuk akal…” protes anaknya lagi (Rectovers:18-19)
61
Tema pada cerpen dan film Rectoverso secara keseluruhan tentang percintaan, pada film tema cerpen Malaikat juga Tahu tidak mengalami perubahan. Tema pada film ini ialah kecintaan seorang Ibu yang begitu besar terhadap anaknya. Cerpen berikutnya ialah Cerpen Cecak di Dinding, cerpen ini memiliki tema tentang sebuah cinta yang tidak tersampaikan, cerpen ini menggambarkan tentang kekaguman seorang pelukis kepada Perempuan yang akan menjadi calon istri sahabatnya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Lelaki itu mengulang kalimat persis sama dalam hati. Matanya ingin mengekal apa yang ia lihat, hatinya ingin mengkristalkan apa yang ia rasa. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama, kedua, dan seterusnya sampai mati.” “Tidak lama, sahabatnya mengaku bahwa Perempuan yang dikenalkannya tadi baru saja resmi ia pacari. Pelukis itu pun patah hati pada pandangan pertama, kedua, seterusnya, dan semoga tidak sampai mati” (Rectoverso:97) Ia tidak berbicara banyak tentang isi hatinya kepada Perempuan yang ia kagumi, namun ia mampu mengungkapkan sedikit isi hatinya melalui lukisan yang ia persembahkan khusus untuk Perempuan milik sahabatnya itu, dapat dilihat pada kutipan berikut, “tubuh mereka melekat, lengan mereka saling mengikat dan ke telinga Perempuan itu dibisikkanlah satu kalimat, kutitipkan mereka untuk menjaga kamu… mengagumi kamu.” (Rectoverso:99) Hal ini berbeda dengan tema yang disajikan pada film Rectoverso, pada film tema yang muncul ialah sebuah cinta segitiga, kisah dimulai dengan pertemuan dan percintaan tokoh Taja dengan Saras, setelah itu Saras pergi meninggalkan Taja begitu saja. Sampai akhirnya Taja bertemu lagi dengan Saras, pada sebuah pameran
tunggal
sahabatnya
sekaligus
sahabatnya
memperkenalkan Saras sebagai calon istrinya. Taja pun kembali menikmati kesakitannya, ketika akhirnya sahabatnya menikah dengan Saras.
62
Cerpen berikutnya ialah Cerpen Firasat, pada cerpen ini tema yang diangkat masih mengenai percintaan. Kisah percintaan ini menggambarkan seorang pemuda yang mengajarkan tentang bagaimana cara untuk dapat menerima kenyataan dalam hidup. Melalui firasat yang datang Perempuan itu yang awalnya menolak kenyataan yang akan terjadi, namun pemuda itu mengajarkan banyak hal untuk belajar menerima setiap kenyataan dalam hidup. Sampai akhirnya ia benar-benar menolak akan firasat yang datang, karena firasat itu berkaitan dengan lelaki yang ia sayangi. Sekeras apapun ia mencoba menentang firasatnya itu, namun kenyataan itu pasti akan datang. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “bagaimana kita bisa tahu sesuatu firasat atau bukan?” tanyaku tiba-tiba. “kamu harus cek ke dalam” ia meletakkan jari di dadanya, “dan cek ke luar. Pesan yang sama biasanya datang berulang. Lewat suara hati, atau gejala alam. Dan biarpun pikiran kamu ingin menyangkal, seluruh sel di tubuh kamu seperti sudah tahu.” “lalu…kalau saya tidak suka dengan yang dikatakan firasat saya, lantas apa?” “kamu hanya perlu belajar menerima. Ketika belum terjadi terima firasatnya. Ketika sudah terjadi, terima kejadiannya. Menolak, menyangkal, cuma bikin kamu lelah.” (Rectoverso:111) Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat sikap dewasa pemuda tersebut untuk mengingatkan Perempuan itu bahwa segala kenyataan harus diterima dengan ikhlas. Cerpen ini pada film Rectoverso, tidak mengalami perubahan tema, namun terjadi perubahan
yang
sifarnya
berkaitan
dengan
alur.
Cerpen
menggambarkan firasat Perempuan terhadap pemuda tersebut, namun pada film akhirnya Perempuan mengalami kecelakaan setelah pemuda itu pergi. Cerpen Curhat buat Sahabat memiliki tema yang sama dengan cerpen-cerpen yang lain yaitu dengan tema pokok
63
percintaan, namun kisah yang menjadi dasar ialah tentang pengorbanan terhadap orang yang dicintai. Cerita ini mengisahkan tentang bersahabatan seorang laki-laki dan Perempuan, cerpen ini menggambarkan bagaimana penyesalan tokoh Perempuan terhadap pilihan hatinya terdahulu, sebenarnya tanpa ia sadari ada seseorang yang benar-benar sayang dan tulus terhadapnya, selalu ada untuknya dalam suka dan duka. Dapat dilihat pada kutipan tersebut, “malam itu rasanya aku sampai ke titik terendah. Aku capek, dan kamu tahu? Aku tidak butuh dia. Yang kubutuhkan adalah orang yang menyayangi aku…dan segelas air putih.” “tapi… aku janji.. tangisan ini buat yang kali terakhir” katamu tersendat, antara tawa dan isak. Berusaha tampil tegar. (Rectoverso:6) “teleponku berdering pukul setengah dua belas malam. Aki mobilku kering, jadi kupinjam motor adikku. Sayangnya adikku tidak punya ja hujan. Dan aku terlalu terburu-buru untuk ingat bawa baju ganti. Ada seseorang yang membutuhkanku. Ia minta dibelikan obat flu Karena stok di rumahnya habis. Ia lalu minta dibawakan segelas air putih yang hangat.” (Rectoverso: 7) Kutipan di atas menggambarkan bagaimana pengorbanan sahabat laki-lakinya terhadap Perempuan tersebut. ia selalu ada waktu kapan saja untuk Perempuan itu. Sebetulnya pengarang seolah memiliki kata kunci dan makna pada kata “segelas air putih” hal ini muncul pada cerpen sebanyak empat kali. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “yang aku butuhkan adalah orang yang menyayangi aku… dan segelas air putih.” (Rectoverso:6) “ia minta dibelikan obat flu karena stok di rumahnya habis. Ia lalu minta dibawakan segelas air putih yang hangat.” (Rectoverso:7) “lama baru aku bisa menggeleng. Tidak ada yang muluk dari obat flu dan air putih.” (Rectoverso:7)
64
“sebotol mahal anggur putih ada di depan matamu, tapi kamu tidak pernah tahu. Kamu terus menanti segelas air putih.” (Rectoverso:7) Dilihat dari makna air putih, benda ini merupakan sesuatu yang tidak berwarna dan tidak ada sesuatu yang spesial, tapi setiap orang membutuhkan air putih, untuk mereka konsumsi. Hal ini jika dianalogikan dengan tema cerita, Perempuan itu terlalu sIbuk mencari sesuatu yang spesial sesuatu yang mampu membuat hidupnya lebih berwarna, namun tanpa ia sadari sesungguhnya ada seseorang yang selalu ada untuknya. Ketika ia butuh maupun tidak, laki-laki ini di ibaratkan segelas air putih bagi si Perempuan. Seperti yang tertulis pada kutipan terakhir, walaupun ada anggur mahal dihadapannya, nyatanya ia masih membutuhkan segelas air putih. Cerpen Curhat buat Sahabat setelah mengalami proses ekranisasi tidak mengalami perubahan pada segi tema, tema yang diangkat sama dengan apa yang digambarkan di dalam cerpen. Cerpen Hanya Isyarat memiliki tema yang sama dengan cerpen-cerpen yang lain yaitu dengan tema pokok percintaan, namun kisah yang menjadi dasar ialah tentang rasa cinta yang tidak harus memiliki. Seorang Perempuan yang mengagumi laki-laki tanpa ia pernah tahu warna matanya apa, ia hanya mampu memandang laki-laki itu dari kejauhan melihat punggungnya dan tanpa pernah berkomunikasi secara dekat. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “entah hijau, entah cokelat muda. Belum pernah kulihat bola matanya berwarna hijau, tapi tidak bisa terlalu yakin.” (Rectoverso:46) “aku pun tidak bisa lagi menyamar menjadi latar. Sebuah kursi didekatkan ke meja mereka, dan dia mempersilakan aku duduk. Dia yang paling kucari. Tapi tidak dalam jarak seperti ini.” (Rectoverso:47) “andai ada pintu masuk di situ, akan kuselundupkan setengah bahkan tigaperempat jiwaku untuk merasukinya, untuk membaca pikirannya, memata-matai perasaannya.
65
Cukup sepertempat saja jiwaku berjaga di meja itu.” (Rectoverso:47-48) Berdasarkan kutipan di atas terlihat ada sebuah harapan pada diri si Perempuan pada lelaki itu, ia ingin mengetahui pikiran dan isi hatinya namun bukan sebuah harapan yang menggebu-gebu untuk dapat terwujud. Sebuah harapan kecil atas kekagumannya kepada lelaki itu. Hal ini dapat diperjelas pada kutipan berikut, “sahabat saya itu adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang sanggup ia miliki. Saya adalah orang yang paling bersedih karena saya mengetahui apa yang tidak sanggup saya miliki” (Rectoverso:52) Berdasarkan analisis tema tersebut, tampak cerpen dan film Rectoverso memiliki tema tentang percintaan, walaupun ada pergeseran tema karena adanya penambahan pada cerita. Dapat dilihat pada tabel simpulan berikut, Penam
Penciut
Perubahan
bahan
an
Bervariasi
1. Malaikat juga tahu
-
-
-
2. Cecak di Dinding
-
-
√
3. Firasat
-
-
-
4. Curhat Buat Sahabat
-
-
-
Keterangan
Tema antara cerpen dan film ialah tentang cinta seorang ibu kepada anaknya. Tema pada cerpen dan film berbeda, cerpen mengangkat tentang cinta yang tidak tersampaikan sedangkan di film, menggambarkan cinta segitiga. Tema pada cerpen dan film tidak mengalami perubahan, tema yang diangkat sama yaitu tentang rasa cinta untuk dapat menerima segala keadaan. Tema pada cerpen dan film tidak mengalami perubahan, tema yang
66
5. Hanya Isyarat
-
-
-
diangkat sama yaitu pengorbanan terhadap orang yang dicintai. Tema pada cerpen dan film, tidak mengalami perubahan. Tema yang diangkat ialah cinta tidak harus memiliki.
(Tabel. 1) 2. Tokoh dan Penokohan Penokohan
merupakan
penggambaran
watak
tokoh
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Setiap manusia memiliki sifat dan watak khas yang membedakan satu manusia dengan manusia lainnya. Tokoh-tokoh yang terdapat di dalam cerpen Malaikat Juga Tahu tersebut adalah Bunda, Perempuan itu, Bunda, si Bungsu, dan tokoh tambahan domberman dan anak kost. Sedangkan pada film terdapat tokoh tambahan yaitu anak kost putra dan anak kost putri. 1. Abang Tokoh ini dikenal dengan panggilan Abang. Sebagai tokoh utama, dari awal cerita tokoh Abang digambarkan dengan adanya keanehan-keanehan yang terjadi di dalam dirinya. Sikap dan rutinitas tokoh Abang tidak seperti rutinitas orang normal lainnya. Dengan kata lain, dapat dikatakan Abang adalah orang yang tidak normal. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang didatangi Bunda.” (Rectoverso: 16) “Abang, mengidap autis pada saat dunia kedokteran masih awan soal autism sehingga tidak pernah tertangani dengan baik.” Kutipan di atas menggambarkan bahwa memang ada kelainan pada diri Abang berdasarkan perkembangan orang normal baik kemampuan motorik dan wicaranya, Abang jelas tidak berkembang
67
dengan sesuai. Perkembangan perilaku anak normal dapat dilihat sejak ia lahir hingga usia enam tahun dengan kemampuan motorik dan wicara yang sesuai. Bahkan pada cerita tidak ada hal yang menuliskan dialog antara tokoh Abang dengan tokoh yang lain. Berdasarkan deteksi dini seharusnya pada usia 2-3 tahun anak penderita autis sudah dapat mendapat terapi, sehingga hal ini tidak menjadi penyakit seumur hidup.57 Hal ini yang menyebabkan Bunda tidak mendapat terapi sejak dini, karena pada masa itu dunia kedokteran masih awan mengenai autisme. “laki-laki disebelahnya memangkas rumput setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Mencuci baju putih setiap Senin, baju berwarna gelap hari Rabu, baju berwarna sedang hari Jumat. Menjerang air panas setiap hari pukul enam pagi untuk semua penghuni rumah. Menghitung koleksi sabun mandinya yang bermerek sama dan berjumlah genap seratus, setiap pagi dan sore” (Rectoverso:14). “Setiap pagi dia membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Dia menjemput baju-baju kotor dan bisa ngadat kalau disetorkan warna yang tidak sesuai dengan jadwal mencucinya” (Rectoverso:16) Kutipan di atas menunjukkan bahwa rutinitas sehari-hari yang dilakukan Abang tidak seperti orang yang normal. Dilihat dari jenis perilaku autifistik yang digolongkan menjadi dua jenis, yaitu eksesif (berlebihan) dan defisif (berkekurangan). Bunda masuk ke dalam kategori perilaku eksesif yaitu hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit, menyepak, menggigit, mencakar, memukul, hingga menyakiti dirinya sendiri.58 Dapat dilihat pada kutipan berikut, “semua anak indekos kini menyingkir jika malam minggu tiba. Mereka tidak tahan mendengar suara lolongan, barangbarang yang diberantidaki, dan seseorang yang hilir mudik gelisah mengucap satu nama seperti mantra.” (Rectoverso:21) 57 58
Y. Handoyo, Autisma, (Jakarta: PT.Buana Ilmu Populer, 2008), hlm. 22 Y. Handoyo, Autisma, (Jakarta: PT.Buana Ilmu Populer, 2008), hlm. 13
68
Selain pandai, Abang juga pendengar yang luar biasa bagi si Perempuan itu. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Abang autis tetapi dia masih memiliki hati yang baik. Bunda merupakan sahabat yang luar biasa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Perempuan di pekarangan itu tahu sesuatu yang orang lain tidak. Abang adalah pendengar yang luar biasa. Perempuan itu bisa bebas bercerita masalah percintaannya yang berjubel dan selalu gagal. Tidak seperti kebanyakan orang, Abang tidak bisa beradu mata lebih dari lima detik, tapi sedetik pun Abang tidak pernah pergi dari sisinya. Ia pun menyadari sesuatu yang orang lain tidak. Laki- laki disampingnya itu bisa jadi sahabat yang luar biasa” (Rectoverso:16) Tokoh Abang setelah mengalami proses ekranisasi pada film Rectoverso
terjadi
penciutan
pada
rutinitas
yang
biasa
Abangkerjakan. Aktivitas memotong rumput yang biasa Abang lakukan tidak muncul di dalam film, selain itu aktivitas Abang yang gemar mempreteli teve, radio dan merakitnya kembali juga tidak muncul. Di film hanya digambarkan Abang rutin mengambil pakaian kotor berwarna terang dan gelap serta tidak ada pemvisualisasian bahwa Abang juga rutin menyiapkan air panas untuk mandi. Dapat dilihat pada gambar berikut.
Penggambaran tokoh Abang tidak diungkapkan melalui dialog yang terjadi antar tokoh, karena di film sangat jelas bahwa Abang mengidap
penyakit
autis,
sehingga
Abang
tidak
dapat
berkomunikasi dengan baik. Tetapi, melalui gesture serta mimik dapat digambarkan bahwa Abang memang benar seseorang dewasa yang masih berpikiran seperti anak kecil. Ketika ia mengamuk apabila ada hal yang berlawanan dengan hatinya, seperti ketika
69
sabun yang biasa Abang hitung setiap pagi tidak berjumlah seratus buah, ia akan mengamuk dan mencari sampai dapat. Disatu sisi Abang juga dapat menjadi pendengar yang baik. Sehingga jelas sekali bahwa Abang memiliki emosi yang tidak stabil sebagai pengidap autis. Dapat dilihat pada gambar berikut,
2. Perempuan itu Tokoh Perempuan itu adalah sahabat dari tokoh Abang. Setiap malam Minggu tokoh Perempuan itulah yang menemani malam Minggu Abang. Perempuan itu juga hafal rutinitas yang dilakukan Abang. Perempuan itu adalah tokoh yang dicintai oleh Abang. Tokoh Perempuan itu memiliki sifat yang perhatian dan baik hati, sifat egois sebagai seorang Perempuan sedikit muncul pada tokoh Perempuan itu. Keegoisan Perempuan itu terlihat dari kutipan sebagai berikut. “Perempuan itu terenyak. Apa-apaan ini? Pikirnya gusar. Jangan pernah bermimpi dia akan memilih manusia satu itu untuk dijadikan pacar. Jelas tidak mungkin” (Rectoverso:18). Pada kutipan tersebut terlihat bahwa tokoh Perempuan itu menganggap bahwa dirinya tidak mungkin bisa mencintai manusia satu itu yaitu Abang yang autis. Tokoh Perempuan itu egois karena menurutnya ia tidak akan mungkin mencintai sosok seperti Abang, selain itu ia telah jatuh hati kepada anak bungsu Bunda. Di film cerpen Malaikat juga Tahu tokoh Perempuan itu mendapat beberapa perubahan bervariasi seperti tokoh Perempuan ini di film dikenal dengan nama Lea. Penambahan yang terjadi pada tokoh lea ialah tentang aktivitasa yang ia lakukan, Ia aktif
70
kuliah dan bekerja, walaupun pada cerpen tidak dijelaskan aktifitas apa yang dijalani oleh tokoh Lea.
Tetapi sifat yang tergambar antara cerpen dan film tidak terlalu jauh berbeda, Lea menolak untuk mencintai Abang karena ia telah mencintai anak bungsu Bunda. Hal ini tergambar ketika dialog yang terjadi antara Bunda, Perempuan dan si bungsu.
Namun, disisi lain tokoh Lea juga merupakan tokoh yang baik hati karena hanya dialah orang yang dapat mengerti kehidupan Abang selain Bunda. Lea juga hafal segala rutinitas Abang setiap harinya. Perempuan itulah yang menemani setiap malam minggu Abang. Menggambarkan
watak
tokoh
Perempuan
itu,
pengarang
menggambarkannya dengan cara dramatik, karena pengarang tidak menceritakan secara langsung perwatakan tokoh-tokohnya, tetapi hal ini disampaikan melalui dialog yang terjadi. Di film juga digambarkan Lea selalu menemani Abang dan bersikap baik kepada Bunda, terlihat di dalam film ketika Lea membelikan Bunda sabun ketika sabun yang seharusnya berjumlah 100 hilang
71
satu. Lea juga kerap berbagi cerita dengan Abang. Akhirnya Lea pun menyadari ketika ia menemukan surat yang akan diberikan Abang kepadanya, bahwa betapa tulusnya cinta Abang kepadanya.
3. Bunda Tokoh ini dikenal dengan nama Bunda karena memang Bunda adalah Ibu kandung dari Laki-laki itu (Abang) dan si Bungsu. Selain sebagai Ibu kandung dari Abang dan si Bungsu, Bunda juga sebagai Ibu kos dari anak-anak yang kos di rumahnya. Bunda sangat pandai memasak dan masakannya sangat digemari oleh semua anak kos. Bunda adalah seorang wanita yang memiliki status janda. Bunda memiliki tiga orang anak. Anak pertamanya, seorang gadis yang meninggal karena penyakit langka dan tidak ada obatnya. Anak keduanya yaitu Abang. Hal ini berlainan dengan yang muncul pada film, pada film tidak diceritakan ataupun digambarkan jika Bunda memiliki seorang anak gadis yang meninggal dunia karena penyakit langka. Hanya diceritakan Bunda memiliki dua anak, yang pertama Abang dan anak yang terakhir adalah si Bungsu. Bunda memiliki sifat penyabar. Hal ini dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut. “Pertama kali Bunda mengetahui si bungsu dan Perempuan itu berpacaran, Bunda langsung mengadakan pertemuan
72
empat mata. Ia memilih Perempuan itu untuk diajak bicara pertama karena dipikirnya akan lebih mudah” (Rectoverso:17). Dari kutipan tersebut dapat dilihat bahwa Bunda memiliki sifat penyabar karena dalam menghadapi suatu masalah Bunda tidak langsung marah, namun Bunda memilih untuk sabar dengan cara berbicara pelan-pelan dengan tokoh lain. Bunda memiliki sifat yang tegar. Dalam menghadapi anak keduanya yaitu Bunda yang tidak normal, Bunda tidak pernah mengeluh meskipun sikap Bunda sering membuat orang lain terganggu. Bunda memiliki cinta yang abadi untuk anaknya, meskipun keadaan anaknya jauh dari normal, tetapi Bunda tidak akan meninggalkannya. Tokoh Bunda pada film memiliki persamaan karakter yang digambarkan pada cerpen untuk tokoh Bunda memang memiliki sifat penyabar hal ini terlihat ketika Bunda menghadapi berbagai macam sikap Bunda yang diluar kendali, ketika Bunda mengamuk melihat sabunnya yang tidak genap 100, ketika Bunda patah hati bahwa sosok yang ia cintai telah pergi meninggalkannya. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Menggambarkan
watak
tokoh
Bunda,
pengarang
menggambarkannya dengan cara dramatik, karena pengarang tidak menceritakan secara langsung perwatakan tokoh-tokohnya, tetapi hal in disampaikan melalui pilihan nama tokoh, melalui penggambaran fisik tokoh dan melalui dialog. Tokoh Bunda merupakan tokoh pendukung, sifat dan sikap Bunda patut kita kagumi. Setiap menghadapi masalah kita harus sabar dan tegar.
73
4. Si Bungsu Si
Bungsu
merupakan
adik
adalah Abang.
anak
terakhir
dari
Bunda
dan
Si Bungsu dianggap sebagai figur
sempurna dan merupakan hadiah dari Tuhan untuk Bunda atas ketabahan Bunda yang cepat menjanda. Si Bungsu dikatidakan sebagai figur yang sempurna karena ia pintar, normal dan fisiknya menarik. Si Bungsu meninggalkan Indonesia karena ia pergi merantau ke luar negeri untuk bersekolah. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “anak bungsunya, yang juga laki-laki, menurut orang adalah figure sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik. Ia hanya tidak pernah dirumah karena sedari remaja meninggalkan Indonesia.” (Rectoverso:17) Menggambarkan watak tokoh si Bungsu, pengarang menggambarkannya dengan cara dramatik, karena pengarang tidak menceritakan secara langsung perwatakan tokoh-tokohnya, tetapi hal ini disampaikan melalui pilihan nama tokoh, melalui penggambaran fisik tokoh dan melalui dialog. Melalui dialog yang ada di cerpen tersebut, dapat dilihat bahwa watak tokoh si Bungsu adalah egois karena ia tega meninggalkan Bunda dan Bunda dengan membawa Perempuan itu pergi dari kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat pada percakapan antara Bunda dengan si Bungsu, pada kutipan sebagai berikut. “Dia akan segera tahu kalian berpacaran” “Mami, lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti setelah kami menikah” Bunda melengakkan kepala dengan tatapan tidak percaya. “Bagi Abangmu, apa bedanya sekarang dan nanti?” “Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!” Anak laki-lakinya setengah berseru. “Kalau perlu kalian harus sembunyi-sembunyi seumur hidup!” balas Bunda lebih tegas “Ini tidak adil. Ini tidak masuk akal…” protes anaknya lagi (Rectovers:18-19).
74
Pada kutipan tersebut terlihat bahwa keegoisan si Bungsu tidak dapat memenuhi permintaan Bunda untuk menjaga hati si Abang dengan menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi. Padahal seharusnya si Bungsu dapat menerima dengan ikhlas permintaan Bunda demi sang Bunda karena keadaan Bunda tidak normal. Tokoh ini merupakan tokoh penghalang karena tokoh si Bungsu ini adalah tokoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik. Tokoh si Bungsu merupakan nama yang digunakan pengarang di dalam cerpen, namun ketika mengalami proses ekranisasi tokoh ini mengalami perubahan bervariasi, tokoh ini bernama Hans. tokoh
Hans di dalam film tidak berbeda jauh
dengan apa yang digambarkan di dalam cerpen. Penambahan yang terjadi ialah ketika perkenalan pertamanya dengan Lea ketika ia baru sampai, dan Lea menganggap Hans sebagai penghuni kost baru, sedangkan di dalam cerpen tidak diceritakan hal seperti itu. Terlihat pertemuan mereka digambarkan dengan jabat tangan ketika mereka berkenalan, dan kepulangan hans dari luar negeri di sambut Bunda dengan pelukan hangat.
Penambahan berikutnya ialah, dalam film perbincangan terjadi ketika Bunda melihat kedekatan Hans dan Lea, ketika mereka berciuman di dalam mobil. Setelah itu Bunda memutuskan untuk berbicara dengan Lea dan Hans, namun mereka memutuskan untuk pindah meninggalkan rumah kostan. Hal ini dapat diketahui penonton ketika Bunda datang ke kamar Lea dan ternyata ruangan tersebut telah kosong. Dapat dilihat pada gambar berikut
75
Tokoh tambahan yang muncul pada film ialah tokoh penghuni kost putra dan
penghuni kost putri, di dalam cerpen tidak ada hal
khusus yang menggambarkan tokoh ini, walau sebenarnya keberadaan mereka memang ada. Tetapi, lewat film keberadaan mereka dimunculkan dengan karakter yang berbeda. Karakter anak kost putri digambarkan sebagai seorang pengganggu yang tidak suka dengan adanya Bunda, ia digambarkan sebagai tokoh yang mencuri satu dari seratus sabun koleksi Bunda. Berbeda halnya dengan tokoh anak kost putra, ia merupakan tokoh anak kost yang peduli dan bersikap baik kepada Bunda. Di sini, terjadi perubahan persepsi biasanya pada sebuah film Perempuan identic dengan sifat baik dan penyayang, sedangkan laki-laki identic dengan sifat acuh dan tidak perduli. Hal ini seolah menjadi hal yang berbeda dari biasanya, dapat kita lihat pada gambar berikut,
Cerpen berikutnya ialah cerpen Cecak di Dinding, pada cerpen ini hanya terdapat tiga orang tokoh yaitu, Pelukis, Sahabat si Pelukis dan Perempuan. Sedangkan pada film Rectoverso, ketiga tokoh ini dikenal dengan nama Taja, Bang Irwan, dan Saras. Antara cerpen dan film tidak ada penambahan tokoh, namun tentunya ada beberapa perbedaan karakter di antara tokoh yang diungkapkan pengarang dan tokoh yang telah divisualisasikan. 1. Pelukis
76
Pelukis memiliki karakteristik yang mudah jatuh cinta, namun juga tertutup tentang persoalan hatinya. Hal ini dapat dilihat di dalam cerpen ketika pelukis jatuh cinta pada pandangan pertama kepada si Perempuan, tetapi pada saat itu pula ia mampu menyembunyikan perasaannya ketika ia mengetahui bahwa Perempuan itu telah resmi berpacaran dengan sahabatnya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Lelaki itu mengulang kalimat persis sama dalam hati. Matanya ingin mengekal apa yang ia lihat, hatinya ingin mengkristalkan apa yang ia rasa. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama, kedua, dan seterusnya sampai mati.” “Tidak lama, sahabatnya mengaku bahwa Perempuan yang dikenalkannya tadi baru saja resmi ia pacari. Pelukis itu pun patah hati pada pandangan pertama, kedua, seterusnya, dan semoga tidak sampai mati” (Rectoverso:97) Tokoh ini tokoh utama dalam cerita, karena tokoh ini merupakan tokoh yang mendukung di dalam cerita. Pengarang menggambarkan tokoh ini melalui penceritaan dan dialog antar tokoh. Pengarang menggunakan nama pelukis di dalam cerpen, namun setelah mengalami proses ekranisasi, tokoh ini mengalami perubahan bervariasi menjadi nama Taja. Tokoh ini mengalami banyak penambahan dan beberapa penciutan. Penciutan yang terjadi ialah, pada cerpen tokoh Pelukis merasa jatuh hati dengan si Perempuan pada saat pertemuannya di sebuah pameran tunggal sedangkan pada film Taja (Pelukis) mulai jatuh cinta sejak ia bertemu di sebuah café dengan tokoh Saras. penambahan yang terjadi yaitu, pada film tokoh Taja terlihat sebagai sosok yang pemalu ketika bertemu dengan Perempuan bernama Saras di sebuah cafe, ketika berkenalan ia hanya mampu tersenyum dan tidak terlalu banyak berbicara. Dapat dilihat pada gambar berikut,
77
Selain tertutup soal perasaannya ia juga termasuk seseorang yang tegar menerima keadaan, ia tidak ingin memaksakan kehendaknya untuk mendapatkan gadis tersebut. Taja, memulai pertemuannya bukan ketika ia dikenalkan oleh sahabatnya. Hal ini nantinya akan berkaitan dengan analisis alur pada cerpen dan film. Taja bertemu dengan Perempuan yang bernama Saras pada sebuah café, Taja yang kala itu sedang duduk sendiri memperhatikan Saras hingga mereka berkenalan dan memadu kasih di dalam café tersebut. seketika Taja mulai mengagumi Saras, selanjutnya pertemuan mereka yang kedua yaitu di sebuah café kopi mereka berbincang hingga larut malam, dan kembali memadu kasih untuk kedua kalinya di rumah Taja, namun untuk kali kedua mereka tidak dapat bertemu kembai Perempuan itu pergi tanpa Taja tahu kemana. Hal ini yang sekiranya, dapat tergambar dari mimik seorang Taja, ekspresi sedih dan kaget ketika ia mengetahui Saras tidak ada di kamarnya. Ekspresi itu pun terulang ketika ia menunggu Saras di café kopi yang sama ketika ia bertemu kedua kalinya. Dapat dilihat pada gambar berikut,
2. Si Perempuan Tokoh selanjutnya pada cerpen ini ialah tokoh Perempuan yang merupakan wanita yang dikagumi oleh si Pelukis, sekaligus resmi menjadi pacar dari sahabat si Pelukis. Tokoh ini
78
mengalami pergeseran karakter antara cerpen dan film. Cerpen ini menggambarkan tokoh si Perempuan sebagai seseorang yang polos, periang dan mudah jatuh hati. Hal ini terlihat ketika ia bertemu dengan si Pelukis untuk pertama kali, dia menceritakan tentang kekagumannya akan segala karya si Pelukis, dapat dilihat pada kutipan berikut, “Sekali lagi terima kasih untuk hadiah ini. Sungguh satu kehormatan. Perempuan itu tidak bisa menyusutkan beludak kegembiraan dari wajahnya, kepala menunduk tersipu seolah berbicara dengan sosok idola.” (Rectoverso:95) “Jatuh cinta pada pandangan pertama, kedua, dan seterusnya sampai mati. Perempuan itu dengan lucu dan polos mendeskripsikan kekaguman atas karya-karyanya” (Rectoverso:95) Setelah mengalami proses ekranisasi tokoh ini sangat berlainan dengan apa yang digambarkan pada cerpen. Pengarang pada cerpen hanya menggunakan nama tokoh Perempuan sedangkan perubahan bervariasi yang terjadi tokoh ini menggunakan nama Saras. Tokoh Saras memiliki karakteristik yang lebih berani dan cenderung egois. Penambahan yang terjadi dapat dilihat pada saat awal pertemuan tokoh Pelukis yang bernama Taja di sebuah café, Saras lebih berani untuk menyapa dan mengajak Taja berkencan, hingga mereka bercinta di dekat tangga sebuah café, dan pada pertemuan kedua ia kembali bercinta dengan Taja, namun
setelah
itu
pagi
harinya
ia
telah
menghilang
meninggalkan Taja. Dapat dilihat pada gambar berikut,
79
Dari gesture dan gerak yang tokoh Saras tunjukkan, cara ketika ia berbicara dengan Taja seakan menunjukkan ketertarikannya kepada lelaki tersebut. Hal itu pula yang membuat Taja bingung dan menantikan Saras datang kembali, ketika ia hilang begitu saja. Barulah ketika sebuah pameran lukisan yang digelar oleh Taja, ia kembali bertemu dengan Saras, namun ketika itu Saras datang sebagai calon istri sahabatnya yang bernama Bang Irwan. Saras
dapat
disebut
memiliki
sifat
egois
dan
tidak
memperdulikan perasaan Taja. Tokoh ini pada cerpen dan film dianggap sebagai tokoh Antagonis karena Perempuan ini merupakan tokoh
yang menyebabkan munculnya konflik di
dalam cerita, baik di dalam film maupun pada cerpen. Hal ini dapat dilihat ketika ia tidak menunjukkan rasa bersalah kepada Taja, ia masih mampu tersenyum ketika bertemu Taja setelah apa yang telah terjadi. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut,
3. Sahabat si Pelukis Tokoh berikutnya ialah Sahabat si Pelukis, sekaligus pacar dari Perempuan. Tokoh ini merupakan sahabat dekat dari Pelukis, ia meminta si Pelukis untuk memberikan hadiah berupa lukisan di sebuah studio di rumahnya untuk calon istrinya. Tokoh sahabat si pelukis ini di dalam film dikenal dengan nama Bang Irwan, baik dalam film maupun cerpen memiliki karakteristik tokoh yang penyayang dan peduli. Tidak hanya kepada orang yang ia cintai, tetapi juga kepada sahabatnya si pelukis atau Taja. Peristiwa yang menggambarkan bahwa tokoh sahabat si pelukis ini memiliki sifat
80
penyayang dan peduli baik pada cerpen maupun film sangatlah berbeda, dapat dilihat pada kutipan berikut, “Kedatangan disambut hangat oleh dua orang yang senantiasa berpelukan mesra, bahkan saat menerima tamu di pintu. Mereka calon suami istri yang sudah akan sehidup semati itu, masih saling berangkulan terlebih dahulu sebelum merangkulnya” (Rectoverso: 95) Film menceritakan kisah Saras dan Irwan sampai pada tahap pernikahan, kasih sayang Irwan kepada Saras begitu terlihat melalui gesture yang ia tunjukkan memeluk Saras, mencium Saras dan mempersembahkan hadiah untuk Saras. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut,
Cerpen berikutnya ialah Firasat, Pada cerpen ini dituliskan terdapat tokoh Aku yang merupakan tokoh utama, serta ada pula tokoh tambahan pendukung yaitu Ibu, Orang Tua (tetangga pemuda), Sedangkan tokoh tambahan penghalang ialah pemuda. Di film Rectoverso tokoh Orang Tua (tetangga pemuda) tidak dimunculkan, sehingga pada tokoh terdapat penciutan tokoh, selain itu di dalam cerpen pemuda memiliki seekor anjing bernama Brindil, pada film pun Brindil tidak dimunculkan. Tokoh aku bernama Senja, tokoh pemuda bernama Panca, nama tokoh ini dapat diketahui melalui dialog antar tokoh.
81
1. Tokoh Aku Cerpen ini menggambarkan tokoh Aku sebagai tokoh yang memiliki karakteristik yang lebih menyorot kepada kondisi psikologis. Tokoh Aku, memiliki kemampuan lebih, yaitu mendapatkan firasat tentang suatu kejadian yang akan terjadi. Akan tetapi, justru kemampuannya ini membuat dirinya mudah terguncang. Terutama ketika firasat itu mulai datang dan mengganggu hidupnya. Ada pergolakan batin pada diri tokoh aku, ia ingin menolak, tetapi firasat itu datang tanpa pernah ia duga. Hal ini juga terlihat dan tergambar jelas dalam visualisasi film, ketika Senja menangis dan menunjukkan ekspresi ketakutan ketika ia mendapat mimpi buruk, sehingga penggambaran tokoh Aku pada cerpen maupun film tidak mengalami penambahan dan penciutan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dan gambar berikut, “Aku sedih untuk sesuatu yang kutahu. Aku galau untuk sesuatu yang tidak ada. Dan jari ini ingin menunjukkan sesuatu yang bisa menjadi sebab, tapi tidak kutemukan apaapa. Pada saat yang samaseluruh sel tubuhku seperti berkata lain. Mereka tahu sesuatu yang tidak dapat digapai pikiranku. Apa rasanya, jika tubuhmu sendiri menyimpan rahasia darimu?” (Rectoverso:113) “Aku tidak menyimak kisah-kisah yang diungkapkan malam ini. Aku tidak mendengarkan siapa-siapa. Dua jam aku berdiam di pojok, berjuang melawan diriku sendiri.” (Rectoverso:114)
82
Tokoh aku, dinilai sebagai tokoh utama, karena ia yang paling banyak muncul dalam berbagai peristiwa pada cerita ini. Tidak hanya itu tokoh Aku, memiliki sifat yang baik dan peduli terhadap sesama, terutama kepada Pemuda tersebut. ketika ia membawa kue untuk pertemuan klub Firasat, membawakan kue dan sup untuk pemuda beserta keluarganya dan juga anjingnya si Brindil. Hal tersebut tidak muncul dalam film, dalam film hanya digambarkan ketika klub merayakan hari jadi yang ke-2, Senja membuatkan tumpeng untuk klub tersebut. hal ini dapat dilihat pada gambar berikut,
Proses ekranisasi pada cerpen ini tidak banyak terjadi penambahan dan penciutan terhadap tokoh Aku, namun perubahan bervariasi terjadi pada penggunaan nama tokoh, pengarang menggunakan tokoh Aku di dalam cerpen, sedangkan di film tokoh ini berubah dangan nama sebagai tokoh Senja. 2. Pemuda Pemuda ini digambarkan sebagai sosok yang dewasa dan peduli kepada orang banyak. Sebagai pendiri klub Firasat ia pun menjadi dihormati dan disegani, berbagai masukan yang ia berikan semakin menunjukkan pola pikir yang dewasa dan menerima segala hal yang harus dihadapi. Hal ini pengarang tunjukkan melalui dialog antar tokoh pada cerpen. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut, “Ia berdiri di depan pintu dan menyalami satu persatu anggota yang datang. Mereka semua otomatis menundukkan kepala sedikit, seperti murid ketemu guru. Bukannya mereka penjilat dan bukannya ia gila hormat,
83
tapi begitulah refleks yang timbul saat berhadapan dengannya.” (Rectoverso: 107) “Bagaimana, kita bisa tahu sesuatu itu firasat atau bukan?” “Kamu harus cek ke dalam” ia meletakkan jari di dadanya. “dan cek keluar, pesan yang sama biasanya datang berulang. Lewat suara hati, atau gejala alam. Dan biarpun pikiran kamu ingin menyangkal, seluruh sel tubuh kamu seperti sudah tahu.” “kamu hanya perlu menerima. Ketika belum terjadi, terima firasatnya. Ketika sudah terjadi, terima kejadiannya” (Rectoverso: 111) Di film Rectoverso, tokoh ini mengalami perubahan bervariasi dari segi nama tokoh, tokoh ini bernama Panca. Panca digambarkan tidak terlalu jauh berbeda dengan apa yang ada di dalam cerpen, sosok pemimpin di dalam klub, sosok yang dewasa dengan segala masukannya kepada anggota klub, dan sosok yang menyimpan perasaan kepada Senja.Tokoh Pemuda masuk ke dalam tokoh penghalang, karena ia merupakan tokoh yang tidak mendukung tokoh Aku, sehingga bertentangan dengan tokoh Aku. Dapat dilihat pada gambar berikut,
3. Ibu Tokoh Ibu merupakan tokoh yang penyayang dan penyabar, dalam cerpen tokoh Ibu digambarkan sebagai sosok yang paling mengerti dan menjadi penenang bagi tokoh Aku, ketika tokoh Aku mendapat firasat buruk Ibunya yang selalu menenangkannya, hal ini terjadi karena sosok Ibu ingin menjaga anaknya sebaik mungkin, karena pada cerpen diceritakan bahwa adik dan ayahnya telah meninggal karena kecelakaan. Film Rectoverso pun menggambarkan sosok Ibu tidak terlalu jauh dengan apa yang ada di dalam cerpen, sosok Ibu yang penyayang dan peduli kepada
84
anaknya. Ketika Senja mulai mendapat firasat-firasat buruk, Ibunya lah yang menenangkannya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dan gambar berikut, “belum pernah Ibu melihat kamu sebegini setia pada sesuatu. Sebetulnya apa yang kamu cari disana? Setahun kamu ikut klub itu dan cuma ingin jadi pendengar?” (Rectoverso:105) “Nak, kamu kenapa? Ada apa?” Ibu memelukku kuat-kuat sambil berusaha menenangkan tubuhku yang berguncang karena menggigil. Kami berdua basah kuyup, tapi ia tahu gemetarku bukan karena dingin. Ia tahu, otot-ototku mengunci seperti orang kejang karena aku menahan sesuatu.” (Rectoverso:105)
Tokoh tambahan berikutnya ialah tokoh orang tua tetangga dari pemuda tersebut, yang mereka sebut sebagai Bapak dan Ibu. Dari cerpen, dapat dilihat, bapak dan Ibu merupakan tokoh yang ramah dan kekeluargaan. Walau belum mengenal tokoh Aku, Bapak dan Ibu sudah mengundangnya untuk berkunjung ke rumahnya. Mereka berbincang bersama di rumah Bapak dan Ibu. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “kami menghabiskan waktu seharian di rumah Bapak-Ibu, ditemani celotehan ayam kate yang tidak henti-hentinya minta dihujani remah kue, sampai aku menyadari bahwa
85
setengah bolu pandanku lenyap di perut ayam-ayam mungil itu.” (Rectoverso:110) Cerpen berikutnya ialah berjudul Curhat Buat Sahabat, pada cerpen ini terdapat tokoh Perempuan dan sahabat laki-lakinya. Hal ini berlainan dengan tokoh yang muncul pada visualisasi cerpen ini, tokoh Perempuan bernama Amanda dan sahabat laki-lakinya bernama Regi. Selain itu, muncul tokoh Pelayan, Ibu dari laki-laki teresebut, dan dua orang mantan pacar Amanda. 1. Tokoh Dia (Perempuan) Tokoh Perempuan pada cerpen digambarkan sebagai tokoh Perempuan yang labil, tidak peka pada keadaan, dan penuh pengharapan. Hal ini dapat terlihat ketika ia tengah bercerita kepada sahabatnya, ketika pacarnya tidak peduli kepadanya, dan ia merasa perjuangan untuk mendapatkan cinta dari orang yang ia sayang sia-sia. Hal ini memang merupakan sifat atau karakter yang biasa dimiliki oleh Perempuan. Tokoh Dia ini, lebih banyak memunculkan kegelisahan hatinya. Muncul rasa sedih sekaligus bahagia, ketika ia harus menyudahi hubungannya dengan laki-laki yang ia sayang, itu merupakan moment baginya untuk dapat berubah menjadi lebih baik. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “malam itu rasanya aku sampai ke titik terendah. Aku capek, dan kamu tahu? Aku tidak butuh dia. Yang kubutuhkan adalah orang yang menyayangi aku… dan segelas air putih.” “tapi… aku janji.. tangisan ini buat yang kali terakhir” katamu tersendat, antara tawa dan isak. Berusaha tampil tegar. (Rectoverso:6) gelas-gelas kita kembali diisi. Lagi, kamu mengajakku mengadu keduanya, dan kali ini dengan sumringah kamu berkata, “demi, penantian yang baru! Yang tidak mulukmuluk! Cheers! (Rectoverso:8) Di film Rectoverso, terdapat perubahan bervariasi terutama pada tokoh Dia, pengarang hanya menggunakan tokoh Dia untuk di
86
dalam cerita. Setelah mengalami proses ekranisasi tokoh ini berubah nama menjadi tokoh Amanda. Penambahan dan penciutan terjadi pada tokoh Dia dan Amanda. Dapat kita lihat bagaimana kesedihan hati dan semangatnya untuk dapat berubah dan mendapatkan seseorang yang lebih baik, namun tampak terlihat pula tokoh Amanda memiliki karakter yang sulit untuk berpendirian, ketika ia disakiti oleh kekasihnya namun dengan mudah ia dapat memaafkan kekasihnya. Kesedihannya yang mendalam terlihat ketika ia berdialog dengan Regi sahabat lakilakinya. Di saat itu pula semangatnya muncul kembali untuk berubah dari dirinya yang dulu. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut,
Perubahan
ekspresi
ini
menggambarkan
bahwa
Amanda
menyimpan kesedihan yang cukup mendalam, dan ia menuangkan isi hatinya kepada sahabatnya. Setiap orang juga tentunya membutuhkan tempat berbagi untuk membuat bebannya terasa lebih ringan, hingga akhirnya ia bersemangat kembali dan mulai melupakan masa lalunya. Tokoh Amanda merupakan tokoh utama dalam cerita ini. Dapat dilihat pada gambar berikut,
2. Tokoh Aku Tokoh Aku merupakan sahabat dari Perempuan tersebut, ia memiliki karakteristik yang peduli dan rela berkorban, di satu sisi
87
tokoh ini memendam perasaannya kepada tokoh Perempuan. Si Perempuan tidak menyadari bagaimana perasaan tokoh Aku itu terhadapnya. Hal ini dapat dilihat ketika si Perempuan tengah sakit, ia rela datang ke rumah Perempuan itu untuk membawakan obat, ketika pacar si Perempuan itu tidak memperdulikannya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “dan inilah saatnya aku menepuk halus punggung tanganmu. Dua tiga kali tepuk. Dan tiba saatnya kamu terseguk-seguk tidak terhitung banyaknya. Lalu bedak kamu meluntur tergosok tisu” (Rectoverso: 6-7) “teleponku berdering pukul setengah dua belas malam. Aki mobilku kering, jadi kupinjam motor adikku. Sayangnya adikku tidak punya ja hujan. Dan aku terlalu terburu-buru untuk ingat bawa baju ganti. Ada seseorang yang membutuhkanku. Ia minta dibelikan obat flu Karena stok di rumahnya habis. Ia lalu minta dibawakan segelas air putih yang hangat.” (Rectoverso: 7) Tokoh sahabat laki-laki ini pada film mengalami perubahan bervariasi, tokoh ini dikenal dengan nama Regi, sebagai tokoh pendukung tokoh utama, karakteristik tokoh ini antara cerpen dan film tidak terlalu jauh berbeda, namun pada film Rectoverso digambarkan bagaimana ia tidak mementingkan perasaannya sendiri terhadap si Perempuan, penambahan yang terjadi pada aktivitas yang dikerjakan oleh tokoh Regi, ia digambarkan sebagai seorang yang memiliki usaha fotokopi
di
rumahnya. Sesibuk
apapun ia, pasti
ia selalu
mengorbankan waktunya untuk si Perempuan. Ia selalu ada, baik ketika Perempuan itu bahagia maupun sedih. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut,
88
3. Tokoh Tambahan (tokoh Ibu dan kekasih Perempuan) Tokoh ini merupakan tokoh tambahan yang muncul di dalam film Rectoverso. Terdapat tokoh Ibu dari Regi, dan dua tokoh sebagai kekasih Amanda pada masa lalu. Tokoh ini muncul ketika Amanda mengingat dan bercerita tentang kisah percintaannya kepada Regi, hal ini yang nantinya akan berkaitan dengan alur pada cerita. Tokoh Ibu digambarkan tidak melalui dialog, hanya sebatas melalui pengambilan gambar pada sebuah adegan, ketika ia menemani tokoh Regi di toko fotocopynya, dan ia pun akrab dengan Amanda sahabat Regi. Tokoh Ibu di sini digambarkan sebagai tokoh yang ramah dan baik. Tokoh ini merupakan tokoh tambahan pendukung tokoh utama. Tokoh berikutnya ialah penggambaran kekasih Amanda, tokoh pertama merupakan seorang aktivis sekaligus ketua BEM. Karakternya layaknya mahasiswa yang aktif untuk menyerukan suaranya lewat aksi demo. Tokoh kekasih berikutnya digambarkan sebagai seorang pemain band rock yang sangat disukai Amanda, penambahan ini kiranya diperlukan untuk melukiskan bagaimana Amanda dengan sifat mudah jatuh hati menjalani cintanya dengan orang yang salah, padahal seseorang yang setia dan selalu ada untuknya begitu dekat yaitu Regi. Dapat dilihat pada gambar berikut,
89
Cerpen yang selanjutnya ialah berjudul Hanya Isyarat, pada cerpen ini terdapat tokoh utama yaitu seorang Perempuan atau pada cerpen disebut sebagai tokoh aku, selain itu terdapat tiga tokoh tambahan lakilaki yang salah satu dari ketiga laki-laki itu merupakan pemuda yang dikagumi tokoh aku. Tokoh ini selanjutnya berkembang ketika memasuki proses visualisasi, penambahan tokoh terjadi pada tokoh laki-laki. Tokoh laki-laki pada film Rectoverso terdapat empat orang dengan nama tokoh, Raga, Tano, Bayu, Dali. Tokoh raga merupakan tokoh yang di kagumi oleh tokoh aku, yang lebih dikenal dengan nama Al di film tersebut. 1. Tokoh Aku Tokoh Aku pada cerpen sedikit berlainan dengan apa yang digambarkan pada film Rectoverso. Tokoh aku, pada cerpen digambarkan sebagai Perempuan yang pendiam, mandiri dan cenderung menutup diri (menyendiri) dari keramaian. Selain itu pula, diam-diam ia menyukai pemuda yang dikenalnya sejak pertama bertemu. Tidak dijelaskan secara jelas dalam cerpen peristiwa apa yang membuat mereka dapat berkenalan dan menjalani waktu bersama. Hal ini dapat dilihat ketika mereka tiga orang sahabat laki-laki berkumpul untuk berbincang pada sebuah bar, tokoh aku memilih duduk dimeja dekat bar dan tidak berkumpul bersama mereka pada satu meja. Ia lebih senang duduk dari jauh dan memperhatikan pemuda yang ia kagumi dari belakang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut, “tanpa sengaja dia menoleh ke arahku. Mereka tidak bisa lagi menghindar. Akupun tidak bisa lagi menyamar menjadi latar. Sebuah kursi didekatkan ke meja mereka, dan dia mempersilakan aku duduk. Dia, yang paling kucari. Tapi tidak dalam jarak seperti ini.” (Rectoverso:47) Selain itu, tokoh Aku maupun Al berhasil membuat teman-temannya kagum melalui cerita sedih yang ia miliki, hal itu berkaitan dengan hatinya yang hanya mampu mengagumi pemuda tersebut tanpa mampu ia ungkapkan isi hatinya. Dapat dilihat pada kutipan berikut,
90
“Sahabat saya itu adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang sanggup ia miliki. Saya adalah orang yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tidak sanggup saya miliki” (Rectoverso:52) “untuk kali pertama aku menjadi bagian dari mereka, sekelompok sahabat temporer yang bertemu di suatu tempat asing dan kelak hanya akan berkirim surat elektronik” (Rectoverso:53) Hal ini berbeda dengan apa yang tergambar di dalam film, tokoh aku mengalami perubahan bervariasi, dari segi nama tokoh ia berubah menjadi tokoh Al. Tokoh Al mengalami penambahan, ketika ia mengenal pemuda yang bernama Raga dan teman-temannya melalui sebuah milis, mereka datang ke sebuah tempat untuk saling bertemu dan menikmati tempat yang satu dan yang lain. Meski begitu, tokoh Al tetap memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan apa yang ada di dalam cerpen, tertutup dan mandiri. Di film seolah dimunculkan karakter Al sebagai seseorang yang senang berpetualang dan hal baru karena ia mengikuti sebuah milis bersama teman-teman yang lain. Hal ini dapat dilihat ketika keberangkatan Al dengan pesawat untuk bertemu anggota milis yang lain. Lihat pada gambar berikut,
2. Tokoh Dia Tokoh berikutnya ialah tokoh Dia yang merupakan tokoh yang dikagumi oleh tokoh Aku, pada cerpen ini tidak terlalu banyak dialog yang terjadi. Karakter tokoh Dia dapat dilihat ketika ia menceritakan pengalaman menyedihkannya, selain seseorang yang menyukai petualangan. Tokoh Dia, merupakan seseorang yang religious dan
91
mencari cinta ilahi, pada film tokoh ini bernama Raga. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut, “ia menemukan cinta sejati dalam sebuah cahaya entah apa, yang cuma bisa ditemui saat mati suri atau mati betulan. Pertemuan yang teramat mahal. Akhirnya, dia memutuskan untuk jadi pertapa pada abad modern. Menjadi manusia yang mengatasi cinta insani dan berjuang untuk menghidmati cinta ilahi” Tokoh dia ketika mengalami proses ekraniasai mengalami perubahan bervariasia, tokoh yang di tuliskan pengarang dengan tokoh dia, namun pada film tokoh ini berubah menjadi tokoh yang dikenal dengan nama Raga. Hal ini juga terlihat pada film Rectoverso, karakter yang terbentuk tidak berbeda jauh dengan apa yang digambarkan pada cerpen. Selain itu, bisa dikatakan tokoh dia tidak peka terhadap perasaan tokoh Aku. Hal ini bisa disimpulkan karena tokoh Dia, merupakan sosok yang mencari cinta ilahi dibanding cinta insani.
3. Tokoh Pemuda yang lain Tokoh ini merupakan tokoh pendukung tokoh utama, tokoh ini juga sahabat tokoh Dia dan tokoh Aku. Tokoh pemuda yang lain pada cerpen terdapat dua orang sehingga jumlah sahabat laki-laki tokoh Aku menjadi tiga orang, kedua pemuda ini pada cerpen tidak terlalu banyak diceritakan bahkan dialog mereka pun tidak terlalu banyak. Lain halnya setelah divisualisasikan, tokoh pemuda yang lain berjumlah tiga orang, dengan nama Tano, Bayu, dan Dali, jika ditambah Raga tokoh Al memiliki sahabat laki-laki sebanyak tiga orang, karakter mereka hampir sama. Mereka menyukai petualangan dan hal baru, serta bersemangat, tetapi dibalik itu semua mereka menyimpan cerita yang cukup menyedihkan. Hal ini bukan lah sebuah hal yang tabu, karena setiap orang pasti memiliki kisah hidupnya masing-masing baik senang maupun sedih. Dapat dilihat pada gambar dan kutipan berikut, “kami sedang melakukan satu permainan,” dia menjelaskan. “bertukar cerita paling sedih,” temannya menambahkan. (Rectoverso:48)
92
“satu demi satu bercerita. Kisah putus cinta, kisah kehilanagn teman, dan kisah bencana alam.” (Rectoverso:48)
Berdasarkan analisis penokohan tersebut tampak perbedaan yang terjadi antara cerpen dan film Rectoverso. Terjadi beberapa penambahan, penciutan, dan perubahan bervariasi pada tokoh. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut, Penam
Penciut
Perubahan
bahan
an
Bervariasi
1. Malaikat juga tahu
-
√
√
2. Cecak di Dinding
-
-
√
3. Firasat
-
√
√
4. Curhat Buat Sahabat
√
-
√
5. Hanya Isyarat
√
-
√
Keterangan
Penciutan yang terjadi ialah pada film tidak digambarkan tokoh domberman penghuni rumah indekos, sedangka perubahan bervariasai terjadi pada nama tokoh yaitu Lea dan Hans Perubahan bervariasi yang terjadi sebatas pada penggunaan nama tokoh yaitu Saras, Taja, dan Irwan. Penciutan terlihat pada anggota klub, sedangkan perubahan bervariasi terjadi pada nama tokoh yaitu, Panca dan Senja. Penambahan terjadi pada penggambaran dua tokoh mantan pacar si Perempuan, perubahan bervariasi terjadi pada penggunaan nama tokoh yaitu Regi dan Amanda. Penambahan terjadi pada tokoh sahabat laki-laki, jumlah tokoh laki-laki
93
menjadi empat orang. Perubahan bervariasi terjadi pada nama tokoh yaitu, Al, Raga, Tanu, Bayu dan Dali. (Tabel. 2) 3. Latar (Tempat, Waktu, Sosial) Latar atau setting merupakan salah satu unsur yang amat menunjang terbentuknya suatu cerita. Latar meliputi latar tempat waktu dan suasana. Latar tempat merupakan lingkungan tempat peristiwa terjadi, latar waktu merupakan waktu atau kapan terjadinya peristiwa, latar sosial umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompokkelompok sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. 1.a Latar Tempat Latar tempat yang dimaksud pada cerpen Malaikat juga tahu adalah rumah Bunda. Rumah Bunda yang besar dan memiliki banyak kamar adalah rumah kos paling legendaris. Tempat-tempat yang ada di rumah Bunda itulah semua kegiatan yang menimbulkan konflik terjadi. Di atas rumput di pekarangan rumah Bunda adalah tempat yang paling tepat untuk Abang dan Perempuan itu menikmati malam Minggunya yang indah dengan berbaring sambil menatap bintang yang bersembulan dari awan kelabu. Perempuan itu hafal rutinitas yang dilakukan Abang di rumah Bunda. Suasana malam Minggu yang indah dengan latar tempat di atas rumput di pekarangan rumah Bunda dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut. “Laki-laki dan Perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan” (Rectoverso:14). Di atas rumput di pekarangan rumah Bunda juga merupakan tempat terakhir bagi si Perempuan itu untuk bermalam minggu. Tempat
94
tersebut merupakan tempat perpisahan antara Perempuan itu dengan Abang. Dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut.
“Di pekarangan dengan tinggi rumput seragam, Perempuan itu mengucapkan selamat tinggal di dalam hati. Persahabatan yang luar biasa ternyata mensyaratkan pengorbanan di luar batas kesanggupannya. Perempuan itu mengucap maaf berulang kali” (Rectoverso: 20). Latar tempat lainnya adalah luar negeri. Di luar negerilah sang adik atau si Bungsu merantau untuk bersekolah. Tempat tersebut dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut. “Barangkali segalanya tetap sama jika adik Bunda, anak bungsu Bunda, tidak kembali dari merantau panjang di luar negeri. Anak bungsunya, yang juga laki-laki, menurut orang adalah figur yang sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik. Ia hanya tidak pernah dirumah karena sedari remaja meninggalkan Indonesia demi bersekolah” (Rectoverso:17).
Pasar, warung, etalase, dan rumah sakit adalah tempat kejadian pada saat Bunda hilang. Suatu hari pernah ada anak kos yang jahil. Dia menyembunyikan satu dari seratus sabun koleksi Bunda. Bunda sedang pergi ke pasar waktu itu. Abang mengacak-acak satu rumah, lalu pergi minggat demi mencari sebatang sabunnya yang hilang. Tiga mobil polisi menelusuri kota mencari jejaknya. Baru sore hari ia ditemukan di sebuah warung. Ada sabun yang persis sama dipajang dietalase dan Abang langsung menyerbu masuk untuk mengambil. Penjaga warung menelepon polisi karena tidak berani mengusir sendiri. Kejadian itu mengharuskan Bunda diterapi selama beberapa bulan ke rumah sakit. Di pangkuan Bunda adalah tempat istirahat pada saat Bunda kelelahan karena setiap malam
Minggu ia akan
95
mengamuk karena Perempuan itu tidak datang. Suasana Abang saat kelelahan di pangkuan Bunda terlihat pada kutipan sebagai berikut. “Kalau beruntung, Bunda akhirnya kelelahan sendiri lalu tertidur di pangkuan Ibunya” (Rectoverso:20). Proses ekranisasi terkadang memunculkan banyak perbedaan dan penambahan. Seperti yang terjadi pada cerpen Malaikat Juga Tahu, latar tempat yang ditampilkan sedikit berbeda, seperti latar di kantor Lea, di dalam mobil Hans, tempat romantic Lea dan Hans, dan ruang cuci di rumah Bunda.
Gambar di atas menunjukkan ketika tokoh Lea berada di dalam ruangan kerjanya, padahal pada cerpen tidak diceritakan apa dan bagaimana aktivitas Lea di luar tempat kost. Jalan cerita pun diperluas, sehingga latar ditambah untuk semakin memperjelas cerita. Penambahan latar berikutnya ialah kamar Lea, pada cerpen diceritakan bahwa Bunda berbicara empat mata dengan Lea dan tibatiba Hans ikut masuk dalam perbincangan mereka, tetapi latar tempat Bunda berbicara dengan Lea tidak dijelaskan. Di film, peristiwa ini diperjelas melalui penambahan latar, yaitu bertempat di kamar Lea. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Penambahan latar berikutnya ialah tempat romantis Lea dan Hans, pada cerpen hanya diceritakan perihal hubungan Hans dan Lea, dan
96
mereka menegaskan akan menikah dan meninggalkan kosan Bunda. Latar ini berfungsi untuk menegaskan bahwa memang ada hubungan special dan kedekatan yang serius antara Hans dan Lea. Ditambah lagi dengan latar ketika mereka berada di dalam mobil, dan adegan itu menunjukkan kedekatan mereka, ketika Hans mencium bibir Lea. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Selain penambahan ada pula penciutan yang terjadi pada latar di dalam cerpen yaitu pada cerpen diceritakan bahwa Bunda mengalami perawatan selama beberapa bulan di rumah sakit, dan juga Bunda pergi ke pasar untuk berbelanja, saat itulah Abang hilang mencari sabunnya yang dicuri salah satu anak indekos. Latar tempat pada cerpen Cecak di Dinding banyak terjadi peristiwa pada rumah sahabat si pelukis namun latar-latar lain juga digambarkan pada cerpen ini. Awal cerita, latar yang digambarkan berada di tempat si pelukis hal ini ditunjukkan dengan adanya sebuah dus yang telah lama ditunggu si pelukis kini tiba di depan pintu depan rumah si Pelukis, dapat dilihat pada kutipan berikut, “Dus karton yang sudah ditunggu tiga minggu lamanya tiba juga di depan pintu. Lelaki itu mendesah, lebih mirip ekspresi gugup ketimbang puas.” (Rectoverso: 94). Latar berikutnya adalah tempat yang paling banyak terjadi peristiwa yaitu rumah sahabat si Pelukis dan calon istrinya. Latar ini merupakan tempat yang mempertemukan kembali si Pelukis dengan Perempuan yang ia kagumi sekaligus calon istri dari sahabatnya. Pelukis datang ke rumah sahabatnya untuk memenuhi janjinya kepada sahabatnya untuk memberikan hadiah. Dapat dilihat pada kutipan berikut,
97
“Kedatangannya disambut hangat oleh dua orang yang senantiasa berpelukan mesra, bahkan saaat menerima tamu di pintu” (Rectoverso: 95) Rumah sahabat si Pelukis bukanlah tempat kali pertama ia bertemu dengan Perempuan itu, ia bertemu dengan Perempuan tersebut di sebuah pameran tunggal, sahabatnya yang memperkenalkannya pada Perempuan tersebut, sekaligus memperkenalkannya sebagai pacarnya. Seketika pelukis itu pun patah hati ketika mengetahui Perempuan yang telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama telah dimiliki sahabatnya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Suatu hari saat pameran tunggal berlangsung sahabatnya memperkenalkan seorang Perempuan yang konon mengagumi lukisannya mati-matian. Jatuh cinta pada pandangan pertama, kedua, dan seterusnya sampai mati” (Rectoverso:96-97) Latar berikutnya yang menjadi sorot cerita adalah sebuah ruangan luas yang akan dijadikan studio lukis di dalam rumah Sahabatnya. Ruangan ini terdapat empat buah bidang dinding polos yang nantinya akan di lukis oleh si Pelukis sebagai hadiah pernikahan bagi mempelai wanita. Latar ini juga menonjolkan kegelisahan perasaan si Pelukis yang digambarkan dengan pernyataan bahwa ia ingin hari itu cepat terlewat dan mereka semua cepat lupa. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Untung ia segera tersadar, mengalihkan pandangan sambil menduga-duga apakah tatapannya tadi tertangkap oleh sahabatnya. Sungguh ia ingin hari ini cepat lewat dan mereka semua cepat lupa.” (Rectoverso: 96) “Lelaki itu lalu diantar ke sebuah ruangan luas tanpa furniture dengan keempat bidang dinding yang masih bersih polos. Sebuah studio yang khusus dipersembahkan sahabatnya untuk sang calon istri yang hobi melukis” (Rectoverso: 96) Latar di dalam studio lukis ini pun menjadi bagian penting dalam cerpen ini, karena di dalam studio lukis itu dapat diketahui bahwa si pelukis mampu mengungkapkan segala yang ia rasa kepada si Perempuan baik secara tersirat maunpun tersurat. Ia mampu
98
mengungkapkan perasaanya melalui lukisan yang ia tuangkan sehingga rasa bahagia yang muncul pun tidak dapat ia sembunyikan. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Dalam studio itu akhirnya ia mengetahui apa yang ia inginkan, bahagia dengan satu kejujuran. Kemudian, berserah dalam ketidak berdayaan. Ia bahkan tidur sambil tersenyum” Tidak hanya itu, di dalam studio itu pun menjadi akhir dari cerpen ini. Ketika si Perempuan datang mengendap-endap untuk melihat hasil lukisan si pelukis, yang nyatanya ia tidak melihat apa-apa di dalam ruangan itu. Barulah ketika lampu ruangan dimatikan oleh si Pelukis, ia mampu melihat ratusan cecak menempel di dinding ruangan tersebut. di dalam studio itu pula si Pelukis akhirnya mampu menyampaikan pesan hatinya kepada Perempuan yang ia kagumi, hingga Perempuan tersebut hanya mampu berdiri dalam tidakjub, lalu pelukis itu pun pergi meninggalkan Perempuan itu. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “lampu di studio masih menyala benderang. Perempuan itu melongok, memutar lehernya ke berbagai arah untuk meninjau dinding yang seharusnya sudah jadi lukisan spektidakuler.” (Rectoverso:98) “Terdengar bunyi sakelar lampu dimatikan. Studio itu sontidak gelap gulita. Ratusan cecak berpendar menyelimuti empat bidang dinding dan langit-langit.” (Rectoverso:98) “Tubuh mereka melekat, lengan mereka saling mengikat, dan ke telinga Perempuan itu dibisikkanlah satu kalimat, kutitipkan mereka untuk menjaga kamu… mengagumi kamu.” (Rectoverso:99) Cerpen Cecak di Dinding juga mengalami penambahan dan perubahan bervariasi, seperti pada cerpen awal pertemuan mereka ialah berlatar di sebuah galeri lukisan, sedangkan pada film pertemuan pertama dan kedua antara Taja dan Saras ialah di sebuah café, Saras mengajak Taja berkenalan lalu mereka memadu kasih di sebuah tangga café. Esok harinya mereka secara tidak sengaja bertemu kembali di sebuah café kopi hingga malam hari, barulah mereka pergi ke rumah Taja, dan
99
kembali memadu kasih di kamar Taja. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Selain penambahan pada cerpen ini terdapat pula penciutan latar setelah mengalami proses pemekranisasian. Salah satunya ialah pada cerpen diceritakan bahwa Pelukis atau tokoh Taja datang ke rumah Sahabatnya untuk melukis tembok studio lukis di rumahnya untuk dipersembahkan sebagai hadiah perkawinan bagi istrinya, namun pada film latar studio lukis tersebut tidak dimunculkan, tetapi digantikan oleh kamar tidur sahabatnya yang menjadi tempat untuk Taja lukis. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Latar tempat pada cerpen Firasat, banyak muncul pada lokasi pertemuan klub firasat, dan juga di rumah Perempuan. Di dalam cerita awal cerpen ini dIbuka dengan pemaparan tentang perkumpulan klub firasat, namun cerita dimulai dengan latar yaitu di rumah Perempuan di dekat meja makan. Latar ini menggambarkan kejadian ketika Perempuan dan Ibunya tengah membicarakan tentang kegiatan Perempuan di dalam klub tersebut. Perempuan sudah hampir setahun mengikuti klub tersebut, dan di dekat meja makan itu Perempuan
100
menyiapkan kue untuk seluruh anggota klub. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Ibu, yang sedang menyiapkan meja untuk makan malam melirikku yang sedang menyusun potongan kue ke dalam dus. Hari ini pas setahun aku gabung di sana. Aku ingin bawa kue untuk konsumsi. Hitung-hitung merayakan.” (Rectoverso:105) Latar yang terjadi di rumah Perempuan tidak hanya itu, yaitu kejadian di kamarnya, ketika ia merasa sangat bahagia bahwa pemuda pendiri klub firasat tersebut mengajaknya untuk mengunjungi rumah Bapak Ibunya yang sudah pemuda itu anggap orang tuanya. Perempuan itu merasa bahagia karena ia diundang sendiri, khusus untuk dirinya oleh pemuda tersebut.latar di rumah Perempuan itu juga tempat terkuaknya mengapa Perempuan itu rutin mendatangi pertemuan klub itu tanpa alpa, ketika pemuda itu datang menjemputnya ke rumah dan bertemu Ibu Perempuan itu. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Aku memeluk Ibuku lama tadi pagi, dan memeluk bantalku lebih lama lagi sejak semalam. Sesuatu harus kulakukan untuk menyalurkan beludak kegembiraan ini. Untuk kali pertama aku akan berkunjung ke rumahnya…”(Rectoverso:109) “Ia datang menjemputku ke rumah. Ibuku pun seketika tahu, apa yang selama ini memotivasi anak Perempuannya datang seminggu sekali tanpa alpa ke sebuah klub aneh bernama firasat.” (Rectoverso:110) Tidak hanya kejadian bahagia yang terjadi pada latar di rumah si Perempuan, namun rasa gelisah, kesedihan, serta kebigungan juga terjadi. Ketika si Perempuan mendapat firasat yang tidak baik tentang pemuda itu. kejadian-kejadian aneh yang Perempuan rasa, tentunya juga berkaitan dengan firasatnya. Selain itu juga kejadian ketika hujan turun dengan derasnya ditengah kemarau membuat Perempuan itu semakin bingung tidak percaya. Seluruh emosinya pun luruh dan digambarkan ketika Perempuan itu berada di rumahnya. Kesedihan yang mendalam ketika ia mengetahui dan bercerita pada Ibunya bahwa ia tidak dapat menahan kepergian pemuda itu entah sampai
101
kapan. Hingga latar tepi jalan yang menjadi puncak kesedihannya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Seminggu ini aku merasa berada di tubuh yang salah. Ini bukan diriku yang ingin kukenal. Hari ini aku melihat wajahnya di banyak wajah, dan aku ingin bertanya kepada Ibuku, bisakah membayangkan rasanya bangun pagi dan bertransformasi dari manusia tumpul menjadi anjing pelacak yang terlampau peka?” (Rectoverso:113) “sesuatu seperti mendorongku jatuh. Aku terbangun dengan keringat dingin dan jantung berdebar kencang. Kucengkram ujung sarung bantal, meringkuk hingga lututku menyentuh dada. Sorot matahari masih menembus tirai jendela, pertanda hari belum malam. Aku tidak tahu berapa lama aku tertidur, tapi tidur siang ini rasanya berlangsung berhari-hari.” (Rectoverso:118) “Langit menghitam dan rinai turun berjuntai-juntai, dan ku terus berlari, menuju sesuatu yang tidak kutahu. Mulai panic dan hilanga arah, langkahku berhenti di tepi jalan. Desakan ini terlalu kuat sekaligus melumpuhkan” (Rectoverso:120) Selain itu latar lain yang digambarkan yaitu tempat pertemuan Perempuan dengan si pemuda, yaitu perkumpulan klub firasat yang berpindah-pindah. Di tempat ini merupakan awal si Perempuan bertemu dengan pemuda,, kedekatan mereka pun terlihat di latar ini, hingga awal munculnya firasat dan kesedihan si Perempuan tergambar selama di klub firasat, dapat dilihat pada kutipan berikut. “Lokasi pertemuan mereka berpindah-pindah, tapi modelnya tetap sama, dua puluhan orang berkumpul membentuk lingkaran, kadang duduk di kursi kadang lesehan, lalu satu orang bercerita dan yang lain mendengarkan.” (Rectoverso:104) “Aku mengetahuinya sejak kami berjumpa pertama kali. Aku mengetahui aku akan jatuh hati. Aku merasakannya sejak ia mendekat. Aku merasa kami akan menjalin dan mengikat.” (Rectoverso:106) “Aku memasuki ruang pertemuan dengan hati remuk. Ototototku mengunci seperti orang mau disuntik jarum gajah. Dua jam aku berdian di pojok, berjuang, melawan diriku sendiri.” (Rectoverso:114) Latar berikutnya adalah di rumah Bapak Ibu (tetangga) si pemuda dan juga rumah si pemuda. Pertama kalinya Perempuan itu diundang untuk bertemu
102
bapak dan Ibu si Pemuda yang sudah ia anggap seperti orang tuanya. Rasa bahagia sekaligus kesedihan bermunculan silih berganti di hati dan harihari si Perempuan. Latar ini menjadi bagian awal munculnya firasat buruk si Perempuan, ketika si Pemuda berencana pulang kerumah orang tuanya di luar pulau. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Kami menghabiskan waktu seharian di rumah Bapak dan Ibu, ditemani celotehan ayam kate yang tidak hentihentinya minta dihujani remah kue.” (Rectoverso:110) “Baru menjelang sore kami kembali ke rumahnya.” (Rectoverso:110) “Sambil menyiapkan sup tulang untuk makan malam Brindil, ia berkata, kemungkinan saya tidak ada di saat perayaan klub. Ternyatasaya harus pergi.” (Rectoverso:110) “Sesuatu tiba-tiba melonjak dari dalam. Aku sampai terduduk tegak. Pergi ke mana?, ke tempat orang tua saya. Sudah lama saya tidak pulang. Aku tahu orang tuanya tidak tinggal di pulau ini.” (Rectoverso:111) Cerpen Firasat ketika mengalami proses ekranisasi terdapat beberapa penambahan, penciutan serta perubahan bervariasi. Awal cerita pada film Rectoverso, latar yang digambarkan ialah tokoh Senja yang tengah mengendarai sepeda di jalan dan dikelilingi banyak pohon, padahal pada cerpen tidak diceritakan pembukaan cerpen ketika Senja mengendarai sepedanya di jalan. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Berikutnya ialah ada latar ketika pemuda tersebut berada di dalam tidaksi, bagian ini menceritakan ketika si Pemuda akan berangkat pergi meninggalkan Senja untuk kerumah orang tuanya yang berada di pulau berbeda. Di cerpen tidak dijelaskan secara rinci bagaimana kepergian Panca ketika meninggalkan Senja. Dapat dilihat pada gambar berikut,
103
Selain penambahan, pada cerita ini mengalami proses penciutan pada bagian, Panca yang hendak mengajak Senja untuk berkunjung ke rumah Bapak dan Ibunya (tetangga dekatnya), namun hal ini tidak nampak pada film, cerita itu diubah menjadi Panca mengajak Senja kesesuatu tempat untuk berjalan-jalan yaitu kesebuah pinggir danau, tempat ini pula yang menjadikan moment terakhir Senja dapat duduk bersama Panca. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Cerpen berikutnya adalah Curhat Buat Sahabat. Latar tempat yang digunakan pada cerpen Curhat Buat Sahabat adalah sebuah restoran, rumah si Gadis, dan rumah si Pemuda. Latar pada cerita ini lebih banyak muncul pada sebuah restoran tempat Gadis tersebut dan pemuda bertemu untuk sekedar saling bercerita. Dapat dilihat pada kutipan berikut ini, “Restoran ini terakhir kamu pilih saat ulang tahun hari jadi jatuh cintamu ke-1, empat tahun lalu.” (Rectoverso: 4) Selain itu ada hal lain yang menegaskan bahwa latar pertemuan mereka memang terjadi di sebuah restoran, yaitu adanya sebotol muscat, minuman sejenis anggur yang usia enam tahun yang terbalur di dalam es di atas sebuah meja. Tidak semua tempat makan atau restoran menyediakan minuman anggur yang tergolong dalam kategori cukup mahal. Dapat dilihat pada kutipan berikut,
104
“Sebotol muscat yang terbalur dalam kepingan es diantarkan ke meja. Dudukku langsung tegak. Janganjangan malam ini memang betulan penting.” (Rectoverso:4) “Sebotol mahal anggur putih ada di depanmu, tapi kau tidak pernah tahu. Kamu terus menanti. Segelas air putih.” (Rectoverso:9) Selain itu di dalam restoran tersebut pula digambarkan adanya alunan piano yang menjadi pelengkap di dalam restoran tersebut. dapat terlihat bahwa restoran yang dimaksud bukanlah gaya restoran cepat saji maupun restoran yang biasa dijadikan tempat berkumpul anakanak muda, restoran ini bisa saja masuk ke dalam golongan restoran yang bergaya romantis dan menenangkan. Si gadis dapat bercerita banyak
hal
dan
mencurahkan
seluruh
perasaannya,
tentang
kekecewaannya terhadap seseorang, dengan bercucuran air mata. Tentang keyakinannya untuk berubah menjadi lebih baik dan seseorang
yang baru, semua itu dapat ia ceritakan tanpa perlu
memperdulikan orng lain karena situasi restoran yang pastinya tidak ramai. Selain itu latar lain yang muncul adalah ketika si Gadis bercerita ketika ia sedang sakit di rumahnya, dan ia membutuhkan seseorang untuk menemani dan mengantarkan obat serta segelas air putih untuknya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Ia minta dibelikan obat flu karena stok di rumahnya habis. Ia lalu minta dibawakan segelas air, yang hangat. Aku menungguinya sampai ia ketiduran.” (Rectoverso:7) Latar terakhir yang muncul adalah latar rumah di Pemuda, ketika ia mengingat kala itu ia hendak berangkat ke rumah Gadis tersebut karena saat itu ia mendapatkan telepon pada pukul setengah dua belas malam dari si Gadis membutuhkannya untuk membawakan obat ketika ia tengah sakit. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Aku ingat malam itu. Hujan menggelontor sampai dahandahan pohon tua di jalanan rumahku rontok seperti daun kering.” (Rectoverso: 7)
105
Akhir cerita pun ditutup dengan semangat gadis tersebut
dan
keyakinannya ketika di dalam restoran bahwa pasti ada seseorang yang sayang dan tulus menemaninya ketika ia susah dan ketika ia senang. Cerpen Curhat Buat Sahabat setelah mengalami proses ekranisasi juga mendapat beberapa penambahan dan perubahan bervariasi pada latar, namun penambahan dan perubahan bervariasi ini tidak terlalu signifikan. Penambahan latar terjadi yaitu pada tempat fotocopy Regi, pada cerpen tidak diceritakan bagaimana aktivitas Regi. Latar ini ditambahkan sebagai tempat pertemuan Amanda ketika ia ingin bercerita kepada Regi, dan juga sebagai latar ketika Amanda mengingat kisah cintanya waktu mengenalkan Regi kepada pacarpacar terdahulunya. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Selain itu, ada penambahan latar yaitu ketika berada di restoran, Regi yang kala itu tengah sakit, tidak kuat menahan rasa mualnya sehingga ia muntah di dalam toilet. Hal ini tidak diceritakan di dalam cerpen, karena saat itu tokoh sahabat laki-laki hanya meminta air putih kepada pelayan. Selanjutnya ialah ada satu perubahan bervariasi yang terjadi, pada restoran tersebut, terdapat alunan piano yang mengalun sepanjang perbincangan mereka, namun pada film di dalam restoran tersebut tidak nampak piano. Perubahan yang terjadi ialah tokoh Amanda, memberikan suara emasnya kepada Regi, di sebuah panggung kecil di dalam studio, dapat dilihat pada gambar berikut,
106
Cerpen berikutnya ialah Hanya Isyarat di sebuah bar, di sisi lain sebuah bar, meja tempat mengobrol, trotoar jalan, panggung bar, dan sebuah negeri orang merupakan latar yang muncul pada cerpen ini. Peristiwa pada cerpen ini lebih banyak tergambarkan ketika para tokoh berada di dalam sebuah bar, mereka saling bercerita dan bertukar kisah. Awal cerita di mulai dengan penggambaran latar di bar tersebut, dapat dilihat pada kutipan berikut, “Tempat ini didesain dengan penerangan buruk, remang yang malah tidak romantis, namun hanya tempat ini yang masih buka. HIburan yang tersedia adalah tayangan pertandingan sepak bola dini hari dari televise 14 inci dan kumandang lagu disko era satu dekade silam serta kelapkelip bohlam warna-warni yang sebaiknya jangan dilihat lebih dari satu menit karena membuat mata sakit.” (Rectoverso:46) Dapat dilihat bar yang dimaksud bukanlah jenis bar yang menyediakan aneka minuman mahal dan fasilitas kelas atas, bar ini masuk ke dalam jenis bar yang cocok bagi anak muda kelas menengah ke bawah. Minuman yang disediakna pun sebatas bir biasa bukan anggur putih yang berusia tahunan. Mereka saling berbincang di sebuah meja di bar yang telah disediakan. Tokoh yang terdiri tiga orang laki-laki dan si tokoh aku sebagai satu-satunya Perempuan. Tokoh aku tidak berada di dalam satu meja yang sama dengan para laki-laki itu. Ia memilih menjadi latar di dekat meja bar, sehingga ia dapat memperhatikan sosok yang selama ini ia kagumi dan selalu menjadi tujuannya untuk bertahan. Sampai akhirnya salah satu dari lelaki itu menarik salah satu bangku untuk mengajaknya bergabung di meja mereka. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Satu diantara mereka menghampiri meja bar, meminta lampu warna-warni itu dimatikan. Rupanya mereka tidak lagi tahan. Cuma aku yang tidak terganggu.” (Rectoverso:47) “Sebuah kursi didekatkan ke meja mereka, dan dia mempersilakan aku duduk. Dia, yang paling kucari. Tapi tidak dalam jarak seperti ini. Kursi kami yang berdempetan membuat tempurung kamibersinggungan.” (Rectoverso:47)
107
“Kami sedang melakukan satu permainan, bertukar cerita paling sedih, lalu temannya menambahkan, yang terpilih jadi juara akan mendapatkan ini. Sebuah botol bir yang masih utuh digeser ke pusat meja” (Rectoverso:48) Selanjutnya, adalah latar ketika si tokoh aku mengingat ketika ia besama dengan laki-laki yang ia kagumi dan kawannya yang lain, ketika ia berjalan di trotoar, ketika ia memperhatikan siluet punggung laki-laki tersebut yang menghadap panggung sebuah bar. Ia pun teringat tentang sahabatnya yang tinggal di negeri orang, dan ia mulai menceritakan kisah paling menyedihkannya, akan cintanya yang tidak kan bisa ia miliki. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Aku mulai berkisah, tentang satu sahabatku yang lahir di negeri orang, lalu menjalani kehidupan keluarga imigran yang sederhana.” (Rectoverso:51) “Sahabat saya itu adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Saya adalah orang yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tidak sanggup saya miliki” (Rectoverso:52) Cerpen Hanya Isyarat tidak mengalami banyak perubahan ketika mengalami proses ekranisasi, cerpen ini hanya mendapat beberapa penambahan latar yaitu latar ketika tokoh aku berada di dalam pesawat, ketika ia hendak berangkat untuk bertemu dengan sahabatsahabatnya yang tergabung dalam sebuah milis, padahal pada cerpen cerita dIbuka dengan penggambaran latar di sebuah café pinggiran. Selain itu, pada film juga ditambahkan latar ketika mereka berlima berada di sebuah pantai untuk menikmati lIburan mereka, sehingga penggambaran café yang dimaksud dalam cerita diletakkan di sekitar pinggir pantai. Hal ini terjadi, agar penonton dapat memahami tujuan mereka berlima bertemu yaitu untuk menikmati liburan dan berpetualang bersama, karena mereka tergabung dalam sebuah milis yang sama. Dapat dilihat pada gambar berikut,
108
1.b Latar waktu Latar waktu pada cerpen Malaikat juga Tahu adalah malam Minggu. Malam minggu adalah latar waktu pada saat Bunda dan Perempuan itu bersama menikmati kebersamaan. Latar tersebut terlihat pada kutipan sebagai berikut. “Laki-laki dan Perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan” (Rectoverso: 14). Malam minggu juga merupakan waktu disaat Bunda mulai marah dan mengamuk karena si Perempuan itu tidak datang menemui si Bunda. Malam minggu yang tadinya adalah malam yang indah bagi
Bunda
karena
ada
si
Perempuan itu, namun setelah
Perempuan itu pergi meninggalkan Bunda, malam minggu di rumah Bunda menjadi malam minggu yang mengerikan karena yang terdengar adalah suara barang-barang yang diberantaki oleh Bunda. Suasana malam minggu yang mencekam tersebut dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut. “Semua anak kos kini menyingkir jika malam minggu tiba. Mereka tidak tahan mendengar suara lolongan, barangbarang yang diberantidaki, dan seseorang yang hilir mudik gelisah mengucap satu nama seperti mantra. Menanyakan keberadaannya” (Rectoverso: 20). Selain malam Minggu, latar waktu yang digunakan adalah jadwal hari yang berkaitan dengan rutinitas yang dilakukan Bunda. Memangkas rumput setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu. Mencuci baju putih setiap Senin, baju warna gelap hari Rabu, baju warna sedang hari Jumat. Menjerang air panas setiap hari pukul enam pagi untuk semua penghuni rumah. Menghitung koleksi sabun mandinya yang bermerk sama dan berjumlah genap seratus, setiap pagi dan sore. Setiap pagi Bunda membangunkan seisi rumah dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Setiap Lebaran adalah waktu saat
109
Bunda memasak layaknya katering pernikahan karena banyak mulut yang sudah tergila-gila pada masakan Bunda. Latar waktu pada cerpen Malaikat juga Tahu, tidak banyak mengalami perubahan. Beberapa latar waktu yang tergambar sesuai dengan apa yang digambarkan di dalam cerpen, hanya sedikit penambahan dan penciutan. Penambahan yang terjadi ialah waktu pagi hari ketika Lea ingin berangkat untuk pergi kampusnya dan waktu itu Hans pun mengajak Lea untuk berangkat bersama, hal ini yang menggambarkan pertama kali kedekatan mereka berdua. Selain itu, penambahan waktu di malam hari ketika Lea dan Hans pergi untuk makan bersama dan mengunjungi tempat yang romantis, beberapa penambahan itu menegaskan bahwa kedekatan Lea dan Hans memang ada, sehingga melalui penambahan ini cerita menjadi lebih kompleks. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Selain itu, ada pula beberapa penggambaran latar waktu pada cerpen yang mengalami penciutan ialah aktivitas Bunda pada hari selasa kamis dan sabtu untuk memangkas rumput ditidak ditampilkan di dalam film. Selain itu waktu berbulan-bulan ketika Bunda harus mendapat perawatan di rumah sakit pun tidak ditampilkan. Durasi cerita yang cukup panjang apabila seluruh isi cerpen harus ditayangkan. Film ini memilih bagian-bagian penting saja yang aan ditayangkan di dalam film. Latar waktu pada cerpen Cecak di Dinding adalah tiga minggu, pagi hari, suatu hari saat pameran tunggal berlangsung, hingga waktu tengah malam (malam hari). Waktu yang paling menonjol selama cerita ialah ketika pagi hari hingga malam hari, ketika pelukis datang
110
ke rumah sahabatnya untuk melukis studio yang akan dihadiahkan khusus untuk calon istrinya, sekaligus Perempuan yang di kagumi oleh pelukis. Waktu pagi hari ketika pelukis sampai di rumah sahabatnya dapat dilihat pada kutipan berikut, “Beberapa detik mata lelaki itu tidak berkedip, menatap wajah tersipu yang berkilau dipapar mentari pagi, untung ia segera sadar.” (Rectoverso:96) Jelas sekali, berdasarkan kutipan di atas waktu yang di gambarkan ialah ketika pagi hari, karena pada teks dijelaskan bahwa adanya paparan mentari pagi. Selanjutnya pelukis itu mulai melukis studio yang terdiri dari empat buah dinding polos tanpa furniture, ia melukis hingga lewat tengah malam. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut, “Lelaki itu kemudian mulai melukis, sampai lewat tengah malam. Hingga tertidur lelah di lantai studio.” (Rectoverso:97) Latar waktu berikutnya ialah, ketika ingatan si pelukis lari ketika ia pertama kali bertemu dengan si Perempuan, ketika acara pameran tunggalnya berlangsung. Saat itu adalah pertama kalinya ia bertemu dan saat itu pula ia jatuh cinta sekaligus patah hati di waktu yang sama. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Suatu hari saat pameran tunggalnya berlangsung, sahabatnya memperkenalkan seorang Perempuan yang mengagumi lukisannya matih-matian. Matanya ingin mengekalkan apa yang ia lihat, hatinya ingin mengkristalkan apa yang ia rasa. Tidak lama sahabatnya mengaku bahwa Perempuan yang dikenalinya tadi baru saja resmi ia pacari. Pelukis itu pun patah hati pada pandangan pertama, kedua, seterusnya dan moga-moga tidak perlu sampai mati.” (Rectoverso:96-97) Latar waktu pada cerpen Cecak di Dinding, mengalami beberapa perubahan setelah mengalami proses ekranisasi. Penambahan dan penciutan juga terjadi pada cerpen ini. Penambahan yang terjadi ialah waktu pagi hari hingga malam hari, ketika Taja dan Saras bertemu pada suatu café dan mereka berbincang hingga malam hari, adanya
111
ketertarikan antara mereka berdua sehingga membuat Taja dan Saras lupa waktu, mereka pun kembali memadu kasih di rumah Taja. Penambahan berikutnya ialah pernikahan yang terjadi antara Bang Irwan dan Saras, pada cerpen hanya diceritakan bahwa mereka sebagai calon suami dan istri, namun tidak diceritakan proses mereka menuju pelaminan. Hal ini berkaitan dengan alur pada cerita, waktu perikahan mereka yang menyebabkan Taja merasa tertekan dan kehilangan. Hal ini tentunya berpengaruh kepada proses jalannya cerita, dan nilai rasa baru yang muncul yaitu terlihatnya kesedihan Taja yang mendalam. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Selain penambahan, pada cerpen juga terdapat penciutan pada beberapa peristiwa. Diceritakan pelukis yang bernama Taja, ia melukis hingga waktu tengah malam, namun karena pada film tidak digambarkan ketika ia melukis, maka secara otomatis latar waktu pada cerpen pun mengalami penciutan. Perubahan bervariasi juga terjadi pada cerpen ini, latar pada cerpen yang menceritakan bahwa pameran lukisan yang di gelar oleh sahabatnya pelukis, merupakan waktu pertama kali mereka bertemu, namun hal ini berlainan. Latar pameran lukisan merupan kali ketiga antara Taja dan Saras bertemu, waktu pertama ketika mereka di café, kali kedua di sebuah café kopi pada pagi hari, dan ketiga ketika di sebuah pameran. Cerpen berikutnya ialah Firasat. Latar waktu pada cerpen Firasat adalah pada awal cerita digambarkan tentang waktu pertemuan klub tersebut yaitu satu kali dalam seminggu dan dimulai pada pukul tujuh dengan durasi pertemuan sekitar dua jam. Waktu dua jam yang biasa mereka gunakan untuk saling berbagi cerita dengan
112
anggota klub lainnya. Lalu, dilanjutkan dengan tokoh aku yang menyebutkan tentang pertemuannya yang ke-52, sekaligus tepat waktu setahun tokoh aku mengikuti klub firasat tersebut. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Mereka bertemu seminggu sekali, dimulai pukul tujuh. Lokasi pertemuan mereka berpindah-pindah, tapi modelnya tetap sama: dua puluhan orang berkumpul membentuk lingkaran, kadang duduk kadang di kursi kadang lesehan, lalu satu orang bercerita dan yang lain mendengarkan. Dalam dua jam pertemuan, mungkin hanya tujuh orang yang memilih berbagi.” (Rectoverso: 104) “malam ini adalah pertemuanku yang ke-52. Tepat setahun aku ikut Klub Firasat. Tidak satu kali pun aku pernah absen” (Rectoverso: 105) Pertemuan tokoh Aku yang ke-52 tahun, jika dibagi sebanyak empat kali dalam sebulan memang menjadi 13 bulan, sedangkan tokoh tokoh Aku menyebutkan tepat setahun. Dilihat dari hitungan bulan tidak selalu genap 30 hari dan hitungannya ialah pertemuan ke-52 bukan minggu ke-52. Tepat, jika tokoh Aku menyebutkan bahwa ia tepat setahun di klub tersebut. Latar waktu berikutnya ialah, waktu pagi hingga sore hari, hal ini menggambarkan kebersamaan tokoh Aku, Pemuda, dan Bapak Ibu (tetangga pemuda) ketika berada di rumah Bapak dan Ibu. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “kami menghabiskan waktu seharian dirumah Bapak-Ibu, ditemani celotehan ayam kate yang tidak henti-hentinya minta dihujani remah kue, sampai aku menyadari bahwa setengah bolu pandanku lenyap di perut ayam-ayam mungil itu. Baru pada sore hari kami kembali ke rumahnya” (Rectoverso:110) Berdasarkan kutipan di atas, tertera kata “seharian” yang berarti menandakan tokoh Aku dan Pemuda berkunjung sejak pagi hari, namun tidak sampai malam hari karena sore hari mereka sudah kembali ke rumah Pemuda itu. Latar waktu berikutnya ialah waktu selama satu minggu tokoh aku merasakan hal aneh dalam dirinya, hal ini merupakan firasat yang datang untuk memberitahukannya. Dapat dilihat pada kutipan berikut,
113
“seminggu ini aku merasa berada di tubuh yang salah. Ini bukan diriku yang ingin kukenal. Kuping yang tahu-tahu mendengar tiupan angin seperti memanggil nama seseorang, mata yang menangkap pola awan dilangit seperti raut muka seseorang.” (Rectoverso:113) Sejak Pemuda itu menceritakan rencana kepulangannya ke rumah orang tua kandungnya, firasat itu muncul mulai saat itu hingga seminggu. Latar waktu ini digambarkan dengan sangat jelas, setelah seminggu firasat itu muncul, mereka kembali bertemu untuk pertemuan klub, barulah esok harinya Pemuda itu berangkat untuk pergi. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “ia sengaja menghampiriku. Aku sengaja pulang paling belakangan. “saya berangkat besok,” ucapnya. “aku mengangguk dan berusaha tersenyum. “cepat pulang,” Cuma itu yang keluar dari mulutku. (Rectoverso:117) Latar waktu berikutnya ialah waktu siang hari dan musin kemarau, hal ini terlihat ketika dialog antar tokoh, yaitu antara tokoh Aku dan tokoh Ibu, dapat dilihat pada kutipan berikut, “aku tidak tahu berapa lama aku tidur, tapi siang ini rasanya berlangsung berhari-hari. Seolah dunia beracara sendiri tanpa menghendaki keterlibatanku. Perasaan tertinggal. Perasaan di percundangi.” (Rectoverso:118-119) “tangannya menjulur keluar dari sela-sela kaca nako. “hujan nak.” Senyum cerah merekah di wajahnya, dan dengan kepolosan bocah kecil, Ibuku menadahkan telapak menampung tetesan-tetesan air yang turun menghujam bumi dengan butiran besar. “ajaib! Hujan besar di tengah musim kemarau begini…,” tukasnya senang” (Rectoverso:119) Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat bahwa peristiwa tersebut terjadi pada musim kemarau, berdasarkan perhitungan musim kemarau terjadi antara bulan januari hingga pertengahan tahun. Tetapi, pada cerita digambarkan bahwa hujan turun secara tiba-tiba. Hal tersebut tokoh Aku artikan sebagai sebuah firasat buruk, namun jika kita lihat siklus musim sekarang sangat memungkinkan jika hujan turun pada musim kemarau karena siklus yang mulai tidak teratur.
114
Ditambah dengan kejadian yang tokoh Aku alami ketika ia terbangun dari tidurnya, hal tersebut semakin memperkuat pertanda yang tokoh Aku alami. Cerpen Firasat setelah melalui proses ekranisasi terdapat beberapa perubahan bervariasi yang terjadi, seperti perayaan anniversary tidak dilaksanakan. Tetapi. pada cerpen hanya dikatidakan akan terjadi bulan depan setelah tokoh Aku atau Senja datang membawa kue untuk pertemuannya yang tepat ke-52. Hal ini akan tetapi pada film, cerita sedikit berubah yaitu mereka merayakan anniversary yang ke-2 perkumpulan Klub Firasat pada minggu pertemuan berikutnya setelah Senja datang membawa kue. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Perubahan berikurnya ialah, ketika di cerpen diceritakan bahwa Senjamendapat mimpi buruk ketika ia tidur siang dan lalu Ibunya melihat hujan turun di musim kemarau, hal ini menjadi pula sebuah penciutan karena pada film tidak digambarkan dan dijelaskan bahwa hal tersebut terjadi pada musim kemarau. Film menggambarkan bahwa Senja mendapat mimpi buruk ketika ia tidur di malam hari, dan hujan turun pun diwaktu malam ketika ia pulang dari perayaan anniversary Klub Firasat yang ke-2 Ibu pun datang menghampirinya dengan membawa payung. Dapat dilihat pada gambar berikut,
115
Cerpen berikutnya ialah Curhat buat Sahabat, latar waktu pada cerpen Curhat buat Sahabat ialah waktu yang paling banyak terjadi peristiwa yaitu pada waktu malam hari, ketika pertemuan antara tokoh Aku dan tokoh kamu (Perempuan). Peristiwa ini terjadi waktu malam hari pada sebuah restoran, latar waktu ini terlihat melalui penjelasan dari tokoh Aku ketika ia berdialog dengan tokoh Kamu. Awal cerita latar waktu tersebut sudah sangat terlihat jelas. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “kamu tidak tahu betapa pentingnya malam ini,” katamu, tertawa tersipu, sekan minta dimaklumi. Pastinya kamu yang merasa berlebihan, karena katamu tadi di telepon, kita hanya akan makan malam sambil mendengarkanmu curhat.” (Rectoverso:4) Seluruh peristiwa terjadi pada malam hari, karena meraka hanya duduk untuk makan malam dan bercerita di sebuah restoran. Latar waktu yang lain muncul seiring dengan berjalannya cerita dari tokoh kamu dan tokoh aku. Latar waktu yang muncul lainnya dalam cerita ialah pukul setengah dua belas malam ketika tokoh aku bercerita saat itu ia tengah sakit dan membutuhkan seeorang untuk membawakannya obat dan segelas air putih, namun orang yang ia harapkan tidak kunjung datang. Akhirnya tokoh aku lah yang datang untuk membawakannya obat. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “malam itu rasanya aku sampai ke titik terendah. Aku capek dan kamu tahu? Aku tidak butuh dia. Yang kubutuhkan adalah orang yang menyayangi aku… dan segelas air putih” (Rectoverso:7) Barulah pengarang menuliskan, bahwa tokoh aku mengingat dan menceritakan peristiwa ketika tokoh kamu membutuhkan untuk dibawakan obat dan segelas air putih kerumahnya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “teleponku berdering pukul setengah dua belas malam. Aki mobilku kering, jadi kupinjam motor adikku. Sayangnya adikku tidak punya jas hujan. Dan aku terlalu terburu-buru untuk ingat bawa baju ganti. Ada seseorang yang membutuhkanku. Ia minta dibelikna obat flu karena stok di
116
rumahya habis. Ia lalu minta dibawakan segelas air putih.” (Rectoverso:7) Latar waktu berikutnya ialah waktu lima tahun yang lalu, waktu yang cukup lama. Selama itu tokoh kamu (Perempuan) merasa sudah cukup untuk menahan segala beban terhadap cintanya, terhadap harapannya kepada seseorang yang ia sayang. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “selesai! Semua sudah selesai. Lima tahun sudah cukup. Aku berhenti menunggu, berhenti berharap. Cheers!” kamu dentingkan gelasmu ke gelasku. (Rectoverso:5) Cerpen Curhat buat Sahabat setelah melalui proses ekranisasi pada fil Rectoverso, tidak terlalu banyak mendapat perubahan pada latar waktu. Penambahan yang terjadi hanya pada cerita ketika Perempuan mengingat masa lalunya bersama mantan pacarnya yang terdahulu. Ketika ia bersama seorang aktivis kampus dan seorang vokalis band, padahal pada cerpen tidak diceritakan ketika tokoh aku mengingat kejadian bersama mantan pacarnya terdahulu. Latar waktu ketika bersama seorang aktivis terlihat pada waktu siang hari, sedangkan bersama vokalis band metal latar yang terlihat ialah ketika malam hari. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Latar waktu yang terdapat pada cerpen Hanya Isyarat ialah waktu dini hari, latar waktu ketika tokoh dia bercerita pengalaman mati surinya, dan latar waktu ketika tokoh Aku dan tokoh yang lain bertemu. Sepanjang cerpen Hanya Isyarat latar yang lebih sering muncul ialah waktu malam hari menjelang dini hari. Hal ini dapat terlihat melalui penjelasan pengarang melalui tokoh Aku. Hanya satu latar waktu saja yang melatar belakangi kisah pada cerpen ini. Mereka
117
berkumpul pada sebuah bar dan bercerita sepanjang malam. Awal cerita dapat dilihat petunjuk yang menggambarka latar waktu. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “hIburan yang tersedia adalah tayangan pertandingan sepak bola dini hari dari televisi 14 inci dan kumandang lagu disko era satu dekade silam serta kelap-kelip bohlam warna-warni yang sebaiknya jangan dilihat lebih dari satu menit karena membuat mata sakit” (Rectoverso:46) Berdasarkan kutipan di atas tertulis bahwa televisi tersebut menayangkan pertandingan sepak bola dini hari. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan mereka di bar tersebut hingga dini hari. Selain itu, hal ini ditegaskan kembali pada akhir cerita oleh tokoh aku, bahwa kegiatan mereka selama di bar tersebut tejadi pada malam hari, dapat dilihat pada kutipan berikut, “malam itu, sebagai hadiah kisah sedihku tentang cinta sebatas punggung dan punggung ayam di negeri orang, aku memilih dia.” (Rectoverso:53) Latar waktu tambahan yang muncul yaitu cerita di dalam cerita, maksudnya ialah latar waktu ini muncul ketika tokoh Aku menceritakan kisah yang dialami oleh tokoh Dia. Latar waktu ini terjadi ketika tokoh Dia mengalami mati suri dalam hidupnya, dalam tidurnya ia dapat melihat sebuah cahaya dan akhirnya ia pun terbangun, hingga akhirnya setelah peristiwa itu ia memutuskan untuk menjadi seseorang berjalan di atas cinta ilahi. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “tiba gilirannya, dia berkisah tentang cahaya. Dia pernah mati suri, dan dalam tidurnya ia melihat padang besar hijau, lalu cahaya besar. Namun saat cahaya itu hendak merengkuhnya, ia justru terbangun.” (Rectoverso:48) Cerpen Hanya Isyarat setelah mengalami proses ekranisasi terdapat beberapa penambahan pada latar waktu di dalam cerita, yaitu latar waktu ketika pagi hingga siang hari, karena pencahayaan dalam film masih cukup baik karena sinar matahari. Hal ini dapat dilihat melalui
118
gambar, ketika tokoh Al hendak berangkat menaiki pesawat dan juga ketika Al, Raga dan kawan-kawannya bermain di pinggir pantai. Dapat dilihat pada gambar berikut,
1.c Latar Sosial Di dalam latar ini umumnya menggambarkan keadaan masyarakat,
kelompok-kelompok
sosial
dan
sikapnya,
kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. Latar sosial pada cerpen Malaikat Juga Tahu menggambarkan kelompok masyarakat yang hidupnya berada pada sebuah rumah kost dan hidup bersamaan dengan seorang penderita autisme. Bunda sebagai pemilik rumah kost merupakan seorang janda yang memiliki dua anak, walaupun Bunda seorang janda bukan berarti mereka hidup serba kekurangan. Bunda memiliki rumah indekos yang cukup terkenal dan memiliki banyak kamar, selain itu anak bungsu Bunda bersekolah di luar Indonesia sejak ia remaja. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “anak bungsunya yang juga laki-laki, menurut orang-orang adalah figure sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik. Ia hanya tak pernah dirumah karena sedari remaja meinggalkan Indonesia demi bersekolah.” (Rectoverso:17) Hal ini dapat diartikan bahwa, kehidupan Bunda bukan seperti seorang janda yang serba kekurangan, Bunda berasal dari masyarakat kalangan menengah ke atas, karena ia mampu menyekolahkan anaknya di luar negeri sejak ia remaja hingga dewasa. Kehidupan keseharian Bunda dan Bunda di lingkungan indekos, tidak berjalan seperti rutinitas orang kebanyakan. Bunda yang menderita autis, kerap dijauhi bahkan dijaili oleh beberapa
119
abak indekos, walau ada anak indekos yang baik dan perhatian kepada Bunda. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “laki-laki yang biasa mereka panggil Abang itu adalah makhluk paling dihindari di rumah Bunda, nomor dua sesudah blasteran Doberman yang galaknya di luar akal, tapi untungnya sekarang sudah ompong dan buta.” (Rectoverso:15) “suatu hari pernah ada anak indekos yang jail. Dia menyembunyikan satu dari seratus sabun koleksi Abang. Abang mengacak-ngacak satu rumah, lalu pergi minggat demi mencari sebatang sabunnya yang hilang.” (Rectoverso: 20) “semua anak indekos kini menyingkir jika malam minggu tiba. Mereka tidak tahan mendengar suara lolongan, barangbarang diberantaki, dan seseorang yang hilir mudik gelisah mengucap satu nama seperti mantra.”(Rectoverso: 21) Berdasarkan kutipan di atas, cara bersosialisasi yang harus dijalami penderita autis, mereka cenderung lebih banyak dijauhi karena kemunculan sikap-sikap yang tidak biasa. Seolah tidak ada kecocokan antara orang normal dan penderita autis, padahal penderita autis tidak seburuk yang masyarakat pikirkan, ia mempunyai kelebihan tersendiri dibanding orang normal lainnya. Komunikasi yang kurang baik bukan berarti mereka tidak dapat menjadi pendengar yang baik. Latar sosial yang muncul pada cerpen Malaikat juga Tahu setelah mengalami proses ekranisasi tidak mengalami perubahan, latar sosial yang tergambarkan sesuai dengan apa yang ada pada cerpen. Latar sosial pada cerpen Cecak di Dinding menggambarkan latar sosial pada masyarakat kalangan menengah atas yang dengan segala kehidupannya yang bebas. Kehidupan bebas disini yang di maksud ialah, norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Baik norma social, norma agama, maupun norma kesopanan tidak terlihat nyata. Dapat dilihat pada kutipan berikut,
120
“kedatangannya di sambut hangat oleh dua orang yang senatiasa berpelukan mesra, bahkan saat menerima tamu di pintu. Mereka calon suami-istri yang sudah akan sehidup semati itu, masih saling berangkulan terlebih dahulu sebelum merangkulnya.” (Rectoverso: 95) Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat bahwa seorang yang belum menikah namun sudah berangkulan mesra di depan orang lain, jika di lihat pada masa kekinian hal ini memang sudah bukan hal tabu lagi, karena memang norma-norma di masyarakat sudah banyak yang mulai tergerus oleh jaman. Selain itu, mereka calon suami istri yang belum menikah namun sudah tinggal satu rumah. Ajaran agama tertentu melarang hal ini terjadi, selain melanggar norma agama hal ini juga melanggar norma social yang ada. Hal ini ditegaskan kembali pada kutipan berikut, “mengendap-endap Perempuan itu membuka pintu studionya sendiri seperti seorang pencuri yang takut tertangkap manusia paling berbakat dalam daftarnya tengah berupacara di dalam situ, memerawani ruangan lukisnya. (Rectoverso: 98) Kutipan tersebut terjadi ketika malam hari setelah pelukis menyelesaikan pekerjaannya hingga tengah malam dan ia tertidur, berdasarkan logika, Perempuan itu tidak mungkin datang dari rumahnya di malam hari untuk melihat hasil pekerjaan Pelukis itu, ia dipastikan menginap atau pun tinggal di rumah tersebut. hal ini kiranya merupakan hal biasa pada masa kekinian, terutama yang sudah mulai melupakan nilai-nilai yang berlaku di masyarakt. Cerpen ini setelah melalui proses ekranisasi pada film Rectoverso, mengalami banyak penambahan pada latar sosial. Pada film, permasalah norma, adat istiadat menjadi sorotan yang utama. Gaya hidup bebas yang berlaku tergambarkan lebih jelas melalui film ini, dapat dilihat pada gambar berikut,
121
Berdasarkan gambar di atas, hubungan suami istri yang mereka lakukan tanpa sebuah ikatan yang sah tentunya hal ini sangat bertentangan dengan norma sosial dan norma agama, ditambah dengan tato yang menempel pada tubuh Perempuan itu. Di masyarakat,
tato
memiliki
stereotype
negative
baik
pada
Perempuan maupun laki-laki. Masyarakat pasti menilai seseorang yang memiliki tato telah terbiasa dengan kehidupan yang melanggar aturan dan norma. Latar sosial pada cerpen Firasat ialah menggambarkan sekumpulan orang yang di anugerahi kelebihan seperti firasat maupun indera keenam, mereka berkumpul dalam satu klub dengan nama Klub Firasat. Bagi masyarakat kebanyakan orang-orang yang memiliki kelebihan yang diberikan tuhan memiliki nilai yang lebih, karena ia berbeda karena kelebihannya itu. Di satu sisi, kelebihan yang ia punya terkadang dapat mengganggu jiwanya dan kenyamanan orang lain. Ketika seseorang yang memiliki firasat yang sangat tajam maupun indera keenam mendapat pertanda buruk tentang seseorang dan ia berusaha untuk mencegah atau memperingati, hal ini tentu akan sangat mengganggu bagi orang tersebut. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “semalam saya mimpi…,” ucapku terbata “mimpi apa?” “saya mimpi hanyut disungai, tapi tidak tahu kemana” “saya tahu,” dan ia menangkupkan tangannya dipipiku. Untuk kali pertamanya kulit kami bersentuhan. “Semua sungai pulai kelaut,” lanjutnya dengan kerling jenaka. Tibatiba ia merengkuhkan kedua lengannya memelukku. “tidak ada apa-apa. Semua baik-baik saja. Ketemu minggu depan,ya” bisiknya. (Rectoverso:117-118)
122
Orang yang bersangkutan hanya mampu menenangkan dan meyakinkan Perempuan tersebut. Selain, itu sosialisasi orang yang memiliki kelebihan tertentu, terkadang tidak terlalu baik. Seperti pada kutipan berikut, “belum pernah Ibu melihat kamu sebegini setia pada sesuatu. Sebetulnya apa yang kamu ingin cari dari sana? Setahun kamu ikut klub itu dan cuma jadi pendengar.” (Rectoverso:105) Kutipan di atas menggambarkan bahwa anaknya memang jarang untuk tertarik dan betah bergabung pada sebuah komunitas maupun kelompok, namun karena kelompok ini memiliki kesamaan dari segi kelebihan yang ia miliki maka ia dapat bertahan hingga waktu yang cukup lama. Cerpen Firasat setelah melalui proses ekranisasi tidak
terlalu
mengalami
perubahan
pada
latar
sosial,
penggambarannya latar sosialnya sama dengan apa yang pengarang tuliskan. Latar
sosial
pada
cerpen
Curhat
Buat
Sahabat
menggambarkan, persahabatan seorang laki-laki dan Perempuan, mereka telah bersahabat dalam waktu yang cukup lama, persahabatan mereka merupakan persahabatan yang berasal dari dua golongan masyarakat yang berbeda. Sahabat Perempuannya, dapat di golongkan sebagai seorang yang berasal dari golongan menengah ke atas. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut, “gaun hitam menyambar kaki meja, lalu menyapu ujung kakiku.” (Rectoverso: 4) “anggur itu berusia enam tahun. gaun itu cuma keluar sekali dalam dua tahun. restoran ini terakhir kamu pilih saat ulang tahun hari jadi jatuh cintamu ke-1.” (Rectoverso: 4) “selesai! Semua sudah selesai. Lima tahun sudah cukup. Aku berhenti menunggu. Berhenti berharap. Cheers!” kamu dentingkan gelasmu ke gelasku (Rectoverso: 5) Berdasarkan kutipan di atas dapat terlihat, bagaimana pemilihan restoran, pakaian, minuman dan cara perempuan itu bersikap.
123
Sebuah restoran dengan menyediakan anggur putih yang mahal bukanlah sebuah restoran biasa, sedangkan untuk golongan masyarakat menengah ke bawah pasti akan memilih tempat yang biasa saja untuk sekedar makan malam dan bercerita. Cara Perempuan itu mengajak sahabat laki-lakinya meminum anggur pun di awali dengan kata “Cheers” lalu mendentingkan gelas mereka berdua. Hal ini menunjukkan, kelas Perempuan itu dengan kebiasaan yang ia tunjukkan. Berbeda dengan sahabat laki-lakinya yang berasal dari golongan masyarakat menengah ke bawah, dari cara berpakaian dapat dilihat pada kutipan berikut, “kamu sengaja berdandan, membuatku agak malu karena muncul berbalut jaket jeans, celana khaki, dan badan sedikit demam” (Rectoverso: 4) Lelaki itu hanya menggunakan jaket jeans dan celana khaki, hal itu tampak kontras dengan apa yang digunakan oleh Perempuan tersebut. persahabatan mereka bukan dilihat dari segi materi yang mereka miliki, ketika kenyaman untuk saling bertukar pikiran, berbagi cerita, maka persahabatan mereka dapat terus berjalan. Persahabatan antara laki-laki dan Perempuan pada masyarakat jarang dinilai sebagai sebuah ikatan murni persahabatan, kedekatan mereka, kenyamanan mereka, pasti akan memunculkan rasa sayang di antara keduanya yyang akhirnya memunculkan penilaian yang berbeda di mata orag lain. Hal ini lah yang terjadi pada persahabatan mereka, Perempuan itu menyadari, ia tidak perlu lagi mencari orang yang sayang tulus dan selalu ada untuknya. Pada film Rectoverso, cerpen ini mengalami penambahan pada latar sosial. Di film, diperjelas dan digambarkan aktivitas yang dijalankan oleh lelaki tersebut. ia difilm digambarkan sebagai seorang yang memiliki usaha fotocopy sederhana di dekat sebuah kampus, dan juga penambahan dengan penggambaran rumah Perempuan itu, terlihat rumah yang memiliki televise dan sofa yang cukup nyaman. Selain hal itu, tidak ada penciutan dan
124
perubahan bervariasi yang terjadi. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Latar sosial pada cerpen Hanya Isyarat menggambarkan kehidupan sekelompok orang dengan kehidupan malam dan kebebasannya. Kehidupan yang mereka jalani berbeda dengan cerpen sebelumnya. Mereka berkumpul pada sebuah bar untuk saling berbagi cerita, jika dilihat dari tempat mereka berkumpul, mereka merupakan golongan masyarakat kelas menengah ke bawah. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “tempat ini di desain dengan penerangan yang buruk. Remang yang malah tidak romantic. Remang yang membuat segalanya tidak jelas. Namun, hanya tempat ini yang masih buka. HIburan yang tersedia adalah tayangan pertandingan sebak bola dini hari dari televise 14 inci” (Rectoverso:46) Mereka memilih tempat yang cukup sederhana, tidak dengan fasilitas lengkap layaknya sebuah bar ataupun café dengan minuman yang harganya cukup mahal. Penggambaran tempat di atas biasanya menjadi tempat favorite bagi kumpulan anak muda dengan golongan kelas menengah ke bawah, tetapi hal ini tidak dapat dipastikan karena ada pernyataan hanya tempat itu saja yang masih buka pada dini hari. Hal ini dapat menjadi satu alasan mereka memilih tempat itu karena buka hingga dini hari. Mereka terdiri dari seorang Perempuan dan tiga laki-laki, walaupun penilaian yang muncul di masyarakat cenderung negative ketika seorang Perempuan berkumpul dengan tiga orang laki-laki pasa dini hari, hal ini bukan berarti dapat menjadi kesimpulan akhir
125
bahwa Perempuan itu memiliki kelakuan buruk. Ia awalnya lebih memilih untuk duduk menjauh dan memandang teman-temannya dari meja yang berbeda, dapat dilihat pada kutipan berikut. “tanpa sengaja mereka menoleh ke arahku. Mereka tidak bisa lagi menghindar. Aku pun tidak bisa lagi menyamar mrnjadi latar. Sebuah kursi didekatkan ke meja mereka dan dia mempersilakan aku duduk.” (Rectoverso:47) Perempuan itu sejak awal memisahkan diri dari para teman lakilakinya, barulah ketika ia di persilakan bergabung ia duduk di meja yang sama. Aktivitas yang mereka lakukan sepanjang malam, bukan hal-hal negative layaknya penggambaran dunia malam pada masa kini. Mereka melakukan sebuah permainan dan saling bertukar cerita. Hal ini seolah membuka pandangan masyarakat, bahwa kehidupan ataupun aktivitas yang dilakukan seorang Perempuan bersama laki-laki tidak selamanya negative, mereka saling berbagi dan bertukar cerita. Memang hal ini masih cukup tabu pada lingkungan masyarakat yang bukan tinggal di kota besar. Penilaian terhadap Perempuan cukuplah sensitive, karena hal ini berkaitan dengan norma yang berlaku dimasyarakat. Setelah mengalami proses ekranisasi cerpen ini mengalami beberapa penambahan, lingkungan sosial mereka pada film menunjukkan mereka merupakan pemuda pemudi yang menikmati hidupnya untuk sebuah hal-hal baru. Jika Perempuan itu merupakan golongan masyarakat menengah ke bawah, ia tidak mungkin pergi menggunakan pesawat terbang, seperti yang terlihat pada gambar berikut,
126
Film ini menggambarkan suasana lIburan mereka dari satu tempat ketempat lain, tentunya biaya yang mereka keluarkan tidak sedikit. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang dipaparkan pada cerpen. Mereka berfoto dan berbincang-bincang pada sebuah bar yang cukup sederhana. Selain itu tidak ada hal yang berubah dari penggambaran latar sosial pada cerpen dan film.
Berdasarkan analisis latar tersebut, tampak adanya penambahan, penciutan, hingga perubahan bervariasi pada cerpen dan film Rectoverso. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut, Penam
Penciut
Perubahan
bahan
an
Bervariasi
1. Malaikat juga tahu
√
√
-
2. Cecak di Dinding
√
√
√
Keterangan
Penambahan latar terjadi pada latar tempat Lea bekerja, tempat romantis Lea dan Hans, di dalam mobil Hans, sedangkan pada cerpen latar tersebut tidak ada. Penciutan terjadi pada saat abang mengalami perawatan dirumah sakit, namun hal tersebut tidak muncul pada film. Penambahan terjadi pada tempat pertemuan pertama kali tokoh Taja dan Saras di sebuah café, penciutan muncul pada latar tempat studio lukis milik sahabat pelukis, hal ini dihilangkan pada film, perubahan bervariasi terjadi pada
127
3. Firasat
-
√
√
4. Curhat Buat Sahabat
-
-
√
5. Hanya Isyarat
√
-
-
tempat lukisan cecak yang dihadiahkan oleh Taja, ia melukis dinding kamar milik sahabatnya. Latar tempat rumah Bapak dan Ibu tetangga Pemuda, pada film latar ini tidak dimunculkan. Perubahan bervariasi, ketika pemuda mengajak Senja berjalanjalan ke danau bukan ke rumah Bapak Ibu tetangga Pemuda. Perubahan bervariasi, ialah latar di dalam restoran yang menggambarkan adanya alunan piano, berubah menjadi tokoh Amanda menyanyi di sebuah panggung kecil. Penambahan terjadi pada latar awal cerita, yang menggambarkan tokoh Al berangkat menggunakan pesawat.
(Tabel. 3) 4. Alur Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang secara klausal saja. Peristiwa klausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Cerpen Malaikat juga Tahu memiliki alur yang sederhana, yaitu kronologis. Cerpen ini memiliki lima bagian peristiwa, Peristiwa pertama tentang adanya rutinitas yang dijalani bersama oleh seorang Laki-laki dan Perempuan di rumah Bunda. Peristiwa
kedua tentang
kehidupan
seorang Laki-laki autis yang dapat merasakan jatuh cinta kepada Perempuan itu. Peristiwa mengetahui
hubungan
ketiga tentang
Bunda
yang
telah
antara Perempuan itu dengan si Bungsu.
Peristiwa keempat tentang keadaan Laki-laki autis setelah ditinggalkan
128
oleh Perempuan itu. Peristiwa kelima tentang cinta seorang Ibu yang tidak akan meninggalkan anaknya, meskipun anaknya tidak normal. Setelah mengalami proses ekranisasi cerpen ini memiliki perbedaan pada tahapan alur, hal ini akan di analisis lebih dalam pada bagian analisis perbandingan alur cerpen dan film. Cerpen Cecak di Dinding memiliki alur gabungan, cerpen ini memiliki empat bagian peristiwa. Peristiwa pertama ketika Pelukis itu datang ke rumah Sahabat dan calon istrinya untuk menepati janjinya memberikan hadiah khusus berupa lukisan di studio baru untuk calon istri sahabatnya. Peristiwa kedua, ketika Pelukis mengingat pertemuan pertamanya dengan Perempuan yang mengaku mengagumi karyakaryanya pada sebuah pameran tunggal. Peristiwa ketiga ialah ketika pelukis melukis studio dan menuangkan segala rasa yang ia punya melalui lukisan tersebut. Peristiwa keempat ketika calon istri sahabatnya datang untuk melihat hasil lukisan di studionya, pada saat itu pemuda menitipkan sebuah kalimat ungkapan hatinya untuk Perempuan itu, lalu pergilah ia meninggalkan studio tersebut. Setelah mengalami proses ekranisasi, alur pada cerpen ini banyak mengalami penambahan dan penciutan. Hal ini akan dianalisis lebih dalam pada bagian analisis perbandingan alur cerpen dan film. Cerpen Firasat memilliki alur yang sederhana, yaitu alur kronologis. Cerpen ini memiliki enam bagian peristiwa. Peristiwa pertama ialah perkenalan Klub Firasat yang didirikan oleh seorang pemuda yang dianugerahi firasat yang sangat tajam. Peristiwa kedua ialah tokoh Aku yang menyiapkan kue special untuk pertemuannya yang ke-52 di klub tersebut. Peristiwa ketiga, ketika tokoh Aku diundang oleh Pemuda itu untuk berkunjung ke rumah Bapak dan Ibu (tetangga) pemuda itu, saat itu mulailah tokoh Aku merasakan firasatnya tentang pemuda tersebut. Peristiwa keempat, tokoh Aku merasakan tanda-tanda yang tidak biasa selama seminggu kebelakang. Peristiwa kelima, ketika tokoh Aku menceritakan berbagai firasatnya
129
kepada Pemuda itu, dan pemuda itu menasihatinya dengan bijak untuk menerima segala hal yang akan terjadi. Peristiwa keenam, tibalah hari kepergian Pemuda, pada hari itu pula tokoh Aku merasakan dirinya telah sampai puncak. Segala firasat dan pertanda yang ia terima tidak dapat menahan kepergian Pemuda tersebut. Proses ekranisasi pada cerpen Firasat, membuat terjadi beberapa penambahan., penciutan, dan perubahan bervariasi pada alur cerita. Hal ini akan dianalisis lebih dalam pada bagian analisis perbandingan alur cerpen dan film. Cerpen Curhat Buat Sahabat memiliki alur gabungan. Cerpen ini memiliki lima bagian peristiwa, peristiwa pertama mengisahkan tentang pertemuan tokoh Aku dan sahabat Perempuannya pada sebuah restoran untuk makan malam dan bertukar cerita. Peristiwa kedua, ketika sahabat Perempuannya mulai bercerita bahwa ia terlahir kembali sebagai orang yang baru. Peristiwa ketiga, tokoh Aku menenangkan sahabat Perempuannya ketika ia menangis sambil bercerita, pikiran tokoh Aku pun kembali mengingat peristiwa ketika sahabat Perempuannya tengah sakit dan minta dibawakan obat. Peristiwa kelima, sahabat Perempuannya merasa lebih baik dan lebih bersemangat untuk memulai harinya yang baru. Cerpen Curhat buat Sahabat setelah melalui proses ekranisasi terdapat penambahan, penciutan, dan perubahan bervariasi. Hal ini akan dianalisis lebih dalam pada bagian analisis perbandingan alur cerpen dan film. Cerpen Hanya Isyarat memiliki alur yang sangat sederhana, yaitu alur maju. Cerpen ini memiliki lima bagian peristiwa, peristiwa pertama menggambarkan suasana di sebuah bar yang dijadikan tempat berkumpul para muda-mudi. Peristiwa kedua ialah, ketika seorang lakilaki yang merupakan teman tokoh Aku, mengajak tokoh Aku untuk bergabung di meja mereka. Peristiwa ketiga ialah ketika tiga orang laki-laki dan tokoh Aku melakukan satu permainan yaitu bertukar cerita paling sedih. Salah satu laki-laki yang dikagumi tokoh aku mulai bercerita. Peristiwa keempat tokoh Aku mulai bercerita kisah
130
menyedihkannya, dan ia dinobatkan sebagai pemenangnya, peristiwa kelima, tokoh aku meminta laki-laki yang ia kagumi untuk melakukan hal yang ia minta, dan kini tokoh Aku tahu warna mata laki-laki yang ia kagumi, cokelat muda. Cerpen Hanya Isyarat setelah mengalami proses ekranisasi terdapat beberapa penambahan, penciutan, dan perubahan bervariasi. Hal ini akan dianalisis lebih dalam pada bagian analisis perbandingan alur cerpen dan film.
5. Sudut Pandang Sudut pandang adalah tempat pengarang memandang ceritanya. Di sinilah pengarang bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri. Sudut pandang pada sebuah film, dapat kita ketahui dengan dua cara yaitu yang dikenal dengan sebutan diegetic dan non diegetic. Diegetik merupakan suara yang sumbernya terlihat pada layar atau yang sumber tersirat untuk hadir oleh aksi film. Nondiegetik merupakan suara yang sumber yang tidak terlihat pada layar atau telah tersirat untuk hadir dalam aksi. Cerpen Malaikat juga Tahu
dan Cerpen Cecak di Dinding
memiliki sudut pandang yang sama yaitu orang ketiga maha tahu Dimana pengarang memiliki peran penting dalam penceritaan. Cerpen Malaikat juga Tahu pada awal cerita pembaca dapat pengetahui sudut pandang apa yang digunakan pada cerpen ini, dapat dilihat pada kutipan berikut, “laki-laki dan Perempuan itu terbaring di atas rumput, memandang bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu.” (Rectoverso:14) “banyak orang yang bertanya-tanya tentang persahabatan mereka. Orang-orang penasaran tentang topic obrolan mereka dan apa kegiatan Perempuan itu selama berjamjam.” (Rectoverso:14) Di cerpen ini, peran pengarang ialah sebagai pencerita. Pengarang menempatkan dirinya sebagai pencerita yang menegetahui seluruh
131
cerita serta tokoh-tokohnya. Cerpen Cecak di Dinding juga memiliki sudut pandang yang sama dengan cerpen Malaikat juga Tahu. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “lelaki itu datang ke sana sesuai janji, menenteng duadus karton. Satu tampak rapid an masih bersegel dari perusahaan Shipping asing.” (Rectoverso:95) “Perempuan itu mematung di tengah ruangan. Akalnya mencerna nenit-menit terakhir yang telah mengobrak-abrik hatinya menjadi tempat asing.” (Rectoverso:99) Dari penggunaan nama tokoh lelaki itu, Perempuan itu pengarang memiliki peran sebagai pencerita dan maha tahu. Pengarang memposisikan dirinya dalam cerita sebagai bagian yang mengetahui keseluruhan cerita serta seluruh tokoh yang terdapat pada cerpen tersebut. Cerpen Firasat, Curhat Buat Sahabat, Hanya Isyarat memiliki sudut pandang yang sama, yaitu orang pertama. Cerpen Firasat memiliki sudut pandang orang pertama maha tahu dapat dilihat dari penggunaan nama tokoh di dalam cerpen, dapat dilihat pada kutipan berikut, “malam ini adalah pertemuanku yang ke-52. Tepat setahun aku ikut Klub Firasat. Tak satu kalipun aku pernah absen.” (Rectoverso: 105) Tokoh “akuan” yang digunakan oleh pengarang menjadikannya ia sebagai orang pertama maha tahu. Tokoh aku mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa, serta sikapnya terhadap tokoh lain kepada pembaca. Cerpen Curhat buat Sahabat memiliki sudut pandang orang pertama, pengarang menggunakan tokoh aku sebagai pencerita. Tokoh aku menceritakan peristiwa yang terjadi sehingga terlihat hampir sama dengan sudut pandang yang terdapat pada cerpen Firasat. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “kenapa?” tanyaku, dan kamu pasti sudah siap untuk itu. Untuk sepotong kata tanya itulah kamu berdandan,
132
mengenakan baju terbaikmu, dan memilih tempat ini. (Rectoverso:5) Cerpen Hanya Isyarat memiliki sudut pandang orang pertama, pengarang juga menggunakan “akuan” pada cerpen ini. Pengarang menempatkan tokoh aku sebagai tokoh maha tahu di dalam cerita. Tokoh akuan menceritakan semua peristiwa yang ada di dalam cerita, dapat dilihat pada kutipan berikut, “satu di antara mereka menghampiri meja bar, meminta lampu warna-warni itu dimatikan. Rupanya mereka tidak lagi tahan. Cuma aku yang tidak terganggu.” (Rectoverso: 47) Sudut pandang yang muncul pada film juga berbeda, pada cerpen Malaikat juga Tahu, Cecak di Dinding, Firasat, dan Curhat Buat Sahabat sutradara memilih penceritaan yaitu diegetic sound, sedangkan pada cerpen Hanya Isyarat, sutradara menggunakan teknik ¬non-diegetic sound. Suara diegetic yang dimaksud alah penceritaan berasal dari suara tokoh atau karakter, melalui dialog yang mereka lakukan di dalam frame tersebut. suara non-diegetik penceritaan dilakukan diluar frame, atau tidak berasal dari dalam cerita, suara yang dimaksud ialah adanya suara narator sedangkan film terus berjalan. Penam
Penciut
Perubahan
bahan
an
Bervariasi
1. Malaikat juga tahu
-
-
-
2. Cecak di Dinding
-
-
-
3. Firasat
-
-
-
Keterangan
Sudut pandang yang digunakan antara cerpen dan film tidak mengalami perubahan Sudut pandang yang digunakan antara cerpen dan film tidak mengalami perubahan Sudut pandang yang digunakan antara cerpen dan film tidak mengalami perubahan
133
4. Curhat Buat Sahabat
-
-
-
5. Hanya Isyarat
-
-
-
Sudut pandang yang digunakan antara cerpen dan film tidak mengalami perubahan Sudut pandang yang digunakan antara cerpen dan film tidak mengalami perubahan
(Tabel.4) B.
Analisis Perbandingan Alur pada Cerpen dan Film Rectoverso Cerpen Malaikat juga Tahu Awalan Tahap awalan disebut juga tahap pengenalan. Pada cerpen Malaikat juga Tahu, tahap awalan dimulai ketika dengan aktivitas yang sering dilakukan oleh tokoh Bunda dan Perempuan di malam minggu, hingga rutinitas yang sering dilakukakan oleh Bunda setiap harinya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “laki-laki dan Perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulandari carikan awan kelabu.” (Rectoverso: 14) “Perempuan itu hafal rutinitas ketat yang berlaku di sana. Laki-laki di sebelahnya memangkas rumput setiap selasa, kamis, dan sabtu. Mencuci baju putih setiap senin, baju berwarna gelap setiap rabu, baju berwarna sedang setiap jumat, menjerang air panas setiap hari pukul enam pagi. Menghitung koleksi sabunnya setiap pagi dan sore.” (Rectoverso: 14) Pada film Rectoverso, awalan cerpen ini di buka dengan pengambilan gambar pada rumah Bunda dan adegan ketika tokoh Bunda menghitung koleksi sabunnya lalu meminta pakaian berwarna putih kepada seluruh penghuni kost rumahnya. Hal ini muncul pada sekuen 1 di dalam film, Setelah melalui proses ekranisasi cerpen ini mengalami penciutan pada awalan cerita, tidak digambarkan kegiatan tokoh Bunda dan Perempuan itu (Lea) sedang terbaring di pekarangan rumah menatap bintang. Dapat dilihat pada gambar berikut,
134
Konflik Pada cerpen ini, konflik mulai terlihat pada saat Bunda menemukan surat cinta yang ditulis Bunda untuk Perempuan itu. Tidak lama kemudian adik bungsu Bunda pulang dari luar negeri, dan Perempuan itu akhirnya berpacaran dengan anak bungsu Bunda. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “untuk kali pertamanya, anak itu menulis sesuatu di luar grub music art rock atau sejarah music klasik. Ia menuliskan surat cinta, kumpulan kalimat tak tertata yang bercampur dengan menu makanan dobi. Tapi Ibunya tahu itu adalah surat cinta.” (Rectoverso: 17) “barangkali sang adik tetap menjadi figure yang sempurna jika saja ia tidak memacari Perempuan satu-satunya yang dikirimi surat cinta oleh kakaknya.” (Rectoverso: 17) Di dalam film Rectoverso, konflik pada cerpen ini muncul ketika Bunda mengamuk ketika melihat salah 1 tumpukan dari 100 sabun yang ia miliki hilang. Bunda berlari keluar rumah untuk mencari sabunnya, hingga akhirnya ia bertemu Lea pada sebuah warung yang menjual sabun seperti yang Bunda miliki, lalu Lea mengantarnya pulang ke rumah. Hal tersebut muncul pada sekuen 6 di dalam film, pada film ini terjadi perubahan bervariasi pada konflik yang muncul, karena di cerpen tidak dijelaskan bahwa ia bertemu Lea pada sebuah warung namun ia ditemukan oleh polisi dan membawanya kerumah sakit. hal ini dapat dilihat pada gambar berikut,
135
Kompikasi Komplikasi pada cerpen ini, mulai terlihat ketika perdebatan antara Bunda, si Bungsu dan Perempuan itu. Pertama kali Bunda mengetahui si Bungsu dan Perempuan itu berpacaran, Bunda langsung mengadakan pertemuan empat mata. Bunda memilih Perempuan itu, untuk diajak berbicara pertama karena dipikirnya akan lebih mudah. Akhirnya, si bungsu ikur dalam pembicaraan mereka, dan si bungsu pun menolak untuk mengikuti kemauan Bunda agar mereka berpura-pura tidak berpacaran di depan Bunda. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “bagi kamu, ini pasti terdengar aneh. Mereka dua-duanya anak Bunda. Tapi kalau ditanya, siapa yang bisa mencintai kamu paling tulus, Bunda akan menjagokan Bunda.” (Rectoverso: 18) “Dia akan segera tahu kalian berpacaran” “Mami, lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti setelah kami menikah” Bunda melengakkan kepala dengan tatapan tak percaya. “Bagi Bundamu, apa bedanya sekarang dan nanti?” “Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!” Anak laki-lakinya setengah berseru. “Kalau perlu kalian harus sembunyi-sembunyi seumur hidup!” balas Bunda lebih tegas “Ini tidak adil. Ini tidak masuk akal…” protes anaknya lagi (Rectovers:18-19). Di dalam film, komplikasi yang muncul ialah ketika adik Bunda yang bernama Hans kembali pulang dari luar negeri, dan ia berkenalan dengan Lea. Melihat kedekatan Bunda dan Lea, Hans pun jatuh hati kepada Lea. Seperti Bunda yang dalam keterbatasannya pun menyimpan cinta bagi Lea. Hans sering mengajak Lea berangkat bersama, dan memperhatikan Lea dari kejauhan. Hal tersebut muncul pada sekuen 11 di dalam film. Baik di film maupun di cerpen tidak di temukan perbedaan pada tahapan komplikasi ini. Dapat dilihat pada gambar berikut,
136
Klimaks Pada cerpen, klimaks terjadi ketika si Bungsu dan Perempuan itu pergi dari rumah itu untuk selama-lamanya. Pergi dari kehidupan yang mereka anggap seeperti penjara. Mereka menolak permintaan Bunda yaitu agar Perempuan itu tetap menemani Bunda setiap malam Minggunya. Maka setiap malam minggu Bunda akan berterika tidak jelas memanggil Perempuan itu dan memberantaki semua barang yang ada di rumah. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “selepas bicara dengan Bunda, mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari kehidupan rumah itu. Tidak mungkin mereka terpenjara setiap minggu di sana. Mereka menolak menjadi bagian dari ritual menjerang air, cuci baju, dan seratus sabun.” (Rectoverso:20) “semua anak indekos kini menyingkir jika amlam minggu tiba. Mereki tidak tahan mendnegar lolongan, barangbarang diberantaki, dan seseorang yang hilir mudik gelisah mengucap satu nama seperti mantra. Menanyakan keberadaannya.” (Rectoverso: 21) Klimaks yang muncul pada film Rectoverso ialah ketika Bunda melihat mereka berciuman di dalam mobil hal itu semakin meyakinkan Bunda ada hubungan spesial antara Hans dan Lea, Bunda pun datang ke kamar Lea untuk berbicara, hingga akhirnya Hans mendengar pembicaraan mereka, mereka menolak untuk memenuhi keingian Bunda agar berpura-pura di depan Bunda. Mereka pun memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah Bunda. Hal tersebut muncul pada sekuen 21 di dalam film. Bagian ini terjadi perubahan bervariasi pada klimaks yang ada pada cerpen dan film, adegan Bunda mengamuk belum muncul pada bagian ini. Dapat dilihat pada gambar berikut,
137
Peleraian Peleraian pada cerpen ini, ialah Bunda yang selalu menenangkan Abang ketika Abang tengah mengamuk setiap penghujung malam minggu.
Kehidupan
Bunda
kacau
saat
Perempuan
itu
meninggalkannya, namun Bunda tetap setia mendampingi Abang, meskipun Abang sering mengamuk. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Setiap penghujung malam minggu Bunda bersandar kelelahan dengan keringat membasahi wajah, Abang yang berbadan dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas anaknya yang memburu, tidak ada suara lain di rumah besar itu.” (Rectoverso: 21) Peleraian yang terjadi pada film, muncul ketika Abang melihat kamar Lea
telah
tidak
berpenghuni.
Abang
mengamuk
sejadi-
jadinya,memukul dirinya, semua barang di kamarnya ia rusak. Bunda pun mencoba menenangkan Abang dan memeluknya agar ia dapat lebih tenang. Hal tersebut muncul pada sekuen 24 di dalam film. Bagian ini terjadi pada siang hari, tidak terjadi di malam hari setiap di penghujung malam minggu, pada bagian peleraian ini terjadi pula perubahan bervariasi. Dapat dilihat pada gambar berikut,
138
Akhiran Cerpen ini pun diakhiri dengan Bunda yang menerima semua keadaan yang terjadi, Bunda tidak perlu meyalahkan siapa-siapa. Ia mengerti bedapa besar cinta anaknya itu. Cinta anaknya yang diabaikan begitu saja oleh Perempuan itu, tidka membuat Bunda mengutuknya, karena malaikat tahu siapa yang akan menjadi juaranya. “Cintanya adalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri” (Rectoverso: 21). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa cinta seorang Ibu adalah paket keabadian yaitu dikala senang dan sedih Ibu tetap menemani anaknya. Waktu dan jiwa raga Bunda didedikasikan kepada Bunda agar Bunda walaupun autis tetap memiliki kehidupan yang indah di dunia selayaknya orang yang normal. Di film Rectoverso, cerita ini di akhiri dengan tokoh Lea yang berlatar di rumah barunya, ia membaca surat cinta yang Abang tulis untuknya yang berisikan “seratus sempurna, kamu satu lebih lebih sempurna”. Hal tersebut muncul pada sekuen 28 di dalam film,
akhiran yang muncul pada cerpen dan film ini
mengalami penambahan, dapat dilihat pada gambar berikut,
139
Cerpen Cecak di Dinding Awalan Tahap awalan disebut juga tahap pengenalan. Pada cerpen Cecak di Dinding, tahap awalan dimulai ketika Penggambaran sosok lelaki dengan dus karton yang baru saja diterimanya, beserta surat ditangannya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “dus karton yang sudah tiga minggu lamanya tiba juga di depan pintu. . .” Selamat berkarya, selamat bekerja! Pameran lukisanmu dijamin akan lanjut ke Eropa PS. Ada ide menarik apa dibaik “Flourescence” “ia sendirian di depan pintu. Namun, tangannya bergegas melipat surat itu seolah takut ada yang melihat. Pertanyaan temannya menghantam bagai empasan benda raksasa di tengah aula besar kesendiriannya” (Rectoverso:94) Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan seorang laki-laki yang tidak ingin mengingat masalah lukisan “Flourescence” atau yang dalam bahasa Indonesia berarti sesuatu yang nyala terang benderang, seperti neon. Itu merupakan cat yang ia pesan kepada temannya. Ia ingin hari esok cepat usai, karena esok hari ia akan menepati janjinya kepada sahabatnya. Di film cerpen ini diawali dengan pertemuan Pelukis (Taja) dengan Perempuan itu (Saras) pada sebuah café, perkenalan pertama mereka di lanjutkan dengan aktivitas kemesraan mereka di sebuah tangga sepi di dalam café. Sekaligus kali pertama Taja melihat tato cicak pada tubuh Saras, pada film awalan ini masuk di sekuens 4. Hal ini jelas, ada penambahan pada awal cerita. Dapat dilihat pada gambar berikut,
140
Konflik Ketika lelaki itu datang ke rumah sahabatnya dan ia menyadari bahwa ia pun masih merasa jatuh cinta kepada calon istri sahabatnya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “mereka, calon suami-istri yang sudah akan sehidup semati itu, masih saling berangkulan terlebih dahulu sebelum merangkulnya. Menjadikannya bertanya-tanya, akankah dirinya juga begitu jika Perempuan tadi menjadi miliknya?” (Rectoverso:95) Awal konflik ini sebenarnya muncul ketika tokoh pelukis mengingat pertemuannya pertama dengan Perempuan itu pada sebuah pameran tunggal yang diadakan Sahabatnya, sekaligus ia mengenalkan bahwa Perempuan itu merupakan pengangum berat dari lukisan-lukisannya, dan sahabatnya berjanji kepada Perempuan itu, bahwa pelukis idolanya akan melukis khusus studio miliknya. Pelukis itu jatuh cinta dan patah hati pada pandangan pertama, “matanya ingin mengekalkan apa yang ia lihat, hatinya ingin mengkristalkan apa yang ia rasa. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama, kedua, dan seterusnya sampai mati” “Tak lama, sahabatnya mengaku bahwa Perempuan yang dikenalkannya tadi baru saja resmi ia pacari. Pelukis itu pun patah hati pada pandangan pertama, kedua, seterusnya, dan semoga tidak sampai mati” (Rectoverso:97) Di film konflik mulai muncul ketika pertemuan mereka yang kedua, pada sebuah café, mereka berdua saling bertukar cerita sepanjang hari sejak pagi hingga malam. Selanjutnya, mereka mengakhiri malam dengan memadu kasih di kamar Taja. Ketika pagi hari, Taja terkejut bahwa Saras meninggalkannya begitu saja. hal ini muncul pada sekuen 8 di dalam film.
Hal ini berlainan dengan konflik yang
muncul pada cerpen, setelah mengalami proses ekranisasi terjadi penambahan dan perubahan bervariasi pada konflik. Dapat dilihat pada gambar berikut,
141
Komplikasi Komplikasi
terjadi ketika pelukis
telah selesai
mengerjakan
lukisannya dan ia pun tertidur. Tiba-tiba Perempuan itu secara mengendap-endap mencoba membuka pintu studio untuk melihat hasil pekerjaan pelukis idolanya itu, iya pun terkejut akan hasil lukisan yang ia lihat. Dapat dilihat pada kutipan berikut. “lampu studio masih nyala benderang. Perempuan itu melongok, memutar lehernya ke berbagai arah untuk meninjau dinding yang seharusnya sudah jadi lukisan itu.” “terdengar bunyi sakelar lampu dimatikan. Studio sontak gelap gulita namun pada tedik yang sama, ia merasa dikepung larik-larik sinar menyilaukan. Ratusan cecak berpendar, menyelimuti empat bidang dinding dan langitlangit membungkusnya dalam takjub dan tanda tanya.” (Rectoverso: 98) Di film Rectoverso, komplikasi yang muncul pada cerpen ini ketika setelah Saras menghilang akhirnya Taja kembali bertemu dengan Perempuan itu pada pameran tunggal lukisan yang diadakan Sahabatnya
bernama
Bang
Irwan,
sekaligus
Bang
Irwan
memperkenalkan Saras sebagai calon Istrinya. Sontak Taja pun kan kaget dan ia merasa kecewa pada Saras. Di film tahapan ini terdapat pada sekuen 15, pada cerpen bagian ini muncul pada tahapan konflik, sedangkan pada film bagian ini muncul sebagai komplikasi. Terlihat perbedaan yang terjadi antara cerpen dan film. Dapat dilihat pada gambar berikut,
142
Klimaks Klimaks pada cerpen ini, ketika laki-laki menyampaikan ungkapan hatinya kepada Perempuan yang ia sukai melalui lukisan yang ia persembahkan, lalu ia pun pergi meninggalkan Perempuan itu dalam diam. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “tubuh mereka melekat, lengan mereka saling mengikat, dan ke telinga Perempuan itu dibisikkanlah satu kalimat „kutitip mereka untuk menjaga kamu… mengagumi kamu‟ “ (Rectoverso:99) Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat, pelukis hanya mampu mengungkap kan isi hatinya secara tersirat. Melalui lukisannya, ia tuangkan segala isi hatinya untuk Perempuan tersebut. di film Rectoverso klimak cerita muncul ketika, akhirnya sahabatnya pun menikah dengan Saras, namun Taja menghilang tidak datang pada pernikahan itu. Ia memilih hanyut pada lukisannya dan menikmati kesendiriannya. Tahapan ini di dalam film masuk dalam gabungan pada sekuen 15. Di cerpen tidak di ceritakan bahwa sahabatnya akhirnya menikah dengan Perempuan itu, hal ini merupakan penambahan yang terjadi setelah mengalami proses ekranisasi. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Peleraian Tahap peleraia terjadi ketika, lelaki tersebut pergi meninggalkan Perempuan itu di dalam studio. Perempuan itu hanya mampu terdiam merasakan apa yang telah terjadi. Ia hanya mampu mematung di tengah ruangan. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “lelaki itu meraih dus berisi kaleng-kaleng cat yang sudah kosong, lalu melangkah pergi tanpa menoleh lagi.” “Perempuan itu mematung di tengah ruangan, akalnya mencerna menit-menit terakhir yang telah mengobrak-abrik
143
hatinya menjadi tempat asing. Bahkan, bagi dirinya sendiri langkah kakinya gamang mencari hatinya yang lama, yang tadi mengendap masuk keruangan tanpa mengharapkan apa-apa selain menontoni sebuah upacara peresmian.” (Rectoverso:99) Berdasarkan kutipan di atas, Perempuan itu merasa hatinya mulai berubah karena kejadian yang baru saja ia alami hatinya menjadi tempat yang asing, karena ia baru sanya mendengar pernyataan dari pelukis idolanya itu. Di film, tahapan peleraian terjadi ketika Sahabat pelukis tersebut Bang Irwan menyesali ketidakhadiran Taja pada pesta pernikahannya, lalu ia menunjukkan hadiah yang Taja berikan untuk istrinya sebagai hadiah pernikahan mereka, yaitu lukisan fluorescence bergambar cecak sama seperti tato Saras. Seketika Saras merasa kaget atas apa yang ia lihat, tahapan ini masuk pada sekuen 20 di dalam film, pada bagian ini terjadi perubahan bervariasi pada cerita. Di cerpen diceritakan bahwa pelukis melukis di studio, sedangkan di film berubah menjadi sebuah kamar yang mendapat lukisan cecak dari Taja. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Akhiran Akhir cerita cerpen ini adalah ketika Perempuan itu kembali ingin merasakan pengalaman dan decak kagum yang barusan ia rasakan. Maka ia kembali mematikan saklar listrik tersebut. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “ingin ia nikmati lagi, decak-decak kagum menghujaninya dari berbagai sudut. Hanya dalam mereka beroleh kejelasan. Cecak-cecak di dinding, diam merayap. Hatinyalah nyamuk, yang… Selamanya tertangkap.” (Rectoverso:100)
yang gelap diamHap!
144
Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat bahwa hati Perempuan itu benar-benar telah tertambat pada pelukis yang ia kagumi, namun hanya melalui lukisan itu ia dapat menikmati kejelasan hatinya. Di film cerita di akhiri oleh tokoh Taja yang akhirnya menikmati kesendiriannya pada sebuah café tempat ia pertama kali bertemu Saras, pada tempat itu hatinya tertambat pada tempat itu pula ia merana. Tahapan ini terdapat pada sekuen 25 di dalam film. Hal ini merupakan salah satu penambahan pada cerita, karena pada cerpen tidak dijelaskan bagaimana kelanjutan yang dijalani pelukis setelah ia meninggalkan Perempuan itu. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Cerpen Firasat Awalan Tahap awalan cerita pada cerpen ini di awali dengan Pengenalan sebuah perkumpulan yang bernama firasat yang didirikan oleh seorang pemuda yang memiliki firasat yang cukup tajam. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “nama perkumpulan itu Firasat. Mereka bertemu seminggu sekali, dimulai pukul tujuh malam. Lokasi pertemuan mereka berpindah-pindah, tapi modelnya tetap sama, dua puluhan orang berkumpul membentuk lingkaran, kadang duduk di kursi kadang lesehan. Dalam dua jam pertemuan, mungkin hanya tujuh orang yang memilih berbagi.” (Rectoverso:104) Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat bahwa klub ini rutin menjalani pertemuan seminggu sekali selama dua jam. Di film Rectoverso awalan cerpen ini dIbuka dengan tokoh Senja yang sedang berada di dapur untuk membuat kue yang akan ia bawa, pada pertemuannya yang ke-52 ia tepat setahun mengikuti klub tersebut. kali itu kue yang ia buat gagal untuk pertama kalinya, padahal ia telah
145
sering membuat kue tersebut. Senja menganggap itu sebuah pertanda buruk. Tahapan ini terdapat pada sekuen 2 di dalam film. Awalan pada cerpen dan film sedikit berbeda, di film tidak diceritakan latar belakang klub yang Senja ikuti, namun digambarkan situasi ketika pertemuan klub tersebut. penciutan terjadi pada tahap awalan cerita. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Konflik Konflik yang muncul pada cerpen Ketika tokoh aku menyadari bahwa ia sejak pertama kali jatuh cinta kepada pemuda pendiri klub tersebut. Dapat dilihat pada kutipan tersebut, “aku mengetahuinya sejak kami berjumpa pertama kali. Aku mengetahui aku akan jatuh hati. Aku merasakannya sejak ia mendekat. Aku merasa kami akan menjalin dan mengikat” (Rectoverso:106) Tidak hanya itu, ada konflik lain yang muncul pada cerpen tersebut yaitu ketika tokoh aku mulai merasakan munculnya firasat dalam dirinya, ketika ia tengah berbincang dengan Pemuda tersebut. Pemuda itu mengajak tokoh Aku untuk berkunjung ke rumah Bapak Ibu tetangganya yang sudah ia anggap orang tuanya sendiri, di rumahnya pemuda itu mengatakan ia akan pergi untuk mengunjungi orang tuanya di luar pulau. Dapat dilihat pada kutipan berikut, "kemungkinan saya tidak ada di sini saat perayaan klib. Ternyata saya harus pergi, mungkin memang harusnya tidak ada perayaan.” Sesuatu tiba-tiba melonjak dari dalam. Aku sampai terduduk tegak. “pergi kemana?” Ia sontak menoleh, ganjil mendengar nada panic yang mencuat tidak wajar dari kalimat tanyaku. “ketempat orang tua saya. Saya sudah lama tidak pulang” (Rectoverso:110111)
146
Konflik yang muncul pada film ialah ketika malam hari Senja tengah tertidur ia mendapat mimpi yang buruk, ia tenggelam di dalam banyak air. Ketika terbangun ia pun sangat ketakutan, dan Ibunya mencoba menenangkan. Ditambah lagi dengan cermin di kamarnya yang tibatiba retak, ia tahu itu sebuah pertanda buruk baginya. Tahapan tersebut terdapat pada sekuen 7, Perbedaan konflik ini terjadi karena adanya perubahan bervariasi pada cerita, pada cerpen tokoh Aku mendapat mimpi bahwa ia hanyut di sebuah sungai tanpa tentu arah, namun cerita tersebut diubah setelah mengalami proses ekranisasi. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Komplikasi Ketika tokoh aku merasakan sesuatu yang bukan pada dirinya melekat ditubuhnya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “seminggu ini aku merasa berada di tubuh yang salah. Ini bukan diriku yang ingin kukenal. Kuping yang tahu-tahu mendengar tiupan angin seperti memanggil nama seseorang, mata yang menangkap pola awan dilangit seperti raut muka seseorang.” (Rectoverso:113) “Aku sedih untuk sesuatu yang kutahu. Aku galau untuk sesuatu yang tak ada. Dan jari ini ingin menunjukkan sesuatu yang bisa menjadi sebab, tapi tak kutemukan apaapa. Pada saat yang samaseluruh sel tubuhku seperti berkata lain. Mereka tahu sesuatu yang tak dapat digapai pikiranku. Apa rasanya, jika tubuhmu sendiri menyimpan rahasia darimu?” (Rectoverso:113) Komplikasi yang kedua muncul ketika tokoh Aku menanyakan perihal firasatnya di klub itu, untuk pertama kalinya ia bertanya, tidak hanya menjadi pendengar. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “jadi untuk apa kita semua ada di sini?” tanyaku.
147
“untuk belajar menerima, saat kita belajar menerima, kita juga belajar berdamai. Melalui firasat kita belajar menerima diri, dan berdamai dengan hidup ini.” (Rectoverso:117) berdasrkan kutipan di atas, tokoh aku terlihat ingin mengungkapkan apa yang sesungguhnya ia rasa. Ia ingin menahan dan menceritakan fiirasatnya kepada orang yang ia maksud, namun perlahan ia mencoba untuk menerima. Komplikasi yang muncul pada film ketika tokoh Panca mengajak Senja untuk pergi jalan-jalan. Panca mengajak Senja untuk mengunjungi tempat favoritnya, di sana ia menceritakan banyak hal mengenai firasat. Ia juga bercerita tentang firasatnya tentang orang tuanya, ternyata orang tuanya di Padang tengah sakit. Tahapan berikut muncul di sekuen 12 pada film. Selain itu di film ini cerita mengalami perubahan bervariasai, pada cerpen Pemuda mengajak tokoh Aku untuk berkunjung ke rumah Bapak Ibu tetangganya, tapi di film berubah menjadi ke tempat favorit Panca di pinggir danau. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Klimaks Klimaks pada cerpen ini terjadi ketika, hari keberangkatan Pemuda tersebut. siang hari di tengah musim kemarau hujan turun dengan sangat deras. Hal ini membuat tokoh Aku dan Ibunya terkejut, tokoh Aku menganggap ini sebuah pertanda akan firasatnya selama ini mana mungkin hujan turun dengan sangat derasnya. Ia sudah tahu apa yang akan terjadi, dapat dilihat pada kutipan berikut, “aku terkesiap. Sesuatu itu telah tiba. Datang tak diduga bagai pencuri pada tengah malam. Bagai petir pada siang hari. Bagai hujan di tengah kemarau panjang. Namun, aku sudah tahu. Seluruh tubuhku tahu.” (Rectoverso:119) “seiring kakiku yang berlari menjauh, suara Ibuku yang berteriak memanggilmanggil pun lenyap diganti gemuruh hujan.”
148
“aku teringat detik-detik yang kugenggam. Hangat senyumnya, napasnya, tubuhnya dan hujan itu mengguyur semua hangat itu. Hujan bahkan membasuh air mata yang belum ada. Membuatku seolah-olah ingin menangis. Aku tidak ingin menangis. Aku hanya ingin ia pulang. Cepat pulang. Jangan pergi lagi” (Rectoverso:120) Klimaks yang terjadi pada film ialah ketika, Senja bertengkar dengan Panca perihal firasat yang ia rasakan pada perayaan klub yang ke-2. Senja mencoba menahan Panca untuk tidak pergi, namun ia tidak bisa melakukannya. Senja pun pergi meninggalkan Panca dan klub dengan isak tangis yang tidak dapat ia bending lagi. Pada film tahapan ini tedapat pada sekuen 16. Perubahan bervariasi yang terjadi pada klimaks di film ini sebaiknya tidak terjadi karena klimaks pada cerpen merupakan bagian paling menarik apabila divisualisasikan, emosi yang dirasakan tokoh Aku sangatlah muncul pada bagian ini. Dapat dilihat pada gambar berikut
Peleraian Peleraian yang terjadi pada cerpen ialah ketika tokoh Aku menyadari bahwa ia telah kehilangan pemuda itu, disaat firasatnya benar-benar tidak dapat menyelamatkannya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “aku mengetahuinya sejak kami berjumpa pertama kali, Aku merasakannya sejak ia mendekat. Sebagaimana aku tahu soal mendiang Ayahku, dan juga orang-orang lain yang kutemui. Aku tahu saat mereka akan pergi dan tak kembali,” “dan waktu tetap kaku dan hidup tetap tak mau tahu. Ia tetap saja pergi. Tak kembali. Tepat saat hatiku tertambat. Bahkan, firasat ini tak sanggup menyelamatkannya, tak juga firasatnya, mata ketiganya, ari-ari dua lapisnya” (Rectoverso:123)
149
Berdasarkan kutipan di atas, tokoh Aku merasa sangat menyesal bahwa ia tidak dapat menahan orang-orang yang ia sayang untuk tidak meninggalkannya, sekalipun ia mencoba menahan melalui firasatnya. Di film Rectoverso peleraian yang muncul ialah ketika Panca memutuskan untuk pergi, namun sbelum ia pergi ia menitipkan buku untuk Senja kepada Ibu Senja. Senja pun tak dapat menahan kesedihannya, ia hanya mampu memeluk Ibunya dalam tangis. Tahapan ini terjadi pada sekuen 23 di dalam film. Di cerpen tidak diceritakan bahwa Pemuda itu menitipkan sesuatu kepada Ibu tokoh Aku. Hal ini terjadi penambahan cerita setelah mengalami proses ekranisasi. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Akhiran Akhir cerpen ini ialah ketika Ibu mencoba untuk menengangkan dan mendekap tokoh aku dengan lembut, bahwa semua ini bukanlah salah tokoh Aku. dapat dilihat pada kutipan berikut, “dengan mata berkaca-kaca, Ibu menangkupkan tangannya ke wajahku, semua baik-baik saja… semua baik-baik saja…” Akhir cerita pada film Rectoverso ialah ketika Senja pergi ketempat favorit Panca untuk membaca buku yang dititipkan padanya, namun pada perjalanan pulang Senja mengalami kecelakaan, ia terjatuh dari sepeda. Panca dapat merasakannya ketika ia di perjalanan pulang, hal ini berlainan dengan apa yang diceritakan pada cerpen. Tokoh Aku memiliki firasat buruk kepada Pemuda itu, dan ia tahu ia telah kehilangannya. Tahapan ini terdapat pada sekuen 27 di dalam film. Tetapi pada film, nyatanya Panca yang akan kehilangan Senja.
150
Penambahan ini membuat cerita lebih menarik, membuat penonton tidak menduga bahwa ceritanya berlainan dengan apa yang dituliskan cerpen. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Cerpen Curhat Buat Sahabat Awalan awal cerpen ini ialah menggambarkan keadaan tokoh dan suasana pada restoran tersebut. dapat dilihat pada kutipan berikut, “gaun hitammu menyambar kaki meja, lalu menyapu ujung kakiku. Kamu sengaja berdandan membuatku agak malu karena muncul berbalut jaket jin, celana khaki, dan badan sedikit demam.” “sebotol Muscat yang terbalaur dalam kepingan es diantar ke meja. Dudukku langsung tegak. Jangan-jangan malam ini memang betulan penting.” “anggur itu berusia enam tahun, gaun itu Cuma keluar sekali dalam dua tahun. Restoran ini terakhir kamu pilih saat ulang tahun hari jadi jatuh cintamu ke-1, empat tahun yang lalu.” (Rectoverso:4) Awalan pada film ialah pengambilan suasana jalan pada malam hari yang menandakan pertemuan mereka terjadi di malam hari, terlihat disebuah restoran seorang Perempuan dengan gaun hitan tengah memainkan telepon genggamnya dan sedang mengobrol dengan pelayan restoran sambil menunggu kedatangan temannya. Tahapan ini terdapat pada sekuen 3 di dalam film. Awalan ini pada cerpen dan
151
film, tdak mengalami perbedaan. Penggambaran pada cerpen sesuai dengan visualisasinya. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Konflik Konflik mulai muncul ketika tokoh Kamu mulai merasa menjadi seorang yang terlahir kembali. Karena segala masalah percintaannya. Dapat dilihat pada kutipan berikut: “malam ini aku lahir baru” “kamu bertobat?” “bisa jadi itu istilahnya!” tawamu menggelak-gelak lepas, lalu kamu mengatur napas, “aku… selesai.” “selesai, semua sudah selesai. Lima tahun sudah cukup. Aku berhenti menunggu. Berhenti berharap. Cheers!” kamu dentingkan gelasmu ke gelasku.” (Rectoverso:5) Konflik yang muncul pada film ialah ketika tokoh Amanda bercerita kepada Regi, bahwa ia akan mengakhiri semuanya baginya sudah cukup waktu lima tahun ia berharap dan melakukan yang terbaik untuk kekasihnya. Di dalam film tahapan ini terdapat pada sekuen 10. Tahapan ini juga tidak berbeda dengan apa yang digambarkan pada cerpen tidak terjadi penambahan, penciutan, maupun perubahan bervariasi. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Gambar menunjukkan tokoh Amanda membuka kelima jarinya, hal ini menunjukkan bahwa waktu lima tahun seperti dialog yang diucapkannya, disertai dengan gesture pada jari tangannya. Setelah itu
152
mereka mendentingkan kedua gelas mereka, sebagai tanda sebuah perubahan baru bagi Amanda. Komplikasi Komplikasi dimulai ketika tokoh Kamu mulai membuka cerita tentang seorang lelaki yang ia cintai, namun lelaki itu tidak membalas tulus cintanya. Tidak pernah menyediakan waktu untuknya, dan ia merasa harapannya selama ini menjadi sia-sia. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “aku menyadari sesuatu waktu aku sakit kemarin.” Kamu mulai bertutur setelah Sembilan puluh detik menatap piano. “satu malam aku sempat terlalu lemas untuk bangun, padahal aku cuma ingin ambil minum. Tidak ada siapasiapa yang bisa aku mintai tolong.” “malam itu rasanya aku sampai ke titik terendah. Aku capek. Dan kamu tahu? Aku tidak butuh dia. Yang kubutuhkan adalah orang yang menyayangi aku… dan segelas air putih” (Rectoverso: 6) “dan inilah saat aku menepuk halus punggung tanganmu. Dua tiga kali tepuk. Dan tibalah saatnya kamu tersegukseguk” (Rectoverso: 6) “teleponku berdering pukul setengah dua belas malam. Aki mobilku kering, jadi kupinjam motor adikku. Sayangnya adikku tak punya ja hujan. Dan aku terlalu terburu-buru untuk ingat bawa baju ganti. Ada seseorang yang membutuhkanku. Ia minta dibelikan obat flu Karena stok di rumahnya habis. Ia lalu minta dibawakan segelas air putih yang hangat.” (Rectoverso: 7) Berdasarkan kutipan di atas, tokoh Aku mengingat ketika ia datang pada tengah malam untuk membawakan obat dan segelas air putih untuk sahabatnya itu. Di film komplikasi yang muncul ialah ketika Amanda bercerita kepada Regi mengenai kesedihannya bersama mantannya, ia telah mengubah banyak hal pada dirinya hanya untuk laki-laki yang ia cintai, namun itu tak pernah dianggap cukup dan sempurna untuk laki-laki itu. Hingga ingatan Amanda kembali ketika ia sakit dan ia mencoba menghubungi kekasihnya itu, namun tidak ada respon darinya. Air matanya pun metetes, Regi kala itu mencoba
153
untuk menenangkan Amanda dengan menggenggam tangannya. Tahapan ini muncul pada sekuen 13 di dalam film. Baik dialog maupun jalan cerita pada komplikasi cerpen dan film tidak ada penambahan, penciutan, dan perubahan bervariasi. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Klimaks Ketika sang gadis menangis tersedu-sedu dan menyadari, apakah harapannya kepada kekasihnya itu terlalu berlebihan. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “Napasmu mulai terdengar teratur. Air mata masih mengalir satu-satu, tapi bahumu tak lagi naik turun. Kamu menatapku lugu. „keinginan itu… tidak ketinggian, kan?” Kimaks pada film ialah ketika Amanda telah dapat menenangkan dirinya, ia pun bersemangat untuk meninggalkan hidupnya yang lalu, ia kembali mengejak Regi mendentingkan gelas sebagai makna perubahan pada hidupnya, lalu Amanda memberikan sebuah lagu spesial untuk Regi. Tahapan ini terdapat pada sekeun 19 di dalam film. Ia bernyanyi di sebuah panggung kecil di dalam restoran tersebut. Hal ini merupakan penambahan yang terjadi di dalam cerita, pada cerpen tidak di ceritakan bahwa tokoh Kamu menyanyikan sebuah lagu untuk sahabatnya. Hal ini tidak merubah jalannya cerita, justru menjadi pemanis pada film tersebut. dapat dilihat pada gambar berikut,
154
Peleraian Ketika tokoh Aku berusaha menanyakan apa yang akan sahabatnya lakukan dan inginkan, setelah ia mengakhiri urusan percintaannya yang lalu. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “ jadi sekarang kamu mau bagaimana?” “aku akan diam” jawabmu dengan nada mantap yang membuat sengguk dan isak barusan seolah tak pernah terjadi.” “ya, diam! Diam ditempat. Tidak ada lagi usaha macammacam, mimpi muluk-muluk. Karena aku yakin di luar sana, pasti ada orang yang mau tulus sayang sama aku….” (Rectoverso:8) Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat bahwa keyakinan sahabat Perempuannya memang sudah bulat, ia yakin bahwa ia akan menemukan seorang laki-laki yang terbaik untuknya bukan yang hanya akan membuatnya kecewa. Di film, peleraian yang muncul ialah Regi mendengarkan sahabatnya menyanyikan lagu spesial untuknya, namun ketika di tengah penampilan Amanda, Regi yang kala itu sakit pergi toilet untuk menghilangkan rasa mualnya ia pun muntah di dalam toilet. Tahapan ini terjadi di dalam satu sekuen yaitu 19 dalam tahapan klimaks. Hal ini juga merupakan penambahan yang terjadi setelah cerpen ini mengalami proses ekranisasi, pada cerpen tokoh kamu hanya menanyakan apakah tokoh Aku sakit, karena ia terus merapatkan jaketnya. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut,
Akhiran Sahabat sang gadis merasa ada sesuatu yang menyakitkan dan membuat tubuhnya menjadi tidak nyaman. Sang gadis baru mengetahui bahwa sahabatnya tengah sakit Karena kehujanan waktu menjaganya ketika ia sakit. Dapat dilihat pada kutipan berikut,
155
“kamu sakit?” kudengar kamu bertanya dengan nada cemas. Kulihat alismu spontan bertemu, menunjukkan rasa heran yang sungguhan” “ya” “Gara-gara kehujanan waktu kerumahku itu, ya?” “ya” Akhir cerita pada film, ialah ketika Regi kembali dari tolet dan Amanda melihat wajah Regi yang nampak pucat, Amanda pun menanyakan apakah Regi sakit, ia pun menjawab iya. Regi tidak enak badan karena ia harus menggunakna pakaian basah semalaman ketika menjaga Amanda sakit di rumahnya. Regi pun memesan segelas air putih kepada pelayan, karena hanya itu yang ia butuhkan saat ini. Tahapan ini terdapat pada sekuen 22 di dalam film. Akhir cerita yang terjadi pada cerpen dan film, tidak mengalami penambahan, penciutan, maupun perubahan bervariasi, karena akhir cerita pada cerpen sama dengan proses visualiasasi. Dapat dilihat pada gambar berikut ini,
Cerpen Hanya Isyarat Awalan Awalan pada cerpen ini menggambarkan tentang sebuah tempat yang didatangi oleh tokoh Aku bersama tiga orang kawan laki-lakinya. Sambil menikmati fasilitas yang disedikan bar tersebut. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “tempat ini di desain dengan penerangan buruk. Remang yang malah tidak jelas. Namun, hanya tempat ini yang masih buka. HIburan yang tersedia adalah tayangan pertandingan sepak bola dini hari dari televise 14 inci dan kumandang lagu disko era satu decade silam” “tinggal empat manusia yang tersisa, dan dia satu diantaranya. Satu-satunya betina yang menguapkan
156
feromon di sekumpulan makhluk jantan, secara alamiah tak mungkin aku dilewatkan.” (Rectoverso:46) Berdasarkan kutipan di atas cerita di awali dengan penggambaran latar tempat para tokoh berkumpul, pada bagian awal cerita belum tergambar tempat apa yang mereka maksud. Barulah pada kutipan berikut pembaca dapat tahu bahwa mereka berkumpul pada sebuah tempat yang bisa di dibilang sebuah tempat minum maupun bar. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “satu di antara mereka menghampiri meja bar, meminta lampu warna-warni itu dimatikan.” (Rectoverso:47) Di film, cerpen ini di awali dengan penggambaran tokoh aku (Al), yang sedang merapikan pakaiannya untuk siap bepergian. Al yang tergabung dalam sebuah milis akan bertemu dengan teman-temannya di suatu tempat. Ia menggunakan pesawat untuk menuju tempat yang dimaksud. Mereka terlihat menikmati pertemuan mereka dan bermain bersama di sebuah pantai. Hal ini merupakan penambahan yang terjadi, karena terdapat perbedaan awalan cerita antara cerpen dan film. Sebelum tokoh Al tiba untuk bertemu teman-temannya, film ini menjelaskan terlebih dahulu latar belakang tokoh, sehingga mereka dapat bertemu. Tahapan ini terdapat pada sekuen 5 di dalam film. Hal ini cukup terlihat logis karena dapat memperjelas jalannya cerita yang ada di dalam cerpen. Dapat dilihat pada gambar berikut.
Konflik Konflik mulai terlihat ketika seorang teman lelakinya menghampiri meja bar tempat tokoh Aku berada, hendak mematikan lampu yang begitu menusuk mata. Setelah itu, mereka mengajak tokoh aku untuk bergabung bersama mereka di meja bar lain tempat mereka berkumpul. Mereka sedang mengadakan sebuah permainan, dan tokoh
157
Aku diajak untuk turut bergabung dalam permainan tersebut. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “satu diantara mereka menghampiri meja bar, meminta lampu warna-warni itu dimatikan. Rupanya mereka tidak lagi tahan. Cuma aku yang tidak terganggu. Kelap kelip itu… “ (Rectoverso:47) “mereka tidak bisa lagi menghindar. Aku pun tidak bisa lagi menyamar menjadi latar. Sebuah kursi didekatkan ke meja mereka, dan dia mempersilakan aku duduk. Dia yang paling kucari. Tapi tidak dalam jarak seperti ini.” (Rectoverso:47) “kami sedang melakukan satu permainan,” dia menjelaskan. “bertukar cerita paling sedih,” temannya menambahkan. (Rectoverso:47) Di dalam film konflik mulai muncul ketika mereka sedang berada di sebuah bar, Al menyaksikan teman-temannya asik mengobrol dan tertawa bersama. Ia tidak bergabung, hanya menyaksikan dari kejauhan. Ketika itu salah satu temannya datang untuk mematikan lampu kerlap-kerlip dan mengajak Al untuk duduk bergabung bersama mereka, mereka mengajak Al untuk ikut dalam permaianan yang akan mereka lakukan. Tahapan ini muncul pada sekuen 9 di dalam film. Pada konflik yang muncul antara cerpen dan film tidak ada perbedaan, bagian yang ada di dalam cerpen divisualisasikan sama persis. Selain itu pembaca dapat mengetahui kondisi tempat dimana mereka berkumpul, karena pada cerpen tidak di jelaskan secara jelas dan rinci. Melalui ekranisasi ini, pembaca dapat mencerna secara lebih jelas. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Komplikasi Komplikasi pada cerpen muncul ketika mereka beramai-ramai sepakat untuk melakukan permainan yaitu bertukar cerita paling sedih secara
158
bergantian. Tiba saatnya tokoh Dia yang bercerita mengenaik kisah sedihnya. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “satu demi satu bercerita. Kisah putus cinta, kisah hilang teman, dan kisah bencana alam. Tiba gilirannya, dia bercerita tentang cahaya. Dia pernah mati suri, dan dalam tidurnya ia melihat padang hijau, lalu cahaya besar.” (Rectoverso:48) Komplikasi berikutnya muncul ketika waktunya bagi tokoh Aku untuk berbagi cerita sedihnya. Ia bercerita tentang sahabatnya yang tinggal di negeri orang. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “aku mulai berkisah, tentang sahabatku yang lahir di negeri orang. Setiap kali Ibunya hendak menghidangkan daging ayam sebagai lauk, Ibunya pergi ke pasar untuk membeli bagian punggungnya saja. Sahabatku pun beranjak dewasa tanpa tahu ayam memiliki bagian lain selain punggung.” (Rectoverso:51) di film Rectoverso, komplikasi yang muncul sama dengan komplikasi yang terdapat pada cerpen. Mereka saling bertukar cerita hingga terakhir tokoh Al menceritakan kisah sedihnya. Tahapan ini terdapat pada sekuen 24 di dalam film. Tidak terjadinya penambahan, penciutan, maupun perubahan bervariasi pada cerpen maupun film ini tetap menciptakan suasana yang menarik bagi pembaca maupun penonton. Tidak terlalu berlebihan tidak juga mengurangi cerita. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut,
Klimaks Klimaks yang muncul pada cerpen ialah tokoh aku mengakhiri ceritanya dan ia dinobatkan sebagai pemenang pada permainan malam itu. Dapat dilihat pada kutipan berikut,
159
“sahabat saya itu adalah orang yang paling berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang sanggup ia miliki. Saya adalah orang yang peling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tidak sanggup saya miliki” kusudahi kisahku seraya menyambar botol bir yang tidak lagi jadi piala dan mendadak terlihat sangat menarik. (Rectoverso:52) “mereka semua berpandangan, mencari sang juara. Aku menunduk dan memilih tidak ikut serta. Tiba-tiba kudengar mereka bertepuk tangan, Dia bahkan menyalamiku. Kisahku dinobatkan sebagai pemenang.” (Rectoverso:53) Klimaks pada film muncul ketika tokoh Al mengakhiri cerita tentang sahabatnya yang tinggal dinegeri orang, dan secara tidak langsung ia mengungkapkan isi hatinya. Bahwa ialah orang yang bersedih bahwa ia mengetahui semua hal yang tidak dapat ia miliki yaitu tokoh Dia yang ia kagumi. Tahapan ini terdapat pada sekuen 18 di dalam film. Klimaks pada cerpen dan film ini juga tidak mengalami banyak perbedaan, klimaks pada cerpen dan film, memiliki bagian cerita yang sama, hal ini dapat dilihat ketika Al dinobatkan sebagai pemenang dalam permainan tersebut. Nampak teman-temannya menunjuk Al sebagai pemenang, dapat dilihat pada gambar berikut,
Peleraian Tahap peleraian pada cerpen ialah ketika tokoh Aku, merasa kini ia telah menjadi bagian dari persahabatan ketiga laki-laki tersebut, tetapi bukan itu yang ia cari ia hanya ingin menikmati keindahan lelaki yang ia kagumi dari kejauhan, ia tahu apa yang sanggup ia miliki. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “untuk pertama kalinya aku menjadi bagian dari mereka, sekelompok sahabat temporer yang bertemu di suatu tempat asing. Namun, bukan itu yang kucari. Aku hanya ingin kembali ketempatku, di belakang sana. Menikmati apa yang
160
kusanggup. Bukan dimeja ini, bukan di sebelanya, bukan bersentuhan dengan kakinya.” (Rectoverso:53) Peleraian yang puncul pada film ialah ketika, tokoh Al meminta Raga untuk menyalakan lampu yang kerla-kerlip warna-warni tadi yang telah dimatikan. Teman-temannya pun menyetujui permintaan Al walaupun mereka sangat tidak nyaman dengan adanya lampu tersebut. Al pun langsung meninggalkan meja teman-temannya dan kembali ke tempatnya semula. Tahapan ini terdapat pada sekuen 18 begabung dengan tahapan klimaks. Bagian peleraian ini, terjadi penciutan tokoh Al langsung menyebutkan hadiah yang ia ingin kan, tanpa adanya dialog yang tertera pada cerpen di atas. Dapat dilihat pada gambar berikut,
Akhiran Akhir pada cerpen ini ialah tokoh Aku dinobatkan sebagai pemenang dan ia berhak untuk menentukan hadiah yang ia mau dari ketiga kawan laki-lakinya. Ia pun meminta tokoh Dia untuk menyalakan lampu warna-warni yang tadi dimatikan. Dapat dilihat pada kutipan berikut, “aku memilihnya, aku menyuruhnya pergi ke bar dan mneyalakan sakelar lampu warna-warni.” “kemudian aku permisi pergi ke tempat dudukku semula, supaya sekembalinya ia nanti, diriku sudah berubah menjadi latar tak jelas yang tak perlu diajak bicara”. “matanya coklat muda” (Rectoverso:53) Akhiran pada film ini ialah ketika tokoh Al kembali ketempat duduknya dan ia dapat kembali memandang Raga dari kejauhan, dan kini ia pun tahu warna mata lelaki itu. Tahapan ini terdapat pada sekuen 26 di dalam film. Akhir cerita pada film, tidak terjadi adanya
161
proses penambahan, penciutan, maupun perubahan bervariasi. Akhir cerita dikemas sama peris seperti yang muncul di dalam cerpen. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut,
Berdasarkan analisis perbandingan alur di atas antara lima cerpen dan film Rectoverso di dapat hasil analisis berupa adanya penambahan, penciutan dan perubahan bervariasi pada setiap tahapan alur dan juga adanya perbedaan cerita pada tahapan alur yang terjadi. Kelima cerpen dan film ini memiliki kesamaan, yaitu alur yang membentuk merupakan alur maju, tidak muncul perbedaan seperti misalkan cerpen Malaikat juga Tahu memiliki alur maju, sedangkan setelah mengalami proses visualisasi menjadi menggunakan alur mundur. Hal ini tidak terjadi pada kelima cerpen tersebut. Film Rectoverso menyajikan cerita kelima cerpen tersebut dengan cara terpisah-pisah, sequens 1 hingga 5 (sequens dapat dilihat pada lampiran) film ini membuka dengan awalan cerita pada setiap cerpen, sequens 6 hingga 10 menggambarkan konflik yang mulai terjadi, 11 dan 17 muncul komplikasi I-II, 12 hingga 14 mulai muncul komplikasi pada film, sequens 15 merupakan bagian munculnya komplikasi dan klimaks, sequens 16,18,19,21 juga mulai muncul klimas, 20 dan 24 sudah muncul tahap peleraian, sedangkan pada Sequens 23 dan 27 peleraian sekaligus akhiran muncul pada sequens ini. Sequens 25,26, dan 28 merupakan akhir pada setiap cerita.
1. Malaikat juga tahu
Penam
Penciut
Perubahan
bahan
an
Bervariasi
-
-
-
Keterangan
Tahapan pada cerpen dan film tidak mengalami perubahan.
162
2. Cecak di Dinding
√
√
√
3. Firasat
-
√
√
4. Curhat Buat Sahabat
-
-
-
5. Hanya Isyarat
-
-
-
Penambahan terjadi pada setiap tahapan, penciutan terjadi pada tahapan Penciutan terjadi pada tahapan tahap awalan pada cerpen dan film, perubahan bervariasi terjadi pada akhir cerita. Tahapan pada cerpen dan film tidak mengalami perubahan. Tahapan pada cerpen dan film tidak mengalami perubahan.
(Tabel. 5) C.
Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Berdasarkan tujuan pembelajaran sastra yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya, pembelajaran sastra diharapkan peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Tujuan yang kedua adalah, peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya melalui kegiatan membaca karya sastra, baik novel, cerpen, maupun bentuk karya sastra lainnya. Melalui kegiatan ini siswa diharapkan mampu memahami dan mempelajari baik nilai-nilai sosial, maupun nilai-nilai kehidupan yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan tujuan yang kedua hal ini dapat mengajak siswa untuk menganalisis lebih dalam karya sastra, dan sebagai wujud apresiasi pada sebuah karya sastra. Perkembangan pendidikan di Indonesia kini semakin maju dengan terus diadanya perkembangan pada kurikulum pendidikan. Kurikulum
163
yang saat ini tengah terus dikembangkan ialah kurikulum 2013. Pembelajaran tidak hanya didapat dari media buku maupun guru, perkembangan teknologi dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran tambahan bagi para siswa. Pemanfaatan sumber belajar ini mampu membuat siswa belajar lebih aktif dan mandiri. Selain itu siswa dapat menemukan hal-hal baru dan perbandingan-perbandingan terhadap materi pelajaran. Berdasarkan UU No.20 tahun 2003, kini pendidikan dipahami sebagai sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Analisis perbandingan alur pada sebuah karya sastra ini, dapat diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah, seperti yang telah terlampir pada RPP. Kompetensi dasar yaitu Mengidentifikasi karakteristik, struktur unsur intrinsik, dan nilai-nilai pada cerpen. Memfokuskan pada peserta didik untuk dapat menganalisis unsur alur pada dua media yang berbeda, media buku dan juga film. Hal ini dapat mengasah kekuatan analisis siswa, selain itu siswa dapat lebih paham dalam menganalisis alur jika melalui media audiovisual. Siswa dapat memahami lebih dalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan alur, tidak hanya sebatas definisi yang mereka ketahui. Hasil yang didapat nantinya pun akan berdampak jangka panjang bagi siswa. Hal ini penting, mengingat kurikulum 2013 menekankan siswa untuk lebih aktif di dalam kelas, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator. Proses analisis sastra dengan menggunakan dua media yang berbeda sekaligus, dapat mengembangkan keterampilan berbahasa siswa. Tidak hanya dari segi membaca, namun dari segi menyimak dan mendengarkan. Terkadang kedua hal ini yang masih belum dikuasai dengan baik oleh siswa. Kondisi kelas yang tidak kondusif, memicu keterampilan dari segi menyimak dan mendengarkan menjadi minim
164
dikuasai. Tekhik membaca juga perlu ditingkatkan, dalam hal ini teknik membaca kritis perlu untuk diterapkan. Siswa diharapkan dapat lebih teliti dan menguasai materi melalui proses membaca kritis. Selain untuk memperdalam pengetahuan siswa, peran guru pada pelajaran Bahasa dan Sastra juga sangat penting dalam memberikan nilai-nilai karakter, memperhatikan ketelitian dalam menganalisis alur, penyampaian hasil dilakukan dengan aktif dan komunikatif antar siswa. Diharapkan setelah pembelajaran usai hasil yang didapat siswa, mereka mendapat informasi baru mengenai alur melalui dua media yang berbeda. Selain itu, tekhnologi juga berperan penting dalam menunjang siswa untuk mencapai ketuntasan belajar.
165
BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Analisis perbandingan alur pada lima cerpen dan film Rectoverso Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa, pada cerpen Malaikat juga Tahu cerpen ini mengalami penciutan, penambahan serta perubahan bervariasi. Penciutan pada awalan cerita ialah pada film tidak digambarkan kegiatan tokoh Bunda dan Perempuan itu (Lea) sedang terbaring di pekarangan rumah menatap bintang hal. Penambahan terjadi pada akhir cerita Di film Rectoverso, cerita ini di akhiri dengan tokoh Lea yang berlatar di rumah barunya, ia membaca surat cinta yang Bunda tulis untuknya yang berisikan “seratus sempurna, kamu satu lebih lebih sempurna”, sedangkan di cerpen di akhiri dengan ketabahan hati Bunda untuk menemani Bunda. Perubahan bervariasi terjadi pada tahapan konflik. Dicerpen tidak dijelaskan bahwa Bunda bertemu Lea pada sebuah warung namun ia ditemukan oleh polisi dan membawanya kerumah sakit. Selanjutnya, perubahan bervariasi pada klimaks yang ada pada cerpen dan film, adegan Bunda mengamuk belum muncul pada bagian ini. Perubahan yang terakhir pada bagian peleraian yang menceritakan Bunda mengamuk karena Perempuan itu telah pergi. hal ini terjadi pada siang hari, tidak terjadi di malam hari setiap di penghujung malam minggu seperti yang diceritakan dalam cerpen. Cecak di Dinding pada cerpen maupun film memiliki tahapan alur dari awalan hingga akhir cerita yang sangat berbeda, dan perbedaan itu cukup jelas. Hal ini dikarenakan adanya proses penambahan dan perubahan bervariasi. Dari kelima kisah yang mengalami proses ekranisasi cerpen Cecak di Dinding yang mengalami banyak perubahan, baik dari tema, penokohan, latar, hingga alur. Awal cerita di cerpen menggambarkan pelukis yang mendapatkan kiriman cat pesanannya sedangkan di film diawali
166
dengan pertemuan Pelukis (Taja) dengan Perempuan itu (Saras) pada sebuah café, perkenalan pertama mereka di lanjutkan dengan aktivitas kemesraan mereka di sebuah tangga sepi di dalam café. Sekaligus kali pertama Taja melihat tato cicak pada tubuh Saras, hal ini jelas, ada penambahan pada awal cerita. Konflik yang muncul pada cerpen ialah ketika pelukis datang kerumah sahabatnya dan ia merasa jatuh cinta pada Perempuan milik sahabatnya itu. Di film konflik mulai muncul ketika pertemuan mereka yang kedua, pada sebuah café, mereka berdua saling bertukar cerita sepanjang hari sejak pagi hingga malam. Selanjutnya, mereka mengakhiri malam dengan memadu kasih di kamar
Taja.
Ketika
meninggalkannya
pagi
begitu
hari,
saja.
Taja
proses
terkejut
bahwa
Saras
ekranisasi
terjadi
ialah
munculnya penambahan dan perubahan bervariasi pada konflik. komplikasi yang muncul pada cerpen ini ketika setelah Saras menghilang akhirnya Taja kembali bertemu dengan Perempuan itu pada pameran tunggal lukisan yang diadakan Sahabatnya bernama Bang Irwan, sekaligus Bang Irwan memperkenalkan Saras sebagai calon Istrinya. Sontak Taja pun kan kaget dan ia merasa kecewa pada Saras. Pada cerpen bagian ini muncul pada tahapan konflik, sedangkan pada film bagian ini muncul sebagai komplikasi. Di cerpen tidak di ceritakan bahwa sahabatnya akhirnya menikah dengan Perempuan itu, hal ini merupakan penambahan yang terjadi setelah mengalami proses ekranisasi. Seketika Saras merasa kaget atas apa yang ia lihat, pada bagian ini terjadi perubahan bervariasi pada cerita. Di cerpen diceritakan bahwa pelukis melukis di studio, sedangkan di film berubah menjadi sebuah kamar yang mendapat lukisan cecak dari Taja. Akhir cerita pada cerpen ialah Perempuan itu baru menyadari perasaannya yang sesungguhnya kepada pelukis itu, sedangkan pada film akhir cerita menunjukkan aktivitas Taja yang kembali menyendiri di café tempat ia bertemu Saras pertama kalinya. Hal ini merupakan salah satu penambahan pada cerita, karena pada cerpen tidak dijeaskan
167
bagaimana kelanjutan yang dijalani pelukis setelah ia meninggalkan Perempuan itu. Firasat pada cerpen maupun film memilikitahapan alur yang cukup berbeda. Hal ini terjadi karena pada film terdapat beberapa penambahan, penciutan dan perubahan bervariasi. Sehingga cerita yang ada di dalam cerpen menjadi mengalami perubahan, dan tentu saja hal ini mempengaruhi tahapan alur pada cerita. Penciutan terjadi pada tahap awalan cerita.Awalan pada cerpen dan film sedikit berbeda, di film tidak diceritakan latar belakang klub yang Senja ikuti, namun penggambaran situasi ketika pertemuan klub tersebut muncul setelah Senja datang membawa kue. Perbedaan konflik juga terjadi karena adanya perubahan bervariasi pada cerita, pada cerpen tokoh Aku mendapat mimpi bahwa ia hanyut di sebuah sungai tanpa tentu arah, namun cerita tersebut diubah setelah mengalami proses ekranisasi, tokoh Senja bermimpi ia tenggelam di dalam air. perubahan bervariasai yang lain pada cerpen Pemuda mengajak tokoh Aku untuk berkunjung ke rumah Bapak Ibu tetangganya, tapi di film berubah menjadi ke tempat favorit Panca di pinggir danau, hal ini muncul pada bagian komplikasi. Perubahan bervariasi yang terjadi pada klimaks di film ini sebaiknya tidak terjadi karena klimaks pada cerpen merupakan bagian paling menarik apabila divisualisasikan, emosi yang dirasakan tokoh Aku sangatlah muncul pada bagian ini. Tahapan alur pada cerpen klimaks muncul ketika tokoh Aku pergi berlari di tengah hujan, dan ia merasakan firasatnya itu benar-benar tiba. Klimaks yang muncul pada film, ketika perayaan ke-2 klub mereka Senja dan Panca bertengkar hebat, lalu Senja pergi dalam tangisnya karena ia tidak bisa menahan Panca melalui firasatnya. Hal menarik muncul pada akhir cerita, di cerpen di ceritakan bahwa Ibu mencoba untuk menenangkan tokoh Aku yang menangis karena kehilangan pemuda tersebut Tetapi pada film, nyatanya Panca yang akan kehilangan Senja. Penambahan ini membuat cerita lebih menarik, membuat penonton tidak menduga bahwa ceritanya berlainan dengan apa yang dituliskan cerpen.
168
Curhat buat Sahabat pada cerpen dan film tidak mengalami penambahan, penciutan, dan perubahan bervariasi yang signifikan. Melalui analisis perbandingan yang telah dilakukan, awalan hingga akhir cerita memiliki kesamaan. Perbedaan yang muncul ialah pada bagian klimaks, di dalam cerpen klimaks cerita muncul ketika sang gadis menangis tersedu-sedu dan menyadari, apakah harapannya kepada kekasihnya itu terlalu berlebihan, sedangkan pada film klimak cerita muncul pada bagian ketika Amanda bersemangat untuk berubah dan ia memberikan lagu special untuk sahabatnya Regi. Hal ini sekaligus penambahan yang muncul di dalam cerita, karena pada cerpen tidak di ceritakan hal tersebut. Selain itu, selebihnya tidak ada perbedaan yang muncul pada cerpen dan film dalam tahapan alurnya Hanya Isyarat pada cerpen dan film hampir tidak jauh berbeda dengan cerpen Curhat buat Sahabat, jalan cerita pada cerpen dan film setelah dilakukan analisis perbandingan alur terlihat tidak adanya perbedaan yang signifikan.
Film secara garis besar melakukan
ekranisasi sesuai dengan apa yang tertulis di dalam cerpen. Ada sedikit penambahan yang terjadi, pada awalan cerita dalam film. Di film awalan hal ini merupakan penambahan yang terjadi, Sebelum tokoh Al tiba untuk bertemu teman-temannya, film ini menjelaskan terlebih dahulu latar belakang tokoh, sehingga mereka dapat bertemu. Terlihat tokoh Al menggunakan pesawat untuk menuju tempat yang dimaksud. Hal ini cukup terlihat logis karena dapat memperjelas jalannya cerita yang ada di dalam cerpen. Penambahan yang terjadi tentunya tidak mengubah tahapan alur berikutnya baik konflik,komplikasi, klimak, peleraian, hingga akhiran semua tetap sesuai dengan apa yang tertulis di dalam cerpen. Proses
ekranisasi
pasti
akan
mengalami
penambahan,
penciutan, dan perubahan bervariasi. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi durasi waktu film yang terlalu panjang, sehingga diperlukan adanya penciutan dan perubahan bervariasi. Selain itu,
169
penggambaran latar yang sering dimunculkan pengarang terkadang sulit untuk diwujudkan oleh sutradara sehingga diperlukan perubahan bervariasi untuk menggambarkan latar. Seringkali latar yang ada di gambaran pembaca, akan muncul berbeda dengan apa yang ada di dalam film. Pemilihan bagian-bagian terpenting di dalam cerpen membuat proses penambahan, penciutan, dan perubahan bervariasi menjadi sangat perlu untuk dilakukan. Tetapi tidak mengurangi pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca dan penonton. 2. Implikasi terhadap pembelajaran Bahasa dan sastra di SMA Analisis perbandingan alur pada sebuah karya sastra ini, dapat diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah, seperti yang telah terlampir pada RPP. Kompetensi dasar yaitu Mengidentifikasi karakteristik, struktur unsur intrinsik, dan nilai-nilai pada cerpen. Memfokuskan pada peserta didik untuk dapat menganalisis unsur alur pada dua media yang berbeda, media buku dan juga film. Hal ini dapat mengasah kekuatan analisis siswa, selain itu siswa dapat lebih paham dalam menganalisis alur jika melalui media audiovisual. Siswa dapat memahami lebih dalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan alur, tidak hanya sebatas definisi yang mereka ketahui. Hasil yang didapat nantinya pun akan berdampak jangka panjang bagi siswa. Hal ini penting, mengingat kurikulum 2013 menekankan siswa untuk lebih aktif di dalam kelas, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator.
170
B. Saran 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk penelitian selanjutnya terhadap karya sastra sejenis maupun dengan genre yang
berbeda.
Penelitian karya sastra lain di samping analisis
perbandingan alur pada cerpen dan film akan memberikan suatu pengetahuan baru dan cara pemahaman baru terhadap karya sastra secara objektif. 2. Penulis menyadari masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam analisis “Perbandingan Alur pada Lima Cerpen Karya Dewi „dee‟
Lestari dan Film
Rectoverso
serta
Implikasinya pada
Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA”. Penulis berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritiknya sehingga penulis dapat belajar agar lebih baik lagi. Penulis juga berharap, masih ada kesempatan bagi karya Dewi „dee‟ Lestari yang diangkat ke layar lebar untuk dikaji lebih lanjut secara lebih mendalam dengan
berbagai
pendekatan yang lain. Sebab, penulis yakin masih banyak hal-hal yang menarik untuk di analisis. Semoga setelah membaca hasil penelitian
ini
muncul
ketertarikan
pembaca
untuk
mengkaji
perbandingan cerpen dan film. Dengan demikian, diharapkan dapat memperluas dan memperdalam wawasan terhadap keberadaan karya sastra sebagai hasil dari kebudayaan manusia.
171
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Haqi. My Life As Writer. Bandung: Mizan Media Utama. 2013. Anggreyani, Tira, Skripsi “Gaya Bahasa Simile dalam novel Perahu Kertas Karya Dewi “Dee” Lestari dan Pembelajarannya di SMK Kelas XII”. Universitas Muhammadiyah Purworejo. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,. 2013. Anggitapraha, Arthadea. Skripsi dengan judul “Alih Wahana, Lirik Lagu, Cerpen, Video Klip Malaikat Juga Tahu Karya Dewi Lestari”. Mahasiswi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010.
Aziez, Furqonul. Menganalisis Fiksi sebuah pengantar, Ciawi: Penerbit Ghalia Indonesia. 2010. Budianta, Melani. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera. 2003. Damono, Sapardi Djoko. Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa. 2005. Dewan
Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. 2004.
Endaswara, Suwardi. metodologi penulisan sastra bandingan, Jakarta: Bukupop. 2011. Erowati, Rosida. Tesis dengan judul “melintas batas: represebtasi kondisi multicultural dalam film monsieur Ibrahim et les fleur du coran, Program Pascasarjana Ilmu Susatra Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas Indonesia. 2006. Eneste, Pamusuk. Novel dan Film. Yogyakarta: Penerbit Nusa Indah. 1991. Guntur Tarigan, Hendry. Membaca Sebagai Sebuah Keterampilan. Bandung: Penerbit Angkasa. 1994. --------. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa. 2011. Hayward, Susan. Key Concepts In Cinema Studies. London: Routledge. 1996.
172
Lestari, Dewi. Rectoverso. Jakarta: Bentang. 2013. M. Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1988. Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2005. Pratista, Himawan. Memahami Film. Jakarta: Homerian Pustaka, 2009. Ratna, Nyoman Kutha R. Teori, Metode, dan Teknik Penulisan Sastra dari Struktualisme hingga Poststruktualisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004. Semi, Atar. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa. 2012. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008. Stanton, Robert. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelaja Offset. 2007. Sumardjo, Jakob. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia. 1986. Vivian, John. Teori Komunikasi Massa edisi kedelapan. Jakarta: Prenada. 2008. Wahyu T, Dimas. Sisi punk dalam diri Bodhi sebuah tinjauan psikologi sosial terhadap tokoh utama novel Supernova (Akar) bab "Akar" dan "Selamat menjadi S"”. Perpustakaan Universitas Indonesia: Depok. 2007. Wellek, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan (Penerjemah: Melani Budianta). Jakarta: Gramedia. 1995.Y. Handoyo, Autisma. Jakarta: PT.Buana Ilmu Populer. 2008. Y. Handoyo, Autisma. Jakarta: PT.Buana Ilmu Populer. 2008.
BIODATA PENULIS Monica Harfiyani, lahir di Jakarta pada 28 Mei 1992. Anak pertama dari lima bersaudara ini lahir dari pasangan Rizal Pahlephi dan Harmiyanti. Sejak kecil memiliki hobi menulis dan membaca. Kesehariannya diisi dengan menulis buku diary dan membaca berbagai novel yang ia koleksi. Cita-citanya menjadi seorang guru dan penulis menuntunnya untuk dapat masuk ke jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi langkah awalnya untuk mewujudkan cita-citanya. Keluarga, sahabat, dan teman terdekatnya menjadi motivasinya untuk mewujudkan cita-cita menjadi seorang guru, penulis, dan anak yang dapat membanggakan bagi keluarganya.