SIDIK CEPAT DEGRADASI SUB DAS TUNTANG HULU
Oleh: Ir. Alwis, MM Nden Rissa H, S.Si. M.Si
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kuhutanan (KLHK)/ eks. Kementerian Kehutanan salah satu tugas pokoknya adalah melaksanakan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) di Daerah Aliran Sungai (DAS). Dataran wilayah Indonesia telah dibagi habis berdasarkan DAS yang dipulihkan daya dukungnya sebanyak 108 DAS dan DAS yang dipertahankan daya dukungnya (PP No. 37 tahun 2012). DAS yang dipulihkan daya dukungnya adalah DAS yang kondisi lahan serta kualitas, kuantitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah tidak berfungsi sebagaimana mestinya sedangkan DAS yang dipertahankan daya dukungnya adalah DAS yang kondisi lahan, kualitas, kuantitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air, dan pemanfaatan ruang wilayah berfungsi sebagaimana mestinya. DAS tersebut dapat dibagi lagi menjadi sub DAS. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang dipisahkan dari wilayah lain di sekitarnya oleh pemisah alam topografi, seperti punggung bukit atau gunung, yang menerima air hujan, menampung, dan mengalirkannya melalui sungai utama ke laut. Sedangkan Sub DAS merupakan bagian wilayah DAS dalam bentuk satuan daerah tangkapan air (PP No. 37 tahun 2012). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
atau Kemenhut telah
melaksanakan kegiatan RLKT melalui program reboisasi, penhijauan, HKm, HR, KBR, HTR dan sebagainya serta pemberdayaan masyarakat di wilayah DAS atau Sub DAS. Seiring dengan perkembangan jaman peningkatan jumlah penduduk dan faktor alam lainnya yang tidak sejalan dengan daya dukung lahan, maka terjadi degradasi lahan di DAS atau Sub DAS tersebut. Degradasi DAS adalah hilangnya nilai dengan waktu, termasuk menurunnya produksi lahan dan air yang diiukuti tanda-tanda perubahan watak sistem hidrologi sungai (kualitas, kuantitas, dan kontinuitas aliran). 1
Sidik cepat desgradasi sub DAS adalah salah satu teknologi penyidikan degradasi sub DAS secara cepat untuk mengidentifikasi masalah. Hasil identifikasi masalah digunakan sebagai salah satu bahan untuk penyusunan rencana pengelolaan sub DAS. Teknologi sidik cepat degradasi sub DAS dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkat kerentanan suatu sub DAS sehingga dapat diperoleh daerahdaerah tertentu yang perlu mendapatkan prioritas penanganan. Penerapan teknologi ini sangat mudah karena dengan bantuan teknologi GIS peta degradasi sub DAS dengan cepat dapat disajikan. Teknologi sidik cepat degradasi bertujuan untuk memberikan metode penyidikan degradasi sub DAS secara cepat sedangkan ruang lingkupnya terdiri dari Sub DAS setara wilayah kabupaten, Sub DAS kabupaten dominan, dan Sub DAS hulu.
Penilaian degradasi sub DAS terdiri dari Formulasi
Degradasi Sub DAS dan Penilaian Degradasi Sub DAS. Dengan analisis degradasi sub DAS dapat diperoleh kerentanan pasokan air banjir, daerah rawan kebanjiran, kerentanan lahan, dan kerentanan tanah longsor. Adapun klasifikasi tingkat kerentanan degradasi sub DAS sebagai berikut: Kategori
Nilai
Tingkat Kerentanan/Degradasi
Tinggi Agak Tinggi Sedang Agak Rendah Rendah
> 4,3 3,5 – 4,3 2,6 – 3,4 1,7 - 2,5 < 1,7
Sangat Rentan/Sangat terdegradasi Rentan/Terdegradasi Agak Rentan/Agak terdegradasi Sedikit Rentan/Sedikit terdegradasi Tidak Rentan/Tidak terdegradasi
Sumber: Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS, 2010
Salah satu Sub DAS yang dijadikan contoh pengujian teknologi sidik cepat degradasi sub DAS adalah sub DAS Tuntang Hulu. Sub DAS Tuntang Hulu berada di Kabupaten Semarang, provinsi Jawa Tengah. Adapun gambaran/informasi tentang sub DAS Tuntang Hulu sebagai berikut:
2
1. Situasi Sub DAS Tuntang Hulu
2. Peta pasokan air banjir Sub DAS Tuntang Hulu
3. Peta Kerentanan banjir sub DAS
3
4. Peta tingkat kekritisab lahan sub DAS Tuntang Hulu
5. Peta kerentanan tanah longsor Sub DAS tuntang Hulu
Berdasarkan informasi dari peta 1 sampai 5 terdapat rekapitulasi kerentanan sub DAS Tuntang Hulu sebagai berikut: 1. Rawan pasokan air banjir: sub DAS Bantar 2. Rawan daerah kebanjiran: sub DAS Bantar 3. Kerentanan lahan: sub DAS Bantar 4. Tidak ada masalah kekeringan di sub DAS Tuntang Hulu 5. Kerentanan tanah longsor: sub DAS Galeh (DTA Rawa Pening) 6. Kerentanan sosial: Kepadatan penduduk (5) dan budaya hukum adat (5) 7. Kerentanan ekonomi: Kegiatan dasar wilayah (mata pencaharian) LQ (5)
4
Dari hasil rekapitulasi tersebut akan dilaksanakan kerentanan tanah longsor pada sub DAS Galeh (DTA Rawa Pening) dengan gambaran sebagai berikut
Pada peta tersebut diatas sub DAS Galeh (DTA Rawa Pening) Tanah longsornya masuk kategori sedang (Simbol S). Untuk melakukan perlakuan pada Sub DAS Galeh menggunakan tabel seperti di bawah ini:
Sumber: Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS
5
Setelah dilakukan pengecekan di lapangan ditemukan di dalam kawasan lindung yaitu kawasan suaka alam dan cagar budaya dengan perlakukan A. 1,3 sedangkan kawasan budidaya yaitu kawasan hutan rakyat perlakukannya adalah B.3,6,4. Untuk perlakuan di lapangan terhadap kawasan suaka alam dan cagar budaya serta kawasan hutan rakyat di pedomani ketentuan (Sumber: Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS) sebagai berikut:
6
Berdasarkan ketentuan di atas, maka perlakuan bagi kawasan suaka alam dan cagar budaya adalah A. 1, 3 : A.1 Reboisasi dengan jenis-jenis vegetasi pohon insitu (tanaman asli)- multistrata tajuk A.3 Reboisasi penghijauan dengan jenis vegetasi/pohon yang berfungsi untuk tanaman sempadan sungai Sedangkan perlakuan untuk kawasan hutan rakyat adalah B. 3, 6, 14: B. 3 Hutan Rakyat- fast growing bernilai komersial-log process/agro bisnis B.6 Agrosilvofishery-tanaman pertanian, hutan dan ikan B.14 Tanaman penguat tebing sungai (bambu, gayam, dll). Setelah didapatkan perlakuan terhadap sub DAS Tuntang Hulu terhadap kerentanan tanah longsor di Sub DAS Galeh (DTA Rawa Pening) maka disusun perencanaan kegiatan sesuai dengan hasil sidik cepat degradasi sub DAS tersebut dan dilaksanakan sosialisasi kepada masyarakat di wilayahnya dan instansi terkait yang menangani area tersebut. Teknologi sidik cepat degradasi sub DAS sangat bermanfaat bagi para penyuluh di lapangan untuk itu perlu dikembangkan kepada para penyuluh lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar program rehabilitasi hutan dan lahan dapat dilaksanakan secara optimal.
7