TINJAUAN YURIDIS TERHADAP MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEWARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Perkara Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska)
Jurnal Ilmiah Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta
Oleh Helios Tri Buana 11100072
FAKULTAS HUKUM UNVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2015
1
Judul
: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP MEDIASI DALAM PERKARA SENGKETA PEWARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA ( Studi Kasus Perkara Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska)
Disusun oleh : Helios Tri Buana NPM
: 11100072
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Latar Belakang penelitian iniadalah dengan adanya ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur mediasi di Pengadilan, maka jelas hakim mempunyai peranan yang aktif untuk mengusahakan penyelesaian secara damai untuk perkara perdata yang diperiksanya. Dalam kaitannya ini hakim haruslah dapat memberikan suatu pengertian bahwa penyelesaian perkara dengan cara perdamaian merupakan suatu cara penyelesaian yang lebih baik dan bijaksana daripada diselesaikan dengan putusan pengadilan, baik di pandang dari sedi hukum masyarakat maupun dipadang dari segi waktu, biaya dan tenaga yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa pewarisan dengan cara mediasi oleh Pengadilan Negeri Surakarta dan akibat hukum bagi ahli waris dengan adanya mediasi, sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian pendekatan secara yuridis normatif. Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta. Sumber data penelitian yang digunakan adalah sumber data sekunder, Data sekunder yang digunakan sumber bahan hukum dan sumber hukum sekunder. Tehnik pengumpulan data yang digunakan studi kepustakaan dan studi dokumen atau bahan pustaka. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa pewarisan dengan cara mediasi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Surakarta melalui dua tahap yaitu pra mediasi dan tahap mediasi. Pada tahap pra mediasi dipimpin oleh majelis hakim pemeriksa perkara yang sedang ditangani mulai dari sidang pertama dan menyuruh agar para pihak melakukan mediasi. Majelis hakim menunda waktu persidangan untuk memberikan kesempatan pada para pihak untuk melakukan mediasi dan memilih seorang mediator untuk membatu proses penyelesaian sengketa. Para pihak dalam hal ini menggunakan mediator dari dalam Pengadilan Negeri Surakarta. Langkah – langkah yang dilakukan oleh mediator dalam tahap mediasi adalah meminta
2
agar para pihak menghadap mediator, menentukan jadwal pertemuan, melakukan kaukus, mempertemukan kedua belah pihak, melaporkan hasil mediasi kepada majelis hakim pemeriksa perkara. Akibat hukum bagi ahli waris dalam melakukan mediasi disini yaitu in kracht van gewijsde yang berbentuk akta perdamaian, tidak dapat diajukan gugatan baru, dapat dieksekusi, tidak ada upaya hukum lain. Kata kunci : Pramediasi, mediasi, akta perdamaian, akibat hukum bagi ahli waris. A. Latar Belakang Sesuai dengan kodratnya manusia diciptakan oleh Tuhan yang Maha Pengasih untuk hidup bersama dengan manusia lainnya (bermasyarakat). Dalam hidup bermasyatakat ini mereka saling menjalin hubungan, yang apabila di teliti jumlah dan sifatnya tidak terhingga banyaknya. Di dalam kehidupan bermasyarakat tiap tiap individu atau orang mempunyai kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Ada kalanya kepentingan mereka saling bertentangan, hal mana dapat menimbulkan suatu sengketa. Untuk menghindari gejala tersebut mereka mencari jalan untuk mengadakan tata tertib, yaitu dengan membuat ketentuan atau kaidah hukum, yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat, agar dapat mempertahankan hidup bermasyarakat. Dalam kaidah hukum yang ditentukan itu, setiap orang diharuskan untuk bertingkah laku sedemikian rupa, sehingga kepentingan anggota masyarakat lainnya akan terjaga dan dilindungi, dan apabila kaidah hukum tersebut dilanggar, maka kepada yang bersangkutan akan dikenakan sanksi atau hukuman. Akhir akhir ini banyak terjadi di masyarakat yang terlibat di dalam sengketa perdata memilih jalan mediasi, baik yang diupayakan oleh hakim,
3
pengacara maupun kehendak dari para pihak yang berpekara itu sendiri. Hal ini merupakan suatu gejala positif yang patut kita perhatikan secara bersama. Menyelesaikan sengketa perdata atau sengketa gugatan dengan cara mediasi adalah cara-cara yang gunakan oleh para pihak yang membuat, menentukan sendiri secara ikhlas sadar isi perjanjian perdamaian. Mediasi merupakan salah satu upaya penyelesaian dimana para pihak yang berselisih atau bersengketa bersepakat untuk menghadirkan pihak ketiga yang independen guna bertindak sebagai mediator (pengengah). Mediasi sebagai salah satu proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dewasa ini digunakan oleh pengadilan sebagai proses penyelesaian sengketa. Bentuk penyelesaian sengketa dengan cara mediasi yang sekarang dipraktikkan terintegrasi dengan proses peradilan. Penyelesaian sengketa dengan cara mediasi yang dewasa ini dipraktikkan di pengadilan memiliki kekhasan, yaitu dilakukan ketika perkara sudah di daftarkan di pengadilan (Connected to the court). Landasan yuridisnya diawali pada tahun 2002 dan terus mengalami perbaikan baik dalam proses maupun pelaksanaannya dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2003 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008 tentang PERMA Prosedur Mediasi di Pengadilan. PERMA menjadi standar umum bagi pedoman pelaksanaan mediasi yang diintensifkan ke dalam prosedur berpekara di Pengadilan Negeri. Mediasi memiliki kedudukan penting dalam PERMA tersebut, karena proses mediasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses beperkara di pengadilan. Oleh karena itu, pelaksanaan mediasi dengan hasil
4
kesepakatan dan kegagalan yang dicapai serta faktor penyebabnya menjadi bahan pertimbangan utama untuk menilai tingkat efektifitasnya. Proses mediasi harus selesai dalam jangka waktu paling lama 40 hari kerja sejak pemilihan atau penetapan penunjukan mediator. Seandainya mediator berasal dari luar lingkungan pengadilan jangka waktu tersebut diperpanjang menjadi 30 hari. Apabila mediasi berhasil, kesepakatan lengkap dengan klausula pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai disamping dalam sidang. Majelis Hakim kemudian akan mengukuhkan kesepakatan itu sebagai akta perdamaian, tetapi apabila gagal adalah tugas mediator untuk melaporkannya secara tertulis kepada Majelis Hakim. Konsekuensi kegagalan tersebut memaksa Mejelis Hakim melanjutkan proses perkara. Dengan adanya ketentuan dalam pasal 130 ayat (1) HIR atau pasal 154 ayat (1) RBg tersebut, maka jelas hakim mempunyai peranan yang aktif untuk mengusahakan penyelesaian secara damai untuk perkara perdata yang diperiksanya. Dalam kaitannya ini hakim haruslah dapat memberikan suatu pengertian bahwa penyelesaian perkara dengan cara perdamaian merupakan suatu cara penyelesaian yang lebih baik dan bijaksana daripada diselesaikan dengan putusan pengadilan, baik di pandang dari segi hukum masyarakat maupun dipadang dari segi waktu, biaya dan tenaga yang digunakan.
B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana penyelesaian sengketa pewarisan dengan cara mediasi? 2. Bagaimana akibat hukum bagi ahli waris dengan adanya mediasi?
5
C. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu pendekatan secara yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah yaitu penelitian dengan menerangkan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dihubungkan dengan kenyataan yang ada di lapangan kemudian dianalisis dengan membandingkan antara tuntutan nilai-nilai ideal yang ada di dalam peraturan perundang-undangan dengan kenyataan yang ada di lapangan. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif, dimana penelitian bertujuan memberikan gambaran, melukiskan serta memaparkan data yang diperoleh dari penelitian. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksud untuk memberikan data awal yang diteliti tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lain. Dalam hal ini penulis mencoba menggambarkan tentang putusan hakim tentang mediasi terhadap sengketa pewarisan. 3. Jenis - Jenis Data Penelitian Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk bahan hukum. Dalam data sekunder terbagi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
6
1. Bahan Hukum Primer yang diperoleh dalam penelitian ini berupa hasil putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu putusan perkara perdata Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska. 2. Bahan Hukum Sekunder merupakan bahan hukum bersifat membantu atau menunjang bahan hukum primer. Diantara bahan – bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah artikel – artikel, jurnal, buku dan dokumen yang mempunyai hubungan terhadap permasalahan dalam penelitian ini. 4. Tehnik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan : a. Studi kepustakaan Yaitu dengan cara membaca, mengkaji dan mempelajari literatur/buku, catatan kepustakaan, dokumen serta bahan lain yang erat hubungannya dengan masalah yang diteliti. b. Studi dokumen atau bahan pustaka Metode ini merupakan cara pengumpulan data dengan cara membaca, memperlajari, mengkaji, membuat catatan yang diperlukan. Pedoman Mediasi, buku Alternatif Penyelesaian Sengketa, Perkara Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska, PERMA No. 1 Tahun 2008 dan hal – hal lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
7
D. Hasil Penelitian dan Analisis 1. Penyelesaian Sengketa Pewarisan dengan cara Mediasi a. Proses Mediasi Dalam tahap ini penggugat memasukan gugatannya ke Pengadilan Negeri Surakarta, kemudian gugatan tersebut diterima pada tanggal 8 Juli 2013 oleh Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska. Setelah itu ketua Pengadilan Negeri Surakarta menunjuk majelis hakim pemeriksa perkara tersebut dengan surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Surakarta, Majelis hakim yang ditunjuk untuk menangani perkara Sehingga berdasarkan Surat Penetapan ketua Pengadilan Negeri dengan Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska. bahwa pemeriksaan perkara tersebut akan dilangsungkan pada hari Rabu 31 Juli 2013 jam 09.00 WIB. Memerintahkan kepada Jurusita Pengadilan Negeri Surakarta untuk memanggil kepada kedua belah pihak agar supaya datang menghadap dimuka sidang Pengadilan Negeri Surakarta. Majelis Hakim dalam memeriksa perkara No.168/Pdt.G/2013/PN.Ska dalam hal ini menerangkan bagi para pihak bahwa dalam proses pemeriksaan perkara perdata, yang mana sudah di atur dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 (PERMA), mewajibkan hakim untuk menempuh jalan mediasi yang sifatnya wajib dilaksanakan pada setiap Pengadilan Negeri yang menangani perkara perdata. Majelis Hakim dalam hal ini sebagai Pemeriksa Perkara Perdata No.168/Pdt.G/2013/PN.Ska telah memenuhi syarat yang terdapat dalam pasal 2
8
Ayat (1), (2), (3) dan (4) Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 (PERMA). Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 (PERMA) menyebutkan bahwa Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan. Pasal (2) Peraturan Mahkamah Agung No 1 (PERMA) menyebutkan bahwa setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam peraturan ini. Pasal (3) Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 (PERMA) menyebutkan bahwa tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal 154 Rbg yang mengkaitkan putusan batal demi hukum Pasal (4) Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 (PERMA) menyebutkan bahwa Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan. Majelis Hakim dalam hal menangani perkara perdata menerangkan pada kedua belah pihak, bahwa setiap penyelesaian sengketa perdata harus melalui mediasi terlebih dahulu. Oleh sebab itu Ketua Majelis Hakim menjelaskan bahwa Pengadilan Negeri Surakarta adanya mediator – mediator yang nantinya dapat dipergunakan untuk membantu proses penyelesaian perkara perdata dengan cara mediasi. Majelis Hakim memberikan penjelasan bahwa mediator dapat dipilih sendiri dari luar Pengadilan atau dari dalam Pengadilan. Untuk mediator dari
9
dalam Pengadilan, yang memilih adalah Majelis Hakim. Apabila para pihak ingin menggunakan mediator dari dalam Pengadilan Negeri Surakarta, maka para pihak tidak dipungut biaya sama sekali. Sedangkan apabila para pihak menggunakan mediator dari luar Pengadilan Negeri Surakarta maka para pihak dipungut biaya sesuai dengan perkara yang ditangani. Para Pihak disini diberi pilihan oleh Majelis Hakim apakah untuk mediator akan ditentukan sendiri atau menggunakan mediator yang sudah ditentukan oleh Majelis Hakim yang namanya sudah ada dalam daftar mediator Pengadilan Negeri Surakarta. Apabila para pihak ingin menggunakan mediator dari dalam Pengadilan Negeri Surakarta, maka Majelis Hakim menanyakan lagi, untuk mediator apakah dapat dipilih sendiri atau dipilih oleh Ketua Majelis Hakim untuk menetapkan mediator. Dari hasil pernyataan tersebut, maka para pihak sepakat untuk menyerahkan semuanya termasuk dalam memilih mediator yang sudah ditentukan oleh Majelis Hakim. Pada hari sidang berikutnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta menetapkan mediator yaitu Kun Maryoso, SH, MH bahwa oleh karena itu perlu dikeluarkan penetapan untuk menunjuk mediator. Pada hari sidang yang telah ditentukan oleh Majelis Hakim dan memberikan penjelasan bahwa batas waktu yang diberikan untuk menyelesaikan sengketa perdata dengan cara mediasi adalah empat puluh hari kerja, kemudian setelah empat puluh hari kerja Majelis Hakim langsung menentukan hari sidang untuk mendengarkan laporan dari mediator. Majelis Hakim setelah selesai
10
memberikan penjelasan kemudian menyerahkan perkara tersebut ke mediator sepenuhnya untuk diusahakan perdamaian melalui mediasi. Dalam hal ini mediator kemudian menempuh langkah – langkah untuk mulai menempuh proses mediasi. Langkah tersebut sebagai berikut : (1) Menentukan Jadwal pertemuan Hal ini sesuai dengan Peratuan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 pasal 15 ayat (1) : Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati. (2) Melakukan Kaukus Kaukus adalah suatu pertemuan yang dilakukan oleh mediator yang mana pertemuan ini dilakukan terpisah antara Penggugat dan Tergugat. Pertemuan ini dilakukan terpisah dan waktunya pun berbeda karena untuk mendengarkan pendapat dari kedua belah pihak. (3) Pertemuan Kedua Belah Pihak Pada pertemuan kedua belah pihak ini merupakan pertemuan untuk membahas tentang hasil kesepakatan dari masing – masing. Hasil kesepakatan kedua belah pihak tersebut kemudian diserahkan kepada mediator untuk diperiksa. Hasil dari kesepakatan ini telah ditentukan dan tercantum dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 (PERMA) pasal 17 ayat (3) : sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghidari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak baik.
11
(4) Melaporkan Hasil Mediasi Hal ini tercantum dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 (PERMA) pasal 18 ayat (1) jika setelah batas waktu maksimal empat puluh hari kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3), para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan atau karena sebab – sebab yang terkandung dalam pasal 15, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses telah gagal dam memberitahukan kegagalan kepada hakim.
Dalam suatu mediasi dijelaskan tentang tahap – tahap proses mediasi sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 pada bab III pasal 13 tentang penyerahan resume perkara dan lama proses mediasi sebagai berikut : a. Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing – masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. b. Dalam waktu paling sedikit 5 hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing – masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditujuk. c. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (5) dan (6). d. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu proses mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.
12
e. Jangka waktu proses
mediasi tidak termasuk jangka waktu
pemeriksaan perkara. f. Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi. Pada hari rabu tanggal 21 Agustus 2013 dalam persidangan Pengadilan Negeri Surakarta, menerangkan bahwa setalah kedua belah pihak yang berpekara tersebut hadir dimuka persidangan, selanjutnya Hakim Ketua Majelis menjelaskan sesuai dengan laporan dari Mediator tertanggal 31 Juli 2013 yang pada pokoknya para pihak sepakat untuk berdamai dan pemeriksaan perkara ini di pandang cukup kemudian untuk menyusun putusan, maka sidang ditunda dan ditetapkan kembali pada tanggal 29 Agustus 2013.
b. Pembuatan akta perdamaian Pada hari kamis tanggal 29 Agustus 2013 dalam persidangan Pengadilan Negeri Surakarta yang terbuka untuk umum, menerangkan bahwa mereka bersedia untuk mengakhiri persengketaan antara mereka seperti termuat dalam surat gugatan tersebut, dengan jalan perdamaian dan untuk itu telah mengadakan persetujuan. Setelah isi persetujuan perdamaian tersebut dibuat secara tertulis tanggal 31 Juli 2013 dan dibacakan kepada kedua belah pihak dimuka persidangan tanggal 21 Agustus 2013, maka mereka masing – masing menerangkan dan menyatakan menyetujui seluruh isi persetujuan perdamaian tersebut selanjutnya para pihak masing – masing menandatangani di hadapan Majelis hukum.
13
Kemudian Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan, yang berisi : Telah membaca surat persetujuan perdamaian tersebut diatas; Telah mendengar kedua belah pihak yang berperkara; Mengingat, pasal 130 HIR/154 Rbg dan PERMA No.1 Tahun 2008, serta ketentuan perudang – undangan lainnya yang bersangkutan, Mengadili : Menghukum kedua belah pihak Penggugat dan para Tergugat tersebut untuk menaati persetujuan yang telah disepakati Menghukum kedua belah pihak untuk membayar biaya perkara.
Penyelesaian perkara perdata di Pengadilan Negeri Surakarta dapat diselesaikan dengan cara mediasi, sebelum melanjutkan persidangan Majelis Hakim pun menawarkan mediasi kepada kedua belah pihak, serta Pengadilan Negeri Surakarta juga memfasilitasi seorang meditor yang profesional agar mediasi dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan yakni kedua belah pihak dapat berdamai tanpa harus melanjutkan perkara perdata di pengadilan. Bahwa seharusnya perkara perdata dapat diselesaikan antar dua belah pihak tanpa harus masuk ke Pengadilan, dengan cara musyawarah bersama antar dua belah pihak dengan menghadirkan seseorang yang netral, dengan demikian perkara perdata tidak harus diadili oleh majelis hakim dan tidak harus mengeluarkan biaya. 2. Akibat Hukum bagi ahli waris dengan adanya mediasi. Mediasi pada intinya adalah agar para pihak yang bersengketa bisa diselesaikan dengan cara mediasi atau dengan cara perdamaian, dengan adanya mediasi maka diharapkan menyelesaikan sengketa dengan cepat dan terlaksana
14
dengan baik. Hasil dari kesepakatan mediasi dari kedua pihak menjadikan suatu akta perdamaian, akibat hukum bagi kedua belah pihak adalah sebagai berikut : a. In kracht van gewijsde (mempunyai kekuatan hukum tetap). Akta perdamaian yang mempunyai kekuatan hukum tetap yatu sama dengan putusan hakim. Adanya kekuatan hukum tersebut apabila para pihak tidak mau melaksanakan apa yang di perintahkan dalam suatu akta perdamaian yang telah disepakati kedua belah pihak maka para pihak tersebut langsung mendapatkan sanksi berupa eksekusi secara paksa (putusan dengan cara paksa). b. Tidak dapat diajukan gugatan baru lagi. Apabila dalam hal ini akta perdamaian sudah dibuat, maka para pihak tidak mungkin atau tidak dapat mengajukan gugatan baru lagi atas suatu perkara yang sama dalam suatu pengadilan. Hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan hukum acara perdata apabila hal itu tetap dilakukan. c. Tidak ada upaya hukum lain. Apabila suatu perkara sudah masuk dalam Pengadilan Negeri dan sudah dilakukan mediasi, maka perkara tersebut tidak bisa dilakukan upaya hukum atau tidak boleh mengajukan permohonan banding, kasasi maupun peninjauan kembali. d. Dapat di eksekusi Suatu putusan dapat di eksekusi apabila para pihak melanggar kesepatan yang telah disepakati dalam akta perdamaian.
15
E. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah di bahas diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penyelesaian sengketa pewarisan dengan cara mediasi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Surakarta, dalam hal ini ada dua tahap yang harus dilakukan dalam menyelesaikan sengketa perdata, yakni : a). Tahap pra mediasi, dalam tahap ini Pengadilan Negeri Surakarta memeriksa kasus perdata yang masuk, kemudian Ketua Pengadilan Negeri Surakarta menunjuk Majelis Hakim serta Ketua Pengadilan Negeri Surakarta menetapkan hari sidang pertama yang harus dihadiri oleh para pihak dan Majelis hakim menunjuk mediator berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yang bersengketa untuk membantu proses mediasi dalam Pengadilan Negeri Surakarta. b). Tahap mediasi,
dalam tahap ini langkah – langkah yang
biasanya ditempuh oleh seorang mediator yakni : meminta agar para pihak menghadap mediator serta menentukan jadwal pertemuan. Kemudian melakukan kaukus dan mempertemukan kedua belah pihak. Dan tahap terakhir melaporkan hasil mediasi. Dapat diambil kesimpulan bahwa Majelis Hakim juga berperan dalam menjalankan tugasnya dengan baik karena telah menjalankan tugasnya yakni memenuhi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 (PERMA) karena dalam hal ini PERMA sifatnya wajib dalam setiap
16
Pengadilan Negeri dalam menangani kasus perdata yang dilakukan dengan menempuh jalan mediasi. 2. Akibat hukum bagi kedua belah pihak dalam penyelesaian sengketa perdata dengan jalan mediasi sama dengan putusan perkara perdata yang diputuskan Majelis Hakim dihadapan sidang, dimana kekuatan hukumnya sama. Akibat hukum bagi kedua belah pihak adalah : 1) Mempunyai kekuatan hukum tetap. 2) Tidak dapat diajukan gugatan baru lagi. 3) Dapat dieksekusi. 4) Tidak ada upaya hukum lain.
17
DAFTAR PUSTAKA Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interprestasi Undang-Undang (Legispridence). Jakarta : Kencana Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H dan Christine S.T. Kansil, S.H. M.H. 2011. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta Gunawan Widjaja. 2002. Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta : PT Rajagrafindo persada Harahap Krisna. 2008.Hukum Acara Perdata. Bandung : PT. Graviti Budi Utami Ishaq. 2009. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika. Jimmy Joses Sembiring. 2011. Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan. Jakarta : Visi Media. Nurnaningsih Amriani. 2011. MEDIASI Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta : Rajawali Pers. Ny. Retnowulan sutantio dan Iskandar oeripkartawinata 1997. Hukum acara perdata dalam teori dan praktek. Bandung : Mandar maju Peter Mahmud Marzuki. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Kencana Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Pers) Situmorang. Victor. 1992. Perdamaian dan Perwasitan. Jakarta : Rineka Cipta. Syahrani. Riduan. 2000. Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Syahrizal Abbas. 2009. Mediasi. Jakarta : Kencana Victor M Situmorang. 1992. Perdamaian dan Perwasiatan. Jakarta : Rineka Cipta
18
Undang-undang Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Mahmakah Agung Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
19