HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK ELEKTRONIKA DAN KOMPUTER UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Oleh : HANNAH 80 2008 074
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2013
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan dibawah ini, Nama
: Hannah
Nim
: 802008074
Program Studi : Psikologi Fakultas
: Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, Judul : “Hubungan Motivasi Berprestasi Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana” Yang dibimbing oleh: 1. Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc. 2. Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Adalah benar-benar hasil karya saya. Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya lakukan seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau pencipta.
Salatiga, 27 Agustus 2013 Yang memberi pernyataan,
Hannah ii
iii
iv
HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK ELEKTRONIKA DAN KOMPUTER UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA Hannah Sutriyono Chr. Hari Soetjiningsih Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, 2013 ABSTRAK Penelitian ini meneliti hubungan antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer di Universitas Kristen Satya Wacana. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana. Populasinya adalah mahasiswa-mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer sejumlah 374 orang yang terdaftar pada Bagian Admisi dan Registrasi UKSW, per 14 Mei 2013.Sampel dalam penelitian ini berjumlah 193 orang dengan perhitungan rumus Slovin dan menggunakan teknik analisis pearson product moment. Skala Prokrastinasi Akademik dimodifikasi dari skala Tuckman Procrastination Scale (Tuckman, 1990), sedangkan skala Motivasi Berprestasi dari Iyer dan Kamalanabhan (2006). Hasil yang didapat tidak terdapat hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik pada Mahasiswa Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana.
Kata Kunci: Motivasi Berprestasi, Prokrastinasi Akademik
v
PENDAHULUAN Di era globalisasi ini masyarakat diperhadapkan dengan perkembangan yang sangat cepat di segala aspek kehidupan. Dibutuhkan kinerja yang cepat dan berkualitas untuk dapat bersaing di era ini. Namun pada kenyataannya, sampai saat ini masih banyak pihak yang belum menyadari akan pentingnya efisiensi waktu dalam melakukan perkerjaan sehari-hari. Hal ini terlihat dari adanya perilaku menunda-nunda untuk menyelesaikan pekerjaan yang banyak terjadi di masyarakat. Indikasi tersebut mengarah kepada apa yang disebut sebagai prokrastinasi. Prokrastinasi dalam American College Dictionary (Burka & Yuen, 1983) berasal dari kata procrastinate yang diartikan menunda untuk melakukan sampai waktu atau hari berikutnya. Ellis dan Knaus (dalam Ghufron, 2003) mengemukakan prokrastinasi adalah kebiasaan penundaan yang tidak bertujuan dan proses penghindaran tugas, yang tidak perlu dilakukan dengan ketakutan gagal, dan pandangan segala sesuatu harus dilakukan dengan benar, dan penundaan menjadi respon tetap atau kebiasaan. Adapun Tuckman (1990) menjelaskan bahwa prokrastinasi termasuk dalam permasalahan regulasi diri yaitu merupakan kecenderungan untuk menangguhkan atau menghindari aktivitas atau tugas yang harus diselesaikan. Prokrastinasi dapat dikatakan sebagai suatu penundaan atau kecenderungan menunda-nunda memulai suatu kerja, namun prokrastinasi juga bisa dikatakan sebagai penghindaran tugas, yang diakibatkan perasaan yang tidak senang terhadap tugas dan ketakutan untuk gagal dalam mengerjakan tugas. Orang yang melakukan prokrastinasi dapat disebut sebagai procrastinator (Kartadinata & Sia, 2008). Burka dan Yuen (1983) mengemukakan bahwa prokrastinasi terjadi pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai pekerja atau pelajar. Surat kabar Republika (Rabu, 29 Agustus 2012) melangsir terjadinya keterlambatan rapat Paripurna DPR dikarenakan keterlambatan kehadiran anggotanya. Hal ini dapat terjadi karena setiap anggota DPR menunda-nunda waktu keberangkatan mereka. Hal yang sama juga terjadi di institusi pemerintahan yang lebih kecil yaitu
1
keterlambatan kedatangan 122 karyawan di lingkungan Walikota Jakarta Barat seperti yang dilangsir oleh media cetak Pos Kota (Kamis, 23 Agustus 2012). Sedangkan di lingkungan sekolah banyak siswa yang menunda-nunda mengerjakan tugas atau belajar untuk ujian sehingga muncul istilah sistem kebut semalam (SKS) yang sampai saat ini masih banyak dilakukan oleh siswa sehingga mereka menjadi semakin terbiasa bahkan istilah tersebut berganti menjadi sistem kebut sejam. Hal yang sama juga terjadi di institusi pendidikan yang lebih tinggi. Baik universitas di dalam maupun di luar negeri dilaporkan banyak mahasiswa yang menunda melakukan tugas mereka untuk melakukan hal lain yang dianggap lebih menyenangkan. William (Burka & Yuen, 1983) memperkirakan bahwa 90 persen mahasiswa dari perguruan tinggi telah menjadi seorang prokrastinator, 25 persen adalah orang suka menunda-nunda kronis dan pada umumnya mereka memilih mundur dari perguruan tinggi. Djamarah (2002) menemukan banyak pelajar dan mahasiswa mengeluh karena tidak dapat membagi waktu dengan baik, kapan harus memulai dan mengerjakan sesuatu. Adanya kecenderungan untuk tidak segera memulai ketika menghadapi suatu tugas merupakan indikasi dari perilaku menunda dan kelalaian dalam mengatur waktu dan merupakan faktor penting yang menyebabkan individu menunda dalam melakukan dan menyelesaikan tugas (Knaus, 1986). Pemanfaatan waktu yang tidak efektif dan ketidaksiplinan tampaknya disinyalir juga oleh Godfrey (1991) yang mengemukakan bahwa program studi yang semestinya dapat diselesaikan dalam waktu 4 tahun, terpaksa diperpanjang menjadi 7-10 tahun. Solomon dan Rothblum (1984) mengungkapkan bahwa indikasi penundaan akademik adalah masa studi 5 tahun atau lebih. Gejala perilaku menunda (prokrastinasi) banyak dimanifestasikan dalam dunia pendidikan yang sering disebut dengan prokrastinasi akademik (Ahmaini, 2010). Prokrastinasi akademik ini juga nampak di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (UKSW) terutama di Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer. Hal ini ditunjukkan dari data sekunder yang didapat dari Bagian Admisi dan Registrasi UKSW, sampai tanggal 14 Mei 2013 masih ada 147 mahasiswa
2
yang belum menyelesaikan studinya di jenjang Strata 1 dalam kurun waktu 5 tahun dari 374 mahasiswa. Dari data tersebut ditemukan bahwa Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer memiliki persentase tertinggi mahasiswa yang belum menyelesaikan studinya tepat waktu yaitu 39,3 persen dari total seluruh angkatan. Selain data tersebut, juga dicari sumber data lain dengan melakukan wawancara pada beberapa mahasiswa Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer. Dari hasil wawancara tersebut ditemukan adanya indikasi-indikasi prokrastinasi seperti ada beberapa mahasiswa yang menyatakan bahwa mereka sering menunda waktu mengerjakan tugas rancang atau laporan praktikum mereka hingga waktu-waktu terakhir pengumpulan tugas tersebut. Selain itu mahasiswa lainnya juga menyatakan bahwa mereka sering menunda waktu keberangkatan kuliah, bahkan ada beberapa mahasiswa yang menyatakan mereka sering terlambat hingga satu jam setelah perkuliahan dimulai. Sedangkan mahasiswa tingkat akhir juga menyatakan menunda pembuatan skripsi. Beberapa mahasiswa tersebut menyatakan sering menunda pembuatan tugas hingga waktu-waktu terakhir pengumpulan karena menghadapi kendala dalam hal teknis namun ada juga yang menyatakan karena malas . Sedangkan dalam hal pembuatan skripsi, ada beberapa mahasiswa yang menyatakan takut untuk menemui dosen pembimbing. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan seorang dosen Program studi Teknik Elektro yang menyatakan bahwa mahasiswa yang mengikuti kelasnya banyak yang datang terlambat dan terlambat mengumpulkan tugas. Menurut Ghufron (2003) Prokrastinasi dapat disebabkan oleh berbagai penyebab baik dari faktor internal maupun eksternal. Salah satu penyebabnya adalah motivasi intrinsik dari individu tersebut. Menurut Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun Teori Motivasi Kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang.
3
Dalam menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi, adanya motivasi yang tinggi dari seseorang untuk memperoleh pekerjaan dan status sosial yang lebih baik memegang peranan yang penting dalam proses akademik. Motivasi membuat orang berupaya untuk lebih berprestasi dalam bidangnya masing-masing. Dengan demikian motivasi dipandang sebagai daya dorong untuk berbuat sesuatu dalam kapasitas dan produktivitas yang optimal atau maksimal. Salah satu hal yang dapat memotivasi seseorang menurut McClelland (1987) adalah kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), suatu pikiran yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya, lebih cepat dan lebih efisien dengan hasil akhir yang maksimal bila dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya. Sedangkan menurut Iyer dan Kamalanabhan (2006), motivasi berprestasi adalah kecenderungan untuk menjadi unggul. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kecenderungan untuk mementingkan keunggulan, adanya rasa ingin dilihat sebagai orang yang memiliki standar keunggulan atau sukses dalam situasi persaingan. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi biasanya aktif, pekerja keras, menetapkan standar yang tinggi, menyukai tugas yang menantang, memperoleh kepuasan saat melakukan hal yang sulit dan mengejar kualitas. Menurut Biordy (Dalam Ferrari dkk., 1995) besarnya motivasi yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi prokrastinasi secara negatif, dimana semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki seseorang ketika menghadapi tugas, akan semakin rendah kecenderungannya untuk melakukan prokrastinasi akademik. Selain itu, beberapa penelitian juga menunjukkan adanya korelasi negatif antara motivasi berprestasi dan prokrastinasi akademik. Korelasi negatif antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik menunjukkan bahwa penurunan motivasi berprestasi secara proporsional akan diikuti oleh kenaikan prokrastinasi akademik dan sebaliknya semakin tinggi motivasi berprestasi maka prokrastinasi akademik akan rendah (Rumiani, 2006). Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Sweeny (1979); Biordy (1980) dan Aitken (1982) yang menemukan korelasi negatif antara motivasi
4
berprestasi dan prokrastinasi akademik (dalam Ferrari dkk., 1995). Beberapa penelitian tentang motivasi berprestasi dan prokrastinasi akademik juga menunjukkan hal yang sama yaitu siswa yang melakukan prokrastinasi akademik menunjukkan motivasi berprestasi yang rendah. Namun hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Nur Fauzi di Universitas Hang Tuah Surabaya. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Universitas Hang Tuah Surabaya yang terdaftar dalam kesekretariatan Unit kegiatan Mahasiwa sebanyak 177 responden mendapatkan hasil bahwa motivasi berprestasi tidak mempunyai hubungan dengan prokrastinasi akademik atau memiliki nilai p (0,483 > 0,05) (Fauzi, 2012). Hal ini dapat terjadi karena dari keseluruhan sampel yang digunakan terdapat 21 atau 11,86 persen mahasiswa angkatan 2008, 42 atau 23,73 persen angkatan 2009, 58 atau 32,77 persen angkatan 2010, dan 56 atau 31,64 persen angkatan 2011. Hasil tersebut menunjukan bahwa 64,41 persen adalah mahasiswa angkatan 2010-2011 yang merupakan mahasiswa semester awal dalam perkuliahan. Secara umum, mahasiswa semester awal memiliki tugas yang jauh lebih sedikit dan mudah dikerjakan, daripada mahasiswa semester akhir. Hal ini dimungkinkan turut mempengaruhi perilaku individu dalam mengerjakan tugas dengan menghindari penundaan pengerjaan tugas-tugas akademik. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Najiib Adzani (2012) Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Bina Nusantara mendapatkan hasil bahwa ada korelasi positif antara motivasi berprestasi dan prokrastinasi akademik dalam penelitian yang dilakukan pada mahasiswa semester 4, 6, dan 8 yang terdaftar aktif pada jurusan psikologi Universitas Bina Nusantara. Hal ini dapat terjadi karena terdapat perbedaan baik dari faktor internal maupun eksternal seperti ada mahasiswa yang memiliki motivasi untuk mendapatkan IP 4,00 sedangkan pada mahasiswa lain ada yang memiliki motivasi hanya sekedar target lulus mata kuliah. Dengan melihat realita yang terjadi dan akibat prokrastinasi, maka akan diteliti kembali prokrastinasi yang terjadi di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga terutama di Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer.
5
Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan negatif signifikan antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Prokrastinasi Akademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastinare, dari kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju, dan crastinus yang berarti besok atau menjadi hari esok. Jadi, dari asal katanya prokrastinasi adalah menunda hingga hari esok atau lebih suka melakukan pekerjaannya besok. Orang yang melakukan prokrastinasi dapat disebut sebagai procrastinator (Kartadinata & Sia, 2008). Menurut Fiore (2006) prokrastinasi adalah suatu mekanisme untuk mengatasi kecemasan yang berhubungan dengan bagaimana cara memulai atau melengkapi suatu pekerjaan dan dalam hal membuat keputusan. Menurut Solomon dan Rothblum, prokrastinasi adalah penundaan untuk memulai mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang dilakukan dengan sengaja. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa perilaku prokrastinasi adalah perilaku yang disengaja, maksudnya faktor-faktor yang menunda penyelesaian tugas berasal dari putusan dirinya sendiri (Surijah & Sia, 2007). Adapun Tuckman (1990) menjelaskan bahwa prokrastinasi termasuk dalam permasalahan regulasi diri yaitu merupakan kecenderungan untuk menangguhkan atau menghindari aktivitas atau tugas yang harus diselesaikan. Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan, definisi yang akan digunakan adalah definisi prokrastinasi menurut Tuckman (1990) yang mengartikan bahwa prokrastinasi termasuk dalam permasalahan regulasi diri yaitu merupakan kecenderungan untuk menangguhkan atau menghindari aktivitas atau tugas yang harus diselesaikan.
6
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan penyebab individu melakukan prokrastinasi. Penganut psikodinamik beranggapan bahwa pengalaman masa kanak-kanak akan mempengaruhi perkembangan proses kognitif seseorang ketika dewasa, terutama trauma. Seseorang yang pernah mengalami mengalami trauma akan suatu tugas tertentu, misalnya gagal menyelesaikan tugas sekolahnya, akan cenderung melakukan prokrastinasi ketika seseorang tersebut dihadapkan lagi pada suatu tugas yang sama. Menurut Freud (dalam Ferrari dkk., 1995) berkaitan konsep tentang penghindaran dalam tugas mengatakan bahwa seseorang yang dihadapkan tugas yang mengancam ego pada alam bawah sadar akan menimbulkan ketakutan dan kecemasan. Perilaku penundaan atau prokrastinasi merupakan akibat dari penghindaran tugas dan sebagai mekanisme pertahanan diri. Penganut psikologi behavioristik beranggapan bahwa perilaku prokrastinasi akademik muncul akibat proses pembelajaran. Seseorang melakukan prokrastinasi akademik karena dia pernah mendapatkan punishment atas perilaku tersebut. Seorang yang pernah merasakan sukses dalam melakukan tugas sekolah dengan melakukan penundaan, cenderung akan mengulangi lagi perbuatannya. Sukses yang pernah dia rasakan akan dijadikan reward untuk mengulangi perilaku yang sama dimasa yang akan datang (Bijou, dkk., dalam Ferrari dkk., 1995). Adanya obyek lain yang memberikan reward lebih menyenangkan daripada obyek yang diprokrastinasi, menurut McCown dan Johnson (dalam Ferrari dkk., 1995) dapat memunculkan perilaku prokrastinasi akademik. Ellis dan Knaus (dalam Tuckman, 2002) memberikan penjelasan tentang prokrastinasi akademik dari sudut pandang cognitive-behavioral. Prokrastinasi akademik terjadi karena adanya keyakinan irrasional yang dimiliki oleh seseorang. Keyakinan irrasional tersebut bisa berupa fear of the failure yang merupakan ketakutan yang berlebihan untuk gagal, seseorang menunda-nunda mengerjakan tugas sekolahnya karena takut jika gagal menyelesaikannya sehingga akan mendatangkan penilaian yang negatif akan kemampuannya. Akibatnya seseorang menunda-nunda untuk mengerjakan tugas yang dihadapinya. Tuckman (1990) menjelaskan mengenai dua aspek prokrastinasi yaitu : (1) tendency to delay or put off doing things /
7
membuang waktu. Merupakan kecenderungan untuk membuang waktu secara sia-sia dalam menyelesaikan tugas yang perlu diprioritaskan demi melakukan hal-hal lain yang tidak penting. (2) tendency to have difficulty doing unpleasant things and when possible to avoid or circumvent the unpleasantness / kesulitan dan penghindaran dalam melakukan sesuatu yang tidak disukai. Merupakan kecenderungan untuk merasa berkeberatan mengerjakan hal-hal yang tidak disukai dalam tugas yang harus dikerjakannya tersebut atau jika memungkinkan akan menghindari hal-hal yang dianggap mendatangkan perasaan tidak menyenangkan. Aspek-aspek prokrastinasi akademik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek prokrastinasi akademik menurut Tuckman yaitu (1) tendency to delay or put off doing things / membuang waktu dan (2) tendency to have difficulty doing unpleasant things and when possible to avoid or circumvent the unpleasantness / kesulitan dan penghindaran dalam melakukan sesuatu yang tidak disukai (Tuckman, 1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi Faktorfaktor itu meliputi kondisi fisik dan kondisi psikologis dari individu. Kondisi psikologis individu misalnya yang tercermin dalam self regulation dan tingkat kecemasan dalam berhubungan sosial (Janssen dan Carton, 1999). Besarnya motivasi yang dimiliki seseorang juga akan mempengaruhi prokrastinasi secara negatif, di mana semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki individu kecenderungannya untuk melakukan prokrastinasi akademik semakin rendah(Briordy, dalam Ferrari dkk, 1995). Selain itu terdapat faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di luar diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor itu antara lain berupa pengasuhan orang tua dan lingkungan yang kondusif, yaitu lingkungan yang lenient. Menurut Scwartz dan Wilkinson (1991) faktor-faktor penyebab perilaku prokrastinasi ada sepuluh yaitu kecemasan, depresi diri, rasa khawatir, mencari kesenangan, ketidakteraturan waktu, ketidaksesuaian dengan lingkungan sekitar, pendekatan tugas yang buruk, kurangnya tuntutan, sulit bekerjasama dengan orang
8
lain, stress dan kelelahan. Sementara menurut Solomon dan Rothblum (1984), faktor-faktor yang merupakan alasan penundaan terhadap tugas-tugas akademik (prokrastinasi akademik) yaitu Evaluation anxiety (kecemasan akan suatu evaluasi), Perfectionism (perfeksionis), Difficulty making decisions (kesulitan membuat keputusan), Dependency and help seeking (ketergantungan dengan orang lain), Aversiveness of the task (ancaman dari tugas), Lack of self-confidence (rendahnya kepercayaan diri), Laziness (kemalasan), Lack of assertion (kurangnya penerimaan diri), Fear of success (takut akan keberhasilan), Tendency to feel overwhelmed (kecenderungan untuk merasa kelelahan), Rebellion against control (pemberontakan terhadap aturan yang ada), Risk taking (pengambilan resiko), Peer influence (pengaruh teman sebaya). Dengan demikian, dari beberapa faktor-faktor di atas yang menjadi fokus penelitian adalah motivasi intrinsik individu untuk melihat hubungannya dengan prokrastinasi akademik. Konsep Motivasi Berprestasi Istilah motivasi berasal dari kata dalam bahasa latin yaitu motivum yang menunjuk pada alasan tertentu mengapa sesuatu itu bergerak (Djiwandono, 2002). Pinder mengemukakan (dalam Suwar, 2008), motivasi dinyatakan sebagai sekelompok pendorong yang mempunyai ciri-ciri berasal baik dari dalam maupun dari luar individu, dapat menimbulkan perilaku bekerja, dan juga dapat menentukan bentuk, tujuan, intensitas dan lamanya perilaku bekerja tadi. Supardi dan Anwar (2004) mengemukakan bahwa motivasi adalah keadaan dalam pribadi individu yang mendorong keinginannya untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan, sehingga mencapai kepuasan. Wahjosumidjo (dalam Harmain, 2005) mengungkapkan bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri individu untuk berperilaku guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan Hasibuan (dalam Harmain, 2005) mengemukakan motivasi sebagai pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja individu, agar mau bekerjasama dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasan. Sedangkan Motivasi berprestasi menurut
9
McClelland (dalam Robin, 1998) adalah dorongan yang ada pada individu untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar dan berusaha untuk mendapatkan keberhasilan. McClelland (1985) berpendapat bahwa motivasi berprestasi adalah kecenderungan individu berupaya untuk mengarahkan tingkah laku dalam pencapaian prestasi. menurut Iyer dan Kamalanabhan (2006), motivasi berprestasi didefinisikan sebagai kecenderungan untuk berusaha menjadi unggul. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku mementingkan keunggulan, adanya rasa ingin dilihat sebagai orang yang memiliki standar keunggulan atau sukses dalam situasi persaingan. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi biasanya aktif, pekerja keras, menetapkan standar yang tinggi, menyukai tugas yang menantang, memperoleh kepuasan saat melakukan hal yang sulit dan mengejar kualitas. Berdasarkan uraian di atas akan digunakan definisi motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh Iyer dan Kamalanabhan (2006). Abraham Maslow (1943) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya), kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya), kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki), kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan), kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya). McClelland membedakan tiga kebutuhan utama yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu kebutuhan pencapaian (n-ach): dorongan untuk melebihi, mencapai standarstandar, berusaha keras untuk berhasil, kebutuhan kekuatan(n-
10
power): kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya, kebutuhan hubungan(n-aff): kebutuhan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab. Kebutuhan berprestasi atau n-ach tercermin dari perilaku individu yang selalu mengarah pada standar keunggulan (standard of excellence). Orang seperti ini menyukai tugas-tugas menantang, tanggung jawab secara pribadi dan terbuka untuk memperbaiki prestasi inovatif-kreatifnya. N-ach , seperti juga kebutuhankebutuhan lain dalam teori McClelland, merupakan hasil dari suatu proses belajar. Dalam penelitiannya antara lain ia merumuskan hubungan antara n-ach dengan pola asuhan dalam budaya tertentu. Karena n-ach adalah hasil dari proses belajar, maka n-ach dapat ditingkatkan melalui latihan. Berbagai laporan menunjukkan bahwa paket latihan yang dirancang McClelland, dkk. yaitu Achievement Motivation Training (AMT), memberikan hasil yang menggembirakan di berbagai Negara berkembang seperti di India dan Indonesia. N-power terlihat dari perilaku individu yang selalu berusaha menanamkan pengaruh atas orang lain demi reputasinya sendiri. N-aff terlihat pada perilaku individu yang menyukai kumpul-kumpul bersama orang lain, membina hubungan baik, dan menjalin hubungan-hubungan baru. Dalam penelitiannya, Iyer dan Kamalanabhan mengemukakan 10 faktor motivasi berprestasi yaitu (1) Task Orientation (Orientasi Tugas); Secara umum, pola respon individu dengan tingkat nAch yang tinggi cenderung akan memilih tugas dengan tingkat kesulitan sedang yang memiliki perbandingan keberhasilan dan kegagalan 50:50. Dan individu dengan tingkat nAch rendah cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, (2) Perseverance (Ketekunan); faktor ini menunjukkan seberapa besar kegigihan individu untuk menyelesaikan suatu tugas, masalah atau tantangan. Individu dengan nAch tinggi cenderung untuk berusaha lebih lama dalam mengerjakan sebuah tugas namun lebih cepat menyadari batas kemampuannya dan kemudian berhenti pada usaha yang dianggap tidak akan membuahkan hasil, (3) Anticipatory Behaviour (Perilaku Antisipatif); faktor ini berbeda dengan faktor future orientation (dijelaskan pada faktor
11
ke tujuh), faktor ini berfokus pada tingkah laku subjek dalam mempersiapkan sesuatu untuk masa depan yang berlawanan dari sikap sementara pada subjek yang berorientasi masa depan. (4) Competitiveness (Daya Saing); faktor ini berfokus pada kondisi atau aktifitas kompetisi yang lebih disukai oleh individu. Dikutip dari penelitian McClelland menunjukkan bahwa individu dengan nAch tinggi memiliki tingkat kebutuhan akan kompetisi yang tinggi pula, (5) Test Taking Behaviour (Perilaku Ujian); faktor ini berfokus pada aspek sementara dari perilaku saat menghadapi ujian. Individu dengan nAch tinggi akan lebih lama menyelesaikan suatu tugas atau ujian daripada individu dengan nAch rendah, (6) Reaction to Success or Failure (Reaksi terhadap kesuksesan atau kegagalan); faktor ini berkonsentrasi pada perilaku individu segera setelah sukses atau gagal menyelesaikan suatu tugas atau masalah. Individu dengan nAch tinggi bereaksi berbeda terhadap kesuksesan atau kegagalan dengan individu yang memiliki nAch rendah, (7) Future Orientation (Orientasi Masa Depan); individu dengan nAch tinggi cenderung untuk lebih berorientasi pada masa depan dan lebih memperhatikan berjalannya waktu daripada individu dengan nAch rendah, (8) Independence (Kebebasan), individu dengan nAch tinggi lebih menyukai untuk bekerja sendiri dengan bebas daripada individu dengan nAch rendah, (9) Rigidity (Kekakuan); individu dengan nAch tinggi cenderung lebih fleksibel dan berani mencoba hal baru daripada individu dengan nAch rendah, (10) Involvement (Keterlibatan); individu dengan nAch tinggi akan lebih aktif terlibat dalam tugas-tugas daripada individu dengan nAch rendah. Tingkat, luas, dan dalamnya sebuah partisipasi lebih besar pada individu dengan nAch tinggi. Dari faktor dan aspek di atas maka dalam penelitian ini akan digunakan 10 faktor yang dikemukan oleh Iyer dan Kamalanabhan, karena aspek-aspek yang ada dapat diterapkan pada subjek yang digunakan dalam penelitian ini. Bagaimana hubungan antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik? Penelitian yang dilakukan oleh Briordy (dalam Ferrari dkk., 1995) mengemukakan bahwa besarnya motivasi yang dimiliki seseorang juga akan mempengaruhi prokrastinasi secara negatif, di mana semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki individu kecenderungannya untuk
12
melakukan prokrastinasi akademik semakin rendah. Selain itu penelitian Brownlow dan Reasinger (2000) juga menemukan baik itu motivasi ekstrinsik maupun motivasi intrinsik memiliki hubungan yang negatif dengan prokrastinasi akademis. Lebih lanjut dalam penelitian Sene’cal et al., (1995) mengemukakan bahwa prokrastinasi merupakan masalah motivasi yang melibatkan tidak hanya rendahnya kemampuan mengatur waktu atau perilaku malas. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Rumiani (2006) juga menunjukkan adanya korelasi negatif antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik sehingga penurunan motivasi berprestasi secara proporsional akan diikuti oleh kenaikan prokrastinasi akademik dan sebaliknya semakin tinggi motivasi berprestasi maka prokrastinasi akademik akan rendah (Rumiani, 2006). Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana. METODE PENELITIAN Prokrastinasi Akadenik adalah permasalahan regulasi diri yang merupakan kecenderungan untuk menangguhkan atau menghindari aktivitas atau tugas yang harus diselesaikan. (Tuckman, 1990). Sedangkan Motivasi berprestasi didefinisikan sebagai kecenderungan untuk berusaha menjadi unggul. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku mementingkan keunggulan, adanya rasa ingin dilihat sebagai orang yang memiliki standar keunggulan atau sukses dalam situasi persaingan (Iyer dan Kamalanabhan, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer sejumlah 374 orang yang terdaftar pada Bagian Admisi dan Registrasi UKSW, per 14 Mei 2013 karena dari semua fakultas, Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer merupakan fakultas dengan jumlah nilai persen terbesar untuk mahasiswa yang belum menyelesaikan jenjang pendidikan strata satu dalam kurun waktu lebih dari 4 tahun yaitu 39,30%. Pada awal penelitian juga dilakukan wawancara terhadap mahasiswa
13
maupun dosen pengampu dan jawaban-jawaban yang ada menunjukkan adanya indikasi prokrastinasi akademik. Dalam penelitian ini untuk menentukkan jumlah sampel digunakan rumus Slovin (Riduwan, 2005) dengan standard error 5% sehingga dari jumlah populasi 374 orang akan diambil sampel sebanyak 193 orang yang terdiri dari 172 sampel laki-laki (89.12%), 21 sampel perempuan (10.88%). Dari faktor program studi, sampel yang diteliti sebanyak 167 orang (86.53%) dari program Studi Teknik Elektro dan 26 orang (13.47%) dari program studi Sistem Komputer. Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling, yaitu penelitian dengan mengambil responden yang ditemui secara kebetulan, dimana responden yang sesuai dengan ciri-ciri populasi baru dapat mengisi skala yang telah dibagikan (Hadi, 2001). Data tentang variabel-variabel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa skala yang harus diisi oleh mahasiswa. Untuk tujuan penelitian, maka data yang diperoleh akan dianalisis dengan teknik analisis Pearson Product Moment, dengan menggunakan bantuan SPSS for Windows version 17.0 untuk menguji hipotesis yang telah dibuat dalam penelitian ini. Pearson Product Moment digunakan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi antara kedua variabel yaitu variabel x dan variabel y (Usman & Akbar, 2000). HASIL, ANALISIS DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisis seleksi aitem dengan menggunakan metode corrected item-total correlation pada skala prokrastinasi akademik, diperoleh hasil bahwa dari 16 aitem yang telah diuji terdapat empat aitem yang gugur karena memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,30. Penentuan aitem yang tidak gugur menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa aitem pada skala pengukuran dapat dikatakan memuaskan dan memberikan kontribusi yang baik apabila sebesar ≥ 0,30. Pada skala ini pengujian seleksi aitem dilakukan dua kali agar data yang didapatkan menjadi data jenuh dan tidak terdapat lagi aitem yang gugur. Sedangkan pada skala motivasi berprestasi dengan menggunakan metode yang sama yaitu corrected itemtotal correlation diperoleh hasil bahwa dari 40 aitem yang telah
14
diuji terdapat delapan aitem yang gugur karena memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,30. Pada skala ini pengujian seleksi aitem dilakukan dua kali karena pada saat pengujiaan pertama terdapat delapan aitem yang gugur, namun setelah dilakukan seleksi aitem kedua tidak terdapat lagi aitem yang gugur. Reliabilitas skala prokrastinasi akademik diukur dengan menggunakan metode Alpha Cronbach dengan bantuan program SPSS for windows version 17.0. Setelah empat aitem yang tidak memenuhi kriteria memuaskan dan memberikan kontribusi yang baik dibuang diperoleh koefisien =0,917. Menurut Jackson (2006) nilai koefisien alpha yang dianggap reliabel adalah jika memenuhi nilai minimal 0,70 yang termasuk dalam kategori strong. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa skala prokrastinasi akademik yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini reliabel. Untuk menguji reliabilitas skala motivasi berprestasi juga digunakan metode Alpha Cronbach dengan bantuan program SPSS for windows version 17.0. Setelah dikurangi aitem gugur skala motivasi berprestasi bernilai 0.856. Hal maka koefisien ini menunjukkan bahwa reliabilitas skala ini termasuk dalam kategori strong menurut Jackson (2006). Sehingga dapat disimpulkan bahwa skala motivasi berprestasi juga termasuk reliabel. Untuk skor empirik yang diperoleh dari lapangan pada skala prokrastinasi akademik paling rendah adalah tiga dan skor paling tinggi adalah 44, rata-ratanya 22.1399 dengan standar deviasi 8.45861. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari 12 butir aitem prokrastinasi akademik. Butir prokrastinasi akademik memiliki pilihan jawaban sebanyak lima dengan skoring dari 0 sampai dengan 4 maka peluang skor tertinggi adalah 4 x 12 = 48 dan peluang skor terendah adalah 0 x 32 = 0. Dengan didapatkannya i dari penggunaan rumus frekuensi dan presentase hasil pengukuran variabel motivasi berprestasi maka didapatkan hasil seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
15
Tabel 1 Deskripsi Hasil Pengukuran Variabel Prokrastinasi Akademik
Kategori Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Range 0.0 < x < 9.6 9.6< x < 19.2 19.2< x < 28.8 28.8< x < 38.4 38.4< x < 48
N 19 43 82 46 3
% 9.8% 22.3% 42.5% 23.8% 1.6%
Tabel 1 menunjukkan bahwa 42.5% mahasiswa memiliki tingkat prokrastinasi sedang, 23.8% pada kategori tinggi dan 1.6% sangat tinggi. Sedangkan untuk kategori sangat rendah sebesar 9.8% dan kategori rendah sebesar 22.3%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lebih banyak mahasiswa di Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer yang dijadikan sampel penelitian menempatkan kategori sedang untuk variabel prokrastinasi akademik. Dari data skor empirik terendah yang diperoleh pada skala motivasi berprestasi adalah 22 dan skor tertinggi adalah 120, rataratanya 89.2694 dengan standar deviasi 16.48294. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari 32 butir aitem skala motivasi berprestasi. Butir skala motivasi berprestasi memiliki pilihan jawaban sebanyak lima dengan skoring dari nol sampai dengan empat maka peluang skor tertinggi adalah 4 x 32 =128 dan peluang skor terendah adalah 0 x 32 = 0. Dengan adanya skor tertinggi, skor terendah dan banyaknya kategori, maka dapat dicari nilai i. Dengan didapatkannya i dari penggunaan rumus maka frekuensi dan persentase hasil pengukuran variabel motivasi berprestasi berdasarkan kategori tersebut ditampilkan pada Tabel 2.
16
Tabel 2 Deskripsi Hasil Pengukuran Variabel Motivasi Berprestasi
Kategori Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Range 0.0 < x < 25.6 25.6< x < 51.2 51.2< x < 76.8 76.8< x < 102.4 102.4< x < 128
N 1 7 23 131 31
% 0.5% 3.6% 11.9% 67.9% 16.06%
Tabel 2 menunjukkan bahwa 0.5% subjek termasuk dalam kategori sangat rendah, skor rendah sebesar 3.6%, skor sedang sejumlah 11.9%, kemudian 67.9% merupakan skor tinggi, dan 16.06% adalah hasil untuk skor sangat tinggi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mahasiswa di Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer yang dijadikan sampel penelitian paling banyak termasuk dalam kategori tinggi sebagai pilihan untuk motivasi berprestasi. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan program SPSS dengan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov yang menggunakan taraf signifikansi 0.05. Sehingga data dinyatakan berdistribusi normal apabila tingkat signifikansinya lebih besar dari 5% atau 0.05 dengan hasil yang diperoleh skala prokrastinasi akademik berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai K-S-Z sebesar 1.307 dengan nilai sign. = 0,066 (p > 0,05), demikian juga data motivasi berprestasi juga berdistribusi normal, yang dapat dilihat dari besarnya nilai K-S-Z sebesar 1,267 dengan nilai sign. 0,081 (p > 0,05). Dari hasil uji linearitas diperoleh diperoleh F beda = 0.979 dan nilai signifikansi sebesar 0,522. Karena signifikansi lebih dari 0,05 maka hubungan antara hubungan prokrastinasi akademik dan motivasi berprestasi adalah linear. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson (Usman & Akbar, 2000), dengan menggunakan bantuan SPSS for Windows version 17.0 untuk menguji hipotesis yang telah dibuat dalam penelitian ini. Pearson Product Moment digunakan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi antara kedua variabel yaitu variabel x dan variabel y. Hasil uji hipotesa menunjukkan r = -0.051 dan
17
signifikansinya 0.242 (P > 0.05), sehingga dapat diartikan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik. Dengan demikian hipotesis penelitian ini, yang mengatakan bahwa ada hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana, ditolak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan negatif antara Motivasi Berprestasi dan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Fakultas Teknik Elektro dan Komputer karena signifikansinya 0.242 (p > 0.05) seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3 Hasil Uji Korelasi
Prokrastinasi Motivasi Akademik Berprestasi Prokrastinasi Akademik
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
-.051 .242
N Motivasi Berprestasi
1
Pearson Correlation
193
193
-.051
1
Sig. (1-tailed)
.242
N
193
193
Dengan demikian, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur Fauzi di Universitas Hang Tuah Surabaya. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Universitas Hang Tuah Surabaya yang terdaftar dalam kesekretariatan Unit kegiatan Mahasiwa sebanyak 177 responden mendapatkan hasil bahwa motivasi berprestasi tidak mempunyai hubungan dengan prokrastinasi akademik atau memiliki nilai p (0,483 > 0,05) (Fauzi, 2012). Namun penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Najiib Adzani (2012) Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Bina Nusantara mendapatkan hasil
18
bahwa ada korelasi positif antara motivasi berprestasi dan prokrastinasi akademik dalam penelitian yang dilakukan pada mahasiswa semester 4, 6, dan 8 yang terdaftar aktif pada jurusan psikologi Universitas Bina Nusantara. Dan juga bertentangan dengan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai motivasi berprestasi dan prokrastinasi akademik yang menunjukkan hal yang sama yaitu siswa yang melakukan prokrastinasi akademik menunjukkan motivasi berprestasi yang rendah. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rumiani (2006) yang juga didukung dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Sweeny (1979); Biordy (1980) dan Aitken (1982) yang menemukan korelasi negatif antara motivasi berprestasi dan prokrastinasi akademik (Ferrari dkk., 1995). Hal ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan Menurut Widhiarso (2012) karena adanya aitem dalam alat ukur yang bersifat normatif atau social desirable sehingga menjadikan jawaban sampel penelitian menyetujui pernyataan dalam aitem. Ada kemungkinan aitem-aitem prokrastinasi akademik dan motivasi berprestasi merupakan aitem yang social desirable. Sumber error yang dapat mengurangi validitas dan reliabilitas hasil pengukuran dalam tes dan skala psikologis lebih banyak. error tersebut dapat bersumber dari responden yang kurang memahami isi pertanyaan ataupun yang memiliki rasa menolak terhadap pertanyaan dan dapat pula berasal dari kesalahan interpretasi yang dilakukan oleh peneliti sendiri (Azwar, 2012). Oleh karena itu dapat dilihat faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi tingkat prokrastinasi seperti kecemasan, perfeksionis, kesulitan membuat keputusan, ketergantungan dengan orang lain, ancaman dari tugas, rendahnya kepercayaan diri, kemalasan, kurangnya penerimaan diri, takut akan keberhasilan, kecenderungan untuk merasa kelelahan, pengaruh teman sebaya juga keyakinan-keyakinan yang irrasional yang dimiliki seseorang. Untuk menemukan kepastiannya dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
19
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tidak adanya hubungan negatif signifikan antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik pada Mahasiswa Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer. Saran – saran Dikarenakan hasil yang didapat tidak terdapat hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik, maka subjek penelitian diharapkan dapat memperhatikan faktor lain diluar motivasi berprestasi seperti keyakinan-keyakinan irrasional yang dimiliki seseorang, self regulation dan tingkat kecemasan dalam berhubungan sosial serta dapat diperhatikan juga pengaruh secara eksternal yaitu gaya pengasuhan orangtua. Selain itu, mengingat hasil yang didapat menunjukkan cukup banyak mahasiswa yang berada dalam tingkat prokrastinasi akademik kategori sedang dan tinggi, prokrastinasi menjadi salah satu hal yang penting untuk diperhatikan mengingat akibat dari prokrastinasi yang pada umumnya bersifat cukup merugikan seperti lama waktu kuliah melebihi batas normal, hal ini membuat individu mengalami kerugian baik dari segi waktu, biaya dan halhal lainnya. Sedangkan bagi Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer, hasil yang didapatkan secara empirik menunjukkan bahwa 67.9 persen mahasiswa Teknik Elektronika dan Komputer memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Hal ini sudah baik dan sebaiknya dipertahankan. Namun yang juga menjadi perhatian adalah tingkat prokrastinasi dari mahasiswa juga tersebar di kategori sedang dan lebih mengarah pada kategori tinggi yaitu 42.5 persen dalam kategori sedang dan 23.8 persen kategori tinggi. Oleh karena tidak terdapat hubungan antara motivasi berprestasi dan prokrastinasi akademik maka dapat diperhatikan dari faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi tingginya tingkat prokrastinasi seperti self regulation, tingkat pengawasan yang cukup dikarenakan kebanyakan mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana adalah pendatang, maka pengawasan yang biasanya dilakukan orangtua menjadi minim. Selain itu faktor
20
lainnya yang juga dapat mempengaruhi prokrastinasi adalah kecemasan, perfeksionis, kesulitan membuat keputusan, ketergantungan dengan orang lain, ancaman dari tugas, rendahnya kepercayaan diri, kemalasan, kurangnya penerimaan diri, takut akan keberhasilan, kecenderungan untuk merasa kelelahan, pengaruh teman sebaya juga keyakinan-keyakinan yang irrasional yang dimiliki seseorang. Untuk memastikannya dapat dilakukan penelitian selanjutnya. Bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti hubungan/pengaruh faktor-faktor lain terhadap prokrastinasi akademik seperti kecemasan, perfeksionis, kesulitan membuat keputusan, ketergantungan dengan orang lain, ancaman dari tugas, rendahnya kepercayaan diri, kemalasan, kurangnya penerimaan diri, takut akan keberhasilan, kecenderungan untuk merasa kelelahan, pengaruh teman sebaya juga keyakinan-keyakinan yang irrasional yang dimiliki seseorang. DAFTAR PUSTAKA Adzani, N. (2012). Hubungan motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa jurusan psikologi Universitas Bina Nusantara Jakarta. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas. Jakarta: Universitas Bina Nusantara. Ahmaini, D. (2010). Perbedaan prokrastinasi akademik antara mahasiswa yang aktif dengan yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan Pema USU. Skripsi. Medan: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi, Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Bronlow, S. & Reasinger, R. D. (2000). Putting off until tomorrow what is better done today: Academic procrastination as a function and proneness to boredom. Personality and Individual Differences, 24(6), 837-846. Burka, J. B. & Yuen, L. M. (1983). Procrastination: why you do it, what to do about it. New York: Perseus Books. Djamarah, S.B. (2002). Rahasia sukses belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
21
Djiwandono, S.E.W. (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo. Fauzi. (2012). Hubungan antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Universitas Hang Tuah Surabaya yang aktif di unit kegiatan mahasiswa (UKM). Dalam http://fauziwandayana001.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 23 September 2012. Ferrari, J. R., Johson, J. L., & McCown, W. (1995). Procrastination and task avoidance: theory, research, and treatment. New York: Plenum Press. Fiore, Neil. A. (2006). The now habit: a strategic program for overcoming procrastination and enjoying guilt- free play. New York: Penguin Group. Ghufron, M. N. (2003). Hubungan kontrol diri dan persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orangtua dengan prokrastinasi akademik. Tesis . (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Godfrey, M. (1991). Education, training and employment: what can planners do?. Switzerland: ILO & ARTEP. Harmain, H. (2005). Kaitan antara motivasi kerja dan kinerja guru. Jurnal Analytica Islamica, 7, 19-32. Iyer, U. J. & Kamalanabhan, T. J. (2006). Achievement motivation and performance of scientist in research and development organizations. Journal of scientific & Industrial Research, 65, 187-194. Jackson, S. L. (2006). Research methods and statistics: A critical thinking approach (2nd ed.). Belmont, CA: Thomson Wadsworth. Janssen, T. & Carton, J. S. (1999). The effects of locus of control and task difficulty on procrastination. Journal of Genetic Psycholog,160(4), 436-442. Kartadinata, I., & Sia, T. (2008). Prokrastinasi akademik dan manajemen waktu, Anima Indonesian Psychological Journal, 23 (2), 110. Knaus, W.J. (1986). Procrastination. New York: Institute for Rational-Emotive Therapy.
22
Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50, 370-396. McClelland, D. (1985). Human motivation. New York: Scott, Foresman. McClelland, D.C. (1987). Human motivation. New York : Cambridge University Press. Muftisany. H. (2012). Ultah DPR, Sidang Molor karena Anggota Telat. Dalam http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/08/2 9/m9i6pw-ultah-dpr-sidang-molor-karena-anggota-telat. Diakses pada tanggal 23 September 2012. Riduwan. 2005. Belajar mudah penelitian untuk guru, karyawan dan peneliti pemula. Bandung : Alfabeta. Robbins, S. P. (1998). Organizational Behavior: Basic Motivation Concepts. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Rumiani. (2006). Prokrastinasi akademik ditinjau dari motivasi berprestasi dan stres mahasiswa. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro 3(2), 37-48. Schwartz, N. H., & Wilkinson, W. K. (1991). Map passage structural hierarchy and passage recall. Contemporary Educational Psychology, 17, 356-363. Sene’cal, C., Koestner, R., & Vallerand, R. J. (1995). Self Regulation and academic procrastination. The Journal of Social Psychology, 135, 607-619. Solomon, L. J., & Rothblum, E. D. (1984). Academic Procrastination: Frequency and Cognitive Behavior correlation. Journal of Counseling Psychology, 31, 304510. Supardi., & Anwar, S. (2004). Dasar-dasar perilaku organisasi. Yogyakarta : UII Surijah, E., & Sia, T. (2007). Mahasiswa versus tugas: prokrastinasi akademik dan conscientiousness. Anima Indonesian Psychological Journal, 22(4), 356 Suwar, P. (2008). Persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan motivasi kerja dan kepuasan kerja. Dalam http://guruvalah.20m.com/. Diakses tanggal 5 Desember 2012.
23
Tuckman, B. W. (1990). Measuring Procrastination Attitudinally and Behaviorally. Florida: Florida State University. Tuckman, B. W. (2002). APA symposium paper, Chicago 2002 academic procrastinators: their rationalizations and webcourse performance. Retrieved from http://all.successcenter-ohiostate.edu/references/procrastinator _APA_paper.htm. Usman, H., & R. Akbar, P. S. (2000). Pengantar Statistika. Jakarta : Bumi Aksara. 122 PNS Pemkot Jakbar Terlambat Masuk Kantor. (n.d.). Retrieved from http://www.poskotanews.com/2012/08/23/122-pnspemkot-jakpus-terlambat-masuk-kantor/
24