PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA (SIMAK-BMN) PADA SATUAN KERJA DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA SEMESTER SATU TAHUN ANGGARAN 2015 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
OLEH: NAMA NPM PROGRAM STUDI KONSENTRASI
: EVI DWI PEBRIANI : 1422090207 : ILMU ADMINISTRASI NEGARA : MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA
SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT UJIAN PROGRAM SARJANA ILMU ADMINISTRASI NEGARA SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA JAKARTA 2015
Diterima dan disetujui untuk dipertahankan
Pembimbing
Dr. Asropi, S.IP, M.Si
ii
Diperiksa dan disahkan oleh Panitia Ujian Program Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi – Lembaga Administrasi Negara di Jakarta pada tanggal 14 Desember 2015.
Ketua merangkap anggota,
Tintin Sri Murtinah, SE, MM Sekretaris merangkap anggota,
Dr. Subandi, MM Anggota,
Dr. Asropi, S.IP, M.Si
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada Bapak Dr. Asropi, S. IP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membantu dan memberikan arahan dalam menyusun skripsi ini serta kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyusun skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada: 1.
Bapak Dr. Makhdum Priyatno, MA selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara Jakarta.
2.
Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT selaku atasan yang telah memberikan rekomendasi tugas belajar.
3.
Bapak Dr. Subandi, MM selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi perbaikan skripsi ini.
4.
Ibu Tintin Sri Murtinah, SE., MM selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi perbaikan skripsi ini.
5.
Bapak dan kakak tercinta atas do’a, cinta, dan kasih sayang serta dukungan yang selalu diberikan selama penulis menyelesaikan studi.
iv
6.
Rekan-rekan pegawai di lingkungan Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA yang juga turut andil dalam penyelesaian skripsi ini.
7.
Rekan-rekan mahasiswa STIA-LAN Jakarta yang telah memberikan dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
8.
Para dosen dan karyawan karyawati STIA-LAN Jakarta atas ilmu dan dukungan yang telah diberikan. Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari sempurna, walaupun penulis telah mencoba menyusun dengan mencurahkan segenap waktu, tenaga, dan kemampuan penulis. Hal ini disebabkan oleh kekurangan dan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan. Asa penulis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan lebih lanjut atas manajemen keuangan negara di Indonesia.
Jakarta, 14 Desember 2015
EDP
v
ABSTRAK EVI DWI PEBRIANI, 1422090207 PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN AKUNTANSI
BARANG
MILIK
NEGARA
(SIMAK-BMN)
PADA SATUAN KERJA DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA SEMESTER SATU TAHUN ANGGARAN 2015 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
Skripsi, xii hlm. 100 halaman
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA berdasarkan PMK No.213/PMK.05/2013. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini meliputi pembentukan unit akuntansi, pengelola BMN, hardware & software, kualifikasi & kodefikasi, transaksi BMN, kebijakan akuntansi BMN, serta prosedur dan pelaporan BMN. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Teknik analisis data yang dipakai adalah reduksi data dan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi I adalah: 1. Pembentukan unit akuntansi SIMAK-BMN pada Satker Deputi I sudah dibentuk
namun
belum
sepenuhnya
sesuai
dengan
PMK
No.213/PMK.05/2013. 2. Sudah ada penetapan petugas SIMAK-BMN namun belum memenuhi kriteria PMK No.213/PMK.05/2013. 3. Hardware dan software yang digunakan sudah memenuhi ketentuan PMK No.213/PMK.05/2013.
vi
4. Kodefikasi
dan
Klasifikasi
sudah
sesuai
dengan
PMK
No.213/PMK.05/2013, kecuali masalah update label BMN. 5. Transaksi BMN yang dilaksanakan sudah mengacu pada PMK No.213/PMK.05/2013. 6. Kebijakan akuntansi yang diterapkan sudah sesuai dengan ketentuan PMK No.213/PMK.05/2013. 7. Prosedur akuntansi dan pelaporan
sudah dilaksanakan
sesuai
ketentuan PMK No.213/PMK.05/2013, kecuali masalah Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) internal dan pengarsipan dokumen. Untuk itu penulis menyarankan kepada Satker Deputi I untuk: 1. Pemisahan yang jelas antara UAKPB, UPKPB, dan UAKPA. 2. Penambahan SDM verifikator SIMAK-BMN yang berkompeten. 3. Monitoring hardware dan update software secara kontinyu. 4. Melakukan update pelabelan BMN. 5. Transaksi diharapkan terekam tepat pada waktunya. 6. Membuat BAR untuk rekonsiliasi internal. 7. Pengarsipan data terkait BMN diharapkan bisa dikoordinasikan dengan baik.
vii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: EVI DWI PEBRIANI
NPM
: 1422090207
Program Studi
: ILMU ADMINISTRASI NEGARA
Konsentrasi
: Manajemen Keuangan Negara
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini dengan judul Pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) Pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I Tahun Anggaran 2015 Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila dikemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan dari orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan dan tata tertib di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Jakarta, 02 Desember 2015 Penulis,
EVI DWI PEBRIANI
DAFTAR ISI
Lembar Judul................................................................................................i Lembar Persetujuan.....................................................................................ii Lembar Pengesahan...................................................................................iii Kata Pengantar...........................................................................................iv Abstrak........................................................................................................vi Daftar Isi....................................................................................................viii Daftar Tabel.................................................................................................x Daftar Gambar............................................................................................xi Daftar Lampiran.........................................................................................xii Bab I Permasalahan Penelitian A. Latar Belakang Permasalahan.........................................................1 B. Fokus Permasalahan........................................................................9 C. Tujuan Penelitian..............................................................................9 D. Manfaat Penelitian............................................................................9 1. Manfaat Terhadap Dunia Akademik.............................................9 2. Manfaat Terhadap Dunia Praktis................................................10 Bab II Kerangka Teori A. Tinjauan Teori dan Konsep Kunci...................................................11 1. Tinjauan Teori.............................................................................11 a. Pengertian Pelaksanaan........................................................11 b. Pengertian Sistem Informasi..................................................15 c. Pengertian SIM dan SIA.........................................................17 d. Pengertian Akuntansi Pemerintahan......................................19 e. SAPP......................................................................................20 f. SIMAK-BMN...........................................................................33 2. Konsep Kunci.............................................................................60 B. Model Berpikir.................................................................................62
viii
C. Pertanyaan Penelitian.....................................................................63 Bab III Metodologi Penelitian A. Metode Penelitian...........................................................................64 B. Teknik Pengumpulan Data.............................................................67 1. Metode Pengumpulan Data........................................................67 a. Wawancara............................................................................67 b. Observasi...............................................................................69 c. Telaah Dokumen....................................................................69 2. Sumber Data..............................................................................69 a. Data Primer............................................................................70 b. Data Sekunder.......................................................................71 C. Prosedur Pengolahan Data............................................................71 1. Teknik Pengolahan Data............................................................71 2. Teknik Analisis Data...................................................................72 Bab IV Hasil Penelitian A. Pembentukan Unit Akuntansi.........................................................75 B. Pengelola BMN...............................................................................80 C. Hardware dan Software..................................................................82 D. Klasifikasi dan Kodefikasi...............................................................83 E. Transaksi BMN...............................................................................87 F. Kebijakan Akuntansi BMN..............................................................91 G. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN.......................................92 Bab V Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan.....................................................................................97 B. Saran..............................................................................................99 Daftar Pustaka Lampiran Daftar Riwayat hidup
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan Opini BPK Terhadap LKKL................................6 Tabel 3.1 Daftar Key Informant.................................................................68
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Opini BPK Terhadap LKKL..................6 Gambar 2.1 Kerangka Umum SAPP.........................................................23 Gambar 2.2 Struktur SDM Organisasi UAKPB..........................................46 Gambar 2.3 Skema Kode Lokasi BMN......................................................49 Gambar 2.4 Skema Kode Barang BMN....................................................50 Gambar 2.5 Skema Kode Registrasi BMN................................................51 Gambar 2.6 Model Berfikir.........................................................................63 Gambar 4.1 Struktur Organisasi UAKPA/B...............................................79 Gambar 4.2 Skema Kodefikasi BMN.........................................................85 Gambar 4.3 Contoh Kodefikasi BMN........................................................86
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Pedoman Wawancara Lampiran II Transkrip Hasil Wawancara Lampiran III Pedoman Observasi Lampiran IV Transkrip Hasil Observasi Lampiran V Pedoman Penelaahan Dokumen Lampiran VI Transkrip Penelaahan Dokumen Lampiran VII Matriks Pengembangan Instrumen Penelitian Lampiran VIII Permohonan Ijin Penelitian Mahasiswa STIA-LAN Jakarta Lampiran IX Pemberitahuan Telah Melakukan Penelitian
xii
1
BAB I PERMASALAHAN PENELITIAN
A.
Latar Belakang Permasalahan Pengelolaan keuangan negara secara transparan dan akuntabel
merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam mewujudkan good governance and clean government sebagai salah satu amanat reformasi. Dengan bergulirnya reformasi di bidang manajemen keuangan negara yang diinisiasi dengan lahirnya 3 (tiga) paket Undang-Undang (UU) Keuangan Negara yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara telah membentuk pilar-pilar utama dalam reformasi manajemen keuangan khususnya pelaksanaan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dengan harapan sistem pengelolaan keuangan negara dapat lebih efektif dan efisien serta tercapainya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Sejak tahun 2004, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) telah mengikuti internasional best practices dengan ditampilkannya Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan sampai dengan Laporan Keuangan Perusahaan Negara dan Badan lainnya sebagai lampiran. Dalam administrasi
2
pemerintahan LKPP tidak hanya merupakan alat pertanggungjawaban keuangan pemerintah saja, akan tetapi juga merupakan indikator kredibilitas
dari
pemerintah
itu
sendiri.
Pengelolaan
dan
pertanggungjawaban atas Barang Milik Negara (BMN) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Perihal terkait pengelolaan dan pertanggungjawaban BMN, dalam LKPP masuk komponen penyusunan Neraca. Salah satu upaya konkrit dalam mewujudkan azas akuntabilitas dan transparansi di lingkungan pemerintah dengan mengharuskan setiap entitas pelaporan pengelola
keuangan
negara
untuk
menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan. Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika Psikotropika & Zat Adiktif (NAPZA) Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) sebagai salah satu entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada rakyat melalui lembaga legislatif serta untuk kepentingan pihakpihak yang terkait. Salah satu bagian laporan yang tidak dapat terpisahkan dari laporan keuangan adalah laporan BMN yang menjadi pilar penting dalam penyusunan laporan keuangan Kementerian/Lembaga yang terbentuk dari proses penatausahaan BMN di Kementerian/Lembaga terkait. Penatausahaan BMN yang berkualitas meningkatkan penerapan
3
siklus pengelolaan secara keseluruhan menjadi lebih baik, sehingga upaya konkret dalam mewujudkan 3 (tiga) T, yaitu tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik dapat terlaksana. Era baru proses penatausahaan BMN dalam rangka mendukung penyusunan laporan keuangan setiap entitas pelaporan pengelola keuangan negara ditandai dengan pelaksanaan
Sistem Informasi
Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan RI melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Kewajiban untuk melaksanakan SIMAK-BMN disampaikan dengan jelas pada Bab IV tentang Sistem Akuntansi Instansi (SAI) bagian satu Pasal 18 PMK No.171/PMK.05/2007 yang menyatakan bahwa setiap Kementerian Negara/Lembaga wajib menyelenggarakan SAI untuk menghasilkan laporan keuangan. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK), SIMAK-BMN, Sistem Akuntansi Bagian Anggaran Perhitungan dan Pembiayaan (SA-BAPP). PMK No.171/PMK.05/2007 telah mengalami dua kali perubahan. Perubahan pertama yaitu, PMK No.233/PMK.05/2011 tentang
Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang berbasis kas menuju akrual/cash toward acrual (CTA). Perubahan kedua yaitu, PMK No.213/PMK.05/2013
Sistem
Akuntansi
dan
Pelaporan
Keuangan
Pemerintah Pusat yang berbasis akrual. Perubahan kedua tersebut dalam rangka penerapan sistem akuntansi berbasis akrual sebagaimana
4
diamanatkan dalam Pasal 36 ayat 1 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 70 ayat 2 UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pasal 36 ayat 1 UU No.17 Tahun 2003 menyatakan bahwa ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
dilaksanakan selambat-
lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran. Pasal 70 ayat 2 UU No.1 Tahun 2004 menyatakan bahwa ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambatlambatnya pada tahun 2008 dan selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Dalam rangka mendukung pelaksanaan SIMAK-BMN tersebut, Badan POM RI menyusun pedoman penatausahaan BMN Badan POM sebagai acuan yang lebih rinci bagi para pejabat struktural dan fungsional dalam melaksanakan penatausahaan BMN melalui aplikasi SIMAK-BMN di lingkungan satuan kerja masing-masing baik di pusat maupun di daerah melalui Keputusan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.05.1.3898 Tahun 2009 tentang Pedoman Penatausahaan BMN BPOM. Selanjutnya dikarenakan adanya
pertimbangan
untuk
melakukan
penyesuaian-penyesuaian
dengan kaidah pengelolaan BMN terbaru dan ketentuan perundangundangan, maka pedoman tersebut direvisi. Revisi pertama berdasarkan
5
Keputusan Kepala BPOM RI No.HK.04.1.24.12.13.6072 Tahun 2013 tentang Penerapan Pedoman Penatausahaan BMN BPOM. SIMAK-BMN sebagai sub-sistem dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
selain
Sistem
Akuntansi
Keuangan
(SAK)
disajikan
untuk
meningkatkan pemahaman serta kontrol yang sistematis, sehingga sesuai struktur Unit Akuntansi Barang melekat kewajiban untuk penyusunan laporan BMN, dalam rangka penyusunan laporan keuangan instansi. SIMAK-BMN dan SAK dalam lingkup instansi yang merupakan sub-sistem harus saling berjalan simultan, sehingga bisa dilakukan check and balance antara arus uang dan arus barang. Selanjutnya produk hasil yang diharapkan dari seluruh sistem akuntansi tersebut adalah laporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Salah satu indikator yang mencerminkan tingkat akuntabilitas dan transparansi Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) adalah hasil audit atau pendapat auditor internal/eksternal terhadap LKKL terkait. Gambaran secara umum kualitas dari semua LKKL tercermin dari opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKKL, opini terhadap LKKL mulai diberikan sejak tahun 2006. Daftar opini BPK terhadap LKKL akan disajikan dalam tabel sebagai berikut:
6
TABEL 1.1 Perkembangan Opini BPK Tehadap LKKL Tahun 2006-2014 No.
Opini
1.
WTP
07
16
35
45
50
61
62
65
62
2.
WDP
38
31
30
26
25
17
22
19
18
3.
TMP
36
33
18
8
02
02
03
03
07
4.
TW
-
01
-
-
-
-
-
-
-
81
81
83
79
77
80
87
87
87
Jumlah
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Sumber: http//www/bpk.go.id/lkpp
GAMBAR 1.1 Grafik Perkembangan Opini BPK Terhadap LKKL Tahun 2006 - 2014 70 60 50 WTP
40
WDP 30
TMP TW
20 10 0
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
7
Sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terakhir Nomor 74 tanggal 25 Mei 2015, BPK telah memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP 2014. LKKL pada tahun 2014 dipaparkan dengan rincian sebanyak 62 LKKL-Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 18 LKKL-WDP, 7 LKKL-Tidak Memberikan Pendapat (TMP), dan tidak ada LKKL-Tidak Wajar (TW). Jumlah LKKL-WTP tersebut menurun dibandingkan dengan jumlah LKKL-WTP pada tahun 2013 yaitu sebanyak 65 LKKL. Temuan-temuan pemeriksaan BPK atas LKPP tahun 2014 masih terdapat permasalahan dalam penatausahaan dan pengamanan aset yang juga merupakan temuan pemeriksaan tahun 2012 dan 2013 silam. Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) Tahun 2014 berkenaan dengan BMN di antaranya: i) penatausahaan, pencatatan, dan pelaporan Persediaan pada 35 K/L belum memadai; ii) penatausahaan dan pengamanan Aset Tetap pada 56 K/L kurang memadai dan terdapat kelemahan pengendalian atas proses Normalisasi Data BMN; dan iii) belum diterapkan Amortisasi atas Aset Tak Berwujud. Badan POM RI selaku K/L memperoleh opini BPK sejak tahun 2006 cukup beragam. Tahun 2006 memperoleh opini WDP, tahun 2007-2009 WDP-Dengan Paragraf Penjelas (DPP), tahun 2010 untuk pertama kalinya WTP-DPP, tahun 2011 akhirnya bisa meraih opini WTP tanpa DPP. Namun setelahnya tahun 2012 justru menurun tajam dengan hanya memperoleh opini TMP/disclaimer, tahun 2013 berangsur membaik lagi
8
dengan memperoleh opini WDP dan terakhir tahun 2014 dengan opini WTP bisa diraih kembali. Salah satu temuan auditor BPK terhadap LKKL Badan POM RI yang selalu muncul setiap tahunnya adalah berkaitan dengan pengelolaan, penatausahaan, dan pelaporan BMN termasuk didalamnya adalah laporan keuangan Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA. Hal ini sesuai dengan yang telah dijelaskan dalam LHP BPK yang terakhir yang menyampaikan bahwa masalah berkaitan tentang BMN masih selalu muncul dari tahun ke tahun. Salah satu bahan pertimbangan BPK dalam memberikan opini adalah terkait dengan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku. Kemudian Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sebagai entitas akuntansi di lingkungan Badan POM RI secara tidak langsung turut mempengaruhi kualitas laporan keuangan Badan POM RI. Karena pada hakekatnya laporan keuangan Badan POM RI merupakan hasil kompilasi dari seluruh laporan keuangan entitas akuntansi yang ada. Dari kondisi yang penulis sampaikan di atas, untuk itu penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut dan menuangkannya dalam bentuk tulisan yang berjudul “Pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester Satu Tahun Anggaran 2015 Badan POM”.
9
B.
Fokus Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka
fokus
permasalahan
penelitian
ini
adalah
tentang
“Bagaimana
pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester Satu (I) Tahun Anggaran (TA) 2015 Badan POM?” C.
Tujuan Penelitian Merujuk pada fokus masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA 2015 Badan POM. D.
Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Terhadap Dunia Akademik
Manfaat penulisan ini untuk kepentingan dunia akademik, diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan sumbangan pemikiran di dunia manajemen keuangan negara terutama yang berkaitan dengan BMN. Serta dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya sebagai referensi dalam rangka penyempurnaan dan memperluas penelitian. Selain itu penelitian ini untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat ujian kesarjanaan strata satu ilmu administrasi pada STIA-LAN serta dapat meningkatkan daya analisis dan keahlian penulis.
10
2.
Manfaat Terhadap Dunia Praktis
Manfaat penulisan ini terhadap dunia praktis, yaitu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan saran-saran untuk para pejabat dan pegawai dalam meningkatkan kualitas pelaporan BMN sehingga tercipta tertib administrasi sekaligus meningkatkan kinerja satuan kerja pada Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM RI.
11
BAB II KERANGKA TEORI
A.
Tinjauan Teori dan Konsep Kunci 1. a.
Tinjauan Teori
Pengertian Pelaksanaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (online) pengertian pelaksanaan adalah “proses, cara, perbuatan melaksanakan dari suatu rancangan keputusan dan sebagainya”. Pelaksanaan adalah suatu tindakan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah
perencanaan
pelaksanaan
bisa
sudah
diartikan
dianggap penerapan.
siap.
Secara
Majone
dan
sederhana Wildavsky
mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan (Usman, 2002:70). Pengertian-pengertian
di
atas
memperlihatkan
bahwa
kata
pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
12
Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula (Abdullah,1988:40). Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan adalah tindakan dari sebuah rancangan atau rencana yang saling menyesuaikan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward III
yang
dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan kebijakan, yaitu : a.
Komunikasi Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang berkewajiban melaksanakan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas. Faktor ketiga yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah konsistensi, yaitu jika pelaksanaan kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
b.
Sumber Daya (resources) Sumber daya vital yang mendukung pelaksanaan kebijakan meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik.
13
c.
Kecenderungan-kecenderungan atau Tingkah laku-tingkah laku. Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensi penting bagi pelaksanaan kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.
d.
Struktur Birokrasi Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta (Winarno, 2002:126-151). Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Meter
dan Horn yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan kebijakan yaitu: a.
Ukuran dan tujuan kebijakan. Dalam pelaksanaan kebijakan, tujuan dan sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur karena pelaksanaan tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-tujuan itu tidak dipertimbangkan.
b.
Sumber Kebijakan
c.
Sumber yang dimaksud adalah mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar pelaksanaan yang efektif. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan Pelaksanaan dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatan komunikasi antar para pelaksana.
d.
Karakteristik organisasi pelaksana Karakteristik organisasi pelaksana erat kaitannya dengan struktur birokrasi. Struktur birokrasi yang baik akan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan.
14
e.
Kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik dapat mempengaruhi organisasi pelaksana dalam pencapaian pelaksanaan kebijakan.
f.
Kecenderungan para pelaksana Intensitas kecenderungan dari para pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian kebijakan (Winarno, 2002:110). Menurut
Bambang
Sunggono
(Sunggono,
1994:149-153),
implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu: a.
Isi Kebijakan Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau programprogram kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasikan dapat juga menunjukkan adanya kekurangankekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
b.
Informasi Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi.
c.
Dukungan Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada proses implementasinya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.
d.
Pembagian Potensi
15
Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas (Sunggono, 1994:149-153). Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dalam pembuatan maupun implementasinya didukung oleh sarana-sarana yang memadai. Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik, yaitu: a.
b.
c.
d.
Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, dimana terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan-ketidakcocokan antara kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Para petugas hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan (menerapkan) suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akan terjadi gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam melaksanakan kebijakan/peraturan hukum. Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undangan ingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitasfasilitas yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Obyek peraturan, dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran hukum objek peraturan tersebut, kepatuhan hukum, dan perilaku seperti yang dikehendaki oleh peraturan perundang- undangan (Sunggono, 1994:158). b.
Pengertian Sistem Informasi
Sistem informasi menurut Robert A. Leitch dan K. Roscoe Davis (Jogiyanto, 2005:18) adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang
16
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. Sistem informasi merupakan suatu perkumpulan data yang terorganisasi beserta tatacara penggunaannya yang mencangkup lebih jauh dari pada sekedar penyajian. Istilah tersebut menyiratkan suatu maksud yang ingin dicapai dengan jalan memilih dan mengatur data serta menyusun tatacara penggunaannya. Keberhasilan suatu sistem informasi yang diukur berdasarkan maksud pembuatannya tergantung pada tiga faktor utama, yaitu: keserasian dan mutu data, pengorganisasian data, dan tatacara penggunaannya. Untuk memenuhi permintaan penggunaan tertentu, maka struktur dan cara kerja sistem informasi berbeda-beda bergantung pada macam keperluan atau macam permintaan yang harus dipenuhi. Suatu persamaan yang menonjol ialah suatu sistem informasi menggabungkan berbagai ragam data yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Untuk dapat menggabungkan data yang berasal dari berbagai sumber suatu sistem alih rupa (transformation) data sehingga jadi tergabungkan (compatible). Berapapun ukurannya dan apapun ruang lingkupnya suatu sistem informasi perlu memiliki ketergabungan (compatibility) data yang disimpannya (Al Fatta, 2009:9). Sutabri (2003:42) mengemukakan definisi sistem informasi adalah sebagai berikut: Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sistem
informasi
adalah
sekumpulan
prosedur
organisasi
yang
dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan yaitu memberikan informasi bagi pengambil keputusan dan untuk mengendalikan organisasi.
17
c.
Pengertian Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Sistem Informasi Akuntansi (SIA)
Menurut Barry E.Cushing, Sistem Informasi Manajemen adalah “kumpulan dari manusia dan sumber daya modal di dalam suatu organisasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen
di
dalam
kegiatan
perencanaan
dan
pengendalian”
(Jogiyanto, 2005:14). Sistem Informasi Manajemen menurut Frederick H.Wu (Jogiyanto, 2005:14) adalah kumpulan dari sistem-sistem yang menyediakan informasi untuk mendukung manajemen. Gordon
B.
Davis
menyampaikan
bahwa
“Sistem
Informasi
Manajemen merupakan suatu sistem yang melakukan fungsi-fungsi untuk menyediakan semua informasi yang mempengaruhi semua operasi organisasi” (Jogiyanto, 2005:15). Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi
Manajemen
adalah
kumpulan
sumber
daya
yang
mengumpulkan dan mengolah data untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk mendukung manajemen dalam setiap operasi organisasi. Terdapat beberapa definisi sistem informasi akuntansi yang telah dikemukakan oleh para ahli, yaitu sebagai berikut: Menurut Bodnar dan Hopwood (2010:1) sistem informasi akuntansi adalah “An accounting information system is a collection of resources,
18
such as people and equipment, design to transform financial and other data into information”. Pernyataan Bodnar dan Hopwood menjelaskan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan kumpulan sumber daya, seperti manusia dan peralatan yang dirancang untuk mengubah data keuangan dan data lainnya ke dalam informasi. Sedangkan menurut Romney dan Steinbart (2009:28) sistem informasi akuntansi adalah “An acconting information system is a system that collect, records, stores and processes data to produce information for decision makers”. Pernyataan yang dikemukakan oleh Romney dan Steinbart menjelaskan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan sistem yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses data sehingga menghasilkan informasi untuk pengambil keputusan. Adapun menurut Wilkinson (2010:7), bahwa sistem informasi akuntansi adalah “Unfined structure within an entity such as business firm that employes phsycal resources and other components to transform economics data into accounting information with purpose if statisfying the information needs of variety of users”. Definisi yang disampaikan oleh Wilkinson menjelaskan bahwa sistem informasi akuntansi adalah bersatunya sebuah struktur dalam entitas seperti bisnis perusahaan yang mempekerjakan sumber daya dan komponen lainnya untuk merubah data ekonomi ke informasi akuntansi dengan tujuan memuaskan kebutuhan para pengguna. Dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi adalah sistem yang mengumpulkan data dan sumber daya keuangan untuk kemudian diproses
sehingga
menghasilkan
informasi
pengambilan keputusan para penggunanya.
yang
memudahkan
19
d.
Pengertian Akuntansi Pemerintahan
Pengertian Akuntansi Pemerintahan tidak bisa lepas dari pengertian akuntansi secara umum. Pengertian akuntansi mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, Charles T. Horngren dan Water T. Harrison (2007:4) menyatakan bahwa: “akuntansi adalah sistem informasi yang mengukur aktivitas
bisnis,
memproses
data
menjadi
laporan,
dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada para pengambil keputusan”. Menurut Warren, Reev, Fees (2008:10), “akuntansi adalah sistem yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan itu meliputi kreditor, pemasok, investor, karyawan, pemilik, dan lain-lain”. Pengertian akuntansi dalam PP No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan:
“Akuntansi
adalah
proses
pencatatan,
pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran, transaksi dan kejadian keuangan, penginterpretasian atas hasilnya, serta penyajian laporan”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah kegiatan memproses data transaksi dan kejadian keuangan melalui pencatatan,
pengukuran,
pengklasifikasian,
pengikhtisaran
menjadi
sebuah laporan yang hasilnya untuk membantu para pengguna informasi dalam pengambilan keputusan. Akuntansi pemerintahan merupakan satu bagian dari akuntansi itu sendiri yang ditetapkan pada unit-unit organisasi pemerintah. Pengertian akuntansi pemerintahan yang digunakan secara luas sebagai rujukan adalah pengertian yang dipublikasikan oleh National Committee on
20
Governmental
Accounting
(NCGA).
Menurut
NCGA
akuntansi
pemerintahan diartikan sebagai: Accounting may be defined as the composite activities of analyzing, recording, summarizing and interpreting the finacial transaction of any economic enterprise. Governmental accounting may be said to comprise these same activities for governmental entity, that organized legislative, executive, and judicial machinery of the state which by law governs and provide public service. Bachtiar Arif dkk (2002:3) memberikan pengertian akuntansi pemerintahan secara umum sebagai berikut: Akuntansi pemerintahan adalah suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran suatu transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi keuangan tersebut. Dari pengertian akuntansi pemerintahan seperti tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa definisi akuntansi pemerintahan tidak berbeda dengan definisi akuntansi kecuali bahwa akuntansi pemerintahan diterapkan pada unit-unit organisasi pemerintah. Akuntansi pemerintahan adalah suatu proses aktivitas untuk menyediakan informasi transaksi ekonomi dan keuangan pemerintah berdasarkan serangkaian kegiatan analisis,
pencatatan,
pengikhtisaran,
pelaporan,
serta
penafsiran
transaksi-transaksi keuangan yang dilakukan oleh unit-unit organisasi pemerintah. e.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (SAPP) Pengertian SAPP menurut PMK No.213/PMK.05/2013, yaitu:
21
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut SAPP adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Pemerintah Pusat. Pemerintah pusat mencakup seluruh instansi pemerintah dan sub bagiannya yang berada dalam kelompok: Lembaga-lembaga Tinggi Negara, Kementerian Negara/Lembaga, serta pemerintah daerah yang sumber dananya berasal dari APBN. Pemerintah pusat disini tidak termasuk pemerintah daerah otonom yang sumber dananya berasal dari APBD, Lembaga Keuangan Negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). SAPP mempunyai tujuan untuk menyediakan informasi keuangan yang diperlukan dalam hal ini perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan,
pengendalian,
perumusan
kebijakan
pengambilan
keputusan dan penilaian kinerja pemerintah. SAPP juga mempermudah pemeriksaan terhadap unit-unit organisasi pemerintah pusat oleh aparat pengawasan secara efektif dan efisien. Selain itu SAPP bertujuan untuk mendukung transparansi laporan keuangan pemerintah dan akuntabilitas keuangan negara dalam mencapai pemerintahan yang baik. Berikut jabaran tujuan dan ciri-ciri pokok SAPP yang tertuang dalam PMK No.213/PMK.05/2013: 1)
SAPP bertujuan untuk:
a)
Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan, pemrosesan, dan pelaporan transaksi keuangan yang
22
b)
c)
d)
konsisten sesuai dengan standar dan praktik akuntansi yang diterima secara umum; Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas; Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan pemerintah pusat secara keseluruhan; dan Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.
2)
Ciri-ciri pokok SAPP:
a)
Basis Akuntansi Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis akrual. Penerapan basis kas tetap digunakan dalam penyusunan Laporan Realisasi Anggaran sepanjang APBN disusun menggunakan pendekatan basis kas. Sistem Pembukuan Berpasangan Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi yaitu Aset = Kewajiban + Ekuitas. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait. Namun demikian untuk akuntansi atas anggaran dilaksanakan secara single entry (pembukuan tunggal). Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan baik di kantor pusat instansi maupun di daerah. Bagan Akun Standar SAPP menggunakan bagan akun standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam melakukan pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan entitas pemerintah pusat.
b)
c)
d)
e)
Kerangka umum SAPP sebagaimana disebutkan dalam PMK No.213/PMK.05/2013 adalah sebagai berikut:
23
GAMBAR 2.1 KERANGKA UMUM SAPP
Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
Sub sistem akuntansi yang ada di SAPP yakni Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan SAI memiliki peranan yang cukup besar dalam menentukan kualitas dari laporan keuangan. Berikut jabaran dari subsistem yang ada di dalam SAPP sebagaimana tertuang dalam PMK No.213/PMK.05/2013: a.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara (SA-BUN) SABUN dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku BUN dan
Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BABUN). SA-BUN terdiri dari beberapa subsistem, yaitu: 1.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat (SiAP);
2.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah (SAUP);
3.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Hibah (SIKUBAH);
24
4.
Sistem
Akuntansi
dan
Pelaporan
Keuangan
Investasi
Pemerintah (SAIP); 5.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Pelaporan Penerusan Pinjaman (SAPPP);
6.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah (SATD);
7.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi (SABS);
8.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Lainnya (SABL);
9.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (SATK); dan
10. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya (SAPBL). Dalam pelaksanaan SABUN, Kementerian Keuangan selaku BUN membentuk Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara sebagai berikut: 1.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara (UABUN);
2.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara (UAPBUN);
3.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara Umum Negara tingkat Pusat (UAKBUN-Pusat);
25
4.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Bendahara Umum Negara tingkat Kantor Wilayah (UAKKBUNWilayah);
5.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara Umum
Negara
Tingkat
Daerah/KPPN
(UAKBUN-
Daerah/KPPN); 6.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I Bendahara Umum Negara (UAPPA-E1 BUN); dan
7.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (UAKPA BUN).
Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan lingkup BUN dapat disesuaikan dengan karakteristik entitas. b.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi (SAI) Untuk memenuhi tujuan menyediakan informasi keuangan yang
diperlukan
dalam
perencanaan,
penganggaran,
pelaksanaan,
penatausahaan, perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan penilaian
kinerja
pemerintah.
Serta
sebagai
upaya
mempercepat
penyajian laporan keuangan dan memudahkan pemeriksaan aparat pengawas fungsional secara efektif dan efisien, maka disusunlah SAI. SAI dilaksanakan oleh K/L yang memproses transaksi keuangan baik arus uang
maupun
barang.
Sebagaimana
disebutkan
dalam
PMK
No.213/PMK.05/2013 SAI merupakan serangkaian prosedur manual
26
maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada kementerian negara/lembaga. Lebih lanjut disampaikan dalam Bab IV Pasal 20 bahwa: 1)
Setiap kementerian negara/lembaga menyelenggarakan SAI.
2)
SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara berjenjang
mulai
tingkat
Satker
negara/lembaga termasuk mendapatkan
alokasi
sampai
Satker
Dana
BLU
tingkat
kementerian
dan SKPD yang
Dekonsentrasi/
Dana
Tugas
Pembantuan. 3)
4)
SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a)
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; dan
b)
Akuntansi dan Pelaporan BMN.
SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memproses data transaksi keuangan, barang, dan transaksi lainnya.
5)
Pemrosesan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan dan laporan barang kementerian negara/lembaga. Atas dasar pernyataan ayat (5) Pasal 20 tersebut di atas, SAI terdiri
dari dua subsistem yang mempunyai hubungan data dan informasi yaitu: 1.
Sistem Akuntansi Keuangan (SAK)
27
SAK adalah subsistem dari SAI yang merupakan serangkaian prosedur yang saling berhubungan untuk mengolah dokumen sumber dalam rangka menghasilkan informasi untuk penyusunan neraca dan laporan realisasi anggaran serta laporan manajerial lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. 2.
Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) SIMAK-BMN adalah sistem terpadu yang merupakan gabungan prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan data transaksi untuk mendukung penyusunan neraca. Di samping itu SIMAK-BMN juga menghasilkan daftar barang, laporan barang, dan berbagai kartu kontrol yang berguna untuk menunjang fungsi pengelolaan BMN. SAI akan dapat berjalan apabila memenuhi unsur-unsur pokok
sebagai berikut: 1.
Formulir/Dokumen Sumber
2.
Jurnal
3.
Buku besar
4.
Buku pembantu
5.
Laporan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan akan berjalan dengan
baik, apabila dalam suatu organisasi selaku unit yang melaksanakan proses akuntansi dan sekaligus membutuhkan informasi yang dihasilkan,
28
dapat mengkoordinasikan unsur-unsur menjadi satu kesatuan yang dilaksanakan oleh Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Dengan alasan tersebut maka untuk melaksanakan SAI, K/L harus membentuk Unit
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi sesuai dengan
hierarki organisasi dengan tujuan agar proses akuntansi dapat berjalan dengan baik. Unit Akuntansi dan Pelaporan Instansi terdiri dari Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Unit
Akuntansi dan Pelaporan BMN.
Pembentukan kedua unit akuntansi dan pelaporan tersebut dimaksudkan agar penyelenggaraan pencatatan atas transaksi aset berupa BMN terjadi check and balance sebagai bagian dari penyelenggaraan pengendalian internal di masing-masing unit akuntansi dan pelaporan pada K/L. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, terdiri dari: 1.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) yang berada pada tingkat satuan kerja, termasuk SKPD yang
mendapatkan
alokasi
Dana
Dekonsentrasi
(UAKPA
Dekonsentrasi) dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan (UAKPA Tugas Pembantuan); 2.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W) yang berada pada tingkat wilayah, termasuk
UAPPA-W
Pembantuan;
Dekonsentrasi
dan
UAPPA-W
Tugas
29
3.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPA-E1) yang berada pada tingkat Eselon 1; dan
4.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Anggaran (UAPA) yang berada pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
Sedangkan Unit Akuntansi dan Pelaporan BMN, terdiri dari : 1.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Kuasa Pengguna Barang (UAKPB) yang berada pada tingkat Satuan Kerja, termasuk SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi (UAKPB Dekonsentrasi) dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan (UAKPB Tugas Pembantuan);
2.
Unit
Akuntansi dan Pelaporan
Pembantu
Pengguna
Barang
Wilayah (UAPPB-W) yang berada pada tingkat wilayah, termasuk UAPPB-W Dekonsentrasi dan UAPPB-W Tugas Pembantuan; 3.
Unit
Akuntansi dan Pelaporan
Pembantu Pengguna
Barang
Eselon 1 (UAPPB-E1) yang berada pada tingkat eselon 1; dan 4.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Pengguna Barang (UAPB) yang berada pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga. Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan secara berjenjang dari
mulai UAKPA, UAPPA-W, UAPPA-E1, sampai dengan UAPA, maupun Unit Akuntansi Pelaporan BMN tidak secara mutlak diterapkan untuk masing- masing K/L. Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan
30
tersebut, harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing K/L khususnya dengan memperhatikan struktur organisasi K/L. Pada tingkat wilayah, untuk kementerian negara/lembaga yang tidak memiliki Kantor Wilayah, maka menunjuk salah satu satuan kerja sebagai UAPPA-W/UAPPB-W. Sedangkan apabila dalam satu K/L terdapat beberapa UAKPA dari beberapa eselon I yang berbeda, namun demikian hanya memiliki satu Kantor Wilayah, maka UAPPA-W dapat dibentuk untuk masing-masing eselon I. Untuk K/L yang tidak memiliki kantor vertikal di daerah dan bukan pengguna Dana Dekonsentrasi atau DanaTugas Pembantuan tidak perlu membentuk UAPPA-W/UAPPB-W, sehingga jenjang pelaporannya dari UAKPA langsung ke UAPPA-E1. Semuanya sesuai dengan yang diamanatkan dalam PMK No.213/PMK.05/2013. Mengingat pentingnya pembentukan unit akuntansi dan pelaporan, PMK No.213/PMK.05/2013 menyampaikan bahwa K/L wajib menetapkan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan serta Unit Akuntansi dan Pelaporan Barang pada level unit akuntansi dan pelaporan instansi. Hal ini bertujuan agar dalam pelaksanaan akuntansi dapat berjalan lebih tertib dan masing-masing Unit Akuntansi dan Pelaporan bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan akan terkait dengan sumber daya manusia yang akan melaksanakannya. Pengendalian internal akan berjalan maksimal apabila Unit Akuntansi dan Pelaporan
31
Keuangan-Unit Akuntansi dan Pelaporan Barang dilaksanakan oleh pelaksana yang berbeda. Namun demikian, apabila dalam Unit Akuntansi dan Pelaporan mengalami kendala dalam jumlah sumber daya manusia, maka apabila terjadi rangkap tugas harus dilakukan supervisi dengan ketat untuk menghindari kecurangan dan kesalahan penyajian laporan keuangan. Unit-Unit Akuntansi dan Pelaporan Tingkat Instansi melaksanakan fungsi akuntansi dan pelaporan atas pelaksanaan anggaran dan penatausahaan BMN sesuai dengan tingkat organisasinya. Proses akuntansi dan pelaporan tersebut menghasilkan laporan keuangan yang merupakan
bentuk
pertanggungjawaban
dan
akuntabilitas
atas
pengelolaan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimilikinya sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Proses akuntansi dan pelaporan juga menghasilkan laporan BMN yang selain digunakan sebagai bahan penyusunan neraca juga dapat digunakan untuk tujuan manajerial. Proses akuntansi dimulai dari verfikasi Dokumen Sumber. Dokumen Sumber utama atas terjadinya transaksi keuangan di lingkup entitas pemerintah terdapat pada UAKPA, sehingga proses akuntansi terhadap dokumen sumber dilaksanakan oleh UAKPA. Unit Akuntansi dan Pelaporan pada level yang lebih atas, mulai UAPPA-W sampai dengan UAPA, hanya merupakan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yang
32
bertugas menggabungkan Laporan Keuangan dari Unit Akuntansi dan Pelaporan di bawahnya. Selain proses penelaahan dokumen sumber dan proses akuntansi lainnya, untuk meyakinkan data atas Laporan Keuangan sebelum disusun menjadi
Laporan
Keuangan
sesuai
dengan
ketentuan,
meminimalisasi terjadinya
dan
disampaikan kepada
dilakukan
perbedaan
rekonsiliasi.
pencatatan
yang
stakeholder Rekonsiliasi berdampak
pada validitas dan akurasi data yang disajikan dalam Laporan Keuangan. Dalam hal terjadi perbedaan data, rekonsiliasi dapat mendeteksi dan mengetahui penyebab- penyebab terjadinya perbedaan. Pelaksanaan rekonsiliasi data Laporan Keuangan ini juga merupakan amanat dari Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Rekonsiliasi pada Unit Akuntansi dan Pelaporan instansi dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu: 1.
Rekonsiliasi internal, yaitu rekonsiliasi data untuk penyusunan laporan keuangan yang dilaksanakan antar subsistem pada masingmasing Unit Akuntansi dan Pelaporan dan/atau antar Unit Akuntansi dan Pelaporan yang
masih
dalam
satu
entitas
pelaporan,
misalnya antara Sistem Akuntansi Keuangan Pengguna Anggaran (SAKPA) dengan SIMAK-BMN; 2.
Rekonsiliasi eksternal, yaitu rekonsiliasi data untuk penyusunan laporan keuangan yang dilaksanakan antara Unit Akuntansi dan
33
Pelaporan yang satu dengan Unit Akuntansi dan Pelaporan yang lain atau pihak lain yang terkait, tidak dalam satu entitas pelaporan, misalnya rekonsiliasi antara UAKPA dengan UAKBUN-Daerah.
f.
Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN)
Dalam akuntansi pemerintahan, BMN merupakan bagian dari aset pemerintah yang berwujud. Aset pemerintah adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Secara umum barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur dan ditimbang, tidak termasuk uang dan surat berharga. UU No.1 Tahun 2004 menyampaikan bahwa BMN “semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah”. Perolehan lainnya yang sah seperti disebutkan dalam Lampiran PMK PMK No.213/PMK.05/2013 Bab III antara lain berasal dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dan perjanjian/kontrak;
34
barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh ketentuan hukum tetap. Sebagaimana tertuang dalam PP No.6 Tahun 2006 pengertian BMN adalah ”semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah”. Berdasarkan lampiran bagian keempat PMK No.171/PMK.05/2007, dijelaskan bahwa BMN meliputi unsur-unsur aset tetap, aset lancar, aset lainnya, dan aset bersejarah. Aset lancar adalah aset yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Sedangkan aset lainnya adalah aset yang tidak bisa dikelompokkan ke dalam aset tetap maupun aset lancar. Adapun aset bersejarah merupakan aset yang mempunyai ketetapan hukum sebagai aset bersejarah dikarenakan karena kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Aset bersejarah tidak wajib disajikan dalam neraca tetapi harus diungkapkan
dalam
catatan
atas
laporan
keuangan.
BMN
yang
merupakan aset lancar adalah persediaan. Sedangkan BMN yang berupa aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, serta konstruksi dalam pengerjaan. BMN yang berupa aset tetap yang tidak digunakan lagi
35
dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah dimasukkan ke dalam pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. Pemerintah Pengamanan
wajib
tersebut
melakukan meliputi
pengamanan
pengamanan
terhadap
fisik,
BMN.
pengamanan
administratif, dan pengamanan hukum. Dalam rangka pengamanan administratif dibutuhkan sistem penatausahaan yang dapat menciptakan pengendalian atas BMN. Selain berfungsi sebagai alat kontrol, sistem penatausahaan manajemen
tersebut
pemerintah
juga di
harus dalam
dapat
memenuhi
perencanaan
kebutuhan pengadaan,
pengembangan, pemeliharaan, maupun penghapusan. Oleh karenanya sistem penatausahaan BMN tersebut di dukung dengan perangkat lunak (software) yang disebut SIMAK-BMN. SIMAKBMN merupakan sistem yang dikembangkan berdasarkan sistem terdahulunya yaitu Sistem Akuntansi Aset Tetap berdasarkan Kep. Ka. BAKUN No.KEP-09/AK/2002 dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara berdasarkan PMK No.59/PMK.06/2005. Berikutnya peraturan pertama yang mengatur tentang SIMAK-BMN adalah PMK No.171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang sudah mengalami dua kali revisi. Revisi terakhir yaitu PMK No.213/PMK.05/2013. SIMAK-BMN memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia dalam pelaksanaannya. SIMAK-BMN selain mendukung pelaksanaan pertanggungjawaban, juga
36
memberikan berbagai informasi dalam rangka pengelolaan barang. Oleh karena itu, keluaran SIMAK-BMN juga memberikan manfaat kepada Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dalam tugas-tugas manajerialnya.
Selain
itu,
SIMAK-BMN
juga
menyatukan
konsep
manajemen barang dengan pelaporan untuk tujuan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dalam bentuk neraca. Sehingga dengan demikian SIMAK-BMN
dapat
memenuhi
kebutuhan
manajerial
dan
pertanggungjawaban sekaligus. Informasi BMN yang dihasilkan dari SIMAK-BMN memberikan dukungan yang signifikan dalam laporan keuangan (neraca) terutama berkaitan dengan pos-pos persediaan, aset tetap maupun aset lainnya. Sehingga jika keluaran (output) SIMAK-BMN kurang baik maka akan mempengaruhi kualitas neraca itu sendiri. Berdasarkan Lampiran Bab III PMK No.213/PMK.05/2013 dijelaskan dokumen/laporan yang dihasilkan dari SIMAK-BMN pada proses pencatatan dan pelaporan pada Unit Akuntansi dan Pelaporan Barang, antara lain terdiri dari: a.
Daftar BMN;
b.
Kartu Inventaris Barang (KIB) Tanah;
c.
Kartu Inventaris Barang (KIB) Bangunan Gedung;
d.
Kartu Inventaris Barang (KIB) Alat Angkutan Bermotor;
e.
Kartu Inventaris Barang (KIB) Alat Persenjataan;
f.
Daftar Inventaris Lainnya (DIL);
g.
Daftar Inventaris Ruangan (DIR);
37
h.
Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP);
i.
Laporan Kondisi Barang (LKB); dan
j.
Laporan terkait dengan Penyusutan Aset Tetap.
Daftar BMN meliputi: a.
Daftar Barang Intrakomptabel,
b.
Daftar Barang Ekstrakomptabel,
c.
Daftar Barang Bersejarah,
d.
Daftar Barang Persediaan, dan
e.
Daftar Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP).
Laporan Barang Kuasa Pengguna LBKP meliputi: a.
LBKP Intrakomptabel,
b.
LBKP Ekstrakomptabel,
c.
LBKP Gabungan,
d.
LBKP Persediaan,
e.
LBKP Barang Bersejarah, dan
f.
LBKP KDP. LBKP
Gabungan
merupakan
hasil
penggabungan
LBKP
Intrakomptabel dan LBKP Ekstrakomptabel. LBKP Barang Bersejarah hanya menyajikan kuantitas tanpa nilai. Transparansi
pengelolaan
keuangan
negara
dalam
hal
ini
pengelolaan BMN dapat tercermin dari laporan BMN. Karakteristik sebagai prasyarat normatif yang diperlukan agar informasi dari laporan BMN yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
38
keuangan dapat memenuhi kualitas baik berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), harus memiliki karakteristik dasar sebagai berikut: 1)
Relevan Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan BMN yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Informasi dapat dikatakan relevan jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a)
Memiliki manfaat umpan balik (feedback value) Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu.
b)
Memiliki manfaat prediktif (predictive value) Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.
c)
Tepat waktu Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan.
d)
Lengkap
39
Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi memperhatikan
pengambilan kendala
yang
keputusan ada.
dengan
Informasi
yang
melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan BMN diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat dicegah. Agar informasi yang disajikan dapat relevan maka informasi yang disajikan dalam laporan BMN pemerintah harus didasarkan pada kebutuhan informasi para pengguna laporan BMN pemerintah. 2)
Andal Informasi dalam
laporan
BMN bebas dari pengertian
yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan dan merugikan pengguna laporan BMN. Informasi yang andal memenuhi karakteristik: a)
Penyajian Jujur Informasi
menggambarkan
dengan
jujur
transaksi
serta
peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan. b)
Dapat Diverifikasi (verifiability)
40
Informasi yang disajikan dalam laporan BMN dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh. c)
Netralitas Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu.
Agar informasi yang dihasilkan dapat dipercaya (andal) maka penyajian
informasi
dalam
laporan
BMN
pemerintah
harus
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan disajikan secara menyeluruh. 3)
Dapat Dibandingkan Pengguna harus dapat membandingkan laporan BMN entitas antar periode. Informasi yang termuat dalam laporan BMN akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan BMN periode sebelumnya atau laporan BMN entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang
41
lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan. Agar informasi yang disajikan dapat dibandingkan maka penyajian laporan BMN pemerintah minimal harus disajikan dalam 2 (dua) periode atau 2 (dua) tahun anggaran. 4)
Dapat Dipahami Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah dikatakan dapat dipahami jika pengguna mengerti dengan informasiinformasi yang disajikan dan mampu menginterpretasikannya. Hal ini dapat terlihat dari manfaat informasi yang disajikan tersebut terhadap pengambilan keputusan. Untuk itu, penyajian informasi dalam laporan BMN pemerintah harus menggunakan format/bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Pengguna harus diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta memiliki kemauan untuk mempelajari informasi yang disajikan dalam laporan BMN pemerintah. Dalam kenyataannya, pemerintah masih menghadapi beberapa
kendala-kendala dalam menyajikan informasi yang relevan dan andal tersebut. Kendala tersebut merupakan suatu keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam mewujudkan laporan BMN pemerintah yang relevan dan andal akibat keterbatasan atau
42
karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal yang menimbulkan kendala dalam penyajian laporan BMN pemerintah tersebut, yaitu: a.
Materialitas Walaupun
idealnya memuat
segala
informasi,
laporan
BMN
pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan BMN. Selama seluruh informasi yang material telah
disajikan
dalam
laporan maka
laporan
BMN
pemerintah tersebut dapat dikatakan wajar. Hal inilah yang mengakibatkan mungkin saja ada suatu informasi yang tidak disajikan dalam laporan BMN pemerintah. b.
Pertimbangan Sehat Penyusun laporan BMN adakalanya menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian semacam itu diakui dengan mengungkapkan hakekat serta tingkatnya dan dengan menggunakan pertimbangan sehat (prudence) dalam penyusunan laporan BMN. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga semua dapat dinyatakan secara wajar.
c.
Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif
43
Keseimbangan antar karakteristik kualitatif yang diperlukan untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif yang diharapkan dipenuhi oleh laporan BMN pemerintah. Bisa saja untuk mementingkan dipenuhinya keandalan suatu informasi, menyebabkan informasi tersebut kurang relevan, begitu pula sebaliknya jika relevansinya dipentingkan, mengakibatkan informasi
tersebut
kurang
andal.
Kepentingan
relatif
antar
karakteristik dalam berbagai kasus mungkin akan berbeda, terutama antara relevansi dan keandalan, adakalanya pengguna lebih membutuhkan informasi yang andal dibandingkan informasi yang relevan,
namun
bisa
saja
pengguna
lebih
mementingkan
kerelavansian dari pada keandalannya. Untuk itu, dibutuhkan suatu pertimbangan profesional dalam penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif tersebut agar dapat menyediakan informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna. Berdasarkan PMK No.213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat terdapat beberapa aspek yang terkait dengan pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA 2015 Badan POM, aspek SIMAK-BMN yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1.
Pembentukan Unit Akuntansi
Pembentukan unit akuntansi merupakan hal yang sangat diperlukan, mengingat dengan dibentuknya unit akuntansi maka tanggungjawab
44
masing-masing unit dapat dibagi secara jelas serta untuk mendukung terciptanya ketertiban pencatatan BMN dalam rangka mendukung penyusunan laporan keuangan. Untuk melaksanakan SIMAK-BMN, K/L membentuk Unit Akuntansi BMN (UAB). Secara umum, struktur organisasi UAB sebagaimana ditetapkan dalam PMK No.213/PMK.05/2013 adalah sebagai berikut: a.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Barang (UAPB);
b.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Barang (UAPPB-E1);
c.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPB-W); dan
d.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Barang (UAKPB). 2.
Pengelola BMN
Pengelola BMN merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi faktor sentral dalam suatu unit organisasi pengelolaan BMN, apapun bentuk serta tujuannya, suatu unit organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia itu sendiri yaitu pengelola BMN. Jadi manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan unit organisasi. Dalam mencapai tujuannya tentu suatu unit organisasi memerlukan SDM sebagai pengelola sistem. Agar suatu sistem bisa berjalan, tentu dalam pengelolaannya harus memperhatikan beberapa
45
aspek penting seperti pelatihan, pengembangan kemampuan, motivasi, dan aspek-aspek lainnya. Hal ini akan menjadikan SDM pengelola BMN sebagai salah satu indikator penting dalam pencapaian tujuan unit organisasi BMN secara efektif dan efisien. Pengelola BMN merupakan aset unit organisasi pengelolaan BMN yang sangat vital, karena itu peran dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh sumber daya lainnya. Walaupun kenyataannya telah banyak peran dan fungsi SDM yang digantikan oleh teknologi peralatan. Semutakhir apapun teknologi yang digunakan atau seberapa banyak data dan dana yang disiapkan, namun tanpa SDM pengelola yang profesional semua menjadi tidak bermakna. Dalam strategi SDM pengelola yang baik diperlukan SDM yang berkualitas dan memiliki kompetensi tinggi sebagai modal atau kekayaan yang penting dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berikut ini gambaran kebutuhan SDM pengelola BMN untuk struktur akuntansi yang diperlukan di level organisasi UAKPB yang tercantum dalam PMK No.213/PMK.05/2013:
46
GAMBAR 2.2 STRUKTUR SDM ORGANSASI UAKPB
KEPALA SATUAN KERJA A
KASUBAG UMUM/TU/PEJABAT YANG DITETAPKAN
PETUGAS
PETUGAS
ADMINISTRASI
VERIFIKASI
Keterangan: Penanggung Jawab Petugas Akuntansi BMN Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
Mengingat ketidakseragaman jenis dan kultur unit organisasi pemerintah yang disebabkan adanya ciri khas/keunikan pada beban kerja dari masing-masing unit. Maka pemenuhan kebutuhan SDM pengelola BMN disesuaikan dengan kapasitas SDM yang dimiliki oleh masingmasing level unit organisasi.
47
3. Perkembangan belakangan
ini
Hardware dan Software
Teknologi
memberikan
Informasi banyak
(TI)
yang
kemudahan
sangat di
pesat
lingkungan
pemerintahan. Peran TI dalam berbagai aspek kegiatan pemerintah dapat dipahami karena sebagai sebuah teknologi yang menitikberatkan pada pengaturan sistem informasi dengan penggunaan komputer. TI dapat memenuhi kebutuhan informasi dengan sangat cepat, tepat waktu, relevan, dan akurat. Penerapan TI di lingkungan pemerintah mempunyai peranan penting dan sudah menjadi kebutuhan dasar bagi setiap entitas atau unit pemerintahan terutama dalam menjalankan atau memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hardware dan software merupakan hal yang sudah sangat lazim harus ada dalam proses TI untuk mendukung pelaksanaan suatu kegiatan yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia (human error). Adapun software yang dikembangkan untuk mendukung sistem akuntansi BMN adalah software yang berbasis microsoft fisual foxpro, dan lebih dikenal dengan nama aplikasi SIMAK-BMN. Seperti yang dikemukakan dalam buku Pedoman Penatausahaan Barang Milik Negara Badan Pengawas Obat dan Makanan (2013:14), “aplikasi SIMAK-BMN merupakan sistem terpadu yang merupakan gabungan prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan data transaksi untuk mendukung penyusunan neraca. Di samping itu, SIMAK-BMN juga menghasilkan daftra barang,
48
laporan barang, dan berbagai kartu kontrol yang berguna untuk menunjang fungsi pengelolaan BMN”. 4.
Kodefikasi dan Klasifikasi BMN
Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap BMN diklasifikasikan dengan
cara
tertentu
sehingga
memberikan
kemudahan
dalam
pengelolaannya. PMK No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi
Barang
Milik
Negara
sebagai
pengganti
PMK
No.97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara membagi BMN dalam klasifikasi golongan, bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok. Pengkodean BMN diperlukan untuk memudahkan pencatatan dan pengendalian, BMN selain diberikan identifikasi berupa nama, juga diberikan identifikasi dalam bentuk kode. Pemberian kode BMN sepenuhnya
mengacu
kepada
PMK
No.29/PMK.06/2010
tentang
Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Untuk memberikan identitas, BMN diberikan nomor kode barang (ditambah nomor urut pendaftarannya) dan kode lokasi (ditambah tahun perolehannya). Kode Lokasi adalah kode yang dipergunakan untuk mengidentifikasi unit penanggung jawab akuntansi BMN. Kode ini terdiri dari 16 (enam belas) angka yang memuat kode UAPB, UAPPB-E1, UAPPB-W, UAKPB, dan UAPKPB dengan susunan, sebagai berikut:
49
GAMBAR 2.3 SKEMA KODE LOKASI BMN XXX . XX . XX . XXXXXX .
XXX
UAPKPB
UAKPB UAPPB-W
UAPPB-E1
UAPB Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
a.
Kode UAPB, mengacu kepada kode Bagian Anggaran K/L yang bersangkutan.
b.
Kode UAPPB-E1, mengacu kepada Kode Anggaran unit eselon I pada K/L yang bersangkutan.
c.
Kode UAPPB-W, mengacu kepada Kantor Wilayah atau Kode Wilayah Anggaran.
d.
Unit kerja pada kantor pusat K/L dan unit eselon-1, kode UAPPB-W diisi dengan 00.
e.
Kode UAKPB, mengacu kepada Kode Satuan Kerja pada DIPA.
f.
Kode UAPKPB (Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Kuasa Pengguna Barang). Pembentukan UAPKPB bersifat opsional untuk UAKPB yang satu atau beberapa bagiannya terpisah oleh
50
jarak yang relatif jauh dan/atau span of controll yang terlalu besar. Pembentukan UAPKPB harus dikonsultasikan dengan dan disetujui oleh penanggungjawab UAPPB-E1. Kode Barang terdiri dari golongan, bidang, kelompok, sub kelompok dan sub-sub kelompok, dengan susunan sebagai berikut: GAMBAR 2.4 SKEMA KODE BARANG BMN X. XX . XX . XX .
XXX Sub-sub kelompok
Sub kelompok Kelompok Bidang Golongan Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
Pengelompokan/klasifikasi
BMN
seperti
tersebut
di
atas
berhubungan dengan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BMN pada masing-masing jenjang organisasi Akuntansi BMN. Pada tingkat UAKPB, BMN diklasifikasikan ke dalam sub-sub kelompok, pada tingkat UAPPB-W diklasifikasi ke dalam sub kelompok, pada tingkat UAPPB-E1 dan UAPB diklasifikasikan ke dalam kelompok. Kode Registrasi adalah kode yang terdiri dari Kode Lokasi ditambah dengan tahun perolehan dan Kode Barang ditambah dengan nomor urut
51
pendaftaran. Kode registrasi merupakan tanda pengenal BMN dengan susunan sebagai berikut: GAMBAR 2.5 SKEMA KODE REGISTRASI BMN
UAPB UAPPB-E1 UAPPB-W UAKPB UAPKPB Tahun Perolehan
XXX . XX. XX. XXXXXX. XXX. XXXX
X. XX. XX. XX. XXX. XXXXXX
Nomor urut pendaftaran Sub-sub kelompok Sub kelompok Kelompok Bidang Golongan Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
Pasal dua (2) PMK No.29/PMK.06/2010 menyebutkan bahwa “Penggolongan dan Kodefikasi BMN bertujuan untuk menyeragamkan
52
Penggolongan dan Kodefikasi BMN secara nasional guna mewujudkan tertib administrasi dan mendukung tertib pengelolaan BMN”. 5.
Transaksi BMN
SIMAK-BMN merupakan prosedur dalam siklus akuntansi yang dilaksanakan pada lingkup kementerian negara/lembaga
yang
dalam
pelaksanaannya memproses transaksi barang untuk menghasilkan berbagai keluaran yang diperlukan baik dalam pengelolaan maupun pertanggungjawaban BMN. Berikut jenis-jenis transaksi dalam akuntansi BMN yang dikutip PMK No.213/PMK.05/2013: a.
Saldo Awal Saldo awal merupakan saldo BMN pada awal tahun anggaran
berjalan atau awal tahun mulai diimplementasikannya SIMAK-BMN yang merupakan akumulasi dari seluruh transaksi BMN tahun sebelumnya atau merupakan BMN yang sampai dengan tahun pelaporan belum dilakukan proses pencatatan sehingga harus dilakukan pencatatan pada saldo awal. b.
Perolehan BMN Merupakan transaksi penambahan BMN yang tahun tanggal
perolehannya
sama
dengan
tahun
anggaran
berjalan.
Transaksi
perolehan BMN meliputi: 1)
Pembelian, adalah terjadinya transaksi pertukaran dengan penyerahan sejumlah uang untuk memperoleh sejumlah barang.
53
2)
Transfer Masuk, merupakan perolehan BMN dari hasil transfer masuk dari Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan lain dalam lingkup Pemerintah Pusat tanpa menyerahkan sejumlah sumber daya ekonomi.
3)
Hibah, merupakan perolehan BMN dari luar Pemerintah Pusat tanpa menyerahkan sejumlah sumber daya ekonomi.
4)
Rampasan, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil rampasan berdasarkan putusan pengadilan.
5)
Penyelesaian Pembangunan, merupakan transaksi perolehan BMN
dari
hasil
bangunan/gedung
penyelesaian dan
BMN
pembangunan lainnya
yang
berupa telah
diserahterimakan dengan Berita Acara Serah Terima. 6)
Pembatalan Penghapusan, merupakan pencatatan BMN dari hasil
pembatalan
penghapusan
yang
sebelumnya
telah
dihapuskan/dikeluarkan dari pembukuan. 7)
Reklasifikasi
Masuk,
merupakan
transaksi
BMN
yang
sebelumnya telah dicatat dengan klasifikasi BMN yang lain. 8)
Pelaksanaan dari Perjanjian/Kontrak, merupakan barang yang diperoleh dari pelaksanaan kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah/bangun serah guna, tukar menukar, dan perjanjian kontrak lainnya.
c.
Perubahan BMN Transaksi perubahan BMN meliputi:
54
1)
Pengurangan, merupakan transaksi pengurangan kuantitas dan nilai BMN yang menggunakan satuan luas atau satuan lain yang pengurangannya tidak menyebabkan keseluruhan BMN hilang.
2)
Pengembangan, merupakan transaksi pengembangan BMN yang dikapitalisir yang mengakibatkan pemindahbukuan dari Daftar BMN Ekstrakomptabel ke Daftar BMN Intrakomptabel atau perubahan nilai/satuan BMN dalam BI Intrakomptabel.
3)
Perubahan Kondisi, merupakan pencatatan perubahan kondisi BMN.
4)
Koreksi
Perubahan
Nilai/Kuantitas,
merupakan
koreksi
pencatatan atas nilai/kuantitas BMN yang telah dicatat dan telah dilaporkan sebelumnya. d.
Penyusutan BMN berupa aset tetap selain tanah dan KDP disusutkan sesuai
ketentuan yang berlaku tentang penyusutan aset tetap pada pemerintah pusat. e.
Penghapusan BMN Transaksi penghapusan BMN, antara lain terdiri dari: 1)
Penghapusan, merupakan transaksi untuk menghapus BMN dari
pembukuan
berdasarkan
suatu
penghapusan oleh instansi yang berwenang;
surat
keputusan
55
2)
Transfer Keluar, merupakan penyerahan BMN dari hasil transfer keluar dari unit lain dalam lingkup Pemerintah Pusat tanpa menerima sejumlah sumber daya ekonomi.
3)
Hibah
(keluar),
merupakan
penyerahan
BMN
karena
pelaksanaan hibah, atau yang sejenis ke luar Pemerintah Pusat tanpa menerima sejumlah sumber daya ekonomi. 4)
Reklasifikasi Keluar, merupakan transaksi BMN ke dalam klasifikasi BMN yang lain. Transaksi ini berkaitan dengan transaksi Reklasifikasi Masuk. 6.
Kebijakan Akuntansi BMN
Barang adalah bagian dari kekayaan negara yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur/ditimbang dan dinilai tidak termasuk uang dan surat berharga. Menurut UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. BMN memiliki jenis dan variasi yang sangat beragam, baik dalam hal tujuan perolehannya maupun masa manfaat yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam perlakuan akuntansinya ada BMN yang dikategorikan sebagai aset lancar, aset tetap, dan aset lainnya. BMN dikategorikan sebagai aset lancar apabila diharapkan segera dipakai atau dimiliki untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. BMN yang memenuhi kriteria ini diperlakukan sebagai Persediaan.
56
Sedangkan
BMN
dikategorikan
sebagai
aset
tetap
apabila
mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal Kuasa Pengguna Barang, dan diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. BMN yang memenuhi kriteria tersebut bisa meliputi sebagai berikut: a.
Tanah;
b.
Peralatan dan Mesin;
c.
Gedung dan Bangunan;
d.
Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
e.
Aset Tetap Lainnya; dan
f.
Konstruksi dalam Pengerjaan.
Sedangkan BMN berupa aset tetap yang sudah dihentikan penggunaan aktif pemerintah, digolongkan sebagai aset lain-lain. Dalam SAPP, kebijakan akuntansi BMN mencakup masalah pengakuan,
pengukuran,
penyajian
dan
pengungkapan.
Kebijakan
akuntansi BMN ini diatur di dalam PMK No.213/PMK.05/2013 dan peraturan terdahulunya PMK No.171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. 7.
Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN
SIMAK-BMN diselenggarakan melalui serangkaian prosedur baik manual maupun komputerisasi. Prosedur tersebut melibatkan dokumen sumber, organisasi akuntansi, dan proses akuntansi dalam rangka menghasilkan berbagai keluaran yang diperlukan baik dalam pengelolaan
57
maupun pertanggungjawaban BMN. Berikut prosedur akuntansi pada masing-masing tingkat unit akuntansi dan pelaporan BMN berdasarkan PMK No.213/PMK.05/2013: a.
Prosedur Akuntansi BMN pada Tingkat UAKPB Pasal 33 menyebutkan bahwa “UAKPB memproses transaksi BMN
dalam rangka penyusunan Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) dan Laporan Keuangan tingkat UAKPA. LBKP dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAKPA. UAKPB menyampaikan LBKP disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-W dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) setiap semesteran dan tahunan. Dalam hal UAKPB tidak menyampaikan LBKP kepada KPKNL, KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPB terkait”. UAKPB
Dekonsentrasi
melaksanakan
proses
akuntansi
atas
Dokumen Sumber terkait transaksi BMN dalam rangka penyusunann LBKP
Dekonsentrasi
dan
Laporan
Keuangan
tingkat
UAKPA
Dekonsentrasi. LBKP dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi. UAKPB Dekonsentrasi menyampaikan LBKP disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-W
Dekonsentrasi,
UAPPB-E1
yang mengalokasikan
Dana
Dekonsentrasi, dan KPKNL setiap semesteran dan tahunan. Dalam hal UAKPB Dekonsentrasi tidak menyampaikan LBKP kepada KPKNL, KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi
58
administratif terhadap UAKPB Dekonsentrasi terkait. Prosedur yang sama pada
UAKPB
Dekonsentrasi
juga
berlaku
untuk
UAKPB
Tugas
Pembantuan. Informasi tersebut berdasarkan Pasal 34 dan Pasal 35 PMK No.213/PMK.05/2013. b.
Prosedur Akuntansi BMN pada Tingkat UAKPB-W Pasal 36 menjelaskan bahwa UAPPB-W melaksanakan proses
penggabungan LBKP dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah (LBPP-W). LBPP-W dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W. UAPPB-W menyampaikan LBPP-W disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-E1 dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara setiap
semesteran
dan
tahunan.
Dalam
hal
UAPPB-W
tidak
menyampaikan LBKP kepada Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPB-W. c.
Prosedur Akuntansi BMN pada Tingkat UAKPB-E1 UAPPB-E1 melaksanakan proses penggabungan LBPP-W yang
disampaikan oleh UAPPB-W yang berada di wilayah kerjanya termasuk UAPPB-W Dekonsentrasi, UAPPB-W Tugas Pembantuan, dan LBKP yang disampaikan oleh UAKPB yang langsung berada di bawah UAPPB-E1 dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon 1 (LBPP-E1). LBPP-E1 dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat
59
UAPPA-E1. UAPPB-E1 menyampaikan LBPP-E1 disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPB setiap semesteran dan tahunan. Penjelasan di atas diungkapkan pada Pasal 39. d.
Prosedur Akuntansi BMN pada Tingkat UAPB Pasal
40
menjelaskan
bahwa
UAPB
melaksanakan
proses
penggabungan LBPP-E1 dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pengguna (LBP). LBP dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPA. UAPB menyampaikan LBP disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara setiap semesteran dan tahunan. Setiap Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan LBKP kepada KPKNL sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Apabila UAKPB tidak melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan LBKP tersebut, KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi kepada UAKPA yang bertindak selaku UAKPB yang lalai/tidak melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan LBKP. Atas usulan dari KPKNL, KPPN menetapkan sanksi berupa pengembalian SPM yang
diajukan
satker
selaku
UAKPA.
Pelaksanaan
sanksi
tidak
menggugurkan kewajiban UAKPB untuk melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan laporan keuangan. Setiap
UAPPA-W
juga
wajib
melakukan
rekonsiliasi
dan
menyampaikan laporan keuangan kepada Kanwil Ditjen Kekayaan Negara sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Apabila UAPPB-W
60
terlambat/tidak melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan laporan keuangan tersebut, Kanwil Ditjen Kekayaan Negara dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi kepada UAKPA yang bertindak selaku
UAPPB-W
yang
lalai/tidak
melakukan
rekonsiliasi
dan
menyampaikan Laporan Keuangan. Atas usulan dari Kanwil Ditjen Kekayaan Negara, KPPN menetapkan sanksi berupa pengembalian SPM yang diajukan satuan kerja selaku UAKPA. Pelaksanaan sanksi tidak menggugurkan kewajiban UAPPA-W untuk melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan Laporan Keuangan.
2.
Konsep Kunci
Konsep kunci dalam penelitian ini adalah pelaksanaan SIMAK-BMN. Pelaksanaan SIMAK-BMN yang dimaksud adalah proses kegiatan yang meliputi pembentukan unit akuntansi, pengelola BMN, hardware dan software, klasifikasi dan kodefikasi, transaksi BMN, kebijakan akuntansi BMN, prosedur akuntansi dan pelaporan BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA 2015 Badan POM. Berdasarkan perihal di atas maka dalam penelitian ini terdapat beberapa aspek sebagai berikut: 1.
Pembentukan Unit Akuntansi Pembentukan Unit Akuntansi merupakan hal yang sangat diperlukan untuk melaksanakan SIMAK-BMN, maka K/L harus membentuk Unit Akuntansi BMN (UAB).
61
2.
Pengelola BMN Pengelola BMN adalah faktor sentral dalam unit akuntansi BMN serta sebagai salah satu indikator penting dalam pencapaian tujuan unit akuntansi pengelolaan BMN secara efektif dan efisien.
3.
Hardware dan Software Hardware dan software merupakan hal yang sudah sangat lazim harus ada dalam proses TI untuk mendukung pelaksanaan suatu kegiatan yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia (human error).
4.
Klasifikasi dan Kodefikasi Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap BMN diklasifikasikan dengan nama dan
juga diberikan identifikasi dalam bentuk kode
tertentu untuk memudahkan pencatatan dan pengendalian. 5.
Transaksi BMN SIMAK-BMN merupakan prosedur dalam siklus akuntansi yang dalam
pelaksanaannya
memproses
transaksi
barang
untuk
menghasilkan berbagai keluaran yang diperlukan baik dalam pengelolaan maupun pertanggungjawaban BMN. 6.
Kebijakan Akuntansi BMN Dalam SAPP, kebijakan akuntansi BMN mencakup masalah pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan. Kebijakan akuntansi BMN ini diatur di dalam PMK No.213/PMK.05/2013 dan
62
peraturan terdahulunya PMK No.171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. 7.
Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN SIMAK-BMN diselenggarakan melalui serangkaian prosedur baik manual maupun komputerisasi. Prosedur tersebut melibatkan dokumen sumber, organisasi akuntansi, dan proses akuntansi dalam rangka menghasilkan berbagai keluaran yang diperlukan baik dalam pengelolaan maupun pertanggungjawaban BMN.
B.
Model Berfikir Pelaksanaan SIMAK BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA 2015 Badan POM meliputi kegiatan pembentukan unit akuntansi, pengelola BMN, hardware dan software, kodefikasi dan klasifikasi, transaksi, kebijakan akuntansi, serta prosedur akuntansi dan pelaporan BMN dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pengelolaan BMN. Berdasarkan perihal tersebut di atas dapat dijelaskan pada gambar 2.6 berikut:
63
GAMBAR 2.6 MODEL BERFIKIR
Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
C.
Pertanyaan Penelitian
1.
Bagaimana pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dilihat dari aspek pembentukan unit akuntansinya?
2.
Bagaimana pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA ditinjau dari aspek pengelola BMN?
64
3.
Bagaimana kriteria Hardware dan Software SIMAK-BMN yang ada pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA?
4.
Bagaimana kesesuaian pelaksanaan kodefikasi dan klasifikasi BMN pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dibandingkan dengan ketentuan yang ada pada PMK No.213/KM.05/2013?
5.
Bagaimana pelaksanaan transaksi dalam akuntansi BMN pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA?
6.
Bagaimana pelaksanaan kebijakan akuntansi BMN yang diterapkan Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA?
7.
Bagaimana pelaksanaan prosedur akuntansi dan pelaporan BMN yang dijalankan pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA?
64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Metode Penelitian Berhasil atau tidaknya suatu penelitian ilmiah banyak ditentukan oleh
penggunaan metode yang dipilih. Pada hakekatnya metode penelitian merupakan alat yang dapat memberi panduan dalam mengarahkan agar dapat merumuskan gejala dan objek yang diteliti. Metodologi merupakan totalitas cara yang dipakai peneliti untuk menemukan kebenaran ilmiah. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (online) metode adalah cara yang telah diatur dengan baik-baik, sedangkan pengertian penelitian adalah dari kata dasar teliti, yang artinya cermat, hati-hati, ingat-ingat, meneliti artinya memeriksa atau menyelidiki dengan cermat, sedangkan penelitian artinya pemeriksaan yang teliti. Pengertian metodologi berkaitan dengan cara (metode). Metodologi adalah pengetahuan tentang cara-cara (science of methods). Dalam arti umum dan awam, metodologi biasanya digunakan untuk konteks apa saja, misalnya metodologi berfikir, metodologi pendidikan atau metodologi pengajaran. Tetapi dalam konteks penelitian “metodologi adalah totalitas cara untuk meneliti dan menemukan kebenaran” (Irawan, 2004:54). Disebut totalitas cara karena metodologi tidak hanya mengacu kepada metode penelitian, tetapi juga paradigma, pola pikir, metode pengumpulan
65
data, dan analisis data sampai dengan metode penafsiran temuan penelitian itu sendiri. Menurut Muis (2009:16), metodologi penelitian sebagai berikut, secara sempit dapat diartikan sebagai cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran seksama untuk mencapai suatu tujuan. Dalam arti luas adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari cara-cara melakukan pengamatan, dengan pemikiran yang tepat secara terpadu melalui tahapan-tahapan yang disusun secara ilmiah untuk mencari, menyusun serta menganalisis dan menyimpulkan data-data sehingga dapat digunakan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Menurut Sugiyono (1999:01), metodologi penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan cara-cara yang masuk akal, empiris berarti caracara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Pemilihan metodologi dalam suatu penelitian dimaksudkan agar tepat dan sesuai dengan fokus penelitiannya. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif atau explanatory. Pendekatan kualitatif berarti tergantung pada pengamatan manusia atau orang-orang yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Menurut Moleong (2006:6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan lain-lain, secara holistik dan dengan suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2006:4), “Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif,
66
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Dari definisi Bogdan dan Taylor berkaitan dengan pengertian metode kualitatif diketahui metode penelitian tersebut menghasilkan sebuah data deskriptif. Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa data deskriptif tersebut merupakan produk hasil dari model penelitian dengan pendekatan kualitatif. Sehingga dapat dikembangkan dari model pendekatan penelitian kualitatif yang masih luas areanya dipersempit menjadi penelitian deskriptif. Menurut Muis (2009:15), “penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyatakan suatu situasi secara sistematis dalam bidang tertentu yang menjadi pusat pemikiran si peneliti secara fakta”. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif dengan model pendekatan kualitatif adalah penelitian dengan memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan menggambarkan secara sistematis sejumlah variabel yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dan menghasilkan data dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dengan memanfaatkan metode ilmiah.
67
B.
Teknik Pengumpulan Data 1.
Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan penelitian dan fokus permasalahan maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan telaah dokumen, yang masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut: a.
Wawancara
Menurut Raco (2010:116), wawancara (interview) dilakukan untuk mendapatkan informasi yang tidak dapat diperoleh melalui observasi. Oleh karena itu peneliti harus mengajukan pertanyaan kepada partisipan. Metode wawancara adalah proses untuk memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara atau responden dengan orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Pada metode ini akan menggunakan pedoman wawancara sebagai instrumen, karena pedoman wawancara merupakan alur yang harus diikuti mulai dari awal sampai akhir wawancara dan berisi sederetan daftar pertanyaan mulai dari hal yang mudah dijawab sampai hal-hal yang lebih kompleks. Tujuan peneliti menggunakan teknik wawancara untuk mendapatkan data ditangan pertama (primer) langsung dari sumbernya,
68
sebagai pelengkap teknik pengumpulan data, dan menguji hasil pengumpulan data lainnya. Terkait dengan metode wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini, maka yang dipilih sebagai narasumber (key informant) adalah dari pihak internal yang ada diwilayah kerja bagian pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA (Deputi 1) Badan POM. Jumlah narasumber yang diperlukan adalah 3 (tiga) orang, yaitu Koordinator, Ketua, dan Anggota Unit Akuntansi Keuangan/Barang pada Satuan Kerja Deputi 1 tahun 2015. Ketiga orang narasumber tersebut dianggap sebagai narasumber yang berkompeten terkait dengan informasi pelaksanaan SIMAK-BMN dan cukup untuk mewakili Satuan Kerja Deputi 1. Secara lengkap daftar key informant disajikan dalam tabel berikut ini: TABEL 3.1 DAFTAR KEY INFORMANT
Sumber: SK KPA No.HK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015
69
Pemilihan narasumber di atas didasarkan atas pertimbangan bahwa pengurus BMN pada UAKPA/B Deputi I sebagai operator pihak internal yang
bertanggungjawab
melaksanakan
SIMAK-BMN
sehingga
mengetahui secara teknis kebijakan administrasi serta pelaksanaan akuntansi dan pelaporan SIMAK-BMN pada UAKPB Satker Deputi 1. b.
Observasi
Dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian. Peneliti secara langsung melihat dan menyaksikan bagaimana proses pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM. c.
Telaah Dokumen
Kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menelaah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah dan objek penelitian dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari berbagai dokumen yang berhubungan dengan pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM. 2.
Sumber Data
Menurut Webster’s New World Dictionary (Soetrisno, 2009:21), “data adalah fact or figure from which conclusions can be inferred (fakta-fakta dimana kesimpulan dapat ditarik)”.
70
Sedangkan menurut Gie (2000:23), data adalah ‘hal, peristiwa atau kenyataan lainnya apapun yang mengandung suatu pengertian untuk dijadikan dasar guna penyusunan keterangan, pembuatan kesimpulan atau penetapan keputusan’. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber data adalah suatu titik tolak untuk mendapatkan serangkaian informasi berupa yang berasal dari berbagai hal, peristiwa, fakta-fakta, dan tindakan yang
dapat
dijadikan
dasar
dalam
penyusunan
keterangan
dan
pembiuatan kesimpulan yang berguna dan terkait dengan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Kedua jenis data ini diharapkan dapat melengkapi, sehingga data yang diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan memiliki validitas. a.
Data Primer
Data primer adalah jenis data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber aslinya, data yang diambil dari sumber pertama di lapangan atau merupakan data yang didapatkan langsung dari key informant melalui metode wawancara. Bentuknya berupa kata-kata ataupun opini subjek serta tindakan orang-orang yang dijadikan sumber data dalam penelitian dan hasil observasi terhadap suatu kejadian atau kegiatan serta hasil pengujian. Sumber tertulis juga dapat merupakan sumber primer.
71
b.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau melalui
kegiatan
pencatatan
dan
pengkajian
dokumen-dokumen
pendukung di lokasi penelitian baik secara langsung maupun tidak langsung. Data sekunder biasanya digunakan sebagai pendukung data primer, oleh karena itu tidak diperbolehkan suatu penelitian hanya dengan menggunakan data sekunder sebagai satu-satunya sumber informasi. Pada penelitian ini, data bersumber dari berbagai dokumen yang berhubungan dengan pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM, diantaranya Aplikasi SIMAK-BMN, Laporan BMN Satker, Laporan Keuangan Satker, Laporan Persediaan, Laporan Inventarisasi, Berita Acara
Rekonsiliasi,
Laporan
Hasil
Pemeriksaan
BPK,
kumpulan
peraturan, artikel dalam internet, arsip, dan data tertulis lainnya terkait dengan informasi yang diperlukan.
C.
Prosedur Pengolahan Data 1.
Teknik Pengolahan Data
Proses pengolahan data berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi STIA LAN (2001:28), ”bahwa prosedur pengolahan data berisi penjelasan tentang tahapan pengolahan data (dari data mentah langsung
72
catatan lapangan sampai rapih dan siap untuk ditafsirkan) berdasarkan prosedur atau pentahapan yang sistematis”. Data hasil wawancara dikumpulkan, selanjutnya dirubah secara kualitatif memaparkan variabel yang ada serta permasalahannya. Adapun teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.
Mengumpulkan data yaitu data yang dikumpulkan berasal dari hasil wawancara dari telaah dokumen dan observasi.
b.
Mengklarifikasikan data, yaitu data yang diperoleh diurutkan dengan kajian yang diteliti, setelah itu diseleksi dan dikelompokkan sesuai dengan sumber datanya.
c.
Mengedit data yaitu data yang terkumpul, kemudian diteliti kebenarannya sehingga memudahkan proses penelitian selanjutnya.
d.
Menyajikan data yang telah dideskripsikan dengan kalimat kemudian diberikan beberapa penjelasan dan uraian berdasarkan pemikiran logis serta memberikan argumentasi dan menarik kesimpulan. 2.
Teknik Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, telaah dokumen yang sudah ditulis dalam transkrip wawancara, catatan lapangan, dokumen, peraturan, gambar, dan lain sebagainya. Data sebanyak itu dipelajari dan ditelaah kemudian penulis menganalisis data dengan cara:
73
a.
Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Reduksi data yaitu memilih data sesuai dengan hal-hal yang penting saja sesuai dengan fokus penelitian, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu. Data-data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil penelitian.
b.
Menyajikan data dilakukan dengan cara mengorganisasikan data yang sudah direduksi. Data tersebut mula-mula disajikan terpisah, tetapi
setelah
tindakan
terakhir
direduksi,
keseluruhan
data
dirangkum dan disajikan secara terpadu sehingga diperoleh sajian tunggal berdasarkan fokus penelitian. Jadi dengan penyajian data ini maka akan memudahkan peneliti dalam memahami apa yang terjadi dan sejauh mana data yang telah diperoleh, sehingga dapat menentukan langkah selanjutnya untuk melakukan tidakan lainnya. c.
Pengambilan keputusan kesimpulan dan verifikasi yaitu penulis berusaha mencari makna dari data yang diperolehnya (dari data yang diperoleh penulis mencoba mengambil kesimpulan dan disajikan secara tertulis berdasarkan masalah penelitian). Agar maksud dan tujuan penelitian dapat tercapai dengan baik, maka peneliti harus memperhatikan metode dan pendekatan penelitian yang sesuai.
d.
Melakukan pengujian hasil penelitian dengan triangulasi. “Triangulasi yaitu pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara
74
dan
berbagai
waktu”(Sugiyono,
2009:372).
Triangulasi
akan
meningkatkan kredibilitas dan validitas data karena menggunakan lebih dari satu perspektif sehingga kebenarannya terjamin. Kegiatan triangulasi dilakukan dengan cara: (a) mengecek data yang diperoleh dengan berbagai sumber; (b) menguji data dengan teknik yang berbeda.
75
BAB IV HASIL PENELITIAN
A.
Pembentukan Unit Akuntansi Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
NAPZA merupakan unit organisasi yang dipimpin oleh pejabat setingkat Eselon I, hal tersebut tertuang pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor: 02001/SK/KBPOM tanggal 26 Februari 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Keputusan Kepala Badan POM tersebut telah dilakukan penyesuaian melalui Keputusan Kepala Badan POM Nomor: HK.00.05.21.4231 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan POM Nomor: 02001/SK/KBPOM tahun 2001. Berdasarkan DIPA No.SP DIPA-063.01.1.445155/2015 tanggal 14 November 2014 secara tidak langsung Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA (Deputi I) sudah menjalankan fungsi sebagai Satuan Kerja. Dalam rangka melaksanakan DIPA tersebut dan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan fungsi Deputi I, diperlukan penunjukan/penetapan Kuasa Pengguna Barang (KPB). Pada tahun 2015 Kepala
Badan
POM
sebagai
Pengguna
Barang
(PB)
telah
menetapkan/menunjuk Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT sebagai KPB melalui Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.04.1.24.07.15.3262 tanggal 1 Juli 2015 Tentang Pelimpahan
76
Sebagian Wewenang Pengelolaan Barang Milik Negara Di Lingkungan Badan POM. Berdasarkan
Keputusan
Kepala
Badan
POM
RI
Nomor
HK.04.1.24.10.13.4702 tahun 2013 pada Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA (Deputi I), diketahui bahwa jumlah Satuan Kerja (satker) yang ada di lingkungan Kedeputian I hanya satu. Sehingga secara tidak langsung selain berfungsi sebagai unit eselon I, Deputi I juga berfungsi sebagai Satker (Satker pusat). Dalam rangka pelaksanaan pelaporan dan akuntansi BMN, maka harus dibentuk dua unit akuntansi yaitu UAPPB-E1 dan UAKPB. Hal tersebut dapat memenuhi struktur unit organisasi SIMAK-BMN dalam PMK No.213/PMK.05/2013. Pembentukan unit akuntansi merupakan hal yang sangat penting, mengingat dengan dibentuknya unit akuntansi maka tanggungjawab masing-masing unit dapat dibagi secara jelas. Namun saat ini Badan POM tidak memiliki struktur organisasi BMN di tingkat UAPPB-E1 disebabkan karena unit eselon 1 di lingkungan kerja Badan POM hanya terdiri dari satu Satker sehingga fungsi UAPPB-E1 dan UAKPB akan sama. Untuk itu organisasi akuntansi di tingkat pengguna barang Badan POM (UAPB) langsung membawahi UAKPB. Saat ini Badan POM juga tidak memiliki struktur organisasi BMN di tingkat UAPPB-W dikarenakan sistem koordinator wilayah tidak diterapkan pada organisasi Badan POM. Perihal di atas dijelaskan dalam Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan POM RI Revisi Ke-1 Tahun 2013. Perihal pembentukan unit organisasi di
77
atas juga didukung oleh penjelasan dalam Lampiran Bab III halaman 22 PMK No.213/PMK.05/2013 yang menyebutkan bahwa unit akuntansi pelaporan BMN tidak secara mutlak diterapkan untuk masing-masing kementerian
negara/lembaga.
Pembentukan
Unit
Akuntansi
dan
Pelaporan tersebut, harus disesuaikan dengan karakteristik masingmasing kementerian negara/lembaga khususnya dengan memperhatikan struktur organisasi kementerian negara/lembaga. Demikian juga ditambahkan oleh Ketua Unit Akuntansi Keuangan/Barang Deputi I bahwa: “Karena Eselon I di Badan POM ini hanya terdiri dari satu Satker, maka tugas dan kewajiban UAPPB-E1 dan UAKPB akan sama. Selain itu, Satker di daerah semua UAKPB jadi akan lebih seragam kalau semua Satker berkedudukan sebagai UAKPB”. Dalam pelaksanaan fungsi akuntansi dan pelaporan BMN tingkat UAKPB pada Satker Kedeputian I dipimpin oleh Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.04.1.24.07.15.3262 tanggal 1 Juli 2015 Tentang Pelimpahan Sebagian Wewenang Pengelolaan Barang Milik Negara Di Lingkungan Badan POM yang juga berkedudukan sebagai penanggungjawab
Unit
Penatausahaan
Kuasa
Pengguna
Barang
(UPKPB). UPKPB adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat Satker (Kuasa Pengguna Barang). Pada prinsipnya organisasi penatausahaan BMN sama dengan organisasi sistem akuntansi BMN, seperti yang telah disebutkan dalam Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan POM RI
78
Revisi Ke-1 Tahun 2013. Namun dari hasil observasi dan wawancara dengan key informant, diketahui bahwa Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT selain berlaku sebagai penanggung jawab UAKPB dan UPKPB juga sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Pernyataan
tersebut
dikuatkan
oleh
Anggota
Unit
Akuntansi
Keuangan/Barang Deputi I yang mengatakan bahwa: “Dalam rangka untuk mempermudah koordinasi dan pengurangan beban kerja pada masing-masing pegawai yang terkait, maka selain unit akuntansi dan barang digabung menjadi satu untuk pejabat penanggungjawabnya juga lebih baik orang yang sama”. Dari pernyataan-pernyataan di atas menggambarkan bahwa selain tidak adanya UAPPB-E1 di Deputi I juga terjadinya penggabungan struktur organisasi akuntansi UAKPA/B menjadi satu. Berikut ini gambaran struktur organisasi UAKPA/B pada Deputi I Tahun Anggaran 2015:
79
GAMBAR 4.1 STRUKTUR ORGANISASI UAKPA/B DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA PENANGGUNG JAWAB (KPA/B)
KOORDINATOR
KETUA
WAKIL KETUA
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
Keterangan: Penanggung Jawab Petugas Akuntansi BMN Sumber: SK KPA No.HK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015
80
B.
Pengelola BMN Dari hasil wawancara pengelola keuangan dan BMN khususnya
yang ada di Deputi I tidak memiliki kemampuan atau kompetensi yang merata dibidang keuangan negara, mengingat sebagian besar merupakan sarjana farmasi dan bidang ilmu kesehatan. Demikian juga ditambahkan oleh Koordinator Unit Akuntansi Keuangan/Barang Deputi I yang mengemukakan terkait background pendidikan dan kompetensi pegawai bahwa: “Dari yang saya ketahui pegawai yang bertugas di area kerja tata usaha atau tata operasional Deputi I ini mayoritas berlatar belakang pendidikan teknologi informasi. Bahkan bisa dihitung jari pengurus keuangan Satker dengan latar belakang disiplin ilmu ekonomi apalagi keuangan negara, hampir tidak ada". Selain itu berdasarkan informasi dari key informant juga, hal itu diperparah dengan adanya penanganan administrasi keuangan dan BMN diserahkan kepada pegawai honorer (non PNS). Sehingga akan relatif lebih sulit dalam melaksanakan tugas terkait dengan akuntansi dan pelaporan. Dalam rangka mengatasi kendala tersebut di atas, Koordinator Unit Akuntansi Keuangan/Barang Deputi I menambahkan jawaban sebagai berikut: “Pimpinan terkait sudah sering memberikan arahan untuk melakukan pembinaan terhadap pegawai di bidang keuangan negara khususnya akuntansi dan pelaporan BMN. Wujud pembinaan tersebut bisa berupa training, pelatihan, ataupun mengikuti workshop bidang BMN. Pembinaan tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan SIMAK-BMN berjalan seperti yang diharapkan, maka diperlukan juga penetapan
81
atau pembagian tugas setiap pegawai, sehingga jelas alur kegiatan, atau bisnis proses dalam pelaksanaan tugas”. Melalui
Surat
Keputusan
Kepala
Badan
POM
RI
No.HK.04.1.24.07.15.3262 tanggal 1 Juli 2015 Tentang Pelimpahan Sebagian Wewenang Pengelolaan Barang Milik Negara Di Lingkungan Badan POM menyampaikan dengan jelas pada Lampiran I bahwa Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT sebagai KPB pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA. Kemudian melalui Surat Keputusan (SK) Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan
POM
No.HK.05.02.312.3.01.15.099
Tahun
2015
tentang
Pembentukan Unit Akuntansi Keuangan dan Barang Pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA TA 2015 tanggal 8 Januari 2015, ditetapkan sejumlah pegawai sebagai koordinator, ketua, wakil ketua, dan anggota pengelola BMN di lingkungan Kedeputian I. Substansi dari SK tersebut, selain membentuk UAKPB juga menetapkan sejumlah personil (SDM). Hal tersebut untuk memperjelas tugas dan fungsi masing-masing pegawai/pejabat dalam melaksanakan SIMAKBMN. Namun hal yang berbeda disampaikan oleh Ketua Unit Akuntansi Keuangan/Barang Deputi I yang mengatakan bahwa: “Walaupun sudah ada SK yang jelas buat petugas BMN di Deputi I ini, tapi pekerjaan yang mereka kerjakan masih serabutan. Semua laporan memang beres tapi sering tidak tepat waktu”.
82
Berdasarkan penelaahan dokumen, diketahui bahwa pada Satker Deputi I tidak ada petugas BMN yang berperan sebagai verifikator sebagaimana
yang
disebutkan
dalam
PMK
No.213/PMK.05/2013.
Verifikator BMN hanya terdapat pada UAPB Badan POM. Selain itu petugas yang tercantum namanya dalam Surat Keputusan tersebut di atas tidak hanya bertugas dalam lingkup kerja pengelolaan BMN, namun juga mengerjakan tugas lain di masing-masing unit yang berbeda. Petugas SIMAK-BMN juga merangkap sebagai petugas di unit akuntansi keuangan Kedeputian I. Disini dapat dilihat bahwa terjadi tumpang tindih beban kerja yang tidak seimbang yang mungkin bisa berakibat tidak maksimalnya hasil kerja. Diperparah dengan keadaan bahwa pegawai yang mengerjakan pengelolaan BMN sebenarnya tidak sama dengan pegawai yang tercantum dalam Surat Keputusan sebagai petugas pengelola BMN.
C.
Hardware dan Software Perkembangan
Teknologi
Informasi
(TI)
yang
sangat
pesat
belakangan ini memberikan banyak kemudahan di lingkungan instansi pemerintahan. Hal tersebut telah dirasakan manfaatnya termasuk oleh Deputi I. Melalui observasi dan wawancara dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan SIMAK-BMN, Deputi I menggunakan software aplikasi yang dikembangkan oleh Ditjen Perbendaharaan-Kementerian Keuangan. Software yang dikembangkan untuk mendukung pelaksanaan akuntansi dan pelaporan BMN adalah software yang berbasis microsoft visual
83
foxpro. Pada aplikasi SIMAK-BMN terdapat dua sub-sub sistem, yaitu Sistem Akuntansi Aset Tetap dan Sistem Akuntansi Aset Lancar. Sistem Akuntansi Persediaan adalah menjadi bagian dari sub sistem SIMAKBMN. Untuk menjalankan aplikasi SIMAK-BMN diperlukan hardware yang memiliki
platform
spesifikasi
kemampuan
yang
cukup
memadai.
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis, diketahui bahwa Deputi I telah menyediakan hardware (PC) yang spesifikasinya sudah memadai untuk
digunakan
sebagai
perangkat
guna
mendukung
proses
pelaksanaan aplikasi SIMAK-BMN. Selanjutnya Ketua Unit Akuntansi Keuangan/Barang Deputi I menambahkan dengan mengatakan bahwa: “Bahkan untuk menunjang kinerja dan memfasilitasi pertukaran data dengan unit lain, baik secara internal maupun eksternal, Deputi I memiliki satu jaringan internet, wifi, dan satu jaringan LAN (Local Area Network)”.
D.
Klasifikasi dan Kodefikasi Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap BMN diklasifikasikan
dengan
cara
tertentu
sehingga
memberikan
kemudahan
dalam
pengelolaannya. PMK No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi
Barang
Milik
Negara
sebagai
pengganti
PMK
No.97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara membagi BMN dalam klasifikasi golongan, bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok.
84
Seperti yang telah dibahas dalam Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan POM RI Revisi Ke-1, pengkodean BMN diperlukan untuk memudahkan pencatatan dan pengendalian, BMN selain diberikan identifikasi berupa nama, juga diberikan identifikasi dalam bentuk kode. Pemberian
kode
BMN
sepenuhnya
mengacu
kepada
PMK
No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Untuk memberikan identitas, BMN diberikan nomor kode barang (ditambah nomor urut pendaftarannya) dan kode lokasi (ditambah tahun perolehannya). Berdasarkan hasil observasi dan penelaahan dokumen yang dilakukan oleh penulis, dapat diketahui bahwa seluruh BMN yang ada di lingkungan Deputi I diberikan identifikasi berupa nama barang beserta kode. Uraian nama dan kode BMN sudah terintegrasi dengan aplikasi SIMAK-BMN, sehingga pada saat penginputan data BMN ke dalam aplikasi, maka secara otomatis kodefikasi akan diberikan kepada BMN tersebut. Kemudian daftar kodefikasi BMN yang terintegrasi dengan aplikasi
SIMAK-BMN
sudah
sesuai
atau
mengacu
pada
PMK
No.29/PMK.06/2010. Skema kode identitas BMN dan kode lokasi yang ada dalam aplikasi SIMAK-BMN Deputi I adalah sebagai berikut:
85
GAMBAR 4.2 SKEMA KODEFIKASI BMN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK & NAPZA Kode PB Kode PPB-E1 Kode PPB-W Kode KPB Kode PKPB Jenis Kewenangan
XXX . XX. XXXX. XXXXXX. XXX.
KP. XXXX
Tahun Perolehan
X. XX. XX. XX. XXX. XXXXXX
Nomor urut pendaftaran Sub-sub kelompok Sub kelompok Kelompok Bidang Golongan Sumber: PMK No.29/PMK.06/2010
Sehingga kodefikasi BMN misalnya berupa notebook yang dimiliki Deputi I yang diperoleh tahun 2014. Pada saat perolehan barang tersebut nomor pencatatan terakhir untuk notebook yang dikuasai satuan kerja yang bersangkutan adalah 000038. Berdasarkan hal tersebut UAKPB memberikan label pada notebook tersebut sebagai berikut:
86
GAMBAR 4.3 CONTOH KODEFIKASI BMN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK & NAPZA
Sumber: Aplikasi SIMAK-BMN
Kodefikasi BMN sebagaimana di atas seharusnya dituliskan pada BMN terkait. Sehubungan dengan aspek pelabelan kode BMN Ketua Unit Akuntansi Keuangan/Barang Deputi I menyampaikan bahwa: “Pada umumnya kodefikasi BMN di Deputi I dibuat dalam label khusus yang ditempelkan pada BMN terkait. Tetapi berdasarkan jenis dan karakteristik BMN, maka tidak semua BMN dapat atau memungkinkan ditempeli/diberikan identitas BMN, misalnya tanah, gedung, dan lainnya”. Sehubungan dengan pemberian label pada BMN, dari hasil observasi ditemukan bahwa ada beberapa BMN yang labelnya masih menggunakan sistem kodefikasi yang lama dan belum diperbarui. Terkait dengan perihal pemberian label kode BMN yang belum diperbarui, dikonfirmasi oleh Ketua Unit Akuntansi Keuangan/Barang Deputi I yang menyampaikan bahwa: “Sebagian BMN yang dimungkinkan untuk diperbarui sticker/label kodefikasi (identitas) BMN, tetapi oleh kami belum diperbarui label kode barangnya dikarenakan keterbatasan tenaga kami sebagai pengelola BMN untuk pengecekan fisik label BMN. Selain sebagai pengelola BMN kami juga harus mengerjakan akuntansi dan pelaporan anggaran Deputi I. Namun kami sudah mengupdate kode
87
barang tersebut di aplikasi dan Laporan BMN. Sehingga proses penatausahaan BMN insyallah tidak akan mengalami kendala”.
E.
Transaksi BMN Seperti yang telah diuraikan pada bab II tentang tinjauan teori bahwa
transaksi dalam SIMAK-BMN yaitu: 1. Transaksi Saldo Awal Saldo awal merupakan saldo BMN pada awal tahun anggaran berjalan atau awal tahun mulai diimplementasikannya SIMAKBMN yang merupakan akumulasi dari seluruh transaksi BMN tahun sebelumnya atau merupakan BMN yang sampai dengan tahun pelaporan belum dilakukan proses pencatatan sehingga harus dilakukan pencatatan pada saldo awal. 2. Transaksi Perolehan BMN, meliputi Pembelian, Transfer Masuk, Hibah,
Rampasan, Penyelesaian Pembangunan, Pembatalan
Penghapusan,
Reklasifikasi
Masuk,
dan
Pelaksanaan
dari
Perjanjian/Kontrak. 3. Transaksi
Perubahan
BMN,
meliputi
Pengurangan,
Pengembangan, Perubahan Kondisi, dan Koreksi Perubahan Nilai/Kuantitas. 4. Transaksi Penyusutan BMN 5. Transaksi Penghapusan BMN, meliputi Penghapusan, Transfer Keluar, Hibah (keluar), Reklasifikasi Keluar.
88
Berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen yang dilakukan penulis, diketahui bahwa transaksi yang terdapat pada Deputi I selama TA 2015 semester I adalah sebagai berikut: 1. Transaksi Saldo Awal Transaksi saldo awal BMN sebelum koreksi pada Deputi I periode semester I TA 2015 total Rp 8.169.523.449,-. Sedangkan total saldo awal setelah koreksi adalah Rp 7.932.020.792,-. Nilai setelah koreksi diperoleh dari hasil koreksi audit tambah sebesar Rp 292.500,- dan koreksi audit kurang sebesar Rp 237.795.157,-. Koreksi audit tambah dan kurang terjadi pada komponen aset lancar bagian persediaan. Nilai tersebut di atas tercantum dalam Lampiran BAR Data BMN No. BAR-161/WKN.07/KNL.04/S1/2015. 2. Transaksi Perolehan BMN, meliputi: a. Transaksi Pembelian Transaksi pembelian pada Deputi I semester I TA 2015 sebesar Rp 468.505.529 yang terdiri dari barang konsumsi, bahan untuk pemeliharaan, dan materai. Data tersebut diperoleh dari Laporan BMN Deputi I Semester I TA 2015. b. Transfer Masuk Rincian perolehan BMN dari transaksi transfer masuk dalam Catatan Ringkas Barang Atas Laporan BMN Periode Semester I TA 2015 yang pertama adalah transfer masuk dari Satker Sektama dengan nomor BAST (Berita Acara Serah Terima):
89
063.01.0199.432731.5.2015 Tgl. 26 Mei 2015 berupa meja kerja kayu merk Uno dan kursi besi/metal merk Futura masing-masing sebanyak 22 buah dengan jumlah total Rp 36.135.000,-. Transfer masuk yang kedua masih dari Satker Sektama dengan No. BAST: 063.01.0199.432731.6.2015 Tgl. 22 Juni 2015 berupa meja kerja kayu merk Uno dan kursi besi/metal merk Futura masing-masing sebanyak 4 buah dengan jumlah total Rp 6.570.000,-. Transfer masuk yang ketiga dari Satker Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) berupa Buku Lainnya (Pedoman Penggunaan SIPT) dengan No. BAST: PR.01.05.74.01.15.0092 Tgl. 15 Januari 2015 dengan jumlah total Rp 2.100.000,-. Transfer masuk yang keempat
dari
Satker
Sektama
dengan
No.
BAST:
035/BAST/EVA/I/2015 Tgl. 23 Januari 2015 berupa Software SAP Cristal Dasboard Design sebanyak satu buah dengan jumlah total harga senilai Rp 7.150.000,-. c. Reklasifikasi Masuk Terdapat transaksi reklasifikasi masuk dari Aset Tetap ke Aset Lainnya yang tercantum dalam Catatan Ringkas Barang Atas Laporan BMN Periode Semester I TA 2015 sebesar Rp 195.369.300,- per 30 Juni 2015. 3. Transaksi Perubahan BMN meliputi: a. Pengembangan
90
Terdapat pengembangan nilai aset pada Aset Tak Berwujud berupa software senilai Rp 3.450.000,- yang tercantum dalam Catatan Ringkas Barang Atas Laporan BMN Periode Semester I TA 2015. b. Koreksi Perubahan Nilai/Kuantitas Terdapat transaksi tambah hasil opname fisik sebesar Rp 1.036.100,- dan transaksi kurang hasil opname fisik sebesar Rp 46.449.000,- yang telah diuraikan dalam Daftar Transaksi Persediaan Untuk Periode yang Berakhir Tanggal 30 Juni 2015 TA 2015. 4. Transaksi Penyusutan BMN Terdapat transaksi Akumulasi Penyusutan Peralatan dan Mesin sebesar Rp 10.408.468.277,- dan transaksi Akumulasi Aset Lainnya pada akun aset yang dihentikan dari penggunaaan operasional pemerintah sebesar Rp 270.519.300,- per 30 Juni 2015. Data tersebut tercantum dalam Neraca BMN per 30 Juni 2015. 5. Transaksi Penghapusan BMN Transaksi reklasifikasi keluar dari Aset Tetap ke Aset Lainnya yang tercantum dalam Catatan Ringkas Barang Atas Laporan BMN Periode Semester I TA 2015 sebesar Rp 195.369.300,- per 30 Juni 2015 yang terdiri dari LCD Projector/Infocus, UPS, Lap Top, printer, hardisk external, dan server.
91
F.
Kebijakan Akuntansi BMN Kebijakan akuntansi yang diterapkan Deputi I terkait BMN yang
dikuasainya
mencakup
pengakuan,
pengukuran,
penyajian,
dan
pengungkapan BMN ke dalam Laporan BMN dan Laporan Keuangan. Berdasarkan hasil observasi dan penelaahan dokumen Laporan BMN Semester I TA 2015 yang dilakukan oleh penulis, diketahui bahwa Deputi I tidak memiliki Aset Tetap berupa tanah, gedung dan bangunan, serta konstruksi dalam pengerjaan. Informasi tentang BMN yang diungkapkan dalam Laporan BMN hanya terkait dengan mesin dan peralatan, aset tetap lainnya, persediaan serta aset lainnya berupa aset tak berwujud dan aset
lain-lain.
Penyajian
BMN
dalam
Neraca
dengan
klasifikasi
sebagaimana diatur dalam PMK No.91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar. Pencatatan BMN dalam di dalam SIMAK-BMN menggunakan kodefikasi
sesuai
dengan
PMK
No.29/PMK.06/2010
tentang
Penggolongan dan Kodefikasi BMN yang teridiri dari golongan, bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok. Untuk panduan utama kebijakan akuntansi BMN Deputi I mengacu pada PP No.71 Tahun 2010 tentang
Standar
Akuntansi
Pemerintahan
(SAP)
dan
PMK
No.213/PMK.05/2013. Berdasarkan yang tercantum dalam Catatan Ringkas Barang Atas Laporan Kuasa Pengguna Barang Periode Semester I TA 2015, Deputi I telah melakukan pengukuran penyusutan BMN sesuai dengan PMK No.1/PMK.06/2013. Nilai yang dapat disusutkan atas BMN yang menjadi
92
objek penyusutan dibagi menjadi dua yaitu, nilai Aset Tetap yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2012, merupakan nilai buku per 31 Desember 2012. Sedangkan nilai Aset tetap yang diperoleh setelah 31 Desember 2012, merupakan nilai perolehan. Dalam hal terjadi perubahan nilai Aset Tetap sebagai akibat penambahan atau pengurangan kuantitas dan/atau nilai Aset Tetap, yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan, maka penambahan atau pengurangan tersebut diperhitungkan dalam nilai yang dapat disusutkan. Metode penyusutan yang digunakan atas seluruh BMN berupa Aset Tetap dilakukan dengan Metode Garis Lurus. Masa Manfaat atas BMN berupa Aset Tetap dalam rangka penerapan penyusutan mengacu pada Tabel Masa Manfaat I dan Tabel Masa Manfaat II sebagaimana ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan No.59/KMK.06/2013 tanggal 13 Maret 2013 tentang Tabel Masa Manfaat Dalam Rangka Penyusutan BMN Berupa
Aset
Tetap
Pada
Entitas
Pemerintah
Pusat.
Akumulasi
penyusutan disajikan dalam Neraca yang dicantumkan pada Laporan BMN.
G.
Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN SIMAK-BMN diselenggarakan melalui serangkaian prosedur baik
manual maupun otomatis (komputerisasi). Prosedur tersebut melibatkan dokumen sumber dalam proses akuntansi untuk menghasilkan berbagai keluaran
yang
diperlukan
baik
dalam
pengelolaan/penatausahaan
93
maupun pertanggungjawaban BMN. Berdasarkan hasil observasi dan penelaahan dokumen berupa Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan POM RI
Revisi Ke-1 Tahun 2013 dan Laporan BMN Deputi I
Semester I TA 2015 yang dilakukan oleh penulis, diperoleh informasi terkait prosedur akuntansi dan pelaporan BMN pada Deputi I sebagai berikut: a) Input Dokumen Sumber Untuk transaksi saldo awal, dokumen sumber yang diperlukan meliputi catatan dan atau Laporan BMN periode sebelumnya dan apabila diperlukan dapat dilakukan inventarisasi. Inventarisasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keberadaan fisik dari BMN. Selain itu, untuk memastikan kebenaran serta kesahihan dokumen sumber, diperlukan adanya prosedur berupa verifikasi dokumen sumber oleh petugas BMN unit terkait. Verifikasi dokumen sumber dilakukan dengan cara
mengidentifikasi
apakah
dokumen
sumber
telah
disetujui
(diotorisasi) serta diketahui oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang, juga mengidentifikasi keakuratan kodefikasi jenis BMN maupun nilai nominal BMN tersebut. Untuk transaksi perolehan/pengembangan, dokumen
sumber yang diperlukan meliputi BAST
BMN, bukti
kepemilikan BMN, SPM/SP2D, faktur pembelian, kuitansi, ADK, dan dokumen lain yang sah. Setelah dokumen sumber yang ada dinyatakan/diyakini
kebenarannya,
maka
dilakukan
proses
94
pencatatan/penginputan/perekaman data ke dalam aplikasi SIMAKBMN. b) Proses SIMAK-BMN Tingkat UAKPB Deputi I 1) Membukukan data transaksi BMN ke dalam Daftar Barang Intrakomptabel, Daftar Barang Ekstrakomptabel, dan Daftar Barang Persediaan berdasarkan dokumen sumber. 2) Membuat atau memutakhirkan KIB, DBR, dan DBL. 3) Melakukan proses penyusutan reguler pada setiap akhir semester. 4) Membuat Laporan BMN pada periode akhir semester. 5) Meminta pengesahan penanggung jawab UAKPB atas Laporan BMN. 6) Menyampaikan data transaksi BMN ke UAKPA selambat-lambatnya tanggal lima bulan berikutnya untuk penyusunan neraca tingkat UAKPA. Penyampaian ADK ke UAKPA untuk bulan Juni dan Desember dilengkapi pula dengan Catatan Ringkas BMN yang antara lain berisi kemungkinan masih adanya barang-barang yang bermasalah seperti tidak dapat dimasukkannya item BMN tertentu ke dalam aplikasi karena tabel barangnya belum mampu menampung nama barang tersebut meskipun sudah didekatkan dengan nama barang lain yang sudah ada dalam tabel. 7) Melakukan rekonsiliasi internal Laporan BMN dengan Laporan Keuangan. Prosedur rekonsiliasi dilakukan dalam rangka untuk meminimalisir terjadinya kesalahan/kekeliruan dalam pencatatan
95
BMN. Tetapi proses rekonsiliasi internal tersebut belum didukung dengan adanya BAR. 8) Menyampaikan Laporan BMN, ADK, dan Catatan Ringkas BMN ke UAPB, selambat-lambatnya sepuluh hari setelah berakhirnya suatu semester
dan
selambat-lambatnya
lima
belas
hari
setelah
berakhirnya tahun anggaran. 9) Selain harus melakukan prosedur rekonsiliasi internal, Satker Deputi I sebagai UAKPB juga harus melakukan rekonsiliasi data dengan KPKNL Jakarta IV setiap periode akhir semester. Prosedur rekonsiliasi eksternal ini sudah didukung dengan adanya BAR. 10) Mengarsipkan Laporan BMN dan seluruh data dukungnya secara tertib. c) Laporan SIMAK-BMN Tingkat KPB Keluaran/Laporan yang dihasilkan dari SIMAK-BMN tingkat UAKPB (semesteran dan tahunan) antara lain meliputi: 1) Neraca 2) Laporan Posisi Neraca di Persediaan 3) Laporan Persediaan 4) Laporan Mutasi Barang Persediaan 5) Daftar Transaksi Persediaan 6) Laporan Posisi Barang Milik Negara di Neraca 7) Catatan Ringkas Barang Milik Negara (CRBMN) 8) Laporan Barang Kuasa Pengguna Intrakomptabel
96
9) Laporan Barang Kuasa Pengguna Ekstrakomptabel 10) Laporan Barang Kuasa Pengguna Gabungan Intrakomptabel dan Ekstrakomptabel 11) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Aset Tak Berwujud 12) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Barang Bersejarah 13) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Konstruksi Dalam Pengerjaan 14) Laporan Daftar BMN Menurut Jenis Transaksi 15) Laporan CRBMN Kuasa Pengguna 16) Laporan Penyusutan BMN 17) Laporan Pengelolaan BMN Dari hasil observasi juga diperoleh informasi bahwa metode pengarsipan data-data terkait BMN, ADK BMN, dan data dukungnya, serta Laporan BMN belum diarsipkan secara terpusat dan rapi. Perihal tersebut diketahui penulis saat melakukan observasi langsung di lingkungan kerja Deputi I, penulis mengalami kendala dalam menemukan dokumendokumen tersebut dan bisa diperoleh tetapi dari pihak-pihak yang berbeda di unit kerja berbeda pula.
97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai penutup dari skripsi ini, berikut akan disampaikan kesimpulan dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Kemudian akan disampaikan pula saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dalam mencapai visi untuk menjadi institusi pengawas obat yang inovatif, kredibel, dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.
A.
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari pembahasan pada bab-
bab sebelumnya adalah: 1.
Pembentukan unit akuntansi SIMAK-BMN pada Satker Deputi I sudah dilaksanakan. Namun unit akuntansi yang sudah dibentuk secara formal hanyalah UAKPB. Walaupun UAKPB sudah dibentuk secara formal namun tugas dan fungsinya masih tumpang tindih dengan UAKPA.
2.
Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sudah secara formal melakukan penetapan pegawai pengelola BMN melalui SK Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan
Produk
Terapetik
dan
NAPZA
Badan
POM
No.HK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015 tentang Pembentukan
98
Unit Akuntansi Keuangan dan Barang Pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA TA 2015. Namun susunan pengelola BMN yang tercantum dalam SK tersebut tidak ada petugas pengelola BMN yang memiliki wewenang dan tugas sebagai verifikator SIMAK-BMN. Beban kerja petugas pengelolaan BMN juga belum fokus ke BMN. 3.
Hardware dan software SIMAK-BMN yang ada pada Satker Deputi I sudah
memenuhi
kriteria
pada
PMK
No.213/PMK.05/2013.
Dikarenakan software terkait dengan pelaksanaan akuntansi dan pelaporan BMN sudah pemberian dari Ditjen Perbendaharaan. Sedangkan hardware yang suport terhadap software tersebut sudah tersedia di Satker Kedeputian I. 4.
Klasifikasi dan kodefikasi BMN pada Satker Deputi I sudah sesuai dengan PMK No.213/PMK.05/2013. Pemberian label kodefikasi BMN terhadap BMN terkait perlu untuk lebih ditertibkan kembali, karena masih ada beberapa BMN yang memungkinkan untuk diperbarui label kodefikasi tetapi belum diperbarui labelnya.
5.
Transaksi BMN yang dilaksanakan Deputi I selama Semester I TA 2015 ada transaksi saldo awal; transaksi perolehan melalui pembelian, transfer masuk, dan reklasifikasi masuk; transaksi perubahan
meliputi
pengembangan
dan
koreksi
perubahan
nilai/kuantitas; transaksi penyusutan; dan transaksi penghapusan melalui reklasifikasi keluar.
99
6.
Kebijakan akuntansi BMN yang diterapkan Satker Deputi I semua sudah dicatat, diakui, dan disajikan dalam Laporan BMN Semester I TA 2015 dengan jelas dan terperinci hitungannya. Pengakuan barang intrakomptabel maupun ekstrakomptabel sudah secara otomatis dilakukan oleh aplikasi SIMAK-BMN.
7.
Prosedur akuntansi dan pelaporan BMN pada Satker Deputi I sebagian besar sudah dilaksanakan dan mengacu pada PMK No.213/PMK.05/2013. Semua item Laporan BMN telah dibuat dan telah disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa tata pengarsipan terkait dokumendokumen BMN belum terpusat dan rapi. Serta masih ada sesuatu yang kurang dari prosedur yang harus dilaksanakan, yaitu proses rekonsiliasi internal yang belum didukung dengan adanya Berita Acara Rekonsiliasi.
B.
Saran Dari beberapa kesimpulan di atas, maka penulis dapat memberikan
saran berupa: 1.
Satker Deputi diharapkan melakukan pemisahan yang jelas antara UAKPB, UPKPB, dan UAKPA. Terutama pada UAKPB dan UAKPA, sehingga nantinya bisa terwujud check and balance.
2.
Satker Deputi I diharapkan dapat secara formal juga menambahkan pengelola BMN yang bertugas sebagai verifikator tingkat satuan
100
kerja. Adanya pengawasan yang konsisten tentang pembagian tugas serta wewenang pada masing-masing pengelola BMN. Diharapkan juga petugas pengelola BMN yang ditunjuk adalah yang benar-benar berkompeten dibidang BMN. 3.
Memonitor terus kondisi hardware yang digunakan untuk aplikasi SIMAK-BMN. Diharapkan selalu meng-update aplikasi terbaru SIMAK-BMN tepat pada waktunya.
4.
Memperbarui
pelabelan
aset
dengan
peraturan
terkini
serta
memberikan label pada BMN yang jadi aset tepat pada waktunya. 5.
Diharapkan data transaksi dari masing-masing direktorat bisa terkumpul tepat waktu untuk memudahkan koordinator dalam proses input data Satker.
6.
Membuat BAR setiap melaksanakan rekonsiliasi baik dengan pihak internal maupun dengan pihak eksternal.
7.
Diharapkan pengarsipan data terkait laporan dan data dukung maupun ADK BMN dikoordinasikan dengan baik sehingga data tidak tercecer di masing-masing direktorat.
DAFTAR PUSTAKA A.
Referensi Buku
Abdullah, M.Sy., (1988), Perkembangan dan Penerapan Studi Implementasi (Action Research and Case Studies), Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Al Fatta, Hanif, (2009), Analisis dan Perancangan Sistem Informasi untuk Keunggulan Bersaing Perusahaan dan Organisasi Modern, Yogyakarta: Andi Offset. Arif, Bachtiar, dan Muchlis, Iskandar, (2002), Akuntansi Pemerintahan, Jakarta: Salemba Empat. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, (2013), Pedoman Penatausahaan Barang Milik Negara Badan POM RI Revisi Ke-1, Jakarta: Badan POM RI. Bodnar, George H, William S Hopwood, (2010), Accounting Information System, United State of America: Pearson Education, Inc., Publishing as Prentice Hall. Fees, Reev, dan Warren, (2008), Pengantar Akuntansi I Edisi 21, Terjemahan Aria Farahmita, Amanugraheni, Taufik Hendrawan, Jakarta: Salemba Empat. The Liang Gie, (2000), Administrasi Perkantoran, Yogyakarta: Modern Liberty. Horngren, Charles T., dan Harrison, Walter T., (2007), Akuntansi Jilid Satu Edisi Tujuh, Jakarta: Erlangga. Irawan, Prasetya, (2006), Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk IlmuIlmu Sosial, Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi UI. Jogiyanto, HM, (2005), Analisis dan Desain Sistem Informasi: Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis, Yogyakarta: Andi Offset. Moleong, Lexy J., (2006), Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. Muis, Moh. Sidik Priadana Salaudin, (2009), Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Jakarta: Graha Ilmu.
National Comittee on Governmental Accounting (NCGA), (1998), Governmental Accounting, Auditing, And Financial Reporting, Chicago: NCGA. Raco, J. R., (2010), Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Romney, Marshall B., Steinbart, Paul John, (2009), Accounting Information System Eleventh Edition, New Jersey: Pearson Education, Inc., Publishing as Prentice Hall. Soetrisno, (2009), Manajemen Perkantoran Modern, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. STIA-LAN, (2001), Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Sugiyono, (1999), Statistik Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta. ................., (2009), Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta. Sunggono, Bambang, (1994), Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Jakarta: Sinar Grafika. Sutabri, Tata, (2003), Analisa Sistem Informasi, Yogyakarta: Andi Offset. Usman, Nurdin, (2002), Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wilkinson, Joseph, (2010), Sistem Akuntansi dan Informasi, Alih Bahasa Agus Maulana, Edisi Ketiga Jilid Satu, Jakarta: Erlangga. Winarno, Budi, (2002), Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.
B.
Perundang-Undangan
Keputusan Kepala BAKUN Nomor KEP-09/AK/2002 Tentang Sistem Akuntansi Aset Tetap. Keputusan Kepala BPOM RI Nomor HK.04.1.24.12.13.6072 Tahun 2013 tentang Penerapan Pedoman Penatausahaan BMN BPOM.
Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.04.1.24.07.15.3262 tanggal 1 Juli 2015 Tentang Pelimpahan Sebagian Wewenang Pengelolaan Barang Milik Negara Di Lingkungan Badan POM. Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM Nomor HK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Unit Akuntansi Keuangan dan Barang Pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA TA 2015. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 14/KM.6/2015 Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara.
Tentang
Peraturan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-07/KN/2009 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Rekonsiliasi Data Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyusunan Laporan Barang Milik Negara dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 08 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 Tentang Sistem Akuntansi Barang Milik Negara. Peraturan Menteri Keuangan Nomor Penatausahaan Barang Milik Negara.
120/PMK.06/2007
Tentang
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 Tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Peraturam Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.06/2010 Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara.
Tentang
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011 Tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 Tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
C.
Website/ Internet
Online:https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/detail/erabarupengelolaanbmn Diakses: 04 Mei 2015. Online: https://www/bpk.go.id/lkpp Diakses 10 September 2015. Online: http://www.kbbi.web.id Diakses 18 September 2015.
MATRIKS PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN
Lampiran I
PEDOMAN WAWANCARA
A. Pembentukan Unit Akuntansi 1. Pembentuk unit akuntansi Barang Milik Negara (BMN) Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Peroduk Terapetik dan NAPZA (Deputi I) pada tahun 2015. 2. Dasar pembentukan unit akuntansi BMN Satker Deputi I.
B. Pengelola BMN 1. Penunjukan petugas pengelola SIMAK-BMN unit akuntansi BMN Satker Deputi I. 2. Pembagian tugas dan wewenang dalam pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi I. C. Hardware dan Software 1. Aplikasi yang digunakan Satker Deputi I dalam rangka melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN. 2. Hardware yang dimiliki Deputi I dalam rangka menjalankan software aplikasi SIMAK-BMN. 3. Fasilitas penunjang lainnya yang dimiliki Satker Deputi I dalam rangka melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN.
D. Kodefikasi dan Klasifikasi BMN 1. Metode yang digunakan untuk pengklasifikasian dan pemberian kodefikasi BMN yang ada di Satker Deputi I. 2. Kesesuaian pengklasifikasian dan pemberian kode BMN pada Satker Deputi I dengan PMK No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi BMN.
Lampiran I
E. Transaksi BMN 1. Jenis transaksi-transaksi yang terkait BMN yang dilaksanakan oleh Satker Deputi I.
F. Kebijakan Akuntansi BMN 1. Kebijakan akuntansi terhadap BMN yang dilaksanakan pada Satker Deputi I dibandingkan dengan peraturan yang berlaku untuk akuntansi BMN pemerintah pusat.
G. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN 1. Prosedur akuntansi dan pelaporan BMN pada Satker Deputi I. 2. Kegiatan rekonsiliasi Laporan BMN Satker Deputi I dengan pihak internal dan eksternal. 3. Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) internal dan eksternal. 4. Penyusunan Laporan BMN Satker Deputi I. 5. Pengiriman Laporan BMN dan ADK ke unit akuntansi yang ada di atasnya.
Lampiran II
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA Identitas Key Informant Nama
: Mochamad Lanjar Sayoga, S.Kom
NIP.
: 19821227 200501 1 001
Jabatan
: Koordinator Unit Akuntansi Keuangan/Barang
Unit Kerja
: Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT
Daftar Pertanyaan dan Jawaban A. Pembentukan Unit Akuntansi 1. Apakah pada tahun 2015 Deputi I sudah membentuk unit akuntansi BMN? “Sudah, tapi cuma UAKPB. Deputi I UAKPB dan UAKPA sama saja unitnya. KPA dan KPB juga dijabat satu orang”. 2. Jika belum dibentuk, beri penjelasan mengapa belum dibentuk! 3. Jika sudah dibentuk, apa dasar pembentukannya? “Ada Surat Keputusan yang diterbitkan KPA, coba nanti dikonfirmasi ke pak Yusran langsung. Seinget saya berkasnya ada di dia”.
B. Pengelola BMN 1. Apakah pada tahun 2015 Deputi I sudah menunjuk petugas pengelola SIMAK-BMN? “Sudah”. 2. Bagaimana pembagian tugas dalam pelaksanaan SIMAK-BMN? “Kami mengerjakan semuanya bersama-sama, tapi realitanya porsi terbesar ada di ketua karena dia operator utama aplikasi. Sebenarnya kalau boleh menambahkan, dari yang saya ketahui pegawai yang bertugas di area kerja tata usaha atau tata operasional Deputi I ini mayoritas berlatar belakang pendidikan teknologi informasi. Bahkan bisa dihitung jari pengurus keuangan Satker dengan latar belakang
Lampiran II
disiplin ilmu ekonomi apalagi keuangan negara, hampir tidak ada. Jadi mungkin kami paham tentang aplikasi tapi sisi akuntansinya kami tidak bisa membeikan jaminan”. “Kalau boleh saya tambahkan lagi, pimpinan terkait sudah sering memberikan arahan untuk melakukan pembinaan terhadap pegawai di bidang keuangan negara khususnya akuntansi dan pelaporan BMN. Wujud pembinaan tersebut bisa berupa training, pelatihan, ataupun mengikuti workshop bidang BMN. Pembinaan tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan SIMAK-BMN berjalan seperti yang diharapkan, maka diperlukan juga penetapan atau pembagian tugas setiap pegawai, sehingga jelas alur kegiatan, atau bisnis proses dalam pelaksanaan tugas”. C. Hardware dan Software 1. Apakah Deputi I dalam rangka melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN menggunakan aplikasi yang diterbitkan Kementerian Keuangan? “Iya, itu sudah prosedur”. 2. Jika tidak, aplikasi apa yang digunakan dan siapa pengembang aplikasi tersebut? 3. Apakah hardware yang dimiliki Deputi I sudah memenuhi kriteria yang diperlukan dalam rangka menjalankan software tersebut? “Saya rasa PC yang kami punya sudah cukup memadai”. 4. Apakah Deputi I memiliki fasilitas penunjang lainnya yang dalam rangka pelaksanaan akuntansi dan pelaporan BMN? “Ada LAN, wifi juga ada dari PIOM”.
D. Kodefikasi dan Klasifikasi BMN 1. Bagaimana metode yang digunakan untuk pengklasifikasian dan pemberian kodefikasi BMN yang ada di Deputi I? “Klasifikasi dan kodefikasi sudah otomatis dari aplikasinya”.
Lampiran II
2. Apakah semua BMN yang ada di Deputi I sudah diklasifikasikan dan diberi kodefikasi sesuai dengan PMK No.29/PMK.06/2010? “Sudah, kecuali mungkin barang yang sudah ada tapi proses pengadaannya belum beres”. 3. Jika belum berikan alasannya!
E. Transaksi BMN 1. Apa saja jenis transaksi-transaksi yang terkait BMN yang dilaksanakan oleh Deputi I? “Persediaan yang jelas selalu ada, sisanya tentang peralatan dan mesin beserta penyusutannya, saldo awal. Itu sih yang rutin ada”. 2. Apakah semua transaksi yang terkait dengan BMN yang dilaksanakan oleh Deputi I sudah di input sesuai dengan jenis transaksi yang ada? “Untuk masalah pelaksanaan penginputan transaksi BMN akan lebih jelas mungkin oleh pak Ketua selaku operator langsung”.
F. Kebijakan Akuntansi BMN 1. Bagaimana kebijakan akuntansi terhadap BMN yang dilaksanakan pada Deputi I dibandingkan dengan peraturan yang berlaku untuk akuntansi BMN pemerintah pusat? “Saya rasa kami sudah mengikuti kebijakan yang berlaku saat ini karena pedoman yang kami gunakan juga jelas dan kami juga selalu mengupdate peraturan”.
G. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN 1. Apakah Deputi I sudah teratur melakukan rekonsiliasi dengan KPKNL setiap periode? “Sudah”. 2. Jika perihal tersebut di atas sudah dilaksanakan, apakah sudah didukung dengan adanya Berita Acara Rekonsiliasi (BAR)?
Lampiran II
“BAR ada. Biasanya juga dicantumkan dalam Laporan BMN”. 3. Apakah UAKPB melakukan rekonsiliasi internal dengan UAKPA? “Kami ada sinkronisasi data BMN dan keuangan di internal Deputi I”. 4. Jika perihal tersebut di atas sudah dilaksanakan, apakah sudah didukung dengan adanya BAR? “Untuk rekonsiliasi internal kami belum membuat BARnya”. 5. Apakah UAKPB melakukan pengiriman laporan BMN dan ADK ke unit akuntansi yang ada di atasnya? “Laporan BMN kami kirimkan juga ke UAPB “. 6. Apakah Satker Deputi I melakukan penatausahaan BMN dengan tertib, yang ditandai diantaranya dengan memberikan label pada BMN serta mengarsipkan data terkait dan laporan-laporan BMN? “Kami
sudah
berusaha
memenuhi
dengan
maksimal
tentang
penatausahaan BMN. Untuk masalah pelabelan juga sudah kami laksanakan, sedangkan pengarsipan kami memang masih jauh dari rapi tapi setidaknya dokumennya sudah lengkap”. 7. Apakah Satker Deputi I menyusun semua jenis Laporan BMN? “Semua jenis Laporan BMN sudah kami susun karena semua memang terintegrasi dengan aplikasi SIMAK-BMN”
Lampiran II
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA Identitas Key Informant Nama
: Yusran Harsyam, S.Kom
NIP.
: 19860626 201012 1 005
Jabatan
: Ketua Unit Akuntansi Keuangan/Barang
Unit Kerja
: Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
Daftar Pertanyaan dan Jawaban A. Pembentukan Unit Akuntansi 1. Apakah pada tahun 2015 Deputi I sudah membentuk unit akuntansi BMN? “Sudah, tapi di kami cuma ada UAKPB. Itupun pengurusnya juga sama dengan UAKPA. Karena Eselon I di Badan POM ini hanya terdiri dari satu Satker, maka tugas dan kewajiban UAPPB-E1 dan UAKPB akan sama. Selain itu, Satker di daerah semua UAKPB jadi akan lebih seragam kalau semua Satker berkedudukan sebagai UAKPB”. 2. Jika belum dibentuk, beri penjelasan mengapa belum dibentuk! 3. Jika sudah dibentuk, apa dasar pembentukannya? “Kami ada SK KPA tentang itu, lebih detailnya nanti saya berikan copynya”.
B. Pengelola BMN 1. Apakah pada tahun 2015 Deputi I sudah menunjuk petugas pengelola SIMAK-BMN? “Sudah. Walaupun sudah ada SK yang jelas buat petugas BMN di Deputi I ini, tapi pekerjaan yang mereka kerjakan masih serabutan. Semua laporan memang beres tapi sering tidak tepat waktu”. 2. Bagaimana pembagian tugas dalam pelaksanaan SIMAK-BMN?
Lampiran II
“Sebenernya tugas sudah tercantum jelas di SK, namun kami masih membutuhkan banyak bantuan dari teman-teman non PNS”. C. Hardware dan Software 1. Apakah Deputi I dalam rangka melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN menggunakan aplikasi yang diterbitkan Kementerian Keuangan? “Iya dari awal kami menggunakan aplikasi tersebut karena juga memang sudah menjadi prosedur wajib”. 2. Jika tidak, aplikasi apa yang digunakan dan siapa pengembang aplikasi tersebut? 3. Apakah hardware yang dimiliki Deputi I sudah memenuhi kriteria yang diperlukan dalam rangka menjalankan software tersebut? “Hardware yang kami miliki sudah support penuh untuk aplikasi BMN. Karena kami berusaha untuk menggunakan perangkat yang ter-update agar setiap aplikasi di update, perangkat yang kami gunakan tetap support”. 4. Apakah Deputi I memiliki fasilitas penunjang lainnya yang dalam rangka pelaksanaan akuntansi dan pelaporan BMN? “Tentu saja kami punya. Untuk menunjang kinerja dan memfasilitasi pertukaran data dengan unit lain, baik secara internal maupun eksternal, kami memiliki satu jaringan internet, wifi, dan satu jaringan LAN (Local Area Network)”.
D. Kodefikasi dan Klasifikasi BMN 1. Bagaimana metode yang digunakan untuk pengklasifikasian dan pemberian kodefikasi BMN yang ada di Deputi I? “Pemberian kode dan klasifikasi BMN sudah secara otomatis diberikan di aplikasinya saat kita melakukan input nama barangnya selain itu kami juga mengikuti apa yang telah di atur dalam Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan POM”.
Lampiran II
2. Apakah semua BMN yang ada di Deputi I sudah diklasifikasikan dan diberi kodefikasi sesuai dengan PMK No.29/PMK.06/2010? “Kami sudah melaksanakan pengklasifikasian dan kodefikasi BMN sesuai sistem aplikasi dan peraturan yang berlaku saat ini, yaitu PMK yang disebutkan”. 3. Jika belum berikan alasannya!
E. Transaksi BMN 1. Apa saja jenis transaksi-transaksi yang terkait BMN yang dilaksanakan oleh Deputi I? “Untuk jenis transaksi mungkin akan lebih jelasnya jika anda membaca langsung pada Laporan BMN kami Semester I kemaren. Nanti akan saya pinjamkan untuk membantu memberikan informasi yang anda butuhkan”. 2. Apakah semua transaksi yang terkait dengan BMN yang dilaksanakan oleh Deputi I sudah di input sesuai dengan jenis transaksi yang ada? “Semua transaksi sudah kami input, penjelasan mengenai catatancatatan terkait transaksi bisa dilihat pada Laporan BMN”.
F. Kebijakan Akuntansi BMN 1. Bagaimana kebijakan akuntansi terhadap BMN yang dilaksanakan pada Deputi I dibandingkan dengan peraturan yang berlaku untuk akuntansi BMN pemerintah pusat? “Karena sudah merupakan keluaran aplikasi SIMAK-BMN maka saya kira itu sudah disesuaikan dengan kebijakan akuntansi yang berlaku sekarang”.
G. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN 1. Apakah Deputi I sudah teratur melakukan rekonsiliasi dengan KPKNL setiap periode?
Lampiran II
“Rekon dengan KPKNL sudah dilaksanakan setiap akhir periode semester”. 2. Jika perihal tersebut di atas sudah dilaksanakan, apakah sudah didukung dengan adanya Berita Acara Rekonsiliasi (BAR)? “Untuk rekon dengan KPKNL sudah ada BARnya”. 3. Apakah UAKPB melakukan rekonsiliasi internal dengan UAKPA? “Kami ada sinkronisasi dan update data dengan data keuangan deputi. Mekanisme tersebut sama dengan rekon”. 4. Jika perihal tersebut di atas sudah dilaksanakan, apakah sudah didukung dengan adanya BAR? “Untuk rekon internal kami belum ada bikin BARnya, mungkin rencana mulai tahun depan akan dibikin rekon setiap bulan dan sudah dilengkapi dengan BAR”. 5. Apakah UAKPB melakukan pengiriman laporan BMN dan ADK ke unit akuntansi yang ada di atasnya? “Kami melakukan pengiriman data ke UAPB setiap akhir periode semester sebelum melakukan rekon dengan KPKNL”. 6. Apakah Satker Deputi I melakukan penatausahaan BMN dengan tertib, yang ditandai diantaranya dengan memberikan label pada BMN serta mengarsipkan data terkait dan laporan-laporan BMN? “Sejauh ini sudah lumayan walaupun tidak bisa dipungkiri masih ada kekurangan
disana-sini.
Mungkin
saya
akan
menginformasikan
masalah pelabelan saja, karena kebetulan saya langsung yang menanganinya. Pada umumnya kodefikasi BMN di Deputi I dibuat dalam label khusus yang ditempelkan pada BMN terkait. Tetapi berdasarkan jenis dan karakteristik BMN, maka tidak semua BMN dapat atau memungkinkan ditempeli/diberikan identitas BMN, misalnya tanah, gedung, dan lainnya. Sebagian BMN yang dimungkinkan untuk diperbarui sticker/label kodefikasi (identitas) BMN, tetapi oleh kami belum diperbarui label kode barangnya dikarenakan keterbatasan
Lampiran II
tenaga kami sebagai pengelola BMN untuk pengecekan fisik label BMN. Selain sebagai pengelola BMN kami juga harus mengerjakan akuntansi dan pelaporan anggaran Deputi I. Namun kami sudah mengupdate kode barang tersebut di aplikasi dan Laporan BMN. Sehingga proses penatausahaan BMN insyallah tidak akan mengalami kendala”. 7. Apakah Satker Deputi I menyusun semua jenis Laporan BMN? “Semua laporan telah disusun dari jenis laporan yang dihasilkan dari aplikasi BMN”.
Lampiran II
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA Identitas Key Informant Nama
: Siti Masyitoh, S.Kom
NIP.
: 19820103 200712 2 001
Jabatan
: Anggota Unit Akuntansi Keuangan/Barang
Unit Kerja
: Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi
Daftar Pertanyaan dan Jawaban A. Pembentukan Unit Akuntansi 1. Apakah pada tahun 2015 Deputi I sudah membentuk unit akuntansi BMN? “Sudah. Unit akuntansi keuangan dan barang jadi satu di Deputi kami dengan petugas yang sama pula. Hal itu mungkin dalam rangka untuk mempermudah koordinasi dan pengurangan beban kerja pada masingmasing pegawai yang terkait, maka selain unit akuntansi dan barang digabung menjadi satu untuk pejabat penanggungjawabnya juga lebih baik orang yang sama”. 2. Jika belum dibentuk, beri penjelasan mengapa belum dibentuk! 3. Jika sudah dibentuk, apa dasar pembentukannya? “Ada Surat Keputusannya namun saya lupa nomor berapa, mungkin bisa dikonfirmasi ke koordinatornya”.
B. Pengelola BMN 1. Apakah pada tahun 2015 Deputi I sudah menunjuk petugas pengelola SIMAK-BMN? “Sudah” 2. Bagaimana pembagian tugas dalam pelaksanaan SIMAK-BMN? “Pembagian tentang tugas apa yang harus kami laksanakan tercantum dalam SK yang saya sebutkan tadi”.
Lampiran II
C. Hardware dan Software 1. Apakah Deputi I dalam rangka melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN menggunakan aplikasi yang diterbitkan Kementerian Keuangan? “Iya kami menggunakan aplikasi tersebut”. 2. Jika tidak, aplikasi apa yang digunakan dan siapa pengembang aplikasi tersebut? 3. Apakah hardware yang dimiliki Deputi I sudah memenuhi kriteria yang diperlukan dalam rangka menjalankan software tersebut? “PC atau laptop yang kami gunakan untuk aplikasi SIMAK-BMN semua sudah support penuh”. 4. Apakah Deputi I memiliki fasilitas penunjang lainnya yang dalam rangka pelaksanaan akuntansi dan pelaporan BMN? “Mungkin seperti wifi dan internet jaringan dari PIOM”.
D. Kodefikasi dan Klasifikasi BMN 1. Bagaimana metode yang digunakan untuk pengklasifikasian dan pemberian kodefikasi BMN yang ada di Deputi I? “Klasifikasi dan kodefikasi BMN sudah otomatis dari aplikasi SIMAKBMN”. 2. Apakah semua BMN yang ada di Deputi I sudah diklasifikasikan dan diberi kodefikasi sesuai dengan PMK No.29/PMK.06/2010? “Seinget saya sudah sesuai, mungkin bisa di cek melalui Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan POM. Kami mengacu kesitu, nanti disitu akan tercantum PMK yang digunakan seharusnya”. 3. Jika belum berikan alasannya!
E. Transaksi BMN 1. Apa saja jenis transaksi-transaksi yang terkait BMN yang dilaksanakan oleh Deputi I?
Lampiran II
“Yang jelas persediaan dan saldo awal akan selalu ada, selebihnya bisa di cek di Laporan BMN kami semester kemaren, mungkin anda bisa menghubungi pak Ketua”. 2. Apakah semua transaksi yang terkait dengan BMN yang dilaksanakan oleh Deputi I sudah di input sesuai dengan jenis transaksi yang ada? “Seharusnya sudah karena kami sudah melakukan rekon internal dan eksternal pada akhir periode semester I untuk semua transaksi yang terjadi pada semester I”.
F. Kebijakan Akuntansi BMN 1. Bagaimana kebijakan akuntansi terhadap BMN yang dilaksanakan pada Deputi I dibandingkan dengan peraturan yang berlaku untuk akuntansi BMN pemerintah pusat? “Karena laporannya merupakan hasil keluaran sistem, bisa dipastikan sudah disesuaikan dengan peraturan yang berlaku sekarang”.
G. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN 1. Apakah Deputi I sudah teratur melakukan rekonsiliasi dengan KPKNL setiap periode? “Iya, kami tertib melaksanakan rekon dengan KPKNL Jakarta IV setiap akhir periode semester”. 2. Jika perihal tersebut di atas sudah dilaksanakan, apakah sudah didukung dengan adanya Berita Acara Rekonsiliasi (BAR)? “Sudah didukung dengan BAR untuk rekon ekternal tersebut”. 3. Apakah UAKPB melakukan rekonsiliasi internal dengan UAKPA? “Iya kami juga saling bertukar data dan mencocokkannya”. 4. Jika perihal tersebut di atas sudah dilaksanakan, apakah sudah didukung dengan adanya BAR? “Untuk rekon internal ini belum ada BARnya”.
Lampiran II
5. Apakah UAKPB melakukan pengiriman laporan BMN dan ADK ke unit akuntansi yang ada di atasnya? “Pengiriman laporan dan data ke UAPB pada akhir periode semester”. 6. Apakah Satker Deputi I melakukan penatausahaan BMN dengan tertib, yang ditandai diantaranya dengan memberikan label pada BMN serta mengarsipkan data terkait dan laporan-laporan BMN? “Kami sudah memberikan label pada BMN yang jadi aset tetap, datadata
juga
pengarsipan
sudah masih
diarsipkan
namun
terkendala
memang
tempat
dan
untuk
masalah
tenaga
yang
mengerjakannya”. 7. Apakah Satker Deputi I menyusun semua jenis Laporan BMN? “Semua jenis laporan sudha disusun dan memang langsung ada dari aplikasi”.
Lampiran III
PEDOMAN OBSERVASI
A. Pembentukan Unit Akuntansi 1. Pembentuk unit akuntansi Barang Milik Negara (BMN) Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Peroduk Terapetik dan NAPZA (Deputi I) pada tahun 2015. 2. Dasar pembentukan unit akuntansi BMN Satker Deputi I.
B. Pengelola BMN 1. Penunjukan petugas pengelola SIMAK-BMN unit akuntansi BMN Satker Deputi I. 2. Pembagian tugas dan wewenang dalam pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi I. C. Hardware dan Software 1. Aplikasi yang digunakan Satker Deputi I dalam rangka melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN. 2. Hardware yang dimiliki Deputi I dalam rangka menjalankan software aplikasi SIMAK-BMN. 3. Fasilitas penunjang lainnya yang dimiliki Satker Deputi I dalam rangka melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN.
D. Kodefikasi dan Klasifikasi BMN 1. Metode yang digunakan untuk pengklasifikasian dan pemberian kodefikasi BMN yang ada di Satker Deputi I. 2. Kesesuaian pengklasifikasian dan pemberian kode BMN pada Satker Deputi I dengan PMK No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi BMN.
Lampiran III
E. Transaksi BMN 1. Jenis transaksi-transaksi yang terkait BMN yang dilaksanakan oleh Satker Deputi I.
F. Kebijakan Akuntansi BMN 1. Kebijakan akuntansi terhadap BMN yang dilaksanakan pada Satker Deputi I dibandingkan dengan peraturan yang berlaku untuk akuntansi BMN pemerintah pusat.
G. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN 1. Prosedur akuntansi dan pelaporan BMN pada Satker Deputi I. 2. Kegiatan rekonsiliasi Laporan BMN Satker Deputi I dengan pihak internal dan eksternal. 3. Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) internal dan eksternal. 4. Penyusunan Laporan BMN Satker Deputi I. 5. Pengiriman Laporan BMN dan ADK ke unit akuntansi yang ada di atasnya.
Lampiran IV
TRANSKRIP HASIL OBSERVASI
Hal-hal yang akan diobservasi adalah pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA (Deputi I). Berikut hasil observasi yang diperoleh terkait pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi I Semester I TA 2015. 1.
Pembentukan Unit Akuntansi Deputi I belum membentuk UAPPB-E1, karena berdasarkan Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan POM, Badan POM tidak memiliki struktur organisasi BMN di tingkat UAPPB-E1 disebabkan karena unit eselon 1 di lingkungan kerja Badan POM hanya terdiri dari satu Satker sehingga fungsi UAPPB-E1 dan UAKPB akan sama.
2.
Pengelola BMN Petugas pengelola BMN pada Satker Deputi I masih memiliki beban kerja yang utama selain sebagai pengelola BMN pada unit-unit kerja yang berbeda-beda di lingkungan Kedeputian I. Penanggung jawab UAKPB merangkap juga sebagai KPA.
3.
Hardware dan Software Deputi I dalam rangka melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN sudah menggunakan aplikasi SIMAK-BMN dan aplikasi Persediaan yang diterbitkan Kementerian Keuangan. Hardware yang dimiliki Deputi I sudah memenuhi kriteria yang diperlukan dalam rangka menjalankan software tersebut. Deputi I juga memiliki fasilitas penunjang lainnya yang dalam rangka pelaksanaan akuntansi dan pelaporan BMN berupa laptop, wifi, jaringan internet kabel, dan LAN.
4.
Kodefikasi dan Klasifikasi BMN Pengklasifikasian dan pemberian kodefikasi BMN yang ada di Deputi I sudah terintegrasi otomatis dengan aplikasi SIMAK-BMN. Untuk BMN yang menjadi aset diberikan kode label.
5.
Transaksi BMN
Lampiran IV
Selama semester I TA 2015 pada Deputi I terdapat transaksi saldo awal; transaksi perolehan melalui pembelian, transfer masuk, dan reklasifikasi masuk; transaksi perubahan meliputi pengembangan dan koreksi perubahan nilai/kuantitas; transaksi penyusutan; dan transaksi penghapusan melalui reklasifikasi keluar. Semua transaksi yang terkait dengan BMN yang dilaksanakan oleh Deputi I sudah di input sesuai dengan jenis transaksi yang ada ke dalam aplikasi SIMAK-BMN. 6.
Kebijakan Akuntansi BMN BMN yang ada di Deputi I sudah disajikan dalam Laporan BMN.
7.
Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN Deputi I sudah teratur melakukan rekonsiliasi dengan KPKNL setiap periode akhir semester dan sudah didukung dengan adanya Berita Acara Rekonsiliasi. Selain itu rekonsiliasi dengan pihak internal juga sudah dilakukan setiap akhir periode semester, namun belum didukung dengan adanya BAR. UAKPB Deputi I juga sudah melakukan pengiriman laporan BMN dan ADK ke unit akuntansi yang ada di atasnya, yaitu ke UAKPA dan ke KPKNL. Semua jenis Laporan BMN juga sudah dibuat oleh Satker Deputi I. Metode pengarsipan data-data terkait BMN, ADK BMN, dan data dukungnya, serta Laporan BMN belum diarsipkan secara terpusat dan rapi.
Lampiran V
PEDOMAN PENELAAHAN DOKUMEN
A. Pembentukan Unit Akuntansi 1. Pembentuk unit akuntansi Barang Milik Negara (BMN) Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Peroduk Terapetik dan NAPZA (Deputi I) pada tahun 2015. 2. Dasar pembentukan unit akuntansi BMN Satker Deputi I.
B. Pengelola BMN 1. Penunjukan petugas pengelola SIMAK-BMN unit akuntansi BMN Satker Deputi I. 2. Pembagian tugas dan wewenang dalam pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi I. C. Hardware dan Software 1. Aplikasi yang digunakan Satker Deputi I dalam rangka melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN. 2. Hardware yang dimiliki Deputi I dalam rangka menjalankan software aplikasi SIMAK-BMN. 3. Fasilitas penunjang lainnya yang dimiliki Satker Deputi I dalam rangka melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN.
D. Kodefikasi dan Klasifikasi BMN 1. Metode yang digunakan untuk pengklasifikasian dan pemberian kodefikasi BMN yang ada di Satker Deputi I. 2. Kesesuaian pengklasifikasian dan pemberian kode BMN pada Satker Deputi I dengan PMK No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi BMN.
Lampiran V
E. Transaksi BMN 1. Jenis transaksi-transaksi yang terkait BMN yang dilaksanakan oleh Satker Deputi I.
F. Kebijakan Akuntansi BMN 1. Kebijakan akuntansi terhadap BMN yang dilaksanakan pada Satker Deputi I dibandingkan dengan peraturan yang berlaku untuk akuntansi BMN pemerintah pusat.
G. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN 1. Prosedur akuntansi dan pelaporan BMN pada Satker Deputi I. 2. Kegiatan rekonsiliasi Laporan BMN Satker Deputi I dengan pihak internal dan eksternal. 3. Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) internal dan eksternal. 4. Penyusunan Laporan BMN Satker Deputi I. 5. Pengiriman Laporan BMN dan ADK ke unit akuntansi yang ada di atasnya.
Lampiran VI
TRANSKRIP HASIL TELAAH DOKUMEN
Berikut informasi yang diperoleh dari hasil telaah dokumen terkait pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA (Deputi I) Semester I TA 2015: 1.
Pembentukan Unit Akuntansi UAKPB Deputi I tahun 2015 dibentuk melalui Surat Keputusan Kuasa
Pengguna
Pengawasan
Anggaran
Produk
Satuan
Terapetik
dan
Kerja
Deputi
NAPZA
Bidang
Badan
POM
No.HK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015 tentang Pembentukan Unit Akuntansi Keuangan dan Barang Pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA TA 2015 tanggal 8 Januari 2015. 2.
Pengelola BMN Penunjukan petugas pengelola SIMAK-BMN pada tingkat UAKPB dan uraian singkat tugasnya tertuang dalam Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk
Terapetik
dan
NAPZA
Badan
POM
No.HK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015 tentang Pembentukan Unit Akuntansi Keuangan dan Barang Pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA TA 2015 tanggal 8 Januari 2015. Pada tahun 2015 Kepala Badan POM sebagai Pengguna
Barang
(PB)
telah
menetapkan/menunjuk
Direktur
Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT sebagai KPB melalui
Surat
Keputusan
Kepala
Badan
POM
RI
No.HK.04.1.24.07.15.3262 tanggal 1 Juli 2015 Tentang Pelimpahan Sebagian
Wewenang
Pengelolaan
Lingkungan Badan POM. 3.
Kodefikasi dan Klasifikasi BMN
Barang
Milik
Negara
Di
Lampiran VI
Peraturan yang digunakan untuk pengklasifikasian dan kodefikasi BMN adalah PMK 29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Sebenarnya ada revisi terhadap peraturan tersebut yaitu pada KMK No.14/KM.06/2015, namun substansinya tidak ada terkait di lingkungan Badan POM pada umumnya dan Deputi I khususnya. Pengklasifikasian dan kodefikasi BMN pada Deputi I juga berpedoman pada Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan POM RI revisi ke-1 tahun 2013. 4.
Transaksi BMN Di dalam Laporan BMN Deputi I semester I TA 2015 diuraikan secara jelas input transaksi-transaksi yang terkait BMN yang dilaksanakan oleh Deputi I serta jenis BMN apa saja yang diperoleh, dihapus, atau disusutkan pada kurun waktu semester I tahun 2015.
5.
Kebijakan Akuntansi BMN Kebijakan akuntansi BMN yang dilaksanakan oleh Deputi I mengacu pada
PP
No.71
Tahun
2010
tentang
Standar
Akuntansi
Pemerintahan (SAP) dan PMK No.213/PMK.05/2013, seperti yang disebutkan dalam Laporan BMN Deputi I semester I TA 2015. 6.
Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN Prosedur akunansi dan pelaporan BMN tingkat UAKPB Deputi I mengacu seperti apa yang telah di atur dalam Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan POM RI revisi ke-1 tahun 2013. Keluaran/Laporan yang dihasilkan dari SIMAK-BMN tingkat UAKPB (semesteran dan tahunan) seperti yang ada dalam Laporan BMN Deputi I semester I TA 2015 antara lain meliputi: 1) Neraca 2) Laporan Posisi Neraca di Persediaan 3) Laporan Persediaan 4) Laporan Mutasi Barang Persediaan 5) Daftar Transaksi Persediaan
Lampiran VI
6) Laporan Posisi Barang Milik Negara di Neraca 7) Catatan Ringkas Barang Milik Negara (CRBMN) 8) Laporan Barang Kuasa Pengguna Intrakomptabel 9) Laporan Barang Kuasa Pengguna Ekstrakomptabel 10) Laporan Barang Kuasa Pengguna Gabungan Intrakomptabel dan Ekstrakomptabel 11) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Aset Tak Berwujud 12) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Barang Bersejarah 13) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Konstruksi Dalam Pengerjaan 14) Laporan Daftar BMN Menurut Jenis Transaksi 15) Laporan CRBMN Kuasa Pengguna 16) Laporan Penyusutan BMN 17) Laporan Pengelolaan BMN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Evi Dwi Pebriani
Tempat/Tanggal Lahir
: Ngawi, 05 Februari 1989
Agama
: Islam
Alamat Rumah
: RT.08/RW.01, Pucanganom, Kendal, Ngawi
Status Perkawinan
: Belum Kawin
Nama Instansi
: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Unit Kerja
: Direktorat Pengawasan Produksi PT & PKRT
Alamat Instansi
: Jl. Percetakan Negara No.23, Jakarta Pusat
Jabatan
: Pengelola Administrasi Keuangan
Pangkat/Golongan
: Pengatur TK I / II d
Riwayat Pendidikan
: - SD Negeri Kendal I Tamat Tahun 2001 - SMP Negeri 2 Ngawi Tamat Tahun 2004 - SMA Negeri 1 Magetan Tamat Tahun 2007 - Universitas Negeri Brawijaya Tamat Tahun 2010
Riwayat Pekerjaan
: 1) CPNS tahun 2010 2) PNS tahun 2011 3) Tugas Belajar di STIA-LAN Jakarta tahun 2014