Pendekatan Laboratorium Geologi Teknik Dalam Upaya Manipulasi Sektoral Kawasan EksoKars Berwawasan Pemahaman Alam Untuk Konservasi Dan Menjaga Cadangan Air Musim Kemarau Di Lahan Bentangan Kars Memanfaatkan Teknologi Sederhana Swadaya Masyarakat Oleh: Ega Gunawan Budi Utomo Ario Budi Wicaksono Yulastriany
Sari Riset laboratorium untuk rekomendasi kawasan-kawasan sektoral Kars dalam menjaga, memenuhi dan menyesuaikan kondisi alam sebagai upaya manipulatif yang berperspektif selaras bersama alam—berharap dapat dikerjakan dan diupayakan secara “real-time” oleh masyarakat sekitar atas kesadaran lingkungan dengan material “geo-tekstil” yang murah dan dapat diupayakan oleh masyarakat sekitar dalam tujuannya menjaga cadangan air permukaan dikawasan kars dan konservasinya secara relatif lebih luas memanfaatkan bentukan negatif karst/cekungan: dolin. Latar Belakang Perbukitan kars sebagai akibat dari pengangkatan endapan laut kepermukaan, memiliki sebaran yang cukup luas. Khususnya di pulau Jawa, kars membentang cukup luas—sepanjang pegunungan selatan Jawa. Sementara banyak permasalahan Kars yang seringkali muncul, memang tidak sederhana—denudasi yang begitu dominan, lalu hingga peliknya permasalahan kemudahan mendapatkan air permukaan (dibandingkan dengan muka air laut), menjadikan kawasan kars sebagai sebuah kawasan yang “bermasalah” sekaligus “menantang” melalui ragam prospeksi dari hayati hingga non hayati. Secara empirik, kars telah dibagi menjadi dua dominasi bagian kesepakatan, yaitu: eksokars dan endokars. Eksokars, merupakan kenampakan yang dapat dijumpai dan diamati secara langsung dipermukaan. Sedangkan endokars merupakan kenampakan yang dapat dijumpai namun terdapat dibawah permukaan—berupa: goa-goa ataupun luweng yang dapat dilalui/dimasuki oleh manusia. Difokuskan pada bagian eksokars, terlebih pada upaya menjaga penyediaan air bagi kemenerusan kehidupan dan pemanfaatannya di kawasan kars permukaan dan mengkonservasi fenomena bentang alam kars yang unik, maka penulisan ilmiah dengan pendekatan laboratorium ini dikerjakan.
Hipotesis-hipotesis yang muncul merupakan upaya untuk mensiasati bentukan lahan yang telah terbentuk oleh alam dalam menampung air sesaat (dipermukaan)—memanfaatkan material “geo-tekstil” yang murah, mudah didapat dan sangat mungkin dikerjakan sendiri oleh masyarakat. Sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyediaan cadangan air saat kemarau, dimana harapannya agar meningkatkan kelayakan hidup yang lebih baik bagi lingkungan sekitar. Metodologi Metode yang digunakan (analisis studio) dititik beratkan pada pengujian sekunder; yaitu dikerjakan dan dimunculkan di dalam laboratorium geologi teknik. Data tersebut dimunculkan sebagai hipotesa, dan pengujiannya tidak “sungguh-sungguh“/belum dilakukan dilapangan, karena tidak dilangsungkan secara beriringan, maka pengujian dilakukan dengan membuat sampling tiruan—membuat tiruan dolin sendiri, memanfaatkan sampling tersedia dan terambil dilapangan. Pendekatan tersebut didukung dengan intrepetasi peta sebaran batuan (peta geologi kawasan pegunungan sewu—Kab. Bantul & Kab. Gunung Kidul)— terutama pada geologi struktural. Ditambah dengan pendekatan sampling sampel-sampel batuan (kars) yang tersebar pada kawasan Kars di Pegunungan Sewu yang sebelumnya telah tersedia dan diambil dilapangan pada ukuran tertentu, sebagai perwakilan atas deskripsi batuan sebagai wakil dari satuan yang lebih besar lagi: dolina. Dari pola pendekatan data sekunder (laboratorik) tersebut, maka diketahui dan dintrepetasikan bahwa: a. Permasalahan utama pada kawasan karst adalah: pelapukan tinggi ditambah pula dengan tingginya proses pelarutan yang semakin bertumbuh dibawah permukaan membentuk goa-goa (gambar M-1a), yang disertai pula dengan bentuk lahan yang kaya akan patahan (diaklast) pada tubuh batuan pada sebaran pegunungan (gambar M-1b). b. Titik puncak tertinggi rembesan air dan zona-zona perkolasi ada pada titik terendah pada pola bentukan negatif (gambar M-2) yang terbentuk akibat (a). c. Cadangan air yang sempat terjebak dipermukaan, segera akan melarutkan bagian tertinggi menuju bagian rendah dengan membawa sedimensedimen halus hasil dari pelapukan (gambar M-3). d. Pola yang saat ini nampak tidak dapat dilepaskan dari pemahaman aspek tenaga endogen sehingga dapat diidentifikasikan secara umum bahwa tegasan umumnya berbentuk persegi-ketupat-berpasangan (gambar M-4a) yang kemudian berkembang sesuai dengan apa yang saat ini nampak dilapangan (gambar M-4b). Hal tersebut diatas saling berkaitan erat dan berhubungan. Sehingga pengembangan hipotesis yang dikerjakan adalah didasari oleh hal-hal fundamental diatas, sebagai aspek upaya pemecahan masalah air permukaan yang ada.
Tujuan dan Sasaran 1. Menjaga kondisi air permukaan agar tidak segera mengalir kebawah melalui rekahan-rekahan yang ada (diaklast)—dalam upaya menjaga cadangan air saat kemarau tiba, selain untuk memenuhi kebutuhan air oleh manusia di lingkungan sekitar. 2. Konservasi lahan sehingga meminimalisir bentukan cekung lahan negatif dan proses denudasional pada kawasan kars—pada arah menjaga dan mengawetkan lingkungan alamiah (gambar TS-1). 3. Menjebak endapan akibat denudasional dalam tujuannya sebagai pengganti lapisan terrarossa dalam prospeksi tanam-tanaman—menjebak tanah humus (gambar TS-2). 4. Pengembangan dan konservasi cadangan air pada pola-pola bentangan dolen (dan/atau uvala, dan/atau polje) dan prospeksi pemanfaatan lahan yang lebih produktif bagi masyarakat sekitar sebagai tambak ataupun “water-trap”—menuju “water-distribution” (gambar TS-3). 5. Melakukan penyempurnaan dan/atau pengembangan data analisis geologi umum (peta dan data geologi) untuk pemanfaatan lahan yang berperspektif selaras alam, demi kelangsungan hidup manusia pada kawasan yang tergolong “susah-huni”. 6. Memunculkan kesadaran dan pemahaman terhadap potensi kawasan lingkungan tinggal masyarakat sekitar dan semakin menselaraskan saling pemahaman antara alam, lingkungan-tinggal, dan manusia. Penelitian Geologi Terdahulu Aspek fisiografis menurut Van Bemmelen (1949—delete: I hate this imperialic staff whom thinking he knows about our country assets, then using our people as slaves to exploit them), Suyoto dan Kuat Santoso (1986), daerah kars di Jawa tergolong dalam zona Pegunungan Selatan Jawa—pada bagian Timur terdapat gawir sesar yang memanjang dengan arah barat daya–timur laut dan perbukitan dibagian tenggara. Bentang alam tersebut dikontrol oleh satuan litologi empat formasi yaitu: Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu dengan lithologi penyusun yang berbedabeda. Delete: Bla-bla-bla, tolong ketikin ilmu “old-times-geologic” yang bikin garing itu ya Riooooo…, gue takutnya entar ketularan jadi “old-timers”… iaaahahaha… ampun, deh… gw gak mau kualat aslinya, but… hey, kita bisa jadi diri kita sendiri, kan? Eh, apa kau baca, terus minta si Aci ngetik biar dia kaga bengong sendereeeeee… Kasihan tuh, dia nyoba ngimbangin diskusi kita, tapi ga konek-konek, tapi dia berperan juga loh... waktu kita jengah dikusi, dia kan yang paling seneng ngeledekin..., apa kita jadikan korban kejengahan kita iaaaaahahahaha... Hipotesis Alam akan menemukan dan akan mencapai kestabilan lahannya sendiri— tetapi kita sebagai manusia dapat mengakselerasi kestabilan tersebut—dengan wawasan selaras dengan alam, dan pada harapannya akan dapat
meningkatkan daya dukung dan daya hidup yang lebih selaras harmonis bersama alam dan lingkungan. Penerapan hipotesis hanya diberlakukan pada formasi-formasi yang memenuhi kriteria yang didominasi satuan-batuan-tersingkap berupa Satuan Geomorfologi Kars: Doline—didetailkan pada kawasan-kawasan yang dapat dipetakan pada skala maksimal 1:10.000—sehingga perlakuan menjadi terfokus secara sektoral dan dapat disesuaikan per kondisi lingkup kecil per kawasan. Ilustrasi Replika Laboratorium – cencored – (Gambar Rpl+1 — Tiruan dolina, substudi: xxxx @ Gunung Kidul) (Gambar Rpl+2.1 — Geotekstil dengan plastik: terpal) Terpal gak efektif euyyyyyy... jemur beberapa hari udah ng-geradul. (Gambar Rpl+3.1 — Geotekstil dengan pencairan karet: ban) Nakal euyyyyyyy: (Gambar Rpl+3.4 — Geotekstil dengan karet: kondom) Tapi ini beneran saya lakukan looooo... Soalnya, sumpah karet kondom itu kuat bangetttttttt… Isi deh pakai air, angkat-angkat rada kuat, isi lagi, muat seberapa sampai dia pecah, buaaaaaanyak kan??? Bikin geotekstil teknologi kondom, kayanya seru juga… hihihi Aplikasi Model Replika Istilah-istilah yang kami sebutkan dibawah, merupakan peristilahan yang kami representasi dan terminologikan sendiri (delete: biar kedengeran “keren”, cool, dan biar Indonesia bisa go-international, gituuuuu), sebagai upaya penyederhanaan uraiannya. Mengingat bahwa masih memungkinkan untuk membuat “ketetapan berdasar” sendiri dalam bidang geosintetik, karena bidang ini masih tergolong baru di dunia kebumian/kesipilan, dan kami bersedia untuk mempertanggungjawabkan uraian dari setiap peristilahan tersebut untuk dijelaskan sejelas-jelasnya dalam keterbatasan kami. Tahapan hipotesis dikerjakan secara berurutan URUT NOMOR sebagai berikut: 1. Generalizationing 2. Disburrowing 3. Plastering 4. Burdenning 5. Relayering 6. Soft relayering
1. Generalizationing Mencari pola umum dari struktur geologi yang bekerja, antisipasi kemunculan kembali tenaga endogen yang paling mungkin muncul dari arah-arah sumber tertentu, berdasarkan sektoral kawasan. Disusul kemudian dengan identifikasi arah kemunculan tenaga sekunder non endogen yang mungkin muncul pada sektoral kawasan yang dapat dipengaruhi oleh ketidakstabilan lahan, pelapukan, dan sebagainya. Tujuannya adalah: memberikan sentuhan dosis-dosis (kegiatan dibawah) agar lebih efektif dan efesien. Misalnya: jika kemungkinan penekanan tenaga endogen lemah, justru mungkin dapat dilewatkan tahapan nomor 2 dan 3, atau mungkin bahkan 4. Sangat efesien, bukan? Atau, untuk mengetahui dimana titik paling negatif dari cekungan, dan memfokuskan kegiatan nomor 2 (atau bisa jadi juga 3, jika memanjang), pada titik paling negatif tersebut. Hanya, kendalanya adalah: dibutuhkan pengetahuan geologi yang tidak praktis, serta sangat melibatkan pengetahuan struktural (sekunder) geologi, dimana orang awam akan sangat kesulitan. (Gambar H+1 — Generalizationing: Pemahaman Lokal Dolina) 2. Disburrowing Pe-nambal-an/penutupan bagian rekahan-rekahan besar dengan memanfaatkan hasil rombakan yang telah ada disekitar daerah cekungan (kerakal/kerikil+lempung+terrarossa+fiber). Untuk mencegah terjadinya pelebaran diameter “sink-hole”. (Gambar H+2 — Disburrowing) 3. Plastering Pe-nambal-an memanjang pada zona-zona yang bentuk pattern diaklas-nya memanjang dan dapat pula berpasangan dengan memanfaatkan hasil rombakan yang ada (lempung). (Gambar H+3 — Plastering) 4. Burdening Penguburan dengan butiran pasir yang memiliki “nutrisi” (baca: unsur-unsur) vulkanik non resisten (rendah unsur kuarsa, agar justru cepat mudah lapuk dan menjadi lempung untuk merembes bersama dengan air bocoran dan menjadi penambal diaklas—terbawa perlahan-lahan dengan air yang merembes kebawah karena gravitasi, dan karena tekanan diatasnya, lalu
tertahan material ker(i/a)kal juga fiber-fiber sebelumnya)—yang juga pada tujuan dapat dibebani bagian proses “relayering”, yaitu tahapan berikutnya. (Gambar H+4 — Burdening) 5. Relayering Memberikan lapisan-lapisan geosintetik baru non batuan, yang sifatnya tidak dapat(/sulit/lama) di daur-ulang oleh bumi. Pemanfaatan plastik/karet tebal—lebar—luas dan tidak terputus (bikin sambungan dari karet ban, atau malah bikin dari pencairan karet ban, ndaur ulang, dampaknya apaan yaaa? Karetnya juga dari mana ya? Kalau bantingan orang-orangnya apa ya pada kuat belinya, ya? Tapi entar jadi gak ramah lingkungan? Kalo di cor semen mahal jeeeeee, juga membunuh goa, jadi lebih mending lagi dijadiin beras). (Gambar H+5 — Relayering) 6. Soft-Relayering Penempatan lapisan entrapment penangkap “terrarosa” sintetik, dan penempatan lapisan-lapisan yang lain untuk tujuan tertentu lainnya. Misalkan: lapisan teratas adalah jaring ikan, saat diangkat, yang terjaring hanya ikan-ikan besar. Lapisan dibawahnya, adalah untuk jaring pengangkat krakal-kerikil (delete: atau dilewatkan?---bayi ikannya entar mati looooo), lalu lapisan jaring dipaling bawahnya adalah lapisan penjebak terrarossa (diambil untuk cocok tanam— delete: terpaksa merelakan bayi ikan jadi nutrisi untuk cocok tanam—hikzzzz Tuhan, reformasilah hukum alam-Mu, terus Tuhan bilang: “Makanya kamu tak jadikan manusia, nego sama yang lain sana loooo” iaaaahahahaha), dan dibagian paling bawah adalah lapisan penjebak tebal penahan bocoran (sub basement geosintentik, dengan geotekstil point #5). (Gambar H+6 — Softrelayering) Dari pola-pola kegiatan diatas, maka akan dapat dikembangkan sebuah model cebakan yang dapat menangkap air dari saat run-off bagian tinggi ke zona bentukan negatif paling rendah—dan kemudian menjaga, mencegah, meminimalisasi mobilitas air yang sengaja dibiarkan merembes kebawah permukaan, selain sebagian juga ditangkap dengan geo-tekstil. Kesimpulan Dari hipotesis tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan—yang diarahkan pada aspek rekomendasi perlakuan pada bentukan lahan kawasan kars, sebagai berikut: 1. Pemanfaatan lahan bentukan negatif pada kawasan kars sebagai cebakan air untuk cadangan di musim kemarau sangat mungkin diupayakan
2. 3.
4. 5.
dengan memperhitungkan segala aspek yang terdapat di lapangan secara lebih mendetail dan melibatkan masyarakat sekitar untuk memahami penataan kehidupan kawasan yang paling tepat dan sesuai serta berdasarkan kebutuhan dan kemampuan masyarakat sekitar kawasan, sebagai implikasi dari terdapatnya salah satu sumber penghidupan. Dari analisis uji laboratorium dan simulasinya, pendekatan tersebut sangat memungkinkan, namun memerlukan pembuktian secara langsung dilapangan untuk uji kelayakan, penyempurnaan, dan sporadis tiruannya. Tidak memerlukan biaya yang (relatif) besar—melainkan tenaga kerja yang dapat diorganisir sendiri oleh masyarakat bersama dengan tim ahli, dan membuat keputusan bersama, serta dalam pengupayaannya memahami pola-pola aspek kebumian (ekso dan endogen) yang mungkin muncul pada kawasan (perlakuan akan menjadi pemahaman berdasarkan per lokal sektoral). Material yang diperlukan dalam manipulasi kawasan cebakan relatif sederhana untuk dipahami setiap fungsinya, serta dapat dengan mudah diupayakan dan disediakan oleh masyarakat sendiri. Merupakan simpul awal dari terbentuknya manajemen distribusi air permukaan (doline to dolines to dolines) sebagai tunas kemunculan pada kawasan-kawasan yang sesuai (delete: wowwwww kalo semuanya jadi danau dolin, tar berenang dikejar ular kaga ya? Hehehe, gak mungkin semua kok… pertimbangannya kan harus dibuat juga skalanya, skala mana yang cocok, mana yang enggak, terus dalaman cekungan juga, terus minus-slope cekungannya… hikzzzzz…, kayanya cuman mimpi deh).
BAHAN BACAAN Delete: Ide utamanya? Sumpah, kaga pake. Murni dari tanah air Indonesia! Sisanya: males nulisnya, tulis ajah bukunya om Bemmel, apa asal tulis tapi konek sama geosintetik, karst dan geostruktur gitu deh.