LAPORAN SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI SUPIR ANGKOT (ANGKUTAN KOTA) JURUSAN PARUNG - BOGOR TENTANG KESELAMATAN BERKENDARA DI JALAN RAYA TAHUN 2010 Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh:
BUDI SUPRANI NIM: 105101003267
Oleh: BUDI SUPRANI 105101003267
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431/2010
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 Maret 2010
Budi Suprani
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, 23 Maret 2010 BUDI SUPRANI, NIM : 105101003267 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI SUPIR ANGKOT (ANGKUTAN KOTA) JURUSAN PARUNG-BOGOR TENTANG KESELAMATAN BERKENDARA DI JALAN RAYA TAHUN 2010 (xix + 94 halaman + 9 Tabel + 2 Gambar + 2 Bagan) ABSTRAK Kecelakaan lalu lintas masih sering terjadi dimana-mana. WHO memperkirakan pada tahun 2010, kecelakaan lalu lintas di jalan raya merupakan penyebab kematian ketiga terbesar diseluruh dunia setelah penyakit jantung dan depresi. Dikawasan Asia Pasifik, setiap tahunya terdapat lebih 250.000 kematian yang disebabakan oleh kecelakaan di jalan raya. Di Indonesia, berdasarkan hasil perhitungan Asean Development Bank, angka kecelakaan yang terjadi di Indonesia mencapai hingga 30 ribu kasus pertahun. Sebesar 90% kecelakaan, diantaranya disebabkan karena masih rendahnya persepsi pengemudi kendaraan, baik pengemudi kendaraan mobil pribadi, angkutan umum maupun kendaraan bermotor terhadap keselamatan berkendara (Dephub, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Yulianti (2007), hal tersebut disebabkan karena masih rendahnya persepsi supir angkutan umum terhadap keselamatan berkendara di jalan raya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi supir angkutan umum tentang keselamatan berkendara di jalan raya tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya pada supir angkot (angkutan kota) jurusan Parung-Bogor dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada bulan Desember 2009 sampai bulan Februari 2010. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan persepi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya adalah pengetahuan supir angkot tentang keselamatan berkendara, motivasi supir angkot tentang keselamatan berkendara dan pengalaman kecelakaan dan penilangan supir angkot selama berkendara. Sedangkan variabel pengetahuan merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan ii
berkendara di jalan raya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kali supir angkot yang memiliki pengetahuan yang tinggi berpeluang sebesar 3.790 kali untuk berpersepsi yang baik dibandingkan dengan supir angkot yang memiliki pengetahuan yang rendah. Oleh karena itu, disarankan kepada pemilik angkot dan pihak-pihak yang terkait (Polisi dan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan) jika ingin meningkatkan persepsi supir angkot untuk berkendara lebih aman lagi, agar membangun pengetahuan dan motivasi supir angkot dengan mengadakan pelatihan-pelatihan dan loka karya mini kepada supir angkot tentang bahaya kecelakaan selama berkendara. Daftar bacaan: 32 (1989-2010)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM HEALTH AND SAFETY Thesis, March 23, 2010 BUDI SUPRANI, NIM : 105101003267 FACTORS RELATING TO THE PERCEPTION DRIVERS OF PUBLIC TRANSPORTATION (CITY TRANSPORT) DEPARTMENT PARUNGDRIVING BOGOR ABOUT ROAD SAFETY YEAR 2010 (Xvii + 94 pages + 9 Table + 2 picture + 2 Picture Chart) ABSTRACT Traffic accidents still happen everywhere. WHO estimates that by 2010, road traffic accidents on the highway is the third largest cause of death worldwide after heart disease and depression. Asia-Pacific region, each of him there are over 250,000 deaths due to the accident on the highway. In Indonesia, based on the calculations of Asean Development Bank, the number of accidents that occurred in Indonesia reaches up to 30 thousand cases per year. 90% of accidents, among others due to the low perception of drivers of vehicles, both private car drivers, public transport or driving motor vehicles to safety (MoT, 2009). Based on the results Yulianti (2007), it was due to the low perception of public transport drivers to drive on highway safety. Therefore, research must be done regarding the factors that influence perceptions about the safety of public transport drivers driving on the highway. This study aims to determine what factors associated with perception of public transportation drivers about driving safety on the highway on the drivers of public transportation (city transport) department Parung-Bogor by using a cross sectional study conducted in December 2009 to February 2010. Based on this research, it is known that factors associated with persepi public transportation drivers about driving safety on the highway is a driver's knowledge about the safety of riding public transportation, public transportation drivers about safety motivation and experience of driving accidents and public transportation drivers penilangan while driving. While the knowledge variable is the most dominant variable associated with perceptions of public transportation drivers about driving safety on the highway. This shows that whenever the public transportation drivers who have knowledge of 3790 times higher chance to berpersepsi which compares favorably with other public transportation drivers who have a low knowledge. Therefore, it is suggested to the owners of public transportation and related parties (Police and Highway Transportation Agency) if you want to improve the perception iv
of public transportation drivers to drive safer longer, in order to build the knowledge and motivation of public transportation drivers by conducting trainings and workshops Mini to the public transportation drivers about the dangers of accidents while driving. Reading list : 32 (1989-2010)
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi Dengan Judul FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI SUPIR ANGKOT (ANGKUTAN KOTA) JURUSAN PARUNG-BOGOR TENTANG KESELAMATAN BERKENDARA DI JALAN RAYA TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 23 Maret 2010
Minsarnawati, SKM, M.Kes Pembimbing Skripsi I
Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM Pembimbing Skripsi II
vi
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 23 Maret 2010
Ketua
(Minsarnawati, SKM, M.Kes)
Anggota I
(Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM)
Anggota II
(dr. Triovva Elsy Armita, MKKK)
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama Lengkap
: Budi Suprani.
Tempat, tanggal lahir
: Jakarta, 3 Juli 1986.
Jenis Kelamin
: Laki-laki.
Agama
: Islam.
Kewarganegaraan
: Indonesia.
Alamat
: Jl. Sunter Jaya Bentengan 3 RT. 004/005 No.26 Tanjung Priok, Jakarta Utara 14350.
No. Telp/HP
: (021) 652 0784 / 0856 1331 287 / (021) 9878 6748
E-mail
:
[email protected] [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 2005-2010
: Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2002 - 2005
: Pondok Pesantren Darul Muttaqien.
1997 - 2000
: SLTP Negeri 152, Tanjung Priok, Jakarta.
1991-1997
: SDN Sunter Jaya 01 Pagi, Tanjung Priok, Jakarta.
PENDIDIKAN NON FORMAL 2007 - 2008
: Sekolah Demokrasi, Citra Raya, Tangerang, Banten
2000 - 2001
: Pondok Pesantren Syubaniyah Al-islamiyah Buntet Pesantren, Cirebon.
2003
: Pelatihan Dasar Kepemimpinan, Bogor.
2003 - 2004
: Pelatihan Menulis, jurnalistik, dan Karya Ilmiah Forum Lingkar Pena, Bogor.
2004
: Pelatihan Pramuka Kursus Mahir Dasar (KMD)
viii
Tingkat 1 di PPDM, parung, Bogor. PENGALAMAN ORGANISASI 2008 – 2010
: Anggota Forum Kesehatan dan Keselamatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2008 - 2009
: Dewan Penasehat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Cabang Ciputat.
2007 - 2008
: Koordinator Dept. Politik Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Ciputat.
2006 – 2007
: Wakil Presiden BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
2005 - 2006
: Staff Ahli Dept. Kemahasiswaan BEMJ Kesehatan Masyarakat.
2003 - 2004
: Ketua 2 Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Darul Muttaqin.
2003 - 2004
: Anggota Forum Lingkar Pena Cabang Bogor.
ix
KATA PENGANTAR ا ﻟﺴﻼ م ﻋﻠﻴﻜﻢ ورﺣﻤﺔ ا ﷲ و ﺑﺮ آﺎ ﺗﻪ
Segala puji kehadirat Allah SWT, yang tidak pernah tidur dan selalu dekat dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa terucapkan selalu atas segala nikmat dan rahmat-Nya serta Ridha-Nya yang selalu senantiasa mengiringi ku hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Salawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya menuju cahaya yang terang benderang. Skripsi dengan judul ”Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Supir Angkot (Angkutan Kota) Jurusan Parung-Bogor Tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010” disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis sendiri, melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat. Untuk itu penulis merasa pantas berterima kasih kepada : 1. Orang tua saya, spirit of my life, Bapak Tubagus Suprani dan Ibu Dedeh Kurniasih, terima kasih atas doa yang selalu mengiringi perjalanan hidupku serta didikan dan semangat hidup yang telah kau ajarkan kepada aku selama ini, serta segenap keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan moril maupun materiil kepada saya. 2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. x
4. Ibu Minsarnawati, SKM, M. Kes selaku Dosen Pembimbing I, yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dan tiada henti-hentinya untuk membimbing penulis sampai penelitian ini selesai. 5. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM selaku Dosen Pembimbing II, yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dan tiada hentihentinya untuk membimbing penulis sampai penelitian ini selesai. 6. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, selaku Koordinator K3 yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Seluruh staff Kepolisian Polres Kabupaten Bogor dan Polres Kota Bogor yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan penelitian dan membantu dalam pengambilan data. 9. Seluruh staff Dinas Lalu Lintas Layanan Angkutan Jalan (DLLAJ) yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini dan membantu dalam pengambilan data. 10. Bapak Sudarsono selaku staff Kanit Laka (Lalu Lintas Kecelakaan) Jampang, Bogor yang telah meluangkan waktu untuk sharing dan memberikan pengetahuan secara aplikatif kepada peneliti. 11. Seluruh supir angkot Jurusan Parung-Bogor yang tidak dapat disebutkan satupersatu, karena telah mengizinkan dan membantu peneliti untuk melakukan penyebaran kuesioner sampai penelitian ini selesai. 12. Teman-teman Kesehatan Masyarakat ’05 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tetap Semangat Untuk Masa Depan yang Lebih Baik. 13. Teman-teman Pondok pesantren Darul Muttaqien ’05 yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian ini, tetap semangat dalam menjalankan hidup untuk masa depan yang lebih baik lagi.
xi
Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca lain. و ا ﻟﺴﻼ م ﻋﻠﻴﻜﻢ ورﺣﻤﺔ ا ﷲ و ﺑﺮ آﺎ ﺗﻪ
Jakarta, 23 Maret 2010
Penulis
xii
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................................
i
ABSTRAKSI .............................................................................................................
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN...........................................................................
vi
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................. viii LEMBAR PERSEMBAHAN ...................................................................................
ix
KATA PENGANTAR...............................................................................................
x
DAFTAR ISI............................................................................................................. xiii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xviii DAFTAR GAMBAR................................................................................................. xix DAFTAR BAGAN..................................................................................................... xx DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xxi BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................
9
1.3 Pertanyaan Penelitian........................................................................................... 10 1.4 Tujuan .................................................................................................................. 10 1.4.1 Tujuan Umum .......................................................................................... 10 1.4.2 Tujuan Khusus ......................................................................................... 11 1.5 Manfaat ................................................................................................................ 11 1.5.1
Bagi Peneliti ............................................................................................. 11
1.5.2
Bagi Institusi (Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta)........ 12 xiii
1.5.3
Bagi Dinas Perhubungan dan Kepolisian Kabupaten Bogor ................... 12
1.5.4
Bagi Supir Angkot.................................................................................... 12
1.5.5
Bagi Masyarakat....................................................................................... 12
1.6 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 14 2.1 Keselamatan Lalu Lintas...................................................................................... 14 2.1.1
Aspek Keselamatan Lalu Lintas Jalan Dalam Perundang-undangan....... 14
2.1.2
Kecelakaan ............................................................................................... 16
2.1.3
Kecelakaan Lalu Lintas............................................................................ 17
2.1.4
Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas ..................................... 18
2.2 Persepsi .. ............................................................................................................. 23 2.2.1 Pengertian Persepsi .................................................................................. 23 2.2.2 Proses Pembentukan Persepsi .................................................................. 24 2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi ........................................... 26 2.2.4 Persepsi Terhadap Risiko Bahaya ............................................................ 29 2.3 Pengetahuan ......................................................................................................... 29 2.3.1 Definisi Pengetahuan ............................................................................... 29 2.3.2 Sumber, Bentuk dan Tingkatan Dalam Pengetahuan............................... 30 2.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan Persepsi................................................. 32 2.4 Motivasi . ............................................................................................................. 32 2.4.1 Pengertian Motivasi ................................................................................. 32 2.4.2 Lingkaran Motivasi .................................................................................. 36 xiv
2.4.3 Hubungan Motivasi dengan Persepsi ....................................................... 40 2.5 Pengalaman .......................................................................................................... 41 2.6 Kerangka Teori .................................................................................................... 44
BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL... 46 3.1 Kerangka Konsepsional ....................................................................................... 46 3.2 Definisi Operasional ............................................................................................ 49 3.3 Hipotesis ............................................................................................................. 50
BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................................... 51 4.1 Jenis Penelitian..................................................................................................... 51 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................... 51 4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................................ 51 4.3.1 Populasi Penelitian ................................................................................... 51 4.3.2 Sampel Penelitian..................................................................................... 51 4.4 Instrumen Penelitian ............................................................................................ 52 4.5 Metode Pengumpulan Data.................................................................................. 55 4.5.1 Data Primer .............................................................................................. 55 4.5.2 Data Sekunder .......................................................................................... 55 4.6 Pengolahan Data .................................................................................................. 55 4.7 Analisis Data ........................................................................................................ 57 4.7.1 Analisis Univariat..................................................................................... 57 4.7.2 Analisis Bivariat....................................................................................... 57 xv
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................. 59 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Parung ................................................... 59 5.2 Analisis Univariat ................................................................................................ 62 5.2.1 Gambaran Persepsi Supir Angkot ............................................................ 62 5.2.2 Gambaran Pengetahuan Supir Angkot ..................................................... 63 5.2.3 Gambaran Motivasi Supir Angkot ........................................................... 64 5.1.4
Gambaran Pengalaman Supir Angkot...................................................... 65
5.3 Analisis Bivariat................................................................................................... 67 5.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Persepsi Supir Angkot .......................... 67 5.3.2 Hubungan Motivasi dengan Persepsi Supir Angkot ................................ 68 5.3.3 Hubungan Pengalaman dengan Persepsi Supir Angkot ........................... 69
BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................................... 72 6.1 Keterbatasan Penelitian........................................................................................ 72 6.2 Gambaran Persepsi Supir Angkot ........................................................................ 73 6.3 Gambaran Pengetahuan Supir Angkot................................................................. 76 6.4 Gambaran Motivasi Supir Angkot ....................................................................... 77 6.5 Gambaran Pengalaman Supir Angkot.................................................................. 79 6.6 Hubungan Persepsi Dengan Pengetahuan Supir Angkot ..................................... 82 6.7 Hubungan Persepsi Dengan Motivasi Supir Angkot ........................................... 85 6.8 Hubungan Persepsi Dengan Pengalaman Supir Angkot ...................................... 87
xvi
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 91 6.9 Simpulan ………. ................................................................................................ 91 6.10
Saran ………................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 94
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Kecelakaan di Jawa Barat................................................................3 Tabel 3.1. Definisi Operasional .............................................................................49 Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Persepsi Supir Angkot .........................62 Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Supir Angkot ..................64 Table 5.3 Distribusi Responden Menurut Motivasi Supir Angkot ........................65 Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Pengalaman Supir Angkot ...................66 Tabel 5.5 Analisis Hubungan Pengetahuan Dengan Persepsi................................67 Tabel 5.5 Analisis Hubungan Motivasi Dengan Persepsi......................................69 Tabel 5.5 Analisis Hubungan Pengalaman Dengan Persepsi ................................70
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Proses Pembetukan Persepsi .................................................25 Gambar 2.2 Lingkaran Motivasi ............................................................................37
xix
DAFTAR BAGAN
Gambar 2.1 Kerangka Teori ..................................................................................45 Gambar 3.1 Tugas Pokok dan Fungsi DPK DKI Jakarta.......................................48
xx
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Surat Izin Melakukan Penelitian
Lampiran 2
Kuesioner Penelitian
Lampiran 3
Hasil Uji Univariat
Lampiran 4
Hasil Uji Bivariat (Chi Square)
xxi
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM HEALTH AND SAFETY Thesis, March 23, 2010
BUDI SUPRANI, NIM : 105101003267
FACTORS RELATING TO THE PERCEPTION DRIVERS OF PUBLIC TRANSPORTATION (CITY TRANSPORT) DEPARTMENT PARUNGDRIVING BOGOR ABOUT ROAD SAFETY YEAR 2010 (Xvii + 94 pages + 9 Table + 2 + 2 Picture Chart) ABSTRACT Traffic accidents still happen everywhere. WHO estimates that by 2010, road traffic accidents on the highway is the third largest cause of death worldwide after heart disease and depression. Asia-Pacific region, each of him there are over 250,000 deaths due to the accident on the highway. In Indonesia, based on the calculations of Asean Development Bank, the number of accidents that occurred in Indonesia reaches up to 30 thousand cases per year. 90% of accidents, among others due to the low perception of drivers of vehicles, both private car drivers, public transport or driving motor vehicles to safety (MoT, 2009). Based on the results Yulianti (2007), it was due to the low perception of public transport drivers to drive on highway safety. Therefore, research must be done regarding the factors that influence perceptions about the safety of public transport drivers driving on the highway. This study aims to determine what factors associated with perception of public transportation drivers about driving safety on the highway on the drivers of public transportation (city transport) department Parung-Bogor by using a cross sectional study conducted in December 2009 to February 2010. Based on this research, it is known that factors associated with persepi public transportation drivers about driving safety on the highway is a driver's knowledge about the safety of riding public transportation, public transportation drivers about safety motivation and experience of driving accidents and public transportation drivers penilangan while driving. While the knowledge variable is the most dominant variable associated with perceptions of public transportation drivers about driving safety on the highway. This shows that whenever the public transportation drivers who have knowledge of 3790 times higher chance to berpersepsi which compares favorably with other public transportation drivers who have a low knowledge.
Therefore, it is suggested to the owners of public transportation and related parties (Police and Highway Transportation Agency) if you want to improve the perception of public transportation drivers to drive safer longer, in order to build the knowledge and motivation of public transportation drivers by conducting trainings and workshops Mini to the public transportation drivers about the dangers of accidents while driving. Reading list : 32 (1989-2010)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia dewasa ini membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia yang bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat
yang
adil
dan
makmur.
Untuk
menunjang
pembangunan tersebut, salah satu sarana yang dibutuhkan adalah transportasi. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa negara-negara yang berhasil dalam pencapaian tujuan pembangunan adalah negara-negara yang memiliki sistem transportasi yang memadai dalam memenuhi kebutuhan dinamis penduduknya. Selain itu juga sarana transportasi sangat membantu untuk memudahkan masyarakat berpindah dari satu tempat ketempat lainnya. Zaman boleh maju, mobil baru dengan teknologi terakhir pun terus bermunculan seiring dengan perkembangan zaman. Peningkatan jumlah kendaraan juga tidak dapat dihindari. Namun, harus diakui bahwa penambahan jumlah kendaraan tidak sebanding dengan jumlah ruas jalan. Jumlah kendaraan di Jakarta sampai dengan tahun 2003 mencapai 6.506.244 unit. Dari jumlah tersebut, 1.464.626 diantaranya merupakan jenis mobil berpenumpang, 444.169 mobil beban (truk), 315.559 bus, dan 3.276.890 sepeda motor. Akibatnya jalanan semakin padat dipenuhi kendaraan, apa lagi pada jam berangkat kerja dan pulang kerja. Kondisi ini semakin diperparah lagi oleh perilaku para pengemudi kendaraan dan para pengendara sepeda motor yang tidak sesuai dengan aturan.
1
2
Akibatnya, banyak masalah kecelakaan lalu lintas yang kerap terjadi (Suarakarya, 2009). Menurut WHO, Tingkat kecelakaan transportasi jalan di dunia, saat ini telah mencapai 1,2 juta korban meninggal per tahun atau 3.288 jiwa per hari dan lebih dari 30 juta korban luka-luka/cacat akibat kecelakaan lalu lintas pertahun; 85% dari korban meninggal dunia akibat kecelakaan ini terjadi di negara–negara berkembang. WHO memperkirakan pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas di jalan raya merupakan penyebab kematian ketiga terbesar di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan depresi. Di Amerika, sejak kendaraan pertama ditemukan kurang lebih seabad yang lalu, sebanyak tiga juta orang meninggal dunia akibat kecelakaan. Di Afrika, lebih banyak anak-anak yang mati akibat kecelakaan di jalan raya dari pada akibat virus HIV/AIDS (WHO 2009, dalam Ben Fauzi Ramadhan, 2009). Sedangkan tingkat kecelakaan transportasi jalan dikawasan Asia Pasifik setiap tahunnya terdapat lebih dari 250.000 kematian yang disebabkan oleh kecelakaan jalan raya dan telah memberikan kontribusi sebesar 44% dari total kecelakaan di dunia yang di dalamnya termasuk Indonesia (Dephub, 2009). Di Indonesia, menurut Jusman Syafii Djamal, jumlah kecelakaan yang terjadi pada 2009 ini meningkat menjadi 19 ribu kasus dibandingkan tahun lalu (2008) sebanyak 18 ribu kasus. Namun, jika mengacu pada hasil perhitungan Asean Development Bank, angka kecelakaan di Indonesia mencapai hingga 30 ribu kasus per tahun (Dephub, 2009).
3
Setiap tahun di Indonesia ada sekitar 17.000 jiwa korban yang meninggal dunia akibat kecelakaan kendaraan bermotor dan mobil (angkutan umum). Sebesar 90% diantaranya kecelakaan akibat persepsi pengemudi yang kurang baik terhadap keselamatan berkendara termasuk di dalamnya penggunaan kecepatan yang sangat tinggi (Koran Indonesia, 2009). Berikut ini adalah data jumlah kecelakaan yang terjadi di Jawa Barat termasuk kota Bogor pada Mei sampai Oktober 2008 yang dikeluarkan oleh Ditlantas POLDA Jabar tahun 2008 diperoleh angka sebagai berikut (Ditlantas Polda Jawa Barat, dalan Ben F. Rmadhan 2009): Tabel 1.1 Data Kecelakaan di Jawa Barat Tahun 2008 Kejadian
Bulan
Total
Mei
Juni
Juli
September
Oktober
373
323
115
300
367
1478
Meninggal
163
127
44
127
162
623
Luka berat
148
144
53
104
217
666
Luka ringan
317
278
97
260
355
1307
Rugi materi
100.675.000
63.760.000
118.630.000
63.743.000
80.675.000
427.483.000
Jumlah Kecelakaan lalu lintas
Sumber: Ditlantas Polda Metro Jaya Tahun 2009
Berdasarkan data pada tabel diatas, menunjukkan bahwa kecelakaan terbesar terjadi pada bulan Mei yaitu sebanyak 25,24% kasus kecelakaan dari total 1478 kejadian, yang meninggal dunia sebanyak 42.15% dari 623 kasus dan rugi materi sebanyak Rp. 100.675.000.
4
Sementara itu, untuk kasus kecelakaan yang terjadi di Kota Bogor pada bulan Januari sampai dengan Oktober 2009 tercatat 92 kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan mobil, termasuk di dalamnya adalah angkot. Dari 92 kasus kecelakaan yang terjadi di Kota Bogor, 22,08% atau 24 kasus diantaranya terjadi pada angkot (Kanit LAKA Polres Kota Bogor, 2009). Sedangkan untuk kecelakaan yang terjadi di Kabupaten Bogor pada bulan Januari sampai dengan Oktober 2009 tercatat telah terjadi 151 kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan mobil (angkutan umum) dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak 86 jiwa, korban luka berat sebanyak 114 jiwa, korban luka ringan sebanyak 129, dan kerugian materi sebanyak Rp.555.100.000,-. Dari data yang tercatat pada Kanit LAKA Polres Kabupaten Bogor, 53 kasus diantaranya terjadi pada kendaraan angkutan kota (angkot) (Kanit LAKA Polres Kabupaten Bogor, 2009). Berdasarkan hasil wawancara dengan staf LAKA Polres Kabupaten Bogor, kecelakaan angkot yang sering terjadi di daerah kabupaten yaitu pada angkot 06 jurusan Parung-Bogor sepanjang jalur Parung-Salabenda. Hal ini disebabkan karena jalur tersebut merupakan salah satu jalur alternatif menuju kawasan Puncak, Bandung, Sukabumi dan daerah lain di Jawa Barat yang sering dilalui kendaraan seperti sepeda motor, mobil, angkutan umum dan angkutan berat (container) sehingga mempersempit ruas jalan dan juga prilaku pengemudi yang sering melanggar peraturan lalu lintas. Sementara itu, menurut Kanit Laka Polres Kota dan Kanit Laka Polres Kabupaten Bogor, penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas yang terjadi di
5
Kota Bogor maupun Kabupaten Bogor adalah pelanggaran pengemudi terhadap peraturan rambu-rambu lalu lintas, seperti menerobos lampu merah. Selain itu, terdapat kebiasaan pengemudi yang dapat menimbulkan kecelakaan baik pada diri sendiri maupun orang lain, seperti salip menyalip antar pengendara, tidak memberikan tanda sewaktu membelokkan kendaraan, mabuk pada saat mengendarai kendaraan dan lain sebagainya. Akibatnya dapat terjadi kecelakaan baik antar sesama pengendara sepeda motor dan mobil maupun dengan pejalan kaki. Kota Bogor yang terkenal dengan sebutan kota seribu angkot, menjadikan kota tersebut menjadi kota yang padat dengan kendaraan umum. Ditambah lagi kendaraan pribadi yang melintas disepanjang jalan Kota Bogor maupun Kabupaten Bogor. Di pangkalan pasar Parung, hampir seluruh supir angkot yang masuk ke dalam pasar atau wilayah parung memberhentikan kendaraannya disepanjang jalan tersebut hanya untuk mencari penumpang. Hal ini tentu saja membuat laju kendaraan disepanjang tersebut menjadi tak terkendali, belum lagi mobil-mobil pribadi yang lewat disepanjang jalan tersebut dan banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan sepanjang jalan pasar angkot membuat jalur tersebut semakin ramai dan macet. Angkutan Kota sebenarnya cuma diperbolehkan berhenti di halte-halte atau tempat perhentian bus tertentu, namun pada praktiknya semua supir angkot akan menghentikan kendaraannya di mana saja untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
Faktor
yang
menyebabkan
supir
angkot
memberhentikan
6
kendaraannya disembarang tempat adalah perebutan penumpang antar supir agar supir angkot memenuhi bangku kendaraan angkotnya dengan penumpang, sehingga pendapatan yang dihasilkan oleh supir angkot dapat memenuhi setoran. Belum lagi uang yang dihasilkan harus digunakan untuk membeli bahan bakar angkot tersebut. Bahkan tidak jarang juga mereka menyewakan angkotnya untuk membawa penumpang ke luar kota yang bukan termasuk wilayah trayek mereka. Hal ini tentu saja melanggar peraturan trayek yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat karena mereka melewati jalur yang bukan seharusnya menjadi jalur angkot tersebut. Pelanggaran lain yang dilakukan adalah memasukkan orang dan barang bawaan dalam jumlah yang melebihi kapasitas mobil, dan pintu belakang yang tidak ditutup sama sekali atau tidak ditutup dengan rapat. Pelanggaranpelanggaran seperti ini biasanya diabaikan oleh aparat karena sistem penegakan hukum yang lemah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2007) mengenai persepsi supir angkutan kota (KWK dan APB) terhadap keselamatan berkendara, menyatakan bahwa persepsi pengendara angkutan umum terhadap aspek keselamatan berkendara sangatlah rendah. Dari 69 responden yang diteliti, 85.5% dinyatakan memiliki pengetahuan yang cukup terhadap persepsi keselamatan berkendara, 66.7% memiliki motivasi yang kurang baik terhadap keselamatan berkendara, dan 34.8% responden memiliki pengalaman berkendara yang kurang baik.
7
Penelitian yang dilakukan oleh Triska Faradina (2007) tentang persepsi supir bajaj terhadap keselamatan berkendara, dapat dikategorikan mempunyai persepsi yang tidak baik terhadap keselamatan berkendara. Dari total sampel yang diteliti, sebesar 67.6% memiliki pengetahuan yang rendah untuk berkendara dengan selamat. Sebanyak 67.6% memiliki motivasi yang rendah untuk berkendara dengan selamat karena masih dipengaruhi oleh ada tidaknya petugas pengaman lalu lintas, permintaan penumpang dan setoran. Dalam penelitian itu juga dapat dilihat dari sebagian besar responden (82,4%) pernah mengalami kecelakaan. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Ing kurnia Salihat (2009) tentang hubungan persepsi dengan penggunaan sabuk keselamatan berkendara terhadap keselamatan berkendara pada mahasiswa UI Kampus Depok tahun 2009, diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengalaman dengan persepsi risiko keselamatan berkendara. Artinya bahwa persepsi risiko berkendara responden baik jika responden memiliki pengalaman yang banyak terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas, sebaliknya persepsi risiko keselamatan berkendara responden buruk jika responden memiliki pengalaman sedikit terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas. Dengan demikian banyak sedikitnya pengalaman responden terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas mempengaruhi persepsi risiko keselamatan berkendara responden. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dale G. Leathers dalam Salihat (2009) yang mana didapatkan bahwa pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu didapat dari proses belajar secara
8
formal tetapi juga dapat diperoleh melalui rangkaian kejadian yang pernah dihadapi. Dalam mempersepsikan sebuah risiko yang ada pada sebuah bahaya, salah satu yang mempengaruhinya adalah pengalaman terhadap risiko tersebut. Pengalaman langsung seseorang dengan risiko bisa mendorong seseorang untuk percaya bahwa kemungkinan pengulangan kejadian risiko lebih besar daripada yang sesungguhnya. Pengalaman seseorang akan menentukan apakah seseorang akan menganggap penting suatu risiko dibandingkan dengan sesuatu yang lain yang secara statistik sangat berbahaya. Selain pengalaman pribadi individu terhadap risiko yang ada pada sebuah bahaya, pengalaman orang lain juga memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk persepsi individu. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti ingin membuktikan faktor-fakor yang berhubungan dengan persepsi supir angkot terhadap keselamatan berkendara di jalan raya pada supir angkot jurusan ParungBogor tahun 2010.
1.2 Rumusan Masalah Dari jumlah kasus kecelakaan yang terjadi di kota Bogor selama Januari sampai Oktober 2009 tercatat telah terjadi 92 kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan mobil (angkutan umum), termasuk di dalamnya adalah angkot (angkutan kota). Dari 92 kasus kecelakaan yang terjadi di Kota Bogor, 22,08% atau 24 kasus diantaranya terjadi pada angkot (angkutan kota). Sementara itu,
9
kecelakaan yang terjadi di Kabupaten Bogor selama Januari 2009 sampai Oktober 2009 tercatat telah terjadi 151 kasus kecelakaan kendaraan bernotor dan mobil (angkutan umum), termasuk di dalamnya adalah angkot (angkutan kota). Berdasarkan hasil wawancara dengan staff Kanit Laka Polres Kabupaten Bogor, disampaikan bahwa jumlah kejadian yang terjadi pada angkot, 32 kasus diantaranya terjadi pada angkot jurusan Parung-Bogor. Hal ini disebabkan karena prilaku pengemudi yang mengendarai kendaraannya dalam keadaan mabuk, salip menyalip antar pengendara baik pengendara sepeda motor maupun pengendara mobil. Khususnya pada pengendara angkutan umum, prilaku mereka mengesampingkan aspek keselamatan di jalan raya karena berusaha secepatnya mengambil penumpang untuk menutupi biaya setoran. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan November 2009 kepada 50 supir angkot Parung-Bogor, diketahui 32 supir angkot mempunyai persepsi rendah terhadap aspek keselamatan berkendara. Dari rincian masalah yang dipaparkan diatas tersebut, peneliti ingin meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi supir angkot Parung-Bogor tentang keselamatan berkendara di jalan raya tahun 2010. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya? 2. Bagaimana gambaran pengetahuan supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya?
10
3. Bagaimana gambaran motivasi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya? 4. Bagaimana gambaran pengalaman supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya? 5. Bagaimana hubungan pengetahuan supir angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya? 6. Bagaimana hubungan motivasi supir angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya? 7. Bagaimana hubungan pengalaman supir angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi supir angkot jurusan Parung-Bogor tentang keselamatan berkendara di jalan raya tahun 2010. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. 2. Diketahuinya gambaran pengetahuan supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. 3. Diketahuinya gambaran motivasi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya.
11
4. Diketahuinya gambaran pengalaman supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. 5. Diketahuinya hubungan pengetahuan supir angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. 6. Diketahuinya hubungan motivasi supir angkot hubungan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. 7. Diketahuinya hubungan pengalaman supir angkot hubungan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti Penelitian
ini
memberikan
pengalaman
berharga
untuk
mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan kerja. Terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perepsi supir angkot (angkutan kota) terhadap keselamatan berkendara.
1.5.2 Bagi Institusi (Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta) Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan bagi civitas akademik Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi supir angkot terhadap keselamatan berkendara. 1.5.3 Bagi Dinas Perhubungan dan Kepolisian Kabupaten Bogor
12
Hasil dari penelitian ini dapat juga dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam proses penetapan kebijakan keselamatan berkendara di Kabupaten Bogor. 1.5.4 Bagi Supir Angkot Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukkan bagi supir angkot agar lebih berhati-hati dalam mengendarai kendaraannya dan lebih mengedepankan aspek keselamatan berkendara dalam bekerja (mengendarai mobil angkot). 1.5.5 Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini dapat diinformasikan kepada masyarakat mengenai faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Sehingga diharapkan persepsi yang baik dari supir angkot dapat mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
1.6 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2009 s/d Januari 2010 di pangkalan angkot Pasar Parung, Bogor, dengan objek penelitiannya adalah supir angkot. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional. Penilaian persepsi ini berdasarkan pengukuran variabel-variabel yang berhubungan dengan persepsi seseorang. Data
13
yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari informasi kecelakaan berdasarkan laporanlaporan kecelakaan lalu lintas yang terdapat di Polres Kabupaten dan Kota Bogor. Selain itu juga data diperoleh dari Dinas Perhubungan Pemerintah Kabupaten dan Kota Bogor. Sedangkan data primer yang digunakan diperoleh dari observasi di lapangan, wawancara dan penyebaran kuesioner pada responden (supir angkot).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan Lalu Lintas 2.1.1 Aspek Keselamatan Lalu Lintas Jalan dalam Peraturan Perundangundangan Ditinjau dari aspek keselamatan dalam peraturan dan perundangundangan, maka undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan secara jelas menempatkan aspek keselamatan menjadi hal yang harus diperhatikan para pengguna jalan. Dengan kata lain pelaksanaan program-program untuk peningkatan keselamatan lalu lintas jalan secara konsepsional harus senantiasa mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut. Hal ini terlihat dari beberapa pasal yang terkandung di dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang memuat aspek keselamatan, diantaranya: 1. Transportasi jalan diselnggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib, dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan model transportasi lainnya, menjangkau seluruh plosok wilayah daratan. Untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat (BAB II, pasal 3).
14
15
2. Untuk menunjang keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan dapat diadakan fasilitas parkir untuk umum (BAB IV, bagian keempat, pasal 11). 3. Untuk menunjang keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, dapat dilakukan pemeriksaan kendaran bermotor dijalan (BAB IV, bagian kelima, pasal 16). 4. Untuk menunjang keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, setiap orang yang menggunakan jalan, wajib berprilaku tertib dengan hal-hal yang merintangi, membahayakan kebebasan atau keselamatan lalu lintas, atau yang dapat menimbulkan kerusakan dijalan dan bangunan dijalan, selain itu juga menempatkan kendaraan
atau
benda-benda
lainnya
dijalan
sesuai
dengan
peruntukannnya (pasal 24). Selanjutnya adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 tahun 1993 tentang kendaraan dan Pengemudi yang salah satu babnya mengatur mengenai persyaratan teknis dan laik jalan yang harus dipenuhi oleh kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, terdiri dari: 1. Landasan yang meliputi rangka landasan, motor penggerak, system pembuangan, penerus daya, alat kemudi, system roda-roda, system suspense, system rem, lampu-lampu, dan alat pemantul cahaya serta komponen pendukung. 2.
Badan kendaraan.
16
Selain itu terdapat pula peraturan perundangan yang mengatur mengenai dana kecelakaan yaitu Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 416/KMK.06/2001 tentang Penetapan Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Peraturan ini memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan memberikan santunan sebagai kompensasi dari kecelakaan lalu lintas yang dialami. Oleh karena itu, pemerintah mewajibkan masyarakat yang memiliki kendaraan untuk membayar sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas setiap tahun. Seperti tertera pada pasal 3 ayat 1 yang berbunyi “Pengusaha/pemilik alat angkutan lalu lintas jalan diwajibkan membayar Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas setiap tahun”. 2.1.2 Kecelakaan Kecelakaan adalah kejadian yang tidak diduga dan tidak diharapkan. Tak terduga karena dibelakang peristiwa itu terdapat unsur ketidak sengajaan, lebih-lebih dalam hal perencanaan. Tak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materil dan penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat (Suma’mur, 2006). Menurut Suma;mur, suatu peristiwa yang dapat digolongkan suatu kecelakaan jika bersifat : diluar kemauan manusia, disebabkan oleh kekuasaan dari luar yang berlangsung cepat dan mengakibatkan cidera badan jiwani. Adapun definisi Colling (1990), kecelakaan adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diharapkan serta tidak dikendalikan yang disebabkan oleh manusia, faktor situasi, faktor lingkungan ataupun
17
kombinasi dari ketiga faktor tersebut yang dapat berakibat cidera sakit, kematian, kerusakan materil atau kejadian-kejadian lain yang tidak diinginkan. Kecelakaan memang kejadian yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya, dan tidak hanya mengakibatkan traumatik, cidera, atau kecacatan tetapi juga yang paling fatal dapat mengakibatkan kematian. Kasus kecelakaan yang sulit diminimalisasi malahan cinderung meningkat sejalan dengan pertambahan panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari kendaraan (Hobbs, 1995). Kecelakaan dapat dikelompokkan berdasarkan situasi keadaannya menjadi tiga, yaitu kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan, kecelakaan dirumah dan kecelakaan lalum lintas yang memberikan kontribusi tingkat fatalitas paling tinggi (Rajak dan Agustiono, 1993). Menurut peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 1993, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. 2.1.3 Kecelakaan Lalu Lintas Menurut definisi WHO adalah sebagai berikut: “suatu kejadian lalu lintas jalan yang menglibatkan cidera atau kerugian harta benda” (Triska, 2007). Menurut undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan pada BAB XI pasal 93 ayat (1) menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu perisriwa yang tidak disangka-sangka
18
dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban jiwa atau kerugian harta benda. Terdapat tiga klasifikasi kecelakaan lalu lintas berdasarkan pengertian tersebut diatas: 1. Kecelakaan lalu lintas kendaraan bermotor adalah setiap kecelakaan kendaraan bermotor yang terjadi dijalan umum. 2. Kecelakaan kendaraan bermotor yang bukan merupakan kecelakaan lalu lintas adalah setiap kecelakaan bermotor yang terjadi ditempat lain selain dijalur umum. 3. Kecelakaan lalu lintas bukan dari kendaraan bermotor adalah setiap kecelakaan yang terjadi di jalan umum, dimana yang terlibat didalamnya adalah manusia atau kendaraan tidak bermotor yang menggunakan jalan tersebut. 2.1.4 Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas 1.
Faktor Manusia Sebagai Pengemudi Manusia adalah faktor terpenting dan terbesar penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Mengemudi merupakan pekerjaan kompleks, yang memerlukan pengetahuan dan kemampuan tertentu karena pada saat yang sama pengemudi harus berhadapan dengan peralatan dan menerima
pengaruh
rangsangan
dari
keadaan
sekelilingnya.
Kelancaran dan keselamatan lalu lintas tergantung pada kesiapan dan keterampilan pengemudi dalam menjalankan kendaraannya (F. D. Hobbs, 1995).
19
Dalam mengemudi, manusia dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri sendiri, seperti: a. Usia Kelompok usia remaja dan dewasa berusia muda (25 tahun kebawah) mempunyai resiko tinggi untuk mengalami kecelakaan. Hal ini dikarenakan perkembangan kejiwaaannya belum mantap (labil) cenderung emosional dalam mengendalikan kendaraan sehingga kurang waspada dan kurang memperhatikan bahaya. Sedangkan pada usia lanjut (diatas 50 tahun), terjadi proses biologis yang mengakibatkan penurunan ketajaman penglihatan dan pendengaran serta daya reaksi yang lambat. (F. D. Hobbs, 1995). b. Tingkat Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan maka tingkat kecelakaan akan semakin rendah, karena pendidikan mempengaruhi cara berfikir dan bertindak dalam menghadapi pekerjaan termsuk resiko pekerjaan. (F. D. Hobbs, 1995). c. Keahlian (Skill) Mengemudi Kemampuan pengetahuan yang berkaitan dengan lalu lintas dan kendaraan sangat penting bagi pengemudi. Kesanggupan dan kecakapan ini dinyatakan dalam bentuk suran ijin mengemudi (SIM). (F. D. Hobbs, 1995).
20
d. Kondisi Tubuh Pengemudi Kondisi
tubuh
pengemudi
ini
akan
mempengaruhi
kemampuan pengemudi dalam mengendarai mobil. Apabila kondisi
tubuh
pengemudi
sehat
maka
pengemudi
akan
mengendarai mobil dengan kontrol yang penuh sehingga kendaraan lebih terjamin. (F. D. Hobbs, 1995). 2. Faktor Lingkungan Jalan merupakan salah satu unsur yang menetukan kelancaran perekonomian suatu daerah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari suatu jalan adalah (Boediharto,1987) : a. Disain teknik/struktur jalan Disain teknis suatu jalan harus sesuai dengan keadaan lingkungan agar dapat menjalin keselamatan pemakai jalan. Jalan protokol harus dibedakan dengan jalan yang lurus, tikungan, persimpangan, bundaran,
maupun
tanjakan/turunan
harus
berbeda
pada
desainnya. b. Keadaan jalan yang tidak dapat menampung volume kendaraan. c. Volume kendaraan adalah jumlah kendaraan yang bergerak dalam arah tertentu, melalui suatu titik yang telah ditentukan selama periode tertentu. Pada waktu-waktu tertentu (peak hours) jumlah kendaraan yang melewati suatu jalan melebihi daya tampung jalan tersebut, sehingga terjadi kemacetan dan kecelakaan. Lebih buruk lagi jika
21
dijalan tersebut tidak ada jalan-jalan penyalur yang berfungsi untuk mengurangi kepadatan arus lalu lintas pada jalan utama. d. Kondisi fisik jalan operasi, misalnya berlubang, bergelombang, berpasir, rata, kering atau basah. e. Alat-alat kelengkapan jalan, seperti lampu penerangan jalan, lampu pengatur lalu lintas dan marka jalan tersebut. f. Musim, pada musim hujan kondisi jalan yang licin kemungkinkan menimbulkan potensi untuk terjadi selip apalagi jika kecepatan mobil yang melintasi melebihi kecepatan rata-rata. Pada musim panas, debu yang ditimbulkan oleh gerakan mobil menutupi pandangan kendaraan yang ada dibelakangnya sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya kecelakaan. 3. Faktor kendaraan a. Jenis dan ukuran Kendaraan Jumlah berat maksimum beban yang diangkut harus disesuaikan
dengan
jenis
dan
ukuran
kendaraan
untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada saat operasi. b. Kondisi kendaraan dan Pengaruhnya Pada Pengemudi Kekurangan-kekurangan
yang
dapat
berpengaruh
pada
pengemudi, antara lain: i.
Tidak ergonomis, seperti tinggi tempat duduk dan tinggi mata/pandangan, getaran, ketinggian lutut dan panjang kaki.
22
ii.
Keterbatasan pandangan (blind spot), baik pada pandangan kedepan ataupun pada pandangan kebelakang.
c. Penerangan Penerangan sangat dibutuhkan untuk pada perjalanan malam hari untuk melihat jalan, sebagai tanda adanya kendaraan dan member isyarat untuk belok atau berhenti. Lampu penerangan meliputi lampu besar/utama, lampu kecil, dan rotary lamp, lampu belakang ataupun lampu rem. d. Rem Kemampuan kendaraaan untuk berhenti dengan cepat dan dapat dikendalikan dengan baik merupakan persyaratan yang penting bagi system pengereman dan factor utama dalam keselamatan lalu lintas. Metode dalam penggunaan rem bervariasi, sesuai dengan pengendara dan situasi lalu lintasnya, jarak pandang henti pada prinsipnya ditentukan oleh efisiensi dan kondisi system pengereman dan beban kendaraan, kondisi cuaca, karakteristik permukaan jalan, karakteristik ban, geometrik jalan. Sebagian besar pengendara, selama gerakan pengeraman, memperlambat kendaraannya dalam dua tahap. Pertama, pada waktu pengendara memindahkan kakinya dari pedal gas kepedal rem dan kedua, pada waktu pengendara menekan pedal rem untuk menambah gaya rem pada roda. Jika ahli lalu lintas telah merancang jalan dengan
23
benar, maka pengereman mendadak hanya dilakukan pada keadaan darurat. e. Lampu Kendaraan Agar
operasi
kendaraan
aman,
seorang
pengendara
memerlukan pandangan yang jelas kedepan, konsistensi dengan kecepatan dan bebas dari kusamnya kaca dan didukung oleh lampu kendaraan. Lampu kendaraan banyak digunakan pada malam hari agar pandangan ke depan lebih jelas, mengetahui kondisi lingkungan yang dilewati, dan agar pengguna jalan lainnya dapat mengetahui keberadaan kendaraan kita. 2.2 Persepsi 2.2.1 Pengertian Persepsi Setiap individu dalam kehidupannya sehari-hari akan menerima stimulus atau rangsang berupa informasi, objek, peristiwa, dan lain-lain yang berasal dari lingkungan. Stimulus yang berkaitan dengan dirinya akan diberi makna oleh individu yang bersangkutan. Proses pemahaman atau pemberian makna terhadap stimulus itu dinamakan proses persepsi. Untuk memberikan gambaran lebih jelas lagi mengenai persepsi, berikut pengertian persepsi yang dikemukakan oleh beberapa para ahli. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1983), persepsi dinyatakan sebagai kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan. Kemampuan tersebut antara lain kemampuan untuk membedakan, kemampuan
untuk
mengelompokkan,
dan
kemampuan
untuk
24
memfokuskan. Setiap orang bisa saja mempunyai persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam sistem nilai dan ciri kepribadian dari individu yang bersangkutan. Menurut Robbins (1999), persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka untuk memberikan makna terhadap lingkungan. Sondang P Siagan (1989) berpendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-kesan sensorinya dalam usaha memberikan suatu makna tertentu dalam lingkungannya. Chaplin (1999), dalam Tiara (2007), menjelaskan bahwa persepsi sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera. Proses perceptual ini dimulai dengan perhatian, yaitu merupakan proses pengamatan selektif. Didalamnya mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian. 2.2.2 Proses Pembentukan Persepsi Damayanti
(2000),
dalam
Tiara
Prasilika
(2007),
mencoba
menggambarkan proses pembentukan persepsi pada gambar dibawah ini:
25
Proses pembentukan persepsi Proses pengorganisasian
Seleksi rangsangan
Rangsangan atau sensasi
Lingkungan
PERSEPSI
Pengalaman
Interpretasi
Proses belajar
Gambar 2.1 Skema Proses Pembentukan Persepsi
1. Proses penerimaan rangsangan Proses pertama dalam persepsi adalah penerimaan rangsangan dari berbagai sumber yang diterima individu melalui panca indera yang dimilikinya dan akan memberikan respon sesuai dengan penilaian dan pemberian arti terhadap rangsang lain. 2. Proses menyeleksi rangsangan Setelah diterima, rangsangan atau data yang diseleksi tidaklah mungkin memperhatikan rangsangan yang diterima. Demi menghemat perhatian-perhatian yang digunakan, rangsangan-rangsangan itu disaring dan diseleksi untuk diproses lebih lanjut. 3. Proses pengorganisasian Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk sesuai dengan rangsangan yang diterima.
26
4. Proses Penafsiran Setelah data diterima dan diatur, proses selanjutnya individu menafsirkan data yang diterima dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa telah terjadi persepsi setelah rangsang atau data tadi ditafsirkan. Persepsi pada pokoknya memberikan arti kepada berbagai data mempengaruhi penafsiran, diantaranya adalah: a. Perangkat persepsi, nilai-nilai atau kepercayaan yang dianut individu akan mempengaruhi pada persepsi yang akan diterima. Kepercayaan atau pendapat-pendapat tadi dapat dikatakan sebagai perangkat persepsi. b. Pembelaan persepsi, apabila data atau rangsangan yang diterima individu bertentangan dengan nilai-nilai atau kepercayaan yang dimiliki, maka individu akan melakukan apa yang dinamakan persepsi, mekanismenya antara lain, menolak data yang diterima, memodifikasi data, pembenaran sikap dan kepercayaan data itu diterima. 2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Persepsi seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi melalui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Faktorfaktor inilah yang menyebabkan dua orang melihat sesuatu mungkin memberikan interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihatnya itu. Menurut Stephen. P. Robbins, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi persepsi sesorang, yaitu :
27
1. Individu Yang Bersangkutan Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik
individual
yang
dimiliknya
seperti
sikap,
motif,
kepentingan, minat, pengalaman, pengetahuan, dan harapannya. 2. Sasaran dari Persepsi Sasaran itu mungkin berupa benda, orang atau peristiwa. Sifat-sifat itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Persepsi terhadap sasaran bukan merupakan sesuatu yang dilihat secara terisolasi melainkan dalam kaitanya/hubungannya dengan orang lain. Hal itu menyebabkan seseorang cenderung mengelompokkan orang, benda atau peristiwa sejenis, dan memisahkannya dari kelompok lain yang tidak serupa. 3. Situasi Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti situasi dimana persepsi itu timbul perlu mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam penumbuhan persepsi seseorang. Pembentukan persepsi juga sangat dipengaruhi oleh informasi yang pertama kali diterima (Feldman, 1985), oleh karena itu pengalaman pertama
yang
tidak
menyenangkan
akan
sangat
mempengaruhi
pembentukan persepsi seseorang. Tetapi karena stimulus yang dihadapi oleh manusia senantiasa berubah, maka persepsi pun dapat berubah-ubah sesuai dengan stimulus baru yang diterima. Persepsi menjadi penting
28
karena
merupakan
dasar
dari
seseorang
dalam
berprilaku
dan
mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan (Robbins, 1998). Tidak terlalu berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins, David Krech (1962) dalam Prasilika, Tiara H. (2007:14) menyatakan bahwa yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang adalah: 1. Frame of Reference, yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang dipengaruhi dari pendidikan, bacaan, penelitian, dan lain-lain. 2. Frame of Experience, yaitu berdasarkan pengalaman yang telah dialaminya yang tidak lepas dari keadaan lingkungan sekitarnya. Menurut Feldman (1985), dalam Ben F. Ramdhan, pembentukan persepsi juga sangat dipengaruhi oleh informasi yang pertama kali peroleh. Oleh Karena itu, pngalaman pertama yang tidak menyenangkan akan sangat mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang. Tetapi karena stimulus yang dihadapi oleh manusia senantiasa berubah, maka persepsi pun dapat berubah-ubah sesuai dengan stimulus yang diterima. Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, dapat diketahui bahwa proses pembentukan persepsi dapat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti pengalaman, kemampuan, individu, lingkungan dan lain sebagainya. Proses pembentukan itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
29
2.2.4 Persepsi terhadap Risiko Bahaya Menurut WHO (1999) dalam Ben F. Ramadhan (2009) Risk perception merupakan suatu proses dimana individu menginterpretasikan informasi mengenai resiko yang mereka peroleh. Menurut Kathryn Mearns dalam Ben Fauzi Ramadha (2009), Risk perception dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut: 1. Pengetahuan 2. Personal 3. Konteks 4. Kualitas lingkungan kerja 5. Kepuasan dengan ukuran safety 6. Sikap terhdap resiko dan safety 7. Budaya safety 2.3 Pengetahuan 2.3.1 Definisi Pengetahuan Kata “ilmu” merupakan terjemahan dari kata Inggris science. Kata science berasal dari kata Latin scientia yang berarti “Pengetahuan”. Kata scientia berasal dari bentuk kata kerja scire yang artinya “mempelajari” atau “mengetahui” (Alex Sobur, 2003). Sedangkan menurut Notoadmodjo (1993), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni
indera penglihatan,
30
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut Meliono (2007),
pengetahuan adalah informasi atau
maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi juga merupakan suatu pengetahuan. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera dan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumya. Partap Sing Mehra dan Jazir Burhan dalam dalam Pitasari (2008), pengantar logika tradisional, mengemukakan, “Pengetahuan adalah suatu sistem gagasan yang bersesuaian dengan sistem benda-benda dan dihubungkan oleh keyakinan”. Dengan demikian, pandangan dari kedua penulis ini, ada tiga hal yang harus dipenuhi dalam pengetahuan, yaitu: 1. Adanya sistem gagasan dalam pikiran. 2. Gagasan ini sesuai dengan benda-benda sebenarnya. 3. Haruslah ada suatu keyakinan tentang persesuaian. Apabila salah satu dari tiga unsur tersebut hilang, tidak akan terjadi “Pengetahuan”. 2.3.2 Sumber, Bentuk, dan Tingkatan dalam Pengetahuan Menurut Mehra dan Burhan dalam dalam Pitasari (2008), ada tiga sumber pengetahuan, yaitu : 1. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman langsung. 2. Pengetahuan yang diperoleh dari suatu konklusi.
31
3. Pengetahuan yang diperoleh dari kesaksian dan authority. Berdasatrkan bentuknya, Mehra dan Burhan dalam dalam Pitasari (2008) membagi pengetahuan dalam dua bagian, yaitu: 1. Pengetahuan Langsung Pengetahuan yang didapat dari persepsi ekstern dan persepsi intern. 2. Pengetahuan Tidak Langsung Pengetahuan yang diperoleh dengan cara menarik konklusi, kesaksian, dan authority. Berdasarkan tingkatannya, ada 6 tingkatan dalam pengetahuan, yaitu: 1. Tahu atau know, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Contoh dapat menyebutkan gejala suatu penyakit. 2. Memahami atau comprehention, diartikan sebagai kemampuan untuk menjelasakan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Misal menjelaskan mengapa harus menjaga kebersihan lingkungan. 3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi dan situasi senyataannya. Contoh menyelesaikan masalah matematika dengan menggunakan rumus matematika. 4. Analisi, diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek kedalam suatu komponen-komponen, tetapi masih berkaitan satu sama lain didalam satu struktur.
32
5. Sintesis, diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada. 6. Evaluasi, diartikan sebagai kemapuan untuk melakukan suatu penilaian terhadap suatu materi atau objek. 2.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan Pesepsi Hubungan antara persepsi dengan pengetahuan dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Ben Fauzi ramdhan (2009), yaitu salah satu yang mempengaruhi persepsi rendah adalah pengetahuan yang dimiliki oleh pengendara sepeda motor kurang baik. Dari 239 responden yang diteliti, 73.23% dinyatakan memiliki pengetahuan yang kurang baik. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Triska (2007) tentang persepsi supir bajaj terhadap keselamatan berkendara, menyatakan bahwa rata-rata supir bajaj mempunyai persepsi yang tidak baik terhadap keselamtan berkendara. Dari total sampel yang diteliti, sebesar 67.6% memiliki pengetahuan yang rendah untuk berkendara dengan selamat. 2.4 Motivasi 2.4.1 Pengertian Motivasi Secara etimologis, motif atau dalam bahasa Inggrisnya motive, berasal dari kata motion, yang berarti “gerakan” atau sesuatu yang “bergerak”. Jadi istilah “motif” berkaitan erat dengan “gerak”, yakni gerakan yang dilakukan oleh manusia atau disebut juga perbuatan atau tingkah laku. (Alex Sobur, 2003).
33
Selain motif, dalam psikologi juga dikenal dengan istilah motivasi. Sebenarnya, motivasi merupakan istilah yang lebih umum yang menunjukkan pada proses seluruh gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Karena itu, bisa dikatakan juga bahwa motivasi bisa membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu tujuan atau keputusan. Dalam suatu motif, umumnya terdapat dua unsur pokok, yaitu unsur dorongan atau kebutuhan dan unsur tujuan. Proses interaksi timbal balik antara kedua unsur ini terjadi didalam diri manusia, namun dapat dipengaruhi oleh hal-hal diluar diri manusia. Misalnya, keadaan cuaca, kondisi lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu, bisa saja terjadi perubahan motivasi dalam waktu yang relatif singkat jika ternyata motivasi yang pertama mendapat hambatan atau tidak dapat terpenuhi. Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu “movere” yang berarti menggerakkan (to move). Motivasi mewakili proses-proses psikologi yang menyebabkan timbulnya pengarahan, dan persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang ditujukan kearah pencapaian tujuan. Motivasi merupakan hasrat dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan. Seseorang sering melakukan tindakan untuk suatu hal;
mencapai
tujuan.
Motivasi
merupakan
penggerak
yang
menggambarkan pada tujuan, dan itu jarang muncul dengan sia-sia. Kata-
34
kata butuh, ingin, hasrat dan penggerak semuanya sama dengan motive, yaitu asal kata motivasi (Methis, 2001). Motivasi adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi dapat berupa kebutuhan dan cita-cita. Motivasi diartikan dengan istilah dorongan, dorongan tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat (Saleh dan Nisa, 2006). Motivasi adalah suatu keadaan psikologi tertentu dalam diri seseorang yang muncul oleh karena adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Motivasi ini kemudian menimbulkan tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan tadi. Dengan demikian motivasi dapat diartikan sebagai suatu proses (Indriyanti, 1999). Sedangkan menurut Umar (2000) dalam penelitiannya menyebutkan, motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengarahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelanggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari beberapa pengertian diatas dapat dikatakan bahwa tidak ada suatu motivasi apabila tidak dirasakan adanya suatu kebutuhan, sehingga motivasi yang telah tumbuh merupakan dorongan untuk mencapai tujuan
35
guna memenuhi kebutuhan atau mencapai keseimbangan. Dengan demikian motivasi berhubungan erat dengan perilaku dan prestasi kerja. Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Karena itu terdapat perbedaan dalam kekuatan motivasi yang ditunjukkan oleh seseorang dalam menghadapi situasi tertentu yang dihadapinya. Tindakan motivasi seseorang berbeda dengan orang lain, dan berbeda dalam diri seseorang pada waktu yang berlainan. Jadi motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang sering dikenal dengan istilah motivasi internal atau intrinsik akan tetapi dapat pula bersumber dari luar diri seseorang yang bersangkutan yang dikenal dengan istilah motivasi eksternal atau ekstrisik (Umar, 2000). Motivasi memiliki tiga komponen pokok (Saleh dan Nisa, 2006), yaitu: 1. Menggerakkan. Dalam hal ini motivasi memberikan kekuatan dalam diri individu, membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. 2. Mengarahkan. Motivasi mengarahkan tingkah laku, menyediakan suatu orientasi tujuan. 3. Menopang. Motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
36
Motivasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Saleh dan Nisa, 2006): 1. Motivasi adalah majemuk. Dalam satu perbuatan tidak hanya memiliki satu tujuan tetapi memiliki beberapa tujuan yang berlangsung bersamasama. 2. Motivasi dapat berubah-ubah. Motivasi sering berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan individu yang bersangkutan. 3. Motivasi berbeda-beda bagi individu. Dua orang yang memiliki pekerjaan yang sama, tetapi motivasinya bisa berbeda. 4. Beberapa motivasi tidak disadari oleh indinidu. Banyak tingkah laku individu yang tidak disadari, sehingga dorongan yang muncul sering kali karena berhadapan dengan situasi yang kurang meguntungkan lalu ditekan dibawah sadarnya. 2.4.2 Lingkaran Motivasi Motif dalam psikologi manusia berarti rangsangan, dorongan, atau pembangkit
tenaga
bagi
terjadinya
suatu
tingkah
laku.
Karena
dilatarbelakangi oleh motif, tingkah laku tersebut disebut “tingkah laku bermotivasi” (Dirgagunarsa, 1996). Menurut Triska (2007) dalam penelitiannya, bahwa ada beberapa unsur yang membentuk lingkaran motivasi (motivational cycle), seperti digambarkan berikut ini:
37
Lingkaran Motivasi Kebutuhan
Tujuan
Tingkah laku
Gambar 2.2 Lingkaran Motivasi
1. Kebutuhan Motif pada dasarnya adalah bukan merupakan suatu dorongan fisik, tetapi juga orientasi kognitif elementer yang diarahkan pada pemuasan kebutuhan. Ketika orang-orang berupaya untuk memuaskan kebutuhan cinta, penerimaan masyarakat, atau rasa memiliki, misalnya, mereka senantiasa dihadapkan pada saran-saran mengenai bagaimana memuaskan kebutuhan itu. Dengan kata lain memotivasi mereka untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satu teori terkenal yang membahas tentang kebutuhan adalah teori Maslow yang mengklasifikasikan kebutuhan menjadi lima tingkat. Yang terdiri atas kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta, penghargaan, dan mewujudkan jati diri. Hierarki kebutuhan Maslow ini merupakan salah satu teori motivasi yang terkenal. Teori ini sangat berpengaruh dalam psikologi
38
industri dan organisasi sebagai teori motivasi kerja. Dengan kata lain, kebutuhan-kebutuhan ini memotivasi manusia untuk mencapai tujuan. Menurut Maslow, kebutuhan dasar (kebutuhan dasar fisik dan kebutuhan dasar rasa aman) harus lebih didahului sebelum memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kebutuhan aman yang dimaksud disini adalah bebas dari bahaya yang dapat mengancam jiwa. Begitu tiap kebutuhan ini telah cukup banyak dipuaskan, kebutuhan berikutnya menjadi dominan. Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa kebutuhan individu bergerak naik mengikuti anak tangga hierarki. Dari titik pandang motivasi, teori tersebut mengatakan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan yang dipuaskan secara cukup banyak (substansial) tidak lagi termotivasi. Jadi jika kita ingin memotivasi seseorang, maka menurut Maslow, kita perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah orang tersebut dan memfokuskan pada pemenuhan-pemenuhan kebutuhan itu atau kebutuhan diatas tingkat itu. 2. Tingkah Laku Elemen kedua dari lingkaran motivasi adalah tingkah laku yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jadi, tingkah laku pada dasarnya ditujukan untuk mencapai tujuan. Perilaku merupakan kumpulan kegiatan M.C. Morgan menyebut Instumental Behaviour untuk tingkah laku yang dipergunakan sebagai alat atau cara agar tujuan dapat tercapai (Alex Sobur, 2003: 291). Tingkah laku ini, apakah sesuai atau tidak sesuai,
39
baik atau tidak baik, melanggar atau tidak melanggar norma, semuanya disebut tingkah laku. Selanjutnya Morgan mengemukakan beberapa bentuk tingkah laku sebagai berikut : a.
Aktifitas, adalah gerakan-gerakan yang timbul menyertai adanya kebutuhan. Misalnya gerakan yang diperlihatkan oleh supir angkot ketika penghasilan hari ini tidak mencukupi untuk setoran, atau gerakan gelisah pada seseorang yang sedang berusaha memecahkan masalah.
b.
Gerakan-gerakan naluriah. Suatu gerakan yang dapat dilakukan tanpa dipelajari terlebih dahulu. Gerkan-gerakan inilah yang memungkinkan seorang bayi dapat melangsungkan hidupnya. Misalnya gerakan seorang bayi yang sedang menyusu pada ibunya.
c.
Refleks. Suatu gerakan yang diperlihatkan oleh seseorang untuk mempertahankan
atau
melindungi
tubuh
dari
kemungkinan-
kemungkinan cacat, cidera, luka dan lain-lain. Biasanya gerakan refleks terjadi secara cepat sekali. Misalnya supir angkot yang mengerem atau membelokkan mobil angkotnya ketika kendaraan didepannya berhenti secara tiba-tiba atau ada penumpang yang berada dipinggir jalan. d.
Belajar secara instrumental,yaitu mempelajari sesuatu yang terjadi tanpa sengaja. Misalnya seorang anak mengatakan “pusing” ketika sedang membuat soal-soal berhitung yang sulit. Karena anak
40
3. Tujuan Elemen ketiga dari lingkaran motivasi adalah tujuan yang berfungsi untuk memotivasikan tingkah laku. Tujuan yang menentukan seberapa aktif individu akan bertingkah laku, karena, selain ditentukan oleh motif dasar, tingkah laku juga ditentukan oleh keadaan dari tujuan. Jika tujuannya menarik, individu akan lebih aktif bertingkah laku. 2.4.3 Hubungan Motivasi dengan Persepsi Pada tahun 2009, Ben Fauzi Ramadhan melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa hampir sebagian responden yang diteliti memiliki persepsi yang rendah terhadap kselamatan berkendara. Dari total sampel yang diteliti yaitu sebesar 239 responden, 59.95% memiliki motivasi yang kurang baik terhadap berkendara. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Triska (2007) yang mana didapatkan 67.6% responden masih memiliki motivasi yang rendah untuk berkendara dengan selamat karena masih dipengaruhi oleh ada tidaknya petugas pengaman lalu lintas, permintaan penumpang dan setoran.
41
2.5 Pengalaman Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada mereka yang tidak mempunyai pengetahuan cukup dalam mejalankan tugasnya. Kenyataan menunjukkan semakin lama seseorang bekerja maka, semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pekerja tersebut. Sebaliknya, semakin singkat masa kerja berarti semakin sedikit pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja memberikan keahlian dan ketrampilan kerja yang cukup namun sebaliknya, keterbatasan pengalaman kerja mengakibatkan tingkat ketrampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah. Kebiasaan untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan sejenis merupakan sarana positif untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja (Hadiwiryo, 2002). Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih (Christ, 1993 dalam Dwi Ananing Tyas, 2006). Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak mempunyai pengetahuan cukup akan tugasnya. Kenyataan menunjukkan semakin lama seseorang bekerja maka, semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki oleh pekerja tersebut. Sebaliknya, semakin singkat masa kerja seseorang biasanya semakin sedikit pula pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja memberikan keahlian dan ketrampilan
dalam kerja sedangkan, keterbatasan pengalaman kerja
mengakibatkan tingkat ketrampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah.
42
Ini biasanya terbukti dari kesalahan yang dilakukan dalam bekerja dan hasil kerja yang belum maksimal. Lama kerja seseorang jika dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat mempengaruhi
kecelakaan
kerja.
Terutama
pengalaman
dalam
hal
menggunakan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak dan memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman (Dirgagunarsa, 1992). Berdasarkan hasil studi ILO (1989) di Amerika menunjukan bahwa kecelakaan kerja yang terjadi selain karena faktor manusia, disebabkan juga karena masih baru dan kurang pengalaman (Dirgagunarsa, 1992). Pengalaman merupakan keseluruhan yang didapat seseorang dari peristiwa yang dilaluinya, artinya bahwa pengalaman seseorang dapat mempengaruhi persepsi dalam kehidupan organisasinya. Dengan demikian, semakin lama masa kerja seseorang maka pengalaman yang diperolehnya semakin banyak yang memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman (Millah, 2008). Sedangkan, menurut Cooper (1998), orang sering berperilaku tidak aman karena orang tersebut belum pernah cedera saat melaksanakan pekerjaannya dengan tidak aman. Tetapi jika kita melihat Heinrich’s Triangle, sebenarnya orang tidaklah jauh dari potensi kecelakaan. Sementara itu, Geller (2001) menyebutkan faktor pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan sudah dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut berperilaku tidak aman dan terus
43
berlaku karena menyenangkan, nyaman, dan menghemat waktu dan perilaku ini cenderung berulang. Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah baik sesuai dengan usia, masa kerja diperusahaan dan lamanya bekerja di tempat kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu, mereka sering mementingkan dahulu selesainya sejumlah pekerjaan tertentu yang diberikan kepada mereka sehingga keselamatan tidak cukup mendapat perhatian. Oleh karena itu, masalah keselamatan harus dijelaskan kepada mereka sebelum melakukan pekerjaan dan bimbingan pada hari-hari permulaan bekerja adalah sangat penting. Dimana, dalam suatu perusahaan pekerja-pekerja baru yang kurang berpengalaman sering mendapatkan kecelakaan, sehingga diperlukan perhatian khusus (Suma’mur, 1996). Berdasarkan pendapat Suma’mur (1996) diatas dapat disimpulkan bahwa pengalaman dapat mempengaruhi persepsi supir angkot dalam melakukan berkendara di jalan raya dan pengalaman dapat mengurangi risiko terjadinya kecelakaan. Dalam hal ini, supir angkot yang berpengalaman dapat lebih menekankan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya ketika mengendarai angkot dikarenakan ia telah mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Sedangkan supir angkot yang belum berpengalaman atau masih baru belum mengenali seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Dirgagunasa (1992) mengatakan bahwa lama kerja seseorang jika dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat mempengaruhi kecelakaan kerja.
44
Terutama pengalaman dalam hal menggunakan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak dan memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman. 2.6 Kerangka Teori Beberapa sumber menyebutkan bahwa banyak faktor yang berhubungan dengan persepsi seseorang antara lain individu tersebut (pengetahuan; motivasi; pengalaman; dan harapannya); sasaran persepsi (benda; orang atau peristiwa); dan situasi persepsi (kondisi lingkungan) (Robbins, 1998); Penglihatan dan Penafsiran (Leavit, 1978); pengetahuan (kognitif) dan penafsiran (interprektif); (Ittelson, 1978 dalam Ben F. Ramadhan, 2009); Pengamatan dan penilaian dalam diri individu (Sarwono, 1983); Pengorganisasian; interpretasi dan lingkungan (Siagian, 1989). Dari beberapa teori diatas, maka hal tersebut dapat digambarkan pada gambar 2.3 dibawah ini :
45
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Teori Faktor Internal Individu : •
Pengetahuan
•
Motivasi
•
Pengalaman
•
Harapan Persepsi Supir Angkot
Faktor Eksternal Individu : •
Benda
•
Lingkungan
•
Pengorganisasian
•
Peristiwa
Sumber : Ittelson, (1978), Sarwono, (1983), Siagian, (1989), Robbins, (1998).
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Dengan mengacu kepada teori yang telah dijelaskan sebelumnya, yang membagi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ke dalam faktor internal dan eksternal, namun peneliti membatasi variabel penelitian hanya terdiri dari faktor internal yaitu pengetahuan supir angkot tentang keselamatan berkendara, motivasi supir angkot tentang keselamatan berkendara dan pengalaman supir angkot tentang keselamatan berkendara. Adapun variabel dependen dalam penelitian ini adalah persepsi. Berdasarkan teori yang ditunjang oleh fakta serta pengamatan secara langsung di lapangan dan setelah mempelajari data kecelakaan lalu lintas, pemilihan variabel independen tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa variabel terpilih memang sudah dikenal secara umum termasuk oleh calon responden. Variabel independen atau determinan tersebut diasumsikan oleh peneliti mempunyai hubungan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Asumsi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dapat diuraikan sebagai berikut: pengetahuan supir yang baik akan menimbulkan kesadaran dan sikap positif bagi supir, motivasi berhubungan erat dengan persepsi dan prestasi kerja. Semakin rendahnya motivasi supir dalam bekerja (mengendarai angkot) maka dorongan untuk mencapai tujuan guna memenuhi kebutuhan kemungkinan besar tidak tercapai secara optimal. Adapun pengalaman 46
47
mempengaruhi persepsi supir tentang keselamatan berkendara. Artinya bahwa persepsi risiko berkendara responden baik jika responden memiliki pengalaman yang banyak terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas, sebaliknya persepsi risiko keselamatan berkendara responden buruk jika responden memiliki pengalaman sedikit terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas. Selain itu, peneliti juga mempertimbangkan penelitian yang dilakukan oleh Ben Fauzi Ramadhan mengenai gambaran persepsi keselamatan berkendara sepeda motor pada siswa/i SMA di Kota Bogor tahun 2009. Beberapa variabel yang terdapat dalam kerangka teori namun tidak dilakukan penelitian karena alasan tertentu. Variabel tersebut diantaranya: 1. Lingkungan; ketika mengendarai angkot tidak diikutsertakan sebagai variabel independen karena tidak ada perbedaan luas yang bermakna karena rute perjalanan antar supir angkot sama. 2. Benda; dalam hal ini adalah mobil tidak diikutsertakan sebagia variabel independen karena peneliti tidak dapat menilai apakah mobil angkot (angkutan kota) termasuk mobil yang layak digunakan atau tidak layak digunakan. 3. Pengorganisasian; tidak diikutsertakan sebagai variabel independen karena pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan, supir angkot jurusan ParungBogor tidak terikat dengan organisasi. 4. Variabel peristiwa tidak dikutsertakan sebagai variabel independen karena variabel ini berkaitan dengan variabel pengalaman. Peristiwa yang pernah
48
dialami oleh supir angkot, merupakan bagian dari pengalaman yang dialami oleh supir angkot. Kerangka konsep terdiri dari variabel dependen dan independen. Variabel independen terdiri dari pengetahuan, sikap, pengalaman, dan motivasi. Sedangkan persepsi ditetapkan sebagai variabel dependen. Hubungan antara beberapa variabel tersebut digambarkan dalam bagan berikut ini:
Hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen digambarkan dalam bagan 3.1
1. Pengetahuan
Persepsi Supir Angkot Tentang Keselamatan
2. Motivasi
Berkendara di Jalan 3. Pengalaman
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep
Raya
49
3.2 Definisi Operasional No. 1
2
3
Variabel
Definis Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Persepsi supir
Penafsiran atau interpretasi
Wawancara
Kuesioner
angkot tentang
supir angkot tentang
skor > nilai median
keselamatan
mengendarai angkot dengan
2. Tidak baik jika
berkendara
aman dan selamat untuk
total skor < nilai
keselamatan bersama.
median
Pengetahuan
Motivasi
Tingkat pengetahuan yang
Wawancara
Kuesioner
Hasil Ukur 1. Baik jika total
1. Tinggi jika total
dimiliki oleh supir angkot
skor > nilai mean
tentang keselamatan berkendara
2. Rendah jika total
di jalan raya.
skor < nilai mean
Keinginan atau dorongan dari
Wawancara
Kuesioner
1. Tinggi jika total
dalam diri supir angkot untuk
skor > nilai mean
berkendara dengan selamat di
2. Rendah
jalan raya Parung-Bogor.
jika total skor <
Skala Ukur Nominal
Nominal
Nominal
50
nilai mean 4
Pengalaman
Kejadian/peristiwa yang
Wawancara
Kuesioner
1. Banyak jika total
dialami oleh supir angkot
skor > nilai mean
selama mengendarai angkot di
2.Kurang jika total
jalan raya.
skor < nilai mean
3.3 Hipotesis 1. Ada hubungan pengetahuan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. 2. Ada hubungan motivasi dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. 3. ada hubungan pengalaman dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya.
Nominal
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif dan analitik. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional karena pada penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati pada waktu (periode) yang sama. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pangkalan angkot di pasar Parung dan di pangkalan pasar Merdeka, Bogor. Penelitian ini akan dilakukan kurang lebih selama dua bulan pada periode bulan Desember 2009 – Januari 2010. 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh supir angkot jurusan ParungBogor yang ada di pangkalan Pasar Parung dan pangkalan pasar Merdeka, Bogor. 4.3.2 Sampel Penelitian Pengambilan sampel dengan cara menggunakan metode Purposive sampling, yaitu sampel yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Supir angkot yang mengendrai angkot jurusan Parung-Bogor, sesuai dengan jumlah angkot, yaitu sebanyak 117 orang.
51
52
2. Supir angkot jurusan Parung-Bogor yang berada di lokasi pada saat penelitian dilakukan. 4.4 Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Pada saat penelitian, kuesioner akan dibagikan langsung oleh peneliti kepada supir angkot untuk dilengkapi. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya pernah digunakan oleh Nurhasanah (2007), Tiara Prasilika (2007), Pitasari (2008), dan Ben F. Ramadhan (2009). Kuesioner ini mencakup pertanyaan mengenai data umum responden, pengetahuan, motivasi, pengalaman, dan persepsi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan beberapa pertanyaan dan modifikasi skala likert. Skala model likert adalah suatu himpunan butir pertanyaan sikap, pendapat, persepsi yang kesemuanya dipandang kira-kira sama dengan sikap, pendapat, perspsi. Penentuan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut diambil dari banyak pertanyaan yang disaring melalui uji coba yang dikenakan pada subjek uji coba. Dari hasil uji coba dipilih pertanyaan-pertanyaan yang cukup baik, baik yang bersifat favorable atau positif maupun unfavorable atau negatif (Walgito, 2003). Dalam menciptakan alat ukur likert dengan menggunakan pertanyaanpertanyaan dengan menggunakan lima alternatif jawaban atau tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Subjek yang diteliti disuruh memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang disediakan. Lima alternatif yang dikemukakan serta pembobotnya seperti:
53
-
Sangat setuju
(5)
-
Setuju
(4)
-
Ragu-ragu
(3)
-
Tidak setuju
(2)
-
Sangat tidak setuju
(1)
Sedangkan untuk mengukur pertanyaan yang memiliki nilai negatif pembobotnya terbalik, seperti: -
Sangat setuju
(1)
-
Setuju
(2)
-
Ragu-ragu
(3)
-
Tidak setuju
(4)
-
Sangat tidak setuju
(5)
Untuk mengetahui pertanyaan-pertanyaan yang cukup baik, baik yang bersifat favorable atau positif maupun yang unfavorable atau negatif adalah berdasarkan uji validitas dan reabilitas, yaitu dengan menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan total skor dengan menggunakan rumus (Singarimbun, 1989) seperti berikut: r =
N(ΣXY) – (ΣX. ΣY) √[NΣX2 – (ΣX)2] [NΣY2 – (ΣY)2
Keterangan: X = Skor pertanyaan Y = Total skor
54
r = Angka korelasi Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai – r, dengan cara melihat baris N–2. Jumlah responden yang dipakai untuk uji kuesioner ini adalah 30 responden, maka jalur yang dilihat adalah baris 30-2 =28. Untuk taraf signifikansi 5%, maka angka kritik adalah 0,361. Sedangkan reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai alpha conbacch’s > 0,70. Kuesioner dinyatakan reliabel jika jika mempunyai nilai koefisien alpha yang lebih besar dari 0,7. Pertanyaan-pertanyan yang digunakan pada penelitian ini memiliki koefisien alpha yang lebih besar dari 0,7, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dinyatakan reliabel. Kuesioner yang dibuat mencakup beberpa variabel yang diteliti, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen yaitu persepsi supir angkot, sedangkan variabel independennya adalah pengetahuan, motivasi, dan pengalaman. dan persepsi. Untuk variabel persepsi, pengetahuan, motivasi, dan pengalaman dikelompokkan menjadi dua ketegori dengan menggunakan standard skor dibawah ini:
Baik/tinggi
: Jika total skor jawaban yang diperoleh ≥ mean
Tidak baik/rendah
: Jika total skor jawaban yang diperoleh < mean
4.5 Metode Pengumpulan Data
55
Data yang digunakan pada penelitian kali ini adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan cara: 4.5.1 Data Primer Data ini didapat dengan melakukan observasi langsung ke lapangan dengan menggunakan wawancara dan kuesioner yang dibagikan kepada responden, yaitu supir angkot yang terdapat di pangkalan Pasar Parung. 4.5.2 Data Sekunder Pengumpulan
data
sekunder
dilakukan
dengan
penelusuran
kepustakaan, data-data dan dokumen yang relevan dengan penelitian ini. Selain itu data sekunder diperoleh dari informasi tentang kecelakaan diberbagai media, seperti media masa dan internet, serta Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi Bogor. 4.6 Pengolahan Data Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah melalui tahap – tahap sebagai berikut : 1. Mengkode data (data coding) Kode data dilakukan dengan memberi kode pada tiap jawaban responden. Pemberian kode dimaksudkan untuk memudahkan dalam menganalisis data dan memasukkan data. 2. Menyunting data (data editing) Pada tahap ini peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah terkumpul. Pemeriksaan meliputi pengisian, konsistensi, validitas, dan jumlah pertanyaan yang di jawab, apakah jawaban yang dikuesioner sudah:
56
Lengkap
: Semua pertanyaan sudah dijawab
Jelas
: Jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas dibaca
Relevan
: Jawaban yang ditulis relevan dengan pertanyaan
Konsisten : Apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi jawaban konsisten 3. Memasukkan data (data entry) Daftar pertanyaan yang telah dilengkapi dengan pengisian kode jawaban selanjutnya dimasukkan ke dalam program software komputer berupa kodekode. 4. Membersihkan data (data cleaning) Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis. Tahap cleaning data terdiri dari: a. Mengetahui missing data b. Mengetahui variasi data c. Mengetahui konsistensi data
4.7 Analisis Data 4.7.1 Analisis Univariat Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel independen, dependen yang diharapkan dari tabel distribusi. Variable independen terdiri dari pengetahuan, motivasi dan
57
pengalaman, sedangkan variable dependen yaitu persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara dijalan raya. Analisis data univariat dilakukan dengan tabulasi dengan menggunakan program komputer. 4.7.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabelvariabel yang mempengaruhi persepsi supir angkot (variabel independen) dengan persepsi supir angkot jurusan Parung-Bogor (variabel dependen). Untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen digunakan uji chi-square. Analisis data bivariat dilakukan dengan menggunakan program komputer. Persamaan Chi Square: (O - E)2 X2 = E Keterangan : X2
= Chi Square
O
= Efek yang diamati
E
= Efek yang diharapkan
Metode ini digunakan untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika Pvalue > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya jika Pvalue < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut.
58
Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan independen maka dilihat nilai Odds Rasio (OR). Rumus OR sebagai berikut: OR = AD BC Bila nilai OR = 1 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika nilai OR < 1 artinya variabel independen memperkecil resiko untuk bermotivasi dalam berperilaku aman. Dan jika nilai OR > 1 artinya variabel independen meningkatkan resiko untuk bermotivasi dalam berperilaku aman.
BAB V HASIL PENELITIAAN
5.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Parung Secara letak geografis. Parung merupakan salah satu Kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Bogor. Batas wilayah utara wilayah Kecamatan Parung berbatasan dengan kecamatan Jampang, wilayah selatan kecamatan Parung berbatasann dengan wilayah Sawangan sedangkan wilayah barat kecamatan Parung berbatasan dengan kecamatan Ciseeng. Parung memiliki sembilan kelurahan atau desa, antara lain Desa Bojong Indah, Desa Bojong Sempu, Desa Cogrek, Desa Iwul, Desa Jabon Mekar yang berbatasan dengan wilayah Jampang, Desa Pamager Sari, Desa Waru, Desa Warujaya yang berbatasan dengan Kecamatan Ciseeng, dan Desa Parung. Parung memiliki sebuah pasar tradisional yang aktif 24 jam. Di pasar Parung inilah biasanya angkot-angkot beroperasi. Selain itu, lokasinya yang terletak diantara perbatasan Wilayah Kabupaten Bogor dengan Kota Depok menjadi salah satu daerah yang dipadati oleh kendaraan pribadi (mobil pribadi, truk dan motor) maupun kendaraan umum (angkot dan bis) yang melintas disepanjang jalan tersebut, terlebih lagi ditambah dengan banyaknya kendaraan umum yang parkir disepanjang jalan tersebut, sehingga membuat jalanan disepanjang pasar Parung menjadi padat. Hal ini pula yang menjadikan daerah pasar Parung menjadi salah satu daerah yang strategis bagi supir angkot untuk mencari penumpang, dengan kata lain mereka menjadikan area ini menjadi 59
60
pangkalan angkot. Angkot ini pula yang sering menjadi keluhan warga Bogor karena jumlahnya yang banyak. Angkutan Kota atau angkot adalah salah satu sarana perhubungan dalam kota dan antar kota yang banyak digunakan di Indonesia, berupa mobil jenis minibus atau van yang dikendarai oleh seorang supir dan kadang juga dibantu oleh seorang kenek. Tugas kenek adalah memanggil penumpang dan membantu supir dalam perawatan kendaraan (ganti ban mobil, isi bahan bakar, dan lainlain). Angkot setiap jurusan dibedakan melalui warna armadanya atau melalui angka. Untuk wilayah kota Surabaya, banyak angkot yang memberi warna khusus pada bodynya, sehingga penumpang dengan mudah bisa mengidentifikasi jurusan mereka. Contoh, warna cokelat tua menandakan lewat ke Tunjungan Plaza, lalu menuju Rumah Sakit Karang Menjangan. Sedangkan untuk warna angkot yang terdapat Wilayah Bogor berwarna biru dan hijau, angkot warna biru menunjukkan angkot wilayah Kota Bogor sedangkan angkot warna hijau menunjukkan angkot wilayah Kabupaten Bogor. Namun tidak jarang juga angkot warna biru atau hijau beroperasi di wilayah Kabupaten Bogor sekaligus wilayah Kota Bogor. Angkot juga memiliki banyak sebutan. Di Jakarta dikenal dengan sebutan mikrolet, di Bekasi dikenal dengan sebutan KOASI, dan di Makassar dikenal dengan sebutan pete-pete. Untuk tarif perjalanan, sebenarnya seluruh angkot yang terdapat di Kota Bogor telah ditetapkan oleh Pemerintah Bogor. Namun pada kenyataannya, banyak supir angkot yang menaikkan harga secara sepihak. Mereka berasalan harga kebutuhan bahan pokok semakin meningkat, sedangkan penghasilan yang
61
mereka dapatkan tidak dapat untuk mencukupi kebutuhan mereka. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota Bogor nomor 551.2.45-225, tarif angkot untuk jarak jauh ditetapkan sebesar Rp. 4000, sedangkan untuk tarif jarak dekat sebesar Rp. 2000. Sedangkan tarif yang telah ditentukan untuk pelajar Rp. 1500. Tetapi tidak sedikit pula penumpang yang menggunakan angkot membayar tidak sesuai dengan tarif yang telah ditentukan. Hal ini pula yang membuat supir angkot menaikkan harga angkot secara sepihak sesuai dengan jarak dari penumpang menaiki angkot sampai penumpang tersebut turun dari angkot. Angkot-angkot yang digunakan responden untuk menarik penumpang rata-rata merupakan angkot sewaan. Responden diharuskan membayarkan uang setoran kepada pemilik angkot perhari. Besarnya setoran yang diberikan sangat bervariasi, tergantung pada pemilik angkot, kondisi angkot, dan masa kerja supir angkot. Untuk itu banyak supir angkot yang menaikkan tarif angkot yang tidak sesuai dengan tarif yang telah diputusan oleh Dinas Perhubungan.
5.2 Analisis Univariat 5.2.1 Gambaran Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara diukur melalui pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan atau bagaimana supir angkot mengartikan suatu bahaya kecelakaan saat mengendarai angkot melalui penginderaan. Untuk mengetahui gambaran persepsi supir angkot, dilakukan uji statistik berskala ordinal. Variabel persepsi diketahui,
62
dilakukan pengelompokan menjadi 2 kategori dengan menggunakan standar skor yaitu jika total skor jawaban yang diperoleh > median (26.00) dikategorikan baik dan jika total skor jawaban yang diperoleh < median (26.00) dikategorikan tidak baik. Distribusi responden berdasarkan kategori persepsi supir angkot jurusan Parung-Bogor tentang keselamatan berkendara tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut: Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara pada Supir Angkot Jurusan Parung-Bogor Tahun 2010 Persepsi Supir Angkot Baik Tidak Baik Jumlah Sumber : Data Primer
Jumlah (n) 61 56 117
Persentasi (%) 52.1 47.9 100
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, diketahui bahwa dari 117 responden, sebagian besar responden atau sebanyak 61 (52,1%) memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara. Sedangkan responden yang memiliki persepsi yang tidak baik tentang keselamatan berkendara sebanyak 56 (47.9%) responden. 5.2.2
Gambaran Pengetahuan Berkendara di Jalan Raya
Supir
Angkot
tentang
Keselamatan
Pengetahuan supir angkot tentang keselamatan berkendara diukur melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengungkapkan sejauh mana pengetahuan supir angkot tentang keselamatan berkendara pada saat mengendarai angkot. Untuk mengetahui pengetahuan supir angkot,
63
dilakukan uji statistik berskala ordinal. Tetapi sebelum variabel pengetahuan pengetahuan diketahui, dilakukan pengelompokkan menjadi 2 kategori dengan menggunakan standar skor yaitu jika total skor jawaban yang diperoleh > nilai mean (16.08) dikategorikan tinggi dan jika total skor jawaban yang diperoleh < nilai mean (16.08) dikategorikan rendah. Distribusi responden berdasarkan kategori pengetahuan supir angkot jurusan Parung-Bogor tentang keselamatan berkendara tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara pada Supir Angkot Jurusan Parung-Bogor Tahun 2010
Pengetahuan Supir Angkot Tinggi Rendah Jumlah Sumber: Data Primer
Jumlah (n)
Persentasi (%)
55 62 117
47 53 100
Berdasarkan tabel 5.2 diatas, diketahui bahwa dari 117 responden, sebanyak 55 (47%) responden memiliki pengetahuan tinggi tentang keselamatan berkendara. Sedangkan sebagian besar atau sebanyak 62 (53%) responden memiliki pengetahuan yang rendah tentang keselamatan berkendara.
64
5.2.3 Gambaran Motivasi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Motivasi supir angkot tentang keselamatan berkendara diukur melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengungkapakan keinginan, harapan dan perasaan responden. Untuk mengetahui gambaran motivasi supir angkot tentang keselamatan berkendara dilakukan uji statistik univariat berskala ordinal. Variabel motivasi diketahui, dilakukan pengelompokan menjadi 2 kategori dengan menggunakan standar skor yaitu jika total skor jawaban yang diperoleh ≥ mean (27.50) dikategorikan tinggi dan jika total skor jawaban yang diperoleh < mean (27.50) dikategorikan rendah. Distribusi responden berdasarkan kategori motivasi supir angkot jurusan Parung-Bogor Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Motivasi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara pada Supir Angkot Jurusan Parung-Bogor Tahun 2010
Motivasi Supir Angkot Tinggi Rendah Jumlah Sumber : Data Primer
Jumlah (n)
Persentasi (%)
64 53 117
54.7 45.3 100
Berdasarkan tabel 5.3 diatas, diketahui bahwa dari 117 responden, sebagian besar atau sebanyak 64 (54.7%) responden memiliki motivasi tinggi tentang keselamatan berkendara. Sedangkan responden yang
65
memiliki motivasi rendah tentang keselamatan berkendara sebanyak 53 (45.3%) responden. 5.2.4 Gambaran Pengalaman Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Pengalaman supir angkot tentang keselamatan berkendara diukur melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengungkapakan kejadian-kejadian yang pernah dialami oleh responden selama mengendarai angkot. Untuk mengetahui gambaran pengalaman supir angkot tentang keselamatan berkendara dilakukan uji statistik univariat berskala ordinal. Variabel pengalaman supir angkot dikelompokkan menjadi 2 kategori dengan menggunakan standar skor yaitu jika total skor jawaban yang diperoleh ≥ mean (2.79) dikategorikan banyak dan jika total skor jawaban yang diperoleh < mean (2.79) dikategorikan kurang. Distribusi responden berdasarkan kategori motivasi supir angkot jurusan Parung-Bogor Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Pengalaman Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara pada Supir Angkot Jurusan Parung-Bogor Tahun 2010 Motivasi Supir Angkot Banyak Kurang Jumlah Sumber : Data Primer
Jumlah (n)
Persentasi (%)
66 51 117
56.4 43.6 100
66
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 117 responden, sebagian besar atau sebanyak 66 (56.4%) responden memiliki pengalaman yang banyak tentang keselamatan berkendara. Sedangkan responden yang memiliki pengalaman yang kurang tentang keselamatan berkendara sebanyak 51 (43.6%) responden.
5.3 Analisis Bivariat 5.3.1 Hubungan Pengetahuan Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah pengetahuan supir angkot tentang keselamatan berkendara berhubungan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Berdasarkan uji kenormalan data yaitu test kolmogorov (p=0,000) diketahui bahwa data berdistribusi tidak normal, sehingga data dikategorikan dan uji yang digunakan adalah uji chi square. Hubungan antara pengetahuan supir angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya dilihat pada tabel berikut:
67
Tabel 5.5 Analisis Hubungan Pengetahuan Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010 Variabel
Tinggi
Persepsi Supir Angkot Tentang Keselamatan Berkendara Baik Tidak Total n % n % n % 38 69.1 17 30.9 55 100
Rendah
23 37.1
39
62.9
62
100
61 52.1
56
47.9
117
100
Skala Ukur Pengetahuan Supir
Total Sumber: Data Primer
Pvalue
OR 95% CI
0,001
3.790 (1.7558.184)
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 117 responden yang diteliti, responden yang memiliki pengetahuan tinggi sebagian besar memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara (69.1%). Sebaliknya responden yang memiliki pengetahuan rendah pada umumnya juga memiliki persepsi yang tidak baik tentang keselamatan berkendara (62.9%). Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui bahwa pengetahuan supir angkot mempunyai hubungan yang bermakna dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya dengan Pvalue 0.001 (Pvalue <α 0.05). Berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR (3.790) (95% CI 1.755-8.184), artinya responden yang memiliki pengetahuan tinggi berpeluang sebesar 3.790 kali untuk memiliki persepsi yang baik dibanding dengan responden yang memiliki pengetahuan rendah.
68
5.3.2 Hubungan Motivasi Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah motivasi supir angkot tentang keselamatan berkendara berhubungan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Berdasarkan uji kenormalan data yaitu test kolmogorov (p=0,000) diketahui bahwa data berdistribusi tidak normal, sehingga data dikategorikan dan uji yang digunakan adalah uji chi square. Hubungan antara motivasi supir angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya dilihat pada tabel 5.6 berikut: Tabel 5.6 Analisis Hubungan Motivasi Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010 Variabel
Tinggi
Persepsi Tentang Keselamatan Berkendara Tidak Baik Total Baik n % n % n % 32 60.4 21 39.6 53 100
Rendah
29 45.3
35
54.7
64
100
61 52.1
56
47.9
117
100
Skala Ukur
Motivasi Supir Angkot
Total Sumber: Data Primer
Pvalue
0.104
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa dari 117 responden yang diteliti, responden yang memiliki motivasi tinggi sebagian besar memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya (60.4%). Sebaliknya responden yang memiliki motivasi rendah pada umumnya juga memiliki persepsi yang tidak baik tentang keselamatan
69
berkendara di jalan raya (54.7%). Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui banwa motivasi tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya dengan Pvalue 0,104 (Pvalue < 0,05). 5.3.3 Hubungan Pengalaman Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah pengalaman supir angkot tentang keselamatan berkendara berhubungan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Berdasarkan uji kenormalan data yaitu test kolmogorov (p=0,000) diketahui bahwa data berdistribusi tidak normal, sehingga data dikategorikan dan uji yang digunakan adalah uji chi square. Hubungan antara motivasi supir angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.7 Analisis Hubungan Pengalaman Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010 Variabel
Banyak
Persepsi Tentang Keselamatan Berkendara Tidak Baik Total Baik n % n % n % 37 56.1 29 43.9 66 100
Kurang
24 47.1
27
52.9
51
100
61 52.1
56
47.9
117
100
Skala Ukur
Pengalaman Supir Angkot
Total Sumber: Data Primer
Pvalue
0.334
70
Berdasarkan tabel 5.7, dapat diketahui bahwa dari 117 responden yang diteliti, responden yang memiliki pengalaman banyak sebagian besar memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya (56.1%). Sebaliknya responden yang memiliki pengalaman kurang pada umumnya juga memiliki persepsi yang tidak baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya (52.9% ). Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui pengalaman tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya dengan Pvalue 0.334 (Pvalue < 0.05).
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian
ini
memiliki
keterbatasan-keterbatasan
yang
dapat
mempengaruhi hasil penelitian, beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu: 1. Penelitian
ini
menggunakan
desain
studi
cross
sectional
untuk
menggambarkan hubungan antara variabel indepnden dengan variabel dependen pada waktu yang bersamaan sehingga lemah untuk melihat adanya hubungan sebab akibat. Namun efektif dalam hal waktu dan biaya. 2.
Penelitian ini hanya melihat hubungan faktor-faktor (pengetahuan, motivasi dan pengalaman) yang diduga berhubungan dengan persepsi, sehingga masih ada variabel-variabel lain yang diduga berhubungan dengan variabel dependen.
3. Hasil penelitian sangat dipengaruhi kejujuran responden dalam menjawab kuesioner. Jika responden tidak jujur menjawab, maka gambaran persepsi supir angkot terhadap keselamatan berkendara yang diperoleh tidak menunjukkan keadaan yang sebenarnya. 4.
Dalam penelitian ini, persepsi supir angkot terhadap keselamatan berkendara sebagai pusat pengamatan bukan hal yang bersifat menetap, sehingga hasil pengukuran yang dilakukan pada saat pengambilan data bukanlah merupakan hasil yang berlangsung seterusnya.
72
73
5. Persepsi responden dipengaruhi oleh banyaknya faktor yang sangat kompleks dan biasanya sulit untuk melakukan pengukuran serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan hanya pada faktorfaktor yang dapat diukur dan diperkirakan mempunyai hubungan dengan persepsi responden berdasarkan teori yang ada.
6.2 Gambaran Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Pada penelitian ini, berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar persepsi supir angkot jurusan Parung-Bogor tentang keselamatan berkendara di jalan raya, terlihat dari 117 responden diperoleh sebanyak 52.1% responden memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara. Sedangkan supir angkot yang memiliki persepsi yang kurang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya sebanyak 47.9% responden. Pengukuran terhadap variabel ini menggunakan pertanyaan yang mengungkapkan keinginan, harapan dan perasaan responden untuk berpersepsi baik ketika sedang mengendarai angkot. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2007) yang menyatakan bahwa sebagian besar supir angkot (KWK dan APB) memiliki persepsi yang rendah terhadap keselamatan berkendara. Hal ini antara lain disebabkan karena: 1. Responden yang berbeda 2. Cara pengambilan sampel yang berbeda
74
3. Teknik pengumpulan data yang berbeda (Saleh dan Nisa, 2006) Pada penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2007), diketahui bahwa sampel yang digunakan untuk penelitian tersebut terdiri dari beberapa macam supir KWK atau APB dengan trayek yang berbeda yang diharapkan dapat mewakili seluruh populasi pengendara KWK atau APB yang terdapat di terminal Kampung Rambutan, sedangkan pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah supir angkot yang mengendarai angkot jurusan Parung Bogor. Selain itu lokasi tempat pengambilan sampel yang dilakukan oleh Yulianti (2007) berbeda dengan lokasi tempat pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini. Pada penelitian Yulianti, lokasi pengambilan sampel dilakukan di terminal Kampung Rambutan yang sudah jelas merupakan tempat pemberhentian kendaraan umum, sehingga responden atau sampel yang diteliti ada yang sedang beristirahat sambil menunggu giliran untuk mengambil penumpang tanpa harus terburu-buru untuk menjalankan kendaraannya kembali. Sedangkan pada penelitian ini, lokasi pengambilan sampel dilakukan di pangkalan pasar Parung yang notabenenya bukan terminal khusus angkutan umum seperi terminal Kampung Rambutan. Hal ini menyebabkan supir angkot yang dijadikan responden harus segera menjalankan kendaraannya kembali karena harus bergantian menunggu antrian dengan angkot yang lainnya untuk mengambil penumpang. Berdasarkan penjelasan diatas, maka jelas letak perbedaan hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang diperoleh oleh Yulianti (2007).
75
Menurut Robbins (1998), persepsi seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi melalui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, antara lain individu yang bersangkutan (kepentingan, motivasi, minat, pengalaman, pengetahuan, dan harapan), sasaran dari persepsi (orang atau benda) dan situasi. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan dua orang melihat sesuatu mungkin memberikan interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihatnya. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1983), persepsi dinyatakan sebagai kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan. Kemampuan tersebut antara lain kemampuan untuk membedakan, kemampuan untuk mengelompokkan, dan kemampuan untuk memfokuskan. Setiap orang bisa saja mempunyai persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam sistem nilai dan ciri kepribadian dari individu yang bersangkutan. Jadi tidak menutup kemungkinan bahwa hasil yang didapatkan dalam penelitian ini tentang persepsi terhadap keselamatan berkendara di jalan raya berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2007). Pada hasil penelitian ini, supir angkot yang memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara hanya memiliki selisih jumlah sedikit dengan supir angkot yang memiliki persepsi rendah tentang keselamatan berkendara, sehingga dapat disimpulkan bahwa supir angkot yang memiliki persepsi yang rendah tentang keselamatan berkendara di jalan raya juga cukup tinggi.
76
6.3 Gambaran Pengetahuan Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya. Pada penelitian ini, berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan supir angkot jurusan Parung-Bogor tentang keselamatan berkendara di jalan raya, terlihat dari 117 responden diperoleh sebanyak 47% responden memiliki pengetahuan tinggi tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Sedangkan supir angkot yang memiliki pengetahuan rendah tentang keselamatan berkendara di jalan raya sebanyak 53% responden. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2007) yang menemukan sebagian besar supir KWK atau APB yang menjadi responden memiliki pengetahuan yang cukup banyak tentang keselamatan berkendara (85.5%). Hal ini dimungkinkan karena cara pengambilan instrument yang digunakan oleh Yulianti berbeda dengan penelitian ini. Yulianti (2007) menggunakan pertanyaan kombinasi, yaitu pertanyaan tertutup dan terbuka, sedangkan pada penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup. Selain itu, rendahnya pengetahuan responden dalam hal ini supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya dapat disebabkan oleh keadaaan responden pada saat menjawab kuesioner tidak kondusif karena terburu-buru atau sedang menunggu penumpang. Sehingga kuesioner yang dibagikan kepada supir angkot dijawab dengan seadanya, yang pada akhirnya pengetahuan tentang berkendara di jalan raya tidak tergambarkan sesuai keadaan sebenarnya. Pada dasarnya pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Berbagai gejala yang ditemui dan
77
diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi juga merupakan suatu pengetahuan. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera dan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumya (Meliono, 2007). Hal ini disebabkan karena pengetahuan seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi melalui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan dua orang melihat sesuatu mungkin memberikan interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihatnya (Notoadmojo, 1993).
6.4 Gambaran Motivasi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Pada penelitian ini, berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar supir angkot (54.7) memilki motivasi tinggi tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Sisanya 45.3% memiliki motivasi rendah tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Pengukuran terhadap variabel ini menggunakan pertanyaan yang mengungkapkan keinginan, harapan dan perasaan responden untuk berpersepsi baik selama berkendara angkot di jalan raya. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2007) yang menemukan sebagian besar supir angkot (KWK atau APB) memiliki motivasi baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya (66.7%). Hal ini dapat disebabkan karena latar belakang responden yang diteliti oleh Yulianti (2007) memiliki latar belakang yang sama dengan responden yang
78
diteliti dalam penelitian ini, yaitu sama-sama sebagai supir angkot. Hal ini dimungkinkan karena motivasi responden pada penelitian Yulianti sama dengan motivasi responden pada penelitian ini, motivasi mereka tentang keselamatan berkendara sama-sama dipengaruhi oleh keberadaan petugas lalu lintas yang berada disepanjang jalan. Meskipun sebagian besar supir angkot jurusan Parung-Bogor memiliki motivasi yang tinggi tentang keselamatan berkendara di jalan raya, tetapi supir angkot yang memiliki motivasi yang rendah untuk berpersepsi baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya juga masih banyak atau hampir separuh dari responden yang diteliti memiliki motivasi yang rendah tentang keselamatan berkendara. Motivasi merupakan sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak untuk mencapai tujuan tertentu (Saleh dan Nisa, 2006). Motivasi menentukan hubungan manusia dengan sistem secara keseluruhan, berkaitan erat dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Motivasi tersebutlah yang mendorong supir angkot sehingga mau dan rela untuk mengarahkan kemampuannya dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan wakunya untuk melakukan pekerjaannya sesuai dengan peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan oleh pihak kepolisian.
79
6.5 Gambaran Pengalaman Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Berdasarkan hasil analisis univariat pada penelitian ini, diketahui bahwa sebagian besar responden yang diteliti memiliki pengalaman yang banyak tentang keselamatan berkendara di jalan raya selama mengendarai angkot (56.4%). Sedangkan supir angkot yang memiliki pengalaman yang kurang tentang keselamatan berkendara sebanyak (43.6%. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2007) yang menemukan sebagian besar supir KWK atau APB yang menjadi responden memiliki pengalaman yang sedikit tentang keselamatan berkendara (65.2%). Pada penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2007), diketahui bahwa sampel yang digunakan untuk penelitian tersebut terdiri dari beberapa macam supir KWK atau APB dengan trayek yang berbeda yang diharapkan dapat mewakili seluruh populasi pengendara KWK atau APB yang terdapat di terminal Kampung Rambutan, sedangkan pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah supir angkot yang mengendarai angkot jurusan Parung Bogor. Sehingga pengalaman yang diperoleh oleh responden pada penelitian Yulianti berbeda dengan pengalaman yang diperoleh responden pada penelitian ini, karena dengan berbedanya trayek atau jalur supir angkot yang diteliti, maka berbeda pula pengalaman yang diperoleh responden. Sedangkan pada penelitian ini responden yang diteliti memiliki jalur atau trayek yang sama, sehingga pengalaman yang didapatkan oleh responden rata-rata pernah mengalami hal yang sama.
80
Berdasarkan hasil penelitian ini, faktor pengalaman yang dilihat adalah kejadiaan kecelakaan dan tindakan penilangan dimana hasil yang didapat adalah banyaknya
pengalaman
yang
dimiliki
responden,
terutama
pengalaman
penilangan oleh petugas Polisi Lalu Lintas dan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan. Dari sejumlah pertanyaan tentang kecelakaan dan penilangan dan wawancara yang ditanyakan kepada responden, ternyata banyak responden yang menyatakan terbentur sebagai kecelakaan ringan. Untuk kecelakaan berat beberapa menyebutkan patah tulang, masuk rumah sakit dan koma. Sedangkan pengalaman yang banyak terjadi pada mereka pada saat berkendara adalah ditilang karena melanggar rambu-rambu lalu lintas. Beberapa diantara mereka, bahkan hampir semua supir angkot yang pernah ditilang berakhir dengan damai (tidak dilanjutkan ke meja hijau) dan sebagian lainnya melakukan persidangan. Hal ini cukup mengecewakan karena petugas tidak melakukan tindakan yang tegas kepada para supir angkot yang melanggar peraturan. Padahal petugas lalu lintas yang berada disepanjang jalan diharapkan dapat memberikan pengalaman dan peringatan yang lebih baik lagi kepada supir angkot agar dapat membangun persepsi yang lebih baik lagi tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Geller (2001) dalam Salihat (2009) menyebutkan bahwa individu yang tidak pernah mengalami injury atau near miss akan menganggap bahwa bahaya tidak akan terjadi pada dirinya. Orang cenderung untuk menilai berlebihan kejadian yang jarang terjadi dan menganggap remeh kejadian yang sering terjadi. Pengalaman memberikan informasi yang memberikan gambaran baru mengenai risiko
terhadap
individu,
sehingga
mempengaruhi
individu
dalam
81
menginterpretasikan risiko. Pada kasus dimana individu memiliki informasi yang sedikit mengenai pengalaman yang dialami oleh dirinya sendiri terhadap suatu risiko, maka informasi yang diterima dari berbagai sumber memainkan peranan penting dalam persepsi risiko kecelakaan seseorang. Bukti menunjukkan bahwa pengendara muda yang baru mengendarai memiliki kemampuan yang sangat rendah dalam menerima bahaya yang mereka hadapi dalam berkendara dibandingkan dengan penngendara tua yang memiliki pengalaman mengendarai yang lebih banyak (Brown, 1989 dalam Salihat, 2009). Pengalaman bekerja memberikan keahlian dan keterampilan kerja yang cukup namun sebaliknya, keterbatasan pengalaman kerja mengakibatkan tingkat ketrampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah. Kebiasaan untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan sejenis merupakan sarana positif untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja (Hadiwiryo, 2002). Pengalaman seseorang didapatkan ada yang bersifat langsung maupun yang tidak langsung. Pengalaman yang bersifat langsung diperoleh oleh supir angkot melalui kejadian atau peristiwa yang dialami sendiri oleh supir angkot, sedangkan pengalaman yang bersifat tidak langsung diperoleh oleh supir angkot melalui pengalaman dari rekan kerja supir angkot mengenai kejadian yang berhubungan dengan keselamatan berkendara di jalan raya yang dialami oleh rekan supir angkot tersebut.
82
6.6 Hubungan Pengetahuan Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Pengetahuan supir angkot jurusan Parung-Bogor tentang keselamatan berkendara di jalan raya merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Berdasarkan hasil analisis bivariat, dapat diketahui bahwa, responden yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang keselamatan berkendara di jalan raya sebagian besar (69.1%) memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Sebaliknya responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah tentang keselamatan berkendara di jalan raya sebagian besar (62.9%) memiliki persepsi yang tidak baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui bahwa pengetahuan supir angkot mempunyai hubungan yang bermakna (α ≤ 0,05) terhadap persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya dengan Pvalue 0,001. Berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi memiliki peluang sebesar 3.790 kali untuk persepsi baik dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan rendah. Berdasarkan hasil analisis bivariat, diantara tiga variabel yang diteliti (Pengetahuan, motivasi dan pengalaman) yang diduga berhubungan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya, hanya variabel pengetahuan yang berhubungan secara signifikan dengan persepsi supir angkot Parung-Bogor tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Hasil dari penelitian ini juga sesuai dengan teorinya Stephen P. Robbins (1998) yang
83
mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah pengetahuan. Salah satu hal yang mempengaruhi persepsi adalah pengetahuan. Hal ini juga didukung oleh David Krech (1962) yang berpendapat bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, bacaan, peneltian, dan lain-lain. Menurut Soekidjo (1993), sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari pendengaran (telinga) dan penglihatan (mata). Pengetahuan yang diperoleh oleh supir angkot baik dari pendidikan formal maupun dari hasil membaca atau penglihatan menumbuhkan persepsi yang baik pada diri supir angkot tentang keselamatan berkendara, walaupun rata-rata tingkat pendidikan responden hanya sampai SMP, tetapi tidak menutup kemungkinan rata-rata supir angkot memiliki pengetahuan yang rendah tentang keselamatan berkendara. Jadi pengetahuan tidak harus didapat dari pendidikan formal, tetapi pengetahuan bisa dimiliki dari hasil membaca, melihat atau mendengar. Pengetahuan yang dimaksudkan disini adalah adanya pemahaman dan pernyataan supir angkot yang menyatakan dengan menjalankan atau mengikuti peraturan lalu lintas yang ada dapat menghindari supir angkot dari kecelakaan lalu lintas. Dengan pengetahuan yang tinggi yang dimiliki oleh supir angkot dapat mempengaruhi persepsi supir angkot untuk berpersepsi lebih baik lagi selama mengendarai angkot, sehingga supir angkot dapat melakukan tindakan aman demi menjaga keselamatan diri sendiri maupun penumpang yang sedang menaiki
84
angkotnya. Tetapi ada juga supir angkot yang memiliki pengetahuan yang rendah dan persepsi yang kurang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Menurut Notoadmodjo (1993), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan supir angkot tentang keselamatan berkendara akan mendorong supir angkot untuk berpersepsi baik ketika sedang mengendarai angkot. Selain itu, pengetahuan yang dimiliki oleh responden (supir angkot) hanya sekedar paham, mereka sudah mampu menjelaskan dengan benar mengenai arti keselamatan berkendara dan manfaat dari keselamatan berkendara itu, tapi mereka tidak mampu menerapkan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, untuk meningkatkan persepsi yang baik, disarankan kepada pihak pemilik angkot untuk menumbuhkan persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara, salah satunya dengan meningkatkan pengetahuan melalui training dan sebagainya. Karena menurut David Krech (1962), faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi ialah pengetahuan yang dimiliki (frame of reference) dan pengalaman (field of experience), begitupun yang diungkapakan oleh Robbins (1998). Selain itu, persepsi yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada persepsi yang tidak didasari oleh pengetahuan (Weymen dan Kelly, 1999 dalam Salihat, 2009).
85
6.7 Hubungan Motivasi dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Motivasi pekerja tentang keselamatan berkendara di jalan raya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa responden yang memiliki motivasi tinggi tentang keselamatan berkendara di jalan raya sebagian besar memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya (60.4%). Sedangkan sebagian pekerja yang memiliki motivasi tentang keselamatan berkendara di jalan raya yang rendah memiliki persepsi yang tidak baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya (54.7%). Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui motivasi pekerja tidak memiliki hubungan yang bermakna (α < 0,05) dengan persepsi tentang keselamatan dalam berkendara di jalan raya dengan P value 0,104. Motivasi adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi dapat berupa kebutuhan dan cita-cita. Motivasi diartikan dengan istilah dorongan, dorongan tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat (Saleh dan Nisa, 2006). Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Karena itu terdapat perbedaan dalam kekuatan motivasi yang ditunjukkan oleh seseorang dalam menghadapi situasi tertentu yang dihadapinya. Tindakan motivasi seseorang berbeda dengan orang lain, dan berbeda dalam diri seseorang pada waktu yang berlainan. Jadi motivasi dapat bersumber dari dalam
86
diri seseorang yang sering dikenal dengan istilah motivasi internal atau intrinsik akan tetapi dapat pula bersumber dari luar diri seseorang yang bersangkutan yang dikenal dengan istilah motivasi eksternal atau ekstrisik (Umar, 2000). Sedangkan menurut Umar (2000) dalam penelitiannya menyebutkan, motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengarahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelanggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan teorinya Robbins (1998), yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah motivasi, karena motivasi yang tinggi dapat mempengaruhi persepsi yang baik dan dapat memberikan kenyamanan kepada seseorang untuk bekerja. Walaupun hasil uji bivariat diperoleh bahwa motivasi yang dimiliki supir angkot tinggi dan persepsi yang dimiliki oleh supir angkot baik tetapi tidak memiliki hubungan yang bermakna antara motivasi supir angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatgan berkendara. Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki motivasi yang tinggi terhadap keselamatan berkendara. Hal ini dipengaruhi oleh adanya petugas pengaman lalu lintas disepanjang jalan dan permintaan penumpang untuk tidak mengebut. Namun berdasarkan hasil wawancara, tidak sedikit juga supir angkot menyebutkan motivasi supir angkot
87
untuk berpersepsi baik tentang keselamatan berkendara bukan semata-mata karena keberadaan petugas ppengaman lalu lintas dan pendapatan yang harus dicapai, melainkan agar keselamatan mereka dan penumpang mereka tetap terjaga selama berkendara angkot di jalan raya.
6.8 Hubungan Pengalaman dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Pengalaman selama berkendara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Berdasarkan hasil analisis bivariat, dapat diketahui bahwa responden yang memiliki pengalaman yang banyak selama berkendara sebagian besar memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya (56.1%). Sebaliknya responden yang memiliki pengalaman yang kurang selama berkendara memiliki persepsi yang kurang baik tentang keselamatan (52.9%). Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui pengalaman selama berkendara angkot di jalan raya tidak memiliki hubungan yang bermakna (α ≤ 0,05) dengan persepsi tentang keselamatan berkendara di jalan raya dengan P value 0,334. Hasil ini sesuai dengan teorinya Stephen P. Robbins (1998), yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah pengalaman, karena pengalaman yang baik dapat memberikan kenyamanan kepada seseorang untuk bekerja. Walaupun hasil uji bivariat diperoleh bahwa pengalaman yang dimiliki supir angkot banyak dan persepsi yang dimiliki oleh supir angkot baik tetapi tidak memiliki hubungan yang bermakna antara pengalaman supir angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan
88
berkendara di jalan raya. Hal ini dimungkinkan karena pengalaman supir angkot lebih banyak karena terkena tilang, bukan karena mengalami kecelakaan. Sehingga dari pengalaman tersebut tidak menghasilkan persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya, dimana supir angkot cenderung memperhatikan keselamatan berkendara di jalan raya karena takut kepada Polisi yang bertugas. Pengalaman bekerja memberikan keahlian dan ketrampilan kerja yang cukup namun sebaliknya, keterbatasan pengalaman kerja mengakibatkan tingkat ketrampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah. Kebiasaan untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan sejenis merupakan sarana positif untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja (Hadiwiryo, 2002). Kenyataan menunjukkan semakin lama seseorang bekerja maka, semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki oleh pekerja tersebut. Sebaliknya, semakin singkat masa kerja seseorang biasanya semakin sedikit pula pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja memberikan keahlian dan ketrampilan dalam kerja sedangkan, keterbatasan pengalaman kerja mengakibatkan tingkat ketrampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah. Ini biasanya terbukti dari kesalahan yang dilakukan dalam bekerja dan hasil kerja yang belum maksimal karena masih sering terjadinya kecelakaan pada saat bekerja (Brown, 1989 dalam Salihat, 2009). Pengalaman langsung yang diperoleh oleh responden berupa pengalaman yang diperoleh selama menjadi supir angkot dan pelatihan atau training yang diperoleh responden ketika mengajukan Surat Izin Mengemudi (SIM). Pelatihan
89
ini berlangsung selama satu hari, yang berisikan materi tentang keselamatan lalu lintas, peraturan, kendaraan, dan rambu-rambu. Pengalamn tidak langsung responden dapat diperoleh dari pengalaman rekan sekerja mereka. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengalaman supir angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara bukan termasuk faktor yang mempengaruhi persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya dapat disebabkan karena keinginan, harapan dan perasaan seseorang terhadap suatu objek dapat dipengaruhi oleh orang-orang yang ada disekitarnya baik yang positif maupun yang negatif (Srisuardana, 2001).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Sebagian besar supir angkot jurusan Parung-Bogor (52.1%) memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya Parung-Bogor. 2. Sebagian besar supir angkot jurusan Parung-Bogor (53%) memiliki pengetahuan rendah tentang keselamatan berkendara di jalan raya ParungBogor. 3. Sebagian besar supir angkot jurusan Parung-Bogor (54.7%) memiliki motivasi tinggi tentang keselamatan berkendara di jalan raya Parung-Bogor. 4. Sebagian besar supir angkot jurusan Parung-Bogor (52.1%) memiliki pengalaman banyak tentang keselamatan berkendara di jalan raya ParungBogor. 5. Variabel pengetahuan memiliki hubungan yang bernakna dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara (P value 0,001). Supir angkot yang memiliki pengetahuan tinggi berpeluang 3,790 kali untuk memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya. 6. Variable motivasi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya (P value 0,104). 7. Variable pengalaman tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya (P value 0,334).
91
92
7.2 Saran 1. Supir Angkot a. Diharapkan kepada supir angkot agar lebih meningkatkan lagi pengetahuan mereka dengan membaca dan mengikuti pelatihan-pelatihan baik yang diadakan oleh pihak Kepolisian, DLLAJ (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan) maupun Lemabaga Swadaya. b. Diharapkan kepada supir angkot dengan mengikuti pelatihan tersebut, selain dapat meningkatkan pengetahuan mereka juga dapat meningkatkan motivasi mereka sehingga dapat menimbulkan persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara. c. Diharapkan kepada seluruh supir angot agar mengendarai angkot dalam kondisi baik, tidak mabuk-mabukan dan mengantuk, lebih mengutamakan keselamatan diri sendiri dan penumpang dengan pengalaman baik yang didapat dari pengalaman pribadi maupun pengalaman dari rekan kerja. 2. Pemilik Angkot a. Diharapkan kepada pemilik angkot untuk memberikan pengarahan tentang pentingnya keselamatan berkendara untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi mereka dalam berkendara sehingga dapat memperbaiki persepsi mereka agar lebih baik lagi dalam berkendara. b. Diharapkan kepada pihak pemilik angkot agar memberikan sewaan angkotnya kepada supir yang telah memiliki SIM dan telah mengikuti prosedur pembuatan SIM.
93
3. Instansi Terkait (Polisi dan DLLAJ) a. Perlunya pengawasan dilapangan secara teratur dan mengambil tindakan yang tegas baik oleh petugas polisi maupun Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ) bagi supir angkot yang melanggar ketentuan/peraturan lalu lintas oleh petugas polisi untuk memotivasi supir angkot agar berkendara lebih aman lagi. b. Diharapkan kepada pihak kepolisian dan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan melakukan pecerahan kepada supir angkot dengan melakukan pertemuan supir dengan mengadakan loka karya mini dan pelatihan untuk lebih meningkatkan persepsi, pengetahuan dan motivasi supir angkot tentang keselamatan berkendara. 4. Masyarakat a. Diharapkan kepada masyarakat pengguna angkot agar dapat menugur supir angkot yang mengendarai angkotnya dengan kecepatan tinggi untuk tidak mengebut. b. Diharapkan kepada Lemabaga Swadaya Masyarakat yang perduli terhadap keselamatan berkendara supir anhgkot agar lebih sering melakukan pelatihan untuk membangun persepsi yang baik supir angkot tentang keselamatan berkendara.
DAFTAR PUSTAKA
Boediharto. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Lalu Lintas yang Mengakibatkan Korban Luka Berat atau Mati di Wilayah Polda Metro Jaya, Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 37/2, Februari. 1987. Bogor, 2010. Shift Angkot Terus Berjalan. www.bogor.net, diakses tanggal 24 Februari 2010, pukul 19.33 WIB. 2010. Pasar Parung Makin Semrawut. www.ssffmp.or.id, diakses tanggal 24 Februari 2010, pukul 19.45 WIB. Colling, David. Industrial Safety: Management and Technology. New Jersey, Prentice Hall. 1990 Departemen Perhubungan, 2009. Mewujudkan Keselamatan Jalan Butuh Sinergitas dan Proses Berkesinambunngan. www.dephub.go.id, diakses tanggal 23 November 2009, pukul 11.35 WIB. 2010. Rencana Pembangunan Parung Masih Menjadi Wacana. dishub.bogorkab.go.id, diakses tanggal 24 Februari 2010, pukul 19.51 WIB. Faradina, Triska. Gambaran Persepsi Supir Bajaj Daerah pangkalan Blok M Plaza terhadap Keselamatan Berkendara di Jalan Raya. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2007. Hadiwryo, Siswanto (2002), Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan Administratif dan Operasional, Cetakan Pertama, PT. Bumi Aksara, Jakarta Hobbs, F. D. Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1995. Indriyanti, Titi, gambaran Motivasi Tenaga Kerja Paramedis Keperawatan pada Unit Pelayanan Kesehatan YRS MH Thamrin Cabang Pondok Gede Tahun 2009 Jakarta, Skripsi FKM-UI,2009.
94
95
Laporan Satuan Lalu Lintas Tentang Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Kota Bogor. Bogor. 2009. Laporan Satuan Lalu Lintas Tentang Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Kabupaten Bogor. Bogor. 2009. Keputusan Menteri Keuangan No. 416/KMK.06/2001 Tentang Penetapan Satuan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Jakarta. Koran Indonesia, 2009. Ribuan Nyawa Melayang Setiap Tahun Akibat Kecelakaan. www.koranindonesia.com, diakses tanggal 23 November 2009, pukul 11.43. Notoatmodjo, Soekidjo. Pendididkan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002. Peraturan Pemerintah RI No. 44 Tahun 1993, “Tentang Kendaraan dan Pengemuudi”. Jakarta. Pitasari, Arianti. Analisis Sikap Pengemudi Angkutan Umum terhadap Aspek Keselamatan Berkendara Di Jalan Raya (Studi Kasus pada Pengemudi Mikrolet T19 dengan Trayek Terminal Pinang Ranti-Depok). Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2008. Prasilika, Tiara. Studi Persepsi Risiko Keselamatan Berkendara serta Hubungannya dengan Konsep Locus of Control pada Mahasiswa FKM yang Mengendarai Motor. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2007. P. Siagian, Sondang. Teori dan Motivasi dan Aplikasinya. Bina Aksara. Jakarta. 1989. Rajak. A et. al. Accident and Injury Prevention and Control Programme Health Sector Aspek In Indonesia. Jakarta: Majalah Kesehatan Indonesia Vol 43/2. 1993 Ramadhan, Ben Fauzi. Gamabaran Persepsi Keselamatan Berkendara Sepeda Motor pada Siswa/i Sekolah Menengah Atas di Kota Bogor Tahun 2009. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2009.
96
Robbins, Stephen P. Organizational Behavior. Eight Edition. New Jersey, Prentice Hall, 1998. Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia. 2003. Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi Jilid I Edisi Bahasa Indonesia. PT. Prenhallindo. Jakarta. 1998. Saleh, Rahman, dkk. Psikologi dan Industri. Jakarta: UIN Jakarta Press.2006. Salihat, Ing furnita. Hubungan Persepsi Risiko Keselamatan Berkendara dengan Prilaku Penggunaan Sabuk Keselamatan pada Mahasiswa Universitas Indonesia Depok Tahun 2009. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2009. Sarmi, Farid. Gambaran Persepsi terhadap Bahaya dan Risiko Kecelakaan Penggunaan Handphone saat Berkendara Sepeda Motor pada Mahasiswa yang Mengendarai Sepeda Motor di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tahun 2007. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2007. Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori-Teori Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2006. Suara
Karya, 2009. Kendaraan Bertambah, Jumlah Kecelakaan Naik. www.suarakarya-online.com, diakses tanggal 23 November 2009, pukul 11.41 WIB.
Sobur, Alex. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Bandung, Pustaka Setia, 2003. Suma’mur, P. K. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. 2006. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pengantar Lembar Pertanyaan Kuesioner ini dimaksudkan untuk mengetahui persepsi, pengetahuan, motivasi, dan pengalaman saudara tentang keselamatan berkendara di jalan raya pada saat saudara mengendarai kendaraan angkutan umum (angkot). Peneliti berharap saudara untuk mengisi dengan lengkap kuesioner ini menurut pendapat saudara secara jujur sesuai dengan kondisi dan pekerjaan saudara. Semua jawaban akan diolah secara rahasia oleh pihak peneliti. Jawaban yang diberikan juga tidak akan mempunyai pengaruh terhadap penilaian prestasi kerja saudara diperusahaan. Atas kerja sama yang saudara berikan, peneliti mengucapkan terima kasih.
Terima Kasih
Budi Suprani Peneliti
Petunjuk Pengisian Kuesioner
1.
Jawab dan isilah pertanyaan dengan benar dan sejujurnya
2.
Jawablah sesuai dengan perintah pada pertanyaan, dan pilihlah jawaban yang menurut saudara tepat serta isilah jawaban pada titik-titik yang disediakan
3.
Bila jawaban saudara dirasakan tidak cukup pada titik-titik yang telah disediakan, saudara bisa menuliskan jawaban dibelakang lembar pertanyaan dengan mencantumkan nomor pertanyaan
LEMBAR KUESIONER No Responden
A. Data Umum Responden 1. Usia
: ………… tahun
2. Pendidikan terakhir
: a. tidak tamat SD b. SD c. SMP d. SMA e. Lain-lain …………………………………...
3. Berapa lama anda bekerja sebagai supir angkot 4. Rata-rata pendapatan per hari
: ………………...............
: ……………………...............................
5. Jika angkot yang dikendarai bukan milik pribadi, berapa setoran yang harus dibayarkan : ....................................................................................................
B. Persepsi Supir Angkot Terhadap Keselamatan Berkendara (Pilihlah satu jawaban dengan memberikan tanda chek list pada kolom yang tersedia, yang sesuai menurut anda benar) SP : Sangat Penting TP : Tidak Penting STP : Sangat Tidak Penting RR : Ragu-ragu
No
Pertanyaan
1
Menurut saya rambu-rambu lalu lintas yang berada di sepanjang jalan raya merupakan hal yang berarti bagi saya sebagai pengemudi angkutan umum
2
Saya termasuk orang yang takut jika sewaktuwaktu terjadi kecelakaan dalam mengemudi angkutan umum
P : Penting
SP
P
RR
TP
STP
3
Saya tidak akan menggunakan jalur pejalan kaki karena hal itu dapat mencelakai orang lain
4
Menurut saya, memiliki SIM A adalah menjadi kewajiban bagi supir angkot
5
Saya tidak akan memarkirkan atau memberhentikan kendaraan saya disembarang tempat yang saya inginkan kemudian saya meninggalkannya
6
Menurut saya, membawa 2 orang penumpang duduk didepan itu berbahaya dan dilarang oleh petugas
7
Saya tidak akan merasa nyaman mengemudi jika kondisi jalanan berlubang atau rusak
C. Pengetahuan Supir Angkot Terhadap Keselamatan Berkendara (Pilihlah satu jawaban yang sesuai menurut anda dengan memberikan tanda silang pada pilihan jawaban yang tersedia) 1. Di jalur manakah menurut anda yang menjadi jalur angkot di jalan raya? a. Di trotoar b. Jalur kanan (jalur cepat) c. Jalur kiri 2. Jenis SIM apa yang diperlukan untuk mengendarai angkot ? a. SIM C b. SIM A khusus c. SIM B 3. Berapa lamakah masa berlaku SIM dapat dipergunakan? a. 3 Tahun b. 4 Tahun c. 5 Tahun
4. Saat mengemudi, fungsi sabuk keselamatan adalah? a. Melindungi supir dari benturan-benturan saat mengemudi b. Sebagai alat pelindung supir dari benturan apabila terjadi kecelakaan c. Semua benar 5. Jalur sebelah kiri pada jalan raya digunakan pada kondisi ? a. Menyalip kendaraan lain b. Dalam keadaan tergesa-gesa c. Ketika akan berhenti atau menepi 6. Pada lampu lalu lintas, saat lampu berwarna kuning dan akan segera menjadi merah, itu menandakan apa ? a. Terus melanjutkan perjalanan dengan menambah kecepatan b. Melihat situasi mterlebih dahulu, apabila memungkinkan maka segera melanjutkan perjalanan c. Segera berhenti atau tidak melanjutkan perjalanan 7. Apa yang dilakukan saat kondisi jalanan sepi dan hujan ? a. Tidak menyalakan lampu dan berjalan dengan kecepatan normal b. Menyalakan lampu dan berjalan dengan kecepatan tinggi c. Menyalakan lampu dan berjalan dengan kecepatan normal 8. Apa yang dilakukan, jika hendak berhenti atau menepi ? a. Langsung menepi tanpa menyalakan lampu sen dengan kecepatan tetap b. Menyalakan lampu sen dan langsung menepi c. Menyalakan lampu sen, kendaraan direm dan menepi secara perlahan
Pengetahuan Supir Angkot Tentang Rambu-rambu Lalu Lintas (Pilihlah satu jawaban yang sesuai menurut anda dengan memberikan tanda silang pada pilihan jawaban yang tersedia)
9
10
11
12
13
14
15
Arti tanda berikut ini adalah : a. Dilarang berbelok ke kiri b. Belokan ke kiri c. Tikungan tajam ke kiri Arti tanda berikut ini adalah : a. Dilarang berbelok ke kanan b. Belokan ke kanan c. Tikungan tajam ke kanan Arti tanda berikut ini adalah : a. Tikungan ganda b. Ada persimpangan c. Banyak tikungan Arti tanda berikut ini adalah : a. Jembatan sempit b. Penyempitan kiri kanan c. Pelebaran jalan kiri dan kanan Arti tanda berikut ini adalah : a. Jalanan tidak rata b. Jalanan cembung c. Banyak tanjakan Arti tanda berikut ini adalah : a. Jalanan licin b. Ada pembatas jalan c. Tempat menyeberang pejalan kaki Arti tanda berikut ini adalah : a. Lampu lalu lintas b. Arah penunjuk angin c. Rambu tambahan
16
17
18
19
20
21
22
Arti tanda berikut ini adalah : a. Persimpangan dengan prioritas mendahulakan kanan dan kiri b. Persimpangan ke kanan kemudian ke kiri c. Lalu lintas dari dua arah Arti tanda berikut ini adalah : a. Persimpangan b. Persimpangan arah kanan dan kiri c. Silang datar tanpa pintu Arti tanda berikut ini adalah : a. Jalan terus b. Hati-hati c. Rintangan Arti tanda berikut ini adalah : a. Dilarang parkir b. Dilarang masuk c. Dilarang berhenti Arti tanda berikut ini adalah : a. Dilarang membalik arah b. Harus membalik arah c. Arah yang diwajibkan Arti tanda berikut ini adalah : a. Dilarang mendahului b. Mendahului harus dari kanan c. Dilarang membalik arah Arti tanda berikut ini adalah : a. Menunjukkan jarak tempat tujuan b. Akhir batas kecepatan c. Rambu tambahan menyatakan jarak
D. Motivasi Supir Angkot Terhadap Keselamatan Berkendara (Pilihlah satu jawaban dengan memberikan tanda chek list pada kolom yang tersedia, yang sesuai menurut anda benar) SS : Sangat Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
No
TS : Tidak Setuju RR : Ragu-ragu
Pertanyaan
1
Saya akan mengebut jika tidak ada petugas polisi yang berjaga
2
Saya sering mengebut atau menyalip kendaraan lain karena saya harus memenuhi setoran
3
Saya akan menaikan dan menurunkan penumpang pada tempat yang penumpang inginkan
4
Jika tidak ada petugas polisi yang berjaga, saya akan menorobos lampu lalu lintas walaupun lampu sudah menyala warna merah
5
Saya tidak akan mengebut walaupun penumpang saya meminta saya untuk mengebut
6
Saya akan tetap mematuhi peraturan lalu lintas dan rambu-rambu yang terdapat disepanjang jalan walaupun tidak ada petugas polisi
7
Saya akan menyalip angkot yang lain karena angkot tersebut telah menyalip kendaraan saya
8
Karena harus mengejar setoran, saya biasa membawa penumpang melebihi daya tampung angkot
9
Saya akan tetap mengemudi angkot walaupun saya tahu bahwa rem angkot yang saya kendarai sedang rusak
S
SS
: Setuju
S
RR
TS
STS
E. Pengalaman Supir Angkot Terhadap Keselamatan Berkendara (Pilihlah satu jawaban yang sesuai menurut anda dengan memberikan tanda silang pada pilihan jawaban yang tersedia) 1. Apakah anda pernah menyerempet pejalan kaki dipinggir jalan saat anda mengemudi mobil angkot ? a. Pernah
b. Tidak Pernah
2. Apakah anda pernah mengalami tabrakan dengan kendaraan angkot atau kendaraan umum lainnya saat mengemudi mobil angkot ? a. Pernah
b. Tidak Pernah
3. Apakah anda pernah ditilang saat mengemudi ? a. Pernah
b. Tidak Pernah
4. Apakah anda pernah menabrak atau menyerempet kendaraan roda dua (motor) saat mengemudi mobil angkot ? a. Pernah
b. Tidak Pernah
5. Apakah anda pernah tertabrak dari belakang oleh kendaraan lainnya saat anda sedang mengemudi mobil angkot ? a. Pernah
b. Tidak Pernah
6. Apakah anda pernah terserempet kendaraan lainnya (mobil/motor) saat anda mengemudi angkot ? a. Pernah
b. Tidak Pernah
7. Apakah anda pernah ditabrak atau diserempet dengan sengaja oleh pengemudi angkot yang lain? a. Pernah
b. Tidak Pernah