oleh : Drs. Idris, M.Si
Saduran Buku Zeithaml, V.A., Parasuraman, A. and Berry, L.L., 1990. Delivering Quality Services, Free Press, Toronto.
0
Service performance gap adalah terjadinya kesenjangan antara spesifikasi kualitas layanan dalam suatu organisasi terhadap layanan yang akan diberikan kepada pelanggan. Spesifikasi kualitas layanan yang dimaksud adalah standart layanan yang telah ditetapkan organisasi untuk diberikan kepada pelanggannya apakah itu berupa standart sarana dan prasarana, standart kualitas barang/jasa, ataupun ketepatan waktu dalam pemberian layanan. Kesenjangan tersebut berpengaruh pula pada kesenjangan harapan terhadap layanan yang akan diterima oleh pelanggan dengan layanan yang diterimanya dari provider. Komunikasi dari mulut ke mulut
C U S T O M E R
Kebutuhan Pribadi
Pengalaman
Layanan yang diharapkan 5 Layanan diterima
4 P R O V I D E R
1
Layanan yang diberikan
Komunikasi ekxternal dengan pelanggan
3 Spesifikasi kualitas layanan
2 Persepsi manajemen terhadap harapn pelanggan
Parasuraman (1990) seperti gambar 2.1 menjelaskan selain Service Gambar 2.1 service performance gap
performance gap ada 3 gap lainnya yang menyebabkan kesenjangan antara layanan yang diharapkan oleh costumer terhadap layanan yang diterimanya, antara lain :
1
-
Gap 1
: gap antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen
-
Gap 2
: gap antara persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan
dengan
spesifikasi/
standart
kualitas
layanan -
Gap 3
: gap antara spesifikasi kualitas layanan dengan layanan yang diberikan
-
Gap 4
: gap antara layanan yang diberikan dengan komunikasi keluar lapangan
Pada Bab II ini membahas bagaimana terjadinya kesenjangan spesifikasi kualitas layanan dengan layanan yang diberikan sehingga mempengaruhi harapan terhadap layanan yang akan diterima oleh pelanggan dengan layanan yang diterimanya dari provider (gap 3) dan bagaimana buruknya kualitas pelayanan ketika karyawan tidak mampu melakukan pelayanan pada tingkat yang diperlukan. Seorang karyawan dalam memberikan pelayanan pada saat tertentu tidak tentu mampu memberikan 100 persen pelayanan yang sesuai standart perushaannya. Itu disebabkan mungkin dikarenakan karena banyaknya pekerjaan yang dilaksanakan, membludaknya pelanggan yang harus dilayani, atau bahkan tidak adanya komunikasi yang baik dengan karyawan lainnya. Dalam kasus lain, sebuah perusahaan mungkin tidak memiliki kemampuan pelayan sesuai tingkat yang ditentukan. Perusahaan organisasi mungkin menawarkan gaji yang tinggi tapi tidak cukup untuk menarik pekerja terampil, atau mungkin gagal untuk melatih secara memadai, atau keduanya. Selain itu, sebagai akibat dari omset tinggi, pekerja dapat dipindahkan ke posisi yang lebih tinggi tingkat sebelum mereka siap. Faktor-faktor ini adalah khas dari banyak industri jasa, dan semua dapat menyebabkan kualitas pelayanan yang buruk.
2
Setelah diteliti lebih mendalam, Valarie A. Zeithaml, Parasuraman dan Leonard L Berry (1990) kesenjangan tersebut disebabkan oleh 7 faktor indikator kunci yaitu Role Ambiguity, Role Conflict, Poor Employee- Job Fit, Poor Technology- Job Fit, Inaproriate supervisory control systems, Lack of perceived control, Lack of teamwork seperti yang dijelaskan pada bagan berikut :
Spesifikasi kualitas layanan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
KEY CONTRIBUTING FACTORS Role Ambiguity Role Conflict Poor Employee- Job Fit Poor Technology- Job Fit Inaproriate supervisory control systems Lack of perceived control Lack of teamwork
Layanan yang diberikan
Gambar 2.2
Dalam menjaga kualitas layanan, tidak hanya tergantung pada bagaimana mengenali keinginan pelanggan dan menetapkan standar yang tepat, tetapi juga mempertahankan tenaga kerja dari orang-orang mau dan mampu tampil di tingkat tertentu.
Penjelasan atas 7 faktor diatas dan diperlukan upaya untuk menutup gap 3 diatas, sehingga harapan atas layanan dapat sesuai dengan layanan yang diterima pelanggan dan tentu saja pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan spesifikasi layanan sebagaimana berikut : A. Role Ambiguity (Ketidakjelasan Peran)
3
Peran yang melekat pada setiap posisi dalam suatu organisasi merupakan seperangkat perilaku dan kegiatan yang akan dilakukan oleh orang yang menduduki posisi itu. Peran didefinisikan melalui harapan, tuntutan, dan tekanan dikomunikasikan kepada karyawan oleh individu (misalnya, manajer puncak, supervisor langsung, pelanggan) yang memiliki kepentingan dalam bagaimana karyawan melakukan pekerjaan mereka. Ketika karyawan tidak memiliki tunutunan/informasi atau pelatihan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mereka secara memadai, mereka mengalami ketidakjelasan peran. Mereka tidak yakin tentang apa yang manajer atau supervisor harapkan dari mereka dan bagaimana untuk memenuhi harapan tersebut. Mereka tidak memiliki pelatihan atau keterampilan untuk memberikan layanan yang diperlukan untuk memuaskan pelanggan. Selanjutnya, mereka tidak tahu bagaimana kinerja mereka akan dievaluasi dan dihargai. Maka dapat disimpulkan bahwa Ketidakjelasan peran dalam pelayanan adalah ketika karyawan tidak mengerti apa yang akan mereka kerjakan atau yang diinginkan oleh perusahaan dan tidak mengetahui bagaimana memenuhi harapan tersebut. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kejelasnya tuntutan, metode, dan informasi terhadap posisi pekerjaan. Status pelatihan di banyak perusahaan adalah sangat buruk dan agak sedikit terlambat. Seorang wakil layanan pelanggan di salah satu studi Valarie A. Zeithaml, Parasuraman dan Leonard L Berry berkomentar: "Ini benar-benar memalukan, pelanggan tahu tentang produk baru sebelum kami tahu bagaimana produk itu kami jual. Seharusnya kami harus tahu hal-hal sebelum pelanggan mengetahui ataupun membelinya. Pelatihan oleh perusahaan dijadwalkan setelah produk keluar." Selama wawancara kelompok fokus di bidang perbankan, petugas pinjaman mengungkapkan keluhan yang sama: "Bank akan mengeluarkan produk yang kami tidak mengerti (produk peminjaman) dan tidak memberitahu kami cukup tentang hal itu, tidak
4
melatih kami dengan baik untuk menjualnya. Dengan produk XYZ misalnya, saya masih harus membaca buku [untuk mencari cara kerja peminjaman] dan aku butuh sepuluh menit”. Karyawan lain dalam kelompok ini juga menambahkan, "Saya baru tahu dua minggu lalu bahwa kita memiliki buku itu”. lalu, satu lagi berkata, "Aku baru tahu bahwa kami memiliki produk XYZ!" Ketidakjelasan dalam peran tersebut akan mengarah pada ketidak kepuasan terhadap kinerja sendiri dan juga berimbas pada ketidakpuasan pelanggan. Demikian juga sebaliknya, ketika kejelasan peran dalam melaksanaakan pekerjaan maka akan meningkatkan kepuasan kerja dan tentunya berpengaruh positif terhadap pelayanan.
Mengatasi Role Ambiguity (Ketidakjelasan Peran) Manajemen dapat menggunakan empat alat kunci untuk memberikan kejelasan peran untuk karyawan: komunikasi, umpan balik,
kepercayaan
diri,
dan
kompetensi.
Pertama,
karyawan
memerlukan informasi yang akurat tentang peran mereka dalam organisasi. Mereka membutuhkan komunikasi tertentu dan sering dari supervisor dan manajer tentang apa yang mereka diharapkan untuk melakukan. Mereka juga perlu mengetahui tujuan, strategi, tujuan, dan filosofi
perusahaan
dan
departemen
mereka
sendiri.
Mereka
membutuhkan informasi terkini dan lengkap tentang produk dan jasa perusahaan
menawarkan.
Dan
mereka perlu tahu
pelanggan
perusahaan, siapa mereka, apa yang mereka harapkan, dan jenis masalah yang mereka hadapi dalam menggunakan layanan. Selanjutnya, karyawan perlu mengetahui seberapa baik mereka melayani dibandingkan dengan standar pelayanan yang ditetapkan untuk mereka. Harus ada umpan balik ketika karyawan melakukan
5
pekerjaan dengan baik agar memberi spirit kepada mereka dan memberi kesempatan untuk koreksi diri ketika mereka berkinerja buruk. Akhirnya, karyawan perlu merasa percaya diri dan kompeten dalam
pekerjaan
mereka.
Perusahaan
dapat
meningkatkan
kepercayaan karyawan dengan pelatihan yang dibutuhkan untuk memuaskan pelanggan. Pelatihan yang berhubungan dengan jasa yang diberikan oleh perusahaan membuat contact person menjadi dan merasa mampu ketika berhadapan dengan pelanggan, pelatihan keterampilan komunikasi terutama dalam mendengarkan pelanggan dan memahami apa yang pelanggan harapkan, dan memberikan karyawan rasa penguasaan atas masalah yang tak terelakkan yang muncul dalam pertemuan layanan. Program pelatihan harus dirancang untuk meningkatkan kepercayaan dan kompetensi karyawan yang menghasilkan kejelasan peran yang lebih besar dan membantu dekat Hal diatas dapat diterapkan pada karyawan melalui program pendidikan dan pelatihan seperti yang dilakukan oleh british airwais memberikan pelatihan yang intensif kepada costumer servicenya sebelum menghadapi pelanggan. Perusahaan tak kurang melatih 3.700 orang costumer service dalam Program Menempatkan Orang Pertama yang membantu karyawan belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif di bawah tekanan. Atau seperti yang dilakukan oleh Perusahaan Stew Leonard dairy store yang mengikutkan setengah dari 450 karyawannya dalam the Dale Carnigie Program berupa latihan kepemimpinan bagi karyawan.
B. Role Conflict (Konflik Peran) Role Confict terjadi mana kala karyawan merasa bahwa mereka tidak dapat memenuhi tuntutan dari semua individu (pelanggan internal
6
dan eksternal) yang harus mereka layani. Role Confict terjadi pada suatu kondisi yang muncul ketika tuntutan total terhadap waktu dan tenaga yang berhubungan dengan target pekerjaan dan kemampuan yang ditentukan tidak sebanding untuk melakukan perannya secara memadai. Karyawan perusahaan jasa sering mengalami role conflik. Hal ini terjadi
karena
terlalu
banyak
pelanggan
membutuhkan
atau
menginginkan layanan dalam waktu yang sama. Misalnya, konflik terjadi ketika sebuah perusahaan pajak mengharapkan anggota staf untuk memproses pelanggan sebanyak mungkin dalam waktu singkat (misalnya, membatasi waktu dengan pelanggan) dan pelanggan ingin perhatian khusus dari staf tersebut (misalnya, untuk membahas strategi penghindaran pajak untuk masa depan). Konflik peran melibatkan kondisi yang tidak baik antara berbagai elemen pekerjaan penyedia layanan sehingga menciptakan perasaan ketegangan, kecemasan, dan ketidakpuasan Banyaknya pekerjaan yang harus dicapai, seperti membuat laporan atau mencari informasi untuk membuat keputusan, yang dilakukan dengan tenggang waktu pendek dan tekanan waktu tinggi. Tempo ini dianggap sangat tinggi, karena para karyawan harus terus menerus memecahkan masalah dan membuat keputusan pada waktu singkat. Beberapa karyawan dan manajer, terutama perempuan, banyak mengeluh bahwa setiap pertemuan atau setiap hari tidak memungkinkan
untuk
melaksanakan
tugas-tugas
yang
terus
bertambah, karena untuk mengerjakan rutinitas saja bagi mereka sudah merupakan beban tersendiri, apalagi bagi seorang manager yang harus memberi motivasi bawahan untuk selalu memberikan kinerja yang prima bagi organisasi. Karena beban kerja mereka yang berat, tingkat lembur meningkat.
7
Dalam satu studi kasus, saat Bank pusat ingin memperkenalkan produk baru kepada nasabahnya melalui teller di kantor cabang, terjadilah sesuatu yang tidak digarapkan pelanggan. Diasaat teller memperkenalkan produk tersebut (melalui cross selling) pada nasabah yang dilayani, nasabah lain akan antri lebih lama menunggu giliran dilayani, bertambahnya waktu akibat aktivitas promosi yang dilakukan teller pada nasabah yang sebenarnya tujuan utamanya untuk menabung. Mengatasi Role conflict Mengatasi role confict selain manajen memberikan pemetaan pekerjaan dan pemberdayaan karyawan lain diupayakan bagi karyawan yang mengalami offerload untuk sering-sering beristirahat dan mengerjakan tugas secara bervariasi. Selain itu role conflict dapat diatasi dengan : 1. Memberikan
fasilitas
pendukung
kepada
karyawan
untuk
mempercepat dan mengefektifkan kontak dengan pelanggan 2. Manajemen harus memperhatikan tuntutan karyawan dalam melaksanakan tugasnya 3. Tidak membiarkan karyawan melayani pelanggannya pada situasi yang tidak semestinya Penggunaan sistem pengukuran kinerja yang berfokus pada pelanggan di samping tujuan efisiensi internal adalah salah satu cara untuk mendukung prioritas layanan berkualitas dan melatih karyawan dalam penentuan prioritas dan manajemen waktu. Oleh karena itu sebuah perusahaan harus mendefinisikan peran dan standart pelayanannya sesuai harapan pelanggannya untuk mengurangi role conflict. Banyak perusahaan yang melibatkan karyawannya
dalam
mengatur
ulang
standart
pelayanannya.
Harapannya para karyawan dapat berpengetahuan luas terhadap
8
apapun yang menyangkut dengan pekerjaannya. Keuntungan dari pendekatan ini, bahwa karyawan dapat merasakan dan bertanggung jawab atas kualitas pelayanan serta membantu perubahan perubahan yang mereka kembangkan dari ide mereka sendiri dan dengan cepat pula mengetahui perubahan karena mereka semua mengetahui bagaimana mencapi kualitas terbaik.
C. Poor Employee- Job Fit (Lemahnya Jumlah dan Kualitas SDM) Kualitas pelayanan bergantung pula terhadap jumlah dan kualitas SDM. Masalah layanan berkualitas sering terjadi karena personil tidak cocok untuk posisi mereka. Seorang karyawan akan melakukan pekerjaannya dengan baik apabila pekerjaan yang dilakukannya sesuai dengan keterampilan ataupun latar belakang pendidikan yang dimilikinya. Seorang customer service dalam perbankan akan sangat lama mendalami pekerjaannya apabila dia tidak memiliki basic manajemen atau akuntansi. Perusahaan akan mengalami kerugian pada saat – saat awal karena orang tersebut harus dilatih akan posisinya dari awal lagi. Manajemen seharusnya memiliki kualitas dan sumber daya yang cukup pula dalam merekrut dan menyeleksi karyawan yang akan diterimanya. Karena penjaringan karyawan dengan asal-asalan tentu saja akan berakibat buruknya kinerja karyawan kelak pada saat melayani pelanggan. Sehingga dengan kata lain perusahaan harus mempekerjakan mereka yang telah memenuhi syarat dan mumpuni untuk bidang yang akan mereka kerjakan.
Mengatasi Lemahnya kualitas SDM
9
Lemahnya kulitas SDM dapat diatasi melalui proses seleksi karyawan yang ketat dengan job yang ditawarkan sesuai dengan kompetensi calon karyawan. Lemahnya kualitas SDM dapat ditutupi pula dengan memberikan pendidikan dan pelatihan untuk kepada mereka menyangkut tugas karyawan tersebut. Federal Express’s company dengan jelas menggambarkan pentingnya sumber daya manusia melalui filosophi : "Pekerjakan orang-orang terbaik, berikan pelatihan dan kompensasi terbaik kepada mereka, dan mereka akan memberikan efisiensi yang tinggi dan layanan dan mengubahnya menjadi keuntungan. Orang-orang – layanan - keuntungan dalam urutan itu". Perusahaan Wegsman yang merupakan perusahaan toko bahan bangunan yang sangat besar di New York mengatasi lemahnya SDM mereka
dengan
melakukan
program
pengembangan
SDM
meyekolahkan karyawan yang memiliki potensi dan kinerja baik. Selain bekerja, para karyawan juga bersekolah sehingga selain perusahaan tidak kehilangan tenaga para karyawannya, juga perusahaan dapat memperoleh SDM yang lebih baik lagi. Meningkatnya SDM karyawan secara tidak langsung meningkatkan penjualan perusahaan sehingga gaji karyawan sebelumnya rendah sekarang menjadi sangat tinggi sesuai peran mereka pada pekerjaannya masing-masing.
D. Poor Technology- Job Fit (Lemahnya Jumlah dan Kualitas Fasilitas Kerja) Lemahnya kualitas fasilitas kerja adalah bagaimana kesesuaian alat dan teknologi yang digunakan karyawan untuk melakukan pekerjaan mereka. Pada saat pelanggan yang mereka layani tidak teralalu banyak, mereka akan menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Akan tetapi, pada saat pelanggan telah melebihi volume maka dengan fasilitas yang dipergunakan sebelumnya tentu pekerjaan tidak
10
akan selesai sesuai dengan waktu yang ditetapkan, meskipun jumlah pelayan banyak. Sebagai contoh studi kasus, product-repair executive pada
sebuah
perusahaan
mengungkapkan
tidak
mampu
menyelesaikan lemahnya pelayanan karena tidak mampu menyiapkan spesifikasi teknis yang dibutuhkan untuk melatih teknisi sebelum produk dipasarkan, ini disebabkan produk terlalu cepat datang sementara sarana ini menggunakan teknologi baru. Mengatasi Lemahnya Fasilitas Lemahnya kulitas SDM dapat diatasi melalui menyesuaikan fasilitas kerja dengan jumlah pegawai yang ada. Setiap karyawan diberi peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan mereka dengan baik, begitu pula alat dan peralatan yang ada, harus tetap dipelihara untuk tetap berfungsi dengan baik. Juga dengan memberikan teknologi baru secara cepat sehingga karyawan dapat beradaptasi dengan cepat pula. Perusahaan yang unggul adalah perusahaan yang menempatkan karyawan, teknologi dan penguasaan pekerjaannya menjadi target utama.
E. Inaproriate Supervisory Control Systems (Lemahnya Pengawasan) Inaproriate Supervisory Control Systems adalah kesesuaian dalam
mengevaluasi
perusahaan.
kinerja
Pengawasan
dan
sistem
dilakukan
penghargaan
melaui
system
dalam evaluasi
sebagaimana baik kinerja karyawan dan seberapa baik mereka berinteraksi dengan pelanggan. Sebagai contoh, sebagian besar nasabah bank ingin teller bank akurat, cepat, dan ramah. Dengan begitu, Bank mengukur ukuran kinerja teller dengan ketat seperti mengukur keseimbangan transaksi
11
pada akhir bulan serta aspek-aspek kinerja kunci pelayanan lainnya yang merupakan faktor kualitas pelayanan. Setiap karyawan tentunya ingin dihargai atas kontribusi yang telah mereka lakukan, sehingga apabila mengabaikan hal ini tentu saja dapat menurunkan
kinerja
diperhatikan.
Melalui
membuat
mereka
karyawan
karena
pemberian
melakukan
mereka
penghargaan
upaya
khusus
tidak
merasa
karyawan untuk
akan
melayani
pelanggannya agar dapat meningkatkan penghasilan, karir atau sekedar pengakuan saja. Tanpa system pengawasan yang baik perusahaan tidak mampu memonitor kinerja karyawannya sehingga tidak dapat memperoleh kualitas pelayanannya dan berdampak tidak mampu mengukur kinerja perusahaan itu sendiri. Mengatasi Lemahnya Pengawasan Sebuah unsur yang sangat penting untuk penyediaan layanan berkualitas yang sangat baik adalah pengakuan atas kinerja karyawan. Kinerja karyawan harus terus dimonitor, dibandingkan dengan standar pelayanan, dan diberikan penghargaan sesuai dengan ukuran kinerjanya. Sebuah sistem pengukuran kinerja harus sensitif terhadap kinerja yang tinggi dan tentunya terkait dengan imbalan yang bisa sangat memotivasi, terutama ketika para pekerja tahu bahwa orang lain akan belajar seberapa baik mereka bekerja. Sistem ini juga membantu manajemen menentukan dampak spesifik kebijakan dan perubahan personil kinerja dan memperbaiki orang-orang yang memberikan kinerja di bawah standar. Karyawanpun menyadari bahwa manajemen serius tentang kualitas ketika manajemen bersedia membayar untuk kualitas itu. Pastinnya, sistem reward yang baik meliputi sistem pengukuran yang baik dalam memberikan makna, tepat waktu, sederhana, akurat, dan adil.
12
Kebanyakan system yang berhasil mendongkrak kinerja karywan apabila perusahaan mampu melakukan pengukuran prestasi karyawan melalui kinerjanya. Conpensations and direct financial activities merupakan konpensasi langsung kepada karyawan dan middle manager untuk dapat lebih aktif dan efektif dalam bekerja karena mereka mengejar kompensasi atas kualitas pelayanan yang mereka berikan. Hal tersebut juga dipergunakan perusahaan British Airways dalam meningkatkan kinerja karywannya. Para manager akan mendapatkan bonus lump-sum 20% dari gaji mereka pada paruh waktu, jika mampu memperlihatkan determinasi mereka dalam bekerja.
F. Lack of
Perceived Control (Lemahnya Peran untuk Mengambil
Keputusan) Lack of perceived control adalah lemahnya kekuasaan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Lack of perceived control terjadi manakala karyawan tidak dapat bertindak secara fleksibel pada situasi menghadapi masalah dalam pemberian pelayanan. Lack of Perceived Control , akan mengakibatkan karyawan menghabiskan waktu yang lama dalam menyelesaikan pekerjaan dimana mereka mencoba untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi akan tetapi mereka tidak memiliki banyak kuasa sehingga mereka tidak akan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan membuat keputusan secara cepat meskipun sebenarnya tidak perlu diketahui oleh level pimpinan yang ada di atasnya. Perceived Control dapat menjadi rendah ketika aturan organisasi, prosedur, dan budaya membatasi fleksibilitas karyawan dalam melayani pelanggan. Hal ini juga dapat menjadi rendah ketika otoritas pengambilan keputusan terletak di tempat lain dalam organisasi. Ketika seseorang pelayan harus mendapatkan persetujuan dari departemen lain dalam organisasi sebelum memberikan layanan, kualitas layanan
13
sangat memperihatinkan. Meskipun pelayan mungkin benar-benar berkomitmen untuk melayani pelanggan, ia tidak dapat melakukan dengan baik karena kontrol atas layanan ini di tangan orang lain di tempat lain dalam organisasi. Pada suatu studi kasus perbankan, seorang karyawan pada saat melayani pelanggan yang akan meminjam uang pada besaran tertentu, tidak bisa mengambil keputusan dan informasi yang jelas kepada nasabahnya karena keputusan dan auditnya pada bagian/unit lain Bank tersebut. Mengatasi Lack of Perceived Control Menjadikan kualitas sebagai sebagai salah satu ukuran kinerja adalah solusi tepat untuk mengatasi lack of perceived control. Dengan itu pula, karyawan diberi kebebasan untuk membuat keputusan individu untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan tidak perlu untuk mendapatkan persetujuan dari departemen lain sebelum memberikan layanan kepada pelanggan. Empowerment
berarti
mendorong
pemberian
kekuasaan
membuat keputusan sampai ke tingkat terendah perusahaan. Ini berarti pemberian Contact person telah memiliki wewenang untuk membuat keputusan penting tentang melayani pelanggan. Empowerment dapat menciptakan solusi masalah yang cepat bagi pelanggan karena izin untuk melaksanakan transaksi untuk memuaskan pelanggan tidak perlu diperoleh dari karyawan/ unit lain. Larry Wilson dari Pecos Training menempatkan perceived control “help people find their power and use it important ways. Give them a change to find their courage …… leadership is waking people up”. Jim Kuhn pemilik dari McDonalds dalam memotivasi karyawannya mengatakan “get out of their way. believe in your folks and most will life
14
up to your expectations”. Dua hal diatas menjelaskan pentingnya mempercayai bawahan dalam mengambil sebuah keputusan.
G. Lack of Teamwork (Lemahnya Kerja Sama Tim) Gap 3 yang disebabkan oleh lemahnya kerjasama tim menjadikan suatu layanan tidak efektif akibat tidak ada interaksi untuk saling membantu antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya atau karyawan dengan tingkatan yang diatasnya. Tujuan kerjasama tim adalah sejauh mana karyawan dan manajer penuh bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama.para karyawan diupayakan untuk tidak bekerja sendiri-sendiri dan saling bersaing satu sama lain dalam bekerja. Seperti Karyawan pada semua tingkatan di American Express yang diharapkan untuk dapat mempelajari dan mengetahui cara kerja setiap
departemen
pada
perusahaan
tersebut,
masing-masing
memahami dampak dari fungsi departemen lain sehingga mereka dapat bekerja dengan persepsi yang sama dalam pelayanan pelanggan. Aspek lain dari kerja sama tim melibatkan sejauh mana karyawan merasa secara individu terlibat dan berkomitmen untuk perusahaan. Kepercayaan dalam suatu organisasi dan pentingnya kontribusi seseorang untuk dapat menginspirasi sebagai upaya kerjasama yang kuat oleh para karyawan dimana keyakinan yang lemah dapat memberikan efek sebaliknya. Sampai batas tertentu, komitmen karyawan ini berasal dari pengertian bahwa manajemen peduli tentang mereka. Di banyak perusahaan, para pemberi layanan merasa bahwa kinerja individu terjadi tanpa disadari dan tidak dihargai. Mengatasi Lack of Teamwork Menjalin managemen
kerjasama untuk
tim
mengatasi
harus Gap
diupayakan 3
yang
dalam
diakibatkan
15
suatu oleh
permasalahan ini. Setiap karyawan dan level diatasnya harus saling mendukung dan bekerjasama sehingga menghasilakan kualitas pelayanan yang baik pula. Merrill Lynch telah melibatkan lebih dari 25.000 personil operasi dalam tim berkualitas yang berisikan 8 sampai 15 karyawan ditambah supervisor, masing-masing tim bekerja untuk meningkatkan layanan pelanggan. Satu grup mampu meraup hingga $40.000 pertahunnya. Membangun kerjasama tim dengan memberikan ruang kepada karyawan untuk bersama-sama dalam melaksanakan tugasnya. Dan berusaha membentuk tim work mereka dengan berbagai kegiatan seperti rekreasi, out bond, makan bersama, dll.
16