i
PARTISIPASI MASYARAKAT MISKIN TERHADAP PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI (PNPM-M) PERKOTAAN DI DESA CADASNGAMPAR, KECAMATAN SUKARAJA, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT
Oleh: CITRA MULIANI I34070053
Dosen Pembimbing: IVANOVICH AGUSTA, SP, M.Si
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
ABSTRACT The research was conducted to see the participation of the poor to overcome poverty in Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan in Village of Cadasngampar, Sub-district of Sukaraja, Distric of Bogor, West Java Province. Specific objectives are (1) Assessing influence of poverty level of community participation in PNPM-M Perkotaan in Village of Cadasngampar, (2) Assessing influence of the level of participation to level of community empowerment in benefitting PNPM-M Perkotaan in Village of Cadasngampar. Poverty is divided into two categories: absolute poverty and relative poverty. There were 1,1 percent of total respondents who experienced absolute poverty and there are no respondents who experienced relative poverty. The highest level of participation achieved at level of consultation, while level of empowerment had be seen from change of consumption expenditure and non-consumption before and after implementation of PNPM-M Perkotaan. Statistical analysis showed that there was no relationship between level of poverty to level of participation, and there is no relationship between level of participation to level of community empowerment. Keywords: poverty, level of participation, level of community empowerment
iii
RINGKASAN
CITRA MULIANI. Partisipasi Masyarakat Miskin terhadap Penanggulangan Kemiskinan dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Di bawah bimbingan IVANOVICH AGUSTA.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemiskinan sejak tahun 1970 sampai dengan tahun 2010. Angka jumlah masyarakat miskin mengalami pengurangan yang kurang berarti, karena jumlah orang miskin saat ini masih mencapai 37,02 juta jiwa atau 16 per sen dari penduduk Indonesia. Berbagai program bantuan pemberdayaan masyarakat telah dilakukan sejak 1993 oleh pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tetapi program tersebut dikhawatirkan kurang efektif karena belum menyentuh masyarakat miskinnya secara langsung. Salah satu program pemberdayaan saat ini dinilai berhasil adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPMM), sehingga dapat dilakukan pengujian hubungan efektivitas orang miskin, partisipasi dan pemberdayaan. Pertanyaan penelitian ini ialah: (1) Bagaimana pengaruh tingkat kemiskinan terhadap tingkat partisipasi masyarakat? dan (2) Bagaimana pengaruh tingkat partisipasi terhadap tingkat keberdayaan masyarakat? Tujuan penelitian ini ialah: (1) Mengkaji hubungan tingkat kemiskinan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan di desa Cadasngampar, dan (2) Mengkaji hubungan tingkat partisipasi terhadap tingkat keberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan di desa Cadasngampar. Desa Cadasngampar adalah salah satu penerima PNPM-M Perkotaan yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008. Desa ini dipandang telah berhasil dalam pelaksanaan PNPM-M Perkotaan oleh stakeholder. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang didukung oleh kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode survai. Peneliti mengambil 90 responden berdasarkan pendekatan sampel acak terstratifikasi (stratified random sampling).. Analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan
iv
memakai uji Rank Spearman dan analisis kualitatif sebagai penunjang hasil dari hasil kuantitaif. Penelitian ini ingin melihat hubungan antara tingkat kemiskinan dan tingkat partisipasi serta tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan. Berdasarkan penelitian dilapangan, hanya 1,1 per sen dari keseluruhan responden yang dikategorikan miskin menurut kemiskinan absolut berdasarkan indikator nasional, tidak terdapat satu pun responden yang dikategorikan miskin menurut kemiskinan absolut berdasarkan indikator lokal, dan terdapat 65,6 per sen dari keseluruhan responden yang dikategorikan miskin menurut kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut berdasarkan indikator nasional memakai 14 karakteristik rumah tangga miskin BPS sebagai acuannya, kemiskinan absolut berdasarkan indikator lokal memakai 8 karakteristik rumah tangga miskin menurut kesepakatan masyarakat Desa Cadasngampar, sedangkan kemiskinan relatif ditentukan oleh keadaan lingkungan dimana seseorang atau keluarga itu tinggal yang dibandingkan dengan kondisi umum. Partisipasi masyarakat dianalisis berdasarkan 8 tingkat partisipasi menurut Arstein. Dari lapangan diperoleh hasil bahwa tingkat partisipasi tertinggi berada pada tingkat konsultasi. Tingkat keberdayaan masyarakat dilihat dari perubahan pengeluaran konsumsi dan non konsumsi antara sebelum dan sesudah pelaksanaan PNPM-M Perkotaan. Hasil lapangan tersebut menunjukkan bahwa PNPM-M Perkotaan tidak efektif dalam menjangkau orang miskin di Desa Cadasngampar. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat kemiskinan dengan tingkat partisipasi, serta tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat keberdayaan masyarakat
v
PARTISIPASI MASYARAKAT MISKIN TERHADAP PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI (PNPM-M) PERKOTAAN DI DESA CADASNGAMPAR, KECAMATAN SUKARAJA, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT
Oleh: CITRA MULIANI I34070053
SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
vi
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama
: Citra Muliani
NRP
: I34070053
Judul
: Partisipasi Masyarakat Miskin terhadap Penanggulangan Kemiskinan dalam
Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat
Mandiri
(PNPM-M) Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ivanovich Agusta, SP, M.Si NIP. 19700816 199702 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus: _____________________
vii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PARTISIPASI MASYARAKAT MISKIN TERHADAP PENANGGULANGAN KEMISKINAN MASYARAKAT
DALAM
PROGRAM
MANDIRI
NASIONAL
(PNPM-M)
PEMBERDAYAAN
PERKOTAAN
DI
DESA
CADASNGAMPAR, KECAMATAN SUKARAJA, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN BAIK OLEH PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA BERTANGGUNGJAWAB ATAS PERNYATAAN INI.
Bogor, Juni 2011
Citra Muliani NRP. I34070053
viii
RIWAYAT HIDUP
Citra Muliani dilahirkan di kota Banda Aceh pada tanggal 1 Februari 1990. Anak ketiga dari empat bersaudara, buah hati dari pasangan suami istri H. Drs. Zulkarnain, MSc., MKes. dan Hj. Mardiah, SKM. Riwayat pendidikan yang ditempuh adalah taman kanak-kanak selama dua tahun di TK YKA, sekolah dasar selama enam tahun di SDN 7 Banda Aceh, sekolah menengah pertama selama tiga tahun di SLTPN 1 Banda Aceh. Kemudian dilanjutkan sekolah menengah atas selama tiga tahun di SMAN 3 Banda Aceh. Masuk universitas pada tahun 2007 ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM) Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Penulis aktif berorganisasi sejak SLTP yaitu sebagai anggota Palang Merah Remaja (PMR), kemudian dilanjutkan pada tingkat SMA yaitu sebagai anggota OSIS. Kemudian pada bangku perkuliahan, Penulis juga pernah bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Mayarakat (HIMASIERA) sebagai anggota Public Relation tahun 2007-2008. Penulis juga memiliki minat pada isu-isu kemiskinan, pemberdayaan masyarakat dan ekologi manusia.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat, berkat dan kehendakNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Partisipasi Masyarakat Miskin terhadap Penanggulangan Kemiskinan
dalam Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat”. Penulis sangat
bersyukur karena penyusunan Skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya dan sesuai dengan yang direncanakan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ivanovich Agusta, SP, M.Si, sebagai dosen pembimbing
skripsi yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan segala bantuan selama penulisan skripsi hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Ir. Hadiyanto, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang membantu penulis pada saat mendapat masalah di bidang akademik. 3. Ayahanda tercinta H. Drs. Zulkarnain, MSc, MKes dan Ibunda tersayang Hj. Mardiah, SKM yang telah melahirkan seorang anak serta melimpahkan kasih sayang, cinta, spirit juang yang tidak tergantikan oleh siapapun untuk menjadikan anaknya sebagai generasi yang insya Allah berguna bagi nusa, bangsa, dan agama. 4. Kakakku Dini Ramadhani, abangku yang telah tiada tetapi selalu hadir dihatiku, Arief Maulana, serta adikku Desy Asrina, abang iparku Bang Eja, sepupuku Intan Maulani, serta keponakan tercintaku Khansa Kayyisa, yang secara tidak langsung memberi semangat dan do’a dari jauh demi kelancaran studi penulis di IPB serta memberi motivasi dan hiburan kepada penulis untuk berjuang di perantauan. 5. Desa Cadasngampar dan seluruh masyarakat yang telah membantu penulis dalam pegumpulan data yang diperlukan. 6. Pak Bambang sebagai koordinator BKM Desa Cadasngampar dan Pak Irpan sebagai koordinator Faskel PNPM-M Perkotaan Kecamatan Sukaraja yang selalu menyediakan waktu untuk penulis jika membutuhkan data-data yang diperlukan.
x
7. Heru Fegian Arafat yang selama ini senantiasa mendampingi penulis dalam suka dan duka serta memberikan perhatian, dukungan maupun motivasi, agar dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 8. Rajib Gandi sebagai teman satu bimbingan skripsi penulis yang selalu bekerjasama dengan baik dan memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Mbah Yun, Ali, Juhe, Ica Nyimas, Puput, Dhanis, Aris, Vivi, teman-teman Departemen SKPM dan departemen lainnya yang tidak memungkinkan disebutkan semuanya yang selalu memberikan motivasi agar selesainya skripsi ini dengan baik. 10. Kak Inez, Fani, Kak Nita, Lisa, serta teman-teman satu kosan “Pondok Harmoni” yang mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-teman Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Juni 2011
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .............................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1. Latar Belakang...............................................................................................
1
1.2. Masalah Penelitian.........................................................................................
3
1.3. Tujuan Penelitian............................................................................................
3
1.4. Kegunaan Penelitian ......................................................................................
4
BAB II PENDEKATAN TEORITIS ……………………………………………
5
2.1. Tinjauan Pustaka ………………………………………………………...…
5
2.1.1. Kemiskinan ……………………………………………………………
5
2.1.2. Partisipasi Masyarakat …………………………………………………
9
2.1.3. Pemberdayaan Masyarakat dan “Community-Driven Development”…..
13
2.1.3.1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPMM) sebagai Alternatif Penanggulanagan Kemiskinan …...............
16
2.1.3.2. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPMM) Mandiri Perkotaan ………………………………………….
17
2.2. Kerangka Pemikiran ………………………………………………………...
20
2.3. Hipotesis …………………………………………………………………….
23
2.4. Definisi Operasional ………………………………………………………...
23
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN …………………………………………
29
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………………………..
29
3.2. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………………….
29
3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ……………………………………...
31
3.4. Bias Penelitian ………………………………………………………………
32
3.4.1. Bias Karena Penarikan Sampel ……………………………………..
32
3.4.2. Bias Bukan oleh Pemakaian Sampel ………………………………..
32
3.5. Jenis Kelamin Responden …………………………………………………..
33
3.6. Usia Angkatan Kerja ………………………………………………………..
33
3.7. Tingkat Pendidikan Responden ……………………………………………..
34
BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ………………………………..
35
xii
4.1. Gambaran Desa Cadasngampar……………………………………………..
35
4.1.1. Kondisi Geografis ……………………………………………………...
35
4.1.2. Kondisi Demografi …………………………………………………….
37
4.1.3. Kondisi Ekonomi ………………………………………………………
37
4.1.4. Kondisi Sosial ………………………………………………………….
36
4.1.5. Kondisi Sarana dan Prasarana ………………………………………….
38
4.2. PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar ……………………………….
39
4.2.1. Lingkup Dimensi Kegiatan …………………………………………….
40
4.2.1.1. Aspek Lingkungan ………………………………………………..
40
4.2.1.2. Aspek Ekonomi …………………………………………………...
41
4.2.1.3. Aspek Sosial ………………............................................................
42
ANALISIS DESAIN DAN IMPELEMNTASI PNPMM PERKOTAAN ……………………………………………………...
44
5.1. Iklim Kelembagaan dan Kebijakan ………………………………………...
44
5.2. Investasi sesuai Kebutuhan ……………………………………………...…
45
5.3. Mekanisme Partisipasi …………………………………………………...…
46
5.4. Keikutsertaan sesuai Gender dan Status Sosial …………………………….
48
5.5. Investasi Pengembangan Kapasitas Organisasi Berbasis Masyarakat ……..
50
5.6. Fasilitas Informasi untuk Komunitas ………………………………………
51
5.7. Aturan Sederhana dan Insentif yang Kuat ………………………………….
53
5.8. Desain Kerja Fleksibel …………………...………………………………...
53
5.9. Scaling Up ……………………………...…………………………………..
54
5.10. Exit Strategy ……………………………………………………………….
55
BAB VI HUBUNGAN TINGKAT KEMISKINAN TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI DALAM PNPM-M PERKOTAAN …………………
56
6.1. Kemiskinan Absolut ………………………………………………………...
56
6.1.1. Kemiskinan Absolut Menurut Indikator Nasional ………………….
56
6.1.2. Kemiskinan Absolut Menurut Indikator Lokal ……………………..
61
6.2. Kemiskinan Relatif ………………………………………………………….
62
6.3. Ketepatan Sasaran dalam PNPM-M Perkotaan ……………………….
63
6.4. Tingkat Partisipasi Masyarakat ……………………………………………..
64
BAB VII HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI TERHADAP TINGKAT KEBERDAYAAN MASYARAKAT …………………………………
73
BAB VIII PENUTUP ……………………………………………………………...
79
8.1. Kesimpulan ………………………………………………………………….
79
BAB V
xiii
8.2. Saran ………………………………………………………………………...
80
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...
81
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Halaman 7 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, 1970-2010 ………………
Tabel 2.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Aspek Kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 ………………….
Tabel 3.
33
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia Angkatan Kerja dan Aspek Kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 ………………….
Tabel 4.
33
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Aspek Kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun 2011……………….....
34
Tabel 5.
Distribusi dan Jumlah Penduduk di Desa Cadasngampar ……………..
37
Tabel 6.
Proporsi Rembug Warga berdasarkan Gender…………………………
49
Tabel 7.
Proporsi Rembug Warga berdasarkan Status Sosial…………………...
49
Tabel 8.
Proporsi Keikutsertaan Kegiatan PNPM-M Perkotaan berdasarkan Hasil Penelitian Menurut Gender………………………………………
Tabel 9.
Proporsi Keikutsertaan Kegiatan PNPM-M Perkotaan berdasarkan Hasil Penelitian Menurut Status Sosial………………….......................
Tabel 10.
49
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Kemiskinan Rumah
tangga
Sebelum
dan
Sesudah
PNPM-M
Perkotaan
Berdasarkan Indikator Nasional.............................................................. Tabel 11.
49
58
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Tempat Tinggal dan Aspek Kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, 2011………...
Tabel 12.
60
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga dan Aspek Kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, 2011………...
61
xv
Tabel 13.
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Kemiskinan Rumah tangga Berdasarkan Indikator Lokal...........................................
62
Tabel 14.
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kemiskinan Relatif ……..
63
Tabel 15.
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkatan Partisipasi Arstein ....................................................................................................
64
Tabel 16.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lama Keterlibatan Pada Aspek Kegiatan Lingkungan PNPM-M Perkotaan Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Tahun 2011…
Tabel 17.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lama Keterlibatan Pada
Aspek
Kegiatan
Ekonomi
PNPM-M
Perkotaan
Desa
Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Tahun 2011… Tabel 18.
71
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lama Keterlibatan Pada
Aspek
Kegiatan
Sosial
PNPM-M
Perkotaan
Desa
Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Tahun 2011… Tabel 19.
71
71
Jumlah dan Persentase Responden di Desa Cadasngampar Kecamatan Sukaraja Kabuapten Bogor Berdasarkan Jenis Pekerjaan Sebelum PNPM-M Perkotaan …………………………………………………...
Tabel 20.
75
Jumlah dan Persentase Responden di Desa Cadasngampar Kecamatan Sukaraja Kabuapten Bogor Menurut Jenis Pekerjaan Sesudah PNPM-M Perkotaan …………………………………………………...
76
xvi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Tingkatan Partisipasi Arstein ................................................................
10
Gambar 2.
Hubungan Seimbang Antara Pemerintah dan Masyarakat……………
14
Gambar 3.
Kerangka Analisis Partisipasi Masyarakat Miskin dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan di desa Cadasngampar…………………………………………………………
Gambar 4.
22
Sketsa Desa Cadasngampar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat…………………………………………………..
36
Gambat 5.
Proses pembuatan betonisasi jalan ……………………………………
41
Gambar 6.
Ketua KSM menerima dana yang diberikan oleh UPK……………….
42
Gambar 7.
Salah seorang peserta kegiatan menjahit……………………………...
43
Gambar 8.
Tingkat Kemiskinan Menurut BPS Berdasarkan 9 Indikator Kriteria Warga Miskin........................................................................................
59
Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cadasngampar…………………
66
Gambar 10. Tangga Partisipasi Masyarakat ……………………………………….
68
Gambar 9.
Gambar 11. Perubahan
Pendapatan
Sebelum
dan
Sesudah
PNPM-M
Perkotaan……………………………………………………………...
73
Gambar 12. Perubahan pada Pola Konsumsi Sebelum dan Sesudah PNPM-M Perkotaan……………………………………………………………...
77
Gambar 13. Perubahan pada Mata Pencaharian dan Modal Usaha Sebelum dan Sesudah PNPM-M Perkotaan…………………………………............
77
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman ………………………………….
85
Lampiran 2.
Catatan Harian di Lapangan …………………………………………
87
Lampiran 3.
Dokumentasi Kegiatan ………………………………………………
98
Lampiran 1. Kerangka Sampling Penelitian Lampiran 2. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Lampiran 3. Catatan Harian di Lapangan Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan isu lama yang sudah tidak asing lagi untuk dunia dan khususnya
Indonesia yang merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan
memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu, dan menyeluruh. Data BPS pada tahun 2010 menunjukkan bahwa masih tercatat 37,02 juta jiwa atau 16 per sen penduduk Indonesia tercatat sebagai penduduk miskin. Hal ini membuat pemerintah terus menerus menggencarkan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang sudah dilakukan sejak era pemerintahan Soeharto sampai sekarang. Pemerintah terus menerus memberikan program pemberdayaan sejak tahun 1998 melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Sudah saatnya masyarakat miskin tidak dijadikan sebagai obyek pembangunan lagi, tetapi sebagai subyek pembangunan agar masyarakat dapat lebih berperan aktif dalam menyampaikan aspirasi, menentukan pilihan dan menyelesaikan masalahnya sendiri serta sepenuhnya ikut berkecimpung dalam proyek pembangunan yang dilakukan dari perencanaan hingga evaluasi, hal ini akan membuat masyarakat merasa memiliki dan menjaga pembangunan. Dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, perlu dilakukan langkah-langkah koordinasi secara terpadu lintas pelaku dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Untuk mendukung agenda
tersebut, pemerintah telah menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010, tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Mengacu pada Pasal 1 butir 3 Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, di tingkat nasional dibentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya di tingkat nasional. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk di daerah. Salah satu program pemberdayaan yang seringkali dinilai berhasil di banyak wilayah Indonesia adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) yang ada di desa maupun dikota. Program Nasional Pemberdayaan
2
Masyarakat Mandiri (PNPM-M) merupakan bagian dari program pro rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan dan mempercepat pengentasan kemiskinan. Hal ini sesuai dengan amanah ideologi dan konstitusi salah satu butir Pancasila, yakni kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemiskinan tidak hanya terjadi di wilayah terpencil dimana telah tercakup dalam program Inpres Desa Tertinggal, tetapi juga di tempat-tempat lain yang kurang terpencil bahkan perkotaan, seperti di Desa Cadasngampar Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor, yang merupakan daerah pinggiran jalan utama perkotaan. Untuk itu Pemerintah juga menyediakan PNPM-M di Perkotaan. PNPM-M dimaksudkan untuk menanggulangi kemiskinan melalui peningkatan partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan, peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam penyediaan layanan umum, dan peningkatan kapasitas lembaga lokal yang berbasis masyarakat. Berbagai pihak baik dari masyarakat seperti Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) turut menjadi pihak yang berkepentingan untuk membantu mencapai kesejahteraan masyarakat. Partisipasi aktif dari masyarakat diperlukan untuk program pemberdayaan tersebut. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan berarti masyarakat sebagai pemeran utama mulai dari perencanaan, pengelolaan sampai pada pengawasan dan evaluasi, sehingga pada akhirnya masyarakat merasa memiliki terhadap berbagai program pembangunan yang dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat. Dalam kaitannya dengan hal ini, para praktisi pembangunan berposisi sebagai pihak yang memfasilitasi upaya peningkatan aksesibilitas terhadap sumber-sumber lokal (Hikmat 2001). Sementara itu pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parson et al. 1994 sebagaimana dikutip Suharto 2005). Masyarakat miskin belum mampu sepenuhnya untuk berinovasi dan memiliki inisiatif sendiri. Masyarakat masih terkesan apatis karena pengalaman mereka selama masa sebelumnya dimana meskipun mereka menyampaikan aspirasi terhadap perencanaan pembangunan, tetapi yang sering diterima adalah aspirasi dari elit-elit pemerintah atau kelompok yang dianggap lebih menguasai program pembangunan yang
3
tepat bagi masyarakat. Hal ini berlawanan dari pandangan bahwa yang lebih mengetahui permasalahan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat seharusnya membahas pentingnya partisipasi masyarakat secara sukarela dan penuh kesadaran untuk berubah lebih baik menuju keberdayaan. Wilayah studi dalam penelitian ini adalah Desa Cadasngampar Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. Desa ini merupakan salah satu penerima program pemberdayaan masyarakat yaitu PNPM-M Perkotaan yang pelaksanaannya telah dimulai sejak tahun 2008 dan masih berjalan sampai penelitian ini dilaksanakan. Desa Cadasngampar merupakan salah satu lokasi yang dianggap berhasil dalam pelaksanaan PNPM-M Perkotaan karena memiliki kemajuan dilihat dari pelaksanaan kegiatan yang sesuai agenda-agenda yang telah direncanakan baik dalam kegiatan pemberdayaan masyarakatnya maupun dalam kegiatan pembangunan fisik dan lingkungan.
1.2. Masalah Penelitian Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana
hubungan
tingkat
kemiskinan
terhadap
tingkat
partisipasi
masyarakat? 2. Bagaimana hubungan tingkat partisipasi terhadap tingkat keberdayaan masyarakat?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengkaji hubungan tingkat kemiskinan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan di desa Cadasngampar. 2. Mengkaji hubungan tingkat partisipasi terhadap tingkat keberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan di desa Cadasngampar.
4
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi akademisi lain yang tertarik untuk mengkaji partisipasi masyarakat miskin dalam program pemberdayaan masyarakat 2. Bagi pemerintah, semoga hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam merumuskan pedoman dan kebijakan untuk implementasi partisipasi masyarakat miskin terhadap program-program pemberdayaan masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan. 3. Bagi masyarakat, semoga mampu meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan kapasitas diri yang dimiliki dan peranan mereka dalam keikusertaan terhadap program pemberdayaan masyarakat.
5
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Kemiskinan Menurut Maskun (1997) kemiskinan dapat diggambarkan sebagai kondisi yang serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, kebutuhan akan hidup sehat, dan kebutuhan akan kesehatan. Penduduk miskin yang tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhannya, dikarenakan mereka tidak memiliki aset sebagai sumber pendapatan, juga karena struktur sosialekonomi yang ada tidak membuka peluang orang miskin keluar dari lingkungan kemiskinan yang tidak berujung pangkal. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non-makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makannya setara 2100 kilo kalori/orang/hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya. (BPS dan Depsos 2002 sebagaimana dikutip Suharto 2005). Menurut Guhardja (1993), dalam mengkaji masalah kemiskinan dikenal dua pengertian kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut (mutlak) dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang diukur dengan memperbandingkan tingkat pendapatan orang atau keluarga dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasar minimum. Dan sesorang atau keluarga itu dikatakan miskin jika pendapatannya kurang dari atau tidak mencapai pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang atau keluarga hidup secara layak. Sedangkan yang dimaksud dengan kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang lebih banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan dimana seseorang atau keluarga itu tinggal. Sehingga walaupun seseorang atau keluarga itu pendapatannya dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya, tetapi tergolong orang-orang yang berpendapatan
lebih
rendah
dibandingkan
dengan
keadaaan
masyarakat
di
lingkungannya dan masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat
6
di luar lingkungannya, maka seseorang atau keluarga tersebut berada dalam keadaan miskin. Chambers (1988) sebagaimana dikutip Dewanta (1995), menyebutkan inti dari masalah kemiskinan terletak pada apa yang disebut jebakan kekurangan atau deprivation trap yang melilit keluarga miskin. Kelima ketidakberuntungan itu adalah: kemiskinan
itu
sendiri,
kelemahan
fisik,
keterasingan,
kerentanan,
dan
ketidakberdayaan. Kelimanya sangat berhubungan satu sama lain. Dimana kerentanan menurut Chambers dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin untuk menyediakan sarana untuk menghadapi situasi darurat seperti datangnya bencana, penyakit dan sebagainya yang tiba-tiba menimpa keluarga itu. Sedangkan ketidakberdayaan keluarga miskin tercermin dalam kasus-kasus dimana mereka tidak dapat melakukan perlawanan pada saat mereka dipojokkan pada posisi tidak menguntungkan oleh pihak-pihak lain. Terkait dengan beragamnya pengertian kemiskinan yang tergantung latar belakang orang yang mengemukakannya dan konteks wilayah atau negara dimana definisi kemiskinan tersebut dikeluarkan, dapat disepakati bersama bahwa kemiskinan merupakan kondisi yang tidak memuaskan ataupun kondisi yang tidak diinginkan serta selalu berhubungan dengan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Menurut pandangan dari Loekman Soetrisno sebagaimana dikutip Dewanta (1995) mengenai penyebab kemiskinan sebagai berikut: (a) Kelompok Agrarian Populism berpendapat bahwa kemiskinan disebabkan oleh campur tangan yang terlalu luas dari pemerintah dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat pedesaan,orang miskin dianggap akan dapat membantu dirinya sendiri. Kelompok ini mengusulkan cara untuk memberantas kemiskinan dengan jalan memberikan empowerment kepada masyarakat miskin. (b) Kelompok yang berpendapat bahwa inti atau penyebab kemiskinan adalah budaya orang miskin karena tidak memiliki etos kerja yang tinggi, tidak memiliki jiwa wiraswasta, pendidikan relatif rendah dan kualitas sumberdayanya rendah dan sebagainya. Pemerintah telah berupaya memadukan berbagai faktor penyebab kemiskinan dan menyusun strategi penanggulangan kemiskinan yang dituangkan dalam bentuk dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang telah diresmikan pada tanggal 27 April 2005 oleh Presiden RI, H. Susilo Bambang Yudhoyono. SNPK berusaha secara holistik memetakan masalah kemiskinan yang ada dan memusatkan strategi pada lima tonggak pengurangan kemiskinan, yaitu: (1) menciptakan peluang
7
kerja
(creating
opportunity),
(2)
memberdayakan
masyarakat
(community
empowerment), (3) mengembangkan kemampuan (capacity building), (4) menciptakan perlindungan sosial (social protection), (5) membina kemitraan global (forging global partnership). Kendati telah dilakukan berbagai program penanggulangan kemiskinan, jumlah penduduk miskin masih sangat besar sampai saat ini. Jumlah penduduk miskin tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia, Tahun 1970-2010 Jumlah Penduduk Miskin (x 1 juta) perkoperde- Perkotaan dan taan saan perdesaan 1970 70,0 1976 10,0 44,2 54,2 1978 8,3 38,9 47,2 1980 9,5 32,8 42,3 1981 9,3 31,3 40,6 1984 9,3 25,7 35,0 1987 9,7 20,3 30,0 1990 9,4 17,8 27,2 1993 8,7 17,2 25,9 1996 7,2 15,3 22,5 1997 9,4 24,6 34,0 1998 17,6 31,9 49,5 1999 15,6 32,3 47,9 2000 12,3 26,4 38,7 2001 8,6 29,3 37,9 2002 13,3 25,1 38,4 2003 12,2 25,1 37,3 2004 11,4 24,8 36,2 Feb 2005 12,4 22,7 35,1 Juli 2005 13,30 23,50 36,80 Mrt 2006 14,49 24,81 39,30 Mrt 2007 13,56 23,61 37,17 Mrt 2008 12,77 23,61 34,96 Mrt 2009 11,91 20,62 32,53 Mrt 2010 11,10 19,93 31,02 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Tahun
Persentase Penduduk Miskin PerkoPerPerkotaan dan taan desaan perdesaan 60,00 38,79 40,37 40,08 30,84 33,38 33,31 29,04 28,42 28,56 28,06 26,49 26,85 23,14 21,18 21,64 20,14 16,44 17,42 16,75 14,33 15,08 13,45 13,79 13,67 9,71 12,30 11,34 13,39 19,78 17,47 21,92 25,72 24,23 19,41 26,03 23,43 14,60 22,38 19,14 9,76 24,84 18,41 14,46 21,10 18,20 13,57 20,23 17,42 12,13 20,11 16,66 11,37 19,51 15,97 12,48 20,63 16,69 13,47 21,81 17,75 12,52 20,37 16,58 11,65 18,93 15,42 10,72 17,35 14,15 9,87 16,56 13,33
Penduduk miskin yang masih banyak menjadikan berbagai pihak terus menerus melakukan upaya penanggulangan kemiskinan. Terdapat tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat perhatian pekerja sosial (Suharto 2003) yaitu; (1) Kelompok yang paling miskin (destitute) atau sering didefinisikan sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara tetap memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan dan umumnya tidak mempunyai akses untuk meningkatkan kesejahteraan, (2) Kelompok miskin (poor), kelompok ini memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan namun secara relatif memiliki jalan
8
masuk terhadap peningkatan pendapatan, seperti memiliki sumber-sumber keuangan, memiliki pendidikan yang memadai atau tidak buta huruf., (3) Kelompok rentan. Kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari miskin, karena memiliki tingkat kehidupan yang relatif lebih baik dibanding kelompok paling miskin dan miskin. Namun sebenanya kelompok ini sering disebut near poor (mendekati miskin), karena kelompok ini masih sangat rapuh terhadap berbagai perubahan sosial di sekitarnya. Bila tejadi kondisi seperti krisis ekonomi, maka kelompok ini sangat rentan menjadi miskin bahkan bisa menjadi kelompok paling miskin. Rumah tangga miskin sebagai unit terkecil dari masyarakat, dapat diberikan karakteristik sebagai berikut menurut BPS (2005): 1.
Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2.
Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3.
Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
4.
Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5.
Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6.
Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7.
Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8.
Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu
9.
Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
10. Hanya sanggup makan hanya satu/dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp600.000,- per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga: tidak bersekolah/tidak tamat SD/hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp500.000,- seperti sepeda motor kredit/non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Jika minimal 9 variabel terpenuhi, maka dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.
9
Penanggulangan kemiskinan di Indonesia dinyatakan Yudhoyono dan Harniati (2004), secara garis besar dilakukan melalui pendekatan community development dan social safety net with community based approach. Pemerintah mengimplementasikan berbagai program berikut village infrastructure program, urban poverty program, integrate movement for poverty eradication, and community recovery program, sedangkan dalam social safety net terdapat program-program yaitu food security, social protection, education, social protection, health, and income generation including community empowerment fund.
2.1.2. Partisipasi Masyarakat Menurut Horton (1987) menyatakan pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial, dan transformasi budaya. Proses ini pada akhirnya dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat. Partisipasi masyarakat merupakan sarana yang efektif untuk menjangkau masyarakat miskin melalui upaya pembangkitan semangat hidup untuk dapat menolong diri sendiri. Partisipasi masyarakat merupakan bentuk keberdayaan masyarakat yang diwujudkan dalam keterlibatan mental dan emosional orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan kelompok. Mubyarto (1994) mengartikan partisipasi sebagai ketersediaan membentuk berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan berarti masyarakat sebagai pemeran utama mulai dari perencanaan, pengelolaan sampai pada pengawasan dan evaluasi, sehingga pada akhirnya masyarakat merasa memiliki terhadap berbagai program pembangunan yang dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat. Dalam kaitannya dengan hal ini, para praktisi pembangunan berposisi sebagai pihak yang memfasilitasi upaya peningkatan aksesibilitas terhadap sumber-sumber lokal (Hikmat 2001). Melalui pendekatan partisipatif ini idealnya masyarakat dapat memiliki pengaruh dan kontrol terhadap berbagai inisiatif pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya
yang
akan
mempengaruhi
kehidupan
dan
lingkungannya.
Pada
kenyataannya, partisipasi itu bertingkat (ladder of participation) dengan tingkatan paling rendah adalah bila masyarakat sama sekali tidak berpartisipasi (non
10
partisipatism). Sedangkan tingkatan paling tinggi adalah bila masyarakat yang memegang kendali kekuasaan membuat keputusan-keputusan (Arstein 1969). Ketika masyarakat merasakan bahwa partisipasi mereka bermakna, maka mereka akan berpartisipasi sepenuhnya, yang akan dapat meningkatkan relevansi dan efektifitas upaya pembangunan, hal ini lah yang melatarbelakangi pemikiran Tyas dkk (2008). Delapan tingkat anak tangga partisipasi yang diutarakan oleh Arstein terbagi dalam tiga kategori non participation, tokenism (penghargaan), dan terakhir kekuasaan masyarakat (citizen power). Dalam tingkat tertinggi yaitu citizen control masyarakat mengontrol dalam artian sesungguhnya yaitu menjamin aspirasi mereka itu dituangkan tertulis dan dilaksanakan dengan baik (Gambar 1).
8
Citizen Control
7
Delegated
6
Partnership
5
Placation
4
Consultation
3
Informing
2
Theraphy
1
Citizen Power
Tokenism
Nonparticipation
Manipulation Sumber: Arstein (1969)
Gambar 1. Tingkatan Partisipasi Arstein
Tingkatan partisipasi menurut Arstein dapat diterangkan sebagai berikut: 1. Pasif/manipulatif, yakni partisipasi yang tidak perlu menuntut respon partisipan untuk terlibat banyak. Pengelola program akan meminta anggota komunitas untuk mengikuti program yang sudah diselenggarakan tanpa melihat maksud dan tujuan si anggota dalam keikutsertaan program. Pada tingkat partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog.
11
2. Terapi (therapy), yakni partisipasi yang melibatkan anggota komunitas lokal dan anggota komunitas lokal memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan tetapi jawaban anggota komunitas tidak memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan tidak ada pengaruh dalam mempengaruhi keadaan. Merupakan kegiatan dengar pendapat dengan mengumpulkan beberapa penduduk desa untuk saling tanya jawab dengan penyelenggara program sedangkan pendapat dari penduduk lokal sama sekali tidak dapat mempengaruhi program yang sedang berjalan. Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah. Tingkatan ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme dimana peran serta masyarakat diberikan kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat. 3. Pemberitahuan (informing) adalah kegiatan yang dilakukan oleh instansi penyelenggara program sekedar melakukan pemberitahuan searah atau sosialisasi ke komunitas sasaran program. Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik (feed back). 4. Konsultasi (consultation), anggota komunitas diberikan pendampingan dan konsultasi dari semua pihak (pemerintah, perusahaan dan instansi lain terkait) sehingga pandangan-pandangan diberitahukan dan tetap dilibatkan dalam penentuan keputusan. Model ini memberikan kesempatan dan hak kepada wakil dari penduduk lokal (misalnya pemuka adat, agama, aparat desa) untuk menyampaikan pandangannya terhadap wilayahnya (sistem perwakilan). Komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi. 5. Penenangan (placation), komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah/instansi penyelenggara program
12
tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Pada tahap ini pula diperkenalkan adanya suatu bentuk partisipasi dengan materi, artinya anggota komunitas atau diberikan insentif tertentu untuk kepentingan perusahaan atau pemerintah, ataupun instansi terkait. Atau hanya beberapa tokoh di komunitas yang mendapat insentif, sehingga tidak mewakilkan komunitas secara keseluruhan. Hal ini dilakukan agar warga yang telah mendapat insetif segan untuk menentang program. Tiga tingkatan teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. 6. Kemitraan (partnership) atau partisipasi fungsional di mana semua pihak mewujudkan keputusan bersama (pemerintah perusahaan/instansi, dan komunitas). Suatu bentuk partisipasi yang melibatkan tokoh komunitas dan atau ditambah lagi oleh warga komunitas,
“duduk
berdampingan”
dengan
aparat
pemerintahan
serta
perusahaan/instansi terkait serta perusahaan secara bersama-sama merancang sebuah program yang akan diterapkan pada komunitas. 7. Pendelegasian wewenang (delegated power), suatu bentuk partisipasi yang aktif di mana anggota komunitas melakukan perencanaan, implementasi, dan monitoring. Anggota komunitas diberikan kekuasaan untuk melaksanakan sebuah program dengan cara ikut memberikan proposal bagi pelaksanaan program bahkan pengutamaan pembuatan proposal oleh komunitas yang bersangkutan dengan program itu sendiri. 8. Pengawasan oleh komunitas (citizen control), dalam bentuk ini sudah diadakan kegiatan untuk melihat apakah pelaksanaan pemberdayaan sesuai dengan yang direncanakan, sejak input sampai proses pelaksanaan, oleh komunitas lokal terhadap pemerintah dan perusahaan/instansi penyelenggara program. Dalam tingkatan partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah/pihak penyelenggara program. Ife dan Tesoriero (2008), menyatakan ada beberapa kondisi yang mendorong partisipasi, kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut: (1) Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting. Cara ini akan lebih efektif apabila rakyat sendiri telah mampu menentukan isu atau aksi, bukan berasal dari perintah orang luar, (2) Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membawa perubahan, (3) Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai, (4) Orang harus bisa berpartisipasi, dan tentunya didukung dalam partisipasinya, (5)
13
Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan, sebagai contoh pembuatan keputusan yang sering mengucilkan mereka yang tidak bisa “berpikir cepat”, tidak ingin menginterupsi, kurang percaya diri dan tidak memiliki kemahiran berbicara.
2.1.3. Pemberdayaan Masyarakat dan ”Community-Driven Development” Secara ekonomi, politik dan budaya, masyarakat desa tidak berdaya. Mereka tidak memiliki akses terhadap pembuatan keputusan di desa, akses terhadap pelayanan sosial, akses terhadap anggaran dan lain sebagainya. Akibatnya mereka terbiasa diam saja (culture of silent) atas segala yang terjadi berkaitan dengan pengelolaan desa. Mereka pun tidak memiliki kepedulian untuk mengontrol berbagai hal yang sebenarnya berkaitan dengan kehidupan mereka. Kelompok marginal ini tidak memiliki accesvoice-kontrol, sehingga sangat perlu dilakukan suatu formula yang membantu kehidupan mereka (Krisdyatmiko 2006). Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parson et al. 1994 sebagaimana dikutip Suharto 2005). Sementara Ife (2002) memberikan batasan bahwa pemberdayaan adalah sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka menentukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan komunitas mereka. Strategi dan pendekatan pemberdayaan masyarakat merujuk kepada “pergesaran paradigma” (dari Production Centered Development menuju People Centered Development), dimana terjadi perpindahan kekuasaan dari pemerintah kepada masyarakat. Pemberdayaan berbasis masyarakat (community-based development/CBD), mengembangkandan mendorong struktur masyarakat agar berdaya dan menentang “struktur penindasan” melalui regulasi yang berlandaskan pada keadilan sosial, mengimplementasikan pembangunan tingkat lokal dengan menyatu dengan budaya lokal yang tidak memaksakan suatu model pembangunan yang disertai partisipasi warga lokal. Sudah seharusnya antara pemerintah dan masyarakat mempunyai hubungan yang seimbang dan dinamis, yang dapat dituangkan pada Gambar 2.
14
Community Based Development
Local Government Policies
Tingkat Kecamatan
Tingkat Kelompok
KKKKDDDDDDDDDDDDDDD
Tingkat Komunitas (Desa/Kampung)
Dd
VVVKKKKKKKKKKK dDDDDDDDDDdddddDddd
Tingkat Kelompok
“dialektis”
“keseimbangan dinamis”
Tingkat Kabupaten (Otonomi)
Tingkat Kecamatan
Gambar 2. Hubungan Seimbang Antara Pemerintah dan Masyarakat CBD selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan program. Dalam CBD harus dapat memaksimalkan sumberdaya (resources), khususnya dalam hal dana, baik yang berasal dari pemerintah, swasta, maupun sumber-sumber lainnya, seperti donasi dari sponsor pembangunan sosial. Konsep CBD juga harus melibatkan pemerintah lokal dalam bentuk Local Government Policies maupun swasta. Tidak ada perbedaan yang jelas antara pendekatan CBD dan community-driven development (CDD). Pada 1990-an istilah yang digunakan secara bergantian. Terjadi peningkatan lebih tinggi dari partisipasi yang memberikan mereka kontrol atas sumberdaya dan keputusan kepada masyarakat (yaitu, mereka yang bekerja sama dan memberdayakan atau secara substansial "didorong" oleh masyarakat) sekarang dipahami CDD dan dibedakan dari pandangan CBD, di mana kontrol yang kurang terhadap keputusan dan sumberdaya diberikan tetapi yang tetap partisipatif. Begitu banyak cara pemberdayaan yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk memandirikan masyarakat, dan terdapat beberapa konsep pemberdayaan berbasis masyarakat yang benar-benar dapat menjadikan masyarakat sebagai penggerak juga pelaksana pemberdayaan yang dilakukan. Salah satunya adalah konsep communitydriven development (CDD). Masyarakat miskin sering kali dipandang sebagai sasaran upaya penanggulangan kemiskinan. Secara kontras community-driven development (CDD) memperlakukan orang-orang miskin dan institusi mereka sebagai aset dan mitra dalam proses pembangunan. community-driven development (CDD) memberikan kontrol keputusan dan sumberdaya untuk kelompok masyarakat, mereka membangun
15
lembaga-lembaga dan sumberdaya. Dukungan untuk CDD biasanya meliputi (i) penguatan dan pembiayaan inklusif kelompok masyarakat, (ii) memfasilitasi akses masyarakat terhadap informasi, dan (iii) mempromosikan memungkinkan lingkungan melalui kebijakan dan reformasi kelembagaan. Community-driven development (CDD) merupakan pendekatan pembangunan dengan model pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan pembangunan produk World Bank. CDD diakui banyak digunakan dalam pendekatan pembangunan di Indonesia. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan merupakan salah satu dari kegiatan pemberdayaan masyarakat yang didonori oleh World Bank yang menggunakan konsep CDD. Pendekatan pembangunan dengan berbasis pada pemberdayaan masyarakat pun telah diakui dapat membawa pada pembangunan berkelanjutan. Pada kenyataannya, konsep CDD hanya menekankan pemberdayaan pada fase perencanaan dan konstruksi program kegiatan. Masyarakat difasilitasi dan ditingkatkan kapasitasnya dalam rangka menyukseskan program kegiatan pada kedua fase ini. Pada desain program, rancangan mengenai pengembangan kapasitas untuk kedua fase ini dijelaskan dengan rinci, sementara rancangan untuk fase pemeliharaan hanya sebatas aturan normatif meskipun dalam konsep CDD telah dijelaskan juga melalui prinsip scaling up dan exit strategy. Namun, untuk menjadi model pemberdayaan menjadi berkelanjutan dibutuhkan adanya tahap pemeliharan dalam pengimplementasiannya. Pendampingan komunitas adalah proses saling berhubungan dalam bentuk ikatan pertemanan antara fasilitator dengan komunitas, melalui dialog kritis dan pendidikan berkelanjutan, dalam rangka menggali dan mengelola sumberdaya, memecahkan persoalan kehidupan secara bersama-sama serta mendorong tumbuhnya keberanian komunitas untuk mengungkapkan realitas yang meminggirkan dan melakukan aksi untuk merombaknya Ada beberapa peranan yang dilakukan oleh fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat. Dalam suatu dimensi waktu tertentu , seorang fasilitator dapat berperan sebagai “enabler” atau “organizer” atau “educator”. Peranan ini bergerak dari satu ke lainnya, sehingga ia memiliki peranan ganda. Oleh karena itu, tampak jelas peranan yang disandang fasilitator lebih sebagai seorang yang “generalist” (Nasdian 2003 yang dikutip oleh Muchlis 2009).
16
Menurut Ife (1995) terdapat empat kategori seorang fasilitator dalam pengembangan masyarakat seperti yang dikutip oleh Muchlis (2009), yaitu sebagai berikut: a. Peran dan keterampilan fasilitatif, dari peran ini terdapat tujuh peran khusus yaitu: animasi sosial, mediasi dan negosiasi, pemberi dukungan, membentuk konsensus, fasilitasi kelompok, pemanfaatan sumberdaya dan keterampilan, dan mengorganisasi. b. Peran dan keterampilan edukasional, yang meliputi empat peran yaitu membangkitkan
kesadaran
masyarakat,
menyampaikan
informasi,
mengonfrontasikan, dan pelatihan. c. Peran dan keterampilan perwakilan yang meliputi enam peran yaitu mencari sumberdaya,
advokasi,
memanfaatkan
media,
hubungan
masyarakat,
mengembangkan jaringan, serta membagi pengetahuan dan pengalaman. d. Peran dan keterampilan teknis yang mencakup keterampilan pemberdaya masyarakat untuk melakukan riset, menggunakan komputer, melakukan presentasi tertulis maupun verbal, serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola keuangan.
2.1.3.1.Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) sebagai Alternatif Penanggulangan Kemiskinan PNPM Mandiri pada hakekatnya adalah gerakan dan program nasional yang dituangkan dalam kerangka kebijakan yang menjadi acuan pelaksanaan berbagai program
penanggulangan
kemiskinan
berbasis
pemberdayaan
masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat bertujuan menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, untuk menyelesaikan berbagai persoalan pembangunan yang dihadapinya dengan baik dan benar. PNPM Mandiri membutuhkan harmonisasi kebijakan yang berbasis. Program ini melibatkan masyarakat dalam pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Pada program ini, masyarakat diharapkan menjadi mandiri dan berperan sebagai subyek dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Tujuan yang ingin dicapai melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) ini terdiri dari tujuan umum dan khusus yaitu:
17
1) Tujuan Umum Adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. 2) Tujuan Khusus a. Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil, dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. b. Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel. c. Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor). d. Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, dan kelompok peduli lainnya, untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. e. Meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat, serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. f. Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal. g. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat. 2.1.3.2.Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan PNPM-M Perkotaan merupakan kegiatan lanjutan dari Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Visi kegiatan PNPM-M Perkotaan adalah terciptanya masyarakat yang berdaya yang mampu menjalin sinergi dengan
pemerintah
daerah
serta
kelompok
peduli
setempat
dalam
rangka
menanggulangi kemiskinan dengan efektif, secara mandiri dan berkelanjutan.
18
Sedangkan misi kegiatan PNPM-M Perkotaan adalah memberdayakan masyarakat perkotaan, terutama masyarakat miskin, untuk menjalin kerjasama sinergis dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli lokal dalam upaya penanggulangan kemiskinan, melalui pengembangan kapasitas, penyediaan sumber daya, dan melembagakan budaya kemitraan antar pelaku pembangunan. Tujuan pelaksanaan PNPM-M Perkotaan adalah: a. Mewujudkan masyarakat “Berdaya” dan “Mandiri”, yang mampu mengatasi berbagai persoalan kemiskinan di wilayahnya, sejalan dengan kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M). b. Meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menerapkan model pembangunan partisipatif yang berbasis kemitraan dengan masyarakat dan kelompok peduli setempat. c. Mewujudkan harmonisasi dan sinergi berbagai program pemberdayaan masyarakat untuk optimalisasi penanggulangan kemiskinan. d. Meningkatkan capaian manfaat bagi masyarakat miskin untuk mendorong peningkatan IPM dan pencapaian sasaran MDGs. Sasaran pelaksanaan PNPM-M Perkotaan adalah: a. Terbangunnya lembaga kepemimpinan masyarakat (BKM) yang aspiratif, representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat. b. Tersedianya PJM Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan permukiman yang sehat, serasi, berjati diri dan berkelanjutan. c. Meningkatnya akses terhadap pelayanan kebutuhan dasar bagi warga miskin dalam rangka meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pencapaian sasaran MDGs. Kegiatan
PNPM-M
Perkotaan
dilaksanakan
melalui
suatu
lembaga
kepemimpinan masyarakat yang mengakar, representatif dan dipercaya disebut Lembaga Keswadayaan Masyarakat (secara generik disebut Badan Keswadayaan Masyarakat atau disingkat BKM), yang dibentuk melalui kesadaran kritis masyarakat
19
untuk menggali kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan nilai-nilai kemasyarakatan sebagai pondasi modal sosial (social capital) kehidupan masyarakat. BKM ini diharapkan mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka, sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, mulai dari proses penentuan kebutuhan, pengambilan keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan program hingga pemanfaatan dan pemeliharaan. BKM bersama masyarakat bertugas menyusun Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (yang kemudian lebih dikenal sebagai PJM Pronangkis) secara partisipatif, sebagai prakarsa masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Atas fasilitasi pemerintah dan prakarsa masyarakat, BKM ini mulai menjalin kemitraan dengan berbagai instansi pemerintah dan kelompok peduli setempat. BKM memiliki unit pelaksana di bawahnya, yaitu Unit Pelaksana Sosial, Unit Pelaksana Lingkungan dan Unit Pelaksana Keuangan. Unit-unit pelaksana ini berada di bawah BKM dan bertanggung jawab kepada BKM. BKM juga bertanggungjawab untuk menjamin keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang kondusif untuk pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan khususnya dan pembangunan masyarakat kelurahan pada umumnya. Lembaga-lembaga partisipatif lainnya yaitu Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yang dibentuk di tingkat komunitas atau masyarakat untuk melakukan agenda kegiatan secara langsung. KSM ini dapat dibentuk oleh siapa saja atau kelompok masyarakat apabila diperlukan untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu yang dianggap perlu bagi pembangunan dalam komunitas tersebut. KSM ini diorganisasikan oleh tim relawan dan dibantu oleh tim fasilitator terdiri dari warga kelurahan yang memiliki ikatan kebersamaan (common bond) dan berjuang untuk mencapai tujuan bersama. KSM ini bukan hanya sekedar pemanfaat pasif melainkan sekaligus sebagai pelaksana kegiatan terkait dengan penangulangan kemiskinan yang diusulkan untuk didanai oleh LKM melalui berbagai dana yang mampu digalang. Ruang lingkup kegiatan PNPM-M pada dasarnya terbuka bagi semua kegiatan penanggulangan kemiskinan yang diusulkan dan disepakati masyarakat, meliputi: a.
Penyediaan dan perbaikan pasarana/sarana lingkungan permukiman, sosial dan ekonomi secara kegiatan padat karya.
20 b.
Penyediaan sumberdaya keuangan melalui dana bergulir dan kredit mikro untuk mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat miskin. Perhatian yang lebih besar diberikan bagi kaum perempuan untuk memanfaatkan dana bergulir ini.
c.
Kegiatan terkait peningkatan kualitas sumberdaya manusia, terutama yang bertujuan mempercepat pencapaian target MDGs.
d.
Peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal melalui penyadaran kritis, pelatihan ketrampilan usaha, manajemen organisasi dan keuangan, serta penerapan tata kepemerintahan yang baik. Jenis bantuan untuk masyarakat dalam kegiatan PNPM-M Perkotaan
diwujudkan dalam bentuk bantuan pendampingan dan bantuan dana. a. Bantuan Pendampingan Bantuan pendampingan ini diwujudkan dalam bentuk penugasan konsultan dan fasilitator beserta dukungan dana operasional untuk mendampingi dan memberdayakan masyarakat agar mampu merencanakan dan melaksanakan program
masyarakat
untuk
menanggulangi
kemiskinan
di
kelurahan
masingmasing. b. Bantuan Dana Bantuan dana diberikan dalam bentuk dana BLM (dana bantuan langsung masyarakat). BLM ini bersifat stimulan dan sengaja disediakan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berlatih dengan mencoba melaksanakan sebagian rencana kegiatan penanggulangan kemiskinan. Dana bantuan langsung masyarakat dapat digunakan untuk kegiatankegiatan yang termasuk dalam komponen-komponen kegiatan lingkungan, komponen kegiatan sosial, dan komponen kegiatan keuangan.
2.2.
Kerangka Pemikiran Kemiskinan merupakan suatu kondisi yang tidak diinginkan dan selalu
berhubungan dengan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, yang akan dianalisis berdasarkan 14 karakteristik rumah tangga miskin BPS. Terdapat empat penyebab kemiskinan yaitu pendidikan yang rendah, infrastuktur yang minim, kurangnya pekerjaan, dan kurangnya keterampilan. Lembaga masyarakat seperti Badan
21
Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang terdapat dilokasi penerapan PNPM-M Perkotaan berpengaruh untuk menanggulangi kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi membentuk partisipasi dari masyarakat untuk bersamasama keluar dari kondisi ini. Berdasarkan konsep partisipasi yang dijelaskan oleh Arstein (1969) yang bertingkat mulai dari partisipasi yang terendah sampai yang tertinggi, seperti manipulasi, terapi, pemberitahuan, konsultatif, penenangan, kemitraan, pendelegasian, dan kontrol masyarakat. Pemberdayaan merupakan proses dari partisipasi masyarakat untuk menjadikan masyarakat mandiri yang dianalisis berdasarkan perbedaan pada tingkat pendapatan, perubahan pada tingkat kepemilikan aset, perubahan pada pola konsumsi dan perubahan pada mata pencaharian dan modal usaha. Usaha pemberdayaan tersebut difasilitasi oleh program
pemberdayaan
masyarakat
seperti
Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat Perkotaan (PNPM-M Perkotaan) serta didukung juga oleh fasilitator yang terbagi dala tiga aspek yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial. Untuk lebih jelasnya alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini tersaji pada Gambar 3.
22
Penyebab kemiskinan: Peran Fasilitator: 1. Lingkungan 2. Ekonomi 3. Sosial
1. Pendidikan rendah 2. Infrastruktur minim 3. Kurangnya pekerjaan 4. Kurangnya keterampilan
PARTISIPASI KEMISKINAN Dinalisis dengan karakteristik rumah tangga miskin BPS 2005
Diukur dari tingkat partisipasi: 1.Manipulasi 2.Terapi 3.Pemberitahuan 4.Konsultatif 5.Penenangan 6.Kemitraan 7.Pendelegasian 8.Kontrol Masyarakat
PEMBERDAYAAN Tingkat keberdayaan dianalisis dengan indikator; 1.Perbedaan pada tingkat pendapatan 2.Perubahan pada tingkat kepemilikan aset 3.Perubahan pada pola konsumsi 4.Perubahan pada mata pencaharian dan modal usaha
Lembaga masyarakat: -Badan Keswadayaan Mayarakat (BKM) -Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan di desa Cadasngampar
Keterangan: : mempengaruhi (kuantitatif) ---------
: mempengaruhi (kualitatif)
Gambar 3. Kerangka Analisis Partisipasi Masyarakat Miskin dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan di Desa Cadasngampar
23
2.3. Hipotesis Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut: 1. Jika tingkat kemiskinan meningkat, maka tingkat partisipasi terhadap kegiatan masyarakat meningkat. 2. Jika tingkat partisipasi meningkat, maka tingkat keberdayaan masyarakat pemanfaat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan juga meningkat.
2.4. Definisi Operasional 1. Kemiskinan rumah tangga miskin menurut BPS (2005) adalah rumah tangga yang tergolong didalam 14 variabel kemiskinan, minimal 9 dari 14 variabel terpenuhi maka dikatakan sebagai rumah tangga miskin. 2. Luas lantai adalah besaran lantai pada rumah masyarakat, diukur dengan meter per segi (m²). a. Kecil (≤ 8m² per orang) = skor 0 b. Besar (> 8m² per orang) = skor 1 3. Jenis lantai adalah tipe lantai yang digunakan untuk rumah, diukur dari yang berbahan keramik, bambu, kayu murahan, dan tanah. a. Rendah (semen/ubin)
= skor 0
b. Tinggi (keramik)
= skor 1
4. Jenis dinding adalah tipe dinding yang digunakan untuk rumah, diukur dari yang berbahan tembok, bambu, kayu, dan rumbia. a. Rendah (bahan kayu)
= skor 0
b. Tinggi (bahan tembok) = skor 1 5. Fasilitas MCK adalah ketersediaan MCK di rumah/lingkungan sekitar, diukur dari yang memakai secara sendiri, bersama, umum, dan tidak ada MCK. a. Rendah (tidak ada MCK, MCK bersama) = skor 0 b. Tinggi (memakai MCK sendiri)
= skor 1
6. Sumber penerangan adalah cara/alat yang dipakai untuk menerangi rumah, diukur dari yang memakai listrik PLN, listrik non-PLN, petromak, dan obor/senter.
24
a. Rendah (obor/senter)
= skor 0
b. Tinggi (listrik PLN)
= skor 1
7. Sumber air minum adalah cara/alat yang dipakai untuk mendapatkan air minum, diukur dari yang menggunakan air dalam kemasan, ledeng, pompa/sumur, mata air/air hujan/air sungai, dan sungai. a. Rendah (air sumur)
= skor 0
b. Tinggi (air dalam kemasan)
= skor 1
8. Bahan bakar untuk memasak adalah alat/cara yang digunakan dalam memasak, diukur dari yang memakai listrik, gas, minyak tanah, dan kayu bakar. a. Rendah (kayu bakar)
= skor 0
b. Tinggi (gas)
= skor 1
9. Barang yang dimiliki adalah barang yang dapat dijadikan modal usaha atau dijadikan tabungan, yang diukur dari kepemilikan mobil, sepeda motor, komputer, emas, lemari es, televisi, HP, dan tape radio. a. Tidak ada (≤ Rp500.000,-)
= skor 0
b. Ada
= skor 1
(> Rp500.000,-)
10. Frekuensi konsumsi makanan yang bergizi ialah intesitas atau seberapa banyak seseorang mengkonsumsi makanan bergizi, yang diukur dari frekuensi mengkonsumsi daging, telur dan susu, ayam, ikan, sayur-sayuran, dan buahbuahan dalam satu minggu. a. Rendah (satu kali makan dalam seminggu)
= skor 0
b. Tinggi (lebih dari satu kali makan dalam seminggu)
= skor 1
11. Frekuensi makan dalam satu hari yaitu tingkat dalam mengkonsumsi makanan pokok dalam satu hari, yang diukur dari 1 kali makan dalam satu hari, 2 kali makan dalam satu hari, 3 kali makan dalam 1 hari, dan 4 kali makan satu hari. a. Rendah (satu/dua kali makan dalam sehari)
= skor 0
b. Tinggi (lebih dari dua kali makan dalam sehari)
= skor 1
12. Frekuensi membeli pakaian adalah intensitas seseorang dalam membeli pakaian, yang diukur berapa kali dapat membeli satu stel pakaian dalam satu tahun.
25
a. Rendah (membeli satu stel dalam setahun)
= skor 0
b. Tinggi (membeli lebih dari satu stel dalam setahun)
= skor 1
13. Sumber mata pencaharian adalah pekerjaan yang dilakukan oleh kepala keluarga, yang diukur dari pengeluaran satu bulan. a. Rendah (kurang dari Rp600.000,- per bulan)
= skor 0
b. Tinggi (lebih dari Rp600.000,- per bulan)
= skor 1
14. Pendidikan adalan jenjang pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh kepala keluarga, yang diukur dengan tingkat tidak bersekolah, Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah, SMP Umum/Kejuruan, Madrasah Tsanawiyah, SMA, Madrasah Aliyah, SMK, Program D.I/D.II, Program D.III, dan Program D.IV/S1. a. Rendah (tidak bersekolah)
= skor 0
b. Tinggi (S1)
= skor 1
15. Biaya
pengobatan
adalah
uang
yang
dikeluarkan
untuk
membayar
pengobatannya, diukur dari tingkat kesulitan dalam membayar pengobatan dalam 6 bulan terakhir. a. Tidak mampu
= skor 0
b. Mampu
= skor 1
16. Kemiskinan menurut BPS adalah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non-makanan, diukur dari pengeluaran rumah tangga satu bulan terakhir (konsumsi) dan 1 tahun terakhir (non-konsumsi). Garis kemiskinan Tahun 2010 di Provinsi Jawa Barat adalah sebesar Rp.201.138,- per kapita per bulan. Besarnya nilai Garis Kemiskinan Makanan (GKM) pada Maret 2010 adalah sebesar Rp144.942,- dan untuk Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) sebesar Rp56.196,-. Orang miskin: ≤ Rp201.138,- per kapita per bulan. Orang tidak miskin: >Rp201.138,- per kapita per bulan. Penilaian tingkat kemiskinan adalah akumulasi skor pada pertanyaan kemiskinan yang ditentukan sebagai berikut.
26
1. Non miskin
skor 1<X≤8
2. Miskin
skor 8<X≤14
17. Kemiskinan absolut adalah garis kemiskinan yang ditetapkan berdasarkan standar nasinonal yakni berdasarkan 14 kiteria rumah tangga miskin, dan standar lokal yakni berdasarkan 8 kriteria rumah tangga miskin menurut masyarakat Desa Cadasngampar. 18. Kemiskinan relatif adalah perubahan posisi sosial yang tetap berada dibawah garis kemiskinan nasional, diukur dari tangga kemiskinan dari 1-10. Rumah tangga miskin: di bawah persepsi garis kemiskinan responden. Rumah tangga tidak miskin: di atas persepsi garis kemiskinan responden. 19. Partisipasi
masyarakat
adalah
bentuk
keberdayaan
masyarakat
yang
diwujudkan dalam keterlibatan mental dan emosional, dalam situasi kelompok yang mendorong mereka memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan kelompok, dilihat dari 8 tingkat partisipasi yang diukur dari skor penilaian berdasar tanggapan responden terhadap kontribusinya dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan. 20. Manipulasi merupakan partisipasi yang tidak perlu menuntut respon partisipan untuk terlibat banyak (pasif). 21. Terapi ialah dengar pendapat, tetapi pendapat dari partisipan sama sekali tidak dapat mempengaruhi kedudukan program yang sedang dilaksanakan. 22. Pemberitahuan sekedar pemberitahuan searah atau sosialisasi dari fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Mayarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan kepada masyarakat miskin desa Cadasngampar. 23. Kosultatif ialah dimana kelompok masyarakat miskin diberikan pendampingan dan konsultasi oleh pihak-pihak terkait (pemerintah dan PNPM-M Perkotaan), sehingga pandangan-pandangan diberitahukan dan tetap dilibatkan dalam penentuan keputusan (dialog dua arah). 24. Penenangan dicirikan komunikasi sudah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara kedua belah pihak. Partisipan dapat memberi saran tetapi tidak memiliki kewenangan menentukan kewenangan (partisipasi semu).
27
25. Kemitraan
ialah
dimana
kondisi
partisipan
dan
Program
Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan sebagai mitra sejajar sehingga dapat mewujudkan keputusan bersama melalui negosiasi (partisipasi fungsional). 26. Pendelegasian kekuasaan merupakan bentuk partisipasi masyarakat. Pihak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan sudah memberikan kewenangan kepada masyarakat miskin untuk mengurus sendiri keperluannya terkait dengan program dan masyarakat miskin telah melakukan perencanaan, implementasi dan monitoring terhadap program. 27. Kontrol masyarakat sudah terbentuk independensi dari monitoring dari masyarakat terhadap pemerintah dan pihak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan. Penilaian tingkat partisipasi adalah akumulasi skor pada pertanyaan partisipasi yang ditentukan sebagai berikut. 1. Manipulasi (manipulative)
skor
1<X≤ 8
2. Terapi (therapy)
skor
8 < X ≤ 16
3. Pemberitahuan (informing)
skor
16 < X ≤ 24
4. Konsultasi (consultation)
skor
24 < X ≤ 32
5. Penenangan (placation)
skor
32 < X ≤ 40
6. Kerjasama (partnership)
skor
40 < X ≤ 48
7. Pendelegasian wewenang (delegated power)
skor
48 < X ≤ 56
8. Pengawasan oleh komunitas (citizen power)
skor
56 < X ≤ 64
28. Pemberdayaan merupakan sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi kehidupannya. 29. Perbedaan pada tingkat pendapatan merupakan perubahan pendapatan sebelum dan sesudah berpartisipasi dalam PNPM-M Perkotaan, dilihat dari pengeluaran konsumsi/bulan, dan pengeluaran konsumsi/tahun. 1. Lebih rendah
= skor 1
2. Tetap
= skor 2
28
3. Lebih tinggi
= skor 3
30. Perubahan pada tingkat kepemilikan aset adalah perubahan barang yang dapat dijadikan modal atau tabungan, yang diukur dari kepemilikan mobil, sepeda motor, komputer, emas, lemari es, televisi, HP, dan tape radio. 1. Lebih rendah
= skor 1
2. Tetap
= skor 2
3. Lebih tinggi
= skor 3
31. Perubahan
pada
pola
konsumsi
merupakan
perubahan
mengkonsumsi
barang/makanan ke arah yang lebih baik, diukur dari tingkat pengeluaran yang lebih tinggi terhadap konsumsi makanan dan non-makanan. 1. Lebih rendah
= skor 1
2. Tetap
= skor 2
3. Lebih tinggi
= skor 3
32. Perubahan mata pencaharian dan modal usaha merupakan perubahan pekerjaan dan modal usaha ke arah yang lebih baik, diukur dari pekerjaan sebelum dan setelah adanya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPMM) Perkotaan. 1. Lebih rendah
= skor 1
2. Tetap
= skor 2
3. Lebih tinggi
= skor 3
Penilaian tingkat keberdayaan adalah akumulasi skor pada pertanyaan pemberdayaan yang ditentukan sebagai berikut. 1. Tidak berdaya
skor
1<X≤ 6
2. Berdaya
skor
6 < X ≤ 12
33. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan adalah program pemberdayaan bagi masyarakat perkotaan, untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan.
29
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2011. Penelitian ini
dilakukan di Desa Cadasngampar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Desa Cadasngampar pernah menjadi penerima bantuan dalam program Inpres Desa Tertinggal (IDT), dan sekarang Desa Cadasngampar merupakan salah satu desa lokasi pelaksana PNPM-M Perkotaan yang dipandang berhasil oleh para stakeholder PNPM-M Perkotaan. Pertimbangan keberhasilan tersebut memungkinkan peneliti untuk melihat aspek yang menentukan partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan oleh PNPM-M Perkotaan tersebut serta dapat melihat keberdayaan masyarakat yang diperoleh dari keberhasilan program tersebut.
3.2.
Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang didukung oleh data-data
kualitatif. Kombinasi ini dilakukan untuk memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian survai menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa yang dikategorikan sebagai penelitian penjelasan (explanatory
research) (Singarimbun dan Effendi 1989). Hubungan kausal yang
dijelaskan dalam penelitian ini adalah hubungan tingkat kemiskinan terhadap tingkat partisipasi, serta tingkat partisipasi terhadap tingkat keberdayaan masyarakat miskin dalam pelaksanaan PNPM-M Perkotaan. Pendekatan kuantitatif yang dilakukan dengan wawancara melalui kuesioner, digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan, tingkat partisipasi, perubahan tingkat pendapatan, perubahan pola konsumsi, perubahan status kemiskinan selama penerapan PNPM-M Perkotaan. Teknik wawancara yang dilakukan peneliti saat pengisisan data kuesioner, agar responden tidak kebingungan saat pengisian dan peneliti juga dapat
30
melakukan wawancara mendalam sekaligus terkait hal-hal yang diperlukan yang berada diluar kuesioner. Pendekatan kualitatif berfungsi dalam mencari informasi mengenai tingkat pertisipasi masyarakat melalui proses pelaksanaan PNPM-M Perkotaan. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan untuk menggali ide secara mendalam dari informan. Informan yang dipilih adalah Fasilitator Kelurahan (Faskel), anggota Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) , dan kelompok masyarakat yang pernah dan atau terlibat dalam penanganan obyek penelitian. Data sekunder berasal dari dokumen-dokumen instansi terkait, hasil penelitian sejenis maupun publikasi buku-buku yang menunjang pembahasan penelitian. Jenis data yang disajikan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan metode wawancara mendalam, pengamatan atau observasi, dan survai melalui kuesioner. Data sekunder didapatkan melalui penelusuran literatur dan dokumen resmi terkait pelaksanaan PNPM-M Perkotaan, hasil penelitian sejenis, beberapa situs terkait maupun publikasi buku-buku yang menunjang pembahasan penelitian. Data kualitatif didapatkan melalui analisis dokumen terkait dengan PNPM-M Perkotaan serta melalui metode wawancara mendalam terhadap tim Fasilitator Kelurahan (Faskel), anggota Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) , dan kelompok masyarakat yang pernah dan atau terlibat dalam penanganan obyek penelitian. Informan dipilih secara purposif. Peneliti juga menggunakan metode recall, dimana peneliti meminta kepada responden untuk mengingat kembali secara spesifik dan menghitung secara bersama-sama pengeluaran konsumsi dan non konsumsi sebelum dan sesudah pelaksanaan PNPM-M Perkotaan. Data kuantitatif didapat melalui penelusuran data sekunder dan survai terhadap rumah tangga yang menerima manfaat dari PNPM-M Perkotaan selama 2009-2011 di Desa Cadasngampar. Responden diambil dengan menggunakan pendekatan sampel acak terstratifikasi (stratified random sampling). Populasi dibagi kedalam subpopulasi berdasarkan tipe kegiatan yang dilakukan PNPM-M Perkotaan dan penerima manfaat yang merasakan langsung program tersebut, sehingga satuan elementer dalam masing-masing subpopulasi menjadi homogen dan setiap anggota populasi memiliki probabilitas yang sama pada setiap strata yng berbeda. Hal ini dipilih agar dapat melihat partisipasi
31
masyarakat mana yang lebih dominan
antara masyarakat miskin dan masyarakat
nonmiskin, karena sasaran utama dari PNPM-M Perkotaan adalah masyarakat miskin. Penentuan jumlah sampel sebanyak 90 responden berdasarkan tipe kegiatan PNPM-M Perkotaan, yang diambil dari 30 responden aspek lingkungan, 30 responden aspek ekonomi, dan 30 responden aspek sosial. Populasi sebanyak 1.155 jiwa. Pertanyaan kuesioner diarahkan untuk mengetahui kondisi fisik, fasilitas, perlengakapan dan lingkungan tempat tinggal, serta pengeluaran rumah tangga secara rinci untuk mengetahui pendapatan dan tingkat kemiskinan secara riil.
3.3.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis yang digunakan penelitian ini, menggunakan metode analisis
deskriptif kuantitatif dan metode analisis deskriptif kualitatif. Analisis kuantitatif didapatkan dari pengolahan data hasil kuesioner. Dalam analisis deskriptif kuantitatif ini, data yang telah terkumpul kemudian ditabulasikan untuk disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan grafik. Selanjutnya data kuantitatif dilakukan pengujian statistik untuk melihat korelasi antara tingkat kemiskinan terhadap tingkat partisipasi, serta korelasi antara tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan,, yang diuji dengan Rank Spearman karena pengukurannya menggunakan skala ordinal. Analisis terhadap data kuantitatif dilakukan melalui perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan SPSS 15.0 for Windows. Hasil perhitungan kuantitatif selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pendekatan deskriptif yang kemudian menjadi bahan masukan bagi analisis selanjutnya yaitu analisis secara kualitatif. Metode analisis kedua yang dipakai adalah metode analisis deskriptif kualitatif, dimana analisis ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden secara khusus, peranan dan kredibilitas fasilitator serta pengaruh BKM terhadap pelaksanaan PNPM-M Perkotaan. Kemudian, kutipan pernyataan responden maupun informan yang dijadikan sebagai penguatan data kuantitatif Hipotesis uji
pada statistik uji Rank Spearman
adalah menguji tingkat
kemiskinan terhadap tingkat partisipasi serta tingkat partisipasi terhadap tingkat keberdayaan. Pengujian menggunakan nilai kritis sebesar 5 per sen, karena menggunakan uji dua sisi (2-tailed) maka hasil yang ada adalah dengan membandingkan Sig. (p-value) dengan alpha. Jika Sig. (p-value) kurang dari alpha maka akan tolak H0 dan menerima H1.
32
3.4.
Bias Penelitian Bias pada suatu penelitian dimungkinkan dapat terjadi, besarnya bias yang dapat
ditoleransi pada suatu penelitian tergantung pada sifat penelitian itu sendiri (Singarimbun dan Effendi 1989). Umumnya bias penelitian terjadi karena pertama, bias karena pemakaian sampel dan kedua, bias bukan oleh pemakaian sampel.
3.4.1. Bias Karena Penarikan Sampel Menurut Singarimbun dan Effendi (1989), semakin besar sampel semakin kecil pula terjadinya bias atau penyimpangan, dan sampel yang tergolong besar yang distribusinya normal adalah sampel yang jumlahnya lebih dari 30 kasus yang diambil secara random. Penelitian ini menggunakan sampel yang tergolong ke dalam sampel berukuran besar karena jumlahnya lebih dari 30 kasus, juga menggunakan acak sederhana dan acak terstratifikasi sehingga pada penelitian ini kemungkinan terjadinya penyimpangan karena pemakaian sampel sangat kecil.
3.4.2. Bias Bukan oleh Pemakaian Sampel Peneliti menilai adanya beberapa bias yang dimungkinkan terjadi pada penelitian ini yang bukan disebabkan oleh penarikan sampel. Namun peneliti telah meminimalisir hal tersebut. Pertama, penyimpangan karena kesalahan perencanaan. Peneliti memakai 14 kriteria rumah tangga miskin menurut BPS sehingga dari hasil penelitian hanya terdapat 1,1 per sen rumah tangga yang terkategorikan miskin. Ke-14 kriteria ini sudah tidak relevan, tidak sanggup lagi menangkap realitas kemiskinan yang sebenarnya. Harus diakui, bahwa tingkat kebutuhan dan konsumsi masyarakat akan terus meningkat, terutama karena perkembangan ekonomi. Sedangkan penentuan 8 kriteria rumah tangga miskin yang disepakati bersama oleh masyarakat Desa Cadasngampar juga tidak mampu menerangkan realitas yang ada, karena tidak terdapat satu pun responden yang terkategorikan miskin yang seharusnya menjadi sasaran utama dalam pelaksanaan kegiatan PNPM-M Perkotaan. Peneliti pun menyiasati hal ini dengan menggunakan acuan kemiskinan relatif berdasarkan keadaan yang dibandingkan dengan kondisi umum lainnya. Kedua, penyimpangan karena salah tafsir responden. Pada awal pengukuran responden mengira peneliti adalah anggota PNPM-M Perkotaan yang akan memberikan dana kepada responden, namun peneliti segera mengkonfirmasi bahwa peneliti hanya ingin melakukan penelitian di Desa Cadasngampar. Responden terkadang enggan untuk
33
menyatakan berapa pendapatan mereka. Peneliti menyiasati dengan cara menghitung bersama-sama antara peneliti dan responden terhadap pengeluaran konsumsi dan non konsumsi responden sebelum dan sesudah adanya PNPM-M Perkotaan.
3.5.
Jenis Kelamin Responden Jenis kelamin merupakan identitas biologis responden yang dikategorikan
menjadi laki-laki dan perempuan. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 48 reponden laki-laki dan 42 reponden perempuan yang tersebar di dalam tiga aspek kegiatan, yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Aspek Kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Lingkungan 29 1 30
Aspek Kegiatan Ekonomi 15 15 30
Total Sosial 4 26 30
48 42 90
Persentase (%) 53.3 46.7 100.0
Tampak dari hasil penelitian, aspek lingkungan lebih didominasi oleh jenis kelamin laki-laki sebanyak 29 responden, aspek ekonomi memiliki kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan, sedangkan aspek sosial lebih didominasi oleh perempuan sebanyak 26 responden.
3.6.
Usia Angkatan Kerja Usia angkatan kerja adalah umur responden secara ekonomi aktif mendapatkan
pekerjaan, baik yang sudah bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan. Dalam penelitian ini diperoleh sebaran usia responden yang berkisar antara 15 sampai 80 tahun. Hasil penggolongan usia angkatan kerja dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia Angkatan Kerja dan Aspek Kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 Golongan Usia 15-60 > 60 < 15 Total
Lingkungan 28 2 0 30
Aspek Kegiatan Ekonomi 29 1 0 30
Total Sosial 30 0 0 30
87 3 0 90
Persentase (%) 96.7 3.3 0.0 100.0
34
Mayoritas responden dalam penelitian ini tergolong usia produktif yang berkisar antara 15 sampai 60 tahun yaitu sebanyak 96,7 per sen dan sisanya sebanyak 3,3 per sen tergolong usia non produktif.
3.7.
Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan adalah jenjang sekolah formal terakhir yang pernah
dilaksanakan oleh responden, diukur dengan tingkat tidak bersekolah, Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah, SMP Umum/Kejuruan, Madrasah Tsanawiyah, SMA, Madrasah Aliyah, SMK, Program D.I/D.II, Program D.III, dan Program D.IV/S1. Tingkat pendidikan tersebut dapat diklasifikasi kedalam lima golongan. Golongan pertama, tidak bersekolah sebesar 18,9 per sen. Golongan kedua, SD/MI sebesar 37,8 per sen. Golongan ketiga, SMP Umum/Kejuruan/Mtsn sebesar 21,1 per sen. Golongan keempat, SMA/MA/SMK sebesar 15,5 per sen. Golongan kelima, Perguruan Tinggi sebesar 6,6 per sen. Data yang lebih spesifik dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Aspek Kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun 2011
Tingkat Pendidikan SD Tidak bersekolah SMP Umum/Kejuruan SMA Program D.III Madrasah Tsanawiyah SMK Program D.IV/S1 Madrasah Ibtidaiyah Madrasah Aliyah Program D.I/D.II Total
Lingkungan 11 6 3
Aspek Kegiatan Ekonomi 11 8 5
Sosial 10 3 8
Total 32 17 16
Persentase (%) 35.6 18.9 17.8
4 2 0
3 0 1
4 1 2
11 3 3
12.2 3.3 3.3
0 2 1
1 0 0
1 0 1
2 2 2
2.2 2.2 2.2
0 1 30
1 0 30
0 0 30
1 1 90
1.1 1.1 100.0
Tingkat pendidikan formal yang ditamatkan oleh responden sebagian besar berada pada tingkat SD/MI sebesar 37,8 per sen, yang didominasi hampir diketiga kegiatan Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan responden tergolong rendah.
35
BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
4.1.
Gambaran Desa Cadasngampar
4.1.1. Kondisi Geografis Dilihat dari letak geografisnya Desa Cadasngampar terletak di sebelah timur Kabupaten Bogor di ketinggian 450 m dari permukaan laut, tepatnya di Kecamatan Sukaraja. Desa Cadasngampar memiliki luas wilayah sebesar 182,713 ha, sebagian besar wilayahnya merupakan tanah kering yang dimanfaatkan sebagai kebun singkong. Dengan topografi ini maka banyak masyarakat Desa Cadasngampar yang memiliki mata pencaharian sebagai buruh kupas singkong untuk disuplai ke pabrik aci. Hal ini terjadi karena hampir 70 per sen lahan yang ada di sana sudah menjadi milik perusahaan sehingga masyarakat hanya dapat menjadi buruh kupas saja. Desa Cadasngampar dialiri oleh sebuah sungai, yaitu Sungai Cikeas. Sungai ini cukup besar sehingga banyak masyarakat yang memanfaatkan aliran sungai ini untuk kebutuhan sehari-hari, mulai dari mandi, mencuci, hingga membuang sampah. Dampak dari penggunaan air sungai tersebut menyebabkan baik balita maupun dewasa terkena penyakit kulit.
Desa
Cadasngampar terdiri dari 2 Dusun, 4 RW dan 22 RT. Berdasarkan letak wilayahnya, pada sebelah utara Desa Cadasngampar berbatasan dengan Desa Cipambuan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cikeas, Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ciluar, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Citaringgul. Peta lokasi penelitian di Desa Cadasngampar dapat dilihat pada Gambar 4.
36
Gambar 4. Sketsa Desa Cadasngampar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
37
4.1.2. Kondisi Demografi Jumlah penduduk tahun 2008 berdasarkan potensi desa di Desa Cadasngampar adalah sebanyak 6.175 jiwa atau sekitar 1.421 KK. Jumlah penduduk dewasa sebanyak 3.915 atau sekitar 63 per sen, sisanya adalah manula dan anak-anak. Rata-rata satu rumah tangga berisikan 4 jiwa. Tersaji data yang lebih lengkap pada Tabel 5. Distribusi dan Jumlah Penduduk di Desa Cadasngampar Penduduk Total Jumlah Penduduk 6.175 jiwa Jumlah KK 1.421 KK Jumlah Penduduk Dewasa 3.915 jiwa Jumlah KK Miskin 388 KK Jumlah KK Miskin yang Tidak Produktif (Pengangguran) 338 KK Jumlah Manula/Jompo (KK Miskin) yang perlu Mendapatkan 450 KK Santunan
Tabel 5.
Sumber: Potensi Desa, Tahun 2008
RW 1 memiliki 4 RT dihuni oleh sekitar 274 KK, RW 2 memiliki 7 RT dihuni oleh sekitar 568 KK, RW 3 memiliki 5 RT dihuni oleh 357 KK, serta RW 4 yang memiliki 5 RT dihuni oleh 427 KK. Pembagian Dusun I adalah RW 1 dan RW 2, sedangkan Dusun II adalah RW 3 dan RW 4.
4.1.3. Kondisi Ekonomi Pada umumnya, tingkat pendapatan masyarakat Desa Cadasngampar mayoritas tergolong rendah yaitu sekitar Rp155.150,- per kapita per bulan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan untuk Kabupaten Bogor 2010. Hal ini disebabkan sebanyak 20 per sen mata pencaharian atau pekerjaan masyarakat adalah tidak tetap atau serabutan seperti kuli singkong, tukang bangunan, berjualan sayur dan jasa transportasi (ojek). Sedangkan sebanyak 21 per sen masyarakat lainnya menjadi pengangguran, sehingga tidak dapat membantu memenuhi perekonomian keluarga. Jenis kegiatan ekonomi di Desa Cadasngampar mayoritas bergerak di sektor pertanian, yaitu sebagai buruh di kebun singkong, selain itu terdapat pula penduduk yang bekerja di sektor perdagangan berupa warung kelontong, sektor jasa (ojek), dan buruh bangunan.
4.1.4. Kondisi Sosial Kondisi sosial Desa Cadasngampar dapat dibagi menjadi beberapa bidang diantaranya yaitu pendidikan, kesehatan, dan keterampilan masyarakat. Tingkat
38
pendidikan penduduk Desa Cadasngampar rata-rata masih rendah, sebagian besar berada di tingkat pendidikan dasar SD dan SMP. Berdasarkan potensi desa 2008, terdapat 570 jiwa yang merasakan pendidikan di tingkat SD, 297 jiwa di tingkat SMP, 230 jiwa di tingkat SMU, dan 16 jiwa pada tingkat perguruan tinggi. Jelas terlihat bahwa tingkat pendidikan sangat rendah dengan dominasi masyarakat hanya sampai pendidikan tingkat SD. Hal ini menyebabkan banyaknya pengangguran yang disebakan oleh rendahnya SDM. Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Cadasngampar adalah sarana Puskesmas Pembantu (Pustu) dan Posyandu. Sedangkan tenaga kesehatan sangat minim, yakni hanya terdapat 1 orang bidan, serta 4 dukun yang sering menangani keluhan pada kesehatan masyarakat Desa Cadasngampar. Keterampilan masyarakat di Desa Cadasngampar tergolong rendah hal ini disebabkan karena mayoritas penduduk hanya menempuh pendidikan sampai SD. Tingkat pendidikan rendah yang menyebabkan pengetahuan yang dimiliki rendah pula menjadikan masyarakat hanya memiliki kemampuan terbatas dan sulit untuk mengembangkan diri. Terlihat di berbagai sudut jalan, banyak anak-anak muda yang sudah putus sekolah hanya berkumpul-kumpul dengan teman sebayanya, atau membantu orangtuanya bekerja dikebun atau hanya dirumah.
4.1.5. Kondisi Sarana dan Prasarana Kondisi prasarana dan sarana transportasi dan perhubungan di Desa Cadasngampar dikatakan buruk, terutama jalan utama, sedangkan jalan lingkungan atau jalan desa yang menghubungkan wilayah RW atau RT kondisinya bervariasi. Banyak jalan-jalan yang sering dilalui kondisinya dikategorikan rusak, dan ada beberapa jalan setapak (betonisasi jalan) yang menghubungkan dari satu RT ke RT yang lain. Ketiadaan angkutan umum, menjadikan akses transportasi, ekonomi, maupun pendidikan hanya mengandalkan kendaraan pribadi berupa sepeda motor atau orang yang menyewakan jasanya dalam bidang transportasi (ojek). Wilayah geografis yang mendukung membuat wilayah ini memiliki ketersediaan air yang cukup untuk dikonsumsi masyarakat banyak. Dalam pemenuhan kebutuhan penduduk akan air bersih masyoritas penduduk Desa Cadasngampar memanfaatkan sumur gali. Permasalahan yang lebih dirasakan adalah kurangnya sarana sanitasi yang layak sehingga penduduk masih memanfaatkan sungai dalam memenuhi kebutuhan
39
sanitasi, mengingat tempat khusus seperti MCK (Mandi, Cuci, Kakus) belum banyak tersedia. Kondisi rumah pada umumnya sudah layak huni, hal ini dibuktikan dengan jumlah rumah tembok atau permanen 2533 buah, rumah yang sudah berlantai keramik 376 buah, jumlah rumah dengan dinding kayu atau semi permanen 149 buah, yang berlantai kayu 82 buah, rumah bambu atau temporer 155 buah dan yang masih berlantai tanah terdapat 105 buah.
4.2.
PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar PNPM-M Perkotaan telah dilaksanakan di Desa Cadasngampar sejak tahun
2008.
Kegiatan
PNPM-M
Perkotaan
dilaksanakan
melalui
suatu
lembaga
kepemimpinan masyarakat yang mengakar, representatif dan dipercaya disebut Lembaga Keswadayaan Masyarakat (secara generik disebut Badan Keswadayaan Masyarakat atau disingkat BKM), yang dibentuk melalui kesadaran kritis masyarakat desa Cadasngampar untuk menggali kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan nilainilai kemasyarakatan sebagai pondasi modal sosial (social capital) kehidupan masyarakat. BKM yang ada di desa Cadasngamapar bernama BKM ‘Karya Mandiri’, yang diharapkan mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka, sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, mulai dari proses penentuan kebutuhan, pengambilan keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan program hingga pemanfaatan dan pemeliharaan. BKM bersama masyarakat bertugas menyusun Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (yang kemudian lebih dikenal sebagai PJM Pronangkis) secara partisipatif, sebagai prakarsa masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Atas fasilitasi pemerintah dan prakarsa masyarakat, BKM ini mulai menjalin kemitraan dengan berbagai instansi pemerintah dan kelompok peduli setempat. BKM memiliki unit pelaksana di bawahnya, yaitu Unit Pelaksana Sosial, Unit Pelaksana Lingkungan dan Unit Pelaksana Keuangan. Unit-unit pelaksana ini berada di bawah BKM dan bertanggung jawab kepada BKM. BKM juga bertanggungjawab untuk menjamin keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang kondusif untuk pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penanggulangan
40
kemiskinan khususnya dan pembangunan masyarakat kelurahan pada umumnya. Lembaga-lembaga partisipatif lainnya yaitu Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yang dibentuk di tingkat komunitas atau masyarakat untuk melakukan agenda kegiatan secara langsung. KSM ini dapat dibentuk oleh siapa saja atau kelompok masyarakat dalam satu RT. KSM adalah pelaksana kegiatan yang akan melaksanakan tugas yang mereka ajukan untuk ditujukan kepada BKM yang selanjutnya akan diperpanjangkan kepada fasilitator kelurahan untuk pencairan dana.
4.2.1. Lingkup Dimensi Kegiatan Ruang lingkup kegiatan PNPM-M Perkotaan yang dilaksanakan oleh BKM ‘Karya Mandiri’ adalah seluruh wilayah Desa Cadasngampar dengan luas wilayah 182.713 ha, yang terdiri dari 2 Dusun, 4 RW dan 22 RT. Kegiatan diawali dengan rembug-rembug waga mulai dari tingkat RT, RW, hingga desa, kemudian dilakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk menggali aspirasi serta menentukan kriteria melalui kegiatan refleksi kemiskinan, kajian pemetaan swadaya dalam rangka penyepakatan aspirasi dan gagasan masyarakat dalam kegiatan penaggulangan kemiskinan. Kegiatan ini pada akhirnya dituangkan kedalam PJM Pronangkis. Rembug warga dilakukan untuk menggali permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan potensi serta sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah. Proses kajian dilakukan di beberapa aspek yaitu aspek lingkungan, ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan serta refleksi kelembagaan dan kepemimpinan. Tetapi, hingga penelitian ini dilakukan, aspek yang yang dilaksanakan hanya aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.
4.2.1.1.Aspek Lingkungan Kegiatan lingkungan adalah komponen kegiatan yang salah satunya didanai oleh BLM PNPM-M Perkotaan dan terkait dengan pengadaaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang melibatkan masyarakat disertai adanya pengendalian mutu dan adanya proses pengawasan, pengelolaan serta pemeliharaan guna mendukung kebutuhan masyarakat sesuai cita-cita mereka. Kegiatan lingkungan memfokuskan kegiatan pada peningkatan kegiatan fisik atau sarana dan prasana lingkungan desa, seperti betonisasi jalan dan pembangunan bendungan air yang melibatkan warga dalam satu RT sebagai satu KSM yang akan melaksanakan kegiatan yang telah didanai, dengan kelompok sasaran utama adalah masyarakat miskin.
41
Maksud pelaksanaan kegiatan lingkungan ini adalah agar terjadi proses pembelajaran membangun lingkungan untuk mencapai kehidupan yang layak serta memenuhi
kebutuhan
masyarakat
sejalan
dengan
usaha
yang
mendukung
penanggulangan kemiskinan. Sampai saat ini terdapat 12 KSM yang tersebar dalam satu desa pada aspek lingkungan dimana 11 KSM pada RW 1 (RT 1, 2 dan 4), RW 2 (RT 3, 4 dan 5), RW 3(RT 2 dan 4), dan RW 4 (RT 1, 2, 3 dan 5) yaitu melakukan kegiatan betonisasi jalan sedangkan 1 KSM lainnya yaitu pada RW 3 RT 2 melakukan pembangunan bendungan air. Penerima manfaat kegiatan aspek lingkungan adalah sebanyak 1.026 rumah tangga yang tersebar pada 13 RT di desa Cadasngampar. Kegiatan ini menjadi tanggungjawab Unit Pelaksana Lingkungan (UPL).
Gambar 5.
Proses pembuatan betonisasi jalan
4.2.1.2.Aspek Ekonomi Program pinjam bergulir merupakan salah satu pilihan dari berbagai alternatif kegiatan untuk penanggulangan kemiskinan. Prinsip pengelolaan pemanfaat dana pinjaman bergulir harus 100 per sen warga miskin yang tercantun dalam PJM Pronangkis (Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan)
42
untuk membuat kegiatan usaha produktif yang dapat meningkatkan pendapatan dan atau kesejahteraan mereka. Pinjaman bergulir ini mewajibkan 100 per sen warga miskin yang bergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) terdiri dari 5-6 orang dalam satu KSM pada wilayah RT yang sama. Dari data yang didapatkan terdapat 18 KSM yang berjumlah 93 orang. Para penerima dana pinajaman bergulir akan diberi dana sebesar Rp2.000.000,- sampai Rp3.000.000,- dalam satu kelompok tergantung jumlah anggota yang terdapat didalan satu KSM tersebut. Jadi minimal setiap orang yang tergabung didalamnya minimal mendapatkan dana untuk modal usaha sebesar Rp400.000,- hingga RP500.000,- dan dalam jangka waktu empat bulan, dana tersebut harus dikembalikan kepada Unit Pengelola Keuangan (UPK), yang mengelola masalah keuangan pada aspek ekonomi.
Gambar 6.
Ketua KSM menerima dana yang diberikan oleh UPK
4.2.1.3.Aspek Sosial Kegiatan sosial memfokuskan kegiatan pada peningkatan keterampilan masyarakat yang lebih diprioritaskan untuk warga miskin agar dapat mempunyai keahlian yang dapat dipakai untuk pekerjaan yang dapat menghasilkan pendapatan (mendorong warga agar dapt bekerja di pabrik garmen, daripada menganggur dirumah) yang sebenarnya lebih didominasi orang yang lebih muda. Kegiatan yang sedang
43
berlangsung saat penelitian dilaksanakan adalah kegiatan menjahit yang dilaksanakan selama satu bulan mulai tanggal 13 Maret hingga 13 April 2011. Kegiatan ini menjadi tanggung jawab Unit Pengelola Sosial (UPS) beserta KSM yang menjadi pelaksana kegiatannya. Tujuan kegiatan sosial adalah untuk memperkuat ikatan sosial dengan menggalang kepedulian/ solidaritas, kebersamaan, dan menumbuhkan kepercayaan dengan menggerakkan kapasitas sosial di masyarakat,juga untuk meningkatkan pendapatan.
Gambar 7.
Salah seorang Peserta Kegiatan Menjahit
44
BAB V ANALISIS DESAIN DAN IMPLEMENTASI PNPM-M PERKOTAAN
Konsep CDD (community-driven development) memiliki sepuluh ciri yang dapat menganalisis desain serta implementasi kegiatan PNPM-M Perkotaan, yaitu iklim kelembagaan dan kebijakan, investasi sesuai kebutuhan, mekanisme partisipasi, keikutsertaan sesuai gender dan status sosial, investasi pengembangan kapasitas organisasi berbasis masyarakat, fasilitas informasi untuk komunitas, aturan sederhana dan insentif yang kuat, desain kerja fleksibel, scaling up, dan exit strategy. Analisis desain program kegiatan PNPM-M Perkotaan dilaksanakan dengan membandingkan antara aturan dalam PNPM-M Perkotaan dan kesepuluh ciri CDD tersebut. Pada saat diperlukan, analisis juga mencakup kasus-kasus di lapangan.
5.1.
Iklim Kelembagaan dan Kebijakan Iklim kelembagaan dan kebijakan ditujukan untuk menunjang pengambilan
keputusan oleh masyarakat dalam penyelenggaraan PNPM-M Perkotaan. Masyarakat miskin dan non miskin secara bersama-sama berkumpul/rembug dalam ruangan aula desa untuk merumuskan serta memutuskan langkah-langkah pembangunan yang perlu dilakukan untuk membangun Desa Cadasngampar khususnya menanggulangi masalah kemiskinan yang masih dialami oleh sebagian warga. Mereka secara bersama-sama melakukan Pemetaan Swadaya (PS) dalam lingkup satu desa,
yang menjadi alat
pembelajaran masyarakat agar lebih mampu dalam menganalisis keadaan sendiri, mengidentifikasi potensi dan menghasilkan suatu rencana pembangunan yang komprehensif yang merupakan hasil kesepakatan bersama. Berdasarkan hasil di lapangan, hasil Pemetaan Swadaya (PS) yang telah disepakati bersama merumuskan masalah yang terjadi di Desa Cadasngampar, dengan didampingi oleh Fasilitator Kelurahan (Faskel) dari Kecamatan Sukaraja, dibentuklah Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). BKM yang diberi nama ‘Karya Mandiri’ ini menjadi suara dari aspirasi dan kebutuhan dari masyarakat Desa Cadasngampar. BKM bersama masyarakat melakukan proses perencanaan partisipatif dengan menyusun Perencanaan
Jangka
Menengah
Program
Penanggulangan
Kemiskinan
(PJM
45
Pronangkis) yang kemudian usulan dengan kegiatan upaya penanggulangan kemiskinan tersebut ditujukan ke Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) untuk mencairkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Adapun sumber dana yang akan membiayai usulan kegiatan masyarakat dalam rencana PJM Pronangkis berasal dari APBN, APBD, dan dana swadaya masyarakat. BKM ini bertangggungjawab menjamin keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang kondusif untuk pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan hasil rembug masyarakat, mereka menetapkan masalah berdasarkan dari aspek lingkungan, ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial1. Tetapi akhirnya yang terlaksana hanya pada aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial, karena memang PNPM-M Perkotaan melakukan pembelajaran Tridaya yang didalamnya dapat mencakup semua permasalahan dan kebutuhan masyarakat. BKM ‘Karya Mandiri’ mempunyai tiga unit pelaksana lapangan yang berasal dari masyarakatnya sendiri. Adapun tiga unit tersebut adalah Unit Pelaksana Lingkungan (UPL), Unit Pelaksana Keuangan (UPK), dan Unit Pelaksana Sosial (UPS), yang masing-masing bertanggung jawab pada pelaksanaan kegiatan yang disepakati bersama, yaitu kegiatan betonisasi jalan (lingkungan), program pinjaman bergulir (ekonomi) dan kegiatan menjahit (sosial).
5.2.
Investasi Sesuai Kebutuhan Investasi yang dimaksud adalah investasi yang sesuai dengan permintaan
masyarakat, bila perlu dimana masyarakat dapat turut berinvestasi dalam PNPM-M Perkotaan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat miskin dan non miskin telah melakukan rembug dan menuangkan seluruh usulan kegiatan kedalam PJM Pronangkis secara bersama-sama, yang juga mempertimbangkan skala prioritas masalahnya juga potensi dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat Desa Cadasngampar telah merincikan perubahan-perubahan yang ingin dilakukan, karena juga didukung oleh sikap PNPM Mandiri yang open menu, artinya dimana masyarakat dapat bebas mengajukan usulan kegiatan apapun selama terkait langsung dengan upaya penanggulangan kemiskinan, dan disepakati semua pihak. Kelompok sasaran utama dari PNPM-M Perkotaan adalah masyarakat miskin berdasarkan kriteria yang telah mereka tetapkan bersama-sama 1
Dokumen Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis) Desa Cadasngampar Tahun 2009-2011
46
dalam Focus group discussion (FGD). Diantara beberapa kriteria tersebut adalah masyarakat yang tidak mempunyai keterampilan dan berpenghasilan maksimal Rp500.000,- per bulan. Proses pemilihan lokasi kegiatan PNPM-M Perkotaan berdasarkan hasil Pemetaan Swadaya (PS), sehingga dapat dilihat wilayah mana yang diprioritaskan serta yang paling membutuhkan untuk pelaksanaannya. Berdasarkan hasil di lapangan, dari 8 kriteria menurut kesepakatan bersama masyarakat Desa Cadasngampar tidak terdapat responden yang terkategorikan sebagai golongan miskin, serta hasil dari usulan masyarakat yang dituangkan ke dalam PJM Pronangkis tidak mutlak terlaksanakan semua, namun akan dijaring kembali oleh PNPM Mandiri Perkotaan kegiatan mana yang benar-benar layak untuk dilaksanakan.
5.3.
Mekanisme Partisipasi Mekanisme partisipasi tertuju pada peningkatan partisipasi warga dan
keikutsertaan seluruh stakeholder. Mekanisme partisipasi dalam desain PNPM-M Perkotaan dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemanfaatan dan pemeliharaan. Mekanisme partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan didesain sebagai berikut: 1. Fasilitator kelurahan (Faskel) bersama masyarakat mengadakan Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM) untuk membangun komitmen masyarakat untuk menerima atau menolak PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar. Kemudian mendapatkan relawan yang mampu memfasilitasi dan mengawal PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar. 2. Rembug antara Fasilitator kelurahan (Faskel) bersama relawan juga masyarakat untuk melakukan Refleksi Kemiskinan (RK). 3. Faskel bersama relawan juga masyarakat melalukan Pemetaan Swadaya (PS) untuk menganalisis masalah dan potensi masyarakat, membangun kesadaran akan realita persoalan dan potensi (lingkungan, ekonomi, dan sosial), serta membangun motivasi untuk menyelesaikan persoalannya. 4. Pembentukan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) oleh Fasilitator Kelurahan (Faskel) dan bersama-sama masyarakat melalui Focus group discussion (FGD). 5. Penyusunan PJM Pronangkis oleh BKM dan masyarakat.
47
Mekanisme partisipasi pada tahap pelaksanaan adalah ketika dana stimulan BLM telah cair yang dilakukan pada tiga tahap. Tahap I sebesar 30 per sen, tahap II sebesar 50 per sen, dan tahap III sebesar 20 per sen. Sumber dana berasal dari APBN dan APBD, serta swadaya dari masyarakat baik dana, waktu, tenaga, dan lahan. Setiap pelaksanaa aspek kegiatan akan sedikit berbeda satu sama lain, untuk aspek lingkungan yaitu pembangunan betonisasi jalan maupun pembangunan bendungan air dilakukan empat tahap pelaksanaan pekerjaan infrastruktur, yaitu tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan konstruksi, dan pasca kontruksi. Pada tahap persiapan, masyarakat di tempat lokasi yang akan dibangun berserta BKM me-review program infrastruktur dalam PJM Pronangkis dan review data infrastruktur dalam Pemetaan Swadaya (PS). Pada tahap perencanaan, KSM yang beranggotakan seluruh warga dalam satu RT membuat proposal dan dinilai kelayakannya oleh UPL, kemudian membuat buku tabungan infrstuktur dan membentuk tim Operasi dan Pemeliharaan (O&P) dari masyarakat. Pada saat pelaksanaan kontruksi, papan nama proyek telah dipasang pada pembangunan betonisasi jalan atau bendungan air. Berdasarkan hasil lapangan, kontribusi partisipasi masyarakat jelas terlihat pada tahap ini serta tidak ada pemaksaan, baik laki-laki maupun perempuan saling bahu membahu untuk melaksanakan kegiatan ini. Laki-laki, baik tua maupun muda memberikan swadaya tenaga maupun material untuk
pengerjaan
betonisasi
jalan
yang
dilakukan.
Sedangkan
perempuan
memperlihatkan partisipasinya dengan menyuguhkan makanan dan minuman kepada para pekerja. Hal ini diabadikan oleh UPL/BKM dengan mengambil gambar (foto) aktivitas mereka ketika kegiatan sedang berlangsung. Tahap pasca kontruksi adalah dimana KSM melakukan monitoring yang dipantau oleh UPL dan BKM. Pada aspek ekonomi yaitu program pinjaman bergulir, tidak jauh berbeda dari tahap yang dilakukan pada pembangunan betonisasi jalan. Pada tahap perencanaan, warga yang masih berada dalam satu RT membentuk KSMnya sendiri dengan jumlah anggota 4 hingga 6 orang. Kemudian KSM tersebut mengajukan permohonan pinjaman kepada UPK dengan menjabarkan kegiatan produktif yang akan mereka lakukan. Setelah KSM dinilai layak, UPK merekomendasikan KSM kepada BKM untuk mendapat persetujuan. Pada tahap pelaksanaan, yaitu setelah dana stimulan telah cair dan KSM telah mendapatkan Surat Perjanjian Kredit (SPK), makan usaha kegiatan produktif pun dilaksanakan. Setiap anggota dalam KSM dapat membuat usaha yang berbeda satu sama lain, seperti menjual sayur-sayuran, buah-buahan, makanan ringan, dan lain-lain. Pada tahap pasca pelaksanaan, setiap bulannya anggota KSM harus
48
membayar angsuran kepada UPK. Berdasarkan hasil lapangan, terdapat beberapa kecurangan dari warga yang melakukan pinjaman kepada PNPM-M Perkotaan tetapi tidak melakukan kegiatan usaha produktif seperti yang seharusnya. Anggota dalam satu KSM pun banyak yang masih berhubungan dalam satu keluarga, seperti contoh suami, istri dan anak. Setiap pengajuan pembentukan KSM oleh masyarakat pasti diterima oleh UPK, namun harus menunggu waktu gilirannya. Karena setiap dana yang turun sudah dijatahkan kepada KSM-KSM yang terdaftar sebelumnya. Angsuran setiap bulannya pun banyak yang macet, artinya peminjam dana PNPM-M Perkotaan tidak mampu membayar kepada UPK setiap bulannya. Pada aspek sosial yaitu kegiatan menjahit, tahap perencanaan dilakukan oleh warga yang didominasi oleh perempuan untuk membentuk KSM dan kemudian membuat proposal untuk diajukan kepada UPS dan dinilai kelayakannya lalu diserahkan kepada BKM untuk pencairan dana. Tahap pelaksanaan adalah ketika dana stimulan telah cair, dimana warga selama 6 hari dalam satu minggu dan selama satu bulan berlatih menggunakan mesin jahit, baik mesin obras dan garmen. Berdasarkan hasil lapangan, kontribusi partisipasi dalam kegiatan menjahit tidak hanya diperlihatkan oleh anggota yang telah terdaftar, terdapat beberapa warga yang belum terdaftar dalam KSM sering mengikuti kegiatan menjahit yang selama hari Jumat dinyatakan libur. Partisipasi lain terlihat dari asisten pelatih yang berasal dari masyarakat sendiri, yang memberikan sumbangan waktu dan tenaga untuk mengajarkan warga yang ingin mendapatkan keterampilan dari kegiatan menjahit. Mekanisme partisipasi pada tahap pemeliharaan telah ditulis secara rinci pada buku “Informasi Dasar Untuk Faskel” yang juga telah diutarakan oleh Faskel kepada BKM untuk disampaikan kepada KSM-KSM. Namun, tidak terlihat aktivitas masyarakat dalam pemeliharaan infrastuktur walaupun tim pemeliharaan telah dibentuk.
5.4.
Keikutsertaan Sesuai Gender dan Status Sosial Penerima manfaat langsung dari dana BLM yang disediakan melalui PNPM-M
Perkotaan adalah keluarga miskin yang diidentifikasi masyarakat sendiri dan disepakati serta ditetapkan bersama oleh warga desa melalui musyawarah, refleksi kemiskinan dan pemetaan swadaya. Desain PNPM-M Perkotaan melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat pada PNPM-M Perkotaan mempunyai sasaran utama yaitu masyarakat miskin. PNPM Mandiri juga memegang prinsip kesetaraan dan keadilan gender, dimana
49
laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya disetiap tahap pembangunan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengambilan keputusan, evaluasi, dan dalam menikmati hasil kegiatan secara adil. Beberapa indikator keberhasilan PNPM-M Perkotaan adalah minimal 40 per sen tingkat kehadiran warga miskin, rentan, dan perempuan dalam pertemuan perencanaan dan pegambilan keputusan. Tabel 6. Gender Laki-laki Perempuan Total
Proporsi Rembug Warga Berdasarkan Gender Total Persentase (%) 19 68.0 9 32.0 28 100.0
Tabel 7. Proporsi Rembug Warga Berdasarkan Status Sosial Status Sosial Total Persentase (%) Kaya 18 64.3 Miskin 10 35.7 28 100.0 Total Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7 rembug pertama warga yang dilakukan pada saat menyepakati kriteria warga miskin baik proporsi yang berdasarkan gender maupun status sosial tidak mencapai 40 per sen. Hal ini memberikan kenyataan bahwa kesempatan berpartisipasi bagi warga miskin dan perempuan belum secara penuh terbuka lebar. Perlu disampaikan informasi-informasi mengenai kegiatan-kegiatan PNPM-M Perkotaan terhadap warga miskin dan perempuan, agar akses informasi akses informasi bagi warga miskin dan perempuan pun perlu dijamin agar kesempatan berpartisipasi dapat terbuka lebar. Proporsi Keikutsertaan Kegiatan PNPM-M Perkotaan berdasarkan Hasil Penelitian Menurut Gender Gender Total Persentase (%) Laki-laki 48 53.3 Perempuan 42 46.7 90 100.0 Total
Tabel 8.
Proporsi Keikutsertaan Kegiatan PNPM-M Perkotaan berdasarkan Hasil Penelitian Menurut Status Sosial Status Sosial Total Persentase (%) Kaya 90 100.0 Miskin 0 0.0 90 100.0 Total
Tabel 9.
50
Berdasarkan Tabel 8 yang dapat dibandingkan dengan Tabel 6 Proporsi gender dalam keikutsertaan kegiatan telah mencapai 40 per sen dalam pengambilan keputusan untuk mengikuti kegiatan PNPM-M Perkotaan. Sedangkan Tabel 9 yang dibandingkan dengan Tabel 7 sangat mempunyai ketimpangan, karena tidak terdapat seorang pun yang berstatus sosial miskin dalam ikeikutsertaan kegiatan PNPM-M Perkotaan. Masyarakat miskin seharusnya menjadi sasaran utama dalam setiap kegiatan PNPM-M Perkotaan.
5.5.
Investasi Pengembangan Kapasitas Organisasi Berbasis Masyarakat Substansi dasar proses pemberdayaan masyarakat dititikberatkan untuk
memulihkan dan melembagakan kembali kapital sosial yang dimiliki masyarakat, yakni dengan mendorong masyarakat agar mampu meningkatkan kepedulian dan kesatuan serta solidaritas sosial untuk bersama-sama menanggulangi masalah kemiskinan di wilayahnya. Pengorganisasian masyarakat dalam PNPM-M Perkotaan adalah upaya terstruktur untuk menyadarkan masyarakat akan kondisi yang dihadapinya. Proses pengembangan kapasitas masyarakat sebenarnya telah dimulai pada saat Refleksi Kemiskinan (RK) dimana warga berkumpul, mengenali, dan merumuskan ciri kemiskinan, dan terbangun pemahaman bahwa kemiskinan adalah masalah bersama yang harus diselesaikan. Masyarakat difasilitasi oleh fasilitator PNPM dari Faskel untuk mendampingi melakukan perencanaan partisipatif. Pengorganisasian masyarakat dalam PNPM-M Perkotaan tidak diartikan dalam membentuk wadah organisasi, tetapi lebih merupakan kesepakatan bersama untuk menanggulangi kemiskinan. Merujuk pada pemikiran tersebut maka konsep lembaga kepemimpinan yang dipilih adalah berbentuk dewan sehingga tidak ada kekuasaan individu. Peningkatan kapasitas dalam desain PNPM-M Perkotaan dapat dijelaskan dengan peningkatan kapasitas kelembagaan meliputi penyebaranluasan informasi tentang adanya PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar dan membangun komitmen masyarakat terhadap PNPM-M Perkotaan. Melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat seperti Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM), Refleksi Kemiskinan (RK), dan Pemetaan Swadaya (PS), melibatkan seluruh tatanan masyarakat dan juga pendamping dari Faskel yang akan meningkatkan daya analisis warga dalam menyelesaikan masalah kemiskinan diwilayah mereka. Peningkatan kapasitas masyarakat juga terlihat pada pelaksanaan kegiatan, yang mengutamakan masyarakat miskin dalam setiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
51
Selain itu para warga yang tergabung di dalam KSM juga dilatih oleh BKM untuk membuat proposal pengajuan dana kepada BKM. BKM sebagai perpanjang tangan dari Faskel telah diberikan latihan terlebih dahulu tentang refleksi kelembagaan dan kepemimpinan yang nantinya akan sanggup membagi pengetahuan yang telah didapat dalam manajemen program kepada masyarakat. Berdasarkan hasil lapangan, pelatihan komunitas seperti membuat proposal tidak dilaksanakan, KSM yang mengajukan diri di berikan contoh proposal yang terdahulu oleh tetangga atau kerabat yang sudah pernah mendaftarkan KSMnya.
5.6.
Fasilitas Informasi untuk Komunitas Informasi merupakan perihal yang sangat penting dalam memperoleh hasil
keputusan yang tepat terhadap masalah yang dihadapi bersama. Informasi mencakup sosialisasi tentang program, tata cara berhubungan dengan pemerintah kota atau kabupaten dan para pemangku keperntingan. Akses terhadap kegiatan sosialisasi dilaksanakan oleh Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM (TKPP) kepada camat, dan perangkat kecamatan diwilayahnya. Kemudian camat menyampaikan sosialisasi tersebut kepada lurah atau kepala desa diwilayah kerjanya, lalu kepala desa menyampaikan kepada seluruh warganya dalam Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM) yang menyatakan kesiapan seluruh masyarakat untuk mendukung dan melaksanakan PNPM-M Perkotaan. Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang dilakukan oleh PNPM-M Perkotaan berbentuk website yang bertujuan untuk mempemudah akses masyarakat yang ingin mengetahui tentang PNPM maupun untuk melihat segala bentuk pengeluaran dan pemasukan yang dilakukan PNPM-M Perkotaan selama memberikan BLM kepada desa-desa. Hal ini juga membantu pemerintah kota atau kabupaten untuk mengelola, mengendalikan serta memantau seluruh perkembangan kegiatan PNPM-M Perkotaan diwilayahnya secara transparan dan akuntabel. BKM yang menjadi wadah bagi aspirasi masyarakat berkewajiban bersikap transparansi kepada mereka. BKM wajib menyebarluaskan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan, PJM Pronangkis, perkembangan organisasi dan kegiatan BKM dalam aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial, laporan keuangan, KSM dengan anggota KSM yang memperoleh pinjaman beserta besarnya pinjaman dan perkembangan angsuran,
52
serta informasi-informasi lain terkait dengan penanggulangan kemiskinan di desa tersebut dengan cara: 1. Penempelan melalui papan-papan informasi ditempat-tempat yang strategis, minimal 5 lokasi, dengan ukuran dan bentuk yang mudah dilihat dan dibaca oleh semua warga. Jenis papan informasi yang diperlukan adalah papan informasi kegiatan program, yang berisi informasi BKM dan informasi KSM, informasi kegiatan pembangunan dengan muatan yang bervariasi sesuai perkembangan; 2. Pertemuan-pertemuan rutin dengan KSM, panitia dan masyarakat; 3. Pertemuan-pertemuan rutin dengan perangkat desa, lembaga desa formal yang ada dan tokoh masyarakat setempat dengan masyarakat. 4. Penyebarluasan melalui surat kepada KSM-KSM dan masyarakat. 5. Pembuatan dan penyebarluasan media dengan warga melalui leaflet atau buletin. 6. Melakukan audit tahunan BKM dan hasilnya disebarluaskan ke masyarakat melalui rapat tahunan pertanggungjawaban BKM. 7. BKM, UPL, UPK, dan UPS serta pelaku PNPM-M Perkotaan di tingkat desa harus bersifat terbuka memberikan informasi dan data-data yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pemeriksaan Konsultan Manajemen Wilayah (KMW), perangkat pemerintah, unsur masyarakat dan atau pemantauan independen yang dapat dilakukan setiap saat serta audit independen yang dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun. 8. Laporan triwulan kepada forum relawan. Berdasarkan hasil lapangan, papan informasi hanya ada pada satu tempat yang ditempelkan pengumuman serta pemberitahuan lainnya terkait pelaksanaan kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar. Unit pengelola pada setiap aspek selalu melakukan audit tahunan, tetapi tidak semua warga mengetahui akan informasi kegiatan maupun pelaksanaan PNPM-M Perkotaan, hanya warga yang beerada dekat dengan kantor desa yang mengetahuinya. Hal ini dikarenakan setiap penyambutan pelaksanaan kegiatan maupun rapat yang dihadiri masyarakat, lebih serinng diadakan di kantor desa, jadi masyarakat yang lokasinya jauh dari kantor desa sangat minim informasi terkait pelaksanaan kegiatan PNPM-M Perkotaan, mengingat luas wilayah Desa Cadasngampar yang sangat luas yaitu 182,713 ha.
53
5.7.
Aturan Sederhana dan Insentif yang Kuat Pemberdayaan masyarakat merupakan pendekatan yang sangat efektif bagi
PNPM-M Perkotaan untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat. BKM sebagai relawan dari masyarakat ataupun perwakilan dari suara masyarakat menjadi pihak yang sangat berpengaruh dalam pengembangan dan kemajuan desa dalam wilayahnya serta untuk kelancaran kegiatan pemberdayaan masyarakat yang diadakan oleh PNPM-M Perkotaan. Pemilihan anggota BKM harus mempunyai krtiteria tertentu agar mendapatkan orang yang terpilih yang dpat menjalankan tugasnya menggunakan hak pilih suara. Berdasarkan hasil lapangan, orang-orang yang mendapatkan amanat untuk menjadi perwakilan suara masyarakat dalam menjalankan kegiatan PNPM-M Perkotaan merupakan orang-orang yang peduli, memiliki komitmen kuat, ikhlas, tanpa pamrih dan jujur serta mau berkorban untuk kepentingan masyarakat miskin, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok semata. Salah satu kriteria BKM adalah tanpa pamrih, hal ini yang menjadikan anggota BKM di Desa Cadasngampar bekerja untuk membangun masyarkat tanpa mengharapkan imbalan apapun. Pemberian insentif hanya sampai pada fasilitator kelurahan, tidak dengan fasilitator di desa, yaitu BKM maupun relawan lainnya. Berdasarkan pemantauan lapangan, anggota BKM sangat giat menjalankan tugasnya dan banyak menghabiskan waktunya dalam kegiatan PNPM-M Perkotaan, walaupun anggota BKM tersebut mempunyai pekerjaan utama yang lain. BKM Karya Mandiri di Desa Cadasngmpar pantas dinilai layak, karena anggota yang mengisi dalam wadah masyarakat tersebut rata-rata mempunyai seluruh kriteria yang disyaratkan.
5.8.
Desain Kerja Fleksibel PNPM-M Perkotaan memiliki desain kerja yang fleksibel. Desain kerja
PNPM-M Perkotaan mempunyai tahapan yang hampir sama dalam setiap kegiatan yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan, minat dan kesepakatan masyarakat. Setiap kegiatan PNPM-M Perkotaan memiliki tujuan yang sama yaitu partisipasi aktif dari masyarakat miskin sebagai sasaran utama kegiatan. Desain kerja yang telah ditetapkan bersama dalam PJM Pronangkis di Desa Cadasngampar sedikit berbeda dalam pelaksanaannya. Aspek kegiatan yang diterapkan saat ini mengacu pada tridaya dalam PNPM-M Perkotaan, yaitu Aspek lingkungan dimana kegiatannya secara langsung memberikan dampak/manfaat secara kolektif pada peningkatan akses mobilitas masyarakat serta
54
pembangunan infrastruktur tersebut langsung berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Kemudian aspek ekonomi yang kegiatannya secara langsung memberikan manfaat dan peningkatan pendapatan bagi individu atau keluarga maupun kelompok melalui usaha ekonomi produktif. Aspek sosial merupakan kegiatan yang secara langsung mampu menumbuhkan kembali modal sosial di masyarakat seperti terjalinnya kembali budaya tolong menolong antar warga, dimana seluruh ketentuan dalam pelaksanaan kegiatan sosial harus sesuai menurut kesepakatan warga melalui pelatihan dan praktek keterampilan usaha bagi warga-warga miskin yang belum produktif.
5.9.
Scaling Up Perluasan (scaling up) PNPM-M Perkotaan menjadi tanggung jawab BKM
didukung oleh relawan dan masyarakat. Karena kegiatan pemberdayaan masyarakat ini adalah kegiatan bersama untuk menanggulangi kemiskinan yang menjadi masalah bersama. Berdasarkan hasil lapangan, usulan kegiatan secara terperinci menurut kesepakatan bersama telah dimasukkan kedalam PJM Pronangkis untuk dilaksanakan selama tiga tahun mulai dari 2009 hingga 2011. Beragam kegiatan tersebut akan dilaksanakan secara tahap per tahap tergantung kegiatan mana yang lebih diprioritaskan. Desa Cadasngampar merupakan salah satu desa yang sukses dalam pelaksanaan PNPMM Perkotaan menurut stakeholder, jadi diharapkan pelaksanaan kegiatan ini dapat terus berlanjut. PNPM-M Perkotaan hanya memfasilitasi masyarakat agar terciptanya masyarakat yang mandiri serta berkelanjutan dalam pembangunannya. Kegiatan infrastuktur dan pinjaman bergulir masih terus dikembangkan, dari satu RT ke RT lainnya tetapi belum untuk kegiatan menjahit. Aspek sosial memang hanya menjadwalkan pelaksanaan pelatihan kegiatan menjahit untuk satu bulan saja, selebihnya setelah masyarakat mendapatkan pengetahuan dan keterampilan, dengan sendirinya mereka akan mempraktekkan kembali dengan dana dari swadaya masyarakat. Perluasan kegiatan lainnya yang diperlihatkan pada aspek sosial adalah setiap pencairan dana per tahapannya kegiatan untuk menambah ketrampilan bisa dilakukan dengan pelatihan yang lain, seperti sebelum pelatihan kegiatan menjahit Desa Cadasngampar terlebih dahulu pernah melalukan pelatihan membuat keripik singkong. Begitu juga dengan pencairan dana pada tahap berikutnya, masyarakat beserta BKM
55
ingin mengadakan pelatihan perbengkelan. Hal ini berdasarkan hasil kesepakatan bersama.
5.10.
Exit Strategy Upaya perumusan exit strategy untuk mempersiapkan kemandirian menjadi
penting sebagai perwujudan perencanaan yang rasional. Upaya perumusan exit strategy pada PNPM-M Perkotaan dirumuskan pada bagian pemanfaatan dan pemeliharaan. Berdasarkan hasil dilapangan, kegiatan pemanfaatan dan pemeliharaan di Desa Cadasngampar dirumuskan dalam proposal pengajuan kegiatan untuk betonisasi jalan, kegiatan menjahit, dan pinjaman bergulir. Tim pemanfaatan dan pemeliharaan dibentuk dari dan oleh masyarakat sendiri yang berjumlah tujuh hingga delapan orang. Desain perumusan exit strategy PNPM-M Perkotaan sudah mengarah pada penyiapan kemandirian masyarakat secara jelas. Berdasarkan dokumen “Proposal Kegiatan” masyarakat dalam lokasi tempat kegiatan PNPM-M Perkotaan menjadi penggerak untuk melanjutkan pengembangan kegiatan setelah kegiatan selesai. Upaya untuk memandirikan masyarakat dalam melaksanakan pengembangan kegiatan setelah berakhir dipersiapkan sejak awal, sehingga masyarakat mengetahui dan sadar akan tugasnya setelah kegiatan dijalani. Berdasarkan hasil lapangan, KSM-KSM yang menjadi kelompok dalam menjalankan kegiatan yang diajukan seperti betonisasi jalan, kegiatan menjahit, dan pinjaman bergulir, dan telah membentuk tim pemanfaatan dan pemeliharaan pada saat pembuatan proposal, belum optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Salah satu contoh adalah bangunan betonisasi jalan yang dikerjakan telah mengalami kerusakan setelah 2 tahun dibangun di RT 4 RW 2, namun tidak ada aksi dari tim pemanfaatan dan pemeliharaan untuk melakukan kewajibannya. Sehingga struktur tim pemanfaatan dan pemeliharaan hanya sebagai formalitas saja. Hal ini tidak terjadi di satu RT saja, namun dibeberapa RT lainnya.
56
BAB VI HUBUNGAN TINGKAT KEMISKINAN TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI DALAM PNPM-M PERKOTAAN
6.1.
Kemiskinan Absolut Kemiskinan adalah fenomena sosial yang kompleks, berdimensi majemuk, dan
tidak mudah untuk dijabarkan dengan sebuah penjelasan definitif. Lembaga-lembaga yang berkepentingan untuk hal ini seperti Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik menjelaskan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar kebutuhan hidup tertentu. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang diukur dengan memperbandingkan tingkat pendapatan orang atau keluarga dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasar minimum. Dan sesorang atau keluarga itu dikatakan miskin jika pendapatannya kurang dari atau tidak mencapai pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang atau keluarga hidup secara layak.
6.1.1. Kemiskinan Absolut Menurut Indikator Nasional Penelitian untuk kemiskinan absolut menurut indikator nasional dilakukan dengan kriteria 14 variabel kemiskinan BPS dan diwakili 90 responden di Desa Cadasngampar Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor sebelum dan sesudah PNPM-M Perkotaan. Hasil yang peneliti lakukan, tidak terdapat responden yang memiliki luas lantai bangunan tempat tinggalnya kurang dari delapan m2 per orang. Terdapat 43,3 per sen dari keseluruh responden yang jenis lantai bangunan tempat tinggalnya terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. Hanya terdapat 3,3 per sen dari keseluruhan responden yang jenis dinding bangunan tempat tinggalnya dari bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/tembok tanpa plester. Terdapat 15,6 per sen dari keseluruhan responden yang fasilitas buang air besarnya tidak ada/menumpang rumah lain/atau secara bersama. Tidak terdapat satu pun responden yang sumber penerangan rumah tangganya bukan listrik. Terdapat 96,6 per sen dari keseluruhan responden menggunakan sumber air dari sumur/mata air, serta hanya terdapat 12,2 per sen yang bahan bakar untuk memasaknya memakai kayu bakar.
57
Selain itu juga terdapat 30,0 per sen dari keseluruhan responden yang konsumsi daging/ayam/susu per minggunya satu kali dalm seminggu. Terdapat 51,1 per sen dari keseluruhan responden yang hanya membeli satu stel pakaian dalam setahun. Terdapat 58,9 per sen dari keseluruhan responden yang frekuensi makan dalam satu hari hanya sanggup satu/dua kali. Tidak terdapat satu pun responden yang tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. Terdapat 41,6 per sen dari keseluruhan responden yang sumber penghasilan kepala keluarga keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp600.000,- per bulan. Terdapat 54,5 per sen dari keseluruhan responden pendidikan tertinggi kepala keluarganya adalan tidak bersekolah atau hanya sampai SD. Serta terdapat 26,7 per sen dari keseluruhan responden tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp500.000,- seperti sepeda motor kredit/non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Hanya terdapat 1,1 per sen dari keseluruhan responden yang dikatakan miskin bila dikategorikan menurut 14 kriteria rumah tangga miskin menurut BPS, dengan mengambil minimal 9 variabel didalamnya. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 10.
58
Tabel 10.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
9. 10. 11. 12. 13. 14.
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Kemiskinan Rumah tangga Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan PNPM-M Perkotaan Berdasarkan Indikator Nasional
Variabel Kemiskinan Sumber air minum
Karakteristik Kemiskinan
Sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan Frekuensi makan dalam Satu kali atau dua kali sehari sehari Pendidikan tertinggi Tidak sekolah/tidak tamat kepala rumah tangga SD/hanya tamatan SD Pembelian pakaian baru Tidak pernah membeli/satu setiap anggota rumah stel tangga setiap tahun Jenis lantai bangunan Tanah/bambu/kayu murahan tempat tinggal Lapangan pekerjaan petani dengan luas lahan 500 utama kepala rumah m2, buruh tani, nelayan, buruh tangga bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- per bulan Konsumsi Satu kali dalam seminggu daging/ayam/susu per mingu memiliki Kepemilikan aset/harta Tidak berggerak maupun tidak tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal bergerak Rp. 500.000,- (Lima Rus Ribu Rupiah), seperti sepeda motor kredit/non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Fasilitas tempat buang air Tidak besar ada/bersama/menumpang di rumah lain Bahan bakar untuk Kayu bakar/arang/minyak memasak tanah Jenis dinding bangunan Bambu/rumbai/kayu kualitas tempat tinggal rendah/tembok tanpa plester Sumber penerangan Bukan listrik rumah tangga Luas lantai bangunan Kurang dari delapan m2 per orang tempat tinggal Kemampuan membayar Tidak mampu membayar untuk berobat ke puskesmas/ poliklinik
Total 87
Persentase (%) 96.6
53
58.9
49
54.5
46
51.1
39
43.3
35
41.6
27
30.0
24
26.7
14
15.6
11
12.2
3
3.3
0
0
0
0
0
0
Tabel 10 menunjukkan bahwa karakteristik kemiskinan yang paling dominan di Desa Cadasngampar adalah sumber air minum warga berupa sumur/mata air tidak terlindung yaitu sebanyak 96,6 per sen yang mereka jadikan sebagai sumber utama
59
untuk memperoleh air. Serta tidak terdapatnya perbedaan atau perubahan dari 14 variabel tersebut sebelum maupun sesudah pelaksanaan kegiatan PNPM-M Perkotaan. Fakta yang peneliti temukan dilapangan, hasil dari kriteria kemiskinan dengan kehidupan yang dijalani responden sangat berbeda jauh. Sebagian besar warga Desa Cadasngampar pada umumnya lebih mengutamakan perlindungan untuk tempat tinggal daripada kebutuhan pangan. Jadi ketika menentukan rumah tangga mana yang termasuk miskin, sebagian besar langsung ditetapkan sebagai non miskin karena dari bangunan tempat tinggal saja sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai rumah tangga miskin seperti yang ditetapkan oleh BPS. Hal ini diperkuat oleh pernyataan salah seorang responden. ”warga sini yang penting punya rumah milik sendiri dulu, baru mikir makan dan lain-lainnya, ibarat luarnya bagus tetapi belum tentu didalamnya” (Rhn, 35 thn) Pernyataan ini juga ditambah kan oleh seorang responden lainnnya: ”Saya yang penting punya motor buat anak pergi kesekolah, biar pun motor kredit asal anak saya bisa kesekolah, walaupun makannya cuma tahu tempe”(AAG, 47 thn)
20 P e r s e n t a s e
17.8
18.9
18 14.4
16 14
12.2
12.2
12.2
12 10 8 4.4
6
5.6
4 2
1.1
1.1
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
9 dari 14 indikator rumahtangga miskin
Gambar 8. Tingkat Kemiskinan Menurut BPS Berdasarkan 9 Indikator Kriteria Warga Miskin
60
Lebih dari 30 per sen rumah tangga responden hanya mencapai 4 sampai 5 variabel sebagai rumah tangga miskin, sehingga banyak rumah tangga yang tidak tergolong sebagai rumah tangga miskin yang megharuskan pencapaian minimal 9 variabel. Jadi, peneliti berpendapat bahwa BPS memasang patokan yang rendah untuk menentukan rumah tangga miskin seperti di Desa Cadasngampar, sehingga perlu dilakukan pembenahan kriteria kemiskinan menurut wilayahnya masing-masing yang dapat mewakili kemiskinan masyarakat yang sebenarnya. Ke-14 kriteria ini sudah tidak relevan, tidak sanggup lagi menangkap realitas kemiskinan yang sebenarnya. Karena harus diakui, bahwa tingkat kebutuhan dan konsumsi masyarakat akan terus meningkat, terutama karena perkembangan ekonomi. Jika dulu, misalnya, TV dianggap barang mewah dan langka, maka sekarang setiap keluarga sudah hampir punya TV. Status kepemilikan bangunan tempat tinggal dikategorikan menjadi enam kategori, yaitu milik sendiri, kontrak, sewa, bebas sewa, rumah dinas, dan rumah milik orang tua. Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Tempat Tinggal dan Aspek Kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, 2011 Status Kepemilikan Tempat Tinggal Milik sendiri Milik orang tua Kontrak Sewa Bebas sewa Dinas Total
Aspek Kegiatan Lingkungan 24 6 0 0 0 0 30
Ekonomi 23 7 0 0 0 0 30
Total
Persentase (%)
Sosial 17 13 0 0 0 0 30
64 26 0 0 0 0 90
71.1 28.9 0 0 0 0 100.0
Sebagian besar warga yang tinggal dilokasi penelitian memiliki bangunan tempat tinggal milik sendiri, hal ini terbukti sebanyak 71,1 per sen responden mempunyai bangunan milik sendiri, tidak ada yang mengontrak atau bangunan sewa maupun bebas sewa juga rumah dinas. Bangunan milik sendiri didominasi oleh responden pada kegiatan lingkungan dan ekonomi. Sedangkan, sebagian kecil responden lainnya yaitu sebanyak 28,9 per sen yang baru menikah maupun yang belum menikah, masih menumpang dirumah milik orang tuanya atau sanak keluarga yang lain, hal ini ditunjukkan sebanyak 13 responden pada kegiatan sosial masih menumpang dirumah milik orang tua.
61
Jumlah anggota keluarga adalah semua orang yang berada dalam satu dapur, diukur dari jumlah penghuni yang tinggal di dalam rumah. Dalam penelitian ini sebaran jumlah anggota keluarga responden yang tinggal dalam satu rumah antara 2 sampai 9 orang. Kemudian jumlah anggota keluarga dirata-ratakan lalu dikategorikan kedalam golongan keluarga kecil bila ≤4 orang dan keluarga besar bila >4. Hasil penggolongan keluarga dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga dan Aspek Kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, 2011
Jumlah Anggota Keluarga ≤4 >4 Total
Lingkungan 20 10 30
Aspek Kegiatan Ekonomi 19 11 30
Total Sosial 19 11 30
58 32 90
Persentase (%) 64.5 35.5 100.0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 64,5 per sen responden termasuk ke dalam keluarga kecil, sedangkan sebanyak 35,5 per sen lainnya termasuk kedalam keluarga besar.
6.1.2. Kemiskinan Absolut Menurut Indikator Lokal Desa Cadasngampar telah mempunyai kriteria kemiskinan sendiri dari hasil diskusi bersama warga lainnya yang berhak menjadi penerima kegiatan PNPM-M Perkotaan. Dari hasil kesepakatan tersebut terdapat 8 kriteria rumah tangga miskin, yaitu: (1) Tidak mempunyai keterampilan, (2) Kerja serabutan/buruh kasar, (3) Tanggungan minimal 4 orang, (4) Penghasilan maksimal Rp500.000,- per bulan per rumah tangga, (5) Pendidikan maksimal tamat SD, (6) Pengangguran, (7) Tidak punya modal, dan (8) Rumah tidak layak huni: a. Atap bocor, b. Dinding bilik daging, c. Lantai plester, d. Tidak punya meter KWH Hasil penelitian terhadap kemiskinan absolut menurut indikator lokal, terdapat sebanyak 31,1 per sen dari keseluruhan responden tidak mempunyai keterampilan. Terdapat 10,0 per sen dari keseluruhan responden bekerja serabutan atau buruh kasar. Terdapat 64,5 per sen dari keseluruhan responden yang mempunyai tanggungan minimal 4 orang. Terdapat 28,6 per sen dari keseluruhan responden berpenghasilan kurang dari atau maksimal Rp500.000,- per bulan. Terdapat 54,4 per sen dari keseluruhan responden berpendidikan kurang dari atau maksimal SD. Terdapat 6,7 per
62
sen dari keseluruhan responden sebagai pengangguran. Terdapat 33,3 per sen dari keseluruhan responden tidak mempunyai modal. Terdapat 8,8 per sen dari keseluruhan responden yang mempunyai rumah dengan atap bocor. Terdapat 3,3 per sen dari keseluruhan responden yang mempunyai rumah dengan dinding bilik daging. Terdapat 5,5 per sen dari keseluruhan responden yang mempunyai rumah dengan lantai plester. Tidak terdapat responden yang mempunyai rumah dengan tidak mempunyai meter KWH. Bila dikategorikan menurut kemiskinan absolut berdasarkan indikator lokal, ternyata tidak terdapat responden yang dikatakan miskin menurut hasil kriteria kemiskinan yang disepakati bersama oleh masyarakat Desa Cadasngampar. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Variabel Kemiskinan Rumah tangga Berdasarkan Indikator Lokal Variabel Kemiskinan
Tanggungan minimal 4 orang Pendidikan maksimal SD Tidak punya modal Tidak mempunyai keterampilan Penghasilan maksimal Rp.500.00,- per bulan Kerja serabutan/buruh kasar Pengangguran Rumah tidak layak huni: a. Atap bocor b. Lantai plester c. Dinding bilik daging d. Tidak punya meter KWH
Total
Persentase (%)
58 49 30 28 24 9 6
64.5 54.4 33.3 31.1 28.6 10.0 6.7
8 5 3 0
8.8 5.5 3.3 0.0
Berdasarkan Tabel 14 Persentase terbanyak adalah keluarga yang memiliki tanggungan minimal 4 orang yaitu sebayak 64,5 per sen. Hasil penelitian mengidikasikan bahwa seluruh responden dalam kegiatan PNPM-M Perkotaan tidak tergolong kedalam rumah tangga miskin, yang sebenarnya menjadi sasaran utama dalam setiap kegiatan PNPM-M Perkotaan.
6.2.
Kemiskinan Relatif Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang lebih banyak ditentukan oleh
keadaan lingkungan dimana seseorang atau keluarga itu tinggal. Sehingga walaupun seseorang atau keluarga itu pendapatannya dapat memmenuhi kebutuhan dasar minimumnya, tetapi tergolong orang-orang yang berpendapatan lebih rendah
63
dibandingkan dengan keadaaan masyarakat di lingkungannya dan masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat di luar lingkungannya, maka seseorang atau keluarga tersebut berada dalam keadaan miskin. Berdasarkan hasil penelitian terdapat sebanyak 65,6 per sen yang dikategorikan sebagai rumah tangga miskin dan terdapat sebanyak 34,4 per sen yang dikategorikan sebagai rumah tangga non miskin, seperti pada Tabel 14. Tabel 14.
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kemiskinan Relatif
Status Sosial Miskin Non Miskin Total
Total 59 31 90
Persentase (%) 65.6 34.4 100.0
Jumlah rumah tangga miskin menurut kemiskinan relatif sangat berbeda jauh dibandingkan kemiskinan absolut menurut indikator nasional dan lokal. Hal ini disebabkan komponen yang dibandingkan tidak hanya dalam segi ekonomi atau pendapatan saja tetapi juga dari nilai kepuasan psikologis dan sosial. Suatu kelemahan dari konsep kemiskinan relatif ini bahwa kemiskinan itu akan selalu berada di antara kita dan setiap waktu akan selalu terdapat sejumlah per sen dari jumlah penduduk yang dikategorikan kelompok miskin.
6.3.
Ketepatan Sasaran dalam PNPM-M Perkotaan Melihat latar belakang PNPM-M Perkotaan yang tercipta untuk menanggulangi
kemiskinan secara berkelanjutan dan menuju pada salah satu prinsip PNPM-M Perkotaan yang berorientasi pada masyarakat miskin, dimana semua kegaiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Tetapi tidak demikian dengan hasil penelitian dilapangan. Jika peneliti menggunakan kemiskinan absolut berdasarkan indikator nasional dari 14 kriteria rumah tangga miskin BPS, maka hanya ditemukan sebanyak 1,1 per sen yang berstatus sebagai rumah tangga miskin. Jika peneliti menggunakan kemiskinan absolut berdasarkan indikator lokal dari 8 kriteria rumah tangga miskin menurut kesepakatan masyarakat Desa Cadasngampar, maka tidak ditemukan responden yang termasuk ke dalam kategori rumah tangga miskin. Sedangkan kemiskinan relatif sebanyak 65,6 per sen tergolong sebagai rumah tangga miskin. Karena setiap indivu penerima kegiatan PNPM-M Perkotaan ‘mengkategorikan’
64
dirinya miskin dalam derajat yang berbeda-beda, dimana derajat ketepatan sasarannya juga berbeda-beda pula bagi setiap individu. Maka dapat dikatakan bahwa kegiatan PNPM-M Perkotaan kurang tepat atau salah
sasaran.
Dibutuhkan
kerjasama
antara
Faskel
yang
bertanggungjawab
mendampingi desa Cadasngampar dengan BKM yang telah ada didalamnya, untuk menjadikan kegiatan PNPM-M Perkotaan yang dilakukan memang 100 per sen masyarakat miskinnya menjadi sasaran utama. Fakta lain yang peneliti temukan dilapangan, untuk aspek lingkungan memang tidak bisa hanya difokuskan kepada warga miskin, karena jalan adalah milik umum dan penggunanya adalah seluruh warga Desa Cadasngampar, tetapi memang diperuntukkan agar miskin khususnya dapat bermobilsasi yang dapat meningkatkan pendapatannya. Tetapi pada aspek ekonomi dan sosial, terdapat ketidaksesuaian sasaran, dan kecurangan dari warga. Karena yang peneliti amati terdapat beberapa warga yang mengaku miskin (yang menjadi syarat utama kegiatan) agar dapat meminjam dana bergulir maupun mengikuti kegiatan menjahit.
6.4.
Tingkat Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat dapat ditunjukkan oleh terjadinya pembagian ulang
kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia kegiatan dan kelompok masyarakat penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut bertingkat, sesuai dengan gradasi derajat wewenang dan tanggungjawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan menurut Arsntein (1969). Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkatan Partisipasi Arstein Tingkat Partisipasi Konsultasi Penenangan Pemberitahuan Kemitraan Pendelegasian Kekuasaan Manipulasi Kontrol Masyarakat Terapi Total
Total 38 31 9 7 3 1 1 0 90
Persentase (%) 42.2 34.4 10.0 7.8 3.3 1.1 1.1 0.0 100.0
65
a. Manipulasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya terdapat sebanyak 1,1 per sen dari keseluruhan responden yang berada pada tingkat manipulasi atau dikatakan tidak ada partisipasi. Hal ini menyatakan bahwa hanya ada 1 responden yang berada pada aspek ekonomi yang
mencapai pada tingkat
manipulasi, responden tersebut tidak pernah melakukan kegiatan produktif seperti yang harus dilakukannya karena telah mendapatkan dana yang telah dipinjamkan, tetapi namanya hanya ‘dipinjam’ oleh saudaranya yang tidak mempunyai KTP untuk bisa melakukan pinjaman. Berikut pernyataan responden yang partisipasinya hanya pada tingkat manipulasi:
“ Saya sih sebenarnya gak pernah minjem neng, itu sodara saya yang minjem pake KTP saya, karena dia ga punya KTP. Jadi, saya gak tau menau tentang bagaimana prosesnya” (AAG,47 thn) Kenyataan ini memperlihatkan bahwa terdapat kecurangan dari ‘bawah’ tentang penyalahgunaan sistem simpan pinjam oleh PNPM-M Perkotaan, dimana seharusnya anggota KSM yang telah melakukan pinjaman harus membuat usaha kegiatan produktif agar dapat membantu perekonomian keluarga mereka.
b. Terapi Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat responden yang berada pada taingkat partisipasi ini. Tingkat ini dikatakan sebagai tingkatan tidak adanya partisipasi, dimana pada level ini telah ada komunikasi namun masih bersifat terbatas. Insiatif datang dari penyelenggara program.
c. Pemberitahuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya terdapat sebanyak 10,0 per sen dari keseluruhan responden yang berada pada tingkat pemberitahuan atau dikatakan tokenisme/sekedar justifikasi agar mengiyakan. Hal ini menyatakan bahwa ada 9 responden yang berada pada tingkat pemberitahuan, dimana fasilitator PNPM-M Perkotaan tingkat desa arau bagian dari BKM hanya
66
memberikan sosialisasi terhadap kegiatan betonisasi jalan, usaha simpan pinjam, dan kegiatan menjahit, yang sebelumnya telah disampaikan oleh Faskel kepada BKM kepada masyarakat.
d. Konsultasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 42,2 per sen dari keseluruhan responden yang berada pada tingkat konsultasi atau dikatakan tokenisme/sekedar justifikasi agar mengiyakan. Hal ini menyatakan bahwa ada 38 responden yang berada pada tingkat konsultasi, dimana responden diberikan pendampingan oleh pihak fasilitator terkait ketiga kegiatan yang dilakukan. Pada saat warga bermusyawarah terkait perumusan masalah yang dilaksanakan di Desa Cadasngampar, warga menyampaikan pandangannya terhadap wilayahnya. Disini warga sudah menyuarakan masalah-masalah apa saja yang ingin ditangani, tetapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Karena belum tentu semua masalah yang mereka suarakan dapat terlaksana, harus ada peyaringan masalah yang menjadi prioritas bagi mereka yang dipimpin oleh Faskel PNPM-M Perkotaan. Seperti yang diungkapkan salah seorang anggota BKM.
“ Kita disini bersama-sama, baik masyarakat, anggota BKM dan Faskel untuk mencari permasalahan apa yang terjadi di Desa ini, kemudian kami catat satu per satu,lalu kami pilih lagi permasalahan apa yang menjadi prioritas untuk segera dilaksanakan” (RBS, 35 thn) e. Penenangan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 34,4 per sen dari keseluruhan responden yang berada pada tingkat penenangan atau dikatakan tokenisme/sekedar justifikasi agar mengiyakan. Hal ini menyatakan bahwa ada 31 responden yang berada pada tingkat penenangan, dimana reponden dari ketiga aspek telah melakukan komunikasi yang baik dengan fasilitator PNPM-M Perkotaan. Masyarakat memberikan usulan kegiatan, tetapi tim Faskel yang menentukan kelayakan dari usulan kegiatan yang diajukan oleh warga. Disini Faskel menyuarakan bahwa akan ada kucuran dana dari APBN untuk membantu masyarakat miskin di Desa Cadasngampar, jadi masyarakat sudah pasti akan
67
melaksanakan kegiatan yang telah disuarakan oleh tim fasilitator PNPM-M Perkotaan.
f. Kemitraan Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya terdapat sebanyak 7,8 per sen dari keseluruhan responden yang berada pada tingkat kemitraan atau dikatakan tingkat kekuasaan ada di masyarakat. Hal ini menyatakan bahwa hanya 7 responden yang berada pada tingkat kemitraan. Disini responden mewujudkan keputusan bersama. Sebelumnya, seluruh kegiatan yang telah disusun, disepakati oleh warga dengan cara bermusyawarah atau ‘duduk berdampingan’ dibantu oleh Faskel dan BKM yang mendampingi warga dalam merumuskan serta menentukan prioritas masalah yang ingin dilakukan di Desa Cadasngampar.
g. Pendelegasian Kekuasaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya terdapat sebanyak 3,3 per sen dari keseluruhan responden yang berada pada tingkat pendelegasian kekuasaan atau dikatakan tingkat kekuasaan ada di masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa hanya ada 3 responden pada kegiatan lingkungan dan sosial yang berada pada tingkat pendelegasian kekuasaan ini. Disini responden melakukan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta menikmati hasil dari kegiatan yang mereka jalani. Serta responden tersebut sangat mengetahui kegiatan PNPM-M Perkotaan juga ada yang menjadi anggota BKM, maka yang dirasakan adalah mereka lah yang harus mewujudkan program yang telah ditetapkan untuk bersama, karena mereka merasa bertanggungjawab terhadap amanah yang diemban.
h. Kontrol Masyarakat Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya terdapat 1,1 per sen dari keseluruhan responden atau hanya 1 reponden yang berada pada tingkat kontrol masyarakat atau dikatakan tingkat kekuasaan ada di masyarakat. Pada tingkat ini, masyarakat mengelola semua kegiatan tanpa campur tangan dari Faskel
68
PNPM-M Perkotaan. Tapi, kenyataannya hal ini sulit untuk terwujud tanpa adanya campur tangan tim Faskel PNPM-M Perkotaan. Berikut disajikan Tabel 15 yang memperlihatkan tingkat partisipasi masyarakat Desa Cadasngampar terhadap PNPM-M Perkotaan berdasarkan persentase terbesar. Penyajian pada Tabel 15 menunjukkan bahwa tingkatan partisipasi tertinggi masyarakat Desa Cadasngampar mencapai 42,2 per sen dari keseluruhan responden, yaitu pada tingkat konsultasi. Sedangkan yang terendah berada pada tingkat manipulasi dan kontrol masyarakat yaitu sebesar 1,1 per sen, dan tidak satu pun responden pada tignkat terapi. Secara keseluruhan tingkat partisipasi penerima kegiatan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar berada pada tahap tokenism dimana fasilitator PNPM-M Perkotaan dan penerima program saling bertukar pendapat, namun pendapat penerima program belum dijamin dapat direalisasikan, karena terdapat beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh fasilitator. Tersaji tangga partisipasi masyarakat yang dapat dilihat pada Gambar 10.
1,1% 3,3% 7,8% 34,4% 42,2% 10% 0% 1,1%
7. Pendelegasian …………………
6. Kemitraan ………………………………..
5. Penenangan ........
4. Konsultatif ………………...
3. Pemberitahuan ……………………....
2. Terapi …….
1. Manipulatif ………….
8. Kontrol Masyarakat ...
Degree of nonparticipation = 1,1%
Sumber: Arsntein dalam Hasim dan Remiswal (2009)
Gambar 10. Tangga Partisipasi Masyarakat
Degree of tokenism = 86,6%
Degree of citizen power = 12,2%
69
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan di Desa Cadasngampar terbagi kedalam tiga aspek kegiatan, yaitu aspek lingkungan, sosial dan ekonomi khusus untuk warga miskin. Telah dijelaskan sebelumnya, kemiskinan yang diteliti adalah kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
Kemiskinan absolut
dibedakan menjadi kemiskinan absolut menurut indikator nasional dan indikator lokal. Kemiskinan absolute menurut indicator nasional memakai 14 kriteria rumah tangga miskin BPS yang dihubungkan dengan partisipasi mereka dalam kegiatan PNPM-M Perkotaan menurut delapan tingkat partisipasi Arstein. Berikut hipotesis dalam kemiskinan absolut menurut indikator nasional terhadap partisipasi masyarakat:
H0= Tidak ada hubungan antara tingkat kemiskinan masyarakat menurut indikator nasional dan tingkat partisipasi dalam PNPM-M Perkotaan. H1= Terdapatnya hubungan antara tingkat kemiskinan masyarakat menurut indikator nasional dan tingkat partispasi dalam PNPM-M Perkotaan.
Tingkat kemiskinan yang dimaksud adalah jika responden yang semakin miskin akan berusaha untuk berpartisipasi dalam kegiatan program pemberdayaan pemerintah seperti PNPM-M Perkotaan, karena masyarakat miskin yang membutuhkan pertolongan untuk membenahi kehidupan mereka. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Sig. (2-tailed) hitung sebesar 0.084 > alpha (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi, tingkat kemiskinan responden menurut indikator nasional tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi dalam kegiatan PNPM-M Perkotaan. Nilai koefisien korelasi (Correlation Coefficient) hitung bernilai negatif. Artinya, hubungan antara kedua variabel berkebalikan. Tingkat kemiskinan masyarakat tidak ada hubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat. Nilai koefisien korelasi hitung sebesar (-0,183) < (0,5). Hal ini menujukkan lemahnya hubungan antara tingkat kemiskinan dengan tingkat partisipasi. Kemudian tingkat kemiskinan absolut menurut indikator lokal juga akan dihubungkan dengan tingkat partisipasi masyarakat terhadap PNPM-M Perkotaan. Berikut hipotesis dalam kemiskinan absolut menurut indikator lokal partisipasi masyarakat:
terhadap
70
H0= Tidak ada hubungan antara tingkat kemiskinan masyarakat menurut indikator lokal dan tingkat partisipasi dalam PNPM-M Perkotaan. H1= Terdapatnya hubungan antara tingkat kemiskinan masyarakat menurut indikator lokal dan tingkat partispasi dalam PNPM-M Perkotaan.
Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Sig. (2-tailed) hitung sebesar 0.416 > alpha (0,05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi , tingkat kemiskinan responden menurut indikator lokal tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi dalam kegiatan PNPM-M Perkotaan. Nilai koefisien korelasi (Correlation Coefficient) hitung bernilai negatif. Artinya, hubungan antara kedua variabel berkebalikan. Tingkat kemiskinan masyarakat tidak ada hubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat. Nilai koefisien korelasi hitung sebesar (-0,087) < (0,5). Hal ini menujukkan lemahnya hubungan antara tingkat kemiskinan dengan tingkat partisipasi. Tingkat kemiskinan relatif juga akan dihubungkan dengan tingkat partisipasi masyarakat terhadap PNPM-M Perkotaan. Berikut hipotesis dalam kemiskinan relatif terhadap partisipasi masyarakat:
H0= Tidak ada hubungan antara tingkat kemiskinan masyarakat secara relatif dan tingkat partisipasi dalam PNPM-M Perkotaan. H1= Terdapatnya hubungan antara tingkat kemiskinan masyarakat secara relatif dan tingkat partispasi dalam PNPM-M Perkotaan. Hasil uji korelasi Rank Spearman, diperoleh nilai Sig. (2-tailed) hitung sebesar 0.07 > alpha (0,05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi , tingkat kemiskinan responden secara relatif tidak memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi dalam kegiatan PNPM-M Perkotaan. Nilai koefisien korelasi (Correlation Coefficient) hitung diperoleh sebesar 0.284 < (0,5). Hal ini menunjukkan lemahnya hubungan antara tingkat kemiskinan dengan tingkat partisipasi. Lamanya keterlibatan dalam program diartikan jangka waktu responden berperan serta dalam PNPM-M Perkotaan. Menurut hasil perhitungan rata-rata pada masing-masing aspek yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial, didapatkan rendah
71
tingginya keikutsertaan responden dalam kegiatan seperti yang tersaji pada Tabel 16, Tabel 17, dan Tabel 18. Tabel 16.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lama Keterlibatan Pada Aspek Kegiatan Lingkungan PNPM-M Perkotaan Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Tahun 2011
Lingkungan ≤ 8 hari >8 hari Total
Total 17 13 30
Persentase (%) 56.7 43.3 100.0
Menurut hasil perhitungan rata-rata, sebanyak 56,7 per sen dari 30 responden aspek lingkungan memiliki keterlibatan yang rendah atau hanya berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi program, maupun pengerjaan kegiatan betonisasi jalan kurang dari 8 hari. Batas pengerjaan betonisasi jalan pada setiap KSM/RT berbeda-beda, namun pengerjaan tertinggi sebanyak 20 hari. Tabel 17.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lama Keterlibatan Pada Aspek Kegiatan Ekonomi PNPM-M Perkotaan Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Tahun 2011
Ekonomi ≤ 211 hari >211 hari Total
Total 19 11 30
Persentase (%) 63.3 36.7 100.0
Menurut hasil perhitungan rata-rata, sebanyak 63,3 per sen dari 30 responden aspek ekonomi memiliki keterlibatan yang rendah atau hanya berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan usaha produktif kurang dari 211 hari. Batas peminjaman bergulir pada setiap KSM berbeda-beda, namun peminjaman dengan kterlibatan yang lama adalah selama 2 tahun. Besarnya pesentase terhadap rendahnya keterlibatan responden terhadap kegiatan simpan pinjam, disebabkan oleh sulitnya responden dalam proses pengembalian uang yang hanya mempunyai waktu dalam 4 sampai 8 bulan. Namun, PUK akan memberlakukan peminjaman dalam kurun waktu 10 bulan, yang dianggap dapat membantu peminjam mengembalikan uang tepat pada waktunya. Tabel 18.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Lama Keterlibatan Pada Aspek Kegiatan Sosial PNPM-M Perkotaan Desa Cadasngampar, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Tahun 2011 Sosial
> 19 hari ≤ 19 hari Total
Total 17 13 30
Persentase (%) 56.7 43.3 100.0
72
Menurut hasil perhitungan rata-rata, sebanyak 56,7 per sen dari 30 responden aspek sosial memiliki keterlibatan yang tinggi dalam kegiatan menjahit. Kegiatan menjahit dilakukan selama 26 hari, dan hanya berjalan dalam 1 bulan. Karena pelatihan ini membutuhkan peralatan mesin jahit, sehingga hanya dapat disewakan dalam satu bulan dan setelah pelatihan selesai, diharapkan masyarakat dapat belajar mandiri untuk melatih kembali keterampilan dirinya dalam menjahit.
73
BAB VII HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI TERHADAP TINGKAT KEBERDAYAAN MASYARAKAT
Partisipasi masyarakat miskin yang difokuskan dalam penelitian ini adalah partisipasi terhadap keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta dalam menikmati hasil yang diuraikan satu per satu dalam delapan tingkat partisipasi Arsntein yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Tingkat keberdayaan masyarakat Desa Cadasngampar diukur dari perubahan sebelum dan sesudah kegiatan PNPM-M Perkotaan dilaksanakan, yang dilihat dari perbedaan pada tingkat pendapatan, perubahan pada tingkat kepemilikan aset, perubahan pada pola konsumsi, dan perubahan pada mata pencaharian dan modal usaha. Dari hasil penelitian dilapangan terhadap tingkat pendapatan, peneliti melihat pendapatan dari hasil pengeluaran per bulan responden yang dilihat sebelum dan sesudah pelaksanaan PNPM-M Perkotaan. Tidak terdapat perubahan yang signifikan dalam pendapatan masyarakat Desa Cadasngampar sebelum maupun sesudah PNPM-M Perkotaan. Rata-rata pendapatan reponden mencapai Rp651.200,- per bulannya.
Tetap
Berubah (menurun)
Berubah (meningkat)
5% 5%
90%
Gambar 11. Perubahan Pendapatan Sebelum dan Sesudah PNPM-M Perkotaan
Berdasarkan Gambar 11 sebanyak 90 per sen responden tidak mengalami perubahan pada tingkat pendapatannya, hanya sebanyak 10 per sen yang mengalami
74
perubahan pada tingkat pendapatan baik karena faktor internal maupun faktor eksternal yang menyebabkan menurun dan meningkatnya pendapatan responden. Contoh faktor internal terhadap responden yang pendapatannya menurun yang diungkapkan salah satu reponden yang mengikuti aspek lingkungan atau kegiatan betonisasi jalan adalah sebagai berikut. “Dulu sebelum tahun 2009 saya masih bisa menghidupi keluarga saya dengan berkecukupan, karena dulu saya bekerja sebagai kontraktor. Kemudian saya pindah ke Desa Cadasngampar dan dengan pekerjaan yang serabutan sangat jelas pendapatan saya sangat jauh dari sebelumnya” (DM, 58 thn) Faktor internal sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan adanya pelaksanaan PNPM-M Perkotaan. Sementara faktor eksternal dari peningkatan pendapatan responden disebabkan oleh adanya bantuan dana dari PNPM-M Perkotaan seperti yang diungkpakan salah satu reponden di bawah ini.
“Alhamdulilah neng, setelah ikut kegiatan simpan pinjam dari PNPM selama 4 bulan, saya bisa menambah jumlah sayur-sayuran yang mau dijualin, jadi memang ada sedikit perbedaan pendapatan saya untuk sekarang ini. ” (ERS, 40 thn) Jenis pekerjaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lingkup kegiatan yang dilakukan responden dalam memnuhi kebutuhan sehari-hari yang dapat menghasilkan pendapatan.
75
Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden di Desa Cadasngampar Kecamatan Sukaraja Kabuapten Bogor Berdasarkan Jenis Pekerjaan Sebelum PNPM-M Perkotaan Pekerjaan Ibu RT perdagangan besar dan eceran transportasi, pergudangan, dan komunikasi Konstruksi Tidak mempunyai pekerjaan penyediaan akomodasi/makanan dan minuman Buruh Pertanian real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan jasa kemasyarakatan, sosial, budaya, dan perorangan industri pengolahan administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial jasa pendidikan jasa kesehatan dan kegiaran sosial
Aspek Kegiatan Lingkungan Ekonomi 1 9 1 12 3 3
jasa perorangan yang melayani rumah tangga Listrik, gas, dan air Perantara Keuangan Badan internasional dan badan esktra internasional lainnya Perikanan Pertambangan dan penggalian Total
Total Sosial 21 0 1
31 13 7
Persentase (%) 34.4 14.8 7.8
7 0 3
0 0 1
0 6 0
7 6 4
7.8 6.7 4.4
3 3 2
1 0 1
0 0 0
4 3 3
4.4 3.3 3.3
3
0
0
3
3.3
2 2
1 0
0 0
3 2
3.3 2.2
0 0
0 1
2 0
2 1
2.2 1.1
0
1
0
1
1.1
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0.0 0.0 0.0
0 0 30
0 0 30
0 0 30
0 0 90
0.0 0.0 100.0
Responden pada aspek kegiatan lingkungan didominasi oleh pekerjaan dibidang kontruksi atau lebih sering disebut sebagai tukang bangunan, untuk kegiatan ekonomi pekerjaan responden didominasi dengan pekerjaan sebagai pedagang besar dan eceran yang memang menjadi pilihan mereka karena sudah diberikan dana pinjaman untuk membuka usaha. Sedangkan pada kegiatan sosial, reponden sangat didominasi dengan pekerjaan sebgai ibu rumah tangga.
76
Tabel 20.
Jumlah dan Persentase Responden di Desa Cadasngampar Kecamatan Sukaraja Kabuapten Bogor Menurut Jenis Pekerjaan Sesudah PNPM-M Perkotaan Pekerjaan
Ibu RT perdagangan besar dan eceran Konstruksi transportasi, pergudangan, dan komunikasi Tidak mempunyai pekerjaan Buruh real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan penyediaan akomodasi/makanan dan minuman industri pengolahan jasa kemasyarakatan, sosial, budaya, dan perorangan administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial jasa pendidikan Pertanian jasa kesehatan dan kegiaran sosial jasa perorangan yang melayani rumah tangga Badan internasional dan badan esktra internasional lainnya Perikanan Pertambangan dan penggalian Listrik, gas, dan air Total
Aspek Kegiatan Lingkungan Ekonomi 1 9 1 12 8 1 3 3
Total Sosial 21 0 0 1
32 13 9 7
Persentase (%) 35.5 14.8 10.0 7.8
0 3 2
0 1 1
6 0 0
6 4 3
6.7 4.4 3.3
3
0
0
3
3.3
2 3
1 0
0 0
3 3
3.3 3.3
2
0
0
2
2.2
0 2 0 0
0 0 1 1
2 0 0 0
2 2 1 1
2.2 2.2 1.1 1.1
0
0
0
0
0.0
0 0 0 30
0 0 0 30
0 0 0 30
0 0 0 90
0.0 0.0 0.0 100.0
Berdasarkan hasil perbandingan pekerjaan sebelum dan sesudah PNPM-M Perkotaan tidak ada perubahan mata pencaharian yang signifikan yang dilakukan oleh responden. Pekerjaan atau mata pencaharian yang dilakukan sebagian besar sama dengan pekerjaan sebelum dilakukannya PNPM-M Perkotaan. Perubahan pada tingkat kepemilikan aset sebelum dan sesudah adanya PNPMM Perkotaan sama sekali tidak menunjukkan adanya pergeseran menurun maupun meingkat. Sebanyak 100 per sen responden memiliki aset yang sama sebelum dan sesudah pelaksanaan PNPM-M Perkotaan. Tingkat keberdayaan lain yang diukur dari perubahan pada pola konsumsi sebelum dan sesudah PNPM-M Perkotaan, dinilai dari mengkonsumsi beras, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, buah-buahan, serta mengkonsumsi makanan dan minuman ringan.
77 Tetap
Berubah (menurun)
Berubah (meningkat)
2% 5%
93%
Gambar 12. Perubahan pada Pola Konsumsi Sebelum dan Sesudah PNPM-M Perkotaan Berdasarkan Gambar 12, sebagian besar reponden yaitu sebanyak 93 per sen responden mempunyai pola konsumsi yang sama atau tidak memiliki perbedaan sebelum dan sesudah pelaksanaan PNPM-M Perkotaan, hanya sebagian kecil responden yaitu sebanyak 7 per sen yang mengalami perubahan pada pola konsumsi baik karena faktor internal maupun faktor eksternal yang menyebabkan menurun dan meningkatnya pola konsumsi responden. Tolok ukur tingkat keberdayaan yang terakhir adalah perubahan pada mata pencaharian dan modal usaha sebelum dan sesudah pelaksanaan PNPM-M Perkotaan. Tetap
Berubah
2%
98%
Gambar 13.
Perubahan pada Mata Pencaharian dan Modal Usaha Sebelum dan Sesudah PNPM-M Perkotaan
78
Berdasarkan Gambar 13, sebagian besar responden yaitu sebanyak 98 per sen memiliki mata pencaharian yang sama sebelum dan sesudah pelaksanaan PNPM-M Perkotaan, hanya 2 per sen responden saja yang mengalami perubahan pada mata pencaharian dan mosal usaha baik karena faktor internal maupun faktor eksternal yang menyebabkan menurun dan meningkatnya pada mata pencaharian dan modal usaha responden. Delapan tingkat parrtisipasi Arsntein akan dihubungkan kepada tingkat keberdayaan. Berikut hipotesis dalam tingkat partisipasi dengan tingkat perubahan pendapatan: H0 =
Tidak ada hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan responden dalam pelaksanaan PNPM-M Perkotaan.
H1 =
Terdapatnya hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan responden dalam pelaksanaan PNPM-M Perkotaan. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Sig. (2-tailed) hitung sebesar
0.217 > alpha (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi , tingkat partisipasi responden tidak mempunyai hubungan dengan tingkat keberdayaan responden dalam pelaksanaan PNPM-M Perkotaan. Nilai koefisien korelasi (Correlation Coefficient) hitung diperoleh sebesar 0.131 < (0.5). Hal ini menunjukkan lemahnya hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat keberdayaan responden
79
BAB VIII PENUTUP
8.1 Kesimpulan PNPM-M Perkotaan yang dilaksanakan di Desa Cadasngampar dilakukan berdasarkan pmebelajaran aspek tridaya yang bersifat open menu, yaitu dikelompokkan dalam aspek lingkungan (betonisasi jalan), aspek ekonomi (pinjaman bergulir), dan aspek sosial (kegiatan menjahit) yang saat ini tengah dijalankan. Pelaksanaan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar belum sejalan dengan konsep CDD dimana pengambilan keputusan berada ditangan masyarakat. Kemiskinan di Desa Cadasngmpar dibedakan menjadi kemiskinan absolut menurut indikator nasional, berdasarkan 14 karakteristik rumah tangga miskin BPS. Kemiskinan absolut menurut indikator lokal berdasarkan 8 kriteria rumah tangga miskin menurut kesepakatan masyarakat Desa Cadasngampar. Serta kemiskinan relatif berdasarkan perbandingan keadaan dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya terdapat sebanyak 1,1 per sen dari keseluruhan responden yang dinyatakan miskin berdasarkan kemiskinan absolut menurut indikator nasional, tidak terdapat satu pun responden yang terkategorikan sebagai kemiskinan absolut menurut indikator lokal, dan terdapat sebanyak 65,6 per sen yang dikategorikan sebagai rumah tangga miskin berdasarkan kemiskinan relatif. Tingkat partisipasi masyarakat Desa Cadasngampar dalam implementasi PNPMM Perkotaan berada pada tingkat consultation. Fasilitator PNPM-M Perkotaan tingkat desa atau bagian dari BKM hanya memberikan sosialisasi terhadap kegiatan betonisasi jalan, usaha simpan pinjam, dan kegiatan menjahit, yang sebelumnya telah disampaikan oleh Faskel kepada BKM. Kemudian responden diberikan pendampingan oleh pihak fasilitator terkait ketiga kegiatan yang dilakukan. Pasa saat warga bermusyawarah terkait perumusan masalah yang dilaksanakan di Desa Cadasngampar, warga menyampaikan pandangannya terhadap wilayahnya. Disini warga sudah menyuarakan masalah-masalah apa saja yang ingin ditangani, tetapi masih bersifat partisipasi yang ritual, karena belum tentu semua masalah yang mereka suarakan dapat terlaksana, harus ada peyaringan masalah yang menjadi prioritas bagi mereka yang dipimpin oleh Faskel PNPM-M Perkotaan.
80
Seluruh hasil korelasi Rank Spearman terhadap hubungan tingkat kemiskinan dan tingkat partisipasi serta hubungan tingkat partisipasi terhadap tingkat keberdayaan menolak semua hipotesis. Hasil penelitian menyatakan Tidak terdapat hubungan antara tingkat kemiskinan dan tingkat partisipasi serta juga tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat keberdayaan.
8.2 Saran Adapun saran yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah: 1. Karakteristik kemiskinan BPS yang berisikan 14 variabel didalamnya tidak cocok digunakan di desa yang berada dalam daerah perkotaan, karena patokan yang ditentukan terlalu rendah bagi daerah perkotaan. Perlu dilakukan pembenahan kembali bagi BPS untuk menentukan karakteristik yang dapat dipakai secara nasional, namun dibedakan antara karakteristik kemiskinan pedesaan dan karakteristik kemiskinan perkotaan. 2. Pihak Fasilitator PNPM-M Perkotaan atau Faskel yang bertanggungjawab bagi desa binaannya perlu mendampingi dan memantau setiap kegiatan yang akan dan sedang dilaksanakan, agar bisa memastikan bahwa kegiatan yang dijalankan tidak salah sasaran dan berjalan sesuai hasil yang diharapkan. 3. Pihak BKM Karya Mandiri perlu melakukan publikasi yang luas untuk seluruh desa agar tidak terdapat warga yang buta informasi terhadap rencana pelaksanaan kegiatan PNPM-M Perkotaan.
81
DAFTAR PUSTAKA
Agusta Ivanovich. Kritik atas Komunikasi Pembangunan dan Program Pengembangan Kecamatan. Arnstein R Sherry. 1969. A Ladder of http://pdfserve.informaworld.com/222727__787379321.pdf
Citizin
Participation.
Dewantara dkk. 1995. Kemiskinan dan Kesenjangan, Yogyakarta: Aditya Medya. Guhardja Suprihatin. 1993. Pengembangan Sumber Daya Keluarga. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia Hasim dan Remiswal. 2009. Community Development Berbasis Ekosistem. Jakarta: Diadit Media Hikmat H. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Humaniora Utama Press. Horton BP. 1987. Sosiologi. Jakarta: Erlangga. Ife J dan & Tesoriero F. 2008. Community Development, Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ife Jim. 2002. Community Development, Creating Community Alternatives. Melbourne: Longman. Krisdyatmiko S. Eko. 2006. Kaya Proyek Miskin Kebijakan. Yogyakarta: Institut for Research and Empowerment. Maskun Sumitro. 1997. UDKP sebagai sarana pemenuhan kebutuhan pokok Rakyat Desa. Yogyakarta: Aditya Media Mubyarto. 1994. Keswadayaan Desa Tertinggal. Yogyakarta: Aditya Media P3PK Universitas gajah Mada. Muchlis, Fuad. 2009. Analisis Komunikasi Partisipatif Dalam Program Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus pada Implementasi Musyawarah dalam PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Teluk Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari). Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Mudiyono dkk. 2005. Dimensi-Dimensi Masalah Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: AMD Press Yogyakarta.
82
Nasdian Fredian Tonny. 2003. Materi Kuliah Pengembangan Masyarakat. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Operations Evaluation Department. 2003. Community-Driven Development: A Study Methodology. World Bank. Washington DC Rusli Said. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES Setiawan Bobi B. 2005. Hak Masyarakat dalam Proses Penyusunan dan Implementasi Kebijakan Tata Ruang. http://www.psppr-ugm.net/jurnalpdf/Bobi.pdf. Singarimbun dan Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Suharto ES. 2003. Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial. Bandung: Penerbit Alfabeta. Suharto Edi.2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama. Tyas dkk. 2008. Keberlanjutan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan (Seminar Nasional, Yogyakarta 25-26 Juli 2008). Yogyakarta. Zoeboir Zuryawan Isvandir. 2008. Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Peraturan Daerah. [Internet]. [diunduh 20 Februari 2011]. Dapat diunduh dari: http://zuryawanisvandiarzoebir.wordpress.com/2008/08/13/proposal-penelitian partisipasi-masyarakat-dalam-penyusunan/ Yudhoyono dan Harniati. 2004. Pengurangan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta. Brighten Press. http://www.bps.go.id/ diunduh pada 10 November 2010.
http://www.google.com.community driven development/ diunduh pada 24 November 2010. http://www.p2kp.org/ diunduh pada 28 Februari 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Sensus_Penduduk_Indonesia_2010 diunduh pada 13 Juni 2011. http://sukabumikab.bps.go.id/tentang-bps/81-jumlah-penduduk-miskin-jawa-barat maret-2010.html diunduh pada 12 Maret 2011
83
http://indosdm.com/fasilitator-peranan-fungsi-dan-teknik-komunikasi diunduh pada 25 Februari 2011.
LAMPIRAN
84
Lampiran 1
HASIL UJI KORELASI RANK SPEARMAN 1.Korelasi Tingkat Kemiskinan Absolut Menurut Indikator Nasional Terhadap Tingkat Partisipasi Menurut Arstein Correlations Tingkat kemiskinan indikator nasional Spearman's rho
Tingkat kemiskinan indikator nasional
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat partisipasi Arsntein
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat partisipasi Arsntein
1.000
-.183
.
.084
90
90
-.183
1.000
.084
.
90
90
2. Korelasi Tingkat Kemiskinan Absolut Menurut Indikator Lokal Terhadap Tingkat Partisipasi Menurut Arstein Correlations Tingkat kemiskinan absolut menurut indikator lokal Spearman's rho
Tingkat kemiskinan absolut menurut indikator lokal
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat partisipasi Arsntein
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat partisipasi Arsntein
1.000
-.087
.
.416
90
90
-.087
1.000
.416
.
90
90
2
3. Korelasi Tingkat Kemiskinan Relatif Terhadap Tingkat Partisipasi Menurut Arstein Correlations Tangga kemiskinan saat ini Spearman's rho
Tangga kemiskinan saat ini
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat partisipasi Arsntein
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat partisipasi Arsntein
1.000
.284(**)
.
.007
90
90
.284(**)
1.000
.007
.
90
90
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
4.Korelasi Tingkat Partisipasi Terhadap Tingkat Keberdayaan Correlations
Tingkat Keberdayaan Masyarakat
Tingkat Partisipasi Spearman's rho
Tingkat Partisipasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat Keberdayaan Masyarakat
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1.000
.131
.
.217
90
90
.131
1.000
.217
.
90
90
3
Lampiran 2. Catatan Harian di Lapangan Informan sekaligus Responden Nama
: RBS
Umur
: 35
Pekerjaan
: Wiraswasta
Jabatan
: Koordinator BKM
Pendidikan
: D.III
Hari/tgl
: 14 Maret 2011
Waktu
: 14.00-16.35 Pertama kali saya datang untuk menemui Pak Bambang, beliau sangat antusias
dengan kedatangan seorang mahasiswi IPB yang akan melakukan penelitian di Desa Cadasngampar dan akan mengkaji tentang pelaksanaan PNPM. Sebelumnya saya menjelaskan terlebih dahulu bahwa point yang ingin saya teliti itu adalah partisipasi masyarakat miskin dalam pelaksanaan PNPM. Dengan lugas beliau menyampaikan bahwa untuk partisipasi masyarakat menurut beliau sudah sangat memuaskan. Karena dengan berlandaskan program pemberdayaan masyarakat yang mewujudkan masyarakat yang mandiri sudah diterapkan di desa Cadasngampar, dimana beliau sendiri yang memantau setiap kegiatan PNPM-M Perkotaan yang dilaksanakan disana. Beliau mengutarakan bahwa tidak hanya partisipasi laki-laki saja yang diikutsertakan tetapi juga dengan perempuan. Pak Bambang menjelaskan bahwa rencana awal kegiatan PNPM-M Perkotaan yang ingin dilaksanakan di Desa Cadasngampar telah dilakukan sejak tahun 2008, namun pelaksanaanya baru bisa dilaksanakan pada tahun 2009 sampai 2011. “ ..ini kali keduanya dana telah cair. Sebelumnya dana telah cair sebesar 200 juta pada tahap 1, sedangkan pada tahap 2 turun menjadi 100 juta”. Beliau berpendapat bahwa turunnya alokasi dana PNPM-M Perkotaan disebabkan jumlah KK miskin yang berkurang. Pak Bambang mengutarakan bahwa setiap dana yang turun akan dibagi kedalam 3 jenis kegiatan, yaitu betonisasi jalan, pinjaman bergulir dana kegiatan menjahit. Beliau memberikan kepada saya dokumen tentang rincian pencairan dana BLM untuk betonisasi jalan pada 13 RT yang telah menyerahan proposal untuk melakukan pengajuan kegiatan. Beliau sangat antusias dengan hadirnya PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, halini dinyatakan dengan pernyataan beliau “ Program seperti ini
4
lah yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Desa Cadasngampar. Kalo ga ada PNPM, jalan-jalan yang ada di Desa Cadasngampar akan tetap rusak dan susah untuk dilalui. Kami juga memberikan pinjaman bergulir kepada masyarakat, dan itu UPKnya Pak Nur. Kami juga ingin meningkatkan keterampilan masyarakat dengan mengadakan kegiatan pembuatan keripik singkong dan pisang pada tahun 2010 di daerah Jampang (RT 4/ RW 2) tapi hasil dari kegiatan tersebut gak keliatan. Jadi, tahun 2011 ini kami akan mengadakan pelatihan kegiatan menjahit yang dikhususkan bagi kaum muda agar tidak menjadi pengannguran dan diam saja dirumah, jadi dapat bantuin orangtua nya. Kan kalo dia uda bisa menhjahit, bisa melamar pekerjaan di pabrik garmen” ungkap Pak Bambang. Pak Bambang merupakan responden saya yang juga menjadi pemanfaat dari kegiatan betonisasi jalan yang berada tepat didepan rumahnya. ..’”dengan dibangunnya jalan akan memudahkan keluar masuknya kendaraan roda dua, karena disini jalan-jalan yang menghubungkan antar RT dan RW kebanyakan hanya bisa dilalui dengan kendaraan roda dua” ungkap beliau. Perbincangan kami beralih pada kehadiran warga saat perencaan PNPM-M Perkotaan. “Awalnya kita dikumpulkan di aula desa dan di berikan sosialisasi tentang PNPM-M Perkotaan oleh tim Faskel, disana hadir warga yang kaya maupun miskin, laki-laki maupun perempuan, dan setelah kita bicarain rumusan masalahnya rame-rame, besoknya kita melakukan Pemetaan Swadaya untuk medapatkan hasil yang konkrit. Kita disini bersama-sama, baik masyarakat, anggota BKM dan Faskel untuk mencari permasalahan apa yang terjadi di Desa ini, kemudian kami catat satu per satu,lalu kami pilih lagi permasalahan apa yang menjadi prioritas untuk segera dilaksanakan”. Pembicaraan beralih kearah insentif yang beliau dapatkan dalam menjabat sebagai koordinator BKM. Beliau menjelaskan tidak mendapatkan uang sedikitpun dari PNPM-M Perkotaan, ia melaksanakannya tanpa pamrih.
5
Informan sekaligus Responden Nama
: MNH
Umur
: 54
Pekerjaan
: Wiraswasta
Jabatan
: Ketua Unit Pelaksana Lingkungan (UPL) dan Unit Pelaksana Keuangan
(UPK) Pendidikan
: SMP
Hari/tgl
: 18 Maret 2011
Waktu
: 10.00-12.15 Sebelum saya membicarakan masalah kegiatan aspek lingkungan dalam PNPM-
M Perkotaan, saya menerangkan terlebih dahulu akan meneliti tentang partisipasi masyarakat miskin dalam pelaksanaan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar. Pak Nur menuturkan bahwa kontribusi masyarakat dalam pembangunan insfrastruktur atau betonisasi jalan sangat jelas terlihat. Warga secara bersama-sama membangun jalan yang sebelumnya sangat rusak agar dapat dilalui dengan kendaraan roda dua (motor). Beliau mengatakan, “kebetulan saya menjabat menjadi 2 unit pelaksana, yaitu lingkungan dan ekonomi. Ini karena belum ada orang lain yang dapat ditempatkan di salah satu posisi itu”. Pak Nur menjadi responden saya karena beliau juga menjadi pemanfaat langsung dari betonisasi jalan yang berada tepat didepan rumahnya. Ketika saya menanyakan bagaimana proses perencanaan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar, beliau menyampaikan. “:Awalnya masyarakat berkumpul di aula desa untuk membicarakan permasalahan yang ada disini, dan memang permasalahan yang paling berat adalah masalah jalan yang sangat rusak di Desa ini. Setiap RT membuat proposal pelaksanaan kegiatan betonisasi jalan, lengkap dengan rincian biaya dan proses pelaksanaannya dan nantinya diberikan kepada saya”. Mengingat banyak jalan yang rusak dan kegiatan ini diadakan untuk satu desa, maka akan ada prioritas kegiatan yang akan dilaksana di RT yang mana terlebih dahulu. Menurut Pak Nur, kegiatan betonisasi jalan ini sangat bermanfaat dan sangat membantu mobilisasi warga. Beliau juga menyampaikan “waktu tahun 2009 jalan ini dibangun, masyarakat disini yang mengerjakannya sendiri melalui dana dari PNPM dan sisanya dari swadaya masyarakat”. Partisipasi untuk pihak perempuan, Pak Nur menjelaskan bahwa para ibu-ibu menyiapkan makanan dan minuman bagi para pekerja jalan. Ketika saya melihat jalan yang ada didepan rumah beliau, saya melihat bahwa
6
jalannya telah rusak kemudia beliau menjelaskan “Memang ada sih yang rusak jalannya, tapi sedikit. Itu pun karena motor yang sering lewat disini”. Ketika saya tanyakan lagi apa yg harus dilakukan untuk jalan yang sudah sedikit rusak tersebut, beliau menyampaikan akan memperbaiki kerusakan bersama-sama dengan warga walaupun sampai sekarang rencana itu belum terwujud. Perbincangan berlanjut dengan hal-hal diluar topik, karena memang wawancara dilakukan dengan santai. Kemudian saya meluruskan kembali pembicaraan pada hal yang saya tanyakan kembali. Terkait dengan tanggungjawab beliau yang lainnya yaitu sebagai ketua UPK, Pak Nur menyampaikan bahwa dalam pinjaman bergulir ini ia dibantu oleh Ibu Sri sebagai asisten Pak Nur yang bertugas merekap data-data dari peminjam serta menagih pinjaman kepada KSM-KSM. Mungkin karena tugasnya sudah terlalu banyak sebagai UPL, jadi jawaban yang disampaikan kurang dpat saya terima, maka saya berinisiatif untuk mewawancarai juga Ibu Sri sebagai asisten Pak Nur. Terkait insentif, beliau mengutarakan bahwa ia sama sekali tidak mendapatkan insentif dari pekerjaannya ini, beliau melakukan tugas ini sungguh-sungguh serta tanpa pamrih. “.. karena sifat saya memang suka menolong, jadi saya dengan senang hati melakukan tugas ini..”. Beliau mengaku pengeluaran yang meningkat sebelum dan sesudah PNPM dilaksanakan bukan karena adanya kegiatan tersebut atau karena jabatannya, tetapi karena pekerjaanya yang lain yaitu sebagai wiraswasta. Ketika saya tanyakan posisi beliau dengan tetangga-tetangganya yang lain, ia merasa sudah mampu dan tidak merasa kekurangan.
7
Informan Nama
: SPW
Umur
: 37 tahun
Pekerjaan
: Guru PAUD
Jabatan
: Asisten UPK
Pendidikan
: SMEA
Hari/tgl
: 19 Maret 2011
Waktu
: 11.00-12.30 Pada hari berikutnya setelah saya mewawancarai Pak Nur yang menjabat
sebagai ketua UPL dan UPK, saya menemui Ibu Sri yang menjadi asisten Pak Nur. Beliau langsung menceritakan keluhan dalam menagih uang dari peminjam, seperti yang dikatakan Ibu Sri “Susang neng jadi saya, harus tiap bulan nagih ke orang-orang. Belum lagi kalo orangnya ga punya duit, harus nunggak dulu, trus saya balik bulan depannya tapi belum ada juga. Kadang-kadang ga enak juga uda keseringan nagihin, tapi mau gimana lagi kini memang tugas saya. Kadang-kadang juga si peminjam udah ngeliat saya dari jauh, eeh tapi langsung ngumpet karena takut ditagihin” imbuh Ibu Sri. Beliau menjelaskan bahwa peminjam biasanya boleh melakukan pinjaman selama 4 bulan, dan bila ingin melakukan perpanjangan dapat memberitahu langsung kepada Pak Nur Ketua UPL. “Di Indonesia ini Cuma Desa Cadasngampar aja dik yang lama peminjamannya selama 4 bulan, setiap saya melakukan audit bulanan di kecamatan mereka (desa-desa lain) lama pinjamannya selama 10 bulan. Saya juga kurang tau mengapa, kalau kata Pak Nur biar gampang dan cepat perputaran uangnya kalau 4 bulan, kalau 10 bulan kan kelamaan”tukasnya. Kemudian beliau menambahkan “kalau menurut pendapat saya ya dik, memang seharusnya 10 bulan lah, coba liat kalau kayak gini.. kalau 4 bulan masyarakat susah bayarnya karena jarak waktu pengembaliannya terlalu cepat”. Beliau juga menceritakan bahwa ia hanya mendapatkan uang tarnsportasi dari pekerjaan ini ketika melakukan audit dan kadang-kadang uang bensin ketika menagih kerumah-rumah warga. Ibu Sri merasakan sendiri bahwa anggota KSM pada pinjaman bergulir banyak yang salah sasaran, tidak hanya warga miskin yang melakukan pinnjaman namun warga yang mampu pun ikut melakukan pinjaman. ..” itu kan bukan wewenang saya untuk menentukan siapa yang berhak mengikuti pinjaman bergulir ini, mereka tinggal bilang ke Pak Nur, dan kalau memang cocok ya diterima sama Pak
8
Nur..”. Sembari bercerita kepada saya, beliau memberikan daftar peminjam yang berjumlah 18 KSM dalam satu desa yang berjumlah 93 orang. Beliau menuturkan bahwa untuk KSM yang ingin melakukan perpanjangan pinjaman pada periode waktu berikutnya, sekarang tidak dapat hanya memberitahukan kepada ketua UPK saja, tetapi harus membuat proposal pengajuan yang baru, dan agar lebih memudahkan dalam membuat daftar tunggu bagi KSM baru yang ingin melakukan pinjaman.
9
Informan sekaligus Responden Nama
: ERS
Umur
: 40
Pekerjaan
: Berjualan sayur
Pendidikan
: Tidak bersekolah
Hari/tgl
: 18 Maret 2011
Waktu
: 14.45-17.00 Ibu Eros adalah penjual sayur-sayuran yang kesehariannya hanya dihabiskan
dengan kegiatan menjual sayur-sayuran dan barang-barang kelontong yang lain. Beliau sempat terkejut akan kedatanagan saya sebelumnya, namun setelah saya menjelaskan bahwa saya hanya mahasiswi IPB yang ingin melakukan penelitian tetang partisipasi masyarakat dalam kegiatan PNPM-M Perkotaan, beliau sedikit lebih tenang. Hal yang pertama diucapkan beliau adalah, ..”saya lancer kok neng bayarnya, alhamdulilah saya ga ada nunggak-nunggak..”. Kemudian saya langsung menanyakan sudah berapa lama mengikuti kegiatan pinjaman bergulir dari PNPM ini. Beliau mengaku baru 4 bulan mengikuti kegiatan simpan pinjam ini, dan ingin melakukan perpanjangan lagi, namun dananya yang sekrang belum cair-cair sampai sekarang. Beliau sedikit bingung menjawab pertanyaan saya tentang keikusertaannya dalam rapat. Ibu Eros mengaku tidak pernah mengikuti rapat dalam perncanaan PNPM dan tidak tau menau tentang rapat apapun. “.. saya ga pernah ikutan rapat neng, saya gak tau. Saya ikutan ini juga diberitahu sama Pak RT, katanya Pak Bambang yang memberitahu kesini”. Ibu Eros memang sudah lama berjualan sayur, beliau mengikuti kegiatan simpan pinjam ini hanya untuk menambah modal agar dapat menambah volume dari penjualannya dan terlihat lebih banyak. Beliau mengutarakan bahwa kegiatan berjualan sayuran pernah dipantau oleh Pak Nur dan Pak Bambang. Sampai setelah 4 bulan terlewati beliau mengaku tidak pernah mengetahui adanya evaluasi tentang kegiatan tersebut dari PNPM,..”gatau deh neneg, saya gak tau ada rapat-rapat evaluasi gitu atau enggak..” Ibu Eros mengaku bahwa ia mendapatkan pinjaman sebesar Rp. 400.000,- dan harus dikembalikan minimal setiap bulannya. Ketika saya bertanya untuk apa saja uang yang diberikan tersebut, beliau menyatakan..” Saya bisa nambah-nambahin modal jualan sayuran saya, bisa nambah-nambahin buat keperluan dapur, kadang-kadang uangnya juga buat jajan anak saya yang sekolah neng”. Ketika saya tanyak kembali
10
apakah terdapat perbedaan dalam pendapatan ibu Eros sebelum dan sesudah melakukan pinjaman bergulir, beliau menyatakan “Alhamdulilah neng, setelah ikut kegiatan simpan pinjam dari PNPM selama 4 bulan, saya bisa menambah jumlah sayur-sayuran yang mau dijualin, jadi memang ada sedikit perbedaan pendapatan saya untuk sekarang ini”. Beliau termasuk salah satu yang sangat puas dengan adanya kegiatan simpan pinjam dari PNPM-M Perkotaan. Rumah beliau tidak terlalu bagus namun sudah memakai dinding tembok dan lantai memakai ubin. Dengan pengeluaran beliau setelah melakukan pinjaman yang pernah
mencapai RP. 4.724.400,- per bulannya, namun beliau masih merasa
kekurangan dan merasa lebih rendah status sosialnya dari tetangga-tetangganya yang lain.
11
Informan sekaligus Responden Nama
: UKY
Umur
: 50
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SMA
Hari/tgl
: 18 Maret 2011
Waktu
: 14.45-15.30 Saya tiba dirumah Pak Uuk disaat beliau sedang berisitirahat, kemudian saya
menjelaskan maksud kedatangan saya yang ingin meneliti tentang partisipasi masyarakat terhadap PNPM-M Perkotaan, dan juga akan bertanya tentang keikusertaan beliau didalam kegiatan simpan pinjam. Beliau menjelaskan bahwa ia menjabat sebagai ketua KSM bagi anggotanya. Biasanya uang yang dicairkan oleh UPK di serahterimakan oleh ketua KSM. Beliau telah mengikuti simpan pinjam ini selama 4 bulan dan enggan untuk memperpanjang kembali. Beliau mengatakan awalnya ia sangat antusias dengan adanya kegiatan PNPM-M Perkotaan dan membuka usaha permodalan nata de coco milik tetangganya, namun kekecawaaan beliau ditunjukkan dengan ketidaksesuaian teknis dari PNPM yang diterapkan di Desa Cadasngampar. Beliau menyatakan “say sangat kecewa dengan teknis PNPM-M Perkotaan yang ada disini, terdapat perbedaan rentang waktu peminjaman dengan desa-desa lain. Yang saya tau, didesa-desa lain peminjaman dilakukan selama 10 bulan, Desa Cadasngampar merupakan satu-satunya desa yang mempunyai rentang 4 bulan dalam peminjamannya”. Beliau juga menambahkan kurangnya transparasi yang dilakukan dalam pelaksanaan PNPM-M Perkotaan di Desa Cadasngampar ini, ..”harusnya itu LPJ dari kegiatan PNPM yag sudah selesai dibacakan, agar semuanya tau kemana sisa uangnya..” imbuh Pak Uuk.
12
Informan sekaligus Responden Nama
: RHN
Umur
: 35 tahun
Pekerjaan
: Guru PAUD
Pendidikan
: D.III
Hari/tgl
: 15 Maret 2011
Waktu
: 13.00-14.00 Ibu Rohani adalah seorang tenaga pengajar di PAUD. Beliau merupakan istri
dari koordinator BKM Karya Mandiri, sehingga beliau mengetahui segala kegiatan PNPM-M Perkotaan sejak didirinkannya di Desa Cadasngampar. Dilihat dari rumahhnya, Ibu Rohani langsung bisa dikatakan sebagai warga yang mampu atau berkecukupan. Beliau merupakan salah satu responden saya dibagian aspek sosial atau kegiatana menjahit. Beliau menceritakan bahwa koordinator BKM memberikan soalisasi akan diadakannya kegiatan menjahit yang berada di ruang mengajar PAUD setelah usai sekolah anak-anak. Saya juga sempat mengikuti sosialisasi pertama itu, dan juga mengikuti pada saat acara peresmian kegiatan menjahit. Kegiatan menjahit baru 3 hari dijalani, dan sangat banyak peserta yang berbeda datang untuk mengikuti kegiatan menjahir, …”rame neng yang ikutan, tiap hari hampir beda-beda deh orangnya yang datang kesini..” imbuh beliau. Saya melakukan wawancara dengan panduan pertanyaan dari kueisioner. Beliau sedikit bingun dengan beragam pertanyaan yang saya tanyakan. Namun, stelah wawancara selesai, saya mengatakan bahwa warga Desa Cadasngampar yang miskin, sulit dibedakan dengan yang mampu, karena rumahnya bagus dan terkadang mempunyai kendaraan. Kemudian, Ibu Rohani menyatakan ”warga sini yang penting punya rumah milik sendiri dulu, baru mikir makan dan lain-lainnya, ibarat luarnya bagus tetapi belum tentu didalamnya”. Perkataan beliau saya benarkan karena pengalaman mewawancarai responden sebelum Ibu Rohani.
13
Informan sekaligus Responden Nama
: AAG
Umur
: 47 tahun
Pekerjaan
: Tukang bangunan
Pendidikan
: Tidak bersekolah
Hari/tgl
: 20 Maret 2011
Waktu
: 13.00-14.00 Pak Aang merupakan salah satu responden saya dalam aspek ekonomi atau
simpan pnjam bergulir. Beliau sangat terkejut dengan kedatangan saya, namun saya langsung memberikan penjelasan bahwa saya akan melakukan penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaa PNPM. Wawancara dilakukan dengan santai, saya menanyakan tentang keiuktsertaan beliau didalam pinjaman bergulir ini. Namun jawabannya “.. Saya sih sebenarnya gak pernah minjem neng, itu sodara saya yang minjem pake KTP saya, karena dia ga punya KTP. Jadi, saya gak tau menau tentang bagaimana prosesnya....”. Beliau menyatakan tidak pernah mengetahui adanya rapat perencanaan atau pun dalam proses lainnya. Beliau menggunakan uang yang diberikan untuk membukan usaha kecil-kecilan tapi karena tidak berhasil, ia menggunakan uangn tersebut untuk kebutuhan rumatangganya. Disini saya berfikir, pihak BKM telah melakukan kesalahan besar, terdapat kecurangan-kecurangan dari bawah yang tidak mereka ketahui. Kemudian, beliau mengaku sedikit tersendat untuk mengembalikam uang tersebut kepada saudaranya yang meminjakan uang kepadanya. Beliau mengaku hidup dalam keadaan pas-pasan, namun ia mengatakan ”Saya yang penting punya motor buat anak pergi kesekolah, biar pun motor kredit asal anak saya bisa kesekolah, walaupun makannya cuma tahu tempe”.
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan 1. Kondisi betonisasi jalan yang masih bagus
14
15
2. Kondisi betonisasi jalan yang sudah rusak
3. Gambaran Tempat Tinggal Masyarakat
16
4. Sosialisasi Kegiatan Menjahit oleh BKM kepada Ibu-ibu
17
5. Proses Kegiatan Menjahit
18
6. Proses Pembuatan Betonisasi Jalan Oleh Masyarakat
19