PENGARU UH TINGG GI GENAN NGAN TE ERHADAP P PERTU UMBUHA AN DAN P PRODUKS SI PADI S SAWAH (O Oryza sativ va Linn.) DI D LAHAN N OLAH TANAH T K KONSERV VASI
Oleh Febria an Bagus Pa akerti A A34104029
PR ROGRAM STUDI AGRONOM A MI TAS PERT TANIAN FAKULT INS STITUT PERTANIA AN BOGO OR 2008
PENGARUH TINGGI GENANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa Linn.) DI LAHAN OLAH TANAH KONSERVASI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Febrian Bagus Pakerti A34104029
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN FEBRIAN BAGUS PAKERTI. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa Linn.) di Lahan Olah Tanah Konservasi. Di bawah Bimbingan IS HIDAYAT UTOMO Penelitian ini diakukan untuk mengetahui pengaruh tinggi genangan terhadap hasil produksi padi sawah olah tanah konservasi dan untuk mencari ketinggian air yang sesuai untuk budidaya padi sawah di lahan olah tanah konservasi. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2008 sampai Juni 2008 di Stasiun R & D PT Syngenta AG, Cikampek, Jawa Barat. Percobaan menggunakan rancangan petak terbagi (Split Plot Design) dengan teknik persiapan lahan sebagai petak utama dan tinggi genangan sebagai anak petaknya. Teknik persiapan lahan terdiri dari tiga taraf yaitu olah tanah sempurna, tanpa olah tanah dengan menggunakan herbisida paraquat, dan tanpa lah tanah dengan menggunakan herbisida glifosat. Tinggi genangan terdiri dari lima taraf yaitu 0 cm; 2,5 cm; 5 cm, 10 cm, dan intermiten (0-5 cm). Percobaan ini menggunakan 3 ulangan, dengan 15 petak pada setiap ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 45 satuan percobaaan. Bahan tanam yang digunakan dalam percobaan ini adalah padi sawah varietas Ciherang. Sebelum ditanam benih padi disemaikan terlebih dulu selama 21 hari. Bibit padi hasil persemaian ditanam dilapang dengan jarak tanam 25 m x 25 cm, sedangkan ukuran masing-masing petak yaitu 4 m x 5 m. Perlakuan tinggi genangan secara umum tidak mempengaruhi peubahpeubah yang diamati. Perlakuan ini hanya berpengaruh terhadap persentase penutupan gulma dan penekanan terhadap berat kering gulma total. Komponen produksi tanaman padi dipengaruhi oleh teknik persiapan lahan, dimana perlakuan olah tanah sempurna memberikan komponen hasil yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa olah tanah. Perlakuan olah tanah konservasi dengan menggunakan herbisida glifosat memberikan hasil produksi padi sawah yang lebih baik dibandingkan perlakuan olah tanah konservasi dengan herbisida paraquat. Interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan tidak mempengaruhi semua peubah yang diamati.
Judul
:
PENGARUH
TINGGI
TERHADAP
GENANGAN
PERTUMBUHAN
DAN
PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa Linn.)
DI
LAHAN
OLAH
KONSERVASI Nama
:
FEBRIAN BAGUS PAKERTI
NRP
:
A34104029
Program Studi
:
AGRONOMI
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Is Hidayat Utomo, MS NIP : 130 875 596
Mengetahui , Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP : 131 124 019
Tanggal lulus :
TANAH
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 27 Februari 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Budi Adi Prabowo dan Ibu Utami. Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Pucang 1 Sidoarjo, Jawa Timur. Pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP Pucang 1 Sidoarjo, Jawa Timur. Tahun 2004 penulis lulus dari SMAN 1 Sidoarjo, Jawa Timur.. Tahun 2004 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa Baru) pada Program Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis tergabung di UKM Himpunan Mahasiswa Agronomi IPB dan UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB. Selama masa itu juga penulis aktif menjadi aktivis bagian kepemudaan di Gereja Kristen Kemah Daud. Pada tahun akademik 2008-2009 penulis berpartisipasi sebagai asisten mata kuliah Pengendalian Gulma.
KATA PENGANTAR Segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa, pujian yang memenuhi seluruh nikmat-Nya bagi kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kekuasaan-Nya. Atas anugrah, berkat dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) di lahan Olah Tanah Konservasi”. Selain itu pada kesempatan ini, dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ir. Is Hidayat Utomo, MS sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan banyak membantu dengan penuh keikhlasan selama penulisan skripasi. Penelitian ini didasari dengan pemanfaatan tinggi genangan di berbagai teknik persiapan lahan untuk menekan keberadaan gulma yang sangat mengganggu pertumbuhan dan produksi padi sawah. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian program sarjana pada Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L.). Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang memerlukan.
Bogor, September 2008
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi berkat kekuatan dan damai sejahtera
sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “ PENGARUH TINGGI GENANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa Linn.) DI LAHAN OLAH TANAH KONSERVASI”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu terlaksananya tugas akhir ini, dan secara khusus kepada : 1.
Orangtua tercinta Papa-Budi Adi Prabowo dan Mama-Utami serta adikadikku Felicia dan Ferdian atas doa dan dukungan, kasih sayang dan motivasi yang diberikan kepada penulis
2.
Ir. Is Hidayat Utomo, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulisan skripsi ini
3.
Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS dan Dwi Guntoro SP, M.Si yang telah bersedia menjadi dosen penguji bagi penulis
4.
Dr. Ir. Hariyadi, MS selaku dosen pembimbing akademik penulis selama menjalani perkuliahan
5.
Ibu Fei Ling, Bapak M. Yuli Irianto, Bapak Agus Triwiyono, Bapak M. Amad, Bapak Ari Budiawan, Bapak Zaenal dan seluruh staf R & D Syngenta Cikampek atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian
6.
Ichsan Fauzy, sebagai teman sesama penelitian di R & D Syngenta Cikampek, terima kasih banyak atas dukungan dan bantuannya. Yang juga selalu menemani dalam suka dan duka di Cikampek.
8.
Giono Santoso, Aji Nugraha, Gita, Dhini Y, Mudi, Desri Haryanto, Desty, Astiari untuk semangat dan bantuan yang diberikan, dan teman-teman Agronomi 41
9.
Mellisa, Lisa yang selalu berdoa dan mendukung penulis dengan penuh kasih
10. Komselku JCC (Azis, Niken, Iki, Koko, Nanda, Seri, Mellisa, Lisa), kakak PA ku, Bang Darius atas dukungan dan doanya 11. Azis Boeing, Agustinus, Agus Bali, Prawira, Netha, Sherly, Ida, Endang, Margareth, Ida Hutabarat, Febriani, Dita, Santoni, Pipit, Data, Buyung, Vera, Desli, Novi dan teman-temanku di Gereja Kristen Kemah Daud Bogor 12. Rekan-rekan penulis di Perwira 10, terimakasih untuk semangat yang telah diberikan Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penelitian, semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan manfaat yang berharga bagi para pembaca dan semoga Tuhan Yang maha Esa selalu mengaruniakan damai sejahteranya bagi kita semua. Bogor, September 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN …………………………………………………. Latar Belakang ……………………………………………… Tujuan Percobaan .................................................................... Hipotesis .................................................................................
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... Botani Padi............................................................................... Irigasi Padi................................................................................ Sistem Olah Tanah Konservasi ................................................ Herbisida Glifosat..................................................................... Herbisida Paraquat....................................................................
3 3 4 5 6 7
BAHAN DAN METODE ................................................................... Tempat dan Waktu..................................................................... Bahan dan Alat ......................................................................... Metode Percobaan .................................................................... Pelaksanaan Penelitian ............................................................. Pengamatan ...............................................................................
8 8 8 9 9 10
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... Kondisi Umum........................................................................... Hasil dan Pembahasan ...............................................................
12 12 13
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... Kesimpulan ............................................................................... Saran ..........................................................................................
36 36 36
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
37
LAMPIRAN ........................................................................................
38
DAFTAR TABEL No.
Halaman Teks 1. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Komposisi Gulma Dominan ..................................................................................... 14
2. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan terhadap Komposisi Gulma Dominan ....................................................................................................................... 16 3. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Komposisi Gulma Dominan ........
17
4. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Persentase Penutupan Gulma ................................................................................... 18 5. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering E. colona..................................................................................
20
6. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering F. miliacea ................................................................................
21
7. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering L. octovalvis ...............................................................................
22
8. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering O. sativa .....................................................................................
23
9. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering L. chinensis ...............................................................................
25
10. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering M. vaginalis ...............................................................................
26
11. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering Gulma Total ...............................................................................
27
12. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Tinggi Tanaman Padi Sawah ............................................................................. 28 13. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Jumlah Anakan Padi Sawah ............................................................................... 30 14. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Jumlah Daun Padi Sawah ................................................................................... 31 15. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Indeks Luas Daun Padi Sawah .......................................................................... 32
16. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai, Jumlah Gabah per Malai, dan Jumlah gabah Hampa per Malai ......................................................................... 33 17. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Bobot 1000 Butir .............................................................................................. 34 18. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling (Ton/Ha) ................................ 35
Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang ..........................................................
39
2. Koefisien Komunitas Antar Petak (%)....................................................
40
3. Nilai Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma.......................................
41
4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persiapan Lahan (T) dan Tinggi Genangan (I), dan Interaksinya terhadap Pesentase Penutupan Gulma, Berat Kering Gulma Dominan, dan Gulma Total......................................... 42 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persiapan Lahan (T) dan Tinggi Genangan (I), dan Interaksinya terhadap Komponen Vegetatif dan Komponen Generatif Padi Sawah ...........................................................
43
DAFTAR GRAFIK No.
Halaman Teks 1. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Komposisi Gulma Dominan ..................................................................................... 15
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman Teks 1. Struktur Kimia Glifosat ............................................................................ 6 2. Struktur Kimia Paraquat...........................................................................
7
Lampiran 1. Denah Percobaan ......................................................................................
44
PENDAHULUAN
Latar Belakang Memasuki abad 21 ini pertambahan jumlah penduduk dunia semakin banyak. Menurut data yang dihimpun oleh International Rice Research Institute (IRRI) jumlah penduduk dunia saat ini adalah 6 624 106 857 jiwa (IRRI, 2007), dan diperkirakan sampai saat ini jumlah penduduk dunia terus bertambah. Lebih dari setengah jumlah penduduk dunia bergantung pada nasi sebagai makanan pokok. Ketersediaan lahan penanaman padi di seluruh dunia saat ini adalah 8 561 239 235 Ha (IRRI, 2007). Saat ini konsumsi beras di Indonesia mencapai 135 kg/kapita/tahun (Deptan, 2007). Tingkat produksi padi di Indonesia sampai saat ini diperkirakan mencapai 55 127 430 ton dengan luas lahan sebesar 11 757 845 Ha (BPS, 2007). Produktivitas padi saat ini baru mencapai 4.68 ton/Ha (BPS, 2007). Dari total luas lahan sawah yang ada di Indonesia sampai saat ini, 40% diantaranya terdapat di Pulau Jawa. Kondisi persawahan di Pulau Jawa jauh lebih baik daripada di luar Jawa. Dukungan sarana dan prasarana termasuk jalan, sarana transportasi, ketersediaan saprodi, serta sumber daya manusia yang ada turut membantu budidaya padi di Jawa lebih baik daripada luar Jawa. Sistem budidaya padi sawah biasanya didahului dengan pengolahan tanah secara sempurna, lalu petani melakukan persemaian. Mula-mula sawah dibajak. Setelah dibajak tanah dibiarkan selama 2-3 hari, namun terkadang sampai dengan 15 hari. Lalu lahan dilumpurkan dengan cara dibajak lagi dua sampai dengan tiga kali saat 3-5 hari menjelang tanam. Setelah itu bibit padi hasil persemaian ditanam. Cara pengolahan tanah sawah di atas sering disebut pengolahan tanah sempurna. Pengolahan tanah secara sempurna sangatlah memboroskan air. Lebih dari sepertiga kebutuhan air hanya untuk pelumpuran dan pengolahan tanah. Padahal ketersediaan air saat ini semakin terbatas. Bertanam padi sawah tanpa olah tanah (TOT) adalah cara budidaya padi sawah yang penyiapan tanahnya tidak diolah terlebih dahulu. Sistem tanpa olah tanah merupakan bagian dari konsep olah tanah konservasi yang mengacu kepada
suatu sistem olah tanah yang melibatkan pengolahan mulsa tanaman ataupun gulma. Budidaya pertanian tanpa olah tanah sebetulnya berangkat dari corak pertanian tradisional yang dimodifikasikan, dengan memasukkan unsur kimiawi untuk mengendalikan gulma, dalam hal ini herbisida. Persiapan lahan cukup dilakukan dengan penyemprotan, gulma mulai mati dan mengering, lalu direbahkan selanjutnya dibenamkan dalam lumpur (Liptan, 1995). Untuk kegiatan pemeliharaan sistem TOT sama seperti dengan sistem konvensional. Peningkatan produksi padi sawah dapat dilakukan melalui tindakan penggenangan. Tujuan penggenangan padi di sawah adalah untuk menekan pertumbuhan gulma. Proses penggenangan pada lahan sawah berperan pula untuk meningkatkan proses dekomposisi mulsa atau jerami serta melunakkan tanah. Semakin menyurutnya tinggi genangan akan memberi peluang bagi meningkatnya populasi gulma dan dapat menekan hasil padi. Lahan yang macak-macak menciptakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan gulma, sehingga pertumbuhan gulma menjadi lebih hebat, kompetisi padi dengan gulma akan meningkat (Arsana et al., 2003).
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik persiapan lahan dan ketinggian air terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah.
Hipotesis •
Teknik persiapan lahan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi sawah.
•
Tinggi genangan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi sawah.
•
Teknik persiapan lahan dengan tinggi genangan berinteraksi dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi sawah.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Padi Para
ahli
botanis
memperkirakan
bahwa
padi
yang
sekarang
dibudidayakan berasal dari suatu spesies liar yang memiliki luasan habitat yang besar. Tidak semua spesies liar tersebut akhirnya dibudidayakan, hanya yang malainya menghasilkan butiran-butiran beras yang dibudidayakan. Padi termasuk rerumputan atau Graminae dan dikategorikan dalam genus Oryza Linn. Genus tersebut terdiri dari dua spesies yang dapat dibudidayakan yaitu Oryza sativa Linn dan Oryza glaberrima Steud. Spesies Oryza sativa paling banyak dibudidayakan di seluruh dunia, sedangkan Oryza glaberrima
hanya
dibudidayakan di sebagian wilayah kecil di Afrika Barat (Grist, 1965). Padi termasuk dalam Kingdom Plantae, Divisi Angiospermae, Kelas Monokotiledon, Ordo Poales, Famili Poaceae, dan Genus Oryza. Spesies yang sering dibudidayakan adalah Oryza sativa. Selain itu spesies lain yang juga merupakan genus Oryza L. adalah oryza barthii, Oryza glaberrima, oryza latifolia, Oryza longistaminata, Oryza punctata, dan Oryza rufipogon (Wikipedia, 2007). Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Gramnae. Ciri-ciri dari famili Graminae yang juga merupakan ciri padi adalah berakar serabut, daun berbentuk lanset atau sempit memanjang, urat daun sejajar, memiliki pelepah daun, bunga tersusun sebagai satuan bunga berupa floret, floret tersusun dalam spikelet (khusus untuk padi satu spikelet hanya merupakan satu floret), buah dan biji sulit dibedakan karena merupakan bulir atau kariopsis (Wikipedia, 2007). Oryza sativa merupakan spesies dari padi yang memiliki daerah spektrum budidaya yang luas. Spesies ini dapat ditanam di daerah sub tropis dan tropis dengan letak lintang 530 LU – 37.50 LS serta dibudidayakan di daerah kering. Namun, biasanya padi lebih dominan dibudidayakan di lahan basah. Tanaman padi membutuhkan tempat yang mempunyai temperatur hangat dan kelembaban udara cukup tinggi. Butiran beras yang dihasilkan oleh padi merupakan makanan pokok bagi kebanyakan orang yang bertempat tinggal di belahan bumi bagian timur (Grist, 1965).
Irigasi Padi Kebutuhan air untuk padi sawah adalah 0.74 – 1.2 l/det/ha atau 6.39 – 10.37 mm/hari/ha. Kebutuhan air terbanyak adalah pada saat penyiapan lahan sampai tanam dan memasuki fase bunting hingga pengisian bulir padi. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah sampai siap tanam (30 hari) mengkonsumsi air 20% dari total kebutuhan air untuk padi sawah dan fase bunting sampai pengisian bulir (15 hari) mengkonsumsi air sebanyak 35 % (Balitpa, 2006). Irigasi pada lahan padi sawah juga bertujuan untuk pengendalian gulma. Menurut Moormann dan Breemen (1978) penggenangan akan merusak agregasi tanah, potensial reduksi tanah menurun, suhu akan lebih rendah, dan tegangan air akan turun. Peluang peningkatan produksi padi sawah dapat dilakukan melalui penggenangan. Penggenangan pada budidaya padi sawah berperan mempercepat proses dekomposisi mulsa/jerami dan melunakkan tanah sebelum penanaman. Penggenangan juga menyebabkan perubahan-perubahan kimia tanah. Perubahan-perubahan penting kimia tanah menyangkut tingkat ketersediaan beberapa unsur hara bagi tanaman (Arsana, et.al, 2003). Menurut Kurniarahmi (2005) terjadi interaksi antar waktu penggenangan terhadap
jumlah
anakan
dan
jumlah
anakan
produktif.
Keterlambatan
penggenangan akan meningkatkan jumlah anakan maksimum sementara itu jumlah anakan produktif makin menurun. Keterlambatan penggenangan dan stress air juga akan menurunkan bobot gabah/malai. Pengairan yang hemat dilaksanakan dengan pemberian yang terputusputus atau intermittent dengan mengatur ketinggian genangan sesuai dengan tahapan pertumbuhan padi. Pengaliran air secara terus menerus dari satu petakan ke petakan lain atau penggenangan dalam petakan sawah secara terus-menerus selain boros air juga berakibat kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman. Air yang diberikan dalam jumlah cukup banyak sebenarnya bermanfaat juga untuk mencegah pertumbuhan gulma, menghalau wereng yang bersembunyi di batang padi sehingga lebih mudah disemprot dengan pestisida, serta mengurangi serangan tikus (Utomo dan Nazarudin, 2003).
Sistem Olah Tanah Konservasi Sistem tanpa olah tanah merupakan bagian dari konsep olah tanah konservasi yang mengacu kepada suatu sistem olah tanah yang melibatkan pengolahan mulsa tanaman ataupun gulma. Budidaya pertanian tanpa olah tanah sebetulnya berangkat dari corak pertanian tradisional yang dimodifikasikan, dengan memasukkan unsur kimiawi untuk mengendalikan gulma, dalam hal ini herbisida. Persiapan lahan cukup dilakukan dengan penyemprotan, gulma mulai mati dan mengering, lalu direbahkan dan dbiarkan di lahan sawah (Balai Informasi Pertanian, 1995). Persiapan lahan pada saat bertanam padi dengan sistem olah tanah konservasi memiliki perbedaan mendasar dengan penanaman padi secara konvensional. Pembajakan atau pencangkulan yang dilakukan dalam budidaya padi secara konvensional ditiadakan pada sistem olah tanah konservasi. Proses penyiapan tanah digantikan dengan penyemprotan herbisida. Untuk kegiatan pemeliharaan sistem ini sama dengan budidaya padi secara konvensional (Prasetiyo, 2002). Penggunaan herbisida dalam sistem olah tanah konservasi bertujuan untuk mengendalikan gulma, karena gulma merupakan tumbuhan pesaing dalam mendapatkan unsur hara dalam tanah, ruang tumbuh, dan sinar matahari. Gulma yang telah mati akan dipersiapkan untuk dijadikan mulsa. Herbisida yang digunakan harus ramah lingkungan, penyemprotannya tepat dosis dan tepat waktu. Sistem olah tanah konservasi memiliki kecenderungan hasil yang lebih tinggi daripada sistem budidaya konvensional (Prasetiyo, 2002). Gulma yang mati dan dibenamkan ke dalam tanah akan meningkatkan kesuburan tanah. Mulsa juga dapat menekan pertumbuhan gulma berikutnya sehingga proses penyiangan lebih mudah. Mulsa juga dapat mencegah kerusakan tanah yang diakibatkan oleh erosi, penguapan, dan air hujan. Mulsa jika membusuk dapat melonggarkan ikatan butirbutir tanah sehingga tanah ideal untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Balai Informasi Pertanian (1995) manfaat pertanian dengan sistem tanpa olah tanah konservasi yaitu : 1. Menghemat waktu, tenaga kerja dan biaya untuk persiapan lahan karena menggunakan herbisida untuk pengendalian gulma.
2. Meningkatkan intensitas tanam hingga lebih dari 2 musim tanam. 3. Menjamin usaha tani berkelanjutan karena teknologi tanpa olah tanah merupakan bagian dari sistem pertanian konservasi. 4. Terbukti mampu memberikan hasil panen yang minimal sama dengan sistem oleh tanah sempurna.
Herbisida Glifosat Herbisida glifosat adalah herbisida yang diturunkan dari asam amino. Glifosat adalah nama umum dari N-(phosphonomethyl)glicine. Wujud dari herbisida ini adalah padatan putih dengan tingkat kelarutan yang tinggi dalam air, yaitu 12 000 ppm pada 250C (Ashton dan Monaco, 1991). Glifosat adalah herbisida yang tidak selektif terhadap gulma. Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma semusim, dwimusim, dan tahunan. Gulma yang dapat dikendalikan berasal dari golongan rumput, teki, dan daun lebar. Herbisida ini dapat langsung diaplikasikan kepada gulma dan tidak memiliki efek yang berbahaya untuk tanah (Ashton dan Monaco, 1991).
Gambar 1. Struktur Kimia Glifosat Gejala umum yang dapat dilihat oleh gulma yang dikendalikan dengan herbisida glifosat adalah terjadinya nekrosis pada daun diikuti dengan nekrosis. Gulma tersebut juga mengalami malformasi pada daun dan terbentuk bintik putih dan warna putih yang beralur(Ashton dan Monaco, 1991). Herbisida glifosat bekerja dengan cara ditranslokasikan ke seluruh bagian timbuhan seperti titik tumbuh, akar, rimpang sehingga gulma tersebut mengalami kematian total (Sukman dan Yakup, 2002).
Herbisida Paraquat Paraquat adalah herbisida kontak dan tidak selektif. Paraquat adalah nama umum dari 1,1 –dimethyl- 4,4 bipirilidium. Paraquat digunakan untuk mengendalikan gulma di lahan budidaya maupun di sarana perhubungan seperti jalan umum dan rel kereta api. Paraquat adalah herbisida yang tidak selektif sehingga dapat membahayakan tanaman budidaya apabila aplikasi herbisida ini tidak dilakukan dengan benar. Paraquat memiliki bentuk berupa padatan putih dan akan berwarna merah gelap jika dilarutkan di dalam air (Ashton dan Monaco, 1991). Herbisida ini mempunyai tingkat toksisitas LD50 sebanyak 138 mg/kg pada tikus jantan dan lebih dari 480 mg/kg pada kelinci (Ashton dan Monaco, 1991). Herbisida ini dapat menimbulkan iritasi pada kulit manusia apabila saat diaplikasikan mengenai kulit. Herbisida paraquat bekerja dengan cara menimbulkan kelayuan dan pengeringan jaringan gulma dengan cepat. Herbisida ini menimbulkan kerusakan pada gulam hanya setelah beberapa jam herbisida ini diaplikasikan. Paraquat ditranslokasikan ke dalam jaringan gulma melalui sistem apoplas (Ashton dan Monaco, 1991). Herbisida paraquat tidak menimbulkan efek toksisitas pada tanah. Apabila suatu tanah mengandung banyak liat herbisida ini dapat diikat dengan baik oleh tanah. Herbisida ini menimbulkan toksisitas pada tanah saat tersebut hanya memiliki sedikit atau tidak ada liat. Namun, ikatan diantara molekul paraquat memiliki sifat persisten pada tanah dalam jangka waktu tertentu.
Gambar 2. Struktur Kimia Paraquat
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di Stasiun Pusat R & D PT Syngenta, Cikampek dan dimulai bulan Februari 2008 sampai dengan Juni 2008.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah benih padi, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, Furadan 3G, pestisida, herbisida glifosat dan paraquat. Sedangkan alat yang digunakan adalah neraca analitik, tali raffia, sprayer, oven, spidol waterproof, bambu ajir, cat, cangkul, kored, ember, boom sprayer dengan tekanan 2 psi untuk aplikasi herbisida glifosat dan 1,5 psi untuk aplikasi herbisida paraquat.
Metode Percobaan Penelitian ini disusun dalam Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari 2 faktor, yaitu perlakuan olah tanah dan tanpa olah tanah sebagai petak utama dan ketinggian genangan air sebagai anak petak masing-masing 3 ulangan sehingga ada 45 satuan percobaan. Petak utama berupa perlakuan olah tanah sempurna (O), tanpa olah tanah dengan aplikasi herbisida glifosat 480 AS, 3 l/ha (H) dan aplikasi herbisida paraquat 276 SL, 3 l/ha(P). Anak petak berupa 5 taraf tinggi genangan, yaitu : tinggi air 0 cm sebagai kontrol, 2,5 cm, 5 cm, 10 cm dan intermiten (0-5 cm). Model aditif linier yang diajukan adalah: Yijk = µ + Bi + Hj + αij + Pk + (HP)jk + εijk dimana: Yijk
= Hasil pengamatan pada blok ke-i, perlakuan olah tanah ke-j, tinggi genangan ke-k
µ
= Rata-rata umum
Bi
= pengaruh blok ke-i (i = 1, 2, 3, 4)
Hj
= pengaruh perlakuan olah tanah ke-j (j = 1, 2)
αij
= Galat pada blok ke-i, perlakuan olah tanah ke-j
Pk
= Pengaruh perlakuan tinggi genangan ke-k (k = 1, 2, 3, 4)
(HP)jk = interaksi antara olah tanah dan tinggi genangan, pada olah tanah ke-j, tinggi genangan ke-k εijk
= Galat pada blok ke-i, perlakuan olah tanah ke-j, tinggi genangan ke-k Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam, dan apabila hasilnya
berbeda nyata, dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.
Pelaksanaan Penelitian Tahap pertama dari percobaan ini adalah penetapan lokasi dan pembagian petak percobaan. Setelah itu persiapan dan pengolahan lahan yang dilakukan 2 minggu sebelum tanam. Persiapan dan pengolahan ini dilaksanakan dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama tanah diolah dengan sempurna. Faktor kedua tanah tidak diolah. Taraf pertama dengan mengendalikan gulma menggunakan herbisida paraquat. Taraf kedua dengan mengendalikan gulma menggunakan herbisida glifosat. Dosis dari herbisida yang dipergunakan adalah 3 L/ Ha. Volume semprot yang dipergunakan adalah 500 L / Ha. Gulma yang mati dibiarkan dalam tanah sebagai mulsa dan untuk menambah bahan organik pada tanah. Tahapan berikutnya adalah penyemaian atau pembibitan yang juga dilakukan pada 21 hari sebelum penanaman. Kemudian dilanjutkan dengan penanaman padi setelah 21 hari bibit padi disemai. Penyulaman dilakukan 1 minggu setelah penanaman. Digunakan 10 tanaman contoh untuk setiap petak percobaan. Tahap berikutnya merupakan tahap pembuatan plot atau denah penggenangan. Masing-masing taraf penggenangan yang dilakukan adalah 0 cm; 2,5 cm, 5 cm, 10 cm dan intermiten (0-5 cm). Penggenangan dimulai 2 minggu setelah tanam. Untuk taraf intermiten ketinggian air diubah setiap seminggu sekali. Pada saat 3-5 hari setelah pindah tanam dilakukan penggenangan setinggi 3 cm untuk seluruh petakan. Perlakuan ketinggian air diberikan mulai 2 minggu setelah tanam (MST) sampai dengan masa pengisian bulir padi. Secara bertahap dilakukan pengurangan ketinggian penggenangan 2-3 minggu sebelum panen sampai lahan benar-benar kering pada saat panen. Pemupukan dilakukan sebanyak
3 kali. Pemupikan pertama saat pada saat pindah tanam dengan jumlah pupuk urea 90kg/ha, 135kg/ha SP 36, dan 80 kg/ha KCl. Pemupukan kedua dilakukan saat 2 minggu setelah pindah tanam dengan jumlah pupuk urea sebesar 90 kg/ha. Pemupukan terakhir dilakukan saat 6 minggu setelah pindah tanam dengan jumlah pupuk yang diberikan 90 kg/ha urea dan 20 kg/ha KCl. Pengendalian gulma secara manual dilakukan pada 5 MST.
Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap tanaman contoh sebanyak 10 tanaman untuk setiap petak percobaan. Pengamatan dilakukan dimulai bulan Februari 2008 sampai Juni 2008. Peubah yang diamati di lapangan meliputi : 1.
Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai ujung tanaman tertinggi, dilakukan mulai tanaman berumur 2 MST sampai berbunga merata.
2.
ILD (Indeks Luas Daun), rasio penutupan tajuk tanaman terhadap permukaan tanah, diukur pada saat tanaman berumur 7MST.
3.
Jumlah anakan, dilakukan mulai tanaman berumur 2 MST sampai berbunga merata.
4.
Jumlah daun, dilakukanmulai tanaman berumur 2 MST sampai berbunga merata.
5.
Jumlah anakan produktif, dilakukan pada saat panen yaitu anakan yang menghasilkan malai.
6.
Panjang malai, diukur dari buku terbawah.
7.
Jumlah gabah per malai, diambil dari malai yang paling panjang.
8.
Jumlah gabah hampa per malai.
9.
Indeks biji, yaitu bobot 1000 butir masak, diambil pada kadar air 14% setelah diambil gabah hampa.
10. Panen ubinan, dilakukan pada saat panen dengan menggunakan ubinan berukuran 2.5 m x 2.5 m untuk menghitung gabah kering panen dan gabah kering giling (kadar air 14%).
Peubah yang diamati untuk gulma : 1. Nisbah jumlah dominasi atau summed dominance ratio (SDR) = (Kerapatan Nisbi + Berat Kering Nisbi + Frekuensi Nisbi)/3 saat awal penelitian, 1 bulan setelah tanam (BST), dan panen 2. Berat kering gulma dominan ditentukan berdasarkan bobot gulma yang telah dikeringkan per petak ukuran 0,5 m x 0,5 m (kuadrat) pada 2 minggu setelah tanam (MST), 4 MST, dan 10 MST 3. Persentase penutupan gulma dihitung luasan penutupan gulma dibandingkan dengan luasan masing-masing petak percobaan pada 10 MST 4. Koefisien komunitas pada 2 MSbT yang didapatkan dari rumus : C = 2 W / (a+b) x 100% C = koefisien komunitas W = jumlah dari dua kuantitas terendah untuk jenis dari masingmasing komunitas a = Jumlah seluruh kuantitas pada komunitas pertama b = Jumlah seluruh kuantitas pada komunitas kedua
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Percobaan dilakukan di lahan sawah dengan jenis tanah aluvial. Lahan sawah tersebut memiliki saluran irigasi berupa saluran inlet untuk pemasukan air dan saluran outlet untuk drainase. Sebelum dilaksanakan percobaan, lahan sawah tersebut digunakan untuk pengujian fungisida. Sebelum dilakukan penanaman padi sawah, pada lahan sawah tersebut dilakukan analisis nisbah jumlah dominansi gulma pada 2 minggu sebelum tanam (MSbT). Gulma-gulma yang tumbuh dalam lahan percobaan sebelum lahan tersebut ditanami adalah gulma-gulma yang sudah tumbuh dengan besar dan berukuran maksimal. Koefisien komunitas dari lahan percobaan ini mencapai rataan 55 % sedangkan koefisien komunitas yang ideal untuk suatu percobaan adalah 70 % dengan vegetasi gulma yang seragam (Tabel Lampiran 2). Pada lahan sawah yang diberi perlakuan tanpa olah tanah (TOT) terlebih dahulu diaplikasi dengan herbisida glifosat 480 AS pada 2 minggu sebelum tanam (MSbT) dan herbisida paraquat 276 SL pada 1 MSbT. Untuk perlakuan Olah Tanah Sempurna, pengolahan tanah dilakukan pada masa 10 hari sebelum tanamuntuk pembajakan dan penggaruan tahap pertama, 5 hari sebelum tanam untuk pembajakan dan penggaruan tahap kedua. Adanya perbedaan dalam pelaksanaan waktu aplikasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan karakteristik dan sifat, dimana glifosat merupakan herbisida sistemik dan paraquat merupakan herbisida kontak. Di lahan sawah yang diberi perlakuan olah tanah sempurna (OTS) dilakukan pengolahan tanah secara mekanis pada 2 MSbT dan 1 MSbT. Sebelum dilakukan penanaman padi terlebih dahulu benih padi disebar di persemaian pada 21 hari sebelum tanam (HSbT). Penyulaman dilakukan pada 1 minggu setelah tanam (MST). Upaya pengendalian gulma selama masa pertumbuhan padi dilakukan dengan penyiangan secara manual satu kali (5 MST). Selama masa pertanaman padi sawah tidak ditemukan adanya penyakit yang dapat membahayakan pertumbuhan padi sawah. Hal ini disebabkan pelaksanaan pertanaman padi sawah dilakukan pada musim kemarau sehingga cendawan yang dapat menimbulkan penyakit pada padi tidak dapat berkembang.
Aplikasi fungisida Score 250 EC dengan kandungan bahan aktif difenokonazol pada masa 45 hari setelah tanam (HST) dan 60 HST diberikan sebagai sarana proteksi padi sawah terhadap serangan cendawan. Hama yang menyerang pertanaman padi sawah antara lain keong mas, penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas) dan walang sangit (Leptocorisa acuta). Varietas padi yang digunakan adalah varietas Ciherang sehingga tahan terhadap serangan wereng coklat (Nilaparvata lugens). Proteksi terhadap serangan wereng coklat tidak diperlukan karena tidak ditemukan adanya serangan hama tersebut. Hama keong mas menyerang tanaman padi sawah pada awal vegetatif padi (1-4 MST). Proteksi terhadap serangan hama keong mas dilakukan dengan aplikasi saponin di setiap plot percobaan. Penggerek batang padi kuning menyerang padi sawah pada masa vegetatif (2-6 MST) dapat diatasi dengan proteksi Virtako 300 SC (dosis 100-150 ml/Ha dengan volume semprot 500 l/Ha). Walang sangit mulai menyerang padi sawah pada masa pembentukan bulir susu atau yang disebut dengan milky stage (7-9 MST). Serangan hama walang sangit dapat diatai dengan proteksi Matador 50 EC( konsentrasi 2cc/l dengan volume semprot 500 l/Ha). Dinamika Populasi Gulma Dalam menentukan dominasi gulma pada umumnya dilakukan dengan cara penetapan nilai SDR (Summed Dominance Ratio) atau NJD (Nisbah Jumlah Dominasi). Semakin besar nilai SDR maka semakin besar kemampuan gulma tersebut dalam penguasaan sarana tumbuh yang mendukung pertumbuhannya. Nilai SDR dapat diketahui dengan menggunakan analisis vegetasi. Vegetasi menggambarkan perlakuan berbagai jenis tumbuhan di suatu daerah atau wilayah (Sastroutomo, 1990). Menurut hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada 2 minggu sebelum tanam (MSbT),4 minggu setelah tanam(MST), 4 MST, dan saat panen memperlihatkan adanya dinamika perubahan dalam komposisi gulma. Namun untuk species gulma dominan dominasinya tetap yaitu Echinochloa colona, Leptochloa chinensis, dan Oryza sativa dari golongan rumput. Untuk golongan teki didominasi oleh Fimbristylis miliacea, sedangkan untuk golongan daun lbar didominasi oleh Ludwigia octovalvis dan Monochoria vaginalis.
Pada Tabel 1 ditunjukkan populasi terbesar gulma di masa 2 MSbT didominasi oleh Oryza sativa dengan nilai NJD 28.44%. Padi sawah (Oryza sativa) yang sudah dipanen dapat mengalami pertumbuhan vegetatif kembali pada bekas potongan oleh alat potong padi. Apabila pertumbuhan tersebut dibiarkan dapat menjadi gulma untuk budidaya padi sawah selanjutnya. Memasuki masa pertanaman padi sawah, dominansi gulma mulai berganti species. Pada 4 MST ppulasi gulma terbesar didominasi Ludwigia octovalvis (NJD 20.80%), demikian juga saat padi mulai memasuki panen (14 MST). Saat panen dominansi gulma terbesar tetap didominasi oleh Ludwigia octovalvis (NJD 35.32%). Tabel 1.
Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Komposisi Gulma Dominan 2 MSbTa) 4 MSTb) Gulma Dominan 14 MST NJD (%) Echinochloa colona 21.81 13.38 19.35 Fimbristylis miliacea 24.69 7.96 13.26 Leptochloa chinensis 3.24 9.19 2.92 Ludwigia octovalvis 15.44 20.80 35.32 Monochoria vaginalis 16.33 4.77 Oryza sativa 28.44 12.66 Jumlah 93.62 80.32 75.62 Gulma Lain 6.38 19.68 24.38 Keterangan : a)MSbT= Minggu Sebelum Tanam ; b) MST= Minggu Setelah Tanam NJD = Nisbah Jumlah Dominansi
Pada grafik 1 terlihat adanya perubahan nilai NJD mulai dari 2 MSbT sampai dengan masa panen (14 MST). Pengaruh perlakuan teknik persiapan lahan dan tinggi genangan pada padi sawah dapat dilihat pada perubahan nilai NJD dari masing-masing gulma dominan. Pada 4 MST terlihat bahwa hampir seluruh gulma dominan mengalami penurunan nilai NJD, kecuali Ludwigia octovalvis dan Leptochloa chinensis yang nilai NJD nya meningkat. Hal ini memperlihatkan bahwa teknik persiapan lahan dan tinggi genangan papat menekan penguasaan sarana tumbuh gulma. Di masa ini terlihat munculnya species gulma dominan baru yaitu Monochoria vaginalis. Gulma ini banyak mendominasi pada lahan yang diberi perlakuan teknik persiapan lahan olah tanah sempurna (OTS).
Echinochloa colona Fimbristylis miliacea Ludwigia octovalvis Oryza sativa
40
NJD (%)
30 20 10 0 2 MSbT
Leptochloa chinensis Monochoria vaginalis
4 MST 14 MST Waktu
Grafik 1. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Komposisi Gulma Dominan
Teknik
Persiapan
Lahan
Perlakuan
Teknik
persiapan
lahan
mengaibatkan terjadinya perubahan komposisi gulma dominan dan gulma lain. Pengaruh teknik persiapan lahan terhadap komposisi gulma dominan dapat dilihat pada Tabel 2. Pada lahan percobaan yang menggunakan lahan OTS saat 2 MSbT dijumpai gulma dominan seperti Echinochloa colona, Fimbristylis miliacea, Oryza sativa, Leptochloa chinensis dengan total NJD sebesar 94.78%. Saat lahan OTS memasuki masa 4 MST hampir seluruh gulma dominan yang mendominasi lahan percobaan tidak ditemukan kecuali species Ludwigia octovalvis.. Hal ini disebabkan pada teknik persiapan lahan OTS memberikan penekanan yang maksimal terhadap gulma dominan. Pada masa 4 MST ditemukan species gulma dominan baru yaitu Monochoria vaginalis. Pengolahan tanah yang dilakukan pada lahan OTS dapat membalik biji gulma yang sebelumnya berada di posisi lapisan tanah bagian bawah ke lapisan atas. Hal tersebut dapat memacu timbulnya gulma dominan baru. Pada lahan yang diberi perlakuan TOT + paraquat terjadi penurunan NJD saat 4MST pada masing-masing gulma dominan, kecuali pada Echinochloa colona yang tidak mengalami perubahan pada nilai NJD, sedangkan Oryza sativa dan Ludwigia octovalvis yang mengalami kenaikan nilai NJD. Herbisida paraquat merupakan herbisida kontak sehingga hanya mematikan bagian terkena aplikasi. Gulma dominan seperti Echinochloa colona dan Ludwigia octovalvis memiliki
banyak biji sehingga memiliki kesempatan untuk regenerasi. Gulma Leptochloa chinensis yang sebelumnya tidak ditemukan diduga berkecambah selama masa pertumbuhan padi sehingga gulma tersebut muncul saat tanaman padi memasuki masa 4 MST. Pada lahan yang diberi perlakuan TOT + glifosat saat 4 MST terjadi penurunan NJD gulma dominan, kecuali pada Ludwigia octovalvis dan Leptochloa chinensis yang mengalami peningkatan nilai NJD. Hal ini disebabkan karena adanya perkecambahan biji Ludwigia octovalvis dan Leptochloa chinensis. Saat tanaman padi siap untuk dipanen (14 MST) nilai NJD di petak OTS, TOT + paraquat, TOT + glifosat mengalami penurunan. Hal ini diduga akibat terbentuknya kanopi dari tanaman padi sawah yang menaungi gulma dominan. Kebanyakan dari gulma dominan di lahan percobaan adalah gulma C4 sehingga saat gulma tersebut terkena naungan pertumbuhannya terhambat. Namun untuk gulma Echinochloa colona dan Ludwigia octovalvis mengalami peningkatan nilai NJD. Pada perlakuan TOT, ketersediaan mulsa dari gulma yang mati belum mampu menekan pertumbuhan gulma. Keberadaan mulsa tersebut tidak merata sehingga masih belum dapat menghambat cahaya yang sangat berguna untuk pertumbuhan gulma. Tabel 2.
Pengaruh Teknik Persiapan Lahan terhadap Komposisi Gulma Dominan
Umur
Perlk
NJD Gulma Dominan (%) Ec
Fm
Lo
Os
Jumlah
Lc
Mv
Gulma Lain
2 MSbT
T0 T1 T2
21.94 18.14 25.34
22.87 27.34 23.86
16.84 15.04 14.05
26.21 34.57 24.57
5.92 3.75
-
93.78 95.09 91.57
6.22 4.91 8.43
4 MST
T0 T1 T2
18.58 24.68
15.34 12.98
25.19 22.49 23.6
27.82 9.56
13.35 16.29
48.99 -
74.18 97.58 87.11
25.82 2.42 12.89
14 MST
T0 T1 T2
31.67 26.38
4.77 25.69 9.32
45.78 31.23 28.95
-
3.97 16.4
14.33 -
64.88 92.56 81.05
35.12 7.44 18.95
Keterangan : NJD = Nisbah Jumlah Dominansi Gulma; MSbT = Minggu Sebelum Tanam; MST = Minggu Setelah Tanam; T0 = Olah Tanah Sempurna (OTS); T1 = Tanpa Olah Tanah + Paraquat, T2 = Tanpa Olah Tanah + Glifosat; Ec = E. colona ; Fm = F. miliacea ; Lo = L. octovalvis ;
Pengaruh Tinggi Genangan. Pada perlakuan tinggi genangan 0 cm atau macak-macak, NJD gulma dominan tidak berubah dari masa 2 MSbT hingga panen. Hal ini diduga karena pada kondisi macak-macak gulma dapat berkembang dengan subur akibat tidak tergenang oleh air. Perlakuan dengan tinggi genangan 2.5 cm; 5 cm; 10 cm; dan intermiten 0-5 cm berdasarkan Tabel 3 terbukti dapat menurunkan NJD gulma dominan. Semakin tinggi genangan air dapat menekan pertumbuhan gulma dominan. Gulma dominan seperti Echinochloa colona, Ludwigia octovalvis dapat tetap tumbuh sampai dengan tinggi genangan 10 cm. Gulma Echinochloa colona dapat tumbuh sampai dengan tinggi genangan 10 cm namun pertumbuhannya tertekan. Dalam Tabel 3 dapat dilihat bahwa dengan tinggi genangan 5 cm mulai dapat menekan pertumbuhan gulma Echinochloa colona. Gulma Ludwigia ocotovalvis dapat tumbuh dengan baik sampai dengan tinggi genangan 10 cm. Pada Tabel 3. Terlihat bahwa nilai NJD Ludwigia octovalvis tidak berkurang dari 2MSbT hingga 14 MST atau masa panen.
Tabel 3. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Komposisi Gulma Dominan NJD Gulma Dominan (%) Umur Perlakuan Ec Fm Lo Os Lc Mv 2 MSbT I0 16.57 18.79 21.83 35.02 4.29 I1 23.22 17.63 10.16 28.04 6.96 I2 16.34 17.02 26.99 28.02 4.93 I3 29.51 25.80 8.52 27.50 I4 23.41 34.62 15.03 23.66 4 MST
14 MST
Ket :
I0 I1 I2 I3 I4
11.97 20.41 7.20 11.83 20.69
12.86 9.23 9.48 8.88 6.76
19.88 26.04 33.99 16.23 13.84
15.84 9.98 18.67 15.03 17.09
6.13 7.98 15.24 7.29 12.77
25.93 17.37 25.93 12.42
Jumlah 96.50 86.01 93.30 91.33 96.72
Gulma Lain 3.50 13.99 6.70 8.67 3.28
92.61 91.01 84.58 85.19 83.57
7.39 8.99 15.42 14.81 16.43
I0 5.36 31.47 36.16 7.99 12.09 93.07 6.93 I1 17.52 6.82 45.13 6.61 76.08 23.92 I2 10.82 46.14 19.34 76.30 23.70 I3 12.11 15.45 33.66 11.78 73.00 27.00 I4 32.91 15.49 48.40 51.60 I0 = tinggi genangan 0 cm ; I1 = tinggi genangan 2,5 cm ; I2 = tinggi genangan = 5 cm I3 = tinggi genangan 10 cm ; I4 = tinggi genangan intermiten (0-5 cm)
Persentase Penutupan Gulma Pengamatan untuk persentase penutupan gulma dilakukan secara visual. Pengamatan ini bertujuan untuk mengamati besarnya pesentase penutupan gulma pada suatu lahan. Pada saat sebelum persiapan lahan persentase penutupan gulma sebesar 75%. Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel 4 diketahui bahwa teknik persiapan lahan dan tinggi genangan berpengaruh nyata terhadap persentase penutupan gulma. Tidak terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap persentase penutupan gulma. Teknik Persiapan Lahan. Dari hasil sidik ragam pada Tabel 4 dapat terlihat bahwa perlakuan OTS dan TOT + glifosat memberikan penekanan gulma lebih baik daripada perlakuan TOT + paraquat. Hal ini diduga karena herbisida paraquat yang digunakan memiliki sifat kontak sehingga hanya mematikan bagian
yang terkena aplikasi saja. Paraquat hanya dapat menekan populasi gulma untuk waktu sementara, kemudian gulma dapat tumbuh kembali dengan cepat. Tinggi Genangan. Dari hasil sidik ragam pada Tabel 4 terlihat bahwa tinggi genangan memberikan pengaruh nyata terhadap persentase penutupan gulma. Tinggi genangan 10 cm memberikan penekanan gulma yang paling baik dibandingkan dengan tinggi genangan yang lain. Namun tinggi genangan mulai dari 2,5 cm sudah dapat memberikan penekanan terhadap gulma meskipun tidak sebaik tinggi genangan 10 cm.
Tabel 4. Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Persentase Penutupan Gulma Perlakuan Persentase Penutupan Gulma (%) Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 5.60b Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 29.53a Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 9.33b Tinggi Genangan 0 cm (I0) 22.89a 2.5 cm (I1) 14.11ab 5 cm (I2) 11.67ab 10 cm (I3) 8.33b Intermiten 0-5 cm (I4) 17.11ab Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT (5%) Berat Kering Gulma Dominan Pengamatan bobot kering dari gulma yang diamati merupakan gulma yang mendominasi lahan percobaan. Gulma dominan tersebut terdiri dari Echinochloa colona, Fimbristylis miliacea, Ludwigia octovalvis, Oryza sativa, Leptochloa chinensis, dan Monochoria vaginalis. Gulma Oryza sativa dilibatkan dalam identifikasi gulma dominan karena gulma tersebut berasal dari padi yang telah dipanen yang mengalami pertumbuhan vegetatif kembali. Gulma ini berpotensi untuk mengganggu pertumbuhan padi yang dibudidayakan dengan mempersempit ruang tumbuh padi dan dapat merebut unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan padi. Pengamatan berat kering gulma dominan dilakukan pada masa 2 MST, 4 MST, dan 14 MST. Pengaruh teknik persiapan lahan dan tinggi
genangan dapat dilihat mulai 2 MST karena pada masa ini tanaman padi telah selesai disulam dan mulai diamati untuk pertumbuhan vegetatifnya.
Berat Kering Echinochloa colona Berdasarkan data pada Tabel 5, teknik persiapan lahan memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering Echinochloa colona, sedangkan tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering gulma dominan. Tidak terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap bobot kering Echinochloa colona. Teknik Persiapan Lahan. Pada Tabel 5 ditunjukkan bahwa teknik persiapan lahan memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering gulma Echinochloa colona. Perlakuan OTS memberikan penekanan yang sempurna terhadap pertumbuhan Echinochloa colona. Dari masa 2 MST sampai dengan 10 MST tidak terdapat gulma Echinochloa colona pada lahan OTS. Pada lahan TOT + paraquat penekanan gulma Echinochloa colona cukup signifikan. Dari masa 2MST sampai dengan 10 MST berat kering gulma Echinochloa colona terus menurun. Pada perlakuan TOT + glifosat juga cukup baik dalam menekan pertumbuhan gulma Echinochloa colona. Saat masa 4 MST jumlah bobot kering dari gulma Echinochloa colona di lahan TOT + glifosat meningkat, meskipun pada masa 10 MST bobot kering gulma tersebut kembali turun. Hal ini terjadi karena biji
gulma Echinochloa colona di dalam tanah diduga mengalami
perkecambahan. Menurut Gslinato et al. (1999), satu tanaman Echinochloa colona dapat menghasilkan 3000-6000 biji. Tinggi genangan. Pada Tabel 5 ditunjukkan bahwa tinggi genangan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering gulma Echinochloa colona. Naiknya bobot kering gulma Echinochloa colona saat 4 MST dibandingkan 2 MST diduga akibat adanya perkecambahan dari biji gulma Echinochloa colona. Penaungan gulma Echinochloa colona oleh tajuk tanaman menurunkan berat kering gulma tersebut. Hal itu dapat dilihat pada saat tanaman padi memasuki 10 MST berat kering gulma Echinochloa colona menurun drastis.
Tabel 5
Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering Gulma Dominan E. colona Berat Kering Gulma Dominan E. colona (gram/ 0.25m2) Perlakuan 2 MST 4 MST 10 MST Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 0.00b 0.00b 0.00c Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 11.46a 9.34ab 1.68b Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 1.23b 19.15b 4.71a Tinggi Genangan 0 cm (I0) 0.61 11.55 0.30 2.5 cm (I1) 1.73 16.42 2.55 5 cm (I2) 10.70 4.46 0.76 10 cm (I3) 5.72 3.18 4.42 Intermiten 0-5 cm (I4) 2.39 11.87 2.62 Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT (5%)
Berat Kering Fimbristylis miliacea Berdasarkan data pada Tabel 6 ditunjukkan bahwa teknik persiapan lahan mulai berpengaruh nyata terhadap berat kering gulma Fimbristylis miliacea pada 4 MST. Tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering Fimbristylis miliacea. Tidak terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap berat kering gulma Fimbristylis miliacea. Teknik Persiapan Lahan. Pada Tabel 6 ditunjukkan pada saat 2 MST teknik persiapan lahan belum berpengaruh terhadap berat kering gulma Fimbrisylis miliacea. Saat pertanaman padi memasuki 4 MST teknik persiapan lahan mulai memberikan penekanan terhadap gulma Fimbristylis miliacea. Perlakuan OTS memberikan penekanan yang paling baik tehadap pertumbuhan gulma ini. Perlakuan TOT + paraquat dan TOT + glifosat belum memperlihatkan penekanan terhadap pertumbuhan Fimbristlis miliacea pada masa 4 MST. Pada perlakuan TOT + glifosat dan TOT + paraquat, berat kering gulma Fimbristylis miliacea ini meningkat dibandingkan 2 MST.
Hal ini diduga biji gulma
Fimbrustylis miliacea ini mulai berkecambah. Namun di masa 10 MST ini pertumbuhan gulma Fimbristylis miliacea ini turun kembali terbentuknya naungan yang dapat pertumbuhan gulma ini. Sejumlah intersepsi cahaya berpengaruh pada pertumbuhan Fimbrystilis miliacea
( Moenandir, 1988).
Tinggi Genangan. Pada Tabel 6 dapat diihat bahwa tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering gulma Fimbristylis miliacea. Pada 4 MST berat kering gulma Fimbristylis miliacea ini naik secara serempak di setiap
perlakuan tinggi genangan, namun di masa 10 MST berat kering Fimbristylis miliacea kembali turun. Tabel 6
Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering Gulma Dominan F. miliacea Perlakuan
Berat Kering Gulma Dominan F. miliacea (gram/ 0.25m2) 2 MST 4 MST 10 MST
Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 0.00 0.00b 0.03c Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 0.42 6.28a 1.07a Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 0.24 4.55ab 0.21b Tinggi Genangan 0 cm (I0) 0.32 4.96 0.68 2.5 cm (I1) 0.11 2.11 0.31 5 cm (I2) 0.01 2.66 0.93 10 cm (I3) 0.31 6.05 0.18 Intermiten 0-5 cm (I4) 0.35 2.28 0.07 Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT (5%)
Berat Kering Ludwigia octovalvis Berdasarkan data pada Tabel 7 perlakuan teknik persiapan lahan mulai berpengaruh nyata terhadap berat kering gulma Ludwigia octovalvis pada masa 2 MST. Tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering gulma Ludwigia octovalvis. Tidak terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap berat kering gulma Ludwigia octovalvis. Teknik Persiapan Lahan. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan TOT + glifosat dan TOT + paraquat memberikan penekanan yang setara terhadap pertumbuhan gulma Ludwigia octovalvis ini. Sampai dengan masa 4 MST perlakuan TOT + glifosat dan TOT + paraquat memberikan penekanan gulma yang tidak berbeda nyata. Perlakuan OTS memberikan penekanan gulma yang paling baik pada masa 2 MST sampai dengan 4 MST dibandingkan dengan perlakuan TOT + glifosat dan TOT + paraquat. Namun ketika memasuki 10 MST berat kering gulma Ludwigia octovalvis pada perlakuan OTS menunjukkan jumlah yang terbesar daripada pelakuan TOT + paraquat dan TOT + glifosat. Hal ini menunjukkan perlakuan TOT + glifosat dan TOT + paraquat cukup efektif untuk menekan pertumbuhan gulma Ludwigia octovalvis.
Tinggi genangan. Perlakuan tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering Ludwigia octovalvis. Dari masa 2 MST sampai dengan 10 MST tidak terlihat perubahan yang dinamis pada berat kering gulma Ludwigia octovalvis. Berat kering gulma juga tidak terpengaruh dengan adanya efek penaungan oleh padi di masa 10 MST. Meskipun dari hasil sidik ragam tidak memunjukkan adanya perbedaan nyata di setiap tinggi genangan, namun dari data di Tabel menunjukkan bahwa semakin tinggi genangan air, keberadaan gulma Ludwigia octovalvis semakin tertekan. Tabel 7
Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering Gulma Dominan L. octovalvis Perlakuan
Berat Kering Gulma Dominan L. octovalvis (gram/ 0.25m2) 2 MST 4 MST 10 MST
Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 0.00b 0.11b 4.26a Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 1.42a 6.33ab 1.87b Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 1.57a 8.42a 1.29c Tinggi Genangan 0 cm (I0) 1.31 10.18 1.11 2.5 cm (I1) 0.85 5.26 6.08 5 cm (I2) 0.49 4.33 3.25 10 cm (I3) 0.84 2.86 0.38 Intermiten 0-5 cm (I4) 1.49 2.13 1.54 KeteranganAngka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT (5%)
Berat Kering Oryza sativa Tanaman padi yang tidak dipanen dan dibabat secara sempurna dapat menjadi gulma bagi budidaya padi berikutnya. Gulma ini biasanya dikenal dengan nama singgang. Sisa dari bagian batang padi (Oryza sativa) yang telah dipanen dapat mengalami pertumbuhan vegetatif apabila padi tersebut tidak tercabut sampai ke akarnya. Singgang (Oryza sativa) dalam budidaya padi TOT dapat menjadi gulma yang dapat mengganggu budidaya padi yang signifikan apabila tidak dikendalikan. Berdasarkan data pada Tabel 8 terlihat bahwa teknik persiapan lahan berpengaruh nyata terhadap berat kering gulma Oryza sativa. Tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering Oryza sativa. Tidak terdapat
interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap berat kering gulma Oryza sativa. Teknik Persiapan Lahan. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa teknik persiapan lahan TOT + glifosat memberikan penekanan gulma lebih baik daripada perlakuan TOT + paraquat. Sifat herbisida glifosat yang dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian organ Oryza sativa atau singgang terbukti lebih efektif. Perlakuan OTS berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering gulma Oryza sativa. Persiapan lahan dengan cara OTS menghancurkan seluruh organ singgang (Oryza saiva) yang merupakan hasil budidaya padi sebelumnya. Pengamatan berat kering gulma Oryza sativa hanya dilakukan pada masa 2 MST dan 4 MST. Setelah 4 MST gulma Oryza sativa disiangi. Fungsi penyiangan tersebut agar gulma Oryza sativa tidak memberikan hasil yang bias terhadap lahan budidaya padi saat mulai memasuki masa panen. Tinggi Genangan. Pada Tabel 8 terlihat bahwa perlakuan tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering gulma Oryza sativa. Hal tersebut dapat dipahami karena gulma ini sebenarnya merupakan tanaman budidaya yang hidup di lahan yang tergenang.
Tabel 8
Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering Gulma Dominan O. sativa Perlakuan
Berat Kering Gulma Dominan O. sativa ( gram/ 0.25m2) 2 MST 4 MST
Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 0.00 0.00b Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 0.15 14.76a Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 4.59 5.23b Tinggi Genangan 0 cm (I0) 3.86 9.19 2.5 cm (I1) 0.45 6.49 5 cm (I2) 0.00 5.46 10 cm (I3) 1.51 3.23 Intermiten 0-5 cm (I4) 2.09 8.96 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT (5%)
Berat Kering Leptochloa chinensis Berdasarkan data pada Tabel 4 teknik persiapan lahan memberikan pengaruh nyata mulai masa 4 MST. Tinggi genangan juga memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering gulma Leptochloa chinensis. Tinggi genangan mulai berpengaruh nyata terhadap berat kering Leptochloa chinensis pada 10 MST. Terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan saat lahan pertanaman padi memasuki 10 MST. Teknik Persiapan Lahan. Perlakuan TOT + paraquat dan TOT + glifosat berpengaruh nyata terhadap berat kering gulma Leptochloa chinensis mulai masa 4 MST. Perlakuan TOT + paraquat memberikan penekanan yang lebih baik terhadap berat kering Leptochloa chinensis daripada perlakuan TOT + glifosat pada masa 4 MST, namun pada masa 10 MST perlakuan TOT + glifosat memberikan penekanan gulma yang lebih baik dibandingkan perlkuan TOT + paraquat.. Perlakuan OTS menekan pertumbuhan gulma Leptochloa chinensis dan tidak memberikan ruang bagi gulma tersebut untuk tumbuh. Hal ini terlihat bahwa berat kering gulma Leptochloa chinensis selalu nihil pada perlakuan OTS. Tinggi Genangan. Berdasarkan data pada Tabel 9 perlakuan tinggi genangan berpengaruh nyata saat tanaman padi memasuki 10 MST. Berat kering gulma Leptochoa chinensis terbesar ditemukan pada ketinggian 0 cm atau macakmacak. Mulai tinggi genangan 2,5 cm sampai dengan 10 cm dan intermiten terbukti dapat menekan pertumbuhan gulma Leptochloa chinensis. Hal ini diduga bahwa pertumbuhan gulma Leptochloa chinensis memerlukan kondisi yang kering. Saat lahan sawah mlai digenangi, gulma ini akan mengalami kesulitan untuk tumbuh.
Tabel 9
Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering Gulma Dominan L. chinensis Perlakuan
Berat Kering Gulma Dominan L. chinensis (gram/ 0.25m2) 2 MST 4 MST 10 MST
Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 0.00 0.00a 0.00c Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 1.40 5.34ab 0.19a Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 0.24 6.65b 0.12b Tinggi Genangan 0 cm (I0) 0.33 2.36 0.37a 2.5 cm (I1) 0.05 2.17 0.00c 5 cm (I2) 0.34 6.09 0.15b 10 cm (I3) 0.00 3.89 0.00c Intermiten 0-5 cm (I4) 2.02 5.46 0.00c Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT (5%)
Berat Kering Monochoria vaginalis Menurut data Tabel 10 gulma dominan Monochoria vaginalis mulai terdapat pada lahan budidaya padi sawah saat tanaman memasuki masa 4 MST. Perlakuan teknik persiapan lahan berpengaruh nyata terhadap berat kering Monochoria vaginalis. Perlakuan tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering Monochoria vaginalis. Tidak terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan. Teknik Persiapan Lahan. Berdasarkan data pada Tabel 10 gulma Monochoria vaginalis hanya muncul pada perlakuan OTS. Gulma ini tidak dijumpai pada perlakuan TOT + paraquat dan TOT + glifosat. Hal ini diduga yaitu pada saat pengolahan tanah pada lahan OTS, biji gulma Monochoria vaginalis yang terletak di tanah di lapisan bawah terangkat dan berkecambah. Biji gulma Monochoria vaginalis yang terletak di lapisan bawah pada perlakuan TOT tetap dorman dan tidak berkecambah. Tinggi Genangan. Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan tinggi genangan tidak tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan gulma Monochoria vaginalis. Gulma ini termasuk gulma air sehingga keberadaannya tidak akan dipengaruhi oleh tinggi genangan.
Tabel 10
Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering Gulma Dominan M. vaginalis Perlakuan
Berat Kering Gulma Dominan M. vaginalis ( gram/ 0.25m2) 4 MST 10 MST
Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 1.57 0.42a Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 0.00 0.00b Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 0.00 0.00b Tinggi Genangan 0 cm (I0) 0.59 0.28 2.5 cm (I1) 0.06 0.00 5 cm (I2) 0.00 0.00 10 cm (I3) 0.31 0.42 Intermiten 0-5 cm (I4) 1.66 0.00 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT (5%) Berat Kering Gulma Total Pada Tabel 11 terlihat bahwa teknik persiapan lahan memberikan pengaruh terhadap berat kering gulma total sejak 2 MST. Tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering gulma total. Tidak terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap berat kering gulma total. Teknik Persiapan Lahan. Perlakuan TOT + glifosat lebih dapat mengendalikan gulma dibandingkan dengan perlakuan TOT + paraquat. Hal ini dapat terlihat dari rendahnya berat kering gulma total dari perlakuan TOT + glifosat pada masa 2 MST. Memasuki masa 4 MST perlakuan teknik TOT + glifosat dan TOT + paraquat tidak memberikan perbedaan yang nyata. Hal ini diduga akibat mulai tumbuhnya gulma-gulma baru yang berkecambah. Perlakuan OTS memberikan penekanan gulma yang terendah dibandingkan perlakuan TOT + glifosat dan TOT + paraquat pada masa 2 MST dan 4 MST. Perlakuan OTS mampu memecah organ gulma dengan baik sehingga tidak terdapat gulma sampai dengan 2 MST. Pembentukan naungan oleh padi sawah terhadap pembentukan gulma mampu menekan pertumbuhan gulma pada masa 10 MST.
Tinggi Genangan. Pada Tabel 11 ditunjukkan bahwa tinggi genangan tidak berpengaruh secara nyata terhadap berat kering gulma total. Hal ini diakibatkan karena sebagian besar dari gulma-gulma tersebut dapat beradaptasi dengan kondisi tanah sawah dan tahan terhadap genangan air. Bagian-bagian dari organ gulma yang tidak terendam air masih mampu untuk mendukung pertumbuhan vegetatif dari gulma tersebut. Gulma-gulma dominan yang ditemui adalah gulma umum pada lahan budidaya padi sawah sehingga gulma tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi tanah sawah.
Tabel 11
Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Berat Kering Gulma Total Perlakuan
Berat Kering Gulma Total(gram/ 0.25m2) 2 MST 4 MST 10 MST
Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 0.00b 1.73b 4.53b 42.33a 3.74c Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1 16.21a 45.37a 6.25a Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 7.89ab Tinggi Genangan 0 cm (I0) 8.68 35.39 8.63a 2.5 cm (I1) 3.20 32.52 5.23b 5 cm (I2) 11.51 26.97 4.15b 10 cm (I3) 8.47 20.97 2.27c Intermiten 0-5 cm (I4) 8.31 33.20 3.91c Keterangan Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT (5%) Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman Tinggi tanaman diamati mulai dari 2 MST sampai dengan 7 MST. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lahan percobaan, tinggi tanaman meningkat hingga 7 MST, selanjutnya tanaman tidak bertambah tinggi karena pertumbuhan vegetatif sudah berhenti dan ditandai dengan malai padi yang mulai memasuki masa bunting. Teknik persiapan lahan memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman mulai dari 2 MST sampai dengan 5 MST. Tinggi genangan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Tidak
terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap tinggi tanaman. Teknik Persiapan Lahan. Pada Tabel 12 ditunjukkan bahwa tinggi tanaman pada perlakuan TOT + paraquat dan TOT + glifosat lebih tinggi daripada perlakuan OTS. Berdasarkan data berat kering gulma total pada Tabel 11 terlihat bahwa pada masa 2 MST dan 4 MST terjadi kompetisi antara gulma dengan padi saawah. Hal ini terlihat dengan besarnya jumlah berat kering gulma total pada masa 2 MST dan 4 MST. Tinggi tanaman padi yang lebih tinggi ini dapat terjdi akibat persaingan unyuk mendapatkan cahaya antara padi sawah dengan gulma. Pengolahan tanah pada perlakuan OTS mengurangi kompetisi gulma dengan tanaman budidaya. Setelah tanaman padi memasuki 6 MST teknik persiapan lahan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Tinggi Genangan. Pada Tabel 12 ditunjukkan bahwa tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Berdasarkan data pada Tabel 11 terlihat bahwa berat kering gulma total tidak dipengaruhi oleh setiap tingkat ketinggian genangan.
Tinggi tanaman tidak berbeda nyata di setiap tinggi
genangan karena penekanan gulma di setiap ketinggian tersebut hampir sama.
Tabel 12 Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Tinggi Tanaman Padi Sawah Tinggi tanaman (cm) Perlakuan 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 34.15b 41.78b 52.60b 54.95b 69.64 76.06 Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 37.91a 45.01a 56.65a 67.36a 71.64 74.41 Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 37.36a 43.97ab 56.33a 66.06a 69.46 74.53 Tinggi Genangan 0 cm (I0) 35.54 43.03 53.34 64.57 69.05 72.61 2.5 cm (I1) 37.31 43.77 55.71 66.13 71.37 75.89 5 cm (I2) 36.22 43.42 54.86 60.85 70.05 75.85 10 cm (I3) 37.03 44.10 55.45 60.76 71.05 76.03 Intermiten 0-5 cm (I4) 36.25 43.61 54.95 59.97 69.70 74.61
Jumlah Anakan Jumlah anakan diamati mulai dari 2 MST sampai dengan 7 MST. Teknik persiapan lahan memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada 4
MST, 5 MST, 6 MST, dan 7 MST. Jumlah anakan pada padi sawah terus meningkat sampai dengan 7 MST. Setelah melewati masa tersebut pertumbuhan anakan berhenti karena tanaman padi mulai memasuki masa generatif. Tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan padi sawah. Tidak terdapat interaksi anatara teknik persiapan lahan dengan tinggi genangan terhadap jumlah anakan padi sawah. Teknik Persiapan Lahan. Perlakuan teknik persiapan lahan mulai berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan padi sawah ketika tanaman padi memauki masa 4 MST. Pada perlakuan OTS terlihat bahwa jumlah anakan pada perlakuan tersebut lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan TOT + paraquat dan TOT + glifosat. Ketika padi sawah memasuki 6 MST dan 7 MST perlakuan TOT + glifosat menunjukkan jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan perlakuan TOT + paraquat. Perlakuan TOT + paraquat hanya dapat mengendalikan gulma pada bagian gulma yang terkena aplikasi. Bagian yang tidak terkena aplikasi herbisida masih dapat mengalami pertumbuhan vegetatif kembali. Perlakuan TOT + glifosat mengendalikan gulma secara sistemik sehingga dapat mematikan seluruh bagian gulma dan mengurangi potensi gulma untuk bereproduksi kembali.. Perlakuan OTS memberikan penekanan gulma yang paling baik karena dapat menghancurkan organ-organ gulma saat dilakukan proses pengolahan tanah. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah anakan. Saat kompetisi antara padi dengan gulma semakin rendah, maka jumlah anakan akan lebih banyak. Tinggi Genangan. Berdasarkan data pada Tabel 13 terlihat bahwa tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan padi sawah. Jumlah anakan di setiap ketinggian genangan memiliki jumlah yang hampir sama. Hal ini diduga bahwa penekanan gulma terhadap padi sawah setara di setiap ketingian genangan.
Tabel 13 Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Jumlah Anakan Padi Sawah Jumlah Anakan Perlakuan 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 6.75 12.34 17.17a 19.28a 19.39a 20.48a Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 7.45 11.97 13.99b 14.01b 14.09c 14.63c Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 7.89 13.16 15.32ab 18.05ab 17.27b 17.54b Tinggi Genangan 0 cm (I0) 7.34 11.66 14.84 15.84 16.18 16.34 2.5 cm (I1) 7.77 13.12 16.33 17.38 17.74 18.29 5 cm (I2) 7.29 13.02 15.86 16.81 17.79 18.11 10 cm (I3) 7.60 13.09 16.24 18.07 18.11 18.36 Intermiten 0-5 cm (I4) 6.82 11.57 14.20 15.81 16.11 17.00 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (5%)
Jumlah daun Jumlah daun diamati mulai dari 2 MST sampai dengan 6 MST. Ketika tanaman padi mulai memasuki masa 7 MST jumlah daun tidak berubah dan pertumbuhan vegetatif daun telah mencapai pertumbuhan yang optimal. Teknik persiapan lahan memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman pada 4 MST, 5 MST, dan 6 MST.
Perlakuan tinggi genangan tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap jumlah daun. Tidak terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap jumlah daun. Teknik Persiapan Lahan. Perlakuan OTS memberikan jumlah daun yang paling tinggi dibandingkan perlakuan yang lain pada 4 MST sampai dengan 6 MST. Perlakuan OTS memberikan keadaan bebas gulma pada masa awal pertumbuhan tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik karena kompetisi dengan gulma rendah. Tinggi Genangan. Pada Tabel 14 ditunjukkan bahwa tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun padi sawah. Berdasarkan data pada Tabel 11 terlihat bahwa berat kering gulma total tidak berpengaruh nyata di setiap tingkat ketinggian genangan. Jumlah daun tidak berbeda nyata di setiap tinggi genangan karena penekanan gulma di setiap ketinggian tersebut hampir sama.
Tabel 14 Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan tinggi Genangan terhadap Jumlah Daun Padi Sawah Jumlah Daun Perlakuan 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 19.37 35.95 51.49a 58.33a 61.84a Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 21.36 35.34 42.17b 41.79b 41.15c Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 22.75 39.64 45.88ab 53.98a 53.06b Tinggi Genangan 0 cm (I0) 20.43 34.4 44.58 47.63 48.93 2.5 cm (I1) 22.48 38.46 49.24 54.11 54.96 5 cm (I2) 21.11 38.91 47.87 53.73 54.03 10 cm (I3) 22.03 38.79 48.36 53.27 54.19 Intermiten 0-5 cm (I4) 19.77 34.33 42.54 47.17 48.9 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (5%)
Indeks Luas Daun Pengukuran indeks luas daun dilakukan saat tanaman padi memasuki masa vegetatif maksimal, yaitu pada 7 MST. Indeks luas daun bertujuan untuk melihat rasio pentupan tajuk tanaman terhadap permukaan tanah. Teknik persiapan lahan berpengaruh nyata terhadap indeks luas daun. Tinggi genangan tidak berpengauh nyata terhadap indeks luas daun. Tidak terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap indeks luas daun. Teknik Persiapan Lahan. Perlakuan OTS dan TOT + glifosat memiliki nilai indeks luas daun lebih besar dibandingkan dengan TOT + paraquat. Hal ini menunjukkan bahwa penutupan tajuk tanaman pada perlakuan OTS dan TOT + glifosat jauh lebih baik. Dengan nilai indeks luas daun yang semakin tinggi dapat menekan pertumbuhan gulma, terutama gulma C4 yang sangat bergantung terhadap paparan cahaya matahari. Tinggi Genangan. Berdasarkan data pada Tabel 15, ditunjukkan bahwa tingg genangan tidak berpengaruh nyata terhadap indeks luas daun. Hal ini menunjukkan bahwa rasio penutupan tajuk tanaman di setiap ketinggian genangan dalam taraf yang sama.
Tabel 15
Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Indeks Luas Daun Perlakuan Indeks Luas Daun Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 1.36a Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 1.03b Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 1.23a Tinggi Genangan 0 cm (I0) 1.11 2.5 cm (I1) 1.23 5 cm (I2) 1.27 10 cm (I3) 1.28 Intermiten 0-5 cm (I4) 1.15 Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT (5%)
Komponen Produksi Teknik persiapan lahan mempengaruhi komponen produksi seperti panjang malai, jumlah gabah per malai, gabah kering panen, dan gabah kering giling kecuali terhadap jumlah anakan produktif, jumlah gabah hampa per malai, dan bobot 1000 butir. Tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap komponen produksi. Tidak terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap komponen produksi.
Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai, Jumlah Gabah per Malai dan Jumlah Gabah hampai per Malai Pengamatan terhadap jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, dan jumlah gabah hampa per malai dilakukan pada saat panen (95 hari setelah tanam) terhadap tanaman contoh. Berdasarkan data pada Tabel 16 ditunjukkan bahwa teknik persiapan lahan berpengaruh sangat nyata nyata terhadap panjang malai, jumlah gabah per malai. Perlakuan OTS memiliki panjang malai lebih panjang dan jumlah gabah per malai yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan TOT + paraquat dan TOT + glifosat. Tidak terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap
jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, dan jumlah gabah hampa per malai. Tabel 16 Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan Terhadap Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai (cm), Jumlah Gabah per Malai, dan Jumlah Gabah Hampa per Malai Jumlah Panjang Jumlah Jumlah Perlakuan Anakan Malai Gabah Gabah Hampa Produktif (cm) per Malai per Malai Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 16.95 57.69a 100.33a 4.79b Tanpa Olah Tanah + Paraquat (T1) 15.85 54.25b 84.70b 5.72ab Tanpa olah tanah + Glifosat (T2) 16.67 55.81b 89.94b 6.51a Tinggi Genangan 0 cm (I0) 16.41 55.57ab 88.04 5.88 2.5 cm (I1) 17.06 56.57ab 88.62 5.75 5 cm (I2) 16.37 57.17a 95.33 6.03 10 cm (I3) 16.00 55.79ab 91.20 5.44 Intermiten 0-5 cm (I4) 16.61 54.50b 95.07 5.29 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (5%)
Bobot 1000 Butir Pengamatan terhadap bobot 1000 butir dilakukan pada saat panen (95 hari setelah tanam) terhadap tanaman contoh. Berdasarkan data pada Tabel 17 teknik persiapan lahan dan tinggi genangan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir. Tidak terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap bobot 1000 butir.
Tabel 17 Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan terhadap Bobot 1000 Butir Perlakuan Bobot 1000 Butir (gram) Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 28.45 Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 28.50 Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 28.66 Tinggi Genangan 0 cm (I0) 28.37 2.5 cm (I1) 28.72 5 cm (I2) 28.41 10 cm (I3) 28.59 Intermiten 0-5 cm (I4) 28.58 KeteranganAngka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT (5%)
Komponen Hasil Pengamatan komponen hasil dilakukan pada saat panen (95 hari setelah tanam) terhadap hasil panen ubinan tiap petak dengan ukuran 2,5 m x 2,5 m. Parameter dari komponen hasil yang diamati adalah bobot gabah kering panen dan gabah kering giling. Berdasarkan data pada Tabel 18 teknik persiapan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap gabah kering panen dan gabah kering giling. Tinggi genangan tidak berpengaruh nyata terhadap gabah kering panen dan gabah kering giling. Tidak terdapat interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan terhadap gabah kering panen dan gabah kering giling. Teknik Persiapan Lahan. Pada parameter komponen hasil yang yang diamati terlihat bahwa perlakuan OTS memberikan komponen hasil tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini terjadi karena perlakuan OTS mampu menekan gulma lebih sempurna dibandingkan dengan perlakuan TOT + paraquat dan TOT + glifosat. Penekanan terhadap gulma dapat memberikan ruang tumbuh yang baik bagi tanaman padi sawah.
Tabel 18 Pengaruh Teknik Persiapan Lahan dan Tinggi Genangan Terhadap Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling (Ton /Ha) Gabah Gabah (kadar air 14%) Perlakuan Kering Kering Panen Giling Teknik Persiapan Lahan Olah Tanah Sempurna (T0) 7.10a 6.48a Tanpa Olah Tanah + paraquat (T1) 4.37c 3.96c Tanpa Olah Tanah + glifosat (T2) 5.37b 4.79b Tinggi Genangan 0 cm (I0) 5.18 4.75 2.5 cm (I1) 5.56 5.07 5 cm (I2) 6.05 5.29 10 cm (I3) 5.82 5.30 Intermiten 0-5 cm (I4) 5.43 4.95 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT (5%)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan tinggi genangan secara umum tidak mempengaruhi peubahpeubah yang diamati. Perlakuan ini hanya berpengaruh terhadap persentase penutupan gulma dan penekanan terhadap berat kering gulma total. Teknik persiapan lahan berpengaruh terhadap berat kering gulma dominan, berat kering gulma total, pertumbuhan dan produksi padi sawah. Komponen hasil tanaman padi dipengaruhi oleh teknik persiapan lahan, dimana perlakuan olah tanah sempurna memberikan hasil bobot gabah kering panen dan gabah kering giling yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan olah tanah konservasi. Hal ini diakibatkan gulma yang berada pada perlakuan olah tanah sempurna hanya didominasi oleh Monochoria vaginalis, Limnocharis flava, dan Ludwigia octovalvis dalam stadia awal tumbuh sehingga keberadaannya tidak menekan pertumbuhan dan produksi padi sawah. Pada perlakuan olah tanah konservasi pertumbuhan dan produksi padi sawah agak tertekan karena keberadaan gulma Echinochloa colona dalam stadia dewasa. Interaksi antara teknik persiapan lahan dan tinggi genangan tidak mempengaruhi semua peubah yang diamati kecuali terhadap peubah persentase penutupan gulma dan bobot kering gulma total.
Saran Untuk kondisi lahan yang ketersediaan airnya terbatas, budidaya padi sawah dapat dilakukan dengan kondisi macak-macak (tinggi genangan 0 cm), namun tetap dengan memperhatikan keberadaan gulma yang terdapat padi sawah. Apabila keberadaan gulma mulai mengganggu budidaya padi sawah, perlakuan taraf penggenangan perlu dilakukan. Untuk mendapatkan tingkat produksi yang tinggi diperlukan penekanan terhadap gulma yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan padi sawah. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh tinggi genangan terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah di berbagai teknik persiapan lahan dengan memperhatikan keberadaan vegetasi gulma yang lebih merata dan seragam.
DAFTAR PUSTAKA Arsana, D., S. Yahya, A.P. Lontoh, dan H. Pane. 2003. Hubungan antara penggenangan dini dan potensi redoks, produksi etilen, dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil padi (Oryza sativa) denga sistem tabela. Buletin Agronomi. 31(2) : 37-41. Ashton and Monaco. 1991. Weed Science. John Wiley and Sons, Inc. New York. 466 p. Balai Informasi Pertanian. 1995. Budidaya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Papua. Balai Penelitian Padi. 2006. Teknik Mengairi Padi. Sukamandi. Biro
Pusat Statistik. 2007 August 22. Statistics Indonesia. URL http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/tables.shtml. Accessed 2007 Sept 1.
Departemen Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Irigasi. Deptan. Jakarta. 40 hal. Djojosumarto, Panut. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT Agromedia Pustaka. Jakarta. 340 hal. Galinato, M. I. et al. 1999. Upland Rice Weeds of South and South East Asia. IRRI. Phillipines. 156 p. Gomez, K. dan A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. UI-Press. Jakarta. 698 hal. Grist, D.H. 1965. Rice 4th Edition. Longmans. London. 548p. International Rice Research Institute. 2007. IRRI. URL http://www.irri.org.htm. Accessed 2007 Sept 8. Kurniarahmi, E.K. 2005. Pengaruh Waktu Penggenangan Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Gogo Rancah. Skripsi. Program Studi Agronomi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Moenandir, J. 1988. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. CV Rajawali. Jakarta. 101 hal. Moorman, F.R. and N.V. Bremen. 1978. Rice : Soil, Water, Land. International Rice Research Institue. Philiphina. 185p.
Prasetiyo, Y.T. 2002. Budidaya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 59hal. Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 216 hal. Sukman dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang. Palembang. 159 hal. Utomo, M. dan Nazaruddin. 2003. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 48 hal. Wikipedia. 22 Agustus 2007. Wikipedia Indonesia. http://www.wikipedia.com. Diakses 1 September 2007.
URL
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Deskripsi Padi Sawah Varietas Ciherang Nama varietas Nomor seleksi Asal persilangan
: : :
Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Muka daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata hasil Potensi hasil
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Ketahanan terhadap Hama
: :
Penyakit Anjuran tanam
: :
Pemulia
:
Dilepas tahun
:
Ciherang S3383-1D-PN-41-3-1 IR18348-53-1-3-1-3/2*IR19661-131-3-1-3//4*IR64 Cere 116-125 hari tegak 107-115 cm 14-17 batang Hijau Hijau Tidak berwarna Tidak berwarna Hijau Kasar pada sebelah bawah Tegak Tegak Panjang ramping Kuning bersih Sedang Sedang Pulen 23% 28 g 6,0 ton/ha GKG 8,5 ton/ha GKG Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak Tahan biotipe 3 Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 meter di atas permukaan laut. Tarjat T, Z.A. Simanulang, E. Sumadi dan Aan A. Daradjat 2000
Tabel Lampiran 2. Koefisien komunitas Antar Petak (%)
T 0I 0 T 0I 1 T 0I 2 T 0I 3 T 0I 4 T 1I 0 T 1I 1 T 1I 2 T 1I 3 T 1I 4 T 2I 0 T 2I 1 T 2I 2 T 2I 3 T 2I 4
T0 T 10 0I 1 10 50 0
T0 I2
T0 I3
T0 I4
T1 I0
T1 I1
T1 I2
T1 I3
T1 I4
T2 I0
T2 I1
T2 I2
53. 47. 70. 53. 47. 58. 58. 52. 42. 53. 50 33 06 59 33 06 82 82 63 11 33
10 58. 47. 60. 52. 47. 57. 57. 36. 30. 47. 40 0 82 62 87 63 62 14 14 36 30 62 10 0
T2 I3
T2 I4
62. 60 50 60
58. 33
58. 69. 70. 55. 55. 72. 52. 47. 52. 69. 74. 52. 41 63 43 42 19 84 30 62 50 63 32 30 10 0
53. 71. 54. 53. 47. 58. 57. 42. 68. 72. 55. 36 61 74 33 06 82 23 11 67 84 45 10 0
77. 52. 73. 75. 57. 74. 57. 61. 57. 64. 73 19 17 50 23 19 68 41 66 30 10 0
88. 81. 57. 73. 70. 58. 57. 70. 69. 16 95 23 71 43 24 51 90 03 10 0
70. 55. 65. 72. 45. 58. 59. 54. 01 42 34 71 24 24 11 77 10 0
63. 69. 61. 58. 55. 63. 52. 34 96 41 51 42 02 19 10 0
71. 77. 66. 51. 61. 75. 74 65 43 74 68 12 10 0
47. 57. 47. 52. 62. 06 14 62 63 11 10 0
57. 56. 55. 75. 23 76 45 50 10 0
30. 40. 54. 30 45 39 10 0
58. 56. 44 22 10 0
54. 73 10 0
Tabel Lampiran 3. Nilai Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Jenis Gulma Echinochloa colona Fimbristylis miliacea Ludwigia octovalvis Oryza sativa Leptochloa chinensis Paspalum conjugatum Alternanthera sessilis Cyperus iria Ottochloa nodosa Monochoria vaginalis Limnocharis flava Echinochloa cruss-galli Cynodon dactylon Paspalum dysthicum
2 MSbT 21.81 24.69 15.44 28.44 3.24 2.42 1.39 0.66 0.20 -
4 MST 13.38 7.96 20.80 12.66 9.19 16.33 0.59 -
13 MST 19.35 13.26 35.32 2.92 4.77 7.26 6.48 2.13
Tabel Lampiran 4.
Peubah Persentase Peutupan Gulma
Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Teknik Persiapan Lahan (T) dan Tinggi Genangan (I), dan Interaksinya terhadap Persentase Penutupan Gulma, Berat kering Gulma Dominan, dan Gulma Total Umur T I TxI KK 10 MST
**
*
*
84.33
Echinochloa colona
2 MST 4 MST 10 MST
* tn **
tn tn tn
tn tn tn
30.63 21.68 21.29
Fimbristylis miliacea
2 MST 4 MST 10 MST
tn * **
tn tn tn
tn tn tn
24.98 16.96 53.02
Leptochloa chinensis
2 MST 4 MST 10 MST
tn tn **
tn tn *
tn tn *
49.56 19.69 16.00
Ludwigia octovalvis
2 MST 4 MST 10 MST
* tn **
tn tn tn
tn tn tn
15.73 19.65 24.74
4 MST 10 MST
tn **
tn tn
tn tn
44.81 47.82
Oryza sativa
2 MST 4 MST
tn **
tn tn
tn tn
38.29 17.62
Gulma Total
2 MST * tn tn 19.10 4 MST ** tn tn 84.74 10 MST ** * * 26.98 ** : berbeda nyata pada taraf 1 %; * berbeda nyata pada taraf 5 % tn = tidak berbeda nyata, KK = koefisien keragaman hasil transformasi (X + 0.5)1/2
Monochoria vaginalis
Keterangan :
Tabel Lampiran 5.
Peubah Komponen Vegetatif Tinggi
Rekapitulasi Sidik Ragam (T) dan Tinggi Genangan ( Komponen Vegetatif dan K Sawah I Umur T
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
** * * * tn tn
tn tn tn tn tn tn
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
tn tn tn ** ** **
tn tn tn tn tn tn
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST
tn tn tn ** **
tn tn tn tn tn
7 MST
**
tn
Jumlah Anakan
Jumlah Daun
Indeks Luas Daun
Komponen Generatif Jumlah Anakan Produktif panen tn tn Panjang Malai panen ** tn Jumlah Gabah per Malai panen ** tn Gabah Hampa per Malai panen tn tn Bobot 1000 Butir panen tn tn Gabah Kering Panen panen ** tn Gabah Kering Giling panen ** tn Keterangan : ** : berbeda nyata pada tar tn = tidak berbeda nyata, K (X + 0.5)1/2
T0 I0
T1 I4
T2 I3
T0 I1
T1 I2
T2 I4
T0 I2
T1 I3
T2 I1
T0 I3
T1 I0
T2 I2
T0 I4
T1 I1
T2 I0
T2 I4
T0 I1
T1 I2
T2 I3
T0 I3
T1 I0
T2 I2
T0 I0
T1 I3
T210
T0 I4
T1 I1
T2 I1
T0 I2
T1 I4
T1 I1
T2 I2
T0 I4
T1 I3
T2 I1
T0 I2
T1 I0
T2 I4
T0 I3
T1 I4
T2 I3
T0 I0
T1 I2
T2 I0
T0 I1
Ulangan 1
Ulangan 3
Ulangan 2
Gambar Lampiran 6. Denah Percobaan Keterangan : T
: Teknik persiapan lahan sebagai petak utama
I
: Tinggi genangan sebagai anak petak
T0
: Olah Tanah Sempurna
T1
: Tanpa Olah Tanah dengan Aplikasi Herbisida Paraquat 276 SL (3L/Ha)
T2
: Tanpa Olah Tanah dengan Aplikasi Herbisida Glifosat 480 SL (3L/Ha)
I0
: Kontrol
I1
: Tinggi genangan 2,5 cm
I2
: Tinggi genangan 5 cm
I3
: Tinggi genangan 10 cm
I4
: Intermiten (tinggi genangan 0-5 cm)