OBSERVED & EXPERIENTIAL INTEGRATION (OEI) UNTUK MENURUNKAN GEJALA STRES PASCA TRAUMA (PTSD) PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) Brigitta Erlita Tri Anggadewi dan Emmanuela Hadriami Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Observed Experiential Integration (OEI) dapat menurunkan gejala Stres Pasca Trauma pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Subjek penelitian ini adalah 3 (tiga) orang perempuan korban KDRT dengan usia 28 sampai 50 tahun. Korban KDRT sering mengalami trauma akibat peristiwa kekerasan yang dialaminya. Penelitian ini menggunakan rancangan multiple baseline design dengan desain AB follow-up dimana A merupakan baseline, B merupakan terapi yang meliputi tahapan switching, glitch work, dan sweeping, serta follow-up. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini berupa penjelasan grafik penelitian, sedangkan analisis kualitatif berupa hasil dari observasi dan wawancara selama penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima dimana Observed Experiential Integration (OEI) dapat menurunkan gejala Stres Pasca Trauma pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kata Kunci : Gejala PTSD, OEI Pada awalnya, KDRT bagaikan
PENDAHULUAN Kekerasan dalam rumah
fenomena gunung es yang tidak
bukanlah
teridentifikasi oleh publik. Kasus
pemberitaan yang baru. Meskipun
KDRT dianggap suatu aib dan
demikian
merupakan masalah intern dalam
tangga
(KDRT)
hampir
setiap
hari
kasus-kasus KDRT menjadi topik
rumah tangga.
Rumah tangga
yang ramai dibicarakan di dunia
yang seharusnya menjadi tempat
media cetak maupun elektronik.
perlindungan yang aman serta
adanya kedudukan yang setara
berdasarkan jenis kelamin, serta
antara
dalam
budaya
justru
menempatkan laki-laki sebagai
suami
membangun
istri
keluarga,
menjadi tempat penderitaan dan
patriarki
yang
yang utama (Saraswati, 2006).
penyiksaan
akibat
tindak
Tidak ada batasan khusus
kekerasan
(Saraswati,
2006).
mengenai rentang usia korban
Belakangan kasus-kasus KDRT
KDRT
mulai terkuak di permukaan. Para
menimpa pada usia berapapun
korban mulai memberontak dan
termasuk Balita sampai lansia.
mencari
perlindungan
melalui
Menurut
hukum
maupun
media.
Domestic Violence Unit (2003),
yang
kekerasan dalam keluarga atau
mulai dibuka publik tetap tidak
kekerasan dosmestik dapat terjadi
mengurangi
pada
Munculnya
kasus-kasus
angka
KDRT
di
karena
KDRT
data
semua
Family
orang,
dapat
and
termasuk
masyarakat. Publik hanya mampu
orang cacat, remaja, orang yang
mengangkat
membawa
lebih tua atau senior, perempuan,
sebagian kecil kasus KDRT ke
dan anak-anak. Chalk dan King
meja hukum, selebihnya tetap
(1998) juga menyebutkan bahwa
tersembunyi
telah
kekerasan dalam keluarga dapat
menjadi rahasia umum. Sebagian
melibatkan semua hubungan yang
tidak perduli dan sebagian karena
erat, seperti pasangan dan mantan
takut dan sebagian lagi karena
pasangan,
kurang pengetahuan akan KDRT
pacar. Ester Lianawati (2009)
beserta
dalam
serta
meskipun
dampaknya.
mantan
pacar
penelitiannya
dan
juga
Ketidakperdulian masyarakat dan
menyebutkan bahwa KDRT dapat
negara
terjadi pada berbagai lapisan, latar
terhadap
masalah
kekerasan dalam rumah tangga
belakang,
karena
Penelitian tersebut menggunakan
budaya
mendudukkan
gender peran
yang sosial
suku
maupun
usia.
6 subjek, berumur 23 tahun
peristiwa
sampai 42 tahun.
mengancam
Dampak dari kekerasan
traumatik
yang
hidup
atau
perasaan
tidak
menyebabkan
sangat beragam. Korban dapat
menyenangkan atau stres (Segal,
mengalami sakit fisik, tekanan
2003).
mental, menurunnya rasa percaya
dengan suasana perasaan murung,
diri dan harga diri, mengalami
sedih, kurangnya semangat dalam
rasa tidak berdaya, mengalami
melakukan kegiatan sehari-hari
stres pasca trauma, mengalami
maupun
depresi, dan mengalami keinginan
menimbulkan
untuk bunuh diri. Family and
kadang-kadang disertai dengan
Domestic Violence Unit (2003)
waham dan bila sudah berat dapat
juga melaporkan bahwa korban
menimbulkan
kekerasan
keluarga
fungsi peran dan kehidupan sosial
resiko
(Sukmaningrum, 2001). DSM-IV
stres,
menyebutkan kriteria diagnostik
kecemasan, depresi dan penyakit
untuk Stres Pasca Trauma adalah
psikiatris. Korban juga cenderung
gejala
untuk
diri,
(reexperiencing) seperti mimpi
obat-obatan,
buruk atau flashback, menghindar,
dalam
memiliki
peningkatan
mendapatkan
luka,
mencoba
penyalahgunaan
bunuh
dan
ini
ditandai
kegiatan
kesenangan,
gangguan
pengalaman
kesadaran
yang
yang
dalam
ulang
berlebih
bermasalah
dengan
menderita
isolasi/pengasingan
(hyperarousal) seperti kemarahan,
sosial, dan melakukan konsultasi
gangguan tidur, dan panik yang
ke dokter dengan keluhan seperti
berlangsung selama lebih dari satu
sakit kepala, asma, dan rasa sakit
bulan. Secara spesifik gejala yang
dan rasa nyeri secara umum.
berlangsung antara 1 - 3 bulan
Stres (PTSD)
Pasca
adalah
suatu
alkohol,
Keadaan
Trauma
termasuk gejala yang sudah akut
reaksi
sedangkan jika lebih dari 3 bulan
psikologis yang berawal dari suatu
termasuk
kronis.
Meskipun
demikian baik akut maupun kronis
dimediasi
tetap merupakan gejala stres paska
Peningkatan
trauma (PTSD).
mengganggu fungsi hippocampal
Grinage mengungkapkan
bahwa
oleh
hippocampus. yang
ekstrim
(2003)
(bagian otak yang menyimpan
pasien
ingatan).
Peningkatan
dengan gejala stres pasca trauma
berlebihan
sering
reaksinya
menyebabkan respon emosional
yang berlebihan akibat adanya
dan impresi sensorik yang terjadi
perubahan
karena
menunjukkan
neurobiologis
pada
di
yang
amygdala
berdasarkan
penggalan
Bradshaw
informasi, daripada persepsi yang
(2008) menjelaskan bahwa hanya
sutuh pada objek. Ingatan dari
sebagian kecil dari otak yang
peristiwa traumatis ini kemudian
menampung pembicaraan serta
disimpan
pemahaman kata (broca’s area),
diintegrasikan ke dalam ingatan
sedangkan sebagian lain dari otak
semantik.
justru lebih banyak merespon
informasi disimpan pada bentuk
gejala panik, flashback, respon
keadaan yang spesifik serta tidak
terkejut serta perasaan kaku di
dapat sepenuhnya diproses dan
leher dan tenggorokan (amygdala,
diintegrasikan
thalamus, hippocampus, anterior
Solomom,
cingulate
tersebut
sistem
syarafnya.
gyrus).
Perasaan-
namun
Oleh
tidak
sebab
itu,
(Fernandez&
2001).
Peningkatan menyebabkan
perasaan tersebut sulit dijelaskan
terganggunya
dalam bentuk kata-kata. Peristiwa
pemrosesan informasi. Selain itu
traumatis mengirim sinyal pada
trauma
amygdala yang direspon dengan
bagian-bagian
persepsi
amygdala
adanya
ancaman
juga
integrasi
mempengaruhi spesifik,
(mengatur
seperti keadaan
(Fernandez& Solomom, 2001).
emosi otak dan menengahi respon
Pengaktifan
rasa
meningkatkan
amygdala ingatan
yang
takut),
corpus
callosum
(jaringan yang menghubungkan
otak bagian kanan dan kiri),
1993;
van
anterior cingulate cortex (berada
Fernandez&Solomon, 2001).
yang berkaitan dengan deteksi
digunakan
konflik
pasien
kesalahan)
dan
Kolk
Treatment
di bagian depan cingulate gyrus
dan
der
yang
untuk
yang
dalam
dapat
menangani
mengalami
stres
korteks pre-frontal (terletak di
pasca trauma antara lain : CBT,
otak bagian depan yang berfungsi
Prolonged
Exposure,
untuk mengatur konsentrasi dan
Inoculation
Training,
perhatian serta kemampuan untuk
Rehearsal Therapy (IRT), CPT,
merasakan dan mengekspresikan
EMDR, Psychodinamic Therapy,
emosi
(Fernandez&Solomon,
Hypnosis,
2001). Grant (1997) mengatakan
Beberapa
bahwa anterior cingulate cortex
menggunakan
(merupakan bagian dari cingulate
pasien untuk mengurangi gejala
gyrus) berada di bagian tengah
stres pasca trauma. Salah satunya
otak yang terbentuk di sepanjang
yaitu EMDR yang memadukan
otak, bekerja seperti transmisi
antara pergerakan mata, trauma,
otak
pengingatan
yang memindahkan satu
dan
Stress Imagery
Debriefing.
treatment
tersebut
fungsi
kognitif
kembali
pemikiran ke pemikiran lainnya
verbalization
saat muncul permasalahan (di
Butterfield, 2003). Teknik utama
bagian
gyrus)
dari EMDR adalah pergerakan
menyebabkan terjebaknya pikiran
yang dapat divariasikan dengan
atau perilaku tertentu, agresivitas,
pergerakan benda maupun suara
kompulsif yang diperlihatkan oleh
tertentu.
penderita rasa sakit kronis dan
(2002) menggunakan teknik ini
korban
kemudian
mengembangkannya
tersebut sangat penting untuk
sehingga
muncullah
menginterpretasikan makna dari
Observed
stimulus yang datang (McFarlene,
Integration (OEI).
cingulate
trauma.
Bagian-bagian
(Connor
serta
Cook
&
dan
&
Bradshaw
terapi
Experiential
Observed & Experiential Integration
(OEI)
merupakan
menghindari (avoided) menjadi ingatan masa lalu yang tidak
terapi yang menggunakan teknik
terlalu
pergerakan mata (eye movements).
(remembering).
Terapi ini menggunakan dasar
menurunkan gejala hyperarousal
pemikiran neuropsychology yaitu
dan avoidance. Ketiga adalah
merupakan
gabungan
meningkatkan
neurologis
dan
antara
mempengaruhi Kedua
adalah
respon
psikologis.
menenangkan (Bradshaw, 2003).
Penelitian Goldstein, dkk (1996)
Ketiga tujuan utama terapi OEI
menunjukkan hasil bahwa subjek
dilakukan
penelitian
mata (eye movements).
gerakan
yang mata
memikirkan yang
melakukan
pergerakan
saat
sedang
Rasionalisasi terapi OEI
mengenai
ingatan
berdasarkan bahwa kedua mata
mengganggu,
respon
melalui
relaksasi
otomatis.
mengalami fisik
secara
Penemuan
ini
memiliki
koneksi
langsung
dengan kedua hemisphere dalam otak.
Sebagian
visual
yang
mengindikasikan bahwa manusia
ditangkap oleh mata diteruskan ke
memiliki
mekanisme
fisiologis
bagian otak ipsilateral sedangkan
internal
yang
mengaktivasi
sebagian yang lain ke bagian
kesembuhan emosi saat diakses
contralateral. Gambaran peristiwa
dan diatur secara tepat. Gabungan
ditangkap
2 hal ini didasari bahwa kondisi
dihantarkan pada satu bagian ke
psikologis
bagian yang lain. Pada suatu
seseorang
mempengaruhi
mata
peristiwa
juga
diintegrasikan oleh satu bagian
sebaliknya. Tujuan dari terapi OEI
saja melalui satu atau kedua mata.
yaitu mengubah suatu persepsi
Pada orang normal penghantaran
dari
ke
demikian
merasakan
kembali
(re-
experiencing) sehingga cenderung
tertentu,
dan
fisik
seseorang
kondisi
dapat
melalui
dua
mengirimkan
bagian
gambaran
otak
sinyal
ini yang
seimbang.
Ketika
mengalami
seseorang
pemahaman mengenai peristiwa
trauma,
proses
KDRT yang merupakan suatu
sinyal
menjadi
penghantaran
peristiwa
traumatis
yang
berlebihan pada salah satu sisi
dialaminya
otak
menimbulkan gejala-gejala stres
(bisa
kanan
atau
kiri).
sehingga
Kelebihan sinyal di salah satu sisi
pasca
trauma.
Pasien
dengan
menyebabkan seseorang menjadi
gejala
stres
pasca
trauma
lebih
terkadang sulit mengungkapkan
sensitif
Kelebihan
dan
sinyal
ini
reaktif. perlu
atau
bahkan
mungkin
tidak
dialirkan pada sisi yang lainnya
mampu mengingat secara detil
sehingga ada kontrol emosional
peristiwa
pada pasien. Pengaliran sinyal
dialaminya.
atau penyatuan dalam OEI disebut
traumatik
integrasi. Integrasi kedua jalur
peristiwa tersebut telah terlewati
mata
dengan
namun persepsi terhadap peristiwa
menggerakkan satu atau kedua
tersebut (seperti apa yang dilihat
mata
tertentu
dan apa yang dirasakan) akan
(Bradshaw, 2008) sehingga sinyal
membuat klien terjebak dengan
yang berlebih dapat disalurkan
perasaan-perasaan
pada bagian otak yang tidak
Persepsi tersebut yang seringkali
berlebihan sinyal.
kurang terselesaikan dengan talk
dapat
dalam
terjadi
waktu
Teknik yang digunakan
therapy.
traumatis Saat
yang peristiwa
terjadi,meskipun
tersebut.
Meskipun
demikian,
dalam terapi OEI mengaktifkan
proses konseling dalam OEI tetap
emosi pasien melalui otak kecil
memiliki
dan berkaitan langsung dengan
melakukan terapi OEI, pikiran
mata, sehingga dengan terapi OEI
klien terbuka dengan hadirnya
ada
informasi yang baru sehingga
integrasi
fungsi
kortikal.
peranan.
Dengan adanya integrasi fungsi
terkadang
kortikal tersebut pasien mendapat
mengungkapkan
klien sesuatu
Setelah
ingin yang
selama
ini
dipendam
membuatnya
merasa
untuk
Bradshaw
(2008)
tenang.
mendapatkan hasil yang luar biasa
Dalam proses konseling terdapat
dari terapi OEI dari gangguan
empati yang dimunculkan oleh
fobia ringan sampai PTSD berat.
terapis
terhadap
Pada hasil penelitian yang telah
tersebut
dapat
klien.
Hal
meningkatkan
dilakukan,
Bradshaw
(2008)
perasaan percaya dan nyaman
menggunakan pada klien dengan
klien terhadap terapis sehingga
usia
tujuan terapi tercapai. Hal yang
Bradshaw berumur 35 tahun dan
sama dapat terjadi pada korban
pada
KDRT
menggunakan
pasca
yang mengalami stres trauma.
Klien
penelitian
pertama
selanjutnya
ratusan
klien
KDRT
berusia dewasa. Hurlock (1998)
tengah
menjelaskan bahwa usia dewasa
mungkin
terbagi menjadi 3 periode yaitu
menghilang karena para korban
masa dewasa dini (18 – 40 tahun),
mengalami
dalam
dewasa madya (40 – 60 tahun)
mengungkapkan perasaan maupun
dan masa dewasa lanjut atau usia
peristiwa yang dialaminya. Teknik
lanjut (mulai umur 60 tahun).
OEI
dalam
Salah satu klien Bradshaw (2002)
mencoba
telah sudah sampai pada usia
sistem
dewasa akhir yang mengalami
seringkali
Kasus
dewasa.
terhenti
penyelesaian
yang
penelitian
di
bahkan
kesulitan
digunakan ini
mengintegrasikan
neurobiologis pada otak yang
peristiwa
berpengaruh
sekolah kira-kira 45 tahun yang
pada
psikologis
traumatis
subjek melalui pergerakan mata
lalu.
(eye movements) sehingga pasien
Bradshaw (2008) mengungkapkan
tidak
mengungkapkan
bahwa penerapan terapi OEI tidak
perasaan maupun peristiwa yang
hanya terbatas pada orang dewasa
dialaminya
melainkan juga dapat digunakan
perlu
apabila
menghendakinya.
tidak
pada
Meskipun
semasa
anak-anak,
demikian
pasangan,
keluarga serta dapat digunakan
peristiwa selalu disimpan di dalam
pada
otak. Selain itu jumlah sesi yang
pasien
budaya
dengan
tertentu
budaya-
seperti
di
tidak terlalu panjang menjadi
Indonesia dan Korea. Untuk anak-
salah satu alasan untuk mencegah
anak
menggunakan
kejenuhan subjek akibat waktu
trik-trik tertentu supaya anak tidak
terapi yang terlalu panjang. Terapi
cepat bosan seperti mengganti jari
OEI sertifikasi khusus untuk dapat
dengan
Penelitian
digunakan pada klien. Sedangkan
Bradshaw (2007) menunjukkan
di satu sisi terapi ini masih
bahwa subjek yang mengalami
terbilang baru sehingga jumlah
trauma akibat kekerasan seksual
terapis
mampu merespon terapi dengan
Penggunaan terapi pada penelitian
antusias
mengalami
ini dapat memberikan gambaran
kemajuan secara bertahap. Hal ini
baru selain talk therapy sehingga
menunjukkan bahwa OEI efektif
dapat mendorong terapis atau
untuk mengurangi gejala stres
psikolog lain untuk mempelajari
pasca trauma.
lebih lanjut. Terapi OEI dalam
dianjurkan
boneka.
serta
Peneliti
tertarik
belum
terlalu
banyak.
untuk
penelitian ini digunakan untuk
menerapkan teknik terapi OEI
menurunkan gejala stres pasca
pada subjek dengan gejala stres
trauma
pasca
intrusion,
trauma
akibat
dari
yang
meliputi
avoidance,
serta
kekerasan dalam rumah tangga
hyperarousal
(KDRT). Pemilihan OEI sebagai
kriteria DSM IV pada korban
terapi dalam penelitian ini karena
KDRT melalui tahapan Switching,
(a) proses terapi didasarkan pada
Glitch
neurophsychology
(Bradshaw, 2002).
kenangan recollections multisensory
dibalik
traumatis dan
(b)
bahwa
dan cara setiap
Work,
sesuai
yaitu
dan
dengan
Sweeping
Gejala stres pasca trauma dalam
penelitian
melalui
Impact
ini
diukur
Event
Scale-
Revised
(IES-R).
IES-R
Latipun,
2006).
merupakan alat ukur yang bersifat
digunakan
self report. IES-R tidak digunakan
Baseline
sebagai
diagnosa
Designs.
melainkan
untuk
PTSD, mengetahui
Model
adalah Across
Penelitian
yang
Multiple Participant
Nock
(2002)
kondisi pasien setelah mengalami
menggunakan multiple baseline
peristiwa traumatis serta evaluasi
design across participant dengan
kondisi pasien setelah 7 hari
paradigma A-B follow-up, dimana
(Hyer&Brown, 2008). Skala ini
A
meliputi gejala stres pasca trauma
merupakan terapi, dan follow-up
sesuai DSM IV yaitu intrusion,
merupakan
avoidance,
setelah
serta
hyperarousal.
merupakan
baseline,
pengukuran
perlakuan
B
akhir
(follow-up)
Berdasarkan beberapa hal yang
dengan tujuan yang sama. Follow-
telah dijabarkan diataas, maka
up dilakukan setelah diberi jeda
penelitian ini dilakukan untuk
selama 1 bulan untuk melihat
mengetahui apakah terapi OEI
apakah penurunan gejala yang
akan
selama
membantu
mengurangi
terapi
tetap
bertahan
gejala stres pasca trauma akibat
setelah penarikan terapi selama
KDRT yang dialami subjek.
satu bulan. Dua variabel utama yang
METODE
digunakan dalam penelitian ini
Desain Penelitian
adalah :
Penelitian ini menggunakan rancangan
Quasi
Experimental
Single Case Design yaitu desain
Variabel Bebas Variabel Tergantung
: Terapi OEI :
Gejala PTSD pada korban KDRT
penelitian yang digunakan untuk mengevaluasi perlakuan kasus
pengaruh
(intervensi)
tunggal
(Kazdin
suatu
Subjek
dalam
Pada mulanya subjek dalam
dalam
penelitian ini berjumlah 3 (tiga)
orang perempuan dengan usia
Pengukuran
antara 28
Skala
-
50 tahun
yang
mengalami gejala PTSD sesuai
Skala yang digunakan oleh
dengan kriteria DSM IV dan telah
peneliti untuk mengukur PTSD
berlangsung selama lebih dari 3
yaitu Impact of Event Scale –
bulan
Peneliti
Revised (IES-R) yang bersifat self
mengambil 3 (tiga) subjek dengan
report. Skala IES pada mulanya
usia
karena
terdiri dari 15 item, tujuh item
yang
mengukur subskala yang sifatnya
(kronis).
yang
sedikitnya
berbeda perempuan
bersedia
mengungkap
secara
intrusion
serta
delapan
item
terbuka mengenai permasalahan
mengukur subskala yang sifatnya
yang
avoidance.
dialaminya,
lembaga
yang
kode
etik
melindungi
Pada
perkembangannya,
identitas korban, serta batasan
Weiss&Marmar mengembangkan
atau kriteria dalam pemilihan
IES supaya lebih sesuai dengan
subjek.
gejala
PTSD
menjadi
IES-R
dengan ditambahkan tujuh item baru yang mengukur subskala
Intervensi Dalam
ini
hyperarousal sehingga total item
intervensi yang digunakan adalah
pada IES-R berjumlah 22 item
Observed Experiential Integration
(Rash,dkk.
(OEI). OEI terdiri dari 3 tahap
pernyataan dari setiap pernyataan
antara lain switching, glitch work,
disediakan sebanyak 5 pilihan
dan sweeping (Bradshaw, 2008).
jawaban yaitu : tidak sama sekali
Terapis
= 0, jarang = 1, kadang-kadang =
dalam
penelitian
penelitian
ini
adalah seorang psikolog yang telah memiliki sertifikasi terapi OEI minimal pada level terapis.
2009).
Jawaban
3, sering = 4, serta selalu = 5.
up serta pada saat pengisian IES-
Wawancara Selain
skala,
wawancara
R.
dilakukan sebagai data tambahan yang digunakan untuk analisa
Prosedur Penelitian
kualitatif.
Skrining
Wawancara
pada
penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran
tentang
Skrining dilakukan dengan cara wawancara dan observasi
kondisi subjek berkaitan dengan
sebagai
kekerasan yang dialaminya. Pada
mendapatkan subjek yang sesuai
penelitian
dengan
ini
peneliti
data
awal
kriteria
untuk
yang
telah
menggunakan wawancara semi
ditentukan. Setelah melalui tahap
terstruktur
wawancara
skrining, subjek yang memiliki
langsung. Wawancara dilakukan
kriteria PTSD sesuai dalam DSM
saat baseline, terapi, dan follow-
IV diminta persetujuan sebagai
up serta hal-hal yang berpengaruh
subjek
akan dicatat sebagai penjelasan
informed consent.
dan
dan
menanda
tangani
guna melengkapi data yang ada . Baseline Sebelum diberi treatment,
Observasi Pelaksanaan
observasi
subjek diukur tingkat keparahan
dilakukan secara semiterstruktur
gejala
selama proses penelitian. Peneliti
disorder (PTSD) melalui skala
akan
IES-R
mengamati
terutama
posttraumatic
meliputi
stress
intrusion,
berkaitan dengan kondisi fisik
avoidance,
subjek secara umum, perilaku
sebagai
yang muncul selama wawancara
dilakukan setiap 7 hari sekali
pada saat baseline, pelaksanaan
sesuai dengan instruksi dalam
terapi OEI dan pada saat follow-
IES-R
serta baseline.
yang
hyperarousal Baseline
menggambarkan
kondisi 7 hari terakhir yang
dirasakan oleh subjek. Setelah
data
pengukuran mendapat Selama
hasil
wawancara
dan
baseline,
subjek
observasi. Follow-up berfungsi
perlakuan
terapi.
untuk
pemberian
perlakuan,
subjek diobservasi dan hasilnya
melihat
apakah
gejala
PTSD tetap rendah setelah terapi dihentikan.
dicatat sebagai data observasi. Analisis Data Analisis
Treatment
data
dalam
Pemberian treatment berupa
penelitian ini dilakukan dengan
terapi Observed & Experiential
analisis kuantitatif dan analisis
Integration (OEI) setiap 7 hari
kualitatif.
sekali dengan waktu kurang lebih
dalam penelitian ini berupa skor
90 menit setiap sesi. Pengukuran
gejala-gejala
hasil
setelah
yang akan ditampilkan dalam
dilengkapi
bentuk grafik skala IES-R dari
terapi
dilakukan
terapi
diberikan
dengan
hasil
observasi
dan
up.
Follow-up
Analisis
bulan
up
setelah
gangguan
PTSD
kualitatif
dilakukan
satu
dengan melihat penurunan gejala
selesai.
PTSD yang berpengaruh pada
dilakukan terapi
kuantitatif
hasil baseline, terapi, dan follow-
wawancara selama terapi.
Follow
Analisis
Pengukuran dilakukan setiap tujuh
kondisi
hari sekali selama tiga minggu.
aktivitas sebelum, selama dan
Skala IES-R diisi oleh subjek
setelah menerima terapi. Data
sendiri karena bersifat self report.
diperoleh melalui observasi dan
Skor IES-R sebagai data pada
wawancara.
follow-up dan dilengkapi dengan
fisik,
perilaku
serta
Hasil Penelitian Grafik 1. Gejala PTSD Tiga Subjek 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Subjek 1 Intrusion Avoidance Hyperarousal Skor Total B1
B2
B3
T1
T2
T3
T4
T5
F1
F2
F3
80 70 60 50 40 30 20 10 0
Subjek 2 Intrusion Avoidance Hyperarousal Skor Total B1
80 70 60 50 40 30 20 10 0
B2
B3
B4
B5
T1
T2
T3
F1
F2
F3
Subjek 3 Intrusion Avoidance Hyperarousal Skor Total B1
B2
B3
B4
T1
T2
CUT
cukup
Subjek 1 Selama
sesi
baseline
konstan
hyperarousal
sama
sedangkan seperti
tidak
subskala avoidance yang tidak
mengalami penurunan sama sekali
mengalami penurunan pada sesi
dan baru menurun pada saat
baseline namun perolehan skor
terapi.
lebih
subskala
avoidance
Subskala
intrusion
rendah
dari
subskala
memiliki skor yang paling rendah
avoidance dan lebih tinggi dari
dan menunjukkan penurunan yang
subskala intrusion. Berdasarkan
sering
subjek jarang menyipitkan mata
menyipitkan mata, dan duduk
dan duduk dengan nyaman serta
dengan posisi yang agak kaku.
tidak kaku. Menurut subjek, ia
Sesekali subjek tertawa namun
sekarang sudah bisa tidur nyenyak
tampak kurang “lepas” sehingga
dan tidak terlalu menganggap
terkesan formal. Ekspresi wajah
permasalahannya sebagai sesuatu
subjek
hal yang mengganggu. Setelah
observasi,
subjek
tampak
tersenyum
ramah,
namun
sering terkesan
terapi,
subjek
mengungkapkan bahwa ia merasa
dipaksakan. Selama sesi terapi, tampak bahwa
diberi
subjek
mengalami
penurunan gejala dibandingkan
jauh lebih tenang sehingga dapat fokus pada pekerjaannya. Setelah
pemberian
terapi,
dengan kondisi pada saat baseline.
ada jeda selama 1 bulan untuk
Penurunan
melihat apakah terapi OEI benar-
gejala
tersebut
perubahan
yang
benar dapat menurunkan gejala
dimana
antara
PTSD. Dalam follow-up yang
baseline terakhir sampai pada
pertama ini subskala avoidance,
terapi pertama terdapat perbedaan
intrusion
skor total yang cukup tinggi.
mengalami penurunan. Seminggu
Peningkatan gejala muncul pada
kemudian
terapi kedua dan menurun kembali
follow-up
pada terapi ketiga, keempat dan kelima.
menunjukkan sangat
jelas
Skor
pada
subskala
dan
hyperarousal
dilakukan kedua
kembali
dan
subjek
mengalami
penurunan
gejala
avoidance.
Subskala intrusions
menunjukkan
dan subskala hyperarousal tetap
penurunan yang lebih fleksibel
stabil. Pada follow-up ketiga ada
dibandingkan
penurunan
intrusions
dengan
subskala
kembali
avoidance dan hyperarousal yang
ketiga
gejala
juga
dilihat
masa follow-up secara
menunjukkan
penurunan
selama masa terapi. Selama terapi
PTSD.
terhadap Apabila
keseluruhan, ada penurunan gejala
dibandingkan pada masa baseline
baseline terakhir, subjek jarang
dan terbilang lebih stabil setelah
sekali
menjalani
Subjek lebih suka mengalihkan
terapi.
Berdasarkan
menatap
lawan
observasi pada follow-up, subjek
pandangan
tampak lebih bersemangat, tidak
merasa
menyipitkan mata ketika berbicara
dengan orang lain pada jarak yang
dan duduk dengan posisi tubuh
cukup
yang
santai.
bercanda
ke arah
bicara.
tidak
lain dan
nyaman
dekat.
duduk
Subjek
sering
Subjek
banyak
mencondongkan
dapat
tertawa
samping menjauhi lawan bicara.
dan
Subjek
dengan lepas.
tubuh
cukup
ramah
ke
namun
kurang terbuka dan cenderung bersikap kaku. Ekspresi wajah
Subjek 2 Selama dalam masa baseline,
subjek
seperti
orang
gejala tertinggi subjek terdapat
cemberut
pada subskala avoidance yang
terhadap orang lain.
ditunjukkan yang
grafik.
terjadi
Penurunan
pada
dan
Selama
penuh
terapi
yang curiga
diberikan,
subskala
terlihat bahwa subjek mengalami
avoidance hanya pada baseline
penurunan gejala dibandingkan
ketiga dan cenderung mengalami
dengan kondisi pada saat baseline.
peningkatan
Penurunan
pada
baseline
gejala
ini
keempat dan kelima. Subskala
menunjukkan
intrusion
sangat jelas dimana antara terapi
memiliki
skor
yang
perubahan
yang
paling rendah dan menunjukkan
pertama
penurunan yang cukup konstan
perbedaan skor total yang cukup
sedangkan hyperarousal terbilang
tinggi.
cukup stabil dengan perubahan
avoidance
skor yang tidak jauh berbeda dari
penurunan yang lebih banyak
awal sampai akhir baseline. . Pada
meskipun pada subskala intrusion
saat
dan
wawancara
awal
sampai
sampai
Skor
ketiga
pada
ada
subskala
menunjukkan
hyperarousal
juga
menunjukkan penurunan selama
Apabila dilihat masa follow-up
masa terapi. Selama wawancara
secara
subjek sering menatap peneliti dan
penurunan gejala dibandingkan
posisi tubuh subjek menghadap ke
pada masa baseline dan terbilang
arah peneliti. Beberapa kali subjek
lebih
tidak
terapi.
segan
mencondongkan
keseluruhan,
stabil
setelah
ada
menjalani
Subjek
mendapat
tubuh semakin dekat ke arah
pemikiran bahwa masalah akan
peneliti
sedang
selalu ada namun ia saat ini lebih
membicarakan sesuatu hal yang
mampu untuk mengendalikan diri.
dianggap rahasia oleh subjek.
Hal terakhir yang diungkapkan
ketika
Setelah
pemberian
terapi,
sebelum peneliti mengakhiri sesi
ada jeda selama 1 bulan untuk
adalah
melihat apakah terapi OEI benar-
menyesali masa lalu. Ia justru
benar dapat menurunkan gejala
bersyukur
PTSD. Dalam follow-up yang
pelajaran yang ia petik untuk lebih
pertama ini subskala avoidance
mengembangkan dirinya.
dan
intrusion
peningkatan
bahwa
subjek
ada
tidak
banyak
mengalami
gejala
sedangkan
pada subskala hyperarousal tidak mengalami
bahwa
perububahan.
Pada
Subjek 3 Secara keseluruhan subjek mengalami
penurunan
follow-up kedua tidak banyak
setelah
mengalami perubahan namun ada
meskipun terapi diberikan hanya
peningkatan
gejala
dua kali. Selama sesi baseline,
hyperarousal dan penurunan pada
gejala tertinggi subjek terdapat
gejala intrusions. Pada follow-up
pada subskala avoidance yang
ketiga
ditunjukkan
ada
pada
penurunan
pada
diberikan
gejala
terapi
grafik.
Subskala
subskala avoidance namun tidak
intrusions
ada perubahan skor pada subskala
memiliki skor yang tidak jauh
intrusion
berbeda. Meskipun tampak ramah
dan
hyperarousal.
dan
OEI
hyperarousal
dan rapi, ketika berbicara dengan
seminggu setelah terapi kedua.
orang
Diungkapkan oleh subjek bahwa
lain
cenderung
dan
merasa
dirinya
ia kini tidak lagi merasa mual bila
benar.
Subjek
selalu
ingat Bali, tidak lagi sesak nafas
melawan paling
subjek
berpendapat dan bertahan dengan
bila
pendapatnya.
tampak
kekerasan dan suaminya, namun
ketika subjek mengikuti rapat
masih sedikit pusing. Subjek juga
reuni SMP.
tampak lebih bahagia dan lebih
Hal
ini
Selama sesi terapi, tampak
mengingat
terbuka
pada
peristiwa
peneliti.
Subjek
mengalami
mengungkapkan bahwa setelah
penurunan gejala dibandingkan
terapi kedua subjek merasa tidur
dengan kondisi pada saat baseline.
di kasur yang berharga jutaan.
Penurunan gejala pada dua kali
Maksud subjek adalah bahwa
terapi
perubahan
setelah menjalani sesi terapi kedua
yang sangat jelas dimana antara
subjek merasakan kenyamanan
baseline terakhir sampai pada
dalam tidur yang selama dua
terapi pertama terdapat perbedaan
tahun
skor total yang cukup tinggi. Skor
dirasakannya.
pada
mengungkapkan
bahwa
subjek
menunjukkan
subskala
menunjukkan
hyperarousal
penurunan
yang
belakangan
semakin
tidak
Subjek
juga
bahwa
termotivasi
untuk
lebih cepat dibandingkan dengan
menyelesaikan
subskala
dan
dirinya
juga
nyaman. Terapi selanjutnya tidak
menunjukkan penurunan selama
dapat dilakukan karena subjek
masa terapi. Subjek memperoleh
sakit
skor 10 pada terapi pertama dan
perjalannya
kedua
menggunakan kendaraan bermotor
avoidance
hyperarousal
meskipun
subskala
hyperarousal.
terapi
ia
dapat
beberapa ke
merasa
hari Jawa
penjelasan
supaya lebih
setelah Barat
Tidak ada pemberian jeda dan
sehingga
peneliti
follow-up sebab penelitian terhenti
hanya sampai pada terapi kedua.
movement. Brockmole dan Irwin
DISKUSI Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
terapi
Observed Experiential Integration (OEI) dapat digunakan untuk menurunkan gejala PTSD pada perempuan korban KDRT. Skor secara keseluruhan menunjukkan adanya penurunan gejala PTSD pada subjek setelah pemberian terapi.
Hal
ini
semakin
menguatkan hasil penelitian yang sebelumnya. Penelitian Bradshaw (2008) menunjukkan bahwa terapi OEI memiliki efektivitas yang lebih tinggi dalam menurunkan gejala
PTSD
dibandingkan
dengan terapi kognitif yang lain. Bradshaw (2002) merunut bahwa dengan terapi OEI, klien dengan gejala
PTSD
mampu
mengintegrasikan traumatis
kenangan
yang
dimilikinya
sehingga klien dapat menanggapi
(2005) menguatkan pendapat eye movement melalui suatu penelitian yang bahwa
ini
dengan
menggunakan pergerakan mata atau sering disebut dengan eye
eye
menunjukkan
movement
pergerakan
mata
atau
memiliki
hubungan dengan suatu persepsi seseorang.
Hal
ini
dapat
dijelaskan oleh Stirling (2002) dimana suatu peristiwa maupun visual yang ditangkap oleh mata disalurkan ke bagian-bagian otak tertentu yang memberikan respon fisik maupun emosi. Beberapa pendapat ini semakin dikuatkan oleh
studi
yang
dilakukan
Bradshaw (2008) pada kelompok PTSD yang mengalami sexual abuse. Setelah menjalani beberapa kali
terapi,
merasakan gejala
para
klien
penurunan
yang
peristiwa
muncul traumatis
dapat gejalaakibat yang
dialaminya. Penelitian
peristiwa tersebut secara positif. Pengintegrasian
hasilnya
latar
belakang
ini
mengambil
KDRT
secara
umum yang fokus pada gejala PTSD. Bradshaw (2008) dalam penelitiannya
menggunakan
beberapa alat ukur salah satunya
trauma yang tinggi. Pada terapi
dengan IES-R. Christianson dan
kedua, subjek kedua mengalami
Marren (2008) mengungkapkan
penurunan sampai pada tingkat
bahwa
untuk
sedang, namun tidak demikian
melihat efek suatu peristiwa yang
dengan subjek ketiga yang masih
menyebabkan seseorang menjadi
tergolong mengalami gejala stres
trauma. Skala IES-R ini mewakili
pasca trauma yang cukup tinggi.
3 gejala
Hasil pada subjek ketiga tidak
IES-R
efektif
yang terdapat pada
kriteria DSM IV yaitu intrusion,
dapat
avoidance dan hyperarousal. Skor
terapi terhenti pada terapi kedua
total
sehingga
ketiga
subskala
dapat
dikatakan
tidak
gagal
dapat
melihat
digunakan untuk melihat tingkat
apakah
keparahan
pasca
terakhir tingkat keparahan gejala
trauma yang dialami oleh subjek.
masih terbilang tinggi atau tidak.
Berdasarkan skor total IES-R
Meskipun termasuk dalam tingkat
yang
keparahan
gejala
telah
stres
didapatkan
sampai
karena
gejala
pada
yang
terapi
masih
menunjukkan bahwa ketiga subjek
tinggi, angka skor yang diperoleh
tergolong mengalami gejala stres
menunjukkan
pasca trauma yang cukup tinggi
stabil setelah diberikan terapi
dan tergolong kronis menurut
OEI. Berdasarkan hasil tersebut
DSM IV sehingga perlu evaluasi
dapat dikatakan bahwa ketiga
serta terapi untuk menurunkannya.
subjek
Pada saat menjalani sesi terapi pertama
yang
pertama,
mengalami
subjek
penurunan
stres sampai pada tingkat gejala
penurunan
menunjukkan
penurunan
gejala
stres
yang
respon pasca
trauma setelah diberikan terapi OEI. Secara lebih terinci tampak
yang sedang sedangkan subjek
bahwa
kedua dan ketiga masih tergolong
menunjukkan adanya penurunan
mengalami
gejala pada setiap sesi dalam
gejala
stres
pasca
hasil
penelitian
juga
terapi. Pada sesi baseline kedua
harus berada pada kondisi yang
subjek mengalami stres pasca
stabil
trauma
cukup
Perbedaan baseline menyebabkan
tinggi. Stres pasca trauma pada
ketiga subjek menjalani sesi terapi
subjek
yang
terbilang
dilakukan
tinggi
yang berbeda. Meskipun demikian
dengan
subjek
berdasarkan
hasil
yang
pertama dan subjek kedua. Ada
diperoleh
menunjukkan
kemungkinan
kedua
subjek
ketiga
karena
baru
KDRT,
terapi.
lebih
ketiga
dibandingkan
untuk
saja
mengalami
mengalami
penurunan gejala PTSD. Pada saat cek mata dominan
persidangan
tidak ada kendala yang cukup
sedangkan subjek pertama sudah
berarti. Subjek pertama dan ketiga
cukup lama tidak mendapatkan
memiliki mata dominan sebelah
kejelasan
suami
kanan sedangkan pada subjek
sehingga cenderung menjadi tidak
kedua di sebelah kiri. Tahap
perduli.
selanjutnya
tersebut
kedua
bahwa
baru
menjalani
subjek
subjek
telah
proses
dari
pihak
Perbedaan
kondisi
menyebabkan
adalah
check
ketiga
transferens antara subjek dengan
subjek mengalami sesi baseline
terapis. Hal ini dilakukan supaya
yang berbeda. Subjek pertama
antara terapis dengan subjek tidak
menjalani sesi baseline yang lebih
terdapat transferens yang dapat
pendek karena kondisi subjek
mengganggu
pertama
Prawitasari
dibandingkan
lebih
terapi. (2002)
kedua
mengungkapkan
kedua
klien dengan terapis harus ada
mengalami baseline yang lebih
hubungan yang menyembuhkan
panjang daripada subjek ketiga.
sehingga klien dapat termotivasi
Hal ini terjadi karena untuk
dan memiliki keyakinan selama
mengantisipasi
individual
proses terapi. Dalam penelitian ini
deferences sehingga ketiga subjek
hubungan tersebut dapat diawali
sedangkan
subjek
konstan
proses
subjek
bahwa
antara
dengan check transferens yang
ketiga lebih pada pusing dan mual
telah diungkapkan sebelumnya.
yang hebat. Ketika ketiga subjek
Dalam tahapan ini muncul suatu
merasa nyaman dan tidak ada
kepercayaan
terhadap
persepsi tertentu terhadap terapis,
terapis. Lamanya proses pada
tahap selanjutnya dapat segera
tahap ini tergantung dari besar
dilakukan. Check transferens ini
kecilnya transferens yang muncul
membantu
pada
menetralkan
subjek
subjek
terhadap
terapis.
subjek
untuk
persepsi
terhadap
Ketika muncul transferens, maka
terapis sehingga proses terapi
hal
dapat berjalan dengan lancar.
tersebut
harus
segera
di
Tahap
netralkan kembali. Waktu pada
selanjutnya
yaitu
antara
switching dimana ketiga subjek
subjek pertama dengan subjek
mulai fokus pada gejala yang
kedua berbeda. Subjek pertama
muncul. Tahap switching dalam
hanya
waktu
penelitian
ini
untuk
kelebihan
OEI
saat
check
sekitar
transferens
membutuhkan 10
menit
menunjukkan yang
mempu
mendapatkan kondisi yang netral
menghadirkan kembali peristiwa
antara
subjek.
traumatik
Sedangkan pada subjek kedua
dihindari
membutuhkan waktu sekitar 20
Penghadiran
menit
ketiga
diturunkan dengan menutup dan
membutuhkan waktu yang lebih
membuka mata secara bergantian.
lama sekitar kurang lebih 25
Selama
menit
merasa
penurunan, muncul beberapa efek
nyaman dengan terapis. Selama
pada ketiga subjek. Pada subjek
proses check transferens subjek
pertama
kedua lebih sering merasa marah,
muncul berupa mata pedas dan
jengkel serta pusing dibandingkan
pusing, pada subjek kedua pusing,
subjek pertama dan respon subjek
mual
terapis
dan
sampai
dengan
subjek
subjek
yang oleh
sebelumnya ketiga
ini
kemudian
penghadiran
efek
dan
samping
jengkel
subjek.
dan
yang
sedangkan
subjek ketiga adalah pusing, mual,
sistem limbik maka sinyal dapat
pingsan
menyentuh
dan
perasaan
marah.
parasimpatis
yang
samping
berhubungan dengan organ dalam.
diturunkan oleh terapi dengan
Apabila peristiwa yang ditangkap
release point untuk perasaan mual
merupakan sesuatu yang bersifat
dan
traumatik, maka penerusan sinyal
Munculnya
efek
pusing,
sedangkan
untuk
jengkel dan gelisah, kedua subjek
akan
menggunakan butterflies. Kedua
memunculkan
teknik ini dapat digunakan oleh
emosional yang berdampak pada
subjek ketika di rumah. Teknik
organ
tersebut memberikan hasil yang
berdebar, keringat dingin, mual
baik pada ketiga subjek yang
maupun pusing. Tahapan-tahapan
ditandai dengan menurunnya rasa
dalam OEI langsung menyentuh
pusing, mual dan jengkel.
pada
Secara dijelaskan emosional
terinci bahwa tertentu
berlebihan
dapat
reaksi
reaksi
emosional
seringkali
reaksi-reaksi
dalam
otak
sehingga
seperti
untuk
jantung
menurunkan
berlebihan
secara
sehingga
juga
menurunkan dampak secara fisik. Pada
berhubungan dengan gejala-gejala
tahapan
switching
fisik yang muncul. Bradshaw
tersebut mulai ada penurunan
(2008) seperti telah dijelaskan
pada
sebelumnya menunjukkan bahwa
avoidance. Penghadiran kembali
ada feedback antara otak dengan
peristiwa
tubuh.
seseorang
kemudian diturunkan membuat
peristiwa
ketiga
mengalami
Ketika suatu
gejala
intrusion
traumatik
subjek
dan
yang
tidak
lagi
tertentu, maka peristiwa tersebut
menghindari maupun tidak lagi
ditangkap
melalui
mata
dan
terpengaruh dengan hal-hal yang
diteruskan
pada
otak
dan
berkaitan
mengenai
sistem
limbik
(mengatur emosi). Setelah melalui
dengan
peristiwa
trauma. Ketiga subjek mampu menghadapi
ingatan-ingatan
tenang
maupun perasaan yang muncul
sehingga mulai ada penurunan
menjadi lebih mudah diterima
pada
oleh subjek.
traumatik
dengan
dan
intrusion
Sebagai
(kekacauan). selanjutnya,
Pada subjek pertama setelah
mengintegrasikan
baseline ketiga, ada penurunan
dampak
subjek
dapat
pengalamannya
menjadi
pembelajaran.
Ketiga
mampu
menerima
suatu
pada terapi pertama, sedangkan
subjek
subjek kedua penurunan terjadi
peristiwa
pada
terapi
pertama
setelah
traumatik sebagai masa lalu yang
menjalani baseline kelima dan
pernah
pada
menjadi
bagian
dari
subjek
ketiga
setelah
emosi
baseline keempat. Penurunan pada
subjek mulai tenang, stabil dan
terapi pertama memang langsung
dapat tidur dengan nyaman.
tampak pada ketiga subjek namun
kehidupannya
sehingga
Tahap glitch work dilakukan
pada
subjek
pertama
ada
atau
peningkatan gejala pada terapi
pembersihan glitch pada mata.
kedua dan kembali mengalami
Pada
efek
penurunan pada sesi terapi ketiga.
samping lebih sering muncul dan
Penurunan terus terjadi sampai
pada
pada
sebelum tahap
kedua
proses
subjek
perasaan
sweeping
ini
kedua
ingin
timbul memukul.
sesi
terapi
kelima.
Peningkatan gejala pada terapi
Bradshaw (2002) mengungkapkan
kedua
bahwa
proses
menghadapi stressor baru yaitu
pengintegrasian, pada beberapa
perilaku suami yang dirasa subjek
klien akan memunculkan kembali
tidak adil. Pada subjek kedua,
memory yang berkaitan dengan
terapi
trauma sehingga memunculkan
menunjukkan penurunan gejala
pula
yang
yang nyata dan terus mengalami
muncul pada saat peristiwa. OEI
penurunan sampai pada terapi
mengintegrasikan
ketiga. Kedua subjek mengalami
selama
perasaan-perasaan
memory
terjadi
yang
karena
kedua
subjek
justru
penurunan yang stabil pada sesi
membuat
subjek
terapi
Subjek
kembali
gejala-gejala
setelah
sehingga ketiga subjek cenderung
yang
pertama
berbeda.
mulai
stabil
melalui terapi ketiga sedangkan
mengalihkannya
subjek kedua mulai stabil pada
menghindari
terapi kedua. Pada subjek ketiga
tidak
selama
subskala
dua
kali
terapi
mengalami stres
untuk
perasaan-perasaan
nyaman. intrusions
Sedangkan merupakan
menunjukkan poenurunan yang
gejala yang memiliki skor paling
konstan. Penurunan gejala tetap
rendah untuk subjek pertama dan
terjadi pada subjek pertama pada
kedua.
sesi follow-up. Pada subjek kedua
subskala intrusions dan subskala
ada peningkatan gejala dari terapi
hyperarousal memiliki perolehan
terakhir.
skor yang setara. Subjek ketiga
Kenaikan
gejala
ini
Pada
subjek
ketiga
karena subjek kelelahan dengan
cenderung
aktivitas pada saat hari raya
melakukan
Lebaran serta sedang dikejar debt-
penghindaran sehingga memiliki
collector untuk menagih hutang.
skor pengalihan yang lebih tinggi
Sedangkan pada subjek ketiga
dibandingkan skor intrusion. Pada
tidak
karena
grafik tampak bahwa subskala
penelitian terhenti sampai pada
avoidance memang memiliki skor
terapi kedua.
yang
ada
follow-up
Dari ketiga subskala yang
lebih
banyak
pengalihan
tidak
menunjukkan
stabil. bahwa
dan
Hal
ini
diantara
diberikan melalui IES-R tampak
ketiga gejala stres pasca trauma
bahwa
avoidance
yang dialami subjek, avoidance
merupakan gejala yang memiliki
lebih cepat merespon terapi OEI.
skor paling tinggi diantara ketiga
Pada terapi OEI terdapat tahapan
subskala.
switching dimana subjek diminta
subskala
Penyebabnya
adalah
karena hal-hal yang berkaitan
untuk
dengan
beberapa
peristiwa
traumatik
menghadirkan hal
yang
kembali membuat
ketiga
merasa
tidak
Dalam terapi OEI juga ada
Penghadiran
ini
sesi konseling dimana terapis
subjek
nyaman. membuat
ketiga
subjek
menanyakan
kembali
keadaan
menghadapi hal-hal yang selama
subjek dan subjek bebas untuk
ini dihindari kemudian gejala stres
mengungkapkan perasaan apabila
diturunkan
memang
melalui
tahapan
menginginkan
untuk
switching. Hal ini membuat gejala
konseling. Ketiga subjek peristiwa
avoidance lebih cepat merespon
serta apa yang dirasakan secara
terapi karena beberapa kali hal-hal
utuh setelah melalui 2 (dua) kali
yang
terapi. Bahkan di sela-sela sesi
sebelumnya
dihadirkan kemudian
dihindari
kembali diturunkan.
untuk Kedua
terapi
ketiga
subjek
hanya
meminta didengarkan saja oleh
subskala yang lain juga tetap
terapis.
merespon terapi OEI meskipun
teknik client-centered selama sesi
penurunannya
konseling. Tujuan dasar terapi
tidak
seperti
Terapis
menggunakan
subskala avoidance. Berdasarkan
Client
hal-hal
dapat
menciptakan iklim yang kondusif
disimpulkan bahwa terapi OEI
bagi usaha membantu klien untuk
dapat menyentuh setiap subskala.
menjadi seorang pribadi yang
Meskipun tingkat respon subskala
berfungsi penuh. Fungsi terapis
terhadap terapi OEI pada ketiga
disini adalah sebagai alat untuk
subjek berbeda namun tetap dapat
mengubah
dibuktikan melalui grafik maupun
membangun
wawancara
terapeutik
tersebut
maka
observasi
yang
Centered
adalah
dimana
terapis
suatu
iklim
yang
menunjang
diperoleh bahwa terapi OEI dapat
pertumbuhan klien. Jadi, terapis
menurunkan ketiga subskala yang
membangun
meliputi
membantu klien untuk mengalami
trauma.
gejala
stress
pasca
hubungan
yang
kebebasan mengeksplorasi area hidup yang diingkarinya (Corey,
2003). Dalam sesi konseling disini
subjek
terapis mendengarkan seutuhnya
mengungkapkan perasaannya.
cerita
subjek
menciptakan
sambil suasana
aman
Berdasarkan
terus yang
merasa
dapat
dilihat
ketika
analisa bahwa
hasil terapi
nyaman dan aman bagi ketiga
Observed Experiential Integration
subjek.
yang
(OEI) dapat menurunkan gejala
diciptakan oleh terapis membantu
PTSD pada perempuan korban
ketiga
KDRT. Tahapan-tahapan dalam
Iklim
kondusif
subjek
untuk
mengungkapkan
berani peristiwa
terapi
OEI
terbukti
mampu
maupun perasaan yang selama ini
menurunkan gejala stres pasca
dihindari. Sesi konseling ini turut
trauma
serta
dalam
hyperarousal) pada ketiga subjek.
penurunan ketiga subjek karena
Hasil pada sesi terapi secara
subjek
umum dapat bertahan dan dapat
berpengaruh
merasa
dipercaya,
(intrusion,
avoidance,
didengarkan, merasakan empati
dilihat pada grafik
serta membantu ketiga subjek
dimana gejala PTSD pada sesi
untuk evaluasi diri. Meskipun
follow-up lebih rendah daripada
demikian, di sela-sela konseling
sesi baseline dan sesi terapi.
sering
butterflies,
Meskipun pada subjek kedua ada
tapping maupun relaksasi yang
peningkatan dibandingkan pada
juga merupakan bagian dari teknik
sesi terapi terakhir namun secara
terapi OEI untuk menurunkan
umum
emosi
diturunkan
diselipkan
ketiga
subjek
yang
gejala
follow up
PTSD
setelah
dapat
pemberian
meninggi saat mengungkapkan
terapi
dibandingkan
permasalahannya.Terapi
OEI
pemberian
membuka jalan pada permukaan
Obeserved
otak kiri untuk berpikir secara
Integration
logis dimana membuat ketiga
apakah ada penurunan gejala
terapi.
sebelum Penelitian
Experiential untuk
mengetahui
PTSD pada perempuan korban
KDRT atau tidak, dan penelitian
yang masuk dalam kriteria PTSD
ini
ada
mengalami penurunan. Dengan
penurunan gejala PTSD pada
demikian hipotesis pada penelitian
perempuan korban KDRT.
ini diterima yaitu bahwa Observed
membuktikan
bahwa
Experiential
Berdasarkan dari hasil dan terapi
Experiential dapat
Observed
Integration
menurunkan
posttraumatic
stress
(OEI)
pasca
diturunkan
yaitu
(PTSD)
akibat
peristiwa KDRT yang dialami oleh ketiga subjek.
disorder
SARAN Bagi Subjek Terapi OEI terbukti dapat
yang dialami oleh ketiga subjek. yang
trauma
gejala
(PTSD) akibat peristiwa KDRT
Gejala-gejala
(OEI)
dapat menurunkan gejala stres
KESIMPULAN
diskusi,
Integration
dapat intrusion,
membantu
subjek
dalam
menurunkan gejala PTSD yang
avoidance, dan hyperarousal. Hal
dialaminya.
ini dapat dilihat pada pengukuran
release seperti butterflies dan
baseline, terapi
tapping
dan follow up,
Beberapa
maupun
tehnik
tahapan
yaitu skor-skor yang diperoleh
switching dapat terus dilakukan
dari Impact Event Scale-Revised
oleh
(IES-R) pada follow up lebih
ketika
rendah dibandingkan dengan skor
kegelisahan atau kecemasan.
subjek
secara
mengalami
individual ketegangan,
yang diperoleh pada baseline. Hal tersebut menunjukkan bahwa
terapi
OEI
Bagi Terapis / Psikolog Terapi
efektif
OEI
dapat
menurunkan gejala-gejala PTSD
menurunkan gejala posttraumatic
seperti yang dialami oleh ketiga
stress disorder
subjek. hasil dalam penelitian
peristiwa KDRT pada perempuan.
menunjukkan bahwa gejala-gejala
Hasil
penelitian
PTSD akibat
ini
dapat
digunakan
sebagai
tambahan
pengetahuan dan dapat digunakan pula
sebagai
membantu
metode
untuk
menurunkan
gejala
trauma pada perempuan korban KDRT
yang
sesuai
dengan
karakteristik penelitian ini.
Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti
lain
dapat
menggunakan metode ini sebagai alat terapi untuk kasus yang sama dengan
penelitian
dengan
rincian
ini gejala
namun yang
Barlow, DH and Hersen, M. (1984). Single case experimental designs, strategies for studying behavior change (2nd Ed). New York : Pergamon Press Bradshaw, R. (2002). One eye integration tehniques : Likely mechanism of action. Trinity Western University, Canada. Bradshaw, R. (2003). OEI treatment components overview. Makalah Disampaikan pada Bulan Maret 2003 di Universitas Trinity Western, Canada.
berbeda atau dapat pula digunakan untuk kasus lain seperti phobia sehingga dapat memperkaya hasil penelitian yang berkaitan dengan efektivitas terapi ini.
DAFTAR PUSTAKA Authors.
(2003). Family and domestic violence unit working together to adress family and domestic violence. Perth : Department of Community Development
Bradshaw, R. (2008). Final Report : Sexual assault & PTSD in women : A comparative experimental treatment outcome study. Trinity Western University, Canada. Brockmole, JR & Irwin, DE. Eye movements and the integration of visual memory and visual perception. Journal of Perception and Psychophysics vol 67, no 3, p: 495-512 Chalk, R & King, P.A. (1998). Violences in families. Washington D.C :
National Academy Press Christianson, S & Marren, J. (2008). The impact of event scale-revised (IES-R). Journal of Ney York University College of Nursing, number 19, revised 2008 Cook, A. & Bradshaw, R. (2002). Toward integration: One eye at a time (2nd Ed). Vancouver, B.C.: SightPsych Seminars, Inc. Connor, K.M & Butterfield, M.I. (2003). Posttraumatic stress disorder, Focus The Journal of Lifelong Learning in Psychiatry, vol I, no 3 Summer 2003, p: 247-262 Corey, G. (2003). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung : Penerbit PT Refika Aditama Crest. (2003).The management of post traumatic stress disorder in adults. Diunduh 15 Juli 2009 dari (www.crestni.org.uk) Fernandez, I.,&Solomon, R.M.(2001) Neurophysiological
components of EMDR treatment. Diunduh 25 November 2010 dari http://www.psicotraum atologia.com/pdf/neuro emdr/pdf First, M.B. (1994). Diagnostic and statistic manual of mental disorders DSMIV. Washington: American Psychiatric Association. Goldstein,A.J.,de Beurs,E ., Chambless, D.L., & Wilson, K.A.(2000). EMDR for panic disordes with agoraphobia comparison with waiting list and credible attentionplacebo control condition. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 68, 6 Grant, M. (1997). Speculation on how EMDR might work to alleviate pain. http://autismtoday.com/ articles/Finger-flashtherapy-catches-on.htm Grinage, B.D., Diagnosis and management of post traumatic stress disorder, American Family Physician, vol 68, no 12, Desember, 2003,p: 2401-2408
Huriyani, Y. (2008). Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) persoalan privat yang jadi persoalan publik. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 5 No.3, September 2008 Hurlock,
Elizabeth B. 1998. Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (Ed. 5). Jakarta : Penerbit Erlangga
Hyer,K & Brown, L. (2008). The impact of event scalerevised: A quick measure of a patient’s responese to trauma. American Journal of Nursing vol 108, no. 11, p: 60-68 Latipun.(2006). Psikologi eksperimen. Edisi kedua. Malang : UMM Press
konvensional dan kontemporer. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Rash, C.J., Coffey, S.F., Baschnagel, J.S.,Drobes, D.J., & Saladin, M.E. (2009). Psychometric of the IES-R in traumatized substance dependent individuals with and without PTSD. Publisher’s Disclaimer : USA Saraswati, R. (2006). Perempuan dan penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Segal, J. (2008). Postraumatic stress disorder. Diunduh Selasa 26 Januari 2010, dari (http://helpguide.org)
Nock.M. K. (2003). A multiple baseline evaluation of the treatment of food phobia in a young boy, Journal of Behaviour Therapy and Experimental Psychiatry.
Shapiro.F.,(2001).Eye movement desensitization and reprocessing (EMDR) : Basic principles, protocols, and procedures (second edition). New York:The Guilford Press.
Prawitasari, JE. (2002). Dasardasar psikoterapi (editor : M.A Subandi). Psikoterapi, pendekatan
Stirling, J. (2002). Introducing neuropsychology. New York : Psychology Press