ANALISIS KANDUNGAN ZAT PEWARNA METANIL YELLOW PADA BEBERAPA PRODUK TAHU KUNING YANG BEREDAR DI WILAYAH GARUT DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE
Novriyanti Lubis Abstrak Analisis metanil yellow pada tahu kuning telah dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan KLT dan spektrofotometri UV-Vis. Analisis kualitatif menggunakan metode KLT, adanya metanil yellow dalam tahu kuning dievaluasi dengan menggunakan harga Rf yang mendekati atau setara dengan Rf larutan metanil yellow standar. Analisis kuantitatif dilakukan dengan mengukur kadar metanil yellow pada tahu kuning dengan metode Spektrofotometri UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5 dari 35 sampel yang diuji positif mengandung metanil yellow. Sedangkan pada penetapan kadar sampel dengan metode Spektrofotometri UV-Vis didapatkan hasil sebagai berikut: kadar sampel nomor 21 dengan konsentrasi sebesar 2591,3 ppm/30gr sampel, sampel 23 sebesar 1039,62 ppm/30gr sampel, sampel 25 sebesar 2357,87 ppm/30gr sampel, sampel 26 sebesar 1002 ppm/30gr sampel dan sampel 32 sebesar 3235,47 ppm/30gr sampel. Kata kunci :Metanil Yellow, TahuKuning, KLT, Spektrofotometri UV-Vis. 1.
Pendahuluan
Warna merupakan salah satu sifat yang sangat penting dari makanan, disamping juga nilai gizi, cita rasa, atau tekstur yang baik. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman. Menurut Syah dkk., penambahan zat pewarna pada minuman dan makanan bertujuan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen. Zat pewarna pada makanan secara umum digolongkan menjadi dua kategori yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna sintetis. Zat pewarna alami merupakan zat pewarna yang berasal dari tanaman atau buah-buahan. Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat warna sintetis ada yang membahayakan kesehatan sehingga tidak diizinkan penggunaannya. Beberapa produsen makanan dan minuman masih
menggunakan zat warna sintetis yang dilarang tersebut untuk produknya dengan alasan zat warna tersebut memiliki warna yang cerah, praktis digunakan, harganya relatif murah, serta tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga memungkinkan masyarakat tingkat bawah untuk membelinya. Zat warna yang digunakan dalam makanan dan minuman seharusnya sesuai dengan peraturan yang ada. Namun, pada saat ini banyak beredar makanan dan minuman yang mengandung zat pewarna berbahaya, salah satunya adalah metanil yellow yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 239/Menkes/Per/V/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat, kosmetika dan makanan. Alasan penggunaan metanil yellow yaitu karena harganya yang murah, warna yang dihasilkan juga menarik dan mudah untuk memperolehnya. Bahaya utama terhadap kesehatan akibat paparan metanil yellow dalam waktu lama dapat menyebabkan kanker pada saluran kemih dan kandung kemih. Gejala akut bila terpapapar metanil yellow yaitu iritasi pada kulit, gangguan penglihatan/ kabur. Jika terhirup akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, dalam jumlah banyak bisa menimbulkan kerusakan jaringan dan peradangan pada ginjal. Pewarna metanil yellow masih sering dipakai untuk mewarnai makanan. Padahal metanil yellow merupakan bahan tambahan makanan (BTM) yang dilarang penggunaannya dalam makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999. Salah satu produk makanan yang biasa ditambahkan dengan zat warna adalah tahu (5). Zat pewarna yang biasa ditambahkan pada proses pembuatan tahu adalah zat pewarna metanil yellow. Pewarna ini cenderung ditambahkan para produsen tahu untuk memberi kesan menarik bagi konsumen. Adanya kandungan pewarna metanil yellow dalam tahu kuning ini pernah terjadi di daerah Tangerang. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Tresniani pada tahun 2003 yang menemukan adanya kandungan metanil yellow pada 3 dari 11 sampel tahu kuning yang diambil dari pasar tradisional di Kota Tangerang. Hal inilah yang mendasari dilakukannya penelitian tentang ada tidaknya kandungan zat pewarna ini pada sediaan makanan tahu kuning yang beredar di wilayah Garut. Berdasarkan dari uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah apakah tahu kuning yang beredar di wilayah Garut mengandung zat pewarna metanil yellow dan berapakah kadar zat warna metanil yellow pada tahu kuning tersebut. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya kandungan zat warna metanil yellow pada tahu kuning yang beredar di wilayah Garut dan mengetahui kadar zat warna metanil yellow pada tahu kuning tersebut. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai ada atau tidaknya zat pewarna berbahaya metanil yellow dalam tahu kuning yang beredar di wilayah Garut. 2.
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian Penelitian bersifat eksperimental laboratorium, dengan melakukan analisis kualitatif pendahuluan dengan reaksi warna kemudian dilanjutkan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan untuk analisis secara kuantitatif menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah ciri-ciri yang melekat pada subyek yang diteliti dan mempunyai variasi dari hasil pengukurannya. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap menentukan variabel terikat, dalam penelitian ini adalah 35 sampel tahu kuning yang beredar di wilayah Garut yang diambil dari pasar tradisional berbeda di Garut berdasarkan metode simple random sampling. Sedangkan variabel tergantung merupakan variabel yang berubah karena variabel bebas (23). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah ada tidaknya zat warna metanil yellow dalam sampel tahu kuning dan kadar metanil yellow yang terkandung didalamnya. 3.
Hasil Penelitian
Tahapan Penelitian Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling yaitu dengan mengambil 35 sampel tahu kuning secara acak dari pasar tradisional berbeda yang berada di daerah Garut. Tahu kuning yang diambil berwarna kuning mencolok dan dari produsen atau merk yang berbeda. Preparasi Sampel Sampel tahu yang berwarna kuning dikeringkan dengan menggunakan oven kemudian dihaluskan dan ditimbang ± 30 gram dari masing-masing sampel dimasukkan ke dalam erlenmayer untuk diisolasi. Isolasi Zat Warna Sampel yang telah ditimbang direndam ± selama 24 jam dengan menggunakan larutan 2% ammonia dalam 70% alkohol. Hasil disaring dengan menggunakan kertas saring sehingga didapat filtratnya. Filtrat hasil penyaringan kemudian diuapkan di waterbath sampai terbentuk filtrat yang kental.
Uji Pendahuluan dengan Reaksi Warna Dibuat larutan standar metanil yellow dengan konsentrasi 1000 ppm yaitu dengan cara menimbang 0,1 gram metanil yellow kemudian dilarutkan dalam etanol. Dari larutan stok tersebut dibuat larutan dengan konsentrasi 900 ppm; 800 ppm; 700 ppm; 600 ppm; 500 ppm; 400 ppm; 300 ppm; 200 ppm; 100 ppm; 90 ppm; 80 ppm; 70 ppm; 60 ppm; 50 ppm; 40 ppm; 30 ppm; 20 ppm; 10 ppm; 9 ppm; 8 ppm; 7 ppm; 6 ppm; 5 ppm; 4 ppm; 3 ppm; 2 ppm; 1 ppm; 0,9 ppm; 0,8 ppm; 0,7 ppm; 0,6 ppm; 0,5 ppm; 0,4 ppm; 0,3 ppm; 0,2 ppm dan 0,1 ppm. Dari larutan yang telah diencerkan dalam berbagai konsentrasi tersebut masing masing di teteskan dalam plat tetes dan diberi larutan HCl 1 N sebagai pereaksi spesifik yang akan memberikan warna ungu. Pengujian yang dilakukan terhadap standar di atas bertujuan untuk mengetahui batas deteksi antara metode dan senyawa yang akan di analisis. Dari 35 sampel tahu yang telah di preparasi terlebih dahulu, diberi perlakuan yang sama dengan larutan standar dan diamati perubahan warna yang terjadi. Uji Kualitatif dengan Metode KLT Larutan eluen disiapkan dengan perbandingan volume n-butanol : asam asetat glasial : Aquadest (4 : 5 : 1). Camber KLT yang sudah diisi eluen 5 mL disiapkan, kemudian ditutup selama setengah jam supaya uap dalam chamber menjadi jenuh sehingga homogen, sementara itu plet KLT dipanaskan atau diaktivasi dalam suhu 105ºC selama 5 menit supaya tidak mengikat uap air sehingga plat KLT tersebut menjadi homogen. Plat KLT diberi tanda 1 cm dari tepi bawah garis. Garis ini disebut garis mula, kemudian bagian atas digaris dengan jarak 8,5 cm dari gari mula dan ini disebut garis akhir. Pada garis mula ditotolkan sampel yang sudah berbentuk filtrat dengan diameter noda tidak lebih dari 0,5 cm, kemudian larutan standar ditotolkan dengan jarak 1 cm dengan jarak dari totolan sampel, penotolan yang dilakukan sesering mungkin agar dapat meningkatkan reprodusibilitas, dikarenakan penotolan yang tidak tepat akan menyebabkan bercak menyebar, setelah noda pada garis mula mengering kemudian plat dimasukan ke dalam chamber yang berisi eluen, tinggi eluen harus berada di bawah noda yang terdapat pada garis. Chamber ditutup rapat dengan aluminium foil, diusahakan agar chamber tidak dibuka selama pengembangan. Eluen dibiarkan migrasi ke atas sampai garis akhir, lalu plat di keluarkan dari chamber dan biarkan sampai kering. Noda sampel dilihat Rf-nya, kemudian dibandingkan dengan Rf larutan standar.
Tabel 3.1 Hasil Uji Warna dan KLT No.
Sampel
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36.
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6 Sampel 7 Sampel 8 Sampel 9 Sampel 10 Sampel 11 Sampel 12 Sampel 13 Sampel 14 Sampel 15 Sampel 16 Sampel 17 Sampel 18 Sampel 19 Sampel 20 Sampel 21 Sampel 22 Sampel 23 Sampel 24 Sampel 25 Sampel 26 Sampel 27 Sampel 28 Sampel 29 Sampel 30 Sampel 31 Sampel 32 Sampel 33 Sampel 34 Sampel 35 Sampel Simulasi
Reaksi Warna dengan HCL Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Ungu Tua Kuning Ungu Tua Kuning Ungu Tua Ungu Tua Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Ungu Tua Kuning Kuning Kuning
Nilai Rf Sampel
Nilai Rf Standar Metanil Yellow
Keterangan
0,894 0,894 0,882 0,894 0,917 -
0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894 0,894
Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Positif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Positif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Positif Metanil Yellow Positif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Positif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow Negatif Metanil Yellow
Ungu Tua
0,894
0,894
Positif Metanil Yellow
Uji Kuantitatif dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis Pembuatan larutan baku 100 metanil yellow dilarutkan dalam etanol sampai 100 mL. Penentuan panjang gelombang (λ) maksimum
Larutan baku metanil yellow dipipet 0,1 mL; 0,15 mL dan 0,2 mL menggunakan pipet volume lalu ditambahkan etanol dalam labu takar sebanyak 10 mL sehingga konsentrasinya menjadi 10 ppm, 15 ppm dan 20 ppm. Diukur serapan maksimum pada panjang gelombang 390-450 nm. Tabel 3.2 Hasil Panjang Gelombang Maksimum λ max 390 nm 391 nm 392 nm 393 nm 394 nm 395 nm 396 nm 397 nm 398 nm 399 nm 400 nm 401 nm 402 nm 403 nm 404 nm 405 nm
10 ppm 0,274 0,277 0,278 0,280 0,282 0,283 0,285 0,295 0,312 0,331 0,343 0,329 0,305 0,294 0,288 0,282
Absorbansi 15 ppm 0,468 0,469 0,471 0,473 0,475 0,476 0,477 0,488 0,498 0,506 0,513 0,502 0,494 0,483 0,470 0,469
20 ppm 0,626 0,629 0,630 0,633 0,636 0,638 0,632 0,643 0,641 0,671 0,701 0,667 0,638 0,637 0,635 0,634
Pembuatan kurva baku Larutan standar metanil yellow dimasukkan kedalam labu takar 100 mL, dibuat seri larutan dengan konsentrsi yang bervariasi. Kemudian larutan tersebut diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh.
Tabel 3.3 Data Absorbansi Kurva Baku Kadar (ppm) 10,0 12,5 15,0 17,5 20,0 22,5
Absorbansi 0,343 0,415 0,513 0,602 0,701 0,801
0.9 y = 0,0354x - 0,01002 R² = 0,9997
0.8
Absorban
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
5
10
15
20
25
Konsentrasi (ppm) Gambar 3.1 Kurva baku metanil yellow pada λ = 400 nm
Penentuan kadar pewarna metanil yellow dalam sampel Dilakukan dengan cara melarutkan sampel dalam pelarut yang sama dengan pelarut untuk analisis kualitatif dengan KLT. Dengan menggunakan alat ukur mikropipet ditotolkan secara memanjang sebanyak volume yang telah diketahui, proses pengembangan dilakukan dan dengan menggunakan pengembang yang sama dengan KLT pada tahap analisis kualitatif. Setelah proses pengembangan selesai bercak dengan nilai Rf yang sama dengan nilai rujukan ditandai dan dikerok seluruh fase diamnya lalu dikumpulkan untuk dilarutkan senyawa metanil yellow yang ada pada fase diam tersebut. Kemudian nilai serapan/absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang maksimum dan hasilnya dimasukkan kedalam persamaan regresi sehingga diperoleh kadar larutan sampel. Persamaan Regresi Keterangan :
: y = bx + a y = Absorbansi Sampel b = Kemiringan atau slope a = Titik Potong pada sumbu y x = Kadar Sampel
Tabel 3.4 Kadar Pewarna Metanil Yellow dalam Larutan Sampel Sampel
Sampel 21 ∑ ̅ Sampel 23 ∑ ̅
Sampel 25 ∑ ̅
Sampel 26 ∑ ̅
Sampel 32 ∑ ̅
Tahu Simulasi ∑ ̅
Absorbansi Sampel
Kadar Metanil Yellow (ppm/75 µL sampel)
0,678 0,677 0,678 2,033 0.678
19,435
Kadar Metanil Yellow (ppm/30 g sampel) 2591,3
0,266 0,266 0,266 0,798 0,266
7,797
1039,62
0,615 0,616 0,617 1,848 0,616
17,684
2357,87
0,257 0,255 0,257 0,769 0,256
7,515
1002
0,849 0,850 0,849 2,548 0,849
24,266
3235,47
0,802 0,802 0,802 2,406 0,802
22,938
3058,4
Validasi Metode Spektrofotometri Uv-Vis Uji Presisi Uji presisi suatu metode analisis merupakan kedekatan antara data yang satu dengan data yang lain dari suatu deret pengukuran yang dilakukan dengan cara yang sama. Uji presisi dilakukan dengan cara mengukur absorbansi larutan baku metanil yellow pada konsentrasi yang sama dengan replikasi sebanyak enam kali. Hasil serapan tersebut digunakan untuk menghitung harga SD (Standar Deviasi), RSD (Relatif Standar Deviasi) dan ketelitian alat. Harga konsentrasi rata-rata Harga konsentrasi rata-rata dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut : ....
=
Keterangan :
=̅ Rerata konsentrasi x = Konsentrasi sampel n = Jumlah sampel
Nilai SD (Standar Deviasi) Untuk menghitung nilai Standar Deviasi dapat digunakan persamaan : =
∑
(
(∑ ) )
Keterangan : SD = Standar deviasi n = Jumlah sampel x = Konsentrasi sampel Nilai RSD (Standar Deviasi Relatif) Nilai Standar Deviasi Relatif dapat diperoleh melalui persamaan : (%)
=
̅
100%
Keterangan : (%) RSD = persen standar deviasi SD = standar deviasi ̅ = rata rata konsentrasi Ketelitian alat
Ketelitian alat dapat dihitung dengan persamaan : Keteli an Alat= 100% -
SD
Semakin kecil simpangan relatif maka semakin tinggi ketelitian yang diberikan. Semakin kecil kadar zat yang dianalisis dan semakin panjang tahapan prosedur metode analisis akan semakin besar harga simpangan relatifnya. Kriteria ketelitian yaitu jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koevisien variasi 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Tabel 3.5 Hasil Uji Presisi Larutan Standar Metanil Yellow Larutan standar metanil yellow 12,5 ppm 1 2 3 4 5 6 7 ∑
Konsentrasi Rata-rata SD (%) RSD Ketelitian alat
X (Konsentrasi) 12,5 12,5 12,4 12,5 12,3 12,5 12,5 87,2
X2 156,25 156,25 153,76 156,25 151,29 156,25 156,25 1086,3
12,457 0,0061904 0,04969 % 99,95 %
Uji Akurasi Akurasi adalah kedekatan hasil analisis dengan nilai yang sebenarnya, akurasi merupakan ukuran kebalikan dari suatu kesalahan analisis, semakin besar ketepatan maka semakin kecil kesalahannya. Uji akurasi menggunakan parameter % perolehan kembali. Uji perolehan kembali dilakukan dengan menambahkan larutan baku metanil yellow 10 ppm sebanyak ke dalam sampel kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada sampel. Menurut Harmita, perhitungan perolehan kembali dapat ditetapkan dengan rumus sebagai berikut : % perolehan kembali =
(
∗
)
Keterangan : Cf = kadar sampel setelah penambahan larutan baku CA = kadar sampel sebelum penambahan larutan baku C*A = kadar larutan baku yang ditambahkan
Tabel 4.6 Hasil Uji Akurasi Sampel
Penambahan Baku (ppm)
Absorban
Konsentrasi Total Sampel (ppm)
Konsentrasi sampel (ppm)
10
0,600 0,599 0,600
17,232 17,204 17,232
7,515 7,515 7,515
0,608 0,609 0,609
17,458 17,486 17,486
7,797 7,797 7,797
1
Rata – rata 2
10 Rata – rata
% Recovery
97,17 96,89 97,17 97,077 96,61 96,89 96,89 96,797
Uji Liniearitas Uji linearitas ditentukan dengan membuat larutan metanil yellow dengan variasi konsentrasi dan selanjutnya diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasilnya selanjutnya diplotkan menjadi kurva standar yang menunjukkan hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi standar metanil yellow. Hasil serapan yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai koefisien korelasi (r), intersep (a) dan slop (b) sehingga akan diperoleh persamaan y = bx + a. Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Uji Limit Deteksi Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah yang masih terdeteksi oleh metode pada tingkat kepercayaan tertentu. Batas deteksi (BD) ditentukan dengan bantuan kurva kalibrasi, yaitu intercept kurva dan standar deviasi regresi. Persamaan standar deviasi regresi :
y S
x
=
y yˆ
2
n2
Keterangan:
S
y
y yˆ n
= standar deviasi regresi
x 2
= jumlah nilai (y-ŷ) 2 = jumlah data pengulangan
Nilai batas deteksi (BD) dapat dihitung dari persamaan: Y BD = 3S
y
x
+a
Y BD adalah respon batas deteksi dan a merupakan intercept kurva kalibrasi. Respon batas deteksi dari persamaan diatas dihitung berdasarkan persamaan regresi sebagai y, maka diperoleh nilai batas deteksi (x). Tabel 3.7 Hasil Uji Batas Deteksi X (ppm) 10 12,5 15 17,5 20 22,5
yi 0,343 0,415 0,513 0,602 0,701 0,801
ŷ 0,3439 0,4328 0,5209 0,6095 0,6979 0,7865
(yi - ŷ) 0,0009 0,0178 0,0079 0,0075 0,0031 0,0145
(yi - ŷ)² 0,00000081 0,00031684 0,00006241 0,00005625 0,00000961 0,00021025
∑ (yi - ŷ)² = 0,00065617 S = 0,0128 Y BD = 0,02838 X 4.
= 1,0847 ppm
Pembahasan
Metanil yellow merupakan zat warna sintetis yang membahayakan kesehatan sehingga penggunaannya tidak diizinkan. Hal tersebut ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 239/Menkes/Per/V/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat, kosmetika dan makanan. Namun beberapa produsen makanan dan minuman masih menggunakan zat warna sintetis yang dilarang tersebut untuk produknya dengan alasan zat warna tersebut memiliki warna yang cerah, praktis digunakan, harganya relatif murah, serta tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga memungkinkan masyarakat tingkat bawah untuk membelinya. Salah satu produk pangan yang dicurigai mengandung pewarna metanil yellow adalah tahu kuning. Indikasi ini dilandasi pada perbedaan warna kuning yang bervariasi dan mencolok pada tahu yang beredar di pasar tradisional di wilayah Garut..
Analisis zat warna metanil yellow pada tahu kuning di pasar tradisional Garut menggunakan uji kualitatif pendahuluan yaitu uji warna dengan menggunakan HCl 1 N dan dilanjutkan dengan analisis kualitatif menggunakan metode kromatografi lapis tipis dan metode kuantitatif menggunakan spektrofotometri uv-visibel. Sampel yang digunakan untuk analisis ini adalah sebanyak 35 sampel tahu kuning yang diambil secara acak dari pedagang tahu kuning berbeda di 5 pasar tradisional di wilayah Garut yaitu Leles, Wanaraja, Cikajang, Samarang dan Kota. Sampel yang telah terkumpul kemudian diberi perlakuan pendahuluan yaitu berupa pengirisan bagian kuning pada tahu, bagian kuning yang telah diiris kemudian dikeringkan dilemari pengering. Sampel yang telah kering kemudian dihaluskan dan ditimbang sebangak 30 gram untuk selanjutnya dilakukan proses perendaman dengan menggunakan pelarut 2% ammonia dalam 70% alkohol selama ± 24 jam agar pewarna sampel dapat terlarut sempurna. Zat warna metanil yellow dapat terlarut dalam ammonia dan etanol karena keduanya sama-sama bersifat pola. Warna yang telah larut kemudian disaring dan dipekatkan sampai volumenya 2 mL. Hal ini dilakukan agar bercak yang diperoleh saat uji warna dan KLT terlihat jelas. Uji warna dilakukan dengan menggunakan HCl 1 N. Ketika zat warna metanil yellow ditambah larutan HCl encer maka akan terbentuk warna dengan trayek warna ungu sampai biru. Hasil uji warna ini menunjukan 5 dari 35 sampel tahu kuning positif teridentifikasi mengandung pewarna metanil yellow. Sampel yang teridentifikasi positif mengandung metanil yellow adalah sampel nomer 21, 23, 25, 26 dan 32 yang diambil dari daerah Cikajang dan Leles. Pada uji warna dengan HCl 1 N ini juga dilakukan uji limit deteksi yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi terendah metanil yellow yang masih dapat memberikan perubahan warna ungu tua sampai biru jika ditetesi dengan HCl 1 N. Konsentrasi terendah yang masih dapat memberikan warna pada uji ini adalah konsentrasi 4 ppm. Uji kualitatif dengan metode KLT digunakan untuk pemastian identitas apakah pewarna dalam sampel yang diduga metanil yellow tersebut benar merupakan pewarna metanil yellow atau bukan dengan cara membandingkan sampel dengan standar metanil yellow yang diperoleh. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan. Sampel dan standar metanil yellow dikembangkan dengan eluen n-butanol : asam asetat glasial : aquadest dengan perbandingan volume 4 : 5 : 1. Hasil KLT menunjukan 5 sampel yang teridentifikasi positif mengandung metanil yellow melalui uji warna dengan HCl 1 N memiliki nilai Rf sama dan mendekati nilai Rf standar metanil yellow yaitu sampel nomer 21, 23, 25, 26 dan 32. Seperti dikemukaan oleh Rohman bahwa dua senyawa dikatakan identik jika
mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Untuk sampel yang tidak memiliki harga Rf ketika dilakukan pengujian kualitatif dengan menggunakan KLT tidak menimbulkan bercak sehingga hasilnya dianggap negatif atau diduga tidak mengandung metanil yellow. Dari 5 sampel yang diduga mengandung metanil yellow terdapat 3 sampel yang nilai Rf-nya sama dengan nilai Rf metanil yellow standar yaitu sampel nomer 21, 23, 26 dengan nilai Rf = 0,894 dan 2 sampel yang memiliki nilai Rf mendekati nilai Rf standar yaitu sampel nomer 25 dengan nilai Rf = 0,882 dan nomer 32 dengan nilai Rf = 0,917. Nilai Rf dari 2 sampel yang hanya mendekati nilai Rf standar terjadi karena kemungkinan adanya pengotor pada saat proses preparasi sampel. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa 5 dari 35 sampel tahu kuning dari pasar tradisional di wilayah Garut positif mengandung pewarna berbahaya metanil yellow. Metanil yellow sebenarnya merupakan pewarna berbahaya yang sama sekali tidah diperbolehkan pada produk pangan. Namun untuk mengetahui konsentrasi metanil yellow yang telah ditambahkan pada tahu kuning, analisis dilanjutkan dengan menggunakan metode kuantitatif spektrofotometri Uv-Vis. Metode kuantitatif menggunakan spektrofotometri Uv-Vis bertujuan untuk mengetahui konsentrasi pewarna metanil yellow pada 5 sampel tahu kuning yang telah teridentifikasi positif mengandung pewarna metanil yellow melalui uji warna dengan HCl 1 N dan uji kualitatif menggunakan KLT. Pengukuran kadar metanil yellow dengan metode Spektrofotometri Uv-Vis dilakukan dengan menggunakan standar metanil yellow yang telah diketahui kadarnya dan dibandingkan dengan absorban sampel yang belum diketahui kadarnya. Langkah pertama analisis kuantitatif ini adalah penentuan panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang dimana serapan zat terhadap sinar diperoleh nilai absorbansi yang maksimum. Menurut Rohman , ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimum adalah sebagai berikut : (1) Pada panjang gelombang maksimum, kepekaannya juga maksimum karena pada panjang gelombang maksimum tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan adalah yang terbesar; (2) Disekitar panjang gelombang maksimum, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hokum Lambert-Beer akan terpenuhi; (3) Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali ketika digunakan panjang gelombang maksimum. Pada penelitian ini didapat panjang gelombang maksimum adalah 400 nm, sehingga nilai panjang gelombang maksimum tidak terlalu jauh berbeda dengan literatur yaitu 414 nm dan masih dalam range standar panjang gelombang maksimum.
Tahap selanjutnya dalam analisis kuantitatif menggunakan metode spektrofotometri uv-vis adalah pembuatan kurva baku. Kurva baku diperlukan untuk menghitung kadar metanil yellow pada sampel. Konsentrasi yang digunakan dalam pembuatan kurva baku ini adalah 10 ppm; 12,5 ppm; 15 ppm; 17,5 ppm; 20 ppm dan 22,5 ppm. Larutan seri diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh yaitu 400 nm. Dibuat kurva baku standar metanil yellow yang menyatakan hubungan antara konsentrasi sebagai sumbu x dan harga absorbansi sebagai sumbu y. Persamaan kurva baku yang diperoleh yaitu Y = 0,0354x – 0,01002 dengan koefesien korelasi (r) sebesar 0,9997 dimana 0,0354 merupakan nilai kemiringan/slope (b) dan 0,01002 merupakan titik potong sumbu Y/intercept (a). Persamaan inilah yang akan digunakan untuk mengetahui kadar metanil yellow dalam sampel. Sampel yang mengandung metanil yellow terlebih dahulu ditetapkan volumenya menjadi 10 mL. Penetapan ini dilakukan untuk mempermudah dalam perhitungan konversi kadar metanil yellow karena konsentrasi yang memberikan nilai serapan ideal (0,2-0,8) adalah konsentrasi 75 ppm atau 75 µL yang dilarutkan dengan etanol sampai 10 mL. Sebelum pengukuran absorbansi, dilakukan pemurnian sampel terlebih dahulu dengan menggunakan KLT Preparatif. Tujuannya agar diperoleh zat warna metanil yellow yang murni/tanpa kontaminasi pengotor atau zat lain sehingga yang diukur serapannya hanya pewarna metanil yellow. Sampel yang telah ditetapkan volumenya menjadi 10 mL dipipet sebanyak 75 µL dan ditotolkan secara memanjang pada plat KLT Preparatif, proses pengembangan dilakukan dengan menggunakan pengembang eluen n-butanol : asam asetat glasial : aquadest dengan perbandingan volume yaitu 4 : 5 : 1. Bercak dengan nilai Rf yang sama dengan nilai Rf metanil yellow standar ditandai dan dikerok seluruh fase diamnya. Dilarutkan senyawa metanil yellow yang ada pada fase diam tersebut dengan etanol sampai 10 mL. Nilai absorbansi sampel diukur pada λmax 400 nm. Nilai absorbansi sampel yang diperoleh kemudian dimasukan kedalam persamaan regresi Y = 0,0354x – 0,01002 sehingga diperoleh kadar metanil yellow pada sampel. Kadar metanil yellow tertinggi diperoleh pada sampel nomer 32 yaitu sebesar 3235,47 ppm/10 mL sampel. Efek langsung berupa iritasi pencernaan dan mual muntah dapat dirasakan jika mengkonsumsi produk pangan yang mengandung metanil yellow dengan konsentrasi 3226,55 – 7841 ppm (31). Dengan demikian konsentrasi tertinggi yang diperoleh pada sampel nomer 32 sebesar 3235,47 ppm kemungkinan besar dapat menimbulkan efek langsung iritasi pencernaan berupa mual dan muntah.
5.
Kesimpulan
Hasil uji kualitatif 35 sampel tahu kuning yang diambil secara acak dari pasar tradisional di Garut menunjukan 5 sampel teridentifikasi mengandung pewarna berbahaya metanil yellow. Hasil uji kuantitatif menunjukan konsentrasi pewarna metanil yellow pada sampel 21 = 2591,3 ppm/30 gram sampel, sampel 23 = 1039,62 ppm/30 gram sampel, sampel 25 = 2357,87 ppm/30 gram sampel, sampel 26 = 1002 ppm/30 gram sampel dan sampel 32 = 3235,47 ppm/30 gram sampel
6.
Daftar Pustaka
Azizahwati, Kurniadi, M., Hidayat, Dkk., 2007, “Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang untuk Makanan yang Berada di Pasaran”, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 4 (1), Departeman Farmasi FMIPA-Universitas Indonesia Depok, Hlm. 7-8. Syah, M., Syarief, Sobri, Dkk., 2005, “Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan”. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor, Hlm. 1112. Djalil, A.,D., Hartanti, D., Rahayu, W.,S., Dkk, 2005, “Identifikasi Zat Warna Kuning Metanil (Metanil Yellow) dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada berbagai Komposisi Larutan Pengembang”, Jurnal Farmasi, Vol. 03 (2), Fakultas Farmasi UMP, Purwokerto, Hlm. 28-29. Anonima, 2005, “Metanil Yellow”,
[email protected], diakses 20 Mei 2014. Mudjajanto., 2005, “Tahu Makanan Favorit yang Keamanannya Perlu Diwaspadai”, http://www.unair.ac.id/, diakses 03 Juni 2014. Depkes RI., 1998, “Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Kosmetika, Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga”, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 8-11. Ditjen POM., 1995, “Standar Industri Indonesia”, Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta, Hlm. 52-53. Anonimb, 2013, “Warna”, http://id.wikipedia.org/wiki/warna, diakses 09 Mei 2014.
Rekha, 2009, “Optical Nonlinear Proreties and Optical Limiting Effect of Metanil Yellow”, Department of Physics Centre for Laser Technology Anna University, India, Page. 285-291. Merck Index, 2006, “Chemistry Constant Companion Now with a New Additon”, Whitehouse Station NJ, USA, Page. 140-141. Awan, 2008, “Kenali Zat Kimia Berbahaya dalam Makanan”, http://www.republika.co.id/launcher/, diakses tanggal 20 Mei 2014. Femelia W., 2009, “Analisa Penggunaan Zat Warna pada Kerupuk Balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat”, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Sumatra Utara, Medan, Hlm. 19-21. Sastrohamidjojo H., 1991, “Spektroskopi”, Liberty, Yogyakarta, Hlm. 11-14. Stahl, 1985, “Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi”, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 7-9. Rohman A., 2008, “Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hlm. 37-39. Gritter, Roy J., Dkk, 1991, “Pengantar Kromatografi”, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 31-33. Mulya H.M. dan Surahman, 1995, “Analisis Instrumental”, Airlangga University Press, Surabaya, Hlm. 26-32. Khopkar S. M., 2003, “Konsep Dasar Kimia Analitik”, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 155-215. Gandjar I.G. dan Abdul R., 2007, “Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hlm. 62-67. Adnan M., 1997, “Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan”, ANDI, Jakarta, Hlm. 59-63. Harmita, 2004, “Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Perhitungannya”, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3, Hlm. 117- 135.
Cara
Hadi A., 2007, “Pemahaman dan Penerapan ISO/IEC 17025 Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Hlm. 259 -274. Ditjen POM., 1995, “Farmakope Indonesia Edisi IV”, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 515-517. Saryono, 2008, “Metodologi Penelitian Kesehatan”, Penerbit Mitra Cedikia press, Surabaya, Hlm. 34-36. Firmansyah D., 2005, “Identifikasi Zat Warna pada Kerupuk Berwarna Merah dan Kuning di daerah Jatinangor Sumedang dengan Metode KLT dan Spektroskopi Infra Merah”, Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Purwokerto, Hlm. 29-33. Underwood, 2001, “Analisis Kimia Kuantitatif”, Penerbit Erlangga, Jakarta, Hlm. 382-387. Wanti I., 2005, “Analisis Zat Pewarna Rhodamin B pada Minuman Sirup Orson yang Beredar di Beberapa Sekolah Dasar di Desa Moga Kecamatan Moga dengan Metode Spektrofotometri”, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Purwokerto, Purwokerto, Hlm. 37-42. Kirana W., 2009, “Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B sebagai Pewarna pada Sediaan Lipstik yang Beredar di Pusat Pasar Kota Medan”, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan, Hlm. 28-34. Ditjen POM RI., 2001, “Metode Analisis PPOMN”, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm.119-123. Hartono, 2004, “Statistik Untuk Penelitian”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hlm. 12-23. Trestiati M., 2003, “Analisis Rhodamin B dan Metanil Yellow pada Makanan dan Minuman Jajanan Anak SD”, Thesis, ITB, Bandung, Hlm. 47-51.
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF KLORIN PADA KANTUNG TEH CELUP Riska Prasetiawati Abstrak
Telah dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif kadar klorin pada kantung teh celup. Pada penetapan kualitatif, 10 sampel kantung teh yang diuji menunjukkan hasil positif terdapat klorin, dan pada penetapan kuantitiatif rata-rata kadar klorin dari 10 sampel kantung teh yang diuji bekisar antara 0,9798-1,3064 ppm. Sedangkan pada perbandingan kadar klorin antara kantung teh dan teh celup berdasarkan lamanya waktu pencelupan menunjukkan bahwa kadar klorin pada teh celup lebih kecil daripada kadar klorin pada kantung teh. Berdasarkan hasil perhitungan statistika menunjukkan Ha, dimana nilai probabilitas ≤ 0,05 yang berarti terdapat perbedaan kadar klorin pada kantung teh celup dan pada teh celup berdasarkan lamanya waktu pencelupan. Kata kunci: Klorin, Kantung teh celup, analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. 7.
Pendahuluan
Istilah “teh” digunakan untuk minuman yang dibuat dari buah, rempah-rempah atau tanaman obat lain yang diseduh. Teh yang biasa dikonsumsi adalah teh yang berasal dari tanaman Camelia sinensis. Bagian tanaman yang digunakan diantaranya daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan. Macammacam teh diantaranya teh hitam atau teh merah, teh putih, teh hijau, dan teh olong. Teh celup merupakan sebutan untuk teh serbuk yang dikemas dalam sebuah penyaring kertas yang dilengkapi dengan tali. Pada saat menyajikan, kita hanya perlu mencelup-celupkan saja dan serbuk teh akan tetap tertahan dalam kantung teh sehingga akan diperoleh air seduhan teh tanpa serbuk teh yang bertebaran pada gelas. Kertas yang digunakan sebagai kantung teh ini terbuat dari kertas yang dibuat dari pulp (bubur kertas). Karena terbuat dari kayu, bubur kertas ini berwarna
cokelat tua dan untuk membuat serat ini terlihat putih maka digunakan bahan kimia yang berfungsi sebagai pemutih yang terbuat dari senyawa klorin (Cl2). Klorin (Cl2) merupakan bahan kimia yang digunakan secara luas sebagai bahan insektisida, desinfektan, pengawet dan pemutih kertas, yang kemudian digunakan untuk membuat tissue, popok, kain dan sebagainya. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah terdapat kandungan klorin pada kantung teh celup yang akan diuji dan berapa kadar klorin yang dikandung kantung teh celup tersebut serta bagaimana pengaruhnya terhadap kesehatan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya klorin dan kadarnya pada kantung teh celup yang diuji, dan mengetahui pengaruhnya terhadap kesehatan. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada pembaca mengenai keberadaan dan bahaya klorin yang terdapat pada kantung teh celup.
8.
Metode Penelitian
Analisis Kualitatif Pada penelitian ini akan dilakukan analisis kualitatif klorin yang terdapat pada kantung teh celup. Sampel kantung teh celup yang akan diperiksa sebanyak 10 sampel yang beredar di pasaran. Uji ini dilakukan pula terhadap kantung teh yang sengaja ditambahkan klorin. Metode yang digunakan diantaranya uji kalium iodida kanji, uji timbal asetat dan uji asam klorida encer(9). Analisis Kuantitatif Untuk penentuan kadar klorin digunakan analisis kuantitatif dengan metode titrasi iodometri. Iodometri adalah penetapan kadar suatu zat yang bersifat oksidator dengan menggunakan larutan standar bersifat reduktor. Metode titrasi iodometri (tak langsung) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Pada titrasi iodometri, oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar(10).
9.
Hasil Penelitian
Persiapan Sampel Menyiapkan 10 sampel kantung teh celup dari 10 merk teh yang beredar di pasaran kemudian dihaluskan dan ditambahkan aquades. Pembuatan Simulasi Ditimbang sebanyak 10 gram kantung teh celup kemudian ditambahkan hipoklorit dengan konsentrasi 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm, 30 ppm. Penetapan Kualitatif Masing-masing jenis sampel disaring kemudian tambahkan besi (II) sulfat beberapa tetes, panaskan selama 15 menit kemudian dinginkan. Tambahkan asam nitrat sampai endapan garam besi (II) larut, tambahkan perak nitrat beberapa tetes sampai lewat jenuh. Uji Kalium Iodida Kanji Kantung teh ditambahkan beberapa tetes asam asetat 98% sampai pH 3-4 kemudian ditambahkan sedikit kalium iodida kristal serta tambahkan amilum beberapa tetes (hasil positif bila terbentuk warna biru pada larutan). OCl- + 2 I- + H2O → I2 + 2OH- + ClUji Timbal Asetat Kantung teh ditambahkan timbal asetat 10% (hasil positif bila terbentuk endapan coklat pada larutan setelah dididihkan) OCl- + Pb2+ + H2O → PbO2 ↓ + 2H+ + ClUji Asam Klorida Encer Kantung teh ditambahkan asam klorida encer beberapa tetes, larutan mulamula berwarna kuning, timbul pembuihan, dan klor dilepaskan dengan reaksi : OCl- + H+ → HOCl HOCl + H+ Cl- → Cl2 ↑ H2O Gas ini dapat diidentifikasi dari warnanya yang hijau kekuningan, dari sifatnya yang memutihkan kertas lakmus dan dari kerjanya atau kertas kalium iodidakanji yang diubahnya menjadi hitam kebiruan. Cl2 ↑ + 2I- → 2Cl- + I2
Tabel 3.1 Data Hasil Penetapan Kualitatif Klorin pada Larutan Pembanding
No
Konsentrasi larutan pembanding (ppm)
Uji kalium iodida -kanji +
-
Uji timbal asetat +
-
Uji asam klorida encer +
1
10
+
+
+
2
15
+
+
+
3
20
+
+
+
4
25
+
+
+
5 Sampel
+ Uji30kalium iodida – + Uji timbal asetat kanji
-
+ klorida Uji asam encer
Tabel 3.2 Data Hasil Penetapan Kualitatif Klorin pada kantung Teh
+
-
+
-
+
KT1
+
+
+
KT2
+
+
+
KT3
+
+
+
KT4
+
+
+
KT5
+
+
+
KT6
+
+
+
KT7
+
+
+
KT8
+
+
+
KT9
+
+
+
KT10
+
+
+
Keterangan :
-
KT = Kantung Teh (+ ) = Kantung teh mengandung klorin ( - ) = Kantung teh tidak mengandung klorin
Penetapan Kuantitatif Dari 10 sampel yang positif terdapat klorin kemudian dilakukan penetapan kadar klorin pada kantung teh dengan titrasi iodometri. Diambil 5 sampel untuk penetapan kadar klorin pada air teh celup dan pada kantung teh sebagai pembanding dengan variasi waktu pencelupan 1 menit, 3 menit, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit yang diseduh dengan air panas. Pembuatan Larutan Natrium Tiosulfat Menimbang 25 gram Na2S2O3kemudiandilarutkandengan aquadest sampai 1 Liter, kemudian tambahkan 0,1 gram Na2CO3lalu biarkan satu hari (24jam), lalu saringdantetapkankonsentrasinya. Pembakuan Natrium Tiosulfat
Menimbang 0,15 gram KIO3 kemudian tambahkan 25 mL air dan 2 gram KI, lalu tambahkan 10 mL HCl 1N. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai larutan menjadi berwarna kuning muda. Lalu tambahkan beberapa tetes amilum kemudian lanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang. Penentuan Kadar Klorin Sampel diambil 10 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 2 gram KI dan 10 mL asam asetat 1N. Titrasi sampai larutan menjadi kuning, lalu tambahkan beberapa tetes amilum kemudian lanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang. Lakukan titrasi blanko.Hitung kadar klorin dengan rumusberikut: ( 1 − 2) 0.355 = 1000 Keterangan:
V1= Volume titrasi sampel V2 = Volume titrasi blanko N = Normalitas Na2S2O3 yang dipakai V = Volume sampel
Tabel 3.3 Data Hasil Titrasi Iodometri Penetapan Kadar Klorin Pada Kantung Teh Titrasi 1 Titrasi 2 Titrasi 3 Rata-rata Sampel kadar (ppm) kadar (ppm) kadar (ppm) kadar (ppm) KT1
1,1757
1,1757
1,3717
1,3064±
KT2
1,1757
1,1757
1,1757
1,1757±
KT3
0,9798
0,9798
1,3717
1,1104±
KT4
0,9798
1,1757
0,9798
1,0451±
KT5
1,1757
1,1757
0,9798
1,1104±
KT6
0,9798
0,9798
1,1757
1,0451±
KT7
0,9798
0,9798
0,9798
0,9798±
KT8
1,1757
1,1757
0,9798
1,1104±
KT9
0,9798
0,9798
1,1757
1,0451±
KT10
0,9798
1,1757
0,9798
1,0451±
Tabel 3.4 Data Hasil Titrasi Iodometri Penetapan Kadar Klorin Pada Teh Celup Berdasarkan Lamanya Waktu Pencelupan Pada Beberapa Sampel Teh Celup Waktu Rata-rata kadar (ppm) pencelupan TC 1
TC 2
TC 3
TC 4
TC 5
1
0,2616±
0,1959±
0,2612±
0,1959±
0,1959±
3
0,3265±
0,2612±
0,3265±
0,2612±
0,2612±
5
0,3918±
0,3265±
0,3918±
0,3265±
0,3265±
10
0,4572±
0,3918±
0,3919±
0,3918±
0,3918±
15
*0,5225±
0,4572±
0,4572±
0,4572±
0,4572±
(menit)
Keterangan:
TC= Teh Celup *)kadar klorin melebihi ambang batas aman (0,2-0,5ppm)
Tabel 5.5 Data Hasil Titrasi Iodometri Penetapan Kadar Klorin Pada Teh Celup Berdasarkan Lamanya Waktu Pencelupan Pada Beberapa Sampel Teh Celup Waktu Rata-rata kadar (ppm) pencelupan KT 1
KT 2
KT 3
KT 4
KT 5
1
*0,3919±
*0,3252±
*0,3262±
*0,2612±
*0,3265±
3
0,5225±
*0,4572±
0,5225±
0,4572±
*0,4572±
5
0,7185±
0,6532±
0,9145±
0,7185±
0,6532±
10
1,0451±
1,0451±
1,0451±
0,9798±
0,8492±
(menit)
15 Keterangan:
1,3064±
1,1757±
1,1104±
1,0451±
1,1104±
KT= KantungTeh *)kadar klorin berada pada ambang batas aman (0,2-0,5ppm)
10. Pembahasan
kadar klorin (ppm)
Berdasarkan hasil penetapan kualitatif, dari tiga metode kualitatif yang digunakan yaitu uji kalium iodida kanji, uji timbal asetat dan uji asam klorida encer menunjukkan hasil positif adanya klorin pada semua sampel yang diuji. 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sampel kantung teh
Gambar 3.1 Grafik kadar rata-rata klorin pada kantung teh celup Dari grafik diatas dapat dilihat kadar klorin pada kantung teh dari berbagai merk yang beredar di pasaran. Perlakuan dengan perendaman kantung teh selama 15 menit dengan air hangat memberikan hasil rata-rata kadar klorin dari setiap merk kantung teh celup yang diuji berkisar antara 0,9798-1,3064 ppm. Pada teh celup, dengan perlakuan berdasarkan lama waktu pencelupan 1menit, 3 menit, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit dengan air panas menunjukkan kadar rata-rata dari TC1 sebesar 0,0784-0,5486 ppm, TC2 sebesar 0,0392-0,5095ppm, TC3 sebesar 0,0392-0,5095 ppm, TC4 sebesar 0,1175-0,4703 ppm, TC5 sebesar 0,1175-0,4705 ppm. Dari sampel kantung teh yang diberi perlakuan sama dengan teh celup yakni dengan perlakuan berdasarkan lama waktu pencelupan 1 menit, 3 menit, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit dengan air panas menunjukkan kadar rata-rata klorin dari KT1 sebesar 0,3919-1,3064 ppm, KT2 sebesar 0,3265-1,1757 ppm, KT3 sebesar 0,3262-1,1104 ppm, KT4 sebesar 0,2612-1,0451 ppm, dan KT5 sebesar 0,3265-1,1104 ppm.
kadar klorin (ppm)
Berikut adalah grafik kenaikan kadar dari sampel teh celup dan sampel kantung teh. 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4
TC1 KT1
0.2 0 1
3
5
10
15
waktu pencelupan (menit)
Gambar 3.2 Grafik kadar rata-rata klorin pada teh celup berdasarkan lamanya waktupencelupan dari sampel Teh Celup 1 (TC1) dan Kantung Teh 1 (KT1)
kadar klorin (ppm)
1.4 1.2 1 0.8 0.6
TC2
0.4
KT2
0.2 0 1
3
5
10
15
waktu pencelupan (menit)
Gambar 5.3 Grafik kadar rata-rata klorin pada teh celup berdasarkan lamanya waktupencelupan dari sampel Teh Celup 2 (TC2) dan Kantung Teh 2 (KT2)
kadar klorin (ppm)
1.2 1 0.8 0.6 0.4
TC3
0.2
KT3
0 1
3
5
10
15
waktu pencelupan (menit)
Gambar 3.4 Grafik kadar rata-rata klorin pada teh celup berdasarkan lamanya waktupencelupan dari sampel Teh Celup 3 (TC3) dan Kantung Teh 3 (KT3)
kadar klorin (ppm)
1.2 1 0.8 0.6 0.4
TC4
0.2
KT4
0 1
3
5
10
15
waktu pencelupan (menit)
Gambar 5.5 Grafik kadar rata-rata klorin pada teh celup berdasarkan lamanya waktu pencelupan dari sampel Teh Celup 4 (TC4) dan Kantung Teh 4 (KT4)
kadar klorin (ppm)
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
TC5 KT5 1
3
5
10
15
waktu pencelupan (menit)
Gambar 3.6 Grafik kadar rata-rata klorin pada teh celup berdasarkan lamanya waktu pencelupan dari sampel Teh Celup 5 (TC5) dan Kantung Teh (KT5) Grafik diatas menunjukkan bahwa semakin lama waktu pencelupan, kadar klorin semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu pencelupan semakin banyak klorin yang larut dalam air. Salah satu yang mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah waktu, dimana semakin lama waktu kontak makin banyak zat yang dapat larut dalam air. Hal ini juga didukung oleh sifat klorin yang mudah larut dalam air. Jika dibandingkan dengan kadar klorin pada kantung teh celup, kadar klorin pada teh celup lebih kecil. Hal ini berarti keberadaan teh berpengaruh terhadap kelarutan klorin dalam air. Penghambatan kelarutan klorin dalam teh ini diduga karena adanya komposisi pada teh dimana komposisi tersebut mampu berikatan dengan klorin sehingga menyebabkan klorin sulit larut dalam air(8) Salah satu senyawa teh yang berikatan dengan klorin adalah kafein, klorin yang berikatan dengan kafein disebut klorin terikat. Disebut klorin terikat karena klorin berikatan dengan senyawa lain sedangkan jika klorin tidak terikat dengan senyawa lain disebut klorin bebas. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang persyaratan air minum, persyaratan air bersih, air kolam renang dan air pemandian, batas kandungan klorin yang diperbolehkan antara 0,2 - 0,5 ppm. Dan menurut WHO (2004) nilai ambang batas klorin adalah 0,5 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar klorin pada sampel teh celup masih berada pada ambang batas aman (0,2-0,5 ppm) sampai waktu pencelupan 15 menit kecuali untuk sampel teh celup 1 yang ambang batas amannya berada pada waktu pencelupan 10 menit. Berbeda dengan kadar klorin pada kantung teh yang lebih besar dengan ambang batas aman berada pada waktu pencelupan 3 menit selebihnya kadar klorin sudah melebihi batas yang
diperbolehkan oleh permenkes. Kadar yang melebihi batas yang diperbolehkan dapat menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan. Untuk memperoleh minuman teh sesuai dengan penyajian teh yang baik adalah dengan mencelupkan teh tidak lebih dari 3 menit. Menurut Ratna Soemantri (pendiri komunitas pecinta teh) untuk dapat merasakan aroma, rasa, dan keunggulan teh sebaiknya tidak memaksakan teh cepat larut dan tidak membiarkan teh terlalu lama dalam cangkir atau teko, karena selain akan membuat teh semakin pekat dan pahit, antioksidan dalam teh juga akan berubah karena antioksidan itu cepat sekali hilang. Selain itu semakin lama teh direndam, maka kafein dalam teh akan semakin terekstrak sehingga terjadi oksidasi(11). Berdasarkan Permenkes No.722/MenKes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, disebutkan bahwa klorin tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam kelompok pemutih tepung. Penggunaan klorin dalam industri tekstil, pulp, dan kertas digunakan sebagai bahan pemutih dan penghalus.Di bidang kesehatan, klorin digunakan sebagai desinfektan pada pengolahan air minum. Jika dilihat dari pengaruhnya terhadap kesehatan, keberadaan klorin pada kantung teh cukup berbahaya apalagi jika mengkonsumsi teh secara rutin dengan membiarkan kantung teh tetap tercelup pada cangkir sampai teh habis diminum. Efek toksik klorin yang terutama adalah sifat korosifnya. Kemampuan oksidasi klorin sangat kuat, di dalam air klorin akan melepaskan oksigen dan hidrogen klorida yang menyebabkan kerusakan jaringan(8). Menurut U.S Departement of Health and Human Services (2007) bila terjadi keracunan melalui jalur pencernaan, larutan klorin yang dihasilkan dalam bentuk sodium hipoklorit dapat menyebabkan luka yang korosif apabila tertelan. Pemaparan klorin melalui jalur pernapasan pada konsentrasi 1-10 ppm menyebabkan iritasi mata dan hidung, sakit tenggorokan, dan batuk, pada konsentrasi >15 ppm dapat dengan cepat membahayakan saluran pernapasan dengan rasa sesak di dada dan terjadinya akumulasi cairan di paru-paru (edema paru-paru). Konsentrasi terendah yang mematikan selama paparan lebih dari 30 menit diperkirakan sebesar 430 ppm. Pemaparan klorin dapat menyebabkan sindrom gangguan fungsi, iritasi bahan kimia menyebabkan terjadinya asma. Anak-anak lebih mudah diserang oleh bahan-bahan korosif dibandingkan orang dewasa karena diameter saluran napasnya lebih kecil.
Iritasi klorin pada kulit dapat menyebabkan rasa terbakar, peradangan dan melepuh. Pemaparan cairan klorin dapat menyebabkan peradangan akibat suhu dingin. Pemaparan pada mata dengan konsentrasi rendah di udara dapat menyebabkan rasa terbakar, mata berkedip tidak teratur atau kelopak mata tertutup tanpa sengaja, konjungtivitis. Kornea mata terbakar dapat terjadi pada konsentrasi yang tinggi. Hasil analisis dilakukan dengan perhitungan secara statistika dengan T-Test paired sample pada Statistical Product and Service Solution (SPSS), karena sampel dibandingkan antara kadar klorin pada teh celup dan kadar klorin pada kantung teh celup yang diberi perlakuan berdasarkan lama waktu pencelupan 1 menit, 3 menit, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit dengan air hangat. T-Test paired sample merupakan uji perbedaan rata-rata dua sampel berpasangan untuk menguji ada tidaknya perbedaan rata-rata pada dua sampel bebas yang saling berhubungan (dependent). Uji t-test paired sample atau uji dua rata-rata ini menggunakan taraf kepercayaan 95%. Kesimpulan diambil dari perhitungan statistika yang dilihat dari perbandingan nilai probabilitas (Sig.) seperti berikut: Jika nilai probabilitas ≥ 0,05 = Ho Jika nilai probabilitas ≤ 0,05 = Ha Keterangan:
Ho= Tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar klorin pada teh celup dan pada kantung teh celup Ha = Terdapat perbedaan rata-rata kadar klorin pada teh celup dan pada kantung teh celup(12).
Tabel 3.6Perbandingan Kadar Klorin Secara Statistik pada Teh Celup dan pada Kantung Teh Celup berdasarkan Lamanya Waktu Pencelupan No 1 2 3 4 5
Waktu pencelupan (menit) 1 3 5 10 15
Nilai probabilitas
Keterangan
0,003 ≤ 0,05 0,000≤ 0,05 0,001≤ 0,05 0,000≤ 0,05 0,000≤ 0,05
Ha Ha Ha Ha Ha
Hasil perhitungan statistika dari tabel diatas menunjukkan Ha, dimana nilai probabilitas ≤ 0,05 yang berarti terdapat perbedaan kadar klorin pada kantung teh celup dan pada teh celup berdasarkan lamanya waktu pencelupan. 11. Kesimpulan Berdasarkan hasil penetapan kualitatif, dari tiga metode kualitatif yang digunakan yaitu uji kalium iodida kanji, uji timbal asetat dan uji asam klorida encer menunjukkan hasil positif adanya klorin pada semua sampel yang diuji. Jika dibandingkan dengan kadar klorin pada kantung teh celup, kadar klorin pada teh celup lebih kecil. Hal ini berarti keberadaan teh berpengaruh terhadap kelarutan klorin dalam air. Penghambatan kelarutan klorin dalam teh ini diduga karena adanya komposisi pada teh dimana komposisi tersebut seperti kafein mampu berikatan dengan klorin sehingga menyebabkan klorin sulit larut dalam air. Teh sebaiknya dicelupkan tidak lebih dari 3 menit karena kadar klorin masih berada pada batas aman terendah selain itu juga tercantum pada kemasan bahwa mencelupkan teh sebaiknya hanya 2-3 menit saja. Selain itu dengan mencelupkan teh tidak lebih dari 3 menit maka rasa, aroma, dan keunggulan teh sudah didapatkan. Bila terjadi keracunan melalui jalur pencernaan, larutan klorin yang dihasilkan dalam bentuk sodium hipoklorit dapat menyebabkan luka yang korosif apabila tertelan karena efek toksik klorin yang terutama adalah sifat korosifnya. Kemampuan oksidasi klorin sangat kuat, di dalam air klorin akan melepaskan oksigen dan hidrogen klorida yang menyebabkan kerusakan jaringan. 12. Daftar Pustaka Riana Dyah Suryaningrum, Mohammad Sulthon, Dkk, 2007 , “Peningkatan Kadar Tanin Dan Penurunan Kadar Klorin Sebagai Upaya Peningkatan Nilai Guna Teh Celup”, Jurnal PKM Penulisan Ilmiah, 5,7,12. Murni Sari Rahayu dan Nurhayati, 2005 , ”Penggunaan EM-4 Dalam Pengomposan Limbah Teh Padat”, Jurnal Kimia , 26-30. Naniek Widyaningrum, 2013 ,”Epigallocatechin-3-Gallate (EGCG) Pada Daun Teh Sebagai Anti Jerawat”, Semarang, 95.
Yeriana Sarasdewi Pramandya, 2010 , “Sikap Dan Minat Konsumen Pasar Swalayan Terhadap Produk Teh Di Surakarta”, Surakarta, 9-10. Dr.Ir. Wisnu Cahyadi, M.Si,2009,”Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan”, Ed 2, penertbit Bumi Aksara,Jakarta. Hana Suaibah, 2009 ,”Analisis Kualitatif Klorin Pada Beras Yang Dijual Di Salah Satu Pasar di Kabupaten Garut”,Tugas Akhir Sarjana Farmasi, jurusan Farmasi, FMIPA, UNIGA, Garut, 13. Ahmad Hasan, 2006 , “Dampak Penggunaan Klorin”, jurnal Teknologi Konversi dan Teknologi Konservasi Energi, Tek.Ling.P3TL-BPPT, 2-5. Dian Novita Sinuhaji, 2009 , “Perbedaan Kandungan Klorin (Cl2) Pada Beras Sebelum dan Sesudah Dimasak Tahun 2009”, Skripsi Sarjana Kesehatan Masyarakat,Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan, 26-30. G, Svehla, Ph.D.,Sc.,F.R.I.C, 1985 ,”Vogel Bagian II Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro”, Ed 5, terjemahan Ir.L.Setiono dan Dr.A.Hadyana Pudjaatmaka, Penerbit PT Kalman Media Pusaka,Jakarta,344. Basset. J etc, 1994 , “Buku Ajar Vogel Analisis Anorganik Kuantitatif Anorganik”, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Ririn Yuningsih dkk,2012,”Pengaruh Berat Dengan Lama Waktu Penyeduhan Teh Terhadap Kadar Kafein Teh”, Universitas Syiah Kuala, 82-87. Drs.H. Rostina Sundayana, 2014 , “Panduan Praktikum Statistika Farmasi dengan SPSS 16”, FMIPA UNIGA, Garut, 16-17. SNI 06-4824, 1998, “Metode Pengujian Kadar Klorin Bebas Dalam Air Dengan Alat Spektrofotometrer Sinar Tampak Secara Dietil Fenildiamin (DPD)”, Jurnal Kimia, 1. Muhammad Burhan Rosyidi, 2010, “Pengaruh Breakpoint Chlorination (BPC) Terhadap Jumlah Bakteri Koliform Dari Limbah Cair Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo”, FMIPA ITSN, Surabaya, 4-5.