NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA: TINJAUAN PSIKOLOGIS TOKOH Indiyah Prana Amertawengrum* Abstrak : “Pudarnya Pesona Cleopatra” merupakan salah satu novel karya Habiburrahman El Shirazy. Novel ini tidak hanya sarat dengan nilai-nilai Islami, tetapi juga aspek psikologi, sehingga “Pudarnya Pesona Cleopatra’ mendapat sebutan sebagai Novel Psikologi Islami Pembangun Jiwa. Sebagai karya sastra, di dalam Pudarnya Pesona Cleopatra terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang terlihat lewat perilaku tokoh-tokohnya. Tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis aspek psikologis tokoh dengan memanfaatkan pendekatan Psikologi Sastra. Hal itu didasarkan pada pandangan bahwa pengalaman kejiwaan pengarang yang semula terendap dalam jiwa, telah beralih ke dalam karya sastra yang diciptakannya, yang terproyeksi lewat ciri-ciri kejiwaan para tokoh imajinasinya. Selain itu, sastra sebagai gejala kejiwaan di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang terlihat lewat perilaku tokoh-tokohnya. Berpijak dari hal tersebut, karya sastra tidak mungkin dilepaskan dari pengarangya karena karya sastra tidak akan terlahir tanpa pengarang, sehingga keterangan tentang psikologi pengarang akan bermanfaat bagi kajian psikologi sastra. Psikologi, selain dapat digunakan untuk menganalisis jiwa pengarang melalui karya sastranya, dapat juga digunakan untuk mengamati tingkah laku dan kehidupan kejiwaan tokoh-tokoh dalam novel. Konflik batin yang dialami tokoh dari awal cerita, antara menolak atau menerima keinginan orang tua, untuk menikah dengan gadis pilihan ibunya inilah yang memunculkan konflik-konflik batin berikutnya di sepanjang cerita karena tokoh tidak berdaya menolak keinginan ibunya. Konflik demi konflik kejiwaan yang dialami tokoh terjalin secara intens sehingga menambah kekuatan novel dari aspek psikologis tokoh. Kata kunci: pergulatan batin; psikologis tokoh PENGANTAR
Terpuji Nasional 2005 dari Forum Lingkar Pena; The
Habiburrahman El Shirazy merupakan salah seorang sastrawan Indonesia yang kehadirannya di dunia sastra sangat fenomenal. Ia tidak hanya dikenal
Most favourite Book 2005 versi Majalah Muslimah; IBF Award 2006, Buku Fiksi Dewasa Terbaik
sebagai sastrawan, tetapi juga sebagai da’i, penyair, novelis, budayawan, dan sutradara. Sebagai penulis, Habiburrahman El Shirazy telah menorehkan berbagai prestasi yang menakjubkan dan spektakuler melalui berbagai karya yang terlahir dari tangannya. Prestasi tersebut antara lain berupa penghargaan Pena Award 2005, Novel
Nasional 2006; ditetapkan sebagai TOKOH PERUBAHAN INDONESIA 2007 oleh Harian Republika; Adab Award 2008 dalam bidang novel islami yang diberikan oleh Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; UNDIP AWARD 2008 sebagai Novelis No, 1 Indonesia yang diberikan oleh INSANI UNDIP pada tahun 2008; PENGHARGAAN SASTRA NUSANTARA 2008 sebagai sastrawan
* Dosen UNWIDHA Klaten
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
65
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra: Tinjauan Psikologis Tokoh
kreatif tingkat Asia Tenggara ; Tahun 2008 memperoleh PENGHARGAAN DARI MENPORA
dengan bertumpu pada pendekatan psikologi sastra . Psikologi Sastra merupakan salah satu pendekatan
sebagai sastrawan yang berjasa mengembangkan sastra Indonesia bermutu sehingga memberikan inspirasi tumbuhnya film nasional yang bermartabat; serta Paramadina Award 2009 for Outstanding
dalam menganalisis karya sastra.
Contribution to the Advancement of Literatures and Arts in Indonesia. Beberapa karya yang terlahir dari tangan Habiburrahman El Shirazy telah difilmkan dan berhasil menduduki Megabest-seller untuk tingkat Asia, yaitu ‘Ayat-Ayat Cinta’ dan ‘Ketika Cinta Bertasbih’ dalam rentang waktu lebih dari dua tahun untuk setiap karyanya tersebut. Hal itu merupakan prestasi yang luar biasa. Karya-karyanya yang lain diantaranya ‘Dalam Mihrab Cinta’, ‘Pudarnya Pesona Cleopatra’, ‘Di Atas Sajadah Cinta’, ‘Mamo-Zein’, ‘Mahar Cinta untuk Anisa’, dan ‘Bumi Cinta’. Hebatnya, semua karya tersebut berhasil menjadi novel Best Seller. Karya-karya Habiburrahman El Shirazy sarat dengan nilai-nilai islami. Hal itu sesuai dengan keinginannya untuk menjadikan novel-novel yang ditulisnya sebagai wajihah atau sarana dalam membumikan ayat-ayat suci Al-Quran, sehingga AlQuran bisa benar-benar hidup dan menjadi pedoman hidup yang bisa dipraktikkan dalam kehidupan seharihari. Novel ‘Pudarnya Pesona Cleopatra’ tidak hanya mengandung nilai Islami, tetapi juga mengandung aspek psikologis. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila ‘Pudarnya Pesona Cleopatra’ disebut sebagai Novel Psikologi Islami Pembangun Jiwa.
Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan manusia. Dalam hal ini kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang (Damono, 1979:1). Hal itu menunjukkan adanya keterkaitan antara pengarang dengan kenyataan sosial yang melingkunginya. Antara karya sastra dan pengarang terdapat hubungan batin yang sangat erat. Hubungan batin tersebut bukan saja dalam arti hubungan yang menjadi sebab timbulnya karya sastra seorang pengarang, tetapi juga hubungan dalam arti mencerminkan segi kejiwaan, segi pendidikan, pandangan sosial, bahkan filsafat hidup dan pandangan keagamaannya (Sukada, 1987: 48). Dengan kata lain, karya sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa (emosi).
PEMBAHASAN Karya sastra memiliki keterkaitan hubungan yang sangat erat dengan pengarang. Freud (Damono, 1979:63) memandang bahwa seorang pengarang adalah “pelamun” yang lari dari kenyataan hidup. Menurutnya, kreatifitas seorang pengarang tidak lain
Kenyataan tersebut mendorong peneliti untuk
dari pelarian (escapism). Pada awalnya pengarang adalah seorang yang berpaling dari kenyataan hidup karena dia tidak dapat berdamai dengan dirinya sendiri berhubung adanya tuntutan akan kepuasan-kepuasan
melihat lebih jauh kondisi psikologi tokoh, khususnya tokoh utama, cerita ‘Pudarnya Pesona Cleopatra’
nalurinya yang tidak terpenuhi dan yang kemudian membiarkan hajat erotik dan ambisinya bermain
66
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra: Tinjauan Psikologis Tokoh
leluasa dalam khayalan. Dengan bakat yang istimewa, khayalan-khayalan dijalinnya menjadi suatu kenyataan hidup baru yang oleh orang-orang lain disambut sebagai cerminan hidup yang berharga. Dengan melewati jalan tertentu, pengarang menjadi raja, pahlawan, dan tokoh-tokoh lain yang
keterangan tentang psikologi pengarang akan bermanfaat bagi kajian psikologi sastra. Psikologi,, selain dapat digunakan untuk menganalisis jiwa pengarang melalui karya sastranya, dapat juga digunakan untuk mengamati tingkah laku dan
diimpikannya.
kehidupan kejiwaan tokoh-tokoh dalam novel. Dalam penulisan ini psikologi akan dimanfaatkan untuk
Dari segi proses kelahirannya, karya sastra lahir dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah
mengkaji psikologis tokoh dalam novel ‘Pudarnya Pesona Cleopatra’
lama ada dalam jiwa pengarang dan telah mengalami proses pengolahan jiwa secara mendalam melalui
Pada umumnya pengarang menampilkan tokoh-
proses berimajinasi. Hal itu dikarenakan pengarang memiliki kepekaan jiwa yang sangat tinggi. Sementara itu, pengarang hidup berdampingan dengan manusia lain dan banyak mengadakan pengamatan terhadap manusia-manusia di sekitarnya, sehingga pengarang mampu menangkap suasana batin manusia lain yang paling dalam. Gejala-gejala kejiwaan yang dapat ditangkap oleh pengarang dari manusia-manusia lain tersebut kemudian diolah dalam batinnya dipadukan dengan kejiwaannya sendiri lalu disusun menjadi suatu pengetahuan baru dan diendapkan dalam batin. Setelah endapan pengalamanpengalaman cukup kuat memberikan dorongan pada batin pengarang untuk melakukan proses kreatif, maka endapan pengalaman tersebut diekspresikannya menjadi sebuah karya sastra. Dengan demikian, pengalaman kejiwaan pengarang yang semula terendap dalam jiwa, telah beralih ke dalam karya
tokoh cerita dengan memberi nama- nama yang jelas, baik terhadap tokoh sentral maupun tokoh bawahan. Hal tersebut dimaksudkan agar pembaca dapat dengan mudah mengenali dan memahami peranan, karakter, dan kedudukan masing-masing tokoh cerita. Selain itu, pemberian nama kepada tokoh cerita dapat menambah hidupnya suasana cerita. Namun demikian, tidak berarti bahwa karya yang tidak menampilkan penamaan terhadap tokoh cerita akan membuat karya tersebut tidak hidup. Penamaan terhadap tokoh cerita di dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra dilakukan dengan penyebutan kata ‘aku’ untuk tokoh utama dan pemperian nama untuk tokoh-tokoh lainnya. Hal ini dilakukan karena pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama yang ikut terlibat (author participant). Ia menggunakan kata ganti orang pertama, aku, mengisahkan apa yang terjadi pada dirinya, dan mengungkapkan perasaannya sendiri .
sastra yang diciptakannya, yang terproyeksi lewat ciriciri kejiwaan para tokoh imajinasinya. Sastra sebagai gejala kejiwaan di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang terlihat lewat perilaku tokoh-tokohnya (Roekhan, 1990:93). Berpijak dari hal tersebut, karya sastra tidak mungkin dilepaskan dari pengarangnya karena karya sastra tidak akan terlahir tanpa pengarang, sehingga
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
KONDISI PSIKOLOGIS TOKOH Novel ‘Pudarnya Pesona Cleopatra’ secara khusus menggambarkan salah satu fenomena dalam kehidupan manusia, yaitu pergulatan batin. Pergulatan batin dalam novel ini sangat menonjol terjadi pada diri tokoh utama dan mendominasi hampir
67
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra: Tinjauan Psikologis Tokoh
keseluruhan cerita. Dari awal cerita, pergulatan batin tokoh sudah terlihat pada kalimat pembuka, “Ini
“ Dengan hati pahit kuserahkan semuanya
nikmat ataukah azab?”
bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku ada kecemasan-kecemasan yang
Konflik batin yang mendera tokoh utama berawal dari keinginan ibunya untuk menjodohkannya
mengintai. Kecemasan-kecemasan yang dating begitu saja dan aku tidak tahu alasannya. Yang
dengan seorang gadis yang belum pernah ia kenal, yang merupakan anak sahabat ibunya. Konflik batin
jelas sebenarnya aku sudah punya criteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Namun aku
inilah yang pada akhirnya menimbulkan konflikkonflik batin tokoh yang berkepanjangan.
tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai itu.” (PPC, 3)
Sebagai seorang sarjana lulusan Kairo, Mesir,
Berbagai pujian terhadap Raihana sebagai
ia memiliki kriteria tersendiri terhadap gadis calon pendamping hidupnya. Ia sangat mengagumi
gadis yang bukan hanya cantik, tetapi juga gadis baik, ramah, halus budi, sarjana pendidikan, penyabar, berjilbab, dan hafal alquran, tidak serta merta membuatnya senang apalagi jatuh cinta. Hal itu disebabkan pesona kecantikan gadis-gadis Mesir telah kuat mengakar dalam otak, perasaan dan hatinya.
kecantikan gadis-gadis Mesir. Ia berharap mempunyai istri yang memiliki kecantikan laksana Cleopatra, ratu Mesir. Akan tetapi, ia harus berhadapan dengan kenyataan bahwa ia terpaksa menerima keputusan ibunya yang mengharuskannya menikah dengan seorang gadis pilihan ibunya. Di satu sisi ia punya kriteria untuk calon istri yang diimpikannya, tetapi di sisi lain sebagai seorang yang memahami dan mendalami agama Islam, ia tidak ingin mengecewakan hati ibu yang telah melahirkan dan kemudian membesarkannya seorang diri, karena ayahnya meninggal ketika ia masih kecil. Ia merasa sangat berdosa dan menjadi anak durhaka jika tidak memenuhi keinginan ibunya. Dalam pergulatan jiwa yang sulit selama berhari-hari, akhirnya ia pasrah. Tak ada pilihan lain baginya kecuali menerima keputusan menikah dengan Raihana, gadis pilihan ibunya tanpa didasari rasa cinta. Ia tidak kuasa menolak, apalagi melawan kemauan ibunya. Ia tidak ingin mengecewakan ibu yang sangat ia cintai meski untuk itu ia harus mengorbankan diriya sendiri. Dalam hatinya ada berbagai kecemasan yang muncul begitu saja tanpa sebab yang jelas.
68
“ … Aura pesona kecantikan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra sedemikian kuat mengakar dalam otak, perasaan dan hatiku. Sedemikian kuat menjajah cita-cita dan mimpiku.” (PPC, 4) Di hari-hari menjelang pernikahan, ia berusaha menumbuhkan bibit-bibit cinta pada Raihana, calon istrinya. Bibit cinta yang ia harapkan bukannya tumbuh, tetapi justru menjelma menjadi sesuatu yang sangat mengganjal, menyiksa batinnya. Jiwanya betulbetul tersiksa. Ia ingin memberontak, tapi tak kuasa. Ketika hari pernikahan tiba, ia merasa seperti mayat hidup, hati hampa, dan tanpa cinta. Perasaan dan nuraninya mati. Ia hanya mengharapkan berkah dari Allah atas bakti kepada ibu yang sangat dicintainya.
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra: Tinjauan Psikologis Tokoh
Sebagai pengantin baru, ia pun memaksakan diri untuk memuliakan Raihana, istrinya, bukan karena cinta, tetapi karena ia seorang yang memahami ayat-ayat Quran. Di saat istrinya merasa bahagia dengan sikapnya, jiwanya justru merintih, menangisi kepura-puraan, kebohongan yang ia lakukan terhadap istrinya. “ Layaknya pengantin baru, tujuh hari pertama kupaksa hatiku untuk memuliakan Raihana sebisanya. Kupaksa untuk mesra, bukan karena cinta. Sungguh, bukan karena aku mencintainya. Hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayat-Nya. Oh, alangkah dahsyatnya sambutan cinta Raihana atas kemesraan yang pura-pura itu. Saat Raihana tersenyum mengembang, hatiku merintih menangisi kebohongan dan kepura-puraanku. Apakah aku telah menjadi orang munafik karena mendustai diri sendiri dan banyak orang? Duhai Tuhan mohon ampunan. . aku yang terbiasa membaca ayat-ayat-Nya kenapa bisa sedemikian dustanya? Kenapa? Pertanyaan – pertanyaan itu menebas leher kemanusiaanku. Dan aku pasrah tanpa daya.” (PPC, 5) Dua bulan setelah menikah mereka menempati rumah kontrakan. Ia merasa hari-hari yang dilalui terasa menyiksa, hari-hari yang hampa tanpa cinta. Jiwanya semakin tersiksa karena benih-benih cinta kepada istri tak juga tumbuh dalam hatinya. Meski banyak kegiatan di rumah yang mereka lakukan bersama, tetapi Raihana tetaplah orang asing baginya. Sukmanya merana, ingin pula ia merasakan indahnya mencintai istri. Akan tetapi, bukan rasa suka yang muncul, justru rasa tidak suka yang hadir menyiksa batinnya. Memasuki bulan keempat pernikahan, rasa muak hidup bersama Raihana
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
menderanya. Kondisi itu membuat jiwanya semakin tersiksa karena pada dasarnya ia tidak mau membenci atau muak pada siapapun apalagi terhadap istri. Sayangnya, perasaan muak terhadap Raihana itu tidak bisa dienyahkan, bahkan semakin menjadi-jadi menggerogoti jiwanya. Ia merasa hidupnya, belajarnya di luar negeri, pernikahannya, keberadaannya, dan usahanya untuk berbakti kepada ibu semua sia-sia. “Aku merasa hidupku adalah sia-sia. Belajarku lima tahun di luar negeri sia-sia. Pernikahanku sia-sia. Keberadaanku sia-sia. Dan usahaku untuk berbakti pada ibu adalah sia-sia. Aku merasa hanya menemui kesia-siaan. Sebab aku telah berusaha menemukan cahaya cinta itu namun tak kutemukan juga. Yag datang justru rasa muak dan hampa yang menggelayut dalam relung jiwa. Bacaan alquran Raihana tak menyentuh hati dan perasaan. Aku bingug sendiri pada diriku. Aku ini siapa? Apa yang sedang aku alami sehingga aku merasa sedemikian balau. Sehingga diriku tak ubahnya patung batu. (PPC, 8)”. Keadaan dan kondisi batin yang dialaminya dirasakan oleh Raihana. Raihana adalah istri yang penyabar, yang selalu berusaha menahan segala permasalahan dengan penuh kesabaran, selalu menomorsatukan suami dan menomorduakan dirinya sendiri. Oleh karenanya Raihana berusaha mencari tahu atas perubahan sikap suaminya. Meski istrinya menghiba penuh pasrah, hal itu tidak lantas membuatnya iba. Ia benar-benar tidak bisa memahami apa yang terjadi dengan dirinya. Ia merasa semakin sulit hidup bersama Raihana. Ia lebih nyaman tidur bersama buku-buku dan komputer di ruang kerjanya. Tangis istrinya tak mampu membuka jendela
69
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra: Tinjauan Psikologis Tokoh
hatinya. Rayuan dan ratapan pun tak juga meluruhkan perasaannya. Ia terpenjara dengan suasana yang tidak ia kehendaki. Akan tetapi, istriya merupakan wanita yang luar biasa, tetap setia, tetap sabar mencurahkan perhatian dan pengabdian kepada suami, tidak pernah mengeluh. Perhatian dan pengabdian luar biasa yang ditunjukkan istrinya itu justru membuatnya merasa membenci dirinya sendiri karena tidak bisa mengimbangi kecintaan yang ditunjukkan istrinya. Ia mengutuk dirinya sendiri. Dalam suatu acara aqiqah, saat keluarga besarnya berkumpul, istrinya menunjukkan sikap yang terpuji, yang sedemikian kuat menjaga kewibawaan suami di mata keluarga. Istrinya begitu bangga dan bahagia bersuamikan ia. Bahkan ketika keluarga besar dan ibunya menyindir tentang keturunan, istrinya mohon didoakan agar segera punya momongan. Sejak itu, ia berpura-pura kembali mesra terhadap istri. Berpura-pura menjadi suami sesungguhnya. Lagi-lagi kepura-puraan itu ia lakukan agar tidak mengecewakan ibunya yang sangat berharap bisa segera menimang seorang cucu. “ Setelah eristiwa itu, aku mencoba bersikap lebih bersahabat pada Raihana. Aku berpura-pura kembali mesra padanya. Berpurapura menjadi suami betulan. Ya, jujur kukatakan aku hanya berpura-pura! Sebab bukan atas dasar cinta dan kehendakku sendiri aku melakulkannya. Dasarnya adalah aku tak ingin mengecewakan ibuku, itu saja. Biarlah aku kecewa, biarlah aku menderita, terbelenggu perasaan konyol, asal ibuku tersenyum bahagia. Aku berharap jadi anak yang baik, jadi orang baik. Namun aku tidak tahu, apakah aku bisa jadi suami Raihana yang baik? “(PPC, 23)
70
Allah Mahakuasa. Kepura-puraannya memuliakan Raihana sebagai istri membuahkan hasil. Istrinya hamil. Semua orang bergembira, sanak saudara, dan ibunya bersuka cita, tetapi tidak dengannya. Hatinya justru menangis, meratapi cintanya kepada istrinya yang tak kunjung tiba. Ia betul-betul tersiksa, merana, dan takut jika kelak juga tidak bisa mencintai darah dagingnya sendiri. Kesedihan itu menjadikannya lalai memperhatikan kondisi kehamilan istrinya. Ia hanyut meratapi kesedihannya. Memasuki usia keenam masa kehamilan, istrinya meminta izin untuk tinggal bersama kedua orangtuanya dengan alasan kesehatan. Ia mengabulkan permintaan itu dan mengantarkannya ke rumah orang tua istri. Saat berpamitan, Raihana berpesan padanya untuk mencairkan uang tabungan yang kartu ATMnya terletak di bawah kasur guna menambah biaya persalinan kelak. Meski merasa repot, tapi ia sedikit lega karena tidak tinggal serumah dengan istrinya, bahkan lama kelamaan ia merasa nyaman. Kenyamanannya terusik manakala ia pulang ke rumah kehujanan. Tubuhnya lemas, sangat kedinginan, kepalanya pusing dan perut mual. Terlintas dalam benaknya kebaikan dan pengabdian Raihana yang tentu segera menyiapkan air hangat, menyiapkan makan, mengeroki, dan menyuruhnya istirahat dan menutup tubuhya dengan selimut hingga ia tertidur, dan bila waktu sholat tiba, Raihana akan membangunkannya. Nyatanya saat itu ia benar-benar sakit dan tersiksa sendirian sehingga dengan menahan sakit, ia berusaha membuat dan menyiapkan makan sendiri serta mengobati diri dengan mengoleskan minyak kayu putih. Ia tertidur. Ada penyesalan saat ia terbangun, karena ternyata ia belum melaksanakan sholat Isya, dan terlambat sholat
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra: Tinjauan Psikologis Tokoh
Shubuh. Ia berandai-andai hal itu tidak akan terjadi jika ada Raihana yang akan membangunkannya untuk
karena menikah dengan gadis Mesir. Kecantikan gadis
melaksanakan sholat meski dalam kondisi sakit.
Mesir membuatnya tergila-gila. Karena terpesona oleh kecantikan gadis Mesir itulah hidup Pak Qulyubi
Lintasan kehadiran Raihana tersebut hilang setelah ia berangkat mengajar dan menjalani rutinitas
tersiksa, batinnya merana. Derita demi derita ia rasakan. Rumah tangganya hancur. Ia menyesal telah
harian yang padat. Raihana terlupakan, hingga pada akhirnya ada berita yang mengagetkan sesama dosen.
mendewakan kecantikan. Pak Qulyubi juga mengatakan bahwa orang Indonesia yang menikah
Agung, demikian nama dosen yang menjadi bahan perbincangan. Dosen muda yang sangat cemerlang
dengan orang Mesir banyak tidak bahagia dan gagalnya. Yang paling tepat pemuda Indonesia menikah dengan gadis Indonesia.
kariernya, tapi kini menjalani terapi psikologis di rumah sakit jiwa. Apa yang menimpa Agung, berawal dari kesalahannya dalam memilih calon istri. Agung lebih memilih Judit yang dianggap lebih berpikiran maju dan sangat cantik daripada Zaenab yang hafidz quran dan puteri seorang Kiai, meski tidak secantik bintang film sebagai istri. Agung lebih menuruti hawa nafsunya daripada nuraninya, hingga pada akhirnya ia mengalami depresi berat karena istrinya berselingkuh. Begitu cerita pak Hardi tentang pak Agung. Ingatan pada Raihana kembali melintas lantaran cerita tersebut serta pujian pak Hardi kepadanya karena memiliki istri yang sangat ideal. Ia merasa beruntung memiliki istri Raihana. Meski ia belum bisa mencintai Raihana, tetapi tidak sedikit pun terbersit dalam pikirannya untuk tertarik pada perempuan lain. Ia justru berusaha mencintainya, meski selalu tidak bisa. Cerita itu pada akhirnya sirna dari benaknya, apalagi ketika ia mendapat tugas mengikuti pelatihan peningkatan mutu dosen mata kuliah Bahasa Arab di Puncak. Dalam pelatihan itulah ia berkenalan dengan Pak Qulyubi, dosen Bahasa Arab dari Medan, yang ternyata juga alumni dari Mesir. Dengan pak Qulyubi, ia bernostalgia tentang Mesir. Dari Pak Qulyubi pulalah ia mendapat cerita pengalaman hidup yang sangat pahit yang dialami sendiri oleh pak Qulyubi
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
Cerita pak Qulyubi membuatnya terisak-isak. Perjalanan hidup Pak Qulyubi menyadarkannya. Tibatiba muncul kerinduannya pada Raihana, istri salehah yang tidak pernah meminta apa pun bahkan yang ada keluar darinya adalah pengabdian dan pengorbanan. Tiba-tiba pula ia ingin bertemu Raihana. Berbagai cerita tentang kegagalan berumah tangga akibat terpedaya oleh kecantikan seorang gadis telah menyadarkan tokoh sehingga timbul keinginannya untuk menemui istrinya. Hal itu menunjukkan bahwa perilaku tokoh muncul karena adanya stimulus-stimulus, sebagaimana dikemukakan Walgito (1990: 15) bahwa perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun internal. Sepulang dari pelatihan, ia sempatkan untuk membeli busana untuk Raihana dan pakaian bayi. Ia pun membeli perhiasan untuk Raihana sebagai hadiah kejutan. Sebelum menuju rumah mertua, ia ke rumah kontrakan untuk memenuhi pesan Raihana, mencairkan uang tabungan. Alangkah terkejutnya saat ia menemukan puluhan kertas merah jambu di bawah kasur yang ternyata berisi ungkapan batin, jeritan hati Raihana. Satu persatu kertas-kertas itu ia baca, hingga tak terasa air matanya mengalir, dadanya sesak oleh
71
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra: Tinjauan Psikologis Tokoh
rasa haru yang luar biasa. Tangisnya meledak. Dalam isak tangis, ia terbayang semua kebaikan,
manusia-manusia lain di sekitarnya, yang tampak lewat psikologis tokoh imajinernya. Fenomena
pengorbanan, suara, serta tangis Raihana yang kemudian mengalirkan rasa haru dan cinta. Dalam keharuan itulah cintanya pada Raihana muncul. Rasa sayang dan cinta tiba-tiba terasa begitu kuat mengakar
psikologis yang terjadi pada tokoh ‘Aku” terlihat melalui pergolakan-pergolakan batin tokoh. Benturan psikologis yang muncul dari kekecewaan, kegalauan,
dalam dirinya. Ia bahkan tak sabar untuk segera menumpahkan tangis cinta di pangkuan Raihana. Sesampai di rumah mertua bukan Raihana yang ia jumpai, justru kenyataan yang sangat pahit, Raihana dan bayi yang dilahirkan telah tiada, meninggalkannya untuk selama-lamanya. Hatinya hancur, remuk. Saat ia ingin menebus semua dosa yang telah ia perbuat , saat rasa rindu dan cinta membuncah dalam dirinya, dan saat ia ingin memuliakan Raihana sepanjang hidup, Raihana justru berpulang kepada-Nya tanpa memberinya kesempatan untuk meminta maaf. Tuhan menghukumnya dengan penyesalan dan rasa bersalah yang luar biasa. Kejadian meninggalnya istri beserta bayinya menimbulkan penyesalan yang mendalam sehingga menyebabkan ia jatuh pingan. Apa yang terjadi pada tokoh, selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Taylor (1991: 197) bahwa peristiwa yang sifatnya negatif menunjukkan hubungan yang kuat terhadap keadaan yang menyedihkan secara psikologis dan gejala kejasmanian.
SIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik suatu simpulan bahwa psikologi dapat digunakan untuk mengkaji karya sastra. Dalam penulisan ini psikologi digunakan untuk mengkaji aspek psikologi tokoh karena di dalam karya sastra inilah terkandung proyeksi psikologis pengarangnya yang merupakan hasil olahan dari pengamatannya terhadap psikologis
72
ketidakpuasan, ketidaknyamanan , hawa nafsu, dengan kepatuhan, kepasrahan, kesetiaan, ketaatan, kerinduan, ketaqwaan dan keimanan tokoh “Aku”, menunjukkan bahwa pengarang berhasil meramu berbagai aspek kejiwaan secara intens dalam karya sastra, dalam hal ini novel “Pudarnya Pesona Cleopatra”, sehingga menambah kekuatan novel dari aspek psikologis tokoh.
DAFTAR PUSTAKA Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. El Shirazy, Habiburrahman. 2008. Pudarnya Pesona Cleopatra. Jakarta: Republika Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra: Teori, Langkah dan Penerapannya. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Roekhan. 1990. “Penelitian Tekstual dalam Psikologi Sastra; Persoalan Teori dan Terapan” dalam Sekitar Masalah Sastra, Aminuddin (ed.), Malang: YA3. Sukada, Made. 1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa. Suryabrata, Sumardi 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Walgito, Bimo. 1990. Psikologi Umum. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511