perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
SKRIPSI
Oleh: Ahmad Ali Ihsanudin K1208018
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Ahmad Ali Ihsanudin
NIM
: K1208018
Jurusan /Program Studi
: PBS/ Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia
menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta,
Juli 2012
Yang membuat pernyataan,
Ahmad Ali Ihsanudin
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
Oleh: Ahmad Ali Ihsanudin K1208018
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Ahmad Ali Ihsanudin. K1208018. ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) pemakaian majas dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra, (2) penggunaan pilihan kata dan idiom dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra, (3) citraan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra, dan (4) nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra . Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Sumber data adalah novel Pudarnya Pesona Cleopatra cetakan ke-12 dan artikel-artikel dari internet. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik pustaka, teknik simak dan catat dan juga wawancara. Validitas yang digunakan adalah triangulasi teori. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis mengalir (flow model of analysis) yang meliputi tiga komponen, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri atas beberapa tahap, yaitu pengumpulan data, penyeleksian data, menganalisis data yang telah diseleksi, dan membuat laporan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) pada novel Pudarnya Pesona Cleopatra digunakan beberapa gaya bahasa. Gaya bahasa tersebut yaitu: (a) hiperbola, (b) personifikasi, (c) simile, (d) metafora, (e) metonimia, (f) antitesis, (g) repetisi, (h) aliterasi, (i) epifora, (j) paradoks, (k) sinekdoke, (l) litotes, dan (m) eponim;(2) Banyak digunakan kata serapan dari bahasa asing terutama bahasa Arab. Selain itu terdapat pula kata serapan dari bahasa Jawa dan bahasa Inggris; (3) Citraan yang digunakan pengarang adalah citraan penglihatan, pendengaran, dan citraan gerak; dan (4) Nilai-nilai pendidikan meliputi: (a) nilai pendidikan religiusnya adalah untuk memilih pasangan yang lebih diutamakan adalah agamanya, bukan karena kecantikan. Kecantikan bisa sirna tetapi agama akan tetap kekal abadi, (b) nilai pendidikan moralnya adalah untuk menepati janji dan taat kepada orang tua, (c) nilai pendidikan sosial adalah untuk bisa hidup membaur dengan masyarakat salah satunya dengan menghadiri undangan jika diundang, dan d) nilai pendidikan budayanya adalah pernikahan berbeda budaya tidaklah dianjurkan karena perbedaan cara pandang akan membuat rumah tangga tidak harmonis. commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO ”Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ’Arsy yang agung ” (QS. At-Taubah : 129) ”Apa pun yang terjadi jangan jadikan beban. Berserah diri sepenuhnya kepada-Nya dan yakinlah Dia telah merencanakan yang terbaik untukmu” ( Muryati )
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan dengan segala cintaku untuk: 1.
Orang tua tercinta, Bapak Munjiyat dan Ibu Suyamti yang selalu memberikan restu dalam setiap langkahku;
2. Adik-adikku, Siti Nurul Kholifah, Asri Ayu Q, M. Fahmi Rosyada yang membuatku mengerti indahnya berbagi dalam ikatan persaudaraan; 3. Muryati, seseorang yang selalu memotivasiku dan memberiku semangat untuk maju; dan commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Teman-teman Bastind Angkatan 2008, begitu indah hari-hari yang terlewati bersama kalian.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA
NOVEL
PUDARNYA
PESONA
CLEOPATRA
KARYA
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan, pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta; 2. Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni; 3.
Dr. Kundharu Saddhono, S.S.,M.Hum, Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta;
4. Prof. Dr. Herman J Waluyo, M.Pd, selaku Pembimbing I, yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini; 5. Atikah Anindyarini, S.S., M.Hum, selaku Pembimbing II yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini; 6. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis; commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Prof. Soediro Satoto, yang telah memberikan bimbingan selama proses analisis data;
8. Bapak dan Ibuku tercinta yang selalu memberikan motivasi untuk terus belajar dan berjuang; 9. Adik-adikku yang selalu memberikan semangat untuk terus menjadi yang terbaik; 10. Seseorang yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepadaku; dan 11. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta,
Penulis,
commit to user x
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL .....................................................................................................
i
PERNYATAAN.......................................................................................
ii
PENGAJUAN ..........................................................................................
iii
PERSETUJUAN ......................................................................................
iv
PENGESAHAN .......................................................................................
v
ABSTRAK ...............................................................................................
vi
MOTTO ...................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN ....................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
ix
DAFTAR ISI .............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xvi
DAFTAR SINGKATAN ..........................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Perumusan Masalah .................................................................
7
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
7
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan ..............................
9
1. Hakikat Novel dan Bahasa Novel ........................................
9
a. Pengertian Novel ............................................................
9
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Bahasa Novel .................................................................
11
2. Hakikat Stilistika a. Pengertian Stilistika .......................................................
12
b. Stilistika Sebagai Ilmu ...................................................
14
c. Bidang Kajian Stilistika .................................................
15
d. Aspek Stilistika .............................................................
16
3. Hakikat Gaya Bahasa ..........................................................
21
a. Pengertian Gaya Bahasa .................................................
21
b. Fungsi Gaya Bahasa .......................................................
22
c. Jenis-jenis Gaya Bahasa ..................................................
23
4. Hakikat Nilai Pendidikan ....................................................
40
a. Pengertian Nilai ..............................................................
40
b. Pengertian Pendidikan ....................................................
41
c. Macam-macam Nilai Pendidikan ...................................
42
5. Penelitian yang Relevan ......................................................
44
B. Kerangka Berpikir ...................................................................
47
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................
49
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...............................................
49
C. Data dan Sumber Data .............................................................
50
D. Teknik Pengambilan Sampel ....................................................
51
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................
51
F. Validitas Data ..........................................................................
52
G. Teknik Analisis Data ...............................................................
53
H. Prosedur Penelitian ...................................................................
54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Kepengarangan Habiburrahman El Shirazy ....................... commit to user xii
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Hasil Karya Habiburrahman El Shirazy ............................
56
B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Pemanfaatan Majas ..........................................................
57
2. Pemanfaatan Pilihan Kata dan Idiom.................................
77
3. Pemanfaatan Citraan ..........................................................
83
4. Analisis Nilai Pendidikan .................................................
85
C. Pembahasan 1. Pemanfaatan Majas ..........................................................
92
2. Pemanfaatan Pilihan Kata dan Idiom.................................
93
3. Pemanfaatan Citraan ..........................................................
95
4. Analisis Nilai Pendidikan ..................................................
95
BAB V SIMPULAN,IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ................................................................................
96
B. Implikasi ................................................................................
98
C. Saran ......................................................................................
100
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
103
LAMPIRAN ................................................................................................
107
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Kerangka Berpikir .................................................................................... 48 2. Model Analisis Mengalir .......................................................................... 54
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Rencana Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 49 2. Contoh Kartu Data ..................................................................................... 52 3. Distribusi Frekuensi Gaya bahasa .............................................................. 76
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Kover Novel Pudarnya Pesona Cleopatara ........................................... 107 2. Sinopsis Novel Pudarnya Pesona Cleopatara ....................................... 108 3. Biografi Pengarang ............................................................................... 110 4. Hasil Wawancara .................................................................................. 114 5. Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan Skripsi .......... 117 6. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi ........................................... 118 7. Surat Pernyataan Wawancara ............................................................... 119
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SINGKATAN
PPC = Pudarnya Pesona Cleopatra
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil karya manusia, baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetika yang dominan (Ali Imron, 2009:2). Suatu karya sastra diciptakan oleh sastrawan melalui perenungan yang mendalam dengan tujuan untuk dinikmati, dipahami, dan diilhami oleh masyarakat. Karya sastra merupakan tanggapan sastrawan terhadap realita sosial yang dihadapinya. Selanjutnya, karya sastra tidak saja lahir dari fenomena–fenomena kehidupan lugas, tetapi juga kesadaran sastrawan bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif dan fiktif, sehingga harus dipertanggungjawabkan dan memiliki tujuan. Atar Semi (1993:8) mengatakan bahwa karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Bahasa sangatlah penting dalam proses terciptanya sebuah karya sastra yang memiliki “rasa” tinggi. Karya sastra juga harus mempunyai nilai edukatif yang baik, karena sastra adalah hasil dari perasaan penulisnya. Bahasa dan sastra memiliki hubungan erat, atau dengan kata lain sastra tidak lepas dari bahasa Media ekspresi sastra adalah bahasa. Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra. Sastra lebih dari sekedar bahasa, deretan kata, namun unsur “kelebihan”nya itu hanya dapat diungkap dan ditafsirkan melalui bahasa. Bahasa dalam karya sastra menurut Burhan Nurgiyantoro (dalam Gorys Keraf, 2007) mengandung unsur dominan emotif dan bersifat konotatif. Unsur emotif dan sifat konotatif ditonjolkan untuk memenuhi unsur estetis yang ingin diciptakan. Sementara itu Teeuw (1984:131) menyebutkan, menurut kaum formalitas, kumpulan teoretikus sastra Rusia awal abad 20, menyatakan bahwa bahasa sastra memiliki deotomatisasi, penyimpanagan dari cara penuturan yang dianggap sebagai proses sastra yang mendasar. Setiap pengarang memiliki konsep berbeda–beda dalam melahirkan suatu cipta sastra. Setiap pengarang akan memperlihatkan penggunaan bahasa dengan ciricommit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
ciri tertentu dan akan memperlihatkan ciri-ciri individualisme, originalitas, dan gaya masing-masing sastrawan. Sudaryanto (dalam Sumarlam, 2003: 3) menyatakan bahwa salah satu dari fungsi bahasa adalah fungsi tekstual. Fungsi tekstual berkaitan dengan peranan bahasa untuk membentuk mata rantai kebahasaan dan mata rantai unsur situasi yang memungkinkan digunakannya bahasa oleh pemakainya baik secara lisan maupun tertulis. Adapun menurut Sumarlam (2003: 3), salah satu fungsi dari bahasa adalah fungsi imajinatif. Dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai pencipta sistem, gagasan, atau kisah yang imajinatif. Fungsi ini biasanya untuk mengisahkan cerita, dongeng, menuliskan cerpen, novel, dan sebagainya. Salah satu karya sastra yang popular adalah novel. Novel menjadi bagian dari karya sastra dan sebagai hasil pekerjaan kreasi manusia. Novel tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya karena keberadaan sastra sering bermula dari pemasalahan serta persoalan dengan daya imajinasi yang tinggi. Pengarang menuangkan masalah-masalah yang ada di sekitarnya menjadi karya sastra. Novel menjadi salah satu bagian dari bahasa tulis yang perkembangannya tidak luput dari kreativitas pengarangnya. Wujud dari kreativitas pengarang tersebut salah satunya melalui gaya bahasa. Untuk memperindah penceritaan novel biasanya penulis memasukkan unsur-unsur gaya bahasa sebagai pembangun cerita itu sendiri. Unsur-unsur kebahasaan dalam suatu novel merupakan sumber bahan yang cukup luas untuk dipelajari. Unsur yang perlu dipelajari itu, antara lain:dialek, register, gaya bahasa, dan idiolek. Untuk mendeskripsikan dan membuat definisi dalam novelnya, penulis menggunakan pola kebahasaan yang seragam dari awal sampai akhir. Sementara itu, Aminuddin (1995:116 ) mengatakan bahwa dalam kreasi penulisan sastra, bahasa dan sastra merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Keduanya dapat diandaikan sebagai kekuatan buta yang harus dibedah dan ditaklukkan kreator. Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style dan dalam bahasa Indonesia, ilmu yang mempelajarinya disebut stilistika. Gaya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
bahasa dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang, atau pemakai bahasa (Gorys Keraf, 2007: 113). Gaya bahasa mempergunakan bahasa yang indah untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda, atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata, penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Gaya bahasa dan kosakata mempunyai hubungan erat, semakin banyak kosakata seseorang semakin beragam pula gaya bahasa yang dipakainya (Henry Guntur Tarigan, 1985: 5). Berbicara mengenai novel tidak dapat dilepaskan dari bahasa kias, pengimajinasian, dan perlambangan atau gaya bahasa. Penggunaan gaya bahasa dalam novel banyak digunakan oleh novelis dalam menciptakan sebuah novel karena dapat menimbulkan kesan indah sekaligus memiliki banyak makna. Gaya bahasa dipergunakan oleh penulis sastra yang mempunyai tujuan untuk memperindah kata sehingga menarik untuk dibaca. Gaya bahasa yang dipakai seolaholah berjiwa, hidup, dan segar sehingga dapat menggetarkan hati pembaca atau pendengar. Pemilihan kata dalam sebuah novel berkaitan erat dengan bahasa kias yakni sarana untuk mendapatkan efek puitis dalam novel tersebut. Seperti diketahui bahwa gaya bahasa mencakup semua jenis ungkapan yang bermakna lain dengan makna harfiahnya yang bisa berupa kata, frase, ataupun satuan sintaksis yang lebih luas. Salah satu novel yang sarat dengan penggunaan gaya bahasa dalam penulisannya adalah novel-novel karya Habiburrahman El Shirazy, seorang novelis yang mendapat Pena Award tahun 2005, dan juga dinobatkan sebagai novelis nomor 1 Indonesia oleh masyarakat penikmat karya sastra di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang. Novel Pudarnya Pesona Cleopatra (PPC) adalah salah satu novel karya Habiburrahman El Shirazy yang diterbitkan oleh Penerbit Republika pertama kali pada tahun 2005, sampai tahun 2007 novel ini sudah naik cetak sampai cetakan ke – 12. Novel PPC pernah difilmkan oleh salah satu televisi nasional. Novel commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
PPC mempunyai beberapa sisi kelebihan dari novel yang lainnya, yaitu merupakan novel remaja Islami. Kelebihan novel PPC yaitu: (1) Novel ini mengajarkan bahwa kecantikan bukanlah segalanya; (2) Pengarang menjadikan novel ini sebagai saran dakwah islam; (3) Jalan ceritanya sederhana tetapi menimbulkan kesan yang mendalam; dan (4) Penulis mampu mengajak kita berkhayal ke negeri Mesir, Andalusia (El Nahwany: 2011). Banyak tanggapan positif dari pembaca yang mengatakan bahwa novel ini adalah novel yang dahsyat dan patut dibaca. K. H Aswin Yunan salah satu pembaca mengatakan “Sungguh karya yang sarat hikmah dan menyentuh, bahasanya sederhana namun indah”, PPC (2005: vi). Gaya bahasa novel ini sangat sederhana namun indah. Dapat dicerna oleh semua kalangan. Sesekali penulis menggunakan bahasa Jawa yang ringan untuk menampilkan nuansa daerah. Selain itu, bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari sehingga kita dapat dengan mudah memahami isi novel ini. Terdapat juga bahasa perumpamaan tetapi masih dapat dimengerti karena masih dalam lingkup keseharian. Penggunaan selingan bahasa Jawa dalam novel ini untuk menampilkan nuansa daerah yang sesuai dengan latar ceritanya. Novel Pudarnya Pesona Cleopatra memberikan gambaran kepada pembaca tentang arti penting kehidupan berumah tangga yang didasari atas cinta dan kasih sayang sehingga akan terbentuk rumah tangga yang harmonis dan kebahagiaan yang selalu menyertainya serta keluarga yang selalu dirindhoi oleh Allah. Kebahagiaan dalam keluarga tidak hanya didasari oleh rasa cinta saja, tetapi harus ada kepercayaan dan saling pengertian. Dalam novel PPC dikisahkan bahwa rumah tangga antara ”Aku” dan Raihana yang selalu tidak harmonis, hal itu disebabkan karena tokoh “Aku” tidak sepenuhnya mencintai Raihana. Hal ini dapat memberikan gambaran kepada pembaca tentang bagaimana cara membentuk rumah tangga yang harmonis. Dalam novel PPC pengarang menyajikan bobot nilai yang mengandung nilainilai psikologi pembangun jiwa. Dengan bahasa yang khas yang dimiliki oleh Habiburrahman yang juga seorang sastrawan dan seorang pengasuh pondok pesantren. Selain mengarang novel PPC, Habiburrahman El Shirazy juga mengarang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
novel Ayat-ayat Cinta, dan novel Ketika Cinta Bertasbih. Habiburrahman adalah alumnus Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir. Sampai saat ini, Dia telah menulis beberapa judul buku dan hampir semua buku yang ditulisnya bestseller. Dia juga termasuk pengarang yang aktif terbukti dengan banyaknya buku yang Dia tulis. Beberapa karya populer yang telah terbit, antara lain: Ketika Cinta Berbuah Surga (2005), Ayat-Ayat Cinta (2004), Diatas Sajadah Cinta (2004), Ketika Cinta Bertasbih (2007), Ketika Cinta Bertasbih 2 ( 2007), dan Dalam Mihrab Cinta (2007). Kelebihan yang dimiliki oleh pengarang (Habiburrahman El Shirazy) dalam penulisan novel PPC, yaitu dari segi bahasanya yang “hidup” dalam menggambarkan suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi dalam cerita. Hal tersebut juga tampak dalam menggambarkan karakter, penggunaan bahasa yang lugas dan mudah dipahami oleh pembaca. Habiburrahman dalam penulisan PPC menggunakan bahasa yang khas, bahkan untuk memperindah makna dalam novel tersebut, Ia sering kali mengunakan pilihan kata dari bahasa asing. Akan lebih menarik dan tepat jika novel PPC karya Habiburrahman El Shirazy dianalisis dari aspek stilistikanya yaitu kekhasan gaya bahasa yang dipakai oleh pengarangnya. Karakteristik yang unik dalam novel PPC sangat menarik bila dikaji dengan pendekatan stilistika. Stilistika pada dasarnya adalah bagaian dari linguistik yang mengkaji tentang bahasa dan gaya bahasa. Junus (dalam Abdul Azis, 2010:103) mengatakan bahwa hakikat stilistika, yaitu gaya yang dihubungkan dengan pemakaian dan penggunaan bahasa dalam sastra. Stilistika mempelajari gaya yang hubungannya dengan karya sastra. Gaya bahasa dalam karya sastra berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pengarang. Bidang kajian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Menurut Panuti Sudjiman (1993:12), style adalah gaya bahasa dan gaya bahasa itu sendiri mencakup diksi, struktur kalimat, majas, citraan, pola rima serta matra yang digunakan seorang pengarang atau yang terdapat dalam sebuah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
karya sastra. Stilistika dapat dikatakan sebagai studi yang menghubungkan antara bentuk linguistik dengan fungsi sastra. Selain aspek estetika, karya sastra juga harus menampilkan aspek etika (isi) dengan mengungkap nilai-nilai moral, kepincangan-kepincangan sosial, dan problematika
kehidupan
manusia
beserta
kompleksnya
persoalan-persoalan
kemanusiaan. Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat. Ajaran moral itu sendiri bersifat tak terbatas, dapat mencakup persoalan hidup seperti, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan Tuhan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti berminat untuk menganalisis novel PPC. Analisis terhadap novel PPC peneliti membatasi
pada
stilistika dan nilai pendidikan. Berdasarkan segi stilistika karena setelah membaca novel PPC peneliti menemukan ada banyak gaya yang digunakan pengarang dalam menyampaikan alur cerita. Gaya bahasa dalam penelitian ini dibatasi pada penggunaan majas. Selain dikaji juga aspek stilistikanya, yaitu tentang pilihan kata, idiom dan pencitraan. Alasan dipilih dari segi nilai pendidikan karena novel PPC diketahui banyak memberikan inspirasi bagi pembaca. Rachmat Djoko Pradopo (1993: 94) mengungkapkan bahwa suatu karya sastra yang baik adalah yang langsung memberi didikan kepada pembaca tentang budi pekerti dan nilai-nilai moral. Sesungguhnya hal ini telah menyimpang dari hukum-hukum karya sastra sebagai karya seni dan menjadikan karya sastra sebagai alat pendidikan yang langsung, sedangkan nilai seninya dijadikan atau dijatuhkan nomor dua.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pemakaian majas dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy? 2. Bagaimanakah penggunaan pilihan kata dan idiom dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy? 3. Bagaimanakah citraan dalam
novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya
Habiburrahman El Shirazy? 4.
Bagaiamanakah nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan
majas dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya
Habiburrahman El Shirazy; 2. Mendeskripsikan penggunaan pilihan kata dan idiom dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy; 3. Mendeskripsikan citraan dalam
novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya
Habiburrahman El Shirazy; dan 4. Mendeskripsikan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Memberikan manfaat yang bermakna bagi pengembangan studi stilistika di Indonesia, khususnya di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
b. Memberikan manfaat utuk meningkatkan apresiasi sastra dan memberikan masukan-masukan yang berharga terhadap keperluan kritik sastra. c. Memberikan gambaran tentang nilai pendidikan yang ada dalam karya sastra d. Memperkaya kepustakaan tentang telaah sastra. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Hasil penelitian ini memberikan gambaran atau deskripsi mengenai kekhasan gaya bahasa dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra. Dengan demikian, siswa diharapkan mendapatkan masukan positif dalam mengapresiasi sastra, khususnya novel. b. Bagi Guru Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai materi pembelajaran teori dan apresiasi sastra dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya pada kompetensi dasar mengenai novel. c. Bagi Peneliti lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding atau referen bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian sastra dengan permasalahan serupa, yaitu mengenai kajian stilistika dalam novel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Hakikat Novel dan Bahasa Novel a. Pengertian Novel Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang secara harfiah berarti “sebuah barang baru yang kecil”, dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”, Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 9). Dalam bahasa Latin kata novel berasal novellus yang diturunkan pula dari kata noveis yang berarti baru. Dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis-jenis lain, novel ini baru muncul kemudian ( Henry Guntur Tarigan, 1995: 164). Sementara itu, Atar Semi (1993:32) bahwa novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Novel yang diartikan sebagai memberikan konsentrasi kehidupan yang lebih tegas, dengan roman yang diartikan rancangannya lebih luas mengandung sejarah perkembagan yang biasanya terdiri dari beberapa fragmen dan patut ditinjau kembali. Pengertian novel, Herman J. Waluyo (2009: 8) menyatakan pendapatnya bahwa: “Secara etimilogis, kata “novel” berasal dari kata “novellus” yang berarti baru. Jadi, sebenarnya memang novel adalah bentuk karya sastra cerita fiksi yang paling baru. Menurut Robert Lindell, karya sastra yang berupa novel, pertama kali lahir di Inggris dengan judul Pamella yang terbit pada tahun 1740 (Tarigan, 1984: 164). Tadinya novel (Pamella) merupakan bentuk catatan harian seorang pembantu rumah tangga. Kemudian berkembang dan menjadi bentuk prosa fiksi yang kita kenal seperti saat ini (menggantikan pengertian roman di samping bentuknya yang utama, yaitu roman pendek dan ada juga novel pendek yang disebut “novelette”)”. Herman J. Waluyo (2002: 37) mengemukakan bahwa novel mempunyai ciri: (1) ada perubahan nasib dari tokoh cerita; (2) ada beberapa episode dalam commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya tokoh utama tidak sampai meninggal. Dan dalam novel tidak dituntut kesatuan gagasan, impresi, emosi dan setting seperti dalam cerita pendek. Batos (dalam Henry Guntur Tarigan, 1995:164) menyatakan bahwa novel merupakan sebuah roman, pelaku-pelaku mulai dengan waktu muda, menjadi tua, bergerak dari sebuah adegan yang lain dari suatu tempat ke tempat yang lain. Burhan Nurgiyantoro (2005:15) menyatakan bahwa novel merupakan karya yang bersifat realistis dan mengandung nilai psikologi yang mendalam, sehingga novel dapat berkembang dari sejarah, surat-surat, bentuk-bentuk nonfiksi atau dokumendokumen, sedangkan roman atau romansa lebih bersifat puitis. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa novel dan romansa berada dalam kedudukan yang berbeda. Jassin (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005:16) membatasi novel sebagai suatu cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang di sekitar kita, tidak mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan lebih mengenai sesuatu episode. Mencermati pernyataan tersebut, pada kenyataannya banyak novel Indonesia yang digarap secara mendalam, baik itu penokohan
maupun
unsur-unsur
intrinsik
lain.
Sejalan
dengan
Burhan
Nurgiyantoro, Hendy (dalam Anis Ningsih, 2010:10) mengemukakan bahwa novel merupakan prosa yang terdiri dari serangkaian peristiwa dan latar. Ia juga menyatakan, novel tidaklah sama dengan roman. Sebagai karya sastra yang termasuk ke dalam karya sastra modern, penyajian cerita dalam novel dirasa lebih baik. Pengertian novel atau cerita rekaan, Suminto A. Sayuti berpendapat, bahwa: “Novel (cerita rekaan) dapat dilihat dari bebera sisi. Ditinjau dari panjangnya, novel pada umumnya terdiri 45.000 kata atau lebih. Berdasarkan sifatnya, novel (cerita rekaan) bersifat expands, „meluas‟ yang menitik beratkan pada complexity.Sebuah novel tidak akan selesai dibaca sekali duduk, hal ini berbeda dengan cerita pendek. Dalam novel (cerita rekaan) juga dimungkinkan adanya penyajian panjang lebar tentang tempat atau ruang (1997: 5-7)”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Penciptaan karya sastra memerlukan daya imajinasi yang tinggi. Menurut Umar Junus
(1989:
91), mendefinisikan
novel
adalah meniru
”dunia
kemungkinan”. Semua yang diuraikan di dalamnya bukanlah dunia sesungguhnya, tetapi kemungkinan-kemungkinan yang secara imajinasi dapat diperkirakan bisa diwujudkan. Tidak semua hasil karya sastra harus ada dalam dunia nyata, namun harus dapat juga diterima oleh nalar. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah karya baru berupa cerita fiktif yang berusaha menggambarkan atau melukiskan kehidupan tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur, pada umumnya terdiri 45.000 kata atau lebih yang mengandung nilai psikologi atau pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca. b. Bahasa Novel Medium utama karya sastra adalah bahasa. Meskipun demikian bagi sastrawan, dalam proses kreatif bahasa hanyalah bahan mentah (Rene Wellek dan Austin Warren, 1993:217). Wujud cipta sastra yang pertama-tama terlihat dari sisi bahannya. Bahasa adalah alat utama pengarang untuk menciptakan karya seni yang imajinatif dengan unsur estetikanya yang dipandang dominan yang kemudian disebut dengan nama sastra. Bahasa merupakan sarana pengarang agar leluasa dalam mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaannya. Penelitian stilistika menggunakan bahasa yang memungkinkan kita untuk mengetahui bagaimana pengarang memanfaatkan kemungkinan yang tersedia dalam bahasa sebagai sarana pengungkapan makna dan efek estetik dari bahasa. Bunyi bahasa yang dituturkan pengarang mungkin selalu berubah, kadang secara teratur dan kadang tidak dengan faktor-faktor pendorong yang bermacam-macam pula. Perubahan mencakup segala wujudnya yang diatur oleh asas-asas tertentu, baik yang berasaskan penggantian, penambahan, dan pelenyapan maupun yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
bersasaskan peloncatan, penyusutan, dan kombinasi di antara sesamanya Sudaryanto ( dalam Eko Marini, 2010 :25) Bahasa di dalam novel akan mencerminkan style seorang pengarang karena di sana akan tampak originalitas pengarang dalam memilih dan menggunakan kata-kata, maupun gaya bahasa untuk mengungkapkan ide, gagasan, atau pun imajinasinya dalam cerita. Wellek dan Warren (dalam Ali Imron, 2009: 3-4) menyatakan bahwa: “Secara rinci, bahasa sastra memiliki sifat antara lain : emosional, konotatif, bergaya (berjiwa) dan ketidakberlangsungan ekpresi. Emosional, berarti bahasa sastra mengandung ambiguitas yang luas yakni penuh homonym, manasuka atau kategori-kategori tak rasional, bahasa sastra diresapi peristiwa-peristiwa sejarah, kenangan dan asosiasi-asosiasi. Bahasa sastra konotatif, artinya bahasa sastra mengandung banayak arti tambahan, jauh dari hanya bersifat referensial.” Sementara itu, Teeuw (1984:130) menyatakan bahwa bahasa sastra (novel) memiliki segi ekpresif yang membawa nada dan sikap penulisnya. Bahasa sastra tidak hanya menyatakan dan mengungkapkan apa yang dikatakan melainkan juga ingin mempengaruhi sikap pembaca, membujuknya, dan akhirnya mengubahnya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, bahasa di dalam novel umumnya penuh makna dan menimbulkan efek estetik. Dalam kreasi penulisan novel efek tersebut terkait dengan upaya pemerkayaan makna, pengambaran objek dan peristiwa secara imajinatif maupun pemberian efek emotif bagi pembacanya.
2. Hakikat Stilistika a. Pengertian Stilistika Secara etimologis stylistics berkaitan dengan style (bahasa Inggris). Style artinya gaya, sedangkan stylistics, dengan demikian dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya. Gaya dalam kaitan ini mengacu pada penggunaan bahasa dalam karya sastra, Suminto (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2001:161). Stilistika adalah bidang kajian yang mempelajari dan memberikan deskripsi sistematis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
tentang gaya bahasa, Aminudin (1995:3). Jadi pusat kajian stilistika adalah style yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyampaikan maksud dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya. Sementara itu, Turner, (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1993:2) mengatakan bahwa stylistics merupakan bagaian dari linguistik yang memusatkan perhatiaannya pada variasi penggunaan bahasa, walaupun tidak secara eklusif, terutama pemakaian bahasa dalam sastra. Nyoman Kutha Ratna (2008:3) mengatakan bahwa stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style) secara umum adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal. Lebih lanjut Nyoman Kutha Ratna (2008:10) mendefinisikan stilistika, sebagai berikut: 1) ilmu tentang gaya bahasa; 2) ilmu interdisipliner antara linguistik dengan sastra; 3) ilmu tentang penerapan kaidah-kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa; 4) ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra; dan 5) ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahan sekaligus latar belakang sosialnya. Geofferey Leech dan Michael H.Short ( 1981:13) menyatakan bahwa stilistika adalah studi tentang wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam karya sastra. Analisis stilistika karya sastra lazimnya untuk menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya. Sementara itu, Zaidan (dalam Abdul Azis:2010) mengatakan stilistika merupakan ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya dalam karya sastra. Sementara itu, Peter Verdonk (2002:85) His defnition of stylistics follows: ‘the study of style, … the analysis of distinctive expression in language and the description of its purpose and effect’ (definisi gaya bahasa berikut: "studi tentang gaya,...analisis khas ekspresi dalam bahasa dan deskripsi tujuan dan efek). Stilistika tidak hanya merupakan studi gaya bahasa dalam kesusastraan saja, tetapi juga studi gaya bahasa dalam bahasa pada umumnya. Meskipun ada perhatian khusus pada bahasa kesusastraan yang paling sadar dan paling commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
kompleks.
Slamet
mulyana
(dalam
Rachmad
Djoko
Pradopo,1993:2)
mengemukakan bahwa stilistika itu pengetahuan tentang kata berjiwa. Kata berjiwa itu adalah kata yang dipergunakan dalam cipta sastra yang mengandung perasaan pengarangnya. Stilistika berguna untuk membeberkan kesan pemakaian susun kata dalam kalimat yang menyebabkan gaya kalimat, di samping ketepatan pemilihan kata, memegang peranan penting dalam ciptaan sastra. Umar Junus (1989:xvii) mengatakan bahwa hakikat stilistika yaitu gaya yang dihubungkan dengan pemakaian dan penggunaan bahasa dalam sastra. Stilistika mempelajari gaya yang hubungannya dengan karya sastra. Gaya bahasa dalam karya sastra berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pengarang. Jadi stilistika dapat diartikan kajian yang mempelajari penggunaan bahasa (gaya bahasa), terutama sastra, untuk menerangkan fungsi artistiknya dan maknanya dalam mencari efek-efek yang ditimbulkan. b. Stilistika Sebagai Ilmu Stilistika dapat juga dimasukkan sebagai bidang linguistik terapan. Secara pengertian luas, stilistika adalah cara untuk mengungkapkan teori dan metodologi penganalisan formal sebuah teks sastra. Stilistika ini juga dapat disebut sebagai tempat pertemuan antara makroanalisis bahasa dan makroanalisis sastra (Soediro Satoto, 1995:36) Turner (dalam Rahmad Djoko Pradopo,1993:2) mengatakan bahwa stilistika adalah bagian linguistik yang memusatkan diri pada variasi dalam penggunaan bahasa. Stilistika berarti studi gaya yang menyarankan bentuk suatu ilmu pengetahuan atau paling sedikit berupa studi yang metodis. Stilistika dapat dikatakan sebagai studi yang menghubungkan antara bentuk linguistik dengan fungsi sastra, seperti yang dikemukakan oleh Geofferey Leech dan Michael H.Short (1981:4) “ stylistic ....the study of relation between lingustics form and literary “. Stilistika mengkaji wacana sastra dari orientasi lingusistik dan merupakan pertalian antara linguistik pada satu pihak dan kritik sastra di pihak lain. Secara morfologis dapat dikatakan bahwa komponen style commit to user
berhubungan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
dengan kritik sastra sedangkan komponen istics berhubungan dengan linguistik (Widdowson, 1979:3). Harimurti Kridalaksana (2001:15) mengemukakan bahwa stilistika adalah (1) ilmu yang menyelididiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan; (2) penerangan linguistik pada penelitian gaya bahasa. c. Bidang Kajian Stilistika Bidang kajian stilistika adalah style yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Menurut Panuti Sudjiman (1993:12) style adalah gaya bahasa dan gaya bahasa itu sendiri mencakup diksi, struktur kalimat, majas, citraan, pola rima serta matra yang digunakan seorang pengarang atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Stilistika dapat dikatakan sebagai studi yang menghubungkan antara bentuk linguistik dengan fungsi sastra. Sejalan dengan Panuti Sudjiman, Umar Junus (1989:8) menyatakan bahwa bidang kajian stilistika dapat meliputi bunyi bahasa, kata, dan struktur kalimat. Suminto, A. Sayuti (2000:174) menjelaskan bahwa unsur-unsur yang membangun gaya seorang pengarang pada dasarnya meliputi: diksi, citraan, dan sintaksis. Selanjutnya Aminudin (1995:44) menjelaskan bahwa bidang kajian stilistika dapat meliputi:kata-kata, tanda baca gambar, serta bentuk lain yang dapat dianalogikan sebagai kata-kata. Bidang kajian tersebut terwujud sebagai print-out ataupun tulisan dalam karya sastra. Secara potensial print out dapat membuahkan: 1) gambaran objek atau peristiwa; 2) gagasan; 3) satuan isi;dan 4) ideologi yang terkandung dalam karya sastra. Sedangkan menurut Pradopo (dalam Mustari, 2008:330) mengatakan ruang lingkup telaah stilistika itu sendiri secara garis besarnya mencakup aspek bahasa yang berupa bunyi, kata, frase, dan kalimat yang kemudian melahirkan gaya bunyi, gaya kata, gaya frase dan gaya kalimat. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bidang kajian stilistika karya sastra adalah bentuk dan tanda linguistik yang digunakan dalam struktur commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
lahir karya sastra sebagai media ekpresi pengarang dalam mengemukakan gagasannya. d. Aspek Stilistika Menurut Parker (dalam Tito Ali, 2007:103 ) menyatakan bahwa gaya bahasa suatau kalimat atau ujaran dilambangkan oleh: pilihan variasi fonologisnya, variasi leksikal, variasi morfologis, dan variasi sintaksis. Menurut Ali Imron (2009:47) aspek stilistika berupa bentuk-bentuk dan satuan kebahasaan yang ditelaah dalam kajian stilistika karya sastra meliputi : gaya bunyi (fonem), gaya kata (diksi), gaya kalimat, gaya wacana, bahasa figuratif , dan citraan. Dalam penelitian ini aspek stilistika yang dikaji dibatasi pada aspek gaya kata (diksi), bahasa figuratif khusunya idiom dan citraan. 1) Gaya Kata (diksi) Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata-kata yang dipilih oleh pengarang dalam karyanya guna menciptakan efek makna tertentu. Kata merupakan unsur bahasa yang paling esensial dalam karya sastra. Oleh karena itu, dalam pemilihannya para sastrawan berusaha agar kata-kata yang digunakannya mengandung kepadatan (Ali Imron, 2009:49). Kata yang dikombinasikan dengan kata-kata lain dalam berbagai variasi mampu menggambarkan bermacam-macam ide, angan, dan perasaan. Diksi merupakan pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu
di
depan
umum
atau
dalam
karang-mengarang
(Harimurti
Kridalaksana, 2001:35). Dapat pula dikatakan bahwa diksi adalah penentuan kata-kata seorang pengarang untuk mengungkapkan gagasannya. Kata mempunyai fungsi sebagai simbol yang mewakili sesuatu. Meminjam istilah Ricour (dalam Ali Imron, 2009:52), Setiap kata dalah simbol. Kata-kata penuh dengan makna dan intensi yang tersembunyi. Pemanfaatan diksi dalam karya sastra merupakan simbol yang mewakili gagasan tertentu, terutama dalam mendukung gagasan yang ingin diekpresikan pengarang dalam karya sastranya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Pada dasarnya sastrawan ingin mengekpresikan pengalaman jiwanya secara padat dan intens. Sastrawan memilih kata-kata yang menjelmakan pengalaman jiwanya setepat-tepanya. Untuk mendapatkan kepadatan dan intensitasnya serta agar selaras dengan sarana komunikasi puitis yang lain, maka sastrawan memilih kata-kata dengan secermat-cermatnya, Altenberd dan Lewis (dalam Ali Imron, 2009:52). Ali Imron (2009:53) menyatakan bahwa dalam karya sastra terdapat banyak diksi antara lain: kata konotatif, kata konkret, kata serapan, kata sapaan khas, kata vulgar, dan kata dengan objek realitas alam. a) Kata Konotatif Menurut Leech (dalam Ali Imron, 2009:53) arti konotatif merupakan nilai komunikatif suatu ungkapan menurut apa yang diacu, melebihi di atas isinya yang murni konseptual. Kata konotatif adalah kata yang memiliki makna tambahan yang terlepas dari makna harfiahnya yang didasarkan pada perasaan atau pikiran yang timbul pada pengarang atau pembaca. Ali Imron (2009:53) menyatakan bahwa kata konotatif dalam karya sastra sangat dominan. b) Kata Konkret Kata konkret merujuk pada benda-benda fisikal yang tampak di alam kehidupan. Menurut Kridalaksana (dalam Ali Imron, 2009:53) kata konkret adalah kata yang mempunyai cirri-ciri fisik yang tampak. Kata konkret mengandung makna yang merujuk kepada pengertian langsung atau memiliki makna harfiah, sesuai dengan konvensi tertentu. Jika pengarang mampu mengkonkretkan kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar atau merasa apa yang dilukiskan oleh pengarang. Jika citraan pembaca merupakan akibat dari pencitraan kata-kata yang diciptakan pengarang, maka kata-kata konkret ini merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
c) Kata Serapan Kata serapan adalah kata yang diambil atau dipungut dari bahasa lain, baik bahasa asing maupun bahasa daerah baik mengalami adaptasi struktur, tulisan dan lafal maupun tidak dan sudah dikategorikan sebagai kosakata bahasa Indonesia. Artinya dari segi cara penyerapan, ada kata serapan yang mengalami adaptasi (penyesuaian) dan ada yang mengalami adopsi (dipungut tanpa perubahan). d) Kata Sapaan Khas Nama diri yang dipakai sebagai sapaan adalah kata yang dipakai untuk menyebut diri seseorang, Riyadi ( dalam Ali Imron, 2009:53). Dengan kata lain, nama diartikan sebagai kata yang berfungsi sebagai sebutan untuk menunjukkan orang atau sebagai penanda identitas seseorang. Ditinjau dari sudut linguistik, nama diri atau sapaan merupakan satuan lingual yang dapat disebut sebagai tanda. Tanda merupakan kombinasi konsep (petanda) dan bentuk (yang tertulis atau diucapkan) atau penanda Saussure (dalam Ali Imron, 2009:54). Kata serapan ada yang bersal dari bahasa daerah misalnya bahasa Jawa, bahasa Sumatra, bahasa Sunda dan dari bahasa asing misalnya bahasa Spanyol, bahasa Inggris, dan bahasa Perancis. Wasiati seperti dikutip oleh Ryle (dalam Ali Imron:2009:55) menyatakan bahwa nama memiliki referen tetapi tidak memiliki makna. Arti simbolik nama dan kata lain dibangun oleh budaya tertentu. e) Kata Vulgar Kata-kata yang carut marut dan kasar ataupun kampungan disebut dengan kata vulgar. Kata vulgar merupakan kata-kata yang tidak intelek, kurang beradab, dipandang tidak etis, dan melanggar sopan santun atau etika sosial yang berlaku dalam masyarakat intelek atau terpelajar. f) Kata dengan objek realitas alam Kata yang memanfaatkan realitas alam sebagai bentukan kata tertentu yang memiliki arti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
2) Idiom Idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna angota-anggotanya (Kridalaksana, 2001:72). Sedangkan menurut Gorys Keraf, idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaiadah bahasa umum, yang biasanya berbentuk frase. Sedangkan artinya tidak dapat diterangkan secara logis atau gramatikal dengan bertumpu pada makna katakata yang membentuknya. Idiom dapat juga berarti istilah yang digunakan dalam tata bahasa dan leksikologi untuk menyebut suatu rangkaian kata yang dibatasi secara semantik dan sering kali secra sintaksis, sehingga mereka berfungsi sebagai unit tunggal. contoh : Gadis berkerudung merah itu, memang keras kepala. 3) Citraan Citraan atau imaji dalam karya sastra berperan penting untuk menimbulkan pembayangan imajinatif, membentuk gambaran mental, dan dapat membangkitkan pengalaman tertentu kepada pembaca. Citraan kata berasal dari bahasa Latin imago dengan bentuk verbanya imatari. Citraan merupakan kumpulan citra yang digunakan untuk melukiskan objek dan kualitas tanggapan indera yang digunakan dalam karya sastra, baik dengan deskripsi secara harfiah, maupun secara kias Abrams (dalam Ali Imron, 2009:76) Sejalan dengan Abram, menurut Suminto, A. Sayuti (2000:174), citraan dapat diartikan sebagai kata atau serangkaian kata yang dapat membentuk gambaran mental atau dapat membangkitkan pengalaman tertentu. Citraan kata dapat dibagi menjadi tujuh jenis yakni : a) Citraan Penglihatan Citraan yang timbul oleh penglihatan disebut citraan penglihatan. Pelukisan karakter tokoh, misalnya keramahan, kemarahan, kegembiraan, dan fisik (kecantikan, keseksian,keluwesan). Dalam karya sastra, selain pelukisan karakter tokoh, citraan penglihatan ini juga sangat produktif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
dipakai oleh pengarang untuk melukiskan keadaan, tempat, pemandangan, atau bangunan. contoh : Pesona bayi adalah pesona bunga-bunga, pesona mayang pinang yang terurai dari kelopaknya di pagi hari. b) Citraan Pendengaran Citraan
pendengaran
adalah
citraan
yang
ditimbulkan
oleh
pendengaran. Berbagai peristiwa dan pengalaman hidup yang berkaitan dengan pendengaran tersimpan dalam memori pembaca akan mudah bangkit dengan adanya citraan audio. Pelukisan keadaan dengan citraan pendengaran akan mudah merangsang imaji pembaca yang kaya dalam pencapaian efek estetik. contoh : sesungguhnya gendang telinganya menangkap suara celoteh adiknya yang lucu menawan. c) Citraan Penciuman Citraan penciuman jarang digunakan dibanding citraan gerak, visual, atau pendengaran. Namun demikian citraan penciuman memiliki fungsi penting dalam
menghidupkan
imajinasi
pembaca
khususnya
indra
penciuman. contoh : ketika angin tenggara bertiup dingin mneyapu harum bunga kopi yang mekar dimusim kemarau. d) Citraan Pencecapan Citraan pencecapan adalah pelukisan imajinasi yang ditimbulkan oleh pengalaman indra pencecapan. Citraan ini dalam karya sastra dipergunakan untuk menghidupkan imaji pembaca dalam hal-hal yang berkaiatan dengan rasa di lidah. contoh :Dan kini berlari karena bini bau melati lezat ludah air kelapa e) Citraan Gerak Citraan gerak melukiskan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai benda yang dapat bergerak ataupun gambaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
gerak pada umumnya. Citraan gerak dapat membuat sesuatu menjadi terasa hidup dan terasa menjadi dinamis. contoh: Senjakala, saat keseimbangan ekosistem alam bergoyangkarena siang sedang beralih ke malam. f) Citraan intelektual Citraan yang dihasilkan melalui asosiasi–asosiasi intelektual disebut dengan citraan intelektual. Guna menghidupkan imaji pembaca, pengarang memanfaatkan asosiasi logika dan pemikiran. contoh: manusia abad ini sangat liar lalu dengan mengejek impotensi agama. g) Citraan Perabaan Citraan perabaan adalah citraan yang ditimbulkan melalui perabaan. Dalam fiksi cerita perabaan terkadang dipakai untuk melukiskan keadaan emosional tokoh. contoh : Sembari jari-jari galaknya mencakar-cakar rasa gatal disukmanya.
3. Hakikat Gaya Bahasa a. Pengertian Gaya Bahasa Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan dengan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di mana bahasa itu digunakan. Pradopo (dalan Suwardi Endraswara, 2003: 72) menyatakan bahwa nilai seni sastra ditentukan oleh gaya bahasanya. Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian seorang pengarang dalam mengolah kata-kata. Jangkauan gaya bahasa sangat luas, tidak hanya menyangkut masalah kata tetapi juga rangkaian dari katakata tersebut yang meliputi frasa, klausa, kalimat, dan wacana secara keseluruhan (Gorys Keraf, 2004: 112) termasuk kemahiran pengarang dalam memilih commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
ungkapan yang menentukan keberhasilan, keindahan, dan kemasuk akalan suatu karya yang merupakan hasil ekspresi diri( Suminto A Sayuti, 2000: 110). Sejalan dengan Sayuti, Suwardi Endraswara (2003: 73) juga menyatakan bahwa gaya bahasa merupakan seni yang dipengaruhi oleh nurani. Melalui gaya bahasa sastrawan menuangkan idenya. Bagaimanapun perasaan saat menulis, jika menggunakan gaya bahasa, karya yang dihasilkan akan semakin indah. Jadi, dapat dikatakan gaya bahasa adalah pembungkus ide yang akan menghaluskan teks sastra. Zhiqin Zhang (1995: 155) menjelaskan bahwa ”Literary stylistics is a discipline mediating between linguistics and literary criticism. Its concern can be simply and broadly defined as thematically and artistically motivated verbal choices” (“gaya bahasa sastra adalah disiplin mediasi antara linguistik dan kritik sastra. Disisi lain dapat sederhana dan secara luas didefinisikan sebagai tematik dan artistik termotivasi pilihan verbal”). Beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian gaya bahasa adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya. b. Fungsi Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan diungkapkan. Menurut Leech dan Short (1981:10) style menyaran pada pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu. Fungsi pemakaian gaya bahasa dalam karya sastra seperti dikemukakan Altenberd dan Lewis (dalam Ali Imron, 2009) gaya bahasa dalam karya sastra dipakai
pengarang sebagai
sarana
retorika
dengan
mengekploitasi
dan
memanipulasi potensi bahasa. Sarana retorika merupakan sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Gaya bahasa merupakan bentuk retorika, yakni penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk mempegaruhi pembaca atau pendengar (Henry Guntur Tarigan ,1985: 5). Jadi gaya bahasa sebagai alat untuk meyakinkan atau mempengaruhi pembaca atau pendengar. Gaya bahasa juga berkaitan dengan situasi dan suasana karangan. Sementara itu Ali Imron (2009: 15) menyatakan fungsi gaya bahasa adalah sebagai berikut: 1) meninggikan selera, artinya dapat meningkatkan minat pembaca /pendengar untuk mengikuti apa yang disampaikan pengarang /pembicara; 2) mempengaruhi atau meyakinkan pembaca atau pendengar artinya dapat membuat pembaca semakin yakin dan mantap terhadap apa yang disampaikan pengarang/pembicara; 3) menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau buruk, perasaan senang atau tidak senang, benci atau sebagainya setelah menangkap apa yang dikemukakan pengarang; 4) memperkuat efek terhadap gagasan, yakni dapat membuat pembaca terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang dalam karyanya. c. Jenis-jenis Gaya Bahasa Perrin (dalam Henry Guntur Tarigan, 1995: 141) membedakan gaya bahasa menjadi tiga. Gaya bahasa tersebut yaitu: (1) perbandingan, yang meliputi: metafora; kesamaan; dan analogi; (2) hubungan, yang meliputi metonomia dan sinekdoke; (3) pernyataan, yang meliputi: hiperbola, litotes, dan ironi. Moeliono (1989: 175) membedakan gaya bahasa menjadi tiga. Gaya bahasa tersebut antara lain: (1) perbandingan, yang meliputi: perumpamaan, metafora, dan penginsanan; (2) pertentangan, yang meliputi: hiperbola, litotes, dan ironi; (3) pertautan, yang meliputi: metonomia, sinekdoke, kilatan, dan eufemisme. Badudu (dalam Riyono Pratikno, 1984: 151) menerangkan bahwa gaya bahasa dibedakan menjadi empat yaitu: (1) gaya bahasa perbandingan; (2) gaya bahasa sindiran; (3) gaya bahasa penegasan; dan (4) gaya bahasa pertentangan. Sementara itu, Keraf (2007:124-145) membagi gaya bahasa berdasarkan struktur commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
kalimat yang meliputi: (1) klimaks; (2) antiklimaks; (3) paralelisme; (4) antitesis, dan (5) repetisi (epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis). Kemudian berdasarkan langsung tidaknya makna, meliputi: (1) gaya bahasa retoris terdiri dari aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis (preterisiso), apostrof, asindenton, polisindenton, kiasmus, elipsis, eufemisme, litotes, hysteron, prosteron, pleonasme dan tautology, perifrasis, prolepsis (antisipasi), erotesis (pertanyaan retoris), silepsis dan zeugma, koreksio (epanortosis), hiperbola, paradoks, dan oksimoron; (2) gaya bahasa kiasan meliputi persamaan
atau
simile,
metafora,
alegori,
parable,
fable,
personifikasi
(prosopopoeia), alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, innuendo, antifrasis. Sementara itu, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002: 21-30) berpendapat gaya bahasa dibagi menjadi lima golongan, yaitu: (1) gaya bahasa penegasan, yang meliputi repetisi, paralelisme; (2) gaya bahasa perbandingan, yang meliputi hiperbola, metonomia, personifikasi, perumpamaan, metafora, sinekdoke, alusio, simile, asosiasi, eufemisme, pars pro toto, epitet, eponym, dan hipalase; (3) gaya bahasa pertentangan mencakup paradoks, antithesis, litotes, oksimoron, hysteron, prosteron, dan okupasi; (4) gaya bahasa sidiran meliputi ironi, sinisme, innuendo, melosis, sarkasme, satire, dan antifarsis; (5) gaya bahasa perulangan meliputi aliterasi, antanaklasis, anaphora, anadiplosis, asonansi, simploke, nisodiplosis, epanalipsis, dan epuzeukis. Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa perulangan, (3) gaya bahasa sindiran, (4) gaya bahasa pertentangan, (5) gaya bahasa penegasan. Adapun penjelasan masing-masing gaya bahasa di atas adalah sebagai berikut. 1) Gaya Bahasa Perbandingan Rachmat Djoko Pradopo (2005:62) berpendapat bahwa gaya bahasa perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata pembanding lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang mengandung maksud membandingkan dua hal yang dianggap mirip atau mempunyai persamaan sifat (bentuk) dari dua hal yang dianggap sama. Adapun gaya bahasa perbandingan ini meliputi: hiperbola, metonomia, personifikasi, pleonasme, metafora, sinekdoke, alusi, simile, asosiasi, eufemisme, epitet, eponim, dan hipalase. a) Hiperbola Firman Maulana (2008) berpendapat bahwa hiperbola yaitu sepatah kata yang diganti dengan kata lain yang memberikan pengertian lebih hebat dari pada kata. Gorys Keraf (2007:135) berpendapat bahwa hiperbola yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan suatu hal. Sementara itu, Burhan Nurgiyantoro (2002:300) menyatakan bahwa hiperbola adalah gaya bahasa yang cara penuturannya bertujuan menekankan maksud dengan sengaja melebihlebihkan. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan dari kenyataan. contoh: hatiku hancur mengenang dikau, berkeping-keping jadinya. b) Metonomia Aminuddin (1995:241) berpendapat bahwa metonomia adalah pengganti kata yang satu dengan kata yang lain dalam suatu konstruksi akibat terdapatnya ciri yang bersifat tetap. Gorys Keraf (2007: 142) berpendapat bahwa metonomia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Sementara itu, Altenberd (dalam Rachmat Djoko Pradopo Pradopo, 2005: 77) mengatakan bahwa metonomia adalah penggunaan bahasa sebagai sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metonomia adalah penamaan terhadap suatu benda dengan menggunakan nama yang sudah terkenal atau melekat pada suatu benda tersebut, contoh: ayah membeli kijang. c) Personifikasi Gorys Keraf (2007: 140) berpendapat bahwa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Personifikasi juga dapat diartikan majas yang menerapakan sifat-sifat manusia terhadap benda mati, Firman Maulana (2008). Sementarta itu, Rachmat
Djoko
Pradopo
Pradopo
(1995:75)
berpendapat
bahwa
personifikasi adalah kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa personifikasi adalah gaya bahasa yang memperamalkan benda-benda mati seolah-olah hidup atau mempunyai sifat kemanusiaan, contoh: pohon melambai-lambai diterpa angin. d) Perumpamaan Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:24) berpendapat bahwa perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Moeliono (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat bahwa perumpamaan adalah gaya bahasa perbandingan yang pada hakikatnya membandingkan dua hal yang berlainan dan yang dengan sengaja kita anggap sama. Gaya bahasa perumpamaan dapat disimpulkan yaitu perbandingan dua hal yang hakikatnya berlainan dan yang sengaja dianggap sama. Terdapat kata laksana, ibarat, dan sebagainya yang dijadikan sebagai penghubung kata yang diperbandingkan. Dengan kata lain, setiap kalimat yang dipakai dalam gaya bahasa perumpamaan, tidak dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
disatukan, dan hanya bisa dibandingkan. Hal tersebut akan terlihat jelas pada contoh berikut ini: setiap hari tanpamu laksana buku tanpa halaman. e) Pleonasme Gorys Keraf (2004:133) berpendapat bahwa pleonasme adalah semacam acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu gagasan atau pikiran. Apabila kata yang berlebihan tersebut dihilangkan maka tidak mengubah makna/arti. Gaya bahasa pleonasme dapat disimpulkan menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya, contoh: Ia menyalakan lampu kamar, membuat supaya kamar menjadi terang. f) Metafora Gorys Keraf (2007: 139) berpendapat bahwa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat. Sementara itu menurut Firman Maulana (2008) metafora juga dapat diartikan dengan majas yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Kedua benda yang diperbandingkan itu mempunyai sifat yang sama, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan secara implisit yang tersusun singkat, padat, dan rapi; contoh: generasi muda adalah tulang punggung negara. g) Alegori Gorys Keraf (2007:140) berpendapat bahwa alegori adalah gaya bahasa perbandingan yang bertautan satu dengan yang lainnya dalam kesatuan yang utuh. Gaya bahasa alegori dapat disimpulkan kata yang digunakan sebagai lambang yang untuk pendidikan serta mempunyai kesatuan yang utuh, contoh: hati-hatilah kamu dalam mendayung bahtera rumah tangga, mengarungi lautan kehidupan yang penuh dengan badai dan gelombang. Apabila suami istri, antara nahkoda dan juru mudinya itu seia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya ia akan sampai ke pulau tujuan. h) Sinekdoke Gorys Keraf (2007: 142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Sejalan dengan pendapat tersebut, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:24) mengemukakan bahwa sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan atau sebaliknya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa sinekdoke adalah gaya bahasa yang menggunakan nama sebagian untuk seluruhnya atau sebaliknya, contoh: akhirnya Maya menampakkan batang hidungnya. i) Alusio Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:24) berpendapat bahwa alusio adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung pada suatu tokoh atau peristiwa yang sudah diketahui. Gorys Keraf (2007: 141) berpendapat bahwa alusi adalah acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antar orang, tempat, atau peristiwa. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk sesuatu secara tidak langsung kesamaan antara orang, peristiwa atau tempat, contoh: memberikan barang atau nasihat seperti itu kepadanya, engkau seperti memberikan bunga kepada seekor kera. j) Simile Gorys
Keraf
(2007:138)
berpendapat
bahwa
simile
adalah
perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Sementara itu simile atau perumpamaan dapat diartikan suatu majas yang membandingkan dua hal/ benda dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
menggunakan
kata
penghubung,
contoh:
caranya
bercerita
selalu
mengagetkan, seperti petasan. k) Asosiasi Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:24) berpendapat bahwa asosiasi adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskan. Firman Maulana (2008) berpendapat bahwa asosiasi adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskan. Pendapat tersebut menyiratkan bahwa asosiasi adalah gaya bahasa yang berusaha membandingkan sesuatu dengan hal lain yang sesuai dengan keadaan yang digambarkan, contoh: wajahnya pucat pasi bagaikan bulan kesiangan. l) Eufemisme Gorys Keraf (2007: 132) berpendapat bahwa eufemisme adalah acuan berupa ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang
mungkin
dirasakan
menghina,
menyinggung
perasaan
atau
menyugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Sementara itu, menurut Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:25) eufemisme adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat menggantikan satu pengertian dengan kata lain yang hampir sama untuk menghaluskan maksud. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa eufemisme adalah gaya bahasa yang berusaha
menggunakan
ungkapan-ungkapan
lain
dengan
maksud
memperhalus, contoh: kaum tuna wisma makin bertambah saja di kotaku. m) Epitet Gorys Keraf (2007: 141) berpendapat bahwa epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Sementara itu, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:25) menyatakan bahwa epitet commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
adalah gaya bahasa berwujud seseorang atau suatu benda tertentu sehingga namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan epitet adalah gaya bahasa berwujud seseorang atau suatu benda tertentu sehingga namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu, contoh: raja siang sudah muncul, dia belum bangun juga (matahari). n) Eponim Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:25) berpendapat bahwa eponim
adalah
gaya
bahasa
yang dipergunakan
seseorang
untuk
menyebutkan suatu hal atau nama dengan menghubungkannya dengan sesuatu berdasarkan sifatnya. Gorys Keraf (2007: 141) menjelaskan bahwa eponim adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa eponim adalah pemakaian nama seseorang yang dihubungkan berdasarkan sifat yang sudah melekat padanya, contoh: kecantikannya bagai Cleopatra. o) Hipalase Gorys Keraf (2007: 142) berpendapat bahwa hipalase adalah semacam gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata yag seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Maksud pendapat di atas adalah hipalase merupakan gaya bahasa yang menerangkan sebuah kata tetapi sebenarnya kata tersebut untuk menjelaskan kata yang lain, contoh: Dia berenang di atas ombak yang gelisah. (bukan ombak yang gelisah, tetapi manusianya). p) Pars pro toto Gorys Keraf (2007: 142) Pars pro toto adalah gaya bahasa yang melukiskan sebagian untuk keseluruhaan. Maksud pendapat tersebut adalah pars pro toto merupakan suatu bentuk penggunaan bahasa sebagai pengganti dari wakil keseluruhan, contoh: sudah tiga hari, dia tidak kelihatan batang hidungnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
2) Gaya Bahasa Perulangan Ade Nurdin, Yani Muryani, dan Mumu (2002: 28) berpendapat bahwa gaya bahasa perulangan adalah gaya bahasa yang mengulang kata demi kata entah itu yang diulang bagian depan, tengah, atau akhir, sebuah kalimat. Gaya bahasa perulangan ini meliputi: aliterasi, anadiplosis, epanalipsis, epizeukis, mesodiplosis, dan anafora. a) Aliterasi Gorys Keraf (2007: 130) berpendapat bahwa aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) berpendapat bahwa aliterasi adalah gaya bahasa yang memanfaatkan kata-kata yang permulaannya sama bunyinya. Suyoto (dalam Susilo Adi,2010) alitersi juga dapat diartikan sebagai pengulangan bunyi konsonan yang sama. Jadi aliterasi adalah gaya bahasa yang mengulang kata pertama yang diulang lagi pada kata berikutnya, contoh: Malam kelam suram hatiku semakin muram. b) Anadiplosis Gorys Keraf (2007: 128) berpendapat bahwa anadiplosis adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Sementara itu, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) anadiplosis adalah gaya bahasa yang selalu mengulang kata terakhir atau frasa terakhir dalam suatu kalimat atau frasa pertama dari klausa dalam kalimat berikutnya. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anadiplosis adalah gaya bahasa yang mengulang kata pertama dari suatu kalimat menjadi kata terakhir, contoh: dalam hati ada rasa, dalam rasa ada cinta, dalam cinta, ada apa. c) Epanalipsis Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:30) berpendapat bahwa epanalipsis adalah gaya bahasa repetisi kata terakhir pada akhir kalimat atau klausa. Gorys Keraf (2007: 128) berpendapat bahwa epanalipsis adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa, atau kalimat mengulang kata pertama. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa epanalipsis adalah pengulangan kata pertama untuk ditempatkan pada akhir baris dari suatu kalimat, contoh: kita gunakan akal pikiran kita. d) Epizeukis Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:30) berpendapat bahwa epizeukis adalah gaya bahasa repetisi yang bersifat langsung dari kata-kata yang dipentingkan dan diulang beberapa kali sebagai penegasan. Gorys Keraf Keraf (2007: 127) berpendapat bahwa yang dinamkan epizeukis adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata-kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa epizeukis adalah pengulangan kata yang bersifat langsung secara berturut-turut untuk menegaskan maksud, contoh: kita harus terus semangat, semangat, dan terus semangat untuk menghadapi kehidupan ini. e) Mesodiplosis Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:29) berpendapat bahwa mesodiplosis adalah gaya bahasa repetisi yang menggunakan pengulangan di tengah-tengah baris atau kalimat secara berurutan. Gorys Keraf (2007: 128) berpendapat bahwa mesodiplosis adalah repetisi di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa mesodiplosis adalah gaya bahasa repetisi yang mengulang kata di tengah-tengah baris atau kalimat. contoh: Hidup bagaikan surga kalau dianggap surga. Hidup bagaikan neraka kalau dianggap neraka. Namun, yang penting hidup bagai sandiwara sementara. f) Anafora Gorys Keraf (2007: 127) berpendapat bahwa anafora adalah repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anafora adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
perulangan kata pertama yang sama pada kalimat berikutnya, contoh: Kita tidak boleh lengah, Kita tidak boleh kalah. Kita harus tetap semangat. 3) Gaya Bahasa Sindiran Gorys Keraf (2007: 143) berpendapat bahwa gaya bahasa sindiran atau ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Jadi yang dimaksud dengan gaya bahasa sindiran adalah bentuk gaya bahasa yang rangkaian kata-katanya berlainan dari apa yang dimaksudkan. Gaya bahasa sindiran ini meliputi: melosis, sinisme, ironi, innuendo, antifrasis, sarkasme, satire. a) Melosis Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002: 27) berpendapat bahwa melosis adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang merendah dengan tujuan menekankan atau mementingkan hal yang dimaksud agar lebih berkesan dan bersifat ironis. Jadi yang dimaksud melosis adalah gaya bahasa sindiran yang merendah dengan tujuan menekankan suatu yang dimaksud, contoh: tampaknya dia sudah lelah di atas, sehingga harus lengser. b) Sinisme Gorys Keraf (2007; 143) berpendapat bahwa sinisme adalah gaya bahasa sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sementara itu menurut Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:27) sinisme adalah gaya bahasa sindiran yang pengungkapannya lebih kasar. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sinisme adalah gaya bahasa yang bertujuan menyindir sesuatu secara kasar, contoh: tak usah kuperdengarkan suaramu yang merdu dan memecahkan telinga itu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
c) Ironi Hadi (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat bahwa ironi adalah gaya bahasa yang berupa sindiran halus berupa pernyataan yang maknanya bertentangan dengan makna sebenarnya. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ironi adalah gaya bahasa yang bermakna tidak sebenarnya dengan tujuan untuk menyindir, contoh: pagi benar engkau datang, Hen! Sekarang, baru pukul 11.00 d) Innuendo Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:27) innuendo adalah gaya bahasa sindiran yang mengecilkan maksud yang sebenarnya. Gorys Keraf (2007: 144) berpendapat bahwa innuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa
innuendo
adalah
gaya
bahasa
sindiran
yang
mengungkapkan kenyataan lebih kecil dari yang sebenarnya, contoh: Dia berhasil naik pangkat dengan sedikit menyuap. e) Antifrasis Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) berpendapat bahwa antifrasis adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang bermakna kebalikannya dan bernada ironis. Sementara itu, Gorys Keraf (2007: 132) menjelaskan bahwa antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antifrasis adalah gaya bahasa dengan kata-kata yang bermakna kebalikannya dengan tujuan menyindir, contoh: lihatlah si raksasa telah tiba (si cebol). f) Sarkasme Herman J. Waluyo (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat bahwa sarkasme adalah penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
menyindir atau mengeritik. Gorys Keraf (2007: 143) berpendapat bahwa sarkasme adalah suatu acuan yang lebih kasar dari ironi yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Jadi yang dimaksud dengan sarkasme adalah gaya bahasa penyindiran dengan menggunakan kiata-kata yang kasar dan keras, contoh: Mulutmu berbisa bagai ular kobra. g) Satire Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) berpendapat bahwa satire adalah gaya bahasa yang berbentuk penolakan dan mengandung kritikan dengan maksud agar sesuatu yang salah itu dicari kebenarannya. Satire adalah gaya bahasa yang berbentuk ungkapan dengan maksud menertawakan atau menolak sesuatu (Gorys Keraf, 2007:144). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa satire adalah gaya bahasa yang menolak sesuatu untuk mencari kebenarannya sebagai suatu sindiran, contoh: sekilas tampangnya seperti anak berandal, tapi kita jangan langsung menuduhnya, jangan melihat dari penampilan luarnya saja. 4) Gaya Bahasa Pertentangan Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang maknanya bertentangan dengan kata-kata yang ada. Gaya bahasa pertentangan meliputi: litotes, paradoks, histeron prosteron, antithesis, oksimoron, dan okupasi. a) Litotes Henry Guntur Tarigan (1995:144) berpendapat bahwa litotes adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari pernyataan yang sebenarnya. Gorys Keraf (2007: 132) berpendapat bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikurangi (dikecilkan) dari makna sebenarnya. Bagas (dalam Susilo Adi,2010) juga berpendapat bahwa litotes dapat diartikan sebagai ungkapan berupa mengecilkan fakta dengan tujuan merendahkan diri. Dapat disimpulkan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
dikurangi (dikecilkan) dari makna yang sebenarnya, contoh: mampirlah ke rumah saya yang berapa luas. b) Paradoks Gorys Keraf (2007: 2004: 136) mengemukakan bahwa paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang ada dengan fakta-fakta yang ada. Hadi (dalam Susilo Adi,2010) juga berpendapat paradoks dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Sementara itu menurut Ade nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) paradoks adalah gaya bahasa yang bertentangan dalam satu kalimat. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paradoks adalah gaya bahasa yang kata-katanya mengandung pertentangan dengan fakta yang ada, contoh: musuh sering merupakan kawan yang akrab. c) Histeron Prosteron Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) berpendapat bahwa okupasi adalah gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan, tetapi disertai penjelasan. Histeron prosteron adalah gaya bahasa yang menyatakan makna kebalikan dari sesuatu yang logis atau dari kenyataan yang ada (Gorys Keraf, 2007: 133). Jadi dapat dikatakan bahwa histeron prosteron adalah gaya bahasa yang menyatakan makna kebalikannya yang dianggap bertentangan dengan kenyataan yang ada, contoh: jalan kalian sangat lambat seperti kuda jantan. d) Antitesis Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) berpendapat bahwa antitesis adalah gaya bahasa yang menggunakan paduan kata yang artinya bertentangan. Gorys Keraf (2007: 126) berpendapat bahwa antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Hadi (dalam Susilo Adi,2010) juga berpendapat bahwa antitesis dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
diartikan dengan gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berlawanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa antithesis adalah gaya bahasa yang kata-katanya merupakan dua hal yang bertentangan, contoh: suka duka kita akan selalu bersama. e) Oksimoron Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) menjelaskan bahwa oksimoron adalah gaya bahasa yang antara bagian-bagiannya menyatakan sesuatu yang bertentangan. Gorys Keraf (2007: 136) oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Suyoto (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat bahwa oksimoron juga dapat diartikan mempertentangkan secara berlawanan bagian demi bagian. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa oksimoron adalah gaya bahasa yang menyatakan dua hal yang bagian-bagiannya saling bertentangan, contoh: kekalahan adalah kemenangan yang tertunda. f) Okupasi Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) berpendapat bahwa okupasi adalah gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan, tetapi disertai penjelasan. Hadi (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat okupasi merupakan gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan bantahan, tetapi kemudian diberi tambahan penjelasan atau diakhiri dengan kesimpulan. Jadi dapat dijelaskan bahwa okupasi adalah gaya bahasa yang isinya bantahan terhadap sesuatu tetapi diikuti dengan penjelasan yang mendukung, contoh: merokok itu merusak kesehatan, akan tetapi si perokok tidak dapat menghentikan kebiasaannya. Maka, muncullah pabrik-pabrik rokok karena untungnya banyak. 5) Gaya Bahasa Penegasan Gaya bahasa penegasan adalah gaya bahasa yang mengulang kata-katanya dalam satu baris kalimat. Gaya bahasa penegasan meliputi: paralelisme, erotesis, klimaks, repetisi, dan anti klimaks . commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
a) Paralelisme Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:22-23) paralelisme adalah gaya bahasa perulangan seperti repetisi yang khusus terdapat dalam puisi, terdiri dari anafora (pengulangan pada awal kalimat) dan epifora (pengulangan di akhir kalimat). Suyoto (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat bahwa paralelisme dapat diartikan sebagai pengulangan ungkapan yang sama dengan tujuan memperkuat nuansa makna. Gorys Keraf (2007: 126) berpendapat paralelisme merupakan gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata atau frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Kata-kata tersebut memiliki pengertian yang dekat. Jadi dapat dijelaskan bahwa pararelisme adalah salah satu gaya bahasa yang berusaha mengulang kata atau yang menduduki fungsi gramatikal yang sama untuk mencapai suatu kesejajaran, contoh: hidup adalah perjuangan, hidup adalah persaingan, hidup adalah kesia-siaan. b) Epifora Gorys Keraf (2007: 136) berpendapat bahwa epifora adalah pengulangan kata pada akhir kalimat atau di tengah kalimat. Simpulan gaya bahasa epifora adalah gaya bahasa dengan mengulang kata di akhir atau tengah kalimat, contoh: Yang kurindu adalah kasihmu. Yang kudamba adalah kasihmu. c) Erotesis Gorys Keraf (2007: 134) mengemukakan bahwa erotesis adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Simpulan gaya bahasa erotesis adalah gaya bahasa yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam tanpa membutuhkan jawaban, contoh: rakyatkah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi di negara ini? d) Klimaks Gorys Keraf (2007: 124) berpendapat bahwa gaya bahasa klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Jadi dapat dijelaskan klimaks adalah pemaparan pikiran atau hal berturut-turut dari sederhana dan kurang penting meningkat kepada hal atau gagasan yang penting atau kompleks, contoh: generasi muda dapat mentediakan, mencurahkan, mengorbankan seluruh jiwa raganya kepada bangsa. e) Repetisi Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:22) berpendapat bahwa repetisi adalah gaya bahasa penegasan yang mengulang-ngulang suatu kata secara berturut-turut dalam suatu kalimat atau wacana. Gorys Keraf (2007: 127) berpendapat bahwa repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang nyata. Hadi (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat repetisi juga dapat diartikan dengan sebuah majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan mengulang kata atau beberapa kata berkali-kali yang biasanya dipergunakan dalam pidato. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa repetisi adalah gaya bahasa yang mengulang kata-kata sebagai suatu penegasan terhadap maksudnya, contoh: kita junjung dia sebagai pemimpin, kita junjung dia sebagai pelindung. f) Anti klimaks Gorys Keraf (2007: 124) berpendapat bahwa anti klimaks adalah gaya bahasa yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturutturut ke gagasan yang kurang penting. Hadi (dalam Susilo Adi,2010) berpendapat anti klimaks juga dapat diartikan sebagai gaya bahasa kebalikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
dari klimaks. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa antiklimaks adalah gaya bahasa yang susunan ungkapannya disusun makin lama makin menurun, contoh: bukan hanya Kepala Sekolah dan Guru yang mengumpulkan dana untuk korban kerusuhan, para murid ikut menyumbang semampu mereka.
4. Hakikat Nilai Pendidikan a. Pengertian Nilai Nilai berarti sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Nilai merupakan refleksi dari gagasan-gagasan ideal tentang “yang benar”, yang baik”, “yang agung” dan “yang suci. Inti dari kehidupan masyarakat, (Tilaar, 2002:30). Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai. Persahabatan sebagai nilai (positif/ baik) tidak akan berubah esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung. Max Scheler (dalam Susanto, 2010: 58) mengatakan bahwa nilai itu merupakan kualitas yang tidak bergantung pada benda; benda adalah sesuatu yang bernilai. Ketidaktergantungan ini mencakup setiap bentuk empiris, nilai adalah kualitas priori. Nilai itu tidak berubah. Selain itu,
nilai itu mutlak, nilai itu tidak
dikondisikan oleh perbuatan, tanpa memperhatikan hakikatnya, nilai itu bersifat historis, sosial, biologis, atau murni individual. Lasyo (dalam Setiadi, 2006: 117) menyatakan, nilai manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Sejalan dengan Lasyo, Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006: 117) mengungkapkan nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang bernilai, berharga,bermutu, akan menunjukkan suatu kualitas, dan akan berguna bagi kehidupan manusia. b. Pengertian Pendidikan Secara etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani “Paedogogike”, yang terdiri atas kata “Pais” yang berarti Anak” dan kata “Ago” yang berarti “Aku membimbing” (Soedomo Hadi, 2003: 17). Jadi Soedomo Hadi menyimpulkan paedogogike berarti aku membimbing anak. Pendidikan adalah bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggungjawab kepada anak didik dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihaan yang dilakukan. Pendidikan mencakup pengalaman, pengertian, dan penyesuaian diri dari pihak terdidik terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya menuju arah pertumbuhan dan perkembangan. Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I ketentuan umum pasal 1 disebutkan bahwa: ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” (dalam Soedomo Hadi: 2003: 108). Tilaar (2002:435) mengatakan hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia. Selanjutnya dikatakan pula bahwa, memanusiakan manusia atau proses humanisasi melihat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya. Eksistensi ini menurut penulis adalah menempatkan kedudukan manusia pada tempatnya yang terhormat dan bermartabat. Kehormatan itu tentunya tidak lepas dari nilai-nilai luhur yang selalu dipegang umat manusia. Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa nilai pendidikan merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tata laku commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
dalam upaya mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran. Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya. c. Macam-macam Nilai Pendidikan Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak memberikan penjelasan secara jelas tentang sistem nilai. Nilai itu mengungkapkan perbuatan apa yang dipuji dan dicela, pandangan hidup mana yang dianut dan dijauhi, dan hal apa saja yang dijunjung tinggi. Adapun nilai-nilai pendidikan dalam novel sebagai berikut. 1) Nilai Pendidikan Religius Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan (Rosyadi, 1995: 90). Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam sastra bersifat individual dan personal. 2) Nilai Pendidikan Moral Moral merupakan sesuatu yang igin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang disaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupakan moral Kenny (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 320). Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
pembaca. Hasbullah (2005: 194) menyatakan bahwa, moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk. Uzey (2009: 2) berpendapat bahwa nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia. Moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari. Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku. Untuk karya menjunjung tinggi budi pekerti dan nilai susila. 3) Nilai Pendidikan Sosial Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. M. Zaini Hasan dan Salladin (dalam Susanto, 2010:58) menyatakan bahwa nilai sosial adalah aspek-aspek budaya yang diupayakan oleh kelompok untuk memperoleh makna dan penghargaan yang tinggi. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan (Rosyadi, 1995: 80). Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. Uzey (2009: 7) juga berpendapat bahwa nilai sosial mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu memiliki kebenaran, keindahan, dan nilai ketuhanan. Jadi nilai sosial dapat disimpulkan sebagai kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai sosial merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang penting. 4) Nilai Pendidikan Budaya Nilai-nilai budaya menurut Rosyadi (1995:74) merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya. Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat. Uzey (2009: 1) berpendapat mengenai pemahaman tentang nilai budaya dalam kehidupan manusia diperoleh karena manusia memaknai ruang dan waktu. Makna itu akan bersifat intersubyektif karena ditumbuh-kembangkan secara individual, namun dihayati secara bersama, diterima, dan disetujui oleh masyarakat hingga menjadi latar budaya yang terpadu bagi fenomena yang digambarkan. Dapat disimpulkan dari pendapat tersebut sistem nilai budaya menempatkan pada posisi sentral dan penting dalam kerangka suatu kebudayaan yang sifatnya abstrak dan hanya dapat diungkapkan atau dinyatakan melalui pengamatan pada gejala-gejala yang lebih nyata seperti tingkah laku dan benda-benda material sebagai hasil dari penuangan konsepkonsep nilai melalui tindakan berpola. Adapun nilai-nilai budaya yang terkandung dalam novel dapat diketahui melalui penelaahan terhadap karakteristik dan perilaku tokoh-tokoh dalam cerita.
5. Penelitian yang Relevan Sejauh pengetahuan yang diperoleh penulis, bahwa penelitian terhadap novel PPC karya Habiburrahman El Shirazy dengan pendekatan stilistika masih sedikit commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
dilakukan. Penelitian tentang novel PPC sudah pernah dilakukan dalam bentuk skripsi dengan pendekatan yang berbeda. Anis Handayani dalam penelitiannya berjudul “Novel pudarnya pesona cleopatra Karya habiburrahman el shirazy (tinjauan sosiologi sastra)” dalam penelitian tersebut disimpulkan (1) unsur-unsur yang terkandung dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy yang meliputi a) tokoh, b) alur, c) amanat, d) latar, e) sudut pandang, f) bahasa (2) masalah sosial yang terkandung dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy yaitu: a) Masalah sosial yang terkandung dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy yaitu kemiskinan yang melanda pak Qalyubi, b) Kejahatan yang terjadi mengakibatkan pak Qalyubi ditinggal menikah oleh yasmin dengan cara memfitnah, c) Disorganisasi keluarga yang dialami oleh pak Qalyubi yang bercerai dengan Yasmin, d) Pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat dilakukan oleh Yasmin yang berselingkuh dengan teman lamanya, 3)yang melatar belakangi Habiburrahman El Shirazy menciptakan novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah cara pandang anak remaja sekarang memilih jodoh yaitu dengan melihat fisik. Penilaian terhadap jasmani sangat diutamakan bagi remaja. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dikaji penulis adalah dalam hal novel yang dikaji yaitu sama-sama mengkaji novel Pudarnya Pesona Cleopatra. Sedangkan, perbedaannya terletak pada pendekatan yang digunakan. Penulis menggunakan pendekatan stilistika sedangkan Anis Handayani menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Selain Anis Handayani, Ririh Yuli Atminingsih dalam penelitian berjudul “Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata” juga mengkaji gaya bahasa dalam novel. Dalam kesimpulannya gaya bahasa yang digunakan dalam Novel Laskar Pelangi antara lain: personifikasi, hiperbola, antitesis, simile, metafora, epizeukis, eponim, anadipsis, repetisi, parifrasis, tautologi, koreksio, pleonasme, ironi, paradoks, satire, hipalase, innuendo, metonomia, sinekdoke pars prototo, sinekdoke totum pro parte, alusio, epitet, antonomasia, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
ellipsis, asidenton, tautotes, anaphora, pertanyaan retoris. Ririh juga menyatakan alasan pengarang menggunakan gaya bahasa pada novel Laskar Pelangi adalah untuk mengungkapkan ekspresi jiwa atau perasaan tertentu, untuk menunjukkan kreativitas seni dalam bentuk bahasa, untuk membangkitkan imajinasi pembaca, untuk memberikan kesan keindahan pada novel, untuk memperjelas makna kata, untuk menampilkan variasi dan gaya yang berbeda dengan karangan novel lain. Nilai pendidikan yang digunakan adalah nilai religius, nilai moral, dan nilai sosial. Persamaan karya ilmiah Ririh Yuli Atminingsih dengan penelitian yang akan dikaji penulis adalah sama-sama mengkaji tentang gaya bahasa dan nilai pendidikan dalam sebuah novel, sedangkan perbedaannya adalah novel yang dikaji. Ririh Yuli A, mengkaji Novel Laskar Pelangi sedangkan peneliti mengkaji novel Pudarnya Pesona Cleopatra. Eko Marini dalam penelitiannya berjudul “Analisis Stilistika Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata” disimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keunikan pemilihan dan pemakaian kosakata terdapat pada leksikon bahasa asing, leksikon bahasa Jawa, leksikon ilmu pengetahuan, kata sapaan, kata konotatif pada judul. Kekhususan aspek morfologis dalam novel Laskar Pelangi yaitu pada penggunaan afiksasi leksikon bahasa Jawa dan bahasa Inggris serta reduplikasi dalam leksikon bahasa Jawa. Kemudian aspek sintaksis meliputi penggunaan repetisi, kalimat majemuk dan pola kalimat inversi. Pemanfaatan gaya bahasa figuratif yang unik dan menimbulkan efek-efek estetis pada pembaca yaitu idiom, arti kiasan, konotasi, metafora, metonimia, simile, personifikasi, dan hiperbola. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dikaji penulis adalah penggunaan pendekatan stilistika untuk mengkaji gaya bahasa dalam novel, perbedaannya terletak pada objek kajiannya. Eko M, mengkaji Novel Laskar Pelangi sedangkan peneliti mengkaji novel Pudarnya Pesona Cleopatra. Vina Esti Suryani, dalam penelitiannya berjudul”Pemanfaatan Gaya Bahasa dan Nilai-Nilai Pendidikan Pada Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu Karya Tere Liye” Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa: 1) gaya bahasa yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
terdapat dalam novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu karya Tere Liye didominasi oleh simile karena kalimat-kalimatnya banyak ditemukan penggunaan kata tugas (seperti, bagai, dan bak). Pengarang cenderung dominan menggunakan gaya bahasa simile karena melalui gaya bahasa ini nilai-nilai pendidikan yang ingin disampaikan akan mudah dipahami oleh pembaca. Adapun pemajasan lain yang adalah metafora, hiperbola, personifikasi, metonimia, antitesis, ironi, sarkasme, sinisme, paralelisme, pars pro toto, asindeton, Polisindeton, Apostrof, elipsis, pleonasme, perifrasis, anafora, hipalase, paradoks, dan epizeukis; 2) pemaknaan gaya
bahasa dapat
ditentukan berdasarkan konteksnya. Pemaknaan pada gaya bahasa ditujukan untuk membantu pembaca dalam menafsirkan nilai-nilai pendidikan yang diungkapkan pengarang dalam novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu; 3) Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu adalah nilai religi, nilai moral, dan nilai sosial. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dikaji penulis adalah sama-sama mengkaji gaya bahasa dalam novel, perbedaannya terletak pada objek kajiannya. Vina Esti, mengkaji Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu sedangkan peneliti mengkaji novel Pudarnya Pesona Cleopatra.
B. Kerangka Berpikir Dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El-Shirazy terdapat dua segi yang akan penulis analisis, yaitu: gaya bahasa yang digunakan pengarang
meliputi penggunaan majas dan pemilihan leksikal dan nilai-nilai
pendidikan yang terdapat di dalamnya. Hasil analisis tersebut mampu menjelaskan beberapa jenis gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang yaitu dalam novelnya, serta dapat mengetahui karakteristik dari pengarang untuk menarik para pembaca dalam memahaminya. Pemahaman novel melalui beberapa gaya bahasa dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra juga akan menghasilkan atau memetik beberapa nilainilai pendidikan yang terdapat di dalam novel tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Gambar 1 . Skema Kerangka Berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini tidak terikat oleh tempat karena merupakan studi kepustakaan. Penelitian ini bukan merupakan penelitian lapangan yang statis melainkan analisis yang dinamis. Penelitian stilistika dan nilai pendidikan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El-Shirazy direncanakan selama 6 bulan mulai Januari 2012 sampai dengan Juni 2012 dengan rincian sebagai berikut: Tabel 1. Rencana Pelaksanaan Penelitian Waktu No
Januari
2
Kegiatan Penyusunan Proposal Pengumpulan Data
3 4 6 7
Analisis data dan Pembahasan Laporan Penelitian Ujian Skripsi Revisi Skripsi
1
Februari
Maret
April
Mei
Juni
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian Berdasarkan jenisnya, penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok) keadaan, gejala atau fenomena yang lebih berharga daripada hanya pernyataan dalam bentuk angka-angka dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan interpretasi data( Sutopo, 1997:8-10). Metode kualitatif adalah metode pengkajian terhadap suatu masalah yang tidak dirangsang menggunakan prosedur statistik. Metode ini bersifat deskriptif commit to user 49
Juli
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
sehingga datanya berupa kalimat yang dianalisis dari segi kegramatikalan dengan menggunakan teori atau pendekatan tertentu (Edi Subroto (1992:5). Pemilihan jenis penelitian kualitatif deskriptif ini disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas dan tujuan penelitian. Untuk membahas permasalahan dan mencapai tujuan penelitian, penelitian kualitatif deskriptif menggunakan strategi berpikir fenomologis yang bersifat lentur dan terbuka serta menekankan analisisnya secara induktif dengan meletakkan data penelitian bukan sebagai alat pembuktian, tetapi sebagai modal dasar untuk memahami fakta-fakta yang ada (Sutopo, 1997:47). Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan stilistika yaitu untuk mengkaji penggunaan gaya bahasa khususnya majas dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El-Shirazy, selain itu dikaji pula nilai pendidikan yang terkandung dalam novel tersebut.
C. Data dan Sumber Data Data dan sumber data dalam penelitian merupakan dua hal pokok yang harus diklarifikasikan dalam penelitian. Sumber data merupakan sumber dari mana data dapat diperoleh. Yang dimaksud data ialah semua informasi atau bahan mentah yang disediakan alam (dalam arti luas) yang harus dicari dan dikumpulkan dengan sengaja oleh peneliti yang sesuai dengan masalah yang diteliti (Edi Subroto, 1992:34). Sehingga data itu merupakan bahan yang sesuai untuk memberi jawaban terhadap masalah yang diteliti. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu yang berupa dokumen dan informan. Dokumen dalam penelitian ini adalah novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy. Novel Pudarnya Pesona Cleopatra diterbitkan oleh Penerbit Republika Jakarta Selatan, cetakan ke dua belas, Juli 2007 setebal vii + 111 halaman. Sedangkan, informan yang dimaksudkan adalah penulis dan juga ahli sastra.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
D. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel berkaitan dengan pemilihan dan pembatasan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik yang dimanfaatkan dalam purposive sampling adalah teknik dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Artinya adalah sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan objek formal penelitian yang dilakukan.Pertimbangan-pertimbangan dalam penelitian ini mengacu pada kesesuaian data dengan pendekatan stilistika. Purposive sampling dilakukan untuk lebih memfokuskan penelitiandan memilih data yang tepat dan akurat sesuai dengan yang diharapkan. Dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra ada dua judul novel mini yaitu Pudarnya Pesona Cleopatra dan Setetes Embun untuk Niyala. Penulis mengambil salah satu judul novel untuk diteliti. Purposive sampling dilaksanakan dengan cara mengambil cuplikan teks dari novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy. Selain itu, teknik Purposive sampling juga digunakan untuk memilih informan yang mengetahui informasi dan masalah secara mendalam.
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, teknik simak dan catat dan juga wawancara. Teknik pustaka yaitu pencarian data dengan menggunakan sumber-sumber tertulis yang mencerminkan pemakaian bahasa sinkronis (Edi Subroto,1992:42). Teknik pustaka merupakan pengambilan data dari sumber tertulis oleh peneliti dalam rangka memperoleh data beserta konteks lingual yang mendukung untuk dianalisis. Pengumpulan data melalui teknik pustaka ini dilakukan dengan membaca, mencatat, dan mengumpulkan data – data dari sumber data tertulis. Selanjutnya sumber tertulis itu dilakukan pembacaan dengan seksama lalu dipilih tuturan yang relevan sebagai data yang dianalisis. Setelah itu, data dicatat dalam kartu data. Data–data yang telah dikumpulkan lalu diperikan sesuai dengan rumusan masalah untuk dianalisis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Pengambilan data dengan teknik simak dan catat yaitu peneliti sebagai instrumen kunci melakukan penyimakan terhadap data secara cermat. Hal ini dimaksudkan agar peneliti mengetahui wujud data penelitian yang benar-benar diperlukan untuk menjawab pertanyaan –pertanyaan penelitian. Jadi, terdapat aspek penyeleksian dalam pengambilan data dari sumber data. Berdasarkan penyimakan itu sebenarnya dapat dilakukan baik terhadap aturan-aturan yang dilaksanakan maupun yang dituliskan atau tertulis (Edi Subroto, 1992:41-42) Pencatatan data dalam penelitian ini dengan menerapkan kartu data. Data dicatat pada kartu data yang disiapkan dengan diberi nomor urut dan keterangan sesuai dengan masalah yang diteliti sehingga akan mudah mengklasifikasikan data dan menganalisisnya. Tabel 2. Contoh Kartu Data No. urut data
halaman
Data
Ket
1.
1
Hatiku bergetar hebat
Hiperbola
2.
2
Aku seperti anak kecil yang dimanja ibunya.
Simile
Teknik wawancara digunakan untuk menggali informasi mengenai alasan penggunaan gaya bahasa tertentu dan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy.
F. Uji Validitas Data Validitas atau keabsahan data merupakan kebenaran data dari proses penelitian. Dalam mendapatkan data, dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi. Adapun triangulasi yang digunakan adalah triangulasi teori, yaitu secara penelitian terhadap topik yang sama dengan menggunakan teori yang berbeda dalam menganalisa data. Selain itu peneliti juga akan mengunakan trianggulasi sumber untuk mendapatkan data mengenai alasan pemakaian gaya bahasa tertentu dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
G. Teknik Analisis Data Kegiatan proses analisis dalam penelitian kualitatif pada dasarnya dilakukan bersamaan dengan proses pegumpulan data. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis mengalir. Analisis mengalir ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Tiga kegiatan ini terjadi secara bersamaan dan saling menjalin, baik sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data secara pararel (B. Mattew Miles dan Michael Huberman, 1992:13). Proses analisis data dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Reduksi Data Pada langkah ini data yang diperolah dicatat dalam uraian yang terperinci. Dari data-data yang sudah dicatat tersebut, kemudian dilakukan penyederhanaan data. Data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan masalah yang akan dianalisis, dalam hal ini tentang gaya bahasa dan nilai pendidikan yang terdapat di dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra.Informasi-informasi yang pengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data dalam penelitian ini. 2. Sajian Data Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun secara teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian dianalisis sehingga diperoleh deskripsi tentang gaya bahasa dan nilai pendidikan yang digunakan, kejelasan makna dari gaya bahasa tersebut dan nilai pendidikannya. 3. Penarikan Simpulan/ Verifikasi Pada tahap ini dibuat kesimpulan tentang hasil dari data yang diperoleh sejak awal penelitian. Kesimpulan ini masih memerlukan adanya verifikasi (penelitian kembali tentang kebenaran laporan) sehingga hasil yang diperoleh benar-benar valid.Adapun model analisis mengalir jika digambarkan adalah sebagai berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Gambar 2. Model Analisis Mengalir Miles, Mattew B. & Huberman, A. Michael (1992: 18) H. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian yang dilakukan peneliti sebagai berikut. 1. Pengumpulan Data Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data berupa kutipan-kutipan yang menunjukkan penggambaran nilai pendidikan dan pemakaian gaya bahasa dari novel PPC. Data dimaksukkan dalam tabel data 2. Penyeleksian Data Data-data yang telah dikumpulkan, kemudian diseleksi serta dipilah-pilah mana saja yang akan dianalisis. Penyeleksian didasrkan pada kebutuhan data, data yang dibutuhkan adalah data yang berhubungan dengan teori. 3. Menganalisis Data yang Telah Diseleksi Proses analisis dilakukan setelah data sudah siap. Analisis data mengacu pada teori. Apabila ada data, setelah dianalisis bukan merupakan data yang dimaksud maka data itu bisa dihapus, atau dipindahkan pada kategori lain. 4. Membuat Laporan Penelitian Laporan penelitian merupakan tahap akhir dari serangkaian proses. merupakan tahap penyampaian data-data yang telah dianalisis, dirumuskan, dan ditarik kesimpulan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data 1. Kepengarangan Habiburrahman El Shirazy Habiburrahman El Shirazy lahir di Semarang, Jawa Tengah, 30 September 1976 adalah Novelis Nomor 1 Indonesia, dinobatkan oleh Insani Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang). Selain novelis, sarjana Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir ini juga dikenal sebagai sutradara, dai, dan penyair. Karya-karyanya banyak diminati tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Taiwan, dan Australia. Karya-karya fiksinya dinilai dapat membangun jiwa dan menumbuhkan semangat berprestasi pembacanya. Memulai pendidikan menengahnya di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen sambil belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak di bawah asuhan K.H. Abdul Bashir Hamzah. Pada tahun 1992 Ia merantau ke kota budaya Surakarta untuk belajar di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta, lulus pada tahun 1995. Setelah itu melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadist Universitas Al-Azhar, Kairo dan selesai pada tahun 1999. Pada tahun 2001 lulus Postgraduate Diploma (Pg.D) S2 di The Institute for Islamic Studies di Kairo yang didirikan oleh Imam Al-Baiquri. Kang Abik, demikian novelis ini biasa dipanggil adik-adiknya, semasa di SLTA pernah menulis teatrikal puisi berjudul Dzikir Dajjal sekaligus menyutradarai pementasannya bersama Teater Mbambung di Gedung Seni Wayang Orang Sriwedari Surakarta (1994). Pernah meraih Juara II lomba menulis artikel se-MAN I Surakarta (1994). Pernah menjadi pemenang I dalam lomba baca puisi religius tingkat SLTA se-Jateng (diadakan oleh panitia Book Fair‟94 dan ICMI Orwil Jateng di Semarang, 1994). Pemenang I lomba pidato tingkat remaja se-eksKaresidenan Surakarta (diadakan oleh Jamaah Masjid Nurul Huda, UNS commit to user 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Surakarta, 1994). Ia juga pemenang pertama lomba pidato bahasa Arab se- Jateng dan DIY yang diadakan oleh UMS Surakarta (1994). Meraih Juara I lomba bacapuisi Arab tingkat Nasional yang diadakan oleh IMABA UGM Jogjakarta (1994). Pernah mengudara di radio JPI Surakarta selama satu tahun (1994-1995) mengisi acara Syharil Quran setiap Jumat pagi. Pernah menjadi pemenang terbaik ke-5 dalam lomba KIR tingkat SLTA se-Jateng yang diadakan oleh Kanwil P dan K Jateng (1995) dengan judul tulisan” Analisis Dampak Film Laga Terhadap Kepribadian Remaja”. Beberapa penghargaan bergengsi lain berhasil diraihnya antara lain, Pena Award 2005, The Most Favorite Book and Writer 2005 dan IBF Award 2006. 2. Karya Habiburrahman El Shirazy Selama belajar di kairo, kang Abik pernah menulis beberapa naskah drama sekaligus menyutradarainya, seperti wa islama (1999), sang kyai dan sang durjana (gubahan atas karya dr. yusuf qardhawi yang berjudul„alim wa thaghiyyah, 2000), dan darah syuhada (2000). Beliau juga pernah menghasilkan beberapa tulisan yang dimuat dan diterbitkan di beberapa media, seperti membaca insanniyah al islam dimuat dalam buku wacana islam universal (diterbitkan oleh kelompok kajian misykati kairo, 1998) dan antologi puisi negeri seribu menara nafas peradaban (diterbitkan oleh icmi orsatkairo). Selain itu Dia juga menghasilkan beberapa karya terjemahan, sepertiar-rasul (gip, 2001), biografi umar bin abdul aziz (gip, 2002), menyucikanjiwa (gip, 2005), rihlahilallah (era intermedia, 2004), dll. cerpen-cerpennya dimuat dalam antologi ketika duka tersenyum (fba, 2001), merah di jenin (fba, 2002), ketika cinta menemukanmu (gip, 2004). Pada tahun 2002, kang Abik juga didaulat untuk membacakan puisi dalam momen kuala lumpur world poetry reading ke-9 di Malaysia. Puisi-puisi kang Abik yang lainnya juga diterbitkan oleh beberapa media Malaysia. Selain itu, kang abik juga terkenal karena karya satra populernya, bahkan beberapa telah dijadikan film. Beberapa di antaranya adalah ketika cinta berbuah surga (mqs publishing, 2005), pudarnya pesona cleopatra (republika, 2005), ayat-ayat cinta (republika-basmala, 2004), commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
diatas sajadah cinta (telah disinetronkan trans tv, 2004), ketika cinta bertasbih 1 (republika-basmala, 2007), ketika cinta bertasbih 2 (republika-basmala, 2007), dalam mihrab cinta (republika-basmala, 2007), bumi cinta (2010) dan the romance. Kang abik kini sedang sibuk merampungkan beberapa karya popular lainnya seperti langit makkah berwarna merah, bidadari bermata bening, bulan madu di yerussalem, dan dari sujud kesujud (kelanjutan dari ketikacinta bertasbih). B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Pemanfaatan Majas dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Gaya bahasa yang khas dan cukup dominan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah pemajasan. Majas dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra memberi daya hidup, memperindah, dan mengefektifkan pengungkapan gagasan. Majas dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra didominasi oleh hiperbola, disusul kemudian personifikasi, simile, metafora. Adapun pemajasan lain yang terdapat dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah metonimia, antitesis, repetisi, aliterasi, epifora, paradoks, sinekdoke, litotes, dan eponim. a. Analisis Makna Majas dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Berawal dari deskripsi data pemanfaatan gaya bahasa yang terdapat pada novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El-Shirazy berikut akan dianalisis makna yang terkandung dari tiap majas. 1) Majas Hiperbola a) Jangan kau kecewakan harapan ibumu yang telah hadir jauh sebelum kau lahir !” ucap beliau dengan nada mengiba. (PPC, 1) Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola tampak pada kalimat tersebut. Harapan ibu dinyatakan dalam kalimat tersebut hadir sebelum anaknya lahir. Harapan ibu pada kalimat tersebut merupakan sesuatu yang dibesar-besarkan. b) Bener nih, serius!” propaganda adikku berapi-api. (PPC,2) Hiperbola adalah gaya bahasa yang membesar-besarkan sesuatu dari hal yang sebenarnya. Dalam konteks ini propaganda dikatakan berapi-api, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
yang menyangatkan maksud dari propaganda itu. Makna kalimat di atas adalah memberikan propaganda atau pengaruh dengan tanpa henti dan penuh semangat. c) Apakah mungkin karena aku telah begitu hanyut citra gadis-gadis Mesir Titisan Cleopatra yang tinggi semampai?. (PPC, 3) Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa hiperbola karena mengandung pernyataan yang berlebihan. Makna dari kalimat di atas adalah ketertarikan yang begitu kuat pada seorang gadis cantik seperti Cleopatra. d) Aura pesona kecantikan gadis-gadis Mesir Titisan Cleopatra sedimikian kuat mengakar dalam otak, perasaan dan hatiku, sedimikian kuat menjajahkan cita- cita dan mimpiku. (PPC, 3) Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena kata “sedimikian kuat mengakar” dan “sedimikian kuat menjajahkan” seakanakan melebih-lebihkan “Aura pesona kecantikan”. Makna kalimat tersebut adalah aura pesona gadis mesir yang dijiwai terlalu dalam. e) Jika tersenyum, lesung pipinya akan menyihir siapa saja yang melihatnya. (PPC, 3) Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola tampak pada kalimat tersebut karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Pada kalimat di atas dinyatakan “jika tersenyum” akan menyihir siapa saja, maksudnya adalah senyumnya begitu menarik dan menggoda. f) Terkadang bibit cinta yang kuharapkan itu malah menjelma menjadi tiang gantungan yang mencekam. (PPC, 4) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Makna kalimat di atas adalah bibit cinta yang membuat seseorang yang mengalaminya tersiksa. g) Sinar wajah ibu berkilat-kilat, hadir didepan mata duh gusti tabahkan hatiku!. (PPC, 4) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu melebih-lebihkan kata “sinar” yang dilebihkan dengan kata “berkilat-kilat”. Makna dari kalimat di atas adalah wajah teduh, yang penuh dengan harapan. h) Kulihat Raihana tersenyum manis, tapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwaku meronta-ronta. (PPC, 5) Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu melebih-lebihkan perasaan tersiksa karena senyum Rihana. Makna dari kalimat tersebut adalah tersiksa karena hal tersebut tidak seperti dalam kenyataannya. i) Hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayatayat Nya, oh, alangkah dahsyatnya sambutan cinta Raihana atas kemesraan yang ku merintih menangisi kebohongan dan kepura-puraanku. (PPC,5) Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa hiperbola karena mengandung pernyataan yang berlebihan. alangkah dahsyatnya kata tersebut seolah-olah memberikan makna yang lebih hebat. j) Yang kurasakan adalah siksaan-siksaan jiwa yang mendera-dera. (PPC, 5) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung pernyataan yang berlebihan. “siksaan” dilebihkan dengan kata “menderadera”. Makna dari kalimat di atas adalah siksaan jiwa yang dirasakan begitu berat. k) Duhai cintaa hadirlah, hadirlaaaah! Aku ingin merasakan seperti apa indahnya mencintai seorang isteri!” jerit batinku menggedor–gedor jiwa. (PPC,6) Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola tampak pada kalimat tersebut karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Pada kalimat di atas dinyatakan dengan jerit batinku menggedor–gedor jiwa, maksudnya adalah siksaan batin yang begitu dalam. l) Perasaan itu mencengkeram seluruh raga dan sukma. (PPC, 7) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Perasaan adalah bagian dari tubuh manusia bagaimana mungkin bagian tubuh bisa mencengkeram raga dan sukma. Makna kalimat di atas adalah perasaan yang mengakibatkan rasa yang membelenggu diri. m) Duka yang bergejolak-gejolak tiada bisa diredam dengan diam. (PPC, 7) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena melebihlebihkan keadaan yang sebenarnya. Duka
dianggap seperti
bergejolak
dalam jiwa. Berdasarkan konteksnya makna kalimat di atas adalah duka yang begitu mendalam. n) Duka yang menganga menebarkan perasaan sia-sia. (PPC, 7) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena melebihlebihkan keadaan yang sebenarnya. Duka dianggap seperti bara api yang menganga membakar jiwa. Berdasarkan konteksnya makna kalimat di atas adalah duka yang menyebabkan perasaan menyesal. o) Di luar hujan deras. Suara guntur menggelegar dan petir menyambarnyambar. (PPC, 12) Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu melebih-lebihkan.
Suara
petir
dan
guntur
dilebih-lebihkan
dengan
memanfaatkan kata “ menggelegar” dan “menyambar-nyambar” p) ku punya keponakan cantik namanya mona zaki. Maukah kau berkenalan dengan?” kata Ratu Cleopatra yang membuat hatiku berbunga-bunga luar biasa. (PPC, 12) Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu melebih-lebihkan. Perasaan senang dilebihkan dengan kata “berbunga-bunga “ diperkuat dengan kata “ luar biasa”. Dalam konteks tersebut maknanya adalah perasaan senang yang dalam. q) Hatiku bergetar luar biasa. (PPC, 14) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola tampak pada kalimat tersebut karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan (Keraf, 2004:135). Pada kalimat di atas dinyatakan hatiku bergetar luar biasa, maksudnya adalah perasaan kagum yang mendalam/ terharu. r) Hatiku bergetar hebat. (PPC, 14) Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat tersebut karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan (Keraf, 2004:135). Pada kalimat di atas dinyatakan hatiku bergetar hebat, maksudnya adalah perasaan kagum yang mendalam s) Gelora cinta yang membara tak bisa berbuat apa-apa. (PPC, 18) Kalimat tersebut di kategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu melebih-lebihkan kata “Gelora cinta” yang diibaratkan membara seperti api yang panas. Makna dari kalimat di atas adalah cinta yang besar. t) mbak!eh maaf, maksudku D….Di….Dinda hana!” panggilku dengan suara parau tercekak dalam tenggorokan. (PPC, 20) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Makna kalimat di atas adalah suara yang tertahan, seolah-olah sulit untuk berkata. u) Di samping karena kecantikannya yang menyihir siapa saja yang melihatnya saya juga merasa sangat prestise jika berhasil menyuntingnya. (PPC,32) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung pernyataan mengenai
suatu hal yang berlebihan. Kata “kecantikannya”
dilebihkan dengan memanfaatkan kata “menyihir”. Makna kalimat di atas adalah kecantikan yang memikat siapa saja yang melihatnya. v) Saya pukul dia habis-habisan. (PPC, 37) Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu melebih-lebihkan. Kata “pukul” dihiperbolakan dengan “habis-habisan”. Kalimat tersebut hanya menggambarkan memukul dengan terus menerus , Karena perasaan marah yang begitu hebat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
w) Ia lawan badai derita yang menerpannya dengan doa dan lantunan ayat suci alquran. (PPC, 41) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung pernyataan yang berlebihan. Derita dilebihkan dengan memanfaatkan kata “badai” sehingga menjadi “badai derita”. Berdasarkan konteksnya makna kalimat tersebut adalah penderitaan yang besar atau hebat. x) Tak terasa air mataku mengalir,dadaku sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisanku meledak. (PPC, 42) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Makna kalimat di atas adalah airmata yang sudah tidak dapat ditahan lagi. y) Cahaya Raihana terus berkilat-kilat di mata. (PPC, 43) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung pernyataan yang berlebihan. “Cahaya” dilebihkan dengan memanfaatkan kata “berkilat-kilat”. Berdasarkan konteksnya makna kalimat tersebut adalah wajah Rihana selalu terbayang-bayang. z) Sukmaku menjeri-menjerit, mengiba-iba. (PPC, 42) Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat tersebut karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Pada kalimat di atas dinyatakan dengan Sukmaku menjeri-menjerit yang memiliki makna perasaan sakit hati yang dalam. aa) Hatiku bergetar hebat. (PPC, 44) Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat tersebut karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Pada kalimat di atas dinyatakan hatiku bergetar hebat, maksudnya adalah perasaan kagum yang mendalam bb) Rinduku padanya menggelegak- gelegak. (PPC, 44) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Kata “Rinduku” dilebihkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
dengan memanfaatkan kata “menggelegak- gelegak”. Makna kalimat di atas adalah kecantikan yang memikat siapa saja yang melihatnya. cc) Sukmaku menjerit-jerit, mengiba-iba. Aku ingin Raihana hidup kembali. (PPC, 45) Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola tampak pada kalimat tersebut karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan (Keraf, 2004: 135). Pada kalimat di atas dinyatakan dengan Sukmaku menjeri-menjerit yang memiliki makna perasaan sakit hati yang dalam. dd) Seribu doa terpanjatkan agar hatiku terbuka. Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola tampak pada kalimat tersebut karena mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan (Keraf, 2004: 135). Pada kalimat di atas dinyatakan dengan Seribu doa terpanjatkan yang memiliki makna memanjatkan doa yang terus menerus. 2) Majas Personifikasi a) Meskipun sesungguhnya dalam hatiku ada kecemasan-kecemasan yang mengintai. (PPC, 3) Personifikasi adalah gaya bahasa yang menggambarkan benda-benda mati atau tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Pada kalimat “Meskipun sesungguhnya dalam hatiku ada kecemasan-kecemasan yang mengintai” ditemukan kata yang acuannya bukan manusia tetapi diberi ciri insani, yaitu kecemasan yang dinyatakan bisa mengintai. Mengintai merupakan tindakan yang dilakukan manusia melalui indra penglihat. Makna kalimat di atas sebenarnya untuk melukiskan
kecemasan yang selalu
menyertai setiap langkah. b) Aku hidup dalam hari-hari yang mengancam. (PPC, 4) Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena menggambarkan hal yang tidak bernyawa yaitu hari seolah-olah memiliki sifat dan dapat bertindak selayaknya manusia. Kalimat di atas sebenarya untuk menggambarkan kehidupan yang diliputi rasa gelisah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
c) Lantunan shalawat nabi terasa menusuk-menusuk hati. (PPC, 5) Kalimat tersebut bersifat personifikasi manusia karena lantunan shalawat seolah-olah dilukiskan selayaknya manusia yaitu dapat menusuk-nusuk hati seolah-olah bergerak. Berdasarkan konteksnya makna kalimat lantunan shalawat terasa menusuk hati adalah seperti tertekan, tidak nyaman dengan keadaan yang dialami. d) Pertanyaan-pertanyaan itu menebas leher kemanusiaanku. (PPC,5) Personifikasi adalah gaya bahasa yang menganggap benda mati dapat bertindak seperti manusia. Kalimat tersebut mengandung gaya personifikasi karena menganggap pertanyaan yang sebagai benda mati dapat bertindak seperti halnya manusia yang bisa menebas leher. Makna dari kalimat tersebut adalah pertanyan yang menyudutkan. e) Senyum manis Raihana tak juga menembus batinku. (PPC, 6) Personifikasi adalah gaya bahasa yang menggambarkan benda-benda mati seolah-olah dapat
bertindak seperti manusia. Senyum
tidak dapat
menembus batin, kalimat tersebut seolah-olah mengibaratkan senyum itu bisa bergerak menembus batin. Makna dari kalimat tersebut adalah senyum manis Rihana tak dapat mempengaruhi perasaan si Aku. f) Cinta yang kudamba bukannya mendekat, tapi malah lari semakin jauh dari detik ke detik. (PPC, 6) Kalimat tersebut bersifat personifikasi, cinta pada kalimat di atas diibaratkan mempunyai sifat seperti manusia. Pada kalimat tersebut dinyatakan “cinta bukannya mendekat, tapi lari menjauh”. Cinta yang merupakan perasaan manusia diibaratkan bisa bergerak menjauh ataupun mendekat. Makna kalimat tersebut adalah perasaan cinta yang menjauh dari hidupnya. g) Bahkan, dari detik ke detik rasa muak itu semakin menjadi-jadi, menggurita dan menjajah diri. (PPC, 7) Kalimat tersebut karena kata
bisa dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi
“rasa muak” seolah-olah diibaratkan bisa menggurita dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
menjajah diri. Makna kalimat tersebut adalah rasa muak yang dirasakan sudah tidak tertahan lagi, dan menyiksa diri. h) Yang datang justru rasa muak dan hampa yang menggelayut dalam relung jiwa. (PPC, 8) Kalimat tersebut
bisa dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi
Karena “rasa muak dan hampa” diibaratkan dapat mengelanyut dan bergantungan seperti benda hidup. Makna dari kalamat tersebut adalah rasa muak dan hampa yang sudah merasuk ke dalam jiwa. i) Bacaan Alquran Raihana tak menyentuh hati dan perasaan. (PPC, 8) Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena bacaan Alquran seolah-olah dilukiskan tidak dapat menyentuh hati dan perasaan. Bacaan al-Quran seolah-olah diibaratkan seperti indra peraba yang bisa menyentuh. Berdasarkan konteksnya makna kalimat bacaan Alquran Rihana tidak dapat mempengaruhi hati dan perasaan si Aku. j) Hari terus berjalan dan komunikasi kami tidak berjalan. (PPC, 10) Kalimat tersebut mengandung majas personifikasi karena hari dan komunikasi dalam konteks ini dilukiskan memiliki sifat seperti manusia yaitu bisa berjalan. Makna kalimat tersebut untuk melukiskan dua hal yang bertentangan. k) Tangis raihana tak juga mampu membuka jendela hatiku. (PPC, 16) Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena tangis Rihana seolah-olah dilukiskan tidak dapat membuka jendela hati si Aku. Tangis Rihana seolaholah diibaratkan seperti manusia yang bisa membuka dan menutup jendela. Berdasarkan konteksnya makna kalimat Tangis Rihana tidak dapat mempengaruhi hati dan perasaan si Aku. l) Dalam hati aku menangis disebut pasangan paling ideal. (PPC, 21) Hati pada kalimat tersebut diibaratkan bisa menangis pada kenyataanya tidak ada hati yang bisa menangis. Makna kalimat tersebut adalah perasan sedih karena hal tersebut bertentangan dengan hal yang sebenarnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
m) Namun hatiku…..oh, hatiku menangis meratapi cintaku. (PPC, 22) Hati pada kalimat tersebut diibaratkan bisa menangis pada kenyataanya tidak ada hati yang bisa menangis. Makna kalimat tersebut adalah perasan sedih karena cinta n) Batin saya menangis. (PPC, 35) Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena batin seolah-olah dilukiskan dapat menangis. Berdasarkan konteksnya makna kalimat tersebut adalah perasaan yang tertekan dan sedih. o) Perlahan bisnis yang baru saya rintis mulai menggeliat. (PPC, 36) Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena menggambarkan hal yang tidak bernyawa yaitu hari seolah-olah memiliki sifat dan dapat bertindak selayaknya manusia. Bisnis diibaratkan bisa mengeliat /bergerak seperti manusia. Makna dari kalimat tersebut adalah bisnis yang bangkrut mulai berkembang kembali. 3) Majas Simile a) Dalam balutan jilbab sutera putih wajah gadis Mesir itu bersinar-sinar, seperti permata Zabarjad yang bersih, indah berkilauan tertimpa sinar purnama. (PPC, 3) Simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena terdapat kata pembanding seperti. Wajah gadis Mesir itu bersinar-sinar diibaratkan seperti sebuah permata permata Zabarjad yang bersih, indah berkilauan yang terkena sinar bulan. Makna kalimat tersebut adalah wajah gadis Mesir itu cantik dan bersinar. b) hari pernikahan itu datang. Aku datang seumpama tawanan yang digiring ke tiang gantungan. (PPC, 4) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seumpama. Seumpama tawanan dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
konteks ini mengandung makna bahwa keberadaannya seperti seorang tawanan yang siap untuk menjalani hukuman. Makna kalimat tersebut adalah si Aku merasa seperti tawanan. c) Lalu duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta. (PPC, 4) Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa simile karena membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu sama dengan hal lain dengan menggunakan kata pembanding
bagai. Dalam konteks ini
si Aku
diibaratkan dengan mayat hidup. Makna kalimat di atas adalah melukiskan keadaan seseorang yang menikah tanpa didasari rasa cinta. sehinga Ia seperti mayat yang hanya bisa pasrah diperlakukan oleh orang lain. d) Kata-katanya terasa bagaikan ocehan penjual jamu yang tak kusuka. (PPC, 10) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile. Hal ini nampak pada penggunaan perbandingan antara dua hal secara eksplisit dengan menggunakan kata pembanding bagaikan. “Kata- kata” dikatakan seperti bagaikan ocehan penjual jamu yang tidak disuka. Makna kalimat di atas adalah melukiskan ketidaksenangan akan kata-kata seseorang. e) Aku seperti anak kecil yang dimanja ibunya. (PPC, 12) Pemanfaatan gaya bahasa simile nampak pada kalimat tersebut karena membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu sama dengan hal lain dengan menggunakan kata pembanding
seperti. Dalam
konteks ini Aku diibaratkan seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Makna kalimat di atas adalah melukiskan seseorang seperti anak yang masih kecil. f) Meskipun Cuma mimpi itu sangat indah dan seperti dalam alam nyata. (PPC, 15) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakn sesuatu sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti. Seperti dalam alam nyata dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
konteks ini mengandung makna bahwa kejadian di alam mimpi seolah-olah terjadi secara nyata. g) Kelembutannya seperti Dewi Sembodro tak juga membuatku jatuh cinta. (PPC, 16) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata pembanding
seperti. Dalam konteks ini
kelembutannya dibaratkan seperti dewi Sembodro. Makna dari kalimat tersebut adalah wanita yang memiliki kelembutan hati. h) Aku ingin mencintai isteriku seperti Ibnu Hazm mencintai isterinya. Dan aku ingin dicintai isteriku seperti Ibnu Hazm dicintai isterinya. (PPC, 19) Pemanfaatan gaya bahasa simile nampak pada kalimat tersebut karena membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu sama dengan hal lain dengan menggunakan kata pembanding konteks ini
seperti. Dalam
Aku ingin mencintai isteriku seperti Ibnu Hazm mencintai
isterinya. i) Dan jika ada sedikit letupan atau masalah antara kami berdua, maka rumah seperti neraka. (PPC, 34) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakn sesuatu sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti. Rumah diibaratkan seperti neraka yang panas. Makna dari kalimat tersebut adalah rumah yang tidak nyaman bagi penghuninya. j) Kata-kata yasmin yang terdengar bagaikan geledek menyambar itu terasa perih menikam ulu hati. (PPC, 36) Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa simile karena membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu sama dengan hal lain dengan menggunakan kata pembanding bagaikan. Dalam konteks ini kata-kata commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
yasmin diibaratkan bagaikan geledek menyambar. Makna kalimat di atas adalah kata-kata yasmin yang tidak terduga dan membuat sakit hati. k) Dan hati saya seperti ditusuk-tusuk dengan sembilu setiap kali mendengar si sulung mengigau meminta ibunya pulang tiap malam. (PPC, 38) Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa simile karena hati saya yang diibaratkan seperti ditusuk-tusuk dengan sembilu. Makna kalimat diatas adalah permintaan anaknya yang berat untuk dikabulkan. 4) Majas Metafora a) Ingin aku memberontak pada ibu. Tapi teduh wajahnya selalu membuatku luluh. (PPC, 4) Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat. Sementara itu menurut Maulana (2008:
1)
metafora
juga
dapat
diartikan
dengan
majas
yang
memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Teduh wajahnya merupakan gambaran wajah yang bersahaja, penuh harap bukan wajah yang teduh dalam makna sebenarnya. b) Sehingga diriku tak ubahnya patung batu. (PPC,8) Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora karena membandingkan dua hal yang sebenarnya berbeda dianggap memiliki kesamaan makna. Dalam konteks ini manusia dianggap sama seperti patung dalam arti tidak melakukan aktivitas apa pun, tidak beranjak dari tempat, atau berdiam diri. Jadi, makna kalimat di atas adalah aku seperti patung batu yang berdiam diri, yang hanya bisa melihat,meneruti semua kemauan. c) Jelaskan padaku apa yang harus aku lakukan untuk membuat rumah ini penuh bunga-bunga indah yang bermekaran?. (PPC, 10) Kalimat tersebut bersifat metafora yaitu berusaha membandingkan dua hal yang dinyatakan secara eksplisit. Bunga merupakan bentuk simbolis dari keindahan. Berdasarkan konteksnya makna kalimat penuh bunga-bunga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
indah yang bermekaran adalah melukiskan rumah yang penuh dengan canda tawa dan kebahagiaan dari penghuni rumah. d) Mona Zaki, aktris belia yang sedang naik daun itu?. (PPC, 13) Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora. Metafora merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berbeda dianggap memiliki kesamaan makna. Dalam konteks ini
naik daun
ditujukan untuk menggambarkan sedang terkenal bukan dalam arti yang sebenarnya yaitu naik selembar daun. e) Sungguh kasihan pak Agung.dulu dia adalah bintang dikampus ini. (PPC, 26) Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora karena membandingkan dua hal yang sebenarnya berbeda dianggap memiliki kesamaan makna. Bintang kampus dalam kalimat tersebut bukan seperti dalam makna yang sebenarnya. Bintang letaknya dilangit (atas) dan bersinar. in untuk menggambarkan seseorang yang memiliki kecerdasan dan prestasi. f) Menurut cerita Pak Soerdarmaji, Zaenab memang tidak secantik bintang film tapi untuk ukuran di desanya bisa dikatakan kembang desa. (PPC, 26) Metafora merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berbeda dianggap memiliki kesamaan makna. Kalimat tersebut mengandung majas metafora. Kembang desa dalam konteks ini berarti wanita yang paling cantik. Kembang (bunga) adalah sebagai simbol untuk keindahan. 5) Majas Metonimia a) Aku ingin menjadi mentari pagi di hatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku. (PPC, 2) Kalimat tersebut dapat dikategorikan dalam pemanfaatan gaya bahasa metonimia karena menggunakan sebuah kata untuk menyatakan sesuatu hal yang lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat untuk melukiskan sesuatu yang dipergunakan sehingga kata tersebut berasosiasi dengan benda keseluruhan .Makna kalimat di atas dapat ditujukan pada penggunaan kata commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
lain yang lengkap, yaitu menunjuk pada mentari pagi. Kata tersebut untuk menggantikan matahari. b) Aku justru melihat jika ada delapan gadis Mesir maka yang cantik ada enam belas karena bayangannya juga ikut cantik. (PPC, 17) Kalimat tersebut dapat dikategorikan dalam pemanfaatan gaya bahasa metonimia karena menggunakan sebuah kata untuk menyatakan sesuatu hal yang lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat untuk melukiskan sesuatu yang dipergunakan sehingga kata tersebut berasosiasi dengan benda keseluruhan . Bayangan juga ikut cantik ini memiliki pertalian dengan benda aslinya yaitu gadis yang cantik. 6) Majas Antitesis a) Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada didalam kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal itu. (PPC, 1) Antitesis adalah gaya bahasa yang menggunakan paduan kata yang artinya bertentangan. Pada kalimat tersebut kita temukan penggunaan kata yang berlawanan arti yaitu kata panjang yang merupakan lawan dari kata lebar. Makna dari kalimat tersebut adalah memberi penjelasan dengan detail. 7) Majas Repetisi a) Duh pusing aku, pusing! . (PPC, 2) Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang nyata,. Repetisi pada kalimat tersebut memanfaakkan kata pusing. Bila kita lihat maknanya kita bisa menyimpulkan bahwa pusing sekali. b) Dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau. (PPC, 7) Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang nyata. Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa repetisi dengan memanfaatkan kata duka.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
c) Resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian. (PPC, 7) Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa repetisi dengan memanfaatkan kata resah. Makna dari gaya bahasa tersebut adalah resah yang sangat . d) Raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian. (PPC, 7) Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa repetisi dengan memanfaatkan kata ragu. Makna dari gaya bahasa tersebut adalah tentang sikap keragu-raguan. e) Mauku maukau mautahu mausampai maukalian Maukenal maugapai.(PPC, 7) Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa repetisi dengan memanfaatkan kata mau. Makna dari gaya bahasa tersebut adalah kemauan yang keras. f) Sisaku siasakau siasiasia siarisau siakalian Sia-sia…(PPC, 7) Kalimat tersebut merupakan gaya bahasa repetisi dengan memanfaatkan kata sia-sia. Makna dari gaya bahasa tersebut adalah adalah perbuatan yang siasia 8) Majas Paralelisme a) Aku. Inginku. Galauku. Resahku. Dukaku. Mengumpal jadi satu. (PPC, 7) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa paralelisme karena berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Dalam konteks tersebut kata Galauku Resahku Dukaku sejajar dengan kata sedih, karena resah dan duka adalah menandakan dalam keadaan sedih. Makna kalimat tersebut adalah resah,duka dan kesedihan yang menjadi satu. 9) Majas Epifora a) Aku merasa hidupku adalah sia-sia. Belajarku lima tahun diluar negeri siasia. Pernikahanku sia-sia. (PPC, 7) Epifora adalah pengulangan kata pada akhir kalimat atau di tengah kalimat. Epifora pada kalimat di atas tampak pada penggunaan kata “sia-sia”. Kata “sia-sia”pada kalimat tersebut sebagai penegas. Makna dari kalimat tersebut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
adalah semua yang ada pada diri “aku” seakan-akan tidak berguna semuanya sia-sia. 10) Majas Paradoks a. Aku biasanya suka romantis kenapa bisa begini sadis. (PPC, 7) Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang ada dengan fakta-fakta yang ada. Pemanfaatan gaya bahasa paradoks tampak pada kalimat tersebut karena mengandung pernyataan yang bertentangan namun mengandung kebenaran. Dalam konteks ini jelas sekali terdapat pertentangan antara frasa suka romantis dengan begini sadis. Akan tetapi, hal itu mengandung kebenaran karena “Aku” memang berbuat sadis karena keadaan. 11) Majas Sinekdoke a) Wajah-wajah yang cukup manis tapi tidak semanis dan seindah gadis-gadis lembah sungai Nil. (PPC, 12) Pars pro toto adalah gaya bahasa yang melukiskan sebagian untuk keseluruhaan. Pemanfaatan gaya bahasa sinekdoke pars pro toto nampak pada kalimat di atas karena menggunakan sebagian untuk menyebutkan keseluruhan. Lembah adalah bagian dari sungai dengan demikian lembah sungai Nil yang dimaksudkan adalah sungai Nil secara secara utuh, jadi tidak hanya lembahnya saja. b) Anda sangat beruntung orang Indonesia. (PPC, 14) Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Pada kalimat tersebut disebutkan “Anda sangat beruntung orang Indonesia”, yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut adalah salah satu orang Indonesia yaitu “ Aku”. “Orang Indonesia “ digunakan untuk menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagaian. c) Dunia tiba-tiba gelap semua. (PPC, 45) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Pars pro toto adalah gaya bahasa yang melukiskan sebagian untuk keseluruhaan. Pemanfaatan gaya bahasa sinekdoke pars pro toto nampak pada kalimat di atas karena menggunakan sebagian untuk menyebutkan keseluruhan. “Dunia tiba-tiba gelap semua” yang dimaksud dalam kalimat tersebut bukanlah dunia secara keseluruhan melinkan pandangan mata. 12) Majas Litotes a) Gaji saya sebagai dosen hanya cukup untuk makan saja. (PPC, 33) Litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikurangi (dikecilkan) dari makna sebenarnya. Kalimat tersebut digunakan untuk merendahkan diri. “Gaji saya sebagai dosen hanya cukup untuk makan saja”. Padahal gaji sebagai dosen kalau dipikir-pikir sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak hanya untuk makan. 13) Majas Eponim a) Anak tuan rumah yang kecantikannya khas Cleoptra itu juga mencintai saya. (PPC, 31) Eponim adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa eponim karena “kecantikannya khas Cleoptra” menggambarkan kecantikan yang sempurna seperti seorang ratu Mesir. b) Kelembutannya yang seperti Dewi Sembodro tak juga membuatku jatuh cinta. Eponim adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat. Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa eponim karena “Kelembutannya yang seperti Dewi Sembodro” menggambarkan mengambarkan sosok perempuan yang berhati lembut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
b. Alasan Pemakaian Majas dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Penggunaan Gaya bahasa dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra oleh pengarang ada yang disengaja ada yang tidak disengaja. Penggunan gaya bahasa tidaklah diutamakan yang penting bagaimana pembaca bisa memahami bahasa yang disajikan dalam novel tersebut. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Habiburrahman berikut: Banyak digunakan gaya bahasa dalam novel itu, Ada yang sengaja ada yang tidak. Namun ketika menulis yang utama terpikir bukan gaya bahasa, tetapi bagaimana kalimat yang saya tulis masuk ke dalam hati dan perasaan pembaca.
Berdasakan peryataan pengarang tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa pengarang mengetahui pengetahuan tentang gaya bahasa atau majas. Gaya bahasa bukanlah hal utama yang dipikirkan ketika menulis melainkan isi dari tulisanlah yang diperhatikan. Gaya bahasa digunakan pengarang untuk menyampaikan gagasannya kepada pembaca. Alasan pemakaian gaya bahasa novel Pudarnya Pesona Cleopatra oleh Habiburrahaman El-Shirazy adalah untuk memudahkan pembaca dalam memahami novel tersebut dan untuk mendapatkan efek estetika dalam novel tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Habiburrahman berikut: Satu-satunya alasan saya menggunakan gaya bahasa tersebut adalah agar pembaca paham dan bisa menghayati cerita yang saya tulis. Serta merasakan keindahannya. Saya menggunakan bahasa yang sederhana dan gaya bahasa yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
c. Proporsi Pemakaian Majas dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Distribusi Frekuensi dan Presentase Penggunaan Majas dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman El-Shirazy Frekuensi Gaya Bahasa
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Hiperbola Personifikasi Simile Metafora Metonimia Antitesis Repetisi Paralelisme Epifora Paradoks Sinekdoke Litotes Eponim (∑X)
Frekuensi Relatif Penggunaan Data (x) 31 15 11 6 2 1 6 1 1 1 3 1 2 81
∑ 0.383 0.185 0.136 0.074 0.025 0.012 0.074 0.012 0.012 0.012 0.037 0.012 0.025
Frekuensi Absolute/Prosent ase ∑
x 100 % 38.3% 18.5% 13.6% 7.4% 2.5% 1.2% 7.4% 1.2% 1.2% 1.2% 3.7% 1.2% 2.5% 100%
keterangan : x
= Banyaknya pemunculan jenis Majas dalam data
∑x
= Total keseluruhan munculnya Majas
Terlihat dalam tabel di atas, bahwa penggunaan gaya bahasa hiperbola dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman El-Shirazy sangat menonjol. Dari 81 data: gaya bahasa hiperbola sebanyak 31; personifikasi 15; simile 11, metafora 6; metonimia 2; antitesis 1, repetisi 6; paralelisme 1; epifora 1; paradoks 1; sinekdoke 3, litotes 1; dan eponim 2. Gaya bahasa yang paling dominan digunakan adalah gaya bahasa hiperbola sebanyak 38.3% yaitu 31 data dari 81 data. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
2. Pemanfaatan Pilihan Kata dan Idiom Novel Pudarnya Pesona Cleopatra a. Pemanfaatan Pilihan Kata Pemanfaatan pilihan kata dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra dipengaruhi oleh faktor sosiokultural penulis. Selain itu latar pendidikan penulis juga berperan serta dalam mewujudkan kekhasan pilihan kata yang diungkapkan melalui deskripsinya. Novel Pudarnya Pesona Cleopatra mampu menonjolkan pemilihan dan keunikan pilihan kata a yang spesifik dan berbeda dari yang lain. Keunikan pemakaian pilihan kata dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Pemakaian Kata Konotasi Pemakaian kata konotasi juga terdapat dalam deskripsi cerita. Kata konotasi yang
digunakan penulis dalam tiap kalimat
membuat cerita lebih
dimaksudkan untuk
menarik. Perhatikan data-data berikut ini
yang
menggunakan kata konotasi dalam kalimatnya. a)
Sungguh kasihan pak Agung,dulu dia adalah bintang dikampus ini. (PPC:26)
b) Dia sangat terpukul atas apa yang terjadi pada dirinya (PPC:26) Pada data (1-2) terdapat kata konotasi dalam setiap kalimatnya. Data (1) bintang merupakan makna konotasi. Pada kalimat tersebut menjelaskan bahwa pak Agung dulu adalah orang yang pandai di kampusnya. Selanjutnya pada data (2) kata terpukul merupakan makna konotasi yang berarti tertekan atau terpojok. Pada kalimat tersebut digunakan untuk mendeskripsikan keadaan dirinya yang merasa terpojokkan. Penggunaan dan pemilihan kata konotasi dalam data-data di atas sangat mengesankan pencitraan pembaca. Selain itu juga menambah pengetahuan dan wawasan pembaca terutama dalam memahami makna yang terkandung dalam deskripsi cerita. Pemakaian dan pemilikan kata konotasi juga terdapat pada data-data berikut. c) Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku.( PPC:2) d) Lalu duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta (PPC:4) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
e) Sehingga diriku tak ubahnya patung batu. (PPC:8) f) Maukah kau berkenalan dengan?” kata Ratu Cleopatra yang membuat hatiku berbunga-bunga luar biasa. (PPC:12) g) Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol (PPC:17) h) Adegan pertemuan Samar dengan Ibnu Hazm yang tidak disengaja disebuah taman diCordoba benar-benar romantis dan menyihir segenap perasaan. (PPC:18) i) Menjadikan namanya terukir indah sepanjang sejarah. (PPC:18) j) Mas, untuk menambah biaya persiapan kelahiran anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku! (PPC:23) k) Bisnis tidak selamanya untung, ada kalanya jatuh. (PPC:34) Keunikan pemilihan dan pemakaian kata konotasi pada data-data tersebut memperlihatkan bahwa Habiburrahman adalah seorang penulis jenius yang berwawasan dan berpengetahuan sangat luas, sehingga kaya akan kosakata konotasi. Selain itu pemilihan dan pemakaian makna
konotasi
menjadikan kekhasan tersendiri yang akan dapat memberikan nilai keindahan dan daya tarik tersendiri bagi pembaca novel. Hal tersebut membuat deskripsi cerita semakin bermakna, menarik dan memikat. 2) Pemakaian Kata Sapaan Pada
novel Pudarnya Pesona Cleopatra
terdapat bentuk-bentuk
kebahasaan seperti kata yang dipergunakan untuk saling merujuk dalam situasi percakapan yang
berbeda-beda
menurut sifat hubungan
antara
pembicaranya. Adapun sifat hubungan itu didasarkan atas hubungan kekerabatan, keakraban dan penghormatan. Bentuk-bentuk semacam itu disebut sapaan. Adapun bentuk kata sapaan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra sebagai berikut: a) Tetapi selalu saja menjawab,”tidak ada apa-apa kok mbak, mungkin aku belum dewasa. (PPC:9) b) kenapa mas memanggilku”mbak”? aku „kan istri mas. (PPC:9) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
c) mbak!eh maaf, maksudku D….Di….Dinda hana!” panggilku dengan suara parau tercekak dalam tenggorokan. (PPC:20) d) Ah Yu Iman ini menggoda terus, sudah satu tahun kok dibilang baru.” Sahut Rihana. (PPC:20) e) Ya masih baru tho nduk. (PPC:21) f) kok belum ada tanda-tanda aku mau menimang cucu ya Mbakyu. (PPC:22) g) Saya sering melihat teman dan tetangga dipanggil istrinya dengan panggilan mesra penuh kehormatan “ bang “.(PPC:34) h) Akhirnya saya hanya bdanisa membawa si sulung. (PPC:38) Penggunaan Kata sapaan mas, mbak, dinda pada kalimat tersebut digunakan untuk menyapa seorang istri. Diantara keduanya ada persamaan kedudukan. Sedangkan sapaan mbakyu, yu dan bang
digunakan untuk
menyebut orang yang memiliki kekerabatan dengan pembicara tetapi kedudukannya lebih tua atau dihormati. Kata sapaan nduk digunakan untuk menyebut seorang perempuan yang lebih muda usianya. Habiburrahman meskipun telah menempuh pendidikan di luar Jawa bahkan di luar negeri, tetapi dalam karyanya ia tetap mempertahankan bahasa daerahnya
untuk menyatakan sapaan. Hal ini menunjukkan kalau
Habiburrahman selain melestarikan bahasa daerahnya khususnya kata sapaan. Selain itu juga dapat dikatakan bahwa Habiburrahman ingin mempertahankan budaya lokal dalam hal menghormati lawan bicara dengan menggunakan kata sapaan yang
tepat. Pemanfaatan kata sapaan itu menambah kekhasan dan
kekhususan kosakata yang digunakan Habiburrahman dan menjadi ciri khas gaya kepenulisannya. 3) Pemakaian Kata Serapan 1) Pemakaian Kata Serapan Bahasa Asing Pemanfaatan kosakata bahasa Asing dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra diantaranya
dapat dilihat pada
kata, frase
ataupun klausa
bahasa Arab yang digunakan dalam kalimat bahasa Indonesia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Habiburrahman
sebagai seorang penulis novel Pudarnya Pesona
Cleopatra telah melalang buana ke luar negeri dan tinggal beebrapa tahun di Arab khususnya Mesir, sehingga ia kaya akan kosakata dalam bahasa asing khususnya bahasa Arab. Pemakaian leksikon bahasa Arab dalam kalimat yang berupa kata diantaranya adalah sebagai berikut. a) saat khitbah sekalis kutatap wajah Raihana, dan benar kata si Aida, ia memang baby face dan lumayan anggun (PPC:3) b) Lantunan shalawat nabi terasa menusuk-menusuk hati. (PPC:5) c) Inna lillahi wa ilahi rajiun! Perasaan dan nuraniku benar-benar mati. (PPC:5) d) Satu-satunya, harapanku hanyalah berkah dari Tuhan atas baktiku pada ibu yang amat kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya ! (PPC:5) e) Tapi, masya allah, bibit-bibit cintaku tak juga tumbuh. (PPC:5) f) “Wallahu a‟lam!” jawabku sekenanya. (PPC:9) g) Ratu juga telah mengundang ma‟dzun syar‟i. (PPC:14) h) Oh, sungguh berdosa aku berpikir begitu. Ya rabbi la taukhizni ! (PPC:18) i) mas nanti sore ada acara aqiqah-an dirumah yu imah semua keluarga akan datang, termasuk ibundamu, kita diundang juga, yuk, kita datang bareng (PPC:18) j) Habis shalat dzuhur, insya allah!” ucapku sambil menatap wajah Hana dengan senyum yang kupaksakan. (PPC:20) k) Dia adalah puteri pak Kiai Ahmad Munaji, pengasuh sebuah pesantren tahfidh alquran di batu sana. (PPC:26) l) Pernah. Ahamdulilah dia sarjana dan hafal alquran.” (PPC:29) m) Yang lain rasib atau gagal. (PPC:30) n) Ya allah sungguh bijaksana Engkau mengatur kahidupan. Subhanaka ya lam novelrabbi ! (PPC:43) Selaian kata serapan dari bahasa Arab dalam novel Pudarnya Pesona commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Cleopatra, Habiburrahman juga menggunakan kata-kata dari bahasa asing laian yaitu bahasa Inggris. Pemakaian leksikon
bahasa
Inggris dalam
kalimat yang berupa kata diantaranya adalah sebagai berikut. a) Ala Cuma dua tahun kak, lagian sekarang‟ kan lagi nge-trend lho, lakilaki menikah dengan wanita yang lebih tua. (PPC:2) b) Apalagi Mbak Raihana itu baby face, selalu tampak lebih muda enam tahun dari aslinya. (PPC:2) c) Orang-orang banyak yang mengira dia itu baru sweet seventeenth lho kak (PPC:2) d) Aku membeli mie instant satu kardus dan semuanya beres. (PPC:24) e) Waktu terus berjalan dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. (PPC:24) f) Dia ingin rumah seperti di Mesir. Ada showernya (PPC:33) 2) Pemakaian Kata Serapan Bahasa Jawa Pemilihan dan pemakaian leksikon bahasa Jawa dalam deskripsi cerita ditampilkan secara spontan oleh penulis. Hal tersebut tidak terlepas dari faktor sosial budaya penulis yang berasal dari Jawa. Sehingga dalam mendeskripsikan cerita terkadang ia menggunakan leksikon bahasa Jawa di dalam kalimat bahasa Indonesia. Perhatikan data berikut. a) Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di Mankuyudan Solo dulu,” kata ibu.(PPC:1) b) kami pernah berjanji,jika dikaruniai anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan.(PPC:1) c) Pokoknya cocok deh buat kakak,” komentar adikku,si Aida tentang calon istriku (PPC:2) d) Bisa jadi iklan sabun Lux lho, asli!” komentarnya tanya ragu. ( PPC:3) e) Pepatah Jawa kuno bilang, Wiwiting tresno jalaran soko kulino. ( PPC:6) f) Apakah aku akan tecatat dalam daftar orang-orang gila karena salah kedaden dalam menghayati cinta? Embuh ! ( PPC:6) g) Biasanya dalam keadaan meriang makan nasi itu tidak selera. ( PPC:12) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
h) kita diundang juga, yuk, kita datang bareng. ( PPC:19) i) Ya masih baru tho nduk. Namanya, pengantin baru satu tahun! Hi….hi….hi….” celetuk ibu nertua membanyol. ( PPC:21) j) tukas Yu Imah disambut gerr sanak kerabat. ( PPC:21) k) Membantu mengobati masuk angin dengan
mengeroki punggungku.
(PPC:24) b. Pemanfaatan Idiom Idiom
adalah konstruksi
yang
maknanya
tidak sama dengan
gabungan makna unsurnya. Adapun penggunaan idiom pada novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy adalah dapat dilihat pada data-data berikut ini. 1) Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada didalam kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal itu. ( PPC:1) panjang lebar dalam pengertian di atas adalah menjelaskan dengan detail 2) Kami pernah berjanji,jika dikaruniai anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. ( PPC:1) tali persaudaraan dalam pengertian di atas adalah memiliki hubungan kekeluargaan. 3) Ibu tahu persis garis keturunan Raihana. ( PPC:1) garis keturunan dalam pengertian di atas adalah silsilah kekeluargaan 4) Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. ( PPC:3) hati pahit
dalam pengertian di atas adalah perasaan yang tidak bisa
menerima dengan keadaan 5) terkadang bibit cinta yang kuharapkan itu malah menjelma menjadi tiang gantungan yang mencekam. ( PPC:4) bibit cinta dalam pengertian di atas adalah perasaan sayang 6) bagaimana bisa bertemu dalam ikatan darah bibi dan keponakan. Mimpi memang sering aneh. ( PPC:15) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
ikatan darah dalam pengertian di atas adalah hubungan keluarga 7) Tangis raihana tak juga mampu membuka jendela hatiku. ( PPC:15) jendela hatiku dalam pengertian di atas adalah batin 8) Zaenab memang tidak secantik bintang film taoi untuk ukuran didesanya bisa dikatakan kembang desa. ( PPC:26) kembang desa dalam pengertian di atas adalah wanita yang paling cantik. Pemilihan dan pemakaian idiom pada data-data di atas dalam deskripsi cerita dimaksudkan penulis untuk lebih memperdalam makna tuturan. Idiomidiom tersebut sangat mewarnai dalam deskripsi cerita sehingga kalimatkalimat yang ditulis Habiburrahman seakan berpotensi membentuk paragrafparagraf baru. Pembaca dibuatnya terlena dan larut dalam cerita dengan untaian bahasa yang begitu memikat. Selain itu pemilihan dan pemakaian idiom berfungsi untuk membuat indah deskripsi cerita. 3. Pemanfaatan Citraan Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Citraan atau imaji dalam karya sastra berperan penting untuk menimbulkan pembayangan imajinatif, membentuk gambaran mental dan dapat membangkitkan pengalaman tertentu kepada pembaca. Dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra , pengarang juga memannfaatkan citraan untuk menambah imaji pembaca dan membuat deskripsi cerita seakan-akan bisa dirasakan langsung oleh pembaca. Adapun citraan dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah sebagai berikut. a. Citraan Penglihatan Citraan yang timbul oleh penglihatan disebut citraan penglihatan. Citraan penglihatan yang muncul citraan dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah sebagai berikut. Bahkan tante Lia, pemilik salon kosmetik terkemuka di Bandung yang seleranya terkenal tinggi dalam masalah kecantikan mengacungkan jempol tatkala menatap foto Raihana. “ cantiknya benar-benar alami. Bisa jadi iklan sabun Lux lho, asli!” komentarnya tanya ragu.(PPC:3) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Yang berwajah putih jelita dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas Arab, dan bibir merah halus menawan. Dalam balutan jilbab sutra putih wajah gadis Mesir itu bersinar-sinar, seperti permata Zabarjad yang bersih, indah berkilau tertempa sinar purnama. (PPC:3) Dan lagi-lagi aku hanya bisa pas-pas. Sinar wajah ibu berkilat-kilat, hadir didepan mata duh gusti tabahkan hatiku! (PPC:4) Kulihat Raihana tersenyum manis, tapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwku meronta-ronta. Aku benar-benar merana. (PPC:5) Sampai dirumah, aku langsung membuka kasur tempat dia tidur selama ini. Aku tersentak kaget. Dibawah kasur itu, kutemukan puluhan kertas merah jambu. Hatiku berdesir,darahku terkesiap. (PPC:40) Ibu mertua mengajakku kesebuah gundukan tanah masih baru di kuburkan yang letaknya dipinggir desa. Diatas gundukkan itu ada dua batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana. Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu, dan penyesalan yang luar biasa. (PPC:45) Citraan penglihatan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah untuk melukiskan kecantikan fisik seseorang, untuk melukiskan keadaan, tempat, pemandangan. b. Citraan Pendengaran Citraan pendengaran adalah citraan yang ditimbulkan oleh pendengaran. Berbagai peristiwa dan pengalaman hidup yang berkaitan dengan pendengaran tersimpan dalam memori pembaca akan mudah bangkit dengan adanya citraan audio. Citraan pendengaran yang muncul citraan dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah sebagai berikut. Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada didalam kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal itu. kok bisa-bisanya ibunya berbuat begitu. Pikiran orang dulu terkadang memang aneh. (PPC:1) pesta meriah dengan bunyi empat grup rebana terasa konyol. Lantunan shalawat nabi terasa menusuk-menusuk hati. Inna lillahi wa ilahi rajiun! Perasaan dan nuraniku benar-benar mati. (PPC:4) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Tangis raihana tak juga mampu membuka jendela hatiku. Rayuan dan ratapanya yang mengharu-biru tak juga meluruhkan perasaanku. Aku meratapi dukaku. Raihana menangisi dukanya. . (PPC:16) “Sungguh menyesal aku menikah denganmu orang Indonesia ! sungguh menyesal! Aku minta, kau ceraikan aku sekarang juga ! aku tidak bisa hidup bahagia kecuali dengan lelaki Mesir” kata –kata Yasmin terdengar bagaikan geledek menyambar itu terasa perih menikam ulu hati. (PPC:36) Citraan penglihatan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah untuk melukiskan hal-hal yang bisa didengar, seperti tangis, suara c. Citraan Gerak Citraan gerak melukiskan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak ataupun gambaran gerak pada umumnya. Citraan gerak yang muncul citraan dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah sebagai berikut. Hari terus berjalan dan komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asing yang tidak saling kenal. Raihana tidak menganggapku asing dia masih setia menyiapkan segala untukku. Tapi aku merasa dia seperti orang asing. (PPC:10) Waktu terus berjalan dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang kehujanan. Dan sampai dirumah hari sudah petang. (PPC:24) Citraan gerak melukiskan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak ataupun gambaran gerak pada umumnya 4.
Analisis Nilai-nilai Pendidikan Karya sastra mempunyai struktur yang sangat kompleks. Demikian juga
susunan unsur-unsur yang membentuk keseluruhan karya juga sangat kompleks. Sebuah karya sastra merupakan suatu sistem norma. Untuk memberi penilaian karya sastra tidak dapat ditinggalkan menganalisis atau menguraikan karya sastra itu dengan menggunakan sistem norma sastra. Setiap membaca karya sastra, sebenarnya suatu usaha untuk menangkap norma-norma atau niali-nilai sastra. Nilai pendidikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
yang terdapat dalam karya sastra dapat disimpulkan bahwa ada beberapa nilai pendidikan yang bisa diperoleh dari sebuah cerita (dalam hal ini novel). Nilai pendidikan itu diantaranya adalah yang berhubungan dengan religi/agama, moral, sosial dan budaya. Berikut ini nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra : a. Nilai Pendidikan Religi/Agama Nilai religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan Tuhan pencipta alam dan seisinya. Berbicara tentang hubungan manusia dan Tuhan tidak terlepas dari pembahasan agama. Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah novel pembangun jiwa yang menceritakan tentang kehidupan berumah tangga tokoh “Aku” yang menikah karena perjodohan. Menikah bagi setiap muslim adalah untuk menyempurnakan ibadah. Sebelum menikah harus diperhatikan kesiapan dari masing-masing pribadi, menikah tujuannya adalah untuk beribadah. Dalam hadis Rasullullah disebutkan bahwa “Nikahilah wanita karena empat perkara yang pertama karena hartanya, kedua kecantikannya, ketiga keturunannya, dan yang terakhir karena agamanya”. dalam kutipan novel ini ditulis: Sungguh kasihan pak Agung.dulu dia adalah bintangdikampus ini. Jika saja dia memilih Zaenab daripada Judittentu sekarang dia akan semakin cemerlang. Dan keilmuanbanyak dimanfaatkan banyak orang.”sambung pak Hardi. (PPC: 26) Tapi Agung memolak. Bahkan selama di Australia berulang kali Agung diberi tahu bahwa Zaenab siap menunggu. Tapi Agung lebih memilih judit dengan alasan lebih berpikiran maju dan secantik sudah mengingatkan agar tidak terpedayaan oleh pesona sementara. Kecantikan lahir bisa hilang. Tapi kecantikan batin akan kekal.(PPC: 26-27)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
“Aku” dalam novel ini menikah dengan Rihana karena hasil perjodohan bukan karena rasa cinta dan sayang dengan pasangan. Sehingga rumah tangganya berantakan dan timbul penyesalan dari masing-masing pribadi yang menjalaninya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini: Beliau memaksaku untuk menikah dengan gadis itu. gadis yang sama sekali tak kukenal. Sedihya, aku tiada berdaya sama sekali untuk melawanya. Aku tak punya kekuatan apa-apa untuk memberontaknya. Sebab setelah ayah tiada, bagiku ibu adalah segalanya. (PPC: 1) Hari pernikahan itu datang. Aku datang seumpama tawanan yang digiring ketiang gantungan. Lalu duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta. Apa mau dikata, cinta adalah anugerah Tuhan yang tak bisa dipaksakan, pesta meriah dengan bunyi empat grup rebana terasa konyol. Lantunan shalawat nabi terasa menusuk-menusuk hati. Inna lillahi wa ilahi rajiun! Perasaan dan nuraniku benar-benar mati. ( PPC: 4) Kutipan tersebut menjelaskan bahwa menikah karena perjodohan atau paksaan akan menyiksa diri sendiri dan pasangan, karena tidak ada rasa sayang dan cinta antara masing-masing individu. Meskipun pada awalnya dipaksakan untuk menumbuhkan rasa cinta tapi pada akhirnya ketidaktertarikan membuat ketidakharmonisan dalam keluarga, perasaan tertekan yang menyiksa. Seperti dijelaskan dalam kutipan berikut: Oh, bertapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Sudah dua bulan aku hidup bersama seorang istri. Makan, minum, tidur dan shalat bersama mahluk yang bernama Raihana, istriku. Tapi, masya allah, bibit-bibit cintaku tak juga tumbuh. Senym manis Raihana tak juga menembus batinku. Suaranya yang lembut tetap saja terasa hambar. Wajahnya yang teduh tetap saja terasa asing bagiku.( PPC: 5) Kelihatannya tidak hanya aku yang tersiksa dengan keadaan tidak sehat ini. Raihana mungkin merasakan hal yang sama. Tapi ia adalah perempuan Jawa sejati yang selalu berusaha menahan segala badai dengan kesabaran.(PPC: 9)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Ketika sudah ada keputusan untuk menikah apapun yang terjadi kelak harus diterima oleh masing-masing individu. Menikah adalah memadukan dua kepribadian yang berbeda menjadi satu, hidup dalam satu atap. Rasa saling memiliki dan memahami harus dimiliki oleh individu. Setiap individu harus memiliki rasa menerima atau rasa syukur terhadap nikmat dari Tuhan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut: Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana. Aku sendiri tidak tahu dari mana sulitnya. Rasa tidak suka itu semakin menjadi-jadi. Aku tak mampu lagi meredamnya. Aku dan Raihana hidup dalam dunia masingmasing. Aktivitas kami hanya sesekali bertemu dimeja makan dan saat sesekali shalat malam. (PPC:16) Dengan melihat sinetron itu kehadiran kembali pesona kecantikan gadisgadis titisan Cleopatra yang jelita dalam film untuk menyeka kesedihankul. Keagungan Wafa Shadiq, aktris muda Mesir saat memerankan Samar, wanita shalehan yang dicintai Imam Ibnu Hazm,sungguh mempesona. Dalam jilbab sutera merah klasik model Andalusia abad kejayaan islam, auranya begitu menyejukkan hati. Adegan pertemuan Samar dengan Ibnu Hazm yang tidak disengaja disebuah taman diCordoba benar-benar romantis dan menyihir segenap perasaan.(PPC:17) Dalam kutipan tersebut dijelaskan tokoh “Aku” sulit untuk hidup bersama Rihana. Mereka hidup dalam dunianya masing-masing tidak ada komunikasi. Tokoh “Aku” tidak bersyukur memiliki istri Rihana. Meskipun sudah menikah Ia masih memimpikan memiliki istri seorang gadis mesir yang kecantikannya khas Cleopatra. Menurut Habiburrahman El-Shirazy nilai religius yang terdapat dalam novel ciptannya adalah sebagai berikut :
Pilihlah (jodoh) yang baik agamanya. Kau tidak akan rugi. (Hadits nabi) Syukurilah anugerah yang diberikan Tuhan kepadamu. (Seharusnya tokoh aku bersyukur memiliki Raihana) Jangan zalim pada perempuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
b. Nilai Pendidikan Moral Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sebagai manusia harus dapat membedakan baik dan buruk. Ketika berjanji kewajibannya adalah untuk menepatinya seperti diceritakan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra. Dalam novel tersebut dikutip : “Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di Mankuyudan Solo dulu,” kata ibu. “ kami pernah berjanji,jika dikaruniai anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu Anakku,ibu yang telah hadir jauh sebelum kau lahir!” ucap beliau dengan nada mengiba. (PPC :1) Berdasarkan kutipan di atas disebutkan tokoh “Aku” dijodohkan dengan teman Ibunya ketika masih di bangku sekolah dan Ibu tokoh “Aku” menepati janjinya tersebut. Anaknya dinikahkan dengan Rihana anak temannya. meskipun tokoh “Aku” pada awalnya menolak tetapi demi bakti kepada ibunya Ia merelakan dirinya untuk menikah dengan Rihana. Seperti dikutip dalam novel : Dalam pergaulatan jiwa yang sulit berhari-hari,akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku. (PPC: 2) Ikatan pernikahan adalah ikatan suci, Janji antara dua orang manusia untuk hidup bersama. Kepercayaan terhadap masing-masing sangat diperlukan, setelah menikah tidak ada rahasia diantara keduanya.Hal tersebut sesuai dengan kutipan dalam novel : Pak agung terpaksa harus mencerikan isterinya yang cantik itu. karena ia melihat Judit selingkuh dengan bule Amerika. Judit lebih memilih hidup dengan kekasihnya yang Amerika itu. (PPC: 26) Lalu dengan tanpa rasa berdosa sedikitpun. Yasmin bercerita bahwa tadi siang saat saya sedang berkunjung ke teman lama yang jadi staf KBRI dia ditelpon teman dan kekasih lamanya saat kulia dulu. Teman lamanya itu telah menjadi bisnisman sukses di Cairo. Kebetulan istrinya baru saja meninggal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
dunia. Yasmin diajak makan siang dihotelnya. Dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. (PPC:36) Dalam kutipan di atas dijelaskan bahwa seorang istri yang berselingkuh. Ia tidak bisa menepati janji pernikahannya. Ia hanya mementingkan kehidupannya sendiri. Menikah karena suaminya kaya, ketika suaminya menjadi orang yang tidak punya ditinggalkan begitu saja, mencari orang yang bisa memenuhi kebutuhannya. c. Nilai Pendidikan Sosial Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan. Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia
sadar
akan
pentingnya
kehidupan
berkelompok
dalam
ikatan
kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. Nilai sosial berhubungan dengan kehidupan manusia di dalam masyarakat. manusia adalah mahkluk sosial sekaligus makhluk sosial yang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat. Dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra digambarkan kehidupan dalam berumah tangga. Dalam kehidupan rumah tangga harus saling mengenal lingkungan sekitar. Bila ada tetangga atau saudara yang mengundang kita
harus bersedia menghadirinya. Hal itu adalah salah satu
kepedulian terhadap sesama. Seperti dikutip dalam novel : “mas nanti sore ada acara aqiqah-an dirumah yu imah semua keluarga akan datang, termasuk ibundamu, kita diundang juga, yuk, kita datang bareng. Tidak enak kalau kita yang dielu-elukan keluarga tidak datang” suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada zaman Ibnu Hazm. Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi satu piring onde-onde kesukaanku dan segelas wedang jahe diatas meja. Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. (PPC:19) Dalam kutipan di atas disebutkan tokoh “Aku” dan Rihana menghadiri aqiqahan, semacam acara yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa biasanya sebagai rasa syukur atas karunia diberikan anak oleh Tuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
d. Nilai Pendidikan Budaya Nilai-nilai budaya merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi
dan
memberikan
karakteristik
pada
sutu
masyarakat
dan
kebudayaannya. Pernikahan antara dua budaya yang berbeda tidaklah dianjurkan, karena perbedaan budaya akan mempengaruhi pola pikir diatara keduanya. Perbedaan budaya berarti berbeda cara untuk menyikapi persoalan yang ada. Dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra dikisahkan tokoh Pak Qalyubi yang berasal dari Indonesia dan beristerikan Yasmin orang Mesir. Antara Indonesia dan Mesir memiliki latar belakang budaya yang berbeda. dan antara Pak Agung dengan Judit , Pak Agung yang berasal dari Indonesia dan Judit dari Amerika. Akibat perbedaan budaya tersebut pernikahan antara keduanya berakhir dengan perceraian. Pada awalnya bahagia tetapi akhirnya celaka. Seperti kutipan dalam novel di bawah ini: Pak Soemardaji juga mengingatkan bahwa perempuan bule tidak cocok untuk pemuda Indonesia. Juga sebaliknya, latar belakang budaya dangat jauh berbeda. Dari kasus yang ada bahwa pernikahan bule-Indonesia lebih banyak gagalnya. Tapi Agung nekad. Semua saran dan nasihat tidak ia indahkan. Ia mengawini Judit. Keluarganya hanya bisa mendoakan agar perkawinan itu langgeng seperti langgengnya perkawinan di Jawa pada umumnya. (PPC: 27) Ada yang mati-matian melarangku.” Jangan menikah dengan gadis Mesir. Tuan pertama akan merasakan enaknya. Tapi setelah itu kau akan pahit selamanya. Tidak mudah menyatukan dua manusia yang berbeda watak dan budanyan!” kata dia.(PPC:32) Dalam sejarahnya, orang Indonesia yang menikah dengan orang Mesir banyak yang tidak bahagia dan gagalnya. Yang paling tepat pemuda Indonesia adalah menikah dengan gadis Indonesia yang paling mengerti watak dan sifat pemuda Indonesia. Kau orang Jawa dan sangat tepat menikah dengan gadis Jawa. Kau pasti sangat bahagia dengan pilihanmu. Aku tahu sifat perempuan Jawa sangat menghormati suaminya. Selamat. Itulah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
ceritaku. Dan saya ikut palatiha ini tak lain adalah untuk reaksi menghibur diri.” (PPC:38) Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dua budaya yang berbeda itu sulit untuk dipersatukan karena memiliki kebiasaan dan cara pandang yang berbeda. C. Pembahasan 1. Pemanfaatan Majas Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di mana bahasa itu digunakan. Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkana sesuatu yang akan diungkapkan, Abrams (1981:190-191). Menurut Leech dan Short (1984: 10) style menyaran pada pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu. `Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemakaian gaya bahasa dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra
Karya Habiburrahaman El-Shirazy
sebagian besar tanpa unsur kesengajaan. Penggunaan gaya bahasa tersebut mengalir untuk menciptakan unsur estetika dalam sastra. Tujuan utama penggunaan gaya bahasa dalam novel tersebut adalah agar pembaca lebih memahami dan menghayati alur cerita dengan baik. Penggunaan gaya bahasa dalam novel PPC sejalan dengan pendapat Ali Imron (2009:15) tentang fungsi gaya bahasa, yang menyatakan bahwa : 1) mempengaruhi atau meyakinkan pembaca atau pendengar artinya dapat membuat pembaca semakin yakin dan mantap terhadap apa yang disampaikan pengarang/pembicara 2) menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau buruk, perasaan senang atau tidak senang, benci atau sebagainya setelah menangkap apa yang dikemukakan pengarang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan yang menyatakan bahwa gaya bahasa merupakan bentuk retorika, yakni penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk mempegaruhi pembaca atau pendengar (1985: 5). Berdasarkan deskripsi hasil penelitian hiperbola memiliki proporsi sebanyak 38.3%. yaitu 31 data yang ditemukan dari 81 data. Dari data tersebut gaya bahasa hiperbola sangat dominan yang bertujuan untuk menyangatkan maksud atau gagasan hal ini sesuai dengan fungsi utama gaya bahasa yaitu sebagai penegas. Ali Imron (2009: 15) menyatakan salah satu fungsi gaya bahasa adalah memperkuat efek terhadap gagasan, yakni dapat membuat pembaca terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang dalam karyanya. 2. Pemanfaatan Pilihan Kata dan Idiom Pilihan kata dalam PPC demikian kaya dan variatif. Di antara diksi dalam stilistika PPC kata serapanlah yang paling dominan, disusul dengan kata konotatif, kata sapaan. Kata sapaan dan nama diri, kata khas bahasa Jawa dan Arab mewarnai novel PPC. Kata konotatif dalam novel PPC cukup dominan menunjukkan hakikat karya sastra yang polyinterpertable dan kaya makna. Diperlukan ekspresi kata yang asosiatif dan prismatif dalam karya sastra. Sebagai sarana ekpresi, tiap diksi memiliki fungsi masing-masing dalam mendukung gagasan yang dikemukakan. Khususnya kosakata bahasa Jawa dan bahasa Arab yang bertebaran di PPC digunakan oleh Habiburrahman untuk menciptakan latar sosial budaya masyarakat Jawa dan masyarakat Timur Tengah. Keunikan dan kekhasan pemakaian bahasa pada novel PPC dilatarbelakangi oleh faktor sosiokultural penulis. Selain itu latar belakang pendidikan penulis juga turut berperan serta
dalam mewujudkan berbagai
keunikan dan kekhasan
kosakata yang diungkapkan melalui deskripsi ceritanya. Pemilihan dan pemakaian leksikon bahasa Arab pada data-data yang telah dianalisis memperlihatkan intelektualitas penulis yang sangat memahami dan menguasai leksikon bahasa Arab. Sehingga penulis begitu lihai dalam menempatkan leksikon bahasa Arab commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
tersebut
dalam
kalimat.
Habiburrahman
sebagai
seorang
penulis
telah
melalangbuana ke luar negeri sehingga ia kaya akan leksikon dalam bahasa Arab. Ia menempuh studi post-gra-duate diploma (Pg.D.) S2 di The Institute for Islamic Studies in Cairo. Tentu saja dengan latar belakang kehidupannya yang di luar negeri tersebut membuat Habiburrahman dengan mudah menggunakan leksikon bahasa Arab dalam deskripsi ceritanya. Hal itu selain cerita lebih menarik juga membuat
pembaca
semakin
terpesona dengan
kelihaian
Habiburrahman
mengkombinasikan bahasa Arab dengan bahasa Indonesia dalam deskripsi cerita tanpa mengurangi makna. Selanjutnya pemanfaatan leksikon ceritanya
bahasa
semakin menarik dan memiliki
Jawa membuat deskripsi
nilai estetik tersendiri. Selain itu
pemilihan dan penggunaan leksikon bahasa asing terutama bahasa Inggris pada analisis data
juga dimaksudkan untuk mengkuatkan makna yang terkandung
dalam kalimat. Berdasarkan uraian data-data dapat diketahui bahwa pemakaian dan pemilihan kata, frasa dan klausa yang digunakan Habiburrahman dalam PPC memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri yang tidak banyak dimiliki sastrawan lain. Selanjutnya keunikan yang lain yaitu pemakaian kata sapaan dan kata konotasi pada. Hal ini tampak pada penggunaan diksi yang demikian plastis dan mengandung makna asosiatif guna mendukung
pengungkapan gagasan
danpelukisan peristiwa, keadaan, situasi, suasana batin dan karakter para tokoh. Pemilihan kata sapaan khas Jawa menjadikan novel ini penuh dengan nuansalokal daerah Jawa. hal ini sesuai dengan pendapat Wasiati seperti dikutip oleh Ryle (dalam Ali Imron:2009:55) menyatakan bahwa nama memiliki referen tetapi tidak memiliki makna. Arti simbolik nama dan kata lain dibangun oleh budaya tertentu. Kata konotasi dalam PPC cukup dominan hal ini sejalan dengan pendapat Ali Imron (2009:53) menyatakan bahwa kata konotatif dalam karya sastra sangat dominan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
3. Pemanfaatan Citraan Citraan dalam PPC meliputi tiga jenis citraan yaitu citraan penglihatan, citraan pendengaran dan citraan gerak. Di antra ketiga citraan tersebut, citraan penglihatan yang paling dominan. Dominasi citraan penglihatan yaitu untuk menggambarkan sosok kecantikan fisik. Kecantikan digambarkan sedemikian rupa dengan detail sehingga pembaca seakan-akan melihat sendiri sosok gadis cantik itu. Pengarang berhasil menumbuhkan imaji pembaca dengan pemanfaatan citraan dalam deskrepsi ceritanya. Hal ini sejalan dengan fungsi citraan dalam karya sastra yaitu membuat lebih hidup gambaran dalam pengindraan dan pikiran, menarik perhatian, membangkitkan intelektualitas dan emosi pembaca dengan tepat (Ali Imron, 2009:79) 4. Analisis Nilai Pendidikan Rachmat Djoko Pradopo (1993: 94) mengungkapkan
bahwa suatu karya
sastra yang baik adalah yang langsung memberi didikan kepada pembaca tentang budi pekerti dan nilai-nilai moral. Sesungguhnya hal ini telah menyimpang dari hukum-hukum karya sastra sebagai karya seni dan menjadikan karya sastra sebagai alat pendidikan yang langsung, sedangkan nilai seninya dijadikan atau dijatuhkan nomor dua. Dalam novel PPC yang merupakan novel pembangun jiwa juga sarat dengan nilai pendidikan yang bisa dipetik yang paling utama adalah: a. Pilihlah jodoh yang baik agamanya,Kau tidak akan rugi; b.Syukurilah anugerah yang diberikan Tuhan kepadamu;dan c.Jangan zalim pada perempuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI,DAN SARAN A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap objek kajian dengan mencermati pemanfaatan gaya bahasa, pencarian makna gaya bahasa, dan pengidentifikasian nilai-nilai pendidikan pada novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman ElShirazy, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra digunakan beberapa gaya bahasa. Gaya bahasa yang paling dominan adalah gaya bahasa hiperbola sebanyak 31 data. Selain itu juga ada gaya bahasa laian seperti:(a) personifikasi sebanyak 15 data, (b) simile sebanyak 11 data, (c) metafora sebanyak 6 data, (d) metonimia sebanyak 2 data, (e) antitesis sebanyak 1 data, (f) repetisi sebanyak 6 data, (g) aliterasi sebanyak 1 data , (h) epifora sebanyak 1 data, (i) paradoks sebanyak 1 data, (j) sinekdoke sebanyak 3 data, (k) litotes sebanyak 1 data dan (l) eponim sebanyak 2 data. Hasil analisis novel Pudarnya Pesona Cleopatra di atas menunjukkan bahwa Habiburrahman El-Shirazy banyak menggunakan gaya bahasa hiperbola. Hal itu terbukti bahwa yang paling dominan dipakai dalam novel tersebut adalah gaya bahasa hiperbola dengan hasil 38.3%. yaitu 31 data yang ditemukan dari 81 data. Gaya bahasa hiperbola berfungsi untuk menegaskan maksud, idea tau gagasan dari pengarangnya. Semua gaya bahasa digunakan dengan tepat.
2.
Pemanfaatan kosa kata dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra dipengaruhi oleh faktor sosiokultural penulis. Selain itu latar pendidikan penulis juga berperan serta dalam mewujudkan kekhasan kosakata yang diungkapkan melalui deskripsinya. Kosakata yang digunakan dalam novel
Pudarnya Pesona
Cleopatra sangat variatif, banyak digunakan kata konotasi dan kata serapan baik dari bahasa asing terutama bahasa Arab dan bahasa Inggris atau bahasa Jawa. commit to user 96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
Kata- kata dari bahasa Jawa misalnya nyantri,besanan , deh ,Wiwiting tresno jalaran soko kulino, salah kedaden. Selain itu kata dari bahasa Asing misalnya bahasa Arab, Ya rabbi la taukhizni ,aqiqah-an ,insya allah,tahfidh ,Ahamdulilah dan juga bahasa Inggris. Selain itu penulis juga memanfaatkan gabungan kata atau idiom seperti panjang lebar ,tali persaudaraan, garis keturunan. Semua pilihan kata dan idiom digunakan dengan tepat 3.
Dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra, pengarang juga memanfaatkan citraan untuk menambah imaji pembaca dan membuat deskripsi cerita seakanakan bisa dirasakan langsung oleh pembaca. Adapun citraan dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah sebagai berikut. (a) Citraan penglihatan, untuk melukiskan kecantikan,keindahan (b) Citraan gerak,untuk melukiskan gerak
dan (c) Citraan pendengaran, untuk melukiskan hal-hal yang bisa di
dengar seperti tangis Rihana, suara Ibu,lantunan ayat al-Quran. Semua citraan digunakan dengan tepat 4.
Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra, berdasarkan hasil analisis terdiri dari empat nilai. Nilai-nilai pendidikan tersebut yaitu: a. Nilai Pendidikan Religius Nilai pendidikan religius dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah untuk memilih pasangan yang lebih diutamakan adalah agamanya, bukan karena kecantikan. Kecantikan bisa sirna tetapi agama akan tetap kekal abadi. Pilihlah (jodoh) yang baik agamanya. Kau tidak akan rugi. (Hadits nabi) .Syukurilah anugerah yang diberikan Tuhan kepadamu. (Seharusnya tokoh aku bersyukur memiliki Raihana), dan Jangan zalim pada perempuan. b. Nilai Pendidikan Moral Nilai pendidikan moral dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah untuk menepati janji dan taat kepada orang tua . “Aku” dijodohkan dengan teman Ibunya ketika masih di bangku sekolah dan Ibu tokoh “Aku” menepati janjinya tersebut. Anaknya dinikahkan dengan Rihana anak temannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
Meskipun tokoh “Aku” pada awalnya menolak tetapi demi bakti kepada ibunya Ia merelakan dirinya untuk menikah dengan Rihana c. Nilai Pendidikan Sosial Nilai pendidikan sosial dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah digambarkan kehidupan dalam berumah tangga. Dalam kehidupan rumah tangga harus saling mengenal lingkungan sekitar. Bila ada tetangga atau saudara yang mengundang kita harus bersedia menghadirinya. Hal itu adalah salah satu kepedulian terhadap sesama. d. Nilai Pendidikan Budaya Nilai pendidikan budaya dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah pernikahan antara dua budaya yang berbeda tidaklah dianjurkan, karena perbedaan budaya akan mempengaruhi pola pikir diatara keduanya. Perbedaan budaya berarti berbeda cara untuk menyikapi persoalan yang ada. Dalam Novel Pudarnya Pesona Cleopatra dikisahkan tokoh Pak Qalyubi yang berasal dari Indonesia dan beristerikan Yasmin orang Mesir. Antara Indonesia dan Mesir memiliki latar belakang budaya yang berbeda B. Implikasi Penelitian ini melakukan pengkajian terhadap karya sastra Novel
Pudarnya
Pesona Cleopatra. Hasil penelitian ini memiliki implikasi terhadap aspek lain yang relevan memiliki hubungan positif. Implikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Bagi Pembelajaran Apresiasi Sastra Indonesia Penelitian dengan judul “Analisis Stilistika Dan Nilai Pendidikan Pada Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman El Shirazy” memiliki kaitan dengan pembelajaran apresiasi sastra, yakni pembelajaran teori dan apresiasi novel. Apresiasi novel dalam pembelajaran seharusnya tidak hanya sebatas pada telaah struktur, namun harus menuju ke tataran sosiologis yang ikut mengondisikan terciptanya novel tersebut. Dengan demikian, pemahaman siswa terhadap suatu novel lebih holistik. Siswa tidak hanya diarahkan pada pengertiancommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
pengertian tekstual, namun diarahkan ke pemahaman terhadap realitas sosial yang berkaitan dengan isi novel. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dikembangkan sebagai pola pembelajaran apresiasi novel kepada siswa untuk menunjang kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal tersebut dapat dicapai dengan peran pendidik yang tidak sekadar menyampaikan kaidah pemahaman struktur, tetapi juga menyampaikan pandangan dunia dan struktur sosial yang turut mengondisikan terciptanya novel salah satunya gaya bahasa Novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman El Shirazy dapat dijadikan alternatif materi pembelajaran apresiasi sastra di kelas XI SMA dengan batasan usia minimal 16 tahun. Batasan usia tersebut berdasarkan penahapan usia oleh Moody (dalam Nafron Hasjim, dkk., 2001: 30) yang menggolongkan anak usia 16 tahun ke atas ke dalam the generalizing stage. Seorang anak dalam usia tersebut sudah memliki kemampuan seperti menggeneralisasikan permasalahan, berpikir abstrak, menentukan sebab pokok suatu gejala, dan memberikan keputusan yang bersangkut paut dengan moral. Oleh karena itu, jenis dan ragam karya yang diberikan dapat meliputi apa saja (Suminto A. Sayuti dalam Nafron Hasjim, dkk., 2001: 30). Selain itu, silabus pada jenjang SMA kelas XI mengandung standar kompetensi berupa memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan. Standar kompetensi tersebut memuat kompetensi dasar
berupa
menjelaskan
unsur-unsur
intrinsik
dan
ekstrinsik
novel
Indonesia/terjemahan. 2. Aspek Keteladanan Dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra banyak terkandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi penyempurnaan jiwa manusia. Nilai-nilai tersebut antara lain, nilai lapis makna (tingkat pengalaman jiwa). Diketahui lapis makna yang terdapat di dalamnya, diharapkan pembaca dapat memanfaatkannya sebagai sarana memperluas cakrawala pengalaman jiwa. Selain itu, dengan diketahuinya lapis makna tersebut, para penulis karya sastra khususnya novel dapat terdorong untuk lebih memperhatikan keutuhan pengalaman jiwa dalam karya-karyanya, sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
pengarang tidak hanya menciptakan karya-karya yang bersifat nafsu jasmaniah saja,atau mungkin hanya bersifat khotbah / pidato, ajaran moral semata. 3. Pengembangan Kuantitas dan Kualitas Penelitian Sastra Hasil penelitian ini menambah kuantitas kajian di bidang karya sastra khususnya novel. Penelitian ini akan menjadi dokumen sastra yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian yang akan dilakukan di masa mendatang. Oleh karena itu, penelitian ini juga mendorong peneliti lain untuk melakukan kegiatan penelitian serupa, yaitu pada bidang sastra. Tumbuhnya motivasi peneliti, akan mengakibatkan penelitian selanjutnya akan lebih berkembang dan bervariasi. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa, penelitian selanjutnya akan lebih berkualitas. 4. Implikasi bagi Pembaca Karya Sastra Novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah novel psikologi pembangun jiwa. Novel ini merupakan novel yang kaya akan penggunaan gaya bahasa. Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa sehari-hari, sehingga pembaca akan lebih mudah memahami alur dan deskripsi ceritanya. Banyak sekali ditampilkan majas atau gaya bahasa yang indah oleh penulis sehingga aspek estetika novel ini sangat menarik. Selain itu, novel ini adalah novel yang kaya akan makna, novel yang berkualitas. Pilihan kata dalam novel ini beragam, penulis tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia untuk membangun alur cerita tetapi juga menggunakan kata serapan dari bahasa lain terutama bahasa Arab. Untuk menampilkan keindahan kata-kata dalam novel ini, penulis memanfaatkan citraan yang bisa menimbulkan imajinasi pembaca. Pembaca seolah-olah diajak langsung dalam cerita.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Guru Bahasa Indonesia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
Karya sastra tersebut dapat dijadikan bahan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia karena di dalamnya sarat dengan nilai-nilai edukatif. Para guru dapat memberikan tugas mengapresiasikan novel tersebut, khususnya mengkaji nilainilai edukatif yang terdapat di dalamnya. Walaupun novel ini dapat dikatakan novel yang tipis tetapi ceritanya sangat bagus dan sampai menyentuh hati pembaca dan banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya maka novel ini disarankan untuk dikaji oleh para siswa tingkat SMA. Guru hendaknya dapat memilih novel yang dapat memberikan manfaat positif bagi siswa, sehingga siswa tidak hanya memperoleh hiburan saja setelah membaca novel tetapi juga mendapatkan ilmu kehidupan. Adapun novel-novel yang mempunyai nilai positif adalah novel yang dapat meningkatkan pengetahuan budaya dan menunjang pembentukan watak peserta didik. Misalnya, novel-novel best seller karya Habiburrahman El Shirazy. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengajaran apresiasi sastra yang dilukakan di kelas dapat membawa perubahan tingkah laku siswa menuju kepada kematangan kepribadian dan karakter. 2. Bagi Siswa Siswa sebaiknya lebih sering memperdalam materi sastra dengan membaca novel dengan mengaitkannya dengan realitas kehidupan. Siswa akan mendapat pengalaman dan pengetahuan dengan membaca novel. Semakin banyak membaca novel, pengalaman dan pengetahuan siswa akan bertambah. Siswa diharapkan mampu memilah hal-hal positif dan negatif yang terdapat dalam novel. Hal-hal negatif dalam cerita novel PPC antara lain selingkuh, zalim terhadap istri Hal-hal positif, seperti memperjuangkan nilai-nilai menepati janji adalah hal-hal positif yang dapat dipetik oleh siswa. Nilai-nilai positif tersebut dapat menjadi dasar bagi siswa untuk menerapkannya dalam berperilaku di masyarakat. 3. Bagi Pembaca Pembaca sebaiknya mengimplementasikan nilai-nilai positif dalam karya sastra yang dibacanya dalam kehidupan bermasyrakat. Dalam sebuah karya sastra commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
ada nilai-nilai positif yang merupakan ajaran moral yang patut ditiru oleh pembaca. Selain itu minat mengapresiasikan serta para pembaca hendaknya terus ditumbuhkembangkan karena banyak manfaat yang dapat diambil dari karya sastra, baik sebagai sarana menghibur diri maupun pencerahan atau katarsis bagi pembacanya. 4. Bagi Peneliti lain Mengingat dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra banyak terkandung nilainilai kehidupan yang kompleks, hendaknya para peneliti lain dapat mengkaji novel tersebut dengan pendekatan sastra yang lain. Selain itu juga diperhatikan bahwa hasil penelitiannya harus mempunyai relevansi dengan pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia sehingga keberadaan penelitian yang dilakukan akan lebih bermanfaat. Selain itu, dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap novel Pudarnya Pesona Cleopatra baik dari segi gaya bahasa dan nilai-nilai pendidikan atau pun dari segi lainnya karena penelitian ini masih banyak kekurangannya.
commit to user