NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
1
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Cerita dalam Novel ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan tokoh, penamaan tokoh dan kejadian yang sama, itu hanya kebetulan belaka.
Semuanya dimulai ketika Willy Firdaus seorang siswa pendiam dan pemalu menyukai siswi bernama Dewi Marisha. Cintanya telah dia pendam selama 2 tahun lebih, tapi keadaan itu berbalik setelah Marisha putus dari pacarnya yang bernama Bondan. Dimulailah pendekatan Willy kepada Marisha dengan segala kekakuan dan ketidak berdayaannya. Ditengah pendekatannya kepada Marisha, ternyata Willy mempunyai teman masa kecil yang bernama Bunga Ayu Kencana atau biasa dipanggil Flower. Flower hadir kembali kedalam hidup Willy setelah 4 tahun berlalu tanpa pertemuan. Flower membuka banyak lembaran masa lampau yang telah Willy lupakan. Sehingga Willy mengetahui kalau dia punya janji dengan Flower 5 tahun lalu dan harus dia tepati. Bagaimanakah Willy menyikapi cintanya kepada Marisha dan janjinya kepada Flower?. Semua terlihat baik-baik saja dengan wajar tapi ketika datang beberapa orang yang berniat merusak semuanya. Willy terjebak dalam ketidak pastian dan orang-orang yang tidak senang dengan dirinya. Apakah Willy mampu melewati semuanya?
@copyright : Arief Komic Diizinkan untuk berbagi dengan orang lain tanpa mengkomersilkannya. Hak cipta ada pada ARIP MUNAWIR dan dilarang menduplikasikan untuk kepentingan sendiri atau mengambil sebagian cerita, puisi dan kata-kata untuk dimuat. Novel ini masih dalam tahap penyempurnaan untuk diterbitkan. Mohon kritik dan saran jika ada kesalahan atau ketidak cocokan dalam cerita maupun kata-kata. Silahkan Hubungi : Telp : 081519644945 Email :
[email protected] FB :
[email protected] (Willy Firdaus)
- WILLY FIRDAUS 07 MARET 2008 2
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
PERTAMA & TERAKHIR
PENULIS : WILLY FIRDAUS 3
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
DAFTAR ISI
CHAPTER I Willy The Movie…………………………………………………………………………..5 Hilangnya Keberanian !…………………………………………………………………...7 Indahnya Dunia Dengan Senyuman…………………………………………………..….12 Pujangga Teladan……………………………………………………………………..….25 CHAPTER II Cinta Segitiga DiPerempatan………………………………………………………….....38 Pertanda Telinga Merah…………………………………………………………….……39 Renda Marisha…………………………………………………………………………...43 Putih Perempuan Putih…………………………………………………………………...47 Cinta DiPerempatan……………………………………………………………………...55 CHAPTER III Indah Tapi Menakutkan………………………………………………………………….61 Starting Point…………………………………………………………………………….66 Posesif…………………………………………………………………………………....74 Poligami PraNikah……………………………………………………………………….79 CHAPTER IV Terluka…………………………………………………………………………………...84 Serangan Telak………………………………………………………………………..….89 Double Angles…………………………………………………………………………...95 CHAPTER V Flower Yang Mekar…………………………………………………………………….102 Memilih Diantara Puisi…………………………………………………………………114 Air Mata Bidadari……………………………………………………………………....123
4
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
CHAPTER I WILLY THE MOVIE “….Wahai dunia mengapa kau tak pernah berhenti memanas, sedangkan di sini para manusia kepanasan dengan dosanya yang panas…”. Plok….plok….plok….terdengar riuh ruangan 10x4 m dengan tepuk tangan para siswa yang sedang menyaksikan lomba puisi dalam rangka Global Warming. Sepotong puisi yang asal ku buat itu ternyata mengantarkan aku naik panggung untuk kedua kalinya sebagai juara pertama. Banyak siswa yang memberikan aku selamat dan pujian atas keberhasilanku. Hari ini panas sekali untuk dikerumuni orang-orang yang mengucapkan selamat dan memuji keberhasilanku. Ternyata menjadi selebritis sehari itu kebanyakan tidak nyaman tapi ada satu yang aku suka dari keadaan ini yaitu aku bisa menjadi pusat perhatian siswi-siswi yang gemes sama aku. Tetapi siswi yang aku dambakan selama ini tidak ikut mengerumuni aku seperti siswi yang lain. Wanita manis berambut panjang yang aku suka dari kelas satu SMA hanya menjadi impian seorang pria pengecut seperti aku. Tidak pernah bisa aku mengungkapkan rasa cinta ini kepadanya, walaupun dengan satu senyuman. Sifatku yang pendiam dan pemalu tidak bisa dijadikan modal untuk mendapatkan satu cinta di masa SMA ini. Dari pertama aku masuk ke sekolah ini tidak pernah terpikirkan untuk mengucapkan “aku cinta kamu Marisha!”. Wanita yang bernama Marisha adalah wanita terakhir yang akan aku cintai dan akan selalu aku puji dalam puisi-puisi yang tersimpan rapih di hatiku. Wanita yang memberiku kesan begitu indahnya dunia dengan senyuman.
5
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di tanjung cinta ini Aku kirimkan syair-syair cinta lewat lembutnya malam Desiran angin ucapkanlah cinta ini untuknya Terpalah rambutnya yang berkilau bersinarkan bintang Senyuman mu Merekah memerah Mengantarku tidur dengan memimpikanmu Marisha Jadikanlah pengecut ini malam mu Yang melindungi sang dewi dari siang Yang memelukmu dengan lembut Seperti laut memeluk pantai Tersenyumlah Seperti bulan malam ini Kau lah yang terakhir Dan aku yang mengakhiri pencarian cintamu
6
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
HILANGNYA KEBERANIAN ! Bel sekolah menjerit kencang seperti para siswa yang bersorak gembira merayakan kebebasannya setelah 6 jam lebih mencari ilmu dalam kelas. Kelas ku yang berada paling pojok tidak bisa merayakan kebebasan itu, kami masih harus menjawab soal-soal bahasa Indonesia di siang yang panas ini. Salah kami juga yang tidak bisa mengerjakannya dengan cepat dan tepat sehingga kami harus mengulang dan menjawabnya secara benar. Akhirnya kami sekelas bisa pulang sekitar jam 2:30 siang yang panas dan membuat haus tenggorokkan. “Willy…kita ke kantin dulu yah?” memekik seorang siswa berkepala botak dari jarak 10 meter. Tumben banget Darto mengajak ke kantin, biasanya juga langsung ngajak pulang bareng. Ketika sedang memperhatikan Darto yang mendekat, aku melihat siswi yang sudah tidak asing lagi dalam puisi-puisi hatiku. “Oh…dia cewe yang selama ini kamu sebut dewi malam!” Darto juga ikut melihat Marisha yang bergandengan dengan pacarnya. Aku hanya bisa tersenyum pengecut dengan berjalan pergi menuju kantin. Darto memesan dua buah minuman segar dengan isyarat jari yang menggambarkan telinga kelinci. Saat menghabiskan minuman tidak ada seorang pun diantara kami yang membuka pembicaraan. Mungkin karena kami kehausan sehingga terfokus pada minuman atau memang tidak ada yang harus dibicarakan. Tapi tidak biasanya Darto menjadi pendiam, biasanya dia paling rame diantara teman-temanku. “To ada apa? sepi banget dari tadi kamu ga ngomong” Darto hanya melihat dengan ekor matanya kearahku. Darto menghela nafas dan mulai bicara “Willy…willy…aku itu biasanya juga seperti ini, pendiam dan menghanyutkan…hehehe” senyuman masam terukir di bibirnya. “Bukan…ini bukan gaya kamu To, terakhir kamu jadi pendiam ketika di putuskan Cika”. Jarang sekali Darto jadi pendiam seperti ini, kecuali jika ada hal yang mengganjal dihatinya. Darto beranjak dari kursinya dan berjalan mendekati pak Waryo yang sedang melayani siswa lain. Dia memberikankan uang untuk membayar minuman segar yang telah habis kami nikmati. Setelah membayar kepada pak Waryo, Darto melewatiku tanpa bicara sepatah kata pun. Aku mengikutinya dari belakang ketika dia pergi, “bicarakan 7
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” dengan aku jika ada masalah To!” kata ku. “Sebenarnya ini tentang kamu Ly” dia berkata tanpa menoleh. “Kamu bukan Willy Firdaus yang selama ini aku kenal, tubuhmu masih sama tapi jiwamu telah berubah!” sekarang dia menoleh dan menatapku. “Apa yang kamu ketahui tentang aku?” aku berbalik bertanya kepada Darto. Darto tidak segera menjawab, dia malah memalingkan wajahnya dari aku. “Jiwa kamu sedang sakit Ly!” Darto berkata sambil melangkah pergi menuju parkiran. Aku sangat kesal ketika Darto berkata bahwa jiwaku sedang sakit, apa dia sudah menganggapku gila?. Tapi ketika Darto memalingkan wajahnya kehadapanku, dia terlihat begitu sedih memandang aku. “Jelek kamu!…tidak ada pantesnya wajah kamu seperti itu!” aku mengejek dia sambil berpaling pergi. “Kamu dan aku sudah berteman sejak kita masih SD, jadi aku ngerti banget ketika kamu ada beban jiwa!” terlihat jelas sekarang gambaran kegalauan wajahnya yang bersedih. Tapi aku tidak menghiraukan ucapannya yang terakhir, aku hanya berjalan pergi menuju tempat parkir dengan di ikuti Darto yang tertunduk lesu. #### Terdengar nyaring ringtone handphoneku yang tergeletak dimeja. Aku yang sedang membaca buku segera meraih handphone dan ada sebuah sms dari Darto. From : Darto Sry yah sm kejdn td siang, ak da d luar nih!...nngkrng yuk? To : Darto Msk ja ak da d kmr Tidak berapa lama terdengar mamah memanggilku dari luar “Willy ada Darto!”. Segera aku berlari keluar kamar, “ayo aku udah siap nih!” kata ku kepada Darto. “Mau kemana Willy?” tanya papah yang sedang menonton televisi. “Pergi ke depan pah…di ajak Darto” terlihat Darto melotot mendengar aku menyeret namanya. Aku hanya tersenyum dan bergegas membuka pintu depan untuk melesat pergi dengan kuda besi. Sesampainya di Jatos kami naik ke lantai atas dan duduk di kursi yang berdekatan dengan pagar pembatas, meja segi empat menjadi tempat rapat kami. Darto membawakan minuman kaleng sebagai pelengkap untuk nongkrong. Karena tempat kami berada di lantai atas dan dekat dengan pagar pembatas jadi kami bisa melihat ke lantai dua dan lantai bawah. Saat kami berdua sedang minum, seseorang menepuk pundakku dari 8
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” belakang. “Kemana saja kamu?…baru keliatan lagi ni bocah” Darto yang berhadapan dengan aku otomatis bisa melihat orang yang menepuk tersebut. Saat aku menoleh sebuah senyuman menyapa, ternyata Fahmi sudah tiba dari Jepang. “Wey….mana oleholehnya nih?” sapaku sambil menjabat tangannya dan disusul oleh Darto. Aku persilahkan Fahmi untuk duduk dan Darto membelikan satu lagi minuman kaleng. Sudah seminggu Fahmi izin dari sekolah untuk menemani ayahnya yang cek-up kesehatan ke Jepang. “Gimana kesehatan ayah kamu? Udah baikkan sekarang?” tanyaku. “Alhamdullilah sekarang udah mulai membaik kesehatannya” jawabnya sambil meneguk minuman kaleng. “Kalau ayah kamu sehat kita juga ikut senang” tumben malam ini Darto terlihat lebih dewasa dengan berkata seperti itu. Lagi asyik-asyiknya ngobrol sama teman-teman, aku jadi kebelet pingin pipis. “Aku tinggal dulu yah…mau ketoilet sebentar” izinku kepada mereka berdua sambil pergi ketoilet. Mereka berdua mengangguk bersamaan ketika aku minta izin. “Awas jangan salah masuk toilet!” Fahmi masih saja suka bercanda dan Darto tertawa mendengar ucapan Fahmi. Setelah keluar dari toilet aku tidak langsung menuju teman-teman tapi pergi ke toko buku dulu. Toilet dan toko buku sangat dekat, sebelahnya toilet adalah toko buku dan sebelahnya toko buku adalah toko baju. Aku suka banget sama novel remaja jadi stand novel remaja yang langsung aku tuju. Kebetulan stand novel remaja bersebelahan dengan stand romantic book. Saat sedang melihat-lihat novel di stand novel remaja, pandanganku langsung tertuju kepada seorang wanita yang berdiri di stand romantic book. Akh…wanita di sampingku adalah Marisha yang sedang memilih novel romantis. Dalam sekejap tingkah ku jadi aneh dan serba salah, sesekali Marisha menoleh ke arahku dengan pandangan heran. “Hai…suka novel juga?” sapanya dengan senyuman manis terukir di bibir yang tipis dan seksi. “…eh…i…iyah” jawabku singkat dengan kegugupan yang mengunci bibirku. Dia hanya tersenyum dan aku….tidak bisa memberinya satu senyuman, akh…ayo beranikan dirimu Willy pengecut. Marisha pergi dengan membawa dua buah novel tanpa menoleh lagi kepadaku, oh…cinta kenapa kau pengecut sekali…dead!!!!. Tak bisa di percaya aku sungguh sangat pengecut sekali, untuk berkata hai! saja kepadanya sungguh sangat berat. Padahal kalau berkelahi aku biasanya paling berani di 9
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” antara teman-teman. Oh tuhan berilah aku keberanian seorang Arjuna dan kecakapan berbicara seperti Khalil Gibran. Sepersekian detik aku terhipnotis dengan ke pengecutan dan mulai menghimpun keberanianku yang terhuyung-huyung oleh gugup dan malu. Aku melihat Marisha sedang membayar di kasir, langsung aku buat keputusan untuk mendekatinya. Aku melangkah mendekatinya dengan gemetar dan berkeringat padahal AC di ruangan ini berfungsi dengan baik, mungkin hanya aku yang kepanasan. Saat jarak yang memisahkan antara kami tinggal 2 meter, Marisha menoleh kearahku dengan tatapan yang akan membuat luluh hati yang melihatnya. Secepat kilat aku membalikkan badan dan kuraih sebuah buku di rak….akh…you stupid Willy!!. Saat aku membalikkan badan lagi, ternyata Marisha masih ada di sana dan sedang berbicara dengan kasir. Marisha menoleh lagi kearahku dengan senyuman dan memasang wajah yang manis membuat keberanianku makin mencair. Untuk kedua kalinya aku membalikkan badan dan bergetar seluruh tubuhku seperti terkena demam tinggi. Pasti Marisha menganggapku pria yang aneh dengan bertingkah seperti itu. Tidak bisa dipercaya pria seperti ku mati sebelum bertempur dalam tatapan cinta. Rasanya aku mau pingsan saja tapi toko buku ini terlalu ramai untuk melakukan hal bodoh untuk kedua kalinya. Aku membalikkan badan lagi untuk ketiga kalinya dan sekarang Marisha sudah tidak ada, hanya penjaga kasir yang tersenyum. “Mas tenang saja udah pergi ko cewenya…hihi.hi…” sialan tuh pejangga kasir malah ngeledek.
10
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
Wahai cinta yang menjaga hati Aku puji dan aku agungkan kehebatanmu Cinta, hangatmu mencairkan keperkasaanku Cinta, rantaimu membelit lidahku Cinta, dinginmu menggetarkan tubuhku Ampunilah diriku yang tak berdaya di hadapanmu? ============================================================= Aku ini setangguh karang yang di terjang ombak Aku ini sekuat baja yang di pukul pandai besi Aku ini berani bagai singa padang pasir Tapi aku lemah di hadap mu cinta!!!
11
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
INDAHNYA DUNIA DENGAN SENYUMAN You stupid Willy….you chiken….coba kalau kamu kasih Marisha senyuman terbaikmu yang selalu kamu latih tiap hari di cermin. Semalaman aku mengutuk diriku dan menyalahkan lidah yang tak bisa berbasa-basi sedikit saja. Coba kalau aku bisa berbasa-basi dengan mengatakan “hai lagi cari novel apa ni?” atau langsung “mau ngga aku ajak nonton?” ya pokonya apa aja lah yang bisa buat dia dekat sama aku. Hancur sudah…harapan tinggal harapan, harapan untuk menyapanya telah pergi dengan kebodohanku yang aneh. Oh tidak…pasti dia menganggapku cowo aneh yang berbahaya dan akan menjauhiku selamanya. Kesempatan yang di tunggu-tunggu selama dua tahun untuk dapat berbicara dengannya hilang sudah dan mungkin kesempatan hanya hadir satu kali dalam seumur hidup. Pagi menyambut malam berpamitan…masa lalu tinggal kenangan…masa depan tinggal di pelupuk mata. Aku harus bertekad kalau nanti ada kesempatan lain dekat dengan dia aku akan memberanikan diri untuk bicara dengannya walaupun terbata-bata. Langkah kaki dipagi ini terasa malas dengan pikiran yang kacau dan frustasi. Tapi mamah memaksa aku bangun pagi-pagi dihari minggu ini untuk menemani ke rumah teman arisannya. Biasalah ibu-ibu paling ngerumpi atau arisan masal se-RT. Uh…kalau udah begini aku jadi makin malas untuk mengantar mamah, lebih baik tidur lagi. ”Willy
ayo
cepet…kamu
ini
malas
banget…liat
mamah
udah
rapi
ni…kamu…masih kusut dan…aduh bau apa ini?”. Ups…ngga sengaja kentut “…he…he…sorry mah lagi sakit perut nih” mamah hanya menutup hidungnya dan pergi dari kamar. “Cepetan Willy…kamu kan udah lama ngga berkunjung ke rumah tante Ika…udah empat tahun kan…masih inget ngga sama Ayu? Putri tante ika yang kamu suka itu”. Tante Ika…itu kan teman arisan mamah yang rumahnya di daerah Sayang dekat pangkalan BRIMOB. Iya yah sudah lama juga aku ngga main ke rumah tante Ika, udah seperti apa sekarang Ayu? Apa masih chuby seperti dulu?. Dengan semangat 45 aku bangkit dari tempat tidur yang berantakan dan langsung menyandang handuk. “Mah emang mau ada acara arisan di rumah tante Ika?” tanyaku sambil menyuap sarapan. “Engga…” singkat banget mamah jawabnya. Biasanya juga panjang lebar dan dengan penambahan bumbu yang tak perlu di bicarakan. Tapi sekarang jawabannya 12
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” singkat, pasti ini ada apa-apanya. Udah di bangunkannya secara paksa terus pake bicara Ayu yang pernah aku sukalah. Pasti, pasti ini ada apa-apanya…”terus kita mau apa di sana mah?”. Mamah yang sibuk membungkus sesuatu dengan kertas kado tidak menjawab hanya tersenyum geli. Mobil yang terparkir digarasi segera aku nyalakan dan aku keluarkan dari garasi. “Mau kemana udah ngeluarin mobil segala?” seorang pria dari balik pagar menyapaku dengan logat manja. “eh..kak Ufie…ini mau nganter mamah ke daerah Sayang” jawabku ramah. Kak Ufie itu anak FIKOM UNPAD yang kosannya bersebelahan dengan rumahku. Kak Ufie itu emang agak sedikit aneh dan kecewe-cewean, tapi orangnya enak ko diajak curhat apalagi dia lebih dewasa dari aku. Ditambah kalau di mintai pendapat pasti ngasih pendapat yang bagus dan dapat di terima oleh kita. Tidak berapa lama mamah keluar dengan membawa dua buah kado besar yang entah apa isinya. Kak Ufie membantu membawakan kado yang mamah bawa, kelihatannya memang berat kalau di bawa semua oleh mamah sendiri. Aku membantu membukakan pintu mobil untuk memudahkan kak Ufie memasukkan kado yang begitu besar dan berat. “mah apaan nih?...emang ada yang ultah?” “…iyah…kan Ayu hari ini ulang tahun yang ke-17…kamu emang udah lupa?” “ih…masa ke pesta ultah cewe pake baju kaya gini sih Ly?” kak Ufie menilai pakaian ku yang memang asal. “kamu tuh udah mamah pilihin baju ko malah pake baju ini…ngga mecing yah Fie?” “mulai lagi ngomongin fashion…tenang aja mah Willy itu pake baju apa aja udah ganteng ko!”. Menurut aku juga emang agak ngga pantes juga sih ke acara ultah cewe pake jeket yang tadi malam aku pake nongkrong bareng Darto dan Fahmi. Terus celana jeans yang sudah lusuh dengan sobekan di lutut sama sepatu butut yang menurutku enak di pake. Ah cuek aja aku sama Ayu kan teman lama pasti di maklum. Mamah sama kak Ufie aja yang terlalu cerewet dengan fashion yang mereka anggap segalanya. Just be your self…diriku adalah diriku…hidup Willy Firdaus!!. ####
13
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Rumah tante Ika sudah ramai dengan orang-ornag yang berpakaian rapih sambil membawa kado dengan berbagai macam ukuran. Setelah memarkirkan mobil di bawah pohon yang rindang aku segera turun dan membantu mamah yang sedang menurunkan kado. Tak terasa sudah 4 tahun aku tidak berkunjung kerumah ini, rumah yang ku anggap seperti kue pengantin. Karena rumahnya yang bertingkat-tingkat dengan tiang-tiang penyangga yang besar-besar dan tinggi. Halamannya sendiri sungguh sangat luas dan tertata rapi dengan pohon-pohon yang rindang, membuat asri. Dulu waktu masih SD aku sering di ajak mamah berkunjung ke sini dan biasanya aku main sama cewe chuby yang bernama Ayu. Sekarang nggak tau sudah seperti apa cewe itu?, mungkin tambah chuby atau malah jadi gendut he…he. Sebuah pintu yang tinggi dengan cat berwarna putih menyambut aku dan mamah. Aku kebagian membawa kado yang begitu besar sampai-sampai menutupi pandangan dan wajahku. Sehingga aku harus melangkah dengan hati-hati dan perlahan. “Eh…tante makasih udah mau datang!” terdengar suara wanita yang begitu sendu menyapa mamah yang berada di depan aku. Aku sendiri tidak bisa melihat wanita itu karena terhalang kado besar ini. Tapi menurut tebakkanku dia pasti Ayu, tapi aku nggak mau asal nebak takut salah soalnya Ayu punya adik perempuan yang mungkin udah kelas 3 SMP sekarang. Dengan hati-hati aku meletakkan kado besar itu di sebuah meja yang mirip meja resepsionis. Setelah kado itu tersimpan dengan rapih, akhirnya aku bisa melihat wajah chuby milik Ayu yang putih dan makin cantik aja. Ternyata sekarang Ayu nggak sechuby dan sependek dulu. Sekarang dia tinggi tapi tidak setinggi aku mungkin sekitar 170 cm, dan mukanya nggak terlalu chuby kaya dulu yang hampir mendekati gendut. Dia tersenyum kepadaku dan aku pun membalasnya dengan senyuman terbaik yang ingin aku berikkan kepada Marisha. Tidak tau kenapa kalau sama Ayu aku bisa tersenyum dengan menawan sedangkan kepada Marisha aku sampai harus gemeteran dulu. Mamah meninggalkan kami berdua yang masih saling pandang dan saling melemparkan senyuman, yah itung-itung latihan buat persiapan berhadapan dengan Marisha. Aku memberanikan diri untuk menyapanya “hai…gimana nih kabarnya?...udah lama yah kita ngga ketemu?”. Hebat sekarang aku bisa lancar bicara sama wanita, berarti aku harus mencobanya dengan Marisha. Dia tersenyum dan “baik…kabarku baik…! iya 14
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” kamu kemana aja udah lama ngga main kesini…terakhir kalikan pas kelas satu smp…bener ngga?”. “Bener juga kita udah 4 tahun ngga main bareng lagi…! sekarang sekolah dimana?”. “aku sekarang sekolah di sma al-masoem…kamu sendiri?”. “aku sekolah di smanja”. Saat kami sedang asik ngobrol ada beberapa tamu yang baru datang dan terpaksa Ayu harus menyapanya dahulu. Seorang tamu pria memanggil Ayu dengan sebuah nama yang asing bagi aku “hai…Flower selamat ultah yah”. Setelah Ayu persilahkan masuk para tamu itu, aku penasaran dengan apa yang aku dengar barusan dan aku mencoba menanyakan padanya. “Oh iya Yu, aku lupa ngucapin selamat...selamat ultah yang ke 17 yah…moga panjang umur”. Ayu tersenyum dan bilang terima kasih dengan sendu, “Yu kenapa temen-temen kamu manggil Flower?...bukannya nama kamu Ayu?”. Tidak tau kenapa Ayu hanya ketawa dan sepersekian detik berhenti dan menenangkan ketawanya. “Kenapa Yu? Ko ketawa” tanyaku heran dengan tingkahnya, apa mungkin ucapan ku ada yang lucu tapi tidak juga. “Kamu lupa sama ucapan kamu empat tahun silam?” jawabnya sambil meninggalkan dengan penuh kebingungan. Aku masih bingung dengan apa yang Ayu bicarakan kepadaku tadi di depan. Aku putar memory di otak, aku cari-cari ingatan empat tahun silam mungkin ada yang teringat tapi percuma saja, aku tidak mendapatkan apa-apa. Sambil memegang gelas yang berisi jus jeruk aku mendekati mamah yang sedang mengobrol dengan tante Ika. Aku mencium tangan tante Ika “tante…gimana kabarnya?”. Tante Ika memperhatikan diriku dari bawah sampai atas lalu “Willy sekarang udah banyak berubah…sekarang tambah tinggi terus badannya sekarang besar”. Memang sih semenjak ikut olahraga beladiri tarung derajat atau yang biasa orang bilang Boxer aku makin berisi dan berotot saja. Aku hanya tersenyum “tante juga tambah cantik…udah lama saya ngga nyobain kue buatan tante lagi!!”. Mamah sama tante Ika saling pandang dan “kalau sekarang bukan tante lagi yang membuatkan Willy kue tapi nanti dibuatkan sama Flower!” kata tante Ika sambil tersenyum. Tante Ika juga manggil Ayu dengan Flower, apa Ayu udah ganti nama?. Makin heran saja, setelah empat tahun tak berkunjung mungkin sudah 4 kali Ayu mengganti namanya…mungkin!. Tante Ika permisi kepada mamah dan pergi menemui tamu yang 15
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” lain. Tepat banget untuk menanyakan hal yang membingungkan ini kepada mamah, mungkin mamah bisa menjawabnya. “Mah…kapan Ayu ganti nama jadi Flower?...ko aku ngga tau” tanyaku dengan penuh tanda tanya dalam benak. Mamah bukannya menjawab, ini malah ketawa kegelian dan pergi meninggalkan aku untuk ngerumpi dengan ibu-ibu yang lainnya. Akh…kenapa semuanya tidak ada yang mau memberikan jawaban atas pertanyaan yang membuat aku bingung tujuh keliling. #### Kejadian tadi siang masih menyisakan tanda tanya yang cukup besar sampaisampai membuat aku lupa untuk mandi sore. Setelah beres mandi badan rasanya segar banget dan kembali bersemangat untuk nongkrong bareng teman-teman. Tapi sebelum ketemu sama teman-teman pukul delapan nanti aku ingin konsultasi dulu sama kak Arief. Aku mengetuk pelan pintu yang banyak tertempel stiker-stiker beraneka ragam. Terdengar sayup-sayup jawaban kak Arief dari dalam kosannya “masuk aja ngga di kunci!”. Aku dorong pintu yang tidak bergagang, hingga terlihat sebuah kamar 3x2 m yang berantakan dengan buku-buku tebal dimana-mana. “Masuk Ly…” kata kak Arief sambil memberiku ruang untuk duduk dengan merapihkan buku-buku yang berserakan. “Kak lagi ngapain?” tanyaku ketika melihat layar komputer yang berisikan baris-baris huruf. “Lagi ngerjain tugas dari dosen…” jawabnya sambil masih mengetik di komputer. “Kak boleh Tanya ngga?” “Boleh…emang mau Tanya apa?” “Gini kak apa cinta itu akan datang kepada kita dengan sendirinya?” Kak Arief tidak menjawabnya hanya tersenyum sambil masih mengetik di komputernya. Lalu “kamu tau kalau air itu mengalir dari atas ke bawah?’ pertanyaan yang enteng bagiku. “Tau kang…air itu mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah” jawabku mantap seperti guru fisika. Segera kak Arief meninggalkan komputernya dan mengajak aku pergi ke belakang. Di belakang kosan kak Arief terdapat sebuah pompa air yang usang dengan ember penampungnya. Kak Arief menunjuk pompa itu “semua orang tau akan hal itu…tapi coba lihat pompa itu yang bisa menyedot air yang dari bawah naik ke atas…”. Aku masih bingung dengan maksud dari ucapan kak Arief dan hanya tertegun seperti orang awam. Kak Arief segera bisa mengetahui kalau aku sedang kebingungan dengan penjelasan yang 16
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” kak Arief bicarakan. “Kamu pasti tau dengan hal itu…tapi kamu ngga tau kan apa hubungannya dengan pertanyaan kamu?”. Aku hanya bisa mengangguk dengan muka masih kebingungan seribu tanda tanya. Tanpa mempedulikan diriku yang masih bingung kak Arief melangkah masuk ke dalam kosannya. Aku hanya tertegun sambil memperhatikan pompa air yang berkarat itu. Dari dalam terdengar suara kak Arief “kalau cinta bisa datang sendiri kepada kita mungkin tidak akan ada Romeo dan Juliet terus tidak akan ada Lailamajnun…”. Semakin bingung saja aku dengan perkataan dari kak Arief “apa maksudnya kak?”. Kak Arief keluar dengan membawa dua gelas teh hangat dan memberikan satu gelas
kepada aku.
Terdengar tarikan nafas dari kak Arief saat meminum teh hangat yang manis. “…cinta itu anugrah Tuhan dan hukum alam bagi makhluknya seperti air yang juga anugrah Tuhan dan mengalir dari daerah tinggi ke daerah rendah adalah hukum alam baginya…”. Aku mulai sedikit mengerti dan mulai menghilangkan wajah kebingungan dari muka aku. “…hukum alam bagi cinta adalah setiap orang memilikinya dalam hatinya…tapi…”. Suara kak Arief terhenti karena sedang meminum tehnya. “…tapi cinta jarang mendekati kita begitu saja tanpa kita berusaha untuk mendapatkannya…”. Sedikitsedikit aku mulai mengerti, lalu kak Arief melanjutkannya “ berusaha mendapatkan cinta itu lebih manis dan nikmat dari pada menunggu dan menanti kedatangannya yang tak tau kapan datangnya...”. Aku hanya mengangguk-ngangguk, “...seperti air dari pompa itu yang bisa tersedot ke atas…karena kita berusaha mendapatkan dengan menyedotnya untuk kebutuhan kita minum dan mandi…”. “Coba kalau kita menunggu turunnya air hujan dari langit yang sudah tercemar polusi udara…” kata kak Arief sambil menengadahkan kepalanya ke langit malam yang berbintang. “…kita tidak tau kapan turunnya air hujan itu dan…rasanya juga tidak sesegar air tanah yang terlindung dari polusi udara…”. Setelah menarik nafas panjang kak Arief bicara dengan bijak “…carilah cinta itu seperti seorang pengembara padang pasir yang kehausan yang terus berjalan kesana kemari untuk mencari air yang akan menghilangkan dahaganya…”. #### Ringtone handpphone berdering nyaring, terlihat sebuah sms masuk. From : +6585612344433 Hai…d4h tdr lum?...gmn d4h ingt lum?...hi 3x 17
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
To : +6585612344433 Sp ni?...ingt p4?...
Beberapa menit aku tunggu balasan dari pengirim misterius itu yang kayanya mengenal aku. Tapi balasan yang aku tunggu tak kunjung datang, bahkan sms yang aku tunggu dari Darto dan Fahmi juga nggak datang-datang. Katanya mau nongkrong bareng!, aku sms aja ah Darto mungkin aja dia lupa atau ketiduran.
To : Darto Jd ga kt nngkrng?
From : Darto Sry ak ga bs…lg da Nani k rmh…mf yah…h3 100x…!
Huh…kalau urusannya udah perempuan pasti lupa sama temen dasar Darto. Kembali handphoneku berbunyi, ternyata ada sms dari Fahmi.
From : Fahmi Mf friend aku ga bs nngkrng coz lg skt…uhuk 3x…
Padahal aku sudah siap-siap nggak taunya mereka berdua pada nggak bisa, udahlah sendiri aja nongkrongnya. #### Hari yang aneh dengan seribu orang aneh, hingga membuat aku penuh dengan tanda tanya yang besar-besar. Mulai dari mamah, Ayu, tante Ika, kak Arief, Darto, Fahmi dan pengirim sms misterius semuanya membuat aku mumet. Pikiranku ko jadi kusut kaya gini, maunya refresing eh ini malah dapat pikiran yang memusingkan. Waktu pemutaran film masih lama, jadi boring sendiri dengan pikiran yang kacau dan tak penting. Buat apa mikirin nama panggilan Ayu, mau di panggil Flower atau di panggil Johan juga ngga ada kaitannya ko sama aku. Mamah lagi, 18
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” biasanya ngebantu aku eh ini malah bertingkah aneh dengan anaknya sendiri. Ditambah lagi ada orang so misterius yang ngirim sms tanpa nama dan penjelasan terus nggak ada balasan ulang lagi. Sambil bertengkar dengan pikiran sendiri aku mengutak-atik handphone yang sebenarnya tidak ada sms atau telepon masuk. Pandangan aku terpaku ke lantai bawah yang banyak orang berlalu-lalang. Aku sendiri jadi ingin jalan-jalan buat menghilangkan suntuk. Celingak-celinguk kanan kiri terlihat banyak pasangan muda-mudi yang sedang berpacaran. Membuat aku iri aja, sepertinya mereka itu mengejek dengan memamerkan pacar-pacar mereka ke aku. Akh…aku ini terlalu buruk sangka, kalau pikiran lagi pusing kaya gini pasti emosi mudah meledak. Tenang-tenang…ayo kita jalan-jalan mungkin nanti bisa hilang pusingnya. Aku langkahkan kaki dengan santai kemana saja yang ingin dilewati yang penting jalan aja!. Saat akan naik ke tangga yang menuju bioskop aku menengadahkan kepala ke atas. Terlihat banyak orang yang berdiri di pagar pembatas tangga sambil mengobrol atau menunggu pemutaran film. Di antara orang-orang itu aku melihat seorang perempuan yang sangat aku kagumi dan aku cintai. Marisha, kenapa dia sendirian? Kenapa tidak bersama pacarnya? Biasanya lengket banget sama pacarnya sekarang ko sendirian. Terlihat dari raut wajah Marisha yang menggambarkan ke sedihan yang mendalam. Aku merasakan kalau ini adalah waktu yang tepat untuk mendekatinya dan menyapanya. Setiap anak tangga yang aku lewati terasa berat dan penuh rintangan, terasa nafasku turun naik. Tubuhku boleh ketakutan dan gugup, tapi tidak boleh terjadi pada tekadku yang telah membara. Saat aku berada di belakangnya, aku menarik nafas yang membuang segala beban. Sekarang aku telah berdiri di sampingnya dan bertumpu pada pembatas tangga dengan tangan. Aku lihat dia masih tertunduk lesu dengan kesedihan mendalam, aku tau ini waktunya mengeluarkan kata-kata bijak yang mungkin bisa menghiburnya. Tapi aku takut so tau, nanti aku malah di marahin sama dia lagi. Akh…pokonya harus ku coba. Aku menarik nafas lalu ”…beberapa orang yakin dengan apa yang mereka pikirkan seperti halnya orang lain yakin akan apa yang mereka ketahui…”. Terlihat Marisha terkejut dengan suaraku yang lurus, dia menengok ke arahku dengan tatapan heran. Aku meneruskan kata-kata “…mereka yang bahagia adalah orang yang dari 19
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” pengalaman hidupnya belajar menanggung kesusahan tanpa ditunggangi kesusahan itu…”. Tatapan aku masih lurus memandang tembok-tembok beton di depan, sedangkan Marisha mulai merasakan bahwa kata-kata itu di tunjukkan kepadanya. Tidak beberapa lama Marisha bicara “eh…apa yang kamu omongin barusan, aku ngga ngerti?...”. Aku sekarang menatap wajahnya yang ke heranan dengan kata-kata yang sulit dia pahami. Saat aku tatap wajahnya terlihat garis-garis kecantikan yang terukir di wajahnya membuat hatiku makin mengaguminya. Tapi garis-garis kecantikan itu terhalangi oleh raut kesedihan yang mendalam. Aku hanya tersenyum kepadanya dengan wajah menunjukkan keheranan, “…ada apa…?” kataku pura-pura bodoh. Marisha terlihat kesal dengan tingkahku, tapi langsung aku bicara “…setiap orang yang melihatmu pasti akan tau apa yang terjadi dengan hatimu…”. Terlihat Marisha mengernyutkan dahinya seperti sedang berpikir kenapa orang ini?. Aku berikan dia sebuah senyuman yang selama ini aku latih, dan terlihat dia mulai sedikit tenang. “…dengarkanlah kata hatimu…kata hatimu adalah kebenaran bagimu…jangan sesali keputusan yang telah berlalu…tataplah keputusan itu dari sudut pandang kebaikan…”. Kata-kata ku terlihat sangat ampuh untuk membuatnya terus terfokus dan berpikir bagai mana orang ini tau tentang keadaan hatiku. Marisha mencoba bicara tapi dia malah menangis, terlihat air matanya mengalir membasahi pipinya. “… a .. a .. aku udah mencobanya …ta .. tapi … aku … tidak . .bisa … melupakannya…” suara Marisha terdengar terbata-bata sambil menahan tangis. Aku ambil sepotong sapu tangan dari saku celana, aku berikan kepadanya. Aku merasa bersalah karena sudah membuat Marisha menangis awalnya mau ngehibur dia eh ini malah menangis. Orang di sekitar kami semuanya memandang kearah Marisha yang sedang menangis. “…Marisha maaf yah jika ada ucapan aku yang salah?…maaf aku so tau tentang masalah kamu…aku hanya menebak-nebak ko…!” kataku menenangkan dirinya. Marisha terlihat mulai dapat menguasai emosinya, dan dia menghapus air mata dengan sapu tangan yang aku berikan. “…ngga apa-apa…aku memang lagi butuh temen curhat ko…!” katanya dengan senyuman yang selama ini aku sukai. Aku ajak dia untuk duduk di sebuah kursi yang berada di dekat kami untuk bisa ngobrol dengan santai. “Memang apa yang terjadi hari ini sama kamu?…kalau aku banyak hal yang terjadi…mulai dari di bangunin pagi-pagi secara paksa sama mamah terus di pusingin 20
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” sama nama panggilan orang yang ganti-ganti dari Ayu, Flower sampai ganti jadi Johan…!”. Tanpa di suruh ngomong sama Marisha aku nyerocos aja ngomong dan ngomongnya juga asal aja yang penting dia senang. Setelah mendengar penuturan aku yang kaya tukang obat, Marisha terlihat menahan tawa dengan wajah keheranan. “Oh…iya…kenalin Willy…sang pemilik surga firdaus…alias Willy Firdaus…kalau kamu mau jalan-jalan ke surga firdaus tinggal minta izin aja sama aku…” kataku sambil menyodorkan tangan untuk di jabatnya. Mendengar penuturan aku yang kaya penjual kucing dalam karung dia semakin memerah pipinya karena menahan tawa. “Aduh pegel nih…kapan mau di jabatnya tangan aku…?” kataku karena tidak di anggap. “Ups sorry…kirain mau minta sedekah…” katanya sambil ketawa dengan manis. Sekarang terlihat jelas pancaran kecantikan dari wajahnya yang manis, tidak seperti tadi yang tertutupi kesedihan yang entah kesedihan apa. Dari dalam bioskop terdengar suara kalau pemutaran film yang aku mau tonton akan segera di mulai. Tapi jarang-jarang aku bisa ngobrol dengan Marisha sedekat ini, jadi aku pilih nemenin Marisha curhat aja. “Bukannya kamu mau nonton film itu?” katanya sambil menunjuk ke arah pintu studio 3. Aku hanya menggeleng “kata tementemen sih filmnya ngga bagus”. “Kata sapa?…filmnya bagus ko…aku malah udah nonton dua kali sama…” suara Marisha berhenti tiba-tiba dan kepalanya tertunduk. Aku melihat wajahnya di penuhi oleh kesedihan kembali. “Bagus yah?…tapi katanya Fahri dalam film ini berbeda jauh sama yang di novel…kalau di film katanya dia ngga penyabar dan ikhlas dalam menjalani masa-masa sulit…”. Kepala Marisha terangkat dan menatap aku keheranan, “berarti kamu udah nonton dong…ko tau sih isi cerita film ayatayat cintanya?”. Aku mengangguk dengan mengangkat dua jari. “Kamu sudah nonton film ini dua kali, sama dong kaya aku…” kata Marisha so tau. “Bukan dua kali…tapi udah dua puluh kali nonton film yang ngga nyambung sama novelnya ini” kataku diiringi senyuman. Marisha terlihat makin heran dengan penuturan aku yang memang tidak masuk akal masa ada orang nonton satu film sampai dua puluh kali. “Kamu kesini ngga sama cowo kamu?...biasanya ngga pernah jauh dari cowo kamu” kataku sambil celingak-celinguk nyari orang. Marisha tidak menjawab pertanyaan aku, tapi dia malah tertunduk kembali dengan lesu. Sebelum dia menangis kembali aku harus menghiburnya, tapi kadang kala ucapanku malah buat dia menangis seperti tadi. 21
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” “Oh…cowonya lagi ngga bisa nemenin kamu jalan yah?” aku mencoba menebak. Marisha terlihat sedikit tenang dan mulai tegar kembali, jarang sekali aku melihat dia bersedih. Biasanya dia paling tegar diantara teman-temannya, malah paling sewot kalau ada orang yang ganggu temennya. Tapi hari ini aku menyaksikan singa betina itu tertunduk sedih seperti menangisi sesuatu yang berharga. “Ly kamu mau denger cerita aku ngga?” kata-kata Marisha seperti memberi beban yang sangat berat bagiku karena suara yang keluar dari mulutnya sungguh sangat sendu. “Aku selalu hadir untuk mendengar keluh kesah kamu di sini!” kataku sambil menunjuk meja tempat kami ngobrol. Marisha tersenyum menahan tangis kesedihan yang dalam. “…Kamu tau kan cowo aku yang bernama Bondan?” aku cuman bisa mengangguk lemah tanda kecemburuan membara. “…Aku sama Bondan udah pacaran sejak kelas sepuluh…selama dua tahun kami pacaran tidak ada hal yang membuat aku berpikiran untuk putus darinya…malah cinta aku ke dia semakin mantap dan terikat…”. Aku mendengarkan perkataan Marisha dengan wajah serius sambil menatapnya dalamdalam. “…Tapi aku ngga sangka dia malah manfaatin aku selama dua tahun ini…” matanya berbinar-binar akan menangis. Segera aku menggeser tempat duduk mendekatinya “…jika kamu mau nangis aku bisa ko minjemin bahu aku buat kamu jadikan sandaran…” kataku sambil mendekatinya. Dia menangis dengan sendu di bahuku, air matanya melinang menggenangi jaket yang aku pakai. Ketika Marisha menangis di bahu, aku jadi teringat dengan kenangan empat tahun yang lalu. Tapi aku tidak tau siapa perempuan yang menangis di bahu aku empat tahun lalu. Marisha tidak meneruskan ceritanya tapi aku membuat kesimpulan kalau dia sudah putus sama pacarnya karena sebab yang sangat melukai hatinya. Aku sangat marah sekali ketika Marisha mengatakan bahwa dia di manfaatin sama Bondan. Ingin rasanya untuk menghajar Bondan karena udah nyakitin orang yang begitu aku sayangi. Disini aku mendambakan Marisha tapi oleh orang lain dia malah di sia-siakan. Aku tidak terima dewi malamku di sia-siakan seperti itu, sang dewi yang selalu aku jaga cahaya cintanya di hati. “Kegembiraan adalah keberuntungan terbaik dan langkah yang paling serius menuju kedewasaan…itu yang di katakana Irwin Edman pada aku lewat bukunya”. Terlihat tangisan Marisha mulai mereda, dia bangkit dari bahuku yang sudah basah oleh 22
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” air matanya. “Kamu ngga sepantasnya manangisi seseorang yang telah menyakiti hati kamu…bergemberilah seperti pengembara padang pasir yang mendapatkan air”. Marisha memandangku heran karena mungkin dia ingat bahwa itu adalah ucapan yang selama ini selalu dia bilang ke orang lain yang sedang bersedih. “Kamu pasti ingat kata-kata itu…kata-kata yang selalu kamu ucapkan kepada orang lain ketika mereka bersedih!”. Dia menunduk malu mungkin karena dia tidak bisa melakukannya untuk dirinya tapi bisa melakukannya untuk orang lain. “Kamu juga pernah bilang… tersenyumlah… tersenyumlah… tersenyumlah… indahnya dunia dengan senyuman…! ”. Ucapanku mungkin akan mengingatkannya pada ucapan yang dia pernah berikan untuk memotivasi orang lain yang sedang bersedih. Terlihat jelas sekarang di wajah Marisha tidak berbekas satu kesedihan seperti barusan di penuhi kesedihan mendalam. Dia meminta aku mengantarnya pulang karena dia masih lemah dan masih kusut pikirannya. Aku juga nggak tega kalau Marisha harus pulang sendirian dalam keadaan seperti ini. Mungkin sekarang Marisha telah menemukan syair yang dulu selalu dia lantunkan ketika akan bersedih. Syair yang membuatku terpikat padanya akan ketegaran dan senyuman yang selalu terukir di wajahnya yang manis.
23
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Indahnya Dunia Dengan Senyuman Tersenyumlah Tersenyumlah Tersenyumlah Indahnya dunia jika dihiasi senyuman
Setangguh apapun kesedihan mu Lawanlah dengan kesatria senyuman Seperkasa apapun kegalauan mu Perangilah dengan perajurit kegembiraan
Tubuhmu boleh terluka Tapi tidak hatimu Hatimu adalah ketegaran Tubuhmu adalah penopangnya
Senyuman kegembiraanmu Akan selalu terkenang oleh hatimu Senyuman tulusmu Akan selalu dikenang orang lain
24
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
PUJANGGA TELADAN Pagi ini aku bangun dengan kecerian dan semangat cinta yang hebat sekali. Jarang-jarang aku bangun dengan semangat yang hebat, saking hebatnya aku sampai nyanyi dikamar mandi. Semua penghuni rumah terheran-heran dengan tingkahku yang berbeda dari hari-hari biasanya. “Willy kenapa? Seperti orang yang dapat bonus…” ternyata papah juga heran dengan kegembiraanku. “Bukan dapat undian pah!...tapi Willy mendapat cintanya” wah mamah hebat bisa tau perasaan aku yang sedang berbungabunga. Aku hanya tersenyum dan melanjutkan karaokean sambil berjalan ke kamar. Saat sarapan mamah dan papah hanya tersenyum-senyum melihatku. Aku jadi gugup dengan tingkah mereka yang menurutku tidak biasanya. Biasanya juga saat sarapan papah dan mamah hanya membicarakan masalah uang belanja atau acara liburan. Tapi sekarang mereka saling berbisik-bisik satu sama lain dan terus tersenyum-senyum kegelian. “Ada apa sih ko pake senyum-senyum segala sarapannya…Willy jadi ngga enak nih makannya!”. Mereka bukannya berhenti ini makin ketawa kegelian melihat wajahku yang cemberut. “Mamah senyum-senyum karena mamah senang Willy gembira di pagi yang cerah ini!”. Papah yang lagi baca Koran hanya ketawa melihat penuturan mamah yang sepertinya sedang menggoda aku. Hari ini papah tidak berangkat kerja, katanya ada cuti dari perusahaan terus mau pergi ke Bandung bareng mamah. Sialnya aku nggak di ajak malah disuruh ke rumah tante Ika untuk mengambil pesanan mamah yang ada di tante Ika. “Willy pulang sekolah nanti ke rumah tante Ika dulu yah…tolong ambilkan barang pesanan mamah…terus jangan lupa ucapin terima kasih!”. Mamah tersenyum terus berbisik , “sekalian kesana ajak jalan-jalan dulu Flower yah…atau main ke mana ajalah…mamah izinkan ko…!”. Aku hanya cemberut keheranan dengan bisikan mamah yang sepertinya mau menjodohkan aku dengan Ayu atau Flower atau siapa ajalah, yang aku nggak tau nama panggilannya. #### Setelah memarkirkan motor kesayangan, aku celingak-celinguk mencari sesuatu ditempat parkir. “Cari apa sih?” aku terkaget-kaget dikejutkan Darto yang berada di belakang. “Yah cari siapa lagi…aku nyari jin botak…yang kepalanya kaya kamu…” 25
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” kataku sambil tertawa. “Oh…kirain nyari sang dewi malam…kamu sudah tau belum sebuah gossip terhangat tentang dia?” sebuah pertanyaan yang membuat aku bersemangat. “Gosip apaan?” kataku dengan nada ingin tau. Darto duduk santai dimotor yang berada disebelah motor aku. “Marisha sudah putus dengan Bondan…dari hari jumat…lebih hebatnya lagi…Marisha yang memutuskannya…!” Darto berbisik ketika mengatakan kalimat terakhir. “Terus…parahnya lagi ada kaitannya sama kamu…!” Darto menatapku tajam. Sedangkan aku kebingungan dengan kalimat terakhir yang Darto ucapkan bahwa hal ini ada sangkut pautnya dengan aku. “Kamu lagi diincar sama Bondan…buat di hajar…karena…udah mesra-mesraan dengan Marisha tadi malam di Jatos…!”. Aku hanya memasang wajah tenang sedangkan Darto sepertinya ketakutan. “Tenang aja bos…kita lihat aja nanti! ” tantangku. Dari cerita Darto bahwa ada yang melaporkan kepada Bondan ketika aku sedang berduaan dengan Marisha di Jatos tadi malam. Bondan menyangka kalau aku ada di balik kehancuran hubungannya. Aku nggak takut kalau cuman diancam mau dihajar, tapi Darto sepertinya takut kalau akan terjadi hal yang buruk kepadaku. Percuma dong aku punya beladiri jika diancam saja sudah ketakutan. Kita lihat saja mau Bondan seperti gimana, kalau mau berkelahi aku layani tapi kalau mau damai aku sepakati. Seorang pria berbadan tegap berdiri dipintu masuk kelasku yang berada di sebelah lab komputer. Siswa itu tidak sendirian tapi di sampingnya ada satu orang lagi yang bertubuh lebih kecil darinya. Sepertinya mereka memandang ke padaku dan Darto yang sedang berjalan mendekati mereka. Ketika semakin dekat terlihat jelas sekarang siapa yang sedang menungguku di pintu kelas itu. Ternyata Reza dan Fahmi sedang menunggu kedatanganku karena mereka juga sudah tau kalau aku sedang diincar oleh Bondan. “Ly katanya kamu diancam oleh geng Bondan?” terlihat pancaran keseriusan dari mata Reza. Aku hanya mengangkat bahu dan tanganku tanda tidak tau apa-apa. “Kalau dia macam-macam sama kamu…kita bakal Bantu…aku juga sudah gatal…sudah lama tidak ngehajar anak orang!”. Reza adalah temanku yang paling suka berkelahi, dia juga sama seperti aku yang ikut beladiri tarung derajat. “Kita lihat saja nanti…tapi keputusan menyerang ada pada aku oke!” kataku dengan nada memaksa. Soalnya aku takut Reza main hajar saja, habis dia sering tidak terkendali kalau sudah marah.
26
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Ancaman yang disebarkan Bondan sepertinya hanya sebuah gosip jalanan. Buktinya sampai istirahat kedua aku belum mendapatkan bukti dari ancaman geng Bondan. Mungkin teman-teman aku saja yang terlalu khawatir. Saat ingin pergi ke kantin dan berjalan melewati lorong yang menghubungkan kelasku dengan kantin yang berada di belakang sekolah. Ketika melewati ruangan seni yang sepi terlihat ada segerombolan siswa yang mendekatiku dari arah kantin. Jumlah siswa itu sekitar tujuh orang dengan postur tubuh yang bermacam-macam. Terlihat Bondan berjalan paling depan, sepertinya dia yang memimpin gerombolan tersebut. Aku hanya melangkah dengan tenang dan santai tanpa menunjukkan ketakutan sedikitpun. Ketika aku dan gerombolan itu berhadapan, Bondan menghentikan langkahku dengan isyarat tangannya. Aku hanya menuruti perintahnya dengan penuh siaga, takutnya aku dikeroyok secara tiba-tiba. “Kamu yang bernama Willy?” tanya dia dengan nada tinggi dan mata melotot. Aku hanya memperhatikan mereka semua sambil memasang mata waspada. “Jawab goblok!” seseorang diantara gerombolan itu membentakku dengan keras. Aku hanya tersenyum, hal itu membuat mereka semakin kesal. “Udah Bon…kita hajar aja nih orang…tengil banget gayanya!” seorang bertubuh besar memanasi Bondan. Tanpa ada komando dari wasit sebuah bogem mentah melayang menuju wajahku. Tapi dengan sigap aku gibas bogem itu, dari samping kiri melayang sebuah tendangan. Tanpa menunggu tendangan itu menyentuh perutku, aku sergap tendangan itu. Aku putar kakinya hingga orang itu terjatuh dengan muka tersungkur. “Hajar…!” sebuah komando dari Bondan mengerakkan gerombolan itu yang sudah tidak sabar ingin mencincangku. Empat siswa pengecut mengelilingiku seperti memburu mangsanya. Sedangkan aku berdiri tegak dengan penuh siaga di tempat siap menghajar setiap orang yang berniat menyerang. Wugg…sebuah pukulan mengarah perutku tapi dengan cepat aku gibas bawah dan aku hajar penyerang itu dengan tendangan lurus yang menghantam dagunya hingga mengalir darah segar dari mulutnya. Dari arah utara sebuah serangan hampir menghantamku, tapi tendangan menyamping aku mendarat terlebih dahulu di tenggorokkannya hingga membuat dia terpental kebelakang. Aku menggunakan tendangan kait belakang dengan loncatan untuk menghajar Bondan yang berada di belakang. Jplak…tendanganku tepat mengenai rahang bagian bawah Bondan, hingga giginya copot. Melihat komandan mereka bercucuran darah, gerombolan itu lari tunggang 27
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” langgang meninggalkan arena pertarungan. Begitu akibatnya jika coba-coba mau mengeroyok penyandang kurata lima tarung derajat. Biar mereka kapok dan akan berpikir ulang jika mau menyerang aku lagi. Perkelahian tadi mebuat aku makin haus dan ingin merasakan es buah yang begitu segar. Aku langsung memesan seporsi es buah kepada bu Fatimah. Suasana kantin hari ini cukup sepi dari siswa-siswi yang nongkrong, mungkin karena ini tanggal tua jadi banyak yang tidak punya uang. Tidak lama berselang semangkuk es buah mendatangiku dengan kesegaran yang membuat ngiler. Aku lahap es buah itu dengan cepat, tidak beberapa lama es buah itu telah habis sampai kekuahnya. Rasa haus yang tadi aku rasakan telah pergi meninggalkan tenggorokkan diganti dengan kesegaran yang menyegarkan dari es buah. Tiba-tiba sebuah tepukan dari belakang mengagetkan aku yang sedang beristirahat. Jangan-jangan geng Bondan, aku raih tangan yang menepuk itu dan aku pegang. Saat aku menengok ke belakang ternyata wajah Marisha yang ada bukan wajah Bondan yang ompong giginya. “Maaf udah ngagetin kamu…!” kata Marisha dengan lembut. Sementara itu tanganku masih memegang tangannya, dengan cepat kulepaskan pegangan tanganku dari tangannya. Aku langsung terlihat bodoh dan serba salah karena memegang tangan Marisha yang lembut. Aku persilahkan dia duduk sambil menggeser posisiku untuk memberinya ruang. Terlihat dia duduk dengan anggun dan tatapannya menerawang ke depan seakan akan berkata sesuatu. “Kamu tadi ngga kenapa-napa?...” pandangan Marisha sekarang tertuju padaku. Senyuman terukir di bibirku tanda sangat bahagia sekali dapat di perhatikan oleh wanita yang selama ini aku cintai. “Keadaanku baik-baik saja…emang ada apa?” sebuah tatapan nanar dari Marisha membuat hatiku merasa bersedih. “Tak selayaknya kamu…menghawatirkan aku…karena aku bukan siapa-siapa kamu!” kata-kataku begitu mantap dengan ekspresi cuek. “Tapi kamu dapat masalah ini gara-gara aku…coba jika aku ngga meminta kamu untuk mendengarkan curhatan aku…kalau aku ngga nangis di bahu kamu…mungkin perkelahian tadi ngga terjadi sama kamu!”. Sepertinya Marisha sudah mengetahui akan ancaman dari geng Bondan dan perkelahian dilorong ruangan seni. “Tapi aku ngga kenapa-napa ko!...aku juga melakukan hal itu atas keinginanku sendiri, jadi kamu jangan merasa bersalah” kataku dengan nada seorang kesatria. 28
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” “Tapi…tapi aku merasa bersalah…mintalah sesuatu sama aku…agar perasaan bersalah aku hilang…pasti…pasti aku kabulkan permintaan kamu!” suara Marisha terdengar bergetar bercampur penyesalan yang begitu besar. Aku bangkit dari tempat duduk dan “apakah jika aku meminta hatimu…kamu akan memberikannya untuk mengganti hatiku yang telah kamu curi?!”. Terlihat kebingungan diwajah Marisha yang tidak mengerti dengan maksudku. Aku sendiri pergi meninggalkannya yang terduduk kebingungan di kantin. Setiap untaian kata yang aku rangkai adalah untukmu Setiap darahku yang menetes adalah untuk membelamu Hatiku adalah hatimu Jiwamu adalah cintaku
#### Pulang sekolah Reza menggerutu karena tidak bisa ikut membantu menghajar geng Bondan. Beda lagi dengan Darto yang bersyukur karena aku tidak terluka, dia memang teman terbaikku. Ada lagi Fahmi yang bilang aku hebat bisa ngalahin tujuh orang sampai mereka semua terluka. Saat kami berempat akan ke parkiran motor, di depan kami berdiri Bondan dengan wajah tertunduk lesu dengan lebam-lebam di wajahnya. Melihat Bondan ada di depan, Reza dengan emosinya mencoba mau menghajar tapi aku melarang. “Mau apa kamu?...belum puas aku buat bonyok…” ucapanku sedikit emosi dan amarah tapi masih terkendali. “Aku kesini mau minta maaf sama kamu…!maafkan aku yah?” katanya sambil meraih tanganku dan menciumnya. Segera aku tarik tangan yang di pegangnya, “aku udah maafin kamu…tapi jangan so jadi jagoan lagi…awas!!”. Ancamanku di sambut anggukkan dari Bondan. Dia langsung berlari setelah aku maafkan, sementara Reza menggerutu karena aku tidak mengizinkan dia untuk menghajar Bondan. Fahmi malah bicara nyeleneh “kenapa ngga di telanjangin aja biar dia kapok coy…!”. Darto memuji jiwa kesatriaku yang bisa memaafkan Bondan. Aku sendiri merasa menjadi pengecut karena tidak bisa mengatakan aku menyukaimu Marisha!. 29
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Saat di parkiran motor aku jadi teringat dengan pesan mamah yang menyuruhku kerumah tante Ika. Hari ini Darto bawa motor, coba kalau ngga bawa motor bisa aku ajak dia ke rumah tante Ika. Suara motor kami berempat meraung-raung keras diparkiran motor untuk merayakan kehebatan geng kami yang tangguh. Ternyata di belakang kami ada pakepsek yang merasa terganggu dengan suara kenalpot motor kami yang bising. “Apa kalian ngga punya telinga?...siang-siang buat keributan…Reza besok ganti knalpot motor kamu…bising…!”. Mendengar pakepsek ngomel kami berempat tertunduk kalah. Reza kena getahnya karena kenalpot motornya memang paling ribut. Sehebat-hebatnya sebuah geng di sekolah kami, tetap saja raja gengnya adalah pakepsek yang berkumis tebal seperti pa Raden. #### Satpam di rumah tante Ika memepersilahkan dan menyuruhku masuk, katanya sih sudah ditunggu. Aku tidak tau apa yang dimaksud dengan sudah ditunggu. Apakah sudah ditunggu oleh barang titipan mamah? Atau ditunggu tante Ika didalam?. Akh…satpam itu nggak jelas ngomongnya seperti Fahmi saja yang suka nyeleneh dan ngga jelas. Aku pencet bel yang berada dipinggir pintu besar bercat putih. Sambil menunggu aku arahkan pandanganku keayunan yang berada disamping rumah. Aku dekati ayunan tersebut, aku mencoba mengenang masa kecilku yang sering bermain di ayunan ini. Aku sentuh ayunan tersebut, rasanya sudah lima tahun aku tidak bermain ayunan ini bersama Ayu kecil yang manja dan chubby. Kami tertawa bersama dan bercanda di bawah pohon ini bersama-sama. Tapi entah kenapa ingatanku tentang masa kecil terhenti di empat tahun terakhir. Sepertinya ada ingatan yang aku coba buang karena tidak mau mengingatnya lagi. Aku jadi ingin mencoba ayunan ini lagi, rasanya gimana yah sekarang?. Saat aku dudukkan pantatku diayunan terdengar bunyi berderit, tapi aku tidak menghiraukannya. Aku coba mengayunkannya dan saat mulai bergerak. Cpret…tali penahan ayunan itu putus hingga membuat aku jatuh terduduk ditanah. Aduh! rasanya sakit sekali karena pantatku menghantam batu yang berada di tanah. Terdengar suara gelak tawa dari sampingku, ternyata disana sudah berdiri Ayu sedang tertawa lepas. Mungkin dia melihat aku saat terjatuh dan menggosok-gosok pantatku yang sakit karena menduduki batu. Entah kenapa ketika melihat Ayu tertawa aku jadi merasakan desiran aneh dihatiku. Desiran yang mengisaratkan cinta telah 30
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” mengetuk hatiku. Aku buang jauh-jauh pikiran aneh itu, karena aku telah menganggap Ayu sebagai saudaraku sendiri. Aku hanya nyengir kesakitan kepada Ayu dan mencoba bangun sambil di bantu Ayu yang masih tertawa tapi tidak selepas tadi. “Maaf aku telah merusakkan ayunan mu?” kataku sambil masih menahan sakit di pantatku. “Itu bukan ayunan aku tapi itu ayunan kita berdua…ingat ngga?” aku mencoba mengingat kenangan saat aku dan Ayu membuat ayunan itu enam tahun silam. “Iya yah…ayunan itu sudah cukup tua juga…kurang lebih sudah enam tahun…pantes saat aku mencoba bunyinya berderit…he…he!”. Terlihat Ayu kembali ketawa karena kebodohan aku yang mencoba menaiki ayunan yang sudah tua dengan tubuh yang besar. Aku juga jadi ikut tertawa bersama Ayu yang pipinya sudah memerah. Jalanku masih di papah oleh Ayu karena rasanya begitu ngilu sekali pantatku ini. Tante Ika yang melihat aku di papah oleh Ayu merasa heran, “kenapa Willy…?”. Aku hanya tersenyum sambil menahan sakit, lalu Ayu mendudukkan aku di sofa. “Willy jatuh mah dari ayunan…” terlihat tante Ika ketawa kegelian mendengar cerita dari Ayu. Aku sendiri menahan malu sambil kesakitan. Ayu datang kembali kepadaku dengan membawa dua gelas air jeruk dan dua potong kue tar kesukaanku. Ketika melihat kue tar itu rasa sakitku hilang dalam sekejap apalagi yang membawanya wanita cantik seperti Ayu serasa di surga saja. “Tante…kuenya enak banget…percis seperti terakhir kali saya kesini…masih enak dan lezat!”. Aku jadi teringat masa kecilku yang selalu di buatkan kue tar oleh tante Ika yang jago buat kuenya. “Kue itu bukan buatan tante…tapi buatan Flower…!” mendengar itu aku sampai tersedak. Aku segera meraih air jerukku dan meminumnya dengan cepat. Melihat aku tersedak seperti itu Ayu ikut menepuk-nepuk pundak aku. “Kenapa kuenya ngga enak yah?” aku hanya menggeleng sambil masih terbatuk-batuk. “Aku hanya kaget saja mendengar kamu yang membuat kue ini…”. Aku tidak menyangka saja kalau sekarang Ayu jago membuat kue. Dulukan dia cuma bisa memakannya saja, tapi sekarang udah bisa membuat apalagi seenak buatan mamahnya. Aku jadi penasaran dengan nama panggilan Ayu, rasanya ingin aku tanyakan sama dia. Tapi aku takut jawabannya sama seperti kemarin, “kamu udah lupa sama ucapan kamu empat tahun silam?”. Ucapan yang mana sih…aku nggak ingat sama sekali. 31
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Tante Ika membawa sebuah bingkisan besar yang berisi jeruk mandarin, katanya sih di pesan mamah buat arisan nanti. Aku pun menerimanya dan siap-siap untuk pulang tapi aku jadi teringat dengan ucapan mamah yang menyuruhku mengajak Ayu jalan-jalan dulu. Aku lihat Ayu sedang meperhatikan aku yang sedang mengenakan jaket, lalu aku dekati dia. Dan aku bisikkan kata-kata yang mamah bilang ke aku tadi pagi “Ayu kita jalan-jalan dulu yah?…aku udah dapat izin dari mamah ko!”. Ajakan yang super bodoh dan memalukan, terlihat Ayu tersenyum sambil menahan tawa. “Bentar aku minta izin dulu sama mamah!” terlihat Ayu menahan tawa sambil pergi ke atas. Aku tau kalau ucapan Ayu tadi hanya menggoda aku, faktanya dia nggak pamitan dulu sama mamahnya. Akh…you stupid Willy…kenapa juga harus bilang udah mamah izinkan ko…kata-kata bodoh dari orang bodoh. #### Siang-siang gini enaknya aku mengajak Ayu ke Jatos untuk menonton film yang tidak jadi aku tonton tadi malam. Ayu juga kelihatannya senang ketika aku mengajaknya nonton ke Jatos. Ini pertama kalinya aku nonton berdua dengan wanita, biasanya juga ditemani Darto, Fahmi sama Reza. Aku jadi serba salah dan terlihat nggak pede, padahal aku ngga jelek-jelek banget untuk berjalan berdua dengan Ayu yang memang cantik luar biasa. Aku memesan dua tiket untuk studio tiga yang akan memutar film ayat-ayat cinta yang sudah aku tonton dua puluh kali. Ayu juga kelihatannya suka sama film ini atau mungkin suka karena aku ajak nonton. Penjaga kasir yang biasa aku beli tiket di tempatnya tersenyum-senyum sambil memberikan tiket. Mungkin dia merasa heran atau malah merasa senang karena sekarang aku nonton bareng wanita. Akh peduli apa penjaga kasir itu dengan siapa yang aku ajak nonton, mau wanita, pria atau monyet itu urusan aku. Pemutaran film masih tiga puluh menit lagi, aku ajak Ayu untuk belanja makanan dilantai bawah. Makanan buat persiapan nanti nonton, kalau beli popcorn aku takut ke selek soalnya seret sih. Ayu terlihat antusias sekali ketika berjalan bersama aku, aku juga senang bisa jalan bareng perempuan berkulit putih yang cantik dan chubby. Tidak ada yang membuka obrolan antara kami, kami berdua saling berdiam dengan pikiran masingmasing. Aku jadi teringat pesan dari kak Ufie kalau perempuan itu suka di gandeng tangannya. Aku ingin mencobanya tapi nanti marah nggak yah?, tapi ini patut dicoba 32
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” walaupun resikonya sangat besar. Saat menuruni escalator kami berdiri sejajar, lalu sedikit-sedikit aku selipkan tanganku ketangan Ayu dan memegangnya dengan lembut. Ayu terlihat kaget dan menoleh ke arahku, tapi aku dengan santai memberinya sebuah senyuman yang menawan. Ayu terlihat tersenyum dan memegang tanganku dengan erat. Saat dilantai bawah aku melihat dua orang yang tidak asing lagi bagiku. Mereka adalah Reza dan Fahmi, sedang berjalan-jalan sambil menggoda wanita. Aku jadi tidak mau bertemu mereka, takutnya mereka mengolok-olok aku atau menyebarkan gosip yang tidak jelas. Aku hentikan langkah secara tiba-tiba, terlihat Ayu heran dengan langkahku yang berhenti tiba-tiba. “Kenapa? Kita udah deket tuh!” kata Ayu sambil menunjuk ke supermarket. Aku hanya tersenyum dan meneruskan langkah dengan hati-hati, rasanya ingin aku lepas pegangan tangan ini tapi Ayu memegang tanganku dengan erat. Aku coba menyembunyikan wajahku tapi jaketku sudah tidak asing lagi bagi mereka dan akhirnya ketahuan juga. “Hai…Willy…!” terdengar Reza memanggilku. Tapi aku pura-pura tidak mengenal mereka. Tapi Ayu mengetahui kalau nama aku yang di panggil “Willy itu ada yang manggil kamu…!” katanya sambil menunjuk ke Reza yang sedang berjalan mendekati kami. Terpaksa deh aku harus menghadapi mereka. Reza dan Fahmi memandang kami berdua dengan tatapan menggoda dan melihat pegangan tangan kami yang erat dengan tersenyum. “Ehm…kenalin dong ke kita…!” terlhat Fahmi begitu antusias ketika melihat Ayu. Ayu menatap aku sebentar dan memperhatikan wajahku yang
malas
bertemu
mereka.
Tiba-tiba
Ayu
mengulurkan
tangannya
dan
memperkenalkan dirinya sendiri kepada mereka. “Flower..!” kata Ayu memperkenalkan namanya sambil menjabat tangan mereka satu persatu. “Ly kalau punya pacar kenapa ngga ngasih tau kita sih…?” Ayu terlihat malu-malu ketika mendengar Reza yang asal bicara. “Dia…inih…sahabat lama aku…jenong…!” kataku sambil melotot. “Ah jangan gitu…ngga apa-apa ko…kalau kamu ngga mau orang lain tau tentang hubung kamu!” aku jadi kesel sama mereka berdua yang menggoda aku terus. Ayu dapat melihat ke kesalan aku dan “sorry kita ngga pacaran ko…malah kita udah menganggap saudara satu sama lain…”. Mendengar penuturan Ayu yang bijak kedua jin itu pun akhirnya mengalah dan tidak meneruskan menggoda. “Ok selamat happy fun aja bos…sorry udah ganggu…!” terlihat kedipan mata Fahmi yang menggoda aku. Akhirnya mereka 33
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” meninggalkan kami berdua, dan kami pun melanjutkan langkah kami menuju supermarket. Setelah membeli makanan dan minuman kami naik lagi keatas dan menunggu pemutaran film yang tinggal lima belas menit. Aku memilih sebuah kursi unik yang berdekatan dengan sebuah papan film yang besar. Aku tatap wajah Ayu dan Ayu pun menatap kearah wajahku. “Ada apa ko…ngeliatinnya kaya gitu?” ternyata Ayu merasa terganggu dengan tatapanku yang lurus. “Aku bingung aja dengan kamu…dulu orangorang
biasa
memanggil
kamu
Ayu…tapi
sekarang
mereka
manggil
kamu
Flower…mungkin besok udah ganti lagi jadi Ross…!”. Aku mengungkapkan segala kebingungan hatiku kepadanya dengan perasaan lega. Ayu hanya tertawa sejenak dan “bener-bener kamu udah lupa yah dengan ucapan kamu empat tahun silam…?”. Aku mengangguk “benar aku ngga ingat apa yang aku ucapkan empat tahun silam…mungkin kamu bisa memberi petunjuk?”. Terlihat wajah serius Ayu yang menghadap sebuah papan film dihadapannya. “Aku tidak punya petunjuk itu…tapi kamulah petunjuk itu…!” aduh kenapa Ayu malah memberi aku teka-teki. Tidak berapa lama sebuah suara terdengar mengumumkan bahwa pemutaran film di studio tiga akan segera di mulai. Kami berdua pun segera bergegas masuk ke studio tiga. Film yang mengharukan dengan pemandangan mesir yang hampir mirip. Sebuah film yang tak bosan-bosannya aku tonton, ini adalah kedua puluh satu aku menonton film yang sama. Ayu juga terlihat senang dan menyukai film tersebut, malah aku lihat di sebuah adegan Ayu menangis karena sedihnya. Dia memang mudah tersentuh hatinya dari kecil, oh…iya aku baru inget ucapan itu!. Aku mengajak Ayu untuk duduk di sebuah kursi yang berhadap-hadapan dengan meja ditengahnya. Aku tersenyum kepadanya dengan manis, sepertinya Ayu heran dengan senyumanku itu. “Ada apa nih ko senyum-senyum aja?…kita pulang aja yu…udah sore nih!” Ayu melihat jam tangannya yang menunjukkan jam lima lewat lima menit. “Bentar lagi aja…! Aku mau ngomong sesuatu sama kamu” kataku sambil masih tersenyum dengan manis. “Ngomong apa?” aku tidak menjawabnya, malah mengacungkan kelingkingku. “Sebuah persahabat adalah keabadian syair sang pujangga…” kataku sambil tetap mengacungkan kelingkingku. Sepertinya Ayu tau akan maksud dari ucapan aku. “Terus kenapa kamu so lupa segala?” aku berpikir sejenak dan 34
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” terdiam dengan menerawang ingatanku. “Aku ingin melupakannya karena itu terlalu pahit untuk kita kenang…Flower…Bunga…yang berbunga di taman bunga”. Ayu tersenyum mendengar aku memanggilnya Flower seperti empat tahun silam ketika Ayu menangis di pundakku. #### Sebelum pulang kerumah aku beristirahat dulu dirumah Flower, tentunya sambil dihidangkan kue tar dan teh manis hangat. Flower sendiri pergi kekamarnya untuk mandi sambil memaksaku jangan pulang dulu sebelum dia selesai mandi. Aku menurut saja dan tante Ika juga menyuruhku berlama-lama disini. Tapi aku takut mamah nanti marah karena aku terlalu lama dirumah tante Ika, tapi sudah di izinkan ini sama mamah. Gimana nanti saja tidak usah dipikirin nanti jadi pusing lagi. Flower terlihat anggun sekali saat menuruni tangga, terlihat langkahnya yang indah dengan alunan rambutnya yang berkilau. Flower membawa sebuah kertas yang sudah usang dengan tulisan yang sudah begitu tidak jelas. “Bacakan dong sekali lagi buat aku…!” katanya sambil menyodorkan kertas itu kepadaku. “Apaan nih?…aku ngga bisa membacanya…udah pada kabur tulisannya!” kataku sambil memperhatikan kertas itu. “Kamu pasti ingat dengan pujangga teladan…?” kata Flower sambil mengacungkan kelingkingnya. Aku baru ingat, ternyata ini adalah puisi aku untuknya ketika masih SD. Tapi aku nggak pernah menuliskannya dalam sebuah kertas “siapa yang menuliskannya dalam kertas ini…?”. “Aku yang menuliskannya…agar aku tidak lupa dengan puisi pertama mu”. Aku tersenyum kepadanya dan mulai mengingat sebuah puisi pujangga teladan yang aku buat untuk dia dulu.
Pujangga Teladan Wahai gadis kecil janganlah kau melamun Lihatlah di samping mu seorang pujangga telah datang Tersenyumlah karenanya Dia suka senyuman indahmu yang tulus Sebuah persahabatan adalah keabadian sang pujangga Jagalah keabadiannya di hatimu
35
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Lupakanlah masa sulitmu Tataplah pujangga ini Jadikanlah dia teladanmu dalam kesedihan
Terlihat tetesan air mata Flower jatuh dari kelopak matanya. Aku menghapusnya dengan jariku dan mengatakan “jadikanlah aku teladanmu dalam kesedihan…!”. Dari wajah Flower muncul sebuah senyuman yang menghias indahnya paras Flower. “Bacakan juga syair Flower untukku…!” katanya sambil memberikan sebuah kertas yang penuh dengan coretan yang tidak aku mengerti. “Coretan apa ini?” kataku sambil memperhatikan coretan itu. “Itu buatan kamu!, coretan yang menggambarkan bunga sedang mekar” aku jadi teringat dengan coretan jelek ini. Coretan ini adalah hadiah yang aku berikan untuknya saat ultah yang ke-12. Aku jadi tertawa sendiri dan tersenyum melihat coretan ini. ”Ayo bacakan untukku syair Flower…!” syair Flower, sebuah syair ciptaanku saat masa sulit yang ingin aku lupakan bersama kejadian itu.
Flower Bunga! tegakkanlah mahkotamu Mekarlah dengan kedewasaanmu
White Ross Flower! Bersinarlah bersama mentari pagi
Flower! Bunga yang berbunga di padang bunga
Hapuslah kesedihan di hatimu Seperti membuang lebah dari mahkotamu
36
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Jadikanlah padang bungamu indah Menghias dunia yang cerah ini
Flower bersandar pada bahuku dengan mata terpejam dan senyuman menghiasi bibirnya. Aku kira dia sedang mendengarkan puisiku, tidak taunya dia terlelap tidur. Tapi aku tidak tega untuk membangunkan dia yang sedang terlelap dibahuku dengan nyenyak. Tante Ika melihat kami berdua dengan tersenyum dan menyuruhku memindahkan Flower kekamarnya. Aku bopong dia dengan dibantu tante Ika yang mengangkat kedua kakinya. Flower tidur sangat nyenyak sekali sampai-sampai dia tidak terbangun saat di pindahkan. Sekarang gadis cilik itu telah menjelma sebagai putri kahyangan yang cantik dengan seribu pesona. Gadis cilik yang manja dan cengeng sekarang terlihat lebih tegar dan mandiri. Wahai bunga…berbungalah….di padang bunga…dengan indah…!.
37
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
CHAPTER II CINTA SEGITIGA DIPEREMPATAN Hari ini ada kebahagiaan yang sangat besar bersemayam dalam hatiku yang selama ini datar dan dingin menjadikannya hangat. Tidak bisa aku pungkiri rasa ini ada karena kemarin aku telah melakukan langkah yang sangat sempurna dan mulus untuk persahabatan dan percintaan. Percakapanku dengan Marisha yang membuatku lebih dianggap ada olehnya. Dan pertemuaan dengan sahabat lamaku sang bunga paling indah yang membuatku ingat kembali begitu indahnya hidup ini. Kedua hal itu telah menyemarakkan kembali hidupku yang selama ini hanya diisi oleh puisi yang tak pernah tersampaikan. Saat badanku bangun dari tempat tidur terasa sekali tubuh ini di penuhi aroma kegembiraan. Tetesan air yang membasahi tubuhku saat sedang mandi terasa bagai belaian bidadari. Sarapan yang mamah suguhkan bagai buah nikmat yang baru di petik dari ridho Tuhan. Tiap langkah yang aku ayunkan begitu ringannya sampai serasa terbang melewati firdaus. Suara motor yang meraung-raung pun terdengar nyanyian harmoni yang begitu indah. Hari ini aku sungguh tidak bisa marah atau dimarahi, karena aku hanya ingin tersenyum kepada hidup ini. Senyumku tersimpul rapih dibibirku yang sedang manis terhias kebahagiaan. Darto pun merasa senang dengan tingkahku yang berubah derastis dari pemurung yang penyepi menjadi periang yang ramah. Kata-kataku lebih enak terdengar dan didengar seperti ada malaikat yang membimbing menguntai setiap kalimat yang aku ucapkan. Aku suka hidup ini….aku cinta semua ini…! aku teriakkan kata-kata itu sekeraskerasnya dalam pikiranku yang kemarin-kemarin gersang dengan bahagia. Rasanya hati ini sudah lama tidak pernah merasakan hal yang begitu menakjubkan seperti ini. Hal yang begitu indah hingga muncul pelangi yang mewarnai hatiku dengan banyak kata-kata indah yang membingkai.
38
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
PERTANDA TELINGA MERAH “Kamu udah bercermin belum?” sebuah suara lembut berdesir di telingaku tapi bukan suara seorang wanita. Ternyata Darto berbisik kepadaku karena takut dilempar kapur oleh pak Nurdin jika bicara dengan volume yang biasanya. Aku hanya menengok kepadanya dan mengangkat bahu tanda tidak mengerti apa yang dia bicarakan. Darto berperilaku seperti seseorang yang kesal dengan kebodohan temannya ketika aku mengangkat bahu. “Aku Tanya apa kamu hari ini udah bercermin apa belum?” sekarang suaranya terdengar jelas dan mungkin juga terdengar oleh seluruh kelas. Sepersekian detik sebuah meteor putih dengan ekor debu-debu kosmiknya melesat dengan kecepatan suara. Bum… dentuman meteor itu begitu kerasnya hingga terdengar di telingaku yang terkaget-kaget. Darto hanya mematung dan dengan berlagak seperti seorang tentara memeriksa tembakan dikepalanya dia memeriksa luka yang diakibatkan tembakan meteor kiriman pak Nurdin. Sebuah bekas berwarna putih terlihat jelas terukir di dahi Darto yang tertegun tidak bisa bergerak atau bicara. Benturan meteor itu ternyata berakibat begitu fatalnya hingga membuat hening kelas kami yang memang sebelum terjadinya tembakan meteor itupun sudah sebegitu hening. Yang terlihat begitu syok dengan meteor itu tidak lain adalah yang tertabrak meteor. Darto hanya bisa menelan ludahnya ketika melihat pak Nurdin yang punya penyakit darah tinggi menghampirinya dengan membawa sekotak kapur. Terlihat ekspresi wajahnya berkata “mati aku…!” dan tatapan matanya menandakan ketakutan. Dengan kecepatan lebih cepat dari langkah kaki pak Nurdin aku berdiri dari kursi yang sedari tadi memasungku. “Pak maaf ini semua salah saya…sekali lagi saya minta maaf!” kepalaku tertunduk menyesal. Lebih hebat lagi ekspresi Darto yang menatapku sambil menelan ludah dan melebarkan kerahnya yang mencekik ludahnya yang tidak tertelan. Tatapan matanya berbicara “apa?...kenapa kamu lebih gila dari aku?...mati deh kamu!”. Pak Nurdin dengan bersenjatakan sekotak kapur yang sudah dimodifikasi hingga dapat membunuh karakter seorang siswa nakal ternyata berdiri dengan wajah algojo diantara kami.
39
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Kumisnya yang lebat seperti pak Raden dengan uban-uban yang memagar bibirnya yang rapat mengapit kesal. Sebuah geraman terdengar dari bibir pak Nurdin yang wajahnya mendatar bagai psikopat kapur yang siap melempar seluruh isi kotak kapur itu untuk menghujam wajahku. Tapi diakhir geraman itu terdengar hembusan nafas berat yang panjang. Aku tengadahkan wajah yang sedari tadi tertunduk menyesal. Terlihat pak Nurdin memutar badannya dan kembali berjalan kedepan kelas dan menjauhi kami berdua yang sedari tadi siap menerima rudal-rudal putih. Aku pun hanya kembali duduk dan mengambil bolpoint yang tergeletak lemas ketakutan melihat seramnya wajah marah pak Nurdin. Bel istirahat menyalak dengan keras seperti menghardik para siswa. Tepat di saat itu pelajaran matematika yang gurunya tidak lain adalah pak Nurdin telah usai. Aku merasa bersalah sekali kepada pak Nurdin karena membuatnya marah. Dengan perlahan namun pasti aku dekati pak Nurdin yang sedang membereskan buku-bukunya. Setelah berdiri didepan meja guru aku hanya diam dan menunduk tanpa tidak bisa bicara karena malu. “Ada apa Willy?” Tanya pak Nurdin yang melihat aku tertunduk dan hanya diam mematung. “Saya minta maaf pak atas kelakuan saya tadi pak!” kataku dengan mantap. Tanpa disangka seseorang disampingku berbicara dengan lantangnya yang tak lain adalah Darto “sebenarnya semua ini bukan salah Willy pak, tapi salah saya pak!”. Pak Nurdin merasa bingung dengan tingkah aku dan Darto yang sama-sama ingin bersalah. Tanpa disangka dan diduga pak Nurdin yang terkenal pendiam dan pemarah tertawa terbahak-bahak menyaksikan kami. “Kalian ini memang aneh! Bapak itu tidak menyalahkan kalian! Bapak hanya ingin ketertiban dikelas terjaga saja jangan ada keributan jika bapak mengajar!”. Kami berdua tertegun mendengar kata-kata pak Nurdin yang berbeda dari biasanya. “Ta…tapi kenapa bapak tidak marah-marah seperti biasanya?” tanyaku dengan tergagap-gagap. Pak Nurdin tersenyum “bapak sekarang sedang melakukan terapi mental biar darah tinggi bapak sembuh! Jadi kalian nanti tidak perlu bapak bentak lagi!”. “Maka dari itu dukung usaha bapak ini dengan kalian menjaga ketertiban kelas ketika bapak sedang mengajar! Ok”. Sambil pergi pak Nurdin memberikan sebuah senyuman yang akan terlihat selamanya di wajah yang dulu keras dan datar itu. ##### 40
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Darto dan aku mematung di sebuah meja yang di depannya tersedia segelas jus jeruk. Kami masih tertegun dan tidak percaya yang terjadi dengan pak Nurdin sang penjagal berubah menjadi sang pengasih. “Memang benar! Setiap yang mau berusaha pasti mendapatkan jalannya!” sambil meminum jusnya Darto mengangguk-angguk sadar. Aku hanya meliriknya sambil memegang gelasku. “Tadi kamu dikelas mau ngomong apaan sih?” Darto hanya memelototi jusnya yang sudah habis saat aku tanya. Dengan masih memandang gelas yang berisikan es-es batu yang mulai mencair dia memegang telingaku. “Kuping kamu tuh!” aku meraba telingaku, tapi tidak terasa ada yang ganjil dengan telingaku. Telingaku terasa seperti biasanya masih bisa mendengar dan tidak terdapat kotoran telinga. “Ah… ga ada yang aneh dengan kupingku!” Darto hanya melirik pelan kearahku seakan berkata “tolol banget temen aku”. Segera dia berdiri dan menghampiri Tamara yang sedang memegang cermin. “Aku pinjam cerminnya dulu ya cantik!” bisik Darto kepada Tamara dan Tamara memberikan cerminnya dengan ekspresi aneh. Darto memberikan cermin itu kepadaku, dan aku hanya memandangi cermin yang berbingkai pink itu. “Udah sekarang lihat kuping kamu dicermin!” perintah Darto dengan pandangan tertuju pada Tamara yang memperhatikan kami dari sebrang meja. Aku arahkan cermin itu ke arah telingaku hingga terlihat jelas telinga yang seperti biasanya. “Akh… sialan kamu! kuping aku ga kenapanapa juga!” aku tempelkan cermin itu kewajah Darto yang sedang menggoda Tamara dari jauh. Darto sekarang memperhatikan tatapanku yang menghujatnya. “Okey… lihat sekali lagi sambil aku jelaskan biar kamu ngerti!” katanya sambil menyerahkan cermin sialan itu ketanganku. Sekali lagi aku perhatikan dengan seksama telingaku dari cermin. “Lihat kuping kamu ada yang berbeda bukan?” tanyanya dengan serius. “Biasa aja! Ga ada yang berubah!” Darto terlihat kesal karena aku belum menemukan apa yang di temukan Darto pada telingaku. “Huh… kuping kamu tuh berwarna merah tauuuuuu!” katanya sambil menjewer telingaku. Saat aku perhatikan lagi memang benar telingaku berwarna merah. Seperti terbakar, tapi tidak terasa panas ataupun sakit. “Lalu kenapa?” tanyaku pada Darto yang mengambil cermin dari genggamanku. Dia tidak segera menjawabnya tapi malah berdiri dan berjalan mendekati Tamara. Setelah 41
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” memberikan cermin Darto mengedipkan matanya kepada Tamara seperti kambing yang kemasukan debu. “Gatel yah…?” ucapku dengan mata melotot. Darto hanya ketawa sambil berlenggak-lenggok seperti juara sejati kejuaraan buaya darat. “Awas entar aku laporkan sama Nani!” ancamku. Darto hanya duduk dengan santai tanpa mempedulikan ancaman palsuku. “Ok… ! kembali ke topik! Jadi begini ly… kata nenek aku… orang yang kupingnya merah tanda dia akan mendapatkan cinta. Ini bukan karangan aku… tapi sebuah kenyataan yang pernah aku alami!. Terus kalau dua-duanya merah berarti cinta yang bakal kamu dapat ada dua. Nah… kuping kamu kan dua-duanya merah jadi hari ini kamu akan dapat dua wanita yang menyatakan cintanya sama kamu. Itu pasti terjadi dan bakal kamu alami bahkan tidak bisa dihindari”. Darto mengakhiri kata-katanya dengan mata melotot seperti menekankan aku harus percaya setiap ucapannya tadi. Aku sendiri hanya tertegun mendengar kata-katanya yang aneh dan baru pertama kali mendengar. Tapi jika itu benar aku bersukur sekali dan aku berjanji dalam hatiku untuk menerima kedua-duanya. Lumayankan kalau dapat dua bisa dijadikan cadangan satunya lagi. Tapi siapa kedua wanita yang akan menyatakan cintanya itu padaku?.
42
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
RENDA MARISHA Tadi pagi aku sangat-sangat merasakan kebahagian yang sangat sekali. Bagai seorang anak yang terpisah dari ibunya di pusat perbelanjaan yang ramai dan padat lalu bisa bertemu kembali. Seperti itulah kebahagianku mungkin juga lebih hebat lagi. Tapi di siang ini aku merasa gundah gulana bagai seekor kambing yang akan disembelih. Terngiang-ngiang kata-kata Darto saat istirahat pertama tadi. Aku merasa bahagia bercampur gelisah yang sangat. Jika benar aku mendapatkan pacar hari ini maka dia adalah pacar terakhirku. Karena pacar pertamaku hanya dia seorang dan tidak pernah bisa terungkapkan. Aku hanya melamun dan membayangkan akan berkata apa saat menerima pinangan calon kekasihku nanti. Setiap kata aku untai untuk menjadi kalimat syahdu yang bisa memberikan kesan pertama yang begitu indah. Tapi selalu ada rasa tidak puas dalam hatiku ketika menyelesaikan sebuah kalimat yang indah. Ini, itu, dan semuanya tidak ada yang memuaskan diri yang gelisah. Keringat mengucur dari dahiku hingga menetes pada buku tulis yang ada dimeja. Darto melihat ketegangan diriku seperti melihat seorang ayah yang menunggu istrinya melahirkan. Darto terkekeh-kekeh menahan tawanya yang sekeras adzan subuh. Dalam kelas yang hening aku memikirkan Marisha dan dalam hati aku mengharapkan dia yang akan menjadi pacarku. Tapi mungkin juga perkiraanku salah, mungkin Flower yang mengungkapkan cintanya padaku. Tapi siapa orang keduanya, apa mungkin mereka berdua mengungkapkan cintanya padaku hari ini. Kalau benar mereka berdua, maka ini hari tersial dan terberuntung seumur hidupku. Sial karena aku tidak mau menduakan mereka berdua. Beruntung karena mendapatkan dua orang yang sangat aku cintai seumur hidupku. Tapi tidak mungkin Flower mengungkapkan cintanya kepadaku. Cinta Flower hanya untuk mamahnya yang sangat dia cintai melebihi apapun. Pasti, pasti Marisha tapi siapa orang yang kedua apa mungkin Darto salah menafsirkan tentang kuping keduaku. Dalam keadaan pemikiran yang menggelembung dengan teka-teki yang memusingkan, sebuah penggilan alam datang berkunjung. “Pak… permisi kebelakang!”
43
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” setelah di persilahkan aku bergegas pergi ke toilet yang berada jauh di belakang sekolah dekat kantin. Saat aku berjalan dikoridor yang menghubungkan laboratorium komputer dan kantin aku merasa ada yang mengawasi. Segera aku percepat langkah kaki untuk menghilangkan perasaan itu. Tiap langkah kaki yang aku ayunkan terasa ada yang mengikuti dari belakang. Tapi ketika berbalik tidak ada siapa-siapa di belakangku. Tepat ketika masuk kedalam toilet pria yang bersebrangan dengan toilet wanita, perasaan itu hilang. Tepat saat aku keluar dari toilet pria mataku menatap sang dewi malam. Sang dewi malam bersandar dengan posisi berdiri pada dinding toilet wanita dengan anggun dan elegannya. Aku tidak bisa melangkah lebih jauh untuk keluar dari toilet, tubuhku mematung dan mataku terkagum-kagum melihat bidadari. Mulutku ternganga seperti baru melihat Marisha pertama kali ini. Tapi bukan hal itu yang membuatku tertegun dan mematung ada hal yang lebih membuatku terkagum-kagum selain kecantikannya. Sebersit kain putih dengan renda-renda indahnya membungkus payudara indah nan sempurna Marisha. Mungkin tanpa dia sadari sebuah kancing bajunya yang tepat di tengah-tengah dadanya terlepas. Sehingga mempertunjukkan secarik kain putih yang berenda-renda dengan motif bunga sedang membungkus payudaranya yang aku pertama kali lihat. Mataku hampir loncat dari kelopaknya dan nafasku tersengal-sengal naik turun dengan berat. Dadaku berdebar-debar keras seperti aku akan terkena serangan jantung akut. Wajahku pias pasi dengan mulut ternganga-nganga. Ini baru pertunjukkan spektakuler yang mengagumkan. Bagaimana tidak, wanita yang kita cintai mempertontonkan sebuah keindahannya kepada pemuja keindahan itu. Hingga kepalaku terasa pusing dan terasa ingin pingsan. Marisha yang masih tidak mengetahui kancing bajunya terlepas melihatku dengan lembut. Tapi aku tidak bisa menatap lebih lama tatapannya, aku tidak mau ketinggalan pertunjukkan utamanya. Melihat aku menatap dadanya dengan tidak berkedip-kedip Marisha curiga. Lalu dia melihat ke dadanya dengan gerakan yang lambat nan anggun. “Aaakkkhhhhhhh…. !”
44
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Marisha menjerit dengan hebatnya hingga aku yang berkonsentrasi melihat dadanya sontak terkaget. Dengan tangannya Marisha menutupi kedua dadanya dan jatuh terjongkok sambil masih bersandar. Dia terus menutupi dadanya sambil menunduk dan geleng-geleng kepala. Segera dia betulkan kancing bajunya dan kembali menatapku tapi sekarang dengan tatapan yang tajam. Aku sampai kaget mendapat tatapannya yang tajam seperti pisau yang siap menusukku. “Lo berengsek… !” dampratnya dan langsung pergi dari hadapanku menuju kantin. Aku tertegun antara menyesal dan beruntung. Namun rasa penyesalanku lebih besar sehingga aku mengejarnya untuk minta maaf. Dia duduk di sebuah kursi taman yang menghadap ke lapang basket yang berada dibelakang sekolah. Terlihat dia mengacuhkan kehadiranku dengan sikap manja ingin di perhatikan. Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal karena pusing harus bicara apa. “Maaf! Sha aku benar-benar khilaf…! Dan ngeliatnya juga cuman sedikit!” mata Marisha melotot ketika mendengar kata terakhirku. Lalu dia memalingkan wajahnya kembali. Aku makin bingung tujuh keliling, ini pertama kalinya aku menghadapi perempuan ngambek seperti ini. Seperti seekor burung yang baru belajar terbang begitu pula aku baru mengalaminya. Hingga tiap detik yang terlewatkan dengan Marisha, aku hanya seperti orang bingung yang tidak menemukan ujung. Setelah mencari-cari setiap tingkah dan kata yang aku pelajari dari sinetronsinetron kesayangan mamah. Aku berlutut dengan tangan seperti orang yang menyembah-nyembah dihadapan Marisha yang acuh. “Kamu mau apa dengan gaya seperti itu?”. Setelah kuperhatikan dengan seksama pose ini memang bodoh dan aneh untuk minta maaf. Segera aku berdiri dari pose aneh yang aku pelajari dari sinetron kesayangan mamah. “Hey hey… siapa yang suruh kamu berdiri!” sambil masih memalingkan mukanya Marisha dengan isyarat tangan menyuruhku untuk kembali berpose. Dengan terpaksa aku kembali berlutut di hadapannya sambil memandangi wajah cantik Marisha. “Maafkan aku Marisha… !” nadaku begitu memelas. Marisha melihatku dengan angkuh dan manja seperti dia ingin mengerjaiku. “Baik… ! kalau kamu mau aku maafkan ikutin kata-kata aku dengan sepenuh hati!” aku hanya bisa mengangguk dengan senyuman terbaikku. 45
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” “Ok… ! kita mulai” “Ok kita mulai !” aku tirukan kata-kata Marisha. “Belom… !” Aku hanya tersenyum tolol saat Marisha bilang belum. Lalu Marisha membetulkan duduknya dengan lebih anggun. Dengan aba-aba tangannya dia menyuruhku berpose dengan lebih serius. “Ikuti setiap kata-kata aku ok… !” aku hanya mengangguk pelan dan tidak tau apa yang akan terjadi nanti. “Marisha…” “Marisha…” kuhayati setiap kata yang dia keluarkan agar tidak marah lagi. “Aku…” “Aku…” sebuah penghayatan yang berkelas dan mungkin akan mendapatkan penghargaan. “C-I-N-T-A kamu… !” sambil mengeja kata-kata itu Marisha tersenyum manis, manis sekali. Aku tertegun tidak bisa berucap, mulutku terkunci tak bisa berkata-kata. Desiran aneh menerpa tubuhku dan menguncang-guncangnya dengan lembut. Marisha hanya tertawa indah ketika melihat diriku terhipnotis kata-kata terakhirnya. “Ayo ucapkan… !” senyum terukir dibibirnya yang mungil. “Ci … ci … nta … k … ka … kamu!” dengan gemetaran aku mengulangi kata-katanya. Bagaikan seekor monyet yang kehilangan ekornya aku meloncat-loncat gembira. Sementara Marisha tertawa dengan manisnya hingga membuat aku terbang kesurga. Sebelah telingaku sekarang terbukti benar adanya. Aku pegang tangan Marisha yang lembut dan aku kecup kedua belah tangannya bergantian. Hari yang sungguh fenomenal, hari dimana sudah dua tahun lebih aku menantikan cinta ini. Aku pandangi wajah manis Marisha lekat-lekat seperti bulan memandang bumi. Nampak masa dimana ketika aku hanya memimpikan hari ini melintas disetiap kedipannya. Bibirku tidak henti-hentinya menciumi tangannya yang lembut. Marisha tersenyum dan tak henti-hentinya memandangiku. “Jangan kamu kecewakan aku … seperti pacar aku yang lalu!” bisiknya pada telingaku. Aku menggenggam tanganya erat dan memandangnya dalam-dalam. “Tidak akan sayang … kamu adalah cinta terakhir bagiku!” Marisha senang sekali dengan kata-kataku.
46
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
PUTIH PEREMPUAN PUTIH Ringan rasanya setiap langkah yang aku ayunkan dan bibir ini rasanya tidak bosan-bosan tersenyum. Darto cengar-cengir aneh ketika melihat wajahku yang unik dengan senyum kembang kempis. “Sadarlah kau bujang … !” perintahnya padaku, tapi rasa melambung ini tidak akan pernah hilang. Aku pandangi Darto dan Darto hanya geleng-geleng kepala karena melihat diriku yang seperti orang gila. “Gila kau!” sambil menyilangkan telunjuk di keningnya. “Ini namanya mabok cinta To … hehehe” aku cengengesan tidak karuan merasakan akal ini dipenuhi seribu satu sari cinta. “Mampus kau … makan tuh cinta … ingat kamu masih punya satu cewe lagi!”. Aku sadar dengan mendengar kata-kata sang peramal telinga. “Salah…kamu salah dengan penafsiran satu kuping aku To!” bantahku atas teorinya tentang perempuan kedua. “Terserah deh!” dia menutup obrolan dikelas sambil ngeloyor pergi keluar. Aku melamun untuk mencerna kata-kata keramat sang peramal telinga. Apakah benar ada perempuan kedua? atau tidak ada. Rasanya tidak mungkin ada perempuan kedua karena setelah pendeklarasian pacaran seluruh siswa tau aku berpacaran dengan Marisha. Jadi teori Darto salah besar dan tidak mungkin. Kecuali jika perempuan kedua itu dari sekolah lain dan belum mengetahui aku sudah punya pacar. Walaupun baru dua jam jadian dengan marisha rasanya aku mencemaskan hubungan ini jika ada perempuan kedua. Mati aku digampar Marisha yang sadis tapi manis jika ketahuan ada perempuan kedua. Ringtone handphone ku berbunyi nyaring diantara pikiranku yang menggulma.
From : Flower Aku ada diluar sekolah kamu sekarang, aku tunggu di bawah pohon dekat gerbang! Cepet yah!!
Aku panik bukan kepalang mendapatkan Flower sang cinta pertamaku datang berkunjung ke sekolah. Rasanya teori Darto akan terbukti dan hebatnya ajalku sudah dekat saat berjalan keluar kelas. Apa aku terima atau jangan ?. Tapi aku tidak tega menolak cinta pertama yang tidak pernah tersampaikan. Jika aku terima bagaimana
47
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” dengan Marisha yang telah menjadi pacarku. Bisa digantungnya aku nanti jika ketahuan mengecewakannya. Senyumanku yang tadi menghias indah dibibir sekarang tertarik kebawah hingga membuat ekspresi yang aneh. Tatapanku datar seperti jombi yang haus akan darah segar. Tiap langkahku serasa melayang antara ringan dan berat hingga jantung ini rasanya berdetak tidak karuan. Aku mempercepat langkahku untuk secepat mungkin menemui Flower. Tapi di belokkan yang akan kegerbang sekolah aku tersentak kaget menahan langkah. Napasku tertahan, mataku melotot karena melihat Marisha ada di hadapanku dan hampir aku tabrak. “Mau kemana? Ko kaya yang buru-buru!” bibirnya memperlihatkan senyuman manis yang membuatku tenang. Aku hanya bisa menggaruk kepalaku yang tidak gatal dan celingukkan kanan kiri untuk mencari jawaban atas pertanyaan Marisha. “A…Anu aku mau ke depan!” lidahku terasa ngilu sekali ketika berbohong kepada dewi malam. Dia hanya tersenyum dan melambaikan tangan sambil meneruskan langkahnya “Pulang Bareng Yah!”. Aku balas senyumannya dan menganggukkan kepala. Diparkiran aku bertemu dengan Darto. “To…!” panggilku, dia menengok dan bergegas menemuiku. “Ada apa pujangga cinta?” dia mengolok-olok aku tapi aku tidak sedang ingin bercanda. Aku hanya celingukkan kanan kiri takut ada Marisha. Darto memperhatikan tingkahku yang aneh dengan senyuman puas. “Bagaimana? Betulkan ramalan aku!” Darto menertawakanku sampai terpingkal-pingkal. “To, kamu taukan Ayu teman SD kita?” Darto berhenti dari tertawanya dan segera memasang wajah serius. Dia berlagak seperti orang yang mengingat-ingat sesuatu. “Oh…maksud kau Flower teman SD kita yang sekarang sekolah di Al-Ma’some”. Aku langsung mengangguk dengan masih celingukkan kanan kiri takut kepergok sama Marisha. Belum habis rasa cemasku datanglah Reza sambil tersenyum bahagia. “Woy men…cewe yang kamu ajak jalan kemarin ada didepan tuh!”. Rasa cemasku makin menjadi-jadi melihat tingkahku seperti itu Darto mengerti akan kecemasanku. “Udah sekarang kau temui aja Flower…Marisha biar kita yang urus!”. Aku menatap Darto dengan penuh pengharapan dengan beribu macam rasa bingung. Sementara itu Reza tidak mengerti dengan apa yang terjadi dia hanya menatap kami dengan bingung. Aku
48
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” menepuk pundak Darto dan Reza mengisyaratkan aku mempercayakan masalah ini pada mereka. Bel sekolah berbunyi keras sekali tanda istirahat kedua telah usai. Seluruh halaman sekolah sekarang sepi semua siswa telah kembali kekelasnya masing-masing. Aku celingukan memeriksa takutnya ada siswa yang masih di luar kelas. Dipos satpam aku menemui pak Sofyan yang sedang bertugas. “Pak saya izin mau keluar dulu!” pak Sofyan terkaget-kaget karena saat itu dia sedang santai. “Emang mau kemana?” suaranya begitu lembut sekali untuk ukuran seorang satpam. Aku menyeka keringat yang membasahi keningku dengan tangan. “Mau…mau…kedepan sebentar pak!” pak Sofyan hanya menatapku aneh dan segera menulis disebuah buku besar. Setelah menulis pak Sofyan dengan isyarat tangan mengizinkanku. Segera aku geser pintu gerbang besar yang terbuat dari batangan besi. Sejenak aku menatap jalan raya didepan sekolahku untuk sekedar menenangkan hati. Pak Sofyan menatapku dari jendela pos dengan tatapan aneh. Aku rapihkan baju dan rambutku yang agak berantakkan. Setelah agak mantap dan tenang aku langkahkan kaki keluar gerbang dengan diiringi membaca berbagai doa penenang jiwa. Tampak Flower bersandar manis sekali pada mobilnya dibawah sebuah pohon. Flower mengenakan pakaian seragam berwarna putih-putih. Membuat yang melihatnya pasti menyangka bidadari yang sedang turun kebumi dan memancarkan keindahannya. Apalagi kulitnya yang putih dengan dibalut seragamnya yang putih dan diterpa dengan sinar matahari siang. Membuat silau setiap orang yang melihat tapi meneduhkan jiwa setiap yang terkena silaunya. Senyumku kembang kempis ketika menatapnya dari jauh. Aku percepat langkahku untuk sesegera mungkin mendekatinya. “Maaf yah, agak telat! udah lama nunggunya?” sapaku. Dia cuman menggeleng dan berucap lembut “Is okey!”. Tingkahku jadi aneh dan serba salah aku bingung harus bicara apa lagi dan apa yang harus ku perbuat. Tapi Flower lah yang memecah keheningan diantara kami. “Maaf yah sebelumnya…aku udah ganggu waktu belajarnya!”. Aku cuman bisa geleng-geleng kepala dan terasa ada yang mengganjal di tenggorokkan ini hingga tidak bisa bicara. “Sebenarnya aku disuruh mamah untuk mengantarkan titipan kerumah kamu. Tapi sekalian aku lewat sini jadi ngasihnya ke kamu aja. Ga apa-apakan?” tingkahnya begitu manja sekali dengan tutur kata yang 49
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” lembut sekali dan harmonis. Senyumku tersimpul rapih dan bengong menatap wajahnya yang cantik sekali. Dia menggibas-gibaskan tangannya didepan wajahku yang sedang bengong. Aku terkejut dan merasa malu ketika dia tersenyum manis dengan menyimpulkan tangannya. Aku mengucapkan syukur dan puji yang begitu melimpah kepada Tuhan. Ternyata ramalan Darto salah dan tidak terbukti. Jika saja saat ini Flower tidak ada di hadapanku mungkin aku akan melompat gembira sekali. Flower kesini ternyata hanya untuk mengantarkan titipan mamahnya. Aku ambil sebuah kotak yang di balut kertas kado bermotif unik dijok belakang mobil. “Makasih yah udah repot-repot mau nganterin ini!” kataku manis. “Sama-sama” jawabnya manja. Segera aku bersiap pergi sambil memegang kotak titipan tante Ika. Tapi semua itu berubah menjadi antara hal yang diinginkan dengan tidak di inginkan. Saat langkah pertama untuk pergi Flower berkata. “Aku kesini bukan hanya untuk mengantarkan titipan itu saja!”. Deg…jantungku berhenti berdetak dan langkahku tertahan pada langkah kedua. Mimpi indah yang di balut mimpi buruk telah menghampiriku dan siap menumpahkan ketakutannya kepadaku. Aku menarik nafas untuk melonggarkan hati ini. Walau bagaimanapun cepat atau lambat aku harus menghadapinya juga maka dengan segenap kesadaran aku kembali berbalik dan menghampiri Flower. “Ada hal apalagi yang ingin kamu sampaikan?” ucapku dengan tutur kata lembut. Flower seperti mendapatkan sebuah kekuatan setelah aku berucap. Wajahnya yang cantik terlihat tampak mantap dengan apa yang ada di hatinya. Aku mengalami kebingungan yang sungguh memuncak, tapi rasa cintaku kepada Flower tidak bisa terus disembunyikan. Terlihat gerakkan bibirnya yang akan mengeluarkan sebuah kata. “Aku juga di suruh menyampaikan sebuah pesan dari mamah untuk tante!”. Rasanya badan ini lemas dan ingin jatuh terkulai ketika mendengar kalimat itu. Oh…Tuhan telah selesaikah semua siksa batin ini padaku!. Sungguh menyakitkan, ternyata Flower cuman mau menyampaikan pesan dari mamahnya. Aku kira mau mangutarakan cintanya, kamu terlalu geer Willy yang malang!. Setelah menyampaikan pesan, Flower mengambil kertas dari sakunya. Dia tersenyum kepadaku sambil membuka kertas lusuh itu. “Kamu tau ini?” katanya sambil memberikan kertas 50
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” lusuh itu. Sebuah gambar yang sudah kabur dengan berbagai warna-warni yang menghiasinya namun sudah agak pudar. “Bukankah ini gambar bunga pemberianku seperti yang kamu bilang kemarin malam!” kataku mantap. Ekspresi wajah Flower berubah 360 derajat dari ceria menjadi murung dan sedih. Aku terkejut bukan main mendapati wajah ceria Flower berubah setelah aku menjawab pertanyaannya. “Ada apa Flower?” tanyaku dengan suara bergetar karena kaget. Tidak disangka sebuah air mata terurai di wajahnya sekarang tampak begitu jelas sebuah kesedihan dan kekecewaan pada wajah cantiknya. “Apakah ada kata-kataku yang salah Flower?” tanyaku padanya dengan nada lembut. Dia menghapus air matanya dengan sebuah sapu tangan putih dengan bordiran sebuah bunga yang aneh. Disebuah sisi sapu tangan itu tergambar sebuah bunga. Memiliki empat kelopak dengan warna yang beraneka ragam. Dan putiknya berbentuk hati berwarna merah menyala dengan ukiran nama yang tidak jelas kulihat. Flower menatapku dengan tatapan yang sendu, dan memeluk sapu tangannya di dadanya. Aku bingung lebih dari yang tadi, aku garuk kepala yang tak gatal dan memalingkan wajah karena takut dengan tatapan Flower. Flower membisu dan aku pun membisu tidak tau harus bicara apalagi. Hanya suara angin dan gesekkan dedaunan yang memecah kesunyian diantara kami. “Apa kamu benar-benar telah lupa tentang masa kecil kita?”. Sebuah suara dari Flower mengagetkanku, dan aku menatap tatapannya yang masih sedih. “Aku masih…masih…lupa beberapa bagian dari ingatan masa kecil kita!” jawabku terbata-bata. Tanpa disangka Flower memelukku dan menyandarkan kepalanya pada dadaku. Aku bingung, apakah aku harus memeluknya juga atau melepaskan pelukannya. Akhirnya aku mengambil keputusan untuk memeluknya. Rasa takut dan cinta menyelimuti hatiku yang sedang berkecamuk dengan berbagai perasaan aneh. Aku takut ada yang melihat dan melaporkan hal ini kepada Marisha. Tapi aku mencintai Flower seperti aku mencintai Marisha. Akhirnya Flower melepaskan pelukkannya dan kembali menghapus air mata dengan sapu tangan putih itu. “Sebenarnya ada apa?” tanyaku padanya. Dia mengambil kertas lusuh yang diberikannya kepadaku dan memberikan sapu tangan putih itu sebagai gantinya. “Kamu tidak usah berusaha mengingat masa kecil kita dulu, karena ada bagian 51
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” yang memilukan untuk diingat!”. Kata-kata itu sungguh menusuk dalam hatiku hingga beberapa pintu dalam ingatanku terbuka. Aku memperhatikan sapu tangan putih pemberian Flower dengan seksama. Rajutan bunga disudut sapu tangan ini membuatku tertegun kaget. Putik bunga yang berbentuk hati dan berwarna merah itu memiliki tulisan yang sekarang jelas aku lihat. Tulisan dalam hati itu adalah ‘Willy Cinta Flower’. Aku menatap Flower yang menatapku dengan sedih. “Kamu ingat! Kertas ini kamu berikan dihari ulang tahunku. Sambil tersenyum kamu memberikan kertas ini tepat saat aku akan meniup lilin. Kertas ini memiliki gambar mahkota bunga dan telah aku rajut kembali dalam sapu tangan itu”. Aku memandang wajah Flower seperti menatap sebuah cermin yang memantulkan diriku. Aku mengerti kenapa dia menangis tatakala aku tidak ingat makna dari kertas itu. Sebenarnya kertas itu tidak lain adalah janji setiaku kepadanya. “Sebuah janji yah…! Janji cinta seharusnya tidak boleh terlupakan, maafkan aku Flower!. Aku ingat sekarang setiap mozaik ingatan kita dulu, jadi sudah seharusnya aku menepati janji itu bukan?”. Tanganku meraih tangannya dan menggenggam tangannya di dadaku. “Aku tidak memaksamu harus menepati janji itu! Aku hanya ingin kamu mengetahui perasaanku kepadamu selama ini!”. Flower menggigit bibirnya dan seperti malu mengungkapkan perasaannya selama ini kepadaku. Aku eratkan genggaman tanganku dan menurunkan badan sehingga aku berdiri dengan lutut. “White Ross Flower…bunga yang berbunga dipadang bunga…Willy Firdaus bersimpuh dihadapanmu dengan hanya membawakan cinta tulus ini untukmu. Maukah kamu menerima pengemis cinta ini untuk kau jadikan pacarmu?” ucapanku membuat wajahnya bercahaya kembali. Keheningan kembali menyelimuti kami berdua. Flower menatapku dalam-dalam seperti ingin mengarungi pikiranku. Senyumku masih menunggu dengan wajah penuh pengharapan. Tapi Flower seperti masih menimbang-nimbang keputusannya walaupun sebenarnya
dia
juga
mencintaiku.
“Sepertinya
aku
harus
meminta
bantuan
mamah…untuk membuat keputusan!”. Kata-kata itu memecah keheningan diantara kami, “Kalau kamu membutuhkannya, kenapa tidak!” ucapku. “Sepertinya kamu pria yang baik!” sebuah ucapan dengan ekspresi mengintrogasi. “Menurutmu?” tanyaku. “Sepertinya kamu memiliki kriteria idamanku!” ucapnya lagi. 52
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” “Menurutmu?” tanyaku lagi padanya. “Kalau begitu…mamah pasti memiliki keputusan yang sama denganku!”. Suasana kembali hening, tanganku terasa dingin sekali karena tegang menunggu jawaban dari Flower. Wajah cantik Flower makin bersinar tapi sekarang dihiasi juga dengan warna merah dipipinya. “Suatu kehormatan bagi Flower…mendapatkan cinta tulus sang pemilik taman firdaus!” jawaban yang kutunggu-tunggu akhirnya datang juga. Flower tertawa malu dengan manisnya dan pipinya menjadi lebih merah. Sementara aku tersenyum bahagia sekali karena sudah bisa mengutarakan perasaanku kepadanya selama ini dan diterimanya. Diantara kebahagian itu aku merasakan penyesalan dan ketakutan. Aku menyesal sudah menduakan cinta dalam hidupku. Aku takut tidak bisa adil kepada mereka berdua. Sepertinya pepatah yang bilang ‘nasi sudah menjadi bubur’ menghampiri kehidupanku. Sudah takdir mungkin aku memiliki dua cinta dalam hidupku dan keduanya datang dalam waktu yang bersamaan. Tuhan semoga kamu selalu mendampingiku dalam keadaan yang tak terbayangkan dalam kehidupan cintaku.
53
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Mahkota Cinta Empat penjuru angin mengitari hatiku untuk mu Pink,, kuning, hijau dan biru Menghiasi klopak yang membentang di setiap penjuru angin Hangatnya memberi sinar hatiku
Dalam putik hatiku terpatri janji setiaku untuk mu Janji cinta yang terpersembahkan bagi putri bunga Sengaja ku persembahkan janji ini dalam mahkota cinta Untuk menghormati hatimu yang selembut bunga
Terimalah mahkota cinta ini dengan tersenyum Senyum indah nan-pesona milikmu putri Senyum yang memikatku untuk selalu mencintaimu Lihat senyumanmu ku ukir dalam mahkota cinta ini!
Mahkota jiwa yang membara dengan hati merah suci Klopak berwarna yang semeriah hatimu Senyuman indahmu membungkusnya dengan pesona Dalam ukiran janji setia cinta pertamaku
54
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
CINTA DI PEREMPATAN Aku tidak tau apakah semua keputusanku hari ini adalah keputusan terbaikku atau bukan?. Setelah semua yang terjadi dengan Flower berakhir aku segera masuk kelas. Sekarang aku hampa dan melayang dalam ketakutan dan penyesalan mendalam. Apakah ini yang disebut dengan pengorbanan diri untuk orang lain? Menurutku tidak. Ini lebih tepat disebut sebuah pengorbanan ketololan yang membuat orang lain mati dan hancur. Darto merasa kasihan dengan keadaanku saat ini. Keadaanku sekarang kembali kepada kondisi titik balik yang melampaui kondisiku yang normal. Saat mengenal Flower aku bocah nakal yang periang. Sesudah berteman dengan Flower aku berubah menjadi penghayat kerinduan penuh senyum. Waktu terjadinya kekacauan yang tidak mau aku ingat, aku menjadi bocah murung. Sebelum menemukan Marisha aku hanya cowo dingin dengan penyakit alergi senyuman. Setelah menemukan Marisha aku cowo penuh impian dan harapan yang hampa tentang cinta. Cinta Marisha telah kudapat, aku menjadi periang yang berbahagia. Dan tatkala aku juga mendapatkan cinta Flower, kegundahan dan ketakutan menyelimutiku. Ketakutan dan kegundahan ini tidak pernah aku rasakan. Aku sekarang tidak berselera untuk mengangkat bibirku untuk tersenyum. Tapi rasa gundah dan takut ini di selimuti rasa gembira nan-bahagia. Aku jadi bingung dengan diriku, aku membutuhkan seseorang yang harus menenangkan hatiku yang sedang mengalami kemurungan. “To…kamu pernah merasakan ketakutan yang saat ini aku rasakan?” tanyaku padanya dengan tatapan kemurungan. Darto menatapku, mencoba menyelami pikiranku. Darto geleng-geleng kepala dan menepuk bahuku. Nafas berat aku hembuskan panjang sekali hingga mengurangi bebanku. “Aku tau siapa yang dapat nolong kamu!” sebuah harapan muncul dari Darto. “Pulang sekolah kamu ajak Marisha ngobrol …keluarkan keluh kesah kamu padanya!”. Tatapan Darto meyakinkanku tapi aku takut jika Marisha juga tidak bisa ikut meringankan keresahanku. “Setelah itu…kamu temui juga Flower! Keluarkan keluh kesah kamu padanya. Jika mereka cinta sejati kamu, maka mereka pasti mengerti dengan semua beban pikiran kamu”. Aku menatap Darto dengan tatapan penuh pencerahan. ##### 55
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Marisha duduk tenang dikursi taman yang manis dengan diteduhi pepohonan yang rindang. Aku menatapnya dalam, dalam sekali hingga rasanya jiwaku menyatu dengannya. Marisha tersenyum padaku, dia malu karena aku menatapnya terlalu lama. “Maaf sayang, aku ngga langsung nganter kamu pulang!”. Marisha memegang tanganku “ok, sekarang kamu bisa mengeluarkan beban kamu. Mudah-mudahan aku bisa meringankannya, seengganya bisa menemani kamu dalam menghadapi beban itu!”. Aku terkejut ketika mendengar kata-kata Marisha. Bagaimana dia tau aku memendam beban mendalam dalam hatiku?. “Apakah kamu tau dari Darto, sayang?” tanyaku padanya. “Aku bisa melihat beban itu dari bibir kamu yang berat untuk tersenyum!”. Dia menerangkan sambil tersenyum manja hingga membuat aku terhibur. “…Hmmm” aku berpikir sejenak untuk mencari kata yang tepat untuk menjelaskannya. Marisha menunggu dengan sabarnya sehingga aku merasa sejuk dan damai sekali saat dekat dengan dirinya. Apalagi senyumannya membuat beban-beban dalam hatiku mencair sedikit demi sedikit karena senyuman manisnya. “Aku sekarang tau…beban ini hanya butuh senyuman kamu yang manis untuk menghilangkannya!”. Marisha memandangiku manja dengan senyuman manis yang menyejukkan. “Jadi aku harus terus tersenyum begini agar beban kamu hilang!” tanyanya padaku. “…Tersenyumlah selalu seperti itu, karena senyuman kamu lebih berharga dari apapun!”. Terpaan angin taman firdaus menghembuskan kami berdua untuk melambung tinggi dalam perasaan kasih sayang cinta. “Tersenyumlah sayang!” tatapan mata Marisha menebarkan aora ketenangan. Pikiranku mengelana mencari lembaran-lembaran kegembiraan dan kebahagiaan. Sebuah ingatan yang bisa merekahkan senyumanku kembali. Sedikit demi sedikit bibirku mengembangkan senyuman, namun agak sedikit di paksakan. Marisha tertawa ketika melihat senyumku yang aneh tidak seperti biasanya. “Ingat! Senyuman itu bukan untuk sebuah symbol saja. Tapi senyuman itu sebuah makna hidup. Makna dari kehidupan seseorang yang memiliki senyuman itu. Kamu pernah lihat senyuman Joker? Aku menyukai senyuman itu. Hihihihi…senyuman itu memiliki lengkungan yang indah tapi menakutkan. Jadi hati-hati dengan senyuman Joker, karena bermakna ganda!”. Marisha tertawa dan tersenyum dalam setiap pembicaraannya seperti tidak memiliki beban hidup saja. 56
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” “Apakah kamu tidak mempunyai beban hidup sayang?. Karena kamu selalu tersenyum dan tertawa saat aku perhatikan seperti ringan tanpa beban!”. Pertanyaan itu akhirnya keluar juga dari mulutku, terdorong oleh rasa penasaran. Sebelum menjawab pertanyaan itu Marisha mengambil sebuah kartu Joker dari tasnya. “Maaf yah jika jawaban aku tidak memuaskan!” katanya manja. Senyumku terkulum berat sekali karena di paksakan tapi aku mencoba untuk tersenyum. Kembali marisha tertawa ketika melihat sebuah senyuman yang terlalu di paksakan. “…Pegang kartu ini dan lihat!” aku melihat kartu pemberian Marisha dalamdalam. “Coba ceritakan tentang senyuman di kartu itu!” Marisha menunjuk senyuman Joker agar diperhatikan oleh ku. “Aku melihat…sebuah senyuman yang ringan dan lebar sekali!” aku menjawab dengan singkat dan simpel. Marisha tersenyum, “kamu tau ngga?…kalau kartu itu adalah pemberian ayahku!. Kata ayahku kartu itu diambil dari mayat temannya. Teman ayahku itu seorang perajurit yang pemberani dan selalu tersenyum. Teman ayahku itu selalu membawa kartu bergambar Joker dalam setiap pertempurannya. Kata teman ayahku, kartu itu adalah kartu pemberi kekuatan”. “Senyuman dalam kartu itu selalu memberinya kekuatan agar tidak mudah menyerah hanya kepada kesusahan jiwa dan ketakutan. Teman ayahku mati tertembak saat menjalankan tugasnya di Aceh. Dia tertembak tepat dikepalanya tapi dia mati dengan tersenyum tenang. Kata ayahku senyuman temannya itu sangat bahagia sekali seperti dia telah mendapatkan kebahagiannya dalam pertempuran terakhirnya” aku mendengarkan cerita Marisha sampai terkesima. “Lihat senyuman itu begitu ringannya, jangan kira dia tidak memiliki beban hidup karena tersenyum begitu ringan dan lebar. Senyuman itu lebih tepatnya menyembunyikan sesuatu rahasia dalam hatinya. Rahasia yang hanya senyuman itu yang dapat mengetahuinya. Maka dari itu sebuah senyuman adalah makna dari kehidupan seseorang yang memiliki senyuman itu. Tapi senyuman bukan hanya sebagai penyimpan rahasia hati saja!. Tapi senyuman juga berfungsi sebagai pengobat dari rahasia hati yang dia simpan itu. Maka kenapa kamu tidak tersenyum sekarang!. Lupakanlah kesusahanmu sekejap saja dengan tersenyum dengan ringan!”. Dengan ekspresi manja dan menggoda Marisha mengakhiri pembicaraannya. Senyum mengembang di wajahku dengan
57
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” ringannya, tapi kesusahan itu masih tersimpan dalam hatiku. Marisha tersenyum menawan ketika melihat senyuman terukir di bibirku. ##### Setelah selesai aku mengantar Marisha pulang tapi dia tidak mau aku antarkan sampai depan rumahnya. Kata Marisha ayahnya sedang ada dirumah terus ayahnya punya kebiasaan mengintrogasi setiap pria yang punya hubungan dengannya. Jadi Marisha akan mendekati ayahnya dulu agar aku bisa main kerumah. Marisha janji malam minggu nanti aku bisa main kerumahnya. Aku turuti saja apa yang Marisha inginkan maka aku turunkan Marisha di depan perempatan yang akan menuju rumahnya. “Kamu tau ngga...hari ini aku senang sekali!” ucapan Marisha begitu mencerminkan senyumannya yang indah. “Aku juga senang sekali bisa mendapatkan hati sang dewi malam!” aku bungkukkan tubuhku seperti orang inggris yang hormat kepada putri raja. “Siapa dewi malam?” Marisha kaget dengan panggilanku padanya. “Nanti saja penjelasannya sekarang silahkan sang dewi pulang dulu ke pangkuan ayahandanya!” aku goda Marisha hingga terpancar kecemburuan diwajahnya. Marisha bertingkah pura-pura marah dengan cara pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Tapi saat sudah berjarak sekitar 10 meter dari aku yang terus melihatnya dari perempatan, dia membalikkan badannya. Lalu dia tersenyum dan melambaikan tangannya dengan manja. Aku membalasnya dengan sebuah senyuman yang baru saja ku pelajari dari kartu. Tidak kusangka hanya dibutuhkan sebuah kartu dan Marisha untuk membuatku tersenyum. Tapi semua ini belum tuntas, karena aku hanya bisa menyembunyikan beban ini di dalam senyuman. Aku harus menemui Flower, semoga saja dia dapat membantu menghilangkan beban hatiku. ##### Flower menungguku dengan tangan menyangga dagunya yang indah sambil duduk santai di cafe. Saat melihatku datang dia berdiri dan melambaikan tangannya kepadaku sambil tersenyum. Senyuman Flower berbeda dengan senyuman Marisha, senyuman Flower lebih kecil dan anggun. Tapi keduanya memiliki daya tarik tersendiri dalam senyumannya. Yang satu khas dengan senyuman manis dan ringan, sedangkan yang satu lebih anggun senyumannya.
58
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” “Udah lama?” tanyaku basa-basi. Dia menggelengkan kepala tanda belum lama. Dia mempersilahkanku duduk didalam café itu, lalu dia memanggilkan pelayan. “Kamu mau pesan apa?” katanya lembut, aku memesan jus alpukat kegemaranku. Sementara dia memesan segelas orange jus. Kami menikmatinya sambil duduk berdua-duan dengan diiringi music classic yang enak didengar. Aku memandangi wajah Flower yang cantik dan putih, seperti Marisha ternyata dia juga malu-malu. Berbeda dengan Marisha yang mengetahui aku memiliki beban, Flower tidak mengetahuinya. Dia hanya diam dan mencuri-curi pandang kepadaku. Aku tertawa melihat tingkah Flower seperti itu. “Ada apa?” dia sepertinya tidak mengerti dengan tawaku dan menyangka menertawakannya. Aku berhenti tertawa dan mengalihkannya dengan meminum jus. Flower tidak lagi curi-curi pandang, sepertinya dia mengetahui aku menertawakan tingkahnya. “Maaf sayang!” kataku manja dan mencoba menggodanya. Dia hanya tersenyum dan merapihkan rambut yang menghalangi wajahnya yang cantik. “Kita udah 10 menit disini tapi tidak ada yang kita bicarakan!” dia sepertinya malu karena aku hanya menatapnya saja. Aku kembali tertawa mendengar pembicaraannya. “Kamu tuh…masih sama kaya dulu…tetap pendiam dan…pemalu!” aku rangkul pundaknya. Flower malu ketika aku merangkul pundaknya, terlihat jelas dari wajahnya yang memerah. Aku kembali tertawa melihat perubahan wajahnya. “Kamu tuh hanya tertawa dan tertawa…kenapa kita tidak ngobrol!” kata-kata itu bukan mebuatku berhenti tertawa malah semakin ingin menggodanya. Aku cubit gemas pipinya yang tembem, dia mencoba melepaskan cubitanku. “Tingkah kamu juga tidak berubah…masih sama kaya dulu. Senang nyubitin pipi aku, terus selalu ketawa plus masih suka jahil!”. Kami akhirnya ketawa bersama, Flower mencubit hidungku dengan gemasnya sampai aku sulit bernapas. “Aduh sakit dong sayang” hidungku berubah warnanya menjadi merah saking kerasnya cubitan itu. ##### Karena Flower membawa mobil, jadi dia tidak aku antar pulang. Aku mengantarnya sampai mobil, aku bukakan pintu mobilnya dan mempersilahkan Flower masuk. Dia tersenyum anggun dan memegang kepalaku lalu tanpa ada aba-aba terlebih dahulu dia mencium pipi sebelah kananku. Aku mematung mendapat ciuman dari Flower 59
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” sementara dia hanya tertawa malu. Sebuah kejutan yang indah telah di berikan kepadaku dari Flower. Aku melambaikan tangan saat Flower pergi keluar dari parkiran. Senyum bahagia terukir di bibirku, indahnya perasaan hatiku hingga melambung tinggi. Selama pertemuan tadi aku tertawa bahagia dengannya. Bernostalgia dengan masa kecil kami juga menertawakan kekonyolan Darto sewaktu kecil. Kami saling menyalahkan ketika berdebat tentang sepeda Darto yang patah akibat menabrak pohon. Flower menyalahkan aku yang telah mengemudikan sepeda dengan tidak benar sedangkan aku menyalahkan Flower karena dia menutup mataku saat dia aku bonceng di belakang. Akhir dari perdebatan sengit itu adalah tertawa lepas bersama-sama. Sungguh bahagia sekali rasanya bisa tertawa lepas bersama sang bunga indah nan harum.
60
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
CHAPTER III INDAH TAPI MENAKUTKAN Aku berangkat sekolah dengan perasaan bahagia, rasanya aku mendapatkan kehidupan baru. Senyumku kembali terukir dan sekarang senyumannya tidak aneh seperti waktu pertama mencoba tersenyum. Tawaku juga sudah lebih lepas, tidak seperti waktu memikirkan
beban-beban
pikiran.
Keriangan
kembali
melingkariku
dengan
kesejukkannya sampai-sampai aku menyanyi dan menyair semalaman. Seisi rumah marah-marah kepadaku semalam, karena aku tidak bisa diam dan hanya terus menyanyi dan bersyair dengan keras. “Willy,
kamu
tidak
berpusing-pusing
ria lagi
kaya kemarin?” Darto
mengagetkanku dari belakang. Darto hanya tertawa seperti orang gila ketika melihat wajahku yang marah. “Kamu…bocah sialan! Ngagetin aja…untung ga copot jantungku” aku jewer kupingnya sampai dia meringis kesakitan. “Tenang dong aku kan cuman mau ngehibur kamu!” matanya menunjukkan mata seorang penjilat. “Udah jangan basa-basi! mau pinjam motor kan?” Darto hanya nyengir kuda ketika aku mengetahui belangnya. “Bagaimana kemarin? sukses!” Darto menanyakan situasi kemarin sambil memakan baksonya. Aku tidak menjawab dan masih terfokus pada bakso yang hampir habis. Darto tidak menanyakan hal itu dua kali, mungkin takut menyinggung perasaanku padahal tidak apa-apa. Setelah menghabiskan bakso aku tersenyum puas kepada Darto. Aku tertawa dan menepuk pundak Darto, hingga bakso yang dimakannya terpental kemangkuk. “Ehm…sialan, jadi belepotan nih mulut ku!” bentaknya padaku tapi akhirnya kami tertawa bersama-sama. “Kamu emang pengen tau kejadian kemarin?” aku tanyakan keseriusan dalam pertanyaannya. Dia menatapku dan memegang sendoknya sambil bersiap memasukkan bakso ke mulutnya. “Kamu ga perlu ngasih tau aku jika kejadian kemarin berakhir buruk!” Darto sekarang terfokus pada baksonya kembali. “So tau kamu…aku belum cerita udah berperasangka buruk!” kataku. Darto sekarang berkonsentrasi kepada diriku yang bersiap menceritakan hal-hal yang terjadi kemarin.
61
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” “Aku ini cowo beruntung, malah super beruntung lebih tepatnya!” aku celingukkan takut ada yang mendengarkan pembicaraan kami yang rahasia. Darto mengikuti tingkahku, dia celingukkan kanan kiri terus lebih memajukkan telinganya kearahku. Aku bercerita dengan sedikit berbisik-bisik pada Darto, karena ini adalah sesuatu yang rahasia. “Begini kejadiannya…kemarin seperti nasihat kamu, aku ketemuan sama dua bidadariku!”. Darto tersentak kaget ketika aku mengatakan mereka berdua dengan sebutan bidadari. “Tunggu! Aku ga ngerti…apa kamu jadian dengan mereka berdua?” tanyanya padaku dengan wajah serius. Aku memandangnya aneh, aku kira Darto tau kalau aku udah pacaran dengan mereka berdua. “Gimana sih! Aku kira kamu tau kalau aku udah jadian sama mereka berdua!” bisik ku padanya dengan nada sedikit marah. “Yang aku tau kamu udah jadian sama Marisha, terus kamu ketemuan dengan Flower kemaren waktu jam pelajaran ke 9. Dan aku menyangka pasti Flower menyatakan cintanya padamu, terus kamu kebingungan memilih diantara mereka berdua!. Kesimpulannya aku tidak menyangka kamu menerima Flower dan menduakan mereka sekaligus!”. Aku diam beberapa saat menatap Darto beberapa detik dan menarik nafas dalam satu hentakkan. “Begini kisahku kemarin…kamu pasti taukan kejadian aku sama Marisha di lapangan olahraga?. Jadi aku ga perlu menceritakan bagian itu!” Darto hanya manggutmanggut manut. “Setelah bertemu kamu di parkiran itu, aku menemui Flower yang menungguku di bawah pohon akasia. Pertamanya dia cuman nganterin titipan dari mamahnya, kotak yang itu loh!” kataku mengingatkannya tentang kotak yang kubawa kemarin. “Terus ketika aku mau pergi, dia menghentikan langkahku untuk menyampaikan pesan dari mamahnya. Aku kira sampai disitu, ternyata dia mengingatkanku tentang janji masa kecil kami” Darto mendengarkan dengan penuh perhatian. “Kamu taukan aku udah empat tahun tidak main dan bertemu lagi sama Flower, jadi aku hampir lupa dengan janji itu. Untungnya Flower mengingatkanku, aku tau kalau janji itu adalah hutang. Maka aku harus menepati janji itu walaupun memiliki konsekuensi yang berat!” Darto geleng-geleng. “Aku masih ga ngerti, kenapa kamu tega menduakan mereka?” Darto mencoba menghujat keputusanku. “Aku juga sempat berpikir seperti itu, kamu taukan kemarin aku mengalami guncangan jiwa?. Nah…guncangan jiwa 62
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” itu adalah guncangan tentang keputusanku hari itu, apakah benar atau salah?. Sampai sekarang pun aku belum menemukan jawabannya tapi aku mengetahui alasan kenapa aku menduakan mereka!”. Darto memperhatikanku tanpa berkedip, dia sepertinya ingin tau alasan aku menduakan Marisha dan Flower. “Kamu
jangan
menganggapku
sebagai
seorang
playboy
juga
jangan
menganggapku orang yang tega menyakiti dua cewe yang aku sayangi!. Alasannya mungkin tidak gampang diterima tapi aku menerimanya sebagai jalan yang tidak bisa di tolak. Marisha…kamu taukan aku mencintai dia? Dia adalah pemberi senyuman yang sekarang kamu lihat di bibirku. Flower cinta pertamaku…tapi aku tidak pernah bisa mengungkapkan rasa cintaku. Keduanya adalah bidadari pengisi hidupku dari pertama mengenal huruf sampai bisa mengenal makna hidup ini”. “Sebelum mengenal Marisha aku telah mengenal dekat Flower yang dulu lebih di kenal dengan nama Ayu. Flower adalah teman dekatku seperti kamu, yang tidak bisa aku sakiti dan memutuskan tali persahabatan. Setelah kejadian yang tidak kamu ketahui dan tidak mau aku sebut-sebut, aku menjadi pemurung. Kamu sering menghiburku saat aku murung tapi Flower tidak pernah hadir kembali. Dan sekarang dia hadir pada saat sudah empat tahun tidak bertemu, aku tidak tau apa alasan Flower tidak menjumpai ku selama itu. Tapi aku tau kalau dia memiliki alasan yang sama denganku!” aku menarik nafas panjang sekali. “Sama…aku juga baru bertemu kembali dengannya tahun kemarin!” Darto sepertinya merasakan hal yang sama denganku. Yaitu kehilangan teman yang dulu sering bersama-sama dalam senang maupun duka. Tapi sekarang Flower telah kembali dan aku tidak tau kenapa Flower menjumpai Darto lebih dulu daripada aku?. Namun aku tidak mau memperpanjang hal kecil seperti itu. Aku tersenyum kepada Darto dan menepuk pundaknya tanda ikut bersedih. “Kita lanjutkan!” kataku mengalihkan kepada topik intinya dan seperti biasanya Darto tetap riang gembira. “Setelah kehilangan Flower, aku hampa namun aku masih punya sahabat sepertimu yang selalu menemaniku di saat apapun!” Darto tersenyum bangga. “Waktu masuk SMA aku bertemu dengan seorang dewi senyuman yang memiliki keindahan malam. Aku mengetahui makna hidup ini dari semangat dan senyumannya. Tapi aku terlalu pecundang untuk mengungkapkan cintaku padanya, sehingga dia berpacaran 63
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” dengan Bondan. Dalam penantian aku memimpikannya dan mengharapkan Marisha menjadi pacar yang aku cintai untuk terakhir kalinya. Dan saat itu pun datang menghampiriku…dia menyatakan cintanya padaku!” Darto mendengarkan ceritaku dengan keingintauan yang menggebu-gebu. “Marisha menyatakan cintanya padaku dan tidak ada alasan untuk menolaknya. Jadi aku menerimanya dengan perasaan berbunga-bunga dan melayang tinggi. Aku mencintai Marisha dan dia menyatakan cintanya…apakah aku salah jika menerimanya?” aku tanyakan tanggapan Darto tentang keputusanku. “Keputusan itu benar!” jawaban Darto begitu simpel tapi aku tau kalau jawaban sebenarnya lebih rumit. “Flower datang menemuiku untuk menagih janjiku, walaupun dia tidak mengatakannya atau berniat menagih. Tapi aku mengetahui dari tatapannya yang menggambarkan perasaannya. Aku mencintai Flower sebelum mencintai Marisha dan Flower pun mencintaiku. Dan janji itu aku buat saat belum mengenal Marisha…jadi salahkah aku bila menepati janji kepada cinta pertamaku?” aku tanyakan bagaimana tanggapannya. Darto sekarang terdiam, tidak seperti tanggapan pertama yang dia jawab dengan mudahnya. Darto menatapku dengan tatapan bingung, lalu dia menggelenggeleng kepala. “Aku tidak menemukan tanggapan untuk masalah yang kedua!” jawaban Darto begitu mengecewakanku. Aku menatapnya dengan tatapan marah, “kenapa jawabannya tidak sama seperti jawaban yang pertama. Apakah kamu memihak?” aku tatap dia dengan tatapan begitu kecewa. Darto menunduk dan mulai kebingungan mencari-cari alasan yang tepat. “Sekarang kamu taukan bagaimana perasaanku kemarin, seperti itulah perasaanku kemarin atau bisa lebih dari yang kamu rasakan. Tapi aku punya solusi yang bisa kamu coba untuk mencari alasan itu. Kamu temui saja Nani…terus ceritakan hal ini kepadanya pasti kamu mendapatkan alasan yang bagus untuk menghujat keputusanku!”. Darto tersenyum kepadaku dengan perasaan kalah tapi aku tidak merasa menang dalam obrolan ini. Karena aku memiliki tugas yang berat untuk bisa berlaku adil kepada mereka berdua. Yaitu Flower sang bunga yang berbunga di padang bunga dan Marisha sang dewi senyuman pemilik keindahan malam. Akhir dari perbincanganku dengan Darto dikantin adalah kekalahan Darto yang harus dibayar dengan membayar Bakso yang kami makan tadi. Tapi seperti biasa Darto menjalaninya dengan senang hati. 64
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Benar & Salah Cinta, aku tidak mengerti dengan diriku Yang aku mengerti hanya satu yaitu aku mencintaimu Banyak alasanku untuk mencintaimu Hingga membuatku bingung untuk menjelaskannya Aku memang tidak pandai dalam bicara Tapi aku percaya kamu akan mengerti dengan kelemahanku Sulit bagiku untuk mencari kebenaran dalam kesalahan Begitu juga mencari kesalahan dalam kebenaran Apakah keputusanku mencintaimu benar atau salah? Keputus asaan menyelubungiku dengan kegalauan Mungkin kamu pantas buatku, cinta! Tapi aku tidak pantas buat kamu Jawaban itu bisa benar dan salah Keputusan ada dalam hatimu!
65
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
STARTING POINT Darto bilang awal pacaran adalah masa terindah dalam pacaran. Berbeda pandangan dengan Aku, tapi aku tidak memandang jelek terhadap awal pacaranku. Aku menilai dari awal pacaran sampai akhir pacaran (semoga aku tidak mengalami yang namanya akhir pacaran!) adalah masa indah. Kenapa kita harus merasakan indahnya pacaran hanya pada bagian-bagian atau waktu tertentu pada pacaran. Sedangkan kita yang menginginkan pacaran ini, keputusan kita menerima dan menyatakan cinta kepada pasangan kita adalah mantra yang memberi kita nuansa keindahan cinta yang akan kita jalani. Sulit memang merasakan indahnya pacaran, tapi kalau kita ingin mencoba menjalaninya maka akan terasa manis. Pacaran sendiri membutuhkan keberanian untuk memulainya, bagiku!. Konsekuensinya yang berat pun harus kita pandang sebagai keindahan dalam pacaran. Percuma dong kalau kita hanya merasakan indahnya pacaran pada waktu tertentu saja. Lebih baik pandang indah saja segala sesuatu yang kita alami dalam masa pacaran, mudah-mudahan dialah jodoh yang kita nanti-nanti. ##### Marisha meminta aku memberinya semangat dalam pertandingan eksebisi dalam kejuaraan basket sekabupaten Sumedang. Sebenarnya tanpa dia mintapun aku pasti akan memberinya semangat kalau bisa tenagapun akan aku berikan. Darto dan aku sepakat akan memberikan semangat kepada tim basket putri dan bergabung dalam supporter SMA kami. “Sayang! Memangnya melawan sekolah mana?” pertanyaanku menghentikan kegiatan makan Marisha. “Oh…pertandingannya melawan SMA Al-masoem!” mendengar jawaban Marisha aku dan Darto terlonjak kaget hingga berdiri dari kursi. “Kenapa kalian?” Marisha memandang aneh tingkah kami. Aku kembali duduk dengan agak sedikit gemetar, aku cubit Darto dan memberinya tanda agar membuat Marisha sibuk agar aku bisa menelpon seseorang. “Kenapa sih kalian? Jadi aneh gitu tingkahnya!” Marisha memandang kami curiga. “Oh tidak ada apa-apa ko non! Kami cuman kaget mendengar tim kita akan melawan tim yang tangguh” Marisha percaya saja dengan alasan Darto. 66
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Sementara Darto membuat Marisha sibuk dengan ocehannya, aku permisi pada Marisha untuk menelpon. Marisha dan Darto aku tinggalkan di kantin, sesegera mungkin aku pencet sebuah nomor. Aku memilih toilet untuk menelpon Flower, nada tunggu terdengar jelas dari sebrang. Aku sedikit terkejut mendengar tim basket putri SMA kami akan melawan tim basket putri Al-Masoem. Sebuah pertanda buruk menghampiriku, aku takut pada pertandingan sore ini Flower akan ikut mendukung SMA-nya. Maka cepatcepat aku menelpon untuk memastikan kehadirannya dalam pertandingan sore nanti. “Hallo…!”
suara
perempuan
yang
lembut
menyapaku
dari
sebrang.
“Ha…ha…hallo!” aku tergagap-gagap mendapati suara Flower di telpon, ini adalah pertama kalinya aku menelpon Flower setelah empat tahun. “Ada apa cintaku?” Flower menyanjungku dengan sebutan ‘cintaku’ membuat aku merasa menjadi pria terganteng. “Eh…ini! Kamu ikut nonton pertandingan basket sore ini ngga?” terdengar tawa kecil Flower dari sebrang. “Aku akan datang! Tapi bukan sebagai penonton, melainkan sebagai pemain. Kamu harus dukung aku yah!” mendengar Flower berbicara seperti itu aku langsung tersentak kaget dua kali lipat. “Hallo…hallo…hallo…sayang?” Flower memanggil-manggil aku dari sebrang handphone. Aku mematung dan tidak tau harus bicara apa lagi tapi aku harus menghadapi ini dengan kepala dingin dan rencana matang. “Oh…maaf sayang, aku agak kaget aja kamu bisa maen basket! Biasanya juga nonton doang!” kilahku. Flower tertawa kecil “huh, belum tau yah kalau aku ini pemain paling hebat di SMA ku!”. Aku ikut tertawa juga, tapi dalam pikiran aku sedang memutar otak bagaimana agar tidak terjadi ‘bentrokkan’. “Ok, aku nanti akan mendukung kamu! Aku tunggu yah di sekolah…dah!” aku akhiri pembicaraan kami. Marisha menatapku ketika aku balik dari toilet “Habis nelpon siapa sayang?”. Bohong atau jujur menjawabnya?, aku bingung “sudah nelpon teman masa kecilku, aku baru ingat sesuatu tadi yang harus di sampaikan padanya!”. Marisha memandang aku kembali “cewe atau cowo?” pertanyaan ini menyudutkanku dan Darto hanya melongo menatap perbincangan kami. “Cewe!” keringat dingin mengucur di punggungku dan Darto menggigit bibirnya cemas. Jika Marisha menanyakan sebuah pertanyaan lagi maka matilah aku.
67
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Tapi untung Marisha tidak menanyakannya lebih lanjut, anehnya aku tidak bisa berbohong padanya. Dan jika Marisha menanyakan aku punya hubungan dengannya maka aku takut tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Untung Marisha tidak memperpanjang pertanyaan itu malah memintaku mengantarnya ke kelas. Darto terlihat berwajah lega sekarang, dia mungkin merasakan hal yang sama denganku tadi. ##### Bel pulang sekolah sudah berbunyi 10 menit yang lalu dan sekarang aku berhadap-hadapan dengan Darto di meja kantin. Kami sedang rapat dan mempersiapkan rencana penyambutan Flower dan juga menghalau hal yang tidak di inginkan. Darto membuka catatan kecil yang di buatnya tadi saat di kelas. Catatan itu merupakan cetak biru dari rencana besar kami dalam konspirasi menghalau sebuah ‘bentrokkan’ maut dua bidadari. Aku tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi, mungkin akan mengakibatkan perang dunia ke-3. Maka untuk menghalau terjadinya hal itu aku dan Darto telah mempersiapkan semuanya sematang mungkin. Rencananya sederhana sekali, pada saat Flower dan rombongannya datang aku akan ‘menghilang’. Di sinilah bagian Darto untuk menjalankan misinya, yaitu menyambut kedatangan Flower dan memberitahu kalau aku sedang dalam perkumpulan panitia pertandingan. Ketika Darto menyambut Flower, aku akan menemui Marisha di ruang ganti pemain untuk memberi semangat. Misi kedua, aku menemui Flower di tempat tunggu pemain dan pura-pura memberikan air minum pada pemain lawan padahal sesungguhnya aku memberi semangat kepada Flower. Dan Darto memberikan air minum untuk pemain tuan rumah juga sedikit berbinacang-bincang dengan Marisha. Jika di butuhkan Darto bisa menjelaskan ke tidak hadiranku di sisi Marisha dengan alasan kalau aku sedang memberi air ke pemain lawan. Untuk mempermanis ‘penghalauan’ ini aku akan mendukung mereka berdua dari sisi lapang yang netral sehingga akan terlihat kalau aku mendukung mereka berdua. Darto sang creator rencana ini sudah memperhitungkan jika ada kekacauan atau kesalahan rencana, maka akan dipakai rencana cadangan. Darto juga tidak lupa dengan rencana saat pertandingan berakhir, jika tim SMA kami menang maka rencana A yang dipakai. Tapi jika tim SMA Flower yang menang maka di gunakan rencana B dan kalau
68
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” pertandingan seri maka rencana C yang digunakan. Penjelasan Darto aku dengarkan baikbaik dan tidak boleh ada kesalahan sekecil apapun dalam rencana besar ini. ##### Flower menelpon saat aku sedang berpapasan dengan Marisha yang akan pergi ke ruang ganti. “Ha…hallo!” aku mengangkat telpon itu sambil memandang kaget Marisha. “Kenapa sih ko ngeliatnya gitu?” Marisha menanyakan ekspresi tatapanku yang kaget. Sementara di sebrang telpon Flower tidak sabaran bicara “Hallo sayang! Aku lagi di jalan menuju sekolah kamu. Sambut aku di gerbang yah!” belum sempat menjawab Flower, Marisha udah duluan ngomong. “Telpon dari siapa sih?” saat mau ngomong ke Marisha, Flower udah nyerobot kata-kata aku. “Sama siapa di sana? Ko ada suara cewe!” belum sampai nelen ludah buat ngelancarin tenggorokan aku Marisha udah melotot. Marisha melotot, karena aku tidak mempedulikannya sedangkan disana Flower terus nyerocos ngomong minta penjelasan. “Udah cepet siap-siap bentar lagi tim lawan datang!” kataku pada Marisha sambil mendorongnya ke ruang ganti. Marisha hanya menurut saja ketika aku dorong dengan halus menjauh. Flower sekarang bicara agak keras karena tidak di tanggapi olehku. “Iya sayang aku denger ko! Aku ga bisa menyambut kamu di gerbang karena harus mempersiapkan pertandingan. Nanti Darto saja yang menyambut kamu oke! Nanti aku nemuin kamu di ruang tunggu…dah sayang!” aku tutup telpon sebelum Flower ngomong lagi. Tanpa aku sadari Darto memperhatikan dari jauh sambil tertawa terbahak-bahak melihat kekonyolanku. Aku dekati Darto yang berdiri di bawah tiang bendera, “sialan…bukannya bantuin aku tadi!”. Darto makin cengengesan aku hanya garuk-garuk kepala yang tak gatal. “Makanya coy…kalau punya pacar satu aja kaya aku nih!” katanya membanggabanggakan diri. “Satu apanya! Kasian pacar kamu tuh terus di kacangin sama kamu, kalau aku sih ga pernah ngacangin pacar!” kataku tidak mau kalah. Darto tertawa terbahak-bahak bersamaku, di ruang ganti Marisha melihatku dengan senyuman. Aku memandang Darto dan memberinya isyarat agar menjalankan misinya sekarang. Kami bersalaman dan berdoa sejenak di bawah bendera merah putih yang berkibar-kibar untuk kelancaran rencana ‘penghalauan’. Setelah melihat Darto pergi menuju gerbang aku membalikkan badan menuju ruang ganti. Aku membalas senyuman Marisha yang masih melihatku dari jendela ruang 69
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” ganti yang kecil. Sesampainya di pintu ruang ganti berdiri pelatih basket SMA kami berjaga di depan pintu seperti pengawal kerajaan. “Pak, gimana persiapannya udah matang?” tanyaku basa-basi. Pak pelatih hanya diam membisu seperti tidak menghiraukan pertanyaanku. Aku cengar-cengir malu karena di cuekin, aku intip ke ruang ganti dari celah pintu. Secepat kilat pak pelatih menutup pintu itu rapat-rapat “kamu jangan coba-coba ngintip anak perempuan yang lagi ganti baju!”. Aduh sialan dikirain aku tukang intip kali! Cuman mau nemuin Marisha doang juga, siapa yang mau ngintip perempuan kaya ga ada kerjaan. Terpaksa aku duduk di kursi depan ruang ganti sambil diam nyuekin pak pelatih. Lama banget mereka ganti bajunya, akhirnya pak pelatih masuk kedalam setelah ada isyarat ketukan dari dalam. “Pak, boleh saya masuk? Saya mau ngasih semangat buat Marisha!” pak pelatih nyuekin aku untuk kesian kali dan langsung menutup pintu. Ngeselin banget tuh orang! Kalau bukan guru pasti udah aku cingcang jadi bakso. Tapi tidak berapa lama setelah pelatih masuk Marisha keluar dengan kostum tim basket putri. Dia sangat seksi sekali, kulitnya yang manis di balut yukensi berwarna biru dengan celana basket yang gombrang berwarna biru juga. Aku bangkit dari kursi dan menyapanya seperti baru pertama melihatnya. “Kenapa ko ngeliatnya gitu?emang ada yang aneh yah sama aku!” Marisha memutar-mutar badannya untuk mengetahui apakah ada yang aneh dengan dirinya. Aku hanya tertawa kecil melihat tingkahnya “kamu pasti akan menjadi bintang lapangan hari ini!”. Marisha sekarang tau kenapa aku melihat dengan tatapan takjub, itu karena dirinya begitu manis dan cantik untuk di pandang. Kami ngobrol-ngobrol masalah pertandingan yang sebentar lagi di mulai, Marisha grogi menghadapi pertandingannya. Aku memberikan semangat untuknya agar bertanding dengan santai dan menunjukkan kemampuan terhebatnya. Marisha merasa memiliki tenaga berlipat karena aku telah memberikan sepotong semangat kepadanya. Dia akan memberikan hasil yang maksimal untuk di persembahkan kepadaku dalam pertandingan nanti. Aku tersenyum bahagia bisa memberikan semangat kepada cinta terakhirku yang indah dan cantik seperti malam yang cerah dengan taburan bintang yang gemerlap. #####
70
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” “Fahmi…!” Fahmi menoleh kepadaku dan berhenti berjalan. “Dari mana cuy?” tanyaku pada Fahmi yang berhenti menungguku mendekat. “Mau ke ruang tunggu almasoem...” katanya datar sambil menaruh sebuah kardus mineral dilantai. “Aku aja yang nganterin, kayanya kamu kecapean!” kataku sambil tersenyum dan mengangkat kardus minuman tersebut. “Tumben banget kamu…pasti ada maunya, inget kamu kan udah punya Marisha! apa kamu mau ngasih Marisha buat aku? hehehe” Fahmi menggodaku sambil pergi menuju lapangan basket. Segera kuambil handphone dan memanggil Darto. “To…aku udah dapat paketnya sekarang aku tinggal masuk sarangnya…”, Dari sebrang Darto menjawab “Oke siap…sarang sudah bersih dari kotoran”. Kami berdua bicara dengan menggunakan sandi untuk berjaga-jaga takut ada yang menguping. Segera aku bergegas menuju lapangan basket dan menyebrang ke ruang tunggu pemain. Dikoridor sekolah aku melihat rombongan tim basket sma kami berjalan menuju ruang tunggu. Aku mengambil jalur yang berbeda dengan mereka sambil tergesa-gesa karena berat membawa kardus air mineral. Didepan ruang tunggu pemain al-masoem aku menarik nafas panjang dulu saking kecapeannya. Seorang guru wanita menghampiriku dari dalam ruangan “Buat kita yah?” tanyanya. “Iya bu…” jawabku singkat sambil mengangkat kembali kardus minuman tersebut kedalam sambil diikutin ibu guru tadi. Para pemain basket al-masoem sedang bersiap-siap sambil melakukan peregangan, mataku mencari-cari putih putih nan cantik yang tak lain adalah Flower. Tapi ko ga ada yah…apa Flower berbohong?. Tugasku mengantar minuman sudah selesai, sayang sekali rencana bertemu Flower di ruang ganti jadi batal. Kemana perginya Flower yah…ga mungkin dia bohong. Segera aku keluar dari ruang tunggu al-masoem dan menelpon Darto. Mendadak Flower dan seorang temannya datang dari arah toilet. “Hai…sayang, lagi nungguin aku yah” kata Flower dengan manja sambil nempel-nempel. “I..i..iya sayang! kita ngobrol didalam aja yuk…” karena kalau diluar aku takut ada yang menggosipkan apalagi Flower main nempel-nempel aja kaya prangko. Flower terus aja menggandeng tanganku seperti ulat bulu nempel didaun ga mau lepas. Aku jadi malu sama teman-temannya yang ngeliatin aku terus. “Makasih yah udah mau dukung Flower…aku pasti menang kalau didukung sama kamu sayang”. Aku hanya 71
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” bisa tersenyum kepadanya, melihat tingkahnya seperti itu dia begitu manja sekali tapi sebenarnya dia itu perempuan pendiam dan pemalu. Mungkin Flower begitu kangennya sama aku karena udah tiga hari ini aku dan Flower tidak bertemu. “Aku pemanasan dulu yah…” kata Flower sambil melakukan peregangan didepanku. “Kalau aku menang kamu mau ngasih apa?” kata Flower manja. Aku berpikir sejenak lalu “aku akan mentraktirmu makan…bukankah makan favoritmu?”. Dia hanya tertawa kecil sambil melanjutkan pemanasannya. Marisha dan Flower tidak jauh beda cantiknya tapi tetap saja mereka mempunyai hal yang berbeda di mataku. Marisha begitu mandiri dan centil namun dia sungguh perempuan yang tegar dan juga keras mungkin sifat ayahnya nempel sedikit. Flower begitu penyayang dan halus perasaannya, dia juga perempuan yang sedikit manja itu juga karena sedikit sifat mamahnya yang nempel. Pertandingan akan segera dimulai, aku sudah duduk ditempat yang direncanakan. Yaitu tempat netral yang tidak terlihat memihak sekolah manapun. Namun ada beberapa teman yang memanggilku untuk duduk di bangku supporter sma kami tapi aku menolaknya. Para pemain terlihat sedang melakukan pemanasan, terlihat Marisha melakukan pemanasan dengan men-drible bola. Sementara Flower melakukan pemanasan slum dunk. Keduanya terlihat menonjol diantara pemain yang lainnya. Banyak mata jahil yang memperhatikan mereka berdua, membuat aku cemburu saja. Tapi inilah konsekuensi memiliki pacar yang cantik dan menawan apalagi aku mempunyai keduaduanya. Pertandinganpun dimulai, jalannya pertandingan terlihat sengit dari kuarter pertama sampai kuarter ketiga. Skor menunjukkan sma kamilah yang diatas angin. Flower terlihat sangat gugup itu terlihat dari pipinya yang memerah karena cape dan kesal. Marisha dengan penuh semangat terus bermain dengan cantik. Aku tidak sanggup melihat keadaan Flower yang begitu tertekan sepertinya dia ingin menyerah tapi dia terlalu memaksakan. Jika aku memberi dukungan terhadap Flower aku bisa ketahuan mendukung Flower oleh yang lain dan sama saja itu merusak semua rencana kami. Tapi aku sungguh tidak tega melihat Flower tertekan seperti itu, mungkin Marisha akan tetap tegar walaupun kalah.
72
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Kuarter keempat dimulai dan tiba-tiba terjadi serangan mendadak dari sma kami yang dikomandoi oleh Marisha dan…poin!. Aku segera berdiri dan berteriak “SEMANGATTTT…!!!!” kataku sambil gemetaran. Seluruh penonton dan pemain melihat kearahku tapi dengan datar aku duduk kembali dan hanya mengepalkan tanganku kelangit. Marisha yang melihatku seperti itu menganggap memberi semangat kepadanya. Flower yang sedari tadi tertunduk lemah setelah mendengar teriakanku dia bangkit kembali dan menatap pertandingan dengan semangat berkali-kali lipat. Pertandingan kuarter keempat dimulai kembali dan sungguh pertandingan yang mati-matian. Pertandingan selesai dan sungguh diluar dugaan sma al-masoem menang dengan skor tipis 56-54. Sudah kuduga, Marisha walaupun kalah tetap tegar dia menyapa lawannya dan berjabat tangan. Ketika Marisha dan Flower saling bertemu dan berjabat tangan satu sama lain mereka saling berbisik dan berpelukkan. Oh…jika saja itu terjadi ketika aku mengungkapkan semuanya. Darto menemui Flower di ruang tunggu sambil memberikan pesanku “Willy tidak bisa datang karena harus memberikan minuman ke tim kami. Tapi tentang janjinya untuk mentraktir kamu, dia akan menepatinya” Darto mengakhiri pembicaraannya dan Flower berterima kasih kepada Darto. Flower begitu senang telah meraih kemenangan dan sepertinya dia ingin memberikan kemenangan itu untuk aku. Marisha terlihat lemas dan kecapean tapi dia tetap tegar dan penuh semangat. Aku memberinya support dan jangan patah semangat dan Marisha pun tersenyum. “Lain waktu aku akan meraih kemenangan yang lainnya…” kata Marisha. Aku hanya mengangguk dan tersenyum untuk memberinya semangat. Sungguh hari yang melelahkan di awal pacaranku dengan dua bidadari.
73
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
POSESIF Setelah melakukan ‘penghaluan’ terhadap ‘bentrokkan’ dua bidadari ingin rasanya aku segera menidurkan tubuhku diatas kasur yang empuk. Malam ini terasa sungguh dingin sangat cocok untuk tidur dan bermimpi indah. Jam di kamarku sudah menunjukan pukul 8 malam tidak terlalu sore untuk tidur. Ketika aku mencoba untuk tertidur tiba-tiba ringtone handphone berbunyi nyaring membuat aku terbangun. Siapa sih malam-malam gini yang telpon. Dengan suara agak malas aku menjawab telpon tersebut “Hallooo…”. Suara dari sebrang terdengar sedikit tidak senang dengan jawabanku. Namun antara sadar dan tertidur aku menerima telpon tersebut dan sedikitpun tidak mampu mendengarkan suara penelpon. Akh ganggu aja kata ku dalam hati sambil menutup telpon tersebut dan kembali tidur. Baru beberapa menit memejamkan mata dan hampir melayang kedunia mimpi tiba-tiba ringtone handphone kembali berbunyi nyaring. Ngeselin banget yang telpon siapa sih?. Terpaksa aku angkat dulu telpon tersebut dengan nada agak sedikit tinggi. “HALLO…” kataku sedikit meninggi. Ternyata yang dari sebrang tidak kalah sewot dengan suaraku barusan. “IH…nyebelin banget sih! ini aku Marisha ko malah ditutup pake ngebentak segala lagi”. Aku langsung tersentak sadar dan segera menjawab telpon dengan nada yang diatur. “Ada apa sih sayang? ko malam-malam telpon…emang ga cape tadi sorekan baru beres maen basket” kataku sedikit menerangkan. “Aku nelpon cuman mau ngucapin selamat malam doang…HONEY!” kata Marisha sedikit berteriak dan langsung menutup telpon dengan kasar. Sungguh kejamnya dunia!, segera aku telpon balik karena takut dia marah dan nantinya jadi ga enak. Beberapa lama telpon dari aku tidak diangkatnya sedangkan mataku sudah tidak bisa dikompromikan lagi untuk tidur. “HALLO…” Marisha menjawab dengan membentak membuat aku terlonjak kaget karena ketiduran. “Eh…sayang udah tidur?” kataku basa-basi. “Ini lagi mau tidur…tapi diganggu sama penelpon iseng jadi ga bisa tidur” katanya dengan nada jutek. “Siapa penelpon iseng itu sayang?” tanyaku dengan suara sedikit mengantuk. “Ya kamu dong…” jawab Marisha, aku hanya tertawa mendapat jawaban tersebut dalam hati malah aku yang menganggap bahwa dia yang penelpon iseng. “Oke aku ga bakal ganggu lagi…good night aja dech!” kataku lembut 74
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” sambil diakhiri dengan kecupan. “Mimpi indah yah…” kata Marisha dari sebrang telpon. Ternyata walaupun marah Marisha tetap sayang sama aku buktinya dia mengatakan ‘mimpi indah yah…’ dengan nada yang begitu mesra. ##### Paginya aku bangun dengan malas karena ini adalah hari minggu, tapi aku ingat punya janji dengan Flower untuk mentraktirnya makan. Terpaksa bangun pagi dan bersiap-siap memanaskan motor kesayanganku. Saat aku sedang menonton tv sambil menunggu waktu janjian sebuah sms dari Marisha masuk.
Yanx hr ni lo ada acr ga? klw ada acr mau kmn? trus sm sp?
Aku jadi bingung sama Marisha baru juga jam menunjukkan 8 pagi eh dia sudah sms apalagi isi smsnya kaya gitu, harus balas apa yah. Akh lebih baik jangan di balas dulu entar aja. Segera aku mengenakan jaket dan bersiap untuk pergi berangkat. Ketika hendak menjalankan sepeda motor ternyata ringtone handphone sudah berbunyi duluan, sudah tidak salah lagi ini pasti dari Marisha. “Hallo sayang…” sapaku lembut. Dari sebrang ternyata menjawab dengan sewot, “ko ga di balas sms dari aku?”. Marisha bertanya dengan nada tinggi membuat hatiku sedikti ciut. “Sory sayang habis tadi aku buru-buru mau ke Dangdeur…mau maen sebentar sama teman” kataku. Marisha hanya diam disebrang telpon tanpa bertanya ataupun bicara lagi. “Emang ada apa? mau jalan-jalan bareng boleh aja…” kataku sedikit menantang tapi sebenarnya aku takut kalau dia mau ikut. Sejenak kemudian akhirnya dia buka suara “ngga…bukan maksud mengganggu, tapi aku hanya ingin tau aja perkembangan kamu sayang”. Aku hanya tersenyum dan menjawab “aku baik-baik saja sayang…nanti sore aku ke rumah kamu deh kita jalanjalan”. Tapi Marisha melarang karena takut ayahnya marah akhirnya diputuskan besok aja ketemu di sekolah. Aku menjemput Flower dirumahnya dan dia berpakaian sedikit tomboy. Rambutnya dikuncir dan pake topi army terus pake kaos berwarna pink yang ketat dibalut jaket putih bersih dan kebawahnya memakai celana jeans. Oh…sungguh cantik sekali pacarku ini. Pasti semua lelaki yang melihatku bersamanya akan iri dan berharap mereka 75
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” yang menjadi diriku. Jika ingat tentang hal itu sungguh menjadi sebuah kebanggaan tapi kalau ingat yang lain membuat aku pusing. Mamahnya Flower mengantarkan kami sampai depan rumah dan berpesan agar hati-hati, aku juga tentunya udah minta izin. Ketika hendak pergi ada sms masuk ke handphone. Pasti dari Marisha, aduh ko ga tepat banget sih timeing-nya. “Ada telpon yah?” tanya Flower, aku segera menggelengkan kepala dan mengambil handphone dari saku.
Yang udah sampe mana? hati2 d jln…kiss
Aku hanya bisa tertawa dalam hati mendapatkan tingkah Marisha yang begitu posesif, dulu tidak sempat aku membayangkan bahwa Marisha begitu posesif. “Sebentar yah sayang aku membalas sms dulu!” kataku kepada Flower yang dengan setianya dan dengan tenang menungguku. Selesai membalas sms Marisha dengan kata-kata rayuan aku segera berangkat dengan Flower menuju restoran dekat Jatos. “Permainan kamu kemarin benar-benar hebat sayang…aku kagum” kataku memujinya. Kebiasan perempuan kalau dipuji sering malu-malu kucing dan jadi melambung hatinya, kata Darto begitu. Flower hanya senyum-senyum sambil terus menyantap makanan yang dihidangkan. “Habis dari sini kita mau kemana lagi sayang?” tanyaku kepada Flower tentang rencananya untuk jalan-jalan. “Ya, kita keliling-keliling aja…kebetulan aku mau cari tabloid” aku hanya bisa mengangguk takjim. Tidak berselang berapa lama ringtone handphone sudah berbunyi lagi dan mengagetkan aku yang sedang menyantap makanan. Pasti dari Marisha, segera aku angkat telpon tersebut tanpa pergi dulu dari hadapan Flower. “Iya hallo” sapaku dan dari sebrang tidak ada suara orang yang menjawab. Aku melihat handphone dan memang sedang ada panggilan dari Marisha tapi ko tidak ada yang bicara. “Hallo!” kataku sekali lagi dan sekarang Flower memperhatikan aku yang sedang menelpon. “Eh…sayang maaf ganggu lagi aku cuman mau mastiin kamu baik-baik saja” kata Marisha dari sebrang. “Oh…aku baik-baik saja ko ini baru nyampe” kataku sedikit mengecilkan suara sambil memberikan senyuman kepada Flower. “Maaf dech kalau ganggu…selamat bersenangsenang saja” kata Marisha mengakhiri. “Terima kasih…ga apa-apa ko, telpon saja kalau 76
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” perlu” kataku sambil tetap tersenyum kepada Flower. Marisha memberikan kecupan dan aku hanya tertawa tanda geli. “Dari siapa sayang?” tanya Flower begitu aku tutup telponnya. “Dari orang satu sekolah…” kataku enteng sambil menyantap makanan yang tersisa. Flower hanya tersenyum dan memperhatikan cara makan aku. Hari ini sungguh menyenangkan namun tetap saja memberi kegelisahan tersendiri bagiku yang menjalaninya. Setelah makan Flower mengajak aku ke toko buku untuk mengantarnya membeli tabloid. “Kamu memang suka baca tabloid apa sayang?” tanyaku penasaran. “Oh, aku suka tabloid memasak atau infotainment…biasalah tabloid cewe” katanya sambil tersenyum dan memilih-milih tabloid. Sedang asyik-asyiknya memperhatikan Flower yang memilah-milah tabloid dan komic kembali ada sms masuk dari Marisha.
Hai sayax…lg ngapain nih? ak kangen bngt sm km
Aku tertawa geli sendiri ketika membaca sms dari Marisha yang begitu polos. Segera aku balas sambil tetap memperhatikan Flower yang berpindah dari satu stand ke stand yang lain.
Ko kangen…ktny g mau ketemu?
Aku mencoba menggoda Marisha, sementara Flower terus saja memilih tabloid. “Sayang apa komic ini bagus?” tanya Flower dan bertepatan dengan itu sms dari Marisha masuk. “Bagus bagus…lucu!” kataku secepat kilat dan segera mengeluarkan handphone dari saku.
Iya tp ko jd kangen skrng…d rmh ada ayah sih, ak tkt ntr ayah mrh klw km k rmh
Belum selesai aku membalas sms dari Marisha, Flower kembali menanyakan apakah komic yang dipegangnya bagus aku hanya menjawab dengan singkat. Karena takut ketahuan Flower aku tidak membalas sms terakhir dari Marisha. 77
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Hari yang berat, segera aku antar Flower pulang kerumahnya. Dirumahnya aku disuguhi kue tar buatan mamahnya, kue tar terenak diseluruh dunia. Baru setengahnya aku makan ringtone handphone sudah kembali berbunyi. Segera aku angkat sambil diperhatikan Flower, “hallo…” sapaku sedikit berbisik. Flower terus memperhatikan setiap gerak-gerikku, segera saja aku mohon izin dulu buat menjawab telpon dan untungnya Flower mempersilahkan. “Udah mau sore nih…kamu masih dimana?” tanya Marisha. “Aku masih dirumah teman, tapi sebentar lagi juga mau pulang…ada apa memang?” tanyaku pada Marisha. “Engga aku cuman kangen aja…” katanya dengan sedikit malu-malu. Aku hanya tertawa dan menjawab “Iya…kita ketemu besok! memang kamu mau kemana?”. Marisha tidak menjawab dan tiba-tiba Flower datang dari belakang “dari siapa sayang?”. Segera aku jauhkan telpon itu dari Flower karena takut suaranya terdengar Marisha. “Dari orang yang tadi telpon…katanya ada hal penting!” kataku meyakinkan Flower. Flower kembali masuk kedalam dan aku kembali menjawab telpon dari Marisha. “Besok aku mau kamu ngajak aku jalan-jalan ke Kiarapayung…udah lama ga kesana” aku menyanggupinya dan segera menutup telpon tersebut. Setelah pamit dari rumah Flower aku segera tancap gas untuk pulang dan beristirahat. Baru beberapa menit tiba dirumah dua sms masuk ke handphone, yang satu dari Marisha dan satu dari Flower. Kalau yang dari Flower cuman menanyakan apakah aku sudah sampai atau belum dan aku anggap itu hal biasa. Yang tidak biasa adalah sms Marisha begitu memberondong dengan seribu pertanyaan yang sepertinya dia tidak yakin dengan semua jawabanku. Sungguh tidak mudah mempunyai pacar posesif.
78
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
POLIGAMI PRANIKAH Aktifitas sekolah sudah dimulai kembali, berangkat dan bertemu teman-teman disekolah. Hari ini aku juga punya janji untuk mengajak Marisha jalan-jalan ke daerah Kiarapayung. Kiarapayung adalah tempat favorit Marisha untuk bersenang-senang. Katanya disanalah dia melakukan banyak hal seperti jalan-jalan terakhir dengan mamahnya sampai memutuskan Bondan pun disana tempatnya. Jadi dia mau mengenang semua hal itu sambil bermesraan denganku. Untungnya hari ini tidak ada janji dengan Flower jadi bisa agak santai dengan Marisha. Darto menghampiri aku yang sedang duduk ditempat parkir. “Willy sang pujangga…mau kemana kau?” katanya bernada mengejek. Aku tidak menjawabnya hanya menatap lurus kearahnya. “Gimana kabar Flower?” ketika dia menanyakan kabar Flower secara sepontan aku membekap mulutnya. “Siapa Flower?” tanya Marisha yang sedari tadi ada bersamaku di tempat parkir tapi tidak terlihat oleh Darto. Dengan tatapan mengintrogasi Marisha menatap kami bergantian. “Bukan siapa-siapa…cuman teman Darto, iyakan To?” aku menatap Darto untuk memberinya isyrat mengiyakan. “Benar itu?” tanya Marisha sambil melotot kearah Darto. “I…i…iya!” jawab Darto tergagapgagap. Marisha sekarang berganti menatapku dengan tajam “ga boleh bohong…”. Aku hanya menggelengkan kepala untuk menjawabnya dan menyuruh Darto untuk pergi karena sudah merusak suasana kami. Marisha kembali masuk kedalam kelasnya setelah aku antar. Dia mengingatkan janji sepulang sekolah untuk pergi ke Kiarapayung jangan sampai lupa. Aku hanya mengiyakan dan segera meluncur pergi dari hadapan Marisha. “Coy, maaf aku ga tau kalau Marisha juga ada disana…” kata Darto meminta maaf. Aku hanya menepuk pundaknya dan mengajaknya kekantin untuk mentraktirku karena hampir saja mencelakakan aku. Ketika bel masuk berdering sebuah telpon masuk ke handphone. “Hallo…” sapaku dan dari sebrang suara Flower yang terdengar. “Hai…apa kabar sayang?” tanya Flower dan aku jawab baik-baik saja. “Sayang…hari ini bisa ga jemput aku di sekolah?” Flower memintaku menjemputnya. Aku bingung harus menjawab apa, karena aku sudah punya janji sepulang sekolah dengan Marisha. “Aduh…sayang aku ga bisa, soalnya ada 79
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” acara sama temen-temen…ga enak kalau dibatalin!” aku mencoba mencari alasan yang tepat. “Oh gitu yah…hmmm” sepertinya Flower mencoba untuk berpikir sejenak. “Emang ada apa sih sayang? penting yah” tanyaku. Flower menjawab “ngga juga sih…cuman mau minta dianter pulang saja soalnya tadi dianter mamah kesekolah jadi ga bawa mobil!”. Aku mulai mengerti ternyata Flower tidak membawa mobil seperti biasanya. “Pulangnya jam berapa?” tanyaku, karena aku tidak tega kalau Flower harus pulang sendiri. “Sekitar jam 3 sore…bisakan?” aku mencoba berpikir sejenak. Jika Flower mau dijemput jam 3 dan aku pergi ke Kiarapayung jam 1 berarti ada waktu untuk Marisha sekitar satu jam, aku pulang jam 2 dan mengantar Marisha lalu menjemput Flower. “Oke aku akan menjemput kamu jam 3 tepat, tunggu saja di gerbang sekolah!” kataku memberikan janji. Kami mengakhiri pembicaraan dan aku merasa tenang sudah bisa membagi waktu untuk keduanya. Marisha sudah menunggu di tempat parkir tepatnya dimotorku. “Lagi nungguin siapa bu?” kataku mencoba menggoda. “Nungguin pacar ku tersayang…” katanya tidak kalah manja, akhirnya kami tertawa bersama. “Siap!” kataku ketika hendak menancap gas. Marisha mempererat pegangnnya ke pinggangku “jangan sampai nabrak!”. Kami berangkat meninggalkan sekolah dan pergi menuju Kiarapayung yang tidak jauh dari sekolah kami, hanya sekitar 4 km. Perkiraan waktu sangat tepat, kami tiba di Kiarapayung jam 1 dan langsung mencari spot yang bagus untuk pacaran. Seperti orang lagi pacaran kami saling bercanda dan bermesraan satu sama lain. Tidak disangka Marisha begitu manja, dia maunya dipeluk dan dikecupi keningnya. “Yang…kamu udah siap ga bertemu dengan ayah aku?” tanya Maisha. Aku hanya tersenyum dan menjawab siap selalu kapan pun waktunya. “Hari ini ayah ada dirumah…dan semalam aku udah cerita ke ayah…terus ayah ingin bertemu katanya sama kamu!”. Aku berpikir sejenak “kira-kira ayah kamu ngigit ga?”. Marisha marah dan mencubit tanganku sakit sekali. Akhirnya kami tertawa bersamasama dan tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam 2, saatnya untuk pulang. Sesampainya dirumah ayah Marisha sudah menungguku didepan pintu. “Oh ini yang namanya Willy…” kata ayah Marisha dengan suara yang khas tentara. Suara itu membuat aku sedikit tersengat racun grogi. “I…i…iya pak!” kataku membenarkan. Ayah Marisha mempersilahkan aku duduk tapi aku tolak karena aku ingat harus menjemput 80
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Flower disekolahnya. Tapi karena terus dipaksa oleh Marisha dan ayahnya akhirnya aku tidak bisa menolak. Walaupun dengan perasaan gelisah aku terus menjawab berbagai pertanyaan dari ayah Marisha tentang keluarga dan lainnya. Jam dinding dirumah Marisha terus aku tatap, sekarang waktu sudah menunjukkan 14:30. Tinggal setengah jam lagi dari tenggat waktu janjiku dengan Flower. Aduh rasanya sangat gelisah ingin mengabari Flower tapi ayah Marisha masih saja mengajakku ngobrol. Waktu sudah menunjukkan 15:00 dan terlalu telat untuk menjemput Flower. Maka aku langsung pamit untuk mohon diri karena sudah terlalu sore. Tapi ayah Marisha menahanku sebentar lagi dan menyuruhku mencicipi masakan yang dibuat Marisha. Aku mencoba dengan berbagai alasan untuk menolaknya tapi Marisha memohon kepadaku untuk sebentar saja mencicipi masakannya. Tidak bisa lagi aku menolaknya dan dengan berat hati aku kembali duduk walupun sebenarnya aku memikirkan Flower yang sekarang mungkin sedang menunggu sendirian digerbang sekolah. Secepatnya aku menghabiskan makanan yang dihidangkan dan segera pamit kepada ayah Marisha dan kepada Marisha. Waktu sudah menunjukkan 16:00 ini sungguh sangat telat-telat sekali dan tidak terbayang sebelumnya olehku akan jadi seperti ini. Marisha melihat kegelisahanku dan mencoba bertanya. “Ada apa ko sepertinya terburuburu?” kata Marisha sambil memperhatikan aku yang sedang mengenakan sepatu. “Aku kelupaan ternyata jam 3 sore ini ada janji dengan seseorang…jadi takut orangnya terlalu lama nunggu!”. Marisha minta maaf karena sudah menahanku terlalu lama dirumahnya. “Tidak apa-apa ko…oh iya, masakan kamu benar-benar enak!” kataku sambil pergi memburu kearah motor. Marisha tersenyum bahagia karena telah disanjung masakannya. Aku melambaikan tangan dan segera menancap gas kencang-kencang menuju sekolah Flower. Dalam hati aku terus berdoa semoga saja Flower tidak marah, karena dari tadi Flower tidak mnelpon atau mengabariku lewat sms. Jangan-jangan dia marah karena aku telat menjemputnya dan tidak mau menghubungiku lagi. Rumah Flower telah kulewati dan aku melihat mobilnya telah ada ditempat parkir rumahnya. Apa mungkin dia sudah pulang? tapi aku mencoba kesekolahnya dulu untuk memastikan. Sesampainya digerbang sekolah al-masoem, sekolahan terlihat sepi tanpa ada siswa lagi. Segera aku memburu menuju gerbang sekolah dan mendapatkan seorang 81
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” satpam sedang berjaga. “Pak, masih ada orang ga didalam?” tanyaku dengan nafas tersengal-sengal. Satpam yang sedang jaga kaget mendapatiku ada digerbang dan langsung bertanya dengan berteriak. “Bocah edan ngagetin aja…sudah tidak ada lagi siswa didalam. Tapi tadi ada Flower disini…katanya lagi nunggu seseorang” kata satpam tersebut membuatku sedikit bahagia. “Sekarang dia kemana pa?” tanyaku kembali. “Mungkin sudah pulang…soalnya nunggunya sudah lama!” kabar dari satpam itu membuat aku merasa sangat bersalah. Kenapa tidak bisa menepati janji tepat pada waktunya, ini juga bukan salah Marisha tapi benar-benar salahku. Rasanya ingin aku meratapi kesalah ini dan sekarang entah bagaimana perasaan Flower yang tidak ditepati janjinya olehku. Tubuhku terasa lemas dan tidak sanggup untuk bertemu dengan Flower. Tapi tibatiba ketika aku hendak menjalankan motor. “Sayang…” suara seorang perempuan yang lembut dan tidak asing lagi ditelingaku memanggil dari sebrang jalan. Flower…itu Flower sedang melambaikan tangannya kepadaku dari sebrang jalan. Segera aku hampiri dia “sayang…maaf sudah membuatmu menunggu!” kataku penuh penyesalan. Flower hanya menggelengkan kepalanya tanda tidak apa-apa. “Tidak apa-apa…yang penting kamu sudah menepati janji untuk menjemputku” kata Flower. “Tapi aku terlambat sayang?” kataku mencoba menyesali. “Aku tidak peduli dengan waktu yang aku pedulikan adalah kamu menepati janji kamu untuk menjemputku. Walapun seribu tahun aku tetap akan menunggu kamu disini dengan setia, menunggu kamu menepati janjiku!” Flower mengakhiri ucapannya dengan senyuman yang indah. Tidak terasa aku meneteskan air mata karena ketulusan cinta Flower yang begitu mempercayaiku. Tapi aku malah mengkhianati ketulusan cintanya yang agung dan tulus tersebut. Flower sungguh begitu penyabar dan setia, buktinya dia menungguku tanpa bosan atau jenuh sampai satu jam setengah. Flower benar-benar perempuan perkasa yang mampu mengerti dengan segala kendala yang aku hadapi dan dia juga tidak pernah berburuk sangka. Aku sungguh kagum dengan pacarku yang satu ini, Flower sang bunga dipadang bunga. Berbeda dengan Marisha yang sangat mencintaiku hingga membuatnya posesif, Flower lebih kepada penyaluran langsung. Makanya jika sudah lama tidak bertemu denganku Flower jadi lebih manja dari biasanya dan ingin diperhatikan.
82
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Sungguh perbedaan itu membawa daya tarik satu sama lain, Flower dan Marisha tetap aku cintai keduanya.
83
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
CHAPTER IV TERLUKA Darto pernah bilang kepadaku bahwa aku adalah laki-laki terberuntung di Jatinangor. Aku bertanya lagi kepadanya, dari sudut mana aku disebut sebagai laki-laki terberuntung. Darto menjawab bahwa aku beruntung dari segi memiliki dua pacar cantik yang di idam-idamkan oleh setiap pria yang melihatnya. Menurut Darto sungguh sangat super hebat aku dapat memiliki pacar tercantik di sekolah kita dan satu lagi pacar tercantik di sma Al-masoem. Bayangkan saja ketika Dewi Marisha putus dari Bondan sudah ada empat puluh siswa yang siap melamarnya menjadi pacar. Tapi akhirnya Marisha memilih seorang Willy Firdaus yang tidak terkenal disekolah. Flower atau Bunga Ayu Kencana lebih menakjubkan lagi. Tidak ada siswa diseluruh penjuru Jatinangor yang tidak kenal yang namanya Flower, kecuali Willy Firdaus yang cuek bebek kaya bebek. Mereka semuanya berharap Flower menjadi pacar mereka tapi lagilagi Willy Firdaus lah yang di pilihnya. Bagaimana tidak di katakan sebagai laki-laki paling beruntung jika keadaannya seperti itu. Aku hanya tertawa mendengar penuturannya tapi Darto belum selesai bicara. Darto menekankan kepadaku bahwa tidak selamanya hubungan ini akan aman tanpa ketahuan oleh mereka berdua. Mereka berdua adalah perempuan terkenal dikalangan para siswa di Jatinangor jadi pasti ada orang yang iri kepada aku dan akan memecah belah hubungan kami. Darto mengetahui kemana saja belakangan ini aku Marisha dan Flower pergi jalan-jalan karena sungguh sangat mudah mengetahui keberadaan kami karena terkenal. Aku mulai berpikir memang ada benarnya kata-kata Darto dan harus secepatnya aku mengungkapkan segalanya dan juga harus bersiap dengan seluruh konsekuensinya. Darto mengiyakan dan mungkin harus lebih cepat untuk memberitahu mereka karena iklim persaingan sudah tidak sehat. Aku mulai mengerti dengan kekhawatiran yang di takutkan oleh Darto dan memang sudah saatnya untuk jujur dan berterus terang. Saat hendak menemui Marisha dikelasnya aku bertemu dengan Bondan diperjalanan. Bondan dan aku sejenak saling bertatapan, sepertinya Bondan masih memiliki rasa dendam kepadaku. Tapi aku tidak banyak berburuk sangka dan hanya pergi tanpa berkata sepatah kata pun kepadanya. 84
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Marisha sangat senang atas kedatanganku dan dia mengajakku untuk menemaninya makan dikantin. “Sayang kamu merasa ga kalau belakangan ini Bondan bersikap aneh?” Marisha mengatakan hal yang juga menjadi ganjalan hatiku. Aku diam saja mendapatkan pertanyaan itu. Marisha pun tidak memaksaku untuk menjawabnya, karena dia tahu kalau aku tidak senang jika berbicara masalah Bondan. Ketika kami sedang menikmati makanan kami masing-masing, Bondan datang menghampiri kami. “Marisha aku perlu bicara sama kamu sebentar!” kata Bondan tegas. Marisha memandang kearahku untuk meminta persetujuan, aku mempersilahkan mereka untuk bicara berdua. Bondan mengajak Marisha ke sudut kantin yang agak sedikit jauh dengan tempatku berada. Mereka terlihat berbincang-bincang dengan serius dan aku lihat sesekali Marisha menatapku. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan tapi terlihat sangat serius sekali. Sepertinya terjadi percekcokan antara mereka berdua dan tibatiba…PLAKKK…sebuah tamparan dari Marisha mendarat di pipi Bondan. Seketika aku bangkit dan menghampiri mereka tapi Bondan malah pergi meninggalkan Marisha yang tertunduk lemah. “Ada apa sayang?” tanyaku pada Marisha yang masih tertunduk. Pengunjung kantin semua menatap kami berdua yang berada disudut kantin. Entah apa yang telah terjadi anatara Bondan dan Marisha tapi tiba-tiba Marisha lari meninggalkan aku. Aku makin bingung karena tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaanku kepada Marisha. Terpaksa walaupun aku tidak mau aku harus bertanya kepada Bondan dan menanyakan apa sebenarnya yang telah terjadi antara mereka. “Ada apa dengan Marisha? ko dia lari sambil nangis…” Darto menanyakan apa yang terjadi dengan Marisha. “Kalau kamu mau tahu udah ikut saja…” kataku mengajak Darto menemui Bondan dikelasnya. Sesampainya dikelas Bondan kami langsung mencarinya didalam. Ternyata memang benar Bondan ada didalam kelas sedang mengobrol dengan teman-temannya. Segera aku menemuinya dan menanyakan hal yang terjadi antara dia dengan Marisha. “Jika aku mengatakan yang terjadi kamu ga boleh marah sama aku!” aku menyepakati permintaan Bondan. “Kemarin aku memergoki kamu jalan bareng sama cewe cantik yang pake seragam al-masoem. Jadi jangan salahkan aku kalau aku lapor sama Marisha!” Mendengar penuturan Bondan aku seperti tersambar petir di siang 85
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” bolong. Segera aku tarik kerah baju Bondan dan mengangkatnya lalu aku kepalkan tangan dan bersiap memukulnya. Tapi Darto menahan tanganku “ingat Wil, kamu udah janji tidak menyakitinya!”. Aku melepaskan kerah baju Bondan dan segera aku tinggalkan dia dan aku mulai mencari Marisha. Marisha menghilang dari sekolah, sudah setiap penjuru sekolah aku mencarinya tapi dia tidak ada. “Dia pulang!” kata Widia teman Marisha mengagetkanku yang sedang sibuk mencari. “Sudahlah Wil…tenang dulu supaya bisa berpikir dengan jernih!” Darto memintaku tenang dikeadaan darurat seperti ini. “Mana bisa aku tenang jika Marisha diluar sana sedang sedih…” kataku menegaskan kepada Darto dan Widia. “Aku merasa bersalah sekali To…aku harus apa untuk menebusnya?” kataku sambil memegang pundaknya. ##### Pulang sekolah aku dan Darto langsung pergi menuju rumah Marisha didaerah Cikuda. Aku tidak henti-hentinya menyesali perbuatanku, harusnya sejak dulu aku memberitahu Marisha dan Flower tentang hal ini. Mungkin akhirnya tidak akan jadi seperti ini. Hal paling menakutkan adalah ketika mereka membenciku seumur hidupnya. “Udah entar aku yang ngomong sama Marisha!” kata Darto sambil menepuk pundakku. Kami sekarang sudah ada didepan pintu rumah Marisha dan Darto mengetuk pelan. Tok…tok…tok…lama kami menunggu tidak juga ada jawaban dari dalam. Darto kembali mengetuk pintu sedikit keras, tapi tetap saja tidak ada jawaban dari dalam. Aku baru ingat kalau hari ini ayah Marisha sedang ada tugas di Pangandaran dan mungkin saja Marisha sendirian dirumah atau dia tidak pulang kerumah. “To mungkin Marisha ga pulang kerumah…” Darto menatapku sebentar dan seketika langsung menarik tanganku. “Biasanya dia pergi kemana jika sedang sedih?” tanya Darto sambil menyuruhku menghidupkan motor. Aku berpikir sejenak mengingat-ingat tempat spesialnya. “KIARAPAYUNG…!” kataku sedikit berteriak sambil menancap gas motor menuju Kiarapayung. Sesampainya di Kiarapayung kami melihat seorang perempuan yang memakai seragam sekolah di tribun sepak bola. Tidak salah lagi itu pasti Marisha, segera aku berlari menuju kearahnya. “MARISHA…!” jeritku sambil lari dan Marisha melihat ke arahku dengan kaget. Darto dibelakang mengejarku sambil tersengal-sengal kecapean 86
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” menuruni anak tangga yang menuju ke tribun di bawah. Marisha memalingkan wajahnya kearah lain sepertinya dia menolak keberadaanku disini. Tinggal sepuluh langkah lagi aku dari hadapannya dan secepat itu pula aku menghentikan langkah ketika mendapatkan reaksi Marisha seperti itu. Langkahku terhenti ketika tinggal sepuluh langkah lagi menuju Marisha yang duduk sambil memalingkan wajahnya dari aku. Rasanya seperti tersengat listrik dengan tegangan tinggi mendapatkan reaksi Marisha yang dingin. Beberapa waktu kemudian Darto baru tiba setelah menyusulku dengan susah payah. Terdengar suara nafas Darto yang tersengal-sengal karena kesulitan menuruni anak tangga yang banyak. Tapi aku lebih terfokus kepada reaksi Marisha terhadapku yang seperti membenciku. Mimpi terburuk yang paling aku takutkan hingga membuat tubuhku bergetar karena tidak percaya. Darto menepuk pundakku dari belakang dan melangkah maju mendahuluiku menuju Marisha yang masih tetap duduk dan memalingkan wajahnya. “Biar aku yang jelaskan!” bisik Darto. Beberapa waktu kulihat Darto berbicara dengan Marisha dengan suara kecil. Samar-samar aku dapat menangkap sebagian dan sebagian lain tidak terdengar. Tidak ada tanda-tanda dari Marisha untuk menanggapi penjelasan Darto tapi tiba-tiba dia bangkit dan berjalan mendekatiku. Setelah begitu dekat denganku tiba-tiba Marisha menarik kerah seragamku hingga hampir tercekik. Aku tidak mengerti dengan tingkah Marisha tapi dilain sisi hati aku tidak bisa melawan cekikannya. Lalu Marisha menarik tubuhku dengan cara mencekik kerah dan aku menuruti saja langkahnya menjauh dari Darto yang masih duduk. Setelah jarak kami jauh dari Darto, Marisha melepaskan cekikannya dan langsung membalikkan badannya membelakangiku. Hembusan angin dari gunung Manglayang menerpa setiap jengkal dari tubuhku dan tubuh Marisha. Daun-daun pohon jati berjatuhan karena harus mengalah dari musim kemarau. Gesekan suara dedaunan cendana begitu menakutkan terdengar disela-sela situasi diamnya Marisha. Darto tidak memberikan tanda-tanda akan membantuku dia hanya memandang diriku dengan lesu. Sudah semenit berlalu dari kondisi diam ini dan tidak ada tanda-tanda Marisha akan melakukan pencairan suasana. Sebuah kicauan burung diatas pohon jati yang telah gugur daun-daunnya begitu merdu untuk didengar. 87
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Memberikan ketenangan dan tenaga untuk menjelaskan kebenaran yang pahit untuk Marisha. “Ehmmm…sayang” aku coba mengawali pembicaraan dengan pelan dan hatihati. Hemmmm…aku buang nafas panjang yang menyesakkan dada hingga mengganjal kata-kata yang ada ditenggorokkan. “Semua yang kamu dengar dari Bondan adalah sebuah kebenaran dan memang benar saat itu aku pergi bersama cewe lain. Namanya adalah Flower teman kecilku yang juga aku cintai seperti mencintaimu” sejenak setelah pengakuanku Marisha masih tetap membelakangiku. “Maaf kan aku yang tidak jujur dari awal dan baru mengakuinya saat situasi sudah seperti ini. Tapi aku mencoba untuk bersikap adil terhadap kamu dan terhadap Flower, jadi maafkanlah aku!” pintaku kepada Marisha. Tidak ada reaksi yang berarti dari Marisha kecuali sikap tubuhnya yang sekarang bergetar dengan kepala tertunduk. Terdengar tangisan yang tertahan dari Marisha dan aku tidak tahu harus melakukan apa untuk menenangkannya. “Hiks…hiks…terima kasih atas semuanya aku tahu kamu adalah pria baik tapi kamu sama saja dengan Bondan. Memaafkan bagiku tidaklah sulit…hiks…tapi…hiks…melupakan semua rasa sakit ini sangat sulit”. Marisha berbalik dan menatap mataku dengan mata yang basah oleh air mata kepiluan. Aku mencoba mendekatinya dan bermaksud memeluknya tapi Marisha dengan tangannya menolak pelukanku. “Mungkin sudah saatnya kita tidak bertemu untuk sementara demi kebaikan kita…hiks”. Setelah mengucapkan kata-kata itu Marisha pergi meninggalkan aku yang lemas bagaikan tubuh tanpa tulang. Ingin rasanya menangis dan mengejarnya untuk memohon tapi entah kenapa rasa itu tidak bisa keluar. Maka aku hanya memandangnya dengan perasaan
yang campur aduk ketika tiap langkahnya
mengantarkan dirinya menjauhi diriku.
88
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
SERANGAN TELAK Perasaan antara sedih dan tegar menyelimuti hatiku yang terluka kehilangan Sang Dewi Malam Marisha. Hatiku ingin menangisi kehilangan ini tapi tubuhku sebagai seorang pria tidak bisa mengeluarkan air mata. Hingga terasa aneh bagiku untuk merasakannya, antara ingin menangis kehilangan dengan rasa tegar seorang pria. Akhirnya aku menatap Darto yang menghampiriku dengan rasa penuh kecewa dengan ketidak mampuanku. “Mari kita pulang!” ajak Darto sambil memegang pundakku untuk meyakinkan diriku bahwa Marisha sudah pergi. Dirumah aku mengunci diriku dikamar dan terus mengheningkan suasana untuk mencari keinginan hatiku. Mamah merasakan keanehan mendapatiku berusaha mengurung diri dan pulang tanpa wajah yang biasanya terpasang. “Willy…” mamah mengetuk pintu kamar tapi aku terlalu gugup untuk membukakan pintu. “Ada apa sayang?” tanya mamah begitu lembut dari balik pintu yang terkunci rapat. Mendapatkan tidak ada jawaban dariku mamah pun menyerah dengan usahanya membantuku. Beberapa menit kemudian sebuah panggilan masuk dari Flower mengagetkanku yang sedang mencoba tidur untuk melupakan kejadian yang terjadi. Aku raih handphone yang tergeletak dimeja tapi aku ragu untuk mengangkatnya. Lama aku diamkan handphone yang terus menderu-deru memohon untuk diangkat panggilannya tapi keraguraguan semakin membelenggu diriku menolaknya. Tanganku bergetar ketika ringtone handphoneku hampir habis yang tandanya panggilan hampir berakhir. Akhirnya tanpa keraguan lagi aku mengangkatnya disaat-saat terakhir. “Akhirnya…” sebuah suara lembut milik Flower terdengar senang mendapatkan panggilannya diangkat. “A…ada apa?” tanyaku dengan suara masih bergetar ketakutan hal yang terjadi terhadap Marisha berlaku kepada Flower. “Tadi tante Siti nelpon aku dan katanya kamu bersikap aneh” ternyata mamah yang memberi tahu keadaanku kepada Flower. “Ada masalah apa sayang? mungkin aku bisa membantu” kata Flower meyakinkan. Aku tersadar bahwa sekarang mungkin saatnya untuk membicarakan hal itu dari pada nanti terlambat. “Sa…sayang aku mau berterus terang…” belum selesai aku bicara Flower keburu memotong pembicaraan. “Udah sayang kita ketemu di restorant biasa aja oke, aku tunggu!” Flower mengakhiri pembicaraannya. Sungguh hari yang tidak 89
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” menyenangkan, baru saja aku mengalami hal terburuk sekarang harus menemui Flower untuk berterus terang. Walaupun dengan sedikit rasa takut akhirnya aku berangkat juga untuk menemui Flower di restoran biasa kami bertemu. Pelan-pelan aku menyusuri jalanan Jatinangor yang sepi karena sore ini bukanlah malam yang tepat untuk jalan-jalan. Ketika hampir sampai ke restorant aku melihat Bondan dan beberapa orang yang tidak aku kenal sedang berkumpul. Walaupun kesal dengan Bondan aku harus mengakui kalau dia memang mengabarkan berita yang benar. Jadi aku merasa malu untuk menghajar dan menyalahkannya. Flower duduk ditempat favorit kami yaitu disudut restoran dekat jendela yang memperlihatkan pemandangan gunung Geulis Sumedang. Flower mengenakan kemeja putih yang ketat dengan kaca mata baca dan rambut dikuncir satu. Hmmm…sungguh cantik, walaupun memandangnya sebentar semua kesusahanku hampir terobati. Flower senang melihatku datang dan menyuruhku duduk disampingnya. Tapi belum sempat kami bincang-bincang, tiba-tiba dua orang datang menghampiri kami. Satu orang tidak asing lagi bagiku, tidak lain adalah Bondan sedangkan satu orang lagi aku tidak mengenalnya dan baru bertemu. “Maaf mengganggu…” kata orang yang tidak aku kenal dan Bondan tepat mendampingi disampingnya. Perasaanku tidak enak mendapati Bondan ada disini, mungkinkah dia akan memberitahukan juga kepada Flower. Tanpa pikir panjang aku segera menarik tangan Flower dan mengajaknya pergi dari sini. “Ayo kita pergi sayang!” kataku mencoba mengajaknya pergi meninggalkan dua orang yang membuatku tidak nyaman. “Ada apa sayang? kenalkan dulu ini temanku Jhony” kata Flower masih sempat mengenalkan temannya yang bersama Bondan. “Oh iya…tapi kita harus pergi sayang!” kataku mencoba membujuk Flower untuk segera pergi. Tapi tiba-tiba teman Flower yang bernama Jhony menahan lajuku untuk meninggalkan tempat ini bersama Flower. “Tenanglah kawan kami cuman mau bicara sebentar dengan Flower!” kata Jhony sambil mencoba melepaskan pegangan tanganku dari tangan Flower. Mendapati hal seperti itu aku langsung naik darah karena sudah tidak senang dengan caranya. Tapi Flower masih bersikap baik dengannya “mau bicara apa Jhon?”. Jhony melirik kearahku dibarengi oleh Bondan dan dia menyeringai kearahku seperti 90
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” meneror dengan senyumnya itu. Tanpa pikir panjang karena aku marah dan takut kejadian pada Marisha terjadi kepada Flower tanganku menjadi ringan. BUKKK…aku memukul tepat wajah Jhony dengan keras tapi Jhony hanya mundur beberapa langkah menerimanya. Flower menjerit melihat perbuatanku dia seperti tidak percaya dengan ulahku yang sebenarnya ingin melindunginya. Bondan mendekati Jhony yang mundur beberapa langkah dan membiarkan pertunjukan yang sudah diaturnya berjalan sendiri. “KENAPA KAMU?” teriak Flower sambil menatap kaget dan menjauhiku. Aku tidak tahu harus bicara dan berbuat apa untuk menenangkan Flower yang histeris. Flower tidak bisa menerima kekerasan tak beralasan yang dilakukan olehku terhadap temannya Jhony. Flower mendekati Jhony yang berdarah sedikit pada bibirnya karena mendapatkan pukulan yang keras. “Kamu tidak apa-apa?” Flower menanyakan keadaan Jhony dan memegang bibirnya yang berdarah sambil membersihkan dengan tisu. Kecemburuan menyelimutiku ingin rasanya aku menghajarnya habis-habisan tapi tidak bisa jika dihadapan Flower. “Tidak apa-apa Flower…” Jhony mencoba mengeluarkan kata-kata manisnya sambil memegang tangan Flower yang masih membersihkan lukanya. Dadaku terasa terbakar dan ingin rasanya aku menghajar dia sekali lagi. “Aku hanya ingin memberitahumu kalau laki-laki ini adalah seekor buaya darat…” akhirnya hal yang kutakutkan terjadi juga. Jhony berkata lantang sambil menunjuk kearahku dan aku tidak bisa berkutik menerima tuduhan tersebut. “Apa maksudmu Jhon?” tanya Flower polos karena dia tidak mengetahui yang sebenarnya. “Dia…dia menduakanmu!” Bondan mulai angkat bicara sambil berlindung dibelakang Jhony dan Flower. Sepertinya Bondan menjadi berani karena punya bantuan moral dari Jhony yang kucurigai dia bukanlah orang sembarangan. Flower hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan Bondan. “Apa…apa maksudmu?” kata Flower sambil mendekati Bondan yang ada dibelakang Jhony. “Orang ini telah menipumu Flower!” Jhony menunjukku dengan telunjuknya. Amarahku makin memuncak mendapati perlakuan teror dari Jhony tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya. Flower mendekati Jhony yang masih menunjuk sambil menatapku antara tidak mengerti dan tidak percaya. “Kamu tau Flower, sebelum dia menerimamu dia sebenarnya sudah memiliki pacar dan sampai kemarin dia masih menduakanmu dengan 91
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” cewe itu!”. Flower tidak percaya dengan apa yang dibicarakan oleh Jhony kepadanya. Flower mendekatiku “benarkah?” tanya Flower sambil menatapku tidak percaya dengan mata yang berkaca-kaca. Aku tidak tahu harus berkata apa dan aku mencoba memegang pundaknya tapi dia menepisnya dan menatapku meminta jawaban. “Akan aku jelaskan…” kataku pelan sambil menunduk. Flower mundur beberapa langkah karena tidak percaya dengan kenyataan ini. Tetesan-tetesan air mata mulai membasahi pipinya dan dia masih menatapku tidak percaya. Sambil menangis akhirnya dia berlari pergi dari restorant dan meninggalkan aku dengan serangan yang telak atas hatiku dengan ekspresinya. Jhony tertawa bahagia sambil pergi dari restorant ditemani Bondan. Tinggal aku sendiri dan para pengunjung restorant menatapku penuh heran bercampur aneh. Kemarahanku makin memuncak mendapati semua ini dan bayangan-bayangan kenangan buruk bermunculan satu persatu. Saat tadi sore aku menyakiti hati Mariha masih terbayang jelas begitu menyakitkan hatiku. Dan sekarang Flower yang mengalami hal itu dan ini sungguh sebuah pukulan terberat dihatiku. Pikiranku kacau dan menyalahkan dua orang busuk yang telah menghancurkannya. Aku berjalan keluar restorant dan mencari Jhony dan Bondan yang sudah mengganggu kehidupanku. “HEY…” bentakku kepada mereka berdua yang sedang berjalan menuju gerombolannya. “Kalian sengaja menghancurkan hubunganku…” kataku sambil mendekati Jhony dan Bondan. Gerombolan mereka yang berjumlah kurang lebih sepuluh orang mendekat tapi ditahan oleh Jhony. Jhony berjalan sendiri mendekatiku sambil tersenyum penuh penghinaan yang membuatku makin terbakar api amarah. “Kamu tau…kami sudah merencanakannya untuk menghancurkanmu!” kata Jhony dihadapanku. Otomatis itu membuat emosiku makin terbakar dan membuat tanganku melayang mengarah kewajah Jhony. Tapi tanpa kusadari dia menangkis pukulan lingkar dalamku. PAKKK…sebuah pisau tangan melayang menghajar leherku hingga aku mundur beberapa langkah. Terasa begitu menyengat pukulan pisau tangan itu dileherku. Antara tidak percaya apa yang aku hadapi, aku semakin kalap dan langsung menyerangnya dengan tendangan lingkar dalam. Tapi lagi-lagi tendanganku begitu mudah dihindarinya dan malah aku yang dihajar dengan sebuah tendangan yang asing bagiku. Lagi-lagi aku tersungkur kebelakang karena menerima tendangan tepat didadaku. “Kamu tidak tahu 92
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” siapa dia?” Bondan mulai angkat bicara sepertinya dia mendapatkan dukungan keberanian dari Jhony. “Dia adalah penyandang sabuk hitam karate…hehehe” Bondan dan semua gerombolannya tertawa menghina ketidak berdayaanku. Sementara Jhony masih dalam posisinya dan masih memasang senyum yang sangat tidak kusukai. “HIYAAAAA…” aku menjerit dan menyerangnya membabi buta karena sudah gelap mata. Tapi apa daya karena Jhony adalah penyandang sabuk hitam karate dia dengan mudah berbalik menyerangku. Jhony menyerangku dengan berbagai pukulan dan tendangan yang sangat cepat dan akurat. Awalnya Jhony menyerang mukaku dengan tendangan sejenis lingkar dalam lalu tendangan belakang yang mengarah ke perutku. Belum sempat aku mundur beberapa langkah dia melakukan tendangan yang sejenis dengan lingkar belakang dan tepat menghajar pelipisku hingga berdarah. Aku terhuyunghuyung tidak berdaya tapi Jhony belum selesai menghajarku, dia langsung menyusul dengan serangan tangan berantai. Sebuah pukulan menghajar dadaku lalu tangannya menohok rahangku dan terakhir dia menyikut leherku dengan tepat dan kuat. Tubuhku ambruk mendapatkan serangan berantai yang cepat dan kuat. Jhony melangkah pergi menjauh setelah melihatku tidak berdaya dengan luka yang cukup untuk memuaskannya. Bondan mendekatiku lalu dia melakukan serangan terakhir dengan menginjak perutku dengan sekuat tenanga. Aku meraung kesakitan terasa sekujur tubuhku sakit luar biasa dari kepala sampai kaki. Akhirnya mereka pergi meninggalkanku dalam keadaan yang tidak berdaya. Wajahku berlumuran darah segar yang mengalir dari luka sobek dipelipis. Hidung dan mulutku juga mengalirkan darah segar dengan luka lebam. Perutku terasa sesak dan dadaku terasa remuk hingga tidak bisa bernafas dan sedikit demi sedikit mataku menjadi gelap. Antara sadar dan tidak aku masih tergeletak dan tiba-tiba seseorang berkata “aku akan menolongmu…”. Setelah mendengar suara itu aku kehilangan kesadaran dan pingsan.
93
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Satu Hari Dalam Hidupku Satu hari dalam hidupku… Hanya ingin membahagiakanmu dengan cinta dan ketulusan Satu hari dalam hidupku… Selalu ingin bersama dan melindungimu dengan kasih sayang Satu hari yang akan menjadi bagian dari seluruh kebersamaan bersamamu Dalam mengarungi cinta kasih dan sayang bersama dirimu Satu hari dalam hidupku akan menjadi hari terbaik selamanya Satu hari dalam hidupku untuk cinta dan kasih sayang kepadamu Satu hari itu akan ada dalam hidupku untuk selamanya
94
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
DOUBLE ANGELS Parah total kekalahanku malam itu, tubuhku terasa sakit semua. Terutama pada bagian pelipis karena luka sobek terkena tendangan Jhony. Pagi ini aku sudah bangun dan dengan ditemani mamah aku masih terbaring lemas dirumah sakit. “Kamu beruntung Ly ada Darto yang membawa kamu ke rumah sakit!” ternyata Darto yang menyelamatkanku waktu itu. “Mamahkan sudah bilang kamu itu jangan berkelahi terus…akhirnya kejadian seperti ini nih yang mamah takutkan”. Aku hanya tersenyum mendengarkan kata-kata mamah tapi sungguh hebat sekali Jhony dengan segala serangannya. Siang harinya banyak teman yang menjenguk dari mulai Darto, Fahmi, Reza dan teman-teman lainnya. “Ly aku akan membalas perbuatan mereka, biar kuhajar mereka jadi oncom!” kata Reza berapi-api. “Jangan! biarkan saja…” kataku meredakan emosi Reza. Tapi dari sekian banyak temanku yang datang tidak ada Marisha diantara mereka. Sungguh ini membuat aku makin sakit, lebih sakit dari pada tendangan Jhony. “Ly…Marisha cuma titip salam…katanya moga cepat sembuh!” Darto membuyarkan lamunanku. Semua temanku terdiam ketika mendengar Darto menyebut Marisha dan aku pun terdiam melamun. Tapi aku tetap harus semangat walaupun hal terburuk telah menghantamku dihari yang sama. Aku tersenyum kepada semua teman-teman yang telah menjenguk terutama kepada Darto aku mengucapkan terima kasih. Tidak lupa aku mengingatkan kepada Reza untuk tidak gegabah dengan melawan orang yang bernama Jhony. Sore harinya tante Ika datang menjenguk sambil membawakan bingkisan berupa buah-buahan yang banyak. Tapi tidak kudapati Flower ikut menjenguk, sepertinya dia masih sakit hati kepadaku. Tante Ika bicara cukup lama dengan mamahku, sepertinya mereka membicarakan hal yang begitu penting. Setelah selesai berbincang-bincang dengan mamah, tante Ika mendekatiku. “Willy sebenarnya tante tidak tahu apa yang terjadi dengan kalian…tante hanya menginginkan kejujuran dari kamu!” kata tante Ika tegas dan serius. Entah harus bagaimana aku menjawab pertanyaan dari tante Ika. “Tante…memangnya Flower tidak bicara apa-apa sama tante?” tanyaku kepada tante Ika. Tante Ika menggelengkan kepala dan mamah menatapku dengan penuh keingin tahuan. “Saat pulang kerumah, Flower menangis dengan pilu dan saat ditanya kenapa? 95
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” dia malah mengunci pintu kamarnya…” aku mengerti dengan kesedihan tante Ika. “Pagi harinya Flower masih mengunci pintu kamarnya dan ketika ingin menanyakan apa yang terjadi kepada Willy ternyata tante mendapat kabar bahwa Willy masuk rumah sakit. Segera tante beritahukan berita itu kepada Flower yang masih menangis dikamarnya. Ketika tante kabarkan Flower berhenti menangis tapi tetap mengunci kamarnya. Tante jadi bingung apa sebenarnya yang terjadi antara kalian, kata mamah Willy, Willy dipukuli lalu kenapa Flower tidak bicara apa-apa?”. Tante Ika terlihat membuang nafas, entah jawaban apa yang harus aku beritahukan. “Sebenarnya
Flower
tidak
mengetahui
kejadian
Willy
dipukuli…tapi
sebenarnya…” tenggorkanku terasa tersendat untuk mengakuinya. Beberapa detik semuanya terdiam, tante Ika terus menerus menatapku dengan rasa ingin tahu begitu juga mamah. Akhirnya aku ceritakan semua kejadian yang sebenarnya dari mulai Marisha dan kejadian malam tadi. Terlihat tante Ika tidak merubah ekspresinya tapi sepertinya dia mengerti dengan kesulitanku. Beda lagi dengan mamah yang terkejut dan sepertinya tidak percaya aku bisa melakukannya. “Terima kasih Willy atas penjelasannya…nanti tante coba untuk bicara dengan Flower!” kata tante Ika sambil pamit pulang. Mamah mengantar tante Ika sampai pintu dan aku berdoa semoga saja Flower mengerti dengan penjelasan dari mamahnya. ##### Pukul tujuh malam mamah pamit pulang dan yang menjagaku diganti oleh ayah yang baru pulang dari kantor. Ayah orang yang payah jika diminta untuk menjaga sesuatu apalagi ini disuruh menjaga aku yang sedang sakit. Sebelum pulang aku meminta mamah tidak meninggalkan aku bersama ayah karena takut terjadi hal yang tidak-tidak. “Ayah juga bisa disuruh menjaga kamu Ly…” kata ayah mencoba meyakinkanku. Tapi tetap saja aku tidak merasa enak jika ayah ditinggal denganku. “Sudah! mamah juga tidak lama pulang kerumahnya cuma ngambil pakaian kamu”. Akhirnya aku menerima juga keputusan ayah akan menjagaku selama mamah pulang. Beberapa menit lamanya aku dan ayah tidak saling bicara karena ayah asyik sendiri dengan televisi. Hal yang paling aku benci ketika ditinggalkan bersama ayah adalah ayah selalu asyik sendiri tanpa mempedulikan aku. Huh…menyebalkan dan sungguh hari-hari tragis yang pernah aku alami. “Yah…temani aku ngobrol dong!” kata 96
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” ku mencoba membujuk ayah. “Oh iya kamu ini hebat Ly…” kata ayah mencoba bicara tapi tetap saja ayah masih terfokus kepada televisi. “Hebat apa?” tanyaku karena penasaran apa yang membuat ayah berpikir bahwa aku hebat. Sekarang ayah mengalihkan perhatiannya kepadaku dan lebih fokus untuk bicara bersamaku. “Kamu hebat…hebat banget…ayah saja ga bisa!” kata ayah berapi-api sambil mengacungkan kedua jempolnya dekat-dekat kewajahku. Aku hanya menatap ayah tidak mengerti bercampur bingung dengan maksud ayah mengatakan hebat-hebat sambil mengacungkan jempolnya. “Kamu hebat Ly mampu menduakan gadis cantik seperti Flower…ayah harus banyak belajar sama kamu!”. Aku menatap ayah jengkel penuh perasaan aneh dan curiga terhadap kata-katanya barusan. “Hebat bagaimana? hebat bonyok-bonyok gini atau hebat dibenci dua gadis cantik” kata ku tidak kalah berapi-api. “Jangan macam-macam nanti aku bilang sama mamah!” aku tau kalau ayah punya niat untuk main-main. Saat hebat-hebatnya kami mengobrol tiba-tiba pintu kamar ada yang mengetuk pelan. Ayah pergi untuk membukanya, apa mamah yang datang?. Mungkin mamah pikirku dan aku kembali santai-santai sambil menonton televisi. “Lihat siapa yang datang!” kata ayah dan aku hanya menimpali ucapan ayah dengan santai. “Nanti aku laporkan sama mamah kalau ayah…” ucapanku terhenti ketika melihat seseorang. Marisha…bersama ayahnya datang menjengukku. Segera aku merapihkan posisi dan rambutku yang acak-acakan. “Hai…!” sapa Marisha sambil mendekat ke ranjang. Aku tidak tahu harus menjawab dan menatapnya seperti apa, karena rasa bersalah ini masih mengganjal. “Ha…ha…hai juga!” kataku terbata-bata karena malu dengan kesalahanku kepada Marisha. Sungguh tidak kusangka Marisha akan menjenguk ke rumah sakit setelah kemarin dia menangis sambil menatapku dengan kebencian. “Ayah keluar dulu…” kata ayah sambil mengajak ayah Marisha untuk mengobrol diluar. Beberapa menit aku dan Marisha sang dewi malam tidak ada kata-kata yang keluar untuk dibicarakan. “Ehhhh…” tiba-tiba kami saling mencoba bicara pada waktu yang bersamaan hingga membuat kami menjadi lebih grogi. “Silahkan kamu duluan…” kataku mempersilahkan Marisha untuk bicara duluan. “Kamu saja…” kata Marisha, hingga kami tertawa bersama karena saling
97
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” mempersilahkan satu sama lain. Akhirnya kebekuan kami selama ini tercairkan dengan tawa bersama-sama walaupun beberapa detik. “Aku tau keadaan kamu dari Darto disekolah…” ucap Marisha dan aku melihat ada sesuatu yang dia sembunyikan dalam tatapannya. “Kamu masih membenciku?” kataku mencoba bicara langsung kepada intinya. Marisha menatap mataku dengan penuh arti dan makna yang tidak aku ketahui. Lalu sejurus kemudian Marisha mendekatkan bibirnya kearah keningku dan mencium mesra. “Kamu adalah pria terjujur yang pernah aku jumpai…tidak mungkin aku membencimu selamanya!” sungguh tepat menyentuh ke hatiku ucapan Marisha. Aku menatap lama sekali wajahnya dan Marisha pun menatapku dengan penuh rasa sayang. Tok…tok…tok…Sebuah ketukan mengalihkan perhatian kami dan membuyarkan momen yang begitu penting sekali. “Silahkan masuk!” kataku kepada orang yang mengetuk pintu kamar. Begitu orang yang mengetuk itu masuk sungguh diluar dugaan dan tidak disangka dia akan datang. Oh tidak…! Flower menjengukku bersamaan dengan Marisha yang sedang menjengukku. Flower terlihat malu-malu ketika hendak masuk dan menyapaku. Matanya terlihat lebam, aku tau kalau dia menangis semalaman karena perbuatanku tapi kaca mata bacanya mengaburkan lebam dimatanya. Dia tetap cantik walupun semalaman dia menangis pilu dan tidak tidur. Kecantikannya memang tidak akan pudar karena menangis dan tidak tidur, kecantikannya sungguh berkah Tuhan. “Flower…silahkan !” kataku mempersilahkan Flower untuk masuk dan duduk, sungguh mengagetkan. “Bersama tante?” tanyaku kepada Flower yang sedang menaruh bingkisan untukku diatas meja. Flower hanya menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaanku dan kepalanya masih tertunduk lesu. Marisha menatap Flower dan ketika mereka beradu pandangan, mereka saling melemparkan senyuman walaupun senyuman Flower sedikit terlihat grogi. Entah harus bagaimana aku mengatakan kepada mereka, haruskah aku mengenalkan mereka satu sama lain?. Tiba-tiba Flower menggenggam tanganku erat sekali “aku tidak tau kalau mereka akan menyakitimu seperti ini sayang!”. Kata-kata Flower sungguh bagaikan petir yang mengelegar disiang yang panas bagi Marisha. Sekarang Marisha tau kalau gadis yang sedang menggenggam tanganku adalah gadis yang telah menjadi saingannya selama ini. Flower memang sungguh menarik dan cantik, Marisha merasakan itu dan entah mengapa 98
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” tiba-tiba dia meneteskan air matanya. Ketika dia hendak pergi keluar aku pegang tangan Marisha lembut untuk menahannya pergi. “Flower kenalkan ini Marisha” Flower mengulurkan tangannya tanpa keraguan dan mengembangkan senyum yang tulus. Marisha menyambut uluran tangan Fower dengan sedikit keragu-raguan dan menunduk lesu tanpa senyuman. Sebagai penengah aku harus segera mencairkan suasana yang sedang melanda mereka berdua. “Aku…aku tadi sudah melabrak Jhony di telpon atas kelakuannya terhadap kamu sayang” ucap Flower sambil mendekatkan tanganku yang digenggamnya kearah bibir. Tindakan itu memicu kecemburuan yang sangat luar biasa bagi Marisha dan aku juga tidak bisa mengendalikan Flower. Entahlah, walaupun kemarin mereka marah kepadaku dan sudah mengetahui aku telah menghianati mereka tapi kata-kata putus belum keluar. Sehingga Marisha merasa cemburu walaupun yang menggenggam tanganku juga adalah pacarku Flower. “Flower…” aku menyadarkan Flower dari emosi jiwanya yang terlalu meluapluap karena tidak mau berpisah denganku. Flower menatapku dan bangkit dari kursinya sambil masih menggenggam tanganku. Marisha yang sedari tadi masih berdiri membuang tatapannya keluar jendela karena tidak sanggup lagi melihat kemesraan yang Flower lakukan. “Flower…Marisha…mungkin kalian belum mengenal lebih jauh satu sama lain!” kataku mengingatkan mereka. Flower sekarang berganti menatap Marisha yang masih membuang tatapan keluar jendela dan air matanya masih belum kering. Flower sepertinya mengetahui siapa gadis yang ada dihadapannya sekarang dan dia pun melihat aku menggenggam tangannya. Dengan refleks Flower melepaskan genggaman tangannya dan mundur beberapa langkah karena tidak kuat menerima kenyataan ini. Aku pun melepaskan pegangan tanganku terhadapa Marisha dan mencoba menenangkan Flower dengan berusaha meraih tangannya. Tapi dia terus mundur sambil tidak menghiraukan tanganku yang mencoba meraihnya. Flower meneteskan air mata dipipinya yang merah merona dan Marisha pun masih menatap langit-langit kamar sambil menahan air matanya. Flower menatap bergantian kami berdua dan Marisha sekarang menatap Flower yang masih tidak percaya. Disaat suasana yang sedang mencekam tiba-tiba ayah, mamah dan ayah Marisha masuk tanpa mengetuk pintu. Mereka mengobrol dengan serunya tanpa memperhatikan keadaan 99
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” didalam ruangan yang sedang memanas. Ketika mereka sadar dengan apa yang sedang terjadi didalam ruangan “oh…maaf sudah mengganggu!”. Akhirnya mereka keluar lagi sambil menutup pelan pintunya tanpa mengeluarkan suara. “Flower…ini Marisha wanita terakhir yang aku cintai!” kataku memperkenalkan cinta terkahir. ”Dan ini Flower…dia adalah wanita pertama yang aku cintai!” aku juga memperkenalkan Flower kepada Marisha sebagai cinta pertamaku. Tapi kebekuan diantara mereka tidak mencair sama sekali dan hanya tetesan air mata yang mencair dari mereka. “Maafkan aku telah mengkhianati cinta tulus dan suci kalian…” kataku sambil menundukkan kepala dengan segenap perasaan bersalah. Setelah mendengar kata-kataku Marisha menyeka air matanya dan mendekati Flower yang masih menangis dan menunduk lesu. “Sebenarnya ini bukan salah Willy…tapi ini salahku yang telah menggodanya” kata-kata Marisha bagaikan gelombang laut yang menghantam karang. Aku menatap Marisha tidak percaya dengan apa yang dikatakannya tapi Marisha tidak membalas tatapanku. “Aku siap mundur!” ucapan terakhirnya lebih dahsyat dari ucapan pertamanya. Flower menatap Marisha sebentar dan tiba-tiba Flower menampar Marisha…plakkk!. Sungguh diluar dugaan Flower mampu melakukan hal itu kepada Marisha, dan Marisha hanya diam menerima tamparan itu. “Kamu…kamu, setelah menggodanya…akan begitu saja meninggalkannya!” Flower menunjuk-nunjuk Marisha dengan berapi-api. “Kamu tidak mempedulikan perasaan Willy yang mungkin saja terluka jika kamu meninggalkannya begitu saja. Lihat ekspresinya ketika aku menampar kamu tadi! dia mengeluarkan ekspresi yang sangat menyayangi dan mencintaimu dengan sepenuh jiwa dan raganya”. Marisha menangis tapi tetap tegar tidak berubah dari posisinya yang masih tertunduk lesu. Flower semakin hebat menangis tapi dia mencoba menguatkan jiwa yang sebenarnya lembut penuh kasih sayang. “Biarkan…biarkan…aku saja yang mundur!” kata Flower begitu tersendat-sendat karena menahan tangisan dan perasaannya yang menolak. Flower mendekatiku dan mengecup pipiku dengan lembut “mungkin ini yang terbaik!”. Aku tidak sanggup ketika Flower bicara ‘mungkin ini yang terbaik!’ tapi aku tidak bisa menahannya. “Jangan kamu tangisi aku…karena aku tidak berharga bagimu!” kataku sambil melepas perlahan tangannya. Flower pergi dengan melewati Marisha yang masih tertunduk lesu tanpa berkata sepatah katapun. Setelah beberapa menit Flower 100
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” pergi, Marisha mendekatiku dan memukul dadaku keras sekali. Uhuk…aku terbatukbatuk menerima pukulan dari Marisha, lalu dia pun pergi tanpa berkata sepatah kata pun. Semuanya meninggalkan aku dengan penuh luka yang menyakitkan dan menyesakkan dada. Tinggallah aku seorang diri tanpa bisa menangisi kepergian mereka tapi sebenarnya jiwaku ingin menagis dan menjerit.
Hampa… Asap lemah menyelimuti pandangan mata hati Menenggelamkan jiwa kedalam kesusahan Menggelapkan pikiran dengan jubah sedih Tubuh mendekap kelamnya hampa kehilangan Mencari putik cinta dikeramaian tangis Meredupkan segala nurani kedalam pilu Hampa hidup meredup dalam kecup
101
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
CHAPTER V FLOWER YANG MEKAR Senang sekali bisa kembali beraktifitas seperti biasa tanpa harus duduk dan tidur diatas ranjang rumah sakit yang bau obat. Sudah genap dua hari aku menjalani perawatan dirumah sakit dan sekarang dipagi yang cerah bercampur muram aku harus kembali beraktifitas. Beraktifitas sebagai seorang siswa yang mencari ilmu di SMU N 1 Jatinangor dengan segala suka dan duka. Suka bisa bertemu dengan banyak teman-teman disekolah dan duka karena mengingat aku masih ada masalah dengan Bondan dan Marisha. Wah…dua hari berlalu sekolahanku tidak ada yang berubah, seperti biasa satpam masih mengatur parkiran sambil teriak-teriak dan kepsek yang sudah berdiri digerbang sekolah. Setelah memarkirkan motorku ditempat yang aman Reza dan Darto beserta Fahmi menyambutku dengan penuh kegembiraan. “Jagoan kita sudah kembali” sahut Reza penuh suka cita sambil memeluk dan menyalamiku. Bergantian Darto dan Fahmi menyusul kemudian memeluk dan menyalamiku. “Sepertinya luka itu akan disitu selamanya!” ucap Darto sambil menunjuk luka sobek yang sudah mengering dipelipisku. “Biarkan saja…anggap ini sebuah kenang-kenangan” kataku sambil tersenyum dan semuanya ikut tertawa. “Setelah kamu sehat apakah ada niat untuk membalas mereka!” kata Reza sambil menunjuk Bondan dan gerombolannya yang sedang duduk santai dikejauhan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala karena tindakan balas dendam itu adalah tindakan tidak bermoral. Kami berjalan masuk menuju gerbang sekolah yang sudah cukup ramai dipadati para siswa. “Ho…lihat siapa yang datang!” kata Bondan kepada gerombolannya sambil berjalan mendekati kami. Reza seperti tidak sabar untuk menghajar mereka, tapi aku menahannya. “Hai…apa kabar?” kataku sambil mendekati mereka, sepertinya Bondan tidak senang dengan tingkahku. “Hehehe…luka itu mengingatkan aku akan sesuatu!” katanya sambil bertingkah mengejek luka dipelipisku. “Hahaha…luka yang bagus bukan! Apakah kamu menginginkannya?” tanyaku pada Bondan sambil mendekat dan menatap tajam matanya. Bondan menahan ludah dan gerombolannya mundur beberapa langkah
102
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” karena terkejut. “Okey…hari ini sepertinya sudah cukup!” kataku sambil pergi meninggalkan mereka dan kembali menemui teman-teman. Bondan dan gerombolannya terkejut dengan keberanianku, sepertinya mereka takut jika tanpa Jhony didepannya. Reza tertawa nyaring karena gembira melihat Bondan dan gerombolannya ketakutan dengan intimidasiku. Darto geleng-geleng kepala melihat tingkahku tadi “apa kamu siap jika bertemu Jhony lagi?”. Aku menatap Darto sebentar, “siap maupun tidak siap aku akan melayaninya jika dia siap!”. Senyum mengembang dibibirku ketika menyudahi kata-kata itu dan Darto pun tersenyum walaupun kecut. Sebetulnya saat berkelahi malam itu aku tidak dalam kondisi yang siap untuk perkelahian yang begitu menguras teknik. Jhony dengan teknik berkelahi ala karate sungguh membuat aku harus berpikir untuk melawannya dengan teknik tarung derajat. Tapi aku percaya bahwa kekalahanku pada saat itu akan memberikan pelajaran dan pengalaman yang berharga. Sungguh tidak terasa belajar didalam kelas, tau-tau bel tanda istirahat pertama sudah berbunyi. Para siswa berhamburan keluar dari kelas, mereka ada yang menuju lapangan olahraga atau pergi kekantin. Aku sendiri mencari-cari seseorang yang sejak dari tadi pagi tidak terlihat olehku. “Kamu mencarinya?” seseorang dibelakang mengagetkanku yang sedang celingak-celinguk dikoridor sekolah. Ternyata Fahmi yang menyapaku, “aku tidak mencari siapa-siapa!”. Fahmi tersenyum mendengar perkataanku yang mengelak dari persangkaannya. “Kalau kamu mencarinya, dia tadi pergi ke ruang osis sendirian!” kata Fahmi sambil berlalu pergi setelah menepuk pundakku. Antara penasaran dan malu untuk bertemu dengannya membuat aku menahan langkah untuk pergi. Biar saja perasaan itu mengambang asalkan semua pikiranku terpuaskan. Segera aku berjalan cepat menuju ruang osis yang berada didekat kantor kepsek tanpa menghiraukan beberapa orang yang memanggil dan menyapaku. Aku takut jika aku menjawab panggilan dan sapaan mereka rasa malu akan mengalahkan rasa penasaranku. Tanpa pikir panjang pintu ruangan osis langsung aku buka tanpa mengetuk terlebih dahulu. Ternyata hal itu mengagetkan orang-orang yang sedang rapat didalam ruangan tersebut, aku mematung dengan senyum aneh karena malu telah mengganggu rapat mereka. “Oh…maaf!” kataku secepat kilat sambil pergi dan menutup kembali pintu yang
103
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” tadi terbuka. Sungguh memalukan! kenapa tidak mengetuk terlebih dahulu, mungkin saja ceritanya akan berbeda dan tidak membuat aku malu didepan anak-anak osis. “Dari mana?” tanya Darto ketika aku sampai dikantin. Aku hanya menghela nafas panjang dan tidak mau menceritakan hal yang memalukan tadi. “Minum dulu biar lebih fresh!” Darto menyodorkan sebotol minuman dingin kesukaanku. Secepat kilat aku menyambarnya dan meminum habis tanpa ada sisa, rasanya aku ingin melampiaskan perasan ini kepada minuman tersebut. “Ada apa?” tanya Darto karena penasaran dengan tingkahku. “Malu…sungguh memalukan!” kataku menggerutu sambil membuang muka dari Darto. “Ya sudah kalau kamu malu…Ly ada acara nih!” kata Darto sambil menunjukkan sebuah brosur. “Acara apa?” tanyaku lesu sambil tidak menghiraukan brosur yang sedang dipegang Darto lalu direbut Reza untuk dibacanya. “Wah…acara hebat nih!” kata Reza nyaring membuat aku mengalihkan perhatian kepadanya. Apa? tidak mungkin terjadi, acara pensi yang biasanya diadakan disekolah masing-masing sekarang akan diadakan bersama-sama dengan SMA Al-masoem. Darto mengajukan hal paling gila dengan mendaftarkan band kami untuk pertunjukkan nanti. “Tidak…aku tidak setuju!” kataku menyatakan keberatan atas pendaftaran band kami. Tapi tetap saja Darto, Reza dan Fahmi menyutujuinya dan aku kalah suara. Dengan terpaksa aku mendukung juga dengan ide gila mereka. “Mau lagu apa yang akan kita bawakan?” tanya Fahmi, kami berempat saling pandang satu sama lain. Tiba-tiba Darto, Reza dan Fahmi tersenyum bersama lalu menatapku sambil tersenyum. “Kita bawakan lagu Ungu yang ‘tercipta untukku’!” kata mereka serempak dan aku sampai terbelalak mendengar ide mereka. “Aku tidak setuju!” kataku menegaskan penolakanku. Tapi Darto mendekatiku dan berbisik, “daripada ‘demi waktu’ itu malah lebih gawat!”. Ternyata Darto mencoba mengintimidasiku karena mereka ingin memakai acara ini untuk memperbaiki hubunganku dengan Flower dan Marisha. Menyebalkan sekali hari ini, sudah harus menyetujui dan menelan bulat-bulat ide gila teman-teman yang idiot juga harus menanggung malu ketika acara nanti berlangsung. Tuhan apakah akan ada hal yang lebih buruk dari ini semua? jeritku dalam hati. Ketika sedang asyik-asyiknya berjalan menyusuri koridor yang menuju kelas, dari arah depan Marisha datang menuju kearahku. Ketika semakin dekat dengannya tiba-tiba, BUKKKK!. “Ugffhhhh…” aku mengerang kesakitan sambil memegangi perutku yang 104
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” dipukul Marisha keras sekali. Tuhan aku tadi hanya becanda, mengapa dianggap serius! kataku dalam hati. “Ke…kenapa kamu memukulku?” tanyaku pada Marisha yang masih berdiri didepanku sambil bertolak pinggang. “Balasan untuk sebuah tamparan!” katanya tegas sambil mengelus-elus pipinya. “Tapi bukan aku yang menamparmu dan kenapa harus dua kali?” tanyaku lagi. “Kamu yang bertanggung jawab jadi harus kamu yang membayarnya…yang pertama untuk tamparan Flower dan yang kedua untuk air mataku!”. Marisha menatapku sinis sambil bertolak pinggang dan rambut panjangnya berkibar-kibar diterpa angin. Aku menerima saja setiap alasan yang dia berikan. Dengan masih menahan rasa sakit diperutku, “kamu masih membenciku?”. Marisha manatapku lebih tajam dan mulai mendekatiku lagi dan dengan sigap aku mundur beberapa langkah. “Jangan pukul aku lagi!” kataku sambil menyuruhnya berhenti memukuliku. Marisha masih terus mendekat dan aku pun terus mundur mengikuti langkahnya yang terus maju. “Jika aku tidak marah kepadamu, lalu kamu mau apa?” tanya Marisha sambil terus mencoba mendekatiku. “Aku…aku…mau mengajak kamu…untuk masuk grup bandku!” kataku sambil masih mencoba menjaga jarak dengan Marisha. “Benarkah?” katanya gembira, sepertinya dia suka ketika aku mengajaknya untuk bergabung dengan grup bandku. “Tentu saja! asal kamu tidak memukulku lagi” kataku sambil mencoba untuk menghentikan langkahnya yang semakin mendekat. Ketika tanganku menjulur untuk menahan laju Marisha yang terus mendekat, dengan tidak sengaja aku memegang dadanya. ‘Ternyata lebih kenyal dari pada yang aku bayangkan’ pikirku, tapi ketika melihat mata Marisha sepertinya dia sangat marah sekali. “Ma…ma…maaf!” kataku sambil menjauhkan tanganku dan PLAKKKK!, dia menamparku dengan keras. “Teman-teman aku punya berita!” kataku kepada Darto, Reza dan Fahmi yang sedang duduk-duduk santai didalam kelas. “Berita apa?” tanya Darto bersemangat untuk mengetahuinya. “Jangan bawa berita buruk!” celoteh Fahmi yang sedang sibuk dengan bukunya. “Entahlah, apakah baik atau buruk…beritanya adalah Marisha bergabung dengan grup band kita…bagaimana?”. Semuanya menjadi hening, Darto, Fahmi dan Reza menatapku tanpa berkedip. “BAGUSSS…” kata Darto, Fahmi dan Reza bersamaan mengagetkanku. “Kita pakai lagu yang dari kotak…judulnya ‘masih cinta’, baguskan?”
105
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” kata Darto bersemangat. Aku hanya tersenyum mendengarkan usulan mereka dan yang paling menyenangkan adalah mereka setuju Marisha masuk band kami. ##### “Perasaan ada yang ga pas deh!” kataku kepada semua anggota band yang sudah standby didalam mobil. “Apa yang belum pas?” tanya Marisha yang kebetulan duduk didepan dan aku sendiri menjadi sopir. Dibelakang Darto dan Reza memfokuskan diri kedepan karena ingin mendengar lebih jelas. “Marisha sebelum aku bertemu lagi dengan Flower aku ingin bertanya sesuatu kepadamu!” Marisha menatapku aneh dan temanteman lebih fokus lagi mendengarkan. “Jangan kamu rusak suasana yang sudah ada!” sahut Marisha sambil membuang muka dariku. “Oke…aku anggap kita belum putus!” kataku sambil menghidupkan mesin. Teman-teman dibelakang makin bersemangat mendengarkan perbincangan yang terjadi antara aku dan Marisha. “Kamu dan Flower bagaimana?” tanya Marisha masih membuang muka. “Aku mencintai kalian tanpa membedakan satu sama lain!” kataku menegaskan. Marisha masih membuang mukanya tanpa mau melihat kearahku, sepertinya dia dalam kebingungan. Aku tidak melanjutkan pembicaraan diantara kami dan aku langsung menancap gas menuju SMA Al-masoem. Fahmi tidak ikut dengan kami karena dia harus lebih dulu ke Al-masoem untuk membereskan beberapa berkas dengan osis Al-masoem. Disepanjang perjalanan tidak ada yang membuka pembicaraan, begitu juga Reza dan Darto yang biasanya rame sekarang mendadak sepi. Marisha sepertinya masih memikirkan ucapanku sambil menatap keluar melihat bangunan-bangunan megah yang berjejer rapih. “Sepertinya hubungan kita rumit untuk sekarang…” gumam Marisha sambil menatap wajahku yang serius menghadap jalan. “Aku tidak mau ada yang terluka diantara kita…lebih baik kamu memilih Flower dari pada aku!” Marisha mencoba mengungkapkan isi hatinya. Aku menghentikan mobil sebentar dan membalas tatapannya. “Apakah menurut kamu aku tidak terluka jika meninggalkan seseorang dan memilih salah satu diantara kalian?” tanyaku pada Marisha serius. “Maaf bukan aku mencoba mengganggu kalian, tapi kita sudah terlambat!” Darto menyela perbincangan antara aku dan Marisha. Darto khawatir terlambat untuk naik panggung karena jam sudah menunjukkan Sembilan pagi. Pembicaraan tadi terhenti dan tidak pernah dibahas lagi hingga sampai di SMA Al-masoem. Keadaan disana sudah ramai dengan para siswa yang menikmati berbagai 106
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” stand dan pertunjukkan. Siswa dari kedua sekolah terlihat akrab dalam acara pensi yang diadakan kedua sekolah. Kami tidak terlalu terlambat untuk ikut menikmati hiburan dan keramaian yang sedang berlangsung sampai sore hari ini. “Hai…selamat datang silahkan!” kata panitia penyambut yang ada di gerbang sekolah mempersilahkan kami masuk lingkungan sekolah. “Ruangannya dimana?” tanya Darto kepada Marisha yang sedang memperhatikan secarik kertas. “A-12…” jawab Marisha setelah membaca tulisan dikertas tersebut. Sedangkan Reza dan aku kebagian untuk mengangkut peralatan band menuju ruangan. Berat sekali! aku harus membawa dua buah barang, yang satu gitar melody dan satunya lagi gitar bass. Kalau Reza membawa keyboard dan gitar ritem, dia terlihat kesusahan membawa keyboard. “Aku keluar dulu yah!” kataku kepada teman-teman yang sedang beristirahat setelah berputar-putar mencari ruangan A-12. “Kemana?” tanya Fahmi yang baru saja datang. “Cari seseorang…” jawabku singkat. Marisha terlihat menunduk mendengar aku pergi untuk mencari seseorang, dia sudah tau kalau yang akan aku cari adalah Flower. Kecemburuan masih membakar hati Marisha tapi pikirannya menghendaki memberi peluang kepada Flower. Bagiku keduanya tetap menjadi cinta abadiku. Hampir separuh komplek sekolah telah aku periksa, tapi Flower tidak ada dimanamana. Apakah mungkin Flower bersembunyi untuk menghindariku?. Semenjak kejadian di rumah sakit aku tidak berjumpa lagi dengannya, aku sudah mencoba menghubunginya tapi handphonenya selalu tidak aktif. Aku sempat menanyakan keadaan Flower kepada mamahnya dan jawaban yang kudapat hanya sebuah pesan, katanya ‘aku baik-baik saja!’. Flower sepertinya marah besar karena kelakuanku telah membangkitkan kenangan buruk empat tahun lalu. Padahal kenangan itu ingin dikuburnya dan tidak ingin lagi mengingatnya. Saat aku sedang mencari Flower dan berpikir tentangnya, aku malah bertemu dengan Jhony dan Bondan. Mereka bergerak dari koridor depan sekolah menuju kearahku, aku ingin menghindarinya tapi sepertinya sudah telambat. Tidak baik juga jika seseorang yang ingin bertemu dengan kita tidak kita temui, sudah terlihat dari sorot mata mereka yang ingin menemuiku. “Hai…” sapaku kepada mereka yang sudah mendekat dan Jhony terlihat lebih tenang dibandingkan dengan Bondan. “Hai juga!” balas Jhony sambil melambaikan tangan. “Kalian sepertinya sedang sibuk, aku duluan yah…” kataku 107
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” sambil melangkah pergi menjauhi mereka. “Kami tidak terlalu sibuk…kami hanya ingin bicara beberapa kata denganmu!” kata Jhony dengan masih bersikap santai. Keinginan menjauhi mereka jadi urung kulaksanakan dan akhirnya aku meladeni pembicaraan mereka. Jhony tersenyum kepadaku dan aku pun membalas senyumannya. “Sepertinya kamu sedang mencari Flower?” aku memandang Jhony dengan sorot waspada. “Tidak juga…” kataku kepadanya dan dia melihatku seperti menatap mangsanya. Tiba-tiba Jhony bermaksud menyerangku dengan pisau tangannya tapi aku dengan sigap menggibas luar serangan tersebut. “JHONY! apa yang kamu lakukan?” seseorang berteriak lantang menghardik Jhony dari arah samping. Kami yang sudah memasang siaga dan dalam kondisi saling beradu tangan terhenti dan mematung. Ternyata Flower yang berteriak, dia datang bersama dua teman perempuannya. “Sepertinya pertarungan kita tertunda…” kata Jhony sambil melepaskan serangannya dan bersikap wajar kembali. Aku pun melakukan hal yang sama sambil merapihkan pakainku yang sedikit kusut karena melakukan siaga tarung mendadak. “Jhony kenapa kamu melakukan itu?” tanya Flower sambil terengah-engah menatap mata Jhony dengan marah. Jhony tidak menjawab pertanyaan Flower, dia malah pergi meninggalkan kami semua. Flower terus saja menatap kepergian Jhony dan aku menjadi bingung antara menyapa dan membiarkan dulu emosinya reda. Akhirnya aku memilih untuk meninggalkannya supaya bisa meredakan emosi. Aku pergi tanpa menyapa dan menanyakan keadaannya tapi dilihat sekilas dia baik-baik saja. Tanpa menoleh aku pergi meninggalkan Flower yang masih menatap kepergian Jhony. Ketika langkahku hampir hilang ditikungan koridor depan. “WILLY…” seseorang memanggilku dari belakang dan dari suaranya dia adalah Marisha. Aku menoleh kearah orang yang memanggil dan benar saja Marisha sudah berdiri disana. Tepat dibelakang Marisha, Flower masih belum beranjak dari posisinya semula. Terasa sangat kontras sekali ketika aku melihat mereka dalam posisi seperti itu. Flower yang masih membelakangiku dengan teman-teman disampingnya dan Marisha yang menatap dengan menantang kedatanganku. Aku mengacuhkan mereka berdua dan memutar pergi menjauh dari mereka. Hatiku gundah mendapatkan keadaan yang benar-benar tidak bisa aku tangani seutuhnya. Benar apa yang dikatakan Darto bahwa keadaan ini akan menjadi lebih buruk 108
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” dari yang aku duga. Sekarang ketika keadaan aku, Marisha dan Flower mengalami konflik datanglah keadaan yang lebih buruk. Entah berasal dari mana permasalahan terburuk ini muncul, tiba-tiba saja orang yang bernama Jhony makin memperkeruh semuanya. Keadaan sekarang bagaikan sebuah benang yang dulunya tergulung rapih sekarang kusut karena ditarik paksa tanpa perasaan. Seharusnya aku jujur dari dulu kepada mereka, mungkin kejadiannya tidak akan seburuk sekarang. Tanpa kusadari, aku sudah berada dibelakang panggung aula pertunjukkan SMA Al-masoem. Aku baru sadar bahwa band kami sebentar lagi naik panggung, mungkin saat ini Darto sedang mencari-cari. Lebih baik aku menunggu mereka dibelakang panggung sampai waktu pertunjukkan dimulai. Ternyata bukan aku saja yang sedang berada dibelakang panggung. Terlihat Flower dan Jhony yang ditemani Bondan sedang berbicara serius. Entah pembicaraan apa yang sedang mereka bicarakan, tapi kelihatannya Jhony berusaha memaksa Flower. Wajah Flower memucat dan menunduk tanpa memperhatikan mata Jhony yang terus berbicara sambil berusaha memegang tangannya. Aku mengendap-endap mendekati mereka dengan cara bersembunyi dibalik tirai penutup panggung. Mulai samar-samar suara mereka terdengar, tapi masih kurang jelas dan aku berusaha untuk terus lebih mendekatinya. “Flower…mengertilah!” suara Jhony begitu jelas sedang berbicara kepada Flower. Jhony menatap Flower dengan penuh hasrat untuk memilikinya, sedangkan Bondan berdiri sambil berjaga-jaga dibalik koridor. Bondan sepertinya tidak menyadari bahwa aku begitu dekat dengannya, hanya tirai penutup panggung yang memisahkan kami. “Aku masih mencintainya…” Flower mencoba menarik lengannya dari genggaman Jhony dan membelakanginya. “Tidakkah kamu membencinya setelah apa yang dia perbuat!” Jhony kembali mencoba mendekati Flower. Flower diam beberapa saat dibarengi Jhony yang menghentikan langkahnya untuk mendekat. Jhony terlihat kesal dengan sikap Flower yang hanya diam saja tanpa mempedulikannya. “Kamu harus ingat Flower…setiap dia mendekatimu dan kamu mendekatinya, saat itu juga aku ingin menghancurkannya!” terdengar jelas gigi-gigi Jhony beradu karena menahan amarah. Jhony mendekati Flower yang masih membelakanginya dan membisikkan sesuatu ketelinga Flower. Flower terlihat terkejut dengan apa yang dibisikkan Jhony, seketika itu juga dia berbalik menghadap Jhony. 109
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” “Kenapa harus seperti ini?” air mata Flower terlihat menetes membasahi pipinya. “Karena aku sangat mencintaimu dan hanya aku saja yang akan memilihmu untuk menjadi yang terakhir dicintai…”. Flower terdiam mematung, bibirnya tidak bisa berkata apa-apa dan hanya ekspresi dari matanya saja yang bisa menggambarkan keadaan hatinya. “Kamu janji jika aku memilihmu, kamu tidak akan menyakitinya?” suara Flower begitu bergetar ketika tiap huruf dari kata tersebut keluar. Jhony mengangguk pelan kepada Flower sambil menatapnya dengan penuh rasa cinta dan Flower berusaha menghindari tatapan tersebut. Melihat kondisi tersebut aku sungguh marah besar atas ancaman Jhony terhadap Flower yang jiwanya begitu lembut. “Jangan dengarkan dia!” aku keluar dari balik tirai sambil menunjuk Jhony dan menatap Flower. Flower dan Bondan begitu terkejut ketika aku keluar dari tirai tapi Jhony bisa menguasai keterkejutannya dengan tersenyum sinis kepadaku. Sesaat semuanya terdiam dan masih terkejut dengan kehadiranku yang tibatiba. “Flower aku tau kalau aku sudah menyakitimu, tapi tidak ada maksud dariku untuk melakukan semua itu!” aku mencoba mendekati Flower. “Kenapa kamu ada disini?” Flower menatapku dengan masih menyimpan air mata dipipinya. Aku mendekatinya dan menyeka air mata yang membasahi pipinya dengan tanganku. Flower diam saja dengan apa yang aku lakukan, dia menatapku dengan penuh haru dan cinta. Sekejap kemudian Flower memelukku dengan erat seperti tidak mau lepas dariku. Jhony yang melihat Flower memelukku, dengan geramnya dia mengepalkan tangan karena kesal. “WILLY…sungguh tidak sopannya kamu! menguping pembicaraan kami…” Jhony menghardik dengan kerasnya karena aku sudah mendengarkan pembicaraannya secara diam-diam. Aku berbalik menghadap Jhony dan Bondan, terlihat Jhony sudah begitu kesal dengan tingkahku. “Apa yang dinamakan MENGANCAM itu disebut pembicaraan yang sopan?” aku berbalik menekan. Flower sepertinya ketakutan dengan situasi yang sedang terjadi, “sudah cukup!”. Dia terus memegang lenganku dengan eratnya dan mencoba menarikku untuk menjauhi Jhony. “Jhony aku mohon! aku menghargai cintamu kepadaku jadi tolong hargai pilihanku. Walaupun Willy sudah berbuat kesalahan tapi aku tidak bisa mengingkari bahwa dia adalah pria yang sangat aku
110
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” cintai…”. Jhony menatap geram kearahku tanpa memperhatikan Flower yang berbicara sambil memelas minta dihargai pilihannya. Sedetik kemudian Jhony mengalihkan tatapannya kepada Flower dan dia menatap Flower dengan penuh kekecewaan. “Setiap hatiku sudah aku persembahkan untukmu…tapi kenapa kamu masih memilih orang yang tidak mencintaimu dengan sepenuhnya!”. Jhony bergetar mendapatkan kenyataan yang begitu pahit baginya dan sungguh sangat kecewa dengan Flower. “KAMU!...” Jhony menunjukku sambil menghardik keras sampai-sampai mengagetkan Flower. Aku mencoba melepaskan genggaman tangan Flower dan menyuruhnya untuk mundur beberapa langkah karena takut Jhony melakukan serangan mendadak. “Flower pergilah…” aku menyuruhnya pergi karena takut kondisi jiwanya tidak setabil jika melihat perkelahian kami. Tapi Flower menggelengkan kepala dan mencoba memegang lenganku lagi. “Carilah Darto…aku mohon!” aku menatap dan memintanya untuk pergi mencari Darto. Flower sejenak masih menatapku dan dengan sedikit keragu-raguan akhirnya dia pergi menuju koridor aula. Jhony dan Bondan mengelilingiku seperti singa yang siap menerkam mangsanya. Hari ini aku tidak boleh kalah lagi dari mereka, akan aku perjuangkan harga diriku dengan penuh keberanian. “ERGHH…kamu sudah mengacaukan semuanya Willy!...aku tidak bisa terima perbuatanmu!” Jhony menggeram hebat. Jhony sudah bersiap menyerangku dan untuk kali ini aku tidak boleh kalah cepat untuk menyerangnya. Jhony dengan penuh siaga maju menghadangku dan aku tidak menyia-nyiakannya untuk menyerang. Sebuah tendangan melesat cepat menyerang bagian kiri badan Jhony, tapi dengan sigap dia menangkis tendanganku. Jhony balas menyerang dengan sebuah pukulan lurus yang sangat cepat mengarah ke muka dan dengan sigap aku menggibas dan memegang pergelangannya. Setelah pergelangannya aku pegang, aku bersiap membantingnya tapi dia lebih cepat menahan gerakanku dengan mengunci kakiku dengan mengaitkan kakinya. Kekuatan bantinganku melemah karena kaki kananku dikunci oleh kakinya dan kaki kirinya menginjak lutut kiriku hingga tubuhku berlutut dibuatnya. Tangannya yang tadi kupegang lepas karena gerakan tangan satunya lagi yang membekuk leherku. Setelah tangannya lepas dia mencoba menghantam kepala bagian atasku, namun dengan sigap aku berguling menghindarinya. Melihat kakinya kosong dan 111
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” mudah untuk diserang, aku menyapu kakinya dan Jhony terjatuh karena sapokan itu. Secepatnya aku bangkit untuk kembali menyerang, ketika tubuhnya hendak bangkit dengan cepat aku menghantam dadanya dengan tandangan lurus. Tubuhnya masih berdiri tegak mendapatkan serangan pertamaku, aku susul dengan tendangan lingkar dalam menghujam telinganya. Kepalanya bergoyang mendapatkan seranganku tapi sepertinya dia masih bisa bertahan, maka aku menyerang dengan tendangan menyamping yang menghujam lehernya. Tubuhnya terpental kebelakang karena daya hentak dari tendangan menyampingku. Melihat tubuh Jhony terkulai tidak berdaya Bondan bersiap menyerang tapi dengan sigap tendangan kait belakangku menghajar pelipisnya. Bondan terpental dan menjerit kesakitan, dia merangkak menjauhiku penuh ketakutan. Sejenak aku mengatur nafas dan Jhony mencoba bangkit setelah beberapa saat terkulai tidak berdaya. “Kita sudah tau siapa yang lebih hebat, sebaiknya jangan dilanjutkan!” aku mencoba mengakhiri perkelahian ini. “Aku tidak akan pernah…tidak akan pernah menyerah untuk memperjuangkannya!” sambil terus mencoba bangkit darah segar keluar dari mulutnya. “Kamu tidak pantas mendapatkan cinta Flower…karena Flower terlalu suci untuk kamu permainkan!” matanya menyorotkan semangat yang tidak pernah padam. Aku menatap Jhony dan dia membalas menatapku. “Kamu tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi antara kami!” mendengar kata-kataku Jhony meludahkan darah segar. Beberapa saat kami terdiam tidak saling mengeluarkan kata-kata dan gerakan. Setelah lama tidak muncul, Flower kembali bersama Darto, Reza, Fahmi dan juga Marisha. Mereka berlari-lari di koridor yang menuju belakang panggung. Jhony masih berusaha berdiri dengan bertopang pada meja dan Bondan entah sudah pergi kemana karena tidak terlihat lagi. Aku dan Jhony masih saling menatap satu sama lain, Jhony sepertinya memendam cinta yang besar kepada Flower. Matanya memancarkan kemarahan yang besar karena tidak senang dengan perbuatanku yang dianggapnya telah mempermainkan Flower. Padahal semua perasangkanya salah dan tidak benar. “Jhony aku ingin menjelaskan semua yang kamu tidak ketahui…” belum selesai aku bicara Jhony memotong dengan kasar. “TIDAK PERLU! karena bagiku sudah jelas…” dia mencoba berdiri tegak dengan memaksakan tubuhnya yang sudah lemah. “Apakah cintamu kepada Flower hanya akan menjadi kebutaan yang gelap tanpa 112
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” mengetahui segalanya!” aku balik menekan. “Tanpa di jelaskan pun, tetap saja Flower akan memilihmu dan itu tidak berguna apa-apa bagiku” Jhony mencoba berjalan pergi melalui pintu samping panggung. “Flower tidak sepicik apa yang kamu tuduhkan…dia perempuan yang berbeda dengan semua perasangkamu selama ini!”. Walaupun aku mencoba untuk menjelaskannya, Jhony tetap pergi tanpa mendengarkan semuanya.
113
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
MEMILIH DIANTARA PUISI Dua jam telah berlalu dari pertarunganku dengan Jhony dan Bondan. Aku duduk termangu memandang dua wanita yang sedari tadi tidak saling berbicara dari balik jendela ruang tunggu. Darto terlihat sibuk bersama Reza mengangkut alat-alat band menuju aula dan Fahmi dari tadi terus memutar-mutar dasinya. “Sudah rapih belum?” aku memperhatikan posisi dasi Fahmi yang begitu terukir rapih oleh pemakainya. Dua jempol aku acungkan mengarah ke muka Fahmi tanda dasinya begitu klops dengan dirinya. “Hidup sekali…cinta bisa berkali-kali tapi pilihan hanya satu!” gumam ku kepada Fahmi, Reza dan Darto yang masih sibuk. Mendengar gumaman aku mereka berhenti serentak dan memandang kearahku tapi aku tidak mempedulikan ekspresi mereka. Reza kembali mengangkut alat-alat band dibarengi Fahmi yang kembali sibuk dengan pakaiannya. Darto berbeda dengan mereka berdua, dia lebih serius terpengaruh dengan kata-kata itu. Darto menarik kursi dan merapatkannya dengan kursiku, dia menatapku dari samping dan aku meliriknya sedikit. “Tidak cukupkah waktu yang diberikan Tuhan untuk memilih?” tanya Darto sambil menepuk bahu. Aku memandangnya sesaat sambil mencerna kata-kata yang baru saja dikeluarkannya. Setelah itu aku berpaling dari Darto dan kembali melemparkan pandangan kepada dua wanita yang masih saling berdiam satu sama lain. “Entahlah To…aku bingung!” kataku kepadanya sambil menatap dalam penuh kebimbangan. “Bingung kenapa?” tanya Darto, aku tidak segera menjawabnya tapi lebih mencerna dan mencari penjelasan yang lebih tepat. Aku berdiri dan berjalan mendekati papan tulis dan aku menulis dipapan tulis itu dengan huruf-huruf besar. ‘PERTAMA & TERAKHIR’ begitulah tulisanku dipapan tulis. Darto mendekatiku dan mengambil penghapus lalu menyerahkannya kepadaku. “Hapuslah salah satu dan jadikan yang kau pilih sebagai pilihan terbaik!” perintah Darto. Aku memandangnya tajam karena kaget dengan perintahnya. “Aku tidak bisa mencampakkan salah satu dan menerima salah satu sebagai yang terbaik. Karena semuanya adalah yang terbaik!” kataku sambil menyerahkan kembali penghapus itu
114
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” kepada Darto. “Jika begitu pilihlah yang paling baik diantara yang terbaik!” Darto kembali menyerahkan penghapus tersebut. Darto meninggalkan aku diruangan tersebut dengan penghapus jelek yang bisu tanpa berkata siapa yang harus dipilih. Sekali lagi aku menatap tulisan dipapan tulis dan kembali lagi menatap penghapus jelek tersebut. “Tidak pantas penghapus ini yang menjadi hakim atas kesalahanku!” kataku seraya melemparkan penghapus tersebut. Untuk terakhir kalinya aku menatap dalam-dalam tulisan ‘PERTAMA & TERAKHIR’ dipapan tulis. Aku memegang tulisan ‘PERTAMA’ dengan tangan dan merasakannya dengan penuh kebijakan untuk mengetahui maksudnya. Setelah itu aku berganti merasakan hal yang sama pada tulisan ‘TERAKHIR’ dengan segala kebijaksanaan. ##### Darto, Reza dan Fahmi sedang mengecek semua peralatan diatas panggung. Tinggal lima menit lagi pertunjukkan band kami akan dimulai dan sebelum band kami Flower beserta temannya yang akan mulai duluan. Marisha bergabung bersama Darto dan yang lainnya sedangkan Flower bergabung dengan temannya untuk menyamakan vocal. Tinggallah aku ditengah-tengah mereka, keadaanku seperti symbol ‘&’ dalam kalimat ‘PERTAMA & TERAKHIR’. Mungkin kebijaksanaan papan tulis menginginkanku untuk tidak memilih salah satu dari mereka. Begitu berartinya mereka berdua untukku hingga sulit untuk memutuskan siapa yang terbaik dari yang terbaik. Flower sang bunga yang berbunga dipadang bunga, dia adalah cinta pertamaku. Marisha sang dewi malam pencerah jiwa yang muram, dia adalah cinta terakhirku. Jika saja aku tidak melupakan Flower maka tidak akan ada Marisha menjadi yang terakhir. Tapi jika tidak ada Marisha yang menjadi terakhir maka Flower hanya menjadi cinta tunggal tak bersemi. Harusnya aku sudah mengetahui keadaan ini sejak menerima Marisha sebagai yang terakhir. Tapi karena kebodohan dan ketergesa-gesaan sekarang aku menjadi manusia paling bingung. Andai saja waktu bisa diputar ulang kemasa lalu, yang pertama aku lakukan adalah tidak melupakan Flower. Kedua aku tidak tergesa-gesa menerima cinta Marisha karena akan tau kalau Flower juga mencintaiku. Ketiga aku akan memikirkan secara bijaksana mana cinta yang berhak aku cintai. Tapi semua itu hanya khayalan orang bingung seperti aku. 115
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Sekarang pun aku tidak boleh tergesa-gesa dalam memutuskan mana yang terbaik diantara yang terbaik. Aku juga harus mendapatkan persetujuan mereka berdua agar tidak ada yang merasa terluka. Flower sungguh lemah perasaannya dan sangat mudah menangis, berbeda dengan Marisha yang tangguh tapi tetap saja dia adalah seorang wanita. “Sebentar lagi pertunjukkan dimulai!” seseorang mengagetkan ku dari lamunan yang tidak lain adalah panitia acara. Aku mengangguk dan tersenyum kepadanya sambil mencoba melapangkan dadaku untuk tidak memikirkan dulu semua ini. Flower mendekatiku dengan memasang senyuman dibibirnya. Tubuh tingginya dengan body yang
aduhai
membuat
aku
terhipnotis
memperhatikan
langkahnya.
“Aku
mempersembahkan setiap untaian kata untuk mu!” katanya sambil mencium pipiku dan pergi. Kejadian itu dilihat oleh Marisha tapi tidak terlihat raut wajah cemburu darinya. Tapi malah senyuman yang terlihat diwajahnya, aku mendekatinya untuk mengatakan sesuatu yang tidak tahu apa yang akan aku katakan. “Jika ini kebaikan maka selamanya akan baik…” setelah mengatakannya lalu aku mengecup kening Marisha lembut. “Tidak perlu meragukan cintaku kepadamu…” katanya sambil berlalu pergi. Tinggallah aku sendiri diatas panggung yang masih tertutup oleh tirai dengan nyala lampu yang redup. “Oke semua panggung harus sudah siap!” kata panitia acara memberitahukan kepada semua orang yang ada diatas panggung. Aku segera turun dari panggung diikuti semua orang yang sudah selesai dengan tugasnya masing-masing. “Kamu siap?” Darto menepuk pundakku dari belakang. Senyum dibibir aku anggap sebagai jawaban yang tepat atas pertanyaan dari Darto. Darto mengangguk memberiku semangat dan kepercayaan diri. Penonton sudah memenuhi aula dan tidak kusangka antusiasmenya akan sebesar ini. Mereka bersorak sorai menantikan pertunjukkan dari grup-grup band dan pertunjukkan music lainnya. Aku sedikit tegang melihat begitu banyak penonton yang memadati gedung pertunjukkan. “Flower kamu siap?” tanya salah seorang panitia acara kepada Flower yang sudah berganti kostum. Dia sekarang memakai gaun putih yang indah bagaikan putri raja yang turun dari surga. Sungguh romantic yang menyesakkan, disatu pihak aku masih mengaguminya dan dilain pihak aku harus memilih. 116
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” “Marisha kemana?” tanya Darto kepada Fahmi yang sedang duduk diatas sound system sambil membetulkan pakaiannya. “Dia sedang ke ruang tunggu untuk berganti pakaian…” jawab Fahmi. Mereka semua sudah siap dengan kostum dan pakaian mereka sedangkan aku masih mengenakan pakaian tadi pagi. Darto saja membawa kemeja kebesarannya yang selalu dia bangga-banggakan kepadaku sebagai pakaian terbaiknya. Reza sudah siap dengan setelan machonya dan Fahmi sudah jangan ditanya lagi, dia sudah dari tadi pagi sibuk dengan pakaiannya. Tapi tidak mengapa, walaupun masih mengenakan pakaian tadi pagi. Pakaian ini masih bersih dan cukup wangi walaupun aku terus berkeringat kepanasan. “Pakai nih!” Marisha menyodorkan sebuah setelan khusus kepadaku. Yaitu terdiri dari kaos sebagai dalaman dan diluarnya dipakai sebuah jas hitam yang gagah. Aku tersenyum kepada Marisha yang sudah berganti dengan pakaian wanita yang macho. Hal inilah yang aku suka dari Marisha, yaitu gayanya yang sedikit tomboy. “Marisha…” aku memanggil Marisha yang hendak pergi menghampiri yang lain. “Ada apa?” tanya Marisha. Aku diam sejenak untuk memilih kata-kata yang tepat untuk dikeluarkan. “Ehm…aku sedikit bingung!” kataku kepadanya, Marisha menatapku sejenak kemudian berpaling. “Apakah aku atau dia yang membuatmu bingung?” terdengar suara Marisha bergetar menahan sesuatu. “Ehhhh…” aku bingung harus menjawab apa. “Bagaimana pun kamu harus memilih satu diantara kami…jika kamu memilih Flower…” Marisha terdiam sejenak tidak meneruskannya. “J-jika kamu memilih Flower…maka aku akan menerimanya dengan sepenuh hati…tapi satu yang perlu kamu ketahui…aku sangat mencintai kamu!”. Marisha dan aku hanya terhalang udara yang tidak terlihat tapi hati kami seperti menjauh mengarungi pikiran masing-masing. Akhirnya Marisha pergi menuju ruang tunggu dibelakang panggung. Benarkah aku akan memilih Flower sebagai yang tersepesial, padahal hatiku masih berada di Marisha. Ketika sedang melamun aku dikagetkan Flower yang menghampiriku sebelum dia naik panggung. “Kamu lagi mikirin apa?” tanya Flower. Aku tidak langsung menjawabnya, hanya memandanginya dari kaki sampai ujung rambut. “Kamu sungguh cantik…” aku bergumam kecil tapi gumaman itu terdengar oleh Flower. “Makasih…” katanya lembut dengan lesung pipi yang merona malu. Aku jadi tersenyum melihat kecantikan Flower dengan rona pipinya. 117
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” “Kamu percaya dengan takdir?” kataku kepada Flower. Dia berpikir sejenak dengan mengitarkan pandangannya kesekeliling panggung. “Takdir yang membuatku ada sekarang dihadapanmu…Ingatkah kamu ketika lima tahun yang lalu jika tidak ada kamu mungkin aku sudah tidak ada disini!”. Flower tersenyum seperti tidak ada beban tentang siapa yang akan aku pilih. Aku sedikit gugup untuk mengeluarkan kata-kata. “Hari ini aku akan memilih satu diantara kalian…” kepalaku tertunduk. Tapi Flower mengeluarkan ekspresi yang berbeda, dia tersenyum tanpa memperlihatkan ketakutan tidak dipilih. “Pilihlah dengan hati dan cintamu!...aku menerima siapapun yang kamu pilih. Aku merasa sangat beruntung sekaliiii-i sudah mencintai kamu dan pernah dicintai kamu. Walaupun akan berakhir disini, tetap aku senang! kita akan tetap berteman bukan?”. Aku tersenyum saat Flower mengatakan ‘ sekaliiii-i’ karena intonasi yang dia keluarkan sungguh unik. Aku tidak menjawab pertanyaan Flower karena aku belum memutuskan. “Flower…sekarang giliran kita!” panggil teman Flower yang sudah bersiap-siap diatas panggung. Aku melambaikan tangan ketika Flower pergi menaiki panggung. Flower begitu tegar dibandingkan Marisha, perkiraanku tentang rentannya Flower ternyata keliru. Flower lebih bisa menerima dan mengerti dengan kebingunganku. Mungkin lebih baik aku memilih Marisha karena Flower lebih terlihat tegar ketika tidak aku pilih walaupun mungkin dalam dirinya tersimpan rasa kecewa. Apalagi Flower sudah merasa senang walaupun hanya menjadi sahabat saja. Flower memang sudah mengenal karakterku sejak masih kecil dan tidak berubah sampai dewasa. “Mari kita sambut teman-teman kita dari SMA Al-masoem…mereka adalah dua cewe cantik yang akan membawakan sebuah lagu berjudul SEMPURNA…kita sambut Flower dan Tiara!”. Terdengar tepuk tangan yang begitu membahana menyambut mereka berdua. Aku tidak menyangka Flower akan membawakan lagu SEMPURNA yang dipopulerkan oleh Gita Gutawa. Apakah mungkin lagu itu adalah cerminan jiwanya kepadaku. Tiara duduk dan bersiap memainkan piano untuk mengiringi Flower yang akan bernyanyi. Darto, Reza dan Fahmi menatapku bersamaan ketika aku mengintip pertunjukkan Flower dari samping panggung. “Sudah kedepan saja! nanti kita panggil kalau bagian tampil…” aku tersenyum kepada mereka bertiga. Segera aku beranjak 118
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” menuju kedepan panggung untuk menonton pertunjukkan Flower. “Setiap kata dari syair lagu ini aku persembahkan untuk pangeran hatiku…Willy Firdaus!”. Semua penonton terdiam ketika Tiara memulai menari-narikan jarinya di atas piano. Aku menahan nafas ketika Flower mulai melantunkan setiap syair dari bibirnya.
SEMPURNA kau begitu sempurna, dimataku kau begitu indah kau membuat diriku akan selalu memujamu disetiap langkahku, ku kan selalu memikirkan dirimu tak bisa ku bayangkan hidupku tanpa cintamu janganlah kau tinggalkan diriku takkan mampu menghadapi semua hanya bersamamu, ku akan bisa kau adalah darahku…kau adalah jantungku kau adalah hidupku lengkapi diriku oh sayangku kau begitu…sempurna… kau genggam tanganku saat diriku lemah dan terjatuh kau bisikkan kata dan hapus semua sesalku… janganlah kau tinggalkan diriku takkan mampu menghadapi semua hanya bersamamu ku akan bisa kau adalah darahku…kau adalah jantungku kau adalah hidupku lengkapi diriku oh sayangku kau begitu…sempurna… kau adalah hidupku lengkapi diriku oh sayangku kau begitu… sayangku kau begitu…sempurna…sempurna…sempurna…sempurna…
Flower mengakhiri pertunjukkannya dengan sebuah senyuman terindah yang pernah aku lihat. Senyuman yang tulus, senyuman yang penuh dengan cinta. Flower sungguh menjadi bunga yang berbunga paling indah dipadang bunga. Paling hebat adalah
119
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” dia memberikan senyuman itu tepat kearahku yang berada ditengah kerumunan penonton. Pertama kalinya aku merasakan sengatan cinta paling menakjubkan. “Willy! sebentar lagi penampilan kita, ayo cepat bersiap-siap…” sahut Darto dari samping panggung. Aku segera tersadar dari mabuk cinta yang telah ku alami. “Temanteman kita ganti lagu yang akan kita bawakan!” kataku kepada mereka bertiga. Darto, Reza dan Fahmi menatapku kaget. Kaget karena ketika dua menit lagi dari pertunjukkan aku baru mengajukan mengganti lagu. “Apa kamu gila? bentar lagi kita manggung nih…” sewot Fahmi yang sudah susah payah latihan dengan lagu yang dipersiapkan. “Lagu yang akan kita bawakan mudah ko…yang biasa kalian mainkan!” kataku memberi kepercayaan kepada mereka. Segera aku bisikkan judul lagu yang akan dibawakan, Reza terlonjak kaget tapi segera kembali mendengarkan instruksiku. Akhirnya mereka semua setuju dan bersiap-siap untuk naik panggung. “Mana Marisha? udah dikasih tau belum?” tanyaku kepada teman-teman. Mereka serempak menggelengkan kepala tapi tidak berapa lama Marisha keluar dari balik tirai penutup panggung. “Marisha…kita akan mengganti lagu yang akan dibawakan!” kata Fahmi kepada Marisha yang baru datang. Marisha terlihat lesu dan tidak semangat, seperti habis melihat hantu. “Lagu apa yang akan dibawakan?” tanya Marisha dengan lesunya sambil duduk. “Ada apa sayang?” aku bingung dengan perubahan yang terjadi dengan dirinya. Tapi Marisha hanya menjawab dengan menggelengkan kepala. Teman-teman yang melihat ekspresi Marisha berubah segera pergi untuk memberi waktu bagi kami. “Lagu yang akan kita bawakan miliknya Sherina…cinta ‘pertama dan terakhir’ judulnya!”. Mendengar penuturanku Marisha mengangkat kepalanya karena kaget mendengar lagu yang akan dibawakan. “Kenapa lagu itu? aku tidak mau menyanyikannya…” jawaban Marisha sungguh mengagetkan. Aku tidak bisa berkatakata apalagi setelah mendengar perkataan Marisha yang terasa dingin. Kepalaku tertunduk entah kenapa terasa berat menerima kenyataan ini. Aku tidak mampu menatap Marisha yang tidak jauh dari hadapanku dan ingin rasanya segera pergi menjauhi dirinya karena malu. Tapi sebelum perasaan itu terwujud Marisha meraih jarijari tanganku. “Aku tidak suka lagu itu…aku ingin membawakan sebuah lagu yang mengesankan kehadiran dirimu dihatiku”. Kepalaku yang tertunduk segera bangkit mendengar perkataan Marisha dan aku tersenyum penuh perasaan yang senang. “Lagu 120
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” apa yang kamu ingin bawakan?” tanyaku padanya dengan masih jari-jari ini digenggamnya erat. “Bersamamu…with vierra!” ucapannya begitu tegas dengan tatapan berkaca-kaca dan senyuman yang dipaksakan. Baru kali ini aku melihat Marisha tersenyum dengan dipaksakan, seperti ingin menunjukkannya untukku tapi perasaannya sedang hanyut oleh sesuatu. Dengan penuh harap dia masih menggenggam, menatap dan memberiku untuk membuktikan sesuatu. “Woy…ayo!” sahut Darto dari atas panggung. Aku mengacungkan jempol dan segera menggenggam tangan Marisha dan mengajaknya naik panggung. Entah mengapa saat menarik Marisha begitu ringan seperti dia begitu mengharapkannya. Ketika tangga terakhir aku berhenti dan menoleh kebelakang untuk melihat Marisha. Marisha terlihat begitu tegang tidak seperti biasanya. “Aku
mencintaimu
Marisha…Dengan
sepenuh
hatiku
dan
selamanya!”
mendengar perkataanku wajah Marisha bersinar penuh semangat. “Aku juga cinta kamu!” sahut Marisha. Genggaman tangannya sekarang terasa hangat dan senyuman indahnya kembali terukir. Marisha yang aku kenal telah kembali hadir kedalam dirinya. “Semangat itu kan ciri khas mu Marisha…bersemangatlah untukku…oke!” Marisha mengangguk penuh semangat. “Hey…ayo cepat!” Darto memberitahu bahwa pertunjukkan sudah siap. Semua hening menantikan kami memulai pertunjukkan band kami. Semua telah siap dialat musiknya masing-masing dan Marisha juga sudah siap untuk memulainya. Marisha memalingkan wajahnya kepadaku dan mengangguk tanda dia siap untuk memulai. Dimulailah lantunan alat-alat music bermain dengan indah dan rapih siap mengiringi suara jernih Marisha.
BERSAMAMU memandang wajahmu cerah membuatku tersenyum senang indah dunia tentu saja kita pernah mengalami perbedaan kita lalui tapi aku merasa terjatuh terlalu dalam cintamu ku tak akan berubah ku tak ingin kau pergi selamanya ku kan setia menjagamu bersama dirimu…dirimu…
121
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” sampai nanti akan selalu bersama dirimu…
saat bersamamu kasih ku merasa bahagia dalam pelukmu tapi aku merasa jatuh terlalu dalam cintamu ku tak akan berubah ku tak ingin pergi selamanya ku kan setia menjagamu bersama dirimu…dirimu… sampai nanti akan selalu bersama dirimu…
seperti yang kau katakan kau akan selalu ada menjaga memeluk diriku dengan cintamu…dengan cintamu… ku kan setia menjagamu bersama dirmu…dirmu… sampai nanti akan selalu bersama dirimu saat bersamamu kasih…ku merasa bahagia dalam pelukmu…
Marisha
melantunkan
syair
itu
dengan
syahdunya,
sambil
sesekali
menghampiriku yang sedang memainkan gitar. Aku tersenyum setiap kali Marisha menghampiri dan membelai lembut bahuku sambil terus melantunkan tiap bait syair. Marisha seperti ingin mengatakan isi hatinya melalui tiap kata dalam syair tersebut kepadaku. Sementara dikejauhan Flower menonton pertunjukkan kami dengan tatapan harap-harap cemas. Tergambar dari wajahnya dan bahasa tubuhnya yang terus menggenggam tangannya di depan dada. Bertepatan dengan itu Marisha terus melantunkan isi hatinya kepadaku untuk meyakinkan cintanya kepadaku. Keduanya benar-benar memiliki cinta yang kuat terhadapku dan mereka ingin aku memilih salah satu diantara mereka. Aku sendiri ragu untuk memilih dua wanita terindah dan tercinta karena aku tidak pantas untuk diperebutkan oleh dua bidadari.
122
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
AIR MATA BIDADARI Lembayung sore ini terasa sangat berbeda, terlihat agak sedikit merah marun warna lembayungnya. Awan-awan juga terlihat lebih kelam dari biasanya, tidak nampak satu pun burung gagak yang terbang sore ini. Angin yang berhembus dari barat terasa hangat, berbeda dengan angin timur yang lebih dingin. Pohon-pohon menari dengan lemah gemulainya karena dipermainkan angin barat dan timur. Debu-debu membentuk badai kecil yang melingkar di lapangan yang sudah sepi. Reza merapihkan barang-barang kami yang siap dimasukkan kedalam mobil. Darto sedang berbincang-bincang dengan salah satu panitia ditemani Marisha. Flower duduk bersama Tiara di bawah pohon yang terus menari karena dipermainkan angin barat dan timur. Fahmi menemaniku duduk dikoridor, dia menatap angin-angin kecil yang melingkar dilapangan dengan diam. Setiap kejadian yang aku lihat bagaikan potongan film dalam durasi pendek dan cepat. Pandanganku lelah karena memikirkan setiap yang aku lihat dalam potongan film tersebut. Potongan film tersebut akhirnya bersambung dengan flas back yang terjadi dimasa lalu. Seperti ketika aku pertama kali melihat Marisha dengan senyuman penuh semangatnya. Tangisan Flower dibahuku dan rintihan setiap kata yang terucap dalam tangisnya. Kelakuan ketiga teman baikku yaitu Darto, Reza dan Fahmi yang kadangkadang bertingkah konyol. Perkelahianku dengan Jhony dan Bondan beserta darah yang menetes dari perkelahian tersebut. Akhirnya menuju kepada sepotong film dimana aku menjadi pemeran utamanya. Dalam film tersebut aku berakting sangat kacau dan begitu kaku. Film tersebut menceritakan tingkahku yang bodoh telah mencintai dua wanita berbeda dalam satu hari. Parahnya aku terlihat jelek sedangkan kedua wanita tersebut sangat cantik dan tidak seimbang denganku. Sebuah kebetulan, keberuntungan atau takdir yang harus kujalanikah semua gambaran dalam film tersebut?. Gulungan film tersebut akhirnya berhenti dan mengembalikanku ke dalam pandangan sore ini. Marisha telah selesai mengobrol dengan salah satu panitia dan hanya Darto yang masih asyik berbincang-bincang. Flower dari bawah pohon menatapku sejenak, setelah itu kembali mengalihkan pandangannya. Reza belum selesai dan masih
123
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” memindahkan barang-barang kami kedalam mobil. Fahmi sudah lama beranjak pergi membantu Reza, mungkin dia sudah membantu Reza sejak aku melamun tadi. Marisha berjalan menghampiri tas kecilnya yang berada diatas meja. Dia terlihat lebih tenang dibandingkan sebelum naik panggung pertunjukkan. Sesekali dia mencuricuri pandang kearahku, melihat tingkahnya aku jadi tersenyum sendiri. Sementara Flower mendatangi Fahmi yang sedang merapihkan alat-alat untuk dimasukkan kedalam mobil. Mereka terlihat sedang berbicang-bincang dan sesekali Fahmi menatapku, kemudian kembali berkata-kata dengan Flower. Marisha dan Flower tidak ada dari keduanya yang datang dan menghampiriku. Mereka seperti sedang menjaga jarak untuk memberiku ruang berpikir. Dalam perjalanan pulang aku tidak banyak berkata, pandanganku fokus menatap jalanan berdebu dengan tangan mengendalikan kemudi. Marisha, Fahmi dan Darto duduk dibelakang, sedangkan Reza duduk didepan bersamaku. Sementara itu dibelakang kulihat mobil Flower mengikuti sambil diselimuti debu-debu dari ban mobilku. Rumah Flower tinggal beberapa ratus meter dan sebentar lagi dia akan pulang. Sementara itu Marisha terlihat sudah lelah, raut wajahnya menampakan beban pisikologis yang harus dia jalani hari ini. Begitu banyak kejadian hari ini yang membuka cakrawala wawasanku tentang mereka berdua. Mulai perkelahianku dengan Jhony dan ucapannya yang begitu tegas untuk memberiku sebuah pemahaman tentang arti memilih. Senyuman terpaksa Marisha yang menyadarkanku dari ketidak sempurnaan dan kesalahan segala persefsiku. Mulusnya tangan Flower dan harum tubuhnya juga membuatku condong kepada sebuah keputusan. ##### Rasanya sore tadi masih ada dalam pikiranku tapi sebenarnya sore telah pergi seperti perginya dua bidadari. Ketika mobil Flower masuk kedalam pintu gerbang rumahnya dan hanya menyisakan debu-debu dijalanan yang terus aku tatap dari kaca spion. Pulangnya Marisha tanpa berpamitan atau berpatah kata kepadaku hingga menghilang dibalik tikungan jalan. Semuanya memberikan gulungan yang harus aku baca ulang dimalam ini. Malam ini terasa lama sekali, ditemani secarik kertas dan sebatang pensil aku terus menatap langit Jatinangor yang kelam tanpa bintang gemintang penghias. Kelamnya 124
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” langit memberikan coretan-coretan yang harus kuhadapi untuk disusun ulang menjadi rangkaian kata indah penuh emosi. Apakah nantinya coretan penuh emosi ini akan membantu atau tidak? entahlah. Namun malam ini ingin sekali aku menorehkan segala jeritan hatiku kedalam secarik kertas. Hmmm…kira-kira jika malam ini aku sms mereka berdua reaksinya akan seperti apa?. Tapi bagaimana jika datangnya smsku mengganggu waktu istirahat mereka. Sambil menggenggam handphone aku melamun membayangkan kecantikan mereka berdua. Flower cantik dengan kulitnya yang putih dan tatapannya yang sendu, yang paling aku suka adalah ketika pipinya berubah menjadi merah merona, sungguh cantik. Marisha manis penuh sensasi dengan senyuman penuh semangatnya, jika tersenyum lesung pipinya membuat aku melintir menahan gairah cinta kepadanya. Sungguh indah memandang mereka berdua. Trrttttt…”WAH!” aduh sampai kaget, tiba-tiba saja handphone yang sedang aku genggam berbunyi nyaring. Dari siapa sih? pikirku sambil melihat ada sebuah panggilan masuk ke handphone dan ternyata panggilan itu datang dari Marisha. “Hallo…” beberapa saat setelah aku menyapa tidak ada suara balasan dari sebrang. Apa mungkin Marisha hanya iseng saja untuk ngejailin aku atau dia sedang memikirkan kata-kata yang harus diucapkannya. “Hallo…Marisha!” aku coba sekali lagi untuk menyapanya, ditunggu beberapa saat tetap tidak ada balasan dari sebrang. Aku jadi bingung dengan tingkah Marisha, ada apa sebenarnya hingga dia hanya diam tidak menjawab sapaanku. Ah…anggap saja dia sedang mengobrol denganku toh pasti dia sedang mendengarkan dari sebrang. “Ehm…kamu lihat bulan malam ini tidak? sungguh cantik dan bersinar sempurna” aku membuang nafas sesaat sambil memandang keindahan bulan purnama malam ini. “Andai saja kita bisa menikmati suasana seperti ini bersama-sama dalam satu tempat duduk, kita berdua akan bermandikan sinar rembulan malam ini”. Entah kenapa tiba-tiba aku tersenyum bahagia sambil memandang keindahan bulan purnama, seperti Marisha sedang ada disebelahku. “Ehm…iya, sungguh indah bulan malam ini…” akhirnya Marisha bicara juga. “Walaupun malam ini tidak satu tempat duduk bersama kamu, tapi aku senang bisa menikmati purnama ini bersama kamu!” Marisha ternyata memiliki pikiran yang sama denganku. Setelah kata-kata terakhir dari Marisha itu kami berdua tidak ada yang saling 125
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” berbicara lagi. Banyak sekali kata yang ingin diungkapkan, tapi tidak terucap satupun. Walaupun jarak kami sekarang begitu dekat tapi terasa ada penghalang yang besar. ##### Hmmmmm…cahaya mentari pagi yang mengintip lewat celah tirai terasa menyilaukan mata. Sedikit terpaksa aku bangun dari tempat tidurku, ternyata sudah jam 8 pagi. Untung hari ini sekolah libur karena kemarin baru mengadakan PENSI yang melelahkan. Huahhh…rasanya masih ngantuk, “Willy…anter mamah yuk!” tiba-tiba saja mamah menerobos masuk kedalam kamar. Bikin kaget saja, untung tidak sampai jantungan. “Kemana mah?” tanyaku. “Ke rumah tante Ika…mamah ada arisan!” aku terbelalak kaget mendengar tujuan mamah tapi ada juga keinginan untuk bertemu dengan Flower. “Nanti kamu harus nungguin mamah yah sampai selesai, sambil nunggu kamu kan bisa ngobrol-ngobrol dengan Flower untuk mencoba memperbaiki hubungan kamu dengan dia”. Mamah terus saja bicara dalam sepanjang perjalanan menuju rumah tante Ika dan aku hanya diam saja karena tidak mau menimpali pembicaraan mamah yang bawel. “Ingat kamu harus mencoba membuka komunikasi dengan Flower dan…Marisha untuk memperbaiki hubungan kalian yang retak, bicaralah dari hati kehati…”. “Iyah…mah! cerewet banget sih…” kupotong kata-kata mamah yang super bawel dan cerewet. “Ya…bukan gitu, mamah takut kamu jadi musuhan dengan mereka berdua karena kamu tidak bisa menjelaskan keadaan sebenarnya…”. Terus saja mamah tidak berhenti mengoceh hingga sampai ditujuan. Setelah mendengarkan ceramahan mamah sepanjang jalan sekarang aku tidak dihiraukan oleh mamah dan tante Ika yang mulai sibuk ngerumpi dengan sahabat arisannya. Perasaan dari tadi aku tidak melihat Flower, apa dia menghindari bertemu dengan aku yah?. Tapi itu tidak mungkin, apalagi masih banyak yang harus dibicarakan bersama-sama. Lalu kemana dia, tante Ika tidak bicara masalah Flower sih dia terlalu sibuk dengan ibu-ibu yang lain. Apa kabarnya yah ayunan penuh kenangan itu? mungkin masih putus karena waktu terakhir kesini aku merusaknya. Ternyata sudah diperbaiki, lebih kuat jadi kalau aku naiki juga tidak akan putus seperti dulu lagi. Tapi berkat putusnya ayunan ini aku bisa melihat tawa Flower. Ayunan ini memang penuh kenangan, setelah memeriksa 126
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” kondisinya aku ingin segera mencobanya. “Hati-hati nanti jatuh lagi loh…” ternyata dari tadi Flower memperhatikan tingkahku dari belakang, dia tersenyum ketika melihatku akan mencoba ayunan tersebut. “Kelihatannya kuat ko!” kataku sambil membalas senyumannya.
“Tidak
semua
yang terlihat
kuat
dari
luar akan
kuat
juga
didalamnya…seperti hati manusia, tidak semua yang terlihat tegar bukan berarti tidak terluka dihatinya!”. Kalimat itu sungguh mengena dihatiku, Flower tetap masih berdiri menghadapku tapi tatapannya menghadap kearah lain. ##### Sedikitnya kata-kata Marisha yang keluar tadi malam dan pembicaraan dengan Flower tadi pagi, semuanya memberikan goresan masing-masing dalam cintaku. Sebelum Marisha menutup telponnya tadi malam aku mengatakan bahwa sore ini aku ingin bertemu dengannya. Flower tadi siang menyuruhku untuk bertemu dengan Marisha dan aku sekalian meminta Flower untuk mengikuti pertemuan tersebut. Marisha dan Flower awalnya menolak pertemuan tersebut karena takut terjadi insiden seperti dirumah sakit dan sekolah. Namun aku meyakinkan mereka bahwa kejadian dirumah sakit dan sekolah itu karena tidak ada komunikasi saja. Maka pertemuan ini adalah ajang komunikasi untuk mereka berdua kataku dan akhirnya mereka setuju. Sore ini aku sudah bersiap untuk bertemu dengan mereka dan membicarakan kelanjutan hubungan kami. Aku sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, semisalnya jika mereka tidak mau melanjutkan hubungan ini aku akan menerimanya. Tapi satu pintaku, yaitu persahabatan yang sudah terjalin jangan sampai putus seperti putusnya hubungan kita. Semua itu akan aku kembalikan kepada mereka karena aku sekarang sudah tidak memiliki kendali apapun atas diri mereka. “Silahkan! sudah ada yang menunggu anda” seorang pelayan café mendatangiku dan menuntun menuju sebuah meja disudut ruangan. Marisha sudah menunggu disana dan ketika dia melihatku datang dia tersenyum, aku pun membalasnya. Flower terlihat belum ada tanda-tanda kehadirannya, mungkin dia agak sedikit telat. “Hai…sudah lama?” tanyaku. “Belum…baru tadi” kata Marisha sambil mempersilahkanku duduk. Aku segera memesan dua minuman kepada pelayan café. “Kamu mau pesan apa?” Marisha melihat-lihat daftar menu dan sebentar kemudian dia menunjuk sebuah pilihan. “Oke…yang ini dua!” kataku kepada pelayan café tersebut. 127
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Beberapa saat lamanya kami berdua diam tidak ada yang membuka pembicaraan. Rasanya seperti baru kenal saja, ingin bicara ini tapi takut tidak cocok topiknya. Marisha juga hanya menunggu aku membuka pembicaraan, dia terlihat sibuk dengan serbet yang ada diatas meja. Tidak lama kemudian minuman yang dipesan pun datang, “silahkan!”. “Terima kasih!” aku dan Marisha berbarengan menimpali pelayan tersebut. Kami hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku masing-masing. Tidak terkecuali pelayan tersebut pun ikut tersenyum melihat kelakuan kami. Ayo kamu pasti bisa Willy!, aku semangati diriku sendiri untuk segera mencairkan kebekuan antara kami. “Hmmm…Flower belum datang yah?” kataku kepada Marisha. Marisha terlihat kaget dan segera mengangguk menimpali perkataanku. “Ada apa ko diam saja?” aku mulai berani. Dia hanya menggelengkan kepala dan membuang tatapannya kebawah meja. Aku jadi punya niatan untuk menggodanya. “Ada apa sih dari tadi liatin kolong meja…kucingnya hilang yah? hehehe” kataku sambil celingukan dibawah meja seperti orang yang sibuk mencari sesuatu. Marisha tersenyum menahan tawa tapi dia hanya menjawab dengan menggelengkan kepala saja. “Ih aku baru tau kalau Marisha itu seorang pemalu…tawanya saja disembunyikan…ehm, hati-hati loh kalau nahan tawa bisa kena ambeyen…hihihi”. Sekarang Marisha tertawa kecil dan berakting jutek sambil bertolak pinggang dan melotot kearahku. “Ih…ko malah nyumpahin, awas yah…hihihi” kata marisha dengan nada manjanya. Kami tertawa bersama melihat tingkah konyol masing-masing dan keakraban ini akhirnya kembali!. Ketika sedang bercanda satu sama lain dan mengobrol dengan serunya, Flower datang. “Maaf aku terlambat!” Flower datang sambil tersenyum kearah kami berdua dan dia langsung mengambil tempat duduk disamping satunya lagi dekatku. Marisha membalas senyuman Flower dan aku hanya bisa bengong melihat kedatangan Flower. “Maaf udah ganggu pembicaraan kalian!” kata Flower setelah melihat tingkahku yang bengong. “Ah…ngga ko!” dan yang seharusnya menjawab begitu juga bukan aku, melainkan Marisha. Aduh tenang Willy, rileks…kamu pasti bisa melakukan ini semua. Pelayan segera menghampiriku dan aku memesankan satu minuman kesukaan Flower. “Wah, kamu tau minuman kesukaan Flower hebat!” tiba-tiba saja Marisha berkata seperti itu, membuat aku hampir mati berdiri. “Willy cuma so tau ajah ko…” kata Flower menimpali pembicaraan Marisha. “Eh…iya aku cuma so tau doang…hehehe” aku 128
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” jadi tegang dan tertawaku juga ikut tegang. “Kamu tau tidak Flower…Willy itu orangnya pelupaan banget loh, masa waktu buku catatannya aku pinjam dia engga tau. Malah marah-marah ke Darto yang disuruh nyari …hihihi” Marisha sekarang seperti tidak canggung lagi untuk mengobrol dengan Flower. “Hihihi…kasian Darto dong kalau gitu” Flower pun tidak canggung lagi untuk mengobrol dengan Marisha. Aku jadi ikut senang melihat kondisi ini. Mereka berdua mengobrol dengan akrabnya, begitu banyak yang mereka bicarakan bersama. Aku hanya sebagai pelengkap saja diantara pembicaraan mereka, terkadang aku juga ikut dalam pembicaraan. Tapi cuman sebatas menjawab atau menambahkan pembicaraan mereka yang akrab. Sepertinya perasangka selama ini salah, bahwa mereka hanya memerlukan komunikasi satu sama lain. Buktinya pembicaraan mereka begitu akrab, seperti teman yang sudah lama kenal. Melihat aku tersenyum mereka berdua menatapku dengan tatapan penuh introgasi. “Kenapa ko tersenyum padahal kita ga ngomongin yang lucu?” tanya Marisha. Mendengar pertanyaan itu aku tidak menjawabnya malah makin lucu mendengarnya. “Ehm…ada apa ko malah makin senang senyumnya?” sekarang gantian Flower yang bertanya. Aku mencoba merangkul mereka berdua dan mereka tidak menolaknya. Malah Marisha paling lengket dengan menidurkan kepalanya dibahuku, sedangkan Flower hanya tersenyum. Banyak pengunjung café yang melihat kami merasa iri dan terpesona, karena orang seperti aku bisa merangkul dua wanita cantik…hahaha. “Jawab dong kenapa sih tadi tersenyum?” ternyata Marisha masih penasaran dengan makna dari senyumanku. “Iya…aku juga penasaran” Flower pun ternyata sama. Aku jadi makin tersenyum, malah yang ini sambil menahan tawa. Marisha jadi sebel mendapatkan tingkahku, dia melepaskan rangkulanku dan menatap jutek. “Oke…oke, aku jelasin!” kataku menenangkannya. “Aku itu tersenyum senang, karena semua prasangka aku kepada kalian selama ini salah. Ternyata kalian tidak bermusuhan malah terlihat akrab seperti teman lama!” kataku menjelaskan kepada mereka berdua. Terjadi perubahan mimik wajah Marisha setelah mendengarkan penuturanku dan senyuman Flower pun ikut hilang setelah melihat perubahan mimik Marisha. Apakah ada yang salah dalam kata-kataku barusan?.
129
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” “A…ada apa? kenapa kalian diam…apa aku salah bicara!” mereka tetap diam tanpa menjawab atau memberikan isyarat tertentu. Aku jadi bingung dengan keadaan mereka. Tiba-tiba Flower meraih tangan Marisha dan menggenggamnya. “Tidak perlu cemas…aku juga sama tegang!” diakhir ucapannya Flower memberikan senyuman kepada Marisha. “Bu…bukan itu masalahnya” Marisha tertunduk dan tidak melanjutkan kata-katanya. Sebentar kemudian dia menarik nafas panjang dan kembali menatap kami berdua secara bergantian. “Willy…Flower…aku tidak mencemaskan hubungan kita yang sekarang, tapi aku mencemaskan apakah aku bisa…”. Aku menatap Marisha, dan Marisha juga menatapku hingga pandangan kami saling beradu. “Tidak akan aku memilih salah satu diantara kalian…itu keputusanku! aku mencantai kalian berdua…” Flower dan Marisha menatapku dengan terkejut. Sepertinya mereka tidak mengira aku akan memilih mereka berdua. Aku meraih tangan Flower dan juga meraih tangan Marisha, Kedua-duanya aku genggam erat didadaku. Tapi tiba-tiba Marisha menarik tangannya dengan cepat. “Ehm…aku tidak bisa Willy…aku menghargai keputusanmu tapi tidak semestinya cinta dibagi untuk dua hati berbeda!” dia menggenggam tangannya dan menempelkan ke bibirnya. Flower terlihat bingung harus berkata apa atau melakukan apa. Dia ingin menarik tangannya dari genggamanku tapi dia ingin menjaga cinta ini tetap miliknya. Aku tidak lepas menatap mereka berdua, apa lagi Marisha aku menatapnya dengan tidak percaya. “Aku tidak membaginya Marisha…Aku memberikannya tanpa memotong cinta itu untuk dibagikan setengah-setengah kepada kalian!” Marisha menatapku sebentar kemudian mengalihkannya lagi. Aku mengulurkan tangan kearah Marisha untuk digapainya tapi begitu lama aku menantikan sambutannya tidak datang juga. Marisha menggelengkan kepala dan menatapku dengan penuh linangan air mata. Flower menarik tangan dari genggamanku dan dia mendekap dadanya dengan tangan. Wajahnya tidak berseri dan ceria seperti tadi lagi, Flower lebih merasakan tegang dan terkejut dengan semua ini. “Ada apa Flo?” aku menanyakan keadaannya. Flower hanya menggeleng pelan dan wajahnya sekarang memucat seperti orang yang sakit. Segera aku memeluknya untuk menahan agar tidak terjatuh dari kursi. “Kenapa Flower?” Marisha juga ikut cemas dan segera mendekat untuk mengetahuinya. “Tidak…aku tidak
130
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” apa-apa!” Flower melepaskan rangkulanku dan memilih bertopang pada meja. “Aku hanya sedikit kaget saja…” walaupun wajahnya pucat tapi dia masih bisa tersenyum. “Kamu baik-baik saja bukan?” Flower mengangguk pelan dan segera meraih minumannya. “Kalian tidak perlu cemas…aku kalau sedang terkejut seperti ini…bawaan dari lahir!” Flower mencoba menegaskan kalau dia baik-baik saja dengan senyumannya. Aku jadi merasa lega dan Marisha pun demikian. “Marisha kenapa kamu menolaknya?” setelah tenang Flower bertanya kepada Marisha. Aku dan Flower memperhatikan Marisha untuk menunggu jawabannya. “Aku tidak menolaknya tapi keadaan yang belum mengizinkan…aku juga mencintai Willy!”. Aku tidak mengerti dengan Marisha, dia menolak tapi mencintai aku. “Jika saja aku mengenalmu lebih awal mungkin aku akan menjadi yang pertama…tapi sayang aku hadir dalam hatimu setelah Flower” Marisha tersenyum kepada Flower. “Aku tidak pantas untuk menjadi yang pertama Marisha…” Flower berusaha membujuk Marisha. “Tidak apa-apa Flower, aku menolak bukan karena kamu jadi yang pertama…tapi karena aku tidak bisa menerima cinta dari laki-laki yang paling aku cintai!”. Marisha memegang pundakku dan memandangku dengan tatapan yang selalu aku suka dari dirinya. Marisha kemudian berdiri dari kursinya dan bersiap untuk pergi tapi aku menahannya. “Aku tidak akan melupakanmu Willy…aku mencintaimu lebih dari pria manapun yang pernah berhubungan denganku”. Setelah mengatakannya Marisha mengecup pipiku dan pergi tanpa bisa aku tahan. Flower juga mencoba menahan kepergiannya dengan memegang tangan Marisha. “Jika kamu mau aku bisa memberikan cinta ini untukmu…” tatapan Flower begitu mengiba dengan genangan air mata. “Tidak perlu…yang hanya aku inginkan dari kamu adalah…jaga Willy untukku dan cintai dia dengan sepenuh hati”. Marisha tidak kuat lagi untuk menahan tangisnya tapi dia masih sanggup untuk menyeka air mata dari pipi Flower. Aku dan Flower menatap kepergian Marisha dan entah kenapa aku ingin mengejarnya namun tidak bisa aku lakukan. Sepertinya kata-kata Marisha untuk menyuruhku agar tidak menahan kepergiannya begitu memaku keinginanku. Dia menolak cintaku tapi sangat mencintaiku dan Flower juga bersedia menyerahkan cintanya untuk Marisha tapi dia menginginkan Flower menjaganya. Sebenarnya apa yang kamu pikirkan Marisha? aku tidak paham dengan semua ini. 131
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” TANPA KATA Senyum mu selalu indah saat ku tatap Mata mu selalu begitu menawan Tiap gelombang rambut dan lesung pipi mu Cantik menawan ke indahan hati ku
Diakhir penghujung tempat ini Aku hanya melihat punggung indah mu pergi Tanpa meninggalkan sepatah kata untuk ku Air mata terurai pengganti ucap perpisahan
Sudah ku genggam tangan mu Sudah ku gadaikan hati ku Semuanya untuk menahan diri mu Namun tanpa kata kau pergi
132
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”
BERSAMBUNG
WILLY FIRDAUS 23-SEPTEMBER-2009 133
[email protected]
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” Tidak diperkenankan mengutip sebagian cerita atau keseluruhan jalan cerita dan juga dilarang mengutip puisi, kata-kata dan penokohan dalam cerita ini tanpa seizin penulis.
Cerita dalam novel pertama ini bersambung ke novel kedua yang berjudul “MENGEJAR YANG TERAKHIR”. Dalam novel kedua cerita yang ada dalam novel pertama akan terjawab semua. Bagaimana kejadian 4 tahun lalu yang tidak ingin diingat Willy dan Flower akan diceritakan. Juga alasan kenapa Marisha tidak bisa menjalin hubungan dengan Willy akan terungkap. Jhony dan Bondan juga hadir kembali dalam kehidupan Willy Firdaus, Bunga Ayu Kencana dan Dewi Marisha. Tapi dalam situasi dan kondisi yang berbeda dengan cerita dalam novel pertama tapi tetap menyambung ceritanya.
MOHON KRITIK DAN SARANNYA!!!! UNTUK PENYEMPURNAAN NOVEL Silahkan Hubungi : Telp : 081519644945 Email :
[email protected] FB :
[email protected] (Willy Firdaus)
WILLY FIRDAUS adalah nama pena dari ARIP MUNAWIR
NANTIKAN NOVEL KEDUANYA YANG BERJUDUL “MENGEJAR YANG TERAKHIR”!!!! 134
[email protected]