Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
NON IDEALITAS SIFAT CAIRAN PADA VERIFIKASI MODEL NON KESEIMBANGAN MENARA DISTILASI Arief Budiman, Sutijan, Erilia Yusnitha, dan Rimbo Biworondoko Process System Engineering Research Group Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, UGM Jl.Grafika 2, Yogyakarta, 55281 Indonesia e-mail :
[email protected]
Abstrak Model keseimbangan pada menara distilasi merupakan model yang banyak dipakai untuk simulasi perhitungan menara distilasi. Model ini menganggap bahwa gas-cairan yang keluar dari satu plate berada pada kondisi keseimbangan, sehingga sangat populer karena sederhana dan tidak memerlukan perhitungan matematik yang rumit. Bagaimanapun, saat ini para chemical engineers semakin sadar bahwa aliran gas dan cair yang meninggalkan plate tidak pada kondisi keseimbangan satu sama lain. Proses pemisahan sebenarnya lebih banyak tergantung pada kecepatan perpindahan massa dari fase uap ke fase cair. Pada tuliasan terdahulu penulis mengusulkan model non keseimbangan pada menara distilasi dan pada tulisan ini akan dilakukan verifikasi model dengan campuran non-ideal etanol-air pada skala laboratorium. Pada penelitian ini digunakan menara distilasi jenis sieve tray dengan 10 plate, termasuk kondenser dan reboiler. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh data yang mendekati hasil simulasi yang diajukan, sehingga dapat dikatakan bahwa model yang diusulkan dapat memperkirakan unjuk kerja menara distilasi pada skala industri. Kata kunci : distilasi, sieve tray, model non keseimbangan. Abstrak The equilibrium stage model is the most popular model for simulating distillation. This model is so simple in concepts, so elegant from the mathematical view of point. Recently, however, chemical engineers have long been aware that the stream leaving a real tray are not in equilibrium. In fact, the separation actually achieved depends on the rates of mass transfer from the vapor to the liquid phases and these rates depend on the extent to which the vapor and liquid stream are not in equilibrium with each other. In the previous paper, author have proposed non-equilibrium model for distillation column. This paper will discussed the verification of the proposed model with the lab-scale experiment of ethanol-water mixture. Ten plates of sieve tray column including condenser and reboiler used in this study. The mass transfer model used in this study shows reasonably good agreement with the experimental results, so it is capable for predicting actual distillation column performance in the industry. Keyword : distillation, sieve tray, non-equilibrium model.
1. Pendahuluan Distilasi merupakan proses pemisahan campuran cairan berdasarkan perbedaan volatilias dan sudah dipakai sejak abad ke satu masehi. Selanjutnya pada abad ke sebelas, salah satu perusahaan di Itali memproduksi alkohol secara batch. Baru pada abad ke duabelas, distilasi dengan sistem multistage dan kontinyu banyak dipakai secara luas untuk memisahkan campuran cairan. Salah satu kendala yang dihadapi pada proses ini adalah kebutuhan energi yang diperlukan cukup besar (Porter, 1995). Untuk keperluan perancangan menara distilasi, model yang sering dipakai adalah model keseimbangan, seperti yang biasa diaplikasikan pada metoda Ponchon Savarit maupun McCabe-Thiele (King, 1971). Model ini
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber 1 Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
1
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 menganggap bahwa suhu cairan dan gas keluar dari suatu plate mempunyai nilai yang sama. Konsekuensi dari model ini adalah panas yang dibawa gas diterima oleh cairan semua, sehingga perpindahan panas dari fase gas ke fase cair berlangsung sempurna. Dalam perkembangannya semakin disadari bahwa kontak uap-cair yang relatif singkat kadang belum memungkinkan terjadinya keseimbangan fase, sehingga diperlukan suatu faktor untuk mengoreksi metodametoda perhitungan yang sudah ada. Untuk merevisi keadaan ideal tersebut ditambahkan harga efisiensi menara yang nilainya berkisar 30-70 % (McCabe et.al., 1985). Akan tetapi, pada kenyataannya konsep inipun masih belum dapat memberikan gambaran kondisi yang sesungguhnya pada menara distilasi, sehingga muncul model non keseimbangan. Model non keseimbangan, yang juga dikenal dengan mass transfer model, memperhatikan adanya perpindahan panas dan massa yang terjadi secara simultan melewati interfase pada saat terjadi kontak cair-gas. Banyak tulisan tentang model ini terutama pada kolom dengan bahan isian (Krishnamurty dan Taylor, 1985; Kooijman dan Taylor, 1995). Pada artikel terdahulu penulis (Budiman, 1999) mempelajari model ini untuk kolom jenis sieve tray. Anggapan yang dipakai adalah fase gas mengontrol kecepatan penguapan maupun pengembunan pada tiap-tiap plate, sehingga neraca massa, neraca panas, fluks difusi dan fluks konvektive dipakai untuk menghitung proses keseimbangan, penguapan dan pengembunan pada suatu plate. Pada model ini sifat cairan pada keseimbangan gas-cair masih dianggap ideal. Model non keseimbangan ini dapat dilihat pada appendix. Pada tulisan ini akan dikembangkan model non keseimbangan dengan sifat cairan non ideal. Selanjutnya dilakukan verifikasi model yang ada dengan data penelitian di laboratorium. Campuran yang digunakan adalah ethanol-air. 2. Model dan simulasinya a. Keseimbangan uap-cair Model sederhana campuran dua cairan adalah dengan menganggap campurannya ideal. Banyak pustaka yang telah membahas seperti Smith, J.M., et al (2001). Hubungan fraksi mol cairan dan gas pada model ini mengikuti persamaan: (1) Py i = Pi sat x Persamaan (1) juga dikenal dengan hukum Roult, dan dapat pula ditulis P sat P0 yi = i x = i x P P
(2)
0
Nilai tekanan uap murni Pi dapat dicari dengan bantuan persamaan Antoine. Pada kondisi sebenarnya, campuran ideal tidak dapat digunakan, sehingga diperlukan faktor koreksi yang dikenal dengan koefisien aktivitas, γ dan persamaan 2 dapat ditulis sebagai: γP sat γP 0 (3) yi = i x = i x P P Untuk mencari besarnya γ ada beberapa persamaan yang bisa digunakan, seperti Margules, van Laar, NRTL, UNIQUAC dan Wilson (Seader and Henley, 1998). Jika digunakan persamaan Wilson, γ dapat dicari dengan persamaan
⎡ A12 − A21 ⎤ ⎢⎣ x1 + A12 x2 A21x1 + x 2 ⎥⎦ ⎡ A12 − A21 ⎤ = − ln( x 2 + A12 x1 ) − x1 ⎢⎣ x1 + A12 x2 A21x1 + x2 ⎥⎦
ln γ 1 = − ln( x1 + A12 x 2 ) + x 2
(4)
ln γ 2
(5)
dengan , Λ12 , Λ 21 = koefisien Wilson untuk pasangan biner 1,2 Harga γ pada persamaan (4), (5) dan harga tekanan uap murni, P0 dan tekanan total P dapat dipakai untuk mencari hubungan gas-cair. Selanjutnya persamaan tersebut dipakai bersama-sama dengan persamaan model non keseimbangan seperti yang dipaparkan pada Appendix. b. Simulasi program Simulasi model non-keseimbangan dengan sifat cairan non ideal diatas dilakukan dari puncak ke bagian bawah menara. Komposisi cairan pada plate 1 diberi harga tertentu untuk sebagai awal dengan cara trial-error. Setelah kondisi pada plate 1 diketahui (Fliq1 dan Fgas1), neraca massa dan neraca panas pada plate 2 dapat dihitung. Dengan definisi fluks massa, jumlah perubahan masing-masing komponen dapat diketahui. Selanjutnya, kecepatan aliran cairan dan gas masuk pada batas bawah juga dapat dihitung. Dengan diketahuinya
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber 2 Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
2
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
3.
Verifikasi model dengan data laboratorium
γ, koef aktifitas
fraksi mol pada kedua fase, suhu di fase uap dan cair yang merupakan dew-point dan bubble-point temperature dapat pula dihitung. Pada reboiler, perhitungan dilakukan dengan menganggap terjadi keseimbangan. Komposisi menara bagian bawah dihitung dengan neraca massa sekitar reboiler. Jika komposisi hasil bawah berdasarkan keseimbangan dan neraca massa mempunyai harga yang hampir sama, perhitungan dihentikan. Jika belum, maka perhitungan diulang dari plate 1 dengan menggunakan nilai awal yang berbeda. Demikian seterusnya sampai nilai toleransi tercapai. Gambar 1 menunjukkan harga koefisien aktivitas, γ disetiap plate untuk R=1.0 dan R=3.0. Terlihat bahwa γ1 untuk R=1.0 dan R=3.0 nilainya hampir sama, sedangkan γ2 untuk R=3.0 nilainya lebih tinggi dibandingkan γ2 untuk R=1.0. Secara umum terlihat juga gamma 1,R1 bahwa, γ1 nilainya naik dari plate 1 ke plate 10, dan 3 gamma 2,R1 sebaliknya γ2 turun dari atas ke bawah. 2.5 gamma 1,R3 2
gamma 2,R3
1.5
Setelah data simulasi dihasilkan dari model yang 1 diusulkan, selanjutnya dilakukan verifikasi model dengan data 0.5 yang diambil di laboratorium. Gambar 2 adalah rangkaian 0 alat yang terdiri dari satu set alat Continue Distillation 0 2 4 6 8 10 12 Column yang dikontrol dengan sebuah komputer PC Nomer Plate, N menggunakan software Genesis Control Series (Armfield, 1996). Menara terdiri dari 8 sieve tray dan masing-masing Gambar 1. Nilai koefisien aktifitas, γ tray mempunyai 200 buah hole dengan diameter hole sebesar disetiap plate untuk R= 1.0 dan 3.0 0.0015 m. Tinggi cairan dalam plate aebesar 0,01 m. Plate 1 adalah kondenser total, plate 10 adalah reboiler dan umpan masuk menara pada plate 6. Pada penelitian ini digunakan campuran biner etanol-air. Mula-mula tangki umpan diisi dengan 5 liter umpan. Reboiler diisi dengan 10 liter campuran etanol dan air yang mempunyai fraksi mol mendekati kondisi keseimbangan saat proses sudah berjalan dengan maksud untuk mempercepat tercapainya kondisi steady state pada proses distilasi. Percobaan diawali dengan memastikan semua valve dalam keadaan tertutup kemudian menghidupkan komputer dan power control console. Selanjutnya, menghidupkan reboiler pada nilai tertentu dengan mengatur pada power control console dan kran air pendingin dibuka dengan kecepatan 3,5 liter/menit. Pada step ini campuran etanol-air yang terdapat dalam reboiler akan mulai menguap, campuran uap akan masuk kondenser, kemudian oleh kondensor akan dicairkan kembali. Cairan yang keluar dari kondensor ditampung pada tangki destilat dan akan mengalir ke kran pangatur reflux. Percobaan dimulai pada reflux total, artinya semua uap yang terkondensasi akan dikembalikan ke kolom. Sistem ini akan berada dalam kondisi stedy state apabila temperatur pada setiap tray hampir konstan (tidak berubah terhadap waktu). Apabila sistem sudah stabil pada reflux total, umpan dimasukkan dengan menghidupkan pompa pada 30 rpm. Bersamaan dengan itu reflux diset sesuai dengan yang diinginkan. Kecepatan destilat yang diinginkan diset dengan mengatur beban reboiler. Proses ini akan mencapai kondisi steady state apabila pada beban reboiler, kecepatan umpan, reflux ratio dan kecepatan destilat tertentu memberikan nilai temperature di tiap plate yang konstan (tidak berubah lagi terhadap waktu). Setelah kondisi stedy state tercapai, temperature yang ditunjukkan oleh alat dicatat, kemudian hasil atas dan hasil bawah diambil. 4. Hasil dan Pembahasan Kasus Utama Sebagai kasus utama digunakan campuran biner ethanol (1) dan air (2) dengan kecepatan 0,0193 mol/detik dengan fraksi mol yang sama, x1=0,5 dan x2=0,5. Umpan dimasukkan menara pada plate 6 dan kecepatan hasil atas/distilat diset pada kecepatan distilat D = 0.00386 mol/detik atau 0,2 F. Gambar 3 menunjukkan unjuk kerja hasil atas (x1,D) pada berbagai reflux ratio. Blok data/titik yang dihubungkan satu sama lain merupakan data x1,D hasil simulasi, sedangkan blok data/titik yang tidak dihubungkan merupakan data x1,D
Gambar 2. Rangkaian alat percobaan
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber 3 Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
3
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891
Fraksi mol, X1
X1,D
0.69 hasil percobaan laboratorium. Jika dibandingkan antara data x1,D hasil simulasi dengan data x1,D hasil percobaan laboratorium, terlihat bahwa data hasil simulasi sangat 0.67 dekat dengan data percobaan. Dari hasil perhitungan diperoleh tingkat kesalahan sebesar 0,67 %. Hal yang perlu dicatat adalah adanya nilai x1,D optimum baik dari data 0.65 Percobaan simulasi maupun data percobaan, yaitu saat R=4. Simulasi Untuk melihat seberapa jauh penyimpangan data 0.63 simulasi dengan data laboratorium dari fraksi mol etanol di 0 1 2 3 4 5 6 setiap plate sepanjang menara, ditampilkan pada operasi R=1, seperti terlihat pada Gambar 4. Jika dibandingkan Reflux Ratio, R antara fraksi mol etanol x1 hasil simulasi dengan x1 hasil Gambar 3. Unjuk kerja hasil atas pada berbagai percobaan, terlihat bahwa pada N= 1 sampai dengan N= 6 nilainya berimpit. Sedangkan pada N= 7 dan N= 9 terdapat sedikit penyimpangan. Tingkat penyimpangan rata-rata dari data tersebut besarnya 4,44 %. Reboiler pada proses distilasi merupakan sumber 0.65 panas yang bebannya tergantung seberapa banyak cairan Percobaan yang diuapkan. Sedangkan jumlah cairan tersebut sangat 0.6 tergantung seberapa besar operasi reflux ratio. Akibatnya Simulasi jumlah beban reboiler akan naik seiring dengan kenaikan 0.55 reflux ratio. Hubungan reflux ratio dengan beban reboiler 0.5 pada kasus yang ditinjau (D=0.2 F) dapat dilihat pada Gambar 5. 0.45
0.4 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1.2
10
Nomer Plate, N
Beban Reboiler, KJ/s
0
1
5.
Kesimpulan
Model non keseimbangan menara distilasi telah dikembangkan. Pengujian model dilakukan pada skala laboratorium untuk campuran non ideal. Data percobaan menunjukkan bahwa terdapat harga reflux ratio optimum dan harga ini dapat dicari dengan simulasi model nonkeseimbangan yang diusulkan. Verifikasi data hasil simulasi model non-keseimbangan dengan data hasil percobaan mempunyai harga yang tidak jauh berbeda, sehingga model yang diusulkan dapat dipakai untuk memprediksi unjuk kerja menara distilasi.
Q kondenser, kJ/s
0.8 Gambar 4. Hubungan antara fraksi mol alkohol dengan nomor plate 0.6 Jika dibandingkan antara data beban reboiler, Qreb 0.4 hasil simulasi dengan Qreb hasil percobaan, terlihat bahwa Percobaan pada R=2 sampai dengan R=4 nilainya berimpit. Simulasi 0.2 Sedangkan pada R=1 dan R=5 terdapat sedikit penyimpangan. Dengan menganggap efisiensi reboiler 95 0 %, tingkat penyimpangan rata-rata dari data tersebut 0 1 2 3 4 5 6 Refluks besarnya 4,13 %. Kondenser merupakan heat sink yang bebannya Gambar 5. Hubungan reflux ratio tergantung seberapa banyak uap yang diembunkan. dengan beban reboiler pada D= 0,2F Sedangkan jumlah uap tersebut tergantung seberapa besar operasi reflux ratio. Akibatnya jumlah beban kondenser akan naik seiring dengan kenaikan reflux ratio. Hubungan reflux ratio dengan beban kondenser pada kasus yang ditinjau (D= 0.2 F) dapat dilihat pada Gambar 6. Jika dibandingkan antara data beban kondenser, Qkond hasil simulasi dengan Qkond hasil percobaan, terlihat bahwa pada R=2 sampai dengan R=5 nilainya berimpit. Sedangkan pada R=1 terdapat sedikit penyimpangan. Dengan menganggap efisiensi kondenser 95 %, tingkat penyimpangan rata-rata besarnya 2,77 %. 0.5 0.4 0.3 0.2 Percobaan
0.1
Simulasi
0 0
1
2
3
4
5
6
Refluk
Gambar 6. Hubungan reflux ratio dengan beban kondenser pada D= 0,2F
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber 4 Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
4
Dasar-Dasar Teknik Kimia ISSN 1410-9891 Daftar Pustaka Armfield, (1996), “Instruction Manual Continuous Distillation Column”, Armfield Ltd., England. Budiman, A., (1999), “Perancangan Menara Distilasi Dengan Model Non Keseimbangan”, Seminar Nasional Dasar-Dasar dan Aplikasi Perpindahan Panas dan Massa, PAU IT, UGM, hal 190-195 Budiman, A. and Bayu, H.T., (2002), “Exergy Analysis of Heat Integrated Distillation Column”, International Conference on Efficiency, Cost, Optimization, Simulation and Environmental Aspect of Energy System, ECOS-2002, Berlin, Germany. Ito, A. and Asano, K., (1982), “Thermal Effect in Non-Adiabatic Binary Distillation; Effect of Partial Condensation of Mixed Vapor on The Rates of heat and Mass Transfer and Prediction of H.T.U”, Chem. Eng. Sci., 37, hal 1007-1014 King, C.J., (1971), “Separation Processes”, 2nd. Ed., McGraw-Hill, New York. Kooijman, H.A and Taylor, R., (1995), “Modelling Mass Transfer in Multicomponent Distillation”, Chem. Eng. J., 57, hal 177-188 Khrishnamurthy, R. and Taylor, R., (1985), “A Nonequilibrium Model Stage of Multicomponent Separation Processes, part 1: Model Description and Method of solution”, AICHE J., 31, 3, hal 449-455 McCabe, W.L., Smith, J.C., and Harriot, P., (1985), “Unit Operations of Chemical Engineering”, 4th ed., McGraw-Hill, New York. Ognisty, T.P., (1995), “Analyze Distillation Column With Thermodynamics”, Chem. Eng. Prog., 91, 2, hal 40-46 Porter, K.E., (1995), ”Why Research is Needed in Distillation”, Trans. I. Chem. E., 73, Part A, hal 357-362 Seader, J.D. and Henley, E.J., (1998), “Separation Process Principles”, John Wiley & Sons, Inc., New York. Smith, J.M., Van Ness, H.C., and Abbot, M.M., (2001), “Chemical Engineering Thermodynamics”, 6th. Ed., McGraw-Hill, New York. Appendix Model non keseimbangan secara fisis dapat dilihat pada Gambar A-1. Fluks massa dalam lapisan gas (Ni) dapat dituliskan sebagai penjumlahan fluks massa secara difusi (Ji) dan fluks massa secara konveksi. (A-1) N i = J i + Cvs . yi dengan C adalah molar densitas gas, dan vs adalah interfacial velocity. Untuk menyelesaikan persamaan di atas dapat digunakan hubungan berikut (Kosuge and Asano,1982) : −1 ⎡ J i Do 0.0668(π / 4Gz ) ⎤ (A-2) = ⎢3.66 + Shi = exp(− 0.1098 Re .Sc ) −2 3 ⎥ CDi ( y int − yout ) ⎣ 1 + 0.04(π / 4Gz ) ⎦ dengan Do adalah diameter lubang pada fase uap. Bilangan Graetz (Gz), Reynold (Re) dan Schmidt (Sc) dapat dihitung dengan persamaan : πDo 2V (A-3) Gz = 4 Di z V (A-4) Re .Sc = s Do Di Pada persamaan (A-2), (A-3) dan (A-4) Di adalah koefisien difusi efektif dari komponen i dan dapat dihitung dengan persamaan Wilke. 1 − yi (A-5) D = i
∑D
ij
dengan Dij adalah koefisien difusi pasangan i-j yang dapat dihitung dari persamaan Fujita : 0.00067T 1.83 1 1 + Dij = 1 1 3 3 3 Mi M j P (Tc / Pc ) + (Tc / Pc )
[
i
j
Gambar A-1. Model non keseimbangan pada suatu plate
]
(A-6)
dengan P adalah tekanan (atm), Tc dan Pc adalah suhu kritis (K) dan tekanan kritis (atm). Mi dan Mj adalah berat molekul komponen i dan j, serta T adalah suhu cairan pada kondisi tersebut.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber 5 Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
5