MODEL NON LINIER UNTUK TENSION SOFTENING BETON Muttaqin Hasan Jurusan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala Ringkasan Dalam tulisan ini dikembangkan suatu model non linier untuk tension softening beton. Model dikembangkan berdasarkan sejumlah asumsi dan hasil pengujian sejumlah benda uji. Untuk melihat validitas model tersebut, analisis dengan menggunakan metode elemen hingga telah dilakukan terhadap sejumlah balok beton dengan takikan di tengah-tengah bentang yang dibebani dengan sistem lentur tiga titik dan mempunyai tiga tingkatan kuat tarik yang berbeda. Beban maksimum dan hubungan beban-lendutan hasil analisis dibandingkan dengan hasil pengujian laboratorium. Hasil perbandingannya menunjukkan suatu kecocokan yang bagus antara hasil eksperimen dan hasil analisis, yang hal ini menunjukkan bahwa model tersebut cukup layak digunakan. Kata kunci: model non linier, tension softening, energi fractur, metode elemen hingga, hubungan beban-lendutan.
1. PENDAHULUAN Untuk mengetahui perilaku fraktur dari struktur beton, pengetahuan perilaku material beton setelah retak adalah sangat penting. Diagram tension softening beton dapat menjelaskan perilaku setelah retak tersebut [1]. Energi fraktur adalah berhubungan dengan diagram tension softening tersebut yang adalah merupakan sifat material yang sangat diperlukan untuk simulasi numerik terhadap fenomena fraktur dari beton akibat terjadinya retakan [2].
dan lebar retak untuk lebih mewakili sejumlah hasil eksperimen. 2. MODEL TERSEDIA Berikut ini dipaparkan beberapa model untuk diagram tension softening yang pernah diusulkan. Model yang diusulkan oleh Hillerborg et al. [3], Petersson [4], dan Rokugo et al. [2] menggunakan asumsi yang sama yang didasarkan pada pendekatan keseimbangan energi. Dengan menggunakan panjang retak
Untuk mempelajari fenomena tersebut telah banyak studi dilakukan dan telah banyak model diusulkan. Diantaranya adalah model hubungan linier antara softening stress dan lebar retak yang diusulkan oleh Hillerborg et al. yang diturunkan berdasarkan prinsip keseimbangan energi [3]. Untuk mendapatkan hasil simulasi yang lebih realistis, Petersson mengusulkan model bilinier [4]. Pada sisi lain, Rokugo et al. juga mengusulkan model bilinier yang sedikit berbeda dengan yang diusulkan Petersson [2]. Namun, pada kenyataannya dari sejumlah hasil eksperimen yang telah pernah dilakukan, hubungan antara softening stress dan lebar retak adalah non linier [5,6,7]. Untuk ini dalam tulisan ini maka dikembangkan suatu model non linier untuk hungan softening stress
σ = f(w) w1 w σ = ft
Gambar 1. Model tension softening pendekatan tersebut maka dianggap sejumlah energi Gf diserap oleh pembentukan permukaan retak di setiap satuan luas. Ketika retak merambat sejumlah energi dilepaskan. Retak akan merambat bila energi yang
dilepaskan sama atau lebih besar dari energi yang diserap. σt ft
σ t = f t (1 − w1 =
w ) w1
2G f ft
3. PENGEMBANGAN MODEL NON LINIER Dalam tulisan ini model tension softening untuk beton dikembangkan berdasarkan anggapan yang sama seperti pada modelmodel yang telah dikembangkan sebelumnya, hanya saja hubungan antara softening stress dan lebar retak ditetapkan non linier seperti pada Pers (1) dan Gb. (5).
w1 w Gambar 2. Model linier oleh Hillerborg et el. Model ya ng diusulkan tersebut adalah seperti diperlihatkan pada Gb. (1). Retak dianggap akan merambat bila tegangan pada ujung retak mencapai kuat tarik ft. Ketika retak terbuka, tegangan tarik σ t tidak langsung jatuh ke titik nol, tetapi berkurang menurut pertambahan lebar retak w. Lebar retak akan menjadi w1 pada saat tegangan menjadi nol dan ini merupakan lebar retak maksimum.
a(σ t ) α + b( w) β = c
(1)
dimana: a, b, c, α, β adalah konstanta. σt ft
w1
w
Gambar 5. Model non linier yang diusulkan
σt ft
f t/3
w1 = 3 .6
Gf
w2 = 0.8
Gf
ft ft
w1 w2 Gambar 3. Model bilinier oleh Petersson Hillerborg et al. selanjutnya mengusulkan hubungan linier antara tegangan tarik (softening stress) dan lebar retak seperti diperlihatka n pada Gb. (2). Sedangkan model yang diusulkan oleh Petersson dan Rokugo et al. adalah berturut-turut seperti pada Gb. (3) dan Gb. (4). σt ft
w1 = 5 .0
Gf ft
w2 = 0 .75 f t/4 w1
Gf ft
w2
Gambar 4. Model bilinier oleh Rokugo et al.
Berdasarkan anggapan bahwa retak mulai merambat pada saat tegangan mencapai kuat tarik beton yang berarti bahwa nilai w = 0 pada saat σ t = f t dan nilai σt = 0 pada saat w = w1, maka diperoleh:
a = c ( f t ) −α
(2)
b = c( w1 ) − β
Substitusi konstanta a dan b pada Pers (2) ke Pers (1) dan membagi kedua suku dengan c diperoleh: σ t ft
α
β
w + = 1 w1
(3)
Berdasarkan prinsip keseimbangan energi, maka besarnya energi yang diserap setiap satuan luas retak dalam interval lebar retak 0 sampai w1 yang merupakan luas daerah dibawah kurva σt – w haruslah sama dengan energi fraktur, sehingga diperoleh:
w1
∫ σ t dw = G f
(4)
0
Besarnya konstanta α dan β ditentukan dengan cara melakukan fit ting terhadap sejumlah hasil eksperimen seperti diperlihatkan pada Gb. (6). Besarnya konstanta α dan β yang diperoleh dari hasil fitting tersebut adalah α = 1/2 dan β = 1/2, sehingga Pers (3) dapat dituliskan kembali dalam bentuk:
balok beton yang mempunyai takikan di tengah bentang. Dimensi balok beton yang dianalisis diperlihatkan pada Gb. (7). P
Satuan: mm 100
20
360
20
100
Gambar 7. Dimensi benda uji σ t ft
1/ 2
w + w1
1/ 2
=1
1
(5)
ft=4.07 MPa ft=3.37 MPa
0.8
ft=1.85 MPa
σ t /f t
0.6
(σ t /f t ) +(w /w 1 ) =1 1/2
1/2
0.4 0.2 0 0
0.2
0.4
0.6 w /w 1
0.8
1
Gambar 6 Data eksperimental untuk hubungan softening stress dan lebar retak Jika Pers (4) diselesaikan dengan mengambil hubungan σ t – w pada Pers (5), maka diperoleh hubungan: Gf =
1 f t w1 6
Untuk menganalisis balok pada Gb. (7), program komputer finite elemen non linier HUCOM yang dikembangkan dari program WCOMR [8] digunakan dalam tulisan ini. Model tension softening untuk beton yang dikembangkan dalam tulisan ini ditambah ke dalam program tersebut. Elemen yang digunakan adalah elemen kuadratik 8 titik nodal. Karena balok yang dianalisis simetris, maka hanya setengah bagian balok saja yang dianalisis. Meshing dari bagian balok yang dianalisis diperlihatkan pada Gb. (8). Besarnya kuat tarik dan energi fraktur dari balok yang dianalisis diperlihatkan pada Tabel 1. Kuat tarik diperoleh dari hasil pengujian belah beton, sedangkan energi fraktur diperoleh dari hasil pengujian balok takikan seperti rekomendasi RILEM [9].
(6)
Dari Pers (6), maka apabila kuat tarik dan energi fraktur beton yang merupakan sifat material diketahui, maka besarnya lebar retak maksimum dapat dihitung sebagai berikut: w1 = 6
Gf ft
(7)
4. ANALISIS DENGAN METODE ELEMEN HINGGA Untuk membuktikan validitas model yang diusulkan, maka dilakukan analisis dengan menggunakan metode elemen hingga terhadap
Gambar 8. Meshing dari balok yang dianalisis
Balok
f t (MPa)
G f (N/m)
Balok 1 Balok 2 Balok 3
4.07 3.37 1.85
189 161 155
2.5 Eksperimen Analisis
2
Beban (kN)
Tabel 1 Kuat tarik dan energi fraktur dari balok yang dianalisis
1.5 1
0.5 0 0
5. PERBANDINGAN HASIL ANALISIS DAN EKSPERIMEN
Beban (kN)
Eksperimen
Besarnya beban maksimum hasil analisis dengan menggunakan model yang dikembangkan dalam tulisan ini dibandingkan dengan beban maksimum hasil eksperimen dalam Gb. (12). Hasilnya menunjukkan suatu kesesuaian yang cukup bagus. Besarnya nilai rata-rata dan koefisien var iasi hasil analisis terhadap hasil eksperimen berturut-turut adalah 1.02 dan 1.81 % yang merupakan suatu nilai yang sangat bagus. 5 Pmaks analisis (kN)
5
Rata-rata (Pana=1.02 Peks) COV=1.81 %
4 3 2
Garis kesamaan
1
Analisis
3
0 0
2 1
1
2 3 4 Pmaks eksperimen (kN)
5
Gambar 12. Perbandingan beban maksimum hasil analisis dan hasil eksperimen.
0 0
0.2
0.4 0.6 Lendutan (mm)
0.8
Gambar 9. Kurva beban-lendutan balok 1
Eksperimen Analisis
4 Beban (kN)
1.5
Gambar 11. Kurva beban-lendutan balok 3
Gb. (9), (10), dan (11) berturut -turut adalah kurva beban-lendutan untuk balok 1, 2, dan 3 hasil analisis dengan metode elemen hingga yang menggunakan model tension softening yang dikembangkan dalam tulisan ini. Sebagai perbandingan, dalam gambar tersebut juga ditampilkan kurva beban-lendutan hasil eksperimen untuk balok-balok yang sama. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa hasil analisis dengan menggunakan model non linier yang dikembangkan dalam tulisan ini mempunyai suatu kecocokan yang baik dengan hasil eksperimen. Ini me nunjukkan bahwa model yang dikembangkan dalam tulisan ini cukup dapat dipakai didalam analisis retak struktur beton.
4
0.5 1 Lendutan (mm)
3 2 1 0 0
0.2
0.4 0.6 Lendutan (mm)
0.8
1
Gambar 10. Kurva beban-lendutan balok 2
6. KESIMPULAN Model non linier untuk tension softening beton telah dikembangkan dalam tulisan ini berdasarkan anggapan bahwa retak mulai menjalar setelah tegangan beton mencapai kuat tariknya. Besarnya lebar retak maksimum diformulasikan sebagai fungsi dari kuat tarik dan energi fraktur beton disamping softening stress yang diformulasikan sebagai fungsi non linier terhadap lebar retak. Dengan menggunakan model tersebut, sebanyak 3 balok beton telah dianalisis dengan menggunakan metode elemen hingga.
Besarnya beban maksimum dan hubungan beban-lendutan hasil analisis menunjukkan kesesuaian yang baik dengan hasil eksperimen yang menunjukkan bahwa model tersebut cukup dapat dipakai dalam mempelajari perilaku struktur beton setelah retak. DAFTAR PUSTAKA 1. N. Kuruhara, M. Kunieda, T. Kamada, Y. Uchida, dan K. Rokugo, “Tension Softening Diagram and Evaluation of Properties of Steel Fiber Reinforced Concrete”, Engineering Fracture Mechanics, 65, 235-245, (2000). 2. K. Rokugo, M. Iwasa, T. Suzuki, dan W. Koyanagi, “Testing Methods to Determine Tensile Strain Softening Curve and Fracture Energy of Concrete”, Fracture Toughness and Fracture Energy, 153-163, Balkema, (1989). 3. A. Hillerborg, M. Modeer, dan P.E. Petersson, “Analysis of Crack Formation and Crack Growth in Concrete by Means of Fracture Mechanics and Finite Elements”, Cement and Concrete Research, 6/6, 773-782, (1976). 4. P.E. Petersson, “Crack Growth and Development of Fracture Zone in Plain Concrete and Similar Materials”, Div. Of Building Mat., Lund Inst. of Tech., Report TVBM-1006, (1981).
5. V.C. Li, dan R.J. Ward, “A Novel Testing Technique for Post-Peak Tensile Behavior of Cementitious Materials”, Fracture Toughness and Fracture Energy, 183-195, Balkema (1989). 6. Y. Uchida, K. Rokugo, dan W. Koyanagi, “Determination of Tension Softening Diagrams of Concrete by Means of Bending Tests”, Materials, Concrete Structures and Pavements, 426/14, 203212, (1991). 7. J. Niwa, T. Sumranwanich, dan T. Matsuo, “Experimental Study to Determine the Tension Softening Curve of Concrete”, Materials, Concrete Structures and Pavements, 606/41, 75-88, (1998). 8. H. Okamura, dan K. Maekawa, “Nonlinear Analysis and Constitutive Models of Reinforced Concrete”, Gihodo Shuppan, Tokyo, 1-25, (1991). 9. RILEM Draft Recommendation (50-FMC), “Determination of the Fracture Energy of Mortar and Concrete by Means of ThreePoint Bend Tests on Notched Beams”, Materials and Structures, 18/106, 287-290, (1985).