BERITA PENELITIAN ARKEOLOGI
No. 2 A SURVEI DI DAERAH LAMPUNG B. SURVEI DI DAERAH SUMATERA SELATAN
JAKARTA 1984
v
A. Survei di Daerah Lampung B . Survei di Daerah Sumatera Selatan
A. S U R V E I D I D A E R A H LAMPUNG B. S U R V E I D I D A E R A H S U M A T E R A S E L A T A N
No.
2
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Copyright
A. S U R V E I DI D A E R A H
Pusat Penelitian Akeologi Nasional ISSN 0126 - 2599
Penyusun Laporan:
Cetakan Pertama, 1976 Cetakan Kedua, 1984
Dewan Redaksi Dra. Satyawati Suleiman Dra. Rumbi Mulia Nies Anggraeni F x . Supandi
Dicetak oleh: PT GURUH K E M A R A U S A K T I TIDAK UNTUK
DIPERDAGANGKAN
Drs. Haris Sukendar Drs. Soekatno Tvv. Surjono
LAMPUNG
D A F T A R
I S I
Halaman L
II.
III.
PENDAHULUAN
1
URAIAN PERJALANAN
2
DISKRIPSI BENDA-BENDA TEMUAN
7
A. B. C. D. IV.
V.
Prasejarah Klasik Islam Temuan-temuan lain
„
PERMASALAHAN DAN KESIMPULAN
16
LAMPIRAN A. B. C. D.
18 Daftar foto Peta Gambar Foto
I.
PENDAHULUAN
Dalam rangka penyusunan " R E N C A N A I N D U K K E P U R B A K A L A A N " , Proyek Pembinaan Kepurbakalaan dan Peninggalan Nasional Departemen P. dan K . telah membentuk dan mengirim team pengumpul data kepurbakalaan ke daerah Lampung selama 2 minggu, yakni dari tanggal 13 s/d 27 Oktober 1975. Titik berat diletakkan di daerah Kabupaten Lampung Utara, yakni pada ex Kawedanan K r u i , sebab datadata dari daerah ini baru sedikit sekali yang diketahui, padahal banyak pendapat, terutama dari penduduk asli Lampung, mengatakan bahwa penduduk dan kebudayaan Lampung sekarang bersumber dari daerah itu. Namun, team tidak melewatkan kesempatan untuk mengunjungi daerah-daerah kepurbakalaan yang penting di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Selatan, seperti Pugung Rahaijo, Palas Pasemah dan lain-lain, walaupun tempatnya satu sama lain berjauhan. Obyek-obyek di daerah Lampung relatif kecil-kecil seperti arca-arca lepas, prasasti-prasasti, megalith dan lain-lain yang letaknya tersebar di seluruh daerah, jalan uhtuk mencapainya rata-rata masih sulit, apalagi pada musim hujan seperti sekarang ini. Walaupun banyak kesulitan yang harus diatasi tetapi sasaran dapat dicapai sepenuhnya, bahkan beberapa daerah dan obyek yang tidak termasuk dalam perencanaan pun dapat dikunjungi dan dikumpulkan data-datanya. Hal ini hanya dapat terlaksana berkat bantuan dari pihak Pemerintah Daerah baik pada tingkat Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, bahkan Kampung. Juga karena kerjasama dan partisipasi baik dengan Wilayah Dep. P. & K . setempat. Bantuan-bantuan juga kami terima dari instansi-instansi lain serta masyarakat luas didaerah Lampung. Untuk segala bantuan, kerjasama maupun partisipasi yang memungkinkan lancarnya pekerjaan team ini kami mengucapkan banyak terima kasih, semoga uluran hati dan tangan yang ikhlas dari beliau-beliau (yang tidak kami sebutkan nama-namanya) ini kelak bermanfaat bagi kita semua. Perlu kiranya diketahui bahwa Team Pengumpul Data-data Kepurbakalaan Daerah Lampung tahun 1975 ini terdiri d a r i : - Jakarta
: Sdr. Drs. Soekatno T w . (Direktorat Sejarah & Purbakala). Sdr. Drs. Haris Sukepdar (Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional Sdr. S u r j o n o (sda) — Tapjungkarang : Sdr. Drs. Bukri, Bidang Museum, Sejarah dan Kepurbakalaan Sdr. Drs. Supangat sda. Sdr. Razi Arifin, B A . sda. Daerah Lampung merupakan daerah yang mempunyai potensi besar di dalam bidang kepurbakalaan.. Daerah-daerah yang telah lama menjadi titik perhatian di bidang kepurbakalaan baik sejak sebelum dan sesudah perang dunia ke I I antara lain daerah Pasemah, daerah Kedaton, Kalianda, Pugungraharjo, Bawang dan lain-lain. Dengan data-data baik dari buku-buku ilmiah, laporan-laporan temuan penduduk, dan lain-lain maka lebih lanjut dapat diketahui bahwa daerah Lampung merupakan daerah yang kaya akan peninggalan warisan budaya nasional. Dengan data-data itulah maka perlu dilakukan penelitian untuk mengumpulkan data-data kepurbakalaan dalam menentukan langkah penelitian lebih laryut. Dari hasil penelitian (pengumpulan data-data Masterplan) maka dapat diketahui situs-situs yang mengandung peninggalan-peninggalan purbakala antara lain di Pugung Tampak, Pugungraharjo, Sukarame, Kalianda, Palas Pasemah, Liwa, Haur Kuning dan lain-lain. Data-data yang telah terkumpul dari daerah Lampung akan menambah pengembangan di bidang kepurbakalaan, khususnya di dalam pengembangan Ilmu Arkeologi di Indonesia baik mencakup bidang prasejarah, bidang klasik maupun bidang Islam. Lebih dari itu dapat diketahui situs-situs kepurbakalaan yang perlu dilindungi dari kehancuran dan kerusakan sehingga tidak kehilangan sumber-sumber sejarah yang penting. 1
H. 1.
Perlu dijelaskan pula, bahwa Bp. Achmad Sjafei ini ketika masih menjabat sebagai Pasirah Marga Kenali pada zaman Hindia Belanda menjabat pula sebagai Ketua dari Pasirah Bond dalam ex Kawedanan Krui, Keresidenan Bengkulu, Sumatra Selatan. Pada masa jabatan tersebut beliau seringkah melakukan penelitian terhadap tempat-tempat bersejarah dalam daerah ex Kawedanan Krui, antara lain penelitian bersama dengan Mr. Bouman, Contrôleur Kawedanan Krui pada tahun 1952 dan penelitian bersama seorang arkeolog berkebangsaan Jerman bernama F.W. Punke dan seorang putera raja berasal dari pulau Bali yang sedang belajar di Jerman, yaitu Ran Paniley. Jam 14.10 team kemudian meneruskan perjalanan dari Kotabumi menuju lokasi pertama peninggalan purbakala di K E N A L I (ibukota Wilayah Kecamatan Belalau, ex ibukota Marga/Negeri Kenali). Berdasarkan petunjuk dari Bp. Achmad Sjafei di sini team dengan diantarkan oleh ex Kepala Negeri Kenali, Bp. Muslim, meneliti apa yang disebut rakyat setempat: B A T U K E P A M P A N G (kepampang = Keppapang = bercabang) sebagai batu untuk tempat memenggal kepala manusia yang dihukum mati. Jam 17.45i dengan diantar juga oleh Bp. Muslim team meneruskan peniiyauan ke obyek yang disebut B A T U B A N G N A K A berupa sebuah batu mirip arca dan sebuah batu gong yang terletak di sebelah barat Kp. Kejadian (kira-kira 3 km dari Kenali) dan dianggap keramat oleh penduduk setempat, (kira-kira l'A km dari jalan raya).
URAIAN PERJALANAN Senin, 13 Oktober 1975 : Team pengumpul data-data kepurbakalaan dari Proyek Pembinaan Kepurbakalaan dan Peninggalan Nasional Dep. P. dan K . Jakarta, (yang terdiri dari Soekatno Tw., Haris Sukendar, dan Surjono) menuju Taiy'ungkarang (Lampung).
2.
Selasa, 14 Oktober 1975 : Penyusunan rencana perjalanan pengumpulan data-data kepurbakalaan bersama dengan team Kantor Wilayah Dep. P. dan K . Propinsi Lampung cq. Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan (Bukri, Supangat dan Razi Arifin). Laporan/pertemuan dengan Kepala Kantor Wilayah Dep. P. dan K . Propinsi Lampung, Bp. Moersidi bertempat di ruang kerja beliau. Sore harinya antara jam 15.00 - 18.00 team dari Jakarta dengan diantar oleh Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Dep. P. dan K . Propinsi Lampung meninjau dan meneliti koleksi-koleksi berupa kapak-kapak batu neolitik yang berasal dari Kp. Walur, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Lampung Utara, bertempat di rumah Razi Arifin.
3.
4.
Rabu, 15 Oktober 1975 : Bersama Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Dep. P. dan K . Propinsi Lampung, team dari Jakarta menghadap Pemerintah Daerah Propinsi Lampung untuk menyampaikan maksud kedatangan team ke Daerah Lampung dan guna mendapatkan pengarahan seperlunya bagi pelaksanaan tugas team yang telah direncanakan. Dalam pertemuan ini, karena Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung, Bp. Sutiyoso, sedang tidak berada di tempat, team diterima oleh Sekwilda Lampung, Bp. Subki E . Harun. Setelah menghadap Pemda Propinsi Lampung, Team kembali ke Kantor Wilayah Dep. P. dan K . Propinsi Lampung. Di sini di ruangan Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan, bersama team dari Tanjungkarang menyusun kembali/mematangkan rencana pengumpulan data kepurbakalaan dan alat perlengkapan team yang diperlukan. Kamis, 16 Oktober 1975 : Team pengumpul data-data kepurbakalaan untuk Daerah Lampung jam 07.50 WIB, berangkat dari Taiyungkarang ke Kotabumi (Lampung Utara). Team sampai di Kotabumi jam 10.15 WIB dan langsung menuju dan diterima oleh Kepala Kantor Dep. P. dan K . Kabupaten Lampung Utara, Bp. Basyar Djanum, team memandang perlu untuk juga berkonsultasi tentang tujuan dan maksud team untuk mengumpulkan data-data kepurbakalaan di daerah Lampung Utara khususnya di daerah Lampung Utara bagian Barat. Kemudian team menghadap Bupati Kepala Daerah Tingkat I I Lampung Utara Bp. Djuaini Achmad, di ruang kerja beliau untuk menyampaikan surat pengantar dari Pemda Propinsi Lampung serta pengarahan seperlunya bagi tugas team. Selain penjelasan dan pengarahan dari Bapak Bupati team mendapatkan petuiyuk pula supaya team sebelum bertugas ke ex Kawedanan K r u i bertemu dan meminta keterangan-keterangan terlebih dulu kepada seorang tokoh adat Lampung K r u i yang berada juga di Kotabumi, yaitu Bp. Achmad Sjafei, seorang pensiunan patih Kabupaten Lampung Utara serta ex Pasirah Marga Kenali yang dikenal sebagai salah seorang yang banyak merintis pengumpulan data tentang peninggalan kepurbakalaan di daerah Lampung bagian Barat. Jam 12.00 WIB team melakukan pertemuan dengan Bp. Achmad Sjafei di tempat kediaman beliau dan menerima keterangan-keterangan yang cukup berharga tentang peninggalan kepurbakalaan di daerah Lampung bagian Barat dan merekam keterangan beliau tentang Sejarah Daerah Lampung.
Jam 18.45 team meneruskan perjalanan sampai di L I W A (ibukota Wilayah Kecamatan Balikbukit) jam 19.30 WIB di mana team kemudian menginap di losmen 5.
Jum'at, 17 Oktober 1975 : Jam 07.30 WIB team menghadap dan bertemu dengan Camat Kepala Wilayah Kecamatan Balikbukit, Bp. A . Muis, team menyampaikan surat-surat dari Pemda Propinsi Lampung dan Pemda Kabupaten Lampung Utara, disamping menjelaskan maksud kedatangan team serta mohon bantuan fasilitas seperlunya dari beliau untuk melaksanakan peninjauan dan penelitian terhadap peninggalan-peninggalan kepurbakalaan yang ada di Wilayah Kecamatan Balikbukit. Setelah pertemuan ini team diantar oleh petugas dari Kecamatan menuju ke K p . Taiyungraya (Simpang Sebelat) kira-kira 8 km ke arah jalan Danau Ranau. Dari sini dengan ditambah Kepala Kelurahan Tanjungraya, team berjalan kaki ke Kp. Hanakau (kira-kira 3 km ke arah Utara). Beserta Kepala Kelurahan Hanakau dan beberapa penduduk setempat, team berjalan kaki ke lokasi B A T U B E R S U R A T H A U R K U N I N G ( 1 Vi km ke arah timur laut Hanakau). Sebagaimana halnya di Kenali dan K p . Kejadian, team mengambil gambar-gambar obyek, melakukan pengukuran dan membuat sketsa yang diperlukan. Kemudian team membuat abklatch dari batu bersurat ini dan meminta bantuan beberapa penduduk setempat untuk menunggui dan mengamankannya sampai kering, karena team akan meneruskan perjalanan jalan kaki ke K p . Bawang (kira-kira 3 km sebelah utara Hanakau) setelah menerima informasi dari Bp. A . Muis tentang diketemukannya sebuah batu bersurat di Kp. Sukarami tidak jauh dari K p . Bawang tersebut. Team sampai di Kp. Bawang jam 15.00 setelah makan siang di rumah Kepala Kampung Bawang meneruskan jalan kaki ke Kp. Sukarami sejauh l'A km dengan diantar oleh lurah Sukarami menuju ke lokasi termaksud. Sayang sekali batu bersurat tersebut tidak berhasil diketemukan, karena penunjuk jalan tidak memahami lokasi yang sebenarnya. Yang diketemukan hanyalah sebuah pekuburan tua yang disebut Kramat Baturaja oleh penduduk setempat. Tetapi di beladangan dekat lokasi tersebut team berhasil menemukan pecahan-pecahan gerabah dan pecahan-pecahan porselin yang memberi petunjuk pada zaman yang silam lokasi ini pernah di huni masyarakat. Team kemudian memutuskan untuk kembali dengan singgah beberapa menit di K p . Bawang dan di Kp. Hanakau untuk pamit, dan sampai di K p . Tanjungraya, jam 18.47 WIB. Setelah makan malam team kembali ke Liwa. D i Liwa team minta diri kepada pimpinan kecamatan setempat untuk me3
2
tama. Ternyata lokasi tempat penemuan Sdr. Mulkan adalah di atas sebuah perbukitan rendah yang ditumbuhi pohon-pohon cengkeh, kelapa dan tangkil dan dekat pula persawahan yang cukup luas. Tertarik oleh lokasi yang demikian menarik dan setelah berunding dengan Bp. Moh. Syarif dan Bp. Zainuddin dan Sdr. Mulkan sendiri, team mengambil keputusan untuk melakukan penggalian sementara (penggalian percobaan). Penggalian dimulai jam 11.00 WIB dan dilakukan secara hati-hati di bawah cuaca hujan yang terlalu deras. Hanya dengan istirahat untuk sekedar makan siang penggalian diteruskan sampai jam 17.30. Karena cuaca semakin gelap penggalian dihentikan dan telah berhasil menemukan tidak kurang dari 3 (tiga) buah guci ukuran besar terbuat dari tanah liat dan kesemuanya sudah dalam keadaan pecah. Team minta kepada Bp. Zainuddin untuk mengadakan pengamanan pada malam hari terhadap lokasi penggalian.
neruskan perjalanan ke Krui sesuai dengan rencana semula bahwa besok pagi harus berangkat ke Kecamatan Pesisir Utara. Team sampai di K r u i sekitar jam 22.00 WIB dan bermalam di sebuah losmen yang cukup menyenangkan. Sabtu, 18 Oktober 1975 : Jam 07.30 team dengan sebuah perahu motor berangkat meninggalkan Krui menuju ibukota Kecamatan Pesisir Utara, Pugung Tampak. Keadaan laut tenang sehingga sampai ke Pugung Tampak hanya dalam waktu kira-kira 2 jam. Sesuai denagn rencana semula team langsung menuju ke rumah Effendi Yusie, eks Kepala Negeri Pugung Tampak. Disini team langsung mengadakan pertemuan dengan Unsur Pimpinan Kecamatan Pesisir Utara diketuai oleh Camat Kepala Wilayah Kecamatan Pesisir Utara, Bp. Moh. Syarif gelar Raja Dipati Bangsawan. Team telah menyampaikan surat-surat Pemda Propinsi Lampung dan Pemda Kabupaten Lampung Utara beserta penjelasan maksud kedatangan team. Setelah pertemuan singkat tersebut team melakukan penelitian terhadap koleksi milik Effendi Yusie berupa beberapa senjata pedang dan keris (terbuat dari emas), beberapa tembikar dan tem baga, serta piagam zaman kekuasaan Inggris. Sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama Muspida Kecamatan Pesisir Utara dalam pertemuan diatas, team diantar meninjau kompleks Kramat Kesugihan berupa kuburan kuno yang terdiri dari 3 buah terletak di atas sebuah bukit kira-kira 2 km di sebelah Selatan Negeri Ratu/Pugung Tampak. D i kaki bukit ini team meninjau sebuah meriam yang dipelihara secara baik sekali oleh salah seorang penduduk setempat. Jam 17.15 WIB team berangkat dari Kp. Negeri Ratu/Pugung Tampak menuju K p . Walur yang terletak kira-kira 4 km sebelah Barat Laut dari Pugung Tampak yang juga terletak di pinggir pantai. Team sampai di Walur sekitar jam 18.30 WIB dan mendapat fasilitas baik sekali bermalam di rumah Moh. Sjarif, Camat Kepala Wilayah Pesisir Utara tersebut. Malam harinya diadakan pertemuan dengan lurah dan beberapa tokoh Kp. Walur, pada kesempatan ini team sekali lagi menyampaikan maksud kedatangan team ke Kecamatan Pesisir Utara. Pada pertemuan malam ini team mendapatkan keterangan dari beberapa orang penemu kapak-kapak batu di sekitar Kp. Walur, seperti Mulkan gelar Jurai Battin dan Maman. Mulkan pada tahun 1959 pernah menemukan sebuah guci berisi sekitar 40 buah kapak batu ketika melakukan penggalian untuk menanam pisang di atas sebuah perbukitan dalam kebunnya. Minggu, 19 Oktober 1975 : Pagi ini atas permintaan Bp. Moh. Syarif dan Bp. Zainuddin (Lurah Kp. Walur), penduduk K p . Walur yang masih menyimpan kapak-kapak batu yang diketemukan di sekitar kampung itu secara spontan memperlihatkan milik-milik mereka. Berhasil dikumpulkan kembali sebanyak 14 buah kapak-kapak batu dari aneka jenis batu-batuan yang menilik bentuk dan cara pembuatannya adalah kapak-kapak neolitik. Menurut keterangan kapak-kapak itu diketemukan di beberapa lokasi yang semuanya tidak jauh dari K p . Walur tersebut. Beberapa penilik masih ingat betul dimana mereka menemukan kapak-kapak batu itu. Setelah team menerima keterangan yang terperinci maka team mengambil keputusan untuk meninjau lokasi-lokasi dimana pernah diketemukan kapak-kapak batu tersebut. Dengan diantar sendiri oleh Bp. Moh. Syarif dan Bp. Zainuddin beserta beberapa penemu kapak-kapak itu team kemudian meninjau pertama kali kebun sdr. Rafni dimana sdr. Maman pernah menemukan kapak batunya yang terakhir. Lokasinya terletak kira-kira 100 meter di sebelah timur Jembatan Way Walur. Setelah itu team meneruskan peninjauan ke tempat sdr. Mulkan menemukan guci yang berisi kapakkapak batu pada tahun 1959. Lokasinya terletak kira-kira 800 meter sebelah Timur dari lokasi per-
8.
Senen, 20 Oktober 1975 : Menurut rencana semula hari ini team seharusnya akan meneruskan perjalanan ke K p . Malaya Tanjungsakti untuk meninjau apa yang disebut penduduk setempat Complex B A T U M I R A U . Sekitar jam 08.15 WIB telah pula hadir Uspida Kecamatan Pesisir Utara yang akan ikut serta. Tetapi karena team memandang penting untuk meneruskan penggalian, maka setelah melalui perundingan akhirnya disetujui bersama bahwa peninjauan ke arah utara tersebut dibatalkan dan team akan memusatkan perhatian untuk menyelesaikan penggalian kemarin. Karena itu acara team hari ini adalah meneruskan penggalian sampai selesai. Jam 13.25 WIB team berhasil menyelesaikan penggalian percobaan tersebut dan mengangkat semua pecahan dari 2 tempayan yang telah direncanakan semula. Berhasil diketemukan sebuah batu bulat yang bentuknya lazim dipergunakan sebagai batu penumbuk lombok untuk sambel. Disamping itu dari pecahan guci tersebut diketemukan pula bagian yang telah memakai ukiran yang cukup menarik. Karena itu team memandang penggalian percobaan ini cukup berhasil dan memberikan kepuasan. Dalam pertemuan setelah selesai penggalian team kemudian meminta kepada Bapak Camat Kepala Wilayah Kecamatan Pesisir Utara untuk mengamankan lokasi perbukitan tempat penggalian tersebut, karena mungkin diperlukan untuk penggalian yang akan datang. Hal ini disanggupi beliau dan bagian terbesar hasil penggalian disimpan di rumah Bp. Moh. Syarif untuk tindakan pengamanan. Team kemudian mohon diri untuk meninggalkan Walur kembali dan bermalam di Negeri Ratu/Pugung Tampak. Jam 17.55 team meninggalkan Kp. Walur dan sampai di Negeri Ratu/Pugungtampak jam 19.15 WIB dimana team bermalam di rumah sdr. Effendi Yusie.
9.
Selasa, 21 Oktober 1975 : Dengan bermalam di Pugung Tampak team berharap supaya pagi-pagi benar sudah dapat berangkat dengan perahu motor kembali ke Krui. Tetapi pagi hari ini hujan cukup deras, sehingga ombak laut cukup besar dan berbahaya untuk berlayar. Team baru dapat mulai bergerak dari Pugung Tampak jam 10.45 WIB dengan keadaan laut belum tenang. Motor yang kami tumpangi sampai di pulau Pisang jam 12.05 WIB dan ketika belum lama meneruskan pelayaran ke Krui datang badai yang cukup kuat sehingga ombak semakin mengganas disertai hujan cukup lebat. Bersyukur kepada Illahy Robby, berkat ketrampilan juru mudi yang telah cukup bekal pengalamainya menghadapi laut, perjalanan kami selamat sampai di Krui pada jam 13.50 WIB. Mobil yang akan membawa kami sudah menunggu. Setelah singgah sebentar di losmen dan makan siang, team meneruskan perjalanan kembali Krui kami tinggalkan jam 14.40 menuju Liwa yang jauhnya hanya 32 km tetapi dengan kondisi jalan 5
yang terus menerus menanjak dan cukup buruk. Team sampai di Liwa jam 16.25 dan langsung diterima Camat Kepala Wilayah Kecamatan Balik bukit di rumah beliau. Setelah itu team diantarkan untuk meninjau A R C A K U N O yang terletak kira-kira 1% km dari pusat kota ke arah utara. Arca ini terletak di atas sebuah perbukitan yang tidak terlalu tinggi, bentuknya sangat sederhana dan nampaknya dibuat dari jenis batu yang tidak terlalu kuat menahan kekuatan iklim. Setelah penelitian arca ini, team kemudian mohon diri kepada Bapak A . Muis, pimpinan Kecamatan untuk kembali ke Tanjungkarang. Liwa kami tinggalkan tepat jam 17.30 WIB. Perjalanan pulang terasa cukup berat karena team sudah sangat menurun kondisi fisiknya. Tetapi sopir mobil kita cukup segar sehingga mampu untuk ngebut pulang. Team hanya singgah makan malam di Bukitkemuning dan selanjutnya sambil ngantuk-ngantuk terus berpacu untuk lekas sampai Tanjungkarang kami capai pada jam 24.10 WIB dengan selamat. 10. Rabu, 22 Oktober 1975 : Meskipun semua anggauta team masih cukup penat, untuk menyesuaikan kegiatan dengan rencana yang telah disusun, pagi ini jam 08.00 WIB team meneruskan tugasnya untuk mengumpulkan datadata kepurbakalaan di daerah Kabupaten Lampung Tengah. Team singgah sebentar di Kantor Dep. P. dan K . Kabupaten Lampung Tengah di Metro untuk berkonsultasi dan ikut serta dalam peninjauan ini Kepala Seksi Kebudayaan kita di Metro. Ternyata jalan yang dilewati cukup memuaskan sehingga team yakin tugas di Kabupaten Lampung Tengah ini akan dapat diselesaikan dalam waktu yang cepat, mengingat letak obyeknya dipinggir jalan semuanya, atau tidak terlalu jauh dari jalan raya. Mula-mula team meninjau L A W A N G K U R I di Kp. GEDONGWANI. Lawangkuri ini berupa sebuah pintu gerbang dan menurut ceritera pemiliknya, keturunan Kebudayaan Selagai, bahwa pintu itu berasal dari Kesultanan Banten. Setelah mengambil gambar-gambar, melakukan pengukuran dan membuat sketsa, team meneruskan perjalanan ke arah timur yaitu ke Kp. Bojong. Di Bojong team meneliti sebuah A R C A KUNO yang lebih mirip sebuah Arca Nenek Moyang. Arca ini terletak dimuka Balai Desa dan cukup terpelihara. Setelah itu team meneruskan perjalanan ke arah timur lagi yaitu ke Kp. P U G U N G R A H A R J O , dimana mula-mula team neneliti A R C A HINDU yang diketemukan pada tahun 1957. Arca ini seka rang diletakkan di atas tiang batu yang cukup tinggi untuk mengamankannya, karena selama ini arca tersebut seringkah diganggu tangan-tangan jahil sehingga menjadi semakin rusak. Pada waktu sekarang arca tersebut berada di muka Puskesmas K p . Pugungraharjo dan team sangat prihatin keadaannya yang sudah agak berubah dari keadaan semula ketika ada diantara team pernah melihatnya. Setelah team dengan diantar oleh pak Carik setempat meninjau bekas perbentengan dimana terdapat antara lain bukit tanah yang nampaknya semacam punden berundak dan beberapa bangunan Megalitik dimana antaranya terdapat juga sebuah L I N G G A . Setelah peninjauan ini team kemudian diajak pak Carik makan siang dan kemudian mohon diri kepada pak Lurah Pugungraharjo untuk kembali ke Tanjungkarang. Perjalanan kembali ke Tanjungkarang cukup lancar singgah sebentar di Metro team kemudian ngebut dan tiba di Tanjungkarang jam 17.40 WIB. 11.
6
Kamis, 23 Oktober 1 9 7 5 : Jam 08.00 team kembali berangkat meninggalkan Tanjungkarang untuk melakukan peninjauan di ex Kawedanan Kalianda. Team sampai di Palas jam 11.50 dan langsung meninjau B A T U B E R S U R A T P A L A S P A S E M A H mengambil gambar-gambar, ukuran dan abklatchnya. Semua tugas disini selesai jam 13.15 WIB. Team kemudian dalam perjalanan pulang singgah di Kp. M U A R A B A T A N G
untuk meninjau sebuah kuburan Islam yang terletak kira-Jcira 500 meter di arah timur laut kampung tersebut. Kuburan ini mempunyai sebuah N I S A N yang bagus dan jelas adalah nisan Islam. Setelah makan siang di P A L A S team kembali pulang dengan sesekali singgah di beberapa tempat untuk melihat situasi beberapa gundukan tanah yang dikelilingi batu-batu megalitik. Team tiba kembali di Tanjungkarang jam 15.05 WIB. 12. Jum'at s/d Minggu (24, 25 dan 26 Oktober 1975) : Dengan mengambil ruang sidang Kantor Wilayah Dep. P dan K Propinsi Lampung di Tanjungkarang, selama 3 hari berturut-turut team menyusun konsep laporan dari pengumpulan data-data kepurbakalaan di Lampung. 13. Senen, 27 Oktober 1975 : Jam 09.00 WIB team meninggalkan Taiyungkarang menuju pelabuhan kapal udara Branti untuk kembali ke Jakarta. HI. A.
DISKRIPSI BENDA-BENDA TEMUAN Prasejarah 1. Batu "Kepampang" (batu tegak), Kampung Kanali, Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Utara. Di sebelah selatan jalan yang menghubungkan Tanjungkarang - Liwa kurang lebih 100 meter dari jalan besar, dipinggir kampung Kenali sebelah timur terdapat 6 buah batu besar (andesit). Empat buah batu besar disusun membentuk segiempat panjang yang mempunyai orientasi timur - barat. Orientasi timur - barat di sini mengingatkan kepada bangunan-bangunan tradisi megalitik yang biasanya mengarah timur-barat. Sebuah batu lagi terletak pada gadis lurus dari sisi segi empat sebelah selatan. Sebuah batu besar yang lain yang oleh penduduk setempat disebut dengan "Batu kepampang" merupakan batu tempat pemotongan leher manusia. Batu tersebut berujud batu tegak yang bercabang pada bagian atasnya. Pada cabang itulah menurut keterangan penduduk merupakan tempat dimana leher manusia yang dihukum akan dipenggal. D i sekeliling batu tegak tadi banyak ditemukan batubatu besar dan kecil yang dipergunakan sebagai batu penyangga untuk memperkuat berdirinya batu tegak tersebut. Rupanya ada suatu kecenderungan bahwa batu tegak tersebut dipergunakan sebagai menhir yang memegang peranan penting di dalam kehidupan pada masa-masa berkembangnya tradisi megalitik, sebagai uborampe (perlengkapan = Jawa, Red) di dalam pemujaan/pengagungan terhadap leluhur nenek moyang (ancestor-worship). Batu tegak tersebut berukuran panjang maksimum : 76 Cm dan lebar maksimum : 64 Cm. Batu-batu besar yang membentuk segi empat panjang rata-rata berukuran garis tengah : 65 - 75 Cm. Pengamatan terhadap permukaan tanah dari situs tersebut tidak berhasil menemukan sesuatu. Kecuali hanya pecahan-pecahan gerabah (potteries) dalam keadaan polos (undecorated). Juga pecahanpecahan keramik yang berhias biru putih banyak ditemukan. Tetapi rupa-rupanya temuan-temuan tersebut berasal dari masa sekarang. Keadaan tanah situs batu Kepampang mempunyai lapisan humus yang tebal berwarna kehitam-hitaman dan merupakan bekas semak-semak belukar, yang berhasil dibuka untuk pendirian sekolah. Areal batu kepampang meliputi 1 0 x 1 0 meter. 2. Batu tegak, Kampung Kejadian, Kecamatan Belalau, Kabupaten KotabumL Di tengah-tengah sebuah kebun kopi penduduk, kira-kira 750 meter di sebelah utara jalan yang menghubungkan Tanjungkarang - Liwa ditemukan sebuah batu tegak yang dibuat dari batu andesit, berukuran tinggi: 90 Cm. lebar maksimum: 68 Cm. Batu tersebut sekarang dalam keadaan dikeramat7
kan sehingga dengan demikian dapat diharapkan akan selalu terjaga dari bahaya-bahaya kemusnahan. Anehnya batu tegak tersebut tidak mempunyai hubungan dengan batu-batu yang lain dalam arti ditemukan dalam keadaan tersendiri. Hanya tidak jauh dari batu menhir tersebut ditemukan sebuah batu yang hampir menyerupai bentuk kenong (gong kecil) yang berukuran garis tengah 22 Cm dan tinggi: 12 Cm. Batu kenong tersebut telah rapuh karena dibuat dari padas yang tidak begitu kuat. Pengamatan dipermukaan tanah tidak menghasilkan suatu temuan apapun hal ini disebabkan karena disamping daerahnya tertutup rumput-rumputan juga pada waktu peninjauan hari sudah malam. Dengan demikian tidak ditemukan konteks batu tegak tersebut, didalam masyarakat pada waktu itu. Sedangkan batu kenong yang ditemukan tidak jauh dari batu tegak tadi hanya cukup memberikan keterangan dibuat oleh manusia. Mengenai asal dan umur dari batu kenong tersebut masih merupakan tanda tanya. Entah berasal dari mana berkembangnya tradisi megalitik atau pada masa-masa perkembangan pengaruh Hindu. 3. Kampung Sukarame, Kelurahan Bawang, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Utara. Di sebuah ladang (Ladang Kramat Baturaja), Kampung Sukarame, Kelurahan Bawang Kecamatan Balik Bukit, pada orientasi yang dilakukan telah berhasil ditemukan berbagai macam temuan yang terdiri dari pecahan-pecahan kereweng, manik-manik dan juga pecahan-pecahan porselin. Pecahanpecahan kereweng ditemukan dalam bentuk bibir, pecahan badan, dan dasar, juga ditemukan pula spout (cucuk kendi). Kereweng terdiri dari bentuk polos dan ada juga beberapa yang berhias. Hiasannya terdiri dari hiasan pola cap tali (cord-marked) ada yang halus dan ada juga yang kasar. Hiasan berbentuk garis-garis mempunyai arah atas-bawah. Warna pecahan-pecahan bervariasi dari hitam, coklat tua, dan abu-abu. Pecahan-pecahan kereweng yang berhias impressed tersebut hampir ditemukan diseluruh Indonesia. Pecahan porselin terdiri dari pecahan-pecahan berhias biru putih, hijau dan ada juga yang ke abu-abuan (seladon). Pecahan-pecahan porselin semacam ini biasanya berasal dari masa Dinasti Ming pada kira-kira abad 15—16. Situs tersebut dikelilingi oleh parit yang cukup dalam. Rupanya parit ini dipergunakan sebagai pelindung atau benteng baik terhadap serangan-serangan musuh atau gangguan-gangguan binatang buas. Di sekeliling situs terdapat semak dan belukar yang cukup lebat sehingga pengamatan daerah sekeliling tidak dapat dilakukan dengan sempurna. Tidak jauh dari tempat ini oleh penduduk setempat ditemukan sebuah batu datar/rata. Pada bagian yang rata tadi ditemukan lukisan-lukisan yang berupa garis-garis. Sayang bahwa pada waktu team pengumpul data mengadakan penelitian didaerah tersebut tidak berhasil ditemukan. Baru setelah team akan kembali ke Jakarta penduduk berhasil menemukannya disebuah semak-semak, tidak jauh dari tempat dimana ditemukan kereweng-kereweng, manik-manik dan porselin. Dengan demikian penelitian terhadap batu tersebut tidak dapat dilakukan. 4. Kampung Kerbang, Kelurahan Pugung Tampak, Kecamatan Pesisir Utara. D i kampung ini pada sebuah bukit yang tingginya kira-kira 17 meter dari permukaan laut ditemukan sebuah makam yang oleh penduduk setempat disebut makam Gajah Mada. Pada kuburan ini ditemukan 3 buah makam. Dua buah mempunyai bentuk bujursangkar yang berukuran 2 x 2 meter. Sedang sebuah makam yang lain mempunyai ukuran panjang 1,95 x 65 C m , arah hadap utara selatan. Makam-makam ini semuanya dibentuk dari batu-batu kali yang rata-rata bergaris tengah 20 - 25 Cm. Disekeliling makam tersebut tidak berhasil ditemukan temuan-temuan yang lain. D i sebelah barat laut kira-kira 75 meter dari makam Gajah Mada ditemukan batu-batu besar yang terletak sangat teratur. Beberapa buah batu membentuk segiempat panjang sedang beberapa yang lain membentuk bulatan (stone-circle; stone enclosure). Batu-batu ini terdapat dikebun cengkeh. Namun demikian rupanya masih sangat tergesa-gesa untuk mengatakan bahwa situs ini betul-betul merupakan
situs dari peninggalan masa berkembangnya tradisi megalitik, sebelum diadakan pengecekan lebih jauh yaitu dengan mengadakan penggalian. Pengamatan permukaan tanah yang kebanyakan merupakan rerumputan tidak berhasil menemukan sesuatu yang dapat dipakai sebagai titik tolak untuk kesimpulan lebih lanjut. Di sebelah barat laut perbukitan, kurang lebih 65 meter dari stone circle oleh penduduk dibangun sebuah rumah kecil yang diperuntukkan sebagai tempat meriam besi yang cukup besar. Ukuran meriam tersebut panjang: 70 Cm dengan garis tengah : 15 Cm., dan merupakan meriam sulut. 5. Kampung Walur, Kelurahan Pugung Tampak, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Lampung Utara. Berdasarkan atas petunjuk-petunjuk camat Pesisir Utara dan beberapa pejabat kampung, didesa Walur banyak ditemukan apa yang biasa disebut dengan "gigi guntur". Ada beberapa yang ditemukan oleh penduduk setempat pada waktu menggali lubang untuk menanam pisang, ada juga yang ditemukan pada waktu mencangkul di sawah dan lain-lain. Yang menarik perhatian ialah 40 buah kapak persegi yang ditemukan oleh penduduk bernama Mulkan. Kapak tersebut ditemukan dalam keadaan mengelompok di dalam sebuah tempayan. Karena tidak diketahui arti dan gunanya, maka kapak-kapak persegi yang ditemukan dibagi-bagikan kepada orang-orang yang datang melihatnya. Pada waktu team pengumpul data Master Plan datang kesana, ternyata hanya berhasil mengumpulkan 14 buah beliung dan belincung dari penduduk setempat, yang menurut keterangan diperoleh dari tempayan yang digali oleh Mulkan. Adapun kapak-kapak neolitik tadi terdiri dari : Belincung Beliung
: :
2 buah 12 buah
Bahan-bahan untuk pembuatan kapak tersebut terdiri dari batuan yaspis, sedimen, batuan kersikan dan batuan kalsedon. Warnanya bervariasi: merah hati, coklat bening, abu-abu, kuning gading dan kehitam-hitaman. Berdasarkan atas laporan-laporan tentang temuan tersebut maka perlu diadakan pengecekan terhadap situs-situs dimana ditemukan kapak-kapak neolitik tersebut. Pengamatan pada beberapa situs dimana ditemukan kapak-kapak tidak begitu meyakinkan karena keadaannya dibawah pohon kelapa didaerah yang datar ditepi pantai dengan bagian permukaan tanah tertutup oleh rerumputan yang cukup tebal. Sehingga dengan demikian sangat sulit untuk menarik kesimpulan yang lebih matang terhadap situs ini. Salah satu situs yang menarik perhatian ialah sebuah situs dimana Sdr. Mulkan menemukan sebuah tempayan yang berisi 40 buah kapak neolitik. Situs ini terletak pada sebuah bukit kecil yang tingginya kira-kira 10 meter dari air laut. Bukit ini ditumbuhi oleh rumput dan dikelilingi oleh sawah. Karena sulitnya pengamatan situs yang tertutup oleh rerumputan, dilain pihak karena pentingnya situs tersebut untuk diketahui secara pasti maka perlu diadakan penggalian secara cepat (test-spit). Percobaan penggalian dilakukan pada sebuah lereng bukit sebelah barat, dengan ukuran \Vi x Wz meter. Lokasi penggalian tersebut diambil tepat dimana Sdr. Mulkan menemukan tempayan berisi kapak-kapak neolitik. Tempat penggalian ditutup oleh rerumputan, sehingga terlebih dahulu membersihkan permukaan tanahnya. Pada kedalaman 5 C m , tepat di tengah-tengah kotak penggalian mulai ditemukan pecahanpecahan kereweng yang berujud pecahan-pecahan bibir dari sebuah periuk besar ( „ t e m p a y a n " ) . Ternyata dalam penggalian pada lapisan-lapisan tanah berikutnya pecahan-pecahan bibir tersebut berkelanjutan kebawah. Lapisan tanah sampai pada kedalaman 10 Cm berupa tanah humus yang berwarna coklat kehitam-hitaman. Berjejer dengan temuan tempayan yang pertama ( T . l ) di sebelah barat ditemukan juga pecahan-pecahan bibir tempayan berwarna ke-merah-merahan, ( T , 2 ) , yang berukuran tebal seperti ukuran bibir tempayan pertama. Diantara tempayan pertama ( T . l ) dan tempayan kedua ( T . 2 ) pada kedalaman 15 Cm ditemukan sebuah batu bulat yang rupa-rupanya mempunyai fungsi di9
dalam kehidupan masyarakat pada waktu itu. Bukanlah tidak mungkin bahwa batu bulat tersebut dipergunakan sebagai alat penggiling sesuatu atau biji-bijian (grinding-stone), atau mempunyai arti khusus didalam upacara-upacara tertentu. Selain itu di temukan juga sebuah flake kecil dari batuan kersikan tetapi belum menunjukan adanya bekas pemakaian (retouch). Kedua temuan tersebut ditemukan diluar tempayan. Pada dinding kotak sebelah timur ditemukan juga sebuah periuk besar dalam keadaan sangat rapuh dan menyerupai tanah biasa ( T . 3 ) . Hanya kebulatan dari periuk tersebut masih dapat ditrasir. Juga di sebelah dinding sisi barat pada kedalaman 15 Cm ditemukan sebuah periuk kecil yang bergaris tengah : 15 Cm. Penggalian selanjutnya berupa pembersihan dari semua tempayan T . l , T . 2 , T . 3 , dan periuk kecil yang terdapat pada dinding sebelah barat. Diskripsi tempayan pertama ( T . 1) — Garis tengah bibir — Garis tengah badan — Tebal pecahan maks. — Tebal minimum — Berwarna Diskripsi tempayan kedua (T.2) — Garis tengah bibir — Garis tengah badan — Tebal pecahan maks. — Tebal pecahan min. — Berwarna
35 Cm. 75 Cm (dalam keadaan pecah) 1% C m . 0,7 Cm. kecoklat-coklatan. tidak diketahui karena sangat fragmentaris. 70 Cm (dalam keadaan pecah) 2% Cm. l'/zCm. kemerah-merahan.
Diskripsi tempayan ketiga (T.3) - tidak diketahui karena sangat lapuk dan tidak berhasil digali karena waktu yang sa ngat terbatas. Pada tempayan T . 1 pada bagian bahu terdapat hiasan-hiasan yang beraneka ragam disusun mengelilingi bahu tempayan. Pola hias (pattern decoration) terdiri dari: pola garis-garis lurus, pola garis lengkung, titik-titik, pola tumpal dan lain-lain. Hiasan tersebut dibuat dengan cara menggores (incised). Sayang bahwa pola keseluruhan dari tempayan tersebut tidak diketahui karena dalam keadaan pecah-pecah. Semua pecahan-pecahan kereweng sekarang disimpan dikecamatan Pesisir Utara. Sayang bahwa didalam penggalian tersebut temuan-temuan tidak ditemukan secara lengkap sehingga dalam hal ini sulit untuk menarik kesimpulan apakah situs tersebut merupakan prehistoric burial atau hanya merupakan tempat pemujaan (ceremonial place). Perlu diketahui pula bahwa tidak ada temuan satupun yang didapatkan didalam tempayan, kecuali hanya pernah diterangkan bahwa 40 kapak neolitik telah ditemukan didalam satu tempayan. Keadaan lapisan tanah ditrasir melalui dinding sebelah utara dari kotak penggalian. Hal ini disebabkan karena usaha memperdalam kotak penggalian hanya dilakukan setengah kotak, berukuran 75 x 150 Cm arah timur-barat. Dari hasil galian tersebut maka dapat diketahui bahwa lapisan tanah terdiri dari : - Lapisan humus ( 0 - 1 0 C m ) - Lapisan pasir berwarna keabu-abuan ( 1 0 - 3 0 Cm) - Lapisan pasir berwarna kekuning-kuningan (30 - . . . ) . Setelah pemotretan dan penggambaran temuan secara keseluruhan maka diadakan pengangkatan
6. Bukit Pulau Pinang, Kecamatan Liwa, Kabupaten Lampung Utara. Di sebuah perbukitan yang agak tinggi, kiar-kira 750 meter sebelah utara L i w a ditemukan sebuah arca megalitik. Arca ini berdiri sendiri tanpa unsur-unsur megalitik yang lain. Pengamatan daerah sekitarnya terutama di tempat-tempat yang telah terbuka tidak berhasil menemukan sesuatu. Arca megalitik tersebut sekarang menghadap kearah selatan, rupanya arca ini masih "in-situ". Adapun tanda-tanda arca : Tinggi : 46 C m . Lebar badan : 32 Cm. Mata : bulat dan hanya berbentuk sebuah lubang. Hidung : pesek. Tangan : digambarkan kearah depan (diatas kelamin). Tanda-tanda yang lain: kaki tidak digambarkan, terdapat jenis kelamin yang menonjol (perempuan). Mulut hanya berupa garis memanjang. Berlainan dengan arca-arca di daerah Ranau dan sekitarnya maka arca ini dibuat dari semacam batu yang lapuk, berupa batu padas. Sangat sedikitnya temuan-temuan yang lain di sekitar arca sulit untuk mengetahui arti dan fungsi dari arca megalitik tersebut. Tetapi dapatlah diperkirakan bahwa arca ini ada hubungannya dengan konsepsi pengagungan terhadap nenek moyang yang telah meninggal, dimana dapat tergolongkan sebagai patung (arca nenek moyang) yang merupakan personifikasi dari arwah yang telah meninggal. Arca-arca nenek moyang semacam ini banyak ditemukan dipelosok Indonesia diantaranya di Kuningan, Gunung Kidul, Bondowoso dan lain-lain. Hubungan antara arca megalitik tersebut dengan upacara penguburan masih sangat diragukan, selama belum dapat ditemukan bukti yang lebih konkrit dari ekskavasi yang teratur dan sistimatis. Yang menarik perhatian adalah penampilan kelamin perempuan yang digambarkan sangat menonjol. Bukanlah tidak mungkin bahwa penonjolan seks ini mempunyai sangkut-paut dengan alam pikiran nenek moyang waktu ini yang selalu ditujukan pada magis religius, khususnya dalam melambangkan unsur kesuburan. Arca megalitik ini merupakan satu-satunya temuan yang digambarkandengan jenis kelamin di daerah Sumatra dan sekitarnya. Sementara hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh A.N.J.Th.a.Th Van der Hoop tentang peninggalan megalitik di daerah Pasemah untuk penyusunan disertasinya "Megalithic Remains in South Sumatra" juga tidak berhasil menjumpai patung-patung megalitik dengan penonjolan seks. Patung-patung dengan kelamin yang menonjol hanya dijumpai di daerah Sulawesi Tengah. Penelitian terhadap arca megalitik ini telah dilakukan berturut-turut oleh : 1. Ekspedisi Sumatra (Team kerja sama Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional dengan Pennsylvania University Museum) tahun 1973. 2. Team ekspedisi Sriwijaya (oleh team kerja sama LPPN dengan Pennsylvania University Museum) tahun 1974. 3. Team penelitian dari Kantor Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan daerah Propinsi Lampung. 4. Dan terakhir team Pengumpul data kepurbakalaan (Master Plan) pada tahun 1975. 7. Kampung Palas, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Teluk Betung. Di daerah Kalianda yaitu di sepanjang jalan yang menghubungkan Panjang - Palas di kanan kiri jalan banyak sekali ditemukan gundukan-gundukan tanah yang rata-rata mencapai ketinggian 3 - 5 meter dari permukaan tanah, dan garis tengah 5 meter. Penelitian telah dilakukan baik di sekitar gundukan-gundukan tanah maupun pada bagian dalam dari gundukan tanah tersebut yang telah tergali oleh penduduk. Jumlah dari gundukan tanah sudah tidak dapat diketahui karena banyaknya. Bagaimana11
pun juga hal ini menjadi titik perhatian bagi team pengumpul data Master Plan. Namun sampai sedemikian jauh data-data yang konkrit belum dapat didapatkan. Gundukan-gundukan tanah yang telah banyak digali atau dibongkar oleh penduduk juga tidak menghasilkan sesuatu temuan. Pada suatu gundukan tanah yang telah digali oleh penduduk di daerah Palas Pasemah dikatakan pernah ditemukan beberapa buah gigi dan fragmen tengkorak. Sayang bahwa temuan-temuan tersebut sekarang telah hilang karena dikubur kembali di dalam tanah. Berdasarkan atas beberapa penggalian oleh penduduk gundukan tanah tadi terdiri dari tanah liat yang berwarna keabu-abuan, selain itu banyak ditemukan lubang-lubang tempat anai-anai sampai ke dalaman 50 Cm. Selanjutnya padi», bagian dalam tanah gundukan tersebut ditemukan lapisan tanah berwarna coklat bercampur dengan gravel dan pasir. Di dalam gravel inilah pernah ditemukan fragmen tengkorak dan beberapa gigi manusia. Sampai sekarang penduduk setempat tidak menganggap bahwa gundukan tanah tersebut merupakan tempat keramat. Untuk mencapai suatu kesimpulan yang lebih mantap tentang ribuan gundukan tanah di Kalianda perlu penelitian yang lebih seksama dan exkavasi yang sistimatis dan teratur. Usaha-usaha untuk mengadakan penelitian kembali pada situs paleolitik di daerah Kalianda tidak dapat mencapai sasaran yang sebenarnya. Karena ternyata sangat sulit untuk mentrasir kembali dimana alat-alat paleolitik di Kalianda pernah ditemukan (Heekeren H.R.: The Stone Age of Indonesia, 144). Pencarian nama desa Kedaton yang telah disebut-sebut oleh Van Heekeren yang menghasilkan alat-alat paleolitik juga tidak ditemukan. Namun demikian usaha pencarian desa Kedaton di Kalianda akan diusahakan terus oleh Bidang Permuseuman, Sejarah dan Purbakala, Kanwil Dept. P. dan K . Propinsi Lampung. Orientasi pada sungai-sungai yang mengalir di daerah Kalianda dan sekitarnya tidak menghasilkan sesuatu. Hal ini disebabkan karena pada sungai-sungai tersebut tidak ada jejak adanya bahan alat-alat paleolitik, tetapi kebanyakan hanya terdiri dari batu-batu kali yang sangat besar yang merupakan hasil peletusan gunung berapi Rajabasa Perjalanan untuk menyelusuri sungai dari hilir sampai kehulu juga tidak dapat dilakukan karena waktu yang sangat terbatas. Tetapi rupa-rupanya pencarian situs paleolitik cenderung akan lebih berhasil andaikan ditrasir melalui sungai-sungai kecil di Kalianda arah ke hulu. 8. Pugungraharjo, Kecamatan Pugungraharjo, Kabupaten Metro. Temuan dari periode prasejarah ini lebih tepat kiranya kalau dikatakan peninggalan dari masamasa berkembangnya tradisi megalitik. Peninggalan ini berupa sebuah bangunan sakral, sebagai tempat pemujaan. Adapun bentuk bangunan tersebut adalah sebuah altar (batu datar pada bagian permukaannya) dikelilingi oleh menhir-menhir (batu tegak) yang membentuk lingkaran. Satuan altar-altar dan menhirmenhir ini berkelanjutan dengan batu-batu besar yang disusun membentuk segi empat panjang kearah timur. Susunan batu-batu besar ini persis seperti bentuk "batu-batu kandang" yang pernah ditemukan di daerah Matesih (Surakarta). Di tengah-tengah bangunan batu berbentuk segi empat tadi ditemukan sebuah batu bulat panjang yang rupa-rupanya menggambarkan "phallus". Anehnya pahatan "phallus" ini terletak pada kedua ujungnya, dan diletakkan begitu saja di atas permukaan tanah. Karena bentuk phallus ini menyerupai bungkusan mayat, maka oleh penduduk setempat biasa disebut dengan batu mayat. Sampai sekarang khusus pada batu altar dan menhir masih di puja-puja dan dikeramatkan.
Diskripsi temuan : Kompleks batu mayat yang terdiri dari batu-batu altar, menhir-menhir, phallus dan sebuah batu datar bergores menyerupai huruf T semuanya membentuk bangunan sakral yang berukuran panjang: 9 meter, dan lebar: 8 meter. Bentuk phallusnya berukuran garis tengah: 40 Cm dan panjang: 205 Cm. Pada salah satu batu datar yang terletak di sisi selatan terdapat batu yang berhias huruf T tersebut diatas. Masih sangat sulit untuk diketahui fungsi dari batu bergores ini. Batu bergores semacam ini juga ditemukan kira-kira 100 meter di sebelah timur kompleks batu mayat, ditemukan bersama-sama dengan batu-batu besar yang tidak beraturan konteksnya. Dua buah menhir yang telah dipahat halus dari kompleks batu mayat telah dipindahkan oleh penduduk kedepan kantor Puskesmas Pugungraharjo dan sekarang dipakai sebagai patok-patok dari batas pekarangan Puskesmas tersebut. Menhir ini masing-masing berukuran garis tengah 42 Cm dan tinggi 65 Cm, sedang sebuah lagi berukuran garis tengah: 35 Cm tinggi 75 Cm. Sayang bahwa kedua menhir tersebut tidak dapat diketahui dari bagian kompleks mana diambil. Kira-kira 30 meter di sebelah timur kompleks batu mayat ditemukan sebuah bangunan yang berupa gundukan tanah. Tetapi berdasarkan atas perbandingan dengan gundukan-gundukan yang lain dapat diperkirakan bahwa bangunan ini berupa sebuah teras berundak yang berbentuk segi empat berukuran 5 x 5 meter. Tetapi bangunan ini masih sangat diragukan apakah muncul pada periode prasejarah atau klasik. K l a s i k 1. Prasasti di Haur Kuning. Kecamatan Balik Bukit. Nama : Berdasarkan atas nama kampung yang membawahi hutan tempat terdapatnya prasasti tersebut maka para penulis dahulu menamakannya prasasti Bawang tetapi belakangan ini disebut prasasti Haur Kuning. Untuk menjaga agar nama tersebut tidak berubah lagi disebabkan oleh berubahnya nama kampung yang terdekat dan membawahinya, kami cenderung untuk menamakannya "Prasasti Hujung Langit", sesuai dengan nama tempat yang tercantum didalam prasasti itu sendiri, sebagaimana dikemukakan juga oleh L . C. Damais ( B E F E O , L , 1962, ps. 275 dst.) Lokasi: Terdapat pada daerah semak-semak di kampung tersebut. Letaknya kira-kira l>/z kilometer dari desa Hanakau di sebelah timur laut persis dibawah pohon besar. Prasasti batu itu ditempatkan pada gundukan tanah yang agak tinggi. Pada pengamatan yang telah dilakukan ternyata ditemukan batu-batu yang telah dikerjakan (dipahat) diperkirakan bahwa batu-batu tersebut dipergunakan sebagai pagar atau fondasi dari tempat dimana didirikan prasasti tersebut. Ukuran prasasti : panjang maksimum (tinggi) : 150 Cm dari tanah, lebar pundak : 25 Cm. lebar bawah 65 C m . Prasasti dibuat dari batu andesit, dan mempunyai arah hadap timur laut - barat daya. Pada bagian atas dari prasasti ditemukan sebuah lukisan (goresan) yang menggambarkan belati. Prasasti terdiri dari 19 baris, ditulis dalam huruf pallawa dan berbahasa Sansekerta. Areal situs berukuran 10 x 10 meter. Disekitar tempat tersebut ditemukan banyak sekali botol-botol yang rupa-rupanya merupakan sisa-sisa pemujaan dari jaman sekarang. Prasasti tersebut seperti juga dengan prasasti yang ditemukan di daerah Kotakapur (Bangka) rupanya merupakan satu amanat dari raja kerajaan Sriwijaya, dan andaikan ada yang berani menentang kerajaan Sriwijaya pasti akan mendapat sumpah. Didalam peijalanan pengum13
pulan data Master Plan telah dilakukan pembuatan abklatch. Tetapi karena cuaca ygng sangat buruk maka hasil abklatch tersebut kurang memuaskan. Menurut L . C . Damais prasasti tersebut berangka tahun 12 November 997 Masehi ( B E F E O , L , 1962). Perlu diketahui bahwa huruf-hurufnya sudah sangat aus dan angka tahun yang ada tinggal 1 angka yakni : 9. Riwayat penemuan dan penelitian : Pada tahun 1912, telah dilaporkan oleh Dinas Topografi (Jaarverslag Topografische Dienst 1912, p. 104), tahun 1913 dilaporkan oleh N.J. Krom (O.V. 1913, p. 93). Pada tahun 1954 diteliti oleh Team Epigrafi Dinas Purbakala terdiri dari J . G . de Casparis, L . C . Damais dan Boechari (Amerta, 3, 1955), 1973 diteliti lagi oleh Team gabungan Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional dengan "The University of Pennsylvania Museum" terdiri atas Sdr. Basoeki, Machi Suhadi, Bennet Bronson dan Miss Jan Wisseman dan terakhir oleh team pengumpul data-data kepurbakalaan Departemen P dan K . 2.
3.
Arca Hindu Pugungraharjo. Arca Hindu ini sekarang terdapat di puncak tugu yang terdapat di depan Kantor Puskesmas Pugungraharjo. Menurut keterangan penduduk ditemukan di salah satu gundukan tanah (bangunan berundak) yang terdapat di kompleks benteng yang paling timur. Oleh penduduk setempat biasa disebut dengan "Putri Badariah". Ukuran arca batu ini: tinggi: 90 Cm, garis tengah dasar: 65 Cm., lebar bahu: 36 Cm., lebar pinggang: 20 Cm. Arca ini cenderung menggambarkan arca perwujudan, tetapi sayang masih sukar untuk menentukan siapa yang dipatungkan. Padmasananya digambarkan dengan lotus (teratai) yang sangat halus pengerjaannya. Patung tersebut ditemukan pada tanggal 14 - 8 - 1957. Prasasti Palas Pasemah. Riwayat penemuan/penelitian : Pada tahun 1957 prasasti ini ditinjau oleh "Team penelitian benda-benda peninggalan sejarah kebudayaan kuno Daerah Propinsi Lampung" dan Pemerintah Daerah Propinsi Lampung yang dipimpin oleh Aristama. Awal tahun 1968 hasil laporan team tersebut dikirim kepada Direktorat Purbakala dan Sejarah dengan permintaan agar dilakukan penelitian. Bulan Agustus 1968 diadakan penelitian pendahuluan dari Direktorat Purbakala terdiri atas Soekatno T w . dan Sdr. A l i Hasan dibantu tenaga dari Pemerintah Daerah Propinsi Lampung yakni Jusuf Bahsan dan Aristama. Bulan Nopember 1968 diteliti lebih lanjut oleh Boechari dan telah ditranskripsikan di tempat itu juga. Tahun 1973 dikunjungi oleh Team Lembaga Purbakala bersama dengan University of Pennsylvania Museum (Machi Suhadi, Sdr. Basoeki, B . Bronson dan Jan Wisseman). Kemudian tahun 1975 ditinjau kembali oleh team pengumpul data-data kepurbakalaan ini. Perlu kiranya diketahui bahwa prasasti ini belum pernah diterbitkan. Isi prasasti: Prasasti Palas Pasemah berukuran : Tinggi = 64 Cm Lebar = 75 Cm Tebal maks. = 20 Cm terdiri atas 13 baris. Ujung dari pada baris ke 1 - 3 hilang, batunya patah dan pecahannya tidak (belum) diketemukan. Beberapa bagian telah aus. Hurufnya adalah huruf Pallawa yang telah berkembang secara khusus di Nusantara ini, terutama di Jawa, sehingga banyak disebut huruf Jawa Kuno. Berbahasa Melayu Kuno. Antara lain berisi ancaman atau kutukan kepada siapa yang melanggar perintah/kekuasaan Sriwijaya. Menilik isinya banyak sekali persamaannya dengan prasasti Kota Kapur (Bangka), maka besar kemungkinan berasal dari abad yang sama, yakni abad ke V I I Masehi.
14
I s l a m . "Lawangkuri" di Gedungwani, - Kabupaten Metro: Kecamatan: Pugungraharjo. Lawangkuri ini berupa sebuah pintu gerbang dari kayu yang berukir. Menurut pemiliknya dikatakan bahwa pintu gerbang tersebut berasal dari kraton Banten. Lokasi temuan persis dipinggir jalan sebelah kiri dari jalan yang menghubungkan Metro - Pugungraharjo. Ukuran lawangkuri: Panjang : 210 Cm. Tinggi : 252 Cm. Ukuran daun pintu: Lebar Tinggi
: 51 Cm. : 175 Cm.
Daun pintu ini berhiaskan pahatan yang menggambarkan daun-daun yang telah di stilir dengan halus. Berdasarkan atas tipe dari lukisan-lukisannya maka jelas bahwa lawangkuri ini mempunyai persamaan dengan tipe-tipe Cirebon atau Banten. Nisan di Kampung Muara Batang, Kecamatan Kalianda. Satu-satunya peninggalan dari masa Islam yang berhasil ditemukan adalah sebuah nisan yang terletak di Kampung Muara Batang, Kecamatan Kalianda. Nisan ini ditemukan pada sebuah semak-semak yang cukup lebat, di atas sebuah gundukan tanah yang kurang lebih berukuran 2 x 3 x 1 meter. Adapun ukuran nisan tersebut : - tinggi : 50 Cm - Lebar : 20 Cm. - T e b a l : 12 Cm. Pada bagian puncaknya terdapat tiga teras (tingkat). Sedang pada bagian depan dan belakang terdapat tulisan Arab. Dari tipe (bentuk) nisannya maka dapat diketahui bahwa nisan ini mempunyai pengaruh dari bentuk nisan yang banyak terdapat di daerah Aceh. Sayang bahwa orientasi di sekitar temuan nisan ini tidak menghasilkan temuan-temuan yang lain sehingga susah untuk mentrasir latar belakang temuan nisan tersebut. Temuan-temuan
yang
lain:
Temuan yang lain berupa pecahan-pecahan keramik yang terdiri dari porselin maupun stoneware. Temuan ini banyak sekali didapatkan bertebaran di permukaan tanah di bagian dalam perbentengan Pugungraharjo bagian barat. Pecahan-pecahan keramik ada yang berhias dan ada juga yang polos. Jenis yang terakhir ini biasanya terdiri dari pecahan-pecahan berwarna coklat, coklat kekuning-kuningan, dan putih. Sedang jenis pecahan keramik yang berhias biasanya terdiri dari warna dasar polos putih dengan hiasan daun-daunan, binatang dan lain-lain yang berwarna biru atau hijau. Dari jenis pecahan-pecahan porselin tadi dapat diketahui bahwa keramik-keramik tadi merupakan pecahan piring-piring besar, mangkuk, vas, guci dan lain-lain. Temuan-temuan keramik ini juga berhasil dikumpulkan di daerah Sukarame, Kelurahan Bawang. Jenis dari temuan porselin kedua daerah ini mempunyai persamaan. Melihat dari tipe-tipe hiasan maupun warnanya maka dapat diketahui bahwa keramik-keramik ini berasal dari masa-masa Dinasti Ming abad 15 - 16 dan Sung yang lebih awal lagi. Temuan keramik di sini masih sangat sulit diketahui bagaimana hubungannya dengan temuan-temuan yang lain baik yang berasal dari masa tradisi megalitik berkembang yang berupa bangunan berundak dan kompleks batu mayat maupun peninggalan dari masa klasik yang berupa temuan arca perwujudan yang didapatkan pada bagian atas dari bangunan berundak 15
paling timur. Tetapi dari temuan-temuan ini dapat di ketahui bahwa daerah Pugungraharjo merupakan daerah yang penting baik dari masa prasejarah, klasik sampai abad-abad ke 15 - 16. IV.
PERMASALAHAN DAN KESIMPULAN
Penelitian kepurbakalaan yang telah dilakukan dalam rangka pengumpulan data-data Masterplan didaerah Lampung, telah memberikan bukti yang cukup kuat untuk menarik kesimpulan langkah-langkah apa yang akan ditrapkan pada situs-situs yang terdapat di daerah ini, sesuai dengan tujuan pengumpulan data Masterplan itu sendiri. Potensi daerah Lampung di dalam bidang kepurbakalaan ternyata sangat besar, terutama dengan adanya temuan-temuan baru di dalam penelitian yang dilakukan mulai tanggal 13 sampai dengan tan tanggal 27 Oktober 1975. Di daerah Lampung banyak sekali temuan, baik yang berupa temuan lepas seperti: patung megalitik didaerah Pulau Pinang, Liwa, "batu kepampang" dikampung Kenali, batu tegak di Kampung Kejadian, dan lainlain. Disamping itu ditemukan juga peninggalan purbakala yang sangat penting seperti situs prasejarah di desa Walur, Kecamatan Pugung Tampak dan peninggalan purbakala di desa Pugungraharjo, Kecamatan Pugung raharjo. Terhadap peninggalan purbakala yang merupakan temuan-temuan lepas, rupanya sangat sulit untuk menentukan penelitian lebih lanjut, apakah situs dimana benda tersebut ditemukan akan digali, atau akan dibangun site Museum dan lain-lain. Temuan lepas tidak dapat dipakai sebagai patokan tanpa adanya dukungan dari temuan-temuan yang lain yang merupakan satu konteks. Dari sekian banyak temuan, maka situs di desa Walur dan Pugungraharjo inilah yang merupakan temuan unik, dan menarik. Lebih dari itu maka diharapkan bahwa kedua situs ini akan menambah data untuk kelengkapan penelitian kepurbakalaan di Indonesia, bahkan menambah pemikiran baru atau pandangan tentang kepurbakalaan di Indonesia khususnya prasejarah. Untuk lebih jelasnya maka perlu dikemukakan di sini satu persatu tentang kedua situs tersebut di atas. a) .
Pugungraharjo : Berdasarkan atas temuan yang berhasil dicapai oleh team pengumpul data Masterplan di daerah ini, maka dapat diketahui bahwa situs Pugungraharjo sangat penting artinya baik dari masyarakat Prasejarah, Klasik sampai kepada pengaruh Islam. Hal ini dapat ditandai dengan berbagai temuan yang mewakili perioda-perioda tersebut di atas. Dengan adanya temuan-temuan tersebut di atas maka untuk menambah data-data yang lebih lengkap terhadap situs ini perlu penelitian yang lebih detail dengan mengadakan ekskavasi yang sismatis dan ilmiah, berusaha memperlihatkan bangunan-bangunan yang ditutupi oleh tanah dan rerumputan untuk membuktikan apakah bangunan itu merupakan teras berundak dari masa prasejarah atau bangunan dari masa-masa berkembanngya pengaruh Hindu di Indonesia. Perlu juga kiranya, untuk mengadakan ekskavasi terhadap "batu kandang" untuk mengetahui lebih jelas apakah peninggalan tersebut merupakan kuburan ataukah hanya merupakan tempat pemujaan saja.
b) .
Temuan tempayan-tempayan besar ini mengingatkan kepada kuburan tempayan di Melolo, Anyer Lor dan juga di Gilimanuk. Permasalahan yang timbul dari situs ini adalah, pencarian datadata yang lebih komplit. Dapat diharapkan bahwa situs Pugung Tampak ini dapat memberikan sumbangan dan menambah data-data dalam penelaahan tentang kuburan tempayan di Indonesia yang masih sangat terbatas jumlahnya. Kiranya tidak ada jalan lain yang dapat diusulkan terkecuali mengadakan ekskavasi, sebagai langkah-langkah lebih lanjut untuk penelitian situs ini. Tentang beratus-ratus tanah gumuk yang ditemukan sepanjang jalan Kalianda - Palas masih perlu diteliti lebih mendalam lagi, mengingat adanya informasi dari penduduk Palas Pasemah dimana pernah menemukan tengkorak manusia di dalam salah satu gumuk di sana Sedang penelitian gumuk pada waktu pengumpulan data Master Plan belum dapat memastikan apakah sebenarnya gumuk-gumuk di Kalianda itu. Temuan yang menarik dari periode prasejarah adalah temuan berupa bangunan dari peninggalan masa-masa berkembangnya tradisi megalitik di Indonesia. Temuan ini berupa bangunan "sakral" sebagai tempat pemujaan dan pengagungan arwah nenek moyang yang telah meninggal. Pada kompleks ini ditemukan menhir-menhir yang disusun melingkar. Tepat pada garis lingkar sebelah barat terdapat batu altar yang berbentuk persegi empat dengan permukaan batunya sangat rata dan datar. Menhir-menhir yang membentuk lingkaran ini, terletak di bagian barat sebelah dalam dari bangunan yang berbentuk segi empat panjang, yang dibentuk oleh batubatu monolit yang besar-besar yang mengingatkan "batu kandang" di Matesih, Surakarta. Di tengah-tengah batu kandang terdapat batu bulat panjang, dimana pada kedua ujung batunya masing-masing dipahatkan bentuk sepeti phallus. Rupanya batu bulat panjang ini memang disengaja diletakkan begitu saja dengan arah utara - selatan. Di sebelah timur kira-kira 15 meter ditemukan bangunan yang disusun dengan batu-batu kali sulit untuk ditrasir apakah bangunan tersebut merupakan teras berundak dari masa tradisi megalitik. Di sebelah tenggara dari bangunan ini kira-kira 75 meter ditemukan juga batu-batu besar yang disusun secara melingkar (stone enclosurej dimana ditemukan batu bergores. Temuan dari periode Klasik berupa sebuah patung yang menggambarkan seorang "dewa" yang duduk di atas padma dimana masih sulit untuk mengetahui dewa siapa yang digambarkan dalam bentuk patung tersebut. Menurut keterangan penduduk patung ini ditemukan diatas bangunan berteras paling timur. Selain itu ditengah-tengah kompleks ini terdapat bangunan yang telah tertutup oleh tanah dan rerumputan yang menurut dugaan sementara bangunan tersebut berupa bangunan berteras 3. Pada masing-masing sisinya terdapat jalan masuk (periksa diskripsi temuan). Semua kompleks peninggalan ini terletak pada bagian dalam dari perbentengan yang kurang lebih seluas 300 meter persegi. Peninggalan dari masa-masa setelah masuknya Islam di Indonesia ditunjukkan oleh berbagai macam pecahan keramik China yang rata-rata berasal dari Dinasti Ming abad 1 5 - 1 6 dan Sung dari abad yang lebih awal.
Desa Walur, Pugung Tampak. Daerah Walur merupakan daerah pantai yang landai dengan sawah-sawah yang subur. Disela-sela sawah inilah terdapat banyak sekali bukit-bukit kecil yang rata-rata tingginya 7 - 9 meter diatas permukaan air laut. Pada bukit-bukit kecil inilah biasa ditemukan peninggalan purbakala yang berupa, tempayan-tempayan dan berbagai macam kapak batu (kapak persegi). Ekskavasi yang telah dilakukan secara cepat di salah satu lereng bukit menemukan berbagai macam pecahan gerabah yang dapat ditrasir merupakan pecahan-pecahan tempayan yang berukuran besar. Di dalam ekskavasi yang dilakukan dengan ukuran 150 x 150 Cm ditemukan 4 buah tempayan yang saling berdekatan, juga ditemukan batu giling dan sebuah flake kecil.
16
17
V.
LAMPIRAN-LAMPIRAN Daftar foto : 1. Bukit kecil yang digunakan sebagai benteng : situs Pugungraharjo, kabupaten Metro. 2. Kompleks megalitik Pugungraharjo. 3. Batu altar dan menhir dari kompleks megalitik Pugungraharjo. 4. Arca megalitik dari Balikbukit, kabupaten Lampung - Utara. 5. Sebuah gundukan tanah di daerah Kalianda yang telah digali oleh penduduk : tampak lubang-lubang rayap. 6. Kompleks batu-batu besar di daerah Kalianda. 7. Beliung dan belincung dari Pugungtampak, kecamatan Krui. 8. Batu tegak yang digunakan sebagai nisan, di Kampung Batang, Kec. Kalianda. 9. Pen-dokumentasi-an prasasti Palas Pasemah dengan diikuti oleh penduduk setempat. 10. Batu prasasti Palas Pasemah. 11. Arca Klasik : Pugungraharjo (tampak depan). 12. Arca Klasik : Pugungraharjo (tampak samping). 13. Batu nisan dari Kampung Batang, Kec. Kalianda.
18
B.
Peta-peta
LOKASI PENINGGALAN PURBAKALA DI PUGUNGRAHARJO DAN KALI ANDA LAMPUNG
Labuan
Mananggai
KETERANGAN •
20
Peninggalan P u r b a k a l a
21
C.
Gambar-gambar
KOMPLEX
..BATU
MAYAT " I M E G A L I T I K ) 01
Os.PUGUNGRAHARJO. K e c . P U G U N G R A H A R J O K A B . METRO.
LAMPUNG
ARCA
MEGALITIK
LIWA
Skala 1:6
2 M
O k=
U
Tampak
Gmb.1.
depan
Tampak beta kang
D.
Foto-foto.
Batu altar dan menhir dari kompleks megalitik Pugungraharjo.
4.
Arca megalitik dari Balikbukit, kabupaten Lampung - Utara.
5. Sebuah gundukan tanah di daerah Kalianda yang telah digali oleh penduduk : tampak lubang-lubang rayap.
7. Beliung dan belincung dari Pugungtampak, kecamatan Krui.
8. Batu tegak yang digunakan sebagai nisan, di Kampung Batang, Kec. Kalianda. 27
28
SURVEI DI DAERAH SUMATERA SELATAN
Penyusun Laporan : D. Surjanto Suroso Subuh
DAFTAR ISI
I. Halaman
L
PENDAHULUAN
33
URAIAN PERJALANAN
36
m.
DISKRIPSI TEMUAN
40
IV.
PERMASALAHAN DAN KESIMPULAN
46
LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Daftar foto B. Peta C. Gambar D. Foto
49
II.
V.
PENDAHULUAN
Berdasarkan surat dari pimpinan Proyek Pembinaan Kepurbakalaan dan Peninggalan Nasional tanggal 6 Nopember 1975 nomor 742/B/PK/75, tentang data-data kepurbakalaan (Pengumpulan Data Masterplan) maka pada tanggal 10 s/d 22 Nopember 1975 telah diadakan suatu survai kepurbakalaan di daerah Sumatra Selatan. Adapun daerah-daerah yang akan disurvai meliputi daerah Kabupaten Lematang Ilir Ogan Tengah, Daerah Kabupaten Lahat dan daerah Kota Madya Palembang. Survai tersebut dilaksanakan oleh suatu Team Pengumpul Data Master Plan dengan dibantu oleh petugaspetugas dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Sumatra Selatan dan petugaspetugas dari Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten L I O T . Team tersebut terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
D. Surjanto (sebagai pimpinan team, L.P.P.N — Cab. L Prambanan). Suroso dari Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional (Pus. P 3 N) Subuh (Pus. P 3 N) Abdul Wahab (Dari Kantor Wilayah Departemen P & K Propinsi Sumatra Selatan) Ibrahim Lakoni (Kantor Wilayah Departemen P & K Propinsi Sumatra Selatan) M. Nawawi (Kantor Wilayah Departemen P & K Propinsi Sumatra Selatan) A . K . Haryadi (Dept. Pendidikan dan Kebudayaan L I O T ) K . A . Munniyer Alba (Dept. Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten L I O T ) .
Selain itu di daerah kecamatan Pagaralam, Kabupaten Lahat team dibantu dan diikuti oleh karyawankaryawan yang tinggal di daerah tersebut dengan sukarela. Sukarelawan-sukarelawan itu antara lain, Ahmad Umar (Kepala S.M.A. Negeri Pagaralam), M. Jassin (dari Dinas Pertanian setempat), Sutan Akbar (Guru S.M.A Negeri Pagaralam), Matossin (Penilik Sekolah Dasar Pagaralam). Pengumpulan data Masterplan di daerah ini berlangsung dalam waktu yang sangat singkat sehingga penelitian harus dilakukan secara cepat untuk mencapai obyek penelitian seluruhnya. Pada umumnya obyek kepurbakalaan yang sempat dikunjungi adalah daerah-daerah yang terletak di sekitar jalan yang dapat dilalui dengan mobil. Karena jauhnya jarak dari tempat yang satu ketempat yang lain, maka hampir sebagian besar waktu survai habis di perjalanan. Untuk menuju tempat satu ketempat yang lain dipergunakan bus, truk, opelet, motor air dan lain-lain. Kecuali di daerah Kecamatan Talang Ubi team mendapat bantuan kendaraan dari P.T. Stanvac Indonesia, atas rekomendasi dari Bupati Kepala Daerah Kabupaten L I O T . (Lematang Ilir Ogan Tengah). Lokasi Daerah yang dikunjungi meliputi 2 (dua) daerah kabupaten dan 1 (satu) daerah Kotamadya. Adapun daerah-daerah tersebut adalah: 1. Daerah Kabupaten Lematang Ilir Ogan Tengah: Disini kami sempat mengunjungi 2 tempat kepurbakalaan yaitu: a. Dusun Padangbindu, Kelurahan (marga) Benakat, Kecamatan Gunung Megang, yang diberitakan terdapat arca lembu (nandi). (lihat Peta 1, 2 dan 3). b. Dusun Tanah Abang, Kelurahan (marga) I V Petulai Curug, Kecamatan Talang Ubi. (lihat Peta 1). 32
33
2. Daerah Kabupaten Lahat; Beberapa daerah kepurbakalaan yang sempat dikunjungi di daerah ini antara lain: a. Dusun Pagaralam, Kelurahan (marga) lingkungan V I Kecamatan Pagaralam. D i kampung ini terdapat beberapa peninggalan dari masa berkembangnya tradisi megalitik. Hampir semua temuan tersebut sudah tidak pada tempat aslinya. b. Desa Tanjung Arau, Kelurahan Tanjung Arau, Kecamatan Pagaralam. Di sebuah persawahan yang sedang dikerjakan untuk penanaman padi, team melihat sebuah arca tokoh manusia dalam keadaan dililit oleh seekor ular. Jelas bahwa arca ini juga merupakan peninggalan megalitik. Disamping itu disekitar arca ditemukan batu-batu besar. Di dalam desa ditemukan sebuah peninggalan yang oleh penduduk disebut dengan "kamar batu" yang sebenarnya merupakan peti-batu (stone cist). Menurut keterangan penduduk setempat diperkirakan ada 2 peti batu, diantaranya pernah diselidiki oleh Van der Hoop dan salah satu tutup peti-batunya sekarang disimpan di Museum Pusat Jakarta. c. Desa Gunung Megang, Kelurahan Gunung Megang, Kecamatan Pagaralam, dimana ditemukan "arca gajah", beberapa batu dakon dan batu-batu besar lainnya. d. Desa Tegurwangi, Kecamatan Pagaralam dimana ditemukan arca kepala (arca menhir). Satu diantaranya jatuh terperosok di sungai dan beberapa kubur batu yang sebagian besar telah tergali oleh penduduk setempat. Keadaan geografis tempat-tempat yang telah dikunjungi pada umumnya berupa dataran tinggi yang subur. Tumbuh-tumbuhan daerah ini berupa tanaman-tanaman kopi, teh, padi, jagung, turi dan lain sebagainya. Di sana-sini masih terdapat juga semak-semak yang lebat. Daerah kecamatan Pagaralam ini biasa disebut dengan dataran tinggi Pasemah. Di sebelah barat dataran ini terdapat gunung Dempo dan sebelah timur membujur/menyambung ke arah utara terletak Bukit Barisan yang merupakan tulang punggung dari daerah Sumatra ini..
2.
3.
4. 5.
6.
3. Daerah Kota Madya Palembang: Tempat-tempat kepurbakalaan yang sempat dikunjungi di daerah Kota Madya Palembang ini antara lain: a. Museum Palembang (Rumah Bahari). Di museum ini terdapat peninggalan-peninggalan purbakala yang berasal dari dataran tinggi Pasemah dan lain-lain. b. Bukit Siguntang, terletak di Kampung Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I , Kota Madya Palembang. c. Sabukingking (Telaga Batu), suatu tempat yang berbentuk pulau kecil di sebuah telaga. Disini pernah ditemukan sebuah inskripsi yang berangka tahun 686 Masehi. Tempat ini sekarang dianggap keramat oleh penduduk setempat. d. Gedeng Suro, Dusun I I Ilir, Kecamatan Ilir Timur, Kota Madya Palembang. Di tempat ini terdapat kepurbakalaan yang berupa bekas-bekas bangunan candi serta makam-makam Islam Kuno. e. Candi Angsoka, terletak kira-kira 300 meter ke arah selatan dari Gedeng Suro. Bekas peninggalannya berupa fondasi sebuah candi dari batu bata dalam keadaan yang sudah rusak. Riwayat Penelitian: Kepurbakalaan di daerah Sobokingking, Candi Angsoka, telah mendapat perhatian dari para ahli terdahulu baik sebelum dan sesudah perang dunia. Penelitian telah dimulai sejak abad 19 yaitu dimulai oleh E.P. Tombrink tahun 1870, dan kemudian dilanjutkan pada awal abad ke X X sampai sekarang. Adapun sarjanasarjana yang telah mencoba untuk mengadakan penelahan dengan berbagai penelitian baik survai maupun penggalian antara lain: 1. E.P. Tombrink : 34
7.
Sarjana ini mulai penelitiannya dalam tahun 1870 di daerah Sumatra Selatan yaitu di Gedengsuro, Lematang Ulu (daerah Pasemah). Dalam penelitiannya tidak pernah dilakukan penggambaranpenggambarar. (denah) dan lain-lain sehingga sukar untuk mengenali nama-nama yang disebutkan. Di dalam penelitiannya E.P. Tombrink lebih cenderung mengatakan bahwa arca-arca megalitik di Pasemah sebagai bersifat Hindu. Namun demikian pendapatnya ini tetap merupakan langkah-langkah yang baik terutama telah mulai merangsang penelitian-penelitian selanjutnya. L . C . Westenenk : Sarjana ini melakukan penelitiannya pada tahun 1922. Daerah yang pernah diselidiki antara lain, Bumi Agung, Gunung Megang, Cawang dan Sukabumi. Dalam penelitiannya lebih mengutamakan peninggalan Prasejarah (megalitik) yang berupa lumpang-batu, arca batu dan kubur-kubur batu. Dr. F . D . K . Bosch : Pada tahun 1930 melakukan penelitian di daerah Sobokingking, Candi Angsoka, Bukit Siguntang, semuanya terletak di Kota Madya Palembang. Penelitiannya dititik beratkan pada periode Islam. Dalam tahun 1933 Van der Hoop telah melakukan penelitian secara mendalam tentang peninggalan purbakala yang terdapat disekitar dataran tinggi Pasemah. F.M. Schnitger dalam tahun 1936 melakukan penelitian di sekitar daerah'Palembang antara lain Gedengsuro. Tentang tempat ini dikatakan bahwa ada 6 buah percandian. Selanjutnya makam Islam yang ditemukan pada salah satu fondasi candi di Gedengsuro dikatakan merupakan makam dari periode yang tua. Hasil penelitiannya telah dilaporkan di dalam artikelnya yang diterbitkan tahun 1936 yang berjudul "Oudheidkundige Vonsten in Palembang". Dalam tahun 1954 suatu team dari Dinas Purbakala dan Peninggalan Nasional telah melakukan penelitian di daerah-daerah Sumatra Selatan dan Jambi. Daerah kepurbakalaan yang dikunjungi antara lain adalah Pagaralam (Pasemah), Jambi dan Merangin. Dalam penelitian tersebut telah pula dilakukan penelitian dengan mengadakan pemotretan dari udara terhadap garis pantai Palembang unutk mencari pusat Kerajaan Sriwijaya. Penelitian terakhir dilakukan pada tahun 1974 dilakukan oleh team gabungan antara Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional dengan The University of Pennsylvania Museum ( U . S . A . ) . Team gabungan ini telah melakukan berbagai penelitian di Sumatra Selatan antara lain kekunoan yang terdapat di Palembang dan ekskavasi gua di Ulu Tiangko, Jambi.
Pelaksanaan survai : Sebelum mulai penelitian terlebih dahulu menghubungi Kantor Pendidikan dan Kebudayaan setempat untuk membicarakan persiapan-persiapan survai yang akan dilakukan baik tentang petugas-petugasnya maupun daerah-daerah yang akan dikunjungi. Disamping itu harus ada rekomendasi dari Bupati setempat dan mohon bantuan demi terlaksananya survai tersebut. Adapun kantor-kantor yang dihubungi adalah antara lain: 1. Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Sumatra Selatan. 2. Kantor Kabupaten Lematang Ilir Ogang Tengah ( L I O T ) . 3. Kantor Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lahat, untuk membicarakan pelaksanaan survai. Pada penelitian (pengumpulan data Masterplan) ini telah dilakukan hal-hal sebagai berikut: - Diskripsi secukupnya terhadap kekunoan yang berhasil ditemukan. — Mengadakan penggambaran dan pengukuran. — Mengadakan pemotretan. - Disamping itu mencari kemungkinan-kemungkinan apa sekiranya yang dapat dilakukan pada waktu yang akan datang terhadap kekunoan tersebut. 35
H.
URAIAN PERJALANAN.
Hari Senen tanggal 10 - 11 - 1975 : Dengan menumpang pesawat Garuda F . 28., team bertolak dari lapangan terbang Kemayoran menuju Talang Betutu Palembang. Team tiba di Palembang pukul 15.45 dan langsung mencari penginapan. Pada sore itu team tidak dapat langsung mengurus surat-surat ke Kanwil Perwakilan P & K Sumatra Selatan karena Kantor sudah tutup. Sehingga sore itu team pergunakan kesempatan untuk mengenal kota Palembang, yang dalam abad-abad 5 - 7 menjadi daerah yang termasyur sebagai tempat Perguruan Tinggi Agama Budha dan sebagai pusat perdagangan di negara-negara Asia Tenggara. Dari jauh tampak perahu dan kapal besar maupun kecil yang saling bongkar dan muat barang dari hilir maupun udik, Disini kami sempat membuat foto-foto sampan nelayan yang kemungkinan dengan perahu macam inilah dahulu para prajurit Sriwijaya "menapik" dari Minanga Tamwan.
Selama team berbicara-bicara dengan bapak Pasirah Benakat, tertarik pandangan team pada sebuah batu yang diletakkan di atas meja ruang tamu. Setelah team amat-amati ternyata batu tersebut adalah fragmen batu candi yang terbuat dari bahan batu merah. Menurut keterangan batu tersebut didapatkan sewaktu bapak Pasirah mencari arca kerbau yang terdapat di sungai Benakat (anak sungai Lematang). Menurut keterangan batu-batu semacam masih banyak terdapat dan terletak di daerah "Gunung Puyang" daerah Prabumulih. Disamping benda tersebut ditunjukkan juga oleh bapak Pasirah kepada team, beberapa koleksi benda-benda porselin yang oleh masyarakat disana disebut "mokon". Benda-benda tersebut dalam keadaan masih utuh, dan menurut keterangan bapak Pasirah mokon-mokon tersebut juga didapatkan di daerah yang sama dengan penemuan di atas. Penemuan yang lain dari benda-benda tersebut adalah beberapa pecahan porselin dan juga beberapa fosil kayu-kayuan. Team di daerah Benakat sampai hari Kamis, dan pada hari berikutnya perjalanan team adalah menuju daerah Tanah Abang. Hari Jum'at tanggal 14 - 11 - 1975 :
Hari Selasa tanggal 11 - 11 - 1975 : Hari ini team pergunakan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan surat-surat, serta untuk mengurus tenaga lokal yang mengikuti dan membantu team selama mengadakan survai tersebut. Atas rencana yang telah dipertimbangkan dengan Bp. Wahab Kepala Bidang Permuseuman dan Purbakala Dep. P. dan K . Palembang maka peijalanan team yang pertama adalah ke daerah Liot. Kira-kira pukul 15.00 team meninggalkan Palembang untuk mengadakan Survai ke daerah Liot (Lematang Ulir Ogan Tengah), dimana menurut catatan dan menurut keterangan dari Bp. Wahab terdapat banyak penemuan benda-benda bersejarah. Disamping itu juga bahwa daerah Liot tersebut saat ini sedang giat diadakan exploitasi-exploitasi minyak tanah sehingga team mengkhawatirkan dalam penggalian pertambangan tersebut akan menyangkut pula terhadap peninggalan-peninggalan sejarah, sehingga memungkinkan adanya pengrusakan terhadap benda-benda purbakala, karena kurang adanya pengertian. Sayang sekali dalam perjalanan team, mengalami kesulitan kendaraan karena bannya meletus didekat daerah Prabumulih, dibarengi dengan hujan yang sangat deras sehingga kedatangan kami di Liot hampir pukul 3 malam.. Kemudian team langsung menuju penginapan "Ambah". Hari Rabu tanggal 12 - 1 1 -1975 : Pada hari ini team menuju Kantor Kabupaten Liot untuk mengurus surat-surat «in dari Bupati Liot guna mengadakan survai di daerah Lematang. Ternyata sambutan Bupati sangat menggembirakan serta beliau merasa tertarik sekali terhadap penelitian semacam ini. Hal ini terbukti pula bahwa di daerah Liot ini telah dibentuk suatu badan yang disebut B.P.3.S. (Badan Penelitian dan Pembinaan Purbakala dan Sejarah) dimana Bupati sendiri duduk sebagai penasihatnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu adanya suatu bimbingan dan pengarahan dari fihak yang berwenang agar usaha tersebut tidak menimbulkan hal-hal yang negatif. Setelah segala surat-surat tersebut selesai dan atas kemurahan hati dari Bapak Bupati, team segera mulai menuju ke daerah Gunung Megang, untuk mengadakan survai ke daerah Benakat. Perjalanan memang mengasyikkan. Dari Liot sampai Kec. Gunung Megang berkendaraan oplet yang menempuh jarak tidak kurang dari 40 K m . Dari Gunung Megang team masih harus naik motor boat dahulu untuk sampai ke daerah Benakat, kira-kira jaraknya 5 K m . Tiba di Marga Benakat dengan suka cita. Setelah melaporkan mengenai maksud kedatangan team segera kami dugak untuk menengok beberapa benda purbakala yang terdapat di daerah Benakat tersebut. Benda-benda yang terdapat di daerah Benakat tersebut kebanyakan berupa lesung-lesung batu, batu-batu besar dan juga semacam batu maesan yang cukup besar. Berhubung waktu tidak memungkinkan lagi bagi team untuk melanjutkan survai karena hari telah malam maka kami segera kembali kerumah bapak Pasirah dan bermalam di sana. 36
Pada hari Jum'at ini perjalanan team menuju daerah Tanah Abang Kec. Pendapa. Kab. Liot. Dari Benakat menuju Pendopo perjalanan cukup jauh. Disamping harus dengan motor boat, untuk menyeberang S. Lematang team juga harus berkendaraan mobil, yang dalam hal ini sangat jarang. Perlu juga kita ketahui bahwa jarak Benakat Tanah Abang kurang lebih 60 K m . Dalam perjalanan team menuju Tanah Abang sangat tertarik hati team tentang keterangan Bapak Munier Alba, salah seorang pegawai Kabin Liot yang diperintahkan oleh bapak Bupati Liot untuk mengikuti kami selama mengadakan survai. Kete terangan tersebut adalah mengenai penemuan sebuah batu prasasti yang ditulis dengan huruf "Kuluan". Oleh karena itulah maka team bersepakat untuk melihat dari dekat batu prasasti tersebut. Mengenai lokasinya batu tersebut terdapat di daerah Teluk Lubuk (kini terdapat di tempat bapak Pasirah 4 Petulai Dalam Belimbing, Teluk Lubuk, Pendopo). Ternyata apa yang dikatakan tersebut tidak sesuai dengan harapan team. Disamping batunya yang sudah tidak lagi pada bentuknya, juga batu tersebut sudah di pulas dengan kapur putih yang amat tebal dan juga ada cat-cat yang di oleskan pada batu tersebut. Disamping itu juga tulisan-tulisannya yang menurut keterangan memakai bahasa melayu kuno itu kurang dapat di pertanggung-jawabkan. Oleh karena itulah team hanya dapat membuat foto-foto saja, dan perjalanan team diteruskan menuju daerah Pendopo. Daerah Pendopo merupakan daerah konsesi dari perusahaan tambang minyak dari P.T. Stanvac (tempo dulu) yang sekarang di pindah namanya mehjadi P.T.S.I. (P.T. Stanvac Indonesia). Menurut catatan di daerah Pendopo ini terdapat 3 buah site kepurbakalaan masing-masing adalah: 1) . Mondong. 2) . Babat. 3) . Tanah Abang. Sayang sekali daerah-daerah No. 1 dan 2 tempatnya sangat jauh dan harus ditempuh dengan motor boat, maka tidak memungkinkan lagi bagi team untuk mengadakan survai ke daerah tersebut. Hal ini juga berdasarkan pertimbangan waktu yang sangat sempit, juga menurut keterangan pejabat setempat dari kedua daerah tersebut bahwa dari daerah-daerah tersebut dulu pernah ditemukan /ada keterangan-keterangan mengenai temuan-temuan yang terdapat disana. Oleh karena itu maka team hanya dapat mengadakan survai ke daerah Tanah Abang. Tanah Abang sebetulnya adalah nama dari sebuah marga, yaitu Marga Tanah Abang, Kec. Talang Ubi, Kab. Liot, Sumatra Selatan. Jarak antara Tanah Abang dan Pendopo kurang lebih 30 K m , dan dapat ditempuh dengan kendaraan motor. Hampir sebagian besar daerah di sini berupa hutan dan merupakan tanah Konsesi dari P . T . S . I . Menurut catatan di daerah Tanah Abang ini terdapat bekas-bekas bangunan candi yang terbuat dari batu 37
merah. Sedangkan bangunan tersebut terdapat pada sebuah hutan karet yang cukup lebat dan mengerikan. Dari hasil pengecekan team ternyata di daerah tersebut memang terdapat 3 buah komplek bekas bangunan dari batu bata (foto 1,2). Dari bukti-bukti adanya batu-batu yang berserakan di atas/permukaan tanah tampaklah pada team bahwa bangunan tersebut dulunya tentu merupakan bangunan yang besar. Melihat ukuran dari batu batanya jelas ukurannya menunjukkan batu-batu yang kuno (gb. 1, 2). Dari komplek candi di sini team diajak mampir ke kantor Pasirah, untuk melihat-lihat batu-batu yang telah diambil oleh bapak Pasirah Tanah Abang. Ternyata di kantor bapak Pasirah tersebut banyak sekali batu-batu merah dari berbagai jenis fragmen bangunan candi. Menurut keterangan batu-batu bata tersebut diambil dari candi Tanah Abang, untuk kenang-kenangan/ditunjukkan pada para pengunjung yang datang ke kantor Marga. Oleh karena itulah dalam kesempatan tersebut team juga sedikit memberi keterangan pada masyarakat setempat agar tidak merusak, memindah, mengambil barang-barang tersebut dari asalnya supaya kita tidak kehilangan jejak terhadap warisan-warisan nenek moyang. Berhubung hari telah pukul 18.00 maka team segera kembali ke Muara Enim melewati Prabumulih dengan menempuh jarak tidak kurang dari 125 K m . Team sampai di Muara Enim sudah pukul 22.00 dan langsung menuju penginapan untuk selanjutnya merencanakan perjalanan esok harinya. Hari Sabtu tanggal 15 - 11 - 1975 : Rencana hari ini adalah mengadakan survai ke daerah Pasemah, yang menurut catatan merupakan daerah lumbung dari peninggalan-peninggalan benda-benda prasejarah. Sebetulnya Pasemah adalah nama daerah yang oleh orang-orang di sana dulunya bernama Besemah. Dari Muara Enim menuju Pasemah harus melalui Lahat dahulu sebagai ibukota kabupatennya. Setelah menyelesaikan urusan-urusan dengan Kantor Kabin Kebudayaan Lahat team segera mencari kendaraan yang akan membawa team ke daerah Pasemah tersebut. Memang perjalanan hari itu sangat jauh; jarak Muara Enim - Pasemah (atau tepatnya Pagaralam tidak kurang dari 130 K m . ) , oleh karena itulah se bagian besar waktu team habis dalam perjalanan. Team sampai di Pagaralam sudah pukul 16.00 dan langsung menuju penginapan di Wisma Pertiwi. Dari waktu yang masih tersisa itu team sempat mengadakan survai terhadap lesung batu yang terdapat di Kantor Kec. Pagaralam (foto 4 ) . Disamping itu di sana terdapat juga arca penunggang gajah (foto 5). Sedangkan di muka kantor Puskesmas Pagaralam terdapat 2 buah batu berbentuk kepala manusia, dan di depan Kantor Koramil Pagaralam terdapat lesung batu (foto 6, 7). Menurut keterangan benda-benda tersebut dulunya tidak ada di sana dan tempat asalnya tidak ada yang mengetahui. Hari Minggu tanggal 16 - 11 - 1975 : Hari ini mulai pukul 07.00 team sudah siap untuk mulai mengadakan survai di daerah Pagaralam. Dengan mengendarai oplet yang dapat team carter hari itu team bersama-sama Bp. Jassin sebagai salah seorang yang menurut pengalamannya sudah berulangkah mengantarkan tamu baik dari dalam, maupun asing yang mengunjungi daerah-daerah tersebut. Tujuan team yang pertama adalah daerah Tanjung Arau, Marga Alun Dua, Pagaralam. Menurut keterangan di sini terdapat beberapa kamar batu arca-arca megalith. Dari hasil pengamatan team di sini terdapat 2 buah kamar batu dan juga arca megalith yang menggambarkan 2 orang dililit ular (foto 8 ) . Dari Tanjung Arau team segera menuju dusun Gunung Megang, Maiga Penantian, Kec. Pagaralam. D i daerah ini team mendapatkan beberapa arca batu dengan bentuk orang mengendarai gajah, dan juga lumpang batu serta terdapat juga arca kepala gajah yang sudah rusak. Disamping itu di daerah ini team juga mendapatkan batu dengan doretan/garis-garis yang oleh penduduk disebut tulisan "Kaluan/uluan". Sayang sekali garis-garis tersebut sudah sangat rusak dan terkikis. Dari dusun Gunung Megang perjalanan team dilanjutkan menuju daerah Tegurwangi, marga Bumi Agung, Pagaralam, Lahat. Di sini team mendapatkan 4 buah arca batu dengan bentuk orang mengendarai gajah. Salah satu diantaranya telah jatuh ke 38
tebing sungai dan dikawatirkan akan segera terjun kesungai. Disamping arca-arca tersebut di tengah sawah team mendapatkan batu-batu besar yang berdiri dan tertanam di dalam tanah. Sayang sekali benda-benda tersebut kurang mendapat perhatian sehingga keadaannya kian hari kian parah, dan kesemuanya itu belum terhitung batu-batu balok yang jatuh kesungai yang setiap saat akan tertelan oleh lumpur. Dengan perasaan haru dan penuh kesan team tinggalkan arca batu tersebut yang seolah-olah mengajak berbicara minta perlindungan. Hari Senin tanggal 17 - 11 - 1975 : Hari ini waktu team masih di Pagaralam sudah habis dan harus kembali ke Palembang, untuk persiapan survai di daerah Palembang. Team bertolak dari Pagar alam pukul 10.00 dan menuju daerah Palembang. Rupa-rupanya perjalanan hari itu merupakan perjalanan yang cukup jauh. Jarak antara Pagaralam Palembang kurang lebih 340 K m . oleh karena itulah maka hari itu sebagian waktu hanya habis di perjalanan. Team sampai di daerah Palembang pukul 15.00 dan langsung menuju penginapan untuk menitipkan barang-barang dan istirahat. Hari Selasa tanggal 18 - 1 1 - 1975 : Hari ini sementara Sdr. Soerjanto menyelesaikan surat-surat, team bersama-sama dengan Bp. Soeboeh dan 2 orang tenaga lokal dari Palembang mengadakan kunjungan ke daerah kota Palembang. Sebagai sasaran team yang pertama adalah mengadakan kunjungan ke rumah Bari. Dari sana team merencanakan untuk mengunjungi Bukit Siguntang dimana dulu turun Sang Sipurba anak Dewa yang bertemu dengan Wan Empu dan Wan Malini kemudian menurunkan raja-raja Sriwijaya, seperti yang tersebut dalam Sejarah Melayu. Rumah Bari adalah tempat dimana disimpan beberapa hasil kebudayaan nenek moyang kita, banyak hasil-hasil kebudayaan dari zaman megalitik sampai pada barang-barang kerajinan abad 19, yang tersimpan di sana. Sayang sekali perawatan barang-barang tersebut kurang dari mencukupi, sehingga banyak arca-arca yang tergeletak di halaman harus bertahan dari terik dan hujan. Di samping itu juga kekejaman alam yang selalu menyelimuti arca-arca tersebut sehingga ada diantaranya hampir terpendam dalam tanah. Menurut keterangan dari penjaga rumah Bari tersebut kira-kira 4 peti benda-benda dari museum tersebut yang dibawa ke Taman Indonesia Indah, yang hingga saat ini juga belum kembali. Sedangkan yang tertinggal tampak tergeletak menunggu nasib. Dari rumah Bari perjalanan team dilanjutkan menuju bukit Siguntang. Perjalanan ternyata tidak jauh. Dengan mengendarai oplet ke arah barat Laut dari rumah Bari kira-kira 3 km team sampai di bukit Siguntang. Keadaannya saya kira sudah jauh berbeda dengan beberapa tahun terdahulu. Kanan kiri dari kaki bukit tersebut kini sudah berupa tanah pertanian dan menjadi pekarangan penduduk. Pada puncak dari bukit Siguntang terdapat suatu komplek makam (foto 14). Sangat menarik makam dari Raja Sigentar Alam mengarah ke barat, dengan ukuran batu nisan yang sangat besar. Pada arah barat dari bukit Siguntang tampak suatu ngarai yang indah dan daerah sana dulunya pernah di temukan prasasti "Batu naga". Baru kira-kira 1 jam team melihat-lihat lingkungan bukit Siguntang mendadak mendung yang tebal tampak berarak. Team cepat-cepat turun dan beberapa saat kemudian turun hujan yang lebat, sehingga terpaksa team tidak dapat melanjutkan survai hari itu. Hari Rabu tanggal 19 - 11 - 1975 : Pada hari itu team mengadakan kegiatan-kegiatan menyelesaikan laporan-laporan dan catatan-catatan, sementara Sdr. Soerjanto mengadakan kuiyungan kekantor Baperda, untuk mengadakan wawancara dan informasi mengenai kepurbakalaan yang terdapat di daerah Palembang dan sekitarnya. 39
Hari Kamis tanggal 20 - 11 - 1975 : Pada hari itu team merencanakan mengunjungi daerah-daerah Sabukingking, Gedeng Suro, dan Angsoka. Daerah-daerah tersebut letaknya tidak jauh dari pusat kota Palembang, hanya beberapa K m saja. Daerah yang pertama team kunjungi adalah daerah Sabukingking. Obyek kepurbakalaan yang terdapat di daerah ini adalah sebuah makam kuno yang oleh masyarakat dan penjaga makam disebut makam dari Kanjeng Sinuhun (foto 15, 16). Disamping makam dari Kanjeng Sinuhun tersebut di sampingnya masih terdapat makam lagi yang mana menurut keterangan dari juru kuncinya adalah makam dari para isteri, putera dan pelayannya. Sangat menarik sekali makam tersebut terletak pada sebidang tanah yang seolah-olah mengapung pada sebuah danau. Menurut keterangan, memang daerah Sabukingking tersebut dulunya merupakan gumpalan tanah yang di masukkan dalam sebuah jambangan/pengaron. Dari Sabukingking perjalanan team menuju daerah Geding Suro Letak komplek daerah ini tidak seberapa jauh dari Sabukingking hanya kira-kira 300 m dari Sabukingking ke arah selatan. Bangunan yang terdapat di daerah ini adalah komplek dari Pemakaman Kiyai Agung Gedeng Suro (foto 17, 18, 19). Menurut keterangan sementara sarjana di sini dulu terdapat tidak kurang dari 6 buah bangunan candi. Keadaan sekarang daerah ini sudah sangat rusak, dan yang tampak hanya tinggal puing-puing batu yang berserakan. Mengenai bangunan makam keadaannya kini juga sudah rusak, hanya tinggal bagian fondasi bangunan yang agak kelihatan masih utuh. Melihat gayanya bangunan ini menunjukkan dari abad-abad yang tua.
Hasil yang lain yang dapat dikemukakan dari dusun Padangbindu ini adalah mengadakan pengukuran dan pemotretan terhadap keramik Cina yang oleh penduduk setempat disebut dengan "mokon". Keramik-keramik tersebut sekarang menjadi koleksi dari Pasirah Marga Benakat. Menurut keterangan pesirah tersebut ditemukan dari dalam tanah di pinggir sungai Benakat. Seluruhnya berjumlah 7 buah, masing-masing berukuran, tinggi berkisar antara 8 sampai 16 Cm, garis tengah bagian atas 8 sampai 16 Cm, garis tengah bagian bawah 10 sampai 1 1 Cm. Semua porselin ini berbentuk tempat bunga, berwarna hijau tua, bahkan "stone ware", berhias dengan motif daun dan burung dan dalam bentuk relief. 2.
Di daerah ini terdapat tiga buah bekas bangunan candi yang masing-masing dibuat dengan bahan batu merah (foto 1, 2). Ketiga bekas bangunan candi ini terletak dalam sebuah kebun kopi milik penduduk setempat. Adapun jenis tanahnya merupakan tanah liat hitam, dengan tingkatan erosi lemah. Daerah ini sudah pernah disurvai dalam tahun 1973 dan 1974. Ketiga gundukan tanah bekas candi-candi ini masing-masing terletak pada jarak 200 meter dan masing-masing gundukan dengan ukuran 30 x 30 meter (foto 3). Sebagian batu-batu merah yang berornamen disimpan di kantor Kelurahan (marga) I V Patulai Curug, dan berasal dari salah satu dari ketiga gundukan tersebut, (gb. 2 ) . Ukuran fragmen yang berhasil ditemukan di kantor kelurahan itu antara lain sebagai berikut : 1. Sebuah batu bata utuh dengan ukuran: 30 x 1 8 x 8 Cm. 2. Dua buah antefik, masing-masing berukuran tinggi 20 C m ; penjang 18 Cm dan tebal 12 Cm. 3. Sebuah fragmen kala, ukuran panjang 40 Cm, lebar 40 Cm (berbentuk persegi dengan sisi-sisinya sama) tinggi 26 Cm. 4. Batu bata berlubang, bentuk bulat dengan ukuran tinggi 10 Cm. dan garis tengah bulatan 24 C m .
Dari Gedeng Sora perjalanan team dilanjutkan menuju Candi Angsoka. Team di Candi Angsoka tidak mendapatkan sesuatupun yang tampak karena keadaannya sekarang tinggal daerah rawa yang ditumbuhi pohon talas yang lebat. Disamping arah utara terdapat banyak sekali pecahan porselin dengan bermacam glasir. Mungkin sekali daerah ini dulu menjadi tempat yang ramai.
Menurut keterangan dari Pasirah setempat, dari salah satu gundukan ini pula pernah ditemukan dua buah arca yang katanya telah disimpan di Museum Pusat Jakarta.
ffl. HASIL - HASIL S U R V A I : 1.
Padangbindu, Kelurahan Benakat, Kecamatan Gunung Megang. Menurut informasi dari Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten di sini terdapat arca lembu. Tetapi setelah team sampai di tempat temuan ternyata apa yang dikatakan arca lembu itu terendam dalam air sedalam lebih kurang 3 meter dan berada di tengah-tengah sungai Benakat (cabang sungai Lematang), sehingga team tidak dapat melihatnya. Dipermukaan tanah di sekitar tempat tersebut tidak ditemukan peninggalan-peninggalan lain baik yang berupa fragmen-fragmen batu merah atau terakota lainnya, (gb. 1). Dengan demikian team berkeyakinan bahwa apa yang dikatakan arca lembu itu adalah batu padas yang keras yang kena erosi sehingga membentuk tonjolan-tonjolan, yang kemudian dianggap oleh pesirah marga Benakat sebagai arca lembu. Sebab orang yang pernah menyelam untuk membuktikan akan adanya arca lembu ini, hanya dapat meraba-raba dengan mata tertutup dalam waktu yang singkat sekali. Dengan demikian keterangan adanya arca lembu disungai Benakat ini perlu pembuktian lebih lanjut. Selanjutnya di dusun Padangbindu team dapat melihat beberapa batu yang semula diperkirakan merupakan peninggalan megalit, tetapi setelah diamati dengan saksama rupanya lebih tepat dikatakan sebagai batu alam biasa. Sebuah diantara batu-batu tersebut di atas ada yang menyerupai lumpang, batu dengan permukaan yang sangat kasar dan memberi kesan dibuat dengan mempergunakan alat-alat seperti jaman sekarang misalnya tatah atau "petel". Batu-batu yang lain berupa balok-balok batu yang kemungkinan merupakan bekas nisan dari penguburan Islam.
40
Dusun Tanah Abang, Kelurahan (marga) I V Patulai Curuk, Kecamatan Talang Ubi di Pendopo, Kabupaten (Liot).
3.
Dusun Pagaralam, Kecamatan Pagaralam, Kabupaten Lahat: Kecamatan Pagaralam adalah merupakan tempat dimana terletak dataran tinggi Pasemah. Dataran tinggi ini merupakan tempat yang tidak asing lagi dalam dunia penelitian arkeologi, karena di daerah ini terdapat kompleks peninggalan prasejarah dari masa berkembangnya tradisi megalitik di Indonesia. Kepurbakalaan di dusun Pagaralam ini dapat diperinci sebagai berikut : a. Arca gajah: Arca ini sekarang berada di halaman kantor Kecamatan Pagaralam, sebagai hiasan halaman (foto 5). Bahan dari batu yang berwarna kekuning-kuningan dengan ukuran panjang 79 Cm, lebar 74 Cm dan tinggi 29 Cm. b. Lumpang batu: terletak di halaman Kantor Kecamatan Pagaralam (foto 4 ) . Bahan terbuat dari batu hitam, sebagian masih terpendam dalam tanah dengan posisi sedikit miring. Lumpang batu ini berukuran: - panjang : 120 Cm. - lebar : 62 Cm. - tinggi : 63 Cm. - garis tengah lubang : 14 Cm. - dalam lubang : 13 C m . c. "Perahu batu": peninggalan ini sekarang terdapat di depan kantor Koramil Pagaralam (foto 7). Benda 41
tersebut sekarang sudah tidak pada tempatnya lagi dan diletakkan di atas fondasi yang dibuat dari semen. Bahan terbuat dari batu hitam, pada kedua ujungnya terdapat tonjolan yang kemungkinan merupakan pegangan. Ukurannya : — panjang 150 Cm. — lebar : 74 C m . — tinggi : 20 Cm. — panjang lubang : 96 Cm. — lebar lubang : 25 Cm — dalam lubang 4.
Dusun Gunung Megang, Kelurahan Penantian, Kecamatan Jarai, Kabupaten Lahat. Daerah ini luasnya kurang lebih lima hektar, dengan jenis tanah hitam kelabu. Di daerah yang luas ini terdapat kelompok batu besar yang berjauhan antara yang satu dengan lainnya. Seperti halnya dengan Tanjung Arau maka desa Gunung Megang sebagian besar telah diselidiki pada waktu yang lampau. Salah satu kompleks yang sempat diteliti adalah terletak di sebuah tegalan milik penduduk. Di sini terdapat arca penunggang gajah, beberapa batu dakon dan lesung batu. Keadaan situs ini adalah berbentuk tegalan yang ditanami singkong, disebelah utara dan timur terdapat kebun kopi yang lebat, di sebelah selatan terdapat kebun jambu, dan di sebelah barat terletak bukit bambu yang sudah mati dan tinggal tonggak-tonggaknya. Peninggalan purbakala yang terdapat di daerah ini dapat diperinci sebagai berikut:
: 13 Cm.
Arca kepala : Arca ini terdapat di depan kantor Pusat Kesehatan Masyarakat Pagaralam. Di sini terdapat dua buah berpasangan masing-masing menghadap ke arah jalan dan sebagian leher tertanam di dalam tanah. Bahan dibuat dari batu hitam dengan ukuran masing-masing : Arca a) - panjang : 72 Cm. — lebar muka : 38 Cm. — tinggi muka : 42 Cm. (foto 6) Arca
5.
a) .
Arca penunggang gajah : Bahan dari batu hitam, dengan ukuran panjang: 165 Cm, lebar 160 C m , dan tinggi: 95 C m . Di belakang arca ini terdapat batu yang sangat besar dengan permukaan rata.
b) .
Batu dakon : (foto 10) Dalam kompleks ini terdapat dua buah batu dakon, yang satu ditemukan di tegai singkong milik penduduk dan yang kedua terletak di lereng bukit bambu sebelah timur dan batu dakon ini merupakan temuan baru dalam arti belum pernah diketahui sebelumnya. Ukuran batu dakon tersebut adalah :
b) - panjang muka : 72 Cm. — lebar muka : 42 Cm. — tinggi muka : 42 Cm.
Dusun Tanjung Arau, Kelurahan (marga) Alun I I , Kecamatan Pagaralam, Kabupaten Lahat: Daerah Tanjung Arau luasnya-sekitar 2,5 hektar, dengan jenis tanah hitam kemerah-merahan dan mempunyai tingkatan erosi lemah, merupakan daerah kepurbakalaan yang menarik perhatian para sarjana sejak masa-masa sebelum dan sesudah perang dunia ke I I . Tanjung Arau merupakan kompleks peninggalan dari masa tradisi megalit. Adapun peninggalan yang masih tampak dipermukaan tanah dan berhasil ditemukan oleh team adalah : a) . Arca dua ofang dililit ular. Terletak di sebuah persawahan yang sedang dikerjakan untuk tanaman padi. Bahan dibuat dari batu hitam dan berukuran: tinggi: 125 Cm,, panjang: 100 Cm., lebar: 80 Cm..Di sekitar arca ini terdapat kelompok-kelompok batu yang tersebar ke arah barat (arah Gunung Dempo). Persawahan dimana terdapat arca ular ini terletak di sebelah barat dusun Tanjung Arau. b) .
— panjang — lebar - tinggi - garis tengah lubang — dalam lubang
180 C m . 105 C m . 70 C m . 15 C m . 18 Cm.
Arca ini terletak kira-kira 100 meter ke sebelah utara dari arca penunggang gajah. Bahan terbuat dari batu hitam. Ukuran panjang: 180 C m , lebar: 45 Cm., tinggi: 45 C m . d) .
Lesung batu : Ditemukan di sekitar arca penunggang gajah kurang lebih 50 meter kesebelah selatan dua buah lesung batu. Lesung batu ini panjangnya kurang dari 1 meter dan hanya berupa kepingan batu yang pada permukaannya terdapat lubang yang tidak begitu dalam. Lubang yang memanjang ini masih berbentuk sangat sederhana.
e) .
Batu dengan hiasan mata panah :
Peti - batu : Di Tanjung Arau ini sekurang-kurangnya terdapat dua buah peti batu yang masih terpendam di dalam tanah dan hanya sebagian yang muncul dipermukaan tanah. Sebuah diantaranya sudah pernah digali oleh peneliti pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Pada salah satu petibatu ternyata terdapat hiasan dengan warna cat hitam, merah, kuning dan putih. Lukisan tersebut sekarang terdapat di ruang koleksi prasejarah di Museum Pusat Jakarta.
42
120 C m . 100 C m . 60 C m . 16 Cm. 18 C m .
Arca kepala gajah :
Batu dakon : Batu dakon ini berupa sebuah batu besar dengan bagian atas rata dan terdapat 4 buah lubang, yang masing-masing dibatasi dengan garis yang berupa tonjolan. Di sini hanya ditemukan sebatu dakon, yaitu didalam desa Tanjung Arau. Batu dakon ini terbuat dari batu hitam bulat dengan tinggi 100 Cm., dan garis tengahnya 67 Cm. Lubang yang terdapat di permukaan berukuran masing-masing sekitar 1 5 - 1 8 Cm.
c) .
c).
— panjang — lebar - tinggi — garis tengah lubang — dalam lubang
Batu ini berbentuk tidak beraturan dan terletak kira-kira 200 meter kesebelah selatan arca penunggang. Hiasan mata panah yang terdapat di sini menurut keterangan dari kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, merupakan tulisan Ulu (an) seperti yang biasanya dituliskan pada gelumpai (kepingan-kepingan bambu) yang diperkirakan merupakan huruf Melayu Kuna. 43
7.
Dusun Tegurwangi, Kelurahan Bumi Agung, Kecamatan Pagaralam, Kabupaten L a h a t : Tegurwangi yang cukup terkenal dalam dunia penelitian megalitik, mempunyai luas tanah sekitar 3 hektar dengan jenis tanah kelabu. Tingkatan erosi sangat lemah karena banyaknya semak dan belukar. Keadaan tanah disamping merupakan tegalan, ada juga yang berbentuk persawahan. Peninggalan dari tradisi megalitik yang berhasil ditemui adalah arca batu megalit yang masih sangat primitif. Semuanya berjumlah 4 buah, satu diantaranya terperosok dalam sungai dan lainnya (3 buah) masih berdiri di permukaan tanah di tepi sungai, di pinggir sawah. Ketiganya berjajar menghadap ke arah timur, kesemuanya berukuran hampir sama yaitu panjangnya berkisar 200 Cm, lebar 60 Cm, dan tinggi 40 C m . Disamping arca primitip tersebut, di Tegurwangi terdapat pula batu-batu yang merupakan bekas-bekas penguburan tradisi megalit. Batu ini sekarang telah tergali oleh penduduk dan digunakan untuk kepentingan sehari-hari (pagar suatu kolam, fondasi dan lain-lain). Oleh karena itu bukan tidak mungkin bahwa di Tegurwangi masih terdapat kubur-kubur batu yang masih utuh. Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut.
8.
Bukit Siguntang, Sirah Kampung Bukit Lama, Kodya Palembang : Daerah Bukit Siguntang ini merupakan tempat yang tidak asing lagi bagi penelitian kepurbakalaan. Areal tanahnya kira-kira berukuran 2 hektar. Adapun jenis tanahnya berwarna kekuning-kuningan dengan tingkatan erosi agak kuat karena merupakan tanah bukit. Daerah ini sekarang merupakan komplek pemakaman, yang sampai sekarang masih dianggap tempat keramat. Ditempat inilah dahulu pernah di temukan sebuah prasasti dan prasasti tersebut pada jaman Hindia Belanda dibawa ke Jakarta.
a.
Pot ini terbuat dari tanah liat (earthen ware) dengan ukuran tinggi 15 Cm., garis tengah 3 Cm dan garis tengah bagian dasar : 5 Cm. b.
Yang menarik perhatian adalah makam Raja Sigentar Alam yang mempunyai ukuran panjang: 3,80 meter dan lebar 2,10 meter. Disamping itu makam tersebut mempunyai arah-hadap timur-barat. Di komplek ini pernah ditemukan sebuah arca Budha, yang sekarang terdapat di Rumah Bahari. Didalam sejarah Raja Melayu, daerah Bukit Siguntang ini tampil kedepan sejarah sebagai tempat pemujaan rajaraja Syailendra yang ke I (Sang Sipurba), yang kawin dengan Wan Empu dan Wan Melani dan menurunkan raja-raja Palembang / Sriwijaya.
9.
Museum Rumah Bahari : Museum ini terletak di dalam Kotamadya Palembang. D i Museum tersebut disimpan berbagai macam gerabah dari jaman sejarah dan prasejarah, koleksi barang-barang perunggu, ukiran-ukiran kayu dari abad ke X V I , fragmen terakota dan beberapa arca megalit yang terletak di halaman museum. Disamping itu disimpan pula berjenis-jenis binatang yang telah dikeringkan dan beberapa alat upacara. Adapun benda yang disimpan di museum ini antara lain :
44
Tempayan : Berasal dari Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Ukuran tinggi: 13 Cm., lebar: 15 Cm., garis tengah bagian dasar: 13 Cm. garis tengah bibir: 19 Cm.
c.
Batu lumpang : Bahan batu andesit dengan ukuran panjang: 115 Cm, lebar: 95 Cm, dan tinggi: 40 C m .
d.
Makara : Bahan dari tanah bakar, dengan ukuran panjang: 85 Cm., lebar; 60 Cm dan tinggi 52 Cm.
e.
Arca Budha : Bahan dari batu andesit, berasal dari salah satu tempat yang belum diketahui.
f.
Arca penunggang gajah : (foto 11). Bahan dari batu andesit, berasal dari dataran tinggi Pasemah. Ukuran panjang: 240 Cm., lebar: 130 Cm., dan tebal: 120 Cm.
g.
Arca Budha : Arca Budha ini digambarkan dalam keadaan duduk dengan sikap Abhaya Mudra, dibuat dari batu andesit dan berasal dari Palembang. Gaya Muangthai. (?)
h. Mengenai makam-makam tersebut adalah : 1. Makam Raja Sigentar Alam. 2. Makam putri Kembang Dadar. 3. Putri Rambut Saloka. 4. Panglima Jaga Lawang. 5. Panglima Batu Raja Api. 6. Panglima Bagus Karang. 7. Panglima Bagus Kuning. 8. Panglima Tuan Junjungan.
Pot kecil :
Patung Ganesa : Patung ini dibuat dari batu andesit, berasal dari Palembang. Rupanya patung ini dalam keadaan belum jadi. Patung ini berukuran: tinggi: 150 cm , lebar 120 Cm dan tebal: 60 Cm.
i.
Arca Budha berdiri : Asal dari patung ini belum diketahui dengan jelas. Ukuran tinggi: 270 Cm., lebar: 80 Cm., dan tebal: 46 Cm. Dibuat dari batu andesit dan bergaya India Selatan (Amarawati).
j.
Arca megalit (gajah) : (foto 12). Arca ini terdapat di halaman Rumah Bari, Kodya Palembang. Menurut keterangan arca tersebut berasal dari daerah Pasemah. Arca tersebut menggambarkan orang yang naik gajah dengan memakai ikat kepala dan menyarang pedang. Pada bagian belakang dari arca gajah tampak ada kepala binatang seperti beruang dan banteng.
k.
Perahu batu (Batu layar), (foto 13). Batu ini terdapat di halaman Rumah Bari, Kodya Bandung. Batu ini menurut keterangan penduduk disebut "batu layar". Dari mana asalnya tidak diketahui dengan pasti. Tetapi menurut bentuknya dapat diperkirakan sejaman dengan yang terdapat di daerah Pagaralam.
L
Prasasti-prasasti, dan lain-lain lagi.
Gedeng Suro : (foto 17, 18, 19). Lokasi tempat kepurbakalaan terdapat di Dusun Dua Ilir, Kecamatan Ilir Timur, Palembang. Site kepurbakalaan di daerah ini meliputi luas sekitar 4 hektar. Menurut Schnitger kompleks percandian disini terdiri dari 6 candi. Pada salah satu candi terdapat makam kuna yaitu makam Raden Prabhu Brahma Putra45
K i Gedeng ing Suro yang wafat pada tahun 966. Di kompleks percandian ini telah dilakukan penelitian (ekskavasi) oleh team gabungan antara Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional dengan University of Pennsylvania Museum (U.S.A.). 11. Candi Angsoka : Terletak tidak jauh dari Pupuk Sriwijaya ( P U S R I ) . Daerah yang sudah pernah diselidiki ini mempunyai jenis tanah kekuning-kuningan dan mempunyai tingkatan erosi lemah. Yang disebut dengan Candi Angsoka sekarang hanya berupa kolam dan ditengah-tengahnya terdapat pulau kecil dengan sebuah/sepokok pohon kelapa tumbuh di tengah-tengahnya. Pulau tersebut menurut keterangan penduduk setempat, dahulu merupakan pusat bangunan candi. Namun dengan tidak ditemukannya pecahan-pecahan batu merah/batu candi dipermukaan tanah maka kurang dapat meyakinkan akan adanya candi tersebut atau kalau ada berarti sudah punah sama sekali. Disekitar kolam-kolam tersebut pada kebun singkong, terdapat pecahan-pecahan keramik asing sebagian besar dari jaman Ming (abad 14 - 15) walaupun terdapat pula keramik jaman Tang yang lebih tua. 12.
Sabukingking (Kodya Palembang) : (foto 15, 16). Tempat ini sudah pernah diselidiki dan pernah ditemukan sebuah prasasti yang penting. Merupakan sebuah rawa dengan di tengah-tengahnya terdapat pulau. Rawa tersebut berbentuk empat persegi panjang dengan sisi-sisinya sesuai dengan arah mata angin. Dalam pulau tersebut terdapat beberapa kuburan Islam, yang dikeramatkan oleh penduduk setempat adalah makam Prabhu Sinuwun. Adapun ukuran makam tersebut adalah panjang 209 Cm, lebar 41 Cm, dan tinggi 35 Cm. Keadaan makam tersebut terawat baik, pulau di tengah-tengah itu dihubungkan dengan jembatan dari kayu kecil ke daratan. Mengenai orang-orang yang dimakamkan di sini adalah : 1. Makam Ratu Sinuwun. 2. Makam Pangeran Sendang Kedoyan. 3. Makam Tuan Sayid dari Mekah. 4. Makam Cungcung mas 5. Makam Emban Ratu Sinuhun. Masing-masing nisan berukuran : 1. Panjang 209 Cm. 2. Panjang 209 Cm." 3. Panjang 244 Cm.
Lebar 41 Cm. Lebar 45 Cm. Lebar 92 Cm.
Tinggi 35 Cm. Tinggi 35 Cm. Tinggi 28 Cm.
Sedang 2 yang terakhir merupakan makam-makam dari para dayang-dayang Kanjeng Ratu Sinuhun. Tempat ini sampai saat ini sudah di keramatkan oleh penduduk dan dipergunakan sebagai tempat membuang nazar.
V.
PERMASALAHAN DAN KESIMPULAN,
a.
Umum. Dalam bab ini akan dikemukakan permasalahan-permasalahan dalam menjalankan survai yang telah dilakukan. Jadi bukan hanya masalah-masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan survai. Masalahmasalah yang pertama yang dialami adalah tentang transport. Oleh karena daerah survai relatif luas dan harus menggunakan kendaraan umum, yang juga relatif masih terbatas. Kadang-kadang untuk menuju ke daerah survai hanya ada satu route perjalanan kendaraan umum dan untuk kembali harus me-
46
nunggu hari berikutnya, sehingga survai tidak dapat berjalan efisien/lancar. Dikarenakan hal-hal tersebut di atas maka terpaksa daerah survai harus dipilih, disesuaikan dengan adanya kendaraan, dan kadangkadang daerah survai terpaksa ditinggalkan karena tidak adanya kendaraan yang menuju ke tempat tersebut. Oleh karena itu alangkah baiknya apabila dalam suatu team/rombongan survai, dilengkapi dengan sarana perhubungan (kendaraan) yang dapat digunakan untuk menuju ke tempat kepurbakalaan secara cepat. Sehingga survai dapat berjalan dengan cermat dan lancar sesuai dengan rencana/tujuan kita. Masalah yang lain adalah masih sering terlalu birokratis untuk melakukan suatu survai. Misalnya untuk menuju suatu tempat (desa) dimana terdapat kepurbakalaan. Tempat tersebut sebenarnya sudah diketahui, namun untuk datang ke tempat itu harus ketemu dulu dengan Kepala Kantor P dan K Kabuten, kemudian harus diajak menghadap Bupati/KDH untuk mendapatkan rekomendsai. Setelah itu baru boleh ke kantor Kecamatan untuk selanjutnya ke Kantor Kelurahan dan akhirnya baru dapat diantar ke desa yang dikehendaki. Sehingga mungkin untuk sampai ke suatu obyek kepurbakalaan, harus memerlukan waktu satu atau dua hari untuk sekedar dapat melakukan penelitian selama satu atau dua jam saja. Untuk mengatasi hal-hal tersebut sebaiknya,dalam suatu rombongan survai cukup hanya diberikan satu surat keterangan/surat ijin, yang dapat digunakan untuk langsung menuju ke tempat kepurbakalaan. Jadi dalam surat itu mempunyai kekuasaan terhadap berlangsungnya suatu survai. Juga dapat pergi ke Kantor suatu instansi/pejabat apabila memang (rombongan survai) memerlukan informasi-informasi yang dapat menambah data-data kepurbakalaan misalnya tentang luas tanah, iklim setempat, keadaan hidrologi, demografi dan lain-lain. Data-data seperti ini akan mudah diperoleh dari kantor/pejabat yang berhubungan dengan hal-hal tersebut dan akan berguna untuk kepurbakalaan. Khusus. (Yang berhubungan dengan kepurbakalaan). Dari keseluruhan daerah survai yang terdapat kepurbakalaan didapatkan masalah-masalah antara lain : Pertama, kepurbakalaan yang berupa bekas bangunan kuno (candi) J i desa/marga Tanah Abang, K a l . I V Petulai Curuk, Kec. Talang Ubi, Kab. Lematang Ilir Ogan Tengah adalah yang paling penting dan perlu mendapatkan penelitian lebih lanjut, dalam suatu ekskavasi. Sebab situs tersebut dapat dikatakan (baru) ditemukan dan belum pernah diadakan penelitian lebih lanjut. Disamping itu karena bahan yang digunakan untuk membuat bangunan tersebut adalah batu bata, yang sekarang mulai bermunculan di Jawa Tengah. Jadi teori lama yang mengatakan bahwa batu bata sebagai pembuat candi hanya terdapat di Jawa Timur, telah mendapatkan koreksi sebab ternyata disamping Jawa Timur juga terdapat di Jawa Tengah bahkan terdapat pula di luar Jawa, yaitu Sumatra. Kedua, kepurbakalaan yang terdapat di dataran tinggi Pasemah perlu juga mendapatkan penangananpenanganan lebih lanjut, sebab walaupun situs tersebut sudah pernah diselidiki bahkan sampai sekarang masih sering dikunjungi oleh para ahli dan melakukan penelitiannya baik dalam bidang Antropologi maupun Arkeologi. Pasemah perlu pula mendapatkan penelitian-penelitian, sebab bukan tidak mungkin ditemukan hal-hal yang baru dari daerah tersebut. Disamping itu kepurbakalaan didaerah ini perlu mendapatkan pemeliharaan secukupnya antara lain; dengan cara mengumpulkan arca-arca yang masih terlantar di hutan-hutan, ataupun mengumpulkan arca-arca yang telah dijadikan hiasan-hiasan halaman pada Kantor-kantor/rumah-rumah penduduk dalam sebuah tempat yang tertutup. Untuk itu perlu didirikan sebuah bangunan yang akan menyimpan arcaarca tersebut. Sehingga dengan mudah dapat diawasi dan pemeliharaan dapat dilakukan secara intensif. Untuk arca yang tidak mungkin diangkat/dipindahkan sebaiknya daerah tersebut diamankan misalnya dipagari dan diadakan pengawasan secukupnya. 47
Ketiga, suatu masalah yang menyangkut kepurbakalaan di daerah Kabupaten Lematang Ilir Ogan Tengah ialah; bahwa di Kabupaten tersebut sudah dirintis untuk didirikan suatu Yayasan yang akan menangani kepurbakalaan diseluruh daerah Lematang Ilir Ogan Tengah. Yayasan itu bernama Yayasan Purbakal a dan Peninggalan Nasional, dan menurut keterangan Yayasan itu telah mendapatkan persetujuan/restu dari Bupati setempat. Dalam kegiatannya Yayasan tersebut telah melakukan peninjauan-peninjauan, survai-survai, dan penggalian-penggalian terhadap kepurbakalaan diseluruh daerah Kabupaten. Hal tersebut sudah barang tentu akan merugikan purbakala itu sendiri sebagai suatu ilmu sebab survai-survai dan ekskavasi-ekskavasi tidak dilakukan menurut metode-metode yang lazim dilakukan. Dengan demikian Yayasan itu hanya mementingkan bendanya saja, dan bukan mementingkan bagaimana cara mendapatkan benda itu sehingga kehilangan data-data yang penting dalam arkeologi. Untuk itu sebaiknya perlu mendapat perhatian dari fihak yang berwenang. Keempat, akhirnya perlu ditambahkan bahwa masih ada satu masalah yang menimpa arca-arca (megalit) di halaman Museum Rumah Bahari, walaupun kelihatannya arca-arca tersebut sudah terawat/sudah terkumpul. Namun arca-arca tersebut belum mendapatkan perawatan sebagaimana mustinya, sinar terik matahari dan hujan masih menimpa arca tersebut secara terus menerus sehingga akan mempercepat proses pelapukan. Dengan demikian juga berarti membiarkan hilangnya bukti-bukti sejarah dari arca-arca megalit tersebut.
LAMPIRAN-LAMPIRAN A.
Daftar foto
1. Candi Tanah Abang I , Tanah Abang, Kecamatan Pendopo, Kab. Liot, Sumatra Selatan. 2. Candi Tanah Abang I I Marga Tanah Abang, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Liot, Sumatra Selatan. 3. Fragmen batu bata berhias daun-daunan. Terdapat di Kantor Marga Tanah Abang, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Liot, Sumatra Selatan. 4. Batu Lumpang. Terdapat: Depan Kantor Kec. Pagaralam, Kab. Lahat. 5. Arca Penunggang Gajah. Di depan kantor Kec. Pagaralam , Kab. Lahat, Sum. Sel. 6. Arca kepala. Terdapat: Depan Kantor Pus. Kes. Mas. Kec. Pagaralam, Kab. Lahat, Sumatra Selatan. Asal: Tanjung Arau. 7. Batu Layar (Lesung batu) Terdapat: Muka Kantor Koramil kec. Pagaralam, Lahat, Sumatra Selatan. 8. Arca Megalitik (2 orang dililit ular) Tanjung Arau Kec. Pagaralam, Kab. Lahat, Sum. Sel. 9. Kubur batu. Dusun Tanjung Arau Kecamatan Pagaralam, Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan. 10. Batu dakon. Terdapat: Gunung Megang, Pagaralam, Lahat, Sumatra Selatan. 11. Arca orang menunggang gajah. Terdapat di Museum Rumah Bari Kodya Palembang. 12. Perahu batu (batu layar). Terdapat: halaman Museum Rumah Bari, Kodya Palembang, Sumatra Selatan. 13. Arca megalitik (gajah). Museum Rumah Bari, Kodya Palembang. Asal Pasemah. 14. Makam raja Sigentar Alam Bukit Lama, Bukit Siguntang, Kodya Palembang. 15. Makam Sabukingking, Kodya Palembang. 16. Batu nisan dari Makam Sabukingking, Kodya Palembang. 17. Komplek dari makam K i Gedeng Suro Dusun Ilir I I , Kodya Palembang, Sumatra Selatan. 18. Batu nisan K i Gedeng Suro Dusun Ilir I I , Kodya Palembang, Sumatra Selatan. 19. Komplek makam K i Gedeng Suro Dusun Ilir I I , Kodya Palembang, Sumatra Selatan.
48
B.
Peta-peta
Kecamatan Gunung Megang Kabupaten L.I.O.T.
4±
PALEMBANGQ
t 9975 Km2 Deere k T k H Musi Banyu-Asln
Daerah T k . l t / * Musi - Rawa s t
Daerah T k l Ogan Komering I l i r
Daerah T k H Lahat
k« 8 a t u r i j e
Daerah T k II Ogan Komering Hulu
k« Pulau
Panggung
Baturaja
(Semendo)
KETERANGAN:
(A.I) (A.H) (k.Di) (A.ff) PROPINSI
BENGKULU
+ ••++ 0 i
50
Lokasi peninggalan purbakala dalam kecamatan Prabumullh Lokasi peninggalan purbakala dalam kecamatan Gunung Megang Lokasi peninggalan purbakala dalam kecamatan Gelombang Lokasi peninggalan purbakala dalam kecamatan Teleng-Ubi betet kabupaten ibukota kecamatan jalan raya jalan kerete-api
51
MARGA/KELURAHAN BENAKAT
jâlin Ic.tret4-4p¡ •
loka* ktpurbabltiM
FRAGMEN BATU-BATA BERHIAS I
DARI GUNONG PO HVANG Skala
1:3
D.
Foto foto.
1.
Candi Tanah Abang I , Tanah Abang. Kecamatan Pendopo, Kab. Liot, Sumatra Selatan.
Fragmen batu bata berhias daun-daunan. Terdapat di Kantor Marga Tanah Abang, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Liot, Sumatra Selatan.
Batu Lumpang. Terdapat: Depan Kantor Kec. Pagaralam, Kab. Lahat.
Arca Penunggang Gajah. Di depan kantor Kec. Pagaralam, Kab. Lahat, Sum. Sel.
Arca kepala. Terdapat: Depan Kantor Pus. Kes. Mas. Kec. Pagaralam, Kab. Lahat, Sumatra Selatan. Asal: Tanjung Arau.
Batu Layar (Lesung batu) Terdapat: Muka Kantor Koramil Kec. Pagaralam, Lahat, Sumatra Selatan.
10. Batu dakon. Terdapat: Gunung Megang, Pagaralam, Lahat, Sumatra Selatan.
8. Arca Megalitik (2 orang dililit ular) Tanjung Arau Kec. Pagaralam, Kab. Lahat, Sum. Sel.
9.
Kubur batu. Dusun Tanjung Arau Kecamatan Pagaralam, Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan.
11.
Arca orang menunggang gajah. Terdapat: di Museum Rumah Bari Kodya Palembang.
14.
60
Makam raja Sigentar Alam Bukit Lama, Bukit Siguntang, Kodya Palembang.
16. Batu nisan dari Makam Sabukingking, Kodya Palembang.
18. Batu nisan K i Gedeng Suro Dusun Ilir I I , Kodya Palembang, Sumatra Selatan.