JURNAL HKONOMI TAHUN XIV / A3 / Nlovemb
er
f
Z0A9
ISSN:0854-9842
Terbit tiga kali setahun pada bulan Maret, Juli dan November. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan kajian analisis-krisis di bidang Ilmu Ekonomi. Pelindung Monty P. Satiadarma Penanggungiawab Sukrisno Agoes
Ketua Koordinator penyunting Carunia Mulya Firdausy Anggota Penyunting Nur Hidayah Yusi yusianto Ida Puspitowati Nuryasman MN Penyunting Kehormatan (Mitra Bestari) Toeti Soekamto Supranto
Tiktik Sartika partomo Hisar Sirait Soegeng Wahyoedi Staf Administrasi Sukino Christina Catur Widva
Penyunting dan Tata Usaha: Sekretariat Jurnal Ekonomi, Fakultas Llpat. Ekonomi Universitas Tarumanagrg Jtyt", Kampus r Gedung B Lantai 3, Jrn. Tanjung Duren utara
No. 1 Jakarta Barat
1.1470 Telepon
(021).565550t-to-t+-ts pesawat
56555 12. email:
[email protected]
ogil
danFax. (021)
Jurnal Ekonomi diterbitkan sejak tahun 1996 oleh Fakultas Ekonomi Universitas
Tarumanagara Jakarta.
Dicetak di Percetakan Candi Mas Mehopole-Jakarta. Isi di luar tanggung jawab percetakan
ISSN: 0854 - 9842 November 2009, Tahun XIV, Nomor 03
JURNAL EKONOIWX
Halaman2?3'341
TINGKAT INFLASI, PERUBAHAN KURS DOLAR AMERIKA, PENINGKATAN IUMLAH UANG BEREDA& INDEKS PASAR DAN RETURN SAHAM SEKToR PERTANIAN lndraWidiaia aaaaarrrtJrtoaaoaaooaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaoaaaaaaaaa!araraaa
g,
INVESTASI'CARRY TRADE' DITINJAU DARI HIPOTESA'EFF/CIENT
SAMUELSoN ffi7 mff:I?;#ff;PRTcTNG',PAULA aaaaoaaaaaaa
Ja a a a a a a a o a a o a a a a a a a a a a a a a a a a a o a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a r a r a a a
a
PENGARUH STRUKTUR PASAR DANA PIHAK KE TIGA TERHADAP TINGKAT PROFITABILITAS PERUSAHAAN PADA BANK UMUM DI INDoNESIAI/\vl!l\vul\lIrl^tlL^v^unf\I\UrvILJIvll./lB
Wlt:gr.\lrTg!':$.. ...
............... r.. r... r. o.. r r r.. r. r... o... o...., r.
MODEL HUBUNGAN HARGA SAHAM DENGAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK C. Ambar Puiiharianto, Sri Isworo Ediningsih, Nilmawati a a a a a a a o a a a a a a I a o a o o a a o a a a a a a a a a a aY a
IND'NESIA
W
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaoaa
A DEBT FOR NATURAL SWAP SEBAGAI ALTERNATIF PELUNASAN UTANG LUAR NEGERI Hinsa Siahaan taaaaaaaaaoaaaaaaalaaaaaaaaoaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
MENATAP PERBEDAAN DARI BERBAGAI MAZHAB EKONOMI
SEKALIGUSMENELUSURIoRIENTASIEKoNoMISYARIAHs ?,0:yiT::.1:!y:!................ooo..............r..............r...... ANALISIS PERMINTAAN LAHAN PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI SULAWESI Veckv A.l. Masinambow aaao"ooaaaaaaaaooaaoaoaoaaaaoaaaaaaaaoaaaaalaaaaaaalaaaaaaaaaaaaaaaaaaal
UTARA
DI I
re
MENGAPA STRUKTUR MODAL BERSIFAT DINAMIS Herman Ruslim
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaallaaaaaa
P
K m
dr
A ta el'r
lel
pe sa
ba ke
tu ya se lar TIII
pe an
pe
*P
:
F
tl INVESTA S|, CARRY TRAD E' DITINJAU DARI HIPOTESA ,EFFICIENT MARKET OPTIONS PRICING'PAUL A. SAMUELSON
tii ki
1!
te n(
ZahuidaZ. Wiryawan*
(r ja
The l|/orld's Greatest Financial Economist & Nobel Prize Laureate in Economics (1970) (Born May 15 1915-Died December 13 2009)
I In Memoriam: Paul A Samuelson,
ut
pa da
(a,
Abstract: The current economic crisis highlights the need for major changes in the management of new economic paradigm to return to more prudent macro-economic policiis to avert more crises in the future. Virtually unseen and certainly unwanted, the same crisis has since the Great Depression era returned time and again in the free market system attributed to the emergence of its most recent version: Financial Capitalism(Bernabe, 2010). Its hybrid model is supported in that hedge funds and other speculators (inclusive in the govemment sectors) are obtaining US$ with low interest rates - hence also low cost of bonowing/fund -- then racing off to buy assets, and/or commercial papers outside of the US without regards to the fundamental value of these oru|e' in the financial markets is that the investments termed as 'carry assets. a good trade' which is driving the markets as an unlevered invesfinent, is a plausible argument for the capital inflows to some emerging markets including Indonesia in form of the go1;"**"nt bills/bonds called Surat Utang Negara/SLIN in reaching fresh fundings to supplement its state deficits. the hypothesis of Samuelson known as ftris artlcte attempts to argue that, using .efficient-market-options pricing', this ocarry tade' investments is an option when effective informatiott ir r*", while due to the high degree of volatilities the carry trade investments could also become highly volatile in the globalization context. Lastly, additional debts obtained by the Indonesian government through SUN may have to see another direction, as the Debt Service Ratio normalcy level used to be used as foundatiol is not applicable in this country as the US$ debts must be serviced by Indonesian Rupiah *t i"tr is subject to the violent market volitality fluctuation. Key Words: Hipotes aEfficient market-Options pricingPaul A Samuelson; investasi ,cirry trade';krisis keuangan dan perekonomian global; Surat Utang Negara/SLIN)
ec
IIlt di,
M dil de
ke
t9
tid lat ek pa pe
of
Fit ke:
di m€ ekr sej ekr
pet Sar
per
PENDAHULUAN
Prc
Krisis keuangan global yang dipicu oleh keruntuhan derivative laedit perumahan kelas bawah standar (sub-prime mortgage) di Amerika Serikat akhir tahun 2007 hingga sekarang ini (Esta iestari; Siwage D Negara dan M Soekarni, 2008), memberikan pelajarai pahit untuk kesekian kalinya betapa rentannya sistem kapitalisme global dengan '
Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara Jakarta (Almt: Jl. Tanjung Duren Utara
|
147 O,Telp : 5655 508
234
Ext. 062 I ; Email: datual I @]zahoo.com)
No' I Jakarta Barat
Ser
Gu teli ma lan
ekc
Wiryowan: Investosi "Carry Trade " bitinjou Dori Hipotesa...
ES
Ia In
tn
tiang topangnya berbentuk kapitalisme finansial @el,ong, 2010). Keberhasilan kapitalisme yang dikembangkanpadamasa awal revolusi indushi di Inggris sejak abad ke 19 mampu meningkatkan standar kehidupan lahiriah/jasmaniah bagi sebagian masyarakat, telalr menimbulkan pandangan myopic bahwa keberhasilan memajukan perekonomian negara mesti menggunakan sistem ekonomi kapitalisme, apalagi setelah rezim facis (Jerman Nazi), rezim sosialis (blok Sovyet) mengalami keruntuhan atau malah mengikuti jalan kapitalisme pasar bebas (China) (Naisbitt dan Aburdene, 1990). Hanya pasar bebas kapitalisme saja yang dianggap mampu menjadi prinsip acuan utama dalam paradigma pembangunan perekonomian, termasuk di Indonesia utamanya pasca krisis ekonomi Asia 1997-1998. Sisi gelap kapitalisme, seperti keserakahan (grttd) dan kepentingan pribadi (self interesf) yang nyata-nyata diharamkan oleh UUD 1945 (asli), khususnya pasal 33, telah dipinggirkan oleh kebijakan ekonomi para mocroeconomic policy makers di negara tercinta ini (lihat, e.g: SriEdi Swasono ,2A09). Untuk mengetalrui dengan singkat penyebab krisis keuangan internasional 2007-2009 yang dicetuskan oleh krisis sub-prime mortgage, baca, e.g, Dandossi Mataram (2008) dan Malkiel (2010) Pakar ekonomi seperti Friedman, misalnya, menegaskan ulang apa yang telah dikemukakan oleh 'Mbah' mazhab kapitalisme ekonomi modern Adam Smith (1776) dengan semboyannya yffig terkenal "laissez faire, laissez aller" sebagai ungkapan kebebasan ekonomi pasar (Sri Mulyani Indrawati, 1988; Sumitro Djojohadikusumo, 1991). Dalam usaha pemenuhan kebutuhan individu, sekalipun tidak esensial, dianggap tidak ada sistem perekonomian selain kapitalisme yang mampu melakukannya, terlebih lagi sesudah sistem sosialisme sirna. Padahal, mengacu kepada perkembangan ekonomi dunia, pada dekade 1960an, ekonomi dunia memang tumbuh dengan 5.0o/o per tahtrn setelah dikurangi inflasi; tetapi pada dekade l970an pertumbuhan turun menjadi 3.6Yo per tahun, bahkan perspektif penunrnan pertum.buhan ekonomi dunia ini tenrs turun menjadi 2.0% tiap tahun (Council of Economic Advisers' Economic Report to the President, 1995; IMF International Financial Statistics, 1994 ). Sebenarnya sudah sejak awal 1990an ramalan akan timbul kembalinya The Great Depression 1930an disampaikan, misalnya oleh Batra (19S9) dan di dalam negeri oleh, misalnya, Mubyarto (Mudrajad Kuncoro,2009). Pada saat krisis keuangan internasional merebak, pemerintah A.S, yang dikenal merupakan pusat kapitalisme dunia, juga mesti melakukan perubahan strategi 'pembiaran' ekonomi 'laissezfaire, laissez aler'yangmenjadi dasar utama pembangunan ekonomi A.S sejak zaman ekonomi Reaganomics, dengan membuat program baru penyelamatan ekonomi berbentuk Trouble Assets Relief Program/TARP dengan melakukan bail out perusahaan swasta (IvtNC) seperti General Motor, Ford, Chrysler, Citicorp, Goldman Sachs dsb sehingga lewat suntikan modal pemerintah A.S (baca: nasionalisasi) perusahaan-perusahaan raksasa dunia itu bisa bernafas dan melangsungkan kehidupannya. Program TARP ini mirip dengan BBPN'nya A.S (Media Indonesia, 5 Okt 2008 hal 1) Seorang tokoh besar dan arsitek utama di balik progftlm TARP itu adalah Ben Bernanke, Gubernur Bank Sentral A.S (Federal Reserve Bank/The Fed), yang karena jasa-jasanya telah mampu membatasi dampak negatif krisis keuangan internasional, dipilih oleh majalah TIME sebagai Person of the Year 2009 sekaligus pengakuan bahwa langkahlangkah spektakuler Bernanke membuat tahun 2009 sebagai tahun mulainya pemulihan ekonomi.
235
Jurnol Ekonomi/Tchun XfV, No. 03, November ?OO9: ?34-247 memahami Professor Universitas Princeton ini (pakar ekonomi Depresi Besar l930an) lurr*u ;itu ,pembiaran' model ekonomi bebas laissez faire, laissez aller' dilanjutkan 1930an itu, krisis keuangan akan menjadi lebih buruk. Ketika itu The seperti t Fed/Bank Sentral A.S menolak menambatr pasokan uang ke pasar dan tetap bakal mempertahankan strategi 'pembiaran'. Bemanke menyadari bahwa 'pembiaran' *"rru*buh parahnya taisis menjadi Depresi Besar jilid II, sehingga ia memutuskan untuk (l) mengucurkan ttilyun* doliar A.S ke pasar, (2).menolong perusahaan swasta'/MNC i"ng* iemberikan i*u p"-"rintah s"cari masif, (3) memangkas suku bunga mendekati perusahaan nol-persen. Selain itu, Bemanke juga menyuntikkan dana pemerintah kepada yang semuanya tidak reksladana, perbankan (termasuk asing), bank investasi, -asuransi, pemah berharap mendapatk* t"p.t"t pun dana dari- The Fed dalam sebuah sistem lapitalisme pasaf bebas (ihat tetitr iautr, Kompas,.20 Des 2009, hal 10)' Kebijakan timbulnya Bemanke memangkas suku bunga uS$ dengan demikian rendah ini memicu artikel ini. fenomena investasi 'carry tradeT yang akan dibahas kemudian sebagai tema ekonom Sekaligus, Bernanke ternyata menanggalkan 'mantra-mantra' kelompok dengan neoliberal berupa: (t) libeialisasi pasar, (2) privatisasi, (3) nilai tukar bebas, di A'S melaksanak* progru- penyelamatan perusahian-perusahaan swasta besarAvlNC lewat suntikan tnoaal pemerintah A.S. Untuk diskusi lebih jauh mengenai alasan Rizky penolakan agenda neotblrdisme di Indonesia, lihat, e.g: Radhi (2008, 2009), serta
tr*
Majidi (2008). ji1.Uuo pudu **u Depresi Besar 1920-l930an kebijakan pembanrynan ekonomi dalam 1964 dirancang bersandarkan teori John Maynard Keynes (1936, cetak ulang a'l The General oleh Harbinger Book) sebagaimana dituangkan dalamkarya monumentalnya: dianggap sebagai Theory o7 Almpoyment, Inirest, and Moniy yang oleh sementara pihak Neyt Deal yang landasarr teori penyelamat perekonomian A.S berbentuk program lhe ini Bernankediluncurkan oleir piesiden R.s saat itu Franklin D Roosevelt, maka sekarang lalr dianggap. oleh majalah TIME sebagai tokoh yang berjasa dalam mengendalikan terjungkatnya perekonomian A.S ke jwang yang lebi! dalam lagi. Di oseberang' samudra Atlantik, pimerintah lnggris juga melakukan penanggalan_ .mantra, privatisasl dengan melakukan nasionalisasi terhadap The Royal Bank of zaman PM Scotland. Kini, S0% sahim RBS berada di tangan pemerintah yang sejak (Davies, Margaret Thatcher gencar melakukan program privatisasi perusahaan swasta 200i). Jelaslah bahwa di mana-mana muncul perubahan mendasar kebijakan
dan
Universitas pengembangan ekonomi pasar bebas seperti dikemuka\an oleh para pakar dari ^Upprau dai Univ"rsitas Gothenburg, Swedia, yaitu Jan Johanson dan Jan-Eric Vahlne, ,,Now the business environment is viewed as a web of relationships, a network, bahwa as a neoclassical markpt with many independent suppliers and customers"
-
v n
P s1
SI
n
,l
n fi
tl'
m
is dt
in ,11
ye
di ke
ke
(v
In, Le 20
ha
mi ya mi
saJ
T9
int sis ko: InC
dar
rather than
per
(2009:1411) pengalaman timbulnya krisis besar dalam sistem kapitalism" .nol9Ti berdasarkan pasar Uebas tetatr menimbulkan kesan seperti ditulis oleh Thruow (1996:5): "The financial the irises of the i920s and the Great Deprission of the 1930s had brought capitalisrn to a edge oi extinction. The capitaltsm ihat now seems irresistible could, with iust few Depresi Besar missteps, hwe vanished" Sejwah mencatat, bahwa usai krisis ekonomi lg2}-ig3}an dunia terseret ke dalam kancah Perang Dunia II yang memagari tahapan beralih ke pemerosotan kapitalisme internasional. Seandainya pemerintah A.S tidak segera Log* presiden-Barack Obama yang lebih mengutamakan jalan perundingan damai dalam konflik, tidak mustahit uita presiden Bush Jr, yang bersama-sama dengan
del
-.ignuaupi 236
ke
rib
sel leb
aki me
dis ker
W,w.*"r, t^""at"t mi .an
'he Lap
kal tuk
{C rati
mn
tak :em
(an nya
ini. ,om gan A.S ,san
zky cmi 964 ?rql ryai 'ang
rkeikan alan
:of PM ries, rkan SitAS
ilne, ,ork,
ers" rkan
rcial
t the
ft* lesar apan ih ke
alam ngan
wakil presiden Dick Chenney dan menlu Condolice Rice menjadi anggota kelompok neokonservatif (padanan neoliberalisme di bidang politik), bakal menyeret dunia ke Perang Dunia yang baru lagi setelah mereka berperang di Afganistan dan Iraq. Dengan surutnya peran kelompok neokons di panggung politik A.S (dan dunia), peran Bemanke sementara mtrmpu memberikan arahan perkembangan ekonomi dunia yang lebih menjanjikan lewat penanggalan omantra'kaum neoliberal di A.s. Sekiranya paxa macro economic policy makers di Indonesia terus menerus percaya omantra' pasar bebas kebijakan ekonomi neoliberal 'laissez faire, Iaissez aller, yang merupakan kemasan baru dari kebijakan ekonomi klasik model Adam Smith, merekaierlu menyimak apa yang disampaikan oleh Batra, (1989:23): "A wise man, having discoiered that he has made a wrong turn, reverses his course antd goes back to the point where the mistake occurred. History, we have learned to our sorrow, repeats itself, iconomic history is no exception, and unless we attempt to change its course, we are headed down -a path fram which there seems to be no easy escape". Dengan bahasa lain yang log,msday intinya sama, pakar manajemen Universitas Indonesia, Rhenald fasati e006: ro"rt;l "Tak peduli berapa jauh jalan salah yang anda jalani, putar arah sekarang juga',. Seruan yang serupa nampaknya perlu diperhatikan oleh para pengambil keputusanJknomi makro di Indonesia seiring dengan apa yang ditulis lebih jauh dalam artikel ini bahwa ketergantungan kepada pihak luar negeri sejak tahun 1967 tidak mampu meningkatkan kemajuan perekonomian karena yang penduduk dunia yang miskin birtambah miskin (Wardell, 2009). Kgtgl8antungan kepada utang luar negeri juga tidak membuat rakyat Indonesia menjadi lebih sejahtera, bahkan menurut proyeksi Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LlPl, jumlah penduduk miskin Indonesia tahun 2010 justru akan bertambah 200 ribu jiwa menjadi 32,7 juta(Media Indonesia,21an20l0,
hal.l)
Penyebab utama munculnya krisis keuangan internasional adalah merosotnya nilai mata uang US$ seperti juga menunrnnya mata uang poundsterling Inggris tahun i960utt, yang selama abad ke XX menjadi mata uang internasional utama. penurunan tajam nilai mata uang US$, serta sebelumnya f, Inggris, disebabkan oleh defisit anggaran negara yang sangat besar. Perbedaan besar antara swrsana merosotnya nilai tukarJ Inggris di tah; 1960an dengan merosotrya US$ ialah selama dekade lg6}ansistem nilai tukar mata uang intemasional umumnya bersifat tetap (fixed), sedangkan sekarang ini umumnya digunakan sistem tukar mengambang (float) yang bersifat fleksibel. Menurut telri ekonomi konvensional, sistem nilai tukar mengambang yang fleksibel seyogyanya tidak menimbulkan apa yang disebut Balance-of-Payment/BOP Imbatanies 'oleh karena dasarnya ialah nilai tukar yang senantiasa berfluktuasi mengikuti permintaan dan penawaran pasax global. Kenyataannya, sejak 1982 neruca BOP A.S selalu mengalami defisit kronis (Batra, 1989) Berdasarkan pengalaman di atas, ketergantungan pembangunan ekonomi Indonesia ke depan tidak bisa lagi dikaitkan dengan mengikuti sistem pasar bebas ekonomi (neo)liberal (lihat, e.g,: Budi winarno, 2009), yang di A.s dan Inggris sudah ditinggalkan sehingga memerlukan sebuah tatanan dan aturan sistem perekonomian internasion.al yang lebih mumpuni dalam menjawab tantangan abad ke )Ofl. Penurunan nilai tukar US$ akibat defisit kronis anggaran belanja bertahun-tahun juga menekankan kebutuhan mencari sistem keuangan internasional yang lebih sehat dengan timbulnya gejala yang disebutkan James (2009) sebagai 'curuency chaos' gara-gara muncul kembalinya krisii keuangan global dewasa ini.
237
EfIIrl--
Jurnof Ekonomi/Tohun XfV, No' 03, November 2OO9:234-?47
PEMBAHASAN
o e.
Istilah 'carry trade' mengacu kepada strategi investasi yang di atas kertas bersifat menguntungkan sebagai hasil perbedaan modal investasi yang murah terhadap harga aset, yang bisa didefinisikan sebagai the distorting fficts of cheap money on asset prices' (lihat, e.g,: The Economist, 12-18 Desember 2009, hal 75). Lebih tepat lagi, sebenamya ocarry trade' ini berada di ranah keuangan internasional berupa fenomena investasi meminjam di tempat/sumber mata uang berbunga rendah untuk dijadikan modal investasi pembelian aset, misalnya SUN (Zahrida Z Wiryawan, 20A9) atau properti (The Jalmrta Post, 29 Des. 2009, hal.l6) dsb dengan memanfaatkan tingginya imbal-hasil atau yield yang didapat, misalnya melalui pembelian Surat Utang Negara/SUN seperti yang berulangkali dijadikan strategi pemerintah Indonesia dalam penerbitan SUN ke pasar uang internasional. Karena 'funding cost' sangat kecil, bahkan negligible, sedangkan peluang imbal-hasil tinggi, pelaku kerapkali tidak terlalu mau mempertimbangkan nilai dari aset yang dibelinya @onovan, 2009) sesungguhnya Penyebab utama munculnya fenomena 'carry trade'adalah: (1) rendahnya tingkat bunga simpanan US$ kurang dari l.5o/o per tahun, dan (2) pencetakan uang baru US$ sebagai te-Ui3atan The Fed sebagaimana diutarakan di atas dalam upaya menyediakan pasol* uang US$ ke pasar (Kompas,20 Des 2009 hal 10) yang kemudian mengalir ke tempat-tempat yang memberikan imbal-hasil besar seperti SUN (imbal-hasil sekitar 11.625% misalnya untuk INDOBOND 011 jatuh tempo 2019). Aliran dana US$ ini pun juga mengalir untuk investasi aset lain seperti properti di China, Hong Kong, Australia serta bagian dunia lainnya. Dengan terciptanya rezim nilai tukar mata uang bebas dewasa ini, US$ dengan mudah dikonversi menjadi mata uang lokal sebagai pembayaran baik SUN, properti ataupun aset lain di tempat tduatr investasi 'carry trade'itu. Stok uang US$ yang banyak disediakan oleh The Fed menjadikan transaksi meningkat, namun menimbuikan dampak berupa tambah menurunnya nilai US$ sesuai hukum permintaanpenawaran dalam sistem nilai tukar mata uang fleksibel dewasa ini. Dengan sendirinya p.r*ott* nilai mata uang US$ berdampak kepada komoditas lain, misalnya kenaikan hargaemas yang terjadi akhir-akhir ini (Carpenter dan Nguyen, 2009), termasuk naiknya kembali harga minyak intemasional di pasar minyak dtrnia (Smith, 2009). Sejak awal krisis keuangan internasional tahun 2007, otoritas keuangan A.S dan Uni Eropa bersama-sama telah menggelontorkan lebih dari US$3, 5 trilyun berupa uang kertas, koin, serta cadangan pada bank sentral. Hanya saja, penggunaan dana negara yang dialokasikan selama l8 bulan terakhir, yang utamanya ialah untuk mencegah kebangkrutan perusahaan besar, juga memungkinkan pihak perbankan swasta untuk memanfaatkalrryasebagai dana investasi yang mengandung resiko tinggi berupa derivatif keuangan yang toxic. Pada saat bersamaan, mereka bekerjasama dengan perusahaan reksadana menciptakan dan menjual aset toxic yang masih mereka miliki sejak masa keemasan gelembung bisnis properti tahun 2000an berupa derivatif keuangan yang dikenal dengan istiiah 're-remic' atau"re-securization of real estate mortgage investment conduit' y*g k"*udian menuju kepada kebangkrutan pasar sub-prime mortgage ak
s(
s/
yi k, te
w pl
U pt di m
ik
re br trt
m pr ke
in ge
1(
ter dir
pe
dil s9
ko
itu Sn
inl glt be pr(
Br ba
di ka be
ha
dil
dir
Wiryawcn: fnvest asi'Yarry Trade " Ditinjou Dori Hipoteso..,
ia
oleh karena masih harus dikurangi dengan tingkat resiko kegagalan bayar ataupun resiko ekonomi, sosial, politik maupun keamanan di tempat investasi dilakukan. Sebab, resiko seperfi itu mesti di lindungi, umpamanya dengan mekanisme 'hedging' melalui perjanjian spot rate dalam pasar mata uang berbentuk/orward market dengan nilai diskonto tertentu yang dibayar oleh pihak tertanggung, supaya teqaga dari kemungkinan fluktuasi nilai dan kerugian lain lagi. Forward adalah kesepakatan membeli dan menjual assets apapun termasuk (mata uang asing) dengan tingkat harga sekarang untuk dilaksanakan pada suatu waktu tertentu yang telah disetujui bersama, dengan pembayaran semacam diskonto atau premi oleh tertanggung. Paper yang ditulis oleh Oscar Jorda dan Alan Taylor (2009) dari Options University of California, Davis, menggunakan hipotesa Efficient marlcet pricing-nya Paul A Samuelson memberikan kesimpulan adanya resiko di atas, yang akan dibahas kemudian. Oleh karena biasanya sistem tukar mata uang dengan menggunakan forward markct tidak bisa terlalu diandalkan, tingkat keuntungan yang diperoleh seringkali juga ikut menjadi apa yang disebut sebagai imbal-hasil yang volatilitasnya besar (volatile returns). Misalnya, ketika pada akhir 2008 nilai * meningkat dengan 60Yo dalan dua bulan terakhir terhadap nilai mata uang Australian$, timbul kesulitan bagi pelakv carry trade'berbasiskan * ketika mesti membayar kembali hutang Y yang digunakan sebagai modal 'carry trade '. Kebijakan 'carry trade'Jepang menciptakan penggelembungan aset properti Jepang yang akhirnya juga'meletus' pada tahun 1990an membawa dampak krisis keuangan Jepang yang hingga kini masih belum berakhir (George Soros, 2009). Volatilitas ini juga membuat risau pelaku pasar sekuritas dan properti di China yang mengalami gelembung serupa akibat investasi 'carry trade' pula(The Jakarta Post, 29 Des. 2009, hal.
ik
l6)
-
It $
n :e
lr tn LA
rg
n nYa
}n Ya
an ng ng
ah
uk
rif an NA 1al
tit' 07 :ah S$
rJa Ian
o
Mekanisme investasi ocarry trade' juga disebut sebagai salah satu pemicu terbentuknya'bubble assets" di kawasan Asia (Donovan, 2009). Oleh karena itu, sangat disarankan agar pelaku pasar di kawasan Asia menghentikan praktek 'carry trade'dalam pengelolaan portfolio keuangan internasional mereka. Para pakar mulai menghimbau agar dilakukan strategi ulang penciptaan tatanan sistem nilai tukar mata uang internasional seperti, misalnya, Bretton Woods Conference dalam tahun 1944. Salah satu target utama konperensi serupa Bretton-Woods itu ialah untuk membatasi penciptaan 'bubble assets' itu yang sewaktu-waktu pecah sehingga mengguncang keuangan dunia.. Pemyataan Smaghi (2009:7) mencerminkan salah satu jalan keluar (way forwar@ krisis keuangan intemasional, sbb: "If the financial crisis is global, it is said, then the solution must be global: an international financial system that works better" Sepanjang sejarah modern, perundingan kolektif seperti Bretton-Woods itu jarang berhasil. Hasil kesepakatan Bretton-Woods pun kemudian dibatalkan oleh Richard Nixon, presiden A.S yang dalam pertemuan Smithsonian tahun 1971 menganulir kesepakatan Bretton-Woods sehingga menyebabkan sistem nilai tukar mata uang dunia menjadi kacau balau tidak lama kemudian. Konperensi keuangan internasional yang menyusul kemudian di Louwe, Perancis, pada tahun 1987 bahkan tidak menghasilkan kesepakatan apapun karena keberatan utama datang dari pihak Bank Sentral Jerman (Bundesbanft) yang berpengaruh besar di Eropa. Sesungguhnya,padaabad yang lalu kepercayaan akan sistem nilai tukar mata uang hanya bisa berlangsung baik melalui dukungan standar emas (gold standard) seperti ditetapkan oleh kesepakatan Bretton-Woods, tetapi pada era globalisasi dewasa ini dibutuhkan lebih lagi tingkat kepercayaan publik kepada mekanisme perdagangan barang, 239
lIr-
Jurnof Ekonomi /Tahun XIV, No. 03, Novemb er ?009
: 234-247
jasa dan mata uang yang diberlakukan secara adil. Tentu, masalah-masalah yang terus mengambang dan menghantui seperti tingkat inflasi, stabilitas keamanan terhadap bahaya perang, terorisme berikut fhktor pencetus kecemasan lainya berperan besar bagi keberhasilan melaksanakan sistem nilai tukar mata uang intemasional yang baru
I
diwacanakan.
(
Sejauh ketimpangan masih berlangsung, atzu dirasakan terutama oleh negaranegara berkembang,'carry trade'diperkirakan masih akan berlangsung. Sebagai contoh, China selama ini merasakan tidak perlu mengikuti syarat-syarat maupun standar nilai tukar mata uang yang diberlakukan oleh International Monetary Fund/IMF yang dibentuk sebagai salah satu hasil kesepakatan Bretton-Woods. Bahkan Dominique Strauss-Kahn, Managing Director IMF saat ini, ikut serta menyuarakan perlunya disusun tatanan baru yang sebutkannya sebagai "The IMF's New Direction to Build a More Robust, Stable Financ i al Sy s t em" (The Jakar t a P o s t, 2 D es.2009, haI 2) Penelitian yang dilakukan oleh Jorda dan Taylor (2009) meneliti imbal-hasil 'carry trade investments' yang dilakukan dengan menggunakan mata uang 10 negara kaya antara tahun 1986 hingga 2008 dan menyimpulkan bahwa yang dipercaya bisa membuat surut 'carry trade' bukarl cuma kekuatiran akibat adanya hipotesa fficient market theory seperti yang didengungkan oleh para pakar, melainkan kemungkinan kerugian secara masif akibat tingkat volatilitas imbal-hasil yang tinggi. Kesimpulan penelitian ialah bahwa investasi yang memberikan imbal-hasil tertinggi ternyata cuma memberikan hasil rata-rata sebesar 26 basis points atau 0.0lYo per bulan, padahal standar deviasi imbal-hasil yang mengukur tingkat variasi laba imbal-hasil sebesar 300 basis points. Rasio bulanan Sharpe, guna mengukur imbal-hasil terhadap resiko, juga buruk sekali, yaitu 0.1 (makin tinggi nilai
r
B
juga
s(
rasio makin baik tingkat penyesuaiannya terhadap resiko). Penelitian
ini
menyimpulkan bahwa distribusi imbal-hasil bulanan pun negatif karena kerugian besar lebih sering terjadi dibandingkan dengan 'windfall gains'. Tingkat volatilitas imbal-hasil yang tinggi berpotensi menghapus keuntungan dalam proses 'sudden market reversal'di mana sinyal pasar seketika berubah dari buy menjadi sell dengan mendadak seperti diutarakan oleh Carpenter dan Nguyen Q009) mengenai kondisi pasar emas dunia. Para pelaku 'carry trade'tentu kuatir jika ini terjadi sehingga kekuatiran itu bisa mengurangi ketertarikan untuk melakukan 'carry trade' oleh karena tingkat suku bunga atau imbal-hasil yang tinggi biasanya juga merupakan gejala dari mata uang yang tengah mengalami tekanan besar. Tidak banyak investor yang tergerak melakukan investasinya dengan hasil sedemikian buruk ditambah resiko yang cukup besar seperti disimpulkan lebih lanjut oleh Jorda dan Taylor (2009) Samuelson dan Nordhaus (2005) menjelaskan bagaimana hipotesa efJicient market terkait dengan options pricing yang dicetuskan oleh Samuelson (1965), yang memberikannya Hadiah Nobel Ekonomi (1970), di mana pasar sekuritas mestinya sangat efisien dalam menyerap informasi pasar mengenai harga saham individu maupun mengenai kondisi pasffi saham secara menyeluruh. Begitu informasi terbaru hadir, informasi itu segera terserap pelaku pasar sehingga membentuk tingkat harga baru, atau options pricing,berdasarkan adarryainformasi baru tadi. Pergerakan tingkat harga, dengan demikian, akan sangat random yang menjadi dasar utama dari hipotesa fficient market sehingga tidak memungkinkan pelaku pasar menangguk laba hanya berdasarkan informasi baku saja, ataupun mengikuti pola yang standar berkesinambungan seperti yang terjadi ocarry dalam fenomena investasi 'caruy trade' selama ini. Oleh karena itu, fenomena trade' selalu dihantui oleh perkembangan informasi terbaru dengan gejala berupa sudden
t
I\
n
n
n
il p
a
k
n
k
il ! te
B
di
fi
ju S,
ju N pt k:
br
ut se
Si
flr
pl
kc
m
la SC
sa
,c m
Wiryowqn: fnvestosi
IS
ra
3i
u l1,
li k I,
u ,g
v a
ft ri rt
;i rr rr
a ri
a .r
furry Trade" Ditinjou bori Hipoteso...
reversal tiap kali informasi itu ditenggarai terdampak negatif seperti yang selama ini selalu terjadi, dan yang akan selalu terjadi lagi. Samuelson merupakan pakar ekonomi yang teryTuk kelompok Keynesian yang menyetujui program pemulihan ekonomi A.S berupa TARP semasa pemerintah* prrriO"i obam4 walaupun sebenarnya almarhum juga minggabungkan uagian-ragian dari teori neoklasik. Berbeda sekali dengan kelompok -neo-klisik lrl;.*"t": Samuelson beranggapan bahwa pasar tidak sempurna, sehingga ia berseberang* ;;G* kelompok Milton Friedman, serta sebelumnya juga Friedrlch von Hayek] yang j(edua-duanya 't7+ll merupakan tokoh sentral Konperensi Mont Pelerin, Swiss t^i* fonperensi ini menghasilkan kelompok 'The Mont pelerin society/Mps, yang dengan gencar mengemukakan gagasan neoliberalisme. Friedman, misalnya,' m"enyatakan bahwa intervensi kebijakan negara berupa pemberian subsidi bagi'rakyat, ipuyu stabilisasi perekonomian lewat regulasi dan suntikan dana negara (progiam ilir misalnya; hanya membangkrutkan negara. Sedangkan von Hayek mengutarakan gagasan bahwa -akan -berlangsring kapitalisme pasar bebas bermula dari interaksi yang secara ir"*i"r, dengan melakukan pembiaran bagi individu-individu di dalani pu!* untuk memberikan kesempatan harga pasar terbentuk r.:g? tanpa intervensi pemerintah. Kelompok Mont Pelerin Society merupakan cikal-bakallebas dari kaum neoliberalir 6itrut tefiniaut: niuai Winarno,2009) Dalam merumuskan hipotesa 'fficient market-options pricing' Samuelson terbantu oleh kutya ahli matematik Peiancis, Louis Bachelier, utamanya disertasi Bachelier tahun 1900 tentan g theory of speculation yangkemudian aibingtai dalam model Black-Scholes options pricing lewat proses continuous-time mathematics sefia economics dasar penentuan harga derivative-security (Merton, lg97). Bagi Samuelson, harga ryb38ai dari-surat berharga termasuk saham bergerak r.ruui kaidah geornetrikbrownian ,.iringlu model options pricing tadi bisa diberlakukan. Dalam hipotesa fficient market Samuelson juga memperoleh'dukungan dari Eugene Fama y*g ..nyebar-luaskan hipotesa itu. Sepanjang hidupnya Samuelson bersahabat dekat dlngan Robert Merton, yang kemudian jurga memenangkan Hadiah Nobel Ekonomi (lgg7, bersama-sama Fisher Black dan Myron Scholes (ingat Black-Scholes mod,eQ terkait d.ng* pembuktian hipotesa optiow pricing- Samuelson pun merupakan penulis buku textbook etonomi laris dengan berkalikali cetak-ulang dan menjadi standar di berbagai fakultas/sekolah ekonomi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia.
Resiko imbal-hasil surat berharga termasuk SUN dsb, sejalan hipotesa Samuelson, utamanya ditentukan oleh besarnya resiko di pasar sehingga meniaii bersifat erratic sesuai kemungkinan munculnya kejutan (sirprises) in-6rmasi," puautrut, menurut Samuelson dan Nordhaus (2005:525): "But turpiirw are unpredictabie events -tike the flip of a coin or next month's rainstorm - that mqt move in any directioz,,. Samuelson, profesor emeritus daxi MIT, sebagai penggtus hipotesa fficient market menyadari betapa kondisi itu jarang terjadi s_9h]ngga diperlukan regulasi pur* oleh karenu pur* tidak bisa menstabilkan dirinya,sendiri tanpa regulasi itu sepertl disemboyank* otrt, kelompok laissezfaire, Iaissez aller pasar bebas. Masuk akal bahwa jika pemerintah dan Bank Indonesia sebaiknya .balik arah' sesuai.anjuran profesor dari Universitas Indonesia, Rhenald Kasali (2006) dan jangan sampai mengandalkan penerbitan SI"IN ataupun SBI berdasarkan fenomena investasi 'carry trade 'berupa hot money melalui investasi portfolio jangka pendek yang belakangan mengalir deras. Selain mudah berubahnya sinyai buy minjidi sitt dalam singlat
'iutt,
241
-Jurnol Ekonomi /Tohun XIV, No. 03, November 2009: 234-247 sehingga menimbulkan dampak sudden reversal yang masif, perekonomian pun bakal terperangkap masuk pada rczim suku bunga tinggi sebagai imbal-hasil dari investasi ' carry trade' yang kontraproduktif. Pembiayaan investasi diperoleh dari anggaran belanja modal pemerintah, anggarar, modal BUMN, kredit perbankan,laba ditahan perusahaan swasta, pasar modal, PMA, dan PMDN. Kontribusi APBN baru diharapkan sebesar sekitar Rp 400 hilyun sehingga menimbulkan defisit anggaran sebsar 1.6% dari PDB. Untuk menutup defisit ini, pemerintah akan menerbitkan SUN baru sebesar Rp 175 trilyun dalam tahun 2010, baik untuk refinancing maupun ekspansi. Dalam hal SLIN berdenominasi US$, target pemerintah mungkin tidak tercapai karena banyak sekali pemerintah di dunia yang memerlukan dana segar US$ sebagai akibat krisis 2007-2008. (M Fajar Marta 2009). Tambahan pula, BI sedang mempertimbangkan untuk membatasi dana asing oleh karena
ini
telah mencapai US$4.9 milyar yang ditempatkan sebagai SBI dengan mayoritasnya berjangka waktu sebulan (The Jakarta Post, 20 Nop 2A09 hal.13). saat
Seharusnya, BI hanya menyerap kelebihan likuiditas domestik melalui SBI mengingat kekuatiran munculnya sudden reversal akibat berubahnya sinyal buy menjadi sel/ seiring munculnya informasi baru seperti dihipotesakan oleh Samuelson, dan pemah terjadi pada titik terendah dalam bulan Maret 2009 (Bambang Prijambodo,2009). Upaya membatasi besaran capital inflows dalam memberikan rambu-rambu bagi hot money memang sedang menjadi target otoritas keuangan negara-negara Asia seperti India, Korea Selatan, Indonesia, dan Taiwan karena merupakan sumber utama bagi penggelembungan aset selama ini (Adam, 2009) Sikap agar pemerintah RI lebih hati-hati disarankan pula oleh Organization for Economic Cooperation and Development/OECD yang menyerukan agar pemerintah RI jangan melakukan ekspansi pengeluaran negara karena proses pemulihan ekonomi dunia belum bisa dipastikan (Undifit,2009). Lever (2009) tegas menyebutkan bahwa pemulihan perekonomian dunia pasca krisis masih tetap rapuh. Terlebih lagi, ekspansi anggaran yang diperoleh dari penerbitan SUN dengan tingkat imbal-hasil yang luarbiasa tinggi (rata-rata l0 kali lipat di atas imbal-hasil pasar commercial paper berdenominasi US$) bakal masa mendatang. Total memberatkan rakyat Indonesia melalui APBN-APBN perencanaan utang baru pemerintah dalam tahun 2010 iatah sebesar Rp 233,666 trilyun guna menutup pembiayaan membayar kembali utang luar negeri serta surat berharga yang telalr jatuh tempo, pembelian kembali (buy back) surat berharga negaru, penerusan pinjaman two-step loan ditambah lagi pendanaan baru guna menutup defisit APBN sebesar Rp 236,129 trilyun. Dari utang baru sebesar Rp 233,666 trilyun itulah pemerintah merencanakan menerbitkan SUN lagi sebesar Rp 175 trilyun tadi, berupa denominasi Rupiah sekitar 70% dandenominasi asing sebesar 30% (Sigit Wibowo, 2009). Sejak Desember 2009 hingga awal pekan pertama Januari 2010, aliran dana asing yang masuk lewat SBI maupun SUN mencapai Rp 8,1 trilyun. Jumlah SBI naik dari Rp 44,1 trilyun menjadi Rp 49 trilyun, sedangkan SUN naik dari Rp 106,3 trilyun menjadi Rp 109 trilyun. Sementara itu, menurut catatan BI, posisi dana asing sejak awal 2009 terdiri dari SBI sebesar Rp 10,5 trilyun dan SIIN sebesar Rp 85,8 trilyun. Memang sejak awal 2010 aliran dana asing yang masuk ke aset-aset portfolio Indonesia cenderung meningkat. Indeks Harga Saham Gabungan/IHSB menunjukkan kenaikan dalam hitungan harian ke kisaran 2.600 dari sebelumnya 2.500, dengan netbuy investor asing menembus Rp 3 trilyun pekan pertama 2010 (Ririn Radiawati Kusuma, 2010)
di
B
tr,
p( p(
di ut m di m di m
I ur ek be
ya
IIli dc
Br m(
ya bu
nil PT
tar
int da
in
pe
Ni
dil
ha da rel m(
(s de
ba de f0t R1
be pa
ya
Wi.y"""^'I^"-t" kal ;asi
ran
lan \ga
tri,
dk get
ng 9). )na
ian
3).
lat ng
da asi
ng Itr, set
br RI ria an
ng
fia ial tal un ng an
IN
ah, lsi ng
tp tp iri ral
tt. ke 3
Bisa dipastikan bahwa penerbitan SUN itu dilakukan dengan mekanisme investasi ,carry trade', dengan dampak (1) menimbulkan biaya tinggi bagi APBN selanjutnyu, (;) perbankan sulit menurunkan suku bung? karena tingginya patokan imbal-hasil SUf.i, pendanaan bagi sektor riil bakal tambah seret. Sebenarnya, dampak sistemik yani dikuatirkan terjadi dengan penerbitan SUN terus menerus merupakan fenomena megautang resim Orde Baru di mana sampai akhir hayatnya resim Orde Baru tetap tidak mampu membayar kembali utang yang diciptakannya. Alasan yang selalu dikumandangkan secara klasik sejak resim Orde Baru sampai sekarang ini sitiap kai meminjam dana/utang dari luar negeti ialah bahwa Debt-Service Ratio/DSRmasih berada di ambang batas 'nonr.ral' (lihat, e.g: Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo,2009). Mereka ini melakukan kesalahan fundamental dalam dua hal: Menelan mentah-mentah standar ambang batas DSR yang dianggap normal tadi, umumnya di bawah 30% dari PDB, mengikuti teori ekonomi ataupun buku teks ekonomi/keuangan internasional Barut, utamanya A.S. Batasan DSR normal hanya berlaku secara ceteris paribus, atau all others rematn the same. Hanya berlaku jika utang yang tercipta dengan cicilan pembayaran utang berikut bunga sama-sama menggunakan mata uang yang sama, misalnya utang dalam US$ dibayar dengan mata uang US$ domestik pula karena income negarctsb (PDB) mayoritas memang diperoleh dalam US$. Padahal, utang luar negeri Indonesia, SLJN dsb yang diterima sejak resim Orde Baru hingga kini terbanyak berupa komponen US$, sedangkan pembayarannya mesti menggunakan mata uang Rupiah sebagai mayoritas income Indonesia sesuai png/Cnp, yang kemudian dikonversi dulu menjadi US$ untuk dipakai membayar cicilan induk serta bunga utang luar negeri itu. Dengan perkataan lain, rentan sekali terhadap bahayafluktuasi nilai tukar mata uang setiap kali ada perubahan nilai tukar. Seperti aifttanui, komponen PDB ialah: (a) Konsumsi pribadi (personal consumption) berupa pengeluaran rumah tangga bagi barang dan jasa; (b) Investasi swasta domestik bruto (gross private domestic investment) berbentuk pengeluaran perusahaan untuk membangun-pabrik, kantor, mesin dan peralatan serta bahan baku, pembelian rumah/apartemen Uu*.; (c) Konsumsi dan investasi bruto pemerintah (government consumption and gross invlestmenr) berupa pembelian pemerintah baik pusat maupun daereah bagi pengadaan barang dan jasa.; (d) Nilai ekspor bersih dari barang dan jasa (net export), yaitu nilui .krpor barang-dan jasa dikurangi nilai impor Di Indonesia, mayoritas income mata uang asing ($) umumnyahanya berasal dari hasil ekspor dikurangi impor (d) saja walau bisa juga dari investasi swasta asing; sisanya dalam Rupiah. Jelas sekali mata uang Rupiah yang dipakai membayar utang luar negeri rentan terhadap volatilitas fluktuasi nilai tukar, terlebih lagi selama era globalisasi yang menyebabkan nilai tukar mengambang dengan bebas dengan tingkat uolutilitur tinggl (Salvatore, 2007) sehingga membahayakan posisi utang denominasi US$. Denft! demikian, penulis beranggapan bahwa teori bahwa 'DSR masih berada dalam ambang batas normal' tidak bisa diterapkan di Indonesia sebab tingkat volatilitas nilai tukar US$ dengan Rp yang tinggi tidaklah memenuhi ketentuan citeris paribus atau all others remain the same yang mengganggu rasio hutang US$ terhadap li"*ampuan bayar dalam Rp yang mesti dikonversi menjadi US$ dulu dengan segala volatilitas nilai tukar yang berfluktuasi tinggi seperti disebutkan oleh Salvatore pOOl\. Penulis menghimbuu-ugi para ahli keuangan/moneter internasional berkenan melakukan studi invesligasi empiiis yang mendalam mengenai hipotesa penulis ini.
i:i
l.
243
Jurnol Ekonomi/Tohun XfV, No. 03, November 2QO9t ?34'247
DSR ini dikembangkan, sistem nilai tukar mata uang internasional masih didasarkan atas pemberlakuan sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) yang dipatok terhadap standar emas (6otd standard) seperti kesepakatan Bretton-Woods. Nilai tular mata,r*g int..trasional, harga emas dan harga minyak internasional saat ini menjadi
2. Ketika kaidah
berfluktuasi seCara tak terkendali, yang oleh Paul Kennedy (2009:7), seorang profesor dari Universitas Yale, A.S, dinyatakan sebagai "...commodities that fluctuate wildly in the world marl(pts" Berdasarkan perkembangan seperti dijelaskan di atas, nyatalah bahwa pernyataan bahwa kebijakan ttt"iukok* pinjaman luar negeri lewat penerbitan SLJN dsb masih bisa dilanjutkan d.rg* alasan bahwa DSR masih berada di ambang batas normal sudah tidak dapaidipertatrankan lagi karena tidak memenuhi kaidah ceteris paribus yangdiberlakukan aaiam ilmu ekonomi, iehingga perlu dilakukan langkah 'balik badan' seperti dianjurkan oleh Rhenald Kasali (2006)
PENUTUP Ketergantungan kepada sistem kapitalisme setelah runtuhnya resim Fasisme Jerman dan sosialisme/komunisme Uni Sovyet menyebabkan sisi gelap kapitalisme terlupakan, padahal dalam sejarah modern sejak Depresi Besar sistem kapitalisme berulangkali menyebabkan krisis keuangan yang selalu berubah menjadi krisis ekonomi dunia. Dalam benhrk hibrida sekarang, kapitalisme finansial, kembali menyebabkan munculnya krisis ekonomi internasional sesudah kegagalan derivatif hipotek bawah standar sub-prime mortgage yang bermula di A.S lalu merembet ke mana-mana. Hingga saat ini, pemulihan ekonomi dunia belum sepenuhnya bisa tercapai' Di pihak lain, upaya bank sentral di berbagai belahan dunia, umpamanya di A.S rt memberikan insentif pemulihan ekonomi berupa tingkat suku melalui Thi Fed, "trt bunga US$ yang sangat rendah di bawah 1.5Yo p.a, telah menimbulkan peluang untuk menlgunakan dana berbunga rendah US$ itu sebagai modal investasi di tempaVnegara hin flena menjanjikan imbal-hasil QietQ yang tinggi melebihi tingkat suku bunga US$, misalnya membeli-properti atau surat berharga/surat komersil lain seperti Surat Utang Negara/SUN R.I yang imbal-hasilnya sekitar 11.624% seperti pada INDOBOND 011 yang jutJh tempo 20ig. investasi yang disebut sebagai investasi 'carry trade' membawa iampak bagi perbankan IndonlsiJ serta sektor riil yang membutuhkan dana segar pula *tui. penlembangan usaha, namun mesti bersaing dengan SIIN yang diterbitkan pemerintah- R.I dengan dampak 'crowding out' gara-gara rebutan daya segar itu. tambahan, SUN dengan imbal-hasil tinggi sangat memberatkan APBN-APBN di masa strategi ulang oleh para macro-economi policy makprs yad, sehingga perlu aipit selain Oari teUilat* rninurnbah utang terus menerus seperti dilakukan oleh resim Orde
itt*
Baru.
Investasi 'carry trade'pun bisa dikaji efektivitasnya melalui hipotesa fficient market dan options pricing yang dikemUangkan oleh Paul A Samuelson, seorang profesor keuangan internasiona aari tr4.t.T, A.S yang memenangkan Hadiah Nobel Ekonomi tahun 1970 berkat teorinya itu, yang intinya menyatakan bahwa pasar yang benar-benar memahami informasi lengkai akan menjadi amat erratic menyesuaikan dengan informasi paling akhir sehitrggu pur* bisa seketika berubah memberikan sinya-l b.atu dwi btty men;iAi sett. JIka iirl terjadi, maka kemungkinan terjadinya proses pembalikan investasi
244
E
E
E
C
C
D
D D
E
Wiw"n"^,
-
)nal 'ang
{ilai jadi dari the taan
bisa
idak rkan rkan
dan rkan,
gkali alam
cisis vime lihan
I^r"tt
pulang ke negara asalnya (sudden reversaf) bakal merugikan keuangan negara-negara di mana investasi' carry trade' dilakukan. Penimbunan utang luar negeri Indonesia besar-besaran dengan dalih bahwa DebtService-Ratio/DSR masih di ambang batas aman pun tidak serta merta dapat diberlakukan di negara-negara dengan pendapatan nasional bruto-nya (PDB) diperoleh lewat mata uang yang tidak sama dengan mata uang denominasi utang luar negerinya. Indonesia dengan mayoritas pendapatan nasional bruto (PDB) dalam mata uang Rupah akan kewalahan membayar utang luar negeri jika terjadi fluktuasi mata uang yang bersifat volatile tinggi seperti yang seringkali terjadi selama ini, karena selisih nilai tukar menjadi tidak sebanding lagi. Konsep DSR hanya bisa diberlakukan jika sistem nilai tukar mengacu kepada sistem nilai tukar yang tetap berdasarkan standar emas, yaitu ketika konsep DSR itu mula-mula diluncurkan dulu, selain daripada persyaratan bahwa national income PDB harus mayoritas mata uang yang sama dengan mayoritas nilai mata uang pinjaman yang diterima negara ybs sebagai pemenuhan syarat ceteris paribus atau all others remain the same yang menjadi pilar utama ilmu ekonomi sejak seseorang menjadi mahasiswa di bidang ilmu itu. Bahasa awamnya ialah apple-to-apple. Kegagalan resim Orde Baru untuk membayar kembali utang yang diciptakannya ialah karena terjebak dalam adagium DSR masih dalam ambang batas normal tadi. Semoga pemerintah sekarang lebih mampu melihat bahwa ilmu ekonomi berkembang dengan pemikiranpemikiran baru, termasuk pemikiran ulang dari sesuatu yang seringkali diyakini, namun kenyataannya sudah tidak tepat lagi. Almarhum Paul A Samuelson termasuk salah seorang pemikir ekonomi keuangan kaliber internasional yang senantiasa mau memikirkan apa-apa yang baru dengan meninggalkan yang lama sehingga meninggalkan warisan pemikiran di bidang ekonomi keuangan yang gemilang.
iA.S suku
rntuk
DAFTAR RUJIJKAN
?gata US$,
Adam, S. (2009). Asia mulls controls over capital inflows. The Jakarta Post,
Jtang yang
Bambang Prijambodo. (2009). Ekonomi Dunia Membaik, tetapi Masih Rentan. Kompas,
bawa
pula ritkan
r itu. masa ,,akers
Orde frcient
rfesor tahun 'benar rrmasi :i buy restasi
2l Nop,
hal.
t6 24Des, hal.35 Bafta, R. (1989). Surviving the Great Depression of 1990. New York, NY: Dell Publishing Bernabe, F. (2010). Recovery like the recession chills consumers. The Jakarta Post, 3 lan,
hal4 Budi Winarno. (2009). Pertarungan Negaravs. Pasar. Yogyakarta: MedPress. Carpenter, C & Nguyen, P-D. (2009). Cenhal banks gold buyingmay send signal to sell. The Jakarta Post, 17 Des, hal. l5 Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo. (2009). Krisis Utang Global. Kompas, 14 Des, hal.7 Dandossi Mataram. 2008. "subprime Mortgage" dan"Bailozf": Selanjutnya. ... Kompas,3 Okt, hal20 Davies, H. (2009). Gobal financial sytem: Is it too big to reform? The Jakarta Post. 2l Des, hal T Delong, J.B. (2009). The fairness of financial rescue. The Jal<arta Post,2 Jan,hal.7 Donovan, P. (2009). Global crisis and the blame bubble. The Jalmrta Post.7 Des, hal. 7 Esta Lestari; Siwage D Negara & M Soekami. (2008). Keterkaitan Pasar Modal Indonesia dengan Sektor Ril dan Pasar Modal Global. Jurnal Elanomi dan Pembangunan.
Vol. XVI (2),1-13 245
F
2009 234-247 Jurnal Ekonomi/Tahun xrv, No. 03, No vember Nop' next financial bubble' The Jakarta Posf' 30 Godoy, J. (2009). Go'rrt failures feeding
hal.7
The Jalcarta Post' 23 Nop' hal T James, H. (2009). The new monetary disorder.
model
intemationalization Jan Johanson & Jan-Eric Vahlne. iZOOgl. fhe.JJ3gpla outsidership' Journal of of liability to revisited: From liability of fo*ig"'.ts (9), | 4l l - | 432 Int ernat i onal Busine s s srudi t t, Vol. 40 Tt"di Pdtundamentals: Nothing to Fear But Jorda, O & Taylor, A. (2009). Th: Carry atDavis FEER ltself. Paper, the University of Califoryu wot\d'The Jalmrta Post' 3l toubled of P. (2009). US dollar tat<es ffierature
Kennedy, Des,hal.7 Employment, Interest and Money' First Keynes, JM. (1964). Th' General Theory of Harbinger Book Edition 20 Des' hal 10 Kompas. (200t). Bernanke Memicu Kontroversi' Still Ftagile' Jaknrta Globe' 31 Des' hal'B5 Lever, R. (2009). WoriJgttapes Abyss, Lut markets' The Jakarta Post' 2 Jan'hal' 6 Malkiel, B. (2010). Measures needed to restore I Utang untuk Menutup APBN' 5 Okt' hal' Media Indonesia.tZOOgi. M"kin Sulit Mencari 1 Editorial ""-'--'iAOO9)' fuh* Baru Mobil Dinas Baru ' 2 Jan'hal Twenty-five years later'Nobel Merton, R.C. (1997). Application oropir"-rricinglheory: MA Lecture, 9 Des, Harvard University' Boston' Kompas,22 Des, hal. 6 diandalkan. sulit M. Fajar Marta. (20d;i. t;ib*t Dinamika Lingkungan Bisnis di Tengah Mudrajad Kuncoro. (2009). Ekonomilrn Indonesia Yogyakarta Krisis Globai. Yoiyakarta:UPP STIM YKPN
*
Naisbitt,J&Aburdene,P'(1990)'Me,gatrends2090'NewYork'NY:AvonBooks gonds iull u, globi stocks advance amid recovery signs' The Jalmrta Nohara, Y. (2009). Post,28 Des, hal' 16 Radhy,F.(200s)'KebijatranEkonomiProRalqtat:AntaraKomitmendanJargon'Jakarta: RePublika
.---(2009).PrivatisasiBUMNdanAgendaNeolibera!.SinarHarapan.29J]uffi]l' hal 1 Gramedia Pustaka Rhenald Kasali. (2006). Change! Jakatta: Global RI Makin Murah. Media Ririn Radiawati Kusuma. (2010). Imbal Hasil obligasi Indonesia, 14 Januari, hal' 1 3 E Publishing A & Majidi, N. (200s). Neoliberalisme Mencenglcram Indonesia' Company Hoboken, NJ: John Wiley & Sons' lnc Salvatore, D. (2007). International Economics' n,onomics' McGraw-Hill Intemational edition Samuelson, P.A &Nordhaus, W.D.
Smaghi,L.B.(2009).Theelusiver.*"lrfor'globalfinancialrules'TheJalmrtaPost'5 Des, hal. 7 31 annual gain in a decade' The Jakarta Post' Smith, G. (2009). oil prices head for biggest Des, hal . 1"4 Our double-diP future. The crisis soros, G. liool;. Global economy in post-financial Jakarta Post,28 Des, hal' 6 lir oonl. Memb an gun er<9nory1 |av.at. sri-Edi re uun rs 4s', universitas I 7
J;;'; Y*: g#T i3'flli.yi]1yfl i;fi"#;'.ffi;#i.'ilii* ryl{:rJ,.kembali November Paper. Surab Agusi rs lg45
aya.
1
1
itinjou Dori Hipoteso...
-
{op,
odel
lof But
:, 3I
Sri Mulyani Indrawati. (1988). Teori Moneter. Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas
Ekonomi UI Strauss-Kahn,D. (2009). The IMF's new direction to build a more robust, stable financial system. The Jaknrta Post,24 Des, hal. 2 Sumitro Djojohadikusumo. ( I 99 I ). P erkembangan P emikiran Ekonomi. Jakarta: yayasan Obor Indonesia. The Economist. Q009). ry.ew research suggests a way to make steady profits from the carry trade. Dec 12tr-18tr, hal. 75 The Jalrarta Post. (2009). Hot money adds to China asset volatility, Fan says. 29 Des, hal
t6
First
i5 t 11.
1
obel
- ---------- (2009). BI studies foreign fund limit on SBIs. 20 Nop, hal. 13 Thurow, L.C. (1996). The Future of Capitalisn. New York, Ny: Witiiam Morrow and Company,Inc Unditu, A. (2009). OECD says no to RI stimulus as Morgan Stanley says spend. ?nfte Jakarta Post, 20 Nop, hal. 15 Wardell, J. (2009). Emerging Countries Seek Economic Bargaining Chips as poor Get Poorer Amid Financial crisis. Jakarta Globe.I April, hal. B6Zahtida, Z Wiryawan. (2009). Strategi Privatisasi dan Penerbitan Surat Utang Negara R.I di Tengah Surutnya Kapitalisme Finansial Dunia. Manajemen bs,qnqwlx Indonesia. No 06/TH.XXXVU 2009. 18-26
ngah
'carto
:arta: Juni,
fedia rhing v
lition t3 )st, 5 st,31 ,, Thg
awan as 1,7
247