NILAI HASIL HUTAN YANG HILANG BILA TERJADI PERUBAHAN FUNGSI HUTAN LINDUNG Syahrir Yusuf Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda
ABSTRACT. Lost Value of Forest Product when the Changes Function of Protection Forest Occured. Value of product benefits and environmental services of natural forests in fact have a long-term potential value, both tangible and intangible. However, due to lack of knowledge and understanding of these benefits, then the interference will still on going forest. So that needs to be done to determine the value of the economic valuation of the economic benefits of protected forest quantitatively. This study aimed to determine the value of the economic benefits of protected forests and the amount of lost value in case of changes in forest function. The research used survey method with the determination of a purposive sampling of respondents. The result showed that the total value of SWPF was Rp80,574,862,478,- or Rp9,979,547,-/ha/year. Kata kunci: nilai yang hilang, perubahan fungsi, hutan lindung
Kondisi hutan di Indonesia akhir-akhir ini cukup memprihatinkan karena banyaknya hutan alam dikonversi untuk tujuan lain, baik dilakukan secara legal maupun illegal. Faktor penyebab dikonversinya hutan untuk kepentingan lain seperti: areal pertanian, perkebunan, tambang batu bara dan sebagainya adalah karena hutan selalu dinilai kurang kompetitif dibandingkan penggunaan lainnya. Hal ini terjadi karena sampai saat ini tidak semua produk dan jasa hutan secara langsung dapat dicerminkan oleh harga pasar khususnya produk hutan yang bersifat intangible (Dixon dan Hufschmidt, 1996). Selain itu, dampak yang terjadi dari dilakukannya konversi hutan untuk kepentingan ekonomi lainnya tidak dihitung sebagai biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat. Bahkan seringkali terjadi pemerintah memberi kemudahan-kemudahan berupa subsidi dan fasilitas pada areal yang dialihfungsikan. Menurut Benda-Beckmen dan Koning (2001) keberadaan kawasan konservasi/hutan lindung di suatu daerah sering menimbulkan perbedaan pemahaman (konflik) berbagai pihak. Penyebabnya ialah perbedaan cara pandang terhadap nilai manfaat kawasan konservasi/hutan lindung itu sendiri. Nilai manfaat produk dan jasa-jasa lingkungan hutan alam sebenarnya mempunyai nilai potensial jangka panjang, baik yang bersifat tangible (seperti: air, rotan, damar, gaharu, kulit kayu, sarang burung dan lain-lain) maupun intangible, (seperti: nilai ekowisata, nilai karbon, nilai pilihan, nilai keberadaan dan nilai warisan/pelestarian) yang bersumber dari hutan (Anonim, 2004). Implikasi dari permasalahan ini adalah “ukuran nilai manfaat bagaimana yang mudah dimengerti dan dipahami oleh semua pihak?”. Jawabnya adalah “pendekatan nilai ekonomi” sumberdaya alam. Menurut Widada (2007), dengan pendekatan nilai ekonomi, maka estimasi nilai manfaat yang dapat diperoleh dan yang hilang bila terjadi perubahan fungsi kawasan konservasi dapat diketahui secara kuantitatif 185
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011
186
terukur. Informasi mengenai nilai ekonomi yang terukur secara kuantitatif akan lebih mudah menjelaskan keterkaitan kepentingan antara pelestarian kawasan konservasi/hutan lindung dan pembangunan ekonomi daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung nilai air yang langsung diperoleh masyarakat dari kawasan hutan konservasi/lindung, menghitung nilai manfaat jasa-jasa lingkungan hutan seperti: nilai ekowisata, nilai karbon tersimpan, nilai pilihan, nilai keberadaan dan nilai warisan/pelestarian serta mengetahui besarnya nilai manfaat yang hilang dari kawasan konservasi, bila terjadi perubahan fungsi kawasan. Manfaat dan kegunaan penelitian ini adalah dapat mengetahui besarnya nilai manfaat ekonomi hasil hutan bukan kayu (tangibel dan intangibel) yang hilang bila terjadi perubahan fungsi kawasan konservasi dan dapat menyajikan informasi kepada para stakeholder mengenai besarnya nilai manfaat ekonomi bukan kayu yang dapat diperoleh atas keberadaan kawasan konservasi/hutan lindung tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) pada tahun 2009 dengan mengambil sampel pada seluruh masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan untuk mengumpulkan data-data dari masyarakat dilakukan dengan teknik wawancara serta pengamatan langsung pada masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar HLSW. Penentuan masyarakat yang menjadi responden dilakukan secara purposive sampling. Dalam penelitian ini nilai hutan yang dihitung adalah: nilai air (nilai langsung) dan nilai jasa lingkungan seperti: nilai karbon, nilai ekowisata, nilai pilihan, nilai keberadaan dan nilai warisan (nilai tidak langsung). Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini ialah data primer dan data sekunder. Data primer atau data utama dikumpulkan dari responden melalui teknik wawancara langsung dengan bantuan kuesioner yang dirancang dengan format terstruktur dan semi terstruktur. Metode pendekatan dan analisis untuk nilai air menggunakan metode pendekatan "harga pasar", yang mana teknik ini menggunakan harga pasar aktual sebagai harga yang dianggap mendekati nilai dari barang dan jasa lingkungan yang dihasilkan oleh kawasan konservasi. Pendekatan dalam menghitung nilai manfaat ekonomi jasa-jasa lingkungan digunakan metode willingness to pay (kesediaan membayar), biaya perjalanan dan benefit transfer. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Nilai Air Hutan Lindung Sungai Wain a. Nilai air rumah tangga Hasil analisis data penggunaan air rumah tangga responden menunjukkan bahwa besarnya konsumsi air per rumah tangga adalah antara 73–365 m3/tahun, atau 47,24 m3/kapita/tahun (Tabel 1).
187
Yusuf (2011). Nilai Hasil Hutan yang Hilang Tabel 1. Nilai Air yang Dikonsumsi oleh Masyarakat Sekitar HLSW
No 1 2 3 4 5
Uraian
Satuan
Konsumsi air per kapita/tahun Harga pasar air untuk masyarakat Populasi masyarakat di sekitar HLSW Jumlah air yang dimanfaatkan masyarakat sekitar HLSW per tahun (AxC) Nilai air yang dimanfaatkan masyarakat sekitar HLSW
Nilai (Rp/tahun)
47,24 m3 Rp5.300 5.301 jiwa 250.419,24 m3/thn 1.327.221.972
b. Nilai air PT Pertamina Pemanfaatan air oleh PT Pertamina adalah untuk proses produksi dan pemenuhan kebutuhan air karyawan. Jumlah air yang didistribusi oleh unit pengolahan air PT Pertamina setiap harinya adalah 14.400 m3. Tabel 2. Nilai Air dari HLSW yang Dimanfaatkan oleh PT Pertamina No Uraian Satuan Nilai (Rupiah) 1 Rata-rata air yang dimanfaatkan PT Pertamina 14.400/m3/hari 2 Harga pasar air untuk industri besar Rp5.300/m3 3 3 Total air yang dimanfaatkan per tahun (14.400m x 365 hari) 5.256.000m3/thn 27.856.800.000/thn 4 Asumsi kebocoran 30% dari total air yang dimanfaatkan 1.576.800 m3/thn 8.357.040.000/thn 5 Nilai air yang dimanfaatkan PT Pertamina per tahun 3.679.200 m3/thn 19.499.760.000/thn
Berdasarkan nilai pemanfaatan air pada Table 1 dan 2, yaitu pemanfaatan air oleh masyarakat sekitar HLSW dan PT Pertamina, maka total nilai air yang dikonsumsi setiap tahun adalah seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Total Nilai Air HLSW yang Dimanfaatkan Uraian Nilai air yang dimanfaatkan masyarakat sekitar HLSW Nilai air yang dimanfaatkan PT Pertamina Jumlah nilai air
Nilai (Rp/tahun) 1.327.221.972 19.499.760.000 20.826.981.972
Nilai Karbon Tersimpan a. Kondisi tutupan HLSW Berdasarkan data dari BP-HLSW tahun 2009, luas kawasan HLSW yang masih bervegetasi adalah 8.074 ha dengan rincian seperti terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luas HLSW Berdasarkan Tipe Hutan Tipe hutan Hutan primer Hutan sekunder Jumlah
Luas (ha) 3.281 4.793 8.074
Persentase 40,64 59,36 100,00
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011
188
b. Perhitungan nilai karbon tersimpan Dalam perhitungan nilai karbon tersimpan HLSW digunakan asumsi sebagai berikut: Luas kawasan berhutan HLSW = 8.074 ha, terdiri dari hutan primer 3.281 ha (40,64%) dan hutan sekunder 4.793 ha (59,36%). a. Satu hektar hutan primer menyimpan 263 ton karbon dan 1 ha hutan sekunder menyimpan 95 ton karbon (Scherr, 2002). b. Harga karbon adalah $US5 per ton ($US1 = Rp9.000,-) (Anonim, 1994 dikutip Kim (2001). Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka Nilai Ekonomi Serapan Karbon HLSW dapat dihitung sebagai berikut: Hutan primer HLSW = 3.281 x 263 x 5 x 9000 = Rp38.830.635.000,Hutan sekunder HLSW = 4.793 x 95 x 5 x 9000 = Rp20.490.075.000,Jadi nilai ekonomi karbon yang tersimpan di HLSW = Rp59.320.710.000,Nilai Pilihan Hutan Lindung Sungai Wain Dalam menghitung nilai ekonomi pilihan HLSW digunakan pendekatan kontingensi. Agar informasi penting yang diperlukan sesuai yang diinginkan, kaitannya dengan nilai ekonomi pilihan, maka semua informasi penting tentang HLSW disampaikan kepada masyarakat yang terpilih menjadi responden, antara lain: a. Perlunya mempertahankan jenis tumbuhan, hewan (satwa) dan tempat-tempat indah yang belum pernah dimanfaatkan agar tetap ada dan lestari untuk dimanfaatkan pada masa datang: 158 (87,78%) responden menjawab ya, 14 (7,78%) responden menjawab tidak dan 8 (4,44%) responden menjawab tidak tahu. b. Tentang kesediaan menyumbang, dari 158 responden menyatakan siap menyumbang sebagai wujud berpatisipasi, 14 (7,78%) responden menjawab tidak dan 8 (4,44%) responden menjawab tidak tahu. c. Besarnya sumbangan yang akan diberikan adalah 101 orang bersedia menyumbang Rp50 ribu dan 57 orang bersedia membayar Rp100 ribu, dengan rata-rata Rp68.037,- per tahun. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai pilihan sebesar Rp93.414.801,- atau $US 1,28/ha/tahun ($1US = Rp9.000,-) merupakan potensi nilai manfaat ekonomi sumberdaya alam HLSW untuk masa depan yang saat ini belum ada nilai ekonominya. Nilai Keberadaan Hutan Lindung Sungai Wain Untuk menghitung nilai manfaat ekonomi atas keberadaan HLSW, digunakan pendekatan kontingensi, mengingat nilai manfaat ekonomi keberadaan HLSW tersebut belum mempunyai pasar yang relevan. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap 180 responden diperoleh hasil sebagai berikut:
189
Yusuf (2011). Nilai Hasil Hutan yang Hilang
a. Tentang keberadaan HLSW: 168 responden (93,4%) mengetahui keberadaan HLSW, 6 responden (3,3%) tidak mengetahui dan 6 responden (3,3%) tidak menjawab. b. Tentang manfaat berupa keindahan, kenyamanan atau ketenangan dari adanya HLSW: 159 responden (88,3%) dapat merasakan, 4 responden (2,2%) tidak merasakan dan 17 responden (9,5%) tidak memberi jawaban. c. Tentang perlunya mempertahankan keindahan, kenyamanan atau ketenangan agar dapat dinikmati setiap saat: 159 responden (88,3%) menyatakan perlu, 4 responden (2,2%) tidak perlu dan 17 responden (9,5%) tidak menjawab. d. Tentang kesediaan menyumbang untuk mempertahankan keberadaan HLSW: 128 responden (71,1%) bersedia, 46 responden (25,5%) tidak bersedia dan 6 responden (3,4%) tidak memberi jawaban. e. Tentang besarnya nilai sumbangan: nilai minimal Rp50.000,- per tahun sebanyak 89 responden dan sebesar Rp100.000,- per tahun sebanyak 24 responden dengan rata-rata sebesar Rp60.619,- per tahun Dari hasil perhitungan diperoleh nilai keberadaan sebesar Rp83.229.887,- atau $US0,98/ha/tahun ($US1 = Rp9.000,-) merupakan nilai manfaat ekonomi sumberdaya alam HLSW yang diukur berdasarkan willingness to pay masyarakat sekitar HLSW agar keberadaan HLSW dapat dipertahankan sehingga manfaat berupa keindahan, kenyamanan atau ketenangan lingkungan dapat dinikmati setiap saat. Nilai Pelestarian Hutan Lindung Sungai Wain Dalam menghitung nilai ekonomi pelestarian HLSW, digunakan pendekatan kontingensi. Kondisi ini didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat (responden) memahami fungsi pelestarian HLSW dan kesediaan membayar dari masyarakat sekitar kawasan untuk menjaga kelestarian HLSW. Untuk kepentingan penelitian nilai ekonomi pelestarian ini, informasi penting tentang fungsi HLSW dibatasi pada tiga hal, yaitu: i) HLSW sebagai tempat perlindungan jenis hewan dan tumbuhan dari berbagai macam gangguan, ii) HLSW sebagai tempat pelestarian berbagai jenis hewan, tumbuhan dan sistem kehidupan sehingga dapat hidup dan berkembang dengan baik (lestari) dan iii) HLSW dapat memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat sekitarnya, seperti memelihara tata air, memberikan kesejukan dan udara segar serta sebagai tempat wisata atau rekreasi. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 180 responden diperoleh hasil sebagai berikut: a. Tentang pentingnya upaya pelestarian HLSW sebagai tempat perlindungan flora dan fauna: 171 responden (95%) menjawab ya, 3 responden (1,67%) menjawab tidak dan 6 responden (3,3%) menjawab tidak tahu. b. Tentang kesediaan menyumbang 174 responden (96,66%) bersedia, 3 responden (1,67%) tidak bersedia dan 3 responden (1,67) tidak tahu.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011
190
c. Tentang besarnya nilai sumbangan, 132 responden bersedia menyumbang Rp50 ribu/tahun dan 45 responden bersedia menyumbang Rp100 ribu/tahun, jadi ratarata besarnya sumbangan adalah Rp61.666,-. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai pelestarian sebesar Rp84.667.418 atau US$1,16/ha/tahun (US$1 = Rp9.000,-) merupakan nilai manfaat ekonomi sumberdaya alam HLSW yang diukur berdasarkan willingness to pay masyarakat sekitar HLSW agar kelestarian HLSW dapat dipertahankan sehingga manfaat berupa perlindungan terhadap flora dan fauna, kesejukan atau ketenangan lingkungan dapat dinikmati secara berkesinambungan. Nilai Ekowisata Hutan Lindung Sungai Wain Pengunjung HLSW pada umumnya (89%) datang secara berkelompok/ rombongan dengan menggunakan mobil carteran/pribadi/dinas. Sisanya (11%) kunjungan dilakukan secara berdua (suami-istri) dan secara sendiri-sendiri dengan menggunakan mobil/motor pribadi. Tidak adanya pengunjung yang menggunakan angkutan umum karena belum adanya sarana angkutan umum yang tersedia menuju ke lokasi wisata HLSW. Pengunjung HLSW paling banyak adalah dari Balikpapan dengan tujuan untuk rekreasi alam (Tabel 5). Tabel 5. Distribusi Pengunjung Hutan Lindung Sungai Wain Berdasarkan Asal Daerah dan Tujuan Kunjungan
Kota asal Balikpapan Samarinda Tenggarong (Kukar) Jumlah
Rekreasi alam (orang) 13 4 17
Tujuan kunjungan Penelitian Pendidikan Lain-lain (orang) (orang) (orang) 5 2 6 6 6 2
Jumlah (orang) 20 6 4 30
Perhitungan Nilai Ekowisata Perhitungan nilai ekonomi ekowisata dilakukan dengan menggunakan metode biaya perjalanan yang didasarkan pada asumsi sebagai berikut: a. Kunjungan wisatawan ke HLSW adalah tujuan utamanya, sehingga semua biaya yang dikeluarkan adalah semata-mata untuk berwisata ke HLSW. b. Semua pengunjung memiliki preferensi yang sama terhadap objek ekowisata HLSW, sehingga untuk biaya yang dikeluarkannya mendapatkan kepuasan yang sama. Distribusi jumlah pengunjung, rata-rata lama kunjungan dan rata-rata biaya perjalanan dari masing-masing kota terlihat pada Tabel 6. Pada tabel tersebut terlihat, bahwa jumlah pengunjung paling banyak berasal dari Balikpapan, kemudian disusul dari Samarinda dan Tenggarong. Namun kunjungan paling lama adalah pengunjung dari Samarinda dan biaya perjalanan paling besar adalah dari
191
Yusuf (2011). Nilai Hasil Hutan yang Hilang
Samarinda karena jarak antara Samarinda dengan HLSW paling jauh dibandingkan dengan kedua kota lainnya, selain itu pengunjung dari Samarinda kebanyakan sebagai peneliti di HLSW. Tabel 6. Distribusi Jumlah Pengunjung, Rata-rata Lama Kunjungan dan Rata-rata Biaya Perjalanan dari Masing-masing Kota
Kota asal Samarinda Balikpapan Tenggarong (Kukar) Jumlah
Jumlah pengunjung (orang)
Rata-rata lama kunjungan (hari)
6 20 4 30
3 1 1 1,6
Rata-rata biaya perjalanan (Rp/orang) 554.166 150.000 456.250 386.805
Nilai ekonomi ekowisata HLSW yang dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan pengunjung selama melakukan kunjungan sampai kembali ke kota asalnya adalah seperti ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Ekonomi Ekowisata Hutan Lindung Sungai Wain
Kota asal Balikpapan Samarinda Tenggarong (Kukar) Jumlah
Jumlah pengunjung (orang/tahun) 1.391 215 73 1.679
Rata-rata biaya perjalanan (Rp/org)
Nilai ekonomi ekowisata (Rp/tahun)
78.050 184.722 114.062
108.567.550 39.715.230 8.326.526 156.609.306
Hasil perhitungan nilai ekonomi ekowisata seperti terlihat pada Tabel 7 adalah sebesar Rp156.609.306/tahun. Kecilnya nilai ekowisata HLSW diduga dikarenakan belum banyak masyarakat yang mengetahui keberadaan HLSW sebagai tempat wisata alam karena baru beberapa tahun terakhir ini kawasan tersebut dibuka untuk umum. Total Nilai Ekonomi Manfaat Hutan Lindung Nilai ekonomi total HLSW adalah penjumlahan dari beberapa nilai manfaat ekonomi yang meliputi nilai ekowisata, nilai air (untuk rumah tangga dan perusahaan PT Pertamina), nilai pilihan, nilai karbon tersimpan, nilai keberadaan dan nilai pelestarian/warisan. Jenis nilai HLSW dapat dilihat dalam Tabel 8. Secara keseluruhan nilai manfaat total yang diberikan HLSW adalah sebesar Rp80.574.862.478,- per tahun atau Rp9.979.547,-/ha/tahun. Hal ini menunjukkan, bahwa bila terjadi kerusakan atau perubahan fungsi suatu kawasan konservasi/kawasan lindung, maka nilai yang hilang adalah sebesar Rp9.979.547,/ha/tahun. Nilai kehilangan ini belum termasuk biaya pemulihan kawasan konservasi.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011
192
Tabel 8. Hasil Perhitungan Nilai Ekonomi Total Hutan Lindung Sungai Wain No
Jenis nilai
Nilai (Rp)
1
Ekowisata
2
Air (domestik & industri)
20.826.981.972
2.579.512
25,86
3 4 5
Pelestarian/warisan Pilihan Penyerap dan penyimpan karbon Keberadaan Jumlah nilai ekonomi
87.587.789 93.414.801 59.320.710.000
10.848 11.569 7.347.128
0,10 0,11 73,63
89.578.639 80.574.862.478
11.094 9.979.547
0,11 1000,0
6
156.609.306
Nilai per ha (Rp) (%) 19.396 0,19
Lingkup manfaat bagi masyarakat Balikpapan, Samarinda, Kukar Desa sekitar HLSW dan PT Pertamina Desa sekitar HLSW Desa sekitar HLSW Lokal, regional, nasional dan global Desa sekitar HLSW
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Nilai langsung (tangible) berupa air dari kawasan konservasi yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah sebesar Rp20,82 milyar/tahun atau Rp2.578.647,-/ha/tahun. Nilai jasa lingkungan (intangible) HLSW adalah sebesar Rp59,59 milyar per tahun, nilai karbon Rp59,3 milyar (73,77%), nilai pilihan Rp93.414.801,- (0,12%), nilai keberadaan Rp83.229.887,- (0,10%), nilai pelestarian Rp84.667.418,- (0,11%) dan nilai ekowisata sebesar Rp156.609.306,- (0,19%). Total nilai manfaat kawasan konservasi yang hilang bila terjadi kerusakan atau perubahan fungsi kawasan adalah sebesar Rp80.574.862.478,- per tahun atau Rp9.979.547,-/ha/tahun. Saran Pengelolaan kawasan konservasi secara ekonomi memberikan keuntungan yang tinggi kepada masyarakat, maka bobot kegiatan konservasi perlu mendapat perhatian yang lebih besar dalam pengambilan kebijakan dalam pembangunan. Perlunya dilakukan sosialisasi nilai manfaat kawasan konservasi/kawasan lindung pada masyarakat, pengambil kebijakan dan stakeholder. Perlu adanya kebijakan pemerintah (Kementerian Kehutanan) yang kondusif dan dapat mendukung terlaksananya program-program pengelolaan kawasan konservasi. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Pelatihan Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam (Suatu Pengantar). Natural Resources Management (NRM) Program, Jakarta. Benda-Beckman, Kv dan J. Koning. 2001. Sumberdaya Alam dan Jaminan Sosial. Pustaka Pelajar, Yokyakarta. Dixon dan M.M. Hufschmidt. 1996. Teknik Penilaian Ekonomi terhadap Lingkungan. Suatu Buku Kerja Studi Kasus. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Kim, Y.C. 2001. Pola Pengelolaan Hutan Tropika Berdasarkan pada Konsep Nilai Ekonomi Total. Disertasi Doktor Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
193
Yusuf (2011). Nilai Hasil Hutan yang Hilang
Scherr, S.J. 2002. Capturing the Value of Forest Carbon for Local Livelihoods. Forest Trends Preservation to Conference on “Payment for Environmental Services in China”. Beijing, April 2002. http://WWW.forest-trends. Org/whoweare/_ppt/scherr_carbon_bjg. ppt, dikunjungi 12 Oktober 2008. Widada. 2007. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Mendukung Pembangunan Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya. Materi Kuliah pada Pelatihan Valuasi Sumberdaya Alam, tanggal 6–16 Maret 2007, Balai Diklat Kehutanan Pekanbaru, Pekanbaru.