NILAI DIDAKTIS DALAM CERITA RAKYAT NUSANTARA SEBAGAI PEMBENTUK PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA Rusma Noortyani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Unlam
[email protected] Abstrak: Cerita rakyat nusantara umumnya bertema asal usul terjadinya suatu tempat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh cerita rakyat merefleksikan kehidupan masyarakat Indonesia yang multimajemuk dan secara nyata dapat menjadi cerminan hidup berbangsa, bernegara, serta bermasyarakat yang beradab dan bermartabat. Nilai didaktis yang terkandung dalam cerita rakyat nusantara meliputi nilai didaktis moral, nilai didaktis adat, nilai didaktis agama, nilai didaktis sejarah, dan nilai didaktis kepahlawanan. Nilai didaktis yang diperoleh dari cerita rakyat nusantara bersumber pada budaya sendiri dalam menampilkan wajah budaya Indonesia menjadi tonggak sejarah sebagai pembentuk persatuan dan kesatuan bangsa. Kata kunci: nilai didaktis, cerita rakyat nusantara Abstract: The archipelago folklore generally themed the origin of a place. This research is motivated by the folklore that reflects the life of Indonesian society that is multycompound and in real may be a reflection of nationhood, state, and society that are civilized and dignified. Didactic value that contains in the archipelago folklore includes didactic moral value, moral didactic value, religious didactic value, historical didactic value, and heroism didactic value. Didactic value derived from the archipelago folklore sourced in their own culture in showing the face of Indonesian culture to be the history stake as the forming of unity of the nation. Keywords: didactic value, the archipelago folklore A. Pendahuluan Sastra daerah hidup pada setiap bagian wilayah Indonesia dan dimiliki oleh setiap suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke yang dikenal dengan sebutan sastra nusantara (Seli, 1996:2). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan yang diperoleh dari PUM Kemendagri yang terbaru tahun 2015 ada 34 provinsi. Sastra daerah berkembang sejalan dengan perkembangan wilayah yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan sastra nusantara beraneka ragam mulai dari keragaman genre, gaya ungkap, tokoh, mitologi, sampai ke masalah sosial, politik, dan budaya etnik. Karya sastra yang mengangkat warna lokal martabat budaya daerahnya sudah dilakukan. Ini berkaitan dengan fungsi sastra daerah sebagai pelengkap alam pikiran, sikap dan nilai-nilai budaya masyarakat pendukungnya. Selain itu, sastra daerah juga sebagai penunjang perkembangan bahasa daerah, penunjang perkembangan bahasa dan sastra
Indonesia, dan penyampai gagasan-gagasan yang mendukung pembangunan nasional. Dengan adanya otonomi daerah dan era keterbukaan yang disebarkan oleh para reformis membuka jalan bagi daerah untuk menunjukkan jati dirinya. Peran budaya daerah menjadi sangat urgen bagi perkembangan sastra nusantara selanjutnya. Jika dalam karya sastra yang ditampilkan dapat menunjukkan adanya kebhinekatunggalikaan, karya tersebut dapat menjadi perekat pergaulan antarsuku, ras, agama, dan antargolongan serta menjadi andil yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karya sastra yang menggambarkan budaya daerah menjadi akar dan pilar budaya Indonesia. Budaya daerah juga menjadi substansi utama dalam pengembangan budaya Indonesia baru dalam menghadapi era globalisasi dan pasar bebas. Kehadiran budaya daerah dalam khazanah budaya Indonesia harus terus dibina. Sastra daerah memalui cerita rakyat nusantara tetap disajikan sampai sekarang. Selain itu, budaya daerah yang potensial dijadikan kekayaan budaya nasional dan juga ikut menopang budaya nusantara. Kebudayaan nasional harus berdasar dan berakar pada puncakpuncak lama dan asli di daerah. Puncak kebudayaan lama dan asli memiliki unsur kebudayaan yang memenuhi syarat menuju kemajuan adat, budaya, dan persatuan bangsa. Jika mengingat pentingnya usaha memajukan dan mengembangkan kebudayaan nasional, kebudayaan daerah harus dihidupkan dan dimasyarakatkan. Hubungan budaya lokal dan nasional tentu bersifat dialektis yang saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam skala nasional, kebudayaan yang berkembang membawa kekayaan lokal untuk melengkapi dan secara positif memberi ruang gerak kepada unsur-unsur lokal mengemuka ke publik. Bahkan tidak menutup kemungkinan apa yang sebelumnya bersifat lokal berkembang ke arah nasional. Usaha untuk memajukan dan mengembangkan kebudayaan sudah dilakukan, salah satunya dengan koleksi cerita rakyat nusantara. Cerita rakyat ini bertujuan mengembangkan dan memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Cerita rakyat merupakan bagian dari sastra lisan yang pernah hidup dan menjadi milik masyarakat, diwariskan secara lisan dan turun temurun yaitu dari satu generasi ke generasi yang lain. Cerita rakyat juga sebagai buah pikiran warisan leluhur bangsa mengandung bermacam-macam pesan. Cerita rakyat sebagai bagian dari kebudayaan mengandung berbagai gagasan dan penuh hati (makna) yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Cerita rakyat nusantara sebagai salah satu warisan budaya bangsa menyimpan berbagai misteri berupa sejarah dan nilai-nilai masa lalu bangsa yang harus digali dan
diperhitungkan eksistensinya. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat ini berguna bagi kehidupan masyarakat sebagai kekayaan budaya. Finnegan (1978:77-78) menyatakan bahwa keberadaan sastra lisan perlu dipertimbangkan terhadap hal-hal yang menyangkut geografi, sejarah, kepercayaan, dan agama serta aspek kebudayaan lainnya. Cerita rakyat yang berkaitan dengan suatu nama tempat dan bentuk topografi, memiliki jumlah tidak terbatas di setiap daerah bila dibandingkan dengan mite atau dongeng (Dundes dalam Danandjaja, 1991:67). Kajian cerita rakyat nusantara telah mendapatkan banyak perhatian dari kalangan cendekia, khususnya pemerhati folklor. Penelitian tentang cerita rakyat sudah dilakukan. Pertama, penelitian ditulis oleh Sitiatun (2014) dengan judul Analisis Tema dan Amanat Kumpulan Legenda Cerita Rakyat Nusantara 33 Provinsi Karya Dea Rosa. Hasil penelitian ini menemukan tema tentang sejarah dan asal mula, baik asal mula nama kota maupun pulau, sedangkan amanat yang diperoleh dari kumpulan Legenda cerita Nusantara 33 Provinsi ini banyak mengajarkan kita untuk menjadi orang yang baik dan berguna untuk orang lain. Namun, khusus didaktis dalam cerita rakyat nusantara tidak dijelaskan. Kedua, Trisari S. dan Soeratmo dalam artikel jurnal UGM (2011) yang berjudul Struktur Naratif Cerita Rakyat Jambi: Telaah berdasarkan Teori Vladimir Propp. Penelitian tersebut menganalisis lima buah cerita rakyat Jambi dengan menggunakan struktur naratif dari Vladimir Propp dalam menganalisis fungsi yang terdapat dalam cerita rakyat. Hasil penelitiannya hanya menjelaskan mengenai jumlah fungsi pelaku dan kerangka urutan fungsi lima cerita rakyat Jambi tersebut. Ketiga, penelitian Sunarto (2008) berjudul Nilai-Nilai Didaktis dalam Cerita Rakyat Aji Kahar Masyarakat Kuala Pane Kabupaten Labuhan Batu. Penelitian ini sudah membahas nilai didaktis, tetapi hanya satu daerah. Nilai didaktis yang ditemukan yaitu tolong-menolong, memiliki sikap kemanusiaan, kejujuran, sikap tidak hatihati akan merugikan diri sendiri, dan amanah. Dari tiga penelitian di atas, belum ada yang meneliti tentang nilai didaktis untuk cerita rakyat nusantara yag dikaitkan dengan pembentuk persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk itu peneliti akan memfokuskan nilai didaktis dalam cerita rakyat nusantara sebagai pembentuk persatuan dan kesatuan bangsa. Nilai didaktis yang terkandung dalam cerita rakyat nusantara belum terungkap secara mendalam melalui kegiatan penelitian. oleh karena itu, perlu dilaksanakan penelitian lebih khusus dan mendalam sebagai upaya untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai nilai didaktis dalam cerita rakyat nusantara sebagai pembentuk persatuan dan kesatuan bangsa.
B. Metode Metode penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Suryabrata (1995:18) penelitian deskriptif adalah untuk membuat pecandraan secara sistematis, faktual yang akurat mengenai fakta-fakta atau sifat-sifat populasi yang terdapat di daerah tertentu. Penelitian kualitatif sesuai dengan ciri-ciri yang dikemukakan Bogdan dan Biklen (1998:27:30). Alasan menggunakan penelitian kualitatif: 1) cerita rakyat nusantara dipandang bersifat alamiah sebab peneliti tidak melakukan rekayasa terhadap tulisan cerita rakyat tersebut, 2) cerita rakyat nusantara dipandang sebagai sumber data langsung dan peneliti sebagai human instrument yang secara hermeneutis dapat memahami nilai didaktis dalam cerita rakyat sebagai pembentuk persatuan dan kesatuan bangsa, 3) pemaparan dan pembahasan hasil analisis data bersifat deskriptif-eksplanatif, 4) penelitian ini lebih mengutamakan proses tanpa mengabaikan hasil, dan 5) analisis data dilakukan secara induktif. Objek penelitian ini berkaitan dengan nilai didaktis dalam cerita rakyat nusantara. Data penelitian ini berupa cerita rakyat nusantara dalam bentuk kata, kalimat, paragraf, dan wacana dianalisis nilai didaktis. Sumber data berupa cerita rakyat nusantara dari berbagai daerah. Data dikumpulkan melalui penelitian bahasa dan sastra ini digunakan metode hermeneutik, mengingat sifat dari hermeneutik adalah menganalisa atau menafsirkan teks secara keseluruhan. Secara spesifik, dalam penelitian ini menggunakan tiga tahapan analisis yang biasa digunakan dalam metode hermenetik, yaitu analisis naratif, analisis struktural, dan apropriasi. Analisis naratif memungkinkan untuk mengetahui unsur-unsur kisah dalam teks sehingga memudahkan pembaca yang belum membaca teks yang diteliti, sedangkan analisis struktural digunakan untuk mengetahui struktur-struktur yang mengikat dan membentuk kisah dalam suatu teks tersebut. Di samping itu apropriasi digunakan untuk melakukan analisis yang lebih mendalam yakni untuk menyambungkan teks dengan rangka sosial budaya, sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan hasil analisis yang lebih optimal. Dalam penelitian ini pun digunakan analisis model interaktif dilaksanakan mulai dari tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penyimpulan data, dan verifikasi data (Miles dan Huberman, 1984). C. Nilai Didaktis dalam Cerita Rakyat Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik menurut standar logika (benar atau salah), estetika (baik atau buruk), etika (adil atau tidak adil), agama (dosa atau tidak), serta menjadi acuan dan sistem atas keyakinan diri maupun kehidupan (Darmadi, 2007:27-28). Santayana
(Hazlitt, 2003:205) menyatakan bahwa nilai merupakan sebuah prinsip perspektif dalam ilmu, tidak lebih kecil daripada kebenaran dalam hidup. Didaktis merupakan unsur-unsur dari pendidikan yang esensial bagi manusia. Dengan kata lain, pendidikan dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Melalui pendidikan manusia dapat belajar menghadapi segala problematika yang ada di alam semesta demi mempertahankan kehidupannya. Pendidikan juga dapat membentuk kepribadian seseorang dan dapat diakui sebagai kekuatan yang dapat menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Dengan bantuan pendidikan, seseorang memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi, sehingga ia mampu menciptakan karya yang bermanfaat, baik dalam hidupnya maupun dalam lingkungan sekitarnya. Dengan bantuan pendidikan manusia dapat mencapai suatu peradaban dan kebudayaan yang tinggi. Begitu pula dengan seorang pengarang yang selalu menyelipkan unsur-unsur pendidikan (didaktis) dalam karya-karyanya agar terjadi sublimasi terhadap pembacanya, sehingga diharapkan apa yang dibacanya dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam bersikap dan bertindak. Karya sastra berfungsi sebagai dulce et utile, artinya sebagai penghibur sekaligus berguna. Dari pengertian dipahami bahwa peranan novel bukan sekadar menghibur tetapi juga mengajarkan sesuatu. Belgion dalam Wellek (1972) mengatakan: That is to say, every writer adopts a view or theory of life... the effect of the work is always to persuade the reader to accept that view or theory. This persuasion is to say, the reader is always led to believe something, and that assent is hypnotic-the art of the presentation seduces the reader... (=setiap penulis mengadopsi pandangan atau teori kehidupan... efek dari pekerjaan selalu membujuk pembaca untuk menerima pandangan atau teori. Persuasi ini bertujuan agar pembaca selalu dituntun untuk percaya sesuatu sehingga pembaca menggiring melalui presentasi hipnosis-seni). Seorang pengarang akan memperhatikan nilai didaktis dalam karyanya. Nilai didaktis yakni pendidikan dan pengajaran dapat mengantarkan pembaca kepada suatu arah tertentu. Oleh sebab itu karya sastra yang baik adalah karya sastra yang memperlihatkan tokoh-tokoh yang memiliki kebijaksanaan dan kearifan sehingga pembaca dapat mengambilnya sebagai teladan. Keteladan yang terdapat dalam cerita bisa berupa: 1) ajaran kebaikan terdapat dalam cerita; 2) moral yang digambarkan; 3) falsafah hidup tokoh-tokohnya; 4) ganjaran yang diterima tokoh-tokohnya; 5) isme-isme yang mempengaruhi atau menggerakkan tokohnya; 6) kekalahan nilai keburukan; 7) keadaan pendidikan tokohnya yang digambarkan; dan 8) amanat di akhir cerita.
Bentuk-bentuk kesusastraan itu diciptakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yakni sebagai alat mengekspresikan pikiran dan perasaan serta sebagai alat menyampaikan petuah-petuah dan pendidikan. Sastra lisan yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat dikenal pula sebagai cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk folklor yang berkembang dalam suatu kelompok masyarakat dan merupakan milik masyarakat yang bersangkutan. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantaranya kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat (Danandjaja, 1991:2) yang menyebabkan eksistensi kita di masa kini, dan belajar mengapresiasi warisan leluhur. Salah satu dari sekian banyak warisan budaya di Indonesia adalah cerita rakyat nusantara. Cerita rakyat merupakan satu jenis cerita yang hidup dan berkembang dengan caranya sendiri sampai saat ini. Cerita rakyat juga memainkan peranan penting dalam usaha pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional, terutama dalam pembangunan rohani bangsa Indonesia. Cerita rakyat nusantara banyak memberikan pesan moral maupun pengajaran yang penting untuk setiap pembaca. Pada saat membaca cerita rakyat selain bersifat hiburan cerita rakyat juga memiliki nilai-nilai pendidikan atau didaktis yang terkandung di dalam sebuah cerita. Selain itu, cerita rakyat dapat menjadi alat untuk memelihara dan menurunkan buah pikiran suatu suku atau bangsa pemilik sastra itu. Pendapat ini mengandung arti bahwa melalui cerita rakyat nusantara dapat mempersatukan bangsa Indonesia. Cerita rakyat nusantara berhubungan dengan kepercayaan dan merupakan peradaban yang erat pula hubungannya dengan kehidupan. Untuk itu cerita rakyat nusantara merupakan bahan analisis yang tepat untuk memahami tingkah laku, pikiran dan falsafah kehidupan masyarakat pemilik cerita tersebut. Cerita rakyat yang menjadi bahan analisis dalam penelitian ini adalah cerita rakyat nusantara dari buku koleksi cerita rakyat nusantara karya Dwiko R. (2006). Dalam buku tersebut banyak di antara cerita rakyat itu yang mengandung ide yang besar, buah pikiran yang luhur, penyelaman jiwa yang berharga dan sebagainya. Semuanya itu masih tetap dapat dimanfaatkan pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang. Dalam hal ini Nurgiyantoro (2002:166) menjelaskan bahwa unsur-unsur (buah pikiran yang luhur) lebih ditekankan, karena cerita tradisional (cerita rakyat) hadir pertamatama dan terutama untuk memberikan pengajaran (didaktis). Berdasarkan paparan di atas, cerita rakyat nusantara layak dikaji dan dianalisis sebagai salah satu usaha pelestarian serta pengembangan nilai-nilai karya sastra daerah juga
akan memperkaya hazanah sastra dan budaya Indonesia, sehingga dapat mempersatu bangsa. Apabila tidak dilestarikan atau dikembangkan maka dikhawatirkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya akan hilang dan generasi yang akan datang tidak akan mengenal lagi cerita-cerita rakyat tersebut. Sementara itu cerita-cerita yang tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia akan lebih dikenal bahkan mendapat posisi di hati masyarakat kita, seperti cerita-cerita yang bercorak kriminal, kekerasan, perusakan, penindasan, pemboman di mana-mana dan lain-lain. Ditambah lagi dengan masuknya cerita-cerita yang hanya bersifat hiburan saja dan tidak mengandung nilai-nilai pengajaran dan pendidikan (didaktis), melalui media informasi seperti televisi.
D. Hasil dan Pembahasan Nilai didaktis dalam cerita rakyat nusantara meliputi nilai-nilai: (1) nilai didaktis moral, (2) nilai didaktis adat,(3) nilai didaktis agama,(4) nilai didaktis sejarah, dan (5) nilai didaktis kepahlawanan. Berikut nilai didaktis yang ditemukan dalam cerita rakyat nusantara. 1) Moral selalu mengacu pada perbuatan manusia, yakni perbuatan yang baik dan buruk.
Moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat ditafsirkan dan diambil lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca (Nurgiyantoro, 2002: 321). Nilai didaktis moral yang berisi ajaran baik dapat ditemukan dalam cerita rakyat berjudul Asal Usul Patung Joko Dolog. Sikap baik ditunjukkan pada saat menerima tamu. Menerima tamu dengan hormat adalah sifat yang baik. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: “Selang beberapa saat kemudian, Adipati Jayengrana kedatangan tamu dari Kabupaten Kediri. Tamu itu seorang pemuda bernama Jaka Tarumo, putra Bupati Kediri. Ia memang sering berkunjung ke Surabaya. Bahkan karena kerap kali datang, ia pun sudah tidak merasa asing (Dwiko R., 2006:10)”. 2) Adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan (Koentjaraningrat, 1984:10). Secara
lengkap, Wujud itu disebut adat tata kelakuan. Adat ini berfungsi sebagai pengatur kelakuan. Nilai didaktis adat dapat ditemukan dalam cerita rakyat berjudul Suwunggaling. Pengangkatan pejabat dilakukan dengan adat upacara. Upacara dapat memperlancar cara mempelajari adat dan pengetahuan kesukuan serta membantu untuk melestarikan kebudayaan. Hal ini tercermin dalam kutipan berikut. “Pada saat dilangsungkan upacara perjamuan sebagai perayaan pengangkatan Jaka Berek sebagai Bupati (Dwiko R., 2006:45)”.
Nilai didaktis tampak juga pada cerita rakyat berjudul Naga Baru Klinting adanya upacara bersih desa agar desa terjaga dari musibah dengan kutipan berikut. “Wanita itu mulai bercerita bahwa beberapa tahun silam di Kademangan Mangiran hendak diadakan hajatan berupa bersih desa. Karenanya ia dipanggil ayahnya, Demang Taliwangsa. “Putriku, pergilah menemui Ki Wanabaya dan katakan bahwa pusakanya dipinjam beberapa hari untuk keperluan upacara bersih desa,” kata Ki Taliwangsa kepada anak gadisnya (Dwiko R., 2006:20)” 3) Agama diyakini oleh para pendukungnya merupakan sumber rasa kewajiban sosial
(Russell, 1993: 80). Ketika seseorang berbuat hal yang tidak menyenangkan bagi para dewa, mereka cenderung menghukum tidak hanya individu yang bersalah tetapi seluruh suku hangsa itu (Russell, 1993:80). Religi dan kepercayaan mengandung segala keyakinan serta bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan tentang wujud dari alam gaib (supernatural); serta segala nilai, norma dan ajaran dari religi yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1984: 45). Agama sungguh penting untuk pendidikan. Nilai didaktis agama dapat ditemukan dalam cerita rakyat berjudul Asal Usul Situ Bagendit. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Wahai Nyi Mas Inten, sadarlah bahwa hartamu itu hanyalah titipan dari Tuhan. Jika kau kikir dan kejam terhadap orang miskin, maka tunggulah pembalasan Tuhan! Ujar Kakek” (Dwiko R., 2006:45)”. 4) Sejarah berkaitan dengan warisan budaya. Waluyo (1990) menyatakan bahwa naskah dan
tradisi lisan warisan budaya leluhur bermanfaat untuk mengenali perjalanan sejarah masyarakat lokal dan bangsa. Cerita rakyat dapat berperan sebagai penghubung kebudayaan masa silam dengan kebudayaan yang akan datang (Sugono, 2003:127). Melalui cerita rakyat setidaknya dapat dirunut kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada masa lampau. Nilai didaktis sejarah dapat ditemukan dalam cerita rakyat berjudul Asal Usul Banjarmasin. Hal tersebut dilihat pada kutipan di bawah ini. “Biarkan aku tetap berkuasa di Bandar Masih ini. Aku akan membesarkan kota pelabuhan ini. Jika engkau enggan memerintahkan Nagara Daha, biarlah pemerintahan itu bergabung dengan Bandar Masih. Kalau berkenan paman bisa memerintah di Batang Alai. Nanti kita bisa bekerjasama membangun kemajuan rakyat di Kalimatan ini,” jawab Pangeran Samudra. ...Bandar Masih akhirnya menjadi kerajaan besar dan ramai. Sayangnya jika kemarau tiba, air laut masuk ke sungai Barito sehingga rakyat kesulitan air. Karena tu Bandar Masih kemudian berubah menjadi Banjarmasin yang artinya pelabuhan beair asin (Dwiko R., 2006:121)”.
5) Kepahlawanan di dalam setiap peristiwa atau kejadian pasti akan menjadikan idola dalam
cerita. Hal ini juga dapat dijumpai dalam karya sastra, termasuk di dalamnya cerita rakyat. Tokoh atau beberapa orang yang menjadi pusat cerita adakalanya dikagumi masyarakat, tetapi ada pula yang dibenci masyarakat. Pelaku cerita yang dikagumi biasanya mempunyai keberanian, jiwa kepahlawanan atau semangat perjuangan, membela kebenaran, memperjuangkan daerah atau tanah kelahirannya, dan semacamnya. Nilai didaktis kepahlawanan dapat ditemukan dalam cerita rakyat berjudul Asal Usul Huruf Jawa. Tokoh Ajisaka dalam cerita rakyat ini berusaha menenangkan rakyat dan berani melawan kejahatan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Pada kesempatan lain beberapa prajurit kerajaan Medang memasuki desa Sengkeran. Orang-orang tahu jika prajurit datang pasti mereka mencari seseorang untuk dijadikan mangsa Prabu Dewata Cengkar. Mereka ketakutan dan berlarian mencari persembunyian. Ajisaka berusaha menenangkan. Dia menyarankan agar semua penduduk mengungsi di rumah Nyai Angkeran. Ketika para prajurit mendatangi rumah Nyai Angkeran segera Ajisaka menyongsongnya” (Dwiko R., 2006:103-105). Nilai didaktis kepahlawanan yakni tokoh Aku berani terhadap kezaliman yang tampak dalam kutipan berikut. “Nini, engkau jangan khawatir. Aku akan melindungimu. Aku akan bertanggung jawab jika pasukan Prabu Menak Prakoso mencarimu.” (Dwiko R., 2006:30). E. Penutup Simpulan Cerita rakyat nusantara mencerminkan keberagaman sastra nusantara di Indonesia yang multikultural itu tidak menyurutkan semangat membangun keindonesiaan yang lebih baik, lebih beradab, dan lebih bermartabat. Perkembangan karya sastra nusantara di Indonesia secara nyata menunjukkan bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara itu pun berkaitan erat dengan kehidupan bersastra. Nilai didaktis yang terkandung dalam cerita rakyat nusantara meliputi: 1) nilai didaktis moral, 2) nilai didaktis adat, 3) nilai didaktis agama, 4) nilai didaktis sejarah, dan 5) nilai didaktis kepahlawanan. Berdasarkan lima nilai didaktis yang ditemukan dalam cerita rakyat nusantara sebagai sarana untuk membentuk nilai-nilai didaktis yang berlaku di masyarakat, sehingga terbentuk persatuan dan kesatuan bangsa. Rekomendasi Kepada Pemerintah Daerah disarankan untuk memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan untuk merancang dan menentukan arah kebijakan. Selain itu, dapat digunakan
sebagai media untuk melindungi, mempertahankan, mengembangkan, dan melestarikan keberadaan cerita rakyat sebagai kekayaan budaya nasional.
DAFTAR PUSTAKA Bogdan, Robert C & Sari Knopp Biklen. 1998. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon Inc. Danandjaja, James. 1991. Folklor Indonesia: Ilmi Gosip, Dogeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti. Darmadi, Hamid. 2007. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung : Alfabeta. Dwiko R., Firzatullah. 2006. Koleksi Cerita Rakyat Nusantara. Surabaya: Pustaka Media Finnegan, Ruth. 1978. Oral Literature In Africa Nairobi. London: Oxford University Press. Hazlitt, Henry. 2003. Dasar-Dasar Moralitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Koetjaraningrat. 1984. Kebudayaan. Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia. Miles, M.B. & A. Michael Huberman. 1984. Qualitative Data Analysis. London: Sage Publication. Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Russel, Bertrand. 1993. Pendidikan dan Tatanan Sosial (Edisi terjemahan oleh A Setiawan Abadi). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Seli, Sesilia. 1996. Struktur, Fungsi, dan Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat Dayak Kanayatn. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana IKIP Bandung. Sugono, Dendy (Ed). 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia I. Jakarta: Pusat Bahasa. Sunarto 2008. Nilai-Nilai Didaktis dalam Cerita Rakyat Aji Kahar Masyarakat Kuala Pane Kabupaten Labuhan Batu. Skripsi tidak diterbitkan Medan: Universitas Sumatera Utara. Suryabrata, Sumadi.1995. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sitiatun. 2014. Analisis Tema dan Amanat Kumpulan Legenda Cerita Rakyat Nusantara 33 Provinsi Karya Dea Rosa. Artikel E-Journal. Tanjung Pinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji. http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/Iec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2014/08/EJOURNEL-SITIATUN090388201131-FKIP-2014.pdf. (Diakses pada 20 September 2016) Trisari S, Agatha. dan Siti Chamamah Soeratmo. 2011. Struktur Naratif Cerita Rakyat Jambi: Telaah berdasarkan Teori Vladimir Propp. Artikel jurnal UGM Sosiohumanika. Diakses pada 22 September 2016)
Waluyo, Herman J. 1990. Apresiasi Prosa dan Drama. Surakarta: UNS Press. Wellek, Rene. 1972. Literary Theory, Criticism and History dalam 20th Century Literary Criticism David Lodge. Ed. London dan New York: Logman.