perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN SEPOTONG BIBIR PALING INDAH DI DUNIA KARYA AGUS NOOR
SKRIPSI
Oleh:
NIKEN SARASVATI DEVI K1207003
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Oktober 2012 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama
: Niken Sarasvati Devi
NIM
: K1207003
Jurusan/Program Studi
: PBS/Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
menyatakan bahwa skripsi saya berjudul ”KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN SEPOTONG BIBIR PALING INDAH DI DUNIA KARYA AGUS NOOR” ini benarbenar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Oktober 2012
Yang membuat pernyataan
Niken Sarasvati Devi
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI PENDIDIKAN KUMPULAN CERPEN SEPOTONG BIBIR PALING INDAH DI DUNIA KARYA AGUS NOOR
Oleh: NIKEN SARASVATI DEVI K1207003
Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Oktober 2012
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Niken Sarasvati Devi. KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI PENDIDIKAN KUMPULAN CERPEN SEPOTONG BIBIR PALING INDAH DI DUNIA KARYA AGUS NOOR. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Oktober. 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengidentifikasi ikon, indeks, dan simbol yang ada di dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor; (2) menganalisis makna yang ada di balik ikon, indeks, simbol; (3) mendeskripsikan serta mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan dalam karya tersebut. Penelitian ini beruapa penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data berasal dari dokumen (Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor) dan informan (beberapa pembaca karya tersebut, dan sastrawan). Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi (content analysis). Validitas data menggunakan teknik triangulasi metode dan triangulasi sumber. Analisis data menggunakan teknik pembacaan hermeneuitik atau retroaktif. Prosedur yang digunakan adalah analisis model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam karya tersebut, ikon, indeks, dan simbol yang teridentifikasi sebagai berikut: ikon yang terdapat dalam kumpulan cerpen ini berupa ikon metaforis, indeks dalam karya tersebut berupa indeks yang memiliki hubungan dengan teks dalam teks, dan simbol yang terdapat dalam karya tersebut berupa simbol yang diwakilkan oleh suatu benda dan gerakan tubuh para tokoh. Simpulan dari penelitian ini adalah ikon metaforis yang terdapat dalam kumpulan cerpen ini memiliki makna konotasi tertentu dari apa yang disebutkan (sesuai dengan konteks cerita). Indeks yang memiliki kaitan dengan teks dalam teks memiliki makna yang dikelompokkan menjadi tiga macam, antara lain bermakna penggambaran perasaan para tokoh dalam cerita, penggambaran latar tempat dan suasana dalam cerita, dan penggambaran watak para tokoh dalam cerita. Simbol yang diwakili oleh benda bermakna terjadinya suatu peristiwa (kematian) dan simbol berupa gerakan tubuh merupakan ekspresi yang mewakili perasaan para tokoh. Nilainilai pendidikan pada karya tersebut, antara lain nilai agama mengajarkan untuk selalu mengingat Tuhan dan datangnya kematian, tabah dalam menjalani ujian dan ketentuan Tuhan. Nilai sosial, tentang toleransi terhadap orang lain serta kritik sosial terhadap pemerintah dalam menangani ketimpangan sosial yang semakin tajam. Nilai moral, tentang kejujuran dan kebenaran dalam setiap langkah diambil. Nilai estetis, keindahan latar tempat yang digambarkan pengarang. Kata kunci: kajian semiotik, sepotong bibir paling indah di dunia, nilai pendidikan.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Tidak semua hal dapat disampaikan dengan gamblang dan lugas. Terkadang kita membutuhkan tanda atau lambang untuk menunjukkan sikap etis dan estetis. (Penulis)
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN Teriring syukurku pada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk :
”Bapak dan Ibu” Doamu yang tiada terputus, kerja keras tiada henti, pengorbanan yang tak terbatas
dan kasih sayang tidak terbatas pula. Semuanya
membuatku bangga memiliki kalian. Tiada kasih sayang yang seindah dan seabadi kasih sayangmu.
“ Saudara-saudaraku, Puthut Widyawan, Bayu Murti Sulaiman, dan Ayusta Sri Nurhayati” Terima kasih karena senantiasa memberikan semangat dan nasihat untuk terus melakukan yang terbaik.
”Segenap keluarga Siti Soetardjo” Terima kasih atas semangat, pengertian, dan doa yang tercurah untukku agar bisa mencapai impian yang juga menjadi harapan kalian semua.
”Ranin Agung Kurniawan” Terima kasih atas perhatian, pengertian, dan doamu yang tercurah untukku agar bisa menjadi seseorang yang kuat menghadapi kehidupan.
”Teman-teman Bastin” Terima kasih karena telah membuatku menjadi lebih dewasa.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN SEPOTONG BIBIR PALING INDAH DI DUNIA KARYA AGUS NOOR”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penulisan skripsi; 2. Dr. Muhammad Rohmadi, S. S, M. Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang telah memberikan persetujuan skripsi; 3. Dr. Kundharu Saddhono, M. Hum., Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin penulisan skripsi; 4. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., selaku pembimbing I dan Dra. Raheni Suhita, M. Hum., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik; 5. Dr. Suyitno, M. Pd., Pembimbing Akademik, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama menjadi mahasiswa di Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS;
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah tulus memberikan ilmu dan masukan-masukan pada penulis; 7. Bapak Hanindawan, Leak Sosiawan, Rudy A.Nugroho, Bayu Murti Sulaiman, Bapak Yayat Suhiryatna, Ranin Agung Kurniawan, Yunita N.K, Fatima Z., Asri Puspitaningtyas, Tyas Sri U., atas waktu yang diluangkan untuk menjadi narasumber; 8. Rekan-rekan Bahasa dan Sastra Indonesia 2007 yang tidak dapat saya sebutkan satu demi satu yang telah membantu dan membersamai selama menjadi mahasiswa dan dalam menyelesaikan skripsi ini; 9. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karenaa keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Oktober 2012
Penulis,
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………
i
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………….
ii
HALAMAN PENGAJUAN……………………………………………
iii
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………….
iv
HALAMAN ABSTRAK………………………………………………..
v
HALAMAN MOTTO…………………………………………………...
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………
viii
KATA PENGANTAR…………………………………………………..
ix
DAFTAR ISI…………………………………………………………….
xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………
xiv
DAFTAR TABEL……………………………………………………….
xv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………
xvi
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………
1
B. Rumusan Masalah……………………………………………….
4
C. Tujuan Penelitian………………………………………………… 4 D. Manfaat Penelitian……………………………………………….
4
BAB II: LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ……………………………..………………….
6
1. Hakikat Cerpen………..…………………………………...
6
a. Pengertian Cerpen.……………………………………
6
b. Unsur-unsur Pembangun Cerpen…..………………...
7
1) Tema Cerita……………………………………….
7
2) Amanat……………………………………………
8
3) Peristiwa Cerita (Alur)…………………………….. 8 4) Penokohan dan Perwatakan……………………....
10
5) Latar Cerita ………..……………………………...
12
6) Sudut Pandang Pencerita…………………………
12
7) Gaya Pengarang…………………………………...
13
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Hakikat Semiotik…………………………………………..
14
a. Pengertian Semiotik…………………………………..
14
b. Semiotika dalam Penelitian Karya Sastra…………....
20
3. Hakikat Nilai dalam Karya Sastra …………………………
24
a. Nilai Agama…………..………………………………..
25
b.Nilai Sosial……………………………………………..
25
c. Nilai Moral……………………………………………..
26
d.Nilai Estetis…………………………………………….
26
4.Penelitian yang Relevan……………………………………..
28
B. Kerangka Pemikiran ..……………………………………………... 31 BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………. 33 B. Bentuk dan Strategi Penelitian……………………………………. 33 C. Sumber Data……………………………………………………… 34 D. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….. 34 E. Validitas Data…………………………………………………….
36
F. Teknik Analisis Data……………………………………………. 37 G. Prosedur Penelitian………………………………………………. 37 BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data………….………………………………………… 40 B. Pembahasan……………………………………………………… 63 1. Identifikasi Ikon, Indeks, dan Simbol dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia………………………… 72 2. Analisis Makna Ikon, Indeks, dan Simbol dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia………………………… 87 3.Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia ………………………………………....….…….192 BAB V: SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan……………………………………………………………206 B. Implikasi……………………………………………………………207
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Saran………………………………………………………………..207 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………209
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Skema Tipologi Dasar Peirce……………………………………
16
2. Skema Kerangka Pemikiran………………………………. ……
32
3. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif Milles dan Huberman………………………………………………………..
commit to user xiv
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Trikotomi Peirce ..................................................................
18
2. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan………………………...
33
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Sinopsis Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia…….209 2. Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Dosen UPI Bandung ……213 3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Sastrawan………………..215 4. Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Pembaca…………………219 5. Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Sastrawan untuk Validasi Data……………………………………………………………………...223 6. Profil Agus Noor…………………………………………………………240 7. Surat Keputusan Dekan FKIP…………………………………………...241 8. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi……………………………...242
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apresiasi sastra merupakan salah satu mata kuliah yang diajarkan pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di perguruan tinggi yang memiliki fungsi untuk meningkatkan kepekaan rasa kemanusiaan, kepedulian sosial, dan menumbuhkan apresiasi mahasiswa. Hal tersebut sesuai dengan rasional dalam mata kuliah Apresiasi dan Pengkajian Prosa Fiksi yang menyebutkan bahwa mata kuliah tersebut diberikan pada mahasiswa untuk meningkatkan dan mengembangkan kepribadian, keilmuan, keterampilan akademik dan bermasyarakat khususnya dalam bidang keterampilan mengapresiasi prosa fiksi dalam khasanah sastra Indonesia dengan berbagai metode pengkajian (2004: 69). Dalam mengapresiasi sastra terdapat beberapa pendekatan, antara lain, yaitu pendekatan struktural (strukturalisme), pendekatan strukturalisme genetik, pendekatan semiotik, pendekatan strukturalisme semiotik, pendekatan intertekstual, pendekatan resepsi, pendekatan poststrukturalisme, pendekatan sosiologi sastra, pendekatan psikologi sastra, dan pendekatan feminis. Melalui pendekatan-pendekatan sastra tersebut, mahasiswa diajak untuk memahami, menikmati, dan menghayati karya sastra, salah satunya yaitu cerpen. Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang tidak hanya memberikan hiburan semata, tetapi juga sebagai media pembelajaran mengenai kehidupan yang terkandung dalam amanat atau pesan dari karya sastra tersebut sehingga pembaca bisa mendapatkan pengetahuan baru mengenai sesuatu hal melalui karya sastra yang dibacanya. Salah satu yang termasuk karya sastra, yaitu
cerpen. Sebagai salah satu karya sastra,
cerpen diharapkan mampu membentuk pemikiran-pemikiran yang positif bagi pembacanya sehingga pembaca peka terhadap masalah-masalah yang
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
berkaitan dengan kehidupan sosial dan mendorong untuk berperilaku baik. Selain itu, cerpen dapat dijadikan sebagai bahan perenungan untuk mencari pengalaman karena di dalam cerpen terkandung nilai-nilai kehidupan, pendidikan, serta pesan moral. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Teeuw dalam Ratna (2005:4-5) berpendapat bahwa sastra berasal dari akar kata sas (Sansekerta) yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, secara leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar. Lebih lanjut, Ratna (2005:447) mengungkapkan bahwa karya sastra dan ekspansi pendidikan secara etimologis, sastra juga berarti alat untuk mendidik lebih jauh, dikaitkan dengan pesan dan muatannya, hampir secara keseluruhan karya sastra merupakan sarana-sarana etika. Cerpen-cerpen dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor bisa dijadikan sebagai salah satu bahan ajar apresiasi sastra di perguruan tinggi, karena cerpen-cerpen yang ada di dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang terbingkai dalam kisah seseorang dari lingkup yang kecil sampai dengan lingkup yang besar. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Dosen Bahasa dan Sastra UPI, Rudy Adi Nugroho ketika peneliti mewawancarai, “Dengan kualitas permainan tanda yang dihadirkan pengarang dalam kumpulan cerpen tersebut, saya kira sangat potensial sekali karya ini menjadi bahan ajar untuk mata kuliah kajian prosa fiksi khususnya terkait materi tentang kajian semiotik”. Selain itu, cerpen-cerpen dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor juga menyajikan dunia rekaan yang menyentak realitas keseharian dan memiliki nilai-nilai reflektif atas realitas sosial. Dari segi penyampaiannya, Agus Noor menggunakan cara ungkap yang menarik, yaitu dengan nuansa surealis dan jenaka. Teks dalam cerpen Agus Noor menghadirkan eksplorasi bahasa yang meluapkan keserbamungkinan makna, sekaligus menyajikan realitas imajinasi yang bisa disentuh oleh pembacanya. Nilai kehidupan yang terdapat dalam cerpen-cerpen tersebut salah satunya, yaitu rasa ikhlas
commit to user 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
menerima kenyataan hidup walaupun terasa pahit. Penggunaan unsur semiotik yang meliputi ikon, indeks, dan simbol pun terdapat dalam cerpen-cerpen tersebut. Dalam salah satu judul kumpulan cerpen tersebut, “Empat Cerita Buat Cinta” terdapat ikon metafora; “kristal air mata” yang sering muncul dalam cerpen tersebut. Selain itu, indeks yang terdapat dalam cerpen tersebut, yaitu salah satunya pada kalimat “ Sandra merasa bantalnya basah. Ia berharap, sungguh-sungguh berharap, para peri pemetik air mata itu muncul malam ini”. Sementara simbol yang digunakan pengarang dalam cerpen tersebut, yaitu “ air mata”. Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
beberapa
pembaca,
penggunaan tanda-tanda atau simbol dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor tersebut membuat pembaca sulit memahami atau mengerti isi dan pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya. Banyak hal-hal yang tidak terungkap secara gamblang
sehingga
menyebabkan
pembaca
kebingungan
dalam
menafsirkan, apalagi pada pembaca yang tingkat pemahamannya terhadap suatu karya sastra masih rendah. Berdasarkan beberapa penelitian yang mengkaji tentang unsurunsur semiotik yang meliputi ikon, indeks, dan simbol
yang pernah
dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Daru Roseno, Bambang Purwoko, Sadewo Wahyu Wardoyo, Ranin Agung Kurniawan, dan Yunita Nurul Khomsah, sedangkan penelitian pada Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah karya Agus Noor belum pernah dilakukan. Bertolak dari fakta tersebut peneliti tertantang untuk mengupas lebih dalam kumpulan cerpen tersebut yang berkaitan dengan unsur-unsur semiotik yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor. Berdasarkan beberapa hal tersebut, maka peneliti mengangkat judul Kajian Semiotik dan Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor.
commit to user 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Unsur ikon, indeks, dan simbol apakah yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor? 2. Apakah makna yang terdapat di balik unsur ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor ? 3. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor?
C. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan unsur ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor 2. Mendeskripsikan makna yang terdapat di balik unsur ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor. 3. Mendeskripsikan keterkaitan nilai yang terkandung dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor dengan pendidikan karakter di sekolah. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan, yaitu mengetahui dan menemukan unsur-unsur semiotik yang di antaranya, yaitu ikon, indeks, dan simbol yang terdapat pada Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor.
commit to user 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: a.
Bagi Dosen Memberikan satu alternatif karya sastra yang bisa dijadikan bahan ajar apresiasi sastra di perguruan tinggi khususnya dengan menggunakan kajian semiotik.
b.
Bagi Mahasiswa Membantu mahasiswa untuk memahami dan mengapresiasi suatu karya sastra khususnya cerpen yang berkaitan dengan unsurunsur semiotik yang meliputi ikon, indeks, dan simbol.
c.
Bagi Pembaca Membantu pembaca untuk memahami unsur-unsur semiotik yang meliputi ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam karya sastra.
d.
Bagi Peneliti Menambah wawasan tentang kajian semiotik dalam suatu karya sastra khususnya cerpen.
commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Cerpen a. Pengertian Cerpen Cerpen adalah salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa dengan ukuran yang pendek dan tentunya juga terdapat unsur-unsur yang membangun, karena memiliki kisah yang pendek, konflik yang terdapat di dalamnya pun tidak banyak dan cenderung fokus pada satu permasalahan saja, seperti yang diungkapkan oleh Gie dan Widyamartaya bahwa cerita pendek adalah cerita imajinatif yang berbentuk prosa pendek, biasanya di bawah 10.000 kata, dan mengandung kesan yang kuat serta mengandung unsur-unsur drama (dalam Rampan, 1995:10). Senada dengan pendapat di atas, pandangan Asura tidak jauh berbeda dengan Gie dan Widyamartaya dalam mendefinisikan cerita pendek, yaitu sama-sama memberi tekanan pada satu kesan atau efek yang kuat serta fokus dalam penceritaan dalam suatu cerita pendek. Asura mengungkapkan bahwa prinsip dasar dari sebuah cerita pendek jika dibandingkan dengan karya sastra yang lain, yaitu cerita pendek harus memberi satu efek atau kesan pada pembaca setelah membacanya (2007:43). Pandangan Sumardjo dan Saini mengenai cerpen lebih memfokuskan tentang asal atau inspirasi cerita pendek itu tercipta, Sumardjo dan Saini berpendapat mengenai cerpen, yaitu cerpen bukanlah cerita yang diciptakan berdasarkan kejadian yang sesungguhnya atau sesuai kenyataan tetapi hanya cerita yang imajinatif saja, meskipun cerita imajinatif tetapi ide atau cerita dalam cerpen diambil dari kehidupan (1988:36). Begitu juga seperti yang dipaparkan oleh Yudiono Ks. mengenai cerpen tidak jauh berbeda dengan pandangan Jakob Sumarjo dan Saini, yaitu lebih menekankan pada asal atau sumber cerita yang diangkat dalam cerpen, yang membedakan pendapat keduanya, yaitu Yudiono Ks. juga menyoroti pentingnya keberadaan tokoh dan unsur pembangun karya sastra lainnya, seperti yang ia paparkan, yaitu
commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
cerita yang bersumber dari persoalan kehidupan atau mengangkat tema kehidupan yang terdiri dari tokoh-tokoh pembawa cerita yang terbalut dalam unsur-unsur pembangun suatu karya sastra (dalam Rampan, 1995: 10-11). Berdasarkan beberapa pendapat mengenai cerpen yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa cerpen adalah cerita imajinatif berbentuk prosa pendek yang kisahnya diambil atau diangkat dari kehidupan dan dibawakan oleh tokoh-tokoh serta didukung oleh unsur-unsur yang membangun karya sastra yang lainnya, karena bentuknya yang pendek atau ruangnya yang sempit sehingga memberikan atau menghadirkan satu kesan yang kuat atau fokus terhadap pembacanya. b. Unsur-unsur Pembangun Cerpen Keutuhan atau kelengkapan sebuah cerpen dapat dilihat dari segi-segi unsur yang membentuknya. Adapun unsur-unsur
itu adalah tema cerita,
amanat, peristiwa cerita atau alur, penokohan dan perwatakan, latar cerita, sudut pandang pencerita, dan gaya pengarangnya. 1) Tema Cerita Tema cerita adalah ide dari sebuah cerita atau gagasan yang membawa cerita dalam cerpen sesuai dengan keinginan pengarangnya. Sumardjo dan Saini memaparkan bahwa kisah dan perbuatan dari tokoh merupakan ide dari pengarang sesuai pandangannya mengenai kehidupan ini sehingga diharapkan pembaca dapat memahami hidup ini lebih baik lagi (1988:56). Stanton dan Kenny mengemukakan tentang definisi tema (dalam Sri Wahyuningtyas dan Wijaya Heru S., 2011:2) adalah “Makna yang dikandung oleh sebuah cerita.” Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang disampaikan Stanton dan Kenny mengenai tema, Hartoko dan Rahmanto pun menyoroti makna yang terkandung dalam suatu karya sastra melalui tema. Hartoko dan Rahmanto (dalam Sri Wahyuningtyas, dkk., 2011:2) menyebutkan bahwa tema merupakan ide dasar yang menyangga cerita dalam karya sastra yang didalam teksnya terkandung unsur makna atau semantis.
commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Senada dengan pendapat-pendapat para ahli di atas, Sudjiman memaparkan bahwa tema adalah ide, gagasan, atau fokus utama yang mendasari karya sastra (1988: 50). Pendapat Sudjiman ini hampir sama dengan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan sebelumnya secara umum, yaitu menyoroti tema sebagai gagasan dasar suatu karya sastra. Berdasarkan beberapa pendapat yang mengungkapkan tentang tema di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan dasar atau utama yang mendasari suatu cerita dalam karya sastra yang dapat diambil dari pandangan pengarang mengenai kehidupan ini yang kemudian disampaikan melalui teks sehingga mengandung makna atau hikmah yang diharapkan dapat disikapi oleh pembaca agar memaknai hidup dengan lebih baik. 2) Amanat Dalam sebuah karya sastra, pastinya pengarang menyisipkan pesan yang ingin disampaikan pada pembaca melalui karya sastranya. Sudjiman menyebutkan bahwa amanat adalah ajaran moral yang diangkat ke dalam cerita yang ingin disampaikan pengarang pada pembaca (1988: 57). Amanat terdapat pada sebuah karya sastra dapat disampaikan secara implisit ataupun eksplisit. Sudjiman menyebutkan bahwa jika ajaran moral itu disampaikan secara tidak langsung melalui tingkah laku tokoh menjelang akhir cerita disebut implisit, sedangkan eksplisit jika pada tengah atau akhir cerita amanat disampaikan secara langsung melalui nasihat, atau yang lainnya yang berkenaan dengan gagasan dasar cerita itu (1988: 58). 3) Peristiwa Cerita atau Alur Peristiwa cerita adalah alur atau jalannya penceritaan. Semi menyebutkan bahwa
alur adalah kerangka utama cerita yang terpadu
dengan unsur-unsur pembangun cerita yang lainnya (1988:43). Tidak jauh berbeda dengan Semi, Stanton (dalam Sri Wahyuningtyas,dkk., 2011: 5-6) menyebutkan bahwa alur adalah cerita yang berisi kejadian yang runtut
commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
dan disetiap kejadiannya terdapat hubungan sebab akibat, artinya peritiwa yang satu disebabkan oleh peristiwa yang lainnya. Abrams memaparkan bahwa alur merupakan susunan kejadian yang urut untuk mencapai efek emosional dan artistik tertentu (dalam Sri Wahyuningtyas, dkk., 2011: 6). Pendapat Abrams tersebut juga tidak jauh berbeda dengan pendapat-pendapat yang sudah dipaparkan para ahli sebelumnya, hanya saja Abrams juga menyoroti tujuan dari alur dalam suatu cerita, yaitu untuk mencapai efek emosional dan nilai artistik tertentu. Berdasarkan pemaparan pendapat para ahli di atas, masing-masing pendapat secara umum sama-sama menyoroti alur sebagai susunan atau kerangka yang terdapat kejadian yang runtut, yang membedakan ketiganya, yaitu Semi lebih menekankan bahwa alur merupakan keterpaduan antara cerita dengan unsur-unsur pembangun cerita yang lainnya, sedangkan Stanton memfokuskan pada hubungan sebab akibat disetiap urutan kejadiannya. Berbeda juga dengan pendapat Abrams, dia lebih menegaskan pada pencapaian efek emosional dan artistik tertentu yang ditimbulkan dari alur cerita. Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai alur cerita, yaitu susunan atau kerangka kejadian dalam cerita yang runtut dan memiliki hubungan sebab akibat. Selain itu, kejadian yang runtut tersebut memiliki tujuan untuk menimbulkan efek emosional dan artistik tertentu sehingga tercipta keterpaduan antara unsur pembangun cerita yang lainnya. Telah diungkapkan sebelumnya bahwa di dalam cerpen memiliki konflik atau kesan yang kuat dan fokus sehingga alur yang terdapat dalam cerpen pun tidak banyak atau tunggal seperti yang diungkapkan oleh Nurgiyantoro, alur cerpen pada umumnya tunggal yang terdiri dari satu urutan kejadian saja dan cenderung tidak berisi penyelesaian yang jelas atau bisa disebut menggantung, penyelesaian diserahkan pada interpretasi pembaca (2007:12). Di sinilah kelebihan dari cerpen, yaitu memberikan
commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
kesempatan
seluas-luasnya
pada
pembaca
untuk
berimajinasi
menginterpretasi kelanjutan cerita yang telah dibacanya. Semi (1988: 44), pada umumnya alur cerita rekaan terdiri dari a) alur buka, ketika kejadian-kejadian dimulai dan berkelanjutan; b) alur tengah, ketika konflik mulai bergerak ke arah puncak; c) alur puncak, konflik sudah mencapai pada titik klimaks; d) alur tutup, konflik mulai ada penyelesaian. Pandangan tersebut tidak jauh berbeda seperti yang disampaikan oleh Tasrif (dalam Sri Wahyuningtyas, dkk., 2011: 6) membedakan tahapan plot menjadi lima tahap, yaitu: “a) situation (penyituasian); b) generating circimtances (pemunculan konflik); c) rising action (peningkatan konflik); d) climax (memuncak); e) denouement (penyesuaian)”. Melihat kedua pendapat tersebut sebenarnya secara umum hampir sama, perbedaan hanya terdapat pada tahap denouement (penyesuaian) setelah konflik mencapai puncak yang disebutkan oleh Tasrif, penyesuaian yang dimaksud adalah penyesuaian terhadap konflik yang sedang memuncak dalam cerita. 4) Penokohan dan Perwatakan Penokohan dan perwatakan merupakan dua hal yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena di dalam tokoh terdapat watak tertentu. Nurgiyantoro menyebutkan bahwa tokoh atau penokohan lebih menunjuk pada orang atau pelaku cerita, sedangkan watak menunjuk pada sikap atau tingkah laku tokoh tersebut (2007:165). Demikian juga seperti pendapat yang dipaparkan oleh Abrams, (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165) tokoh cerita adalah orang-orang yang disajikan dalam karya naratif atau drama, lalu ditafsirkan oleh pembaca memiliki sikap moral tertentu yang dapat dinilai atau dilihat melalui ucapan dan tindakan. Kedua pendapat tersebut secara umum hampir sama hanya saja Abrams juga menekankan penafsiran pembaca sebagai penentu gambaran tokoh dalam cerita yang dibacanya. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam cerita naratif dan
commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
membawakan watak tertentu. Dan watak yang dibawakannya dapat dilihat melalui sikap atau tingkah laku tokoh tersebut sesuai
penafsiran atau
penilaian dari pembaca. Tokoh-tokoh dalam cerita dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu: a) tokoh utama dan tambahan; b) tokoh protagonis dan antagonis; c) tokoh sederhana dan bulat; d) tokoh statis dan berkembang; e) tokoh tipikal dan netral (Nurgiyantoro, 2007: 176). Penokohan dan perwatakan ini merupakan salah satu hal yang kehadirannya dalam sebuah karya prosa fiksi amat penting dan bahkan menentukan karena tidak mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang diceritakan. Arti penting dari kehadiran tokoh di dalam karya fiksi, yaitu menjadi pelaku dari pemikiran pengarangnya, seperti yang diungkapkan oleh Semi bahwa tokoh dalam cerita berperan untuk membawakan suatu watak tertentu sesuai keinginan pengarang dan dapat dideksripsikan melalui tingkah laku yang dilakukan tokoh (1993:37). Hal tersebut senada dengan pendapat Sumardjo dan Saini hanya saja beliau lebih memberikan rincian mengenai tingkah laku tokoh yang dapat dijadikan cerminan watak yang dimiliki tokoh tersebut. Sumardjo dan Saini memaparkan mengenai cara mengenali karakter dalam sebuah cerita, yaitu: a) melalui apa yang diperbuatnya; b) melalui ucapannya; c) melalui penggambaran fisik tokoh; d) melalui pikiran-pikirannya; e) melalui penerangan langsung(1988:65-66). Teknik penggambaran tokoh menurut Altenbernd dan Lewis (dalam Sri Wahyuningtyas, dkk., 2011: 4-5) dibedakan menjadi dua cara, yaitu secara analitik dan dramatik. Analitik adalah penggambaran tokoh dengan
cara
pemaparan
secara
langsung
dan
dramatik
adalah
penggambaran tokoh melalui teknik cakapan, tingkah laku, pikiran dan perasaan,
arus
dan
kesadaran,
reaksi
penggambaran latar, dan penggambaran fisik.
commit to user 11
tokoh,
reaksi
tokoh
lain,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
5) Latar Cerita Abrams memaparkan bahwa latar cerita, memiliki pengertian tempat, waktu, dan lingkungan sosial yang ditampilkan (dalam Nurgiyantoro, 2007:216). Hal tersebut juga disebutkan oleh Sumardjo dan Saini, latar cerita adalah penggambaran tentang tempat atau daerah tertentu, orang-orang berwatak tertentu karena pengaruh lingkungan tempat mereka tinggal (1988:76). Tata cara kehidupan sosial masyarakat yang mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan dan pandangan hidup dapat dilihat dari latar ceritanya Hal tersebut juga dikatakan oleh Nurgiyantoro yang membedakan latar menjadi tiga unsur pokok, yaitu: a) latar tempat, menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa cerita; b) latar waktu, menyaran pada kapan terjadinya peristiwa cerita; c) latar sosial, menyaran pada hal yang berhubungan dengan perilaku masyarakat di suatu tempat dalam cerita (dalam Sri Wahyuningtyas, dkk., 2011: 7). Berdasarkan ketiga pendapat mengenai latar tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa latar adalah perwujudan atau penggambaran tempat, waktu, dan lingkungan sosial yang mengiringi tokoh dalam cerita. Melalui latar, pembaca dapat membayangkan situasi atau deskripsi tempat para tokoh diceritakan. 6) Sudut Pandang Pencerita Nurgiyantoro (2007:18) mengungkapkan bahwa sudut pandang adalah titik sentral dari mana cerita dikisahkan. Senada dengan pendapat yang dikemukakan Abrams bahwa sudut pandang pencerita adalah pandangan yang digunakan pengarang untuk menampilkan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (dalam Nurgiyantoro, 2007:248). Kedua pendapat mengenai sudut pandang tersebut sama-sama memberi tekanan pada cara yang digunakan pengarang dalam memandang cerita yang diciptakan.
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sudut pandang pencerita adalah cara pandang pengarang untuk menceritakan cerita yang diciptakannya. Selain itu,
dari sudut mana
pengarang tersebut memandang sekaligus menampilkan tokoh, tindakan, latar dan berbagai kejadian yang terdapat dalam cerita. Sudut pandang pencerita dipilih oleh pengarang sesuai dengan pandangan pengarang mengenai cerita yang diciptakannya melalui karakter yang dia inginkan. Ada empat point of view yang asasi menurut Sumardjo dan Saini (1988: 83-85) adalah, a)omniscient point of view (sudut pandang yang berkuasa), pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya; b) objective point of view, pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seperti penonton melihat pementasan sandiwara; c) point of view orang pertama, bercerita dengan sudut pandang “aku”; d) point of view peninjau, pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Pendapat tersebut sama dengan Semi (1988: 57) mengenai sudut pandang bahwa sudut pandang pengarang juga terdapat empat jenis, yaitu: a) pengarang sebagai tokoh pencerita; b) pengarang sebagai tokoh sampingan; c) pengarang sebagai orang ketiga (pengamat); d) pengarang sebagai pemain dan narator. Berdasarkan penjelasan di atas, pengarang memiliki kebebasan untuk memilih sudut pandang sebagai teknik ketika ia menceritakan cerita karangannya. 7) Gaya Pengarang Gaya pengarang merupakan cara pengarang dalam menggunakan bahasa dalam mengisahkan cerita yang diciptakannya. Sumardjo dan Saini mengungkapkan bahwa gaya adalah cara khas pengungkapan seseorang dalam memilih tema, persoalan, meninjau persoalan dan menceritakannya dalam sebuah cerpen (1988:92). Dengan demikian, gaya merupakan cerminan dari pribadi pengarang yang dituangkan dalam cerita karangannya. Dalam dunia sastra, gaya penyampaian atau gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang tentunya memiliki tujuan tertentu yang
commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
menentukan perbedaan antara karya yang satu dengan karya yang lain. Tetapi, gaya dalam hal ini lebih luas dari gaya seperti gaya bahasa metafora, personifikasi, dan sebagainya. Gaya di sini meliputi penggunaan kalimat, penggunaan dialog, penggunaan detail, cara memandang seseorang (pengarang), dan sebagainya. Semi mengungkapkan, perbedaan penggunaan gaya penyampaian dalam karya sastra dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: a) pribadi penutur, pengalaman dan pengetahuannya; b) tujuan yang hendak dicapai; c) topik yang ditampilkannya; d) bentuk tutur yang dipilihnya; dan e) kondisi penangkap tutur yang dihadapi (1993: 48). Melalui gaya penyampaian pengarang dalam menciptakan karyanya mendukung tujuan yang ingin disampaikan pada pembaca. 2. Hakikat Semiotik a. Pengertian Semiotik Secara definitif,
Cobley dan Janz menyebutkan bahwa semiotika
berasal dari kata seme, bahasa Yunani, yang berarti penafsir tanda (dalam Ratna, 2011: 97) di sini Cobley dan Janz berpandangan bahwa semiotika adalah penafsir tanda yang berarti sesuatu yang dijadikan alat untuk menafsirkan atau mengartikan tanda, lain halnya dengan Ratna yang tidak hanya menyoroti semiotika sebagai penafsir tanda, tetapi juga menyoroti cara kerja dan manfaatnya bagi kehidupan manusia, Ratna mengatakan bahwa dalam pengertian lebih luas, sebagai teori, semiotika merupakan studi sistematis tentang produksi dan interpretasi tanda, cara kerja tanda, dan manfaatnya terhadap kehidupan manusia ( 2011:97). Hartoko dan Rahmanto memaparkan mengenai pengertian semiotik adalah ilmu yang meneliti mengenai tanda, sistem tanda, dan proses suatu tanda dimaknai (1986:131). Begitu juga yang disampaikan oleh Sebeok (dalam M. Ikhwan Rosidi, Trisna Gumilar, Heru Kurniawan, dan Zurmailis, 2010:99-100) bahwa semiotika adalah sebuah disiplin ilmu yang menelaah atau mengkaji seluruh bentuk komunikasi yang terjadi akibat tanda, dan didasarkan pada sistem tanda (kode). Kedua pendapat tersebut tidak jauh berbeda seperti yang disampaikan oleh Eco secara singkat (dalam Ratna,
commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
2011:105-106) mengemukakan bahwa semiotika merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian semiotika tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa semiotika adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang tanda yang ada (dihasilkan), cara kerja tanda yang dihasilkan kemudian dimaknai untuk memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Terdapat beberapa pelopor teori semiotik, salah satunya adalah Charles Sanders Peirce. Peirce mengusulkan kata semiotika sebagai persamaan kata dari
logika. Peirce mengatakan, logika harus mempelajari
cara orang bernalar. Penalaran itu menurut hipotesis teori Peirce yang mendasar,
dilakukan
melalui
tanda-tanda.
Keberadaan
tanda-tanda
memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi makna pada apa yang ditampilkan alam semesta (Zoest, 1992:1). Pendapat Peirce tersebut menunjukkan bahwa tanda-tanda terhampar di alam semesta, melalui tanda-tanda tersebut kita dituntut untuk berpikir mengenai makna dan maksud dari tanda-tanda yang ada tersebut. Semiotik Peirce mengatakan bahwa sesuatu dapat disebut sebagai tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain. Peirce mengatakan (dalam Nurgiyantoro,
2007:
41)
representatemen—haruslah
“Sebuah
tanda
yang
ia
mengacu
(atau:
mewakili)
sebut sesuatu
sebagai yang
disebutnya sebagai objek (acuan, ia juga menyebutnya sebagai designatum, denotatum dan dewasa ini orang menyebutnya dengan istilah referent).” Jadi, apabila suatu tanda mewakili acuannya, hal itu adalah fungsi utama tanda itu. Proses perwakilan tanda terhadap sesuatu yang diacunya pada saat tanda itu ditafsirkan dalam hubungannya dengan yang diwakili, hal itulah yang disebut interpretant, yaitu pemahaman makna yang timbul dalam penerima tanda lewat interpretasi (Nurgiyantoro, 2007: 41). Pendapat yang sama juga disebutkan oleh Peirce (dalam Endraswara, 2003: 65) bahwa analisis semiotik menawarkan sistem tanda yang harus diungkap. Ada tiga faktor yang menentukan adanya tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan tanda baru yang terjadi dalam batin penerima.
commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Ratna (2011: 101) menyebutkan model triadik Peirce memperlihatkan tiga elemen utama pembentuk tanda, yaitu a) representamen, ground (tanda itu sendiri); b) object (apa yang diacu); dan c) interpretant (tanda-tanda baru yang terjadi dalam batin penerima). Berdasarkan pemaparan di atas, Peirce tidak melihat tanda dari strukturnya, hal ini terkait dengan pendapat yang menyebutkan bahwa Peirce tidak melihat tanda sebagai suatu struktur. Tetapi, sebagai suatu proses pemaknaan tanda yang disebutnya semiosis. Semiosis merupakan proses tiga tahap antara representament, object, dan interpretant (Susanto, hlm.5) Secara universal, Zoest (dalam Roseno, 2005: 14) mengungkapkan bahwa Peirce dalam memaknai suatu tanda bertahap-tahap, yaitu a) firstness (kepertamaan);
b)
secondness
(kekeduaan);
c)thirdness
(keketigaan).
Firstness (kepertamaan), yaitu saat tanda dikenali pada tahap awal secara prinsip saja, keberadaan seperti adanya tanpa menunjuk sesuatu yang lain, keberadaan dari kemungkinan yang potensial. Secondness (kekeduaan), yaitu tanda dimaknai secara individual,
keberadaan seperti adanya, dalam
hubungannya dengan second, tetapi tanpa adanya third (keberadaan dari yang ada). Thirdness (keketigaan), saat tanda dimaknai secara tetap sebagai konvensi. Jadi, keberadaannya berdasar hal yang berlaku umum. Tipologi dasar dari Peirce dapat dilihat pada bagan berikut yang digambarkan Danesi dan Perron (dalam Susanto, hlm.3, gambar.1)
Representament kata Jaguar Object
interpretant
‘mobil mewah’
‘martabat’/ ‘impian’ Gambar 2.1. Tipologi Dasar Peirce
Berdasarkan
gambar
2.1.
dapat
dinyatakan
bahwa
suatu
representament (tanda itu sendiri) yang dilambangkan oleh benda atau sesuatu yang lain (contoh: kata Jaguar) dapat ditafsirkan atau dimaknai sebagai sesuatu yang sesuai dengan hal yang diacu, yaitu object ( Mobil
commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Jaguar merupakan salah satu jenis mobil mewah). Selain itu, juga dapat ditafsirkan sebagai interpretant, yaitu tanda-tanda baru yang terjadi dalam batin penerima tanda, sesuai dengan gambar di atas, tanda baru yang dihasilkan dari kata Jaguar selain makna yang sesungguhnya, yaitu bermakna sebagai martabat atau kehormatan.
commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Terkait dengan hal tersebut, Danesi dan Perron (dalam
Susanto, hlm.3,
tabel.1) menyebutkan bahwa ketiga unsur di atas diperinci menjadi trikotomi seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 2.1. Trikotomi Peirce Mode of Representation (Cara Representasi)
Type of Representament (Jenis Representament)
Relation of The Sign to its Referent (Hubungan tanda dengan yang diacu)
Firstness: icons (physical substitute for the referents) (Kepertamaan: ikon (pengganti fisik untuk acuan))
Qualisigns: refers to qualities of objects (adjective, colors, shape, etc.) (Qualisigns: mengacu pada kualitas objek (kata sifat, warna, bentuk, dll))
Iconic: representation through resemblance (photo, diagram, image, metaphor, etc.) (Iconic: representasi melalui kemiripan (foto, diagram, gambar, metafora, dll)) Indexical: representation through indication. (indeks: sesuatu yang mengacu berdasarkan sebab akibat)
Secondness: index (they are not substitute for their referents) (Kekeduaan: Indeks (sesuatu yang bukan dijadikan sebagai pengganti terhadap acuan))
Sinsigns: indicate objects in timespace (pointing finger, here, there, etc.) (Sinsigns: menunjukkan objek dalam waktu-ruang (menunjuk jari, di sini, sana, dll)) Legisigns: refer to objects by convention.
Thirdness: symbols (the sign-user and the referent are linked to each other by (Legisigns: merujuk the force of historical and ke obyek dengan social convention) (Keketigaan: simbol (tanda- konvensi.) pengguna dan acuan yang dihubungkan satu sama lain dengan kekuatan konvensi historis dan sosial)) (Sumber: Susanto, hlm.3, tabel.1)
Symbols: representation by convention (word, symbol, etc.). (Simbol: sesuatu yang diwakili berdasarkan konvensi (kata, simbol, dll))
commit to user 18
Type of Interpretant The Sign Evokes (Jenis tanda berdasarkan penerima tanda) Rheme: interpretants of qualisigns (tanda sebagai kemungkinan)
Dicisign: interpretant of sinsigns. (Dicisign: sebagai fakta)
Argument: interpretation of legisigns. (Argumen: tanda sebagai nalar)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Terkait dengan tabel tersebut mode of representation berkenaan dengan tingkat keberlakuan tanda yang berkaitan dengan upaya manusia memahami dunianya. Danesi dan Perron (dalam Susanto, hlm.3-4) menerangkan: “Disebut firstness karena ikon adalah bentuk representamen yang paling lekat dengan objek yang diwakilinya sehingga tanda dikenali pada tahap awal. Disebut secondness karena indeks merupakan sebab akibat antara tanda kedua yang memperingatkan adanya tanda lain yang utama. Disebut thirdness karena representament tidak dapat terlepas dari konteks sejarah atau sosial suatu masyarakat adalah simbol yang terbentuk berdasarkan kesepakatan”. Mode of representation (cara representasi) tersebut merupakan tahapan-tahapan dari teori Peirce yang lebih mengedepankan pada unsure objek yang terdiri dari unsur ikon, indeks, dan simbol. Danesi dan Perron (dalam Susanto, hlm. 4) menjelaskan type of representamen berkaitan erat dengan type of interpretant the sign evokes, yaitu: “ a) berdasarkan sudut pandang interpretant, sebuah teks adalah rheme apabila teks tersebut tidak lengkap, sebagian besar teks dipenuhi fungsi ekspresif, atau struktur dari teks memungkinkan timbulnya berbagai interpretasi, contoh: teks susastra, puisi; b) teks deskriptif, baik fiksi maupun nonfiksi memiliki ciri dicisign karena bersifat informatif; c) teks ilmiah dan hukum, sarat dengan argument.” Sebagaimana teori yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini akan didasari oleh teori semiotik yang dipelopori Pierce. Peneliti memilih teori milik Peirce karena teori tersebut lebih rinci dan lebih luas jika dibandingkan dengan teori-teori semiotik yang lain, hal ini berarti bahwa teori semiotik milik Peirce dapat diterapkan pada segala jenis tanda. Hal tersebut juga disebutkan oleh Yani, bahwa tanda dapat berupa gerakan tubuh, mata, mulut, tipografi tulisan, warna, bendera, bentuk rumah, pakaian, karya sastra, karya seni, dan lain-lain yang berada di sekitar kita. Sebagaimana yang diharapkan oleh Peirce agar teorinya bersifat umum dan dapat diaplikasikan pada segala macam tanda (hlm. 3). Kerincian dari
commit to user 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
teori semiotik Peirce juga dapat dilihat dari tahap-tahap yang dilakukan Peirce dalam pemaknaan suatu tanda, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, ada tahap kepertamaan, kekeduaan, dan keketigaan, ketiga tahap tersebut merupakan tahap universal dari teori Peirce (Zoest dalam Roseno, 2005:14). Selain itu, Peirce dalam teorinya memaknai tanda secara terbuka, tetapi dibatasi oleh konteks, baik teks itu sendiri maupun konteks sosial budaya, serta pengetahuan atau pengalaman pembaca yang menafsirkan suatu tanda tertentu. Hal itu juga disebutkan oleh Peirce (dalam Sartini, hlm. 6) bahwa konsep tahapan pemaknaan tanda penting untuk memahami bahwa dalam suatu kebudayaan tertentu kadar dalam memahami suatu tanda berbeda pada anggota kebudayaan tersebut. Lebih lanjut, peneliti akan menganalisis teks dengan mencari dan memaknai tanda-tanda yang digunakan melalui ikon, indeks, dan simbol, hal tersebut terkait dengan teori Peirce yang lebih menekankan bahwa objek (ikon, indeks, dan simbol) memegang peranan penting dalam suatu analisis, terutama teks yang terdiri dari gambar atau nonverbal (ikon dan simbol) dan unsur verbal. Hal ini terkait dengan pendapat Ratna bahwa denotatum (object) dalam karya sastra adalah dunia yang penuh dengan keserbamungkinan makna, atas dasar pandangan bahwa segala sesuatu mempunyai kemungkinan untuk menjadi tanda, karena jumlah objek tak terbatas (2011: 114). Terkait dengan hal tersebut, peneliti akan menyoroti ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor. b. Semiotika dalam Penelitian Karya Sastra Sebagian besar, bahkan keseluruhan aktivitas manusia pada dasarnya dilakukan melalui bahasa, baik lisan maupun tulisan. Ratna berpendapat bahwa pada dasarnya bahasa merupakan konservasi yang paling kuat terhadap kebudayaan manusia. Tanpa bahasa, kebudayaan atau bahkan dunia kini tidak ada (2011:111). Lebih lanjut, hal tersebut (bahasa) dapat dikaji menggunakan pendekatan semiotika, hal ini juga sependapat dengan Yani yang memaparkan bahwa semiotik menelaah sistem tanda dalam bahasa dan wacana yang
commit to user 20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
menjadi cermin dari budaya dan pemikiran (hlm. 2 Karya sastra merupakan salah satu hasil dari kebudayaan, seperti yang dipaparkan oleh Lotmann bahwa bahasa yang digunakan dalam karya sastra sebagai sistem model kedua, metafora, konotasi, dan ciri-ciri penafsiran ganda lainnya, bukanlah bahasa biasa, melainkan sistem komunikasi yang telah sarat dengan pesan kebudayaan (dalam Ratna, 2011:111). Senada dengan pendapat yang telah disebutkan sebelumnya, kehidupan manusia dibangun berdasarkan bahasa, sedangkan bahasa itu sendiri adalah sistem tanda. Menurut Noth (dalam Ratna, 2011: 111) di dalam teks sastra keseluruhan terdiri atas ciri-ciri tersebut. Bahasa metaforis konotatif, dengan hakikat kreativitas imajinatif pengarangnya merupakan faktor utama sebab karya sastra didominasi oleh sistem tanda. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Pradopo bahwa bahasa merupakan media karya sastra sudah sebagai sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti (1993:121).
Secara tidak
langsung, Pradopo mengungkapkan bahwa dalam karya sastra sudah tentu menyimpan tanda-tanda, karena karya sastra disampaikan dengan bahasa. Lebih lanjut, Teeuw mengungkapkan bahwa sebagai tanda, karya sastra adalah dunia dalam kata yang dapat digunakan sebagai sarana komunikasi yang tidak biasa antara pembaca dan pengarangnya. Oleh karena itu, karya sastra dapat dipandang sebagai gejala semiotik (dalam Sangidu, 2004: 18). Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh Mana Sikana bahwa pendekatan semiotik melihat karya sastra sebagai suatu sistem yang memiliki keterkaitan antara teknik dan mekanisme kelahiran suatu karya sastra (Yani, hlm. 2
Teori semiotik memiliki anggapan bahwa sebuah karya sastra
memiliki sistem tersendiri yang diperlihatkan melalui sistem tanda yang terkandung dalam suatu karya sastra. Lebih dalam, semiotik melihat karya sastra dalam sudut pandang yang lebih luas. Yani menyebutkan bahwa prinsip dari pendekatan semiotik menuntut penganalisis memberi perhatian pada keterkaitan sistem teks yang dikaji dengan sistem
yang ada di luar teks;
segala latar belakang lahirnya karya (hlm. 12). Lebih lanjut, disebutkan oleh ahli sastra Teeuw yang mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak
commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
komunikasi
yang
disempurnakan
menjadi
model
sastra
yang
mempertanggungjawabkan semua faktor hakiki untuk memahami gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat manapun (dalam Sartini, hlm. 3). Dalam menganalisis suatu karya sastra memiliki tujuan untuk memahami dan selanjutnya mengungkapkan makna dari karya sastra tersebut. Menganalisis karya sastra adalah upaya menangkap dan memberikan makna pada teks sastra. Hal tersebut senada dengan pendapat Pradopo (dalam Sangidu, 2004: 173) yang mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan struktur yang memiliki makna, mengingat bahwa karya sastra adalah sistem tanda yang bermakna dan menggunakan media bahasa. Di antara ground, denotatum, dan interpretant, yang paling sering dibahas adalah denotatum.
Nyoman (2011:114) berpendapat bahwa
denotatum karya sastra adalah dunia fiksi atau dunia dalam kata-kata, dunia yang penuh dengan kemungkinan. Dunia fiksi tidak harus sama dengan dunia yang sesungguhnya, tetapi harus dapat diterima ‘kebenarannya’. Melalui denotatum, pengarang membuat dunianya sendiri dalam kata-kata yang dirangkainya dan memiliki keserbamungkinan makna setiap pembacanya. Denotatum dalam karya sastra pun mampu mengajak pengarang maupun pembaca untuk berimajinasi dalam memaknai karya sastra. Peirce mengungkapkan bahwa ada tiga jenis tanda berdasarkan hubungan antara tanda dengan yang ditandakan, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa sifat dari denotatum adalah ikon, indeks, dan simbol. Hal tersebut juga diungkapkan Hilpinen, “I shall make some remarks on two basic divisions in Peirce’s system, the distinction between the objects and the interpretants of a sign, and the division of signs into icons, indices, and symbols “(Saya akan membuat beberapa catatan pada dua divisi dasar dalam sistem Peirce, perbedaan antara objek dan interpretants dari tanda, dan pembagian tanda-tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol) (2007: 611). Piliang (2003: 271) berpendapat bahwa ikon (icon) adalah hubungan antara penanda dan petandanya yang memiliki sifat keserupaan (similitude). Ikon
commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : 1) ikon topografis; 2) ikon diagramatis; 3) ikon metaforis. Ikon topografis adalaha ikon yang berdasarkan persamaan tata ruang, misalnya puisi-puisi kongkret atau visual. Ikon diagramatis adalah ikon yang berdasarkan persamaan struktur, misal diagram. Ikon metaforis adalah ikon yang berdasarkan persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung, misalnya alegori atau parabel. Bagian dari denotatum yang kedua, yaitu indeks, Peirce menyebutkan bahwa indeks adalah sebuah tanda yang dalam hal bentuk tandanya tergantung dari adanya sebuah denotatum atau tanda yang mengandung hubungan kausal atau sebab akibat hal yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Misalnya, asap menandakan adanya api, mendung menandakan akan turunnya hujan. Teks secara keseluruhan memiliki ciri-ciri indeksikal sebab teks berhubungan dengan dunia yang disajikannya. Dalam hal ini, Peirce juga menunjuk indeksikal teks melalui tiga sisi, yaitu pengarang sebagai ciri komunikasi, dunia nyata sebagai ciri nilai-nilai pengetahuan, dan pembaca dengan ciri nilai-nilai eksistensial. Jika dikaitkan dengan teks sebagai unsurunsur karya sastra, indeksikal mikro, juga dibedakan atas beberapa macam, yaitu: 1) indeks dalam kaitannya dengan dunia di luar teks; 2) indeks dalam kaitannya dengan teks lain sebagai intertekstual; dan 3) indeks dalam kaitannya dengan teks dalam teks, sebagai intratekstual (dalam Ratna, 2011: 115). Bagian denotatum yang ketiga, yaitu simbol,
Peirce memaparkan
bahwa simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan yang ditandakan bersifat arbitrer, sesuai dengan konvensi suatu lingkungan sosial tertentu (dalam Endraswara, 2003: 65). Simbol dapat dianalisis melalui suku kata, kata, kalimat, alinea, bab, dan seterusnya, bahkan juga melalui tanda baca dan huruf sebagaimana ditemukan dalam analisis gaya bahasa. Ratna (2011:116) berpendapat bahwa simbol ditandai oleh dua ciri, yaitu: 1) antara penanda dan petanda tak ada hubungan intrinsik sebelumnya, 2) penanda dan petanda merupakan konteks kultural yang berbeda. Berdasarkan pendapat
commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
tersebut dijelaskan bahwa simbol lebih berhubungan dengan kesepakatan masyarakat mengenai suatu tanda tertentu diartikan sebagai apa. Noth memaparkan mengenai simbol, yaitu “Represent their objects, independently alike of any resemblance or any real connection, because dispositions or factitious habits of their interpreters insure their being so understood”(2010: 83). Pendapat tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat yang disampaikan oleh Nurgiyantoro (2007:42) bahwa tanda yang berupa simbol meliputi berbagai hal yang telah mengkonvensi di masyarakat. Antara tanda dan objek tak memiliki hubungan kemiripan ataupun kedekatan, melainkan terbentuk karena kesepakatan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa semiotik dalam penelitian sastra berfungsi untuk membaca makna di balik berbagai macam tanda yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan ceritanya. 3. Hakikat Nilai Pendidikan dalam Karya Sastra Kata nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 690) diartikan sebagai harga. Namun, kata tersebut sudah dihubungkan dengan suatu objek dan sudut pandang tertentu, harga memiliki pemahaman yang beragam. Mulyana (dalam Sauri, 2010) yang tertera dalam naskah Seminar Nasional Pendidikan Nilai Karakter menyebutkan bahwa nilai itu adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Lebih lanjut, Rokeali (dalam Sauri, 2010) yang dipaparkan dalam naskah yang sama, mengartikan nilai sebagai suatu kepercayaan/keyakinan yang bersumber pada sistem nilai seseorang, mengenai apa yang patut dilakukan seseorang atau mengenai apa yang berharga dari apa yang tidak berharga. Rokeali lebih menekankan pada anggapan kepantasan atau kepatutan terhadap suatu sikap atau pemikiran tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai merupakan rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Pilihan tersebut berkaitan dengan hal-hal yang patut dilakukan atau tidak dan hal-hal yang berharga atau tidak berharga.
commit to user 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Setiap karya sastra diciptakan untuk menyampaikan suatu pesan tertentu pada pembaca. Melalui karya sastra, pembaca belajar dari pengalaman orang lain dalam menghadapi masalah dalam kehidupan. Hal tersebut juga disebutkan oleh Alwasilah (dalam Puji Retno H.) bahwa dalam sastra terdapat nilai-nilai kehidupan yang tidak diberikan secara perspektif, tetapi dengan membebaskan pembaca mengambil manfaatnya dari sudut pandang pembaca itu sendiri melalui interpretasi (2008: 111). Oleh karena itu, seperti yang disebutkan oleh Suyitno, sastra bisa difungsikan sebagai pembina tata nilai dalam berbagai sendi kehidupan intelektual, pendidikan rohani, serta hal-hal lain yang bersifat personal maupun sosial (dalam Nuraini, 2007: 27). Secara garis besar nilai pendidikan dalam sastra dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Nilai Agama Agama adalah hal yang mutlak dalam kehidupan manusia, sehingga dari pendidikan agama ini diharapkan dapat terbentuk manusia yang religius. Secara formal, Indonesia mengatur masalah ini dalam dasar negara. Hal ini berpengaruh pada sistem pendidikan yang dalam setiap jenis dan jenjang selalu ada unsur agama. Semi (1993:22) memberikan uraian mengenai hubungan agama dengan karya sastra bahwa agama merupakan dorongan penciptaan sastra, sebagai sumber ilham sekaligus karya sastra bermuara pada agama. Mangunwijaya (dalam Nurgiyantoro, 2007: 326) juga berpendapat bahwa kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. b. Nilai Sosial Nilai
pendidikan
sosial
adalah
tata
sosial
tertentu
yang
mengungkapkan sesuatu hal yang bisa direnungkan. Dalam karya sastra dengan ekspresi pengungkapan nilai sosial pada akhirnya dapat dijadikan cermin atau sikap para pembacanya. Suyitno mengungkapkan bahwa karya
commit to user 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
sastra dapat berfungsi sebagai daya penggoncang nilai-nilai sosial yang sudah mapan (dalam Nuraini, 2007: 28). c. Nilai Moral Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema merupakan moral (Kenny dalam Nurgiyantoro, 2007: 320). Moral dalam karya sastra merupakan cerminan dari pandangan hidup pengarang mengenai nilai-nilai yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral dalam cerita, menurut Kenny biasanya memiliki maksud untuk memberikan saran yang berkaitan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat dipetik pembaca dari cerita (dalam Nurgiyantoro, 2007: 321). Jenis dan wujud pesan moral dalam karya sastra dapat mencakup persoalan hidup dan kehidupan atau persoalan mengenai harkat dan martabat manusia. Nurgiyantoro mengungkapkan bahwa secara garis besar, persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial dan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan (2007: 323-324). d. Nilai Estetis Semi berpendapat bahwa fungsi estetika sastra adalah penampilan karya sastra yang dapat memberi kenikmatan dan keindahan bagi pembacanya (dalam Nuraini, 2007: 28).
Lebih lanjut, Suyitno juga
berpendapat bahwa sastra tidak hanya sekadar memberi kesenangan, tetapi juga memberi pengetahuan serta pencernaan yang menghayat tentang hakikat kehidupan bernilai (dalam Nuraini, 2007: 28). Suyitno
mengungkapkan
bahwa
cipta
sastra
di
samping
menunjukkan sifatnya yang rekreatif, juga merupakan dian penerang yang mampu memimpin manusia mencari nilai-nilai yang dapat menolongnya untuk menemui hakikat kemanusiaan yang berkepribadian. Cipta sastra
commit to user 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
mempunyai kandungan amanat spiritual yang berbalut estetika (dalam Nuraini, 2007: 29). Secara etimologis, sastra juga berarti alat untuk mendidik. Lebih jauh, Ratna mengungkapkan bahwa jika dikaitkan dengan pesan dan muatannya, hampir secara keseluruhan karya sastra merupakan sarana-sarana etika (2005: 447). Banyak hal yang dapat diperoleh dari suatu karya sastra. Tjokrowinoto (dalam Haryadi, 2012) memperkenalkan istilah pancaguna atau manfaat dari karya sastra, yaitu: 1) mempertebal pendidikan agama dan budi pekerti; 2) meningkatkan rasa cinta tanah air; 3) memahami pengorbanan pahlawan bangsa; 4) menambah pengetahuan sejarah; 5) mawas diri dan menghibur. Sama halnya dengan Agustien S., Sri Mulyani, dan Sulistiono (dalam Handayani, 2009: 13) mereka juga menyebutkan lima dari fungsi sastra secara lebih luas daripada yang telah diungkapkan oleh Tjokrowinoto. Fungsi sastra tersebut, antara lain 1) fungsi rekreatif; 2) fungsi didaktif; 3) fungsi estetis; 4) fungsi moralitas, dan 5) fungsi religius. Fungsi rekreatif, yaitu apabila sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi pembacanya. Fungsi didaktif, yaitu apabila sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena adanya nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di dalamnya. Fungsi estetis, yaitu apabila sastra mampu memberikan keindahan bagi pembacanya. Fungsi moralitas, yaitu apabila sastra
mampu
memberikan
pengetahuan
kepada
pembacanya
sehingga
mengetahui moral yang baik dan buruk. Fungsi religius, yaitu apabila sastra mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para pembaca. Lebih lanjut, Haryadi menyebutkan sembilan manfaat yang terdapat dalam karya sastra yang tidak jauh berbeda dengan pendapat yang telah disebutkan oleh Tjokrowinoto dan Agustien S., dkk. Dalam pendapat Haryadi, terdapat hampir fungsi yang telah disebutkan oleh kedua pendapat sebelumnya, yang membedakan Haryadi menyebutkan fungsi karya sastra dalam bentuk pagelaran. Haryadi (2012) mengungkapkan sembilan manfaat yang terdapat dalam suatu karya sastra, yaitu: 1) dapat berperan sebagai hiburan dan media pendidikan; 2) isinya dapat menumbuhkan kecintaan, kebanggaan berbangsa dan hormat pada leluhur; 3) isinya dapat memperluas wawasan tentang kepercayaan, adat-istiadat, dan
commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
peradaban bangsa; 4) pergelarannya dapat menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan; 5) proses penciptaannya menumbuhkan jiwa kreatif, responsif, dan dinamis; 6) sumber inspirasi bagi penciptaan bentuk seni yang lain; 7) proses penciptaannya merupakan contoh tentang cara kerja yang tekun, professional, dan rendah hati; 8) pagelarannya memberikan tentang dan kerja sama yang kompak dan harmonis; 9) pengaruh asing yang ada di dalamnya memsberi gambaran tentang tata pergaulan dan pandangan hidup yang luas. 4. Penelitian yang Relevan Roseno (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Semiotik Novel Topeng Jero Ketut Karya Sunaryono Basuki Ks”, menyimpulkan bahwa tandatanda semiotik dalam Novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks meliputi unsur ikon, indeks, dan simbol. Ikon dalam novel tersebut Topeng Jero Ketut menjadi misteri di Pulau Bali, Topeng Jero Ketut adalah topeng kuno yang suci dan sacral, pemburu Topeng Jero Ketut adalah pengusaha kelas atas yang bergaya metropolis. Indeks dalam novel tersebut, yaitu para pemburu topeng menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan Topeng Jero Ketut, kekuatan dan karunia adalah pemberian Tuhan YME yang harus disyukuri dan tidak boleh disalah-gunakan oleh manusia, para pemburu memiliki tujuan tercela setelah mendapatkan Topeng Jero Ketut. Simbol dalam novel tersebut adalah kemajuan teknologi modern berdampak kemunduran mental serta moral bangsa Indonesia, para pemburu topeng adalah orang-orang berkuasa, dan para pemburu topeng menghilang atau berpindah dimensi menuju dunia lain. Pada Novel Topeng Jero Ketut, Suryono Basuki Ks memakai tanda-tanda semiotik seperti ikon, indeks, dan simbol sebagai wahana penyampai pesan moral melalui sindiran terhadap tanda ‘tikus’ yang disimbolkan melalui julukan ‘jero ketut’. Purwoko (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Novel Di Batas Angin Karya Yanusa Nugroho: Sebuah Tinjauan Semiotik”, menyimpulkan bahwa simbol yang digunakan oleh Yanusa Nugroho adalah tokoh Sokrasana yang merupakan simbol dari hati nurani manusia dan Sumantri adalah simbol dari ambisi manusia. Tokoh Sumantri sebagai simbol ambisi adalah bagaimana dia mempunyai keinginan yang begitu besar untuk menjadi seorang penguasa dengan
commit to user 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
melakukan segala cara untuk mewujudkannya termasuk membunuh adiknya sendiri, Sokrasana. Tokoh Sokrasana sebagai simbol hati nurani adalah bagaimana dia mampu menyelesaikan permasalahan dengan bijaksana tanpa harus ada pertumpahan darah. Wardoyo (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Novel Kabut Kelam Karya Achmad Munif: Sebuah Pendekatan Semiotik”, menyimpulkan bahwa dilihat dari aspek semiotik, melalui hubungan antara tanda dan acuannya berupa ikon, indeks, dan simbol, kehidupan masyarakat Jawa yang penuh konflik akibat perbedaan paham yang sangat diyakini oleh masyarakat Jawa berhasil digambarkan dengan jelas. Ketiga macam hubungan antara tanda dan acuan tersebut dapat ditemukan pada penokohan dan penggambaran latar, yang intinya terjabarkan dari suatu tema. Semua tokoh dalam Kabut Kelam adalah para manusia yang terdera kesulitan akibat perbedaan pandangan yang berkembang pada tahun 1965 sehingga menimbulkan banyak masalah. Masalah pertama yang timbul dari perbedaan pandangan di antara masyarakat Jawa, yaitu timbulnya paham feodalisme yang kuat dalam diri Raden Mas Ilyas Kusumonegoro, sehingga mengakibatkan terhalangnya jalinan cinta antara Sultan Alam dengan Raden Ayu Indri Astuti. Masalah sekelompok masyarakat Jawa, sehingga menimbulkan situasi di berbagai wilayah menjadi tegang. Paham revolusioner beranggapan bahwa orang kaya hanya ingin menyengsarakan rakyat kecil. Mereka menghalalkan segala cara demi tujuan yang mereka inginkan. Dilihat dari hubungan antara unsur-unsur pembangun struktur novel Kabut Kelam dengan simbol-simbol yang ada, terdapat keterkaitan yang sangat erat. Unsur-unsur tersebut, yaitu tema, penokohan, dan latar, membentuk makna totalitas dan masing-masing unsur saling mendukung satu sama lain. Hubungan antara tema, penokohan, dan latar dengan simbol-simbol yang ada di dalamnya mampu menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa, yang di dalamnya mampu mengandung amanat bahwa persamaan dalam menyikapi berbagai pandangan yang berkembang dalam masyarakat sangat dibutuhkan oleh mereka. Nurul Khomsah (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Semiotik Kumpulan Cerpen Samin Karya Kusprihyanto Namma”, menyimpulkan
commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
bahwa Kumpulan Cerpen Samin merupakan bentuk kritik penulis terhadap pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Beberapa judul cerpen seperti Biru, Kembang Tebu, Jawa, Samin, Bedil, dan Dom mengisahkan tentang keburukan atau penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Beberapa judul cerpen yang lain seperti Mun, Pundhen, Patrem, dan Tuyul memang tidak mengkhususkan pada masa Orde Baru, namun memiliki kesatuan ide dengan cerpen lainnya, yaitu kritik terhadap sistem pemerintahan atau politik. Penulis menggunakan sistem semiotik (simbol, ikon, indeks) dalam menuangkan ide ceritanya karena ia tidak berani menyampaikan kritiknya secara terangterangan. Meskipun demikian, penggunaan sistem semiotik dalam karya ini dapat menambah keestetikaan karya. Agung Kurniawan (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Simbol dalam Naskah Skenario Film Koper Karya Richard Oh”, menyimpulkan bahwa simbol yang terkandung di dalam naskah skenario film Koper karya Richard Oh apabila dicermati menunjukkan tanda-tanda semiotik yang dapat diambil sebagai sebuah penafsiran, mengapa Richard Oh menempatkan cerita ini pada posisi budaya Indonesia, terlepas dari kemungkinan hanya untuk kritikan sosial. Semiotik mencoba menemukan makna yang ada dalam karya sastra mengenai simbol koper yang terdapat pada tokoh, suasana, dialog, adegan dan benda. Setelah menguraikan simbol yang terkandung maka diketahui bahwa simbol koper dalam cerita tokoh disimbolkan dengan Yahya yang keras pendiriannya dan gigih memperjuangkan pendiriannya dalam mengembalikan koper. Pada suasana, disimbolkan dengan dunia di luar ruang lingkup cerita tertutup bahkan jauh dari jangkauan Yahya, hal tersebut karena Yahya terfokus pada koper. Sedangkan simbol pada dialog tokoh Yahya, terlihat dari keinginannya untuk segera mengembalikan Koper itu kepada pak Tides dan simbol dialog pada tokoh Yasmin terlihat ketika menyindir Yahya. Peran simbol pada adegan, menyimbolkan perasaan masing-masing tokoh dalam menjalankan peran yang berkembang dari awal hingga akhir cerita yang mengisahkan tentang koper yang selalu dianggap sebagai simbol kesuksesan dan kemapanan dalam kehidupan Yahya; benda juga berperan sebagai simbol. Benda tersebut diantaranya, koper
commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
berarti kesuksesan dan kemapanan seseorang dalam mengarungi kehidupan, dan harmonika sebagai simbol diri Yahya. Makna simbol yang terkandung di dalam naskah skenario film Koper karya Richard Oh terdapat pada saat Yahya membawa koper tersebut ke lingkungan kerja, lingkungan masyarakat, lingkungan Kafe Betawi, dan lingkungan kepolisian. Selain itu makna simbol juga terdapat pada tindakan oleh sebagian besar tokoh yang terpengaruh dengan adanya koper diantaranya tokoh Yasmin, Noni, Office Boy, Preman, calo Polisi, dan Pak Gatot, yang menyatakan bahwa koper adalah simbol yang selalu ada dan berperan sebagai cerminan hidup manusia dalam mencari ketenangan di tengah-tengah hiruk-pikuk kota Jakarta. Koper selama ini dianggap sebagai barang berharga, orang yang membawa atau mempunyai koper dianggap telah mapan dan sukses dalam meniti karier di kota besar. Alasan peneliti memilih ketiga penelitian tersebut sebagai penelitian yang relevan, karena ketiga penelitian tersebut memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Keterkaitan tersebut terdapat pada kajian yang digunakan, yaitu kajian semiotik. B. Kerangka Pemikiran Dalam mengkaji suatu karya sastra terdapat beberapa kajian yang bisa digunakan, antara lain kajian sosiologi sastra, kajian struktural, kajian intertekstual, kajian semiotik, dan sebagainya. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kajian semiotik pada Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor. Kajian semiotik merupakan suatu kajian yang memiliki tujuan untuk mengkaji makna di balik tanda-tanda yang terdapat dalam suatu karya sastra, dalam penelitian ini adalah Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori milik Charles Sanders Peirce terutama pada bagian objek yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol. Dengan demikian, indeks, dan simbol),
peneliti menganalisis unsur semiotik (ikon,
mengidentifikasi unsur ikon, indeks, dan simbol yang
terdapat dalam kumpulan cerpen tersebut, kemudian menganalisis makna yang ada di balik ketiga unsur tersebut. Selain itu, peneliti mendeskripsikan nilai-nilai
commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
pendidikan yang tersirat dalam kumpulan cerpen tersebut. Berikut ini disajikan diagram kerangka berpikir dalam penelitian ini. Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia
Kajian Semiotik
Nilai Pendidikan
1. Nilai Religius
Teori Semiotik Peirce
2. Nilai Moral 3. Nilai Sosial Object
Ikon
4. Nilai Estetis
Simbol
Indeks
Identifikasi Tanda
Analisis Tanda
Makna Tanda
Kesimpulan
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran
commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilaksanakan dengan studi pustaka. Dengan demikian, penelitian ini tidak terikat oleh tempat tertentu, artinya penelitian ini dapat dilakukan kapan saja tanpa terpancang oleh tempat dan waktu. Tabel. 3.1 Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan 2011
2012
Jenis Kegiatan
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags 1.Persiapan a. Pengajuan Judul b.Penyusunan Proposal 2.Pelaksanaan Penelitian a.Pengumpulan Data b. Analisis Data c.Penarikan Kesimpulan 3.Penyusunan Laporan
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Bentuk dan strategi penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Menurut Sutopo (2002: 35) bentuk dan strategi penelitian deskriptif kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat, atau gambar yang memiliki arti lebih daripada sekadar angka atau frekuensi. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti unsur-unsur semiotik yang meliputi ikon, indeks, dan simbol, makna
commit to user 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
yang ada di balik unsur-unsur tersebut dan nilai-nilai moral yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor. C. Sumber Data Data atau informasi yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini berupa data kualitatif. Jenis-jenis sumber data dalam penelitian kualitatif ini berupa narasumber/informan, yaitu sastrawan (Hanindawan dan Sosiawan Leak), dosen (Rudy Adi Nugroho), dan pembaca (Bayu Murti Sulaiman, Asri Puspitaningtyas, Fatima Zahra, Yunita Nurul Khomsah, Tyas Sri Utami, Yayat Suhiryatno, dan Ranin Agung Kurniawan). Selain itu, data dokumen berupa buku Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor dan data yang berasal dari sumber internet yang berkaitan dengan pembahasan mengenai karya tersebut. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik purposive sampling menurut Sutopo adalah kecenderungan peneliti untuk memilih informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (2002: 55). Teknik purposive sampling ini digunakan untuk menentukan informan dan dokumen yang diteliti. Informan yang diwawancarai merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang sastra, yaitu sastrawan dan dosen. Sedangkan dokumen yang dijadikan sampel data adalah buku Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia dan data-data lain yang terkait, seperti ulasan-ulasan yang terdapat pada blog pengarang Ada dua teknik pengumpulan data yang diterapkan sebagai alat untuk mengumpulkan data secara lengkap dan akurat sehubungan dengan masalah yang diteliti. Kedua teknik tersebut adalah sebagai berikut: 1. Content Analysis (Analisis Isi) Milles dan Hubberman (1992:15) memaparkan bahwa analisis isi berupa pengumpulan berbagai macam data yang berwujud kata-kata (bukan rangkaian kata-kata) melalui berbagai macam cara, kemudian melalui alur proses sebelum dinyatakan layak atau sesuai untuk digunakan. Alur proses tersebut
commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
meliputi pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis. Peneliti bukan sekadar mencatat unsur-unsur semiotik dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor yang berupa ikon, indeks, dan simbol, melainkan mencari makna di balik unsur-unsur tersebut. Teknik content analysis ini digunakan untuk menjawab permasalahan pertama, kedua, dan ketiga yaitu mengidentifikasi unsur-unsur semiotik (ikon, indeks, simbol) yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor, makna yang ada di balik unsur-unsur tersebut, dan keterkaitan nilai karya sastra dengan pendidikan karakter di sekolah. 2. Wawancara Wawancara adalah teknik untuk mengumpulkan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui percakapan atau dialog dan bertatap muka dengan orang yang memberikan keterangan pada peneliti (Djojosuroto dan Sumaryati, 2010: 47-48). Pendapat tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat Sugiyono, wawancara adalah tatap muka antara dua orang yang bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (2009: 231). Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan sastrawan (Hanindawan dan Sosiawan Leak) untuk menilai ketepatan metode yang peneliti gunakan. Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan salah satu sastrawan yang sama (Sosiawan Leak) guna mendapatkan validitas data dari data-data yang sudah diperoleh. Wawancara juga dilakukan dengan dosen (Rudy Adi Nugroho) untuk mengetahui kelayakan karya sastra yang diteliti sebagai bahan ajar Mata Kuliah Kajian Apresiasi Prosa Fiksi, khususnya dengan menggunakan kajian semiotik, dan beberapa pembaca (Bayu Murti Sulaiman, Asri Puspitaningtyas, Fatima Zahra, Yunita Nurul Khomsah, Tyas Sri Utami, Yayat Suhiryatno, dan Ranin Agung Kurniawan), untuk mengetahui seberapa jauh tingkat kesulitan pemahaman pembaca Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor sehingga dapat diketahui permasalahannya dan dicarikan metode yang sesuai atau tepat dengan permasalahan yang ada.
commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
E. Validitas Data Peneliti menggunakan triangulasi untuk mendapatkan data yang valid. Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi metode, dan triangulasi teori. Berikut adalah penjelasannya: 1. Triangulasi Sumber Sutopo (2002: 79) mengungkapkan bahwa triangulasi sumber dilakukan dengan cara menggali data dari sumber yang berbeda-beda dan juga teknik pengumpulan data yang berbeda itu pun data sejenis yang bisa teruji kemantapannya. Alasan peneliti menggunakan triangulasi sumber adalah untuk mendapatkan data yang akurat dari berbagai sumber agar permasalahan yang dibahas dapat dipandang berdasarkan beberapa sudut pandang dari narasumber yang memiliki kompetensi di bidang sastra. Selain itu, peneliti juga menggunakan berbagai sumber data yang menunjang permasalahan yang dibahas. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan berbagai sumber untuk mendukung
validasi
data,
yaitu
dari
pendapat-pendapat
narasumber
(informan) yang memiliki kompetensi dalam bidang sastra, antara lain sastrawan dan dosen sastra, serta dokumen, yaitu Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan karya tersebut (blog pengarang). 2. Triangulasi Metode Triangulasi metode ini dilakukan peneliti dengan mengumpulkan data yang sejenis tetapi dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda (Sutopo, 2002: 80). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua metode, yaitu metode content analysis (Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia dan blog pengarang) dan wawancara mendalam (sastrawan dan dosen).
commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
F. Teknik Analisis Data Untuk mengungkapkan makna di balik unsur-unsur semiotik yang meliputi ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor, peneliti menggunakan metode pembacaan hermeneutik atau retroaktif. Sangidu mengungkapkan bahwa metode pembacaan hermeneutik atau retroaktif merupakan kelanjutan dari metode pembacaan heuristik, yaitu untuk mencari dan mengungkap makna (meaning of meaning atau sifinificance) (2004: 175). Metode yang dilakukan peneliti dalam pembacaan hermeneutik, yaitu peneliti membaca Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor secara terus menerus atau bolak-balik dari awal hingga akhir sampai paham untuk menemukan makna karya sastra dari keseluruhan teks sebagai sistem tanda yang ada di balik ikon, indeks, dan simbol. G. Prosedur Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis interaktif Miles dan Huberman, seperti yang terdapat dalam gambar di bawah ini: Pengumpulan data
Penyajian data
Reduksi data
Verifikasi data
Gambar 3.1 Komponen Analisis Data : Model Interaktif
commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
1. Pengumpulan Data Pengumpulan
data
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
menggunakan metode content analysis dan wawancara mendalam. Penelitian ini diawali dengan kegiatan wawancara dengan para pembaca Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor untuk mengetahui penilaian dan kesulitan-kesulitan yang ditemui pembaca dalam karya tersebut. Setelah melakukan wawancara dan mengetahui hal-hal yang dianggap sulit dipahami pembaca, peneliti memilih salah satu kajian yang dianggap mampu dan sesuai untuk membedah kesulitan yang terdapat dalam kumpulan cerpen tersebut, yaitu kajian semiotika. Guna menilai ketepatan atau kesesuaian kajian yang peneliti pilih, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa sastrawan, yaitu Hanindawan dan Sosiawan Leak. Berdasarkan hasil wawancara, kajian yang peneliti pilih tepat atau sesuai untuk membedah permasalahan yang ada. Setelah itu, peneliti melakukan metode kedua, yaitu content analysis dengan membaca karya sastra, dokumen-dokumen terkait (blog pengarang) untuk mengumpulkan data-data yang sesuai dengan objek kajian yang dipilih. Data-data tersebut berupa unsur-unsur semiotik (ikon, indeks, dan simbol) dan keterkaitan nilai dalam karya sastra dengan pendidikan karakter di sekolah. 2. Reduksi Data Reduksi data menurut Milles dan Huberman adalah “Suatu analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi” (1992: 17). Dalam penelitian ini, reduksi data dilakukan peneliti diawali dengan pembacaan Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor secara terus-menerus (berkali-kali) dengan menggunakan metode hermeneutik untuk memilah data yang sesuai dengan penelitian, yaitu datadata dalam karya sastra dari keseluruhan teks yang berupa unsur semiotik (ikon, indeks, dan simbol) dan nilai-nilai pendidikan yang ada di dalam karya sastra tersebut.
commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
3. Penyajian Data Proses penyajian data menurut Miles dan Huberman adalah “Sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan” (1992: 17). Penyajian informasi yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh dari data wawancara dengan informan (sastrawan dan dosen) dan dokumen (Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia). Berdasarkan kedua kegiatan tersebut, peneliti dapat menggolongkan data atau kalimat yang terdapat dalam teks karya sastra tersebut sesuai dengan jenisnya, yaitu data yang termasuk dalam golongan unsur ikon, indeks, dan simbol. Setelah melakukan penggolongan data ke dalam tiga unsur semiotik tersebut, peneliti melakukan pengidentifikasian data dari setiap unsur semiotik tersebut sesuai dengan kategori ikon, indeks, dan simbol yang sama jenisnya serta keterkaitan nilai dalam karya sastra dengan pendidikan karakter di sekolah 4. Verifikasi Data/ Menarik Kesimpulan Penarikan kesimpulan atau verifikasi data adalah teknik untuk menarik kesimpulan dari rangkaian kegiatan analisis yang saling susulmenyusul, dengan keputusan terakhir dan telah diuji kebenarannya melalui kesepakatan intersubjektif dan menghasilkan data yang teruji validitasnya (Miles dan Huberman, 1992: 19). Dalam penelitan ini, peneliti menarik kesimpulan dari data-data yang diperoleh dari wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan dan content analysis dari karya sastra dan dokumen terkait.
commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini memfokuskan pada sisi unsur-unsur semiotik yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor dengan menggunakan teori semiotik milik Peirce. Teori tersebut membedakan hubungan antara tanda dengan acuannya menjadi tiga jenis, yaitu
ikon (berhubungan dengan kemiripan), indeks
(berhubungan dengan kedekatan eksistensi atau sebab akibat), dan simbol (berhubungan dengan hal yang sudah menjadi kesepakatan dalam masyarakat atau berdasarkan konvensi masyarakat). Permasalahan yang dikaji peneliti dalam penelitian ini adalah identifikasi unsur-unsur semiotik yang berupa ikon, indeks, dan simbol, menganalisis makna yang terdapat di balik unsur-unsur tersebut, dan nilai pendidikan yang terdapat dalam karya tersebut. Dalam menelaah permasalahan di atas, peneliti melakukan pengambilan data dari beberapa sumber, di antaranya dokumen dan hasil wawancara. Data yang berasal dari dokumen berupa Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor dan dari buku referensi yang berkaitan. Data yang berupa hasil wawancara diperoleh dari wawancara dengan beberapa pembaca Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor, sastrawan, dan dosen. Data-data tersebut, yaitu: a. Ikon 1. Pemetik air mata.(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 1) 2. Peri-peri pemetik air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.1) 3. Ke dalam cawan mungil itulah mereka tampung air mata yang mereka petik. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 1) 4. Ke sanalah butir-butir air mata yang dipetik itu dibawa.(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 2)
commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
5. Pada saat-saat tertentu butir-butir kristal air mata itu memang memperdengarkan kembali kesedihan yang masih tersimpan di dalamnya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3) 6. Bahkan, ketika kesedihan itu telah menjelma kristal. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3) 7. Ketika akhirnya, lelaki pencuri sarang walet itu meninggalkan jazirah peri dan menemukan jalan pulang, ia membawa sekarung kristal air mata yang kemudian dijual eceran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3) 8. Meski ia sering melihat para pengasong menjajakan kristal air mata itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3) 9. Lalu, Mama kembali membacakan cerita tentang peri-peri pemetik air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5) 10. Karena tahu manusia akan mengenal kesedihan, maka sebelum menciptakan maut, Tuhan menciptakan lebih dulu peri-peri pemetik buah kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6) 11. Saat itu, memang tumbuh Pohon Kesedihan, yang buah-buah bening segarnya selalu bercucuran dari ranting-rantingnya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6) 12. Setiap kali datang musim semi, peri-peri itulah yang selalu memetiki buah-buah kesedihan yang telah ranum, yang membuat manusia tergoda menikmatinya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6) 13. Maka, sejak saat itu, bila ada manusia menangis malam-malam, peri-peri itu akan muncul dan memetik air matanya yang bercucuran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6) 14. …punya beberapa butir kristal air mata itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 7) 15. Kata anaknya yang berumur 10 tahun itu, cerita itu dia dengar langsung dari penjual kristal air mata itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 7)
commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
16. Lalu Bita berceloteh riang, kalau kawan-kawan sekolahnya juga banyak yang membeli butir-butir kristal air mata itu untuk dikoleksi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8) 17. Kadang Bita terbangun ketika didengarnya kristal-kristal air mata itu mengeluarkan tangisan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8) 18. Penyemai sunyi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11) 19. Aku tengah berpikir betapa hidup ini telah menjadi begitu hampa dan sia-sia untuk dipertahankan ketika kusaksikan setangkai sunyi tumbuh di antara rimbun bunga-bunga di halaman. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11) 20. Setangkai sunyi yang cemerlang dengan perpaduan warna-warna yang paling rahasia sehingga membuatku tergetar dan bertanyatanya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12) 21. Di sela bunga-bunga mawar yang mekar dan di bawah gerimis yang membasahi senja, setangkai sunyi tampak begitu tampak begitu bening dalam keindahannya.…( cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12) 22. …seperti bunga keabadian yang tumbuh dari duka abadi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12) 23. Tetapi, yang pasti, kini, di hadapanku telah tumbuh setangkai sunyi yang begitu cemerlang, basah, dan murni. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12) 24. Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat untuk meneduhkan penat. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13) 25. Aku masih termangu di beranda, menyaksikan setangkai sunyi iu tumbuh mekar dan makin mengesankan, sementara kegelapan seperti makin sempurna dalam gerimis. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14)
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
26. Aku melihat setangkai itu bergoyang-goyang dijentikkan angin. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14) 27. Makin lama setangkai sunyi itu makin mekar besar dan aku semakin berdebar. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14) 28. Lalu, gadis itu hanya bisa merasakan betapa kerongkongannya seketika kering dan segumpal jerit membuat lehernya sesak ketika gerombolan pemuda itu mulai menyeretnya masuk ke dalam bangunan kosong terbengkalai. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 15) 29. Masih saja aku termangu di beranda dengan secangkir kopi yang telah dingin memandangi setangkai sunyi itu ketika kudengar teriakan riang memanggilku dari dalam rumah. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.15-16) 30. Aku bangkit dan menyempatkan memetik setangkai sunyi.… (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 17) 31. Aku bangkit dan menyempatkan memetik setangkai sunyi yang tumbuh dalam rimbun kesepianku itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 17) 32. Aku ingin memberikan setangkai sunyi ini buat istriku. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 17) 33. Setiap kali ada kenalan atau kerabat yang datang, mereka sangat terpukau dengan setangkai sunyi itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 18) 34. Lantas aku mengajak mereka ke halaman, menunjukkan serimbun sunyi yang bermekaran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 18) 35. Aku rawat bunga sunyi itu hingga tumbuh subur. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 18) 36. Aku tanam bunga sunyi itu di sekeliling pagar, di bawah jendela kamar, agar setiap aku bangun pagi bisa kuhirup harum baunya yang menentramkan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 18) 37. Setangkai sunyi itu mula-mula aku temukan tumbuh,…(hlm. 19)
commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
38. Setangkai sunyi itu kini bermekaran di mana-mana. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19) 39. Aku melihat anak-anakku berlarian riang seperti kupu-kupu yang beterbangan dari satu tangkai sunyi ke tangkai sunyi lainnya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19) 40. Setiap pagi aku selalu menyaksikan setangkai sunyi itu berbunga. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19) 41. Penjahit kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19) 42. Tukang jahit itu punya jarum dan benang ajaib yang bisa menjahit hatimu yang sakit. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19) 43. Bila ada orang sedih yang datang kepadanya, tukang jahit itu akan menjahit hati orang yang sedang sedih itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 22) 44. Kau tahu, Nak, di tangan tukang jahit itu, kebahagiaan yang robek dan koyak menjadi seperti selembar kain lembut yang bisa dijahit kembali. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 22) 45. Ia menjahit luka hati ibu, Nak. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 23) 46. Dengan jarum dan benang itulah tukang jahit itu menjahit kembali kebahagiaan orang-orang….(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 23) 47. Dengan benang itulah ia dititahkan oleh Nabi Khidir untuk menjahit hati orang-orang yang sedih menjelang Lebaran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 24) 48. Lebaran ke lebaran memang semakin banyak orang kian tenggelam dalam kekecewaan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 25) 49. Mereka ingin menjahitkan kekecewaan mereka kepada tukang jahit itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 25)
commit to user 44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
50. Menjelang lebaran ini, kulihat antrean itu sudah sedemikian mengular memacetkan jalanan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 25) 51. “Bukan. Menjahitkan kebahagiaan.” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 26) 52. Tentang jarum dan benang yang bisa menjahit kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 26) 53. Pelancong kepedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 27) 54. Mereka menyukai wajah kami yang keruh dengan kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28) 55. Jangan khawatir, kami pasti akan menyambut kedatanganmu dengan kalungan bunga air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 34) 56. Seperti capung ia melintas halaman. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 35) 57. Marwan melihat mata Beningnya berkaca-kaca. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40) 58. “Permen akan selalu mengingatkanmu bahwa hidup ini manis dan patut kamu nikmati, “ kata mamanya.(cerpen Permen, hlm. 43) 59. “Karenanya kamu harus bersyukur bila hidup memberimu nasib yang manis, penuh warna, dan menyenangkan seperti permen.” (cerpen Permen, hlm. 43-44) 60. “Bukankah mengubah kesedihan menjadi permen itu cara yang luar biasa?” (cerpen Permen, hlm. 48) 61. Kita bisa mengekspor permen penderitaan itu ke banyak negara. (cerpen Permen, hlm. 49) 62. “Kamu mungkin menganggap permen ini tak enak hanya karena dibuat dari adonan penderitaan. (cerpen Permen, hlm. 51) 63. Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 55)
commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
64. …sembari sesekali mencuri pandang ke wajah Tukang Pos itu.(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 56) 65. Pastilah ia tampak seperti gadis kencur yang baru saja menerima surat cinta. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 57) 66. Ia terus mengendus jejak Sukab, berharap, suatu kali, bertemu lakilaki
itu
kembali
di
sebuah
warung
tuak
atau
di
tepi
pantai.…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 58) 67. …sebelum akhirnya kematian mengecup kelopak matanya yang rapuh dan lelah. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 59) 68. Sepotong bibir!(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61) 69. Senja
yang
keemasan
menyepuh
puncak-puncak
gedung
menjulang.…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 66) 70. …tampak sepotong bibir yang tergolek, seolah tengah berbaring di bawah cahaya senja. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 67) 71. Seperti kudengar suara lolong menyayat orang sekarat. (cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 76) 72. Gerbangnya yang menjulang bagai mulut raksasa menganga mengisap orang-orang yang lalu-lalang. (cerpen Episode, hlm. 86) 73. …lorong yang berkelok-kelok,
membuatku
merasa
seperti
menyusuri labirin kesunyian yang pastilah akan membuatku tersesat bila sendirian. (cerpen Episode, hlm. 88) 74. Hujan yang biru pekat membuat jalanan menggigil, dan angin yang buruk seperti kaleng rombeng yang bergerompyangan menabraknabrak dinding. (cerpen Episode, hlm. 99) 75. Siang tak cuma menyengat.…(cerpen Episode, hlm. 109) 76. Lidah panasnya menjilati langit.…(cerpen Episode, hlm. 110)
commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
77. Bahkan, kemurungan tak juga menguap dari wajahnya ketika ia terlelap. (cerpen Episode, hlm. 111) 78. Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di permukaannya. (cerpen Episode, hlm. 123) 79. Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di permukaannya. (cerpen Episode, hlm. 124) 80. Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di permukaannya. (cerpen Episode, hlm. 128) 81. Betapa waktu yang berdenyut lembut membuat perasaannya terhanyut. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 132) 82. Ia merasakan waktu yang beringsut berdenyut, dan cahaya mengusapnya lembut. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 133) 83. Lewat jendela yang ia biarkan terbuka, ia bisa merasakan senyum bunga-bunga. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 134) 84. Aku bayangkan maut mengecup keningnya pelan, dan ia tersenyum. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 138) 85. Lalu, wajah-wajah yang samar diingatnya, serpihan kenangan masa kecil di ladang dan pekarangan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 142) 86. “Kalau kamu miskin, kamu akan punya cukup tabungan penderitaan, yang bisa digunakan untuk membiayaimu sepanjang hidup,…” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 158) 87. …Kamu bakalan punya cadangan kesedihan yang melimpah. Jadi, kamu nggak kaget kalau susah.” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 158)
commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
88. “Apa dikira kita nggak tahu, itu kan akal bulus biar dapat sumbangan.” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166) b. Indeks 89. Setelah berhari-hari menyelusup celah gua, ia merasakan kelembapan udara yang tak biasa, hawa yang membuat kuduknya meriap, dan menyadari dirinya telah tersesat dan tak akan lagi melihat dunia karena setiap kali bersikeras mencari jalan keluar ia justru merasa semakin mendekati kematian. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 2) 90. Kesepian gua itu begitu hitam dan mengerikan. Bahkan, kelelawar, ular, dan lintah pun seperti memilih menjauhinya.(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 2) 91. Semua suara seperti lesap—bahkan ia tak mendengar suara napasnya sendiri—dan ia merasakan betapa udara tipis dan bau memualkan yang bukan berasal dari tumpukan kotoran kelelawar atau lumpur belerang membuatnya limbung dan perlahan-lahan seperti mulai mengapung. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3) 92. Mamanya memang sering menangis terisak malam-malam. Ia pun selalu menangis melihat mamanya menangis. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 4) 93. Tapi, Sandra berusaha menahan tangisnya karena mamanya pasti akan langsung membentak bila ia menangis. “Jangan cengeng, anak setan!” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 4) 94. Sering, bila hari Minggu, mamanya juga mengajaknya jalan-jalan. Membelikannya baju, mengajak makan kentang goreng atau ayam goreng. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5) 95. Saat Sandra menikmati es krim, perempuan itu tampak selalu menatap dengan mata penuh cinta. Tanpa sadar ia akan bergumam,
commit to user 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
“Sandra, Sandra….” Sambil membersihkan mulut Sandra yang belepotan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5) 96. Kadang tanpa sadar di tengah-tengah cerita yang dibacakannya air mata mamanya menetes. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5) 97. “Diamlah. Jangan cerewet. Atau Mama hentikan bacanya!” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5) 98. Di kolong ranjang, Sandra terisak pelan, “Mama…Mama…” Pipinya basah air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 7) 99. “Sekarang tidurlah”, Sandra berusaha menghentikan percakapan, kemudian dengan lembut menyelimuti dan mencium keningnya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8) 100. Sandra selalu ingat, dulu di saat-saat mamanya begitu tampak mencintainya, perempuan itu selalu mendekapnya erat-erat sembari sesekali berbisik terisak, “Berjanjilah kepa Mama, kamu akan menjadi wanita baik-baik, Sandra.” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 9) 101. “Kamu menyenangkan sekali malam ini,” desah laki-laki itu sambil berbaring memeluk Sandra. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 10) 102. Tapi, ketika selepas pukul 02.00 dini hari Sandra mendengar deru mobil laki-laki itu keluar dari rumahnya, ia benar-benar tak kuasa menahan air matanya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11) 103. Sandra merasa bantalnya basah. Ia berharap, sungguh-sungguh berharap, para peri pemetik air mata itu muncul malam ini. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11) 104. Bayangan yang tak ingin kau kekalkan dalam ingatan, tetapi selalu muncul seperti gedoran tengah malam. Mengejutkan dan membuatmu tergeregap ketakutan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12) 105. Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat
commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
untuk meneduhkan penat. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13) 106. Asih barangkali juga terkantuk menunggu kepulanganku. Ia selalu ingin membukakan pintu untukku. “Agar aku selalu tahu kau telah kembali,” katanya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13) 107. Cara istri dan anak-anakku mati, selalu membuatku merinding. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14) 108. Lalu, gadis itu hanya bisa merasakan betapa kerongkongannya seketika kering dan segumpal jerit membuat lehernya sesak ketika gerombolan pemuda menyeretnya masuk ke dalam bangunan kosong terbengkalai. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 15) 109. Masih kudengar derai tawa mereka yang renyah ketika menonton televisi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 16) 110. Anak-anak berceloteh riang tentang baju baru yang akan mereka kenakan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 20) 111. Ia
sendiri
tak
pernah
mau
bercerita
tentang
dirinya.
Kemunculannya selalu dalam diam. Nyaris tanpa suara, berkeliling memikul dua kotak kayu yang membuat jalannya jadi agak membungkuk. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 24) 112. Beningnya tertegun, mendapati kotak itu kosong. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 35) 113. Mungkin Bik Sari sudah mengambilnya! Beningnya pun segera berlari berteriak, “Biiikkk…Bibiiikkk…” Ia nyaris terpeleset dan menabrak pintu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 35) 114. Bik Sari yang sedang mengepel sampai kaget melihat Beningnya terengah-engah begitu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36) 115. Tongkat pel yang dipegangnya nyaris terlepas, dan Bik Sari merasa mulutnya kaku. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36) 116. Bik Sari bisa melihat mata kecil yang bening itu seketika meredup, seakan menebak, karena ia terus diam saja. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36)
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
117. Lalu, ia mengelus lembut anaknya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36) 118. Mereka akan berteriak senang bila menerima surat balasan atau kartu pos, dan memamerkannya dengan membacanya keras-keras. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 37) 119. Ren kecil duduk di pangkuan, sementara ayahnya berkisah keindahan kota-kota pada kartu pos yang mereka pandangi. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 38) 120. Ketukan di pintu membuat Marwan bangkit, dan ia mendapati Beningnya berdiri sayu menenteng kotak kayu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 38) 121. Marwan menggandeng anaknya masuk. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 38) 122. Marwan merasakan sesuatu berdesir di dadanya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 39) 123. Andai ada Ren, pasti akan dikisahkannya gambar-gambar di kartu pos itu hingga Beningnya tertidur. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 39) 124. Marwan masih ngantuk karena baru tidur menjelang pukul 05.00 pagi setelah Beningnya pulas. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 39) 125. Marwan menatap Ita, yang tampak memberi isyarat agar ia melihat ke sebelah. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40) 126. Ia sengaja tak masuk kantor untuk melihat Beningnya gembira ketika mendapati kartu pos itu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40) 127. Dari jendela ia bisa melihat anaknya memandangi kartu pos itu, seperti tercekat kemudian berlarian tergesa masuk rumah. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40) 128. Marwan menyambut gembira ketika Beningnya menyodorkan kartu pos itu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
commit to user 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
129. Marwan tak berani menatap mata anaknya ketika Beningnya terisak, dan berlari ke kamarnya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) 130. Ketukan gugup di pintu membuat Marwan bergegas bangun. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) 131. “Ada apa?” Marwan mendapati Bik Sari yang pucat. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) 132. Bergegas Marwan mengikuti Bik Sari. Dan ia tercekat di depan kamar anaknya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) 133. “Beningnya! Beningnya!” Marwan segera menggedor pintu kamar yang entah kenapa begitu sulit ia buka. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42) 134. “Beningnya! Beningnya!” Bik Sari ikut berteriak memanggil. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42) 135. “Buka, Beningnya! Cepat buka!” (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42) 136. Segera Marwan menyambar mendekapnya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42) 137. Melihat mulut Iza yang terus cemberut, Neal tahu kalau anaknya itu masih kesal karena tak diperbolehkan membeli permen yang tadi sore dilihatnya dijajakan di perempatan jalan. (cerpen Permen, hlm. 43) 138. Mereka sedih, dan kembali beterbangan memetiki biji-biji buah yang bergelantungan.…(cerpen Permen, hlm. 44) 139. “Permen itu akan membuatmu mulas dan mual,” bujuk Neal sembari memberikan permen mint yang ia beli di supermarket. “Lebih enak permen ini, membuat mulut dan tenggorokanmu segar.” (cerpen Permen, hlm. 46) 140. Tapi, wajah Iza terus cemberut. (cerpen Permen, hlm. 46) 141. …menyorongkon bungkus itu ke dekat mobil sambil mengetukngetuk—malah kadang menggedor—kaca jendela. Neal sering
commit to user 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
panik berhadapan dengan para pengasong itu. (cerpen Permen, hlm. 46) 142. “Bagaimana mungkin aku memberikan permen seperti itu kepada Iza!” ujar Neal, setengah menggerutu kepada Samuel. (cerpen Permen, hlm. 48) 143. “Tidak. Iza tak boleh makan permen seperti itu. Tidak baik.”(cerpen Permen, hlm. 48) 144. Pras merasa wajahnya memerah. Omongan Melly terdengar seperti sindiran. (cerpen Permen, hlm. 51) 145. “Baca dong!” Melly sedikit mendengus. (cerpen Permen, hlm. 51) 146. Maneka,
yang
tengah
menyirami
bunga,
terpesona
oleh
kemunculannya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 55) 147. Itu tulisan tangan Sukab dan ia langsung berdebar. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 55) 148. Maneka menerima bungkusan itu dengan gemetar.…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 56) 149. Dan tentu saja ingin bertanya bagaimanakah keadaan Sukab?— tetapi perasaannya yang terlalu dipenuhi kebahagiaan membuatnya jadi salah tingkah hingga mesti mulai dari mana untuk memulai pertanyaan. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 56) 150. Itulah saat paling menggetarkan dalam hidup Maneka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 58) 151. Cerita-cerita yang bisa menenteramkan kerinduannya kepada lakilaki itu. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 60) 152. Karena itu, tak bisa terlukiskan betapa bahagia perasaan Maneka saat menerima kiriman dari Sukab. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 60) 153. Menduga-duga apa isinya saja sudah membuat Maneka begitu bahagia. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 61)
commit to user 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
154. Ketika akhirnya Maneka membuka bungkusan itu ia makin berdebar dan terpana. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61) 155. Bibir itu tersenyum seolah memahami kekagetan Maneka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61) 156. Dengan gemetar, Maneka memegangi bibir itu. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 62) 157. Nyaris saja ia menjerit dan melemparkannya ketika bibir itu mendadak menggeliat, seperti ekor cicak yang memberontak ingin dilepaskan.(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 62) 158. Maneka hanya bengong saat menyaksikan bibir itu terjatuh menggeliat-geliat di lantai, kemudian meloncat ke kursi, meloncat kembali ke atas meja, lalu seolah menatap tajam kepadanya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 62) 159. Mungkin perempuan itu menjerit meronta berusaha melepaskan diri, hingga para petugas itu langsung marah dan mulai memukulinya,
menyeret
dan
menyilet
bibirnya,
kemudian
membuangnya begitu saja. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 62) 160. Menceritakan bagaimana kini setiap malam ia selalu tergeragap bangun dan mendapati bibir itu gentayangan dalam kamar. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 63) 161. Merasa makin cemas dan membutuhkan seseorang yang bisa ia ajak berbagi cerita, Maneka pun memutuskan untuk berterus terang soal bibir dari Sukab itu kepada Alina. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 63) 162. Meski tak tahu apa yang dikatakan bibir itu, tetapi caranya berbicara sungguh-sungguh memukau Alina dan Maneka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 65)
commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
163. Seakan ada yang mendadak terbuka dalam jiwa mereka karena menyadari bahwa mereka pun, ternyata bisa sama-sama bahagia. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 65) 164. Dari dinding kaca kafe di lantai sembilan gedung perkantoran, Maneka dan Alina memandangi senja yang meruapkan kesepian dan kerinduan di hati mereka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 66) 165. Maneka menangkap getar cemburu dalam kata-kata Alina. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 67) 166. Maneka, pelan dan gugup menyembunyikan kalimat sisanya karena tadingya ia mau bilang; yakinkah kamu kalau Sukab punya pacar selain kita….(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 67) 167. Beberapa pengunjung yang melihat adegan itu, tampak terpana dan terpesona. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 68) 168. Mereka selalu terpana tidak saja dengan keindahan bibir itu, tetapi juga dengan kata-kata yang keluar dari bibir itu. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 68) 169. Suasana di halaman rumah Maneka menjadi mirip pertunjukan akrobat tukang sulap. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 68) 170. Saat itulah, mendadak, seseorang menjerit, ketika melihat seekor kucing hitam melompati jenazahmu. (cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 72) 171. Menggertak dan memukulmu berkali-kali. (cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 72) 172. Di pintu, kusaksikan mata istrimu berlinang. (cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 76) 173. Begitu aku selalu merasa iri pada ular-ular yang banyak berkeliaran di kota ini. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 85)
commit to user 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
174. Tiba-tiba kudengar suara jeritan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 87) 175. “Kamu bandel sekali berani keluar gorong-gorong….” Ia berkata sambil mengelus kepalaku. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 88) 176. Aku merasa nyaman dalam dekapannya. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 88) 177. Ia menyimak ceritaku dengan mata berkejap-kejap. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93) 178. Ia mendadak terbelalak saat aku bercerita tentang Gereja St. Paulus yang sering kudatangi dulu. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93) 179. Ada perasaan sendu ketika kudengar itu. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93) 180. Ia begitu membenciku dan tak pernah mau menatapku. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 97) 181. Dunia yang kusaksikan membuatnya terpesona. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 99) 182. Lalu, kusaksikan mereka menyeret Mawar yang terus meronta. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 100) 183. Wajah Mawar pucat, bibirnya bengkak kena pukul, seekor cecak kaget menyelusup ke celah dinding ketika Mawar menjerit. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 100) 184. Keesokan harinya kalian gempar. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 102) 185. Tetapi, ketika ia menyebutkan namanya, aku seperti mendengar denting genta, bergemerincing dalam hatiku. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 105) 186. Aku ingat, ia begitu gemetar ketika kali pertama menyentuhku. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 106)
commit to user 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
187. Selalu, dengan mata yang layu, ibu menceritakan kejadian itu. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109) 188. Siang tak cuma menyengat, tetapi juga terasa menegangkan ketika orang-orang yang marah itu terus berteriak-teriak dan tak mau bubar, bahkan ketika pemakaman itu telah selesai dan hari menjadi sore. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109) 189. Banyak yang berlarian panik, tetapi banyak juga yang terus bertahan dan melawan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109) 190. Lidah panasnya menjilati langit yang penuh ketakutan dan jeritan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 110) 191. Ia elus kepala anaknya sambil terus menatap takjub gambar itu. (cerpen Episode, hlm. 116) 192. Ibunya hanya geleng-geleng, sambil beranjak menata beberapa mainan yang berantakan di lantai. (cerpen Episode, hlm.116) 193. Ia pungut juga gambar danau yang membuatnya terpesona itu. (cerpen Episode, hlm. 116) 194. Sampai kemudian bocah itu mendadak ingat pada gambar danau yang tadi siang dibuatnya, dan terbelalak ketika menyadari, betapa danau tempat mereka bermain saat ini benar-benar serupa dengan danau yang digambarnya pada bagian satu. (cerpen Episode, hlm. 117) 195. Keduanya saling pandang. (cerpen Episode, hlm. 117) 196. Bocah itu terus mencari dengan perasaan berdebar. (cerpen Episode, hlm. 119) 197.
“Benar-benar seperti danau sungguhan!” kagum kawannya. (cerpen Episode, hlm. 120)
198. Guru terbelalak ketika menyaksikan seorang anak terkapar di laintai, bersimbah darah dan kepalanya pecah. (cerpen Episode, hlm. 120) 199.
“Kamu sakit, Sayang?” (cerpen Episode, hlm. 121)
commit to user 57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
200.
Bocah itu mendengus. Ia jadi benci kepada kawan-kawannya. (cerpen Episode, hlm. 126)
201.
“Kenapa kalian selalu mengganggu mimpiku?” Bocah itu mendengus. (cerpen Episode, hlm. 126)
202.
Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (cerpen Episode, hlm. 126)
203.
Bocah itu membisu. Gelas susu di depannya tak disentuh. (cerpen Episode, hlm. 127)
204.
“Kamu tak sarapan, Sayang?” sapa ibunya sambil menyodorkan semangkuk corn flake. (cerpen Episode, hlm. 127)
205.
Bocah itu melengos. (cerpen Episode, hlm. 127)
206.
Di meja makan, pagi itu, ia terus cemberut. (cerpen Episode, hlm. 127)
207.
Bocah itu terus membisu. Kakinya yang mungil tergantung, diayun keras-keras, membuat kursi menggeriat. (cerpen Episode, hlm. 127)
208.
Laki-laki itu berdebar. Ia merasa, istrinya tengah menyindirnya. (cerpen Episode, hlm. 128)
209.
Sesekali air matanya bergulir jatuh, menetes di atas kertas, dan segera terserap genangan danau yang kian meluas. (cerpen Episode, hlm. 129)
210.
Ia kian termangu ketika mendapati lantai penuh serakan daun kering, rumput tumbuh bercuatan di bawah meja dan kursi, akarakar rambat membelit tiang ranjang, patahan ranting mendadak jatuh dari atap kamar, bau lumut dan uap air, sayup kelepak burung, juga semilir angin sejuk, merembes dari dinding kamar. (cerpen Episode, hlm. 130)
211.
Ia merasakan telapak kakinya basah, terendam air menggenang. (cerpen Episode, hlm. 130)
commit to user 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
212. Entah kenapa, tukang kebun itu tiba-tiba saja merasa kasihan. Semuda dan sebagus itu, tetapi sudah putus asa dan memilih mati. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 136) 213. Kau ingin menangis entah kenapa. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 140) 214. “Pergi lagi, Bang?” Ia tak menjawab. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 141) 215. Ia tak lupa rautnya yang kecewa ketika suatu malam ia berpamitan, “Aku pergi, Bu.” (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 143) 216. Suara tangis yang terus mengisak membuat orang bercakap-cakap dengan suara tertahan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 147) 217. Meski sesekali ada juga orang yang kelepasan tertawa, entah menertawakan apa. Tetapi, segera orang itu menutup mulut, seperti hendak membunuh makhluk ganjil yang mendadak masuk ke dalam mulutnya. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 147) 218. Dari dalam rumah, isak tangis membuat para pelayat bercakap dengan tertahan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148) 219. Tapi, beberapa orang segera mendesis memberi isyarat agar segera berhenti tertawa. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148) 220. Terdengar begitu banyak napas diembuskan lega. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148) 221.
Ketika akhirnya tanah itu telah menggunduk, dan orang-orang pulang, ia masih berdiri dirajam sunyi; tak yakin pada prosesi yang baru saja dijalani. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148)
commit to user 59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
222. Ia mau bekerja serabutan apa saja. Jadi tukang becak, kuli angkut, buruh bangunan, pemulung, atau tukang parkir. Pendeknya, siang malam ia membanting tulang, tetapi alhamdulillah tetap miskin juga. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 154) 223. Orang miskin itu akrab sekali dengan lapar. Setiap kali lapar berkunjung, orang miskin itu selalu mengajaknya berkelakar untuk sekadar melupakan penderitaan. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 156) 224. Ketika aku terus diam saja, kulihat ia kembali masuk dengan wajah kecewa. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 159) 225. Berminggu-minggu wajahnya bonyok dan memar. “Beginilah enaknya jadi orang miskin, “ katanya. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 161) 226. Tapi, aku tetap saja kaget ketika orang miskin itu muncul ke rumahku sambil menenteng telepon genggam. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 162) 227. “Beginilah enaknya jadi orang miskin,” batinnya, “dapat fasilitas gratis tidur di lantai.” Dan orang miskin itu dibiarkan menunggu berhari-hari. Setelah tanpa diperiksa dokter, ia disuruh pulang. “Anda sudah sembuh,” kata perawat, lalu memberinya obat murahan. Orang miskin itu pulang dengan riang. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 163) 228. Mendengar itu istrinya berkaca-kaca. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 164) 229. Sementara istrinya terus menangis, bukan karena sedih, tetapi karena bingung mesti beli kain kafan, nisan, sampai harus bayar lunas kuburan. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 165)
commit to user 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
230. “Bagaimana, mau dikubur tidak?” Para pelayat yang sudah lama menunggu mulai menggerutu. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 165) 231. Sejak peristiwa itu, kuperhatikan, ia jadi sering murung. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166) 232. “Dasar orang miskin keparat,” begitu sering orang-orang mencibir bila ia lewat, “ mau mati saja pakai nipu.” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166) c. Simbol 233. Sandra mencoba tersenyum (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8) 234. Sandra tersenyum. “Nanti Mama tanyakan Papa, ya. Kamu kan tahu, Papa sibuk….” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8) 235. Senyum yang membuatnya jatuh cinta. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 9) 236. Aku tersenyum setiap Asih mengatakan itu sambil lalu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13) 237. Kami menyukai cara mereka tertawa, saat mereka begitu gembira membangun tenda-tenda dan mengeluarkan perbekalan, lalu berfoto ramai-ramai di antara reruntuhan puing-puing kota. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28) 238. Sementara mereka—sembari berdiri dengan latar belakang puingpuing reruntuhan kota—berpose penuh gaya tersenyum saling peluk atau merentangkan tangan lebar-lebar. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28) 239. Mereka tersenyum dan melambai ke arah kami, seakan dengan begitu mereka telah menunjukkan simpati kepada kami. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 33) 240. Beningnya menggeleng. (hlm. 38) 241. Marwan tersenyum. Merasa lucu karena ingat kisah masa lalunya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
commit to user 61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
242. Marwan tersenyum. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40) 243. “Ini bukan kartu pos dari Mama!” Jari mungilnya menunjuk kartu pos itu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) 244. Mungkin ia akan terus-terusan menangis karena merasakan kehilangan. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) 245. “Maksud lo?” Mata Neal melotot. (cerpen Permen, hlm. 48) 246. Samuel tertawa, mungkin karena merasa lucu. (cerpen Permen, hlm. 49) 247. Pras menggeleng. (cerpen Permen, hlm. 50) 248. Neal mengangguk. (cerpen Permen, hlm. 54) 249. Bibir itu tersenyum seolah memahami kekagetan Maneka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61) 250. Maneka tertawa. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 64) 251. Mereka sama-sama tertawa ketika melihat bibir itu jumpalitan dengan gerakan-gerakan lucu, seperti badut yang berusaha menghibur mereka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 66) 252. Mereka tertawa-tawa melihat aku menari-nari. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 84) 253. Aku tertawa saat mereka tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 84) 254. Tapi, ia hanya tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 96) 255. Tentu, kau bisa menduga ketika aku lahir dan menatap dunia, perempuan itu langsung meraung ketika tahu anaknya tak punya mata. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 97) 256. Dia tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 99) 257. Ia kembali tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 99)
commit to user 62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
258. Ibunya, yang tengah menyiapkan gaun untuk acara nanti malam, tersenyum memandangi gambar danau itu. (cerpen Episode, hlm. 115) 259. Mereka tertawa gembira. (cerpen Episode, hlm. 117) 260. Bocah itu terus bertopang dagu. Pandangannya menerawang, jauh. (cerpen Episode, hlm. 121) 261. Mendengar itu, tentu saja ibunya tertawa. (cerpen Episode, hlm. 121) 262. Ia tersenyum. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 132) 263. Ia dapati bendera putih di ujung jalan masuk menuju rumahnya. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 145) 264. Ia hanya mengangguk, meski ia sebenarnya ingin mengucapkan kata-kata terima kasih atas perhatian semua kerabatnya. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 146) 265. Menggenggam tangan yang kurus kering itu, menciumnya. “Aku pamit, Bu.” (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 149) 266. Bergegas menepis cemas, ia segera mencium tangan ibunya. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 150) 267. Orang-orang pun tertawa ngakak. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166) B. Pembahasan 1. Identifikasi Unsur Ikon, Indeks, dan Simbol a. Ikon Ikon merupakan tanda yang berupa hubungan kemiripan dengan apa yang diwakilinya. Ikon yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor berupa ikon metaforis. Sesuai dengan pernyataan Endraswara, ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung ( 2011: 115). Semua ikon yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia merupakan ikon metaforis, yaitu:
commit to user 63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
1. Pemetik air mata.(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 1) 2. Peri-peri pemetik air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.1) 3. Ke dalam cawan mungil itulah mereka tampung air mata yang mereka petik. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 1) 4. Ke sanalah butir-butir air mata yang dipetik itu dibawa.( cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 2) 5. Pada saat-saat tertentu butir-butir kristal air mata itu memang memperdengarkan kembali kesedihan yang masih tersimpan di dalamnya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3) 6. Bahkan, ketika kesedihan itu telah menjelma kristal. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3) 7. Ketika akhirnya, lelaki pencuri sarang walet itu meninggalkan jazirah peri dan menemukan jalan pulang, ia membawa sekarung kristal air mata yang kemudian dijual eceran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3) 8. Meski ia sering melihat para pengasong menjajakan kristal air mata itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3) 9. Lalu, Mama kembali membacakan cerita tentang peri-peri pemetik air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5) 10. Karena tahu manusia akan mengenal kesedihan, maka sebelum menciptakan maut, Tuhan menciptakan lebih dulu peri-peri pemetik buah kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6) 11. Saat itu, memang tumbuh Pohon Kesedihan, yang buah-buah bening segarnya selalu bercucuran dari ranting-rantingnya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6) 12. Setiap kali datang musim semi, peri-peri itulah yang selalu memetiki buah-buah kesedihan yang telah ranum, yang membuat manusia tergoda menikmatinya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6) 13. Maka, sejak saat itu, bila ada manusia menangis malam-malam, periperi itu akan muncul dan memetik air matanya yang bercucuran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6)
commit to user 64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
14. …punya beberapa butir kristal air mata itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 7) 15. Kata anaknya yang berumur 10 tahun itu, cerita itu dia dengar langsung dari penjual kristal air mata itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 7) 16. Lalu Bita berceloteh riang, kalau kawan-kawan sekolahnya juga banyak yang membeli butir-butir kristal air mata itu untuk dikoleksi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8) 17. Kadang Bita terbangun ketika didengarnya kristal-kristal air mata itu mengeluarkan tangisan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8) 18. Penyemai sunyi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11) 19. Aku tengah berpikir betapa hidup ini telah menjadi begitu hampa dan sia-sia untuk dipertahankan ketika kusaksikan setangkai sunyi tumbuh di antara rimbun bunga-bunga di halaman. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11) 20. Setangkai sunyi yang cemerlang dengan perpaduan warna-warna yang paling rahasia sehingga membuatku tergetar dan bertanya-tanya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12) 21. Di sela bunga-bunga mawar yang mekar dan di bawah gerimis yang membasahi senja, setangkai sunyi tampak begitu tampak begitu bening dalam keindahannya.…( cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12) 22. …seperti bunga keabadian yang tumbuh dari duka abadi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12) 23. Tetapi, yang pasti, kini, di hadapanku telah tumbuh setangkai sunyi yang begitu cemerlang, basah, dan murni. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12) 24. Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan pintu
dan
segera
menyiapkan
secangkir
kopi
hangat
untuk
meneduhkan penat. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13) 25. Aku masih termangu di beranda, menyaksikan setangkai sunyi iu tumbuh mekar dan makin mengesankan, sementara kegelapan seperti
commit to user 65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
makin sempurna dalam gerimis. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14) 26. Aku melihat setangkai sunyi itu.…( cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14) 27. Aku melihat setangkai itu bergoyang-goyang dijentikkan angin. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14) 28. Makin lama setangkai sunyi itu makin mekar besar dan aku semakin berdebar. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14) 29. Lalu, gadis itu hanya bisa merasakan betapa kerongkongannya seketika kering dan segumpal jerit membuat lehernya sesak ketika gerombolan pemuda itu mulai menyeretnya masuk ke dalam bangunan kosong terbengkalai. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 15) 30. Masih saja aku termangu di beranda dengan secangkir kopi yang telah dingin memandangi setangkai sunyi itu ketika kudengar teriakan riang memanggilku dari dalam rumah. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.15-16) 31. Aku bangkit dan menyempatkan memetik setangkai sunyi, ….(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 17) 32. Aku bangkit dan menyempatkan memetik setangkai sunyi yang tumbuh dalam rimbun kesepianku itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 17) 33. Aku ingin memberikan setangkai sunyi ini buat istriku. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 17) 34. Setiap kali ada kenalan atau kerabat yang datang, mereka sangat terpukau dengan setangkai sunyi itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 18) 35. Lantas aku mengajak mereka ke halaman, menunjukkan serimbun sunyi yang bermekaran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 18) 36. Aku rawat bunga sunyi itu hingga tumbuh subur. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 18)
commit to user 66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
37. Aku tanam bunga sunyi itu di sekeliling pagar, di bawah jendela kamar, agar setiap aku bangun pagi bisa kuhirup harum baunya yang menentramkan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 18) 38. Setangkai sunyi itu mula-mula aku temukan tumbuh.…(hlm. 19) 39. Setangkai sunyi itu kini bermekaran di mana-mana. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19) 40. Aku melihat anak-anakku berlarian riang seperti kupu-kupu yang beterbangan dari satu tangkai sunyi ke tangkai sunyi lainnya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19) 41. Setiap pagi aku selalu menyaksikan setangkai sunyi itu berbunga. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19) 42. Penjahit kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19) 43. Tukang jahit itu punya jarum dan benang ajaib yang bisa menjahit hatimu yang sakit. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19) 44. Bila ada orang sedih yang datang kepadanya, tukang jahit itu akan menjahit hati orang yang sedang sedih itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 22) 45. Kau tahu, Nak, di tangan tukang jahit itu, kebahagiaan yang robek dan koyak menjadi seperti selembar kain lembut yang bisa dijahit kembali. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 22) 46. Ia menjahit luka hati ibu, Nak. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 23) 47. Dengan jarum dan benang itulah tukang jahit itu menjahit kembali kebahagiaan orang-orang….(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 23) 48. Dengan benang itulah ia dititahkan oleh Nabi Khidir untuk menjahit hati orang-orang yang sedih menjelang Lebaran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 24) 49. Lebaran ke lebaran memang semakin banyak orang kian tenggelam dalam kekecewaan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 25) 50. Mereka ingin menjahitkan kekecewaan mereka kepada tukang jahit itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 25)
commit to user 67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
51. Menjelang lebaran ini, kulihat antrean itu sudah sedemikian mengular memacetkan jalanan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 25) 52. “Bukan. Menjahitkan kebahagiaan.” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 26) 53. Tentang jarum dan benang yang bisa menjahit kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 26) 54. Pelancong kepedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 27) 55. Mereka menyukai wajah kami yang keruh dengan kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28) 56. Jangan khawatir, kami pasti akan menyambut kedatanganmu dengan kalungan bunga air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 34) 57. Seperti capung ia melintas halaman. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 35) 58. Marwan melihat mata Beningnya berkaca-kaca. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40) 59. “Permen akan selalu mengingatkanmu bahwa hidup ini manis dan patut kamu nikmati, “ kata mamanya.(cerpen Permen, hlm. 43) 60. “Karenanya kamu harus bersyukur bila hidup memberimu nasib yang manis, penuh warna, dan menyenangkan seperti permen.” (cerpen Permen, hlm. 43-44) 61. “Bukankah mengubah kesedihan menjadi permen itu cara yang luar biasa?” (cerpen Permen, hlm. 48) 62. Kita bisa mengekspor permen penderitaan itu ke banyak negara. (cerpen Permen, hlm. 49) 63. “Kamu mungkin menganggap permen ini tak enak hanya karena dibuat dari adonan penderitaan. (cerpen Permen, hlm. 51) 64. Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 55) 65. …sembari sesekali mencuri pandang ke wajah Tukang Pos itu.(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 56)
commit to user 68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
66. Pastilah ia tampak seperti gadis kencur yang baru saja menerima surat cinta. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 57) 67. Ia terus mengendus jejak Sukab, berharap, suatu kali, bertemu laki-laki itu kembali di sebuah warung tuak atau di tepi pantai,…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 58) 68. …sebelum akhirnya kematian mengecup kelopak matanya yang rapuh dan lelah. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 59) 69. Sepotong bibir!(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61) 70. Senja
yang
keemasan
menyepuh
puncak-puncak
gedung
menjulang.…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 66) 71. …tampak sepotong bibir yang tergolek, seolah tengah berbaring di bawah cahaya senja. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 67) 72. Seperti kudengar suara lolong menyayat orang sekarat. (cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 76) 73. Gerbangnya yang menjulang bagai mulut raksasa menganga mengisap orang-orang yang lalu-lalang. (cerpen Episode, hlm. 86) 74. …lorong yang berkelok-kelok, membuatku merasa seperti menyusuri labirin kesunyian yang pastilah akan membuatku tersesat bila sendirian. (cerpen Episode, hlm. 88) 75. Hujan yang biru pekat membuat jalanan menggigil, dan angin yang buruk seperti kaleng rombeng yang bergerompyangan menabraknabrak dinding. (cerpen Episode, hlm. 99) 76. Siang tak cuma menyengat.…(cerpen Episode, hlm. 109) 77. Lidah panasnya menjilati langit.…(cerpen Episode, hlm. 110) 78. Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di permukaannya. (cerpen Episode, hlm. 123)
commit to user 69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
79. Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di permukaannya. (cerpen Episode, hlm. 124) 80. Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di permukaannya. (cerpen Episode, hlm. 128) 81. Betapa waktu yang berdenyut lembut membuat perasaannya terhanyut. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 132) 82. Ia
merasakan waktu yang beringsut berdenyut, dan cahaya
mengusapnya lembut. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 133) 83. Lewat jendela yang ia biarkan terbuka, ia bisa merasakan senyum bunga-bunga. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 134) 84. Aku bayangkan maut mengecup keningnya pelan, dan ia tersenyum. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 138) 85. Lalu, wajah-wajah yang samar diingatnya, serpihan kenangan masa kecil di ladang dan pekarangan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 142) 86. “Kalau kamu miskin, kamu akan punya cukup tabungan penderitaan, yang bisa digunakan untuk membiayaimu sepanjang hidup….” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 158) 87. …Kamu bakalan punya cadangan kesedihan yang melimpah. Jadi, kamu nggak kaget kalau susah.” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 158) 88. “Apa dikira kita nggak tahu, itu kan akal bulus biar dapat sumbangan.” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166) b. Indeks Indeks adalah suatu tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan sesuatu yang diacu. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Endraswara, indeks yaitu tanda yang mengandung hubungan kausal dengan apa yang ditandakan (2003: 65). Berdasarkan hasil penelitian dokumen dan
commit to user 70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
wawancara dengan sastrawan (Sosiawan Leak), indeks yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia berupa indeks yang memiliki keterkaitan dengan teks dalam teks, yaitu: 89. Setelah berhari-hari menyelusup celah gua, ia merasakan kelembapan udara yang tak biasa, hawa yang membuat kuduknya meriap, dan menyadari dirinya telah tersesat dan tak akan lagi melihat dunia karena setiap kali bersikeras mencari jalan keluar ia justru merasa semakin mendekati kematian. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 2) 90. Kesepian gua itu begitu hitam dan mengerikan. Bahkan, kelelawar, ular, dan lintah pun seperti memilih menjauhinya.(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 2) 91. Semua suara seperti lesap—bahkan ia tak mendengar suara napasnya sendiri—dan ia merasakan betapa udara tipis dan bau memualkan yang bukan berasal dari tumpukan kotoran kelelawar atau lumpur belerang membuatnya limbung dan perlahan-lahan seperti mulai mengapung. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3) 92. Mamanya memang sering menangis terisak malam-malam. Ia pun selalu menangis melihat mamanya menangis. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 4) 93. Tapi, Sandra berusaha menahan tangisnya karena mamanya pasti akan langsung membentak bila ia menangis. “Jangan cengeng, anak setan!” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 4) 94. Sering, bila hari Minggu, mamanya juga mengajaknya jalan-jalan. Membelikannya baju, mengajak makan kentang goreng atau ayam goreng. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5) 95. Saat Sandra menikmati es krim, perempuan itu tampak selalu menatap dengan mata penuh cinta. Tanpa sadar ia akan bergumam, “Sandra, Sandra….” Sambil membersihkan mulut Sandra yang belepotan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5) 96. Kadang tanpa sadar di tengah-tengah cerita yang dibacakannya air mata mamanya menetes. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5)
commit to user 71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
97. “Diamlah. Jangan cerewet. Atau Mama hentikan bacanya!” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5) 98. Di kolong ranjang, Sandra terisak pelan, “Mama…Mama…” Pipinya basah air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 7) 99. “Sekarang tidurlah”, Sandra berusaha menghentikan percakapan, kemudian dengan lembut menyelimuti dan mencium keningnya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8) 100. Sandra selalu ingat, dulu di saat-saat mamanya begitu tampak mencintainya, perempuan itu selalu mendekapnya erat-erat sembari sesekali berbisik terisak, “Berjanjilah kepa Mama, kamu akan menjadi wanita baik-baik, Sandra.” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 9) 101. “Kamu menyenangkan sekali malam ini,” desah laki-laki itu sambil berbaring memeluk Sandra. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 10) 102. Tapi, ketika selepas pukul 02.00 dini hari Sandra mendengar deru mobil laki-laki itu keluar dari rumahnya, ia benar-benar tak kuasa menahan air matanya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11) 103. Sandra merasa bantalnya basah. Ia berharap, sungguh-sungguh berharap, para peri pemetik air mata itu muncul malam ini. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11) 104. Bayangan yang tak ingin kau kekalkan dalam ingatan, tetapi selalu muncul seperti gedoran tengah malam. Mengejutkan dan membuatmu tergeregap ketakutan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12) 105. Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan pintu
dan
segera
menyiapkan
secangkir
kopi
hangat
untuk
meneduhkan penat. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13) 106. Asih barangkali juga terkantuk menunggu kepulanganku. Ia selalu ingin membukakan pintu untukku. “Agar aku selalu tahu kau telah kembali,” katanya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13) 107. Cara istri dan anak-anakku mati, selalu membuatku merinding. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14)
commit to user 72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
108. Lalu, gadis itu hanya bisa merasakan betapa kerongkongannya seketika kering dan segumpal jerit membuat lehernya sesak ketika gerombolan pemuda menyeretnya masuk ke dalam bangunan kosong terbengkalai. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 15) 109. Masih kudengar derai tawa mereka yang renyah ketika menonton televisi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 16) 110. Anak-anak berceloteh riang tentang baju baru yang akan mereka kenakan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 20) 111. Ia
sendiri
tak
pernah
mau
bercerita
tentang
dirinya.
Kemunculannya selalu dalam diam. Nyaris tanpa suara, berkeliling memikul dua kotak kayu yang membuat jalannya jadi agak membungkuk. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 24) 112. Beningnya tertegun, mendapati kotak itu kosong. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 35) 113. Mungkin Bik Sari sudah mengambilnya! Beningnya pun segera berlari berteriak, “Biiikkk…Bibiiikkk…” Ia nyaris terpeleset dan menabrak pintu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 35) 114. Bik Sari yang sedang mengepel sampai kaget melihat Beningnya terengah-engah begitu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36) 115. Tongkat pel yang dipegangnya nyaris terlepas, dan Bik Sari merasa mulutnya kaku. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36) 116. Bik Sari bisa melihat mata kecil yang bening itu seketika meredup, seakan menebak, karena ia terus diam saja. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36) 117. Lalu, ia mengelus lembut anaknya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36) 118. Mereka akan berteriak senang bila menerima surat balasan atau kartu pos, dan memamerkannya dengan membacanya keras-keras. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 37)
commit to user 73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
119. Ren kecil duduk di pangkuan, sementara ayahnya berkisah keindahan kota-kota pada kartu pos yang mereka pandangi. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 38) 120. Ketukan di pintu membuat Marwan bangkit, dan ia mendapati Beningnya berdiri sayu menenteng kotak kayu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 38) 121. Marwan menggandeng anaknya masuk. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 38) 122. Marwan merasakan sesuatu berdesir di dadanya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 39) 123. Andai ada Ren, pasti akan dikisahkannya gambar-gambar di kartu pos itu hingga Beningnya tertidur. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 39) 124. Marwan masih ngantuk karena baru tidur menjelang pukul 05.00 pagi setelah Beningnya pulas. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 39) 125. Marwan menatap Ita, yang tampak memberi isyarat agar ia melihat ke sebelah. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40) 126. Ia sengaja tak masuk kantor untuk melihat Beningnya gembira ketika mendapati kartu pos itu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40) 127. Dari jendela ia bisa melihat anaknya memandangi kartu pos itu, seperti tercekat kemudian berlarian tergesa masuk rumah. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40) 128. Marwan menyambut gembira ketika Beningnya menyodorkan kartu pos itu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40) 129. Marwan tak berani menatap mata anaknya ketika Beningnya terisak, dan berlari ke kamarnya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) 130. Ketukan gugup di pintu membuat Marwan bergegas bangun. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
commit to user 74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
131. “Ada apa?” Marwan mendapati Bik Sari yang pucat. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) 132. Bergegas Marwan mengikuti Bik Sari. Dan ia tercekat di depan kamar anaknya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) 133. “Beningnya! Beningnya!” Marwan segera menggedor pintu kamar yang entah kenapa begitu sulit ia buka. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42) 134. “Beningnya! Beningnya!” Bik Sari ikut berteriak memanggil. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42) 135. “Buka, Beningnya! Cepat buka!” (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42) 136. Segera Marwan menyambar mendekapnya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42) 137. Melihat mulut Iza yang terus cemberut, Neal tahu kalau anaknya itu masih kesal karena tak diperbolehkan membeli permen yang tadi sore dilihatnya dijajakan di perempatan jalan. (cerpen Permen, hlm. 43) 138. Mereka sedih, dan kembali beterbangan memetiki biji-biji buah yang bergelantungan.…(cerpen Permen, hlm. 44) 139. “Permen itu akan membuatmu mulas dan mual,” bujuk Neal sembari memberikan permen mint yang ia beli di supermarket. “Lebih enak permen ini, membuat mulut dan tenggorokanmu segar.” (cerpen Permen, hlm. 46) 140. Tapi, wajah Iza terus cemberut. (cerpen Permen, hlm. 46) 141. …menyorongkon bungkus itu ke dekat mobil sambil mengetukngetuk—malah kadang menggedor—kaca jendela. Neal sering panik berhadapan dengan para pengasong itu. (cerpen Permen, hlm. 46) 142. “Bagaimana mungkin aku memberikan permen seperti itu kepada Iza!” ujar Neal, setengah menggerutu kepada Samuel. (cerpen Permen, hlm. 48)
commit to user 75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
143. “Tidak. Iza tak boleh makan permen seperti itu. Tidak baik.”(cerpen Permen, hlm. 48) 144. Pras merasa wajahnya memerah. Omongan Melly terdengar seperti sindiran. (cerpen Permen, hlm. 51) 145. “Baca dong!” Melly sedikit mendengus. (cerpen Permen, hlm. 51) 146. Maneka,
yang
tengah
menyirami
bunga,
terpesona
oleh
kemunculannya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 55) 147. Itu tulisan tangan Sukab dan ia langsung berdebar. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 55) 148. Maneka menerima bungkusan itu dengan gemetar.…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 56) 149. Dan tentu saja ingin bertanya bagaimanakah keadaan Sukab?— tetapi perasaannya yang terlalu dipenuhi kebahagiaan membuatnya jadi salah tingkah hingga mesti mulai dari mana untuk memulai pertanyaan. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 56) 150. Itulah saat paling menggetarkan dalam hidup Maneka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 58) 151. Cerita-cerita yang bisa menenteramkan kerinduannya kepada lakilaki itu. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 60) 152. Karena itu, tak bisa terlukiskan betapa bahagia perasaan Maneka saat menerima kiriman dari Sukab. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 60) 153. Menduga-duga apa isinya saja sudah membuat Maneka begitu bahagia. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 61) 154. Ketika akhirnya Maneka membuka bungkusan itu ia makin berdebar dan terpana. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61) 155. Bibir itu tersenyum seolah memahami kekagetan Maneka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61)
commit to user 76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
156. Dengan gemetar, Maneka memegangi bibir itu. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 62) 157. Nyaris saja ia menjerit dan melemparkannya ketika bibir itu mendadak menggeliat, seperti ekor cicak yang memberontak ingin dilepaskan.(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 62) 158. Maneka hanya bengong saat menyaksikan bibir itu terjatuh menggeliat-geliat di lantai, kemudian meloncat ke kursi, meloncat kembali ke atas meja, lalu seolah menatap tajam kepadanya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 62) 159. Mungkin perempuan itu menjerit meronta berusaha melepaskan diri, hingga para petugas itu langsung marah dan mulai memukulinya,
menyeret
dan
menyilet
bibirnya,
kemudian
membuangnya begitu saja. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 62) 160. Menceritakan bagaimana kini setiap malam ia selalu tergeragap bangun dan mendapati bibir itu gentayangan dalam kamar. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 63) 161. Merasa makin cemas dan membutuhkan seseorang yang bisa ia ajak berbagi cerita, Maneka pun memutuskan untuk berterus terang soal bibir dari Sukab itu kepada Alina. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 63) 162. Meski tak tahu apa yang dikatakan bibir itu, tetapi caranya berbicara sungguh-sungguh memukau Alina dan Maneka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 65) 163. Seakan ada yang mendadak terbuka dalam jiwa mereka karena menyadari bahwa mereka pun, ternyata bisa sama-sama bahagia. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 65) 164. Dari dinding kaca kafe di lantai sembilan gedung perkantoran, Maneka dan Alina memandangi senja yang meruapkan kesepian dan kerinduan di hati mereka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 66)
commit to user 77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
165. Maneka menangkap getar cemburu dalam kata-kata Alina. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 67) 166. Maneka, pelan dan gugup menyembunyikan kalimat sisanya karena tadingya ia mau bilang; yakinkah kamu kalau Sukab punya pacar selain kita….(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 67) 167. Beberapa pengunjung yang melihat adegan itu, tampak terpana dan terpesona. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 68) 168. Mereka selalu terpana tidak saja dengan keindahan bibir itu, tetapi juga dengan kata-kata yang keluar dari bibir itu. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 68) 169. Suasana di halaman rumah Maneka menjadi mirip pertunjukan akrobat tukang sulap. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 68) 170. Saat itulah, mendadak, seseorang menjerit, ketika melihat seekor kucing hitam melompati jenazahmu. (cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 72) 171. Menggertak dan memukulmu berkali-kali. (cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 72) 172. Di pintu, kusaksikan mata istrimu berlinang. (cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 76) 173. Begitu aku selalu merasa iri pada ular-ular yang banyak berkeliaran di kota ini. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 85) 174. Tiba-tiba kudengar suara jeritan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 87) 175. “Kamu bandel sekali berani keluar gorong-gorong….” Ia berkata sambil mengelus kepalaku. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 88) 176. Aku merasa nyaman dalam dekapannya. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 88)
commit to user 78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
177. Ia menyimak ceritaku dengan mata berkejap-kejap. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93) 178. Ia mendadak terbelalak saat aku bercerita tentang Gereja St. Paulus yang sering kudatangi dulu. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93) 179. Ada perasaan sendu ketika kudengar itu. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93) 180. Ia begitu membenciku dan tak pernah mau menatapku. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 97) 181. Dunia yang kusaksikan membuatnya terpesona. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 99) 182. Lalu, kusaksikan mereka menyeret Mawar yang terus meronta. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 100) 183. Wajah Mawar pucat, bibirnya bengkak kena pukul, seekor cecak kaget menyelusup ke celah dinding ketika Mawar menjerit. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 100) 184. Keesokan harinya kalian gempar. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 102) 185. Tetapi, ketika ia menyebutkan namanya, aku seperti mendengar denting genta, bergemerincing dalam hatiku. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 105) 186. Aku ingat, ia begitu gemetar ketika kali pertama menyentuhku. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 106) 187. Selalu, dengan mata yang layu, ibu menceritakan kejadian itu. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109) 188. Siang tak cuma menyengat, tetapi juga terasa menegangkan ketika orang-orang yang marah itu terus berteriak-teriak dan tak mau bubar, bahkan ketika pemakaman itu telah selesai dan hari menjadi sore. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109)
commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
189. Banyak yang berlarian panik, tetapi banyak juga yang terus bertahan dan melawan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109) 190. Lidah panasnya menjilati langit yang penuh ketakutan dan jeritan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 110) 191. Ia elus kepala anaknya sambil terus menatap takjub gambar itu. (cerpen Episode, hlm. 116) 192. Ibunya hanya geleng-geleng, sambil beranjak menata beberapa mainan yang berantakan di lantai. (cerpen Episode, hlm.116) 193. Ia pungut juga gambar danau yang membuatnya terpesona itu. (cerpen Episode, hlm. 116) 194. Sampai kemudian bocah itu mendadak ingat pada gambar danau yang tadi siang dibuatnya, dan terbelalak ketika menyadari, betapa danau tempat mereka bermain saat ini benar-benar serupa dengan danau yang digambarnya pada bagian satu. (cerpen Episode, hlm. 117) 195. Keduanya saling pandang. (cerpen Episode, hlm. 117) 196. Bocah itu terus mencari dengan perasaan berdebar. (cerpen Episode, hlm. 119) 197.
“Benar-benar seperti danau sungguhan!” kagum kawannya. (cerpen Episode, hlm. 120)
198. Guru terbelalak ketika menyaksikan seorang anak terkapar di laintai, bersimbah darah dan kepalanya pecah. (cerpen Episode, hlm. 120) 199.
“Kamu sakit, Sayang?” (cerpen Episode, hlm. 121)
200.
Bocah itu mendengus. Ia jadi benci kepada kawan-kawannya. (cerpen Episode, hlm. 126)
201.
“Kenapa kalian selalu mengganggu mimpiku?” Bocah itu mendengus. (cerpen Episode, hlm. 126)
commit to user 80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
202.
Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (cerpen Episode, hlm. 126)
203.
Bocah itu membisu. Gelas susu di depannya tak disentuh. (cerpen Episode, hlm. 127)
204.
“Kamu tak sarapan, Sayang?” sapa ibunya sambil menyodorkan semangkuk corn flake. (cerpen Episode, hlm. 127)
205.
Bocah itu melengos. (cerpen Episode, hlm. 127)
206.
Di meja makan, pagi itu, ia terus cemberut. (cerpen Episode, hlm. 127)
207.
Bocah itu terus membisu. Kakinya yang mungil tergantung, diayun keras-keras, membuat kursi menggeriat. (cerpen Episode, hlm. 127)
208.
Laki-laki itu berdebar. Ia merasa, istrinya tengah menyindirnya. (cerpen Episode, hlm. 128)
209.
Sesekali air matanya bergulir jatuh, menetes di atas kertas, dan segera terserap genangan danau yang kian meluas. (cerpen Episode, hlm. 129)
210.
Ia kian termangu ketika mendapati lantai penuh serakan daun kering, rumput tumbuh bercuatan di bawah meja dan kursi, akarakar rambat membelit tiang ranjang, patahan ranting mendadak jatuh dari atap kamar, bau lumut dan uap air, sayup kelepak burung, juga semilir angin sejuk, merembes dari dinding kamar. (cerpen Episode, hlm. 130)
211.
Ia merasakan telapak kakinya basah, terendam air menggenang. (cerpen Episode, hlm. 130)
212. Entah kenapa, tukang kebun itu tiba-tiba saja merasa kasihan. Semuda dan sebagus itu, tetapi sudah putus asa dan memilih mati. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 136) 213. Kau ingin menangis entah kenapa. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 140)
commit to user 81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
214. “Pergi lagi, Bang?” Ia tak menjawab. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 141) 215. Ia tak lupa rautnya yang kecewa ketika suatu malam ia berpamitan, “Aku pergi, Bu.” (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 143) 216. Suara tangis yang terus mengisak membuat orang bercakap-cakap dengan suara tertahan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 147) 217. Meski sesekali ada juga orang yang kelepasan tertawa, entah menertawakan apa. Tetapi, segera orang itu menutup mulut, seperti hendak membunuh makhluk ganjil yang mendadak masuk ke dalam mulutnya. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 147) 218. Dari dalam rumah, isak tangis membuat para pelayat bercakap dengan tertahan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148) 219. Tapi, beberapa orang segera mendesis memberi isyarat agar segera berhenti tertawa. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148) 220. Terdengar begitu banyak napas diembuskan lega. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148) 221.
Ketika akhirnya tanah itu telah menggunduk, dan orang-orang pulang, ia masih berdiri dirajam sunyi; tak yakin pada prosesi yang baru saja dijalani. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148)
222. Ia mau bekerja serabutan apa saja. Jadi tukang becak, kuli angkut, buruh bangunan, pemulung, atau tukang parkir. Pendeknya, siang malam ia membanting tulang, tetapi alhamdulillah tetap miskin juga. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 154) 223. Orang miskin itu akrab sekali dengan lapar. Setiap kali lapar berkunjung, orang miskin itu selalu mengajaknya berkelakar
commit to user 82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
untuk sekadar melupakan penderitaan. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 156) 224. Ketika aku terus diam saja, kulihat ia kembali masuk dengan wajah kecewa. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 159) 225. Berminggu-minggu wajahnya bonyok dan memar. “Beginilah enaknya jadi orang miskin, “ katanya. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 161) 226. Tapi, aku tetap saja kaget ketika orang miskin itu muncul ke rumahku sambil menenteng telepon genggam. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 162) 227. “Beginilah enaknya jadi orang miskin,” batinnya, “dapat fasilitas gratis tidur di lantai.” Dan orang miskin itu dibiarkan menunggu berhari-hari. Setelah tanpa diperiksa dokter, ia disuruh pulang. “Anda sudah sembuh,” kata perawat, lalu memberinya obat murahan. Orang miskin itu pulang dengan riang. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 163) 228. Mendengar itu istrinya berkaca-kaca. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 164) 229. Sementara istrinya terus menangis, bukan karena sedih, tetapi karena bingung mesti beli kain kafan, nisan, sampai harus bayar lunas kuburan. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 165) 230. “Bagaimana, mau dikubur tidak?” Para pelayat yang sudah lama menunggu mulai menggerutu. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 165) 231. Sejak peristiwa itu, kuperhatikan, ia jadi sering murung. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166) 232. “Dasar orang miskin keparat,” begitu sering orang-orang mencibir bila ia lewat, “ mau mati saja pakai nipu.” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166)
commit to user 83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
c.Simbol Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan yang ditandakan sesuai dengan kesepakatan dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Endraswara, simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan yang ditandakan dan bersifat arbitrer, sesuai dengan konvensi suatu lingkungan tertentu (2003: 65). Berdasarkan hasil penelitian dokumen dan wawancara dengan salah satu sastrawan, yaitu Sosiawan Leak, simbol dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu berupa gerakan tubuh para tokoh dan simbol yang diwakilkan oleh benda tertentu. Simbol yang berupa gerakan tubuh para tokoh, yaitu: 233. Sandra mencoba tersenyum (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8) 234. Sandra tersenyum. “Nanti Mama tanyakan Papa, ya. Kamu kan tahu, Papa sibuk….” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8) 235. Senyum yang membuatnya jatuh cinta. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 9) 236. Aku tersenyum setiap Asih mengatakan itu sambil lalu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13) 237. Kami menyukai cara mereka tertawa, saat mereka begitu gembira membangun tenda-tenda dan mengeluarkan perbekalan, lalu berfoto ramai-ramai di antara reruntuhan puing-puing kota. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28) 238. Sementara mereka—sembari berdiri dengan latar belakang puing-puing reruntuhan kota—berpose penuh gaya tersenyum saling peluk atau merentangkan tangan lebar-lebar. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28) 239. Mereka tersenyum dan melambai ke arah kami, seakan dengan begitu mereka telah menunjukkan simpati kepada kami. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 33) 240. Beningnya menggeleng. (hlm. 38) 241. Marwan tersenyum. Merasa lucu karena ingat kisah masa lalunya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
commit to user 84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
242. Marwan tersenyum. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40) 243. “Ini bukan kartu pos dari Mama!” Jari mungilnya menunjuk kartu pos itu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) 244. Mungkin ia akan terus-terusan menangis karena merasakan kehilangan. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) 245. “Maksud lo?” Mata Neal melotot. (cerpen Permen, hlm. 48) 246. Samuel tertawa, mungkin karena merasa lucu. (cerpen Permen, hlm. 49) 247. Pras menggeleng. (cerpen Permen, hlm. 50) 248. Neal mengangguk. (cerpen Permen, hlm. 54) 249. Bibir itu tersenyum seolah memahami kekagetan Maneka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61) 250. Maneka tertawa. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 64) 251. Mereka sama-sama tertawa ketika melihat bibir itu jumpalitan dengan gerakan-gerakan lucu, seperti badut yang berusaha menghibur mereka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 66) 252. Mereka tertawa-tawa melihat aku menari-nari. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 84) 253. Aku tertawa saat mereka tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 84) 254. Tapi, ia hanya tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 96) 255. Tentu, kau bisa menduga ketika aku lahir dan menatap dunia, perempuan itu langsung meraung ketika tahu anaknya tak punya mata. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 97) 256. Dia tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 99) 257. Ia kembali tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 99) 258. Ibunya, yang tengah menyiapkan gaun untuk acara nanti malam, tersenyum memandangi gambar danau itu. (cerpen Episode, hlm. 115) 259. Mereka tertawa gembira. (cerpen Episode, hlm. 117)
commit to user 85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
260. Bocah itu terus bertopang dagu. Pandangannya menerawang, jauh. (cerpen Episode, hlm. 121) 261. Mendengar itu, tentu saja ibunya tertawa. (cerpen Episode, hlm. 121) 262. Ia tersenyum. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 132) 263. Ia hanya mengangguk, meski ia sebenarnya ingin mengucapkan kata-kata terima kasih atas perhatian semua kerabatnya. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 146) 264. Menggenggam tangan yang kurus kering itu, menciumnya. “Aku pamit, Bu.” (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 149) 265. Bergegas menepis cemas, ia segera mencium tangan ibunya. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 150) 266. Orang-orang pun tertawa ngakak. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166) Simbol yang diwakilkan oleh benda tertentu dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: 267. Ia dapati bendera putih di ujung jalan masuk menuju rumahnya. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 145) 2. Analisis Makna Unsur Ikon, Indeks, dan Simbol a. Ikon Ikon yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor ini memiliki makna konotasi tertentu dari apa yang disebutkan (sesuai dengan konteks cerita). 1) Pemetik air mata.(data no. 1) 2) Peri-peri pemetik air mata. (data no. 2) 3) Ke dalam cawan mungil itulah mereka tampung air mata yang mereka petik. (data no. 3) 4) Ke sanalah butir-butir air mata yang dipetik itu dibawa.(data no. 4) 5) Lalu, Mama kembali membacakan cerita tentang peri-peri pemetik air mata. (data no. 9) 6) Maka, sejak saat itu, bila ada manusia menangis malam-malam, peri-peri itu akan muncul dan memetik air matanya yang bercucuran. (data no. 13)
commit to user 86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Frase “pemetik air mata” di atas dapat digolongkan sebagai ikon terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung. ( 2011: 115). “Pemetik” berasal dari kata “petik” yang berarti mengambil sambil mematahkan tangkainya (tentang bunga, dsb). (KBBI, 2005: 869). Kata “pemetik” memiliki arti orang yang memetik atau mengambil. Kata “air mata” menurut KBBI adalah air yang meleleh dari mata (ketika menangis, dsb) (2005:16). Dengan demikian, frase “pemetik air mata” tergolong dalam ikon metaforis karena air mata diibaratkan sebagai sebuah pohon yang berbuah atau sebagai bunga yang dapat dipetik dari pohonnya. Namun, pada kenyataannya air mata hanya keluar dari mata dikarenakan sedih atau perasaan tertentu, bukan sesuatu yang yang dihasilkan oleh pohon atau bunga yang dapat dipetik. Jika dilihat dari konteks ceritanya, frase “pemetik air mata” dalam kalimat-kalimat tersebut berarti sesuatu yang dapat menghapus kesedihan. 7) Pada saat-saat tertentu butir-butir kristal air mata itu memang memperdengarkan kembali kesedihan yang masih tersimpan di dalamnya. (data no. 5) 8) Bahkan, ketika kesedihan itu telah menjelma kristal. (data no. 6) 9) Ketika akhirnya, lelaki pencuri sarang walet itu meninggalkan jazirah peri dan menemukan jalan pulang, ia membawa sekarung kristal air mata yang kemudian dijual eceran. (data no. 7) 10) Meski ia sering melihat para pengasong menjajakan kristal air mata itu. (data no. 8) 11) …punya beberapa butir kristal air mata itu. (data no. 14) 12) Kata anaknya yang berumur 10 tahun itu, cerita itu dia dengar langsung dari penjual kristal air mata itu. (data no. 15) 13) Lalu Bita berceloteh riang, kalau kawan-kawan sekolahnya juga banyak yang membeli butir-butir kristal air mata itu untuk dikoleksi. (data no. 16)
commit to user 87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
14) Kadang Bita terbangun ketika didengarnya kristal-kristal air mata itu mengeluarkan tangisan. (data no. 17) “Kristal” dalam KBBI memiliki arti unsur pembentukan batuan yang atomnya tersusun dan terikat oleh kekuatan intermolekuler sehingga menjadi padat(2005: 601). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dalam kalimat-kalimat tersebut, air mata yang berarti air yang menetes dari mata diibaratkan seperti batuan-batuan kristal yang sudah memadat. 15) Karena tahu manusia akan mengenal kesedihan, maka sebelum menciptakan maut, Tuhan menciptakan lebih dulu peri-peri pemetik buah kesedihan. (data no. 10) 16) Setiap kali datang musim semi, peri-peri itulah yang selalu memetiki buahbuah kesedihan yang telah ranum, yang membuat manusia tergoda menikmatinya. (data no. 12) “Pemetik” berasal dari kata “petik” yang berarti mengambil sambil mematahkan tangkainya (tentang bunga, dsb) (KBBI, 2005: 869). Kata “pemetik ” memiliki arti orang yang memetik atau mengambil. Kata “buah” menurut KBBI adalah bagian tumbuhan yang berasal dari bunga atau putik (biasanya berbiji) (2005:166). Kata “kesedihan” menurut KBBI berarti perasaan sedih; duka cita; kesusahan hati (2005: 1009). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung. (2011: 115). Dengan demikian, frase “pemetik buah kesedihan” tergolong dalam ikon metaforis karena kesedihan diibaratkan sebagai sebuah pohon yang berbuah yang dapat dipetik dari pohonnya. Namun, pada kenyataannya kesedihan adalah perasaan duka yang dirasakan oleh hati bukan sesuatu yang dihasilkan oleh pohon atau bunga yang dapat dipetik.
commit to user 88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
17) Saat itu, memang tumbuh Pohon Kesedihan, yang buah-buah bening segarnya selalu bercucuran dari ranting-rantingnya. (data no. 11) “Pohon” menurut KBBI memiliki arti tumbuhan yang berbatang keras dan besar (2005: 883). Kata “kesedihan” menurut KBBI berarti perasaan sedih; duka cita; kesusahan hati (2005: 1009). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung. (2011: 115). Dengan demikian, “pohon kesedihan“ tergolong dalam ikon metaforis karena kesedihan diibaratkan seperti tumbuhan yang berbatang keras dan besar. Namun, pada kenyataannya, kesedihan adalah perasaan duka yang dirasakan oleh hati bukan sesuatu yang dihasilkan oleh pohon. 18) Penyemai sunyi. (data no. 18) “Penyemai” berasal dari kata “semai” yang berarti benih tumbuhan yang akan ditanam lagi sebagai bibit di tempat lain (KBBI, 2005: 1024), sedangkan “penyemai” adalah menunjukkan orang yang menyemai. Kata “sunyi”, menurut KBBI memiliki arti tidak ada bunyi atau suara apa pun; hening; senyap (2005: 1107). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “penyemai sunyi” tergolong dalam ikon metaforis karena sunyi diibaratkan seperti benih yang dapat disemai. Namun, pada kenyataannya, sunyi bukanlah suatu jenis benih tumbuhan, melainkan suatu suasana yang hening dan senyap. Jika dilihat dari konteks ceritanya, tokoh “aku” diibaratkan seperti “penyemai sunyi” karena senantiasa merasa atau bertahan dalam kesunyiannya sepeninggal anak-anak dan istrinya, hal itu dikarenakan menurutnya kenangan manis bersama keluarganya masih tetap hidup di memorinya dan akan lebih aman ketika kenangan dan bayangan itu ada di dalam ingatannya daripada di luar sana, walaupun pada kenyataannya ia hanya seorang diri. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
commit to user 89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
Ah, siapa yang bisa menghapus kenangan? Mereka tetap berkeliaran dalam rumah. Itu lebih baik, batinku. Daripada mereka bermain-main di luar rumah. Mereka bisa saja sewaktu-waktu mati dengan cara mengerikan. Untuk kali kedua. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 17). 19) Aku tengah berpikir betapa hidup ini telah menjadi begitu hampa dan siasia untuk dipertahankan ketika kusaksikan setangkai sunyi tumbuh di antara rimbun bunga-bunga di halaman. (data no. 19) 20) Setangkai sunyi yang cemerlang dengan perpaduan warna-warna yang paling rahasia sehingga membuatku tergetar dan bertanya-tanya. (data no. 20) 21) Di sela bunga-bunga mawar yang mekar dan di bawah gerimis yang membasahi senja, setangkai sunyi tampak begitu tampak begitu bening dalam keindahannya.…(data no. 21) 22) Aku masih termangu di beranda, menyaksikan setangkai sunyi iu tumbuh mekar dan makin mengesankan, sementara kegelapan seperti makin sempurna dalam gerimis. (data no. 25) 23) Aku melihat setangkai sunyi itu.…(data no. 26) 24) Makin lama setangkai sunyi itu makin mekar besar dan aku semakin berdebar. (data no. 27) 25) Masih saja aku termangu di beranda dengan secangkir kopi yang telah dingin memandangi setangkai sunyi itu ketika kudengar teriakan riang memanggilku dari dalam rumah. (data no. 29) 26) Aku bangkit dan menyempatkan memetik setangkai sunyi.…(data no. 30) 27) Aku ingin memberikan setangkai sunyi ini buat istriku. (data no. 32) 28) Setiap kali ada kenalan atau kerabat yang datang, mereka sangat terpukau dengan setangkai sunyi itu. (data no. 33) 29) Setangkai sunyi itu mula-mula aku temukan tumbuh.…(data no. 37) 30) Setangkai sunyi itu kini bermekaran di mana-mana. (data no. 38)
commit to user 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
31) Aku melihat anak-anakku berlarian riang seperti kupu-kupu yang beterbangan dari satu tangkai sunyi ke tangkai sunyi lainnya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19) 32) Setiap pagi aku selalu menyaksikan setangkai sunyi itu berbunga. (data no. 39) Kata “setangkai” yang berasal dari kata”tangkai” yang berarti gagang pada buah (daun, bunga) (KBBI, 2005: 1139). Setangkai berarti satu tangkai, sedangkan “sunyi” menurut KBBI berarti tidak ada bunyi atau suara apa pun; hening; senyap (2005: 1107). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “setangkai sunyi” tergolong dalam ikon metaforis karena sunyi diibaratkan seperti benih yang dapat disemai. Namun, pada kenyataannya, sunyi bukanlah bagian dari bunga atau buah, melainkan suatu suasana senyap. Jika dilihat dari konteksnya, “setangkai sunyi” berarti kesedihan yang kekal atau kesedihan yang akan terus terkenang dalam hidup tokoh “aku” seperti bunga yang selalu tumbuh di taman, kenangan-kenangan bersama keluarganya yang kini telah tiada pun seperti bunga-bunga yang indah menghiasi memorinya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat untuk meneduhkan penat. Anak-anakku mungkin masih ada yang tengah belajar. Atau mungkin mereka malah masih nonton televise….(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13) 33) …seperti bunga keabadian yang tumbuh dari duka abadi. (data no. 22) Kata “bunga” menurut KBBI, adalah bagian tumbuhan yang akan menjadi buah, biasanya elok warnanya dan harum baunya (2005: 176), sedangkan “keabadian” adalah kekekalan (KBBI, 2005: 1). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
commit to user 91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “bunga keabadian” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena bunga diibaratkan seperti keabadian. Jika dilihat dari konteks cerita, kata “bunga keabadian” berarti suatu kenangan manis atau indah yang menyerupai indahnya bunga yang kekal di dalam hati atau pikiran. Kenangan abadi yang dialami tokoh “aku” adalah kenangan ketika anak-anak dan istrinya masih hidup. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat untuk meneduhkan penat. Anak-anakku mungkin masih ada yang tengah belajar. Atau mungkin mereka malah masih nonton televisi….(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13) 34) Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat untuk meneduhkan penat. (data no. 24) Kata
“meneduhkan”
menurut
KBBI
berarti
meredakan,
menenangkan, menghentikan (hujan) (2005: 1154), sedangkan kata “penat” berarti merasa letih (KBBI, 2005: 848). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “meneduhkan penat” tergolong ikon metaforis, karena penat diibaratkan seperti langit yang bisa teduh. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “meneduhkan penat” berarti menghilangkan penat atau rasa lelah. 35) Aku melihat setangkai sunyi itu bergoyang-goyang dijentikkan angin. (data no. 26) Jentik dalam KBBI berarti memukul dengan ujung jari yang dibidaskan dengan jempol; menyentil (2005: 470). “Dijentikkan angin” berarti gerakan tangkai yang berayun-ayun atau bergoyang-goyang tertiup atau dihembus angin.
commit to user 92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
36) Lalu, gadis itu hanya bisa merasakan betapa kerongkongannya seketika kering dan segumpal jerit membuat lehernya sesak ketika gerombolan pemuda itu mulai menyeretnya masuk ke dalam bangunan kosong terbengkalai. (data no. 28) Gumpal dalam KBBI berarti bongkah (tanah, tanah liat, dan sebagainya); kepal atau bagian yang keras (2005: 374). Jerit adalah suara keras melengking (KBBI, 2005: 471). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “segumpal jerit” dalam kalimat tersebut berarti menggambarkan ketakutan yang dirasakan oleh sang gadis seperti ada bongkahan dalam kerongkongannya yang menahan jeritannya. 37) Aku bangkit dan menyempatkan memetik setangkai sunyi yang tumbuh dalam rimbun kesepianku itu. (data no. 30) “Rimbun” dalam KBBI berarti berdaun dan bercabang banyak (2005: 956). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “rimbun kesepian” dalam kalimat tergolong ikon metaforis, karena kesepian diibaratkan seperti pohon atau tanaman yang rimbun. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “rimbun kesepian” berarti kesepian tokoh “aku” yang mendalam setelah kematian anak-anak dan istrinya yang setiap hari selalu tumbuh di dalam hatinya seperti pohon atau tanaman yang rimbun. 38) Lantas aku mengajak mereka ke halaman, menunjukkan serimbun sunyi yang bermekaran. (data no. 34) “Rimbun” dalam KBBI berarti berdaun dan bercabang banyak (2005: 956). Kata “sunyi” menurut KBBI adalah tidak ada bunyi atau suara apa pun; hening; senyap (2005: 1107). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “rimbun sunyi” tergolong dalam ikon
commit to user 93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
metaforis karena kesunyian diibaratkan seperti rimbunan pohon atau tumbuhan. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “rimbun sunyi” berarti kesunyian yang sangat mendalam yang dirasakan oleh tokoh “aku” setelah kematian anak-anak dan istrinya. 39) Aku rawat bunga sunyi itu hingga tumbuh subur. (data no. 35) 40) Aku tanam bunga sunyi itu di sekeliling pagar, di bawah jendela kamar, agar setiap aku bangun pagi bisa kuhirup harum baunya yang menentramkan. (data no. 36) “Bunga” dalam KBBI adalah bagian tumbuhan yang akan menjadi buah, biasanya elok warnanya dan harum baunya (2005: 177). Kata “sunyi” menurut KBBI adalah tidak ada bunyi atau suara apa pun; hening; senyap (2005: 1107). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “bunga sunyi” dalam kalimat tersebut tergolong ikon metaforis, karena sunyi diibaratkan seperti bunga. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “bunga sunyi” berarti perasaan sunyi tokoh “aku” yang selalu diliputi kenangan-kenangan manis masa lalunya bersama anak-anak dan istrinya yang selalu terbayang seperti bunga yang indah. 41) Penjahit kesedihan. (data no. 41) “Penjahit” dalam KBBI adalah orang yang mata pencahariannya menjahit pakaian (2005: 451). Kata “kesedihan” adalah perasaan sedih; duka cita; susah hati (KBBI, 2005: 1009). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “penjahit kesedihan” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena kesedihan diibaratkan seperti kain atau pakaian yang bisa dijahit. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “penjahit kesedihan” berarti seseorang yang dapat menghapus atau menghilangkan rasa sedih. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
commit to user 94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Ibu merasa kesepian dan sedih membayangkan Lebaran tanpa ayahmu. Lalu, diantar pamanmu, ibu mendatangi tukang jahit itu. Ia menjahit luka hati itu, Nak. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 23). 42) Tukang jahit itu punya jarum dan benang ajaib yang bisa menjahit hatimu yang sakit. (data no. 42) 43) Bila ada orang sedih yang datang kepadanya, tukang jahit itu akan menjahit hati orang yang sedang sedih itu. (data no. 43) 44) Ia menjahit luka hati ibu, Nak. (data no. 45) 45) Dengan benang itulah ia dititahkan oleh Nabi Khidir untuk menjahit hati orang-orang yang sedih menjelang Lebaran. (data no. 47) “Menjahit” dalam KBBI adalah melekatkan (menyambung, mengelem, dan sebagainya) dengan jarum dan benang. Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “menjahit hati” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena hati diibaratkan seperti kain atau pakaian yang bisa dijahit. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “menjahit hati” berarti menghilangkan atau menghapus kesedihan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Orang tak hanya menginginkan baju saat Lebaran, Nak, tapi juga ingin bahagia di saat Lebaran.(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 22). 46) Kau tahu, Nak, di tangan tukang jahit itu, kebahagiaan yang robek dan koyak menjadi seperti selembar kain lembut yang bisa dijahit kembali. (data no. 44) “Robek” dalam KBBI adalah terlepas, terputus dari anyaman, jahitan, dan sebagainya (2005: 959). Kata “koyak” menurut KBBI adalah cabik; sobek; robek (2005: 599). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “kebahagiaan yang robek dan koyak” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metafora, karena hati diibaratkan seperti
commit to user 95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
kain atau pakaian yang bisa dijahit. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “kebahagiaan yang robek dan koyak” berarti kesedihan yang mendalam. 47) Dengan jarum dan benang itulah tukang jahit itu menjahit kembali kebahagiaan orang-orang….(data no. 46) 48) “Bukan. Menjahitkan kebahagiaan.” (data no. 51) “Menjahit” dalam KBBI adalah melekatkan (menyambung, mengelem, dan sebagainya) dengan jarum dan benang. Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metafora dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “menjahit kebahagiaan” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena kebahagiaan diibaratkan seperti kain atau pakaian yang bisa dijahit. Jika dilihat
dari
konteks
ceritanya,
“menjahit
kebahagiaan”
berarti
menghilangkan atau menghapus kesedihan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Orang tak hanya menginginkan baju saat Lebaran, Nak, tapi juga ingin bahagia di saat Lebaran.(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 22). 49) Lebaran ke lebaran memang semakin banyak orang kian tenggelam dalam kekecewaan. (data no. 48) “Tenggelam” dalam KBBI adalah masuk ke dalam air (2005: 1173). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “tenggelam dalam kekecewaan” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena kekecewaan diibaratkan seperti air yang bisa menenggelamkan. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “tenggelam dalam kekecewaan” mengalami kekecewaan yang mendalam. 50) Mereka ingin menjahitkan kekecewaan mereka kepada tukang jahit itu. (data no. 49) “Menjahit” dalam KBBI adalah melekatkan (menyambung, mengelem, dan sebagainya) dengan jarum dan benang. Sesuai dengan
commit to user 96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “menjahit kekecewaan” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena kekecewaan diibaratkan seperti kain atau pakaian yang bisa dijahit. Jika dilihat
dari
konteks
ceritanya,
“menjahit
kekecewaan”
berarti
menghilangkan atau menghapus kesedihan. 51) Menjelang lebaran ini, kulihat antrean itu sudah sedemikian mengular memacetkan jalanan. (data no. 50) Ular adalah binatang yang memiliki tubuh panjang. Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “antrean itu sudah demikian mengular” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena antrean diibaratkan seperti ular. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “antrean yang sudah mengular” berarti antrean yang memanjang. Hal tersebut terkait dengan teks berikut ini, yaitu: Rasanya, inilah antrean terpanjang yang pernah kulihat di kota ini. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 25). 52) Tentang jarum dan benang yang bisa menjahit kesedihan. (data no. 52) “Menjahit” dalam KBBI adalah melekatkan (menyambung, mengelem, dan sebagainya) dengan jarum dan benang. Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “menjahit kesedihan” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena kesedihan diibaratkan seperti kain atau pakaian yang bisa dijahit. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “menjahit kesedihan” berarti menghilangkan atau menghapus kesedihan.
commit to user 97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
53) Pelancong kepedihan. (data no. 53) “Pelancong” dalam KBBI adalah orang yang melancong atau wisatawan. (2005: 633). Kata “kepedihan” berarti rasa pedih (KBBI, 2005: 841). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “pelancong kepedihan” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “pelancong kepedihan” berarti wisatawan yang mengunjungi tempat-tempat yang sedang mengalami suatu musibah atau bencana. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Para pelancong mengunjungi kota kami untuk menyaksikan kepedihan. Mereka datang untuk menonton kota kami yang hancur. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 127). 54) Mereka menyukai wajah kami yang keruh dengan kesedihan. (data no. 54) “Keruh” dalam KBBI adalah buram karena kotor; tidak bening; tidak jernih (2005: 557). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “wajah yang keruh” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “wajah yang keruh” wajah yang mengekspresikan kesedihan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Kadang mereka mengajak kami berfoto. Dan kami harus tampak menyedihkan dalam foto-foto mereka. Karena memang untuk itulah mereka mengajak kami berfoto bersama. Mereka tak suka bila kami melihat tak menderita. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28). 55) Jangan khawatir, kami pasti akan menyambut kedatanganmu dengan kalungan bunga air mata. (data no. 55) “Kalungan bunga air mata” dalam teks tersebut merupakan ikon metaforis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat
commit to user 98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Jika dilihat dari konteks ceritanya, “kalungan bunga air mata” berarti siapa pun yang mengunjungi kota yang hancur tersebut, pasti akan mendapati tangis kesedihan dari para korban bencana. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Lalu, mereka memotret mayat-mayat yang tertimbun balok-balok dan batu bata. Mengais reruntuhan untuk menemukan barang-barang berharga yang bisa mereka simpan sebagai kenangan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 31). 56) Seperti capung ia melintas halaman. (data no. 56) Kata “seperti capung” di atas dapat digolongkan sebagai ikon terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung. (2011: 115). Seorang anak bernama Beningnya dalam kalimat tersebut diibaratkan seperti capung, sementara “Capung” dalam KBBI disebutkan bahwa capung adalah serangga yang bersayap dua pasang dan berbadan panjang (2005: 194). Kalimat tersebut berarti Beningnya diibaratkan seperti capung karena ia berlari dengan cepat seperti capung untuk segera melihat kotak pos. Hal tersebut juga berkaitan dengan kalimat sebelumnya, yaitu: Mobil jemputan sekolah belum lagi berhenti, Beningnya langsung meloncat menghambur. “Hati-hati! teriak sopir. Tapi, gadis kecil itu malah mempercepat larinya.(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 35). 57) Marwan melihat mata Beningnya berkaca-kaca. (data no. 57) Kata “Mata Beningnya berkaca-kaca” di atas dapat digolongkan sebagai ikon terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung. (2011: 115).
commit to user 99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
“Berkaca-kaca” pada kalimat di atas menurut KBBI adalah kiasan dari berlinang-linang (2005: 486). Mata Beningnya berkaca-kaca berarti Beningnya menangis karena mengetahui bahwa kartu pos yang ia terima bukanlah dari mamanya. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: “Ini bukan kartu pos dari Mama!” jari mungilnya menunjuk kartu pos itu. “ Ini bukan tulisan Mama…” Marwan tak berani menatap mata anaknya ketika Beningnya terisak dan berlari ke kamarnya. (Cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41). 58) “Permen akan selalu mengingatkanmu bahwa hidup ini manis dan patut kamu nikmati, “ kata mamanya.(data no. 58) 59) “Karenanya kamu harus bersyukur bila hidup memberimu nasib yang manis, penuh warna, dan menyenangkan seperti permen.” (data no. 59) Kata “permen” di atas dapat digolongkan sebagai ikon terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dalam kalimat tersebut, kehidupan diibaratkan seperti permen, dalam KBBI “permen” berarti gula-gula yang bau dan rasanya mengandung campuran minyak perangsang (dari tumbuhan) (2005: 862). Kehidupan diibaratkan seperti permen karena permen memiliki rasa yang manis, seperti itulah hidup yang dialami oleh keluarga Neal yang memberinya hidup layak dan nyaman. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Neal tak akan pernah lupa; di ruang tengah, tempat biasanya Papa, Mama, dan kakak-adiknya berkumpul menonton televise, selalu tersedia sekotak aneka permen. (cerpen Permen, hlm. 43). 60) “Bukankah mengubah kesedihan menjadi permen itu cara yang luar biasa?” (data no. 60) Kata “mengubah kesedihan menjadi permen” di atas dapat digolongkan sebagai ikon terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon
commit to user 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). “Mengubah kesedihan menjadi permen” apabila dilihat dari konteks ceritanya, berarti orang-orang miskin yang penuh kesedihan dalam cerita itu memproduksi permen untuk mendapatkan penghasilan. 61) Kita bisa mengekspor permen penderitaan itu ke banyak negara. (data no. 61) Kata “permen penderitaan” di atas dapat digolongkan sebagai ikon terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung
(2011: 115). Jika dilihat dari konteksnya, yang
dimaksudkan dengan “permen penderitaan” adalah permen yang diproduksi oleh orang-orang miskin yang menderita, kemudian dijajakan untuk mendapatkan penghasilan. 62) “Kamu mungkin menganggap permen ini tak enak hanya karena dibuat dari adonan penderitaan. (data no. 42) Kata “adonan penderitaan” di atas dapat digolongkan sebagai ikon terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Jika dilihat dari konteks ceritanya, “adonan penderitaan” adalah adonan yang dibuat dari tangan-tangan orang yang mengalami penderitaan dalam tokoh ini, yaitu orang-orang miskin. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Orang-orang miskin yang hidup di kampong-kampung kumuh pinggiran kota membuat permen itu dengan cara menampung kesedihan mereka. Mungkin proses pembuatan permen di situ sudah berlangsung lama. Kesedihan dan kegetiran hidup yang mereka rasakan sehari-hari mereka peras menjadi keringat yang ditampung ke dalam panci-panci rongsokan, kemudian diolah dan dimasak di atas tungku-tungku penderitaan. Mencampurnya dengan gelatin agar kental, memberinya sedikit gula, pewarna, dan pengawet. (cerpen Permen, hlm. 47).
commit to user 101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
63) Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia. (data no. 63) 64) …tampak sepotong bibir yang tergolek, seolah tengah berbaring di bawah cahaya senja. (data no. 70) 65) Sepotong bibir! (data no. 68) Bibir adalah salah satu bagian tubuh yang memiliki fungsi untuk berbicara. Apabila dilihat dari konteksnya, “sepotong bibir” dalam kalimat tersebut melambangkan sosok pembual atau pembohong. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: “Itu pasti bibir calon Presiden!” “Itu bibir Tukang Kibul.” (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 69). 66) …sembari sesekali mencuri pandang ke wajah Tukang Pos itu.(data no. 64) Mencuri dalam KBBI adalah melakukan dengan sembunyisembunyi dan berusaha supaya tidak diketahui orang lain (2005: 225). Mencuri pandang dalam kutipan tersebut berarti memandang dengan cara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh orang yang dipandang. 67) Pastilah ia tampak seperti gadis kencur yang baru saja menerima surat cinta. (data no. 65) Gadis kencur dalam KBBI berarti gadis yang belum banyak pengalaman, belum banyak mengetahui dunia luar (2005: 543). Kegembiraan Maneka seperti baru saja mendapatkan surat cinta pertama. Padahal apabila dilihat dari pengalamannya, ia sudah pernah bersuami. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Padahal kala itu ia telah bersuami! Tapi, mata itu. Mata itu sungguh membuat Maneka tak bisa melupakannya, dank arena itu memilih meninggalkan suaminya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 58).
commit to user 102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
68) Saat ia melihat mata laki-laki itu menatapnya, saat itu pula ia merasa terhanyut oleh cinta. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 58) Hanyut dalam KBBI berarti terbawa oleh arus (2005: 387). Sesuai dengan konteksnya, terhanyut oleh cinta berarti Maneka terlalu asyik merasakan cintanya pada Sukab hingga melupakan statusnya sebagai seorang istri. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Mata itu sungguh membuat Maneka tak bisa melupakannya, dan karena itu memilih meninggalkan suaminya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 58). 69) Ia terus mengendus jejak Sukab, berharap, suatu kali, bertemu laki-laki itu kembali di sebuah warung tuak atau di tepi pantai.…(data no. 66) Mengendus dalam KBBI berarti mencium (2005:302). Mengendus jejak Sukab dalam kutipan tersebut berarti mengikuti setiap jejak Sukab untuk mengetahui keberadaannya. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Ia membayangkan suatu hari laki-laki itu akan merasa lelah mengembara, dan ia menemukannya terbaring sekarat dan kesepian di losmen murahan penuh lipan dan kecoa. Alangkah bahagianya bila saat itu akhirnya memang tiba, dan ia ada di samping laki-laki itu. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 59). 70) …sebelum akhirnya kematian mengecup kelopak matanya yang rapuh dan lelah. (data no. 67) Kematian mengecup kelopak matanya berarti kematian datang menghampiri. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Membiarkan kepala laki-laki itu terkulai di pangkuannya, merasakan
sisa
hangat
tubuh
laki-laki
mengeropos
itu
dalam
pelukannya.…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 59)
commit to user 103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
71) Senja
yang
keemasan
menyepuh
puncak-puncak
gedung
menjulang.…(data no. 69) Kata menyepuh dalam kalimat tersebut berarti pengungkapan warna keemasan yang dipancarkan dari sinar matahari di senja hari seperti warna emas yang menyepuh benda-benda yang dilaluinya. 72) Seperti kudengar suara lolong menyayat orang sekarat. (data no. 71) Lolong menyayat orang sekarat dalam kalimat tersebut berarti suara jeritan yang mengerikan seperti jerit kesakitan orang yang sekarat. 73) Gerbangnya yang menjulang bagai mulut raksasa menganga mengisap orang-orang yang lalu-lalang. (data no. 72) Mulut raksasa menganga dalam kutipan tersebut berarti mal yang megah dan menarik perhatian banyak orang untuk mengunjunginya. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Tapi, di situ, kini aku melihat sebuah mal yang megah. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 86) 74) …lorong yang berkelok-kelok, membuatku merasa seperti menyusuri labirin kesunyian yang pastilah akan membuatku tersesat bila sendirian. (data no. 73) Labirin dalam KBBI berarti tempat yang penuh dengan jalan dan lorong yang berliku-liku dan simpang siur (2005: 621). Labirin kesunyian dalam kutipan tersebut merupakan penekanan dari suasana lorong yang sepi dan gelap tanpa cahaya, siapa pun yang baru pertama melewatinya pasti akan tersesat. 75) Hujan yang biru pekat membuat jalanan menggigil, dan angin yang buruk seperti kaleng rombeng yang bergerompyangan menabrak-nabrak dinding. (data no. 74) Menggigil dalam KBBI berarti gemetar karena kedinginan, demam, ketakutan (2005: 363). Jalanan menggigil dalam kutipan tersebut menggambarkan suasana kota pada malam hari yang sedang diguyur hujan dan angin.
commit to user 104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
76) Siang tak cuma menyengat.…(data no.75) Menyengat dalam KBBI berarti memberikan rasa seperti tertusuk. Menyengat dalam kutipan tersebut menggambarkan panasnya sinar matahari pada siang itu. 77) Lidah panasnya menjilati langit.…(data no. 76) Lidah
panasnya
menjilati
langit
dalam
kutipan
tersebut
menggambarkan kobaran api yang membakar bangunan gereja dan terdapat massa yang berlindung dari kekerasan yang dilakukan tentara di dalamnya. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Jika hingga tengah malam orang-orang tak mau keluar dari gereja, para tentara itu segera membakarnya. Api dengan cepat berkobar membakar gereja. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 110). 78) Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di permukaannya. (data no. 78) 79) Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di permukaannya. (data no. 79) 80) Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di permukaannya. (data no. 80) Ikon-ikon tersebut menggambarkan keindahan alam yang terdapat di sekitar danau. Cahaya matahari yang menyinari air pada permukaan danau terlihat seperti menyepuh permukaan danau sehingga berwarna keemasan. 81) Betapa waktu yang berdenyut lembut membuat perasaannya terhanyut. (data no. 81)
commit to user 105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
82) Ia merasakan waktu yang beringsut berdenyut, dan cahaya mengusapnya lembut. (data no. 82) Kutipan di atas menggambarkan detik-detik kematian yang tengah ditunggu oleh tokoh laki-laki dalam cerita itu. Waktu yang berdenyut dalam kutipan di atas sama artinya dengan waktu yang terus berjalan. 83) Lewat jendela yang ia biarkan terbuka, ia bisa merasakan senyum bungabunga. (data no. 83) Kutipan di atas menggambarkan suasana pagi hari ketika tokoh laki-laki dalam cerita itu sedang menunggu saat kematiannya. Ia merasakan pagi itu terasa begitu indah, senyum bunga-bunga berarti taman yang ada di balik jendela kamarnya terasa berseri-seri. 84) Aku bayangkan maut mengecup keningnya pelan, dan ia tersenyum. (data no. 84) Maut mengecup keningnya dalam kutipan di atas berarti kematian telah datang menjemput tokoh laki-laki dalam cerita tersebut. Kematian itu seperti sebuah kecupan yang manis dan lembut sehingga tidak menyisakan rasa sakit dan tokoh laki-laki pun tersenyum ketika maut menjemputnya. . 85) Lalu, wajah-wajah yang samar diingatnya, serpihan kenangan masa kecil di ladang dan pekarangan. (data no. 85) Kutipan di atas menggambarkan bahwa tokoh “ia” sedang melamunkan ibunya. Ingatan yang terbayang dalam ingatan tokoh “ia” tentang kenangannya di masa kecil diibaratkan seperti serpihan atau penggalan cerita yang ada dalam memorinya. 86) “Kalau kamu miskin, kamu akan punya cukup tabungan penderitaan, yang bisa digunakan untuk membiayaimu sepanjang hidup.…” (data no. 86 87) …Kamu bakalan punya cadangan kesedihan yang melimpah. Jadi, kamu nggak kaget kalau susah.” (data no. 87) Tabungan penderitaan dalam kutipan tersebut berarti kebiasaan hidup menderita akan memberikan pengalaman tertentu pada seseorang untuk bisa bertahan dalam menjalani hidupnya. Pengalaman yang terbiasa
commit to user 106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
hidup dengan menderita akan menjadikan kita kuat ketika suatu saat kita menghadapi penderitaan lagi sehingga tidak akan ada perasaan terkejut. 88) “Apa dikira kita nggak tahu, itu kan akal bulus biar dapat sumbangan.” (data no. 88) Akal bulus dalam kutipan di atas merupakan kiasan dari tipu muslihat atau kelicikan (KBBI, 2005: 18). Tokoh orang miskin yang telah meninggal dan kemudian hidup kembali dianggap oleh para warga setempat sebagai tipu muslihat orang miskin tersebut untuk mendapatkan sumbangan dari para warga sekitar. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: “Dasarnya dia emang suka menipu, kok! Ingat nggak, dulu ia sering keliling minta sumbangan, pura-pura buat bikin masjid. Padahal hasilnya ia tilep sendiri.” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166). b. Indeks Indeks-indeks yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor memiliki beberapa makna, yaitu penggambaran perasaan para tokoh, penggambaran latar tempat yang ada dalam cerita, dan penggambaran watak para tokoh. 1) Penggambaran Perasaan Para Tokoh a) Penggambaran Perasaan Sedih Perasaan sedih dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merasa sangat pilu di hati atau susah hati (2005: 1009). Indeks yang berupa penggambaran perasaan sedih, yaitu: (1) Mamanya memang sering menangis terisak malam-malam. Ia pun selalu menangis melihat mamanya menangis. (data no. 92) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menandai bahwa anaknya (Sandra) merasa sedih ketika melihat mamanya yang menangisi
commit to user 107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
kehidupannya yang menjadi seorang pelacur. Meskipun, Sandra tidak mengetahui pekerjaan mamanya, sebagai seorang anak tentunya akan tetap merasa sedih ketika melihat orang tuanya menangis, begitu juga dengan Sandra. Hal tersebut juga dijelaskan pada teks selanjutnya, yaitu: Tapi,
Sandra
berusaha
menahan
tangisnya
karena
mamanya pasti akan langsung membentak bila tahu ia menangis. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 4) (2) Tapi, Sandra berusaha menahan tangisnya karena mamanya pasti akan langsung membentak bila ia menangis. “Jangan cengeng, anak setan!” (data no. 93) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa mama Sandra marah terhadap Sandra karena dia menangis sehingga mamanya pun membentak Sandra dengan kata-kata yang kasar. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: “Jangan cengeng, anak setan! Kadang teriakan itu disertai lemparan kaleng bir yang segera bergemerontangan di lantai yang penuh puntung dan debu rokok. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 4). (3) Kadang tanpa sadar di tengah-tengah cerita yang dibacakannya air mata mamanya menetes. (data no. 96) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menandakan mama Sandra merasa sedih ketika teringat hidupnya yang hina sebagai seorang pelacur. Dia merasa tidak pantas menjadi seorang ibu
commit to user 108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
dengan keadaannya yang demikian. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: “Kenapa Mama menangis?” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5) (4) Di kolong ranjang, Sandra terisak pelan, “Mama…Mama…” Pipinya basah air mata. (data no. 98) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kesedihan Sandra, karena dia dipindahkan ke kolong ranjang oleh mamanya ketika dia sedang tidur di samping mamanya. Padahal saat itu Sandra sesungguhnya belum tidur, dia hanya pura-pura tidur. Kesedihan
Sandra
semakin
menjadi
karena
mamanya
memindahkannya ke kolong ranjang dikarenakan ada tamu lakilakinya yang datang untuk minta dilayani mamanya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Sandra tak pernah lupa ketika suatu malam mamanya pelan-pelan memindahkannya ke kolong ranjang dan mengira ia sudah tertidur, padahal ia bisa mendengar suara mamanya dan laki-laki itu di atas ranjang, juga suara dengus sebal mamanya ketika akhirnya laki-laki itu mendengkur keras sekali. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 7) (5) Tapi, ketika selepas pukul 02.00 dini hari Sandra mendengar deru mobil laki-laki itu keluar dari rumahnya, ia benar-benar tak kuasa menahan air matanya. (data no. 102) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kesedihan yang dirasakan Sandra karena laki-laki yang ia cintai dan harapkan dapat mendampinginya setiap saat pergi begitu saja ketika Sandra
commit to user 109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
tertidur. Selain itu, kesedihannya juga dikarenakan status yang disandangnya hanyalah istri simpanan dari laki-laki tersebut sehingga ia tak kuasa menahan air matanya. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Dulu, saat seusia Bita, Sandra selalu berpura-pura tertidur ketika ada laki-laki keluar-masuk rumahnya. Apakah Bita kini juga pura-pura tak mendengar suara mobil itu pergi? (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11). (6) Sandra merasa bantalnya basah. Ia berharap, sungguh-sungguh berharap, para peri pemetik air mata itu muncul malam ini. (data no. 10) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). “Sandra merasa bantalnya basah” kata tersebut berarti bahwa Sandra menangis. Kalimat tersebut menggambarkan kesedihan Sandra terkait dengan teks sebelumnya, yaitu karena laki-laki yang ia cintai pergi dari rumahnya tengah malam ketika ia pura-pura terlelap tidur. Sandra pun menyadari bahwa ia hanya istri simpanan dari laki-laki itu. Kalimat tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Sandra kembali merasakan saat-saat paling sedih masa kanak-kanaknya, saat ia tahu kalau ibunya pelacur. Sungguh, ia tak ingin Bita tahu, kalau ibunya hanya istri simpanan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11). (7) Andai ada Ren, pasti akan dikisahkannya gambar-gambar di kartu pos itu hingga Beningnya tertidur. (data no. 123) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
commit to user 110
pengandaian
tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
mengisyaratkan kesedihan dan kerinduan Marwan yang pada Ren, istrinya. Ia berharap Ren akan bercerita tentang gambar-gambar dalam kartu pos yang ia kirimkan pada Beningnya. Hal tersebut terkait dengan kalimat-kalimat sebelumnya, yaitu: Ia mencoba menarik perhatian Beningnya dengan memutar DVD Pokoyo, kartun kesukaannya. Tapi, Beningnya terus sibuk memandangi gambar-gambar kartu pos itu. Sudut kota tua. Siluet menara dengan burung-burung melintas langit jernih. Sepeda yang berjajar di tepian kanal. Pagoda kuning keemasan. Deretan kafe payung,…. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 39) (8) Mereka sedih, dan kembali beterbangan memetiki biji-biji buah yang bergelantungan.…(data no. 138) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kesedihan yang dirasakan mereka (periperi) disebabkan karena biji-biji buah yang dijadikan bantal menghilang dicuri nenek sihir. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu: Saat peri-peri mungil lelap itulah, seorang nenek sihir mengambili bantal-bantal itu dengan teramat hati-hati dan pelan, agar
peri-peri
mungil
itu
tak
terbangun,
kemudian
mengumpulkannya dalam keranjang. (cerpen Permen, hlm. 44) (9) Ada perasaan sendu ketika kudengar itu. (data no. 179) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
kesedihan tokoh “aku” setelah mengetahui bahwa gereja yang dulu sering ia kunjungi kini masih ada, tetapi dijadikan sebagai tugu kenangan. Hal tersebut terkait dengan cerita gadis cilik pada teks sebelumnya, yaitu:
commit to user 111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
“Kau tahu,” katanya, “itu satu-satunya gereja yang masih berdiri!” Mungkin tepatnya, itulah satu-satunya gereja yang sengaja dibiarkan berdiri, boleh jadi sebagai tugu kenangan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93) (10) Ia begitu membenciku dan tak pernah mau menatapku. (data no. 180) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh “ia” yang begitu membenci tokoh “aku” sampai-sampai “ia” tidak mau menatap tokoh “aku”. Hal tersebut terkait dengan keadaan tokoh “aku” yang tidak memiliki bola mata, hal itu juga terdapat pada teks sebelumnya, yaitu: Ketika sepasang malaikat membawa rohku turun dari langit, mereka bergantian membisikkan nasib yang akan kujalani. Kemudian ditiupkan rohku pada rahim perempuan yang akan menjadi ibuku. Seperti tanah liat yang mulai terbentuk, disematkannya tangan dan kaki pada tubuhku, diberinya aku degup jantung. Aku senang sekali ketika sepasang malaikat itu mulai memberiku telinga, mulut, dan hidung. Kemudian, ditunjukkan kepadaku sepasang mata yang indah, dan berkata, “Mata ini akan membuatmu jelita. Tapi kau akan menderita karenanya.” Lalu, kukatakan pada malaikat itu,”Biarlah aku tak punya mata saja.” (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 96-97) (11) Selalu, dengan mata yang layu, ibu menceritakan kejadian itu. (data no. 187) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
kesedihan tokoh ibu ketika menceritakan kejadian masa lalu yang
commit to user 112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
menewaskan suaminya yang merupakan ayah dari tokoh “aku”. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Seorang wartawan yang ketahuan sedang merekam kejadian itu langsung disumpal mulutnya dengan granat yang segera meledak dalam mulutnya. Orang-orang kemudian berlarian masuk gereja, berlindung dan bersembunyi hingga malam sementara tentara terus mengepung dan berjaga-jaga… Jika hingga tengah malam orang-orang tak mau keluar dari gereja, para tentara itu segera membakarnya. Api dengan cepat berkobar membakar gereja. Lidah panasnya menjilati langit yang penuh ketakutan dan jeritan. Ayahmu ada di dalam gereja itu, Nak, bersama puluhan orang lainnya. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109-110) (12) Sesekali air matanya bergulir jatuh, menetes di atas kertas, dan segera terserap genangan danau yang kian meluas. (data no. 209) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
kesedihan yang dialami bocah itu karena ingin pergi ke tempat seperti yang ia gambarkan. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Ia ingin pergi ke danau itu, sendiri. Ia tak ingin seorang pun datang ke tempat itu. Ia berjanji akan menembak siapa pun yang datang ke tempat itu dengan tangannya, sebagaimana ia pernah, pada bagian lima, menembak kawannya. Ia terus menggambar, seakan hendak mengabadikan semua keindahan kenangan. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 129) (13) Marwan tak berani menatap mata anaknya ketika Beningnya terisak, dan berlari ke kamarnya. (data no. 129) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
kesedihan dan keputusasaan Marwan karena melihat anaknya
commit to user 113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
menangis setelah mengetahui kartu pos yang ia terima bukan dari mamanya. Hal tersebut juga terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu: Bahkan, membohongi anaknya saja ia tak bisa! Barangkali memang harus berterus terang. Tapi, bagaimanakah menjelaskan kematian kepada anak seusianya? (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) (14) Di pintu, kusaksikan mata istrimu berlinang. (data no. 172) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kutipan
tersebut
menggambarkan
kesedihan tokoh istri yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut: Aku jadi ingat pada sore seusai pemakaman. Para pelayat baru saja menguburkanmu.(cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 76). (15) Suara tangis yang terus mengisak membuat orang bercakap-cakap dengan suara tertahan. (data no. 216) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan suasana duka yang terjadi karena seorang ibu yang ditinggal oleh anaknya telah meninggal. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Sementara, ia pergi mengembara dari kota ke kota, dari malam ke malam, dari sunyi ke sunyi, mereka terus menunggu kedatangannya. Jenazah itu terus dibaringkan di ruang tengah. Setiap hari para tetangga datang melayat. Duduk menggerombol dan mengobrol. Sedang ia, saat itu, mungkin sedang tidur dengan seorang pelacur di gudang pelabuhan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 146)
commit to user 114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
(16) Kau ingin menangis entah kenapa. (data no. 213) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
keresahan tokoh “kau” karena ia merasa iri dengan tokoh “aku” yang bisa mengetahui waktu kematiannya. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Yang pasti bukan karena kehilangan. Kau hanya merasa betapa menyenangkan bisa mengetahui kematian sendiri. Karena itu, kau pun dulu tampak iri ketika aku bercerita betapa aku telah mengetahui kapan aku mati. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 140) (17) Meski sesekali ada juga orang yang kelepasan tertawa, entah menertawakan apa. Tetapi, segera orang itu menutup mulut, seperti hendak membunuh makhluk ganjil yang mendadak masuk ke dalam mulutnya. (data no. 217) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan suasana duka sehingga seharusnya sebagai sikap hormat seseorang hendaknya menghargai kedukaan yang sedang terjadi dengan tidak tertawa bukan pada tempatnya. (18) Dari dalam rumah, isak tangis membuat para pelayat bercakap dengan tertahan. (data no. 218) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa
commit to user 115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
para pelayat menghormati suasana duka yang tengah terjadi sehingga mereka menahan suara mereka saat bercakap-cakap dengan sesame pelayat lain. (19) Tapi, beberapa orang segera mendesis memberi isyarat agar segera berhenti tertawa. (data no. 219) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa seseorang yang mendesis tersebut sedang memberikan tanda atau peringatan
pada
seseorang
yang
tertawa
untuk
segera
menghentikan tawanya karena suasana saat itu sedang berduka. (20) Ketika akhirnya tanah itu telah menggunduk, dan orang-orang pulang, ia masih berdiri dirajam sunyi; tak yakin pada prosesi yang baru saja dijalani. (data no. 221) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa para pelayat merasa lega karena anak dari jenazah sudah tiba dan itu berarti jenazah tersebut akan segera dikuburkan sehingga para pelayat tidak perlu melayat setiap hari seperti beberapa waktu yang lalu hanya untuk menunggu kedatangan anaknya. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Seakan mereka terbebas dari kewajiban yang membuat mereka terbelenggu. Tanpa seorang pun berkata-kata, jenazah segera dimandikan. Doa dan sambutan yang diucapkan tergesa, semua lewat begitu saja di telinganya. Lalu, keranda bergerak, ia jalan menunduk di belakangnya. Semua berjalan dalam diam, membuat kuburan jadi rumah kesunyian yang mereka masuki dengan gemetar. Jenazah diturunkan ke liang lahat, dikubur tanpa percakapan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148)
commit to user 116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
(21) Mendengar itu istrinya berkaca-kaca. (data no. 228) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
kesedihan istri dari orang miskin setelah mendengar perlakuan pihak rumah sakit yang diterima suaminya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: “Beginilah enaknya jadi orang miskin,” batinnya, “dapat fasilitas gratis tidur di lantai.” Dan orang miskin itu dibiarkan menunggu berhari-hari. Setelah tanpa diperiksa dokter, ia disuruh pulang. “Anda sudah sembuh,” kata perawat, lalu memberinya obat murahan. Orang miskin itu pulang dengan riang. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 163) (22) Sejak peristiwa itu, kuperhatikan, ia jadi sering murung. (data no. 231) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
kesedihan orang miskin karena setelah peristiwa tempo hari ketika ia berpura-pura mati, kini orang-orang di sekitarnya mengolokoloknya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelum dan selanjutnya, yaitu: Karena merasa hanya bikin susah dan merepotkan, orang miskin itu pun memutuskan untuk hidup kembali… Mungkin karena banyak orang yang kini selalu mengolok-oloknya. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166) b) Penggambaran Perasaan Takut Perasaan takut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan
bencana
(2005:
1125).
commit to user 117
Indeks
yang
berupa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
penggambaran perasaan takut para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) Bayangan yang tak ingin kau kekalkan dalam ingatan, tetapi selalu muncul seperti gedoran tengah malam. Mengejutkan dan membuatmu tergeregap ketakutan. (data no. 104) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
perasaaan takut dan trauma dari tokoh aku dalam cerita tersebut karena anak-anak dan istrinya tewas dengan cara mengenaskan di rumahnya sendiri. Bayang-bayang mayat anak-anak dan istrinya yang ia temukan tergeletak di lantai rumahnya dengan bercucuran darah membuatnya merasa ngeri jika mengingatnya, kengerian itu oleh pengarang diibaratkan seperti gedoran di tengah malam. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Tapi, malam itu aku menemukan rumah begitu ganjil. Pintu setengah terbuka dan darah berceceran di lantai. Perabotan terguling berantakan. Asih tertelungkup dengan kepala pecah. Ida, Renaldi, Inan, dan Betita—anak –anakku tercinta—terkapar dengan mata terbelalak. Seakan ketakutan masih lekat di kelopak mata mereka. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13). (2) Cara istri dan anak-anakku mati, selalu membuatku merinding. (data no. 107) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
mengungkapkan
kengerian dan ketakutan tokoh aku yang menyaksikan anak-anak dan istrinya mati dengan sangat mengenaskan di rumahnya sendiri. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Tapi, malam itu aku menemukan rumah begitu ganjil. Pintu setengah terbuka dan darah berceceran di lantai. Perabotan
commit to user 118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
terguling berantakan. Asih tertelungkup dengan kepala pecah. Ida, Renaldi, Inan, dan Betita—anak –anakku tercinta—terkapar dengan mata terbelalak. Seakan ketakutan masih lekat di kelopak mata mereka. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13). (3) Lalu, gadis itu hanya bisa merasakan betapa kerongkongannya seketika kering dan segumpal jerit membuat lehernya sesak ketika gerombolan pemuda menyeretnya masuk ke dalam bangunan kosong terbengkalai. (data no. 108) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
ketakutan sang gadis karena segerombolan pemuda membawanya dengan
paksa
ke
dalam
bangunan
kosong
sehingga
kerongkongannya terasa kering dan sesak. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Sepasang kekasih yang berjalan sambil bergandengan tangan tiba-tiba dihampiri segerombolan pemuda. Gadis itu panik. Tanpa babibu gerombolan itu memukuli kekasihnya hingga terkapar dalam got. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 15). (4) Dengan gemetar, Maneka memegangi bibir itu. (data no. 156) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
kecemasan Maneka setelah mengetahui isi di dalam kotak dari Sukab yang di dalamnya tidak dilampirkan surat atau penjelasan apa pun mengenai sepotong bibir yang ia terima. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Bila saja Maneka bisa menghubungi Sukab, pasti ia sudah menanyakan itu semua. Agar ia tak cemas sekaligus penasaran seperti ini. Maneka seperti mendengar bibir itu mendesis, seperti
commit to user 119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
berbisik, seperti ingin mengatakan sesuatu.(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61) (5) Nyaris saja ia menjerit dan melemparkannya ketika bibir itu mendadak menggeliat, seperti ekor cicak yang memberontak ingin dilepaskan.(data no. 157) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa Maneka terkejut pada sepotong bibir dari Sukab yang bisa berpolah tingkah seperti cicak dan menggeliat. (6) “Ada apa?” Marwan mendapati Bik Sari yang pucat. (data no. 131) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
ketakutan atau kekhawatiran Marwan yang mendapati Bik Sari dalam keadaan pucat karena telah terjadi sesuatu yang aneh di kamar Beningnya. Hal tersebut terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu: Ada cahaya terang keluar dari celah pintu yang bukan cahaya lampu. Cahaya yang terang keperakan. Dan ia mendengar Beningnya yang cekikikan riang, seperti tengah bercakap-cakap dengan seseorang. Hawa dingin bagai merembes dari dinding. Bau wangi yang ganjil mengambang. Dan cahaya itu makin menggenangi lantai. Rasanya ia hendak terserap amblas ke dalam kamar. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41-42)
commit to user 120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
(7) Mungkin perempuan itu menjerit meronta berusaha melepaskan diri, hingga para petugas itu langsung marah dan mulai memukulinya,
menyeret
dan
menyilet
bibirnya,
kemudian
membuangnya begitu saja. (data no. 159) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut merupakan kalimat dari pemikiran Maneka mengenai asal sepotong bibir itu, rasa penasaran dan pikiran Maneka yang penuh tanda tanya membuatnya menebak-nebak. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Mungkin itu bibir seorang perempuan yang suatu malam pulang larut dan berdiri di halte menunggu angkutan kota, tetapi mendadak muncul sepatroli petugas keamanan yang langsung menangkap dan menuduhnya perempuan malam yang tengah menjajakan diri. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 62) (8) Menceritakan bagaimana kini setiap malam ia selalu tergeragap bangun dan mendapati bibir itu gentayangan dalam kamar. (data no. 160) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan ketakutan Maneka terhadap sepotong bibir itu dengan segala polah tingkahnya. Hal tersebut juga terdapat dalam kalimat selanjutnya, yaitu: Ia seperti mendengar bibir itu mendesis seperti menangis. Sesekali terdengar rengeng-rengeng. Kadang bibir itu seperti bicara sendiri. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 63)
commit to user 121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
(9) Wajah Mawar pucat, bibirnya bengkak kena pukul, seekor cecak kaget menyelusup ke celah dinding ketika Mawar menjerit. (data no. 183) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
ketakutan Mawar karena petugas-petugas itu membawanya ke gudang dan menyekapnya, kemudian mereka memerkosanya secara bergantian. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelum dan selanjutnya, yaitu: Melemparkannya ke mobil patroli. Membawanya pergi kemudian menyekapnya di gudang. Aku bisa melihat semuanya dengan jelas. Begitu nyata dalam penglihatanku…Mereka menyumpal mulutnya. Memelorotkan pakaiannya dengan paksa, kemudian bergiliran memerkosanya. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 100-101) (10) Banyak yang berlarian panik, tetapi banyak juga yang terus bertahan dan melawan. (data no. 189) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
kepanikan dan ketegangan suasana di area pekuburan setelah menguburkan seseorang yang tewas karena disiksa tentara, karena merasa tidak terima massa berkumpul di pemakaman sebagai bentuk unjuk rasa pada tentara. Tetapi, hal tersebut justru direspon oleh
pasukan
tentara
dengan
membentuk
barikade
yang
mengepungnya disertai dengan suara tembakan dan ledakan. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Siang
tak
cuma
menyengat,
tetapi
juga
terasa
menegangkan ketika orang-orang yang marah it uterus berteriak-
commit to user 122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
teriak dan tak mau bubar, bahkan ketika pemakaman itu telah selesai dan hari menjadi sore. Lalu, tiba-tiba saja terdengar ledakan. Disusul serentetan tembakan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109) (11) Lidah panasnya menjilati langit yang penuh ketakutan dan jeritan. (data no. 190) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
ketakutan dan ketegangan yang terjadi di dalam gereja karena massa yang tidak terima atas tewasnya seseorang yang diakibatkan oleh penyiksaan tentara dan massa yang tidak mau membubarkan diri justru masuk ke gereja untuk berlindung dari tembakan tentara yang mencoba meredam massa. Namun, tentara membakar gereja yang menjadi tempat berlindung itu. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Orang-orang kemudian berlarian ke gereja, berlindung dan bersembunyi hingga malam sementara tentara terus mengepung dan berjaga-jaga. Mayat-mayat yang bergelimpangan segera dilemparkan ke atas truk. Jika hingga tengah malam orang-orang tidak mau keluar dari gereja, para tentara itu segera membakarnya. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109-110) (12) …menyorongkon bungkus itu ke dekat mobil sambil mengetukngetuk—malah kadang menggedor—kaca jendela. Neal sering panik berhadapan dengan para pengasong itu. (data no. 141) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
kepanikan Neal ketika berhadapan dengan penjual permen di perempatan jalan yang memaksa calon pembelinya dengan
commit to user 123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
menggedor-gedor kaca jendela. Hal tersebut juga terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu: Selintas, permen itu memang mengundang selera. Tetapi, Neal tak suka dengan para pengasong itu, yang sering menawarkan dengan cara setengah memaksa.…(cerpen Permen, hlm. 46) (13) Siang tak cuma menyengat, tetapi juga terasa menegangkan ketika orang-orang yang marah itu terus berteriak-teriak dan tak mau bubar, bahkan ketika pemakaman itu telah selesai dan hari menjadi sore. (data no. 188) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, ketegangan
2003: di
65).
area
Kalimat
pemakaman
tersebut karena
menggambarkan seseorang
yang
dimakamkan dikabarkan meninggal karena disiksa oleh tentara sehingga banyak orang-orang yang tidak terima dengan kejadian itu menjadi marah dan berunjuk rasa. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Mereka sudah berkumpul sejak siang, Nak, di pekuburan dekat gereja itu. Sebenarnya mereka hanya hendak menguburkan seseorang yang dikabarkan mati disiksa tentara. Tapi, banyak juga yang membawa poster. Dan sebagian terus meneriakkan kemarahan dan perlawanan. Truk tentara hilir mudik di jalanan kota. Sebagian telah berjaga-jaga, membuat barikade yang mengepung pekuburan dengan senjata yang siap ditembakkan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109)
commit to user 124
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
(14) Bocah itu terus mencari dengan perasaan berdebar. (data no. 196) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan keresahan bocah itu karena gambar buatannya tiba-tiba menghilang. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: “Apa ibu melihat gambar yang kemarin aku buat?” “Ibu taruh di atas meja.” Bocah itu mencari. Tapi, gambar itu tak ia temukan. “Nggak ada, Bu,” teriaknya. (cerpen Episode, hlm. 119) c) Penggambaran Perasaan Sayang Perasaan sayang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kasih sayang (kepada); cinta (kepada); sayang (kepada) (2005: 1005). Indeks yang berupa penggambaran perasaan sayang para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) Sering, bila hari Minggu, mamanya juga mengajaknya jalan-jalan. Membelikannya baju, mengajak makan kentang goreng atau ayam goreng. (data no. 94) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan wujud kasih sayang mama terhadap Sandra dengan mengajak Sandra jalan-jalan, membelikannya baju, dan makan. (2) Saat Sandra menikmati es krim, perempuan itu tampak selalu menatap dengan mata penuh cinta. Tanpa sadar ia akan bergumam, “Sandra, Sandra….” Sambil membersihkan mulut Sandra yang belepotan. (data no. 95) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
commit to user 125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 126
sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam Endraswara, 2003: 65). Dalam kalimat itu menandakan kasih sayang mama terhadap Sandra ditunjukkan dengan membersihkan mulut Sandra yang belepotan hal tersebut merupakan wujud perhatian seorang ibu terhadap anaknya. (3) “Sekarang tidurlah”, Sandra berusaha menghentikan percakapan, kemudian dengan lembut menyelimuti dan mencium keningnya. (data no. 99) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Dalam kalimat tersebut terlihat kasih sayang Sandra terhadap Bita anaknya dengan menyuruhnya untuk segera tidur kemudian mencium kening serta menyelimuti anaknya. Hal tersebut menunjukkan wujud perhatian seorang ibu pada anaknya. (4) Sandra selalu ingat, dulu di saat-saat mamanya begitu tampak mencintainya, perempuan itu selalu mendekapnya erat-erat sembari sesekali berbisik terisak, “Berjanjilah kepada Mama, kamu akan menjadi wanita baik-baik, Sandra.” (data no.100) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Dalam kalimat tersebut menggambarkan bahwa mama Sandra sangat menyayanginya, dengan memeluk serta menangis seakan memohon pada anaknya sendiri agar Sandra menjadi wanita yang baik, mama Sandra berharap anaknya tidak menjadi wanita hina seperti dirinya sendiri. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: “Seperti Mama?” “Tidak. Kamu jangan seperti Mama, Sandra. Jangan seperti Mama….” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.9).
commit to user 126
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 127
(5) Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan pintu
dan
segera
menyiapkan
secangkir
kopi
hangat
untuk
meneduhkan penat. (data no. 105) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kasih sayang Asih pada suaminya. Menyiapkan secangkir kopi untuk suami menunjukkan perhatian seorang istri terhadapnya. (6) Lalu, ia mengelus lembut anaknya. (data no. 117) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kasih sayang tokoh Marwan (Papa Beningnya) kepada anaknya. Perlakuan tersebut dilakukannya untuk menenangkan Beningnya ketika ia terus bertanya perihal kartu pos yang dikirimkan mamanya. Padahal faktanya mama Beningnya sudah meninggal. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu: Memang tak gampang menjelaskan semuanya kepada anak itu. Ia masih belum genap 6 tahun. Marwan sendiri selalu berusaha menghindari jawaban langsung bila anaknya bertanya, “Kok kartu pos Mama belum datang, ya, Pa?” (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36) Selain itu, perihal kematian mama Beningnya juga terdapat dalam kalimat selanjutnya, yaitu: Tapi, bagaimanakah menjelaskan kematian kepada anak seusianya? Rasanya akan lebih mudah bila jenazah Ren terbaring di rumah. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
commit to user 127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 128
(7) Asih barangkali juga terkantuk menunggu kepulanganku. Ia selalu ingin membukakan pintu untukku. “Agar aku selalu tahu kau telah kembali,” katanya. (data no. 106) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa Asih sangat menyayangi suaminya, terlihat dari pengorbanannya yang menunggu kepulangan suaminya walaupun sampai malam, bagi istrinya yang terpenting adalah dia selalu mengetahui dan menyambut suaminya pulang. (8) Ren kecil duduk di pangkuan, sementara ayahnya berkisah keindahan kota-kota pada kartu pos yang mereka pandangi. (data no. 119) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan rasa sayang ayah Ren kepada Ren. Meluangkan waktu untuk anaknya hanya untuk bercerita tentang perjalanan ayahnya yang berprofesi sebagai pelaut merupakan bentuk kasih sayang ayah pada anaknyaa. Hal tersebut terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu: “Itulah saat-saat menyenangkan dan membanggakan punya ayah seorang pelaut.” Ren merawat kartu pos itu seperti merawat kenangan. “Mungkin aku memang jadul. Aku hanya ingin Beningnya punya kebahagiaan yang aku rasakan….” (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 38). (9) Marwan menggandeng anaknya masuk. (data no. 121) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat di atas menunjukkan sikap perhatian dan kasih sayang Marwan pada anaknya dengan menggandeng anaknya.
commit to user 128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 129
(10) Segera Marwan menyambar mendekapnya. (data no. 136) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan rasa lega Marwan karena mendapati anaknya dalam keadaan baik-baik saja dan tidak terjadi kebakaran seperti yang ia bayangkan sebelumnya. Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut pada kalimat berikutnya, yaitu: Ia melongok ke dalam kamar, tak ada api, semua rapi. Hanya kartu pos-kartu pos yang berserakan. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42) (11) Marwan masih ngantuk karena baru tidur menjelang pukul 05.00 pagi setelah Beningnya pulas. (data no.124) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan rasa perhatian dan sayang Marwan terhadap anaknya, Beningnya sehingga ia tidak tidur karena menemani Beningnya yang gelisah menunggu kedatangan kartu pos dari mamanya. (12) Ia sengaja tak masuk kantor untuk melihat Beningnya gembira ketika mendapati kartu pos itu. (data no. 126) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kepedulian dan perhatian Marwan terhadap Beningnya sampai-sampai ia rela tidak masuk kantor hanya untuk melihat respon gembira ketika Beningnya mendapat kartu pos yang ia tulis sendiri dan dibuat seolah-olah dari mamanya. Hal tersebut dilakukan agar Beningnya tidak lagi gelisah menanti kedatangan kartu
commit to user 129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 130
pos dari mamanya lagi. Hal itu terkait dengan kalimat berikutnya, yaitu: Kartu pos yang diam-diam ia kirim. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40) (13) “Tidak. Iza tak boleh makan permen seperti itu. Tidak baik.”(data no. 143) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan rasa kepedulian Neal terhadap Iza, anaknya karena menurut Neal permen yang diinginkan Iza bukanlah permen yang baik untuk dikonsumsi. Hal tersebut berkaitan dengan kalimat sebelumnya, yaitu: Neal membayangkan, tidak seperti tangan-tangan peri yang lentik ketika memetiki biji-biji permen ranum yang bergelantungan, tangan anak-anak itu pastilah kotor dan menjijikkan; kuku-kuku jari tangannya penuh bekas daki karena mereka selalu menggaruki pantat mereka yang korengan. Dan tangan itu tak pernah dibersihkan ketika membungkusi biji-biji permen yang kemudian dijajakan di perempatan jalan. (cerpen Permen, hlm. 47) (14) “Permen itu akan membuatmu mulas dan mual,” bujuk Neal sembari memberikan permen mint yang ia beli di supermarket. “Lebih enak permen ini, membuat mulut dan tenggorokanmu segar.” (data no. 139) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan perhatian Neal terhadap anaknya agar tidak mengkonsumsi permen sembarangan karena dapat mengganggu kesehatan. Neal sangat menyayangi anaknya, maka dari itu ia ingin menan menjaga anaknya dengan baik. Hal itu disebutkan pada teks berikutnya, yaitu: Selama ini Neal begitu hati-hati memilihkan semua yang terbaik bagi anaknya. Ia ingin Iza menikmati masa kanak-kanak yang
commit to user 130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 131
membahagiakan. Dan Neal takut Iza akan tergoda oleh permen itu. (cerpen Permen, hlm. 48) (15) “Bagaimana mungkin aku memberikan permen seperti itu kepada Iza!” ujar Neal, setengah menggerutu kepada Samuel. (data no. 142) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan perhatian dan kecemasan Neal mengenai keinginan anaknya untuk membeli permen yang dijajakan di perempatan jalan dengan pertimbangan kualitas kebersihan dari permen tersebut. Hal tersebut juga terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Neal membayangkan, tidak seperti tangan-tangan peri yang lentik ketika memetiki biji-biji permen ranum yang bergelantungan, tangan anak-anak itu pastilah kotor dan menjijikkan; kuku-kuku jari tangannya penuh bekas daki karena mereka selalu menggaruki pantat mereka yang korengan. Dan tangan itu tak pernah dibersihkan ketika membungkusi biji-biji permen yang kemudian dijajakan di perempatan jalan. (cerpen Permen, hlm. 47) (16) “Kamu bandel sekali berani keluar gorong-gorong….” Ia berkata sambil mengelus kepalaku. (data no. 175) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kepedulian dan perhatian tokoh gadis akan keselamatan tokoh aku yang telah terlahir kembali menjadi seekor ular. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Aku memandanginya ragu. Sepasang matanya yang bening membuatku pelan-pelan merasa tenang. Ia mengulurkan tangan, memberiku cuilan roti yang dipungutnya dari tumpukan sampah. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 88)
commit to user 131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 132
(17) “Kamu sakit, Sayang?” (data no. 199) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan perhatian dan kepedulian ibu dari tokoh bocah karena mendapati anaknya yang terlihat tidak seperti biasanya, dia terlihat murung dan diam sehingga ibu menanyakan keadaan anaknya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Bocah itu terus bertopang dagu. Pandangannya menerawang, jauh. Ibunya, yang menemani bocah itu belajar sambil menisik agak bingung melihat kemurungan anaknya. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 121) (18) “Kamu tak sarapan, Sayang?” sapa ibunya sambil menyodorkan semangkuk corn flake. (data no. 204) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kecemasan tokoh ibu terhadap anaknya yang tiba-tiba saja murung dan tidak mau makan. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Bocah itu melengos. Di meja makan, pagi itu, ia terus cemberut. Ibunya mengira, pastilah anaknya kecewa karena gambar yang sedari kemarin dicari tak juga ditemukan. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 127) (19) Ia elus kepala anaknya sambil terus menatap takjub gambar itu. (data no. 191) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kekaguman tokoh “ia” (ibu) pada
commit to user 132
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 133
gambar yang dibuat oleh anaknya seperti nyata. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Hanya dengan menatap, ia bisa merasakan sepoi angin berembus, bau udara basah, dan suara gemeresak daun-daun bergesekan, begitu nyata!(cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 116) d) Penggambaran Perasaan Marah Perasaan marah
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
perasaan tidak senang (karena dihina atau diperlakukan tidak sepantasnya, dsb) (2005: 715). Indeks yang berupa perasaan marah para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) “Diamlah. Jangan cerewet. Atau Mama hentikan bacanya!” (data no. 97) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menandakan bahwa mama Sandra marah dengan Sandra karena dia terlalu banyak melemparkan pertanyaan tentang kesedihan pada mamanya, sedangkan mamanya berusaha menutupi kesedihan yang selama ini ia rasakan karena menjalani hidup sebagai seorang pelacur. Dia hanya tidak ingin anaknya tahu kesedihan yang ia rasakan maka ia pun membentaknya. (2) “Dasar orang miskin keparat,” begitu sering orang-orang mencibir bila ia lewat, “ mau mati saja pakai nipu.” (data no. 232) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kemarahan orang-orang di sekitar orang miskin karena telah merasa dipermainkan dan ditipu oleh sandiwaranya tempo hari yang berpura-pura mati.
commit to user 133
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 134
(3) Menggertak dan memukulmu berkali-kali. (data no. 171) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kemarahan polisi yang sedang mengintrograsi tokoh “mu” karena tidak mau mengakui kejahatan yang sudah dilakukan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Memaksamu
agar
mengaku.
Kau
dituduh
membunuh
istrimu.(cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 72). e) Penggambaran Perasaan Gembira Perasaan gembira atau senang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perasaan puas dan lega tanpa rasa susah dan kecewa (2005: 1033). Indeks yang berupa penggambaran perasaan senang dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) Masih kudengar derai tawa mereka yang renyah ketika menonton televisi. (data no. 109) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kebahagiaan keluarga tokoh aku, terlihat dari suasana ruang keluarga ketika berkumpul. Hal tersebut juga terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu: Masih begitu jelas jeritan dan tawa mereka ketika saling kejar sambil saling melempar bantal. Suara Inan bermain piano. Betita yang merengek minta dikeloni. Lalu kudengar suara Asih menyuruh Ida dan Renaldi belajar. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 16) (2) Anak-anak berceloteh riang tentang baju baru yang akan mereka kenakan. (data no. 110) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
commit to user 134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 135
65). Kalimat tersebut mengungkapkan kebahagiaan anak-anak karena mereka akan diberi baju baru yang dibuat penjahit untuk dipakai saat lebaran. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Para penduduk antre menjahitkan pakaian dan hiruk dalam keramaian menyambut Lebaran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 20). (3) Mereka akan berteriak senang bila menerima surat balasan atau kartu pos, dan memamerkannya dengan membacanya keras-keras. (data no. 118) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kebahagiaan teman-teman SMP Marwan ketika mendapatkan surat balasan atau kartu pos yang diekspresikan dengan teriakan dan membacakan surat tersebut dengan suara keras. Hal itu terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu: Sepanjang hidupnya, Marwan tak pernah menerima kartu pos. bahkan, rasanya, ia pun jarang dapat surat pos yang membuatnya bahagia. Saat SMP, banyak temannya yang punya sahabat pena, yang dikenal lewat rubrik majalah. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 37) (4) Karena itu, tak bisa terlukiskan betapa bahagia perasaan Maneka saat menerima kiriman dari Sukab. (data no. 152) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut melukiskan kegembiraan Maneka setelah mendapatkan kiriman dari Sukab, seseorang yang selama ini ia cintai. Selama ini ia hanya bisa merasa iri terhadap Alina karena ia lebih sering mendapatkan kiriman surat cinta atau benda-benda unik dari Sukab. Namun, kali ini ia pun merasakan sendiri kebahagiaan yang
commit to user 135
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 136
dirasakan Alina karena merasa sama-sama mendapat perhatian dari Sukab. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Rasanya ingin segera menghambur menemui Alina dan memamerkan apa yang baru saja diterimanya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 60) (5) Menduga-duga apa isinya saja sudah membuat Maneka begitu bahagia. (data no. 153) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat di atas menggambarkan bahwa Maneka sangat gembira mendapatkan kiriman dari Sukab, seseorang yang ia cintai sehingga dengan hanya menduganya saja sudah membuat ia bahagia. Kebahagiaan itu tergambarkan pada kalimat sebelumnya, yaitu: Maka, ia pun mencoba menikmati perasaannya sembari memandangi bungkus kotak kecil yang kini tergeletak di meja. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 60) (6) Ketika akhirnya Maneka membuka bungkusan itu ia makin berdebar dan terpana. (data no. 154) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut melukiskan keingintahuan tentang isi yang ada dalam kotak kecil dari Sukab, Maneka seketika terpana setelah mengetahui isi kotak itu adalah sepotong bibir. Hal tersebut terkait dengan teks berikutnya, yaitu: Sepotong bibir! Semula Maneka enyangka itu bibir mainan dari karet. Tapi, saat menyentuhnya, ia segera tahu, itu bibir sungguhan. Lembut, kenyal, dan masih hangat. Masih ada sisa darah segar meleleh, seakan baru saja disayat. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61)
commit to user 136
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 137
(7) Itu tulisan tangan Sukab dan ia langsung berdebar. (data no. 147) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Dalam kalimat tersebut digambarkan perasaan bahagia Maneka karena menerima surat dari Sukab seseorang yang ia cintai selama ini. Hal tersebut terkait dengan kalimat berikutnya, yaitu: Dulu, ia sempat begitu semangat untuk terus mengikuti jejak pengembaraan Sukab. Setiap mendengar selentingan Sukab ada di suatu tempat, ia segera menyusulnya. Hingga ia menjadi pengembara yang memburu seorang pengembara hanya karena ia begitu berharap bisa bertemu kembali dengan lali-laki yang sudah membuatnya begitu jatuh cinta.…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 5758) (8) Maneka menerima bungkusan itu dengan gemetar.…(data no. 148) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan keterkejutan Maneka karena mendapatkan bungkusan dari Sukab, seseorang yang selama ini ia cintai, namun keberadaannya tak pernah diketahui dan Maneka mengira bahwa Sukab sudah tidak ingat lagi padanya. Oleh karena itu, Maneka gemetar menerima bungkusan itu. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu: Ia pikir, sejak mengirim kartu pos itu, Sukab tak lagi mengingatnya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 56) (9) Dan tentu saja ingin bertanya bagaimanakah keadaan Sukab?—tetapi perasaannya yang terlalu dipenuhi kebahagiaan membuatnya jadi salah tingkah hingga mesti mulai dari mana untuk memulai pertanyaan. (data no. 149) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
commit to user 137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 138
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kebahagiaan Maneka setelah menerima surat cinta dari Sukab. Kebahagiaan itu tercermin dari sikapnya yang salah tingkah. (10) Itulah saat paling menggetarkan dalam hidup Maneka. (data no. 150) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kekaguman Maneka ketika pertama kali melihat Sukab dan saat itulah menjadi saat pertama ia jatuh cinta pada Sukab. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelumnyaa, yaitu: Hingga ia menjadi pengembara yang memburu seorang pengembara hanya karena ia begitu berharap bisa bertemu kembali dengan laki-laki yang sudah membuatnya begitu jatuh cinta, sejak laki-laki itu melihatnya menarikan tarian burung enggang di atas gong. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 57-58) (11) Marwan menyambut gembira ketika Beningnya menyodorkan kartu pos itu. (data no. 128) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kegembiraan Marwan karena mendapati Beningnya sudah mendapat kartu pos. Ia berharap dengan kartu pos yang ia tulis diam-diam itu dapat membuat Beningnya menjadi gembira. (12) Tetapi, ketika ia menyebutkan namanya, aku seperti mendengar denting genta, bergemerincing dalam hatiku. (data no. 185) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan tokoh “aku” yang sedang
commit to user 138
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 139
kasmaran sehingga ketika ia mendengar atau menyebutkan namanya, tokoh “aku” merasa hatinya bersenandung. Hal tersebut terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu: Barangkali, seperti katamu, aku memang mengidap gangguan jiwa karena terlalu gampang jatuh cinta. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 105) (13) Aku merasa nyaman dalam dekapannya. (data no. 176) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa tokoh “aku” merasa aman dan nyaman dalam dekapan tokoh gadis karena saat itu tokoh “aku” tengah terancam keselamatannya, akan diburu oleh orang-orang yang melihatnya, sementara dengan diam-diam gadis itu membawa pergi tokoh “aku” yang sudah terlahir kembali menjadi seekor ular untuk diselamatkan dari serangan orang-orang. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Kemudian, ia berjalan mengendap-endap, menjauhkan aku dari orang yang kudengar masih memburuku. Suara itu perlahan-lahan lenyap dalam gelap. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 88) (14) Cerita-cerita yang bisa menenteramkan kerinduannya kepada laki-laki itu. (data no. 151) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan rasa tentram Maneka setelah mendengar cerita-cerita yang dikisahkan oleh Alina, cerita-cerita yang dituliskan Sukab dalam suratnya yang ditujukan oleh Alina. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
commit to user 139
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 140
Ia selalu berusaha mencari cara dan alasan agar bisa dekat dengan Alina. Bila sesekali waktu bertandang ke tempat Alina, Maneka selalu berusaha dengan cara halus dan tak kentara membujuk agar perempuan cantik itu membacakan surat-suratnya…Mendengar cerita-cerita itu, setidaknya Maneka bisa menduga-duga di manakah saat itu Sukab berada. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 59-60) (15) Bibir itu tersenyum seolah memahami kekagetan Maneka. (data no. 155) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kekagetan Maneka setelah ia membuka kotak kecil dari Sukab yang kemudian kekagetannya itu direspon oleh senyuman dari bibir yang ada dalam kotak tersebut. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Sepotong bibir! Semula Maneka menyangka itu bibir mainan dari karet. Tapi, saat menyentuhnya, ia segera tahu, itu bibir sungguhan. Lembut, kenyal, dan masih hangat. Masih ada sisa darah segar meleleh, seakan baru saja disayat. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61) (16) Terdengar begitu banyak napas diembuskan lega. (data no. 220) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa para pelayat merasa lega karena anak dari jenazah sudah tiba dan itu berarti jenazah tersebut akan segera dikuburkan sehingga para pelayat tidak perlu melayat setiap hari seperti beberapa waktu yang lalu hanya untuk menunggu kedatangan anaknya. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Seakan mereka terbebas dari kewajiban yang membuat mereka terbelenggu. Tanpa seorang pun berkata-kata, jenazah segera
commit to user 140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 141
dimandikan. Doa dan sambutan yang diucapkan tergesa, semua lewat begitu saja di telinganya. Lalu, keranda bergerak, ia jalan menunduk di belakangnya. Semua berjalan dalam diam, membuat kuburan jadi rumah kesunyian yang mereka masuki dengan gemetar. Jenazah diturunkan ke liang lahat, dikubur tanpa percakapan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148) f) Penggambaran Perasaan Kecewa Perasaan kecewa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kecil hati; tidak puas (karena tidak terkabul keinginannya, harapannya, dsb) (2005: 522). Indeks yang berupa penggambaran perasaan kecewa dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah Dunia, yaitu: (1) Melihat mulut Iza yang terus cemberut, Neal tahu kalau anaknya itu masih kesal karena tak diperbolehkan membeli permen yang tadi sore dilihatnya dijajakan di perempatan jalan. (data no. 137) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kekesalan Iza karena tidak diizinkan oleh Neal, ibunya untuk membeli permen yang dijajakan di perempatan jalan. Maka dari itu Iza kesal dan memasang muka masamnya pada ibunya. (2) Tapi, wajah Iza terus cemberut. (data no. 140) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kekesalan Iza karena dia tidak diperbolehkan oleh ibunya untuk membeli permen yang dijajakan di perempatan jalan. Hal tersebut juga terkait dengan pernyataan Neal, ibunya dalam teks sebelumnya, yaitu: “Permen itu akan membuatmu mulas dan mual”, bujuk Neal sembari memberikan permen mint yang ia beli di supermarket. “Lebih
commit to user 141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 142
enak permen ini, membuat mulut dan tenggorokanmu segar.” (cerpen Permen, hlm. 46) (3) Ia tak lupa rautnya yang kecewa ketika suatu malam ia berpamitan, “Aku pergi, Bu.” (data no. 215) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kekecewaan dan kesedihan ibunya ketika tokoh “ia” berpamitan pergi entah ke mana. (4) Ketika aku terus diam saja, kulihat ia kembali masuk dengan wajah kecewa. (data no. 224) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kekecewaan tokoh “ia” orang miskin karena merasa tidak diperhatikan. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Pernah, suatu malam, aku melihat bayangan orang miskin itu keluar dari dalam cermin, berjalan mondar-mandir, batuk-batuk kecil minta diperhatikan. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 159) g) Penggambaran Perasaan Kesal Perasaan kesal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perasaan
mendongkol;
sebal
(2005:
558).
Indeks
yang
berupa
penggambaran perasaan kesal para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) Bocah itu mendengus. Ia jadi benci kepada kawan-kawannya. (data no. 200) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
commit to user 142
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 143
65). Kalimat tersebut menggambarkan kekesalan tokoh bocah terhadap kawan-kawannya karena telah membangunkannya ketika bocah itu sedang bermimpi. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Seperti pada bagian dua, bocah itu kembali bermimpi. Beberapa kawannya muncul, membangunkannya. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 125) (2) “Kenapa kalian selalu mengganggu mimpiku?” Bocah itu mendengus. (data no. 201) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kekesalan tokoh bocah karena teman-temannya telah membangunkan tidurnya di saat ia sedang bermimpi. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Seperti pada bagian dua, bocah itu kembali bermimpi. Beberapa kawannya muncul, membangunkannya. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 125) (3) Bocah itu membisu. Gelas susu di depannya tak disentuh. (data no. 203) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa bocah itu merasa kecewa dan kesal terhadap perbuatan ibunya yang semalam telah membawa laki-laki lain ke kamarnya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 126)
commit to user 143
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 144
(4) Bocah itu melengos. (data no. 205) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kekecewaan dan kekesalan bocah itu terhadap ibunya karena semalam ia baru saja menyaksikan ibunya bersama laki-laki lain di kamarnya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 126) (5) Di meja makan, pagi itu, ia terus cemberut. (data no. 206) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kekecewaan dan kekesalan bocah itu terhadap ibunya karena semalam ia baru saja menyaksikan ibunya bersama laki-laki lain di kamarnya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 126) (6) Bocah itu terus membisu. Kakinya yang mungil tergantung, diayun keras-keras, membuat kursi menggeriat. (data no. 207) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kekecewaan dan kekesalan bocah itu terhadap ibunya karena semalam ia baru saja menyaksikan ibunya bersama laki-laki lain di kamarnya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
commit to user 144
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 145
Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 126) (7) “Bagaimana, mau dikubur tidak?” Para pelayat yang sudah lama menunggu mulai menggerutu. (data no. 230) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menujukkan kekesalan para pelayat yang ketika itu melayat orang miskin yang meninggal, karena menunggu acara pemakaman yang terlalu lama. (8) “Baca dong!” Melly sedikit mendengus. (data no. 145) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa Melly merasa diremehkan oleh Pras yang saat itu sedang menjadi lawan bicaranya yang tengah membahas tentang permen rayap. Hal tersebut terkait dengan kalimat berikutnya, yaitu: Ia tak suka dengan ekspresi Pras yang tampak tak mau percaya kalau ia tahu soal permen rayap itu. Apa dikira sekretaris cuma pintar nyenengin bosnya dan tidak suka baca? (cerpen Permen, hlm. 51-52). h) Penggambaran Perasaan Heran Perasaan heran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merasa ganjil (ketika melihat atau mendengar sesuatu); tercengang; takjub (2005: 396). Indeks yang berupa penggambaran perasaan heran para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) Keduanya saling pandang. (data no. 195) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
commit to user 145
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 146
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa kedua orang tua dari tokoh “anak” merasa penasaran dan heran dengan kondisi rumahnya yang tidak seperti biasanya, saat itu rumahnya terasa aneh. Keanehan tersebut disebutkan pada kalimat sebelumnya, yaitu: Seperti ada yang asing dalam rumah mereka. Mereka menemukan beberapa ranting bergeletakan di lantai, jejak-jejak kaki, seperti jejak kaki pada tanah gembur. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 117) (2) Ia kian termangu ketika mendapati lantai penuh serakan daun kering, rumput tumbuh bercuatan di bawah meja dan kursi, akar-akar rambat membelit tiang ranjang, patahan ranting mendadak jatuh dari atap kamar, bau lumut dan uap air, sayup kelepak burung, juga semilir angin sejuk, merembes dari dinding kamar. (data no. 210) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan keheranan ibunya dengan kondisi kamar anaknya yang menyerupai gambar yang dibuat anaknya. (3) Ia merasakan telapak kakinya basah, terendam air menggenang. (data no. 211) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan keheranan dengan kondisi kamar anaknya yang aneh. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Lalu, sayup-sayup ia mendengar suara renyah bocah tengah bermain air. Berkecipakan. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 130)
commit to user 146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 147
(4) Ibunya hanya geleng-geleng, sambil beranjak menata beberapa mainan yang berantakan di lantai. (data no. 192) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan keheranan tokoh ibu terhadap anaknya
yang
baru
saja
dengan
antusiasnya
mengutarakan
keinginannya pada ibunya untuk pergi ke tempat seperti yang ada di dalam gambar. Namun, ketika mendengar teriakan teman-temannya yang mengajak bermain ia langsung menghambur pergi dan meninggalkan gambarnya. Hal tersebut terkait denga teks sebelumnya, yaitu: “Suatu saat, aku pingin ke tempat seperti ini,”ujar bocah itu, sambil menjauhkan gambar yang dipegangnya dari pandangan ibunya. Lalu, ketika dari luar rumah terdengar teriakan temantemannya,
memanggil
mengajak
bermain,
bocah
itu
segera
menghambur pergi. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 116) i) Penggambaran Perasaan Terkejut Perasaan terkejut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah terperanjat atau kaget (2005: 527). Indeks yang berupa perasaan terkejut para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) Beningnya tertegun, mendapati kotak itu kosong. (data no. 112) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Dalam kalimat tersebut menunjukkan bahwa tokoh Beningnya merasa tertegun karena melihat kotak suratnya masih kosong. Padahal sudah lama ia menanti kedatangan kartu pos dari ibunya.
commit to user 147
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 148
(2) Dari jendela ia bisa melihat anaknya memandangi kartu pos itu, seperti tercekat kemudian berlarian tergesa masuk rumah. (data no. 127) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan Beningnya yang terkejut sekaligus kecewa setelah tahu bahwa kartu pos yang ia terima bukanlah dari mamanya. Hal tersebut terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu : Marwan melihat mata Beningnya berkaca-kaca. “Ini bukan kartu pos dari Mama!” Jari mungilnya menunjuk kartu pos itu. “Ini bukan tulisan Mama….” (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40-41) (3) Tiba-tiba kudengar suara jeritan. (data no. 174) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh “aku” terkejut mendengar suara jerit ketakutan sesaat kehadirannya yang sudah menjadi seekor ular seperti yang ia harapkan bukan anak idiot seperti dulu. Ternyata, keadaan telah berubah, ular tak lagi dimuliakan seperti dulu. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: “Ular! Ular!” Kulihat orang-orang beringsut ketakutan, menatapku yang mendesis merayap pelan menyeberangi trotoar. Meski terkejut dengan reaksi mereka, aku mencoba tak panik. Aku teringat bagaimana dulu orangorang memberi makanan menyambut kedatangan ular leluhur mereka. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 87)
commit to user 148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 149
(4) Maneka, pelan dan gugup menyembunyikan kalimat sisanya karena tadingya ia mau bilang; yakinkah kamu kalau Sukab punya pacar selain kita….(data no. 166) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa Alina cemburu karena Alina menduga bahwa sepotong bibir itu adalah bibir milik kekasih Sukab, sementara selama ini dia merasa diperhatikan dan dicintai oleh Sukab dengan berbagai kiriman surat cinta yang datang padanya. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu: “Menurutmu, itu bibir siapa?” “Entahlah.…” “Apakah mungkin itu bibir pacar Sukab?”(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 67) (5) Saat itulah, mendadak, seseorang menjerit, ketika melihat seekor kucing hitam melompati jenazahmu. (data no. 170) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Suwardi Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan suasana ketakutan karena jenazah tokoh ‘mu’ dilompati kucing hitam dan seakan hidup lagi karena mengerjap-ngerjapkan mata. Hal tersebut terkait dengan teks berikutnya, yaitu: Beberapa pelayat yakin, saat itu melihat matamu berkedipkedip. (cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 72) (6) Ia mendadak terbelalak saat aku bercerita tentang Gereja St. Paulus yang sering kudatangi dulu. (data no. 178) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
commit to user 149
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 150
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh “ia” (gadis) terkejut setelah mendengar cerita tokoh “aku” tentang sebuah gereja yang dahulu sering ia kunjungi. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: “Kau tahu,” katanya, “itu satu-satunya gereja yang masih berdiri!” Mungkin tepatnya, itulah satu-satunya gereja yang sengaja dibiarkan berdiri, boleh jadi sebagai tugu kenangan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93) (7) Sampai kemudian bocah itu mendadak ingat pada gambar danau yang tadi siang dibuatnya, dan terbelalak ketika menyadari, betapa danau tempat mereka bermain saat ini benar-benar serupa dengan danau yang digambarnya pada bagian satu. (data no. 194) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa anak itu terkejut dengan pemandangan yang ada di hadapannya, karena pemandangan tersebut menyerupai gambar yang telah dibuatnya. Gambaran gambar anak itu terdapat pada teks sebelum dan selanjutnya, yaitu: Bocah itu suntuk menggambar danau, dengan pepohonan hijau merimbun di sekeliling, bayangan gunung di kejauhan, matahari kemerahan dilingkup gugusan awan, dan tak lupa kawanan unggas melintas, tampak bergegas. Digambarnya pula dermaga kecil di mana dua perahu tampak tertambat, alun bergelombang pelan, dengan bayangan ikan berenang-renang, dan di sisi kiri bagian depan terlihat sebuah bungalow berwarna merah berdiri di bukit yang menjorok ke tengah danau. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 115 dan 117) (8) Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (data no. 202) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
commit to user 150
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 151
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh bocah itu terkejut melihat sesuatu yang terjadi di dalam kamar ibunya, yaitu melihat ibunya bersama dengan laki-laki lain di dalam kamarnya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: “Kau yakin, suamimu tak pulang malam ini?” “Ya. Ia kira, aku tak tahu perselingkuhannya.” “Karena itukah kamu memaksaku datang malam ini.” “Lebih dari itu. Aku ingin bersenggama di kamarku sendiri.”(cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 124) (9) Tapi, aku tetap saja kaget ketika orang miskin itu muncul ke rumahku sambil menenteng telepon genggam. (data no.226) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan keheranan tokoh “aku” yang baru saja melihat tokoh orang miskin mempunyai telepon genggam atau ponsel seperti kebanyakan orang pada zaman modern sekarang ini. (10) Ketukan gugup di pintu membuat Marwan bergegas bangun. (data no. 130) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa Marwan terkejut karena ia tengah tidur dan mendengar pintu diketuk gugup sehingga ia terburuburu bangun. Hal tersebut terkait dengan kalimat di bawah ini, yaitu: Pukul 12.00 lewat, sekilas ia melihat jam kamarnya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) j) Penggambaran Perasaan Kagum Perasaan kagum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perasaan heran (dengan rasa memuji); takjub; tercengang (2005: 489).
commit to user 151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 152
Indeks yang berupa perasaan kagum para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) Maneka,
yang
tengah
menyirami
bunga,
terpesona
oleh
kemunculannya. (data no. 146) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Dalam kalimat di atas disebutkan bahwa Maneka terpesona oleh kemunculannya, kata ganti “nya” di sini ditujukan untuk Tukang Pos yang mengantarkan surat untuk Maneka. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelumnya: Tukang Pos itu muncul dari balik cakrawala saat senja, mengendarai kuda sembrani bersurai kuning keemasan. Ia terlihat terbang berputar-putar sebentar—semula Maneka menyangka itu bayangan elang raksasa—sebelum akhirnya menukik turun dengan anggun dan menjejak pelataran. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 55) (2) Maneka hanya bengong saat menyaksikan bibir itu terjatuh menggeliat-geliat di lantai, kemudian meloncat ke kursi, meloncat kembali ke atas meja, lalu seolah menatap tajam kepadanya. (data no. 158) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa Maneka sangat terkejut saat menyaksikan bibir itu bisa bergerak ke sana ke mari sehingga membuatnya terbengong-bengong melihatnya. (3) Meski tak tahu apa yang dikatakan bibir itu, tetapi caranya berbicara sungguh-sungguh memukau Alina dan Maneka. (data no. 162) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
commit to user 152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 153
65). Kalimat tersebut menggambarkan rasa kagum Maneka dan Alina setelah melihat tingkah sepotong bibir dari Sukab. Hal tersebut juga terkait dengan teks sebelumnya: Saat itu lah bibir itu menggeliat dan meloncat-loncat seperti mencoba menarik perhatian mereka. Bibir itu jumpalitan, melesat, dan berputar-putar di udara, membuat atraksi-atraksi yang menakjubkan hingga Alina dan Maneka tertawa. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 64) (4) Seakan ada yang mendadak terbuka dalam jiwa mereka karena menyadari bahwa mereka pun, ternyata bisa sama-sama bahagia. (data no. 163) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa di dalam jiwa mereka tiba-tiba merasa lebih dekat satu sama lain karena sepotong bibir itu. Hal tersebut juga terkait dengan kalimat sebelum dan selanjutnya, yaitu: Bibir itu tiba-tiba saja, seperti mendekatkan perasaan mereka berdua…Mungkinkah ini maksud Sukab mengirimkan bibir itu, agar mereka bisa saling memahami? Mereka bisa mencintai laki-laki yang sama? (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 65) (5) Beberapa pengunjung yang melihat adegan itu, tampak terpana dan terpesona. (data no. 167) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan ketakjuban pengunjung kafe karena melihat polah tingkah sepotong bibir yang dibawa Maneka dan Alina ketika mengunjungi kafe. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
commit to user 153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 154
Sementara Maneka dan Alina kembali terdiam, bibir di atas meja itu perlahan menggeliat, seperti menguap, kemudian bangkit dan menyeruput orange juice pesanan Maneka yang sejak tadi tak diminumnya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 6768) (6) Mereka selalu terpana tidak saja dengan keindahan bibir itu, tetapi juga dengan kata-kata yang keluar dari bibir itu. (data no. 168) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa banyak orang yang kagum dengan sepotong bibir itu. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Kata-kata yang terasa gagah dan megah, tetapi entah apa maknanya. Apalagi suara yang merdu dan bagai penuh bujukan yang terdengar dari bibir itu memang membuat siapa pun makin tak bisa mebelak dari pesonanya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 68) (7) Dunia yang kusaksikan membuatnya terpesona. (data no. 181) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh Mawar terpesona dengan cerita-cerita yang tokoh “aku” ceritakan pada Mawar karena menurut Mawar cara penceritaan tokoh “aku” lah yang membuatnya tertarik, seorang wanita buta mampu melihat suara. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: “Lihatlah, bahkan aku bisa melihat tawamu yang ungu kebirubiruan memuai di udara.” Ia kembali tertawa. Kutegaskan kepadanya, betapa setiap suara punya warna berbeda-beda. Kau mendengar suara, sementara aku bisa melihatnya. Ia terus tertawa. Aku tahu ia mulai nyaman di dekatku. “Kau menyenangkan. Caramu bercerita membuatku tak
commit to user 154
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 155
terlalu kesepian,” katanya. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 99) (8) Ia pungut juga gambar danau yang membuatnya terpesona itu. (data no. 193) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kekaguman tokoh “ia” (ibu) terhadap gambar anaknya yang sangat bagus. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Sekali lagi ia pandangi gambar itu. Memang bagus. Semasa kanak-kanak dulu, ia tak pernah bisa menggambar sebagus ini. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 116) (9) “Benar-benar seperti danau sungguhan!” kagum kawannya. (data no. 197) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kekaguman kawan dari tokoh “bocah” ketika melihat gambarnya yang terlihat sangat bagus bagi anak seusianya. Hal tersebut sesuai dengan teks berikutnya, yaitu: “Kamu benar-benar berbakat jadi pelukis. Besok pasti kamu jadi pelukis terkenal.” (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 120) k) Penggambaran Perasaan Malu Perasaan malu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah, dsb) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangaan, dsb) (2005: 706). Indeks yang berupa penggambaran perasaan malu para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
commit to user 155
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 156
(1) Pras merasa wajahnya memerah. Omongan Melly terdengar seperti sindiran. (data no. 144) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Wajah Pras memerah karena merasa tersindir dengan perkataan Melly yang menilai Pras menganggap permen yang diminta anaknya itu tidak berkualitas, tetapi Melly justru membelinya. Hal tersebut juga terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu: “Itung-itung ngasih rezekilah. Lagi pula bosan kan terusterusan menikmati permen rumahan. Sesekali perlu juga nyoba bagaimana rasanya permen pinggir jalan…”( cerpen Permen, hlm. 51) (3) Laki-laki itu berdebar. Ia merasa, istrinya tengah menyindirnya. (data no. 208) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh laki-laki itu merasa tersindir dengan perkataan istrinya mengenai lukisan danau milik anaknya yang tiba-tiba hilang. Ketika istrinya mendeskripsikan gambar anaknya itu, suaminya tersindir karena semalam bersama wanita lain ia baru saja mendatangi tempat yang sama persis dengan deskripsi istrinya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Ayahnya memang tak pulang malam itu. Bersama seorang gadis, ayahnya menghabiskan malam di sebuah danau…Ketika tadi aku menikmati pemandangan danau di luar sana, aku menyadari betapa persisnya danau ini dengan danau yang digambar anakku. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 123)
commit to user 156
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 157
l) Penggambaran Perasaan Cemas atau Khawatir Perasaan cemas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perasaan tidak tenteram hati (karena khawatir, takut); gelisah (2005: 204). Indeks yang berupa penggambaran kecemasan atau kekhawatiran para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) Mungkin Bik Sari sudah mengambilnya! Beningnya pun segera berlari berteriak, “Biiikkk…Bibiiikkk…” Ia nyaris terpeleset dan menabrak pintu. (data no. 113) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Dalam kalimat tersebut menunjukkan bahwa tokoh Beningnya sangat berharap sekali dan antusias untuk segera mengetahui kartu pos dari ibunya yang ia kira sudah diambil oleh Bik Sari, karena antusiasnya dia berlari-lari sambil berteriak untuk menemui Bik Sari sampai hampir terpeleset. (2) Bik Sari yang sedang mengepel sampai kaget melihat Beningnya terengah-engah begitu. (data no. 114) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Dalam kalimat tersebut digambarkan Bik Sari terkejut melihat Beningnya datang padanya sambil terengah-engah, seperti yang sudah disebutkan pada indeks no. 2) Beningnya terengah-engah karena dia berlari agar dapat segera menemui Bik Sari. (3) Tongkat pel yang dipegangnya nyaris terlepas, dan Bik Sari merasa mulutnya kaku. (data no. 115) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
commit to user 157
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 158
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat di atas menunjukkan rasa kebingungan dan terkejut yang dirasakan oleh Bik Sari sampaisampai mulutnya terasa kaku karena pertanyaan Beningnya mengenai kartu pos dari mamanya yang sudah meninggal, dan ia belum mengetahui hal itu . Hal tersebut juga terkait dengan kalimat di bawah ini: “Kartu posnya udah diambil Bibik, ya?”( cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36) Tapi, bagaimanakah menjelaskan kematian kepada anak seusianya? Rasanya akan lebih mudah bila jenazah Ren terbaring di rumah. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) (4) Bik Sari bisa melihat mata kecil yang bening itu seketika meredup, seakan menebak, karena ia terus diam saja. (data no. 116) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
kekecewaan Beningnya ketika menanyakan kartu pos dari mamanya kepada Bik Sari yang hanya dijawab dengan diam. Kekecewaan tersebut ditandai dengan meredupnya mata Beningnya. Hal tersebut juga berkaitan dengan kalimat selanjutnya dalam cerita itu, yaitu: Sungguh, ia selalu tak tahan melihat mata yang kecewa itu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36). (5) Ketukan di pintu membuat Marwan bangkit, dan ia mendapati Beningnya berdiri sayu menenteng kotak kayu. (data no. 120) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kesedihan Beningnya karena kartu pos dari mamanya tidak kunjung datang, hal
commit to user 158
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 159
itu ditandai dengan wajah Beningnya yang sayu sembari menenteng kotak kayu yang merupakan tempat untuk menyimpan kartu pos-kartu pos dari mamanya sehingga ia tidak dapat tidur
dan maksud
kedatangannya pada papanya adalah meminta papanya untuk mempertemukan Beningnya dengan tukang pos. Hal tersebut juga terkait dengan kalimat berikutnya, yaitu: Kotak kayu yang dulu juga dipakai Ren menyimpan kartu pos dari ayahnya. Marwan melirik jam dinding kamarnya. Pukul 11. 20 malam. “Nggak bisa tidur, ya? Mau tidur di kamar Papa?”….“Besok Papa bisa antar Beningnya nggak?” tiba-tiba anaknya bertanya. “Nganter ke mana? Pizza Hut?” Beningnya menggeleng. “Ke mana?” “Ke rumah Pak Pos….”(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 38). (6) Marwan merasakan sesuatu berdesir di dadanya. (data no. 122) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan Marwan yang terkejut karena permintaan yang dilontarkan anaknya, Beningnya padanya, yaitu menemui Pak Pos untuk meminta kartu pos dari mamanya. Hal ini terjadi karena pada saat Beningnya menanyakan perihal kartu pos dari mamanya papa Beningnya menjawab (berbohong) bahwa Pak Pos sedang sakit sehingga ia tidak bisa bertugas. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu: “Mungkin Pak Posnya lagi sakit. Jadi, belum sempat nganter kemari…” (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36). Selain itu, juga terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu: “Kalau emang Pak Posnya sakit, biar besok Beningnya aja yang ke rumahnya, ngambil kartu pos dari Mama.” (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 39)
commit to user 159
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 160
(7) Marwan menatap Ita, yang tampak memberi isyarat agar ia melihat ke sebelah. (data no. 125) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa Marwan dan Ita sedang diawasi oleh orang-orang di sekitarnya. Hal ini terkait dengan kalimat berikutnyaa, yaitu: Beberapa rekan sekantornya terlihat tengah memandang mejanya dngan mata penuh gosip. Pasti mereka menduga ia dan ita…(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40). (8) Bergegas Marwan mengikuti Bik Sari. Dan ia tercekat di depan kamar anaknya. (data no. 132) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan rasa terkejut sekaligus khawatir Marwan karena terjadi hal yang aneh di kamar anaknya. Hal tersebut juga terkait dengan kalimat berikutnya tentang penggambaran keanehan yang terjadi di kamar Beningnya, yaitu: Ada cahaya terangaa keluar dari celah pintu yang bukan cahaya lampu. Cahaya yang terang keperakan. Dan ia mendengar Beningnya yang cekikikan riang, seperti tengah bercakap-cakap dengan seseorang. Hawa dingin bagai merembes dari dinding. Bau wangi yang ganjil mengambang. Dan cahaya itu makin menggenangi lantai. Rasanya ia hendak terserap amblas ke dalam kamar. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41-42) (9) “Beningnya! Beningnya!” Marwan segera menggedor pintu kamar yang entah kenapa begitu sulit ia buka. (data no. 133) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
commit to user 160
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 161
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kecemasan Marwan pada anaknya, Beningnya karena terjadi peristiwa aneh dalam kamarnya. Kecemasan tersebut ditunjukkan Marwan dengan memanggil-manggil Beningnya dan menggedor-gedor pintu kamar anaknya untuk segera mengetahui yang sebenarnya terjadi. Hal tersebut juga terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu: Ia melihat ada asap lembut, serupa kabut, keluar dari lubang kunci. Bau sangit membuatnya tersedak. Lebih keras lagi bau ammonia. Ia menduga terjadi kebakaran, dan makin panik membayangkan api mulai melahap kasur. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42) (10) “Beningnya! Beningnya!” Bik Sari ikut berteriak memanggil. (data no. 134) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kecemasan dan ketakutan Bik Sari karena terjadi hal yang aneh dalam kamar Beningnya. Hal tersebut terkait dengan kejadian yang digambarkan dalam kalimat sebelumnya, yaitu: Ada cahaya terangaa keluar dari celah pintu yang bukan cahaya lampu. Cahaya yang terang keperakan. Dan ia mendengar Beningnya yang cekikikan riang, seperti tengah bercakap-cakap dengan seseorang. Hawa dingin bagai merembes dari dinding. Bau wangi yang ganjil mengambang. Dan cahaya itu makin menggenangi lantai. Rasanya ia hendak terserap amblas ke dalam kamar. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41-42) (11) “Buka, Beningnya! Cepat buka!” (data no. 135) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kecemasan Marwan pada anaknya, Beningnya karena terjadi peristiwa aneh
commit to user 161
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 162
dalam kamarnya. Kecemasan tersebut ditunjukkan Marwan dengan memanggil-manggil Beningnya dan menggedor-gedor pintu kamar anaknya untuk segera mengetahui yang sebenarnya terjadi. Hal tersebut juga terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu: Ia melihat ada asap lembut, serupa kabut, keluar dari lubang kunci. Bau sangit membuatnya tersedak. Lebih keras lagi bau ammonia. Ia menduga terjadi kebakaran, dan makin panik membayangkan api mulai melahap kasur. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42) (12) Merasa makin cemas dan membutuhkan seseorang yang bisa ia ajak berbagi cerita, Maneka pun memutuskan untuk berterus terang soal bibir dari Sukab itu kepada Alina. (data no. 161) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kecemasan yang dirasakan Maneka terhadap sepotong bibir yang diberikan Sukab padanya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menceritakan hal tersebut pada Alina karena Alina juga memiliki benda-benda unik yang juga merupakan pemberian dari Sukab. Hal tersebut juga terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Rasanya ingin segera menghambur menemui Alina dan memamerkan apa yang baru saja diterimanya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 60) (13) Guru terbelalak ketika menyaksikan seorang anak terkapar di laintai, bersimbah darah dan kepalanya pecah. (data no. 198) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kepanikan Ibu Guru setelah mendapati salah satu muridnya terkapar di lantai
commit to user 162
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 163
dengan bersimbah darah dan kepalanya pecah, sebelum kejadian itu Ibu Guru seperti mendengar suara tembakan. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Sepertinya, tadi, ia mendengar suara tembakan (cerpen Episode, hlm. 120). (14) Lalu, kusaksikan mereka menyeret Mawar yang terus meronta. (data no. 182) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan para petugas patroli yang menyeret Mawar dengan paksa dan beringas karena di bawah pengaruh alkohol yang baru mereka minum. Hal itu membuat Mawar meronta karena dia bukan akan dibawa ke kantor polisi, tetapi ke gudang. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Mobil patroli yang mendadak muncul membuat semuanya kocar-kacir. Ia pun hendak lari. Tetapi, para petugas mengepungnya. Aku bisa melihat lelehan sisa arak di mulut petugas-petugas itu. Aku tahu mereka barusan menenggak berbotol-botol arak sebelum sampai ke sini. Arak yang memadamkan sepi dan membangkitkan berahi. Itulah sebabnya mereka menjadi lebih beringas dari biasanya. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 100) (15) Keesokan harinya kalian gempar. (data no. 184) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara,
2003:
65).
Kalimat
tersebut
menggambarkan
kegemparan yang terjadi di mana-mana karena hilangnya Mawar dari tiang gantungan. Kalimat tersebut terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu: Mayat itu lenyap dari tiang gantungan!
commit to user 163
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 164
Di pasar. Di kantor. Di ruang tunggu rumah sakit. Di warung dan kafe. Di pangkalan ojek. Di seluruh kota. Orang-orang ramai membicarakan. Sampai sekarang pun kalian masih terus kasak-kusuk. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 102) m) Penggambaran Sikap Merayu Identifikasi
indeks
yang
ketiga
belas
adalah
berupa
penggambaran sikap merayu yang dilakukan para tokoh. Sikap merayu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah membujuk atau memikat dengan kata-kata manis (2005: 936). Indeks yang berupa penggambaran sikap merayu yang dilakukan para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) “Kamu menyenangkan sekali malam ini,” desah laki-laki itu sambil berbaring memeluk Sandra. (data no. 101) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa lakilaki itu merayu Sandra dengan memeluknya untuk mendapatkan pelayanan dari Sandra malam itu. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Itu berarti laki-laki itu memang menginginkannya mala mini. Sandra segera meredupkan lampu, membuka gaunnya, dan bersijengkat naik ke ranjang. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 10). n) Penggambaran Perasaan Rindu Identifikasi indeks yang keempat belas adalah indeks yang berupa penggambaran perasaan rindu para tokoh. Perasaan rindu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memiliki keinginan yang kuat untuk bertemu (hendak pulang ke kampung halaman) (2005: 956). Indeks yang berupa penggambaran perasaan rindu para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
commit to user 164
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 165
(1) Dari dinding kaca kafe di lantai sembilan gedung perkantoran, Maneka dan Alina memandangi senja yang meruapkan kesepian dan kerinduan di hati mereka. (data no. 164) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kerinduan hati Maneka dan Alina pada Sukab, ketika senja tiba yang mengingatkannya pada Sukab yang ada di Negeri Senja. Hal tersebut terkait dengan kalimat berikutnya, yaitu: Adakah Sukab juga tengah memandangi senja yang sama dari sebuah tempat enatah di mana di dunia? Bila saat ini Sukab masih berada di Negeri Senja, ia pasti juga tengah memandangi langit yang selalu senja. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 66) o) Penggambaran Perasaan Perasaan cemburu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merasa tidak atau kurang senang melihat orang lain beruntung (2005: 204). Indeks yang berupa penggambaran perasaan cemburu para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) Maneka menangkap getar cemburu dalam kata-kata Alina. (data no. 165) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa Alina cemburu karena Alina menduga bahwa sepotong bibir itu adalah bibir milik kekasih Sukab, sementara selama ini dia merasa diperhatikan dan dicintai oleh Sukab dengan berbagai kiriman surat cinta yang datang padanya. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu: “Menurutmu, itu bibir siapa?”
commit to user 165
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 166
“Entahlah…” “Apakah mungkin itu bibir pacar Sukab?”(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 67) (2) Maneka, pelan dan gugup menyembunyikan kalimat sisanya karena tadinya ia mau bilang; yakinkah kamu kalau Sukab punya pacar selain kita…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 67) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kecemasan Maneka terhadap dugaan Alina bahwa sepotong bibir yang ia dapatkan dari Sukab adalah bibir milik kekasih Sukab. Dia merasa tidak menyangka bahwa Sukab memiliki perempuan lain yang ia cintai selain Maneka dan Alina karena selama ini yang ia tahu hanya ia dan Alina lah yang mendapatkan perhatian dari Sukab dengan mengirimkan kartu pos, surat, dan bingkisan. Hal tersebut juga terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Maneka menangkap getar cemburu dalam kata-kata Alina. Maneka bisa mengerti karena ia pun kadang memikirkan apa yang dikatakan Alina; barangkali itu memang bibir seorang perempuan yang benar-benar dicintai Sukab. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 68) p) Penggambaran Perasaan Iri Identifikasi indeks yang keenam belas adalah indeks yang berupa penggambaran perasaan iri para tokoh. Perasaan iri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merasa kurang senang melihat kelebihan orang lain (beruntung, dan sebagainya) (2005: 442). Indeks yang berupa penggambaran rasa iri para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
commit to user 166
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 167
(1) Begitu aku selalu merasa iri pada ular-ular yang banyak berkeliaran di kota ini. (data no. 173) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan rasa iri tokoh aku dengan binatang ular, karena ia merasa lebih rendah dari ular. Kondisi fisiknya yang berbeda dengan anak-anak lain membuatnya direndahkan oleh orang-orang di sekitarnya sementara orang-orang justru lebih memuliakan ular. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Aku tak pernah mengerti kenapa mereka mengatakan aku idiot. Mungkin karena mulutku yang peyot. Mungkin karena celanaku yang selalu melorot. Mungkin karena tampangku yang terlihat dungu dengan liur kental yang terus menerus menetes. Mungkin karena itulah orang-orang melihatku dengan jijik. Aku ingat, bagaimana orang-orang selalu mengusirku bila melihatku memasuki halaman rumah mereka. Aku tak mengerti, kenapa orang-orang tidak memperbolehkan aku masuk ke rumah mereka. Padahal, bila ada ular masuk ke pekarangan, mereka tak pernah mengusirnya. Mereka selalu selalu membiarkan ular masuk ke rumah mereka. Bila ada ular masuk ke rumah, mereka selalu memberi telur atau sejumput beras buat ular itu. Alangkah menyenangkan jadi ular. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 85) q) Penggambaran Perasaan Tertarik Perasaan tertarik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merasa senang (suka, ingin, dsb) kepada sesuatu (2005: 1145). Indeks yang berupa penggambaran perasaan tertarik para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) Ia menyimak ceritaku dengan mata berkejap-kejap. (data no. 177) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh “ia” (gadis) tertarik dengan cerita yang dikisahkan oleh tokoh “aku” pada masa
commit to user 167
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 168
tokoh “aku” masih menjadi anak yang idiot. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Kepada gadis cilik itu pun aku bercerita tentang kehidupanku dulu. Ia begitu senang saat mendengar kalau pada kehidupanku yang dulu, aku juga penduduk kota ini. “Wow, siapa tahu aku ini salah satu keturunanmu,” teriaknya riang. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 92-93) r) Penggambaran Perasaan Iba Perasaan iba dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berbelas kasihan, terharu, dan kasihan (2005: 415). Indeks yang berupa penggambaran perasaan iba tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) Entah kenapa, tukang kebun itu tiba-tiba saja merasa kasihan. Semuda dan sebagus itu, tetapi sudah putus asa dan memilih mati. (data no. 212) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa tukang kebun itu merasa iba terhadap tokoh laki-laki yang mengontrak kamar di
rumah
yang
ia
jaga
karena
laki-laki
itu
sebelumnya
mengungkapkan pada tukang kebun tersebut bahwa tujuan ia menginap di situ karena ia akan menunggu kematiannya. Tukang kebun mengira bahwa laki-laki itu sudah putus asa dengan hidupnya sehingga ia ingin mengakhiri hidupnya di kamar yang ia sewa. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Lalu, tukang kebun itu teringat pada saat laki-laki itu datang hendak mengontrak kamar di rumah yang dijaganya. Laki-laki itu mengatakan, ia akan tinggal di sini untuk menanti kematian. Disebutnya hari dan jam berapa ia akan mati.(cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 135)
commit to user 168
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 169
s) Penggambaran Perasaan Bingung Perasaan bingung dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hilang akal (tidak tahu yang harus dilakukan) (2005: 153). Indeks yang berupa penggambaran perasaan bingung tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: (1) Sementara istrinya terus menangis, bukan karena sedih, tetapi karena bingung mesti beli kain kafan, nisan, sampai harus bayar lunas kuburan. (data no. 229) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan ironi dan kesedihan yang terjadi pada keluarga orang miskin, pada keadaan duka pun mereka masih saja kebingungan mencari biaya untuk membayar kelengkapan pemakaman. 2) Penggambaran Latar Tempat dan Suasana Latar dalam sebuah cerita dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (2005: 643). Indeks yang berupa penggambaran latar dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: a) Setelah berhari-hari menyelusup celah gua, ia merasakan kelembapan udara yang tak biasa, hawa yang membuat kuduknya meriap, dan menyadari dirinya telah tersesat dan tak akan lagi melihat dunia karena setiap kali bersikeras mencari jalan keluar ia justru merasa semakin mendekati kematian. (data no. 89) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan ketakutan dari seorang pencuri sarang walet yang tanpa sengaja telah menemukan tempat peri-peri pemetik air mata. Dia merasakan udara yang tidak biasa sehingga
commit to user 169
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 170
membuat bulu kuduknya berdiri, dalam kalimat tersebut juga menunjukkan bahwa pencuri sarang walet tersebut merasa putus asa karena merasa kesulitan untuk mencari jalan keluar dari gua peri pemetik air mata itu. b) Kesepian gua itu begitu hitam dan mengerikan. Bahkan, kelelawar, ular, dan lintah pun seperti memilih menjauhinya.(data no. 90) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan betapa menyeramkannya gua yang dijadikan tempat para pemetik air mata. Dalam kalimat tersebut dijelaskan bahwa kelelawar, ular, dan lintah saja tidak berani mendekati gua tersebut. Padahal hewan sekelas kelelawar, ular, dan lintah merupakan hewan yang termasuk ditakuti orang karena berbahaya. c) Semua suara seperti lesap—bahkan ia tak mendengar suara napasnya sendiri—dan ia merasakan betapa udara tipis dan bau memualkan yang bukan berasal dari tumpukan kotoran kelelawar atau lumpur belerang membuatnya limbung dan perlahan-lahan seperti mulai mengapung. (data no. 91) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan ketakutan yang dirasakan seorang pencuri sarang walet ketika berada di gua para pemetik air mata. Hal itu ditandai dengan suasana di dalam gua yang dirasakan olehnya sehingga membuatnya limbung dan perlahan-lahan mengapung seperti hilang kesadaran.
commit to user 170
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 171
d) Suasana di halaman rumah Maneka menjadi mirip pertunjukan akrobat tukang sulap. (data no. 169) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan suasana rumah Maneka yang ramai dikunjungi orang-orang yang ingin melihat sepotong bibir miliknya karena dianggap memiliki keindahan dan memiliki keajaiban. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Semua yang indah selalu gampang menarik perhatian. Begitu pun dengan bibir itu. Banyak orang kemudian berbondong-bondong datang ke rumah Maneka ingin melihat bibir paling indah di dunia itu…Banyak yang kemudian termehek-mehek menyanjung dan memujanya. Bahkan, sebagian orang-orang itu meyakini bahwa itu bibir ajaib yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Beberapa orang bersaksi, betapa setelah dicium bibir itu badannya menjadi sehat seperti dilahirkan kembali. Seolah itulah bibir yang bisa menyelesaikan segala macam masalah apa pun dengan sekejap. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 68) 3) Penggambaran Watak Tokoh Watak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti; tabiat (2005: 1270). Indeks yang berupa penggambaran watak para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu: a) Ia sendiri tak pernah mau bercerita tentang dirinya. Kemunculannya selalu dalam diam. Nyaris tanpa suara, berkeliling memikul dua kotak kayu yang membuat jalannya jadi agak membungkuk. (data no. 111) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Lebih jauh, Burhan Nurgiyantoro menyebutkan bahwa indeks dapat dipakai untuk memahami perwatakan tokoh dalam teks fiksi
commit to user 171
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 172
(2007:42). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh penjahit dalam cerita tersebut memiliki watak misterius. b) “Pergi lagi, Bang?” Ia tak menjawab. (data no. 214) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan watak dari tokoh “ia” yang sombong dan misterius karena dari teks tersebut “ia” tidak mau menjawab pertanyaan dari tokoh lain. c) Ia mau bekerja serabutan apa saja. Jadi tukang becak, kuli angkut, buruh bangunan, pemulung, atau tukang parkir. Pendeknya, siang malam ia membanting tulang, tetapi alhamdulillah tetap miskin juga. (data no. 222) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh “ia” merupakan orang yang ulet dan pantang menyerah. Hal tersebut ditandai dengan pekerjaan yang ia coba kerjakan walaupun kehidupannya masih tetap miskin. d) Orang miskin itu akrab sekali dengan lapar. Setiap kali lapar berkunjung, orang miskin itu selalu mengajaknya berkelakar untuk sekadar melupakan penderitaan. (data no. 223) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa orang miskin tersebut memiliki watak ceria dan sabar. Meskipun dalam kondisi lapar, ia berusaha menghibur diri dengan berkelakar untuk melupakan rasa laparnya. Hal tersebut juga terkait dengan teks selanjutnya, yaitu:
commit to user 172
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 173
Atau, sering kali, orang miskin itu mengajak lapar bermain teka-teki untuk menghibur diri. Ada satu teka-teki yang selalu diulangulang setiap kali lapar datang bertandang. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 156) e) Berminggu-minggu wajahnya bonyok dan memar. “Beginilah enaknya jadi orang miskin, “ katanya. (data no. 225) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan ketabahan tokoh orang miskin. Walaupun sudah dipukuli sampai babak belur ia masih saja bersyukur dan menikmatinya. f) “Beginilah enaknya jadi orang miskin,” batinnya, “dapat fasilitas gratis tidur di lantai.” Dan orang miskin itu dibiarkan menunggu berhari-hari. Setelah tanpa diperiksa dokter, ia disuruh pulang. “Anda sudah sembuh,” kata perawat, lalu memberinya obat murahan. Orang miskin itu pulang dengan riang. (data no. 227) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa orang miskin itu bersyukur dengan statusnya walaupun status itu adalah orang miskin, karena dengan status tersebut ia bisa mendapat pelayanan kesehatan ketika sakit meskipun pelayanan yang ia terima tidak semestinya. g) Aku ingat, ia begitu gemetar ketika kali pertama menyentuhku. (data no. 186) Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh “ia” memiliki
commit to user 173
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 174
watak represif dan pemalu. Hal ini terbukti dari teks sebelumnya, yaitu: Aku suka ketika mendengar ia berbicara. Terdengar seperti lagu pop yang tak terlalu merdu, tetapi dinyanyikan dengan sentimental… “Laki-laki yang romantis rupanya!” Tidak. Ia tak pernah mengucapkan rayuan, yang paling gombal sekali pun, untuk sekadar membuatku tersenyum. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 105-106) c. Simbol Simbol dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia berupa gerakan tubuh yang mewakili perasaan para tokoh, yaitu: 1)
Sandra mencoba tersenyum (data no. 233) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tersenyum, menurut KBBI tersenyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari konteks ceritanya, Sandra tersenyum karena merasa geli dengan pertanyaan anaknya mengenai peri-peri pemetik air mata. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: “Apakah kalau Bita menangis, peri-peri itu juga akan muncul, Mama?” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8) 2) Sandra tersenyum. “Nanti Mama tanyakan Papa, ya. Kamu kan tahu, Papa sibuk…” (data no. 234) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tertawa, menurut KBBI tersenyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari
commit to user 174
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 175
konteks ceritanya, Sandra tersenyum dengan tujuan untuk menenangkan anaknya yang tengah merindukan papanya. 3) Senyum yang membuatnya jatuh cinta. (data no. 235) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tertawa, menurut KBBI senyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari konteks ceritanya, senyum dalam kalimat tersebut adalah senyum laki-laki yang kini menjadi suami Sandra, karena senyumnya itu Sandra tertarik dan jatuh cinta pada laki-laki itu. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Senyumnya masih tetap memikat seperti saat kali pertama Sandra melihatnya ketika suatu malam ia menyanyi di sebuah kafe. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 9) 4) Aku tersenyum setiap Asih mengatakan itu sambil lalu. (data no. 236) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tersenyum, menurut KBBI tersenyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari konteks ceritanya, tokoh “aku” tersenyum karena merasa senang, ia memiliki seorang istri yang sangat menyayangi dan memperhatikannya. Bentuk rasa sayang dan perhatiannya terdapat dalam kalimat sebelumnya, yaitu: Ia selalu ingin membukakan pintu untukku. “Agar aku selalu tahu kau telah kembali, “katanya. Itulah kenapa ia tak suka bila aku bersikeras untuk menduplikasi saja kunci pintu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13)
commit to user 175
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 176
5) Kami menyukai cara mereka tertawa, saat mereka begitu gembira membangun tenda-tenda dan mengeluarkan perbekalan, lalu berfoto ramai-ramai di antara reruntuhan puing-puing kota. (data no. 237) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tertawa, menurut KBBI tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Apabila dilihat dari konteks ceritanya, mereka tertawa karena gembira berada di tempat bencana yang bagi mereka hal itu adalah suatu hiburan, karena di tempat asal mereka, mereka tak pernah menemui hal yang seperti itu. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Kami menduga, para pelancong itu sepertinya telah bosan dengan hidup mereka yang sudah terlampau bahagia. Hidup yang selalu dipenuhi kebahagiaan ternyata bisa membosankan juga. Mungkin para pelancong itu tak tahu lagi bagaimana caranya menikmati hidup nyaman tenteram tanpa kecemasan di tempat asal mereka. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28) 6) Sementara mereka—sembari berdiri dengan latar belakang puing-puing reruntuhan kota—berpose penuh gaya tersenyum saling peluk atau merentangkan tangan lebar-lebar. (data no. 238) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tertawa, menurut KBBI tersenyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari konteks ceritanya, mereka (para pelancong) tersenyum karena merasa senang karena melihat penderitaan para korban bencana, bagi mereka kota yang baru saja terkena bencana dapat dijadikan hiburan bagi mereka yang berasal dari kota yang gemerlap. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
commit to user 176
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 177
Mereka datang untuk menonton kota kami yang hancur...Mereka datang dari segala penjuru dunia. Dari negeri-negeri jauh yang gemerlapan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 27) …Mereka tak suka bila kami terlihat tak menderita. Mereka menyukai wajah kami yang keruh dengan kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28) 7) Mereka tersenyum dan melambai ke arah kami, seakan dengan begitu mereka telah menunjukkan simpati kepada kami. (data no. 239) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tersenyum, menurut KBBI tersenyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari konteks ceritanya, mereka (para pelancong) tersenyum untuk memberikan simpati pada korban bencana di kota yang mereka kunjungi ketika kota yang hancur itu mulai dibangun kembali. Hal tersebut sesuai dengan teks sebelumnya, yaitu: Kesibukan kami membangun kembali bagian kota yang runtuh, menjadi tontonan juga bagi para pelancong itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 33). 8) Beningnya menggeleng. (data no. 240) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah menggeleng, menurut KBBI, menggeleng adalah menggoyangkan kepala dari kiri ke kanan (menyatakan heran, tidak mau, tidak tahu, tidak mengerti, dsb) (2005: 346). Kegiatan menggeleng yang dilakukan Beningnya apabila dilihat dari konteks ceritanya menunjukkan penolakan dari tawaran tokoh Marwan dalam kalimat sebelumnya, yaitu: “Nganter ke mana? Pizza Hut?”(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 38)
commit to user 177
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 178
9) Marwan tersenyum. Merasa lucu karena ingat kisah masa lalunya. (data no. 241) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tersenyum, menurut KBBI, senyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari konteksnya Marwan tersenyum karena merasa geli harus melakukan hal yang pernah ia lakukan di masa lalu, yaitu menulis kartu pos lalu mengirimkannya pada anaknya seolah-olah itu dari ibunya. 10) Marwan tersenyum. (data no. 242) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tersenyum, menurut KBBI, senyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari konteksnya Marwan tersenyum karena merasa bahagia melihat Beningnya mendapatkan kartu pos yang ia nantikan ketika membuka kotak surat di rumahnya. 11) “Ini bukan kartu pos dari Mama!” Jari mungilnya menunjuk kartu pos itu. (data no. 243) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut, yaitu menunjuk, dalam KBBI menunjuk adalah memberi tahu dengan sesuatu yang diarahkan pada objek tertentu (2005: 1226). Apabila dilihat dari konteksnya, tokoh dalam cerita tersebut menunjuk ke arah kartu pos untuk memberitahukan pada papanya bahwa kartu pos tersebut bukan dari
commit to user 178
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 179
mamanya karena bukan tulisan mamanya. Hal tersebut dengan kalimat berikutnya, yaitu: “Ini bukan tulisan Mama.…”(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm.41). 12) Mungkin ia akan terus-terusan menangis karena merasakan kehilangan. (data no. 244) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut, yaitu menangis, dalam KBBI menangis adalah melahirkan perasaan sedih (kecewa,
menyesal,
dsb)
dengan
mencucurkan
air
mata
serta
mengeluarkan suara (tersedu-sedu, menjerit-jerit) (2005: 1139). Apabila dilihat dari konteks ceritanya tokoh menangis karena merasa sedih kehilangan ibu yang ia cintai. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu: Barangkali memang harus berterus terang. Tapi, bagaimanakah menjelaskan kematian kepada anak seusianya? Rasanya akan lebih mudah bila jenazah Ren terbaring di rumah. Ia bisa membiarkan Beningnya melihat mamanya kali terakhir. Membiarkannya ikut ke pemakaman. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41) 13) “Maksud lo?” Mata Neal melotot. (data no. 245) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah melotot, menurut KBBI melotot adalah membelalak atau membuka mata lebar-lebar (2005: 846). Apabila dilihat dari konteks ceritanya Neal melotot bukan tanpa alasan, tetapi karena suaminya tidak sependapat dengannya mengenai permen yang Neal larang untuk dimakan anaknya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
commit to user 179
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 180
“Aku kira, permen itu sebuah gagasan cerdas,” kata Samuel tertawa, menatap Neal yang tengah mengenakan pakaiannya. (cerpen Permen, hlm. 48) 14) Samuel tertawa, mungkin karena merasa lucu. (data no. 246) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tertawa, menurut KBBI tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Apabila dilihat dari konteksnya, Samuel tertawa karena menganggap lucu pemikiran Neal mengenai permen yang dijajakan di pasaran dan menurut Neal itu permen yang tidak baik jika dikonsumsi oleh anaknya karena alasan kebersihan. Hal tersebut terdapat pada kalimat sebelumnya, yaitu: Neal membayangkan, tidak seperti tangan-tangan peri yang lentik ketika memetiki biji-biji permen ranum yang bergelantungan, tangan anak-anak itu pastilah kotor dan menjijikkan; kuku-kuku jari tangannya penuh bekas daki karena mereka selalu menggaruki pantat mereka yang korengan. Dan tangan itu tak pernah dibersihkan ketika membungkusi biji-biji permen yang kemudian dijajakan di perempatan jalan. (cerpen Permen, hlm. 47) 15) Pras menggeleng. (data no. 247) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah menggeleng, menurut KBBI, menggeleng adalah menggoyangkan kepala dari kiri ke kanan (menyatakan heran, tidak mau, tidak tahu, tidak mengerti, dsb) (2005: 346). Kegiatan menggeleng yang dilakukan Pras menunjukkan jawaban yang berarti tidak atas pertanyaan Melly, yaitu: “Kamu mesti jemput istrimu?” 16) Neal mengangguk. (data no. 248) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
commit to user 180
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 181
mengangguk, dalam KBBI kata mengangguk memiliki arti menggerakkan kepala ke bawah (memberi hormat, mengiyakan) (2005: 48). Mengangguk yang dilakukan oleh Neal merupakan tanda mengiyakan atas pertanyaan dari Pras, yaitu: “Sudah tidur Iza?” (cerpen Permen, hlm. 54) 17) Bibir itu tersenyum seolah memahami kekagetan Maneka.(data no. 249) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah tersenyum, dalam KBBI senyum berarti gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari konteksnya bibir itu tersenyum karena melihat Maneka yang terkejut melihatnya.
18) Maneka tertawa. (data no. 250) 19) Mereka sama-sama tertawa ketika melihat bibir itu jumpalitan dengan gerakan-gerakan lucu, seperti badut yang berusaha menghibur mereka. (data no. 251) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah tertawa, dalam KBBI tertawa berarti melahirkan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Apabila dilihat dari konteksnya, Maneka dan Alina tertawa karena merasa lucu dan takjub dengan polah tingkah sepotong bibir pemberian Sukab. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Saat itulah bibir itu menggeliat dan meloncat-loncat seperti mencoba menarik perhatian mereka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm.64)
commit to user 181
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 182
20) Mereka tertawa-tawa melihat aku menari-nari. (data no. 242) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah tertawa-tawa, menurut KBBI, tertawa-tawa adalah melahirkan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Jika dilihat dari konteks cerita, mereka tertawa karena melihat kelucuan tokoh “aku” menyanyi dan menari. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Pasti aku tampak lucu di mata mereka. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 84) 21) Aku tertawa saat mereka tertawa. (data no. 253) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah tertawa, menurut KBBI, tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Jika dilihat dari konteks cerita, tokoh “aku” tertawa karena melihat teman-temannya tertawa setelah melihat tokoh “aku” menyanyi dan menari. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Mereka tertawa-tawa melihat aku menari-nari. Pasti aku tampak lucu di mata mereka. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 84) 22) Tapi, ia hanya tertawa. (data no. 254) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah tertawa, menurut KBBI, tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Tokoh “ia” atau Mawar tertawa dengan kisah yang diceritakan oleh wanita buta mengenai
commit to user 182
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 183
malapetaka yang akan ia dapatkan. Ia seakan meremehkan dan tidak percaya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Sungguh, tak ada yang tak terlihat olehku yang buta. Juga hari paling nestapa dalam hidupnya yang bakal tiba. Itulah sebabnya aku menyukainya
sejak
pertama.
Ia
seperti
dikutuk
kecantikannya.
Kuceritakan penglihatanku. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 95-96) 23) Tentu, kau bisa menduga ketika aku lahir dan menatap dunia, perempuan itu langsung meraung ketika tahu anaknya tak punya mata. (data no. 255) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah meraung , menurut KBBI, meraung adalah menangis dan memekik keraskeras; menggerung-gerung (2005: 934). Jika dilihat dari konteks cerita, perempuan itu meraung karena terkejut setelah mengetahui kondisi anak yang baru saja ia lahirkan, ia melahirkan anak tanpa bola mata. 24) Dia tertawa. (data no. 256) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah tertawa, menurut KBBI, tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Jika dilihat dari konteks ceritanya, tokoh “dia” tertawa karena mendengar cerita dari wanita buta yang menceritakan tentang kondisi kota melalui mata batinnya, yaitu: Aku bisa melihat kota ii seperti bola bekel raksasa yang lembek, aku bisa menyentuhnya dengan tanganku, cahaya seperti lumer di sela jariku. Aku bisa melihat menara jam di tengah kota bergumam muram tengah malam, kemudian meliuk merunduk. Aku bisa melihat manekenmaneken yang berkedip, menggeliat bosan terkurung etalase toko-toko sepanjang jalan ini. Mereka seperti pelacur-pelacur kesepian yang menunggu pelanggan dan sentuhan.…(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 98-99)
commit to user 183
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 184
25) Ia kembali tertawa. (data no. 257) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah tertawa, menurut KBBI, tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Jika dilihat dari konteksnya, tokoh “ia” tertawa karena merasa lucu setelah mendengar cerita wanita buta yang mengatakan bahwa wanita buta itu mampu melihat tawanya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: “Lihatlah, bahkan aku bisa melihat tawamu yang ungu kebirubiruan memuai di udara.” (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 99) 26) Ibunya, yang tengah menyiapkan gaun untuk acara nanti malam, tersenyum memandangi gambar danau itu. (data no. 258) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tersenyum, menurut KBBI tersenyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari konteks ceritanya ibunya tersenyum karena melihat gambar anaknya yang sangat bagus. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: “Ibu,” teriak bocah itu, memperlihatkan gambar yang telah dirampungkannya, “lihatlah.” (cerpen Episode, hlm. 115) 27) Mereka tertawa gembira. (data no. 259) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tertawa, menurut KBBI tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Apabila dilihat
commit to user 184
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 185
dari konteks ceritanya mereka tertawa gembira karena mereka sedang bermain bersama di sebuah danau. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: Saat tidur itulah, ia bermimpi pergi ke sebuah danau bersama kawan-kawan sepermainannya.(cerpen Episode, hlm.116) 28) Bocah itu terus bertopang dagu. Pandangannya menerawang, jauh. (data no. 260) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah bertopang dagu, menurut KBBI bertopang dagu adalah kata kiasan yang memiliki arti melamun. Apabila dilihat dari konteks ceritanya, bocah itu bertopang dagu terkait dengan kejadian yang baru saja terjadi di sekolahnya, yaitu penembakan terhadap salah satu temannya. Ia merasa bahwa ialah yang melakukannya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: “Aku mau jadi tentara saja, ah.” “Kenapa?” “Biar punya senjata dan bisa nembak orang.” Lalu menirukan gerak orang menembak. “Dor!Dor!Dor!” (cerpen Episode, hlm. 120) 29) Mendengar itu, tentu saja ibunya tertawa. (data no. 261) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tertawa, menurut KBBI tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Apabila dilihat dari konteks ceritanya, ibunya tertawa karena mendengar cerita dari anaknya yang mengaku bahwa ia baru saja menembak salah satu temannya di sekolah. Hal tersebut membuat geli ibunya karena ia tidak percaya dengan cerita tersebut karena anaknya tidak mungkin melakukan hal itu.
commit to user 185
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 186
30) Ia tersenyum. (data no. 262) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tersenyum, menurut KBBI tersenyum adalah adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari konteks ceritanya, tokoh “ia” tersenyum ia merasa senang menyambut kematiannya, ia ingin terlihat tampan pada saat ia mati. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Ia ingin tamapk ganteng saat mati pagi ini. Ia menyisir rambutnya belah tengah, mengoleskan minyak rambut hingga tampak klimis, mengenakan pakaian terbaik miliknya, kemeja motif batik, dan tentu ia tak lupa menyemprotkan minyak wangi. (cerpen Variasi Kematian yang Seksi, hlm. 132) 31) Ia hanya mengangguk, meski ia sebenarnya ingin mengucapkan kata-kata terima kasih atas perhatian semua kerabatnya. (data no. 263) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut, yaitu mengangguk, menurut KBBI mengangguk adalah menggerakkan kepala ke bawah (memberi hormat, mengiyakan) (2005: 48). Apabila dilihat dari konteksnya, ia mengangguk karena ia merasa berterima kasih telah merawat dan menjaga jenazah ibunya selama menunggu kedatangannya yang tengah mengembara. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: “Kami tak berani menguburkan, sebelum kamu datang.” (cerpen Variasi Kematian yang Seksi, hlm. 146)
commit to user 186
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 187
32) Menggenggam tangan yang kurus kering itu, menciumnya. “Aku pamit, Bu.” (data no. 264) 33) Bergegas menepis cemas, ia segera mencium tangan ibunya. (data no. 265) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah mencium tangan, merupakan salah satu wujud dari rasa bakti dan hormat seseorang. Dalam cerita tersebut, tokoh “ia” mencium tangan ibunya ketika hendak meninggalkan rumah sebagai wujud meminta restu dan bakti terhadap ibunya. 34) Orang-orang pun tertawa ngakak. (data no. 266) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah tertawa, menurut KBBI tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Apabila dilihat dari konteks ceritanya, orang-orang itu tertawa untuk mencemooh orang miskin yang tempo hari tidak jadi mati. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu: “Kalian tahu, kenapa dia tak jadi mati? Karena neraka pun tak sudi menerima orang miskin kayak dia!”( cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166). Simbol dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia yang diwakilkan dengan benda tertentu berupa bendera yang berarti terjadinya suatu peristiwa (kematian) , yaitu: 1) Ia dapati bendera putih di ujung jalan masuk menuju rumahnya. (data no. 267) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah bendera putih. Bendera putih dalam masyarakat kita merupakan simbol dari adanya
commit to user 187
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 188
seseorang yang meninggal. Hal tersebut juga terkait dengan teks selanjutnya, yaitu: Lalu, beberapa orang segera menghambur ke arahnya, menyambut dan memeluknya hangat. Merangkul dan menepuk-nepuk punggungnya, seakan-akan itu bisa membuatnya tak terlalu kehilangan. (cerpen Variasi Kematian yang Seksi, hlm. 145) 3. Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia Karya Agus Noor Setiap karya sastra diciptakan bertujuan untuk menyampaikan suatu pesan tertentu pada pembaca. Oleh karena itu, senada dengan pendapat yang disebutkan oleh Suyitno, sastra bisa difungsikan sebagai pembina tata nilai dalam berbagai sendi kehidupan intelektual, pendidikan rohani, serta hal-hal lain yang bersifat personal maupun sosial (dalam Nuraini, 2007: 27). Dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis nilai pendidikan, yaitu: a. Nilai Agama Secara garis besar, kriteria-kriteria religius dalam karya sastra khususnya cerpen, menurut Atmosuwito (dalam Pudjiono, hlm. 16, tahun 2006) adalah berisi hal-hal sebagai berikut: “ 1) penyerahan diri, tunduk dan taat kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) kehidupan yang penuh kemuliaan; 3) perasaan batin yang ada hubungannya dengan Tuhan; 4) perasaan batin yang ada hubungannya dengan rasa berdoa; 5) perasaan batin yang ada hubungannya dengan rasa takut; 6) pengakuan akan kebesaran Tuhan.” Selain itu, ada juga kriteria religiusitas sastra sebagaimana yang diungkapkan oleh Saridjo (dalam Pudjiono, hlm. 16, tahun 2006), yaitu 1) karya sastra yang melukiskan konflik keagamaan, 2) karya sastra yang menitikberatkan pada hal-hal keagamaan sebagai pemecah sosial. Nilai-nilai religius yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor adalah sebagai berikut: (a)“20 Keping Puzzle Cerita”
commit to user 188
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 189
Dalam cerpen ini dapat dipetik nilai religius yang berupa teka-teki atau misteri dari datangnya kematian. Cerpen ini mengajak kita untuk senantiasa mengingat akan kematian yang cara dan waktu kedatangannya tidak pernah kita ketahui. Oleh karena itu, secara tidak langsung dalam cerpen ini memberikan satu pesan moral pada pembaca untuk senantiasa mengingat kematian yang pasti akan datang agar kita selalu mengisi hari-hari kita untuk mempersiapkan bekal untuk menyambut kedatangannya. Aku ingat, saat para tetangga datang melayat. Banyak yang penasaran kenapa kau mati begitu mendadak. Mereka bercakap nyaris berbisik, menduga-duga—mungkin ada juga yang diam-diam menggunjingkanmu— sementara jenazahmu berbaring tenang. Bau kematian seperti mengendap dalam ruangan. (cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 72). (b)“Variasi bagi Kematian yang Seksi” Dalam cerpen ini, terdapat nilai religius yang dapat kita petik, yaitu agar kita senantiasa ingat dengan datangnya kematian yang kedatangannya selalu menjadi rahasia bagi setiap manusia. Oleh karena itu, kita sebagai manusia harus senantiasa mempersiapkan datangnya kematian dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk bekal menghadap Tuhan. Dalam cerita ini terdapat dua variasi kematian, yaitu seseorang yang telah mengetahui waktu kematiannya sehingga ia sempat mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangannya. Variasi kedua, yaitu kematian yang tidak diketahui waktunya. Hal tersebut terkait dengan kutipan berikut: Ia merasa bersyukur, betapa ia telah lama mengetahui kematiannya sendiri, hingga bisa mempersiapkan segalanya tanpa tergesa-gesa. Ia memotong kuku, mencukur cambang, dan merapikan kumisnya yang tipis. Ia ingat, teman-temannya selalu bilang kalau ia terlihat lebih ganteng bila berkumis tipis. Ia tersenyum. Ia ingin tampak ganteng saat mati pagi ini.(cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 132) (c)“Pelancong Kepedihan” Dalam subjudul “Pelancong Kepedihan” yang terdapat dalam cerpen “Empat Cerita Buat Cinta” ini terdapat nilai religius yang dapat kita ambil, yaitu pesan untuk tetap bertahan atau tabah dalam suatu keadaan yang berat sekalipun sebagai wujud rasa syukur manusia terhadap Sang Pencipta untuk
commit to user 189
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 190
senantiasa menjaga yang telah diberikan. Hal tersebut terkait dengan kutipan berikut: Kami tak ingin kota kami lenyap, meski sebagian demi sebagian dari kota kami perlahan-lahan runtuh menjadi debu. Karena itulah, kami selalu membangun kembali bagian-bagian kota kami yang runtuh. Kami mendirikan kembali rumah-rumah, jembatan, sekolah, mercusuar dan menara, rumah sakit-rumah sakit, menanam kembali pohon-pohon, hingga di bekas reruntuhan itu kembali berdiri bagian kota kami yang hancur. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 33). (d) “Penyemai Sunyi” Dalam subjudul “Penyemai Sunyi” terdapat pesan yang tersirat dalam cerita tersebut agar kita tidak terlalu larut dan terpuruk dalam kesedihan yang kita rasakan karena semua itu merupakan scenario dari Tuhan. Sebaiknya kita bisa segera bangkit dari kesedihan atau musibah yang menimpa kita untuk menatap masa depan. Hal tersebut terkait dengan kutipan berikut: Setiap pagi aku selalu menyaksikan setangkai sunyi itu berbunga. Dan setiap kali itu pula aku masih merasakan keperihan kesepian. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19). b. Nilai Sosial Nilai pendidikan sosial adalah tata sosial tertentu yang mengungkapkan sesuatu hal yang bisa direnungkan. Dalam karya sastra dengan ekspresi pengungkapan nilai sosial pada akhirnya dapat dijadikan cermin atau sikap para pembacanya. Suyitno mengungkapkan bahwa karya sastra dapat berfungsi sebagai daya penggoncang nilai-nilai sosial yang sudah mapan (dalam Nuraini, 2007: 28). Berikut nilai-nilai sosial yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor: 1) “Penjahit Kesedihan” Dalam subjudul “Penjahit Kesedihan” yang terdapat dalam cerpen berjudul “Empat Cerita Buat Cinta” terdapat nilai sosial, yaitu mengenai perubahan zaman yang juga merubah masyarakat dalam bertindak dan berpikir. Salah satu perubahan itu adalah beralihnya selera masyarakat dalam berbusana yang tak lagi harus menunggu lama karena dibuatkan oleh
commit to user 190
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 191
penjahit, tetapi sekarang sudah terdapat berbagai macam pilihan di tokotoko pakaian yang kini sudah banyak didirikan. Hal tersebut secara otomatis mematikan keberadaan penjahit-penjahit dan memengaruhi pola pikir masyarakat untuk menjadi masyarakat konsumtif. Secara tidak langsung terjadi ketimpangan sosial dalam masyarakat. Ketika pekerjaan menjadi penjahit sebagai satu-satunya penopang hidup dalam sebuah keluarga hal tersebut tentu saja akan merugikan penjahit-penjahit rumahan. Cerita ini sebenarnya juga menyindir pemerintah mengenai keberadaan toko-toko mewah yang kian menjamur sehingga akan mematikan keberadaan penjahit rumahan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Mungkin banyak dari tukang jahit itu yang mati. Mungkin juga mereka memilih berhenti jadi tukang jahit. Atau mereka tak mau lagi datang karena makin lama makin banyak warga yang malas menjahitkan pakaian pada tukang jahit itu. Sejak banyak toko fashion, factori outlet, dan pusat perbelanjaan di kota ini, orang-orang lebih suka membeli pakaian jadi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 21) Selain itu, dalam subjudul “Penjahit Kesedihan” terdapat pesan secara tersirat mengenai substansi dari perayaan Hari Lebaran yang sesungguhnya tidak hanya melulu soal pakaian baru atau hal-hal yang berbau serba baru. Melalui cerita tersebut kita diingatkan untuk tidak bersikap demikian ketika menyambut Hari Lebaran. Hal tersebut juga disebutkan oleh Noor dalam blognya, bahwa ada tiga latar ide yang menggerakkan penulisan cerpen ini, yaitu: “Pertama, saya melihat orang-orang yang susah justru ketika lebaran tiba, karena harga sembako mahal. Kedua, tradisi untuk selalu memakai baju baru di setiap lebaran. Bukankah dua hal itu kontradiktif (ada ironi) dan karenanya menarik bila dipersandingkan menjadi satir sosial. Pada satu sisi ada orang yang susah di saat menjelang lebaran, tapi ada juga yang gembira karena bisa pakai baju baru” (Noor, 22 Maret 2008). 2) “Pelancong Kepedihan” Dalam subjudul “Pelancong Kepedihan”
yang terdapat dalam
cerpen “Empat Cerita Buat Cinta” ini, terdapat nilai sosial yang dapat kita
commit to user 191
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 192
petik, yaitu pesan tentang kasih sayang dan saling menolong terhadap sesama. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Berkarung-karung gandum yang diangkut gerobak pedati, daging asap yang digantungkan di punuk unta terlihat bergoyang-goyang, roti kering yang disimpan dalam kaleng, botol-botol cuka dan saus, biskuit dan telur asin, rendang dalam rantang, dan berdus-dus mi instan yang kadang mereka bagikan kepada kami. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 27). 3) “Kartu Pos dari Surga” Dalam cerpen ini, terdapat nilai sosial
yang mengkritisi
permasalahan moda atau transportasi di Indonesia. Secara tidak langsung pengarang menyampaikan simpati terhadap para korban kecelakaan pesawat Adam Air seperti yang ia ungkapkan dalam blognya, “Ketika mendengar berita jatuhnya pesawat Adam Air di perairan
Majene, 1
Januari 2007, langsung meletik ide: saya ingin menulis cerita yang berangkat dari peristiwa ini”.(Noor, 6 Maret 2009). Selain itu, dalam blognya, Kurniawan yang menulis resensi Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor menyebutkan bahwa salah satu pesan dari cerpen-cerpennya, yaitu mengkritisi tentang kondisi moda yang ada di Indonesia, dalam hal ini adalah alat transportasi pesawat, seperti yang di sebutkan oleh Kurniawan bahwa cerpen ini tidak hanya menyajikan dunia rekaan yang menyentak realitas keseharian, tetapi juga memiliki nilai-nilai reflektif atas realitas sosial. Misalnya, menyentil ketidakmampuan negara dalam menyediakan moda angkutan yang menjamin keselamatan rakyatnya (Kurniawan, 14 Mei 2010). 4) “Permen” Dalam cerpen ini, terdapat satu pesan sosial terhadap pemerintah yang berkaitan dengan kemiskinan yang masih tinggi di Indonesia. Hal tersebut juga disebutkan oleh Kurniawan, bahwa melalui metafora permen pada cerpen Permen, secara cerdas Agus Noor tidak hanya menggiring pembaca untuk menengok persoalan keluarga, tetapi juga problem krusial
commit to user 192
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 193
yang merundung negeri ini, yaitu kemiskinan (14 Mei 2010). Kemiskinan itu digambarkan seperti dalam kutipan di bawah ini: Orang-orang miskin yang hidup di kampung-kampung kumuh pinggiran kota membuat permen itu dengan cara menampung kesedihan mereka. Mungkin proses pembuatan permen di situ sudah berlangsung lama. Kesedihan dan kegetiran hidup yang mereka rasakan sehari-hari, mereka peras menjadi keringat yang ditampung ke dalam panic-panci rongsokan, kemudian diolah dan dimasak di atas tungku-tungku penderitaan. Mencampurnya dengan gelatin agar kental, memberinya sedikit gula, pewarna, dan pengawet….(cerpen Permen, hlm. 47) Selain itu, seperti yang telah disebutkan di atas bahwa cerpen “Permen” ini selain mengandung kritik terhadap pemerintah tentang kemiskinan, juga menyoroti persoalan dalam sebuah keluarga. Dalam cerpen ini, mengandung ajaran moral tentang menghargai orang lain Hal tersebut terkait dengan teks berikut: “Bukankah mengubah kesedihan menjadi permen itu cara yang luar biasa? Mungkin itulah cara terbaik bertahan di tengah hidup yang penuh penderitaan. Membuat yang pahit jadi manis. Kamu jangan meremehkan hanya karena permen itu terlihat murahan. Ini hanya soal kemasan. Aku kira, kalau dikemas dalam kotak-kotak yang bagus dan dipasarkan dengan baik, permen itu akan menarik juga. Mungkin akan jadi komoditas yang menguntungkan. (cerpen Permen, hlm. 48). Tentang kesetiaan terhadap pasangan, seperti yang terdapat dalam teks berikut: Ia selalu menyimpan permen di sakunya. Setiap kali hendak masuk rumah, ia pasti mengunyah permen terlebih dahulu. Permen bisa menghapus bau bekas ciuman di mulutnya. (cerpen Permen, hlm. 52). 5) “Perihal Orang Miskin yang Bahagia” Dalam cerpen ini, terdapat nilai yang berkaitan dengan kritik sosial terhadap pemerintah serta terjadinya ketimpangan sosial dalam masyarakat Indonesia. Ketimpangan tersebut digambarkan dengan adanya kartu tanda miskin bagi orang-orang miskin untuk menikmati layanan atau fasilitas umum tertentu. Selain itu, dalam cerpen yang bersifat satire ini juga menggambarkan orang miskin yang selalu bersyukur dan ceria dengan kondisi yang ia alami, sebagai bentuk sindiran dalam cerita ini tokoh orang miskin menggunakan kartu tanda miskinnya untuk berbelanja di mal.
commit to user 193
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 194
Walaupun pada akhirnya ia diusir oleh pihak keamanan mal. Ketika ia sakit pun ia menunjukkan kartu tanda miskin itu pada pihak rumah sakit. Tetapi, tetap saja ketimpangan sosial terjadi. Ia diperlakukan tidak semestinya. Hal tersebut terkait dengan kutipan berikut: …“Beginilah enaknya jadi orang miskin,” batinnya, “dapat fasilitas gratis tidur di lantai.” Dan orang miskin itu dibiarkan menunggu berhari-hari. Setelah tanpa pernah diperiksa dokter, ia disuruh pulang. “Anda sudah sembuh, “kata perawat, lalu memberinya obat murahan. Orang miskin itu pulang dengan riang. Kini, ia tak akan pernah lagi takut pada sakit. Saat anak-anaknya tak pernah sakit, ia jadi kecewa. “Apa gunanya kita punya Kartu Tanda Miskin, kalau kamu tak pernah sakit? Tak baik orang miskin selalu sehat.” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 163-164) 6) “Parousia” Dalam subjudul “Parousia” yang terdapat dalam cerpen “Cerita yang Menetes dari Pohon Natal” ini, terdapat nilai sosial yang berkaitan dengan perubahan zaman yang semakin pesat sehingga membuat manusia melupakan Tuhan mereka. Gedung-gedung mewah yang didirikan sebagai pusat perbelanjaan dan hiburan hampir mengisi setiap sudut kota. Tetapi, keberadaan tempat ibadah justru tidak demikian adanya, terjadi pembongkaran-pembongkaran di sana-sini. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Ketika kota mempercantik diri. Ketika bangunan-bangunan bertingkat mulai dibangun. Ketika banyak gereja diruntuhkan untuk diganti dengan mal-mal. Pada saat itulah, sebagian orang yang mencoba bertahan memunguti sisa bangunan gereja itu dan membawanya masuk ke dalam kabut kesunyian. Berusaha membangunnya kembali sebagai tumpukan-tumpukan kenangan. Mereka memunguti puing kota lama yang dihancurkan kemajuan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 90). 7) “Mawar di Tiang Gantungan” Dalam subjudul ini, terdapat nilai sosial yang berkaitan dengan ketidakadilan yang dialami pihak-pihak yang lemah. Dalam cerita ini terdapat tokoh yang bernama Mawar yang bekerja sebagai wanita penghibur untuk menghidupi anak-anaknya. Pada suatu malam ia
commit to user 194
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 195
tertangkap oleh petugas-petugas ketertiban. Tetapi, karena dalam pengaruh alkohol, para petugas-petugas itu menjadi lebih beringas sehingga mereka tak terkendali dan membawa Mawar ke sebuah gudang lalu diperkosa secara bergilir oleh mereka. Mawar pun melakukan perlawanan sehingga menewaskan salah satu dari mereka. Namun, keesokan harinya berita yang tersebar justru sebaliknya. Petugas-petugas itu mengarang cerita bahwa Mawar adalah pembunuh. Padahal ia hanya membela dirinya. Namun, keesokan harinya ia dibawa ke alun-alun untuk mendapatkan hukuman gantung karena tuduhan pembunuhan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: “Peristiwa pemerkosaan itu mereka tutup-tutupi dengan pembunuhan itu. Mereka bilang mereka tengah patrol seperti biasa. Mawar mereka bawa dan nasihati baik-baik ketika mendadak ia mengamuk. Rupanya ia mabuk berat. Di tasnya ada beberapa butir pil dan pisau lipat, yang sengaja ditaruh petugas untuk menjebaknya. Ada bercak darah di pisau itu. Dan, selanjutnya kau tahu sebagaimana diberitakan Koran-koran; katanya Mawar baru saja membunuh seorang pelanggan yang tak membayarnya”. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 101) 8) “Serenade Kunang-Kunang” Dalam subjudul ini, terdapat nilai sosial, yaitu berkaitan dengan ketidakadilan dan sikap tidak berperikemanusiaan antar sesama manusia. Dalam subjudul ini diceritakan bahwa ada seorang yang tewas diduga karena disiksa oleh tentara sehingga membuat masyarakat yang tidak terima akan hal tersebut melakukan unjuk rasa di saat pemakaman korban tewas itu. Tetapi, sampai pemakaman usai para pengunjuk rasa masih beraksi sehingga membuat geram para tentara yang berjaga. Wartawan yang meliput kejadian tersebut pun ditembak sampai tewas. Tentara pun mengancam pada para pengunjuk rasa untuk segera membubarkan aksinya. Namun, mereka justru berlindung di dalam gereja dan diancam ketika sampai tengah malam mereka tidak keluar dari gereja para tentara mengancam akan membakar mereka semua. Sampai tengah malam mereka
commit to user 195
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 196
tidak keluar dari gereja sehingga mereka pun dibakar. Hal tersebut terkait dengan kutipan berikut: Seorang wartawan yang ketahuan sedang merekam kejadian ituu langsung disumpal mulutnya dengan granat yang segera meledak dalam mulutnya. Orang-orang kemudian berlarian masuk gereja, berlindung dan bersembunyi hingga malam sementara tentara terus mengepung dan berjaga-jaga. Mayat-mayat yang bergelimpangan segera dilemparkan ke atas truk. Jika hingga tengah malam orang-orang tak mau keluar dari gereja, para tentara itu segera membakarnya. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109-110). c. Nilai Moral Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema merupakan moral (Kenny dalam Nurgiyantoro, 2007: 320). Moral dalam karya sastra merupakan cerminan dari pandangan hidup pengarang mengenai nilai-nilai yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral dalam cerita, menurut Kenny biasanya memiliki maksud untuk memberikan saran yang berkaitan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat dipetik pembaca dari cerita (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2007: 321). Jenis dan wujud nilai
moral dalam karya sastra dapat mencakup
persoalan hidup dan kehidupan atau persoalan mengenai harkat dan martabat manusia. Burhan Nurgiyantoro mengungkapkan bahwa secara garis besar, persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial dan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan (2007: 323-324). Nilai-nilai moral yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor adalah sebagai berikut: 1)“Pemetik Air Mata” Dalam sub judul “Pemetik Air Mata” ini, terdapat nilai moral yang ingin disampaikan pengarang pada pembaca, yaitu tentang pentingnya memilih suatu keputusan tertentu dalam kehidupan kita, karena tanpa disadari keputusan yang kita pilih akan memberikan dampak pada keluarga
commit to user 196
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 197
atau kehidupan kita. Dalam subjudul ini, diceritakan bahwa terdapat seorang ibu yang memiliki pekerjaan sebagai wanita malam. Setiap hari ada pelanggan yang datang ke rumahnya untuk minta pelayanannya. Padahal di dalam rumahnya terdapat seorang anak perempuan yang merupakan anak dari seorang wanita malam tersebut. Secara otomatis, anak perempuan itu mengetahui semua tingkah laku ibunya dan para pelanggannya. Mabukmabukkan, dan tingkah laku orang dewasa lain yang seharusnya belum sepantasnya diketahui oleh anak seusianya harus menjadi tontonan setiap hari. Pada suatu malam, ibunya mengatakan satu permintaan pada anak perempuan itu agar kelak ia jangan seperti dirinya. Ibu itu ingin anaknya menjadi wanita baik-baik. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Sandra selalu ingat dulu, di saat-saat mamanya begitu tampak mencintainya, perempuan itu selalu mendekapnya erat-erat sembari berbisik terisak, “ Berjanjilah kepada Mama, kamu akan menjadi wanita baik-baik, Sandra. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 9). Berdasarkan kutipan tersebut, terlukis kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Walaupun sepanjang hidupnya ia memiliki pekerjaan yang hina. Tetapi, dalam lubuk hatinya terdapat harapan untuk anaknya agar anaknya menjadi anak yang baik. Ketika anaknya dewasa, ia selalu teringat pesan ibunya agar menjadi wanita baik-baik hingga pada suatu hari ia bertemu dengan seorang pria yang membuat ia jatuh cinta, menikah dengannya, dan memiliki seorang putri. Pada akhir cerita, disebutkan bahwa pria yang ia nikahi tersebut adalah seorang pria yang telah memiliki istri, dan ia hanya menjadi istri simpanan saja. Oleh karena itu, anaknya tidak mendapatkan perhatian yang penuh dari ayahnya karena ayahnya harus berbagi dengan keluarga sahnya. Dalam subjudul ini, terdapat nilai moral bahwa kita sebagai manusia hendaknya mampu memutuskan sesuatu dengan baik dalam hidup kita sehingga keputusan itu tidak menimbulkan dampak yang buruk terhadap orang-orang yang kita sayangi atau orang-orang yang ada dalam
commit to user 197
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 198
kehidupan kita. Dengan kata lain, cerita ini memberikan pesan pada pembaca agar selalu bersikap bijaksana, berpikir panjang, dan tidak egois. Meskipun keadaan atau kenyataan hidup tidak seperti yang diharapkan seharusnya kita tetap menaati peraturan atau norma-norma yang ada. 2) “Penyemai Sunyi” Dalam subjudul “Penyemai Sunyi” ini, terdapat nilai moral yang dapat dipetik oleh pembaca, yaitu tentang makna kesetiaan terhadap pasangan. Hal tersebut terkait dengan kutipan berikut: “Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat untuk meneduhkan penat. Asih, barangkali juga terkantuk menunggu kepulanganku. Ia selalu ingin membukakan pintu untukku. “Agar aku selalu tahu kau telah kembali, “ katanya. Itulah kenapa ia tak suka bila aku bersikeras untuk menduplikasi saja kunci pintu. “Kalau kau bawa kunci, kau jadi punya alasan untuk kembali lebih malam atau malah pulang dini hari….”(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13) 3)”Episode” Dalam judul cerpen “Episode” ini terdapat nilai moral yang dapat kita petik, yaitu mengenai kesetiaan terhadap pasangan kita. Hubungan antara suami dan istri dalam sebuah keluaraga yang kurang harmonis akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap anak-anaknya. Dalam cerpen ini diceritakan bahwa terdapat seorang anak dalam sebuah keluarga yang ayah dan ibunya masing-masing memiliki pasangan selingkuh. Pada suatu malam, ketika sang suami tidak pulang ke rumah, sang istri membawa pasangannya ke dalam kamarnya dan tanpa disengaja hal tersebut disaksikan oleh anaknya sehingga membuat kondisi mentalnya menjadi terpuruk. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: “Kau yakin, suamimu tak pulang malam ini?” “Ya. Ia kira, aku tak tahu perselingkuhannya.” “Karena itukah kamu memaksaku datang malam ini.” “Lebih dari itu. Aku ingin bersenggama di kamarku sendiri.” “Bosan di hotel terus?” “Ya.” (cerpen Episode, hlm. 124)
commit to user 198
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 199
4)“Kartu Pos dari Surga” Dalam cerpen ini, terdapat nilai moral yang mengajarkan pada pembaca untuk dapat bersikap jujur terhadap orang lain
walaupun
kenyataan yang ada sangat menyakitkan. Hal tersebut terkait dengan ketidakjujuran seorang tokoh ayah dalam cerita ini terhadap anaknya, Beningnya terkait dengan kematian ibunya. Ibunya meninggal karena kecelakaan pesawat dan mayatnya tidak diketemukan. Untuk menjawab semua pertanyaan anaknya yang berkaitan dengan ibunya, ayahnya selalu mengarang-ngarang cerita yang hanya membuat anak kecil itu memiliki harapan yang kosong tentang ibunya dan kehadiran kartu pos- kartu pos yang biasa dikirimkan ibunya. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Lalu, ia mengelus lembut anaknya. Ia tak menyangka, betapa soal kartu pos ini akan membuatnya mesti mengarang-ngarang jawaban. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36). Marwan merasakan sesuatu berdesir di dadanya. “Kalau emang Pak Posnya sakit, biar besok Beningnya aja yang ke rumahnya, ngambil kartu pos dari Mama.”(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 38-39). a. Nilai Estetis Semi berpendapat bahwa fungsi estetika sastra adalah penampilan karya sastra yang dapat memberi kenikmatan dan keindahan bagi pembacanya (dalam Nuraini, 2007: 28).
Lebih lanjut, Suyitno juga
berpendapat bahwa sastra tidak hanya sekadar memberi kesenangan, tetapi juga memberi pengetahuan serta pencernaan yang menghayat tentang hakikat kehidupan bernilai (dalam Nuraini, 2007: 28). Nilai estetis yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor adalah sebagai berikut: 1) “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia” Dalam cerpen yang berjudul “Sepotong Bibir yang Paling Indah di Dunia” ini, terdapat nilai estetis yang dapat kita petik, di antaranya, yaitu agar kita berhati-hati dengan mulut manis atau janji-janji palsu yang disuarakan oleh para calon pejabat atau pemimpin negeri ini yang dilambangkan dengan simbol sepotong bibir yang bisa mengeluarkan
commit to user 199
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 200
kata-kata
indah
sehingga
membuat
orang
yang
melihat
dan
mendengarnya terkesan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Seolah itulah bibir yang bisa menyelesaikan segala macam masalah apa pun dengan sekejap. Orang-orang ingin difoto sembari memegangi bibir itu.Semakin aneh kata-kata yang terdengar, justru semakin orang-orang itu terpesona. Sembari menikmati the di beranda dan menyaksikan ini semua, Maneka berbisik pada Alina, “Rasanya kini aku mengerti, kenapa Sukab mengirimkan bibir itu….” “Kenapa?” “Itu pasti bibir calon Presiden!” “Itu bibir Tukang Kibul.” (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 68-69) Selain itu, dalam cerpen ini juga mengajarkan kita untuk setia terhadap pasangan kita. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Saat ia melihat mata laki-laki itu menatapnya, saat itu pula ia merasa terhanyut oleh cinta. Padahal kala itu ia telah bersuami! Tapi, mata itu. Mata itu sungguh membuat Maneka tak bisa melupakannya, dan karena itu memilih meninggalkan suaminya. Tengah malam, diamdiam ia membungkus pakaian secukupnya dengan kain, mengambil beberapa perhiasan simpanannya, lalu mengendap-endap meninggalkan suaminya yang tengah tertidur begitu nyaman—suami yang pada kenyataannya selama beberapa tahun perkawinan mereka selalu melimpahkan kebahagiaan kepadanya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 58). 2) “Parousia” Dalam subjudul ini, terdapat nilai yang dapat kita petik, yaitu mengenai sikap saling menghargai dan menyayangi terhadap sesama makhluk hidup. Dalam subjudul ini, diceritakan ada seorang anak yang memiliki kekurangan fisik sehingga perbedaan kondisi fisiknya itu membuatnya selalu menjadi bahan tertawaan orang lain. Bahkan warga sekitar pun merasa jijik dan menjauhinya sehingga ia memiliki keinginan dilahirkan kembali menjadi seekor ular yang ketika itu lebih dihormati dan disayangi oleh orang-orang daripada ia. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Dulu, aku memang berharap, aku ingin dilahirkan kembali di kota ini, tidak lagi sebagai bocah idiot yang sering diganggu dilempari
commit to user 200
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 201
kerikil atau tomat busuk. Aku tak pernah mengerti, kenapa dulu orangorang di kota ini begitu senang menggangguku. Mungkin mereka hanya menggodaku. Mungkin mereka butuh hiburan. Mungkin mereka merasa bahagia bila bisa menggangguku. Apabila melihat aku lagi berjalan, orang-orang akan menghentikanku. Memberiku moke, yang membuat kepalaku berdenyut-denyut lembut. Lalu, mereka menyuruhku menyanyi dan menari. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 84). 3) “Mawar di Tiang Gantungan” Dalam subjudul ini, terdapat nilai estetis yang dapat kita petik, yaitu salah satunya mengenai kasih sayang orang tua terhadap anaknya yang seharusnya mampu menerima anaknya seperti apa pun kondisinya. Dalam subjudul ini diceritakan seorang bayi dilahirkan dengan kondisi tanpa bola mata sehingga membuat ibunya sangat membencinya lalu membuangnya
yang
mengakibatkan
anaknya
menjadi
seorang
gelandangan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut: Tentu, kau bisa menduga ketika aku lahir dan menatap dunia, perempuan itu langsung meraung ketika tahu anaknya tak punya mata...Seorang pemulung menemukanku di tempat pembuangan sampah, kemudian menjualku kepada seseorang yang menampung para pengemis. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 97).
commit to user 201
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 202
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Unsur semiotis pertama (ikon) yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor adalah berupa ikonikon metaforis. Unsur semiotis kedua (indeks) yang terdapat dalam karya tersebut berupa indeks yang memiliki kaitan atau hubungan dengan teks dalam teks. Unsur semiotis ketiga (simbol) yang terdapat dalam karya tersebut berupa gerakan tubuh dan simbol yang diwakilkan oleh benda tertentu. 2. Berdasarkan hasil analisis unsur ikon, indeks, dan simbol dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia ini dapat diketahui makna di balik unsur-unsur tersebut. Ikon metaforis dalam karya tersebut memiliki makna konotasi tertentu dari apa yang disebutkan (sesuai dengan konteks cerita). Indeks yang memiliki kaitan atau hubungan dengan teks dalam teks memiliki makna yang dikelompokkan menjadi tiga macam, antara lain bermakna penggambaran perasaan para tokoh dalam cerita, penggambaran latar tempat dan suasana dalam cerita, dan penggambaran watak para tokoh dalam cerita. Simbol yang diwakili oleh benda bermakna terjadinya suatu peristiwa (kematian) dan simbol berupa gerakan tubuh merupakan ekspresi yang mewakili perasaan para tokoh. 3. Nilai- nilai pendidikan yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor tersebut, antara lain nilai agama, terdapat dalam cerpen berjudul “Variasi Kematian Paling Seksi”, “20 Keping Puzzle” (yang mengajarkan pembaca untuk senantiasa mengingat Tuhan dan mengingat datangnya kematian sehingga kita selalu mempersiapkan diri untuk menghadapinya), “Pelancong Kepedihan” dan “Penyemai Sunyi” (subjudul dalam Empat Cerita Buat Cinta) mengajarkan pembaca untuk senantiasa tabah dalam menjalani ujian dan ketentuan Tuhan. Nilai sosial, terdapat dalam “Kartu Pos dari Surga”, “Penjahit Kesedihan” dan “Pelancong Kepedihan”, “Permen”, “Perihal Orang Miskin yang Bahagia”, “Cerita yang Menetes dari Pohon Natal”
dalam judul tersebut mengajarkan kita tentang toleransi
commit to user 202
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 203
terhadap orang lain walaupun terdapat perbedaan-perbedaan kelas sosial, kondisi fisik, dan sebagainya serta kritik sosial terhadap pemerintah dalam menangani ketimpangan sosial yang semakin tajam. Nilai moral dalam karya tersebut, terdapat dalam “Pemetik Air Mata” dan “Penyemai Sunyi “Episode”, dan “Kartu Pos dari Surga”, judul-judul cerpen tersebut mengajarkan kita untuk senantiasa memegang teguh kejujuran dan kebenaran dalam setiap langkah atau keputusan yang kita ambil dalam melakukan sesuatu. Nilai estetis dalam karya tersebut, terdapat dalam “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”, “Parousia” dan “Mawar di Tiang Gantungan”, judul-judul tersebut terdapat nilai estetis atau keindahan, misalnya dalam pemaparan setting tempat yang menggambarkan keindahan alam, atau tentang penggambaran sepotong bibir yang terindah yang mengeluarkan kata-kata indahnya. B. IMPLIKASI Hasil dari penelitian ini berimplikasi pada dunia sastra dan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dalam dunia sastra, penelitian ini memberikan khazanah atau pengetahuan tentang menemukan dan memahami makna semiotik yang terdapat dalam suatu karya sastra, khususnya dalam bentuk cerpen. Melalui penelitian ini, pembaca dapat terbantu untuk memahami makna semiotik dan pesan atau nilai-nilai yang terkandung dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia yang terkait dengan pendidikan karakter di sekolah. Implikasi terhadap pengajaran apresiasi sastra, penelitian ini dapat dijadikan satu alternatif karya sastra yang dapat dikaji dengan semiotik. Hal tersebut dikarenakan di dalamnya sarat akan lambang-lambang atau unsur semiotis yang digunakan pengarang dalam menyampaikan ceritanya. C. SARAN 1. Pembaca Pembaca seharusnya lebih bisa membaca secara menyeluruh suatu karya sastra tertentu, karena suatu karya sastra sebenarnya tidak hanya dapat dibaca secara sepenggal-sepenggal tanpa memahami konteks dari cerita yang diciptakan pengarang. Oleh karena itu, sebaiknya pembaca
commit to user 203
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 204
dapat lebih membaca lebih dalam dan menyeluruh agar pesan yang terkandung dapat dipahami secara utuh. 2. Dosen Dalam pengajaran apresiasi sastra,
dosen menggunakan karya-
karya yang baru dan relevan dengan situasi yang terkini. Dengan demikian, tidak hanya pada aspek apresiasi saja yang tercapai melainkan aspek-aspek yang lain, seperti informasi, edukasi, dan isu terkini yang dikemas dalam suatu karya sastra. 3. Guru Seorang guru sebaiknya memiliki pengetahuan mengenai kajian semiotik, sehingga dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat membimbing para siswa memahami makna karya sastra secara mendalam. Selain itu, sebaiknya guru mampu memilih atau menyeleksi karya-karya sastra yang layak untuk dijadikan bahan ajar apresiasi sastra Indonesia, karena tidak semua karya sastra bisa dikatakan layak atau sesuai dengan peserta didik. 4. Penulis Ketika penulis menciptakan suatu karya sastra hendaknya tidak hanya menampilkan unsur hiburan, tetapi juga menyajikan nilai-nilai atau pesan moral (edukatif) yang dapat dipetik oleh pembacanya. Selain itu, untuk menghindari pertentangan ketika penulis menciptakan karya sastra yang bersifat menyindir bahkan mengkritik suatu pihak tertentu hendaknya penulis juga memikirkan metode yang tepat dalam menyampaikan idenya, salah satunya dengan metode semiotik.
commit to user 204